Anak Harimau Bagian 10

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 10

Bagian 10

Rupanya pada permukaan telaga di luar dinding benteng, terlihat kapal perang berla-buh berderet deret, tiang perahu yang men-julang angkasa dengan aneka bendera yang berwarna warni, cahaya go1ok dan tameng yang gemerlapan, menimbulkan suasana yang amat mengerikan hati.

Biarpun begitu banyak perahu berderet- deret di sana, ternyata suasana begitu hening dan sepi sehingga boleh dibilang tak kede-ngaran sedikit suarapun.

Lan See-giok coba mengamati dengan lebih seksama, ternyata perahu-perahu perang itu lebarnya beberapa kaki, waktu itu sepanjang anjungan perahu berderet deret lelaki kekar bergolok yang menyandang busur dan tameng.

Jumlah kapal perang itu mencapai ratusan buah, sedang lelaki-lelaki kekar itu mencapai dua ribu orang lebih, namun mereka semua berdiri dengan tenang, sedemikian tenangnya sehingga tak kedengaran sedikit suarapun.

Kapal perang itu terdiri dari empat pasu-kan dengan membentuk posisi empat persegi panjang, semuanya berlabuh di atas permu-kaan telaga di muka benteng dengan rapinya.

Dengan cepat Lan See giok menjumpai kalau lambang dari setiap pasukan tersebut berbeda beda, pakaian seragam yang di ke-nakan masing-masing pasukan pun tidak sama satu dengan lainnya.

Pada pasukan yang berada di sebelah kiri, pada ujung perahunya terpancang sebuah panji bergambar kepala naga yang sedang me-mentangkan cakar, anggotanya bersera-gam warna hijau.

Pasukan kedua mempunyai lambang hari-mau terbang, baju seragamnya kuning.

Pasukan ke tiga berlambang seekor singa baju seragamnya abu-abu muda.

Sedangkan pasukan ke empat berlambang macan kumbang hitam, semua anggotanya berseragam hitam.

Di ujung tiang bendera masing masing-pasukan terpancang bendera dari masing-masing regu.

Belum habis Lan See giok melihat, Oh Tin-san dan Say nyoo-hui telah berdiri berja-jar di depan panggung kehormatan tersebut.

Menyusul kemudian dari arah belakang berkumandang suara terompet yang di bu-nyikan nyaring.

Dua ribu orang lelaki kekar yang berada di sisi kapal perang, serentak mengangkat tom-bak masing-masing sambil bersorak sorai.

Dengan wajah serius dan pancaran sinar sesat dari balik matanya, pelan-pelan Oh Tin-san mengangkat tangan kanannya ke atas sambil memandang ke kiri dan kanan, bunyi terompet segera berhenti, sorak sorai turut berhenti, segenap lelaki kekar itu ber-sama sama menurunkan kembali tombak masing-masing.

Diam-diam Lan See-giok merasa terkejut menyaksikan keadaan seperti ini, agaknya daya pengaruh dari Wi-lim-poo memang tak boleh dipandang enteng.

Dengan suara nyaring pelan-pelan Oh Tin san berkata:

"Saudara sekalian, hari ini aku sengaja mengumpulkan kalian semua di tempat ini karena aku ingin memperkenalkan se-orang warga baru dari benteng kita."

Lalu sambil menuding Lan See-giok yang berdiri di sisinya, dia berkata lebih jauh:

"Dia adalah keturunan satu satunya dari Kim lui gin tan (Gurdi emas peluru perak) Lan tayhiap yang sesungguhnya adalah sa-habat karibku, sejak hari ini dia Lan See-giok akan menjadi sau pocu kalian, dan dia pula yang akan menjadi satu satu-nya penerus kedudukanku ini."

Begitu perkataan tersebut selesai diutara-kan, kembali suara tempik sorak yang gegap gempita berkumandang memecahkan ke-heningan.

Bersama itu pula, tombak di angkat ke atas hingga berkilauan terpantul cahaya mentari, suasana betul-betul mengerikan.

Menyaksikan kesemuanya itu, Lan See-giok merasakan darah panas di dalam dadanya bergolak keras. tapi ia berusaha keras untuk mengendalikan gejolak perasaannya, pelan-pelan dia melambaikan tangannya untuk menyambut tempik sorak dari kawanan jago di ratusan perahu perang tersebut.

Detik itu juga dia merasa semangatnya berkobar kembali, timbul tekadnya untuk memanfaatkan kekuatan yang ada untuk membalaskan dendam bagi kematian ayah-nya, dia pun hendak menggunakan kekuatan tersebut untuk memunahkan perompak dan perampok yang seringkali mengganggu kaum nelayan.

Sementara itu, Oh Tin san telah mengang-kat tangannya kembali, suasana segera menjadi hening kembali, suara tempik sorak yang gegap gempita tadi kini menjadi sirap sama sekali.

"Sekarang, aku hendak memperkenalkan setiap pasukan kepada sau pocu kalian yang baru, nah harap masing-masing pasukan memberi hormat kepada sau pocu."

Kemudian sambil berpaling ke arah pasu-kan kapal perang pertama yang berlambang naga dia berseru:

"Pasukan naga sakti ...."

Menyusul teriakan itu, segenap lelaki kekar yang berada di atas kapal perang Naga sakti bersama sama mengangkat tongkatnya sam-bil menengok ke arah loteng benteng.

Lan See giok segera mengangkat tangan kanannya dan dilambai lambaikan ke arah pasukan tersebut

Oh Tin san beralih memandang ke arah pasukan kedua, teriaknya pula:

"Pasukan harimau terbang.."

Kembali semua anggota pasukan harimau terbang mengangkat tombaknya sambil me-nengok ke arah benteng.

Sekarang Lan See giok baru menemukan bahwa di dalam setiap pasukan, tentu ter-dapat sebuah kapal perang yang berada di paling depan, di ujung geladak berdiri se-orang manusia yang mengenakan pakaian berwarna sama namun berbeda bahannya. di belakang orang itu masih berdiri pula bebe-rapa orang lelaki kekar, mungkin itulah ko-mandan dari masing-masing pasukan.

Menyusul kemudian Oh Tin san memper-kenalkan pasukan singa jantan dan pasukan macan kumbang hitam.

Sementara itu Say nyoo-hui, Oh Li cu serta Be congkoan sekalian mendapat kesan kalau Lan See giok seakan akan telah berubah jauh lebih matang hanya dalam sekejap saja, seakan akan berubah menjadi seorang lelaki dewasa yang berpengalaman.

Tampak pemuda itu berdiri tegap dengan mata berkilat . . . dan senyuman menghiasi ujung bibirnya, dalam keadaan demikian, ia kelihatan begitu gagah dan perkasa.

Menyaksikan ketampanan serta kegagah-an anak muda tersebut, tanpa terasa Oh Li cu tertawa serta merta dia menyikut tubuh ibunya Say nyoo-hui.

Say nyoo-hui sendiri hanya termenung dengan wajah serius, tampaknya dia sedang dibebani oleh suatu pemikiran yang men-dalam atau bisa jadi dia telah mengetahui asal usul Lan See-giok yang sesungguhnya.

Kupu-kupu dibalik ombak Li Ci-cun me-ngawasi kesemuanya ini dari belakang, ketika menyaksikan Lan See-giok mem-peroleh kedudukan begitu tinggi tanpa ber-susah payah, tanpa sadar rasa bencinya terhadap pemuda itu merasuk sampai ke tulang sum-sum.

Seandainya tiada kehadiran Lan See giok, sudah pasti ia telah menjadi suami istri de-ngan Oh Li cu, apalagi Oh Tin san dan Say nyoo-hui sudah lama menyetujui hubungan mereka, ini berarti kedudukan sau pocu dari benteng Wi-lim-poo tentu akan menjadi mi-liknya.

Tapi kini dari tengah jalan muncul se-orang Lan See giok. bukan saja Oh Li cu menjadi berubah hati, bahkan Oh Tin-san mengu-mumkan di depan umum bahwa dia telah mengangkat Lan See giok sebagai ahli waris kedudukannya sebagai seorang pocu.

Kini dia bukan hanya membenci Lan See giok dan Oh Li-cu, bahkan terhadap Oh Tin-san pun menaruh perasaan benci yang luar biasa.

Diliriknya sekejap ke empat manusia yang berada di panggung kehormatan itu dengan penuh kebencian, lalu sekulum senyuman yang menggidikkan hati menyungging di ujung bibirnya, pikirnya kemudian:



"Bocah keparat she Lan, kau jangan kebu-ru sombong dulu. sebentar aku pasti akan membuatmu tergeletak di tanah dengan ber-mandikan darah kental."

Sementara itu upacara perkenalan telah selesai, suasana di seluruh arena masih tetap diliputi keheningan yang luar biasa.

Tiba-tiba Oh Tin san berpaling dan me-mandang sekejap ke arah Lan See giok ke-mudian dengan sikapnya yang angkuh dan penuh rasa bangga ia berkata:

"Bocah bodoh, sampaikanlah beberapa pesan kepada segenap saudara kita yang hadir di sini."

Sebetulnya Lan See giok tak ingin banyak urusan, namun terdorong oleh ambisi di dalam hatinya, dia merasa berkewajiban un-tuk menyampaikan beberapa patah kata.

Maka dia maju ke depan, menghimpun hawa murninya dan memandang sekejap ke seluruh arena, kemudian dengan kening berkernyit ujarnya dengan lantang.

"Saudara sekalian, setelah kusaksikan senjata kalian yang bergemerlapan, barisan kalian yang rapat, kapal perang yang perkasa serta semangat kalian yang berkobar, aku merasa benar-benar bangga dan gembira bisa berkumpul dengan kalian semua."

Setelah berhenti sejenak dan sekali lagi memandang sekejap wajah orang-orang itu, dia berkata lebih jauh:

"Wi-lim-poo bisa menjagoi telaga Huan yang oh, menggetarkan sungai besar dan tersohor di seantero jagad, semua keberhasilan ini se-sungguhnya berkat kemampuan dari toa pocu serta semangat saudara sekalian yang perkasa dan berani mati, itu berarti semua kejayaan dari Wi-lim-poo sesungguhnya adalah milik saudara sekalian . . ."

Belum habis perkataan itu diutarakan suara tempik sorak yang gegap gempita telah berkumandang memecahkan keheningan, tampaknya perkataan dari si anak muda tersebut telah membangkitkan rasa gembira dari masing-masing orang, sebab selama banyak tahun ini, belum pernah mereka mendengar suatu nasehat dan anjuran yang bersemangat seperti ini.

Melihat reaksi spontan dari semua anggota benteng, Lan Se giok merasa ter-kejut, dia kuatir Oh Tin san iri sehingga usahanya akan menemui kegagalan total, maka cepat-cepat dia mengangkat tangannya untuk meredakan suasana.

Setelah suasana menjadi tenangb kembali, Lan Sjee-giok berkatag lebih jauh.

"bLo-pocu kita adalah seorang manusia yang cerdas dan seorang angkatan tua yang ber-kedudukan tinggi, beliau dihormati dan disanjung semua umat persilatan, bayangkan saja kemajuan yang berhasil dicapai Wi-lim-poo kita sekarang, tanpa pimpinan dari Lo pocu, kecerdasan otak hujin dan bantuan perencanaan dari Be to-enghiong sekalian bertiga, mana mungkin bisa mencapai ke-adaan demikian?. Maka kuanjurkan kepada saudara sekalian agar lebih ketat menjaga peraturan benteng kita dan membangun ber-sama kejayaan benteng kita..."

Sekali lagi tempik sorak yang gegap gem-pita berkumandang memenuhi angkasa, bahkan sorak sorai yang terdengar kali ini jauh lebih nyaring ketimbang tadi.

Tak terlukiskan rasa gembira Oh Tin san setelah mendengar pujian dari Lan See giok itu, wajahnya segera berseri-seri, dia merasa taruhan yang dilakukan kali ini pasti akan menghasilkan kemenangan di pihaknya.

Menyusul kemudian Be Siong pak dan Thio-Wi-kang datang memberi selamat kepada Oh Tin san dan Lan See giok, sambil bersyukur karena pocu mereka berhasil mendapatkan ahli waris yang baik.

Sebaliknya paras muka si kupu-kupu di balik ombak Li Ci cun berubah menjadi pucat pasi seperti mayat, hatinya gugup dan panik. dia tidak menyangka kalau Lan See giok de-ngan usianya yang begitu muda ter-nyata sanggup menarik simpatik dari segenap ang-gota benteng dengan beberapa patah kata-nya.

Sadarlah dia sekarang bahwa kemampuan yang dimilikinya masih jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan kemampuan Lan See giok, ini berarti dia tak akan pernah bisa berebut kedudukan dengan pemuda ter-sebut.

Berpikir demikian, diapun mengikuti di belakang Be congkoan den Thio-Wi-kang untuk menyampaikan selamat kepada Oh Tin san, tapi dia tidak berkata apa-apa kepada Lan See giok.

Say nyoo-hui Ki-Ci-hoa yang jauh lebih licik ketimbang Oh Tin san segera merasakan pula betapa cerdik dan berbakatnya Lan See giok, bukannya merasa gembira, dia justru merasa hatinya makin lama semakin berat.

Namun ketika melihat kegembiraan yang dialami Oh Tin san, maka diapun ikut ter-tawa lebar.

Oh Li cu yang merasa paling gebmbira, sambil bjersandar di sisgi tubuh ibunya,b sorot matanya yang berkilat tak pernah bergeser dari tubuh Lan See giok, dalam anggapannya, Lan See giok adalah seorang pemuda yang tampan dan gagah, seorang calon suami yang paling ideal baginya.

Dalam gembiranya, Oh Tin san segera menitahkan kepada Be congkoan untuk menyiapkan pesta di ruang Kit oh ting tengah hari nanti, semua komandan kapal perang diundang untuk menghadiri pesta, sedang-kan segenap anggota lainnya dipersilahkan minum arak di tempat masing-masing sepuasnya.

Kupu-kupu dibalik ombak Li Ci-cun yang sebenarnya telah menyiapkan rencana busuk dengan menyuruh ji-kui (setan kedua) dari Po - tiong - sam kui untuk menantang Lan See giok sehabis upacara perkenalan ini menjadi kecewa sekali, sebab dengan terjadinya peru-bahan tersebut berarti semua rencananya akan mengalami kegagalan total---

Tapi harapannya segera timbul kembali setelah mendengar akan diselenggarakan-nya pesta tengah hari nanti, suatu rencana keji kembali telah melintas di dalam benaknya.

Ketika Oh Tin san sekalian sudah kembali ke dalam rumah, Say nyoo-hui yang cukup memahami jalan pemikiran putrinya segera, berkata kepada mereka berdua.

"Kalian berdua boleh kembali ke kamar, untuk beristirahat!"

Oh Li cu menyambut seruan itu dengan penuh kegirangan ia segera menarik tangan Lan See giok kembali ke kamarnya.

Sudah sedari tadi dia mesti menahan diri untuk mengekang gejolak napsu birahinya, semenjak masih berada di panggung kehor-matan tadi dia sudah tak tahan ingin meme-luk Lan See giok, sebab dalam anggapannya, kini Lan See giok sudah menjadi suaminya.

Lan See giok sendiri tetap bersikap wajar, seakan akan tidak memahami jalan pemikiran orang, senyum manis tetap meng-hiasi ujung bibirnya, padahal dalam hati kecilnya dia merasa muak dan bosan, sebab gerak gerik dari Say-nyoo-hui tadi telah menimbulkan perasaan was-was bagi dirinya.

Dalam perjalanan masuk ke ruangan dalam, tiba-tiba ia menyaksikan Li Ci cun sedang berdiri di luar pagar rumarh sambil mengawzasi ke arahnya wdengan pandangarn penuh kegusaran dan menggigit bibir me-na-han rasa dendam.

Melihat hal ini Len See-giok menjadi paham kembali apa sebabnya Li Ci cun begitu mem-bencinya, ternyata hal ini disebabkan hubungannya yang terlampau mesra dengan Oh Li cu.

Belum habis jalan pikiran tersebut me-lin-tasi lewat, tiba-tiba pemuda itu merasa tubuhnya telah dipeluk erat-erat oleh Oh Li cu, menyusul kemudian terdengar gadis itu berseru dengan lembut:

"Ooh adikku, cici pingin sekali melalap kau si bocah bodoh dan menelannya ke dalam perut."

Kemudian dia menghantar bibirnya yang merah merekah itu ke depan dan mendarat-kan beberapa kali ciuman mesra ke wajah dan bibir Lan See-giok.

Lan See-giok benar-benar tidak menyangka Oh Li cu akan bersikap begitu tak tahu malu, tapi dia pun tak berani menolak ciuman tersebut terlalu kasar, apalagi bau harum yang begitu tebal sudah membikin kepalanya terasa pusing tujuh keliling.

Mendadak . . .

Mencorong sinar tajam dari balik mata Lan See giok, rupanya dia telah menyaksikan munculnya sesosok bayangan hitam dari be-lakang jendela sana.

Maka cepat-cepat dia mendorong tubuh Oh Li cu sambil menuding ke arah jendela sebe-lah belakang . .

Waktu itu Oh Li cu sedang dipengaruhi oleh kobaran napsu birahi, ia sedang terbuai dalam suasana yang begitu hangat dan syah-du ketika tubuhnya didorong secara tiba-tiba oleh pemuda tersebut.

Dengan cepat dia berpaling ke arah yang ditunjuk, apa yang terlihat olehnya membuat gadis ini naik pitam, sambil membentak keras, tangan kanannya segera di-ayunkan ke depan melepaskan sebilah pisau terbang.

Serentetan cahaya tajam segera berkelebat lewat menembusi jendela. . .

Bayangan manusia di luar jendela itu le-nyap tak berbekas, tapi kemudian terdengar seseorang membentak secara kasar:



"Manusia rendah yang tak tahu malu, kau berani memaksa menciumi nona.. .? serahkan nyawa anjingmu."

Paras muka Oh Li cu kontan berubah menjadi merah membara, hawa napsu mem-bunuhnya dengan cepat menyelimuti seluruh benaknya, sebuah pukulan dahsyat dengan cepat meluncur ke depan menghajar jendela belakang itu sehingga hancur lebur.

Bayangan manusia kembali berkelebat le-wat, kali ini menerobos ke luar dari jendela luar.

Lan See giok yakin kalau orang yang bersembunyi di belakang jendela tadi pasti adalah si kupu-kupu di balik ombak Li Ci cun, tapi oleh sebab dia kuatir Oh Li cu men-dapat celaka, buru-buru dia menutul permu-kaan tanah dan secepat kilat berkelebat ke depan menyusul di belakang gadis tersebut.

Tiba di tempat kejadian, pemuda itu melongo, ternyata Oh Li cu dengan muka hi-jau membesi, alis mata berkernyit dan pedang terhunus sedang berhadapan dengan seorang lelaki berbaju ungu, di sekitar sana sama sekali tidak nampak bayangan tubuh dari Li Ci cun.

Lelaki berbaju ungu itu memiliki perawa-kan tubuh yang kekar, alis mata yang tebal, mata yang bulat penuh bercambang tapi berwajah pucat, matanya penuh diliputi sinar kaget dan melihat tanpa berkedip dia meng-awasi ujung pedang Oh Li cu, sementara tubuhnya selangkah demi selangkah mundur terus.

Sementara itu di ruang depan telah ber-datangan dua tiga puluhan sampan kecil yang mengangkut para komandan pasukan yang datang mengikuti perjamuan, malah ada yang sudah naik ke atas punggung mim-bar.

Oh Li cu berdiri dengan hawa napsu mem-bunuh menyelimuti seluruh wajahnya, ia sama sekali tidak berpaling ke arah para ko-mandan pasukan yang sementara itu berda-tangan dengan penuh tanda tanya. sorot matanya mengawasi lelaki itu lekat-lekat, kemudian dengan nada penuh kebencian pelan-pelan ia berkata:

"Say-li-kui (setan ikan leihi) siapa yang memerintahkan kau mengintip kami? Ayo cepat menjawab dengan sejujurnya. Aku ya-kin kalau kau sendiri tak akan mem-punyai keberanian sebesar ini. Hmm! Jika kau eng-gan menjawab, jangan salahkan kalau keta-jaman pedang nonamu akan membacok tubuhmu mbenjadi dua bagijan---".

Si setgan ikan leihi sbangat gugup dan keta-kutan, sekujur badannya gemetar keras, se-mentara butiran keringat sebesar kacang kedelai jatuh bercucuran dengan amat derasnya, sambil mundur berulang kali rengeknya ketakutan.

"Nona--- ti--- tidak ada yang memberi pe-rintah. hamba---- hamba tidak sengaja ...tidak sengaja--- tidak sengaja lewat di de-pan jendela..."

Oh Li cu semakin naik darah, di dalam anggapannya si setan ikan leihi ini tak mau mengaku, kembali hardiknya:

"Tutup mulut. . . . bila kau tetap mem-bungkam, nona akan membuat tubuh mu tercincang di tempat ini juga!"

Setan ikan leihi semakin ketakutan, bibirnya sudah bergetar pucat, hatinya mulai goyah.

Sementara itu, para komandan yang ikut dalam perjamuan telah berdatangan semua, hampir seluruhnya berkerumun di sekitar sana dan mengawasi Oh Li cu serta setan ikan leihi dengan pandangan kaget bercam-pur keheranan.

Menyusul kemudian Be Siong pak dan Thio-Wi-kang berdatangan pula, walaupun kedua orang ini tidak mengerti masalah apakah yang telah terjadi, namun tak se-orangpun berani membuka suara.

Oh Li cu sudah merasa kalau setan ikan leihi mulai goyah, hatinya dan bersedia me-ngaku, maka dengan memperhalus suara nya ia berkata.

"Katakan saja, asal kau bersedia mengaku, nona tak akan membunuhmu---"

Mendadak pada saat itulah dari kejauhan sana terdengar seseorang berseru keras:

"Lo pocu dan hujin tiba---"

Dengan bergemanya suara itu, serentak suasana di sekeliling tempat itu berubah menjadi hening, sepi dan amat serius.

Lan See giok berpaling, ia lihat Oh Tin san bersama Say nyoo-hui datang bersama, wa-jah Oh Tin san yang kurus memanjang dili-puti hawa dingin dan kelicikan yang tebal.

Dengan mata sesatnya Oh Tin san me-nya-pu sekejap sekeliling tempat itu, lalu kepada Oh Li cu ia bertanya:

"Anak Cu, apa yang terjadi?"

bDengan wajah mejrah bercampur hgijau membesi, Obh Li cu memandang ke arah Se-tan ikan leihi dengan pedangnya. lalu berseru penuh amarah:

"Ia berani mengintip dari belakang jendela!"

Oh Tin san berkerut kening lalu manggut, sorot mata sesatnya memandang sekejap ke wajah setan ikan leihi, kemudian sekulum senyuman me-nyeringai menghiasi ujung bibirnya.

Si Setan ikan leihi segera sadar kalau ben-cana besar telah berada di depan mata, de-ngan penuh ketakutan buru-buru dia mem-bela:

"La--- lapor lo -- lo pocu--- hamba---hamba hanya tanpa sengaja melihat sau pocu men-cium nona dengan paksa. . . . ."

Begitu ucapan tersebut diutarakan, sorot mata semua orang yang hadir bersama sama dialihkan ke wajah Lan See giok.

Bisa dibayangkan betapa gusarnya Lan See giok, keningnya segera berkerut, matanya berkilat kilat dan sekujur tubuhnya gemetar keras, ia merasa percuma saja banyak mem-bantah dalam suasana begini. Oh Li cu sendiripun nampak sangat marah dengan wajah merah membara dia membentak nyaring lalu menusuk tubuh lelaki itu.

Biarpun dalam keadaan kaget bercampur ketakutan, ilmu silat yang dimiliki setan ikan leihi memang cukup tangguh, dia segera mengigos ke samping.

Begitu tusukan pedang dari Oh Li cu me-ngenai sasaran kosong, ia segera mundur dengan gugup, matanya terbelalak lebar dan menengok kesana kemari dengan terkejut, seakan akan sedang mencari se-seorang.

Pada saat itulah---

"Anak Cu, tunggu sebentar---" Oh Tin san berseru dengan suara dalam.

Berada di depan umum, tentu saja Oh Li cu tak berani membangkang perintah ayah-nya, ia segera menarik kembali pedangnya sambil mundur setelah mendengar perkataan itu, cuma bibirnya yang semula merah kini telah berubah menjadi pucat.

Suasana menjadi amat hening dan sepi, wajah semua orang diliputi ketegangan, bahkan banyak di antara mereka yang me-nyadari bahwa selembar nyawa si setan ikan leihi tak akan bisa melewati hari irni.

Oh Tin sazn memandang ke warah setan ikanr leihi sambil tertawa dingin, seperti lagi berbi-cara terhadap dia seorang, seperti juga lagi berbicara terhadap para hadirin di situ, ujarnya dengan suara dingin:

"Lan See giok adalah sau pocu, dia me-ru-pakan ahli waris dari benteng kita, ia adalah keponakanku, juga menantuku, soal cium mencium bagi mereka adalah urusan pribadi antara suami istri, soal tersebut tak ada sangkut pautnya dengan siapa saja. . . . ."

Lan See giok tertegun, dia tidak me-nyangka kalau si manusia bertelinga tunggal Oh Tin san bakal mengumumkan di depan umum kalau dia adalah calon suami Oh Li cu.

Sementara itu Oh Li cu yang semula berdiri dengan wajah hijau membesi, sekarang berubah menjadi merah dadu dan tersenyum simpul, diam-diam ia mengerling sekejap ke arah Lan See giok.

Ketika selesai berbicara, Oh Tin san kem-bali memandang sekejap seluruh arena de-ngan pandangan sesat, lalu teriaknya keras-keras:

"Di mana pengawas Li?"

"Hamba di sini!" diantara kerumunan orang banyak, kedengaran Li Ci cun menjawab dengan suara gemetar.

Lan See giok terkejut, cepat ia berpaling ternyata Li Ci cun munculkan diri dari keru-munan orang banyak orang tak jauh di bela-kang tubuhnya dan sebelum ini ter-nyata ia tak melihat kehadiran orang ter-sebut.

Li Ci cun munculkan diri dengan wajah hijau membesi. alis matanya yang tebal ber-kernyit, matanya yang kecil memancarkan sinar buas yang berapi api, setelah muncul dari kelompok manusia, ia melirik sekejap ke arah Lan See giok dengan penuh kebencian, kemudian baru meneruskan perjalanan-nya ke depan Oh Tin san.



Oh Tin san memandang ke arah Li Ci cun lalu sambil menuding ke arah Setan ikan leihi, serunya dengan suara dalam:

"Binasakan dia!"

Li Ci cun seperti tertegun sesudah mendengar perintah itu, sedangkan si ikan leihi semakin amat ketakutan sampai wajah-nya turut berubah menjadi pucat pias.

Mendadak---

Sambil menggertak gigi Li Ci cun men-jejak-kan kakinya ke tanah, kemudian dengan gaya tubrukan yang buas dan nekad ia ter-jang tubuh Lan See-giok.

Kejadian ini sama sekali di luar dugaan semua orang, kontan saja suasana menjadi gempar.

Oh Li cu membelalakkan pula matanya le-bar-lebar, mulutnya melongo, saking terke-jutnya ia sampai termangu.

Dalam pada itu Li Ci cun sudah tiba di ha-dapan Lan See giok, sambil membentak se-buah bacokan maut langsung dilontarkan olehnya ke wajah Lan See giok.

Selama ini pandangan mata Lan See giok tak pernah beralih dari tubuh Li Ci cun sejak musuh menerjang tiba. ia telah mempersiap-kan diri dengan sebaik baiknya.

Begitu musuh datang, ia melejit ke sam-ping dan mundur sejauh satu kaki lebih.

Kupu-kupu ditengah ombak Li Ci cun merasakan pandangan matanya menjadi si-lau, tahu-tahu ayunan telapak tangan kanannya telah mengenai sasaran kosong, agaknya dia tidak menyangka kalau se-rangannya bakal menemui kegagalan.

"Tahan ..." mendadak Oh Tin san mem-bentak nyaring.

Sejak si kupu-kupu ditengah ombak Li Ci cun mendengar Oh Tin san mengumumkan kepada umum bahwa Lan See giok adalah calon suami Oh Li cu, ia telah bertekad un-tuk beradu jiwa.

Karena itu, sekalipun dia segera menghen-tikan gerak serangannya setelah mendengar bentakan tadi namun orangnya masih tetap berdiri garang di sana, berdiri sambil melototi Lan See giok dengan penuh kegusaran. .

Lan See giok sendiri berdiri ditengah arena dengan senyuman dingin menghiasi ujung bibirnya, ia memandang sinis ke arah musuhnya tersebut.

Berbicara yang sebenarnya, Oh bTin san tahu dejngan jelas sebagb musabab yang bme-ngakibatkan Li Ci cun bersikap demikian, tapi ia toh menegur juga dengan suara dalam:

"Li Ci cun, mau apa kau?"

"Aku hendak menantang keparat she Lan itu untuk berduel. . ." jawab kupu-kupu di tengah ombak dengan kalap.

Say nyoo-hui yang selama ini mem-bung-kam dalam seribu bahasa tiba-tiba memutar biji matanya, kemudian menyela.

"Bila kau sanggup mengungguli Lan See giok, aku akan mengambilkan keputusan bagi anak Cu untuk dijodohkan denganmu!"

Oh Li cu gusar sekali setelah mendengar perkataan itu, berkilat sepasang matanya, dengan marah ia berkata:

"Tidak susah bila kau ingin kawin de-ngan-ku. tapi menangkan dulu pedang mes-tika di tanganku ini".

Seraya berkata pedangnya segera di-ayun-kan ke tengah udara, di bawah cahaya mata-hari siang, terbias sekilas bayangan tajam yang berkilauan.

Lan See giok hanya berdiri sambil tertawa sinis selama ini, sedang dalam hatinya:

"Dasar sesarang manusia-manusia yang tak tahu malu."

"Baiklah. . ." tiba-tiba terdengar Oh Tin san berkata sambil tertawa dingin, "kalau Lan See giok tidak diberi kesempatan untuk memper-lihatkan kelihaiannya kalian memang selalu tak mau takluk..!"

Berbicara sampai di situ, dia menengok ke arah Li Ci cun sembari bertanya:

"Kau ingin bertarung dalam tangan kosong atau ingin beradu senjata tajam?"

Kupu-kupu di tengah ombak Li Ci cun tahu bahwa ilmu silat Lan See giok cukup tangguh terutama dalam ilmu gurdi emas yang tiada tandingannya, karena itu dia tak berani beradu senjata tajam melainkan ber-harap bisa mencari kemenangan dengan an-dalkan tangan kosong, ditambah pula Say nyoo-hui telah mengutarakan dihadapan umum. bila ia sanggup mengungguli Lan See giok, maka Oh Li cu akan dikawinkan de-ngannya. Itulah sebabnya sesudah ragu se-jenak, dengan wajah hijau membesi tapi ber-sikap hormat dia menyahut:

"Dalam suatu pertarungan, senjbata tak bermataj, hamba bersediga mempergunakanb sepasang tangan kosong untuk mencoba berapa ampuh dari Lan See giok!"

Mendengar jawaban tersebut, sekulum senyuman menyeringai segera menghiasi ujung bibir Oh Tin san, katanya kemudian sambil manggut-manggut.

"Baiklah, harap kau suka berhati hati"

Selesai berkata, ia bersama Say nyoo-hui segera mundur beberapa langkah.

Para komandan pasukan yang semula mengitari tempat tersebutpun serentak meng-undurkan diri.

Mendadak satu ingatan melintas dalam benak Oh Li cu, menggunakan kesempatan tersebut dia mengundurkan diri dan secara diam-diam mendekati si setan ikan leihi dari arah lain.

Dalam pada itu Li Ci cun telah mengepal tinjunya sambil maju dengan dada di-bu-sungkan, ia berjalan ke hadapan Lan See giok dan berhenti enam tujuh langkah di ha-dapannya, setelah menjura, katanya dengan angkuh:

"Sudah lama kudengar ilmu silat yang di miliki Lan Khong-tay sangat hebat dan na-manya termasyhur dalam dunia per-si1atan, lama sudah kukagumi namanya hanya sayang selama ini belum ada jodoh untuk menjumpainya. Lan siauhiap, kini masih muda lagi berbakat, aku yakin kau telah me-warisi kepandaian ayahmu. Mumpung hari ini ada kesempatan, ingin sekali kumanfaat-kannya untuk minta berapa petunjuk ilmu sakti dari siauhiap."

Sementara berbicara dengan mata ber-kilat dia mengamati Lan See giok tiada hentinya, sikapnya begitu jumawa sehingga memuak-kan.

Lan See giok merasa sikap maupun gerak gerik Li Ci can tak ubahnya seperti kalangan si1at kampungan, sejak tadi ia sudah habis kesabarannya, maka sambil tertawa dingin katanya:

"Kalau ingin beradu silat, lebih baik beradu secepatnya, buat apa banyak ngebacot yang tidak-tidak!"

Li Ci cun yang sudah marah semakin naik darah lagi setelah melihat cara Lan See giok berdiri, seakan akan pemuda tersebut sama sekali tidak memandang sebelah matapun terhadap dirinya.

Begitu selesai mendengarkan perkataan Lan See giok, dengan amarah yang meledak ledak ia membentak keras kemudian me-ner-jang ke muka, tangan kirinya diayunkan ke muka mendorong tubuhr musuh, sementazra tangan kananwnya membacok warjah Lan See giok.

Lan See giok sendiripun cukup sadar, se-andainya dia tak mampu mengalahkan Li Ci cun, jangan harap dia bisa angkat kepala di dalam benteng Wi-lim-poo, dihati kecilnya dia telah mengambil keputusan untuk menyam-but serangan lawan dengan kekerasan.

Dengan senyuman hambar menghiasi ujung bibirnya secara diam-diam ia men-ghimpun hawa murninya, ketika musuh me-lancarkan bacokan, tiba-tiba kaki kanannya mundur setengah langkah, kemudian sambil miring-kan badan ia menangkis dengan le-ngan kirinya--

"Cari mampus..." umpat Li Ci cun dengan gusar.

Telapak tangan kanannya yang melepas-kan bacokan, segera ditambahi lagi dengan tenaga sebesar dua bagian. Ia bertekad akan mematahkan lengan kiri Lan See giok terse-but.

"Blaammm!"

"Ditengah benturan nyaring, suara de-ngusan tertahan bergema memecahkan ke-bisingan, dengan alis berkernyit dan meng-gigit bibirnya kencang. secara beruntun dia mundur sampai sejauh empat langkah lebih.

Tempik sorak segera bergema memenuhi seluruh arena pertarungan . . .

Sepasang bahu Lan See giok bergetar keras, diam-diam ia menggertak gigi mena-han diri, meskipun lengan kirinya amat sakit bagaikan disayat pisau, namun sepasang kakinya sama sekali tidak bergerak mundur barang setengah langkahpun.

Li Ci cun memegangi pergelangan tangan kanannya yang kesakitan sambil me-nyeri-ngai, rasa malu bercampur gusar membuat wajahnya berubah menjadi merah padam, dengan sepasang mata yang melotot besar bagaikan gundu. dia pelototi wajah Lan See giok penuh kebuasan, sedang pernapasannya diatur secara diam-diam.

Dalam pada itu, para komandan pasukan yang berkumpul di situ diam-diam pada ber-bisik membicarakan persoalan tersebut, se-dang sorot mata yang tertuju kearah Lan See giok pun penuh dengan pancaran sinar kekaguman, hampir semuanya tercengang oleh kelihaian anak muda tersebut.



Dalam pada itu, disaat perhatian semua orang sedang terpusat pada pertarungan antara Lan See giok melawan Li Ci cun, ujung pedang Oh Li cu secara diam-diam telah ditempelkan di belakang pinggang setan ikan leihi.

Dengan cepat setan ikan leihi dapat me-rasakan hal tersebut, dengan cepat ia berpa-ling, tapi apa yang kemudian terlihat mem-buat ia merasa terkejut sekali, sukma serasa melayang meninggalkan raganya . . .

Oh Li cu dengan kening berkerut dan mata melotot, sekulum senyuman dingin meng-hi-asi ujung bibirnya dan wajah diliputi hawa napsu membunuh telah berdiri tegak di bela-kangnya.

Tak terlukiskan rasa kaget setan ikan leihi setelah menyaksikan kejadian tersebut, peluh dingin bercucuran deras. setengah merengek katanya:

"Oooh nona, ampunilah hambamu!"

Dengan diutarakannya rengekan tersebut, para komandan pasukan yang berada di se-kitar sana segera berpaling dan memandang ke arah mereka dengan pandangan terkejut.

"Siapa? Siapa yang memerintahkan kepadamu untuk melakukan pengintipan?" bentak Oh Li cu segera dengan suara dalam.

Setan ikan leihi merasa jiwanya jauh lebih berharga daripada masalah lain, dia sadar enggan berbicarapun tak ada gunanya, maka dengan suara gemetar sahutnya.

"Li...Li Ci cun yang memerintahkan aku!" Oh Li cu memang sengaja berbuat demikian agar orang tuanya turut mendengar, sengaja ia mempertinggi suaranya sambil mem-bentak keras.

"Siapa? Katakan dengan lantang!"

Sambil berkata pedangnya ditekan lebih ke depan hingga masuk ke tubuh setan ikan leihi sedalam berapa inci, darah segar segera bercucuran ke luar dengan amat derasnya.

Sementara itu, Oh Tin san, Say nyoo-hui, Be congkoan dan Thio-Wi-kang serta segenap komandan yang berada di sekitar sana telah mengalihkan pandangan mereka ke arah kedua orang tersebut.

Lan See giok merasa perbuatan yang dila-kukan Oh Li cu itu sesungguhnya kelewat batas, karenanya dia melirik sekejap kearah nya dengan wajah muak, tapi tiada orang yang tahu dengan pasti sikap muak tadi sbe-benarnya tertjuju untuk Oh Lig cu ataukah terbhadap lelaki berbaju ungu itu.

Li Ci cun berpaling, melihat apa yang terja-di wajahnya segera berubah hebat peluh di-ngin segera bercucuran saking kagetnya. dia tahu asal setan ikan leihi mengatakan hal yang sebenarnya, Oh Tin san pasti akan mencabut jiwanya seketika itu juga.

Kebetulan sekali disaat Li Ci cun berpaling tadi si setan ikan leihi sedang menuding ke arahnya dengan tangan gemetar.

Kupu-kupu di tengah ombak Li ci cun segera mengerti bahwa riwayatnya sudah habis. Dalam keadaan demikian timbullah niat jahatnya, mendadak ia membalikkan badan secepat kilat, lalu sepasang telapak tangannya didorong ke muka sepenuh tenaga---

Segulung angin pukulan yang sangat keras dengan membawa debu yang sangat tebal segera menyambar ke arah Lan See giok.

Tindakan ini boleh dibilang sangat licik dan rendah, kontan saja para komandan pasukan yang berada di seputar arena berteriak teriak marah.

Oh Li cu menjerit lengking. saking kaget-nya dia sendiripun turut, berdiri bodoh

Pada saat itulah---

Lan See giok berkerut kening, kemudian sambil membentak keras ia kerahkan tenaga dalamnya sebesar sepuluh bagian ke telapak tangan kanan, kemudian dengan sepenuh tenaga, diayunkan ke depan.

Segulung angin puyuh yang sangat kuat langsung menggulung ke depan dan me-nyongsong datangnya angin pukulan dari Li Ci cun.

"Blaammm!"

Benturan keras menggelegar di angkasa, debu dan pasir segera menyambar ke mana-mana.

Paras muka Li Ci cu berubah menjadi hijau membesi, keningnya berkerut kencang, de-ngan sempoyongan ia mundur sampai beru-lang kali . .

Paras muka Lan See-giok sendiripun ber-ubah menjadi pucat pias. tubuhnya bergetar keras, tapi sambil menggertak gigi dia beru-saha keras agar tubuhnya tidak sampai mundur barang setengah langkah pun.

Segenap komandan pasukan yang bberada di arenaj sama- sama tergtegun saking kabget-nya:

Be congkoan, Thio-Wi-kang semuanya ge-metaran karena terperanjat, dalam anggapan mereka semula, Lan See-giok pasti akan ter-hajar hingga terluka parah, siapa sangka Li Ci cun sendiri yang dibikin sampai menge-naskan keadaannya.

Oh Tin san berdiri dengan wajah dingin sinis dan pandangan tajam, sekali lagi ia teringat kembali akan pil hitam yang dice-kokkan ke dalam perut Lan See giok, dia tak habis mengerti mengapa pilnya malahan menambah tenaga dalam anak muda itu hingga peroleh kemajuan yang begitu pesat.

Say nyoo-hui sendiripun berkerut kening, tanpa terasa dia melirik sekejap ke arah Oh Tin san, seakan akan dia sedang berkata be-gini:

"Darimana datangnya tenaga dalam yang begitu sempurna dari bocah keparat ini?"

"Blaammm!"

Akhirnya Li Ci cun tak sanggup berdiri tegak lagi, ia terperosok dan jatuh terduduk di atas tanah.

Pada mulanya, Oh Li cu dibikin tertegun karena sergapan dari Li Ci cun tersebut menyusul kemudian ia berdiri termangu oleh tenaga pukulan Lan See giok yang -maha dahsyat, sampai Li Ci cun jatuh terduduk, ia baru mendusin kembali dari rasa kagetnya.

Sewaktu menundukkan kepalanya, kebetu-l-an ia saksikan Li Ci can terduduk dihada-pannya, hal ini segera membangkitkan hawa napsu membunuhnya.

Suatu bentakan keras tiba-tiba meng-gele-gar, pedangnya memancarkan sinar pelangi berwarna keperak perakan dan sekuat tenaga dibacokkan ke tubuh Li Ci cun yang sedang terduduk sambil terengah engah di hada-pannya.

Dimana cahaya perak berkelebat lewat, jeritan ngeri yang memilukan hati segera ber-gema memecahkan keheningan.

Tubuh Li Ci cun sejak dari bahunya sam-pai ke arah iga telah terbabat menjadi dua bagian, percikan darah segar bersama isi pe-rut berhamburan ke mana-mana, se-ketika itu juga ia tewas.

Peristiwa ini terjadi sangat tiba - tiba, lagi pula jarak mereka amat dekat, menanti Oh Tin San dan Say nyoo-hui mengetahui keja-dian tersebut dan ingin menghalanginya, keadaan sudah tidak mengijinkran . . . .

Segzenap komandan pwasukan yang berrke-rumun di sekeliling arena menjadi pucat pias seperti mayat, semuanya membungkam dalam seribu bahasa...

Be Siong pak maupun Thio-Wi-kang turut merasa amat terkejut, dengan pandangan kaku mereka hanya bisa memandang tubuh Li Ci -cun yang terkapar di atas genangan da-rah dengan mulut tertutup rapat-rapat.

Lan See giok sendiripun turut berdiri bodoh, ia memandang kearah Oh Li cu de-ngan wajah kaget bercampur tercengang, sekarang ia baru tahu, rupanya gadis ini se-lain jalang dan cabul. hatinya kejam dan jauh lebih jahat daripada kalajengking.

Atas terjadinya peristiwa ini, ia segera meningkatkan kewaspadaannya terhadap perempuan itu, dia tahu bila dirinya masih berada dalam benteng Wi-lim-poo, lebih baik jangan mencoba-coba untuk mengusik Oh Li cu.

Pada saat itulah kembali terdengar jeritan kaget bergema memecahkan keheningan.

Ketika Lan See giok mendongakkan kepalanya, ia saksikan si setan ikan leihi se-dang berlarian seperti orang kalap, ia mende-sak desak orang yang berkerumun di sekitar sana dan melarikan diri ke arah saluran air sungai.

Oh Li cu sangat gusar melihat hal ini, sam-bil membentak nyaring ia mengejar dari bela-kangnya.

Para komandan pasukan yang berkerumun di sekitar sana kontan saja pada bubar, mereka berlarian mengundurkan diri sambil berseru kaget.

"Byuuur. . .!" percikan bunga air memancar ke mana-mana, si setan ikan leihi tahu-tahu sudah terjun ke dalam air dan menyelam ke dasarnya.

Ou Li cu tidak berpeluk tangan dengan be-gitu saja, dia mengejar sampai di tepi sungai lalu sambil mengangkat pedangnya, dia menangkap bayangan tubuh si setan ikan leihi yang menyelam dalam air serta siap untuk menimpuknya.

"Anak Cu, biarkan dia pergi!" bentak Oh Tin San tiba-tiba.

Sebenarnya Oh Li cu hendak mengatakan "tidak" tapi berhubung si setan ikan leihi su-dah berenang entah ke mana terpaksa dia menarik kembali senjatanya dan berjalan menuju ke depan ibunya.

Oh Tin san memandang sekejap para ko-mandan pasukan yang masih berdiri dengan wajah kaget bercampur ngeri, lalu kepada Be Siong pak katanya.

"Be congkoan, apakah perjamuan telah di-siapkan?"

"Lapor lo-pocu, perjamuan telah siap silah-kan masuk ke dalam ruangan."

"Baiklah, kita segera mulai dengan perja-muan!" Oh Tin san manggut-manggut.

Be Siong pak segera mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap ke wajah semua orang, lalu serunya dengan lantang:

(Bersambung ke Bagian 11)








DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar