Anak Harimau Bagian 11

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 11

Bagian 11

"Silahkan saudara semua menempati meja perjamuan masing-masing. . . ."

Dengan suasana yang hening para koman-dan pasukan memasuki ruangan serta me-nempati kursi masing-masing.

Kembali Oh Tin san berkata kepada Thio-Wi-kang:

"Thio-Wi-kang, kirim orang untuk member-sihkan jenazah tersebut dari situ!"

Thio-Wi-kang mengiakan dengan hormat dan buru-buru berlalu dari sana.

Sementara Lan See giok sendiri mengikuti di belakang Oh Tin san dengan mulut mem-bungkam, mereka langsung menuju ke ruang tengah.

Dalam perjalanan itu dia sempat melirik sekejap ke arah Oh Li cu yang berjalan di samping Say nyoo-hui, ternyata gadis itu tetap tenang, wajahnya berseri, seakan akan terhadap peristiwa berdarah, yang baru saja dilakukannya itu sudah lupa.

Oh Tin san sendiri sama sekali tidak mene-gur perbuatannya, Say nyoo-hui juga tidak mengumpat kekejamannya, seakan akan mereka semua beranggapan bahwa membu-nuh orang adalah suatu kejadian yang sangat wajar.

Sementara masih berpikir, mereka telah memasuki ruangan tengah, sementara para komandan pasukan juga telah menempati tempat masing-masing, semuanya terdiri dari puluhan meja perjamuan.

Ketika Oh Tin san dan Lan See giok ber-lima masuk ke dalam ruangan, serentak para ko-mandan pasukan bangkit berdiri sambil hormat.

Walaupun senyuman menghiasi wajah setiap arang, tapi jelas terlihat kalau se-nyu-man itu terlalu dipaksakan.

Pada meja bagian tengah, duduk empat orang lelaki kekar berbaju ringkas warna hi-jau, kuning, abu-abu dan hitam, usianya rata-rata tiga puluh delapan sembilan tahu-nan.

Lan See giok tahu ke empat orang tersebut pastilah komandan dari ke empat pasukan kapal perang.

Setelah melangkah masuk ke dalam ru-angan, Oh Tin san memandang seluruh penjuru ruangan dengan mata berkilat dan tersenyum, tangan kanannya yang kurus diulapkan beberapa kali, suasana dalam ru-angan segera menjadi hening kembali.

Say nyoo-hui duduk pada kursi ke dua, Oh Li cu berdiri di sini Lan See-giok sedang Be congkoan berdiri di sisi kiri Oh Tin san, di depan mereka adalah ke empat komandan pasukan kapal perang.

Pertama-tama Oh Tin san menyilahkan semua orang duduk kembali, kemudian baru memperkenalkan Lan See giok kepada para hadirin.

Diluar wajahnya Lan See giok tetap bersi-kap tenang dan tersenyum, padahal dalam hati kecilnya merasa amat mendongkol.

Dia tidak berhasrat untuk mengingat ingat wajah serta nama dari ke empat komandan kapal perang itu, dia hanya meng-ingat baik-baik komandan pasukan naga adalah ko-mandan Ciang, komandan pasukan harimau dari marga Ong, komandan pasukan Singa jantan dari marga Seng sedang komandan pasukan macan kumbang dari marga Nyoo.

Selesai upacara perkenalan, Thio-Wi-kang juga telah tiba kembali, ia duduk di sisi Be congkoan tanpa mengucapkan sepatah kata-pun.

Tak lama kemudian perjamuanpun dimu-lai, arakpun dibagi bagikan secara berlimpah.

Tak lama kemudian, berbondong bondong para komandan pasukan berdatangan untuk menghormati Oh Tin san serta Lan See- giok dengan secawan arak.

Pada dasarnya takaran minum arak dari Lan See giok memang terbatas, ditambah pula hatinya lagi risau dan resah, tak lama kemudian ia sudah berada dalam keadaan setengah mabuk.

Oh Li cu yang menjumpai begitu banyak komandan datang menghormati Lan See giok dengan secawan arak, hatinya merasa girang bercampur gelisah, tanpa terasa dia meneguk beberapa cawan lebih banyak . .

Perjamuan makin lama berlangsung makin ramai, guci arak pun satu demi satu di go-tong naik.

Biarpun Lan See giok sudah mabuk, tapi dia berusaha keras untuk tetap memperta-hankan diri sebab perjamuan itu diselengga-rakan baginya, tentu saja ia tak boleh me-ngundurkan diri di tengah jalan . . .

Oh Li cu dapat melihat kalau Lan See -giok sudah setengah mabuk, sedang dia sendiri pun mulai sadar merasakan kepalanya pe-ning, maka berulang kali dia minta ijin kepada Say nyoo-hui untuk mengundurkan diri, tapi keinginannya se-lalu ditampik oleh Lan See giok.

Akhirnya perjamuan pun berakhir Lan See giok mengikuti di belakang Oh Tin San suami istri menumpang perahu naga emas untuk kembali ke rumah.

Walaupun Oh Li cu sendiripun sedikit ter-pengaruh oleh arak, tapi ia masih ber-usaha keras untuk menjaga Lan See giok, mereka berdua duduk di kursi dan gadis tersebut membiarkan Lan See giok ber-baring di dalam pelukannya.

Say nyoo-hui yang menyaksikan hal terse-but segera mengerling sekejap ke arah Oh Tin San, seolah-olah ia sedang berkata begini:

"Hei rase tua, lihat sekarang, putri ke-sayanganmu sudah betul-betul terpikat oleh bocah tersebut."

Sebaliknya Oh Tin San tertawa hambar, wajahnya kelihatan agak bangga, pikirnya pula dalam hati:

"Asal kotak kecil itu berhasil kudapat-kan dan aku berhasil pula menguasai ilmu yang tercantum dalam kitab Tay lo hud bun cinkeng, apa artinya mengorban-kan seorang putri?"

Lan See giok benar-benar mabuk ketika itu, berbaring dalam pelukan Oh Li cu de-ngan lemas, sementara kepalanya persis ber-baring di atas sepasang payudara yang mon-tok dan padat berisi, rasa hangat dan empuk membuat ia semakin terbuai. . .

Perahu menentang ombak, angin silir se-milir berhembus lembut ditengah dentingan bunyi lonceng yang merdu, akhir nya Lan See giok tertidur nyenyak.

Entah berapa lama sudah lewat. . .

Tiba-tiba saja ia tersadar kembali dari tidurnya karena mendengar suara pem-bica-raan seseorang yang keras.

"Anak Cu, apakah adik Giok mu belum sa-dar dari mabuknya?"

"Belum!" terdengar Oh Li cu menjawab de-ngan suara lirih, "tapi aku telah men-cekoki kuah Liam sim-tong kepadanya."

Kemudian terdengar Say nyoo-hui berkata pula:

"Bocah ini memang minum arak kelewat banyak, bagaimana mungkin ia dapat me-nandingi kawanan setan arak tua tersebut?"

Lan See giok terkejut sekali setelah men-dengar pembicaraan itu, pikirnya dengan ce-pat.

"Berada di mana aku sekarang?"

Ketika membuka matanya, ia saksikan ru-angan penuh bermandikan cahaya, ter-nyata ia berada di dalam kamar sendiri, sedang Oh Tin san dan Say nyoo-hui duduk di sudut pembaringan.

Oh Li cu duduk dengan kening berkerut dan wajah sangat gelisah, begitu melihat Lan See giok sudah mendusin, ia segera bertanya dengan penuh perhatian.

"Adik Giok, bagaimana rasamu sekarang?"

Lan See giok tidak menjawab, se-baliknya dia malah bertanya.

"Sudah jam berapa sekarang?"

"Sudah mendekati kentongan pertama, wah, nyenyak amat tidurmu kali ini!" seru Say nyoo-hui sambil tertawa.

Lan See giok segera melompat bangun, lalu sambil menengok ke arah Oh Tin san tanyanya dengan nada terkejut.

"Benarkah itu empek?"

Oh Tin san tertawa riang, ia manggut-manggut dan sahutnya dengan lembut:

"Anak bodoh, minum arak merupakan suatu kebiasaan yang mencerminkan se-orang pendekar sejati, di dalam bidang ini kau perlu banyak berlatih lagi di kemudian hari, bagaimana perasaanmu sekarang?"

Lan See giok tahu perhatian yang berle-bihan dari Oh Tin san suami istri terhadap-nya disertai dengan maksud tertentu, hanya saat ini dia belum dapat menebak maksud tujuannya, maka dia berlagak sakit kepala. sambil memegangi kepala sendiri serunya penuh penderitaan.



"ADUUUH, SAKIT KEPALAKU . . .."

Tidak sampai Lan See giok selesai ber-bi-cara, dengan gelisah dan penuh perhatian Oh Li cu segera bertanya:

"Kalau memang sakit kepala, kenapa harus duduk? Ayah dan ibu toh bukan orang luar."

Sambil berkata, ia membaringkan kembali Lan See giok ke atas pembaringan.

Lan See giok tidak membantah, dengan kening berkerut dia menghembuskan napas panjang.

"Anak bodoh." kata Oh Tin san kemudian sambil meraba jidat Lan See giok, tenang-kan hatimu dan beristirahatlah selama be-berapa hari ini. Toh berapa waktu belakangan ini kau tidak usah terbaru buru pergi ke bibi Wan mu."

Mendengar ucapan mana, Lan See giok tertawa dingin di dalam hati, tapi di luar dia berlagak kaget bercampur tercengang, seru-nya dengan cepat.

"Kenapa empek?""

"Anak bodoh, kau harus mengerti, kau pernah melukai Thi Gou murid dari si kakek berjubah kuning itu . . .

"Aku sama sekali tidak melukai Thi Gou", bantah Lan See giok. "aku hanya menotok jalan darah Hek-ki-hiat nya . . . "

Oh Tin san tidak membiarkan Lan See -giok menyelesaikan perkataannya, ia meng-go-yangkan tangannya mencegah pemuda itu melanjutkan kata katanya, setelah itu kata-nya.

"Walaupun begitu, namun dengan per-buatanmu itu paling tidak sama artinya telah mempercundangi si kakek berjubah kuning serta si naga sakti pembalik sungai..."

Padahal Lan See giok sudah tahu kalau Oh Tin san kuatir kakek berjubah kuning itu mengetahui dirinya berada dalam benteng Wi-lim-poo maka sengaja tidak memperke-nankan pergi, maka sengaja ia berlagak geli-sah sambil serunya.

"Empek tua, aku kuatir si beruang berle-ngan tunggal dan si setan bermata tunggal akan sampai di rumah bibi Wan lebih du-luan..."

Berkilat sepasang mata Oh Tin san, dengan wajah berubah hebat ia berseru kaget:

"Kenapa? "

Sekarang Lan See giok sudah memastikan bahwa 0h Tin san adalah orang yang menghajarnya sampai tak sadarkan diri tempob hari, itu berajrti disimpannyag kotak kecil dib rumah bibi Wannya sudah bukan menjadi rahasia lagi baginya.

Maka setelah berpura-pura ragu-ragu seje-nak, ia baru sengaja menjawab.

"Kotak kecil yang empek katakan sebagai mestika, dari dunia persilatan itu sudah dikirim ke rumah bibi Wan atas perintah ayah..."

Oh Tin san mengiakan lirih, wajah yang semula menjadi tegangpun segera menjadi tenang kembali, katanya kemudian dengan sikap acuh tak acuh.

"Aaah, aku pikir mereka tak bakal tahu.."

Belum habis perkataan itu diutarakan, tiba-tiba dari luar jendela bergema suara tertawa dingin yang rendah dan menggidik-kan hati...

Lan See giok merasakan hatinya bergetar keras, suara tertawa dingin itu seperti guntur yang membelah bumi disiang hari bolong, ia berseru tertahan sementara peluh dingin jatuh bercucuran.

Oh Tin san sendiri sudah melompat ba-ngun sambil membentak nyaring, sebuah pukulan dahsyat dilontarkan ke jendela bagian belakang- -

"Blaammm!"

Ditengah benturan yang sangat nyaring, debu dan pasir beterbangan ke mana-mana. dengan suatu gerakan secepat sambaran ki-lat Oh Tin san melompat ke luar dari jendela.

Lan See giok segera memusatkan perhatian nya dengan menyilangkan telapak tangan kanannya di depan dada, kemudian dengan jurus burung walet menembusi tirai dia melompat ke luar dari ruangan tersebut me-lalui jendela.

Udara amat bersih waktu itu, sinar rem-bulan memancarkan cahayanya ke empat penjuru, tapi suasana di sekeliling tempat itu amat hening dan tak kelihatan sesosok ba-yangan manusia pun.

Dengan kening berkerut Lan See giok ber-pikir dihati.

"Waah, cepat amat gerakan tubuh orang ini, agaknya Oh Tin san pun tak boleh di anggap enteng, dalam waktu sedemikian singkat ia sudah pergi hingga tak ber-bekas."

BAB 9

MENDADAK dari arah belakang ter-dengar seseorang membentak dengan suara rendah.

"Ayo cepat naik ke atap rumah bdan laku-kan pejncarian!"

Di tgengah bentakan,b Say nyoo-hui serta Oh Li cu telah melompat ke luar dari jendela, kemudian tanpa berhenti mereka melambung ke tengah udara . . .

Lan See giok memutar badannya ditengah udara dan segera menyusul pula di belakang, lebih kurang belasan kaki di depan wuwu-ngan rumah sana ia saksikan Oh Tin San dengan sorot mata yang tajam sedang celi-ngukan kian ke mari.

Maka dengan mengikuti di belakang tubuh Say nyoo-hui berdua, mereka meluncur ke arah mana Oh Tin San berada.

Tiba di situ, merekapun tetap mem-bung-kam dalam seribu bahasa, hanya sorot mata-nya yang gugup bercampur gelisah celingu-kan ke sana kemari tiada hentinya

Paras muka Oh Tin san pucat pias, mata sesatnya berkilat kilat, bibirnya terkatup ra-pat dan tiada hentinya menggigit bibir, wa-jahnya nampak jelas sedang gemetar keras.

Siapa saja dapat melihat kalau Oh Tin san sedang diliputi gejolak emosi, dibalik kemas-gulannya terselip pula perasaan ngeri dan seram.

Berapa saat kemudian, dengan kening berkerut Oh Tin san baru berbisik lirih.

"Lebih baik kalian semua kembali untuk beristirahat!"

Say nyoo-hui segera memberi tanda ke-pada Oh Li cu agar mengajak Lan See giok berlalu dari sana.

Lan See giok membungkam pula, melihat kemasgulan Oh Tin san, ia merasa tidak lelu-asa untuk bertanya banyak, terpaksa bersa-ma Oh Li cu mereka kembali ke dalam ru-angan.

Kendatipun demikian, agaknya Oh Tin san sudah mengetahui siapakah orang yang telah mencuri dengar dan tertawa dingin itu.

Ketika mereka berdua tiba kembali di ru-ang sebelah timur, sekawanan pelayan se-dang membersihkan debu dan hancuran kaca yang berserakan di seputar sana.

Begitu masuk ke dalam pintu, Lan See giok segera marah-marah:

"Kalian menggambarkan benteng Wi-lim-poo kokoh bagaikan berdinding baja, siapa yang berani masuk kemari ibarat masuk ke dalam neraka, tapi kenyataannya sekarang orang lain bisa masuk dengan sekehendak hati sendiri, malah menyadap pembicaraan kita. . .""

Waktu itu 0h Li cu sendiripun sedang di li-puti perasaan terkejut bercampur men-dong-kol, amarahnya segerra meledak se-tezlah mendengar pwerkataan terserbut.

Dengan kening berkerut dan tertawa dingin tiada hentinya ia berseru dengan suara dalam:

"Berapa banyak lagi yang hendak kau ka-takan?"

Walaupun Lan See giok telah melihat kalau Oh Li cu sedang marah, tapi bila teringat ba-gaimana rahasia tentang kotak kecil itu ber-hasil dicuri dengar orang lain, amarahnya semakin berkobar lagi, dengan alis mata berkernyit ia menggembor semakin keras.

"Tentu saja aku harus berbicara!"

Kawanan dayang yang sedang membersih-kan lantai di sana menjadi ketakutan sete-ngah mati, wajah mereka berubah dan ham-pir semuanya mandi keringat dingin mengu-atirkan keselamatan Lan See giok.

Sebagaimana diketahui, sejak kecil Oh Li cu sudah terbiasa dimanja, watak-nya jelek dan amat berangasan, boleh dibilang belum pernah dia dihadapi dengan cara seperti ini

Jangan lagi orang lain, Oh Tin san dan Say nyoo-hui sendiripun harus mengalah tiga bagian kepadanya, bisa dibayangkan bagai-mana perasaannya setelah dibentak- bentak secara kasar oleh Lan See giok sekarang.

Saking mendongkolnya, sekujur badan gadis tersebut sampai gemetar keras.

Lan See giok segera sadar kalau perbu-atannya tidak menguntungkan posisi nya, ia sadar keadaan bakal celaka, tapi setelah ter-lanjur berbicara, diapun enggan tunduk kepada orang lain dengan begitu saja, aki-batnya ia semakin menarik wajahnya.

Oh Li cu membelalakkan sepasang mata-nya yang jeli dan mengawasi Lan See giok dengan termangu, agaknya ia tak mengira kalau wajah tampan yang begitu memukau dari pujaan hatinya itu kini berubah men-jadi dingin dan hijau membesi.

Dalam sekejap mata inilah ia benar-benar ditaklukkan oleh kegagahan serta kejantanan lawan, keangkuhan serta api amarahnya tiba-tiba memudar, ia men-jadi sedih sekali tak terbendung air matanya segera jatuh ber-cucuran.



Semua pelayan berdiri melongo, mereka pun tidak percaya kalau si nona mereka yang di hari-hari biasa begitu tinggi hati, sedikit-dikit lantas turun tangan membunuh orang, sekarang bersikap begitu lemah dan menge-naskan, bahkan sempat menangis ter-sedu sedu.

Lan See giok menyesal sekali dengan kece-robohan sendiri, ia kuatir gara-gara urusan kecil itu berakibat semua masalah besar menjadi terbengkalai.

Begitu melihat Oh L! cu sudah me-nangis, ia menjadi tak tega, buru-buru dia mendekati nona tadi dan berbisik dengan wajah penuh rasa sesal.

"Enci Cu, tak usah menangis . . "

Hanya kata-kata tersebut yang sempat dia ucapkan, karena ia tak tahu apa lagi yang mesti dikatakan olehnya sekarang.

Oh Li cu jarang sekali mendengar Lan See giok menyebutnya "cici" atau bahkan belum pernah sama sekali. Panggilan ini mengha-ngatkan kembali hatinya, seperti anak kecil yang diberi gula-gula, ia me-nubruk ke dalam pelukan anak muda itu kemudian menangis semakin menjadi.

Lan See-giok kelabakan setengah mati, ia amat menyesal dengan perbuatannya tadi, perbuatan yang sama sekali tanpa perhitu-ngan, sekarang setelah nasi menjadi bubur, ia baru merasa bingung dan tak tahu apa yang mesti diperbuat.

Kawanan pelayan yang menyaksikan ke-jadian tersebut sama-sama berubah wajah-nya, kemudian satu demi satu secara diam-diam mengundurkan diri sana

Oh Li cu menyandarkan diri di atas bahu Lan See-giok sambil menangis tersedu, de-ngan suara yang lemah ia berkata:

"Orang toh tidak melarang kau berbicara, apa salahnya kalau berbicara setelah menunggu mereka pergi semua?"

"Sudah, sudahlah" buru-buru Lan See-giok berseru, "mereka sudah pergi semua, sekarang kita boleh berbicara."

Dengan wajah masih basah oleh air mata 0h Li cu melirik sekejap ke arah ruangan, betul juga semua pelayan yang berada dalam ruangan telah mengundurkan diri, maka ka-tanya kemudian dengan sedih.

"Sekarang kau harus berbicara dulu!"

Sambil berkata, dengan wajah tbak senang hati jia mendorong tugbuh Lan See giobk ke-mudian duduk sendiri di bangku, sementara sapu tangannya berulang kali digunakan untuk menyeka air mata.

Lan See giok yang semula merasa gusar kini menjadi murung bercampur gelisah, untuk berapa saat dia tak tahu apa yang mesti dibicarakan, maka setelah memandang sekejap jendela belakang yang hancur, ujarnya murung.

"Menurut penilaianku sendiri setelah me-nyaksi kan kekuatan kapal perang yang di miliki benteng ini, bukan pekerjaan yang gampang bagi orang luar untuk memasuki Wi-lim-poo ini, tapi kenyataannya orang tersebut dapat bersembunyi di luar jendela tanpa di ketahui jejaknya, dari sini dapat diketahui kalau penjagaan dalam benteng sangat mengendor, kurang disiplin dan ke-lewat ceroboh."

Dengan suara tak puas Oh Li cu segera membantah:

"Aaah, mana mungkin, benteng Wi-lim-poo dikelilingi air, setiap sepuluh langkah boleh dibilang terdapat satu pos pen-jagaan..."

"Baik, baiklah, aku sudah tahu" tukas Lan See giok tidak sabar, "aku cuma ingin berta-nya, orang itu bisa memanjati tembok ben-teng dan masuk ke ruang dalam, untuk hal mana berapa lebarkah jalan air yang mesti ditempuh? Beberapa banyak pos pen-jagaan yang harus dilalui? dalam hal ini pernahkah kau bayangkan?"

Oh Li cu yang dihadapkan dengan per-ta-nyaan tersebut menjadi tertegun, dia hanya bisa mengerdipkan sepasang matanya de-ngan mulut membungkam.

Dengan kening berkerut Lan See giok ber-jalan bolak balik lagi di dalam ruangan, ka-tanya lebih jauh:

"Kecuali kepandaian ilmu meringankan tubuh yang dimiliki oleh orang ini sudah mencapai tingkatan yang sempurna, kalau tidak, mustahil dia dapat melewati tempat-tempat yang berpenjagaan ketat semudah itu, bisa jadi dia sudah hapal sekali dengan keadaan di dalam ruangan benteng ini."

Baru selesai dia berkata, mencorong sinar tajam dari balik mata Oh Li cu, dia segera berbisik:

"Adik Giok, aku rasa bisa jadi orang terse-but adalah anggota benteng sendiri?"

Mendengar ucapan tersebut, Lanb See giok segerja teringat kembgali akan Be Siobng pak serta Thio-Wi-kang, hanya saja ia tak berani sembarangan berbicara.

"Bagaimana kau bisa berkata begitu?" ta-nyanya kemudian.

Oh Li cu kembali termenung, agaknya ia sedang mempertimbangkan kembali pelbagai kemungkinan dari dugaannya tersebut, akhirnya ia berkata.

"Aku rasa kecuali beberapa orang saja yang sering datang ke gedung bagian belakang ini, jarang ada yang tahu kalau gedung ini ko-song---"

Tergerak hati Lan See giok setelah men-dengar perkataan itu, tanpa terasa ia ber-tanya:

"Apa kau bilang? Gedung belakang ini tak berpenghuni?"

Kembali nampak keraguan di wajah Oh Li cu, dia merasa rahasia ini kelewat awal un-tuk diberitahukan kepada Lan See giok sekarang- sebab itu dia hanya manggut-manggut.

Dengan cepat Lan See giok menjadi paham, tak heran kalau tiada orang yang menegur di sekitar sana sewaktu ada orang menyusup ke tempat tersebut.

Meskipun demikian, dia toh tak berani menuduh siapapun secara gegabah, tanyanya kemudian dengan nada tidak mengerti:

"Di hari biasa siapa saja yang sering ke-mari, dan siapa pula yang mengetahui raha-sia dari gedung belakang ini?"

Agaknya Oh Li cu masih tetap menaruh keraguan terhadap dugaan itu, karenanya sambil memperendah suaranya dia menya-hut.

"Be congkoan, Thio-Wi-kang, tiga setan dari benteng..."

"Kau mencurigai si setan ikan leihi?" Lan see giok segera memotong.

"Oh Li cu segera mendengus menghina, katanya dengan bangga:

"Nyali anjingnya sudah pecah sedari tadi, jangan kata berani memasuki ruang dalam, mendengar kata "nona" saja tubuhnya sudah gemetaran keras . . " "

Paras muka Lan See giok segera berubah menjadi terkejut bercampur keheranan, bi-siknya kemudian.

"Kau maksudkan Be . . . "

"Ssst!" cepat-cepat Oh Li cu menempelkan ujung jarinya ke atas bibir memberi tanda agar tutup mulut, setelah rmengerling sekezjap ke ruang sewbelah belakang,r ia berbisik lagi:

"Aku rasa kecuali mereka berdua, tidak ada orang ke tiga yang berani memasuki daerah sekitar tempat ini."

Tergerak hati Lan See giok sesudah mendengar perkataan itu, ia pun berbisik:

"Apakah mereka tidak berdiam di tempat ini?

Oh Li cu segera menggelengkan kepalanya berulang kali:

"Tidak, mereka berdiam di gedung tunggal di seberang sana."

Tanpa terasa Lan See-giok mendongakkan kepalanya memandang ke gedung seberang, suasana di sana sangat hening dan tak kedengaran sedikit suarapun, di bawah ca-haya rembulan, ia melihat jelas tiada penjaga di sekitar sana.

"Sungguh aneh," serunya kemudian de-ngan nada tidak mengerti, "mengapa tidak kujumpai penjagaan di sekitar wilayah ini?"

Oh Li cu kembali berkerut kening sambil menunjukkan keraguan, setelah itu baru ujarnya.

"Memang di sekitar gedung ini dan gedung di seberang sana tidak disertai dengan penja-gaan."

"Mengapa?", tanya Lan See giok lagi tidak habis mengerti.

"Entahlah. . ." Oh Li cu menggelengkan kepalanya berulang kali, "ayah yang suruh demikian!"

Lan See-giok tahu bahwa Oh Li cu enggan berbicara, tentu saja diapun merasa kurang leluasa untuk mengajukan pertanyaan, maka sambil memandang bangunan di seberang sana, pikirnya di dalam hati.

"Aneh, masa benar-benar ada orang yang berani menyadap pembicaraan kami dari luar jendela"

Tiba-tiba Oh Li cu bangkit berdiri, lalu bisiknya.

"Biar aku menengok ke sana!"

Lan See giok kembali merasakan hatinya tegang, dengan cepat ia berbisik.

"Kau harus bersikap lebih berhati hati, paling baik kalau membawa serta Siau ci dan Siau lian berdua"



Oh Li cu manggut-manggut.

"Aku tahu, aku bisa menghadapi mereka dengan sebaik baiknya----"

Seusai berkata, buru-buru dia masuk ke bilik pintu bulat, sekalipun Lan See giok ti-dak begitu menyukai Oh Li cu, bagaimana-pun juga ia toh menguatirkan juga ke sela-matan dari perempuan tersebut. karena tin-dakan yang diambil olehnya jelas merupakan suatu tindakan yang menyerempet bahaya.

Terutama sekali selama dia berada dalam benteng Wi-lim-poo, ia butuh sekali bantuan dari Oh Li cu, selama ia berada di sana ber-arti lebih menguntungkan bagi usahanya untuk melarikan diri.

Dengan penuh kegelisahan dia berjalan mondar mandi dalam ruangan agar pihak lawan tak sampai mengawasi gerak gerik-nya secara jelas, diapun sengaja memadamkan semua lentera yang berada dalam ruangan tersebut.

Suara dayung membelah air kedengaran berkumandang ditengah keheningan itu.

Cepat-cepat Lan See giok menuju ke jendela belakang dan melongok ke luar, se-buah sampan kecil sedang meluncur ke luar dari tempat tersebut.

Oh Li cu berdiri tegak di ujung sampan, sebilah pedang tersoren di punggungnya, se-dang Siau ci dan Siau lian membawa dayung duduk di belakang.

Entah mengapa, Lan See giok merasakan hatinya berdebar keras, andaikata orang yang menyadap pembicaraan mereka tadi benar-benar adalah Be Siong pak serta Thio-Wi-kang, jelas kepergian Oh Li cu kali ini mengandung resiko yang amat berat.

Sampan itu sudah hampir tiba di seberang sana, tiba-tiba ia saksikan Oh Li cu berpaling ke arahnya, sorot matanya berkilat seperti bintang timur.

Lan See giok segera menggapai ke arahnya, sementara hatinya berdebar makin keras, dalam sekejap itulah ia seolah-olah men-da-patkan suatu firasat jelek.

Dia ingin memanggil pulang Oh Li cu, tapi kuatir hal tersebut malah berakibat merugi-kan, sementara ia masih sangsi Oh Li cu serta Siau lian sudah naik ke daratan sebe-rang dan menuju ke jalan tembus, sementara Siau ci tetap menanti di atas sampan.

Lan See giok berdiri di depan jendela de-ngan perasaan yang sangat kalut, sorot ma-tanya yang tajam mengawasi perkembangan situasi tanpa berkedip.

Kurang lebih seperminuman teh blamanya sudah ljewat, akan tetagpi suasana di sbeberang sana masih tetap hening . . . Berapa waktu kemudian, belum juga nampak Oh Li cu menampakkan diri . .

Lan See giok semakin gelisah, pikirnya:

"Wah, jangan-jangan orang yang menyadap pembicaraan tadi benar-benar adalah Be Siong pak serta Thio-Wi-kang?"

Ia tak berhasil menebak dengan pasti me-ngapa Be Siong pak dan Thio-Wi-kang me-nyadap pembicaraan pribadi pocu nya, ja-ngan-jangan Oh Tin san telah membongkar pula rahasia sekitar kotak kecil tersebut di hadapan mereka berdua?

Tentang rahasia mestika tersebut, kecuali terhadap Say nyoo-hui, Oh Tin san boleh di-bilang tak pernah membicarakannya kepada Oh Li cu, jadi seharusnya mustahil kalau dia membocorkan pula kepada kedua orang itu...

Sementara dia masih termenung, tiba-tiba terdengar suara keleningan kecil ber-kuman-dang dari kejauhan sana.

Tapi suara tersebut hanya bergema sing-kat, agaknya genta tersebut cepat-cepat dipegang orang hingga tak sampai bersuara.

Suara keleningan tersebut mirip sekali dengan suara keleningan yang berkuman-dang dari perahu naga emas milik Oh Tin san.

Tiba-tiba Siau ci yang berada di sampan seberang berpaling ke arah pintu air.

Tergerak hati Lan See giok, dengan cepat dia melompat ke luar pula dari dalam ru-angan.

Tiba di pintu halaman, benar juga ia lihat perahu naga emas telah berlabuh di depan pintu gedung persegi, semua cahaya lentera di atas perahu telah padam, beberapa orang lelaki berpakaian ringkas berdiri di buritan, salah seorang diantara-nya sedang menggeng-gam lonceng kecil itu.

Sekali lagi Lan See giok berpikir dihati:

"Dalam suasana begini, masa Oh Tin san akan ke luar benteng? Ke mana dia hendak pergi?"

Belum habis ingatan tersebut melintas le-wat, Oh Tin san dan Say nyoo-hui sudah nampak muncul dari balik gedung dengan langkah tergesa gesa.

Oh Tin san masih tetap mengenakan jubah abu - abunya, sedangkan Say nyoo-hui telah berganti dengan sebuah pakaian ringkas,b sepasang golokj burung hongnyag tersoren di-pubnggungnya tergantung sebuah kantung kulit.

Setibanya di depan pintu, ke dua orang itu segera menjejakkan kakinya ke atas tanah dan melompat naik ke atas perahu naga emas.

Setibanya di perahu, Oh Tin San cepat-ce-pat mengulapkan tangannya setelah itu ber-sama sama Say nyoo-hui masuk ke ruang perahu.

Beberapa orang lelaki kekar yang sudah siap dengan cepat mendayung perahu itu berlalu dari sana, dalam waktu singkat perahu naga emas itu sudah melaju pergi.

Lan See giok yang menyaksikan semua peristiwa tersebut menjadi bingung ber-cam-pur gelisah, ia tidak mengerti mengapa Oh Tin san suami istri pergi dengan langkah tergesa gesa, tapi yang pasti hal ini tentu ada sangkut pautnya dengan si penyadap pembi-caraan mereka tadi.

Dalam keadaan yang begini, ia mulai me-nguatirkan keselamatan dari bibi Wan serta enci Ciannya, kalau tadi berniat meninggal-kan benteng Wi-lim-poo, maka sekarang dia bertekad akan berusaha me-larikan diri dari situ.

Belum habis ingatan tersebut melintas le-wat, sampan kecil 0h Li cu telah didayung kembali. Oh Li cu yang berdiri di geladak se-dang mengawasi perahu naga emas yang berlalu tanpa berkedip.

Cepat-cepat Lan See giok menenangkan hatinya kemudian maju menyongsong, lalu sambil menarik Oh Li cu naik ke atas darat ia berbisik lirih:

"Bagaimana? Apakah mereka berada di situ`"

Dengan wajah riang Oh Li cu menunjuk ke arah pintu halaman, sebagai pertanda masuk dulu kemudian baru berbicara, tapi dengan nada tak mengerti ia toh bertanya juga ke-pada Lan See giok:

"Agaknya ayahku sekalian barusan pergi?"

Dengan cepat Lan See giok berkerut ke-ning, karena ia mengendus bau arak dari mulut Oh Li cu, ini yang membuat nya tidak mengerti, maka diapun manggut-manggut sambil mengiakan belaka.

Mereka berdua masuk ke ruang dalam, sambil memasang lampu lentera Lan See -giok segera bertanya:

"Bagaimana dengan mereka?"

"Mereka sedang membicarakan tentang diri mu!" ucap Oh Li cu dengan wajah berseri.

Nada suaranyapurn kedengaran peznuh de-ngan kegwembiraan, Lan Sree giok merasa kan hatinya bergetar keras, tanyanya lagi dengan gelisah:

"Apa yang sedang mereka bicarakan?"

Setelah lentera disulut, ia pun dapat me-li-hat Oh Li cu berdiri sambil memandang arahnya dengan pandangan cinta, senyum manis menghiasi ujung bibirnya, pipinya semu merah.

Oh Li cu tertawa genit, sahutnya merdu:

"Mereka semua mengatakan kau tampan dan gagah, di kemudian hari pasti akan menjadi seorang pemimpin yang disegani setiap orang..."

Alangkah kecewanya Lan See giok se-telah mendengar perkataan ini, tapi untuk berhasil melepaskan diri dari sana. Ia pura-pura ber-tanya lagi dengan wajah gembira.

"Apa lagi yang mereka bicarakan tentang diriku?"

Paras muka Oh Li cu berubah semakin merah membara, lama kemudian ia baru berkata tersipu sipu:

"Mereka masih memuji ketajaman mata ayahku yang bisa mendapatkan seorang menantu gagah seperti kau, sudah pasti dia akan banyak rejeki di kemudian hari."

Berbicara sampai di situ, tidak tahan lagi dia tertawa cekikikan . . .

"Aaah, mungkin aku yang tidak sesuai untuk enci?" Sengaja Lan see giok me-rendah.

Paras muka Oh Li cu berubah semakin merah, cepat-cepat dia membantah.

"Adik Giok terlalu sungkan, sesungguhnya enci lah yang merasa tidak sesuai untukmu, cuma Be congkoan toh sempat memuji kita berdua sebagai sepasang sejoli yang amat serasi, diapun berkata pula demikian".

"Adik adalah pemuda gagah dan enci adalah gadis cantik, bila kita berdua berjalan bersama, entah berapa banyak manusia lain yang akan merasa kagum"



Tergerak hati Lan See giok setelah men-dengar ucapan tersebut, dengan gembira ia segera berseru:

"Sungguh? Enci Cu, mari kita bermain ke telaga Oh peng, aku ingin lihat bagaimana para nona-nona nelayan yang ber-muka beng-kak, berwajah kurus memandang kagum kepadamu. . ."

Waktu itu Oh Li cu sedang merasa gembira sekali, ditambah pula rasa ingin menang-nya, terpengaruh pula oleh beberapa cawan arak, tanpa berpikir panjang ia menyahut:

"Baik, besok kita pergi bersama!"

Ketika Lan See giok menyaksikan paras muka Oh Li cu makin lama semakin ber-tam-bah merah, dengan penuh perhatian dia pun bertanya:

"Cici, kau telah minum arak?"

Oh Li cu tertawa, ditatapnya anak muda tersebut dengan pandangan penuh cinta kasih, kemudian katanya.

"Sewaktu kesana, mereka berdua lagi mi-num arak demi merayakan cici yang berhasil mendapatkan kekasih tampan seperti kau, Be congkoan dan Thio-Wi-kang, masing-masing telah menghormati tiga cawan arak kepadaku."

"Kalau begitu cici sudah mabuk. " seru Lan See giok gugup "cepatlah pergi tidur, besok kita hendak berpesiar.

Dengan cepat 0h Li cu menggelengkan kepalanya berulang kali.

"Cici tidak mabuk, pergilah tidur lebih du-luan, aku harus menitahkan Siau lian untuk memberitahukan kepada komandan pasukan harimau terbang agar menyiapkan sebuah kapal perang dan kuda untuk kita berdua."

Terkejut Lan See giok mendengar ucapan ini, segera pikirnya.

"Kalau aku mesti berpesiar dalam keadaan seperti ini, jelas hal tersebut akan sangat mempengaruhi usahaku untuk melarikan diri, wah--- rencana ini mesti kucegah."

Berpikir demikian.. cepat-cepat dia berseru

"Urusan pribadi kita berdua mengapa ha-rus merepotkan orang lain . .?"

Tidak sampai Lan See giok berbicara lagi, dengan nada meyakinkan Oh Li-cu berkata lebih jauh:

"Besok kita harus menunggang kuda, ta-hukah betapa gagahnya kita berkuda!"

Dia mengerling sekejap ke arahb si nona denganj pandangan penugh cinta kasih dban masuk ke dalam kamarnya dan berpesan lagi dengan mesra.

"Cepatlah tidur, besok kita akan berangkat pagi-pagi!"

Tiba-tiba satu ingatan melintasi kembali dalam benak Lan See giok, sambil berlagak resah ia berkata.

"Tapi aku tak pandai menunggang kuda..."

"Besok cici akan mengajar kepadamu, tanggung sekali belajar segera akan bisa"

Selesai berkata, dia lantas beranjak pergi dari situ.

Diam-diam Lan See giok mengeluh, hatinya amat gelisah, dalam keadaan begini ia tahu keadaan tak tertolong lagi, terpaksa dia harus bekerja menurut situasi besok.

Berbaring di atas ranjang, bagaimanapun ia berusaha tidur, matanya terasa tak mau terpejam.

Sekarang ia dapat memastikan kalau orang yang mencuri dengar rahasia kotak kecilnya adalah orang lain namun hal tersebut sema-kin memperbesar tekadnya untuk melarikan diri.

Dengan seksama dan berhati hati sekali dia mulai merancang rencananya untuk melari-kan diri, ia telah persiapkan beberapa macam jawaban. Mempersiapkan bagaimana caranya menciptakan kesempatan, apa yang harus diperbuat untuk menghindari pe-ngejaran dari Oh Li cu serta bagaimana selanjutnya menyusup ke rumah kediaman bibi Wan nya

Sampai dia beranggapan bahwa rencana nya betul-betul matang dan sempurna, ia baru terlelap tidur---

Entah berapa saat sudah lewat, akhirnya suara langkah kaki manusia menyadarkan Lan See giok dari tidurnya.

Ketika membuka mata, sinar fajar telah mencorong masuk lewat jendela, seorang dayang kecil telah muncul sambil membawa keperluan membersihkan mulut dan muka.

Lan See giok segera melompat bangun, ke-mudian bisiknya kepada pelayan itu:

"Tolong ambilkan pakaian milikku sendiri!"

Baru selesai ia berkata, dari kamar sebe-rang sudah kedengaran suara Oh Li cu lagi menegur:

"Adik giok, kau telah bangun?"

"Benar cici!" sahut Lan See giok dengan perasaan terkejut.

" Apakah kau merasa pakaian itbu kurang serasij dibadan?" tanyga Oh Li cu lagib dengan nada tidak mengerti.

"Betul enci Cu, pakaian ini kelewat kedo-doran"

"Aku masih mempunyai satu stel baju kongcu berwarna biru, tahun berselang baru selesai dibuat, biar kucarikan untukmu!"

Untuk menghindari kecurigaan perempuan tersebut, Lan See giok tak berani bersikeras meminta kembali pakaian lama-nya, terpaksa dia hanya mengiakan.

Tak lama kemudian, tirai kelambu tersing-kap dan Lan See giok merasakan pandangan matanya menjadi silau.

Oh Li cu muncul dengan dandanan yang sangat mentereng, jauh berbeda dengan dan-danannya semalam, kali ini dia nampak ang-gun, cantik dan menawan hati.

Sambil membawa sebuah jubah panjang, ia muncul kembali dengan wajah berseri.

Memandang dandanan perempuan ini, diam-diam Lan See giok turut merasa gembi-ra, sebab sudah jelas tak mungkin akan mem-bawa senjata tajam atau senjata rahasia itu, berarti rencananya untuk melarikan diri sudah berhasil separuh.

Karenanya dengan nada gembira dia berse-ru.

"Aaah enci Cu, kalau kau berjalan jalan di tepi telaga dalam dandanan seperti ini, ja-ngan-jangan nona dusun akan mengira dewi sianggo turun dari rembulan ...."

Oh Li cu merasa girang sekali dengan um-pakan tersebut, ia tertawa semakin bangga

"Nah, ambillah dan cepat kenakan!""

Sambil berkata dia melemparkan jubah panjang tersebut ke arah Lan See giok.

Lan See giok menyambut jubah panjang itu dan mengenakannya, ternyata potongan pakaian itu persis sekali dengan bentuk badannya. kalau tidak bisa dikatakan cocok sekali.

Oh Li cu tertawa puas setelah melihat adik Giok nya nampak lebih tampan setelah me-ngenakan jubah biru itu, ia yakin hanya diri-nya yang pantas mendampingi seorang pe-muda ganteng macam dirinya.

Ketika sarapan mereka berdua sama-sama membungkam dengan pikiran masing-masing

Oh Li cu bersantap dengan lahap, dia se-dang mengkhayalkan bagaimana para gadis dusun mengagumi kecanrtikan dan keangz-gunannya.

Sebwaliknya Lan Seer giok tak sanggup me-nelan nasi yang disuapnya, pikirannya sa-ngat resah bila memikirkan rencana pe-lariannya nanti---

Selesai bersantap, mereka berdua naik ke sampan, dan melaju menembusi aliran su-ngai dengan Siau ci serta Siau lian yang me-megang dayung.

Setelah melewati benteng air yang tinggi dan menembusi dua buah saluran air, pintu gerbang telah berada di depan mata.

Di kedua belah sisi pintu gerbang berdiri puluhan orang lelaki berbaju kuning, ada yang menyandang golok, ada yang mem-bawa busur, sewaktu melihat sampan yang ditum-pangi Lan See giok dan Oh Li cu lewat. ben-takan nyaring menggelegar dan pintu gerbang segera dipentangkan lebar- lebar.

Tatkala sampan kecil itu lewat, puluhan orang lelaki kekar itu serentak memberi hor-mat dengan wajah serius, ketika memandang wajah Lan See giok, rata-rata mereka tunjuk-kan sikap menghormat.

Sedangkan mereka yang melihat sikap alim dan lembut dari Oh Li cu, rata-rata segera berpikir di dalam hati:

"Waah, nona berubah seratus delapan pu-luh derajat."

Ke luar dari pintu gerbang, Lan See giok merasakan matanya silau, rupanya di kiri pasukan harimau dan pasukan naga.

Setiap kapal perang berlabuh rapi, panji berkibar terhembus angin dua puluhan lelaki kekar berbaju kuning dengan tombak dan tameng di tangan berdiri serius di atas gela-dak.

Begitu sampan yang ditumpangi Lan See -giok sekalian muncul, terompet dibunyikan dan serentak semua lelaki-lelaki kekar itu menengok ke arah mereka.

Komandan pasukan harimau serta koman-dan pasukan naga telah menantikan keda-tangan mereka di perahu pertama.

Lan See giok segera berlagak sangat gem-bira, dengan wajah berseri dia mengulapkan tangannya ke arah kawanan pasukan yang berada di kiri kanannya

Ketika menyaksikan wajah menghormat dan sorot mata kagum yang terpancar dari wajah orang-orang itu, Lan See-giok malu sendiri, dia yakin orang-orang itu tak ada yang tahu kalau sekarang ia sedang berusa-ha untuk melarikan diri.

Sampan itu didayung langsung menuju ke kapal perang pertama, setelah mendekat, pemuda itu baru tahu kalau di situ tidak di sediakan tangga untuk naik, padahal tinggi perahu mencapai dua kaki lebih, apalagi tinggi geladak yang delapan depa lebih tinggi.

(Bersambung ke Bagian 12)



DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar