Dengan gerakan tubuh seenteng
burung walet, ke dua orang itu melayang ke udara dan dalam sekejap mata mereka
telah mun-cul dari balik kabut.
Mereka berdua segera merasakan
panda-ngan matanya menjadi silau, pemandangan di atas tebing terlihat jelas,
langit nan biru dan sepercik sinar sang surya yang lembut memancarkan cahayanya
ke empat penjuru, saat itu sudah merupakan fajar keesokan harinya.
Sekejap kemudian mereka telah
sampai di atas permukaan tebing, saat itu asap putih masih mengepul dari arah
puncak, namun kebakaran telah padam.
Lan See giok berpaling sambil
memeriksa sekejap keadaan di tebing seberang, suasana di situ sunyi senyap dan
tak kedengaran sedikit suarapun, Oh Li cu serta Tok Nio-cu juga tak kelihatan
lagi, dia yakin mereka tentu sudah kembali ke Tiang siu tian.
Dari sikap si anak muda itu,
Si Cay soat segera teringat pula akan isak tangis dari seorang gadis yang
didengarnya semalam, tanyanya kemudian dengan nada tak mengerti:
"Engkoh Giok, siapa sih
nona yang menangisimu di atas tebing semalam----?"
-ooo0ooo-
BAB 22
LAN SEE GIOK sudah berapa kali
berpe-ngalaman menghadapi adik Soat nya cembu-ru, betul pertanyaan yang
diajukan olehnya sekarang amat datar dan biasa, namun dia yakin dihati kecilnya
tentu terdapat benih-benih cemburu
Karenanya dengan suara hambar
jawab-nya:
"Yang seorang adalah Oh
Li cu, putri Oh Tin san, sedangkan yang lain adalah Tok Nio-cu, istri Pek ho
caycu!".
Si Cay soat merasa tidak habis
mengerti, -masalah Oh Li-cu memang pernah didengar-nya dari penjelasan engkoh
Giok, tapi me-ngapa pula Tok Nio-cu turut datang ber-samanya ke Tay ang san?
Terdorong oleh rasa ingin
tahu. ia bertanya kembali.
"Tok Nio-cu itu - -"
Sembari memeriksa keadaan di
sekitar te-bing cepat-cepat Lan See giok menerangkan:
"Tok Nio-cu adalah kakak
kandung Oh Li cu, Tok Nio-cu datang ke Tay ang san gara-gara penghianatan si
harimau berkaki cebol, seorang anak buahnya yang kabur dan kini mendapat
perlindungan dari Beruang berle-ngan tunggal,,.."
Belum selesai penjelasan tersebut
diberi-kan, dari antara dua bukit di sebelah kanan mendadak terdengar suara
bentakan nyaring.
Berkilat sepasang mata Lan See
giok, ce-pat-cepat serunya.
"Aai"" mereka
belum pergi, ayo kita kejar mereka!"
Sembari berkata, tubuhnya
bagaikan se-gulung asap segera menerjang ke depan.
Si Cay soat tidak mengetahui
keadaan yang sebenarnya, diapun tidak habis mengerti mengapa Tok Nio-cu bisa
menjadi kakak kandung Oh li cu dan siapa pula, si harimau berkaki cebol itu.
walaupun demikian tanpa mengucapkan sepatah katapun diikutinya pemuda itu
menuju ke depan sana.
Mereka berdua melalui hutan
yang lebat dengan aneka batuan cadas, kemudian di depan situ dijumpainya sebuah
lembah hijau yang luasnya mencapai dua-tiga ratusan kaki persegi.
Di empat sekeliling lembah
tadi tumbuh aneka bambu dan pohon siong, sedangkan dibagian tengah merupakan
sebuah daratan datar, suatu tempat yang baik sekali untuk tempat latihan
silat."
Ditengah lembah terdapat
ratusan orang lelaki kekar berpakaian ringkas yang me-la-kukan pengepungan
dengan senjata terhu-nus, mereka sedang memusatkan semua perhatiannya mengikuti
jalannya pertaru-ngan ditengah arena.
Oh Li cu dengan rambut terurai
kalut se-dang memainkan pedangnya bertarung me-lawan enam orang lelaki kekar
berpakaian ringkas, bajunya sudah compang camping dengan beberapa lubang di
sana sini, posisi nya amat kritis.
Tak jauh dari arena
pertarungan, pada sudut sebelah utara tanah lapang, ber-diri berjajar lima
orang manusia yang rata-rata berwajah buas dan menyeramkan.
Senyuman menyeringai menghiasi
ujung bibir masing-masing, mereka sedang menga-wasi pertarungan antara ke enam
lelaki kekar itu melawan Oh Li cu.
Diantaranya merupakan seorang
hwesio pendek yang bertubuh gemuk, beralis tebal, mata besar, hidung besar dan
mulut lebar, senjata yang dibawa berupa sebuah tongkat berwarna hitam pekat.
Orang yang berada di sisi
kirinya adalah seorang kakek berusia lima puluh tahunan serta seorang nikou
tua, si kakek bertubuh ceking, berbaju hitam, mata cekung, kening cembung dan
bersenjatakan sebuah golok besar.
Sementara si nikou berusia
enam puluh tahunan. bermulut lancip, mata tikus, hidung menghadap ke atas serta
mengena-kan jubah putih, ia memegang senjata giok ji gi.
Dari sinar matanya yang
memancar kan cahaya tajam, bisa diduga bahwa ia bukan terhitung seorang murid
Buddha yang saleh.
Di sebelah kirinya merupakan
seorang le-laki kekar berpakaian ringkas warna biru, di sisinya lagi adalah
seorang pemuda berusia dua puluh delapan-sembilan tahun-an yang mengenakan
pakaian ringkas warna merah.
Kalau si lelaki kekar itu
beralis tebal ber-muka merah dan membawa sepasang kam-pak, maka sang pemuda
berbaju merah itu bert-ubuh ceking, dan berwajah bersih, sepasang mata cabulnya
tiada hentinya menoleh ke belakang.
Di belakang kelima orang itu
masih berdiri puluhan lelaki bersenjata lengkap, mer-eka berdandan sebangsa
kaum hiangcu, ini ber-arti lima orang yang berada didepannya adalah para caycu
dari lima bukit sebelah selatan. Dengan cepat Lan See-giok meman-dang sekejap
ke seluruh lembah tersebut, namun anehnya ia tidak melihat Tok Nio-cu.
Setelah maju ke depan beberapa
kaki lagi, pemuda itu baru terperanjat, dilihatnya pe-muda berpipi bersih itu
rupanya sedang the mengawasi Tok Nio-cu yang terikat kencang.
Si anak muda itu benar-benar
tidak habis mengerti, Tok Nio-cu adalah seorang jagoan perempuan yang nama
besarnya sudah ter-masyhur sampai di mana-mana terutama sekali ke enam macam
senjata rahasia beracun yang hebat. mengapa ia justru ter-tawan musuh?
Dalam pada itu. Tok Nio-cu
dibelenggu di belakang kelima orang caycu tersebut saking mendongkolnya paras
muka perempuan itu sudah berubah menjadi hijau membesi gigi-nya digertak
kencang-kencang sedangkan sinar matanya memancarkan cahaya yang menggidikkan
hati, sudah jelas kemarahan-nya sudah mencapai puncaknya.
Dalam waktu singkat Lan See
giok sudah melihat dengan jelas keadaan dalam lembah itu, meski Oh Li-cu berada
dalam keadaan kritis, namun jiwanya belum sampai teran-cam, karena tujuan
kelima orang caycu itu agaknya hendak menangkap musuh dalam keadaan
hidup-hidup.
DIANTARA kelima orang
tersebut, yang paling menyolok adalah si hwesio gemuk pendek itu, sepasang
matanya yang sedang mengikuti jalannya pertarungan mencorong kan sinar cabul.
sudah pasti orang itu, adalah seorang pendeta cabul.
Oleh karena tak ingin
mengejutkan ka-wa-nan lelaki kekar yang mengepung di sekeli-ling tempat itu.
Lan See giok bertindak sa-ngat hati-hati, dengan gerakan ombak pan-jang
bagaikan awan, dia melejit ke udara melewati atas kepala kawanan lelaki itu,
ke-mudian melayang turun di tengah lembah tersebut.
Tanpa menimbulkan suara barang
sedikit-pun juga Si Cay soat mengikuti di be-lakang pemuda itu dengan gerakan
burung hong bermain di awan ....
Begitu mereka berdua melejit
ke udara, perbuatan tersebut segera diketahui oleh ke-lima orang caycu
tersebut, sepuluh buah so-rot mata mereka bersama sama dialihkan kemari.
Sambil melayang turun ke atas
tanah, Lan See-giok segera membentak keras:
"Tahan...!"
Ditengah bentakan nyaring,
tubuhnya se-cepat kilat meluncur ke depan, diantara berkibarnya jubah biru, ia
telah tiba di depan ke enam orang lelaki yang sedang mengeru-buti Oh Li-cu itu.
Menyusul kemudian bayangan
merah berkelebat lewat, Si Cay-soat mengikuti di belakangnya.
Kehadiran dua orang muda mudi
itu segera mengejutkan ratusan orang lelaki kekar yang berkerumun di sekitar
situ, namun berhu-bung Lan See giok dan Si Cay-soat berada di depan ke lima
orang caycu. maka tak se-orangpun yang berani membidikan anak panahnya.
Ke enam orang lelaki yang
mengerubuti Oh Li cu juga dibikin terkejut oleh suara benta-kan Lan See-giok
yang menggeledek itu, sedemikian kerasnya suara bentakan itu sampai mereka
mundur dengan sempoyo-ngan, kepalanya pusing, matanya berkunang-kunang,
masing-masing melangkah mundur sejauh satu kaki lebih.
Berjumpa dengan Lan See-giok,
Oh Li cu merasa bagaikan bertemu dengan sang suami, , ia segera menjerit sambil
menangis.
"Adik Giok.-"
Sembari menangis dia
merentangkan ta-ngannya hendak menubruk ke dalam pelu-kan Lan See giok, namun
ketika dilihat-nya seorang gadis cantik berbaju merah berdiri di belakang anak
muda tersebut, dengan cepat ia menghentikan langkahnya kemudian menutupi wajah
sendiri, sambil menangis tersedu-sedu.
Berada dalam keadaan begini,
Lan See giok tidak sempat menghibur Oh Li-cu ?, lalu kepada Si Cay soat segera
katanya:
"Adik Soat, dialah nona
Oh, coba kau lihat apakah dia menderita luka".
Kemudian dengan langkah cepat
dia menghampiri ke lima orang Caycu yang ma-sih berdiri kaget itu.
Belum sampai lima langkah Lan See-giok
berjalan ke depan, rasa kaget ke enam orang itu sudah lenyap, serentak para
hiangcu de-ngan senjata yang berbeda itu membentak keras lalu bersama sama
menerjang kearah anak muda itu.
Si Cay soat gusar sekali, dia
putar perge-langan tangannya sambil meloloskan pedangnya, cahaya tajam segera
berkilauan memancar ke luar dari pedang Jit-hoa kiam tersebut.
Sesungguhnya tujuan Lan
See-giok adalah menyelamatkan Tok Nio-cu dari cengkeraman musuh, maka dengan
gerakan yang sangabt cepat serta tjidak nampak gergakan apa yang dbigunakan,
tahu-tahu saja ia telah sampai di hadapan kelima orang caycu itu.
Ke enam orang hiangcu yang.
mencoba mengepung tadi hanya merasakan panda-ngan matanya kabur, tahu-tahu
bayangan musuh sudah hilang lenyap.
Di dalam kagetnya serentak
mereka henti-kan gerakan majunya sambil menarik kem-bali senjatanya . . . .
sayang agak ter-lambat!
"Traang . . . "
Banyak senjata yang saling
membentur bergema memecahkan keheningan, ada dua orang hiangcu yang terluka
ditangan rekan sendiri, seruan kaget serentak mereka me-ngundurkan diri ke
belakang..
Pads hakekatnya lima orang
caycu tersebut tidak menyangka kalau Lan See giok mem-punyai gerakan tubuh
sedemikian cepat nya
Mereka hanya merasakan
bayangan biru berkelebat lewat, tahu-tahu saja musuh su-dah berada di depan
mata, diiringi jeritan kaget serentak mereka berlima mengundur-kan diri ke
belakang . . .
Puluhan orang lelaki yang
berdiri di bela-kang ke lima prang itu menjadi panik lalu kacau balau tak
karuan, serentak mereka membubarkan diri dengan meninggal kan Tok Nio-cu
seorang diri di situ.
Memanfaatkan kesempatan disaat
pihak lawan masih kacau. Lan See giok menerjang maju ke muka dan membangunkan
Tok Nio-cu dari atas tanah, tak lama Kemudian Si -Cay soat dan Oh li-cu telah
menyusul pula ke situ, sekali Oh li-cu menggerakkan pedang-nya, semua tali yang
membelenggu tubuh Tok Nio-cu sudah putus semua.
Dengan perasaan menyesal
bercampur terima kasih Tok Nio-cu segera berkata:
"Adik Giok terima kasih
banyak, kau telah menyelamatkan jiwaku....
Lan See giok tertawa ramah.
"Nyonya sudah membantuku
sebagai pe-tunjuk jalan. budi kebaikanmu itu sangat besar. untuk berterima
kasih saja tak cukup mana berani kuterima rasa terima kasihmu!""
Tok Nio-cu tahu bahwa Lan See
giok masih belum tahu kalau dialah yang telah memo-tong tali penggantung.
karenanya dengan bperasaan malu bjercampur menyesgal ia menundukkban kepalannya
rendah- rendah. Tentu saja Lan See giok tidak akan tahu mengapa Tok Nio-cu yang
sombong, bisa ke-hilangan kecongkakannya, ketika ia menger-ling sekejap ke
arahnya di temukan kantung berisi senjata rahasia yang biasanya tergan-tung
dipinggang Tok Nio-cu, kini sudah tidak nampak lagi.
Dengan cepat dia menjadi paham
apa gerangan yang telah terjadi, sambil menengok kearah ke lima orang caycu
yang berada berapa kaki dihadapannya sana ia menegur dengan suara dalam:
"Siapa yang telah
menyerobot kantung senjata rahasia milik nyonya Gui?"
Teguran tersebut segera
menyandarkan Tok Nio-cu, keningnya berkerut dan mata nya memancarkan sinar
tajam, tiba-tiba bentak-nya dengan suara nyaring.
"Hoa sam long, serahkan
nyawa anjing mu----"
Ditengah bentakan, ia langsung
menerjang ke arah pemuda berpakaian ringkas warna merah itu----
Oh Li-cu terkejut sekali
melihat kejadian ini, segera cegahnya. "Cici, hati-hati! Dia..."
Belum habis seruan itu,
tubuhnya te1ah ikut menerjang ke muka--
Hoa sam long si pemuda
berpakaian ring-kas warna merah itu sudah dibikin terkejut oleh kelihaian ilmu
meringankan tubuh mereka. meski demikian, sepasang matanya yang cabul justru
mengamati terus wajah Si Cay-soat yang cantik dengan penuh keraku-san.
Ketika melihat Tok Nio-cu
datang menye-rang seperti orang gila, ia tertawa dingin, ke-mudian ujarnya
kepada ketiga orang hiangcu yang berada di belakangnya.
"Senjata rahasia milik
Tok Nio-cu telah kurampas, ayo cepat kalian bertiga turun tangan untuk
meringkusnya"
Tiga orang lelaki segera
membentak keras sambil maju menyongsong datangnya terka-man dari perempuan itu.
Tok Nio-cu sama sekali tidak
menggubris datangnya ancaman mana, ia tetap melanjut-kan terkamannya ke arah
Hoa-sam-long.
Sejak tiba di arena, Si
Cay-soat sudah di bikin gusar hatinya oleh pandangan cabul Hoa Sam long. apa
lagi setelah mendengar namanya, dia semakin yakin kalau pemuda tersebut bukan lelaki
baik.
Tatkala rdilihatnya ada ztiga
orang lelawki kekar menerjrang Tok Nio-cu bersama sama, sambil tertawa dingin
segera bentaknya.
"Kalian betul-betul
kawanan manusia yang tak tahu malu!"
Belum selesai ia berkata,
tangannya sudah diayunkan ke depan, tiga titik cahaya tajam langsung menyambar
lewat diantara tubuh Tok Nio-cu serta Oh Li-cu langsung mengha-jar badan ketiga
orang lelaki yang sedang menerjang tiba.
Serangan tersebut cepat
sekali. dalam sekali berkelebat tahu-tahu sudah sampai ....
Beberapa kali jeritan ngeri
yang memilukan hati berkumandang memecahkan keheni-ngan, ketiga orang lelaki
itu membuang sen-jatanya dan roboh terjengkang ke tanah.
Tapi ketiga titik cahaya tajam
tersebut ti-dak berhenti sampai di situ saja, setelah me-nebas kutung batok
kepala ketiga orang itu, cahaya tajam tadi masih meneruskan gera-kannya
meluncur ke depan. .
Lan See-giok segera
mengerutkan dahinya oleh kejadian itu sedang Si Cay soat tertegun, sementara
kawanan jago lihay lainnya sama-sama menjerit tertahan saking kagetnya .
Pada saat itulah ditengah
arena bergema suara bentakan marah, Hoa Sam long telah melepaskan sebuah
serangan dengan mema-kai tali pengikat dewa, semacam tali panjang berwarna
kuning yang membentuk sebuah lingkaran gelang. .
Benda itu langsung menyambar
ke tubuh Tok Nio-cu.
Melihat "benda itu. Lan
See-giok segera mengerti apa sebabnya Tok Nio-cu sampai tertawa.
Tok Nio-cu sama sekali tidak
menggubris atas datangnya jiratan tali tersebut, sambil tertawa dingin dia
menghindar dari Hoa--sam-long kemudian menundukkan kepalanya sembari bertekuk
pinggang.
"Duuusss...!
Setitik cahaya biru langsung
meluncur ke depan...
Lan See-giok baru merasa
terkejut setelah melihat peristiwa ini, ia baru tahu bahwa orang persilatan
patut merasa segan terha-dap Tok Nio-cu, karena serangan senjata ra-hasia
beracunnya memang tak boleh di pan-dang enteng.
Belum habis ingatan tersebut
melintas le-wat, Hoa Sam long telah menjerit kesakitan sambil roboh terjengkang
ke atas tanah, di atas dadanya tahu-tahu sudah menancap sebatang anak panah
yang panjangnya. men-capai empat inci.
Oh li cu yang berada di
belakang, Tok Nio-cu cepat membentak keras sambil menga-yunkan pedangnya
membabat tali itu, sayang babatannya meleset. akibatnya Tok Nio-cu sekali
terbelenggu dan tubuhnya roboh ter-jengkang..
Ke empat orang caycu lainnya
tidak menyia nyiakan, kesempatan yang sangat baik ini.. diiringi suara bentakan
nyaring, serentak mereka. menerjang ke muka, dengan tujuan membekuk Tok Nio-cu
dan dijadikan sebagai sandera, puluhan orang hiangcu lainnya pun segera
membubarkan diri dengan maksud mengepung Lan See giok sekalian..
Melihat perbuatan mereka, Lan
See giok sangat gusar, sambil membentak ia mener-jang hwesio gemuk pendek itu.
Oh Li cu bertarung melawan si
nikou tua, sedangkan lelaki berkampak itu membantu si hwesio gemuk mengerubuti
Lan See giok.
Si Cay soat membentak keras,
disertai ca-haya merah yang berkilauan dia langsung menerjang si kakek
bergolok.
Situasi dalam arena berubah
menjadi sa-ngat kalut, ratusan orang lelaki yang mengepung dari kejauhan hanya
bisa menga-cungkan senjatanya sembari berteriak teriak.
Tok Nio-cu sudah berpengalaman
sekali di dalam menghadapi pelbagai pertarungan,. ia tidak ambil diam, tubuhnya
menggelinding ke samping untuk menyelamatkan diri, dengan begitu ayunan golok
si kakek bergolok itu mengenai sasaran yang kosong.
Tiba-tiba sinar merah,
menyambar lewat, Si Cay soat telah muncul di depan mata di-mana sinar pedangnya
berkelebat, jeritan bngeri yang menyjayat hati berkugmandang memecahbkan
keheningan. Sebutir batok kepala tampak mencelat ke udara diiringi semburan
darah segar.
Si hwesio gemuk juga mendengus
tertahan, dadanya kena disodok kepalan tangan Lan See-giok sehingga tubuhnya
mundur sempo-yongan, darah segar segera muntah ke luar dari mulutnya.
Lan See giok memutar tubuhnya
dengan cepat, ujung baju kirinya dikebaskan ke samping..
Lelaki berwajah merah itu
segera menjerit kesakitan, sepasang kampaknya mencelat ke udara, belum lagi
berdiri tegak, jari tangan Lan See giok sudah menotok jalan darah Pay wi
hiatnya.
Oh Li-cu bukan tandingan nikou
tua itu, dia sudah kena terdesak hingga permainan pedangnya kacau dan tubuhnya
melangkah mundur terus menerus ...
SI Cay soat yang menjumpai
kejadian tersebut segera bersiap sedia membantu Oh Li cu. tapi pada saat itulah
tiba-tiba terde-ngar Tok Nio-cu menjerit kaget.
Sewaktu gadis itu berpaling,
ia saksikan tubuh Tok Nio-cu telah diinjak injak oleh em-pat orang hiangcu.
Gadis itu menjadi amat gusar,
sambil membentak tubuhnya melejit ke tengah udara.
Bersamaan waktunya Si Cay soat
melejit ke udara, Lan See giok membentak pula keras-keras, ke lima jari tangan
kanannya telah disentilkan ke depan, empat desingan angin tajam langsung
menyambar tubuh ke empat hiangcu tersebut
"Prakkk, praak, praak,
praak . . . "
Empat kali dengusan tertahan
bergema, ke empat lelaki kekar itu sudah roboh berguling di atas tanah dengan
kepala pecah dan isi benak berceceran di atas tanah.
Peristiwa ini kontan saja
mengecilkan nyali kawanan hiangcu lainnya, pucat pias wajah mereka karena
terkejut, sukma serasa mela-yang meninggalkan raganya, tanpa mem-buang waktu
mereka sama-sama putar badan dan mengambil langkah seribu.
Berkobar hawa napsu membunuh
Si Cay soat yang berada di udara setelah melihat hal ini." menggunakan
jurus sungai perak membasahi bumi, sebuah jurus serangan dari ilmu pedang Tong
kong kiam hoat.
Pedangnya disertai cahaya
tajam yang menyilaukan mata langsung menyambar ke tubuh beberapa orang hiangcu
tersebubt...
Dimana cahajya pedangnya begrkelebat
le-watb, jeritan ngeri berkumandang susul menyusul, batok kepala beterbangan.
darah segar memancur kemana mana. mayat tanpa kepala terkapar di sana sini
dalam keadaan yang amat mengerikan.
Tok Nio-cu memandang sekejap
ratusan pemanah yang mengepung di sekitar arena. kemudian bentaknya
keras-keras.
"Jangan bunuh orang-orang
itu "
Lan See-giok juga kuatir
mereka dijadikan sasaran pemanah-pemanah itu, serunya ke-mudian kepada Si Cay
soat.
"Adik Soat, cepat
kembali, kita harus me-nemukan Beruang berlengan tunggal sece-patnya."
Kata-katanya belum selesai
diutarakan, Si Cay soat telah melayang kembali ke posisi semula.
Menyaksikan tenaga dalam yang
dimiliki Si Cay soat telah peroleh kemajuan yang begitu pesat. Lan See giok
tahu bahwa ini disebab-kan gadis itu makan cairan Leng-sik- giok-ji, dia merasa
gembira sekali atas hal tersebut.
Dalam pada itu si nikou tua
tersebut sudah berhasil dikuasai Lan See giok, Oh Li cu juga telah membebaskan
Tok Nio-cu dari belenggu, maka dengan Lan See giok mengempit lelaki bermuka
merah itu dan Tok Nio-cu mengempit si nikou, mereka melan-jutkan perjalanannya
menuju ke bukit yang lebih dalam.
Ratusan orang lelaki kekar,
yang mengu-rung di sekeliling tempat itu cuma bisa ber-diri termangu mangu
bagaikan patung karena terkejut dan takutnya, apalagi kedua orang caycu mereka
sudah dibawa oleh Lan See giok sekalian, tentu saja mereka semakin tak berani
melepaskan anak panah.
Dengan kaburnya puluhan orang
lelaki yang mengepung diarah utara, maka terbu-kalah jalan menuju ke mulut
lembah sebelah utara.
Sambil menuding puncak bukit
tertinggi di depan sana, Tok Nio-cu segera berseru kepada Lan See giok.
"Adik Giok, si beruang
berlengan tunggal telah memperoleh laporan dari mata-mata-nya bahwa aku telah
tewas di dasar jurang.. bila kita langsung berangkat ke markas besarnya
sekarang, sudah pasti si rberuang ber-lenzgan tunggal takw sempat membuatr
persiapan lagi."
Mendengar perkataan itu,
teringat pula kejadian semalam dimana talinya diputus orang, Lan See-giok
semakin yakin kalau perbuatan itu dilakukan musuh.
Dengan membungkamnya Oh Li cu
atas peristiwa-tersebut, tentu saja Tok Nio-cu tak berani menyinggungnya.
otomatis Lan See- giok tak bakal mengetahui kejadian yang se-benarnya,
Dengan perasaan yang amat
gundah dan gelisah Lan See-giok mempercepat langkah-nya menuju ke puncak bukit,
sedemikian ce-patnya hingga menyerupai sambaran kilat.
Si Cay soat dengan tenangnya
mengikuti terus di samping pemuda itu, ia sama sekali tidak nampak kepayahan.
Berbeda sekali dengan Tok Nio-cu
serta Oh Li cu, dalam waktu singkat mereka sudah kepayahan dan kehabisan
tenaga, terutama sekali Tok Nio-cu, yang harus membopong si nikou tua, ia
nampak kehabisan tenaga..
Si Cay-soat dapat melihat
kejadian tersebut dengan jelas, kepada Lan See-giok diapun berbisik:
"Engkoh Giok, perlambat
langkahmu!"
Ketika pemuda itu berpaling,
dilihatnya Oh Li cu masih mengejar terus dengan sepenuh tenaga, sebaliknya Tok
Nio-cu sudah keting-galan jauh sekali, rambutnya kusut dan pe-luh sudah
membasahi seluruh tubuhnya.
Karena sudah tiba di bawah
puncak, maka Lan See giok sekalian segera menghentikan langkahnya. menyusul 0h
Li cu juga telah tiba di sana.
Dengan wajah merah padam, Tok
Nio-cu segera mempercepat larinya, dengan begitu kecepatannyapun bertambah, dalam
bebe-rapa kali lompatan saja ia telah menghampiri mereka.
Begitu tiba di tempat tujuan,
sambil ter-tawa jengah katanya kemudian:
Waah, orang ini memang si tua
bangkotan, makin diseret rasanya makin bertambah be-rat!"
Tanpa sungkan, ia segera
membanting nikou tua itu ke atas tanah.
Menyaksikan Tok Nio-cu sudah
mandi keringat, mukanya merah padam, rambutnya kusut dan tiada hentinya
terengah engah, Lan See giok .segera berpaling ke arah Si Cay soat sambil
katanya.
""Sumoay, harap kau
yang menggendong nikou tua itu naik ke atas puncak."
Si Cay soat tertawa manis dan
segera me-ngangguk mengiakan.
Disaat berhenti sejenak
itulah, baik Tok Nio-cu maupun Oh Li cu dapat melihat wajah Si Cay soat dengan
lebih- jelas lagi.
Dengan cepat Tok Nio-cu
peroleh kesim-pulan bahwa perempuan semacam ini boleh dibilang merupakan gadis
paling cantik yang pernah dijumpainya selama ini, jangan lagi orang lelaki,
biar dia sendiri sebagai seorang perempuan pun tak urung merasakan hati-nya
berdebar keras setelah menyaksikan gadis cantik berbaju merah ini.
Ia pun menjumpai bahwa adiknya
Oh li cu meski nampaknya seperti seorang gadis can-tik, namun seperti juga
dirinya, mereka ke-kurangan keanggunan dan kelembutan yang justru merupakan
syarat utama bagi seorang gadis yang menawan.
sebaliknya Oh Li cu yang dapat
melihat ke-cantikan Si Cay soat, dengan cepat menjadi mengerti apa sebabnya
adik Giok tidak mencintai dirinya. baru sekarang ia berhasil menemukan alasan
yang sesungguh nya.
Ia percaya kecantikan wajahnya
tidak ka-lah bila dibandingkan kecantikan Si Cay soat, tapi dirinya justru
kekurangan sikap alim, lembut dan anggun. terutama sekali kesan yang diberikan
olehnya bagi sang pemuda selama di Wi-lim-poo dulu kelewat jelek, bila diingat
kembali, dia sungguh merasa amat menyesal.
Padahal semenjak ia berjumpa
dengan Hu-yong siancu serta Ciu Siau cian. diapun se-lalu berusaha untuk
belajar menjadi seorang perempuan yang lembut dan menawan hati.
Teringat akan Ciu Siau-cian.
diapun mem-bandingkan gadis tersebut dengan Si Cay-soat, dengan cepat ia dapat
merasakan bahwa Si Cay soat kekurangan sikap tenang dan alim dari Ciu Siau
cian. diapun tidak memiliki sikap suci dan halus dari Ciu Siau cian.
Tapi Si Cay soat justru
memiliki kelincahan dan kebinalan yang justru merupakan suatu daya tarik
tersendiri, yang mana tabk kan di-jumpaij pada diri Ciu gSiau cian.
Oh bLi cu cukup mengerti
tentang dirinya meskipun dia ingin merubah karakternya, namun kegenitan dan
kejalangannya tak mungkin bisa dihilangkan sama sekali"
Namun, demi keberhasilannya
menarik perhatian Lan See-giok, dia masih tetap akan berusaha keras untuk
belajar menjadi se-orang perempuan yang alim dan lemah lem-but.
Sementara itu, Si Cay soat
merasa malu sekali ketika melihat wajahnya diawasi kedua orang perempuan itu
lekat-lekat merah padam selembar pipinya, sambil berpaling segera serunya
kepada Lan See-giok.
"Engkoh Giok, ayo kita
lanjutkan per-jalanan ke atas puncak bukit itu!" Sambil berkata, dia
lantas mengangkat tubuh si nikou tua itu dari atas tanah.
Sebetulnya Lan gee giok juga
ingin se-cepat cepatnya naik ke puncak bukit, namun ia tak tega mendesak Tok
Nio-cu sebab di lihatnya perempuan itu masih terengah engah dengan mandi
keringat.
Namun setelah didesak oleh Si
Cay soat, diapun berpaling kearah Tok Nio-cu sambil bertanya:
"Bagaimana kalau kita
berangkat sekarang juga?"
Sejak perbuatannya memotong
tali sema-lam. Tok Nio-cu selalu menaruh perasaan menyesal dan malu terhadap
Lan See giok, diapun tak berani memperlihatkan sikap angkuhnya di hadapan
pemuda itu.
Cepat-cepat katanya dengan
suara rendah.
"Biar-adik Giok dan nona
Si berangkat duluan, sedang aku dan adikku menyusul belakangan, jika menjumpai
hal yang gawat kalian berdua jangan lupa untuk mengguna-kan si Kapak penyapu
awan Sik Tay kong dan Cing lian si nikou buruk tersebut sebagai tameng."
Lan See giok segera mengiakan,
sedang-kan Si Cay soat merasa kejadian tersebut amat menarik hatinya, tak tahan
lagi ia tersenyum manis. Mereka berdua pun segera menghim-pun tenaga dan
meneruskan perjalanannya ke atas puncak.
Dalam waktu singkat mereka
sudah tiba di sebuah tanah lapang yang luas di puncak bukit itu, dari kejauhan
terlihat pula sebuah dinding benteng yang tingginya mencapai puluhan kaki.
Di sekeliling dinding benteng
itu terdapat benteng-benteng batu untuk melepaskan panah, di sekitarnya
terdapat sungai yanbg lebar, selainj itu terdapat pgula jembatan gabn-tung yang
menghubungkan pintu gerbang, dapat dilihat bahwa benteng tersebut me-mang
sengaja dibangun dengan kokoh sekali.
Pada waktu itu di atas dinding
benteng pe-nuh dengan para pengawal bersenjata leng-kap, di bawah sinar
matahari pantulan sinar dari senjata mereka menimbulkan suasana yang amat
mengerikan.
Tanpa ragu-ragu Lan See giok
dan Si Cay soat langsung menerjang ke arah pintu ger-bang,
Gerakan tubuh mereka berdua
cepat diketahui oleh para penjaga di atas dinding benteng, diiringi teriakan
keras, tombak dan anak panah pun berhamburan seperti hujan gerimis.
Menyaksikan datangnya
serangan, Lan See giok segera membentak keras.
Hei, lihat dulu! Sik caycu dan
Cing lian caycu kalian berada disini, bila ingin mem-bunuh mereka berdua, ayo
silahkan melepas kan serangan lagi"!
Sambil berkata, mereka segera
mengguna-kan tubuh Sik Tay kong den Cing lian nikou sebagai tameng.
"Ternyata cara ini memang
memberikan hasil yang amat manjur. semua serangan segera dihentikan dan tak
seorang pun yang berani melepaskan anak panah lagi.
Tapi pintu gerbang benteng
cepat-cepat ditutup rapat, jembatan gantung dikerek naik dan semua jalan menuju
benteng di-tutup.
Lan See giok serta Si Cay soat
tidak ambil perduli, mereka telah bertekad untuk me-nyerbu ke dalam benteng
dengan cara apa saja.
Sementara kedua orang itu
hendak melampaui sungai, mendadak terdengar Tok Nio-cu yang sementara itu sudah
menyusul tiba berteriak keras.
"Adik Giok, nona Si,
tunggu dulu. kalian ti-dak usah menyerbu ke dalam"
Si-Cay soat dan Lan See giok
segera ber-henti, dengan cepat Tok Nio-cu dan Oh Li cu menyusul ke situ.
begitu berhenti, Tok Nio-cu
segera berkata.
"Kita kan mempunyai dua
orang sandera? Tak usah kuatir, Kiong Tek ciong pasti akan menampakkan dirri
dengan sendirzinya"
Lan See wgiok merasa
perrkataan itu memang benar, ia segera mengangguk tanda setuju.
Sebaliknya Oh Li cu merasa
tidak tenang, tiba-tiba ia balik bertanya.
"Bagaimana kalau
seandainya Kiong Tek ciong tidak menampakkan diri-- ?"
Tanpa ragu Tok Nio-cu menatap
adiknya, kemudian ujarnya dengan suara dalam.
`Aaah, masa teori semacam
inipun tidak kau pahami? Dia kan pemimpin besar dari tiga tebing sembilan
puncak dua belas ben-teng? Jika sebagai pemimpin ternyata berjiwa pengecut, tak
berani menampakkan diri. ba-gaimana mungkin ia bisa memimpin anak
buahnya?"
Selembar wajah Oh Li cu segera
berubah menjadi merah jengah, tapi dengan nada tak puas kembali katanya,
"Semalam, bukankah kau
pernah berkata, andaikata Kiong Tek ciong sengaja meng-hin-darkan diri, urusan
bakal menjadi berabe?
Dengan perasaan apa boleh buat
Tok Nio-cu segera menggelengkan kepalanya berulang kali.
Aai, keadaan waktu itu berbeda
sekali de-ngan keadaan sekarang. waktu itu dia cuma duduk sambit mengatur
siasat. tapi sekarang anak buahnya tertawan, bila ia tetap berpe-luk tangan
belaka, siapa lagi yang bersedia menjual nyawa untuk diri-nya?..
Oh, Li cu segera dibikin
terbungkam dalam seribu bahasa. meski wajahnya agak merah, namun dihati
kecilnya merasa kagum sekali atas kecerdasan encinya ini,
Lan See giok juga merasa bahwa
Tok Nio-cu merupakan seorang perempuan berotak encer dan berpengalaman luas.
Tampaknya ia cukup menguasai tentang ilmu jiwa, tak heran kalau pemuda inipun
diam-diam me-rasa kagum."
Si Cay soat adalah seorang
nona cilik yang berhati luhur dan polos, ia sama sekali tak pernah memikirkan
masalah seperti ini. karena itu dia pun mendengarkan dengan seksama tanpa
memberi komentar apa-apa.
Setelah membereskan rambutnya
yang ku-sut dan menyeka peluh yang membasahi tubuhnya, Tok Nio-cu menuding ke
arah pintu benteng yang berada dua-tiga puluh kaki di depan sana sambil katanya.
"Hayo berangkat. kita
menuju ke tanah la-pang di depan jembatan sana"
Dengan langkah lebar dia
segera berjalan lebih dulu menuju ke depan sana.
Dengan menyeret Sik Tay-kong
dan Cing lian nikou, berangkatlah Lan See giok sekalian menuju ke tanah lapang
di depan jembatan gantung, tiada seorang manusia-pun yang melepaskan panah,
tiada seorang pun yang bersuara, suasana terasa amat hening.
Setelah berhenti, Tok Nio-cu
kembali ber-kata; "Sekarang kita lempar tubuh Sik Tay kong dan nikou tua
itu ke atas tanah"
Dari nada pembicaraan
perempuan ter-se-but, Lan See giok dapat menyimpulkan kalau Tok Nio-cu menaruh
kesan yang jauh lebih baik terhadap Sik Tay kong ketimbang terha-dap nikou tua
itu.
Padahal semestinya seorang
nikou adalah paderi yang saleh, seorang manusia yang menjauhkan diri dari
keduniawian, tapi ke-nyataannya ia justru menjadi seorang caycu, terhitung
murid Buddha macam apakah manusia semacam itu?
Sementara pemuda itu masih
berpikir. dia telah meletakkan Sik Tay kong ke atas tanah, sebaliknya Si Cay
soat yang agak nya mem-punyai kesan yang sama justru membanting Nikou itu
keras-keras.
Cing lian nikou, manusia licik
berhati ke-jam ini cukup mengetahui keadaan yang di-hadapinya. karena itu meski
dibanting sam-pai punggungnya terasa sakit ia tetap me-mejamkan matanya tanpa
merintih..-.--.
Setelah melihat sekejap kearah
dinding benteng, Tok-Nio-cu segera berseru lantang.
"He!. yang hiangcu yang
bertanggung jawab atas benteng ini, dengarkan baik-baik, kalian cepat
mengundang pemimpin besar kalian Kiong Tek ciong, agar munculkan diri, kata-kan
saja putra mendiang Lan tayhiap, Lan See giok, Lan siauhiap ada urusan hendak
bertemu dengannya, selain itu beritahu kepadanya juga, agar penghianat dari Pak
ho cay, si harimau berkaki cebol agar digusur ke luar juga"
Namun suasana dibanting itu
masih tetap hening, sepi dan tak kedengaran sedikit suarapun.
Setelah berhenti sejenak, Tok
Nio-cu segera bertanya lagi dengan suara dalam.
"Apa yang kukatakan
barusan. apakah su-dah terdengar oleh para penanggung jawab?"
Walaupun di atas dinding
bentebng terdapat hamjpir ratusan mangusia. namun takb se-orangpun diantara
mereka yang bersuara.
Timbul kemarahan di dalam dada
Lan See giok, serunya kemudian sambil menahan geram.
"Ayo, kita dobrak pintu
benteng mereka."
"Kau tak perlu
bingung" cegah Tok Nio-cu sambil tertawa. "adik Giok, cici jamin kau
akan berjumpa dengan si beruang berlengan tunggal dalam keadaan segar."
Begitu selesai berkata, ia
segera mengham-piri Cing-lian nikou dan menendang ping-gangnya keras-keras.
"Duuk . . !"
Tendangan tersebut segera
bersarang telak di pinggang nikou tua itu, tak ampun lagi paderi perempuan ini
menjerit jerit seperti babi yang disembelih, tubuhnya bergulingan kian kemari
sambil mengerang kesakitan.
Begitu Cing lian nikou
mengerang kesaki-tan, dari atas pintu benteng segera bergema suara bentakan
gusar.
"Selama ini pek ho cay
dan Tay ang san bertetangga secara baik, hubungan kitapun selalu langgeng,
boleh dibilang kita adalah orang sendiri, atas dasar apa nyonya menyik-sa orang
ku pada hari ini?"
Ketika Lan See giok
mendongakkan kepalanya. dia menjumpai si pembicara adalah seorang lelaki
setengah umur yang bertubuh ceking lagi jangkung, dengan wajah penuh amarah dia
sedang awasi Tok Nio-cu tanpa berkedip.
Tok Nio-cu tertawa dingin,
sahutnya ketus.
"Siapa suruh kau berlagak
bisu lagi tuli, sama sekali tidak menggubris perkataan kami? Aku akan
menghitung sampai sepuluh di dalam hati, jika kau belum juga memberi-tahukan
kehadiran kami kepada Kiong Tek ciong, orang pertama yang akan kubunuh nanti
adalah kau!"
Sambil berkata tangannya
segera meraba ke pinggang pura-pura hendak mengambil senjata rahasia. bersamaan
itu pula dia main bentak dengan mata melotot.
"Ayo, mau pergi
tidak?"
Orang itu menjadi ketakutan
sebtengah mati, pajras mukanya bergubah hebat, cepbat-cepat tubuhnya
berjongkok.
Si Cay soat yang pertama kali
melihat hal tersebut, tak bisa ia menahan gelinya, ia ter-tawa cekikikan.
Sebaliknya Lan See giok cuma
bisa meng-gelengkan kepalanya sambil berpikir.
"Sampai matipun harimau
masih disegani orang, biarpun kantung senjata rahasia milik Tok Nio-cu sudah
tak ada, ternyata ayunan tangan kosongnya masih cukup membuat orang terkencing
kencing karena ke-takutan.."
Tampaknya Tok Nio-cu bisa
membaca suara hati pemuda itu, sambil tertawa ham-bar sengaja ia berkata,
"Untung saja anjing
geladak itu menyingkir dengan cepat, kalau tidak masa ia masih hidup
lagi?"
Seraya berkata dia lantas
memutar tangan menekuk sikut, tahu - tahu desingan tajam meluncur dari balik
ujung baju kiri dan kanannya. dua batang panah pendek dengan membawa cahaya
biru. langsung melesat ke
atas jembatan gantung.
"Triiing. triiing!"
Kedua batang anak panah itu
masing--masing menancap di tonggak kiri dan kanan jembatan tersebut.
Lan See giok, Si Cay soat
serta Oh Li cu yang menyaksikan kejadian tersebut menjadi terkejut sekali,
mimpipun mereka tak pernah mengira kalau Tok Nio-cu telah memasang alat
pembidik senjata rahasia diantara lipa-tan pakaiannya, bagi Lan See giok
peristiwa ini benar-benar merupakan suatu pelajaran yang berharga sekali.
Setelah melirik sekejap ke
arah ke tiga orang itu, sambil tertawa bangga Tok Nio-cu berkata lagi.
"Cici masih mempunyai
permainan lain untuk menyelamatkan jiwaku . . . !"
Lidahnya segera diputar
dibalik bibirnya kemudian mengeluarkan sebuah tabung yang mungil sekali dengan
panjang cuma setengah senti.
Ketika ia mengatup bibirnya
lalu berhem-bus, sekilas cahaya biru yang tak jelas terli-hat langsung
menyembur ke atas sekuntum bunga merah yang tumbuh tujuh depa dide-pannya.
Serangan tersebrut tidak
bersuazra dan tidak mewnimbulkan reaksri apa spa, bunga itu tetap seperti sedia
kala.
Tapi berapa soat kemudian,
bunga merah yang semula nampak segar tersebut tahu-tahu menjadi layu dan mati.
Paras muka Lan See giok, si
Cay soat serta Oh Li cu segera berubah hebat setelah meli-hat kejadian ini,
memang tepat dan tak salah lagi jika perempuan itu diberi julukan perem-puan
beracun atau Tok Nio-cu.
Setelah menghela napas sedih,
pelan-pelan Tok Nio-cu menerangkan: "ilmu menunggang angin meniup jarum
tersebut tidak mudah untuk dipelajari, seandainya penggunaan kurang hati-hati,
maka akibatnya bisa sen-jata makan tuan!"
"Nyonya, jika kau masih
mempunyai sen-jata rahasia yang begitu tangguh dan mema-tikan. apa sebabnya
tidak kau pergunakan ketika sedang ditawan tadi?" tanya Lan See giok tidak
habis mengerti.
Tok Nio-cu segera tertawa
terkekeh kekeh jawabnya.
"Bila kubunuh Hoa sam
long ketika itu, mungkin jenasahku sudah jadi kaku sekarang karena senjata
rahasia semacam ini, hanya boleh dipergunakan dalam posisi yang paling
menguntungkan. Hoa sam long adalah seorang penjahat perusak perempuan yang amat
tersohor, biar cici bukan termasuk seorang perempuan yang cantik bagaikan
bidadari, namun dalam pandangan Hoa sam long aku sudah luar biasa cantiknya
...."
Kemudian setelah tertawa
hambar, ia melanjutkan:
"Aku harus menggunakan
setiap ke-sem-patan dengan sebaik-naiknya. paling tidak aku harus dapat
membunuhnya kemudian melarikan diri, apa lagi waktu itu adikku ma-sih terkurung
musuh dalam keadaan demikian, aku lebih-lebih tak boleh bertindak secara
gegabah."
Mendengar penjelasan itu, Lan
See giok bertiga merasa kagum sekali.
Kalau ke empat orang itu bisa
berbincang-bincang sambil tertawa. maka ratusan orang lelaki kekar yang berada
di atas dinding benteng justru menyiapkan gendewa masing-masing dengan wajah
tegang, seakan akan sedang berhadapan dengan musuh besar.
Oh Li-cu merasa kuatir karena
di atas dinding benteng belum nampak juga sesuatu gerakan tanpa terasa dia
bertanya lagi.
"Cici. mungkinkah orang
itu akan mencari si beruang berlengan tunggal ?"
(Bersambung ke Bagian 29)