Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 08

Baca Cersil Mandarin Online: Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 8
Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 8


"Tadi siang kuperhatikan kau berlatih, Toasuheng. Aku telah meniru setiap jurus yang kau latih. Sekarang Toasuheng lihat, apakah aku keliru menirunya ?!" Setelah bilang begitu, Giok Han mulai bergerak-gerak dalam jurus-jurus silat.

Bun An Taysu tertawa dan memperhatikannya. la memang sangat sayang pada Giok Han, karenanya senang si pendeta melihat kegembiraan sute kecilnya itu-

"Kau benar-Suteku yang cerdas, jurus-jurus itu dapat kau tiru bagus sekali..." puji Bun An Taysu. Tapi mendadak senyumnya lenyap, matanya terbuka lebar-lebar, mukanya jadi tegang. la memperhatikan lebih serius setiap jurus yang dilakukan oleh Giok Han, sampai akhirnya Bun An Taysu memekik kaget, melompat dan memegang lengan Giok Han.

"Sute, siapa yang mengajarkan kau ilmu ini ?" tegur Bun An Taysu.

Giok Han tertawa. "Suhu rnana mau mengajarkan aku ilmu ini ? Selalu Suhu perintahkan aku melatih Cap Peh Lo Han Kun tanpa pernah mengajarkan ilmu lain, sampai aku bosan melatih delapan belas jurus itu-itu juga !"

"Lalu siapa yang mengajarkan Tat Mo Kunhoat ini padamu ?"

Giok Han tertawa "0oo, jadi nama ilmu pukulan itu Tat Mo Kunhoat, Toasuheng? Lucu, namanya mengambil nama Couwsuya!"

"Jangan bergurau, Sute... beritahukan kepadaku, siapa yang mengajarkan ilmu itu padamu ?" desak Bun An Taysu, wajahnya tegang dan sikapnya serius.

"Sudan kuberitahukan tadi padamu, Toa-suheng... aku melihat kau berlatih dan aku meniru jurus-jurus yang kau latih!"

"Benarkah ? Kau tidak berbohong?"

"Benar, Toasuheng, sebetulnya ada apa ? Tampaknya kau tegang sekali ?!"

Bun An Taysu tidak segera menyahuti. la menggumam sambil melepaskan cekalannya pada kedua lengan Giok Han. "Mustahil ! Benar-benar mustahil !"

"Apanya yang mustahil, Suheng ?" tanya Giok Han jadi heran melihat kelakuan Toasuheng nya tersebut.

Tiba-tiba Bun An Taysu menoleh mengawasi Giok Han tajam. "Sute, jangan sekali-kali kau perlihatkan pada Suhu babwa kau bisa membawakan jurus-jurus Tat Mo Kun Hoat. Kita berdua akan dihukum Suhu..."

"Oooo, kita akan dihukum Suhu?" Tanya Giok Han kaget.

"Ya. Suhu pasti menyesali aku, karena akan menuduh aku sudah mengajarkan kau Tat Mo Kun Hoat. Tahukah kau. ilmu itu baru boleh dipelajari oleh murid-murid yang sudah mencapai tingkat empat. Kalau sampai Suhu mengetahui kau bisa menjalankan jurus-jurus itu, niscaya Suhu akan marah. Kau harus berjanji Sute, sampai kapanpun juga tidak akan memperlihatkan kepada Suhu bahwa kau bisa membawakan jurus-jurus Tat Mo Kun Hoat !"

Giok Han mengangguk, tertawa. "Suheng jangan kuatir. Aku tidak tolol, kalau untuk dihukum buat apa kuperlihatkan kepada Suhu ? Bukankah itu sama saja seperti ular cari penggebuk ?"

"Tapi aneh," kata Bun Au Taysu seperti, mengoceh sendiri. "Aku tidak pernah memberitahukan kepadamu bagaimana menjalankan jurus-jurus Tat Mo Kun Hoat, tapi mengapa sekarang kau bisa membawakan semua jurus itu tanpa satu juruspun salah?"

"Apa susahnya, Suheng ?!" menyahu ti Giok Han "Oja, tadi Suheng bilang murid tingkat 4 baru boleh mempelajari Tat Mo Kun hoat, kenapa begitu Suheng?"

"Sute, kalau kita belum mencapai tingkat 4 dan mempelajari Tat Mo Kun Hoat, kita bisa tersesat. Juga untuk melatih Tat Mo Kun Hoat, diperlukan penggunaan lwekang yang tepat, sedangkan kau sendiri belum pernah melatih Lwekang, kalau melatih Tat Mo Kun Hoat bukankah kau akan tersesat ?"

Giok Han lari memeluk Bun An Taysu "Aduhh, bagaimana ini, Suheng? Aku akan tersesat ? Kau harus menolongku Suheng, kau harus mengajarkan aku ilmu itu dengan cara yang tepat... mengajarkan aku lwekang..."

Rasa kaget Bun An Taysu sudah berkurang, ia tertawa melihat lagak Giok Han, senang hati si pendeta dipeluk seperti itu oleh adik seperguruannya yang masih kecil ini.

"Sudahlah" Kata Bun An Taysu sambil mengusap-usap kepala Giok Han. "Asal kau mau berjanji tidak memberitahukan Suhu, aku nanti akan mengajarkan kau ! ingat semua ini harus kau latih secara diam-diam, jika ketahuan Suhu selanjutnya aku tidak mau perdulikan kau lagi !"

"Aku berjanji tidak akan membocorkan rahasia kita berdua, Suheng," berjanji Giok Han.

Sejak malam itulah Giok Han banyak menerima petunjuk-petunjuk dari Bun An Taysu. si murid kepala Wie Sin Siansu, kepandaiannya pun sudah mencapai tingkat yang tinggi, sehingga diajarkan oleh Bun An Taysu sebetulnya bagi Giok Han sama saja seperti diajarkan oleh Wie Sin Siansu.

Walaupun sudah mencapai tingkat yang tinggi, tingkat ke tiga, namun Bun An Taysu tetap rajin belajar dan berlatih. Jika dulu ia selalu berlatih seorang diri, sekarang selalu ditemani oleh Giok Han. Bahkai setelah lewat dua minggu, Giok Han dijadikan sebagai kawan berlatihnya! Bun An Taysu pun mengajarkan Giok Han bagaimana cara duduk bersemedhi mengatur jalan pernapasan sarta melatih lwekang.

Yang membuat Bun An Taysu kagum campur heran, melihat Giok Han dapat menerima semua petunjuknya dengan mudah dan cepat bisa menguasainya. Bun An Taysu jadi tertarik, sengaja ia memberikan pelajaran yang lebih berat, namun tetap saja Giok Han bisa menerima dengan mudah ! Tat Mo Kun Moat saja sudah seluruhnya dikuasai oleh Giok Han hanya dalam lima hari! Memang hampir sulit dipercaya tapi hal itu sudah menjadi kenyataan.

Hari-hari lewat cepat sekali, tanpa terasa Giok Han sudah hampir tiga bulan berada di Siauw Lim Sie. Wie Sin Siansu sendiri mulai mengajarkan ilmu pukulan Sin Wan Kun. Ia melihat selama hampir tiga bulan ini Giok Han tidak memperlihatkan tanda-tanda yang tidak baik, anak itu malah semakin patuh dan jinak, berbeda dengan sebelumnya yang cukup binal dan keras kepala.

Sama seperti waktu mempclajari Cap Peh Lo Han Kun, mempelajari Sin Wan Kun pun Giok Han tidak memerlukan waktu terlalu banyak. Hanya empat hari ia sudah berhasil menguasai semua jurus Sin Wan Kun. Wie Sin Siansu tambah takjub saja, hanya di dasar hatinya terdapat kegembiraan yang meluap-luap, memiliki murid secerdas Giok Han. la pun sangat sayang serta memanjakan Giok Han.

Akhir-akhir ini malah Wie Sin Siansu seperti sudah melupakan pesan-pesan Tang Sin Siansu, Hongthionya. la bersemangat sekali mendidik Giok Han. Semakin cepat bocah itu mencernakan pelajaran yang di berikan, semakin banyak yang diturunkan oleh Wie Sin Siansu.

Giok Han sangat rajin dan tekun berlatih. Pada pagi itu, seperti pagi-pagi sebelumnya, Giok Han pergi ke hutan kecil di belakang kuil Siauw Lim Sie sebelah utara. la melatih ilmu Cap Peh Lo Han Kun disusul kemudian dengan Sin Wan Kun. Malah, kalau sudah melatih ilmu pukulan Sin Wan Kun ia akan menyusuli dengan Tat Mo Kun Hoat.

Cuma saja, pagi ini waktu Sin Wan Kun tengah dijalankan pada jurus ke enambelas, tiba-tiba didengarnya seseorang berkata : "Kita harus bangga mempunyai Susiok kecil yang lincah!" Disusul kemudian tertawa terbahak-bahak beberapa orang.

Giok Han berhenti berlatih, ia menoleh, Tampak Kam Siang Cie bertiga dengan dua orang sutenya, yaitu Phoey Cie Seng dan Lo Tam Bun, yang rupanya sejak tadi sudah berdiri di situ menyaksikan si bocah latihan.

Sambil tertawa Kam Siang Cie menghampiri Giok Han "Susiok" kata murid Bun An Taysu ini sambil merangkapkan kedua tangannya memberi hormat, tadi sempat kulihat Susiok menjalankan jurus ke enambelas dari Sin Wan Kun. Apakah Susiok tidak keliru menjalankannya ?"

Muka Giok Han berobah merah. "Suheng maukah kau memberikan petunjuk kepadaku?" tanya Giok Han.

""Oooo, ooo, mana berani Sutit menerima sebutan Suheng dari Susiok? Sutit seperti kejatuhan bulan saja!" Kata Kam Siang Cie, tertawa. Tetapi jelas sikapnya mengejek. "Mana berani memberi petunjuk kepada Susiok ! Malah, Sutit ingin minta nasihat dan petunjuk dari Susiok!"

Muka Giok Han memerah sedikit, la baru teringat bahwa kedudukannya dalam Siauw Lirn Sie berada setingkat di atas Kam Siang Cie bertiga, Bukankah dia adik seperguruan Bun An Taysu, guru ketiga pendeta itu?

Tapi melihat sikap mengejek Kam Siang Cie, Giok Han tidak senang. Bukankah mereka bertiga harus menghormatinya sebagai Susioknya. "Baiklah," kata Giok Hnn akhirny. "Kalian datang kemari mau apa ?"

"Kami tahu Susiok sedang berlatih di-sini," kata Phoey Cie Seng, yang ikut bicara. "Karena itu ccpat-cepat kami datang kemari buat minta nasehat dan petunjuk Susiok ! Bukankah begitu Liok Siete ?"

"Benar," menyahuti Lo Tarn Bun. "Harap Susiok mau memberikan nasehat dan petunjuk pada kami !"

"Susiok," kata Kam Siang Cie yang tidak mau memberikan kesempatan kepada Giok Han. "Harap Susiok bermurah hati dan tidak menolak permohonan kami."

"Hari ini aku tidak sempat," kata Giok Han ragu-ragu. "Lain kali saja..."

"Kalau tidak hari ini mau kapan lagi?" Tanya Kam Siang Cie, sikapnya jadi semakin kurang ajar, mengejek, sinis dan meremehkan susiok kecilnya itu.

"Harap Susiok tidak menolak !" Tanpa menanti jawaban Giok Han, Kan Siang Cie menoleh pada Lo Tam Bun. "Lo Siete, pergi cepat kau minta petunjuk dari Susiok !"

"Baik! Baik!"

"menyahuti Lo Tam Bun dengan sikap sama kurang ajarnya. la ber-sama-sama Kam Siang Cie, Phoey Cie Seng dan murid-murid Bun An Taysu semuanya tidak puas waktu Tang Sin Siansu mengumumkan Giok Han diterima menjadi murid Siauw Lim Sie tingkat 3, menjadi murid Wie Sin Sansu.

Dengan demikian Giok Han resmi sebagai adik seperguruan dari guru mereka. Juga resmi sebagai Susiok (paman guru) mereka. Dengan usia begitu kecil, apa kelebihan Giok Han menjadi Susiok dari Kam Siang Cie dan yang lain-lainnya? Dan ingatan seperti itulah membuat murid-murid Bun An Taysu yang jumlahnya tujuh orang itu jadi tidak puas.

Sudah cukup lama mereka bertujuh ingin mencari gara-gara dengan Susiok kecil itu. tapi selama itu belum juga memperoleh kesempatan. Siapa tahu, pagi ini waktu mereka sedang bercakap-cakap bertiga di depan hutan kecil itu, dilihatnya Giok Han mendatangi dan berlatih seorang diri. Kam Siang Cie segera mendapat ide untuk mempermainkan Susiok kecilnya itu. Dia memberitahukan maksudnya dan disetujui oleh Phoey Cie Seng dan lo Tam Bun. Karenanya mereka cepat-cepat menghampiri Giok Han, untuk mempermainkannya.

Lo Tam Bun merangkapkan kedua tangannya memberi hormat pada Giok Han. "Harap Susiok memberi petunjuk !" la me-rani dengan sikap yang muda menantikan petunjuk dari yang tua.

Giok Han jadi bingung, la mana bisa berkelahi dengan tiga pendeta itu? Sebagai anak yang cerdas, Giok Han tahu mereka tidak puas karena dirinya jadi Susiok mereka karenanya pendeta-pendeta itu selalu menyebut panggilan "Susiok" dengan suara serta sikap sinis. Juga sekarang ketiga pendeta itu mau mempermainkannya.

"Aku benar-benar tidak punya waktu, sekarang aku harus berlatih. Pergilah kalian!" Kata Giok Han sekenanya.

Lo Tam Bun rupanya tidak mau kehilangan kesempatan bagus ini. Tahu tahu tangan kanannya menjambak pundak Giok Han, ingin dicengkeram "Maafkan Susiok, Sutit berbuat kurang ajar !"

Giok Han kaget, dia melihat tangan Lo Tam Bun menyambar pundaknya, tari dia mana bisa mengelakkannya. Segera si bocah merasakan pundaknya sakit, belum lagi berkurang kagetnya tahu-tahu tubuhnya sudah terjerunuk ditarik oleh kekuatan yang membuatnya mencium tanah!

Kam Siang Cie dan Phoey Cie Seng tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Lo Tam Bun sambil tertawa bilang: "Maaf, maaf Susiok, tidak sengaja..."

"Ooo. kau membuat Susiok kaget," berseru Phoey Cie Seng sambil tertawa, menghampiri Giok Han, mengulurkan tangannya mencekal lengan Giok Han.

Dipegangnya tangan Phoey Cie Seng, Giok Han berusaha bangun, karena menyangka bahwa Phoey Cie Seng ingin bantui dia bangun. Tetapi hati Giok Han tercekat lagi.

Phoey Cie Seng bukan bermaksud baik, ketika memegang tangan Giok Han ia terhuyung seperti ingin jatuh, Eiii, eiii," dia berseru. Secara diam diam Phoey Cie Seng mengerahkan tenaga pada jari-jari tangannya, menghentak tubuh Giok Han, sehingga terbanting di tanah! Debu mengepul, pakaian Giok Han kotor dan waktu ia merangkak bangun mukanya kotor bercampur darah yang keluar dari bibirnya yang pecah beradu dengan gigi.

Giok Han tersadar bahwa Hwesio-Hwesio ini ingin mempermainkannya. Dia mengibaskan bajunya, matanya mendelik sambil menghampiri Lo Tam Bun. "Kau berani mempermainkan aku, ya ?" Mengomel Susiok kecil itu.

Tetapi waktu melewati Kam Siang Cie, tanpa diketahui olch Giok Han. kaki si bocah digaet oleh kaki kanan Kam Siang Cie, tidak ampun lagi si bocah terjerembab dengan hidung mencium tanah ! Dari hidungnya segera keluar darah.

Melihat muka Giok Han berlumuran darah, ketiga Hweshio itu jadi kaget. Timbul rasa takutnya. Kalau urusan ini diketahui oleh suhu mereka, pasti mereka bertiga menerima hukuman.

"Sahte." kata Kam Siang Cie yang berhenti tertawa. "Jangan keterlaluan !"

Waktu itu Phoey Cie Siang tengah mencengkeram baju dipunggung Giok Han, ia dengan tertawa-tawa menampari muka si bocah. "Ah, muka Susiok kotor. Maaf ! Maaf ! Ka-rena keteledoran kami telah membuat Susiok kaget dan kotor seperti ini !"

Tamparan itu bukan tamparan biasa. Phoey Cie Seng memang sudah tiga bulan ini merasa iri dan tidak senang harus menjadi keponakan murid Giok Han, sekarang ada kesempatan seperti ini, maka dipergunakan sebaik-baiknya, "plak, plak, plakkk, plokkk !" terdengar berulang kali suara tamparan tersebut.

Giok Han selama tiga bulan ini mendapat pelajaran langsung dari Wie Sin Siansu dan Bun An Taysu yang mengajarkannya secara diam-diam diluar tahu Wie Sin Siansu.

Juga dia selalu melatih diri dengan tekun. Sebenarnya Giok Han sudah mempunyai dasar-dasar lwekang yang cukup kuat. Dalam kegusarannya dan kesakitan, dimana Giok Han jadi mata gelap, walaupun dia seorang bocah cilik, tokh akhirnya dia memberikan perlawanan. Demikianlah, waktu mukanya ditampari Phoey Cie Seng yang pura-pura membersihkan abu yang melekat diwajahnya, tanpa pikir dua kali lagi Giok Han menyambar tangan Phoey Cie Seng, digigit jari telunjuknya sampai Phoey Cie Seng menjerit seperti babi disembelih. Orang sering bilang, sepuluh jari tangan mempunyai hubungan dengan sang hati dan jika jari tangan dibikin sakit, sakitnya sampai ke ulu hati !

Juga, Phoey Cie Seng bisa tergigit jari telunjuknya, hal itu disebabkan pendeta ini tidak waspada, sebab beranggapan Giok Han seorang bocai. cilik. Phoey Cie Seng angkat tangan kirinya dan jotos pundak Giok Hoan. "Apa kau mau mampus ? hayo, lepas !" dia membentak dengan bengis.

Sedari kecil Giok Han hidup ditengah-tengah keluarga Jenderal, ayahnya seorang Goanswee dimana pembantu-pembantunya yang berkepandaian tinggi. Adatnya keras dan tidak mengenal takut dan selalu dihormati oleh semua orang. Dalam kegusarannya yang meluap-luap, walaupun golok dan tombak datang menyambar, ia tokh tak akan melepaskan gigitannya.

Begitu rasakan pundaknya sakit, giginya menggigit semakin keras. Dengan satu suara "krek , tulang jari Phoey Cie Seng patah! Sekarang Phoey Cie Seng yang jadi mata gelap. Tanpa perdulikan segala akibatnya, ia hantam kepala Giok Han yang lantas saja menjadi pingsan dan sesudah itu barulah dia dapat cabut jarinya cari mulut sibocah.

Biarpun tulangnya masih dapat disambung, akan tetapi mulai dari waktu itu tenaga jari telunjuk tersebut tidak akan pulih seperti sediakala dan sedikit banyak ada pengaruhnya dengan ilmu silatnya. Dalam kegusaran yang sukar dilukiskan, ia tendang tubuh sibocah beberapa kali.

Kam Siang Cie berdua Lo Tam Bun menyaksikan jari Phoey Cie Seng digigit Giok Han, jadi kaget. Mereka ingin menolongi, tapi Phoey Cie Seng keburu menghantam kepala Giok Han sampai sibocah pingsan. Mereka jadi kaget sampai muka mereka pucat seperti kapur tembok. "Sahte." kata Kam Siang Cie menyesnli Phoey Cie Seng, mengapa dihajar begitu keras ? Bagaimana kalau Suhu tahu ?"

Phoey Cie Seng tengah gusar, ia sobek jubah pertapaannya yang digunakan buat membungkus jari tangannya yang luka. Untung saja disekitar tempat itu hanya mereka bertiga, tidak ada pendeta lainnya yang menyaksikan, sebab jika sampai diketahui orang lain, disamping dia tak tahu dimana harus taroh mukanya, juga urusan ini akan sampai kegurunya. Bun An Taysu.

"Kita harus paksa agar dia tidak buka mulut !" Kata Phoey Cie Seng, suaranya keras, menunjukkan dia masih gusar, walaupun tidak urung kaget juga melihat susiok kecilnya itu pingsan. "Siete, tolong ambilkan air ."

Lo Tam Bun yang sempat kesima melihat paman guru kecil itu pingsan dan kuatir guru mereka mengetahui hal ini, jadi tersadar, la mengiyakan dan pergi mengambil se-paso air dingia buat mengguyur muka Giok Han, Begitu siuman seperti kerbau gila Giok Han menerjang pada Phoey Cie Seng. Pendeta itu mencengkram dadanya sambil membentak: "Binatang, Benar-benar kau bosan hidup ?"

"Anjing ! Hwesio bau! Kaulah yang binatang !" berteriak Giok Han.

Phoey Cie Seng bermaksud ingin mengancam dan memaksa Giok Han untuk tutup mulut tidak bercerita pada siapapun juga apa telah dialaminya. Tapi dimaki begitu oleh Giok Han, lenyap rasa kuatir Phoey Cie Seng, tak dapat tahan lagi hawa nafsunya, Tangan kanannya melayang dan menggampar lagi. Giok Han menerjang, tapi sekali ihi ia sudah siap sedia. Dalam waktu sekejap, beberapa kali Giok Han terpelanting, tapi ia ternyata bandel luar biasa.

Kam Siang Cie berdua Lo Tarn Bun sibuk mencegah agar Phoey Cie Seng tidak turunkan tangan keras lebih jauh, tapi pendeta yang seorang itu seperti sudah kesurupan, tidak meladeni seruan Kam Siang Cie berdua. Jika mau, dengan satu gerakan tangan saja ia bisa membikin Giok Han mendapat luka berat, akan tetapi, lantaran memikir biar bagaimanapun juga anak itu adalah Susioknya dan mengingat Suhu dan Sucouwnya, Bun An Taysu dan Wie SinSiansu, yang pasti akan murka dan menghukumnya kalau sampai anak ini mengalami luka berat, Phoay Cie Seng jadi sungkan turunkan tangan yang berat.

Tapi Giok Han terus menerjang seperti orang gila dan biarpun sudah terguling-guling berulangkali dengan seluruh badan dirasakan bukan main sakitnya, ia masih pantang mundur, Benar ia sudah melatih Cap Peh Lo Han Kun, Sin Wan Kun dan Tat Mo Kun Hoat, namun sejauh itu Giok Han belum pernah mempergunakannya untuk berkelahi. Apa lagi ia tengah dalam keadaan gusar, dan kalap, lupa baginya mempergunakan ajaran Wie Sin Siansu, selain menerjang terus menerus dengan kalap seperti kerbau gila.

Kam Siang Cie berdua Lo Tarn Bun yang berusaha menenangkannya tidak berhasil. "Sudahlah Susiok, kami memang bersalah kurang hati-hati mengejutkan susiok... sudahlah kami minta maaf !" Kam Siang Cie berdua LoTam Bun berseru-seru tidak hentinya dengan gelisah.

Tapi Giok Han begitu jatuh, segera bangun dan menerjang pula! Diam-diam hati Phoey Cie Seng merasa menyesal, sampai akhirnya lantaran terpaksa ia totok pundak Susiok kecilnya itu buat tutup jalan darahnya dan mau tak mau Giok Han rubuh tanpa bisa bangun lagi. Cuma kedua bola matanya masih mengawasi Phoey Cie Seng dengan sorot gusar, terbuka lebar-lebar mendelik.

"Binatang ! Apa sekarang kau tahu takut?" Bentak Phoey Cie Seng. "Hemmm, macam kau bocah setan ingin jadi Susiok kami... apa yang kau bisa heh ?"

Giok Han terus mengawasi dengan mata mendelik tanpa memperlihatkan rasa takut sedikitpun.

Dengan napas sengal-sengal Phoey Cie Seng duduk di atas batu besar yang tidak jauh dari situ. Jika ia bertempur dengan musuh tangguh satu jam lamanya, belum tentu ia merasa begitu lelah. Sekarang, biarpun kaki dan tangannya tidak merasa cape, seluruh badannya dirasakan lelah sekali, akibat naiknya darah yang sangat tinggi. Buat beberapa saat keponakan murid dengan paman guru itu saling mengawasi dengan mata gusar. Kam Siang Ci berdua Lo Tam Bun membujuk Phoey Cia Seng agar tidak mengumbar kegusarannya dan membebaskan Giok Han, meminta maaf dan menghabisi urusan sampai disitu."

"Menghabisi urusan ini sampai di sini ?" tanya Phoey Cie Seng tambah mendongkol. "Mana mungkin ? Sekali saja bocah ini buka mulut pada Suhu. kita akan rusak! Belum lagi dia mengadu tidak-tidak kepada SUCOW, tentu kita akan dihukum berat! Bukankah dia murid Sucouw yang tersayang?"

Kam Siang Cie berdua Lo Tam Bun jadi bengong. Sekarang mereka pun tambah bingung. Jika sebelumnya mereka hanya ingin menghina dan mempermainkan paman guru kecil itu, sekarang justeru merasa menyesal. Keadaan mereka seperti menunggang macan, diam terus tidak bisa, turunpun tidak bisa.

Phoey Cie Seng putar otaknya, tapi ia belum mendapat jalan cara bagaimana harus bersikap terhadap paman guru kecil yang luar biasa nekad ini. Selagi kejengkwlannya belum berkurang, mendadak terdengar suara lonceng nyaring dibunyikan keras sekali, itulah satu pertanda bahwa Ciangkauw (pemimpin agama) perintahkan semua murid Siauw Lim Sie agar berkumpul. Phoey Cie seng terkejut, demikian pula Kam Siang Cie berdua Lo Tam Bun, mereka kaget, sampai muka mereka berubah pucat seperti kertas putihnya

Agak gugup Phoey Cie Seng berdiri, dia bilang : "KaIau kau berjanji tidak akan memberitahulan kejadian tadi kepada Suhu dan Sucouw, aku akan lepaskan kau." Sehabis berkata begitu ia lantas menotok pula buat buka jalan darah Giok Han.

Tapi tak dinyana, begitu bangun, Giok Han sudah mau menerjang

"Aku tidak pukul kau, kau mau apa lagi ?" Tanya Phoey Cie Seng.

"Apakah kau nanti berani menghinaku lagi?" tanya Giok Han.

Terpaksa sekali Phoey Cie Seng menggeleng. Habis muka terangnya, hatinya penasaran sekali, terhadap seorang bocah sekecil iiu ia terpaksa menyerah kalah. "Tidak..." katanya perlahan. "Susiok jangan marah..."

"Kau harus berlutut meminta maaf dan manggutkan kepala tiga kali !" kata Giok Han sambil menelan rasa sakit di sekujur tubuhnya karena tadi terpelanting berkali-kali.

"Apa ?" Mata Phocy Cie Seng mendelik, darahnya naik lagi. Tapi Kam Siang Cie sudah menarik ujung lengan jubah Phoey Cie Seng dan melirik memberi isyarat.

"Susiok," kata Phoey Cie Seng, lesu. "Aku minta maaf atas kekurang ajaran kami bertiga pada Susiok..." kata Phoey Cie Seng, ia merangkapkan kedua tangannya menjura memberi hormat kepada Giok Han. Kam Siang Cie berdua Lo Tam Bun ikut memberi hormat.

Giok Han menggeleng, "Tidak kalian bertiga harus berlutut, minta maaf dan berjanji tidak akan menghinaku lagi !"

Muka Phoey Cie Seng bertiga jadi pucat, mereka salah tingkah, saling pandang satu dengan yang lainnya. Mereka juga mendongkol bukan main. Suara lonceng yang dipukul semakin keras, membuat ketiga Hweshio itu semakin gelisah, mereka tak berani ayal-ayalan lagi.

Tiba-tiba Phoey Cie Seng menjatuhkan dirinya berlutut didepan Giok Han sambil manggut-manggutkan kepalanya tiga kali! Kam Siang Cie berdua Lo Tam Bun pun putus asa, mereka mengikuti perbuatan Phoey Cie Seng, berlutut dan manggutkan kepala mereka sebanyak tiga kali ! Di dalam hati ketiga Hwesio itu memaki kalang kabutan. karena mereka gusar tanpa bisa melampiaskannya dan pamor mereka hancur di tangan seorang bocah seperti Giok Han !

"Kami bertiga tidak berani berbuat kurang ajar lagi pada Susiok !" Berjanji mereka, itupun karena terpaksa benar. Suara mereka sampai serak sember, tergetar menahan kegusiran yang meluap bahkan Phoey Cie Seng karena darah nya naik tinggi sekali, hampir saja rubuh pingsan. Untung dia masih bisa mempertahan kan diri dan cuma matanya yang berkunang-kunang gelap.

"Baiklah," kata Giok Han. "Kalau kalian kelak berani berbuat kurang ajar padaku akan kulaporkan penstiwa ini pada Toa suhengku, guru kalian. Kalau perlu akan kulaporkan pada Sucouw. Selama-lamanya kalian tidak boleh berbuat kurang ajar lagi padaku !"

Kam Siang Cie tertawa meringis dan terpaksa manggutkan kepalanya. Demikian juga Lo Tam Bun, yang nyengir pahit. Phoey Cie Seng yang cuma menunduk dengan muka muram lesu. la penasaran bukan main. Jari telunjuknya tergigit sampai tulangnya patah, sekarang dia harus berlutut memanggutkan kepalanya tiga kali buat si bocah, malah berjanji tidak akan berbuat kurang ajar lagi pada si bocah ! Benar-benar penasaran dan dia rasanya mau menangis tidak bisa, tertawapun tidak dapat.

"Ciangkauw panggil semua murid Apakah Susiok mau kesana dengan kami ?" tanya Kam Siang Cie setelah berdiri.

"Kalian pergilah, aku akan pergi sendiri kesana !" menyahuti Giok Han.

Ketiga Hwesio itu manggut dan ngeloyor pergi dengan sikap lesu. Giok Han merasa puas, walaupun tubunnya masih terasa sakit-sakit. Setelah merapikan bajunya, si bocah cepat-cepat pergi ke Tat Mo Tong. Ketika si bocah tiba dtsitu, semua Hwesio sudah berdiri berjejer, berbaris rapi. Tang Sin Siansu tampak dudui angker di tempatnya, di sisi kirinya berdiri Tang Lang Siansu. di sisi kanannya Tang Lu Siansu. Tang Bun Siansu tidak tampak, ia kembali tengah menjalankan tugas pergi ke Bu Tong Pay. Wie Sin Siansu dan murid-murid tingkat 2 pun sudah berkumpul. Giok Han menghampiri gurunya.

Wie Sin Siansu tercengang melihat keadaan muridnya yang babak belur matang biru pakaiannya pun tidak karuan. "Kenapa kau?" tegurnya, berbisik waktu muridnya sudah berada disampingnya.

"Tadi tecu panjat pohon di hutan kecil sebelah Utara, tecu terpeleset jatuh," berbohong Giok Han. la melirik kepada kelompok murid murid tingkat 4 ia melihat Kam Siang Cie, Lo Tam Bun dan Phoey Cie Seng bertiga tengah mengawasi kearahnya dengan berkuatir. Muka mereka pucat, mata mereka ter buka lebar-lebar. Hanya Phoey Cie Seng di samping memancarkan rasa kuatir, juga sorot gusar.

Ketiga Hwesio itu rupanya kuatir Giok Han mengadu kepada Wie Sin Siansu. Giok Han meleletaan lidahnya secara diam-diam kepada ketiga Hwesio itu, membuat Kam Siang Cie hertiga segera melengos dengan muka merah kaiena mendongkol

Wie Sin Siasu megusap kepala bocah itu "Lain kali kau harus hati-hati dan jangan nakal," sabar pendeta tua itu. Tidak lama lagi aku akan ajarkan kau Ginkang (ilmu meringankan tubuh), sehingga tidak perlu jatuh babak belur seperti ini jika memanjat pohon !"

Girang Giok Han. "Terima kasih, Suhu." Waktu itu Tang Lu Siansu tepuk tangannya dan seluruh ruangan jadi sunyi sepi. Selama ini kuil Siauw Lim Sie merupakan tempat yang suci dan siapapun tidak akan lancang datang untuk mengacau! Tadi dilaporkan ada seorang tosu yang memaksa untuk naik kemari dan mengacau, melukai banyak orang-orang kita.

Karena itu kami teieh perintahkan murid-murid barisan depan Pat Kwa Tin, pergi membendung dan menangkapnya ! Hanya saja, musuh yang datang sekali ini rupanya bukan orang biasa, ia bisa menerobos barisan depan Pat Kwa Tin, sehingga perlu kalian pun bersiap siaga. "Nah, laksanakan tugas"."Tang Sin Siansu memberikan perintahnya.

Semua Hwesio yang berkumpul di situ, tidak perduli dari tingkat yang mana, jadi terkejut. Musuh dari manakah yang begitu tangguh bisa menerobos dari barisan muka Pat Kwa Tin, pasukan murid-murid Siauw Lim Sie yang d.bentuk dalam posisi kedudukan Pat Kwa.

Jangan seorang musuh, seratus orang musuh yang sudah terkurung oleh barisan Pat Kwa Tin niscaya tidak akan berdaya apa-apa, bagaimana tangguhnya sekalipun musuh-musuh itu. Sekarang yang datang hanya seorang tosu, tapi berhasil menerobos barisan depan Pat Kwa Tin, jelas tosu itu berkepandaian liehay sekali.

Semua Hwesio itu bubar, untuk bersiap-siap di pos masing-masing.

Wie Sin Siansu mengajak Giok Han ikut dengannya, untuk memimpin beberapa orang Hwesio menantikan kedatangan musuh.

Kalau nanti musuh telah datang, kau harus menyaksikan dari jauh saja, jangan dekat-dekat !" bisik Wie Sin Siansu pada murid bungsunya.

Giok Han mengangguk, ia girang akan menyaksikan keramaian... kesibukan terlihat di dalam kuil Siauw Lim Sie, semua Hwesio dan berbagai tingkat tengah bersiap-siap dengan senjata masing-masing. Tapi walaupun semua Hwesio sibuk, seluruhnya berlangsung dengan tertib, sampai suara sekecil apapun tidak terdengar!

-ooo0ooo-

Mari kita mundur sejenak. Di kaki gunung Siauw Sit San, dimana pada puncak gunung itu berdiri megah kuil Siauw Lim Sie, terdapat beberapa buah desa. Di kaki gunung sebelah barat ada desa Siecoan, sebuah desa yang cukup besar. Di sebelah timur kaki gunung itu terdapat desa Lin-su dan dikaki gunung sebelah utara terdapat sebuah desa yang terbesar dari desa-desa di kaki gunung Siauw Sit San. yaitu desa Lam-kim-cung.

Penduduk dcsa itu hampir berjumlah 100 kepala keluarga, yang sebagian terbesar dari mereka hidup bercocok tanam. Pada pagi itu tampak seorang tosu berpakaian bersih, berusia antara 60 tahun, tengah berjalan di pasar dalam kampung Lam-kim cung. la kemudian memasuki sebuah kedai arak.

Dimintanya satu teko teh, lalu minum secawan demi secawan dengan tenang. Tosu itu tampak mengagumi keindahan alam desa Lam-kim-cung, karena biarpun desa ini terpencil di kaki gunung Siauw Sit San, namun daerah itu merupakan daerah pegunungan yang penuh dengan pohon Siong dan bambu, serta di seputarnya terdapat sawah-sawah yang subur, sehingga keadaannya seperti juga keadaan daerah Kanglam yang indah permai.

Dilihat dari sikapnya, tosu itu mempunyai perasaan halus dan sabar. Kumis jenggotnya sudah berobah warna menjadi putih seperti benang-benang perak, yang terjuntai sampai ke dadanya

Seorang pelayan yang menyediakan teh buat tosu itu dan membawa beberapa bak-pauw tanpa isi, sempat tersenyum dan berkata kepada si tosu (paderi Agama Tookauw): "Tampaknya totiang bukan penduduk sekitar sini, kemanakah tujuan totiang ?"

Tosu tua ita tersenyum sabar. "Dari sini kuil Siauw Lim Sie tidak jauh lagi. Aku ingin pergi ke sana, untuk mengurus suatu persoalan..."

Mendadak terdengar suara tindakan kaki yang enteng, ketika tosu dan si pelayan menoleh, mereka melihat dua Hwesio usia pertengahan sedang berdiri dipintu kedai arak dan mengawasi tosu tua itu dengan mata tajam.

Sesudah mengawasi beberapa saat, waktu tosu tua itu menoleh, kedua Hwesio itu lantas berjalan keluar. Melihat gerakan kedua Hwesio itu, si tosu tahu mereka mempunyai ilmu silat yang tidak rendah. Tempat itu sangat berdekatan dengan Siauw Lim Sie, maka si tosu menduga kedua Hwesio tersebut adalah pendeta dari Siauw Lim Sie.

Sudah sebulan lebih tosu tua itu melakukan perjalanan jauh, sekarang ia sudah tiba di Siauw Sit San. la mempunyai urusan yang sangat penting dengan pimpinan Siauw Lim Sie. Karena mengingat bahwa ia bertujuan buat menemui Tang Sin Siansu, Hongthio Siauw Lim Sie. maka hatinya jadi ingin berkenalan dengan kedua Hwesio itu buat bersama-sama naik ke atas gunung.

Tosu itu lantas saja meninggalkan mejanya dan pentang kedua kakinya setelah meletakkan uang pembayaran air teh yang diminumnya. Tapi kedua Hwesio itu sudah ber-lari-Iari tanpa menengok dan berada dalam jarak puluhan tombak jauhnya.

"Jiewie Taysu, berhentilah dulu," berteriak sitosu. "Pinto (aku) mau bertanya sedikit." Suara tosu tua itu sangat nyaring bagaikan genta, sehingga selat gunung seakan-akan jadi bergoyang.

Kedua hweshio itu agaknya kaget, tapi sebaliknya dari hentikan tindakan kaki mereka, malah keduanya lari terlebih keras.

"Apa mereka tuli?" menggumam si tosu yang terheran-heran melihat kelakuan kedua hweshio itu, lalu ia mempercepat langkah kakinya. Dalam sekejap mata ia sudah menyandak dan menghadang di depan kedua hweshio itu sambil berkata dengan suara manis, membungkuk hormat: "Jiewie Taysu, selamat bertemu !"

Menyaksikan gerakan si tosu yang begitu gesit, disertai dengan membungkukkan tubuh? kedua hweshio jadi terkesiap dan menduga si tosu tua sedang kerahkan tenaga dalamnya. Kedua hwshio lalu meloncat ke samping dan membentak: "Kau mau apa ?"

"Apakah jiewie dari Siauw Lim Sie?" tanya si tosu, sabar suaranya, sikapnya tetap manis.

"Kalau benar, mau apa?" jawab salah seorang hweshio dengan suara tawar.

"Pinto yang rendah adalah sahabat lama dari Hongthio Tang Sin Siansu dan kedatangan Pinto ini adalah buat berjumpa dengannya," jawab si tosu. "Jika diluluskan, Pinto mohon jiewie sudi mengantarkan."

"Kalau kau mempunyai nyali, pergilah sendiri !" kata salah seorang hweshio yang badannya kate gemuk. Sehabis berkata begitu, mendadak ia menyabet dengan tangannya, sehingga si tosu terpaksa berkelit ke samping kanan. Tapi siapa nyana, hweshio yang badannya kurus juga turut menyabet dengan tangannya, dan si tosu jadi tergencet di sama tengah.

Pukulan itu adalah pukulan "Toa Koan Bun Sit" atau "Pukulan Menutup Daun Pintu", rnerupakan salah satu ilmu pukulan Siauw Lim Pay yang sangat liehay.

Si tosu terkesiap melihat kedua hweshio itu turunkan tangan jahat, tanpa suatu sebab. la tahu kejadian ini pasti timbul dari suatu salah mengerti. la tidak berkelit atau menangkis, tapi lantas kerahkan tenaga dalamnya dan hampir berbareng, kedua pukulan itu mengenai telak pada pundaknya. Sebaliknya bukan si tosu yang terluka, malah kedua hweshio itu yang berteriak kesakitan dan tangan mereka menjadi bengkak, sebab kena dipukul balik dengan satu tenaga dalam yang sangat hebat.

Sebagai orang yang sudah berlatih mahir ilmu silatnya dan dua puluh tahun sudah melatih tenaga dalamnya, bukan main kagetnya kedua hweshio itu, Sambil berseru keras, mereka lantas menendang dada si tosu.

Si tosu adalah seorang yang mempunyai kesabaran luar biasa. Ketika itu, ia tidak jadi gusar, cuma hanya merasa sangat heran.

Setahu si tosu Siauw Lim Sie merupakan kuil di mana pusat perguruan silat yang tertua dan mempunyai pemimpin-pemimpin yang selama generasi demi generasi dapat bersikap agung dan dihormati oleh seluruh orang rimba Persilatan.

Dia jadi heran mengapa murid-murinnya begitu berangasan Si tosu juga mengenali bahwa tendangan yang dilakukan kedua hweshio tersebut adalah Wan Yang Giok Lian Hoan yang berantai dan sangat liehay. Tapi si tosu tokh masih belum menjadi gusar dan kembali kerahkan tenaga dalamnya.

Dalam sekejap, belasan tendangan sudah mampir pada dadanya yang tipis kurus, sedangkan kedua hweshio itu merasakan kaki mereka seperti juga menendang karung pasir. "Apakah tosu ini manusia atau setan?" pikir kedua hweshio itu kaget didalam hati masing-masing.

Mendadak kedua hweshio ini mencabut pedang mereka yang disimpan dalam jubah pertapaan. Si hweshio kate menikam bagian bawah badan si Tosu dengan gerakan "Tan Hay Tok Liong" atau "Masuk KeLaut Membunuh Naga", sedangkan hweshio jang satunya lagi menabas dengkul kanan si tosu dengan jurus "long Hong Sauw Yap" atau "Angin Utara menyapu Daun".

Serangan terhadap dirinya walaupun tampaknya hebat, tidak membuat tosu tua itu gentar. Hanya saja, menyaksikan gaya telengasnya kedua serangan pedang, jadi gusar. "Kita tidak saling kenal, baru sekali ini bertemu, mengapa kalian begitu kejam?" pikirnya didalam hati. Ia memiringkan badannya dan sampok gagang pedang sihweshio kate dengan pukulan Sun Cm Tui Couw (Dengan Tangan Mendorong Perahu). sehingga pedang itu jadi berbalik dan menangkis pedang si hweshio kurus. Itulah suatu ilmu siiat yang melawan musuh dengan gunakan musuh juga, merupakan satu bagian dari ilmu Kong Ciu Jip Pek To (Dengan Tangan Kosong Masuk Ke Dalam Rimba Golok). jangan kata baru dua orang, biarpun dikerubuti dua puluh orang, sitosu masih dapat melayaninya dengan pinjam tenaga musuh buat lawan musuh yang lainnya.

Begitu kedua pedang kebentrok, kedua hweshio itu rasakan tangan mereka sakit sekali dan buru-buru balik badan sambil mengawasi sitosu tua dengan sorot mata gusar berbareng kagum. Sambil menggereng, mereka kembali menyerang dengan pedang masing-masing.

Sitosu tua kenali bahwa serangan itu adalah serangan dari orang-orang yang baru saja mempelajari barisan Pat Kwa Tin, ilmu barisan andalan Siauw Lim Sie yang sangat terkenal lihay, Oleh karena kuatirkan keadaan bertambah gawat serta salah paham bertambah berat, sitosu segera juga berseru: "Aku adalah sahabat Tang Lu Siansu, harap jiewie jangan main-main !"

"Andaikata kau pinjam nama Hongthio Tang Sin Siansu juga tak ada gunanya!" membentak si hweshio kurus.

"Tapi benar-benar Tang Sin Hongthio juga memiliki hubungan cukup baik dengan Pinto!" berkata sitosu dengan suara nyaring dan sikap bersungguh-sungguh.

"0mong kosong!" membentak sihweshio kate. "Sebentar lagi kau akan bilang Tang Lan Siansu Susiokcouw pun sebagai sahabatmu !" Sambil membentak, pedangnya sudah menikam lagi dada sitosu.

Sitosu tua yang sabar itu benar-benar tidak mengerti. Dari ilmu silatnya, kedua hweshio itu memang benar merupakan murid-murid Siauw Lim Sie. Tapi mengapa tanpa sebab, mereka jadi memusuhi dirinya ?"

Sitosu tua adalah seorang yang pribadinya tebal luar biasa dan di samping itu ia pun tengah mempunyai suatu persoalan penting dengan Hongthio Siauw Lim Sie, sehingga tidaklah pantas kalau belum apa-apa, ia sudah bentrok dengan hweshio disitu.

Maka itulah, ia cuma kelit serangan orang dan sama sekali tidak membalas. Ke-dua hweshio itu jadi semakin gusar dan ro-bah cara menyerangnya, yaitu terus tujukan pedang mereka ke arah dada si tosu, itulah tikaman mengandung maut!

Biar bagaimana sabarnya si tosu tua itu, ia masih tetap seorang manusia biasa juga. darahnya sekarang mulai naik. Begitulah seketika pedang si hweshio kate menyambar, ia lonjorkan tangan kanannya sembari pentang dua jarinya yang lamas digunakan buat jepit badan pedang, berbareng dengan itu, ia tekuk lengannya ke dalam buat bentur hidung si hweshio dengan sikutnya

Begitu pedangnya kena dijepit, si hweshio coba membetot, tapi tidak bergeming dan malahan lihat sambaran sikutnya si tosu. la tahu, kalau mukanya kena dibentur, biarpun tak sampai mati, ia pasti akan mendapat luka berat. Maka itu, sebab tiada jalan lain, buru-buru ia lepaskan pedangnya dan loncat mundur ke belakang.

Ilmu silat si tosu tampaknya sudah mencapai puncak sedemikian tinggi, sehingga kaki tangannya secara otomatis selalu menurut keinginan hatinya. Sesuatu gerakannya keluar pas-persis menurut kemauannya. Ketika itu, ia gerakkan sedikit kedua jarinya yang menjepit pedang dan gagang pedang itu segera menyampok ujung pedang si hweshio kurus yang sedang membabat lehernya.

Begitu kena benturan, si hweshio rasakan tangannya gemetaran dan pundaknya panas, mau tidak mau ia juga lantas lepaskan pedangnya buat segera loncat keluar dari gelanggang.

"iblis ini benar-benar lihay, ayo lari !" mereka berteriak sambil panjangkan langkah seribu.

Selama hidupnya si tosu menganut penghidupan yang suci dan alim, selamanya tidak pernah melakukan perbuatan tercela. Sekarang, "baru sekali ini, ia digelarkan iblis"

Karuan saja ia jadi gusar dan segera menguber Sesudah datang dekat, dengan sekali enjot, tubuhnya terbang melewati kepala kedua hweshio itu, untuk kemudian hinggap di atas tanah, di depan kedua hweshio itu!"

"Hei, kalian memaki Pinto apa ?" ia membentak.

Si hweshio kate terkesiap dan balas membentak: "Bukankah kau datang di Siauw Sit San dengan bermimpi untuk menimbulkan keonaran ?" Sehabis berkata begitu, oleh karena kuatir diserang, hweshio itu mundur beberapa tindak.

Si Tosu bengong. la sungguh tak mengerti, kenapa si hweshio bilang begitu, sedangkan ia sama sekali tidak bermaksud menimbulkan kekacauan apa-apa di Siauw Lim Sie. Bahkan, kedatangannya disebabkan suatu urusan, di mana ia ingin bertemu dengan Hongthio dan tetua-tetua Siauw Lim Sie, untuk merundingkan suatu persoaIan yang sangat penting.

Selagi si tosu bengong, kedua hweshio itu saling lirik dan lantas kabur dari kedua samping badan si tosu.

Seperti orang yang baru sadar dari tidur-nya, si tosu keluarkan satu suara "hemm," dan lewat beberapa saat barulah mengguman,: "Benar-benar aneh. Apa maksud kedua hweshio itu? Mengapa mereka menyerang secara buta-tuli ? Mungkin sekali mereka salah mata."

Si tosu mulai mendaki gunung, dengan menenteng dua batang pedang yang ditinggalkan kedua hweshio. Si tosu melihat pada batangnya kedua senjata tersebut tertata tiga huruf kecil : "Siauw Lim Sie."

Sesudah berjalan lebih semakanan nasi, si tosu di bagian yang jalanannya jadi lebih sukar dan berbahaya buat dilewati. Dengan masih bertanya-tanya memikirkan kelakuan kedua hweshio yang bertemu dengannya tadi si tosu berjalan terus, beberapa lama di depannya menghadang satu batu gunung yang luar biasa bentuk maupun besarnya Batu itu melengkung dari atas ke bawah, seperti seorang nenek yang sedang membungkukkan tubuh dan kelihatannya menyeramkan sekali.

Saat itu bulan sisir sudah muncul di tepian langit, hari sudah malam dan sang magrib sudah berlalu. Melihat itu, si tosu jadi berdiri diam sejenak. Hatinya jadi sedikit tergerak menyaksikan pemandangan yang luar biasa ditempat tersebut. "Memang tidak percuma Siauw Lim Sie mempunyai nama besar sepanjang jaman, tempatnya saja demikian luar biasa dan angker !" menggumam tosu itu akhirnya, penuh perasaan kagum

Tiba-tiba dari belakang batu terdengar beberapa seruan dan loncat keluar empat hwesio yaig masing-masing tangannya mencekal pedang. Begitu muncul memperlihatkan diri, mereka lantas berbaris di tengah jalan tanpa keluarkan sepatah kata.

Si tosu maju menghampiri dan memberi hormat seraya berkata: "Pinto yang rendah adalah Soan Lo Cinjin dari Bu Tong San. Kedatangan Pinto ke sini buat menemui Tang Sin Hong thio."

Seorang hwesio yang badannya jangkung maju setindak dan berkata sembari tertawa dingin: "Sebagai salah seorang pimpinan Bu Tong Pay, namanya Soan Lo Cinjin tersohor di kolong langit. Tapi mengapa kau begitu tidak mengenal malu? Hmmm, tentu kau ingin menjual nama Soan Lo Cinjin! Ayo cepat kau turun gunung !"

Si tosu mendongkol sekali lantaran dikatakan tidak mengenal malu, juga hwesio itu meragukan bahwa dia hanya menyamar dan menjual nama Soan Lo Cinjin dari Bu Tong San. Sembari menahan sabar, ia berkata: "Pinto adalah Soan Lo. Pinto mohon Taysu sekalian sudi antarkan Pinto kepada Tang Sin Hongthio, supaya segala apa bisa segera menjadi terang."

"Begitu tiba di Siauw Sit San, kau sudah pertunjukkan kepandaianmu," membentak si hwesio jangkung. "Kau benar-benar sudah bosan hidup! Kalau tidak dikasih sedikit pelajaran, kau nanti kira di Siauw Lim Sie sudah tidak ada orang pandai lagi."

Sehabis berkata begitu, ia lantas saja sabet pinggang si tosu tua, Soan Lo Ci ijin, dengan gerakan "Hun Hoa hud Liu" (Sampok Kembang Menyapu Pohon liu).

Bukan main herannya si tosu tua. "Baru saja belasan tahun aku tidak berkelana dalam kalangan Kangouw, peraturan di dalam dunia sudah berobah begini besar !" la mengeluh dalam hatinya.

"Dulu murid-murid Siauw Lim Sie merupakan pendeta-pendeta terhormat, alim dan saleh, tapi sekarang mereka merupakan manusia-manusia yang sulit diajak bicara baik-baik ! Soan Lo Cinjin miringkan badannya buat keiit serangan itu dan sebelum dapat membuka mulut, tiga hwesio lainnya sudah turut menerjang dan mengepung si tosu di tengah-tengah.

"Suwie Taysu !" Soan Lo Cinjin berseru. "Cara bagaimanakah Pinto mesti berbuat supaya Suwie percaya bahwa Pinto adalah Soan Lo Cinjin dari Bu Tong San ?"

"Kau mesti lebih dulu rebut pedangku !" membentak si nwesio jangkung yang segera menikam pula dengan pedangnya. Mendengar perkataan yang temberang itu, Soan Lo Cinjin jadi mendongkol.

"Apa susahnya merebut pedangmu?" katanya didalam hati. Begitu ujung pedang menyambar dadanya, si tosu kerahkan tenaga dalamnya dan mementil dengan jari tangannya. Dengan satu suara mengaung yang nyaring, pedang itu terpental ke tengah udara, sedang si hwesio jangkung dalam kagetnya, loncat keluar dari gelanggang pertempuran. Sebelum pedang itu jatuh di atas tanah, dengan beruntun Soan Lo Cinjin mementil lagi tiga kali dan tiga barang pedang lainnya segera beterbangan di tengah udara! Dalam sekejap mata empat pedang dari empat hwesio itu sudah dibikin terlempar ke udara !

Menurut kebiasaannya, setiap kali turun tangan. Soan Lo Cinjin selalu memberi kesempatan kepada lawannya buat mengundurkan diri. Akan tetapi lantaran hatinya mendongkol melihat kesombongannya si hwesio jangkung, ia lantas keluarkan ilmu mementil yang dikuasainya liehay luar biasa.

Ilmu itu bukan main tangguhnya dan cuma dapat dikuasai oleh orang yang sudah mempunyai tenaga dalam yang sangat tinggi.

Sesudah pedangnya pada terbang, ke-empat hwesio itu masih belum tahu, ilmu apa yang telah digunakan oleh lawan mereka. "Lekas menyingkir! iblis terkutuk itu menggunakan ilmu siluman!" berteriak si hwesio jangkung. Mereka segera meloncat balik ke belakang batu besar dan dalam sekejap mata sudah menghilang diantara kegelapan malam.

Mendengar. sesudah dimaki "iblis terkutuk" ia sekarang disebut-sebut menggunakan "ilmu siluman" Soan Lo Cinjin jadi gusar berbareng geli dalam hatinya. la adalah seorang tosu yang sifatnya tidak mau gampang-gampang sudah, jika menemui persoalan yang tidak dimengerti olehnya. Semakin sulit persoalannya, semakin ia ingin mengetahui jelas sampai didasar-dasarnya.

Sesudah melewati dua tikungan, jalanan jadi lebih rata dan mudah untuk dilalui. Mendadak telinga si tosu mendengar satu tanda dari bentrokan senjata dan dari dalam hutan muncul keluar delapan hwesio yang masing-masing mencekal sebatang pedang.

Melihat kedudukan delapan orang itu, yaitu empat di sebelah kiri dan empat disebelah kanan, tosu itu segera mengetahui bahwa hwesio hwesio itu maju dengan barisan Pat Kwa (Barisan Pat Kwa Delapan segi) sesuai dengan jumlah delapan hwesio itu, yang seorang demi seorang menduduki posisi dari salah satu pintu Pat Kwa.

Soan Lo Cinjin mjngswasi delapan orang lawannya. Diantara sinarnya bulan dan remang-remang, ia tidak dapat melihat tegas muka delapan hweshio iti, akan tetapi, dilihat dari jenggotnya, mereka tentunya tidak berusia muda.

Diantara mereka terdapat seorang yang berbadan kecil langsing dan berpakaian jubah Hweshio warna merah, tujuh yang lainnya mengenakan jubah warna kuning.

Menyaksikan beruntun ia selalu dirintangi oleh hweshio-hweshio yang tidak dikenalnya dan berulangkali ia disebut sebagai "iblis", maka Soan Lo Cinjin sekarang hanya berharap secepat mungkin pergi menemui Tang Sin Hongthio, supaya bisa menghilangkan segala salah mengerti. Maka itu, dengan sekali Ioncat, ia sudah berada di kedudukan sebelan kiri, pintu Bong.

Melihat tanpa bersuara Soan Lo Cinjin loncat ke arah kiri, Su Taysu (hweshio yang ambil kedudukan di posisi pintu Su) lantas gerakkan barisannya ke arah kiri dan ingin kepung Soan Lo Cinjin di arena tengah. Tapi baru saja kedelapan nweshio itu bergerak, Soan Lo Cinjin sudah maju dua tindak ke-jurusan kanan dan tetap menduduki kedudukan pintu Bong. Melihat musuhnya mengambil kedudukan aneh, Su Taysi segera coba mengepung bersama dua kawannya, akan tetapi lantaran kedudukan Soan Lo Cinjin yang aneh itu, tiga batang pedang bukan saja tidak dapat berbuat suatu apa, malahan seluruh barisan menjadi terbuka dan tidak dapat saling membantu. Su Taysu kibaskan tangan kirinya buat memberi tanda agar seluruh barisan balik belakang. Tepi baru saja Bong bergerak. Soan Lo Cinjin kembali maju dua tindak dan lagi-lagi menduduki kedudukan pintu Bong, sehingga ketika Pat K-wa Tin beres diatur, Soan Lo Cinjin sudah berada pula dalam kedudukan yang selamat.

Harus diketahui bahwa Pat Kwa Tin adalah ilmu silat yang paling istimewa dari Siauw Lim Sie. Dengan delapan orang bekerja sama, mereka dapat menahan serangan dari ratusan orang. Cuma saja, Soan Lo Cin-jin tampaknya pun mahir dalam ilmu Pat kwa, sehingga Pat Kwa tin dari Siauw Lim Sie tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Di sebelahnya, ke delapan hweshio yang mengepung Soan Lo Cinjin juga belum matang be. tul kepandaiannya, Andaikata barisan tersebut di pertahankan oleh Wie Sin Siansu, berdelapan dengan sute-sutenya, Soan Lo Cinjin tentu tak akan dapat gampang-gampang menduduki kedudukan pintu Bong.

Demikian sesudah beberapa kali Pat Kwa Tin merobah kedudukan, barisan itu masih tidak dapat berbuat suatu apa terhadap Soan Lo C'injin dari Bu Tong San Jika mau dengan sekali terjang saja, tosu itu sebenarnya bisa untuk memecahkan barisan tersebut. Akan tetapi ia sungkan terbuat sedemikian rupa dan cuma berdiri di tempat yang selamat.

Diantara kawan-kawannya, Su Taysu yang mempunyai ilmu silat yang paling tinggi. Melihat pihaknya berada dibawah angin, hweshio yang menduduki pintu Su segera mengambil putusan buat merobah siasat dan berseru: "Robah barisan !"

Pat Kwa Tin segera saja terpencar dan kedelapan hweshio itu berputar-putar secara kalang kabut, dengan tujuan membikin kabur mata Soan Lo Ciijin. Sesudah terpencar-pencar beberapa saat, secara mendadak barisan itu berkumpul kembali, cuma pintu Yauw dan pintu San yang saling ganti kedudukan, dan dari barat barisan Pat Kwa Tin tersebut menikung ketenggara.

Begitu cepat Pat Kwa Tin teratur lagi, kedua hweshio yang menduduki pintu Shan dan Bie, lantas saja menerjang dengan pedangnya, Tapi tiba-tiba mereka melihat Soan Lo Cinjin berdiri disebelah utaranya Yauw dengan bibir tersungging senyuman, dalam terkesiap dan tidak berani terus turun tangan, lantaran mengetahui jika menerjang terus, dua hweshio yang menduduki posisi pintu Bong dan Su akan mendapat luka berat.

"Jangan terjang ! Mundur !" Berseru hweshio yang menduduki pintu Su yang juga sudah dapat melihat bahaya itu. Sehabis memerintah begitu, ia segera pimpin tujuh orang kawannya buat merobah lagi bentuk Pat Kwa Tin, akan tetapi sesudah dirobah berulangkali, Soan Lo Cinjin masih tetap tak dapat ditowel badannya.

Sesudah melayani perobahan-perobahan barisan ini buat beberapa lama, mendadak Soan Lo Cinjin tepuk kedua tangannya sambil Perkata: "Maaf." ia maju dua tindak ke arah kiri.

Ketika itu Pat Kwa Tin sudah berada di bawah pengaruh sitosu. Jika ia pergi kekiri, seluruh barisan juga mesti ikut kekiri, sebab jika tidak, jiwa kedelapan orang-orang itu akan terancam bahaya besar. Jika Soan Lo Cinjin lari keras, kedelapan hweshio itupun harus lari keras, dan kalau sitosu memperlahankan tindakan kakinya, para hweshio itupun mesti jalan terlebih perlahan. Diantara kedelapan hweshio itu, sihweshio berjubah merahlah yang tenaga dalamnya paling cetek.

Baru saja diajak berlari-lari belasan putaran, sihweshio jubah merah sudah merasakan kepalanya berdenyut pusing, napasnya sengal-sengal. la segera menyadari tenaganya bakal jadi habis dalam waktu cepat, cuma saja lantaran mengetahui seluruh barisannya akan menjadi berantakan jika ia rubuh, maka si hweshio sambil kertak gigi, ia coba pertahankan dirinya semampu mungkin.

Usia Soa Lo Cinjin sudah lanjut, mungkin sudah lebih dari enampuluh tahun. Tapi saat itu timbul sifat kekanak-kanakannya yang ingin mempermainkan kedelapan hweshio itu, untuk melampiaskan kemendongkolan hatinya. Saat itu sitosu melihat kedelapan hweshio sudah jatuh dibawah pengaruhnya, kemana saja ia pergi kedelapan hweshio itu akan mengikuti, ia bergerak kekiri maka kedelapan hweshio itu kekiri, jika si tosu kekanan. kedelapan hweshio itu kekanan.

Timbul kegembiraan dihati Soan Lo Cinjin, ia jadi tersenyum sendirinya. "Hari ini," pikirnya gembira. "tanpa sebab aku kena di. maki-maki oleh kalian ! Aku dimaki sebagai iblis terkutuk dan disebut-sebut memiliki ilmu siluman. Biarlah sekarang aku memperlihatkan sedikit kepada kalian ilmu siluman."

Berpikir begitu, Soan Lo Cinjin dengan sekali en jot badannya sudah hinggap diatas satu batu besar. Ketika itu seluruh barisan sudah berada dibawah kekuasaannya dan jika kedlapan hweshio tidak turut, naik keatas, kelemahannya Pat Kwa Tin akan segera terlihat jelas oleh musuh. Beberapa hweshio kelihatan bimbang, tapi dengan satu bentakan keras, hweshio yang menduduki pintu Su yang berangasan, sudah melenyapkan kesangsian kawan-kawannya dan mengajak mereka menyusul keatas.

Baru saja kaki kedelapan hweshio menginjak batu, badan Soan Lo Cinjin kembali melesat keatas dan hinggap diujung satu batang pohon Siong besar. Walaupun badannya berada jauh di atas ia tetap menempatkan dirinya dikedudukan pintu Bong, sehingga kedudukannya jadi luar biasa teguh. Kedelapan hweshio itu mengeluh dan terpaksa turut loncat ke atas pohon dan cari cabang-cabang yang cocok serta sesuai dengan kedudukannya masing-masing guna meletakkan kaki. Soan Lo Cinjin tersenyum, serunya: " Ayolah sekarang kita turun lagi!"

Sitosu enjot badannya yang lantas melayang, tangannya menjambret salah satu hweshio yang mengambil kedudukan pintu Yauw.

Lihaynya Pat Kwa Tin Siauw Lim Sie terletak pada kerja sama dan saling bantu membantu antara kedelapan pintu. Dengan Yauw diserang, Sian dan Bic mesti turut turun membantu dan dengan turunnya kedua hweshio itu. Su dan Kie harus ikut turun.

Dengan demikian, seluruh barisan lantas turun kepermukaan bumi !

"Sekarang kukira sudah cukup Iah meyakinkan mereka, pasti mereka percaya bahwa aku dari Bu Tong San !" pikir Soan Lo Cinjin didalam hati. "Segala apa tidak boleh keterlaluan, aku harus menjaga mukanya Tang Sin Hongthio .... terlebih lagi kedatangan Pinto kemari untuk menyelesaikan suatu persoalan, dimana diperlukan saling kepercayaan dan pengertian kedua belah pihak."

Berpikir begitu Soan Lo Cinjin segera merangkapkan kedua tangannya, berdiri tegak ditempatnya. katanya nyaring: "Patwie Taysu. sudahlah! Pinto kira tentu kalian mau percaya bahwa pinto dari Bu Tong San !"

Pat Kwa Tin waktu itu sudah terbentuk lagi masing-masing sudah kembali pada kedudukan pintu yang menjadi pos mereka, Su Taysu ingin memberikan perintah untuk membuka serangan, waktu Soan Lo Cinjin berkata begitu, dia jadi ragu-ragu. "Dia memang liehay. Tampaknya memang dari Bu Tong San. Tapi keadaan sudah berlangsung demikian .... kalau kami melayani terus, belum tentu tosu bau itu dapat kami rubuhkan, kalau sampai pihak kami yang rubuh di tangannya, berarti muka kami akan hilang. Sekarang boleh dibilang kami dalam keadaan berimbang, tidak ada yang kalah dan menang."

Setelah mengawasi Soan Lo Cinjin, bimbang sejenak, Su Taysu bilang : "Baik lah apa yang kau inginkan ?"

Soan Lo Cinjin tersenyum sabar. "Pinto mempunyai urusan penting yang harus dirundingkan dengan Tang Sin Hongthio, harap Taysu mau membawa pinto menghadap padanya."

Su Taysu bimbang, namun akhirnya mengangguk. "Baiklah, mari ikut aku !" Sambil berkata begitu, dia mengibaskan tangannya. Barisan Pat Kwa Tin segera bubar, tapi mengambil kedudukan tetap bersiap sedia menghadapi sesuatu jika si tosu tua ini main giia.

Girang Soan Lo cinjin, dia mengucapkan terima kasih dan ikut rombongan pendeta itu ke Siau w Lim Sie.

Tang Sin Hongthio kaget diberitahukan tentang kedatangan Soan Lo Cinjin "undang masuk...!" perintah Hongthio itu, yang segera keluar untuk menyambut. Ketika berada dtruang tamu, dilihatnya Soan Lo Cinjin tengah menantinya, dengan cepat pendeta ketua Siauw Lim Sie ini merangkapkan kedua tangannya.

"Omitohud, kiranya kami menerima rejeki besar dengan kunjungan Sian jin !"

Soan Lo Cinjin merangkapkan kedua tangannya memberi hormat. "Sudah hampir duapuluh tahun kita tidak bertemu, apakah Hongthio baik-baik saja ?"

Tang Sin Hongthio tersenyum. "Loceng kira siapa yang telah membuat murid-murid Loceng kalang kabut, tidak tahunya Sianjin yang menggoda mereka. Pantas! Pantas! Hampir saja Loceng mengerahkan murid-murid lain, karena menerima laporan ada orang jahat yang hendak mengacau di Siauw Sit San! "

Keduanya tertawa. Dan kemudian Tang Sin Hongthio bertanya lagi: "Oya, mari kita mengobrol di dalam."

Tang Sin Hongthio dengan Soan Lo Cinjin ternyata merupakan sahabat-sahabat yang saling menghormati, sambil tertawa mereka jalan berendeng ke ruang tamu kuil itu. Murid-murid Siauw Lim Sie saling pandang, rupanya mereka keliru telah merintangi Soan Lo Cinjin, yang semula mereka duga sebagai tojin yang hendak mengacau di Siau Lim Sie.

Setelah totong menyediakan teh buat tamu ini, sambil tertawa Soan Lo Cinjin bilang: "Betul-betul mengagumkan, murid-murid Siauw Lim Sie hampir saja membuat Pinto tidak sanggup untuk melangkah maju satu tindakpun ! Tidak percuma, di gedung Naga tentu berdiam naga-naga kecil yang tangguh !"

"Sianjin terlalu memuji, justru semua itu disebabkan kekeliruan anak-anak itu, yang melaporkan tidak jelas."

"Kalau dipikir-pikir, memang kesalahan ada di pihak Pinto, yang tidak segera mengirim kartu nama." tertawa Soan Lo Cinjin.

"Oya. belum lama yang lalu Loceng sudah perintahkan Tang Bun Sute pergi menghadap ke Bu Tong, apakah Tan Bun Sute sudah tiba di sana?" tanya Tang Sin Hongthio.

Muka Soan Lo Cinjin mendadak berobah guram. "Ya, kedatangan Pinto kemari justru untuk membicarakan masalah itu, di dalam persoalan ini mengandung teka-teki yang agak membingungkan," kata Tosu tersebut.

"Tang Bun Suheng sudah tiba di tempat kami tapi keadaannya benar-benar mengherankan ..."

Tang Sin Siansu yang biasa tenang, sekali ini jadi gelisah juga. Sspasang alisnya mengkerut. Dengan tajam mengawasi Soan Lo Cinjin, tanyanya tak sabar: "Apa yang terjadi pada Tang Bun ?"

Soan Lo Cinjin menggeleng sambil menghela napas panjang. "Tidak apa-apa, sampai kini Tang Bun Suheng masih berada di kuil kami. Tetapi hari itu, kedatangannya diantar oleh seorang gadis..."

"Apa ?" Tang Sin Hongthio berseru kaget.

"Keadaan Tang Bun Suheng waktu itu cukup mengherankan, ia seperti lupa diri, bicaranya pun tidak karuan... seperti seorang... yang tidak memiliki kesadaran sepenuhnya."

Bertambah kaget Hongthio Siauw Lim Sie. Inilah peristiwa yang benar-benar mengherankan. Tang Bun Siansu adalah sute Hong thio Siauw Lim Sie, yang kepandaiannya sangat tinggi. Hampir boleh dibilang ia sudah tidak mempunyai tandingan. Jika Ciangbun-jin Bu Tong Pay hendak mencelakainya, pun hal itu rasanya tidak mungkin.

Tapi sekarang, Soan Lo Cinjin justru membawa berita bahwa Tang Bun dalam keadaan tidak sadar, seperti orang yang kehilangan ingatan, di antar oleh seorang gadis...

"Apa yang terjadi sebenarnya, Sianjin ?" tanya Tang Sin Siansu tak sabar.

Soan Lo Cinjin menghela napas.

"Peristiwanya terjadi demikian. Pagi itu dua orang murid kami di luar kuil bertemu dengan Tang Bun Suheng, yang tengah berjalan akan berkunjung ke Bu Tong Pay kami, bersama dengannya ada seorang radis berusia 18 tahun, bermuka cantik.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar