"Berapa butir kepala sih
yang dia miliki?" kata Tok Nio-cu tanpa ragu, "sekalipun kita
bersedia melepaskannya, Kiong Tek ciong belum tentu mengampuni jiwanya ?"
Baru selesai ia berkata,
tiba-tiba, dari atas dinding benteng terjadi kegaduhan.
"Saat itu mungkin Kiong
Tek-ciong telah datang" Lan See-giok segera berbisik dengan mata berkilat.
Betul juga, terdengar suara
gemerincing dan nyaring bergema di angkasa, kemudian jembatan gantung itu
pelan-pelan diturun-kan, setelah itu pintu gerbang yang berat juga dibuka
lebar.
Ke empat orang itu serentak
mengalihkan pandangannya ke depan, tampak ada dua tiga puluh orang jago
berpakaian ringkas yang menggembol senjata mengiringi si Beru-ang berlengan
tunggal Kiong Tek ciong menampakkan diri dari balik pintu.
Beruang berlengan tunggal
memiliki pera-wakan tubuh yang tinggi besar, dadanya la-pang dan perutnya
gendut, dahinya sempit tapi matanya bulat. jenggot hitam menghiasi dagunya. ia
kelihatan sudah berusia enam tujuh puluh tahunan.
Dia masih tetap mengenakan
jubah pan-jang, dalam genggaman tangan tunggal nya kelihatan sebuah senjata
palu besar, dengan wajah penuh amarah dan langkah lebar dia berjalan menuju ke
ujung jembatan.
Bertemu dengan Beruang
berlengan tung-gal.
Lan See giok segera teringat
kembali betapa sakitnya dia karena ditendang keras-keras dikala berada dalam
kuburan tempo hari.
Api amarahnya segera berkobar
dan men-yelimuti benaknya tapi ketika teringat akan dendam ayahnya, dia segera
merasa bahwa tendangan tersebut masih belum terhitung apa-apa.
Beruang berlengan tunggal
menghentikan langkahnya setelah berada lima kaki dihada-pan Lan See giok,
sedang puluhan jago yang mengikutinya berdiri teratur di belakangnya. dalam
selintas pandangan saja bisa di
ketahui kalau mereka memiliki
kedudukan yang berbeda.
Begitu berjumpa dengan si
beruang berle-ngan tunggal Tok Nio-cu segera tertawa ri-ngan, kemudian
jengeknya: "Wahai pemimpin besar, apakah kau bawa serta penghianat dari
Pek-ho cay kami, si harimau berkaki ce-bol?"
Sementara berbicara, sepasang
matanya yang genit tiada hentinya bergerak kian ke-mari, seolah-olah sedang
mencari jejak si ha-rimau berkaki pendek, tapi seperti juga se-dang mengawasi
pihak lawan, apakah ter-da-pat jago-jago yang berilmu tinggi.
Menyaksikan sikap angkuh Tok Nio-cu
serta kekurang ajarannya, tanpa terasa Kiong Tek-ciong tertawa dingin, akan
te-tapi setelah menjumpai Sik Tay kong dan Cing lian nikou tergeletak di atas
lapangan berumput, amarahnya seketika pudar, senyuman dingin pun berubah
menjadi senyuman, katanya kemudian:
"Si harimau berkaki cebol
dari benteng kalian kini disekap di atas puncak mayat menggeletar, sewaktu
nyonya akan pulang nanti dipersilahkan untuk dibawa serta, jika nyonya merasa
kurang leluasa. Biar kuutus orang untuk mengirimnya kembali."
Dengan wajah puas Tok Nio-cu
manggut-manggut, kembali jengeknya:
"Ehmm, beberapa patah
katamu itu masih terhitung perkataan manusia, dengan kedudukanmu sebagai
pemimpin besar tiga tebing sembilan puncak dua belas benteng. aku tidak kuatir
kau akan mengingkari janji."
Kemudian sambil menuding
kearah Lan See giok yang berada di sisinya, ia perkenal-kan:
"Dia adalah putra si
peluru perak gurdi emas Lan Tayhiap, Lan See giok!"
Beruang berlengan tunggal
mengerutkan dahinya kemudian mendengus dingin, tegurnya sambil menatap wajah
pemuda itu lekat-lekat. "Selama ini antara aku dengan Lan Khong-tay tidak
mempunyai hubungan apa-apa, bahkan mengenal pun tidak, ada urusan apa kau
hendak mencari aku?"
Gusar sekali Lan See giok oleh
perkataan itu, sambil mengebaskan ujung bajunya dia melompat dua kaki ke depan,
kemudian sambil menuding Kiong Tek ciong, serunya. dengan amarah.
"Kiong Tek ciong, setahun
berselang kalian lima manusia cacad dari tiga telaga telah bersekongkol untuk
membunuh ayahku dalam kuburan kuno . . . "
"Hei kau jangan
mempercayai fitnahan keji dari Gui Pak ciang si anjing bangkotan
itu"" Beruang berlengan tunggal meraung pula dengan penuh amarah,
"dalam peristiwa tersebut, aku sendiripun kena dikecohi habis
habisan!"
Kembali Lan See giok tertawa
dingin.
"Hmm, kalau tidak tahu,
mengapa kau memasuki kuburan kuno pada malam itu serta menggeledah mendiang
ayahku . . . "
Berubah wajah Kiong Tek ciong
oleh per-kataan tersebut, tapi ia segera berseru lagi penuh amarah.
"Sudah pasti semua cerita
ini hasil ngaco belo dari Gui Pak ciang si anjing bangkotan itu, siapa bilang
aku pernah memasuki ku-buran kuno."
""Kiong Tek
ciong!" Lan See giok segera mendongakkan kepalanya sambil tertawa seram.
"aku tahu kau punya rencana mem-bunuh mendiang ayahku, diam-diam mem-buka
pintu rahasia tapi kemudian berlagak pilon, kalau begitu musuh besar pembunuh
ayahku tak salah lagi adalah engkau..
Sewaktu mengutarakan kata-kata
itu, sepasang matanya memancarkan cahaya tajam wajahnya yang tampan penuh
dilapisi hawa napsu membunuh, dengan cepat ta-ngan kanannya meraba ke pinggang
dan me-lepaskan senjata gurdi emasnya, kemudian pelan-pelan mendesak ke muka.
"Kau harus tahu"
kembali serunya sambil menggertak gigi?, "si bocah yang semaput di atas
lantai dan kemudian kau tendang keras-keras itu tak lain adalah aku sendiri,
apakah kau masih ingin berlagak pilon lagi?"
Melihat senjata gurdi emas
yang berada di tangan Lan See-giok, Kiong Tek-ciong segera teringat kembali
akan diri Lan Khong-tay, semua rasa dendam dan marah yang terpen-dam dalam
hatinya selama banyak tahun segera dimuntahkan ke luar.
Tak tahan lagi ia mendongakkan
kepala nya dan tertawa terbahak bahak, suaranya mengerikan sekali.
"Haaahhh...haaahhh..
haaahhh... bagus, bagus sekali, sudah sepuluh tahun kukuntit Lan Khong-tay,
sayang selama ini belum per-nah berjodoh untuk menjajal kelihaian sen-jata
gurdi emasnya, baiklah, dari tanganmu si bocah keparat, hari ini juga ingin
kucoba sampai di mana sih kehebatan dari per-mainan gurdi emas itu,`
Kemudian setelah merentangkan
senjata palu bajanya di depan dada, ia berkata lagi dengan angkuh.
"Bocah keparat. bila kau,
memang berilmu, silahkan digunakan semua, aku tak bakal melukai dirimu"
Lan See giok tertawa angkuh,
ia balas ber-seru dengan gemas:
"Jangan lagi kau Kiong
Tek-ciong seorang belum merupakan tandingan siauya mu, biar kedua belas orang
caycu, dari Tay ang san mu turun tangan bersamamupun, siauya tak bakal akan
gentar."
Baru selesai perkataan
tersebut diutarakan dari antara puluhan orang jago itu segera terdengar
seseorang membentak gusar.
"Pemimpin besar, harap
berhenti dulu, biar hamba yang menjumpai dulu si bocah teke-bur
tersebut""
Ditengah bentakan gusar
sesosok baya-ngan manusia muncul dari balik barisan...
Dengan cepat Lan See giok
mengamati orang itu, ternyata dia adalah seorang lelaki kekar bercambang lebat,
bermata besar dan membawa senjata toya baja yang berat sekali.
Kiong Tek ciong berpaling dan
memandang sekejap ke arah lelaki kekar itu, kemudian pesannya.
"Tan tongcu, kau mesti
berhati hati!"
Dari sebutan
"Tongcu", Lan See giok segera tahu kalau ilmu silat yang dimiliki
orang ini masih setingkat lebih tinggi dari pada kedua belas orang caycu
tersebut.
Belum habis dia berpikir,
tiba-tiba ter-de-ngar.
Tok Nio-cu berkata dengan
suara dalam.
"Adik Giok orang ini
adalah salah satu di-antara tiga tongcu yang berkuasa di luar bukit Tay ang
san, orang menyebutnya seba-gai si toya baja pengusir gunung Tan Siu- lim.....
Sebelum Tok Nio-cu
menyelesaikan pe-rka-taannya, Tan tongcu lelaki berpakaian hitam itu sudah tiba
satu kaki di hadapan Lan See-giok, bahkan berteriak sambil menggigit bibir.
"Betul, toaya mu adalah
si toya baja pe-ngusir bukit Tan Siu-lim.. !"
Ditengah bentakan, tubuhnya
menerjang maju ke muka. toya baja-nya dengan gurus bukit Tay san menindih
kepala, menyambar ke atas ubun-ubun Lan See-giok dengan di-sertai desingan
angin tajam.
Lan See giok tertawa dingin
lalu mende-ngus penuh penghinaan, dia menunggu sam-pai serangan itu mendekati
kepala-nya, ke-mudian baru mengigos ke samping dengan cepat.
Toya baja itu segera meluncur
dari sisi ba-junya menyambar permukaan tanah, rerum-putan pun beterbangan
memercik ke mana-mana.
Peristiwa yang berlangsung
baru-baru ini memang luar biasa mendebarkan hati, tanpa terasa semua orang yang
hadir sama-sama menjerit kaget, bahkan Oh Li cu sempat menangis.
Tangisan Oh Li cu ini segera
memancing pula perhatian dari Si Cay soat, gadis itu merasakan hatinya tergerak
dan seakan baru memahami akan sesuatu hal, namun dia hanya mengerling sekejap,
kemudian melan-jutkan perhatiannya ke arena.
Sementara itu si toya baja
pengusir bukit Tan Siu lim sedang berteriak kaget sambil mundur ke belakang.
dengan wajah pucat pias teriaknya gusar.
"Bocah keparat, mengapa
tidak kau sam-but seranganku tadi?"
Lan See giok memang bermaksud
menak-lukkan hati musuh musuhnya dengan menampilkan ilmu silat yang luar biasa,
se-bab bila sampai terjadi pertarungan massal, sudah pasti posisinya tak akan
menguntung-kan pihaknya, itulah sebabnya dia ingin membekuk musuhnya saja tanpa
mencede-rainya.
Maka setelah tertawa dingin,
katanya ke-mudian dengan nada menghina.
"Selama ini, aku hanya
tahu bertarung melawan orang-orang yang berilmu silat tinggi. aku tak pernah
sudi beradu kekuatan dengan manusia bertenaga kerbau macam kau!"
Bisa dibayangkan betapa
gusarnbya Tan Siu lim.j saking gemasnyga dia sampai bebr-kaok kaok berulang
kali, jeritnya setengah meng-gembor. "Bocah tekebur, kau benar--benar
membuat aku ingin muntah darah karena gusarnya- "
Ditengah teriakan tersebut,
sekali lagi ia menerjang ke muka, toyanya di angkat tinggi sementara, segenap
tenaga dalam yang dimi-likinya dihimpun menjadi satu untuk menghantam tubuh
lawannya
Sistim pertarungan macam orang
gila seperti itu hakekatnya merupakan suatu per-tarungan antara mati dan hidup,
saking ka-getnya semua orang menjadi gempar.
Tanpa sadar Tok Nio-cu
berteriak pula:
"Adik Giok, kau harus
berhati hati..."
Lan See giok tertawa dingin,
sementara itu tenaga Hud kong sinkang telah dihimpun ke dalam tubuhnya.
Ketika serangan toya menyambar
datang, ia membentak pula keras-keras.
"Enyah kau, dari
sini...,"
Gurdi emasnya diayunkan ke
muka. tam-pak cahaya tajam berkelebat lewat. percikan bunga api memancar ke
empat penjuru.
Diiringi jeritan aneh dari Tan
Siu-lim, toya bajanya mencelat ke tengah udara den me-luncur jauh ke belakang,
sementara tubuh nya yang kekar terperosok ke depan...
Suatu bentakan merdu bergema
lagi, ba-yanganpun berkelebat, dengan suatu gerakan kilat Tok Nio-cu telah
menotok jalan darah Tan Siu-lim"
Tak ampun lagi si toya baja
pengusir bukit Tan Siu-lim roboh terjengkang ke atas tanah, sementara tangannya
berdarah akibat dari bentrokan tadi.
Suasana di dalam arena waktu
itu terasa hening den sepi sekali, hampir semua orang yang hadir terbelalak matanya
dengan mulut melongo saking kagetnya, paras muka mereka pucat pias, sorot
matanya yang me-mancar kan sinar terkejut ditujukan kearah pemuda tersebut,
nyatanya tak seorang manusiapun yang berani bersuara.
Kiong Tek-ciong sendiri sampai
gemetar seluruh tubuhnya, wajahnya pucat pasi, saking terkejutnya diapun tak
tahu apa yang mesti dilakukan.
Mimpipun tak disangka kalau
habsil laporan rahjasia dari si hagrimau berkaki cbebol terse-but menunjukkan
bahwa kenyataan jauh le-bih hebat daripada apa yang diduganya se-mula.
Sementara itu Oh Li cu sudah
diliputi oleh hawa napsu membunuh, terutama sekali bila ia teringat kembali
bagaimana dia hampir jatuh pingsan karena terkejut melihat Tan siu lim hendak
menghajar adik Giok nya tadi, dengan pedang terhunus dia segera maju ke muka
siap menghabisi nyawa Tan Siu lim.
Tok Nio-cu yang menyaksikan
hal tersebut cepat-cepat menghalangi niatnya, .
"Adikku, jangan kau bunuh
orang itu, Tan Siu lim adalah seorang manusia yang gagah dan jujur, ia tak
pernah melakukan keja-hatan dalam kehidupannya sehari hari."
Dengan perasaan kagum Lan See
giok segera berpaling dan melihat sekejap ke arah Tok Nio-cu setelah mendengar
ucapan terse-but, Si Cay soat juga berperasaan sama, dia menganggap meskipun
Tok Nio-cu orangnya kejam dan tak berperasaan, namun dalam keadaan seperti ini,
ia selalu dapat menun-jukkan sikap yang sangat mengagumkan.
Oh Li-cu segera
manggut-manggut sambil mengundurkan diri, seperti juga Lan See -giok Si
Cay-soat, dalam hati kecilnya telah menaruh perasaan kagum terhadap encinya
yang termasyhur sebagai perempuan beracun itu.
Tapi mereka semua tak ada yang
men-yangka bahwa kesemuanya itu bisa terjadi karena perasaan menyesal dan malu
yang tumbuh di hati kecil Tok Nio-cu setelah per-buatannya memotong tali semalam,
serta melihat keadaan Oh Li-cu yang menangis tersedu itu.
Ditambah pula ia ditolong Lan
See-giok ketika tertawan pagi tadi, kesemuanya itu membuat perasaannya dan
sikapnya ikut berubah menjadi lebih lurus walau tanpa disadari olehnya.
Sementara itu, Kiong Tek-ciong
beserta puluhan orang jagonya turut merasa ter-haru oleh ucapan Tok Nio-cu
tersebut, namun mereka tidak yakin kalau orang jahat dapat berkata begitu.
Paling tidak mereka tidak percaya kalau perkataan tadi diutarakan Tok Nio-cu
dari hati sanu-barinya.
Tatkala Lan See giok melihat
taktik yang mereka pergunakan telah mendatang-kan ha-sil, maka sambil
mengawasri kawanan jago zyang tertegun kwarena terkejut rserta Kiong Tek ciong
yang masih berdiri melongo. ia mem-bentak keras:
"Beruang berlengan
tunggal, mengapa kau belum juga menampilkan diri untuk mene-rima
kematian?"
Kiong Tek ciong gusar sekali
mendengar bentakan ini, dia mendongakkan kepalanya kemudian tertawa terbahak
bahak:
"Haah . . . . haah . . .
. haaahhh . . .
bocah keparat she Lan, biarpun
aku sudah berusia lanjut, selama hidup belum pernah berbicara bohong, tentang
siapa yang telah membunuh ayahmu, sampai sekarang saja aku sendiri masih
sangsi, bagaimana pun tidak seharusnya kau percayai perkataan se-pihak dari Gui
Pak ciang si anjing bangkotan tersebut dengan menuduh aku sebagai
pela-kunya."
Lan See giok menjadi tertegun,
tanpa terasa ia teringat kembali dengan si iblis bermuka hijau Toan Ki-tin, di
samping itu diapun terbayang kembali bagaimana Kiong Tek- ciong melarikan diri
terbirit birit melalui lorong rahasia baru.
Membayangkan kesemuanya itu,
alis mata nya kembali berkernyit, hawa napsu mem-bunuh menyelimuti wajahnya,
sambil tertawa dingin pelan-pelan ia mendesak maju ke muka:
Sebagai pemimpin besar dari
dua belas benteng, apalagi berada dihadapan anak buahnya yang begini banyak.
sudah barang tentu Beruang berlengan tunggal Kiong Tek ciong tak bisa
menunjukkan sikap pengecut nya.
Melihat Lan See giok maju
mendekatinya dengan hawa napsu membunuh menyelimuti wajahnya, ia sadar bahwa
kematian semakin mendekatinya hari ini.
Tapi ia tidak menyesal
walaupun harus mati, cuma dia sendiripun hingga kini masih menaruh curiga,
sebetulnya si peluru perak gurdi emas Lan Khong-tay telah mati dita-ngan siapa,
terutama sekali ia membenci kepada Gui pak-ciang yang telah mendatang-kan
musibah baginya.
BAB 23
AKHIRNYA dengan kening
berkerut sekali lagi dia tertawa terbahak bahak. kemudian ujarnya dengan
menggertak gigi.
"Bocah keparat, jangan
kau anggap dengan memiliki kepandaian silat yang tangguh maka kau boleh
bertindak sewenang-wenang. rupanya kau memang khusus mencari gara-gara disini,
apakah Gui Pak ciang si anjing bangkotan itu yang memerintahkanmu ke-mari
......"
Belum selesai perkataan itu
diutarakan dengan kening berkerut mendadak Tok Nio-cu membentak keras.
"Adik Giok, harap
berhenti dulu!"
Menyusul kemudian dia melompat
ke muka dan berdiri berjajar di sisi anak muda tersebut.
Pada hakekatnya, Lan See giok
sendiripun mulai merasakan bahwa peristiwa berdarah itu penuh dengan liku-liku
yang misterius, justru karena hal ini dia tak berani menyim-pulkan siapa
gerangan manusia yang telah menghabisi jiwa ayahnya.
Bila ia tinjau dari sikap
gusar dari Beruang berlengan tunggal Kiong Tek-ciong saat ini, segera terasa
olehnya bahwa orang ini bukan pembunuh yang sebetulnya, bisa jadi diapun
mempunyai sesuatu alasan tertentu. `
Maka sewaktu ia dicegah oleh
Tok Nio-cu, kemudian perempuan itu menghampirinya, dengan sorot mata penuh
tanda tanya ia mengawasi Tok Nio-cu.
Tok Nio-cu segera membuat
gerakan agar Lan See giok menunggu sebentar, kemudian kepada Kiong Tek ciong
yang masih diliputi kegusaran, ia menegur:
"Hei. anjing tua
berlengan tunggal, beru-lang kali kau mengumpat Gui loya kami se-bagai
pemfitnah, kalau toh Lan tayhiap bu-kan tewas di tanganmu, mengapa kau tidak
mencoba untuk mengutarakan bukti dan ala-san yang jelas bahwa pembunuhan
tersebut bukan hasil perbuatanmu?"
Kiong Tek ciong tertegun, tapi
diapun segera dibuat sadar oleh teguran itu, walau-pun begini ia toh tetap berkeras
kepala.
"Ditengah malam buta
kalian sudah me-nyerbu gunungku, melepaskan api, mem-bunuh orang. bukan lagi
" memegang pera-turan dunia persilatan, tidak memberi ke-sempat-an. kepada
orang untuk berbicara--"
Tok Nio-cu tertawa dingin,
sebelum perka-taan lawan selesai diutarakan. ia telah ber-kata lagi dengan
suara dalam.
"Lebih babik cepat-cepat
jtutup mulutmu igtu, kau tak usabh membonceng dari soal cengli. Pokoknya, bila
kau tidak memberi penjelasan yang memuaskan untuk Lan siauhiap pada hari iri,
kami bukan cuma membakar dan membunuh saja--"
"Sudah membakar dan
membunuh, kalian belum juga puas. Apalagi yang hendak kalian lakukan?"
teriak Kiong Tek ciong marah.
"Apalagi? Tentu saja akan
mengobrak abrik sarangmu kemudian mencabut selembar jiwa tuamu!"
Kiong Tek ciong semakin
tertegun, ia sama sekali tidak menganggap ancaman dari Tok Nio-cu tersebut
sebagai perkataan anak kecil, sebab bila perempuan tersebut benar-benar dibuat
sampai marah, apa yang telah diucap-kan benar-benar bisa dilakukan.
Kalau cuma Tok Nio-cu seorang
memang tak perlu dirisaukan, tapi di situ masih hadir Lan See-giok serta nona
berbaju merah yang nampak memiliki ilmu silat yang begitu he-bat..
Membayangkan sampai ke situ,
sambil tertawa dingin ia lamas berkata.
"Bila menyelesaikan
pekerjaan tanpa aturan, menganiaya orang dengan mengan-dalkan kemampuan,
biarpun kalian berhasil mengobrak abrik Tay ang san ku ini, terhi-tung enghiong
macam apa pula kalian ini?"
Melihat cara berbicara Kiong
Tek-ciong yang mengenaskan, Lan See-gook menjadi tidak tega, dia segera
menimbrung.
"Waktu bagiku berharga
sekali, lagi pula akupun tidak berniat berdiam kelewat lama disini, kalau toh
pembunuh ayahku bukan kau lantas siapakah dia?"
Kiong Tek ciong menjadi sangat
gembira karena mendengar Lan See-giok tidak berniat berdiam kelewat lama di
situ, malah kalau bisa dia berharap pemuda itu beranjak pergi secepatnya, namun
kenyataannya dia me-mang tidak mengetahui siapa pembunuh Lan Khong-tay yang
sebenarnya.
Maka dengan wajah serba salah
dia segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
Aku benar-benar tak tahu
siapakah yang telah membunuh Lan tayhiap !"
Ditinjau dari mimik wajah
lawan, Lan See giok dapat merasakan bahwa Kiong Tek ciong tidak berbohong, tapi
ia toh menegurb kem-bali.
"Lajntas bagaimana
gmungkin kau bisba mengetahui kalau mendiang ayahku berdiam di dalam kuburan
Leng ong bong?"
Tanpa ragu Kiong Tek ciong
menjawab.
"Pada mulanya aku sama
sekali tidak me-ngetahui akan peristiwa tersebut, hingga aku tiba dalam kuburan
dan melihat Lan tayhiap tergeletak di antara genangan darah. aku baru mengerti
rencana apakah yang sebenar-nya dirundingkan oleh Toan Ki tin dan Si Yu gi pada
siang harinya!"
Pedih hati Lan See giok
mendengar hal itu, rupanya Toan Ki tin yang telah membunuh ayahnya . . .
Namun tak tahan dia toh
bertanya juga "Yang kau maksudkan adalah si setan ber-mata tunggal dan
Makhluk bertanduk tung-gal . ?"
Ketika mengucapkan perkataan
tersebut tubuhnya gemetar keras, air matanya mengembang di mata, rasa pedih
da1am hati-nya membuat ia tak sanggup bertanya lebih jauh.
Si Cay soat dan Oh Li cu
segera maju menghampiri anak muda itu dan berdiri, di belakangnya dengan penuh
rasa kuatir.
Memandang kesedihan yang
mencekam pemuda itu, tanpa terasa Kiong Tek ciong ikut mengangguk:
"Yaa, benar, memang kedua
orang itu!"
Dari pembicaraan mana, Tok
Nio-cu segera menyimpulkan bahwa dibalik kesemuanya ini pasti terdapat alasan
lain, maka setelah me-mandang sekejap ke arah Lan See giok yang sedih, ia
segera menimbrung,
"Pemimpin besar Kiong,
kalau memang kejadian ini disaksikan olehmu sendiri. harap kau memberi
keterangan kepada Lan siau-hiap. dengan begitu juga dapat membersih-kan dirimu
dari sangkaan jelek. Bagaimana sih ceritanya sampai kau bertemu dengan Si Yu gi
dan Toan Ki tin? Apa saja yang mereka rencanakan? Dan bagaimana pula caranya
turun tangan terhadap Lan tayhiap?"
Kiong Tek ciong sangat
berharap Lan See giok sekalian dapat selekasnya turun gunung, tapi ia pun ingin
menyelamatkan jiwa ke tiga orang caycu nya. maka kepada Tok Nio-cu diapun
berkata:
"Tidak sulit birla kalian
menghzendaki aku bercwerita, namun ker tiga orang yang kalian tawan harus
dibebaskan dulu"
"Boleh. aku akan mewakili
adik Giok untuk mengambil keputusan" Tok Nio-cu mengang-guk tanpa ragu.
Lalu kepada Oh Li cu, ia
menambahkan.
"Adikku, coba kau
bebaskan jalan darah mereka bertiga!"
Oh Li cu mengiakan sambil
mengangguk kemudian beranjak pergi.
Lan Se giok tahu bahwa 0h Li
cu tak akan dapat membebaskan Sik Tay kong dan Cing lian nikou dari pengaruh totokan..,
dia segera memberi tanda kepada Si Cay soat agar me-ngikutinya.
Si Cay soat mengangguk dan
melayang ke muka, biarpun ia bergerak lebih terlambat namun justru tiba lebih
duluan dari pada Oh Li-cu..."
Demonstrasi ilmu meringankan
tubuh se-macam ini bukan saja membuat Kiong Tek ciong dan puluhan jago lainnya
merasa terkejut. bahkan Oh Li cu serta Tok Nio-cu sendiripun dibikin
tertegun"
Si Cay--oat langsung turun
tangan mem-bebaskan Sik Tay-kong dan Cing-lian nikou dari pengaruh totokan,
sebaliknya membiar-kan Tan Siu-lim ditangani oleh Oh Li-cu.
Tak sedikit diantara kawanan
jago yang hadir segera mendapat tahu bahwa Sik Tai kong dan Cing lian nikou
sesungguhnya telah ditotok orang dengan totokan gerakan ilmu menotok khusus.
Sik Tay-kong. Tan Siu-lim
serta Cing lian nikou serentak melompat bangun, dengan wajah tersipu sipu malu
kembali ke barisan di belakang Kiong Tek ciong, setelah itulah Tok Nio-cu baru
berkata:
"Nah pemimpin besar,
sekarang giliran mu yang harus bercerita tentang pengalaman mu selama di
kuburan Leng ong bong!"
Karena orang orangnya sudah
dibebaskan semua, dengan tulus Kiong Tek ciong ber-kata:
"Panjang sekali kisah ini
untuk diceritakan, terpaksa aku akan mengatakan secara garis besarnya
saja..".
Memang paling baik begitu."
Tok Nio-cu segera menukas, sebab Lan siauhiap me-mang tak mempunyai banyak
waktu untuk mendengarkan obrolanmu!"
Agaknya Kiong Tek ciong cukup
me-ngeta-hui tabiat dari Tok Nio-cu, ia tidak menjadi gusar oleh perkataan itu.
sesudah termenung sejenak, ujarnya kemudian:
"Malam itu aku sedang
duduk beristirahat di dalam hutan lima li di sebelah utara Leng ong bong. lebih
kurang seperminuman teh kemudian, tiba-tiba dari luar hutan berku-mandang suara
ujung baju yang terhembus angin.
"Tergerak hatiku waktu itu,
serta-merta aku menyembunyikan diri dibalik pohon be-sar untuk mengintip apa
gerangan yang ter-jadi, saat itulah dari tepi hutan muncul dua sosok bayangan
manusia, yang satu tinggi yang lain pendek.
"Oleh karena dalam hutan
itu sangat gelap ditambah lagi gerakan tubuh kedua orang itu amat cepat, maka
sulit bagiku untuk melihat jelas wajah mereka.
"Sebagaimana diketahui.
dari laporan mata-mata, kami lima manusia cacad men-dapat kabar kalau jejak
Hu-yong siancu telah diketahui muncul di sebelah barat dekat te-laga
Phoa-yang-oh, hatiku menjadi girang setelah melihat munculnya kedua sosok
ba-yangan manusia tadi, sebab menurut dugaanku mereka tentulah si peluru perak
gurdi emas Lan tayhiap serta Hu-yong siancu...".
LAN SEE GIOK segera berkerut
kening ia tidak habis mengerti mengapa orang persila-tan selalu menggabungkan
ayah dengan bibi Wan, tapi ia yakin diantara ayahnya dengan bibi Wan tentu
pernah terjalin hubungan as-mara yang menggemparkan seluruh dunia persilatan---
Sementara dia masih berpikir,
terdengar Kiong Tek ciong melanjutkan kembali kata katanya.
"--.tapi setelah kuamati
lebih seksama ternyata mereka adalah Si Yu gi serta Toan Ki tin. waktu itu aku
tidak menegur mereka se-bab gerak gerik mereka berdua amat mencu-rigakan, maka
akupun berusaha tidak me-nimbulkan sedikit suarapun.
"Mereka berdua berdiri
cukup lama di sisi hutan sambil mengawasi hutan itu dengan seksama, kemudian
mereka berbisik bisikb seperti lagi mjerundingkan sesguatu, hal ini mbembuat
aku makin bertambah curiga lagi. Biarpun berada di tempat yang terpencil,
mereka masih bersikap amat berhati-hati dan rahasia, hal tersebut membuktikan
kalau masalahnya tidak sederhana.
"Kalau pada mulanya aku
sudah enggan menampakkan diri, saat ini aku semakin tak berani muncul dari
tempat persembunyian, karena dengan kemampuan yang kumiliki, mendingan kalau
cuma menghadapi Toan Ki-tin seorang, bila harus menghadapi dua orang, sudah
pasti pihakku yang bakal menderita kerugian.
Setelah berunding beberapa
saat, si Mak-hluk bertanduk tunggal Si Yu gi pun berjong-kok dan membuat sebuah
lukisan peta di atas tanah. dari sikap mereka ini, akupun menjadi paham. sudah
pasti Si Yu-gi telah berhasil menemukan tempat tinggal Hu-yong siancu.
Setelah memperoleh penjelasan
yang pan-jang lebar dari Si Yu gi, si mata tunggal Toan Ki tin nampak
mengangguk berulang kali se-olah-olah memahami sesuatu, mereka berdua pun
melanjutkan perjalanan lagi meninggal-kan hutan dan menuju kearah
selatan."
"Kalau ditinjau dari
pembicaraan pe-mimpin besar. rupanya kau tidak berhasil menyadap apa yang
mereka bicarakan waktu itu?" tiba-tiba Tok Nio-cu menyela dengan kening
ber-kerut.
Tanpa ragu Kiong Tek ciong
segera meng-gelengkan kepalanya berulang kali.
"Tidak. berhubung
jaraknya terlalu jauh, -Begitulah, kutunggu sampai mereka ke luar dari hutan
kemudian baru melompat turun dari atas pohon dan cepat-cepat mendekati tempat
dimana mereka berbicara tadi, pada permukaan tanah banyak kujumpai
ling-karan-lingkaran.
"Karena tidak kupahami
apa maksudnya, lagi pula takut kehilangan jejak Toan Ki tin dan Si Yu gi, maka
sembari menduga duga apa arti dari lingkaran-lingkaran ter-sebut, kususul
mereka ke arah selatan.
"Waktu itu langit
diliputi awan tebal, sua-sana gelap gulita, bayangan tubuh dari Toan Ki-tin
serta Si Yu-gi sudah tidak nampak lagi. kejadian mana membuat hati -sangat
gelisah sehingga tanpa terasa mempercepat perja-lanan.. ,"
Tergerak hati Lan See-giok
setelah mendengar sampai disini, menurut penu-turan dari Pek ho caycu, si toya
baja berkaki tunggal Gui Pak-ciang, ketika ia sedang me-nguntit seseorang,
mendadak di utara kubu-ran Lenbg- ong bong dijjumpai ada sesosgok ba-yangan
mabnusia sedang bergerak ke selatan, kalau begitu orang tersebut bisa jadi
adalah Kiong Tek- ciong.
Tapi siapa pula orang yang
dijumpai per-tama kali tadi? Mengapa ia tidak bersua de-ngan Toan Ki-tin serta
Si Yu gi?
Sementara dia masih berpikir,
terdengar Kiong Tek ciong melanjutkan kembali kata katanya:
" .....setelah maju lagi
lima enam li, ku-jumpai sebuah hutan pohon siong yang lebat, aku tak berani
memasukinya secara gegabah, karena itu setelah kuamati sejenak, dapat diketahui
di situ merupakan sebuah kom-pleks tanah pekuburan yang luas-
"Baru saat itulah aku
mengerti. rupanya lingkaran-lingkaran yang di buat Si Yu-gi di atas tanah
digunakan sebagai pertanda se-buah kuburan besar" maka aku pun lantas
menyimpulkan kalau Si Yu gi sekalian telah masuk ke dalam kuburan.
"Dengan mengerahkan
tenaga dalam yang kumiliki untuk melindungi badan, selangkah demi selangkah
kuteruskan perjalanan ke depan.
"Apa yang semula kuduga
ternyata me-mang benar, sesudah melewati beberapa buah kuburan besar, akhirnya
dari sebuah kuburan raksasa yang berada tak jauh dariku kujumpai ada pintu yang
terbuka.
"Dalam keadaan penuh
kewaspadaan aku pun memasuki pintu kuburan itu, tak jauh kemudian, di bawah
cahaya lentera kujumpai Lan tayhiap telah terkapar di atas genang-an darah.:.
Air mata tak bisa, dibendung
lagi dari mata Lan See giok, ia merasa sedih sekali, apa yang kemudian terjadi
telah dialami sendiri olehnya, tentu saja diapun tak usah mende-ngarkan
penuturan dari Kiong Tek ciong lagi.
Walaupun demikian, ia masih
mencurigai Kiong Tek ciong. mengapa ia bisa kabur me-lewati pintu rahasia yang
baru dibuat itu? Sambil menahan rasa pedih di dalam hati. segera tegurnya
dengan suara datar:
"Sewaktu Pek ho caycu Gui
Pak ciang me-nemukan tempat persembunyianmu dan melakukan sergapan, mengapa kau
justru melarikan diri melalui pintu yang baru dibuat?"
Sambil menggelengkan kepalanya
Kiong Tek ciong menghela napas panjang,
"Aai, peristiwar itu
hanya terjzadi secara ke-bwetulan saja, parda hakekatnya aku tidak tahu kalau
dalam kuburan masih terdapat lorong yang baru digali. Berhubung Gui Pak ciang
mendesakku terus menerus. terpaksa aku hanya bisa melarikan diri secara mem-buta,
hingga tiba di luar kuburan aku masih tak tahu kalau lorong yang ku lalui
adalah lorong yang baru digali, Begitulah, aku dan Gui tua berkejar-kejaran
sampai dua hari lamanya, sampai aku masuki Leng-ong- bong untuk kedua kalinya,
baru kuketahui jika lorong tersebut merupakan lorong yang baru digali."
Saat ini, Lan See-giok sudah
mulai merasakan bahwa "air makin surut, batuan pun makin terlihat"
namun dia masih tetap mencurigai si setan bengis bermata tunggal Toan Ki-tin
sebagai pembunuh ayahnya, ter-utama setelah mendengar penuturan dari Kiong
Tek-ciong, dia semakin yakin kalau apa yang diduga memang benar.
Namun dia toh tak tahan
bertanya lagi:
"Menurut penuturanmu
barusan, jadi pembunuh ayahku sudah pasti adalah Toan Ki tin serta Si Yu
gi?"
Kiong Tek ciong mengerutkan
dahinya ra-pat-rapat dia termenung sebentar kemudian baru menjawab:
"Aku tak berani
memastikan, akupun tak ingin menuduh orang lain secara tidak- tidak!"
Dengan kening berkerut Tok
Nio-cu segera tertawa dingin, tegurnya:
"Jadi kau hendak
mengatakan bahwa suamiku sengaja memfitnah dirimu?!"
Tampaknya Kiong Tek-ciong
kuatir kalau masalah tersebut berkembang menjadi sema-kin besar, cepat-cepat
dia menyangkal:
"Aku sama sekali tidak
bermaksud demikian, cuma saja berhubung aku tidak melihat dengan mata kepala
sendiri siapa yang telah membunuh si peluru perak gurdi emas Lan tayhiap, maka
aku tak berani me-mastikan"
Berkilat sepasang mata Tok
Nio-cu, tiba-tiba ia menegur dengan marah:
"Sewaktu Si Yu-gi dan
Toan Ki-tin be-runding di dalam hutan, apakah tuan melihat kejadian tersebut
dengan mata kepala sendiri?"
"Tentu saja. .."
dengan wajah amat tak se-dap dipandang namun diliputi perasaan ta-kut, Kiong
Tek ciong mengangguk.
Tok Nio-cu segera menegur
lebih jauh.
"Seandainya sekarang juga
Lan siauhiap berangkat ke telaga Tong ting untuk mencari Toan Ki tin dan
membalas dendam, lalu menunjukkan bahwa kau lah yang me-lihat, dengan mata
kepala sendiri, dia serta Si Yu-gi memasuki kuburan Leng ong bong, apakah Toan
Ki tin juga akan mengumpat mu seba-gai memfitnah dirinya?"
Merah padam selembar wajah
Kiong Tek-ciong, bibirnya bergerak keras sampai lama sekali dia baru bisa
berkata:
"Kenyataannya memang
demikian, sekali pun Toan tua hadir disinipun aku tetap akan berbicara dengan sejujurnya!"
Tok Nio-cu sama sekali tak mau
mengalah, sambil tertawa dingin ia berkata lebih jauh:
"Kalau toh kenyataannya
demikian, me-ngapa suamiku tidak diperkenankan untuk bercerita bahwa kau
melewati lorong yang baru digali sewaktu melarikan diri? Apalagi kaupun jangan
lupa, kau adalah orang yang telah menggeledah Lan siauhiap serta me-nendangnya
keras-keras."
Berubah hebat paras muka Kiong
Tek ciong sesudah mendengar perkataan itu un-tuk beberapa saat dia terbungkam
dalam seribu bahasa, sementara peluh dingin jatuh bercucuran, sorot matanya
yang memancar-kan kegelisahan mengawasi diri See giok, kemudian melotot penuh
kebencian ke arah Tok Nio-cu.
Ia betul-betul kuatir jika
kata-kata terakhir dari perempuan itu akan menimbulkan kem-bali amarah dari sang
pemuda, bila Lan See giok sampai memanfaatkan kesempatan itu untuk membuat
perhitungan dengannya, su-dah pasti dia akan mendapat malu besar
Tidak heran kalau rasa
bencinya terhadap Tok Nio-cu menjadi jadi ....
Sementara itu suasana dalam
arena men-jadi amat sepi, puluhan jago yang berdiri di belakang Kiong Tek ciong
pun tetap mem-bungkam diri, meski mereka bisa menang-kap sedikit
permasalahannya namun belum bibsa meraba secarja pasti apa gergangan yang
telabh terjadi.
Si Cay soat dan Oh Li cu yang
meski me-ngetahui duduknya masalah, sekarang ikut dibuat kebingungan, mereka
tak mengira kalau dibalik kesemuanya itu masih terdapat banyak masalah yang
lebih rumit, Tok Nio-cu juga semakin tidak mengerti.
Akan tetapi dia tidak mencoba
untuk men-cari keterangan. sebab tujuannya sekarang adalah memanfaatkan
kesempatan untuk mencuci bersih Pek-hoo caycu Gui Pak-ciang dari kecurigaan,
daripada kedua belah pihak sampai terlibat dalam bentrokan kekerasan.
Setelah ia bikin Kiong Tek
ciong ter-bung-kam, tentu saja perempuan itu tak ingin mendesak orang lebih
jauh, kepada Lan See giok yang masih termenung tanya nya ke-mudian lembut:
"Adik Giok, apakah kau
masih ada per-so-alan lain yang perlu ditanyakan?"
Waktu itu Lan See giok sedang
dihadap-kan dua masalah yang memusingkan kepala nya. ke satu, dia harus
selekasnya pulang ke Phoa yang oh untuk bersua dengan si Naga Sakti pembalik
sungai, maka ke dua dia mesti ke telaga Tong ting untuk menuntut balas kepada
Toan Ki tin...
Ketika mendengar pertanyaan
tersebut, ce-pat-cepat dia memusatkan pikirannya kem-bali seraya menjawab.
"Aku sudah tak ada urusan
yang perlu ditanyakan lagi!"
Kemudian sambil menjura kearah
Kiong Tek ciong, katanya dengan ramah.
"Untuk semua penjelasan
dan keterangan yang anda berikan, kuhaturkan banyak teri-ma kasih, maafkan kami
bila kehadiran kami semua dimalam ini telah mengusik ketena-ngan kalian, nah
aku hendak mohon diri le-bih dahulu"
Kiong Tek ciong tertegun, dia
sama sekali tak menyangka kalau Lan See giok sebagai seorang pemuda yang masih
muda usia ter-nyata bisa bersikap besar jiwa terhadap orang. biarpun ilmu
silatnya hebat nyatanya dia memang berbeda sekali dengan kebanya-kan pemuda
lainnya.
Cepat-cepat senyuman manis
menghias bibirnya, kemudian dengan suara mendekati mengumpak ia berkata:
"Kerendahan hati siauhiap
hanya membuat aku bertambah malu. bila teringat kembali peristiwa dimasa lampau
dimana aku turut mengejar ayahmu, oooh sungguh menyesal rasanya sekarang. Harap
siauhiap sudi me-lupakanb semua kebodohajnku itu, kalau gtoh siauhiap mabsih
ada urusan yang hendak diselesaikan, tentu saja aku tak berani me-nahan lebih
jauh --
Demi keselamatan mereka
berempat, de-ngan cepat Tok Nio-cu menimbrung,:
"Apakah kau tidak akan
menghantar siau-hiap sampai di bawah bukit.."
"Oooh, tentu saja. tentu
saja, memang se-harusnya kuhantar Siauhiap dan nyonya sampai di bawah
bukit."
Sebenarnya Lan See-giok ingin
menolak, namun setelah melihat sorot mata Tok Nio-cu, terpaksa ia menerimanya
juga.
Kiong Tek ciong segera
berpaling dan seru-nya kepada puluhan jago yang berada di be-lakangnya.
"Segera bunyikan tambur
dan gembrengan untuk menghantar keberangkatan tamu agung, perintahkan semua
Hiangcu ke atas pagar mengikuti aku menghantar Lan siau-hiap sampai di kaki
bukit."
Lan See-giok merasa sangat
tidak tenang sebetulnya diabermaksud hendak mencegah perbuatan itu.
Tapi seorang diantara puluhan
jago itu su-dah melompat ke muka dan mengangkat sepasang tangannya sambil
digoyangkan berulang kali ....
Suara sorak sorai yang gegap
gempita segera bergema memenuhi angkasa diikuti suara terompet pun dibunyikan.
Ditengah suara terompet dan
sorak sorai yang ramai itulah, Kiong Tek ciong mengutus seorang hiangcu
berjalan dimuka sedang dia sendiri bersama Lan See giok sekalian ber-empat
mengikuti di belakangnya kemudian disusul pula oleh puluhan orang jago lihay
tersebut.
Lan See giok ingin secepatnya
bisa menca-pai kaki bukit, namun demi keselamatan ter-paksa dia harus bersabar
dengan berlarian menelusuri jalan gunung.
Sebagai seorang jago kawakan
yang sangat berpengalaman, Kiong Tek ciong segera dapat mengetahui kalau ilmu
meringankan tubuh yang dimiliki Lan See giok serta Si Cay soat benar-benar
hebat sekali, saking kagetnya paras mukanya sampai berubah hebat, tidak terasa
ia berpaling memberri tanda kepadaz anak buahnya awgar mereka memprerhatikan
dengan seksama, dengan demikian akan menambah pengetahuan mereka.
Tampak Lan See giok bergerak
dengan lu-wes nya menelusuri jalanan setapak, tubuhnya bergerak cepat dan
ringan seperti awan di angkasa, Sebaliknya Si Cay soat mengikuti dengan gerakan
yang tak kalah entengnya. Bagaikan burung walet yang ter-bang melayang.
Biarpun ilmu meringankan tubuh
yang di-miliki Oh Li-cu dan Tok Nio-cu sangat hebat, tapi jika dibandingkan Lan
See-giok serta Si Cay soat sudah jelasketinggalan jauh.
Tak heran kalau segenap jago
yang mengi-kuti di belakangnya, sama-sama menaruh perasaan kagum. Setibanya di
kaki bukit, Lan See giok dan Tok Nio-cu segera memper-silahkan Kiong Tek ciong
sekalian untuk ber-henti. Kemudian setelah mohon diri, berang-katlah ke empat
muda mudi itu menuju ke Tiang siu tian.
Tiba kembali di Tiang siu
tian, mereka ber-empat yang sudah semalaman suntuk tidak beristirahat segera
memerintahkan para kacung dan pelayan untuk menyiapkan hi-dangan.
Dalam perjamuan tersebut. Tok
Nio-cu baru berbicara:
"Dalam perjalanan
mengikuti adik Giok ke Tay-ang san kali ini, meski apa yang diha-rapkan belum
tercapai, namun kita telah peroleh hasil yang setapak lebih maju seba-liknya
akupun berhasil menjumpai adik Cui lan yang telah lama berpisah, boleh dibilang
hasil yang diperoleh dalam perjalanan kali ini pantas untuk dirayakan..."
Sambil berkata dia lantas
mengangkat cawan arak-nya sembari berkata lebih jauh:
"Mari. kita bersama sama
meneguk habis isi cawan ini!"
Si Coy soat mengangkat cawan
araknya setelah ia melirik sekejap Lan See giok yang sedang meneguk habis
isinya, dia segera mengeringkan pula isi cawannya.
Kalau Lan See Giok tidak
berminat untuk mencari tahu asal usul dari Tok Nio-cu serta Oh Li cu, berbeda
dengan Si Cay soat ia segera bertanya:
"Hujin, bagaimana
ceritanya sehingga kau dapat berpisah dengan nona Oh?"
Tok Nio-cu menghela napas
sedih, sepasang matanya berkaca kaca. ujarnya sedih. "Ke-adaan yang
sejelasnya juga tak bisa ku ingat lagi, aku cuma tahu ayahku bernama Be Yu
liang, dia adalah seorang piausu kenamaan, sedangkan ibuku bernama Bok Kin go,
ia disebut Juan liong lihiap, setelah menikah banyak tahun, orang tua kami
hanya me-lahirkan aku dan Cui lan ber-dua, namaku Cui peng.
"Sepanjang tahun ayah
selalu bekerja se-ba-gai pengawal barang, adakalanya ibupun membantu
pekerjaannya, jadi tak urung ter-jadi juga perselisihan dengan orang-orang
golongan hitam.
"Dimalam Tiongciu suatu
tahun, mendadak di rumah kami kedatangan serombongan manusia golongan hitam
yang jumlah nya meliputi enam pria dua wanita. ke enam pria itu mengerubuti
ayah sedang dua wanita itu mengerubuti ibu..."
"Berapa usia kalian waktu
itu ? Mengapa tidak membantu orang tua kalian?" tanya Si Cay soat dengan
kening berkerut.
(Bersambung ke Bagian 30)