Anak Harimau Bagian 42

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 42

Anak Harimau
Siau Siau
-------------------------------
----------------------------

Bagian 42

"Cepat atau lambat lo enghiong toh pasti akan mengikuti kapal untuk berangkat ke pulau Wan san, mumpung nona Be masih terluka lebih baik kita berbuat ....."

Dengan suara lirih diapun membeberkan semua rencana yang telah disusunnya de-ngan rapi.

Mendengar hal ini, semua prang segera menyatakan setuju sambil memuji tiada hen-tinya

Selesai sarapan, si naga sakti pembalik sungai segera menyerahkan beberapa tugas penting yang harus dikerjakan kepada Thio Toa keng, sedang dia sendiri bersama Hu yong siancu sekalian berangkat menuju ke sisi telaga.

Oh Li cu telah membungkus kepalanya dengan kain berwarna kuning, wajahnya nampak amat sedih, sedang air mata masih saja jatuh bercucuran, keadaannya sungguh mengenaskan sekali.

Sejak Tok Nio-cu meninggal semalam dan Oh Li cu menderita luka, sikap Lan See giok terhadap Oh Li cu pun telah berubah sama sekali, baik di dalam pembicaraan maupun dalam tindakan, si anak muda itu selalu menunjukkan perhatian yang sangat besar."

Biarpun Siau cian dan Cay soat melihat kesemuanya itu dengan jelas, namun mereka pun berlagak seolah-olah sama sekali tidak melihatnya .....

Ketika beberapa orang itu tiba di tepi tela-ga, kapal kecil milik Wi lim poo telah lama menunggu.

Kedua orang dayang itu pertama tama naik ke daratan lebih dulu untuk memberi hormat kepada See giok dan Oh Li cu, kemudian baru mempersiapkan kapalnya.

Hu yong siancu dapat melihat perahu itu lebarnya lima depa dengan panjang satu kaki dua depa, di samping kiri dan kanannya ter-dapat dayung sedangkan bagian belakangnya terdapat kemudi, memang bentuknya mirip dengan sebuah sampan pesiar. Dengan cepat beberapa orang itu naik ke atas sampan dan berangkat menuju ke tengah telaga.

Kurang lebih setengah li kemudian sampan telah berada di tanggul sebelah selatan....

Mungkin disebabkan gelombang yang besar dan sampan yang bergerak penuh gonca-ngan, luka yang diderita Oh Li-cu di atas wajahnya kembali pecah dan mengucurkan darah segar

Melihat hal itu, Hu yong siancu segera menitahkan kepada Oh Li cu agar memba-ringkan diri. di dalam pelukannya, Oh Li u kembali menitikkan air mata karena rasa haru.

Kedua orang dayang yang menjumpai hal tersebut, dengan kaget segera berseru:

"Aaah, mengapa dengan nona kami?"

Siau thi gou yang mendengar pertanyaan itu kontan saja mendengus dingin sambil menyahut:

"Hmmm, untung saja masih ada si naga sakti pembalik sungai Thio loko, coba kalau tidak, nona kalian sudah lama tewas."

Paras muka kedua orang dayang itu berubah hebat lalu bersama lama menjerit kaget, dengan melototkan sepasang matanya lebar-lebar, mereka awasi wajah si naga sakti pembalik sungai tanpa berkedip. Semula, semua orang menguatirkan kebodohan Siau thi gou dan kuatir cerewetnya membuat ren-cana mereka berantakan, karena itu semen-jak berada di rumah mereka telah memperi-ngatkannya berulang kali.

Tapi sesudah mendengar, jawabannya sekarang yang sesuai dengan rencana, tanpa terasa semua orang pun tersenyum puas.

Melihat tiada orang menegurnya, Siau thi you merasa semakin bangga, ia lantas menuding ke arah si naga sakti pembalik sungai, kemudian kepada kedua orang dayang yang masih berpandangan dengan terkejut, itu dia berkata lebih lanjut:

"Gara-gara hendak menolong nona kalian, Thio lo enghiong telah menderita luka pula, coba kau lihat sorot matanya sayu tak bersi-nar. tubuhnya lemas tak bertenaga, tidak mirip naga sakti, sekarang justru menyerupai si harimau yang lagi sakit ......

Biarpun semua orang merasa, perkataan dari Thi gou tersebut lucu dan menarik, na-mun tak seorangpun diantara mereka berani bersuara apalagi tertawa.

Si Cay soat kuatir Thi gou banyak berbi-cara sehingga membuat rencana mereka ter-bengkalai, buru-buru dia membentak dengan mata melotot besar:

"Thi gou, siapa sih yang suruh kau banyak bicara?"

Siau thi gou tidak takut engkoh Giok na-mun justru paling takut dengan enci Soat, mendengar bentakan tersebut, kontan saja dia duduk kembali dengan mulut membung-kam.

Setelah mengetahui kalau nona mereka lagi menderita luka, kedua orang dayang itu tak berani menjalankan sampannya terlampau cepat lagi, hingga menjelang tengah hari, sampan tersebut baru memasuki padang ila-lang.

Setelah menembusi padang ilalang yang le-bat, semua orangpun merasakan pandangan matanya menjadi terang.

Dari kejauhan mereka telah menyaksikan berbagai panji kebesaran berkibar diatas benteng Wi Lim Poo, kapal perang berderet sangat rapi, agaknya semua perahu tersebut sudah siap dipergunakan setiap waktu ...

Memandang kesemuanya ini, Hu yong siancu serta si naga Sakti pembalik sungai mengangguk memuji, mereka merasa disiplin yang tetap tinggilah membuat kekuatan Wi lim Poo bukannya tidak melemah, justru kian tahun kian bertambah tangguh.

Penjagaan diatas benteng dilakukan pula makin ketat, dari kejauhan sudah tampak- tombak-tombak yang memancarkan sinar tajam ketika tertimpa cahaya.. Pintu gerbang telah terpentang lebar, empat buah sampan kecil yang berwarna kuning, hijau, abu-abu dan hitam meluncur ke luar menyambut ke-datangan mereka, komandan Ciang, Ong, Sin, dan Nyoo dengan pakaian yang rapi ber-diri di ujung sampan tersebut.

Melihat hal tersebut, Lan See giok segera bangkit berdiri dari sampannya.

Tiba-tiba dari atas loteng benteng berku-mandang suara terompet yang dibunyikan nyaring,

Suasana di sekitar telaga seketika berubah menjadi hening dan tak kedengaran sedikit suarapun. .. . , segenap pengawal yang berderet diatas dinding benteng serentak mengangkat tombak mereka tinggi-tinggi.

Memandang kesemuanya itu diam-diam Hu yong siancu dan si naga Sakti pembalik su-ngai merasakan juga hatinya bergetar keras.

Dalam pada itu, ke empat sampan kecil yang ditumpangi ke empat komandan tadi telah berhenti di sisi kiri dan kanan, dengan sikap yang sangat hormat ke empat koman-dan itu berdiri di ujung sampan sambil menunggu ke datangan sampan yang ditum-pangi Lan See giok.

Akan tetapi sewaktu mereka jumpai si naga sakti pembalik sungai ternyata menumpang perahu bersama sama Sau pocu dan nona mereka, kontan saja paras muka ke empat orang itu berubah hebat.

Bagaimanapun juga mereka adalah orang-orang yang cukup berpengalaman, sekalipun merasa tidak mengerti, namun tak seorang pun yang berani bertanya, ke empat orang itu tetap memberi hormat sambil serunya ber-sama sama:

"Segenap kapal perang telah selesai mem-persiapkan diri, hamba sekalian sudah lama menantikan kedatangan sau pocu serta nona.

Lan See giok segera balas memberi hormat, sahutnya sambil tersenyum:

"Kemarin malam berhubung nona sudah menderita luka, maka sampan kami tak be-rani menempuh perjalanan terlalu cepat, itulah sebabnya kedatangan kami setengah jam lebih terlambat.

Mendengar ucapan ini, diam-diam ke em-pat komandan kapal perang itu merasa terkejut mereka segera berpaling.

Benar juga, nona mereka nampak duduk bercucuran air mata, kepalanya dibungkus, kain kuning yang telah dibasahi darah, ma-tanya terpejam rapat dan bersandar di sisi seorang perempuan cantik,

Menyaksikan kesemuanya itu, ke empat komandan kapal perang, itu lama sama ter-mangu saking kagetnya.

Menyusul kemudian See giok berkata lebih jauh:

"Cepat, kalian berempat datang kemari untuk bertemu dengan Hu yong siancu Han lihiap serta si naga sakti pembalik sungai Thio lo enghiong."



Mengetahui kalau perempuan cantik pang berwajah anggun itu adalah Hu yong siancu, yang nama besarnya pernah menggetarkan kolong langit dimasa lampau, kembali ke em-pat komandan kapal perang itu tertegun, an-daikata sau pocu mereka tidak memperke-nalkan secara langsung, niscaya mereka tak akan percaya. "

Sesudah berhasil mengendalikan diri, ke empat orang itu serentak memberi hormat seraya berseru:

"Menjumpai Han lihiap dan Thio lo eng-hiong."

"Buru buru Hu yong siancu dan si naga Sakti pembalik sungai bangkit berdiri sem-bari balas memberi hormat.

Dengan gaya seorang tuan rumah, kembali Lan See giok berkata dengan lantang:

"Semalam, andaikata tiada Thio loenghiong yang datang membantu, hari ini kalian ber-empat tak mungkin akan bisa bersua lagi dengan nona, namun akibat menyelamatkan jiwa nona, Thio lo enghiong sendiripun telah menderita luka dalam."

Ke empat komandan itu segera berseru tertahan karena kaget, kemudian dengan pandangan berterima kasih mereka melirik sekejap ke arah si naga Sakti pembalik su-ngai, terhadap kunjungannya ke Wi lim poo pun mereka duga orang itu pastilah merupa-kan tamu agung yang diundang oleh sau pocu mereka.

Sampai di situ, Lan See giok segera me-ngulapkan tangannya kepada kedua orang dayang yang berada di buritan sampan, kapal pun dijalankan kembali memasuki pintu ger-bang benteng diikuti ke empat sampan yang ditumpangi ke empat komandan kapal pe-rang itu di belakangnya ... ..

Setelah memasuki pintu gerbang, kapal langsung dijalankan menuju ke ruang tamu telaga emas.

Segenap dayang dan centeng telah siap di dalam ruangan itu, malah meja perjamuan dengan pelbagai hidangan yang lezat pun te-lah dipersiapkan,

Hu yong siancu pun dipersilahkan menem-pati kursi utama disusul oleh si naga sakti pembalik sungai. Siau cian dan Cay soat duduk di sisi meja sebelah kiri sedang Lan See giok, Oh Li cu, dan ke empat komandan duduk di sebbelah kanan.

Njamun oleh karenga si naga saktib pembalik sungai serta Oh Li cu tidak diperkenankan makan daging dan minum arak, hidangan lain segera dipersiapkan.

Begitulah, selesai minum arak berapa cawan, Lan See giok baru berkata kepada ke empat komandan kapal itu:

"Apakah kalian berempat sudah tahu ten-tang berita kematian yang menimpa Lo pocu serta hujin?"

Ke empat komandan tersebut mengira per-soalan yang ditanyakan adalah berita yang dibawa pulang ke dua orang dayang kemarin siang, maka serentak mereka menjawab:

"Menjawab pertanyaan sau pocu, segenap anggota benteng telah mengetahui berita duka ini."

Menyaksikan sikap ke empat komandan itu tetap tenang saja tanpa sedikitpun perasaan sedih yang menyelimuti wajah mereka, diam-diam Hu yong siancu sekalian mengerutkan dahinya.

Tanpa terasa si naga sakti pembalik sungai memandang sekejap ke arah Hu yong siancu, agaknya mereka berdua mempunyai penda-pat yang sama, yaitu dihari hari biasa Oh Tin san tak pernah melakukan kebaikan terha-dap anak buahnya, sehingga orang itu tidak meninggalkan kesan apa-apa bagi semua anggota benteng.

"Tahukah pula kalian berempat akan se-bab-sebab kematian yang menimpa Kian cianpwe, pocu yang lampau?" kembali Lan See giok, bertanya lebih jauh.

Kali ini, ke empat komandan tersebut sama-sama menunjukkan wajah sedih, se-rentak mereka menganggukkan kepalanya walaupun mata mereka sempat melirik seke-jap kearah Oh Li cu dengan perasaan was-was dan penuh kecurigaan.

Dengan kening berkerut dan suara dalam Lan See- giok berkata lebih jauh:

"Setelah kepergian kita ke luar lautan un-tuk menyelesaikan suatu masalah yang me-nyangkut keselamatan segenap umat persi-latan di dunia ini, sebab-sebab kematian dari Kian pocu pun akan menjadi jelas, dihadapan segenap saudara-saudara anggota benteng, akan ku umumkan pula sebab-sebab kema-tian yang menimpa Thio Wi kang serta Be congkoan....

Ke empat komandan itu segera mengiakan berulang kali, dihati kecil mereka yakin sau pocu telah berhasil menyelidiki rahbasia yang menyejlimuti peristiwga pembunuhan dib masa lampau.

Komandan Nyoo dari pasukan macan kumbang hitam segera bertanya dengan hormat:

"Sau pocu, tolong tanya musuh yang di jumpai semalam berasal dari golongan mana?"

"Mereka adalah para murid tiga manusia aneh dari luar lautan!". jawab Lau See giok tanpa ragu.

Paras muka ke empat komandan kapal perang itu segera berubah hebat, serentak mereka menjerit tertahan karena kaget.

Dengan suara hambar Hu yong siancu segera menambahkan:

"Itulah sebabnya si naga sakti pembalik sungai Thio lo enghiong baru menderita luka dalam!"

Sekali lagi ke empat komandan kapal pe-rang itu berseru tertahan, sorot mata mereka yang penuh diliputi perasaan kaget dan kehe-ranan bersama sama dialihkan ke wajah si naga sakti pembalik sungai,

Naga sakti pembalik sungai segera mende-hem pelan, kemudian katanya dengan me-maksakan diri:

"Murid-murid dari tiga manusia aneh di luar lautan tersebut hampir semuanya ber-ilmu tinggi dan bertenaga dalam sempurna, dengan kemampuan tenaga dalamku sebesar puluh-an tahun hasil latihanpun akhirnya kena di hajar juga sampai muntah darah ......

"Waktu itu nona-kami ...." sela komandan, Ong dari pasukan harimau terbang.

"Ketika itu aku sudah terluka," jawab Oh Li cu segera.

"Sedang sau pocu.... kata komandan Sin pula dari pasukan singa perkasa.

Siau thi gou yang selama ini membungkam tiba-tiba menimbrung dengan suara dalam:

"Sau pocu kalian telah pergi mengejar ke dua orang tosu tua dan seorang lelaki kekar yang sedang melarikan diri ........

Diam-diam ke empat komandan tersebut merasa terkejut, namun merekapun agaknya kurang percaya, maka kembali tanyanya.

"Tosu tua dan lelaki kekar itu murid siapa.....

"Si tosu tua terntu saja murid zsi tosu tua, sewdang si lelaki rkekar murid si makhluk tua....

Belum selesai perkataan itu diutarakan, Cay soat dan Siau cian sudah tak mampu menahan rasa gelinya sehingga mereka ter-tawa cekikikan.

Si Cay soat menjelaskan kemudian sambil tertawa:

"Yang dimaksudkan si tosu tua oleh adik Gou tadi adalah Si to Cinjin, sedangkan yang dimaksudkan si makhluk tua adalah Lam hay lo koay..."

Komandan Ciang dari pasukan naga per-kasa amat tertarik dengan kepolosan Siau thi gou, namun berhubung sau pocu mereka lupa memperkenalkan, maka sambil tersenyum dia bertanya:

"Saudara cilik adalah ...."

Siau thi gou segera memasang gaya, sahut nya dengan cepat, "Aku she Ciu bernama Thi gou, orang memyebutku si kepala orang hi-tam.....

Belum lagi perkataan tersebut selesai di ucapkan, semua orang yang hadir di ruang tamu sudah tertawa tergelak, malahan para centeng dan dayang yang selama ini berdiri serius disampingpun tak bisa menahan rasa gelinya hingga turut tertawa tergelak.

Setelah suara tertawa makin mereda, ko-mandan Ciang dari pasukan naga perkasa baru bertanya lebih jauh: "Sau pocu, apakah kau telah berhasil menyusul ke tiga orang tersebut?"

Lan See giok, tertawa hambar.

"Tentu saja aku tak akan membiarkan mereka kabur, kalau tidak bukankah hal tersebut justru akan mendatangkan bibit bencana di kemudian hari?"

Komandan Nyoo dari pasukan macan kumbang segera berkerut kening, ia tampak-nya masih tidak percaya. `

"Jadi ke tiga orang itu telah sau pocu bunuh?" tanyanya setengah tidak percaya.

Berkilat sepasang mata Lan See giok, tegur nya dingin: "Apakah komandan Nyoo tidak percaya?"

Komandan Nyoo amat terkejut, buru-buru dia memberi hormat seraya menjawab:



"Hamba tidak berani!"

"Lapor sau pocu." komandan Ciang dari pasukan naga sakti segera memberi penje-lasan. "ilmu silat yang dimiliki ke tiga manu-sia aneh dari luar samudra amat lihat, sudah banyak tahun mereka merajai luar lautan, bahkan para partai besar di daratan Tiong-goan rata-rata mengalah tiga bagian kepada mereka. Malah aku dengar ketua Siau lim pay yang amat lihay pun masih belum mampu menandingi kehebatan ke tiga manu-sia aneh tersebut, bisa dibayangkan murid mereka tentunya bukan manusia sembara-ngan, justru karena pendapat inilah koman-dan Nyoo baru mengajukan pertanyaan tersebut."

Komandan Nyoo segera mengiakan beru-lang kali dengan suara hormat. Sesungguh-nya Lan See giok hanya bertujuan menanam-kan kewibawaan diantara mereka, jadi bukan sungguh-sungguh merasa tak puas, setelah mendengar penjelasan komandan Ciang itu, paras mukanya pun berubah menjadi lebih lembut, katanya kemudian sambil tertawa hambar:

"Biarpun kepandaian silat yang dimiliki ke tiga manusia aneh dari luar samudra sangat hebat, namun murid muridnya toh bukan manusia-manusia pilihan yang berbakat ba-gus..."

"Ucapan sau pocu memang benar!" ke em-pat komandan itu segera mengiakan bersa-ma.

Tiba-tiba Oh Li cu merasakan hatinya ter-gerak, ia segera menimbrung dari samping:

"Sekarang lo pocu telah tewas, sedangkan Lan siauhiap pun sudah menjadi majikan baru dari benteng Wi lim poo, mengapa kalian berempat masih menyebutnya sebagai sau pocu?"

Kejut dan girang segera menyelimuti wajah ke empat komandan tersebut, serentak mereka bangkit berdiri, lalu sambil mengang-kat cawan serunya dengan gembira:

"Pocu di atas, harap terimalah ucapan se-lamat dan hormat dari hamba sekalian!"

Sesungguhnya Lan See giok sama sekali ti-dak mengambil perhatian terhadap panggilan "pocu" ataupun "sau pocu" terhadapnya, akan tetapi berhubung benteng Wi lim poo mempunyai anggota yang banyak dengan ke-kuatan yang besar, Lagi pula dia pun mem-punyai rencana untuk mempergunakan ke-kuatan yang ada, maka setelah tertawa ham-bar dia turut mengangkat cawan serta mene-guk habis isinya,.

Komandan Nyoo dari pasukan macban kumbang adaljah seorang manugsia yang jujur bdan polos, sambil menitahkan dayang untuk memenuhi cawan araknya, ia berseru kem-bali dengan gembira:

"Sekarang sau pocu telah menjadi pocu, nonapun semestinya sudah menjadi nyonya, hamba sekalian sudah sepantasnya bila menghormati pula hujin dengan secawan arak."

Begitu perkataan tersebut diutarakan, paras Muka Si Cay soat dan Ciu Siau cian segera berubah hebat, sebaliknya si naga sakti pembalik sungai dan Siau thi gou dibuat tertegun.

Berbeda sekali dengan Hu yong siancu yang mengetahui duduk persoalan yang se-benarnya, ia sama sekali tidak terpengaruh oleh kejadian ini, di samping itu diapun me-nganggap persoalan ini cepat atau lambat tentu akan terjadi pula, bagaimanakah aki-batnya nanti siapakah yang dapat menduga sebelumnya?

Tampaknya sikap dari Lan See giok benar-benar telah berubah, bukan saja ia tidak me-negur akan perkataan komandan Nyoo yang lancang itu, malah dengan senyum dikulum dan pandangan yang lembut dia menengok ke wajah Oh Li cu.

Berbeda dengan yang lain, Oh Li cu justru malahan menangis tersedu sedu.

Tentu saja ke empat komandan itu jadi tertegun, sedangkan orang lain melongo dibi-kinnya.

Dengan cepat Hu yong siancu merasakan hal-hal yang tak beres dalam persoalan ini, dia menduga gadis itu tentu beranggapan bahwa kenyataan tak mungkin bakal terwu-jud.

Karenanya dengan suara gembira ia segera menjelaskan.

"Perkawinan ini telah diumumkan Oh pocu dihadapan umum, dengan disinggung nya kembali urusan perkawinan tersebut oleh komandan Nyoo, tentu saja nona Oh jadi teringat kembali dengan Oh pocu dan hujin "yang telah tewas."

Dengan penjelasan tersebut, ke empat Ko-mandan itu mengira memang begitu, karenanya mereka, memandang sekejap ke arah Oh Li cu dengan pandangan minta maaf, sementara cawan arak yang sudah diangkatpun tanpa terasa diturunkan kem-bali.

Suasana perjamuan yang semula dicekam rasa tegang lalu berubah menjadi gembira kini berubah pula menjadi murung dan sedih.

Oh Li cu segera menyadari bahwba perja-muan itju berubah menjagdi murung dan sbedih gara-gara dirinya, dihati kecilnya gadis itu segera mengambil keputusan untuk mem-bangkitkan kembali suasana gembira seperti tadi, maka kepada komandan Ciang dari pasukan naga perkasa ia bertanya: "Didalam gudang kita sekarang masih terdapat bebe-rapa banyak uang perak"

Komandan Ciang tidak mengetahui apa maksud dari pertanyaan tersebut, namun berhubung ditanya maka diapun menjawab:

"Hamba sendiripun kurang jelas, tentang jumlah yang persis, namun menurut laporan kemarin, persediaan uang kita masih ada empat belas laksa tujuh ribuan tahil lebih...

Diam-diam Hu yong siancu sekalian merasa terkejut oleh jumlah harta yang be-gitu besar, mereka semua tidak menyangka kalau Wi lim poo memiliki kekayaan yang be-gitu besar.

Memandang ke arah Lan See giok, dengan nada mohon persetujuannya Oh Li cu ber-kata lagi:

"Adik Giok, setelah kau memegang kekua-saan sebagai pocu, perlukah kau memberi sedikit tanda kenangan kepada segenap ang-gota benteng kita?"

"Tentu saja" jawab Lan See giok tanpa ragu-ragu, "segala sesuatunya terserah pada kemauan cici, sedang segenap harta kekayaan di dalam bentengpun selanjutnya cici yang pegang. "

Oh Li cu tertawa hambar, tampaknya ia ti-dak tertarik akan hal tersebut, kepada ke empat komandan kapal perang, katanya ke-mudian:

"Untuk merayakan kejayaan benteng kita yang berhasil mengangkat seorang pocu baru, harap kalian menghadiahkan dua tahil perak kepada setiap anggota benteng biasa, empat tahil untuk kepala regu, sepuluh tahil untuk kapten kapal dan dua puluh tahil un-tuk komandan, agar setiap anggota benteng bisa turut bergembira atas peristiwa besar ini ....

Ke empat, komandan kapal perang itu kontan saja merasakan semangatnya bangkit kembali, sedang para centeng dan dayang yang berada di sekitar sana pun turut ber-gembira ria.

Cepat-cepat komandan Ciang dari pasukan naga perkasa meninggalkan ruangan dan menyampaikan pesan kepada seorang kepala regu yang bertugas di luar ruang tamu, de-ngan gembira kepala regu tersebut mengia-kan lalu berlarian meninggalkan tempat se-mula.

Hanya di dalam rwaktu singkat, zberita gem-biraw itu sudah dikertahui oleh setiap anggota benteng, tidak heran kalau suasana gembira ria meliputi wajah setiap orang.

Hu yong siancu sekalian segera merasa bahwa tindakan ini pasti akan membangkit-kan kembali semangat para anggota benteng, yang hendak berlayar jauh, tanpa terasa mereka memandang ke arah Oh Li cu dengan perasaan kagum dan memuji.

Ke empat komandan kapal perang itu paling gembira, kembali mereka menghormati Lan See giok dengan tiga cawan arak.

Biarpun Lan See giok telah berhasil mem-balas dendam bagi kematian ayahnya, na-mun teringat :akan gurunya yang terkurung di luar lautan, sikapnya tak jauh berbeda dengan Oh Li cu, dalam kemurungan dan kemasgulan itu, pemuda tersebut mulai dipengaruhi oleh air kata-kata.

Tapi suasana di dalam perjamuanpun berkembang semakin gembira dan riang.

Tapi berhubung si naga sakti pembalik sungai dan Oh Li cu tak dapat minum arak, tidak sampai satu jam kemudian perjamuan telah berakhir...

Ketika semua orang keluar dari ruang tamu telaga emas, serombongan dayang pri-badi Oh Li cu telah menanti di tepi tanggul dengan perahu naga emas.

Mereka pun menumpang perahu naga emas berangkat menuju ke gedung kediaman Oh Li cu.

Si naga sakti pembalik sungai dan Siau thi gou menginap di gedung tamu agung, seba-liknya Hu yong siancu dan Lan See giok ber-lima menuju ke gedung bagian belakang.

Sepanjang jalan menuju ke gedung kedia-m-an 0h Li-cu, Hu yong siancu hanya duduk dikursi kebesaran sambil melamun, tampak nya ada persoalan yang sedang dipikirkan olehnya, sedang Siau cian serta Cay soat celingukan kesana kemari dengan riang gem-bira.

Lan See giok yang dipengaruhi arak duduk setengah mabuk, tapi dia masih saja mem-perhatikan Oh Li-cu dengan penuh perhatian

Tiba di depan gedung kediaman Oh Li-cu, Hu yong siancu bersama Lan See giok dan Oh Li-cu turun dari perahu, sedangkan Si Cay soat dan Siau cian minta kepada para dayang untuk mendayung perahu, tersebut mengelilingi seluruh benteng.



Hu yong siancu diiringi para dayang kem-bali ke kamar utama untuk beristirahat, Oh Li cu kembali ke kamar sendiri sedang Lan See giok kembali ke kamarnya di samping kamar tidur tersebut,

Setibanya di dalam kamar, Lan See giok segera mengulapkan tangannya mengundur-kan semua dayang, lalu setelah menghabis-kan secawan air teh kental dia menuju ke kamar tidur Oh Li-cu.

Memasuki pintu penghubung kamar mereka, ditemukan Oh Li cu sedang bersan-dar seorang diri diatas pembaringan sambil mengucurkan air mata. Tatkala Oh Li-cu melihat Lan See giok muncul di kamarnya, dengan perasaan terkejut ia segera melompat bangun.

Lan See giok mengawasi gadis itu dengan lembut, kemudian setelah memeriksa sekejap luka di wajah nona tersebut, dia berbisik lembut:

"Enci Lan.."

Dengan perasaan agak kaget Oh Li-cu mengiakan, lalu dengan wajah tersipu sipu bercampur tegang ia menundukkan kepala nya rendah-rendah.

Semakin ketakutan Oh Li cu oleh sikap lembut Lan See giok, pemuda itu merasa makin iba menyaksikan keadaan gadis ter-sebut. dari sakunya dia segera mengeluarkan botol porselen kecil bekas Leng sik giok ji itu dan membuka penutupnya bau harum se-merbak segera menyebar ke seluruh ruangan.

Katanya setelah itu dengan lembut..

"Aku percaya didalam botol ini masih ter-sisa setetes cairan Leng sik giok ji.."

"Heei.. benarkah itu adik giok?" tanya Oh Li cu tergagap sambil mengangkat kepalanya dan memandang kearah Lan See giok dengan terkejut.

Lan See giok menuangkan sedikit air panas ke dalam botol tadi, kemudian setelah diko-cok sebentar, ujarnya.

"Masih adakah cairan giok ji dalam botol tersebut, siaute kurang tahu, namun aku rasa asalkan masih terendus bau harum dari botol itu maka hal ini pasti akan sangat ber-manfaat bagi keadaan luka yang kau derita itu."

Sambil berkata, ia serahkan bobtol porselen kejcil yang telah gdikocok isinya bitu ke tangan Oh Li- cu,

Perhatian yang begitu besar dari sang pe-muda, segera membuat Oh Li-cu mengucur-kan air mata karena terharu, tanpa terasa ia berbisik lirih.

Adik Giok..."

Belum selesai dia berkata, suaranya sudah sesenggukan, ia segera menutupi wajahnya dengan kedua belah tangan dan tak mampu melanjutkan kembali kata katanya"

Dengan wajah penuh perhatian Lin See giok tersenyum, katanya lembut.

"Enci Lan, minumlah, meskipun didalam botol itu sudah tidak berisikan Leng sik- giok-ji lagi, paling tidak dalam botol itu masih tetap tersisa setengah tetes."

Sekali lagi dia menyodorkan botol porselen kecil itu ke tangan Oh Li cu, dengan panda-ngan penuh berterima kasih On Li cu me-mandang sekejap kearah Lan See giok kemu-dian baru menyambut botol itu. hatinya terasa manis bercampur hangat, sedang se-kilas sinar terang pun kembali memancar keluar dari wajahnya.

Ketika ia merasa botol kecil itu sangat be-rat dan bau harumnya amat tebal, tanpa terasa tanyanya kembali sambil tersenyum.

"Adik Giok, apakah semua isi botol , ini ha-rus diteguk habis...?"

Memandang senyuman yang menghiasi wajah gadis tersebut, tiba-tiba saja Lan See giok merasa paras muka nona itu terasa bertambah cantik, bahkan jauh lebih menarik daripada apa yang terlihat sebelum-nya.

Terutama sekali dari sikap Oh Li cu berbi-cara dan bertindak yang lebih banyak me-mancarkan kelembutan sekarang, kesemua-nya ini menambah daya tarik serta kegenitan nona tersebut.

Menyaksikan sang pemuda itu cuma tersenyum tanpa menjawab bahkan menga-wasi terus wajahnya dengan termangu mangu kontan saja merah padam selembar wajah Oh Li cu dijawilnya pemuda itu pelan kemudian me-negur pura-pura marah.

"Heei bagaimana sih kamu ini--"

Lan See giok segera tersadar kbembali dari lamjunannya, lupa agpa yang ditanyabkan oleh 0h Li cu tadi, buru-buru sahutnya:

"Bagus sekali, bagus sekali."

Tak heran kalau Oh Li cu segera tertawa cekikikan oleh ulah pemuda tersebut, tegurnya sambit tersenyum.

"Apanya sih yang bagus sekali? Aku kan bertanya kepadamu apakah isi botol ini mesti kuminum semua?"

Seraya berkata dia mengangkat botol kecil itu ke hadapan sang pemuda dan digoyang kau berulang kali, bau harum semerbak kembali tersiar ke seluruh ruangan.

Merah padam selembar wajah Lan See giok sambil tertawa kembali dia mengangguk.

"Tentu saja, tentu saja." sahutnya cepat.

ooo0ooo

BAB 33

Oh Li cu melirik sekejap kearah Lan See giok dengan penuh rasa cinta, kemudian sambil tersenyum dia meneguk isi botol itu sampai habis.

Begitu cairan botol tersebut mengalir ma-suk ke dalam mulutnya. Oh Li cu segera merasakan tubuhnya menggigil keras, tak kuasa lagi ia menjerit tertahan.

"Ooooh, dingin sekali---"

Lan See giok sudah mempunyai pengala-man atas diri Siau cian, maka hatinya men-jadi terkejut oleh seruan gadis tersebut, di-sambutnya botol kosong tadi lalu diendusnya beberapa kali, ternyata bau harum semerbak masih memancar dari balik botol tadi. "Aduh celaka!" pekiknya dihati.

la sadar pasti ada hal yang luar biasa de-ngan botol kecil itu, kepada Oh Li-cu buru-buru serunya.

"Enci Lan, cepat duduk mengatur perna-pasan, kerahkan tenaga dalammu dan gi-ringlah sari mestika dari giok ji tersebut me-masuki urat-urat nadimu!"

Dari sikap tegang pemuda itu, Oh Li cu tu-rut menjadi gugup dibuatnya. buru-buru ia duduk bersila sambil rmemejamkan mataznya, kemudian mwulai mengatur prernapasan.

Sedangkan Lan See giok tetap berdiri di depan Oh Li-cu dengan perasaan tegang, diawasinya wajah gadis itu lekat-lekat, se-mentara semua perhatiannya dipusatkan menjadi satu untuk memperhatikan peruba-han mimik wajahnya.

Dalam waktu singkat, Oh Li cu merasakan munculnya segulung aliran hawa panas dari pusar yang menyebar ke seluruh badannya, begitu cepat aliran itu menyusup ke seluruh bagian badan membuat si nona menjadi gugup dan semakin tak mampu menenang-kan hatinya.

Lambat laun kobaran api yang membara telah menyebar rata ke seluruh badan, setiap persendian tulangnya terasa sakit bagai kan ditusuk-tusuk dengan jarum.

Akhirnya gadis itu tak mampu menahan diri lagi. segera jeritnya tertahan:

Oooh. ..adik Giok . , adik Giok . . . ."

Lan See-giok menemukan bibir Oh Li- cu telah membuka, mukanya merah membara dan napasnya memburu. terutama sekali ke dua lembar bibirnya. nampak merah me-rekah dan amat memabukkan hati.

Dengan perasaan terkejut ia segera berse-ru.

"Enci Lan. kau---"

Oh Li-cu membuka matanya dan meman-dang sekejap pemuda itu dengan sorot mata yang aneh, kemudian pelan-pelan di pejam-kan kembali.

Sesudah ragu sesaat, dengan airs mata berkernyit dan suara yang begitu lirih se-hingga sukar terdengar jelas. dia berbisik:

"Adik Giok --- hatiku --- hatiku terasa be-gitu panas - ---

Lan See giok menjumpai keadaan yang dialami Oh Li-cu sekarang tidak jauh ber-beda dengan apa yang dialami enci Cian nya tempo hari, ini berarti sari mestika Giok- ji belum sampai terhisap ke dalam pusarnya.

Dengan hati gelisah kembali pemuda itu berseru.

"Sekarang, tenangkan dulu hatimu, kemu-dian alirkan hawa panas masuk ke dalam pusar---"



Belum selesai dia berkata, Oh Li cu sudah merasa tak mampu untuk mengendalikan diri lagi. dia segera meminta:

"Adik Giok...ooh. adik Giok ...aku- aku.."

Lan See giok mengetahui secara pasti apa gerangan yang diinginkan gadis itu, namun pikirannya saat ini masih sadar. pemuda itu tahu dalam tengah hari bolong begitu, dia tak boleh melakukan perbuatan konyol lagi.

Tapi Oh Li-cu sudah mulai tak mampu menahan diri, malah setengah merengek dia sudah mulai menarik-narik tangannya.

Mendadak satu ingatan melintas lewat, dipeluknya tubuh Oh Li cu kemudian, dibopongnya si nona menuju ke atas pem-baringan.

Pikiran dan perasaan Oh Li cu waktu itu sudah terbuai dalam alam pikiran yang mu-luk-muluk. Kesadarannya makin pudar, ia betul-betul sudah mabuk kepayang.

Lan See-giok membaringkan Oh Li-cu ke atas pembaringan kemudian melepaskan sepatunya, setelah itu dengan cekatan sekali dia menotok jalan darah nona tadi...

Oh Li-cu mendesis lirih, lalu memejamkan matanya dan tertidur nyenyak seketika.

Sehabis menotok jalan darah tidur di tubuh Oh Li-cu, Lan See-giok menyelimuti tubuhnya dengan selembar selimut, kemu-dian baru kembali ke kamar sendiri.

Tiba didalam kamarnya, ia duduk sambil membolak-balik botol porselen itu sambil mengamatinya berulang kali. dan merasa sangat keheranan, mungkinkah Leng sik-giok ji yang berada didalam botol kecil ini dapat tumbuh sendiri?

Tapi pikiran tersebut segera dibantah kem-bali, tak mungkin kejadian seperti ini bisa berlangsung.

Tapi. bukankah Siau-cian dan Oh Li-cu merupakan suatu bukti yang paling baik?

Cepat-cepat dia menuju ke depan jendela dan memeriksa botol itu di bawah sinar matahari.

Apa yang kemudian terlihat kontan saja membuat pemuda itu terdiri termangu.

Rupanya pada dasar botol sebelah dalam mempunyai permukaan yang tinggi rendah tidak merata, pada bagian-bagian yanbg ce-kung ke dajlam inilah tampgak cairan putihb yang garing masih menempel banyak di sana

Tak terlukiskan rasa terkejut Lan See giok setelah menyaksikan kejadian itu kontan saja dia bersorak gembira kemudian membuka pintu kamar dan cepat-cepat berlarian menuju ke kamar utama dimana Hu yong siancu sedang beristirahat.

Pada saat itulah, Siau cian dan Cay soat yang baru pulang dari berpesiar keliling ben-teng sedang melangkah masuk, ke dalam pintu halaman.

Melihat keadaan anak muda tersebut de-ngan wajah riang Si Cay scat menegur:

"Engkoh Giok, persoalan apa sih yang membuatmu merasa begitu gembira?"

Tanpa menghentikan gerakan tubuhnya Lan See giok berlarian terus ke depan seraya menggapai kearah mereka berdua, serunya dengan gembira:

"Kalian berdua cepat ikuti diriku!"

Dalam waktu singkat tubuhnya sudah melayang masuk ke dalam kamar utama.

Di situ Lan See-giok menyaksikan bibinya sedang duduk seorang diri sambil membaca sejilid kitab. maka serunya dengan cepat.

"Bibi, cepat kau lihat!"

Sambil berkata dia menggoyangkan botol porselen kecil itu sambil menghampirinya.

Menjumpai kegembiraan yang mencekam pemuda itu. Hu-yong siancu bertanya sambil tersenyum ramah.

"Anak Giok, ada apa sih?"

Sambil meletakkan bukunya, perempuan itu segera bangun dari pembaringan.

Sementara itu Si Cay-soat dan Ciu Siau cian telah menyusul pula ke dalam kamar, Lan See-giok memperlihatkan isi botol porse-len itu kehadapan Hu-yong siancu, lalu seru-nya.

"Bibi, sungguh tak disangka dalam botol ini masih tersisa begitu banyak cairan kering Leng sik giok-ji "

Dengan wajah terkejut bercampur gembira Hu-yong siancu menerima botol porselen itu serta memeriksa isinya. kemudian denbgan wajah bersejri sahutnya.

"gAaah betul.... Ooboh, anak Giok, sungguh bagus sekali, cepat perintahkan dayang un-tuk mengambil sepoci embun sari mawar yang terbaik dan bawa kemari!"

Seorang diantara dua dayang yang berdiri di luar kamar buru-buru melaksanakan pe-rintah.

Siau cian dan Cay soat juga mengetahui apa yang terjadi, tentu saja mereka jadi gem-bira sekali.

Selesai memandang botol tadi, tiba-tiba Si Cay soat seperti teringat akan sesuatu, de-ngan kening berkerut dan tidak mengerti tanyanya:

"Engkoh Giok, bukankah semula botol ini masih berisikan cairan giok-ji?"

Tanpa sangsi Lan See giok segera tersenyum.

"Yaa, tapi berhubung aku hendak ber-ang-kat ke pulau Wan-san dan kuatir ke-pandaian silatku tak mampu menandingi ke tiga manusia aneh tersebut, seluruh isi botol te-lah kuhabiskan semua."

"Tidak aneh kalau tenaga dalammu bisa peroleh kemajuan yang begitu pesat!" seru Si Cay soat kemudian sambil tersenyum.

"Sementara pembicaraan berlangsung, dayang tadi sudah muncul dengan membawa sepoci sari mawar yang baik.

Hu-yong siancu segera menerima sari mawar tersebut dan dituangkan ke dalam botol porselen itu, kemudian setelah di tutup botol tadi dikocoknya isi botol berulang kali, lalu katanya dengan gembira.

"Mari kita bawa botol ini ke ruang tamu agung untuk menjumpai Thio lo enghiong!"

Lan See giok bertiga segera sadar. serentak mereka mengiakan dengan gembira.

Tiba-tiba berkilat sepasang mata Si Cay soat. dia seperti teringat akan sesuatu, sam-bil menghentikan langkahnya ia berseru,

"Bibi, biar enci Cian turut minum setetes pula, aku lihat kelihatan badan enci Cian belum begitu segar, ia seperti sakit--.-"

"Oooh, tidak usah" tolak Hu yong siancu cepat, "setengah hari nanti dia kan akan sembuh dengan sendirinya."

Siau cian tidakr berkata apa-apza, namun wajahnwya sudah memerarh semenjak tadi, bahkan kepalanya digelengkan berulang, se-dangkan Lan See giok sendiri meski turut memerah wajahnya, namun penuh dengan kegembiraan.

Si Cay soat adalah gadis yang berjiwa ter-buka. dia cukup mengetahui kealiman enci Ciannya. oleh sebab itu ia tidak begitu mem-perhatikan apa yang menyebabkan paras muka gadis itu berubah menjadi merah.

Tiba-tiba Hu yong siancu berkata,

"Anak Giok, luka yang diderita nona Oh cukup parah. lebih baik kita memberi setetes lebih dulu kepadanya,"

Mendengar perkataan ini selembar wajah Lan See giok makin bertambah merah segera ujarnya,

"Barusan anak Giok telah memasukkan sedikit teh panas ke dalam botol dan menyu-ruhnya minum.

"Sekarang bagaimana keadaannya?" tanya Hu yong siancu dengan perasaan gelisah.

Agak tersipu sipu pemuda itu menyahut:

"Anak giok telah menotok jalan darah nya. sekarang ia sudah tertidur nyenyak."

Ciu Siau cian yang berdiri termangu mangu sambil mengawasi pemuda itu baru merasa lega dan tenang kembali sehabis mendengar penjelasan tersebut.

Berbeda sekali dengan Si Cay soat, ia segera bertanya keheranan.

"Setelah minum Leng sik giok ji, seharus-nya dia duduk bersemedi untuk mengatur pernapasan, masa di tinggal tidur..."

"Dengan tidurpun manfaat yang diterima tak jauh berbeda, ayo kita berangkat ke gedung tamu agung saja!" ucap Hu yong siancu cepat.

Selesai berkata dia segera berjalan ke luar lebih dulu dari pintu halaman.

Ketika Si Cay soat mendengar penjelasan tersebut, dia mengira memang benar-benar demikian. karenanya gadis tersebut tidak bertanya lebih jauh:

Tiba di luar halaman, serombongan dayang sedang membersihkan perahu naga emas dengan riang gembira. pembicaraan mereka pun sekitar uang persen dari pocu baru yang hendak dibelikan bedak, gincu dan lain seba-gainya.

Ketika mereka jumpai Hu yong siancu serta pocu mereka yang tampak munculkan diri serentak dayang-dayang itu menghentikan kerjanya dan kembali ke pos masing-masing.

Beberapa orang itu segera naik ke atas perahu, lalu diiringi suara keleningan nya-ring. berangkatlah perahu naga emas menuju ke ruang tamu telaga emas.

Sepanjang perjalanan mereka saksikan segenap anggota benteng sedang beriang gembira, namun ketika melihat perahu naga emas melintas lewat, serentak mereka berdiri menghormat.

Tak selang berapa saat kemudian mereka telah tiba di depan ruang tamu telaga emas, waktu itu si naga sakti pembalik sungai se-dang berbincang bincang dengan ke empat komandan kapal perang di gedung tamu agung. ketika mendengar suara keleningan kapal naga emas mendekat, serentak mereka keluar untuk menyambut.

(Bersambung ke Bagian 43)

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar