-------------------------------
----------------------------
Bagian 48
Dengan kening berkerut Lan See
giok mengerahkan tenaga dalamnya untuk me-mandang ke depan, lalu sambil
mendengus dingin serunya dengan gemas: "Hmm, sung-guh tak dinyana ketiga
makhluk tua itu su-dah lama menunggu kedatangan kita."
Sekali lagi Hu yong siancu
sekalian rasa-kan hatinya bergetar dengan wajah berubah, biarpun mereka sudah
mengerahkan ketaja-man matanya untuk memandang, namun yang terlihat tak lebih
cuma bayangan ba-ngunan yang lamat-lamat, Diam-diam Huan Giok lien merasa
terkejut, ditatap Lan See giok dengan pandangan tertegun, dia tak percaya kalau
anak muda tersebut dapat melihat kalau gurunya Wan San popo Lam hay koay kiat
dan Si to Cinjin telah lama menantikan kedatangan mereka di istana.
Andaikata benar demikian,
bukankah ini menunjukkan kalau tenaga dalam yang di-miliki pemuda tampan
berbaju biru sudah mencapai tingkatan kesempurnaan yang luar biasa?
ooo0ooo
BAB 37
TAPI ingatan lain segera
melintas kembali di dalam benaknya, dari keberanian mereka mendatangi pulau Wan
san untuk menan-tang gurunya berduel, bila tanpa didukung oleh kemampuan yang
yakin bisa mengung-guli gurunya bertiga, mustahil mereka berani datang mencari
gara-gara.
Berpikir sampai di sini,
pandangan me-mandang rendah pada musuh yang semula mencekam pikiran dan
perasaannya, seketika tersapu lenyap hingga tak berbekas.
Mendadak terdengar Siau thi
gou berteriak keras dengan penuh amarah.
"Kalau memang ketiga
makhluk tua itu su-dah menunggu kematian di situ, mengapa kita tidak segera
berangkat ke depan?"
Suasana malam semakin kelam,
keheni-ngan mencekam seluruh jagad, ditambah pula teriakan Siau thi gou penuh
mengan-dung hawa murni yang kuat, teriakan terse-but kontan saja terbawa sampai
sejauh bebe-rapa li dan terdengar jelas oleh ketiga manu-sia aneh di luar
lautan yang cuma berdiri kurang lebih seratus kaki di depan situ:
Maka dengan suara dalam Hu
yong siancu segera menegur:
"Thi gou, jangan
berbicara yang bukan-bukan...."
Belum habis dia berkata, dari
kejauhan sana telah berkumandang datang suara ter-tawa dingin yang menggidikkan
hati, mem-buat siapapun yang mendengar suara itu segera bergidik dan berdiri
semua bulu kuduknya.
Diam-diam semua orang merasa
terkejut dan serentak mengalihkan pandangan mata-nya ke depan, menurut berita
yang tersiar dalam dunia persilatan, konon ilmu silat yang dimiliki tiga
manusia aneh di luar lautan sangat hebat, dari gelak tertawa yang menye-ramkan
barusan terbukti sudah bahwa uca-pan itu memang bukan kosong belaka.
Mendadak tampak Lan See giok
berkerut kening, sambil melotot dengan sinar mata tajam, kemudian dia
mendongakkan kepala dan tertawa terbahak bahak.
Suara tertawanya seperti suara
genta yang berdentang memecahkan keheningan, suara nya menggaung sampai
bermil-mil jauhnya dan membumbung di angkasa, seketika itu juga gelak tertawa
yang mengerikan tadi ter-bungkam sama sekali.
Dari beberapa orang yang
berada di bela-kang Lan See giok, Huan Giok lien yang per-tama tama tak mampu
menahan diri, di susul kemudian oleh naga sakti pembalik sungai, malah Hu yong
siancu serta Siau thi gou pun mulai merasakan hawa darah di dalam dadanya
bergolak amat keras.
Dengan perasaan terkejut Hu
yong siancu segera berseru:
"Anak Giok, cepat
berhenti!"
Lan See giok yang seluruh
wajahnya dili-puti hawa membunuh segera menghentikan gelak tertawanya setelah
mendengar seruan itu, tapi di dalam dadanya masih terselip perasaan kesal dan
mangkel yang tak terkirakan.
"Anak Giok, kenapa kau
berbuat begitu bodoh?" tegur Hu yang siancu kemudian dengan suara berat.
"musuh tangguh sudah di depan mata, suasana amat kritis, mengapa kau malah
menghambur hamburkan tenaga dalam dengan percuma sehingga merugikan diri
sendiri?"
Sementara berbicara, sisa
tertawa keras yang mengalun di angkasa telah menyebar sampai ke tempat
kejauhan, bahkan orang-orang yang berada di ratusan buah kapal perang di tengah
lautan pun merasa terpe-ranjat oleh gelak tertawa tersebut.
Sekilas perasaan menyesal
segera menghi-asi wajah Lan See giok yang hijau membesi, namun dari pusarnya
dia masih merasakan juga dorongan hawa murni yang begitu kuat hendak meletus
keluar.
Mendadak terdengar Siau cian
berseru tertahan:
"Aaah, ketiga manusia
aneh itu telah datang."
Dengan perasaan terkejut semua
orang berpaling, benar juga dari balik kegelapan lebih kurang puluhan kaki di
depan sana, nampak tiga sosok bayangan manusia de-ngan memancarkan enam buah
mata yang bersinar tajam, bagaikan tiga ekor kelelawar raksasa meluncur datang
dengan segera.
Dibelakang ketiga sosok
bayangan manusia itu, pada jarak dua tiga puluh kaki menyusul pula sejumlah
bayangan manusia yang ber-gerak datang dengan kecepatan tinggi
Lan See giok yang bermata
tajam, dalam sekilas pandangan saja dapat melihat bahwa orang yang berada
dipaling depan adalah Wan san popo.
Wan san pogo berwajah merah
cerah de-ngan rambut berwarna perak, sepasang ma-tanya memancarkan sinar tajam
yang meng-gidikkan, dia memakai baju yang lebar de-ngan membawa sebuah tongkat
besi, sebesar lengan bocah yang beratnya paling tidak satu dua ratus kati. Saat
itu Wajahnya penuh dili-puti perasaan terkejut, kaget, seram dan gusar
....Orang yang di sebelah kiri adalah Sito Cinjin yang berperawakan kurus
kering.
Sito Cinjin mengenakan kopiah
pendeta yang disertai jubah pat kwa yang lebar, sepasang pedang tersoren di
punggung, pada bagian dagunya dihiasi jenggot kambing yang telah memutih, sorot
matanya yang tajam tak ubahnya, seperti dua bilah pedang tajam.
Sebaliknya orang yang berada
di sebelah kanan adalah Lam hay koay kiat, manusia yang pernah mendatangi
puncak Giok li hong dibukit Hoa san tempo hari untuk mengun-dang kedatangan To
Seng cu ke pulau Wan San.
Lam hay lo cay mempunyai alis
mata yang tebal dengan wajah persegi lebar, dalam kejut dan gusarnya dia nampak
menyeramkan sekali .....
Tapi setelah mengetahui dengan
pasti wa-jah beberapa orang itu, sepasang matanya yang tajam segera dialihkan
ke wajah Siau thi gou, Cay soat dan See giok secara bergantian. Sedang Lan See
giok mengawasi lawannya, tiga manusia aneh dari luar lautan itu sudah menghentikan
gerakan tubuh mereka lima kaki dihadapan semua orang, sambil tertawa seram
mereka awasi musuh-musuhnya tanpa berkedip, sikapnya angkuh dan amat juma-wa.
Huan Giok lien yang bertemu
dengan Wan San popo segera berseru lirih: "Suhu.,."
Ia menubruk ke depan, pertama
tama ber-lutut lebih dulu untuk memberi hormat pada Wan san popo, kemudian baru
memberi hormat pula kepada Lo koay dan Cinjin. Wan San popo sama sekali tidak
memandang se-kejappun kearah Huan Giok lien.
mengebaskan ujung bajunya dia
berseru dengan gusar: "Berdiri dibelakang sana !"
Sesudah memberi hormat
buru-buru Giok lien berseru: "Suhu, pemuda berbaju biru dan gadis berbaju
merah dan bocah bermata besar berkulit hitam itulah murid-murid To Seng-cu
locianpwe.."
"Aku sudah tahu".
tukas Wan san popo kurang sabar, "lam hay susiokmu telah me-ngatakan
kepadaku."
Tampaknya Huan Giok lien
sempat dibuat kalut pikiran dan perasaannya oleh tertawa Lan See giok yang amat
keras dengan suara gemetar kembali dia berkata:
"Suhu, dia ......"
Belum sampai Huan Giok lien
menyelesai-kan kata katanya, Wan San popo sudah me-lotot besar sambil
membentak.
"Enyah kau dari situ;
cerewet amat kau!"
"Tidak suhu ...."
kembali Huan Giok lien berseru gemetar, "mereka datang dari telaga Phoa
yang...."
Mendengar ucapan mana, Wan san
popo beserta Lam hay lo koay dan Si to cinjin segera mengalihkan sorot matanya
dan me-mandang sekejap ke arah lautan di sekeliling situ.
Dalam pada itu, rombongan
manusia yang mengikuti di belakang ketiga manusia aneh itu sudah berdatangan
semua dan berdiri lima kaki di belakang ketiga orang tersebut dengan sorot mata
yang tajam mereka me-ngawasi Hu yong siancu sekalian tanpa ber-kedip.
Biarpun Lan See giok merasa
amat gusar dan kalau bisa ingin segera mengajukan pertanyaan kepada mereka
bertiga agar di tunjukkan tempat untuk menyekap gurunya tapi dengan kehadiran
Hu yong siancu di situ, mau tak mau dia mesti menahan diri untuk menantikan
tindakan yang diambil bibinya.
Ditatapnya pula kawanan
manusia yang berdiri dibelakang ketiga manusia aneh tersebut, diantara mereka
terdapat perem-puan tua dan muda, tampaknya mereka ti-dak mirip kawanan jago
biasa.
Yang terutama menarik
perhatiannya adalah munculnya seorang bocah perempuan berbaju hijau yang
menggembol pedang dari rombongan orang-orang tersebut dan mendekati Wan san
popo.
Gadis itu memakai baju hijau,
berambut panjang, mata besar. alis mata melentik, bibirnya merah dan berusia
antara sebelas dua belas tahun, ia nampak masih amat binal.
Berjumpa dengan gadis cilik
itu, Lan giok teringat pula dengan cerita Huan Giok lien tentang adik
seperguruannya yang kecil Gi Hui hong, siapa yang bisa mengunggulinya, maka
diapun akan menuruti perkataan orang itu.
Sementara dia masih berdiri
termangu, terdengar Huan Giok lien telah melapor mak-sud kedatangan Hu yong
siancu sekalian kepada gurunya, paras muka ke tiga mangy aneh itu segera
semakin berubah, makin berubah semakin tak sedap dipandang.
Gadis cilik berbaju hijau itu
maju ke depan tiba-tiba dan mengawasi Cay soat dan Siau cian dengan sepasang
mata yang bersinar.
Tiba-tiba dihampirinya Wan
sanb popo ke-mudianj sambil menudingg kearah Cay sobat dan Siau cian dia
berseru polos:
"Suhu, anak Hong ingin
bertanding ilmu pedang dengan kedua orang cici itu"
Agaknya pikiran dan perasaan
Wan san popo waktu itu amat buruk, dia segera me-lotot besar sambil membentak:
"Minggir jauh-jauh dari
sini!"
Ditegur begitu kasar oleh
gurunya. gadis berbaju hijau itu kelihatan tertegun, kemu-dian matanya menjadi
merah, sedang ka-wanan laki perempuan yang ada beberapa kaki di belakang situ
menjadi ketakutan sampai wajah mereka berubah menjadi pucat pias, mereka yang
berniat hendak memperli-hatkan kebolehannya juga segera mengu-rungkan niatnya.
Hu yong siancu berdiri dengan
wajah serius, sewaktu menjumpai sikap buas, ga-rang dari ketiga manusia aneh
tadi, kening-nya telah berkerut kencang, ia sadar suatu pertarungan sengit tak
bisa dihindari malam ini.
Tapi dia tak ingin kehilangan
sopan santun nya sebelum pertarungan di mulai, karena bagaimanapun juga, Tiga
manusia aneh dari luar lautan tetap merupakan tokoh-tokoh tua di dalam dunia
persilatan.
Sementara itu ke tiga manusia
aneh sudah selesai mendengarkan laporan Huan Giok lien, Wan san popo yang
pertama tama me-nengok ke arah Hu yong siancu lebih dulu, kemudian setelah
tertawa dingin serunya:
"Jadi kau adalah Hu yong
siancu me-ngunggulkan diri sebagai pendekar yang tiada tandingannya di air
maupun di daratan.
Mendengar kata-kata yang
begitu kasar, timbul perasaan tak senang di hati kecil Hu yong siancu.
Biarpun begitu dia memberi
hormat juga sambil berkata merendah:
"Ahli waris Thian san
pay, Han Sin wan datang menjumpai popo..."
Wan san popo tidak membiarkan
Hu yong siancu menyelesaikan perkataannya, dia tertawa mengejek kemudian
selanya:
"Hei budak ingusan,
rupanya kau ingin menggunakan nama Thian san pay untuk menakut nakuti
aku..,?"
Mendengar sampai di bsini,
amarah yajng dikendalikang sejak tadi olebh Lan See giok segera meletus, dengan
kening berkerut dia siap mengumbar amarahnya.
Tapi Hu yong siancu telah
tertawa hambar dan berkata dengan suara dalam:
"Popo terlalu banyak
curiga, dalam mem-beri hormat kepada seorang cianpwe, sudah sepantasnya,
menyebutkan pula asal pergu-ruannya ...." .
Wan san popo tertawa bangga,
rasa mang-kelnya juga jauh berkurang, tidak sampai Hu yong siancu menyelesaikan
perkataannya, dia manggut-manggut dan berpaling kepada naga Sakti pembalik
sungai sambil menegur:
"Apakah kau adalah si
setan air tua bang-kotan naga sakti pembalik sungai yang sela-ma ini malang
melintang di telaga Phoa yang?"
Ucapan yang kasar ini membuat
amarah Naga sakti pembalik sungai meledak pula, tapi berhubung Hu yong siancu
selalu me-ngalah, maka diapun tak berani mengumbar amarahnya pula.
Dengan wajah hijau membesi
ujarnya ke-mudian dengan suara yang berat dan dalam
"Popo, kau sudah tua
kenapa mulutmu justru tak tahu aturan. hmmm, terhadap manusia yang tak tahu
diri selamanya aku ogah menjawab"
Api kegusaran kembali membara
di dalam dada Wan san popo, mata nya segera mende-lik besar dan bentaknya.
"Bajingan cilik, kau
berani kurang ajar kepadaku? Hmmm, sudah banyak tahun aku tidak melakukan
pembunuhan. hari ini ku-perintahkan kepadamu untuk menghabisi sendiri nyawamu
itu. kalau tidak, jangan salahkan kalau aku akan bertindak keji se-lain membunuh
diri mu, semua nelayan dari kampung nelayan mu juga tak akan kulepas-kan
seorangpun"
Ucapan yang kasar dan tak
berperi-kema-nusiaan ini kontan saja menggusarkan Hu yong siancu sekalian,
tubuh mereka sampai gemetar keras menahan emosi.
Naga Sakti pembalik sungai
segera men-dongakkan kepalanya dan tertawa tergelak serunya lantang.
"Aku dengar Wan San popo
adalah manu-sia berhati sekeji ular berbisa, selama ini aku tidak percaya, tapi
sretelah bertemu zkali ini. aku bwaru yakin bahwar kekejaman popo jus-tru
sepuluh kali lipat dari pada racun ular berbisa. Hmmm, yang bakal bunuh diri
hari ini bukan aku, tapi justru kau si nenek silu-man yang sudah banyak
menanggung dosa."
Saking gusarnya paras muka Wan
San popo berubah menjadi hijau membesi, sambil berpaling ke arah Huan Giok
lien, tiba-tiba ia menuding si naga sakti pembalik sungai sambil membentak
keras.
"Maju sana, dalam sepuluh
gebrakan kau harus sudah memenggal kepalanya dan menghadap ku!"
Si Cay soat yang diburu napsu
amarah su-dah tak sabar lagi semenjak tadi. tiba-tiba ia membentak keras sambil
menerjang ke muka. dimana pergelangan tangannya ber-putar, cahaya tajam secepat
sambaran kilat telah memancar di angkasa.
Ketika Si to cinjin yang
berdiri tenang di sisi arena melihat Si Cay soat meloloskan pedang Jit hoa
kiamnya, berkilat sepasang mata orang tersebut, sekilas perasaan iri dan rakus
segera menghiasi wajahnya yang kurus kering. "
Si Cay soat berdiri ditengah
arena, kemu-dian sambil menuding ke arah Wan san popo ejeknya sinis.
"Sudahlah, kau tak usah
menyuruh muridmu yang turun ke arena, lebih baik kau munculkan sendiri
saja,"
Wan san popo amat gusar.
dengan mata melotot, besar bentaknya keras-keras.
"Perempuan rendah, kau
anggap aku tak berani melakukan pembunuhan atas dirimu?
Dengan cepat dia merentangkan
tongkat bajanya ditengah dada ....
Siau cian kuatir Cay soat tak
mampu menandingi musuhnya yang tangguh itu, sambil membentak keras dia melompat
pula ke arena sambil berseru.
"Adik Soat, nanti dulu,
biar cici yang men-coba untuk bertarung melawan si nenek siluman ini lebih
dahulu."
Sambil berkata dia melayang
turun di samping Si Cay soat dan memutar pergela-ngan tangannya, cahaya emas
berkilauan, pedang Gwat hoa kiam telah diloloskan dari sarung.
Sekali lagi Si to cinjin dibuat
silau oleh ketajaman pedang Gwat hoa kiam ditangan Siau cian, sekali lagi ia
tertegun, tapi sifat rakusnya semakin kentara lagi.
Melihat Siau cian, dan Cay
soat, dengan ketakutan Huan Giok lien segera berseru.
"Suhu, mereka berdua
adalah murid-murid To Seng cu locianpwe---"
Semakin terang sinar tajam
yang meman-car keluar dari balik mata Si to cinjin, buru-buru dia berseru
kepada Wan San popo de-ngan suara dalam.
"Lo toaci, dulu Cia Keng
sudah pernah bi-lang bahwa angkatan muda yang bakal mun-cul disini akan mampu
melampaui kemam-puan kita tiga pendekar dari luar lautan, aku pikir mungkin
bocah-bocah busuk inilah yang dimaksudkan----coba lihat, mereka cuma budak
busuk dan bocah ingusan be-laka .... !!
Sambil berkata dia berpaling
pula me-man-dang sekejap kearah Lam hay lokoay yang tampaknya masih termenung.
Si Cay soat serta Siau cian
memang berniat untuk menjajal kemampuan dari tiga manu-sia aneh tersebut.
sambil menuding ke arah Si to cinjin, kedua gadis itu segera memben-tak.
*Hmmm, apa itu budak ingusan
bocah busuk? Jika kau si tosu siluman merasa ti-dak puas, ayo silahkan maju dan
bertarung dengan nonamu berdua- -"
Mendengar tantangan yang
persis seperti yang dikehendaki. Si to Cinjin segera pura-pura marah dan
mendongakkan kepalanya sambil tertawa tergelak,
Waktu itu sepasang mata Wan
san popo telah berkilat tajam dan wajahnya berubah hebat. tampaknya dia sudah
melihat kalau kedatangan beberapa orang pemuda tersebut mempunyai tujuan yang
tidak menguntung-kan.
Pada mulanya dia selalu menganggap
janji To Seng cu hanya bermaksud untuk mengu-lur waktu belaka. tapi kini
orang-orang yang dimaksudkan telah berdatangan semua, su-dah barang tentu
kepandaiannya mereka pasti luar biasa sekali.
Terutama sekali kawanan budak
dan bocah ingusan tersebut. buka mulut mengumpat-nya sebagai nenek siluman,
tutup mbulut me-makinyaj pula sebagai ngenek siluman.
bKalau dibilang mereka masih
muda tak tahu urusan malah lebih tepat, kalau di bi-lang mereka tak memandang
sebelah mata pun terhadap tiga manusia aneh dari luar lautan,
Berpendapat demikian, tanpa
terasa dia berpaling dan memandang sekejap kearah Lam hay lo koay yang berdiri
dengan wajah sedih dan murung.
Sikap rekannya yang sangat
aneh tersebut dengan cepat makin mempertebal keyaki-nannya bahwa apa yang
diduga memang benar
Sementara itu Siau cian dan
Cay soat yang berdiri ditengah arena dengan pedang terhu-nus telah membentak
lagi keras-keras.
"Tosu siluman, tutup
mulutmu yang bau itu, kalau dibandingkan dengan adik Giok ku. tenaga dalam yang
kau miliki itu masih ketinggalan jauh sekali.
Mendadak Si to cinjin
menghentikan gelak tertawanya, dengan sepasang mata yang me-lotot besar seperti
lampu lentera kecil dia tertawa seram dan menatap Cay soat dan Siau cian tanpa
berkedip, agaknya dia sudah benar-benar marah.
Karena urusan sudah berkembang
menjadi begini rupa Hu yong siancu serta naga sakti pembalik sungai segera
menarik kembali si-kap merendah mereka, mereka tak mau memperdulikan soal sopan
santun lagi se-hingga meruntuhkan semangat Lan See giok sekalian, lebih baik
biarkan saja mereka memperlihatkan kebolehan ilmu silat yang dimilikinya.
Dalam pada itu Si to cinjin
memandang se-kejap ke arah Cay soat dan Siau cian dengan wajib menyeringai
seram. sepasang pergela-ngan tangannya segera diputar dan ia segera meloloskan
sepasang pedangnya yang terso-ren di punggung dan berseru dengan suara
menyeramkan.
"Sepasang pedang toya mu
ini sudah pulu-han tahun lamanya tak pernah diberi darah, baiklah, biar malam
ini dia menci-cipi darah kalian yang segar itu ...."
Dengan menyilangkan sepasang
pedangnya di depan dada dengan ujung pedang menghadap ke bawah, pelan-pelan dia
melangkah masuk ke dalam arena,
Hu yong Siancu serta naga
sakti pembalik sungai merasa kuatir dan cemas kembali setelah melihat Si to
cinjin hendak turun tangan, bagaimanapun juga pihak lawan me-rupakan seorang
gembong iblis yang ter-masyhur di luar lautan.
Yang membuat kedua orang itu
gbelisah ucapan ojrang-orang persgilatan yang menbga-takan tentang kehebatan
ilmu silat ke tiga manusia aneh itu, namun tiada yang tahu sampai dimanakah
kehebatan mereka yang sebenarnya.
Terutama sekali Si to cinjin
yang termasy-hur karena ilmu pedangnya, tapi angkatan belakangan tak ada yang
tahu berasal dari aliran manakah ilmu pedangnya tersebut.
Dalam pada itu kawanan manusia
yang berdiri dibelakang ketiga manusia aneh itu sudah berdiri tenang dan
memusatkan pikirannya mengawasi arena, kejut dan gi-rang menghiasi wajah
orang-orang tersebut.
Yang membuat mereka terkejut
adalah ke-beranian kedua orang gadis cantik yang be-lum berusia dua puluhan
tahun itu untuk menantang Si to cinjin bertarung.
Yang membuat mereka gembira
adalah se-menjak menjadi murid ke tiga manusia aneh itu, belum pernah mereka
jumpai ke tiga gembong iblis tersebut mendemonstrasikan kehebatannya, malam ini
mereka telah men-dapatkan kesempatan untuk memenuhi ke-inginan tersebut. tentu
saja setiap orang merasa gembira.
Naga sakti pembalik sungai
memandang ke arah Si to cinjin yang berwajah menyeramkan itu dengan wajah
gelisah bercampur cemas, terutama sekali tiap langkah kaki tosu terse-but
selalu menimbulkan suara ge-merisik yang meninggalkan bekas kaki se-dalam
berapa inci, dari sini dapat diketahui bahwa tenaga dalam yang dimilikinya
sudah menca-pai tingkatan yang luar biasa.
Tapi Lam See giok yang berdiri
di samping Hu yong siancu justru menganggap Si to cin-jin ada maksud hendak
memamerkan tenaga dalamnya. dia merasa hal semacam ini tak ada harganya untuk
diperlihatkan terus.
Sebaliknya Si Cay soat dan
Siau cian yang melihat keadaan ini diam-diam merasa terkejut, biar begitu
senyuman dingin yang sinis masih tetap menghiasi bibir mereka.
Naga sakti pembalik sungai
benar-benar merasa sangat gelisah, sampai sekarang dia masih belum mengetahui
dengan jelas sam-pai dimanakah taraf ilmu pedang yang dimi-liki ke dua orang
nona yang berdiri angkuh di tengah arena tersebut.
Mendadak berkilat sepasang
mata Hu yong siancu, dia seperti teringat akan sesuatu, dengan wajah serius
kartanya tiba-tibaz.
"Anak Cian, wkalian
menghadarpi cinjin nanti, jangan sekali kali kalian celakai jiwa-nya.."
Si to cinjin teramat gusar
setelah men-de-ngar perkataan itu. sebelum Hu yong siancu menyelesaikan
perkataannya, dan di saat pikiran Cay soat serta Siau cian masih berca-bang.
dia telah membentak dengan suara keras.
"Betul-betul bikin hatiku
marah sekali...."
Tubuhnya bergerak ke depan,
secepat kilat pedangnya menusuk dada Siau-cian dan Cay soat.
Seruan tertahan dan jeritan
kaget bergema di angkasa, bayangan manusia berkelebat lewat. Cay soat dan Siau
cian telak memisahkan diri ke kedua belah sisi. nyaris sekali mereka termakan
oleh serangan Si to cinjin yang teramat cepat itu.
Belum pernah kawanan lelaki
perempuan yang berdiri tak jauh dari situ menyaksikan ilmu pedang begitu cepat
dan hebat, tanpa terasa lagi mereka berteriak memuji.
Sebaliknya Hu yong siancu,
Siau thi gou dan naga sakti pembalik sungai jadi ter-pe-ranjat hingga paras
muka mereka berubah hebat.
Ilmu pedang yang dimiliki Si
to cinjin me-mang sudah termasyhur akan keampuhan-nya, terbukti sekarang bahwa
serangan pedangnya memang amat cepat, lagi pula sekaligus mengancam dua sasaran
yang ber-beda dalam waktu yang bersamaan.
Untuk pertama kalinya sekulum
senyuman yang cerah dan sukar dicernakan dengan kata-kata menghiasi wajah Lan
See giok yang hijau membesi lantaran marah, sebaliknya Cay soat dan Siau cian
berlagak kaget ber-campur ketakutan, kemudian tertawa nakal.
Rupanya posisi yang mereka
lakukan sekarang, tak lain merupakan posisi pembu-kaan dari ilmu sepasang
pedang berangkai satu.
Hanya Si to cinjin seorang
yang masih ber-diri tertegun dengan wajah memerah, tapi dengan cepat ia
mendongakkan kepalanya dan tertawa terbahak-bahak, suara tertawa itu penuh
mengandung nada amarah, kaget, ngeri dan malu.
Sebab didalam serangan
pedangnya tadi, dia telah pergunakan jurus. "Guntur meng-gelegar petir
menyambar." yang merupakan jurus tangguh hasil ciptaannya selama ini.
Wan san popo yang melihat
kejadian ini serta merta mengalihkan toya besinya dengan perasaan gelisah,
diliriknya sekejap Lam-hay-lo koay yang nampak murung itu dengan pandangan tak
tenang seolah-olah ia sedang berkata. Tampaknya ucapan Cia Keng memang
benar-benar akan menjadi kenya-taan.
Si bocah perempuan Gi Hui hong
dan Huan Giok lien yang berdiri tak jauh di sisi Wan san popo pun agaknya dapat
melihat kalau keadaan kurang beres bagi pihaknya. cuma mereka tetap membungkam
dalam seribu bahasa
Hanya kawanan laki dan
perempuan yang berdiri di belakang Wan san popo saja yang tidak mengetahui
keadaan sebenarnya, sebab mereka tak melihat sikap gelisah dan tak tenang dari
ketiga manusia aneh dari luar lautan itu.
Dalam pada itu Si to cinjin
telah ber-henti tertawa, sambil mengawasi Siau cian berdua, serunya dengan
penuh perasaan benci.
"Setahun berselang aku
pernah berkata kepada Cia Keng, bila dalam masa hidupku masih ada orang yang
mampu mengungguli satu atau setengah jurus saja dari toya, maka pinto segera
akan menggorok leher untuk bunuh diri."
Ketika mendengar perkataan
itu, paras muka Wan san popo dan Lam hay lo koay segera turut berubah pula
menjadi sangat tak sedap dipandang.
Tampaknya Siau cian dan Cay
soat sudah mempunyai kepercayaan pada kemampuan sendiri, mereka tertawa wajar,
lalu ujarnya:
"Mati atau tidak, itu
urusan pribadimu sendiri, yang jelas kami akan melaksana-kan perintah untuk
tidak mencabut nyawamu itu"
Sekali lagi Si to cinjin
dibuat amat gusar sampai sepasang matanya berubah menjadi merah darah, diiringi
bentakan keras. dia melepaskan sebuah tusukan lagi ke depan....
Tapi baru saja pedangnya
digerakkan. Cay soat den Siau cian telah menggerakkan pula pedangnya bersama
sama untuk saling me-lancarkan tusukan secara bersilang.
Buru-buru Si to cinjin
menggerbakkan pedangnyaj untuk menyongsgong datangnya abncaman ini, tapi pada
saat itu juga secara tiba-tiba ia merasakan hatinya tidak tenang, hawa murninya
bergolak keras dan gerakan pedangnya menjadi lamban semua gerakan serangan yang
digunakan seakan akan tak dapat dilakukan lagi sesuai dengan kehendak hati.
Kejadian tersebut kontan saja
membuat ia merasa amat terperanjat, ditengah pertaru-ngan dia mencoba untuk
melakukan peme-riksaan ke sekeliling situ ia segera menemu-kan kalau sepasang
pedang ke dua gadis itu telah melakukan gerakan berputar bagaikan hembusan
angin yang menggencetnya dari atas dan bawah, begitu bertepatan gerakan mereka
sehingga setiap tusukan selalu ter-tuju ke jalan darah penting di sekujur
badannya,
Diiringi bentakan nyaring
mendadak Cay soat dan Siau cian merubah gerak serangan-nya. dalam waktu singkat
serangannya berubah menjadi segumpal cahaya tujuh warna yang segera menyelimuti
sekujur tubuh mereka berdua,
Dibalik cahaya yang gemerlapan
inilah kembali berkumandang suara bentakan keras pada saat yang bersamaan
tiba-tiba muncul lima buah bunga pedang perak yang menyilaukan mata.
Menyusul serentetan suara
dentingan nyaring yang memekikkan telinga. cahaya tujuh warna tadi mengembang
semakin besar dan menyebar kemana mana, setelah itu ber-gema jerit kesakitan
yang penuh dicekam rasa kaget dan ngeri.
Desingan pedang berhenti
secara tiba-tiba cahaya tujuh warnapun lenyap tak berbekas sesosok bayangan
manusia meluncur turun ke bawah.
Cay soat dan Siau cian
melayang mundur sejauh dua kaki sambil menyilangkan pedangnya di depan dada.
Keadaan Si to cinjin waktu itu
mengenas-kan sekali, rambutnya sudah kusut, kopiah-nya putus menjadi dua jubah
yang dipakai pun sudah robek sebagian sehingga keadaannya amat mengenaskan
hati.
Wajahnya yang pucat kini
berubah menjadi pucat pias seperti kertas, sorot matanya berkedip kedip, peluh
sebesar kacang kedelai membasahi jidatnya dengan pandangan terkejut bercampur
ngeri dia memandang se-kejap kearah Cay soat dan Siau cian. kemu-dian seperti
teringat akan sesuatu, tanpa terasa dia mendongakkan kepalanya sambil tertawa
tergelak.
Suara tertawanya amat mengerikban
seperti lolojngan serigala sgehingga mendiribkan bulu kuduk siapa saja yang
melihatnya,
Kawanan laki perempuan yang
berada d belakang barisan pun ikut tertegun dengar wajah terkesiap, sekarang
mereka baru tahu apa sebabnya ke tiga manusia aneh tersebut tidak memerintahkan
mereka untuk me-nyambut musuh-musuh yang datang.
Paras muka Wan san popo turut
berubah menjadi sangat mengerikan, sepasang mata-nya memancarkan sinar tajam
yang meng-gidikkan hati. dalam detik-detik itulah dia seperti sudah dicekam
oleh hawa napsu membunuh yang amat keji.
Sebaliknya Lam hay lo koay
melototkan sepasang matanya bulat-bulat, bibirnya ber-gerak dan giginya saling
beradu keras tam-paknya diapun sedang mengambil suatu keputusan yang amat keji,
Hu yong siancu serta naga
sakti pembalik sungai juga sudah merasakan kalau situasi telah berubah menjadi
sangat buruk dengan kekalahan yang di derita Si to cinjin. ke-mungkinan besar
Wan san popo serta Lam hay lokoay sudah terdesak untuk mengum-bar hawa napsu
membunuhnya.
Andaikata tiga manusia aneh
tersebut menerjang bersama secara kalap, maka ke-mampuan yang dimiliki Cay soat
serta Siau cian hanya cukup untuk melindungi diri. se-dang Lan See giok seorang
diripun masih mampu mengungguli lawan. hanya mereka berdua serta Siau thi gou
saja yang tak memiliki keyakinan untuk berhasil.
Mendadak Si-to-cinjin
menghentikan gelak tertawanya, kemudian membentak dengan suara keras,
"Serahkan nyawamu-
-"
Sepasang pedangnya dilontarkan
ke depan segulung desingan angin serangan disertai kilatan cahaya tajam, secara
bersama sama meluncur ke depan dan menyambar tubuh Cay Soat serta Siau cian.
Berhubung peristiwa itu
dilakukan se-cara tiba-tiba lagi pula dengan kecepatan luar bia-sa, sebelum
jeritan kaget sempat terucap dari mulut Hu yong siancu sekalian, cahaya pedang
telah tiba di depan dada Cay soat berdua.
Untung sekali prosisi Cay soat
zdan Siau cian swaat itu merupakran posisi ilmu Siang kiam ciau hui yang
merupakan bagian dari Tong kong kiam hoat, maka begitu serangan dilancarkan, Si
to cinjin, kedua orang itu se-rentak melayang ke samping secara memisahkan
diri,
Namun cahaya pedang kelewat
cepat. baru saja kedua orang itu melayang sejauh dua depa, pedang lawan sudah
menyambar lewat diatas bahu mereka.
"Sreeeeet,
sreeeeet--."
Diiringi dua kali desingan
tajam. dua bilah pedang telah meluncur sejauh berapa ratus kaki disertai seruan
tertahan dua orang gadis tersebut.,..
Hu-yong siancu dan Lan Se giok
berempat sama-sama berseru kaget kemudian mener-jang kearah Cay soat dan Siau
cian.
Ternyata kedua orang gadis itu
sudah kena didesak oleh hawa sakti yang memancar ke-luar dari sepasang pedang
lawan hingga berakibat bahu dan pakaian mereka robek.
Semua orang baru agak lega
setelah tahu kalau luka yang diderita kedua orang gadis itu sangat ringan.
Dalam pada itu Lan See giok
telah mem-bentak penuh amarah, dengan cepat ia menerjang kehadapan Si-to cinjin
kemudian mengayunkan telapak tangan kanannya me-lepaskan sebuah bacokan kilat-
Segulung angin pukulan yang
sangat dahsyat langsung menghantam tubuh Si-to cinjin yang masih berdiri tak
berkutik dengan mata melotot dan gigi saling beradu.
"Blaaaammm-"
Benturan keras menggelegar,
Si-to cinjin tanpa menggetarkan sedikit suarapun dan tanpa merubah posisinya
mencelat sejauh tujuh delapan kaki lebih dari posisi semula.
Dengan perasaan terkejut Lan
See giok berdiri termangu. ia tidak habis mengerti apa sebabnya Si to cinjin
sama sekali tidak mela-wan serangan yang dilepaskan itu?
Tapi dengan cepat anak muda
itu menjadi sadar, rupanya disaat melontarkan sepasang pedangnya tadi, Si to
cinjin telah mengerahkan segenap tenaga dalam yang dimilikinya, oleh-sebab itu
semenjak tadi. pula St to cinjin telah tewas karena keha-bisan tenaga.
Mendadak bergema lagi suara
bentakan keras yang sangat memekikkan telinga, Lam hay lo koay dengan wajah
yang kalap telah menerjang kehadapan Lan See giok, sepasang telapak tangannya
yang besar bagaikan kipas secara langsung dibacokkan ke tulang iga dibagian
dada Lan See giok.
Melihat datangnya ancaman
tersebut Lan See giok tertawa seram, dia menggeserkan badannya ke samping untuk
melepaskan diri dari ancaman. kemudian telapak tangan kanannya sekuat tenaga
didorong ke depan untuk menyongsong datangnya ancaman tersebut.
"Blaaammm.. .-. "
Sepasang telapak tangan mereka
segera saling beradu satu sama lainnya sehingga menimbulkan suara benturan yang
sangat memekikkan telinga,
Desingan angin tajam yang
berpusing me-nyebar ke empat penjuru dengan membawa kabut dan debu yang tebal,
ditengah debu yang beterbangan diangkasa inilah kedua orang tersebut sama-sama
berpisah dengan langkah sempoyongan,
"Bajingan muda, serahkan
nyawamu!" jerit Wan san popo pula dengan suara melengking
Ditengah suara lengkingan yang
memekik-kan telinga, bagaikan harimau betina yang kalap dia memutar toya
bajanya dengan ju-rus "bukit Tay san menindih kepala" dihan-tamkan ke
atas kepala Lan See giok yang se-dang mundur dengan sempoyongan,
Semua orang yang menyaksikan
kejadian tersebut menjadi terkejut dan tertegun.
Hu yong siancu bermata paling
tajam, sambil membentak pedangnya diloloskan keluar karena menyambut serangan
sudah tak mungkin lagi. maka dia menirukan cara Si to cinjin melontarkan
pedangnya tadi. ta-ngan nya segera diayunkan sekuat tenaga, pedang Hu yong kiam
tersebut diiringi desi-ngan angin tajam langsung menyambar batok kepala Wan san
popo.
Cay-soat dan Siau-cian turut
menjerit kaget, serentak mereka melompat pula ke depan menyusul dibelakang
pedang Hu yong kiam yang sedang meluncur.
Tampaknya Wan san popo sudah
pernah mendengar Lam hay lo koay membicarakan soal Lan See giok, karenanya
sejak permu-laan tadi dia sudah mengawasi anak muda itu secara khusus. Ketika
dilihatnya ada ke-sempatan yang sangat baik, ia segera mem-pergunakannya untuk
melancarkan serga-pan.
Tapi mimpipun dia tak mengira
bkalau se-ranganj pedang Hu yongg siancu bisa dabtang sedemikian cepat, cahaya
pedang baru berkelebat lewat, tahu-tahu sudah mengan-cam di depan mata, dengan
hati terkejut buru-buru ia memutar toyanya sambil menghantam pedang Hu yong
kiam tersebut.
"Traaangg.."
Pedang, Hu yong kiam tersebut
kena ter-tangkis sehingga mencelat sejauh ratusan kaki di depan sana.
Disaat gerak tubuh Wan san
popo agak terhambat inilah, Cay soat dan Siau cian te-lah mengurung Wan san
popo dibalik cahaya pedang tujuh warna mereka yang amat ta-jam.
Siau thi gou sadar bahwa
kepandaian si-latnya masih belum mampu dipakai untuk menghadapi ketiga manusia
aneh tersebut karenanya dia segera berlarian ke muka un-tuk mengejar pedang Hu
yong kiam yang ter-lempar sejauh ratusan kaki itu,
Hu yong siancu dan naga sakti
pembalik sungai telah menghimpun tenaga dalam mereka ke dalam telapak tangan
sambil ber-siap sedia menghadapi segala kemungkinan, mereka berdua kuatir
kawanan laki perem-puan yang berdiri dikejauhan itu datang me-lancarkan serbuan
serentak.
Sementara itu Lan See giok dan
Lam hay lo hay sudah bangkit tegak kembali. mereka sedang menghimpun tenaga
dalamnya sambil pelan-pelan berjalan mendekat.
Terutama sekali Lan See giok
dengan sorot mata yang tajam dia mengawasi Lam hay lo koay lekat-lekat,
teringat bagaimana orang itu mendatangi puncak Giok-li-hong untuk mengundang
gurunya datang ke pulau Wan san, kalau bisa dia ingin menghabisi nyawa pihak
lawan dalam satu kali pukulan saja.
Sebaliknya Lam hay-lo-koay
telah menduga semenjak pertama kali bertemu dengan Lan See-giok di puncak Giok
li-hong tempo hari bahwa di kemudian hari pemuda tersebut akan menjadi seorang
tokoh sakti dalam dunia persilatan. ternyata apa yang diduganya memang sangat
tepat.
Dalam sekilas pandangan saja.
Lam hay lo koay sudah mengetahui bahwa diantara orang-orang yang hadir saat
itu. Lan See giok lah yang memiliki tenaga dalam paling sem-purna, asal ia
berhasil membunuh Lan See-giokb, maka yang laijn tak perlu dirgisaukan lagi, b
Atas pandangan inilah dia
berdiri terme-nung saja selama ini hingga kesempatan yang dinantikan telah
tiba.
Akhirnya dia berkesimpulan.
bahwa de-ngan menggunakan segenap tenaga pukulan yang dimilikinya, ia baru akan
berhasil mem-bunuh Lan See-giok.
Tapi hasil dari bentrokan tadi
menunjuk-kan bahwa masing-masing pihak malah ter-getar mundur sejauh berapa
langkah dengan kekuatan seimbang hal inilah yang mem-buatnya sangat terkejut
dan pikirannya jadi kacau,
Maka kali ini dia telah
menghimpun selu-ruh kekuatan yang dimilikinya, dia bertekad hendak menghabisi
.nyawa musuh dalam serangan berikut ini.
Mendadak kedua belah pihak
sama-sama membentak keras, baik Lam hay lo-koay maupun Lan Se giok sama-sama
telah ber-jongkok sambil memutar tanganya lalu di dorong bersama ke depan.
"Blammmm-- ."
Suatu ledakan keras sekali
lagi bergema memecahkan keheningan, debu dan pasir beterbangan di angkasa,
ranting dan pohon banyak yang bertumbangan, keadaan waktu itu sungguh nampak
menggidikkan hati.
-Baik Lan See giok maupun Lam
hay lokoay sama-sama telah menggunakan segenap tenaga dalam yang dimilikinya
untuk me-mantekkan kuda-kuda masing-masing di tempat semula. biarpun sepasang
bahu ber-goncang keras. kaki mereka sudah melesak sedalam setengah depa ke
dalam tanah, na-mun mereka enggan mundur selangkahpun dari posisi semula.
Tapi akhirnya toh kedua orang
itu sama-sama terdorong mundur sejauh beberapa langkah.-.
Lam hay-lo koay benar-benar
dibikin ter-peranjat, dia tak menyangka dengan usia yang begitu muda ternyata
Lan See-giok ber-hasil memiliki tenaga dalam setaraf dengan kemampuan yang
dimilikinya. hampir saja dia tak mau percaya.
Sebaliknya Lan See giok yang
terdesak mundur segera merasakan gejolak yang amat kuat dari hawa murni yang
berada dalam pusarnya bahkan gejolak itu kian lama kian bertambah kuat yang
membuatnya tak rbisa menahan dizri lagi untuk wmenghambur-kannrya keluar tubuh
..
Begitu berdiri tegak, tanpa
berganti napas lagi Lan See-giok telah mengebaskan tangan kanannya ke depan,
lalu sambil melompat maju sejauh lima depa, bentaknya keras-keras.
"Sambutlah sebuah
pukulanku lagi ...."
Belum habis berkata, sepasang
telapak tangannya telah didorong keluar bersama sama..
Segulung angin pukulan yang
amat dahsyat langsung menggulung tubuh Lam hay lo koay yang baru saja berhasil
berdiri tegak.
Lam hay lo koay betul-betul
sangat ter-ke-jut. dia sama sekali tak menyangka kalau hawa murni yang dimiliki
Lan See giok dapat pulih kembali sedemikian cepatnya.
Dalam kagetnya, sekali lagi ia
membentak keras, sepasang telapak tangannya bersama sama didorong ke muka untuk
menyongsong datangnya ancaman lawan.
"Blaaammmm ..
Benturan keras menggema
diikuti batu dan pasir yang beterbangan, Lam hay- lo koay mundur terus ke
belakang dengan sempo-yongan meski sepasang tangannya masih di-putar terus.
Sebaliknya kaki kanan Lan See
giok mun-dur setengah langkah saja, kemudian ia mendesak lagi ke depan.
Biarpun dia maju dengan
langkah lembut. wajahnya hijau membesi diliputi hawa napsu membunuh, hawa Sakti
Hud kong sinkang telah dihimpun dalam lengannya, gejolak hawa murni yang
menggelora dalam pusar nya membuat pemuda itu melakukan gera-kan mendekati
setengah kalap ....
Tapi dalam hatinya dia selalu
ingat baik-baik perkataan Huan Giok lien tadi, yaitu selain tiga manusia aneh
dan siau sumoay nya. orang lain tak akan tahu dimana guru nya To Seng cu
disekap.
Maka sambil mendesak maju ke
depan, dia tatap wajah Lam hay lokoay yang pucat pias itu lekat-lekat. kemudian
serunya dengan penuh rasa geram.
"Dulu, gara-gara
kedatanganmu, kau telah menipu suhu turun gunung dan berkunjung ke pulau Wan
san. satu tahun lamanya tanpa kabar berita. sekarang cepat kau katakan
dimanakah suhuku kalian sekap, kalau tidak .-.-.-. . H m m-m-m-. . . . "
Waktu itu Lam hay lo koay tak mampu berdiri tegak dan nyaris jatuh tertunduk ke
atas tanah, mendengar perkataan itu, dia lantas mendongakkan kepalanya dan
tertawa seram:
(Bersambung ke Bagian 49)