-------------------------------
----------------------------
Bagian 43
Ketika tiba didalam gedung,
Thio lo eng-hiong serta Siau thi gou telah menanti di tepi pintu.
Bertemu dengan See-giok,
Siau-thi-gou segera berlarian mendekat, sambil menarik tangan See-giok serunya
berulang kali,
"Engkoh Giok, kalian tak punya
rejeki, baru saja Thio loko serta ke empat komandan membicarakan pelbagai
kejadian yang aneh-aneh di seantero jagad."
Mendengar ucapan itu, semua
orang segera tertawa tergelak dengan gembira.
Setelah masuk ke dalam
ruangan, Hu-yong siaucu yang menyaksikan paras muka si naga sakti pembalik
sungai agak pucat segera bertanya dengan rasa kuatir!
"Lo-enghiong, luka
dalammu belum sem-buh, tidak baik kalau terlalu banyak berbi-cara."
Si naga sakti pembalik sungai
tertawa ter-gelak."
"Haaaahhh.....haaaahhh....haaaahhh.......
terima kasih banyak atas perhatian lihiap, aku merasa cocok sekali untuk
berbincang -bincang dengan ke empat orang lote ini se-hingga tidak kurasakan
sama sekali keletihan di tubuhku."
"Thio lo-enghiong
benar-benar seorang angkatan tua yang luas sekali pengalaman serta
pengetahuannya" puji ke empat koman-dan itu serentak.
Sekali lagi naga sakti
pembalik sungai ter-tawa terbahak-bahak.
"Haaahhh.. haaahhh..
haaaahh.... mana... mana, ke empat komandan jauh lebih ber-pengalaman dari pada
aku."
Kemudian setelah berhenti
sejenak, dita-tapnya wajah Hu yong siancu dengan penuh tanda tanya, lalu ia
menegur.
"Apakah lihiap hendak
mengajak koman-dan kapal perang untuk merundingkan ma-salah keberangkatan
kita?"
"Tidak ..!" Jawab Hu
yong siancu sambil tertawa rawan. "Aku datang mengantar pil mestika untuk
lo enghiong. "Ooooh itu rupa nya" kata si naga sakti pembalik sungai
sam-bil tersenyum, dia mengira Hu yong siancu hendak memberi pil berwarna merah
yang pernah diberikan kepadanya semalam.
Dalam pada itu. Cay Soat telah
menitahkan seorang kacung kecil di luar pintu untuk mengambil sebatang sumpit
perak.
"Sambil menerima sumpit
tersebut Hu yong siancu mengeluarkan botol porselen tersebut seraya berkata.
"Isi botol Ini adalah
Leng sik giok ji, asal lo enghiong minum dua tetes saja serta berse-medi satu
kali putaran, niscaya lukamu akan sembuh.
Sungguh tak terlukiskan rasa
kaget dan gembira perasaan Naga sakti pembalik sungai oleh perkataan ini, tanpa
terasa dia mengelus ,jenggotnya berulang kali sambil mengiakan berulang kali.
Sebaliknya ke empat komandan
kapal pe-rang itu memandang termangu, delapan buah sorot mata mereka bersama
sama dia-lihkan ke wajah Hu yong siancu dengan pan-dangan terkejut bercampur
keheranan.
"Bibi. aku juga minta.
Aku juga minta...." teriak Siau thi gou tiba-tiba
Hu yong siancu tertawa.
"Bibi tentu akan memberi
bagian untukmu, bahkan ke empat komandanpun masing-masing orang akan memperoleh
dua tetes."
Siau thi gou kembali bersorak
gembira, se-baliknya ke empat komandan itu berdiri melongo. hampir saja mereka
tak percaya melihat hal ini merupakan kenyataan,
Sementara itu Ha yong siancu
telah mem-berikan dua tetes untuk si naga sakti pem-balik sungai. kemudian
kepada Siau Thi gou serunya. .
"Thi gou. sekarang giliranmu,
cepat pen-tangkan mulutmu lebar-lebar-."
Mendengar itu Siau thi gou
segera mem-buka mulutnya lebar-lebar--
Keadaannya yang kocak membuat
semua orang tak dapat menahan rasa gelinya lagi. mereka semua tertawa terbahak
bahak.
Mulut Siau thi gou memang amat
besar.. apalagi bila dipentangkan lebar-lebar. keadaannya tak lebih seperti
sebuah ember kecil, bibirnya yang merah, lidahnya yang merah dan giginya yang
putih pada hakekat-nya mampu menelan botol porselen tersebut ke dalam perutnya
--
Dengan penuh kasih sayang Hu
yong siancu meneteskan dua tetes Leng sik giok ji untuk Siau thi gou, kemudian
ujarnya de-ngan gembira.
"Ayo cepat duduk di
samping Thio lo eng-hiong dan mengatur pernapasan!"
Siau-thi-gou sama sekali tak
bersuara, sambil merapatkan bibirnya erat-erat dia beranjak pergi, seolah-olah
kuatir kalau sari mestika Giok-ji tersebut keburu mengebos keluar.
Hu-yong siancu berpaling
kemudian kepada Lan See giok. lalu katanya.
"Anak Giok, sekarang
berikan leng-si -giok ji ini untuk ke empat komandan!"
Lan See-giok mengiakan dengan
hormat, dia segera menerima botol porselen dan sum-pit perak itu...
Dalam pada itu ke empat
komandan telah berbaris berjajar dengan sikap yang hormat.
Lan See-giok segera mengambil
cairan mestika itu dan membagikan dua tetes kepada setiap komandan tersebut.
Pada mulanya ke empat komandan
itu merasa sangat terkejut bercampur ragu. mereka tak berani mempercayainya
seratus persen, sampai mereka jumpai keseriusan wajah si naga sakti pembalik
sungai dan ke-sungguhan Siau-thi gou, ke empat orang itu baru berani
mempercayainya.
Sekarang, setelah cairan
mestika, Leng Sik giok ji mengalir masuk ke mulut mereka bau harum semerbak
segera menyebar kemana mana, lalu muncul segulung hawa panas dan aliran keras
dilambungnya yang pelan-pelan menyebar ke seluruh anggota badan.
Menyaksikan mimik muka ke
empat orang itu, dengan suara dalam Lan See giok se-gera berseru.
"Harap kalian berempat
memusatkan se-mua perhatian untuk bersemedi, Jangan mencabangkan pikiran.
giringlah hawa murni yang memancar ke empat penjuru itu agar terhimpun didalam
pusar,
Sembari berkata dia menutup
kembali botol porselen itu dan disimpan ke dalam saku.
Ke empat komandan tersebut
segera duduk bersila diatas tanah dan mulai mengatur na-pas dalam pada itu Hu
yong siancu setelah memperhatikan sekejap sekeliling tempat itu, ia temukan
diatas dinding tergantung sebuah peta yang terbuat dari kertas kulit selebar
delapan depa,
Setelah berpaling sekejap ke
arah See giok, dia maju menghampiri peta itu, Lan See giok, Siau cian serta Cay
soat segera mengikuti dibelakangnya.
Dengan mulut membungkam mereka
ber-tiga mengawasi peta tersebut dengan sesama sedangkan Hu yong siancu tiada
hentinya memberi penjelasan tentang betapa berba-hayanya letak pulau Wan-san.
Terutama sekali tentang
sementara pulau-pulau kecil yang diatasnya bukan cuma ger-sang tanpa tumbuhan
apapun, bagi para pe-laut yang tidak menguasai sifat arus laut di sekitar situ,
bisa-bisa akan tersesat oleh arus kuat hingga tenggelam.
Dalam keadaan begini, biarpun
mereka pandai ilmu berenang, jika tidak menguasai sifat karang dan keadaan
samudra di sekitar nya pun jangan harap bisa bertahan lama di tengah samudra.
Sementara perundingan masih
berlangsung si naga sakti pembalik sungai telah menye-lesaikan semedinya,
disusul pula oleh Siau thi gou . . . .
Ketika beberapa orang itu
berpaling, mereka jumpai paras muka si naga sakti pembalik sungai memancarkan
sinar kemerah merahan dengan keadaan yang sa-ngat segar. semua keletihan yang
semula mencekam dirinya kini sudah tersapu lenyap
Sebaliknya. Siau thi gou
selain mempunyai sepasang mata besar yang lebih bersinar dari wajahnya yang
semu hitampun kini semakin bertambah hitam bercahaya.
Sambil tersenyum si naga sakti
pembalik sungai menghampiri mereka, kemudian ta-nyanya lirih.
"Kapan kita akan
berangkat?"
"Kentongan pertama malam
nanti!" sahut Lan See giok segera.
"Bagus sekali" puji
naga sakti pembalik sungai seraya manggut-manggut, "memang semakin cepat
kita bertindak, suasana akan semakin bertambah ramai."
Lalu sambil menunjuk peta yang
bergan-tung diatas dinding, dia menambahkan.
"Peta ini kusuruh
komandan Ciang bawa kemari agar didalam perundinganpun kita mempunyai suatu
gambaran tertentu."
Ketika dia baru selesai
berbicara ke empat komandan tersebut secara beruntun telah selesai pula
bersemedi,
"Apakah kalian berempat
telah selesai mengatur napas?" tegur Lan see giok sambil tersenyum.
"Lapor pocu, hamba
sekalian telah selesai bersemedi." jawab ke empat komandan itu hormat.
Lan See-giok tertawa, tanyanya
lagi.
"Apakah kalian berempat
merasa tenaga dalam yang dimiliki telah memperoleh ke-majuan yang pesat?"
Ke empat komandan itu nampak
agak ragu. akhirnya komandan Ciang dari pasu-kan naga perkasa menjawab.
"saat ini hamba sekalian
belum dapat menduganya secara pasti ...."
Mendengar perkataan itu. Lan
See-giok segera tertawa tergelak.
"Haaaahhh.....
haaahhh.... haaaahh, coba kalian berempat menghimpun tenaga yang kalian
miliki!"
Ke empat komandan tersebut
menurut dan mencoba untuk menghimpun tenaga yang dimilikinya, seketika itu juga
mereka rasakan munculnya hawa murni yang sangat kuat dari pusar yang meluncur
ke seluruh tubuh, ini menandakan bahwa tenaga dalam yang dimiliki benar-benar
telah meningkat satu kali lipat.
Tak terlukiskan rasa terkejut
dan gembira yang menyelimuti hati ke empat orang ini, serentak mereka berseru
dengan wajah ber-seri
"Terima kasih banyak atas
pemberian giok ji dari pocu, budi kebaikan ini tak akan hamba lupakan."
Seraya berkata kembali mereka
berempat memberi hormat dalam-dalam.
"Haaahhh ... haaahhh....
haaahhh urusan sekecil ini tak perlu kalian ingat-ingat" Lan See giok
tertawa tergelak. kemudian dia membalikkan badan sambil menuding peta di atas
dinding, lalu terusnya.
"Mari kita rencanakban
bersama jadwjal perjalanan kgita ke luar laubtan . . ."
Ke empat komandan itu
mengiakan dengan wajah berseri mereka maju ke depan mendekati peta.
Berhubung Lan See giok adalah
seorang pocu, maka Hu yong siancu merasa kurang leluasa untuk mengemukakan
pendapatnya lebih dulu. sebaliknya hubungan antara si naga sakti pembalik
sungai dengan Wi-lim poo pun belum begitu akrab, dia lebih-lebih merasa kurang
leluasa untuk turut berbi-cara.
Ketika Lam See giok
menyaksikan bibi Wan dan Thio loko nya tidak bermaksud untuk berbicara lebih
dulu, maka dia pun bertanya kemudian:
"Kapal-kapal kita ini
paling jauh sudah pernah berlayar sampai dimana?"
"Ke timur sampai di Kota
Kim leng. sedang ke barat sampai ke telaga Tong ting!" jawab komandan Sin
dari pasukan singa jantan segera.
"Berapa hari yang
dibutuhkan untuk men-capai ke kota Kim leng?" tanya pemuda itu lagi.
"Apabila angin dan arus
baik, lima hari pun sudah sampai!" jawab "komandan Nyoo dari pasukan
macam kumbang hitam.
Lan See giok lalu terkejut,
serunya tak tertahan.
"Waah. masa begitu
cepat?"
"Apabila kita-ke timur
berarti mengikuti arus, apalagi di musim panas begini berhem-bus angin barat,
bila siang malam berlayar terus, dalam lima hari kita sudah akan tiba di kota
Kim leng.
"Oooh .." Seru sang
pemuda kaget bercam-pur keheranan, sementara sorot matanya tanpa terasa melirik
sekejap ke arah Hu yong siancu dan si naga sakti pembalik sungai-. Tiba-tiba
komandan Ong dari pasukan hari-mau terbang bertanya.
"Tolong tanya pocu..
sebenarnya perjalanan kita menuju keluar lautan kali ini hendak pergi kemana?
"
"Pulau Wan san!"
sahut Lan See giok sam-bil menunjuk ke sekelompok pulau kecil di luar teluk
Hang ciu yang berada diatas peta.
Mendengar nama tujuan
ini". paras muka ke empat komandan itu berobah hebat, mereka sama-sama
menjerit kaget, langbkah-nya menjadij limbung dan ungtuk sesaat ber-bdiri
melongo seperti patung,
Lama kemudian komandan Sin
dari pasu-kan singa jantan baru berkata agak gugup..
"Lapor pocu, bukankah Wan
san popo satu diantara tiga manusia aneh dari luar lautan berdiam di pulau Wan
san?"
"Benar." Lan See
giok mengangguk sambil tertawa dingin, "bukan hanya Wan san popo"
seorang yang berada di pulau
Wan san, Lam hay lokoay serta Si to cinjin pun kini berada di pulau tersebut.
Sekali lagi ke empat komandan
itu berseru tertahan sambil berdiri melongo. lama setelah mereka masih tetap
membungkam dan tak tahu apa yang mesti diucapkan.
Entah berapa saat kemudian,
sambil -membelalakkan matanya dengan kaget ko-mandan Nyoo dari pasukan macam
kumbang hitam baru berkata lagi.
"Pocu, aku dengar tiga
manusia aneh dari luar samudra mempunyai ilmu silat yang sangat lihay. berhati
kejam dan buas serta tak pernah memandang sebelah matapun terhadap jago-jago
lihay dari daratan Tiong-goan...
"Justru karena mereka
kejam dan buas serta tak pernah memandang sebelah mata pun terhadap jago-jago
lihay berasal daratan Tionggoan. maka kita baru akan datang ke pulau Wan san.
agar dia tahu bahwa daratan Tionggoan, masih mempunyai jago yang be-rani
menentang mereka ......"
"Pocu ucap komandan Ong
lagi, �urusan ini
menyangkut soal mati hidupnya benteng kita serta keselamatan segenap umat
per-silatan, didalam hal ini harap pocu suka berpikir tiga kali lebih dulu
sebelum bertindak."
"Dengan nada memuji Lan
See giok menya-hut seraya manggut-manggut. "Aku telah memikirkan persoalan
ini dengan secermat-cermatnya... "
Namun dengan wajah tegang
kembali ko-mandan Nyoo menggelengkan kepalanya seraya berseru.
"Kepandaian silat yang
dimiliki tiga manu-sia aneh dari luar samudra sudah mencapai titik
kesempurnaan, dengan membe-ranikan diri hamba ingin berkata, bahwa kemampuan
yang pocu miliki saat inir mungkin masih zbe-lum mampu unwtuk menandingi
rketiga manu-sia aneh tersebut .... jadi.... Jadi ......."
Sebelum komandan Nyoo menyelesaikan
perkataannya, Lan See giok sudah menatap ke empat komandan itu lekat-lekat.
kemu-dian menegur dengan suara dingin.
"Rupanya kalian berempat
tidak percaya kalau aku sanggup mengungguli ketiga manusia aneh dari luar
samudra tersebut?"
Sembari berkata, hawa sakti
Hud kong sinkang yang dimilikinya segera dihimpun ke dalam lengan tangan, meski
kedua buah- le-ngan tersebut masih tetap terkulai ke bawah namun dua gulung
tenaga tekanan yang maha dahsyat muncul dari balik tubuhnya dan seperti amukan gelombang
dahsyat ditengah samudra, langsung menyambar ke depan.
Waktu itu ke empat komandan
tersebut sedang mengangguk siap mengiakan, tiba-tiba mereka rasakan datangnya
segulung. tenaga.. berkekuatan yang maha dahsyat diam-diam menggulung tiba.
Hal tersehut kontan saja
mengejutkan hati ke empat orang itu, tanpa terasa teriaknya bersama:
"Pocu, hamba sekalian
tidak berani ....!" .
Di tengah teriakan itu, ke
empat orang tadi tak mampu membendung kekuatan dahsyat yang telah menggulung
tiba itu? tak ampun lagi tubuh mereka terseret sampai ke luar dari pintu.
Hu yong siancu takut serangan
ini melukai ke empat komandan tersebut, dengan suara dalam ia segera menegur:
"Anak Giok...."
Mendengar seruan mana, Lan See
giok menarik kembali kekuatannya, dengan begitu ke empat komandan tadi pun
segera berge-limpangan di tengah halaman luar. "
Siau cian serta Cay soat yang
menyaksikan kejadian ini hanya tertawa cekikikan sambil menutupi mulutnya
dengan tangan, sedang-kan Siau thi gou jadi termangu, dia tak tahu apa sebabnya
tenaga dalam yang dimiliki engkoh Giok nya bisa begitu hebat dan sem-purna
semenjak ia turun gunung.
Sementara itu Lan See giok
telah berseru kepada, ke empat komandan kapal perang yang sedang berdiri tak
tenang di luar hala-man itu.
"Harap kalian berempat
masuk!"
Ke empat komandan itu
mengiakan dan masuk ke dalam ruangan, setelah menjura dalam-dalam serentak
mereka berseru de-ngan ketakutan.
"Harap pocu jangan gusar,
maafkanlah kelancangan dari hamba sekalian."
Lan See giok tertawa terbahak
bahak, ujarnya lembut.
"Haaahh..... haaahhh.....
haaahhh... kalian berempat tak usah menegur diri sendiri, se-sungguhnya
tujuanku mempertunjukkan sedikit kemampuanku tadi, tak lain adalah ingin
membuat kalian berempat tahu bahwa aku sama sekali tak memandang sebelah
matapun terhadap ketiga manusia aneh dari luar samudra tersebut."
Setelah memperoleh pelajaran
kali ini, si-kap ke empat komandan, itu semakin ber-tambah hormat, sedang rasa
kagum dihati kecilpun makin menebal, segera mereka mengiakan berulang kali.
Sambil tersenyum ramah Hu yong
siancu memperhatikan sekejap wajah ke empat orang komandan itu, kemudian
pelan-pelan ujarnya.:
"Didalam rencananya
membawa ratusan kapal perang menuju keluar samudra kali ini pocu kalian telah
mempersiapkan sebuah perencanaan yang amat cermat, pokoknya dia bakal memandang
keselamatan jiwa segenap anggota benteng serta hasil karya Wi lim poo selama
puluhan tahun sebagai bahan permainan kanak-kanak belaka, oleh sebab itu kalian
berempat tak usah kuatir dan tak usah bersedih hati, daripada tindakan
terse-but akan merosotkan semangat dalam usaha kita menyelamatkan segenap umat
persila-tan."-
"Ucapan Han lihiap memang
benar" sahut ke empat komandan itu serentak, "hamba sekalian tentu
akan berusaha dengan segala kemampuan untuk melaksanakan tugas de-ngan sebaik
baiknya, sehingga tidak sampai menyia-nyiakan budi kebaikan pocu kepada
kami."
Si naga sakti pembalik sungai
segera ter-tawa terbahak bahak,, katanya pula dengan gembira:
"Kini matahari sudah
condong ke barat, silahkan kalian berempat mengambil tempat duduk, kita harus
mulai berunding tentang bsusunan rencanaj jadwal perjalagnan kita."
Ke bempat komandan itu
masing-masing mengambil tempat duduk, kemudian koman-dan Ciang dari pasukan
naga perkasa mem-berikan laporannya.
"Segenap kapal perang
telah dipersiapkan untuk melakukan pertempuran, jadwal pe-layaran juga telah
selesai disusun, asal pocu menurunkan perintah, segenap pasukan da-pat
berangkat berlayar saat ini juga."
Mendengar laporan tersebut, Hu
yong siancu dan si naga sakti pembalik sungai segera manggut-manggut memuji.
Sebaliknya Lan See giok segera
bertanya keheranan:
"Persiapan dan susunan
rencana apakah yang telah kalian persiapkan?"
"Sebagai pasukan ujung
tombak adalah pasukan macan kumbang hitam, pasukan naga sakti sebagai pengawal
dibelakang se-dangkan pasukan harimau terbang dan pasukan singa jantan berada
di kedua belah sayap sambil membawa bahan perbekalan."
"Bagus sekali,"
kembali Lan See giok me-muji, "selesai bersantap nanti harap kalian
berempat membuat persiapan, begitu malam tiba kita segera berangkat
berlayar."
Sementara itu hidangan telah
dipersiap-kan, cuma berhubung pocu sekalian masih merundingkan urusan penting,
para kacung kecil tak berani masuk ke dalam.
Waktu itu si naga sakti
pembalik sungai telah sembuh dari luka dalamnya, begitu sa-yur dan arak
dihidangkan, ia segera menyikat secawan arak besar yang diteguknya sampai
habis.
Sepanjang perjalanan
berlangsung, banyak dibicarakan juga pelbagai persoalan yang perlu diperhatikan,
setelah itu ke empat ko-mandan tadi baru minta diri secara tergesa-gesa.
Berhubung waktu masih terlalu
pagi, Hu yong siancu dan Lan See giok sekalian de-ngan menumpang perahu naga
emas kembali- ke gedung kediaman Oh Li cu.
Hu yong siancu segera meminta
kepada Lan See giok sekalian agar pergi beristirahat, sedang ia sendiri kembali
ke kamarnya.
Lan See giok, Siau cian serta
Cay soat sama-sama menguatirkan keadaan Oh Li cu, karenanya mereka bersama sama
menuju ke kamar tidur gadis tersebut. kebetulan sekali Oh Li cu sedang membuka
matanya dan ter-sadar dari tidurnya.
Ketika menemukan dia tertidur
bdi atas pembarijngan dengan tubguh berselimut, bde-ngan perasaan kaget
cepat-cepat dia bangun dan duduk, kemudian sambil menggosok gosok matanya dia
berusaha keras untuk mengingat kembali keadaannya sebelum ter-tidur tadi. Apa
yang kemudian terbayang kembali kontan saja membuat hatinya terkejut dan paras
mukanya berubah men-jadi merah padam seketika .......
Dia mencoba untuk memeriksa
tubuh bagian bawahnya, namun semua pakaiannya masih lengkap, ikat pinggangnya
masih ken-cang dan tampaknya sama sekali tak pernah disentuh orang.
Menyusul kemudian dia
merasakan tubuhnya menjadi enteng, seakan akan badannya tiada bagian yang tak
segar lagi.
Namun ia tak percaya setelah
adik Giok membopongnya naik ke atas pembaringan tadi, pemuda itu tidak berbuat
begituan ter-hadapnya ....
Tapi diapun belum pernah
melakukan per-buatan seperti itu, sehingga ia tak berpenga-laman sama sekali,
tidak diketahui olehnya bagaimana dia bisa tahu kalau tubuhnya pernah melayani
napsu pemuda tersebut atau belum. Mendadak...,..
Berkilat sepasang matanya, ia
segera teri-ngat kembali dengan ketiga titik tahi lalat berbentuk bunga bwee
.yang berada di atas bahunya.
Dia tahu, apabila selaput dara
seorang gadis sudah dirusak orang, maka warna tahi lalat yang semula berwarna
merah itu, seke-tika akan berubah menjadi kuning, lalu tiga hari kemudian akan
hilang lenyap tak berbe-kas, Berpikir demikian, cepat-cepat dia melompat turun
dari pembaringan, membuka pakaian bagian atasnya dan menuju ke de-pan cermin
besar untuk memeriksanya
Baru saja dia membuka bahunya
yang putih halus dan melihat ke tiga titik tahi lalat yang merah membara itu,
bersamaan waktu-nya pula Lan See giok, Siau cian dan Cay soat melangkah masuk
ked alam ruangan.
Oh Li-cu menjerit kaget,
kemudian buru-buru merapatkan kembali pakaiannya, walaupun begitu paras mukanya
sudah ke-buru berubah menjadi merah padam seperti kepiting rebus.
Lan See giok tidak mengetahui
apa sebab-nya gadis tersebut berbuat begitu, dengan perasaan terkejut
bercamrpur keheranan iza segera bertanwya:
"Kenapa? Ernci Lan,
apakah bahumu juga terluka?"
Oh Li cu menggelengkan
kepalanya beru-langkali, dengan wajah tersipu sipu sahut-nya.
"Ooh tidak, tidak
.....tidak apa-apa ! "
Lan See giok semakin
kebingungan dan ti-dak habis mengerti lagi setelah menjumpai paras muka 0h Li
cu berubah menjadi merah padam dan sikapnya begitu tegang serta gugup.
ditatapnya gadis itu kemudian dengan pandangan keheranan:
Sebaliknya Si Cay soat yang
melihat Oh Li cu buru-buru menutup bahunya kembali segera teringat pula dengan
ketiga tahi lalat merah yang pernah disinggung Tok Nio-cu kepada Oh Li cu
ketika mereka saling bertemu dulu, maka kepada Siau cian kata-nya.
""Enci Cian, diatas
bahu enci Lan terdapat tiga kuntum bunga merah, itulah lambang persamaan dari
dia dengan Gui hujin!""
Siau cian tidak menyangka
kalau tahi lalat itu adalah tahi lalat penanda perawan karenanya dia, hanya
tersenyum sambil mengiakan belaka.
Si Cay soat si gadis yang
ingin tahu segala galanya segera berpaling lagi ke arah Oh Li cu dan berseru
dengan gembira:
"Enci Lan, bolehkah kami
memeriksa ke tiga kuntum bunga merah di atas bahumu itu-?" _
Seraya berkata dia lantas
menarik tangan Siau cian dan menghampirinya, sedang Lan See giok masih tetap
berdiri tegak ditempat semula.
Sebenarnya Oh Li cu enggan
berbuat be-gitu, tapi satu ingatan segera melintas di dalam benaknya, dia salah
mengira Cay soat dan Siau cian berniat untuk membuktikan apakah dia seorang
gadis berandal atau bu-kan.
Karena berpendapat demikian,
sambil ter-tawa paksa dan wajah bersemu merah segera ujarnya:
"Tahi lalat itu dibuat
ibuku semasa aku masih kecil dulu..." Sambil berkata dia lantas membuka
pakaiannya dan memperlihatkan ketiga kuntum bunga merah diatas bahu yang putih
bersih itu, sementara matanya melirik sekejap kearah Lan See giok.
Berhubung Lan See giok tidak
tahu mak-sudnya, make ia tidak terpengaruh sama sekali oleh tindakan mana, cuma
dirasakan ketiga kuntum bunga merah itu sangat menawan hati.
Berbeda sekali dengan Siau
cian, paras muka nya segera berubah hebat, serunya tak tahan:
"Waaaaah, ini kan tahi
lalat penanda kesu-cian anak dara ...."
Sambil berseru dengan wajah
gugup, ce-pat-cepat ia menutup kembali bahu Oh Li cu.
Sebaliknya Lan "See giok
yang melihat Siau cian berubah muka, lalu mendengar pula tentang "tahi
lalat penanda kesucian seorang dara," dia tahu hal ini tentu menyangkut
"soal urusan pribadi seorang dara, karenanya ce-pat-cepat dia membalikkan
badan dan kem-bali ke kamar sendiri.
Cay soat yang semenjak bayi
sudah kehi-langan kasih sayang seorang ibu, seperti juga dengan Lan See giok,
ia sama sekali tidak memahami persoalan seperti ini, maka de-ngan kening
berkerut dan nada tidak mengerti tanyanya:
"Apa sih yang dimaksudkan
tahi lalat penanda kesucian seorang dara itu? Kenapa siaumoay belum pernah
mendengar tentang soal seperti ini?"
Paras muka Siau cian segera
berubah memerah, dengan cekatan sekali dia melirik sekejap ke belakang, melihat
Lan See giok sudah pergi, ia lantas tertawa misterius sam-bil berbisik:
"Adik Soat, masa tubuhmu
tiada tanda tersebut?"
Si Cay soat segera
menggelengkan kepalanya berulang kali sambil tertawa, sa-hutnya dengan wajah
bersungguh sungguh:
Siau moay tidak mempunyai
tanda seperti itu."
"Ketika adik masih kecil,
apakah bibi Si ti-dak membuatkan tanda tersebut untukmu?" tanya Oh Li cu
sambil mengancing kembali pakaiannya:
Si Cay soat menghela napas
sedih:
"Aaai, tiga hari setelah
siau bmoay dilahir-kajn, ibuku meningggal dunia."
Bebrbicara sampai di situ dia
seperti teringat akan sesuatu, maka ditatapnya Siau cian dengan pandangan
keheranan, lalu tanyanya kepada Siau cian:
"Enci Cian, apakah bibi
juga membuatkan bagimu?" Siau cian manggut-manggut sambil tertawa jengah.
"Enci Cian, bolehkah
siaumoay dan enci Lan melihat milikmu itu...?". tanya Si Cay soat semakin
ingin tahu.
Siau cian tidak menyangka
kalau Si Cay soat hendak melihat tahi lalat penanda kesu-cian seorang dara nya,
teringat hubungan senggama yang telah dilakukannya dengan adik Giok waktu itu,
mukanya segera berubah menjadi merah padam, sebab tanda itu sudah lama hilang
bersamaan dengan hi-langnya keperawanannya.
Untung gadis itu adalah
seorang yang cer-dik, buru-buru sahutnya kemudian sambil tertawa:
"Masa tanda semacam ini
harus ditunjuk-kan kepada orang lain?"
"Kenapa?" Cay soat
tidak mengerti.
Dengan wajah memerah Siau cian
segera berbisik:
"Tanda tersebut hanya
boleh diperlihatkan kepada sang pengantin lelaki disaat si gadis menjalani malam
pertamanya.."
"Oooh..." baru
sekarang Si Cay soat mengerti, tanpa terasa paras mukanya berubah juga menjadi
merah padam.
Biarpun demikian, dia masih
juga tidak mengerti, apa sebabnya Oh Li cu berani memperlihatkan tahi lalatnya
itu di hadapan orang banyak?
Oh Li cu yang pintar segera
dapat menebak suara hati Si Cay soat, maka dengan wajah memerah pula dia
berkata:
"Aku benar-benar amat
bodoh, seandainya adik Cian tidak mengucapkannya ke luar, aku benar-benar tidak
tahu kalau dibalik ke-semuanya ini masih terdapat alasan lain, aku malah
mengira tanda ini merupakan tanda rahasia bila kami kakak beradik saling
bertemu kembali! ...." Kemudian dia menga-lihkan pokok pembicaraan kesoal
lain, kem-bali ujarnya:
"Adik berdua, mari kita
minum teh!"
Sembari berkata dia lantas
menbuangkan dua cawjan air teh untugk Siau cian danb Cay soat.
Sementara itu Si Cay soat
duduk sambil termenung dia seperti lagi memikirkan suatu persoalan.
Mendadak berkilat sepasang
matanya, ce-pat dia menengok kearah Siau cian, Oh Li cu yang melihat hal ini
segera bertanya dengan gelisah:
"Cici berdua, bila kita
menjalani malam pertama, apakah tanda tersebut harus diper-lihatkan lebih dulu
kepada suami kita ?"
Oh Li-cu mengetahui apa yang
menjadi alasan Si Cay soat merasa gelisah, maka dengan niat menakut-nakutinya,
ia segera berkata dengan wajah serius:
"Tentu saja, bila kau
tidak memperlihatkan kepadanya, dia sendiri pasti akan memerik-sanya ."
Atas ucapan tersebut, pucat
pias selembar wajah Si Cay soat, dengan gugup dia berseru lagi:
"Waah, bagaimana baiknya
ini? Aku justru tidak memiliki tanda semacam itu..."
"Apa yang mesti kau
takuti ?" sahut Siau cian sambil tertawa, tunggu saja sekembali kita dari
pulau Wan san nanti, suruhlah ibuku membuatkan sekuntum bunga Botan yang besar
di punggungmu itu!"
"Apakah aku masih
bisa?" tanya Cay soat kejut dari gembira.
"Tentu saja" Siau
cian mengangguk, "asal kau masih tetap bertubuh suci."
Mendengar sampai disini, paras
muka Cay soat pelan-pelan berubah menjadi tenang kembali.
Dengan wajah memerah kembali
Oh Li-cu menambahkan:
"Padahal apakah sekarang
gadis mempu-nyai tanda tersebut atau tidak, dia sama saja akan memperoleh
kepercayaan dari suaminya!"
Si Cay soat tidak
memperhatikan perka-taan tersebut, karena dia sedang berpikir ba-gaimana
sekembalinya dari pulau Wan san nanti dia akan minta kepada Hu yong siancu
untuk membuatkan sebuah tatoo bunga Botan di tubuhnya.
Lain halnya dengan Siau cian,
dia tidak mengerti kenapa Oh Li cu bisa tahu kalau tanpa tanda khusus semacam
itupun seorang gadis masih tetap akan memperoleh keper-cayaan dari suaminya:
Berdasarkan ketriga kuntum
bungza bwee dibahu Owh Li cu, semestrinya ia masih tetap seorang dara.
berdasarkan sikap Cay soat yang tenang dan tenang, diapun masih tetap suci
bersih, sedangkan is sendiri ......
Berpikir sampai di situ, paras
mukanya kembali memerah, hatinya berdebar semakin keras.
Dalam pada itu, Lan See giok
yang bersan-dar di atas pembaringan di kamar sebelah yang cuma terpisah oleh
selembar kain, da-pat menangkap semua pembicaraan Siau cian bertiga dengan
jelas sekali.
Baru sekarang dia mengerti apa
sebabnya Oh Li cu memperlihatkan ketika kuntum bunga bwee diatas bahunya itu di
depan mata nya tadi, bukan saja dia hendak mem-perlihatkan bahwa dia masih
tetap seorang gadis yang suci bersih, selain itu diapun hen-dak memperlihatkan
kepada Si Cay soat dan Siau cian berdua bahwa ia bukan gadis yang binal ......
Tentu saja Lan See giok juga
mengerti; tanda khusus dibahu atau mungkin di atas lengan enci Cian nya telah luntur
bahkan hilang sama sekali .....
Sementara dia masih
termenung,- ,cahaya terang memancar masuk dari depan jendela, ternyata magrib
telah menjelang tiba.
Kemudian terdengar suara
tambur dibu-nyikan orang disusul suara terompet yang memanjang.
Lan See giok terperanjat, dia
tahu semua kapal perang sudah mulai berkumpul.
Tirai disingkap orang,
kemudian tampak Siau cian, Cay soat dan Oh Li cu berjalan masuk ke dalam.
"Semua kapal perang telah
berkumpul" ucap See giok cepat sambil bangkit berdiri,
"Adik Giok, apakah kau
hendak mening-galkan pesan kepada segenap anggota ben-teng" tanya Oh
Li-cu.
Pemuda itu segera menggeleng.
"Tidak usah, siaute rasa
pada saat seperti -ini tidak baik jika kita memberi penjelasan yang kelewat
banyak kepada mereka."
"Kalau memang begitu,
kita mesti mengirim orang untuk memberitahukan kepada ko-mandan Ciang bahwa
semua kapal tak perlu berkumpul, kita langsung berlayar saja."
Belum selesai Oh Li cu
berkata, dari luar ruangan telah muncul seorang dayang yang segera berkata
kepada Lan See giok dengan sikap hormat. .
"Han lihiap mengundang
pocu dan nona bertiga agar menghadap ......
Lan See giok mengangguk, dia
segera menitahkan dayang itu untuk memberi kabar kepada komandan Ciang agar
kapal tak usah berkumpul lagi.
Ketika mereka berempat tiba di
ruang utama, Hu yong siancu sedang minum teh seorang diri.
Begitu melihat Lan See giok
masuk ke dalam, Hu yong siancu segera mempersilah-kan mereka untuk duduk,
kemudian tanya-nya:
"Apakah pasukan kapal
perang akan segera berlayar?"
Lan See giok dan Oh Li cu
segera mengia-kan bersama" dengan sikap hormat.
Hu yong siancu tahu kalau Oh
Li cu telah minum Leng sik giok ji, maka sambil menga-wasi bagian wajahnya yang
terluka, dia ber-tanya penuh perhatian:
"Apakah luka-luka yang diderita
nona Lan sudah tidak terasa sakit lagi?"
"Terima kasih atas
perhatian bibi, luka tersebut sudah tidak terasa sakit lagi," jawab Oh Li
cu dengan hormat.
Hu yong siancu menjadi sangat
gembira. serunya kemudian:
"Kalau sudah tidak terasa
sakit, maka dalam dua tiga hari mendatang pasti akan sembuh dengan sendirinya,
nona Lan, ayo ikut kita semua untuk berangkat bersama sama."
Lan See giok, Siau cian dan
Cay Boat segera mendukung usul tersebut.-
Tapi dengan kukuh Oh Li cu
menyahut.
"Anak Lan telah
menitahkan dayang untuk memberitahukan kepada komandan Ciang agar dari setiap
kapal ditugaskan lima orang untuk tetap menjaga benteng, sedang sisa nya turut
semua, itu berarti dalam benteng masih tersisa lima ratusan orang anggota, biar
anak Lan yang bertanggung jawab atas diri mereka sambil berjaga jaga terhadap
segala kemungkinan yang tak diinginkan, anak Lan sudah mengambil keputusan, tak
akan pergi."
Hu yong siancu, Lan See giok,
bSiau cian dan Cjay soat merasa di dalam benteng, me-mang membutuhkan seorang
yang berke-mampuan besar untuk bertanggung jawab, karenanya mereka pun tidak
mendesak Oh Li-cu lebih jauh.
Maka mereka berlima pun sekali
lagi berunding untuk membicarakan beberapa masalah yang perlu diperhatikan dan
diatasi setelah rombongan kapal perang itu berang-kat, kemudian mereka baru
menumpang perahu naga emas berangkat ke ruang telaga emas.
Sewaktu tiba di ruang telaga
emas, si naga sakti pembalik sungai, Siau thi gou serta ke empat komandan yang
telah menggembol senjata telah siap menanti di pelataran de-pan.
Komandan Nyoo, dari pasukan
macan kumbang hitam mengenakan pakaian ringkas serba hitam dengan di
pinggangnya tersisip sepasang senjata palu besi besar berbentuk segi delapan.
Komandan Sin dari pasukan
singa jantan mengenakan pakaian ringkas berwarna abu-abu dengan sepasang poan
koan pit berkepala merah tersisip di punggungnya, wajah yang kekuning kuningan
nampak keren sekali dalam seragam demikian.
Komandan Ong dari pasukan
harimau ter-bang mengenakan pakaian ringkas berwarna kuning dengan sebilah
golok besar tersoren di pinggang, sedang di bawah iganya tergan-tung sebuah
kantung kulit berisi senjata ra-hasia. "
Dan terakhir komandan Ciang
dari pasu-kan naga perkasa mengenakan pakaian hijau dengan sebuah senjata sekop
emas tersoren di punggung, biarpun rambut orang ini su-dah memutih, namun paras
mukanya justru merah bercahaya.
Ke empat komandan tersebut
hampir se-muanya berwajah cerah dan bersinar mata tajam hal ini menandakan
kalau tenaga dalam mereka telah peroleh kemajuan yang pesat semenjak minum
cairan mestika Leng sik giok ji.
Menanti perahu naga emas telah
berhenti Hu yong siancu mempersilahkan si naga sakti pembalik sungai Siau-thi
gou serta ke empat komandan untuk bersama sama naik ke perahu naga emas,
kemudian berangkat-lah menuju keluar, pintu gerbang benteng.
"Apakah pasukan kapal
sudah mulai ber-layar?" tanya Lan See giok kemudian.
"Pasukan ujung tombak
sudah keluar dari padang ilalang, sedangkan pasukan sayap kiri dan kanan sedang
berangkat meninggbal-kan markas,"j sahut komandang Ciang dengan hbormat.
"Mengapa komandan Nyoo
tidak turut serta bersama pasukannya?"
Komandan Nyo dari pasukan
macan kum-bang hitam segera menjawab dengan hormat: "Hamba tetap berada
disini menantikan pe-tunjuk terakhir dari pocu!"
Lan See giok manggut-manggut-
"Sepan-jang perjalanan kita nanti, andaikata bersua dengan kaum enghiong
yang bekerja di air, usahakanlah, agar menghindar dari segala bentrokan yang
tidak perlu, dari pada peristiwa semacam ini akan menghambat perjalanan kita."
"Pocu tidak usah
kuatir." ucap komandan Nyoo dengan bangga. "semua enghiong di atas
air baik dari golongan putih maupun hitam yang bercokol di sepanjang pesisir
sungai Tiangkang mempunyai kesan yang baik terhadap pasukan kapal perang Wi-lim
poo, mereka selalu akan menyingkir jauh- jauh bila bertemu dengan pasukan
kami,"
"Biarpun demikian, toh
ada baiknya bila, kita bertindak lebih berhati hati."
Ke empat komandan itu segera
mengiakan.
Tiba-tiba Hu yang siancu
menyaksikan langit di luar ruang perahu gelap gulita, tidak nampak bintang atau
pun rembulan bahkan seperti tertutup oleh awan tebal, melihat hal ini dengan
kuatir dia berseru:
"Apakah suasana seperti
ini tak akan mempengaruhi jadwal perjalanan kita?"
"Li hiap tak usah
kuatir,"-sahut komandan Ciang segera, "para pelaut yang berada di
pasukan depan merupakan orang-orang yang sangat berpengalaman dalam pelayaran,
biar pun ombak besar angin puyuh pun mereka. masih mampu berlayar tanpa
menguatirkan sesuatu."
Sementara pembicaraan
berlangsung, perahu naga emas sudah meluncur keluar dari pintu gerbang benteng.
Di depan sana cahaya lentera
menerangi seluruh tempat, di situ masih kelihatan ada puluhan buah kapal perang
besar yang se-dang bergerak pelan meninggalkan tempat, Beberapa puluh kaki di
luar pintu tampak berlabuh sebuah perahu besar berbentuk keraton yang terang
benderang. bermandikan cahaya, sekeliling perahu dilengkapi penga-wal yang
ketat, di sisi kiri dan kanan terpan-cang alat pemanah, waktu itu para dayang
dan kacung dengan pakaian baru dan se-mangat yrang segar sedanzg menantikan kew
datangan merekra.
Menyaksikan hal tersebut
dengan kening berkerut Lan See giok segera berpaling ke arah Oh Li cu, lalu
tanyanya.
"Enci Cu, dahulu bila lo
pocu hendak pergi ke luar, apakah dia tidak menumpang perahu naga emas?"
Oh Li cu tertawa, sebelum dia
mengucap-kan sesuatu komandan Ciang telah menya-hut:
"Dua orang pocu yang
terdahulu selalu menggunakan kapal pesiar keraton jika hen-dak pergi ke tempat
jauh, perahu ini besar, megah dan anggun bentuknya, merupakan lambang dari
kekuatan, kekuasaan serta kekayaan benteng kami."
Lan See giok tertawa ewa,
keningnya hanya berkerut sebentar lalu tidak memberi kan pernyataan apa-apa.,
Sedangkan Siau cian dan Cay
soat segera memuji:
"Waahh... perahu keraton
itu jauh lebih be-sar daripada perahu yang digunakan Toan Ki tin dari Lim lo
paa sewaktu berada di depan telaga tempo hari.. nampaknya perahu kita jauh
lebih anggun dan megah."
."Perkataan nona berdua
memang benar," ke empat komandan itu tersenyum seraya manggut-manggut,
"belum pernah ada, pemilik benteng air. lainnya yang memiliki perahu
anggun seperti milik benteng Wi Lim Poo ini.,,
Sementara pembicaraan masih
berlang-sung perahu naga emas telah buang sauh di sisi kapal pesiar keraton.
Dengan mengerahkan ilmu
meringankan tubuh masing-masing, beberapa orang itu segera meninggalkan perahu
naga emas un-tuk pindah ke kapal pesiar keraton.
Kapal tersebut memang
dirancang dengan arsitek yang tinggi, semua peralatan amat mewah. permadani
merah hampir menutupi semua lantai ruangan, sementara lentera keraton menerangi
setiap sudut tempat.
Ketika Lan See giok
menyaksikan kapal-kapal perang yang sudah bergerak lebih dulu itu sama-sama
berada dalam keadaan terang benderang, dengan kening berkerut ia lantas
berkata: "Komandan Ciang, setiap perahu diterangi sampai puluhan buah
lentera,
padahal perahu kita mencapai
ratusan buah, apakah hal semacam ini tidak meru-pakan suatu pemborosan?"
Ke empat komandan itu
mengiakan dan tak berani mengemukakan pendapat apa-apa.
Maka anak muda tersebut
berkata lebih jauh: "Bila perahu sedang membuang sauh atau sedang.,
menghadapi pertempuran, lampu boleh dipasang semua, sedang di waktu-waktu lain
lebih baik pergunakan secukupnya saja."
Kembali ke empat komandan itu
menya-hut, buru-buru komandan Ciang berlalu dari situ.
(Bersambung ke Bagian 44)