la menemui tiekoan, tapi
tiekoan sudah makan uang suapan, berbalik menyiksa Ho Sun, agar mau mengaku.
Dengan susah payah akhirnya Peng Sieso bisa menemui suaminya di penjara.
Suaminya berlumuran darah, badannya babak belur, sudah tak bisa bicara.Jangan .
. . jual . . . tidak curi. . ." suara Ho Sun tak jelas.
Peng Sieso jadi mata gelap.
Begitu pulang membawa anaknya yang ketiga dan sebilah golok sayur, memanggil
tetangga-tetangganya. ia pergi ke kuil Cung-am-sie. Tetangge-tetangganya
menyangka Peng Sieso ingin minta mereka jadi saksi karena mau bersumpah, lantas
saja ikut.
Di depan patung Malaikat
Pak-tee-ya, Peng Sieso bilang: "Anakku tak nanti mencuri barang orang,
tahun ini ia baru-berumur empat tahun. Dia masih belum bisa bicara betul. Di
depan Siangkoan Loya dia bilang makan dengan daging ayam sangat enak, hinaan
ini tidak bisa kucuci sedang tiekoan sudah makan sogokan tidak berlaku adil.
Jalan satu-satunya memohon keadilan Pak-te-yaya." Setelah berkata begitu
dia belek perut anaknya yang ke tiga dengan golok sayurnya !"
Giok Han menggidik, hatinya
panas. "Apakah betul kejadiannya begitu ?" tanyanya.
Si gemuk dan si kurus
ketakutan, manggut-manggut.
Giok Han menghunus padangnya
dan menancapkan pedangnya di atas meja. "Cerita terus !" bentaknya.
"Kejadian... kejadian itu
tak ada sangkut-pautnya denganku..." kedua pedagang itu ketakutan.
Giok Han berdiri angker, para
pelayan tak berani mendekati, hanya berdiri mengawasi dari kejauhan.
"Bilanglah, apakah dalam
perut anak Peng Sieso terdapat daging ayam ?" bentak Giok Han.
"Tidak," jawab si
gemuk. "Yang kedapatan hanya sayur-sayuran. Mulai saat itu Peng Sieso jadi
gila."
"Di mana rumah orang she
Siangkoan ?" Belum lagi si gemuk menyahuti, dari arah belakang Giok Han
terdengar suara dingin tapi bengis: "Anjing mana yang jual lagak di sini
?" Muncullah enam orang bertubuh tinggi besar. Para pelayan dan pengurus
rumah makan ini kaki, tangan Siangkoan Giok Lin, melihat teman mereka ingin
menangkap orang yang mengacau di rumah makan, segera mengambil macam-macam
senjata untuk membantu.
Orang yang jadi kepala segera
memaki: "Hei anjing bau, cepat ikut tuan besarmu !" dia mengebaskan
rantai besi.
Giok Han tidak perdulikan dia,
menoleh pada kedua pedagang. "Cerita jiewie sangat jelas, dan terima-kasih
atas semua ini, aku tidak jadi meminjam uang dari kalian, sekarang kalian boleh
pergi I"
Kedua pedagang itu cepat-cepat
menyingkir dengan hati masih berdebar-debar ketakutan.
Giok Han menghela napas
menoleh kepada si pemimpin kaki tangan Siangkoan Giok Lin yang galak itu, tanpa
berkisar dari tempatnya tangan Giok Han menyambar dan tepat sekali menghajar
pipi orang tersebut.
Sesudah menggampar dia menotok
jalan darah Cie-kiong-hiat dan Hong-hu-hiat, segera juga si galak terpelanting,
bergulingan di lantai berkelojotan !
Diambilnya rantai si galak,
sekali Giok Han menyabet, rantai itu melibat enam kaki tiga orang lainnya,
sekali disentak mereka bertiga jatuh terguling. Pengurus rumah makan mendekati
sambil mengebaskan kipasnya, matanya tajam dan mulutnya tersenyum dingin.
"Aku mempunyai mata tak
bisa melihat gunung Thaysan yang besar, sehingga aku tak tahu hari ini seorang
gagah datang berkunjung !" katanya dengan sikap licik.
"Eh, Siangkoan Giok Lin
pernah apa dengan kau ?" tanya Giok Han dingin.
"Aku bekerja di bawah
perintahnya... Siangkoan Loya sekarang sedang sibuk mengurus pengangkatan
Hongsiang sebagai salah seorang pahlawan Kaisar, maka tak bisa menyambut
kedatangan tuan." Dengan berkata begitu, dia mau menggertak Giok Han
semakin naik.
"Hemmm, suruh orang she
Siangkoan datang menghadap padaku !" perintahnya.
Muka si pengurus rumah
berobah, dia orang kepercayaan Siangkoan Giok Lin, diserahi mengurus rumah
makan milik Siangkoan Giok Lin. Kepandaiannya tidak seberapa, tapi dia licin
sekali. Melihat Giok Han sulit diajak bicara, Kwa Tin Bun, si pengurus rumah
makan itu, mengayunkan kipasnya hendak menotok pundak Giok Han.
"En, eh, jangan terlalu
hormat," kata Giok Han sembari tertawa, mudah dia menangkap kipas lawan,
membetot dan waktu Kwa Tin Bun terhuyung ia menepuk pundak pengurus rumah makan
itu, yang lantas jatuh berlutut, karena kedua lututnya mendadak lemas.
Menyaksikan ini, anak buah Siangkoan Giok Lin yang lain tidak berani turun
langan, hanya berdiri bingung.
Kaki kanan Giok Han menginjak
punggung Kwa Tin Bun. Dia celingukan dan melihat seorang pelayan berpakaian
sebagai koki rumah makan itu. "Eh, kalau masak daging tulang punggung, kau
mengambil daging apa ?"
"Da... daging babi,"
jawab koki itu "Diambil dari kiri kanan tulang punggung babi. Boleh masak
asam manis, boleh masak pakai lada dan garam, semuanya lezat sekali. Apa
Siauwya mau sayur itu ?"
Dengan bengis Giok Han merobek
baju Kwa Tin Bun. "Di sini ?" tanyanya sembari mengusap-usap tulang
punggung orang. Koki itu terkesiap, ia hanya mengawasi dengan mulut ternganga
dan tak dapat memberi jawaban.
"Ampun, Siauwya !"
Kwa Tin Bun memohon dengan suara serak, meratap tak hentinya.
Memang bukan maksud Giok Han
untuk mengambil jiwa Kwa Tin Bun, ia hanya ingin memberi sedikit hajaran,
supaya manusia ini merasakan sedikit penderitaan. la mengangkat pedangnya dan
menggores punggung Kva Tin Bun.
"Cukup setengah
kati?" tanyanya.
"Cu... cukup," jawab
koki itu gemetar.
Terbang semangat Kwa Tin Bun,
ia merasakan kesakitan luar biasa di punggungnya dan menduga bahwa dagingnya
benar-benar sudah dipotong. Sekujur badan Kwa Tin Bun jadi bergemetaran, tak
hentinya ia membenturkan jidat di lantai loteng. "Siauya !" ia
meratap. "Perintahlah aku, jika kau ingin memerintah, ampunilah selembar
jiwaku !"
Giok Han merasa manusia ini
sudah cukup mendapat hajaran. "Apakah kau masih berani membantu Siangkoan
Giok Lin melakukan kejahatan ?" tanyanya.
"Tidak... tidak
berani," jawabnya cepat.
"Baiklah," kata Giok
Han. "Sekarang antarkan aku menemui orang she Siangkoan itu !"
"Baik, baik, baik
Siauwya...!" menyahuti Kwa Tin Bun tanpa ayal.
Dengan langkah lebar Giok Han
mengikuti Kwa Tin Bun menuju ke rumah Siangkoan Giok Lin. Akan tetapi di luar
pintu sudah ada beberapa orang tentara berpakaian lengkap melintang tepat di
ambang pintu. Pemimpin dari pasukan tentara tiekoan yang mungkin berjumlah
belasan orang itu, adalah seorang bertubuh tinggi besar dengan cambang yang
lebat.
"itulah gedungnya
Siangkoan Loya ...I" menunjuk Kwa Tin Bun ketakutan, tubuhnya masih
gemetar dan rasa sakit di punggungnya membuat dia ketakutan memperoleh tambahan
hajaran si pemuda kurus tapi galak ini.
Giok Han mengangguk mendengus
dan melangkah maju menghampiri pintu gedung itu.
Si pemimpin barisan pengawal
tentara yang ada di depan rumah Siangkoan Giok Lin sudah maju memapak, dengan
muka yang bengis dia tertawa.
"Bocah, kau baik ?"
tanyanya.
"Pembesar bau, kau baik
?" Giok Han balik mencaci.
"Kau pengen
dihajar?" tanya pemimpin tentara negeri itu sembari menyengir.
"Tak salah !" jawab
Giok Han. Bahkan membarengi dengan perkataannya, tangannya di ulur. Sebelumnya
pemimpin barisan tentara ini seorang murid pintu perguruan Kun-lun-pay tingkat ketiga
belas, memiliki kepandaian lumayan.
Tapi berhadapan dengan Giok
Han, entah mengapa, ia tidak bisa melihat jelas meluncurnya tangan si pemuda
kurus berbaju putih ini- yang telah diduga sebagai pengacau di rumah makan
milik Siangkoan Giok Lin, seperti yang telah di laporkan tadi oleh
orang-orangnya Siangkoan Giok Lin, tahu-tahu tubuhnya terjengkang kena didorong
kuat sekali oleh telapak tangan Giok Han.
Dorongan telapak tangan Giok
Han pun bukan dorongan sembarangan, sebab begitu terdorong, ada tiga tulang
rusuk pemimpin pasukan tentara itu yang patah, terdengar suara "krekkkk,
kreekkkk" dan tubuhnya rubuh terjengkang kelojotan sebentar, kemudian
pingsan tidak sadarkan diri !
Kawan-kawannya jadi kaget,
semuanya menghunus golok dan tombak, mengepung Giok Han. Tapi Giok Han
melangkah maju terus, dia mengelak beberapa bacokan, selalu tangannya bergerak
sambil ia melangkah maju, maka terlemparlah beberapa tubuh yang terbanting
berkelojotan di tanah tidak bisa bangun ! Sisa tentara negeri jadi gentar
menyaksikan itu, mereka masih mengurung, tapi tidak berani maju menyerang.
Kwa Tin Bun sudan cepat-cepat
angkat kaki begitu ditinggal Giok Han. Sedangkan Giok Han terus melangkah masuk
ke ruang dalam gedung Siangkoan Giok Lin yang sangat besar.
"Orang she Siangkoan,
keluarlah untuk bicara denganku !" teriak Giok Han. Suaranya bergema dalam
gedung yang mewah dan megah itu.
Dari dalam keluar seorang
pemuda berpakaian mewah, dengan diiringi empat orang tukang pukul yang
masing-masing bersenjata tajam.
"Bocah, siapa kau? A pa
yang kau kehendaki mengacau di sini ?" bentak pemuda berpakaian mewah itu
setelah datang dekat dengan Giok Han.
Mata Giok Han tajam mengawasi
pemuda itu, kemudian kepada anak buah pemuda itu. "Hemmmmm, masih ada
hubungan apa kau dengan Siangkoan Giok Lin ?" tanya Giok Han.
"Apa kehendakmu mencari
ayahku ?" bentak pemuda itu yang tidak menyahuti pertanyaan Giok Han,
malah balik bertanya.
"Bagus ! Rupanya kau anak
si bangsat she Siangkoan!" Kata Giok Han.
Pemuda berpakaian mewah itu
memang anak Siangkoan Giok Lin, dia bernama Siangkoan Ok. Umurnya hampir
duapuluh empat tahun di bulan citgwee mendatang, sejak kecil ia banyak belajar
ilmu silat dari berbagai guru, maka dari itu tak pernah kenal takut.
Sekarang biarpun sudah
menerima laporan dari anak buahnya tentang pengacauan Giok Han di rumah makan
milik ayahnya, dia tidak gentar sedikitpun, apa lagi melihat Giok Han masih
berusia begitu muda.
Tapi bukan main kagetnya
ketika tahu-tahu tubuh Giok Han segesit burung walet sudah melayang di
depannya. Dia sejak kecil sudah meyakinkan ilmu pukulan yang mengandalkan
kekuatan gwakwang (tenaga luar), maka kedua tangannya menghantam kuat ke tubuh
Giok Han yang tengah meluncur.
Namun, tahu tahu tubuh Giok
Han seperti lemasnya sepotong karet, bisa meliuk ke samping, mata Siangkoan Ok
berkunang-kunang. karena kena kepalan tangan Giok Han. Saat itu Siangkoan Ok
masih berusaha untuk menyelamatkan diri, dia membuang diri ke samping, berputar
sambil berseru:
"Tangkap dia...!"
Baru habis dia berkata begitu, tengkuknya dirasakan baal, telah ditotok Giok
Han, kaki Giok Han pun sudah mendupak pinggangnya, tidak ampun lagi tubuh
Siangkoan Ok terjungkel jumpalitan bergulingan di lantai dan sebelum ia sempat
tahu apa-apa, tangan Giok Han sudah menotok Hong hu-hiat nya, seketika tubuhnya
kejang.
Semua terjadi dalam waktu
singkat, tidak lebih dari empat detik ! Orang-orang yang bersama Siangkoan Ok
jadi berdiri kesima. Begitu tersadar segera mereka menyerbu dengan senjata
masing-masing.
"Mundur !" bentak
Giok Han, pedangnya sudan ditandalkan diperut Siangkoan Ok.
Untuk kedua kalinya empat
orang itu jadi terkesiap, mereka merandek melihat jiwa majikan muda mereka
terancam bahaya, tidak seorangpun berani maju.
"Panggil Siangkoan Giok
Lin keluar !" bentak Giok Han lagi dengan suara tawar.
Salah seorang diantara keempat
orang.itu segera berlari kedalam. Tak lama kemudian keluar seorang lelaki
setengah tua kurus jangkung dengan thungsha mentereng mewah terbuat dari sutera
Souwciu yang terkenal, melangkah cepat sekali.Mukanya tampak muram, matanya
bersinar tajam. Lengan jubahnya dikebaskan.
"Siapakah Siauwhiap ?
Kudengar kau mencariku ?" tanyanya dengan sikap yang angkuh. "Dan...
bersalah apakah anakku sehingga diperlakukan seperti itu oleh Siauwhiap ?"
Giok mengawasi tajam lelaki
jangkung kurus tersebut. "Engkaukah Siangkoan Giok Lin ?"
"Tidak salah... kalau
Siauwhiap ada persoalan, mari kita bicara baik-baik di ruang dalam..."
"Hemmm, aku ingin memberitahukan
kepadamu, anakmu ini sudah mencuri burung walet yang kubawa..."
"Dusta !" teriak
Siarigkoan Giok Lin tanpa menunggu Giok Han habis bicara. "Mana mungkin
anakku mencuri burung... burung waletmu ?"
"Kau tidak percaya
?" tanya Giok Han mengejek. "Hemmm, dengarkan dulu! Dia telah mencuri
dua ekor burung walet yang kubawa bersusah payah, karenanya aku datang kemari
ingin membuktikannya. Berlutung aku sudah bisa bertemu dengannya..!"
"Dusta ! Kau jangan
bicara kurang ajar!" bentak Siangkoan Giok Lin dengan tubuh menggigil
menahan murka, tapi dia tidak bisa menerjang maju, biarpun ilmunya tinggi sebab
jiwa anaknya terancam kalau sampai ia menerjang untuk menyerang Giok Han.
"Mari kita dengarkan
pengakuannya !" kata Giok Han. "Nanti kita bisa membuktikan secara
bersama-sama. benarkah dia pencuri burung waletku itu !"
Siangkoan Giok Lin tahu alasan
yang di kemukakan Giok Han mengada-ada, tapi dia tidak berdaya, hanya menahan
gusar yang meluap sampai dirasakannya berdenyut di kepala. Dia cuma mengawasi
dengan mata yang tajam.
Giok Han mencengkeram pundak
Siangkoan Ok, yang waktu itu tiarap di lantai tanpa berdaya. Selain ia tertotok
jalan darah Hong-hu-hiatnya, juga pundaknya kena dicengkeram keras sekali,
justera pada jalan darah Bie-hiong-hiatnya, sehingga begitu kena dicengkeram
sakitnya bukan main, sampai keringat mengucur berketel-ketel sebesar biji
jagung.
"Ei, pencari tak bermalu,
apakah kau yang sudah mencuri kedua ekor burung waletku ?" bentak Giok
Han.
"Ti... ti..." Tapi
pundaknya dicengkeram Giok Han semakin keras, sakitnya sampai terasa ke sumsum
tulang-tulang-nya. Dia meringis, dan akhirnya tak kuat menahan rasa sakit itu
ketika Giok Han mengerahkan tenaga pencetan yang lebih kuat.
"Cepat mengakui perbuatan
hina dinamu !" bentak Giok Han.
"Be... benar... aku yang
mencuri burung waletmu itu !" terpaksa Siangkoan Ok membenarkan tuduhan
Giok Han.
"Berapa ekor ?"
tanya Giok Han lagi.
"Bukankah kau tadi bilang
.... dua ekor?" Siangkoan Ok merintih karena rasa sakit yang semakin
hebat.
Muka Siangkoan Giok Lin merah
padam. Dia menjejak kakinya, tubuhnya melesat kepada Giok Han, tangannya
menyambar kuat sekali kearah kepala Giok Han.
Tapi Giok Han waspada, tangan
kirinya masih tetap mencengkeram pundak Siangkoan Ok, tangan kanannya menangkis
pukulan tangan Siangkoan Giok Lin. "Dessss...!" dua kekuatan beradu
di tengah udara.
Tubuh Siangkoan Giok Lin
terpental sampai tiga tombak, tapi dia hinggap di lantai dengan tidak kurang
suatu apa. Mukanya saja yang jadi pucat, karena segera dia tahu pemuda kurus
berbaju putih yang tampaknya lemah ini memiliki kekuatan yang tidak boleh
diremehkan.
Tubuh Giok Kan juga tergetar
akibat tangkisannya terhadap pukulan Siangkoan Giok Lin. Hemm, tua-bangka ini
tidak boleh dipandang ringan...!" pikir Giok Han. Dia mengerahkan tenaga
mencengkeram lagi pundak Siangkoan Ok sambil tertawa dingin. "Bukankab
kedua burung waletku itu telah kau makan?" bentaknya lagi pada Siangkoan
Ok.
"Ya... ya... aduhhhh,
ampunilah aku... aduhhhh."
Jawab yang pasti, apakah kedua
burung waletku itu telah kau masak dan makan?"
"Ya... ya, aku telah
makan!" menyahuti Siangkoan Ok sekenanya karena rasa sakit yang
dideritanya hampir-hampir tidak tertahan lagi.
Giok Han mendengus mengejek
memandang Siangkoan Giok Lin. "Nah, kau sudah mendengar pengakuan anakmu,
bukan ?" Kita semua sudah mendengarnya! Dialah pencuri hina dina !"
Siangkoan Giok Lin mengetahui
pemuda baju putih ini berkepandaian tinggi, menahan rasa gusarnya, dia
merangkapkan kedua tangannya. "Siauw-hiap," katanya. "Kalau anak
ku bersalah, maafkanlah. Berapa kerugianmu, akan kuganti sepuluh kali lipat.
Lepaskanlah anakku, mari kita bicara...!"
"Hemm, enak saja kau
bicara ! Kedua burung waletku itu adalah walet-walet ajaib. Kedua burung walet
itu bisa bicara, bisa tertawa, bisa menangis ! Sekarang kedua burung yang
begitu bagus telah digares bangsat hina dina ini, kau ganti selaksa tahil pun
tidak bisa memadai kehebatan kedua burung itu ! Aku tidak akan puas kalau belum
membuktikan sendiri, apakah benar-benar dia sudah gegares kedua burung waletku,
atau memang dia hanya menyembunyikan kedua burung waletku itu"
Dan tangan kanannya membetot
baju Siangkoan Ok, "breeettttt !" baju itu robek lebar dan tampak
perut Siangkoan Ok yang putih mulus agak gendut. "Akan kubelek perut ini,
apakah benar-benar dia sudah gegares burung-burungku itu!"
Muka Siangkoan Giok Lin jadi
pucat pias. Semua orang yang berada di ruang itu pun jadi memandang pucat
dengan mulut ternganga. Tubuh Siangkoan Giok Lin menggigil menahan kegusaran
yang sudah meluap.
Tapi dengan anaknya berada
dalam ancaman di tangan Giok Han, apa yang bisa dilakukannya. Keringat sudah
mengucur deras di muka Siangkoan Giok Lin.
"Sahabat, sebutkan apa
yang kau kehendaki ! Katakanlah, janganlah mempermainkan kami seperti ini
!" kata Siangkoan Giok Lin dengan suara penuh kegusaran. "Kalau kau
kehabisan uang dalam perjalanan, asal kuperintahkan orang-orangku untuk
menyediakannya. Janganlah kau bergurau seperti ini !"
Giok Han tertawa dingin.
"Siapa yang bergurau
dengan kau ? Aku bersungguh-sungguh ingin melihat dan membuktikan apakah di
perutnya terdapat daging burung-burungku itu...!" setelah berkata begitu.
Giok Han menggerakkan pedangnya"
"Tahan !" teriak
Siangkoan Giok Lin. Tapi Giok Han tidak perduli, dia menggores perut Siangkoan
Ok beberapakali, seketika kulit perut itu terluka dan mengucurkan darah.
Siangkoan Ok menjerit-jerit
seperti babi hendak dipotong, ketakutan bukan main. Saking ketakutan lenyap
malu dai harga dirinya, dia memekik: Thia-thia... oooo, tolong aku... dia ingin
membunuhku, ingin membelek perutku !"
Muka Siangkoan Giok Lin jadi
merah, pucat dan kehijau-hijauan bergantian, tubuhnya menggigil keras.
"Baiklah !" katanya
kemudian sambil membanting kaki. "Sebutkanlah sahabat, dengan apa jiwa
anakku bisa ditebus? Aku akan menyetujui apa yang kau inginkan sebagai
ganti-tukar jiwa anakku !"
Giok Han tertawa dingin.
"Kau berikan aku selaksa tahil perakpun aku tidak akan senang kalau belum
membuktikan apakah benar-benar dia sudah makan daging burung waletku !"
menyanuti Giok Han.
"Ampunilah aku . . . oooo,
jangan belek Perutku ...!"
"meratap Siangkoan Ok.
Semua orang di ruang itu jadi kebingungan, mereka tidak tahu apa yang harus
diperbuat. Sejahat-jahatnya Siangkoan Giok Lin, tapi melihat perut anaknya
digores berlumuran darah seperti itu, dan katanya mau dibelek, jadi runtuh
semua kesombongannya. Dari kemarahan yang menyala-nyala meluap sampai kekepala,
sekarang tubuhnya jadi lemas dan dia berkuatir bukan main.
"Sahabat. kita belum
pernah bertemu sebelumnya, kita seperti air taut dengan air sumur yang tidak
pernah saling mengganggu. Marilah kita bicara terus terang, kalau kau mau
perintah, perintahkanlah, aku pasti akan memenuhi semua permintaanmu!"
"Hemmm, terlalu gampang
jika bicara, apakah kau kira kedua burung waletku itu kalah berharganya dengan
hartamu ?" bentak Giok Han.
"Bukan begitu maksudku...
kau dengar dulu perkataanku, sahabat..."
"Hemmm, lihat, aku ingin
membelek perutnya, mari kita buktikan !" kata Giok Han. Dia menggores lagi
perut Siangkoan Ok. Semua ini hanya ingin memberi hajaran kepada Siangkoan Giok
Lin ayah dan anak, tapi sesungguhnya dia tidak menginginkan jiwa Siangkoan Ok.
dia menggores tidak terlalu dalam. Tak urung darah memancur keluar deras
sekali, perut yang semula putih mulus jadi merah.
Siangkoan OK kesakitan,
ketakutan setengah mati waktu merasa mata pedang melukai perutnya. Dia
menjerit-jerit dan akhirnya pingsan tak sadarkan diri akibat ketakutan yang tak
tertahankan !
Siangkoan Giok Lin putus asa,
dia murka luar biasa, mukanya jadi bengis sekali. "Baiklah ! Kau bunuhlah
! Tapi, kau juga jangan harap bisa meninggalkan tempat ini, tubuhmu akan
kucingcang jadi laksaan potong. .. !"
Waktu berkata begitu Siangkoan
Giok Lin melangkah maju menghampiri Giok Han, mukanya menyeramkan, telapak
tangannya terangkat, memancarkan warna merah, karena ia sudah mengerahkan
tenaga khikang pada kedua lengannya, siap menerjang dan menyerang Giok Han.
Melihat Siangkoan Giok Lin
menyerangnya juga Siangkoan Ok sudah pingsan. Giok Han melemparkan tubuh putera
Siangkoan Giok Lin, tubuh pemuda itu akan terbang kalau saja Siangkoan Giok Lin
tidak cepat-cepat mencelat gesit menjambuti tubuh anaknya. Segera dia
memberikan kepada dua orang anak buahnya yang telah maju didekatnya. Dengan
mata menyala bengis dia menghadapi Giok Han, yang sudah berdiri dengan sikap
mengejek.
"Sahabat, kita tidak
saling kenal satu dengan lain," kata Siangkoan Giok Lin bengis, "Tapi
kau sudah melakukan penghinaan yang melampaui batas! Sepak terjangmu sudah sama
perbuatan manusia sinting, aku Siangkoan Giok Lin ingin main-main denganmu,
minta petunjukmu..!"
"Manusia terkutuk
Siangkoan !" bentak Giok Han dingin. "Kedosaan apapun telah kau
lakukan, bahkan sekarang sudah melewati takaran! Dengan pengaruhmu kau menindas
yang tak berdaya untuk menerima kesengsaraan. Bahkan kudengar sekarang kaupun
sudah menjadi anjingnya Kaisar."
Siangkoan Giok Lin tertawa
berkakak-kakak, kini pulih sikap sombongnya. Tanpa dibawah ancaman keselamatan
anaknya, dia bisa berlaku tenang. Dengan angkuh dia menyahuti: "Sedikitpun
tidak salah ! Kalau kau sudah mengetahui bahwa aku akan diangkat oleh Hongsiang
sebagai orang terhormat di Kang-sauw ini, mengapa kau tidak cepat-cepat
berlutut meminta pengampunan dariku? Anugerah Hongsiang begitu cemerlang dan
dalam waktu dekat akulah satu-satunya orang paling berkuasa di Kang-sauw ini,
congtok, tiekoan dan pembesar negeri di propinsi ini harus mematuhi setiap perintahku,
karena akulah pengawas yang diangkoat oleh Hongsiang !"
"Anjing rendah hina dina
tidak tahu malu!" memaki Giok Han gusar. "Manusia seperti kau harus
dilenyapkan, agar berkurang kesengsaraan rakyat."
Giok Han juga baru tahu,
mengapa Siangkoan Giok Lin bisa mengharuskan setiap pembesar negeri setiap
bulan mengantarkan "upeti" padanya Dia bukan hanya membentak,
pedangnya sudah berkelebat menyilaukan mata ke arah tenggorokan Siangkoan Giok
Lin, tubuhnya begitu gesit, sehingga orang-orang di ruang itu tidak melihat
cara bergeraknya !
Siangkoan Giok Lin kaget,
matanya silau oleh sinar pedang, tapi iapun tahu tidak boleh, berdiam diri
saja. Cepat-cepat dia melompat ke samping kanan, maksudnya ingin mengelak.
Namun, "bretttt!" baju di pundaknya kena disontek ujung pedang Giok
Han, robek dan terlihat kulit pundaknya yang merah oleh darah karena kulit
pundaknya telah tergores cukup dalam !
Giok Han tidak bertindak
sampai di situ saja, tubuhnya melesat cepat dan sudah berdiri di samping
Siangkoan Giok Lin, pedangnya berkelebat lagi. Sekali ini pedangnya mengincar
pinggang Siangkoan Giok Lin, ia menikam dengan jurus "Tian Ek Mo In"
atau "Biruang Sayap Mengusap Awan", satu jurus maut kalau tidak bisa
dihindarkan oleh lawannya.
Ancaman itu hebat, Siangkoan
Giok Lin menyadarinya, ia tidak menoleh lagi mengelak dengan "Hun Kang
Toan Liu" atau "Membendung Sungai Memutuskan Aliran", sambil
tubuhnya miring tanpa merobah kedudukan kedua kakinya, kemudian tangannya
membarengi merabah pinggangnya, tahu-tahu tangannya sudah menggenggam senjata
yang cukup aneh yaitu semacam cambuk, hanya saja cambuk lemas itu penuh oleh
duri, sebab senjata itu terbuat dari tulang ikan cucut dilengkapi oleh lapisan
baja ! itulah senjata andalan Siangkoan Giok Lin, yang selama ini mengangkat
namanya menjagoi di Kang-sauw !
Dalam detik-detik berbahaya
untuk keselamatan jiwanya, Siangkoan Giok Lin menotok pedang Giok Han dengan
ujung gagang pecutnya itu, berbareng juga tubuhnya berputar tahu-tahu cambuknya
yang luar biasa itu menyambar ke arah leher Giok Han. Kalau mengenai sasaran,
niscaya leher Giok Han sama saja seperti disate, yang bisa mematikan !
Kaget juga Giok Han melihat
senjata lawannya dan cara bergeraknya yang cukup aneh.. Tapi, ia tidak membuang
waktu menabas dengan pedangnya. "Tringgg !" pedang membentur cambuk
aneh lawan, maksudnya hendak menabas putus, tapi kenyataan cambuk itu merupakan
senjata mustika yang tidak dapat dipapas oleh senjata tajan apapun, karena
dibuat sedemikian rupa kuatnya!
Siangkoan Giok Lin tertawa
mengejek, tangannya tidak berhenti bergerak cambuknya sudah menyambar dengan
elukan yang aneh, seperti seekor naga yang memutar tubuhnya dengan ganas ke
arah batok kepala Giok Han !
Alis Giok Han berdiri, dia
mendongkol karena beberapakali gagal mendesak lawannya. Melihat berbahaya,
serangan Siangkoan Giok Lin sekali ini, segera ia merobah cara bersilatnya,
sekarang mempergunakan Lo-han Kiam-hoat (Ilniu Silat Pedang Arhad), pedangnya
diputar secepat titiran, sinarnya se-peiti menguning Giok Han, bahkan hawa yang
dipantulkan dari putaran pedang itu dingin sekali mendesak Siangkoan Giok Lin,
yang mau tak mau harus mundur tak kuat untuk menerjang terus.
Mempergunakan lawannya sedang
mundur Giok Han membarengi mempergunakan jurus "Lo-han Liu-seng" atau
"Arhad Sapu Bintang" dan sama pesatnya seperti melesatnya bintang
sapu, pedang Giok Han menyambar.
"Aduhhh !" Tubuh
Siangkoan Giok Lin terhuyung mundur sambil tangan kiri memegangi tangan
kanannya, mukanya meringis menahan sakit, hampir saja cambuknya terlepas dari
genggaman, pergelangan tangannya kena ditikam cukup dalam oleh mata pedang Giok
Han.
Tidak buang waktu Giok Han
melompat sambil menikam dengan "Lo-han Tek Seng" atau "Arhad
Memetik Bintang". akan menyelesaikan pertempuran itu dengan tikaman maut
ke perut lawannya.
Mata Siangtoan Giok Lin
terbuka lebar-lebar. la tahu bahaya yang mengancam ke selamatan jiwanya, tapi
ia tidak berdaya lagi. Tikaman itu selain cepat dan mengandung maut, juga
tangan kanan Siangkoan Giok Lin seperti kaku tak bertenaga sulit diangkat
menggerakkan cambuk durinya. Untuk melompat mundur mengelakkan, sudah tidak keburu
lagi, inilah detik-detik yang mengandung maut untuk Siangkoan Giok Lin, semua
orang yang menyaksikan dengan mata terbuka lebar-lebar kaget tanpa bisa
memberikan pertolongan, mereka hanya mengawasi saja pedang Giok Han meluncur
dan akan menikam pada sasarannya. Tampaknya sudah tak ada jalan hidup buat
Siangkoan Giok Lin.
Giok Han sendiri memang
bermaksud menyudahi hidup jago Kangsouw yang selalu bertindak sewenang-wenang
ini, melenyapkan penyakit buat orang-orang yang tak berdaya yang selama ini
ditindasnya. Dia yakin tikamannya sekali ini tak mungkin bisa di hindarkan oleh
lawannya.
"Tranngggg ..."
pedang Giok Han mendadak menikam benda keras yang terbuat dari besi, sampai
pedang itu melengkung dan mental ke samping. Tangannya tergetar kesemutan, ia
kaget dan melompat kesamping kanan dua kaki. Di depannya berdiri seorang Lhama
berjubah merah berkepala botak tapi beralis tebal, hidung mancung dan bibir
tebal.
Tubuh Lhama itu gemuk dampak,
tangannya mengelus-elus mangkok baja yang tadi dipergunakan untuk menahan mata
pedang Giok Han yang ingin menikam Siangkoan Giok Lin. Mulutnya tengah
tersenyum sambil gumamnya: "Akhhh, hampir saja mangkok sedekahku dibikin
rusak. Celaka aku si pendeta miskin kalau mangkok sedekahku rusak, tidak
mungkin bisa meminta sedekah lagi!"
Ditimang-timang mangkok baja
itu, yang biasa memang dibawa-bawa oleh setiap Lhama, yang dipergunakan untuk
meminta derma. Cuma bedanya dari mangkok sedekah Lhama yang Iain, yang terbuat
dari kayu, justeru mangkok sedekah Lhama ini, yang mungkin berusia 50 tahun,
terbuat dari baja, berkilauan terkena cahaya mengkilap.
Siangkoan Giok Lin seperti
baru lolos dari lobang maut, tercengang sejenak, kemudian tanpa buang waktu ia
melompat mundur. Melihat Lhama itu, mukanya yang semula pucat pias seketika
jadi terang berseri-seri.
"Fat-sang Hoat-ong . . .
kebetulan Hoat-ong datang ! Tangkaplah pemberontak itu !" Teriak Siangkoan
Giok Lin nyaring.
Lhama itu menoleh tersenyum
pada Siangkoan Giok Lin. "Taijin, tugas suci seorang pendeta bukanlah
menangkap manusia, tapi menangkap siluman ! Seorang pendeta memiliki kesalehan
dan welas asih, kalau dia mau pergi, aku tak akan menahannya !"
Fat-sang Hoat-ong seorang
Lhama dari Lhasa yang sengaja diundang oleh Kaisar, menjadi jago andalan Kaisar
dalam menghadapi para pendekar silat Tionggoan yang akhir-akhir ini bangkit
semakin banyak untuk mendukung pemberontak.
Sebagai Hoat-ong (guru agama).
Fat-sang merupakan orang terhormat dan di kagumi oleh semua Mentri maupun para
pembantu Kaisar. la memiliki ilmu silat yang tinggi. Tapi, tadi waktu menangkis
tikaman pedang Giok Han, ia kaget tak terkira.
Memang tampaknya Fat-sang Hoat
ong tenang-tenang saja, sesungguhnya dia heran tangannya sampai tergetar keras
dan pedang si pemuda tidak terlepas dari cekalan, bahkan Giok Han tidak kurang
sesuatu.
Sebab itu, ia tidak mau
sembarangan bentrok dengan Giok Han, ia sengaja memberi jalan kepada Giok Han
untuk pergi meninggalkan tempat ini. Kedatangannya di-gedung Siangkoan Giok Lin
bertepatan saat ia melihat jiwa Siangkoan Giok Lin terancam di mata pedang Giok
Han, ia cepat turun tangan menangkis dengan mangkok sedekahnya sehingga
selamatlah jiwa jago Kang-souw itu.
Giok Han sendiri tahu pendeta
Lhama ini rupanya bukan pendeta sembarangan, memiliki kepandaian yang tak bisa
diremehkan. la penasaran, sebab belum bisa merubuhkan Siangkoan Giok Lin,
matanya menatap tajam.
"Siapakah Taisu".
tanyanya dingin. Fat-sang Hoat-ong membawa sikap seperti di tempat itu tidak
ada seorangpun yang bisa dihormati, ia tersenyum tanpa menoleh kepada Giok Han,
hanya mengusap-usap mangkok bajanya.
"Hanya pendeta miskin
yang beruntung dianugrahi Hongsiang kedudukan sebagai Guru Negri! Nah, pergilah
kau. pendeta selalu memiliki welas asih dan pantang untuk membunuh kalau tidak
terpaksa !"
Giok Han tertawa mengejek.
"Ooooh, tidak tahunya Guru Negara," dingin suaranya. "Baik,
beruntung sekarang aku bertemu dengan Guru Negara, tentu saja akan tidak mau
sia-siakan kesempatan untuk mita petunjuk darimu !"
Belum lagi suaranya habis,
pedangnya sudah menyambar cepat sekali sekaligus menikam tigakali. dengan
"Lo-han Gin Hong" (Arhad Pelangi Perak), "Lo-han Kian-yo"
(Arhad Menuntun kambing) dan "Lo-han Kie-hwee" (Arhad Memangkat
obor). Ketiga jurus cari Lo-han kiam hoat ini sama-sama dahsyat, tenaga tikaman
yang disertai oleh tenaga dalam yang kuat dan cara nenikam yang sulit diterka
sebetulnya merupakan jurus2 yang tak mudah untuk dielakkan.
Tapi, Fat-sang Hoat-ong
tenang-tenang saja, mangkok bajanya seperti memiliki mata waktu ia
mengendalikannya, terdengar "tringgggg," tiga kali dan ketiga
serangan Giok Han bisa ditangkisnya sama kuatnya.
"Apakah kau tidak mau
berterima kasih diberi jalan hidup dan malah memilih jalan kematian ?"
bentak Fat sang Hoat-ong nyaring
Giok Han tidak menyahuti, dia
menikam beberapakali lebih dahsyat, angin berkesiuras ditimbulkan dari
pedangnya yang berputar tak hentinya mengincar bagi yang mematikan di tubuh
Fat-sang Hoat-ong.
Tapi Lhama ini benar-benar
tangguh, karena ia bisa menghadapi semua serangan Giok Han dengan sangat mudah.
Sampai akhirnya barulah Fat-sang Hoat-ong kaget, ketika ia menangkis pedang
Giok Han, mendadak pedang itu melejit dan tahu2 menikam kearah lehernya !
Untung saja Lhama ini lihai, sehingga cepat bisa menghindarkan tikaman itu.
Tidak-urung hati Fat-sang
Hoat-ong berdebar dan keringat dingin mengalir keluar. "Pemuda ini
berbahaya.." pikirnya dan ia tidak berani meremehkan lagi, menghadapinya
lebih hati-hati.
Semua orang yang menyaksikan
perkelahian yang tengah berlangsung jadi mengawali kagum, betapa dua sosok
bayangan, yang satu merah dan yang satunya lagi sosok bayangan putih,
berkelebat-kelebat lincah sampai sulit diikuti oleh pandangan mata orang biasa.
Siangkoang G.iok Lin sendiri
menggidik. Matanya kabur melihat kedua orang yang tengah berkelahi itu. Coba
kalau Fai-sang Hoat ong tidak keburu datang, niscaya ia sukar menghadapi Giok
Han yang ternyata sangat lihay.
Diam-diam Giok Han mengeluh
juga walau pun ia memiliki ilmu pedang yang aneh dan dahsyat, tapi kalah
latihan dan pengalaman dibandingkan dengan Fat-sang Hoat-ong. Setelah Lhama itu
mencurahkan seluruh perhatian menghadapinya serius, seketika Giok Han merasa
agak terdesak.
Benar Fat-sang Hoat-ong
seringkali kaget menerima serangan yang aneh dari Giok Han, tapi ia menang
tenaga dan pengalaman maka ia bisa balik mendesak Giok Han.
Setelah bertempur lebih dari
limapuluh jurus, diam-diam Fat-sang Hoat ong kagum campur heran. "Aneh,
siapa bocah ini ? Mengapa ilmunya demikian aneh dan juga tidak rendah ? usianya
masih demikiad muda kalau dibiarkan dia angkat kaki, kelak merupakan bibit penyakit
di depan mata!"
Karena berpikir begitu, Fat
sang Hoat-ong merobah cara bertempurnya. Tubuhnya yang gemuk dampak ternyata
bisa berkelebat ke sana kemari lincah sekali, mangkok baja nya seperti topi
baja yang berulang kali menyambar akan menungkrup kepala Giok Han.
Tentu saja, kepala Giok Han
akan pecah jika mangkok baja itu sekali saja bisa menungkrap kepalanya, sebab
setiap serangan mangkok baja Lhama itu disertai tenaga khikang yang kuat !
Giok Han terdesak, semakin
lama ia semakin berkurang balas menyerang, hanya mengelak dan menangkis setiap
serangan Lhama ini. Memang tidak mungkin Lhama itu bisa merubuhkannya dalam
seratus atau duaratus jurus, namnn Giok Han pun tampaknya tidak mungkin bisa
mendesak pendeta itu.
Sebab itu ia berpikir untuk
menyingkir dari tempat ini. karena jika sampai kehabisan tenaga dan Siangkoan
Giok Lin serta orang-orangnya ikut mengepungnya, jelas dirinya sulit meloloskan
diri. Berpikir begitu Giok Han segera berseru nyaring, pedangnya
berkelebat-kelebat dahsyat, dan tahu-tahu tubuhnya melompat terapung ke
belakang, berjumpalitan untuk menjauhkan diri dari Fat-sang Hoat-ong.
"He-heh-heh, mau pergi
kemana, bocah?" mengejek Fat-sang Hoat-ong, segera tangannya bergerak.
Mangkok bajanya itu seperti meteor menyambar pesat ke arah kepala Giok Han,
Angin sambaran mangkok baja kuat sekali, mengejutkan Giok Han.
Dia memiringkan kepalanya
menghindar, tapi tidak urung waktu mangkos. baja lewat di samping telinganya
terasa pedas pedih, menandakan kuatnya tenaga melontar yang dipakai oleh Lhama
tersebut! Mangkok baja itu menyambar terus kedepan, amblas ke dalam tembok,
sampai terlihat hanya pantat mangkok belaka !
Giok Han tidak membuang waktu
melompat ke atas penglari, kemudian melompat lagi ke luar pekarangan, tubuhnya
ringan melompati tembok pekarangan. Siangkoan Giok Lin dan orang-orangnya
berteriak-teriak waktu melihat Giok Han hendak menyingkir dari situ, mereka
beramai-ramai menyerang dengan senjata rahasia. Tapi Giok Han sudah lenyap di
balik tembok.
Segera mereka memburu,
melompati tembok dan tiba di luar pekarangan. Namun disitu sudah tak tampak
bayangan Giok Han lagi.
"Kejar !" teriak
Siangkoan Giok Lin. -"Jangan biarkan dia lolos, tangkap mati atau hidup
!" ,
Fat-sang Hoat-ong sampai
diluar pekarangan dengan sikap yang diagung-agungkan. tubuhnya yang gemuk
dampak berjalan perlahan-lahan seakan memang tidak berkeinginan mengejar.
"Biarkan dia pergi, aku sengaja membiarkan dia pergi!" Kata Lhama
itu, nyaring suaranya.
Siangkoan Giok Lin memandang
tercengang kepada Lhama itu. Tampaknya dia tidak puas.
"Hoat-ong, dia... dia
pemberontak yang memusuhi Hongsiang. Tadi dia begitu beringas mengetahui aku
bekerja untuk negara ..." bilang Siangkoan Giok Lin tidak puas.
"Pendeta selalu welas
asih dan penuh prikemanusiaan ! Untuk menangkap dia sangat mudah, sama dengan
membalikkan telapak tangan. Tapi dia masih sangat muda, kelak dia bisa merobah
pendiriannya... sengaja aku lepaskannya !" menyahuti Fat-sang Hoat-ong
sombong.
Siangkoan Giok Lin diam tidak
bilang apa-apa lagi, tapi dari mukanya tampak rasa tak puas. Di hatinya dia
berpikir: "KaIau memang kau sanggup merubuhkan, tentu tadi kau sudah
merubuhkannya ! Justeru kau tidak berdaya apa-apa terhtdapnya...!"
Fat-sang Hoat-ong melihat
sikap tak puas Siangkoan Giok Lm, dia tertawa dingin. "Sudahlah, Siangkoan
Loyacu. Kalau bocah itu kelak berani banyak lingkah lagi di sini akan
kubuktikan dalam lima jurus untuk membekuknya !" katanya dengan sikap acuh
tak acuh, angkuh.
Siangkoan Giok Lin seorang
licik dan cerdik, kalau tidak mana mungkin dia bisa memperoleh kepercayaan
Kaisar ? Karena dari itu cepat dia bisa menyesuaikan diri dengan keadaan. Dia
tertawa bergelak-gelak.
"Ya, kalau Hoat-ong
berada di sini, jangan kata bocah tengik itu, biarpun setan iblis akan kabur
begitu melihat bayangan Hoat-ong ! Beruntung Hoat-ong datang tepat waktunya,
jika tidak kita sudah tak bisa mengobrol lagi ! Ha-ha-ha-hah !"
Kemudian dia repot perintahkan
orang-orangnya buat mempersiapkan meja perjamuan untuk menjamu tamu kehormatan
tersebut.
"Aku datang kemari
membawa pesan rahasia dari Hongsiang," bilang Fat-sang Hoat-ong setelah
masing-masing duduk di depan meja perjamuan. "Hongsiang bilang, Siangkoan
Loyacu seorang yang setia kepada negara dan pandai bekerja, maka Hongsiang
ingin mempercayai untuk melakukan suatu pekerjaan besar untuk Loyacu. Tentu
saja, kalau sudah rampung, Loyacu akan dianugerahi pangkat yang pantas dari
Hongsiang..!"
Muka Siangkoan Giok Lin
berseri-seri. "Walaupun harus terjun dalam minyak panas mendidih,
Siangkoan Giok Lin akan mengabdi penuh kesetiaan pada Hongsiang!" Katanya
bersemangat.
"Bagus !" mengangguk
Fat sang Hoat-ong "Hongsiang mendengar akhir-akhir ini cukup banyak
pemberontak yang berkumpul di Kang-souw, mengingat Loyacu memiliki banyak
sahabat, maka Loyacu diminta untuk menghimpun mereka, kemudian memberantas mereka.
Caranya terserah pada Loyacu, Hong-siang percaya sepenuhnya, ingin mengadu
dombakan mereka agar kekuatan pemberontak itu lemah, ataupun juga cara
melakukan pemberantas dengan tangan besi. Tentu Loyacu sanggup melaksanakan
permintaan Hongsiang, bukan ?"
"Itu urusan gampang,
Hoat-ong ! Percayalah, Siangkoan Giok Lin akan melaksanakan tugas itu seperti
yang diharapkan Hongsiang. Sekarang, marilah kita tenggak arak kegembiraan
!"
Fat-sang Hoat-ong walaupun
seorang Lhama, tapi tak segan-segan mengangkat cawan araknya dan meneguk
isinya, mereka bercakap-cakap sambil tertawa-tawa.
0000O0000
Kemana perginya Giok Han ?
Ternyata ketika ia melompati tembok dan meloncat turun ke tanah, ada sosok
bayangan berkelebat tidak jauh darinya, "sssttrt. ikut aku !" bisik
sosok bayangan itu, yang bergerak gesit sekali.
Giok Han tercengang sejenak,
tapi segera mengempos Ginkang mengikuti sosok bayangan itu, yang mengajaknya
menyelinap ke dalam semak belukar. Tampaknya sosok bayangan ini mengenal benar
keadaan di tempat tersebut. Di belakang terdengar suara ribut-ribut, terdengar
juga suara Siangkoan Giok Lin yang tengah perintahkan orang-orangnya untuk
melakukan pengejaran dan mencari Giok Han.
Setelah mengikuti beberapa
saat sosok bayangan itu, Giok Han sampai di balik sebidang tembok yang agak
kotor, tidak tampak seorang manusiapun di situ. Di sebelah kanan tidak jauh
dari situ tampak keranjang-keranjang sampah, yang tidak teratur berantakan. Seekor
kucing mengorek-ngorek sampah yang tercecer. Sosok bayangan itu menendang
perlahan mengusir kucing itu", kemudian memutar tubuhnya.
Sejak mengikuti, Giok Han
melihat bentuk yang ramping dan tidak terlalu tinggi. tapi gerakan sosok
bayangan itu sangat gesit. Dia menduga-duga entah siapa orang ini. la yakin
sosok bayangan ini seseorang yang tidak bermaksud tak baik padanya, karena ia
yang mengajaknya menyingkir dari kejaran Siangkoan Giok Lin dan orang-orangnya.
Sekarang orang ini sudah
berdiri menghadap padanya, ia bisa- melihat jelas mukanya. Usia orang ini masih
muda, tapi mukanya kotor, pakaiannya pun ternyata kotor, biarpun tidak ada yang
robek. Melihat cara berpakaiannya, selintas dapat diambil kesimpulan pemuda ini
seorang pengemis. "Terima kasih atas bantuanmu," kata Giok Han
memberi hormat, "kau telah membantu aku menyingkir dari kejaran orang she
Siangkoan itu !"
Pengemis muda ini mengawasi
Giok Han sambil cengar-cengir, katanya: "Siapa perduli dengan urusanmu ?
Aku membawamu kemari karena ada pekerjaan yang ingin kuberikan kepadamu."
"Pekerjaan ? Pekerjaan
apa ?" tanya Giok Han heran melihat sikap pengemis muda ini.
"Siapakah kau ?"
Pengemis muda itu menekan topi
butut yang menutupi kepalanya sampai melesak ke dalam menutupi sebagian besar
keningnya, mulutnya masih cengar-cengir. "Kulihat kau memiliki tenaga yang
cukup kuat, bagaimana kalau sekarang kau membantuku membersihkan sampah-sampah
yang tercecer di sini ? Tempat ini terlalu kotor, sebelumnya merupakan tempat
peristirahatanku yang paling enak."
Giok Han tersenyum. la tahu,
itulah alasan yang dibuat-buat oleh pengemis muda ini, mengelak ucapan terima
kasihnya. Dari cara dia berlari cepat tadi sudah bisa dipastikan pengemis muda
ini bukanlah sembarang pencemis "Baik. Mari kita bersihkan tempat
ini."
Giok Han mengerahkan tenaga
dalamnya, disalurkan pada kedua lengannya, kemudi ui menggerak-gerakkan
keduatangannya, diputar-putar seperti kitiran, maka kenas maupun
kotoran-kotoran lainnya berterbangan. Dalam waktu singkat sebagian tempat itu
sudah jadi bersih. Si pengemis muda tertawa "Hehe kau kacung nomor satu di
dalam dunia ini !" katanya.
Pengemis muda itu menjatuhkan
diri duduk di sisi tembok, menyender di situ, memejamkan matanya dan tidak
perduli lagi pada Giok Han.
Melihat lagak pengemis muda
ini. Giok Han berdiri ragu-ragu, kemudian dia bilang: "Saudara, kukira
tidak ada lagi yang harus kukerjakan, aku mau pergi...!"
Pengemis muda itu tetap
menyender di tembok dengan mata terpejam, seakan tidak mendengar perkataan Giok
Han. Namun waktu Giok Han melangkah belasan tindak, pengemis muda itu
memangggil: "Hei pekerjaanmu belum selesai, mengapa mau pergi cepat-cepat
?"
Giok Han menahan langkah
kakinya, menoleh tersenyum pahit. "Maafkan, aku masih punya urusan penting
yang harus kuselesaikan. Nanti kalau ada kesempatan kita pasti bertemu lagi dan
mengobrol panjang lebar. Akur ?"
Pengemis muda itu meloncat
berdiri, bertolak pinggang. "Ooo, jadi kau tidak mau menepati janjimu
?" Matanya mendelik, tapi bola matanya bening dan jernih, mukanya kotor
dengan mata melotot seperti itu membuat pengemis muda ini tampaknya lucu.
Giok Han tersenyum.
"Janji ? Aku pernah
berjanji apa padamu, saudara ?"
"Bukankah tadi kau sudah
berjanji menyatakan sanggup membantuku membersihkan tempat ini ?"
Mendongkol juga Giok Han
mendengar jawaban si pengemis. Tadi dia memang mengira si pengemis mau
membersihkan tempat ini dan meminta bantuannya, mengingat si pengemis telah
memberitahukan jalan lolos dari kejaran Siangkoan Giok Lin dan orang-orangnya,
maka Giok Han bersedia membantunya.
Tetapi siapa tahu pengemis
muda ini keterlaluan, ia enak-enak mengawasi saja setelah sebagian tempat itu
dibersihkan Giok Han, pengemis muda tersebut malah duduk menyender di tembok
dan tidur !
"Bukankah aku sudah menepati,
janjiku membantumu membersihkan tempat ini ?
Yang sebagian lagi tugasmu
untuk membersihkannya. bukankah sejak tadi kau belum ikut membersihkan tempat
iai ?" bilang Giok Han.
Muka si pengemis cemberut.
Sikapnya benar-benar membuat Giok Han jadi heran. "Aneh, pengemis ini
lagaknya seperti seorang gadis remaja yang sedang mengambek. Hu ! Dia terlalu
rewel, lebih baik aku meninggalkannya saja..."
"Pemuda malas ! Tubuh
saja besar dan tampaknya kuat, tapi kerja ringan seperti ini saja tidak sanggup
kau selesaikan!" mengoceh pengemis itu.
"Nanti jika aku memiliki
kesempatan datang kemari, akan kubersihkan lagi sebagian tempat ini yang masih
kotor. Nah, aku mau pergi dulu !"
"Mau pergi, pergilah !
Siapa yang mau melarangmu ? Pergi ! Hayo pergi ! Aku juga tidak mau melihat
mukamu lagi !" pengemis itu tampaknya tidak puas, mukanya cemberut masam.
Lagaknya benar-benar mirip seorang gadis yang tengah mendongkol dan ngambek.
Giok Han tak perduli sikap
pengemis itu, walaupun hatinya merasa tidak enak, dia mernutar tubuh dan
melangkah pergi.
Giok Han bermaksud mencari
rumah penginapan, dia berlari-lari melewati beberapa jalan yang sudah sepi,
karena hari sudah malam. Tapi ketika ia kebetulan menoleh ke-belakang, Giok Han
jadi tercengang.
"Kau . . . ?" dia
tidak bisa meneruskan perkataanya.
Pengemis muda itu ternyata
sudah berdiri di depannya, dia sejak tadi rupanya mengikuti.
"Kenapa ?" tanya si
pengemis aseran. "Apakah aku tidak boleh memakai jalan ini ?"
"Bukan . . . bukan
begitu," jawab Giok Han agak tergagap. "Tapi .... kau mengikutiku
..."
"Cisss, pemuda ceriwis ?
Siapa yang mengikutimu ?" bentak pengemis itu dengan muka berobah merah.
Tampaknya dia gusar.
"Kawan, kalau memang kau
mau, mari kita mencari mmah penginapan, nanti kita bisa mengobrol . . "
kata Giok Han yang tidak ada pilihan lain, karena dia yakin pengemis ini memang
mengikutinya sejak tadi.
"Cuiii, siapa kesudian
mengobrol dengan kau? Aku sedang menuju pulang ke rumahku, bukan mengikutimu !
Hmm, apakah kau kira ini jalanan milik kakek moyangmu sehingga hanya kau
seorang yang boleh memakainya ?"
"Bukan begitu maksudku .
. ."
"Lalu apa maksudmu ?"
Pengemis itu mendelik bertolak pinggang dan mulut yang dimonyongkan, lagaknya
ini tampak jadi Iucu sekali. Pengemis ini berusaha membawa sikap galak, tapi
bukannya tampak galak malah kelihatannya jadi lucu.
Kewalahan juga Giok Han
menghadapi sikap si pengemis, dia menggoyang-goyang kepala. "Baiklah,
kalau begitu aku pergi dulu."
"Pergi ! Siapa kesudian
menahan-nahan kau ? Hmm, huhuh !" mendengus si pengemis beberapa kali.
Giok Han melanjutkan langkah
kakinya tidak perduli dengan sikap si pengemis. Hanya ia merasa aneh. Si
pengemis lucu sekali, mempunyai perangai yang aneh. Walaupun si pengemis
bersikap kekanak-kanakan seperti itu, Giok Han tidak jadi gusar, malah merasa
geli sendirinya.
Setelah melewati dua lorong,
dia menoleh. Ternyata si pengemis berada di belakangnya. Melihat Giok Han
menoleh, si pengemis menahan langkah kakinya, membuang pandang ke samping kanan
seakan-akan sedang mencari sesuatu, Giok Han tersenyum.
"Entah apa maunya dia
mengikutiku terus?" Dan dia jadi waspada, karena kuatir justru pengemis
ini bermaksud kurang baik padanya. Melihat muka dan lagaknya, pengemis ini
jelas bukan pengemis yang tak baik, tapi mengapa dia mengikuti terus.
Giok Han melangkah lagi, dia
menikung. Tapi sengaja berdiam di balik tembok tikungan, menanti di situ. Tak
lama kemudian muncul si pengemis yang setengah berlari, rupanya kuatir
kehilangan jejak Giok Han.
"Apa kabar, kawan ?"
sapa Giok Han dan mengejutkan pengemis itu, sampai ia terloncat ke belakang
dengan muka yang pucat dan kemudian merah padam, karena kepergok serta
tertangkap basah oleh Giok Han. "Apa maksudmu mengikutiku terus menerus
?" tanya Giok Han lagi.
"Kau... kau pemuda
ceriwis !" bentak si pengemis dengan muka cemberut, malah tangannya sudah
melayang akan menampar muka Giok Han. "Mulutmu harus dihajar agar lain
kali tidak berani mengeluarkan kata-kata ceriwis..."
Giok Han miringkan kepalanya
mengelak, tapi mendadak dia merasakan dadanya berkesiuran angin. Dia kuatir
senjata rahasia, segera si pemuda meloncat ke belakang. Waktu itu si pengemis
lewat di sampingnya, ngeloyor pergi.
Giok Han berdiri tertegun di
situ beberapa saat, sampai akhirnya menghela napas, menggoyang-goyang kepala
karena benar-benar ia merasa heran terhadap kelakuan si pengemis.
"Benar-benar aneh pengemis itu..!" pikirnya. Dan ia melanjutkan lagi
langkahnya untuk mencari rumah penginapan.
Baru melangkah beberapa
tindak, mendadak muka Giok Han berobah, ia berseru kaget dan meraba dadanya.
Sekuntum bunga terbuat dari emas murni, menempel di bajunya. Ukurannya tidak
besar, seperti kancing baju lainnya, tapi, bunga itu bisa menempel di bajunya
merupakan kejadian yang mengejutkan karena pasti bunga emas ini milik si
pengemis. Giok Han tambah heran, melihat ini ia tahu kepandaian dan kecepatan
tangan pengemis itu luar biasa. Kalau tadi dipergunakan sebagai senjata
rahasia, bukankah dia bisa dicelakai si pengemis ?
Kenyataannya, pengemis itu
cuma menyantelkan bunga emas itu di bajunya. Apa maksud pengemis itu
meninggalkan perhiasan yang mungkin juga bisa dipergunakan sebagai senjata
rahasia ini ? Giok Han mengawasi teliti bunga emas itu, akhirnya diputuskan dia
harus meminta keterangan dari pengemis itu. Tubuhnya melesat cepat mengejar ke
arah depan, tapi bayangan si pengemis sudah lenyap. Mata hidungnya sudah tak
terlihat.
Lima lorong jalan yang
dilewati Giok Han. tapi si pengemis sudah menghilang tak terlihat bayangannya.
Akhirnya Giok Han menghela napas, memasukkan bunga emas ke dalam sakunya. Siapa
pengemis muda itu ? Kelakuannya benar-benar aneh.
Berjalan tidak jauh, Giok Han
melihat subuah rumah penginapan, seorang pelayan menyambutnya, ketika Giok Han
memasuki rumah penginapan tersebut. Kamar yang di berikan cukup bersih dan
besar, Giok Han mencuci muka dan rebahkan diri di pembaringan untuk istirahat.
Walaupun ia tidak mau
memikirkan tentang diri pengemis muda yang aneh, namun tetap saja pikirannya
teringat kepada pengemis yang sangat aneh gerak-geriknya itu. Dia benar-benar
jadi diliputi tanda-tanya. apa sebetulnya keinginan si pengemis ? Dia
menghilang kemana ? Apa maksudnya meninggalkan bunga emas di bajunya ?
Tapi akhirnya Giok Han
tersenyum. Bunga emas itu adalah barang yang cukup berharga. Dia bisa
mempergunakan untuk pembayaran sewa kamar di penginapan ini. la jaga berpikir
besok untuk mendatangi lagi rumah Siangkoan Giok Lin, guna mengadakan
perhitungan. Pemuda ini memejamkan matanya dan tidur pulas.
Keesokan paginya, Giok Han
bangun dengan tubuh segar. la mencuci muka, Waktu merapihkan rambutnya, pelayan
masuk membawakan santapan untuknya, makanan yang terbuat dari sarang-burung
Yan-oh. Giok Han mengerutkan kening melihat makanan itu. "Lo-tiamhoa, aku
tidak memesan makanan itu..." memberitahukan Giok Han ragu-ragu,
"mungkin kau salah kamar..."
Pelayan penginapan yang
berusia lanjut menggoyangkan kepala sambil tertawa. "Tidak, kongcu. Aku
tidak salah masuk kamar. Makanan ini memang dipesan untukmu. Malah akan
menyusul beberapa makanan lainnya lagi buat kongcu."
Giok Han tertawa.
"Lo-tiamhoa, dengarlah. Aku tidak mempunyai banyak uang. Jika kau memaksa
makanan ini untukku, nanti setelah kumakan dan tak bisa membayar, kau akan
menyesal..."
Pelayan tua itu tersenyum.
"Jangan kuatir, kongcu. Kau tidak perlu membayar satu ci juga !"
"Apa ? Aku tak usah
membayar?" Pelayan itu mengangguk cepat. "Benarr kongcu tidak usah
membayar, karena semua makanan untuk kongcu telah dibayar penuh untuk hari ini.
termasuk sewa kamar. Kalau memang kongcu masih memiliki urusan bermaksud
menginap lagi satu dua hari, itupun sudah dibayar penuh. Oya. kongcupun diminta
setelah bersantap untuk mencoba jubah yang telah selesai dibuatkan
untukmu."
Bukan kepalang heran Giok Han.
dia jadi mengawasi si pelayan dengan mulut terbuka tak percaya pada apa yang
didengarnya. Akhirnya dia nyengir. "Lo- tiamhoa, kau jangan bergurau
...."
Si pelayan memperlihatkan
sikap sungguh-sungguh, katanya: "Mana berani aku bergurau dengan kongcu.
Aku telah memberitahukan yang sebenarnya. Silahkan dimakan Yan-oh-nya, kongcu.
Kalau dingin tentu berkurang lezatnya ..."
Bingung Giok Han menghadapi
kejadian ini. Siapa yang melakukan semua ini, yang telah membayar penuh semua
perhitungan sewa kamar termasuk makanan, juga kata si pelayan ia telah dikirimi
jubah baru!"
Si pelayan tehh mengundurkan
diri. Giok Han berdiri ragu-ragu, namun akhirnya dla tertawa. "Untuk apa
aku pusing-pusing ! Orang bermaksud baik padaku dengan membayarkan seluruh
perhitunganku pada rumah penginapan ini, kalau nanti bertemu dengannya urusan
akan menjadi jelas sendirinya. Tapi, apakah mungkin semua ini pekerjaan
Siangkoan Giok Lin, yang sengaja hendak mengambil hati dan coba mempengaruhi
aku dengan semua ini ? Tapi, tak mungkin. Siangkoan Giok Lin pasti akan datang
dengan senjata tajam bersama orang-orangnya, untuk membunuhku ! Tidak mungkin
dia melakukan perbuatan baik seperti ini ! Namun mungkinkah makanan itu sudah
dicampur racun ?"
Karena berpikir begitu, segera
Giok Han menghampiri pintu. Dia memanggil pelayan tadi, yang segera datang.
"Lo-tiamboa, kau
membuatkan Yanoh terlalu banyak, aku membagimu separoh. Nah, makanlah !"
kata Giok Han sambil menyodorkan semangkok Yan-oh yang dicampur dengan buah
leci, sedangkan semangkok sarang burung walet yang dicampur dengan anggur,
dibiarkan saja di meja.
Si pelayan
menggoyang-goyangkan tangannya, mukanya berobah dan tampaknya dia jadi sibuk
sekali. "Mana boleh begitu ?! Mana boleh begitu ?"
"Hayo makan !"
bentak Giok Han.
"Sungguh-sungguhkah
kongcu membagi Yan-oh untukku?" tanya si pelayan tua itu akhirnya.
"Ya, makanlah."
"Biar kubawa ke belakang
saja, nanii kumakan di sana !"
Giok Han maju mencekal lengan
si pelayan. "Makan di sini !"
"Oooo, inilah peristiwa
yang belum pernah terjadi di rumah penginapan ini, sejak didirikan sampai
sekarang. Tapi, baiklah ! Kongcu tampaknya kuatir makanan ini beracun, bukan
?"
Giok Han diam saja. Si pelayan
tua segera memakan habis semangkok Yan-oh, akhirnya mengusap-usap perutnya.
"Terima kasih atas kebaikan kongcu." Dia memutar tubuh mau pergi,
tapi Giok Han menepuk pundaknya.
"Tunggu dulu, Lotiamhoa.
Beritahukan kepadaku, siapa yang telah membayarkan buatku semua ini ?"
"Katanya seorang sahabat
baik kongcu..." menyahuti si pelayan.
"Bagaimana keadaan orang
itu ?"
"Seorang nona cantik
jelita ..."
"Apa ?"
Si pelayan mengawasi heran.
"Bukankah kongcu seharusnya sudah mengetahui siapa yang melakukan semua
ini?"
Giok Han menggeleng.
"Tidak. Aku pendatang
baru di kota ini tidak ada seorang kawanpun juga !"
Kini giliran si pelayan yang
jadi terheran-heran.
"Kongcu jangan
bergurau.... nona itu bilang kau... kau adalah... adalah calon suaminya !"
"Apa?" Giok Han
kaget dan tambah heran. "Celaka, lo-tiamhoa... kau salah kamar ! Semua ini
bukan untukku ! Kau pasti salah kamar !"
Si pelayan menggelengkan kepala.
"Tidak ! Tidak mungkin
salah kamar ! Nona itu sudah memberitahukan jelas tamu di kamar empat dan
melukiskan muka dan keadaan badan kongcu."
Giok Han jadi tambah heran.
"Apakah wanita itu tidak memberitahukan namanya ?"
Si pelayan tertawa.
"Kepada seorang pelayan
kotor seperti-ku ini mana nona itu mau memberitahukan namanya. Dia cuma bilang,
kami harus melayani kongcu sebaik-baiknya... berapapun akan dibayarnya, asal
kongcu senang tinggal di sini!"
Giok Han tambah heran dan
ragu-ragu. Dia yakin pelayan ini pasti salah kamar.
"Percayalah lo-tiamhoa,
yang dimaksudkan wanita itu bukan diriku ! Aku baru datang dari kota lain, di
sini tidab ada sahabat atau sanak famili, apa lagi calon isteri. Ayo bawa
keluar semua barang santapan itu, aku bukan orang yang dimaksud wanita itu
!"
"Tidak mungkin salah
!" * kata si pelayan dengan pasti. "Dirumah penginapan ini tidak ada
pemuda lain, selain kongcu ! Memang ada tamu lain yang datang malam tadi, tapi
mereka dua orang wanita dan seorang lelaki sudah tua-renta. Hanya kongcu
seorang yang masih muda. Maka dari itu, tidak mungkin salah yang dimaksudkan
nona cantik itu adalah kongcu !"