Makin lama perahu yang
mengepung di se-kitar situ semakin menjauh, kini di atas per-mukaan telaga
tinggal kapal model keraton itu, meski begitu, kawanan kapal perang tersebut
masih tetap mengepung dari ke-jauhan sana.
Lan see giok, Si Cay soat dan
Ciu Siau cian, merasa agak lega, asal perahu itu masih berada sejauh satu
panahan saja, dengan ilmu berenang yang mereka berempat miliki, mereka yakin
pasti dapat menyelamatkan diri dengan aman.
Ketika Hu-yong siancu
menyaksikan pulu-han orang jago yang berada dikejauhan sana masih tetap
bersikap tegang dan serius maka untuk meredakan suasana yang mencekam di atas
perahu ini, dia segera memberi tanda pads Si Cay soat dan Ciu Siau cian agar
menyimpan kembali pedang Jit-hoa dan Gwat hui kiam mereka.
Ketika Siau Cian dan Cay soat
telah menyimpan kembali pedang mereka, suasana di atas perahu pun semakin
mereda, puluhan jago lihay yang semula berdiri di kejauhan tadi, kini sudah
menyimpan pula senjata masing-masing.
Sementara itu, Toan Ki tin
yang masih duduk bersila di atas geladak kapal telah pulih kembali, mukanya
nampak segar kem-bali dan napasnya tidak lagi terengah engah.
Tak selang berapa saat
kemudian, Toan Ki tin telah membuka matanya, mula-mula dia memandang sekejap
kearah Lan See- giok, Siau cian dan Cay - soat, kemudian baru me-nengok kearah
Hu-yong siancu sambil pelan-pelan bertanya, "Han lihiap. belasan tahun tak
pernah bersua, darimana kau bisa tahu kalau malam ini aku berada di sini?
Apakah kau telah mengunjungi telaga Tong-ting?"
Hu-yong siancu tahu bahwa Toan
Ki tin amat menguatirkan nasib sarangnya, maka dia segera memberi penjelasan.
"Sebenarnya malam ini
kami bermaksud pergi ke benteng Wi-lim-poo untuk mencari si manusia bengis
bertelinga tunggal Oh Tin san, ketika melihat ada kapal perang berkumpul disini
dan cahaya lentera me-nyi-nari seluruh penjuru, kami sangka kapal-ka-pal ini
adalah kapal perang dari Wi-lim-poo, baru setelah terjadi bentrokan, kami tahu
kalau Lo pacu lah yang berada di sini "
"Toan Ki Tin melirik
sekejap kearah Lan See giok dengan pandangan penuh keben-cian, kemudian ia baru
bertanya dengan suara dingin. " Pemuda inikah kongcu dari Lan
tayhiap?"�
"Benar, dialah Lan See
giok," jawab Hu-yong siancu dengan cepat, Kemudian dia balikkan badan dan
sambil menuding ke arah Siau cian serta Cay soat katanya lebih jauh.
"Dia adalah putriku Ciu
Siau cian, sedang-kan yang ini adalah nona Si Cay soat, dia adalah murid
perempuan To Seng-cu locian-pwe..."
Gemetar keras sekujur badan
Toan Ki tin sesudah mendengar ucapan itu, dengan pan-dangan terkejut dia
melirik sekejap ke arah Si Cay soat.
Lan See giok mengerti. tujuan
bibinya memperkenalkan Si Cay soat sebagai murid To Seng-cu adalah untuk
menakut nakuti Toan Ki tin, sedangkan tujuannya memper-kenalkan Siau Cian
adalah untuk menjernih-kan kecurigaan di hati Toan Ki-tin sebab ke-banyakan
umat persilatan mengira Hu-yong siancu dan Lan Khong-tay, bapak Lan See giok
adalah suami istri.
Melihat mimik muka Toan Ki
tin, tanpa terasa Hu-yong siancu tertawa dingin sambil melanjutkan.
"Sedangkan Lan See giok
pun termasuk ahli waris dari To Seng-cu locianpwe."
Sekali lagi Toan Ki tin
terkejut. paras mu-kanya berubah, sinar mata tunggalnya me-mandang ke arah Lan
See giok dengan rasa kejut dan gelisah. dalam wajahnya yang pe-nuh codet,
terselip pula putus asa.
Biar begitu, ia tetap bertanya
juga dengan suara dalam:
"Darimana kau bisa
menuduh kalau aku lah pembunuh ayahmu?"
Sebagai seorang pemuda yang
berhati ba-jik, Lan See giok tak ingin menceritakan kalau hal tersebut didengarnya
dari si Beru-ang berlengan tunggal, maka sambil mena-han rasa pedih di dalam
hatinya ia berkata.
"Tempo dulu, karena suatu
urusan aku se-dang pergi ke luar, ketika kembali ke kubu-ran kuno, kujumpai
mendiang ayahku sudah tergeletak di atas genangan darah, sementara aku masih
menangis sedih, kudengar suara pekikanmu yang ke dua kalinya . . "
Toan Ki tin merasa sangat
terperanjat, ce-pat-cepat dia menyela.
"Darimana kau bisa tahu
kalau kedata-nganku adalah untuk ke dua kalinya?"
Tanpa sangsi Lan See giok
segera men-jawab:
Sebab pekikanmu itu penuh
dengan perasaan gelisah dan gusar, bahkan sesudah masuk ke dalam kuburan kuno,
kau tidak menggeledah jenazah ayahku sebaliknya malah membongkar pembaringan
serta benda-benda lainnya, hal ini sudah cukup mem-buktikan kalau kedatanganmu
waktu itu sudah kedatanganmu untuk kedua kalinya."
Sekali lagi paras muka Toan Ki
tin berubah menjadi pucat pias, sementara peluh sebesar kacang kedelai jatuh
bercucuran tiada henti-nya dengan suara bimbang dan gemetar ia bertanya
kemudian.
"Waktu itu kau berada
dimana?"
Lan See giok tertawa dingin.
"Aku bersembunyi di
belakang meja batu besar dimana kau ambil gurdi emas tersebut"
Mendengar kata "gurdi
emas", Toan Ki- tin kembali mengamati wajah Lan See giok de-ngan agak
gelisah.
"Apalagi yang telah kau
jumpai?" tanya nya terburu buru.
Lan See giok mendengus gusar,
teriaknya keras: "Aku masih melihat kau telah mem-bunuh seseorang."
Toan Ki tin tahu bahwa pihak
telaga Pek toh oh sedang melepaskan mata-mata dalam jumlah banyak untuk mencari
tahu jejak si makhluk bertanduk tunggal Si Yu-gi, takut tampaknya dia kuatir
pihak Pek - toh - oh turut mengetahui rahasia tersebut hingga datang mencari
balas kepadanya.
Dengan suara gelisah cepat -
cepat dia menjelaskan. " Apa yang kulakukan cuma salah tangan saja, aku
sama sekali tidak tahu kalau dia sedang bersembunyi di kamar sebelah."
"Aku tak ambil perduli
atas persoalan-per-soalan itu " teriak Lan See giok dengan ke-ning
berkerut, tujuan kehadiranku hari ini adalah menuntut ganti rugi atas kematian
ayahku almarhum, apa yang hendak kau ucapkan sekarang?"
Sambil berkata dia memutar
pergelangan tangan kanannya sambil maju ke muka, se-buah pukulan siap
dilontarkan ke depan.
Menyaksikan tindakan lawan,
Toan Ki tin malah dibuat lebih tenang lagi, bantah nya kemudian dengan suara
dingin.
"Atas dasar apakah kau
mengatakan aku-lah si pembunuh keji itu.?"
Pertanyaan ini segera membuat
Lan See giok tertegun, tapi ia membentak kemudian,
"Ada orang menyaksikan
kau dan Si Yu gi sedang berunding secara rahasia di dalam hutan, kemudian
memasuki kuburan kuno..."
Sebelum Lan See-giok
menyelesaikan kata katanya sambil tertawa dingin Toan Ki-tin telah menukas,
"Hmm, aku justru
beranggapan pembunuh sebenarnya dari ayahmu adalah orang yang secara diam-diam
telah melihat aku bersama si makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi berbi-cara
dalam hutan tersebut."
Lan See-giok menjadi teramat
gusar, ia menganggap Toan Ki tin sedang mengaco belo sehingga napsu membunuhnya
kembali ber-kobar .....
"Anak Giok. Biarkan dia
berbicara sampai jelas lebih dulu!" ujar Hu-yong siancu secara tiba-tiba.
Mendengar ucapan mana, Lan See
giok segera berusaha untuk mengendalikan hawa amarahnya, kemudian sambil
menatap Toan Ki-tin lekat-lekat katanya lagi.
"Mengapa kau tidak
berusaha untuk men-jelaskan bahwa orang yang telah membunuh ayahku adalah kau
sendiri"
Toan Ki-tin menganggap jiwanya
tak akan tertolong lagi, oleh sebab itu dia ingin mati sebagai seorang
pahlawan, seorang yang ber-sih dan bebas dari peristiwa berdarah itu, maka
serunya kemudian dengan gusar,
"Sudah puluhan tahun
lamanya aku berkelana di dalam dunia persilatan, walau-pun banyak sekali orang
yang telah kubu-nuh, namun sepanjang hidup belum pernah aku membunuh orang
secara membokong...!
Agaknya di dalam hal ini
Hu-yong siancu pun sudah pernah mendengar, ia pun ber-kata kemudian dengan
suara dalam:
"Toan Pacu kuharap kau
jangan kelewat kasar. keras kepala dan tak tahu aturan, an-daikata Lan See-giok
berniat membunuh-mu, ia dapat melakukan dengan sekali ayunan tangan saja,
biarpun sekelilingmu terdapat ratusan buah kapal perang yang mencoba
melindungimu, kami semuapun termasuk orang-prang yang pandai ilmu di dalam air,
kalian semua tetap tak akan mampu berbuat apa-apa terhadap kami, lagi pula aku sudah
menyelamatkan jiwamu dengan cairan mes-tika Leng Sik giok ji. selain
menyelamatkan jiwamu dari ancaman, menambah pula tenaga dalam yang kau miliki,
tujuanku tak lain adalah hendak memberi kesempatan kepadamu untuk menjelaskan
duduknya persoalan.
"Di samping itu, masalah
kematian yang aneh dari Lan tayhiap, menyangkut pula banyak orang, demi
jelasnya persoalan maka Lan See giok berusaha untuk mencari tahu duduk
persoalan yang sebenarnya, bukan maksud hatinya untuk membunuhmu ...."
Kemudian setelah berhenti
sejenak dan memandang sekejap ke arah puluhan jago yang berdiri tak jauh dari
mereka, dia ber-kata lebih lanjut.
"Apabila apa yang kau
ucapkan tidak cocok dengan apa yang kami ketahui, berarti tak disangkal lagi
Lan tayhiap tewas di tangan-mu, dengan tewasnya kau Toan Ki tin, maka hasil
karya besarmu di telaga Tong ting pun niscaya akan terjatuh ke tangan orang
lain"
Seusai mendengar penjelasan
tersebut, timbul kembali ingatan Toan Ki tin untuk melanjutkan hidup. apalagi
setelah mengeta-hui bahwa cairan Leng sik giok ji telah menambah tenaga
dalamnya, semangat dan harapan hidupnya kembali berkobar.
Setelah memandang sekejap ke
arah Hu-yong siancu dengan pandangan berterima kasih, ujarnya kemudian. .
"Aku sudah hidup enam
tujuh puluh tahu-nan, tak nyana hari ini telah berhutang budi lagi kepada Han
lihiap, kebaikanmu itu tak akan kulupakan untuk selamanya"
Kemudian setelah menghela
napas sedih, sambil menengok ke arah Lan See giok dia berkata lebih jauh.
"Ketika Lan siauhiap
bertemu aku malam itu. kedatanganku saat tersebut memang ke-datangan yang ke
dua kalinya---"
"Kalabu memang begituj,
kuharap kau pgun mengungkapkabn seluruh duduk persoalan yang sebenarnya kepada
kami" pinta Hu-yong siancu cepat-cepat.
Paras muka Toan Ki tin berubah
menjadi serius, katanya agak gelisah.
"Sebelum kuteruskan
ceritaku tentang peristiwa tersebut, sekali lagi ingin kutan-daskan yaitu Lan
tayhiap bukan tewas di tangan ku----- "
"Lalu siapa yang telah
melakukan per buatan keji itu? Apakah Si Yu gi?" tak tahan Lan See giok
membentak keras dengan ke-ning berkerut.
Toan Ki tin segera
menggelengkan kepala nya berulang kali.
"Bukan, pada mulanya aku
sendiripun curiga kalau peristiwa ini hasil karya dari Si- oh-cu."
Hu-yong siancu kuatir Lan
See-giok men-jadi mata gelap saking marahnya, maka de-ngan suara tenang ia
segera menimbrung.
"Anak Giok, sekarang kita
sudah mencapai tahap menjadi terangnya duduk persoalan, kau tak usah kelewat
terburu napsu, berilah kesempatan kepada Toan pacu untuk mence-ritakan
pengalamannya, kemudian kita co-cokkan dengan apa yang kita ketahui dan di
ambilkan kesimpulannya, dari situ kita akan mengetahui apakah ucapan Toan pacu
benar atau salah.-"
"Perkataan Han lihiap
memang sangat te-pat" Toan Ki tin segera menimpali, "orang yang
membunuh ayahmu betul-betul bukan aku, tunggulah sampai kuceritakan keadaan
yang sesungguhnya nanti. kau pasti akan mengetahui dengan sendirinya apakah
uca-pan-ku itu benar atau salah..."
Berbicara sampai di situ ia
berhenti seje-nak, lalu berpaling ke arah puluhan jago yang masih berdiri
dikejauhan sana dan mengulapkan tangannya.
Puluhan orang jago tersebut
serentak me-ngundurkan diri dari situ, bahkan para dayang yang semula
bersembunyi dibalik pintu ruang perahu pun sekarang berlalu semua dari situ.
Dari sikap Toan Ki tin ini,
Hu-yong siancu, Lan See giok, Si Cay soat dan Ciu Siau cian segera
berkesimpulan bahwa orang ini belum pernah membicarakan peristiwa tersebut
kepada siapa pun. karenanya dia pun tak ingin anak buahnya ikut mengetahui
rahasia peristiwa tersebut, apalagi kalau sampai membocorkan ke tempat luaran
bahwa Si Yu gi memang tewas di tangannya.
Begitulah, menunggu sampai
anabk buah nya sudajh berlalu semuag, Toan Ki tin bbaru berkata kepada Hu-yong
siancu.
"Silahkan kalian berempat
duduk dulu untuk mendengarkan ceritaku ini . . . "
Hu-yong siancu mengangguk dan
duduk lebih dulu, Lan See giok, Si Cay soat dan Ciu Siau cian segera turut
duduk pula di atas geladak, untung lantai geladak amat bersih dan berkilat.
sehingga mereka tak usah kuatir akan mengotori pakaian mereka.
Setelah menghembuskan napas
panjang dan termenung sejenak, Toan Ki-tin baru berbicara dengan suara rendah.
"Oleh sebab ada orang
menyaksikan aku bersama Si Oh-cu sedang berbisik bisik dalam hutan, biarlah aku
mulai bercerita se-jak bertemu dengan Si Yu gi saja.
"Menjelang senja hari
itu, aku sedang ber-jalan melalui kuburan Leng ong bong, tiba-tiba kujumpai si
Makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi dari telaga Pek toh oh sedang celi-ngukan di
belakang sebatang pohon dengan sikap yang sangat mencurigakan, dia seperti lagi
mengintip seseorang atau mungkin juga sedang menguntit seseorang,
Tergerak hatiku waktu itu maka
akupun menerjang ke arahnya, Si Yu gi nampak amat terkejut atas kehadiranku
ini, tapi dengan cepat dia memberi tanda kepadaku dan me-ngajakku ke luar dari
hutan terus menuju ke utara.
"Aku tahu, tentu sudah
terjadi sesuatu yang tak beres, karenanya ku ikuti terus di belakangnya, tiba
di sebuah hutan, Si oh-cu bercerita kepadaku bahwa tiga hari berselang dia
telah berhasil menemukan tempat persembunyian dari Lan tayhiap..""
Mendengar sampai disini, Lan
See giok segera menyimpulkan bahwa jejak ayahnya berhasil ditemukan oleh si
Makhluk bertan-duk tunggal Si Yu gi tatkala ayahnya menghantar ia pergi ke
rumah bibinya tempo hari akibat nya musibah datang menimpa dirinya...
Berpendapat demikian, tanpa
terasa dia melirik sekejap ke arah Hu-yong siancu.
Agaknya Hu-yong siancu pun
mempunyai perasaan yang sama, karena itu perasaan sedih dan murung segera
menyelimuti wa-jahnya. Sementara itu Toan Ki tin telah ber-cerita lebih jauh.
. . waktu itu aku masih
setengah percaya setengah tidak sesudah mendengar cerita dari Si Yu gi, agaknya
Si Yu gi pun dapat melihat kalau aku tidak percaya, maka dia pun melukiskan
banyak sekali lingkaran-lingkaran di atas tanah, setiap lingkaran melambangkan
sebuah kuburan raksasa, bahkanr menunjukkan dizmanakah Lan tayw-hiap
menyembunryikan diri, dia bilang letak tempat tersebut berada di urutan delapan
sebelah kiri."
Diam-diam Lan See giok
menghela napas panjang, dia tak menyangka ayahnya yang selalu cekatan dan
pintar, waktu itu bisa berbuat begitu gegabah, mungkin dia sedang merenungkan
keselamatannya dalam perja-lanan menuju ke rumah Hu-yong siancu se-hingga tidak
dirasakan olehnya kalau orang sedang menguntitnya secara diam-diam.
TERDENGAR TOAN KI-TIN berkata
lebih jauh.
"---Ketika kujumpai Si Yu
gi menjelaskan dengan amat terperinci, diam-diam aku merasa amat gembira, tapi
akupun tak tahan bertanya kepadanya mengapa tidak berusaha masuk sendiri untuk
merampas benda mes-tika itu?
Kata Si Yu gi, tenaga dalam
yang dimiliki-nya amat terbatas dan ia sadar bukan tan-dingan Lan tayhiap,
apabila dia masuk seca-ra gegabah berarti hanya akan menghantar nyawa dengan
sia-sia belaka. itulah sebabnya dia minta pertolonganku untuk bekerja sama
dengannya.
"Aku percaya dengan
perkataannya begitu saja, bersama Si Yu gi kami bersama-sama kembali ke kuburan
Leng ong bong dan ma-suk kembali ke hutan siong, waktu itu hari sudah gelap.
ketika kami berdua sampai di kuburan nomor delapan, ditemukan pintu kuburan
secara kebetulan masih terbuka le-bar. maka akupun diam-diam menyelundup masuk
ke dalam, berjalan baru puluhan kaki, kami jumpai setitik cahaya lentera yang
redup muncul di depan sana. ."
Ketika mendengar sampai di
situ airmata Lan See giok tak bisa dibendung lagi dan segera jatuh bercucuran
membasahi wajah nya. darah yang mengalir dalam tubuhnya turut bergolak keras.
Hu-yong siancu nampak
mengucurkan pula air mata, sedang Siau-cian serta Cay soat kelihatan sedih.
Terhadap sikap dari Lan See
giok beberapa orang itu, Toan Ki tin bersikap seolah-olah tidak melihat,
pikiran dan perasaannya seperti sudah balik kembali pada peristiwa setahun
berselang.
Sambil mengawasi kegelapan
malam yang mencekam seluruh angkasa, dia berkata le-bih jauh dengan suara
rendah dan dalam-
".......ketika kulihat
cahaya lentera itu, dengan terkejut segera kuhentikan langkah-ku dan berdiri
dengan menempel didekat dinding, waktu berpaling, kujumpai Si Yu gi akan
memperoleh keuntungan apa-apa, aku bertekad hendak mencari suatu tempat yang
terpencil untuk mempelajari isi dari kitab pusaka tersebut dan menjadi
satu-satunya jago silat yang tiada tandingnya di dunia ini"
Mendengar sampai disini,
Hu-yong-siancu serta Lan See-giok segera menggelengkan kepalanya dengan
perasaan iba, andaikata umat persilatan mengetahui betapa sulitnya untuk
mempelajari isi kitab cinkeng tersebut. tak mungkin akan timbul musibah sebesar
ini"
Melihat dua orang itu
menggelengkan kepalanya berulang kali. Toan Ki-tin juga ti-dak menanyakan
alasannya. kembali dia ber-kata lebih lanjut.
" ....waktu itu
kupusatkan semua perhatian untuk memperhatikan situasi di sekeliling tempat
tersebut, namun suasana amat sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun, agaknya
di dalam kuburan itu tiada seorang manusia pun, akhirnya akupun meneruskan
perjalananku menuju ke dalam ruangan, pada saat itulah pandangan pertama yang
berhasil kulihat adalah tubuh ayahmu terge-lepar ditengah genangan darah"
Ia berhenti sejenak sambil
memandang Lan See-giok yang berdiri dengan air mata bercu-curan, kemudian
lanjutnya:
"Waktu itu aku sangat
terkejut dan segera memeriksa ayahmu. aku jumpai dadanya masih terasa ada
sedikit hawa hangat, tapi ke empat anggota badan serta bagian badan lambungnya
sudah mulai membeku, dari keadaan yang kujumpai, paling tidak ia telah tewas
setengah jam berselang...
Sedih perasaan Lan See giok
bagaikan di sayat-sayat pisau, tanpa terasa dia memba-yangkan kembali keadaan
waktu itu, kemu-dian dicocokkan dengan apa yang didengar dari si beruang
berlengan tunggal, ketika ayahbnya ditemukan tjergelepar di atgas gena-ngan
dabrah, tubuhnya memang sudah men-jadi dingin semua:
Berpikir demikian. dia pun
memandang ke arah Toan Ki tin sambil manggut-manggut tanda setuju.
Maka Toan Ki tin melanjutkan
kata- kata nya:
"Waktu itu aku merasa
terkejut bercampur gusar, semacam perasaan di permainkan orang mencekam diriku,
aku bertekad hen-dak mencari si makhluk bertanduk tunggal untuk menuntut
keadilan darinya, tapi sete-lah kupikirkan kembali, dicocokkan pula dengan apa
yang kulihat, rasanya tidak mirip dengan perbuatannya, setelah mendapatkan
kotak kecil itu niscaya Si Yu gi telah melari-kan diri, buat apa dia mesti
mengintip de-ngan gerak gerik yang mencurigakan?
Biarpun aku mengerti bahwa
harapannya tipis, tapi terdorong oleh rasa serakah dan ingin mendapatkan benda
tadi. maka terbu-ru-buru akupun menggeledah lagi jenazah Lan tayhiap, kemudian
aku malah menderita pelbagai kerugian sehingga akhirnya memu-tuskan untuk kabur
kearah barat jalan.
Setelah kabur sejauh puluhan
li dan duduk terpekur di sebuah batu, segera kura-sakan hilangnya si makhluk
bertanduk tung-gal sangat aneh dan mencurigakan, kuburan kuno itu begitu besar,
mustahil Lan tayhiap akan menyembunyikan kotak kecil itu di tubuhnya, berpikir
demikian akupun balik kembali ke kuburan dan kedatanganku Waktu itu tak lain
adalah saat Lan siauhiap melihat aku menggeledah almari dan pemba-ringan"
Berbicara sampai di situ.
wajahnya menunjukkan perasaan menyesal, tampak-nya apa yang hendak diutarakan
telah sele-sai diucapkan ke luar.
Hu-yong siancu mendengarkan
cerita itu dengan tenang, kini dia mulai mencurigai si makhluk bertanduk
tunggal, walau dengan perasaan tidak mengerti tanyanya.
�Ketika
Lo pacu menolong Si oh-cu apakah kau sempat menanyakan sesuatu pertanyaan
kepadanya?"
Toan Ki tin segera mengangguk.
"Yaa, aku bertanya
kepadanya, tapi waktu itu keadaannya sudah amat kritis. agaknya lidahnya sudah
menjadi kaku sehingga tak mampu bersuara lagi, ketika kutanyakan tentang sebab
kematian Lan tayhiap, dia cumab dapat menggelejngkan kepalanyag de-ngan paksa
btanda tidak tahu..."
Dengan kening berkerut Hu-yong
siancu bertanya lebih lanjut:
"Apakah Lo pacu sudah
bertanya kepada si makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi, apa se-babnya dia tidak
mengikutimu memasuki kuburan ong bong dan selanjutnya mengapa dia
menyembunyikan diri terus menerus di kamar sebelah?"
Toan Ki tin menghela napas
panjang, kata-nya agak menyesal.
"Sudah kutanyakan
persoalan ini, Cuma sayang Si Yu gi sudah tidak mampu berbi-cara lagi ketika
itu, ditambah lagi akupun sudah salah melukainya, perasaanku gugup dan tak
tenang. tahu kalau jiwanya tak akan tertolong lagi, maka akupun masukkan
tubuhnya ke dalam sebuah peti mati bobrok."
Lan See giok yang termenung
lama sekali ini. segera teringat bahwa Si Yu gi baru menghembuskan napasnya
yang penghabisan setelah Oh Ti San menotok jalan darah kematiannya, jarak
antara terluka sampai tewas ini paling tidak mencapai em-pat jam lamanya, dari
sini bisa disimpulkan pula kalau ketidak mampuan Si Yu gi berbi-cara adalah
suatu tindakan pura-pura, maka selanya kemudian:
"Menurut pendapatku,
ketidak mampuan si makhluk bertanduk tunggal Si Yu-gi berbi-cara merupakan
suatu tindakan siasat untuk menutupi rencana busuknya, sebab dengan berlagak
tak mampu berbicara maka banyak bertanya kepadanya pun percuma saja, otomatis
kau akan segan untuk banyak ber-tanya lagi"
Toan Ki tin segera menjadi
sadar kembali, sambil menepuk lututnya dia berseru agak mendongkol:
"Benar. kalau begitu aku
benar-benar su-dah dibodohi oleh manusia yang licik itu"
Kemudian dengan kening
berkerut dan berguman lebih jauh:
"Jika ditinjau dari
situasi waktu itu, keadaan lukanya memang nampak sangat parah, paling banter
dia cuma dapat berta-han selama setengah jam saja.."
Sebelum perkataan itu selesai
diucapkan Lan See giok telah menukas sambil tertawa dingin.
"Sampai hari kedua tengah
hari, dia masih berbaring di dalam peti mati bobrok dalam keadaan hidup ......
Mendengar ucaparn tersebut,
gemzetar keras sekuwjur badan Toan rKi tin, paras mukanya berubah hebat, ia
membuka mulutnya lebar-lebar dan hampir saja menjerit, tak kuasa lagi dengan
suara rendah bisiknya.
"Lan siauhiap, kau.
kau... bagaimana cara-mu menemukan dia? Bagaimana kemudian keadaannya?"
Tanpa berpikir panjang Lan
See-giok me-nyahut:
"Dia baru tewas setelah
ditotok jalan da-rahnya secara diam-diam oleh si manusia bengis bertelinga
tunggal Oh Tin San""
Sekali lagi Toan Ki tin
menepuk lututnya sambil berseru penuh pengertian.
"Yaa, tak salah lagi,
ternyata Oh Tin san memang hadir di sekitar kuburan Ong -bong waktu itu, bulan
berselang aku pun menda-pat tahu hal ini dari laporan seorang saudara
mata-mata, dia pernah melihat Oh Tin san muncul di sekitar kuburan Leng ong
bong dan lenyap dengan begitu saja. itulah sebab-nya aku telah mengerahkan
segenap kekua-tan Lim lo pah untuk datang menantang Oh Tin san kali ini,
maksudku adalah agar dia serahkan kotak kecil tersebut
Untuk menghindarkan suatu
pertumpahan darah di tempat tersebut, cepat-cepat Hu-yong siancu menimbrung:
"Isi kotak kecil itu
adalah kitab pusaka Tay lo hud bun Pwe tiap cinkeng, tapi kitab terse-but sudah
ditarik kembali oleh To Seng cu locianpwe, biarpun Oh Tin san berhasil
me-masuki kuburan kuno. namun dia tak berha-sil mendapatkan kitab pusaka
tersebut, jadi kaupun tidak usah mengerahkan bala ban-tuanmu untuk melakukan
pembunuhan lagi,"
Biarpun Toan Ki tin merasa
rada kecewa, namun diapun bersyukur di hati. kecewa karena gagal mendapatkan
kitab pusaka, tapi bersyukur, karena dia berhasil lolos dari lubang kematian
bahkan secara tidak disangka telah mendapatkan setetes cairan Leng sik giok ji
yang mahal harganya".
Karenanya sesudah mendengar
perkataan dari Hu-yong siancu ini, dia pun meng-angguk berulang kali seraya
berkata dengan sung-guh-sungguh.
"Terima kasih banyak atas
petunjuk dari lihiap, malam ini juga aku akan pulang ke telaga Tong ting dan
selanjutnya akan meneruskan hidupku sebagai seorang nela-yan"
Hu-yong siancu yang mendengar
ucapan mana kontan saja memuji.
"Jikalau lo pacu
benar-benar melakukan apa yang dijanjikan, kejadian ini benar--benar merupakan
rejeki bagi segenap nelayan di telaga Tong ting, Lo pacupun tentu akan
disanjung dan dipuja oleh setiap umat persi-latan!"
Ketika mendengar ucapan mana.
sekilas rasa bangga membayang di wajah Toan Ki tin yang jelek, katanya kemudian
dengan hor-mat.
"Semoga saja apa yang
dikatakan lihiap bisa terlaksana, aku tentu akan bersyukur atas nasehatmu hari
ini."
Hu-yong siancu manggut-manggut
sambil tertawa, setelah melihat keadaan cuaca, dia pun berkata sambil
mengangguk:
"Kentongan ketiga sudah
lewat, biar aku segera mohon diri lebih dulu..."
Tidak sampai Hu-yong siancu
menyelesai-kan kata katanya, Toan Ki tin telah menukas dengan gembira.
"Aku akan mengantar
kalian berempat...."
Kemudian sambil bangkit
berdiri dia mem-bentak, "Siapkan sampan cepat!"
Suara sahutan bergema dari
buritan perahu dikejauhan sana.
Hu-yong siancu memang berharap
Toan Ki tin berbuat demikian, maka tidak sungkan bersama See giok berbangkit berdiri.
Suara tali gemerisik berbunyi,
kemudian dari buritan kapal muncul dua buah sampan yang melesat tiba dengan
kecepatan tinggi, dalam waktu singkat perahu itu sudah tiba di ujung perahu:
"Sampan kecil ini terdiri
dari dua ujung yang runcing sehingga sulit untuk dibedakan mana buritan mana
geladak, di muka mau-pun belakang semuanya terdapat empat buah dayung sehingga
tidak heran kalau perahu itu dapat meluncur datang dengan kecepatan tinggi.
Menjumpai hal tersebut,
Hu-yong siancu segera berkata sambil tersenyum.
"Sampan kecil yang kami
tumpangi telah ditenggelamkan semua oleh perahu kalian, yaa apa boleh buat
terpaksa aku mesti bmeminjam sampanj dari pacu!"
Tgoan Ki tin tertbawa terbahak
bahak:
"Haaahhh-----
haaahhh----- haaahhh ------ cuma sampan kecil apa sih artinya, silahkan lihiap
gunakan kedua sampan tersebut----"�
"Tidak usah dua, sebuah
pun cukup!"
Sementara pembicaraan
berlangsung, sampan kecil itu sudah berhenti, maka Hu-yong siancu berempat pun
pindah ke sampan sebelah kiri, sedangkan Toan Ki tin seorang berada di sampan
sebelah kanan, dimana ke dua sampan itu segera meluncur ke depan bersama sama.
Puluhan buah kapal besar yang
semula mengelilingi kapal keraton, sekarang sudah mulai berpencar makin
menjauh.
Ketika Lan See-giok berpaling,
dia jumpai dua buah lentera merah yang tergantung di atas tiang kapal keraton
itu sedang digoyang-kan ke kiri dan kanan secara pelan-pelan, agaknya sedang
memberikan suatu kode ra-hasia.
Angin malam berhembus semakin
kencang di atas permukaan telaga, gelombangpun makin tinggi, tapi ke dua sampan
itu masih meluncur dengan kecepatan tinggi, ini mem-buat udara terasa makin
dingin.
Dalam waktu singkat ratusan
kaki sudah dilampaui, ditambah pula perahu perang tadi mulai bergerak menuju ke
utara, tidak heran kalau jarak diantara mereka dengan kapal berbentuk keraton
itu makin lama semakin men jauh.
Hu-yong siancu segera memberi
tanda kepada si pendayung agar menghentikan sampannya. lalu kepada Toan Ki tin
yang di sampan lain dia berseru lantang:
"Lo pacu, silahkan
kembali saja, lebih baik kita berpisah disini saja, semoga di kemudian hari
kita dapat bersua kembali!"
Toan Ki tin tertawa terbahak -
bahak, se-runya dengan penuh kegembiraan. 'Malam ini aku merasa gembira,
sekali, bukan saja Han lihiap sudah menyelamatkan jiwaku , menambah tenaga
dalamku, yang lebih penting lagi adalah memberi kesempatan kepadaku untuk
mengutarakan semua ke-murungan dan kemasgulan yang telah ter-pendam hampir
setahun lebih dihati kecilku, sejak kini aku akan mengasingkan diri di Lim lo
pah dan selamanya tak akan berkelana lagi dalam dunia persilatan, bila suatu
ketika Han lihiap, Lan siauhiap dan nona berdua melewati telaga Tong ting,
silahkan mambpir di Lim-lo-pja, aku pasti akgan menyambut kebda-tangan kalian
dengan senang hati..."
Hu-yong siancu tertawa hambar,
kemudian menyahut. "Bila ada kesempatan, kami pasti akan menjumpai Lo
pacu".
Agaknya dalam waktu yang
sangat singkat, tabiat Toan Ki-tin telah mengalami peruba-han yang sangat
besar, ia segera tertawa ter-bahak-bahak dengan amat nyaring. "Haaahhh . .
. haah . . . haaahhh . . kalau memang demikian, semoga Han lihiap baik-baik
menjaga diri, maaf bila aku tak bisa meng-antar lebih jauh lagi."
Siau cian dan Cay soat secara
terpisah menerima ke empat dayung yang berada di muka dan belakang sampan,
sementara ke dua orang lelaki kekar yang semula meme-gang dayung kini sudah
pindah ke atas sam-pan Toan Ki tin.
Tampaknya Cay soat dan Siau
cian ber-niat untuk memamerkan tenaga dalam yang di-milikinya, dia memutar
pergelang-an tangan-nya dan sampan kecil itupun segera melesat ke muka dengan
kecepatan luar biasa ..
Toan Ki tin yang menyaksikan
peristiwa ini menjadi terkejut sampai paras mukanya berubah hebat, apalagi ke
empat lelaki kekar yang lain, mereka sampai termangu mangu di buatnya.
Ketika Hu-yong Siancu sekalian
mengu-capkan kata selamat berpisah, sampan kecil itu sudah meluncur sejauh dua
puluhan kaki dari posisi semula,
Siau cian dan Cay-soat baru
menghentikan dayungan mereka setelah tidak melihat Toan Ki tin lagi.
"Bibi, apakah kita perlu
untuk berkunjung lagi ke benteng Wi-lim-poo?" tanya Lan See giok kemudian
dengan hormat.
Hu-yong siancu melirik sekejap
ke arah ratusan buah perahu yang telah berkumpul di sebelah timur itu, lalu
bisiknya dengan suara rendah:
"Duduklah lebih dulu,
mari kita merun-dingkan persoalan ini sekali lagi sebelum mengambil
keputusan."
Lan See giok mengiakan dan
duduk di samping Hu-yong siancu, sementara Cay -soat den Siau cian pun
sama-sama melepaskan pendayung dan menghadap ke arah ke dua orang itu.
Hu-yong siancu memandang
sekejap ke arah Lan See giok, setelah itu tanyanya de-ngan wajah serius:
"Anak rGiok, menurut
pzendapatmu siapaw-kah pembunuh yrang sesungguhnya ...?"
Lan See-giok mengernyitkan
alis matanya, kemudian sambil menggertak gigi menahan rasa geram sahutnya:
"Anak Giok rasa orang itu
adalah si manu-sia bengis bertelinga tunggal Oh Tin san"
Hu-yong siancu segera
mengangguk ber-u-lang kali:
"Benar, setelah mendengar
penjelasan dari Toan Ki-tin malam ini, semakin terbukti kalau Oh Tin san lah si
pembunuh biadab tersebut.. "
"Siapa tahu kalau hal
tersebut merupakan permainan busuk dari makhluk bertanduk tunggal?"
timbrung Cay soat tidak mengerti.
Hu-yong siancu segera
menggelengkan kepalanya berulang kali.
"Tidak cocok dengan
kenyataan bila kita berpandangan demikian, andaikata pembu-nuh aslinya adalah
Si Yu-gi, waktu itu pasti-lah dia sedang melarikan diri dengan gugup dari
kuburan setelah ber-hasil dengan pem-bunuhannya, andaikata dia yang menemu-kan
jejak Toan pacu lebih dulu sehingga baru berlagak sok rahasia dam mencurigakan,
untuk melepaskan diri dari cengkeraman Toan pacu, tidak seharusnya dia memasuki
kuburan Ong bong lagi dam bersembunyi di-balik dinding sehingga akhir nya mesti
terlu-ka."
Si Cay goat segera mengangguk
sambil membenarkan, sebaliknya Siau cian menim-brung lagi.
"Berdasarkan penuturan
Toan Ki tin waktu itu Si Yu gi tidak masuk ke dalam kuburan bersama-samanya.
mungkinkah dia menyu-sup lagi ke dalam kuburan dengan melalui jalan rahasia
baru?"
"Tentu saja," jawab
Hu-yong siancu tanpa ragu, "itulah sebabnya pada mulanya aku menganggap
lorong baru itu hasil perbuatan dari si makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi
sebab ketika si beruang berlengan tunggal Kiong Tek ciong bertarung dengan si
toya baja berkaki tunggal Gui Pak-ciang, secara kebetulan mereka ke luar dari
lorong baru tersebut. sedangkan si manusia bermata tunggal Toan Ki tin masuk ke
luar lewat pintu utama, dari sini membuktikan juga kalau dia sama sekali tidak
tahu dalam ku-buran itu terdapat lorong baru. sebaliknya jika si manusia bengis
bertelinga tunggal Oh Tin san bila mengetahui kuburan tersebut masih terdapat
lorong rahasia baru, diapun talc akan merusak tombol rahasia pintu be-lakang
kuburan itu secara tergesa-gesa
Biarpun si makhluk bertanduk
tunggal Si Yu-gi bajingan tengik ini bukan pembunuh sebenarnya, tapi anak- Giok
yakin dialah bi-ang keladi dari peristiwa berdarah ini" seru Lan See giok
kemudian dengan penuh keben-cian,~" ,
Si Cay soat segera menimbrung
pula de-ngan gemas.
"Justru karena dialah si
biang keladi dari peristiwa berdarah itu, maka gurdi emas te-lah menembusi
dadanya lebih dulu!"
Hu-yong siancu yang mendengar
perkataan ini segera menggelengkan kepalanya berulang kali sambil menghela
napas.
"Aai, inilah yang dinamakan
hukum karma, siapa pula manusia di dunia ini yang bisa lolos dari kejadian
tersebut?"
Seperti mengerti akan sesuatu,
Siau cian ikut pula berbicara.
"Berdasarkan kesimpulan
yang telah di himpun. andaikata pembunuh paman Lan yang sebenarnya adalah si
manusia bengis bertelinga tunggal Oh Tin san, maka di saat si makhluk bertanduk
tunggal Si Yu gi dan Toan Ki tin memasuki kuburan Ong bong, mungkin Oh Tin san
sudah berada di sana, waktu itu mungkin saja ia baru membunuh paman Lan,
mungkin pula sedang menggele-dah seluruh bangunan kuburan tersebut, karena
mengetahui Si Yu gi menyelundup masuk barulah dia menyembunyikan diri di
belakang meja batu besar"
Agaknya Hu-yong siancu, Lan
See giok dan Si Cay soat mempunyai perasaan yang sama pula, maka mereka pun
mengangguk beru-lang kali tanpa komentar.
Berdasarkan analisanya, Siau
cian berkata lebih jauh.
"Tindakan si makhluk
bertanduk tunggal Si Yu gi tidak masuk bersama sama Toan Ki tin, sebaliknya
secara diam-diam menyelun-dup masuk melalui lorong rahasia baru, mungkin-
tujuannya ingin berpeluk tangan menyaksikan harimau berkelahi, tapi diapun
tidak menyangka kalau setelah tiba dalam kuburan ternyata paman Lan telah tewas
terbunuh, karena itu Si Yu gi tidak mengikuti Toan Ki-tin mengundurkan diri
dari situ karena dia berniat menggeledah semua tem-pat yang mencurigakan dalam
kuburan tersebut, siapa tahu disaat dia hendak mela-kukan penggeledahan itulah.
adik Giok telah pulang."
Melihat pandangan serta
kesimpulan yang diambil putri kesayangannya Ciu Siau-cian begitu cermat dan
teliti, tanpa terasba dia memandangj gadis itu denggan sorot mata mbemuji,
sementara kepalanya manggut-manggut berulang kali.
Si Cay soat segera menyela.
"Menurut penuturan enci
Cian tadi. jadi kau menganggap Si Yu-gi sendiripun tidak tahu kalau Oh Tin San
telah bersembunyi di belakang meja batu?"
Siau cian kembali mengangguk.
"Tentu saja, bila ia tahu
kalau Oh Tin san bersembunyi di dalam kuburan, disaat Toan Ki tin menyelamatkan
Si Yu gi dari kuburan tersebut, Si Yu gi pasti sudah menjelaskan, tentang jejak
Oh Tin san, tapi kenyataannya Toan Ki tin baru mengetahui akan gerak gerik Oh
Tin san waktu itu baru-baru ini."
"Tapi ketika itu keadaan
Si Yu gi toh sudah payah sehingga untuk berbicara saja tak mampu?" tanya
Cay soat seperti baru teringat akan hal ini.
Lan See giok segera menyela.
"Hal itu tak lain hanya
merupakan taktik licik Si Yu gi, bila dia tahu kalau si manusia bengis
bertelinga tunggal Oh Tin san bersem-bunyi di dalam kuburan, dia pasti dapat
ber-bicara."
""Jadi kalau begitu
kepura-puraannya tak mampu berbicara hanya untuk menghindari pelbagai
pertanyaan yang diajukan Toan Ki tin kepadanya?", tanya Cay soat tidak
me-ngerti.
Lan See giok mengangguk.
"Tentu saja demikian,
sebab dengan ber-buat begitu berarti dia bisa terhindar dari terbongkarnya
maksud dan rencana busuk-nya, kembali Si Cay soot bertanya tidak mengerti.
"Kalau toh Si Yu gi
sendiripun tidak tahu kalau Oh Tin san juga berada dalam kubu-ran, mengapa pula
Oh Tin son mesti mem-binasakan Si Yu gi?"
Hu-yong siancu tertawa-tawa,
dan lantas menyela.
"Tentu saja hal ini
dikarenakan Si Yu gi sudah mendengar kalau anak Giok telah mengirim kotak kecil
perak itu kemari, de-ngan dibunuhnya Si Yu gi oleh Oh Tin san berarti kecuali
anak Giok, hanya dia seorang yang mengetahui tentang jejak kotak kecil
itu."
"Sungguh aneh," kata
Siau cian pula se-olah-olah berguman, "kenapa Oh Tin san juga mendapat
tahu akan tempat persembu-nyian paman Lan? Dengan cara bagaimana dia
menyelundup ke dalam kuburan kuno dan membunubh paman Lan?"
jHal ini hanya bgisa di jawab
olbeh si manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin san seorang. " sahut
Hu-yong siancu sedih.
Ketika mendengar sampai
disini, Lan See giok segera berkerut kening, sorot mata tajam melintas lewat
dari balik matanya, kalau bisa dia ingin sekarang juga memasuki benteng
Wi-lim-poo dan mencari pembunuh ayahnya itu untuk membuat perhitungan.
Maka kepada Hu-yong siancu.
diapun memohon.
"Bibi, mari kita mencari
Oh Tin san sekarang juga, kita dapat meneruskan perja-lanan, dengan menumpang
sampan ini, kita pun bisa menantangnya secara terang tera-ngan, jika dia
bersikeras tak mau ke luar, kita bisa menyelundup masuk dengan me-nyelam di
bawah permukaan air."
Hu-yong siancu termenung
sejenak kemu-dian mengiakan, maka Siau cian dan Cay soat pun bersama-sama
mendayung kembali berangkat menuju ke benteng Wi-lim-poo.
Malam itu udara sangat gelap,
kecuali bintang hanya rembulan yang bersinar redup tapi nun di ufuk timur sana
setitik cahaya putih sudah mulai muncul.
Ratusan perahu perang Lim lo
pa yang se-mula berkumpul di situ, kini sudah lenyap dari pandangan mata.
Di tengah hembusan angin yang
lembut, meski ke empat orang itu tidak tidur sema-lam suntuk, saat itu mereka
tidak merasa lelah barang sedikitpun jua.
Kecuali sampan kecil mereka
yang sedang bergerak mengarungi telaga, serta suara per-cikan air yang memecah
ke tepian, tiada ter-dengar suara lain di sana.
Setelah melalui keheningan
berapa saat, tiba-tiba terdengar Hu-yong siancu menghela napas panjang.
Lan See giok dan Si Cay soat
sama-sama merasa terkejut sehingga tanpa terasa berta-nya bersama.
"Bibi, persoalan apa sih
yang membuatmu kesal?"
BAB 28
SEDANGKAN Siau cian dengan
nada me-ngomel berseru pula. "Ibu memang selalu be-gini, bila seseorang
lagi menenangkan diri, ia selalu menghela napas pendek, apa lagi kalau tidak
lagi memikirkan kejadian-kejadian lama yang memedihkan hatinya."
Tergerak hati Lran See giok
seszudah mendengar wperkataan itu. rmemanfaatkan ke-sempatan tersebut dia ingin
mencari tahu keadaan yang sejelasnya dari bibinya itu.
Maka dengan penuh rasa kuatir
dia mene-gur. "Bibi. . . ."
Tidak sampai anak muda itu
menyelesai-kan kata katanya, Hu-yong siancu telah menghela napas sedih kemudian
pelan-pelan menggelengkan kepalanya.
Lan See giok tahu bahwa bibinya
sedang kurang senang hati, dalam keadaan begini biasanya persoalan apa pun yang
ditanya kan pasti tiada jawaban. Karenanya diapun merasa enggan untuk bertanya
lagi
Padang ilalang yang luas
semakin dekat di depan mata, sementara fajar pun mulai menyingsing.
Hu-yong siancu segera
menenangkan hati-nya, seakan akan sedang menyimpan kem-bali semua kesedihan
hatinya. kemudian setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, ia
memberi tanda kepada Cay soat dan Siau cian agar memperlambat da-yungan nya.
Dengan ketajaman matanya yang
luar bia-sa Lan See giok memandang sekejap ke arah padang ilalang di sebelah
kiri, kemudian se-runya.
"Di tempat tersebut
terdapat sebuah pintu -air ---"
Hampir bersamaan waktunya. Cay
soat dan Siau cian telah melihat pula jalan air itu, sampan pun segera
diarahkan ke sana.
Diam-diam Lan See-giok
menghimpun tenaga dalamnya ke dalam tangan untuk ber-siap siaga menghadapi
segala sesuatunya, sedang kan Hu-yong siancu juga bersiap sedia, dengan sorot
mata yang tajam mereka awasi situasi di seputar sana, kuatir tibanya sergapan
yang datang secara tiba-tiba...
Setelah makin mendekat, mereka
temukan tempat itu memang sebuah jalan air, di de-pan jalan air itu tumbuh dua
lapis rumput ilalang yang tinggi, tak heran kalau tempat tersebut sukar
ditemukan dari kejauhan.
(Bersambung ke Bagian 36)