-------------------------------
----------------------------
Bagian 46
"Silahkan cianpwe!"
Hu-yong siancu berpaling dan
memandang sekejap kearah Si Cay soat serta Siau-cian dengan pertanda agar
mereka turut mundur, bahkan kepada para dayang yang berada di situpun dia
mengulapkan tangannya meni-tahkan mereka untuk mundur, kemudian dia baru
mengundurkan diri pula dari ruangan,
Setelah menyaksikan Hu-yong
siancu sekalian telah berlalu, Pek Gwat go baru ber-bisik kepada kedua orang
dayangnya,
Bagaimana cara kalian berdua
menuju ke mari?"
Salah seorang dayang yang berusia
agak tua sambil meletakkan pakaian ke atas pem-baringan, sahutnya.
"Kami menyeberang kemari
bersama sama Ko tongcu"
Pek Gwat go tidak berminat
untuk bertanya lagi, sambil membuka selimut yang menutupi tubuhnya, dengan
wajah memerah ujarnya tersipu sipu:
"Coba kalian lihat,
benar-benar memalukan tidak ...."
Dayang yang berusia lebih muda
segera berbisik "Malah Lan pocu yang muda dan ganteng itulah yang
membopong nyonya datang kemari."
Tampaknya Pek Gwat go merasa
girang bercampur malu, buru-buru dia berseru.
"Budak sialan, siapa
bilang begitu, Kalau kau berani mengaco belo lagi, hati-hati ku-hajar bibirmu
sampai penyot ...... "
"Sembari berkata dia
melepaskan pakaian renangnya yang robek, seorang dayang segera memberi pakaian
kering untuk menutupi tubuhnya yang mungil.
Sedang si dayang yang mudaan
itu ber-kata lagi dengan wajah bersungguh-sungguh
"Bukan aku sengaja
mengaco belo, malah beratus orang yang berada di kapal perang sekeliling tempat
ini melihat dengan jelas..."
Paras muka Pek Gwat go semakin
merah karena jengah, tapi senyuman manis meng-hiasi bibirnya. matanya melotot
besar dan berlagak mau memukul, serunya lirih.
"Kalau kau berani
berbicara lagi, ku pu-kul kau --ayo bicara lagi tidak?"
Dayang itu mundur dengan
ketakutan. tapi ia berseru lagi.
"Tapi sungguh
hujin.--"
Sebelum ucapan itu sempat
dilanjutkan, si dayang yang lebih tua usianya sudah melotot sekejap kearah
rekannya, maka kata-kata selanjutnya pun tak berani ia ucapkan lagi,
Dengan tenang Pek Gwat go
membiarkan kedua orang dayang itu membetulkan pakaian serta dandanannya, sedang
ia sendiri membayangkan kembali bagaimana Lan See giok membopong tubuhnya
dengan wajah gelisah, tadi saat seperti itu benar-benar berbahaya sekali..,.
Dihati kecilnya berulang kali
ia bertanya kepada diri sendiri, ia tak tahu selanjutnya apa yang mesti
dilakukan olehnya untuk membalas budi kebaikan tersebut.
Sementara dia masih berpikir,
dayangnya mulai memakaikan pakaian berkabung di atas tubuhnya.
Tapi perempuan ini segera
mengigos dan melepaskan pakaian berkabung itu kembali.
Atas tindakan tersebut, kedua
orang dayang itu menjadi tertegun dan berdiri melongo.
Pek Gwat-go memandang sekejap
pakaian berkabung yang tergeletak diatas tanah itu, setiap kali ia teringat
kembali bagaimana ke-perawanannya ditipu orang, bagaimana dia diperistri
seorang suami yang licik dan beru-sia satu kali lipat dari usianya, ia
benar-benar merasa muak untuk memakai kembali pakaian berkabungnya itu.
Tapi bila teringat kembali
tentang kekua-saan, teringat bagaimana dia menguasahi segenap jago yang berada
di Pek toh Oh, maka katanya kemudian dengan suara ham-bar:
"Kenakan!"
"Cepat cepat ke dua orang
dayang itu membantu untuk mengenakan pakaian ber-kabung itu di tubuhnya.
Selesai mengenakan pakaian
berkabung itu. sekali lagi Pek Gwat go memandang se-kejap ruangan kamar yang
mewah itu, ke-mudian berpaling dan memandang sekejap lagi ke arah pembaringan.
Setelah itu sepasang matanya
dipejamkan rapat-rapat, ia membiarkan pikirannya yang kalut dan bergelombang
lambat laun menjadi tenang kembali.
Tatkala dia membuka matanya
kembali, diantara bulu mata yang tebal dan sinar mata yang jeli, kini telah
dibasahi oleh buti-ran air mata.
Dengan sedih dia menghela
napas, lalu dengan tertunduk cepat-cepat berjalan me-nuju ke depan pintu.
Melihat hal ini, cepat-cepat
ke dua orang dayang tersebut lari ke depan pintu dan membukakan tirai baginya.
Sewaktu Pek Gwat go sudah
keluar dari pintu kamar, seorang dayang yang sengaja diperintahkan Hu yong
siancu untuk me-nyambutnya telah memberi hormat seraya berkata.
"Silahkan hujin mengikuti
budak"
Habis berkata dia berjalan
keluar lebih dulu.
Pek Gwat go manggut-manggut
dan mengi-kuti dibelakangnya dengan kepala tertunduk sedang kedua orang
dayangnya mengikuti pula di paling belakang.
Berhubung Pek Gwat go adalah
pejabat Oh-cu dari Pek toh oh, maka baru saja keluar dari penyekat ruangan; Hu
yong siancu serta Lan See giok sekalian telah bangkit berdiri sambil menyambut
kedatangannya.
Pek Gwat go mencoba untuk
memperhati-kan sekeliling tempat itu, ia temukan anak buahnya si kakek
berpakaian kabung Ko Tongcu hadir pula di situ.
Maka sorot matanya pelan-pelan
dialihkan dari wajah naga sakti pembalik sungai, Siau thi gou, komandan Ciang.
Siau Cian, Si Cay soat dan akhirnya sampai di wajah Lan See giok--
Menyaksikan wajah Lan See giok
yang be-gitu tampan hatinya segera berdebar keras, sekali lagi ia tertunduk
dengan wajah merah padam, maka dengan mencoba menenangkan hatinya ia menuju ke
depan Hu yong siancu memberi hormat serta berkata merdu.
"Boanpwe Pek Gwat go lalu
menjumpai Cianpwe..."
"Lapor hujin� timbrung si kakek
berpa-kaian berkabung itu tiba-tiba. "dia tak lain adalah Hu yong siancu
Han lihiap yang pa-ling kau kagumi itu�
Pek Gwat go merasa terkejut
dan sekali lagi dia mendongakkan kepalanya sambil me-mandang sekejap wajah Hu
yong siancu de-ngan pandangan terkejut bercampur gembira tak tertahankan lagi
dia maju dua langkah ke depan sambil berseru girang,
"Boanpwe Pak Gwat go
sudah lama me-ngagumi nama locianpwe, sayang selama ini kami tak berjodoh untuk
saling bersua. hari ini boanpwe dapat bertemu dengan locianpwe di sini. sungguh
kejadian ini merupakan ke-beruntungan bagiku."
Selesai berkata, kembali dia
menyembah, si naga sakti pembalik sungai yang pertama tama tak mampu menahan
diri lagi, ia ter-tawa terbahak-bahak, menyusul kemudian orang-orang yang
berada di ruangan itupun ikut tertawa geli.
Dengan wajah memerah Hu-yong
siancu segera maju ke depan dan membangunkan Pek Gwat go dari atas tanah.
Selesai memberi hormat, Pek
Gwat-go me-mandang sekejap kearah semua orang de-ngan pandangan kebingungan. ia
tidak tahu apa sebabnya semua orang tertawa geli?
Sambil tertawa terbahak-bahak
Siau thi gou segera berkata.
"Perempuan muda. masa kau
belum tahu apa yang menyebabkan mereka tertawa geli? Mereka sedang menertawakan
karena kau sebut bibi sebagai Locianpwe pada hal bibi belum lagi tua!"
Mendengar ucapan tersebut. Pek
Gwat go menjadi paham.
Memang kalau dilihat dari
wajah Hu yong siancu yang begitu segar dan anggun, siapa pun tak berani
mengatakan bahwa perem-puan ini sudah tua,
Tapi semenjak sepuluh tahun
berselang sebelum ayahnya meninggal dia pernah ber-kata kalau berbicara soal
ilmu berenang tiada orang di dunia ini yang mampu menandingi Hu yong siancu,
waktu itu usianya baru dua tiga belas tahunan. dan baru sekarang dia dapat
bersua dengan tokoh wanita yang di-kaguminya itu.
Inilah sebabnya mengapa dia
memanggil locianpwe kepada perempuan tersebut.
Berpikir demikian, dengan
wajah merah dadu sekali lagi dia menundukkan kepalanya
Hu yong siancu tertawa riang,
segera tegurnya kepada Siau thi gou. sambil tertawa "Bibi sudah hampir
berusia empat puluh ta-hun. sudah sepantasnya kalau aku dianggap tua"
Gelak tertawa yang riang dan
gembira kembali bergema dalam ruangan itu.
Suara gelak tertawa ini
berkumandang sampai di luar ruang perahu dan didengar segenap pasukan perang
yang masih berha-dapan dengan tegang.
Kontan saja suasana tegang
yang mencekam sekitar situ seketika berubah menjadi suasana lega, damai dan kegembi-raan.
Hu yong siancu mempersilahkan
Pek Gwat go untuk mengambil tempat duduk, dayang pun datang menghidangkan air
teh.
Sambil mengelus jenggotnya, si
naga sakti pembalik sungai memperhatikan sekejap wajah Pek Gwat go, lalu
tanyanya dengan wajah tersenyum riang:
"Sekarang, harap si hujin
bercerita tentang pengalamanmu setelah terjun ke air. bagai-mana sih ceritanya
sehingga kau dapat ber-jumpa dengan babi sungai berbulu emas bermata merah yang
terkenal karena ganas nya itu?" �
Pak Gwat go tertawa jengah,
pertama tama dia memandang sekejap ke wajah tampan Lan See giok, kemudian
sambil memandang ke arah Hu yong siancu dan naga sakti pem-balik sungai
katanya.
"Kali ini boanpwe
benar-benar tak tahu diri telah menantang Lan pocu untuk berduel, sehingga
nyaris selembar jiwaku me-layang didalam sungai, sekarang terlebih dulu ingin
boanpwe sampaikan rasa terima kasih ku kepada Lan pocu atas budi pertolongan
yang telah diberikan"
Dia bangkit berdiri lalu
memberi hormat kepada Lan See giok. Buru-buru anak muda itu bangkit berdiri dan
menjawab sambil ter-tawa merendah.
"Harap hujin jangan
banyak adat kalau cuma urusan kecil mah tak perlu berterima kasih lagi"!
Sementara pembicaraan mereka
balas memberi hormat. bersama itu pula matanya melirik sekejap kearah Cay soat
dan Siau cian.
Menyaksikan sikap kedua orang
gadis itu tetap tenang dengan senyum dikulum, perasaan tak tenang yang semula
mencekam perasaannya kini hilang lenyap tak ber-bekas.
Setelah mengambil tempat
dudukb, Pek Gwat go bjaru bercerita lgebih jauh,
"Bbegitu terjun ke
sungai, boanpwe lang-sung menyelam ke dasar air, dengan harapan aku bisa
melangsungkan pertarungan mela-wan Lan pocu dibagian sungai yang terdalam. tapi
belum sampai tubuhku mencapai dasar sungai, Lan pocu sudah menyusul tiba
de-ngan kecepatan luar biasa.
Diam-diam boanpwe merasa
terkejut, sa-darlah aku bahwa ilmu berenang yang kumiliki masih selisih amat
jauh kalau di-bandingkan dengan Lan pocu. Terpaksa ku-balikkan badan sambil
menyambut dengan serangan pedang. tapi gerakan tubuh Lan pocu memang luar biasa
cepatnya. boanpwe yakin belum mencapai enam tujuh bagiannya.
Bisa jadi pakaian yang
dikenakan Lan pocu adalah sebuah pakaian mestika, selama berada didalam air
selalu memancarkan sinar yang tajam. ketika memantul terkena sinar perak dari
pakaian renang yang kukenakan maka terpancarlah sinar terang yang mem-buat
kedua belah pihak sama-sama dapat melihat keadaan masing-masing dengan
je-las".
Mungkin disebabkan pantulan
sinar yang memancar dari tubuh kami berdua serta gerakan tubuh Lan pocu yang
begitu hebat sehingga menimbulkan gejolak yang keras di dalam air, maka si babi
sungai yang bersem-bunyi di dasar air menjadi terpancing datang.
Semua orang tahu, babi sungai
berbulu emas bermata merah berusia paling tidak seratus tahun, dia paling ganas
dan bisa memakan daging sesamanya, tapi kali ini, sekaligus kami telah bertemu
dengan tiga ekor babi sungai berbulu emas..,"
Mendengar ada tiga ekor, paras
muka se-mua orang berubah hebat, dengan perasaan terkejut bercampur keheranan
mereka saling bertukar pandangan sekejap.
Pek Gwat go tertawa lembut,
menggunakan kesempatan ini dia melirik sekejap ke arah Lan See giok, kemudian
melanjutkan:
"Pertama tama yang
terkecil menerjang diriku lebih dulu, waktu itu aku masih belum merasakan
datangnya ancaman, masih un-tung Lan pocu segera datang menerjang sambil
melepaskan sebuah pukulan, segu-lung arus sungai yang kuat segera memen-talkan
babi sungai itu hingga terguling ke belakang:
Tampaknya serangan ini,
menimbulkan sifat ganas si babi sungai, bagaikan kalap binatang itu menyerang
Lan pocu habis habisan, tapi gerakan tubuh Lan pocu pun sangat cepat, dalam
sekali kelebatan saja tubuhnya sudah blenyap, maka bajbi sungai itupugn
menyerang boabnpwe sebagai tempat pelampiasan.
Boanpwe sadar, gerakan tubuhku
tidak se-cepat gerakan si babi sungai itu, untung saja Lan pocu datang lagi
dengan cepat saat ia menarik tubuh boanpwe sambil melepaskan sentilan jari ke
dua mata babi sungai itu segera terkena serangan.
Pada saat inilah babi sungai
berbulu emas yang agak besar datang menyergap dari dasar sungai, boanpwe yang
menjumpai Lan pocu sama sekali tidak bersenjata, maka kuserahkan pedang yang
ada di tangan kiri ku padanya..."
Mendengar sampai di situ, Cay
soat yang diam-diam merasa amat cemburu itu sengaja menggoda:
"Waaah kalau begitu Lan
pocu merangkul pinggangmu terus sambil berenang?"
Merah padam selembar wajah Pek
Gwat go, dia melirik sekejap kearah Si Cay soat dan Siau cian, sadar bahwa
kedua orang gadis ini pasti mempunyai hubungan asmara dengan Lan pocu yang
tampan, dia tertawa. Entah mengapa, terbayang akan persoalan ini, segera timbul
pula perasaan cemburu dari hatinya, tapi teringat kembali La See giok adalah
tuan penolongnya, maka sambil menggeleng dia menjawab agak malu
"Tidak, kulemparkan
pedang tersebut ke pada Lan pocu!"
Sementara itu paras muka Lan
See giok berubah menjadi merah dengan pikiran serta perasaan yang sangat kalut,
namun ketika mendengar jawaban, dari Pek Gwat go sangat tepat dan tidak
mengungkap bahwa dia ber-tarung melawan babi sungai itu sambil me-rangkul
pinggangnya, maka cepat-cepat diapun menimpali: "Benar, benar pedang
tersebut dia lemparkan kepadaku"."
Si Cay soat dan Siau cian
memandang se-kejap wajah Pek Gwat go dan See giok yang tersipu sipu, segera timbul
perasaan tidak percaya didalam hatinya, dengan sorot mata penuh peringatan
mereka berdua meman-dang sekejap ke arah Lan See giok, sebenar-nya hendak
mengucapkan sesuatu, tapi Hu yong siancu telah keburu menegur sambil tersenyum:
"Anak Cian, kalian berdua
jangan menim-brung dulu. dengarkan sampai Si hujin sele-sai bercerita."
Walaupun Si Cay soat melihat
bibinya cuma melarang Siau cian banyak bicara, na-mun biarpun dia merasa tak
senang hati ter-hadap Pek Gwat go, hal inipun tak berani di-utarakan secara
berterus terangr.
Kembali Pekz Gwat go
mengerwling sekejap kerarah Lan See giok, kemudian meneruskan:
"Oleh karena boanpwe
merasa tegang, di-tambah pula tak mampu berganti napas di dalam air, terpaksa
berulang kali aku musti muncul di atas permukaan air untuk ber-ganti napas
kemudian menyelam lagi, belum sampai di dasar sungai, Lan pocu telah ber-hasil
membunuh si babi sungai yang telah dibikin buta matanya itu, berhubung gerakan
tubuh Lan pocu sangat cepat, untuk bebe-rapa saat sulit bagi boanpwe untuk
melihat jelas posisi yang sebenar nya dari Lan pocu, pada saat itulah seekor
babi sungai datang menerjang lagi, dalam kejutnya sekali lagi boanpwe munculkan
diri di atas permukaan air.
Boanpwe sama sekali tidak
melihat Lan pocu naik ke permukaan, maka dengan perasaan tak lega, kembali aku
menyelam ke dasar sungai...:." ,
Siau thi gou yang duduk di
sudut ruangan mendadak tertawa terbahak bahak, kemu-dian ujarnya polos.
"Haahh... haahhh...
haaahhh.... perempuan muda, kau kuatirkan keselamatan engkoh Giok, engkoh Giok
juga menguatirkan kese-lamatanmu, baru saja kau turun ternyata engkoh Giok
sudah naik ke atas menca-rimu..."
Tidak sampai Siau thi gou
menyelesaikan kata katanya, naga sakti pembalik sungai telah melotot sambil
pura-pura marah.
"Apa itu perempuan muda,
perempuan muda kau mesti panggil Si hujin kepadanya."
Siau thi gou yang kena ditegur
nampak agak tertegun, tapi ia segera membantah:
"Tapi perempuan muda kan
nyonya muda, nyonya muda sama pula sebagai perempuan muda!"
Naga sakti pembalik sungai
yang dibantah dengan kata-kata itu kontan saja hanya bisa melototkan matanya
sambil menggelengkan kepala berulang kali.
Seluruh isi ruangan, kecuali
Pek Gwat go dan Lan See giok yang tersenyum dengan wajah jengah, lainnya tak
bisa menahan diri lagi sehingga tertawa terbahak bahak.
Hu yong siancu menunggu sampai
suara tertawa semua orang mereda., kemudian baru ujarnya kepada Pek Gwat go:
Harap Si hujin bercerita lebih
jauh."
Dengan senyum malu Pek Gwat
go, mengi-akan, lalu berkata kembali dengan suara lembut.
"Ketika boanpwe menyelam
lagi ke dasar sungai, kujumpai babi sungai tersebut masih juga berenang. Di
sekitar sana, dengan perasaan kaget boanpwe bersiap siap hendak naik ke atas
permukaan air lagi, tiba-tiba dari belakang tubuhku, terdengar datang arus air,
pada mulanya boanpwe mengira Lan pocu yang telah berenang mendekat ....
Setelah berpaling, baru
kujumpai ada se-ekor babi sungai yang sangat besar telah mendekati tubuhku,
boanpwe terkejut sekali sambil membalikkan badan kutusuk bina-tang itu
keras-keras, tapi kulit tubuh babi sungai itu tebal lagi kuat, biarpun tertusuk
namun lama sekali tidak terluka atau mati."
Pada saat itulah, secepat
kilat binatang itu menyambar datang .... ehmm.... ehmm apa yang terjadi
kemudian sama sekali tak kuketahui lagi."
Ketika berbicara sampai di
sini, wajahnya berubah menjadi merah padam sampai ke telinga, setelah
menggelengkan kepalanya berulang kali ia tertunduk rendah-rendah,
Semua orang tahu Pek Gwat go
merasa malu untuk bercerita lebih jauh, maka semua orangpun tidak bertanya lagi
bagaimana See giok menolongnya waktu itu.
Ko tongcu atau si kakek
berpakaian berka-bung itu adalah, seorang yang berpengala-man luas, dia tahu
kalau pemimpinnya berada dalam posisi terpojok, maka sambil meman-dang ke arah
Pek Gwat go segera tim-brungnya
Hujin, waktu itu Hu yong
siaucu Han lihiap, telah merasakan bahwa kalian bertemu dengan bahaya di bawah
air sana, beliau segera terjun ke air untuk menolong kalian."
Mendengar perkataan tersebut,
Pek Gwat go segera bangkit berdiri dan mengucapkan terima kasih kepada Hu yong
siancu.
Tiba-tiba terdengar Siau Thi
gou berseru keras:
"Nyonya muda telah
selesai berbcerita, sekaranjg harus gilirang engkoh Giok, ybang menceritakan
pengalamannya."
Mendengar seruan ini, serentak
semua orang berpaling ke arah Lan See giok, Pek Gwat go juga berpaling ke wajah
See giok dengan wajah gelisah, dia seperti kuatir-sekali kalau pemuda itu
mengungkap-kan beberapa, adegan mesra yang mereka lakukan di dalam air ......
Merah dadu selembar wajah Lan
See giok, dia segera bangkit dari tempat duduknya, kemudian memandang sekejap
ke arah Pek Gwat go yang sedang memandang ke arahnya dengan gelisah itu.
Setelah memandang pula wajah
semua orang yang berada dalam ruangan, katanya sambil tersenyum:
"Semua peristiwa telah
diceritakan oleh Si hujin...
"Tidak bisa, engkoh Giok
harus bercerita" seru Siau thi go dan Cay soat hampir bersa-maan waktunya.
Lan See giok segera mengangguk
berulang kali, dengan tenang dia menyahut sambil tertawa:
"Baik, baik, aku akan
bercerita..."
Pertama tama dia memandang
sekejap ke arah Hu yong siancu dengan sorot mata mohon bantuan, kemudian ia
baru meneruskan:
"Jika aku harus
menambahkan maka hanya ada satu hal saja, yaitu ilmu berenang dari Si hujin
memang lihay sekali, permainan pedangnya di dalam air secepat sambaran kilat,
gerakan tubuhnya juga cepat sekali..."
Cay soat dan Siau cian yang
menyaksikan Lan See giok serta Pek Gwat go selalu berbi-cara saling memuji,
tanpa terasa berkobar kembali rasa cemburu di hati mereka.
Tapi menyaksikan Hu yong
siancu me-ngangguk berulang kali, kemudian merasa juga kalau Hu yong siancu
telah terjun pula ke air, siapa tahu kalau memang begitulah keadaannya-.?
Tapi Cay soat yang binal tak
tertahan kan lagi segera menimbrung dengan suara dingin:
"Selain itu?"
Padahal Lan See giok sudah
tabu kalau kedua orang kekasihnya menunjukkan wajah tak senang hati semenjak
tadi, sambil tersenyum dia lantas menjawab:
"Selain itu aku gagal
untuk mebnangkap seekor jbabi sungai yangg hidup untuk dbiberi-kan kepada adik
Gou!"
Mendengar ucapan ini, kembali
semua orang tertawa.
Dalam gelak tertawa tersebut,
ada yang benar-benar tertawa ada pula yang tertawa biasa, tapi suasana di
seluruh ruang perahu itu diliputi suasana tertawa.
Hu yong siancu amat sayang
kepada Lan See giok, kuatir putrinya membuat ulah lagi maka diapun berkata
kemudian sambil ter-tawa:
"Pepatah bilang: Tidak
bertarung tidak akan mengenal. Setelah mengalami peristiwa itu hubungan antara
Wi lim poo dengan Pek toh oh pun semakin bersahabat, semoga se-jak kini
masing-masing pihak dapat melaku-kan kerja sama yang lebih akrab, bersama sama
membasmi kaum durjana dan melindungi kaum rakyat kecil, inilah per-buatan mulia
yang sangat diharapkan setiap manusia.`
Pek Gwat go buru-buru
mengiakan sambil memberi hormat, menyusul kemudian Ko tongcu juga mendukung
ucapan tersebut.
Naga sakti pembalik sungai
memandang sekejap pasukan kapal perang di luar jendela serta matahari yang
sudah jauh tinggi di angkasa, lalu sambil mengelus jenggotnya tersenyum ia
berkata.
"Kini hari sudah siang,
perahupun kitapun sudah kelewat lama berhenti disini, mari kita meneruskan
perjalanan sambil berbincang bincang ....."
Komandan Ciang dari pasukan
naga per-kasa segera mohon diri kepada Hu yong siancu dan Lan See giok,
kemudian buru-buru keluar dari ruang perahu.
Biarpun Pek Gwat go tahu bahwa
perja-lanan harus dilanjutkan, tapi dia merasa be-rat hati untuk mohon diri
dengan begitu saja, kepada Hu yong siancu segera ujarnya de-ngan hormat:
"Boanpwe merasa kagum
sekali atas tujuan kepergian cianpwe serta Lan pocu menuju ke pulau Wan san
untuk melenyapkan ketiga pembawa bibit bencana itu dari muka bumi, apabila
cianpwe tidak menampik, boanpwe bersedia mendukung usaha ini dengan
menggabungkan ke tujuh puluh buah kapal perang kami serta seribu orang anggota
perkumpulan kami untuk bersama sama berangkat ke pulau tersebut."
Dengan senyum dikulum Hu yong
siancu manggut-manggut, dia melirik sekejap ke arah Cay soat dan Siau cian,
rdilihatnya parazs muka kedua orwang ini telah brerkerut ken-cang, memahami
perasaan putrinya maka diapun berkata:
"Walaupun didalam
perjalanan kami hal ini mempunyai beban yang cukup berat, namun pihak Wi lim
Poo pun mempunyai ratusan buah kapal perang dan dua ribu anggota, di-tambah
lagi dengan bantuan ke empat ko-mandan serta Thio lo enghiong, aku pikir
ke-kuatan kami sudah cukup untuk mengha-dapi lawan."
Ko tongcu segera berkata pula:
"Melenyapkan bencana dari
muka bumi merupakan kebahagiaan bagi umat persila-tan setiap orang merasa
berkewajiban untuk turut mendermakan kemampuannya untuk berbuat begitu, pihak
kami sangat bersedia mendukung usaha seperti ini."
Kembali Hu Yong siancu
tersenyum.
"Kesempatan yang akan
kita jumpai se-lanjutnya masih amat banyak, aku pikir tak usah terlalu tergesa
gesa dalam suatu saat, sebab bila kapal dan anggota yang kita serta-kan dalam
perjalanan kali ini terlampau be-sar, ini berarti suatu pemborosan yang tak
berguna, apa lagi setelah ke pulau Wan san, mungkin kami akan pergi ke Hay lam
lebih dulu, dengan persiapan yang kurang sem-purna, rombongan kalian akan
menemukan pelbagai masalah besar..."
Pek Gwat go dan Ko tongcu Yang
mende-ngar ucapan tersebut segera manggut-mang-gut membenarkan, karenanya
mereka pun tidak bersikeras lebih jauh.
Pek Gwat go segera bangkit
berdiri dan berkata:
"Kalau memang begitu,
boanpwe ingin mohon diri lebih dulu, semoga usaha cianpwe sekalian sukses dan
berhasil serta cepat-ce-pat kembali ke daratan, saat itu boanpwe pasti akan
berkunjung sendiri ke Wi lim poo untuk menyampaikan selamat kepada
cian-pwe."
Melihat Pek Gwat go ada maksud
untuk meninggalkan tempat itu, serentak Hu yong siancu sekalian bangkit
berdiri.
Sambil tersenyum Hu yong
siancu segera berkata:
"Ucapan selamat sih tak
usah, tapi setiap saat kami akan menyambut kedatanganmu di Wi lim poo untuk
menginap selama berapa hari di sana."
Melihat ada kesempatan baik,
satu ingatan segera melintas dalam benak Pek Gwat go, sahutnya sambil
tersenyum:
"Sampai waktunya aku
pasti akan datang berkunjung.." Sembari berkata, semua orang segera
beranjak menuju keluar pintu untuk mengantar Pek Gwat go dan kakek berbaju
berkabung itu.
Dalam pada itu, perahu komando
dari Pek toh oh cuma berlabuh empat kaki dari perahu keraton, sedangkan
perahu-perahu yang lain sudah mundur sejauh beberapa li di sisi sungai, suasana
pertarungan sudah tidak nampak lagi.
Sekali lagi Pek Gwat go dan
kakek berbaju putih itu memberi hormat kepada Hu yong siancu sekalian, kemudian
setelah saling menyampaikan kata-kata perpisahan, mereka baru kembali ke
perahunya.
Jangkar segera dinaikkan dan
berangkat-lah kapal tersebut meneruskan perjalanan-nya kembali ke Pek toh oh.
Hu yong siancu dan Lan gee
giok sekalian berdiri di ujung geladak sampai Pek Gwat go sekalian jauh
meninggalkan tempat itu, ke-mudian mereka baru kembali ke dalam ru-angan.
Perintah untuk berangkat
segera diturun-kan dan berangkatlah, rombongan kapal pe-rang itu meneruskan
perjalanan kembali.
Pada hari kelima mereka telah
tiba di kota Kim leng.
ooo0ooo
BAB 36
BEBERAPA hari kemudian ....
Rombongan kapal perang dari Wi lim poo telah keluar dari kota Go siong dan kini
memasuki lautan timur menuju ke selat Hiang ciu ....
Dengan masuknya rombongan
kapal itu ke samudra luas, semua orangpun merasakan hatinya lega.
Tapi semakin mendekati selat
Hbang ciu, pikirajn dan perasaan gHu yong siancu bserta si naga Sakti pembalik
sungai justru merasa makin risau dan tidak tenang.
Selama ini Lan See giok selalu
mempergiat latihannya untuk memecahkan inti sari ilmu pedang Tay lo kiu thian
kiam hoat serta Pwee yap sam ciang.
Sejak belajar kedua macam ilmu
tersebut hingga kini belum pernah ia pergunakan ke dua macam ilmu tersebut
untuk menghadapi musuh musuhnya.
Sekarang, musuh tangguh sudah
makin mendekatinya, tiga manusia aneh dari luar lautan, tiga tokoh persilatan
yang angkat nama bersama sama gurunya To Seng cu, dapat dibayangkan kepandaian
silat mereka tentu hampir berimbang dengan gurunya. Kini dia harus mulai
mempersiapkan diri dengan rencana perlawanannya melawan ke tiga manusia
tersebut seorang diri, sebab ia tak dapat mengharapkan bantuan dari Hu yong
siancu maupun naga sakti pembalik sungai, sekalipun ke dua orang itu bekerja
samapun belum tentu mampu menandingi lawan lawannya
Ia dapat membayangkan pula,
walaupun ketiga manusia aneh dari luar lautan mem-punyai kedudukan yang amat
tinggi, namun bila mereka sudah berada dalam keadaan terancam nama baik serta
jiwanya, ketiga manusia tersebut niscaya akan mempergu-nakan segala macam tipu
daya yang licik untuk menghabisi nyawanya.
Akhirnya dia pun berhasil
mendapatkan sebuah rencana yang baik dan sempurna, dia hendak sekaligus
menghabisi nyawa ketiga manusia aneh tersebut.
Dipihak lain Si Cay soat dan
Siau cian setiap hari mempelajari ilmu pedang Tong kong kiam hoat, mereka berdua
sudah mulai merasakan kegelisahan dari Hu yong siancu serta Si naga Sakti
pembalik sungai ....
Sebab tiga manusia aneh dari
luar lautan itu bukan cuma seorang tokoh sakti saja dari dunia persilatan,
melainkan mereka benar-benar adalah gembong iblis yang ditakuti dan disegani
setiap orang.
Siau thi gou yang melihat
engkoh Giok dan kedua cicinya berlatih diri setiap hari secara tekun tanpa
menggubrisnya lagi, dia sendiri-pun tak mau menunjukkan kelemahan di dalam
ruang perahu dia berpikir sebentar seorang diri, kemudian berlarian ke luar.
Begitu tiba di luar kapal,
tanpa menghenti-kan gerakan tubuhnya sepasang tangan mu-lai digerakkan kian
kemari memainkban dela-pan jurjus ilmu naga dagn harimau nya... b
Angin pukulan yang menderu
deru mem-buat para pengawal diatas perahu tersebut sama-sama menghindarkan diri
jauh-jauh, ketika perahu itu berlayar setengah hari lagi, dari pihak kapal
pelopor diterima kabar bahwa pasukan paling depan sudah men-jumpai rangkaian
kepulauan Wan san.
Maka si kepala regu pengawal
kapalpun menyampaikan kabar ini kepada dayang dan kacung yang ditugaskan
menjaga pintu rua-ngan:
"Adik cilik berdua,
tolong sampaikan kepada pocu, katakan bahwa pulau Wan san telah kelihatan di
depan sana."
Siau thi gou yang sedang duduk
termenung di kursi kontan melompat bangun setelah mendengar ucapan itu, belum
sampai kedua orang dayang dan kacung itu menjawab, dia sudah berlarian menuju
ke dalam ruangan sambil berteriak keras:
"Bibi Wan, Thio loko,
cici berdua, engkoh Giok, pulau Wan san telah di depan mata."
Begitu siau thi gou berteriak,
Hu yong siancu sekalian segera berlarian keluar dari dalam ruang kapal.
Dengan kening berkerut naga
sakti pemba-lik sungai Thio Lo enghiong bertanya sambil menatap Thi gou
lekat-lekat:
"Kau sudah melihatnya sendiri?"
Siau thi gou yang sedang
gembira jadi tertegun dibuatnya, setelah ragu sejenak, katanya kemudian:
"Kepala regu pasukan
pengawal yang ber-kata begini, katanya pulau Wan san sudah kelihatan."
"Oooh, mungkin pasukan
pelopor telah menangkap bayangan pulau, kalau begitu mari kita bersiap
sedia," seru Hu yang siancu sambil tersenyum.
Kemudian kepada Siau cian
katanya lagi:
"Anak Cian. . pergilah ke
kamarku dan ambillah kamus yang kusimpan di situ."
Siau cian mengiakan dan
bersama Cay soat segera beranjak pergi dari situ.
Hu yang siancu dan Lan See
giok bersama sama menuju ke luar geladak, ketika me-mandang ke depan situ,
tampak ombak samudra menggulung bagaikan bukit, kapal-kapal perang yang berada
di sayapr kiri dan kananz masih terombanwg ambing dimainrkan ombak.
Kapal perang yang kelihatan
begitu besar sewaktu ada di telaga, kini nampak begitu kecil seperti sebuah
sampan saja.
Biar ombak besar, udara waktu
itu amat cerah, di bawah sinar matahari yang terang benderang, air laut yang
berwarna hijau me-mecahkan buih putih di sisi kapal.
Dari celah-celah pasukan
pelopor yang bergerak di depan sana, lamat-lamat tampak beberapa titik bayangan
hitam muncul di ujung langit sana.
Kepada si kepala regu
pasukan-pasukan yang berdiri tak jauh di situ, Hu yong siancu segera berkata:
"Harap kau melepaskan
kode rahasia dan memberitahukan kepada semua kapal agar menghentikan
perjalanan, lalu undang ke empat komandan kapal agar berkumpul se-mua di sini
untuk menunggu petunjuk
selanjutnya;"
Kepala regu itu mengiakan dan
buru-buru berlalu dari situ...
Dalam pada itu Siau cian dan
Cay soat te-lah muncul sambil membawa kamus peta laut yang dimaksud.
Hu yong siancu menerima kamus
peta laut itu dan bersama sama Lan See giok sekalian masuk kembali ke dalam
ruangan, kemudian bersama Naga sakti pembalik sungai sekalian mereka mulai
merundingkan rencana pengepungan.
Berdasarkan hasil penyelidikan
yang per-nah dilakukan naga sakti pembalik sungai setengah tahun berselang,
lalu dicocokkan dengan kamus peta laut dan diambil kesim-pulan, mereka menarik
kesimpulan bahwa Wan san popo pasti berdiam di pulau terbe-sar yang berada
dibagian tengah menghadap timur laut.
Pulau ini jarang ada
penghuninya, kalau toh ada mereka adalah dayang atau murid serta cucu murid Wan
san popo.
Hasil kesimpulan tersebut, Hu
yong siancu dan naga sakti pembalik sungai menentukan beberapa hal yang penting
untuk disampai-kan kepada para anggota rombongan.
Setengah jam kemudian ke empat
koman-dan kapal telah muncul diatas perahu kera-ton disertai kapten kapal
masing-masing.
Lan See giok segera
membeberkan rencana yang telah disusun oleh Hu yong siancu dan naga sakti
pembalik sungai itu kepada semua orang, kemudian mengatur pula pengepu-ngan
yang khusus terhadap beberapa buah pulau yang dianggap rawan.
Selesai pengumuman, semua
orang kem-bali ke kapal masing-masing untuk melaksa-nakan rencana, malamnya
lentera dipasang untuk memudahkan pengenalan.
Sepeninggal ke empat komandan
kapal perang serta anak buahnya, Lan See giok sekalian kembali melakukan
perundingan baru, sebab untuk menjelajahi kepulauan ini paling tidak mereka
membutuhkan waktu sampai setengah bulan lamanya.
Akhirnya ditetapkan mereka
akan mencari Wan San popo bersama sama, dengan demikian, bukan saja jumlah
anggota mereka jadi banyak, di samping itupun dapat saling jaga menjaga dan
bantu membantu.
Dan untuk menghindari
pencarian yang tak beraturan atas ketiga manusia aneh dari luar lautan,
merekapun memutuskan untuk menantang gembong iblis itu secara terbuka, dengan
demikian mereka tak usah kuatir gembong-gembong iblis tersebut melarikan diri
dari situ.
Malampun semakin kelam, angin
laut ber-hembus makin kencang, perahu yang di-mainkan ombak bergoyang tiada
hentinya kesana kemari ....
Hu yong siancu dan Lan See
giok sekalian berdiri di ujung geladak sambil memperhati-kan suasana di sekitar
sana. kini ratusan kapal perang mereka telah mengepung selu-ruh kepulauan Wan
san, kini tinggal sebuah pulau lagi di bagian timur sana sedang dila-kukan
pengepungan.
Berhubung cahaya lentera yang
terang benderang di setiap perahu, maka posisi setiap kapal perang yang me
lakukan pengepungan itu dapat terlihat dengan jelas sekali.
Kepulauan Wan san berada dalam
keadaan gelap gulita, tak nampak setitik sinar, tak nampak pula suatu gerakan,
selain suara ombak yang memecah di pantai, tak kede-ngaran lagi suara yang
lain.
Sementara itu kabut tebal
menybelimuti angkasaj, langit tak begrsinar dan tak bberbin-tang, suara
terompet dibunyikan secara lamat-lamat dari kapal-kapal perang itu, ke semuanya
menambah seramnya suasana.
Menjelang kentongan pertama,
semua ka-pal perang telah mengepung pulau Wan San rapat-rapat, ke empat
komandan pun sudah menaikkan lenteranya sebagai laporan bahwa segala sesuatunya
telah beres...
Lan See giok, Si Cay soat dan Siau
thi gou memperhatikan kepulauan berbentuk aneh yang berada di kejauhan dengan
perasaan yang amat gelisah, mereka tak tahu apakah To Seng cu berada di pulau
tersebut.
begitu banyak pulau yang
berada di situ, bila ingin melakukan penggeledahan jelas tempat yang dipakai
untuk menyekap guru-nya tidak mudah ditemukan."
Lan See giok yang berpendapat
bahwa se-mua pulau telah dikepung oleh kapal pe-rang, mengapa mereka harus
menunggu lagi sampai hari esok...?
Tapi tiga buah pulau yang
berada di bagian tengah begitu gelap dan sepi, sedemikian se-pinya sehingga
mencurigakan orang, dia tak percaya tiga manusia aneh dari luar lautan itu
tidak melihat kehadiran ratusan buah ka-pal perang yang terang benderang itu.
Pertama tama Si Cay soat yang
menyata-kan kekuatiran lebih dulu, ujarnya:
"Bila kita memutuskan
akan menantang secara terbuka, setiap saat kan kita bisa mendarat dan
meneruskan perjalanan sambil menyalakan obor? Aku tak kuatir pihak la-wan tak
akan muncul untuk menghadang perjalanan kita, asal ada seorang saja yang
munculkan diri, aku yakin tidak sulit untuk mengetahui bagaimana keadaan suhu
bela-kangan ini."
Lan See giok sendiripun sedang
berpikir demikian, maka ia segera mendukung usul tersebut.
Hu yong siancu pun merasa usul
tersebut-pun masuk diakal, maka sahutnya kemudian sambil mengangguk:
"Kalau memang begitu,
mari kita berangkat sekarang juga!""
Lan See giok sudah tak mampu
menahan diri lagi, kepada dua orang pengawal di alat pemanah, ia segera
berteriak:
"Siapkan sampan
cepat!"-
Begitu perintah diturunkan
segera terjadi kesibukan diatas perahu tersebut untuk menurunkan sebuah sampan.
Kemudian Lan bSee giok
memerijntahkan pula kagcung cilik untubk menyiapkan bebe-rapa buah obor yang
diserahkan kepada Siau thi gou, kemudian menerangkan pula berba-gai tanda
rahasia untuk berhubungan, de-ngan kapal lain kepada Siau cian dan Cay soat.
setelah itu mereka baru turun ke sam-pan.
Dengan didayung oleh Siau cian
serta Cay soat, berangkatlah mereka menuju ke pulau besar yang berada di
sebelah barat.
Tapi berhubung ombak sangat
besar, sam-pan itu tak berani bergerak terlalu cepat, ter-utama sekali setelah
melewati kepungan ka-pal-kapal perang.
Dengan cepat mereka bergerak
mendekati pulau dengan batu karang yang terbesar di mana-mana itu.
Dalam pada itu semua orang
yang berada diatas kapal perang telah mempersiapkan diri secara ketat, semuanya
berada di depan alat pemanah otomatis sambil mengawasi gerak gerik sekeliling
tempat itu, ada pula yang memperhatikan sekitar permukaan laut, kuatir ada anak
buah dari ke tiga manusia aneh yang menyusup datang .....
Setelah melalui batuan karang
yang besar, sampan itu mengikuti arus laut meluncur lebih ke depan.
Waktu itu angin kencang dan
ombak besar, arus laut sangat deras, dalam keadaan begini sampan sukar
dikendalikan, andaikata Cay soat dan Siau cian tidak cekatan, hampir saja
sampan mereka tenggelam tersapu ombak.
Agar ke empat komandan serta
kapal-kapal perang lainnya mengetahui posisi sampan kecil itu, naga sakti
pembalik sungai me-merintahkan kepada Siau thi gou untuk menyulut sebuah obor
dan digenggam dita-ngan.
Tak lama kemudian mereka sudah
me-nembusi pulau-pulau kecil berkarang dan akhirnya mendekati pulau besar di
sebelah barat, tapi suasana di atas pulau tersebut masih tetap hening dan tak
kedengaran sedikit suara pun.
Lan See giok mencoba untuk
memperhati-kan suasana di pulau tersebut, ternyata po-hon dan semak belukar
tumbuh amat lebat di situ, tiada suatu gerakan yang mencuriga-kan di situ
kecuali suara ombak dan angin yang menggoyangkan pepohonan.
Menyaksikan halr ini Hu yong
sizancu segera berwkerut kening, lralu kepada naga sakti pem-balik sungai
tanyanya ""Lo enghiong, sete-ngah tahun berselang apakah kaupun
mela-kukan pemeriksaan atas pulau ini?"
Naga sakti pembalik sungai
segera me-ngangguk. "Ya, sudah kuperiksa dengan sek-sama, beberapa li dari
tempat ini terdapat tujuh delapan buah rumah gubuk, selain itu tidak nampak
bangunan lain."
"Sudahkah Thio loko
menyelidiki siapa-siapa saja yang berdiam dirumah gubuk itu?"" sela
Lan See giok.
Naga sakti pembalik sungai
termenung se-jenak, kemudian baru menjawab:
"Menurut hasil
penyelidikanku setelah melakukan pengintaian selama lima hari, pulau ini cuma
dihuni belasan orang lelaki dan perempuan, bila dilihat dari gerakan tubuh
serta dandanan mereka, mirip sekali dengan dayang dan kacung, tidak mirip
se-orang tuan rumah, sehari harinya mereka jarang sekali masuk keluar, paling
banter mereka hanya berhenti di depan gedung pa-ling besar yang berada di
paling belakang, atau mengirim makanan dan minuman ...."
"Menurut pengamatan Thio
loko, mungkin kah tempat tersebut merupakan rumah kediaman Wan san popo?"
sela Si Cay soat.
Naga sakti pembalik sungai
segera meng-geleng.
"Mungkin bukan, sebab di
pulau besar bagian tenggara sana terdapat bangunan seperti keraton yang dihuni
banyak pelayan, bangunan perkampungan itu besarnya bebe-rapa kali lipat, karena
itulah kusimpulkan Wan san popo berdiam di pulau tersebut."
Lan See giok termenung dan
berpikir seje-nak, kemudian katanya:
"Kalau memang begitu,
lebih baik secara langsung kita pergi ke pulau itu saja ....
Belum selesai dia berkata,
dari balik pulau itu kedengaran suara pekikan panjang yang amat nyaring bergema
memecahkan keheni-ngan, suara itu meski cuma lamat-lamat na-mun kedengarannya
luar biasa ......
Lan See giok sekalian merasa
amat terkejut suara pekikan itu tinggi melengking dan tidak seperti jagoan
biasa didengar dari nada suaranya, orang yang memperdengarkan suara pekikan
tersebut tentulah seorang pe-rempuan,
(Bersambung ke Bagian 47)