Dengan pandangan mata yang
tajam mereka berdua memperhatikan sekejap seke-liling tempat itu. setelah yakin
tiada, sesuatu tempat yang mencurigakan. mereka baru melompat ke udara dan
melayang masuk ke balik gedung dengan melompati pagar pekarangan
Sebuah halaman seluas tujuh
kaki ter-bentang dibalik pagar pekarangan, di sisi dinding berdiri rak-rak
bunga yang tumbuh aneka warna, sedangkan dibagian tengah terdapat sebuah lorong
yang menghubungi ruang gedung
Dengan menarik tangan
Siau-cian, Lan See giok mengikuti petunjuk dari Oh Li-cu me-ngitari ruang
samping dan langsung menuju ke halaman belakang.
Di halaman belakang terdapat
sebuah be-randa. dari situ susah melihat keluar sehing-ga suasananya amat
gelap, hampir boleh di-bilang tak nampak sesuatu apapun di situ.
Tapi hal semacam ini tidak
menyulitkan Lan See giok maupun Siau cian, dengan ketajaman mata mereka biar
gelap pun mereka dapat melihat segala sesuatunya seperti melihat disiang hari
bolong saja.
Untuk berjaga jaga terhadap
sesuatu yang tidak diinginkan. diam diam Lan See giok menghimpun tenaga
dalamnya ke dalam le-ngan, kemudian diikuti Siau cian mereka melompat masuk ke
dalam gedung dengan langkah yang sangat berhati hati.
Mereka mencoba untuk memasang
telinga serta memperhatikan suasana di seputar situ, namun suasana hening dan
tak kede-ngaran sedikit suara pun---
Mendadak Siau cian menjawil
lengan anak muda itu, dengan perasaan tergerak Lan See giok berpaling, ia
segera menjumpai gadis tersebut sedang menuding ke arah jendela depan sebelah
kiri dengan hati-hati.
Jendela sebelah kiri itu dalam
keadaan ter-buka, yang membuat Lan See giok curiga adalah jendela kiri itu
hingga kini masih tetap berada dalam keadaan terbuka walau-pun peristiwa Thio
wi-kang memasuki gedung tersebut sudah hampir setahun lamanya. apa gerangan
yang terjadi?
Kalau ditinjau dari keadaan
tersebut, su-dah jelas tiada orang yang berani memasuki gedung tersebut lagi,
tapi-.- bukan kah se-malam Oh Li cu dan Be congkoan telah mela-kukan
pemeriksaan kemari? Apa kah mereka lupa menutupnya kembali?
Berpikir sampai di situ. satu
ingatan kem-bali melintas di dalam benaknya, iapun ber-bisik kepada Siau cian,
"Enci Cian--"!
Dihembus udara panas dari anak
muda tersebut, apalagi telinganya tersentuh bibir yang panas, Siau cian
merasakan timbulnya rasa hangat yang menjalar hingga ke lubuk hatinya, dengan
wajah memerah dia menggo-sok telinga sendiri seraya menyahut.
"Ada apa--?"
Memandang wajah Siau cian yang
begitu cantik, hampir saja Lan See-giok tak mam-pu mengendalikan diri. tapi
untung dia masih teringat akan keadaan, sambil menenangkan kembali pikirannya,
sekali lagi dia berbisik.
"Agaknya di dalam ruangan
ada orangnya"
Walaupun Siau-cian juga sempat
menaruh, curiga bahwa di dalam ruangan terdapat orang, tapi benarkah ada orang
ia tak bisa memastikan. Selain itu diapun tak berani mengemukakan keluar kuatir
ditertawakan pemuda tersebut.
Sekarang, setelah mendengar
perkataan dari pemuda itu, dia baru mengangguk tanda setuju dan pelan-pelan
berjalan mende-kati jendela tersebut.
Setelah tiba di sisi jendela
dan memeriksa keadaan di seputar situ. paras mukanya berubah hebat dan
cepat-cepat bersembunyi di balik jendela, bisiknya kemudian.
"Jendela ini bersih dan
tak nampak debu yang menempel, ini menandakan kalau ada orang yang sering masuk
keluar melalui jendela ini, perduli dalam ruangan ada orang nya atau tidak.
kita wajib meningkatkan ke-waspadaan kita!"
Lan See giok mengangguk
berulangkali dan kembali memperhatikan jendela itu sekejap, lalu setelah
menghimpun tenaga dalamnya ke ujung jari, pelan-pelan ia mendongkel jendela
tadi.
Setelah terbuka lebar. dia
semakin terke-jut. rupanya diatas dinding terdapat se buah pintu kecil. sebuah
anak tangga menghu-bungkan pintu tadi melalui meja dan menuju ke dasar tanah.
Dengan perasaan terkejut
mereka berdua saling berpandangan sekejap, mereka seperti hendak bilang. sama
sekali tak disangka dalam kamar tidur Oh Tin san suami istri ternyata masih
terdapat ruang rahasia.
Teringat akan Oh Tin san.
berkobar kem-bali napsu membunuh di dalam dada Lan See giok. dia segera
mendorong pintu jendela dan melayang masuk ke dalam ruangan.
Dengan perasaan terkejut Siau
Cian segera menyusul dibelakangnya dan mengawasi sekeliling tempat itu dengan
penuh perha-tian, ditemukan pada ujung pintu -kamar terdapat sebuah gembokan
kunci yang besar, jelas tak mungkin ada orang yang memasuki ruangan tersebut
.....
Sedang Lan See giok telah
menaiki anak tangga dan menerjang kearah pintu rahasia diatas dinding.
Siau cian kuatir terjadi
sesuatu atas diri pemuda itu, cepat dia menyusul dibelakang-nya, menarik pemuda
itu dan memberi tanda agar dia lebih berhati hati.
Suasana dibalik pintu rahasia
itu gelap gulita sehingga tak nampak kelima jari ta-ngan sendiri. mereka berdua
harus berdiri cukup lama di situ sebelum matanya dapat menyesuaikan diri dengan
situasi di sana.
Akhirnya secara lamat-lamat
mereka dapat melihat anak tangga itu membelok ke kanan dan begitu sempitnya
sehingga cuma dapat dilewati satu orang dengan menghimpun tenaga dalamnya
melindungi dada Lan See giok berjalan di muka sedang Siau cian me-ngikuti dari
belakang, mereka berdua berge-rak dengan berhati hati sekali:
Setelah berjalan sejauh tujuh delapan
kaki, kembali mereka jumpai sebuah pintu yang berada dalam setengah terbuka,
tempat itu pun hanya bisa dilalui seseorang dengan jalan miring.
Lan See giok segera
menggenggam tangan Siau cian yang lembut seolah-olah hendak berkata di dalam
mungkin ada orangnya.
Memasuki pintu ruangan tempat
itu berupa sebuah lorong sempit berbentuk bu-lat, lorong itu terbagi menjadi
dua, yang belok ke kanan bertanah datar, sedangkan yang belok ke kiri merupakan
undak-undakan yang menjurus ke atas.
Mereka berdua saling
berpandangan seke-jap, kemudian memutuskan untuk belok ke kanan.
Lorong yang semula sempit kini
semakin melebar, tak sampai lima kaki, muncul kem-bali sebuah pintu bulat, di
atas pintu ter-gantung empat buah lentera yang tak disulut, lentera-lentera itu
bergoyang sendiri terhem-bus angin.
Memasuki ke dalam ruangan,
ternyata tempat itu merupakan sebuah ruang besar berbentuk bulat. di sana
terdapat meja dan kursi secara lengkap, bentuknya mirip se buah- ruang tamu.
Setelah memandang sekejap
suasana di dalam kamar tersebut, Siau cian segera ber-bisik kepada pemuda itu:
"Kemungkinan besar tempat
ini merupakan tempat diselenggarakannya rapat rahasia dari Oh Tin san."
Lan See giok manggut-manggut
dan menambahkan:
"Bisa jadi tempat ini
merupakan ruang ra-pat dari Phoa yang ong, pemilik benteng Wi lim poo yang
lampau, karena itu Thio Wi kang mengetahui akan rahasia tempat ini."
Siau cian mendekati meja di
depannya dan mencoba untuk meraba, di atas permukaan meja telah dilapisi
selapis debu, maka diapun berbisik:
"Aneh, kalau dilihat dari
keadaan disini, agaknya tak ada orang berdiam di sini ...."
Belum selesai dia berkata,
mendadak se-kujur badan Lan-See giok bergetar keras, dengan sorot mata yang
tajam bagaikan sem-bilu dia awasi dinding batu dibelakang meja dengan pandangan
terkejut.
Siau cian segera ikut
berpaling, apa yang kemudian terlihat membuat perasaannya tu-rut bergetar
keras, ternyata diatas dinding itu tertera beberapa huruf besar yang berbunyi:
"Disini dimakamkan
jenasah Wi lim pocu Phoa yang ong Kian Hui hong" Kedua orang itu saling
berpandangan sekejap sementara dihati kecilnya timbul perasaan seram, mereka
berdua tidak menyangka . kalau di balik kamar rahasia Oh Tin san suami istri
ternyata berbaring pula sesosok jenasah.
Pada saat itulah..
"Kraaakkkk...."
Pintu kecil yang berada di
sebelah kiri membuka dengan sendirinya ....
Lan See giok dan Siau cian
menjadi sangat terperanjat, dengan cepat mereka menyem-bunyikan diri di
belakang sebuah tonggak batu dan berdiri saling berdempetan sambil mengawasi
pintu kecil itu dengan pandangan terkejut.
Dibalik pintu kecil itu
merupakan sebuah lorong yang sempit pula, hanya keadaan di situ lebih gelap
lagi.
Tiba-tiba muncul setitik
cahaya lentera dari balik pintu kecil tadi, kemudian dari sebuah tikungan lebih
kurang lima kaki dari pintu tadi pelan-pelan muncul sesosok tubuh manusia.
Berhubung cahaya lenteranya
sangat re-dup maka hanya nampak wajahnya yang pu-cat dengan sepasang mata yang
melotot ke atas, sepintas lalu kelihatan seperti sebutir kepala tanpa tubuh
saja.
Tak terlukiskan rasa
terperanjat Lan See giok dan Siau cian setelah menyaksikan peristiwa ini,
keringat dingin bercucuran ke-luar dengan derasnya.
Lan See giok menggenggam
tangan nona Ciu semakin kencang, dengan sorot mata pe-nuh rasa terkejut diawasi
kepala manusia berambut putih itu semakin mendekati pintu rahasia.
Untuk sesaat sulit baginya
untuk membe-dakan apakah dia manusia ataukah setan.
Walaupun demikian dia toh
mengalihkan juga pandangan matanya dan melirik sekejap kearah batu nisan diatas
dinding tersebut.
Dalam pada Ciu Siau cian
membelalakkan matanya lebar-lebar, mukanya pucat pasi, tangannya basah oleh
keringat dingin yang mengucur keluar dengan derasnya, sekarang dia sudah tidak
merasakan sakit lagi akibat gebnggaman Lan Seej giok yang begigtu ken-cang.
Lbambat laun sepasang mata
diatas kepala manusia tadi mulai berkedip kedip dan ber-gerak kian kemari,
agaknya dia sedang me-meriksa apakah di ujung lorong rahasia tersebut terdapat
hal-hal yang mencurigakan
Lentera yang berada di
tangannya juga tu-rut bergoyang kian kemari menerangi sekitar lorong sempit
tersebut ....
Sekarang Lan See giok dan Siau
cian su-dah dapat memastikan kalau kepala yang mereka saksikan tadi
sesungguhnya tak lebih hanya seorang kakek kecil yang membawa lentera...
Tiba-tiba . . ..
Sekali lagi Lan See giok
merasakan hatinya bergetar keras, kembali dia menggenggam tangan Siau cian
erat-erat.
Siau cian sendiripun dapat
melihat dengan jelas, ternyata kakek kecil berlentera itu tak lain adalah Be
Siong pak, congkoan dari benteng Wi lim Poo.
Be Siong pak berjalan sangat
lamban se-ringkali dia mendongakkan kepalanya mem-perhatikan bagian atas
dinding dengan sek-sama, entah apa yang sedang dicarinya?
Lan See giok dan Siau cian
saling berpan-dangan sekejap lagi, dihati kecil mereka telah paham, saat ini
mereka sudah dapat me-nyimpulkan kalau Thio Wi kang pasti tewas ditangan Be
Siong pak.
Tapi mengapa? Dalam keadaan
demikian ini, mereka berdua tak berhasrat untuk memikirkannya kembali, atau di
dalam ke-nyataan memang tiada kesempatan bagi mereka untuk berpikir ....
Karena waktu itu Be Siong pak
sudah muncul dari balik pintu kecil dan berdiri mengawasi lenteranya sambil
termenung, di atas wajahnya yang berkeriput nampak jelas kekecewaan yang amat
mendalam.
ooo0ooo
BAB 29
TIBA-TIBA....
Berkilat sepasang, mata Be
Siobng pak, dia sepjerti teringat agkan sesuatu, sabmbil men-dongakkan
kepalanya, ia berjalan menuju ke tonggak batu dimana Lan gee giok dan Siau Cian
sedang menyembunyikan diri.
Lan gee giok sangat terkejut
oleh tindakan mana, untuk menghindari jejaknya jangan sampai ketahuan lawan,
serta merta dia menyentilkan jari telunjuknya ke depan ....
"Wuuuusss!"
Lentera yang berada ditangan
Be Siong pak seketika itu juga menjadi padam.
Be Siong pak terkejut sekali,
sambil menje-rit ngeri dia melompat mundur sejauh berapa depa dan...
"Praangg-.!" lenteranya terjatuh ke lantai dan hancur berantakan.
Seketika itu juga suasana di
dalam ru-angan menjadi gelap gulita hingga susah untuk melihat ke lima jari
tangan sendiri, suasanapun makin terasa menyeramkan.
Be Siong pak berdiri sambil
menempel di atas dinding, dari dengusan napasnya yang memburu serta, sepasang
matanya yang me-lotot besar seperti lentera, dapat diketahui betapa seram dan
ngerinya orang itu sekarang.
Dalam pada itu Lan See giok
sedang me-nyesal atas perbuatannya memadamkan lentera ditangan Be-Siong pak,
sebab dengan berbuat demikian maka dia tak akan berhasil menyelidiki tujuan
lawan datang kesana.
Walaupun demikian, bila
dipikirkan kem-bali, rasanya memang tiada jalan lain untuk terhindar dari
perjumpaan dengan Be Siong pak selain memadamkan lentera yang berada di
tangannya itu.
Siau cian sendiripun tidak
berniat mengo-meli si anak muda itu, sebab dia mengerti hanya dengan berbuat
demikianlah mereka baru dapat bertindak lebih jauh.
Dalam pada itu, Be Siong pak
telah berha-sil mengendalikan ketegangan yang mencekam perasaannya, setelah
dicekam perasaan takut dan ngeri tadi, kini dia sudah dapat menduga kalau ruang
rahasia tersebut telah kedatangan jago lihay, sebab padamnya lentera di
tangannya tadi kelewat aneh.
Dengan sinar marta diliputi
perzasaan terkejut wdan ngeri dia mrencoba untuk me-ngawasi bagian-bagian dalam
ruangan yang mungkin bisa dipakai sebagai tempat persembunyian ....
Lan See giok dan Siau cian
sudah pernah minum cairan Leng sik giok ji, karenanya tenaga dalam mereka telah
mencapai ting-katan yang paling sempurna, itulah sebabnya Be Siong pak tidak
berhasil menyaksikan si-nar mata mereka berdua.
Mendadak Be Siong pak
membentak de-ngan suara yang menggeledek seperti guntur:
"Siapa di situ?"
Ditengah bentakan keras, sinar
matanya yang buas dan penuh hawa pembunuh itu ditujukan ke arah tonggak batu
besar di mana Lan See giok dan Siau cian sedang menyembunyikan diri.
Lan See giok berdua merasa
amat terkejut. mereka tak mengira kalau ketajaman mata Be Siong pak demikian
hebatnya sehingga di dalam ruangan yang gelap gulita sulit melihat ke lima jari
tangan sendiripun jejak mereka bisa ditemukan.
Terdengar Be Siong pak
membentak sekali lagi:
"Sobat, bila kau tidak
segera unjukkan diri, jangan salahkan bila aku bertindak kurang hormat
kepadamu.""
Semenjak tahu kalau Be Siong
pak telah bersekongkol dengan Thio Wi kang dalam usaha membunuh majikannya Phoa
yang ong Kian Hui hong tadi, sesungguhnya Lan See giok sudah bertekad hendak
melenyapkan manusia ini dari muka bumi.
Maka setelah mendengar suara
tantangan dan bentakan dari Be Siong pak sekarang, anak muda tersebut menjadi
naik darah, baru saja dia hendak munculkan diri, lengan kirinya telah dicekal
Siau cian erat-erat..
Biarpun gerakan mereka amat
lirih, namun hal ini segera diketahui oleh Be Siong pak.
Dasar manusia licik, tanpa
membuang waktu lagi Be Siong pak segera membentak keras dan melontarkan
sepasang telapak tangannya ke depan...
Segulung angin pukulan yang
maha dahsyat langsung meluncur ke depan dan menerjang ke arah tonggak batu di
mana Lan See giok dan Siau cian menyembunyikan diri.
Lan See giok mendengus marah,
ujung tangan kanannya dikebaskan ke muka se-gulung angin pukulan yang tak kalah
kuat-nya segera menggulung pula ke depan.
"Blaaammm!"
Suatu benturan yang amat keras
segera menggema memecahkan keheningan. --
Akibat dari bentrokan itu,
tubuh Be Siong pak segera terlempar ke arah dinding bela-kang.
"Duuuk!"
Punggungnya yang bungkuk dan
menonjol keluar itu menumbuk di atas dinding keras-keras.
Be Siong pak segera mendengus
tertahan, tubuhnya mundur dengan sempoyongan se-dang pandangan matanya
berkunang kunang, sadarlah dia bahwa seorang jago tangguh telah berada di depan
mata, hanya tidak di ketahui olehnya siapa gerangan jago lihay tersebut.
Dengan perasaan terkejut
bercampur ngeri ia bersandar diatas dinding, hawa murninya dicoba untuk
mengitari badan, ternyata tidak dijumpai sesuatu hambatanpun, ini mem-buat nya
merasa terkejut bercampur gembira.
la terkejut karena
kesempurnaan tenaga dalam yang dimiliki lawan telah mencapai tingkatan yang
bisa digunakan menurut ke-hendak hati sendiri,
la gembira karena tubuhnya
yang sama sekali tidak cedera walaupun sudah terkena sebuah pukulan yang maha
dahsyat.
Sadar, kalau kepandaian
silatnya masih bukan tandingan lawan, timbullah ingatan dalam hati kecil Be
Siong pak untuk me-manfaatkan kegelapan yang mencekam tem-pat tersebut untuk
melarikan diri.
Dia yakin pihak lawan pasti
tidak hapal dengan situasi di tempat tersebut sehingga mustahil bagi mereka untuk
mengejarnya.
Maka diapun menghimpun tenaga
dalam nya ke dalam telapak tangan, lalu sambil maju tiga langkah ke depan,
sambil mem-bentak sepasang telapak tangannya didorong sekali lagi ke muka.
Padahal sedari tadi Lan See
giok sudah, melihat sorot mata Be Siong pak yang berke-liaran kian kemari, dari
sikapnya yang berdiri tak bergerak, pun tidak melakukan terjangan tersebut
pemuda itu sudah menduga, bahwba lawannya bermjaksud hendak meglarikan diri. .b
.
Belum habis ingatan tersebut
melintas le-wat, serangan yang jauh lebih dahsyat dari-pada serangan permulaan
tadi telah dilontar-kan kembali ke arahnya.
Maka sambil tertawa dingin dia
melepas-kan sebuah pukulan pula dengan ayunan tangan kanannya,
Blaaammmm!"
Benturan nyaring menggelegar
di angkasa, membuat seluruh ruangan dipenuhi oleh desingan angin pukulan serta
debu yang be-terbangan di angkasa, begitu tebalnya debu sehingga hampir saja
Lan See giok dan Siau cian tak mampu membuka matanya.
Dimana angin pukulan menyambar
lewat, suasana dalam ruangan pulih kembali dalam keheningan,
Lan See giok mencoba untuk
memasang telinga, tiba-tiba ia berseru tertahan:
"Aduuh celaka!"
Bersamaan dengan selesainya
perkataan ini, tubuhnya telah menerjang keluar pintu ruangan.
Siau cian ikut memperhatikan
situasi di seputar sana, namun bayangan tubuh Be Siong pak sudah tidak nampak
lagi di dalam ruangan, nona ini sadar niscaya Be Siong pak telah memanfaatkan
tenaga pantulan yang dihasilkan dari serangan tadi untuk melari-kan diri, maka
diapun menggerakan tubuhnya dan mengejar dibelakang Lan See giok.
Belum sampai di pintu dinding,
dari depan sana sudah kedengaran suara gemerincingan yang amat nyaring.
Lan See giok dan Siau cian
semakin gelisah lagi, mereka percepat gerakan tubuhnya menuju ke pintu dinding,
masih untung pintu rahasia tersebut belum merapat sama sekali, masih terbuka
lebih kurang seluas tiga depa saja.
Lan See giok berdua tidak
menyia-nyiakan kesempatan yang sangat baik ini lagi, mereka berdua segera
menerobos masuk me lalui celah pintu yang masih terbuka dan mene-lusuri anak
tangga menuju ke depan situ,
Tapi di kamar ataspun sudah
tibdak nam-pak lagji bayangan tubugh dari Be Siongb pak.
Lan See giok sama sekali tidak
menghenti-kan gerakan tubuhnya, dengan sebuah gera-kan "burung walet
menembusi tirai" dia menerobos langsung menuju ke beranda de-pan.
Dari situ ia sempat melihat
sesosok baya-ngan manusia sedang kabur menyelamatkan diri.
Lan See giok tahu kalau orang
itu adalah Be Siong pak, sambil mendengus gusar ia berkelebat ke muka seperti
hembusan angin dan berputar menuju ke halaman depan.
Dari desingan angin yang
menyambar le-wat, Be Siong pak sudah tahu kalau pengejar telah tiba
dibelakangnya dengan perasaan terkejut dia segera berpaling.
Tapi apa yang terlihat
membuatnya sangat terperanjat sampai paras mukanya berubah hebat, tak kuasa
lagi diiringi jeritan ngeri yang memilukan hati dia berteriak:
Kata "pocu" belum
sempat diutarakan, te-lapak tangan kanan Lan See-giok sudah menghajar
punggungnya yang bungkuk seca-ra telak.
"Duuuuuuuuukkkkk
....."
Tubuh Be Siong pak yang
termakan sera-ngan tersebut segera mencelat jauh ke depan, diiringi jeritan
ngeri yang menyayat hati dia muntah darah segar, namun ia masih beru-saha untuk
kabur terus menuju ke halaman depan.
Bayangan manusia berkelebat,
Siau cian telah menyusul tiba, ia segera menarik ta-ngan See giok dan berdua
menyelinap ke tempat kegelapan lalu kembali ke rumah kediaman Oh Li cu.
Gerakan tubuh mereka
sedemikian cepat-nya sehingga di dalam waktu singkat mereka telah tiba ditempat
tujuan.
Bersamaan waktunya mereka tiba
di situ, Oh Li cu juga sedang melompat keluar dari balik kamarnya.
Wajah Oh Li cu kelihatan
gugup, mukanya pucat pasi, tapi setelah melihat Lan See giok dan Siau cian
kembali dengan selamat, dia nampak jauh lebih lega.
Sebelum ia sempat mengucapkan
sesuatu, Siau cian telah menempelkan jari tangannya di ujung bibir pertanda
ragar jangan biczara dulu. Suaraw kentongan titirr kedengaran di bunyikan
bertalu talu dari seberang gedung situ.
Menyusul kemudian suara
bentakan ber-sahut-sahutan, dari empat penjuru bayangan manusia bermunculan.
Lalu kedengaran pula
jeritan-jeritan kaget kawanan perempuan, ada puluhan orang dayang muncul dari
balik gedung.
0h Li cu seperti memahami akan
sesuatu, sambil menunjuk ke depan sana buru-buru dia berseru:
"Ayo cepat, kita menuju
ke gedung tempat kediaman lo pocu ....!"
Selesai berkata, bersama lama
Siau cian dan See giok mereka berangkat ke depan.
Dalam keadaan demikian Oh Li
cu tak sempat lagi untuk menanyakan kisah perja-lanan kedua orang rekannya
memasuki gedung tempat kediaman Oh Tin san, seba-liknya Lan See giok berduapun
tak sempat menceritakan pengalaman mereka kepadanya. . .
Sebelum mereka bertiga tiba
ditempat tu-juan, Oh Li cu telah melihat sesosok baya-ngan manusia tergelepar
diatas lantai depan pintu gedung tempat kediaman Oh Tin san.
Sementara itu berpuluh puluh
sampan te-lah bermunculan dari segala penjuru gedung, ada yang menyandang
golok, ada yang mem-bawa anak panah, semuanya menunjukkan wajah penuh
ketegangan.
Oh Li cu mendekati sang
korban, tapi setelah mengetahui siapa yang terbunuh dengan terkejut ia
menjerit:
"Aaaah, kenapa bisa
dia?"
Sambil berseru ia mendongakkan
kepalanya dan mengawasi Lan See giok yang berwajah hijau membesi dan Siau cian
yang tetap tenang dengan pandangan penuh tanda tanya.
Siau cian segera maju ke muka
dan pura-pura mengawasi pula sang korban menggu-nakan kesempatan tersebut dia
menyikut Oh Li cu agar bersikap lebih waspada..
Setelah itu dengan wajah
terkejut bercam-pur keheranan ia baru pura-pura berseru:
"Hei, bukankah dia adalah
Be congkoan?"
Sesungguhnya Oh Li cu
benar-benar merasa tegang dan di luar dugaan, persis seperti apa yang dirasakan
Lan See giok dan Siau cian ketika pertama kali mengetahui Be Siong pak muncul
dalam ruang rahasia, na-mun setelah diingatkan kembali oleh Siau Cian, gadis
itu segera berhasil mengendalikan gejolak emosinya.
Cepat-cepat dia mengangguk
sambil sa-hutnya:
"Ya, betul! ia memang Be
congkoan!"
Sambil menjawab dia maju dua
langkah ke muka dan memeriksa jenasah Be Siong pak dengan seksama.
Be Siong pak tergeletak dengan
mata ter-belalak lebar dan mulut melongo, keadaannya sangat mengerikan hati.
Dalam pada itu, puluhan sampan
yang berdatangan dari segala penjuru benteng, tapi setelah mereka menyaksikan
keadaan sang korban yang ternyata adalah Be cong-koan mereka sendiri, semua
lelaki kekar itu jadi tertegun dan berdiri melongo.
Diiringi suara bentakan-bentakan
keras. akhirnya ke empat komandan kapal perang juga muncul di situ dengan
menumpang sampan kecil.
Begitu mendarat, ke empat
orang itu mem-beri hormat lebih dulu kepada Lan See giok, kemudian baru
memeriksa keadaan luka yang diderita Be Siong pak.
Tak lama kemudian, komandan
kapal pe-rang "naga perkasa", mendongakkan kepala nya kembali dan
berkata kepada Lan See giok dengan sikap hormat:
"Lapor sau pocu, kematian
Be congkoan saat ini tidak jauh berbeda dengan keadaan Thio Wi kang setahun berselang!"
Sebagai seorang pemuda yang
berbelas kasihan, Lau See giok mulai bertanya kepada diri sendiri setelah
menyaksikan keadaan Be Siong pak tersebut, pantaskah ia membunuh orang itu?
Karenanya setelah mendapat
keterangan dari komandan kapal perang "naga perkasa" dia hanya
manggut-manggut tanpa memberi bkomentar apa pujn...
Sebaliknyga Siau clan segbera
merasakan hatinya tergerak, cepat ia menimbrung:
""Komandan Ciang,.
masih ingatkah kau jam berapa Thio Wi kang menemui ajalnya malam itu?"
Komandan kapal perang
"naga perkasa" mendongakkan kepalanya dan memandang sekejap letak
bintang, kemudian menjawab:
"Keadaannya tak berbeda
jauh dengan keadaan saat ini!""
"Apakah gedung kediaman
Lo pocu dileng-kapi dengan sesuatu alat rahasia?"" tiba-tiba Lan See
giok bertanya, "mengapa Thio Wi kang dan Be congkoan harus memasuki gedung
kediaman lo pocu di tengah malam buta begini.
Ketika mengucapkan kata-kata
tersebut, selapis hawa amarah menghiasi wajahnya, sementara sorot mata yang
tajam dialihkan ke wajah ke empat komandan itu..
Buru-buru ke empat orang itu
menyahut
"Hamba sekalian kurang
tahu!""
"Apakah kalian menganggap
tindakan Be congkoan memasuki gedung kediaman Lo pocu, ditengah malam buta
begini merupa-kan tindakan yang dibiarkan ?"
"Menurut peraturan Loo
pocu, jika hal ini sampai terjadi maka orang itu pantas dijatuhi hukuman
mati""
Lan See giok manggut-manggut,
katanya kemudian.
"Baiklah, sekarang kita
tak usah membi-carakan soal keadaan di dalam gedung kediaman Lo pocu tersebut,
kita harus menunggu sampai Lo pocu pulang dan mem-peroleh persetujuannya lebih
dulu sebelum melakukan pemeriksaan yang seksama di-dalam gedung itu. "
Ke empat komandan tadi kembali
menye-tujui.
Maka Lan See giok pun
berpaling kearah Oh Li cu, sambil bertanya pula:
"Bagaimana pendapat enci
Cu ?��
"Segala sesuatunya
terserah pada kepu-tusan adik Giok" Oh Licu segera. .
Lan See giok mengangguk, Ke
empat ko-mandan kapal perang itu ia berkata kemu-dian: "Sekarang
perintahkan orang untuk memindahkan jenasah Be congkoan dari sini,
saudara-saudara yang lain dipersilahkabn kembali ke pojsnya masing-masging dan
mulai sbekarang, setiap bangunan di dalam benteng ini harus diberi penerangan
secukupnya serta perketat penjagaan, masa lah kedudu-kan congkoan yang lowong,
untuk sementara waktu biar dijabat oleh komandan Ciang dari kapal perang naga
perkasa dengan wakil ko-mandan Ong, Seng dan Nyoo kalian berempat harus bekerja
sama di dalam mengatasi pel-bagai masalah dalam benteng ini.."
Ke empat komandan itu
sama-sama me-ngiakan, sedang kawanan lelaki lainnya sama-sama berdiri dengan
wajah serius.
Lan See giok memandang sekejap
lagi ke seluruh ruangan, lalu setelah mengangguk ramah kepada semua orang, dia
baru beran-jak pergi dari situ diikuti Siau Cian dan Oh Li cu.
Sedang ke empat komandan tadi
saling berunding sebentar, kemudian baru menja-lankan perintah sesuai dengan
apa yang di-kata kan Lan See giok tadi.
Baru sekarang Lan See giok
dapat meresapi apa yang dimaksud dengan "kekua-saan" itu, dan mengapa
pula sementara orang saling memperebutkan kekuasaan hingga mempertaruhkan jiwa
raga serta segala harta miliknya.
Tiba kembali di gedung
kediaman mereka, lentera telah dipasang di mana-mana hingga suasana diliputi
terang benderang.
Setelah mengambil tempat duduk
di ruang utama, Lan See giok memerintahkan agar semua dayang berkumpul di situ.
Dua puluhan orang dayang
dengan wajah gugup sama-sama berkumpul di ruang utama, sementara sorot mata
mereka me-ngawasi Lan See giok dan Oh Li cu secara bergantian dengan pandangan
terkejut, takut dan keheranan.
Lan See giok menunggu sampai
semua dayang itu berkumpul di situ, kemudian de-ngan suara dalam ia baru
berkata:
"Aku minta semua dayang
yang selama ini melayani lo pocu dan hujin segera tampil ke depan.
Sebelas orang dayang segera
munculkan diri dari barisan dengan wajah pucat dan si-kap tegang dan tak
tenang.
Sebagai perempuran yang pintar,z
sejak se-mula wSiau cian sudahr memahami maksud hati pemuda itu, sebaliknya Oh
Li cu meski belum paham, namun iapun bisa menduga kalau hal ini ada hubungannya
dengan per-soalan yang mereka hadapi malam ini.
Dengan kening berkerut dan
mata bersinar tajam, Lan See giok mengawasi ke sebelas dayang itu sekejap,
kemudian ia baru berta-nya dengan suara dalam:
"Tahun berselang, dalam
saat apakah pocu dan hujin pergi meninggalkan gedung kedia-mannya?"
"Kentongan ke empat,
ketika mendekati fajar," sahut para dayang cepat-cepat.
"Sewaktu lo pocu dan
hujin hendak be-rangkat, apa yang mereka pesankan kepada kalian?" tanya
Lan See giok lebih lanjut.
Kawanan dayang itu segera
termenung untuk beberapa saat, akhirnya salah seorang dayang berbaju kembang
melirik sekejap ke arah Oh Li cu dengan pandangan gugup dan takut.
Lan See giok segera tahu kalau
dayang itulah yang menyerahkan surat kepada Oh Li cu, maka ia bertanya lebih
jauh:
"Siapa yang suruh kalian
pindah dari gedung kediaman Lo pocu dan berkumpul di gedung kediaman
nona?"
"Be congkoan!" sahut
segenap dayang ber-sama sama:
Lan See giok manggut-manggut
sambil melirik sekejap kearah Siau cian dan Oh Li Cu-
"Menurut Be congkoan
timbrung Oh Li cu -kemudian, "ia berbuat, demikian agar para dayang tidak
mengusik barang-barang milik lo pocu, itulah sebabnya mereka dikumpul-kan di
sini."
Sekali lagi Lan See giok
manggut-manggut ia tahu hal tersebut hanya merupakan bagian dari siasat busuk
Be Siong pak, maka kepada para dayang iapun bertanya lebih jauh.
"Sewaktu Thio Wi kang
memasuki kamar pribadi Lo pocu malam itu, siapakah diantara kalian yang melihat
perbuatannya itu?
Para dayang segera saling
berpandangan dengan wajah bimbang, sampai lama sekali belum juga ada yang
menjawab.
Berhubung Lan See giok merasa
apa yang diharap ternyata memang mirip dengan apa yang diduga, diapun
mengulapkan tangannya seraya berseru kemudian:
"Sekarang kalian boleh
pergi tidur!".
Bagaikan memperoleh
pengampunan, se-rentak kawanan dayang itu memberi hormat sambil mengiakan.
kemudian bersama sama mengundurkan diri dari situ.
Sedangkan Lan See giok, Siau
cian serta Oh Li cu masuk kembali ke ruang dalam.
Dalam pada itu di jendela
belakang ruang dalam telah disulut setitik cahaya lentera.
Lan See giok mendekati jendela
dan mem-bukanya, ia saksikan setiap jarak tiga kaki telah didirikan sebuah
tiang dengan lentera yang besar. hal mana membuat suasana, menjadi terang
benderang.
Selain itu, di sisi setiap
lampu tersebut berdiri pula dua orang pengawal yang mela-kukan penjagaan, di
lorong-lorong air tampak pula sampan bersimpang siur melakukan perondaan.
Menyaksikan kesemuanya itu,
Lan See giok manggut-manggut dengan perasaan puas, kepada Siau cian dan Oh Li
cu yang berada dibelakangnya ia berkata"
"Penjagaan dalam keadaan
beginilah baru bisa dibilang sebagai suatu penjagaan yang ketat."
Siau cian serta Oh L1 cu
manggut-manggut pula sambil memuji tiada hentinya.
Lan See giok menutup kembali
jendelanya, kemudian sambil berpaling kearah Oh Li cu dia bertanya:
"Terhadap tindakan Be
Siong pak mema-suki gedung kediaman Oh Tin san, apakah kau merasa agar di luar
dugaan?"
Oh Li cu segera mengangguk.
"Yaa, memang aneh
sekali," sahutnya ke-heranan, "peristiwa ini memang sama sekali di
luar dugaanku."
Lan See giok tertawa hambar,
lalu secara ringkas ia menceritakan pengalamannya sampai menemukan Be Siong pak
memasuki kamar rahasia, akhirnya sambil memandang wajah Oh Li cu yang diliputi
perasaan kaget, ia bertanya lagi:
"Dibalik kamar Oh Tin san
ternbyata terda-pat jkamar rahasia, gsebelum kejadiabn ini apakah kau sudah
tahu?
Oh Li cu segera menggelengkan
kepalanya berulang kali, jawabnya lirih:
"Pada hakekatnya aku
tidak mengetahui akan persoalan ini, tapi jika ditinjau keadaan tersebut, bisa
jadi soal tahu atau tidaknya Oh Tin san akan kamar rahasia di dalam kamarnya
masih menjadi sebuah tanda tanya besar."
"Bukankah dahulu Oh Tin
san juga terma-suk anak buah Phoa yang ong atau dia bu-kan?" tanya Siau
cian tidak mengerti.
Oh Li cu termenung sebentar,
kemudian menjawab:
"Kemungkinan besar dia
hanya sebagai tamu agung saja waktu itu, atau turut serta di dalam merencanakan
atau merundingkan suatu persoalan, bisa jadi dia tidak mengeta-hui akan rahasia
tersebut."
"Bila kita himpun semua
keterangan yang ada kemudian menarik kesimpulan, kalau toh Thio Wi kang dan Be
Siong pak adalah bekas anak buah Phoa yang ong pocu yang terdahulu, berarti
merekapun sering turut di dalam perundingan rahasia yang diselengga-rakan dalam
ruang rahasia tersebut.
Thio Wi kang dan Be Siong pak
tentu me-ngetahui juga kalau di dalam ruang rahasia itu tersimpan harta mestika
yang tak ternilai harganya sehingga menimbulkan sifat kema-ruk pada diri
mereka.
"Oh Tin san bisa
memperoleh bantuan dari Thio Wi kang dan Be Siong pak untuk melak-sanakan
pembunuhan atas diri Phoa yang ong. sudah bisa dipastikan masalah harta karun
yang berada di dalam ruangan rahasia tersebut merupakan alasan mereka yang
ter-utama.
"Mungkin juga Thio Wi
kang serta Be Siong pak tidak menyangka kalau Oh Tin san tetap akan berdiam
dalam gedung milik Phoa yang ong setelah meneruskan jabatan sebagai pocu dalam
benteng itu, akibatnya mereka-pun tak pernah memperoleh kesempatan untuk
memasuki ruang rahasia itu.
"Secara kebetulabn Oh Tin
san sujami istri beranggkat keluar laubtan, kali ini enci Cu juga belum pulang
dari berpergian, kesempatan semacam ini memang merupakan kesem-patan terbaik
bagi mereka untuk melakukan penyelidikan atas letak harta karun tersebut.
"Thio Wi kang maupun Be
Siong pak sama-sama mempunyai maksud jahat dan kedua belah pihak sama-sama
berniat mengang-kangi segenap isi harta karun dalam ruang -rahasia itu bagi
kepentingan pribadinya. Maka sewaktu malam itu Thio Wi kang mulai bertindak
memasuki ruang rahasia untuk menyelidiki letak harta karun tersebut, dibunuhlah
orang itu oleh Be Siong pak hingga akhirnya tewas di tengah halaman gedung.
"Sedang mengenai soal
apakah Oh Tin san tahu tentang rahasia tersebut, rasanya ma-salah ini sudah
bukan merupakan persoalan yang serius lagi ...."
Oh Li cu manggut-manggut berulang
kali, tapi ia toh bertanya lagi dengan nada tidak mengerti:
"Tapi kali ini, mengapa
Be Siong pak me-masuki ruang rahasia lagi secara diam-diam?"
Sebelum pemuda itu menjawab,
Siau Cian sudah menjelaskan terlebih dulu:
"Berdasarkan kesimpulan
yang kuambil setelah melihat keadaan waktu itu, Be Siong pak pasti belum
berhasil menemukan harta karun yang berada dalam ruang rahasia itu, adapun
tujuannya memasuki gedung itu lagi, pastilah disebabkan kepulangan adik Giok,
maka dengan menyerempet bahaya dia hen-dak melakukan penyelidikan .sekali lagi
de-ngan harapan kali ini berhasil menemukan sesuatu yang aneh!"
"Yaaa, tampaknya setiap
orang yang mela-kukan kejahatan, pada akhirnya memang tak akan lolos dari
pembalasan..." gumam Oh Ii cu dengan suara lirih.
"Yaaa benar," sahut
Lan See giok, "bisa di bayangkan, berapa banyak pikiran, tenaga serta
beaya yang dihabiskan Phoa yang ong sewaktu mendirikan bangunan benteng ini
dulu, cukup ruang rahasia tersebut, entah berapa banyak materi yang telah
dihabis-kan...
Tampaknya Oh Li cu sangat
berharap bisa menyaksikan keadaan ruang rahasia terse-but, ia segera mengomel:
"Coba kalau adirk Giok
tidak mezngumum-kan larawngan kepada setriap orang untuk memasuki gedung
tersebut sebelum kepula-ngan Oh Tin san suami istri, sekarang juga kita dapat
memasuki lorong rahasia itu lagi untuk melakukan pemeriksaan."
Lan See giok tertawa.
"Sebenarnya ada tiga
alasan bagiku untuk melarang setiap orang memasuki gedung itu:
"Ke satu, dengan
kesempatan setahun yang tersedia bagi Be Siong pak. nyatanya dia be-lum
berhasil menemukan benda yang dicari, dari sini membuktikan kalau rahasia dalam
ruangan tersebut tak mungkin bisa dipecah-kan di dalam satu dua hari saja.
Ke dua, sekarang kita sudah
tahu kalau Oh Tin san suami istri telah pergi ke tempat kediaman Wan san popo,
dan lagi kita pun akan berangkat dalam dua hari mendatang, mungkin kepergian
kali ini akan mencapai satu bulan malah setengah tahun lamanya, bila keadaan
dalam gedung tersebut keburu bocor, sedang kita tak ada disini, bukankah ini
sama berarti memberi kesempatan kepada sementara oknum untuk menunggangi
pe-luang tersebut?
Ketiga, saat ini segenap
anggota benteng sama-sama membicarakan masalah gedung tersebut, semua orang
curiga, tak tenang dan takut akan hal-hal yang tahayul, apalagi dengan
kepandaian yang begitu hebat dari Be Siong pak serta Thio Wi kang pun akhir nya
ditemukan tewas dimuka gedung, bayangkan saja, siapakah diantara mereka yang
berani melakukan penyelidikan lagi di dalam gedung tersebut, apalagi merekapun
belum mengeta-hui tentang rahasia ruangan rahasia itu.
"Menurut pandanganku,
lebih baik tunggu saja sampai kite kembali dari bukit Wan san baru melakukan.
penyelidikan secara diam-diam, kemudian hasil penyelidikan tersebut kita
umumkan kepada segenap anggota ben-teng, apa tindakan ini tidak bagus?"
Mendengar sampai di situ, Siau
cian dan Oh Li cu sama-sama mengangguk sambil memuji.
Begitulah, berhubung besoknya
mereka masih harus menempuh perjalanan untuk melaksanakan tugas, mereka bertiga
segera kembali ke tempat masing-masing untuk beristirahat.
Tanpa terasa fajar sudah mulai
menying-sing di ufuk timur.
Pertama tama Oh Li cu mengutus
orang untuk memberitahu kepada ke empat ko-mandan kapal perang bahwa sau pocu
hen-dak keluar benteng untuk melakukan pe-meriksaan apakah kapal-kapal perang
pihak Lim lo pa telah mengundurkan diri semua dari telaga Phoa yang oh,
kemudian meme-rintahkan pula kepada komandan Ciang agar tengah hari nanti
mengirim sebuah kapal pengangkut untuk membawa kembali kuda milik sau pocu yang
ada di pantai telaga barat.
Selesai sarapan, Lan See giok,
Siau cian dan Oh Li cu dengan memerintahkan dua orang dayang untuk mendayung
sebuah sampan kecil, segera berangkat meninggal-kan benteng.
Waktu itu matahari sudah
bersinar cerah, sinar matahari yang lembut menyinari selu-ruh permukaan telaga
dan memercikkan ca-haya keemas emasan yang menyilaukan mata.
(Bersambung ke Bagian 38)