Anak Harimau Bagian 26

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 26

Bagian 26

"Ho hiangcu telah datang!"- serentak pulu-han orang lelaki itu berseru bersama.

Lan See-giok segera menengok ke muka, ternyata ketiga sosok bayangan manusia yang sedang bergerak mendekat itu adalah tiga orang lelaki yang berusia diantara tiga puluh tahunan.

Salah seorang diantaranya mengenakan baju merah dengan senjata tombak pendek, alis matanya tebal matanya besar dan ber-perawakan tinggi besar lagi kekar.

Sedangkan dua orang lainnya berbaju abu-abu dengan menyoren golok dipunggungnya mungkin para komandan regu di bawah pimpinannya. Tatkala ketiga orang itu sudah mencapai lima kaki dari mereka, tampak ka-wanan lelaki lainnya sama-sama menyingkir ke samping untuk memberi jalan lewat.

Lelaki berpakaian ringkas yang berada ditengah itu segera maju ke muka dengan dada dibusungkan dan langkah lebar. sepasang matanya yang bulat besar dan ber-cahaya mula-mula memandang sekejap ke arah dua sosok mayat yang terkapar di atas genangan darah itu.

Tok Nio-cu tidak menunggu sampai lelaki tadi berdiri tegak, dengan suara dalam ia lantas menegur:

"Apakah kau adalah Ho hiangcu yang ber-tanggung jawab atas tebing sebelah timur ini ?"

Lelaki itu berhenti melangkah lalu men-jawab dengan suara tajam: "Betul, akulah Ho hiangcu, ada urusan apa nyonya datang membunuh orang ditengah malam buta begi-ni?"

Sambil berbicara, sorot matanya yang ta-jam memandang sekejap kearah Oh Li cu yang membawa pedang terhunus serta Lan See-giok yang berdiri tak jauh darinya.

Sebelum Tok Nio-cu menjawab pertanyaan itu, tiba-tiba terdengar Oh Li-cu me-nimbrung sambil tertawa dingin.

"Akulah yang membunuh mereka, urusan sama sekali tiada sangkut pautnya dengan dia!"

Ho Hiangcu segera berpaling dan menatap wajah Oh Li-cu penuh amarah, tegurnya ke-mudian.

"Nona, siapa namamu? Ada urusan apa kau datang membunuh orang ditengah ma-lam buta?"

"Hmm!" Oh Li cu mendengus menghina, "siapakah namamu, selain Kiong Tek-ciong sendiri, siapa saja tidak berhak untuk me-ngetahuinya....."

Ho hiangcu seketika naik darah. alis mata nya berkernyit lalu bentaknya keras-keras.

"Biarpun aku tidak berhak untuk mena-nyakan namamu, namun aku berhak untuk membunuhmu guna membalaskan dendam bagi kematian kedua orang anak buahku"

Sambil membentak tubuhnya menerjang ke muka, senjata tombak pendeknya disapu ke muka, menyambar pinggang Oh Li cu.

Tampaknya Tok Nio-cu ada maksud untuk menilai ilmu silat "yang dimiliki Oh Li cu, se-baliknya Oh Li cu sendiripun berhasrat un-tuk menunjukkan kehebatan Wi-lim-poo, karenanya sambil tertawa dingin tubuhnya bergerak secepat kilat, dengan begitu sapuan senjata lawan mengenai sasaran kosong,

Menyusul kemudian ia membentak nyaring pedangnya dilancarkan secara bertubi tubi melepaskan tiga serangan berantai yang mengancam atas tengah dan bawah tubuh lawan, yaitu bagian tenggorokan, dada serta lambung..

Sesungguhnya Ho Hiangcu datang ke situ dengan tugas untuk berusaha mengulur waktu selama lamanya, tidak heran kalau dia manfaatkan kesempatan tersebut untuk mengajak Oh Li-cu bertarung.

Kendatipun demikian, mimpi pun dia tidak mengira kalau kekejaman Oh Lieu sebetulnya jauh melebihi kekejaman Tok Nio-cu sendiri.

Baru saja serangannya gagal, cahaya tajam telah menyambar tiba, dalam kaget nya dia segera melompat mundur ke belakang

Sudah barang tentu Oh Li-cu tak sudi membiarkan musuhnya kabur, ia menjejak-kan kakinya ke atas tanah dan melakukan pe-ngejaran dari belakang.

Belum sempat sepasang kaki Ho hiangcu menginjak tanah, tahu-tahu Oh Li cu sudah menyusul tiba, diiringi bentakan keras, pedangnya meluncur ke muka menusuk lambung Ho hiangcu.

Melihat pemimpin mereka diserang, dua orang lelaki berbaju abu-abu lainnya segera membentak keras, sambil mengayunkan golok mereka membacok Oh Li cu.

Lan See giok sangat gusar atas kejadian ini, dia hendak melepaskan sentilan jarinya untuk merobohkan lawan, tapi sebelum ia bertindak, Tok Nio-cu telah membentak lebih dulu.

"Kawanan tikus, pingin mampus rupanya kau!"

Dua titik cahaya biru diiringi desingan angin tajam menyambar ke wajah ke dua orang lelaki tersebut, kecepatannya luar biasa sekali, dalam sekilas berkelebat tahu-tahu sudah tiba di sasaran.

Tiga kali jeritan ngeri yang memilukan hati bergema memenuhi angkasa, dua orang ko-mandan pasukan itu membuang senjatanya sambil menutupi wajah sendiri dengan kedua belah tangan, tubuhnya segera terjungkal ke tanah.

Ho Hiangcu pun berteriak keras, dada dan lambungnya tersayat hingga robek, isi perut-nya berhamburan ke luar semua, tentu saja selembar jiwanya turut melayang meninggal-kan raganya.

Suasana dalam arena menjadi amat kalut dan kacau tidak karuan, berpuluh puluh orang lelaki bersenjata golok itu sama-sama mengayunkan senjatanya sambil menjerit- jerit, namun tak seorang pun di antara mereka yang berani mendekati lawannya.

Tok Nio-cu segera melihat bahwa kesem-patan baik ini tak boleh dibuang dengan be-gitu saja, kepada Lan See giok serunya:

"Ayo berangkat!"

Mereka bertiga segera berangkat menuju kearah mana cahaya lentera bersumber.

Melihat musuhnya beranjak pergi. Puluhan orang lelaki itu sama - sama memutar senjata sambil membentak, serentak mereka lakukan pengejaran.

Ditengah gerakannya meluncur ke depan tiba-tiba Lan See giok berpaling dan ujarnya kepada Tok Nio-cu serta Oh Li-cu.

"Kita tak usah membuang waktu percuma di tempat-tempat semacam itu, yang penting terus menemukan si Beruang berlengan tunggal secepatnya!"

Oh li cu manggut berulang kali tanpa menjawab, sedangkan Tok Nio-cu segera menjelaskan:

"Tanpa melalui sembilan puncak dengan tiga tebingnya mustahil kita dapat memasuki puncak Keng thian hong dimana markas be-sar Kiong Tek ciong terletak."

Sementara pembicaraan berlangsung, ca-haya lentera yang terang benderang dimuka situ tinggal sepuluh kaki lagi, sementara ka-wanan lelaki yang mengejar dari belakang makin lama semakin mendekat.

Tatkala Tok Nio-cu melihat cahaya api itu berasal dari obor-obor yang disulut di atas dinding benteng, mendadak ia menjerit kaget, "Hei, cepat berhenti!"

Lan See-giok tahu tentu ada sesuatu hal yang tak beres, tiba-tiba saja dia hentikan gerakan tubuhnya.

Oh Li cu juga berusaha untuk menghenti-kan gerakan tubuhnya, namun berhubung peringatan tersebut datangnya terlalu men-dadak, membuat tubuhnya tetap maju sejauh tujuh depa sebelum bisa berhenti.

Bersamaan waktunya dengan berhentinya ketiga orang itu, dari atas dinding benteng kedengaran suara teriakan keras. lalu secara tiba-tiba muncul puluhan sosok bayangan, manusia, suara gendewa dipentang orangpun bergema, panah-panah berapi berhamburan ke arah mereka seperti sambaran petir.

Gusar sekali Lan See giok melihat kejadian ini, serta merta ia meraba pinggangnya sam-bil melepaskan senjata gurdinya, cahaya emas dengan cepat, memancar ke empat penjuru, bayangan gurdi membukit dan se-mua panah berapi yang menyambar datang kena dipukul sampai terpental ke mana--mana.

Tok Nio-cu berkelebat maju ke muka lalu menyembunyikan diri di belakang tubuh Lan See-giok.

Mendadak terdengar jeritan lengking ber-gema di udara.

Dengan perasaan terperanjat Lan See-giok berpaling, apa yang terlihat membuatnya sangat kaget, secepat sambaran petir dia memutar senjata gurdi emasnya sambil buru-buru bergeser mendekati Oh Li cu.



Ketika mendengar jeritan dari Oh Li cu, Tok Nio-cu sadar bahwa keadaan tidak me-nguntungkan, apalagi setelah menengok ke samping, ia bertambah kaget,

Ternyata bahu bagian belakang gadis itu sudah tertancap sebatang anak panah, biar-pun api sudah padam tapi masih mengepul-kan asap tebal.

Sebaliknya Oh Li cu masih memutar pedangnya ke sana kemari tanpa berhenti.

Tok Nio-cu tahu, panah itu menancap di tubuh sang gadis karena terpental oleh puta-ran senjata Lan See-giok sendiri, dengan perasaan terkejut ia segera berteriak keras

"Ayo cepat kembali!"

Sementara berbicara, Lan See giok sudah berada tiga depa dari Oh Li cu, ujung baju kirinya segera dikebaskan ke muka, anak panah yang menancap dibahu belakang Oh Li cu pun segera rontok ke tanah.

Sekali lagi Tok- Nio-cu berseru.

"Adik Giok, cepat mundur, panah berapi itu mengandung racun belerang yang sangat jahat, luka dari nona Oh perlu diobati dengan segera...."

Lan See giok merasa sangat tidak tenang apalagi setelah mendengar panah berapi itu beracun, hilang niatnya untuk melanjutkan perjalanan.

Setelah mengangguk berulang kali. dia memutar senjata gurdi emasnya sambil me-ngundurkan diri.

Dalam pada itu, puluhan orang lelaki yang semula mengejar mereka, semenjak tadi telan menghentikan diri di luar jangkauan anak-anak panah beracun itu. tiada seorangpun yang maju ke depan, tiada orang pula yang berteriak.

Sewaktu menyaksikan Lan See giok dan Tok Nio-cu bertiga muncul kembali, serentak mereka membubarkan diri untuk mencari selamat.

Lan See giok, Tok Nio-cu dan Oh Li-cu mengundurkan diri sampai di luar jangkauan anak panah berapi. dengan cepat mereka mencari batu besar sebagai tempat perlin-dungan,

Pada saat inilah mendadak dari atas din-ding benteng berkumandang suara gelak tertawa seseorang yang penuh kegembiraan.

"Haaahhh .. haaahhh . haaahhh.b . Tok Nio-cu, jmalam ini aku sgi Hakim paku habti pasti akan menyuruh kau menggoyang pinggul kian kemari sebelum, merasakan kehe-batanku."

Ucapan itu sudah jelas mengandung nada yang cabul lagi kotor, tidak heran jika Lan See giok menjadi amat gusar, hawa napsu membunuhnya segera timbul, tapi dia tak bisa menghukum manusia jahanam tersebut pada detik itu juga.

Sebaliknya paras muka Oh Li cu dan Tok Nio-cu berubah menjadi merah membara, tentu saja Tok Nio-cu segan-menjawab kata-kata cabul dari si Hakim paku hati tersebut.

Dengan cepat dia memeriksa keadaan luka yang diderita On Li-cu, kemudian bertanya.

"Nona Oh, apakah kau mempunyai obat penawar racun yang lebih mustajab?"

Oh Li cu hanya menggelengkan kepalanya tanpa menjawab.

Dengan nada susah Tok Nio-cu kembali berkata.

"Walaupun aku mempunyai bubuk penawar racun, tapi sayang setelah dibubuhkan akan menimbulkan rasa sakit yang luar biasa."

Oh Li cu menjadi sangat mendongkol.

"Walaupun ayahku mempunyai pil penawar racun yang bagus, sayang aku tidak membawanya,"

Tergerak perasaan Lan See giok mendengar perkataan itu, tanyanya kemudian tak mengerti.

"Apakah kau maksudkan ketiga butir pil mestika yang kau berikan kepadaku tempo hari?"

Berkilat sepasang mata Oh Li-cu, kejut dan girang dia menganggukkan kepalanya beru-lang kali.

"Benar, benar, ayo cepat keluarkan dan berikan kepadaku adik Giok---"

Lan See giok tak berani berayal lagi, dari sakunya dia mengeluarkan sebuah botol porselen kecil lalu diserahkan kepada Oh Li cu-- -

Pada saat itulah, tiba-tiba terdengar Tok Nio-cu membentak sambil menggertak gigi:

"Manusia-manusia bodoh, nampaknya kalian benar-benar ingin mencari mampus!"

Lan See giok segera berpaling, ternyata puluhan orang lelaki berpakaian ringkas itu dengan langkah berhati hati dan senjata ter-hunus sedang mendekati tempat mereka berada.

Tiba-tiba Tok Nio-cu membentak keras, tangannya disambit ke depan melepaskan dua butir peluru api beracun.

Dua gulung bola api yang memanbcarkan sinar bijru, diiringi sugara desingan dabn mengepulkan kabut hijau yang tebal segera meluncur ke tubuh puluhan orang lelaki tersebut.

Berubah hebat paras muka puluhan lelaki itu, suasana menjadi kalut dan serentak

semua orang membubarkan diri dengan perasaan panik ketakutan setengah mati.

Sambil tertawa dingin sekali lagi, Tok Nio-cu membentak keras. "Sebelum meninggal-kan nyawa. Apakah kalian ingin pergi dengan begitu saja?"

Kembali tangannya diayunkan ke depan, segulung api, biru secepat kilat meluncur ke depan menubruk ke dua butir peluru api beracun pertama yang sedang meluncur ke bawah.

"Blaammm! Blaammm!"

Sewaktu ke empat butir peluru api beracun itu saling bertumbukan di tengah udara ter-jadilah ledakan yang gegap gempita.

Akibat dari ledakan tersebut, ke empat gumpalan api biru tadi segera berubah men-jadi beratus ratus api bintang yang meluruk ke empat penjuru dan berhamburan kemana mana.

Melihat bunga api yang beterbangan itu, pucat pias wajah puluhan lelaki kekar itu, mereka jadi ketakutan setengah mati hingga sukma serasa melayang meninggalkan raganya.

Suasana jadi panik, semua orang berdesak desakan agar bisa kabur lebih cepat lagi,

Dalam waktu singkat sembilan orang, di antara mereka yang sudah terpercik api tersebut, tak ampun mereka bergulingan di atas tanah sambil menjerit jerit kesakitan, suasana mengerikan dan mengenaskan sekali.

Berubah hebat wajah Lan See giok melihat kesemuanya itu, tanpa terasa ia menggeleng-kan kepalanya berulang kali.

Bagaimana pun juga Tok Nio-cu memang pantas diberi julukan perempuan beracun, sebab dari kekejamannya hal ini, memang sesuai dengan keadaan tersebut.

Sesungguhnya Tok Nio-cu bisa disebut orang sebagai perempuan beracun karena konon dia memiliki enam macam senjata ra-hasia yang beracun itu, di samping itu entah masih terdapat beberapa macam lagi benda-benda beracun yang digembolnya.

Menjumpai Lan See-giok menggeleng sam-bil menghela napas, Oh Li cu segera berkata dingin.

"Sewaktu terkenra panah berapi ztadi, nyaris akwupun ikut hendark bergulingan di atas tanah, waktu itu, mengapa kau tidak merasa sakit hati dan sedih? Mengapa kau tidak mengeluh sambil memeriksa keadaan luka-ku?"

Sambil berkata dia melemparkan sebutir pil berwarna merah yang diserahkan kepada Tok Nio-cu. kemudian mengembalikan botol kecil itu ke tangan sang pemuda. .

Merah jengah selembar wajah Lan See giok, setelah menerima botol tadi diapun segera memeriksa keadaan luka dari Oh Li-cu.

"Di atas bahu bagian belakangnya yang putih dan halus, sekarang telah bertambah dengan sebuah jalur panjang mulut luka yang berdarah, darah hitam yang busuk ma-sih ke luar tiada hentinya,

Ditengah suasana penuh jerit kesakitan yang memilukan hati, sikap Tok Nio-cu masih tetap acuh tak acuh seolah-olah sama sekali tidak terpengaruh oleh suasana di hadapan-nya.

Setelah menerima pil kecil itu, cepat dia meremasnya menjadi bubuk lalu ditebarkan di atas mulut luka Oh Li-cu.

Kemudian dari tangan si nona dia me-ngambil secarik sapu tangan, menyingkap pakaiannya dan menyeka air darah berwarna hitam itu . . .

Mendadak sekujur badan Tok Nio-cu ge-metar keras, wajahnya berubah hebat, sorot matanya yang jeli mengawasi mulut luka Oh Li-cu tanpa berkedip, ia seolah-olah tertegun dibuatnya.

Dengan perasaan terkejut bercampur tidak habis mengerti, Lan See giok segera me-negur:

"Nyonya, mengapa . . . mengapa kau. . .?"

Oh Li-cu juga merasakan keanehan lawan, cepat ia berpaling lalu mengawasi Tok Nio-cu yang masih termangu mangu, sedih itu de-ngan perasaan tak habis mengerti.

Menanti Tok Nio-cu peroleh kesadarannya kembali, mendadak dia memeluk tubuh Oh Li-cu kencang-kencang sambil menangis tersedu sedu penuh kesedihan.



Sambil menangis terisak, ia berseru beru-lang kali. "Adikku.., ooh...kau adalah adik ku yang patut dikasihani. ."!

Tentu saja sikap Tok Nio-cu yang sangat tiba-tiba ini sama sekali di luar dugaan Lan See giok serta Oh Li cu, tidak heran kalau mereka dibuat tertegun dan kelabakan, lama sekali mereka berdua hanya bisa memandang perempuan itu tanpa memahami apa gera-ngan yang sebenarnya telah terjadi.

Puluhan lelaki yang sudah kabur di kejau-han sana, sekarang juga menoleh dengan perasaan kaget.

Sebaliknya ke sembilan lelaki yang tubuhnya terjilat api beracun itu sudah mela-rikan diri kalang kabut, tentu saja mereka tak sempat lagi memperdulikan jerit tangis Tok Nio-cu yang mendadak itu

Memang semenjak pandangan pertama tempo hari, Lan See-giok sudah merasa bahwa wajah Tok Nio-cu agak mirip dengan wajah Oh Li cu, keadaan yang terpentang di depan mata sekarang membuatnya segera mengerti.

Sambil menjerit kaget katanya kemudian. "Apa? Kau maksudkan enci Cu adalah adik kandungmu"" sambil menemukan Oh Li cu dan menangis tersedu sedu, Tok Nio-cu me-ngangguk berulang kali.

"Benar, dia adalah adik Cui lan ku!"

Kemudian sambil memandang Oh Li cu yang masih berdiri melongo, dia melanjutkan sambil menangis terisak.

"Kau adalah Cui-lan, kau tak akan ter-ingat dengan keadaan kita yang amat tragis ...."

Bagaikan orang gila, dia menggoyangkan badan Oh Li cu tiada hentinya, seakan akan dia berharap dari guncangan tersebut bisa membuat Oh Li cu teringat kembali dengan masa. lalunya:

Dalam pada itu Oh Li cu seperti tak bisa menyambut perubahan yang datangnya seca-ra tiba-tiba ini setelah melihat sikap gila Tok Nio-cu, apalagi diapun merasa raut wajahnya memang mirip sekali dengan wajah perem-puan itu, betul masih ada keraguan di hati kecilnya, namun air matanya tak urung toh jatuh bebrcucuran juga. j

Lan See giok sgeperti dapat mebrasakan bahwa Oh Li cu enggan mengakui hal ter-se-but secara gegabah, cepat ia memperingat kan kepada Tok Nio-cu:

"Nyonya, dari mana kau bisa tahu kalau enci Cu adalah adik kandungmu?"

Tok Nio-cu menjadi sadar kembali, sembari menyeka air matanya, ia menunjuk ke bahu Oh Li-cu sambil berkata.

"Aku telah melihat tahi lalat tiga bunga yang berada dibahu adikku, tahi lalat terse-but dibuat oleh ibu kami. . .

Lan See giok bisa menyimpulkan kalau di atas bahu Tok Nio-cu pun pasti terdapat juga sebuah tahi lalat, maka selanya kemudian.

"Itu mah gampang sekali, nyonya kan boleh mempersilahkan enci Cu untuk me-lihat pula tahi lalat di atas bahumu . . , "

Belum habis ia berkata, paras muka Tok Nio-cu telah berubah menjadi merah dadu, bibirnya bergerak seperti hendak mengucap-kan sesuatu, namun seperti sukar untuk di-utarakan.

Lan See giok menjadi tertegun, ketika ia berpaling pula ke arah Oh Li-cu, ternyata gadis itupun menunjukkan wajah semu merah, malah merahnya sampai ke telinga, diantara kejengahan terselip pula perasaan bangga.

Tahun ini, Lan See giok memang sudah berusia delapan belas tahun, namun ia be-lum tahu bahwa seorang gadis yang sudah ke-hilangan keperawanannya, maka tanda tahi lalat tersebut akan turut menjadi hilang, tentu saja persoalan semacam ini sulit bagi Tok Nio-cu yang sudah kawin itu untuk menerangkan.

Sementara ke tiga orang itu berada dalam keadaan serba salah. mendadak terdengar lagi dengan dua kali desingan angin tajam,

Lan See giok yang pertama tama me-nyadari hal tersebut, tahu-tahu dua batang anak panah sudah meluncur datang , . . .

Oh Li-cu dapat melihat kejadian tersebut dengan jelas ia membentak keras dan pedang nya segera diayunkan ke depan, anak panah itupun rontok seketika.

Lan See giok ikut naik pitam sambil mem-bentak keras dia menerjang ke arah mana berasalnya bidikan anak panah itu.

Disaabt tubuh Lan Seej giok sedang meg-ner-jang ke lubar dari tempat persembunyiannya, terdengar teriakan keras bergema memecah-kan keheningan lalu hujan panah pun ber-hamburan ke seluruh udara.

Lan See giok menghentikan sebentar gera-kan tubuhnya. hawa napsu membunuh kini sudah membara di dadanya, sambil memutar senjata gurdi emasnya dia menerkam kembali ke arah puluhan pemanah tersebut secara kalap.

"Dari atas dinding benteng berkumandang suara gelak tertawa keras, menyusul kemudi an terdengar seseorang membentak nyaring,

"Lepaskan panah berapi!"

Mengiringi bentakan itu, panah berani ba-gaikan ular meluncur ke tubuh Lan See giok secara gencar.

Pada saat itulah tiba-tiba terdengar Tok Nio-cu menjerit kaget. "Adik Giok, cepat kem-bali.

Lan See giok tahu ada sesuatu yang tak beres, dia membalikkan badan lalu mundur kembali secepat kilat.

Tidak sampai pemuda itu berdiri tegak, Oh li-cu segera menuding ke muka sambil seru-nya:

"Adik Giok, cepat lihat!"

Mengikuti arah yang ditunjuk, Lan See giok merasa sangat terkejut, ternyata dari atas sebuah puncak bukit di sebelah depan situ, tampak asap tebal mengepul diangkasa agaknya ada beberapa buah bangunan rumah yang sudah terjilat api.

Bagaikan sedang berguman. Tok Nio-cu berbisik tiba-tiba.

"Sungguh aneh, siapa lagi yang mendatangi Tay ang- san pada malam ini?"

Lan See giok sendiripun tidak habis mengerti, ia sedang tiada hentinya bertanya kepada diri sendiri, siapakah orang ini?"

Belum habis ingatan tersebut melintas le-wat, suara bentakan merdu yang amat di-ke-nal olehnya tiba-tiba berkumandang dari puncak tebing itu.

Gemetar keras seluruh badan Lan See giok mendengar suara tersebut, wajahnya berubah hebat, sambil membentak keras se-cepat kilat ia menerjang ke depan...

Pucat pias selermbar wajah Tok zNio-cu melihat whal ini, buru-bruru teriaknya keras

"Adik Giok, jangan ke situ ..."

Sesudah mendengar teriakan dari Tok Nio-cu, Lan See giok baru teringat kalau jalan di depan sana buntu, serentak ia mengalihkan gerakan tubuhnya dengan menerjang kearah dinding benteng..

BAB 21

DALAM pada itu, suasana di atas dinding benteng telah terjadi kekalutan, apalagi dari teriakan "kebakaran" yang bergema di mana-mana, dapat diduga bahwa kebakaran besar telah melanda bangunan rumah mereka.

Mendadak terdengar si Hakim paku hati berteriak. "Lepaskan panah api !"

Jeritan yang kalut kembali berubah menja-di teriakan ramai, panah--panah berapi mulai berhamburan kemana-mana.

Gerakan tubuh Lan See giok cepat bagai-kan sambaran petir, baru selesai si Hakim paku hati berbicara. ia telah menerjang ke depan benteng, sewaktu panah berapi dibi-dikkan, tubuhnya telah melayang ke tengah udara:

Cahaya emas segera menyambar lewat, dua kali jeritan ngeri yang memilukan hati mengi-ringi robohnya dua orang lelaki ber-busur dari pagar benteng.

Pada saat itulah ditengah kekalutan yang melanda kawanan lelaki itu, terdengar benta-kan keras bergema memecahkan keheningan, sesosok bayangan manusia melompat ke luar.

Waktu itu Lan See-giok sedang meroboh kan beberapa orang lelaki kekar dengan sen-jata gurdi emasnya, merasa datangnya ter-jangan cepat ia mendongakkan kepalanya

Ternyata orang yang sedang menerjang datang itu adalah seorang lelaki berusia em-pat puluh tahunan yang berjubah merah, membawa senjata poan-koan pit, beralis segi tiga mata bulat hidung paruh betet dan ber-jenggot hitam.



Tampaknya orang inilah yang menamakan dirinya sebagai si Hakim paku hati.

Bertemu dengan Lan See-giok, si Hakim Paku hati melotot besar, lalu sambil berteriak aneh dia menerjang ke muka, senjata poan-koan-pit nya dengan jurus bintang timur menubruk bintang, dia serang ubun-ubun lawan.

Lan See-giok benci kepada si Hakim Paku hati karena mulutnya cabul sekali, di tambah pula dia ingin selekasnya tiba di puncak se-berang, maka tubuhnya begitu berkelebat lewat, senjata gurdi emasnya di ayunkan ke muka dan mengikat senjata poan-koan-pit lawan.

Hakim paku hati sangat terkejut, sambil membentak dia melompat mundur dengan sepenuh tenaga.

Lan See-giok tertawa dingin, tangannya di-getarkan ke muka dan tahu-tahu senjata poan-koan-pit tersebut sudah terlepas dari cekalan..

Hakim paku hati jadi ketakutan setengah mati, sukmanya merasa melayang Mening-galkan raganya, sambil menjerit aneh, dia melompat naik ke atap rumah dan melarikan diri terbirit-birit ....

"Hakim paku hati, tinggalkan dulu jiwa mu... ." Tok Nio-cu tahu membentak keras.

Bersamaan dengan bentakan tersebut, ta-ngannya segera diayunkan ke depan, segum-pal jarum lembut seperti bulu kerbau, diiringi percikan cahaya tajam Langsung menyambar kearah si Hakim paku hati yang sedang mela-rikan diri itu.

Berubah hebat paras muka Lan See-giok ia cukup mengetahui akan kelihaian jarum lembut tersebut, selain cepat dan hebat, se-rangan datang tanpa menimbulkan suara bahkan seseorang yang berilmu tinggi jangan harap bisa menghindari secara mudah.

Belum habis ingatan tersebut melintas le-wat, si Hakim Paku hati telah menjerit kesa-kitan lalu roboh dari atas atap rumah dan jatuh berguling, dalam waktu singkat jiwanya turut melayang meninggalkan raga nya.

Kematian dari si Hakim paku hati tersebut segera membuat paniknya kawanan lelaki di atas dinding benteng, suasana menjadi kacau dan semua orang berusaha untuk menyela-matkan diri.

Pada saat itulah. dari atas puncak bukit di seberang yang terjadi ledakan-ledakan yang memekikkan telinga, cahaya apib membum-bung tijnggi ke angkasag, asap tebal mebnyeli-muti pandangan, kobaran api yang menggila seakan-akan menyambar benda apa saja yang di jumpainya...

Di bawah cahaya api yang membara sua-sana di seputar situpun dapat terlihat de-ngan jelas.

Oh Li-cu sangat mendendam karena bahu-nya termakan bidikan panah, dia segera melompat naik ke atas dinding benteng, diambilnya obor-obor di situ kemudian di-sambitkan kearah bangunan benteng".

Dalam pada itu Lan See giok hanya me-mikirkan soal teriakan merdu yang didengar-nya tadi, walaupun dia belum berani me-mas-tikan, tapi suara yang amat dikenalnya itu cukup menimbulkan kecurigaan dalam hati-nya.



Maka sambil menengok kearah Tok Nio-cu, tanyanya kemudian dengan gelisah.

"Nyonya, apakah harus lewat situ me-nuju ke utara ?"

Tangan kirinya yang menuding ke arah de-pan kelihatan agak gemetar..-..

Dari sikap Lan See giok yang gelisah dan cemas setelah mendengar suara bentakan merdu tadi. Tok Nio-cu tahu bahwa orang tersebut sudah pasti mempunyai hubungan yang sangat akrab dengan Lan See-giok.

Biarpun saat ini dia sudah tak ingin ber-saingan lagi dengan adiknya, tapi mau tak mau dia harus menguatirkan kebahagiaan adiknya itu, terutama sekali ia dapat melihat bahwa Lan See-giok sebenarnya tidak berniat sama sekali untuk memperistri Oh Li-cu ....

Ia manggut-manggut, lalu dengan kening berkerut segera tanyanya lagi:

""Adik Giok, siapa sih perempuan itu?,"

Menjumpai Tok Nio-cu mengangguk, Lan See-giok sama sekali tak berminat untuk berbicara lagi dengannya, sahutnya singkat:

"Dia adalah sumoay ku..."

Belum selesai berkata, tubuhnya bagaikan segulung asap telah meluncur ke utara.

Dengan jawaban ini. selintas wajah benci dan dendam menghiasi wajah Tok Nio-cu, hawa napsu membunuh segera menyelimuti wajahnya, ditatapnya bayangan punggung Lan See-giok tanpa berkedip, kemudian ter-tawa dingin tiada hentinya.

Pada mulanya Oh Li cu menyangkba benta-kan terjsebut berasal dgari Hu-yong siabncu atau Ciu Siau-cian, tapi sesudah mendengar kata "sumoay". .. paras mukanya berubah hebat, memandang bayangan punggung Lan See-giok yang menjauh, titik air mata tanpa terasa jatuh bercucuran..."

Tok Nio-cu amat menyayangi adiknya, sambil menggigit bibir ia segera berseru.

"Ayo kita kejar, asal cici masih hidup selain kau, aku tak akan membiarkan siapa pun berbaik dengan Lan See-giok!"

Sambil berkata, dia lantas membungkuk kan badan dan memungut sebilah golok dari sisi sesosok mayat. kemudian melakukan pengejaran lebih dulu.

BERUBAH paras muka Oh Li-cu menyaksi-kan hal ini, dengan cepat ia menubruk ke muka dan menarik pergelangan tangan Tok Nio-cu sambil pintanya dengan air mata ber-cucuran.

"Cici, kau tak boleh membunuhnya!"

Dengan cekatan Tok Nio-cu mengigos ke samping sehingga goloknya tidak sampai terampas, setelah mendengus marah segera serunya:

"Bila Lan See-giok tidak mencintaimu de-ngan sesungguh hati, buat apa kita mesti biarkan ia tetap hidup bagi keuntungan orang lain.....?"

"Dia tentu akan mencintaiku." pinta Oh Li cu lagi dengan air mata bercucuran, "dia ber-sikap dingin kepadaku, hal ini dikarenakan ia mencurigai Oh Tin san sebagai pembunuh ayahnya, tapi setelah ia mengetahui asal usulku sekarang"

Perkataan itu terpaksa terhenti sampai separuh jalan karena gadis itu melihat Tok Nio-cu semakin mengejar semakin cepat.

Sementara itu, semua orang yang berada di benteng tersebut telah kabur menyelamatkan diri, dengan begitu tak nampak sesosok ba-yangan manusia pun di situ.

Beberapa buah obor yang dilemparkan Oh Li cu ke dalam bangunan rumah tadi kini mulai membara besar dan menimbul-kan asap hitam yang amat tebal....

Oh Li cu sangat gelisah, dia takut encinya Tok Nio-cu benar-benar akan turun tangan keji terhadap Lan See giok, ketika men-do-ngakkan kembali kepalanya. ia tidak melihat bayangan tubuh si anak muda itu lagi...

Waktu itu, Lan rSee giok denganz mengerah-kan iwlmu meringankanr tubuhnya sedang bergerak menuju ke utara, dia yakin suara bentakan merdu yang didengar berasal dari adik seperguruannya Si Cay soat, tapi ia tak habis mengerti apa sebabnya gadis itu bukan berdiam di dalam gua. sebaliknya tu-run gunung dan berkelana dalam dunia per-silatan?

Dalam gerakan larinya, tiba-tiba ia melihat lebih kurang puluhan kaki didepannya ter-bentang sebuah jurang yang dalam sekali, tanpa terasa dia memperlambat gerakan tubuhnya.

Ketika mendekat, ternyata jurang itu le-barnya mencapai sepuluh kaki dasarnya sama sekali tak nampak, hanya lamat-lamat masih kedengaran suara air yang sedang mengalir.

Disaat itulah dari puncak bukit seberang berkelebat cahaya tajam yang meluncur dari atas ke bawah, keadaannya bagaikan sebutir bintang yang sedang meluncur.

Tatkala Lan See giok mengamati lebih sek-sama lagi, perasaannya segera bergetar keras, ternyata bayangan manusia yang se-dang meluncur ke bawah itu tak lain adalah Si Cay soat yang membawa pedang Jit hoa kiam.

Kejut dan gembira membuat pemuda itu segera berteriak keras: "Adik Soat, adik Soat.. aku berada disini!"

Di tengah seruan mana, dia lari menuju ke kanan dengan menelusuri sisi jurang.

Agaknya Si Cay soat yang sedang meluncur ke bawah itu sempat pula menangkap teria-kan Lan See giok, begitu kakinya mencapai tanah, ia lantas menubruk datang.

"Tunggu dulu adik Soat," teriak Lan See giok lagi memperingatkan, "di sini terbentang jurang yang lebar!"

Tapi Si Cay soat yang sedang meluncur ke bawah seolah-olah tidak mendengar peri-ngatan tersebut, tanpa mengurangi kece-patan tubuhnya yang sedang meluncur, dia bergerak terus menuju ke bawah, sementara cahaya pedang yang terpantul cahaya api memekikkan sekuntum awan merah yang menyilaukan mata.



Lan See giok yakin, Si Cay soat tentu se-dang terpengaruh emosi yang menggelora, ditambah lagi letusan-letusan keras sedang menggelegar dari arah puncak, ini semua membuatnya tidak mendengar suara peri-ngatannya.

Dalam kejutnya peluh dingin sempat ber-cucuran membasahi seluruh tubuhnya.

Dengan cepat dia memandang sekejap seki-tar itu, tiba-tiba ia melihat ada seutas tali yang terikat pada sebatang pohon besar di sisi jurang, ujung tali tersebut justru tepat pada puncak pohon setinggi delapan sembi-lan kaki. Tergerak hatinya melihat hal itu, cepat ia meluncur ke depan.

Bersamaan waktunya, ia pun menjumpai Si Cay soat sudah berada cuma dua puluh kaki dari tepi jurang, cepat-cepat teriak-nya lagi dengan keras:

"Berhenti adik Soat, cepat hentikan lang-kahmu adik Soat..."

Tubuhnya yang telah mendekati pohon be-sar itu cepat menyambar tali tersebut, se-mentara gurdi emas yang berada ditangan kanannya diayunkan ke depan memutuskan ujung tali yang terikat pada pohon di ujung seberang.

Sesudah itu dia menjejakkan kakinya ke tanah dan tubuhnya berayun menggunakan tali tadi menuju ke pantai seberang, sambil berayunan sekali lagi ia berteriak:

"Adik Soat, cepat berhenti, aku telah datang..."

Si Cay-soat yang terkejut bercampur gem-bira bahkan seperti agak tertegun itu masih saja berlarian menuju ke tepi jurang, kini jarak nya tinggal satu kaki.

"Engkoh Giok..."

Si Cay-soat tidak mampu menahan diri lagi, sambil menjerit ia langsung menubruk ke tubuh anak muda tersebut.

Lan See-giok sangat terkejut, baru saja dia bermaksud menghalangi perbuatan gadis itu, mendadak dari tepi seberang kedengaran suara dari 0h Li-cu sedang menjerit kaget.

"Aaah, jangan ...."

Tapi..

"Kraas!" tali itu putus secara tiba-tiba, se-bilah golok berkelebat lewat sambil meman-carkan cahaya tajam.

Waktu itu Lan Sbee giok sedang jbersiap -siap ugntuk menyambar bpinggang Si Cay soat, ia tak menduga kalau tali yang digunakan un-tuk berayun mendadak putus menjadi dua".

Dengan lenyapnya keseimbangan badan maka tidak ampun lagi tubuhnya segera meluncur ke bawah.

Pemuda itu terkejut sekali, sambil mem-bentak keras, ujung baju kirinya dikebaskan ke muka dengan sepenuh tenaga.

"Weess...!"

Tubuhnya mengikuti sisa tenaga yang ter-pantul dari tali yang terputus meluncur lagi sejauh enam depa ke arah pantai seberang, namun tubuh Si Cay soat yang menubruk tiba telah menerjang di atas badannya.

Lan See giok mendengus tertahan, dengan cepat tubuhnya meluncur ke bawah, padahal selisihnya dengan tepi jurang hanya tinggal tiga depa saja

Si Cay soat memeluk tubuh si anak muda itu kencang-kencang, ia jatuh tak sadarkan diri, pedang Jit hoa kiam yang berada di ta-ngannya ikut meluncur ke dasar jurang ....

Dari pantai seberang, masih kedengaran dengan jelas suara teriakan dan isak tangis Oh Li cu yang memilukan hati ..

Lan See giok benar-benar berada dalam keadaan yang amat kritis, masih untung dia tak sampai panik atau gelagapan.

Sementara tubuhnya masih meluncur ke dasar jurang dengan kecepatan tinggi, men-dadak sepasang matanya menangkap se-batang pohon yang tumbuh di sisi jurang ..

Serta merta ia membentak keras, senjata gurdi emas di tangan kanannya secepat kilat diayunkan ke muka...

"Sreeet!"

Senjata gurdi emas itu persis melingkar pada batang pohon yang besar itu, dengan demikian tubuhnya yang sedang meluncur ke bawahpun terhenti secara mendadak.

Namun dengan terhentinya gerakan me-luncur itu, sepasang tangan Si Cay soat yang memeluknya. juga turut mengendor lepas, berhubung si nona berada dalam keadaan tak sadar.

Lan See giok sangat terkejut, bdengan cepat iaj memeluk tubuh gsi nona kencangb-kencang. Dengan tangan kanan berpegangan pada senjata gurdi emasnya, tangan kiri di pakai untuk memeluk Si Cay soat, ber-gelantungan di udara, tubuhnya bergoyang kian kemari tiada hentinya . .....

Sekuat tenaga pemuda itu berusaha untuk menenangkan hatinya, membiarkan pikiran-nya yang kalut menjadi jernih kembali. Kini dia tahu bahwa Si Cay soat telah jatuh ping-san, tapi sayang ia tak dapat menunduk-kan kepalanya untuk memeriksa keadaan gadis tersebut.

Begitu tubuhnya yang bergelantungan di tengah udara sudah menjadi tenang, pemuda itu baru mengangkat tubuh Si Cay soat ke atas. lalu menggigit pakaian bagian dadanya kuat-kuat. setelah melepaskan tangan kiri nya, dengan tangan yang lengkap dia baru merangkak naik ke atas pohon.

Segenap tenaga dalamnya telah disalurkan ke luar dengan menyelimuti badan, gerakan merangkaknya dilakukan amat berhati-hati, tiba di atas pohon, dia membaringkan tubuh si nona diantara dahan dengan ranting pohon yang kuat.

Mula-mula dia mengikat diri di atas dahan pohon dengan senjata gurdi emasnya, kemu-dian baru membaringkan Si Cay soat dalam pelukannya, baru sekarang pemuda itu merasakan amat penat memandang adik Soat dalam pelukannya tanpa terasa titik air mata jatuh berlinang----

Air muka Si Cay soat pucat pias bagaikan mayat. wajahnya sayu, matanya terpejam ra-pat-rapat sementara alis matanya yang lem-but berkernyit menjadi satu.

Bibirnya yang pucat sedikit terbuka hingga kelihatan dua baris giginya yang putih dian-tara bulu matanya masih tampak basah oleh air mata.

Lan See giok sedih sekali setelah melihat kesemuanya ini, air mata terasa jatuh bercu-curan, hanya berpisah setengah bulan, sung-guh tak disangka adiknya menjadi begitu layu dan lemas bagaikan baru sembuh dari penyakit parah.

Teringat akan kejadian yang memedihkan hati, tanpa terasa dia menyusupkan kepala-nya di atas dada Si Cay soat dan menangis, sementara tangannya memeluk gadis itu makin kencang.

Pipi kanannya ditempelkan di atas payu-dara sebelah kiri si nona, ia dapat mendengar detak jantungnya yangr lemah, hal terzsebut membuat awir matanya bercrucuran semakin deras.

Isak tangis yang memedihkan hati mem-buat seluruh kemurungan dan kemasgulan dalam hatinya terlampiaskan ke luar, yang dipikirkan olehnya saat ini hanya pengorba-nan dan cinta kasih si nona kepadanya.

Dia tak ingin mencari tahu lagi mengapa adik Soatnya bisa muncul di bukit Tay ang san, diapun tak menggubris apa sebabnya tali yang digunakan berayun tadi bisa putus secara tiba-tiba?

Mendadak suara panggilan yang lemah tak bertenaga bergema di sisi telinganya-

"Eeeh ....engkoh Giok...."

Cepat-cepat Lan See-giok mendongakkan kepalanya, dia melihat Si Cay soat sedang membuka matanya dengan sayu, butiran air mata nampak bercucuran sangat deras.

"Adik Soat, kau telah mendusin..." sapa nya kemudian sambil menyeka air mata si nona dengan penuh kasih sayang.

Si Cay Soat hanya menggerakkan matanya yang sayu, setelah mengetahui bahwa dirinya sedang berbaring dalam pangkuan kekasih hatinya, gadis itu memejamkan kembali ma-tanya.

Seperti diketahui, Lan See-giok adalah se-orang pemuda yang sama sekali belum ber-pengalaman, ia tak tahu bahwa Si Cay-soat bisa demikian lantaran gejolak emosi yang melampaui batas membuat darahnya ter-sumbat, dalam anggapannya gadis itu baru sembuh dari penyakit parah hingga kondisi tubuhnya masih lemah.

Padahal asal dia tepuk jalan darah Mia bun-hiatnya, niscaya gadis tersebut akan nampak segar kembali.

Tak terlukiskan rasa kalut dan bingung yang menghantui pikiran Lan See-giok sekarang, melihat kondisi Si Cay soat yang makin melemah, napasnya yang lirih, dia hanya bisa memeluk tubuhnya sambil bercu-curan air mata, wajahnya ditatap lekat-lekat seakan-akan raut wajah yang cantik itu tak bakal dijumpai lagi.

Tiba-tiba satu ingatan melintas dalam benaknya, tanpa terasa dia mulai menciumi seluruh wajah Si Cay soat yang sayu, dalam keadaan demikian, ia benar-benar tak tahu bagaimana mesti mengutarakan rasa kuatir dan sayangnya terhadap gadis itu.

Ketika dirasakan badan gadis itu mulai gemetar. dengan perasaan terkejut dipeluk si nona semakin kencang .....

Memandang butiran air mata yang bercu-curan dari balik matanya yang lentik. tak tahan dia mencium matanya, dia hendak mencium air matanya sampai mengering.

(Bersambung ke Bagian 27)

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar