Amarah Tok Nio-cu segera
meledak ledak sambil membentak keras telapak tangannya diputar menciptakan
selapis bayangan te-la-pak tangan yang diiringi desingan angin ta-jam mendesak
mundur tubuh Oh Li cu . .
Sejak melihat Lan See giok
memasuki ruang pavilliun, kemudian menjumpai pemuda itu, begitu tega mengurung
diri dan menghin-darinya, Oh li cu lantas berpendapat bahwa pemuda tersebut
sudah pasti telah dipenga-ruhi perempuan muda yang genit itu.
Semua kekesalan dan amarahnya
segera berubah menjadi api cemburu yang entah dari mana datangnya.
Ketika tubuhnya kena didesak
oleh serangan gencar Tok Nio cu sehingga terpaksa harus mundur dari ruangan, ia
menjadi nekad dan tangannya diputar kencang. "Criing .. !"
Diiringi desingan suara
nyaring, cahaya ta-jam berkilauan di udara, sebilah pedang ta-jam tahu-tahu
sudah berada dalam geng-gamannya .....
Kemudian sambil mengawasi Tok
Nio cu de-ngan sorot mata penuh kebencian dan hawa napsu membunuh menyelimuti
seluruh wa-jahnya dia berkata sambil menggigit bibir:
"Sudah pasti kau... pasti
kau siluman rase yang telah mempengaruhi adik Giok, bila hari ini nonamu tak
bisa mencincang tubuhmu sehingga hancur menjadi perkedel. nonamu lebih suka
menggorok leher dan menghabisi nyawa sendiri!"
Sembari berbicara, dia
mengawasi Tok Nio cu lekat-lekat, sementara pedangnya disiapkan di depan dada
dan selangkah demi selangkah maju mendekati ke muka.
Tok Nio-cu tertawa dingin, di
atas wajah nya sama sekali tidak terlintas rasa takut, sahut-nya:
"Bila kau tak mampu memikat
adik Giok mu, berarti kau sendiri yang tidak memiliki kepandaian, hari ini,
bila kau tidak menggo-rok lehermu sendiri, jangan harap dapat meninggalkan
tempat ini dalam keadaan se-lamat!"
Tangannya segera merogoh ke
dalam saku kulit kecil yang tergantung di pinggangnya dan mengeluarkan tiga
butir peluru Tok- leng tan ...."
Lan See giok yang melihat
kejadian tersebut dari tempat persembunyiannya men-jadi kaget, tiba-tiba
wajahnya berubah, ia tahu bagaimanapun juga harus munculkan diri guna mengatasi
masalah tersebut....
Berbicara yang sebenarnya, dia
bukannya takut bertemu dengan Oh Li cu yang benar adalah dia merasa tak bisa
memberi penjela-san kepada gadis itu atas usahanya melari-kan diri waktu dulu.
Selain itu, diapun menaruh
curiga kepada Oh Tin-san sebagai salah seorang pem-bunuh keji ayahnya, karena
itu dia enggan bertemu de-ngan putrinya.
Tapi sekarang, Oh li-cu dan
Tok Nio-cu telah saling berhadapan dengan senjata terhunus, entah siapa yang
akhirnya menjadi korban, yang jelas kejadian semacam ini sama sekali tak
diharapkan olehnya.
Baginya, Oh Li cu mempunyai
budi pertolo-ngan dan membantunya kabur dari Wi-lim-poo.
Sedang mengenai pengumuman
Oh-Tin san tentang perkawinan mereka, kejadian terse-but hanya merupakan
keputusan sepihak, baginya hal tersebut tak pernah diakui.
Sedangkan Tok Nio-cu,
perempuan ini le-bih-lebih tak boleh sampai terluka, besok dia masih harus
berangkat ke Tay ang san dan segala sesuatunya, ia masih mengharap kan petunjuk
jalan darinya, terutama sekali ren-cananya untuk memancing Beruang berle-ngan
tunggal ke luar dari tempat persembu-nyiannya.
Di samping itu .. orang-orang
Pek-ho-cay te-lah berjanji akan berkumpul di kota ini ma-lam nanti, Perempuan
itu diperlukan untuk mengadakan kontak dengan mereka. karena itu kehadiran
perempuan tersebut amat diha-rapkan.
Sementara dia masih berpikir,
Oh-li-cu de-ngan pedang di depan dada telah meng-him-pun tenaganya siap
melancarkan serangan.
Tok Nio-cu dengan peluru api
beracunnya sedang mengawasi pedang ditangan Oh Li--cu lekat-lekat, tampaknya
dia hendak mengatasi serangan dengan ketenangan.
Asal pedang Oh-Li-cu
digerakkan, niscaya ketiga butir peluru api beracunnya akan di sambit ke luar.
Lan See giok dapat melihat
betapa gawatnya situasi yang terbentang dihadapannya sekarang, cepat-cepat dia
menampakkan diri dari tempat persembunyiannya, kemudian berseru keras:
"Hei, kalian jangan salah
paham, kalian ja-ngan salah paham dulu.!"
Sambil berseri, dia melompat
ke tengah ru-angan.
Melihat si anak muda itu telah
menampak-kan diri, Tok Nio cu memandang sekejap ke arah Oh Li-cu sambil tertawa
dingin, kemu-dian memasukkan kembali peluru api beracunnya ke dalam saku.
Oh Li-cu pun memperlihatkan
rasa gembira yang tak terlukiskan dengan kata-kata sete-lah menyaksikan
kemunculan pemuda itu ia menjumpai Lan See giok lebih tampan dan lebih dewasa,
kini ia sudah menjadi seorang pemuda yang matang sekali.
Namun bila teringat kembali
sikap Lan See-giok yang melarikan diri serta berusaha menghindari pertemuan
dengannya tadi, kembali ia merasakan hatinya bagaikan ditembusi beratus batang
anak panah, air matanya tak terbendung lagi dan segera ber-cucuran seperti air
bah yang menjebol kan tanggul.
Sebagai seorang pemuda yang
berhati baik apa lagi Oh Li cu selalu menunjukkan sikap yang amat memperhatikan
diri nya, anak muda itu tak bisa melukai hatinya lebih jauh...
Sembari menjura katanya
kemudian:
"Enci Cu, silahkan duduk
di dalam ruangan!"
Panggilan "enci" itu
segera mengobati jerih payah Oh Li cu yang telah merantau dan berusaha mencarinya
hampir setahun lama-nya, namun biarpun hatinya sedikit agak terhibur, tapi
teringat kejadian tadi rasa sedih dalam hatinya belum juga hilang.
Menyaksikan keadaan si nona
yang masih saja berdiri termangu seolah-olah tidak mendengar sama sekali apa yang
dikatakan barusan, dengan nada minta maaf sekali lagi dia berkata:
"Enci Cu. harap kau sudi
memaafkan siaute yang mempunyai kesulitan untuk memberi keterangan kepadamu.
tadi, sesungguh nya aku bukan bermaksud menghindarimu, tapi aku berbuat
demikian disebabkan keadaan yang terpaksa. atas kesalahan tadi biar siaute
minta maaf, harap cici jangan marah lagi."
Sembari berkata, ia
betul-betul menj-ura dalam-dalam kepala gadis tersebut.
Oh Li cu menghela napas sedih,
dia menya-rungkan kembali pedangnya lalu berkata dengan air mata bercucuran:
"Semua duduknya persoalan
telah dl jelaskan Hu-yong siancu Han lihiap kepadaku, dan cici bersedia
membantu untuk mengungkap latar belakang kejadian itu sampai tuntas, seandainya
pembunuh ayahmu Lan tayhiap benar-benar adalah ayahku, yaa anggaplah nasibku
memang jelek, kau tak usah berkata apapun, cici akan mengakui sendiri bahwa
nasibku memang buruk."
Lan See giok manggut-manggut
sedih, ia segera mempersilahkan gadis itu untuk me-masuki ruangan.
Sementara itu, Tok Nio-cu yang
turut mendengarkan pembicaraan mana, kian lama ia kian bertambah kebingungan,
apalagi Lan See giok memang tak pernah membicarakan soal Oh Tin san kepadanya,
jadi untuk bebe-rapa saat diapun tak habis mengerti.
Oh Li cu melangkah masuk ke
dalam ru-angan, selama ini dia tidak berpaling ke arah Tok Nio-cu, bahkan
memandang sekejappun tidak, ia langsung menuju ke ruang dalam.
Sebaliknya Tok Nio-cu yang
melihat Lau See giok menyebut "cici" kepada Oh Li cu, ini menandakan
bahwa pemuda tersebut telah mengakui Oh Li cu sebagai bininya tiba-tiba saja ia
merasa sedih bercampur cemburu.
Setelah mempersilahkan Oh Li
cu, Lan See giok segera mempersilahkan juga Tok Nio cu untuk masuk.
Tok Nio-cu tertawa genit, ia
merasa gembira sekali dengan sikap pemuda itu, maka sambil membalikkan badan
bersama pemuda itu masuk ke dalam ruangan"
Ke empat dayang yang semula
ketakutan, sekarang telah bekerja kembali menghidang kan air teh.
Setelah semua orang duduk, Lan
See giok baru menuding ke arah Tok Nio-cu dan memperkenalkan kepada Oh Li cu.
"Dia adalah Gui hujin,
dari benteng Pek hoo cay, Tok Nio-cu yang mendengar itu segera menyambung
dengan cepat:
"Aku adalah Tok Nio cu Be
Cui peng."
Kemudian Lan See giok segera
memperkenal-kan Oh Li cu kepada perempuan itu:
"Dan dia adalah putri
kesayangan dari Oh Po cu dari Wi-lim-poo, nona Oh Li cu."
"Oooh, rupanya putri
kesayangan dari Oh Pocu selamat berjumpa, selamat berjumpa" seru Tok
Nio-cu kemudian sambil tertawa nyaring.
Ketika Lan See giok melihat di
atas wajah On Li cu masih diliputi hawa amarahnya.
dia mengangguk pelan terhadap
Tok Nio-cu, seolah kuatir perempuan itu mengejek lebih jauh, maka dia segera
memberi penjelasan.
"Gui caycu dari benteng
Pak ho cay adalah sahabat karib dari Oh lo pocu, hubungan persahabatan mereka
amat akrab dan sekarang kalian berdua telah berjumpa, ke-sempatan untuk
berkumpul pun akan ber-tambah banyak, dengan pengalaman Gui hujin yang luas dan
pengetahuan yang ba-nyak, sudah sepantasnya bila enci Cu se-ringkali memohon
petunjuk dari Gui hujin "
Selama ini Oh Li cu selalu
menaruh curiga kepada Tok Nio cu bahwasanya perempuan itu mempunyai hubungan
yang luar biasa dengan adik Giok nya. itulah yang menye-babkan timbul perasaan
cemburu dalam hatinya.
Kendatipun demikian, diapun
enggan menyusahkan pemuda pujaan hatinya, karena itu dengan memaksakan diri dia
ha-rus mengucapkan beberapa patah kata me-rendah untuk perempuan tersebut.
Melihat perkataan dari Oh Li
cu diutarakan amat terpaksa, sebaliknya Tok Nio-cu me-nunjukkan sikap acuh tak
acuh, seakan akan sama sekali tidak menaruh perhatian atas hal mana, buru-buru
Lan See giok me-ngalihkan pembicaraan ke soal lain, ujarnya kemudian kepada Oh
Li-cu:
"Enci Cu, semenjak
berpisah di pesisir telaga tempo hari, baik-baiklah kau selama satu tahun
belakangan ini?"
Sebelum menjawab, tiba-tiba
saja sepasang mata Oh Li cu berubah menjadi merah, ma-tanya berkaca kaca..
Tok Nio-cu sebagai seseorang
ybang berpe-ngalajman luas. tentug saja enggan mebnde-ngarkan urusan pribadi
kedua orang itu, dit-ambah pula dia kuatir orang-orang Pek ho cay belum
berkumpul semua, maka sambil bangkit berdiri katanya kemudian:
"Silahkan adik Giok dan
nona Oh ber-bin-cang-bincang dulu, aku hendak pergi ke pekan raya dulu untuk
melihat apakah sau-dara-saudara ku sudah berkumpul semua..."
Sembari berkata, dia lantas
beranjak ke luar dari ruangan."
Buru-buru Lan See giok bangkit
berdiri sam-bil mengantar, malah mengucapkan pula rasa terima kasihnya.
Karena pemuda itu bangkit
berdiri, terpaksa On Li cu turut bangkit pula, sekarang ia su-dah dapat menilai
bahwa hubungan antara adik Giok dengan Tok Nio-cu ters-ebut ter-nyata masih
jauh di bawah apa yang diduganya semula.
Walaupun begitu, dia toh masih
rada curiga, karenanya sepeninggal Tok Nio-cu ia segera bertanya dengan perasaan
tidak habis mengerti:
"Adik Giok. bagaimana sih
ceritanya sehingga kau dapat bergaul dengan orang--orang dari Pek-ho-cay?"
Sampai sekarang Lan See-giok
masih belum tahu apa saja yang telah dibicarakan Hu-yong siancu kepadanya,
karena itu dia-pun tak berani menceritakan pengalaman nya belajar silat di
bukit Hoa san.
Secara ringkas dia hanya
bercerita tentang kepergiannya ke Pek ho cay untuk menuntut balas terhadap Gui
Pak ciang .... selesai mendengarkan penuturan itu, Oh Li cu segera bertanya
dengan perasaan tak mengerti.
"Lantas ke mana kau
hendak pergi dalam langkah kedua ini?"
"Bukit Tay ang San!"
jawab Lan See giok tanpa ragu-ragu.
Berubah hebat paras muka 0h Li
cu mende-ngar nama tersebut, ia berseru tertahan:
""Bukit Tay ang san?
Aku dengar Tay ang san meliputi daerah seluas berapa ratus li, se-muanya
terdiri dari tiga bukit, sembilan pun-cak dan dua belas benteng, semuanya di
jaga oleh jago-jago kenamaan dari golongan hitam dan konon ilmu silat mereka
luar biasa sekali, jangan lagi cuma kau seorang biar kami bertiga pergi bersama
pun masih meru-pakan masalah besar--" Ditinjau dari peru-bahan sikap Oh Li
cu, dengan cepat Lan See giok mendapat tahu kalau keterangan dari Tok Nio cu
tadi, memang tidak bbohong selain ijtu dia juga mengdapat tahu kalabu Oh Li cu
belum tahu jika ia telah belajar silat di bukit Hoa san.
Setelah tertawa hambar,
katanya kemudian dengan nada sedih:
"Dendam sakit hati ayahku
lebih dalam dari-pada samudra, sekalipun aku tahu jalan tersebut merupakan
sebuah jalan kematian bagiku, mau tak mau aku toh harus menda-tanginya
juga!"
"Baiklah" akhirnya
Oh Li cu menghela napas. "cici akan mengiringi kepergianmu ini, bila aku
bisa mati bersamamu, hatiku pun rela ....."
Lan See-giok benar-benar
terharu sekali oleh ucapan mana, akan tetapi diapun enggan membiarkan gadis
tersebut mengorbankan jiwa demi dirinya. dengan perasaan berterima kasih
katanya kemudian.
"Dendam sakit hati ayahku
lebih dalam dari samudra, aku tak ingin musuh besarku itu mampus ditangan orang
lain. Cici kau adalah seorang putri seorang kenamaan, kau amat bernilai tinggi,
bila sampai menderita cedera atau sesuatu yang tak diinginkan, sudah pasti
siaute akan menyesal sepanjang jaman "
Sebelum anak muda itu
menyelesaikan kata katanya, dengan air mata bercucuran dan sekujur badan
gemetar keras, Oh Li-cu telah menyela.
"Gara-gara kau, cici
telah meninggalkan rumah, memutuskan hubungan dengan orang tua. setiap hari aku
melakukan perja-lanan, menembusi angin dan salju untuk mencari jejakmu, setahun
terakhir ini aku telah banyak menderita bagimu, sukar makan tak nyenyak tidur
memikirkan kau. sungguh tak kusangka.. kau hari ini..." Gadis itu tak
sanggup melanjutkan, kembali kata katanya, air mata bercucuran dengan deras dan
meledaklah isak tangisnya yang memilukan hati.
Lan See giok turut merasa
sedih, rasa terima kasih memenuhi dadanya, dia dapat merasa-kan perubahan dari
Oh Li-cu, teru-tama se-lama setahun belakangan ini.
Dengan perasaan terharu dan
gelisah, cepat-cepat ia berseru:
"Budi kebaikan cici tak
pernah akan siaute lupakan, hanya saja..."
"Sudah, jangan berbicara
lagi, jangan dibica-rakan lagi..." teriak Oh Li-cu sambil menutupi
wajahnya dengan kedua belah ta-ngan lalu menangis tersedu.
Lan See giok tark ingin Oh Li
czu bersedih hatiw, ia terbungkamr untuk sesaat dan cuma bisa mendengarkan isak
tangis nona itu dengan wajah melongo.
Untuk sesaat suasana dalam
ruang pavilliun itu hanya dipenuhi oleh suara sedu sedan yang memilukan hati...
Entah berapa saat sudah lewat,
akhirnya isak tangis dari Oh Li-cu pun mulai mereda.
Lan See giok segera manfaatkan
kesempatan itu untuk mengalihkan pembicaraan ke soal lain, katanya:
"Enci Cu, bukankah kau
telah bersua dengan Hu-yong siancu bibi Wan? Apa saja yang te-lah ia katakan
kepadamu?"
Dengan sapu tangannya Oh Li cu
menyeka air mata yang berlinang, bukan menjawab dia malah berbalik bertanya:
"Ketika kau menunggang
kuda putih tempo hari, agaknya memang berniat untuk melari-kan diri
rupanya..."
Terhadap pertanyaan tersebut,
Lan See- giok memang telah mempersiapkan diri semenjak tadi, maka tanpa sangsi
barang sedikitpun jua dia menjawab:
"Kalau menurut
pandanganmu waktu itu, apakah siaute memang mempunyai rencana untuk melarikan
diri?"
Oh Li-cu seperti belum juga
mau percaya, kembali tanyanya dengan nada tak mengerti.
"Tapi mengapa aku tak
berhasil menemukan jejakmu meski seluruh bukit dan hutan telah kucari?"
"Kalau dibicarakan
sesungguhnya merupa-kan suatu kebetulan saja." Lan See-giok menjelaskan
dengan kening berkerut, "kalau tidak, mungkin aku sudah terbanting mam-pus
oleh kuda putih tua itu. Sewaktu mendekam di punggung kuda waktu itu aku
dilarikan ke atas sebuah bukit kecil, tiba-tiba saja terhembus segulung angin
kuat yang menerpa datang, kuda tua tadipun segera berhenti berlari.."
"Apakah kau ditolong oleh
kakek berjubah kuning?" tanya Oh Li cu tak sabar.
Cepat-cepat Lan See-giok
mengangguk.
"Ya, masih ada pula
Hu-yong siancu bibi Wan!"
Oh Li cu segera mengangguk
berulang kali, ia merasa penjelasan anak muda tersebut mirip sekali dengan penjelasan
dari Hu-yong siancu, maka tanyanya lebih jauh dengan perasaan tak mengerti:
"Apakah kau segera dibawa
pergi oleh kakek berjubah kuning itu?"
Lan See giok segera teringat
kembali bagai-mana gurunya To Seng-cu masih sempat menampakkan diri dihadapan
Oh Tin san suami istri dari balik rumah bibi Wan hingga membuat gembong iblis
itu kabur ketakutan.
Karenanya dia menggelengkan
kepalanya.
"Tidak, kami pulang dulu
ke rumah kedia-man bibi Wan, baru malam berikutnya aku meninggalkan rumah
kediaman bibi Wan."
Sekali lagi Oh Li-cu
menganggukkan kepalanya, maka diapun bertanya dengan perasaan kuatir.
"Apakah selama setahun
belakangan ini, kau selalu mengikuti tokoh sakti itu belajar silat?"
Lan See giok mengiakan sambil
mengangguk "Bagaimana dengan taraf kepandaian silat mu sekarang? Apakah
telah memperoleh ke-majuan yang pesat? gadis itu bertanya lebih jauh.
"Tentu saja ada kemajuan
yang telah ku peroleh, cuma saja sampai di manakah ke-majuan yang berhasi1
kucapai itu, siaute sendiri juga tidak tahu."
Meninjau dari mimik muka anak
muda itu Oh Li-cu menyimpulkan bahwa kemajuan yang dicapai pemuda tersebut
dalam ilmu silatnya tidak begitu pesat, karenanya dia bertanya lagi:
"Adik Giok, kau belajar
silat dimana,? Siapa pula kakek berjubah kuning Itu.?"
"Maafkanlah daku cici,
nama besar guru ku tak bisa disebut sebut, perguruankupun me-rupakan rahasia
orang luar."
Kemudian sewaktu dilihatnya Oh
Li cu menunjukkan perasaan tak senang hati. ia menjelaskan lebih jauh.
""Cuma ayahmu
mengetahui dengan jelas akan asal usul guruku itu, asal cici bertanya
kepadanya, bukankah akan segera kau keta-hui?"
Oh Li cu sangat tidak puas
denbgan jawaban darji Lan See giok gsebelum ia bertbanya lebih lanjut, bayangan
manusia telah berke-lebat lewat di depan pintu, tahu-tahu Tok Nio-cu sudah
berjalan masuk dengan langkah tergesa gesa:
Lan See giok menjumpai Tok Nio
cu berkerut kening, wajahnya nampak berat dan serius, hal ini membuatnya
berkesimpulan bahwa orang-orang dari Pek ho cay tidak berhasil menyusul si
harimau berkaki cebol"
Sambil menyambut kedatangan
perempuan itu, Lan See giok segera menegur:
"Apakah mereka telah
berhasil menyusul si harimau berkaki cebol...?"
Dengan kening berkerut Tok
Nio-cu menghela napas panjang.
"Aai. si harimau berkaki
cebol memang se-orang setan alas yang licin, laporan dari setiap pos mengatakan
bahwa mereka tidak melihat orang itu berganti kuda di tempat mereka, setelah
sampai di kota Huan-sia, je-jaknya baru ketahuan...
"Apakah sudah berhasil
dikejar?" tanya Lan See giok gelisah.
Dengan sedih Tok-Nio-cu
menggelengkan kepalanya berulang kali:
"Dia sudah lewat semenjak
dua hari berse-lang."
"Aneh betul" seru
Lan See giok kemudian makin gelisah." jarak dari tempat itu sampai di Pek
hoo cay hampir mencapai ratusan li diantaranya terpisah oleh perbukitan Bu
-tong san, Dengan cara bagaimana ia dapat berlalu dari situ?"
"Menurut dugaan dari para
pengejar, bisa jadi dia menelusuri Pek hoo cay, melalui Tin -siang langsung
menuju ke Kong-hua dan tiba di kota huan sia. Bisa jadi pada hari pertama ia
telah menduga akan datangnya pengejar dari pihak benteng, karena itu dia
menyem-bunyikan diri di tempat kegelapan. menanti para pengejar sudah lewat,
dia baru mulai melakukan perjalanan menuju kota Han sia dan sekarang bisa jadi
telah memasuki wilayah Tay-ang san di bawah pengaruh si Beruang berlengan
tunggal, dalam keadaan demikian sekalipun para jago dari Pek-ho cay berhasil
menyusulnyapun belum tentu berani menangkapmya."
Diam-diam Lan See-giok merasa
gelisah, na-mun diapun merasa kagum sekali, sejak perjumpaan di Pek ho cay
tempo hari dia su-dah menduga kalau si harimau berkaki cebol adalah seorang
manusia yang pandai bekerja.
Oh Li cu yang selama ini
mendebngarkan pembicajraan tersebut, gtiba-tiba mencobrong sinar tajam dari
balik matanya, ia segera bertanya dengan gelisah:
"Adik giok, kau mempunyai
kuda?"
Sebelum pemuda itu menjawab.
Tok Nio cu telah menyela lebih dulu.
"Aku telah memilihkan
seekor kuda Wu--wi dari antara dua puluhan "ekor kuda jempo-lan."
"Sayang sekali biar adu
kudapun, aku tak mau menaikinya!" tukas pemuda itu sedih.
Dengan gemas Oh Li cu segera
berseru:
"Tempo hari, kau toh
tidak sampai dl banting oleh kuda tua itu hingga terluka? Apa sih yang mesti
kau takuti? Dengan kepandaian silat yang kau miliki, asal kau bertindak lebih
hati-hati saja, tanggung tak bakal ada per-soalan."
Tampaknya Tok Nio cu sudah
mengambil keputusan untuk menyerahkan kuda kesa-yangannya untuk Lan See giok,
dengan cepat dia menimbrung dari samping.
"Kalau memang begitu,
biar aku yang menunggang Wu wi, sedang adik giok boleh memakai kuda pek liong
kou milikku, bukan cuma cepat, kuda itupun bisa lari tenang, sewaktu berlari
biar kita menaruh semang-kuk air di atas pelannya pun, air dalam mangkuk tak
bakalan tumpah.
Oh Li cu tahu kalau kata-kata semacam
itu hanya bermaksud untuk memuji kehebatan kudanya saja. memanfaatkan
kesempatan tersebut katanya kemudian.
"Nah, itu lebih bagus
lagi, Pek liong kou me-mang salah satu kuda jempolan yang sangat langka dalam
dunia ini, dia bisa lari cepat tapi tenang, adik Giok, sekarang kau tak perlu
kuatir untuk menungganginya lagi"
Kemudian sambil berpaling
kearah Tok Nio cu. kembali dia berkata.
"Bagaimana kalau kita
berangkat sekarang juga? Kuda Ci hwee kou milikku adalah ketu-runan dari Ci
toh-kou. kuda kesayangan Kwan Kong dimasa lampau, biarpun tak bisa menempuh
seribu li dalam sehari, delapan ratus li mah masih bisa dicapai, asal kita
berangkat pada malam ini, esok juga, kita sudah pasti telah-sampai di bukit
Tay-ang san..."
"Sayang sudah tak sempat
lagi" cegah Tok Nio cu, sekalipun si harimau berkaki cebol belum tiba di
tempat tujuan, burung-burung merpati pos milik Tay ang san sudah pasti telah
tiba lebih dulu di tempat tujuan."
Waktu itu Lan See gook sudah
dibuat keha-bisan akal oleh pembicaraan kedua orang itu, tanpa terasa tanyanyar
kemudian dengazn perasaan sangwat gelisah:
Larntas apa yang mesti kita
lakukan menurut pendapat nyonya?"
Dengan rencana yang matang.
Tok Nio cu menjawab:
"Kalau toh masalahnya
sudah tak mungkin ditolong lagi. lebih baik kita bertindak secara tenang saja,
perjalanan yang seharusnya bisa dicapai dalam dua hari. kita boleh menem-puhnya
di dalam lima hari ......
"Kalau begitu, bukankah
hal tersebut berarti kita akan memberi kesempatan yang lebih banyak bagi
Beruang berlengan tunggal un-tuk mempersiapkan diri?" seru Oh Li cu tidak
setuju.
Tok Nio-cu tertawa dingin:
"Kecepatan orang-orang
Tay ang san mene-rima berita sangat mengejutkan hati, bila kau tak percaya
lihat saja besok, kita bersama-sama ke luar dari Siang-yang, tanggung ada orang
yang segera akan menguntit perjalanan kita."
Walaupun Lan See giok dan Oh
Li cu me-ngangguk berulang kali, toh mereka tetap tidak begitu percaya.
Terdengar Tok Nio cu berkata
lebih jauh.
"Saat ini kita harus
menghimpun tenaga se-baik baiknya sambil menjaga kondisi badan tetap prima,
sampai waktunya meski kita tak usah mendobrak kedua belas benteng mereka, namun
setelah memasuki puncak Keng thian hong, aku yakin para caycu yang lain akan
berdatangan untuk memberi ban-tuan kepada rekannya, dan saat itu perta-rungan
berdarah tak akan bisa dihindari lagi!"
Kemudian ia mengerling sekejap
ke arah Lan See giok dengan sorot mata yang lembut dan genit, dengan nada suara
yang memikat terusnya: "Tentu saja semuanya ini tergan-tung keputusan dari
adik Giok sendiri, bila adik Giok memutuskan akan berangkat pada malam ini
juga, sekarang aku akan perintah kan para pelayan untuk menghubungi kasir agar
rekening dihitung dan kuda dipersiap-kan!"
Selama ini, Oh Li-cu selalu
berkesimpulan bahwa Tok Nio-cu mempunyai maksud tu-juan yang kurang baik atas
adik Giok nya, ini dilihat dari sorot matanya yang jalang serta nada suaranya
yang memikat hati...
Sementara dia berniat untuk
membujuk Lan See giok agar segera berangkat, si anak muda itu telah memutuskan secara
tegas.
"Kalau memang begitu,
kita berangkat besok pagi saja!"
Tok Nio-cu tertawa renyah,
kepada Oh Li cu katanya kemudian. "Walaupun sekarang waktu masih pagi,
namun besok kita harus menempuh perjalanan pagi-pagi sekali, mari kita pergi beristirahat
saja ....
Tiba- tiba satu ingatan
melintas dalam benak Oh Li cu, sambil berpaling kearah Lan See giok segera
ujarnya,
"Meskipun aku telah
menitipkan kudaku di dalam rumah penginapan seberang, tapi se-betulnya aku
belum memesan kamar..."
"Itu mah gampang
sekali" sambung Tok Nio cu penuh keramahan.", biar kuperintahkan
kepada pelayan untuk menyediakan sebuah kamar lagi untukmu --
" Tidak usah" cegah
Lan See giok, ia merasa tindakan semacam itu hanya merupakan, suatu pemborosan
belaka. "satu dua jam" akan lewat dengan cepat, biar nyonya tinggal
di kamar sebelah timur sedang enci Cu di kamar sebelah barat. sedang aku
sendiri cu-kup bersemedi di ruang tengah saja"
Napsu birahi yang semula
menyelimuti wajah Tok Nio-cu seketika hilang lenyap tak mem-bekas, tapi ia
masih memaksakan diri untuk berkata sambil tersenyum:
"Begitu pun ada baiknya,
cuma hal ini akan menyiksa adik Giok, Besok kita bersua lagi. maaf kalau aku
akan mengundurkan diri le-bih dulu"
Lan See giok dan Oh Li cu
serentak bangkit berdiri sambil berseru:
"Selamat malam!"
Dengan senyum dikulum Tok Nio
cu me-ngundurkan diri dari ruangan dan langsung menuju ke ruang timur, dua
orang dayang mengikuti di belakangnya untuk melayani keperluan nyonya tersebut.
Oh Li cu mengawasi sampai Tok
bNio-cu ma-suk kje ruang timur, g kemudian dengabn cekatan dia berpaling ke
arah sang pemuda sambil bisiknya lirih:
"Hei, pil pemunah racun
Ban leng ciat tok wan pemberianku dulu apakah masih berada disakumu?"
Lan See giok tertegun, lalu
mengangguk de-ngan perasaan tak mengerti.
"Yaa, masih berada
disakuku!"
Bagaikan seorang istri yang
sangat memper-hatikan suaminya, Oh Li cu kembali berbisik.
"Ayo cepat kau telan
sebutir!"
Lan See giok sungguh dibuat
kebingungan oleh sikap gadis tersebut tapi dia- toh men-jelaskan juga.
"Aku pernah minum cairan
kemala Leng- sik-giok-ji, secara otomatis di dalam cairan darahku sudah
terkandung hawa sakti yang dapat melawan pengaruh racun "
Oh Li cu sudah pernah
mengalami kegagalan, karena itu dia cukup mempercayai perkataan anak muda
tersebut, maka sambil tertawa genit ujarnya lembut:
"Tidurlah sampai berjumpa
esok pagi!"
Setelah melemparkan sekulum
senyuman manis, dia membalikkan badan dan beranjak ke luar dari ruangan,
Dua orang dayang segera
mengikuti pula di belakangnya untuk melayani keperluan pe-rempuan itu.
Lan See giok termangu mangu
untuk bebe-rapa saat lamanya, ia merasa Oh Li cu telah berubah sama sekali,
terutama setelah perpisahannya dalam setahun ini.
Kini si nona berubah menjadi
begitu cantik, menawan hati, lembut dan memberikan ke-san yang indah bagi
siapapun yang meman-dangnya..
Bila membayangkan kembali
sikapnya ketika masih berada di Benteng Wi-lim-poo tempo hari, dia begitu
cabul, jalang keji dan buas, terutama kesombongannya, sedikit-sedikit lantas
turun tangan melakukan pembu-nuhan, waktu itu dia benar-benar termasuk seorang
perempuan berhati sejahat bisa ular beracun.
Tapi sekarang, dia seperti
telah berubah sama sekali, tapi persoalan apakah yang membuatnya berubah?
Waktu? Cinta? Atau pebngalaman? Atau jmungkin kasih sgayang membuat hbatinya
berubah selembut kapas - -Y
Membayangkan kesemuanya itu,
dia hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil terta-wa.
Sepeninggal kedua orang
perempuan itu Lan See-giok duduk bersila di atas kursi dan bersemedi untuk
melatih ilmu Hud-kong sinkangnya.
Waktu berlalu sangat cepat,
tanpa terasa kentongan ketiga sudah lewat.
Kota Siang-yang yang selalu
sibuk dan ramai, lambat laun sudah berubah menjadi lengang kembali.
Oh Li cu merasa sangat gundah,
pikiran nya kalut dan hatinya tak pernah tenang, mem-bayangkan kesulitan,
penderitaan dan jerih payahnya selama setahun terakhir, akhirnya hanya begini
hasil yang diperolehnya.
Membayangkan kesemuanya itu,
tanpa terasa dua titik air mata jatuh berlinang.
Berkat doa restu, akhirnya
adik Giok berhasil ditemukan kembali. namun bagaimana kah nasibnya kemudian?
Apakah semuanya bisa diramalkan mulai sekarang?
Dia hanya bisa berdoa,
moga-moga saja ia dapat mendampingi adik Gioknya se-panjang jaman.
berpikir sampai di sini ia
segera teringat kembali dengan Lan See-giok yang tidur di ruang tengah.. .
Pelan-pelan dia turun dari
ranjang dan menuju ke ruang tengah, dia ingin tahu ba-gaimana keadaan adik
Gioknya sekarang
Bersamaan waktunya melompat
turun dari ranjang, tiba-tiba terdengar pula pintu dibuka orang dari ruang
sebelah.
0h Liu cu terkejut, ia segera
teringat akan Tok Nio cu, maka sambil menahan napas, dan perlambat langkahnya,
pelan-pelan dia menuju ke depan jendela.
Tiba di depan jendela, dengan
jari tangannya dia melubangi kertas jendela kemudian me-ngintip ke luar..
Betul juga, Tok Nio-cu dengan
langkah yang berhati hati sekali sedang membuka pintu kamar.
tak terlukiskan rasa gusar Oh
Li cu menyak-sikan hal ini, diam-diam dia mengumpat di-hati kecilnya
"Keparat, ternyata
siluman rase itu memang mempunyai tujuan yang amat jahat..."
Baru saja dia hrendak melompat
zke luar dari jewndela, mendadakr dilihatnya Tok Nio-cu, mengempit segulung
selimut di bawah ketiak nya.
Hawa amarah kontan berubah
menjadi ko-baran api cemburu setelah melihat hal ini, diam-diam Oh Li cu
mendengus dingin, ke-mudian pikirnya lagi.
"Siapa yang suruh kau
memperhatikan suamiku?"
Dengan cepat dia melompat ke
depan pemba-ringan sambil menyambar sebuah selimut, tapi sebelum melompat ke
luar dari ruangan, satu ingatan telah melintas dalam benaknya.
Niatnya semula segera
diurungkan, dia ingin menyelidiki perbuatan apakah yang hendak dilakukan Tok
Nio cu.
Tapi setibanya di depan
jendela dan menyak-sikan apa yang terbentang di depan mata. kembali nona ini
dibuat tidak habis mengerti.
Tok Nio-cu berdiri ditengah
halaman dan memandang ke ruang tengah dengan wajah termangu. dia seakan akan
dibuat terkesiap oleh pemandangan yang terbentang dihada-pannya.
Dari posisi Oh Li cu berada
saat ini, Sulit baginya untuk memandang keadaan di ruang tengah, maka ia
melompat ke arah pintu dan mengintip dari situ.
Suasana di ruang tengah terang
benderang bermandikan cahaya, tiada sesuatu gejala yang aneh hanya saja dia tak
dapat melihat tempat dimana adik Giok berada sekarang.
Sementara ia bermaksud untuk
menyelinap ke luar, mendadak dilihatnya Tok Nio-cu se-dang menggelengkan
kepalanya berulang kali kemudian setelah berguman memuji, dia ma-suk kembali ke
dalam kamarnya.
Dalam keadaan begini meskipun
Oh Li cu tidak habis mengerti, namun dia sendiri pun mengurungkan niatnya untuk
mengantar selimut buat sang pemuda, andaikata per-buatannya sampai ditampik
oleh adik Giok, bukankah hal ini akan ditertawakan oleh Tok Nio cu?
Setelah berbaring kembali di atas
pem-ba-ringan, dia membayangkan kembali guma-man memuji dari Tok Nio cu tadi,
agaknya ia telah menjumpai suatu keajaiban pada diri adik Giok.
Sudah barang tentu dia tak
pernah akan menyangka kalau Tok Nio-cu telah menyak-sikan lingkaran cahaya di
atas kedua belah bahu dan ubun-ubun Lan See giok yang se-dang duduk bersemedi.
Untung saja Tok Nio cu yang
sudah berpe-ngalaman luas yang melihat kejadian ini, coba kalau ke empat orang
dayang tersebut, niscaya mereka sudah berteriak teriak panik.
Ada satu hal yang mungkin tak
pernah disangka oleh Tok Nio-cu serta Oh Li-cu, yakni gerak gerik mereka berdua
ternyata tak sebuahpun yang lolos dari pengamatan Lan See giok dengan Hud kong
sinkangnya.
Cuma dia enggan membuyarkan
tenaga, lati-hannya hanya untuk menangkap per-buatan mereka berdua...
Kentongan kelima sudah
berbunyi. fajar pun mulai menyingsing...
Selesai sarapan, Lan See giok
bertiga mulai merencanakan perjalanan mereka.
Berhubung Tok Nio cu tidak
membicarakan tentang peristiwa semalam, Oh Li cu juga ti-dak mengungkapnya,
otomatis Lan See giok pun berlagak pilon.
Selesai membayar rekening,
mereka bertiga ke luar dari rumah penginapan, kuda Ci hwee kou milik Oh Li cu
juga telah dipersiap-kan.
Pek liong kou adalah seekor
kuda berwarna putih mulus dengan pelana emas dan alas perak.
Sedangkan kuda Wu-wi kou
berbulu hitam pekat, tinggi kekar dan gagah, sebaliknya Ci hwee kou berbulu
serba merah.
Dengan menunggang kuda,
berangkatlah ketiga orang itu menuju kearah timur kota.
Pada mulanya Lan See giok masih
ragu de-ngan kemampuan kudanya yang dikatakan sangat hebat itu, namun setelah
perjalanan sekian lama, dia merasakan kuda putih itu memang bisa lari dengan
cepat tapi mantap, sama sekali tidak menderita dan kemung-kinan. terjatuh kecil
sekali.
Tanpa terasa dua belas li
sudah dilewat-kan dengan cepat.
Mendadak terdengar Tok Nio-cu
berbisik dengan suara rendah. "Adik Giok, cepat ber-paling, orang kelima
di belakangmu sudah lama sekali menguntit perjalanan kita."
Tergerak hati Lan See giok
menbdengar per-katajan itu, dengan gcepat ia berpalbing.
Lebih kurang puluhan kaki di
belakangnya terlihat ada lima ekor kuda dengan lima lelaki kekar, berpakaian
ringkas sedang, melarikan kudanya menguntit mereka.
Oh Li-cu sangat gusar setelah
melihat ke-jadian tersebut, dengan kening berkerut seru nya. "Kawanan
tikus itu betul-betul tak tahu diri, rupanya mereka sudah bosan hidup
se-mua."
Lan See giok sendiri meski
agak men-dongkol, namun dia enggan mencari banyak urusan, segera katanya.
"Kalau begitu mari kita percepat
lari kuda kita untuk meninggalkan mereka jauh-jauh!"
Tok Nio-cu tersenyum hambar,
suatu senyu-man yang penuh mengandung arti, namun ia tidak berkata apa-apa.
Lan See giok yang menyaksikan
hal tersebut menjadi tidak habis mengerti, namun dia pun tidak banyak bertanya
dan segera melarikan kudanya meninggalkan tempat itu . . ".
Dengan kemampuan ketiga ekor
kuda itu, dalam waktu singkat mereka telah menem-puh perjalanan sejauh sepuluh
li lebih...
Menanti Lan See giok berpaling
kembali di belakang tubuhnya hanya nampak debu yang mengepul di angkasa.
sementara ke lima orang penunggang kuda tadi sudah tertinggal jauh di belakang,
bahkan sama sekali sudah tak nampak lagi.
Tetapi pada saat itulah---
Terdengar suara sayap yang
berkebas me-nembusi angkasa melintasi di atas kepala ke tiga orang itu---
Tok Nio cu mendongakkan
kepalanya sambil menengok sekejap, kemudian ia tertawa senang.
Tentu saja Lan See giok dan Oh
Ii cu tidak habis mengerti, mereka ikut mendongakkan kepalannya, tampak setitik
bayangan abu-abu melintas ditengah angkasa dan meluncur ke arah timur dengan
kecepatan bagaikan sambaran petir.
Dalam waktu singkat bayangan
tersebut su-dah berada ratusan kaki jauhnya dari tempat semula.
Dengan cepat mereka berdua
menjadi sadar, rupanya bayangan abu-abu itu adalah bu-rung merpati pos yang di
lepaskan ke lima orang penguntit tersebut.
Di samping itu. mereka berdua
juga segera mengerti apa sebabnya Tok, Nio-cu tertawa bangga tadi, tentunya dia
seperti henbdak berkata demjikian. Menempuhg perjalanan le-bbih cepatpun
percuma, lebih baik melanjut-kan, perjalanan sesuai jadwal.
Berpikir sampai disini, Lan
See giok segera memperlambat lari kudanya, otomatis Oh Li cu dan Tok Nio cu pun
ikut mengurangi ke-cepatan lari kudanya.
Tiba-tiba --
Dari arah belakang kembali
berkumandang suara burung yang terbang melintasi di ang-kasa.
Lan See giok, Tok Nio cu serta
Oh Li cu sama-sama tergerak hatinya, mereka tahu kelima orang yang berada di
belakang kem-bali telah melepaskan burung merpati pos.
Ketika mereka bertiga
berpaling, benar juga seekor burung merpati pos sedang terbang melintas, jarak
ketinggian dari permukaan tanah paling banter cuma enam kaki.
Tiba-tiba satu ingatan
melintas dalam benak Lan See giok, disaat Tok Nio-cu dan Oh Li cu sedang mengamati
burung merpati tersebut, diam-diam ia menghimpun hawa murninya yang disalurkan
ke dalam lima jari tangan-nya, kemudian segera menyentil nya ke udara...
Suara desingan angin tajam
langsung melun-cur ke tengah udara dan persis menghantam burung merpati yang
kebetulan sedang ter-bang melintas.
"Prakkk!"
Burung merpati itu terguling
guling di tengah udara kemudian meluncur ke muka dan akhirnya menukik ke arah
persawahan bebe-rapa puluh kaki di depan sana.
Tok Nio cu maupun On Li cu
sama-sama ter-peranjat setelah menyaksikan kejadian itu, serentak mereka
menjerit kaget.
Burung merpati itu menukik
langsung ke arah persawahan dan menggeletak mampus,
Tok Nio cu serta Oh Li cu
tertegun untuk sesaat, kemudian mereka melarikan kudanya menghampiri bangkai merpati
tadi.
Lan See giok memperhatikan
sekejap keadaan di sekeliling tempat itu, setelah sa-dar kalau di sekitar situ
tiada orang lain, dia baru turut menyusul ke bawah.
Sementara dia mendekat, Tok
Nio cu telah melayang turun ke bawah dan memungut bangkai burung merpati itu,
ternyata sudah mampus.
Maka kepada Lan See giok serta
Oh Li cu ujarnya kemudian:
"Ayo cepat berarngkat,
ini namaznya kemauan takwdir, sungguh tark nyana merpati pos ini bisa terserang
angin duduk sehingga mam-pus secara mendadak"
Dengan cepat dia melompat naik
ke atas ku-danya dan menyembunyikan bangkai merpati itu ke dalam kantung
senjata rahasia.
Oh Li cu merasa agak bimbang,
tentu saja ia tak percaya ada kejadian yang begini kebe-tulan, Lan See giok
yang melihat hal tersebut cuma membungkam diri mesti hati kecilnya tertawa
geli.
Dengan cepat mereka bertiga
melanjutkan perjalanan lagi menuju ke depan.
Tidak sampai lima li, di depan
situ muncul sebuah jembatan batu, ketika tiba dimuka jembatan, tampak air yang
mengalir di sungai itu deras sekali.
Tergerak hati Tok Nio cu, dia
mengeluarkan bangkai merpati itu, melepaskan tabung kecil yang terikat di
kakinya kemudian membuang bangkai tersebut ke dalam sungai.
Melihat cara kerja perempuan
itu, diam-diam Lan See giok dan Oh Li cu memuji ketelitian cara kerjanya.
Selesai membuang bangkai
burung itu, Tok Nio-cu melanjutkan perjalanannya kembali sambil mengeluarkan
selembar kertas dari dalam tabung kecil itu, setelah diamati seke-jap, ia pun
berkata sambil tertawa.
"Sekarang kita boleh
melanjutkan per-jalanan dengan berlega hati, tak usah kuatir, sepan-jang jalan
tak bakal ada orang yang akan menguntit kita lagi."
Dia melarikan kudanya
mendekati Lan See giok dan menyerahkan surat tersebut kepadanya.
Lan See-giok menerima surat tersebut
dan dibaca isinya. ternyata berbunyi demikian:
"Sasaran ada tiga,
diantara nya Tok Nio cu. Tertanda ketua cabang kota Kang tin."
Selesai membaca surat itu, Lan
See giok menyerahkannya ke tangan Oh Li cu.
Ia merasa terkejut bercampur
kagum atas kecepatan pihak Tay ang san untuk me-nyampaikan berita, di samping
itu diapun, mengagumi cara kerja Tok Nio cu yang begitu cekatan dan seksama
dalam melaksana kan pekerjaannya.
Sementara itu Oh Li cu telah
berpaling kearah Tok Nio cu sambil bertanya dengan nada tak habis mengerti.
"Mengapa di tengah jalan kita tak perlu kuatir` dikuntit orang lagi...
Sambil berkata ia menggulung
kertas itu, meremasnya lalu disentilkan ke dalam semak belukar di sisi jalan.
(Bersambung ke Bagian 25)