Tak lama kemudian A-hiang
muncul lagi, dia bersama seorang pemuda berpakaian sebagai pelajar, yang waktu
masuk ke dalam ruangan dengan senyum-senyum ceriwis.
"Sianli, semoga dia tak
mengecewakanmu" melapor A hiang. Sianli yang luar biasa ini, melambaikan
tangannya agar si pemuda yang tampaknya ceriwis datang mendekatinya.
Pemuda itu melirik pada
A-hiang, kemudian sambil tersenyum senyum menghampiri Sianli mulutnya juga
ceriwis sekali. "Aduhhh, cantik luar biasa, sungguh membuat aku seperti
bermimpi dan seperti sedang berada di sorga! "puji pemuda itu.
Sianli tersenyum senang
mendengar pujian. Lenyap kemendongkolan hatinya. Tanyanya: "Siapa
namamu?"
Cepat-cepat pemuda ini
merangkapkan kedua tangannya dan menjura. "Hakseng bermana Thio Giam Keng.
Siapakah nama nona?"
"Nanti akan kuberitahukan
siapa diriku. Sekarang jawablah dulu pertanyaan-pertanyaanku." bilang
Sianli.
"Silahkan, silahkan,
dengan senang hati Hakseng akan menjawab dengan jujur dan sebenarnya setiap
pertanyaan nona. Apa yang ingin nona tanyakan."
"Berapa umurmu?" tanya
Sianli.
"Duapuluh tujuh
tahun."
"Sudab menikah?"
Pemuda pelajar itu tersenyum
ceriwis. "Apa artinya sebuah pernikahan ? Bagi seorang laki laki menikah
atau tidak bukan suatu persoaIan ..."
"Maksudmu ?"
"Bukankah tanpa menikah
seorang laki-laki tak terikat dan bebas bersenang-senang dengan wanita-wanita
yang diinginkannya ?" balik tanya si pemuaa pelajar she Thio tersebut.
Sianli tersenyum.
"Maksudmu kau sudah berpengalaman dalam urusan wanita?"
Thio Giam Keng tersenyum
ceriwis. "Hakseng tak berani berkata begitu, tapi dari sekian banyak
wanita yang pernah bersenang senang dengan Hak-seng tak ada seorangpun secantik
nona. Hari ini benar-benar Hak seng sangat beruntung."
Sianli tersenyum penuh arti,
dia menepuk tepi pembaringan, katanya: "Duduklah kau di sini."
Thio Giam Keng menghampiri,
tapi dia tidak duduk di tepi pembaringan, melainkan tangannya ceriwis sekali
mencolek pipi Sianli pujinya: "Betapa cantiknya nona... kalau tadi
pelayanmu tak memberitahukan bahwa kau seorang manusia biasa, pasti aku akan
menyangka bahwa kau seorang bidadari yang baru turun dari kahyangan."
Sianli menyambar menggenggam
tangan Thio Giam Keng. menggenggam hangat dan tangannya yang lain
mengusap-usap.
"Kau pemuda yang sangat
menyenangkan!" Dan dia menarik tangan pemuda itu. Thio Giam Keng sengaja
membiarkan tubuhnya terseret maju ke dekat Sianli dan malah kedua tangannya
tahu-tahu merangkul tubuh yang padat berisi. Dia juga mencium pipi Sianli
dengan napas yang mendengus hangat.
"Nona, kau cantik sekali,
matipun aku rela jika bisa bersama kau satu malam saja!" bisik Thio Giam
Keng merayu.
Sianli tertawa kegelian karena
cuping telinganya dicium lagi oleh pemuda itu.
"Benarkah ?" rintih
Sianli bergelinjang dalam rangkulan si pemuda, matanya liar dan basah
berminyak.
"Benar.. di dunia kukira
tak ada wanita yang bisa menandingi kecantikanmu... benar-benar mengherankan
dan hampir membuatku tak percaya bahwa di dalam dunia ada wanita secantik kau
!"
Sianli memeluk erat, hangat
sekali. Kedua orang ini lupa segalanya. Keadaan di ruang itu menjadi panas
sekali, biarpun hawa udara di luar ruang yang terbuka itu sangat dingin, tapi
kedua orang ini seperti tak merasakannya.
Thio Giam Keng yang
sehari-harinya seorang pemuda bedodoran pengganggu anak isteri penduduk,
ternyata memang sangat pandai merayu. Tapi, setelah semuanya menjadi dingin,
kembali Sianli kecewa. Dia mengambil jubah luarnya yang tipis, tubuhnya yang
montok berbayang samar. Dia cemberut dengan muka masam.
"Mana kepandaianmu yang
kau tonjol-tonjolkan tadi ? Bukankah kau mengatakan pandai sekali dalam urusan
wanita ?" mengejek Sianli melirik pada Thio Giam Keng yang rebah lemas di
pembaringan.
Pemuda pelajar ini menyeringai
tertawa. "Nanti kita ulangi, akan kuperlihatkan kepadamu yang lebih luar
biasa.. jangan kau menghinaku dulu, bukankah kita belum selesai sampai di sini
?"
"Hemmm, bicaramu terlalu
besar, aku tak percaya lagi padamu. Tadi kau bilang rela mati jika dapat
bersenang-senang denganku, walaupun hanya untuk satu hari saja, bukan?"
Muka Thio Giam Keng berobah
pucat, sampai terlompat duduk memandang Sianli dengan mata terbuka lebar lebar.
"Aku... apakah aku tak
berhasil menyenangkan hati... nona?" tanyanya gugup.
Tahu-tahu tangan Sianli
menjambak rambut pemuda itu, menghentaknya. Dia sama sekali tak menjawab
pertanyaan pemuda itu. Hentakannya itu menyebabkan tubuh si pemuda she Thio
terlempar ke lantai dengan bantingan sangat keras, sampai dia menjerit
kesakitan.
"Jawab pertanyaanku !
Bukankah tadi kau bicara seperti itu ?" bentak Sianli dengan suara dingin.
Thio Giam Keng meringis
kesakitan, dia mengusap-usap pinggul dan meraba kepalanya, karena rambutnya
tadi ditarik dan di-jambak keras sekali. "Be... benar... memang aku bicara
begitu... tapi aku akan berusaha untuk menyenangkan kau, nona... percayalah,
aku akan berusaha menyenangkan kau...!"
Muka Sianli dingin sekali,
melangkah mendekati si pemuda dengan tindakan kaki perlahan-lahan. Sedikitpun
tak tampak perasaan apa-apa di mukanya. Tiba-tiba dia bilang: "Kau juga
pemuda tidak berguna, menyebalkan !"
Lemaslah tubuh Thio Giam Keng,
tahulah dia apa yang akan menimpa dirinya. Tadi sudah diberitahukan oleh A
hiang bahwa dia tak berhasil menyenangkan hati majikannya, celakalah dia.
Cepat-cepat dia menggoyang-goyangkan tangannya. "Dengar dulu, nona...
dengar dulu..." Tapi, baru bicara sampai di situ, dia menjerit sekuat
suaranya, karena kepalanya dirasakan seperti di tancap cakar-cakar besi, kelima
jari tangan Sianli sudah menoblos batok kepalanya, sampai berlobang dalam
sekali. Mata Thio Giam Keng terbuka lebar-lebar seperti tak percaya apa yang
terjadi, mulutnya terbuka, suara jeritannya berobah menjadi suara mengorok,
tubuhnya berkelojotan dua kali, kemudian kejang, jiwanya sudah melayang Waktu
Sianli mencabut kelima jari tangannya yang berlumuran darah campur otak dari
kepala Thio-Gian Keng. pemuda pelajar itu sudah menggeletak tak bernapas lagi !
ooo)0(ooo
"Hemmm!" mendengus
Sianli dengan wajah yang mengejek. "Bwee sim-mo-li hendak dipermainkan
oleh kau ? Mana bisa ? Dengan sombong kau memiliki kepandaian yang tinggi dalam
rayuan dan cumbuan pada wanita, nyatanya kau tak lebih dari seekor anjing
keparat ! Sudah pantas dan cukup layak kau dihukum mati dengan cara
demikian!"
Setelah berkata begitu, Sianli
berteriak keras memanggil A hiang. Cepat sekali A-hiang muncul. Melihat tangan
Sianli berlumuran darah cepat-cepat dia mempergunakan sewaskom air dan sepotong
kain sutera mencucinya hati-hati.
"Kembali kau gagal
menyerahkan orang yang benar-benar kuinginkan, A-hiang," bilang Sianli,
yang ternyata tak lain dari Bwee-sim-mo li, iblis wanita yang paling ditakuti
orang-orang kangouw. Tawar suaranya.
"Ya. Sianli. Budakmu akan
berusaha mencari pemuda yang benar-benar bisa jadi idaman hati Sianli."
Menyahuti A-hiang, sambil membersihkan hati-hati sekali kelima jari tangan
Bwee-sim-mo-li.
"Kukira. sulit
mendapatkan pria tambatan hati seperti yang kuinginkan. Telah lebih dari
limapuluh orang pemuda yang gagal memenuhi keinginanku, dan mereka semuanya
harus me.i:buang jiwa di ruang ini. Lama-lama aku jadi berpikir, apakah semua
laki-laki memang tak memiliki kemampuan untuk menyenangkan diriku? Aku mulai
kuatir tak ada pemuda yang bisa menyenangkan hatiku."
"Sianli jangan
kuatir," A-hiang bicara hati-hati sekali. "Nanti suatu saat, jika
sudah sampai waktunya, tentu budak-budakmu berhasil mencarikan kau pemuda yang
benar-benar dapat menyenangkan hatimu!"
Sianli tertawa tawar. "Ya
mudah-mudahan saja begitu," katanya. "Tapi. biarpun pemuda-pemuda itu
bisa menyenangkan hatiku, sedikitnya mereka sudah memberikan kemajuan buat
latihan lwekangku. Karena itu aku tak terlalu menyesali kau, A-hiang."
"Terima kasih
Sianli" A-hiang selesai membersihkan jari-jari tangan Sianli. dia membawa
pergi waskom yang berisi air merah bercampur darah. Kemudian kembali untuk
memberikan wangi-wangian pada tangan Bwee-sim-mo li.
Bwee-sim mo-Ii rebah saja di
pembaringan, seperti sedang berpikir sesuatu, sampai akhirnya ia menghela napas
dalam-dalam.
"Apa yang Sianli
pikirkan." tanya A-hiang. "Tak usah Sianli gelisah, budak-budakmu
akan sekuat tenaga mencari pemuda yang Sianli inginkan."
"Aku sedang memikirkan,
jika saja lima-puluh orang pemuda lagi gagal menyenangkan hatiku, berarti
kekecewaan hatiku semakin besar, namun latihan Iwekangku sudah cukup kuat
dengan diperoleh lebih dari seratus sari-hidup pemuda-pemuda itu. Namun aku
masih kuatir, apakah sudah cukup dan sama kuatnya seperti yang dimiliki Tang
San Siansu?"
"Tang San Siansu tak
berarti apa-apa bagi Sianli, jika Sianli telah menyelesaikan latihan sinkangmu,
tentu Tang San Siansu bisa Sianli atasi. Dia memang memiliki kepandaian tinggi,
tapi mana bisa menandingi Sianli ?" A-hiang memuji dengan sikap
sungguh-sungguh.
Senang hati Bwee-sim-mo-li.
"Aku cuma kuatir, dari seratus sari-hidup pemuda-pemuda itu tidak semuanya
murni. Mereka ada yang sudah pernah main perempuan-perempuan lain, tidak
perjaka-murni."
"Kalau begitu, nanti
budak-budakmu mencarikanmu pemuda pemuda yang benar-benar masih perjaka,"
berjanji A-hiang.
"Mana bisa?"
menggumam Sianli dengan mata memandang kosong pada langit-langit kamar.
"Apakah kau bisa tahu dan memastikan seorang pemuda masih perjaka tulen.
Laki-laki biasanya pembohong, juga biarpun mereka belum menikah, sulit menjamin
mereka masih perjaka asli."
Pipi A-hiang berobah merah,
mengangguk. "Benar apa yang Sianli bilang, tapi budak budakmu nanti akan
berusaha menyelidiki sebaik-baiknya sebelum menyeret pemuda manapun ke hadapan
Sianli. Paling tidak, mereka masih belum menghambur-hamburkan terlalu banyak
sari - hidupnya, baru satu dua kali saja dia bersenang-senang dengan wanita
lain, itupun kalau benar tidak ada pemuda-pemuda yang masih perjaka."
Tiba-tiba Bwie-rim-mo-li
bangun duduk dan tersenyum.
"A-hiang, kau benar-benar
muridku yang setia dan patuh, yang selalu berusaha menyenangkan hatiku. Baiklah,
jika kau berhasil mempersembahkan pemuda yang kuidam-idamkan, yaitu masih
perjaka asli, akan kuwariskan kau pukulan maut, Eng-kut-kun" (Pukulan
Tulang Elang)
A-hiang cepat-cepat berlutut.
"Terima kasih atas budi kebaikan Sianli. Budakmu akan berusaha sekuat
tenaga untuk mendapatkan pemuda-pemuda yang Sianli inginkan."
"Baiklah, kukira
jari-jari tanganku sekarang sudah bersih," kata Bwee-sim mo-li.
"Bereskan mayat pemuda itu."
"Ya, Sianli,"
cepat-cepat A hiang membawa mayat Thio Giam Keng, kemudian datang kembali
membersihkan lantai, sedangkan Bwee-sim-mo li rebah di pembaringan empuk mewah
itu dengan pikian menerawang memikirkan sesuatu.
Mendadak Cun-hiang, salah
seorang murid Bwee-sim mo-li lainnya muncul dan berlutut dengan sikap sanpat
menghormat.
"Melapor pada Sianli,
Tang San Siansu datang berkunjung dan sedang menanti di luar. Apakah boleh
dibiarkan kemari?" bilang Cun- hiang.
Alis Bwee-sim-mo li mengkerut,
tapi akhirnya dia mengangguk. "Suruh dia masuk," suaranya perlahan.
Dia juga sudah merapikan pakaiannya.
Cun hiang mengundurkan diri.
Waktu A-hiang ingin keluar meninggalkan ruangan setelah membersihkan lantai
dari percikan nona darah, Bwee-sim mo-li memanggilnya: "Kamari kau, A
hiang."
Cepat-cepat A-hiang mendekat,
Bwe-sim-mo li mengawasi muridnya, dengan suara perlahan dia bilang: "Pergi
kau selidiki, apa yang tengah dilakukan Cu Lie Seng dan yang lain lainnya
dirumah Siangkoan Giok Lin, nanti berikan laporan kepadaku!"
"Baik, Sianli ...!"
menyahuti A-hiang, dia mengundurkan diri.
Bwee-sim rao-li duduk terdiam
di pinggir pembaringan. Otaknya tampak bekerja sedang mennkirkan sesuatu. la
ingat, sekarang ini bekerja buat Cu-kongkong dan selalu diperintah perintah
oleh Cu Lie Seng, putera Cu-kongkong, sebetulnya membuat hatinya tidak puas. Tapi
dia jeri pada Tang San Siansu, guru Cu Lie Seng, karenanya juga sementara ini
dia tidak memperlihatkan perasaan tidak puasnya tersebut, cuma saja diam-diam
dia telah melatih dengan giat semacam ilmu tenaga dalam kelas satu, dengan
bantuan dari sari-hidup pemuda untuk mencapai kesempurnaan, karena sinkang yang
dilatihnya agak sesat.
Dia mempunyai rencana, kalau
latihannya sudah dirasakan cukup, akan dipergunakan menghadapi Tang San Siansu,
berusaha unruk merobonkannya.
Kalau berhasil, dia
selanjutnya tak mau di-bawah perintah Cu Lie Seng. Dengan bantuan 12 orang
murid-muridnya, dia mencari pemuda-pemuda yang dikehendakinya.
Waktu itu Cun hiang telah
muncul kembali mengiringi seorang pendeta bertubuh kekar dan perkasa. Dialah
Tang San Siansu, satu satunya orang yang berhasil menundukkan Bwee sim-mo-li,
yang kepandaiannya lebih tinggi dari iblis wanita tersebut. Waktu memasuki
ruangan, Tang San Siansu sudah tertawa dengan suara parau.
"Bie Lan Moay-moay,
mengapa kau menjauhi diri dari rombongan kami?" tegur pendeta ini.
Bwee-sim-mo-li Liok Bie Lan
cepat-cepat menyambut si pendeta dengan muka berseri-seri, ramai senyumnya.
"Siapa sangka aku memperoleh kesempatan dan kehormatan dikunjungi Taisu.
Sementara ini aku hendak beristirahat, sambil menunggu perintah Taisu, karena
itu aku tak menggabungkan diri dengan muridmu itu, Cu Lie Seng."
"Kukira kau sudah mau
memisahkan diri dari kami," kata Tang San Siansu, tawar. "Tapi
mudah-mudahan saja dugaanku itu keliru."
"Mana berani aku
memisahkan diri dari Taisu, justeru Taisulah satu-satunya orang yang kuandalkan
untuk menghadapi semua orang kangouw."
Tang San Siansu tertawa
bergelak-gelak. "Benarkah itu ? Kukira kau sendiri merupakan iblis-wanita
yang sangat ditakuti oleh semua orang kangouw, bagaimana mungkin kau harus
mengandalkan aku lagi sebagai tulang punggungmu ?"
"Taisu terlalu
memuji," bilang Bwee-sim-mo-li. "Percayalah Taisu, kau satu satunya
orang yang kukagumi. Jika aku menemui kesulitan tentu hanya kepadamu saja aku
bisa meminta pertolongan. Bukankah begitu?"
Si pendeta tersenyum,
mengawasi Bwee-simmo-li. Iblis-wanita ini semakin lama semakin cantik saja.
Biarpun usianya sudah tidak muda lagi, namun Liok Bie Lan benar-benar merupakan
wanita sangat cantik yang kemontokan tubuhnya tidak kalah dibandingkan dengan
gadis-gadis muda remaja.
Bukan main kagumnya Tang San
Siansu, karena kecantikan wajah Bwee-sim-mo- li memiliki daya tarik tersendiri
yang sungguh menggairahkan, matanya yang bersinar memancarkan gairah seakan
memiliki kekuatan magnit membetot sukma.
"Bie Lan Moay moay, kau
semakin lama kian cantik saja." puji Tang San Siansu, karena goncangan
hati yang dialaminya melihat kecantikan Bwee-sim-mo-li yang benar-benar
mengagumkan. "Kukira, banyak sekali pria yang sudah bertekuk lutut di bawah
kakimu, bukan ?"
"Jangan memujiku terus
menerus, Taisu, lama lama aku tak kuat lagi menerima pujianmu dan nanti bisa
jadi berkepala besar," merendah Liok Bie Lan. "Apakah memang aku
masih cantik ?"
"Tentu... aku tak sangka
bahwa semakin lama kau semakin cantik saja. Hari ini baru kulihat bahwa kau
memang benar-benar sangat cantik."
Bwee sim- mo-li tertawa,
menghampiri si pendeta, kemudian merangkul lehernya.
"Taisu, tertarikkah kau
padaku ?" bisik Bwee sim-mo-li dengan sikap manja, matanya memandang
dengan gairah, tubuhnya begitu hangat memeluk si pendeta dadanya yang padat
membusung rapat menekan dada Si pendeta.
"Sudah berapa banyak
pemuda yang kau korbankan, Bie Lan Moay-moay ?" balas tanya si pendeta.
Bwee-sim-mo li terkejut, dia
merenggangkan pelukannya, menatap si pendeta seperti tidak mengerti apa yang
ditanyakan si pendeta "Apa maksudmu, Taisu ?"
"Kudengar akhir-akhir ini
murid-murid-mu rajin sekali menangkapi pemuda-pemuda muda sama seperti seorang
pemburu menangkap kelinci-kelinci saja. Tentu semuanya itu atas perintahmu,
bukan ?"
"Aku kesepian,
Taisu," akhirnya Bwee-sim-mo-li bisa mengendalikan goncangan hatinya.
Semula dia menyangka si pendeta mengetahui dia memanfaatkan sari-hidup
pe-muda-nemudi itu untuk kepentingan latihan sinkangnya. Tapi, dia masih tak
yakin bahwa Tang San Siansu mengetahui hal itu, maka dia beralasan bahwa dia
kesepian.
"Tak ada seorangpun yang
mau menemaniku. Pemuda-pemuda itu bodoh-bodoh semua tak ada yang bisa
menyenangkan hatiku, maka aku mengganti-ganti mereka"
"Mengapa tidak
memberitahukan kepada ku sejak dulu bahwa kau kesepian, Bie Lao Maay-moay
?" bilang si pendeta sambil tertawa dan memeluk Bwee sun-mo-li. "Jika
saja kau mau berterus terang padaku, maka aku dapat menggembirakan hatimu.
Benar usiaku tidak muda lagi, tapi kutira bicara soal pengalaman dalam urusan
yang satu itu aku jauh lebih menang dibandingkan dengan pemuda manapun
juga."
"Akh, Taisu mana mau
padaku ? Aku manusia apa sehingga bisa menerima kehormatan dari Taisu ?"
Sengaja Bwee-sim-mo li merendah, sedangkan hatiiya merasa lega, sebab si
pendeta sudah tidak mendesaknya terus masalah pemuda-pemuda yang ditawan oleh
murid-muridnya. Tampaknya si pendeta mau mempercayai keterangannya bahwa dia
kesepian dan hendak ditemani dan dihangati oleh pemuda-pemuda itu...Taisu hanya
bergurau saja."
Tang San Siansu merangkul Bwee
sim-mo-li. dengar sungguh-sungguh dia bilang: "Siapa yang mengatakan aku
main-main ? Apakah aku pernah bicara main-main dengan kau. Bie Lan Moay moay ?
Aku telah bicara yang sejujurnya, bahwa aku hari ini baru menyadari kau
sebenarnya seorang wanita yang memiliki kecantikan luar biasa, kedatanganku
kemari sebetulnya hendak memberitahukan kepadamu, bahwa jam 4 pagi hari ini
kita akan berangkat ke kotaraja, tapi siapa sangka justru aku melihat kau
demikian cantik, marilah kita melewatkan sisa-sisa waktu kita berdua, untuk
bersenang-senang."
Bwe sim-mo-li tertawa
bergelinjang dalam pelukan si pendeta, liar sekali. Dan memang akhirnya dia
harus mengakui Tang San Siansu bisa melebihi dari kemampuan pemuda-pemuda yang
pernah coba menghangatinya dan pada akhirnya di bunuh-bunuhnya itu. Satu
kemenangan Tang San Siansu dia memiliki sinkang yang sudah terlatih tinggi maka
dia bisa memakai sinkangnya yang disalurkannya sekehendak hati untuk
menyenangkan Bwee sim-mo li.
Ruangan yang semula dingin itu
jadi hangat, Tang San Siansu sendiri seperti lupa, bahwa tak lama lagi, jam 4
pagi dia harus berangkat bersama rombongan muridnya untuk kembali ke kotaraja.
Dia sibuk sekali dengan Bwee sim mo-li.
Dua orang manusia yang berbeda
kelamin tapi memiliki tabiat dan watak sama buruk dan bejadnya, telah bertemu
dan merasa sangat cocok satu dengan yang lainnya menyebabkan mereka berdua lupa
pada segala sesuatu apapun juga.
Dua manusia yang sama kejamnya
dan sama sesatnya ini, menghalalkan apapun yang mereka senangi. Karenanya juga,
mereka sudah tak peduli lagi sekelilingnya, mereka terlalu sibuk untuk
memperhatikan keadaan di sekitarnya.
Bwee-si m rno-li sendiri
sebetulnya memiliki rencana yang cuma diketahui olehnya. Dia sengaja melayani
Tang San Siansu dan berusaha menyenangkan hati si pendeta, jika bisa dia hendak
menguasai pendeta ini dengan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Benar
kepandaian Tang San Siansu lebih tinggi darinya, tapi Tang San Siansu tetap seorang
laki-laki.
Bukankah ada kata-kata yang
menyatakan bahwa laki-laki biasanya bertekuk lutut di bawah kaki wanita cantik?
Dan Bwe sim mo-li ingin memanfaatkan kecantikan wajah maupun kemontokan
badannya menaklukkan Tang San Siansu. dan rencana-rencananya itu sudah memenuhi
otaknya, dia menghendaki juga kepandaian Tang San Siansu.
Bwee sim-mo li yakin, jika
berhasil memakai kecantikannya menundukkan pendeta ini jelas akhirnya ia
berhasil membujuk si pendeta untuk memberitahukan kouwhoat ( teori ) ilmu silat
andalan sipendeta tersebut.
-OOOO
JAM empat pagi rombongan Cu
Lie Seng meninggalkan gedung Siangkoan Giok Lin. Mereka terdiri dari
orang-orang yang berkepandaian tinggi sekali. Bahkan diantara mereka tampak
Tang San Siansu. Bwee-sim-mo li, Pak Mo Tang Mo, See Mo dan Lam Mo, Ban It Say,
Thio Yu Liang dan si pengemis tua yang sudah mengkhianati kaipang yaitu Kiu
ci-sin kai Ho Beng Su.
Siangkoan Giok Lin selalu
jalan berendeng disamping Cu Lie Seng, dia berusaha bermuka-muka pada putera Cu
kongkong ini.
Dengan jumlah mereka yang
cukup banyak dan semuanya terdiri orang-orang berkepandaian tinggi, siapa yang
berani untuk menghadang mereka buat merebut daftar orang-orang kangouw? Siapa
yang memiliki nyali dan keberanian untuk berurusan dengan rombongan orang-orang
yang semuanya sangat lihai dan ganas ini ?
Tang San Siansu sudah
memberitahukan kepada semua orang dalam rombongannya, bahwa mereka melakukan
perjalanan dengan berjalan kaki sampai dikota Ceng shia, dari sana barulah
mempergunakan kuda. Alasannya agar tidak terlalu menarik perhatian orang.
Sedangkan pasukan tentara
kerajaan yang semula dibawa Cu Lie Seng, diperintahkan pulang lebih dulu
kekotaraja, karena Tang San Siansu bilang mereka tak diperlukan lagi. Dengan
adanya dia dalam rombongan itu, di tambah oleh tokoh-tokoh persilatan yang
semuanya lihai dan berkepandaian tinggi, tak ada yang perlu dikuatirkan lagi.
Rombongan Tang San Siansu tiba
didepan lembah yang ada dikaki gunung Cu-san sebelah barat, pada sore itu,
mereka bermaksud beristirahat disitu.
Tapi, waktu Tang San Siansu
tengah mengatur rombongannya untuk mengambil posisi yang berpencar mendirikan
tenda-tenda, mendadak terdengar suara langkah kaki kuda yang dilarikan cepat
sekali. Mata Tang San Siansu berkilat tajam, menoleh menatap bengis kepada
penunggang kuda yang tengah mendatangi.
Ternyata penunggang kuda itu
seorang laki-laki tua berusia enam pulah tahun lebih, tubuhnya kurus mukanya
pucat seperti orang penyakitan dan lemah.
Penunggang kuda itu melarikan
terus tunggangannya tanpa menoleh. Ban It Say segera hendak mengejar, tapi
ditahan Tang San Siansu. "Biarkan dia pergi. Tak mungkin dia mata-mata
musuh. Siapa yang memiliki nyali untuk berurusan dengan kita?"
Ban It Say mengiyakan. dia
juga melihat penunggang kuda itu pucat dan lemah seperti orang penyakitan,
karenanya diapun yakin bahwa orang itu mata-mata musuh.
Mereka mendirikan tenda-tenda
yang jaraknya terpisah cukup jauh, Maksud Tang-San Siansu jika ada rombongan
musuh menyerang, mereka tidak terkepung disuatu tempat, ini bisa memungkinkan
mereka memberikan perlawanan kepada musuh.
Tempat di mana rombongan Tang
San-Siansu bermalam ternyata sangat sepi, tak terlihat seorang manusiapun lewat
di jalan depan lembah tersebut sejak orang bermuka pucat dan lemah
berpenyakitan itu, tak ada orang lain yang lewat di situ.
Magrib telah lewat, malam
membuat tempat itu jadi gelap. Rombongan Tang San Siansu beristirahat.
Sedangkan Tang San Siansu didalam tendanya bukan seorang diri, melainkan
berdiam dengan Bwee-sim-mo-li ! Mereka tengah bermesra-mesraan untuk
melenyapkan dinginnya hawa malam.
Tetapi, di luar dugaan
penglihatan Tang-San Siansu dan rombongannya, justeru diantara semak belukar
dikegelapan malam beberapa sosok tubuh bergerak hati-hati dan perlahan-lahan
mendekati tenda-tenda tersebut, Jumlah sosok tubuh itu mungkin lebih dari
sepuluh orang, semuanya berpakaian penuh tambal, tanda bahwa mereka adalah
rombongan pengemis.
Dari sikap pengemis-pengemis
yang mendekati tenda, jelas mereka bersikap hati-hati, agar orang-orang yang
tengah beristirahat didalam tenda itu tak mengetahui kedatangan mereka. Lama
juga rombongan pengemis itu mengintai tenda-tenda rombongan Tang San Siansu,
sampai akhirnya waktu mendekati tengah malam, terdengar suara pekik kera, dan
para pengemis itu mendekam di tanah.
Ternyata suara pekik kera itu
adalah pekik pemimpin mereka, yang meniru pekik seekor kera. Rupanya waktu yang
mereka nantikan telah tiba. Pengemis-pengemis itupun bukan hanya belasan orang
saja, sebab di belakang mereka ada rombongan pengemis lainnya, yang jumlahnya
cukup banyak, mungkin hampir duapuluh orang.
Mereka rupanya memecah diri
menjadi dua rombongan dan perintah-perintah dikeluarkan oleh pemimpin mereka
dengan meniru suara pekik kera. Perlahan-lahan mereka merangkak mendekati tenda-tenda
rombongan Tang San Siansu.
Waktu terdengar lagi suara
pekik kera, mendadak rombongan penjemis itu menyerbu salah sebuah tenda yang
ada di sebelah kanan, kurang lebih delapan orang yang menyerbu masuk ke dalam
tenda itu kepandaian mereka rata-rata tinggi, karena selain gesit,merekapun
dapat melakukan penyerangan ke arah tempat yang mereka duga penghuni tenda
rebah tidur.
Namun mereka kecewa. Tenda itu
kosong, tidak ada seorang manusiapun juga. Cepat-cepat kedelapan pengemis itu
menerobos keluar dari tenda, tapi sudah terlambat. Di situ tampak Cu Lie Seng
berdua Thio Yu Liang menghadang jalan keluar pengemis-pengemis itu.
Tanpa banyak bicara
pengemis-pencemis itu menerjang Thio Yu Liang dan Cu Lie Seng, tapi kedua orang
tersebut masing-masing memiliki kepandaian tinggi, dua orang pengemis yang maju
paling depan dibikin terpental oleh pukulan tangan Cu Lie Seng, sedangkan Thio
Yu Liang membikin terbanting seorang pengemis lainnya.
Lima orang pengemis lainnya
nekad menerjang terus, tapi dengan mudah merekapun dirubuhkan, Cu Lie Seng
mempergunakan pukulan-pukulan "Liong-beng-kun" merobohkan
lawan-lawannya karenanya para pengemis itu jadi tak berdaya, sedangkan Thio Yu
Liang mempergunakan pedangnya untuk melukai lawan-lawannya.
Kedelapan pengemis yang terpelanting
itu merangkak bangun. Cu Lie Seng maju hendak membekuk salah seorang di antara
mereka, mendadak pengemis itu mengayunkan tangannya. Cu Lie Seng melihat
lawannya menyerang mempergunakan senjata rahasia, mengibaskan tangannya untuk
menghalau senjata-senjata rahasia lawan.
Tapi dia mengibas tempat
kosong, karena tak ada senjata rahasia yang berhasil disampoknya. Rupanya si
pengemis cuma menggertak dengan gerak-tangannya tersebut, begitu Cu Lie Seng
mengibas, dia menubruk membenturkan kepala pada perut Cu Lie Seng.
Kaget pemuda che Cu, dia coba
berkelit, tapi terlambat, samping pinggangnya masih kena diseruduk oleh
pengemis itu. Sakit dan gusar Cu Lie Seng tak pikir dua kali, telapak tangannya
menghantam dahsyat punggung pengemis itu, sampai terdengar suara "Dessss!
Bukkkkkk!", disusul suara tertahan dari si pengemis. Tapi kemudian secepat
kilat pengemis itu berlari menerobos keluar tenda, tangannya kembali bergerak.
Cu Lie Seng menubruk karena
menyangka pengemis ini cuma ingin menggertaknya lagi. Tapi dadanya segera jadi
panas, karena sesuatu benda meledak keras di depan dadanya, asap tebal mengepul
di dalam tenda itu.
Pengemis-pengemis lainnya juga
bersama-sama secara berbareng telah membanting sesuatu benda, yang meledak dan
mengeluarkan gumpalan asap, sehingga di dalam tenda itu penuh oleh gumpalan
asap.
Gumpalan asap itu membuat mata
Cu Lie Seng dan Thio Yu Liang jadi pedih-pedih... mereka mengibas-ngibaskan
lengan baju untuk membuyarkan gumpalan asap dan menerobos keluar. Setelah
berada di luar tenda, mereka bisa bernapas lega.
Tapi pengemis-pengemis itu
sudah lari cukup jauh.
"Kejar !" teriak
Thio Yu Liang, Tapi lengannya dipegang Cu Lie Seng.
"Jangan biarkan mereka
lolos, kongcu !"
Thio Yu Liang masih ngotot
agar Cu Lie Seng bersama dia mengejar pengemis-pengemis itu. Tapi Cu Lie Seng
tetap menahannya "Biarkan mereka pergi !"
Pengemis-pengemis yang
lainnya, yang tadi menyerbu ke tenda lain, sudah berhasil melarikan diri juga
setelah membanting cukup banyak bahan-bahan peledak yang menimbulkan gumpalan
asap tebal.
Tadi Tang San Siansu berdua
Bwee-sim-mo-li tengah asyik-masyuk hangat mesra, jadi terkejut ada beberapa
pengemis yang menerjang masuk ke dalam tenda mereka. Tang San Siansu menghantam
dengan telapak tangannya, dua orang pengemis terjengkang rubuh, tapi waktu Tang
San Siansu hendak bangun, berdiri untuk menghajar pengemis pengemis yang lain,
sudah terdengar suara ledakan yang ramai dan tenda itu sudah dipenuhi oleh asap
tebal.
Rupanya pengemis-pengemis itu
membanting beberapa bahan peledak yang menimbulkan gumpalan asap tebal di dalam
tenda. Bukan main gusar Tang San Siansu dan Bwee-sim-mo-li, mereka berusaha
mencari jalan keluar dari tenda, karena napas mereka sesak dan mata mereka
pedih sampai mengeluarkan air mata.
Tetapi pengemis pengemis yang
lain sudah melarikan diri.
Ban It Say, Pak-mo, Tong-mo,
Lam-mo dan See-mo sudah keluar dari tenda mereka, tapi disambut oleh pengemis
pengemis yang melemparkan bahan peledak yang mengeluarkan asap tebal, sekitar
tempat itu jadi penuh oleh gumpalan asap yang tebal.
Begitu.juga ketika Ho Beng Su
keluar dari tendanya, disambut oleh ledakan-ledakan yang menyebabkan keadaan
disekitarnya penuh oleh gumpalan asap. Ho Beng Su memaki kalang kabutan sambil
mengibas-ngibaskan lengan bajunya untuk menghalau gumpalan asap itu, sambil
menyerang membabi buta dalam gumpalan asap kepada pengemis-pengemis
tersebut.."
Gumpalan-gumpalan asap itu
tidak terlalu lama sudah membuyar dan keadaan di depan lembah bisa terlihat
jelas lagi. Tapi di situ sudah tak ada pengemis-pengemis yang tadi menyerang,
mereka telah meninggalkan tempat itu.
"Kejar!" teriak Tang
San Siansu. "Mereka tak mungkin bisa pergi jauh!"
Tapi Cu Lie Seng cepat-cepat
menghampiri gurunya. "Suhu, biarkan mereka pergi, kita jangan memecah kekuatan
dengan mengejar mereka ke berbagai jurusan Jika nanti mereka datang lagi, kita
baru habisi mereka."
Tang San Siansu mendongkol
bukan main, tapi dia anggap alasan yang dikemukakan muridnya memang benar.
Kalau mereka mengejar pengemis-pengemis itu, jelas mereka harus membagi diri
keempat penjuru, karena mereka tak mengetahui kemana perginya pengemis-pengemis
itu, apakah ke jurusan Selatan, Barat, Utara atau Timur. Dia tidak memaksa lagi
untuk mengejar pengemis-pengemis itu.
Cu Lie Seng merogoh sakunya,
tiba-tiba mukanya berobah. Dia juga mengeluarkan seruan tertahan.
"Kenapa?" tanya Tang
San Siansu dan yang lainnya hampir berbareng, hati mereka merasa tidak enak
menduga sesuatu.
"Daftar itu dapat dicopet
oleh salah seorang pengemis-pengemis itu yang membentur pinggangku dengan
kepalanya," menyahuti Cu Lie Seng.
"Hah? Celaka!"
Berseru Thio Yu Liang dan Siangkoan Giok Lin hampir bersamaan. Kita harus
mengejar mereka..."
Cu Lie Seng sudah menggeleng,
sikapnya sudah tenang kembali.
"Tenang..! Tenang...!"
Dia memberi isyarat agar semua orang mendekat padanya. "Aku sudah
menduga," katanya dengan suara perlahan, "banyak pihak yang akan
menghadang perjalanan kita. Karenanya siang-siang sudah kusiapkan salinan
daftar nama orang-orang kangouw itu.
Tentu saja yang kukantongi ini
adalah daftar orang-orang kangouw yang keliru, bukan yang sebenarnya. Dengan
cara demikian kita bisa membuat mereka saling mencurigai, karena mereka tak
mengetahui siapa yang benar-benar telah bersedia untuk bekerja demi kerajaan!
Aku menulis nama-nama mereka yang tak bersedia bekerja sama dengan kita!"
Muka orang-orang itu jadi
berobah tenang, malah tersenyum-senyum. Siangkoan Giok Lin malah segera memuji:
"Sungguh Cu-kongcu sangat cerdik. Dengan demikian mereka akan keliru
memusuhi teman-temannya sendiri! Bagus! Selanjutnya kita, harus hati-hati,
karena kukira masih ada rombongan iainnya yang mengincar daftar nama-nama itu!
"
Cu Lie Seng mengangguk.
"Ya aku telah membuat lagi daftar palsu, kalau mereka hendak mengambil
daftar palsu itu, tentu kita tak perlu mati-matian mempertahankan, karena kita
tak akan menderita kerugian apapun juga, bahkan mendapat keuntungan mereka jadi
saling curiga mencurigai di antara sesama teman mereka!
Tang San Siansu menarik tangan
muridnya. "Daftar nama-nama orang kangouw yang asli kau simpan di
mana?"
-ooo0ooo-
BELASAN tahun yang lalu BOE
BENG TJOE sangat terkenal sebagai penulis cerita silat nomor satu di Indonesia.
Sangat banyak cerita silat yang ditulisnya dengan memikat, disadur dari
buku-buku cerita silat terbitan Hongkong. Penulisan BOE BENG TJOE yang paling
berhasil di antaranya: "SIA TIAUW ENGHIONG" (Kisah Memanah Rajawali),
"SIN TIAUW HIAP LU" (Rajawali Sakti Dan PASANGAN PENDEKAR) dan
"IE THIAN TO LIONG" (Kisah Membunuh Naga).
SEKARANG, untuk para pembaca
kami persembahkan "LIONG KAK SIN HIAP" (Cula Naga Dan Pendekar
Sakti), yang sama menariknya seperti "Sia Tiauw Enghiong", "Sin
Tiauw Hiap Lu" maupun "le Thian To Liong", karya-karya BOE BENG
TJOE yang belasan tahun lalu.
"LIONG KAK SIN HIAP"
adalah karya pertama BOE BENG TJOE yang tahun 1979, merupakan satu-satunya
cersil terbaik di tahun ini, juga merupakan kejutan menggembirakan dalam
penerbitan cersil di Indonesia.
"Yang paling utama, kita
harus berlaku lebih waspada. Biarpun yang akan kukantongi adalah daftar palsu.
semuanya harus bersikap seakan-akan mati-matian melindungi benda ini, untuk
melenyapkan kecurigaan mereka. Kalau kita terlalu mudah membiarkan mereka
merampas daftar palsu, mereka juga akan berbalik pikir dan curiga."
Semua orang membenarkan
perkataan Cu - Lie Seng. Waktu itu Tang San Siansu menoleh kepada Ho Beng Su.
Katanya: "Ho-kisu, tampaknya mereka dari partaimu..."
Muka Kiu-ci-sin-kai berobah
merah.
"Benar, mereka
murid-murid kaipang." dia menyahuti. "Tadi juga kulihat beberapa
orang hiocu yang telah berkumpul menjadi satu Melihat demikian kukira urusan
ini sudah ditangani langsung oleh pangcu kai-pang..."
"Hemmm, jadi maksudmu
sekarang ini para pengemis itu bergerak dibawah pimpinan pangcunya?"
menegasi Tang San Siansu.
"Jika ada urusan penting,
biasanya cuma diselesaikan lewat Tianglo. Tetapi kalau urusan demikian
pentingnya, maka semua hiocu dari berbagai daerah dipanggil berkumpul dan yang
berhak mengumpulkan hiocu adalah pangcu. Memang menurut perkiraanku sekarang
ini yang memimpin mereka adalah pangcu..."
"Kalau begitu kita tunggu
saja biar pangcu mereka menunjukkan dirinya sendiri !" kata Tang San
Siansu tawar.
Semua orang baru menyadari
sekarang mengapa pengemis-pengemis tadi demikian lihai dan gesit, sehingga
dapat datang dan pergi begitu cepat. Mereka adalah orang-orang lihai tapi para
pengemis itu bisa membuat mereka jadi kelabakan dan tak seorang pengemispun
yang dapat mereka tawan.
Tak tahunya para pengemis itu
merupakan ketua-ketua daerah cabang kaipang yang semuanya jelas memang memiliki
kepandaian tinggi. Lolosnya semua pengemis itupun disebabkan faktor lain yaitu
semuanya memakai bahan peledak yang mengeluarkan gumpalan asap menyakiti mata,
kalau tidak. biarpun kepandaian pengemis-pengemis itu tinggi, tapi lak mungkin
mereka bisa pergi segampang itu.
Cu Lie Seng telah menceritakan
rencananya untuk menghadapi para pengemis dan kemungkinan serangan rombongan
lain, Tang San Siansu sendiri memberikan petunjuk agar mereka bersikap
seakan-akan tak terjadi sesuatu. Dengan sombong Tang San Siansu bilang:
"Jika nanti mereka
memperlihatkan diri lagi, kita cuma harus hati-hati pada bahan peledak yang
mengeluarkan asap, seterusnya kita harus menangkap satu-dua orang dari mereka.
Kalau pangcu mereka sendiri yang memperlihatkan diri, biar aku yang
membekuknya."
Merekapun kembali ke tenda
masing-masing. tapi sekarang mereka berlaku hati-hati dan waspada, karena
mereka kuatir di serang mendadak oleh musuh. Tampaknya bahwa rombongan mereka
selama ini dibayangi musuh.
Malam semakin larut ....
OOi'OOOoi OOO
Suara burung kulik terdengar
terbang di atas udara dengan suara kepak sayapnya yang memecah keheningan malam
itu. Di kegelapan malam berkumpul belasan orang. Tempat itu terlindung oleh
batu-batu gunung, dan juga sulit sekali dilihat oleh orang yang kebetulan lewat
di tempat tersebut, itulah di sebelah barat dari lembah di kaki gunung Cu-san,
tapi tempatnya yang melesak berada di balik batu-batu tebing yang tinggi,
sehingga siapapun sulit mengetahui bahwa di situ terdapat tempat yang cukup
luas.
Rupanya para pengemis yang
tadi menyerang rombongan Tang San Siansu telah berkumpul di situ. Di
tengah-tengah mereka duduk seorang pengemis tua dengan muka yang guram. Empat
orang pengemis terluka akibat penyerangan tersebut inilah yang membuat muka
pengemis tua yang jadi pemimpin mereka murung.
"Apakah luka-luka kalian
tak membahayakan ?" tanyanya pada keempat orang pengemis yang duduk dengan
muka pucat karena luka di dalam tubuh.
"Kami kira masih bisa
menyembuhkannya, pangcu," menyahuti salah seorang dari keempat pengemis
yang terluka. Sedangkan pengemis-pengemis lainnya cuma berdiam diri memandang
dengan kuatir kepada ke empat kawan mereka.
"Yang terpenting usaha
kita berhasil. Tadi aku berhasil menerjang Cu Lie Seng dan mencopet daftar nama
orang orang kangouw dari sakunya..." Sambil berkata begitu, dia merogo
sakunya, mengeluarkan sebuah lipatan kertas, menyerahkan kepada pemimpinnya.
Muka para pengemis yang
berkumpul di situ tampak berseri-seri. Memang tujuan mereka adalah merampas
daftar nama orang2 kangouw yang diketahui tersimpan di saku Cu Lie Seng, yang
akan membawanya kekotaraja.
Mereka sebelumnya memang sudah
bertekad hendak mengadu jiwa jika gapal merampas daftar namun orang-orang
kangouw dari tangan Cu Lie Seng, sebab mereka mengetahui bahwa rombongan Cu Lie
Seng terdiri orang-orang lihai, termasuk Tang San Siansu.
Mereka yakin, jika mereka
berterang menghadapi rombongan Cu Lie Seng, kemungkinan gagal akan besar
sekali. Karenanya mereka memikirkan cara yang paling baik dan aman, yaitu
dengan mempergunakan bahan peledak yang mengeluarkan asap air mata, dan secara
nekad akan merampas daftar nama orang-orang kangouw dari tangan Cu Lie Seng.
Dan pengemis yang berhasil
mencopet daftar nama orang-orang kangouw dari saku Cu Lie Seng memang berlaku
sangat nekad, membiarkan tubuhnya dihantam oleh Cu Lie Seng dengan
"Liong-beng-kun" nya, asal dia bisa mencopet daftar nama orang-orang
kangouw.
Dia cuma memasang punggungnya
terhantam telak oleh tangan Cu-Lie Seng, tangannya bekerja merogoh saku pemuda
itu, dan dia untung memilki lwekang yang tinggi sehingga punggungnya dilindungi
oleh hawa murninya kalau tidak, kontan di-situ juga si pengemis akan mati.
"Giau-hio-cu, jasamu
sangat besar sekali, tanpa perduli keselamatanmu telah berhasil melaksanakan
tugas ini dengan sebaik-baiknya." menghibur pemimpinnya, setelah mendengar
cerita Giau-hiocu cara dia bisa mencopet daftar nama orang-orang kangouw
tersebut. "Ini memiliki arti yang sebesar-besarnya untuk kepentingan
sahabat-sahabat kangouw lainnya, karena dengan daftar ini kita bisa mengetahui
siapa-siapa saja yang berkhianat dan bekerja untuk raja lalim itu!"
Semua mata mengawasi pangcu
kaipang, waktu pemimpin mereka membuka lipatan kertas yang berisikan nama-nama
orang kangouw.
Lama pangcu kaipang itu
membacanya mendadak mukanya berobah pucat, dia juga mengeluarkan seruan
tertahan. Semua pengemis mengawasi dengan hati tak tenang. Pangcu kaipang itu
menghela napas, sikapnya jadi lesu.
"Sia-sia pengorbanan
kalian," menggumam pangcu kapang itu pada akhirnya, perlahan suaranya. Dia
meremas daftar nama orang-orang kangouw dan katanya:"Inilah daftar nama
palsu !"
Semua pengemis berseru
tertahan, mereka gusar bukan main telah dipermainkan oleh Cu Lie Seng. Tapi
merekapun heran, mengapa pangcu mereka bisa ketahui bahwa daftar nama itu
adalah palsu?
Setelah terdiam sejenak dan
kemarahannya berkurang, pangcu kaipang itu menyodorkan kertas daftar nama
orang-orang kangouw kepada Giau hiocu, katanya: "Bacalah ....."
Giau-hiocu dan pengemis-pengemis
lainnya segera melihat isi daftar nama orang-orang kangouw. Tapi mereka tak
mengetahui dimana letak kepalsuan daftar itu. Pada barisan pertama terlihat
nama Huan su-to-jin dari Kun lun-san, kemudian Cing Siang Hu, diri Ceng-sia
pai. Ada ratusan nama orang-orang kangouw yang tercatat disitu.
Giou hiocu tidak membaca terus
daftar nama itu. Dia menoleh kepada pangcunya, dengan kecewa dia bertanya.
"Benarkah daftar ini daftar palsu pangcu?"
Pangcunya mengangguk.
"Ya, coba kau baca pada
baris keenam belas." menyahuti pangcu itu dengan suara tawar.
Gihou-hiou segera membaca
baris keenam belas. Dia jadi berseru kaget dan mukanya berobah merah padam, Di
situ tertulis nama Toan Yok, dari kaipang.
Toan Yok adalah pangcu Kaipang
! Dan ini mana mungkin bisa terjadi?
Jelaslah kini bahwa daftar
yang dipegangnya memang daftar palsu. Tak mungkin nama Toan Yok, tertulis
disitu jika daftar iiu daftar nama yang asli. Sedangkan Toan Yok mati-matian
berusaha merebut daftar nama-nama orang kangouw, untuk mengetahui siapa-siapa
saja yang sudah jadi pengkhianat dan mau bekerja pada Kaisar penjajah.
"Sekarang kau sudah
mengerti, bukan?" tanya pangcu kaipang, Toan Yok, dengan muka yang murung.
"inilah liciknya pemuda she Cu itu. Dia telah membuat daftar palsu dan membiarkan
daftar ini diambil oleh kita untuk mengadu domba satu dengan yang lainnya
diantara sesama kita!
Dia rupanya tahu dalam
perjalanan pulang ke kotaraja pasti akan mengalami rintangan yang tidak
sedikit, maka dipersiapkan daftar palsu ini, Sia-sia penyelidikan yang kita
lakukan selama ini. karena biarpun kita berhasil merampas daftar nama
orang-orang kangouw, inilah daftar palsu!" Dan Toan Yok menghela napas
dalam-dalam kecewa sekali. Tapi mendadak dia menepuk pahanya.
"Dengarlah!" katanya
pada pengemis-pengemis lain yang duduk dengan murka, penasaran dan kecewa
bercampur aduk menjadi satu. "Ada untungnya kita memperoleh- daftar nama
ini! Biarpun Cu Lie Seng sangat licik, tapi dia sudah melakukan suatu
kekeliruan ! Nama-nama yang tercatat di sini semuanya pasti bukan orang-orang
yang bekerja untuk pihaknya, dia sengaja memfitnah orang kangouw yang tak mau
tunduk padanya. Karenanya, sekarang kita sudah memiliki pegangan, bahwa
orang-orang yang tertulis namanya di sini adalah sahabat kita dalam menghadapi
kerajaan penjahat ! Sebab itu, daftar palsu inipun memiliki kegunaan yang cukup
besar buat kita!"
Muka pengemis-pengemis lainnya
juga jadi girang, mereka segera bisa tersenyum-senyum lagi. Jadi tidak terlalu
sia-sia apa yang telah mereka lakukan belum lama itu dengan penuh kenekadan.
sedikitnya mereka bisa memiliki pegangan bahwa orang-orang yang tercatat dalam
daftar palsu ini adalah orang-orang yang tak mau bekerja pada pemerintah
penjahat itu !
Toan Yok menghela napas.
"Tadi kalian sudah
berjuang demikian gagah dan terhormat," kata Toan Yok kemudian. "Ini
membuat aku terharu atas kesetiaan kalian. Kalian juga telah melarang aku
sementara ini tidak memperlihatkan diri, karena kalian kuatirkan keselamatanku
! Melihat keadaan demikian tampaknya sulit aku berdiam diri saja, bagaimanapun
aku harus tampil untuk mengurusnya."
"Tapi pangcu... mereka
semuanya merupakan iblis-iblis tangguh, jumlah mereka banyak. Kalau cuma
menghadapi Tang San si keparat, tentu kami akan menyetujui pangcu mengurusnya,
sekarang keadaannya tidak cocok dan kurang bermanfaat jika pangcu sendiri yang
mengurusnya.
Bukan berarti kami mengartikan
bahwa kepandaian pangcu belum cukup mengatasi mereka, namun kita harus
mempertimbangkan sebaik-baiknya, agar kerugian kita tidak terlalu besar. Kalau
pangcu lerluka, tentu kami seperti si buta kehilangan tongkat. Keadaan demikian
lebih berat dan berbahaya, sebab kami tak tahu lagi apa yang harus dilakukan
tanpa memperoleh petunjuk pangcu," kata Giau-hiocu.
"Sebab itu pangcu,
biarlah kami-kami saja dulu yang mengurusnya. Kalau keadaan sudah terlalu
parah, barulah pangcu yang tampil."
Toan Yok seorang berilmu
tinggi dan berpengalaman. Dia seorang tokoh persilatan ternama, dengan
kaipangnya yang disegani semua orang kangouw. Tetapi diapun bisa memaklumi
perasaan hiocu-hiocunya ini. lawan berjumlah sangat banyak, terdiri dari
tokoh-tokoh hitam rimba persilatan, jika dia sendiri yang menghadapinya, ini
sangat berbahaya.
Menghadapi Tang San Siansu
seorang saja, belum tentu Toan Yok bisa merobohkan pendeta itu, biarpun Tang
San Siansu belum tentu bisa mengalahkannya. Tapi ini merupakan resiko yang
sangat besar, dimana dia harus menghadapi Tang San Siansu yang didampingi oleh
Ban It Say, Cu Lie Seng, Thio Yu Liang. Bwee-sim-mo-li, Pak-mo, See mo dan yang
lain-lainnya....
"Laporan buat
pangcu," kata pengemis yang duduk disebelah kanan Toan Yok. "Tadi di
antara orang-orangnya si pemuda she Cu ini terdapat Ho Beng Su."
Toan Yok mengangguk dengan
muka muram.
"Ya, kitapun harus
menangkapnya, untuk dihukum atas pengkhianatan yang dilakukannya," kata
ketua Kaipang. "Dia berkhianat meninggalkan pintu perguruan kita serta
kini menjadi budak raja lalim itu. Dosanya sangat besar. Walaupun bagaimana dia
harus dapat kita tangkap, untuk dibawa pulang ke pusat dan menjatuhkan hukuman
sesuai dengan dosanya itu"
"Apakah tak perlu
dinasehati satu kali lagi padanya, pangcu?" tanya pengemis itu.
"Ciang-hiocu, sudah
terbukti dia berkhianat dan menjadi budak raja lalim itu, melanggar pantangan
terbesar dari partai kita. Jika iapun dalam keadaan terdesak nanti dan tak bisa
mengadakan perlawanan, jatuh ketangan kita dan tahu akan menerima hukuman
berat, kemudian menyatakan ia menyesal atas jalannya yang keliru itu, lalu apa
yang hendak dipertimbangkan lagi ? Coba jika kita gagal nanti menangkapnya,
jangan berharap dia bisa menyesali kesesatannya itu!"
Ciang hiocu, pengemis yang
duduk di sebelan kanan itu mengangguk-angguk, demikian juga pengemis-pengemis
yang lainnya.
"Sekarang," kata
Toan Yok lebih jauh, "kita harus mengawasi terus rombongan Tang San si
pendeta busuk, jika ada kesempatan kita akan turun tangan. Akupun akan
perintahkan pada semua Tianglo berkumpul dan nanti membantu kita menghadapi
pihak Tang San si pendeta jahat !"
Kemudian Toan Yok memberikan
berbagai petunjuk kepada semua pengemis itu, apa yang harus mereka lakukan
lebih jauh. Setelah selesai, penemuan tersebut bubar, mereka berpencar, tapi
mempunyai tujuan satu, yaitu akan terus mengawasi rombongan Tang San Siansu,
mereka tak akan turun tangan sebelum ada kesempatan baik.
Mereka menyadari, betapapun
Tang San Siansu dan rombongannya merupakan tokoh lihai rimba persilatan,
karenanya mereka tak dapat turun tangan secara ceroboh dan sembarangan. Ini
bukan berarti mereka gentar berurusan dengan Tang San Siansu dan rombongannya,
tapi mereka hendak mencegah jatuh korban dipihak kaipang, kalau bisa sedikit
mungkin dan tujuan mereka tercapai, yaitu merampas daftar nama orang-orang
kangouw yang asli.
oooo) )(oooo
SINAR matahari pagi mulai
menghanga-ti sekitar lembah di kaki gunung Cu-san, burung-burung mulai
berkicau. Tang San Siansu dan rombongannya bersiap-siap untuk melanjutkan
perjalanan mereka.
Mereka selalu berwaspada
terhadap kemungkinan adanya serangan mendadak dari pihak lawan. Mereka yakin,
di samping pihak kaipang yang hendak mengganggu dan menyerang mereka, pasti
banyak orang-orang kangouw berbagai aliran yang tengah mengincar mereka.
Karena itu, walaupun mereka
tidak gentar menghadapi pihak mana pun yang hendak merampas daftar, tapi
setidak-tidaknya rombongan Tang San Siansu bersikap waspada dan hati-hati.
Inilah yang menyebabkan mengapa Tang San Siansu memilih perjalanan mereka
dengan berjalan kaki, sebab menurut Tang San Siansu jika mereka mempergunakan
kuda, tentu binatang itu bisa panik dan lari sembrawut sulit dikendalikan, yang
akhirnya memisahkan mereka satu dengan yang lainnya pada jarak yang cukup jauh,
jika di serangan mendadak dari pihak lawan.
Sedangkan melakukan perjalanan
dengan jalan kaki menyebabkan mereka selalu bisa tetap bersama jika ada
serangan lawan, sehingga kekuatan mereka tidak terpecahkan.
Melakukan perjalanan di lembah
pada kaki gunung Cu-san ternyata tidak begitu mudah, karena selain cukup banyak
tempat-tempat yang curam dan semak-belukar tumbuh liar sekali. Menjelang tengah
hari, mereka berada disebelah lainnya dari lembah itu, tapi belum berhasil
keluar dari lembah tersebut. Bwee sim-mo-li tampak jengkel dan sering
menggerutu, tapi Tang San Siausu tak mengacuhkan sikap iblis-wanita ini.
"Kita istirahat
disini," kata Tang San Siansu dan duduk disebongkah batu gunung, menghapus
keringat yang mengucur deras di mukanya.
Yang lainnya segera mencari
tempat yang sejuk dan teduh terhindar dari sinar matahari yang memancar begitu
terik. Tapi, belum lagi mereka sempat membuka buntalan masing-untuk
mengeluarkan bekal makanan, mendadak terdengar suara gemuruh yang deras sekali,
berisik disertai jatuhnya batu-batu kerikil. Semua orang menoleh ke atas dan
jadi kaget.
Sebungkah batu gunung
berukiran besar menggelundung turun ke arah mereka. "Menyingkir!"
Teriak Tang San Siansu, dia sendiri sudah melesat ketempat yang sekiranya aman
dari sambaran batu yang tengah meluncur turun dengan cepat. Yang lainnya juga
cepat cepat menyingkir.
Diiringi suara berisik, batu
besar itu ambruk di bawah tebing, menyebabkan debu bertebaran kemana-mana,
diiringi juga dengan batu-batu kerikil yang ikut berjatuhan akibat tebing kena
benturan bongkahan batu tersebut.
Gusar bukan main Tang San
Siansu menoleh ke atas, karena pendeta ini menduga pasti ada seseorang yang
sengaja mendorong jatuh batu di atas tebing itu, untuk mencelakai rombongannya.
Sedangkan Cu Lie Seng dan yang lainnya juga telah mengawasi ke atas.
Tebing itu cukup tinggi,
mungkin hampir seratus tombak, di tepi tebing itu, berdiri sesosok tubuh,
bahkan terdengar suara tertawa yang nyaring bergema di sekitar lembah tersebut.
Tidak kepalang marahnya Tang
San siansu darahnya meluap. Dia mengibaskan tangannya, tubuhnya meloncat gesit
dan ringan sekali, maksudnya hendak mendaki tebing itu buat mengejar orang yang
telah menyerang rombongannya dengan bongkahan batu besar itu. Namun, dia
membatalkan maksudnya, karena orang di atas tebing itu justru sambil terus
tertawa tengah meluncur menuruni tebing !
Yang mengejutkan, orang itu
tampaknya tak mengalami kesulitan apa-apa menuruni tebing itu, tubuhnya
berlari-lari dengan telapak kaki setiap menginjak tebing seperti melekat
sehingga tubuhnya tidak jatuh ke bawah.
Itulah ilmu yang sangat
menakjubkan, karena tebing itu sendiri hampir berada dalam posisi tegak
menjulang ke atas, walau pun ginkang seseorang sudah mahir, namun berlari-lari
menuruni tebing yang posisinya maupun letak kedudukannya tegak ke atas seperti
tebing ini, merupakan pekerjaan yang tidak mudah.
Namun kenyataannya orang itu
dapat berlari dengan cepat, bahkan dalam waktu singkat telah sampai di bawah
tebing di dalam lembah.
Sekarang Tang San Siansu dan
yang lainnya baru bisa melihat jelas, dialah seorang nenek-nenek tua yang
mungkin usianya sudah mencapai tujuh puluh tahun, karena badannyapun sudah agak
membungkuk! Entah siapa nenek tua ini, Tang San Siansu dan yang lainnya jadi
benanya-tanya, karena nenek tua ini tampaknya sudah makan nyali macan sehingga
berani membentur rombongan pendeta tersebut.
"Kalian kaget, heh
?" tanya si nenek dengan suara nyaring, bergema disekitar lembah itu,
sikapnya sinis sekali. "Aku tahu batu itu tak mungkin bisa mencelakai
kalian, tapi yang kuinginkan kalian menjadi kaget. Nah, kalian tadi kaget,
bukan?" Sambil bertanya begitu- si nenek tua tersebut memperlihatkan sikap
serius sekali, matanya terbuka lebar-lebar, kemudian tertawa nyaring lagi,
seakan juga apa yang telah dilakukannya menyebabkannya merasa Iucu.
Ban It Say sejak tadi sudah
mendongkol apa lagi sekarang melihat kelakuan nenek tua seperti mengejek dan
tidak memandang sebelah mata, sudah tak bisa menahan diri. Tahu-tahu dia
meloncat ke depan, ke dekat si nenek tua, tangan kanannya menyambar ke pundak
nenek tua tersebut, diiringi bentakannya- "Kau rupanya sudah tak sabar
ingin pergi ke neraka, siluman tua!"
"Ih,ih,ih, ihi. ihi,
jangan galak-galak begitu dong!" menyahuti nenek tua itu, tahu-tahu
tubuhnya sudah melejit ke samping dia sudah terhindar dari sambaran tangan
Ban-It Say.
Congkoan Gi-lim-kun bukan
orang sembarangan, kepandaiannya tinggi, karena itu, dia tambah penasaran
karena nenek tua tersebut bisa menghindari tangannya, apa lagi peristiwa ini
disaksikan oleh Tang San Siansu dan kawan-kawannya yang lain, jelas ini
menyebabkan dia menjadi malu kehilangan muka terang setengah kalap dia lompat
lagi ke dekat nenek tua tersebut, sekali ini dia menyerang dahsyat dengan kedua
tangannya.
Angin pukulan kedua tangannya
menimbulkan suara kesiutan keras sekali. Sekaligus dia menyerang empat bagian
mematikan dan berbahaya di tubuh nenek tua itu, dia juga tak tanggung-tanggung
mempergunakan tenaga dalam pada kedua telapak tangannya.
Dalam gusarnya, dia tak peduli
bahwa lawannya ini adalah seorang nenek tua yang karena sudah tuanya sampai
badannya agak membungkuk. Dia menghendaki kematian si nenek.
Tapi nenek tua itu tetap
tenang, bahkan sekali ini dia tak memperlihat usaha untuk menghindar, cuma
berdiri di tempatnya dengan bibir tersenyum mengejek, tangan kanannya saja yang
terangkat, jari telunjuk dengan ibu jarinya menjentik, meluncur benda putih berkilauan
tertimpa matahari.
"Serrrr...!" kuat
sekali benda putih kecil itu menyambar ke dada Ban It Say.
Ban It Say kaget sebagai orang
berpengalaman dia menyadari benda ini tak boleh diremehkan. Tapi dia tak mau
menghentikan sambaran tangan kanannya, yang tetap menyambar ke arah leher si
nenek, sedangkan tangan kirinya menyampok benda putih itu.
Benda putih itu kena disampok
oleh Ban It Say, tapi tidak terpental, melainkan meledak dan hancur tanpa
bekas.
Kaget Ban It Say, dia
menyangka bahwa si nenek sudah mempergunakan bahan peledak yang mungkin saja
beracun. Tapi yang membuat Ban It Say lebih kaget lagi, tubuhnya menggigil,
sampai tangan kanannya yang menyambar ke leher si nenek seperti tergetar keras,
memaksa dia menarik pulang tangan kanannya itu membatalkan serangannya.
Cepat-cepat Ban It Say
mengempos hawa murni tubuhnya, karena dirasakan pecahan benda putih itu
mendatangkan hawa dingin luar biasa pada dirinya, yang membuat dia jadi
menggigil. Dengan mengerahkan lwekangnya dia bermaksud mengusir hawa dingin
tersebut, tapi gagal. Tubuhnya tetap menggigil, hawa dingin yang berasal dari
ledakan benda putih sinenek begitu dingin, seakan menusuk ke tulang-tulang
tubuhnya, bahkan kedua kakinya ikut menggigil.
Menyadari bahaya yang
mengancam dirinya, Ban It Say tidak buang-buang waktu lagi segera meloncat ke
belakang buat menjauhi si nenek. Dengan keadaan seperti itu, waktu tubuhnya
menggigil kedinginan, si nenek bisa saja membarengi menyerang dirinya, itulah
sebabnya Ban It Say meloncat mundur.
Semua orang yang menyaksikan
kejadian ini jadi heran bukan main. Mereka melihat tangan kanan Ban It Say
hampir mengenai sasarannya, yaitu leher si nenek, tapi mendadak mereka melihat
Ban It Say menarik pulang tangan kanannya, bahkan kemudian berdiri menggigil, dibarengi
lagi dengan loncat ke belakang menjauhi si nenek. Entah apa yang terjadi ?
"Siluman tua, kau gunakan
ilmu siluman apa, heh?" Teriak Ban It Say bertambah kalap, dia sudah
berusaha mengendalikan hawa dingin yang menyerang dirinya, dia berhasil hatinya
dirasakan ulu hatinya jadi dingin sekali. "Kau harus membayar semua ini
dengan jiwamu!"
Dengan gesit Ban It Say sudah
meloncat lagi kepada si nenek bermaksud untuk membinasakan si nenek tua.
Sekarang dia sudah bersiap-siap, dengan lwekang yang disalurkan melindungi
sekujur tubuhnya, karena kuatir nenek tua itu mempergunakan benda putih yang
bisa mendatangkan rasa dingin luar biasa itu.
Sekarang, biarpun si nenek
mempergunakan lagi benda putihnya yang sangat dingin itu, jangan harap bisa
membuat Ban It Say menggigil seperti tadi. Kalau tadi dia kena dibikin gemetar
oleh si-nenek akibat hawa dingin dari benda putih itu, karena sebelumnya Ban It
Say memandang rendah si nenek yang sudah tua ini, dia pikir satu atau duakali
serangan sudah bisa merobohkan si nenek.
Sekarang Ban It Say tidak
berani meremehkan lagi, dia mempergunakan delapan bagian tenaganya untuk
menerjang si nenek.
Si nenek tua bungkuk itu tetap
tenang, dia sama sekali tak bermaksud untuk menghindar dari terjangan Ban It
Say, hanya tangannya menjentik dua kali. Kini dua butir benda putih berkilauan
menyambar pada dada dan perut Ban It Say.
Karena tadi sudah mengalami
akibat menyampok benda nutih itu tubuhnya jadi menggigil kedinginan, sekarang
Ban It Say tidak pedulikan kedua benda putih itu, yang seperti kristal atau
kaca bening, dia membiarkan saja benda itu menyambar ke dadanya dan perutnya,
sedangkan kedua tangannya telah diulurkan untuk mencengkeram pundak dan dada si
nenek tua.
Tubuh Ban It Say sendiri
menyambar terapung dari tengah udara, sikapnya seperti seekor elang yang hendak
menyambar arak kelinci.