Mencorong sinar tajam dari
balik mata See giok setelah mendengar perkataan itu, buru-buru dia bertanya:
"Bibi, dimanakah hal ini
terjadi?"
Sambil berkata ia segera
bangkit dari tem-pat duduknya.
Hu yong siancu memandang
sekejap ke arah See Giok. kemudian katanya dengan tenang.
"Anak Giok, duduklah
lebih dulu, dengar-kan ucapanku hingga selesai sebelum be-r-angkat".
Sekuat tenaga See giok
mengendalikan ke-gelisahan hatinya dan duduk kembali.
Sedangkan Siau cian sambil
membelalak-kan matanya lebar-lebar mengawasi ibunya dengan terkejut.
"Apakah kalian mengira
aku sedang pergi ke kuil kwan-im-an?" tanya Hu yong siancu kemudian,
Ia berhenti sejenak dan
memandang See- giok serta Siau cian yang tak berani banyak berbicara itu,
kemudian terusnya. "Kali ini aku pergi ke Leng ong bong,
itu ingin berdoa kepada arwah
engkoh Khong tay serta enci Yan hoa, memohon per-lindungan mereka agar usaha
anak Giok be-rangkat ke Wan san kali ini bisa terhindar dari mara bahaya dan
berhasil membalas dendam atas sakit hatinya..."
Belum selesai ia berkata, air
mata telah bercucuran di wajah Siau cian sedangkan Lan See giok menangis
terisak.
Pelan-pelan Hu yong siancu
membesut air mata yang membasahi pipinya, lalu se telah memandang termangu ke
tempat ke jauhan. ia berkata lebih jauh.
"Mungkin arwah mereka
mendapat tahu, bersamaan dengan selesainya doaku itu tiba-tiba dari luar hutan
sana berkumandang suara ujung baju yang terhembus angin, ber-dasarkan suara
hembusan angin yang terde-ngar orang itu hanya memiliki dasar ilmu meringankan
tubuh yang biasa saja.
"Padahal waktu itu sudah
menjelang magrib. maka akupun mengejarnya sampai di luar hutan, dari kejauhan
kutemukan baya-ngan tubuh orang itu sangat kukenal, menanti kukejar semakin
dekat, baru kuketahui ternyata dia adalah putra Thio loenghiong, Thio Toa-keng
adanya-."
Mendengar sampai disini, Lan
See-giok segera teringat ketika mengunjungi dusun nelayan tadi, dia memang
tidak berjumpa dengan Thio Toa keng.
Sementara itu Hu yong siancu
telah, ber-kata lebih jauh:
"Sewaktu bertemu aku.
wajah Thio Tay keng yang semula gelisah seketika berubah menjadi amat gembira.
ia memberitahu kepadaku, ketika dalam perjalanan pulang dari Cian nia. ketika
lewat sungai Sin hoo, secara kebetulan ia jumpai selembar wajah manusia yang
kurus sedang menongol dari balik jendela..
"Waktu itu Toa keng tidak
begitu memper-hatikan, namun ketika kakek tadi menarik kepalanya kembali
setelah memeriksa keadaan cuaca, Tay keng baru melihat de-ngan jelas bahwa dia
adalah seorang kakek bermata liar dan kehilangan sebuah telinga-nya---. "
Sebelum Hu yong siancu
menyelesaikan kata katanya. See giok telah menimbrung, tidak salah lagi. orang
itu adalah manusia bengis Oh Tin san---"
Hu yong siancu
manggut-manggut, sahut-nya:
"Meskipun Thio Tay keng
belum pernah jumpa dengan Oh Tin san, namun ia perna-h mendengar ayahnya
membicarakan tentang manusia laknat tersebut. seketika tergerak hatinya hingga
secara diam-diam menguntit dibelakangnya. waktu perahu sampai di kota Siong
tho, matahari belum turun gunung tapi perahu itu tidak meneruskan perjalanannya
lagi."
Thio Tay keng sadar kalau ada
hal-hal yang tak beres, maka ia buru-buru berangkat pu-lang dan hendak
menyampaikan berita ini secepatnya kepada ayahnya ......
Dengan wajah berkerut karena
tak meng-erti, Siau cian tiba-tiba menyela.
"Menurut wajah yang
dilukiskan Thio Tay keng, seharusnya orang itu adalah Oh Tin san, tapi mengapa
Oh Tin san tidak langsung kembali ke benteng Wi-lim poo sebaliknya secara
diam-diam memasuki sungai Sin hoo dan berlabuh di sebuah kota kecil?"
"Justru disinilah letak
kecurigaan itu..,"
Berkilat sinar mata See giok,
agaknya dia seperti teringat akan sesuatu, tanpa terasa ujarnya dengan gelisah.
"Bibi, Oh Tin san sengaja
berlabuh di kota kecil itu mungkin karena dia hendak berkunjung ke Leng ong
bong sekali lagi se-belum kembali ke benteng Wi lim po.”
"Atas. dasar apa kau
berkata demikian?"
tanya Hu yong siancu.
"Setelah mencuri sepasang
pedang dari muka peti mati Leng ong. Oh Tin sang kena dihadang oleh suhu hingga
akhirnya melari-kan diri, atas terjadinya peristiwa ini dia tentu merasa tak
puas, padahal benda mes-tika yang berada di dalam kuburan itu amat banyak dan
sudah terlihat semua oleh nya, siapa tahu kalau dia hendak manfaatkan
ke-sempatan ini untuk menelusurinya se kali lagi...!
Tidak sampai si anak muda itu
menyele-saikan kata-katanya, Hu-yong siancu telah menukas lagi:
"Mungkin saja hal ini
merupakan salah satu alasan. tapi menurut dugaanku. tujuan nya yang terutama
adalah hendak membalas dendam."
"Membalas dendam? Dia
hendak membalas dendam kepada siapa?", tanya See-giok dan Siau-cian hampir
bersamaan waktu.
"Pertama adalah si naga
sakti pembalik sungai Thio lo-enghiong, kemudian adalah kita."
Mendengar kata-kata tersebut,
Lan See giok segera tertawa tergelak penuh amarah:
"Haaahhh....haaahh...haaahhh....kalau
ia berani berbuat begitu, berarti perbuatannya itu bagai kunang-kunang menubruk
api. cuma mencari kematian buat diri sendiri!"
Melihat gejolak emosi yang
mencekam anak muda itu, cepat-cepat Hu yong siancu mengingatkan.
"Anak Giok, Oh Tin-san
adalah seorang manusia licik yang berhati busuk dan berba-haya, bila ia berani
datang mencariku berarti dia yakin kalau kepandaian silat yang dimili-kinya
mampu mengungguli kita, kalau tidak, tak nanti dia akan datang untuk mencari
penyakit buat diri sendiri",
Lan See giok tidak mampu
mengendalikan lagi kobaran hawa amarahnya lagi. ia segera berteriak keras.
"Kita tak usah menunggu
sampai ia datang mencari kita. sekarang juga ayo kita men-carinya ....
Selesai berkata ia lantas
melompat bangun dari tempat duduknya, Hu yong siancu me-mandang sekejap
kegelapan malam di luar pintu sana, lalu sambil bangkit berdiri kata-nya.
"Sekarang kentongan kedua
sudah lewat mari kita berangkat
Mereka bertiga segera mengunci
semua pintu dan jendela, kemudian melayang keluar dari halaman rumah. .
Begitu melompat ke atas dan
mengguna-kan tenaganya. tiba-tiba Siau cian berkerut kening...
Hu yong siancu dapat
menyaksikan hal tersebut dengan jelas, maka dia sengaja ber-seru kepada See
giok.
"Anak Giok, jalanlah
bersama sama enci Cian mu"
Selesai berkata dia lantas
mengebaskan ujung bajunya dan bagaikan segulung asap tubuhnya menelusuri
tanggul telaga menuju ke arah utara.
Pada waktu itu sebenarnya Lan
See giok sedang diliputi oleh amarah yang meluap luap, kalau dapat ia hendak
menuju ke Siong tho tin secepatnya, namun setelah mende-ngar pesan dari
bibinya, tanpa terasa ia ber-paling.
Tapi apa yang kemudian
terlihat segera membuat paras mukanya berubah hebat, ko-baran amarah yang
semula mencekam selu-ruh perasaannya turut lenyap pula tak ber-bekas.
Ia menemukan siau cian sedang
me-megangi perutnya sambil berkerut kening, sementara sorot matanya sedang
mengawasi-nya dengan pandangan tersipu sipu, agaknya ia sedang mengomel
kepadanya.
Dengan perasaan terkejut
cepat-cepat dia memburu ke depan dan merangkul tubuh Siau cian. kemudian dengan
perasaan gelisah bercampur kuatir dia berbisik.
"Enci Cian. kenapa
kau---?"
Hangat juga perasaan Siau cian
melihat kecemasan si anak muda itu, dengan wajah jengah dia menggeleng seraya
menjawab.
"Tidak apa-apa, aku cuma
merasa agak..."
Lan See giok merasa amat
gelisah, cemas dan sayang. semua perasaan tersebut berke-camuk di dalam
dadanya. sewaktu men. jumpai bibinya sudah pergi tak berbekas, ia segera
berkata dengan gelisah.
Enci Cian, biar siaute
memayangmu saja sambil melanjutkan perjalanan”
Sekali lagi Siau cian
merasakan hatinya menjadi hangat, dia tidak menampik lagi dan mengikuti
kehendak pemuda itu, bersama sama mengerahkan ilmu meringankan tubuh sambil
meneruskan perjalanan...
Sepanjang perjalanan, mereka
berdua hanya merasakan angin menderu deru di sisi telinga, pemandangan yang
dilewati hanya terlintas begitu saja. Kecepatan gerak tubuh mereka benar-benar
ibarat sambaran kilat.
Dalam perjalanan, Siau cian
segera menoleh kearah kekasihnya dengan panda-ngan terkejut bercampur
keheranan. ia dapat merasakan bahwa ilmu meringankan tubuh yang dimiliki si
anak muda tersebut, paling tidak telah maju beberapa lipat, ia yakin tenaga
dalam yang dimiliki pemuda tersebut pasti memperoleh pula kemajuan yang amat
pesat.
Sebaliknya Lan See giok pun
merasa terkejut bercampur keheranan atas kece-patan gerak tubuhnya, kemampuan
tersebut pada hakekatnya sudah melampaui puncak kesempurnaan. karenanya dibalik
perasaan gusar dan gelisah yang mencekam perasaan nya, terlintas pula perasaan
gembira yang meluap luap.
Suasana di luar dusun sangat
gelap, selain angin malam yang berhembus kencang. di langit hanya terdapat
beberapa titik bintang yang berkedip kedip.
Lambat laun mereka jumpai
sesosok ba-yangan manusia sedang berlarian di depan situ. lalu sekejap mata
kemudian bayangan tadi sudah tersusul.
Dalam sekilas pandangan saja,
Siau cian dapat mengenali bayangan manusia itu seba-gai ibunya Hu yong Siancu.
Hu yong siancu sendiripun
diam-diam merasa terkejut setelah menyaksikan gerakan tubuh See giok yang
begitu cepat, pikirnya dihati.
"Hebat benar bocah ini,
kemajuan yang di-capai bocah ini benar-benar luar biasa pesat-nya."
Setelah berhasil menyusul
bibibnya, Lan See gijok mulai memperglambat gerakan btubuhnya. tiga sosok
bayangan manusia, bagaikan tiga gulung asap ringan berkelebat ke depan de-ngan
menelusuri sepanjang tanggul telaga tak lama kemudian bayangan dusun ne-layan
telah muncul secara lamat-lamat di kejauhan sana.
"Bibi" ujar See giok
kemudian, "apakah kita akan pergi ke rumah kediaman Thio lo
-eng-hiong?"
"Yaa, tentu saja. lebih
baik kita mengajak-nya untuk berangkat bersama sama.”
Sementara pembicaraan
berlangsung, me-reka telah tiba di depan dusun nelayan itu.
Gerak tubuh merekapun semakin
diper-lambat. See-giok juga mulai mengendorkan cekalannya atas Siau cian.
Ketika tiba dirumah kediaman
si naga sakti pembalik sungai, ditemukan suasana gelap mencekam seluruh
bangunan, keadaan pun teramat hening.
Dengan cepat mereka bertiga
dapat merasakan ada hal yang tidak beres, dengan kemampuan yang dimiliki si
naga sakti pem-balik sungai serta Si Cay-soat. biar sedang tertidur nyenyakpun
seharusnya mereka da-pat menangkap suara desiran ujung baju mereka bertiga yang
sedang melayang tiba..
namun kenyataannya sekarang,
sama sekali tiada reaksi dari pihak mereka ......
Hu- yong siancu segera
berkerut kening. kemudian sesudah sengaja mendehem keras dia melompat naik
lebih dulu ke atas atap rumah.
Lan See-giok dan Siau cian
segera menyu-sul pula di belakangnya. Namun dengan ce-pat mereka jumpai jendela
dan pintu kamar yang dihuni si naga sakti pembalik sungai dan Si Cay soat
berada di dalam keadaan tertutup rapat.
"Anak Giok. bisa jadi Oh
Tin san telah datang kemari." bisik Hu yong siancu dengan wajah gelisah.
Hawa napsu membunuh dengan
cepat menyelimuti seluruh wajah Lan See giok dia menggertak gigi
kencang-kencang, semen-tara matanya yang tajam mengawasi sekeli-ling tempat itu
dengan seksama--
Tiba-tiba---
Dari arah barat laut di depan
sana lamat-lamat ia mendengar suara bentakan manusia yang keras.
Disusul kemudian terjadi
bentrbokan nya-ring yjang memekikkan gtelinga. tampakbnya ada orang sedang
beradu pukulan.
Mendengar suara tersebut
dengan kening berkerut dan sorot mata berkilat See giok mendongakkan kepalanya
dan berpekik nyaring,
Suara pekikan tersebut amat
keras se-hingga suaranya membumbung tinggi ke angkasa dan menyebar ke empat
penjuru.
Bersamaan dengan menggemanya
suara pekikan tersebut, tubuhnya segera melejit setinggi berapa kaki, lalu
bagaikan seekor burung rajawali raksasa dia menerjang ke arah mana berasalnya
suara bentakan tadi.
Hu-yong siancu amat terkejut,
buru-buru dia berseru kepada Ciu Siau cian:
"Anak Cian, mari kita
susul ke sana, tam-paknya Thio lo enghiong telah bentrok de-ngan
seseorang."
Di dalam pembicaraan tersebut,
dia sudah menarik tangan Siau-cian dan menyusul di belakang anak muda tersebut.
Bersamaan waktunya dengan
keberang-katan kedua orang itu. dari arah barat laut sana segera berkumandang
pula suara peki-kan panjang yang keras,
Mendengar pekikan ini,
Siau-cian lantas berkata kepada Hu yong siancu:
Ibu tidak bakal salah lagi,
adik Soat telah berpekik dari situ memberi tanda ke pada kita.
Sementara pembicaraan
berlangsung, dari kegelapan diarah barat laut situ tiba-tiba bergema suara
gelak tertawa yang amat keras, "Haaaahhh...haaaahhh....haahhh....si naga
Sakti pembalik sungai, banyak tahun ber-selang kita selalu seimbang dan tiada
yang lebih unggul atau kalah, hari ini .... haaahhh ....haaahhh ... tidak kau
sangka bukan bahwa seranganku barusan mampu menghajarmu sampai mundur sejauh
enam langkah ..... haahhh . . . haahhh . . . "
Belum selesai gelak tertawa
itu bergema, Si naga sakti pembalik sungai telah kedengaran membentak penuh
amarah.
"Oh Tin san, kau tak usah
berlagak di sini, malam ini adalah hari naasmu, ayo sambut-lah sekali lagi
seranganku ini."
Bersama dengan selesainya
teriakan mana, suatu ledakan nyaring kembali berkuman-dang di angkasa
Lan See giok yarng meleset ke
dzepan dengan kecwepatan tinggi krini sudah tiba ditempat tujuan, ia jumpai
diantara sawah yang mengering debu dan pasir beterbangan di angkasa, lalu
tampak sesosok bayangan manusia mundur ke belakang dengan lang-kah sempoyongan.
"Huaakkkk----"
"
Orang itu muntahkan darah
segar, dan ternyata dia tak lain adalah si naga Sakti pembalik sungai,
Dari balik debu yang
beterbangan, men-dadak menggema lagi suara bentakan keras:
"Tua bangka celaka,
serahkan nyawamu”
Dalam bentakan tersebut. Oh
Tin san si kakek bermuka kuda, berjubah abu-abu, bermata sesat dan bertelinga
tunggal itu su-dah menerkam ke depan, telapak tangan kanannya diangkat secara
tiba-tiba lalu diba-cokkan ke atas tubuh si naga sakti pembalik sungai yang sudah
jatuh terduduk di tanah,
Untunglah disaat yang amat
kritis berge-ma suara bentakan nyaring, lalu bayangan merah berkelebat lewat,
sekilas cahaya tajam yang menyilaukan mata melejit di udara.
Ternyata Si Cay soat dengan
pedang Jit hoa kiamnya telah melepaskan bacokan kilat ke depan tubuh 0h Tin san
serangan tersebut amat cepat dan melebihi sambaran petir---
Dengan perasaan terkejut Oh
Tin san segera menarik kembali langkahnya sambil mundur sejauh satu kaki
sementara sepasang mata sesatnya mengawasi wajah Si Cay soat dengan perasaan
terkejut bercam-pur keheranan.
Siau thi gou yang berdiri di
sisi arena tak mau berdiam diri saja. ia segera berteriak pula.
"Bajingan bermata sesat
bertelinga tunggal, kau tidak usah berlagak sok di depan kami, tunggu saja
sampai kedatangan engkoh Giokku. tanggung kau bakal mampus seke-tika!"
Baru selesai ucapan itu diutarakan Lan See giok telah melayang turun dari
tengah udara sambil membentak keras.
"Oh Tin san serahkan
nyawamu---"
Ditengah bentakan keras sebuah
pukulan tangan kanan yang disertai tenaga sebesar sepuluh bagian sudah siap
dilontarkan ke depan. Pada saat itulah.........
"Anak Giok, jangan kau
bunuh dirinya ter-lebih dulu" Hu yong siancu berteriak keras. namun ketika
ia selesai berkata telapak ta-ngan kanan Lan See giok sudah terlanjur
di-bacokkan ke muka.
Dalam keadaan begitu,
buru-buru pemuda itu menarik kembali tenaga pukulannya se-besar delapan bagian.
"Blaaammmm.. "
Ditengah suara ledakan keras
yang meng-getarkan bumi dan mencekam perasaan orang itu, pasir beterbangan ke
empat pen-juru, pusaran angin menyebar kemana mana. suara jeritan kaget bergema
dari sana sini.
Bayangan manusia berkelebat
lewat, Hu y-ong siancu serta Siau cian telah menyusul tiba dan langsung
menghampiri si naga sakti pembalik sungai yang masih duduk bersemedi di tanah.
Dalam pada itu. Lan See giok
telah berdiri dengan kening berkerut dan mata bersinar tajam. diatas wajahnya
yang hijau membesi penuh dilapisi hawa napsu membunuh yang membara, selangkah
demi langkah dia berge-rak maju ke depan menghampiri Oh Tin san yang sementara
itu sudah mundur sejauh dua kaki,
"Oh Tin san" serunya
penuh perasaan den-dam. "kau bajingan laknat. manusia bedebah yang
terkutuk dan tak tahu malu, bila malam ini siauya tak mampu mencincang tubuh mu
sehingga hancur berkeping-keping tak akan bisa kuhibur arwah ayahku dalam
baka"
Sebenarnya si manusia bengis
bertelinga tunggal Oh Tin san sudah dibikin terkejut sampai termangu oleh suara
ledakan yang memekikkan telinga tadi, apalagi setelah me-nyaksikan liang
sebesar berapa kaki di depan matanya serta hawa napsu membunuh yang menyelimuti
wajah Lan See giok, pada hakekatnya dia tak mampu melarikan diri lagi. sukma
terasa mau lepas dari tubuh dan peluh dingin membasahi sekujur badannya.
Dipihak lain Hu yong siancu
telah menge-luarkan sebutir pil mestika yang dijejalkan ke mulut si naga sakti
pembalik sungai kemu-dian memerintahkan kepada Siau cian, Cay soat dan Thi gou
untuk melindungi kesela-matannbya.
Sesudah itju dia baru
membgalikkan badan dban melangkah ke tengah arena. Dijumpai-nya olehnya dengan
segera bahwa dibelakang tubuh Oh Tin san yang sementara itu sudah berdiri
memucat seperti mayat berdiri tiga orang manusia, dua orang tosu berbaju merah
dan seorang lelaki kekar yang berwa-jah bengis.
Kedua orang tosu tua berbaju
merah itu, sama-sama menyoren pedang dipunggung-nya, seorang berwajah kuning
dan bertubuh kurus, sedang yang lain beralis gundul, ber-mata cekung ke dalam,
dalam sekilas pan-dangan saja dapat diketahui bahwa mereka berdua bukan termasuk
orang-orang baik.
Sebaliknya lelaki kekar itu,
berpakaian ringkas berwarna coklat, dia membawa sen-jata kaitan pelindung
tangan, alis mata yang tebal, matanya besar dan kulit tubuhnya kuning kehitam
hitaman, manusia inipun tidak mirip orang baik-baik.
Dengan suatu pandangan cepat
Hu yong siancu memperhatikan sekejap seluruh arena, segera diketahui olehnya
bahwa Say kui hui, istri Oh Tin san tidak nampak hadir di situ.
Maka kepada See giok yang
berdiri dl de-pan Oh Tin san, ia berkata dengan suara dalam:
"Anak Giok, biarlah dia
memberi penjela-san lebih dulu sebelum membunuhnya."
Mendengar ucapan ini, Lan See
giok segera berhenti bergerak, namun sorot matanya yang memandang Oh Tin San
nampak me-mancarkan sinar berapi api.
Dalam pada itu, Oh Tin San pun
sadar bahwa sulit baginya untuk lolos dari kema-tian hari ini, biarpun begitu,
ia tetap berha-rap bisa lolos dari musibah ini, pikirnya, asal bisa kabur
kembali ke benteng Wi lim poo, maka dia tak usah ketakutan lagi.
Dalam keadaan demikian, ia mulai
menye-sal tindakannya yang kurang cermat, ia me-nyesal mengapa tidak pulang ke
Wi lim poo lebih dulu untuk mencari bala bantuan se-belum datang menuntut
balas.
Tapi nasi sudah menjadi bubur,
disesalkan pun tiada gunanya, terpaksa dia harus me-nenangkan pikirannya, lalu
sambil menatap wajah Hu yong siancu, tegurnya dingin:
"Apa yang ingin kalian
ketahui dariku?" Hu yong siancu segera tertawa dingin, ujarnya dengan
suara dalam, "Oh Tin san, kau tidak usah berlagak pilon lagi, apa yang
pernah kau lakukan tentu saja hanya kau seorang yang tahu?"
Dalam pada itu, si lelaki
kekabr dan kedua orajng tosu tua bergbaju merah itu bsudah dili-puti hawa
kegusaran yang membara, menda-dak mereka beranjak dan berjalan menuju ke sisi
tubuh Oh Tin san .....
Oh Tin San melirik sekejap
kearah ketiga manusia itu, sekilas senyuman licik segera menghiasi wajahnya
yang pucat, dengan ce-pat dia menggeleng seraya berseru.
"Selama hidup, belum
pernah aku melaku-kan perbuatan yang takut diketahui orang..."
"Anjing tua" umpat See
giok dengan napsu membunuh makin membara, teriaknya ke-mudian, "jika kau
enggan membicarakan ke luar, siauya akan segera mencincang tubuh-mu sehingga
hancur berkeping keping ....
Ditengah seruan mana, tubuhnya
langsung menerjang ke depan..
Disaat Lan See giok menerjang
ke depan inilah, dua orang tosu tua serta seorang lelaki kekar yang berdiri
dibelakang Oh Tin san te-lah membentak bersama sama, lalu sambil meloloskan
senjata masing-masing serentak mereka menyerang anak muda itu.
Lan See giok tertawa dingin,
serunya pe-nuh perasaan dendam:"
"Bajingan tengik, kawanan
tikus busuk, pingin mampus rupanya kalian semua."
Tubuhnya berputar kencang
secepat kilat, jari tangan kanannya serta merta disentilkan ke arah depan.
Beberapa kali dengusan
tertahan bergema memecahkan keheningan, tahu-tahu jalan darah dari si tosu tua
dan lelaki kekar itu sudah tertotok semua.
Mereka bertiga sama-sama
tertotok pada posisi senjata lagi diangkat ke udara dan mata melotot, mulut
melongo, tubuh mereka menjadi kaku semua hingga sedikit pun. tak mampu berkutik
lagi.
Oh Tin san segera merasakan
bahwa ke-sempatan baik tak boleh disia siakan dengan begitu saja, tanpa
mengucapkan sepatah katapun, ia membalikkan badan dan lang-sung kabur kearah
utara.
"Anjing tua, kembali kau..."
bentak Lan See giok keras-keras.
Dalam bentakan itu, tubuhnya
bagaikan segulung asap melesat ke tengah udara dan melayang turun dihadapan Oh
Tin san, ke-mudian ujung baju kanannya dengan tehnik "lembut"
melepaskan sebuah kebutan ke tubuh lawan.
Oh Tin san segerra menjerit
kagzet, ia merasakawn timbulnya segrulung kekuatan yang maha dahsyat mendorong
tubuhnya balik kembali ke tempat semula. bagaikan sebuah bola saja, tak ampun
lagi tubuhnya menggelinding balik ke posisi semula.
Akibat dari gelindingan ini,
hidung dan muka Oh Tin san selain membengkak besar pun dilapisi oleh lumpur dan
debu, ia merasa dunia seperti berputar kencang, pandangan matanya berkunang
kunang, dan tubuhnya jadi lemas seolah-olah, tidak berkekuatan lagi. mimpi pun
dia tak pernah menyangka, biarpun dia sudah berlatih selama satu ta-hun di
pulau Wan san dan ilmu silatnya telah mendapatkan kemajuan yang pesat. namun
sama sekali tak terduga tenaga dalam yang dimiliki Lan See giok justru telah
mencapai kemajuan yang luar biasa.
Duduk terpekur diatas tanah,
dia hanya bisa menggelengkan kepalanya berulangkali sambil menghembuskan napas
panjang de-ngan wajah penuh kebencian dan napsu membunuh yang membara, dia
awasi wajah Lan See giok tanpa berkedip.
Hu yong siancu segera berkerut
kening? kemudian bentaknya penuh kegusaran.
"Oh Tin San, ayo cepat
katakan, dengan cara bagaimanakah kau berhasil mendapat tahu kalau Lan tayhiap
bersembunyi dalam kuburan Leng ong bong, bagaimana caramu memasuki kuburan dan
membunuh Lan tay-hiap. Kenapa pula kau totok jalan darah ke-matian si makhluk
bertanduk tunggal Si Yu gi? Kuanjurkan kepadamu lebih baik jawab saja dengan
sejujurnya, aku yakin Lan See giok tentu tak akan menyiksamu sebelum menghabisi
nyawamu, kalau tidak ...."
"Kalau tidak
kenapa?" teriak Oh Tin san sambil berpaling dan memandang kearah Hu yong
siancu dengan penuh kegusaran.
"Akan kusuruh kau rasakan
bagaimana- li-haynya ilmu memisah otot melepas tulang", seru See giok
dengan cepat.
Oh Tin san tertawa dingin,
sorot matanya yang sesat sengaja memandang sekejap ke arah kedua orang tosu tua
dan lelaki kekar yang tertotok jalan darahnya itu, kemudian mengancam:
"Kau si bocah keparat
tidak usah berbang-ga dulu, tak ada gunanya kau bunuh Oh Tin san. ketahuilah
murid-murid kesayangan dari Lam hay koay kiat dan Si to cinjin telah kau totok
jalan darahnya malam ini, itu ber-arti kau sudah ditetapkan bakal mampus,"
Mendengar ucapan tersebut, Lan
See giok jadi teringat kembali dengan gurunya yang hingga kini masih belum
ketahuan bagai-mana nasibnya, kobaran napsu membunuh sekali lagi menyelimuti
wajahnya.
Ia segera mendongakkan
kepalanya dan tertawa seram serunya keras-keras:
"Jangan lagi baru jalan
darahnya yang di totok; sekalipun menghabisi nyawa mereka, apa. Yang mesti
siauya takuti?".
Dalam pembicaraan mana,
tubuhnya melompat ke depan kedua tosu tua serta le-laki kekar itu, kemudian
sambil mementang-kan kelima jari tangan kanannya dia mele-paskan serangkaian
serangan.
Dimana bayangan berkelebat
lewat, plaak, plaaak, plaaak!" diiringi suara benturan yang keras, tiga
kali jeritan ngeri yang memilukan hati berkumandang memecahkan keheningan
Darah segar segera berceceran
di mana-mana, dalam sekali ayunan tangan saja pe-muda tersebut telah menghabisi
nyawa ke tiga manusia tersebut.
Lan See giok sama sekali tidak
mencoba untuk menghindar, tak ampun lagi sekujur badannya terkena semburan
darah lawan hingga keadaannya menjadi menakutkan sekali dan membuat berdirinya
bulu kuduk orang...
Hu yong siancu sekalian serta
Si naga Sakti pembalik sungai yang segera membuka matanya setelah mendengar
jeritan tadi, diam-diam merasa amat terkejut oleh keja-dian tersebut, paras
muka mereka berubah amat hebat.
Sebaliknya Oh Tin San yang
duduk di atas tanah tidak menyangka kalau Lan See giok tidak takut atas ke tiga
manusia aneh dari luar lautan, saking takutnya dia sampai ter-belalak dengan
mulut melongo, wajahnya pucat pias, sementara butiran keringat sebe-sar kacang
kedelai jatuh bercucuran tiada henti nya.
Selesai menghabisi nyawa
keduab tosu tua dan ljelaki kekar tadgi, sekali lagi bLan See giok mendongakkan
kepalanya sambil tertawa seram, dia mendesak ke arah Oh Tin san le-bih jauh,
kemudian hardiknya:
"Bajingan bertelinga
tunggal, jika kau be-rani membohong lagi, siauya akan segera mengutungi
lenganmu lebih dulu."
Oh Tin san tahu bahwa
kesadaran Lan See giok sudah mendekati kalap, dengan keta-kutan setengah mati
buru-buru sahutnya dengan suara gemetar:
"Baik, aku akan berbicara
...aku akan ber-bicara..."
Sementara itu...
Dua sosok bayangan tubuh kecil
muncul dari arah dusun nelayan dan bergerak mendekat dengan kecepatan bagaikan
sam-baran kilat, menyusul kemudian, terdengar Oh Li cu berteriak -keras:
"Adik Giok, tunggu
sebentar, _adik Giok,. tunggu sebentar..."
Dalam teriakan itu, Tok Nio-cu
serta Oh Li cu telah melayang turun ke dalam arena.
Menyaksikan Oh Tin san yang
duduk keta-kutan di atas tanah, Oh Li cu sama sekali tidak menghentikan gerakan
tubuhnya; dia langsung menubruk ke muka, kemudian berteriak sambil menangis
tersedu sedu:
"Ayah.. oooh,
ayah..."
Lan See giok amat gusar
menjumpai sikap nona itu, mendadak die membentak nyaring:
"Minggir kau dari sini
...."
Ditengah bentakan keras,
tiba-tiba tubuh nya berputar sambil melepaskan sebuah ba-cokan keras ke tubuh
Oh Li cu yang sedang menerjang tiba itu ....
Agaknya Oh Li cu sama sekali
tidak me-nyangka kalau si anak muda tersebut bakal melancarkan serangan ke
arahnya, diiringi jeritan lengking, tubuhnya segera tergulung oleh tenaga
serangan yang maha dahsyat itu.
Hu yong siancu, Tok Nio-cu, Si
Cay soat serta Ciu Siau cian sama-sama menjerit kaget sembari menyusul ke
depan. Tatkala tubuh Oh Li-cu melayang turun ke atas tanah, Ho yong siancu
segera bertindak cepat dengan menyambut tubuhnya.
"Ooooh.... bibi!"
gadis itu sebgera berteriak jsambil menangisg, kemudian menjbatuhkan diri ke
dalam pelukan Hu yong siancu sem-bari menangis terisak.
Tok Nio-cu, Si Cay soat dan
Ciu Siau cian baru merasa lega setelah melihat Oh-Li cu tidak menderita luka
apapun, perasaan tegang yang semula mencekam, kini pun se-makin mengendor.
Mendadak Oh Tin San yang duduk
diatas -tanah-itu memancarkan sinar bengis dari balik matanya, "tanpa
mengucapkan sepatah katapun ia melompat bangun, kemudian menggunakan kesempatan
di saat Lan See giok sedang mengawasi Oh Li-cu dengan pandangan sedih, dia
mengayunkan telapak tangannya sambil menyerang punggung pe-muda tersebut dengan
sebuah serangan me-matikan. Mendengar desingan angin tajam menyambar tiba, Lan
See giok menyadari akan datangnya bahaya,. tiba-tiba dia mem-balikkan badan
sambil membentak keras:
"Anjing keparat, kepingin
mampus rupanya kau!"
Dengan telapak tangan
menggantikan pedang, secepat kilat dia bendung datangnya ancaman tersebut,
kemudian melanjutkan dengan bacokan ke tangan kanan lawan
Pada waktu itu, Oh Tin san
sadar bahwa dia pasti mampus, karenanya timbul niatnya untuk beradu jiwa dengan
lawan.
Maka dari itu, ketika
dilihatnya Lan See giok mengangkat telapak tangannya untuk membendung datangnya
ancaman tersebut, dengan cepat dia mengerahkan tenaga dalamnya mencapai sepuluh
bagian, lalu ditebaskan ke muka.
Lan See giok tertawa dingin,
telapak tangan bajanya membabat lebih jauh ke muka dan...
"Krassss!"
Diiringi desingan tajam yang
menggidikkan hati,O6h Tin San menjerit kesakitan, tahu-tahu lengan kanannya
sudah terpapas ku-tung menjadi dua bagian, percikan darah se-garpun memancar
hingga kemana mana .....
Pucat pias selembar wajah Oh
Tin San, dengan sempoyongan dia mundur beberapa langkah dari posisi semula,
lalu jatuh terdu-duk kembali ke atas tanah.
Menyaksikan peristiwa ini, Oh
Li cu menangis semakin keras, hatinya benar-benar merasa amat pedih.
Sedangkan Lan See giok dengan
kening berkerut dan mata memerah seperti bara api selangkah demi selangkah
rmaju terus mendzekati 0h Tin sawn, jari-jari tarngan kanannya masih terpentang
lebar siap mele-paskan serangan berikut.
Kemudian setelah itu tiba-tiba
dia berteriak penuh perasaan dendam:
"Oh Tin San, mau bicara
tidak?"
Oh Li cu merasa sangat tidak
tega men-jumpai Oh Tin San duduk bermandikan da-rah sambil menunjukkan keadaan
yang amat menderita itu, sambil menangis terisak, se-runya keras-keras:
"Ayah ....ayolah cepat
bicara, cepatlah kau katakan, uuuhh ....uuuhhh....uuuh...."
Kalau orang sudah hampir mati,
biasanya hatinya menjadi lemah, demikian pula halnya dengan Oh Tin San.
Dia menghela napas sedih
kemudian me-ngangguk penuh penderitaan, katanya ke-mudian dengan napas terengah
engah:
"Baik, akan kukatakan,
akan kukatakan..."
Mendengar kesediaan lawan, Hu
yong siancu sekalian bersama sama maju ke de-pan dan mengelilingi orang itu,
tinggal Siau thi gou seorang masih tetap berdiri di sam-ping si naga Sakti
pembalik Sungai untuk melindungi keselamatan jiwanya.
Melihat Oh Tin san telah
bersedia menja-wab, Lan See giokpun menyentilkan jari ta-ngan nya ke tengah
udara serta menghenti-kan aliran darah dari lengan Oh Tin san yang terluka.
Setelah mengatur napas
sebentar untuk menghilangkan napasnya yang terengah, Oh Tin San mendongakkan
kepalanya dan me-mandang sekejap kearah Oh Li cu kemudian berkata:
"Anak Cu, sekarang kau
sudah berada ber-sama sama Tok Nio-cu dari Pek hoo cay, ini berarti kaupun
sudah tahu bahwa kau se-betul-nya bukan putri kandungku, bagaima-napun juga aku
toh pernah melepaskan budi pemeliharaan selama belasan tahun kepada mu, maka
kuharap sebelum ajalku tiba, sanggupilah sebuah permintaanku ...."
Oh Li ca sendiripun tahu bahwa
tipis hara-pan bagi Oh Tin San untuk hidup lebih lanjut hari ini, teringat
selama hidupnya dia selalu menyebut ayah kepada orang ini, sedikit banyak masih
tersisa pula perasaan yang mendalam dengannya, karena itu ia me-ngangguk sambil
menangis.
Oh Tin san menarik napas
panjang-pan-jang, lalu memandang sekejap ke arah Oh Li cu dengan pandangan
gembira di samping menderita, lalu setelah menundukkan kepala nya dia
melanjutkan:
"Aku tidak mempunyai
permintaan yang terlalu muluk kepadamu, aku hanya berha-rap setelah mati nanti,
kuburlah jenasahku di dalam tanah ...."
Mendengar permintaan ini, Oh
Li cu tak dapat menahan rasa sedihnya lagi, dia menangis semakin menjadi jadi,
sembari menutupi wajahnya dengan kedua belah ta-ngan, serunya sambil tersedu.
"Adik Giok, kau harus
menyanggupi per-mintaanku untuk berbuat, begitu ...."
Pelan-pelan Oh Tin san
mendongakkan kepalanya dan memandang kearah Lan See giok dengan penuh
kebencian, sekulum senyuman licik segera tersungging di ujung bibirnya dan
ujarnya dengan dingin:
"Kau tak usah bertanya
kepadanya, dengan kedudukan Si Yu gi sebagai penyebab keja-dian ini pun dia
masih berhak dikubur dalam peti mati yang ,bobrok, apakah dia benar-benar akan
tega membiarkan jenasah ku ter-bengkalai di tepi jalan dengan begitu
saja?"
Hu yong siancu dan Lan See
giok yang mendengar ucapan tersebut sama-sama merasakan hatinya bergetar keras.
Dengan cepat Hu yang siancu
berseru:
"Kau maksudkan orang yang
membinasa-kan Lan tayhiap adalah si makhluk bertan-duk tunggal Si Yu gi?"
,
Secara licik Oh Tin san
menggelengkan kepalanya, kemudian menjawab singkat:
"Bukan!"
"Lantas siapa?"
dengan perasaan terkejut bercampur gusar Lan See giok berseru.
Oh Tin san tertawa dingin,
kemudian jengeknya sinis:
"Akulah yang
melakukan!".
Lan See giok teramat sedih,
hawa napsu membunuhnya dengan cepat menyelimuti seluruh wajahnya, penuh rasa
geram dia berteriak keras-keras:
"Bajingan terkutuk, jadi
kau yang telah membunuh ayahku? Bajingan tengik, akan kubunuh kau. ."
Dalam teriakan tersebut,
tbubuhnya segera jmendesak maju kge muka sambil mbengangkat telapak tangan
kanannya siap melepaskan serangan mematikan...
"Anak Giok..." Hu
yong siancu segera ber-seru dengan suara gemetar.
Mendengar teriakan mana, Lan
See giok segera menghentikan langkahnya, dia tahu bibi Wan menyuruh dia untuk
menahan rasa sedih dan dendam yang membara dalam dadanya untuk mencari tahu
duduknya per-soalan hingga jelas.
Maka dengan mata yang berapi
api, diawa-sinya Oh Tin San tanpa berkedip, kemudian bentaknya keras:
"Ayo cepat bicara!"
Berhubung rasa sakit yang
dideritanya pada lengan yang kutung sudah jauh mereda, sikap si manusia bengis
bertelinga tunggal Oh Tin San kembali "berubah men-jadi beringas dan
mengerikan:
Setelah tertawa dingin,
ujarnya, dengan sinis:
"Lan See giok, kau tidak
usah berlagak sok lebih dulu, aku tahu hari ini aku bakal mam-pus, tapi saat
kematianmupun sudah tak akan jauh lagi, ketahuilah kau telah menghabisi nyawa
ketiga orang murid dari tiga manusia gagah dari luar lautan, mereka tidak akan
melepaskanmu dengan begitu saja...."
Belum selesai perkataan
tersebut diutara-kan, Lan See giok telah mendongakkan kepala nya sambil tertawa
seram:
"Heeehhh....heeehhh....heeehhh....sepasang
hidupnya tiga manusia aneh dari luar lautan selalu mengganggu dunia persilatan,
mela-kukan kejahatan dimana mana dan dosa-nya sudah menumpuk-numpuk, terhadap
manu-sia laknat macam mereka, setiap anggota persilatan siap untuk melenyapkan
orang -orang tersebut dari muka bumi. Jangan lagi dibilang ketiga manusia aneh
itu tak akan melepaskan siauya, sekalipun mereka bertiga melepaskan siauya pun,
siauya tak akan melepaskan mereka dengan begitu saja."
Mendengar perkataan mana, Oh
Tin San segera menengok kearah Lan See giok dengan pandangan sinis, sekulum
senyuman dingin pun menghiasi wajah kudanya.
Sekali lagi Lan See giok
dibikin naik darah, sikap lawan membuat ia bertambah geram, rasa ingin
menangpun terpancing ke luar, maka dengan suara menggeledek dia mem-bentak:
"Kau anggap aku tak
berani melbenyapkan merekaj dari muka bumig .... "
Bersambaan dengan selesainya
seruan itu, tiba-tiba dia membalikkan badan, sepasang lengannya diputar satu
lingkaran kemudian dilontarkan ke arah sebuah batu besar yang berada tiga kaki
di hadapannya sana, tenaga sakti Hud kong sinkang yang maha dahsyat pun segera
meluncur ke depan ....
Sesudah berulang kali minum
Leng sik giok ji, kemudian ditambah pula dia telah melakukan senggama dengan
Siau cian, membuat tenaga dalamnya bukan saja berli-pat ganda, bahkan gabungan
hawa yang dan im yang diterima dalam tubuhnya membuat kemampuan pemuda ini
benar-benar telah mencapai puncaknya.
Bersamaan dengan ayunan
telapak tangan anak muda tersebut, tampak sekilas cahaya berkelebat lewat
kemudian berubah menjadi segulung hawa putih yang melesat ke arah batuan cadas
tadi secepat sambaran petir ....
"Blaaammmm!"
Suatu ledakan yang benar-benar
memekik-kan telinga berkumandang memecahkan ke-heningan.
Batu dan pasir segera
beterbangan di ang-kasa, kabut dan debu memancar ke empat penjuru, suasana
terasa amat mengerikan....
Sampai lama sekali suara
ledakan itu, ma-sih terasa menggaung di angkasa, bintang dan rembulan di
angkasa bagaikan turut punah ....
Dikejauhan sana, batuan
beterbangan dan rontok ke tanah bagaikan hujan gerimis, di sana sini muncul
percikan bunga api akibat gesekan antara batu dengan batu yang saling
beterbangan .....
Oh Tin san tertegun seketika,
Hu yong siancu sekalian juga tertegun, malah Lan See giok sendiripun sampai
berdiri termangu.
Sebaliknya si naga sakti
pembalik sungai yang masih duduk bersila diatas tanah hanya bisa membelalakkan
matanya lebar-lebar, ia sungguh tak percaya dengan apa yang terli-hat di depan
mata sekarang, di samping itu diapun menjadi paham apa sebabnya To Seng-cu
berpesan agar Lan see giok berang-kat ke Wan san setahun kemudian:
Akhirnya Oh Tin san yang
pertama tama menghela napas sedih, dengan wajah yang lemas dan putus asa
katanya kemudian:
"Aaaaai, nampakrnya apa
yang mezreka ren-canakawn memang sulit runtuk diwujudkan sebagai kenyataan
."
"Rencana siapa?"
tegur See giok dengan suara dalam.
Oh Tin son segera sadar kalau
dia telah salah berbicara, maka, sambil tertawa dingin serunya.
"Ucapan itu bukan
termasuk persoalan yang wajib kujawab kepadamu .......
"Kalau memang begitu,
_mengapa tidak kau sebutkan bagaimana caramu menemu-kan ayahku bersembunyi di
dalam kuburan kuno tersebut?" teriak See giok penuh amarah.
"Jika kau bertanya dengan
sikap yang be-gitu kasar, aku akan menjawab tak tahu"
Berkilat sepasang mata Lan See
giok, dia maju dua langkah ke muka dan siap menotok kembali jalan-darah di
tubuh Oh Ti san,
Mendadak terdengar Oh Tin son
menjerit dengan suara yang sangat memilukan hati:
"Cepatlah kau katakan,
kau tak usah men-cari penyakit buat diri sendiri!"
Oh Tin san memandang sekejap
kearah Lan See giok yang sedang menghentikan langkahnya setelah mendengar
perkataan itu, dia tahu bersikap keras kepala hanya men-cari penderitaan bagi
diri sendiri.
Menyadari akan hal tersebut,
dia menghela napas sedih, kemudian ujarnya dengan suara dalam:
"Tadi, aku mengatakan
bahwa Pek toh oh-cu si Makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi sebagai biang
keladinya peristiwa ini karena tengah hari tersebut secara kebetulan saja
kujumpai gerak gerik Si Yu gi yang sangat mencurigakan, ketika kukuntit gerak
gerik-nya maka kutemukan akhirnya tempat persembunyian dari Lan Khong
tay."
Mendengar keterangan ini, Hu
yong siancu serta Lan See giok benar-benar amat mendendam kepada Si Yu gi,
ternyata semua peristiwa berdarah ini memang bersumber pada dirinya seorang.
Setelah termenung dan berpikir
beberapa saat, Oh Tin san berkata lebih jauh:
"Semenjak kami lima
manusia cacad dari tiga telaga memperoleh kabar tentang dite-mukannya jejak
dari Hu yang siancu Han lihiap, siang malam tiada hentinya aku selalu melakukan
pelacakan di sekitar tempat tersebut.
“Hari itu, aku sedang
beristirahat di luar hutan siong dekat kuburan Leng ong bong, mendadak kujumpai
si makhluk bertanduk tunggal Si Yu gi dengan membawa sebuah sekop sedang
melayang masuk ke dalam hu-tan tersebut.
(Bersambung ke Bagian 41)