Karena curiga, secara
diam-diam kukuntit jejaknya itu, tapi agar jejakku tidak diketa-hui Si Yu gi,
maka aku tak berani menguntit terlampau dekat, karenanya setelah dia ma-suk ke
dalam Ong bong, aku tidak mengeta-hui ke mana perginya Si Yu gi tersebut.
Waktu itu aku menjadi amat
gelisah se-hingga segera melompat naik ke atas seba-tang pohon besar untuk
memeriksa keadaan di sekeliling tempat itu, namun bayangan tubuh Si Yu gi
seolah-olah lenyap ditelan bumi, lama sekali tak berhasil kutemukan jejaknya,
karenanya akupun berkesimpulan bahwa Si Yu gi masih tetap berada di dalam
kompleks tanah pekuburan ini.
Karena itulah secara diam-diam
aku duduk di atas ranting pohon sambil menunggu, sampai matahari condong ke
barat belum juga kutemukan Si makhluk bertanduk tung-gal Si Yu gi menampakkan
diri lagi.
Dan pada saat itulah,
tiba-tiba kudengar suara gemerincingan nyaring berkumandang dari balik
kuburan...
Mendengar sampai di situ Lan
See giok tahu bahwa suara itu berasal dari suara rantai pintu rahasia yang
sedang dibuka oleh ayahnya, selain itu diapun menyimpulkan bahwa Si Yu gi
sedang memasuki lorong ra-hasia barunya sambil secara diam-diam meneruskan
galiannya.
Setelah berhenti sejenak untuk
menarik napas, Oh Tin San berkata lebih lanjut:
"...waktu itu aku merasa
sangat kehe-ranan, tapi bersamaan dengan berhentinya suara gemerincingan
tersebut, tiba-tiba dari sebelah kiri kuburan besar itu muncul se-orang lelaki
setengah umur yang memakai jubah panjang berwarna kuning.
Seluruh rambut orang itu telah
beruban, dia memakai ikat kepala berwarna biru, hanya dikarenakan dia berdiri
membela-kangiku, maka tidak kuketahui siapakah dia.
Menanti orang itu membalikkan
badannya, aku baru merasa terkejut sehingga hampir saja terjatuh dari atas
dahan pohon, ternyata orang itu berwajah tampan dengan kumis menghiasi atas
bibirnya, hehh... hehhh... hehh... rupanya orang ini bu-kan lain adalah Lan
Khong tay yang selama banyak tahun ini menyembunyikan diri,
Tak terlukiskan perasaanku
waktu itu, se-lain kaget juga gembiranya bukan kepalang, di dalam keadaan
begini aku sudah melupa-kan Si Yu gi yang memasuki kuburan terse-but tadi,
namun dari keadaan Lan Khong tay yang baru berusia empat puluh tahun, na-mun
dalam sepuluh tahun saja rambutnya telah beruban semua, dapat disimpulkan bahwa
dalam hatinya tersimpan banyak ma-salah yang memusingkan kepalanya .... "
Berbicara sampai di situ, Oh
Tin San ber-henti sejenak seraya memandang sekejap ke seluruh arena ....
Si Cay soat, Siau cian, Oh Li
cu maupun Tok Nio-cu semuanya lagi mendengarkan dengan seksama .....
Si naga Sakti pembalik sungai
sedang membelalakkan matanya pula mendengarkan penuturan tersebut.
Demikian juga keadaan siau thi
gou, mata-nya melotot besar sekali ...."
See giok berdiri dengan air
mata berlinang membasahi pipinya, bibir yang terkatup ken-cang nampak membentuk
satu lingkaran busur ....
Sedangkan Hu yong siancu
mendongakkan kepalanya memandang kegelapan di angkasa, sedang butiran air mata
satu demi satu ber-cucuran keluar tiada habisnya, bibir yang pucat pias tak
bisa menahan gemetar yang berlangsung tiada hentinya. Maka Oh Tin san pun
berkata lebih jauh:
"Waktu itu aku sadar
bahwa kepandaian yang kumiliki masih bukan tandingan Lan Khong tay, karena itu
aku tak berani berisik apalagi menimbulkan suara, sampai Lan Khong tay sudah
melangkah keluar dari hu-tan siong, aku baru berani melayang turun dari tempat
persembunyianku,
Ketika kudekati kuburan
tersebut, baru kujumpai dibagian belakangnya terdapat se-buah pintu, tapi aku
tak berani memasuki-nya secara gegabah, sebab aku tahu istri Lan Khong tay, Ki
lu lihiap Ong Yan hoa juga ter-masuk seorang jago silat yang berilmu silat
sangat hebat...
Sampai aku memasuki kuburan
itu secara diam-diam, baru kujumpai dalam kuburan ini selain sebuah lentera
diatas meja, ter-nyata tidak kujumpai siapapun ...
Pada saat itulah, tiba-tiba
dari arah pintu kuburan berkumandang datang suara ujung baju yang terhembus
angin.
Aku menjadi amat terperanjat
dan cepat-cepat menyembunyikan diri di bawah meja, kemudian kulihat ada
seseorang melayang datang, ternyata dia adalah si gurdi emas peluru perak Lan
Khong tay yang barusan keluar kuburan.
Lan Khong tay masuk dengan
tergesa gesa sehingga sama sekali tidak memperhatikan jika aku lagi bersembunyi
di bawah meja, dia lalu menuju ke atas meja besar untuk me-ngambil senjata
gurdi emasnya, aku merasa inilah kesempatan terbaik untuk bertindak, maka
secepat kilat kulepaskan sebuah pu-kulan dahsyat yang ternyata persis bersarang
di pusarnya.,..
Mendengar sampai di sini, air
mata ber-campur darah bercucuran ke luar dari balik mata Lan See giok, sambil
menggertak gigi pelan-pelan ia menghampiri Oh Tin San lagi, kesepuluh jari
tangannya yang di pentangkan lebar-lebar kedengaran berbunyi gemerutu-kan
nyaring. Sebaliknya Hu yong siancu ma-sih tetap mengangkat kepalanya sambil
me-mandang kegelapan malam, sambil menahan rasa sedih di hatinya, ia berkata
lirih:
"Teruskan ceritamu itu
......
Oh Tin San memandang sekejap
wajah See giok yang semakin mendekati tubuhnya itu, dengan wajah memucat dan
menggertak gigi keras-keras, dia meneruskan:
"Seketika itu juga Lan
khong-tay mende-ngus tertahan dan mundur tiga langkah de-ngan sempoyongan,
memanfaatkan peluang emas ini, kusarangkan sebuah pukulan lagi ke arahnya, dan
kali ini persis menghajar dadanya..."
Belum selesai dia berkata,
tiba-tiba terde-ngar Lan See giok berteriak keras, dia mun-tahkan darah segar
dan tubuhnya roboh ter-jengkang ke atas tanah, namun bersamaan waktunya dia
melontarkan pula sepasang telapak tangannya ke depan.
Suatu ledakan keras segera
berkumandang memecahkan keheningan, percikan darah memancar ke mana-mana,
hancuran daging beterbangan diangkasa tubuh Oh Tin San telah terhembus oleh
angin serangan itu hingga meluncur sejauh puluhan kaki lebih dari tempat
semula.
Semua orang menjadi terkejut
dan buru-buru menghampiri Lan See giok yang jatuh pingsan itu, hanya Hu yong
siancu seorang masih tetap berdiri tak bergerak sambil me-ngawasi angkasa.
Tampaknya si naga Sakti
pembalik sungai telah berhasil pula mengendalikan luka yang dideritanya,
bersama Siau thi gou, mereka memburu pula ke depan.
Siau cian, Cay soat dan Oh Li
cu bertiga bersama sama membangunkan See giok dari atas tanah, ada yang
memanggil engkoh Giok ada pula yang menjerit adik Giok, suasana menjadi kalut
tidak karuan .....
Walaupun si naga Sakti
pembalik sungai belum pernah bersua muka dengan Tok Nio-cu, agaknya diapun
sudah mengetahui akan asal usul perempuan ini, dengan suara lemah katanya
kemudian:
"Nona Be, harap kau
segera memukul jalan darah Mia bun hiat di tubuh Lan siauhiap
keras-keras!"
Selesai berkata, dia
meneruskan langkah-nya mendekati Hu yong siancu yang masih berdiri termangu.
Pada dasarnya pengalaman yang
dimiliki Tok Nio-cu memang amat luas, dia tak lebih cuma dibikin bingung oleh
isak tangis Siau cian bertiga saja, setelah mendengar peri-ngatan dari si naga
sakti pembalik sungai, serta merta dia menarik Siau thi gou dan Oh Li cu agar
menjauh ....
setelah itu perempuan tersebut
berjongkok di sisi pemuda tadi dan mengerahkan tenaga dalamnya untuk memukul
jalan darah Mia bun hiat di tubuh pemuda tersebut.
Tapi Lan See giok masih tetap
memejam kan matanya rapat-rapat, sama sekali tak ada gejala dia telah mendusin.
Tok Nio-cu tidak tahu kalau
Lan See giok telah berhasil melatih ilmu memindahkan jalan darah, melihat
pemuda tersebut belum juga menunjukkan suatu gejala akan mendu-sin saking
gelisahnya dia sampai bermandi-kan keringat dingin.
Pads saat itulah, tiba-tiba
terdengar si naga sakti pembalik sungai berteriak kaget "Aaaah. nona Cian
kau cepat kemari!"
Siau-cian segera menerjang ke
depan de-ngan kecepatan tinggi, dijumpai ibunya ma-sih memandang ke atas dengan
sorot mata kaku. tampaknya perempuan inipun sudah jatuh tak sadarkan diri,
Dengan perasaan gugup gadis
itu segera menjerit keras.
"Oooh ibu----!
Diiringi isak tangis yang
ramai, ia memeluk tubuh Hu yong siancu erat-erat.
Menyusul kemudian bayangan
marah berkelebat lewat Si Cay soat telah menerjang pula ke depan, dengan cepat
nona ini menotok jalan darah Jin-tiong-hiat di hidung Hu- yong siancu disusul
menabok jalan da-rah Mia-bun hiat nya,
Hu-yong siancu segera
menghembuskan napas panjang dan sadar kembali dari ping-sannya, ia tertunduk
sedih, air matapun ber-cucuran membasahi wajahnya, dibimbing oleh Siau-cian,
pelan-pelan ia duduk diatas tanah.
Dalam suasana yang serba kalut
inilah. tiba-tiba....
Suara pekikan nyaring
berkumandang dari balik dusun situ, kemudian tampak sesosok bayangan manusia
dengan kecepatan luar biasa meluncur datang, kearah mana bebe-rapa orang itu sedang
berdiri,
Si naga sakti pembalik sungai
yang me-nyaksikan peristiwa- tersebut menjadi amat terkejut. dia tahu pendatang
bukan seorang jago silat biasa, maka dengan perasaan ce-mas, bercampur gelisah
dia berseru keras.
"Cepat, cepat kalian
sadarkan kembali See giok.. cepatan sedikit...."
Baik Tok Nio-cu maupun Oh
Li-cu, mereka sudah melihat betapa gawatnya situasi yang dihadapi, namun meski
kedua orang itu su-dah berusaha untuk menguruti jalan darah di tubuh See giok,
anak muda tersebut belum juga sadarkan diri.
Di dalam kekalutan, akhirnya
Si Cay-soat menyadari apa gerangan yang telah terjadi sekali, lagi dia melayang
turun di sisi See giok, kemudian secara beruntun dia melan-carkan lima buah
serangan berantai.
Barulah setelah termakan
kelima pukulan itu, See-giok menjerit keras dan sekali lagi memuntahkan darah
segar.
Dalabm pada itu. Siaju-cian
telah megm-bimbing ibunyba duduk bersila diatas tanah, ketika melihat jelas
wajah si pendatang itu. tanpa terasa dia menjerit kaget:
"Aaaah. Say nyoo-hui yang
telah datang!"
Tok Nio-cu dan Oh Li cu
sama-sama merasa terkejut. namun kepandaian silat yang dimiliki kedua orang ini
masih terlalu cetek sehingga ketajaman mata mereka be-lum dapat melihat dengan
jelas apakah orang ini adalah Say Nyoo-hui sungguh atau bu-kan.
Bahkan si naga sakti pembalik
sungai serta Si Cay soat pun belum mampu melihat de-ngan jelas paras muka si
pendatang itu, ber-beda sekali dengan Siau cian yang telah mi-num Leng sik giok
ji dalam jumlah banyak, tenaga dalamnya telah memperoleh kema-juan yang amat
pesat---"
Tidak heran kalau beberapa
orang itu ma-sih menyangsikan kebenaran dari ucapan Siau-cian.
oooOooo
BAB 32
Gerakan tubuh si pendatang itu
benar-benar sangat cepat, di dalam waktu singkat dia sudah berhenti dua kaki
dihadapan orang-orang tersebut, benar juga, ternyata orang itu adalah Say Nyoo
hui, istri 0h Tin san.
Diam-diam si naga sakti
pembalik sungai sekali ini merasa terkejut, sudah setahun la-manya Say Nyoo hui
berdiam di pulau Wan san. kenyataannya tenaga dalam yang dia miliki telah
peroleh kemajuan yang demikian pesat. hal tersebut kontan saja mening-katkan
kewaspadaan dari beberapa orang itu
Say nyoo hui masih tetap
mengenakan pakaian merah dengan celana panjang, di pinggangnya memakai ikat
pinggang kem-bang kembang, sedangkan dipunggungnya menggembol sepasang golok
burung hong yang diberi pita merah dan hijau pula.
Baru saja berdiri tegak,
perempuan itu segera menyunggingkan senyuman dingin diatas wajahnya yang penuh
berkeriput itu, kemudian dengan angkuh dia memandang sekejap seluruh arena.
"Hmmm, tidak heran kalau
lonio menubruk tempat kosong. rupanya kalian manusia-manusia yang hampir mampus
telah berkumpul semua disini" jengeknya dingin.
Oh Li cu yang melihat
kemunculban Say- nyoo huji tak tahan laggi segera berserbu.
"Ibu, anak Cu berada
disini--."
Belum habis seruan itu, Tok
Nio-cu dengan kening berkerut dan mata melotot besar telah melangkah maju ke
depan menghampiri Say Nyoo hui. tubuhnya kelihatan gemetar keras,
Semenjak melihat raut wajah
Tok Nio-cu, Say Nyoo hui sudah merasakan keadaan tak beres, namun dia percaya
kepandaian silat yang dimilikinya sekarang amat hebat, karena itu kehadiran Tok
Nio-cu sama sekali tak dipandang sebelah matapun olehnya.
Akan tetapi setelah di jumpai
batok kepala yang hancur lebur diatas tanah serta tiga sosok mayat dari kedua
tosu dan seorang lelaki kekar itu, paras mukanya kontan berubah hebat,
Ketika Oh Li cu melihat Tok
Nio-cu sama sekali tidak berbicara bahkan meneruskan langkahnya mendekati
lawan, dia tahu de-ngan segera bahwa orang yang menghabisi nyawa Ibu kandungnya
dulu bisa jadi adalah Say nyoo hui ini,
Berpikir demikian, hatinya
menjadi sakit, dendam, menyesal dan malu. berbagai perasaan yang berkecamuk
menjadi satu di dalam benaknya, tak dapat dibendung lagi air matanya segera
jatuh bercucuran membasahi wajahnya.
Sementara itu. Say nyoo hui Gi
Ci hoa te-lah berhasil menguasai diri dengan cepat, wajahnya berubah menjadi
menyeringai amat mengerikan. Setelah memandang sekejap kearah Hu yong siancu
dan Lan See giok yang masih duduk bersila diatas tanah, ia berseru keras.
" Siapa ... siapakah yang
telah membunuh anak murid Si to cinjin serta Lam hay-koay-kiat?"
Suasana tetap hening. semua
orang me-mandang kearah Say-nyoo hui dengan pan-dangan sinis dan tak kedengaran
sedikit suara pun yang memberi jawaban.
Menyaksikan hal ini. Say nyoo
hui semakin gusar lagi. dia mengira semua orang sudah menaruh perasaan takut
kepadanya, ditam-bah lagi kehadiran Hu yong siancu dan Lan See giok yang masih
bersila diatas tanah, disangkanya mereka berdua telah terluka ditangan tosu tua
tersebut, hal mana mem-buat dia semakin tidak memandang se-belah matapun
terhadap beberapa orang itu.
Dengan kening berkerut diapun
berpaling ke arah Tok Nio-cu. kemudian bentaknya keras-keras.
""Siapa kau? Aprakah
kau ingin zmencari kematiawn buat diri senrdiri----?"
Waktu itu Tok Nio-cu telah
mempersiapkan dua buah pukulan dengan disertai tenaga penuh yang siap
dilontarkan ke tubuh Say nyoo hui...ia telah bertekad untuk menghabisi nyawa si
pembunuh ibunya ini dalam serangan mana.
Maka menghadapi pertanyaan
lawan, ia tertawa dingin seraya serunya dengan penuh kebencian..
"Siapakah aku. aku yakin
kau sudah me-ngetahui dengan jelas, bayangkan saja piau-su Be Yu liang serta
Mao Kim go dari Juan tiong, maka kau akan segera tabu siapakah diriku yang
sebenarnya."
Berubah hebat paras muka Say
nyoo hui atas jawaban ini, sambil membentak nyaring tiba-tiba ia memutar
sepasang pergelangan tangannya,
Dua cahaya tajam berkelebat
lewat dan tahu-tahu berubah menjadi segulung bukit golok yang langsung
menerjang ke tubuh Tok Nio-cu..
Oh Li cu menjadi amat terkejut
melihat kejadian ini, saking kagetnya dia sampai menjerit lengking.
Ditengah bentakan nyaring
kembali tam-pak cahaya merah berkelebat lewat, diantara kilatan sinar pedang,
Cay Soat telah mener-jang pula ke depan dengan kecepatan luar biasa.
Tampaknya Tok Nio-cu sama
sekali tidak menyangka kalau Say nyoo hui akan mele-paskan serangannya secara
tiba-tiba, tubuhnya segera berkelebat mundur sejauh lima langkah kemudian
tangannya diayun-kan berulang kali ...
"Sreeeet. sreeeet!�
Dua batang panah pendek
langsung mele-sat ke udara dan menembusi bayangan golok
"Traaaang, traaaangg--
!"
Panah-panah pendek itu
seketika terpental ke udara. tapi Si Cay soat telah keburu me-nyambar tiba
dengan jurus "membantai hong mencabut bulu" pedang Jit hoa kiam nya
se-cepat petir membabat masuk ke balik baya-ngan golok yang membukit itu.
Sesungguhnya Say Nyoo hui
berniat mem-bunuh Tok Nio-cu dengan suatu serangan kilat, siapa tahu dari
tengah jalan muncul seorang Thia Kau kim yang menghalangi niatnya.
Tahu-tahu saja dia merasa
cahaya pedang lawan berkelebat lewat, hawa desiran dingin sudah muncul di depan
mata.
Dalam hati kecil nya diapun
berpekik,
"Aduuuh celaka...."
Serta merta, dia menghentikan
gerak ter-jangannya ke depan sambil menarik kembali sepasang goloknya, namun
gerak serangan pedang lawan terlampau cepat, ia sudah tak sempat lagi untuk
menghindar kan diri ---
"Triing. traaang, triing,
traanggg-- -"
Letupan bunga api memercik ke
udara, sepasang golok tersebut sudah terpapas ku-tung menjadi empat bagian.
Merasakan genggamannya menjadi
enteng, Say nyoo hui merasa terkejut lalu sambil menjerit lengking melompat
mundur sejauh dua kaki, diawasinya Si Cay soat yang berdiri sambil melintangkan
pedangnya itu dengan pandangan tertegun.
Si Cay soat balas menatap Say
nyoo hui, lalu setelah tertawa dingin ejeknya sinis.
"Lebih baik buang saja
gagang golokmu itu dan berduel lah secara jantan melawan Gui hujin, coba kalau
diantara kalian tidak terja-lin hubungan dendam kesumat sedalam lautan, nona
tak akan melepaskan dirimu dengan begitu saja!"
Selesai berkata, dia menarik
kembali pe-dangnya dan mengundurkan diri ke posisi semula.
Berada di dalam posisi demikian
Say Nyoo hui menjadi nekad, satu ingatan jahat pun muncul dalam benaknya,
sekali tangan nya digetarkan. gagang golok itu, segera menan-cap di tanah, lalu
tanpa banyak berbicara dia mendesak Tok Nio-cu.
Tiba-tiba - --- --Sekujur
badan Say nyoo hui gemetar keras. wajahnya sekali lagi berubah, dengan
pandangan kaget bercam-pur ngeri diawasinya sebuah kutungan le-ngan yang
tergeletak tak jauh dibelakang Tok Nio-cu, kemudian sambil menghentikan gerakan
tubuhnya, ia bertanya agak gemetar.
"Lengan...lengan siapakah
itu?" b
"Punya dia!" jjawab
Siau thi ggou cepat sam-bibl menunjuk dengan moncong bibirnya.
Yang ditunjuk adalah sebutir
batok kepala manusia bermuka pucat yang masih melotot-kan mata sesatnya, kepala
itu tergeletak berapa kaki dari sisi arena.
Sekilas pandangan saja Say
nyoo hui su-dah tahu batok kepala siapakah itu, kontan saja dia menjerit
lengking. "Bajingan keparat, aku akan beradu jiwa dengan kalian
semua!"
Ditengah jeritan tersebut,
tubuhnya menerjang ke muka, telapak tangan kanan nya secepat petir dibacokkan
ke tubuh Tok Nio-cu.
Dalam pada itu, Tok Nio cu
sudah bertekad hendak membalas dendam, tanpa memikir-kan keselamatan diri, ia
tangkis ta-ngan kanan lawan dengan lengan kirinya, kemu-dian tangan kanannya,
dilontarkan ke muka menghantam dada Say nyoo hui.
Bagaikan orang kalap yang
sudah kehila-ngan pikiran, Say-nyoo-hui tertawa seram, tubuhnya berputar
secepat kilat, tangan kiri-nya membentuk gerakan tipuan sementara telapak
tangan kanannya langsung mengha-jar iga kiri Tok Nio-cu.
Menghadapi ancaman tersebut,
Tok Nio cu sangat terkejut. ia sadar tak sempat lagi baginya untuk menghindar
"Duuuuukk!"
Tubuhnya seketika terasa sakit
bagaikan disayat sayat, tubuhnya telah terhajar telak oleh sodokan tangan kanan
musuh.
Dalam keadaan demikian. Tok
Nio cu me-maksakan diri untuk menarik napas panjang, lalu ia bertekuk pinggang
dan menundukkan kepalanya ke bawah .....
"Sreeeet --!"
Sebatang panah beracun secepat
petir menyambar ke depan. Say Nyoo hui tentu saja tak mengira kalau musuhnya adalah
Tok Nio-cu yang amat termasyhur itu. ia menjerit kesakitan, panah beracun
tahu-tahu sudah menancap diatas dada kanannya,
Bersamaan dengan kejadian itu.
Tok Nio maupun Say Nyoo hui sama-sama roboh ter-jengkang ke atas tanah. Semua
peristiwa ini berlangsung dalam waktu singkat, lagi pula selisih jarak diantara
kedua belah pihak be-gitu dekat, pada hakekatnya tiada kesem-patan lagi bagi
Siau cian. Cay Soat maupun Oh Li cub untuk memberikjan bantuan.
Segdangkan si nagab sakti
pembalik sungai baru sembuh dari lukanya, dia belum berke-mampuan untuk turun
tangan, sebaliknya Hu yong siancu dan See giok masih berse-medi.
Melihat cicinya roboh terkapar
diatas tanah berbarengan dengan robohnya ibu angkat-nya. Oh Li cu segera
menjerit sambil menangis, cepat ia menubruk ke muka.
Kebetulan sekali pada saat
yang bersa-maan See giok telah selesai dengan semedi-nya, ketika membuka
matanya, satu ingatan segera melintas di dalam benaknya, yakni pembantaian keji
seorang nenek di depan ru-angan Pek ho cay.
Maka dengan perasaan terkejut
diapun membentak keras.
"Ayo kembali --
Dalam bentakan mana, dengan
posisi ma-sih duduk ia menerjang kearah Oh Li cu.
Tapi sayang berhubung jaraknya
terlalu dekat, Oh Li cu telah membopong jenasah Tok Nio-cu,
Say Nyoo hui yang setengah
badan sebelah kanannya sudah menjadi kaku menjadi amat geram ketika dilihatnya
Oh Li cu mem-bopong tubuh Tok Nio-cu tanpa memperdulikan diri-nya. hal ini
menimbulkan hawa napsu mem-bunuh dalam benaknya.
Diiringi bentakan keras,
secepat kilat ta-ngan kirinya mencengkeram wajah Oh Li cu.
Sebenarnya Lan See giok telah
menerjang tiba waktunya itu. namun berhubung dia kuatir melukai Oh Li cu
sehingga merasa kurang leluasa untuk mengeluarkan ilmu thi siu yau khong atau
pukulan tangan kosong-nya,
Di dalam keadaan yang gugup.
pemuda itu segera membentak keras, dengan jari telun-juk dan jari tengahnya
menyentil ke depan keras-keras---
Segulung desingan angin jari
yang sangat kuat langsung menghajar batok kepala Say Nyoo hui.
"Plaakkk--!"
Diiringi jerit kesakitan yang
memilukan hati, batok kepalanya segera hancur beranta-kan dan isi benaknya
berceceran kemana mana, dalam keadaan kepala yang hancur Say Nyoo hui roboh
terjengkang ke belakang dan menghembuskan napas yang pengha-bisan-
Tapi cengkeraman tangan
kirinya ke atas wajah 0h Li cu tetap menyambar ke depan. Hanya saja disebabkan
tubuhnya terjengkang hingga sambaran jari tangannya itu hanya menghasilkan tiga
buah garis dararh diatas pipi kzanan gadis terswebut. "
Walauprun demikian Oh Li cu
sempat dibi-kin terkejut sampai menjerit tertahan, tubuh nya cepat-cepat
melejit ke udara. tapi isi benak Say nyoo hui yang putih kemerah merahan sempat
menyembur diatas tubuh nya.
Begitu terkesima dan
terkesiapnya nona ini. sampai-sampai dia tak sadar kalau darah segar telah
mengucur keluar dari luka diatas wajah itu.
Dalam pada itu, Hu yong siancu
telah sele-sai mengatur pernapasan. bersama Siau cian dan Cay soat sekalian
buru-buru me-reka lari mendekat.
Lan See giok yang bermata
tajam. dalam sekilas pandangan saja dia sudah melihat dengan jelas tiga buah
jalur luka yang dalam diatas pipi Oh Li cu. oleh sebab itu ketika Oh Li cu
melayang turun kembali ke atas tanah. buru-buru dia memayang tubuhnya.
Kemudian diambilnya sebuah
sapu tangan berwarna putih dan cepat-cepat diusapkan diatas pipi Oh Li cu yang
berdarah itu.
Oh Li cu seperti agak terkejut
dan gugup oleh sikap si anak muda itu, sedangkan Siau cian dan Cay soat segera
merasa amat cem-buru, hanya Hu yong siancu seorang yang agak berubah wajahnya
setelah menyaksikan peristiwa itu. kemudian berseru kaget
"Aaah. none Be sudah
terluka!"
Seraya berkata. dengan wajah
gelisah dan penuh perhatian dia turut memayang tubuh Oh Li cu.
Baru sekarang Siau cian dan
Cay soat mengetahui dengan jelas apa yang telah ter-jadi, buru-buru mereka
menyusul ke depan, sedang dihati kecilnya timbul perasaan malu gugup dan
gelisah.
Lan See giok menyeka luka di
wajah Oh Li cu itu berulang kali, tapi darah masih juga bercucuran keluar
dengan deras, tampaknya luka yang dideritanya cukup parah. dengan suara gelisah
dia lantas berpaling seraya ber-kata.
"Siapa yang membawa obat
luka?"
"Obat ada dirumah. aku
tidak membawa-nya serta." jawab si naga sakti pembalik su-ngai cepat,
tanpa membuang waktu lagi Hu Yong siancu segera berseru keras,
""Anak Giok, kau
cepat bopong nona Be dan pulang ke rumah.-!"
Lan See giok tidak banyak
berbicara lagi, dia segera membopong tubuh Oh Li cu.
Sementara Itu perasaan Oh Li
cu benar-benar sedih dan hancur. dia menangis terus tiada hentinya, air mata
bersama darah ber-cucuran tiada hentinya:
"Oooh bibi.. bagaimana
dengan Jenasah ciciku...?" keluhnya kepada Hu yong siancu.
Mendengar perkataan tersebut.
Hu yong siancu ikut merasa sedih, sambil menahan cucuran air matanya ia
menyahut:
*Kau tak usah kuatir, akan
kuperintahkan kedua orang adikmu untuk menggotongnya pulang!..
Baru selesai dia berkata. Lan
See giok su-dah melejit ke udara bagaikan segulung hembusan asap ringan,
tahu-tahu tubuhnya sudah berada sejauh puluhan kaki dari tem-pat semula.
"Saudara cilik" si
naga sakti pembalik su-ngai segera berteriak keras "Perintahkan ke tiga
orang putraku agar membawa sekop datang kemari!"
Biarpun Lan See giok mendengar
teriakan tersebut, namun dia tidak menjawab. sebab tubuhnya sudah memasuki
hutan di sisi dusun sana
Oh Li-cu yang berbaring di
dalam pelukan See giok mengucurkan air mata tiada henti nya, dalam sekejap mata
itulah dia merasa dirinya adalah manusia yang bernasib paling jelek di dunia
ini.
Ibu yang selama ini disayang
dan dicintai-nya, ternyata tak lebih hanya musuh besar pembunuh ibu kandungnya.
ayah yang sela-ma ini selalu memperhatikannya,- ,tak lain cuma seorang pentolan
pencoleng yang ber-hati kejam dan licik.
Dan sekarang, baru saja
bertemu kembali dengan enci kandungnya, tahu-tahu dia di-tinggalkan seorang
diri di dunia ini, bukan-kah kesemuanya itu sudah cukup membuk-tikan bahwa dia
adalah manusia yang berna-sib paling jelek di dunia ini?
Dan detik ini, untuk pertama
kalinya dia berbaring di dalam pelukan kekasih hatinya, namun wajahnya yang
cantik justru telah bertambah tiga buah luka memanjang yang berdarah,
Encinya yang selama ini
merencanakan perkawinannya telah tewas, wajahnya yang selama ini dianggap
cantik dan tak kalah dengan kecantikan Siau cian maupun Cay soat, kini pun telah
bertambah dengan tiga buah luka memanjang---
Padahal dia sudah tahu dengan
bjelas. biar punj dia sendiri sagngat mencintai bSee giok. namun See giok tak
pernah mencintainya, apalagi berencana mengawininya dan hidup sampai tua nanti.
Kesemuanya ini ditambah lagi
dengan luka codet di wajahnya, mungkin pemuda pujaan hatinya itu tak akan
memandang sekejap lagi ke arahnya.
Sementara dia masih melamun.
Lan See -giok telah melayang turun didalam pagar rumah si naga sakti pembalik
sungai.
Baru saja See giok melayang
turun, dia su-dah menoleh ke kamar sebelah kiri dan kanan seraya berseru.
"Siauhiap bertiga, cepat
ambil sekop dan berangkat ke barat laut dusun. Thio loko se-dang menantikan
kedatangan kalian di tem-pat tersebut."
Belum selesai ucapan tersebut
diutarakan Thio Sam keng yang gemuk seperti genjik te-lah melompat keluar dari
kegelapan sambil berseru cemas.
"Apakah kami harus
memendam mayat?
Lan See giok tidak berhasrat
untuk menja-wab pertanyaan itu, dia segera menerobos masuk ke dalam kamar dan
membaringkan tubuh Oh Li cu diatas pembaringan, setelah itu tanyanya dengan
penuh rasa kuatir.
"Enci Lan, bagaimana
rasamu sekarang?"
0h Li cu menggelengkan
kepalanya beru-lang kali, bisiknya dengan pedih.
"Sungguh tak kusangka aku
Be Cui lan ternyata bernasib begini buruk"
Lalu dengan air mata
bercucuran ditatap nya wajah si anak muda itu kemudian melanjutkan,
"Adik Giok, walaupun aku
berniat me-layanimu sepanjang masa. namun saat ini wajahku telah berubah
menjadi begini rupa, tampaknya apa yang menjadi harapanku tak pernah akan
terkabulkan lagi`
Lan See giok merasa keadaan Oh
Li cu betul-betul amat kasihan, keadaannya tidak jauh berbeda dengan nasib yang
dialaminya, hal mana yang segera menimbulkan perasaan simpatik yang besar
dihati kecilnya.
Dari perkataan tersebut. ia
sebgera mema-hami jmaksud lain dargi ucapan itu, mbaka ujarnya kemudian dengan
lembut:
"Enci Lan, kita adalah
orang yang senasib sependeritaan. apa yang kau alami persis pula seperti apa
yang ku alami ...."
Belum habis perkataan itu
diutarakan. dari balik halaman telah melayang turun sese-orang. menyusul
kemudian bayangan manu-sia itu berkelebat lewat. tahu-tahu Hu yong siancu telah
melompat masuk ke dalam ru-angan.
Oh Li cu segera melompat
bangun dan duduk setelah melihat kehadiran perempuan itu, teriaknya
mengenaskan.
"Ooooh.... bibi apakah
jenasah enci Peng telah diangkut kemari ....?"
Hu yong siancu mengangguk
berulang kali.
"Sudah dan sekarang Thio
lo-enghiong se-dang menyiapkan peti mati di belakang kami putuskan besok akan
mengirim orang untuk menyampaikan berita buruk ini ke pada Pek hoo caycu"
Sementara itu Lan See giok
telah menyulut sebuah lentera, Hu yong siancu segera mene-rimanya dan
didekatkan pada luka Oh Li cu.
Tapi setelah diperiksa sejenak
segera seru-nya dengan perasaan lega.
"Masih untung yang
terluka hanya di bawah rambut. asal kau dapat menutupi bagian tersebut dengan
rambutmu. niscaya luka codet tersebut tak akan terlihat"
Selesai berkata, berdasarkan
petunjuk dari si naga sakti pembalik sungai, dia berhasil menemukan sebuah
botol putih kecil didalam almari, mula-mula luka di sekitar wajah Oh Li cu
dibersihkan dulu dari noda darah, ke-mudian sekitar mulut luka ditaburi dengan
bubuk obat penghenti darah-.
Selang sejenak kemudian
kedengaran suara langkah manusia yang ramai. . Siau cian serta Cay soat telah
muncul pula, tera-khir menyusul pula si naga sakti pembalik sungai dan Siau thi
gou.
Dengan simpatik yang besar
serta perasaan penuh kekuatiran. semua orang turut meme-riksa luka yang
diderita Oh Li cu. se-baliknya 0h Li cu hanya bisa mengucurkan air mata-nya.
"Nona Be, kau tak usah
bersedih hati lagi" Hu yong siancu segera menghibur. "malam ini,
wajahmu tak samrpai hancur terkzena cengkeramanw maut tadi, bolreh dibilang hal
tersebut merupakan keberuntungan ditengah ketidak beruntungan, apalagi bila
terlalu sering menangis, air mata yang membasahi luka akan menimbulkan keadaan
yang kurang baik.*
Lan See giok yang berada di
sisinya segera turut pula menimbrung. "Sewaktu berada di Pek hoo cay tempo
hari, aku sendiripun su-dah pernah mengalami nasib tragis seperti ini. itulah
sebabnya tadi aku tergesa gesa memperingatkan enci Lan agar balik, tapi
.""
Hu yong siancu menghela napas
panjang, selanya:
"Pepatah kuno bilang.
Satu kali meng-alami nasib sial, selanjutnya akan lebih berpenga-laman, di
kemudian hari kalian mesti bersi-kap lebih berhati hati lagi, banyaklah
mendengarkan nasehat serta pengalaman dari orang lain."
"Yaa, sungguh tidak
kusangka kalau Oh Tin san suami istri ternyata merupakan manusia yang berhati
kejam tak berpera-saan-" kata si naga sakti pembalik sungai pula
"padahal nona Be sudah belasan tahun memanggil ibu kepadanya, tapi sampai
detik-detik terakhir ia toh masih berusaha untuk merusak kehidupan nona
Be."
Hu yong siancu kuatir ucapan
tersebut kembali akan menimbulkan kesedihan di hati Oh Li cu" dengan cepat
ia mengalihkan pokok pembicaraan kesoal lain, tanyanya:
"Thio lo enghiong, sejak
kapan sih Oh Tin san datang kemari ...?"
"Setelah mendapat kabar
dari Toa keng senja itu aku bersama adik Soat dan Thi gou segera melakukan
perundingan, kami sim-pulkan bahwa Oh Tin san bisa jadi akan datang mencari
gara-gara. ternyata dugaan kami memang benar. tidak sampai kentongan kedua. Oh
Tin san telah muncul diatas atap rumah dan menantang aku,
Menanti aku dan adik Soat
menyusul ke atas atap rumah, Oh Tin-san telah berkelebat menuju kearah barat
laut, kamipun mengejar sampai di luar dusun, ternyata di situ telah menanti dua
orang tosu serta seorang lelaki kekar.
Oleh sebab Oh Tin-san berteriak
hendak menantangku untuk berduel, terpaksa aku-lah yang menerima serangannya
itu. sungguh tak disangka hanya dalam waktu satu tahun saja. tenaga dalam yang
dimiliki Oh Tin san telah peroleh kemajuan yang amat pesat dalam serangan yang
pertama saja aku su-dah kena dipukul mundur sejauh lima enam langkah.
"Waktu itu adik Soat dan
Thi-gou hadir semua di arena, aku menganggap tak bakal menderita kerugian.
karena itu sama sekali tak memandang sebelah matapun terhadap mereka. aku
beranggapan bila kukerahkan segenap kekuatan yang dimiliki untuk berta-rung,
niscaya pihak musuh akan kalah.
pada saat itulah aku mendengar
suara pekikan nyaring dari adik See giok, suara pekikan tersebut membuat
semangatku ber-kobar kembali, keberanianku semakin besar, aku tahu Oh Tin-san
pasti akan mampus, karena itu sekali lagi kugunakan segenap ke-kuatan yang
kumiliki untuk beradu kekuatan dengannya.
Tapi akibat dari bentrokan
kekerasan tersebut, ternyata aku kena dihajar sampai terduduk diatas tanah,
bahkan sempat me-muntahkan darah segar ...."
Ketika berbicara sampai di
situ, wajahnya berubah menjadi merah dadu, dia melirik se-kejap ke arah Cay
soat dengan perasaan berterima kasih kemudian melanjutkan:
"Waktu itu, seandainya
adik Soat tidak tu-run tangan secepatnya, mungkin aku telah di binasakan oleh
Oh Tin san."
Hu yong siancu segera
manggut-manggut, katanya kemudian.
"Selama setahun
belakangan ini, tenaga dalam yang dimiliki Oh Tin-san dan Say- nyoo-hui memang
telah peroleh kemajuan yang pesat. ditinjau dari kemampuannya untuk menghajar
iga kiri Gui hujin
dengan suatu gerakan tubuh
yang aneh, bisa diketahui bahwa kemajuan yang dica-painya masih jauh melebihi
Oh Tin san"
Teringat kembali kematian dari
encinya, sekali lagi air mata jatuh bercucuran memba-sahi wajah 0h Li cu,
Lan See giok yang teringat
kebaikan Tok Nio-cu menghadiahkan kuda, menemani menyerbu sarang musuh dan lain
lainnya turut merasa sedih. katanya.
"Gui hujin adalah seorang
yang periang dan pandai bergaul, lagi pula tindak tanduk nya sangat mengagumkan
orang. budi kebai-kannya menghadiahkan kuda kepadaku serta membantuku menyerang
bukit lawan. akan selalu kusimpan didalam hati dan selamanya tak pernah akan
kulupakan lagi"
Melihat Oh Lib cu masih juga
jmenangis. Kembagli Hu yong sianbcu menghibur.
"Nona Be tak usah
bersedih hati lagi, jika air matamu masuk ke mulut luka, hal ini akan
mempengaruhi daya kerja obat luka tersebut.."
Teringat luka diatas wajahnya,
Oh Li Cu semakin sedih hingga matapun diapun menangis lebih memilukan
hati"
Sebagai orang yang pintar,
tentu saja Hu yong siancu sekalian mengerti apa yang me-nyebabkan perempuan
tersebut menangis dengan begitu sedihnya:
Siau cian dan Cay soat
terdorong oleh sim-patik dan ibanya melihat penderitaan yang menimpa Oh Li cu,
diam-diam bertekad di-hati masing-masing untuk berusaha menjo-dohkan perempuan
itu kepada adik Gioknya.
Oleh sebab itu mereka berdua
sering mem-perhatikan mimik muka Lan See giok, kebe-tulan sekali si anak muda
itu sedang menunjukkan sikap kuatir dan menaruh perhatian terhadap Oh Li cu.
Sementara Hu yong siancu
sekalian masih menghibur Oh Li cu. Thio Toa-keng bertiga telah pulang.
Si naga sakti pembalik sungai
segera ke-luar dari ruangan, tak lama kemudian ia muncul kembali sambil
berkata.
"Ketiga orang anakku
telah mengubur jenazah 0h Tin san sekalian sedangkan jenazah Gui hujin disimpan
di ruang bela-kang, apakah nona Be hendak..."
" Tidak usah." tukas
Hu yong siancu cepat, dia kuatir kepedihan yang kelewat batas akan mempengaruhi
luka yang diderita Oh Li cu, "Saat ini kondisi badan nona Be masih lemah,
dia tak perlu ke belakang lagi..
Kemudian sambil menatap wajah
Oh Li cu, dia menyambung:
"Bagaimana kalau kita
minta kepada Thio lo enghiong agar segera mengirim orang un-tuk menyampaikan
berita buruk ini kepada Gui caycu di benteng Pek hoo cay?"
Sebenarnya Oh Li cu hendak
pergi mene-ngok wajah encinya untuk terakhir kali, tapi berhubung Hu yong
siancu sudah berkata demikian, tentu saja ia merasa kurang le-luasa untuk
berbicara lain, ditambah pula mulut lukabnya memang tidajk dapat mem-biagrkan
ia menangibs terus, akhirnya sambil mengangguk sahutnya:
"Segala sesuatunya
terserah pada perintah bibi!"
Dengan berhasilnya membunuh Oh
Tin san, berarti Lan See giok, sudah melepaskan sebuah beban berat yaitu
membalaskan den-dam bagi kematian ayahnya, sekarang hanya tinggal satu masalah
lagi yang harus di lak-sanakan secepatnya yaitu membebaskan gu-runya dari pulau
Wan san.
Namun, berhubung Oh Li cu
masih terlu-ka, maka dengan perasaan kuatir ujarnya:
"Sekarang enci Lan sedang
terluka, aku li-hat jadwal perjalanan kita menuju ke Pulau Wan san, harus
diundurkan, hingga luka yang diderita enci Lan sembuh kembali."
"Kenapa?" tanya Oh
Li cu dengan perasaan terkejut, "andaikata gara-gara aku sampai urusan
terbengkalai, bukankah akulah pe-nyebab dosa? Lagi pula mati hidupnya To
Seng-cu locianpwe sangat mempengaruhi ke-hidupan dalam dunia persilatan, kalian
tak boleh sekali kali sampai menunda jadwal ke-berangkatan, siapa tahu
perbuatan kita membunuh Oh Tin san suami istri barusan telah diketahui
mata-mata musuh? Bila ka-bar tersebut sampai bocor, mungkin usaha kita, untuk
memanfaatkan kapal perang Wi lim poo akan menemui banyak kesulitan."
Mendengar perkataan ini, semua
orang segera manggut-manggut tanda setuju.
Lan See-giok yakin tiada orang
sedang mengintip mereka dalam jarak radius sepu-luh kaki, karenanya dia segera
menghibur:
"Jangan kuatir, tak
mungkin ada orang mencuri lihat perbuatan kita..."
Hu yong siancu sendiripun
kuatir bila jad-wal keberangkatan harus dirubah kembali, sebelum si anak muda
itu menyelesaikan kata katanya, dia segera menimbrung: "Dari mana kau bisa
memastikan bila tiada orang sedang mencuri lihat dirimu?, Ada kalanya -bila
pikiran seseorang lagi tak tenang, biar ada orang sudah dekat di depan mata pun
belum tentu jejaknya akan ketahuan."
Lan See giok dan Siau cian
baru saja ber-buat salah, betul ucapan dari Hu yong siancu tersebut tidak
bermaksud apa-apa, namun diterima lain oleh Lan See giok berdua, kon-tan saja
paras muka kedua oranrg itu berubah mzenjadi merah sawmpai di telingar.
Tak kuasa lagi Siau cian
menundukkan kepalanya rendah-rendah, sedangkan Lan See giok mengiakan berulang
kali, Cuma orang tak akan tahu mengapa paras muka kedua orang itu bisa memerah
secara tiba-tiba. Hu yong siancu, segera sadar kalau dia telah salah berbicara,
buru-buru katanya lagi:
"Untuk menjaga segala
kemungkinan yang tidak diinginkan, lebih baik kita kerjakan se-suai dengan
rencana semula, aku lihat luka yang diderita nona Be tidak terlalu parah, dalam
setengah bulan saja akan sembuh dengan sendirinya, lebih baik kita ajak serta
nona Be dalam perjalanan, dia toh masih bisa merawat lukanya di atas kapal...
"Tidak bibi, Lan ji
bertekad akan tetap ting-gal didalam benteng.." tukas Oh Li cu sebe-lum Hu
yong siancu menyelesaikan kata ka-tanya," saat itu benteng pasti kosong
dan tiada orang yang mengurusi, untuk menjaga segala yang tak diinginkan, anak
Lan tidak pantas jika turut serta."
Hu yong siancu merasa ucapan
ini ada benarnya juga, karena masalah tiadanya se-orang pemimpin dalam suatu
benteng me-mang merupakan suatu masalah yang serius, untuk beberapa saat
lamanya dia menjadi bingung dan tak tahu apa yang mesti dilaku-kan.
Sementara itu, langit sudah
terang tanah.
Agak gelisah si naga sakti
pembalik sungai berseru:
"Pergi atau tidak harus
diputuskan sece-patnya, karena selesai bersantap nanti kita masih harus
mempersiapkan segala sesuatu nya dalam operasi ini."
Melihat semua orang dibikin
susah oleh dirinya, Oh Li cu semakin kukuh dengan pendiriannya semula, katanya:
"Bibi, dendam kesumat
anak Lan sudah terbalas, cici pun sudah mati, hanya rasa sedih dan duka di
hatiku belum disembuh-kan, anak Lan ingin memanfaatkan kesem-patan yang ada
untuk merawat luka hati dirumah saja, karena aku memang tidak ber-niat untuk
ikut serta dalam perjalanan jauh itu."
Melihat kebulatan tekad si
nona tersebut, terpaksa Hu yong siancupun manggut-mang-gut
"Kalau memang demikian,
selesai bersan-tap nanti kita segera berangkat ke benteng Wi lim poo, Thio lo
enghiong juga boleh ikut ber-sama ...."
"Kalau aku turut bersama
menuju ke ben-teng Wi lim poo, rasanya hal ini rada kurang leluasa" sahut
si naga sakti pembalik sungai agak ragu. .
(Bersambung ke Bagian 42)