Tak berapa lama kemudian,
sampan itu sudah semakin mendekati ratusan buah perahu besar itu, jaraknya
paling banter tinggal dua li saja..
"Hu-yong siancu kuatir ke
dua orang itu membuang tenaga terlalu banyak, ditambah pula permukaan telaga waktu
itu sangat tenang, suara air yang memecah bisa me-nimbulkan kecurigaan orang,
karena itu segera cegahnya.
"Anak Giok, kita tak
boleh maju dengan kecepatan yang terlampau tinggi."
Mendengar perkataan tersebut.
Lan See giok, Siau cian, sama-sama menarik kembali tenaga pukulannya.
Mereka jumpai ratusan buah
kapal perang itu tersebar di seputar telaga dalam suatu formasi yang aneh,
tampaknya menyerupai semacam ilmu barisan.
Cahaya lentera menyinari
seluruh permu-kaan hingga terang benderang bagaikan di tengah hari, keadaannya
sangat mentereng.
Lambat laun sampan mereka
bergerak memasuki lingkaran cahaya yang mengitari permukaan telaga tersebut.
Hu-yong siancu sebagai orang
yang berpe-ngalaman luas, setelah melihat keadaan tersebut segera memberi peringatan.
"Anak Giok, kalian berdua
cepat duduk. bila kita bergerak maju lebih ke depan pihak mereka pasti akan
melepaskan tanda peri-ngatan, Lan See giok dan Siau cian yang mendengar
perkataan tersebut segera duduk kembali, sementara sorot mata yang tajam tiada
hentinya memeriksa keadaan di sekitar sana --
Untuk menghindari jejak mereka
ketahuan musuh, sekarang mereka semakin memper-lambat gerakan sampannya.
Hu-yong siancu memandang
sekejap ra-tusan buah perahu perang itu. kemudian bisik nya.
"Sudahkah kalian lihat
formasi dari kapal perang itu - ?"
Lan See giok yang bertenaga
dalam sem-purna dan memiliki ketajaman mata yang luar biasa, segera berseru:
"Bibi, menurut pandangan
anak Giok. for-masi mereka mirip sekali dengan formasi tanda salib"
"Mendengar perkataan
tersebut. Hu-yong siancu segera tertawa rendah, katanya ke-mudian.
"Formasi semacam ini
merupakan barisan terbaik untuk berlabuh, orang menyebutnya barisan empat
gajah, mau maju menyerang gampang, mundur bertahanpun tidak sukar, bila ada
musuh menyusup ke dalam, mudah pula untuk mengurungnya. begitu banyak perubahan
yang tercakup di dalamnya se-hingga termasuk barisan yang paling hebat dalam
pertempuran air..
Sementara mereka masih
berbincang- bin-cang, dari atas permukaan air lebih kurang puluhan kaki di
depan sana, mendadak muncul dua orang manusia penyelam, de-ngan suara yang
keras mereka membentak nyaring:
"Hei, dari mana kalian
berasal? Berani amat mendekati kapal perang kami, me-mangnya kalian tak punya
mata?"
Si Cay-soat gusar sekali
mendengar per-kataan itu. ia segera balas membentak.
"Hei, kalian kunyuk dari
Wi-lim-poo, lebih baik tak usah takabur dan tahu adat sopan santun, hmmm,
tampaknya aku mesti mem-beri pelajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian malam
ini"
Sembari berkata dia letakkan
alat penda-yung ke atas sampan, kemudian merogoh ke dalam sakunya mengeluarkan
sebatang pelu-ru pemisah air yang terbuat dari perak.
Lan See-giok adalah pemuda
yang berhati luhur, ditambah pula dia sudah dua hari berdiam di Wi-lim-poo serta
mempunyai ke-san yang cukup baik terhadap kawanan pe-laut itu, dia tak ingin
membiarkan Si Cay-soat melukai orang.
Cepat-cepat cegahnya:
"Adik Soat, tak usah
berurusan dengan mereka..."
Sementara pembicaraan
berlangsung ia sudah melihat dengan jelas bahwa kedua orang itu merupakan
lelaki berpakaian renang yang memiliki sebuah rakit. seorang membawa golok,
yang lain membawa busur dan panah, sorot mata yang tajam tertuju kearah mereka.
Pelan-pelan dia bangkit
berdiri, lalu sambil mengangkat tangan kanannya, ia berseru lantang.
"Aku Lan See-giok, khusus
datang kemari untuk menjumpai lo-pocu.""
Ke dua orang lelaki itu
tertegun sambil ber-seru kaget. kemudian terdengar mereka membentak lagi:
"Ayo cepat hentikan
perahu kalian, tunggu pemeriksaan dari hiangcu penanggung jawab dari panji kami
"
Lan See giok segera tertegun,
dia tahu de-ngan jelas bahwa pasukan kapal perang dari Wi-lim-poo terbagi dalam
empat barisan. yakni barisan naga, barisan harimau terbang, barisan singa
jantan dan barisan macan kumbang, semenjak kapan telah dirubah menjadi pan
ji"?
Setelah diamati lagi dengan
seksama, pe-muda itu makin terkesiap, ternyata panji- panji yang berkibar di
atas ratusan buah ka-pal perang yang berlabuh di depan situ bu-kan saja berbeda
sekali dengan panji dari Wi-lim-poo, bentuk kapal perangnya pun berbe-da jauh.
Cepat-cepat dia berpaling ke
arah Hu-yong siancu dan serunya dengan gelisah.
"Bibi, anak Giok
menjumpai kapal-kapal perang ini bukan kapal perang, dari Wi-lim-poo.
Hu-yong siancu segera berseru
kaget. ia segera memeriksa dengan seksama.
Benar juga, bentuk perahu
tersebut me-mang berbeda sekali dengan bentuk perahu yang pernah dijumpai tempo
hari, maka dia segera memberi tanda kepada Si Cay soat agar menghentikan laju
perahunya, kemu-dian agak sangsi dia berkata:
"Jangan-jangan pasukan
kapal perang dari Lim lo pah di telaga Tong-ting?"
Mendengar nama itu, Lan
See-giok segera teringat kembali dengan dendam kesumat terbunuhnya sang-ayah
tercinta, sepasang matanya segera memancarkan sinar tajam, ditatapnya ratusan
buah kapal perang itu tanpa berkedip...
Sementara itu dari arah rakit
tadi telah meluncur segulung bunga api yang segera meledak di udara dan
memercikkan selapis bunga api yang berwarna warni. .
pasukan kapal perang yang
berada di ke-jauhan segera melihat tanda itu, ditengah bentakan-bentakan keras,
tiga buah kapal perang yang berada di sayap kiri pelan-pelan bergerak meja ke
depan.
Hu-yong siancu segera berbisik
kepada Lan See-giok.
"Pihak lawan berada di
posisi yang lebih tinggi, ini tidak menguntungkan buat kita, paling tidak, kita
harus berusaha menguasai sebuah kapal mereka. kemudian baru bertin-dak menurut
keadaan.
Jika memang benar kapal perang
dari Lim--lo-pah pimpinan Toan Ki tin, kita harus beru-saha menerobos ke tengah
barisan, hanya cara ini yang bakal menguntungkan posisi kita.
Sambil mengendalikan hawa
marah yang berkobar di dalam dadanya, Lan Lee giok mengiakan berulang kali. dia
dapat men-de-ngar suara bibinya sedikit agak gemetar, mungkin ia teringat juga
akan dendam ke-matian ayahnya.
Si Cay soat mengendalikan
sampan mereka agar tidak bergerak lebih ke depan, sambil mengendalikan kemudi,
dia menengok seke-jap ke arah ketiga kapal perang yang mulai bergerak mendekat
itu, lalu serunya kurang percaya.
"Bibi, Phoa yang oh
termasuk daerah ke-kuasaan Wi-lim-poo, mengapa mereka ijinkan kapal-kapal
perang dari Lim to pah menyerbu sampai di sini?"
Biarpun Lim-lo-pah dan
Wi-lim-poo masing-masing menjagoi sebuah telaga. na-mun mereka sering bentrok
sendiri di pintu masuk sungai Tiang-kang, semenjak lima manusia cacad berdamai,
pertarungan dian-tara mereka pun agak mereda, aku sendiri-pun tak tahu apa yang
menyebabkan mereka ribut lagi..."
belum selesai dia berkata, ke
tiga buah ka-pal perang itu sudah mengambil posisi segi tiga, dua di depan satu
di belakang, makin lama semakin rapat mengepung sampan kecil itu.
Dengan jelas sekali Lan See
giok dapat melihat, ratusan buah lentera menyinari ke tiga buah kapal perang
itu, ratusan tombak dan tameng dengan lelaki-lelaki kekar, sama-sama mengawasi
sampan kecil mereka.
Di atas setiap perahu berkibar
sebuah panji hitam dengan tiga buah lentera hitam di ujungnya. di atas lentera
tadi terasa tertera tiga huruf besar yang dibuat dari cat putih berbunyinya:
LIM LO PAH
Membaca ketiga huruf besar
itu, Lan See giok merasakan darah mendidih dalam dada nya, hawa napsu membunuh
segera berkobar dan sorot matanya memancarkan sinar yang tajam.
Melihat sikap yang kurang
wajar dari pe-muda itu cepat diketahui Hu-yong siancu, segera ia berbisik.
"Anak Giok. musuh besar sudah berada di depan mata, jangan terlam-pau
gegabah sehingga merugikan diri sendiri" Walaupun Lan See giok mengangguk
beru-lang kali, namun api kemarahan sudah ber-kobar di dalam dadanya,
Dalam pada itu, dua buah kapal
perang yang datang dari kiri dan kanan, sudah menjepit sampan kecil itu pada
jarak tujuh delapan kaki, sedangkan kapal perang yang bergerak dari tengah
semakin mendekati sampan tersebut. bentuk kapal perang yang bergerak dari muka
ini sama sekali berbeda dengan bentuk kapal perang dari Wi-lim-poo, ujung kapal
tingginya mencapai satu kaki setengah, lebar delapan depa dengan di te-ngahnya
berukirkan sebuah kepala setan be-sar yang sedang menyeringai seram dengan
sorot melotot besar. bentuk itu hampir mirip dengan bentuk wajah Toan Ki tin..
si setan bengis bermata tunggal.
Puluhan orang lelaki pakaian
ringkas ber-warna hitam, dengan senjata terhunus berdi-ri angkuh di ujung
perahu. sorot mata mereka yang buas dan wajah yang diliputi kegusaran ditujukan
ke arah sampan kecil tersebut.
Ditengah barisan berdiri
seorang lelaki ge-muk berpakaian ringkas warna hitam, usianya tiga puluh
tahunan. kepala gundul, muka bulat, mata besar, alis tebal, dalam genggamannya
memegang sepasang martil besar yang nampaknya berat sekali.
BAB 26
DENGAN senyuman dingin
menghiasi bibirnya dan sinar mata penuh kerakusan, lelaki gemuk berbaju hitam
itu mengawasi wajah Hu-yong siancu, Si, Cay soat dan Siau cian secara
bergantian.
Akhirnya ketiga buah kapal
perang itu ber-henti dalam posisi segi tiga, dengan demikian sampan kecil itu
terjepit di tengah-tbengah. keadaannjya seperti selegmbar daun kerinbg yang
terombang ambing ditengah samudra, mengenaskan sekali keadaannya.
Hu-yong siancu kuatir kapal
perang itu menumbuk sampan mereka, semenjak tadi ia sudah memberi tanda kepada
semua orang agar bangkit berdiri dan mempersiapkan diri.
Di bawah sinar lentera yang
terang benderang. kawanan lelaki kekar yang berada di atas ketiga kapal perang
itu dapat me-nyaksikan keadaan sampan tersebut dengan jelas, mereka semua
sama-sama tertegun. agaknya selama hidup belum pernah mereka jumpai gadis-gadis
yang begitu cantik bak bidadari dari kahyangan.
Sambil berusaha mengendalikan
hawa amarahnya, Lan See-giok mendongakkan kepalanya memandang lelaki gemuk itu,
ke-mudian ujarnya dengan lantang- "Aku Lan See giok, karena suatu
persoalan datang menjumpai ketua kalian, harap bawa kami menjumpainya atau
memberi kabar kepada pemimpin kalian agar datang berbicara."
Lelaki gemuk di atas perahu
itu amat gusar melihat sikap angkuh dan tidak menaruh hormat dari Lan See giok,
dengan cepat dia tahu kalau kehadiran ke empat orang ini ti-dak bermaksud baik,
maka sambil tertawa dingin, ujarnya dengan suara dalam.-
"Kalian ada urusan apa,
katakan saja kepada aku si martil baja Li San hiangcu sayap kiri dari panji
hitam, bila masalah-nya, memang besar dan penting, tentu saja aku akan memberi
laporan kepada pe-mimpin kami..."
"Kecuali Toan Ki tin
pribadi, tiada orang yang dapat menjawab pertanyaanku ini," seru Lan See
giok semakin gusar.
Martil baja Li San turut naik
pitam, dia membentur benturkan sepasang senjatanya lalu membentak keras. .
"Tidak sulit bila kalian
ingin berjumpa de-ngan pemimpin kami, cuma harus melalui dulu sepasang martil
besiku ini..."
Si Cay soat yang tidak
sabaran, semenjak tadi sudah tak kuasa menahan emosi, sebe-lum Li San
menyelesaikan kata katanya dia telah membentak keras, pergelangan tangan-nya
diayunkan,. sekilas cahaya tajam lang-sungb menyambar kepajla Li San yang
ggundul.
Li Sanb sama sekali tidak
keder menghadapi serangan tersebut, dengan tenangnya dia hanya berkerut
kening..,
"Triiing!" Serangan
bersarang telak di atas kepalanya, namun peluru perak itu malah mencelat ke
tengah udara.
Puluhan orang lelaki berbaju
hitam yang berdiri di belakang si martil besi Li San se-rentak tertawa
terbahak-bahak.
Lan See-giok, Siau cian serta
Si Cay soat menjadi tertegun melihat peristiwa tersebut mereka sama sekali
tidak menyangka kalau batok kepala si martil baja Li San ternyata sekeras baja.
Memandang Si Cay soat yang
termangu mangu keheranan, si martil baja Li San menggelengkan kepalanya
berulang kali. ke-mudian ejeknya:
"Walaupun hari ini aku
tak bisa mengecup bibirmu yang mungil itu, namun bau harum semerbak yang
tertinggal di atas senjata ra-hasia nona sudah cukup membuat aku
ter-giur...."
Selesai berkata. ia
mendongakkan kepala-nya dan sekali lagi tertawa terbahak bahak.
Lan See giok gusar sekali,
dalam keadaan begini dia seperti lupa dengan pesan dari bibinya. sambil
membentak keras tubuhnya melejit ke udara dan meluncur beberapa kaki, ke
depan....
Puluhan orang lelaki berbaju
hitam yang menyaksikan hal ini segera membentak pula. sambil meloloskan senjata
tajam, nosing masing mengambil posisi.
Lan See giok yang melambung di
angkasa, sewaktu berada dua kaki dari ujung bajunya, dengan jurus naga sakti
masuk k e sungai, dalam posisi kepala di bawah kaki di atas dia langsung
menerkam si martil besi Li san...
Sesungguhnya si martil besi Li
San sudah menduga bahwa Lan See-giok berempat pasti memiliki kepandaian silat
yang sangat hebat. sebab tanpa kepandaian yang hebat mustahil mereka berani
mendekati ratusan buah kapal perang itu dengan sampan kecil.
Namun dia mengandalkan jumlah
anggota nya yang banyak, ditambah pula, bala ban-tuan yang berada di belakang,
terutama sekali sepasang senjata martil besarnya. karena itu dia tak memandang
sebelah mata pun atas kehadiran ke empat orang itu.
Akan tetapi setrelah
menyaksikazn kehe-batan ilwmu meringankan rtubuh yang dimiliki Lan See giok,
diam-diam ia merasa terkejut maka begitu dilihatnya pemuda itu me-ner-jang
tiba, matanya segera melotot besar sam-bil membentak dia melepaskan sapuan
de-ngan martil bajanya . . .
Saat itu Lan See giok ingin
selekasnya menyerbu ke tengah barisan dan membunuh si setan bengis bermata
tunggal, melihat datangnya sapuan martil besi itu. sepasang tangannya
dikebaskan ke muka, kemudian tubuhnya melejit lewat di atas kepala Li San dan
melayang turun di permukaan perahu di belakang tubuhnya.
Gagal dengan serangan
martilnya, Li san sangat terkejut, ia membentak lalu memutar badannya secepat
kilat. dengan martil besinya dia menyerang Lan See giok yang berada di belakang
tubuhnya sekali lagi.
Lan See giok segera
menjejakkan ujung kakinya ke atas permukaan perahu, sekali lagi dia melejit
setinggi lima depa.
"Sapuan martil baja itu
kembali me-nyam-bar persis melalui bawah telapak kaki nya.
"Kawanan tikus, serahkan
jiwamu . . . ." bentaknya kemudian keras-keras.
Ditengah bentakan itu. dengan
jari tengah dan telunjuk tangan kanannya dia lancar kan sebuah sentilan maut ke
depan.
Hu-yong siancu menjadi sangat
terkejut melihat kejadian ini, serunya tak tahan.
"Anak Giok, jangan kau
bunuh dirinya"
Sayang sekali seruan itu
terlambat se-lang-kah.
Tampak Li San menjerit
kesakitan, batok kepalanya segera pecah dan isi benaknya bercampur darah
berhamburan kemana- mana tubuhnya mundur dengan gontai lalu ter-geletak di atas
tanah dan tak berkutik lagi.
"Pluung . . . .
Tubuh Li San berikut senjata
martilnya sama-sama tercebur ke dalam telaga, darah segar dengan cepat merubah
permukaan tanah menjadi merah.
Segenap lelaki kekar yang
berada di atas ketiga perahu besar itu menjadi tertegun saking kagetnya setelah
terjadi peristiwa tersebut.
Hu-yong siancu tahu bahwa
gelagat tidak menguntungkan. ia sadar peristiwa ini segera akan memancing
datangnya tindak balasan lawan dengan melepaskan serangan panah yang membabi
buta.
kepada Si Cay soat dan Ciu
Siau cian buru-buru serunya dengan lantang.
"Ayo cepat naik ke atas
kapal"
Begitu selesai berseru, mereka
bertiga segera melejit ke tengah udara, bagaikan tiga ekor burung walet. mereka
melompat naik ke atas perahu.
Bersamaan waktunya ketika ke
tiga orang itu melejit ke udara, dari atas perahu besar di sisi kiri dan kanan
mereka, terdengar suara bentakan keras. menyusul hujan panah ber-hamburan
kearah sampan kecil mereka.
Keringat dingin segera
bercucuran mem-basahi seluruh tubuh Lan See giok setelah menyaksikan peristiwa
ini, menanti die me-nengok lagi kearah sampan kecil itu, hanya di dalam sekejap
mata saja beratus batang anak panah telah menembusi permukaan sampan itu.
Dalam pada itu, Hu-yong siancu
sudah tiba di atas kapal besar, dia segera membentak keras...
"Anak Giok cepat tawan
orang dan rampas perahu besar itu ...."
Belum habis dia berkata,
puluhan lelaki yang berada di atas perahu telah membentak keras dan bersama
sama lari ke geladak.
Dengan kening berkerut,
mencorong sinar tajam dari balik mata Lan See giok, sambil menerjang ke depan,
kesepuluh jari tangan nya disentilkan bersama ke muka, seketika itu juga
terdapat delapan orang lelaki kekar yang menjerit kesakitan kemudian roboh
ter-jengkang ke atas tanah.
Puluhan orang lelaki bertameng
yang ber-diri di kedua sisi perahu serentak memben-tak sambil melompat turun
dari atas perahu.
Dalam waktu singkat bayangan
manusia berkelebat lewat, air berhamburan ke mana-mana ..suasananya sangat
ramai.
Siau cian dan Cay soat segera
bmeloloskan pedajng Jit hoa kiamg dan Gwat hui kbiam, na-mun di dalam sekejap
mata itulah selain de-lapan orang le1aki yang tertotok jalan darah-nya itu.
sudah tak nampak sesosok bayangan manusiapun.
Mendadak.....
Suara desingan tajam bergema
di udara. sebatang anak panah dibidikkan dari atas sebuah kapal besar
tujuh-delapan kaki di depan situ...
Lan See giok gusar sekali.
baru saja dia hendak memukul rontok serangan mana, mendadak tampak Hu-yong
siancu mem-bungkukkan badan dan secepat kilat me-nyambar seorang lelaki berbaju
hitam dari atas tanah dan dipergunakan untuk me-nyongsong datangnya bidikan
tersebut.
Lelaki itu segera menjerit
kesakitan. ter-nyata anak panah tersebut persis menancap di atas pantatnya,
Para pemanah yang berada di
atas perahu di kiri dan kanan mereka jadi ketakutan setengah mati, serentak
semua orang menghentikan serangan masing-masing.
Lan See giok menjadi kagum
sekali setelah menyaksikan kejadian ini, kejadian itu men-jadi peringatan yang
paling baik bagi dia yang berhati penuh rasa kasihan. pelajaran terse-but
adalah, dibalik kewelas kasihan. kadang-kala seseorang perlu juga bertindak
keji-.-
Si Cay soat tat dapat menahan
rasa geli nya lagi, dia segera tertawa cekikikan. kemu-dian pujinya.
"Waah, tindakan yang
dilakukan bibi me-mang tepat sekali"
Hu-yong siancu memandang
sekejap anak panah yang menancap di atas pantat lelaki itu, kemudian dengan
wajah merah padam karena jengah, ujarnya sambil tersenyum:
"Mara bahaya di atas air
masih kelewat sedikit yang kalian ketahui, sebetulnya anak panah itu bertujuan
untuk memaksa kita menghindar atau berkelit, asal kita sudah bergerak maka anak
panah kedua den beri-kut nya akan saling susul menyusul, tujuan-nya tak lain
untuk memaksa kita agar me-ninggal kan ujung perahu, bila mendapat du-kungan
dari hujan panah yang datang dari kedua perahu lain, sudah bpasti usaha kitja
untuk merampags perahu ini akban mengalami kesulitan besar.
Sembari berkata. dia lantas
mengendor-kan cekalannya dan membuang lelaki itu ke atas tanah.
Si Cay-soat yang mendengar
penjelasan tersebut, senyuman yang semula menghiasi wajahnya segera hilang,
lenyap tak berbekas, dia menengok ke samping dan sekeliling tem-pat itu,
ternyata kecuali ke tiga batang kayu tiang layar di situ tidak ditemukan lagi
tem-pat apapun yang bisa digunakan untuk me-nyembunyikan diri.
Paras muka Lan See-giok
berubah pula menjadi merah, perasaan menyesal sempat menghiasi wajahnya, dia
menyesal mengapa tidak menuruti nasehat dari bibinya, di-mana dua kali
bertindak secara gegabah, hampir saja gara-gara perbuatannya. mereka harus
menghadapi ancaman bahaya yang besar sekali.
Bila dipikirkan kembali,
perbuatannya itu memang terlampau berbahaya...
Mendadak terdengar Hu-yong
siancu ber-kata lagi.
"Anak Giok, bebaskan
ja1an darah orang ini, biar bibi menanyakan maksud tujuannya datang
kemari."
Lan See giok segera mengiakan,
dia menuju ke hadapan lelaki yang terluka di pantat itu serta menepuk bebas
jalan darah-nya yang tertotok ....
Lelaki itu segera menggerakkan
tangannya. untuk meluruskan anggota badannya, sete-lah mencabut anak panah
tersebut dari atas pantatnya, dengan tetap berbaring di tanah. ia mengawasi
Hu-yong siancu berempat de-ngan penuh penderitaan:
Sambil menarik muka, Hu-yong
siancu segera menegur dengan wajah gusar,
"Sudah hampir belasan
tahun lamanya dari Lim lo pah kalian tak pernah memasuki te-laga Phoa yang oh,
kali ini mengapa secara tiba-tiba melakukan penyerbuan secara besar
besaran?"
"Apa yang menyebabkan
kami sampai di sini hamba kurang begitu jelas .," sahut lelaki itu sambil
mengeluh, "tapi kami sudah mem-buat surat tantangan perak untuk pihak
Wi-lim-poo"
"Bagaimana kemudian?"
tanya Hu-yong siancu lebih jauh sambil menarik muka.
Lelaki itu mengrgelengkan
kepalzanya beru-lang wkali.
"Dari pirhak Wi-lim-poo
ternyata tidak memberikan gerakan apapun, reaksi sedikit-pun tak ada "
Hu-yong siancu segera berkerut
kening, lalu memandang sekejap ke arah Lan See giok yang sedang termangu dengan
panda-ngan tak mengerti, mereka berdua sama-sama tidak mengerti apa sebabnya
pihak Wi-lim-poo tidak mengirim kapal perangnya un-tuk menyambut tantangan
tersebut."..
Yang paling diperhatikan oleh
Lan See giok adalah jejak dari setan bengis bermata tung-gal Toan Ki-tin,
dengan suara dalam kembali dia menegur.
"Apakah pemimpin kalian
juga turut serta dalam penyerbuan kali ini?"
Lelaki kekar itu mengangguk
dengan pe-nuh penderitaan.
Mengetahui hal tersebut timbul
napsu membunuh dalam hati Lin See-giok, dia segera mengangkat kepalanya sambil
me-mandang kapal komandan yang berada di kejauhan sana,
Tapi dengan cepat dia tertawa
dingin sam-bil berkata kembali.
"Jika mereka datang
kemari, hal ini me-mang jauh lebih baik lagi , . . "
Hu-yong siancu, Si Cay soat
serta Ciu siau cian yang mendengar perkataan terse-but sama-sama mendongakkan
kepalanya ter-nyata terdapat puluhan buah kapal besar yang terbagi dalam dua
rombongan membe-ntuk sebuah lingkaran mengepung yang melindungi sebuah kapal
besar di tengahnya yang bergerak maju menghampiri mereka. Suasana di atas kapa1
besar tadi terang benderang bermandikan cahaya. bahkan di atas geladak sama
sekali tak terlihat sesosok bayangan manusia pun.
Hu-yong Siancu segera berbisik
kepada Lan See giok,
"Anak Giok. kapal yang
berada ditengah itu merupakan kapal komando, setelah men-dekat nanti, kau boleh
langsung menantang perang kepada Toa Ki tin pada perahu terse-but."
Lan See giok menutup mulutnya
rapat- ra-pat sambil menggigit bibir, ia mengangguk berulang kali mengiakan,
memang tak per-nah disangka olehnya bahwa malam ini den-dam kesumatnya bisa
dituntut balas.
Kapal komando itu semakin
melambat gerakannya dimana akhirnya berhenti hanya lima kaki dari kapal besar
dimana Lan See giok sekalian berada sekarang. sementara puluhan buah kapal yang
berada di kedua belah sisinya langsung melakukan pengepungan dari empat
penjuru..
Saat itulah, dari atas sederet
kapal besar yang menghadap ke utara muncul dua buah kapal dengan lambang yang
sama yakni pada ujung kapal terdapat sebuah kepala setan besar, sedangkan panji
yang berkibar pada masing-masing tiang besi warna hitam dan kuning.
Di atas kapal berpanji hitam
tampak berdi-ri puluhan orang lelaki kekar berpakaian ringkas warna hitam,
diantara mereka berdiri angkuh seorang lelaki kasar berkepala singa, mata
besar. hidung samsi dengan perut yang membuncit.
Orang itu penuh bercambang,
bulu dadanya yang hitam pekat memenuhi dada-nya bagaikan sikat, senjatanya
adalah se-buah tongkat baja yang kelihatannya berbo-bot ratusan kati, dalam
sekilas pandangan saja dapat diketahui bahwa dia adalah se-orang manusia yang
berkekuatan raksasa.
Sebaliknya di atas kapal
berpanji kuning itu berdiri puluhan lelaki kekar berpakaian ringkas warna
kuning. diantara mereka, nampak seorang lelaki setengah umur ber-wajah pucat,
kurus kering berbaju ringkas warna kuning yang membawa senjata tombak berantai.
Orang ini mempunyai bentuk
muka yang licik, busuk dengan sepasang mata yang liar, bibirnya tipis lagi
lebar dengan berapa lembar kumis menghiasi atas bibirnya, dari kejauhan orang
akan bingung untuk menduga ia se-dang membuka matanya atau sedang meme-jamkan
sepasang matanya,
Lan See-giok kecewa sekali,
ternyata di atas kedua buah kapal tersebut sama sekali tidak ditemukan si iblis
bengis bermata tung-gal Toan Ki tin, ia mengerti bahwa dua orang yang tampak
olehnya adalah pemimpin dari ke dua macam panji tersebut.
Agaknya Hu-yong siancu dapat
menebak isi hati Lan See giok, dia segera memperingat-kan.
"Setelah kaki tangannya
digebuk, masa pentolannya tak akan munculkan diri? Anak Giok; kau tak usah
gelisah lantaran peristiwa tersebut!"
Lan See-giok mengangguk
sambilb mengi-akan berjulang kali, sorgot matanya kembbali dialihkan ke arah
kedua kapal tersebut, waktu itu ia saksikan si lelaki baju hitam ber-senjata
toya raksasa tersebut sedang be-runding dengan si lelaki kurus berwajah pu-cat.
Menyusul kemudian tampak
lelaki berbaju hitam itu manggut-manggut. lalu mengalih-kan sorot matanya
sambil menegur dengan suara dalam.
"Perbuatan kalian
menyerang kapal perang kami sambil melukai orang betul-betul me-rupakan
perbuatan yang amat berani dan terkutuk, kalau memang ada urusan hendak
menjumpai pemimpin kami, sepantasnya bila kalian sodorkan kartu nama..."
Lan See-giok sama sekali tak
berminat untuk mendengarkan obrolannya, sebelum lawan menyelesaikan kata
katanya, ia telah membentak dengan suara menggeledek.
"Lebih baik tutup saja
bacot baumu itu dan segera undang Toan Ki tin agar berbicara denganku, kalau
tidak jangan salahkan bila aku berhati kejam dengan membantai kalian
semua!"
Lelaki berbaju hitam itu
kontan saja terta-wa terbahak bahak, kemudian jengeknya sinis:
"Hmm, kau benar-benar
seorang bocah cecunguk yang tak tahu diri, biar toaya kasih pelajaran dulu
kepadamu."
Tubuhnya yang berat bebal
macam babi bunting itu langsung melompat ke tengah geladak,
Jangan dilihat badannya yang
gembrot macam babi bunting itu, ternyata lompatan-nya tidak menimbulkan sedikit
suarapun..
Berkerut kening Lan See-giok
setelah me-nyaksikan kejadian ini, tampaknya dia tak menyangka kalau Ho Hai-him
memiliki ilmu meringankan tubuh yang begitu sempurna.
Sesudah melompat ke muka, Ho
Hai-him segera melotot besar, kemudian sambil me-nuding teriaknya,
"Bocah terkutuk, ayo maju
untuk mampus, jangan harap kau bisa bertemu dengan pe-mimpin kami dalam
kehidupanmu kali ini"
Belum lagi ucapan tersebut
selesai di-uta-rakan. Siau cian dan Cay soat sama-sama sudah membentak keras,
tubuh mereka melompat ke muka, dua titik cahaya perak langsung menyambar ke
tengah geladak,
Dalam pada itu puluhan buah
kabpal pe-rang sudjah mengurung segkitar kapal terbse-but, be-ratus buah
lentera yang memancarkan sinar terang membuat suasana di sekitar situ terang
benderang bermandikan cahaya...
Melihat kehadiran Siau cian
dan Cay soat, sekali lagi Ho Hai him tertawa tergelak, seru-nya kemudian dengan
nyaring:
"Waah . . . malam ini aku
Ho hui him me-mang lagi ketiban rejeki, masa ada dua bidadari cantik mau
menemani ku...h mm in.. biar malam ini aku mesti mampus pun. aku Ho Hui him
akan mampus dengan mata meram!"
Kembali ia tertawa tergelak:
Merah jengah selembar wajah
Siau cian serta Cay soat, mereka semakin gusar.
Siau cian yang cekatan sekali
lagi mem-bentak keras, sebuah tusukan langsung dit-usukkan ke tubuh Ho Hai him.
Cay soat tak mau ketinggalan,
diiringi bentakan kaki dia maju pula melepaskan serangan kilat.
Dalam sekilas pandangan saja,
Ho Hai him sudah tahu kalau senjata yang dipergunakan Siau cian adalah sebilah pedang
mestika na-mun ia tak gentar karena dalam anggapan-nya senjata yang ia gunakan
lebih berat dari lawan.
Maka disaat pedang Siau cian
menusuk tubuhnya, ia membentak keras, dengan jurus Teng hay sin ciam (jarum
sakti penenang lautan) toyanya menyodok ke atas pedang Gwat hui kiam lawan.
Tentu saja Siau cian tak ingin
beradu sen-jata dengan musuh, cepat ia memutar perge-langan tangannya dan balik
menusuk ke dua bahu lawan . . .
Agaknya Ho Hui him tidak
menyangka kalau pedang Siau cian bisa bergerak begitu cepat dan enteng, ia
terkejut.
Buru-buru tubuhnya berkelebat
ke sam-ping, kemudian sambil membentak toya nya disodokkan ke atas tubuh pedang
nona itu. Siau cian ada maksud untuk menunjuk-kan sedikit kebolehannya di depan
kekasih-nya, ditambah lagi ejekan Hui him yang mem-buatnya malu ini semua
membuat hawa napsu membunuh dengan cepat menyelimuti perasaannya.
Ketika dilihatnya Ho Hui him
maju sambil menyodokkan toyanya. ia tidak mundur se-baliknya sambil maju ke
rmuka. kepalanyaz ditundukkan mewngiringi bungkurkkan badan, toya lawan serta
merta menyambar lewat dari atas punggungnya .
Cay soat dan Lan See giok amat
ter-kesiap menyaksikan kejadian ini, hampir saja mereka menjerit kaget saking
ngerinya,
Tiba-tiba Siau cian maju
sambil menegak-kan kembali tubuhnya, begitu toya lawan su-dah menyambar lewat.
Pedang Gwat hui kiam diputar
kencang memainkan jurus Ku siu boan keng (pohon kering akar melingkar), cahaya
pedang berkelebat lewat menyusul kemudian berku-mandang suara jeritan ngeri
yang me-milukan hati.
Tubuh Ho Hui-him yang tinggi
besar ter-paksa kutung menjadi dua bagian, darah se-gar memancar kemana mana
dan isi perut nya berhamburan memenuhi lantai, semen-tara toya raksasanya yang
mencapai berapa ratus kati itu tercebur ke dalam sungai hingga menimbulkan
percikan air yang tinggi . .
Sedangkan paras muka Siau cian
pucat pias seperti mayat, bibirnya gemetar keras. disaat cahaya pedangnya
menyambar lewat tadi, tubuhnya telah melayang kembali ke hadapan Cay soat.
Dalam pada itu, suasana di
atas telaga tersebut hanya diramaikan oleh suara jeritan ngeri yang memilukan
hati tadi, kecuali itu tak kedengaran sedikit suara pun.
Rupanya beratus ratus jago
yang berada di atas puluhan buah kapal perang itu telah dibikin tertegun saking
kagetnya.
Lelaki setengah umur berbaju
kuning yang selama ini berdiri di ujung perahu berpanji kuning tanpa
menimbulkan reaksipun, kini dibikin ketakutan sehingga sekujur badannya gemetar
keras. sepasang mata yang semula, menyipit pun kini terbelalak lebar.
Hu-yong siancu juga berkerut
kening sam-bil merasa sangat keheranan, ia tak tahu apa sebabnya Siau cian
sampai melakukan pem-bunuhan tersebut? Padahal dia tahu putri-nya merupakan
seorang gadis yang berpera-saan sangat halus. "
Berbeda sekali dengan Lan See
giok yang sedang dipengaruhi oleh rasa dendam yang berkobar. dia menganggap Ho
hui him yang cabul dari jahat itu sudah sepantasnya peroleh ganjaran yang
setimpal.
Suasana di sekitar situ
menjadi sangat hening, tak kedengaran sedikit suara pun.
Cay soat tak ingin ketinggalan,
setelah melihat Siau cian berhasil membantai Ho Hui him dalam satu gebrakan
saja, sekalipun di-lakukan sambil menyerempet bahaya tapi hasil yang diperoleh
sungguh di luar dugaan.
Sebagai gadis yang mempunyai
watak ingin menang, sudah barang tentu ia tak mau ber-diam diri saja.
Sambil menjejakkan kakinya dia
melompat ke tengah ge1adak. dengan pedang terlintang ditangan kanan. ia
menuding lelaki setengah umur berbaju kuning itu sambil membentak.
"Aku lihat tampangmu
mirip sekali dengan manusia cecunguk, ayo kemari saja untuk menerima kematian
pula!"
Begitu ucapan tersebut
diutarakan, Hu-yong siancu tak sanggup menahan diri lagi, dia menggelengkan
kepalanya berulang kali sambil tertawa geli.
Sementara itu, lelaki setengah
umur ber-baju kuning itu sudah dibuat ketakutan se-tengah mati, sorot wataknya.
Memancar-kan sinar gelisah, pipinya kelihatan gemetar, biarpun pandangannya
tertuju ke arah Cay soat namun mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.
Suasana gaduh dengan cepat
meliputi se-genap jago yang berada di atas kapal-kapal perang, nampaknya semua
orang merasa tak puas atas jiwa kepengecutan lelaki ter-sebut.
Lelaki setengah umur itu
sendiri meski mengerti bahwa perbuatannya ini sangat memalukan, tapi setelah
menyaksikan ma-yat--mayat yang bergelimpangan di atas gela-dak, tegakah dia
untuk berbuat nekad?
Bagaimanapun jua dia adalah
seorang ko-mandan dari suatu pasukan besar," dalam hati kecilnya diapun
ingin turun ke arena sambil mendemonstrasikan kehebatannya, tapi ....
Ia pun sadar bahwa kepandaian
silat yang dimiliki gadis itu kelewat hebat, yang pasti bukan tandingannya,
dalam menghadapib ma-salah yang jmempertaruhkan gkeselamatan jiwbanya ini,
jelas dia tak ingin bertindak kelewat gegabah.
Dalam pada itu, Cay-soat
semakin naik da-rah karena tidak memperoleh tanggapan dari lawan, sekali lagi
hardiknya dengan penuh amarah yang meluap.
"Hei, aku suruh kau
kemari untuk mene-rima kematian, sudah kau dengar belum te-riakanku ini?"
Sementara berbicara, pedangnya
dialihkan ke tangan kiri, sedang tangan kanannya dia-yunkan ke depan melepaskan
sebatang sen-jata garpu ke muka.
Sekilas cahaya tajam secepat
sambaran petir langsung menyerang tubuh lelaki sete-ngah umur itu.
Semenjak tadi lelaki setengah
umur itu memang sudah mengawasi gerak gerik Cay soat tanpa berkedip, karena
itu, disaat caha-ya tajam menyerang ke arahnya, cepat-cepat dia berkelit pula
ke samping ...
Akibatnya berapa puluh orang
lelaki kekar yang berdiri di belakangnya menjadi gaduh dan kalut.
Di mana cahaya tajam berkelebat
lewat, berkumandang jeritan kaget yang amat keras. Ternyata senjata garpu itu
sudah me-nembusi telinga seorang lelaki kekar lalu meluncur ke muka dan
akhirnya menancap di atas tiang layar perahu.
Pada saat inilah. dari telaga
sebelah utara tiba-tiba berkumandang datang suara genta yang dibunyikan bertalu
talu.
Begitu suara genta dibunyikan,
serentak semua jago yang berada di atas puluhan buah kapal perang itu
memperdengarkan tempik sorak yang gegap gempita.
Lelaki setengah umur itupun
merasakan semangatnya berkobar kembali, dia mulai menggosok kepalannya dan
sambil mengger-tak gigi siap melompat masuk ke arena.
Dengan cepat Lan See-giok
berpaling ke depan, ia saksikan sesudah perahu besar yang penuh dihiasi lentera
merah sedang bergerak mendekat, kapal ini berbeda sekali dengan bentuk perahu
lainnya, bahkan lebih mirip dengan sebuah kapal perang milik kerajaan.
"Mungkin Toan-Ki tin yang
databng" seru Hu-yonjg siancu kemudigan agak emosi. b
Lan See-giok segera mengepal
sepasang tinjunya yang mulai berkeringat. dia ingin sekali kapal besar itu tiba
dihadapannya da1am waktu singkat.
Tapi tak selang berapa saat
kemudian, pe-muda itu sudah mengeluh kembali dengan kecewa.
"Aaah, lagi-lagi bajingan
tua Toan tak berada di atas kapal itu ..."
Ketajaman mata Hu-yong siancu
sedikit di bawah Lan See giok, maka ia baru bisa meli-hat dengan jelas orang
yang berada di atas perahu itu berapa saat kemudian, tiba-tiba wajahnya berubah
hebat setelah melihat jelas siapa gerangan orang tersebut. hatinya men-jadi amat
pedih sehingga sekujur tubuh-nya gemetar keras.
Menyusul kemudian dengan air
mata ber-cucuran ia berseru sambil menggertak gigi,
"Dia ... aah. rupanya dia
..."
Dengan perasaan tertegun Lan
See giok berpaling, tapi ia segera dibikin terperanjat.
Paras muka bibinya telah
berubah menjadi pucat pasi, air mata membasahi pipinya, dengan perasaan
terkejut ia lantas berseru. .. "Bibi.."
Namun Hu-yong siancu
seolah-olah tidak mendengar lagi seruannya itu, ia masih saja mengawasi orang
yang berada di atas perahu bendera merah itu tanpa berkedip, sedang mulutnya
tetap berguman terus dengan suara gemetar.
"....ternyata benar-benar
bajingan cabul itu...Pek In hong..."!
Waktu itu agaknya Cay-soat dan
Siau cian juga telah me1ihat keanehan perempuan tersebut, serentak mereka
melompat kembali ke sisinya dan mengawasi Hu-yong siancu dengan perasaan penuh
kekuatiran
Dengan cepat Lan See giok
dapat menyim-pulkan bahwa orang yang berada di atas perahu berlentera merah itu
sudah pasti ada hubungannya dengan perubahan aneh bibi nya, sebab itu dia
mengawasi perahu tadi dengan lebih seksama.
Setelah perahu itu semakin
mendekat Cay soat dan Siau-cian dapat melihat dengan le-bih jelas lagi,
ternyata orang yang berdiri di ujung geladak perahu itu adalah seorang le-laki
setengah umur yang berwarjah tampan.
Orzang itu mengenawkan kopiah
perark de-ngan jubah yang amat halus, wajahnya tam-pan dan gagah, jenggot hitam
menghiasi sepanjang dada, sebilah pedang tersoren di pinggangnya.
Satu satunya kejelekan yang
dimiliki orang itu adalah kulit wajahnya yang pucat tanpa warna darah sehingga
ia kelihatan kurang sreg dihati.
Hanya di dalam sekilas
pandangan saja, Siau cian dan Cay-soat sudah menduga bahwa orang ini pastilah
seorang manusia bergajul yang paling cabul dan paling berba-haya.
Akhirnya kapal berlentera
merah itu ber-henti, lelaki berbaju perlente itu memandang sekejap mayat-mayat
yang tergeletak di atas geladak dengan penuh amarah, kemudian berpaling kearah
lelaki setengah umur tadi dan agaknya sedang mengumpatnya.
Lan See giok menggunakan
kesempatan itu segera berbisik kepada Hu-yong siancu:
"Bibi, kalau toh orang
itu sangat jahat. biar Giok ji ke situ untuk membekuknya kemu-dian biar bibi
yang menjatuhi hukuman kepadanya .... ...
Belum selesai ia berkata,
Cay-soat telah menimbrung pula.
"Biar aku saja yang pergi
membekuknya... "
"Jangan" Hu-yong
siancu segera mencegah, bajingan ini mempunyai dosa yang amat be-sar dia telah
menghancurkan kebahagiaan hidupku yang terindah, aku bersumpah hen-dak
mencincang tubuh bajingan ini sampai hancur lumat, dengan begitu dendamku baru
dapat terlampiaskan .. ."
Selesai berkata ia menyeka air
matanya, kemudian dengan jurus burung hong hinggap diranting, ia meluncur ke
arah perahu terse-but.
Lan See giok, Siau cian dan
Cay soat tak berani membangkang perintah Hu-yong siancu, karenanya mereka
bertiga hanya bisa berdiri di tempat sambil bersiap dalam menghadapi segala
kemungkinan yang tidak diinginkan.
Dengan langkah yang ringan
Hu-yong siancu turun di depan lelaki tadi, setelah meloloskan pedang Hu-yong
kiam, dia menuding lelaki berbaju perlente sambil membentak.
PEK IN-HONG, bajingan cabul
yang tak tahu malu, ayo cepat menerima kematianmu aku Han Sin-wan sudah
sembilan belas ta-hun menantikan kesempatan seperti hari ini untuk membunuhmu,
sungguh tak nyana Thian telah mengabulkan keinginanku ini dengan membiarkan
kita bersua di sini, ba-jingan terkutuk, cepat serahkan jiwa anjing-mu!"
Mula-mula lelaki berbaju
perlente itu nam-pak tertegun, tapi setelah melihat jelas paras muka lawannya,
air mukanya kontan beruban.
Tapi hanya sebentar saja,
dengan cepat ia berhasil menguasai kembali perasaannya bahkan tertawa terbahak.
bahak.
"Haaahhh.... haaahhh..
haaahhh... kukira siapa yang begitu berani mendatangi kami dengan sebuah sampan
kecil, Eeeh tak tahu nya adalah perempuan paling cantik dari dunia persilatan,
Hu-yong siancu Han- Sin -wan yang terkenal dimasa lalu!"
(Bersambung ke Bagian 34)