Anak Harimau Bagian 22

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 22

Bagian 22

Lan See-giok tertawa dingin, ia merasa si pukulan pasir merah To Siok pandai sekali bersandiwara, ini menunjukkan pula bahwa orangnya licik dan sangat berbahaya.

Sementara Lan See-giok masih termenung, si pukulan pasir merah To Siok telah me-lom-pat ke depannya, kemudian sambil menga-wasi pemuda itu dengan sorot mata benci, ia menegur keras.

“Kau benar-benar adalah putra dari gurdi emas peluru perak Lan Khong-tay ?"

"Sekarang aku tak punya banyak waktu untuk berbicara denganmu, jika kau memang berniat membalas dendam atas sakit hati yang pernah kau terima dari ayahku dulu, silahkan saja kau menuntutnya kepadaku...."

Sekali lagi si pukulan pasir merah To Siok mendongakkan kepalanya sambil tertawa seram.

"Heeehhh.. heeehhh... heeehhh.... bocah keparat, kau tak usah sombong dulu, lihat saja nanti apakah kau masih mampu me-ninggalkan Pek hoo cay ini dalam keadaan hidup?!

Sambil berkata, hawa murninya segera di-salurkan ke dalam telapak tangannya, warna kulit yang semula putih seketika berubah menjadi merah membara.

Lan See-giok gusar sekali, namun sebelum ia sempat berkata sesuatu, tiba-tiba Gui Pak-clang telah berkata pula dengan suara yang berat dan dalam.

"Saudara To, buat apa kau mesti terburu napsu? Untuk membunuh ayam mengapa mesti memakai pisau pembunuh kerbau? Biar siaute utus orang untuk membekuk bangsat tersebut, kemudian baru diserahkan kepada saudara To untuk menghukumnya."

Sebagai tamu yang datang dari jauh. pu-kulan pasir merah To Siok merasa kurang leluasa untuk menampik maksud baik Gui Pak ciang, setelah tertawa angkuh, pelan-pe-lan dia mengundurkan diri dari situ.

Lan See-giok berkerut kening. wajahnya berubah menjadi hijau membesi, sambil mengawasi si toya besi berkaki tunggal segera bentaknya keras-keras.

Gui Pak ciang, kau tidak berani mengata-kan siapa yang telah membunuh ayahku?"

Toya baja berkaki tunggal Gui Pak ciang sama sekali tidak menggubris pertanyaan Lan See giok, kepada seorang lelaki cebol berwajah kuning yang berdiri di belakangnya, ia berseru keras:

"Harimau berkaki cebol, cepat kau ringkus bocah keparat she Lan itu!"

Pemuda cebol itu mengiakan, tanpa banyak bicara dia menerjang ke muka Lan See giok, tangan kirinya menggapai semen-tara kepalan kanannya langsung menjotos ulu hati lawan.

Lan See giok mendengus marah, dengan cekatan dia mengegos ke samping, gagal de-ngan serangannya. pemuda cebol itu mende-sak maju lebih jauh, kembali dia melancar-kan pukulan.

Lan See giok mendengus, tiba-tiba dia ber-putar kencang dan menyelinap ke belakang pemuda cebol itu, diiringi bentakan, keras sebuah tendangan kilat dilancarkan menghantam belakang pinggang musuh . . . .

"Blaammm!"

Diiringi suara benturan keras, jerit kesa-kitan yang menyayat hati seperti babi mau disembelih, bergema di seluruh ruangan tubuhnya yang cebol tahu-tahu sudah mencelat ke luar dari ruangan dan meluncur ke dinding bangunan seberang.

peristiwa ini berlangsung amat cepat untuk sesaat Gui Pak-ciang, si nenek dan To Siok sampai tertegun dibuatnya, wajah mereka berubah hebat.

"Blaammm...! "

Debu dan pasir beterbangan memenuhi angkasa, rupanya pemuda cebol itu sudah menumbuk di atas dinding bangunan sebe-rang menyebabkan sebagian dindingnya am-brol, tentu saja pemuda cebol itu sendiri segera jatuh tak sadarkan diri

Lan See-giok cukup mengerti keadaan situasi yang dihadapinya sekarang, mustahil masalah yang dihadapi bisa diselesaikan se-cara damai, karenanya kepada si pukulan pasir merah To Siok, kembali dia menantang.

"Hei, kalau ingin membalas dendam, ayo cepat turun tangan, aku sendiri memang ingin selekasnya menyelesaikan persengke-taanmu dengan mendiang ayahku dulu"

Sebagai seorang jago kawakan yang cukup termasyhur namanya di dalam dunia persi-latan, tentu saja si pukulan pasir merah To Siok tidak memandang sebelah matapun ter-hadap Lan See giok, mendengar tantangan itu. dia segera berteriak keras dan langsung menerjang ke muka.

"Saudara To. tunggu dulu! Biar aku saja yang mematahkan kaki anjing bajingan cilik ini!" tiba-tiba nenek berbaju abu-abu itu menjerit marah.

Ditengah bentakan. dia turut menerjang pula ke arah Lan See giok. --

Tergerak hati si pukulan pasir merah To Siok mendengar ucapan itu, mendadak tim-bul niat jahat dihati kecilnya. Dengan suara dalam sahutnya kemudian:

"Enso, kau mesti berhati hati!"

Kemudian dia sendiri menyelinap ke bela-kang tubuh Lan See giok. Sementara itu, si nenek berbaju abu-abu itu sudah memutar toyanya menciptakan selapis bayang-an toya yang langsung mengurung batok kepala anak muda tersebut.

Betapa gusarnya Lan See-giok melihat tingkah laku nenek berbaju abu-abu itu, se-mentara ia bersiap sedia melancarkan sera-ngan, tiba-tiba dari atas rumah terdengar se-seorang berseru merdu.

“Lan siauhiap, harap tahan dulu!"

Dengan wajah tertegun Lan See giok ber-paling, tapi pada saat itulah desingan angin tajam menyambar dari belakang kepalanya, bersamaan waktunya si nenek berbaju abu--abu itu juga membentak keras, toya bajanya mendadak berubah arah menyapu lutut musuh dengan gerakan secepat kilat.

Keadaan menjadi kritis dan berbahaya sekali...

Untung saja Lan See-giok tidak menjadi panik, sambil membentak keras ia keluarkan gerakan naga sakti melambung ke udara, suatu gerakan sakti dari tujuh gerakan naga harimau, dengan gerakan secepat sambaran petir dia melejit ke atas atap rumah,

Tiba-tiba saja terdengar suara bentrokan yang amat keras disusul suara jerit kesakitan yang sangat memilukan hati.

Ketika Lan See-giok berpaling, ternyata sepasang kaki si pukulan pasir merah To Siok yang sedang melancarkan sergapan licik dari belakang itu, sudah terhajar oleh sapuan toya baja si nenek berbaju abu-abu sehingga hancur tak karuan.

Sedangkan Gui Pak-ciang sekalian yang menyaksikan peristiwa tersebut menjadi panik dan buru turun semua ke gelanggang.

Pada saat itulah dari atas atap rumah me-layang turun sesosok bayangan manusia, dia tak lain adalah Tok Nio-cu yang baru saja menyusul pulang.

Tatkala sadar bahwa serangannya me-n-genai sasaran yang keliru, si nenek berbaju abu-abu itu nampak tertegun dan berdiri mematung, kemudian sambil menjerit kaget ia buang toya nya ke atas tanah.

Dengan wajah pucat pias dan peluh dingin jatuh bercucuran, cepat-cepat ia berusaha membantu si pukulan pasir merah To Sio! untuk bangkit dari genangan darah .....

Mendadak....

Berkilat sinar bengis dari balik mata pu-kulan pasir merah To Siok, sambil memben-tak keras tiba-tiba saja telapak tangan kanannya yang berwarna merah darah itu dibacokkan ke atas thian-leng hiat di ubun-ubun si nenek berbaju abu-abu.

Peristiwa ini berlangsung sangat tiba-tiba dan sama sekali di luar dugaan, d tambah lagi jarak diantara mereka begitu dekat, Gui Pak-ciang dan Tok Nio-cu sekalian yang berusaha menolongpun jadi terlambat se-langkah.

"Plaaakkk!"

Suara retakan yang sangat keras bergema diangkasa, lalu isi benak nampak berceceran dimana mana, tulang dan darah berham-buran menyelimuti seluruh permukaan tanah.

Diiringi jeritan lengking yang memilukan hati, nenek berbaju abu-abu itu tewas se-ketika.

Berhasil membunuh nenek tersebut, tiba-tiba saja si pukulan pasir merah To Siok me-lejit ke udara dan menumbukkan kepala nya ke atas lantai, tak ampun kepalanya hancur seketika dan jiwanya turut melayang mening-galkan raganya.



Gui Pak ciang serta Tok Nio-cu hanya bisa berdiri melongo menghadapi perubahan yang berlangsung secara tiba-tiba itu.

Ujung baju terhembus angin bergema me-mecahkan keheningan, dengan suatu gera-kan yang ringan Lan See giok melayang turun ke atas tanah...

Gui Pak ciang yang melihat hat tersebut segera membentak keras. "Bocah keparat, aku akan beradu jiwa denganmu!"

Bagaikan seekor harimau gila, dia men-dorong beberapa orang yang berdiri di seki-tarnya dan sambil mengayunkan toya me-nyerbu ke hadapan Lan See giok...

Tok Nio-cu sangat terkejut melihat ke kala-pan orang, cegahnya tanpa terasa:

"Pak ciang, jangan...”

Belum habis ia berseru, tubuhnya telah menubruk ke muka dan mencengkeram per-gelangan tangan Gui Pak ciang.

Seketika gerak maju Gui Pak ciang terhen-ti, dengan pandangan tak habis mengerti ia menengok kearah gundik kesayangannya itu, sementara sorot matanya penuh dengan tanda tanya:

Lan See giok sendiripun turut tertegun melihat tindak tanduk dari Tok Nio-cu itu.

"Pak ciang!" terdengar Tok Nio-cu berkata dengan gelisah, "tenangkan dahulu pikiran-mu, kau bukan tandingan dari Lan siauhiap.

Sementara berbicara, dia masih tetap menggenggam pergelangan tangan kanan Gui Pak ciang erat-erat.

Di hari-hari biasa Gui Pak ciang memang paling menyayangi Tok Nio-cu serta menuruti semua perkataannya, saat tersebut tanpa terasa ia berseru tertahan dan mengalihkan pandangannya yang kaget ke wajah Lan See giok dua kaki dihadapannya.

Sambil melepaskan cekalannya pada per-gelangan tangan Gui Pak-ciang, kembali Tok nio-cu berkata.

"Pak-ciang, kalau dihitung-hitung kau, toh masih termasuk seorang jago kawakan dalam dunia persilatan, masa kau tidak da-pat melihat bahwa ilmu si1at Lan siauhiap telah mencapai puncak kesempurnaan yang luar biasa, dimana panas dingin tak akan mempengaruhi tubuhnya menyerang dengan menurut kemauban pikirannya?"j

Menggigil kergas sekujur badabn Gui Pak -ciang setelah mendengar ucapan itu, tanpa terasa dia mengalihkan pandangan matanya ke atas pakaian tipis yang dikenakan pemuda itu, sementara toya besinya pelan-pelan di turunkan kembali ke bawah:

Tok Nio-cu mengerling sekejap ke arah Lan See giok, kemudian katanya lebih jauh:

"Lan siauhiap ada urusan yang khusus hendak ditanyakan kepadamu, mengapa kau tidak mempersilahkan Lan siauhiap masuk ke dalam ruangan ."

Dengan cepat Gui Pak ciang berhasil me-ngendalikan perasaan cepat dia mengangguk berulang kali kemudian sambil menjura ka-tanya:

"Lan siauhiap, silahkan masuk dan me-ngambil tempat duduk!"

"Maksud baik caycu dan hujin biar kute-rima di dalam hati saja ...." tampik Lan See giok cepat, sebelum pemuda itu menyelesai-kan kata katanya, Tok nio-cu kembali me-nyela:

"Mana mungkin masalah besar yang penting artinya bisa di selesaikan dengan dua tiga patah kata saja? Apalagi pembicaraan secara tergesa-gesa, akan menyebabkan ba-nyak masalah yang tertinggal. bila sampai hal tersebut menyebabkan hal yang tidak di-inginkan, bukankah berabe jadinya? Aku rasa lebih baik kita bicarakan secara seksa-ma dan mendalam saja!"

Lan See giok menganggap perkataan tersebut memang ada benarnya juga, mesti tidak diketahui olehnya apakah Tok Nio-cu mempunyai rencana lain dibalik kesemuanya ini, namun demi sakit hati ayahnya dia tak ingin memperdulikan hal-hal semacam itu.

"Perkataan hujin memang benar." katanya kemudian, "cuma dengan berbuat begitu ke-hadiranku tentu akan mengganggu kalian berdua."

Begitulah, dengan diiringi kata-kata me-rendah, Gui Pak-ciang dan Tok Nio-cu mengi-ringi Lan See-giok masuk ke dalam ruangan.

Dalam pada itu, ke tujuh-delapan orang dayang sudah menyembunyikan diri ke balik ruangan dengan ketakutan, sedangkan kedua puluhan lelaki kekar itu sama-sama berkum-pul di sekitar arena, ada diantara mereka yang justru berdiri di depan jenazah pukulan pasir merah dan si nenek berbaju abu-abu guna menghindari segala kemungkinan yang tak diinginkan.

Setelah perjamuan diselenggarakan, de-ngan tak sabar Lan See giok segera berkata:

"Lo cay-cu, sekarang kuharap bkau suka menjeljaskan kepadaku gsiapakah pembunbuh sebenarnya yang telah menghabisi nyawa mendiang ayahku? Dengan bantuanmu, aku harap bisa selekasnya membalaskan dendam bagi kematian ayahku sehingga arwah nya di alam baka pun bisa secepatnya memperoleh ketenangan."

Ketika mengucapkan kata-kata tersebut ia seperti tak bisa menahan rasa pedih dalam hatinya lagi, air mata segera mengembang dalam kelopak matanya.

Menghadapi pertanyaan tersebut, si toya besi berkaki tunggal Gui Pak ciang hanya termangu-mangu untuk beberapa saat lama nya. kemudian setelah menghela napas sedih ia berkata:

"Walaupun aku merupakan salah satu di antara lima orang yang menguntit ayahmu namun sesungguhnya aku sendiripun tak tahu sebetulnya ayahmu tewas di tangan siapa, sekalipun begitu aku berani bersum-pah kepada langit bahwa kematian ayahmu bukan disebabkan oleh perbuatanku."

Secara diam-diam Lan See giok mengamati wajah Gui Pak ciang dengan seksama kemu-dian dikombinasikan pula dengan dugaan sendiri, maka katanya kemudian sambil manggut-manggut:

"Yaa, aku memang tak pernah mencurigai lo caycu sebagai pembunuh ayahku, itulah sebabnya aku sengaja datang kemari untuk mohon petunjuk dari Lo caycu, sebab pada malam itu lo-caycu juga pernah menggeledah seluruh tubuhku dengan toya besimu, meski kau hanya sebagai manusia kedua!"

Berubah hebat paras muka Gui Pak ciang setelah mendengar ucapan tersebut tiba-tiba ia mendongakkan kepalanya dan mengawasi wajah Lan See giok dengan perasaan terkejut, tanyanya kemudian dengan nada tak habis mengerti:

"Jadi si bocah yang menggeletak mati di lantai adalah adik kandungmu?"

"Tidak, mendiang ibuku hanya melahirkan aku seorang"

Perasaan tak tenang segera menyelimuti perasaan Gui Pak ciang, katanya kemudian dengan wajah menyesal.

"Waktu itu aku benar-benar tidak tahu kalau Lan siauhiap belum mati, dalam geli-sah dan gusarku, aku sangat berharap bisa muncul suatu keajaiban didepanku, itulah sebabnya aku sampai melakukarn perbuatan bodzoh yang sangat wmenggelikan, kurharap siauhiap sudi melupakan kesalahanku dima-sa lampau."

Melihat rasa menyesal yang meliputi wajah Gui Pak-ciang, perasaan tak puas yang su-dah lama tersimpan dalam benak Lan See-giok pun segera hilang lenyap tak berbe-kas.

"Dendam sakit hati terbunuhnya ayahku jauh lebih berat ketimbang sedikit siksaan dan penderitaan dibadan" katanya kemudian "bila lo-caycu bersedia menerangkan kepadaku siapa pembunuh sebetulnya, bu-kan cuma arwah ayah dialam baka akan ber-gembira akupun tak akan pernah melupakan budi kebaikan lo caycu "

Gui Pak ciang berkerut kening, ia seperti teringat akan sesuatu, kemudian tanyanya dengan perasaan tak mengerti.

"Bukankah waktu itu siauhiap hadir di arena? Masa kau tidak tahu siapa pembunuh sebenarnya?"

"Waktu itu, kebetulan sekali aku baru pu-lang dari berpergian, begitu ku jumpai men-diang ayahku tewas, saking sedihnya aku lantas jatuh pingsan, itulah sebab nya tidak kuketahui siapakah pembunuh sebenarnya. Itu pula sebagai alasanku me-ngapa datang kemari hari ini, kuharap lo-caycu bersedia memberi penjelasan, bila dendam ini bisa kubalas budi kebaikanmu tak akan pernah kulupakan ....."

Di atas wajah Gui Pak-ciang segera menunjukkan perasaan serba salah, dia menjadi ragu dan tampaknya seperti ada se-suatu masalah yang tak bisa dijelaskan olehnya.

Tok Nio-cu yang melihat kesulitan suaminya segera menimbrung dengan cepat.

"Pak-ciang, kalau toh kau berada di luar garis dalam persoalan itu, sudah-sepantas-nya bila kau memberi tahukan hal yang se-benarnya kepada Lan Siauhiap, daripada orang lain menaruh curiga terus kepadamu."!

Lan See-giok segera mendapatkan kesan bahwa Tok Nio-cu meski berwajah genit dan berjulukan tak sedap, sesungguhnya ia ber-hati baik dan pandai memahami perasaan orang, tanpa terasa dia melirik sekejap ke arahnya dengan pandangan berterima kasih.



Gui Pak-ciang termenung beberapa saat lamanya, kemudian katanya pelan:

"Untuk tetap memegang janji, terus terang saja kukatakan bahwa banyak persoalan yang tak mungkin bisa ku jelaskan secara leluasa, tapi bila Lan siauhiap ingin meng-ajukan suatu pertanyaan, silahkan saja di sampaikan, asal aku tahu pasti akan ku-jawab seluruhnya. entah bagaimana penda-pat Siauhiap?"

"Lan See giok cukup mengetahui watak umat persilatan yang sangat memegang janji, bagi mereka kepala boleh dipenggal, darah boleh mengalir, namun janji tetap janji dan sekali berjanji tak pernah akan diingkari kembali.

Karenanya pemuda itu lantas mengangguk sambil ujarnya:

Baiklah kalau begitu aku ingin lo-caycu menjelaskan apa sebabnya kalian, berlima yang masing-masing menjagoi wilayah yang berbeda, ternyata pada malam yang sama telah muncul semua di tepi telaga Phoa-yang--oh, apakah sebelum kejadian kalian telah berhasil mendapat tahu alamat ayahku?!

Gui Pak ciang meneguk habis secawan arak, kemudian ia baru menjawab lirih:

"Kami berlima dari tiga telaga telah berte-kad untuk mencari barang yang hilang terse-but sampai ketemu. untuk itu kami telah mencari jejak ayahmu dan Hu-yong siancu di mana-mana, selain itu kamipun berjanji setiap tahun bertemu dua kali untuk mela-porkan hasil penyelidikan masing- masing sepuluh tahun kami tak pernah beristirahat namun kamipun tak pernah berhasil me-ne-mukan sesuatu jejakpun."

Kembali dia meneguk habis secawan arak untuk melampiaskan gejolak emosi di dalam hatinya, lalu setelah memandang ke tempat kejauhan sana, ia berkata lebih jauh.

"Menjelang tahun ke sembilan, ada orang yang secara diam-diam telah melihat Hu--yong siancu muncul ditengah sebuah hutan lebih kurang dua puluh li di sebelah barat telaga phoa-yang-oh."

Tiba-tiba ia menatap wajah Tok Nio-cu dan Lan See-giok sekalian, lalu serunya dengan nada serius:

"Kelihaian ilmu silat Hu-yong siancu dan kecekatannya dalam menghadapi setiap per-soalan, pada hakekatnya sama ter-masyhurnya dengan kecantikan wajahnya, jangan lagi orang yang melihatnya cuma se-orang mata-bmata biasa, biajr si makhluk begr-tanduk tunggabl yang kesohor karena kecer-dasannyapun belum tentu bisa menguntit di belakang Hu-yong siancu serta menyelidiki tempat tinggalnya.

Tok Nio-cu menjadi sangat cemburu sete-lah mendengar suaminya memuji muji ke-cantikan wajah Hu-yong siancu, segera dia bertanya:

"Kalau toh Hu-yong siancu amat cantik hingga termasyhur dikolong langit, mengapa aku tak pernah mengetahuinya selama ini?

Gui Pak ciang segera tertawa terbahak ba-hak.

"HAAAAAAHHHHH... haaahhh... haaahhh... Cui-peng bukan, aku sengaja hendak mengu-capkan kata-kata yang tidak menyenangkan hatimu, sesungguhnya disaat kecantikan Hu-yong siancu termasyhur dalam dunia persi-latan, waktu itu kau masih seorang budak ingusan yang tak tahu urusan!"

Diam-diam Lan See giok terkejut, menurut pandangannya bibi wan paling banter baru berusia dua puluh enam tujuh tahunan dan tak bakal melewati tiga puluh tahun, tapi kalau mendengar dari perkataan Gui Pak ciang, bukankah bibi wan nya sudah mendekati usia empat puluh tahun?

Sementara dia masih termenung, Tok Nio-cu dengan wajah merah jengah telah berta-nya lagi.

"Kalau menurut keteranganmu, bukankah saat ini semua rambut Hu-yong siancu telah berubah menjadi putih?"

"Bagi mereka yang memiliki tenaga dalam sempurna, kebanyakan mereka masih dapat mempertahankan kecantikan wajahnya tetap awet muda, berbicara ketika Hu-yong siancu termasyhur dan sedang hangat hangatnya ber-main asmara dengan Lan Khong tay..."

Lan See giok merasakan hatinya bergetar keras, tiba-tiba saja matanya memancarkan sinar berkilat...

Dengan cepat Gui Pak ciang menyadari akan kekhilafan sendiri sambil tertawa ter-gelak dan wajah memerah katanya kemu-dian. "Pokoknya usia. Hu-yong siancu saat ini paling tidak sudah mencapai tiga puluh tujuh delapan tahun, haaahhh . . haaahhh.. tapi mungkin juga sudah tiga puluh sem-bi-lan, empat puluh tahunan ...."

Sementara itu, Tok Nio-cu yangb melihat si-narj mata Lan See ggiok yang begitub tajam seperti sembilu, ia jadi terbungkam dalam seribu bahasa karena terkejut.

Berbicara yang sebenarnya, Lan See giok sendiripun ingin sekali mengetahui sampai dimanakah hubungan dari ayahnya dengan Hu-yong siancu dimasa lampau.

Namun sekarang, dia tak ingin mem-bong-kar masalah tersebut lebih jauh, karena kuatir duduknya persoalan akan kabur dari maksud tujuan kedatangannya juga gagal total.

Melihat semua orang terbungkam untuk sesaat, dia pun segera berkata lagi:

"Apakah orang yang pertama kali men-jum-pai jejak Hu-yong siancu tersebut ber-hasil menguntit sampai di tempat kediaman Han lihiap?"

Sampai sekarang Gui Pak ciang masih be-lum mengetahui apakah hubungan dari Lan See giok dengan Hu-yong siancu, mendengar pertanyaan itu, diapun segera menjawab dengan wajah bersungguh sungguh.

"Apa kau anggap gampang untuk mengejar perempuan itu? Tampaknya Hu-yong siancu sendiripun sudah merasa kalau jejaknya se-dang di ikuti orang, dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya dia lantas menerobos masuk ke dalam hutan dan le-nyap dalam waktu singkat.

"Setelah kejadian, kami semua memperoleh laporan tersebut, maka hasil perundingan memutuskan akan mengadakan pencarian secara besar besaran di wilayah hutan dan bukit kecil di seputar barat telaga Phoa yang Oh. Minggu pertama gagal, minggu berikut-nya kembali gagal-.. .

"Lalu dengan cara apa Lo caycu sekalian berhasil menemukan kuburan tempat tinggal ayahku?" tanya pemuda itu tak habis mengerti,.

Gui Pak ciang menghela napas panjang, kemudian berkata:

"Kalau dibicarakan yang sebenarnya, hal ini merupakan suatu kejadian yang sangat kebetulan sekali, waktu itu kentongan per-tama baru menjelang, udara gelap dan awan sangat tebal, sewaktu aku melewati daerah yang berhutan lebat itu, tanpa sengaja telah melihat ada sesosok bayangan manusia yang bergerak cepat ke depan, bayangan itu sering kali berhenti sebentar sambil celingukran ke-sana kemazri, keadaannya wamat mencuriga-rkan, ini membuat hatiku bertambah curiga, hanya saja berhubung jaraknya amat jauh hingga tidak kuketahui siapakah dia.

"Waktu itu tergerak hatiku dan segera me-lakukan pengejaran, alhasil kulihat orang itu memasuki sebuah hutan yang lebat, menanti aku menyusul ke situ, bayangan tadi tahu-tahu sudah hilang lenyap, ketika aku mengejar lebih ke utara, sampailah dimuka kuburan Leng ong-bong.. ,"

Melihat Gui Pak -ciang telah berbicara sampai ke masalah yang amat diperhatikan olehnya, ia pun memasang telinga sambil mendengarkan dengan seksama.

Sebaliknya Tok Nio-cu seperti tidak tertarik sama sekali atas persoalan tersebut namun ia toh berlagak seakan-akan ikut mendengar-kan dengan seksama meski matanya yang jeli tiada hentinya mengawasi wajah Lan See-giok dengan lembut.

Terdengar Gui Pak-ciang bercerita lebih jauh:

"Aku tidak percaya, kalau di tanah peku-buran yang sudah terbengkalai itu terdapat rumah tinggal manusia hidup, karena itu kulanjutkan pengejaran ke utara, puluhan li kemudian kusaksikan di arah barat laut muncul kembali sesosok bayangan manusia yang bergerak cepat, bila dilihat dari arah tujuannya, orang itu seperti lagi bergerak menuju ke kuburan-Leng ong bong. Ini se-mua membuat aku sadar bahwa sesuatu ke-jadian pasti berlangsung di sana, akupun berhenti sambil mengamati orang tadi lebih seksama, akhirnya baru kuketahui kalau orang itu bukan orang yang pertama kali tadi, namun aku toh mengejarnya juga."

Ia berhenti sejenak, wajahnya selain nam-pak murung juga mendongkol, mungkin ia kesal karena tak berhasil mendapatkan kotak kecil itu atau mungkin juga merasa menyesal karena datang terlambat.

Setelah menarik napas panjang, ia berkata lebih jauh.

"Menanti aku menyusul ke kuburan Leng ong bong orang itupun tak kutemukan lagi, tapi aku segera menemukan pintu belakang sebuah kuburan besar terbuka lebar, kuatir kalau pintu itu akan tutup dengan segera, maka tanpa memperdulikan ancaman bahaya 1agi, aku segera menerjang masuk!"



Berbicara sampai di situ. dia menengok kearah Lan See giok dengan permintaan maaf, katanya penuh rasa menyesal.

Keadaan selanjutnya telah, siauhiap alami sendiri, jadi aku pun tak. usah bercerita lebih jauh"

Lan See giok yang melihat si toya besi ber-kaki tunggal Gui Pak ciang meski sudah ber-bicara sekian lama, namun belum juga men-jelaskan siapa pembunuh ayahnya, hatinya menjadi gelisah, tiba - tiba dia me-nimbrung:

"Lo caycu, bukankah si beruang berlengan tunggal Kiong Tek ciong telah bersembunyi dalam lorong jauh sebelum peristiwa itu ter-jadi, ketika jejaknya berhasil kau temukan, apakah kau tidak bertanya kepadanya de-ngan kesempatan yang bagaimanakah dia turun tangan terhadap mendiang ayahku. . .

Ketika berbicara sampai disini, dia sudah tak dapat menahan rasa sedih di dalam hati-nya lagi, sepasang matanya segera berkaca- kaca, dan kata-kata selanjutnya tak mampu dilanjutkan lagi.

Gui Pak ciang segera berkata:

"Pada mulanya aku tidak mengetahui kalau dia adalah si beruang berlengan tunggal, karena suasana dalam lorong sangat gelap, ditambah pula ada pantulan sinar lentera di atas meja, setelah kususul sampai di luar kuburan barulah kuketahui bahwa orang itu adalah Kiong Tek ciong..."

Lan See-giok merasakan tubuhnya bergetar keras, dia seperti teringat akan sesuatu, tanpa terasa tanyanya dengan cemas:

"Lo caycu, sebenarnya kalian masuk ke dalam kuburan lewat mana? Sudah banyak tahun aku berdiam di kuburan itu, kuketa-hui kuburan tersebut hanya terdapat sebuah pintu masuk, barang siapa hendak memasu-ki kuburan itu, dia harus melalui kuburan kosong di mana mendiang ayahku berdiam. Ya, sekarang aku baru ingat, ketika kalian saling berkejaran ke luar dari kuburan ma-lam itu, rasanya tidak melalui tempat di mana aku roboh?"

Gui Pak ciang pun merasa terkejut.

"Ya, hingga kinipun aku masih curiga, siapa gerangan yang telah membuka pintu ke luar itu?"

Lan See giok terkejut sekali, cepat-cepat ia bertanya kemudian:

"Jadi maksud Lo-caycu, ada orabng yang telah mjembuka pintu magsuk baru sebelubm peristiwa itu terjadi?"

`Benar" Gui Pak-ciang mengangguk beru-lang kali, "setelah aku mengejar si beruang berlengan tunggal malam itu, dapat kulihat bahwa pintu ke luar di bawah batu nisan kuburan tersebut masih baru sekali ...."

Sekarang Lan See-giok baru merasa terke-jut sekali, dia yakin orang yang membunuh ayahnya pasti sudah lama mengetahui jejak ayahnya, sehingga segala sesuatunya dia lak-sanakan dengan rencana yang sangat rapi dan matang. "

Sementara itu Tok Nio-cu ikut menimbrung pula.

"Bila Kiong Tek-ciong tahu kalau dia bisa kabur melalui tempat tersebut, berarti mulut masuk itu dibuka olehnya!"

"Aaah, akupun berpendapat demikian" Gui Pak ciang mengangguk tanda menyetujui pendapat tersebut.

Lan See-giok sangat setuju dengan penda-pat ini, sebab ketika si Setan iblis ber-mata tunggal Toan ki tin memasuki kuburan terse-but dan kemudian ke luar lagi dari situ sam-bil membawa si makhluk bertanduk tunggal si Yu-ih dia tidak melalui pintu baru terse-but, ini menunjukkan bahwa Toan ki-tin pun tidak mengetahui letak pintu baru tersebut ...."

Berpikir sampai disini, dia merasa semakin yakin kalau si beruang berlengan tunggal lah si pembunuh ayahnya tapi ia pun teringat kembali akan tingkah laku si setan bermata tunggal yang sama sekali tidak menggeledah jenazah ayahnya, malahan membongkar pembaringan dan almari yang ada, kejadian ini kembali membuatnya bingung dan merasa tidak habis mengerti.

Berpikir demikian, ia lantas berpaling ke arah Gui Pak ciang dan bertanya dengan nada menyelidik.

"Menurut keterangan tersebut, pembunuh ayahku yang sesungguhnya tentulah si beru-ang berlengan tunggal?"

Sebelum Gui Pak-ciang sempat menjawab, dengan nada meyakinkan Tok Nio-cu menim-brung.

"Seharusnya hal ini sudah tak perlu dira-gukan lagi, menurut pandangan pada umum nya Kiong Tek-ciong bisa mempersiapkan pintu baru untuk memasuki lorong kuburan ini berarti dia sudah mempunyai rencana se-belumnya,b aku rasa bayanjgan yang di lihgat Pak-ciang mablam itu pun bisa jadi adalah Kiong Tek ciong."

Gui Pak ciang mengangguk berulang kali sambil berguman.

"Yaa, kalau dilihat dari segala bukti yang ada, semestinya pembunuhan itu merupakan hasil karya Kiong tua. tapi kalau dinilai dari kemampuan ilmu silat yang dimilikinya. mestinya dia bukan tandingnya Lan tay-hiap.,. .

Sebelum Gui Pak-ciang menyelesaikan kata- katanya. Tok Nio-cu telah mendengus sembari menukas.

"Mengapa sih makin tua kau seperti se-makin pikun? Beruang berlengan tunggal bisa menyusup masuk secara diam-diam dan bersembunyi di tempat kegelapan, berarti dia dapat pula menyerang Lan tayhiap secara tiba-tiba, masa hal seperti ini tak mungkin ia lakukan?"

Gui Pang ciang segera terbungkam oleh perkataan itu.

Sebenarnya Lan See giok ingin mencerita-kan semua pengalamannya, tapi kemudian ia merasa hal ini tak perlu, sebab hanya akan mengalutkan keadaan saja hingga merugikan diri sendiri.

Lagi pula tujuan kedatangannya ke Pek hoo cay juga tak lain hanya ingin menyerap lebih banyak hal-hal yang mencurigakan dari beruang berlengan tunggal, dari pembica-raannya dengan Gui Pak ciang. . . .

Betul lima manusia cacad dari tiga telaga terlibat semua dalam usaha melacaki jejak ayahnya, tapi diapun percaya orang yang membunuh ayahnya pasti orang lain.

Sebagai seorang pemuda yang saleh, dia tak ingin mengandalkan kepandaian silatnya untuk sembarangan membunuh hingga aki-bat nya mereka yang tak bersalahpun ikut me-ngorbankan selembar jiwanya.

Bila hal ini sampai dilakukan, bukan saja bibi Wan nya tak akan senang hati, gurunya pasti marah dan bila sampai tersiar luas dalam dunia persilatan, bukan cuma dirinya akan dikucilkan orang, arwah ayahnya yang berada dialam baka pun akan turut menang-gung malu.

Oleh sebab itu pemuda tersebut bertekad hendak menyelidiki dulu persoalan tersebut sampai jelas sebelum melakukan tindakan pembalasan.

Dari penuturan Gui Pak ciang tentang di buatnya pintu baru oleh beruang berlengan tunggal untuk melarikanr diri, kecurigazannya terhadap wKiong Tek ciongr memang bertambah besar, tapi diapun tak ingin menyingkirkan rasa curiganya terhadap tingkah laku Setan bermata tunggal yang menggeledah pemba-ringan serta barang-barang miliknya....

Tok Nio-cu yang menjumpai pemuda itu hanya termenung saja, segera-menegur sam-bil tertawa genit:

"Siauhiap, bagaimana menurut pendapat-mu tentang perkataanku barusan?"

Lan See giok segera memusatkan kembali pikirannya seraya menjawab. "Hal ini ter-gantung bagaimana penjelasan si beruang berlengan tunggal setelah berhasil disusul oleh Lo caycu."

Gui Pak ciang menggelengkan kepalanya berulang kali.

"Kami berdua segera bertarung begitu ber-jumpa, akibatnya aku tidak menegur, dia pun tidak bertanya, jadi berbicara yang se-sungguhnya aku sama sekali tidak tahu de-ngan cara bagaimana si beruang berlengan tunggal bisa mendapat tahu alamat ayahmu dan bagaimana mungkin ia bisa membuka lorong rahasia tersebut. Apalagi berbincang soal jalan pemikiranku waktu itu, masalah-masalah demikian sama sekali tidak penting bagiku"

Lan See-giok merasa perkataan dari Gui Pak ciang ada benarnya juga, sebab waktu itu apa yang terpikir olehnya hanya bagai-mana cara merebut kotak kecil itu, sehingga masalah-masalah demikian memang sama sekali tidak penting baginya.

Walaupun hasil pembicaraan kali ini tidak berhasil baginya untuk mendapat tahu siapa gerangan pembunuh sebenarnya, tapi kalau dilihat dari keberhasilannya mendapat tahu bahwa si beruang berlengan tunggal menge-tahui pintu rahasia tersebut, boleh di bilang perjalanannya ke Pek ho cay kali ini tidak sia-sia belaka.

Lan See giok menganggap pertanyaannya sudah cukup, maka ia segera bangkit berdiri dan ujarnya seraya menjura:



"Aku berterima kasih sekali atas sambutan dan jamuan yang diselenggarakan Lo-caycu bagi kehadiranku ini, mumpung waktu belum terlampau larut malam, aku bermaksud un-tuk mohon diri lebih dulu."

Tok Nio-cu segera bangkit berdiri sambil berseru cepat:

"Siauhiap, saat ini tengah malam sudah lewat, mengapa kau harus meninggalkan tempat ini? Apa salahnya kalau beristirahat dulu semalam, besok baru melanjutkan per-jalanan lagi.

Gui Pak ciang serta ke enam orang lainnya serentak bangkit berdiri dan berusaha pula menahan pemuda itu.

Namun Lan See giok menampik dengan tegar.

"Sekarang aku masih mempunyai urusan penting lainnya sehingga tak berani ber-diam kelewat lama, maksud baik Lo caycu dan nyonya biar kuterima dalam hati saja."

Seusai berkata dia lantas meninggalkan meja perjamuan.

Melihat maksud hati sang pemuda yang teguh, Tok Nio-cu tahu kalau percuma saja ia mencoba menahannya, maka katanya kemu-dian:

"Bila siauhiap masih ada urusan penting, tentu saja kami tak berani menahannya lebih jauh, cuma dalam perjalanan siauhiap untuk menelusuri jejak musuh besarmu kali ini , aku pikir pasti membutuhkan seekor kuda jempolan. bila siauhiap tidak menampik aku bersedia menghadiahkan kuda Pek liang kou milikku untuk siauhiap . . .

Lan See-giok sangat terharu, namun die pun enggan menerima hadiah orang dengan begitu saja, maka sebelum perempuan itu menyelesaikan kata-katanya, dia telah men-jura sambil tukasnya:

"Aku tak pandai menunggang kuda dan lagi sama sekali tak berpengalaman me-rawat kuda. maksud baik nyonya biar ku terima di hati saja...

Selesai berkata kembali dia melangkah ke luar dari ruangan.

Tok Nio-cu tentu saja tak ingin memaksa kan kehendaknya, katanya kemudian sambil tersenyum:

"Lan siauhiap, kau terlampau merendah saja.

"Bersama si toya baja berkaki tunggal Gui Pak-ciang sekalian, mereka menghantar pe-muda itu sampai di luar ruangan

Dalamb keadaan beginij, Lan See-giok ghanya ingin secbepatnya meneruskan per-jalanan, begitu sampai di luar ruangan, dia lantas menjura kepada Gui Pak-ciang dan Tok Nio-cu sambil katanya:

"Harap Kalian berdua menghantar sampai di sini saja, kini tengah malam sudah lewat, tidak usah merepotkan orang lain untuk membuka pintu benteng lagi, aku pikir ingin memohon diri disini saja.?

Gui Pak ciang tertawa terbahak-bahak ber-sama Tok Nio-cu katanya.

"Jalan pemikiran siauhiap memang amat sempurna, tapi sebagai tuan rumah paling tidak kami harus menghantar mu sampai di atas benteng .... ...

Lan See-giok tak ingin menampik lebih jauh, tanpa banyak berbicara dia segera me-lejit ke atas atap rumah dan melayang ke bangunan seberang.

Berhubung Gui Pak-ciang dan Tok Nio-cu sudah mengetahui kalau Lan See giok memiliki kepandaian silat yang tinggi, meski kagum dan memuji dihati. mereka sama sekali tidak tercengang, serentak kedua orang itu menyusul dari belakang.

Dalam waktu singkat mereka telah tiba di depan pintu gerbang benteng. .

Ketika menyaksikan kemunculan pemim-pin benteng beserta istri di situ, serentak para penjaga membungkukkan badan nya memberi hormat, sementara sorot mata pe-nuh rasa terkejut dialihkan ke wajah sang pemuda, Lan See-giok menghentikan lang-kahnya sambil berkata lagi.

"Harap kalian menjaga diri baik-baik, aku akan mohon diri lebih dulu."

Dengan mengerahkan ilmu Hud kong sin kang untuk menunjang gerakan tubuh menunggang angin terbang melayang, pemu-da itu meluncur ke bawah secepat sambaran kilat dan langsung meluncur ke arah hutan pohon siong yang lebat itu.

Tampaknya Lan See giok memang ada maksud untuk mendemonstrasikan kehe-batannya, dia telah mempergunakan tehnik "melayang" untuk meluncur ke bawah bukit, meski kelihatannya lamban, padahal cepat-nya bukan alang kepalang, dalam waktu singkat bayangan tubuhnya sudah berada dimuka hutan.

Gui Pak-ciang maupun Tok Nio-cu dan para penjaga lainnya untuk sesaat dibikin tertegun saking kagetnya, belum pernah mereka bdengar tentang jilmu meringankagn tubuh yang bebgini hebatnya.

Sementara mereka masih melamun, ba-yangan tubuh Lan See giok telah lenyap di-balik hutan sana.

Segera Gui Pak ciang dan Tok Nio-cu ber-seru lantang.

"Lan siauhiap, harap kau menjaga diri baik-baik, maaf bila kami tak bisa meng-antar lebih jauh."

Dari kejauhan sana segera berkumandang suara Jawaban dari Lan See giok:

"Silahkan kalian kembali, bila ada jodoh kita akan berjumpa kembali lain kesem-patan."

Menyaksikan kehebatan pemuda itu, tanpa terasa Gui Pak-ciang menggelengkan kepalanya berulang kali sambil berguman:

"Ya, dengan ilmu meringankan tubuh yang begini hebatnya, menunggang kuda justru malah akan merepotkan"

Dia lantas membalikkan badan dan kem-bali dulu ke dalam ruangan...

Lan See giok ingin secepatnya menempuh perjalanan, maka sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna dia melaju menuju ke bukit Tay ang san.

Dalam perjalanan, otaknya berputar tiada hentinya memikirkan soal perbuatan si Beru-ang berlengan tunggal yang membuka pintu masuk baru secara diam-diam. sudah jelas pekerjaan tersebut tak akan selesai di kerja-kan selama satu hari.

Padahal seingatnya ayahnya adalah si orang yang sangat cekatan, bagaimana mungkin perbuatan orang tersebut sampai tak di ketahui olehnya....?

Darimana si beruang berlengan tunggal mendapat tahu kalau ayahnya bersembunyi dalam kuburan....

Berdasarkan keterangan dari Gui Pak ciang, berkumpulnya lima manusia cacad di pekuburan raja hanya merupakan suatu ke-jadian yang kebetulan saja, memang sebelum peristiwa mereka tak pernah meng-adakan kontak satu sama lainnya.

Tapi benarkah peristiwa itu hanya suatu kebetulan?

Jika dipikirkan dengan lebih mendalam dia dapat merasa bahwa di antara kelima orang tersebut tampaknya sudah mempunyai per-janjian secara diam-diam.

Teringat persoarlan ini, diapunz lantas ber-penwdapat bahwa ketrerangan yang diberikan Gui Pak-ciang kepadanya, belum tentu betul semuanya, sebab bukankah dia berkata akan tetap memegang janji?

Setelah memikirkan masalah tersebut berulang kali, akhirnya dia merasa persoalan baru akan menjadi terang bila ia sudah tiba Tay-ang-san dan mengorek keterangan dari mulut si beruang berlengan tunggal Kiong Tek-ciang.

Tanpa terasa hari sudah terang tanah.

Dibalik kabut pagi yang lamat-lamat men-yelimuti permukaan tanah, tampak bayangan bukit menjulang jauh di depan sana, di situ-lah terletak bukit Bu-tong-san.

Lan see-giok tidak berniat sama sekali un-tuk berpesiar, dia hanya ingin secepatnya sampai di bukit Tay-ang-san dan meng-ung-kap misteri yang menyelimuti pikirannya se-lama ini, karenanya dia memutuskan untuk menyeberangi bukit Bu-tong-san dan lang-sung menuju ke kota Siang yang.

Dengan mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna, dia melesat ke de-pan memasuki bukit Bu-tong-san melalui kaki bukit sebelah barat.

Semakin jauh dia menempuh perjalanan dirasakan semakin sukar dan berbahaya, bukan begitu saja bahkan kabut makin lama semakin menebal sehingga untuk beberapa saat dia kehilangan arah mata angin.

Setelah mendaki sebuah dinding tebing dan melalui sebuah bukit curam, dihadapan nya sekarang terbentang sebuah lembah hi-jau yang luasnya mencapai puluhan hektar.

Aneka bunga yang indah tumbuh di dalam lembah tersebut, hawa udara terasa hangat bagaikan di musim semi, rumput bagaikan permadani hijau, tiga empat batang pohon siong raksasa tumbuh di sana sini, betul-betul sebuah tempat pengasingan yang amat romantis dan indah.

Lan See giok memperhatikan sekitar tem-pat itu beberapa saat, tiba-tiba berkilat sepasang matanya, rasa kaget bercampur gembira menyelimuti seluruh wajahnya ........

Di bawah ranting - ranting pohon siong yang rindang, tampak seekor bangau kecil sedang memandang ke arahnya dengan sek-sama, binatang tersebut sama sekali tidak menunjukkan rasa takut terhadap kehadiran orang asing.

Lan See giok merasa tertarik sekali, pelan-pelan dia berjalan menghampirinya, takut kalau burung-burung bangau itu terbang ketakutan, ia tak berani menubruk secara sembarangan.

Kedua ekor burung bangau itu memang kelihatan aneh, menghadapi Lan See giok yang berjalan mendekat sambil tersenyum itu, mereka tidak nampak takut atau berniat untuk kabur, kepalanya malah berulang kali berpaling mengawasi orang asing tersebut.

Lan See giok mendekati tepi kolam, dia menjumpai air kolam amat jernih dengan aneka ikan berenang kian kemari, anehnya burung bangau tersebut tiada menyantap ikan-ikan tersebut, mereka justru mematuki pohon siong dengan paruh paruhnya.

(Bersambung ke Bagian 23)

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar