Anak Berandalan Bagian 12

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Berandalan Bagian 12
Anak Berandalan Bagian 12

Tuan rumah yang menyebut diri sendiri sebagai Raja Boneka memotong perkataan Siauw Tjap-it-long dan berkata:

“Dua puluh tahun lagi, kukira kalian juga bisa melupakan asal usul dan nama sendiri.”

Di depan orang asing, Sim Pek Kun tidak mau bicara. Ia bungkam, menyerahkan semua kebijaksanaan kepada Siauw Cap-it-long.

Tapi keterangan tuan rumah boneka tersebut sangat mengejutkannya, tanpa disadari ia berteriak;

“Dua... dua puluh tahun?”

Seneonya naik, karena dia akan hidup di dalam komplotan boneka hidup sampai dua puluh tahun.

Tuan rumah boneka itu menganggukkan kepala berkata,

“Ya, dua puluh tahun... di saat aku baru memasuki dunia khayalan boneka, aku juta tidak tahan dan tidak sanggup menerima tekanan2 bathin yang hebat, satu haripun tidak sanggup, mana bisa bertahan hidup bersama-sama dengan jiwa boneka? Tapi... hari demi hari kulewatkan... bulan demi bulan kulewatkan, akhirnya tahun berganti tahun... dua puluh tahun aku bertahan. Biar bagaimana aku masih hidup, seorang yang hidup lebih baik daripada mati.”

Sim Pek Kun memalingkan kepala, dua butir air mata djatuh ke lantai. Ia tidak mau mengucurkan air mata jatuh ke lantai, ia tidak mau mengucurkan rasa kesedihan di depan orang apalagi di depan orang yang belum dikenal. Sayang penghidupan itu sangat menekan jiwanya, dia menangis.

Siauw Cap-it-long masih mengilmiah sesuatu, ia meragukan adanya dunia boneka, memandang kepada si raja rumah boneka ajaib, memandang pendekar Tikar Terbang Lui Bie, akhirnya memandang kepada pendekar Kuda Semberani Liong Kui. Kepada mereka ia bertanya,

“Kalian tahu, bagaimana cara kehadiran kalian di tempat ini?”

Lui Bie balas memandang Siauw Cap-it-long, ia bertanya,

“Kau tahu, jalan2 yang ditempuh menuju ke tempat ini?”

Siauw Cap-it-long menyengir. “Bukan saja tidak tahu. Percayapun sulit diterima,” ia berkata terus terang.

Lui Bie menenggak araknya, ia berkata,

“Ya, sulit untuk dipercaya. Siapapun tidak percaya, bagaimana seorang manusia hidup bisa jadi boneka kerdil? Bahkan menjadi boneka hidup? Yah... percayapun begitu, tidak percayapun begitu juga... aku hidup di dalam khayalan yang seperti ini selama duabelas tahun, mengharapkan satu impian... kuharapkan terjadi sesuatu, aku bisa sadar dari impian ini. Tapi... impian tetap impian. Aku hidup di dalam impian selama dua belas tahun. Impian yang tidak bisa dibangunkan.”

Liong Kui juga turut berkata:

“Sekarang kita harus percaya bahwa impian itu adalah suatu kenyataan hidup juga.”

Raja boneka mencicipi araknya perlahan2, dan diletakkan pula di meja. Setelah itu memandang Siauw Cap-it-long, dia mengajukan pertanyaan, “Sebelum tuan berada di tempat ini, pernahkan mengalami jiwa krisis?”

Siauw Cap-it-long menganggukkan kepala, “Kami pernah berada di ambang pintu kematian.”

“Jiwa kalian juga ditolong oleh seorang yang bernama Thiang kongcu?” bertanya lagi si raja boneka.

“Bagaimana cungcu bisa tahu?” bertanya Siauw Cap-it-long.

Raja boneka menghela nafas, ia berkata, “Keadaanku tidak jauh berbeda dengan keadaan kalian. Di saat jiwaku terancam maut, Thian Kongcu yang memberi pertolongan. Tapi...”

Lui Bie memotong pembicaraan si raja boneka dan berkata gemas, “Tapi maksudnya menolong kita itu bukan dengan maksud baik. Kita dijadikan budak2nya, kita dijadikan mainan2nya yang paling istimewa.”

Memandang kepada mereka, Siauw Cap-it-long bertanya, “Di antara jiwie bertiga, siapakah yang telah melihat wajah Thian kongcu?”

Si raja boneka menghela nafas dan menjawab pertanyaan itu. “Siapapun belum pernah bertemu muka dengannya. Tapi sampai sekarang, sudah bisa tuan bayangkan bagaiman keadaan Thian Kongcu itu.”

Lui Bie menggertek gigi, ia berkata, “Dia bukan seorang manusia. Dia adalah biang iblis, lebih jahat daripada iblis.” Berkata sampai di sini , Lui Bie menengok ke arah jendela, wajahnya memperlihatkan rasa takut.

“Awas!” raja boneka memberi peringatan. “Kalau sampai ia marah, akibatnya terlalu buruk. Dengan menggunakan dua jari, ia bisa memitas kita, tahu?”

Siauw Cap-it-long mengerutkan alis, mendongakkan ke atas, memeriksa ke langit luar, dia sedang membayangkan akan kedatangan Thian kongcu yang besar seperti raksasa atau kedatangan Siok-siok yang besar seperti raksasi, tapi bayangan-bayangan itu tidak kunjung datang.

“Pernah Thian kongcu menampilkan diri?” ia bertanya.

“Belum.” berkata Lui Bie. “Tapi kita selalu dibayangi oleh ketakutan-ketakutan sendiri.”

“Boleh dibayangkan.” bertanya Liong Kui. “Apa rasanya hidup seperti ini, kita selalu dirundung ketakutan.”

Raja boneka berkata:

“Untuk hari-hari pertama, memang tidak tenang dan gelisah, tapi semakin lama rasa gelisah itu sudah menjadi biasa. Tidak gentar lagi. Kita tidak perlu takut lagi.”

Liong Kui menatap tajam dan berkata:

“Siapa saja yang sudah tiba di tempat ini, ia akan menjadi beku dan kaku, tidak bisa merasakan kehidupan.”

Siauw Cap-it-long tidak tahu, betulkah ia tidak bisa merasakan kehidupan? Kini, ia hendak menenggak araknya, diambilnya cawan arak, diminumnya cepat.

“Eh!” tiba-tiba ia berkata: “Mengapa tidak mau melarikan diri?”

Inilah pertanyaan yang pernah Sim Pek Kun ajukan kepadanya.

Liong Kui menoleh kepada Siauw Cap-it-long dan bertanya:

“Lari ke mana?”

“Betul! Ke mana hendak melarikan diri? Mereka hanya berupa boneka-boneka kecil. Di dalam mata Thian kongcu dan Siok-siok, lebih mudah menginjak atau melempar manusia-manusia boneka ini. Kemana mereka harus melarikan diri?

Bisakah Siauw Cap-it-long melarikan diri dari istana boneka? Bagaimana caranya? Mari kita mengikuti bagian berikutnya.

RAJA, Liong Kui, Lui Bie, Siauw Cap-it-long dan Sim Pek Kun membikin perjamuan makan.

Mereka masih bercakap-cakap.

Siauw Cap-it-long dan Sim Pek Kun adalah dua manusia yang baru saja disusutkan, karena itu, mereka mempunyai hasrat yang lebih besar untuk mendapat hak kebebasan.

Memandang kepada si raja boneka, Siauw Cap-it-long berkata:

“Kita harus berusaha melarikan diri!”

“Kesempatan untuk melarikan diri masih ada,” kata si raja boneka.

“Oh …” sepasang sinar mata Siauw Cap-it-long memancarkan harapan hidup. “Bagaimana?”

Si raja boneka memberi keterangan:

“Seseorang yang bisa menjebolkan ilmu sihir Thian-kongcu, kita bisa mendapat kebebasan hak hidup yang sempurna.”

“Menjebolkan ilmu sihir Thian-kongcu ?” bertanya Siauw Cap-it-long. “Siapa yang bisa merusak ilmu sihir Thian-kongcu?”

Raja boneka menghela napas, ia berkata:

“Kita harus menggunakan kecerdikan otak kita, harus bisa berusaha.”

“Berusaha? Bagaimana kita harus berusaha?”

Raja boneka berkata:

“Ilmu sihir, tidak jauh berbeda dengan ilmu kepandaian silat, sampai dimana tinggipun ilmu itu, tentu mempunyai batas tertentu. Seseorang yang mempunyai batas tertentu. Seseorang yang mempunyai ilmu silat tinggi, bukan berarti menjadi tokoh silat tanpa tandingan. Demikianpun keadaan ilmu hitam, betapa hebat ilmu sihir Thian-kongcu, bukan berarti tidak ada tandingan. Diantaranya terdapat juga kelengahan-kelengahan, sengaja Thian-kongcu memberi kesempatan dan memberi kebebasan untuk mencari dan merusak dimana letak kunci kelengahan itu.”

“Thian-kongcu sengaja?” bertanya Siauw Cap-it-long.

“Thian-kongcu membuat satu sayembara,” berkata raja boneka. “Sayembaranya seperti ini, dia senang mendapat tandingan-tandingan kuat, sengaja menggunakan teh ajaibnya, menyusutkan kita, mengkerdilkan kita, tapi sengaja membuat satu kelengahan, dikatakan ada sesuatu yang bisa merusak ilmu gaib itu. Kalau kita berhasil menemukan sesuatau, maka reaksi minuman ajaib pecah. Kita bisa membesar, dan manusia yang normal lagi.”

“Sayembara ini dikeluarkan oleh Thian-kongcu?” bertanya Siauw Cap-it-long

“Ya,” berkata si raja boneka. “Thian-kongcu pernah mengatakan kepadaku, bahwa dia akan memberi kebebasan kepada siapa saja yang bisa mencari benda pengrusak ilmu gaibnya.”

Sesudah itu, si raja boneka mengeluarkan keluhan napas panjang, ia berkata:

“Selama dua puluh tahun aku menjadi boneka ditempat ini, setiap hari aku membikin penyelidikan, dimana terletak benda yang bisa memperbesar tubuh kita. Tetap tidak berhasil.”

Siauw Cap-it-long berpikir beberapa waktu, kemudian ia bertanya:

“Bangunan rumah ini terdapat dua puluh tujuh ruangan?”

“Kalau ruangan dapur dihitung juga, jumlah ruangan adalah dua puluh delapan,” menjelaskan si raja boneka.

“Maka, benda yang bisa memperbaiki keadaan normal kita terdapat diantara dua puluh delapan ruangan ini, bukan?” berkata Siauw Cap-it-long. “Bagaimana kita tidak bisa menemukannya?”

Raja boneka menyengir, berkata:

“Karena tidak seorangpun yang bisa menduga benda apa yang dimaksudkan oleh Thian-kongcu. Mungkin juga sebutir beras. Mungkin juga sebatang lidi, mungkin juga sekeping papan, atau mungkin juga sebongkah batu. Siapa yang dapat menduga?”

Siauw Cap-it-long berhasil dibungkamnya.

“Benda apa yang bisa memecahkan rahasia ilmu gaib Thian-kongcu?

Siauw Cap-it-long belum tahu.

Raja boneka berkata:

“Maka untuk menyesuaikan dan menormalkan tubuh kita, dengan mencari benda ajaib ini, lebih sulit dari menaiki tangga surga.”

“Sama saja dengan tidak ada,” berkata Siauw Cap-it-long.

“Thian-kongcu membuat lain sayembara,” berkata raja boneka.

“Lain sayembara?”

“Ya,” berkata raja boneka. “Ia membuat dua sayembara. Sayembara pertama, tidak mungkin bisa dijebolkan. Maka ia mengeluarkan sayembara berikutnya.”

“Tentunya sayembara yang lebih mudah dipecahkan?”

“Mari ikut!” berkata raja boneka, ia bangkit dan berdiri.

Mengajak kepada tamu-tamunya, raja boneka itu meninggalkan ruangan tamu.

Menuju kepekarangan, disana terletak sebuah batu hijau, sangat mengkilap dan licin, menunjuk kearah batu hijau itu, si raja boneka berkata:

“Inilah sayembara yang kedua.”

“Artinya?” Siauw Cap-it-long memandang kepada si raja boneka dengan sinar mata penuh tanda tanya.

“Tempat ini dinamakan batu persembahan,” Raja boneka memberi keterangan. “Yang diartikan dengan batu persembahan ialah batu khusus untuk membikin persembahan kepada Thian-kongcu. Kalau ada seseorang yang bersedia mempersembahkan benda berharga? Maka ia bisa membebaskan dan menghidupkan kembali, menghilangkan surut boneka.”

Sesudah itu, raja boneka menatap Siauw Cap-it-long lama, ia bertanya:

“Benda apakah yang paling berharga bagimu?”

Siauw Cap-it-long tidak menjawab pertanyaan itu, ia balik bertanya:

“Benda berharga apa yang tjhungtju miliki?”

“Bendaku yang berharga adalah jiwa,” berkata si raja boneka. “Benda yang paling berharga bagi semua orang adalah jiwa masing-masing. Semua manusia boneka yang hidup disini sangat egoistis. Semua sayang kepada jiwanya sendiri. Tentu saja tidak mau mengorbankan dirinya untuk diserahkan kepada Thian-kongcu.”

Sayembara Thian-kongcu yang kedua juga tiada arti. Apaguna bagi para manusia boneka tersebut? Kalau mereka diharuskan menyumbangkan jiwanya diatas batu pengorbanan, sesudah mereka mati. Apa artinya bangkit dan hidup menjadi mayat manusia normal?

Thian-kongcu betul-betul seperti iblis djedjadian.

Entah dengan cara bagaimana, si raja boneka bisa menghubungi Thian-kongcu?

Yang satu kecil, yang lain besar.

Untuk membebaskan orang-orang yang sudah dikerdilkan oleh Thian-kongcu, untuk membikin normal kembali tubuh yang sudah disusutkan menjadi tubuh boneka itu, Thian-kongcu membuat dua sayembara.

Sayembara untuk melepaskan ilmu sihir dan ilmu gaibnya.

Sayembara yang pertama adalah menemukan rahasia anti sihir, benda itu terdapat disalah satu tempat diantara dua puluh delapan ruangan yang berada didalam istana boneka.

Sayembara kedua,a dalah menyerahkan sesuatu yang paling berharga kepada Thian-kongcu, dan ditempat itu. benda berharga yang dimiliki oleh para boneka kecil adalah jiwa mereka yang berharga, kalau mereka bersedia menyerahkan jiwa, Thian-kongcu akan membebaskan penyihirannya. Dua jalan ini sama-sama jalan buntu.

“Bagaimana?” bertanya si raja boneka.

“Nonsens!” berkata Siauw Cap-it-long. “Kedua sayembara itu sama saja dengan tidak ada. Tidak mungkin!”

Raja boneka berkata:

“Sepuluh tahun yang lalu, aku melihat seorang boneka yang dimanusiakan. Demikian kejadiannya, sepasang suami-isteri telah diboneka hidupkan oleh Thian-kongcu.

Tinggal didalam istana boneka. Mereka saling cinta, kasih mengasihi, tentu saja mereka sayang kepada jiwa sendiri, tapi mereka lebih sayang kepada jiwa kekasihnya. Demikianlah, untuk membebaskan sang suami dari kekangan ilmu sihir Thian-kongcu, sang isteri rela mengorbankan dirinya, dia menyerahkan diri diatas batu pengorbanan dan ditukar dengan kebebasan sang suami.”

“O …” berkata Siauw Cap-it-long. “Pengorbanan masih bisa diganti dengan jiwa orang.”

“Tentu saja. Kalau bukan seperti itu, apa artinya pengorbanan. Kita tidak mau menjadi bangkai besar bukan?”

“Betul-betul Thian-kongcu menghidupkan atau membesarkan suami itu?”

“Betul-betul Thian-kongcu membesarkan suami tersebut,” berkata raja boneka dengan suara yang yakin.

Siauw Cap-it-long memperhatikan si raja boneka, raja boneka yang menjadi penghuni istana boneka. Raja boneka yang tidak mau menyebut namanya sendiri, dikatakan bahwa nama itu sudah dilupakan.

Beberapa saat, untuk menambah keterangannya, raja boneka berkata lagi:

“Sengaja tidak kusebut nama-nama dari suami-isteri itu, sang isteri sudah berkorban, sang suami tentu masih hidup dalam rimba persilatan. Selama perdjuangannya sepuluh tahun, aku yakin kalau suami itu sudah mendapat nama kembali, ia mendapat kedudukan tinggi, hidup sebagai manusia abadi.”

Sim Pek Kun membungkam. Sangat lama, baru sekarang ia turut bicara:

“Kedua suami-isteri itu mempunyai jiwa besar …”

Siauw Cap-it-long tidak sependapat, ia menggelengkan kepala dan berkata dengan suara dingin:

“Menurut pendapatku, mereka adalah sepasang suami-isteri yang tolol.”

“Sepasang suami-isteri tolol?” bertanya raja boneka tertegun.

“Ya,” menjelaskan Siauw Cap-it-long, “isteri itu tolol, anggapnya ia mengorbankan diri sendiri untuk mendapat kebebasan sang suami. Tapi apakah reaksi dari orang yang dikasihi? Suami itu tidak mungkin cinta kepada isterinya, terbukti dari hidup seorang diri didunia manusia normal. Tidak mungkin membiarkan sang isteri membikin pengorbanan, kalau dia mengindahkan jiwa isteri tersebut. Apa guna ia hidup kembali, kalau kehilangan isteri yang dicintai? Apa guna ia hidup dimanusia normal? Tanpa didampingi oleh isterinya yang tercinta.”

Raja boneka kalah berdebat. Ia diam.

“Menurut hematku,” berkata Siauw Cap-it-long lagi. “Kalau betul suami itu masih hidup dengan sadar, tentu mempunyai hati yang pepat, pasti menyesal. Hidup didalam penyesalan adalah hidup yang sangat sengsara, kukira dia menderita, bermabuk- mabukan, lebih baik mati dari pada hidup sengsara.”

Raja boneka diam beberapa saat, akhirnya ia berkata:

“Langkah mereka bukan berarti langkah yang harus dipuji, tapi inilah cara-cara untuk membebaskan diri dari istana boneka.”

Hanya cara itukah yang bisa membebaskan diri dari istana boneka?

Mari kita mengikuti bagian berikutnya.

HIDUP TERKUTUK DIDALAM ISTANA BONEKA

RADJA boneka mengajak para tamu masuk kembali, dia memandang jauh kedepan, mulutnya bicara:

“Didalam dunia boneka adalah hidup yang sangat sengsara. Kita hidup terkekang, tidak ada kebebasan, kita kehilangan kesempatan pribadi.”

Lui Bie juga tertawa, ia berkata:

“Betul. Hidup dalam keadaan yang seperti ini, berarti hidup diatas duri, kita lebih suka mati. Tapi kita juga tidak menghendaki datangnya kematian itu. Kita harus

baik-baik menggunakan kesempatan hidup, tidak peduli peraturan-peraturan, tidak peduli nama, tidak peduli apa itu artinya kekangan.”

Dan sesudah itu, dengan suara keras, Lui Bie berteriak keluar:

“Bwee-cu Siauw-bun, aku tahu, kalian sudah lama berada diluar, mengapa tidak mau masuk?”

Terdengar suara kelenang kelening, dua gadis berjalan masuk, mereka mengenakan perhiasan yang rebo.

Lagi-lagi dua boneka hidup!

Sebelum Siauw Cap-it-long menjadi manusia boneka, ia pernah menyaksikan kedua gadis ini, itu waktu, mereka adalah dua patung kecil, satu sedang tidur, seorang lagi sedang duduk, mereka adalah boneka2 mati.

Tapi, kedua boneka kecil itu sudah hidup dan bisa berjalan.

Bukan saja bisa berjalan, kedua gadis itu tertawa dengan riang, mulai menuju dan menghampiri Lui Bie, dan memeluki laki-laki bopengan itu.

Dengan kedua tangan, Lui Bie merangkul kedua gadis tersebut, ia tertawa dan berkata:

“Inilah kedua isteriku, tapi siapa saja yang suka kepada mereka, aku bersedia memberi pinjam.”

Bersedia meminjamkan isteri kepada orang lain?

Inilah ciri-ciri kehidupan didalam istana boneka. Mereka tidak mempunyai pegangan hidup, karena itu sudah menjadi tidak normal.

Sulit diterima dan sulit dipercaya.

Memperlihatkan wajahnya yang tidak percaya, wajah itu sangat kaku.

Lui Bie mendelikkan mata dan membentak:

“Tidak percaya? Baik! Akan segera kubuktikan.”

Lui Bie melepaskan rangkulannya pada gadis yang disebelah kiri, ia berkata kepada gadis itu:

“Siauw Bun, daerah mana dari tubuhmu yang terindah?”

Gadis yang dipanggil Siauw Bun tertawa manis, ia berkata:

“Paha.”

Tubuh Siauw Bun ramping dan tinggi, mempunyai ukuran vital yang menarik. Bagaimanapun tetap indah, tapi mendapat pertanyaan itu, ia menonjolkan dan menjawab dengan suara paha.

Lui Bie berkata:

“Kau bangga karena memiliki sepasang paha yang indah, nah, mengapa tidak kau perlihatkan kepada semua orang?”

Siauw Bun tertawa, perlahan-lahan ia menyingkap kainnya, dan dibalik kain itu, tidak mengenakan benang lain, dua buah paha yang mulus terpancang didepan mata semua orang.

Beberapa macam perasaan menyerang Sim Pek Kun, perasaan takut, perasaan marah, dan perasaan jijik.

Siauw Bun masih tertawa riang, disingkapnya lebih tinggi, tampak bagian-bagian yang lebih putih.

Raja boneka seperti sudah biasa menyaksikan paha isteri si Pendekar Tikar Terbang, ia tertawa riang, mengangkat cawan araknya, ia berkata:

“Betul-betul paha yang bagus! Mari kita minum.”

Ditangan Siauw Cap-it-long sedang memegang cawan arak, betul-betul ia mengeringkan arak itu.

Lui Bie menepuk-nepuk gadis yang berada dirangkulan tangan kanan, ia berkata:

“Bwee Cu, giliranmu!”

Bwee Cu mengedip-ngedipkan sepasang matanya yang jeli, dengan tertawa bertanya:

“Menurut pendapatmu, bagian mana yang harus kubanggakan?”

Lui Bie berkata:

“Semua yang melekat didalam tubuhmu boleh dibanggakan. Terutama adalah pinggangmu yang ramping. Mengapa tidak kau perlihatkan kepada tamu kita?”

Bwee Cu tertawa, tangannya yang mulus mulai membuka kancing baju, maka terbukalah tubuh itu, ia memperlihatkan keindahan pinggangnya yang ramping, betul-betul pinggang yang menarik.

Raja boneka menoleh kearah Lui Bie dan berkata:

“Saudara Lui Bie, penilaianmu agak kurang tepat.”

“Kurang tepat?” Lui Bie membelalakkan mata. Memandang kearah raja boneka.

Raja boneka berkata:

“Bagian yang menarik bukanlah ditempat itu, kukira dua buah susunya.”

“Betul! Betul!” berkata Lui Bie. “Penilaianku agak kurang tepat.”

Memandang kearah Bwee Cu dan berkata:

“Coba kau buktikan bagian yang hebat itu!”

Betul-betul Bwee Cu menyingkap bajunya lebih tinggi, disana juga tidak mengenakan pakaian rangkap, tampak dua buah benda yang putih mulus, menonjol bagus.

“Nah!” berkata Lui Bie memandang Siauw Cap-it-long. “Aku tidak mengecap, bukan?”

Wajah Siauw Cap-it-long tidak menujukkan perubahan, ia berkata:

“Ya. Kau tentunya bukan seorang tukang jual kecap.”

Lui Bie berkata:

“Bukan aku seorang saja. Semua penghuni dari istana boneka sudah biasa, mereka lebih rela, mereka senang meminjamkan isterinya, dan lebih senang lagi kalau mendapat pinjaman.”

“Oh?” Siauw Cap-it-long melompongkan mulutnya.

Raja boneka menghela napas, ia menguatkan keterangan Lui Bie, katanya:

“Apa yang saudara Lui Bie katakan adalah betul-betul kenyataan. Seseorang yang sudah berubah menjadi boneka, lenyaplah semua rasa sangka-sangka. Ia bukan manusia lagi, dia seorang boneka hidup. Boneka tidak mengenal malu, karena itu apapun bisa saja dilakukan.”

Ditatapnya Siauw Cap-it-long dan Sim Pek Kun, beberapa saat kemudian ia berkata lagi:

“Jiwie berdua baru saja datang. Tentu belum mendapat kecocokan, tapi beberapa waktu setelah berkumpul dengan orang-orang ini, pasti biasa lagi.”

Siauw Cap-it-long dan Sim Pek Kun dianggap sebagai sepasang suami-isteri, mereka mendapat sebuah kamar, berada didalam istana boneka, mereka tidak berani berpsiah. Mau atau tidak mau, mereka tidak menyangkal akan hubungan suami-isteri itu.

Ruangan itu sangat mewah, nyaman dan sejuk. Setiap perabot terpasang dengan rapi, tidak ada kekurangan.

Hanya tidak ada kebebasan hidup!

Setiap orang yang mendapat kamar seperti itu pasti merasa puas.

Tapi Sim Pek Kun membeku dan mematung, bergerakpun tidak, ia tidak berani menyentuh benda-benda ditempat itu.

Ia seperti mendapatkan dirinya didalam sesuatu ruangan perdukunan, segala sesuatu serba ajaib, segala sesuatu serba ilmu hitam, penuh tenung-tenung dan ilmu sihir.

Kalau saja ia menyentuh setiap yang berbahaya, maka bisa terjadi keajaiban yang lebih aneh lagi, mungkin ia bisa menjadi seekor kelinci, atau seekor ayam. Mungkin pula melepas asap lampu Aladin, bisa berkembang seorang raksasa yang tinggi besar, sangat menakutkan!

Lama sekali, Siauw Cap-it-long membalikkan badan dan berkata kepada Sim Pek Kun.

“Tidurlah! Biar aku yang menjaga.” Sim Pek Kun menggigit bibir, menggoyang kepala.

Siauw Cap-it-long berkata dengan suara yang serendah mungkin:

“Badanmu terlalu lemah, membutuhkan waktu istirahat, kita harus bertahan, bertahan dari ujian berat.”

“Aku … aku belum mengantuk.”

Siauw Cap-it-long tertawa, ia berkata:

“Kau belum tidur, bagaimana tidak mengantuk?”

Perlahan-lahan, sinar mata Sim Pek Kun diarahkan ketempat tidur.

Tempat tidur itu dialasi oleh seprei putih, direnda dengan indah, itulah tempat tidur nomor satu. Cukup untuk tidur berdua.

Tubuh Sim Pek Kun mengkerut kebelakang, bibirnya bergerak-gerak, hendak mengucapkan sesuatu, tapi tidak berhasil.

Diperhatikannya wanita itu beberapa lama, Siauw Cap-it-long bertanya:

“Kau takut?”

Sim Pek Kun menganggukkan kepala. Segera ia mengganti isyarat itu, cepat-cepat menggelengkan kepala, tidak ada alasan takut.

Siauw Cap-it-long menghela napas, ia berkata:

“Takut kepadaku? … Kau takut kalau aku juga mempunyai sifat-sifat seperti mereka? … Takut perbuatanku?”

Sepasang mata Sim Pek Kun menjadi redup, dua butir benda bening jatuh dari sana, menundukkan kepala dan berkata:

“Betul-betul aku sangat takut. Semua orang yang berada disini, menakutkan. Semua benda sangat menakutkan. Tapi …”

Kini ratu rimba persilatn itu mendongakkan kepala kembali, memandang Siauw Cap-it-long dan berkata:

“Tapi aku tidak takut kepadamu, aku tahu, biar bagaimana hatimu tidak akan berubah.”

“Kalau begitu, dengarlah kata-kataku,” berkata Siauw Cap-it-long perlahan.

“Tapi … tapi …” Sim Pek Kun menangis gemetar.

“Apa lagi?” bertanya Siauw Cap-it-long.

Tiba-tiba saja Sim Pek Kun menubruk kedepan, merangkul Siauw Cap-it-long, memegangnya sangat keras, menangis sesambatan.

“Bagaimana kita bisa hidup seperti ini? Oh … Bagaimana kita harus hidup seperti ini … hidup bersama-sama dengan boneka-boneka hidup yang tidak mempunyai hati itu?” Sayat dan ratap seorang ratu agung dari dunia manusia rimba persilatan.

Wajah Siauw Cap-it-long juga sudah menjadi pucat, ia berusaha memberi hiburan, katanya:

“Kita harus bersabar. Kita harus berusaha. Suatu hari, pasti kita berhasil.”

“Tapi kau tidak mempunyai pegangan kuat,” berkata Sim Pek Kun.

Sepasang mata Siauw Cap-it-long diluruskan jauh kedepan, lama sekali ia menghela napas, baru berkata:

“Betul-betul aku tidak mempunyai pegangan.”

“Oh …”

“Tetapi kita masih mempunyai harapan,” berkata Siauw Cap-it-long.

“Harapan apa,” bertanya Sim Pek Kun.

“Dari adanya kedua sayembara itu,” berkata Siauw Cap-it-long. “Biar bagaimana kita harus merusak jampi-jampi Thian-kongcu.”

“Berapa lama kita harus tunggu? Sepuluh tahun? Dua puluh tahun? …”

Siauw Cap-it-long tidak menjawab.

“Oh …” Sim Pek Kun mengeluh. “Tolonglah … ijinkanlah … biar aku yang melakukannya untukmu.”

“Katakan!”

Sim Pek Kun berkata:

“Lepaskan aku, biar aku yang naik keatas batu persembahan, biar aku yang mati membebaskan dirimu hidup boneka, kembali menjadi manusia biasa. Satu hari aku disini, bisa aku menjadi gila.”

Siauw Cap-it-long menggelengkan kepala.

“Oh …” Sim Pek Kun mengeluh.

“Maksudmu …” Siauw Cap-it-long meredupi wanita yang berada didadanya.

Sim Pek Kun berkata lagi:

“Walau aku bukan isterimu, tapi … demi kebebasanmu … demi hari depanmu … aku rela mati untukmu. Kalau kau bisa hidup baik-baik, apapun yang terjadi, tidak ada artinya bagiku.”

Suara ini seharusnya dibekukan. Sim Pek Kun tidak mau mengutarakan isi hatinya, tapi didalam keadaan yang seperti itu, demi kehidupan Siauw Cap-it-long, demi kehidupan yang selayaknya, ia bersedia mengorbankan diri.

Darah Siauw Cap-it-long bergolak, tanpa disadari ia merangkul tubuh wanita itu.

Mereka saling rangkul.

Disini letak perbedaan, mati atau hidup?

Mati dari kehidupan boneka?

Lama sekali Sim Pek Kun menunggu jawaban Siauw Cap-it-long, jawaban itu tidak kunjung datang, kini ia bertanya lagi:

“Kau … kau melulusi permintaanku?”

“Tidak,” berkata Siauw Cap-it-long.

Sim Pek Kun mendongakkan kepala.

“Tidak bersedia memberi pengorbanan,” dia bertanya.

“Pengorbanan harus ada. Tapi bukan kau,” berkata Siauw Cap-it-long. “Seharusnya aku yang yang naik keatas batu persembahan.”

“Oh …”

Siauw Cap-it-long berkata:

“Kau masih mempunyai keluarga, kau masih mempunyai seorang suami, kau masih mempunyai famili. Hari depanmu dibutuhkan oleh mereka. Kau harus hidup. Kau tidak boleh mati. Aku? Aku hanya seorang pengembara, seorang anak berandalan. Kematianku tidak banyak mengganggu. Siapapun tidak bisa terganggu.”

Air mata Sim Pek Kun yang baru terhenti mengalir kembali, menetes dan membasahi tangan Siauw Cap-it-long.

Tangan Siauw Cap-it-long digeser perlahan, menyusut air mata Sim Pek Kun.

Dengan sedih Sim Pek Kun berkata:

“Ternyata kau belum bisa menyelami isi hatiku, betul-betul kau tidak tahu. Mengapa kau mengatakan tidak ada seseorang yang memberi kasih, kalau kau mati bagaimana aku bisa …”

“Aku tahu,” berkata Siauw Cap-it-long, ia mengelus-elus nyonya itu.

“Mengapa kau harus memberi pengorbanan?” bertanya Sim Pek Kun.

“Mengapa kau harus memberi pengorbanan?” balik Tanya Siauw Cap-it-long.

“Demi kebahagiaanmu dikemudian hari.”

“Kita akan berdaya upaya,” berkata Siauw Cap-it-long. “Aku tidak membiarkan kau naik keatas panggung pengorbanan.”

“Siapa yang naik? Kau? Kau hendak berkorban? … Tidak … aku tidak membiarkan hal itu terjadi,” menjerit Sim Pek Kun.

“Aku juga tidak mengijinkan kau naik keatas batu persembahan,” berkata Siauw Cap-it-long.

“Mungkinkah … mungkinkah kau rela hidup seperti ini?”

“Sementara, kita harus berani memikul keadaan.”

Kepala Sim Pek Kun ditundukkan kebawah, perlahan-lahan ia berkata:

“Berada disamping dirimu, hidup diacheratpun aku sanggup. Tetapi … tempat ini lebih kejam dari dunia acherat. Lebih menyeramkan dari acherat.”

“Kita akan mencari jalan lain. Bukan cara pengorbanan yang seperti itu.”

“Cara pengorbanan bagaimana?”

“Jangan kau mencoba untuk mengorbankan diri,” berkata Siauw Cap-it-long. “Itu waktu, kita lebih sengsara lagi.”

Sim Pek Kun berkata:

“Maksudmu, Thian-kongcu bisa menelan janji?”

“Kukira, ini hanya berupa sebuah perangkap. Dia menghendaki kematian, tapi kematian yang disertai dengan siksaan-siksaan berat. Ia hendak mempermainkan orang. Mempermainkan seperti kucing mempermainkan anak tikus.”

“Dia seorang manusia gila.”

Siauw Cap-it-long berkata:

“Dia memang manusia gila! Dia sedang memasang perangkap, kalau kita terlalu sayang pada jiwa, rela mengorbankan orang yang dikasihi, meminta memohon pengampunannya, bukan saja tidak memberi kebebasan, bahkan lebih daripada itu, kita menjadi cemoohan orang.”

“Tapi ini hanya berupa pikiranmu, bukan?”

Sim Pek Kun masih mengharapkan sesuatu harapan.

Siauw Cap-it-long berkata:

“Aku yakin bahwa Thian-kongcu itu seorang sinting. Dan aku juga meragukan keterangan si raja boneka. Boleh kita bayangkan, seseorang yang mau hidup sendiri rela mengorbankan isterinya, bukankah orang ini seorang yang egoistis? Kalau dia

egoistis, seharusnya ia rela menerima pengorbanan itu. Kalau dia seorang yang sangat mengasihi isterinya, tentu tidak membiarkan isteri itu menjalani pengorbanan.

Sim Pek Kun berdiam beberapa saat, lagi-lagi ia mengeraskan pegangan Siauw Cap-it-long, ia berkata:

“Kalau sampai terjadi putus harapan, lebih baik kita mati bersama.”

Kematian bukanlah sesuatu yang diharapkan. Tapi disaat menjelang jalan-jalan buntu, kecuali jalan kematian itu, tidak ada jalan yang lebih baik.

Kepala Sim Pek Kun disandarkan kepundak Siauw Cap-it-long, ia berkata sayu:

“Entah bagaimana pikiranmu, yang lebih baik, kita mati bersama.’

“Belum waktunya mati,” berkata Siauw Cap-it-long.

“Harus menunggu kapan lagi?”

“Kita harus berusaha, sesuatu betul-betul tidak mempunyai harapan, apa boleh buat.”

Sim Pek Kun berkata:

“Didalam penilaian Thian-kongcu, kita ini adalah sebangsa semut atau belalang kecil. Hanya menggunakan satu jari telunjuk, kita tidak mempunyai kesempatan hidup.”

“Mau melarikan diri? Tentu saja tidak mungkin.”

“Kita harus berusaha. Untuk melarikan diri, aku harus membikin persiapan-persiapan, persiapan yang pertama, aku harus menyembuhkan luka-luka dalamku. Dan hal ini sebagian besar sudah disembuhkan oleh Thian-kongcu, entah apa yang digunakan olehnya, mungkin ilmu sihir, mungkin juga obat gaib. Hanya beberapa hari, kukira aku bisa sembuh betul.”

“Selanjutnya?”

“Kita harus membikin persiapan-persiapan, dimana letak rahasia pemecahan ilmu gaibnya?”

“Kau percaya bahwa ilmu gaib itu ada?”

“Menurut cerita si raja boneka, Thian-kongcu menyerahkan pemecahan rahasia ilmu gaib didalam istana boneka.”

“Kau percaya keterangan tersebut.”

“Aku percaya. Setiap orang yang mengaggap dirinya itu pandai, bisa saja mempunyai kelemahan-kelemahan, disinilah kita harus mencari kelemahan Thian-kongcu.”

“Ilmu gaib apa yang digunakan olehnya?”

“Belum tahu. Harus kita selidiki perlahan-lahan.”

“Sesudah itu?”

“Aku yakin. Ada sesuatu kelemahan yang tidak mudah ditemukan. Kelemahan inilah yang harus kita pecahkan.”

“Kau percaya kepada obrolan si raja boneka?”

Siauw Cap-it-long menganggukkan kepala dan berkata:

“Setiap orang itu mempunyai cara-caranya tersendiri. Seorang ahli judi bisa membanggakan kepandaiannya, ia mengharapkan seseorang yang lebih hebat untuk menandingi dirinya, problem yang dianggap paling rumit. Maka aku hendak mengdu untung.”

“Ilmu silat macam apa yang digunakan Thian-kongcu kepada kita?”

“Inilah yang membingungkan!” berkata Siauw Cap-it-long. “Ilmu gaib apa yang digunakan kepada kita?”

“Sungguhkah ada ilmu gaib yang bisa menyusutkan seseorang menjadi sekecil boneka? Menghidupkan boneka?”

“Lihat,” berkata Siauw Cap-it-long. “Pernah melihat adanya kedua orang itu??”

Siauw Cap-it-long menunjuk kearah kedua orang tua yang sedang bermain catur.

Dahulu, mereka adaah boneka-boneka yang sangat kecil.

Sekarang, bentuk ukuran tubuh mereka sama besar dengan dedak perawakan Siauw Cap-it-long dan Sim Pek Kun.

Perubahan yang sangat tidak masuk akal.

Tapi sudah terjadi didepan mata.

Keajaiban yang luar biasa.

Sim Pek Kun menolehkan pandangan matanya, kedua kakek itu sudah selesai menamatkan permainan mereka. Sedang makan dan minum-minum, kini mereka bercakap-cakap. Orang tua yang berbaju merah menarik si kakek berbaju hijau. Menuding-nudingkan kepapan catur, seolah-olah minta bertanding lagi/

Sim Pek Kun mengangguk-anggukan kepala, berkata:

“Ada keanehan kepada mereka?”

“Aku merasakan sesuatu yang luar biasa,” jawab Siauw Cap-it-long.

“Luar biasa? Apakah keluar biasaan mereka?”

Siauw Cap-it-long berkata:

“Kalau dugaanku tidak salah, kedua kakek itu adalah jago-jago silat kenamaan, kedudukan mereka jauh berada diatas Pendekar Tikar Terbang Lui Bie dan Pendekar Kuda Sembrani Liong Kui.”

“Sudah mendapatkan bukti-bukti tentang dugaanmu itu?”

“Ya,” jawab Siauw Cap-it-long. “Kuharap saja mereka bukan orang-orang yang kuduga. Kalau dugaanku itu tepat, lebih sulit bagi kita meninggalkan tempat ini.”

MENUNGGU

SIM PEK KUN sudah dilatih untuk menunggu, sedari kecil, ia mendapat didikan bersabar, bersabar dan bagaimana cara-cara untuk melewatkan waktu.

Seseorang wanita harus memiliki sifat-sifat yang sabar, wanita yang sabar, baru bisa merasakan dirinya dialam perbaikan masa.

Sim Pek Kun juga menganggap kepribadian bersabar itu sebagai peninggalan kaum wanita.

Kadangkala, ia juga merasakan sulitnya menunggu orang.

Mendapatkan dirinya didalam istana boneka, Sim Pek Kun tidak sanggup bertahan hingga satu detikpun, tidak sanggup bertahan, hampir tidak bisa bertahan.

Bagaimana dia bisa berada ditempat itu?

Tapi anggapannya itu meleset, ia sudah melewatkan penghidupan didalam istana boneka sehingga empat hari, dia telah bertahan akal hidup selama empat hari.

Sim Pek Kun tidak mati karena ketakutan, dia belum menjadi gila karena menghadapi situasi yang aneh.

Baru sekarang Sim Pek Kun sadar, apa artinya kesabaran dan cara-cara menunggu itu.

Untuk menunggu kehadirannya orang yang dicintai, apapun bisa dipertahankan. Teristimewa untuk kaum wanita.

Sebagian besar dari kehidupan kaum wanita bukan untuk diri pribadi, khusus untuk menyenangkan kaum laki-laki, khusus untuk menyenangkan orang yang harus dicinta, seorang suami misalnya, atau putera-puteri mereka.

Empat hari Sim Pek Kun telah duduk didalam istana boneka, dan empat hari itu dilewatkan cepat pula.

Sim Pek Kun mendapat pengalaman baru, bagaimana dia harus menghadapi situasi yang seperti itu.

TANAH yang digunakan oleh istana boneka berbentuk empat persegi, bangunan-bangunan istana itu agak mirip dengan isatana Su-hap-wah dikota Pak-kia.

Begitu melangkahkan kaki, memasuki pintu besar, melewati lorong panjang, disana terdapat Aula.

Dibelakang Aula terdapat pekarangan, pekarangan itu boleh disebut juga sebagai taman.

Dikedua pekarangan terdapat dua baris bangunan-bangunan kamar.

Bangunan yang dibagian belakang, khusus digunakan untuk keluarga raja boneka beserta selir-selirnya yang dicinta.

Raja Boneka adalah tuan rumah dari Istana Boneka!

Disemua itu terdapat ruangan-ruangan, khusus untuk para budak dan tukang masak.

Lui Bie menetap dibarisan ruangan timur bersama-sama dengan kedua nyonyanya dan empat budak pelayan mereka, rombongan si Pendekar Tikar Terbang yang sudah diboneka hidupkan menggunakan empat ruangan kamar.

Dua ruangan kamar disebelahnya tersedia untuk Pendekar Kuda Sembrani Liong Kui.

Sifat-sifatnya Liong Kui agak aneh, tidak berminat kepada wanita cantik, juga tidak mempunyai kesenangan menenggak arak. Hobynya hanya makan, makan besar!

Disaat Liong Kui melahap makanannya, ia tidak melihat cara-cara memakan, ayam atau bebek, dimakan juga, enak atau tidak, masuk kedalam mulutnya. Makan! Motto semboyan hidup Liong Kui adalah mengisi perut!

Cara-caranya itu yang suka doyan makanan itu bukan berarti menambah daging, semakin banyak ia menjejal dirinya, semakin kurus pula badan si muka kuda.

Demikian ciri-ciri Liong Kui.

Berbeda dengan Liong Kui, Lui Bie mempunyai kesenangan pipi licin.

Dia mempunyai dua orang isteri, walau isteri itu bisa dipinjamkan kepada laki-laki lain, namanya tetap nyonya Lui Bie.

Kecuali mempunyai dua orang isteri, Lui Bie juga memelihara empat gadis pelayan, namanya gadis pelayan, kadang kala kena giliran juga.

Salah satu dari keistimewaan rumah istana boneka adalah kebebasan sex yang berlebih-lebihan.

Karena itu, Lui Bie bebas memilih wanita yang disukai olehnya.

Walau telah mendapat berkah dua orang isteri dan empat dayang, nafsu Lui Bie belum terpuaskan kadang kala ia menggilir kekamar lain, tidak adanya peraturan-peraturan keluarga, banyak memberi kelonggaran kepada si pendekar boneka.

Demikian cirri-ciri Lui Bie.

Kecuali Lui Bie dan Liong Kui, didalam istana boneka itu masih terdapat banyak manusia-manusia kecil yang hidup, diantaranya terdapat juga dua kakek tua misterius itu. Dua kakek tua yang kerjanya hanya bermain catur!

Berbeda dengan kesenangan Lui Bie dan Liong Kui, kedua kakek aneh itu selalu duduk didepan papan catur, sedari pagi sehingga sore, dari sore sehingga malam, kadang-kadang main sehingga pagi pula.

Berapa babak permainan yang sudah diselesaikan oleh kedua kakek itu? Tidak ada orang yang tahu.

Menurut cerita, kedua kakek itu menempati dua ruangan diantara lima ruangan yang ada.

Siauw Cap-it-long sudah mulai memperhatikan sesuatu, termasuk Lui Bie, Liong Kui, dan kedua kakek aneh tersebut.

Kalau Siauw Cap-it-long bisa menyaksikan Lui Bie memasuki kamarnya, bisa melihat Liong Kui memasuki kamarnya, Siauw Cap-it-long belum pernah melihat kedua kakek main catur memasuki tempat tidurnya, Siauw Cap-it-long tidak tahu, kamar-kamar mana yang digunakan oleh kedua kakek aneh itu.

Siauw Cap-it-long dan Sim Pek Kun mendapat satu kamar, ruangan ini terletak dibagian barat.

Siauw Cap-it-long sedang dipaksakan menjadi seorang suami.

Sedang Sim Pek Kun dipaksakan menjadi isterinya.

Kalau tidak ada peraturan gila-gilaan yang memberi kebebasan sex didalam Istana Boneka, Sim Pek Kun bisa menuntut kamar yang lain.

Tapi Raja Boneka pernah menuturkan pergaulan sex bebas ditempat tinggalnya.

Karena itu, Sim Pek Kun lebih suka memilih Siauw Cap-it-long!

Setiap waktu mau makan, pasti ada pelayan yang mengirim antaran. Sayur-mayur didalam Istana Boneka cukup hebat, cukup besar!”

Tidak percuma mendapat julukan istana. Segala kepuasan makanan tidak pernah berkurang.

Bukan makanan-makanan saja yang tersedia, pasti disertai dengan arak. Cukup banyak, arak-arak itu bisa memabukkan tujuh orang.

Didalam keadaan mabuk, orang bisa melupakan segala sesuatu.

Siauw Cap-it-long dan Sim Pek Kun disuruh bermabuk-mabukan.

Didalam bangunan aneh istana boneka, sulit menemukan orang yang berada didalam pikiran sadar.

Selama empat hari itu, Siauw Cap-it-long memperhatikan gerak-gerik para boneka, boneka yang bisa hidup dan berjalan didalam lingkungan tertentu.

Tapi belum pernah melihat raksasa Thian-kongcu atau raksaksi Siok Siok! Kedua orang yang sudah menyihir mereka!

Siauw Cap-it-long tidak percaya kepada tahayul, tapi kenyataan telah berada diambang mata, dia menjadi susut seperti jari.

Apa yang dikatakan oleh raja boneka cukup beralasan. Kalau saja para boneka itu tidak melanggar daerah2 terlarang, kebebasannya tidak pernah diganggu, kemana mereka suka, apa yang hendak dikerjakan, belum pernah mendapat gangguan.

Sedari itu waktu, dari pertemuannya dengan raja boneka, Siauw Cap-it-long tidak pernah mendapat kesempatan bertemu dengannya kembali.

Menurut cerita2 penghuni lama, raja boneka jarang menampilkan diri, jarang bergaul dengan mereka.

Kecuali pertemuan pertama kali!

Tentu saja, raja boneka mendapat selir2 boneka yang cukup banyak, kalau saja satu malam satu, cara2 bergilir itupun sudah cukup merepotkannya!

Setiap hari kerjanya Siauw Cap-it-long hanya berjalan-jalan.

Sesudah makan pagi ia berjalan dan memperhatikan ruangan-ruangan dan kamar-kamar itu.

Membiarkan Sim Pek Kun didalam kamar.

Siauw Cap-it-long seperti tertarik dengan segala sesuatu yang ada didalam istana boneka, termasuk semua boneka-boneka hidup.

Kepada boneka-boneka hidup itu, Siauw Cap-it-long menganggukkan kepala, sebagai perkenalan dan penghormatan.

Cepat sekali, Siauw Cap-it-long kenal banyak orang.

Didalam istana boneka, ada sesuatu yang agak menyimpang, itulah jumlah laki-laki yang sedikit dan jumlah wanita yang terlalu banyak.

Kecuali raja boneka, Liong Kui, Lui Bie dan kedua kakek yang bermain catur, Siauw Cap-it-long tidak pernah menemukan laki-laki lainnya.

Hanya didalam waktu empat hari itu, Siauw Cap-it-long sudah kenal mereka.

Yang lebih banyak adalah gadis-gadis cantik yang muda dan belia.

Para gadis2 yang keluar masuk saling mengirim kerlingan mata yang menarik, sepasang mata yang bercahaya!

Itulah pemikatan!

Disaat Siauw Cap-it-long menganggukkan kepala dan tertawa kepada mereka, cahaya mata para gadis itu lebih berkilauan.

Banyak sekali yang Siauw Cap-it-long ketahui dari pelajaran-pelajaran kehidupan para manusia boneka!

Didalam tanggapan raja boneka, Siauw Cap-it-long dan Sim Pek Kun itu adalah sepasang suami-isteri, mereka diamprokan menjadi satu.

Sengaja atau tidak sengaja?

Hal ini akan kita tuturkan dibagian cerita belakang.

Seperti apa yang Lui Bie katakana, didalam istana boneka, mereka bisa mendapat hubungan sex yang bebas, karena itulah yang membuat pikiran Sim Pek Kun tertekan:

Siauw Cap-it-long tidak pernah berbuat kurang ajar.

Hati Sim Pek Kun agak tenteram.

Kalau Siauw Cap-it-long keluar dari kamarnya, segera Sim Pek Kun menutup rapat-rapat pintu itu.

Sim Pek Kun tidak takut kesepian, dia takut kepada wajah2 yang seram, khususnya wajah Lui Bie

Jiwa Sim Pek Kun terlalu tertekan, tertekan karena dia hidup berada didalam alam boneka hidup.

Hari berikutnya …

Hari kelima dari terjadinya mereka sebagai boneka hidup.

Menurut cerita, istana boneka telah bertambah satu penghuni baru, penghuni itu adalah tukang masak yang hampir mati, tukang masak dari daerah utara.

Disaat makanan malam diantar, terdapat rebung bakar, telor mata sapi, kepiting sawit, dan lapceng merah.

Masakan2 ini adalah masakan terkenal dari daerah utara.

Hati Sim Pek Kun agak lega, dia senang dan bergembira mendapat masakan itu, inilah masakan-masakan yang disenangi oleh Siauw Cap-it-long, juga disenangi olehnya. Dia mengenal sifat kepribadian Siauw Cap-it-long, Siauw Cap-it-long lebih suka makanan dari daerah utara.

Sim Pek Kun menyediakan gelas sloki, buat cangkir arak.

Biasanya, Siauw Cap-it-long keluar dari kamar, membikin penyelidikan-penyelidikan untuk memecahkan ilmu sihir si manusia gila boneka Thian-kongcu.

Hari itu terkecuali, Siauw Cap-it-long tidak bisa mendampingi Sim Pek Kun.

Disaat pelayan membawakan makanan, Sim Pek Kun telah bersiap-siap untuk bersantap.

Selama empat hari yang sudah dilewatkan, begitu banyak makanan tiba, hidung Siauw Cap-it-long terus muncul ditempat itu, mereka bersantap bersama-sama. Disaat mereka menyelesaikan santapan itu, Siauw Cap-it-long banyak bicara.

Apa saja yang dikatakan oleh Siauw Cap-it-long, pasti disenangi oleh Sim Pek Kun.

Hanya didalam waktu makan inilah, penderitaan bathin yang menekan jiwa Sim Pek Kun agak mereda, dia bisa melupakannya untuk sementara.

Berduaan bersama Siauw Cap-it-long, Sim Pek Kun bisa melupakan bahwa dirinya berada disebuah istana boneka yang kecil. Berada dibawah kekuasaan manusia gila boneka Thian-kongcu.

Yang aneh, sesudah menyihir mereka menjadi boneka kecil, Thian-kongcu belum pernah menampilkan diri.

Kalau saja hal itu bisa berjadi, betul-betul sangat menyeramkan, diatas kepala mereka tampil satu wajah raksasa! Raksasa yang hebat dan besar!

Pikiran Sim Pek Kun segera melayang kearah Siauw Cap-it-long, hari ini terkecuali, Siauw Cap-it-long belum muncul didepannya.

Gadis pelayan sudah meninggalkan kamar, meninggalkan makanan2 yang tersedia.

Sim Pek Kun sudah mengatur sesuatu, menunggu kembalinya Siauw Cap-it-long.

Tapi Siauw Cap-it-long yang ditunggu tak kunjung datang.

Sim Pek Kun berjalan bolak-balik, hilang sabar, dia duduk dimeja makan.

Sim Pek Kun sudah biasa menunggu, kini ia harus menunggu kembalinya Siauw Cap-it-long.

Siauw Cap-it-long belum kembali.

Sayur dimeja mulai menjadi dingin.

Siauw Cap-it-long yang ditunggu belum tampil juga.

Keadaan yang seperti ini bukan dirasakan satu kali, Sim Pek Kun sudah biasa. Biasa didalam arti semasa menjadi manusianya.

Terbayang kembali kenangan sesudah pernikahan, dua bulan sesudah Sim Pek Kun kawin dengan Lian Seng Pek, sering Sim Pek Kun ditinggal seorang diri. Kadang kala, dia harus menungkuli sayur-sayur yang panas dan akhirnya menjadi dingin.

Dipanaskan lagi, dan dingin kembali.

Lian Seng Pek belum juga kembali, akhirnya Sim Pek Kun makan tanpa didampingi oleh sang suami.

Dia makan seorang diri!

Itulah kenangan lama, kenangan Sim Pek Kun bersama Lian Seng Pek.

Didalam satu bulan, hampir lebih dari dua puluh lima hari, Sim Pek Kun harus bersantap seorang diri.

Ia sudah jadi biasa dengan kepribadian itu.

Hari ini, Sim Pek Kun menunggu kembalinya Siauw Cap-it-long.

Seharusnya dia mengisi perut saja.

Tapi hatinya sangat gelisah, tidak bisa disamakan keadaannya dengan menunggu Lian Seng Pek.

Beberapa kali Sim Pek Kun mengambil sumpit, siap-siap bersantap seorang diri. Hal itu bisa saja dilakukan, kalau Lian Seng Pek tidak kembali, Sim Pek Kun tidak sanggup menahan lapar. Tapi menunggu Siauw Cap-it-long, Sim Pek Kun tidak bisa disamakan dengan menunggu Lian Seng Pek, dia meletakkan kembali sumpit yang diambil tadi, gagal makan.

Menengok kearah pintu, bayangan Siauw Cap-it-long belum tampil ditempat itu.

Belum pernah ia menunggu Siauw Cap-it-long, mengapa hali ini bisa terjadi?

Hari apakah hari ini?

Mungkinkah terjadi sesuatu yang menyeramkan? Bulu tengkuk Sim Pek Kun bergemerinding, bangun berdiri.

Didalam istana boneka, didalam sihirannya si manusia gila boneka Thian-kongcu, segala sesuatu itu bisa saja terjadi.

Sim Pek Kun sedang membayangkan wajah Siauw Cap-it-long, bagaimana laki-laki menempur dengan bayangan iblis yang menakutkan, hampir ia berteriak.

Baru kini dirasakan oleh Sim Pek Kun, betapa berat kasihnya kepada Siauw Cap-it-long, sedikitpun tidak bisa berpisah dengan laki-laki bermata besar itu.

Makanan-makanan dimeja sudah menjadi dingin.

Siauw Cap-it-long belum juga datang.

MENGADU TENAGA

SIM PEK KUN mengertek gigi, bangkit dari tempat duduknya, meninggalkan meja makan dan berjalan keluar.

Selama empat hari Sim Pek Kun berada didalam istana boneka, belum pernah ia meninggalkan ruangan itu.

Karena tidak hadirnya Siauw Cap-it-long, untuk pertama kalinya Sim Pek Kun melangkah keluar dari kamar yang tersedia.

Sim Pek Kun berjalan dilorong panjang.

Setiap tujuh atau delapan langkah, pasti terdapat sebuah lampu teng.

Sim Pek Kun menyaksikan keindahan malam di Istana Boneka.

Tiba-tiba mata Sim Pek Kun terbelalak, didepannya berdiri sesosok tubuh, orang itu sedang bersandar pada pinggiran langkan, tersenyum-senyum kearahnya.

Itulah Pendekar Tikar Terbang yang bermuka bopengan Lui Bie!”

Sim Pek Kun hendak lari kedalam kamarnya, tapi sudah terlambat.

Lui Bie cepat-cepat menghampirinya, dengan tertawa, menyapa sang ratu rimba persilatan.

Didalam keadaan yang serba canggung, lari pulang kedalam kamar adalah satu perbuatan yang tidak mempunyai penghormatan.

Dibawah sinar cahaya lampu teng, pipi-pipi Lui Bie yang bopengan itu semakin banyak lubang-lubangnya semakin dalam.

Hampir saja Sim Pek Kun muntah ditempat itu, menyaksikan cara-caranya kedatangan Lui Bie, setiap lubang bopengnya itu seperti memperlihatkan wajah yang tertawa.

Lui Bie mengirim satu anggukan kepala.

Sim Pek Kun membalas anggukan kepala Lui Bie, cepat-cepat menyusup dibawah ketiak Lui Bie, hendak meneruskan perjalanannya, meneruskan usahanya untuk mencari jejak Siauw Cap-it-long.

Hari itu Sim Pek Kun kehilangan Siauw Cap-it-long.

Bagaikan kecepatan kilat, si Pendekar Tikar Terbang Lui Bie menghadang didepan Sim Pek Kun, dia bertanya:

“Sudah makan?”

“Sudah,” jawab Sim Pek Kun singkat.

Entah makan malam yang sudah? Entah makan siang yang dijawab, Sim Pek Kun tidak memberi penjelasan yang lebih terperinci.

Lui Bie masih mencumbu rayu, gelarnya sebagai Pendekar Tikar Terbang itu, agak kurang cocok, seharusnya diganti dengan jago pipi licin.

“Tukang masak hari ini adalah tukang masak baru,” berkata Lui Bie. “Menurut ceritanya, didalam rumah makan Liok-sun-beng dia adalah ahli masak nomor satu. Tentu enak, bukan?”

“Enak,” berkata Sim Pek Kun sembarangan.

Lui Bie berkata lagi:

“Istana ini tidak terlalu besar, tapi cukup rumit, kalau tidak ada penunjuk jalan, mudah terperosok dan sesat.”

“Aku tahu,” jawab Sim Pek Kun singkat.

“Lebih baik nona berhati-hati, agar tidak salah jalan,” berkata lagi Lui Bie.

Sim Pek Kun menekuk wajahnya dan membentak:

“Siapa yang kau panggil nona?”

“Maaf,” berkata Lui Bie. “Nyonya.”

“Huh!” Sim Pek Kun mengeluarkan suara dari hidung.

Dengan tertawa cengar-cengir, Lui Bie berkata:

“Nyonya, tahukah kau dimana suamimu kini berada?”

Bukan Lian Seng Pek yang dimaksudkan, tapi Siauw Cap-it-long.

Hati Sim Pek Kun hampir lompat keluar dari tempatnya, memandang si bopengan, ia bertanya:

“Kau tahu?”

“Tentu saja tahu,” jawab Lui Bie semakin mendekat.

Sim Pek Kun mundur dua tapak, wajahnya semakin masam, ia bertanya:

“Dimana? Aku sedang berusaha mencarinya.”

“Lebih baik jangan dicari!” berkata Lui Bie tenang. “Kalau saja ketemu, pasti terjadi sedikit kesulitan.”

“Kesulitan?” bertanya Sim Pek Kun.

Lui Bie semakin cengar-cengir, ia berkata:

“Haruskah menceritakan jalan gerakan-gerakan itu secara mendetail?’

“Maksudmu?” berkata Sim Pek Kun.

“Suamimu itu sedang menggumuli wanita lain.”

“Bohong,” Sim Pek Kun berteriak.

Lui Bie berkata:

“Seperti apa yang kau tahu, didalam istana boneka terdapat nona-nona cantik, umurnya masih muda belia, dan biasanya tidak suka kesepian, suamimu itu juga mempunyai wajah yang tidak jelek, tentunya …”

Sim Pek Kun mendelikkan mata, hatinya semakin panas.

“Hua, ha ha …” Lui Bie tertawa. “Nyonya memang memiliki kecantikan yang tiada tara, tapi laki-laki yang setiap hari dijejal dengan sayur asam, sudah pasti menjadi bosan, ingin merasakan sesuatu yang …”

Sim Pek Kun juga sudah tidak bisa menahan kesabarannya, dengan suara keras ia membentak:

“Stop! Jangan kau ngaco belo.”

“Tidak percaya?” berkata Lui Bie. “Mau kuajak melihat? Gadis itu tidak secantikmu, tapi dia lebih muda. Modal wanita adalah muda, setiap wanita muda pasti bisa mencocoki selera laki-laki.”

Sim Pek Kun semakin marah, badannya gemetaran.

Lui Bie berkata lagi:

“Dengarlah anjuranku, tidak perlu terlalu pusing. Didalam istana boneka, kita banyak mendapat kebebasan. Untuk cara-cara yang seperti ini, sudah biasa dan lazim, sama saja seperti bagaimana kita makan nasi, berganti sayur, suamimu bisa mencari wanita lain, mengapa kau tidak mau makan laki-laki baru? Kita sama-sama mencari kesenangan, bukan? Sama-sama bersenang, maka hati kitapun bebas leluasa.”

Kedua mata Lui Bie sudah disipitkan, seperti menjadi satu garis, ia menjulurkan tangan, hendak menarik Sim Pek Kun.

Sim Pek Kun mundur kebelakang.

“Hayo,” berkata Lui Bie. “Jangan malu-malu. Hal itu pasti terjadi, lambat atau cepat, kau bisa merasakan keenakannya, dari pada tidur dengan orang lain, lebih baik …”

Sim Pek Kun tidak bisa mendengar lebih lama lagi, tangannya terayun, pang … satu tempilingan telah menampar pipi Lui Bie yang bopengan.

Lui Bie mendapat gelar Pendekar Tikar Terbang, satu bukti bahwa kecepatan kakinya melebihi orang, gesit, dan cekatan. Tapi gerakan Sim Pek Kun lebih cepat lagi, hal ini berada diluar dugaan, disaat ia hendak mengelak, tamparan itu sudah mengenai pipinya.

Memegang dagingnya yang merasa panas itu, Lui Bie mundur dua langkah, matanya mendelik, dan dia membentak:

“Bah! Tidak tahu diuntung, sesudah berada ditempat ini, kau masih berani berpura-pura, huh! Jangan harap bisa lari dari tanganku.”

Setapak demi setapak Lui Bie mendekati Sim Pek Kun

Sim Pek Kun membentak:

“Berhenti! Setapak lagi kau maju kedepan, jarum mas pencabut nyawaku tidak mengenal ampun.”

Lui Bie tertegun, jarum mas pencabut nyawa itu adalah senjata rahasia yang istimewa, dia pernah merasakan kehebatannya, karena itu menghentikan langkah dan bertanya:

“Jarum mas pencabut nyawa?”

Sim Pek Kun berkata:

“Kalau kau pernah berkelana didalam rimba persilatan, tentunya pernah mendengar nama jarum mas pencabut nyawa dari keluarga Sim, jarum ini terdapat dua macam, yang beracun dan yang tidak beracun, kalau berani kau maju setapak, kulepas yang beracun, apa akibatnya?”

Betul-betul Lui Bie tidak berani berkutik, dia bertanya:

“Bagaimana hubunganmu dengan Sim Thay Kun?’

Sim Pek Kun menjawab:

“Aku adalah cucu perempuannya …”

“Aaaa …”

Sesudah mengucapkan kata-kata tadi, secepat itu pula Sim Pek Kun lari kebelakang, kembali kedalam kamarnya. Bang! Dia menutup dan menggabrukkan pintu.

Tersengal-sengal Sim Pek Kun berdiri dibalik pintu kamarnya. Dia takut kalau Lui Bie itu menerjang masuk.

Si Pendekar Tikar Terbang Lui Bie sudah dibuat mati kutu, nama jarum mas pencabut nyawa sangat menyeramkan, dia tidak berani menerjang.

Sim Pek Kun menyandarkan dirinya dibalik pintu.

Berdengung kata-kata Lui Bie yang sangat menusuk hati:

“Gadis disini, masih muda belia … gadis muda adalah modal … gadis muda bisa lebih mencocoki pria … suamimu mencari wanita lain …”

Kata-kata itu sangat menusuk hati Sim Pek Kun.

Siauw Cap-it-long bukanlah suaminya, tapi entah bagaimana, rasa tadi tidak bisa diterima.

Kalau betul Siauw Cap-it-long menggumuli gadis ditempat itu …

Hati Sim Pek Kun seperti dipilin-pilin, sangat sakit dan sedih.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Dimisalkan dia tahu kalau Lian Seng Pek menggumuli wanita lain, rasanya juga tidak seperti ini.

Sedangkan Lian Seng Pek itu adalah suaminya!

Tiba-tiba Sim Pek Kun berteriak:

“Bohong! … Aku tidak percaya … Bohong … aku tidak percaya … tidak mungkin Siauw Cap-it-long …”

Tapi kemana kepergian Siauw Cap-it-long? Mengapa dia tidak kembali?

Bayangan-bayangan seram inilah yang mengekang dan menekan bathin Sim Pek Kun.

Dimanakah Siauw Cap-it-long? Pecah kepala Sim Pek Kun memikirkan problem itu.

Didalam Istana Boneka, terdapat tiga puluh gadis remaja, mereka cantik-cantik dan menarik, semua orang gemar tertawa.

Dari ketiga puluh gadis-gadis muda didalam Istana Boneka, sebagian besar sangat senang kepada Siauw Cap-it-long, mereka sering tertawa kepada Siauw Cap-it-long.

Dari sekian banyak gadis-gadis yang berada didalam istana boneka, hanya seorang yang tidak pernah tertawa kepada Siauw Cap-it-long, belum pernah ia menatap kepada Siauw Cap-it-long.

Nama gadis itu adalah Souw Yan.

Disaat Sim Pek Kun ubek-ubekan mencari jejak Siauw Cap-it-long, tentu saja tidak berhasil, karena Siauw Cap-it-long sedang berada dikamar Souw Yan.

Siauw Cap-it-long sedang terbaring ditempat tidur Souw Yan.

Siauw Cap-it-long sedang terbaring, memperhatikan langit-langit kamar itu.

Kepala Souw Yan ditengkurapkan kedada yang bidang dan lebar.

Mata Siauw Cap-it-long direntangkan besar-besar.

Mata Souw Yan dikatupkan, bulu-bulu matanya yang panjang, merengguti kulit Siauw Cap-it-long.

Dengan bulu mata yang dimiliki oleh Souw Yan, kalau saja ia membuka matanya pasti lebih menarik, wanita mempunyai tanda-tanda yang tertentu pada sepasang mata, hanya satu kerlingan, satu lirikan, ia bisa memikat dan menarik kaum laki-laki.

Bukan mata Souw Yan saja yang menarik, sepasang betisnyapun memikat.

Dadanya lebih memikat lagi.

Souw Yan mempunyai ukuran yang normal, tubuhnya padat, seperti disertai dengan gairah yang kuat, lekukan-lekukan menurut pesanan ideal, tidak terlalu montok, juga tidak terlalu kurus.

Didalam kamar itu sangat sepi, mereka sedang berdekap-dekapan.

Bagian 12 Selesai

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar