Siauw Cap-it-long membalikkan
kepala. Dengan sepasang matanya yang bersinar bening, memperhatikan gerak-gerik
nyonya itu. Suatu cegahan halus agar Sim Pek Kun tidak meneruskan usahanya yang
hendak bangkit meninggalkannya.
Satu komplotankah dia dengan
Siao Kongcu tadi ?
Sim Pek Kun memindahkan
sebelah kakinya yang tidak terluka.
Lagi-lagi Siauw Cap-it-long
membentak :
“Jangan bergerak. Atau kau
harus menjalankan operasi kaki, dengan lenyapnya alat gerak jalan itu.”
Dibentak pulang pergi seperti
itu, Sim Pek Kun menjadi naik darah, dia membalas dengan suara keras :
“Hm... Terima kasih atas
perhatianmu. Kau tidak kenal kepadaku. Aku juga tidak kenal kepadamu.
Masing-masing tidak saling mengenal. Mengapa harus turut campur patah atau
tidaknya sepasang kakiku ?”
Hanya dengan mempergunakan
sebelah kaki yang baik, Sim Pek Kun meninggalkan tempat pembaringan rumput.
Siauw Cap-it-long tertawa.
Tertawanya aneh sekali, tidak mengandung cegahan juga tidak mengandung
cemoohan. Seolah-olah mengatakan terserah kepada kemauanmu.
Betul-betul Sim Pek Kun
berusaha meninggalkan kelenteng rusak yang kecil dan engap itu, dia tidak betah
sekali.
Hanya berlompat satu langkah,
terasa rasa sakit yang tidak terhingga.
Toh Sim Pek Kun keras kepala,
dia masih memaksakannya. Siauw Cap-it-long tidak mencegah lagi. Dan membiarkan
nyonya itu meninggalkan kelenteng.
Dengan wajah asam cembetut,
Sim Pek Kun meninggalkan kelenteng. Dia sangat marah atas perlakuan Siauw
Cap-it-long yang dianggap terlalu kurang ajar, apalagi memandang sepasang mata
laki-laki liar itu, lebih-lebih kurang ajar lagi. Karena itulah dia harus pergi
cepat-cepat.
Seumur hidup Siauw Cap-it-long
belum pernah dia memaksa atau menekan seseorang.
Dan dimalam ini, dia tidak
memaksa Sim Pek Kun melakukan sesuatu.
Dikala Sim Pek Kun
meninggalkan pintu kelenteng, Siauw Cap-it-long merasa geli sekali.
Setiap orang menyebut
kecantikan nyonya Lian Seng Pek tanpa tandingan, disertai dengan pujian pujian
lain, seperti arif bijaksana, manis budi, tidak pernah marah, ramah tamah, dan
kata kata lainnya.
Belum pernah ada orang yang
melihat Sim Pek Kun merengut.
Dan kini, Siauw Cap-it-long
dapat menyaksikan wajah yang asam cembetut itu. Lebih cantik dari sesuatu wajah
yang tertawa atau membawakan sikapnya yang biasa.
Tentu saja dianggap sebagai
sesuatu kejadian yang menyenangkan.
Dan Sim Pek Kun sudah lenyap
dimalam gelap.
Bercerita Sim Pek Kun yang
berjalan dimalam gelap, dia hanya bergerak dengan sebelah kaki yang tidak
pincang, caranya sangat lucu sekali, toh dia tidak tertawa. Rasa sakit dan
nyeri yang tidak terhingga merangsang dirinya. Diusahakan sedapat mungkin, agar
dia dapat melepas dari pengawasan laki-laki kurang ajar itu.
Akhirnya dia bersender pada
sebuah pohon, setelah dipikir ulang, dia merasa heran atas sikap yang sudah
dibawakan.
Mengapa dia marah kepada
seseorang yang belum dikenal ?
Dengan alasan apa dia marah
kepada laki-laki itu.
Dimisalkan orang tersebut
tidak bermaksud baik, sudah lama dia celaka. Rasa takutnya yang tidak terhingga
membuat dia jatuh pingsan, terlalu lama dia tidak sadarkan diri. Itulah suatu
kesempatan untuk melakukan perbuatan yang kurang ajar kepada dirinya.
Dan laki-laki itu tidak
melakukan hal tersebut.
Mengapa dia harus marah
kepadanya ?
Apalagi, mengingat kedudukan
dirinya. Setelah mengalami gangguan si anak laki-laki kecil yang binal dan
jahat itu, dia jatuh pingsan dan kemudian berada didalam sebuah kelenteng
rusak.
Tentunya telah ditolong oleh
laki-laki yang mempunyai sepasang mata kurang ajar itu.
Laki-laki yang mempunyai
sepasang mata kurang ajar adalah didalam anggapan Sim Pek Kun, didalam hal ini,
Siauw Cap-it-long yang dimaksudkan olehnya.
Angin menderu-deru, semakin
keras dan semakin dingin.
Ditempat udara bebas tidak ada
api unggun yang Siauw Cap-it-long pasang, lenyaplah semua rasa hangat dari api
tersebut.
Sim Pek Kun menyelubungkan
dirinya menjadi satu ringkelan kecil yang rapet, hampir dia tidak tahan
menerima siksaan seperti ini.
Sebelah kaki yang terluka,
inilah luka yang disebabkan oleh senjata rahasia beracun dari Siao Kongcu,
perlahan demi perlahan, kaki ini mulai sakit kembali. Bagaikan ditusuk-tusuk
oleh ribuan jarum kecil, penderitaannya bertambah semacam lagi.
Akhirnya kaki inipun membeku.
Sim Pek Kun menggigit bibir.
Dia diam dibawah pohon itu.
Sim Pek Kun dibesarkan dan
hidup didalam keadaan serba mewah, belum pernah dia hidup seorang diri.
Kini dirasakan sakit sekali,
sengsara sekali.
Air mata mulai berjatuhan dari
sepasang kelopak panca indranya itu.
Mau sekali dia menangis
menggerung-gerung.
Dimalam gelap, didalam keadaan
angin udara berkuasa dijagat raya, mungkinkah dia harus menangis seperti anak
kecil ?
Sim Pek Kun bertahan sedapat
mungkin.
Akhirnya dia berjongkok dan
menangis sesenggukan.
Tiba tiba .....
Satu tangan menepuknya
perlahan, sangat perlahan sekali, seolah-olah takut mengejutkan si nyonya
cantik jelita itu.
Biar betapa perlahanpun
tepukan tangan itu, biar selembut mungkinpun datangnya tepukan tangan itu,
tetap mengejutkan si nyonya Lian Seng Pek.
“Aaaaaa......” Sim Pek Kun
terlompat kaget.
“Aduh.....” Rasa sakitnya
dikaki menyerang kembali.
Dikala dia menoleh,
terlihatlah sepasang sinar mata yang sangat bening dan bercahaya, itulah
sepasang sinar mata Siauw Cap-it-long yang dianggap kurang ajar.
Dilain tangan Siauw
Cap-it-long sudah membawa semangkuk berisikan wedang panas yang masih mengepul
berasap.
“Minumlah !” Disodorkannya
kedepan sangat perlahan. “Kujamin tidak mengandung racun.”
Sim Pek Kun balas memandang
laki-laki petualang itu. Sinar mata nyonya Lian Seng Pek tidak kalah terangnya,
tidak kalah beningnya, dan didalam penilaian jenis kelamin lain, sinar mata
inipun sangat menantang, sangat kurang ajar.
Dua pasang mata beradu didalam
keadaan gelap gulita.
Tanpa disadari olehnya, Sim
Pek Kun menyambuti mangkuk wedang panas itu.
Uap panas yang disemburkan
oleh wedang itu membawakan rasa hangat yang tidak terhingga.
Inilah kasih sesama manusia.
Air mata Sim Pek Kun menetes
jatuh didalam mangkuk wedang panas itu.
Teessss......
SEPATU SEORANG WANITA.
Kembali ketempat kelenteng
kecil, sempit, rusak dan bobrok itu.
Tidak ada perubahan sama
sekali.
Sim Pek Kun terbaring di
tempat tumpukan rumput kering, sebelah kaki nyonya itu semakin besar,
membengkak keras. Senjata rahasia Siao Kongcu terlalu jahat.
Siauw Cap-it-long bertengger
di depan tumpukan pembakaran kayu.
Api bernyala merah. Lidah api
bermain kian ke mari.
Angin masih bertiup keras.
Sim Pek Kun memeramkan
matanya, terkenang kembali kejadian yang baru saja dialami.
Belum pernah dia mengucurkan
air mata. Di mana pun, belum pernah dia menjatuhkan butiran bening si panca
indra.
Kini, baru saja dia menangis
di depan seorang laki-laki asing yang baru saja dikenal di tengah jalan.
Dia tidak berani memandang
Siauw Cap-it-long, dan menjadi gelisah di tempatnya.
Siauw Cap-it-long membuka
suara:
“Tidurlah. Dimisalkan kau mau
pergi juga, sebentar lagi toh sudah pagi, tunggu sampai hari terang, baru kau
boleh berangkat.....”
Suara ini sangat berpengaruh,
seolah-olah kena sirap, Sim Pek Kun tertidur.
Rumput kering yang ditumpuk di
tempat itu sangat keras, mengandung bau busuk yang tidak sedap.
Setelah Sim Pek Kun lelap
tidur, semua tidak dirasakan olehnya.
Siauw Cap-it-long masih tetap
bercokol di depan tumpukan kayu-kayu api.
Tanpa membikin persiapan
kepada adanya laki-laki itu, Sim Pek Kun dapat tertidur. Dia sangat percaya
kepada Siauw Cap-it-long, tidak mungkin laki-laki itu mengganggu dirinya.
Karena itulah, dia cepat menjadi pulas.
Di bawah pengawasan Siauw
Cap-it-long, segala sesuatu pasti menjadi beres.
Setiap orang bisa tidur
tenang.
Hembusan angin meniup pergi
malam gelap, hari menjadi pagi.
Di kala Sim Pek Kun bangun
dari tidurnya, angin malam sudah berhenti kerja, api unggun masih belum padam,
kayu-kayu baru sudah bertumpukan di atasnya, itulah hasil perbuatan Siauw
Cap-it-long.
Dan laki-laki aneh itu sudah
tidak berada pada tempatnya yang semula.
Mungkinkah sudah pergi tanpa
pamit?
Mengikuti perkembangan
tari-tarian lidah api, Sim Pek Kun merasa sangat gundah sekali. Seperti
kehilangan sesuatu yang tidak bisa disebut atau diartikan dengan kata-kata.
Dia seperti ditipu, dia seperti
ditinggalkan pergi oleh orang yang terdekat.
Begitu baikkah Siauw
Cap-it-long kepadanya?
Sim Pek Kun tidak tahu.
Dia belum tahu nama dari
laki-laki kasar itu, mengapa boleh begitu mempercayakan dirinya?
Laki2 itu mempunyai hak
kebebasan untuk meninggalkannya seorang diri. Tidak ada kewajiban untuk menjaga
sampai pagi. Tidak perlu meminta ijin darinya lagi.
Dikala Lian Seng Pek pergi,
sang suami itupun tidak perlu meminta izinnya.
Apalagi seorang asing yang
belum dikenal nama?
Dengan alasan apa, dia harus
mengekang kebebasan orang?
Pikiran Sim Pek Kun sangat
kacau sekali, bingung gundah gulana.
Sayup sayup.....
Terdengar suara lagu sedih
yang pernah dibawakan oleh laki2 asing itu.
Mata Sim Pek Kun bercahaya
terang, semangatnya segar kembali.
Laki2 yang mempunyai sinar
mata kurang ajar itu belum pergi. Belum meninggalkan dirinya.
Semakin lama, lagu itu semakin
jelas. Siauw Tjap it long sedang berjalan datang.
Rasa hangat yang mengarungi
kelenteng itu dirasakan semakin tebal.
Adanya rumput kering berbau
busuk, adanya kelenteng kecil yang sempit tidak berbenak lagi.
Dan ini waktu, Siauw Tjap it
long berjalan datang, memasuki pintu kelenteng. Tangan kiri laki2 itu menenteng
ember kayu, sedangkan tangan kanannya membundel seikat obat2an yang tidak
dikenal.
Langkahnya laki2 itu sangat
lincah sekali, dan sudah berada didepan Sim Pek Kun.
“Selamat pagi!” Sim Pek Kun
memberi ucapan salam kepadanya.
“Kukira sudah cukup siang”
Jawaban Siauw Tjap it long urang simpatik.
Sim Pek Kun kebogehan.
Siauw Tjap it long meletakkan
tentengannya, hanya melirik sebentar dan melakukan sesuatu.
Sim Pek Kun membuka mulut,
katanya:
“Atas kejadian semalam itu,
aku....”
Terasa kembali kejadian yang
sudah berlangsung, selembar wajah Sim Pek Kun menjadi merah jengah.
Dia menyambung kata2nya:
“Atas kejadian itu, aku
meminta maaf atas bantuanmu, sudah pasti harus kubalas dan kuingat....”
Siauw Tjap it long
mengeluarkan suaranya yang sangat dingin:
“Aku tidak mengharapkan
balasan. Jangan kau ingat2 kembali urusan itu.”
Sim Pek Kun tertegun. Sikap
yang dibawakan oleh laki2 kasar ini berada diluar dugaannya.
Tidak sedikit laki2 yang dikenal
oleh Sim Pek Kun, rata2 itu membawakan sikap yang sopan, sangat hormat dan
menaruh harga diri didepannya.
Hanya laki2 inilah yang sangat
berandalan, sangat kurang ajar, selalu menentang kata2nya.
Manusia normalkah orang ini?
Sim Pek Kun memperhatikan
segala gerak gerik Siauw Tjap it long. Dia hendak menemukan sesuatu sifat laki2
ini yang mempunyai ciri2 lain daripada orang lain.
Siauw Tjap it long sudah
meletakkan ikatan obat yang baru saja dipetik, kemudian membawa ember kayu yang
berisikan air itu langsung menuju ketempat perapian.
Diatas tumpukan kayu bakar,
diatas api yang masih berkobar, terpasang empat buah cagak keramik, dengan
kawat2 yang tidak mudah terbakar, dibawah kerangka itu tergantung kuali besi.
Inilah kuali besi yang pernah
memasak air dimalam hari.
Wedang panas itu dihasilkan
dari kuali ini.
Satu malam suntuk sang kuali
diberi pemanasan yang terus menerus, karena itu airnyapun sudah kering.
Kuali itu membara panas,
warnanya berubah menjadi merah.
Siauw Tjap it long mengangkat
ember kayu itu, dan langsung menuangkan airnya.
Tjeeesssss........
Dengan air dingin yang diruang
kekuali panas mengejutkan hati Sim Pek Kun.
Laki laki apakah yang sedang
dihadapi olehnya?
Dia memperhatikan Siauw Tjap
it long memasak air.
WANITA SUCI DAN LAKI2
BERANDALAN
Siauw Tjap it long menurunkan
ember kayunya, kini dia mulai memasak air. Dia duduk didepan api pemanasan itu,
dan menunggu mendidihnya air yang dimasak.
Sim pek Kun semakin tertarik.
Siapakah laki2 ini?
Dia tidak kenal kepada Siauw
Tjap it long, karena itu mempunyai dugaan seperti diatas.
Dia adalah seorang laki laki
yang sangat aneh, laki laki gagah perkasa yang pernah dijumpai, laki2
berandalan yang tidak kenal aturan dan laki2 kasar yang tidak tahu perasaan
wanita.
Kelenteng ini seperti sangat
menyenangkannya, mungkinkah seorang laki2 gelandangan? Mungkinkah dia menetap
didalam kelenteng ini? Rahasia apakah yang menyelubungi dirinya? Mengapa dia
tidak mau menyebutkan namanya?
Tentu saja Sim Pek Kun tidak
tahu bahwa laki2 yang berada didepannya itu adalah Siauw Tjap it long yang
ternama, juga berandalan yang sedang mau ditantang oleh suaminya.
Lian Seng Pek mencari Siauw
Tjap it long dilain tempat, tentu saja tidak berhasil menemukannya.
Siauw Tjap it long sedang
bermalam disebuah kelenteng rusak dengan istrinya.
Siauw Tjap it long tidak
pernah memandang Sim Pek Kun secara meneliti, dia takut kepada kecantikan
wanita itu.
Menunggu masaknya air, Siauw
Tjap it long mendengungkan kembali lagunya yang sangat sedih.
Dia tidak memberi perlayanan
yang secukupnya kepada sang tamu. Dan tidak menganggap Sim Pek Kun sebagai
seorang tamu. Sim Pek Kun dapat merasakan adanya kecanggungan ini. Dia
berpikir: “Dia tak mau melayani aku, mengapa aku harus bersama sama dengannya?
Mengapa aku harus menetap di dalam kelenteng rusak ini? Tidak ada alasan
untuknya mencegah aku pergi dari tempat ini. Aku harus segera kembali”
Siau Cap It Long masih juga
melagukan irama yang tak bernada itu. Tidak pernah menoleh kearah Sim Pek Kun,
tidak pernah menggubris Sim Pek Kun.
Adanya wanita cantik jelita
ditempat itu mungkin dianggapnya sebagai patung hidup saja.
Sim Pek Kun menjadi marah, dia
berkata dengan suara keras. “Hei, aku hendak kembali. Namaku Sim Pek Kun,
bilamana kau ada waktu, datanglah dirumahku, aku tinggal dikampung Sim kee
chung. Disana, aku tidak menyia nyiakan kebaikkan hatimu. Aku wajib memberi
balas jasa yang setimpal”
Tanpa menoleh kebelakang, Siau
Cap It Long balik mengajukan pertanyaan: “Kau hendak pulang sekarang?”
“Betul” jawaban wanita cantik
jelita itu sangat singkat.
“Bisakah kau pulang seorang
diri?” bertanya lagi laki laki kasar itu.
Sim Pek Kun memandang kearah
kakinya yang membengkak semakin besar, dia mencoba menggerakkan kaki tersebut,
tapi tidak berhasil. Bukan saja kaki itu sudah menjadi kaku, dia tidak dapat
menguasainya lagi.
Bagaimana dia menjawab
pertanyaan laki laki asing tersebut?
Sementara itu air di dalam
kuali mulai mendidih.
SIau Cap It Long membuka
ikatan ramuan obat obatan yang dibawanya, memilih beberapa macam, dan
diseduhnya kedalam kuali yang berisi air mendidih itu.
Dengan memilih serangkai kayu
kuat, dia mulai mengolah obat obatan yang dibuat.
Sim Pek Kun masih memaku
ditempat dengan sinar mata tertatap pada sebelah kakinya yang seperti kaki
gajah bengkak.
Belum pernah Sim Pek Kun
menyembah kepada orang, belum pernah Sim Pek Kun meminta pertolongan kepada
orang. Tetapi, di dalam hal ini, mau tidak mau dia harus meminta pertolongan
dari laki laki yang dianggapnya mempunyai sinar mata kurang ajar itu.
“Aku....aku...” suaranya
terdengar agak gemetar. “Aku hendak meminta tolong kepadamu”
“Hmm?!...” Siau Cap It Long
hanya mendehem.
“Maukah kau menolong aku
mencari sebuah kereta?” berkata lagi Sim Pek Kun.
“Tidak bisa” berkata Siau Cap
It Long singkat.
SIm Pek Kun tertegun.
“Mengapa?” Ia bertanya heran.
Siau Cap It Long berkata:
“Tempat ini terlalu jauh dengan kota, kedudukkannya pun berada dilereng gunung,
tidak mungkin ada kereta yang bisa naik ketempat ini”
Sim Pek Kun bingung, kemudian
berkata: “Tapi.... bagaimanakah aku bisa berada ditempat ini?”
Dengan bersungguh sungguh Siau
Cap It Long berkata: “Aku menggendong dirimu”
Selembar wajah Sim Pek Kun
berubah menjadi merah, dia merasa sangat malu sekali. Ternyata selagi ia tidak
sadarkan diri tadi, Siauw Cap-it-long sudah menggendongnya sehingga tiba di
dalam kelenteng rusak yang sempit ini.
Siauw Cap-it-long berkata
lagi:
“Kau tak mau kugendong lagi,
bukan?”
Sim Pek Kun harus berpikir
lama, bagaimana dia membiarkan dirinya digendong Siauw Cap-it-long? Tidak ada
lain jalan kecuali menurut kemauannya. Tapi, dia tidak mau pula membiarkan
dirinya digendong-gendong oleh orang yang belum dikenalnya.
“Aku...aku.... mengapa kau
membawa aku ke tempat ini?”
Siauw Cap-it-long menerangkan:
“Kalau tidak kau kubawa ke
tempat ini, lalu hendak dikemanakan? Membiarkan kau terlantar di tengah jalan?
Coba kau umpamakan kau menjadi aku. Kau bertemu seekor kucing atau anjing yang
terlantar, bisakah kau membiarkan binatang kecil itu menderita begitu saja?”
Wajah Sim Pek Kun semakin
pucat, belum pernah dia mempunyai niatan untuk menampar pipi seorang laki-laki,
tapi kini ingin sekali ia menampar laki-laki kurang ajar ini. Cuma sayangnya
kakinya kini tidak bisa digerakkan lagi. Karena itu, dengan tubuh gemetaran,
saking menahan rasa gemasnya, dia menggigil di tempat.
Kini Siauw Cap-it-long sudah
bangun berdiri, membalikkan badan dan memandang Sim Pek Kun, sepasang matanya
tertatap pada luka di kaki wanita itu.
Sim Pek Kun mulai menaruh
curiga, dengan marah ia membentak:
“Apa yang hendak kau lakukan?”
Siauw Cap-it-long
tertawa-tawa, kemudian berkata:
“Sedang kupikirkan, bagaimana
harus membuka sepatu di kakimu itu?”
“Tidak.....” Sim Pek Kun
berteriak keras. Dia menentang hal yang hendak dilakukan oleh laki-laki itu.
Mana boleh membiarkan sepatunya dibuka oleh laki-laki yang belum dikenalnya?
Sedangkan suaminya sendiripun belum tentu pernah melihat kaki kecil itu.
Terdengar suara ocehan Siauw
Cap-it-long:
“Kukira sepatumu tidak bisa
dibuka lagi, kecuali menggunakan pisau untuk merusaknya lebih dulu. Kakimu
sudah bengkak dan tentu saja akan menimbulkan rasa sakit yang tidak terhingga.”
Dan betul-betul Siauw
Cap-it-long sudah mengeluarkan pisau lipatnya.
Sim Pek Kun segera memprotes:
“Apa yang hendak kau lakukan?”
“Mengobati kakimu”
“Aku tidak mau!”
“Kaki itu bisa busuk nanti
kalau dibiarkan begitu saja.”
“Aku tidak perduli!”
“Kau...kau.....”
“Mengapa?
“Kau hendak berlaku kurang
ajar!”
Siauw Cap-it-long tertawa dan
ia berkata:
“Belum pernah aku membuka
sepatu seorang wanita. Tapi sekarang, keadaan sudah sangat memaksa sekali.”
Suara Sim Pek Kun menjadi
gemetar:
“Ku....kukira, kau adalah
laki-laki yang kurang ajar.... betul-betul kau sebagai laki-laki kurang ajar”
Siauw Cap-it-long berkata:
“Aku memang seorang lelaki
yang kurang ajar.”
Ciaat... dengan kecepatan
kilat Siauw Cap-it-long sudah menggoreskan pisaunya, begitu cepat pula dia
sudah melepas sepatu Sim Pek Kun.
“Kalau kau menghendaki turun
gunung tanpa digendong, inilah cara penyembuhan satu-satunya yang paling cepat.
Aku harus menyembuhkan dulu lukamu.” berkata Siauw Cap-it-long.
Di jaman itu, tak ada
laki-laki yang bisa membuka sepatu wanita, kecuali suami sendiri. Sim Pek Kun
tidak ada pilihan lain, kecuali menyerah.
Gerakan Siauw Cap-it-long
terlalu cepat sekali, sehingga ia tak mampu berbuat apa-apa. Apalagi dalam
keadaan begini, di mana kakinya sudah tambah membengkak. Dengan sangat cekatan
Siauw Cap-it-long lalu menyediakan air panas di depan Sim Pek Kun.
“Rendamlah kakimu di dalam air
ini!” berkata Siauw Cap-it-long. Inilah air yang masih panas mengandung
ramuan-ramuan obat yang sudah disediakan.
Sim Pek Kun tidak mempunyai
pilihan lain, terpaksa mengikuti segala petunjuk yang diberikan Siauw
Cap-it-long.
Sesudah merendam kaki Sim Pek
Kun ke dalam air panas itu, Siauw Cap-it-long memilih lain ramu-ramuan obat,
dikunyah di dalam mulut, obat itu digigit-gigit olehnya, dan bagaikan seorang
nenek yang sedang bersirih, gumpalan obat itu dikeluarkan kembali lalu
dipegangnya di tangan.
Sim Pek Kun memeramkan kedua
matanya. Perasaan yang ada di hatinya sekarang sesungguhnya belum pernah
terpikir olehnya kalau bakal terjadi di tempat ini.
Siauw Cap-it-long mengangkat
kaki Sim Pek Kun yang sudah direndam di tempat air panas tadi, dan kini obat
yang sudah dikunyah itu diborehkan kepada luka yang ada di kaki si nyonya
cantik jelita.
Tidak ada perlawanan, Sim Pek
Kun sudah menyerah pada takdir.
Kaki Sim Pek Kun yang kecil
halus putih itu, berada dalam tangan Siauw Cap-it-long.
Sim Pek Kun sudah membayangkan
pernahkah suaminya melakukan pekerjaan seperti apa yang sedang dilakukan oleh
laki-laki asing kurang ajar ini?
Jawabannya sangat singkat:
“Tidak pernah!”
Luka yang diderita Sim Pek Kun
sebenarnya tidaklah terlalu parah, hanya seperti disengat oleh semut, atau
digigit seekor nyamuk biasa saja, hanya berbintik merah.
Tapi ditempat itulah justru
Siao Kongcu telah memberi racun jahat dari senjata rahasianya, maka luka dikaki
Sim Pek Kun menjalar hingga ke paha, bengkak membesar sekali.
Sesudah diborehkannya obat
ramu ramuan Siauw Tjap-it-long, rasa sakit dan perih itu perlahan lahan mulai
lenyap, dimulai dari rasa panas, lalu timbul suatu perasaan yang sangat dingin.
Inilah mungkin pengaruh obatnya yang mulai berjalan.
Penilaian Sim Pek Kun, Siauw
Tjap it long adalah seorang laki2 liar, laki laki gelandangan yang mempunyai
sepasang mata kurang ajar. Karena itu, sejak tadi dia ketakutan sendiri.
Tapi kini terbukti tidak ada
kejadian berikutnya. Kalau begitu dia adalah laki2 yang baik!
Siauw Tjap it long sudah
selesai mengobati luka dikaki Sim Pek Kun, setelah selesai mengobati ia lalu
bangin berdiri meninggalkan wanita itu. Dan duduk tepekur didepan api unggun,
membawakan lagu yang entah dipungut dari mana itu, yang bernada penuh kesepian,
kesunyian dan kesengsaraan.
Sim Pek Kun sudah membuka
mata, dengan suara perlahan dia berkata:
“Terima kasih”
Cepat sekali luka dikakinya
yang membengkak itu sudah mulai susut.
“Tidak kusangka ilmu
ketabibanmu sangat hebat” berkata Sim Pek Kun.
“Sangat beruntung aku dapat
bertemu denganmu”
Tanpa menolehkan kepala, Siauw
Tjap it long berkata:
“Aku tidak mengerti apa itu
yang kau sebutkan ilmu ketabiban. Yang kutahu hanyalah: Bagaimana harus
mempertahankan hidup manusia yang hampir direnggut maut!”
Sim Pek Kun menganggukkan
kepala, dia menyetujui pendapat laki2 itu.
“Kini aku tahu, dalam keadaan
terpaksa semua orang akan berusaha”
Siauw Tjap it long berkata :
“Setiap orang ingin hidup,
setiap orang juga wajib hidup. Umpamanya saja seekor binatang yang tidak
mengenal ilmu ketabiban. Jikalau berada dalam keadaan terluka, binatang itupun
pasti akan berdaya upaya mencari obat2an untuk menyembuhkan luka lukanya, kalau
perlu menyembunyikan diri lebih dulu.”
“Ada kejadian seperti ini?”
berkata Sim Pek Kun.
Siauw Tjap it long berkata:
“Pernah aku menemukan seekor
serigala yang sedang terluka, serigala itu melarikan diri terjun kedalam
sesuatu air kecomberan. Waktu itu aku tidak mengerti, mengapa dia harus
menerjunkan diri kedalam air. Kukira semula dia hendak bunuh diri. Tapi
mungkinkah itu?”
“Serigala itu tidak bunuh
diri?” berkata Sim Pek Kun heran.
“Tidak !” berkata Siauw Tjap
it long tertawa “Kuperhatikan betul2, serigala itu merendam diri ditempat
berair tersebut selama dua hari, dan pada dua hari kemudian ia sudah bnagkit
kembali. Ternyata dalam air itu ada mengandung obat2an, sehingga ia berhasil
menyembuhkan dirinya. Ia berhail memperpanjang umurnya.”
Untuk pertama kalinya Sim Pek
Kun menyaksikan Siauw Tjap it long tertawa. Dikala menyebut binatang, baru
dapat melihat wajah laki2 itu tertawa.
Siauw Tjap it long berkata
lagi:
“Manusia dan binatang tidak
ada perbedaannya. Kalau binatang masih mau berusaha memperpanjang umurnya,
masakan manusia harus diam saja menunggui ajalnya sampai?”
Apakah betul manusia dan
binatang itu mahkluk yang serupa?
Sim Pek Kun berpikir lama tentang
kejadian ini.
Dikala pertama kali berkumpul
dengan Siauw Tjap it long, Sim Pek Kun sangat kawatir sekali, ia takut kepada
laki laki asing yang belum dikenalnya itu.
Kini sudah terjadi perobahan.
Laki2 dengan lagu2 yang berirama tak menentu. Mau dia meduga, bahwa laki2 itu
mungkin masih hidup dalam suatu keadaan yang belum normal seluruhnya, ia
sengsara, entah sengsara oleh karena apa, entah apa pula yang dirindukan
olehnya.
Semacam kabut misteri
menyelubungi laki laki tersebut. Dan karena inilah semakin menarik perhatian
Sim Pek Kun.
“Disinikah kau tinggal?” tanya
Sim Pek Kun.
Siauw Tjap it long lekas
menjawab:
“Akhir2 ini aku memang sering
tinggal ditempat ini”
Sim Pek Kun bertanya lagi:
“Sebelumnya?”
Siauw Tjap it long berkata:
“Aku tidak pernah mengenang
masa lampau. Segala sesuatu yang sudah lewat akan segera kulupakan, dan segala
kejadian yang belum terjadi tidak pernah kupikirkan.”
“Kau..... kau tidak mempunyai
rumah sebagai tempat tinggal yang tetap?” berkata Sim Pek Kun
“Rumah tempat tinggal yang
tetap?” Siauw Tjap it long tertawa menyeringai “Aku selamanya hidup. Aku akan
menjajaki seluruh dunia rimba persilatan. Setiap tempat akan kuanggap sebagai
tempat tinggalku. Itulah satu2nya kesenanganku.”
Seseorang yang tidak menpunyai
tempat tinggal tetap, bukankah berarti hidupnya sangat merana sekali. Tapi
sering juga terjadi orang itu hidup sebagai orang gelandangan. Mungkinkah orang
ini orang gelandangan? Sim Pek Kun menyedot napas dalam dalam, dia menduga atas
apa kira2 sudah dialami laki2 itu, karena itulah dia lalu berkata:
“Kukira setiap orang wajib
mempunyai satu rumah. Apabila kau mempunyai kesulitan, aku dapat membantumu...”
“Terima kasih.” Siauw Tjap it
long berkata dingin.
“Katakalah, apa kiranya yang
menyulitkanmu?” berkata lagi Sim Pek Kun
“Kau tanyakan kesulitanku?”
suara Siauw Tjap it long tidak enak sekali didengar. “Yang menjadi kesulitanku
ialah, kau..... kau tidak bisa menutup mulutmu itu.”
Mendengar itu Sim Pek Kun
tercengang, dia tertegun sekian lama.
Bertemu dengan seorang laki2
yang tidak mengenal adat istiadat, tidak mengerti arti tata sopan santun,
adalah merupakan satu pengalaman yang baru saja dialaminya.
Tapi, betul2 Sim Pek Kun
lantas menutup mulut. Ini adalah permintaan laki2 yang pernah menolong dirinya.
Keadaan ditempat itu menjadi
sangat sepi sekali.
Pada saat itulah; tiba2 dari
jauh terdengar suara derap kaki orang yang mendatangi arah kelenteng situ.
Siauw Tjap it long dan Sim Pek
Kun saling pandang. Mereka sama2 heran untuk apa mereka datang ketempat sesepi
ini?
Derapan langkah kaki itu
semakin lama semakin nyata, dua orang mulai berjalan memasuki kelenteng.
Siapa dua orang ini?
Dua orang yang datang adalah
dua laki2 berpakaian mewah. Yang berjalan dikanan adalah seorang
tua,pinggangnya menyoren golok, tentunya seorang jago rimba persilatan asli
dengan senjata itu. Dan yang dikiri masih lebih muda umurnya, diduga diantara
tiga puluhan, ia menggunakan senjata berat, dan sedang menggembol senjata
tersebut dipunggungnya.
Dan orang ini segera menemukan
Sim Pek Kun dan Siauw Tjap it long didalam kelenteng itu, segera juga mereka
berseru:
“Nyonya Lian Seng Pek yang
sedang kami hadapi?” bertanya mereka.
Sim Pek Kun mengerutkan
alisnya “Siapakah kalian berdua?” ia sangat heran.
Orang tua yang menyoren golok
dipinggang tersenyum dan berkata:
“Kami Pang Tiauw Hui kawan
baik Lian Seng Pek Kongcu. Dikala hari pernikahan nyonya Lian dan Liang Kongcu
itu, kamipun pernah datang menenggak arak kegirangan kalian.”
“Oa.....” Sim Pek Kun tertawa
girang,”Ternyata Pang Tiauw Hui tayhiap dengan julukan Golok Emas?”
Tertawa Pang Tiauw Hui semakin
riang, dai berkata dengan bangga:
“Nama Golok Emas itu diberikan
oleh kawan2 dunia Kang ouw kepadaku. Sebetulnya nama itu tidak patut disebut
lagi.”
Adanya kawan suaminya ditempat
ini tentu sangat menggirangkan hati Sim Pek Kun. Sambil tersenyum meriah dia
berkata:
“Dan bagaimana dengan gelar
dan nama sebutan tuan ini?”
Si wanita cantik jelita
menunjukkan tangannya kepada laki2 yang menggembol pedang dipunggung itu.
Si Golok Emas Pang Tiauw Hui
segera member keterangan:
“Inilah Liok bin-kiam khek Liu
Eng Lam putra ketiga dari Bu-yu-kiam khek Liu Sam Ya. Sudah pernah bertemu muka
beberapa kali dengan Lian Seng Pek Kongcu.”
Sim Pek Kun memberi hormat,
katanya:
“Ternyata Liu Kongcu. Sudah
lama tidak bertemu dengan ayahmu, bagaimanakah dengan penyakit batuk ayahmu
itu?”
Liu Eng Lam membungkukkan
badan dan dia memberikan jawaban dengan hormat:
“Atas rejeki Tuhan,
penyakitnya sudah sembuh.”
Sim Pek Kun lalu bertanya lagi
kepada kedua orang itu:
“Bagaimana jiwi bisa tahu
kalau aku berada ditempat ini?”
Si Golok Emas Pang Tiauw Hui
juga yang segera menalangi menjawab:
“Dikelenteng ini bukan
tempatnya yang baik untuk membicarakan persoalan kita. Diluar kami telah
menyediakan satu tenda gotong, silahkan nyonya Lian kembali kekampung, kami
akan mengawalnya.”
Gerak gerik Liu eng Lam dan
Pang Tiauw Hui sangat hormat, bicaranya juga sopan santun, tidak seperti Siauw
Tjap it long. Karena itu Sim Pek Kun lantas merasa dirinya sudah kembali
kedalam lingkungan keluarganya sendiri, dia girang sekali. Dia tidak takut dihina
oleh orang lain lagi, ia tidak perlu takut dibentak bentak oleh orang lain
lagi. Munculnya Liu eng Lam dan Pang Tiauw Hui membuat Sim Pek Kun lupa kepada
Siauw Tjap it long.
Sim Pek Kun menganggukkan
kepala, dia bersedia kembali ke Sim kee-tjhung.
Pang Tiauw Hui menggapaikan
tangan kearah luar, sebentar kemudian dari sana berlari datang sebuah tandu
gotong, dua wanita berbaju hijau yang gagah dan tegap, menggotong datang tandu
itu, langsung menuju kearah kelenteng.
Dua wanita berbaju hijau yang
mempunyai gerakan cekatan dengan membawa tandu gotong sudah tiba didepan pintu
kelenteng, mereka meletakkan tandu gotong itu dan siap menyambut sang nyonya
besar.
Atas segala persiapan yang
telah disediakan oleh Liu Eng Lam dan Pang Tiauw Hui tentu saja membuat Sim Pek
Kun sangat puas. Sambil tertawa dia berkata kepada kedua kawan suaminya itu:
“Jiwi mempunyai pikiran yang
bagus sekali, sungguh membuat aku tidak enak hati.”
Liu Eng Lam membungkukkan
setengah badan dan berkata:
“Silahkan Lian hujin naik
kereta.”
Pang Tiauw Hui sudah membuat
segala persiapan secara sempurna, segera ia dapat mengajak nona cantik jelita
itu pergi meninggalkan Siauw Cap-it-long.
Sim Pek Kun siap melangkahkan
kedua kakinya, dia sudah merasa puas, dan hendak segera pulang kekampung
halaman.
Disaat ini, tiba-tiba
terdengar suara geraman Siauw Cap-it-long.
“Tunggu dulu !”
Baru Sim Pek Kun sadar, bahwa
disitu masih ada seorang laki-laki yang mempunyai sinar mata kurang ajar, biar
bagaimanapun laki-laki itu pernah menolong dirinya. Maka dia wajib mengucapkan
sesuatu. Dan tidak segera naik kedalam tandu gotong itu.
Pang Tiauw Hui mendelikkan
matanya, segera dia membentak :
“Siapa kau ?”
“Hmm........” Siauw
Cap-it-long mengeluarkan suara dengusan dari hidung.
“Ada hubungan apa kau dengan
keluarga Lian ?” bertanya Pang Tiauw Hui dingin.
Liu Eng Lam juga membentak :
“Hei, kami adalah Liok bin
kiam khek Liu Eng Lam dan Si Golok Emas Pang Tiauw Hui, dua-duanya kawan dari
Lian Seng Pek. Siapa kau, mengapa berani usil ?”
“Hmm......” Sebelum menjawab
pertanyaan itu, Siauw Cap-it-long berdehem lebih dahulu, dan baru dia berkata :
“Boleh saja aku mengaku bahwa
aku adalah pendekar besar dari daerah Tiong Ciu, Tiong-Ciu Tayhiap Ouw Yang
Kiu, kau percaya atau tidak ?”
Liu Eng Lam tertawa dingin,
dengan nada suara yang tidak enak sekali didengarnya dia lantas berkata :
“Pui, cecongormu yang seperti
ini hendak memalsukan nama Tiong-ciu Tayhiap Ouw Yang Kiu ? ... Hm....”
“Kau tidak percaya aku Ouw
Yang Kiu, mengapa aku harus percaya bahwa kau adalah Liu Eng Lam dan Pang Tiauw
Hui ?”
“Aku tidak memaksa kau
percaya” berkata Liu Eng Lam tawar.
“Nyonya Lian sudah percaya
kepada kami, itu saja sudah cukup.”
Siauw Cap-it-long berdengus.
“Ouw... ? Dia percaya pada
kalian berdua ?”
Dan tiga pasang mata dari tiga
laki-laki itu menoleh kearah Sim Pek Kun, meminta pendapat nyonya Lian Seng
Pek.
Nyonya cantik jelita berdehem
sebentar, kedudukannya agak terjepit juga, ia tidak boleh bergerak, dan mereka
sudah bentrok, karena itulah dia berkata :
“Kalian bertiga mempunyai
maksud yang sama baiknya, tapi aku.... "
Siauw Cap-it-long memotong
pembicaraan nyonya itu, dia berkata cepat :
“Lihat ! Dia sudah mulai
menaruh curiga kepada kalian. Tapi sebagai seorang yang bijaksana dan sopan
tentu tidak mau mengutarakan kecurigaannya itu.”
Liu Eng Lam berkata :
“Memang dia sudah mulai curiga
kepadamu tapi tidak mau mengutarakannya.”
Siauw Cap-it-long berkata
tawar :
“Aku tidak pernah mengaku
bahwa aku adalah Liok-bin kiam-khek Liu Eng Lam.”
“Tentu saja kau bukan Liok bin
kiam khek Liu Eng Lam.” berkata Liu Eng Lam. “Akulah Liok bin kiam khek Liu Eng
Lam.”
“Kau Liok bin kiam khek Liu
Eng Lam ?” Siauw Cap-it-long mencibirkan bibirnya.
“Srettt....” Liu Eng Lam
mengeluarkan pedangnya, secepat itu pula dia sudah menggerakkan senjata
tersebut, membarengi gerakan itu terdengar suara patahan kayu dahan yang sedang
dipegang oleh Siauw Cap it long, yang lantas patah menjadi empat potongan
kecil-kecil.
Reaksi Siauw Cap it long biasa
saja, tidak menunjukkan sikapnya yang memperlihatkan takut atau ngeri, tidak
bergerak dari kedudukannya semula, dengan tawa ia berkata :
“Ilmu pedang ini betul-betul
ilmu pedang Bu yu kiam khek dari keluarga Liu.”
“Tentu !” berkata Liu Eng Lam
girang. “Kiranya kau juga cukup mempunyai mata yang hebat, masih mengenali
jurus ilmu pedangku.” Pang Tiauw Hui berteriak dengan suara keras :
“Kau adalah seorang yang
mengenal ilmu silat, tentunya sudah tahu tipu ini bernama Bu-yu sam-cap,
didalam dunia persilatan kecuali Liu Sam Ya dan Liu kongcu, tidak ada orang
ketiga yang dapat memainkannya.”
Sim Pek Kun turut tertawa,
dengan memaksakan diri dia berkata :
“Liu kongcu mempunyai ilmu
silat yang hebat, jurus Bu-yu sam-cap yang kau mainkan tadi mungkin sudah lebih
hebat dari kalau diperlihatkan oleh kakekmu.”
Siauw Cap it long memandang
kepada nyonya itu, kemudian berkata kepadanya :
“Tidak maukah kau tanyakan
kepada mereka, bagaimana mereka tahu kalau kau bisa berada ditempat ini ?”
“Soal ini tidak perlu
diperdebatkan.” berkata Sim Pek Kun.
“Dengan nama besar Pang
Tayhiap dan Liu kongcu, aku percaya kepada mereka.”
Siauw Cap it long berkata :
“Betul, Mereka mempunyai nama
yang cukup dikenal, tentu saja kata-katanya lebih boleh dipercaya daripadaku,
karena aku tidak mempunyai nama !”
Sim Pek Kun menundukkan
kepala, dengan suara lemah lembut dia berkata :
“Aku tahu, kau juga mempunyai
maksud yang baik ....”
Suara si nyonya cantik jelita
terputus oleh suara tertawanya Pang Tiauw Hui, terdengar jago silat Golok Emas
itu berkata :
“Maksud baik ? kukira tidak
baik.”
Liu Eng Lam juga berkata :
“Berulang kali ia mengganggu
usaha kita yang hendak pulang kembali, maksudnya mencegah nyonya ikut kepada
kita dan tetap tinggal ditempat ini, dan tentunya dia mempunyai maksud tujuan
yang tidak baik.”
“Maksud apakah itu....?”
Pang Tiauw Hui menggelengkan
kepala dan berkata :
“Betul. Tepat. Mari kita cacah
dulu dia, bawa saja kembali kerumah, kompres padanya ! Siapa suruh dia suka
usil dalam urusan orang lain ?”
Golok Emas si jago tua itu
segera keluar dari kerangkanya.
Kawan ? Lawan ?
Dikala Pang Tiauw Hui sudah
siap menendang Siauw Cap it long, Liu Eng Lam melakukan pencegahan, dia hendak
menjadi seorang baik, katanya :
“Tunggu dulu ! Besar sekali
kemungkinannya mungkin orang inipun salah satu kawan dari nyonya Lian Seng Pek.
Mana boleh kita mengganggunya ?”
Pang Tiauw Hui menoleh kearah
Sim Pek Kun, dan bertanyalah ia kepada nyonya cantik jelita itu :
“Nyonya Lian kenal orang ini
?”
Sim Pek Kun menjadi gugup,
cepat-cepat menundukkan kepala, sambil jawabnya : “Ti.....tidak.”
“Huaa, ha, ha,.....” Tiba-tiba
Siauw Cap it long tertawa ngakak. “Tentu saja kau tidak kenal aku. Kau adalah
nyonya Lian Seng Pek yang ternama, mana mungkin mau berkenalan dengan seorang
gelandangan yang seperti aku ?”
“Betul..... betul.....”
Cepat-cepat Liu Eng Lam berkata. “Tidak mungkin nyonya Lian mau mengenal kau
dengan seorang gelandangan kotor yang tidak tahu malu !”
Dari kanan dan kiri, Pang
Tiauw Hui dan Liu Eng Lam lalu menggencet Siauw Cap it long.
Kini Liu Eng Lam bergerak
lebih dahulu, pedangnya bergeser cepat, membuat suatu tirai pedang, menyerang
kearah Siauw Cap it long, Inilah ilmu pedang Bu-yu-kiam-khek, ilmu pedang yang
menjadi kebanggaan keluarga Liu.
Ilmu pedang Bu-yu kiam khek
adalah ilmu pedang seorang tokoh wanita jago purbakala. Karena itu, tipu-tipu
dan gerakan-gerakannya lebih banyak cocok digunakan oleh wanita daripada kaum
pria. Walaupun demikian keluarga Liu sangat mahir sekali dalam ilmu pedang itu,
tidak kalah hebatnya.
Ilmu Bu-yu kiam khek sangat
mementingkan pertahanan diri sendiri, dibawah tangan Liu Eng Lam pun demikian
juga, penyerangan tiga bagian dan pertahanan tujuh bagian. Demikian banyak
variasi-variasi itu, toh jarang sekali yang mengandung ancaman maut.
Siauw Cap it long masih saja
tertawa ditempatnya, tanpa bergerak dari kedudukannya semula dia membiarkan
dirinya dikurung oleh sinar-sinar pedang Liu Eng Lam.
Disaat ini Pang Tiauw Hui juga
turut bicara :
“Nyonya Lian Seng Pek tidak
kenal kepadanya jadi tidak perlulah kita malu-malu lagi. Bunuh saja habis
perkara !”
Golok Emas jago inipun turut
membacok dengan senjata yang beratnya lebih dari 20 kati itu, serangannya
terlalu berat mengandung maut.
Liu Eng Lam bermain dengan
ilmu pedang Bu-yu kiam-khek, variasinya begitu bagus dan membuat satu pagar
pedang yang mengurung Siauw Cap it long disamping itu golok Pang Tiauw Hui
membacok, dan Siauw Cap it long, harus bergeser tempat, menghindari datangnya
bacokan ini.
Pang Tiauw Hui tidak puas, dia
membacok sekali lagi. Ciat...... tapi masih juga tidak berhasil mengenai
sasarannya.
Diserang oleh dua orang, Siauw
Cap it long belum mengirim balasan, dia menggeser kedudukan dari kanan ke kiri
dan dari kiri ke kanan, dari utara ke barat atau dari barat ke timur, terus
menerus demikian.
Tidak selembar ujung
bajunyapun yang terkena serangan golok apalagi ilmu pedang Liu Eng Lam. Tenang
tenang saja Siauw Cap it long menghindari serangan serangan mereka.
Kemarahan Pang Tiauw Hui
meluap luap, dia menggencarkan serangannya, dan dengan suara geram berkata
kepada kawannya :
“Liu Eng Lam, jangan beri
kesempatan dia hidup lagi. Ayo bunuh !”
Ciat..... satu bacokan golok
datang cepat.
Liu Eng lam membantu dari
samping, Wing... membikin satu serangan pedang,..... serangan pedang ini
membantu usaha Pang Tiauw Hui, agar musuhnya tidak dapat melarikan diri.
Sepasang sinar mata Siauw Cap
it long tiba-tiba saja menjadi sangat liar sekali, dengan melompat kekiri
sebentar menghindari golok, dan dari sana ia berkata dengan suara dingin :
“Baik. Kalian hendak membunuh
aku ? Mengapa melarang aku membunuh kalian ?”
Siauw Cap it long menekukkan
sepasang tangannya, sangat keras, tubuh terpelintir cepat sekali dan entah
dengan gerakan apa tahu-tahu dia sudah lompat keluar dari kurungan dua orang
itu.
Ilmu pedang Bu-yu kiam hoat
yang dimainkan oleh Liu Eng Lam adalah ilmu pedang yang sangat rapat sekali,
ilmu pedang yang khusus untuk mengurung seseorang didalam pertahanan, tokh
tidak berhasil mengurung Siauw Cap it long.
Tangan Siauw Cap-it-long
disodorkan kedepan.
Liu Eng Lam merasa tertekan,
karena itu cepat-cepat dia mundur kebelakang, hampir ia tergelintir jatuh, kaki
menyentuh sesuatu, dan itulah mangkok obat yang semalam digunakan oleh Siauw
Cap-it-long untuk menyembuhkan sakit Sim Pek Kun.
Terjadi pertempuran terlalu
cepat sekali, Sim Pek Kun mundur kebelakang, dan dikala kaki Liu Eng Lam
menginjak mangkok obat, terbayang kembali kejadian semalam, karena itulah
cepat-cepat dia berteriak:
Berhenti......berhenti.....!
jangan serang dia lagi, semua adalah orang sendiri!”
Itu waktu, tangan Siauw
Cap-it-long sudah menutup semua jalan kematian lawannya, dengan satu teriakan
jari saja dia pasti dapat mengambil jiwa musuh itu.
Sisaat itulah tiba-tiba
terdengar suara teriakan Sim Pek Kun.
Karena Siauw Cap-it-long
mendengar Sim Pek Kun mengatakan bahwa semua adalah orang sendiri, maka dengan
cepat ia lantas berhenti bergerak.
Siauw Cap-it-long sudah
menarik kembali serangannya.
Disaat suara Sim Pek Kun
tercetus keluar dari mulutnya, Siauw cap-it-long merasa darahnya bergolak
cepat, hawa pembunuhannya lenyap mendadak, dia dapat menerima perintah tadi,
karena itu dia menghentikan serangannya.
Tidak sama dengan keadaan
Siauw Cap-it-long. Reaksi Pang Tiauw Hui dan Liu Eng Lam sangat berbeda sekali,
mereka mempunyai pengalaman-pengalaman tempur yang sangat banyak dan itulah
kesempatan untuk melenyapkan lawan dari permukaan bumi, satu saja tidak mau
menerima perintah tadi, cepat-cepat mereka menggunakan kesempatannya. Dan
masing-masing melompat maju setapak, pedang dan golok berterbangan, dan
menyerang kepala dan perut Siauw Cap-it-long.
Tresss........ pundak Siauw
Cap-it-long berdarah. Dia hanya berhasil menghindari perut dan kepalanya,
tetapi tidak dapat menghindari ancaman pada pundaknya. Dengan demikian Siauw
Cap-it-long jadi menderita rugi.
Pang Tiauw Hui girang sekali,
goloknya dibalikan dan menyerang lagi.
Liu Eng Lam meberi kerja sama
yang baik, dengan pedang ditangan yang diputar sedemikian rupa ia menjaga diri
sendiri dan juga menjaga keamanan Pang Tiauw Hui.
Terdengar suara bentakan Siauw
Cap-it-long yang mengguntur keras, dan disaat itu pula senjata-senjata Pang
Tiauw Hui dan Liu Eng Lam sudah terlepas dari tangan masing-masing, merasa
tangannya kesemutan dengan rasa sakit yang tidak terhingga, dan saking cepatnya
gerakan itu, mereka tidak sadar bahwa golok dan pedang mereka sudah lenyap!
Terdegar suara pletak-pletak
beberapa kali, dan secepat itu pula dibarengi denga suara yang keras Buk.....
tembok kelenteng sudah pecah sebagian, runtuhan batu-batunya berserakan
dilantai.
Diantara hancurnya reruntuhan
puing-puing itu tampak tubuh Siauw Cap-it-long yang melesat keluar dan lenyap
dengan cepat meninggalkan kelenteng itu, ia keluar melalui pecahan dinding
tembok kelenteng.
Adanya Sim Pek Kun didepan
pintu kelenteng yang sudah bergegas-gegas hendak meninggalkan tempat tersebut,
tentu saja sangat menganggu kepergian Siauw Cap-it-long, dia jadi tidak bisa
mengelak dan menerjang ke arah dimana ada berdiri nyonya besar itu. Untuk
menghindari kerewelan-kerewelan dari Pang Tiauw Hui dan Liu Eng Lam itulah
Siauw Cap-it-long terpaksa jadi menjebol dinding tembok, dan dari sana ia
melenyapkan diri.
Begitu, Siauw Cap-it-long
akhirnya pergi dengan begitu saja.
Pang Tiauw Hui, Liu Eng Lam
memandang patahan golok dan pedang mereka, keringat dingin membasahi sekujur
tubuh kedua orang tersebut, Mereka tidak berani berkutik barang sedikit pun.
Apabila laki-laki gelandangan
tadi ada mempunyai niatan atau maksud tidak baik mungkinkah nyawa mereka sampai
sekarang ini masih melekat pada raganya?
Lama sekali kedua jago silat
itu terpaku ditempat, dan setelah betul-betul mengetahui bahwa lawannya sudah
tidak ada, Liu Eng Lam baru mengeluarkan keluhan napas panjang, lalu katanya:
“Sungguh satu manusia luar
biasa!”
Pang Tiauw Hui juga
mengeluarkan keluhan yang sama:
“Manusia luar biasa!
Betul-betul luar biasa sekali !”
Liu Eng Lam berkata :
“Betul-betul aku takluk.”
Pang Tiauw Hui menyeka
keringatnya, kemudian dia berkata sambil menyengir:
“Jago silat yang sehebat dia,
mengapa aku tidak dapat mengenal ?”
Liu Eng Lam juga menyusut
keringatnya, dan ia pun turut berkata:
“Kecepatan tangan orang ini
sungguh-sungguh menakjubkan, ini lah kecepatan yang pernah kulihat di dalam
rimba persilatan.
Pang Tiauw Hui menolah kearah
nyonya cantik kita Sim Pek Kun, kemudian bertanya kepadanya:
“Tahukah nyonya Lian, siapa
sebenarnya orang itu tadi ?”
Sim Pek Kun masih menatap
lubang dinding yang jebol oleh Siauw Cap-it-long tanpa bergerak, entah apa yang
sedang dipikirkannya. Dengan sendiri ia tidak dapat menjawab pertanyaan Pang
Tiauw Hui tadi. Dia diam saja.
Liu Eng Lam batuk-batuk dua
kali, dan bertanya kepada nyonya itu:
“Tahukah nyonya siapa orang
tadi ? Mungkinkah kawan nyonya?
Baru sekarang Sim Pek Kun
sadar dari lamunannya. Setelah menghela napas perlahan, barulah ia berkata: “Ku
harapkan saja dia adalah kawan dari suamiku. Siapa pun bila dapat berkenalan
dengan seorang yang seperti dia tentu akan merasa senang.”
Sim Pek Kun tidak mengatakan
Siauw Cap-it-long sebagai kawannya, hanya mengatakan mungkin kawan dari
suamiku. Ini lah pernyataan yang sangat tepat. Sebab, dengan kedudukan yang
dimiliki oleh Lian Seng Pek dan Sim Pek Kun sebagai orang-orang sopan, tentu
saja dia tidak boleh melakukan kesalahan, dan juga tidak boleh mengucapkan
kata-kata salah atau pembicaraan yang salah.
Liu Eng Lam berkata:
“Nyonya Lian tidak tahu nama
dari orang itu ?”
Sim Pek Kun menggelengkan
kepala. “Tidak” katanya.
Pang Tiauw Hui berpikir lama,
dengan tiba-tiba saja ia berkata keras:
“Kukira orang tadi mungkin
adalah Siauw Cap-it-long !”
Siauw Cap-it-long !
Selembar wajah Liu Eng Lam
menjadi pucat pasi, lenyaplah semua warna darahnya, dia berteriak kaget:
“Siauw Cap-it-long? Tidak
mungkin kalau dia Siauw Cap-it-long !”
Pang Tiauw Hui menghela napas,
kemudian berkata:
“Siauw Cap-it-long adalah
seorang penjahat yang dapat membunuh orang tanpa berkedip, tetapi dia memiliki
ilmu kepandaian yang sangat tinggi, semua orang tahu akan hal ini. Belum ada
yang dapat menandinginya, jejaknya pun sangat sulit diikuti, asal usulnya tidak
ada yang tahu, hanya sedikit orang yang kenal dengannya”
Jago silat Golok Emas Pang
Tiauw Hui adalah seorang jago kenamaan, walaupun demikian terhadap Siauw
Cap-it-long, ia pun tidak berani memandang rendah, kulitnya menggerinyut,
betapapun dia masih takut kepada Siauw Cap-it-long.
Keadaan Liu Eng Lam tidak banyak
berbeda dengan keadaan kawannya itu, bibirnya menjadi matang biru, saking
takutnya kepada nama Siauw Cap-it-long. Tidak henti-hentinya dia menyusut
keringat yang mengucur terus-menerus.
Sim Pek Kun
mengoyang-goyangkan kepala, dia tidak setuju kepada keputusan kedua orang itu,
dengan tawar ida berkata:
“Aku tahu benar, orang tadi
bukannya Siauw Cap-it-long !”
Pang Tiau Hui menolehkan
kepala memandang kepada sang nyonya cantik jelita dan mengajukan pertanyaan:
“Bagaimana nyonya tahu ?”
Sim Pek Kun memberi penjelasan
dengan kata-kata begini:
“Siauw Cap-it-long malang
melintang dalam dunia rimba persialatan, dia dapat membunuh orang tanpa
berkedip, dia sangat kejam sekali. Tapi aku tahu benar, orang tadi bukanlah
seorang yang sangat kejam, bukan orang jahat, dia baik sekali. Itu aku tahu
benar !”
Pang Tiauw Hui berkata:
“Dalamnya lautan masih mudah
diduga. Tapi hati orang siapa tahu? Semakin jahat orang itu, semakin gans pula
tentu sifatnya. Semakin sulit pula dilihat sepintas lalu bagaimana wataknya.”
Sim Pek Kun tertawa atas
reaksi dan putusan Pang Tiauw Hui serta Liu Eng Lam, tentu saja tidak dapat
diterima oleh akalnya, karena itulah dia berkata lagi:
“Kegemaran Siauw Cap-it-long,
tentu saja jiwa kalian berdua..............”
Tidak perlu diteruskan lagi
kata-katanya Sim Pek Kun tadi, gamblang dan jelas sekali maksudnya ialah: Kalau
benar orang tadi betul-betul adalah Siauw Cap-it-long jangan digembor-gemborkan
orang sebagai tokoh iblis rimba persilatan yang sangat gemar membunuh orang,
jiwa Pang Tiauw Hui dan Liu Eng Lam pasti sudah dikirim ke dunia lain, atau
jelasnya mereka pasti dibunuh mati.
Liu Eng Lam demikian pun Pang
Tiauw Hui, mereka sama-sama mengerti, apa yang dimaksudkan oleh Sim Pek Kun
tadi.
Terbukti bahwa Liu Eng Lam dan
Pang Tiauw Hui tidak copot kepala, juga tidak menjadi cedera, hanya pedang dan
golok mereka yang dipatahkan oleh laki-laki gelandangan tadi. Inilah sudatu
bukti bahwa lawan itu bukan Siauw Cap-it-long.
Memang, sering kali terjadi
kesalahpahaman-kesalahpahaman yang tidak masuk diakal. Sering kali pula terjadi
fitnah-fitnah yang busuk dijatuhkan atas diri orang baik-baik. Demikian pula
keadaannya Siauw Cap-it-long. Didalam rimba persilatan orang menyebutnya
sebagai Anak Berandalan, ada juga yang menyebutnya dengan nama julukan seram,
Iblis Tukang Bunuh Manusia, jago silat yang senang membunuh.
Untuk memecahkan ketegangan
itu segera Liu Eng Lam berkata :
“Betul atau tidaknya orang
tadi sebagai Siauw Cap-it-long, yang penting kita harus segera membawa nyonya
Lian pulang ke kampung.”
Pang Tiauw Hui menganggukan
kepala, kemudian berkata cepat.”
“Betul, kita harus segera
membawa nyonya Lian pulang ke kampung.”
Pang Tiauw Hui dan Liu Eng Lam
menyilahkan Sim Pek Kun naik keatas tandu gotong yang sudah tersedia.
Sim Pek Kun sudah
bergegas-gegas hendak meninggalkan tempat itu, maksudnya ialah hendak pulang ke
kampung. Karena itu pulalah dia mau cepat-cepat naik kedalam tandu gotong yang
sudah disiapkan.
Dua wanita berbaju hijau
dengan tangan dan kaki yang sangat cekatan, membawa tandu gotong itu turun
gunung.
Liu Eng Lam dan Pang Tiauw Hui
mengikuti dibelakang mereka.
Jalan pegunungan tidak rata,
berliku-liku dan naik turun tidak keruan macam, tapi dua wanita berbaju hijau
itu mempunyai kecepatan lari yang luar biasa, mereka membuat satu keseimbangan
badan yang cukup menarik, karena itu tidak terjadi sesuatu hal yang diluar
kemungkinan.
Mereka sudah jauh meninggalkan
kelenteng bobrok yang rusak itu, juga meninggalkan jauh pula daerah pegunungan,
jalan sudah mulai kelihatan mendatar.
Sebentar lagi mereka akan tiba
diperkampungan Sim-kee-tjhung.
Kalau saja mereka sudah sampai
dalam perkampungan Sim-kee-tjhung, maka segala sesuatu sudah menjadi beres, dan
tak perlu penulis ceritakan pula kelanjutannya. Dalam keadaan seperti ini,
seharusnya Sim Pek Kun sangat senang, tetapi kenyataan tidaklah demikian.
Seolah-olah ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, dia membiarkan Liu Eng Lam
dan Pang Tiauw Hui mengintil dibelakang tanpa mengajak mereka berbicara, walau
sekecap katapun juga.
Terbayang kembali sepasang
sinar mata laki-laki gelandangan tadi, sangat aneh sekali. Sepasang mata itu
terlalu kurang ajar, wajahnyapun wajah seorang gelandangan, tapi biar bagaimana
Sim Pek Kun tidak dapat melupakannya.
Babak demi babak, terulang
kembali hal-hal yang terjadi tadi.
Ingat benar Sim Pek Kun,
bagaimana kejadiannya sewaktu Siauw Cap-it-long digencet oleh Liu Eng Lam dan
Pang Tiauw Hui, lalu Sim Pek Kun menjadi malu kepada diri sendiri, dia
berpikir: Mengapa aku malu berkawan dengan orang yang seperti itu? Sim Pek Kun
merasa berhutang budi kepada Siauw Cap-it-long, dan dia pernah berjanji bahwa
dirinya hendak menolong laki-laki gelandangan itu. Mungkinkah sudah lupa dia
kepada janjinya sendiri? Sim Pek Kun tidak berani berpikir terlalu lama.
Sim Pek Kun dijunjung orang,
tapi tidak satupun orang2 itu yang dapat memelihara persahabatan baik dengan
dirinya.
Belum pernah dia mempercayakan
sesuatu kepada seseorang.
Sering kali terjadi, untuk
kepentingan diri sendiri, orang2 itu mengorbankan kepentingan orang lain. Sim Pek
Kun tidak sependapat dengan mereka. Dan kini dia sedang melakukan sesuatu yang
bukan menjadi kehendak hatinya, dia tidak mau mengaku bahwa laki-laki yang
sudah pernah memberikan pertolongan kepada dirinya itu adalah kawannya, Sim Pek
Kun menyangkal keras Siauw Cap-it-long sebagai kawannya.
Sim Pek Kun merasa malu kepada
dirinya sendiri. Sim Pek Kun merasa bersalah kepada Siauw Cap-it-long.
Dibawah kaki gunung sudah
menantikan sebuah kereta berkuda. Orang yang menjadi kusir kereta bertudung
lebar dipasang sedemikian rupa sehingga tidak dapat terlihat jelas bagaimana
rupa wajahnya, mungkin sengaja dia berbuat begini supaya orang tidak dapat
melihat wajahnya.
Dua wanita berbaju hijau yang
menggotong tandu dimana ada duduk Sim Pek Kun, tiba2 meletakkan usungan itu.
Sim Pek Kun keluar dari tandu
gotong.
Kusir kereta yang bertudung
lebar itu menghampiri Sim Pek Kun, membungkukkan badan dan berkata:
“Tentunya nyonya Lian sudah
kaget sekali bukan?”
Suatu ucapan yang biasa saja
tapi tidak sepatutnya diucapkan oleh seorang tukang tarik kereta.
Dari bentuk, cara dan adat
istiadat itu, Sim Pek Kun sudah mulai merasakan sesuatu yang tidak beres, dia
mulai menaruh curiga.”
Pang Tiauw Hui dan Liu Eng Lam
tidak berani datang terlalu dekat, seolah2 mempunyai kedudukan yang berada
dibawah kusir kereta itu.
Kusir kereta yang bertudung
lebar memandang kepada dua wanita berbaju hijau dan berkata kepada mereka:
“Bantu nyonya Lian naik keatas
kereta. Kita harus cepat.”
Dengan diiringi oleh dua orang
wanita berbaju hijau itu Sim Pek Kun naik keatas kereta.
Pang Tiauw Hui dan Liu Eng Lam
memisahkan diri dari kereta berdiri sangat jauh sekali.
Sim Pek Kun semakin tambah
curiga, maka dia memandang kepada kedua orang itu dan berkatalah mereka:
“Kalian tidak berkuda?”
Pang Tiauw Hui dan Liu Eng Lam
menundukkan kepala mereka, sangat rendah kebawah.
Sim Pek Kun berkata lagi:
“Mengapa kalian tidak naik
serta kedalam kereta?”
Pang Tiauw Hui dan Liu Eng Lam
tidak berani mendongakkan kepala mereka, seolah2 dua orang pesakitan yang
merasa bersalah.
Dan waktu itulah tiba2 si
kusir kereta berkata lagi:
“Kamipun sudah cukup menjamin
keselamatan nyonya Lian, tidak membutuhkan bantuan mereka lagi.”
Yang diartikan oleh kusir
kereta itu ialah tidak membutuhkan tenaga bantuan Pang Tiauw Hui dan Liu Eng
Lam. Kalau begitu, kedudukan kedua orang tersebut jelas masih berada dibawah sikusir
kereta.
Sim Pek Kun memperhatikan
wajah kusir kereta itu, sebagian besar tertutup oleh tudung lebar, maka ia jadi
tidak dapat membedakan bentuk dan raut wajah orang tersebut.
Nama jago silat Golok Emas
Pang Tiauw Hui dan Bu yu kiam khek Liu Eng Lam sangat tersohor, seharusnya
kedudukkan mereka diatas kusir kereta itu, tapi keluarnya ucapan yang berupa
perintah tadi, seolah olah sudah mnejadi atasan kedua orang tersebut, dan
inilah ketidak wajaran.
Sim Pek Kun memandang tukang
kereta dan bertanya :
“Kau siapa?”
“Kusir kereta.”
Sim Pek Kun bertanya lagi:
“Dimana kau bekerja?”
“Dirumah keluarga Lian.” jawab
pula orang itu.
“Di rumah keluarg Lian?” Sim
Pek Kun menanti ketegasan.
Kusir kereta yang bertudung
lebar menganggukkan kepala. “Betul” dia membenarkan pertanyaan SIm Pek Kun.
Sim Pek Kun berkata lagi:
“Berapa lamakah kau bekerja,
mengapa aku belum pernah melihat kau?”
Orang itu bungkam, dan
memperlihatkan ketidak puasan, lalu tiba-tiba berkata :
“Banyak sekali
pertanyaan-pertanyaan yang seharusnya tidak diucapkan, dan salah satu
pertanyaan itu ialah pertanyaan nyonya Lian tadi. Banyak tanya akan
mengakibatkan banyak kerewelan.”
Sim Pek Kun belum dapat
melihat dengan jelas wajah orang itu, tapi rasa curiganya semakin besar lagi,
kini dia menduga pasti bahwa ada sesuatu yang tidak beres, karena itu ia
berteriak kepada Liu Eng Lam dan Pang Tiauw Hui:
“Pang Tayhiap, Liu kongcu,
siapa sebenarnya orang ini ? Dan apa sebetulnya yang sudah terjadi ?”
Pang Tiauw Hui mengeluarkan
batuk keringnya, tetap tidak berani mendongakkan kepala, dengan gugup berkata :
“Teng.... teng...”
Pang Tiauw Hui dan Liu Eng Lam
tidak mempunyai keberanian untuk mengatasi kesulitan itu.
Si kusir kereta menekuk
wajahnya, segera dia membentak kepada kedua wanita berbaju hijau :
“Tunggu apa kalian. Lekas
tutup pintu kereta.”
Dua wanita berbaju hijau itu
segera lompat naik keatas kereta, tangan dan kaki mereka memang cekatan, gesit
sekali.
Sim Pek Kun berusaha
melepaskan diri, tapi dia tidak berhasil, karena itulah dia berteriak-teriak :
“Berani kalian berlaku kurang
ajar dihadapanku ?”
Dan berteriak kepada Pang
Tiauw Hui.
“Pang Tiauw Hui, sebagai kawan
Lian Seng Pek, mengapa kau membiarkan mereka memperlakukan istrinya seperti ini
?”
Pang Tiauw Hui menundukkan
kepala semakin rendah, seolah-olah ditanah ada sesuatu yang menarik hatinya,
dia seperti sudah menjadi bisu dan tuli.
Kusir kereta lompat naik
keatas tempat duduknya, dengan dingin ia berkata,
“Setelah nyonya bertemu dengan
kongcu kami, segala sesuatu pasti akan lekas menjadi beres.”
Sim Pek Kun mengeluarkan suara
melengking tinggi:
“Kongcumu? Mungkinkah kongcu
kecil yang ganas dan telengas itu?....”
Terpikir kepada pemuda kecil
yang sangat telengas dan binal sekali, satu perasaan dingin merangsang tubuh
Sim Pek Kun, tubuhnya menjadi gemetar lagi.
Kusir kereta tidak
melayaninya, dan memandang kepada Pang Tiauw Hui dan Liu Eng Lam serta berkata
kepada mereka :
“Pang Tayhiap, Liu kongcu,
segeralah kalian berangkat.”
Tanpa menunggu reaksi mereka
lagi, kusir kereta itu sudah siap menjalankan keretanya.
Wajah Liu Eng Lam yang sudah
pucat pasi itu, selalu matang membiru, dan disaat inilah tiba-tiba dia
membalikkan badan, dari tangan kirinya tiba-tiba meluncur dua benda rahasia
mengancam dua wanita berbaju hijau. Tangan kanannya melempar sebuah belati
langsung kearah kusir kereta tadi.
Gerakan Liu Eng Lam ini sangat
cepat sekali, juga tepat dan kejam.
Kusir kereta dan kedua orang
wanita berbaju hijau tidak menyangka kalau bakal terjadi hal tersebut, dikala
mereka sadar senjata-senjata rahasia itu sudah mengenai sasaran. Setelah
terdengar tiga kali jeritan tertahan, tiga orang lantas kelihatan menggeletak
di tanah.
Liu Eng Lam berhasil menolong
Sim Pek Kun dari gangguan ketiga orang yang mau menculiknya.
Sim Pek Kun juga terkejut,
ketika kusir kereta itu jatuh jumpalit tudungnya yang lebar terbuka, dan itulah
wajah kepala salah satu dari anak buah Siao kongcu, yang sangat ditakuti.
Sebelum menghembuskan napas
yang terakhir, kusir kereta itu masih sempat mengeluarkan ancaman kepada Liu
Eng Lam :
“Kau.... kau.... berani kau
...” napasnya tersendat dan dalam keadaan demikianlah dia mengakhiri riwayat
hidupnya.
Disaat itu si kusir kereta
sudah menyambuk kuda, maka keretapun berangkat, dikala dia jatuh tepat sekali
tubuhnya tergilas oleh keretanya sendiri.
Tubuh Liu Eng Lam sudah
melesat terbang sangat tinggi sekali, dan dengan satu gebrakan dia sudah lompat
ditempat duduk sang kusir, dengan cekatan dia menarik les kuda itu, kereta
berhenti segera,
Pang Tiauw Hui mendekatinya
perlahan-lahan sekali, dengan membanting-banting kaki dia berkata :
“Liu Eng Lam.... kau.... kau
sangat berani sekali.... Tidak terpikirkah olehmu, bahaya apa yang sekiranya
bisa mengancam kita semua?”
Liu Eng Lam meringis.
“Oh, oh,....”
Pang Tiauw Hui berkata lagi:
“Aku tidak mengerti, apa yang
menjadi maksud tujuanmu. Bukankah kau cukup mengerti apa yang akan dilakukan
oleh siao Kongcu kepada orang2 yang berani berkhianat kepadanya?”
Liu Eng Lam mengepalkan kedua
tangannya, kemudian berkata dengan perlahan:
“Kedudukan kita sudah kejepit
sekali”
Pang Tiauw Hui berkata lagi:
“Tentu saja terjepit, karena
kau berani menentang Siao Kongcu.”
Liu Eng Lam berkata:
“Tapi kau juga tidak lepas
dari tanggung jawab ini”
Pang Tiauw Hui berkata:
“Aku tahu. Aku terseret
kedalam jurang kesusahan.... inilah gara gara perbuatanmu. Tapi.... tapi....
apa yang menyebabkan sampai kau berani berbuat seperti ini?”
Liu Eng Lam menoleh kearah Sim
Pek Kun dikereta, dengan sepatah demi sepatah dia berkata:
“Biar bagaimana aku tidak akan
membiarkannya terjatuh kedalam rombongan tangan iblis jahat itu.”
Sampai ini waktu, ketegangan
Sim Pek Kun mulai mereda, urat syarafnya yang ditekan terus menerus, hampir
menjadi kejang karenanya.
“Liu kongcu...” dia berkata
kepada Liu Eng Lam, suaranya terharu, “Aku... berterima kasih kepadamu.”
Dan dia menoleh serta
memandang kepada Pang Tiauw Hui, sekejap kata tidak dikeluarkan olehnya.
Jago Silat Golok Emas Pang
Tiauw Hui tidak memberikan reaksi sesuatu apa, setelah menghela napas ia
berkata:
“Aku tahu, kau sakit hati
kepadaku.”
Sim Pek Kun mengeretek gigi,
mulutnya sudah berkatup2 seolah-olah hendak mengucapkan sesuatu, tapi kata2 itu
tidak keluar dari mulutnya, itulah kata yang kejam bagi Pang Tiauw Hui, karena
tidak mau menyakiti hati lebih dalam lagi, maka ditelannya kembali kata2 tadi.
Pang Tiauw Hui menghela napas
kembali, menundukkan kepala dan berkata dengan suara rendah:
“Bukan maksudnya tidak mau
menolong, tapi apa guna menolongmu? Kau, Liu Eng Lam dan aku bertiga andaikan
menjadi satu, juga bukan tandingannya Siao Kongcu seorang. cepat atau lambat
pasti kita akan terjatuh ketangan mereka. Karena itulah lebih baik kita menyerah
saja.”
Teringat akan tangan kejamnya
Siao Kongcu ini, Pang Tiauw Hui menggigil dingin, seram sekali.
Sim Pek Kun berkata gemas:
“Ternyata kalian juga menjadi
begundal begundalnya?”
Liu Eng Lam menggoyangkan
kepala, segera dia memberi penjelasan:
“Lian-hujin jangan salah
mengerti, kami bukan anak buah Siao-kongcu.”
Sim Pek Kun berkata:
“Mengapa kalian mau mendengar
perintahnya …?”
“Kami … kami …” Liu Eng Lam
tidak meneruskan kata-katanya.
Pang Tiauw Hui berkata:
“Inilah mendapat tekanannya.”
Sim Pek Kun berkata lagi:
“Pantas kalian tahu bahwa aku
berada dalam kelenteng rusak itu. Ternyata atas perintah Siao-kongcu itu.”
Pang Tiauw Hui menganggukkan
kepala, dengan perlahan dia berkata:
“Bila tidak ada petunjuk
orang, bagaimana kami tahu bahwa Lian-hujin berada didalam kelenteng itu?” Sim
Pek Kun belum keluar dari keretanya, dan kepada kedua orang itu dia berkata
perlahan: “Ternyata kalianlah yang bersalah, kalian bukanlah kawan sejati,
laki-laki kotor itulah yang telah kupersalahkan, ternyata hatinya lebih bersih
dari hati kalian berdua …”
Sim Pek Kun memberi penilaian
lain kepada Siauw Cap-it-long!
Untuk menolong nyonya
cantik-jelita itu Liu Eng Lam sudah mempertaruhkan jiwanya, tapi hanya sebaris
kalimat ucapan terima kasih saja yang diterima olehnya, dan sesudah itu Sim Pek
Kun memberi pujian kepada seorang laki-laki yang asing dan belum dikenalnya.
Karena inilah dia tidak puas, dengan dingin dia berkata:
“Terima kasih … orang itupun
bukan orang baik, mana kau tahu dia mengandung maksud sesuatu yang tertentu!”
Pang Tiauw Hui menekuk
wajahnya, bergumam kepada kawan tersebut:
“Seperti kau juga.”
Liu Eng Lam menolehkan kepala,
ia membentak:
“Aku? Mengapa kau menyebut
diriku?”
Pang Tiauw Hui tertawa dingin,
kemudian berkata:
“Jangan kau sangka aku tidak
tahu maksud-maksud tertentu dari tujuanmu, heh? Sudah lama kuduga akan
terjadinya peristiwa yang seperti ini.”
“Saat apa?” bertanya Liu Eng
Lam.
Dengan geram Pang Tiauw Hui
berkata:
“Sudah lama aku tahu bahwa kau
gemar sekali pada paras cantik, tapi matipun tidak kuduga semula, bahwa kau
berani mengatasi nyonya cantik-jelita ini, berani kau menanggung-jawab dari
segala akibatnya. Berpikirlah kembali. Apa kiramu Lian Seng Pek mau tinggal
peluk tangan bila sampai diketahuinya nyonyanya diganggu olehmu?”
Dikala Sim Pek Kun hampir
dibawa lari oleh kusir kereta Siao kongcu itu, Pang Tiauw Hui berpeluk tangan,
tidak memberi bantuan, tapi Liu Eng Lam mempertaruhkan jiwanya, dan membunuh
dua wanita berbaju hijau serta kusir bertudung lebar itu, karena inilah Sim Pek
Kun lebih simpatik pada Liu Eng Lam. Kini nama dan jiwa Liu Eng Lam dicemoohkan
orang, tentu saja dia marah, segera dia membentak :
“Pang Tiauw Hui, jangan kau
mengucap yang bukan-bukan ! Liu kongcu bukanlah orang yang seperti kau sebutkan
itu !”
Pang Tiauw Hui tertawa dingin,
kemudian berkata :
“Jangan kau kira ia seorang
baik. Terus terang kukatakan padamu, pada waktu-waktu belakangan ini, setiap
bulan perawan perawan dan gadis-gadis cantik jatuh kedalam tangannya,
wanita-wanita yang dipermainkan dan dijebloskan kedalam lumpur kenistaan oleh Liu
Eng Lam, paling sedikit ada sepuluh orang, atau sekurang-kurangnya belasan,
tidak ada orang yang tahu, perbuatan siapa yang jahat itu. Tapi aku tahu, itu
adalah perbuatan Bu yu Kiam-khek Liu Eng Lam ini !”
Pernah juga Sim Pek Kun
mendengar cerita adanya seorang tokoh silat yang gemar pada paras cantik,
tukang merusak kehormatan wanita dan gadis gadis perawan, tapi Sim Pek Kun
tidak tahu siapa tokoh silat itu. Hanya orang menduga kepada Siauw Cap-it-long,
mengingat nama Siauw Cap-it-long yang sudah jelek itu, dan Siauw Cap-it-long
tidak berusaha menampilkan dirinya untuk mencuci tuduhan tuduhan tadi. Karena
itulah dugaan kepada Siauw Cap-it-long semakin keras.
Kalau begitu, orang yang
mengganggu kesucian gadis-gadis dan perawan-perawan itu adalah Liu Eng Lam.
Mungkinkah ada kejadian
seperti ini ?
Sim Pek Kun tertegun. Ia
memaku di tempatnya. Entah apa yang sedang dipikirkan olehnya.
Dicuci maki didepan seorang
wanita yang cantik jelita, tentu saja Liu Eng Lam menjadi marah, dengan
tiba-tiba saja ia menggeram keras, disertai dengan suara bentakannya :
“Pang Tiauw Hui, jangan kau
berlaku kurang ajar ! Kau sendiri manusia apa sebetulnya ? Bila tidak ada
bantuanku, kau kira kau bisa....”
“Bantuan siapa ?” tanya Pang
Tiauw Hui “Bantuan kau kah ? Tidak tahu malu, rahasia-rahasiamu ini jatuh
ketangan Siao kongcu dan Siao kongcu memberi tahu kepadaku, karena itulah aku
tahu.”
Liu Eng Lam membentak :
“Kau kira aku tidak tahu
rahasia-rahasiamu ? Aku tahu Siao kongcu juga pernah berkata kepadaku tentang
kesalahan-kesalahanmu.”
Pang Tiauw Hui membentak keras
:
“Fitnah ! Kesalahan apa yang
aku perbuat ? Jangan kau sembarang memfitnah, katakan segera !”
Liu Eng Lam berkata tenang :
“Tentu saja, sekarang tidak
ada yang berani mengganggu atau mengutak-utikmu. Karena kau adalah seorang
hartawan yang ternama, kau adalah seorang tokoh silat yang ternama, kau
mempunyai perusahaan Piauw kiok yang ternama. Sayang kekayaan dan perusahaanmu itu
didapat secara tidak halal. Jangan kau kira aku tidak tahu, dengan cara membuka
perusahaan Piauw kiok itu secara menggelap kau mengadakan
pembunuhan-pembunuhan, kau mengadakan perampokan perampokan, caramu ini terlalu
licik sekali. Kau membunuh orang yang mempercayakan barang itu kepadamu. Kau
membunuh orang yang mengirimkan harta benda kepadamu. Dengan demikian harta
kekayaan dan uang-uang mereka itu jatuh kedalam tanganmu. Kau melakukan
perbuatan-perbuatan ini secara sembunyi-sembunyi; Jangan kira tidak ada yang
tahu, heh ! Aku tahu, Siao kongcupun tahu....”
Pang Tiauw Hui melompat
bangun, dia membentak dengan suara keras :
“Anjing kau.... binatang
kau....”
Pang Tiauw Hui dan Liu Eng Lam
adalah dua tokoh silat kenamaan, mereka adalah jago-jago yang sangat berwibawa,
pakaian dan dandanan mereka beserta juga tingkah laku mereka adalah tingkah
laku seorang sopan yang terpuji, sangat hormat sekali, tapi dalam keadaan yang
seperti sekarang ini seolah-olah sudah seperti dua ekor anjing gila, saling
cakar, saling maki, dan saling caci.
Perdebatan masih berlangsung
terus.
Pang Tiauw Hui membentak lagi
:
“Kau manusia anjing, kerjamu
merusak wanita suci ! Tidak adillah rasanya Tuhan memelihara manusia seperti
kau ini !”
Denga suara yang tidak kalah
geramnya, dengan nada yang tidak kalah tingginya, Liu Eng Lam segera membalas :
“Kau bajingan tengik.... kau
perampok ulung.... manusia berselimut serigala.... Tuhan wajib mengutuk dirimu,
cukuplah sudah waktunya kau harus mati !”
Jago Golok Emas Pang Tiauw Hui
membentak lagi :
“Kau adalah seorang kongcu
hidung belang ! Liu Eng Lam, betul-betul kau gila pipi licin, melihat nyonya
Lian Seng Pek, timbul niatan jahatmu, sehingga berani menentang perintah Siao
kongcu ! Lupakah kau kepada kekejaman Siao kongcu, karena perbuatan kau ini,
aku dapat terseret olehmu ! Kematian sudah berada diambang pintu untukmu.”
Liu Eng Lam berkata lagi :
“Kau hendak mencuci diri ?”
“Tentu.” berkata Pang Tiauw
Hui. “Aku tidak turut serta dalam penghianatanmu ini, hanya kau yang membunuh
ketiga orangnya, bukan aku.”
“Tapi Siao kongcu tidak mau
perdulikan soal itu. Kukira, lebih baik kau bekerja sama denganku.” bujuk Liu
Eng Lam.
“Tidak !” Pang Tiauw Hui
menolak “Siapa kesudian harus bekerja sama dengan orang kotor seperti kau ?”
“Lalu kau mau apa ?”
“Menangkap dan menyerahkan
dirimu kepada Siao kongcu !” bentak Pang Tiauw Hui.
“Kau mampu ?” Liu Eng Lam
menantang.
“Mengapa tidak ?” Pang Tiauw
Hui sudah mengeluarkan goloknya.
Persiapan pertempuran segera
terjadi. Liu Eng Lam mengeluarkan pedangnya. Dua jago itu sudah bersitegang
keras sekali.
Dari dua jago yang ternama
menjadi dua ekor anjing gila, Pang Tiauw Hui dan Liu Eng Lam bertempur. Satu
dengan golok ditangan dan satu dengan pedang, mereka sudah mulai bertempur.
Nyonya cantik jelita Sim Pek
Kun mengikuti perdebatan mereka tadi, dan kini dibiarkan lagi kedua jago itu
bertempur.
Angin menderu-deru, sinar
pedang dan golok berkilat-kilat, menggulung kedua jago yang masing-masing
mempunyai pendirian lain, pertempuran itu berjalan hebat sekali.
Sim Pek Kun dilahirkan dalam
suatu keluarga besar yang berkepandaian silat, sedikit banyak ia dapat memberi
ukuran yang agak tepat, pertempuran Liu Eng Lam dan Pang Tiauw Hui tidak
mungkin selesai dalam waktu yang singkat, karena tenaga dalam mereka dan
tipu-tipu silat mereka seimbang. Paling sedikit harus memakan waktu tiga ratus
jurus, baru dapat diselesaikan.
Dua orang yang bertentangan
pendapat bertempur hebat, Liu Eng Lam hendak menolong si cantik jelita Sim Pek
Kun karena ia sayang kepada kecantikan nyonya itu, dan hendak digunakan
sendiri, tidak mau diserahkan kepada Siao kongcu.
Pang Tiauw Hui masih takut
kepada kekuasaan Siao kongcu, maka dia tidak mau diturut sertakan didalam
pemberontakan tadi. Dan dengan maksud menangkap Liu Eng Lam dia dapat menarik
pahala lain.
Sim Pek Kun mengertek gigi, ia
tahu bahaya yang sedang mengancam dirinya, maka biar bagaimana dia harus
berusaha meninggalkan tempat itu.
Sim Pek Kun membuka jendela
kereta, dan disana terdapat bangsal tempat duduk si kusir, diangkatnya bangsal
tempat duduk itu dan dilempar kearah kuda.
Terdengar ringkikan kuda yang
merasa sakit terkena pukulan bangsal tempat duduk tadi, empat kaki kuda
terangkat naik dan kabur pergi, gerakan ini disertai oleh kuda disampingnya,
dengan membawa kereta yang terdapat Sim Pek Kun, kaburlah binatang-binatang
itu.
Kejadian ini tidak disadari
oleh Liu Eng Lam dan Pang Tiauw Hui.
Kereta yang membawa Sim Pek
Kun lari kencang.
Kuda yang menarik kereta
berlari semakin keras, keadaannya sangat berbahaya, tapi Sim Pek Kun membiarkan
kejadian itu berlangsung terus, ia tidak berusaha menghentikannya dan juga
tidak berusaha lompat keluar dari kereta.
Dia lebih suka mati tertumbuk
batu atau terpelanting jatuh, dia tidak bersedia jatuh ketangan Liu Eng Lam.
Liu Eng Lam adalah Kongcu hidung belang, kongcu yang sering memperkosa wanita.
Goncangan kereta yang tidak
terkendalikan itu sangat keras sekali, Sim Pek Kun diobrak-abrikkan didalam
kereta, kakinya yang mulai kejang terasa sangat sakit, tapi dia membiarkannya
begitu saja.
Sengsara badan yang dirasakan
olehnya tidak berarti bilamana dibandingkan dengan suara hati yang tidak
terperihkan itu.
Seseorang yang hendak menunggu
ajal kematiannya sering berpikir yang bukan-bukan dan sering berpikir
kejadian-kejadian yang aneh, sering berpikir tentang sesuatu yang belum pernah
terpikir olehnya.
Dan kejadian ini, bayangan
yang terpikir oleh Sim Pek Kun bukan bayangan ibu bapaknya juga bukan bayangan
suaminya, itulah suatu bayangan yang sangat asing, bayangan seorang laki-laki
dengan pakaian yang compang-camping, dengan sepasang matanya yang liar dan
nakal menatap kearahnya, itulah Siauw Cap-it-long.
Kalau saja tadi dia mau
percaya keterangan laki-laki itu, tidak akan mungkin dapat terjadi kejadian
seperti ini.
Inilah suatu kesalahan. Suatu
kesalahan yang membawa akibat panjang, dan dia harus menerima akibat-akibatnya
sekarang.
Lenyap bayangan Siauw
Cap-it-long baru terpeta bayangan Lian Seng Pek.
Kalau saja suami itu bersedia
mendampingi dirinya, mana mungkin dapat terjadi kejadian-kejadian yang seperti
ini ?
Tidak mungkin. Lian Seng Pek
mempunyai ilmu kepandaian yang tinggi, dan sang suami itu cukup untuk menjamin
keselamatan dirinya. Sim Pek Kun memberi sesalan yang tidak terhingga kepada
Lian Seng Pek.
Timbul suatu niatannya yang
berontak pada kenyataan, dia pikir : Bilamana aku dinikahkan dengan seseorang
biasa saja, bukan seorang jago silat seperti Lian Seng Pek, takkan mungkin
semua ini terjadi. Hidupku tenang tidak bergelombang, dan cukup puas setiap
hari didampingi oleh seorang suami yang sangat mencinta.
Terbayang kembali wajah
laki-laki bermata liar itu. Nah, bayangan Siauw Cap-it-long lagi.
Suatu perbandingan yang
menyolok mata sifat-sifat Lian Seng Pek dan Siauw Cap-it-long berbeda sekali.
Sim Pek Kun berpikir :
“Kalau aku kawin dengan
laki-laki itu, tentunya tidak seperti Lian Seng Pek yang lebih mementingkan
usaha daripada istri sendiri....”
Inilah akibat suatu pikiran
yang sudah berontak kepada kenyataan, entah bagaimana Sim Pek Kun mempunyai
pikiran yang bukan-bukan, mungkinkah dia dapat kawin dengan Siauw Cap-it-long ?
Kereta masih berguncang terus,
kaki-kaki kuda berketoprakan ditanah, membawa penumpangnya lari tanpa tujuan.
Apapun tidak dipikir kembali
oleh Sim Pek Kun, dia memeramkan matanya, dan bersedia menerima kematian. Mati jatuh
kedalam jurang, atau tertumbuk kebatu besar, adalah lebih baik dari pada jatuh
kedalam tangan Liu Seng Lam.
Tiba-tiba … Terdengar satu
suara benturan yang sangat keras, kereta itu rusak dan jatuh jumpalitan.
Nasib Sim Pek Kun belum
ditakdirkan mati, kebetulan sekali tubuhnya terpelanting pada daun pintu
kereta, pintu itu terjeblak terbuka dan tubuh si nyonya cantik-jelita jatuh,
jatuhnyapun demikian tepat, ia jatuh diatas rumput-rumput yang tebal, walaupun
sangat sakit sekali, dia tidak sampai mati.
Ternyata kuda itu telah
menyeret kereta menubruk sebuah pohon besar, dan hanya dengan sisa kayu-kayu
kereta saja sang kuda masih melarikan diri terus meninggalkan kereta yang sudah
hancur rusak ditempat itu.
Sim Pek Kun terbaring didalam
keadaan yang sakit sekali.
Dimisalkan Sim Pek Kun tidak
terlempar keluar dari kereta itu, sudah pasti jiwanya melayang pergi. Inilah
peruntungannya yang masih bagus.
KAWIN PAKSA
SIM PEK KUN tidak segera
bangkit dari tempat jatuhnya semula, dia terbaring ditempat itu beberapa lama,
dengan memejamkan kedua matanya.
Dikala Sim Pek Kun membuka
kedua matanya, dia menyaksikan suatu pemandangan yang menakutkan. Didepannya
berdiri seseorang, itulah Liu Eng Lam.
Liu Eng Lam sudah berdiri di
depan Sim Pek Kun, tapi wajahnya sudah berlainan sama sekali, gerak geriknya
bukanlah gerak gerik yang tadi diperlihatkan.
Pipi Liu Eng Lam sudah matang
biru, bengap seperti habis dipukul orang, tubuhnya menggigil seperti orang
kedinginan, seolah-olah takut kepada Sim Pek Kun.
Mengapa Liu Eng Lam takut
kepada Sim Pek Kun?
Inilah yang sedang dipikirkan
oleh si nyonya cantik jelita. Seharusnya dialah yang takut kepada kongcu hidung
belang itu.
Lama sekali Liu Eng Lam berdiri,
lalu perlahan-lahan dia menghampiri korbannya.
Yang heran ialah wajah Liu Eng
Lam tidak memperlihatkan satu wajah yang riang gembira, seolah-olah napsu
birahinya sudah lenyap sama sekali. Gerakannya sangat lambat, seolah-olah
dibanduli oleh besi yang beratnya ratusan kilo.
Sim Pek Kun menjadi begitu
takut, segera dia hendak melarikan diri, tapi tidak berdaya. Ia hendak bangkit
dan berjalan, tapi segera jatuh lagi.
Liu Eng Lam maju tiga tapak
lagi.
Sim Pek Kun segera membentak:
“Berhenti! Berani kau maju
setapak lagi, segera aku bunuh diri di hadapanmu.”
Kongcu hidung belang Liu Eng
Lam ternyata bisa dengar kata, betul-betul dia berhenti. Tidak maju lagi.
Sim Pek Kun mengeluarkan
keluhan napas lega. Apa yang menyebabkan perubahan Liu Eng Lam? Mengapa dia
begitu jinak?
Jawaban ini sangat sulit
diduga, sebab saat inilah tiba-tiba terdengar satu suara, datangnya dari arah
Liu Eng Lam:
“Jangan takut, dia tidak
mungkin mati, dia juga tidak mungkin bisa bunuh diri. Siapakah yang bisa mati
tanpa ijin dariku?”
Suara ini sangat merdu,
berwibawa, inilah suara si anak kecil yang jahat itu, Siao kongcu!
Kata-kata Siao kongcu
ditujukan kepada Liu Eng Lam.
Wajah Liu Eng Lam berubah,
rasa takutnya hinggap terulang kembali. Betapa kejamnya Siao kongcu itu, ia
sudah tahu betul.
Bukan sekali ini Sim Pek Kun
mendengar suara Siao kongcu, berulang kali dia pernah mendengarnya, itulah
suara yang paling menyeramkan.
Sangat masuk di akallah bila
Liu Eng Lam ketakutan setengah mati, ternyata Siao kongcu berada di
belakangnya.
Bentuk tubuh Siao kongcu
terlalu kecil, ia berada di belakang tubuh Liu Eng Lam, karena itulah Sim Pek
Kun jadi tidak dapat melihatnya.
Adanya Siao kongcu di tempat
ini betul-betul memaksa Sim Pek Kun tidak bisa mati.
Didepan Siao Kongcu yang
berkepandaian tinggi, siapa yang bisa bunuh diri ?
Terlihat satu bayangan kecil
melesat, tahu-tahu Siau Kongcu sudah berada didepan Sim Pek Kun, dengan tertawa
haha hihi, dengan suara yang seperti manis budi, gadis berpakaian pria ini
berkata :
“Nyonya-ku yang baik, jangan
harap kau bisa mati, kau akan lebih sengsara lagi. Kukira kau sedang berada
dalam keadaan kesepian, maksudku ialah memberi kau seorang kawan untuk
mendampingimu.”
Siao Kongcu mengenakan baju
luar berwarna merah, diatas kepalanya hitam jengat bertudung kopiah kuning
emas, tertiup angin dan bergoyang-goyang, wajahnya yang putih bersemu
kemerah-merahan itu benar-benar bisa membuat orang terpikat kepadanya.
Seharusnya orang yang seperti ini adalah orang yang menarik hati.
Kenyataan tidak. Menyaksikan
munculnya Siao Kongcu ditempat itu membuat Sim Pek Kun ketakutan sekali,
seolah-olah bertemu dangan ular yang sangat berbisa, seekor binatang yang
paling ditakuti didalam dunia. Dengan suaranya yang gemetaran Sim Pek Kun
berkata :
“Permusuhan apakah yang pernah
terjadi di antara kita ? Mengapa kau menggangguku selalu ?”
Siao Kongcu tertawa, dengan
sikapnya yang manis dia berkata :
“Justru karena belum pernah
terjadi permusuhan antara kita, aku jadi harus membuat satu sengketa baru lebih
dahulu. Dan karena kita tidak bermusuhan, aku tidak dapat membiarkan kau mati
bunuh diri.”
Kemudian Siao Kongcu menoleh
kearah Liu Eng Lam, dan menggapaikan tangannya kepada kongcu hidung belang itu
:
“Hayo..... Kemari..... mengapa
kau berdiri seperti patung disana ? Kau sudah dewasa, bukan ? Mengapa harus
malu ?”
Liu Eng Lam menundukkan kepala
lalu setapak demi setapak dia melangkah, dengan tindakan berat dia maju
kedepan.
Liu Eng Lam sudah berkhianat
kepada Siao Kongcu, tapi Siao kongcu tidak membunuhnya, inilah suatu kejadian
yang janggal sekali.
Siao kongcu bukanlah tokoh
silat yang mudah dihadapi, entah apa yang sedang dipikirkan olehnya ? Liu Eng
Lam lebih suka mati didalam tangan jago kecil ini, terlalu kejam sekali dia
menganiaya orang.
Siao kongcu sudah berdiri
didepan Sim Pek Kun, dan Liu Eng Lam pun mendampingi mereka. Waktu itulah Siao
kongcu tiba-tiba menggoyang-goyangkan kepalanya, dengan suara yang sangat merdu
didengar dia berkata :
“Nah, bagaimana kau tidak
berhati-hati sehingga membiarkan orang memukul kedua pipimu seperti ini ?”
Orang yang belum mengenal
kepribadian Siao kongcu; tentu akan menduga bahwa kedua pipi Liu Eng Lam yang
sudah rusak itu adalah hasil kerja orang lain. Tapi kenyataannya tidaklah
demikian, itulah hasil buah tangan Siao kongcu sendiri.
Dari dalam saku bajunya Siao
kongcu mengeluarkan sebuah sapu tangan putih, dihampirinya Liu Eng Lam dan
menggosok-gosokkan sapu tangan itu pada kedua pipi si kongcu hidung belang.
Gerakannya sangat luwes sekali, seolah-olah seorang ibu yang sangat prihatin
kepada putranya.
Liu Eng Lam menyengir,
seolah-olah hendak dipaksakan tertawa. Tapi mungkinkah dia dapat tertawa ?
Keadaannya lebih menyedihkan dari pada kalau dia menangis. Lebih buruk dari
pada wajah seorang yang menangis.
Setelah selesai mengusap-usap
kedua pipi Liu Eng Lam yang matang biru itu, Siao kongcu menggibrik-gibrikkan
baju Liu Eng Lam juga. Dan dibersihkannya dengan baik sekali. setelah itu dia
berkata :
“Nah, dengan memaksakan diri
didalam keadaan seperti ini kau dapat bertemu dengan orang. Tapi lain kali
berhati-hatilah jangan sampai terpukul wajahmu sendiri, wajah tampan adalah
modal penting.”
Liu Eng Lam menganggukkan
kepala, seolah-olah boneka hidup saja. Dia membiarkan dirinya dikendalikan oleh
Siao kongcu.
Liu Eng Lam mempasrahkan diri,
Sim Pek Kun juga pasrahkan nasib dia pejamkan kedua belah matanya dan menunggu
tindakan-tindakan selanjutnya.
Melihat kedua mata Sim Pek Kun
yang dipejamkan, wajah Siao kongcu berubah, segera dia membentak :
“Buka matamu, dan dengarlah
perintahku. Bila ku ajukan suatu pertanyaan, jawablah dengan terus terang.
Jangan kau main gila ! jangan menbuat aku marah, ya ! Bila sampai terjadi
sesuatu, umpamanya kusobek atau kucopot pakaianmu, apakah yang akan terjadi ? Disitu
akan timbul suatu manusia cantik jelita telanjang bulat, itulah kau.
Berpikirlah baik-baik!”
Sebelum ucapan tadi selesai
dikeluarkan, kedua mata Sim Pek Kun dibuka kembali. Betul-betul ia mendengar
perintah. Siao kongcu tertawa girang, dengan sungguh-sungguh dia berkata :
“Nah, inilah baru namanya
seorang anak yang baik.”
Umur Siao kongcu sebenarnya
jauh lebih muda daripada Sim Pek Kun, tapi dia menyebut nyonya cantik itu
sebagai anak baik. Sungguh menggelikan sekali dalam pendengaran umum.
Tapi, rasa geli ini tidak
dirasakan oleh Sim Pek Kun, juga tidak begitu meresap dalam pendengaran Liu Eng
Lam, karena mereka sedang dalam kesulitan.
Selesai memperanakan Sim Pek
Kun, Siao kongcu menepuk-nepuk pundak Liu Eng Lam dan berkata kepadanya :
“Inilah Bu-ya-kiam-khek Liu
Eng Lam yang ternama, belum lama saja sudah membunuh orang. Satu kusir kereta,
dua wanita berbaju hijau dan satu lagi adalah kawan baiknya sendiri si Jago
Silat Golok Emas Pang Tiauw Hai.”
Dan Siao kongcu menoleh kepada
Sim Pek Kun seraya bertanya:
“Tahukah kau, mengapa dia
melakukan pembunuhan-pembunuhan tadi?”
Sim Pek Kun menggoyangkan
kepala.
Siao kongcu mendelikkan
sepasang matanya, segera dia membentak keras:
“Kau sudah tidak mempunyai
mulut, heh! KAngan cuma goyang-goyang kepala! Jawab pertanyaanku dengan mulut,
bicara segera!”
Dada Sim Pek Kun dirasakan
seperti mau meledak, tetapi bertemu dengan manusia seperti Siao kongcu ini, apa
yang bisa diperbuatnya? Kecuali menurut segala perintahnya, tidak ada lain
jalan. Karena itulah dengan menahan butiran-butiran air mata yang sudah berada
di ujung kelopak matanya, ia memaksakan diri berkata:
“Aku....aku.... tidak tahu”
Siao kongcu
menggeleng-gelengkan kepala, kemudia berkata lagi:
“Bohong! Kukira kau tidak bisa
tidak tahu. Kau tahu, kau pasti tahu mengapa Liu Eng Lam membunuh kawannya,
mengapa Liu Eng Lam membunuh dua wanita berbaju hijau dan membunuh kusir kereta
itu? Kau tahu, bukan?”
Sim Pek Kun terpaksa
menganggukkan kepala dan menjawab:
“Betul. Betul.... aku tahu,”
“Tentu saja kau tahu,” berkata
Siao kongcu.
Sim Pek Kun diam, sementara
Siao kongcu sudah nyerocos lagi:
“Dia sudah jatuh cinta
kepadamu, cintanya itu sesungguh hati, bukan?”
“Aku....aku.... aku tidak
tahu.” Sim Pek Kun semakin gugup.
“Bagaimana kau tidak tahu?”
berkata Siao kongcu. “Nah, jawab lagi sebuah pertanyaanku: Pernahkah Lian Seng
Pek membunuh orang karenamu?”
Sim Pek Kun berkata:
“Belum”
“Nah,” berkata Siao kongcu.
“Inilah suatu bukti, bahwa Liu Eng Lam lebih besar cintanya dari pada Lian Seng
Pek.”
Inilah suatu siksaan batin,
Sim Pek Kun tidak dapat menahan gejolak hatinya, segera dia mengutarakan ketidak-puasan
itu, dengan suara yang sember dan terisak-isak dia berkata:
“Kau.... kau ini manusia dari
mana? Begitu kejam!” Dengan maksud apa kau menyiksa orang sampai begini rupa?”
Siao kongcu menghela napas,
seolah-olah tidak mendengar suara gugatan Sim Pek Kun tadi, dia mengoceh
sendirian:
“Oh … angin semakin keras
bertiup. Kalau aku telanjang bulat ditempat dan dalam keadaan seperti ini,
tentu akan masuk angin … Oh, aku malu sekali … masakan ditelantarkan ditengah
jalan tanpa selembar benangpun …!”
Tekadnya untuk membunuh diri
diurungkan, Sim Pek Kun memejamkan matanya, menggerentek menjulurkan lidahnya.
Banyak orang mengatakan, manusia yang menggigit lidahnya sendiri bisa mati
segera. Ia bersedia mengambil jalan nekad tersebut untuk menghindari
siksaan-siksaan yang lebih hebat lagi.
Tapi gerakan Siao-kongcu
terlalu cepat, sebelum Sim Pek Kun berhasil menggigit lidahnya sendiri, tangan
si gadis berpakaian pria sudah menekan gerahamnya. Dicekal begitu rupa, sudah
tentu tidak bisa Sim Pek Kun bunuh diri.
Dengan suara yang dibuat-buat,
selembut-lembut mungkin, Siao-kongcu lalu berkata perlahan sekali:
“Seseorang yang mau hidup
tidak mudah, mau mati juga tidak gampang-gampang. Barangkali kau baru dapat
membuktikan kenyataan-kenyataan ini sekarang, bukan?”
Geraham Sim Pek Kun tertekan
keras, sudah tentu jadi tidak bisa bicara lagi. Maka ia hanya mengangguk
perlahan.
Siao-kongcu berkata lagi:
“Mau kau jawab pertanyaanku?”
Sim Pek Kun mengangguk lagi.
Dalam dunia tidak ada lagi
yang lebih susah dari pada seseorang yang tertekan, hati, tertekan jiwa dan
bathinnya. Sim Pek Kun kini mengalami hal seperti itu.
Siao-kongcu tertawa, dia berhasil
menekan si nyonya cantik-jelita. Lebih dahulu dilepaskannya pegangan tangannya,
baru berkata:
“Kau adalah seorang pintar,
tentu kau tahu bagaimana harus menghadapi orang. Aku kira tidak bermaksud
membunuh diri lagi bukan?”
Sim Pek Kun menganggukkan
kepala.
“Betul.” Ia berkata. “Biarlah
aku mendapat kebebasan bicara lagi.”
Siao-kongcu berkata sambil
tersenyum:
“Hutang budi harus dibalas
dengan budi. Ini adalah salah satu bunyi pepatah kuno. Dapatkah kau
memahaminya? Seperti kau tahu Liu Eng Lam itu sudah sangat cinta kepadamu. Itu
adalah budi. Jadi, seharusnya kau juga harus membalas dengan budi lagi, bukan?”
“Betul.” Hati Sim Pek Kun
sudah menjadi beku, dia menjawab sekenanya.
“Kau mau membalas budi orang
itu?” desak lagi Siao-kongcu.
Pandangan mata Sim Pek Kun
tertuju kearah tempat yang jauh sekali, dengan suara datar menjawab:
“Aku wajib membalas budinya.”
Siao-kongcu berkata: “Seorang
wanita yang hendak membalas budi seorang pria, hanya ada satu cara yang paling
mudah. Kau seorang wanita, tentunya memahami cara-cara terbaik apa yang
kaumaksudkan itu.”
Pikiran Sim Pek Kun menjadi
kalut sendiri, apapun seperti tidak ada di tempat itu, seolah-olah dia telah
menjadi sebuah patung hidup, yang tidak mempunyai hak bicara dan tidak
mempunyai hak bertindak sendiri. Segala sesuatu harus mengikuti kemauan pembuatnya.
Apa yang diucapkan oleh Siao
Kongcu boleh tidak dianggap sama sekali. Dia mendengar, tapi seolah-olah tidak
mendengarnya.
Sementara itu sudah berkata
lagi, “Liu Eng Lam hendak kawin denganmu. Maukah kau membalas budi ini? Maukah
kau menjadi istrinya?”
Sejenak Sim Pek Kun tertegun,
akhirnya menjawab dengan gugup, “Aku … aku …!”
“Kau tidak mau berdiri di
depan orang tanpa pakaian, bukan? Apalagi di tengah malam seperti ini!
Hendaknya kau dapat memahami maksud kata-kataku ini.” Berkata Siao Kongcu pula.
Tapi Sim Pek Kun malah bungkam.
“Angin bertiup begini
kencangnya, bisa masuk angin kau nanti.”
Tanpa menghiraukan reaksi Sim
Pek Kun yang sudah berhasil dikuasai oleh Siao Kongcu, dia berpaling kepada Liu
Eng Lam, dan berkata padanya,
“Kau tentunya sangat cinta
kepadanya. Maukah kau memperistri dia?”
Liu Eng Lam seolah-olah sudah
dijanjikan patung hidup, dia juga seperti tidak mempunyai hak bicara lagi,
segala sesuatu sudah diserahkan Siao Kongcu untuk diaturnya, mendengar
pertanyaan ini, dia menjadi semakin gugup, “Sebetulnya, …aku ….” Liu Eng Lam
merasa sulit untuk memberikan jawaban. Apa yang harus dijawabnya?
Sambil tertawa Siao Kongcu
berkata, “Mau …mau…tapi bagaimana dengan ….”
“Kau takut dia tidak mau?”
memotong Siao Kongcu.
Liu Eng Lam menundukkan
kepalanya semakin ke bawah.
Siao Kongcu cepat-cepat
berkata lagi,
“Betul-betul kau seorang
tolol! Dia sudah mau membalas budimu. Dengan suatu pernyataan yang halus dia
sudah mengatakan bersedia menjadi istrimu, apa lagi dia sudah melakukan malam
pengantin, apa yang bisa diperbuat olehnya?”
Mengawini seorang nyonya yang
sangat cantik jelita, itulah sudah merupakan maksud tujuan Liu Eng Lam. Tapi
dalam keadaan seperti ini, atas paksaan-paksaan dan tekanan-tekanan kekerasan
Siao Kongcu, bagaimana dia harus memberikan jawaban?
SIAW CAP-IT-LONG datang
kembali
Adapun maksud serta tujuan Liu
Eng Lam yang berkhianat kepada Siao Kongcu adalah mendapat sedikit kesenangan
dari si nyonya cantik jelita Sim Pek Kun, kini Siao Kongcu hendak menikahkannya
dengan wanita itu, tentu saja dia kesenangan sekali. Sayang perasaannya masih
tertekan, sedikit banyak rasa takut itu masih ada, sepasang matanya ditetapkan
kepada Sim Pek Kun, nyonya itu tetap cantik, tetap jelita, tetap menarik.
Siao Kongcu berkata lagi,
“Inilah suatu kesempatan
bagus, mau kaugunakan atau tidak? Bila kau mau, harus menganggukkan kepala, dan
aku akan segera menjadi wali kalian supaya kalian bisa segera melangsungkan
pernikahan di tempat ini”
“Di tempat seperti ini?” Liu
Eng Lam semakin terkejut.
Dengan dingin, Siao kongcu
berkata,
“Yah! Apakah kau tidak setuju?
Ini suatu yang bagus. Bukan saja sebagai kamar pengantin, juga boleh dijadikan
sebagai tempat kuburan. Coba aku mau tahu bagaimana kau hendak menjawab
pertanyaanku?”
Berulang kali Liu Eng Lam
menganggukkan kepala, cepat-cepat dia berkata,
“Aku sih senang saja … aku mau
… aku mau. Biarlah segala sesuatunya kuserahkan kepada Siao kongcu saja.”
Siao kongcu sangat puas
sekali, dia berkata dengan sangat girang, “Nah, begitu baru betul. Begitu baru
dapat dinamakan seorang anak baik. Aku akan segera membuat persiapan kalian.
Baik-baiklah kau menjaga mempelai perempuan. Dia hanya mempuyai sebatang lidah,
bilamana lidah itu digigit dan putus, sebentar lagi apa yang dapat kau
mainkan?”
Liu Eng Lam mendapat tugas
untuk menjaga Sim Pek Kun.
Siao kongcu sudah menyerahkan
tugas pengawasannya kepada Liu Eng Lam, dengan tenang ia lalu memetik dua
tangkai dahan pohon. Dua tangkai pohon itu dibuatnya seperti berbentuk lilin, ditancapkannya
di tanah dan berkata kepada Liu Eng Lam dan Sim Pek Kun,
“Inilah lilin pengantin
kalian.”
Ditunjukanya lagi kereta yang
sudah pecah-pecah itu, dan berkata,
“Itulah kamar pengantin
kalian. Nanti kalau kalian berdua sudah memasuki malam pertama, jangan
khawatir, aku akan menjaga kalian di tempat ini. Kuharap saja, setelah menjadi
suami-istri yang sah, kalian tidak akan melupakan aku yang sekarang menjadi mak
comblang kalian.”
Liu Eng Lam memandang ke arah
kereta yang sudah rusak itu, lalu menoleh ke arah Sim Pek Kun. Kini mengertilah
dia sudah, bahwa karena tergila-gila oleh paras cantik dia akhirnya harus
menderita begini. Suatu perjodohan yang dipaksakan!
Tiba-tiba saja dia bertekuk
lutut di hadapan si Siao kongcu, dengan separuh meratap berkata,
“Siao kongcu …, aku mohon
pengampunanmu….”
Tapi si Siao kongcu dengan
cepat berkata, “Kau sudah berkhianat kepadaku. Aku tak menarik panjang urusan
ini, sudah terlalu baik, bukan? Buat kau malah sudah kucarikan seorang
perempuan yang cantik, yang akan kujodohkan kepadamu. Apakah kau masih kurang
puas juga? Apa lagi yang kau mau?”
“jadi, sukakah kongcu
mengampuniku?”
“Kalau aku tak suka mengampuni
kau, sebatang golok tentunya sudah masuk ke dalam tubuhmu sejak tadi, kau
mengerti?”
Rasa girangnya Liu Eng Lam
tidak alang kepalang, ia menarik napas lega, lalu berulang kali mengucapkan
terima kasih.
Bagian 5 Selesai