Anak Harimau Bagian 39

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 39

Bagian 39

"Bagaimana akhirnya?"

Siau cian tertawa jengah dan melanjutkan:

"Pada saat itulah dari belakang jendela melayang masuk sesosok bayangan manusia, orang itu adalah seorang pendekar setengah umur yang berwajah gagah dan lurus, ia segera menolong ibu, bahkan mencarikan pakaian serta senjata ibu."

"Atas peristiwa ini, semua pendeta cabul yang berada di dalam kuil itu dibantai ibu sampai punah, hanya seorang yang berhasil kabur yakni Pek In hong si manusia jadah itu, untuk mencari jejak si manusia jadah ini ibu sudah mengarungi samudra menelusuri ujung jagad untuk menemukannya, sungguh tak nyana akhirnya berhasil ditemukan dalam kapal perangnya Lim lo pah."

Ketika berbicara sampai di situ, nona tersebut menatap sang pemuda lekat-lekat, kemudian tanyanya lagi:

"Tahukah kau, siapakah pendekar sete-ngah umur yang berwajah gagah ini?"

"Aku tahu, dia adalah empek Ciu!" buru-buru pemuda itu menyahut dengan cepat.

Siau cian menghela napas sedih:

"Sungguh tak disangka ketika aku berusia tiga tahun, ayah jatuh sakit dan kemudian meninggal dunia..." Menyaksikan kepedihan yang menyelimuti wajah Siau cian waktu itu, meski Lan See giok ingin bertanya lebih jauh, namun untuk menghindari nona itu dicekam kepedihan ia tak berani bertanya lebih jauh.

Kedua orang itu termenung dan saling membungkam, lama kemudian Siau cian baru menengok keluar jendela dan bangkit berdiri seraya berkata:

"Aaah... aku harus menanak nasi dulu."

Maka bersama sang pemuda, mereka ma-suk ke dapur untuk mempersiapkan hida-ngan, kesibukan membuat perasaan mereka berdua menjadi cerah kembali.

Ketika bersantap kemudian, suasanapun telah pulih kembali seperti sedia kala, ada suara tertawa ada pula suara gurauan.

Ketika selesai bersantap malam, malampun sudah tiba, suasana mulai diliputi kegelapan, Lan See giok segera mengunci pintu rumah, sedang Siau cian menyulut lilin.

Dalam suasana begini, tanpa terasa kedua orang itu saling berpandangan sekejap, se-dang dalam hati kecil mereka tumbuh suatu perasaan gembira yang sukar dilukiskan dengan kata-kata.

Perasaan demikian ini belum pernah mereka berdua alami sebelumnya.....

Siau cian merasakan hatinya berdebar dan pipinya memerah....

Begitu pula dengan Lan See giok, dia merasakan pipinya memerah dan detak jan-tungnya semakin bertambah cepat ....

Siau cian tak berani memperhatikan pan-dangan mata adik Gioknya yang memukau hati itu lagi, ia tertunduk malu dan sambil membawa lilin berjalan masuk ke dalam kamar tidur sendiri.

Diam-diam gadis itu agak terkejut juga melihat sang pemuda mengikuti dibelakangnya, ia benar-benar merasa agak gugup dan baru kini ia betul-betul dapat merasakan bahwa suasana begini mirip sekali dengan kamar pengantin sepasang pengantin baru.

Ketika Lan See giok menyaksikan keadaan enci Cian-nya yang bermuka merah, tersipu-sipu dan tak tahu apa yang mesti dilakukan itu, mendadak timbul jiwa kelelakian di dalam hatinya.

Wajahnya yang tampan seketika terasa memerah dan panas, dengan senyum diku-lum dia awasi gadis itu agak termangu, agak tertegun.

Siau cian yang sudah gugup semakin ber-tambah tegang, tersipu-sipu ia memandang wajah sang pemuda yang memerah, kemu-dian pelan-pelan mundur ke belakang...

Namun di dalam keadaan begini, dia se-olah-olah menjadi seorang yang kehilangan ilmu silat, sepasang kakinya terasa lemas tak berkekuatan, lututnya amat lemah seakan-akan tertotok jalan darahnya .....

Selangkah demi selangkah Lan See giok mendekati Siau cian, senyuman hangat ma-sih menghiasi bibirnya, sambil mengawasi bibir si nona yang merah merekah, ia sambut lilin merah itu dari tangannya.

Perasaan tegang yang mencekam Siau cian mencapai pada puncaknya, tiba-tiba ia ber-tanya dengan gugup dan gelisah:

"Adik Giok .... mau... mau apa kau?"

Lan See giok meletakkan lilin merah itu ke meja, lalu berpaling sambil melemparkan senyuman misterius, digenggamnya tangan si nona kemudian menariknya ke arah pem-baringan...

Siau cian semakin gelagapan, peluh telah bercucuran membasahi tubuhnya, kembali dia berseru:

"Adik Giok... tidak boleh... tidak boleh ber-buat begitu... sebentar ibu akan kembali...."

Lan See giok tahu kalau encinya salah pa-ham, tapi tiba-tiba saja timbul akalnya untuk menakut-nakuti gadis tersebut, maka ia segera berlagak tertawa nyaring:

"Haaaahhh... haaaahh.... haaaahh... bibi telah berpesan kepada siaute ...."

"Ibu berpesan apa kepadamu?" tukas Siau cian dengan tubuh gemetar dan semakin ge-lagapan.

Sekali lagi Lan See giok tertawa misterius kemudian bisiknya lirih:

"Bibi suruh siaute tak usah takut untuk... untuk menciummu ...."

Selembar pipi Siau cian semakin memerah, tentu saja ia tak percaya dengan ucapan pe-muda itu.

Baru saja dia hendak mendorong pemuda itu, tahu-tahu pinggangnya yang ramping telah dipeluk erat-erat oleh sang pemuda.

Dengan demikian, seluruh tubuhnya ter-jatuh ke dalam pelukan Lan See giok kini.

Tak terlukiskan rasa kaget Siau cian, segera jeritnya:

"Jangan... jangan... adik Giok..."

Ketika Lan See giok memeluk si nona ke dalam rangkulannya tadi, perasaan cinta yang terpendam dalam hatinya selama ini kontan saja meledak, tindakan yang semula dilakukan hanya bermaksud gurauan, sekarang berubah menjadi tindakan yang benar-benar.

Bersamaan waktunya Siau cian berteriak tadi, Lan See giok telah menggeserkan bibirnya dan mencium bibir si nona yang kecil mungil dan merah menantang itu.

Siau cian merintih, semula dia agak men-dongkol, tapi di saat bibir sang pemuda telah menempel di atas bibirnya, ia segera merasa-kan kenyamanan dan kehangatan yang tak terlukiskan dengan kata-kata menjalar ke seluruh tubuhnya.

Dia menjadi mabuk, ia pun menjadi tenang kembali, dengan lembut dan penuh kepasra-han ia sambut ciuman sang pemuda yang sebenarnya sangat dicintainya ini.

Sebetulnya Lan See giok sudah pernah mencium Si Cay soat, tapi ketika ia mencium Ciu Siau cian saat ini, perasaannya yang diterima ternyata jauh berbeda.

Ia dapat merasakan tubuh Siau cian ge-metar keras, jantungnya berdebar-debar dan wajahnya merah padam seperti buah apel...

Mendadak...

Air mata yang terasa asin menyusup ke dalam bibir Lan See giok, pemuda itu menjadi terperanjat dan segera mendongakkan kepalanya, ia saksikan gadis itu masih me-mejamkan matanya, sementara air mata ber-linang membasahi pipinya.

Siau cian menubruk ke dalam pelukan pe-muda itu kemudian menangis tersedu.

"Enci Cian, maafkanlah aku...." buru-buru Lan See giok minta maaf.

Tidak sampai si anak muda itu menyele-saikan kata-katanya, Siau Cian telah mem-benamkan kepalanya ke dalam pelukan anak muda itu, kemudian sambil menggeleng sa-hutnya jengah:

"Tidak... aku kelewat gembira.....""

Kejut dan gembira menyelimuti perasaan Lan See giok, ia memeluk tubuh si nona makin erat, bahkan serunya penuh kegembi-raan:

"Enci Cian, aku benar-benar kelewat gem-bira!"

Kembali mereka berdua saling berpelukan erat sambil membaringkan diri di atas ran-jang, mereka saling mendengarkan detak jantung masing-masing, semua rasa cinta dan kangen terlampiaskan di dalam pelukan itu.



Setelah melewati suasana hening beberapa saat lamanya, mendadak Siau cian menghela napas panjang kemudian berbisik dengan sedih:

"Sekarang, kita begini gembira, mungkin inilah perlambang dari suatu ketidak baikan untuk kita berdua!"

Lan See giok segera berkerut kening dan melepaskan pelukan gadis tersebut, kemu-dian tanyanya dengan tidak mengerti:

"Mengapa enci Cian?"

Dengan termangu-mangu Siau cian me-ngawasi lidah api yang membara di sudut lilin, kemudian menggeleng tanpa mengucap-kan sepatah katapun jua.

Tergerak perasaan Lan See giok, kembali ia mendesak:

"Apakah kau teringat akan kepergian kita ke Wan san?"

Siau cian mengangguk sementara air mata nya kembali jatuh bercucuran dengan deras.

Sekalipun Lan See giok telah membayang kan juga pelbagai kesulitan yang bakal dite-muinya dalam perjalanan menuju pulau Wan san, tapi demi dendam kesumat kematian ayahnya, demi menyelamatkan gurunya dari kesulitan seperti apa yang diucapkan si naga sakti pembalik sungai, biar naik ke bukit golok atau terjun ke kuali minyak mendidih, ia tak akan gentar.

Maka sambil membelai rambut si nona, ia berkata lembut:

"Apakah kau menguatirkan tentang kehe-batan Lam hay lokoay dan Si to cinjin sekalian?"

Sekali lagi Siau cian mengangguk, dengan mulut membungkam, Lan See giok tertawa paksa, segera hiburnya:

"Dalam hal ini, siaute telah memikirkannya secara baik-baik, apabila kemampuanku tak sanggup menandingi Hay gwa sam koay (tiga manusia aneh dari luar lautan), tak mungkin suhu menyuruh aku ke situ setahun setelah kejadian..."

"Tapi ke tiga manusia aneh itu berkumpul semua di Wan san!" keluh Siau cian sebelum anak muda itu menyelesaikan kata-katanya.

Lan See giok segera menggeleng sambil tersenyum:

"Berbicara soal kepandaian silbat serta ting-kjat kedudukan tigga manusia anehb dari luar lautan, mustahil mereka bertiga akan berga-bung untuk menghadapi seorang angkatan muda seperti aku!"

"Sekalipun demikian, kau toh tak boleh be-gitu yakin" omel Siau cian tidak senang hati, "andaikata mereka tak melanggar aturan dan selalu menepati peraturan yang telah diten-tukan, mengapa para jago persilatan menye-but mereka sebagai "tiga manusia aneh" dan bukannya menyebut Sam hiap atau tiga pendekar?"

Lan See giok segera tertegun oleh ucapan ini, ia tak mampu menjawab lagi.

Kembali Siau cian berkata:

"Gembong-gembong iblis tua itu hampir semuanya berhati kejam, membunuh orang tanpa berkedip, tidak tahu soal peraturan dan tidak mengenal perasaan, begitu ia tak mampu menandingimu, tentu saja mereka tak akan memperdulikan soal tingkat kedudukan atau nama besar lagi." .

Dengan kening berkerut Lan See giok membungkam diri, ia tahu dengan kemam-puan yang dimilikinya sekarang, tak mung-kin dia seorang diri mampu menandingi ke tiga manusia aneh tersebut sekaligus, bila-mana perlu dia harus berusaha menghadapi-nya dengan akal..

Tiba-tiba.... berkilat sepasang matanya sambil mengamati gadis itu, cepat-cepat se-runya:

"Aaaah, enci Cian, aku punya akal!"

Ia segera bangkit berdiri dan cepat merogoh ke dalam sakunya untuk mengeluarkan botol porselen kecil itu.

"Oooh, rupanya kau ingin melipatkan tenaga dalammu dengan andalkan Leng sik giok ji ini?"" seru Siau clan menjadi paham.

Anak muda itu mengangguk tanpa ragu.

"Satu satunya kelemahan yang masih ter-dapat pada diriku adalah ketidak mampuan-ku untuk menandingi kesempurnaan tenaga dalam ketiga manusia aneh itu, sekarang aku harus menambah kesempurnaan tenaga dalamku dengan bantuan Leng sik giok ji ini!"

Sewaktu tutup botol itu dibukab, bau harum semjerbak segera megmancar ke selurbuh rua-ngan.

"Adik Giok, kau tak boleh melupakan uca-pan ibu." seru Siau cian memperingatkan. "katanya orang muda tak boleh kelewat ba-nyak minum Leng sik giok ji!"

"Aaaah, itu kan alasan dari bibi untuk menghalangi kita menghambur-hamburkan Leng sik giok ji dengan percuma." kata sang pemuda sambil tertawa hambar.

Selesai berkata, dia segera menuang selu-ruh isi cairan itu ke dalam mulutnya.

Dengan perasaan tegang Siau cian menga-wasi perbuatan pemuda itu, ia tak tahu aki-bat apakah yang akan di alami Lan See giok setelah meneguk begitu banyak Leng sik giok ji.

Cairan yang harum itu dengan cepat me-ngalir masuk ke dalam perut Lan See giok, hawa dingin bagaikan es segera mencekam perutnya, sambil menyerahkan botol kecil, tadi ke tangan Siau cian, ia berkata seraya tertawa:

"Enci Cian, paling tidak di dalam botol itu masih tersisa satu dua tetes, gunakanlah jari kelingkingmu untuk mengeluarkan cairan tersebut dan cepatlah kau makan."

Siau cian tahu bahwa Leng sik giok ji me-rupakan benda mestika yang amat langka di dunia ini, biar cuma setetes namun kalau di buang terlalu sayang, karenanya dia menuju ke meja dan menuangkan air teh ke dalam botol tadi, kemudian setelah dikocok lantas diteguk sampai habis.

Begitu Leng sik giok ji mengalir ke dalam perut, Siau cian baru terperanjat, ia merasa cairan mestika tersebut ternyata masih tebal, ini membuat tubuhnya gemetar keras.

Hawa dingin yang luar biasa menyebar ke seluruh tubuhnya dan merasuk sampai ke jari-jari kakinya, dari keadaan tersebut bisa diduga kalau paling tidak ada sepuluh tetes yang telah berpindah ke dalam perutnya.

Kenyataan tersebut membuat si nona men-jadi gelagapan, buru-buru ia bertanya:

"Adik Giok, benarkah kau telah meneguk habis isi cairan tersebut...?"

Dari sikap si nona yang gugup, Lan See giok tahu kalau ada yang tidak beres, maka sahutnya dengan serius:

"Benar, aku telah meneguknya sampai habis, paling banter isi botol itu tinggal setetes!"

"Tidak, tidak mrungkin," Siau-czian semakin tegwang, "berdasarkran kekentalan dalam air, paling tidak masih tersisa sepuluh tetes."

Lan See giok menjadi kebingungan, sampai lama kemudian ia baru memahami akan se-suatu, katanya kemudian....

"Yaa, siaute teringat sekarang, mungkin cairan giok ji itu sudah tersimpan kelewat lama sehingga dasarnya mulai mengerak itulah sebabnya ketika diguyur air teh panas, cairan itu pun mencair sehingga tak heran, kalau air itu mengental..."

Pucat pias selembar wajah Siau cian, apa lagi bila teringat akan peringatan dari ibunya.

"Adik Giok, apa yang mesti cici lakukan sekarang?" tanyanya gelagapan.

Lan See giok tertawa riang.

"Coba kau lihat wajahmu begitu tegang, padahal Leng sik giok ji adalah benda mes-tika yang amat langka, semakin banyak yang diteguk akan semakin baik pula, jangan kau ingat terus peringatan dari bibi, ayo cepat naik ke pembaringan dan bersemedi, asal be-berapa kali kau atur pernapasanmu niscaya tenaga dalam Wan san popo pun tak akan mampu menandingimu!"

Siau cian setengah percaya setengah tidak, tapi diapun gelisah bercampur mendongkol, kini dia tidak menguatirkan lagi bagaimana reaksi dari adik Gioknya, tapi justru mengu-atirkan keadaan sendiri...

Cepat-cepat dia melepaskan sepatunya dan naik ke pembaringan untuk bersemedi.

Lan See giok pun segera memejamkan mata dan mengatur napas untuk menghisap sari Giok ji yang berada di dalam tubuhnya.

Pikiran dan perasaan Siau cian waktu itu benar-benar sangat kalut, sampai lama sekali hatinya belum juga dapat tenang, dia merasa hawa dingin yang semula mencekam pusarnya kini berubah menjadi panas, aliran hawa panas yang membara itu menyebar ke seluruh badan dan membuat perasaan sema-kin bertambah gelisah.

Dihati kecilnya dia selalu dihantui oleh peringatan ibunya, tak heran kalau gadis tersebut tak mampu menghisap sari giok ji itu ke dalam pusarnya.



Diam-diam ia membuka matanya dan melirik sekejap Lan See giok yang duduk bersemedi di sisinya:

Tapi begitu melihat ia menjadi amat terke-jut sehingga hampir saja bersuara.

Nampak olehnya, pemuda itu duduk ber-sila sambil memejamkan mata, namun diatas bahunya lamat-lamat muncul sekilas cahaya lingkaran berwarna kuning emas yang me-nyelimuti tubuhnya, dia tahu bisa jadi itulah yang disebut Hud kong sin kang (ilmu Sakti cahaya Buddha)

Ia pernah mendengar ibu dan si naga sakti pembalik sungai membicarakan soal Hud kong sinkang tersebut, konon dengan watak yang baik dan kecerdasan yang luar biasa, orang akan berhasil melatih ilmu tadi di dalam sepuluh tahun, namun jika ingin ber-latih hingga mencapai taraf pemunculan si-nar tadi dari tubuhnya, maka orang itu mesti berlatih tekun selama sepuluh tahun lagi.

Namun kenyataannya sekarang, Lan See giok hanya berlatih Hud kong sinkang selama satu tahun lebih, tapi kemampuan yang di capai telah luar biasa sekali, dari sini dapat diketahui bahwa kecepatannya menguasai ilmu tersehut benar-benar luar biasa.

Tapi setelah berpikir lebih jauh, diapun menjadi paham, keberhasilan Lan See giok mencapai tingkatan tersebut tentulah di se-babkan ia telah berulang kali minum Leng sik giok ji.

Teringat soal Leng sik-giok-ji, Siau cian segera tersadar kembali bahwa dia harus segera mengatur pernapasan dan membawa sari mestika itu ke seluruh bagian tubuhnya.

Sayang keadaan sudah terlambat, baru saja dia hendak mengatur napas, hawa panas yang membara sudah terlanjur menyebar rata di seluruh tubuhnya, napasnya menjadi memburu dan pusarnya bagaikan dibakar, malah semua persendian tulangnya bagaikan ditusuk-tusuk dengan jarum tajam.

Tak terlukiskan rasa terkejut Siau cian menghadapi kenyataan ini, peluh mulai ber-cucuran amat deras, dia tahu apa yang di peringatkan ibunya benar-benar telah me-nimpa dia, tak heran kalau gadis itu semakin bertambah gugup.

Dia ingin memanggil adik Giok, tapi se-waktu membuka matanya, ditemukan ling-karan cahaya yang muncul dibahu pemuda itu bkian lama kian jbertambah besarg, kekua-tan cahbayanya pun semakin bertambah kuat, malah lingkaran cahaya tadi semakin berge-ser ke bawah.

Pemandangan yang terpampang di depan matanya ini membuat si nona merasa terkejut bercampur gembira, tapi penderitaan yang dirasakan olehnya juga makin menghebat.

Dalam keadaan begini dia semakin tak be-rani memanggil pemuda itu, ia tahu tenaga dalam adik Gioknya sedang memperoleh ke-majuan yang luar biasa.

Selang berapa saat kemudian---

Lingkaran cahaya dituduh Lan See-giok telah bergeser sampai di iga, selisihnya de-ngan jarak permukaan pembaringan tinggal lima inci..

Tapi aliran hawa panas yang mengelilingi tubuh Siau cian justru telah berubah men-jadi api yang membara.

Akhirnya dia benar-benar tak sanggup me-nahan diri lagi, dengan napas tersengkal-sengkal ia roboh terguling diatas pembaringan.

Kebetulan juga Lan See-giok telah menyelesaikan latihannya waktu itu, ketika melihat keadaan tersebut, pemuda itu segera menjerit kaget.

"Aaaah... Enci Cian! Kau...."

Sambil berseru cepat-cepat dia memeluk tubuh Siau-cian ke dalam rangkulannya.

Waktu itu Siau-cian memejamkan matanya dengan bibir terbuka, wajahnya merah padam seperti bara api.

Lan See-giok benar-benar amat terkejut, jangan-jangan encinya mengalami keadaan yang disebut jalan api menuju neraka?

Berpikir sampai disini, telapak tangannya di tempelkan di atas dadanya dengan segera lalu menyalurkan hawa murninya, ternyata jalan darah Sim-ki-hiat tidak terhambat, lantas...

Setelah dipikirkan sejenak, dengan cepat pemuda itu menjadi sadar, sudah pasti encinya tak mampu menggiring sari Leng-sik-giok-ji ke dalam pusar tepat pada saatnya.

Dengan penuh perhatian iapun bertanya:

"Enci Cian, bagaimana rasanya bsekarang?"

Sijau Cian yang begrada dalam keadbaan setengah sadar itu hanya merasakan tubuhnya bagaikan terbakar api, mukanya merah padam dan perasaannya goyah, bahkan suatu ingatan aneh muncul dari hati kecilnya...

Ketika mendengar suara panggilan pemuda itu, ia membuka matanya dengan lemah dan memancarkan sinar aneh dari balik matanya itu...

Lan See-giok segera terangsang oleh keadaan tersebut, timbul setitik kehangatan dan kemesraan dari hatinya, meski sorot mata gadis itu sangat aneh, namun baginya penuh mengandung pancingan dan daya rangsangan yang luar biasa.

Tak kuasa lagi dia menundukkan kepalanya dan berbisik di sisi telinga gadis itu.

"Enci Cian. . . . ."

Bersamaan waktunya, tanpa disadari tangan kanannya mulai meraba sepasang payudara si nona yang montok dan padat berisi itu kemudian meremas-remasnya dengan penuh bernapsu.

Gemetar keras sekujur badan Siau Cian, ia segera memperdengarkan rintihan penuh kenikmatan, malah sepasang matanya kembali dibuka sambil memancarkan sinar aneh.

Dari balik tubuhnya yang montok itu lamat-lamat timbul suatu keinginan yang mendorongnya membayangkan hal-hal yang erotik, dia seperti berharap kepada pemuda itu untuk mengambil tindakan kekerasan lebih jauh atas tubuhnya.

Dalam keadaan begini, Siau Cian hanya bisa mengerdipkan matanya, membuka bibirnya yang mungil dan tiada hentinya memanggil adik Giok. . .

Dengan termangu-mangu Lan See-giok mengawasi wajah si nona yang merangsang hawa napsunya itu, makin dipandang berahinya semakin membara, tiba-tiba muncul segulung api napsu yang luar biasa dari pusarnya, tak dapat ditahan lagi dia mencium bibir gadis itu dengan penuh bernapsu.

Siau Cian tidak pasif saja, diapun balas merangkul anak muda itu serta memeluknya erat-erat.

Ciuman, tak dapat memuaskan harapan yang tumbuh di dasar hati kecilnya...

Lan See-giok seperti mendapat ijin, seperti memperoleh dorongan, rintihan dan rangsangan dari si nona yang bergitu menggiurkazn hati membuat wpemuda kita takr sanggup menahan diri lagi. . .

Jiwa asli kelakiannya segera muncul dan menguasai seluruh pikiran serta perasaannya, dia mulai bertindak tak sopan lagi, terutama sekali tangannya.

Kini bukan hanya payudara si nona saja yang digerayangi dan diremas-remas, bahkan tangan itu bergeser semakin ke bawah dan akhirnya meraba-raba dan membelai hutan bakau yang lebat dengan gundukan tanah yang mempesona hati itu.

Cahaya lilin yang semula menerangi ruangan mendadak menjadi padam.

Lalu di tengah kegelapan kedengaran suara pakaian dilepas dan suara gemerisik yang lirih...

Lan See-giok, sejak lahir hingga kini baru pertama kalinya melangkah ke dalam kehidupan manusia dewasa, untuk pertama kalinya dia merasakan kenikmatan hidup.

Rangsangan, rayuan dan tahnik bermain sama sekali belum ia kuasai.

Dia hanya tahu meraba, menggerayang, meremas dan ...

Sebaliknya Ciu Siau-cian yang cantik, lembut dan halus hanya memejamkan mata sambil menggigit bibir, bahkan berulang kali memperdengarkan suara rintihan yang lirih dan mendebarkan hati.

Bagaikan gunung berapi yang meletus, seperti hujan badai di musim panas, atau bendungan yang dijebol air bah... segalanya tak terbendung lagi.

Perahu besar akhirnya memasuki mulut pelabuhan dengan lembut dan perlahan, melayani samudra yang tenang dan dalam....

Siau Cian meronta penuh kelemahan, kemudian memperdengarkan rintihan kesakitan yang membaur dengan kenikmatan...

Lan See-giok yang gagah perkasa akhirnya keok dan lunglai kembali, menyusul diapun sadar apa yang telah diperbuat.

Enci Cian yang cantik dan lemah, akhirnya dilalap secara kasar dan brutal...



Entah berapa lama sudah lewat...

Dengan penuh berhati-hati Lan See-giok memeluk gadis itu, membetulkan rambutnya yang kusut dan membesut keringat yang membasahi kening serta jidatnya.

Lalu dengan wajah menyesal ia mencium pipi, bibir dan wajah si nona...

Siau cian, berbaring tenang di dalam pelukan See-giok, matanya masih terpejam, bibirnya masih terbuka dan pipinya masih merah membara bagaikan api.

Napasnya masih tersengkal-sengkal seperti kuda yang baru berlarian kencang, bau harum mengembus keluar dan menerpa wajah kekasihnya...

Membayangkan kembali pengalaman manis yang baru dialaminya, See-giok merasa tak terkirakan gembiranya, puas dan bahagia.

Namun bila teringat rintihan kesakitan dan goyangan pinggul enci Cian yang berusaha menghindar kian kemari, tanpa terasa ia menempelkan bibirnya disisi telinga Siau cian dan berbisik lirih:

"Enci Cian. . ."

Siau cian tidak berkata apa-apa, hanya dua baris air mata jatuh berlinang membasahi pipinya.

Lan See giok menjadi gugup setelah me-nyaksikan kejadian ini, buru-buru dia ber-seru:

"Enci Cian, semuanya ini siaute-lah yang salah .."

Siau cian tahu apa yang telah terjadi, maka sahutnya dengan air mata bercucuran:

"Tidak, kau tak bisa disalahkan, takdirlah yang menentukan segala-galanya."

Mendadak Lan See giok teringat kembali akan pembicaraan Siau cian dengan Hu yong siancu pada malam itu, tergerak hatinya de-ngan segera, cepat-cepat ia berbisik:

"Enci Cian, rasa cinta siaute kepadamu..."

"Aku tahu..." tukas Siau cian sebelum pe-muda itu menyelesaikan kata-katanya.

Belum selesai ucapan mana, ia sudah menjatuhkan diri ke dalam pelukan Lan See giok dan menangis semakin keras.

Lan See-giok tidak berani berkata apa-apa lagi, dia hanya membelai gadis itu dengan penuh kasih sayang, perempuan inilah yang bpertama kali mejmasuki lubuk hagti serta lem-babran hidupnya...

Tatkala ia mendengar pembicaraan dari enci Cian dan bibi Wan nya malam itu, ham-pir saja dia putus asa, tapi sekarang, enci Cian telah mempersembahkan kesucian tubuhnya kepadanya.

Berpikir sampai di situ, tanpa terasa lagi dia memeluk tubuh Siau cian semakin ken-cang.

Dia pun masih ingat ketika tahun berse-lang datang menghantar kotak kecil itu, Enci Cian dianggap sebagai bidadari dari kah-yangan, dewi yang suci dan anggun dalam lubuk hatinya, waktu itu ia pernah bersum-pah, asal dapat menggenggam tangannya saja, ia sudah merasa amat puas.

Tapi sekarang, Enci Cian telah menjadi is-trinya, mulai malam ini mereka akan hidup berdampingan terus sepanjang masa dan tak pernah akan berpisah lagi.

Memikirkan hal-hal yang menggirangkan hati ini, tanpa terasa lagi ia tertawa tergelak, Siau cian yang masih berbaring dalam pelu-kan See giok segera mengangkat kepalanya dan menegur agak tersipu-sipu:

""Apa sih yang kau tertawakan?"

Tergerak hati Lan See giok, cepat dia me-meluk gadis itu dan berkata lembut:

"Aku ingin kita punya anak dengan cepat!"

Merah jengah selembar wajah Siau cian dengan seketika, cepat dia mengomel:

"Huuuh, tak tahu malu ......."

Namun di dalam benaknya, ia benar-benar membayangkan seorang bocah yang gemuk dan menawan hati.

Siau cian segera membenamkan kepalanya ke dalam pelukan See giok dan tertawa baha-gia, andaikata ia benar-benar punya anak, kehidupan mereka tentu akan lebih bahagia.

Lan See giok memandang sekejap kearah enci Ciannya, kemudian memperhatikan pula tubuhnya yang masih berada dalam keadaan bugil itu, sekulum senyuman segera tersung-ging, ia tak sanggup menahan rangsangan napsu birahinya lagi dan ingin ....

Serta merta pemuda itu memeluk tubuh si nona serta membalikkan badannya hingga tidur terlentang ......

Siau ciabn memejamkan majtanya rapat-rapgat, dia tahu hubjan badai akan melanda datang sekali lagi.

Namun ketika Lan See giok menyaksikan titik-titik noda darah yang membasahi seprei hatinya jadi terperanjat dan paras mukanya berubah hebat, cepat-cepat dia menarik selimut serta ditutupkan ke atas badan enci Cian.

Ia dapat mendengar debaran jantungnya belum pernah berdetak sehebat ini, dia tahu kali ini dia sungguh-sungguh telah melaku-kan suatu perbuatan yang besar...

Ketika ia membaringkan kembali tubuhnya dengan tegang, Ciu Siau cian telah ter-tidur karena lelah.

Lambat laun Lan See giok berhasil mene-nangkan kembali hatinya, sebab ia menjum-pai gadis itu tertidur amat nyenyak.

Dan akhirnya diapun tersenyum tenteram.

Pada saat itulah, mendadak .....

Sesosok bayangan manusia berkelebat le-wat di luar jendela dan melayang ke luar ha-laman.

Tak terlukiskan rasa terkejut Lan See giok, peluh dingin sampai jatuh bercucuran saking kagetnya.

Dia yakin si pendatang tersebut pastilah seorang jago silat kelas satu yang sempurna ilmu meringankan tubuhnya, kalau tidak mana mungkin kehadirannya tidak diketahui sama sekali?

Terutama sekali dari gerakan tubuhnya yang begitu enteng dan lincah ketika mela-yang keluar dari halaman. semakin mem-buktikan kalau orang itu bukan manusia sembarangan di dalam dunia persilatan.

Dia yakin orang itu pasti sudah melihat atau mendengarkan perbuatan yang dia la-kukan bersama enci Cian.

Berpikir akan hal tersebut, ia menjadi se-makin gelisah, tidak tenang.

Maka secara diam-diam dia melompat tu-run dari pembaringan, buru-buru mengena-kan pakaian, keluar dari kamar dan memper-siapkan sepasang telapak tangannya di de-pan dada untuk menjaga sregala kemung-kiznan yang tidak wdiinginkan. r

Tiba di halaman depan, tubuhnya segera menyelinap dan melompat ke luar halaman. Namun suasana di sekeliling tempat itu sa-ngat hening dan tak nampak sosok bayangan manusiapun, yang ada Cuma suara hembu-san angin serta air telaga yang memecah di tepian. Namun berdasarkan suara hembusan angin yang terbawa orang itu dia yakin orang tadi tentu sedang kabur ke arah utara.

Maka dia segera mengebaskan ujung baju kanannya dan mengejar kearah utara dengan kecepatan bagaikan hembusan angin.

Hingga tiba di luar dusun dan menelusuri padang rumput, ternyata tak sesosok baya-ngan manusiapun yang nampak.

Ia mencoba melompat naik ke atas pohon dan dari situ memperhatikan seputar sana. namun suasana tetap hening dan tak nam-pak siapa saja.

Hal ini membuat Lan See giok keheranan, siapakah orang itu?

Jangan-jangan orang itu adalah adik Soat atau Oh Li cu?

Tapi pikiran lain kembali melintas lewat tak mungkin kedua orang gadis itu memiliki ilmu meringankan tubuh yang begini sem-purna...

Tiba-tiba satu ingatan melintas di dalam benaknya...

Berkilat sinar matanya, dengan wajah berubah hebat ia berseru tertahan, kemudian dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya secepat petir pemuda itu balik kembali ke rumah ....

Ia tahu, gara-gara bertindak gegabah alha-sil sudah termakan siasat "memancing hari-mau turun gunung" dari lawan, padahal Siau cian sedang tertidur nyenyak waktu itu nis-caya jiwanya teran-cam bahaya maut.

Ketika tiba di halaman depan, ia menjerit kaget dan benar-benar termangu dibuatnya.

Ternyata pintu kamar yang semula ter-kunci, entah sejak kapan telah dibuka orang.

Setelah berhasil menenteramkan hatinya. pemuda itu membentak keras dan menerjang masuk ke dalam kamar...



Tapi apa yang kemudian terlihat membuat pemuda itu berdiri kaku dengan wajah pucat pias, bagaikan disambar guntur tengah hari bolong. dia maju dengan sempoyongan ke-mudian jatuhkan diri berlutut ke atas tanah.

Hu yong siancu dengan wajah yang tenang dan alis mata berkernyit telah berdiri di de-pan pembaringan, dia sedang mengawasi Siau cian yang masih tertidur nyenyak itu tanpa berkata-kata.

Mungkin karena bentakan See giok yang menggelegar tadi, Siau cian yang masih ter-tidur nyenyak segera terbangun dari tidurnya.

Begitu melihat ibunya telah berdiri di de-pan pembaringan, Siau cian menjadi malu bercampur menyesal, dalam gugupnya ia segera memeluk ibunya sambil menangis tersedu-sedu.

Hu yong siancu hanya bisa merangkul pu-trinya sambil membelai rambutnya yang ku-sut dengan penuh kasih sayang, ia tak tahu haruskah menghibur ataukah mengumpat-nya.

Kemudian ia berpaling ke arah See giok yang masih berlutut dan serunya dengan suara ramah.

"Anak Giok, bangunlah..."

Tapi See giok masih tetap berlutut di tanah sambil berbisik dengan suara, malu dan ge-metar.

"Anak Giok memang manusia tak tahu diri, silahkan bibi memberi hukuman kepada ku."

"Aaai, anak Giok. inilah kehendak Thian, bibi tak akan menyalahkan kalian berdua.." Hu yong siancu menghela napas sedih.

Belum selesai dia berkata, Siau cian sambil menangis terisak telah berseru.

"Ibu, anak Cian tidak suka dengan adik Giok, aku hendak mencukur rambut dan menjadi nikou di kuil Kwan im an!"

Berubah paras muka Lan See giok, saking gelisahnya titik air mata sampai jatuh berli-nang.

Tapi Hu yong siancu malah tertawa, sebab dia tahu putrinya sedang bohong. maka hi-burnya kemudian:

"Anak Cian, kau tidak usah berbicara yang bukan-bukan, bukankah kau sendiripun te-lah mengakui bahwa kejadian ini merupakan kehendak dari takdir?"

Siau cian tertegun, ia tak menbgerti kenapa ibjunya bisa tahu gakan perkataannbya itu.

Sebaliknya See giok segera menyadari bahwa apa yang telah diperbuatnya tadi telah disaksikan semua oleh bibinya, kontan saja wajahnya berubah menjadi merah padam saking jengahnya.

Setelah menghibur putrinya, kembali Hu yong siancu berkata kepada Lan See giok.

"Anak Giok, cepatlah bangun, bibi masih ada urusan penting yang hendak dibicarakan denganmu, jika kau tak mau bangun lagi. bibi akan marah lo . . .!"

See giok tak berani berlutut lagi, terpaksa dia mengiakan dan segera bangkit berdiri, kemudian dengan kepala masih tertunduk ia menyingkir ke samping, sekejappun ia tak berani menatap wajah bibi ini . . . .

ooo0ooo

BAB 31

Melihat Lan See giok telah bangkit berdiri, Hu yong siancu kembali berkata ke pada pu-trinya:

"Anak Cian, kaupun cepatlah bangun, aku akan siapkan sedikit hidangan untuk kita semua, selesai bersantap nanti, masih ada urusan penting yang akan kita lakukan"

Selesai berkata, ia lantas beranjak keluar dari kamarnya.

Lan See giok benar-benar tidak habis mengerti, tanpa terasa dia melirik sekejap kearah si nona.

Waktu itu Siau cian yang masih bersembunyi dibalik selimut sedang memandang ke arahnya dengan wajah tersipu-sipu, ketika ibunya sudah lenyap dibalik pintu, ia segera menggapai si anak muda itu agar mendekatinya.

Lan See giok mengerti dan melirik sekejap kearah dapur dengan hati-hati, kemudian cepat-cepat mendekati nona tersebut.

Tidak sampai Lan See-giok mendekat, Siau cian telah berbisik dengan gelisah.

"Kapan sih ibu kembali?"

Lan See giok menggeleng dengan bimbang.

"Siaute sendiripun tidak tahu sejak kapan bibi pulang kemari, menanti kurasakan ada orang di luar jendela, bibi telah melombpat keluar darij halaman, menangti kususul kelubar dan kembali lagi, ia telah berada di dalam kamarmu lebih dulu."

Teringat hal-hal yang menjengahkan, kem-bali paras muka Siau cian berubah menjadi merah padam, segera omelnya.

"Semuanya ini gara-garamu, coba kalau kau tidak memberi Leng sik giok ji begitu banyak kepadaku ...."

"Tapi, mana aku tahu ...." See giok segera membantah.

Siau cian segera mengulapkan tangannya berulang kali mencegah pemuda itu berkata lebih jauh.

"Sudan, sudahlah, ayo kau cepat keluar!"

Berhubung Hu-yong siancu sama sekali ti-dak menegur mereka atas terjadinya peristiwa itu, perasaan tegang dan tak tenang yang semula mencekam perasaan See giok sekarang telah menjadi tenang kembali, meli-hat Siau cian mengusirnya, dia malah duduk di tepi pembaringan sambil tertawa cengar cengir.

Tak heran kalau Siau cian dibuat semakin jengah sampai pipinya memerah seperti kepiting rebus ......

Pada saat itulah dari dapur kedengaran suara Hu yong siancu sedang berteriak:

"Anak Giok. ayo bawa keluar hidangan ini!"

Cepat-cepat Lan See giok bangkit berdiri dan lari keluar dari dalam kamar.

Melihat wajah See giok yang tegang, Siau cian segera tertawa cekikikan dengan gem-bira.

Gadis itu cepat-cepat mengenakan kembali pakaiannya, membayangkan kembali kemes-raan yang baru dialami serta wajah adik giok yang kebodoh-bodohan, tanpa terasa dia menggeleng dengan wajah jengah.

Namun, sekulum senyuman manis toh sempat menghiasi wajahnya yang makin cerah.

Disaat ia sedang membereskan rambutnya yang kusut, See giok telah muncul kembali membawa hidangan.

Bertemu dengan pemuda tersebut, timbul perasaan manis dan hangat dihati kecil Siau cian, ia melemparkan sekrulum senyuman mzesrah kepadanyaw sambil berpikirr dihati.

Mungkin beginilah rasanya sepasang pe-ngantin baru...

Sebaliknya See giok segera melemparkan sebuah kerlingan mata ke arahnya.

Melihat ibunya muncul sambil membawa air teh, terburu-buru Siau cian menunduk-kan kepalanya kembali.

Hu yong siancu adalah perempuan yang sudah berpengalaman, sejak tadi ia telah mengetahui dengan jelas sikap kedua orang muda mudi itu, hanya saja dia berlagak seo-lah tidak melihat.

Walau begitu hatinya merasa sangat gem-bira dan bahagia, malah kegembiraannya ti-dak berada di bawah See giok maupun Siau cian, sebab apa yang dikuatirkan bila putri-nya enggan memenuhi pengharapan nya, kini tak mungkin akan terjadi lagi, tak heran kalau hatinya merasa amat lega.

Terutama sekali sesudah menyaksikan ke-mesraan dari muda mudi itu, membuatnya teringat kembali akan engkoh Khong tay dan enci Hoanya dimasa lalu. Akhirnya ia berhasil juga melimpahkan rasa cintanya kepada eng-koh Khong tay.

Biarpun ia pribadi tak pernah memperoleh kebahagiaan. ia tak bisa hidup berdampingan sampai tua dengan Lan Khong tay, namun setelah putrinya kawin dengan satu-satunya yang ia miliki, sedikit banyak kejadian ini akan menutupi kekosongan dalam hati kecil nya..

Sementara dia masih termenung, Siau cian telah menerima cawan air teh itu dari tangan nya.

Mereka bertigapun mengambil tempat duduk dan menikmati hidangan masing-masing dengan mulut bungkam.

Sebelum Hu yong siancu berbicara lebih dulu, baik See giok maupun Siau cian tak berani bertanya kepadanya mengapa dia pu-lang secara tiba-tiba.

Saban kali See giok melirik ke arah Siau cian, Siau cian pun diam-diam melirik ibunya, mereka berdua bersama-sama ber-santap namun tak tahu bagaimana rasanya.

Padahal Hu yong siancu sudah dapat membaca perasaan kedua orang itu, maka dengan suara dalam iapun bertanya:

"Apakah kalian berdua merasa kepulangan ku kali ini terlalu mendadak.-?

See giok dan Siau cian saling bertukar pandangan sekejap lalu menundukkan kepalanya melanjutkan santapan mereka. tak seorangpun diantara mereka berani menge-mukakan pendapatnya.

Hu- yong siancu memandang sekejap ke arah kedua orang itu, kemudian ia berkata.

"Sekarang kalian berdua cepatlah bersan-tap. selesai makan kita harus segera berang-kat ke dusun nelayan untuk mencari Thio lo enghiong---"

Mendengar ucapan ini. See giok dan Siau cian bersama sama mendongakkan kepalanya sambil berseru keheranan.

"Apa yang telah terjadi."

Hu yong siancu menunggu sampai mereka berdua selesai bersantap, kemudian dengan tenang ia baru berkata:

"Ada orang telah berjumpa dengan 0h Tin San---"

(Bersambung ke Bagian 40)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar