Tapi kalau Yang Lan menyusul
juga kebelakang lalu siapa yang akan melindungi Giok Han dan yang lainnya?
Karenanya, dengan gelisah, dia tetap bersiap siaga disitu, hanya matanya
terpentang lebar dengan hati berkuatir untuk keselamatan ayah maupun Thiam Lu. Setelah
melihat kedua orang itu kembali tanpa kurang suatu apa, barulah hati Yang Lan
lebih tenang.
Bu In menceritakan bahwa mayat
yang tergantung di pohon Touw di belakang rumah meraka adalah mayat Cie Sun
Hoat. Dan Bu In minta mereka berwaspada, karena si iblis pasti sudah
berkeliaran dirumah ini.
Disaat Bu In tengah bercerita
begitu justeru dari kejauhan di antara keheningan malam yang larut, terdengar
suara petikan musik Khim. Suara Khim ttu perlahan dan samar, tapi lembut dan
merdu.
Hati semua orang yang
berkumpul di ruang itu jadi tegang, terlebih para pelayan yang semuanya sudah
diliputi ketakutan bukan main. Bu In memesan agar tidak seorangpun pergi
memisahkan diri ke ruang lain, dengan berkumpul menjadi satu di ruang ini,
berarti Bu In bertiga Yang Lan dan Thiam Lu lebih mudah untuk melindungi
mereka.
Malam semakin larut. Suara
Khim tetap terdengar, hanya sekarang terdengar semakin dekat juga. Disusul
kemudian oleh suara tertawa yang merdu. Sesosok tubuh berkelebat, dalam bentuk
bayangan putih, karena sesosok tubuh itu mengenakan baju panjang yang terbuat
dari sutera putih yang halus.
Rambutnya panjang terurai,
wajahnya cantik. Dan dia memang tidak lain dari Liok Bie Lan atau si wanita
iblis Bwee Sim Mo Lie ! Saat itu Bwee Sim Mo Lie sudah berdiri di pekarangan
depan rumah keluarga Yang, tembok pekarangan yang begitu tinggi tadi mudah
sekali dilompati, tubuhnya sangat ringan, bagaikan gumpalan kapas saja waktu
hinggap di tanah. Di tangannya tercekal sebuah alat musik Khim yang berbentuk kecil.
Dulu ia sudah menghancurkan alat musiknya dan ini mungkin yang baru diambil
dari orang lain atau dibelinya. Tetapi, wanita iblis selihay Bwee Sim Mo Lie
rasanya akan mudah sekali mengambil sesuatu yang di inginkannya dari orang
lain.
Muka semua orang berobah
pucat, tidak terkecuali Yang Bu In Dilihatnya, Bwee Sim Mo Lie yang berdiri di
hadapannya bagaikan segumpal es yang dingin, seorang wanita tanpa perasaan di
wajahnya. Dan ia pun melihat wajah Bwee Sim Mo Lie bukanlah seraut wajah yang
dikenalnya. Thiam Lu berdua Yang Lan sudah bersiap-siap dengan pedang mereka,
sewaktu-waktu Bu In mengalami ancaman di tangan Bwee Sim Mo Lie, mereka akan
menerjang untuk menghadapi waniia iblis tersebut.
"Yang Bu In, apakah kau
sudah siap untuk menerima hukuman ? Waktu tidak banyak lagi, sebentar lagi akan
menyingsing sang fajar," merdu sekali suara Bwee Sim Mo Lie di antara
keheningan malam.
Tubuh Bu In menggigil sedikit,
tapi cepat ia bisa menguasai dirinya. la melangkah maju dua tindak, kemudian
merangkapkan tangannya, tanyanya : "Maaf, siapakah nona? Mengapa aku si
tua Yang Bu In harus menerima hukuman dari nona ?"
Bu In berusaha suaranya tetap
tenang, walaupun agak parau dari biasanya.
Wajah Bwee Sim Mo Lie tidak
memperlihatkan perasaan apapun juga. Tidak terlihat sikap mengejek, marah,
senang ataupun nafsu membunuh. Seraut wajah yang benar-benar lembut dan cantik,
tapi dingin tanpa perasaan terpancar dari mukanya itu.
Suaranya yang halus pun tidak
menunjukkan tanda-tanda apapun: "Aku diutus oleh guruku yang mulia Thio
Eng Goat untuk menghukum kau sekeluarga. Sekarang jawablah pertanyaanku, apakah
kau sudah siap menerima hukuman ?""
Mendengar disebut Thio Eng
Goat, tubuh Bu In menggigil sedikit, kemudian memaksakan diri tertawa.
"Jadi," katanya. "nona murid Thio Kouwnio ?"
"Ya, dan guruku yang
mulia perintahkan aku untuk menghukummu."
"Apakah Thio Kouwnio kini
dalam keadaan sehat-sehat dan baik?" Tanya Bu In tanpa perdulikan
perkataan Bwee Sim Mo Lie.
Wanita iblis yang cantik
jelita itu tidak memperlihatkan perasaan apapun juga pada wajahnya, hanya jari
tangannya mendenting memetik salah satu tali Khimnya. Suara itu nyaring sekali
dan sangat panjang menggema di malam yang sepi itu.
"Yang Bu In, manusia
tidak tahu diuntung, dulu kau puas karena pernah menghancurkan hati dan
perasaan guruku yang mulia," katanya dengan suara tanpa perasaan.
"Sebetulnya kalau guruku
yang mulia inginkan jiwamu di saat itu pun bisa dilakukannya, tetapi tentu kau
akan mati dengan mata meram. la menunggu sampai kau menikah dan mempunyai anak,
agar kan mengerti bagaimana perasaan harus berpisah dengan orang-orang yang
kita sayangi. Dulu hatimu sekeras batu, dan kau tidak berterima kasih atas
kasih sayang guruku yang mulia, karenanya kau meremehkan perasaan seorang
wanita ! Hanya saja, guruku terlambat untuk menghukummu setelah didengarnya kau
sudah menikah dan mempunyai anak, kau licin sekali bisa menyembunyikan jejakmu.
Kini, aku drutus oleh guruku
yang mulia mewakilinya menghukum kau sekeluarga, dan kau tidak mungkin bisa
melenyapkan jejakmu ! Tiga bulan yang lalu guruku baru mengetahui dari seorang
kawannya bahwa sesungguhnya kau sekeluarga berada di sini!"
Yang Bu In tersenyum pahit,
katanya : "Dengan dulu Siocia... Dulu sebetulnya hanya salah paham belaka
antara aku si tua dengan gurumu."
"Aku tidak membutuhkan
alasan-alasanmu. Aku hanya melaksanakan tugas yang di berikan oleh guruku yang
mulia. Kedatanganku hanya untuk menghukum kau sekeluarga tanpa perlu mendengar
berbagai alasanmu !" Tetap suara Bwee Sim Mo Lie merdu, tanpa perasaan
apapun juga. Dingin, bagaikan dinginnya es.
"Salah paham yang timbul
antara aku dengan gurumu Siocia tidak mempunyai hubungan apa-apa dengan
keluarga atau orang lain ! Aku akan ikut nona pergi menemui gurumu, janganlah
kau mengganggu orang lain, aku yang akan bertanggung jawab atas kesalahan yang
pernah kulakukan, walaupun tubuhku harus tercingcang hancur luluh ribuan
keping, aku rela!"
"Sudan kuberitahukan
tadi, bahwa kedatanganku kemari untuk melaksanakan perintah guruku yang mulia
dan tidak ada tawar menawar. Perintah guruku yang mulia itu berbunyi: "Hai
muridku, hukumlah manusia tidak kenal budi Yang Bu In sekeluarga. Tidak
sepotong jiwapun yang boleh lolos. Orang-orang yang memiliki hubungan dengan
Yang Bu in, harus dihukum pula!" ltulah bunyi perintah guruku yang
mulia" Dingin luar biasa suara Bwee Sim Mo Lie, sehingga semua orang yang
mendengar perkataannya jadi tergetar hatinya.
Menyaksikan ayahnya
diperlakukan Bwee Sim Mo Lie seperti itu, tanpa memperoleh muka terang
sedikitpun, Yang Lan jadi nekad. Tangannya yang mencekal pedangnya kuat-kuat
tergetar, menahan amarah. Dia bermaksud akan melompat ke dekat ayahnya tapi
Khang Thiam Lu sudah mencekal lengannya, mencegah keinginan si gadis.
"Jangan sumoay. Kita
lihat saja dulu perkembangannya," bisik Thiam Lu. Dia mencegah kenekadan
si gadis, karena Thiam Lu tahu benar keliehayan wanita iblis tersebut. Bahkan
Thiam Lu sendiri tengah ragu-ragu dan kuatir sekali, bahwa gurunya walaupun
dibantu oleh Yang Lan dan dia, belum tentu bisa menghadapi wanita iblis itu.
Terlebih lagi racun Bwee Sim Mo Lie yang sangat luar biasa.
Yang Lan menggigit bibirnya,
dia menuruti permintaan kakak seperguruannya. Hanya matanya merah mengawasi
gusar kepada Bwee Sim Mo Lie.
Yang Bu In waktu itu tersenyum
kecut, katanya: "Baiklah nona, Lohu (aku si orang tua) bersedia menerima
hukuman dari gurumu. Tapi, walaupun bagaimana tidak bisa kubenarkan kalau
gurumu itupun menghendaki isteri dan anakku atau orang-orang yang dekat
denganku harus menerima hukuman darinya !"
Kembali jari Bwee Sim Mo Lie
memetik satu tali khimnya, mendenting keras dan nyaring.
"Kau menolak atau
menerima hukuman yang dijatuhkan pada kau sekeluarga, itu urusanmu sendiri.
Kedatanganku kemari untuk menghukum kau sekeluarga dan ini perintah guruku yang
mulia dan tidak bisa tidak kulakukan!" Setelah berkata begitu, Bwee Sim Mo
Lie memetik tali Khimnya memainkan sebuah lagu, irama musik itu sangat halus
dan merdu sekali, diiringi oleh nyanyian apa, yang tidak kalah merdunya:
"Sejuta butir air mata, tidak lebih berharga dari sebutir cinta yang
abadi. Sejuta kali tangis tidak bisa menyembuhkan luka dihati.."
Bernyanyi sampai disitu,
mendadak tangannya berkelebat. Yang Bu In menyangka dirinya diserang, ia
bersiap-siap untuk menerima serangan siwanita iblis itu. Tapi ia menanti
sia-sia. Tidak ada serangan. Bahkan dia mendengar pekik yang menyayat hati,
ternyata Tang Kui sudah melompat-lompat berkelejetan, kemudian rubuh
bergulingan di lantai, tubuhnya mengejang-ngejang, lalu kaku diam.
Dia mati. Matanya mendelik,
mukanya sudah berobah hitam kelabu, dari mulutnya keluar busa ! itulah kematian
yang sangat mengenaskan, Peristiwa itu terjadi hanya dalam beberapa detik saja,
cepat luar-biasa. Rupanya Bwee Sim Mo Lie sudah membinasakan Tang Kui dengan
jarum beracunnya.
Bu In dan yang lainnya kaget
tidak terkira, Yang Bu In tertegun sejenak, kemudian meledak teriakan
mengandung kemarahan. Habis kesabaranrya. Dihunus pedangrya, melintangkan
didepan dada, tubuhnya sudah melompat maju ke dekat Bwee Sim Mo Lie, disusul
oleh seruannya: "Semua menyingkir ke tempat lain, biar aku hadapi iblis
terkutuk ini !"
Waktu Bu In melompat ke dekat
Bwee Sim Mo Lie, tangan wanita iblis yang cantik ini bergerak lagi. Beberapa
titik sinar terang menyambar kearah muka Bu In. Tapi Bu In sudah bersiap-siap
dengan pedangnya.
Melihat dirinya diserang oleh
jarum-jarum yang pasti beracun itu. segera memutar pedangnya untuk menghalau
jarum-jarum tersebut. Sebetulnya, yang ditakuti Yang Bu In adalah racun Bwee
Sim Mo Lie ini, tentang ilmu silat siwanita iblis dia tidak gentar.
Usia Bwee Sim Mo Lie yang
masih demikian muda, betapapun lihaynya dia, tetap Yang Bu In tidak gentar.
Pasti kurang latihan dan juga kurang tenaga dalamnya. Berbeda kalau memang
harus menghadapi Thio Eng Goat, guru wanita iblis ini.
Yang perlu dijaga-jaga oleh
Yang Bu In hanyalah penggunaan racun dari Bwee Sim Mo Lie, karena memang Thio
Eng Goat dulu sangat lihay menggunakan racun, bahkan merupakan iblis yang
sangat beracun dan paling disegani oleh semua orang dalam kalangan Kangouw.
Pelayan-pelayan lainnya
bersama Giok Han dan Lam Sie sudah disuruh oleh Thiam Lu agar menyingkir ke
ruang belakang, lalu Thiam Lu diikuti oleh Yang Lan melompat kedekat siwanita
iblis untuk membantui Bu In. Pedang mereka menikam serentak kepada si iblis
yang telengas dan kejam tidak berperasaan itu.
Bu In yang sudah berhasil
memunahkan sambaran jarum-jarum beracun Bwee Sim Mo Lie, juga balas menikam
dengan pedang, ilmu redang Bu In sudah mencapai tingkat yang tinggi sekali,
sebagai jago pedang yang sekian puluh tahun mengangkat nama besar-nya dengan
hanya mengandalkan pedangnya tersebut.
Kini dalam keadaan terdesak
seperti itu oleh ancaman si iblis yang tidak bisa diajak kompromi, ia menyerang
dengan jurus yang hebat. Mata pedangnya seperti tergetar dan menjadi banyak,
seakan bisa menyerang bebeiapa tempat ditubuh si iblis.
Melihat dirinya dikepung dari
tiga jurusan, Bwee Sim Mo Lie tidak gentar. la pun tetap dengan sikapnya yang
dingin tanpa perasaan apapun diwajahnya. Cuma tubuhnya seperti gumpalan kapas,
ringan sekali berkelebat, dengan tangan kanan menotok pergelangan tangan Yang
Lan, mempergunakan tekukan jari telunjuk karena memegang Khim nya, sedangkan
letak Khim itu ditekuk masuk kedalam ketiaknya, perut Khim itu menerima tikaman
pedang Thiam Lu. Tangan kiri iblis itu menghadapi tikaman pedang Bu In.
Tampaknya ia memiliki jurus yang dapat mengimbangi penyerangan Bu In yang mata
pedangnya tergetar itu, ia melilit dengan ujung lengan jubahnya yang lebar,
pedang Bu In seperti menerobos masuk ke dalam jubah Bwee Sim Mo Lie dan
kesempatan itu dimanfaatkan si wanita iblis untuk mencengkeram pundak Bu In,
tepatnya pada letak jalan darah Hu-yang-hiat.
Tercekat hati Bu In, kaget
tidak terkira. Keringat dinginpun mengucur deras. la kaget karena melihat
kenyataan Bwee Sim Mo Lie seperti sudah mempersiapkan jurus-jurus untuk
menghadapi dan memunahkan jurus jurus ilmu pedangnya.
Rupanya guru Bwee Sim Mo Lie,
yaitu Thio Eng Goat memang khusus sudah menciptakan semacam ilmu silat untuk
menghadapi ilmu pedang Bu In. Untung saja tenaga dalam Bwee Sim Mo Lie belum
terlalu tinggi, coba kalau Thio Eng Goat yang melakukannya, niscaya Bu In sudah
kena dicelakai, sebab pedangnya yang menerobos masuk kedalam lengan jubah
seperti terjepit dan jari tangan lentik dari Bwee Sim Mo Lie yang berkuku
panjang mencengkeram pundaknya.
Bu In sudah menurunkan
pundaknya, masih diusahakan untuk menghindarkan cengkeraman tangan Bwee Sin Mo
Lie. Tetapi tidak urung bajunya robek dan kulit pundaknya baret oleh goresan
kuku-kuku tajam dari jari tangan lentik si wanita iblis. Mati-matian Bu In
melompat mundur dengan langkah terhuyung, ia berhasil menarik pulang pedangnya
terlepas dari jepitan jubah lengan Bwee Sim Mo Lie.
Bu In merasakan luka baret
dipundaknya gatal luar biasa, seketika hatinya jadi kuatir. Ternyata kuku-kuku
jari tangan wanita iblis itu memang mengandung racun yang ganas. Jago tua itu
mengkertak giginya. la jadi nekad dan murka. Segera menerjang lagi dengan
tikaman demi tikaman. Masih untung bahwa tenaga dalam Bwee Sim Mo Lie belum
sempurna dan masih satu atau dua tingkat dibawah Bu In. kalau tidak niscaya
sulit buat Bu In menghadapi wanita iblis yang lihay ilmu silat dan ilmu
racunnya.
Juga saat itu Thiam Lu berdua
Yang Lan membantu menyerang Bwee Sim Mo Lie. Walaupun kepandaian Thiam Lu
berdua masih tidak cukup untuk mengimbangi kelihayan wanita iblis tersebut,
sedikitnya memecahkan perhatian Bwee Sim Mo Lie, sehingga Bu In masih sanggup
menghadapi wanita iblis itu cukup baik.
Bwee Sim Mo Lie tetap tenang
dan wajahnya tidak tampak perasaan apamu juga, la melayani ketiga orang
lawannya dengan ilmu silat dan sekali-sekali mempergunakan racunnya.
Bu In merasakan pundaknya
semakin lama semakin gatal dan lenyap rasa. Dia tambah kuatir, Walaupun si
iblis tidak bisa berhasil merubuhkannya dalam waktu singkat, tokh racun yang
sudah mengendap di dalam tubuhnya akan bekerja semakin ganas. Jika rasa gatal
dan ba'al itu sudah sampai kedada celakalah Bu In. Karena itu, mati-matian Bu
In mengeluarkan jurus-jurus simpanannya menyerang dahsyat kepada Bwee Sim Mo
Lie.
Waktu pertempuran tengah
berlangsung, di ruang belakang para pelayan sedang ketakutan. Ada diantara
mereka yang menangis karena kematian Tang Kui, yang mayatnya masih menggeletak
di ruang thia, tidak bisa mereka bawa. Tadi Thiam Lu sudah berpesan, agar tidak
seorangpun yang menyentuh mayat Tang Kui, yang mati keracunan, yang bisa mencelakai
orang lain yang menyentuh mayat beracun tersebut.
Lam Sie memeluki Giok Han,
takutnya bukan main. Dia kuatir wanita iblis yang memang diketahuinya sangat
kejam itu, tidak bisa dihadapi oleh Bu In bertiga, lalu membinasakan mereka
semua. Dia pernah menyaksikannya betapa Thiam Lu sangat mudah di-rubuhkan oleh
Bwee Sim Mo Lie dan tertolong disebabkan kenekatan Giok Han pada beberapa hari
yang lalu.
Giok Han juga tampak gelisah.
Suatu saat, ia meronta melepaskan diri dari pelukan Lam Sie.
"Paman Lam, mengapa
Ciecie itu masih saja jahat dan kejam?!", tanya si bocah tidak mengerti.
"Bukankah dia bilang tidak akan melakukan kejahatan lagi dan juga sudah
pergi tidak mengikuti kita. Namun sekarang mengapa ia datang kemari lagi?"
Lam Sie menekan rasa kuatir
dan takutnya, menghela napas dalam-dalam guna melapangkan dadanya, Barulah
kemudian menjawab pertanyaan majikan kecilnya; "Wanita itu seorang
penjahat yang sangat kejam, ia senang membunuh tanpa mengenal kasihan!
Mudah-mudahan saja Yang Toaya dan Khang Lopehmu bisa menghadapinya."
"Kalau memang dia sangat
jahat, biarlah aku pergi menemuinya dan memakinya!" Kata Giok Han
bersemangat.
"Apa ?" Tubuh Lam
Sie menggigil. "Oooh, Siauwya, jangan bergurau! wanita itu sejahat iblis
dan jangan main-main dengannya. Lebih baik kita diam di sini saja, biar paman
Khang dan Yang Toaya yang membereskannya."
"Aku tidak takut, paman
Lam, Bukankah dulupun dia tidak marah kepadaku, waktu kumaki-maki ? Mungkin dia
mau pergi kalau kutemui dan meminta kepadanya agar tidak menggangu kita dan
keluarga Yang Kongkong (kakek Yang) !"
Lam Sie menggelengkan
kepalanya berulang kali dengan gugup, dia memeluki lagi majikan kecilnya.
"Jangan Siauwya,
dengarlah kata-kata paman janganlah membantah ! Demi keselamatan Siauwya."
Mendadak Giok Han mendorong
dada Lam Sie, dengan sepasang alis yang bentuknya sangat bagus itu mengerut
dalam-dalam, dan sikap yang gagah serta dada membusung, bocah itu bilang:
"Paman Lam, sekali lagi kudengar paman lam terlalu mementingkan diri
sendiri seperti itu, aku tidak mau dekat-dekat dengan kau lagi ! Lihatlah, Yang
Kongkong, Yang Ciecie dan paman Khang sedang menghadapi bahaya, mereka
mempertaruhkan jiwa dengan gagah berani. Semua itu dilakukan mereka demi siapa
? Untuk kita ! Sekarang mengapa di saat mereka terancam bahaya kita malah
bersembunyi dan berpeluk tangan saja ? Bukankah sikap seperti itu merupakan
sikap pengecut yang tidak tahu malu ?"
Lam Sie jadi bingung, sampai
dia mau menangis tidak bisa mau tertawa pun tidak bisa. Sulit buat dia
menjelaskan kepada Giok Han, bahwa bahaya yang tengah berada di-depan mata
adalah bahaya yang sangat mengerikan dan merupakan ancaman maut yang
menakutkan.
Dia coba memegang tangan Giok
Han, tapi Giok Han menepis tangan Lam Sie, dengan gagah si bocah bilang:
"Aku akan pergi menemui wanita jahat itu, paman Lam jangan coba-coba
menahanku !", kata Giok Han dengan suara yang nyaring.
Pelayan-pelayan lain jadi
kebingungan juga dan coba membujuknya. Lam Sie bingung luar biasa, sampai dia
tiba-tiba menjatuhkan diri berlutut di depan Giok Han, manggut-manggntkan
kepalanya menangis keras.
"Siauwya, oooo, Siauwya,
biarlah aku si tua Lam Sie yang mati ditangan iblis itu. Biarpun harus mati
seratus kali, aku masih rela. Tetapi, aku mohon agar Siauwya tidak keluar untuk
menempuh bahaya...!" serak suara Lam Sie di antara isak tangisnya.
Giok Han tertegun, tapi cepat
dia bilang: "Dengan sikap seperti sekarang ini paman Lam, bukankah sama
saja kita terlalu mementingkan diri sendiri ? Untuk apa kita hidup terus, kalau
besok-besok kita harus menerima ejekan sebagai manusia tidak berbudi yang tidak
tahu berterima kasih, terlalu mementingkan diri sendiri Sampai menyaksikan
penolong yang pernah menyelamatkan jiwa kita tengah terancam bahaya tetap saja
kita berpeluk tangan !" Waktu berkata begitu, nyaring suara Giok Han.
Masih kecil bocah itu, tapi sikapnya gagah luar biasa. Dan Lam Sie dengan air
mata bercucuran membasahi pipinya tertegun mengawasi bingung pada bocah
tersebut.
Di dalam hati ia berpikir
betapa sama sifat dan tabiat Giok Han dengan ayahnya, Jenderal Giok Hu. yang
memiliki adat serta sikap keras menghadapi kecurangan maupun perbuatan tercela.
Tampaknya Giok Han walaupun masih kecil, memang memiliki warisan sifat dan adat
ayahnya. Berani dan keras kepala untuk membela kebenaran. Teiapi, tahukah Giok
Han betapa seluruh jiwa didalam rumah keluarga Yang sebetulnya tengah terancam,
kematian di tangan Bwee Sim Mo Lie ?
Tahukah Giok Han betapa
berbahayanya Bwee Sim Mo Lie ? Dan apa yang bisa dilakukan Giok Han, untuk
menghadapi wanita iblis yang kejam dan telengas itu, walaupun memang ia memiliki
jiwa yang luhur dan mulia ingin membela Khang Thiam Lu bertiga Yang Bu In dan
Yang Lan? Bukankah sekali saja Bwee Sim Mo Lie mengayunkan tangannya. Giok Han
akan terbinasa ?
Karena bingung dan panik,
akhirnya Lam Sie cuma bisa menangis sesenggukan sambil memeluki kaki Giok Han.
Yang Hujin isteri Yang Bu In, juga membujuk agar Giok Han tidak keluar, karena
sangat berbahaya.
Giok Han menghela napas. Dia
memegang pundak Lan Sie, pengasuh setia itu. "Paman Lam," katanya,
"maafkan Hanjie karena sudah melontarkan kata-kata yang mungkin
menyinggung atau melukai hati paman Lam."
Mendengar perkataan Giok Han,
bukannya berhenti dari tangisnya, malah Lam Sie semakin keras dalam isak
tangisnya. Memeluk majikan kecilnya itu. "Tidak Siauwya tidak ada kata-kata
Siauwya yang membuat paman kecewa. Paman cuma teringat kepada
Goanswee...."
Mendengar disebut tentang
ayahnya, Giok Han juga jadi mengucurkan air matanya menangis. Tapi cuma
sebentar, karena dia seperti kaget teringat sesuatu dan menyusut air matanya.
Dengan muka masih basah oleh air mata sibocah bilang: "Tidak ! Kita tidak
boleh menangis seperti anak kecil !"
Semua orang yang berada di
ruang itu, termasuk Yang Hujin, jadi merasa lucu melihat lagak dan mendengar
kata-kata Giok Han. Dia bilang tidak boleh menangis seperti anak kecil, padahal
Giok Han sendiri adalah seorang bocah! Dan itu adalah didikan dari ayahnya,
Jenderal Giok Hu, yang selalu memberitahukan Giok Han, bahwa seorang Kuncu
(manusia sejati dan mulia) tidak boleh menangis. Hal itu selalu diungkapkan
jika Giok Han dulu-dulu menangis disebabkan oleh sesuatu, atau menginginkan
sesuatu yang tidak diperolehnya, ataupun terjatuh.
Dan kata-kata itu demikian
meresapnya ke dalam hatinya, sehingga tadi tanpa disadarinya iapun bilang
seperti itu, padahal dia sendiri memang masih seorang bocah ! Tetapi walaupun
sikap Giok Han lucu, tidak seorang pun bisa tertawa, mereka tetap dicekam
ketegangan Giok Han pun sudah bilang lagi . "Paman Lam, ijinkanlah Hanjie
keluar. Sebentar saja Percayalah. Hanjie tidak akan mengalami apa-apa, Hanjie
cuma ingin berusaha menolong paman Khang, Yang Kong-kong dan Yang Ciecie !
Kalau memang sekarang Hanjie tidak keluar untuk membantui mereka dan mereka
mengalami bahaya ditangan wanita itu, sampai kapanpun juga Han jie pasti
menyesal terus menerus tanpa ada gunanya !"
Lam Sie yang sangat kebingungan
tidak bisa menjawab, hanya mengawasi Yang Hujin dan yang lainnya seakan minta
bantuan mereka untuk membujuk Giok Han, Air mata mengucur terus dan membasahi
pipi orang tua itu.
Yang lainnya membujuk Giok Han
agar mau menuruti permintaan Lam Sie, agar tidak keluar. Namun Giok Han
menggeleng tetap ingin keluar, walaupun Yang Hujin telah membujuknya.
"Walaupun bagaimana Hanjie harus membantui mereka !"
Sebetulnya para pelayan
keluarga Yang itu ada yang ingin bertanya kepada Giok Han, saking kewalahannya
melihat sikap si bocah, kalau Giok Han keluar, apa yang bisa dilakukannya
dengan usia masih kecil dan tidak memiliki kepandaian apa-apa ? Bukankah itu
hanya mencari mati saja? Tapi mereka tidak berani berkata seperti itu, kuatir
sibocah jadi ngambek.
Akhirnya Lam Sie kewalahan dan
tidak memiliki jalan lain untuk membujuk Giok Han. Dia menghapus air matanya.
"Baiklah," katanya, "marilah kita berdua keluar untuk menemui
wanita jahat itu, Siauwya!"
Alis Giok Han mengkerut.
"Paman Lam tidak usah
ikut, kalau memang wanita jahat itu ingin turunkan tangan jahat, biarlah aku
saja. Paman Lam jangan sampai ikut terseret menjadi susah. Paman Lam diam saja
di sini ?" kata si bocah.
Lam Sie menggeleng, menghapus
lagi air mata yang masih mengucur.
"Siauwya, jika memang ada
yang harus mati, biarlah paman Lam yang mati," kata pengasuh yang setia
itu. "Walaupun harus menerima kematian ratusan kali, paman rela asal
Kongcu bisa terlindung selamat, Peng-an bahagia nantinya. Paman hanya inginkan
Siauwya selalu sehat dan bahagia, itu pun sudah membuat paman akan bahagia.
Mari, Siauwya keluar bersama paman."
Terharu hati si bocah melihat
kesetiaan pengasuh tua ini. Dia memeluk paman Lam nya dan menangis
terisak-isak.
"Paman, entah berapa
banyak penderitaan yang paman Lam karena membela dan menyelamatkan
Hanjie." kata Giok Han terisak dengan tangisnya. "Entah bagaimana
Hanjie harus membalas budi kebaikan paman ?"
Yang lainnya juga terharu
melihat peristiwa tersebut, di mana Lam Sie sambil merangkul majikan kecilnya
juga menangis terisak-isak, mereka jadi ikut menitikkan air mata. Yang Hujin
ikut terharu. la melihat, betapa mulia dan luhurnya jiwa dan hati Giok Han,
yang tetap memaksa ingin keluar untuk membantui Yang Bu In, Yang Lan dan Khang
Thiam Lu, walaupun bocah itu masih terlalu kecil dan tidak bisa apa-apa. Tidak
percuma tampaknya Giok Han sebagai putera Jenderal besar Giok Hu !
Mendadak Giok Han berseru: "Oooh,
Hanjie lupa lagi. Kita mana boleh menangis seperti ini, seperti anak kecil saja
!". Dia menyusut air matanya.
"Justeru kita harus
cepat-cepat keluar untuk membantui Yang Kongkong bertiga !"
Giok Han keluar didampingi Lam
Sie. Mereka melihat Yang Bu In bertiga tengah kewalahan menghadapi Bwee Sim Mo
Lie yang sambil berkelebat kesana kemari menghadapi setiap desakan ketiga orang
lawannya, sepasang tangannya bergerak tidak hentinya seperti orang sedang
menabur sesuatu. Ratusan batang jarum beracunnya menyambar kesana kemari
membuat ketiga orang lawannya kewalahan.
Memang kalau bicara soal
kepandaian ilmu silat, Yang Bu In tidak gentar menghadapi Bwee Sim Mo Lie,
namun, sekarang ia menghadapi wanita iblis yang pandai sekali mempergunakan
racun. Apalagi dia tadi sudah terkena cengkreman kuku-kuku jari tangan Bwee Sim
Mo Lie yang beracun, dimana pundaknya dirasakan semakin lama semakin ba al,
mengurangi leluasa bergeraknya. Setiap serangannya jadi agak lambat, tidak
selincah sebelumnya.
Khang Thiam Lu dan Yang Lan
melihat keadaan orang tua itu, semakin kuatir. Bahkan saat itu karena nekad,
Thiam Lu tahu-tahu menubruk Bwee Sim Mo Lie dengan pedangnya, la ingin
melindungi gurunya yang tengah kewalahan menghalau hujan jarum-jarum beracun.
Tetapi tidak disangka-sangka lengan baju wanita iblis itu mengibas ke-arah muka
Thiam Lu, tersebar bubuk putih sangat halus, dan Thiam Lu mencium harum
semerbak yang dalam sekejap mata membuat pandangan matanya berkunang-kunang,
tubuhnya lemas, tenaganya lenyap, lututnya lunglai seakan tidak memiliki tenaga
lagi. rubuh ambruk di tanah !
Yang Lan menjerit kaget dan
cepat-cepat menerjang dengan beberapakali tikaman pedangnya kepada Bwee Sim Mo
Lie, begitu juga Yang Bu In yang kaget tidak terkira waktu melihat keadaan
muridnya, ia sebetulnya sedang sibuk menghalau hujan jarum-jarum beracun dengan
putaran pedangnya, karena kaget maka gerakannya tertunda jadi perlahan selama
satu detik, tetapi itu menyebabkan dia menerima bahaya ! Dua batang jarum
menerobos masuk dan menancap di lengan kiri serta dada kiri.
Tubuh Yang Bu In terhuyung
mundur, mukanya pucat. Mati-matian jago tua itu mengempos lwekangnya, dengan
tenaga dalamnya berusaha untuk mendorong dan mencegah racun bekerja di
tubuhnya. Dia berhasil, racun tidak menjalar luas dari lukanya, tetapi ganasnya
racun itu membuat tenaga Yang Bu In berkurang banyak, belum lagi untuk
mengerahkan tenaga dalamnya.
Bwee Sim Mo Lie tanpa
memperlihatkan perasaan apapun di wajahnya, menjepit pedang Yang Lan, dia coba
merampasnya. Tapi Yang Lan yang nekad tidak perdulikan bahaya, dia meneruskan
tikamannya. Dan Bwee Sim Mo Lie terkesiap waktu mata pedang tetap meluncur akan
menikam dadanya. "Ihhh," dia berseru dan batal menjepit pedang si
gadis, melompat ke samping buat menghindarkan diri.
Yang Lan yang sudah nekad
hendak menyerang lagi, tapi waktu itu terdengar suara teriakan: "Perempuan
busuk, berhenti!" Di susul oleh Giok Han yang menghampiri ke dekat Bwee
Sim Mo Lie dan nekad sekali bocah itu memeluk tubuhnya. Lam Sie kaget tidak
terkira, dia ingin mencegah, tapi tidak keburu.
Dan semangat pengasuh setia
itu serasa terbang meninggalkan raganya melihat majikan kecilnya begitu nekad
telah memeluk Bwee Sim Mo Lie.
Bwee Sim Mo Lie waktu
menyingkir dari tikaman pedang Yang Lan, sebetulnya sudah mempersiapkan
jarum-jarum beracunnya hendak balas menyerang kepada Yang Lan. Tetapi dia jadi
kaget tidak terkira tubuhnya tahu-tahu dipeluk oleh Giok Han.
Dan, untuk beberapa detik dia
seperti linglung hilang ingatan, pikirannya jadi melayang-layang. Namun
akhirnya Bwee Sim Mo Lie bisa menguasai diri, bentaknya : "Kau lagi bocah
! Ayo lepaskan !"
Tetapi Giok Han menggeleng,
bocah itu menjawab: "Tidak. Kau perempuan busuk ! Kemarin dulu kau
berjanji tidak akan menganiaya paman Khang, tetapi sekarang kau mencelakainya
!" Berkata sampai disitu Giok Han tidak bisa menahan isak tangisinya,
karena dia sangat kuatirkan keselamatan Khang Thiam Lu, Tahu-tahu dia menggigit
pinggang Bwee Sim Mo Lie.
Kaget wanita iblis itu merasah
pinggangnya sakit, mukanya merah padam karena murka. Tahu-tahu tangan kanannya
diulurkan, menjambak punggung Giok Han, ia ingin melemparkan tubuh sibocah.
Tapi Giok Han menggigit keras
sekali, tangannya tetap memeluk kuat-kuat. Nekad sekali bccah ini. Dia
merasakan punggungnya sakit sekali dijambak Bwee Sim Mo Lie, membuat dia
menggigit semakin keras.
Kaget Bwee Sim Mo Lie, mukanya
merah padam. Dia membentak lagi : "Lepaskan gigitanmu !"
Giok Han tidak mau melepaskan
gigitannya. Bwee Sim Mo Lie menarik lagi untuk melepaskan tubuh sibocah, tapi
dia merasakan setiap kali menarik tubuh sibocah, gigitan itu membuat
pinggangnya tambah sakit, membuatnya mengendorkan lagi tarikannya.
"Baiklah!",
mendengus Bwee Sim Mo Lie. "Kau mau mampus rupanya !"
Tangan kanannya ingin
menghajar batok kepala Giok Han, tapi waktu itulah dia menunduk dan melihat
wajah sibocah, mata Giok Han tengah menatap kepadanya. Bagus sekali mata itu,
dan saat itu sepasang mata yang indah itu memancarkan sinar kemarahan dan
benci, tidak terpancar sedikitpun perasaan takut pada mata bocah tersebut.
Mulut sibocahpun masih tetap menggigit kuat-kuat pada pinggang Bwee Sim Mo Lie.
Tubuh Bwee Sim Mo Lie
menggigil sedikit, hatinya tergetar. Tangannya yang sudah terangkat jadi lemas
tidak bertenaga dan turun terjuntai.
Dia jadi ingat sepasang mata
yang sama seperti itu, yang memandang benci dan penuh kemarahan padanya. tanpa
terdapat sinar ketakutan. Mata yang mengingatkan padanya peristiwa-peristiwa
masa lalunya yang menyedihkan.
Bwee Sim Mo Lie menggigit
bibirnya, kemudian dia berhasil menguasai dirinya. "Bocah yang baik,
lepaskanlah gigitanmu !" Cie-cie tidak akan mengganggu kau."
Tapi Giok Han tetap menggigit
dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Karuan saja Bwee Sim Mo Lie yang harus
meringis menahan sakit, waktu kepala Giok Han menggeleng ke kiri kanan, gigitan
pada pinggang wanita iblis ilu bergerak-gerak menambah rasa sakit sampai keulu
hati, pinggangnya seperti kejang oleh gigitan Giok Han.
"Apa yang kau inginkan
sebenarnya, bocah ?", tanya Bwee Sim Mo Lie lagi.
"Mata Giok Han melirik
kepada Khang Thiam Lu yang menggeletak ditanah.
"Ooooh, kau ingin minta
aku membebaskan orang itu dari kematian?!" tanya Bwee Sim Mo Lie lagi.
Giok Han mengangguk-angguk
beberapa kali.
Bwee Sim Mo Lie terjengki
menahan sakit. Gigitan Giok Han semakin sakit saja akibat dia mengangguk.
"Baik, baik, memang sudah
kujanjikan padamu, dia kubebaskan dari kematian, tapi dia manusia tidak
mengenal selatan, kebaikan yang kuberikan malah disalah artikan, dia duga aku
tidak berani membunuhnya, dia ingin membantu keluarga Yang! Tapi, biarlah
sekali ini jiwanya kuampuni!"
Giok Han melepaskan tangan
kanannya yang tadi meranakul tubuh Bwee Sim Mo Lie dan menunjuk kepada Yang Bu
In dan Yang Lan.
"Mereka juga harus
diampuni ?!" tanya Bwee Sim Mo Lie.
Giok Han mengangguk.
"Baik, baik," si
wanita iblis menghela napas, "Aku memenuhi permintaanmu! Sekarang
lepaskanlah gigitanmu !"
Giok Han melepaskan
gigitannya. Tapi sedang si bocah kegirangan, belum lagi bicara apa-apa,
tahu-tahu tubuhnya dirasakan melayang diudara dan matanya berkunang-kunang,
seperti ada ribuan binatang yang memain di matanya itu.
Rupanya waktu Giok Han
melepaskan gigitannya, kesempatan itu dipergunakan Bwee Sim Mo Lie mendorong
tubuh si bocah membuat Giok Han terpental cukup keras dan terbanting di tanah.
Perlahan-lahan Giok Han coba
bangun berdiri dia memaki kalang kabut: "Perempuan hina yang tidak tahu
malu ! Kau selalu berdusta... mulutmu tidak bisa dipercaya, sama seperti
anjing...!"
Waktu itu Bwee Sim Mo Lie
tengah mengusap-usap pinggangnya yang tadi digigit Giok Han rupanya ia masih
kesakitan. Begitu kuatnya gigitan Giok Han tadi seperti juga kulit pinggang
wanita iblis itu akan terkelupas. Meninggalkan tanda gigi-gigi si bocah pada pinggangnya
yang cukup dalam.
"Bocah setan, kau mencari
mampus!" Teriak Bwee Sim Mo Lie yang meledak murkanya. Tadi dia sengaja
menahan diri, karena dia tengah kesakitan oleh gigitan Giok Han. Sekarang
justeru dia telah terbebas dari gigitan itu, sehingga kembali meledak murkanya,
apa lagi sempat dia melihat kulit di pinggangnya yang tergigit oleh Giok Han
menimbulkan tanda yang jelek.
Pinggangnya yang bagus mulus
jadi memiliki tanda, yang mungkin tidak akan lenyap sampai kapanpun juga, sebab
luka gigitan itupun mengeluarkan darah, bajunya yang putih di bagian pinggang
sampai merah oleh darah.
Tubuhnya ringan sekali
melompat ke dekat Giok Han, dia mendengus bengis: "Kau juga harus mampus,
bocah setan !" Tangan kanannya diangkat untuk menghantam kepala Giok Han
Lam Sie menjerit kaget,
berlari hendak menghampiri majikan kecilnya yang terancam bahaya. Yang Lan
tidak tinggal diam, dia melompat menikam punggung wanita iblis itu. Tapi wanita
iblis itu tidak membatalkan pukulan pada batuk kepala Giok Han, hanya tangan
kirinya dipergunakan buat melibat pedang Yang Lan.
Gok Han tidak tahu bahwa
jiwanya tengah terancam bahaya maut, dia masih memaki: "Perempuan tidak
tahu malu, aku akan adu jiwa kalau kau masih menganiaya Khang Lopeh dan yang
lainnya...!"
Telapak tangan Bwee Sim Mo Lie
hanya terpisah beberapa dim lagi dari batok kepala Giok Han, sekali saja
telapak tangan itu me ngenai batok kepala si bocah, niscaya kepala Giok Han
akan pecah hancur berantakan dan menemui kematian.
Di waktu itulah hati Bwee Sim
Mo Lie tergetar lagi. Mata itu. Ya, sepasang mata Giok Han yang tengah menatap
berani sekali kepadanya, memancarkan sinar kemarahan tanpa rasa takut,
menyebabkan Bwee San Mo Lie teringat kepada sepasang mata bekas kekasihnya, yang
sama seperti mata Giok Han.
Tangan yang hampir mengenai
kepala si bocah tidak bisa ditarik. Dia hanya bisa mengurangi tenaga pukulan
tersebut dan dimiringkan, sehingga bukan kepala si bocah yang dihantam,
melainkan pundaknya. Tubuh Giok Han terbanting keras ditanah, tanpa bergerak,
pingsan!
Itupun masih untung buat Giok
Han. karena dalam beberapa detik itu Bwee Sim Mo Lie masih terpengaruh oleh
sorot matanya yang tajam dan indah itu, yang mengingatkan st wanita iblis
kepada bekas kekasihnya sehingga dia tidak jadi memukul kepala Giok Han.
Dalam beberapa detik itu jiwa
Giok Han seperti lolos dari lobang jarum. Benar dia terpukul hebat pada
pundaknya, yang membuat bocah itu terpental dan terbanting keras, lalu pingsan,
tapi itu tidak sampai membahayakan jiwanya.
Lam Sie merasakan semangatnya
seperti men'npra ikan rabanya, k;\ i;etn ya tidak terkira. Dia menjerit:
"Oooh, kau telah membunuh Siauwyaku. iblis laknat !" Dia berlari
menubruk tubuh Giok Han, menangis sedih sekali.
"Siauwya, ooo, Siauwya...
meneapa nasib keluarga Giok demikian buruk? Tentu Goanswe di akherat pun tidak
meram.. Ooh, Siauwya . . . jelek benar nasibmu!" Dan setelah sesambatan
seperti itu Lam Sie pun rubuh ringsan tidak sadarkan diri dengan muka basah
oleh air mata. Dia terlalu berduka, sehingga dia tidak bisa menguasai diri
lagi, membuatnya pingsan tidak sadarkan diri.
Pedang Yang Lan yang terlibat
oleh ujung lengan kiri si wanita iblis, tidak bisa ditarik pulang. Walaupun
Yang Lan berusaha menarik pedangnya, namun gagal. Hati si gadis jadi berdebar,
tapi teringat ancaman bahaya maut pada ayahnya dan Thiam Lu, ia berteriak nekad
dan melompat sambil menghantam dengan telapak, tangan kiri Sambil mengerahkan
seluruh tenaganya.
Bwee Sim Mo Lie memutar
sedikit tubuhnya untuk menghadapi Yang Lan, karena tadi dia memang membelakangi
Yang Lan. Tangan kanannya diayunkan, belasan batang jarum menyambar dada Yang
Lan.
Terkesiap Yang Lan melihat
jarum beracun dalam jumlah banyak menyambar dari jarak begitu dekat, dan dia
jadi putus asa. "Thia, sayang puterimu tidak bisa membantu mu !"
Mengeluh si gadis putus asa dan memejamkan matanya. Walaupun usaha apapun yang
akan dipergunakan si gadis, tidak mungkin dia bisa menghindar dari belasan
batang jarum beracun si iblis, karena jarak mereka terpisah sangat dekat benar.
Yang Lan cuma bisa menunggu maut tiba.
Tetapi tiba-tiba Yang Lan
mendengar seruan Bwee Sim Mo Lie: "Ihh !" sehingga si gadis membuka
matanya, saat itu tubuhnya tengah meluncur turun dan kakinya bisa menginjak
tanah. Tidak sebatang jarumpun yang menancap di dadanya. Dia segera mengawasi
kepada Bwee Sim Mo Lie.
Waktu itu Bwee Sim Mo Lie
sudah terpisah kurang lebih empat tombak, di depan si iblis berdiri seorang
lelaki tua dan wanita tua, dengan pakaian lusuh.
Segera Yang Lan tersadar,
pasti kedua orang itu yang telah menyelamatkannya. Mereka yang telah menghalau
jarum-jarum beracun si iblis. Dan memang kedua orang itulah yang tadi waktu
Yang Lan dalam detik-detik kematian, telah menolongnya, dengan mempergunakan
topi tikar dan jarum-jarum itu menancap di topi tikar butut itu membuat si
gadis terhindar.
Orang tua yang berpakaian lusu
itu tengah menghampiri topi tikarnya yang menggeletak ditanah. dia kemudian
berdiri dan mengawasi belasan jarum yang menancap di situ.
"Hmm, sungguh berbahaya!
Sungguh berbahaya! Menggumam lelaki tua itu dengan suara yang mengejek.
"Tidak kusangka Thio Eng Goat masih terus mengolah racunnya dan coba
merajai Kangouw dengan keganasannya ! Sungguh sayang! Sungguh sayang, muridnya
tidak kalah ganasnya dari wanita iblis Thio Eng Goat..."
Sikap Bwee Sim Mo Lie tidak
tenang. Biasanya pada muka si iblis tidak terlihat perasaan apapun, sangat
dingin. Namun sekarang mukanya sebentar merah, sebentar pucat.
"Sepasang Tabib
Hutan" kata Bwee Sim Mo Lie akhirnya dengan suara yang dingin. "Ada
pesan dari guruku yang mulia untuk kalian! Di bulan duabelas pada tanggal lima
belas, kalian datanglah di lembah Kui-hun (Arwah Setan), guruku yang mulia
menunggu kau di sana!" Kemudian tanpa menanti jawaban Sepasang Tabib
Hutan, Bwee Sim Mo Lie berkelebat menenteng Khimnya meninggalkan tempat itu.
Lelaki dan wanita berpakaian
seperti pengemis itu, yang memang tidak lain dari Sapasang Tabib Hutan,
tertawa.
"Aneh, inilah undangan
luar biasa. Mengundang tanpa kartu dan juga mengundang untuk datang kelembah
Arwah Setan ! Hu, aku takut untuk datang kesana, nanti bisa kesurupan !"
Melucu lelaki itu itu. Yang wanita pun tertawa.
"Tua bangka, lebih baik
kau tolong dulu mereka yang sedang kesurupan itu!" Kata yang wanita.
Orang tua yang berpakaian
mesum dan seperti pengemis itu menepuk kepalanya beberapa kali sambil tertawa.
"Ya, ya, memang semakin tua aku semakin pikun saja! Mengapa aku tidak
mengobati mereka yang sedang kesurupan itu ?!"
Setelah berkata begitu, lelaki
tua yang berpakaian mesum tersebut menghampiri Khang Thiam Lu, memeriksa
keadaannya, kemudian mengangguk-angguk: "Dia sedang tidur nyenyak dan ber
mimpi, jiwanya tidak akan dibawa oleh setan penasaran !"
Lalu dia memeriksa keadaan
Yang Bu In. Keadaan Yang Bu In sudah payah benar, karena saat itu tenaga
pertahanannya sudah mulai habis. Walaupun tadi dia sudah mengerahkan lwekangnya
untuk membendung menjalarnya racun, namun semakin lama semakin lemah
pertahanannya, ia sudah menggeletak lemas, tubuhnya ba'al hampir sekujur
tubuhnya menguap panas dan merah. Racun mulai menerobos dari pertahanan Yang Bu
In, mulai menjalar.
Setelah memeriksa beberapa
saat, lelaki tua berpakaian mesum seperti pengemis tertawa. Ooo, ini kesurupan
yang cukup berat. Ayo setan laknat, keluarlah meninggalkan korbanmu...!"
Sambil berkata begitu, tangan
kanan lelaki tua tersebut menghantami dada Yang Bu In beberapa kali.
Yang Bu In kaget tidak
terkira, hatinya tercekat kaget, tapi seketika dia merasakan dari telapak
tangan lelaki tua mengeluarkan hawa hangat, semakin lama semakin hangat, satiap
kali lelaki tua itu memukul dadanya, hawa hangat itu seperti menerobos masuk.
Belum lagi Yang Bu In
mengetahui apa yang tengah dilakukan lelaki tua tersebut, mulutnya telah
dijejali oleh sepotong dendeng. "Kunyah !" Perintah orang tua itu.
Dan dia menurut saja perintah orang tua itu, mengunyah Harum dan menyegarkan.
Lelaki tua itu sudah
menghampiri wanita tua yang tadi datang bersamanya. "Kie-moay mereka sudah
tidak kesurupan lagi. Ayo kita pergi!!"
"Pergi ? Ooo, tua bangka
! Benar-benar pikun kau! Bukankah kau bilang ingin membawa anak itu?!"
Sambil berkata begitu, wanita tua tersebut menunjuk kepada Giok Han dan Lam Sie
yang masih pingsan.
Kembali lelaki tua itu
memukul-mukul kepalanya. "Benar-benar aku sudah pikun, semakin pikun !
Sampai aku lupa apa maksud yang sebenarnya kedatanganku kemari!"
Ringan sekali tubuhnya
melompat ke dekat Giok Han dan Lam Sie. la memeriksa keadaan kedua orang itu.
Waktu memeriksa keadaan Giok Han, sepasang alis orang tua itu mengkerut.
"Kie-moay, kemari kau !
Celaka ! Benar-benar celaka !" Berseru lelaki tua itu.
Muka wanita tua itu jadi
berobah.
"Apanya yang celaka
?"
Murid si iblis sudah turunkan
tangan jahat padanya !"
"Ooo, apakah dia bisa
disembuhkan ?"
"Tentu... tetapi memakan
waktu yang cukup lama! Tulang selangkanya dihantam melesak patah dan yang parah
justeru hawa kotor beracun telah meresap masuk ke dalam tulangnya! Pukulan yang
ganas dan kejam sekali terhadap bocah seumur ini!"
Wanita tua itu tampak jadi
bingung. Dia memeriksa keadaan Giok Han. Lalu menoleh kepada Yang Lan:
"Nona yang baik, bisa kami pinjam kamar untuk mengobati anak ini ?"
Yang Lan tengah mengawasi
bingung kelakuan kedua orang itu, yang telah menolonginya dan juga menyelamatkan
keluarganya dari wanita iblis Bwee Sim Mo Lie. Mendengar pertanyaan wanita tua
itu, cepat-cepat Yang Lan mengangguk, katanya: "Tentu... tentu
Locianpwe..."
Tanpa banyak bicara lagi
wanita tua itu menggendong Giok Han, Sedangkan Lam Sie ditotok oleh lelaki tua
itu, segera sadar.
Yang Lan juga sudah meminta
kepada para pelayan untuk membantu Yang Bu In dan Khang Thiam Lu dibawa ke
dalam.
Begitu tersadar dari
pingsannya. Lam Sie menangis terisak-isak sedih sekali, mengikuti wanita tua
yang membawa Giok Han.
"Hu, hu aku paling sebal
mendengar orang menangis!" Mengerutu lelali tua itu, membuat Lam Sie
berusaha menahan isak tangisnya, hanya air mata yang masih mengucur terus
dengan deras. Menangis tanpa bersuara.
Setelah meletakkan Giok Han di
pembaringan, wanita dan lelaki tua itu melakukan pemeriksaan padanya. Malah
lelaki tua itu segera menguruti beberapa bagian anggota tubuh Giok Han.
Sam jam lebih lelaki dan
wanita tua itu mengobati Giok Han dengan sikap serius. Lenyap sikap ugal-ugalan
mereka.
Siapakah mereka ? Ternyata
yang lelaki tua tidak lain dari Tung Yang, dan wanita tua itu adalah isterinya,
Tung Im. Nama sebenarnya ialah Tung Siang Bun dan isterinya Lauw Kie Ing.
Karena si suami biasa dipanggil
dengan sebutan Tung Yang, si isteri juga selalu dipanggil dengan sebutan Tung
Im. Tung Yang biasa memanggil isterinya dengan sebutan Kie-moay, sedangkan
isterinya memanggil Tung Yang dengan sebutan tua bangka.
Di dalam kalangan Kangouw
mereka terkenal sekali sebagai sepasang pendekar aneh yang sangat pandai ilmu
pengobatannya, itulah sebabnya mereka diberi gelaran Sepasang Tabib Hutan,
akibat dari sikap dan tingkah laku mereka yang ugal-ugalan, seperti orang hutan
yang tidak kenal aturan.
Sepak terjang sepasang suami
isteri ini memang sangat aneh, ugal-ugalan dan tidak mematuhi peraturan. Apa
yang mereka senang lakukan tentu akan dilakukan oleh mereka.
Kesehatan Yang Bu In sudah
mulai membaik. Berkat pukulan-pukulan pengiriman hawa murni dari Tung Yang pada
dadanya lewat sentuhan kulit tubuh dengan kulit telapak tangan, juga dibantu
oleh obat penawar racun yang ada pada dendeng yang diberikan padanya, sekarang
sudah bisa berdiri.
Hanya mukanya yang masih agak
pucat. Bersama puterinya Yang Lan, Yang Bu In datang kekamar di mana Giok Han
tengah dirawat oleh Sepasang Tabib Hutan itu.
Waktu itu Sepasang Tabib Hutan
baru selesai memberikan pertolongan kepada Giok Han, mereka sedang duduk
bengong. Melihat Yang Bu In dan puterinya, keduanya tetap bengong mengawasi
Giok Han, tanpa perduli pada ayah dan anak itu.
Lam Sie duduk dilantai
menangis tanpa bersuara, cuma air matanya yang mengucur Dia tidak berani ber
suara, karena tadi Tung Yang bilang ia paling sebal mendengar orang menangis.
Yang Bu In menghampiri kedua
Tabib Hutan yang berperangai aneh itu, merangkapkan kedua tangannya, memberi
hormat. "Terima kasih atas pertolongan jiewie," katanya "Lohu Yang
Bu In sekeluarga telah diselamatkan oleh jiewie !"
Tung Yang melirik, katanya
dingin: "Jangan berterima kasih kepada kami" dia menunjuk Giok Han
yang masih belum sadarkan diri. "Berterima kasihlah kepada anak ini.
Karena dia, kami mau turun tangan menolongi kalian! Kami menginginkan anak ini
! "
Yang Bu In mengangguk tanpa
berani banyak berkata lagi, kuatir mengganggu kedua Tabib Hutan yang sedang
mengobati Giok Han. Di tariknya tangan Yang Lan, untuk berdiri di pinggir.
Waktu itu Giok Han merintih
perlahan, tapi belum sadar. Tung Yang mendadak lompat berjingkrak sambil
menepuk tangannya beberapa kali, mengejutkan semua orang yang ada disitu.
"Selamat! Selamat!" Bersera Tung Yang girang. " Bisa diselamatkan
! Selamat! Dia tidak akan kesurupan lebih lama lagi !" *
Tung Im mengangguk dengan muka
yang berseri. "Ya, selamat!" katanya. "Bocah ini bisa kita
selamatkan !"
"Hmm, tentu saja pasti
bisa diselamatkan oleh kita! Apa yang bisa dilakukan oleh Thio Eng Goat jika
berhadapan dengan kita ? Kita pasti akan sanggup menyembuhkan bocah itu!"
"Tua bangka, jangan
ribut-ribut, lihat... bocah ini masih perlu dirawat dengan cara Tiam-hoat
(totokan) !"
"Ya ! Ya!" Dan Tung
Yang berdua isterinya, Tung Im, sibuk menotoki sekujur tubuh Giok Han. Kagum
Yang Bu In melihat kemahiran ilmu totokan Sepasang Tabib Hutan, karena jari
tangan mereka selalu menotok dengan tepat, dengan tenaga yang seimbang.
Benar-benar tidak kecewa Tabib Hutan begitu terkenal.
Keringat telah membanjir keluar
dari sekujur tubuh Tung Yang dan Tung Im. "Panas! Panas sekali ! Hu, kamar
ini seperti neraka saja !"
Kemudian Tung Yang menoleh
kepada orang-orang yang ada di situ, katanya: "Ayo kalian keluar! Keluar !
Hanya membikin panas kamar ini ! "
Yang Bu In dan yang lainnya
mengetahui bahwa kedua tabib ini mungkin juga ingin melakukan suatu pengobatan
rahasia terhadap Giok Han, cepat-cepat mengiyakan dan keluar tanpa tersinggung.
Tetapi Lam Sie merasa berat harus meninggalkan majikan kecilnya, namun dideliki
oleh Tung Yang, terpaksa keluar meninggalkan kamar.
Ketika berada di luar kamar,
cepat-cepat Lam Sie menghampiri Yang Bu In. Dengan muka berkuatir dia bertanya
: "Loya, bagaimana keadaan Siauwyaku."
Yang Bu In menghela napas.
"Tenanglah saudara Lam,
Giok Han pasti bisa disembuhkan," hiburnya. "Kedua, orang itu
Scpasang Tabib Hutan yang terkenal sangat pandai untuk ilmu pengobatan, tadi
mereka sudah mengatakan Giok Han berhasil mereka selamatkan, Tenang-tenang
sajalah, kita percayakan saja keselamatan Giok Han ditangan mereka. Berdo'alah
kepada Thian!"
Lam Sie menyusut airmatanya,
menangis terisak-isak. Dia merasakan betapa buruknya nasib Giok Han. Ayah bocah
itu dan keluarganya sudah mengalami bencana oleh Kaisar dan sekarang keadaan Giok
Han pun demikian buruk, dalam keadaan luka parah seperti itu.
Lama juga pintu kamar
tertutup, sampai akhirnya Tung Yang keluar.
"Arak ! Mana arak?!"
Berseru tabib yang aneh perangainya itu. "Haus! Oooo. tuan rumah yang
buruk, mana arak untuk tamu ? Apakah tamu akan dibiarkan haus seperti aku ini ?
Benar-benar tuan rumah yang kikir !"
Yang Bu In tersenyum, dia
tidak tersinggung atau kurang senang oleh sikap Tung Yang. Yang Lan sudah
berlari pergi mengambilkan arak. .Ketika menerima poci arak. Tung Yang segera
meneguk isinya.
"Arak yang harum! Arak
yang harum!" Dia menyusut bibirnya. "Eh nona yang manis, apakah kau
sudah menikah?"
Pipi Yang Lan jadi berobah
merah dan menggeleng malu-malu.
"Sayang! Sayang !"
Mengeluh Tung Yang kemudian.
Yang Lan jadi ingin tahu.
"Mengapa harus disayangkan. Locianpwe ?" Tanyanya.
Tung Yang tidak segera
menjawab dia meneguk arak dipoci, kemudian barulah dia menyahuti: "Aku
merasa sayang bahwa kau nona cantik bertemu dengan aku, situa bangka yang tidak
punya anak Kalau aku punya anak lelaki, tentu akan kuanjurkan agar anakku itu
mengambil kau menjadi isterinya !"
Pipi Yang Lan berobah memerah,
dia malu bukan main digoda seperti itu. "Locianpwe jangan
menggodaku..." Katanya perlahan suaranya.
"Eh, aku bukan sedang
menggodamu ! Aku bicara sungguh-sungguh! Siapa yang mengodamu? Justeru melihat
kau, aku jadi menyesal bukan main, mengapa dari dulu-dulu aku tidak bikin anak
lelaki?"
Pipi Yang Lan semakin berobah
merah. Kasar memang perkataan Tung Yang, tetapi dialah penolong keluarganya,
karenanya sigadis tidak marah. Dia cuma merasa malu.
Tung Yang membawa poci arak
itu kedalam kamar. Pintu kamar ditutupnya lagi.
Semua orang menunggu sesaat
lamanya dengan perasaan gelisah dan kuatir. Khang Thiam Lu yang sudah sadar dan
datang ke situ, mendengar cerita Yang Lan dan apa yang telah terjadi selama dia
pingsan dan tak sadarkan diri.
vOooo, jadi sepasang Locianpwe
itu yang sudah menyelamatkan kita? Dulu aku pernah bertemu dengannya dan dia
menolongi jiwaku!" Kata Thiam Lu girang.
Dua jam lebih sudah lewat,
tetapi pintu kamar tidak juga dibuka dari dalam. Fajar sudah menyingsing,
matahari sudah memancarkan siramya. Semua orang semakin gelisah, karena sudah
selama itu pintu kamar tetap tidak terbuka. Setelah hari mendekati siang, Lam
Sie tidak bisa menahan kegelisahannya.
Dia mengetuk pintu kamar.
Walaupun Thiam Lu dan yang lainnya melarang, tetapi Lam Sie tidak bisa dicegah.
Dia mengetak daun pintu berkali-kali. Tidak terdengar jawaban. Dia memdorong
pintu itu, ternyata tidak dikunci, sehingga daun pintu terbuka lebar. Tetapi
didalam kamar tidak terlihat seorang manusiapun juga hanya daun jendela yang
kelihatan terbuka lebar !
Lam Sie menjerit kaget, yang
lainnya segera ikut masuk kedalam kamar. Mereka jadi bingung. Tetapi Thiam Lu
segera melihat di tembok ada guratan-guratan dalam bentuk huruf, ternyata
itulah tulisan yang dilakukan oleh mata pedang, yang diguratkan pada tembok,
bunyinya: "Anak ini berjodoh dengan kami, karenanya kalian tidak usah
berkuatir tentangnya, kami akan merawatnya baik-baik. Dari Tung Yang dan Tung
Im.
Lemas tubuh Lam Sie, yang
lainnyapun tercengang setelah membaca surat itu. Namun akhirnya Thiam Lu menghibur
Lam Sie.
"Kau seharusnya gembira
Lopeh, karena ditangan mereka Siauwya kita terjamin keselamatannya. Mereka
sepasang suami isteri yang memiliki ilmu sangat tinggi. Memang adat mereka
aneh, tetapi mereka bukanlah penjahat2. Karena itu biarlah Siauwya dirawat
mereka."
Lam Sie cuma menangis sambil
mengangguk-angguk saja.
Yang Bu In sendiri menyesal
atas kepergian sepasang Tabib Hutan secara begitu, Dia belum lagi bisa
bercakap-cakap dan menjamu Sepasang Tabib Hutan itu, sedangkan mereka sudah
menyelamatkan diri dan keluarganya.
Lam Sie selanjutnya tinggal
dirumah keluarga Yang. Karena tidak tahu harus pergi kemana. Dia hanya berharap
suatu saat kelak bisa bertemu lagi dengan Siauwyanya.
Khang Thiam Lu tinggal selama
setengah tahun dirumah gurunya, untuk berjaga-jaga, kalau saja suatu saat Bwee
Sim Mo Lie muncul menyatroni keluarga Yang. Tetapi selama itu tidak terjadi
sesuatu yang tidak diinginkan, Bwee Sim Mo Lie pun sudah tidak muncul lagi.
Kematian Cie Sun Hoat sudah
diatasi, karena pada hari itu Thiam Lu sudah membuang mayat pemuda itu ketempat
pelesiran, dibelakang gedung berkumpulnya bunga raya (pelacur). Tempat
pelesiran itu jadi heboh dan keesokan harinya ditutup.
Entah berapa banyak orang yang
ditangkap-tangkapi oleh ayah Cie Sun Hoat, namun keluarga Yang terhindar dari
bentrokan dengan ayah Cie Sun Hoat.
Selama tinggal dirumah
keluarga Yang, hubungan Khang Thiam Lu dengan Yang Lan semakin akrab, setahun
kemudian merekapun meresmikan perkawinan, terangkap menjadi sepasang suami
isteri.
Pesta perkawinan itu
diselenggarakan secara meriah oleh keluarga Yang, selama sebulan penuh. Sebagai
mantu keluarga Yang, sebetulnya Khang Thiam Lu sering juga menyesali mengapa
dirinya harus terikat oleh perkawinan? Bukankah seharusnya dia pergi berjuang
untuk membantu para pendekar pencinta negeri bersama-sama menentang Kaisar
lalim ?
Bukankah seharusnya ia pergi
membalas sakit hati Giok-Goanswee, yang sekeluarga telah ditimpa malapetaka
begitu hebat? Sampai akhirnya Khang Thiam Lu tidak bisa menahan perasaannya
lagi, ia menceritakan segalanya kepada isteri disuatu malam. Akhirnya sepasang
suami isterinya itu memutuskan untuk merantau, guna melaksanakan cita cita
Khang Thiam Lu, yaitu membantu para pecinta negeri untuk menentang Kaisar
lalim.
Yang Bu In dan isterinya tidak
bisa menahan keinginan anak dan mantu mereka, dengan perasan berat mereka
mengijinkan. Lam Sie mengantarkan kepergian sepasang suami isteri muda itu
dengan linangan air mata. "Kalau Tayjin bertemu dengan Siauya, tolong beri
kabar kepadaku," minta Lam Sie waktu mereka ingin berpisahan.
Khang Thiam Lu mengiyakan dan
berjanji akan menyelidiki bagaimana keadaan Giok Han dan Sepasang Tabib Hutan
itu.
Kemana perginya Giok Han dan
Sepasang Tabib Hutan? Ternyata Sepasang Tabib Hutan sudah memutuskan bahwa Giok
Han akan mereka bawa serta, jika diberitahukan kepada Yang Bu In atau Thiam Lu,
mereka kuatir timbul kerewelan.
Karena itu, Tung Yang
memutuskan membawa Giok Han secara diam-diam. Tung Im menyetujui. Mereka
melalui jendela kamar itu meninggalkan keluarga Yang. Tung Yang yang
menggendong Giok Han yang masih dalam keadaan tidak sadarkan diri
Dengan mengandalkan Ginkang
(ilmu meringankan) tubuh mereka yang tinggi, Sepasang Tabib Hutan itu tidak
mengalami kesulitan buat meninggalkan rumah keluarga Yang. Mereka bahkan
meninggalkan kota tersebut.
Setelah berada diluar kota
Siauw An, mereka baru beristihat, Giok Han diletakkan dibawah sebatang pohon,
matahari fajar segera menyingsing. "Anak ini memerlukan pengobatan yang
disertai penyaluran tenaga lwekang, jika tidak tulang pundaknya itu bisa
membuatnya tidak bisa mengerahkan seluruh tenaganya kalau bocah ini sudah
besar," kata Tung Yang sambil duduk disamping Giok Han.
"Kiemoay, kita harus
mencari tempat yang tepat untuk pengobatan ini."
Tung Im mengangguk "Ya,
memang benar," katanya. "Tetapi kalau kita harus membawanya pulang,
berarti urusan kita bisa berantakan. Kita turun gurung, lagi karena untuk
menyelesaikan persoalan besar itu. Jika memang disebabkan bocah ini kita harus
gagal melaksanakan urusan besar itu, apakah kau situa bangka tidak akan
menyesal nantinya?"
Tung Yang duduk termenung. Dia
menggigit-gigit bibirnya. Sikapnya tidak ugal-ugalan seperti sebelumnya, kini
tampak ia tengah berpikir sungguh, Sampai akhirnya dia bilang: "Begini
saja, kita tak usah membawa pulang bocah ini, cukup mencari tempat yang sepi
untuk mengobatinya. Atau kalau perlu kita menumpang dirumah penduduk, Kita
obati dia, setelah itu kita ajak dia bersama kita, sambil membereskan urusan
yang sangat penting itu."
"Baiklah," kata Tung
Im. "Aku hanya menurut saja apa yang kau putuskan, tua bangka !"
"Lebih baik kita mencari
rumah penduduk yang bisa kita tumpangi, kukira dalam tiga atau empat hari bocah
ini sudah bisa kita sembuhkan. Kita tidak boleh menunda-nunda pengobatan untuk
bocah ini, sebab jika terlambat dan tulang Pie-peenya tidak bisa dikembalikan
seperti semula, kelak biar dia berhasil mempelajari ilmu yang paling tinggi
sekalipun, akan percuma saja, la tidak bisa mempergunakan ilmunya dengan
sebaik-baiknya."
"Apakah ada rumah
penduduk yang bisa kita tumpangi ? Keadaan kita seperti pengemis. Apakah ada
penduduk yang mau membiarkan kita menumpang dirumah mereka ?" Tanya Tung
Im ragu-ragu.
"Yang terpenting uang.
Kita berikan uang, mereka akan tutup mata terhadap cara berpakaian kita!"
Menyahuti Tung Yang.
Sambil berkata begitu Tung
Yang menggendong Giok Han, Tung Im mengikuti suaminya mencari rumah penduduk
disekitar tempat itu yang sekiranya cocok untuk mereka tumpangi, guna mengobati
Giok Han.
Setelah melakukan perjalanan
cukup jauh sampai matahari fajar sudah menyingsing, mereka melihat sebuah rumah
penduduk yang letaknya terpencil, sekelilingnya hanya hutan dan pohon-pohon
liar yang lebat.
Segera Tung Yang memutuskan
rumah itu cocok untuk tempat mereka menumpang sementara. Segera mereka
menghampiri rumah itu.
Rumah penduduk yang terpencil
ini tidak begitu besar, letaknya terpencil dari rumah penduduk lainnya. Keadaan
disitu sunyi sekali, tidak terlihat seorang manusiapun juga. Pintu rumah juga
tertutup rapat-rapat Tung Yang mengetuk pintu rumah itu, tidak lama kemudian
seorang Hwesio berusia tiga puluh tahun membukakan pintu.
Tung Yang berdua Tung Im jadi
tercengang, karena mereka tidak menyangka bahwa penghuni rumah tersebut seorang
hwesio, pendeta dengan kepala yang botak licin.
Si Hwesio mengawasi Tung Yang
dait Tung Im, kemudian tersenyum.
"Omitohud," katanya
sambil merangkapkan kedua tangannya. "Ada keperluan apakah jiewie datang
kemari ?"
Tung Yang merasa sudah
terlanjur datang dirumah ini, segera memberitahukan bahwa dia bermaksud untuk
menumpang beberapa hari dirumah tersebut. "Kalau memang Taysu tidak
keberatan kami ingin menumpang beberapa hari disini. Anak kami ini sedang sakit
demam, karenanya kami ingin ia beristirahat dulu dengan baik, Kalau demamnya
sudah berkurang barulah kami melanjutkan perjalanan."
Mata si pendeta bersinar
sejenak mengawasi Giok Han, kemudian mengangguk. "Sian-cai, siancai,
silahkan masuk. Tentu saja Pin-ceng tidak bisa menolak kunjungan kalian."
Dan Hwesio itu membuka daun pintu lebih lebar.
Tung Yang berdua Tung Im
sebetulnya curiga dirumah tersebut bisa terdapat pendeta tersebut. Tetapi
mereka mengucapkan terima kasib dan masuk. Mereka tidak gentar kalau memang
sipendeta penjahat tentu mereka bisa sekalian menghajarnya. Mereka tidak kuatir
sedikitpun juga, sebab yakin si pendeta tidak mungkin bisa main gila
terhadapnya.
Tetapi waktu memasuki rumah
itu, kembali mereka tercengang. Didalam ruang itu terdapat tiga orang Hwesio
lainnya, yang sebaya dengan Hwesio yang tadi membukakan pintu. Kecurigaan Tung
Yang dan Tung Im semakin besar.
Apa yang sedang dilakukan
keempat orang Hwesiio tersebut dirumah ini? Tung Yang dan Tung Im berani
memastikan bahwa keempat orang Hweshio itu bukanlah pemilik rumah ini.
Ketiga orang Hweshio diruang
dalam melirik kepada Tung Yang dan Tung Im, tanpa seorangpun berdiri atau
melontarkan sepatah kata. Mereka berdiam diri saja. Hweshio yang yang tadi
membukakan pintu, sudah mengantarkan Tung Yang Tung Im kesebuah kamar-Giok Han
diletakkan diatas pembaringan.
Si Hweshio menutup daun pintu,
sebelum merapatkan daun pintu dia masih bilang: "Kalian boleh tinggal
disini selama kalian masih memerlukan tempat peristirahatan, tetapi jiwie tidak
boleh mencampuri urusan apapun yang terjadi didalam rumah ini ! Pinceng harap,
kalianpun tidak usah keluar-keluar dari kamar itu... demi kebaikan kalian juga."
Tung Yang sebetulnya ingin
bertanya pada si Hweshio, tetapi Tung Im sudah menarik lengan bajunya, dan Tung
Im yang menyahuti: "Terima kasih Taysu. Kami akan memperhatikan
kata-katamu."
Daun pintu sudah ditutup. Tung
Yang tidak bisa menahan perasaan ingin tahunya, dia segera memutar tubuhnya
mendekati pintu tapi lengannya sudah ditarik oleh isterinya "Tua bangka,
jangan usil! Tidak usah kita campuri urusan mereka, mengapa kau harus harus
ngintip ngintip?"
Muka Tung Yang berobah merah,
dia nyengir. "Bukan ngintip perawan, aku hanya ingin mengetahui apa yang
mereka lakukan ditempat ini?"
"Biarkan saja apa yang
ingin mereka lakukan! Kita tidak usah mencampuri. Bocah ini sedang memerlukan
perhatian kita, untuk menyembuhkan lukanya. Menurutku, keempat pendeta itu
bukan dari jalan hitam, mereka bukan pendeta jahat!"
"Bagaimana kau bisa
mengetahui hal itu?" Tanya Tung Yang yang tidak senang, "hati manusia
siapa yang bisa baca. Diluar kelihatan baik, tidak tahunya hati dan perasaannya
sama jahatnya seperti iblis !"
Tung Im tertawa tawar.
"Kalau mereka pendeta-pendeta jahat, apa yang mereka bisa lakukan terhadap
kita? Biarkan saja, jika memang mereka mencari mampus berarti mereka membentur
kita ! Tetapi menurutku, mereka bukanlah pendeta-pendeta jahat!"
Tung Yang tidak memaksa untuk
mengintip kedekat pintu, dia kembali duduk di tepi pembaringan. Memperhatikan
wajah Giok Han.
"Kita mulai sekarang
saja," kata Tung Im.
Tung Yang mengiyakan.
Segera sepasang suami isteri
itu mulai menguruti sekujur tubuh Giok Han, terutama sekali dibagian dekat
pundak si bocah, yang telah terpukul hebat oleh Bwee Sim Mo Lie.
Memang benar Bwee Sim Mo Lie
dalam beberapa detik sebelum menghantam Giok Han, sudah berusaha menarik pulang
tenaganya dan menggeser tangannya tidak sampai memukul kepala Giok Han, akan
tetapi tenaga pukulannya tetap merupakan pukulan yang sangat kuat dan beracun.
Biarpun Giok Han terhindar
dari kematian, namun dia sudah terluka hebat! Terlebih pula memang Giok Han
tidak memiliki ilmu silat sedikitpun, sehingga luka yang dideritanya itu
bertambah parah saja, menyebabkan bocah itu menahan rasa sakit yang luar biasa
sampai pingsan tidak sadarkan diri.
Sibuk sekali tampaknya Tung
Yang berdua Tung Im berusaha untuk mengurut dan menyalurkan tenapa dalam mereka
lewat telapak tangan masing-masing, untuk disalurkan ketubuh Giok Han.
Di luar kamar, pendeta yang
tadi mengantarkan Tung Yang dan Tung Im sudah kembali kepada ketiga orang
pendeta lainnya. Salah seorang pendeta yang duduk di sebelah kanan, menegur
dengan suara perlahan: "Sam-te, mengapa kau mengijinkan orang-orang itu
menumpang di sini ? Bagaimana kalau mereka mengganggu pekerjaan kita ?"
Pendeta yang dipanggil Sam-te
menggeleng: "Mereka orang-orang tua dan seorang anak kecil, apa yang bisa
mereka lakukan? kita tidak perlu kuatir dan terlalu memperhatikan mereka. Anak
mereka sedang sakit demam yang keras dan kulihat anak itu dalam keadaan
pingsan. Mana pantas aku menolak permintaan mereka buat menumpang agar anak
mereka yang sakit itu bisa beristirahat dengan baik ?"
"Tetapi Sam-te, kau
terlalu ceroboh sekali, kalau sampai urusan ini terganggu dan rencana kita
gagal, tentu Suhu akan menegur dan menyesali kita," kata pendeta yang
seorangnya lagi.
"Jie-suheng tidak perlu
kuatir. Aku jamin kedua orang tua itu bukan orang-orang yang pantas kita
perhatikan. Biarkan saja mereka beristirahat dan kita kita mengurus pekerjaan
kita."
Pendeta yang dipanggil sebagai
Jie-suheng (kakak seperguruan nomor dua) cuma menghela napas saja. Si pendeta
yang jadi Sam-te (adik seperguruan ketiga) sudah duduk di samping
Jie-suhengnya, katanya "Apa kah pagi ini kita mulai mengurus pekerjaan itu
?"
"Ya rasanya memang kita
harus mulai melaksanakan rencana kita pagi ini. Semalaman suntuk kita menanti
di sini, tapi yang kita tunggu-tunggu tidak juga datang," menyahuti
Jie-suheng.
"Suhu sudah berpesan agar
kita bekerja serapi mungkin, jangan sampai menimbulkan bentrokan yang lebih
luas," kata Samte, "karenanya, kalau memang masih bisa ditempuh
dengan jalan damai, kita harus melakukannya dengan cara yang lebih sabar dan
agak mengalah."
Pendeta yang seorangnya
menggeleng.
"Aku tidak setuju,"
katanya. "Kalau kita mengalah, niscaya persoalan itu tidrik bisa
diselesaikan. Malah akan menyebabkan mereka besar kepala dan bertambah
sombong."
"Apakah Toa-suheng (kakak
seperguruan nomor satu atau yang tertua) mempunyai jalan lain ?" Tanya si
Sam-te.
"Kita harus menghadapinya
dengan kekerasan, memaksa agar mereka mau menyerahkan kembali barang-barang
kita ! Jangan mereka menyangka murid-murid Siaw Lim Sie mudah dihina. Kita
harus menjaga muka terang pintu perguruan, walaupun harus mati kita harus tetap
bersikap gagah! Mengapa kita harus mengalah pada mereka ?" Waktu berkata
begitu, Toa-suheng ini rupanya sulit menahan diri, suaranya keras sekali karena
diliputi amarah.
Hwesio yang tiga lainnya
berdiam diri. Akhirnya yang seorang yang sejak tadi berdiam diri saja, ikut
bicara : "Apa yang Toa-suheng bilang memang ada benarnya. Kita harus
memperlihatkan bahwa murid-murid Siau Lin Sie bukanlah sebangsa manusia yang mudah
dihina sekehendak hati oleh siapa saja! Kita harus memberikan pelajaran yang
keras kepada mereka !"
"Sie-te (adik seperguruan
keempat) apakah kau pun punya usuI?" tanya Jie-suheng.
"Aku setuju dengan
Toa-suheng," menyahuti Sie-te tegas. "Kita harus memberikan ganjaran
yang tepat dengan perbuatan mereka, yang sudah meremehkan kita."
"Baiklah, kalau begitu
terserah Toa-Suheng saja, apa yang harus kita lakukan !" kata Sam te
dengan suara perlahan.
"Pagi ini juga kita harus
pergi menyatroni mereka, jika memang mereka tetap tidak mampu memberi muka
terang kepada kita buat apa kita sungkan lagi pada mereka? Kita hadapi mereka
dengan kekerasan !" kata To-suheng.
Begitulah, Toa-suheng ini
kemudian berbisik-bisik dengan ketiga orang adik seperguruannya untuk mengatur
rencana mereka, Tidak lama kemudian keempat pendeta itupun sudah meninggalkan
rumah tersebut. Waktu itu matahari pagi tengah memancarkan sinarnya yang
hangat.
Walaupun tengah sibuk
mengobati luka Giok Han, tapi Tung Yang dan Tung Im mendengar sebagian dari
pembicaraan keempat orang pendeta tadi.
Setelah diluar kamar sepi
tidak terdengar suara orang, perasaan ingin tahu Tung Yang semakin besar.
Setelah selesai menguruti sekujur tubuh Giok Han dan memberikan semacam Yo-wan
(obat pulung) kepadanya, yang dimasukan dengan cara memijat dagu dekat rahang
si bocah, sebab Giok Han sedang pingsan, Tung Yang keluar dari kamar.
Dia tidak melihat seorang
pendetapun di ruang tengah rumah itu. Dia memperoleh kenyataan keempat pendeta
itu sudah pergi. Tung Yang kembali kedalam kamar.
"Aneh, entah apa yang
ingin mereka lakukan ? Dan siapa yang ingin mereka satroni untuk memberi
ganjaran seperti yang mereka katakan tadi ?!" Menggumam Tung Yang dengan
suara perlahan.
Tung Im tertawa. "Tua
bangka mengapa kau semakin tua jadi semakin usil terhadap urusan orang lain?
Biarkan saja mereka mengurus urusannya, kita mengurus bocah ini!"
"Aku bukan usil ingin
mencampuri urusan mereka, cuma aku heran keempat pendeta itu entah bentrok
dengan pihak mana!"
"Kalau kau sudah tahu,
apa yang ingin kau lakukan ?"
"Tidak melakukan
apa-apa."
"Hmm, kau berdusta, tua
bangka! Kau tentu ingin membantui mereka, bukan ?"
Tung Yang nyengir sambil
garuk-garuk kepalanya yang sudah penuh oleh uban, sehingga rambutnya berwarna
kelabu. "Susah dibilang," katanya menggumam. "Seperti tujuan
kita yang pertama turun gunung ialah untuk mengurus persoalan kita. Tapi akhirnya
kita terlibat urusan bocah ini... bukan kah ini diluar dugaan !"
"Tentang bocah ini lain
persoalannya," kata Tung Im. "Seperti telah kita ketahui, bocah ini
adalah putera bungsu Giok Goan-swee, yang lolos dari kematian di tangan
orang-orangnya Kaisar lalim. Kita terlambat tiba di sana untuk menolong
Jenderal yang setia itu.
Karenanya, setelah ada darah
daging Jenderal itu yang sempat lolos apakah kita tidak mau turun tangan untuk
menyelamatkan keturunan Giok Goanswee satu-satunya ? Sayangnya kau selalu
bertindak terlambat. Kita datang ke tempat Jenderal Giok Hu di saat seluruh
keluarga Jenderal setia itu sudah dianiaya oleh orang-orang Kaisar lalim itu.
Kemudian kitapun terlambat
mengetahui bahwa bocah ini adalah satu-satunya keturunan Jenderal setia itu,
kita baru mengetahui waktu orang she Khang menceritakan seluruh riwayat anak
ini kepada Yang Bu In. Barulah kita turun tangan menghalau Bwee Sim Mo Lie !
Dulu, di tengah perjalanan
kita masih belum mengetahui bocah ini adalah keturunan satu-satunya Jenderal
Giok Hu yang masih hidup, sehingga kita cuma menolong orang she Khang itu dan
kemudian menghindar dari Bwee Sim Mo Lie ! Sungguh kau tua bangka yang selalu
bekerja lambat !"
"Kie-moay, kau tidak bisa
mempersalahkan aku," kata Tung Yang, "kau juga bersalah !"
"Aku bersalah ?! Tung Im
berdiri dengan bertolak pinggang. "Oooh, tua-bangka! Kau pandai sekali
bersilat lidah! Mengapa kau begitu hina tidak berani mengakui
kesalahanmu?"
"Aku bukan membantah
bahwa aku ini tidak bersalah" menyahuti Tung Yang sambil gasuk-garuk
kepala. "Waktu itu kau cemburu, kalau kita bertemu dengan Bwee Sim Mo Lie
mungkin aku akan teringat pada Thio Eng Goat, iblis yang cantik jelita itu.."
"Hu, memang kau seorang
tua bangka yang ceriwis, maka mana bisa aku percaya penuh padamu ? Selalu kau
sulit menahan diri kalau melihat wanita cantik. Murid si iblis Thio juga sangat
cantik, kalau kubiarkan kau bertemu dengannya berarti kau akan mengalami sulit
tidur selama sepuluh hari. Tidak enak makan dan selalu bengong memikirkan murid
si iblis Thio itu !"
"Tetapi akhirnya kita
berdua keluar memperlihatkan diri dan bertemu dengan murid si iblis Thio itu,
bukan ?"