Rupanya pada permukaan telaga
di luar dinding benteng, terlihat kapal perang berla-buh berderet deret, tiang
perahu yang men-julang angkasa dengan aneka bendera yang berwarna warni, cahaya
go1ok dan tameng yang gemerlapan, menimbulkan suasana yang amat mengerikan
hati.
Biarpun begitu banyak perahu
berderet- deret di sana, ternyata suasana begitu hening dan sepi sehingga boleh
dibilang tak kede-ngaran sedikit suarapun.
Lan See-giok coba mengamati
dengan lebih seksama, ternyata perahu-perahu perang itu lebarnya beberapa kaki,
waktu itu sepanjang anjungan perahu berderet deret lelaki kekar bergolok yang
menyandang busur dan tameng.
Jumlah kapal perang itu
mencapai ratusan buah, sedang lelaki-lelaki kekar itu mencapai dua ribu orang
lebih, namun mereka semua berdiri dengan tenang, sedemikian tenangnya sehingga
tak kedengaran sedikit suarapun.
Kapal perang itu terdiri dari
empat pasu-kan dengan membentuk posisi empat persegi panjang, semuanya berlabuh
di atas permu-kaan telaga di muka benteng dengan rapinya.
Dengan cepat Lan See giok
menjumpai kalau lambang dari setiap pasukan tersebut berbeda beda, pakaian
seragam yang di ke-nakan masing-masing pasukan pun tidak sama satu dengan
lainnya.
Pada pasukan yang berada di
sebelah kiri, pada ujung perahunya terpancang sebuah panji bergambar kepala
naga yang sedang me-mentangkan cakar, anggotanya bersera-gam warna hijau.
Pasukan kedua mempunyai
lambang hari-mau terbang, baju seragamnya kuning.
Pasukan ke tiga berlambang
seekor singa baju seragamnya abu-abu muda.
Sedangkan pasukan ke empat
berlambang macan kumbang hitam, semua anggotanya berseragam hitam.
Di ujung tiang bendera masing
masing-pasukan terpancang bendera dari masing-masing regu.
Belum habis Lan See giok
melihat, Oh Tin-san dan Say nyoo-hui telah berdiri berja-jar di depan panggung
kehormatan tersebut.
Menyusul kemudian dari arah
belakang berkumandang suara terompet yang di bu-nyikan nyaring.
Dua ribu orang lelaki kekar
yang berada di sisi kapal perang, serentak mengangkat tom-bak masing-masing
sambil bersorak sorai.
Dengan wajah serius dan
pancaran sinar sesat dari balik matanya, pelan-pelan Oh Tin-san mengangkat
tangan kanannya ke atas sambil memandang ke kiri dan kanan, bunyi terompet
segera berhenti, sorak sorai turut berhenti, segenap lelaki kekar itu ber-sama
sama menurunkan kembali tombak masing-masing.
Diam-diam Lan See-giok merasa
terkejut menyaksikan keadaan seperti ini, agaknya daya pengaruh dari Wi-lim-poo
memang tak boleh dipandang enteng.
Dengan suara nyaring pelan-pelan
Oh Tin san berkata:
"Saudara sekalian, hari
ini aku sengaja mengumpulkan kalian semua di tempat ini karena aku ingin
memperkenalkan se-orang warga baru dari benteng kita."
Lalu sambil menuding Lan
See-giok yang berdiri di sisinya, dia berkata lebih jauh:
"Dia adalah keturunan
satu satunya dari Kim lui gin tan (Gurdi emas peluru perak) Lan tayhiap yang
sesungguhnya adalah sa-habat karibku, sejak hari ini dia Lan See-giok akan
menjadi sau pocu kalian, dan dia pula yang akan menjadi satu satu-nya penerus
kedudukanku ini."
Begitu perkataan tersebut
selesai diutara-kan, kembali suara tempik sorak yang gegap gempita berkumandang
memecahkan ke-heningan.
Bersama itu pula, tombak di
angkat ke atas hingga berkilauan terpantul cahaya mentari, suasana betul-betul
mengerikan.
Menyaksikan kesemuanya itu,
Lan See-giok merasakan darah panas di dalam dadanya bergolak keras. tapi ia
berusaha keras untuk mengendalikan gejolak perasaannya, pelan-pelan dia
melambaikan tangannya untuk menyambut tempik sorak dari kawanan jago di ratusan
perahu perang tersebut.
Detik itu juga dia merasa
semangatnya berkobar kembali, timbul tekadnya untuk memanfaatkan kekuatan yang
ada untuk membalaskan dendam bagi kematian ayah-nya, dia pun hendak menggunakan
kekuatan tersebut untuk memunahkan perompak dan perampok yang seringkali
mengganggu kaum nelayan.
Sementara itu, Oh Tin san
telah mengang-kat tangannya kembali, suasana segera menjadi hening kembali,
suara tempik sorak yang gegap gempita tadi kini menjadi sirap sama sekali.
"Sekarang, aku hendak
memperkenalkan setiap pasukan kepada sau pocu kalian yang baru, nah harap
masing-masing pasukan memberi hormat kepada sau pocu."
Kemudian sambil berpaling ke
arah pasu-kan kapal perang pertama yang berlambang naga dia berseru:
"Pasukan naga sakti
...."
Menyusul teriakan itu, segenap
lelaki kekar yang berada di atas kapal perang Naga sakti bersama sama
mengangkat tongkatnya sam-bil menengok ke arah loteng benteng.
Lan See giok segera mengangkat
tangan kanannya dan dilambai lambaikan ke arah pasukan tersebut
Oh Tin san beralih memandang
ke arah pasukan kedua, teriaknya pula:
"Pasukan harimau
terbang.."
Kembali semua anggota pasukan
harimau terbang mengangkat tombaknya sambil me-nengok ke arah benteng.
Sekarang Lan See giok baru
menemukan bahwa di dalam setiap pasukan, tentu ter-dapat sebuah kapal perang
yang berada di paling depan, di ujung geladak berdiri se-orang manusia yang
mengenakan pakaian berwarna sama namun berbeda bahannya. di belakang orang itu
masih berdiri pula bebe-rapa orang lelaki kekar, mungkin itulah ko-mandan dari
masing-masing pasukan.
Menyusul kemudian Oh Tin san
memper-kenalkan pasukan singa jantan dan pasukan macan kumbang hitam.
Sementara itu Say nyoo-hui, Oh
Li cu serta Be congkoan sekalian mendapat kesan kalau Lan See giok seakan akan
telah berubah jauh lebih matang hanya dalam sekejap saja, seakan akan berubah
menjadi seorang lelaki dewasa yang berpengalaman.
Tampak pemuda itu berdiri
tegap dengan mata berkilat . . . dan senyuman menghiasi ujung bibirnya, dalam keadaan
demikian, ia kelihatan begitu gagah dan perkasa.
Menyaksikan ketampanan serta
kegagah-an anak muda tersebut, tanpa terasa Oh Li cu tertawa serta merta dia
menyikut tubuh ibunya Say nyoo-hui.
Say nyoo-hui sendiri hanya
termenung dengan wajah serius, tampaknya dia sedang dibebani oleh suatu
pemikiran yang men-dalam atau bisa jadi dia telah mengetahui asal usul Lan
See-giok yang sesungguhnya.
Kupu-kupu dibalik ombak Li
Ci-cun me-ngawasi kesemuanya ini dari belakang, ketika menyaksikan Lan See-giok
mem-peroleh kedudukan begitu tinggi tanpa ber-susah payah, tanpa sadar rasa
bencinya terhadap pemuda itu merasuk sampai ke tulang sum-sum.
Seandainya tiada kehadiran Lan
See giok, sudah pasti ia telah menjadi suami istri de-ngan Oh Li cu, apalagi Oh
Tin san dan Say nyoo-hui sudah lama menyetujui hubungan mereka, ini berarti
kedudukan sau pocu dari benteng Wi-lim-poo tentu akan menjadi mi-liknya.
Tapi kini dari tengah jalan
muncul se-orang Lan See giok. bukan saja Oh Li cu menjadi berubah hati, bahkan
Oh Tin-san mengu-mumkan di depan umum bahwa dia telah mengangkat Lan See giok
sebagai ahli waris kedudukannya sebagai seorang pocu.
Kini dia bukan hanya membenci
Lan See giok dan Oh Li-cu, bahkan terhadap Oh Tin-san pun menaruh perasaan
benci yang luar biasa.
Diliriknya sekejap ke empat
manusia yang berada di panggung kehormatan itu dengan penuh kebencian, lalu
sekulum senyuman yang menggidikkan hati menyungging di ujung bibirnya, pikirnya
kemudian:
"Bocah keparat she Lan,
kau jangan kebu-ru sombong dulu. sebentar aku pasti akan membuatmu tergeletak
di tanah dengan ber-mandikan darah kental."
Sementara itu upacara
perkenalan telah selesai, suasana di seluruh arena masih tetap diliputi
keheningan yang luar biasa.
Tiba-tiba Oh Tin san berpaling
dan me-mandang sekejap ke arah Lan See giok ke-mudian dengan sikapnya yang
angkuh dan penuh rasa bangga ia berkata:
"Bocah bodoh,
sampaikanlah beberapa pesan kepada segenap saudara kita yang hadir di
sini."
Sebetulnya Lan See giok tak
ingin banyak urusan, namun terdorong oleh ambisi di dalam hatinya, dia merasa
berkewajiban un-tuk menyampaikan beberapa patah kata.
Maka dia maju ke depan,
menghimpun hawa murninya dan memandang sekejap ke seluruh arena, kemudian
dengan kening berkernyit ujarnya dengan lantang.
"Saudara sekalian,
setelah kusaksikan senjata kalian yang bergemerlapan, barisan kalian yang
rapat, kapal perang yang perkasa serta semangat kalian yang berkobar, aku
merasa benar-benar bangga dan gembira bisa berkumpul dengan kalian semua."
Setelah berhenti sejenak dan
sekali lagi memandang sekejap wajah orang-orang itu, dia berkata lebih jauh:
"Wi-lim-poo bisa menjagoi
telaga Huan yang oh, menggetarkan sungai besar dan tersohor di seantero jagad,
semua keberhasilan ini se-sungguhnya berkat kemampuan dari toa pocu serta
semangat saudara sekalian yang perkasa dan berani mati, itu berarti semua
kejayaan dari Wi-lim-poo sesungguhnya adalah milik saudara sekalian . . ."
Belum habis perkataan itu
diutarakan suara tempik sorak yang gegap gempita telah berkumandang memecahkan
keheningan, tampaknya perkataan dari si anak muda tersebut telah membangkitkan
rasa gembira dari masing-masing orang, sebab selama banyak tahun ini, belum
pernah mereka mendengar suatu nasehat dan anjuran yang bersemangat seperti ini.
Melihat reaksi spontan dari
semua anggota benteng, Lan Se giok merasa ter-kejut, dia kuatir Oh Tin san iri
sehingga usahanya akan menemui kegagalan total, maka cepat-cepat dia mengangkat
tangannya untuk meredakan suasana.
Setelah suasana menjadi
tenangb kembali, Lan Sjee-giok berkatag lebih jauh.
"bLo-pocu kita adalah
seorang manusia yang cerdas dan seorang angkatan tua yang ber-kedudukan tinggi,
beliau dihormati dan disanjung semua umat persilatan, bayangkan saja kemajuan
yang berhasil dicapai Wi-lim-poo kita sekarang, tanpa pimpinan dari Lo pocu,
kecerdasan otak hujin dan bantuan perencanaan dari Be to-enghiong sekalian
bertiga, mana mungkin bisa mencapai ke-adaan demikian?. Maka kuanjurkan kepada
saudara sekalian agar lebih ketat menjaga peraturan benteng kita dan membangun
ber-sama kejayaan benteng kita..."
Sekali lagi tempik sorak yang
gegap gem-pita berkumandang memenuhi angkasa, bahkan sorak sorai yang terdengar
kali ini jauh lebih nyaring ketimbang tadi.
Tak terlukiskan rasa gembira
Oh Tin san setelah mendengar pujian dari Lan See giok itu, wajahnya segera
berseri-seri, dia merasa taruhan yang dilakukan kali ini pasti akan
menghasilkan kemenangan di pihaknya.
Menyusul kemudian Be Siong pak
dan Thio-Wi-kang datang memberi selamat kepada Oh Tin san dan Lan See giok,
sambil bersyukur karena pocu mereka berhasil mendapatkan ahli waris yang baik.
Sebaliknya paras muka si
kupu-kupu di balik ombak Li Ci cun berubah menjadi pucat pasi seperti mayat,
hatinya gugup dan panik. dia tidak menyangka kalau Lan See giok de-ngan usianya
yang begitu muda ter-nyata sanggup menarik simpatik dari segenap ang-gota
benteng dengan beberapa patah kata-nya.
Sadarlah dia sekarang bahwa
kemampuan yang dimilikinya masih jauh ketinggalan bila dibandingkan dengan
kemampuan Lan See giok, ini berarti dia tak akan pernah bisa berebut kedudukan
dengan pemuda ter-sebut.
Berpikir demikian, diapun
mengikuti di belakang Be congkoan den Thio-Wi-kang untuk menyampaikan selamat
kepada Oh Tin san, tapi dia tidak berkata apa-apa kepada Lan See giok.
Say nyoo-hui Ki-Ci-hoa yang
jauh lebih licik ketimbang Oh Tin san segera merasakan pula betapa cerdik dan
berbakatnya Lan See giok, bukannya merasa gembira, dia justru merasa hatinya
makin lama semakin berat.
Namun ketika melihat
kegembiraan yang dialami Oh Tin san, maka diapun ikut ter-tawa lebar.
Oh Li cu yang merasa paling
gebmbira, sambil bjersandar di sisgi tubuh ibunya,b sorot matanya yang berkilat
tak pernah bergeser dari tubuh Lan See giok, dalam anggapannya, Lan See giok
adalah seorang pemuda yang tampan dan gagah, seorang calon suami yang paling
ideal baginya.
Dalam gembiranya, Oh Tin san
segera menitahkan kepada Be congkoan untuk menyiapkan pesta di ruang Kit oh
ting tengah hari nanti, semua komandan kapal perang diundang untuk menghadiri
pesta, sedang-kan segenap anggota lainnya dipersilahkan minum arak di tempat
masing-masing sepuasnya.
Kupu-kupu dibalik ombak Li
Ci-cun yang sebenarnya telah menyiapkan rencana busuk dengan menyuruh ji-kui
(setan kedua) dari Po - tiong - sam kui untuk menantang Lan See giok sehabis
upacara perkenalan ini menjadi kecewa sekali, sebab dengan terjadinya
peru-bahan tersebut berarti semua rencananya akan mengalami kegagalan total---
Tapi harapannya segera timbul
kembali setelah mendengar akan diselenggarakan-nya pesta tengah hari nanti,
suatu rencana keji kembali telah melintas di dalam benaknya.
Ketika Oh Tin san sekalian
sudah kembali ke dalam rumah, Say nyoo-hui yang cukup memahami jalan pemikiran
putrinya segera, berkata kepada mereka berdua.
"Kalian berdua boleh
kembali ke kamar, untuk beristirahat!"
Oh Li cu menyambut seruan itu
dengan penuh kegirangan ia segera menarik tangan Lan See giok kembali ke
kamarnya.
Sudah sedari tadi dia mesti
menahan diri untuk mengekang gejolak napsu birahinya, semenjak masih berada di
panggung kehor-matan tadi dia sudah tak tahan ingin meme-luk Lan See giok,
sebab dalam anggapannya, kini Lan See giok sudah menjadi suaminya.
Lan See giok sendiri tetap
bersikap wajar, seakan akan tidak memahami jalan pemikiran orang, senyum manis
tetap meng-hiasi ujung bibirnya, padahal dalam hati kecilnya dia merasa muak
dan bosan, sebab gerak gerik dari Say-nyoo-hui tadi telah menimbulkan perasaan
was-was bagi dirinya.
Dalam perjalanan masuk ke
ruangan dalam, tiba-tiba ia menyaksikan Li Ci cun sedang berdiri di luar pagar
rumarh sambil mengawzasi ke arahnya wdengan pandangarn penuh kegusaran dan
menggigit bibir me-na-han rasa dendam.
Melihat hal ini Len See-giok
menjadi paham kembali apa sebabnya Li Ci cun begitu mem-bencinya, ternyata hal ini
disebabkan hubungannya yang terlampau mesra dengan Oh Li cu.
Belum habis jalan pikiran
tersebut me-lin-tasi lewat, tiba-tiba pemuda itu merasa tubuhnya telah dipeluk
erat-erat oleh Oh Li cu, menyusul kemudian terdengar gadis itu berseru dengan
lembut:
"Ooh adikku, cici pingin
sekali melalap kau si bocah bodoh dan menelannya ke dalam perut."
Kemudian dia menghantar
bibirnya yang merah merekah itu ke depan dan mendarat-kan beberapa kali ciuman
mesra ke wajah dan bibir Lan See-giok.
Lan See-giok benar-benar tidak
menyangka Oh Li cu akan bersikap begitu tak tahu malu, tapi dia pun tak berani
menolak ciuman tersebut terlalu kasar, apalagi bau harum yang begitu tebal
sudah membikin kepalanya terasa pusing tujuh keliling.
Mendadak . . .
Mencorong sinar tajam dari
balik mata Lan See giok, rupanya dia telah menyaksikan munculnya sesosok
bayangan hitam dari be-lakang jendela sana.
Maka cepat-cepat dia mendorong
tubuh Oh Li cu sambil menuding ke arah jendela sebe-lah belakang . .
Waktu itu Oh Li cu sedang dipengaruhi
oleh kobaran napsu birahi, ia sedang terbuai dalam suasana yang begitu hangat
dan syah-du ketika tubuhnya didorong secara tiba-tiba oleh pemuda tersebut.
Dengan cepat dia berpaling ke
arah yang ditunjuk, apa yang terlihat olehnya membuat gadis ini naik pitam,
sambil membentak keras, tangan kanannya segera di-ayunkan ke depan melepaskan
sebilah pisau terbang.
Serentetan cahaya tajam segera
berkelebat lewat menembusi jendela. . .
Bayangan manusia di luar
jendela itu le-nyap tak berbekas, tapi kemudian terdengar seseorang membentak
secara kasar:
"Manusia rendah yang tak
tahu malu, kau berani memaksa menciumi nona.. .? serahkan nyawa anjingmu."
Paras muka Oh Li cu kontan
berubah menjadi merah membara, hawa napsu mem-bunuhnya dengan cepat menyelimuti
seluruh benaknya, sebuah pukulan dahsyat dengan cepat meluncur ke depan
menghajar jendela belakang itu sehingga hancur lebur.
Bayangan manusia kembali
berkelebat le-wat, kali ini menerobos ke luar dari jendela luar.
Lan See giok yakin kalau orang
yang bersembunyi di belakang jendela tadi pasti adalah si kupu-kupu di balik
ombak Li Ci cun, tapi oleh sebab dia kuatir Oh Li cu men-dapat celaka,
buru-buru dia menutul permu-kaan tanah dan secepat kilat berkelebat ke depan
menyusul di belakang gadis tersebut.
Tiba di tempat kejadian,
pemuda itu melongo, ternyata Oh Li cu dengan muka hi-jau membesi, alis mata
berkernyit dan pedang terhunus sedang berhadapan dengan seorang lelaki berbaju
ungu, di sekitar sana sama sekali tidak nampak bayangan tubuh dari Li Ci cun.
Lelaki berbaju ungu itu
memiliki perawa-kan tubuh yang kekar, alis mata yang tebal, mata yang bulat
penuh bercambang tapi berwajah pucat, matanya penuh diliputi sinar kaget dan
melihat tanpa berkedip dia meng-awasi ujung pedang Oh Li cu, sementara tubuhnya
selangkah demi selangkah mundur terus.
Sementara itu di ruang depan
telah ber-datangan dua tiga puluhan sampan kecil yang mengangkut para komandan
pasukan yang datang mengikuti perjamuan, malah ada yang sudah naik ke atas
punggung mim-bar.
Oh Li cu berdiri dengan hawa
napsu mem-bunuh menyelimuti seluruh wajahnya, ia sama sekali tidak berpaling ke
arah para ko-mandan pasukan yang sementara itu berda-tangan dengan penuh tanda
tanya. sorot matanya mengawasi lelaki itu lekat-lekat, kemudian dengan nada
penuh kebencian pelan-pelan ia berkata:
"Say-li-kui (setan ikan
leihi) siapa yang memerintahkan kau mengintip kami? Ayo cepat menjawab dengan
sejujurnya. Aku ya-kin kalau kau sendiri tak akan mem-punyai keberanian sebesar
ini. Hmm! Jika kau eng-gan menjawab, jangan salahkan kalau keta-jaman pedang
nonamu akan membacok tubuhmu mbenjadi dua bagijan---".
Si setgan ikan leihi sbangat
gugup dan keta-kutan, sekujur badannya gemetar keras, se-mentara butiran
keringat sebesar kacang kedelai jatuh bercucuran dengan amat derasnya, sambil
mundur berulang kali rengeknya ketakutan.
"Nona--- ti--- tidak ada
yang memberi pe-rintah. hamba---- hamba tidak sengaja ...tidak sengaja--- tidak
sengaja lewat di de-pan jendela..."
Oh Li cu semakin naik darah,
di dalam anggapannya si setan ikan leihi ini tak mau mengaku, kembali
hardiknya:
"Tutup mulut. . . . bila
kau tetap mem-bungkam, nona akan membuat tubuh mu tercincang di tempat ini
juga!"
Setan ikan leihi semakin
ketakutan, bibirnya sudah bergetar pucat, hatinya mulai goyah.
Sementara itu, para komandan
yang ikut dalam perjamuan telah berdatangan semua, hampir seluruhnya berkerumun
di sekitar sana dan mengawasi Oh Li cu serta setan ikan leihi dengan pandangan
kaget bercam-pur keheranan.
Menyusul kemudian Be Siong pak
dan Thio-Wi-kang berdatangan pula, walaupun kedua orang ini tidak mengerti
masalah apakah yang telah terjadi, namun tak se-orangpun berani membuka suara.
Oh Li cu sudah merasa kalau
setan ikan leihi mulai goyah, hatinya dan bersedia me-ngaku, maka dengan
memperhalus suara nya ia berkata.
"Katakan saja, asal kau
bersedia mengaku, nona tak akan membunuhmu---"
Mendadak pada saat itulah dari
kejauhan sana terdengar seseorang berseru keras:
"Lo pocu dan hujin
tiba---"
Dengan bergemanya suara itu,
serentak suasana di sekeliling tempat itu berubah menjadi hening, sepi dan amat
serius.
Lan See giok berpaling, ia
lihat Oh Tin san bersama Say nyoo-hui datang bersama, wa-jah Oh Tin san yang
kurus memanjang dili-puti hawa dingin dan kelicikan yang tebal.
Dengan mata sesatnya Oh Tin
san me-nya-pu sekejap sekeliling tempat itu, lalu kepada Oh Li cu ia bertanya:
"Anak Cu, apa yang
terjadi?"
bDengan wajah mejrah bercampur
hgijau membesi, Obh Li cu memandang ke arah Se-tan ikan leihi dengan pedangnya.
lalu berseru penuh amarah:
"Ia berani mengintip dari
belakang jendela!"
Oh Tin san berkerut kening
lalu manggut, sorot mata sesatnya memandang sekejap ke wajah setan ikan leihi,
kemudian sekulum senyuman me-nyeringai menghiasi ujung bibirnya.
Si Setan ikan leihi segera
sadar kalau ben-cana besar telah berada di depan mata, de-ngan penuh ketakutan
buru-buru dia mem-bela:
"La--- lapor lo -- lo
pocu--- hamba---hamba hanya tanpa sengaja melihat sau pocu men-cium nona dengan
paksa. . . . ."
Begitu ucapan tersebut diutarakan,
sorot mata semua orang yang hadir bersama sama dialihkan ke wajah Lan See giok.
Bisa dibayangkan betapa
gusarnya Lan See giok, keningnya segera berkerut, matanya berkilat kilat dan
sekujur tubuhnya gemetar keras, ia merasa percuma saja banyak mem-bantah dalam
suasana begini. Oh Li cu sendiripun nampak sangat marah dengan wajah merah
membara dia membentak nyaring lalu menusuk tubuh lelaki itu.
Biarpun dalam keadaan kaget
bercampur ketakutan, ilmu silat yang dimiliki setan ikan leihi memang cukup
tangguh, dia segera mengigos ke samping.
Begitu tusukan pedang dari Oh
Li cu me-ngenai sasaran kosong, ia segera mundur dengan gugup, matanya
terbelalak lebar dan menengok kesana kemari dengan terkejut, seakan akan sedang
mencari se-seorang.
Pada saat itulah---
"Anak Cu, tunggu
sebentar---" Oh Tin san berseru dengan suara dalam.
Berada di depan umum, tentu
saja Oh Li cu tak berani membangkang perintah ayah-nya, ia segera menarik
kembali pedangnya sambil mundur setelah mendengar perkataan itu, cuma bibirnya
yang semula merah kini telah berubah menjadi pucat.
Suasana menjadi amat hening
dan sepi, wajah semua orang diliputi ketegangan, bahkan banyak di antara mereka
yang me-nyadari bahwa selembar nyawa si setan ikan leihi tak akan bisa melewati
hari irni.
Oh Tin sazn memandang ke warah
setan ikanr leihi sambil tertawa dingin, seperti lagi berbi-cara terhadap dia
seorang, seperti juga lagi berbicara terhadap para hadirin di situ, ujarnya
dengan suara dingin:
"Lan See giok adalah sau
pocu, dia me-ru-pakan ahli waris dari benteng kita, ia adalah keponakanku, juga
menantuku, soal cium mencium bagi mereka adalah urusan pribadi antara suami
istri, soal tersebut tak ada sangkut pautnya dengan siapa saja. . . . ."
Lan See giok tertegun, dia
tidak me-nyangka kalau si manusia bertelinga tunggal Oh Tin san bakal
mengumumkan di depan umum kalau dia adalah calon suami Oh Li cu.
Sementara itu Oh Li cu yang
semula berdiri dengan wajah hijau membesi, sekarang berubah menjadi merah dadu
dan tersenyum simpul, diam-diam ia mengerling sekejap ke arah Lan See giok.
Ketika selesai berbicara, Oh
Tin san kem-bali memandang sekejap seluruh arena de-ngan pandangan sesat, lalu
teriaknya keras-keras:
"Di mana pengawas
Li?"
"Hamba di sini!"
diantara kerumunan orang banyak, kedengaran Li Ci cun menjawab dengan suara
gemetar.
Lan See giok terkejut, cepat
ia berpaling ternyata Li Ci cun munculkan diri dari keru-munan orang banyak
orang tak jauh di bela-kang tubuhnya dan sebelum ini ter-nyata ia tak melihat
kehadiran orang ter-sebut.
Li Ci cun munculkan diri
dengan wajah hijau membesi. alis matanya yang tebal ber-kernyit, matanya yang
kecil memancarkan sinar buas yang berapi api, setelah muncul dari kelompok
manusia, ia melirik sekejap ke arah Lan See giok dengan penuh kebencian,
kemudian baru meneruskan perjalanan-nya ke depan Oh Tin san.
Oh Tin san memandang ke arah
Li Ci cun lalu sambil menuding ke arah Setan ikan leihi, serunya dengan suara
dalam:
"Binasakan dia!"
Li Ci cun seperti tertegun
sesudah mendengar perintah itu, sedangkan si ikan leihi semakin amat ketakutan
sampai wajah-nya turut berubah menjadi pucat pias.
Mendadak---
Sambil menggertak gigi Li Ci
cun men-jejak-kan kakinya ke tanah, kemudian dengan gaya tubrukan yang buas dan
nekad ia ter-jang tubuh Lan See-giok.
Kejadian ini sama sekali di
luar dugaan semua orang, kontan saja suasana menjadi gempar.
Oh Li cu membelalakkan pula
matanya le-bar-lebar, mulutnya melongo, saking terke-jutnya ia sampai termangu.
Dalam pada itu Li Ci cun sudah
tiba di ha-dapan Lan See giok, sambil membentak se-buah bacokan maut langsung
dilontarkan olehnya ke wajah Lan See giok.
Selama ini pandangan mata Lan
See giok tak pernah beralih dari tubuh Li Ci cun sejak musuh menerjang tiba. ia
telah mempersiap-kan diri dengan sebaik baiknya.
Begitu musuh datang, ia
melejit ke sam-ping dan mundur sejauh satu kaki lebih.
Kupu-kupu ditengah ombak Li Ci
cun merasakan pandangan matanya menjadi si-lau, tahu-tahu ayunan telapak tangan
kanannya telah mengenai sasaran kosong, agaknya dia tidak menyangka kalau
se-rangannya bakal menemui kegagalan.
"Tahan ..." mendadak
Oh Tin san mem-bentak nyaring.
Sejak si kupu-kupu ditengah
ombak Li Ci cun mendengar Oh Tin san mengumumkan kepada umum bahwa Lan See giok
adalah calon suami Oh Li cu, ia telah bertekad un-tuk beradu jiwa.
Karena itu, sekalipun dia
segera menghen-tikan gerak serangannya setelah mendengar bentakan tadi namun
orangnya masih tetap berdiri garang di sana, berdiri sambil melototi Lan See
giok dengan penuh kegusaran. .
Lan See giok sendiri berdiri
ditengah arena dengan senyuman dingin menghiasi ujung bibirnya, ia memandang
sinis ke arah musuhnya tersebut.
Berbicara yang sebenarnya, Oh
bTin san tahu dejngan jelas sebagb musabab yang bme-ngakibatkan Li Ci cun
bersikap demikian, tapi ia toh menegur juga dengan suara dalam:
"Li Ci cun, mau apa
kau?"
"Aku hendak menantang
keparat she Lan itu untuk berduel. . ." jawab kupu-kupu di tengah ombak
dengan kalap.
Say nyoo-hui yang selama ini
mem-bung-kam dalam seribu bahasa tiba-tiba memutar biji matanya, kemudian
menyela.
"Bila kau sanggup
mengungguli Lan See giok, aku akan mengambilkan keputusan bagi anak Cu untuk
dijodohkan denganmu!"
Oh Li cu gusar sekali setelah
mendengar perkataan itu, berkilat sepasang matanya, dengan marah ia berkata:
"Tidak susah bila kau
ingin kawin de-ngan-ku. tapi menangkan dulu pedang mes-tika di tanganku
ini".
Seraya berkata pedangnya
segera di-ayun-kan ke tengah udara, di bawah cahaya mata-hari siang, terbias
sekilas bayangan tajam yang berkilauan.
Lan See giok hanya berdiri
sambil tertawa sinis selama ini, sedang dalam hatinya:
"Dasar sesarang
manusia-manusia yang tak tahu malu."
"Baiklah. . ."
tiba-tiba terdengar Oh Tin san berkata sambil tertawa dingin, "kalau Lan
See giok tidak diberi kesempatan untuk memper-lihatkan kelihaiannya kalian
memang selalu tak mau takluk..!"
Berbicara sampai di situ, dia
menengok ke arah Li Ci cun sembari bertanya:
"Kau ingin bertarung
dalam tangan kosong atau ingin beradu senjata tajam?"
Kupu-kupu di tengah ombak Li
Ci cun tahu bahwa ilmu silat Lan See giok cukup tangguh terutama dalam ilmu
gurdi emas yang tiada tandingannya, karena itu dia tak berani beradu senjata
tajam melainkan ber-harap bisa mencari kemenangan dengan an-dalkan tangan
kosong, ditambah pula Say nyoo-hui telah mengutarakan dihadapan umum. bila ia
sanggup mengungguli Lan See giok, maka Oh Li cu akan dikawinkan de-ngannya.
Itulah sebabnya sesudah ragu se-jenak, dengan wajah hijau membesi tapi
ber-sikap hormat dia menyahut:
"Dalam suatu pertarungan,
senjbata tak bermataj, hamba bersediga mempergunakanb sepasang tangan kosong
untuk mencoba berapa ampuh dari Lan See giok!"
Mendengar jawaban tersebut,
sekulum senyuman menyeringai segera menghiasi ujung bibir Oh Tin san, katanya
kemudian sambil manggut-manggut.
"Baiklah, harap kau suka
berhati hati"
Selesai berkata, ia bersama
Say nyoo-hui segera mundur beberapa langkah.
Para komandan pasukan yang
semula mengitari tempat tersebutpun serentak meng-undurkan diri.
Mendadak satu ingatan melintas
dalam benak Oh Li cu, menggunakan kesempatan tersebut dia mengundurkan diri dan
secara diam-diam mendekati si setan ikan leihi dari arah lain.
Dalam pada itu Li Ci cun telah
mengepal tinjunya sambil maju dengan dada di-bu-sungkan, ia berjalan ke hadapan
Lan See giok dan berhenti enam tujuh langkah di ha-dapannya, setelah menjura,
katanya dengan angkuh:
"Sudah lama kudengar ilmu
silat yang di miliki Lan Khong-tay sangat hebat dan na-manya termasyhur dalam
dunia per-si1atan, lama sudah kukagumi namanya hanya sayang selama ini belum
ada jodoh untuk menjumpainya. Lan siauhiap, kini masih muda lagi berbakat, aku
yakin kau telah me-warisi kepandaian ayahmu. Mumpung hari ini ada kesempatan,
ingin sekali kumanfaat-kannya untuk minta berapa petunjuk ilmu sakti dari
siauhiap."
Sementara berbicara dengan
mata ber-kilat dia mengamati Lan See giok tiada hentinya, sikapnya begitu
jumawa sehingga memuak-kan.
Lan See giok merasa sikap
maupun gerak gerik Li Ci can tak ubahnya seperti kalangan si1at kampungan,
sejak tadi ia sudah habis kesabarannya, maka sambil tertawa dingin katanya:
"Kalau ingin beradu
silat, lebih baik beradu secepatnya, buat apa banyak ngebacot yang
tidak-tidak!"
Li Ci cun yang sudah marah
semakin naik darah lagi setelah melihat cara Lan See giok berdiri, seakan akan
pemuda tersebut sama sekali tidak memandang sebelah matapun terhadap dirinya.
Begitu selesai mendengarkan
perkataan Lan See giok, dengan amarah yang meledak ledak ia membentak keras
kemudian me-ner-jang ke muka, tangan kirinya diayunkan ke muka mendorong tubuhr
musuh, sementazra tangan kananwnya membacok warjah Lan See giok.
Lan See giok sendiripun cukup
sadar, se-andainya dia tak mampu mengalahkan Li Ci cun, jangan harap dia bisa
angkat kepala di dalam benteng Wi-lim-poo, dihati kecilnya dia telah mengambil
keputusan untuk menyam-but serangan lawan dengan kekerasan.
Dengan senyuman hambar
menghiasi ujung bibirnya secara diam-diam ia men-ghimpun hawa murninya, ketika
musuh me-lancarkan bacokan, tiba-tiba kaki kanannya mundur setengah langkah,
kemudian sambil miring-kan badan ia menangkis dengan le-ngan kirinya--
"Cari mampus..."
umpat Li Ci cun dengan gusar.
Telapak tangan kanannya yang
melepas-kan bacokan, segera ditambahi lagi dengan tenaga sebesar dua bagian. Ia
bertekad akan mematahkan lengan kiri Lan See giok terse-but.
"Blaammm!"
"Ditengah benturan
nyaring, suara de-ngusan tertahan bergema memecahkan ke-bisingan, dengan alis
berkernyit dan meng-gigit bibirnya kencang. secara beruntun dia mundur sampai
sejauh empat langkah lebih.
Tempik sorak segera bergema
memenuhi seluruh arena pertarungan . . .
Sepasang bahu Lan See giok
bergetar keras, diam-diam ia menggertak gigi mena-han diri, meskipun lengan
kirinya amat sakit bagaikan disayat pisau, namun sepasang kakinya sama sekali
tidak bergerak mundur barang setengah langkahpun.
Li Ci cun memegangi
pergelangan tangan kanannya yang kesakitan sambil me-nyeri-ngai, rasa malu
bercampur gusar membuat wajahnya berubah menjadi merah padam, dengan sepasang
mata yang melotot besar bagaikan gundu. dia pelototi wajah Lan See giok penuh
kebuasan, sedang pernapasannya diatur secara diam-diam.
Dalam pada itu, para komandan
pasukan yang berkumpul di situ diam-diam pada ber-bisik membicarakan persoalan
tersebut, se-dang sorot mata yang tertuju kearah Lan See giok pun penuh dengan
pancaran sinar kekaguman, hampir semuanya tercengang oleh kelihaian anak muda
tersebut.
Dalam pada itu, disaat
perhatian semua orang sedang terpusat pada pertarungan antara Lan See giok
melawan Li Ci cun, ujung pedang Oh Li cu secara diam-diam telah ditempelkan di
belakang pinggang setan ikan leihi.
Dengan cepat setan ikan leihi
dapat me-rasakan hal tersebut, dengan cepat ia berpa-ling, tapi apa yang
kemudian terlihat mem-buat ia merasa terkejut sekali, sukma serasa melayang
meninggalkan raganya . . .
Oh Li cu dengan kening
berkerut dan mata melotot, sekulum senyuman dingin meng-hi-asi ujung bibirnya
dan wajah diliputi hawa napsu membunuh telah berdiri tegak di bela-kangnya.
Tak terlukiskan rasa kaget
setan ikan leihi setelah menyaksikan kejadian tersebut, peluh dingin bercucuran
deras. setengah merengek katanya:
"Oooh nona, ampunilah
hambamu!"
Dengan diutarakannya rengekan
tersebut, para komandan pasukan yang berada di se-kitar sana segera berpaling
dan memandang ke arah mereka dengan pandangan terkejut.
"Siapa? Siapa yang
memerintahkan kepadamu untuk melakukan pengintipan?" bentak Oh Li cu
segera dengan suara dalam.
Setan ikan leihi merasa
jiwanya jauh lebih berharga daripada masalah lain, dia sadar enggan
berbicarapun tak ada gunanya, maka dengan suara gemetar sahutnya.
"Li...Li Ci cun yang
memerintahkan aku!" Oh Li cu memang sengaja berbuat demikian agar orang
tuanya turut mendengar, sengaja ia mempertinggi suaranya sambil mem-bentak
keras.
"Siapa? Katakan dengan
lantang!"
Sambil berkata pedangnya
ditekan lebih ke depan hingga masuk ke tubuh setan ikan leihi sedalam berapa
inci, darah segar segera bercucuran ke luar dengan amat derasnya.
Sementara itu, Oh Tin san, Say
nyoo-hui, Be congkoan dan Thio-Wi-kang serta segenap komandan yang berada di
sekitar sana telah mengalihkan pandangan mereka ke arah kedua orang tersebut.
Lan See giok merasa perbuatan
yang dila-kukan Oh Li cu itu sesungguhnya kelewat batas, karenanya dia melirik
sekejap kearah nya dengan wajah muak, tapi tiada orang yang tahu dengan pasti
sikap muak tadi sbe-benarnya tertjuju untuk Oh Lig cu ataukah terbhadap lelaki
berbaju ungu itu.
Li Ci cun berpaling, melihat
apa yang terja-di wajahnya segera berubah hebat peluh di-ngin segera bercucuran
saking kagetnya. dia tahu asal setan ikan leihi mengatakan hal yang sebenarnya,
Oh Tin san pasti akan mencabut jiwanya seketika itu juga.
Kebetulan sekali disaat Li Ci
cun berpaling tadi si setan ikan leihi sedang menuding ke arahnya dengan tangan
gemetar.
Kupu-kupu di tengah ombak Li
ci cun segera mengerti bahwa riwayatnya sudah habis. Dalam keadaan demikian
timbullah niat jahatnya, mendadak ia membalikkan badan secepat kilat, lalu
sepasang telapak tangannya didorong ke muka sepenuh tenaga---
Segulung angin pukulan yang sangat
keras dengan membawa debu yang sangat tebal segera menyambar ke arah Lan See
giok.
Tindakan ini boleh dibilang
sangat licik dan rendah, kontan saja para komandan pasukan yang berada di
seputar arena berteriak teriak marah.
Oh Li cu menjerit lengking.
saking kaget-nya dia sendiripun turut, berdiri bodoh
Pada saat itulah---
Lan See giok berkerut kening,
kemudian sambil membentak keras ia kerahkan tenaga dalamnya sebesar sepuluh
bagian ke telapak tangan kanan, kemudian dengan sepenuh tenaga, diayunkan ke
depan.
Segulung angin puyuh yang
sangat kuat langsung menggulung ke depan dan me-nyongsong datangnya angin
pukulan dari Li Ci cun.
"Blaammm!"
Benturan keras menggelegar di
angkasa, debu dan pasir segera menyambar ke mana-mana.
Paras muka Li Ci cu berubah
menjadi hijau membesi, keningnya berkerut kencang, de-ngan sempoyongan ia
mundur sampai beru-lang kali . .
Paras muka Lan See-giok
sendiripun ber-ubah menjadi pucat pias. tubuhnya bergetar keras, tapi sambil
menggertak gigi dia beru-saha keras agar tubuhnya tidak sampai mundur barang
setengah langkah pun.
Segenap komandan pasukan yang
bberada di arenaj sama- sama tergtegun saking kabget-nya:
Be congkoan, Thio-Wi-kang
semuanya ge-metaran karena terperanjat, dalam anggapan mereka semula, Lan
See-giok pasti akan ter-hajar hingga terluka parah, siapa sangka Li Ci cun
sendiri yang dibikin sampai menge-naskan keadaannya.
Oh Tin san berdiri dengan
wajah dingin sinis dan pandangan tajam, sekali lagi ia teringat kembali akan
pil hitam yang dice-kokkan ke dalam perut Lan See giok, dia tak habis mengerti
mengapa pilnya malahan menambah tenaga dalam anak muda itu hingga peroleh
kemajuan yang begitu pesat.
Say nyoo-hui sendiripun
berkerut kening, tanpa terasa dia melirik sekejap ke arah Oh Tin san, seakan
akan dia sedang berkata be-gini:
"Darimana datangnya
tenaga dalam yang begitu sempurna dari bocah keparat ini?"
"Blaammm!"
Akhirnya Li Ci cun tak sanggup
berdiri tegak lagi, ia terperosok dan jatuh terduduk di atas tanah.
Pada mulanya, Oh Li cu dibikin
tertegun karena sergapan dari Li Ci cun tersebut menyusul kemudian ia berdiri
termangu oleh tenaga pukulan Lan See giok yang -maha dahsyat, sampai Li Ci cun
jatuh terduduk, ia baru mendusin kembali dari rasa kagetnya.
Sewaktu menundukkan kepalanya,
kebetu-l-an ia saksikan Li Ci can terduduk dihada-pannya, hal ini segera
membangkitkan hawa napsu membunuhnya.
Suatu bentakan keras tiba-tiba
meng-gele-gar, pedangnya memancarkan sinar pelangi berwarna keperak perakan dan
sekuat tenaga dibacokkan ke tubuh Li Ci cun yang sedang terduduk sambil
terengah engah di hada-pannya.
Dimana cahaya perak berkelebat
lewat, jeritan ngeri yang memilukan hati segera ber-gema memecahkan keheningan.
Tubuh Li Ci cun sejak dari
bahunya sam-pai ke arah iga telah terbabat menjadi dua bagian, percikan darah
segar bersama isi pe-rut berhamburan ke mana-mana, se-ketika itu juga ia tewas.
Peristiwa ini terjadi sangat
tiba - tiba, lagi pula jarak mereka amat dekat, menanti Oh Tin San dan Say
nyoo-hui mengetahui keja-dian tersebut dan ingin menghalanginya, keadaan sudah
tidak mengijinkran . . . .
Segzenap komandan pwasukan
yang berrke-rumun di sekeliling arena menjadi pucat pias seperti mayat,
semuanya membungkam dalam seribu bahasa...
Be Siong pak maupun
Thio-Wi-kang turut merasa amat terkejut, dengan pandangan kaku mereka hanya
bisa memandang tubuh Li Ci -cun yang terkapar di atas genangan da-rah dengan
mulut tertutup rapat-rapat.
Lan See giok sendiripun turut
berdiri bodoh, ia memandang kearah Oh Li cu de-ngan wajah kaget bercampur
tercengang, sekarang ia baru tahu, rupanya gadis ini se-lain jalang dan cabul.
hatinya kejam dan jauh lebih jahat daripada kalajengking.
Atas terjadinya peristiwa ini,
ia segera meningkatkan kewaspadaannya terhadap perempuan itu, dia tahu bila
dirinya masih berada dalam benteng Wi-lim-poo, lebih baik jangan mencoba-coba
untuk mengusik Oh Li cu.
Pada saat itulah kembali
terdengar jeritan kaget bergema memecahkan keheningan.
Ketika Lan See giok
mendongakkan kepalanya, ia saksikan si setan ikan leihi se-dang berlarian
seperti orang kalap, ia mende-sak desak orang yang berkerumun di sekitar sana
dan melarikan diri ke arah saluran air sungai.
Oh Li cu sangat gusar melihat
hal ini, sam-bil membentak nyaring ia mengejar dari bela-kangnya.
Para komandan pasukan yang
berkerumun di sekitar sana kontan saja pada bubar, mereka berlarian
mengundurkan diri sambil berseru kaget.
"Byuuur. . .!"
percikan bunga air memancar ke mana-mana, si setan ikan leihi tahu-tahu sudah
terjun ke dalam air dan menyelam ke dasarnya.
Ou Li cu tidak berpeluk tangan
dengan be-gitu saja, dia mengejar sampai di tepi sungai lalu sambil mengangkat
pedangnya, dia menangkap bayangan tubuh si setan ikan leihi yang menyelam dalam
air serta siap untuk menimpuknya.
"Anak Cu, biarkan dia pergi!"
bentak Oh Tin San tiba-tiba.
Sebenarnya Oh Li cu hendak
mengatakan "tidak" tapi berhubung si setan ikan leihi su-dah berenang
entah ke mana terpaksa dia menarik kembali senjatanya dan berjalan menuju ke
depan ibunya.
Oh Tin san memandang sekejap para
ko-mandan pasukan yang masih berdiri dengan wajah kaget bercampur ngeri, lalu
kepada Be Siong pak katanya.
"Be congkoan, apakah
perjamuan telah di-siapkan?"
"Lapor lo-pocu, perjamuan
telah siap silah-kan masuk ke dalam ruangan."
"Baiklah, kita segera
mulai dengan perja-muan!" Oh Tin san manggut-manggut.
Be Siong pak segera
mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap ke wajah semua orang, lalu serunya
dengan lantang:
(Bersambung ke Bagian 11)