Anak Harimau Bagian 24

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 24

Bagian 24

Amarah Tok Nio-cu segera meledak ledak sambil membentak keras telapak tangannya diputar menciptakan selapis bayangan te-la-pak tangan yang diiringi desingan angin ta-jam mendesak mundur tubuh Oh Li cu . .

Sejak melihat Lan See giok memasuki ruang pavilliun, kemudian menjumpai pemuda itu, begitu tega mengurung diri dan menghin-darinya, Oh li cu lantas berpendapat bahwa pemuda tersebut sudah pasti telah dipenga-ruhi perempuan muda yang genit itu.

Semua kekesalan dan amarahnya segera berubah menjadi api cemburu yang entah dari mana datangnya.

Ketika tubuhnya kena didesak oleh serangan gencar Tok Nio cu sehingga terpaksa harus mundur dari ruangan, ia menjadi nekad dan tangannya diputar kencang. "Criing .. !"

Diiringi desingan suara nyaring, cahaya ta-jam berkilauan di udara, sebilah pedang ta-jam tahu-tahu sudah berada dalam geng-gamannya .....

Kemudian sambil mengawasi Tok Nio cu de-ngan sorot mata penuh kebencian dan hawa napsu membunuh menyelimuti seluruh wa-jahnya dia berkata sambil menggigit bibir:

"Sudah pasti kau... pasti kau siluman rase yang telah mempengaruhi adik Giok, bila hari ini nonamu tak bisa mencincang tubuhmu sehingga hancur menjadi perkedel. nonamu lebih suka menggorok leher dan menghabisi nyawa sendiri!"

Sembari berbicara, dia mengawasi Tok Nio cu lekat-lekat, sementara pedangnya disiapkan di depan dada dan selangkah demi selangkah maju mendekati ke muka.

Tok Nio-cu tertawa dingin, di atas wajah nya sama sekali tidak terlintas rasa takut, sahut-nya:

"Bila kau tak mampu memikat adik Giok mu, berarti kau sendiri yang tidak memiliki kepandaian, hari ini, bila kau tidak menggo-rok lehermu sendiri, jangan harap dapat meninggalkan tempat ini dalam keadaan se-lamat!"

Tangannya segera merogoh ke dalam saku kulit kecil yang tergantung di pinggangnya dan mengeluarkan tiga butir peluru Tok- leng tan ...."

Lan See giok yang melihat kejadian tersebut dari tempat persembunyiannya men-jadi kaget, tiba-tiba wajahnya berubah, ia tahu bagaimanapun juga harus munculkan diri guna mengatasi masalah tersebut....

Berbicara yang sebenarnya, dia bukannya takut bertemu dengan Oh Li cu yang benar adalah dia merasa tak bisa memberi penjela-san kepada gadis itu atas usahanya melari-kan diri waktu dulu.

Selain itu, diapun menaruh curiga kepada Oh Tin-san sebagai salah seorang pem-bunuh keji ayahnya, karena itu dia enggan bertemu de-ngan putrinya.

Tapi sekarang, Oh li-cu dan Tok Nio-cu telah saling berhadapan dengan senjata terhunus, entah siapa yang akhirnya menjadi korban, yang jelas kejadian semacam ini sama sekali tak diharapkan olehnya.

Baginya, Oh Li cu mempunyai budi pertolo-ngan dan membantunya kabur dari Wi-lim-poo.

Sedang mengenai pengumuman Oh-Tin san tentang perkawinan mereka, kejadian terse-but hanya merupakan keputusan sepihak, baginya hal tersebut tak pernah diakui.

Sedangkan Tok Nio-cu, perempuan ini le-bih-lebih tak boleh sampai terluka, besok dia masih harus berangkat ke Tay ang san dan segala sesuatunya, ia masih mengharap kan petunjuk jalan darinya, terutama sekali ren-cananya untuk memancing Beruang berle-ngan tunggal ke luar dari tempat persembu-nyiannya.

Di samping itu .. orang-orang Pek-ho-cay te-lah berjanji akan berkumpul di kota ini ma-lam nanti, Perempuan itu diperlukan untuk mengadakan kontak dengan mereka. karena itu kehadiran perempuan tersebut amat diha-rapkan.

Sementara dia masih berpikir, Oh-li-cu de-ngan pedang di depan dada telah meng-him-pun tenaganya siap melancarkan serangan.

Tok Nio-cu dengan peluru api beracunnya sedang mengawasi pedang ditangan Oh Li--cu lekat-lekat, tampaknya dia hendak mengatasi serangan dengan ketenangan.

Asal pedang Oh-Li-cu digerakkan, niscaya ketiga butir peluru api beracunnya akan di sambit ke luar.

Lan See giok dapat melihat betapa gawatnya situasi yang terbentang dihadapannya sekarang, cepat-cepat dia menampakkan diri dari tempat persembunyiannya, kemudian berseru keras:

"Hei, kalian jangan salah paham, kalian ja-ngan salah paham dulu.!"

Sambil berseri, dia melompat ke tengah ru-angan.

Melihat si anak muda itu telah menampak-kan diri, Tok Nio cu memandang sekejap ke arah Oh Li-cu sambil tertawa dingin, kemu-dian memasukkan kembali peluru api beracunnya ke dalam saku.

Oh Li-cu pun memperlihatkan rasa gembira yang tak terlukiskan dengan kata-kata sete-lah menyaksikan kemunculan pemuda itu ia menjumpai Lan See giok lebih tampan dan lebih dewasa, kini ia sudah menjadi seorang pemuda yang matang sekali.

Namun bila teringat kembali sikap Lan See-giok yang melarikan diri serta berusaha menghindari pertemuan dengannya tadi, kembali ia merasakan hatinya bagaikan ditembusi beratus batang anak panah, air matanya tak terbendung lagi dan segera ber-cucuran seperti air bah yang menjebol kan tanggul.

Sebagai seorang pemuda yang berhati baik apa lagi Oh Li cu selalu menunjukkan sikap yang amat memperhatikan diri nya, anak muda itu tak bisa melukai hatinya lebih jauh...

Sembari menjura katanya kemudian:

"Enci Cu, silahkan duduk di dalam ruangan!"

Panggilan "enci" itu segera mengobati jerih payah Oh Li cu yang telah merantau dan berusaha mencarinya hampir setahun lama-nya, namun biarpun hatinya sedikit agak terhibur, tapi teringat kejadian tadi rasa sedih dalam hatinya belum juga hilang.

Menyaksikan keadaan si nona yang masih saja berdiri termangu seolah-olah tidak mendengar sama sekali apa yang dikatakan barusan, dengan nada minta maaf sekali lagi dia berkata:

"Enci Cu. harap kau sudi memaafkan siaute yang mempunyai kesulitan untuk memberi keterangan kepadamu. tadi, sesungguh nya aku bukan bermaksud menghindarimu, tapi aku berbuat demikian disebabkan keadaan yang terpaksa. atas kesalahan tadi biar siaute minta maaf, harap cici jangan marah lagi."

Sembari berkata, ia betul-betul menj-ura dalam-dalam kepala gadis tersebut.

Oh Li cu menghela napas sedih, dia menya-rungkan kembali pedangnya lalu berkata dengan air mata bercucuran:

"Semua duduknya persoalan telah dl jelaskan Hu-yong siancu Han lihiap kepadaku, dan cici bersedia membantu untuk mengungkap latar belakang kejadian itu sampai tuntas, seandainya pembunuh ayahmu Lan tayhiap benar-benar adalah ayahku, yaa anggaplah nasibku memang jelek, kau tak usah berkata apapun, cici akan mengakui sendiri bahwa nasibku memang buruk."

Lan See giok manggut-manggut sedih, ia segera mempersilahkan gadis itu untuk me-masuki ruangan.

Sementara itu, Tok Nio-cu yang turut mendengarkan pembicaraan mana, kian lama ia kian bertambah kebingungan, apalagi Lan See giok memang tak pernah membicarakan soal Oh Tin san kepadanya, jadi untuk bebe-rapa saat diapun tak habis mengerti.

Oh Li cu melangkah masuk ke dalam ru-angan, selama ini dia tidak berpaling ke arah Tok Nio-cu, bahkan memandang sekejappun tidak, ia langsung menuju ke ruang dalam.

Sebaliknya Tok Nio-cu yang melihat Lau See giok menyebut "cici" kepada Oh Li cu, ini menandakan bahwa pemuda tersebut telah mengakui Oh Li cu sebagai bininya tiba-tiba saja ia merasa sedih bercampur cemburu.

Setelah mempersilahkan Oh Li cu, Lan See giok segera mempersilahkan juga Tok Nio cu untuk masuk.

Tok Nio-cu tertawa genit, ia merasa gembira sekali dengan sikap pemuda itu, maka sambil membalikkan badan bersama pemuda itu masuk ke dalam ruangan"

Ke empat dayang yang semula ketakutan, sekarang telah bekerja kembali menghidang kan air teh.

Setelah semua orang duduk, Lan See giok baru menuding ke arah Tok Nio-cu dan memperkenalkan kepada Oh Li cu.



"Dia adalah Gui hujin, dari benteng Pek hoo cay, Tok Nio-cu yang mendengar itu segera menyambung dengan cepat:

"Aku adalah Tok Nio cu Be Cui peng."

Kemudian Lan See giok segera memperkenal-kan Oh Li cu kepada perempuan itu:

"Dan dia adalah putri kesayangan dari Oh Po cu dari Wi-lim-poo, nona Oh Li cu."

"Oooh, rupanya putri kesayangan dari Oh Pocu selamat berjumpa, selamat berjumpa" seru Tok Nio-cu kemudian sambil tertawa nyaring.

Ketika Lan See giok melihat di atas wajah On Li cu masih diliputi hawa amarahnya.

dia mengangguk pelan terhadap Tok Nio-cu, seolah kuatir perempuan itu mengejek lebih jauh, maka dia segera memberi penjelasan.

"Gui caycu dari benteng Pak ho cay adalah sahabat karib dari Oh lo pocu, hubungan persahabatan mereka amat akrab dan sekarang kalian berdua telah berjumpa, ke-sempatan untuk berkumpul pun akan ber-tambah banyak, dengan pengalaman Gui hujin yang luas dan pengetahuan yang ba-nyak, sudah sepantasnya bila enci Cu se-ringkali memohon petunjuk dari Gui hujin "

Selama ini Oh Li cu selalu menaruh curiga kepada Tok Nio cu bahwasanya perempuan itu mempunyai hubungan yang luar biasa dengan adik Giok nya. itulah yang menye-babkan timbul perasaan cemburu dalam hatinya.

Kendatipun demikian, diapun enggan menyusahkan pemuda pujaan hatinya, karena itu dengan memaksakan diri dia ha-rus mengucapkan beberapa patah kata me-rendah untuk perempuan tersebut.

Melihat perkataan dari Oh Li cu diutarakan amat terpaksa, sebaliknya Tok Nio-cu me-nunjukkan sikap acuh tak acuh, seakan akan sama sekali tidak menaruh perhatian atas hal mana, buru-buru Lan See giok me-ngalihkan pembicaraan ke soal lain, ujarnya kemudian kepada Oh Li-cu:

"Enci Cu, semenjak berpisah di pesisir telaga tempo hari, baik-baiklah kau selama satu tahun belakangan ini?"

Sebelum menjawab, tiba-tiba saja sepasang mata Oh Li cu berubah menjadi merah, ma-tanya berkaca kaca..

Tok Nio-cu sebagai seseorang ybang berpe-ngalajman luas. tentug saja enggan mebnde-ngarkan urusan pribadi kedua orang itu, dit-ambah pula dia kuatir orang-orang Pek ho cay belum berkumpul semua, maka sambil bangkit berdiri katanya kemudian:

"Silahkan adik Giok dan nona Oh ber-bin-cang-bincang dulu, aku hendak pergi ke pekan raya dulu untuk melihat apakah sau-dara-saudara ku sudah berkumpul semua..."

Sembari berkata, dia lantas beranjak ke luar dari ruangan."

Buru-buru Lan See giok bangkit berdiri sam-bil mengantar, malah mengucapkan pula rasa terima kasihnya.

Karena pemuda itu bangkit berdiri, terpaksa On Li cu turut bangkit pula, sekarang ia su-dah dapat menilai bahwa hubungan antara adik Giok dengan Tok Nio-cu ters-ebut ter-nyata masih jauh di bawah apa yang diduganya semula.

Walaupun begitu, dia toh masih rada curiga, karenanya sepeninggal Tok Nio-cu ia segera bertanya dengan perasaan tidak habis mengerti:

"Adik Giok. bagaimana sih ceritanya sehingga kau dapat bergaul dengan orang--orang dari Pek-ho-cay?"

Sampai sekarang Lan See-giok masih belum tahu apa saja yang telah dibicarakan Hu-yong siancu kepadanya, karena itu dia-pun tak berani menceritakan pengalaman nya belajar silat di bukit Hoa san.

Secara ringkas dia hanya bercerita tentang kepergiannya ke Pek ho cay untuk menuntut balas terhadap Gui Pak ciang .... selesai mendengarkan penuturan itu, Oh Li cu segera bertanya dengan perasaan tak mengerti.

"Lantas ke mana kau hendak pergi dalam langkah kedua ini?"

"Bukit Tay ang San!" jawab Lan See giok tanpa ragu-ragu.

Berubah hebat paras muka 0h Li cu mende-ngar nama tersebut, ia berseru tertahan:

""Bukit Tay ang san? Aku dengar Tay ang san meliputi daerah seluas berapa ratus li, se-muanya terdiri dari tiga bukit, sembilan pun-cak dan dua belas benteng, semuanya di jaga oleh jago-jago kenamaan dari golongan hitam dan konon ilmu silat mereka luar biasa sekali, jangan lagi cuma kau seorang biar kami bertiga pergi bersama pun masih meru-pakan masalah besar--" Ditinjau dari peru-bahan sikap Oh Li cu, dengan cepat Lan See giok mendapat tahu kalau keterangan dari Tok Nio cu tadi, memang tidak bbohong selain ijtu dia juga mengdapat tahu kalabu Oh Li cu belum tahu jika ia telah belajar silat di bukit Hoa san.

Setelah tertawa hambar, katanya kemudian dengan nada sedih:

"Dendam sakit hati ayahku lebih dalam dari-pada samudra, sekalipun aku tahu jalan tersebut merupakan sebuah jalan kematian bagiku, mau tak mau aku toh harus menda-tanginya juga!"

"Baiklah" akhirnya Oh Li cu menghela napas. "cici akan mengiringi kepergianmu ini, bila aku bisa mati bersamamu, hatiku pun rela ....."

Lan See-giok benar-benar terharu sekali oleh ucapan mana, akan tetapi diapun enggan membiarkan gadis tersebut mengorbankan jiwa demi dirinya. dengan perasaan berterima kasih katanya kemudian.

"Dendam sakit hati ayahku lebih dalam dari samudra, aku tak ingin musuh besarku itu mampus ditangan orang lain. Cici kau adalah seorang putri seorang kenamaan, kau amat bernilai tinggi, bila sampai menderita cedera atau sesuatu yang tak diinginkan, sudah pasti siaute akan menyesal sepanjang jaman "

Sebelum anak muda itu menyelesaikan kata katanya, dengan air mata bercucuran dan sekujur badan gemetar keras, Oh Li-cu telah menyela.

"Gara-gara kau, cici telah meninggalkan rumah, memutuskan hubungan dengan orang tua. setiap hari aku melakukan perja-lanan, menembusi angin dan salju untuk mencari jejakmu, setahun terakhir ini aku telah banyak menderita bagimu, sukar makan tak nyenyak tidur memikirkan kau. sungguh tak kusangka.. kau hari ini..." Gadis itu tak sanggup melanjutkan, kembali kata katanya, air mata bercucuran dengan deras dan meledaklah isak tangisnya yang memilukan hati.

Lan See giok turut merasa sedih, rasa terima kasih memenuhi dadanya, dia dapat merasa-kan perubahan dari Oh Li-cu, teru-tama se-lama setahun belakangan ini.

Dengan perasaan terharu dan gelisah, cepat-cepat ia berseru:

"Budi kebaikan cici tak pernah akan siaute lupakan, hanya saja..."

"Sudah, jangan berbicara lagi, jangan dibica-rakan lagi..." teriak Oh Li-cu sambil menutupi wajahnya dengan kedua belah ta-ngan lalu menangis tersedu.

Lan See giok tark ingin Oh Li czu bersedih hatiw, ia terbungkamr untuk sesaat dan cuma bisa mendengarkan isak tangis nona itu dengan wajah melongo.

Untuk sesaat suasana dalam ruang pavilliun itu hanya dipenuhi oleh suara sedu sedan yang memilukan hati...

Entah berapa saat sudah lewat, akhirnya isak tangis dari Oh Li-cu pun mulai mereda.

Lan See giok segera manfaatkan kesempatan itu untuk mengalihkan pembicaraan ke soal lain, katanya:

"Enci Cu, bukankah kau telah bersua dengan Hu-yong siancu bibi Wan? Apa saja yang te-lah ia katakan kepadamu?"

Dengan sapu tangannya Oh Li cu menyeka air mata yang berlinang, bukan menjawab dia malah berbalik bertanya:

"Ketika kau menunggang kuda putih tempo hari, agaknya memang berniat untuk melari-kan diri rupanya..."

Terhadap pertanyaan tersebut, Lan See- giok memang telah mempersiapkan diri semenjak tadi, maka tanpa sangsi barang sedikitpun jua dia menjawab:

"Kalau menurut pandanganmu waktu itu, apakah siaute memang mempunyai rencana untuk melarikan diri?"

Oh Li-cu seperti belum juga mau percaya, kembali tanyanya dengan nada tak mengerti.

"Tapi mengapa aku tak berhasil menemukan jejakmu meski seluruh bukit dan hutan telah kucari?"

"Kalau dibicarakan sesungguhnya merupa-kan suatu kebetulan saja." Lan See-giok menjelaskan dengan kening berkerut, "kalau tidak, mungkin aku sudah terbanting mam-pus oleh kuda putih tua itu. Sewaktu mendekam di punggung kuda waktu itu aku dilarikan ke atas sebuah bukit kecil, tiba-tiba saja terhembus segulung angin kuat yang menerpa datang, kuda tua tadipun segera berhenti berlari.."



"Apakah kau ditolong oleh kakek berjubah kuning?" tanya Oh Li cu tak sabar.

Cepat-cepat Lan See-giok mengangguk.

"Ya, masih ada pula Hu-yong siancu bibi Wan!"

Oh Li cu segera mengangguk berulang kali, ia merasa penjelasan anak muda tersebut mirip sekali dengan penjelasan dari Hu-yong siancu, maka tanyanya lebih jauh dengan perasaan tak mengerti:

"Apakah kau segera dibawa pergi oleh kakek berjubah kuning itu?"

Lan See giok segera teringat kembali bagai-mana gurunya To Seng-cu masih sempat menampakkan diri dihadapan Oh Tin san suami istri dari balik rumah bibi Wan hingga membuat gembong iblis itu kabur ketakutan.

Karenanya dia menggelengkan kepalanya.

"Tidak, kami pulang dulu ke rumah kedia-man bibi Wan, baru malam berikutnya aku meninggalkan rumah kediaman bibi Wan."

Sekali lagi Oh Li-cu menganggukkan kepalanya, maka diapun bertanya dengan perasaan kuatir.

"Apakah selama setahun belakangan ini, kau selalu mengikuti tokoh sakti itu belajar silat?"

Lan See giok mengiakan sambil mengangguk "Bagaimana dengan taraf kepandaian silat mu sekarang? Apakah telah memperoleh ke-majuan yang pesat? gadis itu bertanya lebih jauh.

"Tentu saja ada kemajuan yang telah ku peroleh, cuma saja sampai di manakah ke-majuan yang berhasi1 kucapai itu, siaute sendiri juga tidak tahu."

Meninjau dari mimik muka anak muda itu Oh Li-cu menyimpulkan bahwa kemajuan yang dicapai pemuda tersebut dalam ilmu silatnya tidak begitu pesat, karenanya dia bertanya lagi:

"Adik Giok, kau belajar silat dimana,? Siapa pula kakek berjubah kuning Itu.?"

"Maafkanlah daku cici, nama besar guru ku tak bisa disebut sebut, perguruankupun me-rupakan rahasia orang luar."

Kemudian sewaktu dilihatnya Oh Li cu menunjukkan perasaan tak senang hati. ia menjelaskan lebih jauh.

""Cuma ayahmu mengetahui dengan jelas akan asal usul guruku itu, asal cici bertanya kepadanya, bukankah akan segera kau keta-hui?"

Oh Li cu sangat tidak puas denbgan jawaban darji Lan See giok gsebelum ia bertbanya lebih lanjut, bayangan manusia telah berke-lebat lewat di depan pintu, tahu-tahu Tok Nio-cu sudah berjalan masuk dengan langkah tergesa gesa:

Lan See giok menjumpai Tok Nio cu berkerut kening, wajahnya nampak berat dan serius, hal ini membuatnya berkesimpulan bahwa orang-orang dari Pek ho cay tidak berhasil menyusul si harimau berkaki cebol"

Sambil menyambut kedatangan perempuan itu, Lan See giok segera menegur:

"Apakah mereka telah berhasil menyusul si harimau berkaki cebol...?"

Dengan kening berkerut Tok Nio-cu menghela napas panjang.

"Aai. si harimau berkaki cebol memang se-orang setan alas yang licin, laporan dari setiap pos mengatakan bahwa mereka tidak melihat orang itu berganti kuda di tempat mereka, setelah sampai di kota Huan-sia, je-jaknya baru ketahuan...

"Apakah sudah berhasil dikejar?" tanya Lan See giok gelisah.

Dengan sedih Tok-Nio-cu menggelengkan kepalanya berulang kali:

"Dia sudah lewat semenjak dua hari berse-lang."

"Aneh betul" seru Lan See giok kemudian makin gelisah." jarak dari tempat itu sampai di Pek hoo cay hampir mencapai ratusan li diantaranya terpisah oleh perbukitan Bu -tong san, Dengan cara bagaimana ia dapat berlalu dari situ?"

"Menurut dugaan dari para pengejar, bisa jadi dia menelusuri Pek hoo cay, melalui Tin -siang langsung menuju ke Kong-hua dan tiba di kota huan sia. Bisa jadi pada hari pertama ia telah menduga akan datangnya pengejar dari pihak benteng, karena itu dia menyem-bunyikan diri di tempat kegelapan. menanti para pengejar sudah lewat, dia baru mulai melakukan perjalanan menuju kota Han sia dan sekarang bisa jadi telah memasuki wilayah Tay-ang san di bawah pengaruh si Beruang berlengan tunggal, dalam keadaan demikian sekalipun para jago dari Pek-ho cay berhasil menyusulnyapun belum tentu berani menangkapmya."

Diam-diam Lan See-giok merasa gelisah, na-mun diapun merasa kagum sekali, sejak perjumpaan di Pek ho cay tempo hari dia su-dah menduga kalau si harimau berkaki cebol adalah seorang manusia yang pandai bekerja.

Oh Li cu yang selama ini mendebngarkan pembicajraan tersebut, gtiba-tiba mencobrong sinar tajam dari balik matanya, ia segera bertanya dengan gelisah:

"Adik giok, kau mempunyai kuda?"

Sebelum pemuda itu menjawab. Tok Nio cu telah menyela lebih dulu.

"Aku telah memilihkan seekor kuda Wu--wi dari antara dua puluhan "ekor kuda jempo-lan."

"Sayang sekali biar adu kudapun, aku tak mau menaikinya!" tukas pemuda itu sedih.

Dengan gemas Oh Li cu segera berseru:

"Tempo hari, kau toh tidak sampai dl banting oleh kuda tua itu hingga terluka? Apa sih yang mesti kau takuti? Dengan kepandaian silat yang kau miliki, asal kau bertindak lebih hati-hati saja, tanggung tak bakal ada per-soalan."

Tampaknya Tok Nio cu sudah mengambil keputusan untuk menyerahkan kuda kesa-yangannya untuk Lan See giok, dengan cepat dia menimbrung dari samping.

"Kalau memang begitu, biar aku yang menunggang Wu wi, sedang adik giok boleh memakai kuda pek liong kou milikku, bukan cuma cepat, kuda itupun bisa lari tenang, sewaktu berlari biar kita menaruh semang-kuk air di atas pelannya pun, air dalam mangkuk tak bakalan tumpah.

Oh Li cu tahu kalau kata-kata semacam itu hanya bermaksud untuk memuji kehebatan kudanya saja. memanfaatkan kesempatan tersebut katanya kemudian.

"Nah, itu lebih bagus lagi, Pek liong kou me-mang salah satu kuda jempolan yang sangat langka dalam dunia ini, dia bisa lari cepat tapi tenang, adik Giok, sekarang kau tak perlu kuatir untuk menungganginya lagi"

Kemudian sambil berpaling kearah Tok Nio cu. kembali dia berkata.

"Bagaimana kalau kita berangkat sekarang juga? Kuda Ci hwee kou milikku adalah ketu-runan dari Ci toh-kou. kuda kesayangan Kwan Kong dimasa lampau, biarpun tak bisa menempuh seribu li dalam sehari, delapan ratus li mah masih bisa dicapai, asal kita berangkat pada malam ini, esok juga, kita sudah pasti telah-sampai di bukit Tay-ang san..."

"Sayang sudah tak sempat lagi" cegah Tok Nio cu, sekalipun si harimau berkaki cebol belum tiba di tempat tujuan, burung-burung merpati pos milik Tay ang san sudah pasti telah tiba lebih dulu di tempat tujuan."

Waktu itu Lan See gook sudah dibuat keha-bisan akal oleh pembicaraan kedua orang itu, tanpa terasa tanyanyar kemudian dengazn perasaan sangwat gelisah:

Larntas apa yang mesti kita lakukan menurut pendapat nyonya?"

Dengan rencana yang matang. Tok Nio cu menjawab:

"Kalau toh masalahnya sudah tak mungkin ditolong lagi. lebih baik kita bertindak secara tenang saja, perjalanan yang seharusnya bisa dicapai dalam dua hari. kita boleh menem-puhnya di dalam lima hari ......

"Kalau begitu, bukankah hal tersebut berarti kita akan memberi kesempatan yang lebih banyak bagi Beruang berlengan tunggal un-tuk mempersiapkan diri?" seru Oh Li cu tidak setuju.

Tok Nio-cu tertawa dingin:

"Kecepatan orang-orang Tay ang san mene-rima berita sangat mengejutkan hati, bila kau tak percaya lihat saja besok, kita bersama-sama ke luar dari Siang-yang, tanggung ada orang yang segera akan menguntit perjalanan kita."

Walaupun Lan See giok dan Oh Li cu me-ngangguk berulang kali, toh mereka tetap tidak begitu percaya.

Terdengar Tok Nio cu berkata lebih jauh.

"Saat ini kita harus menghimpun tenaga se-baik baiknya sambil menjaga kondisi badan tetap prima, sampai waktunya meski kita tak usah mendobrak kedua belas benteng mereka, namun setelah memasuki puncak Keng thian hong, aku yakin para caycu yang lain akan berdatangan untuk memberi ban-tuan kepada rekannya, dan saat itu perta-rungan berdarah tak akan bisa dihindari lagi!"

Kemudian ia mengerling sekejap ke arah Lan See giok dengan sorot mata yang lembut dan genit, dengan nada suara yang memikat terusnya: "Tentu saja semuanya ini tergan-tung keputusan dari adik Giok sendiri, bila adik Giok memutuskan akan berangkat pada malam ini juga, sekarang aku akan perintah kan para pelayan untuk menghubungi kasir agar rekening dihitung dan kuda dipersiap-kan!"



Selama ini, Oh Li-cu selalu berkesimpulan bahwa Tok Nio-cu mempunyai maksud tu-juan yang kurang baik atas adik Giok nya, ini dilihat dari sorot matanya yang jalang serta nada suaranya yang memikat hati...

Sementara dia berniat untuk membujuk Lan See giok agar segera berangkat, si anak muda itu telah memutuskan secara tegas.

"Kalau memang begitu, kita berangkat besok pagi saja!"

Tok Nio-cu tertawa renyah, kepada Oh Li cu katanya kemudian. "Walaupun sekarang waktu masih pagi, namun besok kita harus menempuh perjalanan pagi-pagi sekali, mari kita pergi beristirahat saja ....

Tiba- tiba satu ingatan melintas dalam benak Oh Li cu, sambil berpaling kearah Lan See giok segera ujarnya,

"Meskipun aku telah menitipkan kudaku di dalam rumah penginapan seberang, tapi se-betulnya aku belum memesan kamar..."

"Itu mah gampang sekali" sambung Tok Nio cu penuh keramahan.", biar kuperintahkan kepada pelayan untuk menyediakan sebuah kamar lagi untukmu --

" Tidak usah" cegah Lan See giok, ia merasa tindakan semacam itu hanya merupakan, suatu pemborosan belaka. "satu dua jam" akan lewat dengan cepat, biar nyonya tinggal di kamar sebelah timur sedang enci Cu di kamar sebelah barat. sedang aku sendiri cu-kup bersemedi di ruang tengah saja"

Napsu birahi yang semula menyelimuti wajah Tok Nio-cu seketika hilang lenyap tak mem-bekas, tapi ia masih memaksakan diri untuk berkata sambil tersenyum:

"Begitu pun ada baiknya, cuma hal ini akan menyiksa adik Giok, Besok kita bersua lagi. maaf kalau aku akan mengundurkan diri le-bih dulu"

Lan See giok dan Oh Li cu serentak bangkit berdiri sambil berseru:

"Selamat malam!"

Dengan senyum dikulum Tok Nio cu me-ngundurkan diri dari ruangan dan langsung menuju ke ruang timur, dua orang dayang mengikuti di belakangnya untuk melayani keperluan nyonya tersebut.

Oh Li cu mengawasi sampai Tok bNio-cu ma-suk kje ruang timur, g kemudian dengabn cekatan dia berpaling ke arah sang pemuda sambil bisiknya lirih:

"Hei, pil pemunah racun Ban leng ciat tok wan pemberianku dulu apakah masih berada disakumu?"

Lan See giok tertegun, lalu mengangguk de-ngan perasaan tak mengerti.

"Yaa, masih berada disakuku!"

Bagaikan seorang istri yang sangat memper-hatikan suaminya, Oh Li cu kembali berbisik.

"Ayo cepat kau telan sebutir!"

Lan See giok sungguh dibuat kebingungan oleh sikap gadis tersebut tapi dia- toh men-jelaskan juga.

"Aku pernah minum cairan kemala Leng- sik-giok-ji, secara otomatis di dalam cairan darahku sudah terkandung hawa sakti yang dapat melawan pengaruh racun "

Oh Li cu sudah pernah mengalami kegagalan, karena itu dia cukup mempercayai perkataan anak muda tersebut, maka sambil tertawa genit ujarnya lembut:

"Tidurlah sampai berjumpa esok pagi!"

Setelah melemparkan sekulum senyuman manis, dia membalikkan badan dan beranjak ke luar dari ruangan,

Dua orang dayang segera mengikuti pula di belakangnya untuk melayani keperluan pe-rempuan itu.

Lan See giok termangu mangu untuk bebe-rapa saat lamanya, ia merasa Oh Li cu telah berubah sama sekali, terutama setelah perpisahannya dalam setahun ini.

Kini si nona berubah menjadi begitu cantik, menawan hati, lembut dan memberikan ke-san yang indah bagi siapapun yang meman-dangnya..

Bila membayangkan kembali sikapnya ketika masih berada di Benteng Wi-lim-poo tempo hari, dia begitu cabul, jalang keji dan buas, terutama kesombongannya, sedikit-sedikit lantas turun tangan melakukan pembu-nuhan, waktu itu dia benar-benar termasuk seorang perempuan berhati sejahat bisa ular beracun.

Tapi sekarang, dia seperti telah berubah sama sekali, tapi persoalan apakah yang membuatnya berubah? Waktu? Cinta? Atau pebngalaman? Atau jmungkin kasih sgayang membuat hbatinya berubah selembut kapas - -Y

Membayangkan kesemuanya itu, dia hanya bisa menggelengkan kepalanya sambil terta-wa.

Sepeninggal kedua orang perempuan itu Lan See-giok duduk bersila di atas kursi dan bersemedi untuk melatih ilmu Hud-kong sinkangnya.

Waktu berlalu sangat cepat, tanpa terasa kentongan ketiga sudah lewat.

Kota Siang-yang yang selalu sibuk dan ramai, lambat laun sudah berubah menjadi lengang kembali.

Oh Li cu merasa sangat gundah, pikiran nya kalut dan hatinya tak pernah tenang, mem-bayangkan kesulitan, penderitaan dan jerih payahnya selama setahun terakhir, akhirnya hanya begini hasil yang diperolehnya.

Membayangkan kesemuanya itu, tanpa terasa dua titik air mata jatuh berlinang.

Berkat doa restu, akhirnya adik Giok berhasil ditemukan kembali. namun bagaimana kah nasibnya kemudian? Apakah semuanya bisa diramalkan mulai sekarang?

Dia hanya bisa berdoa, moga-moga saja ia dapat mendampingi adik Gioknya se-panjang jaman.

berpikir sampai di sini ia segera teringat kembali dengan Lan See-giok yang tidur di ruang tengah.. .

Pelan-pelan dia turun dari ranjang dan menuju ke ruang tengah, dia ingin tahu ba-gaimana keadaan adik Gioknya sekarang

Bersamaan waktunya melompat turun dari ranjang, tiba-tiba terdengar pula pintu dibuka orang dari ruang sebelah.

0h Liu cu terkejut, ia segera teringat akan Tok Nio cu, maka sambil menahan napas, dan perlambat langkahnya, pelan-pelan dia menuju ke depan jendela.

Tiba di depan jendela, dengan jari tangannya dia melubangi kertas jendela kemudian me-ngintip ke luar..

Betul juga, Tok Nio-cu dengan langkah yang berhati hati sekali sedang membuka pintu kamar.

tak terlukiskan rasa gusar Oh Li cu menyak-sikan hal ini, diam-diam dia mengumpat di-hati kecilnya

"Keparat, ternyata siluman rase itu memang mempunyai tujuan yang amat jahat..."

Baru saja dia hrendak melompat zke luar dari jewndela, mendadakr dilihatnya Tok Nio-cu, mengempit segulung selimut di bawah ketiak nya.

Hawa amarah kontan berubah menjadi ko-baran api cemburu setelah melihat hal ini, diam-diam Oh Li cu mendengus dingin, ke-mudian pikirnya lagi.

"Siapa yang suruh kau memperhatikan suamiku?"

Dengan cepat dia melompat ke depan pemba-ringan sambil menyambar sebuah selimut, tapi sebelum melompat ke luar dari ruangan, satu ingatan telah melintas dalam benaknya.

Niatnya semula segera diurungkan, dia ingin menyelidiki perbuatan apakah yang hendak dilakukan Tok Nio cu.

Tapi setibanya di depan jendela dan menyak-sikan apa yang terbentang di depan mata. kembali nona ini dibuat tidak habis mengerti.

Tok Nio-cu berdiri ditengah halaman dan memandang ke ruang tengah dengan wajah termangu. dia seakan akan dibuat terkesiap oleh pemandangan yang terbentang dihada-pannya.

Dari posisi Oh Li cu berada saat ini, Sulit baginya untuk memandang keadaan di ruang tengah, maka ia melompat ke arah pintu dan mengintip dari situ.

Suasana di ruang tengah terang benderang bermandikan cahaya, tiada sesuatu gejala yang aneh hanya saja dia tak dapat melihat tempat dimana adik Giok berada sekarang.

Sementara ia bermaksud untuk menyelinap ke luar, mendadak dilihatnya Tok Nio-cu se-dang menggelengkan kepalanya berulang kali kemudian setelah berguman memuji, dia ma-suk kembali ke dalam kamarnya.

Dalam keadaan begini meskipun Oh Li cu tidak habis mengerti, namun dia sendiri pun mengurungkan niatnya untuk mengantar selimut buat sang pemuda, andaikata per-buatannya sampai ditampik oleh adik Giok, bukankah hal ini akan ditertawakan oleh Tok Nio cu?



Setelah berbaring kembali di atas pem-ba-ringan, dia membayangkan kembali guma-man memuji dari Tok Nio cu tadi, agaknya ia telah menjumpai suatu keajaiban pada diri adik Giok.

Sudah barang tentu dia tak pernah akan menyangka kalau Tok Nio-cu telah menyak-sikan lingkaran cahaya di atas kedua belah bahu dan ubun-ubun Lan See giok yang se-dang duduk bersemedi.

Untung saja Tok Nio cu yang sudah berpe-ngalaman luas yang melihat kejadian ini, coba kalau ke empat orang dayang tersebut, niscaya mereka sudah berteriak teriak panik.

Ada satu hal yang mungkin tak pernah disangka oleh Tok Nio-cu serta Oh Li-cu, yakni gerak gerik mereka berdua ternyata tak sebuahpun yang lolos dari pengamatan Lan See giok dengan Hud kong sinkangnya.

Cuma dia enggan membuyarkan tenaga, lati-hannya hanya untuk menangkap per-buatan mereka berdua...

Kentongan kelima sudah berbunyi. fajar pun mulai menyingsing...

Selesai sarapan, Lan See giok bertiga mulai merencanakan perjalanan mereka.

Berhubung Tok Nio cu tidak membicarakan tentang peristiwa semalam, Oh Li cu juga ti-dak mengungkapnya, otomatis Lan See giok pun berlagak pilon.

Selesai membayar rekening, mereka bertiga ke luar dari rumah penginapan, kuda Ci hwee kou milik Oh Li cu juga telah dipersiap-kan.

Pek liong kou adalah seekor kuda berwarna putih mulus dengan pelana emas dan alas perak.

Sedangkan kuda Wu-wi kou berbulu hitam pekat, tinggi kekar dan gagah, sebaliknya Ci hwee kou berbulu serba merah.

Dengan menunggang kuda, berangkatlah ketiga orang itu menuju kearah timur kota.

Pada mulanya Lan See giok masih ragu de-ngan kemampuan kudanya yang dikatakan sangat hebat itu, namun setelah perjalanan sekian lama, dia merasakan kuda putih itu memang bisa lari dengan cepat tapi mantap, sama sekali tidak menderita dan kemung-kinan. terjatuh kecil sekali.

Tanpa terasa dua belas li sudah dilewat-kan dengan cepat.

Mendadak terdengar Tok Nio-cu berbisik dengan suara rendah. "Adik Giok, cepat ber-paling, orang kelima di belakangmu sudah lama sekali menguntit perjalanan kita."

Tergerak hati Lan See giok menbdengar per-katajan itu, dengan gcepat ia berpalbing.

Lebih kurang puluhan kaki di belakangnya terlihat ada lima ekor kuda dengan lima lelaki kekar, berpakaian ringkas sedang, melarikan kudanya menguntit mereka.

Oh Li-cu sangat gusar setelah melihat ke-jadian tersebut, dengan kening berkerut seru nya. "Kawanan tikus itu betul-betul tak tahu diri, rupanya mereka sudah bosan hidup se-mua."

Lan See giok sendiri meski agak men-dongkol, namun dia enggan mencari banyak urusan, segera katanya.

"Kalau begitu mari kita percepat lari kuda kita untuk meninggalkan mereka jauh-jauh!"

Tok Nio-cu tersenyum hambar, suatu senyu-man yang penuh mengandung arti, namun ia tidak berkata apa-apa.

Lan See giok yang menyaksikan hal tersebut menjadi tidak habis mengerti, namun dia pun tidak banyak bertanya dan segera melarikan kudanya meninggalkan tempat itu . . ".

Dengan kemampuan ketiga ekor kuda itu, dalam waktu singkat mereka telah menem-puh perjalanan sejauh sepuluh li lebih...

Menanti Lan See giok berpaling kembali di belakang tubuhnya hanya nampak debu yang mengepul di angkasa. sementara ke lima orang penunggang kuda tadi sudah tertinggal jauh di belakang, bahkan sama sekali sudah tak nampak lagi.

Tetapi pada saat itulah---

Terdengar suara sayap yang berkebas me-nembusi angkasa melintasi di atas kepala ke tiga orang itu---

Tok Nio cu mendongakkan kepalanya sambil menengok sekejap, kemudian ia tertawa senang.

Tentu saja Lan See giok dan Oh Ii cu tidak habis mengerti, mereka ikut mendongakkan kepalannya, tampak setitik bayangan abu-abu melintas ditengah angkasa dan meluncur ke arah timur dengan kecepatan bagaikan sambaran petir.

Dalam waktu singkat bayangan tersebut su-dah berada ratusan kaki jauhnya dari tempat semula.

Dengan cepat mereka berdua menjadi sadar, rupanya bayangan abu-abu itu adalah bu-rung merpati pos yang di lepaskan ke lima orang penguntit tersebut.

Di samping itu. mereka berdua juga segera mengerti apa sebabnya Tok, Nio-cu tertawa bangga tadi, tentunya dia seperti henbdak berkata demjikian. Menempuhg perjalanan le-bbih cepatpun percuma, lebih baik melanjut-kan, perjalanan sesuai jadwal.

Berpikir sampai disini, Lan See giok segera memperlambat lari kudanya, otomatis Oh Li cu dan Tok Nio cu pun ikut mengurangi ke-cepatan lari kudanya.

Tiba-tiba --

Dari arah belakang kembali berkumandang suara burung yang terbang melintasi di ang-kasa.

Lan See giok, Tok Nio cu serta Oh Li cu sama-sama tergerak hatinya, mereka tahu kelima orang yang berada di belakang kem-bali telah melepaskan burung merpati pos.

Ketika mereka bertiga berpaling, benar juga seekor burung merpati pos sedang terbang melintas, jarak ketinggian dari permukaan tanah paling banter cuma enam kaki.

Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benak Lan See giok, disaat Tok Nio-cu dan Oh Li cu sedang mengamati burung merpati tersebut, diam-diam ia menghimpun hawa murninya yang disalurkan ke dalam lima jari tangan-nya, kemudian segera menyentil nya ke udara...

Suara desingan angin tajam langsung melun-cur ke tengah udara dan persis menghantam burung merpati yang kebetulan sedang ter-bang melintas.

"Prakkk!"

Burung merpati itu terguling guling di tengah udara kemudian meluncur ke muka dan akhirnya menukik ke arah persawahan bebe-rapa puluh kaki di depan sana.

Tok Nio cu maupun On Li cu sama-sama ter-peranjat setelah menyaksikan kejadian itu, serentak mereka menjerit kaget.

Burung merpati itu menukik langsung ke arah persawahan dan menggeletak mampus,

Tok Nio cu serta Oh Li cu tertegun untuk sesaat, kemudian mereka melarikan kudanya menghampiri bangkai merpati tadi.

Lan See giok memperhatikan sekejap keadaan di sekeliling tempat itu, setelah sa-dar kalau di sekitar situ tiada orang lain, dia baru turut menyusul ke bawah.

Sementara dia mendekat, Tok Nio cu telah melayang turun ke bawah dan memungut bangkai burung merpati itu, ternyata sudah mampus.

Maka kepada Lan See giok serta Oh Li cu ujarnya kemudian:

"Ayo cepat berarngkat, ini namaznya kemauan takwdir, sungguh tark nyana merpati pos ini bisa terserang angin duduk sehingga mam-pus secara mendadak"

Dengan cepat dia melompat naik ke atas ku-danya dan menyembunyikan bangkai merpati itu ke dalam kantung senjata rahasia.

Oh Li cu merasa agak bimbang, tentu saja ia tak percaya ada kejadian yang begini kebe-tulan, Lan See giok yang melihat hal tersebut cuma membungkam diri mesti hati kecilnya tertawa geli.

Dengan cepat mereka bertiga melanjutkan perjalanan lagi menuju ke depan.

Tidak sampai lima li, di depan situ muncul sebuah jembatan batu, ketika tiba dimuka jembatan, tampak air yang mengalir di sungai itu deras sekali.

Tergerak hati Tok Nio cu, dia mengeluarkan bangkai merpati itu, melepaskan tabung kecil yang terikat di kakinya kemudian membuang bangkai tersebut ke dalam sungai.

Melihat cara kerja perempuan itu, diam-diam Lan See giok dan Oh Li cu memuji ketelitian cara kerjanya.

Selesai membuang bangkai burung itu, Tok Nio-cu melanjutkan perjalanannya kembali sambil mengeluarkan selembar kertas dari dalam tabung kecil itu, setelah diamati seke-jap, ia pun berkata sambil tertawa.

"Sekarang kita boleh melanjutkan per-jalanan dengan berlega hati, tak usah kuatir, sepan-jang jalan tak bakal ada orang yang akan menguntit kita lagi."

Dia melarikan kudanya mendekati Lan See giok dan menyerahkan surat tersebut kepadanya.

Lan See-giok menerima surat tersebut dan dibaca isinya. ternyata berbunyi demikian:

"Sasaran ada tiga, diantara nya Tok Nio cu. Tertanda ketua cabang kota Kang tin."

Selesai membaca surat itu, Lan See giok menyerahkannya ke tangan Oh Li cu.

Ia merasa terkejut bercampur kagum atas kecepatan pihak Tay ang san untuk me-nyampaikan berita, di samping itu diapun, mengagumi cara kerja Tok Nio cu yang begitu cekatan dan seksama dalam melaksana kan pekerjaannya.

Sementara itu Oh Li cu telah berpaling kearah Tok Nio cu sambil bertanya dengan nada tak habis mengerti. "Mengapa di tengah jalan kita tak perlu kuatir` dikuntit orang lagi...

Sambil berkata ia menggulung kertas itu, meremasnya lalu disentilkan ke dalam semak belukar di sisi jalan.

(Bersambung ke Bagian 25)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar