Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 22

Baca Cersil Mandarin Online: Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 22
Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 22

Tak lama kemudian A-hiang muncul lagi, dia bersama seorang pemuda berpakaian sebagai pelajar, yang waktu masuk ke dalam ruangan dengan senyum-senyum ceriwis.

"Sianli, semoga dia tak mengecewakanmu" melapor A hiang. Sianli yang luar biasa ini, melambaikan tangannya agar si pemuda yang tampaknya ceriwis datang mendekatinya.

Pemuda itu melirik pada A-hiang, kemudian sambil tersenyum senyum menghampiri Sianli mulutnya juga ceriwis sekali. "Aduhhh, cantik luar biasa, sungguh membuat aku seperti bermimpi dan seperti sedang berada di sorga! "puji pemuda itu.

Sianli tersenyum senang mendengar pujian. Lenyap kemendongkolan hatinya. Tanyanya: "Siapa namamu?"

Cepat-cepat pemuda ini merangkapkan kedua tangannya dan menjura. "Hakseng bermana Thio Giam Keng. Siapakah nama nona?"

"Nanti akan kuberitahukan siapa diriku. Sekarang jawablah dulu pertanyaan-pertanyaanku." bilang Sianli.

"Silahkan, silahkan, dengan senang hati Hakseng akan menjawab dengan jujur dan sebenarnya setiap pertanyaan nona. Apa yang ingin nona tanyakan."

"Berapa umurmu?" tanya Sianli.

"Duapuluh tujuh tahun."

"Sudab menikah?"

Pemuda pelajar itu tersenyum ceriwis. "Apa artinya sebuah pernikahan ? Bagi seorang laki laki menikah atau tidak bukan suatu persoaIan ..."

"Maksudmu ?"

"Bukankah tanpa menikah seorang laki-laki tak terikat dan bebas bersenang-senang dengan wanita-wanita yang diinginkannya ?" balik tanya si pemuaa pelajar she Thio tersebut.

Sianli tersenyum. "Maksudmu kau sudah berpengalaman dalam urusan wanita?"

Thio Giam Keng tersenyum ceriwis. "Hakseng tak berani berkata begitu, tapi dari sekian banyak wanita yang pernah bersenang senang dengan Hak-seng tak ada seorangpun secantik nona. Hari ini benar-benar Hak seng sangat beruntung."

Sianli tersenyum penuh arti, dia menepuk tepi pembaringan, katanya: "Duduklah kau di sini."

Thio Giam Keng menghampiri, tapi dia tidak duduk di tepi pembaringan, melainkan tangannya ceriwis sekali mencolek pipi Sianli pujinya: "Betapa cantiknya nona... kalau tadi pelayanmu tak memberitahukan bahwa kau seorang manusia biasa, pasti aku akan menyangka bahwa kau seorang bidadari yang baru turun dari kahyangan."

Sianli menyambar menggenggam tangan Thio Giam Keng. menggenggam hangat dan tangannya yang lain mengusap-usap.

"Kau pemuda yang sangat menyenangkan!" Dan dia menarik tangan pemuda itu. Thio Giam Keng sengaja membiarkan tubuhnya terseret maju ke dekat Sianli dan malah kedua tangannya tahu-tahu merangkul tubuh yang padat berisi. Dia juga mencium pipi Sianli dengan napas yang mendengus hangat.

"Nona, kau cantik sekali, matipun aku rela jika bisa bersama kau satu malam saja!" bisik Thio Giam Keng merayu.

Sianli tertawa kegelian karena cuping telinganya dicium lagi oleh pemuda itu.

"Benarkah ?" rintih Sianli bergelinjang dalam rangkulan si pemuda, matanya liar dan basah berminyak.

"Benar.. di dunia kukira tak ada wanita yang bisa menandingi kecantikanmu... benar-benar mengherankan dan hampir membuatku tak percaya bahwa di dalam dunia ada wanita secantik kau !"

Sianli memeluk erat, hangat sekali. Kedua orang ini lupa segalanya. Keadaan di ruang itu menjadi panas sekali, biarpun hawa udara di luar ruang yang terbuka itu sangat dingin, tapi kedua orang ini seperti tak merasakannya.

Thio Giam Keng yang sehari-harinya seorang pemuda bedodoran pengganggu anak isteri penduduk, ternyata memang sangat pandai merayu. Tapi, setelah semuanya menjadi dingin, kembali Sianli kecewa. Dia mengambil jubah luarnya yang tipis, tubuhnya yang montok berbayang samar. Dia cemberut dengan muka masam.

"Mana kepandaianmu yang kau tonjol-tonjolkan tadi ? Bukankah kau mengatakan pandai sekali dalam urusan wanita ?" mengejek Sianli melirik pada Thio Giam Keng yang rebah lemas di pembaringan.

Pemuda pelajar ini menyeringai tertawa. "Nanti kita ulangi, akan kuperlihatkan kepadamu yang lebih luar biasa.. jangan kau menghinaku dulu, bukankah kita belum selesai sampai di sini ?"

"Hemmm, bicaramu terlalu besar, aku tak percaya lagi padamu. Tadi kau bilang rela mati jika dapat bersenang-senang denganku, walaupun hanya untuk satu hari saja, bukan?"

Muka Thio Giam Keng berobah pucat, sampai terlompat duduk memandang Sianli dengan mata terbuka lebar lebar.

"Aku... apakah aku tak berhasil menyenangkan hati... nona?" tanyanya gugup.

Tahu-tahu tangan Sianli menjambak rambut pemuda itu, menghentaknya. Dia sama sekali tak menjawab pertanyaan pemuda itu. Hentakannya itu menyebabkan tubuh si pemuda she Thio terlempar ke lantai dengan bantingan sangat keras, sampai dia menjerit kesakitan.

"Jawab pertanyaanku ! Bukankah tadi kau bicara seperti itu ?" bentak Sianli dengan suara dingin.

Thio Giam Keng meringis kesakitan, dia mengusap-usap pinggul dan meraba kepalanya, karena rambutnya tadi ditarik dan di-jambak keras sekali. "Be... benar... memang aku bicara begitu... tapi aku akan berusaha untuk menyenangkan kau, nona... percayalah, aku akan berusaha menyenangkan kau...!"

Muka Sianli dingin sekali, melangkah mendekati si pemuda dengan tindakan kaki perlahan-lahan. Sedikitpun tak tampak perasaan apa-apa di mukanya. Tiba-tiba dia bilang: "Kau juga pemuda tidak berguna, menyebalkan !"

Lemaslah tubuh Thio Giam Keng, tahulah dia apa yang akan menimpa dirinya. Tadi sudah diberitahukan oleh A hiang bahwa dia tak berhasil menyenangkan hati majikannya, celakalah dia. Cepat-cepat dia menggoyang-goyangkan tangannya. "Dengar dulu, nona... dengar dulu..." Tapi, baru bicara sampai di situ, dia menjerit sekuat suaranya, karena kepalanya dirasakan seperti di tancap cakar-cakar besi, kelima jari tangan Sianli sudah menoblos batok kepalanya, sampai berlobang dalam sekali. Mata Thio Giam Keng terbuka lebar-lebar seperti tak percaya apa yang terjadi, mulutnya terbuka, suara jeritannya berobah menjadi suara mengorok, tubuhnya berkelojotan dua kali, kemudian kejang, jiwanya sudah melayang Waktu Sianli mencabut kelima jari tangannya yang berlumuran darah campur otak dari kepala Thio-Gian Keng. pemuda pelajar itu sudah menggeletak tak bernapas lagi !

ooo)0(ooo

"Hemmm!" mendengus Sianli dengan wajah yang mengejek. "Bwee sim-mo-li hendak dipermainkan oleh kau ? Mana bisa ? Dengan sombong kau memiliki kepandaian yang tinggi dalam rayuan dan cumbuan pada wanita, nyatanya kau tak lebih dari seekor anjing keparat ! Sudah pantas dan cukup layak kau dihukum mati dengan cara demikian!"

Setelah berkata begitu, Sianli berteriak keras memanggil A hiang. Cepat sekali A-hiang muncul. Melihat tangan Sianli berlumuran darah cepat-cepat dia mempergunakan sewaskom air dan sepotong kain sutera mencucinya hati-hati.

"Kembali kau gagal menyerahkan orang yang benar-benar kuinginkan, A-hiang," bilang Sianli, yang ternyata tak lain dari Bwee-sim-mo li, iblis wanita yang paling ditakuti orang-orang kangouw. Tawar suaranya.

"Ya. Sianli. Budakmu akan berusaha mencari pemuda yang benar-benar bisa jadi idaman hati Sianli." Menyahuti A-hiang, sambil membersihkan hati-hati sekali kelima jari tangan Bwee-sim-mo-li.

"Kukira. sulit mendapatkan pria tambatan hati seperti yang kuinginkan. Telah lebih dari limapuluh orang pemuda yang gagal memenuhi keinginanku, dan mereka semuanya harus me.i:buang jiwa di ruang ini. Lama-lama aku jadi berpikir, apakah semua laki-laki memang tak memiliki kemampuan untuk menyenangkan diriku? Aku mulai kuatir tak ada pemuda yang bisa menyenangkan hatiku."

"Sianli jangan kuatir," A-hiang bicara hati-hati sekali. "Nanti suatu saat, jika sudah sampai waktunya, tentu budak-budakmu berhasil mencarikan kau pemuda yang benar-benar dapat menyenangkan hatimu!"

Sianli tertawa tawar. "Ya mudah-mudahan saja begitu," katanya. "Tapi. biarpun pemuda-pemuda itu bisa menyenangkan hatiku, sedikitnya mereka sudah memberikan kemajuan buat latihan lwekangku. Karena itu aku tak terlalu menyesali kau, A-hiang."

"Terima kasih Sianli" A-hiang selesai membersihkan jari-jari tangan Sianli. dia membawa pergi waskom yang berisi air merah bercampur darah. Kemudian kembali untuk memberikan wangi-wangian pada tangan Bwee-sim-mo li.

Bwee-sim mo-Ii rebah saja di pembaringan, seperti sedang berpikir sesuatu, sampai akhirnya ia menghela napas dalam-dalam.

"Apa yang Sianli pikirkan." tanya A-hiang. "Tak usah Sianli gelisah, budak-budakmu akan sekuat tenaga mencari pemuda yang Sianli inginkan."

"Aku sedang memikirkan, jika saja lima-puluh orang pemuda lagi gagal menyenangkan hatiku, berarti kekecewaan hatiku semakin besar, namun latihan Iwekangku sudah cukup kuat dengan diperoleh lebih dari seratus sari-hidup pemuda-pemuda itu. Namun aku masih kuatir, apakah sudah cukup dan sama kuatnya seperti yang dimiliki Tang San Siansu?"

"Tang San Siansu tak berarti apa-apa bagi Sianli, jika Sianli telah menyelesaikan latihan sinkangmu, tentu Tang San Siansu bisa Sianli atasi. Dia memang memiliki kepandaian tinggi, tapi mana bisa menandingi Sianli ?" A-hiang memuji dengan sikap sungguh-sungguh.

Senang hati Bwee-sim-mo-li. "Aku cuma kuatir, dari seratus sari-hidup pemuda-pemuda itu tidak semuanya murni. Mereka ada yang sudah pernah main perempuan-perempuan lain, tidak perjaka-murni."

"Kalau begitu, nanti budak-budakmu mencarikanmu pemuda pemuda yang benar-benar masih perjaka," berjanji A-hiang.

"Mana bisa?" menggumam Sianli dengan mata memandang kosong pada langit-langit kamar. "Apakah kau bisa tahu dan memastikan seorang pemuda masih perjaka tulen. Laki-laki biasanya pembohong, juga biarpun mereka belum menikah, sulit menjamin mereka masih perjaka asli."

Pipi A-hiang berobah merah, mengangguk. "Benar apa yang Sianli bilang, tapi budak budakmu nanti akan berusaha menyelidiki sebaik-baiknya sebelum menyeret pemuda manapun ke hadapan Sianli. Paling tidak, mereka masih belum menghambur-hamburkan terlalu banyak sari - hidupnya, baru satu dua kali saja dia bersenang-senang dengan wanita lain, itupun kalau benar tidak ada pemuda-pemuda yang masih perjaka."

Tiba-tiba Bwie-rim-mo-li bangun duduk dan tersenyum.

"A-hiang, kau benar-benar muridku yang setia dan patuh, yang selalu berusaha menyenangkan hatiku. Baiklah, jika kau berhasil mempersembahkan pemuda yang kuidam-idamkan, yaitu masih perjaka asli, akan kuwariskan kau pukulan maut, Eng-kut-kun" (Pukulan Tulang Elang)

A-hiang cepat-cepat berlutut. "Terima kasih atas budi kebaikan Sianli. Budakmu akan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan pemuda-pemuda yang Sianli inginkan."

"Baiklah, kukira jari-jari tanganku sekarang sudah bersih," kata Bwee-sim mo-li. "Bereskan mayat pemuda itu."

"Ya, Sianli," cepat-cepat A hiang membawa mayat Thio Giam Keng, kemudian datang kembali membersihkan lantai, sedangkan Bwee-sim-mo li rebah di pembaringan empuk mewah itu dengan pikian menerawang memikirkan sesuatu.

Mendadak Cun-hiang, salah seorang murid Bwee-sim mo-li lainnya muncul dan berlutut dengan sikap sanpat menghormat.

"Melapor pada Sianli, Tang San Siansu datang berkunjung dan sedang menanti di luar. Apakah boleh dibiarkan kemari?" bilang Cun- hiang.

Alis Bwee-sim-mo li mengkerut, tapi akhirnya dia mengangguk. "Suruh dia masuk," suaranya perlahan. Dia juga sudah merapikan pakaiannya.

Cun hiang mengundurkan diri. Waktu A-hiang ingin keluar meninggalkan ruangan setelah membersihkan lantai dari percikan nona darah, Bwee-sim mo-li memanggilnya: "Kamari kau, A hiang."

Cepat-cepat A-hiang mendekat, Bwe-sim-mo li mengawasi muridnya, dengan suara perlahan dia bilang: "Pergi kau selidiki, apa yang tengah dilakukan Cu Lie Seng dan yang lain lainnya dirumah Siangkoan Giok Lin, nanti berikan laporan kepadaku!"

"Baik, Sianli ...!" menyahuti A-hiang, dia mengundurkan diri.

Bwee-sim rao-li duduk terdiam di pinggir pembaringan. Otaknya tampak bekerja sedang mennkirkan sesuatu. la ingat, sekarang ini bekerja buat Cu-kongkong dan selalu diperintah perintah oleh Cu Lie Seng, putera Cu-kongkong, sebetulnya membuat hatinya tidak puas. Tapi dia jeri pada Tang San Siansu, guru Cu Lie Seng, karenanya juga sementara ini dia tidak memperlihatkan perasaan tidak puasnya tersebut, cuma saja diam-diam dia telah melatih dengan giat semacam ilmu tenaga dalam kelas satu, dengan bantuan dari sari-hidup pemuda untuk mencapai kesempurnaan, karena sinkang yang dilatihnya agak sesat.

Dia mempunyai rencana, kalau latihannya sudah dirasakan cukup, akan dipergunakan menghadapi Tang San Siansu, berusaha unruk merobonkannya.

Kalau berhasil, dia selanjutnya tak mau di-bawah perintah Cu Lie Seng. Dengan bantuan 12 orang murid-muridnya, dia mencari pemuda-pemuda yang dikehendakinya.

Waktu itu Cun hiang telah muncul kembali mengiringi seorang pendeta bertubuh kekar dan perkasa. Dialah Tang San Siansu, satu satunya orang yang berhasil menundukkan Bwee sim-mo-li, yang kepandaiannya lebih tinggi dari iblis wanita tersebut. Waktu memasuki ruangan, Tang San Siansu sudah tertawa dengan suara parau.

"Bie Lan Moay-moay, mengapa kau menjauhi diri dari rombongan kami?" tegur pendeta ini.

Bwee-sim-mo-li Liok Bie Lan cepat-cepat menyambut si pendeta dengan muka berseri-seri, ramai senyumnya. "Siapa sangka aku memperoleh kesempatan dan kehormatan dikunjungi Taisu. Sementara ini aku hendak beristirahat, sambil menunggu perintah Taisu, karena itu aku tak menggabungkan diri dengan muridmu itu, Cu Lie Seng."

"Kukira kau sudah mau memisahkan diri dari kami," kata Tang San Siansu, tawar. "Tapi mudah-mudahan saja dugaanku itu keliru."

"Mana berani aku memisahkan diri dari Taisu, justeru Taisulah satu-satunya orang yang kuandalkan untuk menghadapi semua orang kangouw."

Tang San Siansu tertawa bergelak-gelak. "Benarkah itu ? Kukira kau sendiri merupakan iblis-wanita yang sangat ditakuti oleh semua orang kangouw, bagaimana mungkin kau harus mengandalkan aku lagi sebagai tulang punggungmu ?"

"Taisu terlalu memuji," bilang Bwee-sim-mo-li. "Percayalah Taisu, kau satu satunya orang yang kukagumi. Jika aku menemui kesulitan tentu hanya kepadamu saja aku bisa meminta pertolongan. Bukankah begitu?"

Si pendeta tersenyum, mengawasi Bwee-simmo-li. Iblis-wanita ini semakin lama semakin cantik saja. Biarpun usianya sudah tidak muda lagi, namun Liok Bie Lan benar-benar merupakan wanita sangat cantik yang kemontokan tubuhnya tidak kalah dibandingkan dengan gadis-gadis muda remaja.

Bukan main kagumnya Tang San Siansu, karena kecantikan wajah Bwee-sim-mo- li memiliki daya tarik tersendiri yang sungguh menggairahkan, matanya yang bersinar memancarkan gairah seakan memiliki kekuatan magnit membetot sukma.

"Bie Lan Moay moay, kau semakin lama kian cantik saja." puji Tang San Siansu, karena goncangan hati yang dialaminya melihat kecantikan Bwee-sim-mo-li yang benar-benar mengagumkan. "Kukira, banyak sekali pria yang sudah bertekuk lutut di bawah kakimu, bukan ?"

"Jangan memujiku terus menerus, Taisu, lama lama aku tak kuat lagi menerima pujianmu dan nanti bisa jadi berkepala besar," merendah Liok Bie Lan. "Apakah memang aku masih cantik ?"

"Tentu... aku tak sangka bahwa semakin lama kau semakin cantik saja. Hari ini baru kulihat bahwa kau memang benar-benar sangat cantik."

Bwee sim- mo-li tertawa, menghampiri si pendeta, kemudian merangkul lehernya.

"Taisu, tertarikkah kau padaku ?" bisik Bwee sim-mo-li dengan sikap manja, matanya memandang dengan gairah, tubuhnya begitu hangat memeluk si pendeta dadanya yang padat membusung rapat menekan dada Si pendeta.

"Sudah berapa banyak pemuda yang kau korbankan, Bie Lan Moay-moay ?" balas tanya si pendeta.

Bwee-sim-mo li terkejut, dia merenggangkan pelukannya, menatap si pendeta seperti tidak mengerti apa yang ditanyakan si pendeta "Apa maksudmu, Taisu ?"

"Kudengar akhir-akhir ini murid-murid-mu rajin sekali menangkapi pemuda-pemuda muda sama seperti seorang pemburu menangkap kelinci-kelinci saja. Tentu semuanya itu atas perintahmu, bukan ?"

"Aku kesepian, Taisu," akhirnya Bwee-sim-mo-li bisa mengendalikan goncangan hatinya. Semula dia menyangka si pendeta mengetahui dia memanfaatkan sari-hidup pe-muda-nemudi itu untuk kepentingan latihan sinkangnya. Tapi, dia masih tak yakin bahwa Tang San Siansu mengetahui hal itu, maka dia beralasan bahwa dia kesepian.

"Tak ada seorangpun yang mau menemaniku. Pemuda-pemuda itu bodoh-bodoh semua tak ada yang bisa menyenangkan hatiku, maka aku mengganti-ganti mereka"

"Mengapa tidak memberitahukan kepada ku sejak dulu bahwa kau kesepian, Bie Lao Maay-moay ?" bilang si pendeta sambil tertawa dan memeluk Bwee sun-mo-li. "Jika saja kau mau berterus terang padaku, maka aku dapat menggembirakan hatimu. Benar usiaku tidak muda lagi, tapi kutira bicara soal pengalaman dalam urusan yang satu itu aku jauh lebih menang dibandingkan dengan pemuda manapun juga."

"Akh, Taisu mana mau padaku ? Aku manusia apa sehingga bisa menerima kehormatan dari Taisu ?" Sengaja Bwee-sim-mo li merendah, sedangkan hatiiya merasa lega, sebab si pendeta sudah tidak mendesaknya terus masalah pemuda-pemuda yang ditawan oleh murid-muridnya. Tampaknya si pendeta mau mempercayai keterangannya bahwa dia kesepian dan hendak ditemani dan dihangati oleh pemuda-pemuda itu...Taisu hanya bergurau saja."

Tang San Siansu merangkul Bwee sim-mo-li. dengar sungguh-sungguh dia bilang: "Siapa yang mengatakan aku main-main ? Apakah aku pernah bicara main-main dengan kau. Bie Lan Moay moay ? Aku telah bicara yang sejujurnya, bahwa aku hari ini baru menyadari kau sebenarnya seorang wanita yang memiliki kecantikan luar biasa, kedatanganku kemari sebetulnya hendak memberitahukan kepadamu, bahwa jam 4 pagi hari ini kita akan berangkat ke kotaraja, tapi siapa sangka justru aku melihat kau demikian cantik, marilah kita melewatkan sisa-sisa waktu kita berdua, untuk bersenang-senang."

Bwe sim-mo-li tertawa bergelinjang dalam pelukan si pendeta, liar sekali. Dan memang akhirnya dia harus mengakui Tang San Siansu bisa melebihi dari kemampuan pemuda-pemuda yang pernah coba menghangatinya dan pada akhirnya di bunuh-bunuhnya itu. Satu kemenangan Tang San Siansu dia memiliki sinkang yang sudah terlatih tinggi maka dia bisa memakai sinkangnya yang disalurkannya sekehendak hati untuk menyenangkan Bwee sim-mo li.

Ruangan yang semula dingin itu jadi hangat, Tang San Siansu sendiri seperti lupa, bahwa tak lama lagi, jam 4 pagi dia harus berangkat bersama rombongan muridnya untuk kembali ke kotaraja. Dia sibuk sekali dengan Bwee sim mo-li.

Dua orang manusia yang berbeda kelamin tapi memiliki tabiat dan watak sama buruk dan bejadnya, telah bertemu dan merasa sangat cocok satu dengan yang lainnya menyebabkan mereka berdua lupa pada segala sesuatu apapun juga.

Dua manusia yang sama kejamnya dan sama sesatnya ini, menghalalkan apapun yang mereka senangi. Karenanya juga, mereka sudah tak peduli lagi sekelilingnya, mereka terlalu sibuk untuk memperhatikan keadaan di sekitarnya.

Bwee-si m rno-li sendiri sebetulnya memiliki rencana yang cuma diketahui olehnya. Dia sengaja melayani Tang San Siansu dan berusaha menyenangkan hati si pendeta, jika bisa dia hendak menguasai pendeta ini dengan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Benar kepandaian Tang San Siansu lebih tinggi darinya, tapi Tang San Siansu tetap seorang laki-laki.

Bukankah ada kata-kata yang menyatakan bahwa laki-laki biasanya bertekuk lutut di bawah kaki wanita cantik? Dan Bwe sim mo-li ingin memanfaatkan kecantikan wajah maupun kemontokan badannya menaklukkan Tang San Siansu. dan rencana-rencananya itu sudah memenuhi otaknya, dia menghendaki juga kepandaian Tang San Siansu.

Bwee sim-mo li yakin, jika berhasil memakai kecantikannya menundukkan pendeta ini jelas akhirnya ia berhasil membujuk si pendeta untuk memberitahukan kouwhoat ( teori ) ilmu silat andalan sipendeta tersebut.

-OOOO

JAM empat pagi rombongan Cu Lie Seng meninggalkan gedung Siangkoan Giok Lin. Mereka terdiri dari orang-orang yang berkepandaian tinggi sekali. Bahkan diantara mereka tampak Tang San Siansu. Bwee-sim-mo li, Pak Mo Tang Mo, See Mo dan Lam Mo, Ban It Say, Thio Yu Liang dan si pengemis tua yang sudah mengkhianati kaipang yaitu Kiu ci-sin kai Ho Beng Su.

Siangkoan Giok Lin selalu jalan berendeng disamping Cu Lie Seng, dia berusaha bermuka-muka pada putera Cu kongkong ini.

Dengan jumlah mereka yang cukup banyak dan semuanya terdiri orang-orang berkepandaian tinggi, siapa yang berani untuk menghadang mereka buat merebut daftar orang-orang kangouw? Siapa yang memiliki nyali dan keberanian untuk berurusan dengan rombongan orang-orang yang semuanya sangat lihai dan ganas ini ?

Tang San Siansu sudah memberitahukan kepada semua orang dalam rombongannya, bahwa mereka melakukan perjalanan dengan berjalan kaki sampai dikota Ceng shia, dari sana barulah mempergunakan kuda. Alasannya agar tidak terlalu menarik perhatian orang.

Sedangkan pasukan tentara kerajaan yang semula dibawa Cu Lie Seng, diperintahkan pulang lebih dulu kekotaraja, karena Tang San Siansu bilang mereka tak diperlukan lagi. Dengan adanya dia dalam rombongan itu, di tambah oleh tokoh-tokoh persilatan yang semuanya lihai dan berkepandaian tinggi, tak ada yang perlu dikuatirkan lagi.

Rombongan Tang San Siansu tiba didepan lembah yang ada dikaki gunung Cu-san sebelah barat, pada sore itu, mereka bermaksud beristirahat disitu.

Tapi, waktu Tang San Siansu tengah mengatur rombongannya untuk mengambil posisi yang berpencar mendirikan tenda-tenda, mendadak terdengar suara langkah kaki kuda yang dilarikan cepat sekali. Mata Tang San Siansu berkilat tajam, menoleh menatap bengis kepada penunggang kuda yang tengah mendatangi.

Ternyata penunggang kuda itu seorang laki-laki tua berusia enam pulah tahun lebih, tubuhnya kurus mukanya pucat seperti orang penyakitan dan lemah.

Penunggang kuda itu melarikan terus tunggangannya tanpa menoleh. Ban It Say segera hendak mengejar, tapi ditahan Tang San Siansu. "Biarkan dia pergi. Tak mungkin dia mata-mata musuh. Siapa yang memiliki nyali untuk berurusan dengan kita?"

Ban It Say mengiyakan. dia juga melihat penunggang kuda itu pucat dan lemah seperti orang penyakitan, karenanya diapun yakin bahwa orang itu mata-mata musuh.

Mereka mendirikan tenda-tenda yang jaraknya terpisah cukup jauh, Maksud Tang-San Siansu jika ada rombongan musuh menyerang, mereka tidak terkepung disuatu tempat, ini bisa memungkinkan mereka memberikan perlawanan kepada musuh.

Tempat di mana rombongan Tang San-Siansu bermalam ternyata sangat sepi, tak terlihat seorang manusiapun lewat di jalan depan lembah tersebut sejak orang bermuka pucat dan lemah berpenyakitan itu, tak ada orang lain yang lewat di situ.

Magrib telah lewat, malam membuat tempat itu jadi gelap. Rombongan Tang San Siansu beristirahat. Sedangkan Tang San Siansu didalam tendanya bukan seorang diri, melainkan berdiam dengan Bwee-sim-mo-li ! Mereka tengah bermesra-mesraan untuk melenyapkan dinginnya hawa malam.

Tetapi, di luar dugaan penglihatan Tang-San Siansu dan rombongannya, justeru diantara semak belukar dikegelapan malam beberapa sosok tubuh bergerak hati-hati dan perlahan-lahan mendekati tenda-tenda tersebut, Jumlah sosok tubuh itu mungkin lebih dari sepuluh orang, semuanya berpakaian penuh tambal, tanda bahwa mereka adalah rombongan pengemis.

Dari sikap pengemis-pengemis yang mendekati tenda, jelas mereka bersikap hati-hati, agar orang-orang yang tengah beristirahat didalam tenda itu tak mengetahui kedatangan mereka. Lama juga rombongan pengemis itu mengintai tenda-tenda rombongan Tang San Siansu, sampai akhirnya waktu mendekati tengah malam, terdengar suara pekik kera, dan para pengemis itu mendekam di tanah.

Ternyata suara pekik kera itu adalah pekik pemimpin mereka, yang meniru pekik seekor kera. Rupanya waktu yang mereka nantikan telah tiba. Pengemis-pengemis itupun bukan hanya belasan orang saja, sebab di belakang mereka ada rombongan pengemis lainnya, yang jumlahnya cukup banyak, mungkin hampir duapuluh orang.

Mereka rupanya memecah diri menjadi dua rombongan dan perintah-perintah dikeluarkan oleh pemimpin mereka dengan meniru suara pekik kera. Perlahan-lahan mereka merangkak mendekati tenda-tenda rombongan Tang San Siansu.

Waktu terdengar lagi suara pekik kera, mendadak rombongan penjemis itu menyerbu salah sebuah tenda yang ada di sebelah kanan, kurang lebih delapan orang yang menyerbu masuk ke dalam tenda itu kepandaian mereka rata-rata tinggi, karena selain gesit,merekapun dapat melakukan penyerangan ke arah tempat yang mereka duga penghuni tenda rebah tidur.

Namun mereka kecewa. Tenda itu kosong, tidak ada seorang manusiapun juga. Cepat-cepat kedelapan pengemis itu menerobos keluar dari tenda, tapi sudah terlambat. Di situ tampak Cu Lie Seng berdua Thio Yu Liang menghadang jalan keluar pengemis-pengemis itu.

Tanpa banyak bicara pengemis-pencemis itu menerjang Thio Yu Liang dan Cu Lie Seng, tapi kedua orang tersebut masing-masing memiliki kepandaian tinggi, dua orang pengemis yang maju paling depan dibikin terpental oleh pukulan tangan Cu Lie Seng, sedangkan Thio Yu Liang membikin terbanting seorang pengemis lainnya.

Lima orang pengemis lainnya nekad menerjang terus, tapi dengan mudah merekapun dirubuhkan, Cu Lie Seng mempergunakan pukulan-pukulan "Liong-beng-kun" merobohkan lawan-lawannya karenanya para pengemis itu jadi tak berdaya, sedangkan Thio Yu Liang mempergunakan pedangnya untuk melukai lawan-lawannya.

Kedelapan pengemis yang terpelanting itu merangkak bangun. Cu Lie Seng maju hendak membekuk salah seorang di antara mereka, mendadak pengemis itu mengayunkan tangannya. Cu Lie Seng melihat lawannya menyerang mempergunakan senjata rahasia, mengibaskan tangannya untuk menghalau senjata-senjata rahasia lawan.

Tapi dia mengibas tempat kosong, karena tak ada senjata rahasia yang berhasil disampoknya. Rupanya si pengemis cuma menggertak dengan gerak-tangannya tersebut, begitu Cu Lie Seng mengibas, dia menubruk membenturkan kepala pada perut Cu Lie Seng.

Kaget pemuda che Cu, dia coba berkelit, tapi terlambat, samping pinggangnya masih kena diseruduk oleh pengemis itu. Sakit dan gusar Cu Lie Seng tak pikir dua kali, telapak tangannya menghantam dahsyat punggung pengemis itu, sampai terdengar suara "Dessss! Bukkkkkk!", disusul suara tertahan dari si pengemis. Tapi kemudian secepat kilat pengemis itu berlari menerobos keluar tenda, tangannya kembali bergerak.

Cu Lie Seng menubruk karena menyangka pengemis ini cuma ingin menggertaknya lagi. Tapi dadanya segera jadi panas, karena sesuatu benda meledak keras di depan dadanya, asap tebal mengepul di dalam tenda itu.

Pengemis-pengemis lainnya juga bersama-sama secara berbareng telah membanting sesuatu benda, yang meledak dan mengeluarkan gumpalan asap, sehingga di dalam tenda itu penuh oleh gumpalan asap.

Gumpalan asap itu membuat mata Cu Lie Seng dan Thio Yu Liang jadi pedih-pedih... mereka mengibas-ngibaskan lengan baju untuk membuyarkan gumpalan asap dan menerobos keluar. Setelah berada di luar tenda, mereka bisa bernapas lega.

Tapi pengemis-pengemis itu sudah lari cukup jauh.

"Kejar !" teriak Thio Yu Liang, Tapi lengannya dipegang Cu Lie Seng.

"Jangan biarkan mereka lolos, kongcu !"

Thio Yu Liang masih ngotot agar Cu Lie Seng bersama dia mengejar pengemis-pengemis itu. Tapi Cu Lie Seng tetap menahannya "Biarkan mereka pergi !"

Pengemis-pengemis yang lainnya, yang tadi menyerbu ke tenda lain, sudah berhasil melarikan diri juga setelah membanting cukup banyak bahan-bahan peledak yang menimbulkan gumpalan asap tebal.

Tadi Tang San Siansu berdua Bwee-sim-mo-li tengah asyik-masyuk hangat mesra, jadi terkejut ada beberapa pengemis yang menerjang masuk ke dalam tenda mereka. Tang San Siansu menghantam dengan telapak tangannya, dua orang pengemis terjengkang rubuh, tapi waktu Tang San Siansu hendak bangun, berdiri untuk menghajar pengemis pengemis yang lain, sudah terdengar suara ledakan yang ramai dan tenda itu sudah dipenuhi oleh asap tebal.

Rupanya pengemis-pengemis itu membanting beberapa bahan peledak yang menimbulkan gumpalan asap tebal di dalam tenda. Bukan main gusar Tang San Siansu dan Bwee-sim-mo-li, mereka berusaha mencari jalan keluar dari tenda, karena napas mereka sesak dan mata mereka pedih sampai mengeluarkan air mata.

Tetapi pengemis pengemis yang lain sudah melarikan diri.

Ban It Say, Pak-mo, Tong-mo, Lam-mo dan See-mo sudah keluar dari tenda mereka, tapi disambut oleh pengemis pengemis yang melemparkan bahan peledak yang mengeluarkan asap tebal, sekitar tempat itu jadi penuh oleh gumpalan asap yang tebal.

Begitu.juga ketika Ho Beng Su keluar dari tendanya, disambut oleh ledakan-ledakan yang menyebabkan keadaan disekitarnya penuh oleh gumpalan asap. Ho Beng Su memaki kalang kabutan sambil mengibas-ngibaskan lengan bajunya untuk menghalau gumpalan asap itu, sambil menyerang membabi buta dalam gumpalan asap kepada pengemis-pengemis tersebut.."

Gumpalan-gumpalan asap itu tidak terlalu lama sudah membuyar dan keadaan di depan lembah bisa terlihat jelas lagi. Tapi di situ sudah tak ada pengemis-pengemis yang tadi menyerang, mereka telah meninggalkan tempat itu.

"Kejar!" teriak Tang San Siansu. "Mereka tak mungkin bisa pergi jauh!"

Tapi Cu Lie Seng cepat-cepat menghampiri gurunya. "Suhu, biarkan mereka pergi, kita jangan memecah kekuatan dengan mengejar mereka ke berbagai jurusan Jika nanti mereka datang lagi, kita baru habisi mereka."

Tang San Siansu mendongkol bukan main, tapi dia anggap alasan yang dikemukakan muridnya memang benar. Kalau mereka mengejar pengemis-pengemis itu, jelas mereka harus membagi diri keempat penjuru, karena mereka tak mengetahui kemana perginya pengemis-pengemis itu, apakah ke jurusan Selatan, Barat, Utara atau Timur. Dia tidak memaksa lagi untuk mengejar pengemis-pengemis itu.

Cu Lie Seng merogoh sakunya, tiba-tiba mukanya berobah. Dia juga mengeluarkan seruan tertahan.

"Kenapa?" tanya Tang San Siansu dan yang lainnya hampir berbareng, hati mereka merasa tidak enak menduga sesuatu.

"Daftar itu dapat dicopet oleh salah seorang pengemis-pengemis itu yang membentur pinggangku dengan kepalanya," menyahuti Cu Lie Seng.

"Hah? Celaka!" Berseru Thio Yu Liang dan Siangkoan Giok Lin hampir bersamaan. Kita harus mengejar mereka..."

Cu Lie Seng sudah menggeleng, sikapnya sudah tenang kembali.

"Tenang..! Tenang...!" Dia memberi isyarat agar semua orang mendekat padanya. "Aku sudah menduga," katanya dengan suara perlahan, "banyak pihak yang akan menghadang perjalanan kita. Karenanya siang-siang sudah kusiapkan salinan daftar nama orang-orang kangouw itu.

Tentu saja yang kukantongi ini adalah daftar orang-orang kangouw yang keliru, bukan yang sebenarnya. Dengan cara demikian kita bisa membuat mereka saling mencurigai, karena mereka tak mengetahui siapa yang benar-benar telah bersedia untuk bekerja demi kerajaan! Aku menulis nama-nama mereka yang tak bersedia bekerja sama dengan kita!"

Muka orang-orang itu jadi berobah tenang, malah tersenyum-senyum. Siangkoan Giok Lin malah segera memuji: "Sungguh Cu-kongcu sangat cerdik. Dengan demikian mereka akan keliru memusuhi teman-temannya sendiri! Bagus! Selanjutnya kita, harus hati-hati, karena kukira masih ada rombongan iainnya yang mengincar daftar nama-nama itu! "

Cu Lie Seng mengangguk. "Ya aku telah membuat lagi daftar palsu, kalau mereka hendak mengambil daftar palsu itu, tentu kita tak perlu mati-matian mempertahankan, karena kita tak akan menderita kerugian apapun juga, bahkan mendapat keuntungan mereka jadi saling curiga mencurigai di antara sesama teman mereka!

Tang San Siansu menarik tangan muridnya. "Daftar nama-nama orang kangouw yang asli kau simpan di mana?"

-ooo0ooo-

BELASAN tahun yang lalu BOE BENG TJOE sangat terkenal sebagai penulis cerita silat nomor satu di Indonesia. Sangat banyak cerita silat yang ditulisnya dengan memikat, disadur dari buku-buku cerita silat terbitan Hongkong. Penulisan BOE BENG TJOE yang paling berhasil di antaranya: "SIA TIAUW ENGHIONG" (Kisah Memanah Rajawali), "SIN TIAUW HIAP LU" (Rajawali Sakti Dan PASANGAN PENDEKAR) dan "IE THIAN TO LIONG" (Kisah Membunuh Naga).

SEKARANG, untuk para pembaca kami persembahkan "LIONG KAK SIN HIAP" (Cula Naga Dan Pendekar Sakti), yang sama menariknya seperti "Sia Tiauw Enghiong", "Sin Tiauw Hiap Lu" maupun "le Thian To Liong", karya-karya BOE BENG TJOE yang belasan tahun lalu.

"LIONG KAK SIN HIAP" adalah karya pertama BOE BENG TJOE yang tahun 1979, merupakan satu-satunya cersil terbaik di tahun ini, juga merupakan kejutan menggembirakan dalam penerbitan cersil di Indonesia.

"Yang paling utama, kita harus berlaku lebih waspada. Biarpun yang akan kukantongi adalah daftar palsu. semuanya harus bersikap seakan-akan mati-matian melindungi benda ini, untuk melenyapkan kecurigaan mereka. Kalau kita terlalu mudah membiarkan mereka merampas daftar palsu, mereka juga akan berbalik pikir dan curiga."

Semua orang membenarkan perkataan Cu - Lie Seng. Waktu itu Tang San Siansu menoleh kepada Ho Beng Su. Katanya: "Ho-kisu, tampaknya mereka dari partaimu..."

Muka Kiu-ci-sin-kai berobah merah.

"Benar, mereka murid-murid kaipang." dia menyahuti. "Tadi juga kulihat beberapa orang hiocu yang telah berkumpul menjadi satu Melihat demikian kukira urusan ini sudah ditangani langsung oleh pangcu kai-pang..."

"Hemmm, jadi maksudmu sekarang ini para pengemis itu bergerak dibawah pimpinan pangcunya?" menegasi Tang San Siansu.

"Jika ada urusan penting, biasanya cuma diselesaikan lewat Tianglo. Tetapi kalau urusan demikian pentingnya, maka semua hiocu dari berbagai daerah dipanggil berkumpul dan yang berhak mengumpulkan hiocu adalah pangcu. Memang menurut perkiraanku sekarang ini yang memimpin mereka adalah pangcu..."

"Kalau begitu kita tunggu saja biar pangcu mereka menunjukkan dirinya sendiri !" kata Tang San Siansu tawar.

Semua orang baru menyadari sekarang mengapa pengemis-pengemis tadi demikian lihai dan gesit, sehingga dapat datang dan pergi begitu cepat. Mereka adalah orang-orang lihai tapi para pengemis itu bisa membuat mereka jadi kelabakan dan tak seorang pengemispun yang dapat mereka tawan.

Tak tahunya para pengemis itu merupakan ketua-ketua daerah cabang kaipang yang semuanya jelas memang memiliki kepandaian tinggi. Lolosnya semua pengemis itupun disebabkan faktor lain yaitu semuanya memakai bahan peledak yang mengeluarkan gumpalan asap menyakiti mata, kalau tidak. biarpun kepandaian pengemis-pengemis itu tinggi, tapi lak mungkin mereka bisa pergi segampang itu.

Cu Lie Seng telah menceritakan rencananya untuk menghadapi para pengemis dan kemungkinan serangan rombongan lain, Tang San Siansu sendiri memberikan petunjuk agar mereka bersikap seakan-akan tak terjadi sesuatu. Dengan sombong Tang San Siansu bilang:

"Jika nanti mereka memperlihatkan diri lagi, kita cuma harus hati-hati pada bahan peledak yang mengeluarkan asap, seterusnya kita harus menangkap satu-dua orang dari mereka. Kalau pangcu mereka sendiri yang memperlihatkan diri, biar aku yang membekuknya."


Merekapun kembali ke tenda masing-masing. tapi sekarang mereka berlaku hati-hati dan waspada, karena mereka kuatir di serang mendadak oleh musuh. Tampaknya bahwa rombongan mereka selama ini dibayangi musuh.

Malam semakin larut ....

OOi'OOOoi OOO

Suara burung kulik terdengar terbang di atas udara dengan suara kepak sayapnya yang memecah keheningan malam itu. Di kegelapan malam berkumpul belasan orang. Tempat itu terlindung oleh batu-batu gunung, dan juga sulit sekali dilihat oleh orang yang kebetulan lewat di tempat tersebut, itulah di sebelah barat dari lembah di kaki gunung Cu-san, tapi tempatnya yang melesak berada di balik batu-batu tebing yang tinggi, sehingga siapapun sulit mengetahui bahwa di situ terdapat tempat yang cukup luas.

Rupanya para pengemis yang tadi menyerang rombongan Tang San Siansu telah berkumpul di situ. Di tengah-tengah mereka duduk seorang pengemis tua dengan muka yang guram. Empat orang pengemis terluka akibat penyerangan tersebut inilah yang membuat muka pengemis tua yang jadi pemimpin mereka murung.

"Apakah luka-luka kalian tak membahayakan ?" tanyanya pada keempat orang pengemis yang duduk dengan muka pucat karena luka di dalam tubuh.

"Kami kira masih bisa menyembuhkannya, pangcu," menyahuti salah seorang dari keempat pengemis yang terluka. Sedangkan pengemis-pengemis lainnya cuma berdiam diri memandang dengan kuatir kepada ke empat kawan mereka.

"Yang terpenting usaha kita berhasil. Tadi aku berhasil menerjang Cu Lie Seng dan mencopet daftar nama orang orang kangouw dari sakunya..." Sambil berkata begitu, dia merogo sakunya, mengeluarkan sebuah lipatan kertas, menyerahkan kepada pemimpinnya.

Muka para pengemis yang berkumpul di situ tampak berseri-seri. Memang tujuan mereka adalah merampas daftar nama orang2 kangouw yang diketahui tersimpan di saku Cu Lie Seng, yang akan membawanya kekotaraja.

Mereka sebelumnya memang sudah bertekad hendak mengadu jiwa jika gapal merampas daftar namun orang-orang kangouw dari tangan Cu Lie Seng, sebab mereka mengetahui bahwa rombongan Cu Lie Seng terdiri orang-orang lihai, termasuk Tang San Siansu.

Mereka yakin, jika mereka berterang menghadapi rombongan Cu Lie Seng, kemungkinan gagal akan besar sekali. Karenanya mereka memikirkan cara yang paling baik dan aman, yaitu dengan mempergunakan bahan peledak yang mengeluarkan asap air mata, dan secara nekad akan merampas daftar nama orang-orang kangouw dari tangan Cu Lie Seng.

Dan pengemis yang berhasil mencopet daftar nama orang-orang kangouw dari saku Cu Lie Seng memang berlaku sangat nekad, membiarkan tubuhnya dihantam oleh Cu Lie Seng dengan "Liong-beng-kun" nya, asal dia bisa mencopet daftar nama orang-orang kangouw.

Dia cuma memasang punggungnya terhantam telak oleh tangan Cu-Lie Seng, tangannya bekerja merogoh saku pemuda itu, dan dia untung memilki lwekang yang tinggi sehingga punggungnya dilindungi oleh hawa murninya kalau tidak, kontan di-situ juga si pengemis akan mati.

"Giau-hio-cu, jasamu sangat besar sekali, tanpa perduli keselamatanmu telah berhasil melaksanakan tugas ini dengan sebaik-baiknya." menghibur pemimpinnya, setelah mendengar cerita Giau-hiocu cara dia bisa mencopet daftar nama orang-orang kangouw tersebut. "Ini memiliki arti yang sebesar-besarnya untuk kepentingan sahabat-sahabat kangouw lainnya, karena dengan daftar ini kita bisa mengetahui siapa-siapa saja yang berkhianat dan bekerja untuk raja lalim itu!"

Semua mata mengawasi pangcu kaipang, waktu pemimpin mereka membuka lipatan kertas yang berisikan nama-nama orang kangouw.

Lama pangcu kaipang itu membacanya mendadak mukanya berobah pucat, dia juga mengeluarkan seruan tertahan. Semua pengemis mengawasi dengan hati tak tenang. Pangcu kaipang itu menghela napas, sikapnya jadi lesu.

"Sia-sia pengorbanan kalian," menggumam pangcu kapang itu pada akhirnya, perlahan suaranya. Dia meremas daftar nama orang-orang kangouw dan katanya:"Inilah daftar nama palsu !"

Semua pengemis berseru tertahan, mereka gusar bukan main telah dipermainkan oleh Cu Lie Seng. Tapi merekapun heran, mengapa pangcu mereka bisa ketahui bahwa daftar nama itu adalah palsu?

Setelah terdiam sejenak dan kemarahannya berkurang, pangcu kaipang itu menyodorkan kertas daftar nama orang-orang kangouw kepada Giau hiocu, katanya: "Bacalah ....."

Giau-hiocu dan pengemis-pengemis lainnya segera melihat isi daftar nama orang-orang kangouw. Tapi mereka tak mengetahui dimana letak kepalsuan daftar itu. Pada barisan pertama terlihat nama Huan su-to-jin dari Kun lun-san, kemudian Cing Siang Hu, diri Ceng-sia pai. Ada ratusan nama orang-orang kangouw yang tercatat disitu.

Giou hiocu tidak membaca terus daftar nama itu. Dia menoleh kepada pangcunya, dengan kecewa dia bertanya. "Benarkah daftar ini daftar palsu pangcu?"

Pangcunya mengangguk.

"Ya, coba kau baca pada baris keenam belas." menyahuti pangcu itu dengan suara tawar.

Gihou-hiou segera membaca baris keenam belas. Dia jadi berseru kaget dan mukanya berobah merah padam, Di situ tertulis nama Toan Yok, dari kaipang.

Toan Yok adalah pangcu Kaipang ! Dan ini mana mungkin bisa terjadi?

Jelaslah kini bahwa daftar yang dipegangnya memang daftar palsu. Tak mungkin nama Toan Yok, tertulis disitu jika daftar iiu daftar nama yang asli. Sedangkan Toan Yok mati-matian berusaha merebut daftar nama-nama orang kangouw, untuk mengetahui siapa-siapa saja yang sudah jadi pengkhianat dan mau bekerja pada Kaisar penjajah.

"Sekarang kau sudah mengerti, bukan?" tanya pangcu kaipang, Toan Yok, dengan muka yang murung. "inilah liciknya pemuda she Cu itu. Dia telah membuat daftar palsu dan membiarkan daftar ini diambil oleh kita untuk mengadu domba satu dengan yang lainnya diantara sesama kita!

Dia rupanya tahu dalam perjalanan pulang ke kotaraja pasti akan mengalami rintangan yang tidak sedikit, maka dipersiapkan daftar palsu ini, Sia-sia penyelidikan yang kita lakukan selama ini. karena biarpun kita berhasil merampas daftar nama orang-orang kangouw, inilah daftar palsu!" Dan Toan Yok menghela napas dalam-dalam kecewa sekali. Tapi mendadak dia menepuk pahanya.

"Dengarlah!" katanya pada pengemis-pengemis lain yang duduk dengan murka, penasaran dan kecewa bercampur aduk menjadi satu. "Ada untungnya kita memperoleh- daftar nama ini! Biarpun Cu Lie Seng sangat licik, tapi dia sudah melakukan suatu kekeliruan ! Nama-nama yang tercatat di sini semuanya pasti bukan orang-orang yang bekerja untuk pihaknya, dia sengaja memfitnah orang kangouw yang tak mau tunduk padanya. Karenanya, sekarang kita sudah memiliki pegangan, bahwa orang-orang yang tertulis namanya di sini adalah sahabat kita dalam menghadapi kerajaan penjahat ! Sebab itu, daftar palsu inipun memiliki kegunaan yang cukup besar buat kita!"

Muka pengemis-pengemis lainnya juga jadi girang, mereka segera bisa tersenyum-senyum lagi. Jadi tidak terlalu sia-sia apa yang telah mereka lakukan belum lama itu dengan penuh kenekadan. sedikitnya mereka bisa memiliki pegangan bahwa orang-orang yang tercatat dalam daftar palsu ini adalah orang-orang yang tak mau bekerja pada pemerintah penjahat itu !

Toan Yok menghela napas.

"Tadi kalian sudah berjuang demikian gagah dan terhormat," kata Toan Yok kemudian. "Ini membuat aku terharu atas kesetiaan kalian. Kalian juga telah melarang aku sementara ini tidak memperlihatkan diri, karena kalian kuatirkan keselamatanku ! Melihat keadaan demikian tampaknya sulit aku berdiam diri saja, bagaimanapun aku harus tampil untuk mengurusnya."

"Tapi pangcu... mereka semuanya merupakan iblis-iblis tangguh, jumlah mereka banyak. Kalau cuma menghadapi Tang San si keparat, tentu kami akan menyetujui pangcu mengurusnya, sekarang keadaannya tidak cocok dan kurang bermanfaat jika pangcu sendiri yang mengurusnya.

Bukan berarti kami mengartikan bahwa kepandaian pangcu belum cukup mengatasi mereka, namun kita harus mempertimbangkan sebaik-baiknya, agar kerugian kita tidak terlalu besar. Kalau pangcu lerluka, tentu kami seperti si buta kehilangan tongkat. Keadaan demikian lebih berat dan berbahaya, sebab kami tak tahu lagi apa yang harus dilakukan tanpa memperoleh petunjuk pangcu," kata Giau-hiocu.

"Sebab itu pangcu, biarlah kami-kami saja dulu yang mengurusnya. Kalau keadaan sudah terlalu parah, barulah pangcu yang tampil."

Toan Yok seorang berilmu tinggi dan berpengalaman. Dia seorang tokoh persilatan ternama, dengan kaipangnya yang disegani semua orang kangouw. Tetapi diapun bisa memaklumi perasaan hiocu-hiocunya ini. lawan berjumlah sangat banyak, terdiri dari tokoh-tokoh hitam rimba persilatan, jika dia sendiri yang menghadapinya, ini sangat berbahaya.

Menghadapi Tang San Siansu seorang saja, belum tentu Toan Yok bisa merobohkan pendeta itu, biarpun Tang San Siansu belum tentu bisa mengalahkannya. Tapi ini merupakan resiko yang sangat besar, dimana dia harus menghadapi Tang San Siansu yang didampingi oleh Ban It Say, Cu Lie Seng, Thio Yu Liang. Bwee-sim-mo-li, Pak-mo, See mo dan yang lain-lainnya....

"Laporan buat pangcu," kata pengemis yang duduk disebelah kanan Toan Yok. "Tadi di antara orang-orangnya si pemuda she Cu ini terdapat Ho Beng Su."

Toan Yok mengangguk dengan muka muram.

"Ya, kitapun harus menangkapnya, untuk dihukum atas pengkhianatan yang dilakukannya," kata ketua Kaipang. "Dia berkhianat meninggalkan pintu perguruan kita serta kini menjadi budak raja lalim itu. Dosanya sangat besar. Walaupun bagaimana dia harus dapat kita tangkap, untuk dibawa pulang ke pusat dan menjatuhkan hukuman sesuai dengan dosanya itu"

"Apakah tak perlu dinasehati satu kali lagi padanya, pangcu?" tanya pengemis itu.

"Ciang-hiocu, sudah terbukti dia berkhianat dan menjadi budak raja lalim itu, melanggar pantangan terbesar dari partai kita. Jika iapun dalam keadaan terdesak nanti dan tak bisa mengadakan perlawanan, jatuh ketangan kita dan tahu akan menerima hukuman berat, kemudian menyatakan ia menyesal atas jalannya yang keliru itu, lalu apa yang hendak dipertimbangkan lagi ? Coba jika kita gagal nanti menangkapnya, jangan berharap dia bisa menyesali kesesatannya itu!"

Ciang hiocu, pengemis yang duduk di sebelan kanan itu mengangguk-angguk, demikian juga pengemis-pengemis yang lainnya.

"Sekarang," kata Toan Yok lebih jauh, "kita harus mengawasi terus rombongan Tang San si pendeta busuk, jika ada kesempatan kita akan turun tangan. Akupun akan perintahkan pada semua Tianglo berkumpul dan nanti membantu kita menghadapi pihak Tang San si pendeta jahat !"

Kemudian Toan Yok memberikan berbagai petunjuk kepada semua pengemis itu, apa yang harus mereka lakukan lebih jauh. Setelah selesai, penemuan tersebut bubar, mereka berpencar, tapi mempunyai tujuan satu, yaitu akan terus mengawasi rombongan Tang San Siansu, mereka tak akan turun tangan sebelum ada kesempatan baik.

Mereka menyadari, betapapun Tang San Siansu dan rombongannya merupakan tokoh lihai rimba persilatan, karenanya mereka tak dapat turun tangan secara ceroboh dan sembarangan. Ini bukan berarti mereka gentar berurusan dengan Tang San Siansu dan rombongannya, tapi mereka hendak mencegah jatuh korban dipihak kaipang, kalau bisa sedikit mungkin dan tujuan mereka tercapai, yaitu merampas daftar nama orang-orang kangouw yang asli.

oooo) )(oooo

SINAR matahari pagi mulai menghanga-ti sekitar lembah di kaki gunung Cu-san, burung-burung mulai berkicau. Tang San Siansu dan rombongannya bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan mereka.

Mereka selalu berwaspada terhadap kemungkinan adanya serangan mendadak dari pihak lawan. Mereka yakin, di samping pihak kaipang yang hendak mengganggu dan menyerang mereka, pasti banyak orang-orang kangouw berbagai aliran yang tengah mengincar mereka.

Karena itu, walaupun mereka tidak gentar menghadapi pihak mana pun yang hendak merampas daftar, tapi setidak-tidaknya rombongan Tang San Siansu bersikap waspada dan hati-hati. Inilah yang menyebabkan mengapa Tang San Siansu memilih perjalanan mereka dengan berjalan kaki, sebab menurut Tang San Siansu jika mereka mempergunakan kuda, tentu binatang itu bisa panik dan lari sembrawut sulit dikendalikan, yang akhirnya memisahkan mereka satu dengan yang lainnya pada jarak yang cukup jauh, jika di serangan mendadak dari pihak lawan.

Sedangkan melakukan perjalanan dengan jalan kaki menyebabkan mereka selalu bisa tetap bersama jika ada serangan lawan, sehingga kekuatan mereka tidak terpecahkan.

Melakukan perjalanan di lembah pada kaki gunung Cu-san ternyata tidak begitu mudah, karena selain cukup banyak tempat-tempat yang curam dan semak-belukar tumbuh liar sekali. Menjelang tengah hari, mereka berada disebelah lainnya dari lembah itu, tapi belum berhasil keluar dari lembah tersebut. Bwee sim-mo-li tampak jengkel dan sering menggerutu, tapi Tang San Siausu tak mengacuhkan sikap iblis-wanita ini.

"Kita istirahat disini," kata Tang San Siansu dan duduk disebongkah batu gunung, menghapus keringat yang mengucur deras di mukanya.

Yang lainnya segera mencari tempat yang sejuk dan teduh terhindar dari sinar matahari yang memancar begitu terik. Tapi, belum lagi mereka sempat membuka buntalan masing-untuk mengeluarkan bekal makanan, mendadak terdengar suara gemuruh yang deras sekali, berisik disertai jatuhnya batu-batu kerikil. Semua orang menoleh ke atas dan jadi kaget.

Sebungkah batu gunung berukiran besar menggelundung turun ke arah mereka. "Menyingkir!" Teriak Tang San Siansu, dia sendiri sudah melesat ketempat yang sekiranya aman dari sambaran batu yang tengah meluncur turun dengan cepat. Yang lainnya juga cepat cepat menyingkir.

Diiringi suara berisik, batu besar itu ambruk di bawah tebing, menyebabkan debu bertebaran kemana-mana, diiringi juga dengan batu-batu kerikil yang ikut berjatuhan akibat tebing kena benturan bongkahan batu tersebut.

Gusar bukan main Tang San Siansu menoleh ke atas, karena pendeta ini menduga pasti ada seseorang yang sengaja mendorong jatuh batu di atas tebing itu, untuk mencelakai rombongannya. Sedangkan Cu Lie Seng dan yang lainnya juga telah mengawasi ke atas.

Tebing itu cukup tinggi, mungkin hampir seratus tombak, di tepi tebing itu, berdiri sesosok tubuh, bahkan terdengar suara tertawa yang nyaring bergema di sekitar lembah tersebut.

Tidak kepalang marahnya Tang San siansu darahnya meluap. Dia mengibaskan tangannya, tubuhnya meloncat gesit dan ringan sekali, maksudnya hendak mendaki tebing itu buat mengejar orang yang telah menyerang rombongannya dengan bongkahan batu besar itu. Namun, dia membatalkan maksudnya, karena orang di atas tebing itu justru sambil terus tertawa tengah meluncur menuruni tebing !

Yang mengejutkan, orang itu tampaknya tak mengalami kesulitan apa-apa menuruni tebing itu, tubuhnya berlari-lari dengan telapak kaki setiap menginjak tebing seperti melekat sehingga tubuhnya tidak jatuh ke bawah.

Itulah ilmu yang sangat menakjubkan, karena tebing itu sendiri hampir berada dalam posisi tegak menjulang ke atas, walau pun ginkang seseorang sudah mahir, namun berlari-lari menuruni tebing yang posisinya maupun letak kedudukannya tegak ke atas seperti tebing ini, merupakan pekerjaan yang tidak mudah.

Namun kenyataannya orang itu dapat berlari dengan cepat, bahkan dalam waktu singkat telah sampai di bawah tebing di dalam lembah.

Sekarang Tang San Siansu dan yang lainnya baru bisa melihat jelas, dialah seorang nenek-nenek tua yang mungkin usianya sudah mencapai tujuh puluh tahun, karena badannyapun sudah agak membungkuk! Entah siapa nenek tua ini, Tang San Siansu dan yang lainnya jadi benanya-tanya, karena nenek tua ini tampaknya sudah makan nyali macan sehingga berani membentur rombongan pendeta tersebut.

"Kalian kaget, heh ?" tanya si nenek dengan suara nyaring, bergema disekitar lembah itu, sikapnya sinis sekali. "Aku tahu batu itu tak mungkin bisa mencelakai kalian, tapi yang kuinginkan kalian menjadi kaget. Nah, kalian tadi kaget, bukan?" Sambil bertanya begitu- si nenek tua tersebut memperlihatkan sikap serius sekali, matanya terbuka lebar-lebar, kemudian tertawa nyaring lagi, seakan juga apa yang telah dilakukannya menyebabkannya merasa Iucu.

Ban It Say sejak tadi sudah mendongkol apa lagi sekarang melihat kelakuan nenek tua seperti mengejek dan tidak memandang sebelah mata, sudah tak bisa menahan diri. Tahu-tahu dia meloncat ke depan, ke dekat si nenek tua, tangan kanannya menyambar ke pundak nenek tua tersebut, diiringi bentakannya- "Kau rupanya sudah tak sabar ingin pergi ke neraka, siluman tua!"

"Ih,ih,ih, ihi. ihi, jangan galak-galak begitu dong!" menyahuti nenek tua itu, tahu-tahu tubuhnya sudah melejit ke samping dia sudah terhindar dari sambaran tangan Ban-It Say.

Congkoan Gi-lim-kun bukan orang sembarangan, kepandaiannya tinggi, karena itu, dia tambah penasaran karena nenek tua tersebut bisa menghindari tangannya, apa lagi peristiwa ini disaksikan oleh Tang San Siansu dan kawan-kawannya yang lain, jelas ini menyebabkan dia menjadi malu kehilangan muka terang setengah kalap dia lompat lagi ke dekat nenek tua tersebut, sekali ini dia menyerang dahsyat dengan kedua tangannya.

Angin pukulan kedua tangannya menimbulkan suara kesiutan keras sekali. Sekaligus dia menyerang empat bagian mematikan dan berbahaya di tubuh nenek tua itu, dia juga tak tanggung-tanggung mempergunakan tenaga dalam pada kedua telapak tangannya.

Dalam gusarnya, dia tak peduli bahwa lawannya ini adalah seorang nenek tua yang karena sudah tuanya sampai badannya agak membungkuk. Dia menghendaki kematian si nenek.

Tapi nenek tua itu tetap tenang, bahkan sekali ini dia tak memperlihat usaha untuk menghindar, cuma berdiri di tempatnya dengan bibir tersenyum mengejek, tangan kanannya saja yang terangkat, jari telunjuk dengan ibu jarinya menjentik, meluncur benda putih berkilauan tertimpa matahari.

"Serrrr...!" kuat sekali benda putih kecil itu menyambar ke dada Ban It Say.

Ban It Say kaget sebagai orang berpengalaman dia menyadari benda ini tak boleh diremehkan. Tapi dia tak mau menghentikan sambaran tangan kanannya, yang tetap menyambar ke arah leher si nenek, sedangkan tangan kirinya menyampok benda putih itu.

Benda putih itu kena disampok oleh Ban It Say, tapi tidak terpental, melainkan meledak dan hancur tanpa bekas.

Kaget Ban It Say, dia menyangka bahwa si nenek sudah mempergunakan bahan peledak yang mungkin saja beracun. Tapi yang membuat Ban It Say lebih kaget lagi, tubuhnya menggigil, sampai tangan kanannya yang menyambar ke leher si nenek seperti tergetar keras, memaksa dia menarik pulang tangan kanannya itu membatalkan serangannya.

Cepat-cepat Ban It Say mengempos hawa murni tubuhnya, karena dirasakan pecahan benda putih itu mendatangkan hawa dingin luar biasa pada dirinya, yang membuat dia jadi menggigil. Dengan mengerahkan lwekangnya dia bermaksud mengusir hawa dingin tersebut, tapi gagal. Tubuhnya tetap menggigil, hawa dingin yang berasal dari ledakan benda putih sinenek begitu dingin, seakan menusuk ke tulang-tulang tubuhnya, bahkan kedua kakinya ikut menggigil.

Menyadari bahaya yang mengancam dirinya, Ban It Say tidak buang-buang waktu lagi segera meloncat ke belakang buat menjauhi si nenek. Dengan keadaan seperti itu, waktu tubuhnya menggigil kedinginan, si nenek bisa saja membarengi menyerang dirinya, itulah sebabnya Ban It Say meloncat mundur.

Semua orang yang menyaksikan kejadian ini jadi heran bukan main. Mereka melihat tangan kanan Ban It Say hampir mengenai sasarannya, yaitu leher si nenek, tapi mendadak mereka melihat Ban It Say menarik pulang tangan kanannya, bahkan kemudian berdiri menggigil, dibarengi lagi dengan loncat ke belakang menjauhi si nenek. Entah apa yang terjadi ?

"Siluman tua, kau gunakan ilmu siluman apa, heh?" Teriak Ban It Say bertambah kalap, dia sudah berusaha mengendalikan hawa dingin yang menyerang dirinya, dia berhasil hatinya dirasakan ulu hatinya jadi dingin sekali. "Kau harus membayar semua ini dengan jiwamu!"

Dengan gesit Ban It Say sudah meloncat lagi kepada si nenek bermaksud untuk membinasakan si nenek tua. Sekarang dia sudah bersiap-siap, dengan lwekang yang disalurkan melindungi sekujur tubuhnya, karena kuatir nenek tua itu mempergunakan benda putih yang bisa mendatangkan rasa dingin luar biasa itu.

Sekarang, biarpun si nenek mempergunakan lagi benda putihnya yang sangat dingin itu, jangan harap bisa membuat Ban It Say menggigil seperti tadi. Kalau tadi dia kena dibikin gemetar oleh si-nenek akibat hawa dingin dari benda putih itu, karena sebelumnya Ban It Say memandang rendah si nenek yang sudah tua ini, dia pikir satu atau duakali serangan sudah bisa merobohkan si nenek.

Sekarang Ban It Say tidak berani meremehkan lagi, dia mempergunakan delapan bagian tenaganya untuk menerjang si nenek.

Si nenek tua bungkuk itu tetap tenang, dia sama sekali tak bermaksud untuk menghindar dari terjangan Ban It Say, hanya tangannya menjentik dua kali. Kini dua butir benda putih berkilauan menyambar pada dada dan perut Ban It Say.

Karena tadi sudah mengalami akibat menyampok benda nutih itu tubuhnya jadi menggigil kedinginan, sekarang Ban It Say tidak pedulikan kedua benda putih itu, yang seperti kristal atau kaca bening, dia membiarkan saja benda itu menyambar ke dadanya dan perutnya, sedangkan kedua tangannya telah diulurkan untuk mencengkeram pundak dan dada si nenek tua.

Tubuh Ban It Say sendiri menyambar terapung dari tengah udara, sikapnya seperti seekor elang yang hendak menyambar arak kelinci.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar