Anak Harimau Bagian 33

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 33

Bagian 33

Tak berapa lama kemudian, sampan itu sudah semakin mendekati ratusan buah perahu besar itu, jaraknya paling banter tinggal dua li saja..

"Hu-yong siancu kuatir ke dua orang itu membuang tenaga terlalu banyak, ditambah pula permukaan telaga waktu itu sangat tenang, suara air yang memecah bisa me-nimbulkan kecurigaan orang, karena itu segera cegahnya.

"Anak Giok, kita tak boleh maju dengan kecepatan yang terlampau tinggi."

Mendengar perkataan tersebut. Lan See giok, Siau cian, sama-sama menarik kembali tenaga pukulannya.

Mereka jumpai ratusan buah kapal perang itu tersebar di seputar telaga dalam suatu formasi yang aneh, tampaknya menyerupai semacam ilmu barisan.

Cahaya lentera menyinari seluruh permu-kaan hingga terang benderang bagaikan di tengah hari, keadaannya sangat mentereng.

Lambat laun sampan mereka bergerak memasuki lingkaran cahaya yang mengitari permukaan telaga tersebut.

Hu-yong siancu sebagai orang yang berpe-ngalaman luas, setelah melihat keadaan tersebut segera memberi peringatan.

"Anak Giok, kalian berdua cepat duduk. bila kita bergerak maju lebih ke depan pihak mereka pasti akan melepaskan tanda peri-ngatan, Lan See giok dan Siau cian yang mendengar perkataan tersebut segera duduk kembali, sementara sorot mata yang tajam tiada hentinya memeriksa keadaan di sekitar sana --

Untuk menghindari jejak mereka ketahuan musuh, sekarang mereka semakin memper-lambat gerakan sampannya.

Hu-yong siancu memandang sekejap ra-tusan buah perahu perang itu. kemudian bisik nya.

"Sudahkah kalian lihat formasi dari kapal perang itu - ?"

Lan See giok yang bertenaga dalam sem-purna dan memiliki ketajaman mata yang luar biasa, segera berseru:

"Bibi, menurut pandangan anak Giok. for-masi mereka mirip sekali dengan formasi tanda salib"

"Mendengar perkataan tersebut. Hu-yong siancu segera tertawa rendah, katanya ke-mudian.

"Formasi semacam ini merupakan barisan terbaik untuk berlabuh, orang menyebutnya barisan empat gajah, mau maju menyerang gampang, mundur bertahanpun tidak sukar, bila ada musuh menyusup ke dalam, mudah pula untuk mengurungnya. begitu banyak perubahan yang tercakup di dalamnya se-hingga termasuk barisan yang paling hebat dalam pertempuran air..

Sementara mereka masih berbincang- bin-cang, dari atas permukaan air lebih kurang puluhan kaki di depan sana, mendadak muncul dua orang manusia penyelam, de-ngan suara yang keras mereka membentak nyaring:

"Hei, dari mana kalian berasal? Berani amat mendekati kapal perang kami, me-mangnya kalian tak punya mata?"

Si Cay-soat gusar sekali mendengar per-kataan itu. ia segera balas membentak.

"Hei, kalian kunyuk dari Wi-lim-poo, lebih baik tak usah takabur dan tahu adat sopan santun, hmmm, tampaknya aku mesti mem-beri pelajaran yang sebaik-baiknya kepada kalian malam ini"

Sembari berkata dia letakkan alat penda-yung ke atas sampan, kemudian merogoh ke dalam sakunya mengeluarkan sebatang pelu-ru pemisah air yang terbuat dari perak.

Lan See-giok adalah pemuda yang berhati luhur, ditambah pula dia sudah dua hari berdiam di Wi-lim-poo serta mempunyai ke-san yang cukup baik terhadap kawanan pe-laut itu, dia tak ingin membiarkan Si Cay-soat melukai orang.

Cepat-cepat cegahnya:

"Adik Soat, tak usah berurusan dengan mereka..."

Sementara pembicaraan berlangsung ia sudah melihat dengan jelas bahwa kedua orang itu merupakan lelaki berpakaian renang yang memiliki sebuah rakit. seorang membawa golok, yang lain membawa busur dan panah, sorot mata yang tajam tertuju kearah mereka.

Pelan-pelan dia bangkit berdiri, lalu sambil mengangkat tangan kanannya, ia berseru lantang.

"Aku Lan See-giok, khusus datang kemari untuk menjumpai lo-pocu.""

Ke dua orang lelaki itu tertegun sambil ber-seru kaget. kemudian terdengar mereka membentak lagi:

"Ayo cepat hentikan perahu kalian, tunggu pemeriksaan dari hiangcu penanggung jawab dari panji kami "

Lan See giok segera tertegun, dia tahu de-ngan jelas bahwa pasukan kapal perang dari Wi-lim-poo terbagi dalam empat barisan. yakni barisan naga, barisan harimau terbang, barisan singa jantan dan barisan macan kumbang, semenjak kapan telah dirubah menjadi pan ji"?

Setelah diamati lagi dengan seksama, pe-muda itu makin terkesiap, ternyata panji- panji yang berkibar di atas ratusan buah ka-pal perang yang berlabuh di depan situ bu-kan saja berbeda sekali dengan panji dari Wi-lim-poo, bentuk kapal perangnya pun berbe-da jauh.

Cepat-cepat dia berpaling ke arah Hu-yong siancu dan serunya dengan gelisah.

"Bibi, anak Giok menjumpai kapal-kapal perang ini bukan kapal perang, dari Wi-lim-poo.

Hu-yong siancu segera berseru kaget. ia segera memeriksa dengan seksama.

Benar juga, bentuk perahu tersebut me-mang berbeda sekali dengan bentuk perahu yang pernah dijumpai tempo hari, maka dia segera memberi tanda kepada Si Cay soat agar menghentikan laju perahunya, kemu-dian agak sangsi dia berkata:

"Jangan-jangan pasukan kapal perang dari Lim lo pah di telaga Tong-ting?"

Mendengar nama itu, Lan See-giok segera teringat kembali dengan dendam kesumat terbunuhnya sang-ayah tercinta, sepasang matanya segera memancarkan sinar tajam, ditatapnya ratusan buah kapal perang itu tanpa berkedip...

Sementara itu dari arah rakit tadi telah meluncur segulung bunga api yang segera meledak di udara dan memercikkan selapis bunga api yang berwarna warni. .

pasukan kapal perang yang berada di ke-jauhan segera melihat tanda itu, ditengah bentakan-bentakan keras, tiga buah kapal perang yang berada di sayap kiri pelan-pelan bergerak meja ke depan.

Hu-yong siancu segera berbisik kepada Lan See-giok.

"Pihak lawan berada di posisi yang lebih tinggi, ini tidak menguntungkan buat kita, paling tidak, kita harus berusaha menguasai sebuah kapal mereka. kemudian baru bertin-dak menurut keadaan.

Jika memang benar kapal perang dari Lim--lo-pah pimpinan Toan Ki tin, kita harus beru-saha menerobos ke tengah barisan, hanya cara ini yang bakal menguntungkan posisi kita.

Sambil mengendalikan hawa marah yang berkobar di dalam dadanya, Lan Lee giok mengiakan berulang kali. dia dapat men-de-ngar suara bibinya sedikit agak gemetar, mungkin ia teringat juga akan dendam ke-matian ayahnya.

Si Cay soat mengendalikan sampan mereka agar tidak bergerak lebih ke depan, sambil mengendalikan kemudi, dia menengok seke-jap ke arah ketiga kapal perang yang mulai bergerak mendekat itu, lalu serunya kurang percaya.

"Bibi, Phoa yang oh termasuk daerah ke-kuasaan Wi-lim-poo, mengapa mereka ijinkan kapal-kapal perang dari Lim to pah menyerbu sampai di sini?"

Biarpun Lim-lo-pah dan Wi-lim-poo masing-masing menjagoi sebuah telaga. na-mun mereka sering bentrok sendiri di pintu masuk sungai Tiang-kang, semenjak lima manusia cacad berdamai, pertarungan dian-tara mereka pun agak mereda, aku sendiri-pun tak tahu apa yang menyebabkan mereka ribut lagi..."

belum selesai dia berkata, ke tiga buah ka-pal perang itu sudah mengambil posisi segi tiga, dua di depan satu di belakang, makin lama semakin rapat mengepung sampan kecil itu.

Dengan jelas sekali Lan See giok dapat melihat, ratusan buah lentera menyinari ke tiga buah kapal perang itu, ratusan tombak dan tameng dengan lelaki-lelaki kekar, sama-sama mengawasi sampan kecil mereka.



Di atas setiap perahu berkibar sebuah panji hitam dengan tiga buah lentera hitam di ujungnya. di atas lentera tadi terasa tertera tiga huruf besar yang dibuat dari cat putih berbunyinya:

LIM LO PAH

Membaca ketiga huruf besar itu, Lan See giok merasakan darah mendidih dalam dada nya, hawa napsu membunuh segera berkobar dan sorot matanya memancarkan sinar yang tajam.

Melihat sikap yang kurang wajar dari pe-muda itu cepat diketahui Hu-yong siancu, segera ia berbisik. "Anak Giok. musuh besar sudah berada di depan mata, jangan terlam-pau gegabah sehingga merugikan diri sendiri" Walaupun Lan See giok mengangguk beru-lang kali, namun api kemarahan sudah ber-kobar di dalam dadanya,

Dalam pada itu, dua buah kapal perang yang datang dari kiri dan kanan, sudah menjepit sampan kecil itu pada jarak tujuh delapan kaki, sedangkan kapal perang yang bergerak dari tengah semakin mendekati sampan tersebut. bentuk kapal perang yang bergerak dari muka ini sama sekali berbeda dengan bentuk kapal perang dari Wi-lim-poo, ujung kapal tingginya mencapai satu kaki setengah, lebar delapan depa dengan di te-ngahnya berukirkan sebuah kepala setan be-sar yang sedang menyeringai seram dengan sorot melotot besar. bentuk itu hampir mirip dengan bentuk wajah Toan Ki tin.. si setan bengis bermata tunggal.

Puluhan orang lelaki pakaian ringkas ber-warna hitam, dengan senjata terhunus berdi-ri angkuh di ujung perahu. sorot mata mereka yang buas dan wajah yang diliputi kegusaran ditujukan ke arah sampan kecil tersebut.

Ditengah barisan berdiri seorang lelaki ge-muk berpakaian ringkas warna hitam, usianya tiga puluh tahunan. kepala gundul, muka bulat, mata besar, alis tebal, dalam genggamannya memegang sepasang martil besar yang nampaknya berat sekali.

BAB 26

DENGAN senyuman dingin menghiasi bibirnya dan sinar mata penuh kerakusan, lelaki gemuk berbaju hitam itu mengawasi wajah Hu-yong siancu, Si, Cay soat dan Siau cian secara bergantian.

Akhirnya ketiga buah kapal perang itu ber-henti dalam posisi segi tiga, dengan demikian sampan kecil itu terjepit di tengah-tbengah. keadaannjya seperti selegmbar daun kerinbg yang terombang ambing ditengah samudra, mengenaskan sekali keadaannya.

Hu-yong siancu kuatir kapal perang itu menumbuk sampan mereka, semenjak tadi ia sudah memberi tanda kepada semua orang agar bangkit berdiri dan mempersiapkan diri.

Di bawah sinar lentera yang terang benderang. kawanan lelaki kekar yang berada di atas ketiga kapal perang itu dapat me-nyaksikan keadaan sampan tersebut dengan jelas, mereka semua sama-sama tertegun. agaknya selama hidup belum pernah mereka jumpai gadis-gadis yang begitu cantik bak bidadari dari kahyangan.

Sambil berusaha mengendalikan hawa amarahnya, Lan See-giok mendongakkan kepalanya memandang lelaki gemuk itu, ke-mudian ujarnya dengan lantang- "Aku Lan See giok, karena suatu persoalan datang menjumpai ketua kalian, harap bawa kami menjumpainya atau memberi kabar kepada pemimpin kalian agar datang berbicara."

Lelaki gemuk di atas perahu itu amat gusar melihat sikap angkuh dan tidak menaruh hormat dari Lan See giok, dengan cepat dia tahu kalau kehadiran ke empat orang ini ti-dak bermaksud baik, maka sambil tertawa dingin, ujarnya dengan suara dalam.-

"Kalian ada urusan apa, katakan saja kepada aku si martil baja Li San hiangcu sayap kiri dari panji hitam, bila masalah-nya, memang besar dan penting, tentu saja aku akan memberi laporan kepada pe-mimpin kami..."

"Kecuali Toan Ki tin pribadi, tiada orang yang dapat menjawab pertanyaanku ini," seru Lan See giok semakin gusar.

Martil baja Li San turut naik pitam, dia membentur benturkan sepasang senjatanya lalu membentak keras. .

"Tidak sulit bila kalian ingin berjumpa de-ngan pemimpin kami, cuma harus melalui dulu sepasang martil besiku ini..."

Si Cay soat yang tidak sabaran, semenjak tadi sudah tak kuasa menahan emosi, sebe-lum Li San menyelesaikan kata katanya dia telah membentak keras, pergelangan tangan-nya diayunkan,. sekilas cahaya tajam lang-sungb menyambar kepajla Li San yang ggundul.

Li Sanb sama sekali tidak keder menghadapi serangan tersebut, dengan tenangnya dia hanya berkerut kening..,

"Triiing!" Serangan bersarang telak di atas kepalanya, namun peluru perak itu malah mencelat ke tengah udara.

Puluhan orang lelaki berbaju hitam yang berdiri di belakang si martil besi Li San se-rentak tertawa terbahak-bahak.

Lan See-giok, Siau cian serta Si Cay soat menjadi tertegun melihat peristiwa tersebut mereka sama sekali tidak menyangka kalau batok kepala si martil baja Li San ternyata sekeras baja.

Memandang Si Cay soat yang termangu mangu keheranan, si martil baja Li San menggelengkan kepalanya berulang kali. ke-mudian ejeknya:

"Walaupun hari ini aku tak bisa mengecup bibirmu yang mungil itu, namun bau harum semerbak yang tertinggal di atas senjata ra-hasia nona sudah cukup membuat aku ter-giur...."

Selesai berkata. ia mendongakkan kepala-nya dan sekali lagi tertawa terbahak bahak.

Lan See giok gusar sekali, dalam keadaan begini dia seperti lupa dengan pesan dari bibinya. sambil membentak keras tubuhnya melejit ke udara dan meluncur beberapa kaki, ke depan....

Puluhan orang lelaki berbaju hitam yang menyaksikan hal ini segera membentak pula. sambil meloloskan senjata tajam, nosing masing mengambil posisi.

Lan See giok yang melambung di angkasa, sewaktu berada dua kaki dari ujung bajunya, dengan jurus naga sakti masuk k e sungai, dalam posisi kepala di bawah kaki di atas dia langsung menerkam si martil besi Li san...

Sesungguhnya si martil besi Li San sudah menduga bahwa Lan See-giok berempat pasti memiliki kepandaian silat yang sangat hebat. sebab tanpa kepandaian yang hebat mustahil mereka berani mendekati ratusan buah kapal perang itu dengan sampan kecil.

Namun dia mengandalkan jumlah anggota nya yang banyak, ditambah pula, bala ban-tuan yang berada di belakang, terutama sekali sepasang senjata martil besarnya. karena itu dia tak memandang sebelah mata pun atas kehadiran ke empat orang itu.

Akan tetapi setrelah menyaksikazn kehe-batan ilwmu meringankan rtubuh yang dimiliki Lan See giok, diam-diam ia merasa terkejut maka begitu dilihatnya pemuda itu me-ner-jang tiba, matanya segera melotot besar sam-bil membentak dia melepaskan sapuan de-ngan martil bajanya . . .

Saat itu Lan See giok ingin selekasnya menyerbu ke tengah barisan dan membunuh si setan bengis bermata tunggal, melihat datangnya sapuan martil besi itu. sepasang tangannya dikebaskan ke muka, kemudian tubuhnya melejit lewat di atas kepala Li San dan melayang turun di permukaan perahu di belakang tubuhnya.

Gagal dengan serangan martilnya, Li san sangat terkejut, ia membentak lalu memutar badannya secepat kilat. dengan martil besinya dia menyerang Lan See giok yang berada di belakang tubuhnya sekali lagi.

Lan See giok segera menjejakkan ujung kakinya ke atas permukaan perahu, sekali lagi dia melejit setinggi lima depa.

"Sapuan martil baja itu kembali me-nyam-bar persis melalui bawah telapak kaki nya.

"Kawanan tikus, serahkan jiwamu . . . ." bentaknya kemudian keras-keras.

Ditengah bentakan itu. dengan jari tengah dan telunjuk tangan kanannya dia lancar kan sebuah sentilan maut ke depan.

Hu-yong siancu menjadi sangat terkejut melihat kejadian ini, serunya tak tahan.

"Anak Giok, jangan kau bunuh dirinya"

Sayang sekali seruan itu terlambat se-lang-kah.

Tampak Li San menjerit kesakitan, batok kepalanya segera pecah dan isi benaknya bercampur darah berhamburan kemana- mana tubuhnya mundur dengan gontai lalu ter-geletak di atas tanah dan tak berkutik lagi.

"Pluung . . . .

Tubuh Li San berikut senjata martilnya sama-sama tercebur ke dalam telaga, darah segar dengan cepat merubah permukaan tanah menjadi merah.



Segenap lelaki kekar yang berada di atas ketiga perahu besar itu menjadi tertegun saking kagetnya setelah terjadi peristiwa tersebut.

Hu-yong siancu tahu bahwa gelagat tidak menguntungkan. ia sadar peristiwa ini segera akan memancing datangnya tindak balasan lawan dengan melepaskan serangan panah yang membabi buta.

kepada Si Cay soat dan Ciu Siau cian buru-buru serunya dengan lantang.

"Ayo cepat naik ke atas kapal"

Begitu selesai berseru, mereka bertiga segera melejit ke tengah udara, bagaikan tiga ekor burung walet. mereka melompat naik ke atas perahu.

Bersamaan waktunya ketika ke tiga orang itu melejit ke udara, dari atas perahu besar di sisi kiri dan kanan mereka, terdengar suara bentakan keras. menyusul hujan panah ber-hamburan kearah sampan kecil mereka.

Keringat dingin segera bercucuran mem-basahi seluruh tubuh Lan See giok setelah menyaksikan peristiwa ini, menanti die me-nengok lagi kearah sampan kecil itu, hanya di dalam sekejap mata saja beratus batang anak panah telah menembusi permukaan sampan itu.

Dalam pada itu, Hu-yong siancu sudah tiba di atas kapal besar, dia segera membentak keras...

"Anak Giok cepat tawan orang dan rampas perahu besar itu ...."

Belum habis dia berkata, puluhan lelaki yang berada di atas perahu telah membentak keras dan bersama sama lari ke geladak.

Dengan kening berkerut, mencorong sinar tajam dari balik mata Lan See giok, sambil menerjang ke depan, kesepuluh jari tangan nya disentilkan bersama ke muka, seketika itu juga terdapat delapan orang lelaki kekar yang menjerit kesakitan kemudian roboh ter-jengkang ke atas tanah.

Puluhan orang lelaki bertameng yang ber-diri di kedua sisi perahu serentak memben-tak sambil melompat turun dari atas perahu.

Dalam waktu singkat bayangan manusia berkelebat lewat, air berhamburan ke mana-mana ..suasananya sangat ramai.

Siau cian dan Cay soat segera bmeloloskan pedajng Jit hoa kiamg dan Gwat hui kbiam, na-mun di dalam sekejap mata itulah selain de-lapan orang le1aki yang tertotok jalan darah-nya itu. sudah tak nampak sesosok bayangan manusiapun.

Mendadak.....

Suara desingan tajam bergema di udara. sebatang anak panah dibidikkan dari atas sebuah kapal besar tujuh-delapan kaki di depan situ...

Lan See giok gusar sekali. baru saja dia hendak memukul rontok serangan mana, mendadak tampak Hu-yong siancu mem-bungkukkan badan dan secepat kilat me-nyambar seorang lelaki berbaju hitam dari atas tanah dan dipergunakan untuk me-nyongsong datangnya bidikan tersebut.

Lelaki itu segera menjerit kesakitan. ter-nyata anak panah tersebut persis menancap di atas pantatnya,

Para pemanah yang berada di atas perahu di kiri dan kanan mereka jadi ketakutan setengah mati, serentak semua orang menghentikan serangan masing-masing.

Lan See giok menjadi kagum sekali setelah menyaksikan kejadian ini, kejadian itu men-jadi peringatan yang paling baik bagi dia yang berhati penuh rasa kasihan. pelajaran terse-but adalah, dibalik kewelas kasihan. kadang-kala seseorang perlu juga bertindak keji-.-

Si Cay soat tat dapat menahan rasa geli nya lagi, dia segera tertawa cekikikan. kemu-dian pujinya.

"Waah, tindakan yang dilakukan bibi me-mang tepat sekali"

Hu-yong siancu memandang sekejap anak panah yang menancap di atas pantat lelaki itu, kemudian dengan wajah merah padam karena jengah, ujarnya sambil tersenyum:

"Mara bahaya di atas air masih kelewat sedikit yang kalian ketahui, sebetulnya anak panah itu bertujuan untuk memaksa kita menghindar atau berkelit, asal kita sudah bergerak maka anak panah kedua den beri-kut nya akan saling susul menyusul, tujuan-nya tak lain untuk memaksa kita agar me-ninggal kan ujung perahu, bila mendapat du-kungan dari hujan panah yang datang dari kedua perahu lain, sudah bpasti usaha kitja untuk merampags perahu ini akban mengalami kesulitan besar.

Sembari berkata. dia lantas mengendor-kan cekalannya dan membuang lelaki itu ke atas tanah.

Si Cay-soat yang mendengar penjelasan tersebut, senyuman yang semula menghiasi wajahnya segera hilang, lenyap tak berbekas, dia menengok ke samping dan sekeliling tem-pat itu, ternyata kecuali ke tiga batang kayu tiang layar di situ tidak ditemukan lagi tem-pat apapun yang bisa digunakan untuk me-nyembunyikan diri.

Paras muka Lan See-giok berubah pula menjadi merah, perasaan menyesal sempat menghiasi wajahnya, dia menyesal mengapa tidak menuruti nasehat dari bibinya, di-mana dua kali bertindak secara gegabah, hampir saja gara-gara perbuatannya. mereka harus menghadapi ancaman bahaya yang besar sekali.

Bila dipikirkan kembali, perbuatannya itu memang terlampau berbahaya...

Mendadak terdengar Hu-yong siancu ber-kata lagi.

"Anak Giok, bebaskan ja1an darah orang ini, biar bibi menanyakan maksud tujuannya datang kemari."

Lan See giok segera mengiakan, dia menuju ke hadapan lelaki yang terluka di pantat itu serta menepuk bebas jalan darah-nya yang tertotok ....

Lelaki itu segera menggerakkan tangannya. untuk meluruskan anggota badannya, sete-lah mencabut anak panah tersebut dari atas pantatnya, dengan tetap berbaring di tanah. ia mengawasi Hu-yong siancu berempat de-ngan penuh penderitaan:

Sambil menarik muka, Hu-yong siancu segera menegur dengan wajah gusar,

"Sudah hampir belasan tahun lamanya dari Lim lo pah kalian tak pernah memasuki te-laga Phoa yang oh, kali ini mengapa secara tiba-tiba melakukan penyerbuan secara besar besaran?"

"Apa yang menyebabkan kami sampai di sini hamba kurang begitu jelas .," sahut lelaki itu sambil mengeluh, "tapi kami sudah mem-buat surat tantangan perak untuk pihak Wi-lim-poo"

"Bagaimana kemudian?" tanya Hu-yong siancu lebih jauh sambil menarik muka.

Lelaki itu mengrgelengkan kepalzanya beru-lang wkali.

"Dari pirhak Wi-lim-poo ternyata tidak memberikan gerakan apapun, reaksi sedikit-pun tak ada "

Hu-yong siancu segera berkerut kening, lalu memandang sekejap ke arah Lan See giok yang sedang termangu dengan panda-ngan tak mengerti, mereka berdua sama-sama tidak mengerti apa sebabnya pihak Wi-lim-poo tidak mengirim kapal perangnya un-tuk menyambut tantangan tersebut."..

Yang paling diperhatikan oleh Lan See giok adalah jejak dari setan bengis bermata tung-gal Toan Ki-tin, dengan suara dalam kembali dia menegur.

"Apakah pemimpin kalian juga turut serta dalam penyerbuan kali ini?"

Lelaki kekar itu mengangguk dengan pe-nuh penderitaan.

Mengetahui hal tersebut timbul napsu membunuh dalam hati Lin See-giok, dia segera mengangkat kepalanya sambil me-mandang kapal komandan yang berada di kejauhan sana,

Tapi dengan cepat dia tertawa dingin sam-bil berkata kembali.

"Jika mereka datang kemari, hal ini me-mang jauh lebih baik lagi , . . "

Hu-yong siancu, Si Cay soat serta Ciu siau cian yang mendengar perkataan terse-but sama-sama mendongakkan kepalanya ter-nyata terdapat puluhan buah kapal besar yang terbagi dalam dua rombongan membe-ntuk sebuah lingkaran mengepung yang melindungi sebuah kapal besar di tengahnya yang bergerak maju menghampiri mereka. Suasana di atas kapa1 besar tadi terang benderang bermandikan cahaya. bahkan di atas geladak sama sekali tak terlihat sesosok bayangan manusia pun.

Hu-yong Siancu segera berbisik kepada Lan See giok,

"Anak Giok. kapal yang berada ditengah itu merupakan kapal komando, setelah men-dekat nanti, kau boleh langsung menantang perang kepada Toa Ki tin pada perahu terse-but."

Lan See giok menutup mulutnya rapat- ra-pat sambil menggigit bibir, ia mengangguk berulang kali mengiakan, memang tak per-nah disangka olehnya bahwa malam ini den-dam kesumatnya bisa dituntut balas.



Kapal komando itu semakin melambat gerakannya dimana akhirnya berhenti hanya lima kaki dari kapal besar dimana Lan See giok sekalian berada sekarang. sementara puluhan buah kapal yang berada di kedua belah sisinya langsung melakukan pengepungan dari empat penjuru..

Saat itulah, dari atas sederet kapal besar yang menghadap ke utara muncul dua buah kapal dengan lambang yang sama yakni pada ujung kapal terdapat sebuah kepala setan besar, sedangkan panji yang berkibar pada masing-masing tiang besi warna hitam dan kuning.

Di atas kapal berpanji hitam tampak berdi-ri puluhan orang lelaki kekar berpakaian ringkas warna hitam, diantara mereka berdiri angkuh seorang lelaki kasar berkepala singa, mata besar. hidung samsi dengan perut yang membuncit.

Orang itu penuh bercambang, bulu dadanya yang hitam pekat memenuhi dada-nya bagaikan sikat, senjatanya adalah se-buah tongkat baja yang kelihatannya berbo-bot ratusan kati, dalam sekilas pandangan saja dapat diketahui bahwa dia adalah se-orang manusia yang berkekuatan raksasa.

Sebaliknya di atas kapal berpanji kuning itu berdiri puluhan lelaki kekar berpakaian ringkas warna kuning. diantara mereka, nampak seorang lelaki setengah umur ber-wajah pucat, kurus kering berbaju ringkas warna kuning yang membawa senjata tombak berantai.

Orang ini mempunyai bentuk muka yang licik, busuk dengan sepasang mata yang liar, bibirnya tipis lagi lebar dengan berapa lembar kumis menghiasi atas bibirnya, dari kejauhan orang akan bingung untuk menduga ia se-dang membuka matanya atau sedang meme-jamkan sepasang matanya,

Lan See-giok kecewa sekali, ternyata di atas kedua buah kapal tersebut sama sekali tidak ditemukan si iblis bengis bermata tung-gal Toan Ki tin, ia mengerti bahwa dua orang yang tampak olehnya adalah pemimpin dari ke dua macam panji tersebut.

Agaknya Hu-yong siancu dapat menebak isi hati Lan See giok, dia segera memperingat-kan.

"Setelah kaki tangannya digebuk, masa pentolannya tak akan munculkan diri? Anak Giok; kau tak usah gelisah lantaran peristiwa tersebut!"

Lan See-giok mengangguk sambilb mengi-akan berjulang kali, sorgot matanya kembbali dialihkan ke arah kedua kapal tersebut, waktu itu ia saksikan si lelaki baju hitam ber-senjata toya raksasa tersebut sedang be-runding dengan si lelaki kurus berwajah pu-cat.

Menyusul kemudian tampak lelaki berbaju hitam itu manggut-manggut. lalu mengalih-kan sorot matanya sambil menegur dengan suara dalam.

"Perbuatan kalian menyerang kapal perang kami sambil melukai orang betul-betul me-rupakan perbuatan yang amat berani dan terkutuk, kalau memang ada urusan hendak menjumpai pemimpin kami, sepantasnya bila kalian sodorkan kartu nama..."

Lan See-giok sama sekali tak berminat untuk mendengarkan obrolannya, sebelum lawan menyelesaikan kata katanya, ia telah membentak dengan suara menggeledek.

"Lebih baik tutup saja bacot baumu itu dan segera undang Toan Ki tin agar berbicara denganku, kalau tidak jangan salahkan bila aku berhati kejam dengan membantai kalian semua!"

Lelaki berbaju hitam itu kontan saja terta-wa terbahak bahak, kemudian jengeknya sinis:

"Hmm, kau benar-benar seorang bocah cecunguk yang tak tahu diri, biar toaya kasih pelajaran dulu kepadamu."

Tubuhnya yang berat bebal macam babi bunting itu langsung melompat ke tengah geladak,

Jangan dilihat badannya yang gembrot macam babi bunting itu, ternyata lompatan-nya tidak menimbulkan sedikit suarapun..

Berkerut kening Lan See-giok setelah me-nyaksikan kejadian ini, tampaknya dia tak menyangka kalau Ho Hai-him memiliki ilmu meringankan tubuh yang begitu sempurna.

Sesudah melompat ke muka, Ho Hai-him segera melotot besar, kemudian sambil me-nuding teriaknya,

"Bocah terkutuk, ayo maju untuk mampus, jangan harap kau bisa bertemu dengan pe-mimpin kami dalam kehidupanmu kali ini"

Belum lagi ucapan tersebut selesai di-uta-rakan. Siau cian dan Cay soat sama-sama sudah membentak keras, tubuh mereka melompat ke muka, dua titik cahaya perak langsung menyambar ke tengah geladak,

Dalam pada itu puluhan buah kabpal pe-rang sudjah mengurung segkitar kapal terbse-but, be-ratus buah lentera yang memancarkan sinar terang membuat suasana di sekitar situ terang benderang bermandikan cahaya...

Melihat kehadiran Siau cian dan Cay soat, sekali lagi Ho Hai him tertawa tergelak, seru-nya kemudian dengan nyaring:

"Waah . . . malam ini aku Ho hui him me-mang lagi ketiban rejeki, masa ada dua bidadari cantik mau menemani ku...h mm in.. biar malam ini aku mesti mampus pun. aku Ho Hui him akan mampus dengan mata meram!"

Kembali ia tertawa tergelak:

Merah jengah selembar wajah Siau cian serta Cay soat, mereka semakin gusar.

Siau cian yang cekatan sekali lagi mem-bentak keras, sebuah tusukan langsung dit-usukkan ke tubuh Ho Hai him.

Cay soat tak mau ketinggalan, diiringi bentakan kaki dia maju pula melepaskan serangan kilat.

Dalam sekilas pandangan saja, Ho Hai him sudah tahu kalau senjata yang dipergunakan Siau cian adalah sebilah pedang mestika na-mun ia tak gentar karena dalam anggapan-nya senjata yang ia gunakan lebih berat dari lawan.

Maka disaat pedang Siau cian menusuk tubuhnya, ia membentak keras, dengan jurus Teng hay sin ciam (jarum sakti penenang lautan) toyanya menyodok ke atas pedang Gwat hui kiam lawan.

Tentu saja Siau cian tak ingin beradu sen-jata dengan musuh, cepat ia memutar perge-langan tangannya dan balik menusuk ke dua bahu lawan . . .

Agaknya Ho Hui him tidak menyangka kalau pedang Siau cian bisa bergerak begitu cepat dan enteng, ia terkejut.

Buru-buru tubuhnya berkelebat ke sam-ping, kemudian sambil membentak toya nya disodokkan ke atas tubuh pedang nona itu. Siau cian ada maksud untuk menunjuk-kan sedikit kebolehannya di depan kekasih-nya, ditambah lagi ejekan Hui him yang mem-buatnya malu ini semua membuat hawa napsu membunuh dengan cepat menyelimuti perasaannya.

Ketika dilihatnya Ho Hui him maju sambil menyodokkan toyanya. ia tidak mundur se-baliknya sambil maju ke rmuka. kepalanyaz ditundukkan mewngiringi bungkurkkan badan, toya lawan serta merta menyambar lewat dari atas punggungnya .

Cay soat dan Lan See giok amat ter-kesiap menyaksikan kejadian ini, hampir saja mereka menjerit kaget saking ngerinya,

Tiba-tiba Siau cian maju sambil menegak-kan kembali tubuhnya, begitu toya lawan su-dah menyambar lewat.

Pedang Gwat hui kiam diputar kencang memainkan jurus Ku siu boan keng (pohon kering akar melingkar), cahaya pedang berkelebat lewat menyusul kemudian berku-mandang suara jeritan ngeri yang me-milukan hati.

Tubuh Ho Hui-him yang tinggi besar ter-paksa kutung menjadi dua bagian, darah se-gar memancar kemana mana dan isi perut nya berhamburan memenuhi lantai, semen-tara toya raksasanya yang mencapai berapa ratus kati itu tercebur ke dalam sungai hingga menimbulkan percikan air yang tinggi . .

Sedangkan paras muka Siau cian pucat pias seperti mayat, bibirnya gemetar keras. disaat cahaya pedangnya menyambar lewat tadi, tubuhnya telah melayang kembali ke hadapan Cay soat.

Dalam pada itu, suasana di atas telaga tersebut hanya diramaikan oleh suara jeritan ngeri yang memilukan hati tadi, kecuali itu tak kedengaran sedikit suara pun.

Rupanya beratus ratus jago yang berada di atas puluhan buah kapal perang itu telah dibikin tertegun saking kagetnya.

Lelaki setengah umur berbaju kuning yang selama ini berdiri di ujung perahu berpanji kuning tanpa menimbulkan reaksipun, kini dibikin ketakutan sehingga sekujur badannya gemetar keras. sepasang mata yang semula, menyipit pun kini terbelalak lebar.

Hu-yong siancu juga berkerut kening sam-bil merasa sangat keheranan, ia tak tahu apa sebabnya Siau cian sampai melakukan pem-bunuhan tersebut? Padahal dia tahu putri-nya merupakan seorang gadis yang berpera-saan sangat halus. "



Berbeda sekali dengan Lan See giok yang sedang dipengaruhi oleh rasa dendam yang berkobar. dia menganggap Ho hui him yang cabul dari jahat itu sudah sepantasnya peroleh ganjaran yang setimpal.

Suasana di sekitar situ menjadi sangat hening, tak kedengaran sedikit suara pun.

Cay soat tak ingin ketinggalan, setelah melihat Siau cian berhasil membantai Ho Hui him dalam satu gebrakan saja, sekalipun di-lakukan sambil menyerempet bahaya tapi hasil yang diperoleh sungguh di luar dugaan.

Sebagai gadis yang mempunyai watak ingin menang, sudah barang tentu ia tak mau ber-diam diri saja.

Sambil menjejakkan kakinya dia melompat ke tengah ge1adak. dengan pedang terlintang ditangan kanan. ia menuding lelaki setengah umur berbaju kuning itu sambil membentak.

"Aku lihat tampangmu mirip sekali dengan manusia cecunguk, ayo kemari saja untuk menerima kematian pula!"

Begitu ucapan tersebut diutarakan, Hu-yong siancu tak sanggup menahan diri lagi, dia menggelengkan kepalanya berulang kali sambil tertawa geli.

Sementara itu, lelaki setengah umur ber-baju kuning itu sudah dibuat ketakutan se-tengah mati, sorot wataknya. Memancar-kan sinar gelisah, pipinya kelihatan gemetar, biarpun pandangannya tertuju ke arah Cay soat namun mulutnya tetap membungkam dalam seribu bahasa.

Suasana gaduh dengan cepat meliputi se-genap jago yang berada di atas kapal-kapal perang, nampaknya semua orang merasa tak puas atas jiwa kepengecutan lelaki ter-sebut.

Lelaki setengah umur itu sendiri meski mengerti bahwa perbuatannya ini sangat memalukan, tapi setelah menyaksikan ma-yat--mayat yang bergelimpangan di atas gela-dak, tegakah dia untuk berbuat nekad?

Bagaimanapun jua dia adalah seorang ko-mandan dari suatu pasukan besar," dalam hati kecilnya diapun ingin turun ke arena sambil mendemonstrasikan kehebatannya, tapi ....

Ia pun sadar bahwa kepandaian silat yang dimiliki gadis itu kelewat hebat, yang pasti bukan tandingannya, dalam menghadapib ma-salah yang jmempertaruhkan gkeselamatan jiwbanya ini, jelas dia tak ingin bertindak kelewat gegabah.

Dalam pada itu, Cay-soat semakin naik da-rah karena tidak memperoleh tanggapan dari lawan, sekali lagi hardiknya dengan penuh amarah yang meluap.

"Hei, aku suruh kau kemari untuk mene-rima kematian, sudah kau dengar belum te-riakanku ini?"

Sementara berbicara, pedangnya dialihkan ke tangan kiri, sedang tangan kanannya dia-yunkan ke depan melepaskan sebatang sen-jata garpu ke muka.

Sekilas cahaya tajam secepat sambaran petir langsung menyerang tubuh lelaki sete-ngah umur itu.

Semenjak tadi lelaki setengah umur itu memang sudah mengawasi gerak gerik Cay soat tanpa berkedip, karena itu, disaat caha-ya tajam menyerang ke arahnya, cepat-cepat dia berkelit pula ke samping ...

Akibatnya berapa puluh orang lelaki kekar yang berdiri di belakangnya menjadi gaduh dan kalut.

Di mana cahaya tajam berkelebat lewat, berkumandang jeritan kaget yang amat keras. Ternyata senjata garpu itu sudah me-nembusi telinga seorang lelaki kekar lalu meluncur ke muka dan akhirnya menancap di atas tiang layar perahu.

Pada saat inilah. dari telaga sebelah utara tiba-tiba berkumandang datang suara genta yang dibunyikan bertalu talu.

Begitu suara genta dibunyikan, serentak semua jago yang berada di atas puluhan buah kapal perang itu memperdengarkan tempik sorak yang gegap gempita.

Lelaki setengah umur itupun merasakan semangatnya berkobar kembali, dia mulai menggosok kepalannya dan sambil mengger-tak gigi siap melompat masuk ke arena.

Dengan cepat Lan See-giok berpaling ke depan, ia saksikan sesudah perahu besar yang penuh dihiasi lentera merah sedang bergerak mendekat, kapal ini berbeda sekali dengan bentuk perahu lainnya, bahkan lebih mirip dengan sebuah kapal perang milik kerajaan.

"Mungkin Toan-Ki tin yang databng" seru Hu-yonjg siancu kemudigan agak emosi. b

Lan See-giok segera mengepal sepasang tinjunya yang mulai berkeringat. dia ingin sekali kapal besar itu tiba dihadapannya da1am waktu singkat.

Tapi tak selang berapa saat kemudian, pe-muda itu sudah mengeluh kembali dengan kecewa.

"Aaah, lagi-lagi bajingan tua Toan tak berada di atas kapal itu ..."

Ketajaman mata Hu-yong siancu sedikit di bawah Lan See giok, maka ia baru bisa meli-hat dengan jelas orang yang berada di atas perahu itu berapa saat kemudian, tiba-tiba wajahnya berubah hebat setelah melihat jelas siapa gerangan orang tersebut. hatinya men-jadi amat pedih sehingga sekujur tubuh-nya gemetar keras.

Menyusul kemudian dengan air mata ber-cucuran ia berseru sambil menggertak gigi,

"Dia ... aah. rupanya dia ..."

Dengan perasaan tertegun Lan See giok berpaling, tapi ia segera dibikin terperanjat.

Paras muka bibinya telah berubah menjadi pucat pasi, air mata membasahi pipinya, dengan perasaan terkejut ia lantas berseru. .. "Bibi.."

Namun Hu-yong siancu seolah-olah tidak mendengar lagi seruannya itu, ia masih saja mengawasi orang yang berada di atas perahu bendera merah itu tanpa berkedip, sedang mulutnya tetap berguman terus dengan suara gemetar.

"....ternyata benar-benar bajingan cabul itu...Pek In hong..."!

Waktu itu agaknya Cay-soat dan Siau cian juga telah me1ihat keanehan perempuan tersebut, serentak mereka melompat kembali ke sisinya dan mengawasi Hu-yong siancu dengan perasaan penuh kekuatiran

Dengan cepat Lan See giok dapat menyim-pulkan bahwa orang yang berada di atas perahu berlentera merah itu sudah pasti ada hubungannya dengan perubahan aneh bibi nya, sebab itu dia mengawasi perahu tadi dengan lebih seksama.

Setelah perahu itu semakin mendekat Cay soat dan Siau-cian dapat melihat dengan le-bih jelas lagi, ternyata orang yang berdiri di ujung geladak perahu itu adalah seorang le-laki setengah umur yang berwarjah tampan.

Orzang itu mengenawkan kopiah perark de-ngan jubah yang amat halus, wajahnya tam-pan dan gagah, jenggot hitam menghiasi sepanjang dada, sebilah pedang tersoren di pinggangnya.

Satu satunya kejelekan yang dimiliki orang itu adalah kulit wajahnya yang pucat tanpa warna darah sehingga ia kelihatan kurang sreg dihati.

Hanya di dalam sekilas pandangan saja, Siau cian dan Cay-soat sudah menduga bahwa orang ini pastilah seorang manusia bergajul yang paling cabul dan paling berba-haya.

Akhirnya kapal berlentera merah itu ber-henti, lelaki berbaju perlente itu memandang sekejap mayat-mayat yang tergeletak di atas geladak dengan penuh amarah, kemudian berpaling kearah lelaki setengah umur tadi dan agaknya sedang mengumpatnya.

Lan See giok menggunakan kesempatan itu segera berbisik kepada Hu-yong siancu:

"Bibi, kalau toh orang itu sangat jahat. biar Giok ji ke situ untuk membekuknya kemu-dian biar bibi yang menjatuhi hukuman kepadanya .... ...

Belum selesai ia berkata, Cay-soat telah menimbrung pula.

"Biar aku saja yang pergi membekuknya... "

"Jangan" Hu-yong siancu segera mencegah, bajingan ini mempunyai dosa yang amat be-sar dia telah menghancurkan kebahagiaan hidupku yang terindah, aku bersumpah hen-dak mencincang tubuh bajingan ini sampai hancur lumat, dengan begitu dendamku baru dapat terlampiaskan .. ."

Selesai berkata ia menyeka air matanya, kemudian dengan jurus burung hong hinggap diranting, ia meluncur ke arah perahu terse-but.

Lan See giok, Siau cian dan Cay soat tak berani membangkang perintah Hu-yong siancu, karenanya mereka bertiga hanya bisa berdiri di tempat sambil bersiap dalam menghadapi segala kemungkinan yang tidak diinginkan.

Dengan langkah yang ringan Hu-yong siancu turun di depan lelaki tadi, setelah meloloskan pedang Hu-yong kiam, dia menuding lelaki berbaju perlente sambil membentak.

PEK IN-HONG, bajingan cabul yang tak tahu malu, ayo cepat menerima kematianmu aku Han Sin-wan sudah sembilan belas ta-hun menantikan kesempatan seperti hari ini untuk membunuhmu, sungguh tak nyana Thian telah mengabulkan keinginanku ini dengan membiarkan kita bersua di sini, ba-jingan terkutuk, cepat serahkan jiwa anjing-mu!"

Mula-mula lelaki berbaju perlente itu nam-pak tertegun, tapi setelah melihat jelas paras muka lawannya, air mukanya kontan beruban.

Tapi hanya sebentar saja, dengan cepat ia berhasil menguasai kembali perasaannya bahkan tertawa terbahak. bahak.

"Haaahhh.... haaahhh.. haaahhh... kukira siapa yang begitu berani mendatangi kami dengan sebuah sampan kecil, Eeeh tak tahu nya adalah perempuan paling cantik dari dunia persilatan, Hu-yong siancu Han- Sin -wan yang terkenal dimasa lalu!"

(Bersambung ke Bagian 34)

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar