Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 23

Baca Cersil Mandarin Online: Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 23
Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 23

"Tukkk . . . ! Tukkkk . .. . ! Dua benda putih yang dijentik si nenek mengenai dada dan perut Ban It Say. Bukan main akibatnya Ban It Say, congkoan Gi-lim-kun dari kota-raja yang berkepandaian tangguh, ternyata begitu kesambar dua benda kecil berwarna putih dan sebesar biji lengkeng itu, terpental keras sekali terbanting di tanah dengan tubuh menggigil keras.

Karena waktu dia kena disambar kedua benda tersebut, tubuhnya seperti diguyur air yang sangat dingin, dadanya seperti beku dan dinginnya bukan main, membuat tubuhnya menggigil dan tenaganya seperti lenyap.

Jauh lebih dingin dari yang pertama tadi, sehingga tak ampun lagi tubuhnya meluncur terbantihg ditanah! Semua kawan-kawannya jadi kaget, Tang San Siansu sudah meloncat ke depan si nenek untuk mencegah nenek itu mempergunakan kesempatan tersebut menyerang Ban It Say lebih jauh.

Sedangkan Thio Yu Liang berdua Cu Lie Seng loncat ke dekat Ban It Say, untuk memberikan pertolongan.

Muka Ban It Say pucat pias, dia rebah di tanah dengan badan menggigil keras, giginya sampai bercatrukan dan bibirnya gemetar tak bisa bicara !

"Ban-taijin, kenapa kau?" tanya Cu Lie Seng kuatir dan campur heran menyaksikan keadaan Ban It Say seperti itu.

Ban It Say menggigil keras tak sanggup bicara, dia cuma menunjuk kearah si nenek tua yang waktu itu tengah berhadapan dengan Tang San Siansu. Cepat-cepat Thio Yu Liang memeriksa keadaan kawannya, alisnya jadi mengkerut dalam-dalam.

Dia tidak menemukan kelainan pada peredaran darah kawannya ini, tak ada yang tertotok, atau juga tak ada tubuhnya yang terluka. Tapi mengapa Ban It Say menggigil keras seperti ini?

Untuk menolongi kawannya, Thio Yu Liang segera menotok jalan darah Ciu-ma-hiat dan Yui-si-hiat, untuk menenangkan Ban It Say. Tapi siapa sangka, begitu kedua jalan darah ini ditotok oleh Thio Yu Liang seketika Ban It Say menjerit-jerit: "Dingin...! Dingin..!" Tubuhnya menggigil semakin keras. "Aduhh... dingin sekali...!"

Thio Yu Liang terkesiap, mukanya pucat. Apakan dia telah melakukan sesuatu kekeliruan pada totokannya. Tapi setelah memeriksanya, totokannya tepat pada tempatnya. Ini memang untuk pertolongan pertama pada orang yang keseimbangan dirinya tak terkuasai lagi. Tapi mengapa begitu Ban It Say tertotok malah bukannya jadi lebih baik dan lebih tenang, seb-ahtnya jidi menjerit-jerit karena penderitaannya rupanya bertambah besar juga.

"Ban-toako... kenapa kau sebenarnya...?" Tanya Thio Yu Liang sambil menggoncang-goncang badan Ban It Say dengan kedua tangannya. "Bagian manamu yang terserang ?"

"Aduhhh...! Dingin... Dinginnn.... Sangat dinginnnn . . .!" merintih Ban It Say menggigil keras sekali, giginya tetap bercatrukan.

Ban It Say seorang berkepandaian tinggi di kotaraja dia merupakan salah seorang jago istana yang paling diandalkan oleh Kaisar. Tapi sekarang, tanpa melalui pertempuran seru dengan si nenek belum lagi berhasil menyerang nenek bungkuk itu, dia sudah rubuh dan keadaannya jadi seperti ini.

Thio Yu Liang berdua Cu Lie Seng benar-benar heran dan tidak mengerti, mereka sampai saling tatap keheranan, akhirnya Cu Lie Seng berkata sambil mengerutkan alisnya : "Entah ilmu siluman apa yang dipergunakan nenek tua itu ?"

Cepat-cepat Thio Yu Liang menotok beberapa jalan darah yang berhubungan dengan jantung yang bisa mendatangkan hawa hangat pada tubuh jika jalan darah itu ditotok.

Dan begitu Thio Yu Liang menotok kembali Ban It Say kelojotan menggigil keras kedinginan, disertai jeritan-jeritan nyaring. Thio Yu Liang tak peduli, dia menotok Iagi dua jalan darah, tetap saja dia gagal. Setiap kali ditotok bukannya lebih tenang dan lebih baik keadaannya. Ban It Say malah menjerit-jerit seperti babi hendak dipotong, selalu menyebut-nyebut "Dingin .... Aduhhh dingin... dingin sekali .... Aduhhh, dingin.

Thio Yu Liang mengerutkan alisnya. Dia berdiri dengan gusar, Katanya pada Cu Lie Seng. "Cu kongcu, kita harus membekuk siluman tua itu buat memaksanya agar menyembuhkan Ban toako. Entah ilmu siluman apa yang sudah dipergunakannya?!"

Dia segera memutar mbuhnya, tapi dilihatnya Tang San Sian-su tengah berhadapan dengan nenek tua bungkuk itu, sedang bicara. Maka Thio Yu Liang menahan langkah kakinya, dia berdiri diam saja karena Thio Yu Liang tahu kalau dia maju mencampuri urusan ini Tang San Sian su pasti menjadi tak senang dan tersinggung.

Tang San Siansu waktu itu sudah berhadapan dengan nenek bungkuk sedangkan nenek bungkuk iiu sama sekali tidak gentar.

"Siapa kau mengapa mengganggu kami?" tegur si pendeta dengan suara tawar.

Si nenek tertawa nyaring, kemudian mengawasi tajam Tang San Siansu. "Siapa aku? Huh-huh-huh apakah kau tak kenal lagi kepadaku ! Kita pernah ketemu, tak mungkin kau lupa padaku!"

Tang San Siansu mengawasi tajam si nenek tua, mengurutkan alisnya dan berpikir keras untuk mengingat-ingat siapa sebenarnya nenek bungkuk ini. tapi tetap saju gagal untuk mengingatnya.

"Jangan berbelit-belit, perkenalkan siapa dirimu, aku paling tak mau membunuh orang yang tak bernama...!"

"Kalau kau memang tak biasa membunuh orang yang tak mau memberitahukan namanya kepadamu, ya kau menggelinding pergi-saja tak usah berdiri didepanku, karena aku tak mungkin memberitahukan namaku padamu."

Muka Tang San Siansu jadi berobah, matanya bersinar tajam, dia gusar mendengar jawaban si nenek tua yang seakan mengejek dan meremehkannya, si nenek sama sekali tak memperlihatkan perasaan gentar dan malah menantang sekali.

Biasanya, jika seseorang berhadapan dengan Tang San Siansu, tentu akan gentar dan belum apa-apa sudah menjadi gugup. Tapi nenek tua ini bahkan seperti sengaja hendak memancing kemurkaan Tang San Siansu.

"Hemm. kalau kau tak mau memberitahukan namamu secara baik baik, biarlah aku yang akan memaksa engkau memberitahukan namamu !" Sambil berkata begitu Tang San Siansu menyampok dengan tangan kanannya ke dada si nenek tua, maksudnya hendak memaksa nenek tua itu meloncat mundur ke belakang dan nanti dia akan menyusuli dengan pukulan tangan kirinya pada si nenek tua, pukulan yang menutup jalan keluar si nenek dari jaring pengaruh lingkungan pukulannya tersebut. Biasanya, jika Tang San Siansu menyerang seperti itu, sulit buat lawannya menghindarkan.

Tapi nenek tua ini benar-benar berani di samping juga sangat lihai, sebab sama sekali dia tidak gentar menghadapi pukulan-pukulan yang dilakukan Tang San Siansu. Dia menghindarkan cepat sekali tangan kanan si pendeta, waktu tangan kiri Tang San Siansu menyambar menutup jalan keluar baginya, si nenek juga tidak jadi gugup, cuma jari telunjuknya menjentil dua kali.

Segera tampak dua butir benda putih masing masing sebesar biji lengkeng menyambar ke dada Tang San Siansu.

Tang San Siansu kaget, karena dia merasakan hawa dingin menyambar pada dada di jurusan ulu hati. Hawa dingin itu bukan hawa dingin biasa, karena dinginnya luar-biasa. "Ihhh . . . !" Tang San Siansu cepat-cepat meugempos sinkangnya, dia menutup semua jalan darahnya, menahan napasnya juga.

Dia tidak sampai roboh seperti Ban It Say, karena sinkangnya memang lebih tinggi dari Congkoan Gi lim kun itu, dia cuma tergetar duakali, kemudian bisa membendung hawa dingin yang menyerang dirinya. Kedua tangannya sudah menyerang lagi mempergunakan pukulan mematikan yang mengandung tenaga dalam yang dahsyat !

Muka si nenek berobah, rupanya dia kaget melihat ketangguhan Tang San Siansu, yang tidak roboh walaupun dihantam oleh dua butir peluru es yang dingin luar biasa.

Tadi, Ban It Say waktu menyampok hancur peluru esnya, congkoan Gi-lim-kun itu sudah menggigil sekujur badannya, dan waktu dihantam oleh dua butir peluru, dia roboh dengan menderita kedinginan yang dahsyat.

Tapi, Tang San Siansu yang menyambuti dua butir peluru esnya dengan badannya, ternyata tak menderita apa-apa, dia cuma merasa hawa dingin yang menyusup kedalam jantungnya, waktu dia mengempos sinkangnya si pendeta sudah bisa mengendalikan diri menghalau hawa dingin dan justru sekarang menyerang dengan kedua tangannya memakai ilmu pukulan "Liong beng-kun" yang dahsyat luar biasa !

Angin pukulan "Liong beng kun" menyambar ke arah badan si nenek kuat sekali, membuat bajunya berkibar. Tapi nenek ini juga lihai, dia tak percuma sudah dapat merobohkan Ban It Say dengan serangan peluru esnya. sebab tubuhnya juga bisa bergerak sangat gesit, dia tak mau membiarkan badannya dijadikan sasaran kedua tangan si pendeta, badannya seperti bayangan melesat ke samping, tapi kedua tangan Tang San Siansu seperti tumbuh mata yang bisa mengikuti gerak badan si-nenek, diiringi ejekannya: "Mau kemana kau? "

Kaget si nenek, karena pendeta ini benar-benar lihai sekali. Tangannya juga mengandung maut. Si nenek rupanya menyadari kalau dia tak bisa menghindarkan diri dari ke dua tangan si pendeta, dia akan mengalami luka yang tidak ringan, bahkan kemungkinan dia bisa terbinasa di waktu itu juga dengan badan melotot !

Tidak buang waktu lagi tangan si nenek bergerak, jari telunjuknya menjentik, badannya juga bergerak lincah untuk menjauhi lagi.

Tiga peluru esnya meluncur pesat menyambar dada Tang San Siansu.

Tapi tiga butir peluru es itu tak berhasil mencapai dada si pendeta, tenaga pukulan tangan si pendeta membuat peluru es itu seperti terbendung di tengah udara, bahkan meledak. Memancar hawa dingin yang luar biasa, bahkan Tang San Siansu merasakan hawa dingin menyusup kedalam pernapasannya.

Namun dia sudah mengerahkan sinkangnya, dia tidak gentar pada hawa dingin itu, yang tidak membuat dia sampai menggigil, biarpun badannya seperti dibungkus hawa dingin itu. Badannya seperti bayangan sudah melayang pula menyambar pada si nenek, disusul dengan pukulan "Liong-beng-kun" lagi.

Sekali ini si nenek tidak mengelak dari pukulan si pendeta, melainkan menangkis dengan tangan kanannya, maka terdengar suara

""Dessss... Dukkkkk!" Tangannya saling bentur dengan tangan si pendeta, keras dilawan keras, karena tenaga serangan si pendeta ditangkis oleh kekuatan yang tidak kalah kuatnya dari tangan si nenek. Cuma saja yang membuat si nenek harus kagum dan mengakui kelihaian Tang San Siansu. justeru dia merasakan tenaga mendesak dari Tang San Siansu mendadak saja berobah menjadi lunak, dari keras menjadi lembek seakan kekuatan itu lenyap dengan tiba-tiba dan berusaha menyelusup ke dalam badan si nenek dengan hawa sinkang yang mematikan!

Tak ayal lagi sinenek juga menarik tangan kanannya, dia mengibas, untuk menghalau tenaga lunak sinkang lawan, berbareng tangan kirinya melontarkan empat butir peluru esnya. Dia yakin sekuat-kuatnya sinkang Tang SanSiansu, tak mungkin sanggup menyambuti empat butir peiuru esnya sekaligus seperti itu.

Dua butir saja sudah bisa merobohkan Ban It Say, maka empat butir pasti jauh lebih dahsyat dari tadi.

Tang San Siansu benar-benar lihai dan tangguh, biarpun dia merasakan sambaran angin yang sangat dingin, luar biasa, dia tidak gentar pada peluru es lawannya, dia menyampok dengan tangannya dan tubuhnya mengejar lagi ke tempat si nenek.

Keempat butir peluru itu meledak, hawa dingin yang terpancar tersebar di sekitar tempat itu. Sekali ini hawa dingin itu seperti membungkus kepala dan tubuhnya, dinginnya menyusup sampai ketulang sumsum.

Badan Tang San Siansu menggigil kedinginan, sedangkan jago-jago lainnya yang berdiri cukup jauh menggigil juga terkena sambaran hawa dingin tersebut. Bisa dibayangkan betapa dahsyatnya daya perlawanan yang diberikan Tang San Siansu menghadapi hawa dingin yang terpancar dari enpat butir peluru yang meledak itu.

Tan San Siansu sebetulnya tidak memandang sebelah mata pada si nenek, tadi benturan tangannya dengan tangan nenek itu sudah membuat dia bisa menakar kekuatan sinkang si nenek bungkuk yang masih satu tingkat bawah sinkangnya.

Dia ingin cepat cepat membekuk nenek tua tersebut, tapi hawa dingin sekali ini benar-benar mengganggunya. Jika tadi dia menyampok pecah keempat butir peluru es, dikiranya paling tidak dia akan diserang hawa dingin seperti sebelumnya dan dia masih sanggup menghadapi dan membendung hawa dingin itu dengan kekuatan sinkangnya. Siapa tahu hawa dingin tersebut hebat sekali, sampai tubuhnya menggigil juga.

Sebagai orang yang berpengalaman Tang San Siansu tahu jika dia menderita kedinginan yang luar biasa dahsyatnya, setidak tidaknya sinkangnya akan terganggu, dia bisa terluka di dalam. Biarpun sangat penasaran dan mendongkol, tak urung Tang San Siansu membatalkan pukulan berikutnya si nenek, dia telah loncat ke belakang menjauhi diri, dan pada keningnya butir-butir keringat tampak mengucur deras!

Biarpun dia kedinginan, tapi hawa panas dari sinkangnya karena dikerahkan terlalu berlebihan, membuatnya berkeringat seperti itu! Dan inilah yang bisa membuatnya terluka di dalam jika Tang San Siansu masih bersikeras hendak menerobos si nenek dengan pukulannya disertai pengerahan tenaga sinkang berlebihan.

Semua orang yang menyaksikan peristiwa ini jadi memandang heran dengan hati bertanya-tanya, entah siapa nenek lihai ini?

Tang San Siansu merupakan satu-satunya orang yang paling lihai diantara mereka semua dan sekarang ternyata tidak sanggup untuk membekuk nenek tua itu, benar-benar mereka jadi heran dan kagum pada si nenek yang pasti memiliki kepandaian luar biasa.

Ban It Say sendiri yang berkepandaian tinggi paling tidak cuma setingkat dibawali Tang San Siansu, dapat dirobohkan mudah seperti itu oleh si nenek.

Semua orang yang berkumpul disitu adalah jago-jago kelas satu dan juga datuk-datuk iblis yang kejam dan ganas, karena itu, mereka jadi berpikir siapa nenek bungkuk ini, mengapa kepandaiannya begitu tinggi, sedangkan sebelumnya mereka belum pernah mendengar tentang nenek tua ini.

Tang San Siansu berdiri, dengan mata terbuka lebar-lebar karena gusar campur penasaran, dia sudah dapat menghalau hawa dingin yang tadi mempengaruhi dirinya, karena sekarang si pendeta terpisah cukup jauh. Dengan suara bengis dia menegur: "Bukankah kau Toat-beng-sin-ciang Khu Cian?"

Si nenek bungkuk tertawa dingin.

"Tadinya kukira otakmu sudah kering dan jadi pendeta tolol, karena tak kenal lagi padaku. Tak tahunya kau masih bisa mengenali siapa diriku ! Benar ! Aku Khu Cian. aku hendak memberitahukan kepadamu, kalau tak menyerahkan daftar nama orang orang kangouw kepadaku, jangan harap kau dan yang lainnya bisa meninggalkan tempat ini!"

Tang San bisa menduga nenek tua itu Toat beng-sin-ciang karena tadi waktu sinenek menghindar dari pukulannya dan jurus yang dipakai menangkis pukulannya. Dulu, diapun pernah menerima tangkisan seperti itu, waktu Liong-beng-kunnya belum mahir seperti sekarang, dan orang itu tak lain Toat-beng-sm-ciang Khu Cian yang pernah membantui keluarga Cang.

Dan akhirnya Toat-ben-sin-kiang Khu Cian menghilang dengan membawa lari puteri keluarga Cang. Dan ingatan ini membuat Tang San Siansu jadi heran campur kaget, sebab dia tidak menyangka si nenek tua bungkuk ini dalam sekian tahun saja sudah mendapat kemajuan yang sangat luar biasa pada kungfunya dibandingkan dulu waktu dia membantui keluarga Cang.

Yang tidak dimengerti Tang San Siansu, entah dari mana diperolehnya peluru-peluru es yang luar biasa itu, sehingga merupakan senjata rahasia yang ampuh.

Tang San Siansu tertawa dingin. "Jadi kau mengharapkan daftar nama orang-orang kangouw ? Kukira kau bermimpi, Toat-beng-sin-ciang ! Kau jangan harap bisa memperoleh apa yang kau inginkan !" Dan penasaran sekali pendeta tangguh ini sudah loncat menerjang pada nenek bungkuk itu lagi.

Si nenek sendiri tahu bahwa si pendeta sangat tangguh, kepandaiannya juga berada di atasnya, kalau memang mereka bertempur secara biasa, lama kelamaan si nenek pasti jatuh di bawah angin.

Hal inilah yang tidak diinginkan olehnya. Melihat si pendeta sudah menerjang padanya, dia menjentikkan jari telunjuknya, beruntun enam butir peluru es-nya menyambar Tang San Siansu.

Sekarang pendeta ini pintar, dia tidak mau menangkis atau menyampok peluru-peluru es itu, juga tak mau membiarkan peluru-peluru es itu mengenai tubuhnya, dia cuma berkelit mengelakkan sambaran dari enam butir peluru es itu, sehingga keenam peluru itu melesat terus lewat di sisi tubuhnya, masih menyebabkan Tang San Siansu merasakan napasnya dingin sekali, namun dia bisa loncat maju terus kepada si nenek, untuk didesak oleh pukulan-pukulan Liong-beng- kun, sekarang malah dia menyerang dengan jurus-jurus yang paling ampuh, membuat si nenek terdesak juga.

Berkali-kali nenek bungkuk itu mempergunakan berbagai kesempatan untuk menjentik peluru-peluru esnya, sehingga biarpun ia mulai terdesak oleh si pendeta, Tang San Siansu tak bisa terlalu menerjang dekat padanya. Semakin lama membuat si pendeta semakin penasaran.

Jika dia tengah merangsek, maka peluru es si nenek menyambar padanya, dan dia harus menghindarkannya, ini membuat dia terpaksa menunda desakannya dan dimanfaatkan si nenek untuk memperbaiki posisi dirinya.

Pertempuran itu berlangsung terus, sampai akhirnya Tang San Siansu karena murka tanpa bisa melampiaskannya, telah berjingkrak- jingkrak marah, pukulan-pukulan Liong-beng kunnya semakin dahsyat saja, dia telah mengempos sinkangnya. Angin pukulannya membuat daun-daun dari pohon jadi rontok dan batu-batu kerikil kecil beterbangan di sekitar pertempuran itu !

Diam-diam si nenek berpikir: "Si keledai gundul keparat ini ternyata sudah memperoleh kemajuan yang pesat dibandingkan dengan dulu ketika dia merusak keluarga Cang, kalau keadaan ini berlangsung terus tentu tak membawa keuntungan buat diriku!" Dan berpikir begitu, si nenek berulangkali menjentik lebih sering dengan peluru esnya, yang menyambar berbagai tubuh si pendeta.

Mendadak saja Tang San Siansu meraung dahsyat, mukanya merah hitam, dia rupanya sudah mengeluarkan ilmu andalannya, yaitu jurus "Liang-beng kun" yang paling dahsyat, yang tak akan dipergunakan jika menghadapi lawan yang kepandaiannya tak begitu tinggi.

Liong beng-kun terdiri 8 jurus, dan jurus ke delapan inilah yang paling dahsyat dan sekarang dipergunakan oleh Tang San Siansu untuk merobohkan si nenek.

Si nenek terkejut, peluru esnya sudak tak dipeduiikan Tang San Siansu, menyambar pada tubuhnya dan empat butir mengenai badannya tanpa si pendeta menggigil. Sepasang tangannya menyambar-nyambar gencar sekali diiringi kekuatan yang mematikan!

Nenek bungkuk itu jadi sibuk sekali mengelakkan diri dari kedua tangan Tang San Siansu. dia berusaha menjauhi diri tapi Tang San Siangsu sudah mendesaknya dengan perkelahian dari jarak dekat, dia tidak memberikan kesempatan kepada si nenek mempergunakan peluru esnya.

Jika tokh ada peluru es si nenek yang mengenai badan si pendeta, itupun tak membuat si pendeta menggigil, karena dia telah mengempos lwekang yang tertinggi, yang membuat tubuhnya seperti kebal terhadap serangan hawa dingin tersebut.

Itulah waktu yang sangat menentukan, sebab Tan San Siansu sudah memakai jurus pukulan yang paling dahsyat dan dia tidak mau membiarkan si nenek selalu main kucing-kucingan dengannya, sedangkan si nenek juga sudah memusatkan seluruh kekuatan sinkangnya pada kedua tangannya mengadakan perlawanan, dengan bergerak cepat berkelebat ke sana ke mari.

Tubuh kedua orang yang tengah bertempur itu berkelebat-kelebat seperti bayangan, sulit diikuti oleh pandangan mata biasa. Cu Lie Seng mengerutkan alisnya, dia menoleh kepada Pak-mo, bisiknya:

"Kita harus membekuk nenek bungkuk itu... siluman tua itu harus dapat ditangkap hidup-hidup. Kalian pergi berempat dengan See-mo, Lammo dan Tong-mo membantui guruku."

Pak-mo bimbang, dia bilang: "bagaimana kalau nanti Tang San Siansu tersinggung."

"Aku yang bertanggung jawab!" menyahuti Cu Lie Seng,"

"Yang terpenting siluman tua itu harus dibekuk."

Pak-mo mengangguk. Segera dia memberitahukan ketiga datuk iblis lainnya, Lammo, See-mo dan Tong-mo, kemudian berempat mereka tahu-tahu sudah meloncat ke tengah gelanggang. Mereka juga berseru: "Tang San Taisu, maafkan kami diperintahkan Cu-kongcu untuk membantumu membekuk siluman tua ini, agar dia tidak bisa melarikan diri!"

Sebetulnya sebagai jago nomor satu Tang San Siansu paling pantang menerima bantuan dari siapapun dalam setiap pertempuran, karena dia bisa tersinggung jika ada orang yang mau ikut campur dalam pertempurannya.

Tetapi sekarang biarpun dia telah mengempos sinkangnya dan juga mempergunakan jurus pukulan yang paling tangguh tapi belum bisa merobohkan nenek tua itu, maka diapun diam-diam girang menerima bantuan Tong-mo berempat, tapi untuk harga dirinya dia pura-pura tak mendengar dan membiarkan Tong mo berempat membantunya.

Si nenek mengeluh, karena menghadapi Tang San Siansu saja sudah payah dan kewalahan, apa lagi sekarang di tambah keem-pat datuk iblis tersebut, yang biarpun kepandaiannya tidak sehebat Tang San Siansu, tapi mereka merupakan datuk-datuk iblis yang tangguh dan kepandaiannya tidak bolen dipandang remeb.

Tapi, si nenek tidak memperlihatkan perasaan kagetnya, dia malah mengejek. "Bagus! Memang ada baiknya kalian maju semua ! Mengapa cuma berempat saja untuk menotongi si pendeta yang sudah mau mampus ini? Mengapa tidak semua saja turun tangan, agar si pendeta ini bisa diselamatkan".

"Jangan rewel !" Bentak Pak-mo. tangannya sudah menyerang ke pinggang si nenek, demikian juga Tong-mo, See-mo dan Lam-mo sudah ikut menyerang juga. Sekarang si nenek dikepung olen lima oiang lawan yang semua nya berkepandaian sangat tinggi, tapi dia sudah tak bisa mundur lagi, dia harus menghadapinya.

Mati-matian dia berusaha mempergunakan peluru-peluru esnya, tapi usahanya tetap gagal, setiapkali ia menjentik dengan jari telunjuknya, selalu lawannya yang disambar peluru esnya akan mengelak tanpa menyampok dan tak mau menyambuti sambaran peluru es itu, dengan demikian lawan-lawannya tak perlu menderita kedinginan seperti yang diharapkan.

Satu kali, si nenek berseru keras karena pundaknya kena diserempet oleh tangan kiri Tang San Siansu. Biarpun cuma keserempet saja, tapi akibatnya sudah cukup membuat si nenek bungkuk terhuyung dengan muka berobah pucat, karena dia sudah menderita lula tak ringan, luka akibat pukulan Liong beng-kun! "

Kesempatan itu dipergunakan oleh Pak-mo dan See mo buat menghamam si nenek bungkuk. Tapi Toat-beng-sin ciang masih sempat mengelakan pukulan tersebut, biarpun kakinya terserimpet dan hampir saja dia roboh terguling.

Tang San Siansu tak mau membuang kesempatan yang ada, dia tertawa dingin, badannya menerjang sambil melakukan serangan kedua tangannya berkesiutan dahsyat, angin pukulannya mengandung maut.

Si nenek bungkuk mengeluh, sekali ini, jiwanya benar-benar terancam bahaya maut, jika sampai terserang oleh Tang San-Siansu. Tadi saja cuma kena terserempet dia sudah terluka di dalam, apalagi kalau terpukul telak. Tapi sebagai orang yang berkepandaian tinggi, tentu saja Toat-beng sin-ciang tidak mau manda begitu saja, mati-matian dia masih mengelakkan dengan meloncat ke belakang.

Dia memang berhasil menjauhi Tang San Siansu, tapi punggungnya disambut oleh telapak tangan Lam-mo yang telak sekali menghantam pundaknya, sehingga mengeluarkan suara nyaring. Badan si nenek bungkuk bergoyang goyang seperti mau rubuh, dia memuntahkan darah segar, mukanya pucat.

"Sekali ini jangan harap kau lolos dari kematian, siluman tua!" Tang San Siansu mengejek sambil loncat menyerang lagi.

"Menyerahlah siluman tua !" mengejek Tong-mo ikut menyerang.

Mata si nenek berkunang-kunang, dia gusar dan penasaran. Mati matian dia mengempos seluruh sisa tenaganya, dia berusaha menangkis serangan Tang San Siansu dan Tong-mo. Waktu itu See-mo. Lam-mo dan Pak-mo juga tengah loncat menyerang kepadanya, ke-berbagai bagian di tubuhnya yang bisa mematikan.

Si nenek bungkuk benar benar kejepit, sulit buat dia menghindar. Dan benturan tangannya dengan tangan Tang San Siansu membuat badannya seperti diterjang angin topan sampai terbang sejauh dua tombak lebih. Belum lagi badannya turun ke tanah, Lam mo menyambuti tubuh si nenek bungkuk deman telapak tanyannya menghantam iganya, nyaring pukulan itu, dan tubuh si nenek bungkuk benar-benar rubuh terguling di tanah!

Tang San Sainsu tidak puas, dia loncat hendak menghantam lagi, tiba tiba terdengar orang mengejek dengan suara gusar: "Sungguh manusia-manusia tidak tahu malu dan hanya pandai main keroyok saja!"

Disusul berkelebat sesosok bayangan dan sambaran tongkat yang berkelebar ke sana kemari, diiringi kekuatan sinkang yang tangguh sekali, sehingga ujung tongkat itu mengandung tenaga yang bisa menghancurkan batu gunung, apa lagi kalau mengenai badan manusia tentu bisa mematikan!

Pak mo. See-mo. Lam-mo, Tong-mo maupun Tang San Siansu lompat mundur, untuk melihat orang yang baru muncul itu. Segera mereka mengenali, orang yang muncul dengan pakaian penuh tambalan tidak lain dari Toan Yok, pangcu Kaipang !

"Kiranya kau, anjing kudisan ?" Teriak Tang San Siansu gusar, karena dia anggap munculnya Toan Yok merupakan rintangan yang menjemukan dan menjengkelkan, tadi dia bersama Lam-mo berempat hampir berhasil untuk menjatuhkan pukulan yang sangat menentukan pada Toat beng-sin ciang siapa tahu muncul pemimpin pengemis ini, sehingga Toat-beng-sin-ciang waktu itu sudah dapat berdiri lagi biarpun dengan muka pucat, tapi dia sudah bisa menguasai posisi kuda2 kakinya.

Cuma saja, dia dalam keadaan terluka di dalam yang tidak ringan ini membuatnya biarpun dapat berdiri kembali mengatur posisi dirinya, tetap saja sulit buat dia melakukan pertempuran yang menentukan, dia sementara ini tak dapat mengerahkan terlalu besar kekuatan sinkangnya, karena bisa membahayakan kesalamatan dirinya.

Toan Yok tertawa mengejek, sikapnya menghina : "Tidak tahunya Tang San si pendeta gundul cuma pandai main keroyok ! Cissssss, aku tak pernah menyangka sebelumnya, sahabat-sahabat kangouw jika mengetahui hal ini pasti akan tertawa terbahak-bahak sampai mati!"

Muka Tang San Siansu merah padam karena gusar, tubuhnya melesat disusul tangannya menyambar hebat sekali pada Toan Yok karena dia mempergunakan "Liong beng-kun", ancamnya:

"Kau harus mampus, jembel busuk ! Jangan harap kau bisa meninggalkan tempat ini dalam keadaan bernapas."

Memang Tang San Siansu bermaksud membunuh pengemis ini, yang sempat menyaksikan dia bersama Lam-mo berempat mengeroyok Toat beng sin ciang. Apa yang dikatakan Toan Yok bahwa sahabat-sahabat kangouw akan tertawa dan mengejek Tang-San, hal ini tidak keliru, berarti Tang-San Siansu akan kehilangan muka terangnya.

Karena itu dia bertekad walaupun bagaimana Toan Yok harus dibinasakan, juga Toat-beng sin ciang, dia menyerang tak tanggung-tanggung.

Toan Yok tidak gentar, dia menghadapi serangan Tang San Siansu dengan tongkatnya, yang menyambar-nyambar cepat dan mengandung tenaga sinkang yang dahsyat dia bertempur melayani si pendeta dengan jarak terpisah cukup jauh.

Tentu saja hal ini membuat Tang San Siansu tambah murka ?sebab "Liong beng kun" ampuh kalau dipergunakan berkelahi jarak dekat, dan hilang sebagian keampuhannya jika bertempur jarak jauh. Beberapa kali dia berusaha merampas tongkat sipengemis, sebab tanpa tongkatnya Toan-Yok akan terpaksa melayani setiap pukulan si pendeta deigan kedua tangannya.

Lam-mo berempat dengan Pak mo, See-mo dsn-Toiig mo saling pandang, akhirnya mereka saling mengangguk dan kemudian menerjang maju untuk mengeroyok Toan-Yok.

Karena menginginkan kematian pengemis ini, maka sekali inipun Tang San Siansu sudah tak menghiraukan lagi tata krama pertempuran, sudah tak memperdulikan harga diri lagi, dia tak mencegah keempat orang kawannya ikut maju untuk mengepung Toan-Yok.

Toan Yok tertawa tergelak-gelak dikepung kelima orang lawannya yang semuanya tangguh dan tangannya mengandung maut. Sedikitpun dia tidak jeri, biarpun Toat-beng-sin-cisng sementara itu tengah duduk bersila mengatur pernapasannya dan tak bisa membantunya.

Sambil memutar tongkatnya, dia bersiul nyaring, terdengar suara teriakan ramai, dari beberapa penjuru tampak bermunculan puluhan orang pengemis, yang semuanya memakai baju dan celana penuh tambalan.

Puluhan orang pengemis itu menyerbu buat menyerang Tang San Siansu dan yang lainnya. Cu Lie Seng dan Bwee-sim-mo-li maupun Ho Beng Su harus turun tangan juga melayani pengemis-pengemis itu, sebab mereka diserang oleh enam orang pengemis.

Bahkan yang melayani Ho Beng Su adalah Giau-hiocu dan seorang kawannya, bengis Giau-biocu membentak: "Pengkhianat, apakah kau tidak mau menyerahkan diri secara baik-baik ?"

Ho Beng Su tertawa dingin. "Aku bukan murid Kaipang lagi, mengapa aku harus tunduk pada kalian ? Majulah, marilah kita buktikan siapa sebenarnya yang memiliki kepandaian!"

Dan dia menyerang bertubi-tubi dengan kedua tangannya. Giau hiocu tambah gusar, bersama temannya gencar sekali menyerang Ho Beng Su.

Cu Lie Seng menghadapi lima orang pengemis, dia tertawa dingin dan berulangkali tangannya menghantam mempergunakan "Liong-beng- kun". Biarpun tenaga dalam Cu Lie Seng belum setinggi Tang San Siansu, tapi jurus pukulan yang dilakukannya dahsyat sekali, juga memang pengemis-pengemis itu tak selihai Toan Yok, karenanya mereka selama itu tak bisa merangsek Cu Lie Seng.

Bwee-sim mo li terkikik genit, dia menjentikkan jari telunjuknya menyerang dengan jarum-jarum beracun, namun para pengemis itu rupanya mengetahui berbahayanya jarum beracun si iblis wanita ini, mereka selalu menghindarkannya.

Thio Yu Liang yang waktu itu sedang coba menolong Ban It Say, jadi agak panik juga. Dia tahu jumlah pengemis cukup banyak juga mereka adalah hiocu hiocu dari Kaipang yang kepandaiannya juga tidak rendah, karenanya mereka merupakan lawan yang tidak ringan.


Thio Yu Liang tidak jeri, dia telah menghunus pedangnya, kalau ada pengemis yang menyerangnya, dia akan menghadapi dengan pedangnya. Sedangkan Ban It Say sekarang sudah tidak menggigil keras seperti tadi, biarpun seluruh hawa dingin yang menguasai dirinya belum lenyap, dan juga tubuhnya menjadi lemas akibat menggigil kedinginan terus menerus. Napasnya masih lemah dengan demikian dia belum bisa untuk ikut bertempur.

Tidak kepalang besarnya penasaran Tang San Siansu, dia berulangkali berjingkrak murka sambil menyerang, tapi Toan Yok benar-benar lihai, dia bisa menghadapinya dengan sama baiknya, tanpa gentar sedikitpun juga.

Lam-mo berempat telah menghadapi belasan orang pengemis yang mengepung mereka. Benar kepandaian keempat datuk iblis ini sangat tangguh tapi penyerang mereka berjumlah banyak, biarpun para pengemis itu tak bisa merobohkan mereka, namun mereka pun sulit untuk merobohkan pengemis-pengemis itu.

Suara pertempuran jadi ramai sekali di-lembah tersebut, suaranya menggema. Juga ada satu dua orang pengemis yang terdesak oleh Bwee-sim-moli atau lawan lainnya, mempergunakan peluru asapnya yang meledak nyaring dan menebarkan asap yang tebal sekali.

Dengan cara demikian pengemis-pengemis itu selalu dapat meloloskan diri dari tekanan dan ancaman tangan maut lawannya.

Toan Yok berulangkali menghalau pukulan-pukulan tangan Tang San Siansu, sampai akhirnya dia juga balas menyerang dengan jurus jurus Kouw-kouw pang hoat" (ilmu tongkat penggebuk anjing) yang merupakan ilmu andalan Kaipang. Tongkat bambu hijau seperti juga menjema jadi seekor naga perkasa yang meliuk-liuk menyambar-nyambar bagian mematikan di tubuh lawan.

Hal ini membuat Tang San Siansu buat sementara waktu tak bisa mendesak Toan Yok. biarpun dia selalu coba menerjang dengan "Liong-beng-kun" nya.

Toat-beng-sin-ciang rupanya berhasil menguasai luka di dalam tubuhnya, tenaganya pulih sebagian. Dia tiba-tiba menjentikan jari telunjuknya, menyerang Cu Lie Seng dengan burir-butir puluru esnya.

Cu Lie Seng terkesiap, hawa dingin luar biasa menyambar ke tengkuk dan pinggangnya. Dia tahu lihainya butir-butir peluru es Toat beng-sin ciang, karena itu tak mau dia menyan.poknya, dia cuma berkelit.

Berulang-kali dia harus menghindar dari peluru es itu, sebab Toa-beng sin-ciang selalu menyerangnya dengan peluru es itu. ini sangat mengganggu perhatian Cu Lie Seng menghadapi pengemis-pengemis yang jadi lawannya.

Toan Yok rupanya mengetahui bahwa Toat beng-sinciang dalam keadaan terluka di dalam, dia kuatirkan kalau orang ini memakai tenaga dalam berlebihan sehingga si nenek bungkuk bisa terluka di dalam yang lebih parah, maka dia berteriak:

"Khu bungkuk, mengapa kau tak pergi angkat kaki ? Kami akan melindungimu, pergilah !"

Toat-beng-sin ciang tidak gusar biarpun dipanggil dengan sebutan Khu bungkuk, dia malah tertawa.

"Apakah aku manusia yang benar-benar tidak kenal budi, sehingga di saat orang Iain mati matian ingin menolongi diriku dan aku sendiri melarikan diri ?"

Jangan bicara lagi soal budi-kebaikan, cepat angkat kaki, kami bisa mengurus diri kami sendiri. Kau sudah terpukul jurus "Liong-bengkun" pendeta busuk ini, jika tidak cepat-cerat diobati, tentu kau menghadapi saat-saat sulit di waktu mendatang . . . sedikitnya kau akan cacad jika terlambat mengobati luka itu !"

Sebetulnya Toat-beng-sin-ciang sudah bertekad hendak mengadu jiwa, tapi mendengar kemungkinan dia bercacad kalau terlambat mengobati lukanya, di mana dia telah terpukul "Liong-bengkun"- nya Tang San Siansu, alisnya jadi mengkerut. Dia mendengar juga bahwa pengemis-pengemis ini mempunyai jalan sendiri untuk meninggalkan musuh dari tempat itu, maka dia jadi ragu-ragu.

Betapapun besar keinginannya untuk ambil bagian dalam pertempuran tersebut, namun dengan luka yang dideritanya cukup parah seperti itu, apa yang bisa dilakukannya.

"Ayo cepat .... jika terlambat, kukira biarpun datang obat dewa tak mungkin lukamu itu bisa disembuhkan !" Berseru Toan Yok, kuatir sekali, sebab dia melihat Toat-beng-sin ciang bimbang dan kalau membandel tak mau angkat kaki, mereka akan mengalami kesulitan lebih lama.

Benar mereka selama ini bisa menghadapi Tang San Siansu dan orang-orangnya, tapi lewat satu dua jam lagi pasti akan terdesak dan sulit buat rombongan pengemis ini merebut kemenangan, itulah sebabnya Toan Yok mendesak agar Toat-beng sin-ciang mau cepat cepat meninggalkan tempat itu lebih dulu.

Toat-beng sin-ciang akhirnya menyadari maksud baik para penolongnya ini, dia juga tahu jika dia cepat-cepat angkat kaki hanya akan menambahkan kesulitan para pengemis itu, maka keputusannya jadi bulat tanpa bilang apa-apadia memutar tubuhnya dan berlari cepat sekali meninggalkan tempat itu.

Tang San Siansu gusar bukan main, dia menjerit sambil menghantam Toan Yok. Bagaimanapun ia tak mau Toat-bengsin-ciang lolos dari tangannya. Tapi justeru dia dihalangi Toan Yok, yang selalu dapat memunahkan setiap pukulannya.

Serangannya sekali inipun dapat dipunahkan oleh pengemis tersebut, yang menghindar ke samping. Kesempatan ini dipergunakan Tang San Siansu buat meninggalkan Toan Yok untuk mengejar Toat-beng-sin-ci-ang,akan tetapi Toan Yok sudah melesat menghadang di depan sambil mengayun tongkatnya.

Bertambah penasaran saja Tang San Siansu, kalau dia tak pedulikan serangan tongkat si pengemis, niscaya akan membuat dia terluka, karena pukulan tongkat Toan Yok disertai tenaga sinkang yang dahsyat, berkesiutan nyaring memecah udara.

Terpaksa Tang San Siansu harus menghadapi tongkat si pengemis, karena itu Toat-beng-sin-ciang dilihatnya telah sempat berlari cukup jauh.

Bwee sim mo li, Cu Lie Seng maupun yang lainnya terkejut melihat Toat-beng-sin-ciang hendak meninggalkan lembah itu, tapi merekapun tak berdaya untuk mengejar, karena waktu itu justeru mereka telah dikepung oleh pengemis-pengemis yang jumlahnya sangat banyak dan kepandaiannyapun tidak lemah.

Toan Yok tertawa bergelak-gelak. "Pendeta busuk, hari ini kau ketemu batu sebetulnya hari ini adalah hari kematianmu, tapi tuan pengemismu ingin mengampuni dulu jiwa anjingmu pada badanmu ! Nah jika ada kesempatan tentu aku akan menagih jiwamu lagi!" Sambil berkata begitu Toan Yok memutar tongkatnya gencar sekali menyerang bertubi-tubi Tang San Siansu, sehingga si pendeta biarpun tengah kalap dan penasaran campur murka, tak urung harus melompat duakali menjauhi diri dari sambaran tongkat si pengemis.

Waktu itu Toan Yok mengayunkan tangan kirinya, menimpuk dengan beberapa peluru yang meledak di kaki Tang San Siansu dan mengeluarkan gumpalan asap yang sangat tebal. Menyusuli dengan itu, ketika Tang San Siansu mencak-mencak kalap Toan Yok sudah menimpukkan tiga butir peluru asapnya yang meledak menggelegar dan gumpalan asap ditempat itu semakin tebal saja.

Pengemis-pengemis lainnya juga sudah mengikuti perbuatan pemimpin mereka, masing-masing melemparkan peluru asap kepada lawan-Iawan mereka, seketika terdengar suara le dakan di sana-sini nyaring sekali, gumpalan asap tebal juga memenuhi lembah tersebut.

Tang San Siansu serabutan menyerang ditengah-tengah gumpalan asap dengan kedua tangannya, seperti kalap, dia benar-benar merasa hari ini pamornya runtuh bisa dipermainkan rombongan pengemis tersebut.

Tapi para pengemis itu sudah nyingkir dari lembah, karena tak lama kemudian setelah gumpalan asap itu menipis, di lempat itu sudah tak terlihat seorang pengemispun juga. Sedangkan Cu Lie Sang dan yang lainnya berdiri dengan muka merah padam karena gusar dan mata merah berair, akibat asap yang membuat mata mereka pedih dan keluarkan air mata !

"Terkutuk !" Teriak Tang San Siansu, "Pengemis busuk itu harus kucari dan ku-mampusi !"

Cu Lie Seng sambil menghapus air matanya, karena masih terasa matanya sangat pedih, menghampiri gurunya.

"Sudahlah suhu, bukankah mereka tak berhasil mendapatkan apapun dari kita ? Nantipun mereka akan memperlihatkan diri lagi untuk coba-coba mendapatkan daftar nama orang kangouw ini !" sambil bilang begitu Cu Lie Seng menepuk-nepuk sakunya.

Tang San Siansu tersadar, kemarahannya reda sebagian, tapi dia masih memaki bengis: "Kalau lain kesempatan bisa kutemukan pengemis busuk itu, akan kuhancurkan tubuhnya jadi ratusan potong ! Tak akan kubiarkan dia mati dengan enak !"

Tang San Siansu dengan rombongannya akhirnya meninggalkan lembah tersebut buat melanjutkan perjalanan mereka. Sikap mereka sekarang semakin hati-hati dan waspada.

oooo)0(oooo

DUA orang Persia tampak mengiringi seorang gadis tengah mendaki di sebuah bukit yang ada di sebelah pintu kota, daerah itu cukup lebat oleh pohon-pohon yang tumbuh tinggi, juga tidak begitu ramai, karena jarang orang mengambil jalan melewati bukit tersebut, yang disebut oleh para pedagang keliling sebagai bukit-iblis (Mo Gai) dan angker sekali.

Gadis itu berusia masih muda tapi sangat lincan, daoat mendaki bukit itu dengan mudah. Sedangkan kedua orang Persia itu bertubuh tinggi besar dan mukanya bengis. Tapi dari sikap mereka tampak jelas mereka menghormati gadis ini, mata mereka tidak menatap kedepan saja, sebab selalu memandang liar sekeliling, penuh waspada, kalau-kaiau ditempat itu ada bahaya yang bisa mengancam gadis yang tengah mereka kawal.

Sedangkan gadis didepan kedua laki laki Persia itu sama sekali tak kuatirkan sesuatu, dia seenaknya saja berlari-lari mendaki bukit riang sikap dan wajahnya, bahkan sebentar-sebentar dia meloncat cukup tinggi memetik bunga yang tumbuh di pohon liar yang dilewatinya.

Melihat cara berlari ketiga orang itu, jelas mereka memiliki ginkang dan ilmu silat yang cukup tinggi, biarpun kedua tubuh orang Persia itu besar kekar, namun mereka bisa berlari ringan sekali seperti juga kedua kaki mereka masing-masing tak menginjak tanah.

Siapakah gadis itu dan kedua orang Persia tersebut? Benar mereka tak lain dari Cu Siauw Hoa dan kedua orang pengawal pribadinya. la tengah melakukan perjalanan buat menyusul kakaknya, Cu Lie Seng, yang sudah melakukan perjalanan lebih dulu pulang ke-kotaraja.

Biarpun mendongkol ditinggal oleh kakaknya, tapi Cu Siauw Hoa seorang gadis periang, karena itu dalam setengah hari saja, kemendongkolannya hatinya sudah lenyap, dia bisa melakukan perjalanan dengan riang. Sebetulnya dia bersama kedua pengawalnya tadi mempergunakan kuda dalam perjalanan tersebut, ketika lewat dikaki bukit Mo-gai ini, dan turun dari kudanya mendaki bukit itu.

Tentu saja kedua pengawalnya terpaksa harus mengikuti nona majikan mereka kuatir kalau-kalau diatas bukit ada ancaman bahaya. Kuda mereka ditinggal di kaki bukit.

Siauw Hoa senang sekali melihat pohon-pohon yang tumbuh lebat, burung-burung yang terbang karena kaget atas kehadiran ketiga orang manusia ini. Siauw Hoa juga terkadang mengejar kupu-kupu, yang ditangkap dan kemudian dilepaskannya lagi. Tertawanya yang renyai seringkali bergema di bukit tersebut.

Mendadak, Siauw Hoa berhenti berlari. Tangan kirinya diangkat, mengisyaratkan agar kedua orang Persia itu juga berhenti dan jangan bersuara.

Apa yang dilihat Siauw Hoa. Terpisah kurang lebih duapuluh tombak lebih, di bawah sebatang pohon, dekat susunan bongkahan batu gunung, tampak duduk dua sosok tubuh. Siauw Hoa malah bisa mengenalinya dengan segera, yang seorang adalah pemuda yang pernah ditraktir makan olehnya, yaitu Giok Han !

Dan yang membuat darah Siauw Hoa mendidih marah, dia melihat Giok Han duduk berendeng mesra dengan seorang gadis cantik jelita !

Benar Siauw Hoa selalu bersikap yang kekanak-kanakan manja dan jail, tapi sejak pertemuan dengan Giok Han timbul perasaan aneh, ia menyukai pemuda itu, sampai pemuda tersebut akhirnya meninggalkan dia karena ingin menyusul "sahabat"-nya. yaitu si pengemis kotor mesum.

Sejak saat itu Siauw Hoa tergoda terus menerus perasaannya, sering kali dia teringat pada Giok Kan yang gagah dan tampan. Tapi dia tak tahu kemana harus mencari pemuda itu.

Sekarang dia kebetulan sekali bisa bertemu dengan pemuda itu, yang sebetulnya merupakan pertemuan yang menggembirakan tapi kenyataannya malah kebalikannya, pertemuan ini membuat Siauw Hoa menjadi marah campur duka !

Pemuda yang selama ini dikenang dan dipikiri siang dan malam, tak tahunya sedang asyik duduk berdua-duaan dengan seorang gadis cantik di tempat demikian sunyi sepi pada bukit Mo-gai !

Lama Siauw Hoa berdiri dengan muka merah padam, dan dia jadi tambah mendongkol mendengar si gadis cantik di sebelah Giok Han tengah bicara manja: "Giok Han Koko... sebetulnya aku sudah tahu, sejak pertemuan kita yang pertama, bahwa kau seorang yang baik !"

"Akupun begitu, karena aku segera merasakan bahwa kau adalah sahabatku yang terdekat, biarpun sebelumnya kita belum berkenalan !" menyahuti Giok Han.

"Sahabat ? Sampai sekarang kau masih menganggap aku sebagai sahabatmu?" tanya gadis itu, yang tidak lain Cang In Bwee.

Giok Han menggeleng.

"Tentu saja tidak. Aku sudah mengetahui isi hatimu. Akupun harus mengakuinya bahwa perasaanku sama dengan perasaanmu. Sebelumnya aku kuatir kau akan mentertawakan aku. karenanya aku maun membatasi diri dan tak pernah berani bersikap lebih manis padamu, nanti kau bilang aku ceriwis Bweemoay "

"Ihhh, siapa bilang kau pemuda alim ? Memang kau ceriwis! Sejak pertemuan kita yang pertama kali saja kau sudah tak mau berpisah denganku, Bukankah benar begitu ?"

Giok Han tertawa.

"Ya.. sampai sekarang akupun tak pernah mau berpisah dengan kau, Bwee-moay! Kalau kau meninggalkan aku pasti dunia ini lenyap keindahannya.."

"Ihhhhh. merayu nih ?" tertawa In Bwee, tapi dia menyenderkan kepala di dada Giok Han, pemuda itupun merangkulnya lembut.

Selanjutnya cuma terdengar suara bisik-bisik mereka saja, Siauw Hoa tidak bisa mendengar jelas lagi.

Semakin lama darah Siauw Hoa semakin mendidih, hatinya hancur berkeping-keping, Dia sudah terlanjur menyukai Giok Han, siapa tahu sekarang harus menyaksikan pemuda yang disenanginya itu tengah bermesra-mesraan dengan seorang gadis lain. Penasaran, sakit hati, cemburu dan marah bercampur jadi satu.

Karena dalam keadaan sedih dan marah, Siauw Hoa lupa bahwa dia sedang diam-diam mengintai Giok Han dan In Bwee, dia berdiri tanpa mempergunakan ginkangnya, sehingga sebuah ranting terinjak patah dan mengeluarkan suara nyaring.

Suara patahnya ranting ini membuat Giok Han dan Cang In Bwee yang sedang asyik masyuk pacaran, jadi kaget bukan main, mereka sampai meloncat berdiri dengan muka berobah merah, karena menyangka ada orang yang menyaksikan mereka tengah berkasih-kasihan.

Tetapi Giok Han tambah kaget campur heran, ketika mengenali orang yang berdiri terpisah tak terlalu jauh dannya tidak lain dari Cu Siauw Hoa, gadis yang pernah mentraktir makan padanya belum lama yang lalu In Bwee juga mengenali Siauw Hoa, gadis yang dulu pernah menbuatnya cemburu karena mentraktir Giok Han, yang membuat dia cari gara-gara pada kedua orang Persia yang menjadi pengawal itu, yang dianggap sebagai saingannya.

Siauw Hoa sebetulnya hendak memutar tubuhnya, untuk berlari sejauh mungkin, karena matanya sudah merah dan hampir saja air matanya menitik turun. Penasaran, sakit hati, cemburu dan marah campur aduk jadi satu, tapi Giok Han dan In Bwee berdua keburu melihatnya, maka dia cuma berdiri dengan muka yang cemberut masam dan mulut dimonyongkan. Justeru dengan keadaannya seperti itu wajah gadis ini tambah cantik saja.

"Nona Cu, kau di sini?" menyapa Giok Han yang kemudian jadi girang bertemu dengan orang yang pernah mentraktirnya, sedangkan In Bwee sebaliknya mengawasi Cu Siauw Hoa dengan mata mendelik dan muka yang cemberut memperlihatkan perasaan tak senang atas kehadiran gadis ini, yang pernah dianggap sebagai saingannya.

"Mari kuperkenalkan kau dengan .... dengan nona Cang !"

Tetapi Siauw Hoa mengawasi dengan sorot mata dingin, kemudian ketus dia bilang: "Aku tak perlu kenal dengan nona Cang-mu itu! Silahkan kalian meneruskan acara kalian, aku mau pergi...!" Dia memutar tubuhnya mau mengajak kedua pengawalnya untuk berlalu meninggalkan tempat itu.

Giok Han tertegun mendengar kata-kata Cu Siauw Hoa begitu ketus. Dulu, Siauw Hoa gadis yang manis dan ramah, yang sikapnya sangat menyenangkan sekali. Tapi mengapa sekarang jadi ketus demikian ?

Cang In Bwee lain lagi, jika tadi dia berdiam diri saja, sekarang ssulah mendengar perkataan Siauw Hoa, jadi meluap kemarahannya, dia bilang tanpa mengawasi Siauw Hoa, seakan-akan sedang mengawasi langit: "Hu! Hu ! Aku tak sangka di dunia ada gadis yang tak tahu malu yang kerjanya tukang ngintip."

Siauw Hoa tahu kata kata sendirian itu ditujukan kepadanya. kemarahan campur cemburu telah meledak membuat dia batal pergi, dengan galak dau mata melotot dia membentak: "Apa kau bilang?"

In Bwee tertawa tawar mengejek, dia tak menyahuti. Siauw Hoa tambah penasaran dia melangkah empat langkah menghampiri, bentaknya lagi galak, karena hatinya tengah sakit dan mendongkol betapa pria yang disukainya ternyata tengah berkasih-kasihan mesra dengan wanita lain, dan sekarang gadis saingannya itu ikut mengejeknya. "Coba kau ulangi lagi kata-katamu tadi !"

In Bwee tertawa tawar, sedikitpun tidak takut pada sikap Siauw Hoa yang galak. Memang, seorang wanita yang sedang jatuh cinta tentu tak akan takut mati biarpun menghadapi bahaya yang bagaimana besarpun juga, jika pria yang dicintainya itu diincar oleh wanita lain.

"Tadi kubilang benar-benar mengherankan di dunia ada gadis yang; tak tahu malu yang kerjanya tukang ngintip . . . ! Mengapa aku tak berani mengucapkannya ? Ada urusan apa dengan kau ?"

Muka Siauw Hoa merah padam dibakar marah, tahu-tahu tangan kanannya yang sejak tadi telah dialiri oleh tenaga dalamnya, terayun hendak memukul kepala In Bwee. Maksudnya sekali pukul hendak merubuhkan gadis yang dibencinya setengah mati ini, yang jadi saingannya.

Kalau bisa dia ingin membunuh In Bwee, sebab gadis inilah yang telah bermesraan deagan Giok Han, jika tidak ada gadis ini tentu Giok Han akan memperhatikannya dan membalas pancaran kasihnya.

In Bwee juga bukan gadis sembarangan, dia memiliki kepandaian tinggi, merupakan wanita gemblengan, melihat datangnya pukulan Siauw Hoa, sama sekali ia tidak berusaha menghindar, cuma mengawasi dengan sorot mata berkeredep tajam sekali, waktu pukulan Siauw Hoa hampir sampai dia baru menangkis dengan mempergunakan jari telunjuk dan jari tengah yang dijadikan satu untuk menyampok pergelangan tangan Siauw Hoa, sedangkan tangan kirinya sudah nyelonong masuk hendak menghantam dada Siauw Hoa. Angin pukulan itu bercuitan nyaring, menunjukkan tenaga pukulan In Bwee hebat sekali.

Siauw Hoa segera mengetahui gadis ini mempunyai kepandaian cukup berarti, pergelangan tangannya yang kena disampok oleh kedua jari tangan In Bwee terpental ke samping, karena sampokan kedua jari tangan In Bwee bukan sampokan biasa saja, walaupun cuma dua jari tangan namun mengandung tenaga Lwekang yang kuat. Dan sekarang malah tangan kiri In Bwee mengancam dadanya.

Siauw Hoa tentu saja tak mau tinggal diam menerima pukulan itu, sambit berseru nyaring tubuhnya tahu-tahu berputar ke samping, dibarengi oleh kedua tangannya yang menyambar berulangkali, selain memunahkan pukulan tangan kiri In Bwee, juga disusuli oleh serangan balasan yang dahsyat mematikan !

Turun tangannya sekali ini bukan cuma sekedar untuk suatu pertandingan saja bagi Siauw Hoa. dia tengah dibakar cemburu dan marah, maka dia bermaksud untuk membunuh saingannya ini. Setiap pukulan yang dilakukannya semuanya berbahaya, karena selain kuat juga mengandung tenaga sinkang yang dahsyat.

In Bwee diam-diam juga kaget, dia tidak menyangka gadis yang demikian cantik, yang pernah dilihatnya waktu Siau Hoa mentraktir Giok Han makan dan pernah membuat dia cemburu setengah mati, ternyata memiliki kepandaian yang tangguh. Maka selanjutnya In-Bwee semakin berhati-hati penuh kewaspadaan.

Dia menghadapi setiap pukulan-pukulan Siauw Hoa dengan tangkisan yang sama dahsyatnya, selalu disusul dengan balas menyerang pada tempat-tempat mematikan dianggota tubuh Siauw Hoa. Kedua gadis ini mati-matian mengerahkan seluruh kepandaian dan sinkang mereka untuk saling merobohkan, biarpun mereka baru bertempur, tapi sudah mempergunakan kepandaian masing-masing yang terhebat, jika sekali terpukul bisa membuat lawan mati atau sedikitnya terluka berat !

Yang jadi sibuk justeru Giok Han melihat kedua gadis yang dikenalnya dan juga In-Bwee yang dikasihinya, bertempur dengan pukulan-pukulan mematikan itu. Berulangkali dia tak kalah hebatnya menyerang dahsyat mendesak Siauw Hoa, keduanya seperti nekad dan kalap, bertempur tanpa memperdulikan keselamatan dirinya, mati matian berusaha untuk merobohkan lawannya, sehingga jalannya pertempuran itu seperti juga kedua gadis ini sedang mengadu jiwa!

Perkelahian yang membuat Giok Han semakin bingung, sampai dia maju ke-arah perkelahian, untuk memisahkan, sebab setelah berteriak-teriak puluhan kali meminta agar kedua gadis itu berhenti berkelahi tetap tak diladeni oleh kedua gadis itu.

"Berhenti... ayo berhenti!" Teriak Giok-Han sambil berusaha menyelip di tengah-tengah kedua gadis yang sedang bertempur. "Marilah kita bicara baik-baik..."

Tapi belum lagi selesai perkataannya, kepalan tangan Siauw Hoa telah singgah di dadanya, sakitnya bukan main, sebab pukulan itu bukan pukulan main-main, justru disertai oleh tenaga dalam yang kuat sekali, sampai tubuh Giok Han terhuyung mundur. Dia tidak menyangka akan terpukul seperti itu, di mana Siauw Hoa tak menahan kepalan tangannya ketika dia menyelinap di tengah-tengah kedua gadis itu.

Belum lagi lenyap rasa kaget dan kesakitan yang diderita Giok Han, perutnya jaga tertendang kuat sekali oleh kaki In Bwee, yang sebetulnya hendak menendang pinggang Siauw Hoa. Sebetulnya Giok Han bisa saja berkelit, kalau memang dalam keadaan biasa. Justeru disebabkan bingung kedua orang gadis yang sama menarik hatinya berkelahi nekad seperti itu, dia sama sekali tak terpikir bersiap-siap untuk menghadapi kemungkinan dirinya terserang.

Itulah sebabnya duakali beruntun dia telah terpukul dan tertendang oleh Siauw Hoa maupun In Bwee, bahkan tendangan dan pukulan itu dilakukan kedua gadis tersebut dengan tenaga yang hebat, tak mengherankan menyebabkan rasa sakit yang bukan main.

Karena dia terhuyung mundur beberapa langkah, Giok Han sudah berada di luar gelanggang karena perkelahian mereka tanpa memperdulikan Giok Hanyang berdiri dengan muka meringis. Kedua orang gadis itu semakin kalap dan berkelahi dengan semakin dahsyat, pukulan-pukulan mereka semakin kuat dan tangguh, sehingga menimbulkan kesiuran angin yang bercuitan keras, tubuh mereka juga seperti menjadi rapat satu dengan yang lain, tidak peduli apakah mereka sekali-sekali terserang oleh pihak lawan.

Rambut Siauw Hoa sudah tidak rapi seperti tadi, karena duakali terkena pukulan tangan In Bwee.

In Bwe juga tidak luput dari pukulan tangan Siauw Hoa, yang tigakali telah menghantam pundak, leher dan dadanya, ketiga pukulan itu sebetulnya kuat dan berbahaya, tapi dalam keadaan nekad In Bwee seperti tidak merasa sakit oleh pukulan Siauw Hoa dan selalu membalas menyerang dengan sama hebatnya, justeru terpukul oleh lawannya membuat In Bwee semakin kalap, pakaiannya sudah tidak rapi lagi, tapi tak dipedulikan.

Kedua orang Persia yang jadi pengawal Siauw Hoa berdiri di pinggir dengan sikap bersiap-siap, jika majikan mereka terdesak atau terancam, mereka akan menyerbu untuk membantui majikan mereka. Kedua orang Persia itu mengawasi tajam sekali.

Giok Han benar-benar bingung, dia selalu bersera nyaring: "Berhentilah ! Dengar

dulu kata kaiaku ! Oooo. kalian apa untungnya berkelahi seperti itu . . . ayo berhenti ! Aku mohon, berhentilah . . . !"

Tapi usaha Giok Han untuk menghentikan perkelahian di antara kedua gadis itu tetap saja gagal. Kedua gadis itu tidak mengacuhkannya, mereka tetap berkelahi dengan seru.

Suatu kali dengan menjerit gusar Siauw Hoa menghantam sekaligus mempergunakan kedua tangannya ke dada In Bwee. sedangkan In Bwee tak berusaha menangkis, malah balas membarengi dengan pukulan kedua tangannya pada leher dan pinggang Siauw Hoa tangan kanannya dengan sikap membacok memakai tepian telapak tangan memukul leher Siauw Hoa, sedangkan tangan kirinya telah menghantam pinggang Siauw Hoa.

"Dukkkk . . . ! Bukkkk . . . !

Siauw Hoa meloncat mundur, In Bwee juga terhuyung mundur. Mereka berdua sama-sama terserang oleh pukulan lawan, In Bwee terpukul dadanya, sedangkan Siauw Hoa terpukul leher dan pinggangnya, sehingga mereka terhuyung mundur akibat kuatnya pukulan tersebut.


Namun kedua gadis ini sama-sama wanita gemblengan sehingga mereka tidak roboh, cuma muka mereka berobah agak pucat dan merah bergantian karena marah dan sakit

Tidak membuang waktu lagi Giok Han mempergunakan kesempatan tersebut melompat menyelak ditengah-tengah kedua wanita tersebut sambil mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. "Berhenti . . . dengarkanlah dulu kata-kataku !"

Siauw Hoa mengawasi mendelik, pada pemuda yang pernah menarik hatinya, pemuda yang tampan dan sempat mencuri hatinya, yang selalu dipikirkannya, tapi sekarang entah mengapa dia melihat Giok Han dengan perasaan benci dan marah.

Dia tidak meladeni Giok Han, cuma mendengus dan meloncat mundur ke dekat kedua orang pengawalnya. "Tangkap kedua pemberontak itu !" perintahnya kepada kedua orang Persia itu sambil menunjuk Giok Han dan In Bwee.

Kedua orang Persia itu memiliki tubuh tinggi besar, mereka membentak bengis sambil meloncat kedepan Giok Han dan In Bwee tangan mereka juga bekerja, menghantam kepada In Bwee dan Giok Han. Masing-masing melakukan penyerangan yang bisa mematikan.

Giok Han mengerutkan alisnya, mendongkol melihat kedua orang Persia menyerangnya dan In Bwee dengan pukulan ganas dan mematikan. Dia berseru nyaring, tubuhnya tahu-tahu berkelebat ke samping kiri, dia sudah berada di belakang orang Persia yang ada di sebelah kiri, berbareng telapak tangannya menghantam pundak orang Persia itu.

Tapi, orang Persia ini tidak percuma jadi pengawal Siauw Hoa, karena kepandaiannya bukan sembarangan, dia mengetahui ancaman bahaya dari arah belakangnya, tangannya yang gagal menyerang Giok Han tidak ditarik pulang, melainkan disapukan ke belakang sambil berteriak, karena dia memakai tenaga yang jauh lebih besar dikerahkan kepada tangannya.

Hebat bukan main, angin pukulannya itu bercuitan nyaring, sehingga orang segera bisa mengetahui jika pukulan ini mengenai sasaran, niscaya akan menyebabkan Giok Han sedikitnya terluka parah !

Tapi Giok Han tidak membatalkan pukulannya biarpun melihat lawannya balas menyerang begini dahsyat padanya. Tangannya rurua terus dengan tenaga kuat dan beradu dengan tangan orang Persia tersebut. Terjadi benturan dahsyat, Giok Han terkejut juga, karena dirasakan pergelangan tangannya tergetar, rupanya tenaga pukulan orang Persia itu benar-benar kuat.

Sedangkan orang Persia itu tidah kurang kagetnya, tangannya jadi lumpuh tak bisa digerakkan sesaat lamanya, saking kagetnya dia sampai menjerit dan mukanya berobah memperlihatkan dia terheran-heran.

Orang Persia yang seorangnya lagi sudah meloncat kedekat In Bwee dan menyerang bertubi-iubi. Keduanya jadi bertempur sengit sekali, sebab In Bwee telah melayaninya dengan mempergunakan ginkangnya, sebentar-sebentar gadis ini meloncat ke sana-sini lincah bukan main, seperti mempermainkan orang Persia itu.

Tubuh orang Persia yang jadi lawannya tinggi besar, memiliki tenaga sangat kuat, karena itu In Bwee tidak mau melayaninya dengan kekerasan, dia bertempur dengan mengandalkan kelincahannya. Beberapakali hampir saja pukulan orang Persia itu mengenai dirinya, tapi dia bisa menyelamatkan dirinya.

Sebetulnya In Bwee hendak mempergunakan peluru asapnya, tapi akhirnya dia membatalkan keinginannya tersebut, sebab dia tahu jika mempergunakan peluru asapnya, biarpun dia berhasil merubuhkan lawannya, tentu Siauw Hoa akan mengejeknya.

Karena itu, dia ingin memperlihatkan kepandaiannya bahwa dia bisa merobohkan pengawal Siauw Hoa ini dengan mempergunakan ilmu silatnya, tanpa bantuan peluru asapnya. Beberapa kali setiap ada kesempatan dia balas menyerang, dengan pukulan-pukulan yang dahsyat.

Cuma saja, karena kuatnya tubuh lawan tersebut, sehingga biarpun beberapakali dadanya terkena pukulan tangan In Bwee yang terisi tenaga dalam yang kuat tetap saja dia tidak roboh

Orang Persia itu sendiri semakin lama semakin penasaran karena beberapa pukulannya selalu mengenai tempat kosong, dielakkan oleh In Bwee.

Dia yakin, kalau gadis itu coba menangkis pukulannya, tentu dia bisa merobohkan gadis ini. Tapi justeru In Bwee seperti main kucing-kucmgan, sehingga dia selama itu tidak bisa mendesak terlalu hebat kepada lawannya yang selalu melejit ke kiri maupun ke kanan.

Saking penasarannya, beberapakali orang Persia tersebut meloncat berjingkrak dan meraung sambil mendesak semakin hebat.

Untuk merobohkan orang Persia itu bukan kesulitan yang berarti buat Giok Han. Tapi dia sudah mengetahui kedua orang Persia ini adalah pengawal Siauw Hoa, karenanya dia sungkan turunkan tangan keras pada lawannya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar