Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 04

Baca Cersil Mandarin Online: Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 4
Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 4

Tapi kalau Yang Lan menyusul juga kebelakang lalu siapa yang akan melindungi Giok Han dan yang lainnya? Karenanya, dengan gelisah, dia tetap bersiap siaga disitu, hanya matanya terpentang lebar dengan hati berkuatir untuk keselamatan ayah maupun Thiam Lu. Setelah melihat kedua orang itu kembali tanpa kurang suatu apa, barulah hati Yang Lan lebih tenang.

Bu In menceritakan bahwa mayat yang tergantung di pohon Touw di belakang rumah meraka adalah mayat Cie Sun Hoat. Dan Bu In minta mereka berwaspada, karena si iblis pasti sudah berkeliaran dirumah ini.

Disaat Bu In tengah bercerita begitu justeru dari kejauhan di antara keheningan malam yang larut, terdengar suara petikan musik Khim. Suara Khim ttu perlahan dan samar, tapi lembut dan merdu.

Hati semua orang yang berkumpul di ruang itu jadi tegang, terlebih para pelayan yang semuanya sudah diliputi ketakutan bukan main. Bu In memesan agar tidak seorangpun pergi memisahkan diri ke ruang lain, dengan berkumpul menjadi satu di ruang ini, berarti Bu In bertiga Yang Lan dan Thiam Lu lebih mudah untuk melindungi mereka.

Malam semakin larut. Suara Khim tetap terdengar, hanya sekarang terdengar semakin dekat juga. Disusul kemudian oleh suara tertawa yang merdu. Sesosok tubuh berkelebat, dalam bentuk bayangan putih, karena sesosok tubuh itu mengenakan baju panjang yang terbuat dari sutera putih yang halus.

Rambutnya panjang terurai, wajahnya cantik. Dan dia memang tidak lain dari Liok Bie Lan atau si wanita iblis Bwee Sim Mo Lie ! Saat itu Bwee Sim Mo Lie sudah berdiri di pekarangan depan rumah keluarga Yang, tembok pekarangan yang begitu tinggi tadi mudah sekali dilompati, tubuhnya sangat ringan, bagaikan gumpalan kapas saja waktu hinggap di tanah. Di tangannya tercekal sebuah alat musik Khim yang berbentuk kecil. Dulu ia sudah menghancurkan alat musiknya dan ini mungkin yang baru diambil dari orang lain atau dibelinya. Tetapi, wanita iblis selihay Bwee Sim Mo Lie rasanya akan mudah sekali mengambil sesuatu yang di inginkannya dari orang lain.

Muka semua orang berobah pucat, tidak terkecuali Yang Bu In Dilihatnya, Bwee Sim Mo Lie yang berdiri di hadapannya bagaikan segumpal es yang dingin, seorang wanita tanpa perasaan di wajahnya. Dan ia pun melihat wajah Bwee Sim Mo Lie bukanlah seraut wajah yang dikenalnya. Thiam Lu berdua Yang Lan sudah bersiap-siap dengan pedang mereka, sewaktu-waktu Bu In mengalami ancaman di tangan Bwee Sim Mo Lie, mereka akan menerjang untuk menghadapi waniia iblis tersebut.

"Yang Bu In, apakah kau sudah siap untuk menerima hukuman ? Waktu tidak banyak lagi, sebentar lagi akan menyingsing sang fajar," merdu sekali suara Bwee Sim Mo Lie di antara keheningan malam.

Tubuh Bu In menggigil sedikit, tapi cepat ia bisa menguasai dirinya. la melangkah maju dua tindak, kemudian merangkapkan tangannya, tanyanya : "Maaf, siapakah nona? Mengapa aku si tua Yang Bu In harus menerima hukuman dari nona ?"

Bu In berusaha suaranya tetap tenang, walaupun agak parau dari biasanya.

Wajah Bwee Sim Mo Lie tidak memperlihatkan perasaan apapun juga. Tidak terlihat sikap mengejek, marah, senang ataupun nafsu membunuh. Seraut wajah yang benar-benar lembut dan cantik, tapi dingin tanpa perasaan terpancar dari mukanya itu.

Suaranya yang halus pun tidak menunjukkan tanda-tanda apapun: "Aku diutus oleh guruku yang mulia Thio Eng Goat untuk menghukum kau sekeluarga. Sekarang jawablah pertanyaanku, apakah kau sudah siap menerima hukuman ?""

Mendengar disebut Thio Eng Goat, tubuh Bu In menggigil sedikit, kemudian memaksakan diri tertawa. "Jadi," katanya. "nona murid Thio Kouwnio ?"

"Ya, dan guruku yang mulia perintahkan aku untuk menghukummu."

"Apakah Thio Kouwnio kini dalam keadaan sehat-sehat dan baik?" Tanya Bu In tanpa perdulikan perkataan Bwee Sim Mo Lie.

Wanita iblis yang cantik jelita itu tidak memperlihatkan perasaan apapun juga pada wajahnya, hanya jari tangannya mendenting memetik salah satu tali Khimnya. Suara itu nyaring sekali dan sangat panjang menggema di malam yang sepi itu.

"Yang Bu In, manusia tidak tahu diuntung, dulu kau puas karena pernah menghancurkan hati dan perasaan guruku yang mulia," katanya dengan suara tanpa perasaan.

"Sebetulnya kalau guruku yang mulia inginkan jiwamu di saat itu pun bisa dilakukannya, tetapi tentu kau akan mati dengan mata meram. la menunggu sampai kau menikah dan mempunyai anak, agar kan mengerti bagaimana perasaan harus berpisah dengan orang-orang yang kita sayangi. Dulu hatimu sekeras batu, dan kau tidak berterima kasih atas kasih sayang guruku yang mulia, karenanya kau meremehkan perasaan seorang wanita ! Hanya saja, guruku terlambat untuk menghukummu setelah didengarnya kau sudah menikah dan mempunyai anak, kau licin sekali bisa menyembunyikan jejakmu.

Kini, aku drutus oleh guruku yang mulia mewakilinya menghukum kau sekeluarga, dan kau tidak mungkin bisa melenyapkan jejakmu ! Tiga bulan yang lalu guruku baru mengetahui dari seorang kawannya bahwa sesungguhnya kau sekeluarga berada di sini!"

Yang Bu In tersenyum pahit, katanya : "Dengan dulu Siocia... Dulu sebetulnya hanya salah paham belaka antara aku si tua dengan gurumu."

"Aku tidak membutuhkan alasan-alasanmu. Aku hanya melaksanakan tugas yang di berikan oleh guruku yang mulia. Kedatanganku hanya untuk menghukum kau sekeluarga tanpa perlu mendengar berbagai alasanmu !" Tetap suara Bwee Sim Mo Lie merdu, tanpa perasaan apapun juga. Dingin, bagaikan dinginnya es.

"Salah paham yang timbul antara aku dengan gurumu Siocia tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan keluarga atau orang lain ! Aku akan ikut nona pergi menemui gurumu, janganlah kau mengganggu orang lain, aku yang akan bertanggung jawab atas kesalahan yang pernah kulakukan, walaupun tubuhku harus tercingcang hancur luluh ribuan keping, aku rela!"

"Sudan kuberitahukan tadi, bahwa kedatanganku kemari untuk melaksanakan perintah guruku yang mulia dan tidak ada tawar menawar. Perintah guruku yang mulia itu berbunyi: "Hai muridku, hukumlah manusia tidak kenal budi Yang Bu In sekeluarga. Tidak sepotong jiwapun yang boleh lolos. Orang-orang yang memiliki hubungan dengan Yang Bu in, harus dihukum pula!" ltulah bunyi perintah guruku yang mulia" Dingin luar biasa suara Bwee Sim Mo Lie, sehingga semua orang yang mendengar perkataannya jadi tergetar hatinya.

Menyaksikan ayahnya diperlakukan Bwee Sim Mo Lie seperti itu, tanpa memperoleh muka terang sedikitpun, Yang Lan jadi nekad. Tangannya yang mencekal pedangnya kuat-kuat tergetar, menahan amarah. Dia bermaksud akan melompat ke dekat ayahnya tapi Khang Thiam Lu sudah mencekal lengannya, mencegah keinginan si gadis.

"Jangan sumoay. Kita lihat saja dulu perkembangannya," bisik Thiam Lu. Dia mencegah kenekadan si gadis, karena Thiam Lu tahu benar keliehayan wanita iblis tersebut. Bahkan Thiam Lu sendiri tengah ragu-ragu dan kuatir sekali, bahwa gurunya walaupun dibantu oleh Yang Lan dan dia, belum tentu bisa menghadapi wanita iblis itu. Terlebih lagi racun Bwee Sim Mo Lie yang sangat luar biasa.

Yang Lan menggigit bibirnya, dia menuruti permintaan kakak seperguruannya. Hanya matanya merah mengawasi gusar kepada Bwee Sim Mo Lie.

Yang Bu In waktu itu tersenyum kecut, katanya: "Baiklah nona, Lohu (aku si orang tua) bersedia menerima hukuman dari gurumu. Tapi, walaupun bagaimana tidak bisa kubenarkan kalau gurumu itupun menghendaki isteri dan anakku atau orang-orang yang dekat denganku harus menerima hukuman darinya !"

Kembali jari Bwee Sim Mo Lie memetik satu tali khimnya, mendenting keras dan nyaring.

"Kau menolak atau menerima hukuman yang dijatuhkan pada kau sekeluarga, itu urusanmu sendiri. Kedatanganku kemari untuk menghukum kau sekeluarga dan ini perintah guruku yang mulia dan tidak bisa tidak kulakukan!" Setelah berkata begitu, Bwee Sim Mo Lie memetik tali Khimnya memainkan sebuah lagu, irama musik itu sangat halus dan merdu sekali, diiringi oleh nyanyian apa, yang tidak kalah merdunya: "Sejuta butir air mata, tidak lebih berharga dari sebutir cinta yang abadi. Sejuta kali tangis tidak bisa menyembuhkan luka dihati.."

Bernyanyi sampai disitu, mendadak tangannya berkelebat. Yang Bu In menyangka dirinya diserang, ia bersiap-siap untuk menerima serangan siwanita iblis itu. Tapi ia menanti sia-sia. Tidak ada serangan. Bahkan dia mendengar pekik yang menyayat hati, ternyata Tang Kui sudah melompat-lompat berkelejetan, kemudian rubuh bergulingan di lantai, tubuhnya mengejang-ngejang, lalu kaku diam.

Dia mati. Matanya mendelik, mukanya sudah berobah hitam kelabu, dari mulutnya keluar busa ! itulah kematian yang sangat mengenaskan, Peristiwa itu terjadi hanya dalam beberapa detik saja, cepat luar-biasa. Rupanya Bwee Sim Mo Lie sudah membinasakan Tang Kui dengan jarum beracunnya.

Bu In dan yang lainnya kaget tidak terkira, Yang Bu In tertegun sejenak, kemudian meledak teriakan mengandung kemarahan. Habis kesabaranrya. Dihunus pedangrya, melintangkan didepan dada, tubuhnya sudah melompat maju ke dekat Bwee Sim Mo Lie, disusul oleh seruannya: "Semua menyingkir ke tempat lain, biar aku hadapi iblis terkutuk ini !"

Waktu Bu In melompat ke dekat Bwee Sim Mo Lie, tangan wanita iblis yang cantik ini bergerak lagi. Beberapa titik sinar terang menyambar kearah muka Bu In. Tapi Bu In sudah bersiap-siap dengan pedangnya.

Melihat dirinya diserang oleh jarum-jarum yang pasti beracun itu. segera memutar pedangnya untuk menghalau jarum-jarum tersebut. Sebetulnya, yang ditakuti Yang Bu In adalah racun Bwee Sim Mo Lie ini, tentang ilmu silat siwanita iblis dia tidak gentar.

Usia Bwee Sim Mo Lie yang masih demikian muda, betapapun lihaynya dia, tetap Yang Bu In tidak gentar. Pasti kurang latihan dan juga kurang tenaga dalamnya. Berbeda kalau memang harus menghadapi Thio Eng Goat, guru wanita iblis ini.

Yang perlu dijaga-jaga oleh Yang Bu In hanyalah penggunaan racun dari Bwee Sim Mo Lie, karena memang Thio Eng Goat dulu sangat lihay menggunakan racun, bahkan merupakan iblis yang sangat beracun dan paling disegani oleh semua orang dalam kalangan Kangouw.


Pelayan-pelayan lainnya bersama Giok Han dan Lam Sie sudah disuruh oleh Thiam Lu agar menyingkir ke ruang belakang, lalu Thiam Lu diikuti oleh Yang Lan melompat kedekat siwanita iblis untuk membantui Bu In. Pedang mereka menikam serentak kepada si iblis yang telengas dan kejam tidak berperasaan itu.

Bu In yang sudah berhasil memunahkan sambaran jarum-jarum beracun Bwee Sim Mo Lie, juga balas menikam dengan pedang, ilmu redang Bu In sudah mencapai tingkat yang tinggi sekali, sebagai jago pedang yang sekian puluh tahun mengangkat nama besar-nya dengan hanya mengandalkan pedangnya tersebut.

Kini dalam keadaan terdesak seperti itu oleh ancaman si iblis yang tidak bisa diajak kompromi, ia menyerang dengan jurus yang hebat. Mata pedangnya seperti tergetar dan menjadi banyak, seakan bisa menyerang bebeiapa tempat ditubuh si iblis.

Melihat dirinya dikepung dari tiga jurusan, Bwee Sim Mo Lie tidak gentar. la pun tetap dengan sikapnya yang dingin tanpa perasaan apapun diwajahnya. Cuma tubuhnya seperti gumpalan kapas, ringan sekali berkelebat, dengan tangan kanan menotok pergelangan tangan Yang Lan, mempergunakan tekukan jari telunjuk karena memegang Khim nya, sedangkan letak Khim itu ditekuk masuk kedalam ketiaknya, perut Khim itu menerima tikaman pedang Thiam Lu. Tangan kiri iblis itu menghadapi tikaman pedang Bu In. Tampaknya ia memiliki jurus yang dapat mengimbangi penyerangan Bu In yang mata pedangnya tergetar itu, ia melilit dengan ujung lengan jubahnya yang lebar, pedang Bu In seperti menerobos masuk ke dalam jubah Bwee Sim Mo Lie dan kesempatan itu dimanfaatkan si wanita iblis untuk mencengkeram pundak Bu In, tepatnya pada letak jalan darah Hu-yang-hiat.

Tercekat hati Bu In, kaget tidak terkira. Keringat dinginpun mengucur deras. la kaget karena melihat kenyataan Bwee Sim Mo Lie seperti sudah mempersiapkan jurus-jurus untuk menghadapi dan memunahkan jurus jurus ilmu pedangnya.

Rupanya guru Bwee Sim Mo Lie, yaitu Thio Eng Goat memang khusus sudah menciptakan semacam ilmu silat untuk menghadapi ilmu pedang Bu In. Untung saja tenaga dalam Bwee Sim Mo Lie belum terlalu tinggi, coba kalau Thio Eng Goat yang melakukannya, niscaya Bu In sudah kena dicelakai, sebab pedangnya yang menerobos masuk kedalam lengan jubah seperti terjepit dan jari tangan lentik dari Bwee Sim Mo Lie yang berkuku panjang mencengkeram pundaknya.

Bu In sudah menurunkan pundaknya, masih diusahakan untuk menghindarkan cengkeraman tangan Bwee Sin Mo Lie. Tetapi tidak urung bajunya robek dan kulit pundaknya baret oleh goresan kuku-kuku tajam dari jari tangan lentik si wanita iblis. Mati-matian Bu In melompat mundur dengan langkah terhuyung, ia berhasil menarik pulang pedangnya terlepas dari jepitan jubah lengan Bwee Sim Mo Lie.

Bu In merasakan luka baret dipundaknya gatal luar biasa, seketika hatinya jadi kuatir. Ternyata kuku-kuku jari tangan wanita iblis itu memang mengandung racun yang ganas. Jago tua itu mengkertak giginya. la jadi nekad dan murka. Segera menerjang lagi dengan tikaman demi tikaman. Masih untung bahwa tenaga dalam Bwee Sim Mo Lie belum sempurna dan masih satu atau dua tingkat dibawah Bu In. kalau tidak niscaya sulit buat Bu In menghadapi wanita iblis yang lihay ilmu silat dan ilmu racunnya.

Juga saat itu Thiam Lu berdua Yang Lan membantu menyerang Bwee Sim Mo Lie. Walaupun kepandaian Thiam Lu berdua masih tidak cukup untuk mengimbangi kelihayan wanita iblis tersebut, sedikitnya memecahkan perhatian Bwee Sim Mo Lie, sehingga Bu In masih sanggup menghadapi wanita iblis itu cukup baik.

Bwee Sim Mo Lie tetap tenang dan wajahnya tidak tampak perasaan apamu juga, la melayani ketiga orang lawannya dengan ilmu silat dan sekali-sekali mempergunakan racunnya.

Bu In merasakan pundaknya semakin lama semakin gatal dan lenyap rasa. Dia tambah kuatir, Walaupun si iblis tidak bisa berhasil merubuhkannya dalam waktu singkat, tokh racun yang sudah mengendap di dalam tubuhnya akan bekerja semakin ganas. Jika rasa gatal dan ba'al itu sudah sampai kedada celakalah Bu In. Karena itu, mati-matian Bu In mengeluarkan jurus-jurus simpanannya menyerang dahsyat kepada Bwee Sim Mo Lie.

Waktu pertempuran tengah berlangsung, di ruang belakang para pelayan sedang ketakutan. Ada diantara mereka yang menangis karena kematian Tang Kui, yang mayatnya masih menggeletak di ruang thia, tidak bisa mereka bawa. Tadi Thiam Lu sudah berpesan, agar tidak seorangpun yang menyentuh mayat Tang Kui, yang mati keracunan, yang bisa mencelakai orang lain yang menyentuh mayat beracun tersebut.

Lam Sie memeluki Giok Han, takutnya bukan main. Dia kuatir wanita iblis yang memang diketahuinya sangat kejam itu, tidak bisa dihadapi oleh Bu In bertiga, lalu membinasakan mereka semua. Dia pernah menyaksikannya betapa Thiam Lu sangat mudah di-rubuhkan oleh Bwee Sim Mo Lie dan tertolong disebabkan kenekatan Giok Han pada beberapa hari yang lalu.

Giok Han juga tampak gelisah. Suatu saat, ia meronta melepaskan diri dari pelukan Lam Sie.

"Paman Lam, mengapa Ciecie itu masih saja jahat dan kejam?!", tanya si bocah tidak mengerti. "Bukankah dia bilang tidak akan melakukan kejahatan lagi dan juga sudah pergi tidak mengikuti kita. Namun sekarang mengapa ia datang kemari lagi?"

Lam Sie menekan rasa kuatir dan takutnya, menghela napas dalam-dalam guna melapangkan dadanya, Barulah kemudian menjawab pertanyaan majikan kecilnya; "Wanita itu seorang penjahat yang sangat kejam, ia senang membunuh tanpa mengenal kasihan! Mudah-mudahan saja Yang Toaya dan Khang Lopehmu bisa menghadapinya."

"Kalau memang dia sangat jahat, biarlah aku pergi menemuinya dan memakinya!" Kata Giok Han bersemangat.

"Apa ?" Tubuh Lam Sie menggigil. "Oooh, Siauwya, jangan bergurau! wanita itu sejahat iblis dan jangan main-main dengannya. Lebih baik kita diam di sini saja, biar paman Khang dan Yang Toaya yang membereskannya."

"Aku tidak takut, paman Lam, Bukankah dulupun dia tidak marah kepadaku, waktu kumaki-maki ? Mungkin dia mau pergi kalau kutemui dan meminta kepadanya agar tidak menggangu kita dan keluarga Yang Kongkong (kakek Yang) !"

Lam Sie menggelengkan kepalanya berulang kali dengan gugup, dia memeluki lagi majikan kecilnya.

"Jangan Siauwya, dengarlah kata-kata paman janganlah membantah ! Demi keselamatan Siauwya."

Mendadak Giok Han mendorong dada Lam Sie, dengan sepasang alis yang bentuknya sangat bagus itu mengerut dalam-dalam, dan sikap yang gagah serta dada membusung, bocah itu bilang: "Paman Lam, sekali lagi kudengar paman lam terlalu mementingkan diri sendiri seperti itu, aku tidak mau dekat-dekat dengan kau lagi ! Lihatlah, Yang Kongkong, Yang Ciecie dan paman Khang sedang menghadapi bahaya, mereka mempertaruhkan jiwa dengan gagah berani. Semua itu dilakukan mereka demi siapa ? Untuk kita ! Sekarang mengapa di saat mereka terancam bahaya kita malah bersembunyi dan berpeluk tangan saja ? Bukankah sikap seperti itu merupakan sikap pengecut yang tidak tahu malu ?"

Lam Sie jadi bingung, sampai dia mau menangis tidak bisa mau tertawa pun tidak bisa. Sulit buat dia menjelaskan kepada Giok Han, bahwa bahaya yang tengah berada di-depan mata adalah bahaya yang sangat mengerikan dan merupakan ancaman maut yang menakutkan.


Dia coba memegang tangan Giok Han, tapi Giok Han menepis tangan Lam Sie, dengan gagah si bocah bilang: "Aku akan pergi menemui wanita jahat itu, paman Lam jangan coba-coba menahanku !", kata Giok Han dengan suara yang nyaring.

Pelayan-pelayan lain jadi kebingungan juga dan coba membujuknya. Lam Sie bingung luar biasa, sampai dia tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut di depan Giok Han, manggut-manggntkan kepalanya menangis keras.

"Siauwya, oooo, Siauwya, biarlah aku si tua Lam Sie yang mati ditangan iblis itu. Biarpun harus mati seratus kali, aku masih rela. Tetapi, aku mohon agar Siauwya tidak keluar untuk menempuh bahaya...!" serak suara Lam Sie di antara isak tangisnya.

Giok Han tertegun, tapi cepat dia bilang: "Dengan sikap seperti sekarang ini paman Lam, bukankah sama saja kita terlalu mementingkan diri sendiri ? Untuk apa kita hidup terus, kalau besok-besok kita harus menerima ejekan sebagai manusia tidak berbudi yang tidak tahu berterima kasih, terlalu mementingkan diri sendiri Sampai menyaksikan penolong yang pernah menyelamatkan jiwa kita tengah terancam bahaya tetap saja kita berpeluk tangan !" Waktu berkata begitu, nyaring suara Giok Han. Masih kecil bocah itu, tapi sikapnya gagah luar biasa. Dan Lam Sie dengan air mata bercucuran membasahi pipinya tertegun mengawasi bingung pada bocah tersebut.

Di dalam hati ia berpikir betapa sama sifat dan tabiat Giok Han dengan ayahnya, Jenderal Giok Hu. yang memiliki adat serta sikap keras menghadapi kecurangan maupun perbuatan tercela. Tampaknya Giok Han walaupun masih kecil, memang memiliki warisan sifat dan adat ayahnya. Berani dan keras kepala untuk membela kebenaran. Teiapi, tahukah Giok Han betapa seluruh jiwa didalam rumah keluarga Yang sebetulnya tengah terancam, kematian di tangan Bwee Sim Mo Lie ?

Tahukah Giok Han betapa berbahayanya Bwee Sim Mo Lie ? Dan apa yang bisa dilakukan Giok Han, untuk menghadapi wanita iblis yang kejam dan telengas itu, walaupun memang ia memiliki jiwa yang luhur dan mulia ingin membela Khang Thiam Lu bertiga Yang Bu In dan Yang Lan? Bukankah sekali saja Bwee Sim Mo Lie mengayunkan tangannya. Giok Han akan terbinasa ?

Karena bingung dan panik, akhirnya Lam Sie cuma bisa menangis sesenggukan sambil memeluki kaki Giok Han. Yang Hujin isteri Yang Bu In, juga membujuk agar Giok Han tidak keluar, karena sangat berbahaya.

Giok Han menghela napas. Dia memegang pundak Lan Sie, pengasuh setia itu. "Paman Lam," katanya, "maafkan Hanjie karena sudah melontarkan kata-kata yang mungkin menyinggung atau melukai hati paman Lam."

Mendengar perkataan Giok Han, bukannya berhenti dari tangisnya, malah Lam Sie semakin keras dalam isak tangisnya. Memeluk majikan kecilnya itu. "Tidak Siauwya tidak ada kata-kata Siauwya yang membuat paman kecewa. Paman cuma teringat kepada Goanswee...."

Mendengar disebut tentang ayahnya, Giok Han juga jadi mengucurkan air matanya menangis. Tapi cuma sebentar, karena dia seperti kaget teringat sesuatu dan menyusut air matanya. Dengan muka masih basah oleh air mata sibocah bilang: "Tidak ! Kita tidak boleh menangis seperti anak kecil !"

Semua orang yang berada di ruang itu, termasuk Yang Hujin, jadi merasa lucu melihat lagak dan mendengar kata-kata Giok Han. Dia bilang tidak boleh menangis seperti anak kecil, padahal Giok Han sendiri adalah seorang bocah! Dan itu adalah didikan dari ayahnya, Jenderal Giok Hu, yang selalu memberitahukan Giok Han, bahwa seorang Kuncu (manusia sejati dan mulia) tidak boleh menangis. Hal itu selalu diungkapkan jika Giok Han dulu-dulu menangis disebabkan oleh sesuatu, atau menginginkan sesuatu yang tidak diperolehnya, ataupun terjatuh.

Dan kata-kata itu demikian meresapnya ke dalam hatinya, sehingga tadi tanpa disadarinya iapun bilang seperti itu, padahal dia sendiri memang masih seorang bocah ! Tetapi walaupun sikap Giok Han lucu, tidak seorang pun bisa tertawa, mereka tetap dicekam ketegangan Giok Han pun sudah bilang lagi . "Paman Lam, ijinkanlah Hanjie keluar. Sebentar saja Percayalah. Hanjie tidak akan mengalami apa-apa, Hanjie cuma ingin berusaha menolong paman Khang, Yang Kong-kong dan Yang Ciecie ! Kalau memang sekarang Hanjie tidak keluar untuk membantui mereka dan mereka mengalami bahaya ditangan wanita itu, sampai kapanpun juga Han jie pasti menyesal terus menerus tanpa ada gunanya !"

Lam Sie yang sangat kebingungan tidak bisa menjawab, hanya mengawasi Yang Hujin dan yang lainnya seakan minta bantuan mereka untuk membujuk Giok Han, Air mata mengucur terus dan membasahi pipi orang tua itu.

Yang lainnya membujuk Giok Han agar mau menuruti permintaan Lam Sie, agar tidak keluar. Namun Giok Han menggeleng tetap ingin keluar, walaupun Yang Hujin telah membujuknya. "Walaupun bagaimana Hanjie harus membantui mereka !"

Sebetulnya para pelayan keluarga Yang itu ada yang ingin bertanya kepada Giok Han, saking kewalahannya melihat sikap si bocah, kalau Giok Han keluar, apa yang bisa dilakukannya dengan usia masih kecil dan tidak memiliki kepandaian apa-apa ? Bukankah itu hanya mencari mati saja? Tapi mereka tidak berani berkata seperti itu, kuatir sibocah jadi ngambek.

Akhirnya Lam Sie kewalahan dan tidak memiliki jalan lain untuk membujuk Giok Han. Dia menghapus air matanya. "Baiklah," katanya, "marilah kita berdua keluar untuk menemui wanita jahat itu, Siauwya!"

Alis Giok Han mengkerut.

"Paman Lam tidak usah ikut, kalau memang wanita jahat itu ingin turunkan tangan jahat, biarlah aku saja. Paman Lam jangan sampai ikut terseret menjadi susah. Paman Lam diam saja di sini ?" kata si bocah.

Lam Sie menggeleng, menghapus lagi air mata yang masih mengucur.

"Siauwya, jika memang ada yang harus mati, biarlah paman Lam yang mati," kata pengasuh yang setia itu. "Walaupun harus menerima kematian ratusan kali, paman rela asal Kongcu bisa terlindung selamat, Peng-an bahagia nantinya. Paman hanya inginkan Siauwya selalu sehat dan bahagia, itu pun sudah membuat paman akan bahagia. Mari, Siauwya keluar bersama paman."

Terharu hati si bocah melihat kesetiaan pengasuh tua ini. Dia memeluk paman Lam nya dan menangis terisak-isak.

"Paman, entah berapa banyak penderitaan yang paman Lam karena membela dan menyelamatkan Hanjie." kata Giok Han terisak dengan tangisnya. "Entah bagaimana Hanjie harus membalas budi kebaikan paman ?"

Yang lainnya juga terharu melihat peristiwa tersebut, di mana Lam Sie sambil merangkul majikan kecilnya juga menangis terisak-isak, mereka jadi ikut menitikkan air mata. Yang Hujin ikut terharu. la melihat, betapa mulia dan luhurnya jiwa dan hati Giok Han, yang tetap memaksa ingin keluar untuk membantui Yang Bu In, Yang Lan dan Khang Thiam Lu, walaupun bocah itu masih terlalu kecil dan tidak bisa apa-apa. Tidak percuma tampaknya Giok Han sebagai putera Jenderal besar Giok Hu !

Mendadak Giok Han berseru: "Oooh, Hanjie lupa lagi. Kita mana boleh menangis seperti ini, seperti anak kecil saja !". Dia menyusut air matanya.

"Justeru kita harus cepat-cepat keluar untuk membantui Yang Kongkong bertiga !"

Giok Han keluar didampingi Lam Sie. Mereka melihat Yang Bu In bertiga tengah kewalahan menghadapi Bwee Sim Mo Lie yang sambil berkelebat kesana kemari menghadapi setiap desakan ketiga orang lawannya, sepasang tangannya bergerak tidak hentinya seperti orang sedang menabur sesuatu. Ratusan batang jarum beracunnya menyambar kesana kemari membuat ketiga orang lawannya kewalahan.

Memang kalau bicara soal kepandaian ilmu silat, Yang Bu In tidak gentar menghadapi Bwee Sim Mo Lie, namun, sekarang ia menghadapi wanita iblis yang pandai sekali mempergunakan racun. Apalagi dia tadi sudah terkena cengkreman kuku-kuku jari tangan Bwee Sim Mo Lie yang beracun, dimana pundaknya dirasakan semakin lama semakin ba al, mengurangi leluasa bergeraknya. Setiap serangannya jadi agak lambat, tidak selincah sebelumnya.

Khang Thiam Lu dan Yang Lan melihat keadaan orang tua itu, semakin kuatir. Bahkan saat itu karena nekad, Thiam Lu tahu-tahu menubruk Bwee Sim Mo Lie dengan pedangnya, la ingin melindungi gurunya yang tengah kewalahan menghalau hujan jarum-jarum beracun. Tetapi tidak disangka-sangka lengan baju wanita iblis itu mengibas ke-arah muka Thiam Lu, tersebar bubuk putih sangat halus, dan Thiam Lu mencium harum semerbak yang dalam sekejap mata membuat pandangan matanya berkunang-kunang, tubuhnya lemas, tenaganya lenyap, lututnya lunglai seakan tidak memiliki tenaga lagi. rubuh ambruk di tanah !

Yang Lan menjerit kaget dan cepat-cepat menerjang dengan beberapakali tikaman pedangnya kepada Bwee Sim Mo Lie, begitu juga Yang Bu In yang kaget tidak terkira waktu melihat keadaan muridnya, ia sebetulnya sedang sibuk menghalau hujan jarum-jarum beracun dengan putaran pedangnya, karena kaget maka gerakannya tertunda jadi perlahan selama satu detik, tetapi itu menyebabkan dia menerima bahaya ! Dua batang jarum menerobos masuk dan menancap di lengan kiri serta dada kiri.

Tubuh Yang Bu In terhuyung mundur, mukanya pucat. Mati-matian jago tua itu mengempos lwekangnya, dengan tenaga dalamnya berusaha untuk mendorong dan mencegah racun bekerja di tubuhnya. Dia berhasil, racun tidak menjalar luas dari lukanya, tetapi ganasnya racun itu membuat tenaga Yang Bu In berkurang banyak, belum lagi untuk mengerahkan tenaga dalamnya.

Bwee Sim Mo Lie tanpa memperlihatkan perasaan apapun di wajahnya, menjepit pedang Yang Lan, dia coba merampasnya. Tapi Yang Lan yang nekad tidak perdulikan bahaya, dia meneruskan tikamannya. Dan Bwee Sim Mo Lie terkesiap waktu mata pedang tetap meluncur akan menikam dadanya. "Ihhh," dia berseru dan batal menjepit pedang si gadis, melompat ke samping buat menghindarkan diri.

Yang Lan yang sudah nekad hendak menyerang lagi, tapi waktu itu terdengar suara teriakan: "Perempuan busuk, berhenti!" Di susul oleh Giok Han yang menghampiri ke dekat Bwee Sim Mo Lie dan nekad sekali bocah itu memeluk tubuhnya. Lam Sie kaget tidak terkira, dia ingin mencegah, tapi tidak keburu.

Dan semangat pengasuh setia itu serasa terbang meninggalkan raganya melihat majikan kecilnya begitu nekad telah memeluk Bwee Sim Mo Lie.

Bwee Sim Mo Lie waktu menyingkir dari tikaman pedang Yang Lan, sebetulnya sudah mempersiapkan jarum-jarum beracunnya hendak balas menyerang kepada Yang Lan. Tetapi dia jadi kaget tidak terkira tubuhnya tahu-tahu dipeluk oleh Giok Han.

Dan, untuk beberapa detik dia seperti linglung hilang ingatan, pikirannya jadi melayang-layang. Namun akhirnya Bwee Sim Mo Lie bisa menguasai diri, bentaknya : "Kau lagi bocah ! Ayo lepaskan !"

Tetapi Giok Han menggeleng, bocah itu menjawab: "Tidak. Kau perempuan busuk ! Kemarin dulu kau berjanji tidak akan menganiaya paman Khang, tetapi sekarang kau mencelakainya !" Berkata sampai disitu Giok Han tidak bisa menahan isak tangisinya, karena dia sangat kuatirkan keselamatan Khang Thiam Lu, Tahu-tahu dia menggigit pinggang Bwee Sim Mo Lie.

Kaget wanita iblis itu merasah pinggangnya sakit, mukanya merah padam karena murka. Tahu-tahu tangan kanannya diulurkan, menjambak punggung Giok Han, ia ingin melemparkan tubuh sibocah.

Tapi Giok Han menggigit keras sekali, tangannya tetap memeluk kuat-kuat. Nekad sekali bccah ini. Dia merasakan punggungnya sakit sekali dijambak Bwee Sim Mo Lie, membuat dia menggigit semakin keras.

Kaget Bwee Sim Mo Lie, mukanya merah padam. Dia membentak lagi : "Lepaskan gigitanmu !"

Giok Han tidak mau melepaskan gigitannya. Bwee Sim Mo Lie menarik lagi untuk melepaskan tubuh sibocah, tapi dia merasakan setiap kali menarik tubuh sibocah, gigitan itu membuat pinggangnya tambah sakit, membuatnya mengendorkan lagi tarikannya.

"Baiklah!", mendengus Bwee Sim Mo Lie. "Kau mau mampus rupanya !"

Tangan kanannya ingin menghajar batok kepala Giok Han, tapi waktu itulah dia menunduk dan melihat wajah sibocah, mata Giok Han tengah menatap kepadanya. Bagus sekali mata itu, dan saat itu sepasang mata yang indah itu memancarkan sinar kemarahan dan benci, tidak terpancar sedikitpun perasaan takut pada mata bocah tersebut. Mulut sibocahpun masih tetap menggigit kuat-kuat pada pinggang Bwee Sim Mo Lie.

Tubuh Bwee Sim Mo Lie menggigil sedikit, hatinya tergetar. Tangannya yang sudah terangkat jadi lemas tidak bertenaga dan turun terjuntai.

Dia jadi ingat sepasang mata yang sama seperti itu, yang memandang benci dan penuh kemarahan padanya. tanpa terdapat sinar ketakutan. Mata yang mengingatkan padanya peristiwa-peristiwa masa lalunya yang menyedihkan.

Bwee Sim Mo Lie menggigit bibirnya, kemudian dia berhasil menguasai dirinya. "Bocah yang baik, lepaskanlah gigitanmu !" Cie-cie tidak akan mengganggu kau."

Tapi Giok Han tetap menggigit dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Karuan saja Bwee Sim Mo Lie yang harus meringis menahan sakit, waktu kepala Giok Han menggeleng ke kiri kanan, gigitan pada pinggang wanita iblis ilu bergerak-gerak menambah rasa sakit sampai keulu hati, pinggangnya seperti kejang oleh gigitan Giok Han.

"Apa yang kau inginkan sebenarnya, bocah ?", tanya Bwee Sim Mo Lie lagi.

"Mata Giok Han melirik kepada Khang Thiam Lu yang menggeletak ditanah.

"Ooooh, kau ingin minta aku membebaskan orang itu dari kematian?!" tanya Bwee Sim Mo Lie lagi.

Giok Han mengangguk-angguk beberapa kali.

Bwee Sim Mo Lie terjengki menahan sakit. Gigitan Giok Han semakin sakit saja akibat dia mengangguk.

"Baik, baik, memang sudah kujanjikan padamu, dia kubebaskan dari kematian, tapi dia manusia tidak mengenal selatan, kebaikan yang kuberikan malah disalah artikan, dia duga aku tidak berani membunuhnya, dia ingin membantu keluarga Yang! Tapi, biarlah sekali ini jiwanya kuampuni!"

Giok Han melepaskan tangan kanannya yang tadi meranakul tubuh Bwee Sim Mo Lie dan menunjuk kepada Yang Bu In dan Yang Lan.

"Mereka juga harus diampuni ?!" tanya Bwee Sim Mo Lie.

Giok Han mengangguk.

"Baik, baik," si wanita iblis menghela napas, "Aku memenuhi permintaanmu! Sekarang lepaskanlah gigitanmu !"

Giok Han melepaskan gigitannya. Tapi sedang si bocah kegirangan, belum lagi bicara apa-apa, tahu-tahu tubuhnya dirasakan melayang diudara dan matanya berkunang-kunang, seperti ada ribuan binatang yang memain di matanya itu.

Rupanya waktu Giok Han melepaskan gigitannya, kesempatan itu dipergunakan Bwee Sim Mo Lie mendorong tubuh si bocah membuat Giok Han terpental cukup keras dan terbanting di tanah.

Perlahan-lahan Giok Han coba bangun berdiri dia memaki kalang kabut: "Perempuan hina yang tidak tahu malu ! Kau selalu berdusta... mulutmu tidak bisa dipercaya, sama seperti anjing...!"

Waktu itu Bwee Sim Mo Lie tengah mengusap-usap pinggangnya yang tadi digigit Giok Han rupanya ia masih kesakitan. Begitu kuatnya gigitan Giok Han tadi seperti juga kulit pinggang wanita iblis itu akan terkelupas. Meninggalkan tanda gigi-gigi si bocah pada pinggangnya yang cukup dalam.

"Bocah setan, kau mencari mampus!" Teriak Bwee Sim Mo Lie yang meledak murkanya. Tadi dia sengaja menahan diri, karena dia tengah kesakitan oleh gigitan Giok Han. Sekarang justeru dia telah terbebas dari gigitan itu, sehingga kembali meledak murkanya, apa lagi sempat dia melihat kulit di pinggangnya yang tergigit oleh Giok Han menimbulkan tanda yang jelek.

Pinggangnya yang bagus mulus jadi memiliki tanda, yang mungkin tidak akan lenyap sampai kapanpun juga, sebab luka gigitan itupun mengeluarkan darah, bajunya yang putih di bagian pinggang sampai merah oleh darah.

Tubuhnya ringan sekali melompat ke dekat Giok Han, dia mendengus bengis: "Kau juga harus mampus, bocah setan !" Tangan kanannya diangkat untuk menghantam kepala Giok Han

Lam Sie menjerit kaget, berlari hendak menghampiri majikan kecilnya yang terancam bahaya. Yang Lan tidak tinggal diam, dia melompat menikam punggung wanita iblis itu. Tapi wanita iblis itu tidak membatalkan pukulan pada batuk kepala Giok Han, hanya tangan kirinya dipergunakan buat melibat pedang Yang Lan.

Gok Han tidak tahu bahwa jiwanya tengah terancam bahaya maut, dia masih memaki: "Perempuan tidak tahu malu, aku akan adu jiwa kalau kau masih menganiaya Khang Lopeh dan yang lainnya...!"

Telapak tangan Bwee Sim Mo Lie hanya terpisah beberapa dim lagi dari batok kepala Giok Han, sekali saja telapak tangan itu me ngenai batok kepala si bocah, niscaya kepala Giok Han akan pecah hancur berantakan dan menemui kematian.

Di waktu itulah hati Bwee Sim Mo Lie tergetar lagi. Mata itu. Ya, sepasang mata Giok Han yang tengah menatap berani sekali kepadanya, memancarkan sinar kemarahan tanpa rasa takut, menyebabkan Bwee San Mo Lie teringat kepada sepasang mata bekas kekasihnya, yang sama seperti mata Giok Han.

Tangan yang hampir mengenai kepala si bocah tidak bisa ditarik. Dia hanya bisa mengurangi tenaga pukulan tersebut dan dimiringkan, sehingga bukan kepala si bocah yang dihantam, melainkan pundaknya. Tubuh Giok Han terbanting keras ditanah, tanpa bergerak, pingsan!

Itupun masih untung buat Giok Han. karena dalam beberapa detik itu Bwee Sim Mo Lie masih terpengaruh oleh sorot matanya yang tajam dan indah itu, yang mengingatkan st wanita iblis kepada bekas kekasihnya sehingga dia tidak jadi memukul kepala Giok Han.

Dalam beberapa detik itu jiwa Giok Han seperti lolos dari lobang jarum. Benar dia terpukul hebat pada pundaknya, yang membuat bocah itu terpental dan terbanting keras, lalu pingsan, tapi itu tidak sampai membahayakan jiwanya.

Lam Sie merasakan semangatnya seperti men'npra ikan rabanya, k;\ i;etn ya tidak terkira. Dia menjerit: "Oooh, kau telah membunuh Siauwyaku. iblis laknat !" Dia berlari menubruk tubuh Giok Han, menangis sedih sekali.

"Siauwya, ooo, Siauwya... meneapa nasib keluarga Giok demikian buruk? Tentu Goanswe di akherat pun tidak meram.. Ooh, Siauwya . . . jelek benar nasibmu!" Dan setelah sesambatan seperti itu Lam Sie pun rubuh ringsan tidak sadarkan diri dengan muka basah oleh air mata. Dia terlalu berduka, sehingga dia tidak bisa menguasai diri lagi, membuatnya pingsan tidak sadarkan diri.

Pedang Yang Lan yang terlibat oleh ujung lengan kiri si wanita iblis, tidak bisa ditarik pulang. Walaupun Yang Lan berusaha menarik pedangnya, namun gagal. Hati si gadis jadi berdebar, tapi teringat ancaman bahaya maut pada ayahnya dan Thiam Lu, ia berteriak nekad dan melompat sambil menghantam dengan telapak, tangan kiri Sambil mengerahkan seluruh tenaganya.

Bwee Sim Mo Lie memutar sedikit tubuhnya untuk menghadapi Yang Lan, karena tadi dia memang membelakangi Yang Lan. Tangan kanannya diayunkan, belasan batang jarum menyambar dada Yang Lan.

Terkesiap Yang Lan melihat jarum beracun dalam jumlah banyak menyambar dari jarak begitu dekat, dan dia jadi putus asa. "Thia, sayang puterimu tidak bisa membantu mu !" Mengeluh si gadis putus asa dan memejamkan matanya. Walaupun usaha apapun yang akan dipergunakan si gadis, tidak mungkin dia bisa menghindar dari belasan batang jarum beracun si iblis, karena jarak mereka terpisah sangat dekat benar. Yang Lan cuma bisa menunggu maut tiba.

Tetapi tiba-tiba Yang Lan mendengar seruan Bwee Sim Mo Lie: "Ihh !" sehingga si gadis membuka matanya, saat itu tubuhnya tengah meluncur turun dan kakinya bisa menginjak tanah. Tidak sebatang jarumpun yang menancap di dadanya. Dia segera mengawasi kepada Bwee Sim Mo Lie.

Waktu itu Bwee Sim Mo Lie sudah terpisah kurang lebih empat tombak, di depan si iblis berdiri seorang lelaki tua dan wanita tua, dengan pakaian lusuh.

Segera Yang Lan tersadar, pasti kedua orang itu yang telah menyelamatkannya. Mereka yang telah menghalau jarum-jarum beracun si iblis. Dan memang kedua orang itulah yang tadi waktu Yang Lan dalam detik-detik kematian, telah menolongnya, dengan mempergunakan topi tikar dan jarum-jarum itu menancap di topi tikar butut itu membuat si gadis terhindar.

Orang tua yang berpakaian lusu itu tengah menghampiri topi tikarnya yang menggeletak ditanah. dia kemudian berdiri dan mengawasi belasan jarum yang menancap di situ.

"Hmm, sungguh berbahaya! Sungguh berbahaya! Menggumam lelaki tua itu dengan suara yang mengejek. "Tidak kusangka Thio Eng Goat masih terus mengolah racunnya dan coba merajai Kangouw dengan keganasannya ! Sungguh sayang! Sungguh sayang, muridnya tidak kalah ganasnya dari wanita iblis Thio Eng Goat..."

Sikap Bwee Sim Mo Lie tidak tenang. Biasanya pada muka si iblis tidak terlihat perasaan apapun, sangat dingin. Namun sekarang mukanya sebentar merah, sebentar pucat.

"Sepasang Tabib Hutan" kata Bwee Sim Mo Lie akhirnya dengan suara yang dingin. "Ada pesan dari guruku yang mulia untuk kalian! Di bulan duabelas pada tanggal lima belas, kalian datanglah di lembah Kui-hun (Arwah Setan), guruku yang mulia menunggu kau di sana!" Kemudian tanpa menanti jawaban Sepasang Tabib Hutan, Bwee Sim Mo Lie berkelebat menenteng Khimnya meninggalkan tempat itu.

Lelaki dan wanita berpakaian seperti pengemis itu, yang memang tidak lain dari Sapasang Tabib Hutan, tertawa.

"Aneh, inilah undangan luar biasa. Mengundang tanpa kartu dan juga mengundang untuk datang kelembah Arwah Setan ! Hu, aku takut untuk datang kesana, nanti bisa kesurupan !" Melucu lelaki itu itu. Yang wanita pun tertawa.

"Tua bangka, lebih baik kau tolong dulu mereka yang sedang kesurupan itu!" Kata yang wanita.

Orang tua yang berpakaian mesum dan seperti pengemis itu menepuk kepalanya beberapa kali sambil tertawa. "Ya, ya, memang semakin tua aku semakin pikun saja! Mengapa aku tidak mengobati mereka yang sedang kesurupan itu ?!"

Setelah berkata begitu, lelaki tua yang berpakaian mesum tersebut menghampiri Khang Thiam Lu, memeriksa keadaannya, kemudian mengangguk-angguk: "Dia sedang tidur nyenyak dan ber mimpi, jiwanya tidak akan dibawa oleh setan penasaran !"

Lalu dia memeriksa keadaan Yang Bu In. Keadaan Yang Bu In sudah payah benar, karena saat itu tenaga pertahanannya sudah mulai habis. Walaupun tadi dia sudah mengerahkan lwekangnya untuk membendung menjalarnya racun, namun semakin lama semakin lemah pertahanannya, ia sudah menggeletak lemas, tubuhnya ba'al hampir sekujur tubuhnya menguap panas dan merah. Racun mulai menerobos dari pertahanan Yang Bu In, mulai menjalar.

Setelah memeriksa beberapa saat, lelaki tua berpakaian mesum seperti pengemis tertawa. Ooo, ini kesurupan yang cukup berat. Ayo setan laknat, keluarlah meninggalkan korbanmu...!"

Sambil berkata begitu, tangan kanan lelaki tua tersebut menghantami dada Yang Bu In beberapa kali.

Yang Bu In kaget tidak terkira, hatinya tercekat kaget, tapi seketika dia merasakan dari telapak tangan lelaki tua mengeluarkan hawa hangat, semakin lama semakin hangat, satiap kali lelaki tua itu memukul dadanya, hawa hangat itu seperti menerobos masuk.

Belum lagi Yang Bu In mengetahui apa yang tengah dilakukan lelaki tua tersebut, mulutnya telah dijejali oleh sepotong dendeng. "Kunyah !" Perintah orang tua itu. Dan dia menurut saja perintah orang tua itu, mengunyah Harum dan menyegarkan.

Lelaki tua itu sudah menghampiri wanita tua yang tadi datang bersamanya. "Kie-moay mereka sudah tidak kesurupan lagi. Ayo kita pergi!!"

"Pergi ? Ooo, tua bangka ! Benar-benar pikun kau! Bukankah kau bilang ingin membawa anak itu?!" Sambil berkata begitu, wanita tua tersebut menunjuk kepada Giok Han dan Lam Sie yang masih pingsan.

Kembali lelaki tua itu memukul-mukul kepalanya. "Benar-benar aku sudah pikun, semakin pikun ! Sampai aku lupa apa maksud yang sebenarnya kedatanganku kemari!"

Ringan sekali tubuhnya melompat ke dekat Giok Han dan Lam Sie. la memeriksa keadaan kedua orang itu. Waktu memeriksa keadaan Giok Han, sepasang alis orang tua itu mengkerut.

"Kie-moay, kemari kau ! Celaka ! Benar-benar celaka !" Berseru lelaki tua itu.

Muka wanita tua itu jadi berobah.

"Apanya yang celaka ?"

Murid si iblis sudah turunkan tangan jahat padanya !"

"Ooo, apakah dia bisa disembuhkan ?"

"Tentu... tetapi memakan waktu yang cukup lama! Tulang selangkanya dihantam melesak patah dan yang parah justeru hawa kotor beracun telah meresap masuk ke dalam tulangnya! Pukulan yang ganas dan kejam sekali terhadap bocah seumur ini!"

Wanita tua itu tampak jadi bingung. Dia memeriksa keadaan Giok Han. Lalu menoleh kepada Yang Lan: "Nona yang baik, bisa kami pinjam kamar untuk mengobati anak ini ?"

Yang Lan tengah mengawasi bingung kelakuan kedua orang itu, yang telah menolonginya dan juga menyelamatkan keluarganya dari wanita iblis Bwee Sim Mo Lie. Mendengar pertanyaan wanita tua itu, cepat-cepat Yang Lan mengangguk, katanya: "Tentu... tentu Locianpwe..."

Tanpa banyak bicara lagi wanita tua itu menggendong Giok Han, Sedangkan Lam Sie ditotok oleh lelaki tua itu, segera sadar.

Yang Lan juga sudah meminta kepada para pelayan untuk membantu Yang Bu In dan Khang Thiam Lu dibawa ke dalam.

Begitu tersadar dari pingsannya. Lam Sie menangis terisak-isak sedih sekali, mengikuti wanita tua yang membawa Giok Han.

"Hu, hu aku paling sebal mendengar orang menangis!" Mengerutu lelali tua itu, membuat Lam Sie berusaha menahan isak tangisnya, hanya air mata yang masih mengucur terus dengan deras. Menangis tanpa bersuara.

Setelah meletakkan Giok Han di pembaringan, wanita dan lelaki tua itu melakukan pemeriksaan padanya. Malah lelaki tua itu segera menguruti beberapa bagian anggota tubuh Giok Han.

Sam jam lebih lelaki dan wanita tua itu mengobati Giok Han dengan sikap serius. Lenyap sikap ugal-ugalan mereka.

Siapakah mereka ? Ternyata yang lelaki tua tidak lain dari Tung Yang, dan wanita tua itu adalah isterinya, Tung Im. Nama sebenarnya ialah Tung Siang Bun dan isterinya Lauw Kie Ing.

Karena si suami biasa dipanggil dengan sebutan Tung Yang, si isteri juga selalu dipanggil dengan sebutan Tung Im. Tung Yang biasa memanggil isterinya dengan sebutan Kie-moay, sedangkan isterinya memanggil Tung Yang dengan sebutan tua bangka.

Di dalam kalangan Kangouw mereka terkenal sekali sebagai sepasang pendekar aneh yang sangat pandai ilmu pengobatannya, itulah sebabnya mereka diberi gelaran Sepasang Tabib Hutan, akibat dari sikap dan tingkah laku mereka yang ugal-ugalan, seperti orang hutan yang tidak kenal aturan.

Sepak terjang sepasang suami isteri ini memang sangat aneh, ugal-ugalan dan tidak mematuhi peraturan. Apa yang mereka senang lakukan tentu akan dilakukan oleh mereka.

Kesehatan Yang Bu In sudah mulai membaik. Berkat pukulan-pukulan pengiriman hawa murni dari Tung Yang pada dadanya lewat sentuhan kulit tubuh dengan kulit telapak tangan, juga dibantu oleh obat penawar racun yang ada pada dendeng yang diberikan padanya, sekarang sudah bisa berdiri.

Hanya mukanya yang masih agak pucat. Bersama puterinya Yang Lan, Yang Bu In datang kekamar di mana Giok Han tengah dirawat oleh Sepasang Tabib Hutan itu.

Waktu itu Sepasang Tabib Hutan baru selesai memberikan pertolongan kepada Giok Han, mereka sedang duduk bengong. Melihat Yang Bu In dan puterinya, keduanya tetap bengong mengawasi Giok Han, tanpa perduli pada ayah dan anak itu.

Lam Sie duduk dilantai menangis tanpa bersuara, cuma air matanya yang mengucur Dia tidak berani ber suara, karena tadi Tung Yang bilang ia paling sebal mendengar orang menangis.

Yang Bu In menghampiri kedua Tabib Hutan yang berperangai aneh itu, merangkapkan kedua tangannya, memberi hormat. "Terima kasih atas pertolongan jiewie," katanya "Lohu Yang Bu In sekeluarga telah diselamatkan oleh jiewie !"

Tung Yang melirik, katanya dingin: "Jangan berterima kasih kepada kami" dia menunjuk Giok Han yang masih belum sadarkan diri. "Berterima kasihlah kepada anak ini. Karena dia, kami mau turun tangan menolongi kalian! Kami menginginkan anak ini ! "

Yang Bu In mengangguk tanpa berani banyak berkata lagi, kuatir mengganggu kedua Tabib Hutan yang sedang mengobati Giok Han. Di tariknya tangan Yang Lan, untuk berdiri di pinggir.

Waktu itu Giok Han merintih perlahan, tapi belum sadar. Tung Yang mendadak lompat berjingkrak sambil menepuk tangannya beberapa kali, mengejutkan semua orang yang ada disitu. "Selamat! Selamat!" Bersera Tung Yang girang. " Bisa diselamatkan ! Selamat! Dia tidak akan kesurupan lebih lama lagi !" *

Tung Im mengangguk dengan muka yang berseri. "Ya, selamat!" katanya. "Bocah ini bisa kita selamatkan !"

"Hmm, tentu saja pasti bisa diselamatkan oleh kita! Apa yang bisa dilakukan oleh Thio Eng Goat jika berhadapan dengan kita ? Kita pasti akan sanggup menyembuhkan bocah itu!"

"Tua bangka, jangan ribut-ribut, lihat... bocah ini masih perlu dirawat dengan cara Tiam-hoat (totokan) !"

"Ya ! Ya!" Dan Tung Yang berdua isterinya, Tung Im, sibuk menotoki sekujur tubuh Giok Han. Kagum Yang Bu In melihat kemahiran ilmu totokan Sepasang Tabib Hutan, karena jari tangan mereka selalu menotok dengan tepat, dengan tenaga yang seimbang. Benar-benar tidak kecewa Tabib Hutan begitu terkenal.

Keringat telah membanjir keluar dari sekujur tubuh Tung Yang dan Tung Im. "Panas! Panas sekali ! Hu, kamar ini seperti neraka saja !"

Kemudian Tung Yang menoleh kepada orang-orang yang ada di situ, katanya: "Ayo kalian keluar! Keluar ! Hanya membikin panas kamar ini ! "

Yang Bu In dan yang lainnya mengetahui bahwa kedua tabib ini mungkin juga ingin melakukan suatu pengobatan rahasia terhadap Giok Han, cepat-cepat mengiyakan dan keluar tanpa tersinggung. Tetapi Lam Sie merasa berat harus meninggalkan majikan kecilnya, namun dideliki oleh Tung Yang, terpaksa keluar meninggalkan kamar.

Ketika berada di luar kamar, cepat-cepat Lam Sie menghampiri Yang Bu In. Dengan muka berkuatir dia bertanya : "Loya, bagaimana keadaan Siauwyaku."

Yang Bu In menghela napas.

"Tenanglah saudara Lam, Giok Han pasti bisa disembuhkan," hiburnya. "Kedua, orang itu Scpasang Tabib Hutan yang terkenal sangat pandai untuk ilmu pengobatan, tadi mereka sudah mengatakan Giok Han berhasil mereka selamatkan, Tenang-tenang sajalah, kita percayakan saja keselamatan Giok Han ditangan mereka. Berdo'alah kepada Thian!"

Lam Sie menyusut airmatanya, menangis terisak-isak. Dia merasakan betapa buruknya nasib Giok Han. Ayah bocah itu dan keluarganya sudah mengalami bencana oleh Kaisar dan sekarang keadaan Giok Han pun demikian buruk, dalam keadaan luka parah seperti itu.

Lama juga pintu kamar tertutup, sampai akhirnya Tung Yang keluar.

"Arak ! Mana arak?!" Berseru tabib yang aneh perangainya itu. "Haus! Oooo. tuan rumah yang buruk, mana arak untuk tamu ? Apakah tamu akan dibiarkan haus seperti aku ini ? Benar-benar tuan rumah yang kikir !"

Yang Bu In tersenyum, dia tidak tersinggung atau kurang senang oleh sikap Tung Yang. Yang Lan sudah berlari pergi mengambilkan arak. .Ketika menerima poci arak. Tung Yang segera meneguk isinya.

"Arak yang harum! Arak yang harum!" Dia menyusut bibirnya. "Eh nona yang manis, apakah kau sudah menikah?"

Pipi Yang Lan jadi berobah merah dan menggeleng malu-malu.

"Sayang! Sayang !" Mengeluh Tung Yang kemudian.

Yang Lan jadi ingin tahu. "Mengapa harus disayangkan. Locianpwe ?" Tanyanya.

Tung Yang tidak segera menjawab dia meneguk arak dipoci, kemudian barulah dia menyahuti: "Aku merasa sayang bahwa kau nona cantik bertemu dengan aku, situa bangka yang tidak punya anak Kalau aku punya anak lelaki, tentu akan kuanjurkan agar anakku itu mengambil kau menjadi isterinya !"

Pipi Yang Lan berobah memerah, dia malu bukan main digoda seperti itu. "Locianpwe jangan menggodaku..." Katanya perlahan suaranya.

"Eh, aku bukan sedang menggodamu ! Aku bicara sungguh-sungguh! Siapa yang mengodamu? Justeru melihat kau, aku jadi menyesal bukan main, mengapa dari dulu-dulu aku tidak bikin anak lelaki?"

Pipi Yang Lan semakin berobah merah. Kasar memang perkataan Tung Yang, tetapi dialah penolong keluarganya, karenanya sigadis tidak marah. Dia cuma merasa malu.

Tung Yang membawa poci arak itu kedalam kamar. Pintu kamar ditutupnya lagi.

Semua orang menunggu sesaat lamanya dengan perasaan gelisah dan kuatir. Khang Thiam Lu yang sudah sadar dan datang ke situ, mendengar cerita Yang Lan dan apa yang telah terjadi selama dia pingsan dan tak sadarkan diri.

vOooo, jadi sepasang Locianpwe itu yang sudah menyelamatkan kita? Dulu aku pernah bertemu dengannya dan dia menolongi jiwaku!" Kata Thiam Lu girang.

Dua jam lebih sudah lewat, tetapi pintu kamar tidak juga dibuka dari dalam. Fajar sudah menyingsing, matahari sudah memancarkan siramya. Semua orang semakin gelisah, karena sudah selama itu pintu kamar tetap tidak terbuka. Setelah hari mendekati siang, Lam Sie tidak bisa menahan kegelisahannya.

Dia mengetuk pintu kamar. Walaupun Thiam Lu dan yang lainnya melarang, tetapi Lam Sie tidak bisa dicegah. Dia mengetak daun pintu berkali-kali. Tidak terdengar jawaban. Dia memdorong pintu itu, ternyata tidak dikunci, sehingga daun pintu terbuka lebar. Tetapi didalam kamar tidak terlihat seorang manusiapun juga hanya daun jendela yang kelihatan terbuka lebar !

Lam Sie menjerit kaget, yang lainnya segera ikut masuk kedalam kamar. Mereka jadi bingung. Tetapi Thiam Lu segera melihat di tembok ada guratan-guratan dalam bentuk huruf, ternyata itulah tulisan yang dilakukan oleh mata pedang, yang diguratkan pada tembok, bunyinya: "Anak ini berjodoh dengan kami, karenanya kalian tidak usah berkuatir tentangnya, kami akan merawatnya baik-baik. Dari Tung Yang dan Tung Im.

Lemas tubuh Lam Sie, yang lainnyapun tercengang setelah membaca surat itu. Namun akhirnya Thiam Lu menghibur Lam Sie.

"Kau seharusnya gembira Lopeh, karena ditangan mereka Siauwya kita terjamin keselamatannya. Mereka sepasang suami isteri yang memiliki ilmu sangat tinggi. Memang adat mereka aneh, tetapi mereka bukanlah penjahat2. Karena itu biarlah Siauwya dirawat mereka."

Lam Sie cuma menangis sambil mengangguk-angguk saja.

Yang Bu In sendiri menyesal atas kepergian sepasang Tabib Hutan secara begitu, Dia belum lagi bisa bercakap-cakap dan menjamu Sepasang Tabib Hutan itu, sedangkan mereka sudah menyelamatkan diri dan keluarganya.

Lam Sie selanjutnya tinggal dirumah keluarga Yang. Karena tidak tahu harus pergi kemana. Dia hanya berharap suatu saat kelak bisa bertemu lagi dengan Siauwyanya.

Khang Thiam Lu tinggal selama setengah tahun dirumah gurunya, untuk berjaga-jaga, kalau saja suatu saat Bwee Sim Mo Lie muncul menyatroni keluarga Yang. Tetapi selama itu tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, Bwee Sim Mo Lie pun sudah tidak muncul lagi.

Kematian Cie Sun Hoat sudah diatasi, karena pada hari itu Thiam Lu sudah membuang mayat pemuda itu ketempat pelesiran, dibelakang gedung berkumpulnya bunga raya (pelacur). Tempat pelesiran itu jadi heboh dan keesokan harinya ditutup.

Entah berapa banyak orang yang ditangkap-tangkapi oleh ayah Cie Sun Hoat, namun keluarga Yang terhindar dari bentrokan dengan ayah Cie Sun Hoat.

Selama tinggal dirumah keluarga Yang, hubungan Khang Thiam Lu dengan Yang Lan semakin akrab, setahun kemudian merekapun meresmikan perkawinan, terangkap menjadi sepasang suami isteri.

Pesta perkawinan itu diselenggarakan secara meriah oleh keluarga Yang, selama sebulan penuh. Sebagai mantu keluarga Yang, sebetulnya Khang Thiam Lu sering juga menyesali mengapa dirinya harus terikat oleh perkawinan? Bukankah seharusnya dia pergi berjuang untuk membantu para pendekar pencinta negeri bersama-sama menentang Kaisar lalim ?

Bukankah seharusnya ia pergi membalas sakit hati Giok-Goanswee, yang sekeluarga telah ditimpa malapetaka begitu hebat? Sampai akhirnya Khang Thiam Lu tidak bisa menahan perasaannya lagi, ia menceritakan segalanya kepada isteri disuatu malam. Akhirnya sepasang suami isterinya itu memutuskan untuk merantau, guna melaksanakan cita cita Khang Thiam Lu, yaitu membantu para pecinta negeri untuk menentang Kaisar lalim.

Yang Bu In dan isterinya tidak bisa menahan keinginan anak dan mantu mereka, dengan perasan berat mereka mengijinkan. Lam Sie mengantarkan kepergian sepasang suami isteri muda itu dengan linangan air mata. "Kalau Tayjin bertemu dengan Siauya, tolong beri kabar kepadaku," minta Lam Sie waktu mereka ingin berpisahan.

Khang Thiam Lu mengiyakan dan berjanji akan menyelidiki bagaimana keadaan Giok Han dan Sepasang Tabib Hutan itu.

Kemana perginya Giok Han dan Sepasang Tabib Hutan? Ternyata Sepasang Tabib Hutan sudah memutuskan bahwa Giok Han akan mereka bawa serta, jika diberitahukan kepada Yang Bu In atau Thiam Lu, mereka kuatir timbul kerewelan.

Karena itu, Tung Yang memutuskan membawa Giok Han secara diam-diam. Tung Im menyetujui. Mereka melalui jendela kamar itu meninggalkan keluarga Yang. Tung Yang yang menggendong Giok Han yang masih dalam keadaan tidak sadarkan diri

Dengan mengandalkan Ginkang (ilmu meringankan) tubuh mereka yang tinggi, Sepasang Tabib Hutan itu tidak mengalami kesulitan buat meninggalkan rumah keluarga Yang. Mereka bahkan meninggalkan kota tersebut.

Setelah berada diluar kota Siauw An, mereka baru beristihat, Giok Han diletakkan dibawah sebatang pohon, matahari fajar segera menyingsing. "Anak ini memerlukan pengobatan yang disertai penyaluran tenaga lwekang, jika tidak tulang pundaknya itu bisa membuatnya tidak bisa mengerahkan seluruh tenaganya kalau bocah ini sudah besar," kata Tung Yang sambil duduk disamping Giok Han.

"Kiemoay, kita harus mencari tempat yang tepat untuk pengobatan ini."

Tung Im mengangguk "Ya, memang benar," katanya. "Tetapi kalau kita harus membawanya pulang, berarti urusan kita bisa berantakan. Kita turun gurung, lagi karena untuk menyelesaikan persoalan besar itu. Jika memang disebabkan bocah ini kita harus gagal melaksanakan urusan besar itu, apakah kau situa bangka tidak akan menyesal nantinya?"

Tung Yang duduk termenung. Dia menggigit-gigit bibirnya. Sikapnya tidak ugal-ugalan seperti sebelumnya, kini tampak ia tengah berpikir sungguh, Sampai akhirnya dia bilang: "Begini saja, kita tak usah membawa pulang bocah ini, cukup mencari tempat yang sepi untuk mengobatinya. Atau kalau perlu kita menumpang dirumah penduduk, Kita obati dia, setelah itu kita ajak dia bersama kita, sambil membereskan urusan yang sangat penting itu."

"Baiklah," kata Tung Im. "Aku hanya menurut saja apa yang kau putuskan, tua bangka !"

"Lebih baik kita mencari rumah penduduk yang bisa kita tumpangi, kukira dalam tiga atau empat hari bocah ini sudah bisa kita sembuhkan. Kita tidak boleh menunda-nunda pengobatan untuk bocah ini, sebab jika terlambat dan tulang Pie-peenya tidak bisa dikembalikan seperti semula, kelak biar dia berhasil mempelajari ilmu yang paling tinggi sekalipun, akan percuma saja, la tidak bisa mempergunakan ilmunya dengan sebaik-baiknya."

"Apakah ada rumah penduduk yang bisa kita tumpangi ? Keadaan kita seperti pengemis. Apakah ada penduduk yang mau membiarkan kita menumpang dirumah mereka ?" Tanya Tung Im ragu-ragu.

"Yang terpenting uang. Kita berikan uang, mereka akan tutup mata terhadap cara berpakaian kita!" Menyahuti Tung Yang.

Sambil berkata begitu Tung Yang menggendong Giok Han, Tung Im mengikuti suaminya mencari rumah penduduk disekitar tempat itu yang sekiranya cocok untuk mereka tumpangi, guna mengobati Giok Han.

Setelah melakukan perjalanan cukup jauh sampai matahari fajar sudah menyingsing, mereka melihat sebuah rumah penduduk yang letaknya terpencil, sekelilingnya hanya hutan dan pohon-pohon liar yang lebat.

Segera Tung Yang memutuskan rumah itu cocok untuk tempat mereka menumpang sementara. Segera mereka menghampiri rumah itu.

Rumah penduduk yang terpencil ini tidak begitu besar, letaknya terpencil dari rumah penduduk lainnya. Keadaan disitu sunyi sekali, tidak terlihat seorang manusiapun juga. Pintu rumah juga tertutup rapat-rapat Tung Yang mengetuk pintu rumah itu, tidak lama kemudian seorang Hwesio berusia tiga puluh tahun membukakan pintu.

Tung Yang berdua Tung Im jadi tercengang, karena mereka tidak menyangka bahwa penghuni rumah tersebut seorang hwesio, pendeta dengan kepala yang botak licin.

Si Hwesio mengawasi Tung Yang dait Tung Im, kemudian tersenyum.

"Omitohud," katanya sambil merangkapkan kedua tangannya. "Ada keperluan apakah jiewie datang kemari ?"

Tung Yang merasa sudah terlanjur datang dirumah ini, segera memberitahukan bahwa dia bermaksud untuk menumpang beberapa hari dirumah tersebut. "Kalau memang Taysu tidak keberatan kami ingin menumpang beberapa hari disini. Anak kami ini sedang sakit demam, karenanya kami ingin ia beristirahat dulu dengan baik, Kalau demamnya sudah berkurang barulah kami melanjutkan perjalanan."

Mata si pendeta bersinar sejenak mengawasi Giok Han, kemudian mengangguk. "Sian-cai, siancai, silahkan masuk. Tentu saja Pin-ceng tidak bisa menolak kunjungan kalian." Dan Hwesio itu membuka daun pintu lebih lebar.

Tung Yang berdua Tung Im sebetulnya curiga dirumah tersebut bisa terdapat pendeta tersebut. Tetapi mereka mengucapkan terima kasib dan masuk. Mereka tidak gentar kalau memang sipendeta penjahat tentu mereka bisa sekalian menghajarnya. Mereka tidak kuatir sedikitpun juga, sebab yakin si pendeta tidak mungkin bisa main gila terhadapnya.

Tetapi waktu memasuki rumah itu, kembali mereka tercengang. Didalam ruang itu terdapat tiga orang Hwesio lainnya, yang sebaya dengan Hwesio yang tadi membukakan pintu. Kecurigaan Tung Yang dan Tung Im semakin besar.

Apa yang sedang dilakukan keempat orang Hwesiio tersebut dirumah ini? Tung Yang dan Tung Im berani memastikan bahwa keempat orang Hweshio itu bukanlah pemilik rumah ini.

Ketiga orang Hweshio diruang dalam melirik kepada Tung Yang dan Tung Im, tanpa seorangpun berdiri atau melontarkan sepatah kata. Mereka berdiam diri saja. Hweshio yang yang tadi membukakan pintu, sudah mengantarkan Tung Yang Tung Im kesebuah kamar-Giok Han diletakkan diatas pembaringan.

Si Hweshio menutup daun pintu, sebelum merapatkan daun pintu dia masih bilang: "Kalian boleh tinggal disini selama kalian masih memerlukan tempat peristirahatan, tetapi jiwie tidak boleh mencampuri urusan apapun yang terjadi didalam rumah ini ! Pinceng harap, kalianpun tidak usah keluar-keluar dari kamar itu... demi kebaikan kalian juga."

Tung Yang sebetulnya ingin bertanya pada si Hweshio, tetapi Tung Im sudah menarik lengan bajunya, dan Tung Im yang menyahuti: "Terima kasih Taysu. Kami akan memperhatikan kata-katamu."

Daun pintu sudah ditutup. Tung Yang tidak bisa menahan perasaan ingin tahunya, dia segera memutar tubuhnya mendekati pintu tapi lengannya sudah ditarik oleh isterinya "Tua bangka, jangan usil! Tidak usah kita campuri urusan mereka, mengapa kau harus harus ngintip ngintip?"

Muka Tung Yang berobah merah, dia nyengir. "Bukan ngintip perawan, aku hanya ingin mengetahui apa yang mereka lakukan ditempat ini?"

"Biarkan saja apa yang ingin mereka lakukan! Kita tidak usah mencampuri. Bocah ini sedang memerlukan perhatian kita, untuk menyembuhkan lukanya. Menurutku, keempat pendeta itu bukan dari jalan hitam, mereka bukan pendeta jahat!"

"Bagaimana kau bisa mengetahui hal itu?" Tanya Tung Yang yang tidak senang, "hati manusia siapa yang bisa baca. Diluar kelihatan baik, tidak tahunya hati dan perasaannya sama jahatnya seperti iblis !"

Tung Im tertawa tawar. "Kalau mereka pendeta-pendeta jahat, apa yang mereka bisa lakukan terhadap kita? Biarkan saja, jika memang mereka mencari mampus berarti mereka membentur kita ! Tetapi menurutku, mereka bukanlah pendeta-pendeta jahat!"

Tung Yang tidak memaksa untuk mengintip kedekat pintu, dia kembali duduk di tepi pembaringan. Memperhatikan wajah Giok Han.

"Kita mulai sekarang saja," kata Tung Im.

Tung Yang mengiyakan.

Segera sepasang suami isteri itu mulai menguruti sekujur tubuh Giok Han, terutama sekali dibagian dekat pundak si bocah, yang telah terpukul hebat oleh Bwee Sim Mo Lie.

Memang benar Bwee Sim Mo Lie dalam beberapa detik sebelum menghantam Giok Han, sudah berusaha menarik pulang tenaganya dan menggeser tangannya tidak sampai memukul kepala Giok Han, akan tetapi tenaga pukulannya tetap merupakan pukulan yang sangat kuat dan beracun.

Biarpun Giok Han terhindar dari kematian, namun dia sudah terluka hebat! Terlebih pula memang Giok Han tidak memiliki ilmu silat sedikitpun, sehingga luka yang dideritanya itu bertambah parah saja, menyebabkan bocah itu menahan rasa sakit yang luar biasa sampai pingsan tidak sadarkan diri.

Sibuk sekali tampaknya Tung Yang berdua Tung Im berusaha untuk mengurut dan menyalurkan tenapa dalam mereka lewat telapak tangan masing-masing, untuk disalurkan ketubuh Giok Han.

Di luar kamar, pendeta yang tadi mengantarkan Tung Yang dan Tung Im sudah kembali kepada ketiga orang pendeta lainnya. Salah seorang pendeta yang duduk di sebelah kanan, menegur dengan suara perlahan: "Sam-te, mengapa kau mengijinkan orang-orang itu menumpang di sini ? Bagaimana kalau mereka mengganggu pekerjaan kita ?"

Pendeta yang dipanggil Sam-te menggeleng: "Mereka orang-orang tua dan seorang anak kecil, apa yang bisa mereka lakukan? kita tidak perlu kuatir dan terlalu memperhatikan mereka. Anak mereka sedang sakit demam yang keras dan kulihat anak itu dalam keadaan pingsan. Mana pantas aku menolak permintaan mereka buat menumpang agar anak mereka yang sakit itu bisa beristirahat dengan baik ?"

"Tetapi Sam-te, kau terlalu ceroboh sekali, kalau sampai urusan ini terganggu dan rencana kita gagal, tentu Suhu akan menegur dan menyesali kita," kata pendeta yang seorangnya lagi.

"Jie-suheng tidak perlu kuatir. Aku jamin kedua orang tua itu bukan orang-orang yang pantas kita perhatikan. Biarkan saja mereka beristirahat dan kita kita mengurus pekerjaan kita."

Pendeta yang dipanggil sebagai Jie-suheng (kakak seperguruan nomor dua) cuma menghela napas saja. Si pendeta yang jadi Sam-te (adik seperguruan ketiga) sudah duduk di samping Jie-suhengnya, katanya "Apa kah pagi ini kita mulai mengurus pekerjaan itu ?"

"Ya rasanya memang kita harus mulai melaksanakan rencana kita pagi ini. Semalaman suntuk kita menanti di sini, tapi yang kita tunggu-tunggu tidak juga datang," menyahuti Jie-suheng.

"Suhu sudah berpesan agar kita bekerja serapi mungkin, jangan sampai menimbulkan bentrokan yang lebih luas," kata Samte, "karenanya, kalau memang masih bisa ditempuh dengan jalan damai, kita harus melakukannya dengan cara yang lebih sabar dan agak mengalah."

Pendeta yang seorangnya menggeleng.

"Aku tidak setuju," katanya. "Kalau kita mengalah, niscaya persoalan itu tidrik bisa diselesaikan. Malah akan menyebabkan mereka besar kepala dan bertambah sombong."

"Apakah Toa-suheng (kakak seperguruan nomor satu atau yang tertua) mempunyai jalan lain ?" Tanya si Sam-te.

"Kita harus menghadapinya dengan kekerasan, memaksa agar mereka mau menyerahkan kembali barang-barang kita ! Jangan mereka menyangka murid-murid Siaw Lim Sie mudah dihina. Kita harus menjaga muka terang pintu perguruan, walaupun harus mati kita harus tetap bersikap gagah! Mengapa kita harus mengalah pada mereka ?" Waktu berkata begitu, Toa-suheng ini rupanya sulit menahan diri, suaranya keras sekali karena diliputi amarah.

Hwesio yang tiga lainnya berdiam diri. Akhirnya yang seorang yang sejak tadi berdiam diri saja, ikut bicara : "Apa yang Toa-suheng bilang memang ada benarnya. Kita harus memperlihatkan bahwa murid-murid Siau Lin Sie bukanlah sebangsa manusia yang mudah dihina sekehendak hati oleh siapa saja! Kita harus memberikan pelajaran yang keras kepada mereka !"

"Sie-te (adik seperguruan keempat) apakah kau pun punya usuI?" tanya Jie-suheng.

"Aku setuju dengan Toa-suheng," menyahuti Sie-te tegas. "Kita harus memberikan ganjaran yang tepat dengan perbuatan mereka, yang sudah meremehkan kita."

"Baiklah, kalau begitu terserah Toa-Suheng saja, apa yang harus kita lakukan !" kata Sam te dengan suara perlahan.

"Pagi ini juga kita harus pergi menyatroni mereka, jika memang mereka tetap tidak mampu memberi muka terang kepada kita buat apa kita sungkan lagi pada mereka? Kita hadapi mereka dengan kekerasan !" kata To-suheng.

Begitulah, Toa-suheng ini kemudian berbisik-bisik dengan ketiga orang adik seperguruannya untuk mengatur rencana mereka, Tidak lama kemudian keempat pendeta itupun sudah meninggalkan rumah tersebut. Waktu itu matahari pagi tengah memancarkan sinarnya yang hangat.

Walaupun tengah sibuk mengobati luka Giok Han, tapi Tung Yang dan Tung Im mendengar sebagian dari pembicaraan keempat orang pendeta tadi.

Setelah diluar kamar sepi tidak terdengar suara orang, perasaan ingin tahu Tung Yang semakin besar. Setelah selesai menguruti sekujur tubuh Giok Han dan memberikan semacam Yo-wan (obat pulung) kepadanya, yang dimasukan dengan cara memijat dagu dekat rahang si bocah, sebab Giok Han sedang pingsan, Tung Yang keluar dari kamar.

Dia tidak melihat seorang pendetapun di ruang tengah rumah itu. Dia memperoleh kenyataan keempat pendeta itu sudah pergi. Tung Yang kembali kedalam kamar.

"Aneh, entah apa yang ingin mereka lakukan ? Dan siapa yang ingin mereka satroni untuk memberi ganjaran seperti yang mereka katakan tadi ?!" Menggumam Tung Yang dengan suara perlahan.

Tung Im tertawa. "Tua bangka mengapa kau semakin tua jadi semakin usil terhadap urusan orang lain? Biarkan saja mereka mengurus urusannya, kita mengurus bocah ini!"

"Aku bukan usil ingin mencampuri urusan mereka, cuma aku heran keempat pendeta itu entah bentrok dengan pihak mana!"

"Kalau kau sudah tahu, apa yang ingin kau lakukan ?"

"Tidak melakukan apa-apa."

"Hmm, kau berdusta, tua bangka! Kau tentu ingin membantui mereka, bukan ?"

Tung Yang nyengir sambil garuk-garuk kepalanya yang sudah penuh oleh uban, sehingga rambutnya berwarna kelabu. "Susah dibilang," katanya menggumam. "Seperti tujuan kita yang pertama turun gunung ialah untuk mengurus persoalan kita. Tapi akhirnya kita terlibat urusan bocah ini... bukan kah ini diluar dugaan !"

"Tentang bocah ini lain persoalannya," kata Tung Im. "Seperti telah kita ketahui, bocah ini adalah putera bungsu Giok Goan-swee, yang lolos dari kematian di tangan orang-orangnya Kaisar lalim. Kita terlambat tiba di sana untuk menolong Jenderal yang setia itu.

Karenanya, setelah ada darah daging Jenderal itu yang sempat lolos apakah kita tidak mau turun tangan untuk menyelamatkan keturunan Giok Goanswee satu-satunya ? Sayangnya kau selalu bertindak terlambat. Kita datang ke tempat Jenderal Giok Hu di saat seluruh keluarga Jenderal setia itu sudah dianiaya oleh orang-orang Kaisar lalim itu.

Kemudian kitapun terlambat mengetahui bahwa bocah ini adalah satu-satunya keturunan Jenderal setia itu, kita baru mengetahui waktu orang she Khang menceritakan seluruh riwayat anak ini kepada Yang Bu In. Barulah kita turun tangan menghalau Bwee Sim Mo Lie !

Dulu, di tengah perjalanan kita masih belum mengetahui bocah ini adalah keturunan satu-satunya Jenderal Giok Hu yang masih hidup, sehingga kita cuma menolong orang she Khang itu dan kemudian menghindar dari Bwee Sim Mo Lie ! Sungguh kau tua bangka yang selalu bekerja lambat !"

"Kie-moay, kau tidak bisa mempersalahkan aku," kata Tung Yang, "kau juga bersalah !"

"Aku bersalah ?! Tung Im berdiri dengan bertolak pinggang. "Oooh, tua-bangka! Kau pandai sekali bersilat lidah! Mengapa kau begitu hina tidak berani mengakui kesalahanmu?"

"Aku bukan membantah bahwa aku ini tidak bersalah" menyahuti Tung Yang sambil gasuk-garuk kepala. "Waktu itu kau cemburu, kalau kita bertemu dengan Bwee Sim Mo Lie mungkin aku akan teringat pada Thio Eng Goat, iblis yang cantik jelita itu.."

"Hu, memang kau seorang tua bangka yang ceriwis, maka mana bisa aku percaya penuh padamu ? Selalu kau sulit menahan diri kalau melihat wanita cantik. Murid si iblis Thio juga sangat cantik, kalau kubiarkan kau bertemu dengannya berarti kau akan mengalami sulit tidur selama sepuluh hari. Tidak enak makan dan selalu bengong memikirkan murid si iblis Thio itu !"

"Tetapi akhirnya kita berdua keluar memperlihatkan diri dan bertemu dengan murid si iblis Thio itu, bukan ?"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar