Anak Harimau Bagian 44

Baca Cersil Mandarin Online: Anak Harimau Bagian 44

Anak Harimau
Siau Siau
-------------------------------
----------------------------

Bagian 44

Kepada ke tiga orang komandan lainnya, kembali Lan See giok berkata:

"Kalian bertiga boleh kembali ke pasukan masing-masing, lakukan saja perjalanan se-suai dengan jadwal yang telah ditentukan."

Ketiga orang komandan itu mengiakan dan bersama sama meninggalkan ruangan.

Sementara itu, Hu yong siancu dan Siau cian serta Cay soat telah selesai mengucap-kan kata-kata perpisahan dengan Oh Li-cu, Ketika Lan See giok menjumpai paras muka dara itu diliputi perasaan sedih, sepasang matanya berkaca kaca, ia segera berjalan ke luar dari ruangan dan mengikuti di belakang nya sambil berpesan dengan penuh perha-tian: "Enci Lan. baik baiklah merawat luka-mu didalam benteng, semoga kau dapat menjaga diri baik-baik," kepergian siaute kali ini paling banter hanya satu bulan atau mungkin hanya dua minggu saja, begitu sele-sai pasti akan kembali kemari."

Dengan sedih Oh Li-cu tertawa getir, tapi dia mencoba untuk berkata dengan wajah riang.

"Adik Giok tak usah memikirkan tentang diriku, pergilah dengan hati tenang, aku da-pat mengurusi keadaan di dalam benteng ini dengan sebaik baiknya!"

Sementara pembicaraan berlangsung, mereka sudah tiba di buritan perahu, ketika berpaling ternyata Hu yong siancu, Siau cian dan Cay soat tidak ikut keluar, dia tahu mereka memang sengaja tetap berada dalam ruangan,

Maka sambil menatap wajah See giok, ia berbisik lagi dengan sedih.

"Adikku, kau toh sudah tahu tentang asal usulku, meskipun aku hidup didalam lum-pur.. perbuatanku agak genit, namun se-sungguhnya tubuh cici masih tetap suci ber-sih ...."

Belum sampai perkataan itu selesai diu-capkan, suaranya sudah sesenggukan dan kata-kata selanjutnya tak mampu lagi diuta-rakan, cepat dia membalikkan badan dan melayang kembali ke atas perahu naga mas....

ooo0ooo

BAB 34

LAN SEE GIOK yang menghadapi kejadian seperti ini menjadi melongo dan berdiri tertegun, ia setengah mengerti setengah tidak terhadap perkataan tersebut, tanpa terasa serunya cemas:.

Enci Lan .....

Namun Oh Li cu sudah berkelebat masuk ke ruang perahunya.

Sebenarnya. Lan See giok hendak menyu-sul ke perahu naga emas, tapi sewaktu ia berpaling, ditemukan para pengawal dan para dayang yang berada di perahu tersebut meski tak berani memandang kemari secara terang terangan, namun secara diam-diam mereka memperhatikan tingkah lakunya, hal ini membuatnya menjadi ragu.

Mendadak terdengar suara keleningan ber-bunyi nyaring.

Menanti Lan See giok berpaling kembali, perahu naga emas telah berangkat menuju ke dalam benteng.

Pada saat itulah komandan Ciang telah menghampirinya dengan langkah lebar, ia berkata dengan hormat:

"Lapor pocu, semua lentera diatas kapal perang telah dipadamkan, bila tiada perintah lagi, hamba pun akan kembali ke kapal ko-mandoku."

Waktu itu pikiran Lan See giok masih kalut, maka diapun mengangguk:

"Ehmm, tak ada urusan lagi."

Menanti dia berpaling kembali, perahu naga emas itu sudah masuk ke balik pintu benteng.

Dengan wajah kusut dan pikiran kalut akhirnya pemuda itu balik kembali ke dalam ruang perahu, waktu itu Hu yong siancu sekalian telah kembali ke kamar untuk ber-istirahat.

Maka seorang diri ia duduk di kursi utama ditengah ruangan, sedang para dayang dan kacung berdiri menanti di samping dengan hormat, seluruh lentera di luar ruang perahu telah dipadamkan tinggal sebuah lentera kecil dalam ruangan.

Tak lama kemudian layar dinaikkan dan perahu pun pelan-pelan bergerak menuju ke depan.

Sementara itu Lan See giok masih dibikin tidak mengerti oleh sikap Oh Li cu sewaktu berpisah tadi. ia tidak mengerti kenapa Oh Li cu bisa menunjukkan sikap yang begitu emosi dan sedih?

Tentu saja dia tahu Oh Li cu dapat berbuat demikian jelas hal ini bukan terwujud di-dalam satu dua hari saja.

Tanpa terasa pemuda itu menjadi mela-mun--- ia membayangkan kembali kenangan dimasa lampau-.., ketika pertama kali ia bertemu dengan Oh Li cu. bagaimana dia di-pukul sampai tercebur ke dalam air--- hingga saat ini---

Mendadak terdengar suara air memecah di tubuh perahu disusul perahu sedikit oleng, para dayang dan kacung kecil yang sedang berdiri di sisi pun tak tahan turut oleng pula ke samping. Hal ini segera menyadarkan kembali

Lan See-giok dari lamunannya.....

Dia memandang sekejap kearah kawanan dayang dan kacung itu, kemudian sambil mengulapkan tangannya ia berseru:

"Pergilah kalian untuk beristirahat!"

Para dayang dan kacung itu mengiakan kemudian bersama-sama memberi hormat dan meninggalkan tempat itu.

Perahu semakin oleng tapi bergerak sema-kin cepat pula, bila ada ombak yang meme-cah di tubuh perahu, segera menimbulkan suara gemuruh yang keras.

Lan See giok bangkit berdiri dan berjalan menuju keluar pintu. waktu itu langit sangat gelap. angin berhembus kencang dan ombak menggulung tinggi. ia tak tahu sudah berapa jauhkah mereka tinggalkan benteng Wi lim Poo. .

Waktu itu, para pengawal yang semula ber-siaga di sisi perahu sudah jauh berkurang. namun di depan setiap alat pembidik panah masih berdiri enam orang pengawal.

Ketika Lan See giok berpaling, ia temukan dibelakangnya berdiri seorang kacung dan seorang dayang, maka kepada si kacung itu katanya.

"Beritahu kepada kepala regu penjaga, setiap alat penahan dijaga oleh dua orang saja, sedang pengawal lainnya boleh pergi beristirahat."

Kacung itu mengiakan dengan hormat, ia buru-buru lari menuju ke buritan.

Waktu itu kabut tebal telah menyelimuti permukaan telaga. dikejauhan sana tampak lentera merah memancar dimana mana bahkan bintang dilangit, yang besar sebesar mangkuk yang kecil bagaikan kedelai. ini membuat pemandangan sangat indah.

Mendadak---

"Ooooh, sungguh indah"" dari belakang tubuhnya kedengaran seseorang berseru nyaring.

Lan See giok, tahu suara itu berasal dari Cay soat, ketika berpaling ditemukan Siau cian pun berada di situ.

Tiba-tiba terdengar siau cian bertanya de-ngan rasa terkejut.

"Aaaah, adik soat, coba lihat lampu-lampu merah dikejauhan sana, apakah semua lampu itu berasal dari kapal perang kita?"

Melihat kedua orang itu berbincang bin-cang sendiri seperti tak melihat kehadirannya di situ, tergerak hati Lan See giok, segera se-runya.

"Benar, berhubung angin kencang dan ka-but sangat tebal, maka semua kapal menaik-kan lentera merah. ke satu untuk petunjuk pelayaran. kedua untuk menghindari tubru-kan antara dua kapal."

Belum lagi habis dia berkata. Siau-cian dari Cay soat telah berseru keheranan.

Waaaah, nampaknya pocu seorang diri berdiri disini sambil menikmati keindahan malam, waaah.. kau memang romantis sekali..."

Lan See giok tahu, kedua orang gadis itu tentu sedang merasa cemburu dan curiga berhubung ia belum juga masuk ke dalam, karena itu mereka sengaja datang untuk menggodanya.

Maka sambil tertawa terbahak-bahak seru-nya dengan lantang.

"Enci Cian. adik Soat, malam begini dingin, bukannya tidur kenapa malah keluar dari ruangan? Kalau ingin melihat keindahan malam. bukankah dari ruang perahupun bisa?"-



Seraya berkata dia lantas beranjak ke de-pan, melihat Lan See giok mendekat. Sebe-lum Siau cian sempat menjawab, Si Cay soat telah berkata lagi.

"Enci Cian. kabut di luar amat tebal, kalau sampai masuk angin kita tak bakal ada yang perhatikan sehingga seperti orang kehilangan sukma, lebih baik kita masuk saja.."

Seraya berkata dia mencibir kearah pemu-da itu dan menarik Siau cian masuk dalam ruangan..

Dengan kening berkerut Lan See giok segera menghentikan langkahnya dan me-ngawasi bayangan tubuh ke dua orang terse-but dengan melongo, sampai lama kemudian ia baru menggelengkan kepala dengan perasaan apa boleh buat.

Dia tahu, adik Soat dan enci Cian bukan cuma dipengaruhi oleh perasaan cemburu saja, di samping itupun bermaksud menga-jaknya masuk ke dalam dan beristirahat.

Diiringi seorang dayang, Lan See giok ma-suk ke dalam sebuah kamar yang besar dan megah, selain meja dan kursi, hampir semua peralatan yang ada di situ terbuat dari emas dan kemala.

Diatas meja terdapat lima buah lilin raksa-sa yang menyinari seluruh ruangan hingga terang benderang. lantai ditutup dengan permadani merah. sebuah pembaringan antik dengan seprei dan tirai yang indah, membuat suasana kamar itu menyerupai sebuah kamar pengantin ....

Setelah memeriksa kamarnya, Lan See giok mengunjungi si naga sakti pembalik sungai dan Hu yong siancu untuk mengucapkan selamat malam, dan akhirnya menuju ke kamar Cay soat dan Siau cian bersama Thi gou, hingga ke dua orang gadis itu tersenyum cerah kembali baru pulang ke kamarnya untuk beristirahat.

Ketika mendusin kembali, hari sudah te-rang tanah. tapi kabut tebal menyelimuti se-luruh permukaan hingga beratus ratus buah kapal perang yang bergerak di sekitar sana hanya terlihat samar-samar ....

Di atas setiap perahu digantungkan sebuah lentera merah, sedang ketiga layarnya dipa-sang penuh, kelihatannya saja kapal tersebut seperti tidak maju-maju, padahal kecepatan-nya luar biasa sekali ....

Pelan-pelan Lan See-giok berjalan menuju ke ujung geladak, memandang beratus ratus buah kapal perang dengan panji-panji yang menyilaukan mata itu, tanpa terasa sema-ngatnya berkobar kembali.

Ia bertekadb hendak mempergjunakan kapal-kagpal perang ini buntuk melakukan perbuatan yang bermanfaat bagi umat persilatan.

Langkah pertama yang akan dilakukan sekarang adalah menghukum tiga manusia aneh dari luar samudra yang sudah banyak tahun melakukan kejahatan, bila ketiga gem-bong iblis tersebut telah dibasmi, kemung-kinan besar situasi didalam dunia persilatan akan mendekati kedamaian.

Tengah hari itu mereka sudah tiba di kota Tok ciong.

Tampaknya kehadiran beratus ratus buah kapal perang ini sangat menarik perhatian orang banyak, semakin mendekati siang hari. orang yang berkerumun menonton keramaian makin meluap.

Hu yong siancu dan naga sakti pembalik sungai yang menyaksikan situasi seperti ini menjadi gelisah sekali, dia tahu bila keadaan seperti ini dibiarkan berlangsung terus, ke-sulitan yang mereka hadapi niscaya akan semakin bertambah.

"Anak Giok" ujar Hu Yong siancu kemudian kepada Lan See giok yang berdiri dengan wajah membesi, "bila barisan terdepan me-nemui hambatan. entah mereka dari partai atau perguruan mana. Singkirkan dengan sekuat tenaga. kalau tidak demikian manusia yang tak tahu diri niscaya akan manfaatkan kesempatan ini untuk mengacau perjalanan kita"

Sementara pembicaraan berlangsung men-dadak tampak sebuah sampan kecil melun-cur datang dengan kecepatan tinggi.

Ketika tiba di depan perahu besar ter-sebut. sesosok bayangan manusia, nampak melom-pat naik ke atas geladak dia adalah seorang lelaki setengah umur yang memakai pakaian ringkas berwarna hitam, begitu tiba diatas kapal, cepat-cepat dia menuju ke pintu rua-ngan.

Para pengawal kapal mengenali orang itu sebagai seorang kepala regu dari komandan Nyoo, karenanya tak seorangpun yang menghalangi perjalanannya.

Begitu tiba di depan pintu, lelaki setengah umur berbaju hitam itu segera menjura kepada Lan See giok dan berkata.

"Lapor pocu, di depan situ muncul seorang manusia bernama Bajing air berbulu emas Ong Hua yang datang beserta anak buahnya, mereka menghadang perjalanan kita dan minta kepada pocu untuk menjawab perta-nyaan-perbtanyaan yang akjan diajukan oleghnya"

Lan See bgiok segera berkerut kening lalu mencorong sinar tajam dari balik matanya, sambil tertawa dingin ia berseru.

"Buka barisan depan dan biarkan mereka masuk. biar aku sendiri yang menjumpa mereka"

lelaki setengah umur berbaju hitam itu mengiakan dan segera beranjak pergi untuk kembali ke depan.

Kepada si naga sakti pembalik sungai. Lan See giok segera bertanya.

"Thio loko, tahukah kau tentang seluk-be-luk manusia yang bernama bajing air berbulu emas Ong Hua ini?"

"Orang ini sudah banyak tahun bercokol dimulut telaga dan hidupnya mengganggu kaum nelayan dan saudagar yang melalui tempat ini, oleh sebab pelbagai perguruan enggan mencari urusan maka selama ini tiada orang yang mencampurinya. tak heran kalau pengaruh mereka kian lama kian ber-tambah besar dan kuat. sehingga akhirnya menjadi benggolan perampok yang disegani orang. Bila Ong Hua sudah datang nanti. kau tak ada salahnya memberi pelajaran yang setimpal kepadanya, daripada ia memeras orang lagi"

Lan See giok segera manggut-manggut dan beranjak keluar dari ruangan perahu.

Si-Cay-soat, dan Siau-thi gou segera me-ngikuti pula dibelakang anak muda tersebut.

Sedangkan Hu-yong siancu serta si naga sakti pembalik sungai enggan bertemu muka dengan manusia bangsa cecunguk seperti itu, karenanya mereka tetap duduk didalam ru-angan sambil minum teh.

Ketika Lan See giok berempat tiba di ujung geladak, waktu itu segenap kapal perang te-lah berhenti berlayar dan menyingkir ke samping...

Komandan dari pasukan naga perkasa, ha-rimau terbang dan singa jantan yang tidak mengetahui apa yang telah terjadi buru-buru meninggalkan pasukan masing-masing de-ngan sampan kecil mereka berdatangan ke kapal keraton.

Dari para pengawallah mereka mendapat tahu apa gerangan yang terjadi, karena nya mereka segera berdiri di sisi Lan see giok sambil menantikan perkembangan selanjut-nya.

Komandan Nyoo yang bertanggung jawab pada pasukan terdepan, tak berani bertindak secara sembarangan karrena perintah unztuk tidak melakwukan bentrokan rlangsung dengan kawanan jago, karenanya sambil menahan emosi terpaksa dia mengirim orang untuk melaporkan peristiwa tersebut kepada pocu-nya

Dan setelah mendapat perintah dari pocu untuk melepaskan lawan masuk ke dalam, diapun membawa si Bajing air berbulu emas Ong Hua menuju ke dalam.

Lan See-giok yang berdiri di ujung geladak dapat melihat di sisi kiri kapal besar koman-dan Nyoo berjejer sebuah perahu besar ber-warna abu-abu, berapa puluh orang, lelaki kekar berdiri diatas perahu tersebut, sedang empat lelaki bertubuh kekar yang nampak-nya merupakan pemimpin mereka berdiri angkuh di ujung geladak.

Sebagai orang yang dipaling depan adalah seorang lelaki berusia empat puluh tahunan yang berwajah kuning, bermata besar, hidung singa. muka lebar dan telinga besar. ia mengenakan pakaian ringkas berwarna kuning tanpa membawa senjata.

Jika ditinjau dari dandanan maupun gerak geriknya. mungkin orang inilah yang meru-pakan pemimpin dari kaum perampok di mulut telaga. Bajing air berbulu emas Ong Hua.

Dibelakang Ong Hua berdiri tiga orang, seorang lelaki baju hijau membawa golok se-orang berbaju hitam membawa senjata palu dan seorang lagi berbaju ungu membawa senjata sam ciat kun.

Sementara Lan See giok masih mengamati lawannya, kedua buah perahu itu sudah ber-henti tujuh delapan kaki dihadapannya.

Komandan Nyoo segera menjura kepada pemuda kita sambil serunya lantang.

"Lapor pocu, bajing air berbulu emas Ong Hua telah datang!"

Komandan Nyoo adalah seorang lelaki bertubuh tinggi besar menyerupai pagoda hitam, dengan tenaga dalam yang telah memperoleh kemajuan. ia berbicara dengan suara yang menggeledek seperti guntur. segera membuat semua orang merasakan telinganya sakit.



Tampak ke empat orang yang berada di perahu berwarna abu-abu itu merasa terkejut atas kesempurnaan tenaga dalam komandan Nyoo. meski demikian oleh karena mereka pernah dengar kalau ilmu silat yang dimiliki ke empat komandan dari Wi Lim poo hanya berilmu silat biasa saja. maka hal tersebut tidak sampai dipikirkan didalam hati.

Apalagi setelah mereka saksikan Lan See giok yang berada di kapal keraton tidak lebih cuma seorang pemuda berusia dua puluh tahun dengan didampingi dua gadis cantik serta seorang bocah berkulit hitam. seketika itu juga mereka memandang enteng, musuh musuhnya, dalam anggapan mereka, anak-anak manja seperti ini mana mungkin ber-ilmu tinggi?

Sementara itu Lan See giok telah mengang-guk kepada Komandan Nyoo, kemudian sam-bil berpaling kearah si bajing air berbulu emas Ong Hua yang berada di perahu abu-abu itu, ujarnya dengan tenang:

"Aku Lan See giok dengan memimpin pasukan hendak menuju keluar samudra. entah apa maksud saudara menghalangi gerak maju perahu-perahu kami?"

Biarpun perkataan ini diucapkan Lan See giok dengan suara yang lembut dan tenang namun semua orang dapat mendengar de-ngan jelas sekali" .

Bajing air berbulu emas 0ng Hua segera merasakan hatinya bergetar keras, paras mukanya berubah, dia sadar bahwa berita yang tersiar diluaran tidak salah., nampak-nya pocu baru dari Wi lim poo memang se-orang jagoan yang berilmu sangat hebat.

Tapi keadaannya sekarang ibarat orang menunggang macan, mau tak mau dia harus menerima juga kenyataan dengan begitu saja, maka sambil tertawa nyaring kembali ia ber-seru.

"Ketika Lan pocu menerima jabatan sebagai pocu Wi lim Poo. apakah pocu yang lalu tidak meninggalkan pesan apa-apa kepadamu...?"

"Entah apa yang saudara maksudkan?" ucap See giok seraya menggeleng.

Sekali lagi si Bajing air berbulu emas ter-tawa terbahak-bahak. "Haaahhh... haahhh... haahhh... sebetulnya hanya urusan kecil, yaitu setiap perahu yang melalui mulut telaga dikenakan beaya empat tahil setiap perahu sebagai ongkos masuk telaga.

Mendengar perkataan tersebut, ke tiga orang komandan kapal perang itu menjawab gusar, namun berhubung pocu mereka habdir di situ, majka mereka tak bgerani sembara-nbgan bertindak.

"Ooooh ...benarkah itu?" seru Lan See giok dengan kening berkerut, kemudian sambil berpaling kearah ketiga orang komandan ka-palnya. diapun bertanya.

"Apa benar ada kejadian seperti ini?"

Sebelum ketiga orang itu menjawab. ko-mandan Nyoo yang berada di perahunya tu-juh delapan kaki di seberang sana telah berteriak dengan suara keras. ,

"Lapor pocu, kau jangan percaya dengan ocehan si bajingan anjing budukan itu ...."

Tapi sebelum komandan Nyoo selesai ber-bicara, si bajing air berbulu emas telah berse-ru pula sambil tertawa dingin.

"Bila kalian tidak bersedia membayar ong-kos lewat, andaikata kapal-kapal kalian sam-pai terbakar oleh hujan panah berapi kami.. heeehh... heeehhh.. sampai waktunya kau jangan salahkan bila aku tidak memberi penjelasan lebih dulu"

Lan See-giok gusar sekali oleh ucapan la-wan, dengan kening berkerut segera bentak-nya keras-keras.

"Siapkan kapal untuk bertanding!"

Bentakan tersebut diutarakan dengan suara menggeledek sehingga orang yang berada di kejauhanpun dapat terdengar de-ngan jelas.

Sebuah perahu berpanggung datar yang kira-kira luasnya empat kaki segera berlayar mendekat.

Dengan sorot mata yang berkilat tajam Lan See giok mengawasi si bajing air berbulu emas lekat-lekat, kemudian ujarnya lebih jauh.

"Apabila kau sanggup mengungguli seorang saja diantara komandan kapalku itu, setiap perahu kami yang melewati mulut telaga akan membayar ongkos satu kali lipat lebih besar ...."

Diam-diam si bajing air berbulu emas Ong Hua merasa girang, sebelum pemuda itu menyelesaikan kata katanya, ia sudah berte-riak nyaring. "Moga-moga saja pocu tidak menyesal!"

Lan See giok tertawa angkuh.

"Hmmm.. sebagai seorang pemilik benteng, aku tak bakal menyalahi janji, cuma bila kalian sudah keok ditangan anak buahku nantbi, bila kau tidjak segera membugbarkan organisabsimu itu segera akan kupenggal ba-tok kepalamu itu!"

Sesungguhnya, walaupun si bajing air ber-bulu emas Ong Hua telah mendengar kalau ke empat komandan kapal Wi lim poo hanya memiliki ilmu silat yang biasa saja namun sampai pada taraf yang manakah masih be-lum diketahui sama sekali oleh nya.

Berubah paras mukanya setelah mende-ngar perkataan Lan See giok itu, setengah menyesal dia manggut-manggut berulang kali

"Ohh, sudah barang tentu!" sahutnya.

Dalam waktu singkat perahu untuk ber-tanding telah tiba, panggungnya rata dan licin seperti cermin, ketika tertimpa sinar mata hari senja segera memantulkan cahaya kemerah merahan.

Komandan Nyoo memerintahkan perahu itu berhenti ditengah telaga, kemudian seru-nya.

"Lapor pocu, hamba sebagai komandan pasukan terdepan memohon ijin dari pocu untuk melayani pertarungan ini"

Lan See giok manggut-manggut, ujarnya dengan tenang:

"Berhati-hatilah komandan Nyoo"

Baru selesai dia berkata, komandan Nyoo telah melejit ke udara, tubuhnya yang tinggi besar seperti pagoda hitam melayang turun diatas panggung perahu itu dengan enteng dan tidak menimbulkan sedikit suara pun. Begitu menjejakkan kaki di lantai, dia segera mengadu sepasang senjatanya sehingga me-mercikkan bunga api.

Dengan suara yang menggeledek dia segera membentak.

"Barang siapa yang merasa bosan hidup silahkan saja naik ke panggung untuk ber-tanding!"

Baru selesai dia membentak. lelaki berbaju hitam bersenjata palu yang berada di perahu abu-abu itu sudah membentak nyaring.

"Toayamu akan datang melayanimu."

Dalam bentakan keras dia melompat pula ke atas perahu panggung tersebut, kemudian meloloskan pula sepasang senjata palunya

"Ayo cepat sebutkan namamu" bentaknya kemudian dengan mata melotot besar."

"Selamanya palu toaya mu tak pernah membunuh manusia tak bernama!"

"Kau tak usah mrengetahui si apza namaku, kalauw memang punya krepandaian, ayo di keluarkan saja semua."

Lelaki kekar yang bernama Lok Jui" itu menjadi amat gusar, ia berteriak penuh kege-raman:

"Bajingan tengik, tak usah banyak bicara lagi, serahkan nyawa anjingmu."

Sambil berteriak dia menerjang ke muka, senjata ditangan kirinya memainkan jurus "bukit thai-san menindih kepala." sedang senjata ditangan kanannya dengan jurus "menyapu rata lima bukit" langsung mener-jang ke depan dengan tenaga serangan yang sangat hebat.

Komandan Nyoo tertawa tergelak.

"Haaahhh...haaaahhh....haaahhh....tam-paknya kau memang manusia gelandangan yang hanya main ngawur. coba lihat, jurus serangan macam beginipun berani kau perli-hatkan dihadapanku...?"

Sembari berkata dia maju dua langkah ke depan, palu ditangan kirinya memainkan ju-rus. "menyingkap awan melihat rembulan", sedang palu ditangan kanannya memainkan jurus "menyapu rata seribu prajurit" sera-ngan itu bersama sama ditujukan kearah senjata musuh.

"Duuuk. duuuk., .!" ..

Dua kali benturan keras berkumandang di susul percikan bunga api memancar kemana mana. "diiringi dengusan tertahan. Lok Jui bergetar mundur sejauh tiga langkah lebih.

Pada dasarnya komandan Nyoo memang tersohor karena tenaga alamnya yang hebat sekarang ditambah pula dengan khasiat Leng sik giok ji. boleh dibilang tenaga dalamnya telah maju satu kali lipat.

Begitu hawa murninya digunakan. ia segera merasakan tenaga serangannya meng-gulung keluar sangat hebat.



Menyaksikan Lok Jui kena didesak mun-dur semangatnya segera bangkit kembali, dengan menambah kekuatan serangannya ia membentak nyaring.

"Roboh kau . . . . "

Ditengah bentakan, tubuhnya mendesak maju ke muka, lalu palu kanannya dengan sepenuh tenaga dihantamkan ke dada lawan. Lok Jui tak mau memperlihatkan kele-mahannya dihadapan lawan, iapun mem-bentak keras sambil menyongsong datangnya serangan lawan dengan senjatanya

"Blaammmm...!"

Suatu benturan keras bergema memecah keheningan. ditengah percikan bunga a pi yang memancar kemana mana. Lok Jui menjerit kesakitan, pergelangan tangannya pecah dan senjatanya mencelat ke udara se-mentara tubuhnya bagaikan layang-layang putus benang meluncur ke belakang dan jatuh ke dalam air.

Peristiwa ini kontan saja membuat paras muka si bajing air berbulu emas berubah he-bat, saking kagetnya dia sampai membuka mulutnya lebar-lebar dengan mata terbelalak.

Ketiga orang komandan lainnya yang ber-diri di sisi Lan See giok ikut dibikin tertegun, kemampuan komandan Nyoo, yang begitu dahsyat benar-benar membuat hati mereka bertiga merasa sangat terkejut.

Bahkan komandan Nyoo sendiripun ikut dibikin tertegun, ia sendiripun tidak dapat percaya kalau tenaga dalam yang dimilikinya telah mencapai begitu sempurna.

Tapi dengan cepat ia berhasil menguasai diri, sambil membentur-bentur kembali sepasang senjatanya. kembali dia membentak keras

"Masih ada siapa lagi yang tak takut mam-pus, ayo silahkan maju ke depan!"

Walaupun si bajing air berbulu emas Ong Hua berniat mengundurkan diri dari situ, namun mendengar tempik sorak yang gegap gempita dari sekeliling tempat itu, panas juga hatinya dibuat. dari malu dia menjadi naik darah. dengan tekad mengadu jiwa segera teriaknya:

"Huuuh, kalau cuma berapa bagian tenaga kerbau sih tak ada gunanya. kan jangan sombong dulu. coba lihat. aku akan segera memberi pelajaran kepadamu!"

Sembari berseru dia melejit keb udara dan langjsung meluncur kge atas perahu pbanggung.

Ketika komandan Ciang menyaksikan Ong Hua tidak membawa senjata: dia kuatir ko-mandan Nyoo tanpa sepasang senjata palunya bukan tandingan lawan. maka kepada Lan See giok segera bisiknya,

"Lapor pocu---"

Belum habis ucapnya Siau thi gou yang sudah merasa gatal sedari tadi, kini tak sanggup menahan diri lagi. segera teriaknya keras-keras.

"Komandan Nyoo harap kau mundur. biar aku yang menghadapi si bajing air ini"

Dalam bentakan keras tubuhnya sudah melayang ke perahu panggung, maka ketika ucapnya selesai diutarakan, tubuhnya sudah berdiri diatas panggung tersebut.

Sebenarnya komandan Nyoo sedang merasa serba susah waktu itu, karena si ba-jing air berbulu emas Ong Hoa tidak mem-bawa senjata, dengan sendirinya dia pun tak bisa menghadapi lawan dengan mempergu-nakan senjata. namun bila dia harus menghadapi dengan tangan kosong belaka. ia pun tak yakin bisa menang.

Sementara hatinya sedang risau dan geli-sah, Siau thi gou telah tampilkan diri meng-gantikan dirinya, hal ini membuat hatinya amat gembira, serta merta dia mengiakan dan melompat kembali ke perahu sendiri.

Bajing air berbulu emas menjadi sangat geram ketika melihat Siau thi gou menam-pakkan diri menggantikan komandan Nyoo, dengan sorot mata buas ditatapnya bocah itu lekat-lekat, kemudian tegurnya penuh amarah.

"Bocah keparat. siapa kau?" .

Siau thi gou melototkan matanya bulat-bulat. kemudian jawabnya konyol.

"Aku adalah orang Wi-lim-poo."

Jawaban yang sangat konyol ini kontan saja membuat Lan See giok sekalian tak mampu menahan rasa gelinya lagi. mereka segera tertawa terbahak-bahak.

Si bajing air berbulu emas maju lebih ke depan, kemudian bentaknya lagi.

"Aku tanya siapakah namamu? Apa pula kedudukanmu?"

"Ooooh. kau ingin mengetahui jbabatanku?" seruj Siau thi gou bgerlagak dewasa.b segera ditunjuknya komandan Nyoo di perahunya, lalu melanjutkan, "mereka orangnya besar tapi merupakan komandan kecil, sedang aku mesti orangnya kecil, justru merupakan ko-mandan besar, mengerti kau?"

`Bajing air berbulu emas tak dapat mena-han hawa amarahnya lagi, dengan sorot mata memancarkan sinar buas dia menyumpah."

"Bajingan hitam, kau memang manusia keparat, rasakan sebuah pukulanku ini"

Dalam bentakan mana, tubuhnya mener-jang ke muka, telapak tangannya diangkat dan langsung diayunkan ke bawah memba-cok tubuh Siau thi gou.

Dengan melototkan matanya yang besar Siau thi gou mendengus dingin. dia menunggu sampai bacokan tersebut hampir mengenai tubuhnya kemudian baru bergeser ke samping dan menyongsong datangnya an-caman mana dengan ayunan tangan kanan. bajing air berbulu emas adalah seorang jago kawakan yang sudah cukup berpengalaman dalam menghadapi pertarungan. dari cara Siau thi gou berdiri serta menyambut sera-ngannya secara gegabah, dia lantas menduga bahwa bocah ini lebih banyak mengandalkan tenaga kasarnya daripada otak.

Maka sambil mendengus dingin dan menyumpahi didalam hati, bacokan tangan kanannya segera diubah menjadi cengke-raman dan kali ini mencengkeram tenggoro-kan Siau thi gou.

Mendadak Siau thi gou tertawa tergelak, "Haaaahhh... haaahhh...haaahhh...Ong Hua, kau tertipu!"

Dalam pembicaraan tersebut, tubuhnya berkelebat secepat kilat, dengan Jurus "naga menggulung dibalik awan" mendadak ta-ngannya yang dipakai untuk membendung serangan lawan dirubah dan segera mencengkeram pergelangan tangan kanan lawan.

Ong Hua sangat terkejut. dalam bentakan itu sebuah tendangan kilat langsung di lan-carkan ke perut Siau thi gou.

Thi-gou mendengus dingin, sebelum ten-dangan kaki kanan Ong Hua mencapai sa-sarannya. dia sudah mengerahkan tenaga nya sambil menggetar..

Tak ampun lagi tubuh Ong Hua segera ter-betot naik ke tengah udara. Bentaknya ke-mudian.

"Enyah kau darir sini !"

Dalamz bentakan mana wtangan kanannyar segera melepas ....

Diiringi jeritan kaget, tubuh Ong Hua segera meluncur ke depan dan langsung menumbuk ke atas kapal abu abunya....

Suasana diatas perahu abu-abu itu men-jadi panik dan kalut, sebaliknya Siau-cian dan Cay-soat tak bisa menahan diri lagi hingga tertawa cekikikan.

Berhubung tenaga lemparan Siau- thi-gou sangat kuat, ditambah pula tenaga Ong Hua sendiri yang sangat besar, biarpun ada empat orang lelaki kekar yang coba menyambut tubuhnya, tak urung kena tertumbuk juga sehingga semuanya roboh terguling ke atas geladak.

Dalam kekalutan yang menyelimuti perahu tersebut, dua orang pemimpin beserta pulu-han orang lelaki lainnya serentak memasang gendewa serta meloloskan senjata masing-masing,

Lan See giok yang menjumpai keadaan ini kontan saja memperingatkan.

"Kalian semua sudah lama bercokol di mulut telaga dan memeras rakyat kecil, ber-bicara dari dosa kalian. Sudah sepantasnya bila kamu semua dijatuhi hukuman mati, namun mengingat kalian belum sampai me-lakukan kejahatan besar. maka kali ini kuberi kesempatan kepada kalian untuk me-nempuh jalan hidup baru, segera bubarkan perkumpulan dan kembali ke jalan yang benar, kalau tidak niscaya jiwa kalian akan kurebut!

Habis berkata dia lantai menyentilkan jari tangannya ke arah depan ....

Segulung desingan angin tajam diiringi suara sambaran angin yang luar biasa lang-sung menyapa panji biru di ujung tiang layar perahu abu-abu tersebut.

"Kraakkk.."

Panji biru bersulamkan bajing air berwarna emas itu segera patah den rontok ke bawah.

Semua orang yang berada dalam perahu abu-abu itu menjadi ketakutan setengah mati. dengan wajah memucat dan mata me-lotot mulut melongo. mereka berdiri tertegun untuk sesaat.



Bajing air berbulu emas Ong Hua yang ter-geletak diatas geladak kapalnya sudah keta-kutan setengah mati, sedari tadi ia merasa sukmanya serasa melayang meninggalkan raganya. sementara keringat bercucuran dengan amat derasnya.

Sebaliknya para anggota Wi Li Poo yang berada di ratusan bush kapal perang?", di sekeliling sana turut dibikin tertegun karena kagetnya, sekalipun mereka tahu kalau, pocu baru mereka yang masih muda ini memiliki ilmu silat yang hebat. namun tak ada yang menyangka kalau kelihaiannya telah menca-pai tingkatan yang begini luar biasa.

Kepada komandan Nyoo yang masih berdiri tertegun pula. tiba-tiba Lan See giok berteriak keras:

"Segera kembali kebarisan dan lanjutkan pelayaran!""

Komandan Nyoo mengiakan sambil mem-beri hormat, kemudian turun dari kapal panggung.

Kepada ketiga orang komandan lainnya. Lan See giok berkata pula sambil manggut-manggut.

"Kalian bertiga pun boleh kembali ke kapal, untuk beristirahat. kita teruskan perjalanan menurut jadwal yang telah ditentukan.

Selesai berkata bersama Siau Cian, Cay soat dan Siau thi gou, mereka masuk kembali ke ruang kapal keraton.

Ketika si naga sakti pembalik sungai meli-hat Lan See giok sekalian berjalan masuk ke dalam, dia lantas tertawa terbahak bahak:

"hahhhh .... haaahhh... haahh... agaknya si bajing air berbulu emas hendak mengguna-kan kesempatan ini untuk membuat pera-turan baru dan memaksa setiap perahu dari Wi lim Poo yang masuk keluar lewat selat te-laga harus membayar ongkos, tak tahunya sarang merekapun ikut terbongkar.."

"Engkoh tua." ujar Si Cay soat sambil menggandeng Siau cian.. mengambil tempat duduk "menurut pendapatmu, mungkinkah Ong Hua serta komplotannya masih tetap bercokol disini?"

Tanpa sangsi si naga sakti pembalik sungai menggelengkan kepalanya berulang kali:

"Tentu saja dia tak akan berani bercokol lebih jauh disini, cuma pepatah kuno bilang, bukit mudah dirubah, watak susah diganti.

Setelah menderita kekalahan total disini, sudah pasti mereka akan memindahkan markas operasinya ke tempat lain!"

"bBila demikian hjalnya, bukankahg sepan-jang jalban nanti kita masih akan menemui, pelbagai hambatan dari komplotan-komplo-tan yang lain.." tanya Siau cian kuatir.

"Aku pikir tak akan ada hambatan lagi!" pelan-pelan si naga sakti pembalik sungai menggelengkan kepalanya.

Selesai berkata, dia lantas menengok se-kejap kearah Hu yong siancu yang cuma tersenyum dengan mulut membungkam itu.

Dengan senyum dikulum Hu yong siancu segera berkata:-

"Selewatnya mulut telaga kita akan sampai di sungai Tiang kang, memang perkumpulan dan komplotan yang bercokol di sepanjang sungai tersebut amat banyak, tapi peristiwa yang berlangsung hari inipun dengan cepat akan tersiar sampai di mana-mana, aku pikir semestinya memang tiada orang yang berani menghadang perjalanan kita lagi..."

Sementara pembicaraan berlangsung, mata hari sudah tenggelam di ujung langit, bebe-rapa lentera mulai menerangi ruang perahu, para dayang dan kacung pun mulai menghi-dangkan makan malam.

Ketika rombongan kapal memasuki sungai Tiang kang, waktu menunjukkan kentongan pertama.

Waktu itu angin berhembus sangat ken-cang, ombak menggulung gulung setinggi anak bukit, langit yang gelap dan kapal yang oleng membuat kapal-kapal tersebut terpisah sampai sejauh dua tiga puluh kaki lebih.

Biarpun demikian, kapal-kapal perang itu masih tetap bergerak maju, meski antar ujung dan akhir dari rombongan terpisah sampai berapa li jauhnya.

Malam itu suasana aman tanpa kejadian apa-apa, menjelang kentongan kelima datang nya sang fajar, ombak mulai mereda dan anginpun berhenti berhembus, dengan tiga layar penuh, semua kapal berlayar dengan kecepatan tinggi.

Dalam cuaca yang cerah bermandikan ca-haya keemas emasan, Lan See giok, Siau cian, Cay soat dan Thi gou berdiri di ujung, geladak kapal, sambil menikmati keindahan alam di pagi itu.

Tiba-tiba....

Dengan sorot mata berkilat Lan See giok menuding ke arah timur sungai sambil seru nya gelisah:

"Coba kalian lihat, mungkin dib depan sana lagji-lagi terjadi gsuatu peristiwab."

Dengan perasaan tidak percaya Siau cian, Cay soat dan Siau thi gou berpaling, ke arah yang ditunjuk pemuda tersebut:..

Betul juga, pada permukaan sungai di se-belah timur, tiba-tiba muncul puluhan buah titik hitam, tampaknya pasukan depan kapal-kapal perang Wi lim poo telah mulai berkumpul dan siap menghadapi peperangan.

Memandang hal ini, Siau cian segera ber-kata:

"Agaknya, kekuatan yang datang kali ini masih jauh lebih kuat dari pada kekuatan yang dipimpin, si Bajing air berbulu emas kemarin..."

"Akan kusampaikan kabar ini kepada bibi dan Thio loko," kata Thi gou tiba-tiba dengan langkah cepat ia segera lari masuk ke ruang kapal.

Memandang kapal yang mulai berkumpul semua itu, Lan See giok berkerut kening, dan gumamnya seorang diri:

"Tampaknya kekuatan yang muncul di de-pan sana tak kalah dari kekuatan Wi lim poo, tapi dari perkumpulan manakah itu?"

Siau cian dan Cay soat juga tidak tahu, karenanya mereka menggeleng dengan kebi-ngungan.

Pada saat itulah dari pasukan depan sana secara lamat-lamat kedengaran suara terom-pet yang dibunyikan nyaring.

Menyusul kemudian dari kapal-kapal pe-rang yang berada di sayap kiri dan kanan bergema pula suara terompet balasan, kemu-dian semua kapal bergerak bersama menuju ke depan dan bergabung dengan pasukan pelopor.

Tiba-tiba tampak bayangan manusia berkelebat dari kapal sebelah kiri, komandan Ciang dari pasukan naga sakti telah melom-pat turun ke sebuah sampan kecil dan buru-buru menuju ke kapal Lan See giok dengan wajah tergesa-gesa.

Sementara itu, Hu yong siancu dan Naga sakti pembalik sungai telah muncul pula dari ruang perahu bersama Siau thi gou.

Begitu bersua dengan Lan See giok sekalian, komandan Ciang segera berseru.

"Lapor pocu, parsukan pelopor tzelah mengi-rim wtanda bahaya karlau musuh tangguh te-lah berada di depan mata."

"Ehmmmm" Lan See giok berkerut kening, "tahukah komandan Ciang, pasukan musuh berasal dari perkumpulan mana?"

"Hal ini harus diperiksa dulu dari panji yang berkibar di ujung layar perahu lawan."

Dalam pembicaraan mana, Hu yong siancu bertiga telah menghampiri mereka.

Naga sakti pembalik sungai memandang se kejap ke arah timur, kemudian manggut-manggut.

"Ehmm, ucapan komandan Ciang memang benar, agaknya kekuatan pasukan lawan ti-dak kalah dengan kekuatan Wi lim poo kita!"

Hu yong siancu cukup mengerti, apabila pasukan kapal dalam jumlah besar terlibat di dalam suatu pertarungan, maka dari kedua belah pihak tentu akan berjatuhan korban, apalagi menyaksikan pasukan sayap kiri dan kanan telah menyongsong keda-tangan musuh dengan cepat, suasana benar-benar amat tegang.

Ia tahu kedua pasukan sayap kiri dan kanan sedang membantu pasukan pelopor melakukan penghadangan, ini dilakukan untuk mencegah pasukan musuh menyerbu ke lambung pasukan induk mereka sehingga mengacaukan barisan.

Oleh sebab itu kepada komandan Ciang segera serunya:

"Cepat lepaskan tanda untuk menghenti-kan pelayaran, secepatnya kita sambut mereka!

Komandan Ciang mengiakan dan buru-buru menuju ke buritan kapal .....

Dari sikap Hu yong siancu yang begitu serius, Lan See giok sadar kalau masalahnya amat gawat, sebagai seorang pemuda yang sama sekali tidak berpengalaman di dalam pertarungan di atas air, ia memutuskan un-tuk menerima petunjuk dari bibinya saja.

Suara bentakan-bentakan bergema dari dasar kapal, lalu terdengar kapal dikayuh lebih kencang, perahu itupun melesat ke de-pan lebih cepat lagi.

"Siau thi gou ikut lari ke buritan, kapal, dari situ dia saksikan ada dua puluhan da-yung panjang, yang sedang mengayuh kapal menuruti irama yang teratur, buih-buih air memancar kemana mana.

Ketika suara terompet panjang dan pendek dibunyikan bergantian, pasukan sayap kiri dan kanan yang sedang bergerak ke depan itu segera mengendorkan dayungan dan sama-sama menyingkir ke samping.

Pada saat inilah sebuah sampan kecil me-luncur datang menentang ombak dengan ke-cepatan tinggi .....

Dalam waktu singkat sampan tersebut su-dah mendekati kapal besar .....

Lan See giok melihat diatas sampan itu duduk empat orang memegang dayung de-ngan seseorang berdiri di atas geladak, sam-pan meluncur tiba dengan kecepatan luar biasa.

(Bersambung ke Bagian 45)

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar