Anak Harimau Bagian 19

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 19

Bagian 19

Dengan perasaan gelisah dan gugup Siau thi gou berjalan menuju ke hadapan To Seng cu, baru saja dia akan membuka suara, tiba-tiba dilihatnya To Seng cu berkerut kening, paras mukanya berubah menjadi pucat, pe-luh membasahi seluruh jidatnya.

Ketika memandang pula Lan See giok yang berlutut di atas tanah, di jumpai sepasang tangannya basah oleh keringat. se-pasang matanya seolah-olah menempel di atas ta-ngan gurunya dan berada dalam keadaan tak sadar.

Siau thi gou yang menyaksikan kejadian tersebut menjadi terbelalak dengan mulut melongo saking kagetnya. ia berdiri terma-ngu.

Ia tak habis mengerti mengapa suhu dan engkoh giok nya bisa berada dalam keadaan seperti ini, dia pun tak tahu harus memanggil mereka atau jangan.

Sementara itu, Lan See giok yang berlutut di atas tanah dan baru saja selesai membaca empat macam rahasia ilmu silat, secara lamat-lamat dia telah menangkap pekikan suara aneh tersebut, namun untung nya dia tak sampai terpengaruh oleh suara itu.

Dalam keadaan demikian, si anak muda tersebut segera melanjutkan usahanya mem-baca dua macam ilmu silat yang terakhir yakni, Hud lek kim kong sin ci (jari sakti tenaga Buddha ) serta Tay l o kiu thian kiam hoat,

Pada saat dia selesai membaca jurus ter-ak-hir dari ilmu pedang Tay lo kiu thian kiam hoat tersebut, mendadak cahaya tajam yang semula terpancar ke luar dari ke tiga biji Pwee yap tersebut menjadi suram dan selu-ruh tulisan turut hilang lenyap tak berbekas.

Lan See giok tak ingin gurunya terlalu ba-nyak kehilangan tenaga, ia segera mengang-kat kepala sambil bangkit berdiri.

Paras muka To seng cu pucat pias, peluh bercucuran deras, pelan-pelan dia mem-buka mata dan memandang sekejap kearah Siau thi gou, kemudian setelah menghela napas katanya:

"Segala sesuatunya sudah diatur oleh tak-dir, hal ini tak bisa salahkan Thi gou- tak mampu melindungi kita, apa lagi aku pun sebelumnya lupa berpesan dengan jelas kepadanya sehingga ketidak tahuan Thi gou telah membuyarkan segenap hawa murniku yang telah terhimpun."

Setelah berhenti sebentar, dengan wajah penuh perasaan menyesal dia menengok ke arah Lan See giok dan katanya lebih jauh.

"Anak giok, bukan saja aku telah me-nyia nyiakan pesan sucou mu, aku pun merasa amat menyesal kepadamu---"

Lan See giok merasa sangat tidak me-ngerti dengan perkataan gurunya itu, dengan hor-mat dia segera berkata:

"Suhu, anak giok telah selesai membaca seluruh isi kitab Pwee yap cinkeng tersebut serta menghapalkan ke enam macam ilmu silat yang tercantum di dalamnya, mengapa suhu malah berkata begitu---"!

Tiba-tiba To Seng cu membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar, wajahnya berubah dan ia bertanya dengan perasaan amat terkejut: "Anak giok, apa kau bilang!"

"Anak giok telah selesai membaca ke enam macam ilmu silat yang tercantum dalam ki-tab tersebut" sahut pemuda itu dengan hor-mat.

To seng cu benar-benar tidak percaya de-ngan pendengaran sendiri, tak tahan lagi ia bertanya agak emosi.

"Anak giok, kau bilang berapa macam?"

Menyaksikan gurunya terkejut, Lan See giok tahu kalau sesuatu keajaiban pasti telah menimpa dirinya. maka dengan penuh ke-gembiraan dia berkata:

"Seluruhnya enam macam."

"Coba kau sebutkan satu persatu."

"Dua macam pada bagian permulaan adalah ilmu Hud kong sin kang serta Yu hong hui heng, pada bagian ke dua adalah ilmu pwee yap sam ciang serta Thi siu you khong. sedangkan pada bagian yang ter-akhir adalah ilmu jari Hud lek kim kong sin ci serta Tay lo kiu thian kiam hoat"

"Anak giok, apakah kau dapat menghapal-kan ke enam macam ilmu tersebut tanpa melupakan sepatah kata saja?" tampaknya To seng-cu masih saja tidak percaya.

Tanpa ragu Lan See-giok segera meng-ang-guk:

"Anak giok yakin tidak bakal salah!"

To Seng-cu segera mengawasi wajah Lan See-giok lekat-lekat, sampai lama kemudian ia baru menghela napas sambit katanya:

""Anak giok, rejekimu selain lebih tebal .daripada diriku, kecerdasanmu juga jauh melebihi aku. Dahulu aku mesti membuang waktu selama dua setengah jam, dari tengah malam sampai mendekati fajar untuk me-nyelesaikan ke lima macam ilmu silat terse-but, tapi kenyataan nya sekarang kau berha-sil mempelajari enam macam ilmu silat dalam satu jam, kemampuanmu ini sungguh mem-buat aku kurang percaya...!

"Anak giok tidak berani membohongi suhu." .

To Seng cu segera tertawa ramah, kata.. yaa dengan gembira:

"Nak, aku percaya kepadamu, hanya saja kejadian semacam ini sungguh membuat aku merasa terkejut, tercengang dan sangat gem-bira..."

Setelah berhenti sejenak dan memandang sekejap Siau-thi-gou yang masih berdiri de-ngan tertegun, dia berkata lebih jauh:

"Biasanya Thi gou bodoh, setiap meng-ha-dapi peristiwa tak tahu untung ruginya, mungkin dia mendengar suara pekikan aneh tersebut sehingga dia telah memasuki daerah sekitarku yang telah kupancari hawa Hud-kong-sin-kang, justru karena hatiku tergerak maka huruf-huruf pada Pwee-yap tersebut segera hilang lenyap tak berbekas..."

Belum selesai dia berkata, suara gelak ter-tawa yang amat nyaring telah ber-kumandang datang dari atas tebing.

Mendengar gelak tertawa tersebut, To Seng-cu kelihatan agak berubah wajahnya, dia seakan-akan telah teringat akan se-suatu...

Tak lama kemudian, terdengar seseorang telah berseru lantang diiringi gelak tertawa keras:

"Haaahhh . . . haaahhh . . . haaahhh . . . budak cilik, kau kira setelah bersembunyi di belakang jendela maka aku tidak dapat meli-hatmu? Ayo cepat suruh gurumu ke luar untuk menyambut kedatangan aku si mak-hluk tua . . . "

Mendengar seruan itu, To Seng cu segera berseru kepada Thi gou yang masih berdiri termangu:

"Thi gou, cepat, beritahu kepada enci Soat mu, buka pintu dan sambut dia masuk kalian suguhkan semangkuk arak dulu kepada orang itu. . katakan kalau aku akan segera datang."

Siau thi gou segera menenangkan hatinya dan mengiakan dengan hormat, kemudian membalikkan badan dan berlalu dari situ:

To Seng cu seperti teringat lagi akan se-suatu, dengan cepat dia berpesan kepada bo-cah itu:

"Gou ji, ingat! Kau jangan bilang kalau aku sedang mewariskan ilmu silat kepada engkoh giok mu!"

Siau thi gou berhenti sebentar seraya manggut-manggut, kemudian ia menuju ke ruang sebelah kanan dan melompat naik ke atas

Lan See giok yang menyaksikan kesemua nya itu menjadi bimbang dan tidak habis mengerti, kalau didengar dari nada pembica-raannya, agaknya orang itu sering berkun-jung ke sana, tapi kalau dilihat dari sikap gurunya, seakan akan dia menaruh prasangka jelek serta kewaspadaan terhadap orang ini.

Sementara ia masih termenung, tiba-tiba To Seng cu berkata lagi dengan gelisah:

"Anak giok, cepat kau bacakan lagi pela-jaran dari ilmu pukulan Pwe yap sam ciang."

Memandang sikap gurunya. Lan See giok tahu sudah pasti gurunya tak sempat mem-baca rahasia ilmu silat ini hingga selesai di masa lalu, maka setelah manggut-manggut dia bangkit berdiri.

Menyusul kemudian dia melompat mundur sejauh dua kaki, berdiri dihadapan To Seng cu dan berkata dengan suara rendah:

"Himpun tenaga pada sepasang tangan, se-bar hawa murni ke seluruh tubuh, keras, ga-nas, buas, tepat sekali serang sekali kena. lambat, lamban, melayang, mengapung, salurkan tenaga murni menembusi ujung jari - "



Berbicara sampai di situ, dia menghimpun hawa murninya dan berbisik lebih jauh:

"Jurus pertama Siang-yap-biau- khong (daun salju terbang melayang---)"

Tubuhnya melambung ke udara secara tiba-tiba, nampaknya saja lamban namun kenyataannya sangat cepat, dalam waktu singkat ia telah mencapai langit-langit gua.

Menyusul kemudian tubuhnya melejit sambil berputar, secepat kilat sepasang ta-ngannya direntangkan sambil menyambar ke bawah--

Tatkala hampir menyentuh tanah, badannya berputar satu lingkaran sambil melayang dengan kepala di bawah kaki di atas pelan-pelan dia melambung kembali ke atas--.-.

Tatkala mencapai tengah angkasa, sepasang telapak tangannya segera dirapat-kan, tubuhnya meluncur ke bawah dengan cepat, secepat kilat telapak tangan kanannya melepaskan bacokan....

Menyusul kemudian badannya berputar dan melayang kembali ke atas tanah.

To Seng cu duduk bersila dengan wajah serius, diperhatikannya setiap gerakan dan perubahan jurus Lan See-giok dengan sek-sama, dalam perasaannya, selain beberapa orang tokoh yang maha sakti dalam dunia persilatan dewasa ini, rasanya jarang sekali ada yang mampu menerima ancaman itu.

Sedangkan mengenai jurus yang ke dua, mungkin dia sendiripun tak mampu untuk menghadapinya.

Melihat gurunya hanya duduk sambil mendengarkan dengan seksama, Lan See giok pun berkata lebih jauh:

"Jurus ke dua, Hong- ki-yap-yang (angin berhembus daun berguguran)"

Bersamaan dengan selesainya perkataan itu, bayangan tangan segera menyelimuti se-luruh angkasa, menyusul kemudian deruan angin serangan yang sangat mengerikan melanda kemana-mana, seluruh ruang gua seolah-olah sudah diliputi oleh angin puku-lan itu. Mendadak dibalik bayangan tangan yang menyelimuti angkasa itu berkumandang suara bentakan rendah, bayangan tangan segera lenyap tak berbekas, sedangkan Lan See giok dengan tangan sebelah di muka. tangan yang lain berada di belakang secepat kilat membabat kearah permukaan tanah, menyusul kemudian sepasang telbapak ta-ngannyaj bergerak aneh.g babatan yang lbang-sung membacok ke tanah itu disertai dengan suatu sodokan yang luar biasa sekali.

Selama muridnya melakukan demonstrasi, To Seng-cu memperhatikan terus dengan seksama, sampai muridnya sudah berhenti, sambil mengelus jenggotnya dia baru mang-gut-manggut berulang kali:

Melihat hal itu, Lan See-giok segera ber-kata lagi dengan suara hormat:

"Jurus ke tiga, Ban yap- kui tiong(selaksa daun sumbernya satu)---""

Kembali tubuhnya melejit ke tengah udara hingga mencapai langit-langit gua tersebut. diiringi bentakan keras seluruh gua diliputi oleh bayangan tangan yang amat menyilau-kan mata--

Mendadak ---

Kabut serangan memenuhi seluruh gua dan menggulung ke bawah, dari tebal lambat laun menjadi tipis, dari besar kian mengecil, dalam waktu singkat tinggal bentuk setitik.

Dalam gulungan angin serangan mana, Lan See-giok menyentilkan ke sepuluh jari tangannya ke depan, desingan tajam menderu deru, kabut tipis menyelimuti ang-kasa dan berhamburan ke tanah seperti hu-jan deras.

Awan pukulan begitu mereda, desingan tajam seketika berhenti, bayangan manusia berkelebat dan Lan See-giok tahu- tahu su-dah berdiri di tengah arena.

Disaat Lan See-giok baru saja menghenti-kan gerakan tangannya. mendadak ia me-nangkap bayangan manusia berkelebat dari luar pintu ruangan sebelah kiri kemudian menyusul munculnya seorang kakek yang tinggi besar.

Si Cay soat serta Siau thi gou mengikuti di belakang kakek itu dengan wajah gugup ber-campur gelisah.

Lan See-giok tak berani membalikkan badan untuk mengamati dengan sesama wa-jah pendatang itu, dia berlagak tidak melihat, kepada To Seng cu katanya kemudian dengan hormat:

"Tolong tanya suhu, apakah kali ini anak Giok telah melakukan kesalahan lagi?"

Sebenarnya To Seng cu juga telah melihat akan kedatangan dari kakek yang tinggi be-sar itu, namun dia juga berlagak seakan ak-an tidak melihat, malah sambil manggut-manggut dan mengelus jenggotnya ia me-nya-hut:

"Ehmm, bagus sekali, kali ini bkau telah peroljeh kemajuan yangg lebih pesat kbetim-bang tempo hari, cuma kau mesti berlatih lagi de-ngan tekun bila ingin mendapatkan kesuk-sesan di kemudian hari."

Sebelum Lan See-giok sempat menjawab, dari belakang tubuhnya sudah berkuman-dang suara gelak tertawa keras yang meng-getar-kan seluruh ruang gua menyusul kemu-dian seseorang berkata dengan suara yang kasar:

"Aku kira ada urusan apa sehingga me-la-rang diriku masuk, rupanya kau sedang me-wariskan ilmu pukulan kepada murid ke-sayanganmu!

Sementara berbicara, dia telah melangkah masuk ke dalam ruang gua...

Tergerak hati Lan See-giok, dia kuatir orang itu datang dengan maksud tak baik cepat-cepat ia bangkit berdiri seraya berpa-ling.

Seorang kakek berambut kusut yang memiliki perawakan tubuh tinggi besar kini sudah muncul di sana.

Kakek tersebut beralis mata tebal dan mata besar, wajahnya lebar, hidungnya besar dan mulutnya lebar, jenggot putihnya ter-urai sepanjang dada, pakaian panjangnya terbuat dari bahan belacu dan panjangnya mencapai setinggi lutut.

Dengan sorot mata yang tajam bagaikan sembilu kakek itu berjalan ke hadapan Lan See-giok serta mengamatinya dari atas hingga ke bawah. kemudian kepada To Seng cu yang baru saja bangkit untuk menyambut keda-tangannya, ia bertanya dengan perasaan kaget bercampur tercengang:

"Ciu tua, sungguh heran, selama ini belum pernah kujumpai seorang bocah dengan bakat yang begini bagus, sebaliknya kau jus-tru telah mendapatkannya."

Seraya berkata tiada hentinya dia membe-lai tubuh Lan See giok dengan telapak ta-ngannya yang besar, sementara wajahnya memperlihatkan perasaan iri, kagum dan sayang:

To Seng-cu mendongakkan kepalanya lalu tertawa terbahak-babak:

"Haaahhh-- -haaahhh ---haaahhh saudara The kelewat memuji, biarpun bocah ini ber-bakat bagus, namun kebebalan otaknya jus-tru membuat orang hampir tak percaya, un-tuk mempelajari satu jurus ilmu pukulan saja, aku mesti mengajarkan sampai belasan kali sebelum berhasil!"

"Aarah, masa iya?" zsekali lagi kakwek itu mengawasri wajah Lan See-giok dengan pan-dangan kurang percaya, "biarpun ilmu pu-kulan tadi hanya sempat kulihat buntut nya saja, tapi aku tahu jurus tersebut benar-benar sangat hebat dan luar biasa jika ada orang yang bisa menguasai ilmu pukulan seperti itu dalam sekali pandangan saja, wah, itu baru manusia super namanya:

Sekali lagi To Seng-cu tertawa terbahak bahak:

"Haaahhh ----haaahhh--- -haaahhh---- dari mana saudara The bisa menyangka kalau ilmu pukulan tadi sudah memeras pikiran dan tenaga siaute selama setengah tahun?"

Sementara berbicara, ketika dilihatnya Si Cay soat sedang menyimpan kembali kotak kecil itu, maka kepada Siau-thi gou yang ma-sih berdiri termangu mangu dia berseru:

"Gou ji. mengapa kau tidak segera me-ngambil arak untuk menyambut kedatangan The locianpwe!"

Siau-thi-gou segera mengiakan dengan hormat, membalikkan badan dan buru-buru berlalu dari situ.

Kemudian kepada Lan See-giok, To Seng-cu juga berkata:

"Anak Giok, cianpwe ini adalah Lam hay koay-kiat (pendekar aneh dari Lam-hay) The cianpwe yang seringkali kuperbincangkan denganmu, bersama Wan-san-popo dan Si-to cinjin, mereka disebut Hay gwaa-sam khi (tiga manusia aneh dari luar lautan), ayo ce-pat kau jumpainya----"

Sesudah mendengar pembicaraan antara gurunya dengan si kakek berambut kusut tersebut, dengan cepat Lam See giok dapat menyimpulkan kalau kedua orang itu bukan sahabat karib yang sebenarnya, tapi berhu-bung si pendekar aneh dari Lam hay menye-but Cia tua kepada gurunya, hal ini mem-buktikan pula kalau diapun seorang cianpwe yang telah berusia di atas seratus tahun.



Berpikir demikian, diapun menjura dalam-dalam seraya berkata dengan hormat:

"Boanpwe Lan See-giok menjumpai The cianpwe!"

"Haaahhh...haaahhh ...haaahhh.. cukup, tak usah banyak adat!" seru kakek berambut kusut itu kasar diiringi gelak tertawa keras.

Sementara itu, Siau. thi-gou telah meng-hi-dangkan sayur dan arak secara tergopoh- gopoh.

To Seng - cu segera menuju ke atas perma-dani dihadapannya sambil berseru:

"Gou-ji, hidangkan saja di tempat ini!"

Pendekar aneh dari Lam-hay yang se-sung-guhnya bernama The Bu-ho itu cepat mencegah:

"Cia tua, aku datang karena ada urusan penting, aku tak berminat untuk minum arak, kalau tidak akupun tak bakal mener-jang masuk kemari secara tergesa gesa."

"Aaah, rupanya begitu"! To Seng cu berke-rut kening sambil berseru kaget.

Menggunakan kesempatan tersebut, kata-nya kemudian kepada Lan See-giok bertiga.

"Kalian pergilah dulu, aku hendak ber-bin-cang-bincang dengan The cian-pwee."

Lan See-giok bertiga mengiakan dengan hormat lalu beranjak pergi dari situ, sepe-ninggal ketiga orang itu. The Bu-ho baru ber-kata dengan nada kurang puas:

"Cia tua, mengapa, kau suruh mereka ke luar dari sini? Urusan ini toh tak ada salah nya diketahui mereka."

To Seng-cu tertawa hambar:

"Urusan besar dalam dunia persilatan lebih baik jangan sampai diketahui oleh anak-anak muda."

Sebenarnya Lan See giok enggan beranjak pergi dari ruangan tersebut, karena dia kuatir kakek berambut kusut itu datang de-ngan membawa maksud jahat, namun sete-lah mendengar ucapan gurunya, terpaksa dia harus mengikuti di belakang Si Cay-soat dan Siau-thi-gou untuk masuk ke ruang dalam.

Setelah tiba di ruang atas, mereka bertiga menelusuri anak tangga menuju ke ruang batu di atas permukaan.

Waktu itu ruang batu diterangi sebuah lentera, di atas mejapun terletak secawan be-sar arak.

Lan See giok segera berbisik lirih.

"Adik Soat, siapa sih kakek bebrambut ku-sut ijtu? Mengapa kaug ijinkan orang bitu menerobos masuk ke dalam gua?"

Dengan perasaan agak mendongkol di samping rasa takut masih mencekam perasaannya Si Cay-soat menjawab lirih:

"Orang itu adalah makhluk tua dari Lam hay The Bu-ho, orangnya kasar, hatinya ke-jam dan semua orang baik dari golongan putih maupun dari golongan hitam sama-sama jeri kepadanya, dia termasuk seorang makhluk tua yang berdiri antara kaum sesat dan lurus. Kemungkinan besar kedatangan nya kali ini bermaksud untuk adu kepan-daian dengan suhu guna memperebutkan kedudukan manusia nomor wahid di kolong langit.. ."

Lan See giok segera berkerut kening, ke-mudian serunya dengan nada tak setuju:

"Kalau ditinjau dari nada pembicaraan makhluk tua itu, rasanya dia bukan kemari untuk mengajak beradu kepandaian, bisa jadi dia mempunyai tujuan lain."

Siau thi gou membelalakkan matanya le-bar-lebar, lalu katanya pula:

"Makhluk tua itu sangat tak sabaran, baru saja enci Soat membukakan pintu, dia sudah bertanya dengan kasar: "Dimana suhu mu." waktu kuhidangkan secawan arak dan me-ngatakan suhu segera akan muncul, dia seperti tak sabar lagi untuk menanti!"

Pelan-pelan Lan See giok mengangguk, seakan-akan memahami sesuatu dia berkata:

"Kalau begitu. hal ini semakin membukti-kan kalau dia bukan datang kemari untuk beradu kepandaian."

"Yaa, sayang suhu tidak mengijinkan kita turut mendengarkan pembicaraan tersebut, kalau tidak kita tentu akan mengetahui pem-bicaraan apa saja yang dilangsungkan di situ." omel Si Cay soat.

Tiba-tiba Siau thi gou membuka mata nya lebar-lebar, kemudian bisiknya:

"Ayo berangkat, kita sadap saja pembi-ca-raan mereka, coba lihat apa saja yang dibica-rakan makhluk tua itu."

"Jangan adik Gou," dengan cepat Lee See giok mencegah. "setelah makhluk tua itu pergi, suhu tentu akan memberitahukan kepada kita . . .

Belum habis dia berkata, mendadak dari balik gua terdengar suara gelak tertawa mak-hluk tua dari Lam hay yang amat keras dbisu-sul, seruanjnya dengan nadag lantang:

"Kalbau begitu, aku The-tua akan berangkat selangkah lebih duluan . , . "

Buru-buru Lan See giok berbisik kepada Si Cay soat dan Siau thi gou:

"Si makhluk tua itu akan pergi!"

Betul juga, dari bawah sana segera ter-de-ngar suara ujung baju yang terhembus angin bergema datang.

Menyusul kemudian bayangan manusia berkelebat lewat, makhluk tua, dari Lam hay serta To Seng cu secara beruntun sudah muncul dari gua dan langsung menuju ke luar ruang batu.

Terdengar si makhluk tua dari Lam-hay berseru kembali.

"Cia tua, kita berjumpa lagi di tempat kediaman Wan-san popo..."

"Haaahhh......haaahhh....haaahhh. ..", si-lahkan saudara The berangkat dulu, maaf aku tak dapat menghantar lebih jauh" sahut To Seng- cu sambil tertawa terbahak-bahak.

Menanti Lan See giok bertiga menyusul ke luar dari ruangan, ternyata Lam-hay lokoay sudah berada tujuh delapan kaki jauhnya dan tiba di ujung hutan sana, kemudian dalam waktu singkat bayangan tubuhnya su-dah lenyap dari pandangan mata.

Diam-diam Lan See-giok merasa amat terkejut, dia tak mengira kalau ilmu meri-ngankan tubuh yang dimiliki makhluk tua ter-sebut benar-benar sudah mencapai pun-cak kesempurnaan.

Sementara itu fajar sudah mulai me-nying-sing di ufuk timur, kabut tipis masih menye-limuti permukaan tanah, namun udara sa-ngat segar, membikin bergairahnya semangat hidup setiap orang.

Dengan kening berkerut dan mengelus jenggotnya, To Seng-cu mengawasi ujung hutan dimana bayangan tubuh Lam-hay Lo-koay melenyapkan diri tanpa berkedip, lama-lama kemudian ia baru berguman lirih:

"Badai dunia persilatan sudah tiba, kawa-nan iblis mulai bermunculan, tampaknya kata- kata yang menyebutkan, bila sepasang pedang bergeser tempat, badai darah melanda bumi. sungguh cocok sekali dengan kenyataan.

Lan See giok segera merasakan hatinya bergetar keras, ucapan itu pernah didengar olehnya dari ayahnya, jika ditinjau dari nada pembicaraan gurunya sekarang, bukankah dunia persilatan bakal dilanda oleh suratu bencana yanzg sangat besar?w

Mendadak To Sreng-cu seperti teringat akan sesuatu, mendadak ia berkata:

"Aaah. Ayo kita masuk, dia telah pergi jauh"

Sambil membalikkan badan dia masuk ke ruang dalam dan duduk di depan meja.

Sedang Lan See-giok bertiga masuk me-ngi-kuti di belakang gurunya kemudian berdiri hormat di sampingnya.

Dengan cepat Lan See-giok menjumpai kerutan kening gurunya, seolah-olah ada suatu masalah yang terpendam dalam hati-nya dan menjadi beban pikiran, kendatipun senyuma-n masih tetap menghiasi ujung bibirnya.

Berapa saat kemudian, To Seng-cu baru berpaling kearah Lan See - giok bertiga sam-bil berkata lembut:

"Berhubung ada suatu urusan yang penting, aku bermaksud hendak pergi ke luar lautan-"

Berubah air muka, Lan See-giok bertiga se-sudah mendengar perkataan ini.

Melihat perubahan wajah murid muridnya, To Seng cu berkata lagi sambil tertawa ramah:

"Kalian bertiga tak usah takut, dalam kepergianku ini. paling banter setengah ta-hun kemudian tentu sudah pulang kembali ke rumah!"

"Apakah suhu tak akan mengajak Gou ji?" buru-buru Siau thi-gou bertanya dengan wajah tak mengerti:

To Seng cu menggelengkan kepalanya berulang kali.

"Tidak. masalah yang kuhadapi kali ini kelewat-berat. karena itu kalian bertiga tak boleh ikut dan mesti tetap tinggal dalam gua untuk berlatih ilmu silat secara rajin, ingat jangan mencari gara-gara dengan orang luar"

Kemudian setelah memandang sekejap kearah Lan See-giok dan Siau-thi-gou dengan kening berkerut, dia melanjutkan, "Thi-gou orangnya jujur dan polos, jalan pemikirannya kelewat sederhana, Giok-ji, kau sebagai kakaknya harus baik-baik menjaga adikmu ini."



Dengan perasaan berat Lan See giok segera mengiakan.

Kembali To Seng-cu berpaling kearah Si Cay-soat sambil melanjutkan:

"Soat ji, selama ini kau selalu ingin menang sendiri. tak mau kalah kepada siapapun, dalam kepergianku kali ini kau mesti mem-perdalam ilmu pedang dan jangan sampai mencari gara-gara terus, bila kepandaianmu sampai ketinggalan, menyesal kemudian tak ada gunanya maka kuanjurkan kepadamu berlatihlah diri dengan tekun."

Tergerak hati Lan See-giok mendengar ucapan tersebut, dia tahu yang dimaksud gurunya sebagai ilmu pedang adalah kitab pusaka dalam kotak emas kecil yang berada di sisi pedang Jit-hoa- kiam.

Di samping itu. diapun tahu gurunya -se-dang memperingatkan. kepada adik Soat-nya, bila tidak tekun berlatih, di kemudian hari dia tentu akan kalah dengan orang yang membawa pedang Gwat-hui-kiam.

Ternyata dugaannya memang betul, sambil tersenyum Si Cay-soat segera berkata:

"Silahkan suhu pergi dengan hati lega, setengah tahun kemudian Soat-ji tentu telah berhasil menguasai ilmu Tong kong kiam-hoat tersebut. jika suhu telah pulang nanti, Soat- ji pasti akan mempergunakannya un-tuk memohon petunjuk dari suhu."

Dengan wajah gembira To Seng cu mang-gut-manggut, ketika dilihatnya fajar telah menyingsing, diapun bangkit berdiri seraya berkata lagi:

"Sekarang hari sudah terang tanah, aku akan segera berangkat, ingat sebelum aku pulang, janganlah membuat gara-gara dari pada memancing perhatian orang.!

Seusai berkata, diapun melangkah ke luar dari ruangan.

Selama-ini Lan See-giok mengamati terus perubahan wajah gurunya, ia menjumpai disaat To Seng cu bangkit berdiri tadi sekilas rasa sedih sempat melintas di atas wajahnya yang ramah.

Kembali hatinya tergerak, cepat-cepat dia memburu maju ke muka sambil serunya:

"Suhu . . . "

Mendengar panggilan itu To Seng-cu ber-henti lalu berpaling dan memandang sekejap ke arah Lan See-giok sambil tertawa paksa mendadak seperti memahami sesuatu diapun berkata:

"ANAK Giok kau mempunyai bebanb den-dam kesumajt di atas pundagkmu, aku tahu kbau ingin secepatnya melacaki jejak musuh-mu itu, asal tenaga sinkangmu telah berhasil dilatih, kau boleh turun gunung dan tak usah menunggu aku sampai kembali."

Lan See-giok buru-buru memberi hormat, cuma diapun segera menjelaskan.

"Tidak, anak Giok ingin turut suhu. selain menambah pengetahuan juga peroleh banyak pengalaman yang berharga`

Sekali lagi To Seng-cu menghela napas sedih.

"Anak Giok. seandainya pertemuan kita terjadi pada setahun berselang atau peristiwa yang terjadi hari ini berlangsung setahun kemudian, tanpa permintaanmu, aku pasti akan mengutus kau seorang untuk pergi menyelesaikan tugas ini...."

"Suhu, sekarang anak Giok telah berhasil mendapatkan ilmu silat tersebut." tukas Lan See-giok cepat, "sudah sepantasnya bila anak Giok mengikuti perjalanan suhu, ditengah jalan selain bisa melatih diri pun setiap saat bisa minta petunjuk dari suhu, sudah dapat dipastikan kemajuan yang ku-capai akan luar biasa .......

To Seng cu tidak membiarkan Lan See giok menyelesaikan kata katanya. dia segera memberi tanda untuk mencegahnya berbi-cara lebih jauh, kemudian setelah tersenyum sedih, dia berkata:

"Anak Giok, dasar utama dari ilmu silat yang tercantum dalam cinkeng adalah Hud kong-sinkang, dengan dasar tenaga dalam mu sekarang, bila melatih diri selama sete-ngah tahun akan terpupuk dasar yang kuat, berlatih sepuluh tahun akan muncul sinar dalam tubuh, dan bila sudah melatih diri se-lama seratus tahun, cahaya Buddha akan melindungi seluruh tubuhmu. Dasar sinkang yang kau miliki sekarang baru mencapai taraf permulaan, jika kau meng-ikuti aku melaku-kan perjalanan jauh, yang pasti hanya kerugian yang akan kau peroleh bagi kema-juan ilmu silatmu, itulah sebabnya tinggallah kalian bertiga di dalam gua sambil berlatih diri dengan tekun, biar pun aku berada jauh di luar lautan, namun tak akan sedih memikirkan masa depan kalian, tentunya ucapan ini kalian pahami bukan?"

Selesai berkata kembali dia awasi Lan See-giok bertiga dengan sorot matanya yang penuh kasih sayang.

Lan See-giok, Si Cay-soat dan bSiau-thi-gou bejrtiga serentak gmengiakan dengabn hormat.

To Seng-cu tersenyum dan manggut-mang-gut, kembali katanya. "Sekarang aku hendak pergi dulu, kalian harus menjaga diri baik-baik."

Sambil mengebaskan ujung bajunya, dia-pun melayang ke luar dari ruangan.

Buru-buru Lan See-giok bertiga menjatuh-kan diri berlutut sambil berseru:

"Moga-moga suhu selamat dalam per-jalanan dan cepat pulang kembali ke rumah."

Menanti mereka bertiga mendongakkan kepalanya kembali, gurunya sudah lenyap dari pandangan mata,

Pertama tama Lan See-giok yang bangkit berdiri lebih dulu sambil berkata:

"Sebelum pergi wajah suhu menunjukkan rasa sedih, bisa kita duga perjalanan suhu kali ini tentu banyak rintangan dan kesu-li-tan."

Tampaknya Si Cay soat tidak menemukan sesuatu yang aneh pada gurunya, ketika menjumpai kemurungan Lan See-giok, dia lantas berkata sambil tertawa:

"Engkoh Giok, kau memang kebangetan, suhu yang ingin berpisah dengan kita sudah tentu menunjukkan rasa berat hati, jangan lagi kedatangan lam hay lo koay bukan untuk beradu kepandaian, sekalipun benar dengan kepandaian sakti yang dimiliki suhu, apa yang mesti di kuatirkan lagi ?"

"Tadi aku toh sudah bilang, mau menyadap pembicaraan si makhluk tua itu, kenapa kalian berdua melarangku?" gerutu Siau-thi gou pula dengan cepat. "sekarang suhu telah pergi, apa yang hendak dilakukan ternyata tidak diberitahukan kepada kita..."

"Suhu tidak memberitahukan masalahnya berhubung beliau kuatir kita turut mengua-tirkan keselamatannya sehingga hal ini akan mempengaruhi kemajuan yang bakal kita ca-pai di dalam ilmu silat," ujar Lan See -giok dengan perasaan berat.

Mendengar ucapan tersebut, tanpa terasa Si Cay-soat tertawa cekikikan sambil menu-kas.

"Kalau sudah tahu, semestinya kita semua harus menenangkan dulu pikiran agar bisa memusatkan pikiran untuk berlatih diri, de-ngan demikian harapan suhu pun tak sampai tersia siakan. Lagi purla selama tujuhz delapan tahun wbelakangan ini rsiau moay selalu men-dampingi suhu, pernah pula kusaksikan dua kali pertarungan suhu melawan makhluk tua tersebut dan sekali pertarungan melawan si nenek setan, namun selalu saja kepandaian suhu lebih tinggi setingkat.

Suhu selalu hidup terbuka dan jujur, ia disegani setiap orang, biar menjumpai mara bahaya aku yakin akan berubah menjadi se-lamat. Pendapatku, bila kita ingin mere-but hati suhu, turutlah nasehat dan pesan suhu sebelum berangkat tadi"

Lan See giok menganggap perkataan terse-but memang betul juga, dia manggut beru-langkali, perasaannya juga semakin terbuka, sedang Siau thi gou segera melototkan sepasang matanya sambil berkata dengan sungguh-sungguh:

"Aku Thi-gou bersumpah, di saat suhu kembali nanti. tujuh jurus ilmu naga dan ha-rimau sudah berhasil kugunakan secara baik, agar suhu tahu bahwa Gou - ji bukan gentong nasi yang tak berguna."

Mendengar ucapan tersebut, Lan See-giok dan Si Cay soat tak bisa menahan rasa geli-nya lagi, mereka tertawa terbahak bahak.

Sejak itu, Lan See giok dengan tekun mempelajari ilmu Hud kong sin kang, Si Cay soat menekuni ilmu pedang Tong kong-kiam hoat dan Siau-thi-gou melatih diri dengan ilmu pukulan Liong hou jit si.

Beberapa hari lagi tahun baru akan tiba...

Bunga salju yang turun sepanjang hari membuat seluruh bukit Hoa-san diliputi warna putih keperak-perakan yang sangat menyilaukan mata.

Orang bilang, tambah tahun tambah usia. Kini usia Lan See-giok, Si Cay-soat dan Siau-thi-gou telah bertambah setahun lagi.

Lan See giok telah mencapai usia tujuh belas tahun.



Tahun baru lewat. musim semipun tiba, dalam waktu singkat bulan tiga yang nyaman pun telah menjelang.

Lan See giok yang menekuni ilmu silat nya telah peroleh kemajuan yang sangat pesat, kenyataan tersebut membuat anak muda tersebut sangat gembira sebab dia tahu harapannya untuk membalas dendam sema-kin besar.

Ilmu pedang Tong- kong-kiam-hoat yang dilatih Si Cay-soat pun sudah mencapai ke-berhasilan, kini tinggal meningkatkan kema-tangannya.

Hanya Siau thi gou yang pada dasarnya memang bebal otaknya, ditambah pula Liong hou jit si merupakan sejenis ilmu pukulan yang dahsyat, maka walaupun sudah melatih diri hampir tiga bulan lamanya, hasil yang diperoleh kecil sekali.

Biarpun begitu. Siau thi gou yang bodoh justru memiliki ciri kebodohannya, setiap hari dia melatih diri terus tanpa berhenti, istirahatnya sangat jarang, akibatnya soal berburu dan membuat nasi harus dikerjakan oleh engkoh Giok dan enci Soatnya.

Lan See giok yang mendapat tugas dari gu-runya untuk memperhatikan adik Gou--nya, di samping melatih diri dengan tekun sering-kali dia membangkitkan semangat saudara-nya itu agar melatih diri lebih tekun lagi.

Dengan pengamatan yang seksama selama tiga bulan terakhir ini, dapat disimpulkan kan olehnya bahwa ilmu Liong hou jit si me-mang sangat hebat, begitu dikembangkan angin pukulan yang dihasilkan sungguh luar biasa.

Si Cay-soat yang menganggap dirinya pin-tar boleh dibilang sudah banyak tahun mem-perhatikan perubahan jurus serangan Liong-hou jitsi itu, namun dia tak pernah bisa mengetahui kelihaian dan kelebihan dari kepandaian tersebut.

Maka setelah menyaksikan kemampuan engkoh Giok nya yang bisa menguasai ilmu pukulan tersebut hanya dalam mengamati berapa bulan saja, sadarlah dia bahwa kecer-dasan engkohnya memang jauh lebih hebat dari pada dirinya.

Walaupun demikian ia sama sekali tidak merasa dengki ataupun iri hati, malah seba-liknya dia sangat berharap engkoh Giok nya bisa mempelajari pula ilmu pedang Tong- kong-kiam-hoat.

Oleh sebab itu dia seringkali bminta pada Lan jSee-giok agar mgemberi petunjukb kepada nya, padahal seringkali secara sengaja tak sengaja dia membeberkan rahasia ilmu pedangnya.

Sebagai seorang pemuda yang cerdas, su-dah barang tentu Lan See-giok mengetahui akan maksud adiknya ini, hal tersebut mem-buatnya sangat berterima kasih sekali kepada adik seperguruannya ini.

Bulan lima kini menjelang, musim panas pun tiba.

Ilmu Hud-kong sin- kang yang dilatih Lan See-giok telah mencapai puncaknya. Dengan ayunan ujung baju ia sanggup menghancur-kan batu dengan sentilan jari, mampu me-matahkan bambu, dengan ayunan tangan mampu membunuh harimau, boleh dibilang tenaga sakti itu bisa dipergunakan sekehen-dak hatinya.

Ilmu pedang Tong-kong-kiam-hoat dari Si Cay-soat juga mendapat kemajuan yang pesat, pedangnya bisa dipergunakan secepat terbang, cahaya pedang yang menyilaukan mata, hawa serangan yang menyayat badan, betul-betul merupakan suatu ancaman yang berbahaya.

Sebaliknya Siau thi-gou di bawah bimbi-ngan serta petunjuk dari Lan See-giok, akhir nya juga menguasai ilmu pukulan Liong hou-jit-si yang sangat hebat itu.

Keberhasilan yang dicapai membuat ke tiga orang itu semakin getol berlatih, mereka se-mua berharap dapat menunjukkan kebo-le-hannya dihadapan gurunya sehingga mem-buat gurunya gembira.

Hari ini matahari sudah bersinar ditengah angkasa. udara bersih dan angin berhembus semilir. biarpun di musim panas namun sua-sana terasa segar dan nyaman.

Si Cay soat dengan pakaian serba merah, rambut terurai sebahu sedang berdiri tenang dimuka ruangan batu, agaknya baru saja ia selesai-melatih ilmu pedangnya.

Lan See giok dengan jubah birunya dan senyum dikulum sedang mengawasi Siau thi gou berlatih ilmu pukulan.

Pada saat itulah, Si Cay soat yang sedang mengawasi air terjun dikejauhan sana se-olah-olah teringat akan sesuatu, mendadak ia berseru keras:

"Engkoh Giok, udara pada hari bini sangat indajh, ayo kuajarkagn ilmu berenangb kepada-mu!"

Lan See giok yang mendengar tawaran tersebut menjadi sangat gembira, serunya dengan cepat:

"Baik, aku akan melepaskan jubah panjang dan berganti celana dulu . .

Sambil berkata, buru-buru dia lari masuk ke dalam ruangan.

St Cay soat segera tertawa cekikikan mendengar seruan mana. demikian juga Siau thi gou segera tertawa terbahak-bahak sambil serunya:

"Engkoh Giok. kau toh bukan bermaksud menangkap ikan di selokan, buat apa kau lepaskan baju ganti celana? Kau kan hendak belajar ilmu berenang di telaga?"

Lan See giok segera menghentikan langkah nya sesudah mendengar perkataan tersebut, merah jengah selembar wajahnya, sambil memandang ke arah Si Cay soat dan Siau thi gou yang sedang menertawakan dirinya, dia berkata kemudian agak tersipu-sipu:

"Tapi sayang ih-heng tidak punya pakaian untuk berenang . . ."

"Aku punya sebuah pakaian renang yang terbuat dari kulit ikan hiu, pinjamlah. .." seru Siau thi gou cepat.

"Oooh, kau sangat baik, terima kasih ba-nyak adik Thi-gou!" "Tak usah sungkan, ayo ikutlah aku."

Dengan terburu buru mereka masuk ke dalam ruang batu.

Si Cay soat sendiri hanya tersenyum sam-bil membungkam diri, diapun mengikuti di belakang kedua orang tersebut.

Setibanya di dalam kamar, Siau-thi-gou mengambil sebuah bungkusan kecil dari tempat pakaiannya dan diserahkan kepada Lan See-giok sambil serunya:

"Ayo kenakan, tanpa benda ini jangan harap bisa mempelajari ilmu berenang de-ngan baik!"

Lan See-giok tidak berniat untuk men-de-ngarkan obrolannya itu, cepat-cepat dia me-mungut bungkusan kecil itu dan membuka nya, ternyata isinya adalah pakaian renang yang terbuat dari kulit ikan hiu.

Dengan perasaan gembira, dia berterima kasih kepada Thi gou. kemudian buru-buru melepaskan jubah panjangnyra dan mengena-kzan pakaian renawng itu.

Tapi arpa yang kemudian terlihat mem-buat senyuman yang semula menghiasi wajah Siau-thi gou hilang lenyap tak berbekas, malah sepasang matanya ikut melotot ke luar.

Selama setengah tahun belakangan ini, Lan See giok sudah tumbuh lebih dewasa, rupanya celana pakaian renang itu hanya berhenti di sebatas paha dan tak mampu diteruskan lagi...

Pada saat itulah dari depan pintu terdengar gelak tertawa yang amat merdu bergema memenuhi ruangan.

Sewaktu Lan See giok dan Thi-gou berpa-ling mereka jumpai Si Cay scat telah berganti dengan sebuah pakaian renang berwarna merah, dalam genggamannya , membawa se-buah bungkusan kecil dan sedang berdiri memandang kearah mereka sambil tertawa terpingkal-pingkal.

Terdengar gadis itu berseru:

"Pakaian renang itu sudah tiga tahun la-manya, Thi-gou sendiri jarang mengena-kannya karena dia sendiripun merasa kekecilan, bagaimana mungkin kau bisa me-makainya?"

Lan See giok yang mendengar perkataan tersebut diam-diam menjadi sangat men-dongkol, ia merasa dalam hal apapun adik seperguruannya jauh di bawahnya, tapi setelah menjumpai kejadian macam begini, dia selalu terperangkap.

Bahkan kalau dilihat dari sikap gadis itu, sudah jelas dia telah menduga sebelumnya. Tiba-tiba Si Cay soat berkata sambil tersenyum.

"Ehmmm, ambil dan cepat kenakan, ku-tunggu kalian di tepi telaga . ."

Sambil berkata, dia lantas melemparkan buntalan kecil ke tangan Lan See giok ..

Biarpun Lan See giok tidak habis mengerti, namun dia seperti sudah memahami akan sesuatu, buru-buru dibukanya bungkusan itu.

Apa yang terlihat membuatnya amat gem-bira. ternyata bungkusan kecil itu berisikan sebuah pakaian renang yang memancarkan sinar keemas-emasan.

Dengan perasaan ingin tahu Siau-thi-gou turut melihat, ternyata pakaian renang itu berwarna hitam dan putih dengan bentuk yang sangat lunak, bagian yang hitam ber-warna keemas emasan, sedang bagian yang putih berwarna keperak perakan, rupanya baju renang ini terbuat dari dua tiga puluh ekor kulit ikan Cui oh li yang dikumpulkan selama ini.

Lan See-giok merasa berterima kasih sekali setelah menyaksikan kejadian ini, perasaan mendongkol yang semula menyelimuti pe-rasaannya, kini hilang lenyap tak berbekas.

Sedangkan Siau thi gou seakan akan me-mahami sesuatu, ia lantas berseru:

"Haaahhh...haaahhh ..haaahhh...tak tahu sekarang, tak aneh kalau saban kali kita makan ikan selalu tak dijumpai kulitnya, dan setiap kali cici selalu berebut untuk memo-tong ikan, rupanya disinilah letak rahasia-nya."

Kemudian sambil mendorong Lan See giok yang masih termangu mangu. kembali dia mengomel.

"Engkoh Giok, semuanya ini gara-gara kau yang melarang aku memasuki kamar cici, coba kalau tidak hari ini dia tak akan mem-buat kejutan untuk kita."

Lan See giok sendiripun tidak pernah men-yangka bahwa di samping berlatih ilmu pedang dan menanak nasi, Si Cay soat masih meluangkan waktu untuk membuatkan pakaian renang baginya.

(Bersambung ke Bagian 20)

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar