Anak Harimau Bagian 40

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 40

Bagian 40

Mencorong sinar tajam dari balik mata See giok setelah mendengar perkataan itu, buru-buru dia bertanya:

"Bibi, dimanakah hal ini terjadi?"

Sambil berkata ia segera bangkit dari tem-pat duduknya.

Hu yong siancu memandang sekejap ke arah See Giok. kemudian katanya dengan tenang.

"Anak Giok, duduklah lebih dulu, dengar-kan ucapanku hingga selesai sebelum be-r-angkat".

Sekuat tenaga See giok mengendalikan ke-gelisahan hatinya dan duduk kembali.

Sedangkan Siau cian sambil membelalak-kan matanya lebar-lebar mengawasi ibunya dengan terkejut.

"Apakah kalian mengira aku sedang pergi ke kuil kwan-im-an?" tanya Hu yong siancu kemudian,

Ia berhenti sejenak dan memandang See- giok serta Siau cian yang tak berani banyak berbicara itu, kemudian terusnya. "Kali ini aku pergi ke Leng ong bong,

itu ingin berdoa kepada arwah engkoh Khong tay serta enci Yan hoa, memohon per-lindungan mereka agar usaha anak Giok be-rangkat ke Wan san kali ini bisa terhindar dari mara bahaya dan berhasil membalas dendam atas sakit hatinya..."

Belum selesai ia berkata, air mata telah bercucuran di wajah Siau cian sedangkan Lan See giok menangis terisak.

Pelan-pelan Hu yong siancu membesut air mata yang membasahi pipinya, lalu se telah memandang termangu ke tempat ke jauhan. ia berkata lebih jauh.

"Mungkin arwah mereka mendapat tahu, bersamaan dengan selesainya doaku itu tiba-tiba dari luar hutan sana berkumandang suara ujung baju yang terhembus angin, ber-dasarkan suara hembusan angin yang terde-ngar orang itu hanya memiliki dasar ilmu meringankan tubuh yang biasa saja.

"Padahal waktu itu sudah menjelang magrib. maka akupun mengejarnya sampai di luar hutan, dari kejauhan kutemukan baya-ngan tubuh orang itu sangat kukenal, menanti kukejar semakin dekat, baru kuketahui ternyata dia adalah putra Thio loenghiong, Thio Toa-keng adanya-."

Mendengar sampai disini, Lan See-giok segera teringat ketika mengunjungi dusun nelayan tadi, dia memang tidak berjumpa dengan Thio Toa keng.

Sementara itu Hu yong siancu telah, ber-kata lebih jauh:

"Sewaktu bertemu aku. wajah Thio Tay keng yang semula gelisah seketika berubah menjadi amat gembira. ia memberitahu kepadaku, ketika dalam perjalanan pulang dari Cian nia. ketika lewat sungai Sin hoo, secara kebetulan ia jumpai selembar wajah manusia yang kurus sedang menongol dari balik jendela..

"Waktu itu Toa keng tidak begitu memper-hatikan, namun ketika kakek tadi menarik kepalanya kembali setelah memeriksa keadaan cuaca, Tay keng baru melihat de-ngan jelas bahwa dia adalah seorang kakek bermata liar dan kehilangan sebuah telinga-nya---. "

Sebelum Hu yong siancu menyelesaikan kata katanya. See giok telah menimbrung, tidak salah lagi. orang itu adalah manusia bengis Oh Tin san---"

Hu yong siancu manggut-manggut, sahut-nya:

"Meskipun Thio Tay keng belum pernah jumpa dengan Oh Tin san, namun ia perna-h mendengar ayahnya membicarakan tentang manusia laknat tersebut. seketika tergerak hatinya hingga secara diam-diam menguntit dibelakangnya. waktu perahu sampai di kota Siong tho, matahari belum turun gunung tapi perahu itu tidak meneruskan perjalanannya lagi."

Thio Tay keng sadar kalau ada hal-hal yang tak beres, maka ia buru-buru berangkat pu-lang dan hendak menyampaikan berita ini secepatnya kepada ayahnya ......

Dengan wajah berkerut karena tak meng-erti, Siau cian tiba-tiba menyela.

"Menurut wajah yang dilukiskan Thio Tay keng, seharusnya orang itu adalah Oh Tin san, tapi mengapa Oh Tin san tidak langsung kembali ke benteng Wi-lim poo sebaliknya secara diam-diam memasuki sungai Sin hoo dan berlabuh di sebuah kota kecil?"

"Justru disinilah letak kecurigaan itu..,"

Berkilat sinar mata See giok, agaknya dia seperti teringat akan sesuatu, tanpa terasa ujarnya dengan gelisah.

"Bibi, Oh Tin san sengaja berlabuh di kota kecil itu mungkin karena dia hendak berkunjung ke Leng ong bong sekali lagi se-belum kembali ke benteng Wi lim po.”

"Atas. dasar apa kau berkata demikian?"

tanya Hu yong siancu.

"Setelah mencuri sepasang pedang dari muka peti mati Leng ong. Oh Tin sang kena dihadang oleh suhu hingga akhirnya melari-kan diri, atas terjadinya peristiwa ini dia tentu merasa tak puas, padahal benda mes-tika yang berada di dalam kuburan itu amat banyak dan sudah terlihat semua oleh nya, siapa tahu kalau dia hendak manfaatkan ke-sempatan ini untuk menelusurinya se kali lagi...!

Tidak sampai si anak muda itu menyele-saikan kata-katanya, Hu-yong siancu telah menukas lagi:

"Mungkin saja hal ini merupakan salah satu alasan. tapi menurut dugaanku. tujuan nya yang terutama adalah hendak membalas dendam."

"Membalas dendam? Dia hendak membalas dendam kepada siapa?", tanya See-giok dan Siau-cian hampir bersamaan waktu.

"Pertama adalah si naga sakti pembalik sungai Thio lo-enghiong, kemudian adalah kita."

Mendengar kata-kata tersebut, Lan See giok segera tertawa tergelak penuh amarah:

"Haaahhh....haaahh...haaahhh....kalau ia berani berbuat begitu, berarti perbuatannya itu bagai kunang-kunang menubruk api. cuma mencari kematian buat diri sendiri!"

Melihat gejolak emosi yang mencekam anak muda itu, cepat-cepat Hu yong siancu mengingatkan.

"Anak Giok, Oh Tin-san adalah seorang manusia licik yang berhati busuk dan berba-haya, bila ia berani datang mencariku berarti dia yakin kalau kepandaian silat yang dimili-kinya mampu mengungguli kita, kalau tidak, tak nanti dia akan datang untuk mencari penyakit buat diri sendiri",

Lan See giok tidak mampu mengendalikan lagi kobaran hawa amarahnya lagi. ia segera berteriak keras.

"Kita tak usah menunggu sampai ia datang mencari kita. sekarang juga ayo kita men-carinya ....

Selesai berkata ia lantas melompat bangun dari tempat duduknya, Hu yong siancu me-mandang sekejap kegelapan malam di luar pintu sana, lalu sambil bangkit berdiri kata-nya.

"Sekarang kentongan kedua sudah lewat mari kita berangkat

Mereka bertiga segera mengunci semua pintu dan jendela, kemudian melayang keluar dari halaman rumah. .

Begitu melompat ke atas dan mengguna-kan tenaganya. tiba-tiba Siau cian berkerut kening...

Hu yong siancu dapat menyaksikan hal tersebut dengan jelas, maka dia sengaja ber-seru kepada See giok.

"Anak Giok, jalanlah bersama sama enci Cian mu"

Selesai berkata dia lantas mengebaskan ujung bajunya dan bagaikan segulung asap tubuhnya menelusuri tanggul telaga menuju ke arah utara.

Pada waktu itu sebenarnya Lan See giok sedang diliputi oleh amarah yang meluap luap, kalau dapat ia hendak menuju ke Siong tho tin secepatnya, namun setelah mende-ngar pesan dari bibinya, tanpa terasa ia ber-paling.

Tapi apa yang kemudian terlihat segera membuat paras mukanya berubah hebat, ko-baran amarah yang semula mencekam selu-ruh perasaannya turut lenyap pula tak ber-bekas.

Ia menemukan siau cian sedang me-megangi perutnya sambil berkerut kening, sementara sorot matanya sedang mengawasi-nya dengan pandangan tersipu sipu, agaknya ia sedang mengomel kepadanya.

Dengan perasaan terkejut cepat-cepat dia memburu ke depan dan merangkul tubuh Siau cian. kemudian dengan perasaan gelisah bercampur kuatir dia berbisik.

"Enci Cian. kenapa kau---?"

Hangat juga perasaan Siau cian melihat kecemasan si anak muda itu, dengan wajah jengah dia menggeleng seraya menjawab.



"Tidak apa-apa, aku cuma merasa agak..."

Lan See giok merasa amat gelisah, cemas dan sayang. semua perasaan tersebut berke-camuk di dalam dadanya. sewaktu men. jumpai bibinya sudah pergi tak berbekas, ia segera berkata dengan gelisah.

Enci Cian, biar siaute memayangmu saja sambil melanjutkan perjalanan”

Sekali lagi Siau cian merasakan hatinya menjadi hangat, dia tidak menampik lagi dan mengikuti kehendak pemuda itu, bersama sama mengerahkan ilmu meringankan tubuh sambil meneruskan perjalanan...

Sepanjang perjalanan, mereka berdua hanya merasakan angin menderu deru di sisi telinga, pemandangan yang dilewati hanya terlintas begitu saja. Kecepatan gerak tubuh mereka benar-benar ibarat sambaran kilat.

Dalam perjalanan, Siau cian segera menoleh kearah kekasihnya dengan panda-ngan terkejut bercampur keheranan. ia dapat merasakan bahwa ilmu meringankan tubuh yang dimiliki si anak muda tersebut, paling tidak telah maju beberapa lipat, ia yakin tenaga dalam yang dimiliki pemuda tersebut pasti memperoleh pula kemajuan yang amat pesat.

Sebaliknya Lan See giok pun merasa terkejut bercampur keheranan atas kece-patan gerak tubuhnya, kemampuan tersebut pada hakekatnya sudah melampaui puncak kesempurnaan. karenanya dibalik perasaan gusar dan gelisah yang mencekam perasaan nya, terlintas pula perasaan gembira yang meluap luap.

Suasana di luar dusun sangat gelap, selain angin malam yang berhembus kencang. di langit hanya terdapat beberapa titik bintang yang berkedip kedip.

Lambat laun mereka jumpai sesosok ba-yangan manusia sedang berlarian di depan situ. lalu sekejap mata kemudian bayangan tadi sudah tersusul.

Dalam sekilas pandangan saja, Siau cian dapat mengenali bayangan manusia itu seba-gai ibunya Hu yong Siancu.

Hu yong siancu sendiripun diam-diam merasa terkejut setelah menyaksikan gerakan tubuh See giok yang begitu cepat, pikirnya dihati.

"Hebat benar bocah ini, kemajuan yang di-capai bocah ini benar-benar luar biasa pesat-nya."

Setelah berhasil menyusul bibibnya, Lan See gijok mulai memperglambat gerakan btubuhnya. tiga sosok bayangan manusia, bagaikan tiga gulung asap ringan berkelebat ke depan de-ngan menelusuri sepanjang tanggul telaga tak lama kemudian bayangan dusun ne-layan telah muncul secara lamat-lamat di kejauhan sana.

"Bibi" ujar See giok kemudian, "apakah kita akan pergi ke rumah kediaman Thio lo -eng-hiong?"

"Yaa, tentu saja. lebih baik kita mengajak-nya untuk berangkat bersama sama.”

Sementara pembicaraan berlangsung, me-reka telah tiba di depan dusun nelayan itu.

Gerak tubuh merekapun semakin diper-lambat. See-giok juga mulai mengendorkan cekalannya atas Siau cian.

Ketika tiba dirumah kediaman si naga sakti pembalik sungai, ditemukan suasana gelap mencekam seluruh bangunan, keadaan pun teramat hening.

Dengan cepat mereka bertiga dapat merasakan ada hal yang tidak beres, dengan kemampuan yang dimiliki si naga sakti pem-balik sungai serta Si Cay-soat. biar sedang tertidur nyenyakpun seharusnya mereka da-pat menangkap suara desiran ujung baju mereka bertiga yang sedang melayang tiba..

namun kenyataannya sekarang, sama sekali tiada reaksi dari pihak mereka ......

Hu- yong siancu segera berkerut kening. kemudian sesudah sengaja mendehem keras dia melompat naik lebih dulu ke atas atap rumah.

Lan See-giok dan Siau cian segera menyu-sul pula di belakangnya. Namun dengan ce-pat mereka jumpai jendela dan pintu kamar yang dihuni si naga sakti pembalik sungai dan Si Cay soat berada di dalam keadaan tertutup rapat.

"Anak Giok. bisa jadi Oh Tin san telah datang kemari." bisik Hu yong siancu dengan wajah gelisah.

Hawa napsu membunuh dengan cepat menyelimuti seluruh wajah Lan See giok dia menggertak gigi kencang-kencang, semen-tara matanya yang tajam mengawasi sekeli-ling tempat itu dengan seksama--

Tiba-tiba---

Dari arah barat laut di depan sana lamat-lamat ia mendengar suara bentakan manusia yang keras.

Disusul kemudian terjadi bentrbokan nya-ring yjang memekikkan gtelinga. tampakbnya ada orang sedang beradu pukulan.

Mendengar suara tersebut dengan kening berkerut dan sorot mata berkilat See giok mendongakkan kepalanya dan berpekik nyaring,

Suara pekikan tersebut amat keras se-hingga suaranya membumbung tinggi ke angkasa dan menyebar ke empat penjuru.

Bersamaan dengan menggemanya suara pekikan tersebut, tubuhnya segera melejit setinggi berapa kaki, lalu bagaikan seekor burung rajawali raksasa dia menerjang ke arah mana berasalnya suara bentakan tadi.

Hu-yong siancu amat terkejut, buru-buru dia berseru kepada Ciu Siau cian:

"Anak Cian, mari kita susul ke sana, tam-paknya Thio lo enghiong telah bentrok de-ngan seseorang."

Di dalam pembicaraan tersebut, dia sudah menarik tangan Siau-cian dan menyusul di belakang anak muda tersebut.

Bersamaan waktunya dengan keberang-katan kedua orang itu. dari arah barat laut sana segera berkumandang pula suara peki-kan panjang yang keras,

Mendengar pekikan ini, Siau-cian lantas berkata kepada Hu yong siancu:

Ibu tidak bakal salah lagi, adik Soat telah berpekik dari situ memberi tanda ke pada kita.

Sementara pembicaraan berlangsung, dari kegelapan diarah barat laut situ tiba-tiba bergema suara gelak tertawa yang amat keras, "Haaaahhh...haaaahhh....haahhh....si naga Sakti pembalik sungai, banyak tahun ber-selang kita selalu seimbang dan tiada yang lebih unggul atau kalah, hari ini .... haaahhh ....haaahhh ... tidak kau sangka bukan bahwa seranganku barusan mampu menghajarmu sampai mundur sejauh enam langkah ..... haahhh . . . haahhh . . . "

Belum selesai gelak tertawa itu bergema, Si naga sakti pembalik sungai telah kedengaran membentak penuh amarah.

"Oh Tin san, kau tak usah berlagak di sini, malam ini adalah hari naasmu, ayo sambut-lah sekali lagi seranganku ini."

Bersama dengan selesainya teriakan mana, suatu ledakan nyaring kembali berkuman-dang di angkasa

Lan See giok yarng meleset ke dzepan dengan kecwepatan tinggi krini sudah tiba ditempat tujuan, ia jumpai diantara sawah yang mengering debu dan pasir beterbangan di angkasa, lalu tampak sesosok bayangan manusia mundur ke belakang dengan lang-kah sempoyongan.

"Huaakkkk----" "

Orang itu muntahkan darah segar, dan ternyata dia tak lain adalah si naga Sakti pembalik sungai,

Dari balik debu yang beterbangan, men-dadak menggema lagi suara bentakan keras:

"Tua bangka celaka, serahkan nyawamu”

Dalam bentakan tersebut. Oh Tin san si kakek bermuka kuda, berjubah abu-abu, bermata sesat dan bertelinga tunggal itu su-dah menerkam ke depan, telapak tangan kanannya diangkat secara tiba-tiba lalu diba-cokkan ke atas tubuh si naga sakti pembalik sungai yang sudah jatuh terduduk di tanah,

Untunglah disaat yang amat kritis berge-ma suara bentakan nyaring, lalu bayangan merah berkelebat lewat, sekilas cahaya tajam yang menyilaukan mata melejit di udara.

Ternyata Si Cay soat dengan pedang Jit hoa kiamnya telah melepaskan bacokan kilat ke depan tubuh 0h Tin san serangan tersebut amat cepat dan melebihi sambaran petir---

Dengan perasaan terkejut Oh Tin san segera menarik kembali langkahnya sambil mundur sejauh satu kaki sementara sepasang mata sesatnya mengawasi wajah Si Cay soat dengan perasaan terkejut bercam-pur keheranan.

Siau thi gou yang berdiri di sisi arena tak mau berdiam diri saja. ia segera berteriak pula.

"Bajingan bermata sesat bertelinga tunggal, kau tidak usah berlagak sok di depan kami, tunggu saja sampai kedatangan engkoh Giokku. tanggung kau bakal mampus seke-tika!" Baru selesai ucapan itu diutarakan Lan See giok telah melayang turun dari tengah udara sambil membentak keras.



"Oh Tin san serahkan nyawamu---"

Ditengah bentakan keras sebuah pukulan tangan kanan yang disertai tenaga sebesar sepuluh bagian sudah siap dilontarkan ke depan. Pada saat itulah.........

"Anak Giok, jangan kau bunuh dirinya ter-lebih dulu" Hu yong siancu berteriak keras. namun ketika ia selesai berkata telapak ta-ngan kanan Lan See giok sudah terlanjur di-bacokkan ke muka.

Dalam keadaan begitu, buru-buru pemuda itu menarik kembali tenaga pukulannya se-besar delapan bagian.

"Blaaammmm.. "

Ditengah suara ledakan keras yang meng-getarkan bumi dan mencekam perasaan orang itu, pasir beterbangan ke empat pen-juru, pusaran angin menyebar kemana mana. suara jeritan kaget bergema dari sana sini.

Bayangan manusia berkelebat lewat, Hu y-ong siancu serta Siau cian telah menyusul tiba dan langsung menghampiri si naga sakti pembalik sungai yang masih duduk bersemedi di tanah.

Dalam pada itu. Lan See giok telah berdiri dengan kening berkerut dan mata bersinar tajam. diatas wajahnya yang hijau membesi penuh dilapisi hawa napsu membunuh yang membara, selangkah demi langkah dia berge-rak maju ke depan menghampiri Oh Tin san yang sementara itu sudah mundur sejauh dua kaki,

"Oh Tin san" serunya penuh perasaan den-dam. "kau bajingan laknat. manusia bedebah yang terkutuk dan tak tahu malu, bila malam ini siauya tak mampu mencincang tubuh mu sehingga hancur berkeping-keping tak akan bisa kuhibur arwah ayahku dalam baka"

Sebenarnya si manusia bengis bertelinga tunggal Oh Tin san sudah dibikin terkejut sampai termangu oleh suara ledakan yang memekikkan telinga tadi, apalagi setelah me-nyaksikan liang sebesar berapa kaki di depan matanya serta hawa napsu membunuh yang menyelimuti wajah Lan See giok, pada hakekatnya dia tak mampu melarikan diri lagi. sukma terasa mau lepas dari tubuh dan peluh dingin membasahi sekujur badannya.

Dipihak lain Hu yong siancu telah menge-luarkan sebutir pil mestika yang dijejalkan ke mulut si naga sakti pembalik sungai kemu-dian memerintahkan kepada Siau cian, Cay soat dan Thi gou untuk melindungi kesela-matannbya.

Sesudah itju dia baru membgalikkan badan dban melangkah ke tengah arena. Dijumpai-nya olehnya dengan segera bahwa dibelakang tubuh Oh Tin san yang sementara itu sudah berdiri memucat seperti mayat berdiri tiga orang manusia, dua orang tosu berbaju merah dan seorang lelaki kekar yang berwa-jah bengis.

Kedua orang tosu tua berbaju merah itu, sama-sama menyoren pedang dipunggung-nya, seorang berwajah kuning dan bertubuh kurus, sedang yang lain beralis gundul, ber-mata cekung ke dalam, dalam sekilas pan-dangan saja dapat diketahui bahwa mereka berdua bukan termasuk orang-orang baik.

Sebaliknya lelaki kekar itu, berpakaian ringkas berwarna coklat, dia membawa sen-jata kaitan pelindung tangan, alis mata yang tebal, matanya besar dan kulit tubuhnya kuning kehitam hitaman, manusia inipun tidak mirip orang baik-baik.

Dengan suatu pandangan cepat Hu yong siancu memperhatikan sekejap seluruh arena, segera diketahui olehnya bahwa Say kui hui, istri Oh Tin san tidak nampak hadir di situ.

Maka kepada See giok yang berdiri dl de-pan Oh Tin san, ia berkata dengan suara dalam:

"Anak Giok, biarlah dia memberi penjela-san lebih dulu sebelum membunuhnya."

Mendengar ucapan ini, Lan See giok segera berhenti bergerak, namun sorot matanya yang memandang Oh Tin San nampak me-mancarkan sinar berapi api.

Dalam pada itu, Oh Tin San pun sadar bahwa sulit baginya untuk lolos dari kema-tian hari ini, biarpun begitu, ia tetap berha-rap bisa lolos dari musibah ini, pikirnya, asal bisa kabur kembali ke benteng Wi lim poo, maka dia tak usah ketakutan lagi.

Dalam keadaan demikian, ia mulai menye-sal tindakannya yang kurang cermat, ia me-nyesal mengapa tidak pulang ke Wi lim poo lebih dulu untuk mencari bala bantuan se-belum datang menuntut balas.

Tapi nasi sudah menjadi bubur, disesalkan pun tiada gunanya, terpaksa dia harus me-nenangkan pikirannya, lalu sambil menatap wajah Hu yong siancu, tegurnya dingin:

"Apa yang ingin kalian ketahui dariku?" Hu yong siancu segera tertawa dingin, ujarnya dengan suara dalam, "Oh Tin san, kau tidak usah berlagak pilon lagi, apa yang pernah kau lakukan tentu saja hanya kau seorang yang tahu?"

Dalam pada itu, si lelaki kekabr dan kedua orajng tosu tua bergbaju merah itu bsudah dili-puti hawa kegusaran yang membara, menda-dak mereka beranjak dan berjalan menuju ke sisi tubuh Oh Tin san .....

Oh Tin San melirik sekejap kearah ketiga manusia itu, sekilas senyuman licik segera menghiasi wajahnya yang pucat, dengan ce-pat dia menggeleng seraya berseru.

"Selama hidup, belum pernah aku melaku-kan perbuatan yang takut diketahui orang..."

"Anjing tua" umpat See giok dengan napsu membunuh makin membara, teriaknya ke-mudian, "jika kau enggan membicarakan ke luar, siauya akan segera mencincang tubuh-mu sehingga hancur berkeping keping ....

Ditengah seruan mana, tubuhnya langsung menerjang ke depan..

Disaat Lan See giok menerjang ke depan inilah, dua orang tosu tua serta seorang lelaki kekar yang berdiri dibelakang Oh Tin san te-lah membentak bersama sama, lalu sambil meloloskan senjata masing-masing serentak mereka menyerang anak muda itu.

Lan See giok tertawa dingin, serunya pe-nuh perasaan dendam:"

"Bajingan tengik, kawanan tikus busuk, pingin mampus rupanya kalian semua."

Tubuhnya berputar kencang secepat kilat, jari tangan kanannya serta merta disentilkan ke arah depan.

Beberapa kali dengusan tertahan bergema memecahkan keheningan, tahu-tahu jalan darah dari si tosu tua dan lelaki kekar itu sudah tertotok semua.

Mereka bertiga sama-sama tertotok pada posisi senjata lagi diangkat ke udara dan mata melotot, mulut melongo, tubuh mereka menjadi kaku semua hingga sedikit pun. tak mampu berkutik lagi.

Oh Tin san segera merasakan bahwa ke-sempatan baik tak boleh disia siakan dengan begitu saja, tanpa mengucapkan sepatah katapun, ia membalikkan badan dan lang-sung kabur kearah utara.

"Anjing tua, kembali kau..." bentak Lan See giok keras-keras.

Dalam bentakan itu, tubuhnya bagaikan segulung asap melesat ke tengah udara dan melayang turun dihadapan Oh Tin san, ke-mudian ujung baju kanannya dengan tehnik "lembut" melepaskan sebuah kebutan ke tubuh lawan.

Oh Tin san segerra menjerit kagzet, ia merasakawn timbulnya segrulung kekuatan yang maha dahsyat mendorong tubuhnya balik kembali ke tempat semula. bagaikan sebuah bola saja, tak ampun lagi tubuhnya menggelinding balik ke posisi semula.

Akibat dari gelindingan ini, hidung dan muka Oh Tin san selain membengkak besar pun dilapisi oleh lumpur dan debu, ia merasa dunia seperti berputar kencang, pandangan matanya berkunang kunang, dan tubuhnya jadi lemas seolah-olah, tidak berkekuatan lagi. mimpi pun dia tak pernah menyangka, biarpun dia sudah berlatih selama satu ta-hun di pulau Wan san dan ilmu silatnya telah mendapatkan kemajuan yang pesat. namun sama sekali tak terduga tenaga dalam yang dimiliki Lan See giok justru telah mencapai kemajuan yang luar biasa.

Duduk terpekur diatas tanah, dia hanya bisa menggelengkan kepalanya berulangkali sambil menghembuskan napas panjang de-ngan wajah penuh kebencian dan napsu membunuh yang membara, dia awasi wajah Lan See giok tanpa berkedip.

Hu yong siancu segera berkerut kening? kemudian bentaknya penuh kegusaran.

"Oh Tin San, ayo cepat katakan, dengan cara bagaimanakah kau berhasil mendapat tahu kalau Lan tayhiap bersembunyi dalam kuburan Leng ong bong, bagaimana caramu memasuki kuburan dan membunuh Lan tay-hiap. Kenapa pula kau totok jalan darah ke-matian si makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi? Kuanjurkan kepadamu lebih baik jawab saja dengan sejujurnya, aku yakin Lan See giok tentu tak akan menyiksamu sebelum menghabisi nyawamu, kalau tidak ...."

"Kalau tidak kenapa?" teriak Oh Tin san sambil berpaling dan memandang kearah Hu yong siancu dengan penuh kegusaran.

"Akan kusuruh kau rasakan bagaimana- li-haynya ilmu memisah otot melepas tulang", seru See giok dengan cepat.



Oh Tin san tertawa dingin, sorot matanya yang sesat sengaja memandang sekejap ke arah kedua orang tosu tua dan lelaki kekar yang tertotok jalan darahnya itu, kemudian mengancam:

"Kau si bocah keparat tidak usah berbang-ga dulu, tak ada gunanya kau bunuh Oh Tin san. ketahuilah murid-murid kesayangan dari Lam hay koay kiat dan Si to cinjin telah kau totok jalan darahnya malam ini, itu ber-arti kau sudah ditetapkan bakal mampus,"

Mendengar ucapan tersebut, Lan See giok jadi teringat kembali dengan gurunya yang hingga kini masih belum ketahuan bagai-mana nasibnya, kobaran napsu membunuh sekali lagi menyelimuti wajahnya.

Ia segera mendongakkan kepalanya dan tertawa seram serunya keras-keras:

"Jangan lagi baru jalan darahnya yang di totok; sekalipun menghabisi nyawa mereka, apa. Yang mesti siauya takuti?".

Dalam pembicaraan mana, tubuhnya melompat ke depan kedua tosu tua serta le-laki kekar itu, kemudian sambil mementang-kan kelima jari tangan kanannya dia mele-paskan serangkaian serangan.

Dimana bayangan berkelebat lewat, plaak, plaaak, plaaak!" diiringi suara benturan yang keras, tiga kali jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang memecahkan keheningan

Darah segar segera berceceran di mana-mana, dalam sekali ayunan tangan saja pe-muda tersebut telah menghabisi nyawa ke tiga manusia tersebut.

Lan See giok sama sekali tidak mencoba untuk menghindar, tak ampun lagi sekujur badannya terkena semburan darah lawan hingga keadaannya menjadi menakutkan sekali dan membuat berdirinya bulu kuduk orang...

Hu yong siancu sekalian serta Si naga Sakti pembalik sungai yang segera membuka matanya setelah mendengar jeritan tadi, diam-diam merasa amat terkejut oleh keja-dian tersebut, paras muka mereka berubah amat hebat.

Sebaliknya Oh Tin San yang duduk di atas tanah tidak menyangka kalau Lan See giok tidak takut atas ke tiga manusia aneh dari luar lautan, saking takutnya dia sampai ter-belalak dengan mulut melongo, wajahnya pucat pias, sementara butiran keringat sebe-sar kacang kedelai jatuh bercucuran tiada henti nya.

Selesai menghabisi nyawa keduab tosu tua dan ljelaki kekar tadgi, sekali lagi bLan See giok mendongakkan kepalanya sambil tertawa seram, dia mendesak ke arah Oh Tin san le-bih jauh, kemudian hardiknya:

"Bajingan bertelinga tunggal, jika kau be-rani membohong lagi, siauya akan segera mengutungi lenganmu lebih dulu."

Oh Tin san tahu bahwa kesadaran Lan See giok sudah mendekati kalap, dengan keta-kutan setengah mati buru-buru sahutnya dengan suara gemetar:

"Baik, aku akan berbicara ...aku akan ber-bicara..."

Sementara itu...

Dua sosok bayangan tubuh kecil muncul dari arah dusun nelayan dan bergerak mendekat dengan kecepatan bagaikan sam-baran kilat, menyusul kemudian, terdengar Oh Li cu berteriak -keras:

"Adik Giok, tunggu sebentar, _adik Giok,. tunggu sebentar..."

Dalam teriakan itu, Tok Nio-cu serta Oh Li cu telah melayang turun ke dalam arena.

Menyaksikan Oh Tin san yang duduk keta-kutan di atas tanah, Oh Li cu sama sekali tidak menghentikan gerakan tubuhnya; dia langsung menubruk ke muka, kemudian berteriak sambil menangis tersedu sedu:

"Ayah.. oooh, ayah..."

Lan See giok amat gusar menjumpai sikap nona itu, mendadak die membentak nyaring:

"Minggir kau dari sini ...."

Ditengah bentakan keras, tiba-tiba tubuh nya berputar sambil melepaskan sebuah ba-cokan keras ke tubuh Oh Li cu yang sedang menerjang tiba itu ....

Agaknya Oh Li cu sama sekali tidak me-nyangka kalau si anak muda tersebut bakal melancarkan serangan ke arahnya, diiringi jeritan lengking, tubuhnya segera tergulung oleh tenaga serangan yang maha dahsyat itu.

Hu yong siancu, Tok Nio-cu, Si Cay soat serta Ciu Siau cian sama-sama menjerit kaget sembari menyusul ke depan. Tatkala tubuh Oh Li-cu melayang turun ke atas tanah, Ho yong siancu segera bertindak cepat dengan menyambut tubuhnya.

"Ooooh.... bibi!" gadis itu sebgera berteriak jsambil menangisg, kemudian menjbatuhkan diri ke dalam pelukan Hu yong siancu sem-bari menangis terisak.

Tok Nio-cu, Si Cay soat dan Ciu Siau cian baru merasa lega setelah melihat Oh-Li cu tidak menderita luka apapun, perasaan tegang yang semula mencekam, kini pun se-makin mengendor.

Mendadak Oh Tin San yang duduk diatas -tanah-itu memancarkan sinar bengis dari balik matanya, "tanpa mengucapkan sepatah katapun ia melompat bangun, kemudian menggunakan kesempatan di saat Lan See giok sedang mengawasi Oh Li-cu dengan pandangan sedih, dia mengayunkan telapak tangannya sambil menyerang punggung pe-muda tersebut dengan sebuah serangan me-matikan. Mendengar desingan angin tajam menyambar tiba, Lan See giok menyadari akan datangnya bahaya,. tiba-tiba dia mem-balikkan badan sambil membentak keras:

"Anjing keparat, kepingin mampus rupanya kau!"

Dengan telapak tangan menggantikan pedang, secepat kilat dia bendung datangnya ancaman tersebut, kemudian melanjutkan dengan bacokan ke tangan kanan lawan

Pada waktu itu, Oh Tin san sadar bahwa dia pasti mampus, karenanya timbul niatnya untuk beradu jiwa dengan lawan.

Maka dari itu, ketika dilihatnya Lan See giok mengangkat telapak tangannya untuk membendung datangnya ancaman tersebut, dengan cepat dia mengerahkan tenaga dalamnya mencapai sepuluh bagian, lalu ditebaskan ke muka.

Lan See giok tertawa dingin, telapak tangan bajanya membabat lebih jauh ke muka dan...

"Krassss!"

Diiringi desingan tajam yang menggidikkan hati,O6h Tin San menjerit kesakitan, tahu-tahu lengan kanannya sudah terpapas ku-tung menjadi dua bagian, percikan darah se-garpun memancar hingga kemana mana .....

Pucat pias selembar wajah Oh Tin San, dengan sempoyongan dia mundur beberapa langkah dari posisi semula, lalu jatuh terdu-duk kembali ke atas tanah.

Menyaksikan peristiwa ini, Oh Li cu menangis semakin keras, hatinya benar-benar merasa amat pedih.

Sedangkan Lan See giok dengan kening berkerut dan mata memerah seperti bara api selangkah demi selangkah rmaju terus mendzekati 0h Tin sawn, jari-jari tarngan kanannya masih terpentang lebar siap mele-paskan serangan berikut.

Kemudian setelah itu tiba-tiba dia berteriak penuh perasaan dendam:

"Oh Tin San, mau bicara tidak?"

Oh Li cu merasa sangat tidak tega men-jumpai Oh Tin San duduk bermandikan da-rah sambil menunjukkan keadaan yang amat menderita itu, sambil menangis terisak, se-runya keras-keras:

"Ayah ....ayolah cepat bicara, cepatlah kau katakan, uuuhh ....uuuhhh....uuuh...."

Kalau orang sudah hampir mati, biasanya hatinya menjadi lemah, demikian pula halnya dengan Oh Tin San.

Dia menghela napas sedih kemudian me-ngangguk penuh penderitaan, katanya ke-mudian dengan napas terengah engah:

"Baik, akan kukatakan, akan kukatakan..."

Mendengar kesediaan lawan, Hu yong siancu sekalian bersama sama maju ke de-pan dan mengelilingi orang itu, tinggal Siau thi gou seorang masih tetap berdiri di sam-ping si naga Sakti pembalik Sungai untuk melindungi keselamatan jiwanya.

Melihat Oh Tin san telah bersedia menja-wab, Lan See giokpun menyentilkan jari ta-ngan nya ke tengah udara serta menghenti-kan aliran darah dari lengan Oh Tin san yang terluka.

Setelah mengatur napas sebentar untuk menghilangkan napasnya yang terengah, Oh Tin San mendongakkan kepalanya dan me-mandang sekejap kearah Oh Li cu kemudian berkata:

"Anak Cu, sekarang kau sudah berada ber-sama sama Tok Nio-cu dari Pek hoo cay, ini berarti kaupun sudah tahu bahwa kau se-betul-nya bukan putri kandungku, bagaima-napun juga aku toh pernah melepaskan budi pemeliharaan selama belasan tahun kepada mu, maka kuharap sebelum ajalku tiba, sanggupilah sebuah permintaanku ...."

Oh Li ca sendiripun tahu bahwa tipis hara-pan bagi Oh Tin San untuk hidup lebih lanjut hari ini, teringat selama hidupnya dia selalu menyebut ayah kepada orang ini, sedikit banyak masih tersisa pula perasaan yang mendalam dengannya, karena itu ia me-ngangguk sambil menangis.



Oh Tin san menarik napas panjang-pan-jang, lalu memandang sekejap ke arah Oh Li cu dengan pandangan gembira di samping menderita, lalu setelah menundukkan kepala nya dia melanjutkan:

"Aku tidak mempunyai permintaan yang terlalu muluk kepadamu, aku hanya berha-rap setelah mati nanti, kuburlah jenasahku di dalam tanah ...."

Mendengar permintaan ini, Oh Li cu tak dapat menahan rasa sedihnya lagi, dia menangis semakin menjadi jadi, sembari menutupi wajahnya dengan kedua belah ta-ngan, serunya sambil tersedu.

"Adik Giok, kau harus menyanggupi per-mintaanku untuk berbuat, begitu ...."

Pelan-pelan Oh Tin san mendongakkan kepalanya dan memandang kearah Lan See giok dengan penuh kebencian, sekulum senyuman licik segera tersungging di ujung bibirnya dan ujarnya dengan dingin:

"Kau tak usah bertanya kepadanya, dengan kedudukan Si Yu gi sebagai penyebab keja-dian ini pun dia masih berhak dikubur dalam peti mati yang ,bobrok, apakah dia benar-benar akan tega membiarkan jenasah ku ter-bengkalai di tepi jalan dengan begitu saja?"

Hu yong siancu dan Lan See giok yang mendengar ucapan tersebut sama-sama merasakan hatinya bergetar keras.

Dengan cepat Hu yang siancu berseru:

"Kau maksudkan orang yang membinasa-kan Lan tayhiap adalah si makhluk bertan-duk tunggal Si Yu gi?" ,

Secara licik Oh Tin san menggelengkan kepalanya, kemudian menjawab singkat:

"Bukan!"

"Lantas siapa?" dengan perasaan terkejut bercampur gusar Lan See giok berseru.

Oh Tin san tertawa dingin, kemudian jengeknya sinis:

"Akulah yang melakukan!".

Lan See giok teramat sedih, hawa napsu membunuhnya dengan cepat menyelimuti seluruh wajahnya, penuh rasa geram dia berteriak keras-keras:

"Bajingan terkutuk, jadi kau yang telah membunuh ayahku? Bajingan tengik, akan kubunuh kau. ."

Dalam teriakan tersebut, tbubuhnya segera jmendesak maju kge muka sambil mbengangkat telapak tangan kanannya siap melepaskan serangan mematikan...

"Anak Giok..." Hu yong siancu segera ber-seru dengan suara gemetar.

Mendengar teriakan mana, Lan See giok segera menghentikan langkahnya, dia tahu bibi Wan menyuruh dia untuk menahan rasa sedih dan dendam yang membara dalam dadanya untuk mencari tahu duduknya per-soalan hingga jelas.

Maka dengan mata yang berapi api, diawa-sinya Oh Tin San tanpa berkedip, kemudian bentaknya keras:

"Ayo cepat bicara!"

Berhubung rasa sakit yang dideritanya pada lengan yang kutung sudah jauh mereda, sikap si manusia bengis bertelinga tunggal Oh Tin San kembali "berubah men-jadi beringas dan mengerikan:

Setelah tertawa dingin, ujarnya, dengan sinis:

"Lan See giok, kau tidak usah berlagak sok lebih dulu, aku tahu hari ini aku bakal mam-pus, tapi saat kematianmupun sudah tak akan jauh lagi, ketahuilah kau telah menghabisi nyawa ketiga orang murid dari tiga manusia gagah dari luar lautan, mereka tidak akan melepaskanmu dengan begitu saja...."

Belum selesai perkataan tersebut diutara-kan, Lan See giok telah mendongakkan kepala nya sambil tertawa seram:

"Heeehhh....heeehhh....heeehhh....sepasang hidupnya tiga manusia aneh dari luar lautan selalu mengganggu dunia persilatan, mela-kukan kejahatan dimana mana dan dosa-nya sudah menumpuk-numpuk, terhadap manu-sia laknat macam mereka, setiap anggota persilatan siap untuk melenyapkan orang -orang tersebut dari muka bumi. Jangan lagi dibilang ketiga manusia aneh itu tak akan melepaskan siauya, sekalipun mereka bertiga melepaskan siauya pun, siauya tak akan melepaskan mereka dengan begitu saja."

Mendengar perkataan mana, Oh Tin San segera menengok kearah Lan See giok dengan pandangan sinis, sekulum senyuman dingin pun menghiasi wajah kudanya.

Sekali lagi Lan See giok dibikin naik darah, sikap lawan membuat ia bertambah geram, rasa ingin menangpun terpancing ke luar, maka dengan suara menggeledek dia mem-bentak:

"Kau anggap aku tak berani melbenyapkan merekaj dari muka bumig .... "

Bersambaan dengan selesainya seruan itu, tiba-tiba dia membalikkan badan, sepasang lengannya diputar satu lingkaran kemudian dilontarkan ke arah sebuah batu besar yang berada tiga kaki di hadapannya sana, tenaga sakti Hud kong sinkang yang maha dahsyat pun segera meluncur ke depan ....

Sesudah berulang kali minum Leng sik giok ji, kemudian ditambah pula dia telah melakukan senggama dengan Siau cian, membuat tenaga dalamnya bukan saja berli-pat ganda, bahkan gabungan hawa yang dan im yang diterima dalam tubuhnya membuat kemampuan pemuda ini benar-benar telah mencapai puncaknya.

Bersamaan dengan ayunan telapak tangan anak muda tersebut, tampak sekilas cahaya berkelebat lewat kemudian berubah menjadi segulung hawa putih yang melesat ke arah batuan cadas tadi secepat sambaran petir ....

"Blaaammmm!"

Suatu ledakan yang benar-benar memekik-kan telinga berkumandang memecahkan ke-heningan.

Batu dan pasir segera beterbangan di ang-kasa, kabut dan debu memancar ke empat penjuru, suasana terasa amat mengerikan....

Sampai lama sekali suara ledakan itu, ma-sih terasa menggaung di angkasa, bintang dan rembulan di angkasa bagaikan turut punah ....

Dikejauhan sana, batuan beterbangan dan rontok ke tanah bagaikan hujan gerimis, di sana sini muncul percikan bunga api akibat gesekan antara batu dengan batu yang saling beterbangan .....

Oh Tin san tertegun seketika, Hu yong siancu sekalian juga tertegun, malah Lan See giok sendiripun sampai berdiri termangu.

Sebaliknya si naga sakti pembalik sungai yang masih duduk bersila diatas tanah hanya bisa membelalakkan matanya lebar-lebar, ia sungguh tak percaya dengan apa yang terli-hat di depan mata sekarang, di samping itu diapun menjadi paham apa sebabnya To Seng-cu berpesan agar Lan see giok berang-kat ke Wan san setahun kemudian:

Akhirnya Oh Tin san yang pertama tama menghela napas sedih, dengan wajah yang lemas dan putus asa katanya kemudian:

"Aaaaai, nampakrnya apa yang mezreka ren-canakawn memang sulit runtuk diwujudkan sebagai kenyataan ."

"Rencana siapa?" tegur See giok dengan suara dalam.

Oh Tin son segera sadar kalau dia telah salah berbicara, maka, sambil tertawa dingin serunya.

"Ucapan itu bukan termasuk persoalan yang wajib kujawab kepadamu .......

"Kalau memang begitu, _mengapa tidak kau sebutkan bagaimana caramu menemu-kan ayahku bersembunyi di dalam kuburan kuno tersebut?" teriak See giok penuh amarah.

"Jika kau bertanya dengan sikap yang be-gitu kasar, aku akan menjawab tak tahu"

Berkilat sepasang mata Lan See giok, dia maju dua langkah ke muka dan siap menotok kembali jalan-darah di tubuh Oh Ti san,

Mendadak terdengar Oh Tin son menjerit dengan suara yang sangat memilukan hati:

"Cepatlah kau katakan, kau tak usah men-cari penyakit buat diri sendiri!"

Oh Tin san memandang sekejap kearah Lan See giok yang sedang menghentikan langkahnya setelah mendengar perkataan itu, dia tahu bersikap keras kepala hanya men-cari penderitaan bagi diri sendiri.

Menyadari akan hal tersebut, dia menghela napas sedih, kemudian ujarnya dengan suara dalam:

"Tadi, aku mengatakan bahwa Pek toh oh-cu si Makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi sebagai biang keladinya peristiwa ini karena tengah hari tersebut secara kebetulan saja kujumpai gerak gerik Si Yu gi yang sangat mencurigakan, ketika kukuntit gerak gerik-nya maka kutemukan akhirnya tempat persembunyian dari Lan Khong tay."

Mendengar keterangan ini, Hu yong siancu serta Lan See giok benar-benar amat mendendam kepada Si Yu gi, ternyata semua peristiwa berdarah ini memang bersumber pada dirinya seorang.

Setelah termenung dan berpikir beberapa saat, Oh Tin san berkata lebih jauh:

"Semenjak kami lima manusia cacad dari tiga telaga memperoleh kabar tentang dite-mukannya jejak dari Hu yang siancu Han lihiap, siang malam tiada hentinya aku selalu melakukan pelacakan di sekitar tempat tersebut.

“Hari itu, aku sedang beristirahat di luar hutan siong dekat kuburan Leng ong bong, mendadak kujumpai si makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi dengan membawa sebuah sekop sedang melayang masuk ke dalam hu-tan tersebut.

(Bersambung ke Bagian 41)
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar