"Ho hiangcu telah
datang!"- serentak pulu-han orang lelaki itu berseru bersama.
Lan See-giok segera menengok
ke muka, ternyata ketiga sosok bayangan manusia yang sedang bergerak mendekat
itu adalah tiga orang lelaki yang berusia diantara tiga puluh tahunan.
Salah seorang diantaranya
mengenakan baju merah dengan senjata tombak pendek, alis matanya tebal matanya
besar dan ber-perawakan tinggi besar lagi kekar.
Sedangkan dua orang lainnya
berbaju abu-abu dengan menyoren golok dipunggungnya mungkin para komandan regu
di bawah pimpinannya. Tatkala ketiga orang itu sudah mencapai lima kaki dari
mereka, tampak ka-wanan lelaki lainnya sama-sama menyingkir ke samping untuk
memberi jalan lewat.
Lelaki berpakaian ringkas yang
berada ditengah itu segera maju ke muka dengan dada dibusungkan dan langkah
lebar. sepasang matanya yang bulat besar dan ber-cahaya mula-mula memandang
sekejap ke arah dua sosok mayat yang terkapar di atas genangan darah itu.
Tok Nio-cu tidak menunggu
sampai lelaki tadi berdiri tegak, dengan suara dalam ia lantas menegur:
"Apakah kau adalah Ho
hiangcu yang ber-tanggung jawab atas tebing sebelah timur ini ?"
Lelaki itu berhenti melangkah
lalu men-jawab dengan suara tajam: "Betul, akulah Ho hiangcu, ada urusan
apa nyonya datang membunuh orang ditengah malam buta begi-ni?"
Sambil berbicara, sorot
matanya yang ta-jam memandang sekejap kearah Oh Li cu yang membawa pedang
terhunus serta Lan See-giok yang berdiri tak jauh darinya.
Sebelum Tok Nio-cu menjawab
pertanyaan itu, tiba-tiba terdengar Oh Li-cu me-nimbrung sambil tertawa dingin.
"Akulah yang membunuh
mereka, urusan sama sekali tiada sangkut pautnya dengan dia!"
Ho Hiangcu segera berpaling
dan menatap wajah Oh Li-cu penuh amarah, tegurnya ke-mudian.
"Nona, siapa namamu? Ada
urusan apa kau datang membunuh orang ditengah ma-lam buta?"
"Hmm!" Oh Li cu
mendengus menghina, �"siapakah
namamu, selain Kiong Tek-ciong sendiri, siapa saja tidak berhak untuk
me-ngetahuinya....."
Ho hiangcu seketika naik
darah. alis mata nya berkernyit lalu bentaknya keras-keras.
"Biarpun aku tidak berhak
untuk mena-nyakan namamu, namun aku berhak untuk membunuhmu guna membalaskan
dendam bagi kematian kedua orang anak buahku"
Sambil membentak tubuhnya
menerjang ke muka, senjata tombak pendeknya disapu ke muka, menyambar pinggang
Oh Li cu.
Tampaknya Tok Nio-cu ada
maksud untuk menilai ilmu silat "yang dimiliki Oh Li cu, se-baliknya Oh Li
cu sendiripun berhasrat un-tuk menunjukkan kehebatan Wi-lim-poo, karenanya
sambil tertawa dingin tubuhnya bergerak secepat kilat, dengan begitu sapuan
senjata lawan mengenai sasaran kosong,
Menyusul kemudian ia membentak
nyaring pedangnya dilancarkan secara bertubi tubi melepaskan tiga serangan
berantai yang mengancam atas tengah dan bawah tubuh lawan, yaitu bagian tenggorokan,
dada serta lambung..
Sesungguhnya Ho Hiangcu datang
ke situ dengan tugas untuk berusaha mengulur waktu selama lamanya, tidak heran
kalau dia manfaatkan kesempatan tersebut untuk mengajak Oh Li-cu bertarung.
Kendatipun demikian, mimpi pun
dia tidak mengira kalau kekejaman Oh Lieu sebetulnya jauh melebihi kekejaman
Tok Nio-cu sendiri.
Baru saja serangannya gagal,
cahaya tajam telah menyambar tiba, dalam kaget nya dia segera melompat mundur
ke belakang
Sudah barang tentu Oh Li-cu
tak sudi membiarkan musuhnya kabur, ia menjejak-kan kakinya ke atas tanah dan
melakukan pe-ngejaran dari belakang.
Belum sempat sepasang kaki Ho
hiangcu menginjak tanah, tahu-tahu Oh Li cu sudah menyusul tiba, diiringi
bentakan keras, pedangnya meluncur ke muka menusuk lambung Ho hiangcu.
Melihat pemimpin mereka
diserang, dua orang lelaki berbaju abu-abu lainnya segera membentak keras,
sambil mengayunkan golok mereka membacok Oh Li cu.
Lan See giok sangat gusar atas
kejadian ini, dia hendak melepaskan sentilan jarinya untuk merobohkan lawan,
tapi sebelum ia bertindak, Tok Nio-cu telah membentak lebih dulu.
"Kawanan tikus, pingin
mampus rupanya kau!"
Dua titik cahaya biru diiringi
desingan angin tajam menyambar ke wajah ke dua orang lelaki tersebut,
kecepatannya luar biasa sekali, dalam sekilas berkelebat tahu-tahu sudah tiba
di sasaran.
Tiga kali jeritan ngeri yang
memilukan hati bergema memenuhi angkasa, dua orang ko-mandan pasukan itu
membuang senjatanya sambil menutupi wajah sendiri dengan kedua belah tangan,
tubuhnya segera terjungkal ke tanah.
Ho Hiangcu pun berteriak
keras, dada dan lambungnya tersayat hingga robek, isi perut-nya berhamburan ke
luar semua, tentu saja selembar jiwanya turut melayang meninggal-kan raganya.
Suasana dalam arena menjadi
amat kalut dan kacau tidak karuan, berpuluh puluh orang lelaki bersenjata golok
itu sama-sama mengayunkan senjatanya sambil menjerit- jerit, namun tak seorang
pun di antara mereka yang berani mendekati lawannya.
Tok Nio-cu segera melihat
bahwa kesem-patan baik ini tak boleh dibuang dengan be-gitu saja, kepada Lan
See giok serunya:
"Ayo berangkat!"
Mereka bertiga segera
berangkat menuju kearah mana cahaya lentera bersumber.
Melihat musuhnya beranjak
pergi. Puluhan orang lelaki itu sama - sama memutar senjata sambil membentak,
serentak mereka lakukan pengejaran.
Ditengah gerakannya meluncur
ke depan tiba-tiba Lan See giok berpaling dan ujarnya kepada Tok Nio-cu serta
Oh Li-cu.
"Kita tak usah membuang
waktu percuma di tempat-tempat semacam itu, yang penting terus menemukan si
Beruang berlengan tunggal secepatnya!"
Oh li cu manggut berulang kali
tanpa menjawab, sedangkan Tok Nio-cu segera menjelaskan:
"Tanpa melalui sembilan
puncak dengan tiga tebingnya mustahil kita dapat memasuki puncak Keng thian
hong dimana markas be-sar Kiong Tek ciong terletak."
Sementara pembicaraan
berlangsung, ca-haya lentera yang terang benderang dimuka situ tinggal sepuluh
kaki lagi, sementara ka-wanan lelaki yang mengejar dari belakang makin lama
semakin mendekat.
Tatkala Tok Nio-cu melihat
cahaya api itu berasal dari obor-obor yang disulut di atas dinding benteng,
mendadak ia menjerit kaget, "Hei, cepat berhenti!"
Lan See-giok tahu tentu ada
sesuatu hal yang tak beres, tiba-tiba saja dia hentikan gerakan tubuhnya.
Oh Li cu juga berusaha untuk
menghenti-kan gerakan tubuhnya, namun berhubung peringatan tersebut datangnya
terlalu men-dadak, membuat tubuhnya tetap maju sejauh tujuh depa sebelum bisa
berhenti.
Bersamaan waktunya dengan
berhentinya ketiga orang itu, dari atas dinding benteng kedengaran suara
teriakan keras. lalu secara tiba-tiba muncul puluhan sosok bayangan, manusia,
suara gendewa dipentang orangpun bergema, panah-panah berapi berhamburan ke
arah mereka seperti sambaran petir.
Gusar sekali Lan See giok
melihat kejadian ini, serta merta ia meraba pinggangnya sam-bil melepaskan
senjata gurdinya, cahaya emas dengan cepat, memancar ke empat penjuru, bayangan
gurdi membukit dan se-mua panah berapi yang menyambar datang kena dipukul
sampai terpental ke mana--mana.
Tok Nio-cu berkelebat maju ke
muka lalu menyembunyikan diri di belakang tubuh Lan See-giok.
Mendadak terdengar jeritan
lengking ber-gema di udara.
Dengan perasaan terperanjat
Lan See-giok berpaling, apa yang terlihat membuatnya sangat kaget, secepat
sambaran petir dia memutar senjata gurdi emasnya sambil buru-buru bergeser
mendekati Oh Li cu.
Ketika mendengar jeritan dari
Oh Li cu, Tok Nio-cu sadar bahwa keadaan tidak me-nguntungkan, apalagi setelah
menengok ke samping, ia bertambah kaget,
Ternyata bahu bagian belakang
gadis itu sudah tertancap sebatang anak panah, biar-pun api sudah padam tapi
masih mengepul-kan asap tebal.
Sebaliknya Oh Li cu masih
memutar pedangnya ke sana kemari tanpa berhenti.
Tok Nio-cu tahu, panah itu
menancap di tubuh sang gadis karena terpental oleh puta-ran senjata Lan
See-giok sendiri, dengan perasaan terkejut ia segera berteriak keras
"Ayo cepat kembali!"
Sementara berbicara, Lan See
giok sudah berada tiga depa dari Oh Li cu, ujung baju kirinya segera dikebaskan
ke muka, anak panah yang menancap dibahu belakang Oh Li cu pun segera rontok ke
tanah.
Sekali lagi Tok- Nio-cu
berseru.
"Adik Giok, cepat mundur,
panah berapi itu mengandung racun belerang yang sangat jahat, luka dari nona Oh
perlu diobati dengan segera...."
Lan See giok merasa sangat
tidak tenang apalagi setelah mendengar panah berapi itu beracun, hilang niatnya
untuk melanjutkan perjalanan.
Setelah mengangguk berulang
kali. dia memutar senjata gurdi emasnya sambil me-ngundurkan diri.
Dalam pada itu, puluhan orang lelaki
yang semula mengejar mereka, semenjak tadi telan menghentikan diri di luar
jangkauan anak-anak panah beracun itu. tiada seorangpun yang maju ke depan,
tiada orang pula yang berteriak.
Sewaktu menyaksikan Lan See
giok dan Tok Nio-cu bertiga muncul kembali, serentak mereka membubarkan diri
untuk mencari selamat.
Lan See giok, Tok Nio-cu dan
Oh Li-cu mengundurkan diri sampai di luar jangkauan anak panah berapi. dengan
cepat mereka mencari batu besar sebagai tempat perlin-dungan,
Pada saat inilah mendadak dari
atas din-ding benteng berkumandang suara gelak tertawa seseorang yang penuh
kegembiraan.
"Haaahhh .. haaahhh .
haaahhh.b . Tok Nio-cu, jmalam ini aku sgi Hakim paku habti pasti akan menyuruh
kau menggoyang pinggul kian kemari sebelum, merasakan kehe-batanku."
Ucapan itu sudah jelas
mengandung nada yang cabul lagi kotor, tidak heran jika Lan See giok menjadi
amat gusar, hawa napsu membunuhnya segera timbul, tapi dia tak bisa menghukum
manusia jahanam tersebut pada detik itu juga.
Sebaliknya paras muka Oh Li cu
dan Tok Nio-cu berubah menjadi merah membara, tentu saja Tok Nio-cu
segan-menjawab kata-kata cabul dari si Hakim paku hati tersebut.
Dengan cepat dia memeriksa
keadaan luka yang diderita On Li-cu, kemudian bertanya.
"Nona Oh, apakah kau mempunyai
obat penawar racun yang lebih mustajab?"
Oh Li cu hanya menggelengkan
kepalanya tanpa menjawab.
Dengan nada susah Tok Nio-cu
kembali berkata.
"Walaupun aku mempunyai
bubuk penawar racun, tapi sayang setelah dibubuhkan akan menimbulkan rasa sakit
yang luar biasa."
Oh Li cu menjadi sangat
mendongkol.
"Walaupun ayahku
mempunyai pil penawar racun yang bagus, sayang aku tidak membawanya,"
Tergerak perasaan Lan See giok
mendengar perkataan itu, tanyanya kemudian tak mengerti.
"Apakah kau maksudkan
ketiga butir pil mestika yang kau berikan kepadaku tempo hari?"
Berkilat sepasang mata Oh
Li-cu, kejut dan girang dia menganggukkan kepalanya beru-lang kali.
"Benar, benar, ayo cepat
keluarkan dan berikan kepadaku adik Giok---"
Lan See giok tak berani
berayal lagi, dari sakunya dia mengeluarkan sebuah botol porselen kecil lalu
diserahkan kepada Oh Li cu-- -
Pada saat itulah, tiba-tiba
terdengar Tok Nio-cu membentak sambil menggertak gigi:
"Manusia-manusia bodoh,
nampaknya kalian benar-benar ingin mencari mampus!"
Lan See giok segera berpaling,
ternyata puluhan orang lelaki berpakaian ringkas itu dengan langkah berhati
hati dan senjata ter-hunus sedang mendekati tempat mereka berada.
Tiba-tiba Tok Nio-cu membentak
keras, tangannya disambit ke depan melepaskan dua butir peluru api beracun.
Dua gulung bola api yang
memanbcarkan sinar bijru, diiringi sugara desingan dabn mengepulkan kabut hijau
yang tebal segera meluncur ke tubuh puluhan orang lelaki tersebut.
Berubah hebat paras muka
puluhan lelaki itu, suasana menjadi kalut dan serentak
semua orang membubarkan diri
dengan perasaan panik ketakutan setengah mati.
Sambil tertawa dingin sekali
lagi, Tok Nio-cu membentak keras. "Sebelum meninggal-kan nyawa. Apakah
kalian ingin pergi dengan begitu saja?"
Kembali tangannya diayunkan ke
depan, segulung api, biru secepat kilat meluncur ke depan menubruk ke dua butir
peluru api beracun pertama yang sedang meluncur ke bawah.
"Blaammm! Blaammm!"
Sewaktu ke empat butir peluru
api beracun itu saling bertumbukan di tengah udara ter-jadilah ledakan yang
gegap gempita.
Akibat dari ledakan tersebut,
ke empat gumpalan api biru tadi segera berubah men-jadi beratus ratus api
bintang yang meluruk ke empat penjuru dan berhamburan kemana mana.
Melihat bunga api yang beterbangan
itu, pucat pias wajah puluhan lelaki kekar itu, mereka jadi ketakutan setengah
mati hingga sukma serasa melayang meninggalkan raganya.
Suasana jadi panik, semua
orang berdesak desakan agar bisa kabur lebih cepat lagi,
Dalam waktu singkat sembilan
orang, di antara mereka yang sudah terpercik api tersebut, tak ampun mereka
bergulingan di atas tanah sambil menjerit jerit kesakitan, suasana mengerikan
dan mengenaskan sekali.
Berubah hebat wajah Lan See
giok melihat kesemuanya itu, tanpa terasa ia menggeleng-kan kepalanya berulang
kali.
Bagaimana pun juga Tok Nio-cu
memang pantas diberi julukan perempuan beracun, sebab dari kekejamannya hal
ini, memang sesuai dengan keadaan tersebut.
Sesungguhnya Tok Nio-cu bisa
disebut orang sebagai perempuan beracun karena konon dia memiliki enam macam
senjata ra-hasia yang beracun itu, di samping itu entah masih terdapat beberapa
macam lagi benda-benda beracun yang digembolnya.
Menjumpai Lan See-giok
menggeleng sam-bil menghela napas, Oh Li cu segera berkata dingin.
"Sewaktu terkenra panah
berapi ztadi, nyaris akwupun ikut hendark bergulingan di atas tanah, waktu itu,
mengapa kau tidak merasa sakit hati dan sedih? Mengapa kau tidak mengeluh
sambil memeriksa keadaan luka-ku?"
Sambil berkata dia melemparkan
sebutir pil berwarna merah yang diserahkan kepada Tok Nio-cu. kemudian
mengembalikan botol kecil itu ke tangan sang pemuda. .
Merah jengah selembar wajah
Lan See giok, setelah menerima botol tadi diapun segera memeriksa keadaan luka
dari Oh Li-cu.
"Di atas bahu bagian
belakangnya yang putih dan halus, sekarang telah bertambah dengan sebuah jalur
panjang mulut luka yang berdarah, darah hitam yang busuk ma-sih ke luar tiada
hentinya,
Ditengah suasana penuh jerit
kesakitan yang memilukan hati, sikap Tok Nio-cu masih tetap acuh tak acuh
seolah-olah sama sekali tidak terpengaruh oleh suasana di hadapan-nya.
Setelah menerima pil kecil
itu, cepat dia meremasnya menjadi bubuk lalu ditebarkan di atas mulut luka Oh
Li-cu.
Kemudian dari tangan si nona
dia me-ngambil secarik sapu tangan, menyingkap pakaiannya dan menyeka air darah
berwarna hitam itu . . .
Mendadak sekujur badan Tok
Nio-cu ge-metar keras, wajahnya berubah hebat, sorot matanya yang jeli
mengawasi mulut luka Oh Li-cu tanpa berkedip, ia seolah-olah tertegun
dibuatnya.
Dengan perasaan terkejut
bercampur tidak habis mengerti, Lan See giok segera me-negur:
"Nyonya, mengapa . . .
mengapa kau. . .?"
Oh Li-cu juga merasakan
keanehan lawan, cepat ia berpaling lalu mengawasi Tok Nio-cu yang masih
termangu mangu, sedih itu de-ngan perasaan tak habis mengerti.
Menanti Tok Nio-cu peroleh
kesadarannya kembali, mendadak dia memeluk tubuh Oh Li-cu kencang-kencang
sambil menangis tersedu sedu penuh kesedihan.
Sambil menangis terisak, ia
berseru beru-lang kali. "Adikku.., ooh...kau adalah adik ku yang patut
dikasihani. ."!
Tentu saja sikap Tok Nio-cu
yang sangat tiba-tiba ini sama sekali di luar dugaan Lan See giok serta Oh Li
cu, tidak heran kalau mereka dibuat tertegun dan kelabakan, lama sekali mereka
berdua hanya bisa memandang perempuan itu tanpa memahami apa gera-ngan yang
sebenarnya telah terjadi.
Puluhan lelaki yang sudah
kabur di kejau-han sana, sekarang juga menoleh dengan perasaan kaget.
Sebaliknya ke sembilan lelaki
yang tubuhnya terjilat api beracun itu sudah mela-rikan diri kalang kabut,
tentu saja mereka tak sempat lagi memperdulikan jerit tangis Tok Nio-cu yang
mendadak itu
Memang semenjak pandangan
pertama tempo hari, Lan See-giok sudah merasa bahwa wajah Tok Nio-cu agak mirip
dengan wajah Oh Li cu, keadaan yang terpentang di depan mata sekarang
membuatnya segera mengerti.
Sambil menjerit kaget katanya
kemudian. "Apa? Kau maksudkan enci Cu adalah adik kandungmu""
sambil menemukan Oh Li cu dan menangis tersedu sedu, Tok Nio-cu me-ngangguk
berulang kali.
"Benar, dia adalah adik
Cui lan ku!"
Kemudian sambil memandang Oh
Li cu yang masih berdiri melongo, dia melanjutkan sambil menangis terisak.
"Kau adalah Cui-lan, kau
tak akan ter-ingat dengan keadaan kita yang amat tragis ...."
Bagaikan orang gila, dia
menggoyangkan badan Oh Li cu tiada hentinya, seakan akan dia berharap dari
guncangan tersebut bisa membuat Oh Li cu teringat kembali dengan masa. lalunya:
Dalam pada itu Oh Li cu
seperti tak bisa menyambut perubahan yang datangnya seca-ra tiba-tiba ini
setelah melihat sikap gila Tok Nio-cu, apalagi diapun merasa raut wajahnya
memang mirip sekali dengan wajah perem-puan itu, betul masih ada keraguan di
hati kecilnya, namun air matanya tak urung toh jatuh bebrcucuran juga. j
Lan See giok sgeperti dapat
mebrasakan bahwa Oh Li cu enggan mengakui hal ter-se-but secara gegabah, cepat
ia memperingat kan kepada Tok Nio-cu:
"Nyonya, dari mana kau
bisa tahu kalau enci Cu adalah adik kandungmu?"
Tok Nio-cu menjadi sadar
kembali, sembari menyeka air matanya, ia menunjuk ke bahu Oh Li-cu sambil
berkata.
"Aku telah melihat tahi
lalat tiga bunga yang berada dibahu adikku, tahi lalat terse-but dibuat oleh
ibu kami. . .
Lan See giok bisa menyimpulkan
kalau di atas bahu Tok Nio-cu pun pasti terdapat juga sebuah tahi lalat, maka
selanya kemudian.
"Itu mah gampang sekali,
nyonya kan boleh mempersilahkan enci Cu untuk me-lihat pula tahi lalat di atas
bahumu . . , "
Belum habis ia berkata, paras
muka Tok Nio-cu telah berubah menjadi merah dadu, bibirnya bergerak seperti
hendak mengucap-kan sesuatu, namun seperti sukar untuk di-utarakan.
Lan See giok menjadi tertegun,
ketika ia berpaling pula ke arah Oh Li-cu, ternyata gadis itupun menunjukkan
wajah semu merah, malah merahnya sampai ke telinga, diantara kejengahan terselip
pula perasaan bangga.
Tahun ini, Lan See giok memang
sudah berusia delapan belas tahun, namun ia be-lum tahu bahwa seorang gadis
yang sudah ke-hilangan keperawanannya, maka tanda tahi lalat tersebut akan
turut menjadi hilang, tentu saja persoalan semacam ini sulit bagi Tok Nio-cu
yang sudah kawin itu untuk menerangkan.
Sementara ke tiga orang itu
berada dalam keadaan serba salah. mendadak terdengar lagi dengan dua kali
desingan angin tajam,
Lan See giok yang pertama tama
me-nyadari hal tersebut, tahu-tahu dua batang anak panah sudah meluncur datang
, . . .
Oh Li-cu dapat melihat
kejadian tersebut dengan jelas ia membentak keras dan pedang nya segera
diayunkan ke depan, anak panah itupun rontok seketika.
Lan See giok ikut naik pitam
sambil mem-bentak keras dia menerjang ke arah mana berasalnya bidikan anak
panah itu.
Disaabt tubuh Lan Seej giok
sedang meg-ner-jang ke lubar dari tempat persembunyiannya, terdengar teriakan
keras bergema memecah-kan keheningan lalu hujan panah pun ber-hamburan ke seluruh
udara.
Lan See giok menghentikan
sebentar gera-kan tubuhnya. hawa napsu membunuh kini sudah membara di dadanya,
sambil memutar senjata gurdi emasnya dia menerkam kembali ke arah puluhan
pemanah tersebut secara kalap.
"Dari atas dinding
benteng berkumandang suara gelak tertawa keras, menyusul kemudi an terdengar
seseorang membentak nyaring,
"Lepaskan panah
berapi!"
Mengiringi bentakan itu, panah
berani ba-gaikan ular meluncur ke tubuh Lan See giok secara gencar.
Pada saat itulah tiba-tiba terdengar
Tok Nio-cu menjerit kaget. "Adik Giok, cepat kem-bali.
Lan See giok tahu ada sesuatu
yang tak beres, dia membalikkan badan lalu mundur kembali secepat kilat.
Tidak sampai pemuda itu
berdiri tegak, Oh li-cu segera menuding ke muka sambil seru-nya:
"Adik Giok, cepat
lihat!"
Mengikuti arah yang ditunjuk,
Lan See giok merasa sangat terkejut, ternyata dari atas sebuah puncak bukit di
sebelah depan situ, tampak asap tebal mengepul diangkasa agaknya ada beberapa
buah bangunan rumah yang sudah terjilat api.
Bagaikan sedang berguman. Tok
Nio-cu berbisik tiba-tiba.
"Sungguh aneh, siapa lagi
yang mendatangi Tay ang- san pada malam ini?"
Lan See giok sendiripun tidak
habis mengerti, ia sedang tiada hentinya bertanya kepada diri sendiri, siapakah
orang ini?"
Belum habis ingatan tersebut
melintas le-wat, suara bentakan merdu yang amat di-ke-nal olehnya tiba-tiba
berkumandang dari puncak tebing itu.
Gemetar keras seluruh badan
Lan See giok mendengar suara tersebut, wajahnya berubah hebat, sambil membentak
keras se-cepat kilat ia menerjang ke depan...
Pucat pias selermbar wajah Tok
zNio-cu melihat whal ini, buru-bruru teriaknya keras
"Adik Giok, jangan ke
situ ..."
Sesudah mendengar teriakan
dari Tok Nio-cu, Lan See giok baru teringat kalau jalan di depan sana buntu,
serentak ia mengalihkan gerakan tubuhnya dengan menerjang kearah dinding
benteng..
BAB 21
DALAM pada itu, suasana di
atas dinding benteng telah terjadi kekalutan, apalagi dari teriakan
"kebakaran" yang bergema di mana-mana, dapat diduga bahwa kebakaran
besar telah melanda bangunan rumah mereka.
Mendadak terdengar si Hakim
paku hati berteriak. "Lepaskan panah api !"
Jeritan yang kalut kembali
berubah menja-di teriakan ramai, panah--panah berapi mulai berhamburan
kemana-mana.
Gerakan tubuh Lan See giok
cepat bagai-kan sambaran petir, baru selesai si Hakim paku hati berbicara. ia
telah menerjang ke depan benteng, sewaktu panah berapi dibi-dikkan, tubuhnya
telah melayang ke tengah udara:
Cahaya emas segera menyambar
lewat, dua kali jeritan ngeri yang memilukan hati mengi-ringi robohnya dua
orang lelaki ber-busur dari pagar benteng.
Pada saat itulah ditengah
kekalutan yang melanda kawanan lelaki itu, terdengar benta-kan keras bergema
memecahkan keheningan, sesosok bayangan manusia melompat ke luar.
Waktu itu Lan See-giok sedang
meroboh kan beberapa orang lelaki kekar dengan sen-jata gurdi emasnya, merasa
datangnya ter-jangan cepat ia mendongakkan kepalanya
Ternyata orang yang sedang
menerjang datang itu adalah seorang lelaki berusia em-pat puluh tahunan yang
berjubah merah, membawa senjata poan-koan pit, beralis segi tiga mata bulat
hidung paruh betet dan ber-jenggot hitam.
Tampaknya orang inilah yang
menamakan dirinya sebagai si Hakim paku hati.
Bertemu dengan Lan See-giok,
si Hakim Paku hati melotot besar, lalu sambil berteriak aneh dia menerjang ke
muka, senjata poan-koan-pit nya dengan jurus bintang timur menubruk bintang,
dia serang ubun-ubun lawan.
Lan See-giok benci kepada si
Hakim Paku hati karena mulutnya cabul sekali, di tambah pula dia ingin
selekasnya tiba di puncak se-berang, maka tubuhnya begitu berkelebat lewat,
senjata gurdi emasnya di ayunkan ke muka dan mengikat senjata poan-koan-pit
lawan.
Hakim paku hati sangat
terkejut, sambil membentak dia melompat mundur dengan sepenuh tenaga.
Lan See-giok tertawa dingin,
tangannya di-getarkan ke muka dan tahu-tahu senjata poan-koan-pit tersebut
sudah terlepas dari cekalan..
Hakim paku hati jadi ketakutan
setengah mati, sukmanya merasa melayang Mening-galkan raganya, sambil menjerit
aneh, dia melompat naik ke atap rumah dan melarikan diri terbirit-birit ....
"Hakim paku hati,
tinggalkan dulu jiwa mu... ." Tok Nio-cu tahu membentak keras.
Bersamaan dengan bentakan
tersebut, ta-ngannya segera diayunkan ke depan, segum-pal jarum lembut seperti
bulu kerbau, diiringi percikan cahaya tajam Langsung menyambar kearah si Hakim
paku hati yang sedang mela-rikan diri itu.
Berubah hebat paras muka Lan
See-giok ia cukup mengetahui akan kelihaian jarum lembut tersebut, selain cepat
dan hebat, se-rangan datang tanpa menimbulkan suara bahkan seseorang yang
berilmu tinggi jangan harap bisa menghindari secara mudah.
Belum habis ingatan tersebut
melintas le-wat, si Hakim Paku hati telah menjerit kesa-kitan lalu roboh dari
atas atap rumah dan jatuh berguling, dalam waktu singkat jiwanya turut melayang
meninggalkan raga nya.
Kematian dari si Hakim paku
hati tersebut segera membuat paniknya kawanan lelaki di atas dinding benteng,
suasana menjadi kacau dan semua orang berusaha untuk menyela-matkan diri.
Pada saat itulah. dari atas
puncak bukit di seberang yang terjadi ledakan-ledakan yang memekikkan telinga,
cahaya apib membum-bung tijnggi ke angkasag, asap tebal mebnyeli-muti
pandangan, kobaran api yang menggila seakan-akan menyambar benda apa saja yang
di jumpainya...
Di bawah cahaya api yang
membara sua-sana di seputar situpun dapat terlihat de-ngan jelas.
Oh Li-cu sangat mendendam
karena bahu-nya termakan bidikan panah, dia segera melompat naik ke atas
dinding benteng, diambilnya obor-obor di situ kemudian di-sambitkan kearah
bangunan benteng".
Dalam pada itu Lan See giok
hanya me-mikirkan soal teriakan merdu yang didengar-nya tadi, walaupun dia
belum berani me-mas-tikan, tapi suara yang amat dikenalnya itu cukup
menimbulkan kecurigaan dalam hati-nya.
Maka sambil menengok kearah
Tok Nio-cu, tanyanya kemudian dengan gelisah.
"Nyonya, apakah harus
lewat situ me-nuju ke utara ?"
Tangan kirinya yang menuding
ke arah de-pan kelihatan agak gemetar..-..
Dari sikap Lan See giok yang
gelisah dan cemas setelah mendengar suara bentakan merdu tadi. Tok Nio-cu tahu
bahwa orang tersebut sudah pasti mempunyai hubungan yang sangat akrab dengan
Lan See-giok.
Biarpun saat ini dia sudah tak
ingin ber-saingan lagi dengan adiknya, tapi mau tak mau dia harus menguatirkan
kebahagiaan adiknya itu, terutama sekali ia dapat melihat bahwa Lan See-giok
sebenarnya tidak berniat sama sekali untuk memperistri Oh Li-cu ....
Ia manggut-manggut, lalu
dengan kening berkerut segera tanyanya lagi:
""Adik Giok, siapa
sih perempuan itu?,"
Menjumpai Tok Nio-cu
mengangguk, Lan See-giok sama sekali tak berminat untuk berbicara lagi
dengannya, sahutnya singkat:
"Dia adalah sumoay
ku..."
Belum selesai berkata,
tubuhnya bagaikan segulung asap telah meluncur ke utara.
Dengan jawaban ini. selintas
wajah benci dan dendam menghiasi wajah Tok Nio-cu, hawa napsu membunuh segera
menyelimuti wajahnya, ditatapnya bayangan punggung Lan See-giok tanpa berkedip,
kemudian ter-tawa dingin tiada hentinya.
Pada mulanya Oh Li cu
menyangkba benta-kan terjsebut berasal dgari Hu-yong siabncu atau Ciu
Siau-cian, tapi sesudah mendengar kata "sumoay". .. paras mukanya
berubah hebat, memandang bayangan punggung Lan See-giok yang menjauh, titik air
mata tanpa terasa jatuh bercucuran..."
Tok Nio-cu amat menyayangi
adiknya, sambil menggigit bibir ia segera berseru.
"Ayo kita kejar, asal
cici masih hidup selain kau, aku tak akan membiarkan siapa pun berbaik dengan
Lan See-giok!"
Sambil berkata, dia lantas
membungkuk kan badan dan memungut sebilah golok dari sisi sesosok mayat.
kemudian melakukan pengejaran lebih dulu.
BERUBAH paras muka Oh Li-cu
menyaksi-kan hal ini, dengan cepat ia menubruk ke muka dan menarik pergelangan
tangan Tok Nio-cu sambil pintanya dengan air mata ber-cucuran.
"Cici, kau tak boleh
membunuhnya!"
Dengan cekatan Tok Nio-cu
mengigos ke samping sehingga goloknya tidak sampai terampas, setelah mendengus
marah segera serunya:
"Bila Lan See-giok tidak
mencintaimu de-ngan sesungguh hati, buat apa kita mesti biarkan ia tetap hidup
bagi keuntungan orang lain.....?"
"Dia tentu akan
mencintaiku." pinta Oh Li cu lagi dengan air mata bercucuran, "dia
ber-sikap dingin kepadaku, hal ini dikarenakan ia mencurigai Oh Tin san sebagai
pembunuh ayahnya, tapi setelah ia mengetahui asal usulku sekarang"
Perkataan itu terpaksa
terhenti sampai separuh jalan karena gadis itu melihat Tok Nio-cu semakin
mengejar semakin cepat.
Sementara itu, semua orang
yang berada di benteng tersebut telah kabur menyelamatkan diri, dengan begitu
tak nampak sesosok ba-yangan manusia pun di situ.
Beberapa buah obor yang
dilemparkan Oh Li cu ke dalam bangunan rumah tadi kini mulai membara besar dan
menimbul-kan asap hitam yang amat tebal....
Oh Li cu sangat gelisah, dia
takut encinya Tok Nio-cu benar-benar akan turun tangan keji terhadap Lan See
giok, ketika men-do-ngakkan kembali kepalanya. ia tidak melihat bayangan tubuh
si anak muda itu lagi...
Waktu itu, Lan rSee giok
denganz mengerah-kan iwlmu meringankanr tubuhnya sedang bergerak menuju ke
utara, dia yakin suara bentakan merdu yang didengar berasal dari adik
seperguruannya Si Cay soat, tapi ia tak habis mengerti apa sebabnya gadis itu
bukan berdiam di dalam gua. sebaliknya tu-run gunung dan berkelana dalam dunia
per-silatan?
Dalam gerakan larinya,
tiba-tiba ia melihat lebih kurang puluhan kaki didepannya ter-bentang sebuah
jurang yang dalam sekali, tanpa terasa dia memperlambat gerakan tubuhnya.
Ketika mendekat, ternyata
jurang itu le-barnya mencapai sepuluh kaki dasarnya sama sekali tak nampak,
hanya lamat-lamat masih kedengaran suara air yang sedang mengalir.
Disaat itulah dari puncak
bukit seberang berkelebat cahaya tajam yang meluncur dari atas ke bawah,
keadaannya bagaikan sebutir bintang yang sedang meluncur.
Tatkala Lan See giok mengamati
lebih sek-sama lagi, perasaannya segera bergetar keras, ternyata bayangan
manusia yang se-dang meluncur ke bawah itu tak lain adalah Si Cay soat yang
membawa pedang Jit hoa kiam.
Kejut dan gembira membuat
pemuda itu segera berteriak keras: "Adik Soat, adik Soat.. aku berada
disini!"
Di tengah seruan mana, dia
lari menuju ke kanan dengan menelusuri sisi jurang.
Agaknya Si Cay soat yang
sedang meluncur ke bawah itu sempat pula menangkap teria-kan Lan See giok,
begitu kakinya mencapai tanah, ia lantas menubruk datang.
"Tunggu dulu adik
Soat," teriak Lan See giok lagi memperingatkan, "di sini terbentang
jurang yang lebar!"
Tapi Si Cay soat yang sedang
meluncur ke bawah seolah-olah tidak mendengar peri-ngatan tersebut, tanpa
mengurangi kece-patan tubuhnya yang sedang meluncur, dia bergerak terus menuju
ke bawah, sementara cahaya pedang yang terpantul cahaya api memekikkan sekuntum
awan merah yang menyilaukan mata.
Lan See giok yakin, Si Cay
soat tentu se-dang terpengaruh emosi yang menggelora, ditambah lagi letusan-letusan
keras sedang menggelegar dari arah puncak, ini semua membuatnya tidak mendengar
suara peri-ngatannya.
Dalam kejutnya peluh dingin
sempat ber-cucuran membasahi seluruh tubuhnya.
Dengan cepat dia memandang
sekejap seki-tar itu, tiba-tiba ia melihat ada seutas tali yang terikat pada
sebatang pohon besar di sisi jurang, ujung tali tersebut justru tepat pada
puncak pohon setinggi delapan sembi-lan kaki. Tergerak hatinya melihat hal itu,
cepat ia meluncur ke depan.
Bersamaan waktunya, ia pun
menjumpai Si Cay soat sudah berada cuma dua puluh kaki dari tepi jurang,
cepat-cepat teriak-nya lagi dengan keras:
"Berhenti adik Soat,
cepat hentikan lang-kahmu adik Soat..."
Tubuhnya yang telah mendekati
pohon be-sar itu cepat menyambar tali tersebut, se-mentara gurdi emas yang
berada ditangan kanannya diayunkan ke depan memutuskan ujung tali yang terikat
pada pohon di ujung seberang.
Sesudah itu dia menjejakkan
kakinya ke tanah dan tubuhnya berayun menggunakan tali tadi menuju ke pantai
seberang, sambil berayunan sekali lagi ia berteriak:
"Adik Soat, cepat
berhenti, aku telah datang..."
Si Cay-soat yang terkejut
bercampur gem-bira bahkan seperti agak tertegun itu masih saja berlarian menuju
ke tepi jurang, kini jarak nya tinggal satu kaki.
"Engkoh Giok..."
Si Cay-soat tidak mampu
menahan diri lagi, sambil menjerit ia langsung menubruk ke tubuh anak muda
tersebut.
Lan See-giok sangat terkejut,
baru saja dia bermaksud menghalangi perbuatan gadis itu, mendadak dari tepi
seberang kedengaran suara dari 0h Li-cu sedang menjerit kaget.
"Aaah, jangan ...."
Tapi..
"Kraas!" tali itu
putus secara tiba-tiba, se-bilah golok berkelebat lewat sambil meman-carkan
cahaya tajam.
Waktu itu Lan Sbee giok sedang
jbersiap -siap ugntuk menyambar bpinggang Si Cay soat, ia tak menduga kalau
tali yang digunakan un-tuk berayun mendadak putus menjadi dua".
Dengan lenyapnya keseimbangan
badan maka tidak ampun lagi tubuhnya segera meluncur ke bawah.
Pemuda itu terkejut sekali,
sambil mem-bentak keras, ujung baju kirinya dikebaskan ke muka dengan sepenuh
tenaga.
"Weess...!"
Tubuhnya mengikuti sisa tenaga
yang ter-pantul dari tali yang terputus meluncur lagi sejauh enam depa ke arah
pantai seberang, namun tubuh Si Cay soat yang menubruk tiba telah menerjang di
atas badannya.
Lan See giok mendengus
tertahan, dengan cepat tubuhnya meluncur ke bawah, padahal selisihnya dengan
tepi jurang hanya tinggal tiga depa saja
Si Cay soat memeluk tubuh si
anak muda itu kencang-kencang, ia jatuh tak sadarkan diri, pedang Jit hoa kiam
yang berada di ta-ngannya ikut meluncur ke dasar jurang ....
Dari pantai seberang, masih
kedengaran dengan jelas suara teriakan dan isak tangis Oh Li cu yang memilukan
hati ..
Lan See giok benar-benar
berada dalam keadaan yang amat kritis, masih untung dia tak sampai panik atau
gelagapan.
Sementara tubuhnya masih
meluncur ke dasar jurang dengan kecepatan tinggi, men-dadak sepasang matanya
menangkap se-batang pohon yang tumbuh di sisi jurang ..
Serta merta ia membentak
keras, senjata gurdi emas di tangan kanannya secepat kilat diayunkan ke muka...
"Sreeet!"
Senjata gurdi emas itu persis
melingkar pada batang pohon yang besar itu, dengan demikian tubuhnya yang
sedang meluncur ke bawahpun terhenti secara mendadak.
Namun dengan terhentinya
gerakan me-luncur itu, sepasang tangan Si Cay soat yang memeluknya. juga turut
mengendor lepas, berhubung si nona berada dalam keadaan tak sadar.
Lan See giok sangat terkejut,
bdengan cepat iaj memeluk tubuh gsi nona kencangb-kencang. Dengan tangan kanan
berpegangan pada senjata gurdi emasnya, tangan kiri di pakai untuk memeluk Si
Cay soat, ber-gelantungan di udara, tubuhnya bergoyang kian kemari tiada
hentinya . .....
Sekuat tenaga pemuda itu
berusaha untuk menenangkan hatinya, membiarkan pikiran-nya yang kalut menjadi
jernih kembali. Kini dia tahu bahwa Si Cay soat telah jatuh ping-san, tapi
sayang ia tak dapat menunduk-kan kepalanya untuk memeriksa keadaan gadis
tersebut.
Begitu tubuhnya yang
bergelantungan di tengah udara sudah menjadi tenang, pemuda itu baru mengangkat
tubuh Si Cay soat ke atas. lalu menggigit pakaian bagian dadanya kuat-kuat.
setelah melepaskan tangan kiri nya, dengan tangan yang lengkap dia baru
merangkak naik ke atas pohon.
Segenap tenaga dalamnya telah
disalurkan ke luar dengan menyelimuti badan, gerakan merangkaknya dilakukan
amat berhati-hati, tiba di atas pohon, dia membaringkan tubuh si nona diantara
dahan dengan ranting pohon yang kuat.
Mula-mula dia mengikat diri di
atas dahan pohon dengan senjata gurdi emasnya, kemu-dian baru membaringkan Si
Cay soat dalam pelukannya, baru sekarang pemuda itu merasakan amat penat
memandang adik Soat dalam pelukannya tanpa terasa titik air mata jatuh
berlinang----
Air muka Si Cay soat pucat
pias bagaikan mayat. wajahnya sayu, matanya terpejam ra-pat-rapat sementara
alis matanya yang lem-but berkernyit menjadi satu.
Bibirnya yang pucat sedikit
terbuka hingga kelihatan dua baris giginya yang putih dian-tara bulu matanya
masih tampak basah oleh air mata.
Lan See giok sedih sekali
setelah melihat kesemuanya ini, air mata terasa jatuh bercu-curan, hanya
berpisah setengah bulan, sung-guh tak disangka adiknya menjadi begitu layu dan
lemas bagaikan baru sembuh dari penyakit parah.
Teringat akan kejadian yang
memedihkan hati, tanpa terasa dia menyusupkan kepala-nya di atas dada Si Cay
soat dan menangis, sementara tangannya memeluk gadis itu makin kencang.
Pipi kanannya ditempelkan di
atas payu-dara sebelah kiri si nona, ia dapat mendengar detak jantungnya yangr
lemah, hal terzsebut membuat awir matanya bercrucuran semakin deras.
Isak tangis yang memedihkan
hati mem-buat seluruh kemurungan dan kemasgulan dalam hatinya terlampiaskan ke
luar, yang dipikirkan olehnya saat ini hanya pengorba-nan dan cinta kasih si
nona kepadanya.
Dia tak ingin mencari tahu
lagi mengapa adik Soatnya bisa muncul di bukit Tay ang san, diapun tak
menggubris apa sebabnya tali yang digunakan berayun tadi bisa putus secara
tiba-tiba?
Mendadak suara panggilan yang
lemah tak bertenaga bergema di sisi telinganya-
"Eeeh ....engkoh
Giok...."
Cepat-cepat Lan See-giok
mendongakkan kepalanya, dia melihat Si Cay soat sedang membuka matanya dengan
sayu, butiran air mata nampak bercucuran sangat deras.
"Adik Soat, kau telah
mendusin..." sapa nya kemudian sambil menyeka air mata si nona dengan
penuh kasih sayang.
Si Cay Soat hanya menggerakkan
matanya yang sayu, setelah mengetahui bahwa dirinya sedang berbaring dalam
pangkuan kekasih hatinya, gadis itu memejamkan kembali ma-tanya.
Seperti diketahui, Lan
See-giok adalah se-orang pemuda yang sama sekali belum ber-pengalaman, ia tak
tahu bahwa Si Cay-soat bisa demikian lantaran gejolak emosi yang melampaui
batas membuat darahnya ter-sumbat, dalam anggapannya gadis itu baru sembuh dari
penyakit parah hingga kondisi tubuhnya masih lemah.
Padahal asal dia tepuk jalan
darah Mia bun-hiatnya, niscaya gadis tersebut akan nampak segar kembali.
Tak terlukiskan rasa kalut dan
bingung yang menghantui pikiran Lan See-giok sekarang, melihat kondisi Si Cay
soat yang makin melemah, napasnya yang lirih, dia hanya bisa memeluk tubuhnya
sambil bercu-curan air mata, wajahnya ditatap lekat-lekat seakan-akan raut
wajah yang cantik itu tak bakal dijumpai lagi.
Tiba-tiba satu ingatan
melintas dalam benaknya, tanpa terasa dia mulai menciumi seluruh wajah Si Cay
soat yang sayu, dalam keadaan demikian, ia benar-benar tak tahu bagaimana mesti
mengutarakan rasa kuatir dan sayangnya terhadap gadis itu.
Ketika dirasakan badan gadis
itu mulai gemetar. dengan perasaan terkejut dipeluk si nona semakin kencang
.....
Memandang butiran air mata yang
bercu-curan dari balik matanya yang lentik. tak tahan dia mencium matanya, dia
hendak mencium air matanya sampai mengering.
(Bersambung ke Bagian 27)