Anak Harimau Bagian 35

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 35

Bagian 35

Makin lama perahu yang mengepung di se-kitar situ semakin menjauh, kini di atas per-mukaan telaga tinggal kapal model keraton itu, meski begitu, kawanan kapal perang tersebut masih tetap mengepung dari ke-jauhan sana.

Lan see giok, Si Cay soat dan Ciu Siau cian, merasa agak lega, asal perahu itu masih berada sejauh satu panahan saja, dengan ilmu berenang yang mereka berempat miliki, mereka yakin pasti dapat menyelamatkan diri dengan aman.

Ketika Hu-yong siancu menyaksikan pulu-han orang jago yang berada dikejauhan sana masih tetap bersikap tegang dan serius maka untuk meredakan suasana yang mencekam di atas perahu ini, dia segera memberi tanda pads Si Cay soat dan Ciu Siau cian agar menyimpan kembali pedang Jit-hoa dan Gwat hui kiam mereka.

Ketika Siau Cian dan Cay soat telah menyimpan kembali pedang mereka, suasana di atas perahu pun semakin mereda, puluhan jago lihay yang semula berdiri di kejauhan tadi, kini sudah menyimpan pula senjata masing-masing.

Sementara itu, Toan Ki tin yang masih duduk bersila di atas geladak kapal telah pulih kembali, mukanya nampak segar kem-bali dan napasnya tidak lagi terengah engah.

Tak selang berapa saat kemudian, Toan Ki tin telah membuka matanya, mula-mula dia memandang sekejap kearah Lan See- giok, Siau cian dan Cay - soat, kemudian baru me-nengok kearah Hu-yong siancu sambil pelan-pelan bertanya, "Han lihiap. belasan tahun tak pernah bersua, darimana kau bisa tahu kalau malam ini aku berada di sini? Apakah kau telah mengunjungi telaga Tong-ting?"

Hu-yong siancu tahu bahwa Toan Ki tin amat menguatirkan nasib sarangnya, maka dia segera memberi penjelasan.

"Sebenarnya malam ini kami bermaksud pergi ke benteng Wi-lim-poo untuk mencari si manusia bengis bertelinga tunggal Oh Tin san, ketika melihat ada kapal perang berkumpul disini dan cahaya lentera me-nyi-nari seluruh penjuru, kami sangka kapal-ka-pal ini adalah kapal perang dari Wi-lim-poo, baru setelah terjadi bentrokan, kami tahu kalau Lo pacu lah yang berada di sini "

"Toan Ki Tin melirik sekejap kearah Lan See giok dengan pandangan penuh keben-cian, kemudian ia baru bertanya dengan suara dingin. " Pemuda inikah kongcu dari Lan tayhiap?"

"Benar, dialah Lan See giok," jawab Hu-yong siancu dengan cepat, Kemudian dia balikkan badan dan sambil menuding ke arah Siau cian serta Cay soat katanya lebih jauh.

"Dia adalah putriku Ciu Siau cian, sedang-kan yang ini adalah nona Si Cay soat, dia adalah murid perempuan To Seng-cu locian-pwe..."

Gemetar keras sekujur badan Toan Ki tin sesudah mendengar ucapan itu, dengan pan-dangan terkejut dia melirik sekejap ke arah Si Cay soat.

Lan See giok mengerti. tujuan bibinya memperkenalkan Si Cay soat sebagai murid To Seng-cu adalah untuk menakut nakuti Toan Ki tin, sedangkan tujuannya memper-kenalkan Siau Cian adalah untuk menjernih-kan kecurigaan di hati Toan Ki-tin sebab ke-banyakan umat persilatan mengira Hu-yong siancu dan Lan Khong-tay, bapak Lan See giok adalah suami istri.

Melihat mimik muka Toan Ki tin, tanpa terasa Hu-yong siancu tertawa dingin sambil melanjutkan.

"Sedangkan Lan See giok pun termasuk ahli waris dari To Seng-cu locianpwe."

Sekali lagi Toan Ki tin terkejut. paras mu-kanya berubah, sinar mata tunggalnya me-mandang ke arah Lan See giok dengan rasa kejut dan gelisah. dalam wajahnya yang pe-nuh codet, terselip pula putus asa.

Biar begitu, ia tetap bertanya juga dengan suara dalam:

"Darimana kau bisa menuduh kalau aku lah pembunuh ayahmu?"

Sebagai seorang pemuda yang berhati ba-jik, Lan See giok tak ingin menceritakan kalau hal tersebut didengarnya dari si Beru-ang berlengan tunggal, maka sambil mena-han rasa pedih di dalam hatinya ia berkata.

"Tempo dulu, karena suatu urusan aku se-dang pergi ke luar, ketika kembali ke kubu-ran kuno, kujumpai mendiang ayahku sudah tergeletak di atas genangan darah, sementara aku masih menangis sedih, kudengar suara pekikanmu yang ke dua kalinya . . "

Toan Ki tin merasa sangat terperanjat, ce-pat-cepat dia menyela.

"Darimana kau bisa tahu kalau kedata-nganku adalah untuk ke dua kalinya?"

Tanpa sangsi Lan See giok segera men-jawab:

Sebab pekikanmu itu penuh dengan perasaan gelisah dan gusar, bahkan sesudah masuk ke dalam kuburan kuno, kau tidak menggeledah jenazah ayahku sebaliknya malah membongkar pembaringan serta benda-benda lainnya, hal ini sudah cukup mem-buktikan kalau kedatanganmu waktu itu sudah kedatanganmu untuk kedua kalinya."

Sekali lagi paras muka Toan Ki tin berubah menjadi pucat pias, sementara peluh sebesar kacang kedelai jatuh bercucuran tiada henti-nya dengan suara bimbang dan gemetar ia bertanya kemudian.

"Waktu itu kau berada dimana?"

Lan See giok tertawa dingin.

"Aku bersembunyi di belakang meja batu besar dimana kau ambil gurdi emas tersebut"

Mendengar kata "gurdi emas", Toan Ki- tin kembali mengamati wajah Lan See giok de-ngan agak gelisah.

"Apalagi yang telah kau jumpai?" tanya nya terburu buru.

Lan See giok mendengus gusar, teriaknya keras: "Aku masih melihat kau telah mem-bunuh seseorang."

Toan Ki tin tahu bahwa pihak telaga Pek toh oh sedang melepaskan mata-mata dalam jumlah banyak untuk mencari tahu jejak si makhluk bertanduk tunggal Si Yu-gi, takut tampaknya dia kuatir pihak Pek - toh - oh turut mengetahui rahasia tersebut hingga datang mencari balas kepadanya.

Dengan suara gelisah cepat - cepat dia menjelaskan. " Apa yang kulakukan cuma salah tangan saja, aku sama sekali tidak tahu kalau dia sedang bersembunyi di kamar sebelah."

"Aku tak ambil perduli atas persoalan-per-soalan itu " teriak Lan See giok dengan ke-ning berkerut, tujuan kehadiranku hari ini adalah menuntut ganti rugi atas kematian ayahku almarhum, apa yang hendak kau ucapkan sekarang?"

Sambil berkata dia memutar pergelangan tangan kanannya sambil maju ke muka, se-buah pukulan siap dilontarkan ke depan.

Menyaksikan tindakan lawan, Toan Ki tin malah dibuat lebih tenang lagi, bantah nya kemudian dengan suara dingin.

"Atas dasar apakah kau mengatakan aku-lah si pembunuh keji itu.?"

Pertanyaan ini segera membuat Lan See giok tertegun, tapi ia membentak kemudian,

"Ada orang menyaksikan kau dan Si Yu gi sedang berunding secara rahasia di dalam hutan, kemudian memasuki kuburan kuno..."

Sebelum Lan See-giok menyelesaikan kata katanya sambil tertawa dingin Toan Ki-tin telah menukas,

"Hmm, aku justru beranggapan pembunuh sebenarnya dari ayahmu adalah orang yang secara diam-diam telah melihat aku bersama si makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi berbi-cara dalam hutan tersebut."

Lan See-giok menjadi teramat gusar, ia menganggap Toan Ki tin sedang mengaco belo sehingga napsu membunuhnya kembali ber-kobar .....

"Anak Giok. Biarkan dia berbicara sampai jelas lebih dulu!" ujar Hu-yong siancu secara tiba-tiba.

Mendengar ucapan mana, Lan See giok segera berusaha untuk mengendalikan hawa amarahnya, kemudian sambil menatap Toan Ki-tin lekat-lekat katanya lagi.

"Mengapa kau tidak berusaha untuk men-jelaskan bahwa orang yang telah membunuh ayahku adalah kau sendiri"

Toan Ki-tin menganggap jiwanya tak akan tertolong lagi, oleh sebab itu dia ingin mati sebagai seorang pahlawan, seorang yang ber-sih dan bebas dari peristiwa berdarah itu, maka serunya kemudian dengan gusar,

"Sudah puluhan tahun lamanya aku berkelana di dalam dunia persilatan, walau-pun banyak sekali orang yang telah kubu-nuh, namun sepanjang hidup belum pernah aku membunuh orang secara membokong...!



Agaknya di dalam hal ini Hu-yong siancu pun sudah pernah mendengar, ia pun ber-kata kemudian dengan suara dalam:

"Toan Pacu kuharap kau jangan kelewat kasar. keras kepala dan tak tahu aturan, an-daikata Lan See-giok berniat membunuh-mu, ia dapat melakukan dengan sekali ayunan tangan saja, biarpun sekelilingmu terdapat ratusan buah kapal perang yang mencoba melindungimu, kami semuapun termasuk orang-prang yang pandai ilmu di dalam air, kalian semua tetap tak akan mampu berbuat apa-apa terhadap kami, lagi pula aku sudah menyelamatkan jiwamu dengan cairan mes-tika Leng Sik giok ji. selain menyelamatkan jiwamu dari ancaman, menambah pula tenaga dalam yang kau miliki, tujuanku tak lain adalah hendak memberi kesempatan kepadamu untuk menjelaskan duduknya persoalan.

"Di samping itu, masalah kematian yang aneh dari Lan tayhiap, menyangkut pula banyak orang, demi jelasnya persoalan maka Lan See giok berusaha untuk mencari tahu duduk persoalan yang sebenarnya, bukan maksud hatinya untuk membunuhmu ...."

Kemudian setelah berhenti sejenak dan memandang sekejap ke arah puluhan jago yang berdiri tak jauh dari mereka, dia ber-kata lebih lanjut.

"Apabila apa yang kau ucapkan tidak cocok dengan apa yang kami ketahui, berarti tak disangkal lagi Lan tayhiap tewas di tangan-mu, dengan tewasnya kau Toan Ki tin, maka hasil karya besarmu di telaga Tong ting pun niscaya akan terjatuh ke tangan orang lain"

Seusai mendengar penjelasan tersebut, timbul kembali ingatan Toan Ki tin untuk melanjutkan hidup. apalagi setelah mengeta-hui bahwa cairan Leng sik giok ji telah menambah tenaga dalamnya, semangat dan harapan hidupnya kembali berkobar.

Setelah memandang sekejap ke arah Hu-yong siancu dengan pandangan berterima kasih, ujarnya kemudian. .

"Aku sudah hidup enam tujuh puluh tahu-nan, tak nyana hari ini telah berhutang budi lagi kepada Han lihiap, kebaikanmu itu tak akan kulupakan untuk selamanya"

Kemudian setelah menghela napas sedih, sambil menengok ke arah Lan See giok dia berkata lebih jauh.

"Ketika Lan siauhiap bertemu aku malam itu. kedatanganku saat tersebut memang ke-datangan yang ke dua kalinya---"

"Kalabu memang begituj, kuharap kau pgun mengungkapkabn seluruh duduk persoalan yang sebenarnya kepada kami" pinta Hu-yong siancu cepat-cepat.

Paras muka Toan Ki tin berubah menjadi serius, katanya agak gelisah.

"Sebelum kuteruskan ceritaku tentang peristiwa tersebut, sekali lagi ingin kutan-daskan yaitu Lan tayhiap bukan tewas di tangan ku----- "

"Lalu siapa yang telah melakukan per buatan keji itu? Apakah Si Yu gi?" tak tahan Lan See giok membentak keras dengan ke-ning berkerut.

Toan Ki tin segera menggelengkan kepala nya berulang kali.

"Bukan, pada mulanya aku sendiripun curiga kalau peristiwa ini hasil karya dari Si- oh-cu."

Hu-yong siancu kuatir Lan See-giok men-jadi mata gelap saking marahnya, maka de-ngan suara tenang ia segera menimbrung.

"Anak Giok, sekarang kita sudah mencapai tahap menjadi terangnya duduk persoalan, kau tak usah kelewat terburu napsu, berilah kesempatan kepada Toan pacu untuk mence-ritakan pengalamannya, kemudian kita co-cokkan dengan apa yang kita ketahui dan di ambilkan kesimpulannya, dari situ kita akan mengetahui apakah ucapan Toan pacu benar atau salah.-"

"Perkataan Han lihiap memang sangat te-pat" Toan Ki tin segera menimpali, "orang yang membunuh ayahmu betul-betul bukan aku, tunggulah sampai kuceritakan keadaan yang sesungguhnya nanti. kau pasti akan mengetahui dengan sendirinya apakah uca-pan-ku itu benar atau salah..."

Berbicara sampai di situ ia berhenti seje-nak, lalu berpaling ke arah puluhan jago yang masih berdiri dikejauhan sana dan mengulapkan tangannya.

Puluhan orang jago tersebut serentak me-ngundurkan diri dari situ, bahkan para dayang yang semula bersembunyi dibalik pintu ruang perahu pun sekarang berlalu semua dari situ.

Dari sikap Toan Ki tin ini, Hu-yong siancu, Lan See giok, Si Cay soat dan Ciu Siau cian segera berkesimpulan bahwa orang ini belum pernah membicarakan peristiwa tersebut kepada siapa pun. karenanya dia pun tak ingin anak buahnya ikut mengetahui rahasia peristiwa tersebut, apalagi kalau sampai membocorkan ke tempat luaran bahwa Si Yu gi memang tewas di tangannya.

Begitulah, menunggu sampai anabk buah nya sudajh berlalu semuag, Toan Ki tin bbaru berkata kepada Hu-yong siancu.

"Silahkan kalian berempat duduk dulu untuk mendengarkan ceritaku ini . . . "

Hu-yong siancu mengangguk dan duduk lebih dulu, Lan See giok, Si Cay soat dan Ciu Siau cian segera turut duduk pula di atas geladak, untung lantai geladak amat bersih dan berkilat. sehingga mereka tak usah kuatir akan mengotori pakaian mereka.

Setelah menghembuskan napas panjang dan termenung sejenak, Toan Ki-tin baru berbicara dengan suara rendah.

"Oleh sebab ada orang menyaksikan aku bersama Si Oh-cu sedang berbisik bisik dalam hutan, biarlah aku mulai bercerita se-jak bertemu dengan Si Yu gi saja.

"Menjelang senja hari itu, aku sedang ber-jalan melalui kuburan Leng ong bong, tiba-tiba kujumpai si Makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi dari telaga Pek toh oh sedang celi-ngukan di belakang sebatang pohon dengan sikap yang sangat mencurigakan, dia seperti lagi mengintip seseorang atau mungkin juga sedang menguntit seseorang,

Tergerak hatiku waktu itu maka akupun menerjang ke arahnya, Si Yu gi nampak amat terkejut atas kehadiranku ini, tapi dengan cepat dia memberi tanda kepadaku dan me-ngajakku ke luar dari hutan terus menuju ke utara.

"Aku tahu, tentu sudah terjadi sesuatu yang tak beres, karenanya ku ikuti terus di belakangnya, tiba di sebuah hutan, Si oh-cu bercerita kepadaku bahwa tiga hari berselang dia telah berhasil menemukan tempat persembunyian dari Lan tayhiap..""

Mendengar sampai disini, Lan See giok segera menyimpulkan bahwa jejak ayahnya berhasil ditemukan oleh si Makhluk bertan-duk tunggal Si Yu gi tatkala ayahnya menghantar ia pergi ke rumah bibinya tempo hari akibat nya musibah datang menimpa dirinya...

Berpendapat demikian, tanpa terasa dia melirik sekejap ke arah Hu-yong siancu.

Agaknya Hu-yong siancu pun mempunyai perasaan yang sama, karena itu perasaan sedih dan murung segera menyelimuti wa-jahnya. Sementara itu Toan Ki tin telah ber-cerita lebih jauh.

. . waktu itu aku masih setengah percaya setengah tidak sesudah mendengar cerita dari Si Yu gi, agaknya Si Yu gi pun dapat melihat kalau aku tidak percaya, maka dia pun melukiskan banyak sekali lingkaran-lingkaran di atas tanah, setiap lingkaran melambangkan sebuah kuburan raksasa, bahkanr menunjukkan dizmanakah Lan tayw-hiap menyembunryikan diri, dia bilang letak tempat tersebut berada di urutan delapan sebelah kiri."

Diam-diam Lan See giok menghela napas panjang, dia tak menyangka ayahnya yang selalu cekatan dan pintar, waktu itu bisa berbuat begitu gegabah, mungkin dia sedang merenungkan keselamatannya dalam perja-lanan menuju ke rumah Hu-yong siancu se-hingga tidak dirasakan olehnya kalau orang sedang menguntitnya secara diam-diam.

TERDENGAR TOAN KI-TIN berkata lebih jauh.

"---Ketika kujumpai Si Yu gi menjelaskan dengan amat terperinci, diam-diam aku merasa amat gembira, tapi akupun tak tahan bertanya kepadanya mengapa tidak berusaha masuk sendiri untuk merampas benda mes-tika itu?

Kata Si Yu gi, tenaga dalam yang dimiliki-nya amat terbatas dan ia sadar bukan tan-dingan Lan tayhiap, apabila dia masuk seca-ra gegabah berarti hanya akan menghantar nyawa dengan sia-sia belaka. itulah sebabnya dia minta pertolonganku untuk bekerja sama dengannya.

"Aku percaya dengan perkataannya begitu saja, bersama Si Yu gi kami bersama-sama kembali ke kuburan Leng ong bong dan ma-suk kembali ke hutan siong, waktu itu hari sudah gelap. ketika kami berdua sampai di kuburan nomor delapan, ditemukan pintu kuburan secara kebetulan masih terbuka le-bar. maka akupun diam-diam menyelundup masuk ke dalam, berjalan baru puluhan kaki, kami jumpai setitik cahaya lentera yang redup muncul di depan sana. ."

Ketika mendengar sampai di situ airmata Lan See giok tak bisa dibendung lagi dan segera jatuh bercucuran membasahi wajah nya. darah yang mengalir dalam tubuhnya turut bergolak keras.

Hu-yong siancu nampak mengucurkan pula air mata, sedang Siau-cian serta Cay soat kelihatan sedih.



Terhadap sikap dari Lan See giok beberapa orang itu, Toan Ki tin bersikap seolah-olah tidak melihat, pikiran dan perasaannya seperti sudah balik kembali pada peristiwa setahun berselang.

Sambil mengawasi kegelapan malam yang mencekam seluruh angkasa, dia berkata le-bih jauh dengan suara rendah dan dalam-

".......ketika kulihat cahaya lentera itu, dengan terkejut segera kuhentikan langkah-ku dan berdiri dengan menempel didekat dinding, waktu berpaling, kujumpai Si Yu gi akan memperoleh keuntungan apa-apa, aku bertekad hendak mencari suatu tempat yang terpencil untuk mempelajari isi dari kitab pusaka tersebut dan menjadi satu-satunya jago silat yang tiada tandingnya di dunia ini"

Mendengar sampai disini, Hu-yong-siancu serta Lan See-giok segera menggelengkan kepalanya dengan perasaan iba, andaikata umat persilatan mengetahui betapa sulitnya untuk mempelajari isi kitab cinkeng tersebut. tak mungkin akan timbul musibah sebesar ini"

Melihat dua orang itu menggelengkan kepalanya berulang kali. Toan Ki-tin juga ti-dak menanyakan alasannya. kembali dia ber-kata lebih lanjut.

" ....waktu itu kupusatkan semua perhatian untuk memperhatikan situasi di sekeliling tempat tersebut, namun suasana amat sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun, agaknya di dalam kuburan itu tiada seorang manusia pun, akhirnya akupun meneruskan perjalananku menuju ke dalam ruangan, pada saat itulah pandangan pertama yang berhasil kulihat adalah tubuh ayahmu terge-lepar ditengah genangan darah"

Ia berhenti sejenak sambil memandang Lan See-giok yang berdiri dengan air mata bercu-curan, kemudian lanjutnya:

"Waktu itu aku sangat terkejut dan segera memeriksa ayahmu. aku jumpai dadanya masih terasa ada sedikit hawa hangat, tapi ke empat anggota badan serta bagian badan lambungnya sudah mulai membeku, dari keadaan yang kujumpai, paling tidak ia telah tewas setengah jam berselang...

Sedih perasaan Lan See giok bagaikan di sayat-sayat pisau, tanpa terasa dia memba-yangkan kembali keadaan waktu itu, kemu-dian dicocokkan dengan apa yang didengar dari si beruang berlengan tunggal, ketika ayahbnya ditemukan tjergelepar di atgas gena-ngan dabrah, tubuhnya memang sudah men-jadi dingin semua:

Berpikir demikian. dia pun memandang ke arah Toan Ki tin sambil manggut-manggut tanda setuju.

Maka Toan Ki tin melanjutkan kata- kata nya:

"Waktu itu aku merasa terkejut bercampur gusar, semacam perasaan di permainkan orang mencekam diriku, aku bertekad hen-dak mencari si makhluk bertanduk tunggal untuk menuntut keadilan darinya, tapi sete-lah kupikirkan kembali, dicocokkan pula dengan apa yang kulihat, rasanya tidak mirip dengan perbuatannya, setelah mendapatkan kotak kecil itu niscaya Si Yu gi telah melari-kan diri, buat apa dia mesti mengintip de-ngan gerak gerik yang mencurigakan?

Biarpun aku mengerti bahwa harapannya tipis, tapi terdorong oleh rasa serakah dan ingin mendapatkan benda tadi. maka terbu-ru-buru akupun menggeledah lagi jenazah Lan tayhiap, kemudian aku malah menderita pelbagai kerugian sehingga akhirnya memu-tuskan untuk kabur kearah barat jalan.

Setelah kabur sejauh puluhan li dan duduk terpekur di sebuah batu, segera kura-sakan hilangnya si makhluk bertanduk tung-gal sangat aneh dan mencurigakan, kuburan kuno itu begitu besar, mustahil Lan tayhiap akan menyembunyikan kotak kecil itu di tubuhnya, berpikir demikian akupun balik kembali ke kuburan dan kedatanganku Waktu itu tak lain adalah saat Lan siauhiap melihat aku menggeledah almari dan pemba-ringan"

Berbicara sampai di situ. wajahnya menunjukkan perasaan menyesal, tampak-nya apa yang hendak diutarakan telah sele-sai diucapkan ke luar.

Hu-yong siancu mendengarkan cerita itu dengan tenang, kini dia mulai mencurigai si makhluk bertanduk tunggal, walau dengan perasaan tidak mengerti tanyanya.

Ketika Lo pacu menolong Si oh-cu apakah kau sempat menanyakan sesuatu pertanyaan kepadanya?"

Toan Ki tin segera mengangguk.

"Yaa, aku bertanya kepadanya, tapi waktu itu keadaannya sudah amat kritis. agaknya lidahnya sudah menjadi kaku sehingga tak mampu bersuara lagi, ketika kutanyakan tentang sebab kematian Lan tayhiap, dia cumab dapat menggelejngkan kepalanyag de-ngan paksa btanda tidak tahu..."

Dengan kening berkerut Hu-yong siancu bertanya lebih lanjut:

"Apakah Lo pacu sudah bertanya kepada si makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi, apa se-babnya dia tidak mengikutimu memasuki kuburan ong bong dan selanjutnya mengapa dia menyembunyikan diri terus menerus di kamar sebelah?"

Toan Ki tin menghela napas panjang, kata-nya agak menyesal.

"Sudah kutanyakan persoalan ini, Cuma sayang Si Yu gi sudah tidak mampu berbi-cara lagi ketika itu, ditambah lagi akupun sudah salah melukainya, perasaanku gugup dan tak tenang. tahu kalau jiwanya tak akan tertolong lagi, maka akupun masukkan tubuhnya ke dalam sebuah peti mati bobrok."

Lan See giok yang termenung lama sekali ini. segera teringat bahwa Si Yu gi baru menghembuskan napasnya yang penghabisan setelah Oh Ti San menotok jalan darah kematiannya, jarak antara terluka sampai tewas ini paling tidak mencapai em-pat jam lamanya, dari sini bisa disimpulkan pula kalau ketidak mampuan Si Yu gi berbi-cara adalah suatu tindakan pura-pura, maka selanya kemudian:

"Menurut pendapatku, ketidak mampuan si makhluk bertanduk tunggal Si Yu-gi berbi-cara merupakan suatu tindakan siasat untuk menutupi rencana busuknya, sebab dengan berlagak tak mampu berbicara maka banyak bertanya kepadanya pun percuma saja, otomatis kau akan segan untuk banyak ber-tanya lagi"

Toan Ki tin segera menjadi sadar kembali, sambil menepuk lututnya dia berseru agak mendongkol:

"Benar. kalau begitu aku benar-benar su-dah dibodohi oleh manusia yang licik itu"

Kemudian dengan kening berkerut dan berguman lebih jauh:

"Jika ditinjau dari situasi waktu itu, keadaan lukanya memang nampak sangat parah, paling banter dia cuma dapat berta-han selama setengah jam saja.."

Sebelum perkataan itu selesai diucapkan Lan See giok telah menukas sambil tertawa dingin.

"Sampai hari kedua tengah hari, dia masih berbaring di dalam peti mati bobrok dalam keadaan hidup ......

Mendengar ucaparn tersebut, gemzetar keras sekuwjur badan Toan rKi tin, paras mukanya berubah hebat, ia membuka mulutnya lebar-lebar dan hampir saja menjerit, tak kuasa lagi dengan suara rendah bisiknya.

"Lan siauhiap, kau. kau... bagaimana cara-mu menemukan dia? Bagaimana kemudian keadaannya?"

Tanpa berpikir panjang Lan See-giok me-nyahut:

"Dia baru tewas setelah ditotok jalan da-rahnya secara diam-diam oleh si manusia bengis bertelinga tunggal Oh Tin San""

Sekali lagi Toan Ki tin menepuk lututnya sambil berseru penuh pengertian.

"Yaa, tak salah lagi, ternyata Oh Tin san memang hadir di sekitar kuburan Ong -bong waktu itu, bulan berselang aku pun menda-pat tahu hal ini dari laporan seorang saudara mata-mata, dia pernah melihat Oh Tin san muncul di sekitar kuburan Leng ong bong dan lenyap dengan begitu saja. itulah sebab-nya aku telah mengerahkan segenap kekua-tan Lim lo pah untuk datang menantang Oh Tin san kali ini, maksudku adalah agar dia serahkan kotak kecil tersebut

Untuk menghindarkan suatu pertumpahan darah di tempat tersebut, cepat-cepat Hu-yong siancu menimbrung:

"Isi kotak kecil itu adalah kitab pusaka Tay lo hud bun Pwe tiap cinkeng, tapi kitab terse-but sudah ditarik kembali oleh To Seng cu locianpwe, biarpun Oh Tin san berhasil me-masuki kuburan kuno. namun dia tak berha-sil mendapatkan kitab pusaka tersebut, jadi kaupun tidak usah mengerahkan bala ban-tuanmu untuk melakukan pembunuhan lagi,"

Biarpun Toan Ki tin merasa rada kecewa, namun diapun bersyukur di hati. kecewa karena gagal mendapatkan kitab pusaka, tapi bersyukur, karena dia berhasil lolos dari lubang kematian bahkan secara tidak disangka telah mendapatkan setetes cairan Leng sik giok ji yang mahal harganya".

Karenanya sesudah mendengar perkataan dari Hu-yong siancu ini, dia pun meng-angguk berulang kali seraya berkata dengan sung-guh-sungguh.



"Terima kasih banyak atas petunjuk dari lihiap, malam ini juga aku akan pulang ke telaga Tong ting dan selanjutnya akan meneruskan hidupku sebagai seorang nela-yan"

Hu-yong siancu yang mendengar ucapan mana kontan saja memuji.

"Jikalau lo pacu benar-benar melakukan apa yang dijanjikan, kejadian ini benar--benar merupakan rejeki bagi segenap nelayan di telaga Tong ting, Lo pacupun tentu akan disanjung dan dipuja oleh setiap umat persi-latan!"

Ketika mendengar ucapan mana. sekilas rasa bangga membayang di wajah Toan Ki tin yang jelek, katanya kemudian dengan hor-mat.

"Semoga saja apa yang dikatakan lihiap bisa terlaksana, aku tentu akan bersyukur atas nasehatmu hari ini."

Hu-yong siancu manggut-manggut sambil tertawa, setelah melihat keadaan cuaca, dia pun berkata sambil mengangguk:

"Kentongan ketiga sudah lewat, biar aku segera mohon diri lebih dulu..."

Tidak sampai Hu-yong siancu menyelesai-kan kata katanya, Toan Ki tin telah menukas dengan gembira.

"Aku akan mengantar kalian berempat...."

Kemudian sambil bangkit berdiri dia mem-bentak, "Siapkan sampan cepat!"

Suara sahutan bergema dari buritan perahu dikejauhan sana.

Hu-yong siancu memang berharap Toan Ki tin berbuat demikian, maka tidak sungkan bersama See giok berbangkit berdiri.

Suara tali gemerisik berbunyi, kemudian dari buritan kapal muncul dua buah sampan yang melesat tiba dengan kecepatan tinggi, dalam waktu singkat perahu itu sudah tiba di ujung perahu:

"Sampan kecil ini terdiri dari dua ujung yang runcing sehingga sulit untuk dibedakan mana buritan mana geladak, di muka mau-pun belakang semuanya terdapat empat buah dayung sehingga tidak heran kalau perahu itu dapat meluncur datang dengan kecepatan tinggi.

Menjumpai hal tersebut, Hu-yong siancu segera berkata sambil tersenyum.

"Sampan kecil yang kami tumpangi telah ditenggelamkan semua oleh perahu kalian, yaa apa boleh buat terpaksa aku mesti bmeminjam sampanj dari pacu!"

Tgoan Ki tin tertbawa terbahak bahak:

"Haaahhh----- haaahhh----- haaahhh ------ cuma sampan kecil apa sih artinya, silahkan lihiap gunakan kedua sampan tersebut----"

"Tidak usah dua, sebuah pun cukup!"

Sementara pembicaraan berlangsung, sampan kecil itu sudah berhenti, maka Hu-yong siancu berempat pun pindah ke sampan sebelah kiri, sedangkan Toan Ki tin seorang berada di sampan sebelah kanan, dimana ke dua sampan itu segera meluncur ke depan bersama sama.

Puluhan buah kapal besar yang semula mengelilingi kapal keraton, sekarang sudah mulai berpencar makin menjauh.

Ketika Lan See-giok berpaling, dia jumpai dua buah lentera merah yang tergantung di atas tiang kapal keraton itu sedang digoyang-kan ke kiri dan kanan secara pelan-pelan, agaknya sedang memberikan suatu kode ra-hasia.

Angin malam berhembus semakin kencang di atas permukaan telaga, gelombangpun makin tinggi, tapi ke dua sampan itu masih meluncur dengan kecepatan tinggi, ini mem-buat udara terasa makin dingin.

Dalam waktu singkat ratusan kaki sudah dilampaui, ditambah pula perahu perang tadi mulai bergerak menuju ke utara, tidak heran kalau jarak diantara mereka dengan kapal berbentuk keraton itu makin lama semakin men jauh.

Hu-yong siancu segera memberi tanda kepada si pendayung agar menghentikan sampannya. lalu kepada Toan Ki tin yang di sampan lain dia berseru lantang:

"Lo pacu, silahkan kembali saja, lebih baik kita berpisah disini saja, semoga di kemudian hari kita dapat bersua kembali!"

Toan Ki tin tertawa terbahak - bahak, se-runya dengan penuh kegembiraan. 'Malam ini aku merasa gembira, sekali, bukan saja Han lihiap sudah menyelamatkan jiwaku , menambah tenaga dalamku, yang lebih penting lagi adalah memberi kesempatan kepadaku untuk mengutarakan semua ke-murungan dan kemasgulan yang telah ter-pendam hampir setahun lebih dihati kecilku, sejak kini aku akan mengasingkan diri di Lim lo pah dan selamanya tak akan berkelana lagi dalam dunia persilatan, bila suatu ketika Han lihiap, Lan siauhiap dan nona berdua melewati telaga Tong ting, silahkan mambpir di Lim-lo-pja, aku pasti akgan menyambut kebda-tangan kalian dengan senang hati..."

Hu-yong siancu tertawa hambar, kemudian menyahut. "Bila ada kesempatan, kami pasti akan menjumpai Lo pacu".

Agaknya dalam waktu yang sangat singkat, tabiat Toan Ki-tin telah mengalami peruba-han yang sangat besar, ia segera tertawa ter-bahak-bahak dengan amat nyaring. "Haaahhh . . . haah . . . haaahhh . . kalau memang demikian, semoga Han lihiap baik-baik menjaga diri, maaf bila aku tak bisa meng-antar lebih jauh lagi."

Siau cian dan Cay soat secara terpisah menerima ke empat dayung yang berada di muka dan belakang sampan, sementara ke dua orang lelaki kekar yang semula meme-gang dayung kini sudah pindah ke atas sam-pan Toan Ki tin.

Tampaknya Cay soat dan Siau cian ber-niat untuk memamerkan tenaga dalam yang di-milikinya, dia memutar pergelang-an tangan-nya dan sampan kecil itupun segera melesat ke muka dengan kecepatan luar biasa ..

Toan Ki tin yang menyaksikan peristiwa ini menjadi terkejut sampai paras mukanya berubah hebat, apalagi ke empat lelaki kekar yang lain, mereka sampai termangu mangu di buatnya.

Ketika Hu-yong Siancu sekalian mengu-capkan kata selamat berpisah, sampan kecil itu sudah meluncur sejauh dua puluhan kaki dari posisi semula,

Siau cian dan Cay-soat baru menghentikan dayungan mereka setelah tidak melihat Toan Ki tin lagi.

"Bibi, apakah kita perlu untuk berkunjung lagi ke benteng Wi-lim-poo?" tanya Lan See giok kemudian dengan hormat.

Hu-yong siancu melirik sekejap ke arah ratusan buah perahu yang telah berkumpul di sebelah timur itu, lalu bisiknya dengan suara rendah:

"Duduklah lebih dulu, mari kita merun-dingkan persoalan ini sekali lagi sebelum mengambil keputusan."

Lan See giok mengiakan dan duduk di samping Hu-yong siancu, sementara Cay -soat den Siau cian pun sama-sama melepaskan pendayung dan menghadap ke arah ke dua orang itu.

Hu-yong siancu memandang sekejap ke arah Lan See giok, setelah itu tanyanya de-ngan wajah serius:

"Anak rGiok, menurut pzendapatmu siapaw-kah pembunuh yrang sesungguhnya ...?"

Lan See-giok mengernyitkan alis matanya, kemudian sambil menggertak gigi menahan rasa geram sahutnya:

"Anak Giok rasa orang itu adalah si manu-sia bengis bertelinga tunggal Oh Tin san"

Hu-yong siancu segera mengangguk ber-u-lang kali:

"Benar, setelah mendengar penjelasan dari Toan Ki-tin malam ini, semakin terbukti kalau Oh Tin san lah si pembunuh biadab tersebut.. "

"Siapa tahu kalau hal tersebut merupakan permainan busuk dari makhluk bertanduk tunggal?" timbrung Cay soat tidak mengerti.

Hu-yong siancu segera menggelengkan kepalanya berulang kali.

"Tidak cocok dengan kenyataan bila kita berpandangan demikian, andaikata pembu-nuh aslinya adalah Si Yu-gi, waktu itu pasti-lah dia sedang melarikan diri dengan gugup dari kuburan setelah ber-hasil dengan pem-bunuhannya, andaikata dia yang menemu-kan jejak Toan pacu lebih dulu sehingga baru berlagak sok rahasia dam mencurigakan, untuk melepaskan diri dari cengkeraman Toan pacu, tidak seharusnya dia memasuki kuburan Ong bong lagi dam bersembunyi di-balik dinding sehingga akhir nya mesti terlu-ka."

Si Cay goat segera mengangguk sambil membenarkan, sebaliknya Siau cian menim-brung lagi.

"Berdasarkan penuturan Toan Ki tin waktu itu Si Yu gi tidak masuk ke dalam kuburan bersama-samanya. mungkinkah dia menyu-sup lagi ke dalam kuburan dengan melalui jalan rahasia baru?"

"Tentu saja," jawab Hu-yong siancu tanpa ragu, "itulah sebabnya pada mulanya aku menganggap lorong baru itu hasil perbuatan dari si makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi sebab ketika si beruang berlengan tunggal Kiong Tek ciong bertarung dengan si toya baja berkaki tunggal Gui Pak-ciang, secara kebetulan mereka ke luar dari lorong baru tersebut. sedangkan si manusia bermata tunggal Toan Ki tin masuk ke luar lewat pintu utama, dari sini membuktikan juga kalau dia sama sekali tidak tahu dalam ku-buran itu terdapat lorong baru. sebaliknya jika si manusia bengis bertelinga tunggal Oh Tin san bila mengetahui kuburan tersebut masih terdapat lorong rahasia baru, diapun talc akan merusak tombol rahasia pintu be-lakang kuburan itu secara tergesa-gesa



Biarpun si makhluk bertanduk tunggal Si Yu-gi bajingan tengik ini bukan pembunuh sebenarnya, tapi anak- Giok yakin dialah bi-ang keladi dari peristiwa berdarah ini" seru Lan See giok kemudian dengan penuh keben-cian,~" ,

Si Cay soat segera menimbrung pula de-ngan gemas.

"Justru karena dialah si biang keladi dari peristiwa berdarah itu, maka gurdi emas te-lah menembusi dadanya lebih dulu!"

Hu-yong siancu yang mendengar perkataan ini segera menggelengkan kepalanya berulang kali sambil menghela napas.

"Aai, inilah yang dinamakan hukum karma, siapa pula manusia di dunia ini yang bisa lolos dari kejadian tersebut?"

Seperti mengerti akan sesuatu, Siau cian ikut pula berbicara.

"Berdasarkan kesimpulan yang telah di himpun. andaikata pembunuh paman Lan yang sebenarnya adalah si manusia bengis bertelinga tunggal Oh Tin san, maka di saat si makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi dan Toan Ki tin memasuki kuburan Ong bong, mungkin Oh Tin san sudah berada di sana, waktu itu mungkin saja ia baru membunuh paman Lan, mungkin pula sedang menggele-dah seluruh bangunan kuburan tersebut, karena mengetahui Si Yu gi menyelundup masuk barulah dia menyembunyikan diri di belakang meja batu besar"

Agaknya Hu-yong siancu, Lan See giok dan Si Cay soat mempunyai perasaan yang sama pula, maka mereka pun mengangguk beru-lang kali tanpa komentar.

Berdasarkan analisanya, Siau cian berkata lebih jauh.

"Tindakan si makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi tidak masuk bersama sama Toan Ki tin, sebaliknya secara diam-diam menyelun-dup masuk melalui lorong rahasia baru, mungkin- tujuannya ingin berpeluk tangan menyaksikan harimau berkelahi, tapi diapun tidak menyangka kalau setelah tiba dalam kuburan ternyata paman Lan telah tewas terbunuh, karena itu Si Yu gi tidak mengikuti Toan Ki-tin mengundurkan diri dari situ karena dia berniat menggeledah semua tem-pat yang mencurigakan dalam kuburan tersebut, siapa tahu disaat dia hendak mela-kukan penggeledahan itulah. adik Giok telah pulang."

Melihat pandangan serta kesimpulan yang diambil putri kesayangannya Ciu Siau-cian begitu cermat dan teliti, tanpa terasba dia memandangj gadis itu denggan sorot mata mbemuji, sementara kepalanya manggut-manggut berulang kali.

Si Cay soat segera menyela.

"Menurut penuturan enci Cian tadi. jadi kau menganggap Si Yu-gi sendiripun tidak tahu kalau Oh Tin San telah bersembunyi di belakang meja batu?"

Siau cian kembali mengangguk.

"Tentu saja, bila ia tahu kalau Oh Tin san bersembunyi di dalam kuburan, disaat Toan Ki tin menyelamatkan Si Yu gi dari kuburan tersebut, Si Yu gi pasti sudah menjelaskan, tentang jejak Oh Tin san, tapi kenyataannya Toan Ki tin baru mengetahui akan gerak gerik Oh Tin san waktu itu baru-baru ini."

"Tapi ketika itu keadaan Si Yu gi toh sudah payah sehingga untuk berbicara saja tak mampu?" tanya Cay soat seperti baru teringat akan hal ini.

Lan See giok segera menyela.

"Hal itu tak lain hanya merupakan taktik licik Si Yu gi, bila dia tahu kalau si manusia bengis bertelinga tunggal Oh Tin san bersem-bunyi di dalam kuburan, dia pasti dapat ber-bicara."

""Jadi kalau begitu kepura-puraannya tak mampu berbicara hanya untuk menghindari pelbagai pertanyaan yang diajukan Toan Ki tin kepadanya?", tanya Cay soat tidak me-ngerti.

Lan See giok mengangguk.

"Tentu saja demikian, sebab dengan ber-buat begitu berarti dia bisa terhindar dari terbongkarnya maksud dan rencana busuk-nya, kembali Si Cay soot bertanya tidak mengerti.

"Kalau toh Si Yu gi sendiripun tidak tahu kalau Oh Tin san juga berada dalam kubu-ran, mengapa pula Oh Tin son mesti mem-binasakan Si Yu gi?"

Hu-yong siancu tertawa-tawa, dan lantas menyela.

"Tentu saja hal ini dikarenakan Si Yu gi sudah mendengar kalau anak Giok telah mengirim kotak kecil perak itu kemari, de-ngan dibunuhnya Si Yu gi oleh Oh Tin san berarti kecuali anak Giok, hanya dia seorang yang mengetahui tentang jejak kotak kecil itu."

"Sungguh aneh," kata Siau cian pula se-olah-olah berguman, "kenapa Oh Tin san juga mendapat tahu akan tempat persembu-nyian paman Lan? Dengan cara bagaimana dia menyelundup ke dalam kuburan kuno dan membunubh paman Lan?"

jHal ini hanya bgisa di jawab olbeh si manusia buas bertelinga tunggal Oh Tin san seorang. " sahut Hu-yong siancu sedih.

Ketika mendengar sampai disini, Lan See giok segera berkerut kening, sorot mata tajam melintas lewat dari balik matanya, kalau bisa dia ingin sekarang juga memasuki benteng Wi-lim-poo dan mencari pembunuh ayahnya itu untuk membuat perhitungan.

Maka kepada Hu-yong siancu. diapun memohon.

"Bibi, mari kita mencari Oh Tin san sekarang juga, kita dapat meneruskan perja-lanan, dengan menumpang sampan ini, kita pun bisa menantangnya secara terang tera-ngan, jika dia bersikeras tak mau ke luar, kita bisa menyelundup masuk dengan me-nyelam di bawah permukaan air."

Hu-yong siancu termenung sejenak kemu-dian mengiakan, maka Siau cian dan Cay soat pun bersama-sama mendayung kembali berangkat menuju ke benteng Wi-lim-poo.

Malam itu udara sangat gelap, kecuali bintang hanya rembulan yang bersinar redup tapi nun di ufuk timur sana setitik cahaya putih sudah mulai muncul.

Ratusan perahu perang Lim lo pa yang se-mula berkumpul di situ, kini sudah lenyap dari pandangan mata.

Di tengah hembusan angin yang lembut, meski ke empat orang itu tidak tidur sema-lam suntuk, saat itu mereka tidak merasa lelah barang sedikitpun jua.

Kecuali sampan kecil mereka yang sedang bergerak mengarungi telaga, serta suara per-cikan air yang memecah ke tepian, tiada ter-dengar suara lain di sana.

Setelah melalui keheningan berapa saat, tiba-tiba terdengar Hu-yong siancu menghela napas panjang.

Lan See giok dan Si Cay soat sama-sama merasa terkejut sehingga tanpa terasa berta-nya bersama.

"Bibi, persoalan apa sih yang membuatmu kesal?"

BAB 28

SEDANGKAN Siau cian dengan nada me-ngomel berseru pula. "Ibu memang selalu be-gini, bila seseorang lagi menenangkan diri, ia selalu menghela napas pendek, apa lagi kalau tidak lagi memikirkan kejadian-kejadian lama yang memedihkan hatinya."

Tergerak hati Lran See giok seszudah mendengar wperkataan itu. rmemanfaatkan ke-sempatan tersebut dia ingin mencari tahu keadaan yang sejelasnya dari bibinya itu.

Maka dengan penuh rasa kuatir dia mene-gur. "Bibi. . . ."

Tidak sampai anak muda itu menyelesai-kan kata katanya, Hu-yong siancu telah menghela napas sedih kemudian pelan-pelan menggelengkan kepalanya.

Lan See giok tahu bahwa bibinya sedang kurang senang hati, dalam keadaan begini biasanya persoalan apa pun yang ditanya kan pasti tiada jawaban. Karenanya diapun merasa enggan untuk bertanya lagi

Padang ilalang yang luas semakin dekat di depan mata, sementara fajar pun mulai menyingsing.

Hu-yong siancu segera menenangkan hati-nya, seakan akan sedang menyimpan kem-bali semua kesedihan hatinya. kemudian setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, ia memberi tanda kepada Cay soat dan Siau cian agar memperlambat da-yungan nya.

Dengan ketajaman matanya yang luar bia-sa Lan See giok memandang sekejap ke arah padang ilalang di sebelah kiri, kemudian se-runya.

"Di tempat tersebut terdapat sebuah pintu -air ---"

Hampir bersamaan waktunya. Cay soat dan Siau cian telah melihat pula jalan air itu, sampan pun segera diarahkan ke sana.

Diam-diam Lan See-giok menghimpun tenaga dalamnya ke dalam tangan untuk ber-siap siaga menghadapi segala sesuatunya, sedang kan Hu-yong siancu juga bersiap sedia, dengan sorot mata yang tajam mereka awasi situasi di seputar sana, kuatir tibanya sergapan yang datang secara tiba-tiba...

Setelah makin mendekat, mereka temukan tempat itu memang sebuah jalan air, di de-pan jalan air itu tumbuh dua lapis rumput ilalang yang tinggi, tak heran kalau tempat tersebut sukar ditemukan dari kejauhan.

(Bersambung ke Bagian 36)

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar