"Tadi siang kuperhatikan
kau berlatih, Toasuheng. Aku telah meniru setiap jurus yang kau latih. Sekarang
Toasuheng lihat, apakah aku keliru menirunya ?!" Setelah bilang begitu,
Giok Han mulai bergerak-gerak dalam jurus-jurus silat.
Bun An Taysu tertawa dan
memperhatikannya. la memang sangat sayang pada Giok Han, karenanya senang si
pendeta melihat kegembiraan sute kecilnya itu-
"Kau benar-Suteku yang
cerdas, jurus-jurus itu dapat kau tiru bagus sekali..." puji Bun An Taysu.
Tapi mendadak senyumnya lenyap, matanya terbuka lebar-lebar, mukanya jadi
tegang. la memperhatikan lebih serius setiap jurus yang dilakukan oleh Giok
Han, sampai akhirnya Bun An Taysu memekik kaget, melompat dan memegang lengan
Giok Han.
"Sute, siapa yang
mengajarkan kau ilmu ini ?" tegur Bun An Taysu.
Giok Han tertawa. "Suhu
rnana mau mengajarkan aku ilmu ini ? Selalu Suhu perintahkan aku melatih Cap
Peh Lo Han Kun tanpa pernah mengajarkan ilmu lain, sampai aku bosan melatih
delapan belas jurus itu-itu juga !"
"Lalu siapa yang
mengajarkan Tat Mo Kunhoat ini padamu ?"
Giok Han tertawa "0oo,
jadi nama ilmu pukulan itu Tat Mo Kunhoat, Toasuheng? Lucu, namanya mengambil
nama Couwsuya!"
"Jangan bergurau, Sute...
beritahukan kepadaku, siapa yang mengajarkan ilmu itu padamu ?" desak Bun
An Taysu, wajahnya tegang dan sikapnya serius.
"Sudan kuberitahukan tadi
padamu, Toa-suheng... aku melihat kau berlatih dan aku meniru jurus-jurus yang
kau latih!"
"Benarkah ? Kau tidak
berbohong?"
"Benar, Toasuheng,
sebetulnya ada apa ? Tampaknya kau tegang sekali ?!"
Bun An Taysu tidak segera
menyahuti. la menggumam sambil melepaskan cekalannya pada kedua lengan Giok
Han. "Mustahil ! Benar-benar mustahil !"
"Apanya yang mustahil,
Suheng ?" tanya Giok Han jadi heran melihat kelakuan Toasuheng nya
tersebut.
Tiba-tiba Bun An Taysu menoleh
mengawasi Giok Han tajam. "Sute, jangan sekali-kali kau perlihatkan pada
Suhu babwa kau bisa membawakan jurus-jurus Tat Mo Kun Hoat. Kita berdua akan
dihukum Suhu..."
"Oooo, kita akan dihukum
Suhu?" Tanya Giok Han kaget.
"Ya. Suhu pasti menyesali
aku, karena akan menuduh aku sudah mengajarkan kau Tat Mo Kun Hoat. Tahukah
kau. ilmu itu baru boleh dipelajari oleh murid-murid yang sudah mencapai
tingkat empat. Kalau sampai Suhu mengetahui kau bisa menjalankan jurus-jurus
itu, niscaya Suhu akan marah. Kau harus berjanji Sute, sampai kapanpun juga
tidak akan memperlihatkan kepada Suhu bahwa kau bisa membawakan jurus-jurus Tat
Mo Kun Hoat !"
Giok Han mengangguk, tertawa.
"Suheng jangan kuatir. Aku tidak tolol, kalau untuk dihukum buat apa
kuperlihatkan kepada Suhu ? Bukankah itu sama saja seperti ular cari penggebuk
?"
"Tapi aneh," kata
Bun Au Taysu seperti, mengoceh sendiri. "Aku tidak pernah memberitahukan
kepadamu bagaimana menjalankan jurus-jurus Tat Mo Kun Hoat, tapi mengapa
sekarang kau bisa membawakan semua jurus itu tanpa satu juruspun salah?"
"Apa susahnya, Suheng
?!" menyahu ti Giok Han "Oja, tadi Suheng bilang murid tingkat 4 baru
boleh mempelajari Tat Mo Kun hoat, kenapa begitu Suheng?"
"Sute, kalau kita belum
mencapai tingkat 4 dan mempelajari Tat Mo Kun Hoat, kita bisa tersesat. Juga
untuk melatih Tat Mo Kun Hoat, diperlukan penggunaan lwekang yang tepat,
sedangkan kau sendiri belum pernah melatih Lwekang, kalau melatih Tat Mo Kun
Hoat bukankah kau akan tersesat ?"
Giok Han lari memeluk Bun An
Taysu "Aduhh, bagaimana ini, Suheng? Aku akan tersesat ? Kau harus
menolongku Suheng, kau harus mengajarkan aku ilmu itu dengan cara yang tepat...
mengajarkan aku lwekang..."
Rasa kaget Bun An Taysu sudah
berkurang, ia tertawa melihat lagak Giok Han, senang hati si pendeta dipeluk
seperti itu oleh adik seperguruannya yang masih kecil ini.
"Sudahlah" Kata Bun
An Taysu sambil mengusap-usap kepala Giok Han. "Asal kau mau berjanji
tidak memberitahukan Suhu, aku nanti akan mengajarkan kau ! ingat semua ini
harus kau latih secara diam-diam, jika ketahuan Suhu selanjutnya aku tidak mau
perdulikan kau lagi !"
"Aku berjanji tidak akan
membocorkan rahasia kita berdua, Suheng," berjanji Giok Han.
Sejak malam itulah Giok Han
banyak menerima petunjuk-petunjuk dari Bun An Taysu. si murid kepala Wie Sin
Siansu, kepandaiannya pun sudah mencapai tingkat yang tinggi, sehingga
diajarkan oleh Bun An Taysu sebetulnya bagi Giok Han sama saja seperti
diajarkan oleh Wie Sin Siansu.
Walaupun sudah mencapai
tingkat yang tinggi, tingkat ke tiga, namun Bun An Taysu tetap rajin belajar
dan berlatih. Jika dulu ia selalu berlatih seorang diri, sekarang selalu
ditemani oleh Giok Han. Bahkai setelah lewat dua minggu, Giok Han dijadikan
sebagai kawan berlatihnya! Bun An Taysu pun mengajarkan Giok Han bagaimana cara
duduk bersemedhi mengatur jalan pernapasan sarta melatih lwekang.
Yang membuat Bun An Taysu
kagum campur heran, melihat Giok Han dapat menerima semua petunjuknya dengan
mudah dan cepat bisa menguasainya. Bun An Taysu jadi tertarik, sengaja ia
memberikan pelajaran yang lebih berat, namun tetap saja Giok Han bisa menerima
dengan mudah ! Tat Mo Kun Moat saja sudah seluruhnya dikuasai oleh Giok Han
hanya dalam lima hari! Memang hampir sulit dipercaya tapi hal itu sudah menjadi
kenyataan.
Hari-hari lewat cepat sekali,
tanpa terasa Giok Han sudah hampir tiga bulan berada di Siauw Lim Sie. Wie Sin
Siansu sendiri mulai mengajarkan ilmu pukulan Sin Wan Kun. Ia melihat selama
hampir tiga bulan ini Giok Han tidak memperlihatkan tanda-tanda yang tidak
baik, anak itu malah semakin patuh dan jinak, berbeda dengan sebelumnya yang
cukup binal dan keras kepala.
Sama seperti waktu mempclajari
Cap Peh Lo Han Kun, mempelajari Sin Wan Kun pun Giok Han tidak memerlukan waktu
terlalu banyak. Hanya empat hari ia sudah berhasil menguasai semua jurus Sin
Wan Kun. Wie Sin Siansu tambah takjub saja, hanya di dasar hatinya terdapat
kegembiraan yang meluap-luap, memiliki murid secerdas Giok Han. la pun sangat sayang
serta memanjakan Giok Han.
Akhir-akhir ini malah Wie Sin
Siansu seperti sudah melupakan pesan-pesan Tang Sin Siansu, Hongthionya. la
bersemangat sekali mendidik Giok Han. Semakin cepat bocah itu mencernakan
pelajaran yang di berikan, semakin banyak yang diturunkan oleh Wie Sin Siansu.
Giok Han sangat rajin dan
tekun berlatih. Pada pagi itu, seperti pagi-pagi sebelumnya, Giok Han pergi ke
hutan kecil di belakang kuil Siauw Lim Sie sebelah utara. la melatih ilmu Cap
Peh Lo Han Kun disusul kemudian dengan Sin Wan Kun. Malah, kalau sudah melatih
ilmu pukulan Sin Wan Kun ia akan menyusuli dengan Tat Mo Kun Hoat.
Cuma saja, pagi ini waktu Sin
Wan Kun tengah dijalankan pada jurus ke enambelas, tiba-tiba didengarnya
seseorang berkata : "Kita harus bangga mempunyai Susiok kecil yang
lincah!" Disusul kemudian tertawa terbahak-bahak beberapa orang.
Giok Han berhenti berlatih, ia
menoleh, Tampak Kam Siang Cie bertiga dengan dua orang sutenya, yaitu Phoey Cie
Seng dan Lo Tam Bun, yang rupanya sejak tadi sudah berdiri di situ menyaksikan
si bocah latihan.
Sambil tertawa Kam Siang Cie
menghampiri Giok Han "Susiok" kata murid Bun An Taysu ini sambil
merangkapkan kedua tangannya memberi hormat, tadi sempat kulihat Susiok
menjalankan jurus ke enambelas dari Sin Wan Kun. Apakah Susiok tidak keliru
menjalankannya ?"
Muka Giok Han berobah merah.
"Suheng maukah kau memberikan petunjuk kepadaku?" tanya Giok Han.
""Oooo, ooo, mana
berani Sutit menerima sebutan Suheng dari Susiok? Sutit seperti kejatuhan bulan
saja!" Kata Kam Siang Cie, tertawa. Tetapi jelas sikapnya mengejek.
"Mana berani memberi petunjuk kepada Susiok ! Malah, Sutit ingin minta
nasihat dan petunjuk dari Susiok!"
Muka Giok Han memerah sedikit,
la baru teringat bahwa kedudukannya dalam Siauw Lirn Sie berada setingkat di
atas Kam Siang Cie bertiga, Bukankah dia adik seperguruan Bun An Taysu, guru
ketiga pendeta itu?
Tapi melihat sikap mengejek
Kam Siang Cie, Giok Han tidak senang. Bukankah mereka bertiga harus
menghormatinya sebagai Susioknya. "Baiklah," kata Giok Hnn akhirny.
"Kalian datang kemari mau apa ?"
"Kami tahu Susiok sedang
berlatih di-sini," kata Phoey Cie Seng, yang ikut bicara. "Karena itu
ccpat-cepat kami datang kemari buat minta nasehat dan petunjuk Susiok !
Bukankah begitu Liok Siete ?"
"Benar," menyahuti
Lo Tarn Bun. "Harap Susiok mau memberikan nasehat dan petunjuk pada kami
!"
"Susiok," kata Kam
Siang Cie yang tidak mau memberikan kesempatan kepada Giok Han. "Harap
Susiok bermurah hati dan tidak menolak permohonan kami."
"Hari ini aku tidak
sempat," kata Giok Han ragu-ragu. "Lain kali saja..."
"Kalau tidak hari ini mau
kapan lagi?" Tanya Kam Siang Cie, sikapnya jadi semakin kurang ajar,
mengejek, sinis dan meremehkan susiok kecilnya itu.
"Harap Susiok tidak
menolak !" Tanpa menanti jawaban Giok Han, Kan Siang Cie menoleh pada Lo
Tam Bun. "Lo Siete, pergi cepat kau minta petunjuk dari Susiok !"
"Baik! Baik!"
"menyahuti Lo Tam Bun
dengan sikap sama kurang ajarnya. la ber-sama-sama Kam Siang Cie, Phoey Cie
Seng dan murid-murid Bun An Taysu semuanya tidak puas waktu Tang Sin Siansu
mengumumkan Giok Han diterima menjadi murid Siauw Lim Sie tingkat 3, menjadi
murid Wie Sin Sansu.
Dengan demikian Giok Han resmi
sebagai adik seperguruan dari guru mereka. Juga resmi sebagai Susiok (paman
guru) mereka. Dengan usia begitu kecil, apa kelebihan Giok Han menjadi Susiok
dari Kam Siang Cie dan yang lain-lainnya? Dan ingatan seperti itulah membuat
murid-murid Bun An Taysu yang jumlahnya tujuh orang itu jadi tidak puas.
Sudah cukup lama mereka
bertujuh ingin mencari gara-gara dengan Susiok kecil itu. tapi selama itu belum
juga memperoleh kesempatan. Siapa tahu, pagi ini waktu mereka sedang
bercakap-cakap bertiga di depan hutan kecil itu, dilihatnya Giok Han mendatangi
dan berlatih seorang diri. Kam Siang Cie segera mendapat ide untuk
mempermainkan Susiok kecilnya itu. Dia memberitahukan maksudnya dan disetujui
oleh Phoey Cie Seng dan lo Tam Bun. Karenanya mereka cepat-cepat menghampiri
Giok Han, untuk mempermainkannya.
Lo Tam Bun merangkapkan kedua
tangannya memberi hormat pada Giok Han. "Harap Susiok memberi petunjuk
!" la me-rani dengan sikap yang muda menantikan petunjuk dari yang tua.
Giok Han jadi bingung, la mana
bisa berkelahi dengan tiga pendeta itu? Sebagai anak yang cerdas, Giok Han tahu
mereka tidak puas karena dirinya jadi Susiok mereka karenanya pendeta-pendeta
itu selalu menyebut panggilan "Susiok" dengan suara serta sikap
sinis. Juga sekarang ketiga pendeta itu mau mempermainkannya.
"Aku benar-benar tidak
punya waktu, sekarang aku harus berlatih. Pergilah kalian!" Kata Giok Han
sekenanya.
Lo Tam Bun rupanya tidak mau
kehilangan kesempatan bagus ini. Tahu tahu tangan kanannya menjambak pundak
Giok Han, ingin dicengkeram "Maafkan Susiok, Sutit berbuat kurang ajar
!"
Giok Han kaget, dia melihat
tangan Lo Tam Bun menyambar pundaknya, tari dia mana bisa mengelakkannya.
Segera si bocah merasakan pundaknya sakit, belum lagi berkurang kagetnya
tahu-tahu tubuhnya sudah terjerunuk ditarik oleh kekuatan yang membuatnya
mencium tanah!
Kam Siang Cie dan Phoey Cie
Seng tertawa terbahak-bahak. Sedangkan Lo Tam Bun sambil tertawa bilang:
"Maaf, maaf Susiok, tidak sengaja..."
"Ooo. kau membuat Susiok
kaget," berseru Phoey Cie Seng sambil tertawa, menghampiri Giok Han,
mengulurkan tangannya mencekal lengan Giok Han.
Dipegangnya tangan Phoey Cie
Seng, Giok Han berusaha bangun, karena menyangka bahwa Phoey Cie Seng ingin
bantui dia bangun. Tetapi hati Giok Han tercekat lagi.
Phoey Cie Seng bukan bermaksud
baik, ketika memegang tangan Giok Han ia terhuyung seperti ingin jatuh, Eiii,
eiii," dia berseru. Secara diam diam Phoey Cie Seng mengerahkan tenaga
pada jari-jari tangannya, menghentak tubuh Giok Han, sehingga terbanting di
tanah! Debu mengepul, pakaian Giok Han kotor dan waktu ia merangkak bangun mukanya
kotor bercampur darah yang keluar dari bibirnya yang pecah beradu dengan gigi.
Giok Han tersadar bahwa
Hwesio-Hwesio ini ingin mempermainkannya. Dia mengibaskan bajunya, matanya
mendelik sambil menghampiri Lo Tam Bun. "Kau berani mempermainkan aku, ya
?" Mengomel Susiok kecil itu.
Tetapi waktu melewati Kam
Siang Cie, tanpa diketahui olch Giok Han. kaki si bocah digaet oleh kaki kanan
Kam Siang Cie, tidak ampun lagi si bocah terjerembab dengan hidung mencium
tanah ! Dari hidungnya segera keluar darah.
Melihat muka Giok Han
berlumuran darah, ketiga Hweshio itu jadi kaget. Timbul rasa takutnya. Kalau
urusan ini diketahui oleh suhu mereka, pasti mereka bertiga menerima hukuman.
"Sahte." kata Kam
Siang Cie yang berhenti tertawa. "Jangan keterlaluan !"
Waktu itu Phoey Cie Siang
tengah mencengkeram baju dipunggung Giok Han, ia dengan tertawa-tawa menampari
muka si bocah. "Ah, muka Susiok kotor. Maaf ! Maaf ! Ka-rena keteledoran
kami telah membuat Susiok kaget dan kotor seperti ini !"
Tamparan itu bukan tamparan
biasa. Phoey Cie Seng memang sudah tiga bulan ini merasa iri dan tidak senang
harus menjadi keponakan murid Giok Han, sekarang ada kesempatan seperti ini,
maka dipergunakan sebaik-baiknya, "plak, plak, plakkk, plokkk !"
terdengar berulang kali suara tamparan tersebut.
Giok Han selama tiga bulan ini
mendapat pelajaran langsung dari Wie Sin Siansu dan Bun An Taysu yang
mengajarkannya secara diam-diam diluar tahu Wie Sin Siansu.
Juga dia selalu melatih diri
dengan tekun. Sebenarnya Giok Han sudah mempunyai dasar-dasar lwekang yang
cukup kuat. Dalam kegusarannya dan kesakitan, dimana Giok Han jadi mata gelap,
walaupun dia seorang bocah cilik, tokh akhirnya dia memberikan perlawanan.
Demikianlah, waktu mukanya ditampari Phoey Cie Seng yang pura-pura membersihkan
abu yang melekat diwajahnya, tanpa pikir dua kali lagi Giok Han menyambar
tangan Phoey Cie Seng, digigit jari telunjuknya sampai Phoey Cie Seng menjerit
seperti babi disembelih. Orang sering bilang, sepuluh jari tangan mempunyai
hubungan dengan sang hati dan jika jari tangan dibikin sakit, sakitnya sampai
ke ulu hati !
Juga, Phoey Cie Seng bisa
tergigit jari telunjuknya, hal itu disebabkan pendeta ini tidak waspada, sebab
beranggapan Giok Han seorang bocai. cilik. Phoey Cie Seng angkat tangan kirinya
dan jotos pundak Giok Hoan. "Apa kau mau mampus ? hayo, lepas !" dia
membentak dengan bengis.
Sedari kecil Giok Han hidup
ditengah-tengah keluarga Jenderal, ayahnya seorang Goanswee dimana
pembantu-pembantunya yang berkepandaian tinggi. Adatnya keras dan tidak
mengenal takut dan selalu dihormati oleh semua orang. Dalam kegusarannya yang
meluap-luap, walaupun golok dan tombak datang menyambar, ia tokh tak akan
melepaskan gigitannya.
Begitu rasakan pundaknya
sakit, giginya menggigit semakin keras. Dengan satu suara "krek , tulang
jari Phoey Cie Seng patah! Sekarang Phoey Cie Seng yang jadi mata gelap. Tanpa
perdulikan segala akibatnya, ia hantam kepala Giok Han yang lantas saja menjadi
pingsan dan sesudah itu barulah dia dapat cabut jarinya cari mulut sibocah.
Biarpun tulangnya masih dapat
disambung, akan tetapi mulai dari waktu itu tenaga jari telunjuk tersebut tidak
akan pulih seperti sediakala dan sedikit banyak ada pengaruhnya dengan ilmu
silatnya. Dalam kegusaran yang sukar dilukiskan, ia tendang tubuh sibocah
beberapa kali.
Kam Siang Cie berdua Lo Tam
Bun menyaksikan jari Phoey Cie Seng digigit Giok Han, jadi kaget. Mereka ingin
menolongi, tapi Phoey Cie Seng keburu menghantam kepala Giok Han sampai sibocah
pingsan. Mereka jadi kaget sampai muka mereka pucat seperti kapur tembok.
"Sahte." kata Kam Siang Cie menyesnli Phoey Cie Seng, mengapa dihajar
begitu keras ? Bagaimana kalau Suhu tahu ?"
Phoey Cie Seng tengah gusar,
ia sobek jubah pertapaannya yang digunakan buat membungkus jari tangannya yang
luka. Untung saja disekitar tempat itu hanya mereka bertiga, tidak ada pendeta
lainnya yang menyaksikan, sebab jika sampai diketahui orang lain, disamping dia
tak tahu dimana harus taroh mukanya, juga urusan ini akan sampai kegurunya. Bun
An Taysu.
"Kita harus paksa agar
dia tidak buka mulut !" Kata Phoey Cie Seng, suaranya keras, menunjukkan
dia masih gusar, walaupun tidak urung kaget juga melihat susiok kecilnya itu
pingsan. "Siete, tolong ambilkan air ."
Lo Tam Bun yang sempat kesima
melihat paman guru kecil itu pingsan dan kuatir guru mereka mengetahui hal ini,
jadi tersadar, la mengiyakan dan pergi mengambil se-paso air dingia buat
mengguyur muka Giok Han, Begitu siuman seperti kerbau gila Giok Han menerjang
pada Phoey Cie Seng. Pendeta itu mencengkram dadanya sambil membentak:
"Binatang, Benar-benar kau bosan hidup ?"
"Anjing ! Hwesio bau!
Kaulah yang binatang !" berteriak Giok Han.
Phoey Cie Seng bermaksud ingin
mengancam dan memaksa Giok Han untuk tutup mulut tidak bercerita pada siapapun
juga apa telah dialaminya. Tapi dimaki begitu oleh Giok Han, lenyap rasa kuatir
Phoey Cie Seng, tak dapat tahan lagi hawa nafsunya, Tangan kanannya melayang
dan menggampar lagi. Giok Han menerjang, tapi sekali ihi ia sudah siap sedia.
Dalam waktu sekejap, beberapa kali Giok Han terpelanting, tapi ia ternyata
bandel luar biasa.
Kam Siang Cie berdua Lo Tarn
Bun sibuk mencegah agar Phoey Cie Seng tidak turunkan tangan keras lebih jauh,
tapi pendeta yang seorang itu seperti sudah kesurupan, tidak meladeni seruan
Kam Siang Cie berdua. Jika mau, dengan satu gerakan tangan saja ia bisa
membikin Giok Han mendapat luka berat, akan tetapi, lantaran memikir biar
bagaimanapun juga anak itu adalah Susioknya dan mengingat Suhu dan Sucouwnya,
Bun An Taysu dan Wie SinSiansu, yang pasti akan murka dan menghukumnya kalau
sampai anak ini mengalami luka berat, Phoay Cie Seng jadi sungkan turunkan
tangan yang berat.
Tapi Giok Han terus menerjang
seperti orang gila dan biarpun sudah terguling-guling berulangkali dengan
seluruh badan dirasakan bukan main sakitnya, ia masih pantang mundur, Benar ia
sudah melatih Cap Peh Lo Han Kun, Sin Wan Kun dan Tat Mo Kun Hoat, namun sejauh
itu Giok Han belum pernah mempergunakannya untuk berkelahi. Apa lagi ia tengah
dalam keadaan gusar, dan kalap, lupa baginya mempergunakan ajaran Wie Sin
Siansu, selain menerjang terus menerus dengan kalap seperti kerbau gila.
Kam Siang Cie berdua Lo Tarn
Bun yang berusaha menenangkannya tidak berhasil. "Sudahlah Susiok, kami
memang bersalah kurang hati-hati mengejutkan susiok... sudahlah kami minta maaf
!" Kam Siang Cie berdua LoTam Bun berseru-seru tidak hentinya dengan
gelisah.
Tapi Giok Han begitu jatuh,
segera bangun dan menerjang pula! Diam-diam hati Phoey Cie Seng merasa
menyesal, sampai akhirnya lantaran terpaksa ia totok pundak Susiok kecilnya itu
buat tutup jalan darahnya dan mau tak mau Giok Han rubuh tanpa bisa bangun
lagi. Cuma kedua bola matanya masih mengawasi Phoey Cie Seng dengan sorot
gusar, terbuka lebar-lebar mendelik.
"Binatang ! Apa sekarang
kau tahu takut?" Bentak Phoey Cie Seng. "Hemmm, macam kau bocah setan
ingin jadi Susiok kami... apa yang kau bisa heh ?"
Giok Han terus mengawasi
dengan mata mendelik tanpa memperlihatkan rasa takut sedikitpun.
Dengan napas sengal-sengal
Phoey Cie Seng duduk di atas batu besar yang tidak jauh dari situ. Jika ia
bertempur dengan musuh tangguh satu jam lamanya, belum tentu ia merasa begitu
lelah. Sekarang, biarpun kaki dan tangannya tidak merasa cape, seluruh badannya
dirasakan lelah sekali, akibat naiknya darah yang sangat tinggi. Buat beberapa
saat keponakan murid dengan paman guru itu saling mengawasi dengan mata gusar.
Kam Siang Ci berdua Lo Tam Bun membujuk Phoey Cia Seng agar tidak mengumbar
kegusarannya dan membebaskan Giok Han, meminta maaf dan menghabisi urusan
sampai disitu."
"Menghabisi urusan ini
sampai di sini ?" tanya Phoey Cie Seng tambah mendongkol. "Mana
mungkin ? Sekali saja bocah ini buka mulut pada Suhu. kita akan rusak! Belum
lagi dia mengadu tidak-tidak kepada SUCOW, tentu kita akan dihukum berat!
Bukankah dia murid Sucouw yang tersayang?"
Kam Siang Cie berdua Lo Tam
Bun jadi bengong. Sekarang mereka pun tambah bingung. Jika sebelumnya mereka
hanya ingin menghina dan mempermainkan paman guru kecil itu, sekarang justeru
merasa menyesal. Keadaan mereka seperti menunggang macan, diam terus tidak
bisa, turunpun tidak bisa.
Phoey Cie Seng putar otaknya,
tapi ia belum mendapat jalan cara bagaimana harus bersikap terhadap paman guru
kecil yang luar biasa nekad ini. Selagi kejengkwlannya belum berkurang,
mendadak terdengar suara lonceng nyaring dibunyikan keras sekali, itulah satu
pertanda bahwa Ciangkauw (pemimpin agama) perintahkan semua murid Siauw Lim Sie
agar berkumpul. Phoey Cie seng terkejut, demikian pula Kam Siang Cie berdua Lo
Tam Bun, mereka kaget, sampai muka mereka berubah pucat seperti kertas putihnya
Agak gugup Phoey Cie Seng
berdiri, dia bilang : "KaIau kau berjanji tidak akan memberitahulan
kejadian tadi kepada Suhu dan Sucouw, aku akan lepaskan kau." Sehabis
berkata begitu ia lantas menotok pula buat buka jalan darah Giok Han.
Tapi tak dinyana, begitu
bangun, Giok Han sudah mau menerjang
"Aku tidak pukul kau, kau
mau apa lagi ?" Tanya Phoey Cie Seng.
"Apakah kau nanti berani
menghinaku lagi?" tanya Giok Han.
Terpaksa sekali Phoey Cie Seng
menggeleng. Habis muka terangnya, hatinya penasaran sekali, terhadap seorang
bocah sekecil iiu ia terpaksa menyerah kalah. "Tidak..." katanya
perlahan. "Susiok jangan marah..."
"Kau harus berlutut
meminta maaf dan manggutkan kepala tiga kali !" kata Giok Han sambil
menelan rasa sakit di sekujur tubuhnya karena tadi terpelanting berkali-kali.
"Apa ?" Mata Phocy
Cie Seng mendelik, darahnya naik lagi. Tapi Kam Siang Cie sudah menarik ujung
lengan jubah Phoey Cie Seng dan melirik memberi isyarat.
"Susiok," kata Phoey
Cie Seng, lesu. "Aku minta maaf atas kekurang ajaran kami bertiga pada
Susiok..." kata Phoey Cie Seng, ia merangkapkan kedua tangannya menjura
memberi hormat kepada Giok Han. Kam Siang Cie berdua Lo Tam Bun ikut memberi
hormat.
Giok Han menggeleng,
"Tidak kalian bertiga harus berlutut, minta maaf dan berjanji tidak akan
menghinaku lagi !"
Muka Phoey Cie Seng bertiga
jadi pucat, mereka salah tingkah, saling pandang satu dengan yang lainnya.
Mereka juga mendongkol bukan main. Suara lonceng yang dipukul semakin keras,
membuat ketiga Hweshio itu semakin gelisah, mereka tak berani ayal-ayalan lagi.
Tiba-tiba Phoey Cie Seng
menjatuhkan dirinya berlutut didepan Giok Han sambil manggut-manggutkan
kepalanya tiga kali! Kam Siang Cie berdua Lo Tam Bun pun putus asa, mereka
mengikuti perbuatan Phoey Cie Seng, berlutut dan manggutkan kepala mereka
sebanyak tiga kali ! Di dalam hati ketiga Hwesio itu memaki kalang kabutan.
karena mereka gusar tanpa bisa melampiaskannya dan pamor mereka hancur di
tangan seorang bocah seperti Giok Han !
"Kami bertiga tidak
berani berbuat kurang ajar lagi pada Susiok !" Berjanji mereka, itupun
karena terpaksa benar. Suara mereka sampai serak sember, tergetar menahan
kegusiran yang meluap bahkan Phoey Cie Seng karena darah nya naik tinggi
sekali, hampir saja rubuh pingsan. Untung dia masih bisa mempertahan kan diri
dan cuma matanya yang berkunang-kunang gelap.
"Baiklah," kata Giok
Han. "Kalau kalian kelak berani berbuat kurang ajar padaku akan kulaporkan
penstiwa ini pada Toa suhengku, guru kalian. Kalau perlu akan kulaporkan pada
Sucouw. Selama-lamanya kalian tidak boleh berbuat kurang ajar lagi padaku
!"
Kam Siang Cie tertawa meringis
dan terpaksa manggutkan kepalanya. Demikian juga Lo Tam Bun, yang nyengir
pahit. Phoey Cie Seng yang cuma menunduk dengan muka muram lesu. la penasaran
bukan main. Jari telunjuknya tergigit sampai tulangnya patah, sekarang dia
harus berlutut memanggutkan kepalanya tiga kali buat si bocah, malah berjanji
tidak akan berbuat kurang ajar lagi pada si bocah ! Benar-benar penasaran dan
dia rasanya mau menangis tidak bisa, tertawapun tidak dapat.
"Ciangkauw panggil semua
murid Apakah Susiok mau kesana dengan kami ?" tanya Kam Siang Cie setelah
berdiri.
"Kalian pergilah, aku
akan pergi sendiri kesana !" menyahuti Giok Han.
Ketiga Hwesio itu manggut dan
ngeloyor pergi dengan sikap lesu. Giok Han merasa puas, walaupun tubunnya masih
terasa sakit-sakit. Setelah merapikan bajunya, si bocah cepat-cepat pergi ke
Tat Mo Tong. Ketika si bocah tiba dtsitu, semua Hwesio sudah berdiri berjejer,
berbaris rapi. Tang Sin Siansu tampak dudui angker di tempatnya, di sisi
kirinya berdiri Tang Lang Siansu. di sisi kanannya Tang Lu Siansu. Tang Bun
Siansu tidak tampak, ia kembali tengah menjalankan tugas pergi ke Bu Tong Pay.
Wie Sin Siansu dan murid-murid tingkat 2 pun sudah berkumpul. Giok Han
menghampiri gurunya.
Wie Sin Siansu tercengang
melihat keadaan muridnya yang babak belur matang biru pakaiannya pun tidak
karuan. "Kenapa kau?" tegurnya, berbisik waktu muridnya sudah berada
disampingnya.
"Tadi tecu panjat pohon
di hutan kecil sebelah Utara, tecu terpeleset jatuh," berbohong Giok Han.
la melirik kepada kelompok murid murid tingkat 4 ia melihat Kam Siang Cie, Lo
Tam Bun dan Phoey Cie Seng bertiga tengah mengawasi kearahnya dengan berkuatir.
Muka mereka pucat, mata mereka ter buka lebar-lebar. Hanya Phoey Cie Seng di
samping memancarkan rasa kuatir, juga sorot gusar.
Ketiga Hwesio itu rupanya
kuatir Giok Han mengadu kepada Wie Sin Siansu. Giok Han meleletaan lidahnya
secara diam-diam kepada ketiga Hwesio itu, membuat Kam Siang Cie hertiga segera
melengos dengan muka merah kaiena mendongkol
Wie Sin Siasu megusap kepala
bocah itu "Lain kali kau harus hati-hati dan jangan nakal," sabar
pendeta tua itu. Tidak lama lagi aku akan ajarkan kau Ginkang (ilmu meringankan
tubuh), sehingga tidak perlu jatuh babak belur seperti ini jika memanjat pohon
!"
Girang Giok Han. "Terima
kasih, Suhu." Waktu itu Tang Lu Siansu tepuk tangannya dan seluruh ruangan
jadi sunyi sepi. Selama ini kuil Siauw Lim Sie merupakan tempat yang suci dan
siapapun tidak akan lancang datang untuk mengacau! Tadi dilaporkan ada seorang
tosu yang memaksa untuk naik kemari dan mengacau, melukai banyak orang-orang
kita.
Karena itu kami teieh
perintahkan murid-murid barisan depan Pat Kwa Tin, pergi membendung dan
menangkapnya ! Hanya saja, musuh yang datang sekali ini rupanya bukan orang
biasa, ia bisa menerobos barisan depan Pat Kwa Tin, sehingga perlu kalian pun
bersiap siaga. "Nah, laksanakan tugas"."Tang Sin Siansu
memberikan perintahnya.
Semua Hwesio yang berkumpul di
situ, tidak perduli dari tingkat yang mana, jadi terkejut. Musuh dari manakah
yang begitu tangguh bisa menerobos dari barisan muka Pat Kwa Tin, pasukan
murid-murid Siauw Lim Sie yang d.bentuk dalam posisi kedudukan Pat Kwa.
Jangan seorang musuh, seratus
orang musuh yang sudah terkurung oleh barisan Pat Kwa Tin niscaya tidak akan
berdaya apa-apa, bagaimana tangguhnya sekalipun musuh-musuh itu. Sekarang yang
datang hanya seorang tosu, tapi berhasil menerobos barisan depan Pat Kwa Tin,
jelas tosu itu berkepandaian liehay sekali.
Semua Hwesio itu bubar, untuk
bersiap-siap di pos masing-masing.
Wie Sin Siansu mengajak Giok
Han ikut dengannya, untuk memimpin beberapa orang Hwesio menantikan kedatangan
musuh.
Kalau nanti musuh telah
datang, kau harus menyaksikan dari jauh saja, jangan dekat-dekat !" bisik
Wie Sin Siansu pada murid bungsunya.
Giok Han mengangguk, ia girang
akan menyaksikan keramaian... kesibukan terlihat di dalam kuil Siauw Lim Sie,
semua Hwesio dan berbagai tingkat tengah bersiap-siap dengan senjata
masing-masing. Tapi walaupun semua Hwesio sibuk, seluruhnya berlangsung dengan
tertib, sampai suara sekecil apapun tidak terdengar!
-ooo0ooo-
Mari kita mundur sejenak. Di
kaki gunung Siauw Sit San, dimana pada puncak gunung itu berdiri megah kuil
Siauw Lim Sie, terdapat beberapa buah desa. Di kaki gunung sebelah barat ada
desa Siecoan, sebuah desa yang cukup besar. Di sebelah timur kaki gunung itu
terdapat desa Lin-su dan dikaki gunung sebelah utara terdapat sebuah desa yang
terbesar dari desa-desa di kaki gunung Siauw Sit San. yaitu desa Lam-kim-cung.
Penduduk dcsa itu hampir
berjumlah 100 kepala keluarga, yang sebagian terbesar dari mereka hidup
bercocok tanam. Pada pagi itu tampak seorang tosu berpakaian bersih, berusia
antara 60 tahun, tengah berjalan di pasar dalam kampung Lam-kim cung. la
kemudian memasuki sebuah kedai arak.
Dimintanya satu teko teh, lalu
minum secawan demi secawan dengan tenang. Tosu itu tampak mengagumi keindahan
alam desa Lam-kim-cung, karena biarpun desa ini terpencil di kaki gunung Siauw
Sit San, namun daerah itu merupakan daerah pegunungan yang penuh dengan pohon
Siong dan bambu, serta di seputarnya terdapat sawah-sawah yang subur, sehingga
keadaannya seperti juga keadaan daerah Kanglam yang indah permai.
Dilihat dari sikapnya, tosu
itu mempunyai perasaan halus dan sabar. Kumis jenggotnya sudah berobah warna
menjadi putih seperti benang-benang perak, yang terjuntai sampai ke dadanya
Seorang pelayan yang menyediakan
teh buat tosu itu dan membawa beberapa bak-pauw tanpa isi, sempat tersenyum dan
berkata kepada si tosu (paderi Agama Tookauw): "Tampaknya totiang bukan
penduduk sekitar sini, kemanakah tujuan totiang ?"
Tosu tua ita tersenyum sabar.
"Dari sini kuil Siauw Lim Sie tidak jauh lagi. Aku ingin pergi ke sana,
untuk mengurus suatu persoalan..."
Mendadak terdengar suara
tindakan kaki yang enteng, ketika tosu dan si pelayan menoleh, mereka melihat
dua Hwesio usia pertengahan sedang berdiri dipintu kedai arak dan mengawasi
tosu tua itu dengan mata tajam.
Sesudah mengawasi beberapa
saat, waktu tosu tua itu menoleh, kedua Hwesio itu lantas berjalan keluar.
Melihat gerakan kedua Hwesio itu, si tosu tahu mereka mempunyai ilmu silat yang
tidak rendah. Tempat itu sangat berdekatan dengan Siauw Lim Sie, maka si tosu
menduga kedua Hwesio tersebut adalah pendeta dari Siauw Lim Sie.
Sudah sebulan lebih tosu tua
itu melakukan perjalanan jauh, sekarang ia sudah tiba di Siauw Sit San. la
mempunyai urusan yang sangat penting dengan pimpinan Siauw Lim Sie. Karena
mengingat bahwa ia bertujuan buat menemui Tang Sin Siansu, Hongthio Siauw Lim
Sie. maka hatinya jadi ingin berkenalan dengan kedua Hwesio itu buat
bersama-sama naik ke atas gunung.
Tosu itu lantas saja
meninggalkan mejanya dan pentang kedua kakinya setelah meletakkan uang
pembayaran air teh yang diminumnya. Tapi kedua Hwesio itu sudah ber-lari-Iari
tanpa menengok dan berada dalam jarak puluhan tombak jauhnya.
"Jiewie Taysu,
berhentilah dulu," berteriak sitosu. "Pinto (aku) mau bertanya
sedikit." Suara tosu tua itu sangat nyaring bagaikan genta, sehingga selat
gunung seakan-akan jadi bergoyang.
Kedua hweshio itu agaknya
kaget, tapi sebaliknya dari hentikan tindakan kaki mereka, malah keduanya lari
terlebih keras.
"Apa mereka tuli?"
menggumam si tosu yang terheran-heran melihat kelakuan kedua hweshio itu, lalu
ia mempercepat langkah kakinya. Dalam sekejap mata ia sudah menyandak dan
menghadang di depan kedua hweshio itu sambil berkata dengan suara manis,
membungkuk hormat: "Jiewie Taysu, selamat bertemu !"
Menyaksikan gerakan si tosu
yang begitu gesit, disertai dengan membungkukkan tubuh? kedua hweshio jadi
terkesiap dan menduga si tosu tua sedang kerahkan tenaga dalamnya. Kedua hwshio
lalu meloncat ke samping dan membentak: "Kau mau apa ?"
"Apakah jiewie dari Siauw
Lim Sie?" tanya si tosu, sabar suaranya, sikapnya tetap manis.
"Kalau benar, mau
apa?" jawab salah seorang hweshio dengan suara tawar.
"Pinto yang rendah adalah
sahabat lama dari Hongthio Tang Sin Siansu dan kedatangan Pinto ini adalah buat
berjumpa dengannya," jawab si tosu. "Jika diluluskan, Pinto mohon
jiewie sudi mengantarkan."
"Kalau kau mempunyai
nyali, pergilah sendiri !" kata salah seorang hweshio yang badannya kate
gemuk. Sehabis berkata begitu, mendadak ia menyabet dengan tangannya, sehingga
si tosu terpaksa berkelit ke samping kanan. Tapi siapa nyana, hweshio yang
badannya kurus juga turut menyabet dengan tangannya, dan si tosu jadi tergencet
di sama tengah.
Pukulan itu adalah pukulan
"Toa Koan Bun Sit" atau "Pukulan Menutup Daun Pintu",
rnerupakan salah satu ilmu pukulan Siauw Lim Pay yang sangat liehay.
Si tosu terkesiap melihat
kedua hweshio itu turunkan tangan jahat, tanpa suatu sebab. la tahu kejadian
ini pasti timbul dari suatu salah mengerti. la tidak berkelit atau menangkis,
tapi lantas kerahkan tenaga dalamnya dan hampir berbareng, kedua pukulan itu
mengenai telak pada pundaknya. Sebaliknya bukan si tosu yang terluka, malah
kedua hweshio itu yang berteriak kesakitan dan tangan mereka menjadi bengkak,
sebab kena dipukul balik dengan satu tenaga dalam yang sangat hebat.
Sebagai orang yang sudah
berlatih mahir ilmu silatnya dan dua puluh tahun sudah melatih tenaga dalamnya,
bukan main kagetnya kedua hweshio itu, Sambil berseru keras, mereka lantas
menendang dada si tosu.
Si tosu adalah seorang yang
mempunyai kesabaran luar biasa. Ketika itu, ia tidak jadi gusar, cuma hanya
merasa sangat heran.
Setahu si tosu Siauw Lim Sie
merupakan kuil di mana pusat perguruan silat yang tertua dan mempunyai
pemimpin-pemimpin yang selama generasi demi generasi dapat bersikap agung dan
dihormati oleh seluruh orang rimba Persilatan.
Dia jadi heran mengapa
murid-murinnya begitu berangasan Si tosu juga mengenali bahwa tendangan yang
dilakukan kedua hweshio tersebut adalah Wan Yang Giok Lian Hoan yang berantai
dan sangat liehay. Tapi si tosu tokh masih belum menjadi gusar dan kembali
kerahkan tenaga dalamnya.
Dalam sekejap, belasan
tendangan sudah mampir pada dadanya yang tipis kurus, sedangkan kedua hweshio
itu merasakan kaki mereka seperti juga menendang karung pasir. "Apakah
tosu ini manusia atau setan?" pikir kedua hweshio itu kaget didalam hati
masing-masing.
Mendadak kedua hweshio ini
mencabut pedang mereka yang disimpan dalam jubah pertapaan. Si hweshio kate
menikam bagian bawah badan si Tosu dengan gerakan "Tan Hay Tok Liong"
atau "Masuk KeLaut Membunuh Naga", sedangkan hweshio jang satunya
lagi menabas dengkul kanan si tosu dengan jurus "long Hong Sauw Yap"
atau "Angin Utara menyapu Daun".
Serangan terhadap dirinya
walaupun tampaknya hebat, tidak membuat tosu tua itu gentar. Hanya saja,
menyaksikan gaya telengasnya kedua serangan pedang, jadi gusar. "Kita
tidak saling kenal, baru sekali ini bertemu, mengapa kalian begitu kejam?"
pikirnya didalam hati. Ia memiringkan badannya dan sampok gagang pedang
sihweshio kate dengan pukulan Sun Cm Tui Couw (Dengan Tangan Mendorong Perahu).
sehingga pedang itu jadi berbalik dan menangkis pedang si hweshio kurus. Itulah
suatu ilmu siiat yang melawan musuh dengan gunakan musuh juga, merupakan satu
bagian dari ilmu Kong Ciu Jip Pek To (Dengan Tangan Kosong Masuk Ke Dalam Rimba
Golok). jangan kata baru dua orang, biarpun dikerubuti dua puluh orang, sitosu
masih dapat melayaninya dengan pinjam tenaga musuh buat lawan musuh yang
lainnya.
Begitu kedua pedang kebentrok,
kedua hweshio itu rasakan tangan mereka sakit sekali dan buru-buru balik badan
sambil mengawasi sitosu tua dengan sorot mata gusar berbareng kagum. Sambil
menggereng, mereka kembali menyerang dengan pedang masing-masing.
Sitosu tua kenali bahwa
serangan itu adalah serangan dari orang-orang yang baru saja mempelajari
barisan Pat Kwa Tin, ilmu barisan andalan Siauw Lim Sie yang sangat terkenal
lihay, Oleh karena kuatirkan keadaan bertambah gawat serta salah paham
bertambah berat, sitosu segera juga berseru: "Aku adalah sahabat Tang Lu
Siansu, harap jiewie jangan main-main !"
"Andaikata kau pinjam
nama Hongthio Tang Sin Siansu juga tak ada gunanya!" membentak si hweshio
kurus.
"Tapi benar-benar Tang
Sin Hongthio juga memiliki hubungan cukup baik dengan Pinto!" berkata
sitosu dengan suara nyaring dan sikap bersungguh-sungguh.
"0mong kosong!"
membentak sihweshio kate. "Sebentar lagi kau akan bilang Tang Lan Siansu
Susiokcouw pun sebagai sahabatmu !" Sambil membentak, pedangnya sudah
menikam lagi dada sitosu.
Sitosu tua yang sabar itu
benar-benar tidak mengerti. Dari ilmu silatnya, kedua hweshio itu memang benar
merupakan murid-murid Siauw Lim Sie. Tapi mengapa tanpa sebab, mereka jadi
memusuhi dirinya ?"
Sitosu tua adalah seorang yang
pribadinya tebal luar biasa dan di samping itu ia pun tengah mempunyai suatu
persoalan penting dengan Hongthio Siauw Lim Sie, sehingga tidaklah pantas kalau
belum apa-apa, ia sudah bentrok dengan hweshio disitu.
Maka itulah, ia cuma kelit
serangan orang dan sama sekali tidak membalas. Ke-dua hweshio itu jadi semakin
gusar dan ro-bah cara menyerangnya, yaitu terus tujukan pedang mereka ke arah
dada si tosu, itulah tikaman mengandung maut!
Biar bagaimana sabarnya si
tosu tua itu, ia masih tetap seorang manusia biasa juga. darahnya sekarang
mulai naik. Begitulah seketika pedang si hweshio kate menyambar, ia lonjorkan
tangan kanannya sembari pentang dua jarinya yang lamas digunakan buat jepit
badan pedang, berbareng dengan itu, ia tekuk lengannya ke dalam buat bentur
hidung si hweshio dengan sikutnya
Begitu pedangnya kena dijepit,
si hweshio coba membetot, tapi tidak bergeming dan malahan lihat sambaran
sikutnya si tosu. la tahu, kalau mukanya kena dibentur, biarpun tak sampai
mati, ia pasti akan mendapat luka berat. Maka itu, sebab tiada jalan lain,
buru-buru ia lepaskan pedangnya dan loncat mundur ke belakang.
Ilmu silat si tosu tampaknya
sudah mencapai puncak sedemikian tinggi, sehingga kaki tangannya secara
otomatis selalu menurut keinginan hatinya. Sesuatu gerakannya keluar pas-persis
menurut kemauannya. Ketika itu, ia gerakkan sedikit kedua jarinya yang menjepit
pedang dan gagang pedang itu segera menyampok ujung pedang si hweshio kurus
yang sedang membabat lehernya.
Begitu kena benturan, si
hweshio rasakan tangannya gemetaran dan pundaknya panas, mau tidak mau ia juga
lantas lepaskan pedangnya buat segera loncat keluar dari gelanggang.
"iblis ini benar-benar
lihay, ayo lari !" mereka berteriak sambil panjangkan langkah seribu.
Selama hidupnya si tosu
menganut penghidupan yang suci dan alim, selamanya tidak pernah melakukan
perbuatan tercela. Sekarang, "baru sekali ini, ia digelarkan iblis"
Karuan saja ia jadi gusar dan
segera menguber Sesudah datang dekat, dengan sekali enjot, tubuhnya terbang
melewati kepala kedua hweshio itu, untuk kemudian hinggap di atas tanah, di
depan kedua hweshio itu!"
"Hei, kalian memaki Pinto
apa ?" ia membentak.
Si hweshio kate terkesiap dan
balas membentak: "Bukankah kau datang di Siauw Sit San dengan bermimpi
untuk menimbulkan keonaran ?" Sehabis berkata begitu, oleh karena kuatir
diserang, hweshio itu mundur beberapa tindak.
Si Tosu bengong. la sungguh
tak mengerti, kenapa si hweshio bilang begitu, sedangkan ia sama sekali tidak
bermaksud menimbulkan kekacauan apa-apa di Siauw Lim Sie. Bahkan, kedatangannya
disebabkan suatu urusan, di mana ia ingin bertemu dengan Hongthio dan
tetua-tetua Siauw Lim Sie, untuk merundingkan suatu persoaIan yang sangat
penting.
Selagi si tosu bengong, kedua
hweshio itu saling lirik dan lantas kabur dari kedua samping badan si tosu.
Seperti orang yang baru sadar
dari tidur-nya, si tosu keluarkan satu suara "hemm," dan lewat
beberapa saat barulah mengguman,: "Benar-benar aneh. Apa maksud kedua
hweshio itu? Mengapa mereka menyerang secara buta-tuli ? Mungkin sekali mereka
salah mata."
Si tosu mulai mendaki gunung,
dengan menenteng dua batang pedang yang ditinggalkan kedua hweshio. Si tosu
melihat pada batangnya kedua senjata tersebut tertata tiga huruf kecil :
"Siauw Lim Sie."
Sesudah berjalan lebih
semakanan nasi, si tosu di bagian yang jalanannya jadi lebih sukar dan
berbahaya buat dilewati. Dengan masih bertanya-tanya memikirkan kelakuan kedua
hweshio yang bertemu dengannya tadi si tosu berjalan terus, beberapa lama di
depannya menghadang satu batu gunung yang luar biasa bentuk maupun besarnya
Batu itu melengkung dari atas ke bawah, seperti seorang nenek yang sedang
membungkukkan tubuh dan kelihatannya menyeramkan sekali.
Saat itu bulan sisir sudah
muncul di tepian langit, hari sudah malam dan sang magrib sudah berlalu.
Melihat itu, si tosu jadi berdiri diam sejenak. Hatinya jadi sedikit tergerak
menyaksikan pemandangan yang luar biasa ditempat tersebut. "Memang tidak
percuma Siauw Lim Sie mempunyai nama besar sepanjang jaman, tempatnya saja
demikian luar biasa dan angker !" menggumam tosu itu akhirnya, penuh
perasaan kagum
Tiba-tiba dari belakang batu
terdengar beberapa seruan dan loncat keluar empat hwesio yaig masing-masing
tangannya mencekal pedang. Begitu muncul memperlihatkan diri, mereka lantas
berbaris di tengah jalan tanpa keluarkan sepatah kata.
Si tosu maju menghampiri dan
memberi hormat seraya berkata: "Pinto yang rendah adalah Soan Lo Cinjin
dari Bu Tong San. Kedatangan Pinto ke sini buat menemui Tang Sin Hong
thio."
Seorang hwesio yang badannya
jangkung maju setindak dan berkata sembari tertawa dingin: "Sebagai salah
seorang pimpinan Bu Tong Pay, namanya Soan Lo Cinjin tersohor di kolong langit.
Tapi mengapa kau begitu tidak mengenal malu? Hmmm, tentu kau ingin menjual nama
Soan Lo Cinjin! Ayo cepat kau turun gunung !"
Si tosu mendongkol sekali
lantaran dikatakan tidak mengenal malu, juga hwesio itu meragukan bahwa dia
hanya menyamar dan menjual nama Soan Lo Cinjin dari Bu Tong San. Sembari
menahan sabar, ia berkata: "Pinto adalah Soan Lo. Pinto mohon Taysu
sekalian sudi antarkan Pinto kepada Tang Sin Hongthio, supaya segala apa bisa
segera menjadi terang."
"Begitu tiba di Siauw Sit
San, kau sudah pertunjukkan kepandaianmu," membentak si hwesio jangkung.
"Kau benar-benar sudah bosan hidup! Kalau tidak dikasih sedikit pelajaran,
kau nanti kira di Siauw Lim Sie sudah tidak ada orang pandai lagi."
Sehabis berkata begitu, ia
lantas saja sabet pinggang si tosu tua, Soan Lo Ci ijin, dengan gerakan
"Hun Hoa hud Liu" (Sampok Kembang Menyapu Pohon liu).
Bukan main herannya si tosu
tua. "Baru saja belasan tahun aku tidak berkelana dalam kalangan Kangouw,
peraturan di dalam dunia sudah berobah begini besar !" la mengeluh dalam
hatinya.
"Dulu murid-murid Siauw Lim
Sie merupakan pendeta-pendeta terhormat, alim dan saleh, tapi sekarang mereka
merupakan manusia-manusia yang sulit diajak bicara baik-baik ! Soan Lo Cinjin
miringkan badannya buat keiit serangan itu dan sebelum dapat membuka mulut,
tiga hwesio lainnya sudah turut menerjang dan mengepung si tosu di
tengah-tengah.
"Suwie Taysu !" Soan
Lo Cinjin berseru. "Cara bagaimanakah Pinto mesti berbuat supaya Suwie
percaya bahwa Pinto adalah Soan Lo Cinjin dari Bu Tong San ?"
"Kau mesti lebih dulu
rebut pedangku !" membentak si nwesio jangkung yang segera menikam pula
dengan pedangnya. Mendengar perkataan yang temberang itu, Soan Lo Cinjin jadi
mendongkol.
"Apa susahnya merebut
pedangmu?" katanya didalam hati. Begitu ujung pedang menyambar dadanya, si
tosu kerahkan tenaga dalamnya dan mementil dengan jari tangannya. Dengan satu
suara mengaung yang nyaring, pedang itu terpental ke tengah udara, sedang si
hwesio jangkung dalam kagetnya, loncat keluar dari gelanggang pertempuran.
Sebelum pedang itu jatuh di atas tanah, dengan beruntun Soan Lo Cinjin mementil
lagi tiga kali dan tiga barang pedang lainnya segera beterbangan di tengah
udara! Dalam sekejap mata empat pedang dari empat hwesio itu sudah dibikin
terlempar ke udara !
Menurut kebiasaannya, setiap
kali turun tangan. Soan Lo Cinjin selalu memberi kesempatan kepada lawannya
buat mengundurkan diri. Akan tetapi lantaran hatinya mendongkol melihat
kesombongannya si hwesio jangkung, ia lantas keluarkan ilmu mementil yang
dikuasainya liehay luar biasa.
Ilmu itu bukan main tangguhnya
dan cuma dapat dikuasai oleh orang yang sudah mempunyai tenaga dalam yang
sangat tinggi.
Sesudah pedangnya pada
terbang, ke-empat hwesio itu masih belum tahu, ilmu apa yang telah digunakan
oleh lawan mereka. "Lekas menyingkir! iblis terkutuk itu menggunakan ilmu
siluman!" berteriak si hwesio jangkung. Mereka segera meloncat balik ke
belakang batu besar dan dalam sekejap mata sudah menghilang diantara kegelapan
malam.
Mendengar. sesudah dimaki
"iblis terkutuk" ia sekarang disebut-sebut menggunakan "ilmu
siluman" Soan Lo Cinjin jadi gusar berbareng geli dalam hatinya. la adalah
seorang tosu yang sifatnya tidak mau gampang-gampang sudah, jika menemui
persoalan yang tidak dimengerti olehnya. Semakin sulit persoalannya, semakin ia
ingin mengetahui jelas sampai didasar-dasarnya.
Sesudah melewati dua tikungan,
jalanan jadi lebih rata dan mudah untuk dilalui. Mendadak telinga si tosu
mendengar satu tanda dari bentrokan senjata dan dari dalam hutan muncul keluar
delapan hwesio yang masing-masing mencekal sebatang pedang.
Melihat kedudukan delapan
orang itu, yaitu empat di sebelah kiri dan empat disebelah kanan, tosu itu
segera mengetahui bahwa hwesio hwesio itu maju dengan barisan Pat Kwa (Barisan
Pat Kwa Delapan segi) sesuai dengan jumlah delapan hwesio itu, yang seorang
demi seorang menduduki posisi dari salah satu pintu Pat Kwa.
Soan Lo Cinjin mjngswasi
delapan orang lawannya. Diantara sinarnya bulan dan remang-remang, ia tidak
dapat melihat tegas muka delapan hweshio iti, akan tetapi, dilihat dari
jenggotnya, mereka tentunya tidak berusia muda.
Diantara mereka terdapat
seorang yang berbadan kecil langsing dan berpakaian jubah Hweshio warna merah,
tujuh yang lainnya mengenakan jubah warna kuning.
Menyaksikan beruntun ia selalu
dirintangi oleh hweshio-hweshio yang tidak dikenalnya dan berulangkali ia
disebut sebagai "iblis", maka Soan Lo Cinjin sekarang hanya berharap
secepat mungkin pergi menemui Tang Sin Hongthio, supaya bisa menghilangkan
segala salah mengerti. Maka itu, dengan sekali Ioncat, ia sudah berada di
kedudukan sebelan kiri, pintu Bong.
Melihat tanpa bersuara Soan Lo
Cinjin loncat ke arah kiri, Su Taysu (hweshio yang ambil kedudukan di posisi
pintu Su) lantas gerakkan barisannya ke arah kiri dan ingin kepung Soan Lo
Cinjin di arena tengah. Tapi baru saja kedelapan nweshio itu bergerak, Soan Lo
Cinjin sudah maju dua tindak ke-jurusan kanan dan tetap menduduki kedudukan
pintu Bong. Melihat musuhnya mengambil kedudukan aneh, Su Taysi segera coba
mengepung bersama dua kawannya, akan tetapi lantaran kedudukan Soan Lo Cinjin
yang aneh itu, tiga batang pedang bukan saja tidak dapat berbuat suatu apa,
malahan seluruh barisan menjadi terbuka dan tidak dapat saling membantu. Su
Taysu kibaskan tangan kirinya buat memberi tanda agar seluruh barisan balik
belakang. Tepi baru saja Bong bergerak. Soan Lo Cinjin kembali maju dua tindak
dan lagi-lagi menduduki kedudukan pintu Bong, sehingga ketika Pat K-wa Tin
beres diatur, Soan Lo Cinjin sudah berada pula dalam kedudukan yang selamat.
Harus diketahui bahwa Pat Kwa
Tin adalah ilmu silat yang paling istimewa dari Siauw Lim Sie. Dengan delapan
orang bekerja sama, mereka dapat menahan serangan dari ratusan orang. Cuma
saja, Soan Lo Cin-jin tampaknya pun mahir dalam ilmu Pat kwa, sehingga Pat Kwa
tin dari Siauw Lim Sie tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Di sebelahnya, ke
delapan hweshio yang mengepung Soan Lo Cinjin juga belum matang be. tul
kepandaiannya, Andaikata barisan tersebut di pertahankan oleh Wie Sin Siansu,
berdelapan dengan sute-sutenya, Soan Lo Cinjin tentu tak akan dapat
gampang-gampang menduduki kedudukan pintu Bong.
Demikian sesudah beberapa kali
Pat Kwa Tin merobah kedudukan, barisan itu masih tidak dapat berbuat suatu apa
terhadap Soan Lo C'injin dari Bu Tong San Jika mau dengan sekali terjang saja,
tosu itu sebenarnya bisa untuk memecahkan barisan tersebut. Akan tetapi ia
sungkan terbuat sedemikian rupa dan cuma berdiri di tempat yang selamat.
Diantara kawan-kawannya, Su
Taysu yang mempunyai ilmu silat yang paling tinggi. Melihat pihaknya berada
dibawah angin, hweshio yang menduduki pintu Su segera mengambil putusan buat
merobah siasat dan berseru: "Robah barisan !"
Pat Kwa Tin segera saja
terpencar dan kedelapan hweshio itu berputar-putar secara kalang kabut, dengan
tujuan membikin kabur mata Soan Lo Ciijin. Sesudah terpencar-pencar beberapa
saat, secara mendadak barisan itu berkumpul kembali, cuma pintu Yauw dan pintu
San yang saling ganti kedudukan, dan dari barat barisan Pat Kwa Tin tersebut
menikung ketenggara.
Begitu cepat Pat Kwa Tin teratur
lagi, kedua hweshio yang menduduki pintu Shan dan Bie, lantas saja menerjang
dengan pedangnya, Tapi tiba-tiba mereka melihat Soan Lo Cinjin berdiri
disebelah utaranya Yauw dengan bibir tersungging senyuman, dalam terkesiap dan
tidak berani terus turun tangan, lantaran mengetahui jika menerjang terus, dua
hweshio yang menduduki posisi pintu Bong dan Su akan mendapat luka berat.
"Jangan terjang ! Mundur
!" Berseru hweshio yang menduduki pintu Su yang juga sudah dapat melihat
bahaya itu. Sehabis memerintah begitu, ia segera pimpin tujuh orang kawannya
buat merobah lagi bentuk Pat Kwa Tin, akan tetapi sesudah dirobah berulangkali,
Soan Lo Cinjin masih tetap tak dapat ditowel badannya.
Sesudah melayani
perobahan-perobahan barisan ini buat beberapa lama, mendadak Soan Lo Cinjin
tepuk kedua tangannya sambil Perkata: "Maaf." ia maju dua tindak ke
arah kiri.
Ketika itu Pat Kwa Tin sudah
berada di bawah pengaruh sitosu. Jika ia pergi kekiri, seluruh barisan juga
mesti ikut kekiri, sebab jika tidak, jiwa kedelapan orang-orang itu akan
terancam bahaya besar. Jika Soan Lo Cinjin lari keras, kedelapan hweshio itupun
harus lari keras, dan kalau sitosu memperlahankan tindakan kakinya, para
hweshio itupun mesti jalan terlebih perlahan. Diantara kedelapan hweshio itu, sihweshio
berjubah merahlah yang tenaga dalamnya paling cetek.
Baru saja diajak berlari-lari
belasan putaran, sihweshio jubah merah sudah merasakan kepalanya berdenyut
pusing, napasnya sengal-sengal. la segera menyadari tenaganya bakal jadi habis
dalam waktu cepat, cuma saja lantaran mengetahui seluruh barisannya akan
menjadi berantakan jika ia rubuh, maka si hweshio sambil kertak gigi, ia coba
pertahankan dirinya semampu mungkin.
Usia Soa Lo Cinjin sudah
lanjut, mungkin sudah lebih dari enampuluh tahun. Tapi saat itu timbul sifat
kekanak-kanakannya yang ingin mempermainkan kedelapan hweshio itu, untuk
melampiaskan kemendongkolan hatinya. Saat itu sitosu melihat kedelapan hweshio
sudah jatuh dibawah pengaruhnya, kemana saja ia pergi kedelapan hweshio itu akan
mengikuti, ia bergerak kekiri maka kedelapan hweshio itu kekiri, jika si tosu
kekanan. kedelapan hweshio itu kekanan.
Timbul kegembiraan dihati Soan
Lo Cinjin, ia jadi tersenyum sendirinya. "Hari ini," pikirnya
gembira. "tanpa sebab aku kena di. maki-maki oleh kalian ! Aku dimaki
sebagai iblis terkutuk dan disebut-sebut memiliki ilmu siluman. Biarlah
sekarang aku memperlihatkan sedikit kepada kalian ilmu siluman."
Berpikir begitu, Soan Lo
Cinjin dengan sekali en jot badannya sudah hinggap diatas satu batu besar.
Ketika itu seluruh barisan sudah berada dibawah kekuasaannya dan jika kedlapan
hweshio tidak turut, naik keatas, kelemahannya Pat Kwa Tin akan segera terlihat
jelas oleh musuh. Beberapa hweshio kelihatan bimbang, tapi dengan satu bentakan
keras, hweshio yang menduduki pintu Su yang berangasan, sudah melenyapkan
kesangsian kawan-kawannya dan mengajak mereka menyusul keatas.
Baru saja kaki kedelapan
hweshio menginjak batu, badan Soan Lo Cinjin kembali melesat keatas dan hinggap
diujung satu batang pohon Siong besar. Walaupun badannya berada jauh di atas ia
tetap menempatkan dirinya dikedudukan pintu Bong, sehingga kedudukannya jadi
luar biasa teguh. Kedelapan hweshio itu mengeluh dan terpaksa turut loncat ke
atas pohon dan cari cabang-cabang yang cocok serta sesuai dengan kedudukannya
masing-masing guna meletakkan kaki. Soan Lo Cinjin tersenyum, serunya: "
Ayolah sekarang kita turun lagi!"
Sitosu enjot badannya yang
lantas melayang, tangannya menjambret salah satu hweshio yang mengambil
kedudukan pintu Yauw.
Lihaynya Pat Kwa Tin Siauw Lim
Sie terletak pada kerja sama dan saling bantu membantu antara kedelapan pintu.
Dengan Yauw diserang, Sian dan Bic mesti turut turun membantu dan dengan
turunnya kedua hweshio itu. Su dan Kie harus ikut turun.
Dengan demikian, seluruh
barisan lantas turun kepermukaan bumi !
"Sekarang kukira sudah
cukup Iah meyakinkan mereka, pasti mereka percaya bahwa aku dari Bu Tong San
!" pikir Soan Lo Cinjin didalam hati. "Segala apa tidak boleh
keterlaluan, aku harus menjaga mukanya Tang Sin Hongthio .... terlebih lagi
kedatangan Pinto kemari untuk menyelesaikan suatu persoalan, dimana diperlukan
saling kepercayaan dan pengertian kedua belah pihak."
Berpikir begitu Soan Lo Cinjin
segera merangkapkan kedua tangannya, berdiri tegak ditempatnya. katanya
nyaring: "Patwie Taysu. sudahlah! Pinto kira tentu kalian mau percaya
bahwa pinto dari Bu Tong San !"
Pat Kwa Tin waktu itu sudah
terbentuk lagi masing-masing sudah kembali pada kedudukan pintu yang menjadi
pos mereka, Su Taysu ingin memberikan perintah untuk membuka serangan, waktu
Soan Lo Cinjin berkata begitu, dia jadi ragu-ragu. "Dia memang liehay.
Tampaknya memang dari Bu Tong San. Tapi keadaan sudah berlangsung demikian ....
kalau kami melayani terus, belum tentu tosu bau itu dapat kami rubuhkan, kalau
sampai pihak kami yang rubuh di tangannya, berarti muka kami akan hilang.
Sekarang boleh dibilang kami dalam keadaan berimbang, tidak ada yang kalah dan
menang."
Setelah mengawasi Soan Lo
Cinjin, bimbang sejenak, Su Taysu bilang : "Baik lah apa yang kau inginkan
?"
Soan Lo Cinjin tersenyum
sabar. "Pinto mempunyai urusan penting yang harus dirundingkan dengan Tang
Sin Hongthio, harap Taysu mau membawa pinto menghadap padanya."
Su Taysu bimbang, namun
akhirnya mengangguk. "Baiklah, mari ikut aku !" Sambil berkata
begitu, dia mengibaskan tangannya. Barisan Pat Kwa Tin segera bubar, tapi
mengambil kedudukan tetap bersiap sedia menghadapi sesuatu jika si tosu tua ini
main giia.
Girang Soan Lo cinjin, dia
mengucapkan terima kasih dan ikut rombongan pendeta itu ke Siau w Lim Sie.
Tang Sin Hongthio kaget
diberitahukan tentang kedatangan Soan Lo Cinjin "undang masuk...!"
perintah Hongthio itu, yang segera keluar untuk menyambut. Ketika berada
dtruang tamu, dilihatnya Soan Lo Cinjin tengah menantinya, dengan cepat pendeta
ketua Siauw Lim Sie ini merangkapkan kedua tangannya.
"Omitohud, kiranya kami
menerima rejeki besar dengan kunjungan Sian jin !"
Soan Lo Cinjin merangkapkan
kedua tangannya memberi hormat. "Sudah hampir duapuluh tahun kita tidak
bertemu, apakah Hongthio baik-baik saja ?"
Tang Sin Hongthio tersenyum.
"Loceng kira siapa yang telah membuat murid-murid Loceng kalang kabut,
tidak tahunya Sianjin yang menggoda mereka. Pantas! Pantas! Hampir saja Loceng
mengerahkan murid-murid lain, karena menerima laporan ada orang jahat yang
hendak mengacau di Siauw Sit San! "
Keduanya tertawa. Dan kemudian
Tang Sin Hongthio bertanya lagi: "Oya, mari kita mengobrol di dalam."
Tang Sin Hongthio dengan Soan
Lo Cinjin ternyata merupakan sahabat-sahabat yang saling menghormati, sambil
tertawa mereka jalan berendeng ke ruang tamu kuil itu. Murid-murid Siauw Lim
Sie saling pandang, rupanya mereka keliru telah merintangi Soan Lo Cinjin, yang
semula mereka duga sebagai tojin yang hendak mengacau di Siau Lim Sie.
Setelah totong menyediakan teh
buat tamu ini, sambil tertawa Soan Lo Cinjin bilang: "Betul-betul
mengagumkan, murid-murid Siauw Lim Sie hampir saja membuat Pinto tidak sanggup
untuk melangkah maju satu tindakpun ! Tidak percuma, di gedung Naga tentu
berdiam naga-naga kecil yang tangguh !"
"Sianjin terlalu memuji,
justru semua itu disebabkan kekeliruan anak-anak itu, yang melaporkan tidak
jelas."
"Kalau dipikir-pikir,
memang kesalahan ada di pihak Pinto, yang tidak segera mengirim kartu nama."
tertawa Soan Lo Cinjin.
"Oya. belum lama yang
lalu Loceng sudah perintahkan Tang Bun Sute pergi menghadap ke Bu Tong, apakah
Tan Bun Sute sudah tiba di sana?" tanya Tang Sin Hongthio.
Muka Soan Lo Cinjin mendadak
berobah guram. "Ya, kedatangan Pinto kemari justru untuk membicarakan
masalah itu, di dalam persoalan ini mengandung teka-teki yang agak
membingungkan," kata Tosu tersebut.
"Tang Bun Suheng sudah
tiba di tempat kami tapi keadaannya benar-benar mengherankan ..."
Tang Sin Siansu yang biasa
tenang, sekali ini jadi gelisah juga. Sspasang alisnya mengkerut. Dengan tajam
mengawasi Soan Lo Cinjin, tanyanya tak sabar: "Apa yang terjadi pada Tang
Bun ?"
Soan Lo Cinjin menggeleng
sambil menghela napas panjang. "Tidak apa-apa, sampai kini Tang Bun Suheng
masih berada di kuil kami. Tetapi hari itu, kedatangannya diantar oleh seorang
gadis..."
"Apa ?" Tang Sin
Hongthio berseru kaget.
"Keadaan Tang Bun Suheng
waktu itu cukup mengherankan, ia seperti lupa diri, bicaranya pun tidak
karuan... seperti seorang... yang tidak memiliki kesadaran sepenuhnya."
Bertambah kaget Hongthio Siauw
Lim Sie. Inilah peristiwa yang benar-benar mengherankan. Tang Bun Siansu adalah
sute Hong thio Siauw Lim Sie, yang kepandaiannya sangat tinggi. Hampir boleh
dibilang ia sudah tidak mempunyai tandingan. Jika Ciangbun-jin Bu Tong Pay
hendak mencelakainya, pun hal itu rasanya tidak mungkin.
Tapi sekarang, Soan Lo Cinjin
justru membawa berita bahwa Tang Bun dalam keadaan tidak sadar, seperti orang
yang kehilangan ingatan, di antar oleh seorang gadis...
"Apa yang terjadi
sebenarnya, Sianjin ?" tanya Tang Sin Siansu tak sabar.
Soan Lo Cinjin menghela napas.
"Peristiwanya terjadi
demikian. Pagi itu dua orang murid kami di luar kuil bertemu dengan Tang Bun
Suheng, yang tengah berjalan akan berkunjung ke Bu Tong Pay kami, bersama
dengannya ada seorang radis berusia 18 tahun, bermuka cantik.