Dengan perasaan gelisah dan
gugup Siau thi gou berjalan menuju ke hadapan To Seng cu, baru saja dia akan
membuka suara, tiba-tiba dilihatnya To Seng cu berkerut kening, paras mukanya
berubah menjadi pucat, pe-luh membasahi seluruh jidatnya.
Ketika memandang pula Lan See
giok yang berlutut di atas tanah, di jumpai sepasang tangannya basah oleh
keringat. se-pasang matanya seolah-olah menempel di atas ta-ngan gurunya dan
berada dalam keadaan tak sadar.
Siau thi gou yang menyaksikan
kejadian tersebut menjadi terbelalak dengan mulut melongo saking kagetnya. ia
berdiri terma-ngu.
Ia tak habis mengerti mengapa
suhu dan engkoh giok nya bisa berada dalam keadaan seperti ini, dia pun tak
tahu harus memanggil mereka atau jangan.
Sementara itu, Lan See giok
yang berlutut di atas tanah dan baru saja selesai membaca empat macam rahasia
ilmu silat, secara lamat-lamat dia telah menangkap pekikan suara aneh tersebut,
namun untung nya dia tak sampai terpengaruh oleh suara itu.
Dalam keadaan demikian, si
anak muda tersebut segera melanjutkan usahanya mem-baca dua macam ilmu silat
yang terakhir yakni, Hud lek kim kong sin ci (jari sakti tenaga Buddha ) serta
Tay l o kiu thian kiam hoat,
Pada saat dia selesai membaca
jurus ter-ak-hir dari ilmu pedang Tay lo kiu thian kiam hoat tersebut, mendadak
cahaya tajam yang semula terpancar ke luar dari ke tiga biji Pwee yap tersebut
menjadi suram dan selu-ruh tulisan turut hilang lenyap tak berbekas.
Lan See giok tak ingin gurunya
terlalu ba-nyak kehilangan tenaga, ia segera mengang-kat kepala sambil bangkit
berdiri.
Paras muka To seng cu pucat
pias, peluh bercucuran deras, pelan-pelan dia mem-buka mata dan memandang
sekejap kearah Siau thi gou, kemudian setelah menghela napas katanya:
"Segala sesuatunya sudah
diatur oleh tak-dir, hal ini tak bisa salahkan Thi gou- tak mampu melindungi
kita, apa lagi aku pun sebelumnya lupa berpesan dengan jelas kepadanya sehingga
ketidak tahuan Thi gou telah membuyarkan segenap hawa murniku yang telah
terhimpun."
Setelah berhenti sebentar,
dengan wajah penuh perasaan menyesal dia menengok ke arah Lan See giok dan
katanya lebih jauh.
"Anak giok, bukan saja
aku telah me-nyia nyiakan pesan sucou mu, aku pun merasa amat menyesal
kepadamu---"
Lan See giok merasa sangat
tidak me-ngerti dengan perkataan gurunya itu, dengan hor-mat dia segera
berkata:
"Suhu, anak giok telah
selesai membaca seluruh isi kitab Pwee yap cinkeng tersebut serta menghapalkan
ke enam macam ilmu silat yang tercantum di dalamnya, mengapa suhu malah berkata
begitu---"!
Tiba-tiba To Seng cu
membelalakkan sepasang matanya lebar-lebar, wajahnya berubah dan ia bertanya
dengan perasaan amat terkejut: "Anak giok, apa kau bilang!"
"Anak giok telah selesai
membaca ke enam macam ilmu silat yang tercantum dalam ki-tab tersebut" sahut
pemuda itu dengan hor-mat.
To seng cu benar-benar tidak
percaya de-ngan pendengaran sendiri, tak tahan lagi ia bertanya agak emosi.
"Anak giok, kau bilang
berapa macam?"
Menyaksikan gurunya terkejut,
Lan See giok tahu kalau sesuatu keajaiban pasti telah menimpa dirinya. maka
dengan penuh ke-gembiraan dia berkata:
"Seluruhnya enam
macam."
"Coba kau sebutkan satu
persatu."
"Dua macam pada bagian
permulaan adalah ilmu Hud kong sin kang serta Yu hong hui heng, pada bagian ke
dua adalah ilmu pwee yap sam ciang serta Thi siu you khong. sedangkan pada
bagian yang ter-akhir adalah ilmu jari Hud lek kim kong sin ci serta Tay lo kiu
thian kiam hoat"
"Anak giok, apakah kau
dapat menghapal-kan ke enam macam ilmu tersebut tanpa melupakan sepatah kata
saja?" tampaknya To seng-cu masih saja tidak percaya.
Tanpa ragu Lan See-giok segera
meng-ang-guk:
"Anak giok yakin tidak
bakal salah!"
To Seng-cu segera mengawasi
wajah Lan See-giok lekat-lekat, sampai lama kemudian ia baru menghela napas
sambit katanya:
""Anak giok,
rejekimu selain lebih tebal .daripada diriku, kecerdasanmu juga jauh melebihi
aku. Dahulu aku mesti membuang waktu selama dua setengah jam, dari tengah malam
sampai mendekati fajar untuk me-nyelesaikan ke lima macam ilmu silat terse-but,
tapi kenyataan nya sekarang kau berha-sil mempelajari enam macam ilmu silat
dalam satu jam, kemampuanmu ini sungguh mem-buat aku kurang percaya...!
"Anak giok tidak berani
membohongi suhu." .
To Seng cu segera tertawa
ramah, kata.. yaa dengan gembira:
"Nak, aku percaya
kepadamu, hanya saja kejadian semacam ini sungguh membuat aku merasa terkejut,
tercengang dan sangat gem-bira..."
Setelah berhenti sejenak dan
memandang sekejap Siau-thi-gou yang masih berdiri de-ngan tertegun, dia berkata
lebih jauh:
"Biasanya Thi gou bodoh,
setiap meng-ha-dapi peristiwa tak tahu untung ruginya, mungkin dia mendengar
suara pekikan aneh tersebut sehingga dia telah memasuki daerah sekitarku yang
telah kupancari hawa Hud-kong-sin-kang, justru karena hatiku tergerak maka
huruf-huruf pada Pwee-yap tersebut segera hilang lenyap tak berbekas..."
Belum selesai dia berkata,
suara gelak ter-tawa yang amat nyaring telah ber-kumandang datang dari atas
tebing.
Mendengar gelak tertawa
tersebut, To Seng-cu kelihatan agak berubah wajahnya, dia seakan-akan telah
teringat akan se-suatu...
Tak lama kemudian, terdengar
seseorang telah berseru lantang diiringi gelak tertawa keras:
"Haaahhh . . . haaahhh .
. . haaahhh . . . budak cilik, kau kira setelah bersembunyi di belakang jendela
maka aku tidak dapat meli-hatmu? Ayo cepat suruh gurumu ke luar untuk menyambut
kedatangan aku si mak-hluk tua . . . "
Mendengar seruan itu, To Seng
cu segera berseru kepada Thi gou yang masih berdiri termangu:
"Thi gou, cepat, beritahu
kepada enci Soat mu, buka pintu dan sambut dia masuk kalian suguhkan semangkuk
arak dulu kepada orang itu. . katakan kalau aku akan segera datang."
Siau thi gou segera
menenangkan hatinya dan mengiakan dengan hormat, kemudian membalikkan badan dan
berlalu dari situ:
To Seng cu seperti teringat
lagi akan se-suatu, dengan cepat dia berpesan kepada bo-cah itu:
"�Gou ji, ingat! Kau jangan bilang kalau aku
sedang mewariskan ilmu silat kepada engkoh giok mu!"
Siau thi gou berhenti sebentar
seraya manggut-manggut, kemudian ia menuju ke ruang sebelah kanan dan melompat
naik ke atas
Lan See giok yang menyaksikan
kesemua nya itu menjadi bimbang dan tidak habis mengerti, kalau didengar dari
nada pembica-raannya, agaknya orang itu sering berkun-jung ke sana, tapi kalau
dilihat dari sikap gurunya, seakan akan dia menaruh prasangka jelek serta
kewaspadaan terhadap orang ini.
Sementara ia masih termenung,
tiba-tiba To Seng cu berkata lagi dengan gelisah:
"Anak giok, cepat kau
bacakan lagi pela-jaran dari ilmu pukulan Pwe yap sam ciang."
Memandang sikap gurunya. Lan
See giok tahu sudah pasti gurunya tak sempat mem-baca rahasia ilmu silat ini
hingga selesai di masa lalu, maka setelah manggut-manggut dia bangkit berdiri.
Menyusul kemudian dia melompat
mundur sejauh dua kaki, berdiri dihadapan To Seng cu dan berkata dengan suara
rendah:
"Himpun tenaga pada
sepasang tangan, se-bar hawa murni ke seluruh tubuh, keras, ga-nas, buas, tepat
sekali serang sekali kena. lambat, lamban, melayang, mengapung, salurkan tenaga
murni menembusi ujung jari - "
Berbicara sampai di situ, dia
menghimpun hawa murninya dan berbisik lebih jauh:
"Jurus pertama
Siang-yap-biau- khong (daun salju terbang melayang---)"
Tubuhnya melambung ke udara
secara tiba-tiba, nampaknya saja lamban namun kenyataannya sangat cepat, dalam
waktu singkat ia telah mencapai langit-langit gua.
Menyusul kemudian tubuhnya
melejit sambil berputar, secepat kilat sepasang ta-ngannya direntangkan sambil
menyambar ke bawah--
Tatkala hampir menyentuh
tanah, badannya berputar satu lingkaran sambil melayang dengan kepala di bawah
kaki di atas pelan-pelan dia melambung kembali ke atas--.-.
Tatkala mencapai tengah
angkasa, sepasang telapak tangannya segera dirapat-kan, tubuhnya meluncur ke
bawah dengan cepat, secepat kilat telapak tangan kanannya melepaskan
bacokan....
Menyusul kemudian badannya
berputar dan melayang kembali ke atas tanah.
To Seng cu duduk bersila
dengan wajah serius, diperhatikannya setiap gerakan dan perubahan jurus Lan
See-giok dengan sek-sama, dalam perasaannya, selain beberapa orang tokoh yang
maha sakti dalam dunia persilatan dewasa ini, rasanya jarang sekali ada yang
mampu menerima ancaman itu.
Sedangkan mengenai jurus yang
ke dua, mungkin dia sendiripun tak mampu untuk menghadapinya.
Melihat gurunya hanya duduk
sambil mendengarkan dengan seksama, Lan See giok pun berkata lebih jauh:
"Jurus ke dua, Hong-
ki-yap-yang (angin berhembus daun berguguran)"
Bersamaan dengan selesainya
perkataan itu, bayangan tangan segera menyelimuti se-luruh angkasa, menyusul
kemudian deruan angin serangan yang sangat mengerikan melanda kemana-mana,
seluruh ruang gua seolah-olah sudah diliputi oleh angin puku-lan itu. Mendadak
dibalik bayangan tangan yang menyelimuti angkasa itu berkumandang suara
bentakan rendah, bayangan tangan segera lenyap tak berbekas, sedangkan Lan See
giok dengan tangan sebelah di muka. tangan yang lain berada di belakang secepat
kilat membabat kearah permukaan tanah, menyusul kemudian sepasang telbapak
ta-ngannyaj bergerak aneh.g babatan yang lbang-sung membacok ke tanah itu
disertai dengan suatu sodokan yang luar biasa sekali.
Selama muridnya melakukan
demonstrasi, To Seng-cu memperhatikan terus dengan seksama, sampai muridnya
sudah berhenti, sambil mengelus jenggotnya dia baru mang-gut-manggut berulang
kali:
Melihat hal itu, Lan See-giok
segera ber-kata lagi dengan suara hormat:
"Jurus ke tiga, Ban yap-
kui tiong(selaksa daun sumbernya satu)---""
Kembali tubuhnya melejit ke
tengah udara hingga mencapai langit-langit gua tersebut. diiringi bentakan
keras seluruh gua diliputi oleh bayangan tangan yang amat menyilau-kan mata--
Mendadak ---
Kabut serangan memenuhi
seluruh gua dan menggulung ke bawah, dari tebal lambat laun menjadi tipis, dari
besar kian mengecil, dalam waktu singkat tinggal bentuk setitik.
Dalam gulungan angin serangan
mana, Lan See-giok menyentilkan ke sepuluh jari tangannya ke depan, desingan
tajam menderu deru, kabut tipis menyelimuti ang-kasa dan berhamburan ke tanah
seperti hu-jan deras.
Awan pukulan begitu mereda,
desingan tajam seketika berhenti, bayangan manusia berkelebat dan Lan See-giok
tahu- tahu su-dah berdiri di tengah arena.
Disaat Lan See-giok baru saja
menghenti-kan gerakan tangannya. mendadak ia me-nangkap bayangan manusia
berkelebat dari luar pintu ruangan sebelah kiri kemudian menyusul munculnya
seorang kakek yang tinggi besar.
Si Cay soat serta Siau thi gou
mengikuti di belakang kakek itu dengan wajah gugup ber-campur gelisah.
Lan See-giok tak berani
membalikkan badan untuk mengamati dengan sesama wa-jah pendatang itu, dia
berlagak tidak melihat, kepada To Seng cu katanya kemudian dengan hormat:
"Tolong tanya suhu,
apakah kali ini anak Giok telah melakukan kesalahan lagi?"
Sebenarnya To Seng cu juga
telah melihat akan kedatangan dari kakek yang tinggi be-sar itu, namun dia juga
berlagak seakan ak-an tidak melihat, malah sambil manggut-manggut dan mengelus
jenggotnya ia me-nya-hut:
"Ehmm, bagus sekali, kali
ini bkau telah peroljeh kemajuan yangg lebih pesat kbetim-bang tempo hari, cuma
kau mesti berlatih lagi de-ngan tekun bila ingin mendapatkan kesuk-sesan di
kemudian hari."
Sebelum Lan See-giok sempat
menjawab, dari belakang tubuhnya sudah berkuman-dang suara gelak tertawa keras
yang meng-getar-kan seluruh ruang gua menyusul kemu-dian seseorang berkata
dengan suara yang kasar:
"Aku kira ada urusan apa
sehingga me-la-rang diriku masuk, rupanya kau sedang me-wariskan ilmu pukulan
kepada murid ke-sayanganmu!
Sementara berbicara, dia telah
melangkah masuk ke dalam ruang gua...
Tergerak hati Lan See-giok,
dia kuatir orang itu datang dengan maksud tak baik cepat-cepat ia bangkit
berdiri seraya berpa-ling.
Seorang kakek berambut kusut
yang memiliki perawakan tubuh tinggi besar kini sudah muncul di sana.
Kakek tersebut beralis mata
tebal dan mata besar, wajahnya lebar, hidungnya besar dan mulutnya lebar,
jenggot putihnya ter-urai sepanjang dada, pakaian panjangnya terbuat dari bahan
belacu dan panjangnya mencapai setinggi lutut.
Dengan sorot mata yang tajam
bagaikan sembilu kakek itu berjalan ke hadapan Lan See-giok serta mengamatinya
dari atas hingga ke bawah. kemudian kepada To Seng cu yang baru saja bangkit
untuk menyambut keda-tangannya, ia bertanya dengan perasaan kaget bercampur
tercengang:
"Ciu tua, sungguh heran,
selama ini belum pernah kujumpai seorang bocah dengan bakat yang begini bagus,
sebaliknya kau jus-tru telah mendapatkannya."
Seraya berkata tiada hentinya
dia membe-lai tubuh Lan See giok dengan telapak ta-ngannya yang besar,
sementara wajahnya memperlihatkan perasaan iri, kagum dan sayang:
To Seng-cu mendongakkan kepalanya
lalu tertawa terbahak-babak:
"Haaahhh-- -haaahhh
---haaahhh saudara The kelewat memuji, biarpun bocah ini ber-bakat bagus, namun
kebebalan otaknya jus-tru membuat orang hampir tak percaya, un-tuk mempelajari
satu jurus ilmu pukulan saja, aku mesti mengajarkan sampai belasan kali sebelum
berhasil!"
"Aarah, masa iya?"
zsekali lagi kakwek itu mengawasri wajah Lan See-giok dengan pan-dangan kurang
percaya, "biarpun ilmu pu-kulan tadi hanya sempat kulihat buntut nya saja,
tapi aku tahu jurus tersebut benar-benar sangat hebat dan luar biasa jika ada
orang yang bisa menguasai ilmu pukulan seperti itu dalam sekali pandangan saja,
wah, itu baru manusia super namanya:
Sekali lagi To Seng-cu tertawa
terbahak bahak:
"Haaahhh ----haaahhh---
-haaahhh---- dari mana saudara The bisa menyangka kalau ilmu pukulan tadi sudah
memeras pikiran dan tenaga siaute selama setengah tahun?"
Sementara berbicara, ketika
dilihatnya Si Cay soat sedang menyimpan kembali kotak kecil itu, maka kepada
Siau-thi gou yang ma-sih berdiri termangu mangu dia berseru:
"Gou ji. mengapa kau
tidak segera me-ngambil arak untuk menyambut kedatangan The locianpwe!"
Siau-thi-gou segera mengiakan
dengan hormat, membalikkan badan dan buru-buru berlalu dari situ.
Kemudian kepada Lan See-giok,
To Seng-cu juga berkata:
"Anak Giok, cianpwe ini
adalah Lam hay koay-kiat (pendekar aneh dari Lam-hay) The cianpwe yang
seringkali kuperbincangkan denganmu, bersama Wan-san-popo dan Si-to cinjin,
mereka disebut Hay gwaa-sam khi (tiga manusia aneh dari luar lautan), ayo
ce-pat kau jumpainya----"
Sesudah mendengar pembicaraan
antara gurunya dengan si kakek berambut kusut tersebut, dengan cepat Lam See
giok dapat menyimpulkan kalau kedua orang itu bukan sahabat karib yang
sebenarnya, tapi berhu-bung si pendekar aneh dari Lam hay menye-but Cia tua
kepada gurunya, hal ini mem-buktikan pula kalau diapun seorang cianpwe yang
telah berusia di atas seratus tahun.
Berpikir demikian, diapun
menjura dalam-dalam seraya berkata dengan hormat:
"Boanpwe Lan See-giok menjumpai
The cianpwe!"
"Haaahhh...haaahhh
...haaahhh.. cukup, tak usah banyak adat!" seru kakek berambut kusut itu
kasar diiringi gelak tertawa keras.
Sementara itu, Siau. thi-gou
telah meng-hi-dangkan sayur dan arak secara tergopoh- gopoh.
To Seng - cu segera menuju ke
atas perma-dani dihadapannya sambil berseru:
"Gou-ji, hidangkan saja
di tempat ini!"
Pendekar aneh dari Lam-hay
yang se-sung-guhnya bernama The Bu-ho itu cepat mencegah:
"Cia tua, aku datang
karena ada urusan penting, aku tak berminat untuk minum arak, kalau tidak
akupun tak bakal mener-jang masuk kemari secara tergesa gesa."
"Aaah, rupanya
begitu"! To Seng cu berke-rut kening sambil berseru kaget.
Menggunakan kesempatan
tersebut, kata-nya kemudian kepada Lan See-giok bertiga.
"Kalian pergilah dulu,
aku hendak ber-bin-cang-bincang dengan The cian-pwee."
Lan See-giok bertiga mengiakan
dengan hormat lalu beranjak pergi dari situ, sepe-ninggal ketiga orang itu. The
Bu-ho baru ber-kata dengan nada kurang puas:
"Cia tua, mengapa, kau suruh
mereka ke luar dari sini? Urusan ini toh tak ada salah nya diketahui
mereka."
To Seng-cu tertawa hambar:
"Urusan besar dalam dunia
persilatan lebih baik jangan sampai diketahui oleh anak-anak muda."
Sebenarnya Lan See giok enggan
beranjak pergi dari ruangan tersebut, karena dia kuatir kakek berambut kusut
itu datang de-ngan membawa maksud jahat, namun sete-lah mendengar ucapan
gurunya, terpaksa dia harus mengikuti di belakang Si Cay-soat dan Siau-thi-gou
untuk masuk ke ruang dalam.
Setelah tiba di ruang atas,
mereka bertiga menelusuri anak tangga menuju ke ruang batu di atas permukaan.
Waktu itu ruang batu diterangi
sebuah lentera, di atas mejapun terletak secawan be-sar arak.
Lan See giok segera berbisik
lirih.
"Adik Soat, siapa sih
kakek bebrambut ku-sut ijtu? Mengapa kaug ijinkan orang bitu menerobos masuk ke
dalam gua?"
Dengan perasaan agak
mendongkol di samping rasa takut masih mencekam perasaannya Si Cay-soat
menjawab lirih:
"Orang itu adalah makhluk
tua dari Lam hay The Bu-ho, orangnya kasar, hatinya ke-jam dan semua orang baik
dari golongan putih maupun dari golongan hitam sama-sama jeri kepadanya, dia
termasuk seorang makhluk tua yang berdiri antara kaum sesat dan lurus.
Kemungkinan besar kedatangan nya kali ini bermaksud untuk adu kepan-daian
dengan suhu guna memperebutkan kedudukan manusia nomor wahid di kolong langit..
."
Lan See giok segera berkerut
kening, ke-mudian serunya dengan nada tak setuju:
"Kalau ditinjau dari nada
pembicaraan makhluk tua itu, rasanya dia bukan kemari untuk mengajak beradu
kepandaian, bisa jadi dia mempunyai tujuan lain."
Siau thi gou membelalakkan
matanya le-bar-lebar, lalu katanya pula:
"Makhluk tua itu sangat
tak sabaran, baru saja enci Soat membukakan pintu, dia sudah bertanya dengan
kasar: "Dimana suhu mu." waktu kuhidangkan secawan arak dan
me-ngatakan suhu segera akan muncul, dia seperti tak sabar lagi untuk
menanti!"
Pelan-pelan Lan See giok
mengangguk, seakan-akan memahami sesuatu dia berkata:
"Kalau begitu. hal ini
semakin membukti-kan kalau dia bukan datang kemari untuk beradu
kepandaian."
"Yaa, sayang suhu tidak
mengijinkan kita turut mendengarkan pembicaraan tersebut, kalau tidak kita
tentu akan mengetahui pem-bicaraan apa saja yang dilangsungkan di situ."
omel Si Cay soat.
Tiba-tiba Siau thi gou membuka
mata nya lebar-lebar, kemudian bisiknya:
"Ayo berangkat, kita
sadap saja pembi-ca-raan mereka, coba lihat apa saja yang dibica-rakan makhluk
tua itu."
"Jangan adik Gou,"
dengan cepat Lee See giok mencegah. "setelah makhluk tua itu pergi, suhu
tentu akan memberitahukan kepada kita . . .
Belum habis dia berkata,
mendadak dari balik gua terdengar suara gelak tertawa mak-hluk tua dari Lam hay
yang amat keras dbisu-sul, seruanjnya dengan nadag lantang:
"Kalbau begitu, aku
The-tua akan berangkat selangkah lebih duluan . , . "
Buru-buru Lan See giok
berbisik kepada Si Cay soat dan Siau thi gou:
"Si makhluk tua itu akan
pergi!"
Betul juga, dari bawah sana
segera ter-de-ngar suara ujung baju yang terhembus angin bergema datang.
Menyusul kemudian bayangan
manusia berkelebat lewat, makhluk tua, dari Lam hay serta To Seng cu secara
beruntun sudah muncul dari gua dan langsung menuju ke luar ruang batu.
Terdengar si makhluk tua dari
Lam-hay berseru kembali.
"Cia tua, kita berjumpa
lagi di tempat kediaman Wan-san popo..."
"Haaahhh......haaahhh....haaahhh.
..", si-lahkan saudara The berangkat dulu, maaf aku tak dapat menghantar
lebih jauh" sahut To Seng- cu sambil tertawa terbahak-bahak.
Menanti Lan See giok bertiga
menyusul ke luar dari ruangan, ternyata Lam-hay lokoay sudah berada tujuh
delapan kaki jauhnya dan tiba di ujung hutan sana, kemudian dalam waktu singkat
bayangan tubuhnya su-dah lenyap dari pandangan mata.
Diam-diam Lan See-giok merasa
amat terkejut, dia tak mengira kalau ilmu meri-ngankan tubuh yang dimiliki
makhluk tua ter-sebut benar-benar sudah mencapai pun-cak kesempurnaan.
Sementara itu fajar sudah
mulai me-nying-sing di ufuk timur, kabut tipis masih menye-limuti permukaan
tanah, namun udara sa-ngat segar, membikin bergairahnya semangat hidup setiap
orang.
Dengan kening berkerut dan
mengelus jenggotnya, To Seng-cu mengawasi ujung hutan dimana bayangan tubuh
Lam-hay Lo-koay melenyapkan diri tanpa berkedip, lama-lama kemudian ia baru
berguman lirih:
"Badai dunia persilatan
sudah tiba, kawa-nan iblis mulai bermunculan, tampaknya kata- kata yang
menyebutkan, bila sepasang pedang bergeser tempat, badai darah melanda bumi.
sungguh cocok sekali dengan kenyataan.
Lan See giok segera merasakan
hatinya bergetar keras, ucapan itu pernah didengar olehnya dari ayahnya, jika
ditinjau dari nada pembicaraan gurunya sekarang, bukankah dunia persilatan
bakal dilanda oleh suratu bencana yanzg sangat besar?w
Mendadak To Sreng-cu seperti
teringat akan sesuatu, mendadak ia berkata:
"Aaah. Ayo kita masuk,
dia telah pergi jauh"
Sambil membalikkan badan dia
masuk ke ruang dalam dan duduk di depan meja.
Sedang Lan See-giok bertiga
masuk me-ngi-kuti di belakang gurunya kemudian berdiri hormat di sampingnya.
Dengan cepat Lan See-giok
menjumpai kerutan kening gurunya, seolah-olah ada suatu masalah yang terpendam
dalam hati-nya dan menjadi beban pikiran, kendatipun senyuma-n masih tetap
menghiasi ujung bibirnya.
Berapa saat kemudian, To
Seng-cu baru berpaling kearah Lan See - giok bertiga sam-bil berkata lembut:
"Berhubung ada suatu
urusan yang penting, aku bermaksud hendak pergi ke luar lautan-"
Berubah air muka, Lan See-giok
bertiga se-sudah mendengar perkataan ini.
Melihat perubahan wajah murid
muridnya, To Seng cu berkata lagi sambil tertawa ramah:
"Kalian bertiga tak usah
takut, dalam kepergianku ini. paling banter setengah ta-hun kemudian tentu
sudah pulang kembali ke rumah!"
"Apakah suhu tak akan
mengajak Gou ji?" buru-buru Siau thi-gou bertanya dengan wajah tak
mengerti:
To Seng cu menggelengkan
kepalanya berulang kali.
"Tidak. masalah yang
kuhadapi kali ini kelewat-berat. karena itu kalian bertiga tak boleh ikut dan
mesti tetap tinggal dalam gua untuk berlatih ilmu silat secara rajin, ingat
jangan mencari gara-gara dengan orang luar"
Kemudian setelah memandang
sekejap kearah Lan See-giok dan Siau-thi-gou dengan kening berkerut, dia
melanjutkan, "Thi-gou orangnya jujur dan polos, jalan pemikirannya kelewat
sederhana, Giok-ji, kau sebagai kakaknya harus baik-baik menjaga adikmu ini."
Dengan perasaan berat Lan See
giok segera mengiakan.
Kembali To Seng-cu berpaling
kearah Si Cay-soat sambil melanjutkan:
"Soat ji, selama ini kau
selalu ingin menang sendiri. tak mau kalah kepada siapapun, dalam kepergianku
kali ini kau mesti mem-perdalam ilmu pedang dan jangan sampai mencari gara-gara
terus, bila kepandaianmu sampai ketinggalan, menyesal kemudian tak ada gunanya
maka kuanjurkan kepadamu berlatihlah diri dengan tekun."
Tergerak hati Lan See-giok
mendengar ucapan tersebut, dia tahu yang dimaksud gurunya sebagai ilmu pedang
adalah kitab pusaka dalam kotak emas kecil yang berada di sisi pedang Jit-hoa-
kiam.
Di samping itu. diapun tahu
gurunya -se-dang memperingatkan. kepada adik Soat-nya, bila tidak tekun
berlatih, di kemudian hari dia tentu akan kalah dengan orang yang membawa
pedang Gwat-hui-kiam.
Ternyata dugaannya memang
betul, sambil tersenyum Si Cay-soat segera berkata:
"Silahkan suhu pergi
dengan hati lega, setengah tahun kemudian Soat-ji tentu telah berhasil
menguasai ilmu Tong kong kiam-hoat tersebut. jika suhu telah pulang nanti,
Soat- ji pasti akan mempergunakannya un-tuk memohon petunjuk dari suhu."
Dengan wajah gembira To Seng
cu mang-gut-manggut, ketika dilihatnya fajar telah menyingsing, diapun bangkit
berdiri seraya berkata lagi:
"Sekarang hari sudah
terang tanah, aku akan segera berangkat, ingat sebelum aku pulang, janganlah
membuat gara-gara dari pada memancing perhatian orang.!
Seusai berkata, diapun
melangkah ke luar dari ruangan.
Selama-ini Lan See-giok mengamati
terus perubahan wajah gurunya, ia menjumpai disaat To Seng cu bangkit berdiri
tadi sekilas rasa sedih sempat melintas di atas wajahnya yang ramah.
Kembali hatinya tergerak,
cepat-cepat dia memburu maju ke muka sambil serunya:
"Suhu . . . "
Mendengar panggilan itu To
Seng-cu ber-henti lalu berpaling dan memandang sekejap ke arah Lan See-giok
sambil tertawa paksa mendadak seperti memahami sesuatu diapun berkata:
"ANAK Giok kau mempunyai
bebanb den-dam kesumajt di atas pundagkmu, aku tahu kbau ingin secepatnya
melacaki jejak musuh-mu itu, asal tenaga sinkangmu telah berhasil dilatih, kau
boleh turun gunung dan tak usah menunggu aku sampai kembali."
Lan See-giok buru-buru memberi
hormat, cuma diapun segera menjelaskan.
"Tidak, anak Giok ingin
turut suhu. selain menambah pengetahuan juga peroleh banyak pengalaman yang
berharga`
Sekali lagi To Seng-cu
menghela napas sedih.
"Anak Giok. seandainya
pertemuan kita terjadi pada setahun berselang atau peristiwa yang terjadi hari
ini berlangsung setahun kemudian, tanpa permintaanmu, aku pasti akan mengutus
kau seorang untuk pergi menyelesaikan tugas ini...."
"Suhu, sekarang anak Giok
telah berhasil mendapatkan ilmu silat tersebut." tukas Lan See-giok cepat,
"sudah sepantasnya bila anak Giok mengikuti perjalanan suhu, ditengah
jalan selain bisa melatih diri pun setiap saat bisa minta petunjuk dari suhu,
sudah dapat dipastikan kemajuan yang ku-capai akan luar biasa .......
To Seng cu tidak membiarkan
Lan See giok menyelesaikan kata katanya. dia segera memberi tanda untuk
mencegahnya berbi-cara lebih jauh, kemudian setelah tersenyum sedih, dia
berkata:
"Anak Giok, dasar utama
dari ilmu silat yang tercantum dalam cinkeng adalah Hud kong-sinkang, dengan
dasar tenaga dalam mu sekarang, bila melatih diri selama sete-ngah tahun akan
terpupuk dasar yang kuat, berlatih sepuluh tahun akan muncul sinar dalam tubuh,
dan bila sudah melatih diri se-lama seratus tahun, cahaya Buddha akan
melindungi seluruh tubuhmu. Dasar sinkang yang kau miliki sekarang baru
mencapai taraf permulaan, jika kau meng-ikuti aku melaku-kan perjalanan jauh,
yang pasti hanya kerugian yang akan kau peroleh bagi kema-juan ilmu silatmu,
itulah sebabnya tinggallah kalian bertiga di dalam gua sambil berlatih diri
dengan tekun, biar pun aku berada jauh di luar lautan, namun tak akan sedih
memikirkan masa depan kalian, tentunya ucapan ini kalian pahami bukan?"
Selesai berkata kembali dia
awasi Lan See-giok bertiga dengan sorot matanya yang penuh kasih sayang.
Lan See-giok, Si Cay-soat dan bSiau-thi-gou
bejrtiga serentak gmengiakan dengabn hormat.
To Seng-cu tersenyum dan
manggut-mang-gut, kembali katanya. "Sekarang aku hendak pergi dulu, kalian
harus menjaga diri baik-baik."
Sambil mengebaskan ujung
bajunya, dia-pun melayang ke luar dari ruangan.
Buru-buru Lan See-giok bertiga
menjatuh-kan diri berlutut sambil berseru:
"Moga-moga suhu selamat
dalam per-jalanan dan cepat pulang kembali ke rumah."
Menanti mereka bertiga
mendongakkan kepalanya kembali, gurunya sudah lenyap dari pandangan mata,
Pertama tama Lan See-giok yang
bangkit berdiri lebih dulu sambil berkata:
"Sebelum pergi wajah suhu
menunjukkan rasa sedih, bisa kita duga perjalanan suhu kali ini tentu banyak
rintangan dan kesu-li-tan."
Tampaknya Si Cay soat tidak
menemukan sesuatu yang aneh pada gurunya, ketika menjumpai kemurungan Lan
See-giok, dia lantas berkata sambil tertawa:
"Engkoh Giok, kau memang
kebangetan, suhu yang ingin berpisah dengan kita sudah tentu menunjukkan rasa
berat hati, jangan lagi kedatangan lam hay lo koay bukan untuk beradu
kepandaian, sekalipun benar dengan kepandaian sakti yang dimiliki suhu, apa
yang mesti di kuatirkan lagi ?"
"Tadi aku toh sudah
bilang, mau menyadap pembicaraan si makhluk tua itu, kenapa kalian berdua
melarangku?" gerutu Siau-thi gou pula dengan cepat. "sekarang suhu
telah pergi, apa yang hendak dilakukan ternyata tidak diberitahukan kepada
kita..."
"Suhu tidak
memberitahukan masalahnya berhubung beliau kuatir kita turut mengua-tirkan
keselamatannya sehingga hal ini akan mempengaruhi kemajuan yang bakal kita
ca-pai di dalam ilmu silat," ujar Lan See -giok dengan perasaan berat.
Mendengar ucapan tersebut,
tanpa terasa Si Cay-soat tertawa cekikikan sambil menu-kas.
"Kalau sudah tahu,
semestinya kita semua harus menenangkan dulu pikiran agar bisa memusatkan
pikiran untuk berlatih diri, de-ngan demikian harapan suhu pun tak sampai
tersia siakan. Lagi purla selama tujuhz delapan tahun wbelakangan ini rsiau
moay selalu men-dampingi suhu, pernah pula kusaksikan dua kali pertarungan suhu
melawan makhluk tua tersebut dan sekali pertarungan melawan si nenek setan,
namun selalu saja kepandaian suhu lebih tinggi setingkat.
Suhu selalu hidup terbuka dan
jujur, ia disegani setiap orang, biar menjumpai mara bahaya aku yakin akan
berubah menjadi se-lamat. Pendapatku, bila kita ingin mere-but hati suhu,
turutlah nasehat dan pesan suhu sebelum berangkat tadi"
Lan See giok menganggap
perkataan terse-but memang betul juga, dia manggut beru-langkali, perasaannya
juga semakin terbuka, sedang Siau thi gou segera melototkan sepasang matanya
sambil berkata dengan sungguh-sungguh:
"Aku Thi-gou bersumpah,
di saat suhu kembali nanti. tujuh jurus ilmu naga dan ha-rimau sudah berhasil
kugunakan secara baik, agar suhu tahu bahwa Gou - ji bukan gentong nasi yang
tak berguna."
Mendengar ucapan tersebut, Lan
See-giok dan Si Cay soat tak bisa menahan rasa geli-nya lagi, mereka tertawa
terbahak bahak.
Sejak itu, Lan See giok dengan
tekun mempelajari ilmu Hud kong sin kang, Si Cay soat menekuni ilmu pedang Tong
kong-kiam hoat dan Siau-thi-gou melatih diri dengan ilmu pukulan Liong hou jit
si.
Beberapa hari lagi tahun baru
akan tiba...
Bunga salju yang turun
sepanjang hari membuat seluruh bukit Hoa-san diliputi warna putih
keperak-perakan yang sangat menyilaukan mata.
Orang bilang, tambah tahun
tambah usia. Kini usia Lan See-giok, Si Cay-soat dan Siau-thi-gou telah
bertambah setahun lagi.
Lan See giok telah mencapai
usia tujuh belas tahun.
Tahun baru lewat. musim
semipun tiba, dalam waktu singkat bulan tiga yang nyaman pun telah menjelang.
Lan See giok yang menekuni
ilmu silat nya telah peroleh kemajuan yang sangat pesat, kenyataan tersebut
membuat anak muda tersebut sangat gembira sebab dia tahu harapannya untuk
membalas dendam sema-kin besar.
Ilmu pedang Tong-
kong-kiam-hoat yang dilatih Si Cay-soat pun sudah mencapai ke-berhasilan, kini
tinggal meningkatkan kema-tangannya.
Hanya Siau thi gou yang pada
dasarnya memang bebal otaknya, ditambah pula Liong hou jit si merupakan sejenis
ilmu pukulan yang dahsyat, maka walaupun sudah melatih diri hampir tiga bulan
lamanya, hasil yang diperoleh kecil sekali.
Biarpun begitu. Siau thi gou
yang bodoh justru memiliki ciri kebodohannya, setiap hari dia melatih diri
terus tanpa berhenti, istirahatnya sangat jarang, akibatnya soal berburu dan
membuat nasi harus dikerjakan oleh engkoh Giok dan enci Soatnya.
Lan See giok yang mendapat
tugas dari gu-runya untuk memperhatikan adik Gou--nya, di samping melatih diri
dengan tekun sering-kali dia membangkitkan semangat saudara-nya itu agar
melatih diri lebih tekun lagi.
Dengan pengamatan yang seksama
selama tiga bulan terakhir ini, dapat disimpulkan kan olehnya bahwa ilmu Liong
hou jit si me-mang sangat hebat, begitu dikembangkan angin pukulan yang
dihasilkan sungguh luar biasa.
Si Cay-soat yang menganggap
dirinya pin-tar boleh dibilang sudah banyak tahun mem-perhatikan perubahan
jurus serangan Liong-hou jitsi itu, namun dia tak pernah bisa mengetahui
kelihaian dan kelebihan dari kepandaian tersebut.
Maka setelah menyaksikan
kemampuan engkoh Giok nya yang bisa menguasai ilmu pukulan tersebut hanya dalam
mengamati berapa bulan saja, sadarlah dia bahwa kecer-dasan engkohnya memang
jauh lebih hebat dari pada dirinya.
Walaupun demikian ia sama
sekali tidak merasa dengki ataupun iri hati, malah seba-liknya dia sangat
berharap engkoh Giok nya bisa mempelajari pula ilmu pedang Tong-
kong-kiam-hoat.
Oleh sebab itu dia seringkali
bminta pada Lan jSee-giok agar mgemberi petunjukb kepada nya, padahal
seringkali secara sengaja tak sengaja dia membeberkan rahasia ilmu pedangnya.
Sebagai seorang pemuda yang
cerdas, su-dah barang tentu Lan See-giok mengetahui akan maksud adiknya ini,
hal tersebut mem-buatnya sangat berterima kasih sekali kepada adik
seperguruannya ini.
Bulan lima kini menjelang,
musim panas pun tiba.
Ilmu Hud-kong sin- kang yang
dilatih Lan See-giok telah mencapai puncaknya. Dengan ayunan ujung baju ia
sanggup menghancur-kan batu dengan sentilan jari, mampu me-matahkan bambu,
dengan ayunan tangan mampu membunuh harimau, boleh dibilang tenaga sakti itu
bisa dipergunakan sekehen-dak hatinya.
Ilmu pedang
Tong-kong-kiam-hoat dari Si Cay-soat juga mendapat kemajuan yang pesat,
pedangnya bisa dipergunakan secepat terbang, cahaya pedang yang menyilaukan
mata, hawa serangan yang menyayat badan, betul-betul merupakan suatu ancaman
yang berbahaya.
Sebaliknya Siau thi-gou di
bawah bimbi-ngan serta petunjuk dari Lan See-giok, akhir nya juga menguasai
ilmu pukulan Liong hou-jit-si yang sangat hebat itu.
Keberhasilan yang dicapai membuat
ke tiga orang itu semakin getol berlatih, mereka se-mua berharap dapat
menunjukkan kebo-le-hannya dihadapan gurunya sehingga mem-buat gurunya gembira.
Hari ini matahari sudah
bersinar ditengah angkasa. udara bersih dan angin berhembus semilir. biarpun di
musim panas namun sua-sana terasa segar dan nyaman.
Si Cay soat dengan pakaian
serba merah, rambut terurai sebahu sedang berdiri tenang dimuka ruangan batu,
agaknya baru saja ia selesai-melatih ilmu pedangnya.
Lan See giok dengan jubah
birunya dan senyum dikulum sedang mengawasi Siau thi gou berlatih ilmu pukulan.
Pada saat itulah, Si Cay soat
yang sedang mengawasi air terjun dikejauhan sana se-olah-olah teringat akan
sesuatu, mendadak ia berseru keras:
"Engkoh Giok, udara pada
hari bini sangat indajh, ayo kuajarkagn ilmu berenangb kepada-mu!"
Lan See giok yang mendengar
tawaran tersebut menjadi sangat gembira, serunya dengan cepat:
"Baik, aku akan
melepaskan jubah panjang dan berganti celana dulu . .
Sambil berkata, buru-buru dia
lari masuk ke dalam ruangan.
St Cay soat segera tertawa
cekikikan mendengar seruan mana. demikian juga Siau thi gou segera tertawa
terbahak-bahak sambil serunya:
"Engkoh Giok. kau toh
bukan bermaksud menangkap ikan di selokan, buat apa kau lepaskan baju ganti
celana? Kau kan hendak belajar ilmu berenang di telaga?"
Lan See giok segera
menghentikan langkah nya sesudah mendengar perkataan tersebut, merah jengah
selembar wajahnya, sambil memandang ke arah Si Cay soat dan Siau thi gou yang
sedang menertawakan dirinya, dia berkata kemudian agak tersipu-sipu:
"Tapi sayang ih-heng
tidak punya pakaian untuk berenang . . ."
"Aku punya sebuah pakaian
renang yang terbuat dari kulit ikan hiu, pinjamlah. .." seru Siau thi gou
cepat.
"Oooh, kau sangat baik,
terima kasih ba-nyak adik Thi-gou!" "Tak usah sungkan, ayo ikutlah
aku."
Dengan terburu buru mereka
masuk ke dalam ruang batu.
Si Cay soat sendiri hanya
tersenyum sam-bil membungkam diri, diapun mengikuti di belakang kedua orang
tersebut.
Setibanya di dalam kamar, Siau-thi-gou
mengambil sebuah bungkusan kecil dari tempat pakaiannya dan diserahkan kepada
Lan See-giok sambil serunya:
"Ayo kenakan, tanpa benda
ini jangan harap bisa mempelajari ilmu berenang de-ngan baik!"
Lan See-giok tidak berniat
untuk men-de-ngarkan obrolannya itu, cepat-cepat dia me-mungut bungkusan kecil
itu dan membuka nya, ternyata isinya adalah pakaian renang yang terbuat dari
kulit ikan hiu.
Dengan perasaan gembira, dia
berterima kasih kepada Thi gou. kemudian buru-buru melepaskan jubah panjangnyra
dan mengena-kzan pakaian renawng itu.
Tapi arpa yang kemudian
terlihat mem-buat senyuman yang semula menghiasi wajah Siau-thi gou hilang
lenyap tak berbekas, malah sepasang matanya ikut melotot ke luar.
Selama setengah tahun
belakangan ini, Lan See giok sudah tumbuh lebih dewasa, rupanya celana pakaian
renang itu hanya berhenti di sebatas paha dan tak mampu diteruskan lagi...
Pada saat itulah dari depan
pintu terdengar gelak tertawa yang amat merdu bergema memenuhi ruangan.
Sewaktu Lan See giok dan
Thi-gou berpa-ling mereka jumpai Si Cay scat telah berganti dengan sebuah
pakaian renang berwarna merah, dalam genggamannya , membawa se-buah bungkusan
kecil dan sedang berdiri memandang kearah mereka sambil tertawa
terpingkal-pingkal.
Terdengar gadis itu berseru:
"Pakaian renang itu sudah
tiga tahun la-manya, Thi-gou sendiri jarang mengena-kannya karena dia
sendiripun merasa kekecilan, bagaimana mungkin kau bisa me-makainya?"
Lan See giok yang mendengar
perkataan tersebut diam-diam menjadi sangat men-dongkol, ia merasa dalam hal
apapun adik seperguruannya jauh di bawahnya, tapi setelah menjumpai kejadian
macam begini, dia selalu terperangkap.
Bahkan kalau dilihat dari
sikap gadis itu, sudah jelas dia telah menduga sebelumnya. Tiba-tiba Si Cay
soat berkata sambil tersenyum.
"Ehmmm, ambil dan cepat
kenakan, ku-tunggu kalian di tepi telaga . ."
Sambil berkata, dia lantas
melemparkan buntalan kecil ke tangan Lan See giok ..
Biarpun Lan See giok tidak
habis mengerti, namun dia seperti sudah memahami akan sesuatu, buru-buru
dibukanya bungkusan itu.
Apa yang terlihat membuatnya
amat gem-bira. ternyata bungkusan kecil itu berisikan sebuah pakaian renang
yang memancarkan sinar keemas-emasan.
Dengan perasaan ingin tahu
Siau-thi-gou turut melihat, ternyata pakaian renang itu berwarna hitam dan
putih dengan bentuk yang sangat lunak, bagian yang hitam ber-warna keemas
emasan, sedang bagian yang putih berwarna keperak perakan, rupanya baju renang
ini terbuat dari dua tiga puluh ekor kulit ikan Cui oh li yang dikumpulkan
selama ini.
Lan See-giok merasa berterima
kasih sekali setelah menyaksikan kejadian ini, perasaan mendongkol yang semula
menyelimuti pe-rasaannya, kini hilang lenyap tak berbekas.
Sedangkan Siau thi gou seakan
akan me-mahami sesuatu, ia lantas berseru:
"Haaahhh...haaahhh
..haaahhh...tak tahu sekarang, tak aneh kalau saban kali kita makan ikan selalu
tak dijumpai kulitnya, dan setiap kali cici selalu berebut untuk memo-tong
ikan, rupanya disinilah letak rahasia-nya."
Kemudian sambil mendorong Lan
See giok yang masih termangu mangu. kembali dia mengomel.
"Engkoh Giok, semuanya
ini gara-gara kau yang melarang aku memasuki kamar cici, coba kalau tidak hari
ini dia tak akan mem-buat kejutan untuk kita."
Lan See giok sendiripun tidak
pernah men-yangka bahwa di samping berlatih ilmu pedang dan menanak nasi, Si
Cay soat masih meluangkan waktu untuk membuatkan pakaian renang baginya.
(Bersambung ke Bagian 20)