"Tukkk . . . ! Tukkkk .
.. . ! Dua benda putih yang dijentik si nenek mengenai dada dan perut Ban It
Say. Bukan main akibatnya Ban It Say, congkoan Gi-lim-kun dari kota-raja yang
berkepandaian tangguh, ternyata begitu kesambar dua benda kecil berwarna putih
dan sebesar biji lengkeng itu, terpental keras sekali terbanting di tanah
dengan tubuh menggigil keras.
Karena waktu dia kena disambar
kedua benda tersebut, tubuhnya seperti diguyur air yang sangat dingin, dadanya
seperti beku dan dinginnya bukan main, membuat tubuhnya menggigil dan tenaganya
seperti lenyap.
Jauh lebih dingin dari yang
pertama tadi, sehingga tak ampun lagi tubuhnya meluncur terbantihg ditanah!
Semua kawan-kawannya jadi kaget, Tang San Siansu sudah meloncat ke depan si
nenek untuk mencegah nenek itu mempergunakan kesempatan tersebut menyerang Ban
It Say lebih jauh.
Sedangkan Thio Yu Liang berdua
Cu Lie Seng loncat ke dekat Ban It Say, untuk memberikan pertolongan.
Muka Ban It Say pucat pias,
dia rebah di tanah dengan badan menggigil keras, giginya sampai bercatrukan dan
bibirnya gemetar tak bisa bicara !
"Ban-taijin, kenapa
kau?" tanya Cu Lie Seng kuatir dan campur heran menyaksikan keadaan Ban It
Say seperti itu.
Ban It Say menggigil keras tak
sanggup bicara, dia cuma menunjuk kearah si nenek tua yang waktu itu tengah
berhadapan dengan Tang San Siansu. Cepat-cepat Thio Yu Liang memeriksa keadaan
kawannya, alisnya jadi mengkerut dalam-dalam.
Dia tidak menemukan kelainan
pada peredaran darah kawannya ini, tak ada yang tertotok, atau juga tak ada
tubuhnya yang terluka. Tapi mengapa Ban It Say menggigil keras seperti ini?
Untuk menolongi kawannya, Thio
Yu Liang segera menotok jalan darah Ciu-ma-hiat dan Yui-si-hiat, untuk
menenangkan Ban It Say. Tapi siapa sangka, begitu kedua jalan darah ini ditotok
oleh Thio Yu Liang seketika Ban It Say menjerit-jerit: "Dingin...!
Dingin..!" Tubuhnya menggigil semakin keras. "Aduhh... dingin
sekali...!"
Thio Yu Liang terkesiap, mukanya
pucat. Apakan dia telah melakukan sesuatu kekeliruan pada totokannya. Tapi
setelah memeriksanya, totokannya tepat pada tempatnya. Ini memang untuk
pertolongan pertama pada orang yang keseimbangan dirinya tak terkuasai lagi.
Tapi mengapa begitu Ban It Say tertotok malah bukannya jadi lebih baik dan
lebih tenang, seb-ahtnya jidi menjerit-jerit karena penderitaannya rupanya
bertambah besar juga.
"Ban-toako... kenapa kau
sebenarnya...?" Tanya Thio Yu Liang sambil menggoncang-goncang badan Ban
It Say dengan kedua tangannya. "Bagian manamu yang terserang ?"
"Aduhhh...! Dingin...
Dinginnn.... Sangat dinginnnn . . .!" merintih Ban It Say menggigil keras
sekali, giginya tetap bercatrukan.
Ban It Say seorang
berkepandaian tinggi di kotaraja dia merupakan salah seorang jago istana yang
paling diandalkan oleh Kaisar. Tapi sekarang, tanpa melalui pertempuran seru
dengan si nenek belum lagi berhasil menyerang nenek bungkuk itu, dia sudah
rubuh dan keadaannya jadi seperti ini.
Thio Yu Liang berdua Cu Lie
Seng benar-benar heran dan tidak mengerti, mereka sampai saling tatap
keheranan, akhirnya Cu Lie Seng berkata sambil mengerutkan alisnya :
"Entah ilmu siluman apa yang dipergunakan nenek tua itu ?"
Cepat-cepat Thio Yu Liang
menotok beberapa jalan darah yang berhubungan dengan jantung yang bisa
mendatangkan hawa hangat pada tubuh jika jalan darah itu ditotok.
Dan begitu Thio Yu Liang
menotok kembali Ban It Say kelojotan menggigil keras kedinginan, disertai
jeritan-jeritan nyaring. Thio Yu Liang tak peduli, dia menotok Iagi dua jalan
darah, tetap saja dia gagal. Setiap kali ditotok bukannya lebih tenang dan
lebih baik keadaannya. Ban It Say malah menjerit-jerit seperti babi hendak
dipotong, selalu menyebut-nyebut "Dingin .... Aduhhh dingin... dingin
sekali .... Aduhhh, dingin.
Thio Yu Liang mengerutkan
alisnya. Dia berdiri dengan gusar, Katanya pada Cu Lie Seng. "Cu kongcu,
kita harus membekuk siluman tua itu buat memaksanya agar menyembuhkan Ban
toako. Entah ilmu siluman apa yang sudah dipergunakannya?!"
Dia segera memutar mbuhnya,
tapi dilihatnya Tang San Sian-su tengah berhadapan dengan nenek tua bungkuk
itu, sedang bicara. Maka Thio Yu Liang menahan langkah kakinya, dia berdiri
diam saja karena Thio Yu Liang tahu kalau dia maju mencampuri urusan ini Tang
San Sian su pasti menjadi tak senang dan tersinggung.
Tang San Siansu waktu itu
sudah berhadapan dengan nenek bungkuk sedangkan nenek bungkuk iiu sama sekali
tidak gentar.
"Siapa kau mengapa
mengganggu kami?" tegur si pendeta dengan suara tawar.
Si nenek tertawa nyaring,
kemudian mengawasi tajam Tang San Siansu. "Siapa aku? Huh-huh-huh apakah
kau tak kenal lagi kepadaku ! Kita pernah ketemu, tak mungkin kau lupa
padaku!"
Tang San Siansu mengawasi
tajam si nenek tua, mengurutkan alisnya dan berpikir keras untuk mengingat-ingat
siapa sebenarnya nenek bungkuk ini. tapi tetap saju gagal untuk mengingatnya.
"Jangan berbelit-belit,
perkenalkan siapa dirimu, aku paling tak mau membunuh orang yang tak
bernama...!"
"Kalau kau memang tak
biasa membunuh orang yang tak mau memberitahukan namanya kepadamu, ya kau
menggelinding pergi-saja tak usah berdiri didepanku, karena aku tak mungkin
memberitahukan namaku padamu."
Muka Tang San Siansu jadi
berobah, matanya bersinar tajam, dia gusar mendengar jawaban si nenek tua yang
seakan mengejek dan meremehkannya, si nenek sama sekali tak memperlihatkan
perasaan gentar dan malah menantang sekali.
Biasanya, jika seseorang
berhadapan dengan Tang San Siansu, tentu akan gentar dan belum apa-apa sudah
menjadi gugup. Tapi nenek tua ini bahkan seperti sengaja hendak memancing
kemurkaan Tang San Siansu.
"Hemm. kalau kau tak mau
memberitahukan namamu secara baik baik, biarlah aku yang akan memaksa engkau
memberitahukan namamu !" Sambil berkata begitu Tang San Siansu menyampok
dengan tangan kanannya ke dada si nenek tua, maksudnya hendak memaksa nenek tua
itu meloncat mundur ke belakang dan nanti dia akan menyusuli dengan pukulan
tangan kirinya pada si nenek tua, pukulan yang menutup jalan keluar si nenek
dari jaring pengaruh lingkungan pukulannya tersebut. Biasanya, jika Tang San
Siansu menyerang seperti itu, sulit buat lawannya menghindarkan.
Tapi nenek tua ini benar-benar
berani di samping juga sangat lihai, sebab sama sekali dia tidak gentar
menghadapi pukulan-pukulan yang dilakukan Tang San Siansu. Dia menghindarkan
cepat sekali tangan kanan si pendeta, waktu tangan kiri Tang San Siansu
menyambar menutup jalan keluar baginya, si nenek juga tidak jadi gugup, cuma
jari telunjuknya menjentil dua kali.
Segera tampak dua butir benda
putih masing masing sebesar biji lengkeng menyambar ke dada Tang San Siansu.
Tang San Siansu kaget, karena
dia merasakan hawa dingin menyambar pada dada di jurusan ulu hati. Hawa dingin
itu bukan hawa dingin biasa, karena dinginnya luar-biasa. "Ihhh . . .
!" Tang San Siansu cepat-cepat meugempos sinkangnya, dia menutup semua
jalan darahnya, menahan napasnya juga.
Dia tidak sampai roboh seperti
Ban It Say, karena sinkangnya memang lebih tinggi dari Congkoan Gi lim kun itu,
dia cuma tergetar duakali, kemudian bisa membendung hawa dingin yang menyerang
dirinya. Kedua tangannya sudah menyerang lagi mempergunakan pukulan mematikan
yang mengandung tenaga dalam yang dahsyat !
Muka si nenek berobah, rupanya
dia kaget melihat ketangguhan Tang San Siansu, yang tidak roboh walaupun
dihantam oleh dua butir peluru es yang dingin luar biasa.
Tadi, Ban It Say waktu
menyampok hancur peluru esnya, congkoan Gi-lim-kun itu sudah menggigil sekujur
badannya, dan waktu dihantam oleh dua butir peluru, dia roboh dengan menderita
kedinginan yang dahsyat.
Tapi, Tang San Siansu yang
menyambuti dua butir peluru esnya dengan badannya, ternyata tak menderita
apa-apa, dia cuma merasa hawa dingin yang menyusup kedalam jantungnya, waktu
dia mengempos sinkangnya si pendeta sudah bisa mengendalikan diri menghalau
hawa dingin dan justru sekarang menyerang dengan kedua tangannya memakai ilmu
pukulan "Liong beng-kun" yang dahsyat luar biasa !
Angin pukulan "Liong beng
kun" menyambar ke arah badan si nenek kuat sekali, membuat bajunya
berkibar. Tapi nenek ini juga lihai, dia tak percuma sudah dapat merobohkan Ban
It Say dengan serangan peluru esnya. sebab tubuhnya juga bisa bergerak sangat
gesit, dia tak mau membiarkan badannya dijadikan sasaran kedua tangan si
pendeta, badannya seperti bayangan melesat ke samping, tapi kedua tangan Tang
San Siansu seperti tumbuh mata yang bisa mengikuti gerak badan si-nenek,
diiringi ejekannya: "Mau kemana kau? "
Kaget si nenek, karena pendeta
ini benar-benar lihai sekali. Tangannya juga mengandung maut. Si nenek rupanya
menyadari kalau dia tak bisa menghindarkan diri dari ke dua tangan si pendeta,
dia akan mengalami luka yang tidak ringan, bahkan kemungkinan dia bisa
terbinasa di waktu itu juga dengan badan melotot !
Tidak buang waktu lagi tangan
si nenek bergerak, jari telunjuknya menjentik, badannya juga bergerak lincah
untuk menjauhi lagi.
Tiga peluru esnya meluncur
pesat menyambar dada Tang San Siansu.
Tapi tiga butir peluru es itu
tak berhasil mencapai dada si pendeta, tenaga pukulan tangan si pendeta membuat
peluru es itu seperti terbendung di tengah udara, bahkan meledak. Memancar hawa
dingin yang luar biasa, bahkan Tang San Siansu merasakan hawa dingin menyusup
kedalam pernapasannya.
Namun dia sudah mengerahkan
sinkangnya, dia tidak gentar pada hawa dingin itu, yang tidak membuat dia
sampai menggigil, biarpun badannya seperti dibungkus hawa dingin itu. Badannya
seperti bayangan sudah melayang pula menyambar pada si nenek, disusul dengan
pukulan "Liong-beng-kun" lagi.
Sekali ini si nenek tidak
mengelak dari pukulan si pendeta, melainkan menangkis dengan tangan kanannya,
maka terdengar suara
""Dessss...
Dukkkkk!" Tangannya saling bentur dengan tangan si pendeta, keras dilawan
keras, karena tenaga serangan si pendeta ditangkis oleh kekuatan yang tidak
kalah kuatnya dari tangan si nenek. Cuma saja yang membuat si nenek harus kagum
dan mengakui kelihaian Tang San Siansu. justeru dia merasakan tenaga mendesak
dari Tang San Siansu mendadak saja berobah menjadi lunak, dari keras menjadi
lembek seakan kekuatan itu lenyap dengan tiba-tiba dan berusaha menyelusup ke
dalam badan si nenek dengan hawa sinkang yang mematikan!
Tak ayal lagi sinenek juga
menarik tangan kanannya, dia mengibas, untuk menghalau tenaga lunak sinkang
lawan, berbareng tangan kirinya melontarkan empat butir peluru esnya. Dia yakin
sekuat-kuatnya sinkang Tang SanSiansu, tak mungkin sanggup menyambuti empat
butir peiuru esnya sekaligus seperti itu.
Dua butir saja sudah bisa
merobohkan Ban It Say, maka empat butir pasti jauh lebih dahsyat dari tadi.
Tang San Siansu benar-benar
lihai dan tangguh, biarpun dia merasakan sambaran angin yang sangat dingin,
luar biasa, dia tidak gentar pada peluru es lawannya, dia menyampok dengan
tangannya dan tubuhnya mengejar lagi ke tempat si nenek.
Keempat butir peluru itu
meledak, hawa dingin yang terpancar tersebar di sekitar tempat itu. Sekali ini
hawa dingin itu seperti membungkus kepala dan tubuhnya, dinginnya menyusup
sampai ketulang sumsum.
Badan Tang San Siansu
menggigil kedinginan, sedangkan jago-jago lainnya yang berdiri cukup jauh
menggigil juga terkena sambaran hawa dingin tersebut. Bisa dibayangkan betapa
dahsyatnya daya perlawanan yang diberikan Tang San Siansu menghadapi hawa
dingin yang terpancar dari enpat butir peluru yang meledak itu.
Tan San Siansu sebetulnya
tidak memandang sebelah mata pada si nenek, tadi benturan tangannya dengan
tangan nenek itu sudah membuat dia bisa menakar kekuatan sinkang si nenek
bungkuk yang masih satu tingkat bawah sinkangnya.
Dia ingin cepat cepat membekuk
nenek tua tersebut, tapi hawa dingin sekali ini benar-benar mengganggunya. Jika
tadi dia menyampok pecah keempat butir peluru es, dikiranya paling tidak dia
akan diserang hawa dingin seperti sebelumnya dan dia masih sanggup menghadapi
dan membendung hawa dingin itu dengan kekuatan sinkangnya. Siapa tahu hawa
dingin tersebut hebat sekali, sampai tubuhnya menggigil juga.
Sebagai orang yang
berpengalaman Tang San Siansu tahu jika dia menderita kedinginan yang luar
biasa dahsyatnya, setidak tidaknya sinkangnya akan terganggu, dia bisa terluka
di dalam. Biarpun sangat penasaran dan mendongkol, tak urung Tang San Siansu
membatalkan pukulan berikutnya si nenek, dia telah loncat ke belakang menjauhi
diri, dan pada keningnya butir-butir keringat tampak mengucur deras!
Biarpun dia kedinginan, tapi
hawa panas dari sinkangnya karena dikerahkan terlalu berlebihan, membuatnya
berkeringat seperti itu! Dan inilah yang bisa membuatnya terluka di dalam jika
Tang San Siansu masih bersikeras hendak menerobos si nenek dengan pukulannya
disertai pengerahan tenaga sinkang berlebihan.
Semua orang yang menyaksikan
peristiwa ini jadi memandang heran dengan hati bertanya-tanya, entah siapa
nenek lihai ini?
Tang San Siansu merupakan
satu-satunya orang yang paling lihai diantara mereka semua dan sekarang
ternyata tidak sanggup untuk membekuk nenek tua itu, benar-benar mereka jadi
heran dan kagum pada si nenek yang pasti memiliki kepandaian luar biasa.
Ban It Say sendiri yang
berkepandaian tinggi paling tidak cuma setingkat dibawali Tang San Siansu, dapat
dirobohkan mudah seperti itu oleh si nenek.
Semua orang yang berkumpul
disitu adalah jago-jago kelas satu dan juga datuk-datuk iblis yang kejam dan
ganas, karena itu, mereka jadi berpikir siapa nenek bungkuk ini, mengapa
kepandaiannya begitu tinggi, sedangkan sebelumnya mereka belum pernah mendengar
tentang nenek tua ini.
Tang San Siansu berdiri,
dengan mata terbuka lebar-lebar karena gusar campur penasaran, dia sudah dapat
menghalau hawa dingin yang tadi mempengaruhi dirinya, karena sekarang si pendeta
terpisah cukup jauh. Dengan suara bengis dia menegur: "Bukankah kau
Toat-beng-sin-ciang Khu Cian?"
Si nenek bungkuk tertawa
dingin.
"Tadinya kukira otakmu
sudah kering dan jadi pendeta tolol, karena tak kenal lagi padaku. Tak tahunya
kau masih bisa mengenali siapa diriku ! Benar ! Aku Khu Cian. aku hendak
memberitahukan kepadamu, kalau tak menyerahkan daftar nama orang orang kangouw
kepadaku, jangan harap kau dan yang lainnya bisa meninggalkan tempat ini!"
Tang San bisa menduga nenek
tua itu Toat beng-sin-ciang karena tadi waktu sinenek menghindar dari
pukulannya dan jurus yang dipakai menangkis pukulannya. Dulu, diapun pernah
menerima tangkisan seperti itu, waktu Liong-beng-kunnya belum mahir seperti
sekarang, dan orang itu tak lain Toat-beng-sm-ciang Khu Cian yang pernah
membantui keluarga Cang.
Dan akhirnya
Toat-ben-sin-kiang Khu Cian menghilang dengan membawa lari puteri keluarga
Cang. Dan ingatan ini membuat Tang San Siansu jadi heran campur kaget, sebab
dia tidak menyangka si nenek tua bungkuk ini dalam sekian tahun saja sudah
mendapat kemajuan yang sangat luar biasa pada kungfunya dibandingkan dulu waktu
dia membantui keluarga Cang.
Yang tidak dimengerti Tang San
Siansu, entah dari mana diperolehnya peluru-peluru es yang luar biasa itu,
sehingga merupakan senjata rahasia yang ampuh.
Tang San Siansu tertawa
dingin. "Jadi kau mengharapkan daftar nama orang-orang kangouw ? Kukira
kau bermimpi, Toat-beng-sin-ciang ! Kau jangan harap bisa memperoleh apa yang
kau inginkan !" Dan penasaran sekali pendeta tangguh ini sudah loncat
menerjang pada nenek bungkuk itu lagi.
Si nenek sendiri tahu bahwa si
pendeta sangat tangguh, kepandaiannya juga berada di atasnya, kalau memang
mereka bertempur secara biasa, lama kelamaan si nenek pasti jatuh di bawah
angin.
Hal inilah yang tidak
diinginkan olehnya. Melihat si pendeta sudah menerjang padanya, dia
menjentikkan jari telunjuknya, beruntun enam butir peluru es-nya menyambar Tang
San Siansu.
Sekarang pendeta ini pintar,
dia tidak mau menangkis atau menyampok peluru-peluru es itu, juga tak mau
membiarkan peluru-peluru es itu mengenai tubuhnya, dia cuma berkelit
mengelakkan sambaran dari enam butir peluru es itu, sehingga keenam peluru itu
melesat terus lewat di sisi tubuhnya, masih menyebabkan Tang San Siansu merasakan
napasnya dingin sekali, namun dia bisa loncat maju terus kepada si nenek, untuk
didesak oleh pukulan-pukulan Liong-beng- kun, sekarang malah dia menyerang
dengan jurus-jurus yang paling ampuh, membuat si nenek terdesak juga.
Berkali-kali nenek bungkuk itu
mempergunakan berbagai kesempatan untuk menjentik peluru-peluru esnya, sehingga
biarpun ia mulai terdesak oleh si pendeta, Tang San Siansu tak bisa terlalu
menerjang dekat padanya. Semakin lama membuat si pendeta semakin penasaran.
Jika dia tengah merangsek,
maka peluru es si nenek menyambar padanya, dan dia harus menghindarkannya, ini
membuat dia terpaksa menunda desakannya dan dimanfaatkan si nenek untuk
memperbaiki posisi dirinya.
Pertempuran itu berlangsung
terus, sampai akhirnya Tang San Siansu karena murka tanpa bisa melampiaskannya,
telah berjingkrak- jingkrak marah, pukulan-pukulan Liong-beng kunnya semakin
dahsyat saja, dia telah mengempos sinkangnya. Angin pukulannya membuat
daun-daun dari pohon jadi rontok dan batu-batu kerikil kecil beterbangan di
sekitar pertempuran itu !
Diam-diam si nenek berpikir:
"Si keledai gundul keparat ini ternyata sudah memperoleh kemajuan yang
pesat dibandingkan dengan dulu ketika dia merusak keluarga Cang, kalau keadaan
ini berlangsung terus tentu tak membawa keuntungan buat diriku!" Dan
berpikir begitu, si nenek berulangkali menjentik lebih sering dengan peluru
esnya, yang menyambar berbagai tubuh si pendeta.
Mendadak saja Tang San Siansu
meraung dahsyat, mukanya merah hitam, dia rupanya sudah mengeluarkan ilmu
andalannya, yaitu jurus "Liang-beng kun" yang paling dahsyat, yang
tak akan dipergunakan jika menghadapi lawan yang kepandaiannya tak begitu
tinggi.
Liong beng-kun terdiri 8
jurus, dan jurus ke delapan inilah yang paling dahsyat dan sekarang dipergunakan
oleh Tang San Siansu untuk merobohkan si nenek.
Si nenek terkejut, peluru
esnya sudak tak dipeduiikan Tang San Siansu, menyambar pada tubuhnya dan empat
butir mengenai badannya tanpa si pendeta menggigil. Sepasang tangannya
menyambar-nyambar gencar sekali diiringi kekuatan yang mematikan!
Nenek bungkuk itu jadi sibuk
sekali mengelakkan diri dari kedua tangan Tang San Siansu. dia berusaha
menjauhi diri tapi Tang San Siangsu sudah mendesaknya dengan perkelahian dari
jarak dekat, dia tidak memberikan kesempatan kepada si nenek mempergunakan
peluru esnya.
Jika tokh ada peluru es si
nenek yang mengenai badan si pendeta, itupun tak membuat si pendeta menggigil,
karena dia telah mengempos lwekang yang tertinggi, yang membuat tubuhnya
seperti kebal terhadap serangan hawa dingin tersebut.
Itulah waktu yang sangat
menentukan, sebab Tan San Siansu sudah memakai jurus pukulan yang paling
dahsyat dan dia tidak mau membiarkan si nenek selalu main kucing-kucingan
dengannya, sedangkan si nenek juga sudah memusatkan seluruh kekuatan sinkangnya
pada kedua tangannya mengadakan perlawanan, dengan bergerak cepat berkelebat ke
sana ke mari.
Tubuh kedua orang yang tengah
bertempur itu berkelebat-kelebat seperti bayangan, sulit diikuti oleh pandangan
mata biasa. Cu Lie Seng mengerutkan alisnya, dia menoleh kepada Pak-mo,
bisiknya:
"Kita harus membekuk
nenek bungkuk itu... siluman tua itu harus dapat ditangkap hidup-hidup. Kalian
pergi berempat dengan See-mo, Lammo dan Tong-mo membantui guruku."
Pak-mo bimbang, dia bilang:
"bagaimana kalau nanti Tang San Siansu tersinggung."
"Aku yang bertanggung
jawab!" menyahuti Cu Lie Seng,"
"Yang terpenting siluman
tua itu harus dibekuk."
Pak-mo mengangguk. Segera dia
memberitahukan ketiga datuk iblis lainnya, Lammo, See-mo dan Tong-mo, kemudian
berempat mereka tahu-tahu sudah meloncat ke tengah gelanggang. Mereka juga
berseru: "Tang San Taisu, maafkan kami diperintahkan Cu-kongcu untuk
membantumu membekuk siluman tua ini, agar dia tidak bisa melarikan diri!"
Sebetulnya sebagai jago nomor
satu Tang San Siansu paling pantang menerima bantuan dari siapapun dalam setiap
pertempuran, karena dia bisa tersinggung jika ada orang yang mau ikut campur
dalam pertempurannya.
Tetapi sekarang biarpun dia
telah mengempos sinkangnya dan juga mempergunakan jurus pukulan yang paling
tangguh tapi belum bisa merobohkan nenek tua itu, maka diapun diam-diam girang
menerima bantuan Tong-mo berempat, tapi untuk harga dirinya dia pura-pura tak
mendengar dan membiarkan Tong mo berempat membantunya.
Si nenek mengeluh, karena
menghadapi Tang San Siansu saja sudah payah dan kewalahan, apa lagi sekarang di
tambah keem-pat datuk iblis tersebut, yang biarpun kepandaiannya tidak sehebat
Tang San Siansu, tapi mereka merupakan datuk-datuk iblis yang tangguh dan
kepandaiannya tidak bolen dipandang remeb.
Tapi, si nenek tidak
memperlihatkan perasaan kagetnya, dia malah mengejek. "Bagus! Memang ada
baiknya kalian maju semua ! Mengapa cuma berempat saja untuk menotongi si
pendeta yang sudah mau mampus ini? Mengapa tidak semua saja turun tangan, agar
si pendeta ini bisa diselamatkan".
"Jangan rewel !"
Bentak Pak-mo. tangannya sudah menyerang ke pinggang si nenek, demikian juga
Tong-mo, See-mo dan Lam-mo sudah ikut menyerang juga. Sekarang si nenek
dikepung olen lima oiang lawan yang semua nya berkepandaian sangat tinggi, tapi
dia sudah tak bisa mundur lagi, dia harus menghadapinya.
Mati-matian dia berusaha
mempergunakan peluru-peluru esnya, tapi usahanya tetap gagal, setiapkali ia
menjentik dengan jari telunjuknya, selalu lawannya yang disambar peluru esnya
akan mengelak tanpa menyampok dan tak mau menyambuti sambaran peluru es itu,
dengan demikian lawan-lawannya tak perlu menderita kedinginan seperti yang
diharapkan.
Satu kali, si nenek berseru
keras karena pundaknya kena diserempet oleh tangan kiri Tang San Siansu.
Biarpun cuma keserempet saja, tapi akibatnya sudah cukup membuat si nenek
bungkuk terhuyung dengan muka berobah pucat, karena dia sudah menderita lula
tak ringan, luka akibat pukulan Liong beng-kun! "
Kesempatan itu dipergunakan
oleh Pak-mo dan See mo buat menghamam si nenek bungkuk. Tapi Toat-beng-sin
ciang masih sempat mengelakan pukulan tersebut, biarpun kakinya terserimpet dan
hampir saja dia roboh terguling.
Tang San Siansu tak mau
membuang kesempatan yang ada, dia tertawa dingin, badannya menerjang sambil
melakukan serangan kedua tangannya berkesiutan dahsyat, angin pukulannya
mengandung maut.
Si nenek bungkuk mengeluh,
sekali ini, jiwanya benar-benar terancam bahaya maut, jika sampai terserang
oleh Tang San-Siansu. Tadi saja cuma kena terserempet dia sudah terluka di
dalam, apalagi kalau terpukul telak. Tapi sebagai orang yang berkepandaian
tinggi, tentu saja Toat-beng sin-ciang tidak mau manda begitu saja, mati-matian
dia masih mengelakkan dengan meloncat ke belakang.
Dia memang berhasil menjauhi
Tang San Siansu, tapi punggungnya disambut oleh telapak tangan Lam-mo yang
telak sekali menghantam pundaknya, sehingga mengeluarkan suara nyaring. Badan
si nenek bungkuk bergoyang goyang seperti mau rubuh, dia memuntahkan darah
segar, mukanya pucat.
"Sekali ini jangan harap
kau lolos dari kematian, siluman tua!" Tang San Siansu mengejek sambil
loncat menyerang lagi.
"Menyerahlah siluman tua
!" mengejek Tong-mo ikut menyerang.
Mata si nenek
berkunang-kunang, dia gusar dan penasaran. Mati matian dia mengempos seluruh
sisa tenaganya, dia berusaha menangkis serangan Tang San Siansu dan Tong-mo.
Waktu itu See-mo. Lam-mo dan Pak-mo juga tengah loncat menyerang kepadanya,
ke-berbagai bagian di tubuhnya yang bisa mematikan.
Si nenek bungkuk benar benar
kejepit, sulit buat dia menghindar. Dan benturan tangannya dengan tangan Tang
San Siansu membuat badannya seperti diterjang angin topan sampai terbang sejauh
dua tombak lebih. Belum lagi badannya turun ke tanah, Lam mo menyambuti tubuh
si nenek bungkuk deman telapak tanyannya menghantam iganya, nyaring pukulan
itu, dan tubuh si nenek bungkuk benar-benar rubuh terguling di tanah!
Tang San Sainsu tidak puas,
dia loncat hendak menghantam lagi, tiba tiba terdengar orang mengejek dengan
suara gusar: "Sungguh manusia-manusia tidak tahu malu dan hanya pandai
main keroyok saja!"
Disusul berkelebat sesosok
bayangan dan sambaran tongkat yang berkelebar ke sana kemari, diiringi kekuatan
sinkang yang tangguh sekali, sehingga ujung tongkat itu mengandung tenaga yang
bisa menghancurkan batu gunung, apa lagi kalau mengenai badan manusia tentu
bisa mematikan!
Pak mo. See-mo. Lam-mo,
Tong-mo maupun Tang San Siansu lompat mundur, untuk melihat orang yang baru
muncul itu. Segera mereka mengenali, orang yang muncul dengan pakaian penuh
tambalan tidak lain dari Toan Yok, pangcu Kaipang !
"Kiranya kau, anjing
kudisan ?" Teriak Tang San Siansu gusar, karena dia anggap munculnya Toan
Yok merupakan rintangan yang menjemukan dan menjengkelkan, tadi dia bersama
Lam-mo berempat hampir berhasil untuk menjatuhkan pukulan yang sangat
menentukan pada Toat beng-sin ciang siapa tahu muncul pemimpin pengemis ini,
sehingga Toat-beng-sin-ciang waktu itu sudah dapat berdiri lagi biarpun dengan
muka pucat, tapi dia sudah bisa menguasai posisi kuda2 kakinya.
Cuma saja, dia dalam keadaan
terluka di dalam yang tidak ringan ini membuatnya biarpun dapat berdiri kembali
mengatur posisi dirinya, tetap saja sulit buat dia melakukan pertempuran yang
menentukan, dia sementara ini tak dapat mengerahkan terlalu besar kekuatan
sinkangnya, karena bisa membahayakan kesalamatan dirinya.
Toan Yok tertawa mengejek,
sikapnya menghina : "Tidak tahunya Tang San si pendeta gundul cuma pandai
main keroyok ! Cissssss, aku tak pernah menyangka sebelumnya, sahabat-sahabat
kangouw jika mengetahui hal ini pasti akan tertawa terbahak-bahak sampai
mati!"
Muka Tang San Siansu merah
padam karena gusar, tubuhnya melesat disusul tangannya menyambar hebat sekali
pada Toan Yok karena dia mempergunakan "Liong beng-kun", ancamnya:
"Kau harus mampus, jembel
busuk ! Jangan harap kau bisa meninggalkan tempat ini dalam keadaan
bernapas."
Memang Tang San Siansu
bermaksud membunuh pengemis ini, yang sempat menyaksikan dia bersama Lam-mo
berempat mengeroyok Toat beng sin ciang. Apa yang dikatakan Toan Yok bahwa
sahabat-sahabat kangouw akan tertawa dan mengejek Tang-San, hal ini tidak
keliru, berarti Tang-San Siansu akan kehilangan muka terangnya.
Karena itu dia bertekad
walaupun bagaimana Toan Yok harus dibinasakan, juga Toat-beng sin ciang, dia
menyerang tak tanggung-tanggung.
Toan Yok tidak gentar, dia
menghadapi serangan Tang San Siansu dengan tongkatnya, yang menyambar-nyambar
cepat dan mengandung tenaga sinkang yang dahsyat dia bertempur melayani si pendeta
dengan jarak terpisah cukup jauh.
Tentu saja hal ini membuat
Tang San Siansu tambah murka ?sebab "Liong beng kun" ampuh kalau
dipergunakan berkelahi jarak dekat, dan hilang sebagian keampuhannya jika
bertempur jarak jauh. Beberapa kali dia berusaha merampas tongkat sipengemis,
sebab tanpa tongkatnya Toan-Yok akan terpaksa melayani setiap pukulan si
pendeta deigan kedua tangannya.
Lam-mo berempat dengan Pak mo,
See-mo dsn-Toiig mo saling pandang, akhirnya mereka saling mengangguk dan
kemudian menerjang maju untuk mengeroyok Toan-Yok.
Karena menginginkan kematian
pengemis ini, maka sekali inipun Tang San Siansu sudah tak menghiraukan lagi
tata krama pertempuran, sudah tak memperdulikan harga diri lagi, dia tak
mencegah keempat orang kawannya ikut maju untuk mengepung Toan-Yok.
Toan Yok tertawa
tergelak-gelak dikepung kelima orang lawannya yang semuanya tangguh dan
tangannya mengandung maut. Sedikitpun dia tidak jeri, biarpun
Toat-beng-sin-cisng sementara itu tengah duduk bersila mengatur pernapasannya
dan tak bisa membantunya.
Sambil memutar tongkatnya, dia
bersiul nyaring, terdengar suara teriakan ramai, dari beberapa penjuru tampak
bermunculan puluhan orang pengemis, yang semuanya memakai baju dan celana penuh
tambalan.
Puluhan orang pengemis itu
menyerbu buat menyerang Tang San Siansu dan yang lainnya. Cu Lie Seng dan
Bwee-sim-mo-li maupun Ho Beng Su harus turun tangan juga melayani
pengemis-pengemis itu, sebab mereka diserang oleh enam orang pengemis.
Bahkan yang melayani Ho Beng
Su adalah Giau-hiocu dan seorang kawannya, bengis Giau-biocu membentak:
"Pengkhianat, apakah kau tidak mau menyerahkan diri secara baik-baik
?"
Ho Beng Su tertawa dingin.
"Aku bukan murid Kaipang lagi, mengapa aku harus tunduk pada kalian ?
Majulah, marilah kita buktikan siapa sebenarnya yang memiliki kepandaian!"
Dan dia menyerang bertubi-tubi
dengan kedua tangannya. Giau hiocu tambah gusar, bersama temannya gencar sekali
menyerang Ho Beng Su.
Cu Lie Seng menghadapi lima
orang pengemis, dia tertawa dingin dan berulangkali tangannya menghantam
mempergunakan "Liong-beng- kun". Biarpun tenaga dalam Cu Lie Seng
belum setinggi Tang San Siansu, tapi jurus pukulan yang dilakukannya dahsyat
sekali, juga memang pengemis-pengemis itu tak selihai Toan Yok, karenanya mereka
selama itu tak bisa merangsek Cu Lie Seng.
Bwee-sim mo li terkikik genit,
dia menjentikkan jari telunjuknya menyerang dengan jarum-jarum beracun, namun
para pengemis itu rupanya mengetahui berbahayanya jarum beracun si iblis wanita
ini, mereka selalu menghindarkannya.
Thio Yu Liang yang waktu itu
sedang coba menolong Ban It Say, jadi agak panik juga. Dia tahu jumlah pengemis
cukup banyak juga mereka adalah hiocu hiocu dari Kaipang yang kepandaiannya
juga tidak rendah, karenanya mereka merupakan lawan yang tidak ringan.
Thio Yu Liang tidak jeri, dia
telah menghunus pedangnya, kalau ada pengemis yang menyerangnya, dia akan
menghadapi dengan pedangnya. Sedangkan Ban It Say sekarang sudah tidak
menggigil keras seperti tadi, biarpun seluruh hawa dingin yang menguasai
dirinya belum lenyap, dan juga tubuhnya menjadi lemas akibat menggigil
kedinginan terus menerus. Napasnya masih lemah dengan demikian dia belum bisa
untuk ikut bertempur.
Tidak kepalang besarnya
penasaran Tang San Siansu, dia berulangkali berjingkrak murka sambil menyerang,
tapi Toan Yok benar-benar lihai, dia bisa menghadapinya dengan sama baiknya,
tanpa gentar sedikitpun juga.
Lam-mo berempat telah
menghadapi belasan orang pengemis yang mengepung mereka. Benar kepandaian
keempat datuk iblis ini sangat tangguh tapi penyerang mereka berjumlah banyak,
biarpun para pengemis itu tak bisa merobohkan mereka, namun mereka pun sulit
untuk merobohkan pengemis-pengemis itu.
Suara pertempuran jadi ramai
sekali di-lembah tersebut, suaranya menggema. Juga ada satu dua orang pengemis
yang terdesak oleh Bwee-sim-moli atau lawan lainnya, mempergunakan peluru
asapnya yang meledak nyaring dan menebarkan asap yang tebal sekali.
Dengan cara demikian
pengemis-pengemis itu selalu dapat meloloskan diri dari tekanan dan ancaman
tangan maut lawannya.
Toan Yok berulangkali
menghalau pukulan-pukulan tangan Tang San Siansu, sampai akhirnya dia juga
balas menyerang dengan jurus jurus Kouw-kouw pang hoat" (ilmu tongkat
penggebuk anjing) yang merupakan ilmu andalan Kaipang. Tongkat bambu hijau
seperti juga menjema jadi seekor naga perkasa yang meliuk-liuk
menyambar-nyambar bagian mematikan di tubuh lawan.
Hal ini membuat Tang San
Siansu buat sementara waktu tak bisa mendesak Toan Yok. biarpun dia selalu coba
menerjang dengan "Liong-beng-kun" nya.
Toat-beng-sin-ciang rupanya
berhasil menguasai luka di dalam tubuhnya, tenaganya pulih sebagian. Dia
tiba-tiba menjentikan jari telunjuknya, menyerang Cu Lie Seng dengan
burir-butir puluru esnya.
Cu Lie Seng terkesiap, hawa
dingin luar biasa menyambar ke tengkuk dan pinggangnya. Dia tahu lihainya
butir-butir peluru es Toat beng-sin ciang, karena itu tak mau dia
menyan.poknya, dia cuma berkelit.
Berulang-kali dia harus
menghindar dari peluru es itu, sebab Toa-beng sin-ciang selalu menyerangnya
dengan peluru es itu. ini sangat mengganggu perhatian Cu Lie Seng menghadapi
pengemis-pengemis yang jadi lawannya.
Toan Yok rupanya mengetahui
bahwa Toat beng-sinciang dalam keadaan terluka di dalam, dia kuatirkan kalau
orang ini memakai tenaga dalam berlebihan sehingga si nenek bungkuk bisa
terluka di dalam yang lebih parah, maka dia berteriak:
"Khu bungkuk, mengapa kau
tak pergi angkat kaki ? Kami akan melindungimu, pergilah !"
Toat-beng-sin ciang tidak
gusar biarpun dipanggil dengan sebutan Khu bungkuk, dia malah tertawa.
"Apakah aku manusia yang
benar-benar tidak kenal budi, sehingga di saat orang Iain mati matian ingin
menolongi diriku dan aku sendiri melarikan diri ?"
Jangan bicara lagi soal
budi-kebaikan, cepat angkat kaki, kami bisa mengurus diri kami sendiri. Kau
sudah terpukul jurus "Liong-bengkun" pendeta busuk ini, jika tidak
cepat-cerat diobati, tentu kau menghadapi saat-saat sulit di waktu mendatang .
. . sedikitnya kau akan cacad jika terlambat mengobati luka itu !"
Sebetulnya Toat-beng-sin-ciang
sudah bertekad hendak mengadu jiwa, tapi mendengar kemungkinan dia bercacad
kalau terlambat mengobati lukanya, di mana dia telah terpukul
"Liong-bengkun"- nya Tang San Siansu, alisnya jadi mengkerut. Dia
mendengar juga bahwa pengemis-pengemis ini mempunyai jalan sendiri untuk
meninggalkan musuh dari tempat itu, maka dia jadi ragu-ragu.
Betapapun besar keinginannya
untuk ambil bagian dalam pertempuran tersebut, namun dengan luka yang
dideritanya cukup parah seperti itu, apa yang bisa dilakukannya.
"Ayo cepat .... jika
terlambat, kukira biarpun datang obat dewa tak mungkin lukamu itu bisa
disembuhkan !" Berseru Toan Yok, kuatir sekali, sebab dia melihat
Toat-beng-sin ciang bimbang dan kalau membandel tak mau angkat kaki, mereka
akan mengalami kesulitan lebih lama.
Benar mereka selama ini bisa
menghadapi Tang San Siansu dan orang-orangnya, tapi lewat satu dua jam lagi
pasti akan terdesak dan sulit buat rombongan pengemis ini merebut kemenangan,
itulah sebabnya Toan Yok mendesak agar Toat-beng sin-ciang mau cepat cepat
meninggalkan tempat itu lebih dulu.
Toat-beng sin-ciang akhirnya
menyadari maksud baik para penolongnya ini, dia juga tahu jika dia cepat-cepat
angkat kaki hanya akan menambahkan kesulitan para pengemis itu, maka
keputusannya jadi bulat tanpa bilang apa-apadia memutar tubuhnya dan berlari
cepat sekali meninggalkan tempat itu.
Tang San Siansu gusar bukan
main, dia menjerit sambil menghantam Toan Yok. Bagaimanapun ia tak mau
Toat-bengsin-ciang lolos dari tangannya. Tapi justeru dia dihalangi Toan Yok,
yang selalu dapat memunahkan setiap pukulannya.
Serangannya sekali inipun
dapat dipunahkan oleh pengemis tersebut, yang menghindar ke samping. Kesempatan
ini dipergunakan Tang San Siansu buat meninggalkan Toan Yok untuk mengejar
Toat-beng-sin-ci-ang,akan tetapi Toan Yok sudah melesat menghadang di depan
sambil mengayun tongkatnya.
Bertambah penasaran saja Tang
San Siansu, kalau dia tak pedulikan serangan tongkat si pengemis, niscaya akan
membuat dia terluka, karena pukulan tongkat Toan Yok disertai tenaga sinkang
yang dahsyat, berkesiutan nyaring memecah udara.
Terpaksa Tang San Siansu harus
menghadapi tongkat si pengemis, karena itu Toat-beng-sin-ciang dilihatnya telah
sempat berlari cukup jauh.
Bwee sim mo li, Cu Lie Seng
maupun yang lainnya terkejut melihat Toat-beng-sin-ciang hendak meninggalkan
lembah itu, tapi merekapun tak berdaya untuk mengejar, karena waktu itu justeru
mereka telah dikepung oleh pengemis-pengemis yang jumlahnya sangat banyak dan
kepandaiannyapun tidak lemah.
Toan Yok tertawa
bergelak-gelak. "Pendeta busuk, hari ini kau ketemu batu sebetulnya hari
ini adalah hari kematianmu, tapi tuan pengemismu ingin mengampuni dulu jiwa
anjingmu pada badanmu ! Nah jika ada kesempatan tentu aku akan menagih jiwamu
lagi!" Sambil berkata begitu Toan Yok memutar tongkatnya gencar sekali
menyerang bertubi-tubi Tang San Siansu, sehingga si pendeta biarpun tengah
kalap dan penasaran campur murka, tak urung harus melompat duakali menjauhi
diri dari sambaran tongkat si pengemis.
Waktu itu Toan Yok mengayunkan
tangan kirinya, menimpuk dengan beberapa peluru yang meledak di kaki Tang San
Siansu dan mengeluarkan gumpalan asap yang sangat tebal. Menyusuli dengan itu,
ketika Tang San Siansu mencak-mencak kalap Toan Yok sudah menimpukkan tiga
butir peluru asapnya yang meledak menggelegar dan gumpalan asap ditempat itu
semakin tebal saja.
Pengemis-pengemis lainnya juga
sudah mengikuti perbuatan pemimpin mereka, masing-masing melemparkan peluru
asap kepada lawan-Iawan mereka, seketika terdengar suara le dakan di sana-sini
nyaring sekali, gumpalan asap tebal juga memenuhi lembah tersebut.
Tang San Siansu serabutan
menyerang ditengah-tengah gumpalan asap dengan kedua tangannya, seperti kalap,
dia benar-benar merasa hari ini pamornya runtuh bisa dipermainkan rombongan
pengemis tersebut.
Tapi para pengemis itu sudah
nyingkir dari lembah, karena tak lama kemudian setelah gumpalan asap itu
menipis, di lempat itu sudah tak terlihat seorang pengemispun juga. Sedangkan
Cu Lie Sang dan yang lainnya berdiri dengan muka merah padam karena gusar dan
mata merah berair, akibat asap yang membuat mata mereka pedih dan keluarkan air
mata !
"Terkutuk !" Teriak
Tang San Siansu, "Pengemis busuk itu harus kucari dan ku-mampusi !"
Cu Lie Seng sambil menghapus
air matanya, karena masih terasa matanya sangat pedih, menghampiri gurunya.
"Sudahlah suhu, bukankah
mereka tak berhasil mendapatkan apapun dari kita ? Nantipun mereka akan
memperlihatkan diri lagi untuk coba-coba mendapatkan daftar nama orang kangouw
ini !" sambil bilang begitu Cu Lie Seng menepuk-nepuk sakunya.
Tang San Siansu tersadar,
kemarahannya reda sebagian, tapi dia masih memaki bengis: "Kalau lain
kesempatan bisa kutemukan pengemis busuk itu, akan kuhancurkan tubuhnya jadi
ratusan potong ! Tak akan kubiarkan dia mati dengan enak !"
Tang San Siansu dengan
rombongannya akhirnya meninggalkan lembah tersebut buat melanjutkan perjalanan
mereka. Sikap mereka sekarang semakin hati-hati dan waspada.
oooo)0(oooo
DUA orang Persia tampak
mengiringi seorang gadis tengah mendaki di sebuah bukit yang ada di sebelah
pintu kota, daerah itu cukup lebat oleh pohon-pohon yang tumbuh tinggi, juga
tidak begitu ramai, karena jarang orang mengambil jalan melewati bukit
tersebut, yang disebut oleh para pedagang keliling sebagai bukit-iblis (Mo Gai)
dan angker sekali.
Gadis itu berusia masih muda
tapi sangat lincan, daoat mendaki bukit itu dengan mudah. Sedangkan kedua orang
Persia itu bertubuh tinggi besar dan mukanya bengis. Tapi dari sikap mereka
tampak jelas mereka menghormati gadis ini, mata mereka tidak menatap kedepan
saja, sebab selalu memandang liar sekeliling, penuh waspada, kalau-kaiau
ditempat itu ada bahaya yang bisa mengancam gadis yang tengah mereka kawal.
Sedangkan gadis didepan kedua
laki laki Persia itu sama sekali tak kuatirkan sesuatu, dia seenaknya saja
berlari-lari mendaki bukit riang sikap dan wajahnya, bahkan sebentar-sebentar
dia meloncat cukup tinggi memetik bunga yang tumbuh di pohon liar yang
dilewatinya.
Melihat cara berlari ketiga
orang itu, jelas mereka memiliki ginkang dan ilmu silat yang cukup tinggi,
biarpun kedua tubuh orang Persia itu besar kekar, namun mereka bisa berlari
ringan sekali seperti juga kedua kaki mereka masing-masing tak menginjak tanah.
Siapakah gadis itu dan kedua
orang Persia tersebut? Benar mereka tak lain dari Cu Siauw Hoa dan kedua orang
pengawal pribadinya. la tengah melakukan perjalanan buat menyusul kakaknya, Cu
Lie Seng, yang sudah melakukan perjalanan lebih dulu pulang ke-kotaraja.
Biarpun mendongkol ditinggal
oleh kakaknya, tapi Cu Siauw Hoa seorang gadis periang, karena itu dalam
setengah hari saja, kemendongkolannya hatinya sudah lenyap, dia bisa melakukan
perjalanan dengan riang. Sebetulnya dia bersama kedua pengawalnya tadi
mempergunakan kuda dalam perjalanan tersebut, ketika lewat dikaki bukit Mo-gai
ini, dan turun dari kudanya mendaki bukit itu.
Tentu saja kedua pengawalnya
terpaksa harus mengikuti nona majikan mereka kuatir kalau-kalau diatas bukit
ada ancaman bahaya. Kuda mereka ditinggal di kaki bukit.
Siauw Hoa senang sekali
melihat pohon-pohon yang tumbuh lebat, burung-burung yang terbang karena kaget
atas kehadiran ketiga orang manusia ini. Siauw Hoa juga terkadang mengejar
kupu-kupu, yang ditangkap dan kemudian dilepaskannya lagi. Tertawanya yang renyai
seringkali bergema di bukit tersebut.
Mendadak, Siauw Hoa berhenti
berlari. Tangan kirinya diangkat, mengisyaratkan agar kedua orang Persia itu
juga berhenti dan jangan bersuara.
Apa yang dilihat Siauw Hoa.
Terpisah kurang lebih duapuluh tombak lebih, di bawah sebatang pohon, dekat
susunan bongkahan batu gunung, tampak duduk dua sosok tubuh. Siauw Hoa malah
bisa mengenalinya dengan segera, yang seorang adalah pemuda yang pernah
ditraktir makan olehnya, yaitu Giok Han !
Dan yang membuat darah Siauw
Hoa mendidih marah, dia melihat Giok Han duduk berendeng mesra dengan seorang
gadis cantik jelita !
Benar Siauw Hoa selalu
bersikap yang kekanak-kanakan manja dan jail, tapi sejak pertemuan dengan Giok
Han timbul perasaan aneh, ia menyukai pemuda itu, sampai pemuda tersebut
akhirnya meninggalkan dia karena ingin menyusul "sahabat"-nya. yaitu
si pengemis kotor mesum.
Sejak saat itu Siauw Hoa
tergoda terus menerus perasaannya, sering kali dia teringat pada Giok Kan yang
gagah dan tampan. Tapi dia tak tahu kemana harus mencari pemuda itu.
Sekarang dia kebetulan sekali
bisa bertemu dengan pemuda itu, yang sebetulnya merupakan pertemuan yang
menggembirakan tapi kenyataannya malah kebalikannya, pertemuan ini membuat
Siauw Hoa menjadi marah campur duka !
Pemuda yang selama ini
dikenang dan dipikiri siang dan malam, tak tahunya sedang asyik duduk
berdua-duaan dengan seorang gadis cantik di tempat demikian sunyi sepi pada
bukit Mo-gai !
Lama Siauw Hoa berdiri dengan
muka merah padam, dan dia jadi tambah mendongkol mendengar si gadis cantik di
sebelah Giok Han tengah bicara manja: "Giok Han Koko... sebetulnya aku
sudah tahu, sejak pertemuan kita yang pertama, bahwa kau seorang yang baik
!"
"Akupun begitu, karena
aku segera merasakan bahwa kau adalah sahabatku yang terdekat, biarpun
sebelumnya kita belum berkenalan !" menyahuti Giok Han.
"Sahabat ? Sampai
sekarang kau masih menganggap aku sebagai sahabatmu?" tanya gadis itu,
yang tidak lain Cang In Bwee.
Giok Han menggeleng.
"Tentu saja tidak. Aku
sudah mengetahui isi hatimu. Akupun harus mengakuinya bahwa perasaanku sama
dengan perasaanmu. Sebelumnya aku kuatir kau akan mentertawakan aku. karenanya
aku maun membatasi diri dan tak pernah berani bersikap lebih manis padamu,
nanti kau bilang aku ceriwis Bweemoay "
"Ihhh, siapa bilang kau
pemuda alim ? Memang kau ceriwis! Sejak pertemuan kita yang pertama kali saja
kau sudah tak mau berpisah denganku, Bukankah benar begitu ?"
Giok Han tertawa.
"Ya.. sampai sekarang
akupun tak pernah mau berpisah dengan kau, Bwee-moay! Kalau kau meninggalkan
aku pasti dunia ini lenyap keindahannya.."
"Ihhhhh. merayu nih
?" tertawa In Bwee, tapi dia menyenderkan kepala di dada Giok Han, pemuda
itupun merangkulnya lembut.
Selanjutnya cuma terdengar
suara bisik-bisik mereka saja, Siauw Hoa tidak bisa mendengar jelas lagi.
Semakin lama darah Siauw Hoa
semakin mendidih, hatinya hancur berkeping-keping, Dia sudah terlanjur menyukai
Giok Han, siapa tahu sekarang harus menyaksikan pemuda yang disenanginya itu
tengah bermesra-mesraan dengan seorang gadis lain. Penasaran, sakit hati,
cemburu dan marah bercampur jadi satu.
Karena dalam keadaan sedih dan
marah, Siauw Hoa lupa bahwa dia sedang diam-diam mengintai Giok Han dan In
Bwee, dia berdiri tanpa mempergunakan ginkangnya, sehingga sebuah ranting
terinjak patah dan mengeluarkan suara nyaring.
Suara patahnya ranting ini
membuat Giok Han dan Cang In Bwee yang sedang asyik masyuk pacaran, jadi kaget
bukan main, mereka sampai meloncat berdiri dengan muka berobah merah, karena
menyangka ada orang yang menyaksikan mereka tengah berkasih-kasihan.
Tetapi Giok Han tambah kaget
campur heran, ketika mengenali orang yang berdiri terpisah tak terlalu jauh
dannya tidak lain dari Cu Siauw Hoa, gadis yang pernah mentraktir makan padanya
belum lama yang lalu In Bwee juga mengenali Siauw Hoa, gadis yang dulu pernah
menbuatnya cemburu karena mentraktir Giok Han, yang membuat dia cari gara-gara
pada kedua orang Persia yang menjadi pengawal itu, yang dianggap sebagai
saingannya.
Siauw Hoa sebetulnya hendak
memutar tubuhnya, untuk berlari sejauh mungkin, karena matanya sudah merah dan
hampir saja air matanya menitik turun. Penasaran, sakit hati, cemburu dan marah
campur aduk jadi satu, tapi Giok Han dan In Bwee berdua keburu melihatnya, maka
dia cuma berdiri dengan muka yang cemberut masam dan mulut dimonyongkan.
Justeru dengan keadaannya seperti itu wajah gadis ini tambah cantik saja.
"Nona Cu, kau di
sini?" menyapa Giok Han yang kemudian jadi girang bertemu dengan orang
yang pernah mentraktirnya, sedangkan In Bwee sebaliknya mengawasi Cu Siauw Hoa
dengan mata mendelik dan muka yang cemberut memperlihatkan perasaan tak senang
atas kehadiran gadis ini, yang pernah dianggap sebagai saingannya.
"Mari kuperkenalkan kau
dengan .... dengan nona Cang !"
Tetapi Siauw Hoa mengawasi
dengan sorot mata dingin, kemudian ketus dia bilang: "Aku tak perlu kenal
dengan nona Cang-mu itu! Silahkan kalian meneruskan acara kalian, aku mau
pergi...!" Dia memutar tubuhnya mau mengajak kedua pengawalnya untuk
berlalu meninggalkan tempat itu.
Giok Han tertegun mendengar
kata-kata Cu Siauw Hoa begitu ketus. Dulu, Siauw Hoa gadis yang manis dan
ramah, yang sikapnya sangat menyenangkan sekali. Tapi mengapa sekarang jadi
ketus demikian ?
Cang In Bwee lain lagi, jika
tadi dia berdiam diri saja, sekarang ssulah mendengar perkataan Siauw Hoa, jadi
meluap kemarahannya, dia bilang tanpa mengawasi Siauw Hoa, seakan-akan sedang
mengawasi langit: "Hu! Hu ! Aku tak sangka di dunia ada gadis yang tak
tahu malu yang kerjanya tukang ngintip."
Siauw Hoa tahu kata kata
sendirian itu ditujukan kepadanya. kemarahan campur cemburu telah meledak
membuat dia batal pergi, dengan galak dau mata melotot dia membentak: "Apa
kau bilang?"
In Bwee tertawa tawar
mengejek, dia tak menyahuti. Siauw Hoa tambah penasaran dia melangkah empat
langkah menghampiri, bentaknya lagi galak, karena hatinya tengah sakit dan
mendongkol betapa pria yang disukainya ternyata tengah berkasih-kasihan mesra
dengan wanita lain, dan sekarang gadis saingannya itu ikut mengejeknya.
"Coba kau ulangi lagi kata-katamu tadi !"
In Bwee tertawa tawar,
sedikitpun tidak takut pada sikap Siauw Hoa yang galak. Memang, seorang wanita
yang sedang jatuh cinta tentu tak akan takut mati biarpun menghadapi bahaya
yang bagaimana besarpun juga, jika pria yang dicintainya itu diincar oleh
wanita lain.
"Tadi kubilang
benar-benar mengherankan di dunia ada gadis yang; tak tahu malu yang kerjanya
tukang ngintip . . . ! Mengapa aku tak berani mengucapkannya ? Ada urusan apa
dengan kau ?"
Muka Siauw Hoa merah padam dibakar
marah, tahu-tahu tangan kanannya yang sejak tadi telah dialiri oleh tenaga
dalamnya, terayun hendak memukul kepala In Bwee. Maksudnya sekali pukul hendak
merubuhkan gadis yang dibencinya setengah mati ini, yang jadi saingannya.
Kalau bisa dia ingin membunuh
In Bwee, sebab gadis inilah yang telah bermesraan deagan Giok Han, jika tidak
ada gadis ini tentu Giok Han akan memperhatikannya dan membalas pancaran
kasihnya.
In Bwee juga bukan gadis
sembarangan, dia memiliki kepandaian tinggi, merupakan wanita gemblengan,
melihat datangnya pukulan Siauw Hoa, sama sekali ia tidak berusaha menghindar,
cuma mengawasi dengan sorot mata berkeredep tajam sekali, waktu pukulan Siauw
Hoa hampir sampai dia baru menangkis dengan mempergunakan jari telunjuk dan
jari tengah yang dijadikan satu untuk menyampok pergelangan tangan Siauw Hoa,
sedangkan tangan kirinya sudah nyelonong masuk hendak menghantam dada Siauw
Hoa. Angin pukulan itu bercuitan nyaring, menunjukkan tenaga pukulan In Bwee
hebat sekali.
Siauw Hoa segera mengetahui
gadis ini mempunyai kepandaian cukup berarti, pergelangan tangannya yang kena
disampok oleh kedua jari tangan In Bwee terpental ke samping, karena sampokan
kedua jari tangan In Bwee bukan sampokan biasa saja, walaupun cuma dua jari
tangan namun mengandung tenaga Lwekang yang kuat. Dan sekarang malah tangan
kiri In Bwee mengancam dadanya.
Siauw Hoa tentu saja tak mau
tinggal diam menerima pukulan itu, sambit berseru nyaring tubuhnya tahu-tahu
berputar ke samping, dibarengi oleh kedua tangannya yang menyambar
berulangkali, selain memunahkan pukulan tangan kiri In Bwee, juga disusuli oleh
serangan balasan yang dahsyat mematikan !
Turun tangannya sekali ini
bukan cuma sekedar untuk suatu pertandingan saja bagi Siauw Hoa. dia tengah
dibakar cemburu dan marah, maka dia bermaksud untuk membunuh saingannya ini.
Setiap pukulan yang dilakukannya semuanya berbahaya, karena selain kuat juga
mengandung tenaga sinkang yang dahsyat.
In Bwee diam-diam juga kaget,
dia tidak menyangka gadis yang demikian cantik, yang pernah dilihatnya waktu
Siau Hoa mentraktir Giok Han makan dan pernah membuat dia cemburu setengah
mati, ternyata memiliki kepandaian yang tangguh. Maka selanjutnya In-Bwee
semakin berhati-hati penuh kewaspadaan.
Dia menghadapi setiap
pukulan-pukulan Siauw Hoa dengan tangkisan yang sama dahsyatnya, selalu disusul
dengan balas menyerang pada tempat-tempat mematikan dianggota tubuh Siauw Hoa.
Kedua gadis ini mati-matian mengerahkan seluruh kepandaian dan sinkang mereka
untuk saling merobohkan, biarpun mereka baru bertempur, tapi sudah
mempergunakan kepandaian masing-masing yang terhebat, jika sekali terpukul bisa
membuat lawan mati atau sedikitnya terluka berat !
Yang jadi sibuk justeru Giok
Han melihat kedua gadis yang dikenalnya dan juga In-Bwee yang dikasihinya,
bertempur dengan pukulan-pukulan mematikan itu. Berulangkali dia tak kalah
hebatnya menyerang dahsyat mendesak Siauw Hoa, keduanya seperti nekad dan
kalap, bertempur tanpa memperdulikan keselamatan dirinya, mati matian berusaha
untuk merobohkan lawannya, sehingga jalannya pertempuran itu seperti juga kedua
gadis ini sedang mengadu jiwa!
Perkelahian yang membuat Giok
Han semakin bingung, sampai dia maju ke-arah perkelahian, untuk memisahkan,
sebab setelah berteriak-teriak puluhan kali meminta agar kedua gadis itu
berhenti berkelahi tetap tak diladeni oleh kedua gadis itu.
"Berhenti... ayo
berhenti!" Teriak Giok-Han sambil berusaha menyelip di tengah-tengah kedua
gadis yang sedang bertempur. "Marilah kita bicara baik-baik..."
Tapi belum lagi selesai
perkataannya, kepalan tangan Siauw Hoa telah singgah di dadanya, sakitnya bukan
main, sebab pukulan itu bukan pukulan main-main, justru disertai oleh tenaga
dalam yang kuat sekali, sampai tubuh Giok Han terhuyung mundur. Dia tidak
menyangka akan terpukul seperti itu, di mana Siauw Hoa tak menahan kepalan
tangannya ketika dia menyelinap di tengah-tengah kedua gadis itu.
Belum lagi lenyap rasa kaget
dan kesakitan yang diderita Giok Han, perutnya jaga tertendang kuat sekali oleh
kaki In Bwee, yang sebetulnya hendak menendang pinggang Siauw Hoa. Sebetulnya
Giok Han bisa saja berkelit, kalau memang dalam keadaan biasa. Justeru
disebabkan bingung kedua orang gadis yang sama menarik hatinya berkelahi nekad
seperti itu, dia sama sekali tak terpikir bersiap-siap untuk menghadapi
kemungkinan dirinya terserang.
Itulah sebabnya duakali
beruntun dia telah terpukul dan tertendang oleh Siauw Hoa maupun In Bwee,
bahkan tendangan dan pukulan itu dilakukan kedua gadis tersebut dengan tenaga
yang hebat, tak mengherankan menyebabkan rasa sakit yang bukan main.
Karena dia terhuyung mundur
beberapa langkah, Giok Han sudah berada di luar gelanggang karena perkelahian
mereka tanpa memperdulikan Giok Hanyang berdiri dengan muka meringis. Kedua
orang gadis itu semakin kalap dan berkelahi dengan semakin dahsyat,
pukulan-pukulan mereka semakin kuat dan tangguh, sehingga menimbulkan kesiuran
angin yang bercuitan keras, tubuh mereka juga seperti menjadi rapat satu dengan
yang lain, tidak peduli apakah mereka sekali-sekali terserang oleh pihak lawan.
Rambut Siauw Hoa sudah tidak
rapi seperti tadi, karena duakali terkena pukulan tangan In Bwee.
In Bwe juga tidak luput dari
pukulan tangan Siauw Hoa, yang tigakali telah menghantam pundak, leher dan
dadanya, ketiga pukulan itu sebetulnya kuat dan berbahaya, tapi dalam keadaan
nekad In Bwee seperti tidak merasa sakit oleh pukulan Siauw Hoa dan selalu
membalas menyerang dengan sama hebatnya, justeru terpukul oleh lawannya membuat
In Bwee semakin kalap, pakaiannya sudah tidak rapi lagi, tapi tak dipedulikan.
Kedua orang Persia yang jadi
pengawal Siauw Hoa berdiri di pinggir dengan sikap bersiap-siap, jika majikan
mereka terdesak atau terancam, mereka akan menyerbu untuk membantui majikan
mereka. Kedua orang Persia itu mengawasi tajam sekali.
Giok Han benar-benar bingung,
dia selalu bersera nyaring: "Berhentilah ! Dengar
dulu kata kaiaku ! Oooo.
kalian apa untungnya berkelahi seperti itu . . . ayo berhenti ! Aku mohon,
berhentilah . . . !"
Tapi usaha Giok Han untuk
menghentikan perkelahian di antara kedua gadis itu tetap saja gagal. Kedua
gadis itu tidak mengacuhkannya, mereka tetap berkelahi dengan seru.
Suatu kali dengan menjerit
gusar Siauw Hoa menghantam sekaligus mempergunakan kedua tangannya ke dada In
Bwee. sedangkan In Bwee tak berusaha menangkis, malah balas membarengi dengan
pukulan kedua tangannya pada leher dan pinggang Siauw Hoa tangan kanannya
dengan sikap membacok memakai tepian telapak tangan memukul leher Siauw Hoa,
sedangkan tangan kirinya telah menghantam pinggang Siauw Hoa.
"Dukkkk . . . ! Bukkkk .
. . !
Siauw Hoa meloncat mundur, In
Bwee juga terhuyung mundur. Mereka berdua sama-sama terserang oleh pukulan
lawan, In Bwee terpukul dadanya, sedangkan Siauw Hoa terpukul leher dan
pinggangnya, sehingga mereka terhuyung mundur akibat kuatnya pukulan tersebut.
Namun kedua gadis ini
sama-sama wanita gemblengan sehingga mereka tidak roboh, cuma muka mereka
berobah agak pucat dan merah bergantian karena marah dan sakit
Tidak membuang waktu lagi Giok
Han mempergunakan kesempatan tersebut melompat menyelak ditengah-tengah kedua
wanita tersebut sambil mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. "Berhenti
. . . dengarkanlah dulu kata-kataku !"
Siauw Hoa mengawasi mendelik,
pada pemuda yang pernah menarik hatinya, pemuda yang tampan dan sempat mencuri
hatinya, yang selalu dipikirkannya, tapi sekarang entah mengapa dia melihat
Giok Han dengan perasaan benci dan marah.
Dia tidak meladeni Giok Han,
cuma mendengus dan meloncat mundur ke dekat kedua orang pengawalnya.
"Tangkap kedua pemberontak itu !" perintahnya kepada kedua orang
Persia itu sambil menunjuk Giok Han dan In Bwee.
Kedua orang Persia itu
memiliki tubuh tinggi besar, mereka membentak bengis sambil meloncat kedepan
Giok Han dan In Bwee tangan mereka juga bekerja, menghantam kepada In Bwee dan
Giok Han. Masing-masing melakukan penyerangan yang bisa mematikan.
Giok Han mengerutkan alisnya,
mendongkol melihat kedua orang Persia menyerangnya dan In Bwee dengan pukulan
ganas dan mematikan. Dia berseru nyaring, tubuhnya tahu-tahu berkelebat ke
samping kiri, dia sudah berada di belakang orang Persia yang ada di sebelah
kiri, berbareng telapak tangannya menghantam pundak orang Persia itu.
Tapi, orang Persia ini tidak
percuma jadi pengawal Siauw Hoa, karena kepandaiannya bukan sembarangan, dia
mengetahui ancaman bahaya dari arah belakangnya, tangannya yang gagal menyerang
Giok Han tidak ditarik pulang, melainkan disapukan ke belakang sambil
berteriak, karena dia memakai tenaga yang jauh lebih besar dikerahkan kepada
tangannya.
Hebat bukan main, angin
pukulannya itu bercuitan nyaring, sehingga orang segera bisa mengetahui jika
pukulan ini mengenai sasaran, niscaya akan menyebabkan Giok Han sedikitnya
terluka parah !
Tapi Giok Han tidak
membatalkan pukulannya biarpun melihat lawannya balas menyerang begini dahsyat
padanya. Tangannya rurua terus dengan tenaga kuat dan beradu dengan tangan
orang Persia tersebut. Terjadi benturan dahsyat, Giok Han terkejut juga, karena
dirasakan pergelangan tangannya tergetar, rupanya tenaga pukulan orang Persia
itu benar-benar kuat.
Sedangkan orang Persia itu
tidah kurang kagetnya, tangannya jadi lumpuh tak bisa digerakkan sesaat
lamanya, saking kagetnya dia sampai menjerit dan mukanya berobah memperlihatkan
dia terheran-heran.
Orang Persia yang seorangnya
lagi sudah meloncat kedekat In Bwee dan menyerang bertubi-iubi. Keduanya jadi
bertempur sengit sekali, sebab In Bwee telah melayaninya dengan mempergunakan
ginkangnya, sebentar-sebentar gadis ini meloncat ke sana-sini lincah bukan
main, seperti mempermainkan orang Persia itu.
Tubuh orang Persia yang jadi
lawannya tinggi besar, memiliki tenaga sangat kuat, karena itu In Bwee tidak
mau melayaninya dengan kekerasan, dia bertempur dengan mengandalkan
kelincahannya. Beberapakali hampir saja pukulan orang Persia itu mengenai
dirinya, tapi dia bisa menyelamatkan dirinya.
Sebetulnya In Bwee hendak
mempergunakan peluru asapnya, tapi akhirnya dia membatalkan keinginannya
tersebut, sebab dia tahu jika mempergunakan peluru asapnya, biarpun dia
berhasil merubuhkan lawannya, tentu Siauw Hoa akan mengejeknya.
Karena itu, dia ingin
memperlihatkan kepandaiannya bahwa dia bisa merobohkan pengawal Siauw Hoa ini
dengan mempergunakan ilmu silatnya, tanpa bantuan peluru asapnya. Beberapa kali
setiap ada kesempatan dia balas menyerang, dengan pukulan-pukulan yang dahsyat.
Cuma saja, karena kuatnya
tubuh lawan tersebut, sehingga biarpun beberapakali dadanya terkena pukulan
tangan In Bwee yang terisi tenaga dalam yang kuat tetap saja dia tidak roboh
Orang Persia itu sendiri semakin
lama semakin penasaran karena beberapa pukulannya selalu mengenai tempat
kosong, dielakkan oleh In Bwee.
Dia yakin, kalau gadis itu
coba menangkis pukulannya, tentu dia bisa merobohkan gadis ini. Tapi justeru In
Bwee seperti main kucing-kucmgan, sehingga dia selama itu tidak bisa mendesak
terlalu hebat kepada lawannya yang selalu melejit ke kiri maupun ke kanan.
Saking penasarannya,
beberapakali orang Persia tersebut meloncat berjingkrak dan meraung sambil
mendesak semakin hebat.
Untuk merobohkan orang Persia
itu bukan kesulitan yang berarti buat Giok Han. Tapi dia sudah mengetahui kedua
orang Persia ini adalah pengawal Siauw Hoa, karenanya dia sungkan turunkan
tangan keras pada lawannya.