Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 15

Baca Cersil Mandarin Online: Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 15
Cula Naga Pendekar Sakti  Bagian 15

la menemui tiekoan, tapi tiekoan sudah makan uang suapan, berbalik menyiksa Ho Sun, agar mau mengaku. Dengan susah payah akhirnya Peng Sieso bisa menemui suaminya di penjara. Suaminya berlumuran darah, badannya babak belur, sudah tak bisa bicara.Jangan . . . jual . . . tidak curi. . ." suara Ho Sun tak jelas.

Peng Sieso jadi mata gelap. Begitu pulang membawa anaknya yang ketiga dan sebilah golok sayur, memanggil tetangga-tetangganya. ia pergi ke kuil Cung-am-sie. Tetangge-tetangganya menyangka Peng Sieso ingin minta mereka jadi saksi karena mau bersumpah, lantas saja ikut.

Di depan patung Malaikat Pak-tee-ya, Peng Sieso bilang: "Anakku tak nanti mencuri barang orang, tahun ini ia baru-berumur empat tahun. Dia masih belum bisa bicara betul. Di depan Siangkoan Loya dia bilang makan dengan daging ayam sangat enak, hinaan ini tidak bisa kucuci sedang tiekoan sudah makan sogokan tidak berlaku adil. Jalan satu-satunya memohon keadilan Pak-te-yaya." Setelah berkata begitu dia belek perut anaknya yang ke tiga dengan golok sayurnya !"

Giok Han menggidik, hatinya panas. "Apakah betul kejadiannya begitu ?" tanyanya.

Si gemuk dan si kurus ketakutan, manggut-manggut.

Giok Han menghunus padangnya dan menancapkan pedangnya di atas meja. "Cerita terus !" bentaknya.

"Kejadian... kejadian itu tak ada sangkut-pautnya denganku..." kedua pedagang itu ketakutan.

Giok Han berdiri angker, para pelayan tak berani mendekati, hanya berdiri mengawasi dari kejauhan.

"Bilanglah, apakah dalam perut anak Peng Sieso terdapat daging ayam ?" bentak Giok Han.

"Tidak," jawab si gemuk. "Yang kedapatan hanya sayur-sayuran. Mulai saat itu Peng Sieso jadi gila."

"Di mana rumah orang she Siangkoan ?" Belum lagi si gemuk menyahuti, dari arah belakang Giok Han terdengar suara dingin tapi bengis: "Anjing mana yang jual lagak di sini ?" Muncullah enam orang bertubuh tinggi besar. Para pelayan dan pengurus rumah makan ini kaki, tangan Siangkoan Giok Lin, melihat teman mereka ingin menangkap orang yang mengacau di rumah makan, segera mengambil macam-macam senjata untuk membantu.

Orang yang jadi kepala segera memaki: "Hei anjing bau, cepat ikut tuan besarmu !" dia mengebaskan rantai besi.

Giok Han tidak perdulikan dia, menoleh pada kedua pedagang. "Cerita jiewie sangat jelas, dan terima-kasih atas semua ini, aku tidak jadi meminjam uang dari kalian, sekarang kalian boleh pergi I"

Kedua pedagang itu cepat-cepat menyingkir dengan hati masih berdebar-debar ketakutan.

Giok Han menghela napas menoleh kepada si pemimpin kaki tangan Siangkoan Giok Lin yang galak itu, tanpa berkisar dari tempatnya tangan Giok Han menyambar dan tepat sekali menghajar pipi orang tersebut.

Sesudah menggampar dia menotok jalan darah Cie-kiong-hiat dan Hong-hu-hiat, segera juga si galak terpelanting, bergulingan di lantai berkelojotan !

Diambilnya rantai si galak, sekali Giok Han menyabet, rantai itu melibat enam kaki tiga orang lainnya, sekali disentak mereka bertiga jatuh terguling. Pengurus rumah makan mendekati sambil mengebaskan kipasnya, matanya tajam dan mulutnya tersenyum dingin.


"Aku mempunyai mata tak bisa melihat gunung Thaysan yang besar, sehingga aku tak tahu hari ini seorang gagah datang berkunjung !" katanya dengan sikap licik.

"Eh, Siangkoan Giok Lin pernah apa dengan kau ?" tanya Giok Han dingin.

"Aku bekerja di bawah perintahnya... Siangkoan Loya sekarang sedang sibuk mengurus pengangkatan Hongsiang sebagai salah seorang pahlawan Kaisar, maka tak bisa menyambut kedatangan tuan." Dengan berkata begitu, dia mau menggertak Giok Han semakin naik.

"Hemmm, suruh orang she Siangkoan datang menghadap padaku !" perintahnya.

Muka si pengurus rumah berobah, dia orang kepercayaan Siangkoan Giok Lin, diserahi mengurus rumah makan milik Siangkoan Giok Lin. Kepandaiannya tidak seberapa, tapi dia licin sekali. Melihat Giok Han sulit diajak bicara, Kwa Tin Bun, si pengurus rumah makan itu, mengayunkan kipasnya hendak menotok pundak Giok Han.

"En, eh, jangan terlalu hormat," kata Giok Han sembari tertawa, mudah dia menangkap kipas lawan, membetot dan waktu Kwa Tin Bun terhuyung ia menepuk pundak pengurus rumah makan itu, yang lantas jatuh berlutut, karena kedua lututnya mendadak lemas. Menyaksikan ini, anak buah Siangkoan Giok Lin yang lain tidak berani turun langan, hanya berdiri bingung.

Kaki kanan Giok Han menginjak punggung Kwa Tin Bun. Dia celingukan dan melihat seorang pelayan berpakaian sebagai koki rumah makan itu. "Eh, kalau masak daging tulang punggung, kau mengambil daging apa ?"

"Da... daging babi," jawab koki itu "Diambil dari kiri kanan tulang punggung babi. Boleh masak asam manis, boleh masak pakai lada dan garam, semuanya lezat sekali. Apa Siauwya mau sayur itu ?"

Dengan bengis Giok Han merobek baju Kwa Tin Bun. "Di sini ?" tanyanya sembari mengusap-usap tulang punggung orang. Koki itu terkesiap, ia hanya mengawasi dengan mulut ternganga dan tak dapat memberi jawaban.

"Ampun, Siauwya !" Kwa Tin Bun memohon dengan suara serak, meratap tak hentinya.

Memang bukan maksud Giok Han untuk mengambil jiwa Kwa Tin Bun, ia hanya ingin memberi sedikit hajaran, supaya manusia ini merasakan sedikit penderitaan. la mengangkat pedangnya dan menggores punggung Kva Tin Bun.

"Cukup setengah kati?" tanyanya.

"Cu... cukup," jawab koki itu gemetar.

Terbang semangat Kwa Tin Bun, ia merasakan kesakitan luar biasa di punggungnya dan menduga bahwa dagingnya benar-benar sudah dipotong. Sekujur badan Kwa Tin Bun jadi bergemetaran, tak hentinya ia membenturkan jidat di lantai loteng. "Siauya !" ia meratap. "Perintahlah aku, jika kau ingin memerintah, ampunilah selembar jiwaku !"

Giok Han merasa manusia ini sudah cukup mendapat hajaran. "Apakah kau masih berani membantu Siangkoan Giok Lin melakukan kejahatan ?" tanyanya.

"Tidak... tidak berani," jawabnya cepat.

"Baiklah," kata Giok Han. "Sekarang antarkan aku menemui orang she Siangkoan itu !"

"Baik, baik, baik Siauwya...!" menyahuti Kwa Tin Bun tanpa ayal.

Dengan langkah lebar Giok Han mengikuti Kwa Tin Bun menuju ke rumah Siangkoan Giok Lin. Akan tetapi di luar pintu sudah ada beberapa orang tentara berpakaian lengkap melintang tepat di ambang pintu. Pemimpin dari pasukan tentara tiekoan yang mungkin berjumlah belasan orang itu, adalah seorang bertubuh tinggi besar dengan cambang yang lebat.

"itulah gedungnya Siangkoan Loya ...I" menunjuk Kwa Tin Bun ketakutan, tubuhnya masih gemetar dan rasa sakit di punggungnya membuat dia ketakutan memperoleh tambahan hajaran si pemuda kurus tapi galak ini.

Giok Han mengangguk mendengus dan melangkah maju menghampiri pintu gedung itu.

Si pemimpin barisan pengawal tentara yang ada di depan rumah Siangkoan Giok Lin sudah maju memapak, dengan muka yang bengis dia tertawa.

"Bocah, kau baik ?" tanyanya.

"Pembesar bau, kau baik ?" Giok Han balik mencaci.

"Kau pengen dihajar?" tanya pemimpin tentara negeri itu sembari menyengir.

"Tak salah !" jawab Giok Han. Bahkan membarengi dengan perkataannya, tangannya di ulur. Sebelumnya pemimpin barisan tentara ini seorang murid pintu perguruan Kun-lun-pay tingkat ketiga belas, memiliki kepandaian lumayan.

Tapi berhadapan dengan Giok Han, entah mengapa, ia tidak bisa melihat jelas meluncurnya tangan si pemuda kurus berbaju putih ini- yang telah diduga sebagai pengacau di rumah makan milik Siangkoan Giok Lin, seperti yang telah di laporkan tadi oleh orang-orangnya Siangkoan Giok Lin, tahu-tahu tubuhnya terjengkang kena didorong kuat sekali oleh telapak tangan Giok Han.

Dorongan telapak tangan Giok Han pun bukan dorongan sembarangan, sebab begitu terdorong, ada tiga tulang rusuk pemimpin pasukan tentara itu yang patah, terdengar suara "krekkkk, kreekkkk" dan tubuhnya rubuh terjengkang kelojotan sebentar, kemudian pingsan tidak sadarkan diri !

Kawan-kawannya jadi kaget, semuanya menghunus golok dan tombak, mengepung Giok Han. Tapi Giok Han melangkah maju terus, dia mengelak beberapa bacokan, selalu tangannya bergerak sambil ia melangkah maju, maka terlemparlah beberapa tubuh yang terbanting berkelojotan di tanah tidak bisa bangun ! Sisa tentara negeri jadi gentar menyaksikan itu, mereka masih mengurung, tapi tidak berani maju menyerang.

Kwa Tin Bun sudan cepat-cepat angkat kaki begitu ditinggal Giok Han. Sedangkan Giok Han terus melangkah masuk ke ruang dalam gedung Siangkoan Giok Lin yang sangat besar.

"Orang she Siangkoan, keluarlah untuk bicara denganku !" teriak Giok Han. Suaranya bergema dalam gedung yang mewah dan megah itu.

Dari dalam keluar seorang pemuda berpakaian mewah, dengan diiringi empat orang tukang pukul yang masing-masing bersenjata tajam.

"Bocah, siapa kau? A pa yang kau kehendaki mengacau di sini ?" bentak pemuda berpakaian mewah itu setelah datang dekat dengan Giok Han.

Mata Giok Han tajam mengawasi pemuda itu, kemudian kepada anak buah pemuda itu. "Hemmmmm, masih ada hubungan apa kau dengan Siangkoan Giok Lin ?" tanya Giok Han.

"Apa kehendakmu mencari ayahku ?" bentak pemuda itu yang tidak menyahuti pertanyaan Giok Han, malah balik bertanya.

"Bagus ! Rupanya kau anak si bangsat she Siangkoan!" Kata Giok Han.

Pemuda berpakaian mewah itu memang anak Siangkoan Giok Lin, dia bernama Siangkoan Ok. Umurnya hampir duapuluh empat tahun di bulan citgwee mendatang, sejak kecil ia banyak belajar ilmu silat dari berbagai guru, maka dari itu tak pernah kenal takut.

Sekarang biarpun sudah menerima laporan dari anak buahnya tentang pengacauan Giok Han di rumah makan milik ayahnya, dia tidak gentar sedikitpun, apa lagi melihat Giok Han masih berusia begitu muda.

Tapi bukan main kagetnya ketika tahu-tahu tubuh Giok Han segesit burung walet sudah melayang di depannya. Dia sejak kecil sudah meyakinkan ilmu pukulan yang mengandalkan kekuatan gwakwang (tenaga luar), maka kedua tangannya menghantam kuat ke tubuh Giok Han yang tengah meluncur.

Namun, tahu tahu tubuh Giok Han seperti lemasnya sepotong karet, bisa meliuk ke samping, mata Siangkoan Ok berkunang-kunang. karena kena kepalan tangan Giok Han. Saat itu Siangkoan Ok masih berusaha untuk menyelamatkan diri, dia membuang diri ke samping, berputar sambil berseru:

"Tangkap dia...!" Baru habis dia berkata begitu, tengkuknya dirasakan baal, telah ditotok Giok Han, kaki Giok Han pun sudah mendupak pinggangnya, tidak ampun lagi tubuh Siangkoan Ok terjungkel jumpalitan bergulingan di lantai dan sebelum ia sempat tahu apa-apa, tangan Giok Han sudah menotok Hong hu-hiat nya, seketika tubuhnya kejang.

Semua terjadi dalam waktu singkat, tidak lebih dari empat detik ! Orang-orang yang bersama Siangkoan Ok jadi berdiri kesima. Begitu tersadar segera mereka menyerbu dengan senjata masing-masing.

"Mundur !" bentak Giok Han, pedangnya sudan ditandalkan diperut Siangkoan Ok.

Untuk kedua kalinya empat orang itu jadi terkesiap, mereka merandek melihat jiwa majikan muda mereka terancam bahaya, tidak seorangpun berani maju.

"Panggil Siangkoan Giok Lin keluar !" bentak Giok Han lagi dengan suara tawar.

Salah seorang diantara keempat orang.itu segera berlari kedalam. Tak lama kemudian keluar seorang lelaki setengah tua kurus jangkung dengan thungsha mentereng mewah terbuat dari sutera Souwciu yang terkenal, melangkah cepat sekali.Mukanya tampak muram, matanya bersinar tajam. Lengan jubahnya dikebaskan.

"Siapakah Siauwhiap ? Kudengar kau mencariku ?" tanyanya dengan sikap yang angkuh. "Dan... bersalah apakah anakku sehingga diperlakukan seperti itu oleh Siauwhiap ?"

Giok mengawasi tajam lelaki jangkung kurus tersebut. "Engkaukah Siangkoan Giok Lin ?"

"Tidak salah... kalau Siauwhiap ada persoalan, mari kita bicara baik-baik di ruang dalam..."

"Hemmm, aku ingin memberitahukan kepadamu, anakmu ini sudah mencuri burung walet yang kubawa..."

"Dusta !" teriak Siarigkoan Giok Lin tanpa menunggu Giok Han habis bicara. "Mana mungkin anakku mencuri burung... burung waletmu ?"

"Kau tidak percaya ?" tanya Giok Han mengejek. "Hemmm, dengarkan dulu! Dia telah mencuri dua ekor burung walet yang kubawa bersusah payah, karenanya aku datang kemari ingin membuktikannya. Berlutung aku sudah bisa bertemu dengannya..!"

"Dusta ! Kau jangan bicara kurang ajar!" bentak Siangkoan Giok Lin dengan tubuh menggigil menahan murka, tapi dia tidak bisa menerjang maju, biarpun ilmunya tinggi sebab jiwa anaknya terancam kalau sampai ia menerjang untuk menyerang Giok Han.

"Mari kita dengarkan pengakuannya !" kata Giok Han. "Nanti kita bisa membuktikan secara bersama-sama. benarkah dia pencuri burung waletku itu !"

Siangkoan Giok Lin tahu alasan yang di kemukakan Giok Han mengada-ada, tapi dia tidak berdaya, hanya menahan gusar yang meluap sampai dirasakannya berdenyut di kepala. Dia cuma mengawasi dengan mata yang tajam.

Giok Han mencengkeram pundak Siangkoan Ok, yang waktu itu tiarap di lantai tanpa berdaya. Selain ia tertotok jalan darah Hong-hu-hiatnya, juga pundaknya kena dicengkeram keras sekali, justera pada jalan darah Bie-hiong-hiatnya, sehingga begitu kena dicengkeram sakitnya bukan main, sampai keringat mengucur berketel-ketel sebesar biji jagung.

"Ei, pencari tak bermalu, apakah kau yang sudah mencuri kedua ekor burung waletku ?" bentak Giok Han.

"Ti... ti..." Tapi pundaknya dicengkeram Giok Han semakin keras, sakitnya sampai terasa ke sumsum tulang-tulang-nya. Dia meringis, dan akhirnya tak kuat menahan rasa sakit itu ketika Giok Han mengerahkan tenaga pencetan yang lebih kuat.

"Cepat mengakui perbuatan hina dinamu !" bentak Giok Han.

"Be... benar... aku yang mencuri burung waletmu itu !" terpaksa Siangkoan Ok membenarkan tuduhan Giok Han.

"Berapa ekor ?" tanya Giok Han lagi.

"Bukankah kau tadi bilang .... dua ekor?" Siangkoan Ok merintih karena rasa sakit yang semakin hebat.

Muka Siangkoan Giok Lin merah padam. Dia menjejak kakinya, tubuhnya melesat kepada Giok Han, tangannya menyambar kuat sekali kearah kepala Giok Han.

Tapi Giok Han waspada, tangan kirinya masih tetap mencengkeram pundak Siangkoan Ok, tangan kanannya menangkis pukulan tangan Siangkoan Giok Lin. "Dessss...!" dua kekuatan beradu di tengah udara.

Tubuh Siangkoan Giok Lin terpental sampai tiga tombak, tapi dia hinggap di lantai dengan tidak kurang suatu apa. Mukanya saja yang jadi pucat, karena segera dia tahu pemuda kurus berbaju putih yang tampaknya lemah ini memiliki kekuatan yang tidak boleh diremehkan.

Tubuh Giok Kan juga tergetar akibat tangkisannya terhadap pukulan Siangkoan Giok Lin. Hemm, tua-bangka ini tidak boleh dipandang ringan...!" pikir Giok Han. Dia mengerahkan tenaga mencengkeram lagi pundak Siangkoan Ok sambil tertawa dingin. "Bukankab kedua burung waletku itu telah kau makan?" bentaknya lagi pada Siangkoan Ok.

"Ya... ya... aduhhhh, ampunilah aku... aduhhhh."

Jawab yang pasti, apakah kedua burung waletku itu telah kau masak dan makan?"

"Ya... ya, aku telah makan!" menyahuti Siangkoan Ok sekenanya karena rasa sakit yang dideritanya hampir-hampir tidak tertahan lagi.

Giok Han mendengus mengejek memandang Siangkoan Giok Lin. "Nah, kau sudah mendengar pengakuan anakmu, bukan ?" Kita semua sudah mendengarnya! Dialah pencuri hina dina !"

Siangkoan Giok Lin mengetahui pemuda baju putih ini berkepandaian tinggi, menahan rasa gusarnya, dia merangkapkan kedua tangannya. "Siauw-hiap," katanya. "Kalau anak ku bersalah, maafkanlah. Berapa kerugianmu, akan kuganti sepuluh kali lipat. Lepaskanlah anakku, mari kita bicara...!"

"Hemm, enak saja kau bicara ! Kedua burung waletku itu adalah walet-walet ajaib. Kedua burung walet itu bisa bicara, bisa tertawa, bisa menangis ! Sekarang kedua burung yang begitu bagus telah digares bangsat hina dina ini, kau ganti selaksa tahil pun tidak bisa memadai kehebatan kedua burung itu ! Aku tidak akan puas kalau belum membuktikan sendiri, apakah benar-benar dia sudah gegares kedua burung waletku, atau memang dia hanya menyembunyikan kedua burung waletku itu"

Dan tangan kanannya membetot baju Siangkoan Ok, "breeettttt !" baju itu robek lebar dan tampak perut Siangkoan Ok yang putih mulus agak gendut. "Akan kubelek perut ini, apakah benar-benar dia sudah gegares burung-burungku itu!"

Muka Siangkoan Giok Lin jadi pucat pias. Semua orang yang berada di ruang itu pun jadi memandang pucat dengan mulut ternganga. Tubuh Siangkoan Giok Lin menggigil menahan kegusaran yang sudah meluap.

Tapi dengan anaknya berada dalam ancaman di tangan Giok Han, apa yang bisa dilakukannya. Keringat sudah mengucur deras di muka Siangkoan Giok Lin.

"Sahabat, sebutkan apa yang kau kehendaki ! Katakanlah, janganlah mempermainkan kami seperti ini !" kata Siangkoan Giok Lin dengan suara penuh kegusaran. "Kalau kau kehabisan uang dalam perjalanan, asal kuperintahkan orang-orangku untuk menyediakannya. Janganlah kau bergurau seperti ini !"

Giok Han tertawa dingin.

"Siapa yang bergurau dengan kau ? Aku bersungguh-sungguh ingin melihat dan membuktikan apakah di perutnya terdapat daging burung-burungku itu...!" setelah berkata begitu. Giok Han menggerakkan pedangnya"

"Tahan !" teriak Siangkoan Giok Lin. Tapi Giok Han tidak perduli, dia menggores perut Siangkoan Ok beberapakali, seketika kulit perut itu terluka dan mengucurkan darah.

Siangkoan Ok menjerit-jerit seperti babi hendak dipotong, ketakutan bukan main. Saking ketakutan lenyap malu dai harga dirinya, dia memekik: Thia-thia... oooo, tolong aku... dia ingin membunuhku, ingin membelek perutku !"

Muka Siangkoan Giok Lin jadi merah, pucat dan kehijau-hijauan bergantian, tubuhnya menggigil keras.

"Baiklah !" katanya kemudian sambil membanting kaki. "Sebutkanlah sahabat, dengan apa jiwa anakku bisa ditebus? Aku akan menyetujui apa yang kau inginkan sebagai ganti-tukar jiwa anakku !"

Giok Han tertawa dingin. "Kau berikan aku selaksa tahil perakpun aku tidak akan senang kalau belum membuktikan apakah benar-benar dia sudah makan daging burung waletku !" menyanuti Giok Han.

"Ampunilah aku . . . oooo, jangan belek Perutku ...!"

"meratap Siangkoan Ok. Semua orang di ruang itu jadi kebingungan, mereka tidak tahu apa yang harus diperbuat. Sejahat-jahatnya Siangkoan Giok Lin, tapi melihat perut anaknya digores berlumuran darah seperti itu, dan katanya mau dibelek, jadi runtuh semua kesombongannya. Dari kemarahan yang menyala-nyala meluap sampai kekepala, sekarang tubuhnya jadi lemas dan dia berkuatir bukan main.

"Sahabat. kita belum pernah bertemu sebelumnya, kita seperti air taut dengan air sumur yang tidak pernah saling mengganggu. Marilah kita bicara terus terang, kalau kau mau perintah, perintahkanlah, aku pasti akan memenuhi semua permintaanmu!"

"Hemmm, terlalu gampang jika bicara, apakah kau kira kedua burung waletku itu kalah berharganya dengan hartamu ?" bentak Giok Han.

"Bukan begitu maksudku... kau dengar dulu perkataanku, sahabat..."

"Hemmm, lihat, aku ingin membelek perutnya, mari kita buktikan !" kata Giok Han. Dia menggores lagi perut Siangkoan Ok. Semua ini hanya ingin memberi hajaran kepada Siangkoan Giok Lin ayah dan anak, tapi sesungguhnya dia tidak menginginkan jiwa Siangkoan Ok. dia menggores tidak terlalu dalam. Tak urung darah memancur keluar deras sekali, perut yang semula putih mulus jadi merah.

Siangkoan OK kesakitan, ketakutan setengah mati waktu merasa mata pedang melukai perutnya. Dia menjerit-jerit dan akhirnya pingsan tak sadarkan diri akibat ketakutan yang tak tertahankan !

Siangkoan Giok Lin putus asa, dia murka luar biasa, mukanya jadi bengis sekali. "Baiklah ! Kau bunuhlah ! Tapi, kau juga jangan harap bisa meninggalkan tempat ini, tubuhmu akan kucingcang jadi laksaan potong. .. !"

Waktu berkata begitu Siangkoan Giok Lin melangkah maju menghampiri Giok Han, mukanya menyeramkan, telapak tangannya terangkat, memancarkan warna merah, karena ia sudah mengerahkan tenaga khikang pada kedua lengannya, siap menerjang dan menyerang Giok Han.


Melihat Siangkoan Giok Lin menyerangnya juga Siangkoan Ok sudah pingsan. Giok Han melemparkan tubuh putera Siangkoan Giok Lin, tubuh pemuda itu akan terbang kalau saja Siangkoan Giok Lin tidak cepat-cepat mencelat gesit menjambuti tubuh anaknya. Segera dia memberikan kepada dua orang anak buahnya yang telah maju didekatnya. Dengan mata menyala bengis dia menghadapi Giok Han, yang sudah berdiri dengan sikap mengejek.

"Sahabat, kita tidak saling kenal satu dengan lain," kata Siangkoan Giok Lin bengis, "Tapi kau sudah melakukan penghinaan yang melampaui batas! Sepak terjangmu sudah sama perbuatan manusia sinting, aku Siangkoan Giok Lin ingin main-main denganmu, minta petunjukmu..!"

"Manusia terkutuk Siangkoan !" bentak Giok Han dingin. "Kedosaan apapun telah kau lakukan, bahkan sekarang sudah melewati takaran! Dengan pengaruhmu kau menindas yang tak berdaya untuk menerima kesengsaraan. Bahkan kudengar sekarang kaupun sudah menjadi anjingnya Kaisar."

Siangkoan Giok Lin tertawa berkakak-kakak, kini pulih sikap sombongnya. Tanpa dibawah ancaman keselamatan anaknya, dia bisa berlaku tenang. Dengan angkuh dia menyahuti: "Sedikitpun tidak salah ! Kalau kau sudah mengetahui bahwa aku akan diangkat oleh Hongsiang sebagai orang terhormat di Kang-sauw ini, mengapa kau tidak cepat-cepat berlutut meminta pengampunan dariku? Anugerah Hongsiang begitu cemerlang dan dalam waktu dekat akulah satu-satunya orang paling berkuasa di Kang-sauw ini, congtok, tiekoan dan pembesar negeri di propinsi ini harus mematuhi setiap perintahku, karena akulah pengawas yang diangkoat oleh Hongsiang !"

"Anjing rendah hina dina tidak tahu malu!" memaki Giok Han gusar. "Manusia seperti kau harus dilenyapkan, agar berkurang kesengsaraan rakyat."

Giok Han juga baru tahu, mengapa Siangkoan Giok Lin bisa mengharuskan setiap pembesar negeri setiap bulan mengantarkan "upeti" padanya Dia bukan hanya membentak, pedangnya sudah berkelebat menyilaukan mata ke arah tenggorokan Siangkoan Giok Lin, tubuhnya begitu gesit, sehingga orang-orang di ruang itu tidak melihat cara bergeraknya !

Siangkoan Giok Lin kaget, matanya silau oleh sinar pedang, tapi iapun tahu tidak boleh, berdiam diri saja. Cepat-cepat dia melompat ke samping kanan, maksudnya ingin mengelak. Namun, "bretttt!" baju di pundaknya kena disontek ujung pedang Giok Han, robek dan terlihat kulit pundaknya yang merah oleh darah karena kulit pundaknya telah tergores cukup dalam !

Giok Han tidak bertindak sampai di situ saja, tubuhnya melesat cepat dan sudah berdiri di samping Siangkoan Giok Lin, pedangnya berkelebat lagi. Sekali ini pedangnya mengincar pinggang Siangkoan Giok Lin, ia menikam dengan jurus "Tian Ek Mo In" atau "Biruang Sayap Mengusap Awan", satu jurus maut kalau tidak bisa dihindarkan oleh lawannya.

Ancaman itu hebat, Siangkoan Giok Lin menyadarinya, ia tidak menoleh lagi mengelak dengan "Hun Kang Toan Liu" atau "Membendung Sungai Memutuskan Aliran", sambil tubuhnya miring tanpa merobah kedudukan kedua kakinya, kemudian tangannya membarengi merabah pinggangnya, tahu-tahu tangannya sudah menggenggam senjata yang cukup aneh yaitu semacam cambuk, hanya saja cambuk lemas itu penuh oleh duri, sebab senjata itu terbuat dari tulang ikan cucut dilengkapi oleh lapisan baja ! itulah senjata andalan Siangkoan Giok Lin, yang selama ini mengangkat namanya menjagoi di Kang-sauw !

Dalam detik-detik berbahaya untuk keselamatan jiwanya, Siangkoan Giok Lin menotok pedang Giok Han dengan ujung gagang pecutnya itu, berbareng juga tubuhnya berputar tahu-tahu cambuknya yang luar biasa itu menyambar ke arah leher Giok Han. Kalau mengenai sasaran, niscaya leher Giok Han sama saja seperti disate, yang bisa mematikan !

Kaget juga Giok Han melihat senjata lawannya dan cara bergeraknya yang cukup aneh.. Tapi, ia tidak membuang waktu menabas dengan pedangnya. "Tringgg !" pedang membentur cambuk aneh lawan, maksudnya hendak menabas putus, tapi kenyataan cambuk itu merupakan senjata mustika yang tidak dapat dipapas oleh senjata tajan apapun, karena dibuat sedemikian rupa kuatnya!

Siangkoan Giok Lin tertawa mengejek, tangannya tidak berhenti bergerak cambuknya sudah menyambar dengan elukan yang aneh, seperti seekor naga yang memutar tubuhnya dengan ganas ke arah batok kepala Giok Han !

Alis Giok Han berdiri, dia mendongkol karena beberapakali gagal mendesak lawannya. Melihat berbahaya, serangan Siangkoan Giok Lin sekali ini, segera ia merobah cara bersilatnya, sekarang mempergunakan Lo-han Kiam-hoat (Ilniu Silat Pedang Arhad), pedangnya diputar secepat titiran, sinarnya se-peiti menguning Giok Han, bahkan hawa yang dipantulkan dari putaran pedang itu dingin sekali mendesak Siangkoan Giok Lin, yang mau tak mau harus mundur tak kuat untuk menerjang terus.

Mempergunakan lawannya sedang mundur Giok Han membarengi mempergunakan jurus "Lo-han Liu-seng" atau "Arhad Sapu Bintang" dan sama pesatnya seperti melesatnya bintang sapu, pedang Giok Han menyambar.

"Aduhhh !" Tubuh Siangkoan Giok Lin terhuyung mundur sambil tangan kiri memegangi tangan kanannya, mukanya meringis menahan sakit, hampir saja cambuknya terlepas dari genggaman, pergelangan tangannya kena ditikam cukup dalam oleh mata pedang Giok Han.

Tidak buang waktu Giok Han melompat sambil menikam dengan "Lo-han Tek Seng" atau "Arhad Memetik Bintang". akan menyelesaikan pertempuran itu dengan tikaman maut ke perut lawannya.

Mata Siangtoan Giok Lin terbuka lebar-lebar. la tahu bahaya yang mengancam ke selamatan jiwanya, tapi ia tidak berdaya lagi. Tikaman itu selain cepat dan mengandung maut, juga tangan kanan Siangkoan Giok Lin seperti kaku tak bertenaga sulit diangkat menggerakkan cambuk durinya. Untuk melompat mundur mengelakkan, sudah tidak keburu lagi, inilah detik-detik yang mengandung maut untuk Siangkoan Giok Lin, semua orang yang menyaksikan dengan mata terbuka lebar-lebar kaget tanpa bisa memberikan pertolongan, mereka hanya mengawasi saja pedang Giok Han meluncur dan akan menikam pada sasarannya. Tampaknya sudah tak ada jalan hidup buat Siangkoan Giok Lin.

Giok Han sendiri memang bermaksud menyudahi hidup jago Kangsouw yang selalu bertindak sewenang-wenang ini, melenyapkan penyakit buat orang-orang yang tak berdaya yang selama ini ditindasnya. Dia yakin tikamannya sekali ini tak mungkin bisa di hindarkan oleh lawannya.

"Tranngggg ..." pedang Giok Han mendadak menikam benda keras yang terbuat dari besi, sampai pedang itu melengkung dan mental ke samping. Tangannya tergetar kesemutan, ia kaget dan melompat kesamping kanan dua kaki. Di depannya berdiri seorang Lhama berjubah merah berkepala botak tapi beralis tebal, hidung mancung dan bibir tebal.

Tubuh Lhama itu gemuk dampak, tangannya mengelus-elus mangkok baja yang tadi dipergunakan untuk menahan mata pedang Giok Han yang ingin menikam Siangkoan Giok Lin. Mulutnya tengah tersenyum sambil gumamnya: "Akhhh, hampir saja mangkok sedekahku dibikin rusak. Celaka aku si pendeta miskin kalau mangkok sedekahku rusak, tidak mungkin bisa meminta sedekah lagi!"

Ditimang-timang mangkok baja itu, yang biasa memang dibawa-bawa oleh setiap Lhama, yang dipergunakan untuk meminta derma. Cuma bedanya dari mangkok sedekah Lhama yang Iain, yang terbuat dari kayu, justeru mangkok sedekah Lhama ini, yang mungkin berusia 50 tahun, terbuat dari baja, berkilauan terkena cahaya mengkilap.

Siangkoan Giok Lin seperti baru lolos dari lobang maut, tercengang sejenak, kemudian tanpa buang waktu ia melompat mundur. Melihat Lhama itu, mukanya yang semula pucat pias seketika jadi terang berseri-seri.

"Fat-sang Hoat-ong . . . kebetulan Hoat-ong datang ! Tangkaplah pemberontak itu !" Teriak Siangkoan Giok Lin nyaring.

Lhama itu menoleh tersenyum pada Siangkoan Giok Lin. "Taijin, tugas suci seorang pendeta bukanlah menangkap manusia, tapi menangkap siluman ! Seorang pendeta memiliki kesalehan dan welas asih, kalau dia mau pergi, aku tak akan menahannya !"

Fat-sang Hoat-ong seorang Lhama dari Lhasa yang sengaja diundang oleh Kaisar, menjadi jago andalan Kaisar dalam menghadapi para pendekar silat Tionggoan yang akhir-akhir ini bangkit semakin banyak untuk mendukung pemberontak.

Sebagai Hoat-ong (guru agama). Fat-sang merupakan orang terhormat dan di kagumi oleh semua Mentri maupun para pembantu Kaisar. la memiliki ilmu silat yang tinggi. Tapi, tadi waktu menangkis tikaman pedang Giok Han, ia kaget tak terkira.

Memang tampaknya Fat-sang Hoat ong tenang-tenang saja, sesungguhnya dia heran tangannya sampai tergetar keras dan pedang si pemuda tidak terlepas dari cekalan, bahkan Giok Han tidak kurang sesuatu.

Sebab itu, ia tidak mau sembarangan bentrok dengan Giok Han, ia sengaja memberi jalan kepada Giok Han untuk pergi meninggalkan tempat ini. Kedatangannya di-gedung Siangkoan Giok Lin bertepatan saat ia melihat jiwa Siangkoan Giok Lin terancam di mata pedang Giok Han, ia cepat turun tangan menangkis dengan mangkok sedekahnya sehingga selamatlah jiwa jago Kang-souw itu.

Giok Han sendiri tahu pendeta Lhama ini rupanya bukan pendeta sembarangan, memiliki kepandaian yang tak bisa diremehkan. la penasaran, sebab belum bisa merubuhkan Siangkoan Giok Lin, matanya menatap tajam.

"Siapakah Taisu". tanyanya dingin. Fat-sang Hoat-ong membawa sikap seperti di tempat itu tidak ada seorangpun yang bisa dihormati, ia tersenyum tanpa menoleh kepada Giok Han, hanya mengusap-usap mangkok bajanya.

"Hanya pendeta miskin yang beruntung dianugrahi Hongsiang kedudukan sebagai Guru Negri! Nah, pergilah kau. pendeta selalu memiliki welas asih dan pantang untuk membunuh kalau tidak terpaksa !"

Giok Han tertawa mengejek. "Ooooh, tidak tahunya Guru Negara," dingin suaranya. "Baik, beruntung sekarang aku bertemu dengan Guru Negara, tentu saja akan tidak mau sia-siakan kesempatan untuk mita petunjuk darimu !"

Belum lagi suaranya habis, pedangnya sudah menyambar cepat sekali sekaligus menikam tigakali. dengan "Lo-han Gin Hong" (Arhad Pelangi Perak), "Lo-han Kian-yo" (Arhad Menuntun kambing) dan "Lo-han Kie-hwee" (Arhad Memangkat obor). Ketiga jurus cari Lo-han kiam hoat ini sama-sama dahsyat, tenaga tikaman yang disertai oleh tenaga dalam yang kuat dan cara nenikam yang sulit diterka sebetulnya merupakan jurus2 yang tak mudah untuk dielakkan.

Tapi, Fat-sang Hoat-ong tenang-tenang saja, mangkok bajanya seperti memiliki mata waktu ia mengendalikannya, terdengar "tringgggg," tiga kali dan ketiga serangan Giok Han bisa ditangkisnya sama kuatnya.

"Apakah kau tidak mau berterima kasih diberi jalan hidup dan malah memilih jalan kematian ?" bentak Fat sang Hoat-ong nyaring

Giok Han tidak menyahuti, dia menikam beberapakali lebih dahsyat, angin berkesiuras ditimbulkan dari pedangnya yang berputar tak hentinya mengincar bagi yang mematikan di tubuh Fat-sang Hoat-ong.

Tapi Lhama ini benar-benar tangguh, karena ia bisa menghadapi semua serangan Giok Han dengan sangat mudah. Sampai akhirnya barulah Fat-sang Hoat-ong kaget, ketika ia menangkis pedang Giok Han, mendadak pedang itu melejit dan tahu2 menikam kearah lehernya ! Untung saja Lhama ini lihai, sehingga cepat bisa menghindarkan tikaman itu.

Tidak-urung hati Fat-sang Hoat-ong berdebar dan keringat dingin mengalir keluar. "Pemuda ini berbahaya.." pikirnya dan ia tidak berani meremehkan lagi, menghadapinya lebih hati-hati.

Semua orang yang menyaksikan perkelahian yang tengah berlangsung jadi mengawali kagum, betapa dua sosok bayangan, yang satu merah dan yang satunya lagi sosok bayangan putih, berkelebat-kelebat lincah sampai sulit diikuti oleh pandangan mata orang biasa.

Siangkoang G.iok Lin sendiri menggidik. Matanya kabur melihat kedua orang yang tengah berkelahi itu. Coba kalau Fai-sang Hoat ong tidak keburu datang, niscaya ia sukar menghadapi Giok Han yang ternyata sangat lihay.

Diam-diam Giok Han mengeluh juga walau pun ia memiliki ilmu pedang yang aneh dan dahsyat, tapi kalah latihan dan pengalaman dibandingkan dengan Fat-sang Hoat-ong. Setelah Lhama itu mencurahkan seluruh perhatian menghadapinya serius, seketika Giok Han merasa agak terdesak.

Benar Fat-sang Hoat-ong seringkali kaget menerima serangan yang aneh dari Giok Han, tapi ia menang tenaga dan pengalaman maka ia bisa balik mendesak Giok Han.

Setelah bertempur lebih dari limapuluh jurus, diam-diam Fat-sang Hoat ong kagum campur heran. "Aneh, siapa bocah ini ? Mengapa ilmunya demikian aneh dan juga tidak rendah ? usianya masih demikiad muda kalau dibiarkan dia angkat kaki, kelak merupakan bibit penyakit di depan mata!"

Karena berpikir begitu, Fat sang Hoat-ong merobah cara bertempurnya. Tubuhnya yang gemuk dampak ternyata bisa berkelebat ke sana kemari lincah sekali, mangkok baja nya seperti topi baja yang berulang kali menyambar akan menungkrup kepala Giok Han.

Tentu saja, kepala Giok Han akan pecah jika mangkok baja itu sekali saja bisa menungkrap kepalanya, sebab setiap serangan mangkok baja Lhama itu disertai tenaga khikang yang kuat !

Giok Han terdesak, semakin lama ia semakin berkurang balas menyerang, hanya mengelak dan menangkis setiap serangan Lhama ini. Memang tidak mungkin Lhama itu bisa merubuhkannya dalam seratus atau duaratus jurus, namnn Giok Han pun tampaknya tidak mungkin bisa mendesak pendeta itu.

Sebab itu ia berpikir untuk menyingkir dari tempat ini. karena jika sampai kehabisan tenaga dan Siangkoan Giok Lin serta orang-orangnya ikut mengepungnya, jelas dirinya sulit meloloskan diri. Berpikir begitu Giok Han segera berseru nyaring, pedangnya berkelebat-kelebat dahsyat, dan tahu-tahu tubuhnya melompat terapung ke belakang, berjumpalitan untuk menjauhkan diri dari Fat-sang Hoat-ong.

"He-heh-heh, mau pergi kemana, bocah?" mengejek Fat-sang Hoat-ong, segera tangannya bergerak. Mangkok bajanya itu seperti meteor menyambar pesat ke arah kepala Giok Han, Angin sambaran mangkok baja kuat sekali, mengejutkan Giok Han.

Dia memiringkan kepalanya menghindar, tapi tidak urung waktu mangkos. baja lewat di samping telinganya terasa pedas pedih, menandakan kuatnya tenaga melontar yang dipakai oleh Lhama tersebut! Mangkok baja itu menyambar terus kedepan, amblas ke dalam tembok, sampai terlihat hanya pantat mangkok belaka !

Giok Han tidak membuang waktu melompat ke atas penglari, kemudian melompat lagi ke luar pekarangan, tubuhnya ringan melompati tembok pekarangan. Siangkoan Giok Lin dan orang-orangnya berteriak-teriak waktu melihat Giok Han hendak menyingkir dari situ, mereka beramai-ramai menyerang dengan senjata rahasia. Tapi Giok Han sudah lenyap di balik tembok.

Segera mereka memburu, melompati tembok dan tiba di luar pekarangan. Namun disitu sudah tak tampak bayangan Giok Han lagi.

"Kejar !" teriak Siangkoan Giok Lin. -"Jangan biarkan dia lolos, tangkap mati atau hidup !" ,

Fat-sang Hoat-ong sampai diluar pekarangan dengan sikap yang diagung-agungkan. tubuhnya yang gemuk dampak berjalan perlahan-lahan seakan memang tidak berkeinginan mengejar. "Biarkan dia pergi, aku sengaja membiarkan dia pergi!" Kata Lhama itu, nyaring suaranya.

Siangkoan Giok Lin memandang tercengang kepada Lhama itu. Tampaknya dia tidak puas.

"Hoat-ong, dia... dia pemberontak yang memusuhi Hongsiang. Tadi dia begitu beringas mengetahui aku bekerja untuk negara ..." bilang Siangkoan Giok Lin tidak puas.

"Pendeta selalu welas asih dan penuh prikemanusiaan ! Untuk menangkap dia sangat mudah, sama dengan membalikkan telapak tangan. Tapi dia masih sangat muda, kelak dia bisa merobah pendiriannya... sengaja aku lepaskannya !" menyahuti Fat-sang Hoat-ong sombong.

Siangkoan Giok Lin diam tidak bilang apa-apa lagi, tapi dari mukanya tampak rasa tak puas. Di hatinya dia berpikir: "KaIau memang kau sanggup merubuhkan, tentu tadi kau sudah merubuhkannya ! Justeru kau tidak berdaya apa-apa terhtdapnya...!"

Fat-sang Hoat-ong melihat sikap tak puas Siangkoan Giok Lm, dia tertawa dingin. "Sudahlah, Siangkoan Loyacu. Kalau bocah itu kelak berani banyak lingkah lagi di sini akan kubuktikan dalam lima jurus untuk membekuknya !" katanya dengan sikap acuh tak acuh, angkuh.

Siangkoan Giok Lin seorang licik dan cerdik, kalau tidak mana mungkin dia bisa memperoleh kepercayaan Kaisar ? Karena dari itu cepat dia bisa menyesuaikan diri dengan keadaan. Dia tertawa bergelak-gelak.

"Ya, kalau Hoat-ong berada di sini, jangan kata bocah tengik itu, biarpun setan iblis akan kabur begitu melihat bayangan Hoat-ong ! Beruntung Hoat-ong datang tepat waktunya, jika tidak kita sudah tak bisa mengobrol lagi ! Ha-ha-ha-hah !"

Kemudian dia repot perintahkan orang-orangnya buat mempersiapkan meja perjamuan untuk menjamu tamu kehormatan tersebut.

"Aku datang kemari membawa pesan rahasia dari Hongsiang," bilang Fat-sang Hoat-ong setelah masing-masing duduk di depan meja perjamuan. "Hongsiang bilang, Siangkoan Loyacu seorang yang setia kepada negara dan pandai bekerja, maka Hongsiang ingin mempercayai untuk melakukan suatu pekerjaan besar untuk Loyacu. Tentu saja, kalau sudah rampung, Loyacu akan dianugerahi pangkat yang pantas dari Hongsiang..!"

Muka Siangkoan Giok Lin berseri-seri. "Walaupun harus terjun dalam minyak panas mendidih, Siangkoan Giok Lin akan mengabdi penuh kesetiaan pada Hongsiang!" Katanya bersemangat.

"Bagus !" mengangguk Fat sang Hoat-ong "Hongsiang mendengar akhir-akhir ini cukup banyak pemberontak yang berkumpul di Kang-souw, mengingat Loyacu memiliki banyak sahabat, maka Loyacu diminta untuk menghimpun mereka, kemudian memberantas mereka. Caranya terserah pada Loyacu, Hong-siang percaya sepenuhnya, ingin mengadu dombakan mereka agar kekuatan pemberontak itu lemah, ataupun juga cara melakukan pemberantas dengan tangan besi. Tentu Loyacu sanggup melaksanakan permintaan Hongsiang, bukan ?"

"Itu urusan gampang, Hoat-ong ! Percayalah, Siangkoan Giok Lin akan melaksanakan tugas itu seperti yang diharapkan Hongsiang. Sekarang, marilah kita tenggak arak kegembiraan !"

Fat-sang Hoat-ong walaupun seorang Lhama, tapi tak segan-segan mengangkat cawan araknya dan meneguk isinya, mereka bercakap-cakap sambil tertawa-tawa.

0000O0000

Kemana perginya Giok Han ? Ternyata ketika ia melompati tembok dan meloncat turun ke tanah, ada sosok bayangan berkelebat tidak jauh darinya, "sssttrt. ikut aku !" bisik sosok bayangan itu, yang bergerak gesit sekali.

Giok Han tercengang sejenak, tapi segera mengempos Ginkang mengikuti sosok bayangan itu, yang mengajaknya menyelinap ke dalam semak belukar. Tampaknya sosok bayangan ini mengenal benar keadaan di tempat tersebut. Di belakang terdengar suara ribut-ribut, terdengar juga suara Siangkoan Giok Lin yang tengah perintahkan orang-orangnya untuk melakukan pengejaran dan mencari Giok Han.

Setelah mengikuti beberapa saat sosok bayangan itu, Giok Han sampai di balik sebidang tembok yang agak kotor, tidak tampak seorang manusiapun di situ. Di sebelah kanan tidak jauh dari situ tampak keranjang-keranjang sampah, yang tidak teratur berantakan. Seekor kucing mengorek-ngorek sampah yang tercecer. Sosok bayangan itu menendang perlahan mengusir kucing itu", kemudian memutar tubuhnya.

Sejak mengikuti, Giok Han melihat bentuk yang ramping dan tidak terlalu tinggi. tapi gerakan sosok bayangan itu sangat gesit. Dia menduga-duga entah siapa orang ini. la yakin sosok bayangan ini seseorang yang tidak bermaksud tak baik padanya, karena ia yang mengajaknya menyingkir dari kejaran Siangkoan Giok Lin dan orang-orangnya.

Sekarang orang ini sudah berdiri menghadap padanya, ia bisa- melihat jelas mukanya. Usia orang ini masih muda, tapi mukanya kotor, pakaiannya pun ternyata kotor, biarpun tidak ada yang robek. Melihat cara berpakaiannya, selintas dapat diambil kesimpulan pemuda ini seorang pengemis. "Terima kasih atas bantuanmu," kata Giok Han memberi hormat, "kau telah membantu aku menyingkir dari kejaran orang she Siangkoan itu !"

Pengemis muda ini mengawasi Giok Han sambil cengar-cengir, katanya: "Siapa perduli dengan urusanmu ? Aku membawamu kemari karena ada pekerjaan yang ingin kuberikan kepadamu."

"Pekerjaan ? Pekerjaan apa ?" tanya Giok Han heran melihat sikap pengemis muda ini. "Siapakah kau ?"

Pengemis muda itu menekan topi butut yang menutupi kepalanya sampai melesak ke dalam menutupi sebagian besar keningnya, mulutnya masih cengar-cengir. "Kulihat kau memiliki tenaga yang cukup kuat, bagaimana kalau sekarang kau membantuku membersihkan sampah-sampah yang tercecer di sini ? Tempat ini terlalu kotor, sebelumnya merupakan tempat peristirahatanku yang paling enak."

Giok Han tersenyum. la tahu, itulah alasan yang dibuat-buat oleh pengemis muda ini, mengelak ucapan terima kasihnya. Dari cara dia berlari cepat tadi sudah bisa dipastikan pengemis muda ini bukanlah sembarang pencemis "Baik. Mari kita bersihkan tempat ini."

Giok Han mengerahkan tenaga dalamnya, disalurkan pada kedua lengannya, kemudi ui menggerak-gerakkan keduatangannya, diputar-putar seperti kitiran, maka kenas maupun kotoran-kotoran lainnya berterbangan. Dalam waktu singkat sebagian tempat itu sudah jadi bersih. Si pengemis muda tertawa "Hehe kau kacung nomor satu di dalam dunia ini !" katanya.

Pengemis muda itu menjatuhkan diri duduk di sisi tembok, menyender di situ, memejamkan matanya dan tidak perduli lagi pada Giok Han.

Melihat lagak pengemis muda ini. Giok Han berdiri ragu-ragu, kemudian dia bilang: "Saudara, kukira tidak ada lagi yang harus kukerjakan, aku mau pergi...!"

Pengemis muda itu tetap menyender di tembok dengan mata terpejam, seakan tidak mendengar perkataan Giok Han. Namun waktu Giok Han melangkah belasan tindak, pengemis muda itu memangggil: "Hei pekerjaanmu belum selesai, mengapa mau pergi cepat-cepat ?"

Giok Han menahan langkah kakinya, menoleh tersenyum pahit. "Maafkan, aku masih punya urusan penting yang harus kuselesaikan. Nanti kalau ada kesempatan kita pasti bertemu lagi dan mengobrol panjang lebar. Akur ?"

Pengemis muda itu meloncat berdiri, bertolak pinggang. "Ooo, jadi kau tidak mau menepati janjimu ?" Matanya mendelik, tapi bola matanya bening dan jernih, mukanya kotor dengan mata melotot seperti itu membuat pengemis muda ini tampaknya lucu.

Giok Han tersenyum.

"Janji ? Aku pernah berjanji apa padamu, saudara ?"

"Bukankah tadi kau sudah berjanji menyatakan sanggup membantuku membersihkan tempat ini ?"

Mendongkol juga Giok Han mendengar jawaban si pengemis. Tadi dia memang mengira si pengemis mau membersihkan tempat ini dan meminta bantuannya, mengingat si pengemis telah memberitahukan jalan lolos dari kejaran Siangkoan Giok Lin dan orang-orangnya, maka Giok Han bersedia membantunya.

Tetapi siapa tahu pengemis muda ini keterlaluan, ia enak-enak mengawasi saja setelah sebagian tempat itu dibersihkan Giok Han, pengemis muda tersebut malah duduk menyender di tembok dan tidur !

"Bukankah aku sudah menepati, janjiku membantumu membersihkan tempat ini ?

Yang sebagian lagi tugasmu untuk membersihkannya. bukankah sejak tadi kau belum ikut membersihkan tempat iai ?" bilang Giok Han.

Muka si pengemis cemberut. Sikapnya benar-benar membuat Giok Han jadi heran. "Aneh, pengemis ini lagaknya seperti seorang gadis remaja yang sedang mengambek. Hu ! Dia terlalu rewel, lebih baik aku meninggalkannya saja..."

"Pemuda malas ! Tubuh saja besar dan tampaknya kuat, tapi kerja ringan seperti ini saja tidak sanggup kau selesaikan!" mengoceh pengemis itu.

"Nanti jika aku memiliki kesempatan datang kemari, akan kubersihkan lagi sebagian tempat ini yang masih kotor. Nah, aku mau pergi dulu !"

"Mau pergi, pergilah ! Siapa yang mau melarangmu ? Pergi ! Hayo pergi ! Aku juga tidak mau melihat mukamu lagi !" pengemis itu tampaknya tidak puas, mukanya cemberut masam. Lagaknya benar-benar mirip seorang gadis yang tengah mendongkol dan ngambek.

Giok Han tak perduli sikap pengemis itu, walaupun hatinya merasa tidak enak, dia mernutar tubuh dan melangkah pergi.

Giok Han bermaksud mencari rumah penginapan, dia berlari-lari melewati beberapa jalan yang sudah sepi, karena hari sudah malam. Tapi ketika ia kebetulan menoleh ke-belakang, Giok Han jadi tercengang.

"Kau . . . ?" dia tidak bisa meneruskan perkataanya.

Pengemis muda itu ternyata sudah berdiri di depannya, dia sejak tadi rupanya mengikuti.

"Kenapa ?" tanya si pengemis aseran. "Apakah aku tidak boleh memakai jalan ini ?"

"Bukan . . . bukan begitu," jawab Giok Han agak tergagap. "Tapi .... kau mengikutiku ..."

"Cisss, pemuda ceriwis ? Siapa yang mengikutimu ?" bentak pengemis itu dengan muka berobah merah. Tampaknya dia gusar.

"Kawan, kalau memang kau mau, mari kita mencari mmah penginapan, nanti kita bisa mengobrol . . " kata Giok Han yang tidak ada pilihan lain, karena dia yakin pengemis ini memang mengikutinya sejak tadi.

"Cuiii, siapa kesudian mengobrol dengan kau? Aku sedang menuju pulang ke rumahku, bukan mengikutimu ! Hmm, apakah kau kira ini jalanan milik kakek moyangmu sehingga hanya kau seorang yang boleh memakainya ?"

"Bukan begitu maksudku . . ."

"Lalu apa maksudmu ?" Pengemis itu mendelik bertolak pinggang dan mulut yang dimonyongkan, lagaknya ini tampak jadi Iucu sekali. Pengemis ini berusaha membawa sikap galak, tapi bukannya tampak galak malah kelihatannya jadi lucu.

Kewalahan juga Giok Han menghadapi sikap si pengemis, dia menggoyang-goyang kepala. "Baiklah, kalau begitu aku pergi dulu."

"Pergi ! Siapa kesudian menahan-nahan kau ? Hmm, huhuh !" mendengus si pengemis beberapa kali.

Giok Han melanjutkan langkah kakinya tidak perduli dengan sikap si pengemis. Hanya ia merasa aneh. Si pengemis lucu sekali, mempunyai perangai yang aneh. Walaupun si pengemis bersikap kekanak-kanakan seperti itu, Giok Han tidak jadi gusar, malah merasa geli sendirinya.

Setelah melewati dua lorong, dia menoleh. Ternyata si pengemis berada di belakangnya. Melihat Giok Han menoleh, si pengemis menahan langkah kakinya, membuang pandang ke samping kanan seakan-akan sedang mencari sesuatu, Giok Han tersenyum.

"Entah apa maunya dia mengikutiku terus?" Dan dia jadi waspada, karena kuatir justru pengemis ini bermaksud kurang baik padanya. Melihat muka dan lagaknya, pengemis ini jelas bukan pengemis yang tak baik, tapi mengapa dia mengikuti terus.

Giok Han melangkah lagi, dia menikung. Tapi sengaja berdiam di balik tembok tikungan, menanti di situ. Tak lama kemudian muncul si pengemis yang setengah berlari, rupanya kuatir kehilangan jejak Giok Han.

"Apa kabar, kawan ?" sapa Giok Han dan mengejutkan pengemis itu, sampai ia terloncat ke belakang dengan muka yang pucat dan kemudian merah padam, karena kepergok serta tertangkap basah oleh Giok Han. "Apa maksudmu mengikutiku terus menerus ?" tanya Giok Han lagi.

"Kau... kau pemuda ceriwis !" bentak si pengemis dengan muka cemberut, malah tangannya sudah melayang akan menampar muka Giok Han. "Mulutmu harus dihajar agar lain kali tidak berani mengeluarkan kata-kata ceriwis..."

Giok Han miringkan kepalanya mengelak, tapi mendadak dia merasakan dadanya berkesiuran angin. Dia kuatir senjata rahasia, segera si pemuda meloncat ke belakang. Waktu itu si pengemis lewat di sampingnya, ngeloyor pergi.

Giok Han berdiri tertegun di situ beberapa saat, sampai akhirnya menghela napas, menggoyang-goyang kepala karena benar-benar ia merasa heran terhadap kelakuan si pengemis. "Benar-benar aneh pengemis itu..!" pikirnya. Dan ia melanjutkan lagi langkahnya untuk mencari rumah penginapan.

Baru melangkah beberapa tindak, mendadak muka Giok Han berobah, ia berseru kaget dan meraba dadanya. Sekuntum bunga terbuat dari emas murni, menempel di bajunya. Ukurannya tidak besar, seperti kancing baju lainnya, tapi, bunga itu bisa menempel di bajunya merupakan kejadian yang mengejutkan karena pasti bunga emas ini milik si pengemis. Giok Han tambah heran, melihat ini ia tahu kepandaian dan kecepatan tangan pengemis itu luar biasa. Kalau tadi dipergunakan sebagai senjata rahasia, bukankah dia bisa dicelakai si pengemis ?

Kenyataannya, pengemis itu cuma menyantelkan bunga emas itu di bajunya. Apa maksud pengemis itu meninggalkan perhiasan yang mungkin juga bisa dipergunakan sebagai senjata rahasia ini ? Giok Han mengawasi teliti bunga emas itu, akhirnya diputuskan dia harus meminta keterangan dari pengemis itu. Tubuhnya melesat cepat mengejar ke arah depan, tapi bayangan si pengemis sudah lenyap. Mata hidungnya sudah tak terlihat.

Lima lorong jalan yang dilewati Giok Han. tapi si pengemis sudah menghilang tak terlihat bayangannya. Akhirnya Giok Han menghela napas, memasukkan bunga emas ke dalam sakunya. Siapa pengemis muda itu ? Kelakuannya benar-benar aneh.

Berjalan tidak jauh, Giok Han melihat subuah rumah penginapan, seorang pelayan menyambutnya, ketika Giok Han memasuki rumah penginapan tersebut. Kamar yang di berikan cukup bersih dan besar, Giok Han mencuci muka dan rebahkan diri di pembaringan untuk istirahat.

Walaupun ia tidak mau memikirkan tentang diri pengemis muda yang aneh, namun tetap saja pikirannya teringat kepada pengemis yang sangat aneh gerak-geriknya itu. Dia benar-benar jadi diliputi tanda-tanya. apa sebetulnya keinginan si pengemis ? Dia menghilang kemana ? Apa maksudnya meninggalkan bunga emas di bajunya ?

Tapi akhirnya Giok Han tersenyum. Bunga emas itu adalah barang yang cukup berharga. Dia bisa mempergunakan untuk pembayaran sewa kamar di penginapan ini. la jaga berpikir besok untuk mendatangi lagi rumah Siangkoan Giok Lin, guna mengadakan perhitungan. Pemuda ini memejamkan matanya dan tidur pulas.

Keesokan paginya, Giok Han bangun dengan tubuh segar. la mencuci muka, Waktu merapihkan rambutnya, pelayan masuk membawakan santapan untuknya, makanan yang terbuat dari sarang-burung Yan-oh. Giok Han mengerutkan kening melihat makanan itu. "Lo-tiamhoa, aku tidak memesan makanan itu..." memberitahukan Giok Han ragu-ragu, "mungkin kau salah kamar..."

Pelayan penginapan yang berusia lanjut menggoyangkan kepala sambil tertawa. "Tidak, kongcu. Aku tidak salah masuk kamar. Makanan ini memang dipesan untukmu. Malah akan menyusul beberapa makanan lainnya lagi buat kongcu."

Giok Han tertawa. "Lo-tiamhoa, dengarlah. Aku tidak mempunyai banyak uang. Jika kau memaksa makanan ini untukku, nanti setelah kumakan dan tak bisa membayar, kau akan menyesal..."

Pelayan tua itu tersenyum. "Jangan kuatir, kongcu. Kau tidak perlu membayar satu ci juga !"

"Apa ? Aku tak usah membayar?" Pelayan itu mengangguk cepat. "Benarr kongcu tidak usah membayar, karena semua makanan untuk kongcu telah dibayar penuh untuk hari ini. termasuk sewa kamar. Kalau memang kongcu masih memiliki urusan bermaksud menginap lagi satu dua hari, itupun sudah dibayar penuh. Oya. kongcupun diminta setelah bersantap untuk mencoba jubah yang telah selesai dibuatkan untukmu."

Bukan kepalang heran Giok Han. dia jadi mengawasi si pelayan dengan mulut terbuka tak percaya pada apa yang didengarnya. Akhirnya dia nyengir. "Lo- tiamhoa, kau jangan bergurau ...."

Si pelayan memperlihatkan sikap sungguh-sungguh, katanya: "Mana berani aku bergurau dengan kongcu. Aku telah memberitahukan yang sebenarnya. Silahkan dimakan Yan-oh-nya, kongcu. Kalau dingin tentu berkurang lezatnya ..."

Bingung Giok Han menghadapi kejadian ini. Siapa yang melakukan semua ini, yang telah membayar penuh semua perhitungan sewa kamar termasuk makanan, juga kata si pelayan ia telah dikirimi jubah baru!"

Si pelayan tehh mengundurkan diri. Giok Han berdiri ragu-ragu, namun akhirnya dla tertawa. "Untuk apa aku pusing-pusing ! Orang bermaksud baik padaku dengan membayarkan seluruh perhitunganku pada rumah penginapan ini, kalau nanti bertemu dengannya urusan akan menjadi jelas sendirinya. Tapi, apakah mungkin semua ini pekerjaan Siangkoan Giok Lin, yang sengaja hendak mengambil hati dan coba mempengaruhi aku dengan semua ini ? Tapi, tak mungkin. Siangkoan Giok Lin pasti akan datang dengan senjata tajam bersama orang-orangnya, untuk membunuhku ! Tidak mungkin dia melakukan perbuatan baik seperti ini ! Namun mungkinkah makanan itu sudah dicampur racun ?"

Karena berpikir begitu, segera Giok Han menghampiri pintu. Dia memanggil pelayan tadi, yang segera datang.

"Lo-tiamboa, kau membuatkan Yanoh terlalu banyak, aku membagimu separoh. Nah, makanlah !" kata Giok Han sambil menyodorkan semangkok Yan-oh yang dicampur dengan buah leci, sedangkan semangkok sarang burung walet yang dicampur dengan anggur, dibiarkan saja di meja.

Si pelayan menggoyang-goyangkan tangannya, mukanya berobah dan tampaknya dia jadi sibuk sekali. "Mana boleh begitu ?! Mana boleh begitu ?"

"Hayo makan !" bentak Giok Han.

"Sungguh-sungguhkah kongcu membagi Yan-oh untukku?" tanya si pelayan tua itu akhirnya.

"Ya, makanlah."

"Biar kubawa ke belakang saja, nanii kumakan di sana !"

Giok Han maju mencekal lengan si pelayan. "Makan di sini !"

"Oooo, inilah peristiwa yang belum pernah terjadi di rumah penginapan ini, sejak didirikan sampai sekarang. Tapi, baiklah ! Kongcu tampaknya kuatir makanan ini beracun, bukan ?"

Giok Han diam saja. Si pelayan tua segera memakan habis semangkok Yan-oh, akhirnya mengusap-usap perutnya. "Terima kasih atas kebaikan kongcu." Dia memutar tubuh mau pergi, tapi Giok Han menepuk pundaknya.

"Tunggu dulu, Lotiamhoa. Beritahukan kepadaku, siapa yang telah membayarkan buatku semua ini ?"

"Katanya seorang sahabat baik kongcu..." menyahuti si pelayan.

"Bagaimana keadaan orang itu ?"

"Seorang nona cantik jelita ..."

"Apa ?"

Si pelayan mengawasi heran. "Bukankah kongcu seharusnya sudah mengetahui siapa yang melakukan semua ini?"

Giok Han menggeleng.

"Tidak. Aku pendatang baru di kota ini tidak ada seorang kawanpun juga !"

Kini giliran si pelayan yang jadi terheran-heran.

"Kongcu jangan bergurau.... nona itu bilang kau... kau adalah... adalah calon suaminya !"

"Apa?" Giok Han kaget dan tambah heran. "Celaka, lo-tiamhoa... kau salah kamar ! Semua ini bukan untukku ! Kau pasti salah kamar !"

Si pelayan menggelengkan kepala.

"Tidak ! Tidak mungkin salah kamar ! Nona itu sudah memberitahukan jelas tamu di kamar empat dan melukiskan muka dan keadaan badan kongcu."

Giok Han jadi tambah heran. "Apakah wanita itu tidak memberitahukan namanya ?"

Si pelayan tertawa.

"Kepada seorang pelayan kotor seperti-ku ini mana nona itu mau memberitahukan namanya. Dia cuma bilang, kami harus melayani kongcu sebaik-baiknya... berapapun akan dibayarnya, asal kongcu senang tinggal di sini!"

Giok Han tambah heran dan ragu-ragu. Dia yakin pelayan ini pasti salah kamar.

"Percayalah lo-tiamhoa, yang dimaksudkan wanita itu bukan diriku ! Aku baru datang dari kota lain, di sini tidab ada sahabat atau sanak famili, apa lagi calon isteri. Ayo bawa keluar semua barang santapan itu, aku bukan orang yang dimaksud wanita itu !"

"Tidak mungkin salah !" * kata si pelayan dengan pasti. "Dirumah penginapan ini tidak ada pemuda lain, selain kongcu ! Memang ada tamu lain yang datang malam tadi, tapi mereka dua orang wanita dan seorang lelaki sudah tua-renta. Hanya kongcu seorang yang masih muda. Maka dari itu, tidak mungkin salah yang dimaksudkan nona cantik itu adalah kongcu !"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar