Anak Harimau Bagian 37

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 37

Bagian 37

Dengan pandangan mata yang tajam mereka berdua memperhatikan sekejap seke-liling tempat itu. setelah yakin tiada, sesuatu tempat yang mencurigakan. mereka baru melompat ke udara dan melayang masuk ke balik gedung dengan melompati pagar pekarangan

Sebuah halaman seluas tujuh kaki ter-bentang dibalik pagar pekarangan, di sisi dinding berdiri rak-rak bunga yang tumbuh aneka warna, sedangkan dibagian tengah terdapat sebuah lorong yang menghubungi ruang gedung

Dengan menarik tangan Siau-cian, Lan See giok mengikuti petunjuk dari Oh Li-cu me-ngitari ruang samping dan langsung menuju ke halaman belakang.

Di halaman belakang terdapat sebuah be-randa. dari situ susah melihat keluar sehing-ga suasananya amat gelap, hampir boleh di-bilang tak nampak sesuatu apapun di situ.

Tapi hal semacam ini tidak menyulitkan Lan See giok maupun Siau cian, dengan ketajaman mata mereka biar gelap pun mereka dapat melihat segala sesuatunya seperti melihat disiang hari bolong saja.

Untuk berjaga jaga terhadap sesuatu yang tidak diinginkan. diam diam Lan See giok menghimpun tenaga dalamnya ke dalam le-ngan, kemudian diikuti Siau cian mereka melompat masuk ke dalam gedung dengan langkah yang sangat berhati hati.

Mereka mencoba untuk memasang telinga serta memperhatikan suasana di seputar situ, namun suasana hening dan tak kede-ngaran sedikit suara pun---

Mendadak Siau cian menjawil lengan anak muda itu, dengan perasaan tergerak Lan See giok berpaling, ia segera menjumpai gadis tersebut sedang menuding ke arah jendela depan sebelah kiri dengan hati-hati.

Jendela sebelah kiri itu dalam keadaan ter-buka, yang membuat Lan See giok curiga adalah jendela kiri itu hingga kini masih tetap berada dalam keadaan terbuka walau-pun peristiwa Thio wi-kang memasuki gedung tersebut sudah hampir setahun lamanya. apa gerangan yang terjadi?

Kalau ditinjau dari keadaan tersebut, su-dah jelas tiada orang yang berani memasuki gedung tersebut lagi, tapi-.- bukan kah se-malam Oh Li cu dan Be congkoan telah mela-kukan pemeriksaan kemari? Apa kah mereka lupa menutupnya kembali?

Berpikir sampai di situ. satu ingatan kem-bali melintas di dalam benaknya, iapun ber-bisik kepada Siau cian,

"Enci Cian--"!

Dihembus udara panas dari anak muda tersebut, apalagi telinganya tersentuh bibir yang panas, Siau cian merasakan timbulnya rasa hangat yang menjalar hingga ke lubuk hatinya, dengan wajah memerah dia menggo-sok telinga sendiri seraya menyahut.

"Ada apa--?"

Memandang wajah Siau cian yang begitu cantik, hampir saja Lan See-giok tak mam-pu mengendalikan diri. tapi untung dia masih teringat akan keadaan, sambil menenangkan kembali pikirannya, sekali lagi dia berbisik.

"Agaknya di dalam ruangan ada orangnya"

Walaupun Siau-cian juga sempat menaruh, curiga bahwa di dalam ruangan terdapat orang, tapi benarkah ada orang ia tak bisa memastikan. Selain itu diapun tak berani mengemukakan keluar kuatir ditertawakan pemuda tersebut.

Sekarang, setelah mendengar perkataan dari pemuda itu, dia baru mengangguk tanda setuju dan pelan-pelan berjalan mende-kati jendela tersebut.

Setelah tiba di sisi jendela dan memeriksa keadaan di seputar situ. paras mukanya berubah hebat dan cepat-cepat bersembunyi di balik jendela, bisiknya kemudian.

"Jendela ini bersih dan tak nampak debu yang menempel, ini menandakan kalau ada orang yang sering masuk keluar melalui jendela ini, perduli dalam ruangan ada orang nya atau tidak. kita wajib meningkatkan ke-waspadaan kita!"

Lan See giok mengangguk berulangkali dan kembali memperhatikan jendela itu sekejap, lalu setelah menghimpun tenaga dalamnya ke ujung jari, pelan-pelan ia mendongkel jendela tadi.

Setelah terbuka lebar. dia semakin terke-jut. rupanya diatas dinding terdapat se buah pintu kecil. sebuah anak tangga menghu-bungkan pintu tadi melalui meja dan menuju ke dasar tanah.

Dengan perasaan terkejut mereka berdua saling berpandangan sekejap, mereka seperti hendak bilang. sama sekali tak disangka dalam kamar tidur Oh Tin san suami istri ternyata masih terdapat ruang rahasia.

Teringat akan Oh Tin san. berkobar kem-bali napsu membunuh di dalam dada Lan See giok. dia segera mendorong pintu jendela dan melayang masuk ke dalam ruangan.

Dengan perasaan terkejut Siau Cian segera menyusul dibelakangnya dan mengawasi sekeliling tempat itu dengan penuh perha-tian, ditemukan pada ujung pintu -kamar terdapat sebuah gembokan kunci yang besar, jelas tak mungkin ada orang yang memasuki ruangan tersebut .....

Sedang Lan See giok telah menaiki anak tangga dan menerjang kearah pintu rahasia diatas dinding.

Siau cian kuatir terjadi sesuatu atas diri pemuda itu, cepat dia menyusul dibelakang-nya, menarik pemuda itu dan memberi tanda agar dia lebih berhati hati.

Suasana dibalik pintu rahasia itu gelap gulita sehingga tak nampak kelima jari ta-ngan sendiri. mereka berdua harus berdiri cukup lama di situ sebelum matanya dapat menyesuaikan diri dengan situasi di sana.

Akhirnya secara lamat-lamat mereka dapat melihat anak tangga itu membelok ke kanan dan begitu sempitnya sehingga cuma dapat dilewati satu orang dengan menghimpun tenaga dalamnya melindungi dada Lan See giok berjalan di muka sedang Siau cian me-ngikuti dari belakang, mereka berdua berge-rak dengan berhati hati sekali:

Setelah berjalan sejauh tujuh delapan kaki, kembali mereka jumpai sebuah pintu yang berada dalam setengah terbuka, tempat itu pun hanya bisa dilalui seseorang dengan jalan miring.

Lan See giok segera menggenggam tangan Siau cian yang lembut seolah-olah hendak berkata di dalam mungkin ada orangnya.

Memasuki pintu ruangan tempat itu berupa sebuah lorong sempit berbentuk bu-lat, lorong itu terbagi menjadi dua, yang belok ke kanan bertanah datar, sedangkan yang belok ke kiri merupakan undak-undakan yang menjurus ke atas.

Mereka berdua saling berpandangan seke-jap, kemudian memutuskan untuk belok ke kanan.

Lorong yang semula sempit kini semakin melebar, tak sampai lima kaki, muncul kem-bali sebuah pintu bulat, di atas pintu ter-gantung empat buah lentera yang tak disulut, lentera-lentera itu bergoyang sendiri terhem-bus angin.

Memasuki ke dalam ruangan, ternyata tempat itu merupakan sebuah ruang besar berbentuk bulat. di sana terdapat meja dan kursi secara lengkap, bentuknya mirip se buah- ruang tamu.

Setelah memandang sekejap suasana di dalam kamar tersebut, Siau cian segera ber-bisik kepada pemuda itu:

"Kemungkinan besar tempat ini merupakan tempat diselenggarakannya rapat rahasia dari Oh Tin san."

Lan See giok manggut-manggut dan menambahkan:

"Bisa jadi tempat ini merupakan ruang ra-pat dari Phoa yang ong, pemilik benteng Wi lim poo yang lampau, karena itu Thio Wi kang mengetahui akan rahasia tempat ini."

Siau cian mendekati meja di depannya dan mencoba untuk meraba, di atas permukaan meja telah dilapisi selapis debu, maka diapun berbisik:

"Aneh, kalau dilihat dari keadaan disini, agaknya tak ada orang berdiam di sini ...."

Belum selesai dia berkata, mendadak se-kujur badan Lan-See giok bergetar keras, dengan sorot mata yang tajam bagaikan sem-bilu dia awasi dinding batu dibelakang meja dengan pandangan terkejut.

Siau cian segera ikut berpaling, apa yang kemudian terlihat membuat perasaannya tu-rut bergetar keras, ternyata diatas dinding itu tertera beberapa huruf besar yang berbunyi:



"Disini dimakamkan jenasah Wi lim pocu Phoa yang ong Kian Hui hong" Kedua orang itu saling berpandangan sekejap sementara dihati kecilnya timbul perasaan seram, mereka berdua tidak menyangka . kalau di balik kamar rahasia Oh Tin san suami istri ternyata berbaring pula sesosok jenasah.

Pada saat itulah..

"Kraaakkkk...."

Pintu kecil yang berada di sebelah kiri membuka dengan sendirinya ....

Lan See giok dan Siau cian menjadi sangat terperanjat, dengan cepat mereka menyem-bunyikan diri di belakang sebuah tonggak batu dan berdiri saling berdempetan sambil mengawasi pintu kecil itu dengan pandangan terkejut.

Dibalik pintu kecil itu merupakan sebuah lorong yang sempit pula, hanya keadaan di situ lebih gelap lagi.

Tiba-tiba muncul setitik cahaya lentera dari balik pintu kecil tadi, kemudian dari sebuah tikungan lebih kurang lima kaki dari pintu tadi pelan-pelan muncul sesosok tubuh manusia.

Berhubung cahaya lenteranya sangat re-dup maka hanya nampak wajahnya yang pu-cat dengan sepasang mata yang melotot ke atas, sepintas lalu kelihatan seperti sebutir kepala tanpa tubuh saja.

Tak terlukiskan rasa terperanjat Lan See giok dan Siau cian setelah menyaksikan peristiwa ini, keringat dingin bercucuran ke-luar dengan derasnya.

Lan See giok menggenggam tangan nona Ciu semakin kencang, dengan sorot mata pe-nuh rasa terkejut diawasi kepala manusia berambut putih itu semakin mendekati pintu rahasia.

Untuk sesaat sulit baginya untuk membe-dakan apakah dia manusia ataukah setan.

Walaupun demikian dia toh mengalihkan juga pandangan matanya dan melirik sekejap kearah batu nisan diatas dinding tersebut.

Dalam pada Ciu Siau cian membelalakkan matanya lebar-lebar, mukanya pucat pasi, tangannya basah oleh keringat dingin yang mengucur keluar dengan derasnya, sekarang dia sudah tidak merasakan sakit lagi akibat gebnggaman Lan Seej giok yang begigtu ken-cang.

Lbambat laun sepasang mata diatas kepala manusia tadi mulai berkedip kedip dan ber-gerak kian kemari, agaknya dia sedang me-meriksa apakah di ujung lorong rahasia tersebut terdapat hal-hal yang mencurigakan

Lentera yang berada di tangannya juga tu-rut bergoyang kian kemari menerangi sekitar lorong sempit tersebut ....

Sekarang Lan See giok dan Siau cian su-dah dapat memastikan kalau kepala yang mereka saksikan tadi sesungguhnya tak lebih hanya seorang kakek kecil yang membawa lentera... Tiba-tiba . . ..

Sekali lagi Lan See giok merasakan hatinya bergetar keras, kembali dia menggenggam tangan Siau cian erat-erat.

Siau cian sendiripun dapat melihat dengan jelas, ternyata kakek kecil berlentera itu tak lain adalah Be Siong pak, congkoan dari benteng Wi lim Poo.

Be Siong pak berjalan sangat lamban se-ringkali dia mendongakkan kepalanya mem-perhatikan bagian atas dinding dengan sek-sama, entah apa yang sedang dicarinya?

Lan See giok dan Siau cian saling berpan-dangan sekejap lagi, dihati kecil mereka telah paham, saat ini mereka sudah dapat me-nyimpulkan kalau Thio Wi kang pasti tewas ditangan Be Siong pak.

Tapi mengapa? Dalam keadaan demikian ini, mereka berdua tak berhasrat untuk memikirkannya kembali, atau di dalam ke-nyataan memang tiada kesempatan bagi mereka untuk berpikir ....

Karena waktu itu Be Siong pak sudah muncul dari balik pintu kecil dan berdiri mengawasi lenteranya sambil termenung, di atas wajahnya yang berkeriput nampak jelas kekecewaan yang amat mendalam.

ooo0ooo

BAB 29

TIBA-TIBA....

Berkilat sepasang, mata Be Siobng pak, dia sepjerti teringat agkan sesuatu, sabmbil men-dongakkan kepalanya, ia berjalan menuju ke tonggak batu dimana Lan gee giok dan Siau Cian sedang menyembunyikan diri.

Lan gee giok sangat terkejut oleh tindakan mana, untuk menghindari jejaknya jangan sampai ketahuan lawan, serta merta dia menyentilkan jari telunjuknya ke depan ....

"Wuuuusss!"

Lentera yang berada ditangan Be Siong pak seketika itu juga menjadi padam.

Be Siong pak terkejut sekali, sambil menje-rit ngeri dia melompat mundur sejauh berapa depa dan... "Praangg-.!" lenteranya terjatuh ke lantai dan hancur berantakan.

Seketika itu juga suasana di dalam ru-angan menjadi gelap gulita hingga susah untuk melihat ke lima jari tangan sendiri, suasanapun makin terasa menyeramkan.

Be Siong pak berdiri sambil menempel di atas dinding, dari dengusan napasnya yang memburu serta, sepasang matanya yang me-lotot besar seperti lentera, dapat diketahui betapa seram dan ngerinya orang itu sekarang.

Dalam pada itu Lan See giok sedang me-nyesal atas perbuatannya memadamkan lentera ditangan Be-Siong pak, sebab dengan berbuat demikian maka dia tak akan berhasil menyelidiki tujuan lawan datang kesana.

Walaupun demikian, bila dipikirkan kem-bali, rasanya memang tiada jalan lain untuk terhindar dari perjumpaan dengan Be Siong pak selain memadamkan lentera yang berada di tangannya itu.

Siau cian sendiripun tidak berniat mengo-meli si anak muda itu, sebab dia mengerti hanya dengan berbuat demikianlah mereka baru dapat bertindak lebih jauh.

Dalam pada itu, Be Siong pak telah berha-sil mengendalikan ketegangan yang mencekam perasaannya, setelah dicekam perasaan takut dan ngeri tadi, kini dia sudah dapat menduga kalau ruang rahasia tersebut telah kedatangan jago lihay, sebab padamnya lentera di tangannya tadi kelewat aneh.

Dengan sinar marta diliputi perzasaan terkejut wdan ngeri dia mrencoba untuk me-ngawasi bagian-bagian dalam ruangan yang mungkin bisa dipakai sebagai tempat persembunyian ....

Lan See giok dan Siau cian sudah pernah minum cairan Leng sik giok ji, karenanya tenaga dalam mereka telah mencapai ting-katan yang paling sempurna, itulah sebabnya Be Siong pak tidak berhasil menyaksikan si-nar mata mereka berdua.

Mendadak Be Siong pak membentak de-ngan suara yang menggeledek seperti guntur:

"Siapa di situ?"

Ditengah bentakan keras, sinar matanya yang buas dan penuh hawa pembunuh itu ditujukan ke arah tonggak batu besar di mana Lan See giok dan Siau cian sedang menyembunyikan diri.

Lan See giok berdua merasa amat terkejut. mereka tak mengira kalau ketajaman mata Be Siong pak demikian hebatnya sehingga di dalam ruangan yang gelap gulita sulit melihat ke lima jari tangan sendiripun jejak mereka bisa ditemukan.

Terdengar Be Siong pak membentak sekali lagi:

"Sobat, bila kau tidak segera unjukkan diri, jangan salahkan bila aku bertindak kurang hormat kepadamu.""

Semenjak tahu kalau Be Siong pak telah bersekongkol dengan Thio Wi kang dalam usaha membunuh majikannya Phoa yang ong Kian Hui hong tadi, sesungguhnya Lan See giok sudah bertekad hendak melenyapkan manusia ini dari muka bumi.

Maka setelah mendengar suara tantangan dan bentakan dari Be Siong pak sekarang, anak muda tersebut menjadi naik darah, baru saja dia hendak munculkan diri, lengan kirinya telah dicekal Siau cian erat-erat..

Biarpun gerakan mereka amat lirih, namun hal ini segera diketahui oleh Be Siong pak.

Dasar manusia licik, tanpa membuang waktu lagi Be Siong pak segera membentak keras dan melontarkan sepasang telapak tangannya ke depan...

Segulung angin pukulan yang maha dahsyat langsung meluncur ke depan dan menerjang ke arah tonggak batu di mana Lan See giok dan Siau cian menyembunyikan diri.



Lan See giok mendengus marah, ujung tangan kanannya dikebaskan ke muka se-gulung angin pukulan yang tak kalah kuat-nya segera menggulung pula ke depan.

"Blaaammm!"

Suatu benturan yang amat keras segera menggema memecahkan keheningan. --

Akibat dari bentrokan itu, tubuh Be Siong pak segera terlempar ke arah dinding bela-kang.

"Duuuk!"

Punggungnya yang bungkuk dan menonjol keluar itu menumbuk di atas dinding keras-keras.

Be Siong pak segera mendengus tertahan, tubuhnya mundur dengan sempoyongan se-dang pandangan matanya berkunang kunang, sadarlah dia bahwa seorang jago tangguh telah berada di depan mata, hanya tidak di ketahui olehnya siapa gerangan jago lihay tersebut.

Dengan perasaan terkejut bercampur ngeri ia bersandar diatas dinding, hawa murninya dicoba untuk mengitari badan, ternyata tidak dijumpai sesuatu hambatanpun, ini mem-buat nya merasa terkejut bercampur gembira.

la terkejut karena kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki lawan telah mencapai tingkatan yang bisa digunakan menurut ke-hendak hati sendiri,

la gembira karena tubuhnya yang sama sekali tidak cedera walaupun sudah terkena sebuah pukulan yang maha dahsyat.

Sadar, kalau kepandaian silatnya masih bukan tandingan lawan, timbullah ingatan dalam hati kecil Be Siong pak untuk me-manfaatkan kegelapan yang mencekam tem-pat tersebut untuk melarikan diri.

Dia yakin pihak lawan pasti tidak hapal dengan situasi di tempat tersebut sehingga mustahil bagi mereka untuk mengejarnya.

Maka diapun menghimpun tenaga dalam nya ke dalam telapak tangan, lalu sambil maju tiga langkah ke depan, sambil mem-bentak sepasang telapak tangannya didorong sekali lagi ke muka.

Padahal sedari tadi Lan See giok sudah, melihat sorot mata Be Siong pak yang berke-liaran kian kemari, dari sikapnya yang berdiri tak bergerak, pun tidak melakukan terjangan tersebut pemuda itu sudah menduga, bahwba lawannya bermjaksud hendak meglarikan diri. .b .

Belum habis ingatan tersebut melintas le-wat, serangan yang jauh lebih dahsyat dari-pada serangan permulaan tadi telah dilontar-kan kembali ke arahnya.

Maka sambil tertawa dingin dia melepas-kan sebuah pukulan pula dengan ayunan tangan kanannya,

Blaaammmm!"

Benturan nyaring menggelegar di angkasa, membuat seluruh ruangan dipenuhi oleh desingan angin pukulan serta debu yang be-terbangan di angkasa, begitu tebalnya debu sehingga hampir saja Lan See giok dan Siau cian tak mampu membuka matanya.

Dimana angin pukulan menyambar lewat, suasana dalam ruangan pulih kembali dalam keheningan,

Lan See giok mencoba untuk memasang telinga, tiba-tiba ia berseru tertahan:

"Aduuh celaka!"

Bersamaan dengan selesainya perkataan ini, tubuhnya telah menerjang keluar pintu ruangan.

Siau cian ikut memperhatikan situasi di seputar sana, namun bayangan tubuh Be Siong pak sudah tidak nampak lagi di dalam ruangan, nona ini sadar niscaya Be Siong pak telah memanfaatkan tenaga pantulan yang dihasilkan dari serangan tadi untuk melari-kan diri, maka diapun menggerakan tubuhnya dan mengejar dibelakang Lan See giok.

Belum sampai di pintu dinding, dari depan sana sudah kedengaran suara gemerincingan yang amat nyaring.

Lan See giok dan Siau cian semakin gelisah lagi, mereka percepat gerakan tubuhnya menuju ke pintu dinding, masih untung pintu rahasia tersebut belum merapat sama sekali, masih terbuka lebih kurang seluas tiga depa saja.

Lan See giok berdua tidak menyia-nyiakan kesempatan yang sangat baik ini lagi, mereka berdua segera menerobos masuk me lalui celah pintu yang masih terbuka dan mene-lusuri anak tangga menuju ke depan situ,

Tapi di kamar ataspun sudah tibdak nam-pak lagji bayangan tubugh dari Be Siongb pak.

Lan See giok sama sekali tidak menghenti-kan gerakan tubuhnya, dengan sebuah gera-kan "burung walet menembusi tirai" dia menerobos langsung menuju ke beranda de-pan.

Dari situ ia sempat melihat sesosok baya-ngan manusia sedang kabur menyelamatkan diri.

Lan See giok tahu kalau orang itu adalah Be Siong pak, sambil mendengus gusar ia berkelebat ke muka seperti hembusan angin dan berputar menuju ke halaman depan.

Dari desingan angin yang menyambar le-wat, Be Siong pak sudah tahu kalau pengejar telah tiba dibelakangnya dengan perasaan terkejut dia segera berpaling.

Tapi apa yang terlihat membuatnya sangat terperanjat sampai paras mukanya berubah hebat, tak kuasa lagi diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati dia berteriak:

Kata "pocu" belum sempat diutarakan, te-lapak tangan kanan Lan See-giok sudah menghajar punggungnya yang bungkuk seca-ra telak.

"Duuuuuuuuukkkkk ....."

Tubuh Be Siong pak yang termakan sera-ngan tersebut segera mencelat jauh ke depan, diiringi jeritan ngeri yang menyayat hati dia muntah darah segar, namun ia masih beru-saha untuk kabur terus menuju ke halaman depan.

Bayangan manusia berkelebat, Siau cian telah menyusul tiba, ia segera menarik ta-ngan See giok dan berdua menyelinap ke tempat kegelapan lalu kembali ke rumah kediaman Oh Li cu.

Gerakan tubuh mereka sedemikian cepat-nya sehingga di dalam waktu singkat mereka telah tiba ditempat tujuan.

Bersamaan waktunya mereka tiba di situ, Oh Li cu juga sedang melompat keluar dari balik kamarnya.

Wajah Oh Li cu kelihatan gugup, mukanya pucat pasi, tapi setelah melihat Lan See giok dan Siau cian kembali dengan selamat, dia nampak jauh lebih lega.

Sebelum ia sempat mengucapkan sesuatu, Siau cian telah menempelkan jari tangannya di ujung bibir pertanda ragar jangan biczara dulu. Suaraw kentongan titirr kedengaran di bunyikan bertalu talu dari seberang gedung situ.

Menyusul kemudian suara bentakan ber-sahut-sahutan, dari empat penjuru bayangan manusia bermunculan.

Lalu kedengaran pula jeritan-jeritan kaget kawanan perempuan, ada puluhan orang dayang muncul dari balik gedung.

0h Li cu seperti memahami akan sesuatu, sambil menunjuk ke depan sana buru-buru dia berseru:

"Ayo cepat, kita menuju ke gedung tempat kediaman lo pocu ....!"

Selesai berkata, bersama lama Siau cian dan See giok mereka berangkat ke depan.

Dalam keadaan demikian Oh Li cu tak sempat lagi untuk menanyakan kisah perja-lanan kedua orang rekannya memasuki gedung tempat kediaman Oh Tin san, seba-liknya Lan See giok berduapun tak sempat menceritakan pengalaman mereka kepadanya. . .

Sebelum mereka bertiga tiba ditempat tu-juan, Oh Li cu telah melihat sesosok baya-ngan manusia tergelepar diatas lantai depan pintu gedung tempat kediaman Oh Tin san.

Sementara itu berpuluh puluh sampan te-lah bermunculan dari segala penjuru gedung, ada yang menyandang golok, ada yang mem-bawa anak panah, semuanya menunjukkan wajah penuh ketegangan.

Oh Li cu mendekati sang korban, tapi setelah mengetahui siapa yang terbunuh dengan terkejut ia menjerit:

"Aaaah, kenapa bisa dia?"

Sambil berseru ia mendongakkan kepalanya dan mengawasi Lan See giok yang berwajah hijau membesi dan Siau cian yang tetap tenang dengan pandangan penuh tanda tanya.

Siau cian segera maju ke muka dan pura-pura mengawasi pula sang korban menggu-nakan kesempatan tersebut dia menyikut Oh Li cu agar bersikap lebih waspada..



Setelah itu dengan wajah terkejut bercam-pur keheranan ia baru pura-pura berseru:

"Hei, bukankah dia adalah Be congkoan?"

Sesungguhnya Oh Li cu benar-benar merasa tegang dan di luar dugaan, persis seperti apa yang dirasakan Lan See giok dan Siau cian ketika pertama kali mengetahui Be Siong pak muncul dalam ruang rahasia, na-mun setelah diingatkan kembali oleh Siau Cian, gadis itu segera berhasil mengendalikan gejolak emosinya.

Cepat-cepat dia mengangguk sambil sa-hutnya:

"Ya, betul! ia memang Be congkoan!"

Sambil menjawab dia maju dua langkah ke muka dan memeriksa jenasah Be Siong pak dengan seksama.

Be Siong pak tergeletak dengan mata ter-belalak lebar dan mulut melongo, keadaannya sangat mengerikan hati.

Dalam pada itu, puluhan sampan yang berdatangan dari segala penjuru benteng, tapi setelah mereka menyaksikan keadaan sang korban yang ternyata adalah Be cong-koan mereka sendiri, semua lelaki kekar itu jadi tertegun dan berdiri melongo.

Diiringi suara bentakan-bentakan keras. akhirnya ke empat komandan kapal perang juga muncul di situ dengan menumpang sampan kecil.

Begitu mendarat, ke empat orang itu mem-beri hormat lebih dulu kepada Lan See giok, kemudian baru memeriksa keadaan luka yang diderita Be Siong pak.

Tak lama kemudian, komandan kapal pe-rang "naga perkasa", mendongakkan kepala nya kembali dan berkata kepada Lan See giok dengan sikap hormat:

"Lapor sau pocu, kematian Be congkoan saat ini tidak jauh berbeda dengan keadaan Thio Wi kang setahun berselang!"

Sebagai seorang pemuda yang berbelas kasihan, Lau See giok mulai bertanya kepada diri sendiri setelah menyaksikan keadaan Be Siong pak tersebut, pantaskah ia membunuh orang itu?

Karenanya setelah mendapat keterangan dari komandan kapal perang "naga perkasa" dia hanya manggut-manggut tanpa memberi bkomentar apa pujn...

Sebaliknyga Siau clan segbera merasakan hatinya tergerak, cepat ia menimbrung:

""Komandan Ciang,. masih ingatkah kau jam berapa Thio Wi kang menemui ajalnya malam itu?"

Komandan kapal perang "naga perkasa" mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap letak bintang, kemudian menjawab:

"Keadaannya tak berbeda jauh dengan keadaan saat ini!""

"Apakah gedung kediaman Lo pocu dileng-kapi dengan sesuatu alat rahasia?"" tiba-tiba Lan See giok bertanya, "mengapa Thio Wi kang dan Be congkoan harus memasuki gedung kediaman lo pocu di tengah malam buta begini.

Ketika mengucapkan kata-kata tersebut, selapis hawa amarah menghiasi wajahnya, sementara sorot mata yang tajam dialihkan ke wajah ke empat komandan itu..

Buru-buru ke empat orang itu menyahut

"Hamba sekalian kurang tahu!""

"Apakah kalian menganggap tindakan Be congkoan memasuki gedung kediaman Lo pocu, ditengah malam buta begini merupa-kan tindakan yang dibiarkan ?"

"Menurut peraturan Loo pocu, jika hal ini sampai terjadi maka orang itu pantas dijatuhi hukuman mati""

Lan See giok manggut-manggut, katanya kemudian.

"Baiklah, sekarang kita tak usah membi-carakan soal keadaan di dalam gedung kediaman Lo pocu tersebut, kita harus menunggu sampai Lo pocu pulang dan mem-peroleh persetujuannya lebih dulu sebelum melakukan pemeriksaan yang seksama di-dalam gedung itu. "

Ke empat komandan tadi kembali menye-tujui.

Maka Lan See giok pun berpaling kearah Oh Li cu, sambil bertanya pula:

"Bagaimana pendapat enci Cu ?��

"Segala sesuatunya terserah pada kepu-tusan adik Giok" Oh Licu segera. .

Lan See giok mengangguk, Ke empat ko-mandan kapal perang itu ia berkata kemu-dian: "Sekarang perintahkan orang untuk memindahkan jenasah Be congkoan dari sini, saudara-saudara yang lain dipersilahkabn kembali ke pojsnya masing-masging dan mulai sbekarang, setiap bangunan di dalam benteng ini harus diberi penerangan secukupnya serta perketat penjagaan, masa lah kedudu-kan congkoan yang lowong, untuk sementara waktu biar dijabat oleh komandan Ciang dari kapal perang naga perkasa dengan wakil ko-mandan Ong, Seng dan Nyoo kalian berempat harus bekerja sama di dalam mengatasi pel-bagai masalah dalam benteng ini.."

Ke empat komandan itu sama-sama me-ngiakan, sedang kawanan lelaki lainnya sama-sama berdiri dengan wajah serius.

Lan See giok memandang sekejap lagi ke seluruh ruangan, lalu setelah mengangguk ramah kepada semua orang, dia baru beran-jak pergi dari situ diikuti Siau Cian dan Oh Li cu.

Sedang ke empat komandan tadi saling berunding sebentar, kemudian baru menja-lankan perintah sesuai dengan apa yang di-kata kan Lan See giok tadi.

Baru sekarang Lan See giok dapat meresapi apa yang dimaksud dengan "kekua-saan" itu, dan mengapa pula sementara orang saling memperebutkan kekuasaan hingga mempertaruhkan jiwa raga serta segala harta miliknya.

Tiba kembali di gedung kediaman mereka, lentera telah dipasang di mana-mana hingga suasana diliputi terang benderang.

Setelah mengambil tempat duduk di ruang utama, Lan See giok memerintahkan agar semua dayang berkumpul di situ.

Dua puluhan orang dayang dengan wajah gugup sama-sama berkumpul di ruang utama, sementara sorot mata mereka me-ngawasi Lan See giok dan Oh Li cu secara bergantian dengan pandangan terkejut, takut dan keheranan.

Lan See giok menunggu sampai semua dayang itu berkumpul di situ, kemudian de-ngan suara dalam ia baru berkata:

"Aku minta semua dayang yang selama ini melayani lo pocu dan hujin segera tampil ke depan.

Sebelas orang dayang segera munculkan diri dari barisan dengan wajah pucat dan si-kap tegang dan tak tenang.

Sebagai perempuran yang pintar,z sejak se-mula wSiau cian sudahr memahami maksud hati pemuda itu, sebaliknya Oh Li cu meski belum paham, namun iapun bisa menduga kalau hal ini ada hubungannya dengan per-soalan yang mereka hadapi malam ini.

Dengan kening berkerut dan mata bersinar tajam, Lan See giok mengawasi ke sebelas dayang itu sekejap, kemudian ia baru berta-nya dengan suara dalam:

"Tahun berselang, dalam saat apakah pocu dan hujin pergi meninggalkan gedung kedia-mannya?"

"Kentongan ke empat, ketika mendekati fajar," sahut para dayang cepat-cepat.

"Sewaktu lo pocu dan hujin hendak be-rangkat, apa yang mereka pesankan kepada kalian?" tanya Lan See giok lebih lanjut.

Kawanan dayang itu segera termenung untuk beberapa saat, akhirnya salah seorang dayang berbaju kembang melirik sekejap ke arah Oh Li cu dengan pandangan gugup dan takut.

Lan See giok segera tahu kalau dayang itulah yang menyerahkan surat kepada Oh Li cu, maka ia bertanya lebih jauh:

"Siapa yang suruh kalian pindah dari gedung kediaman Lo pocu dan berkumpul di gedung kediaman nona?"

"Be congkoan!" sahut segenap dayang ber-sama sama:

Lan See giok manggut-manggut sambil melirik sekejap kearah Siau cian dan Oh Li Cu-

"Menurut Be congkoan timbrung Oh Li cu -kemudian, "ia berbuat, demikian agar para dayang tidak mengusik barang-barang milik lo pocu, itulah sebabnya mereka dikumpul-kan di sini."

Sekali lagi Lan See giok manggut-manggut ia tahu hal tersebut hanya merupakan bagian dari siasat busuk Be Siong pak, maka kepada para dayang iapun bertanya lebih jauh.

"Sewaktu Thio Wi kang memasuki kamar pribadi Lo pocu malam itu, siapakah diantara kalian yang melihat perbuatannya itu?

Para dayang segera saling berpandangan dengan wajah bimbang, sampai lama sekali belum juga ada yang menjawab.



Berhubung Lan See giok merasa apa yang diharap ternyata memang mirip dengan apa yang diduga, diapun mengulapkan tangannya seraya berseru kemudian:

"Sekarang kalian boleh pergi tidur!".

Bagaikan memperoleh pengampunan, se-rentak kawanan dayang itu memberi hormat sambil mengiakan. kemudian bersama sama mengundurkan diri dari situ.

Sedangkan Lan See giok, Siau cian serta Oh Li cu masuk kembali ke ruang dalam.

Dalam pada itu di jendela belakang ruang dalam telah disulut setitik cahaya lentera.

Lan See giok mendekati jendela dan mem-bukanya, ia saksikan setiap jarak tiga kaki telah didirikan sebuah tiang dengan lentera yang besar. hal mana membuat suasana, menjadi terang benderang.

Selain itu, di sisi setiap lampu tersebut berdiri pula dua orang pengawal yang mela-kukan penjagaan, di lorong-lorong air tampak pula sampan bersimpang siur melakukan perondaan.

Menyaksikan kesemuanya itu, Lan See giok manggut-manggut dengan perasaan puas, kepada Siau cian dan Oh Li cu yang berada dibelakangnya ia berkata"

"Penjagaan dalam keadaan beginilah baru bisa dibilang sebagai suatu penjagaan yang ketat."

Siau cian serta Oh L1 cu manggut-manggut pula sambil memuji tiada hentinya.

Lan See giok menutup kembali jendelanya, kemudian sambil berpaling kearah Oh Li cu dia bertanya:

"Terhadap tindakan Be Siong pak mema-suki gedung kediaman Oh Tin san, apakah kau merasa agar di luar dugaan?"

Oh Li cu segera mengangguk.

"Yaa, memang aneh sekali," sahutnya ke-heranan, "peristiwa ini memang sama sekali di luar dugaanku."

Lan See giok tertawa hambar, lalu secara ringkas ia menceritakan pengalamannya sampai menemukan Be Siong pak memasuki kamar rahasia, akhirnya sambil memandang wajah Oh Li cu yang diliputi perasaan kaget, ia bertanya lagi:

"Dibalik kamar Oh Tin san ternbyata terda-pat jkamar rahasia, gsebelum kejadiabn ini apakah kau sudah tahu?

Oh Li cu segera menggelengkan kepalanya berulang kali, jawabnya lirih:

"Pada hakekatnya aku tidak mengetahui akan persoalan ini, tapi jika ditinjau keadaan tersebut, bisa jadi soal tahu atau tidaknya Oh Tin san akan kamar rahasia di dalam kamarnya masih menjadi sebuah tanda tanya besar."

"Bukankah dahulu Oh Tin san juga terma-suk anak buah Phoa yang ong atau dia bu-kan?" tanya Siau cian tidak mengerti.

Oh Li cu termenung sebentar, kemudian menjawab:

"Kemungkinan besar dia hanya sebagai tamu agung saja waktu itu, atau turut serta di dalam merencanakan atau merundingkan suatu persoalan, bisa jadi dia tidak mengeta-hui akan rahasia tersebut."

"Bila kita himpun semua keterangan yang ada kemudian menarik kesimpulan, kalau toh Thio Wi kang dan Be Siong pak adalah bekas anak buah Phoa yang ong pocu yang terdahulu, berarti merekapun sering turut di dalam perundingan rahasia yang diselengga-rakan dalam ruang rahasia tersebut.

Thio Wi kang dan Be Siong pak tentu me-ngetahui juga kalau di dalam ruang rahasia itu tersimpan harta mestika yang tak ternilai harganya sehingga menimbulkan sifat kema-ruk pada diri mereka.

"Oh Tin san bisa memperoleh bantuan dari Thio Wi kang dan Be Siong pak untuk melak-sanakan pembunuhan atas diri Phoa yang ong. sudah bisa dipastikan masalah harta karun yang berada di dalam ruangan rahasia tersebut merupakan alasan mereka yang ter-utama.

"Mungkin juga Thio Wi kang serta Be Siong pak tidak menyangka kalau Oh Tin san tetap akan berdiam dalam gedung milik Phoa yang ong setelah meneruskan jabatan sebagai pocu dalam benteng itu, akibatnya mereka-pun tak pernah memperoleh kesempatan untuk memasuki ruang rahasia itu.

"Secara kebetulabn Oh Tin san sujami istri beranggkat keluar laubtan, kali ini enci Cu juga belum pulang dari berpergian, kesempatan semacam ini memang merupakan kesem-patan terbaik bagi mereka untuk melakukan penyelidikan atas letak harta karun tersebut.

"Thio Wi kang maupun Be Siong pak sama-sama mempunyai maksud jahat dan kedua belah pihak sama-sama berniat mengang-kangi segenap isi harta karun dalam ruang -rahasia itu bagi kepentingan pribadinya. Maka sewaktu malam itu Thio Wi kang mulai bertindak memasuki ruang rahasia untuk menyelidiki letak harta karun tersebut, dibunuhlah orang itu oleh Be Siong pak hingga akhirnya tewas di tengah halaman gedung.

"Sedang mengenai soal apakah Oh Tin san tahu tentang rahasia tersebut, rasanya ma-salah ini sudah bukan merupakan persoalan yang serius lagi ...."

Oh Li cu manggut-manggut berulang kali, tapi ia toh bertanya lagi dengan nada tidak mengerti:

"Tapi kali ini, mengapa Be Siong pak me-masuki ruang rahasia lagi secara diam-diam?"

Sebelum pemuda itu menjawab, Siau Cian sudah menjelaskan terlebih dulu:

"Berdasarkan kesimpulan yang kuambil setelah melihat keadaan waktu itu, Be Siong pak pasti belum berhasil menemukan harta karun yang berada dalam ruang rahasia itu, adapun tujuannya memasuki gedung itu lagi, pastilah disebabkan kepulangan adik Giok, maka dengan menyerempet bahaya dia hen-dak melakukan penyelidikan .sekali lagi de-ngan harapan kali ini berhasil menemukan sesuatu yang aneh!"

"Yaaa, tampaknya setiap orang yang mela-kukan kejahatan, pada akhirnya memang tak akan lolos dari pembalasan..." gumam Oh Ii cu dengan suara lirih.

"Yaaa benar," sahut Lan See giok, "bisa di bayangkan, berapa banyak pikiran, tenaga serta beaya yang dihabiskan Phoa yang ong sewaktu mendirikan bangunan benteng ini dulu, cukup ruang rahasia tersebut, entah berapa banyak materi yang telah dihabis-kan...

Tampaknya Oh Li cu sangat berharap bisa menyaksikan keadaan ruang rahasia terse-but, ia segera mengomel:

"Coba kalau adirk Giok tidak mezngumum-kan larawngan kepada setriap orang untuk memasuki gedung tersebut sebelum kepula-ngan Oh Tin san suami istri, sekarang juga kita dapat memasuki lorong rahasia itu lagi untuk melakukan pemeriksaan."

Lan See giok tertawa.

"Sebenarnya ada tiga alasan bagiku untuk melarang setiap orang memasuki gedung itu:

"Ke satu, dengan kesempatan setahun yang tersedia bagi Be Siong pak. nyatanya dia be-lum berhasil menemukan benda yang dicari, dari sini membuktikan kalau rahasia dalam ruangan tersebut tak mungkin bisa dipecah-kan di dalam satu dua hari saja.

Ke dua, sekarang kita sudah tahu kalau Oh Tin san suami istri telah pergi ke tempat kediaman Wan san popo, dan lagi kita pun akan berangkat dalam dua hari mendatang, mungkin kepergian kali ini akan mencapai satu bulan malah setengah tahun lamanya, bila keadaan dalam gedung tersebut keburu bocor, sedang kita tak ada disini, bukankah ini sama berarti memberi kesempatan kepada sementara oknum untuk menunggangi pe-luang tersebut?

Ketiga, saat ini segenap anggota benteng sama-sama membicarakan masalah gedung tersebut, semua orang curiga, tak tenang dan takut akan hal-hal yang tahayul, apalagi dengan kepandaian yang begitu hebat dari Be Siong pak serta Thio Wi kang pun akhir nya ditemukan tewas dimuka gedung, bayangkan saja, siapakah diantara mereka yang berani melakukan penyelidikan lagi di dalam gedung tersebut, apalagi merekapun belum mengeta-hui tentang rahasia ruangan rahasia itu.

"Menurut pandanganku, lebih baik tunggu saja sampai kite kembali dari bukit Wan san baru melakukan. penyelidikan secara diam-diam, kemudian hasil penyelidikan tersebut kita umumkan kepada segenap anggota ben-teng, apa tindakan ini tidak bagus?"

Mendengar sampai di situ, Siau cian dan Oh Li cu sama-sama mengangguk sambil memuji.

Begitulah, berhubung besoknya mereka masih harus menempuh perjalanan untuk melaksanakan tugas, mereka bertiga segera kembali ke tempat masing-masing untuk beristirahat.

Tanpa terasa fajar sudah mulai menying-sing di ufuk timur.

Pertama tama Oh Li cu mengutus orang untuk memberitahu kepada ke empat ko-mandan kapal perang bahwa sau pocu hen-dak keluar benteng untuk melakukan pe-meriksaan apakah kapal-kapal perang pihak Lim lo pa telah mengundurkan diri semua dari telaga Phoa yang oh, kemudian meme-rintahkan pula kepada komandan Ciang agar tengah hari nanti mengirim sebuah kapal pengangkut untuk membawa kembali kuda milik sau pocu yang ada di pantai telaga barat.

Selesai sarapan, Lan See giok, Siau cian dan Oh Li cu dengan memerintahkan dua orang dayang untuk mendayung sebuah sampan kecil, segera berangkat meninggal-kan benteng.

Waktu itu matahari sudah bersinar cerah, sinar matahari yang lembut menyinari selu-ruh permukaan telaga dan memercikkan ca-haya keemas emasan yang menyilaukan mata.

(Bersambung ke Bagian 38)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar