Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 11

Baca Cersil Mandarin Online: Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 11
Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 11

"Soal itu nanti akan dibicarakan dsngan pimpinan kita ! Kalau perlu kita melapor kepada pangcu ! Ini bukan soal kecil, Sute.... kita harus mempertimbangkan sebaik-baiknya. Kalau kenyataannya kita berlaku nekad dan akhirnya semuanya kita ini binasa di tangan si iblis laknat dan orang-orangnya, bukankah itu mengecewakan sekali ! Kita bukan melarikan diri dari kenyataan, namun kita mundur penuh perhitungan untuk kelak memperoleh kemenangan! Nah, kukira persoalan sudah jelas, kita harus kembali ke Souwciu Nanti serahkan apa keputusan dari pimpinan kita ! Sayang kepandaian kita masih terbatas, kalau saja saat ini kumpul beberapa orang Susiok kita, niscaya persoalan bisa diselesaikan dengan segera !" Bicara sampai di situ Thian Sin Cu menghela napas, mukanya murung.

Pengemis-pengemis lainnya pun tampak murung. Mereka berdiam diri saja penuh rasa marah dan penasaran. Keadaan di sekitar tempat itu sepi sekali.

Mendadak Thian Sin Cu melompat berdiri, mukanya tegang. Pengemis-pengemis lain pun berdiri bersiap-siap untuk menyambut sesuatu.

"Kudengar ada orang yang sedang mendatangi...!" memberitahukan Thian Sin Cu. "Apakah... iblis laknat itu yang mencari kita ?"

Pengemis-pengemis lain segera menghunus senjata masing-masing, Thian Sin Cu menggenggam tongkat bambu hijaunya erat-erat. Matanya yang bersinar tajam mengawasi sekitar tempat itu. Dalam kegelapan malam, terpisah mungkin ratusan lombak, tampak sesosok tubuh tengah mendatangi.

Langkah kakinya tampak berat, dia berjalan susah dan di punggungnya menggemblok sesuatu. Melangkah beberapa tindak lagi, sosok tubuh itu terguling, terdengar suara rintihan.

"Hati-hati, kita jangan masuk perangkap. Mungkin iblis laknat itu hendak memperdaya kita !" memperingatkan Thian sin Cu, dia sendiri mendahului melompat menghampiri ke arah sosok tubuh yang terguling itu.

Beberapa pengemis lainnya mengikuti Thian Sin Cu, sedangkan sisanya menanti di tempat mereka, untuk bersiap-siap memberikan pertolongan kalau benar yang datang pihak musuh, mereka jadi tidak masuk perangkap semuanya.

Thian Sin Cu mendengar suara riniihan itu semakin jelas, dia sudah sampai di dekat sosok tubuh yang rebah di tanah berumput.

"Saudara, siapa kau ?" Tegur Thian Sin Cu dengan alis berkerut, tongkatnya dilintangkan di depan dadanya waspada siap menyambut serangan membokong dari arah manapun.

"Oooh, tolong... tolong turunkan isteriku !" suara orang itu lemah, tergetar, tampaknya dia sudah lelah benar.

Thian Sin Cu sudah semakin dekat, dia baru bisa melihat jelas pakaian orang itu penuh noda darah, penuh luka ditubuhnya. Yang dipanggulnya tidak lain sesosok tubuh manusia juga, sama keadaannya, pakaiannya koyak-koyak berlumuran darah. Thian Sin Cu cepat-cspat menghampiri lebih dekat. Dia menolongi orang itu menurunkan orang yang dipanggulnya.

Ketika merebahkan orang yang tadi di panggul orang terluka itu, ternyata orang tersebut wanita berusia lanjut, yang mukanya kebiru-biruan, matanya tertutup rapat dan napasnya sudah tidak ada. Wanita itu, yang diakui sebagai istri orang yang terluka, telah mati !

Kaget Thiin Sin Cu dan beberapa orang pengemis yang ada didekatnya, betipa hebat luka ditubuh orang itu dan istrinya yang sudah tidak bernyawa lagi. Cepat-cepat Thian bin Cu mengeluarkan kantong airnya, meminumkan beberapa teguk kepada orang yang terluka.


Waktu menolong orang itu minum dengan menyanggah tengkuknya, Thian Sin Cu melihat jelas orang tersebut adalah seorang laki-laki berusia lanjut, pakaiannya yang koyak-koyak itu mirip pakaian pengemis, penuh tambalan, keadaannya lemah sekali, sama dengan keadaan istrinya yang sudah tidak bernapas lagi, muka laki-laki tua inipun kebiru-biruan, seperti keracunan.

Setelah meminum beberapa teguk, laki-laki ini agak segar. Tapi dia terlalu lemah. terlalu banyak darah yang sudah keluar dari tubuhnya. "Dimana kami... sekarang ini...? Tempat apa... tempat apa ini?"

"Tenanglah, kau perlu istirahat Siapa yang melukaimu?" Tanya Thian Sin Cu.

"Kami... kami telah berusaha mempertahankan hidup, tapi gagal. Bagaimana istriku? tentu sudah mendahuluiku, bukan?" Bertanya laki laki tua itu dengan air mata yang membasahi matanya. Thian Sin Cu tidak menjawab, dia hanya mengangguk. "Kami terkena racun... sayang racun itu begitu asing buat kami... satu-satunya racun yang tidak kami ketahui sebelumnya... entah apa nama racun itu... kami tidak berhasil untuk mengobati diri kami sendiri... aku tidak lama lagi akan menyusul istriku..."

Bicara sampai disitu suaranya makin lemah, kepalanya teklok, dia pingsan.

Hati-hati Thian Sin Cu meletakkan tubuh sikakek tua keatas rumput, memeriksa keadaannya. Mungkin lebih dari seratus luka tikaman pedang ditubuh laki-Iaki tua tersebut! itulah luka yang berat sekali, tapi anehnya orang tua itu masih tetap hidup dengan luka yang begitu parah !

Thian Sin Cu dengan kawan-kawannya segera menduga, pasti orang tua ini seorang berkepandaian tinggi, tokoh persilatan ternama, karena kepandaiannya pun tidak rendah tentunya, mengingat luka-luka yang dideritanya seperti itu.

Thian Sin Cu berpaling ke-arah seorang pengemis di dekatnya. "Entah siapa mereka ? Sepasang suami istri tua ini tampaknya bukan orang sembarangan... tapi sayang, mereka mengalami keadaan yang mengenaskan ini... menurut pengakuannya mereka dilukai oleh racun yang asing baginya, sehingga gagal untuk memunahkannrya ..."

"Mereka tampaknya kuat sekali... istri nya tentu meninggal belum lama, karena dia masih dipanggul-panggul suaminya ! Mungkin baru meninggal satu dua jam yang lalu!" menyahuti pengemis itu. "Entah siapa mereka berdua ?"

Berkata sampai di situ si pengemis memberi isyarat kepada kawan-kawannya yang lain, yang sedang menunggu di tempat mereka semula. Pengemis-pengemis lainnya segera menghampiri. Merekapun heran dan kaget melihat kakek tua dan isterinya yang sudah mati.

"Keadaannya parah sekali, dia pingsan ! Tampaknya sulit untuk menolongnya, paling tidak dia cuma bisa bertahan satu dua jam saja... akan segera menyusul isterinya !"

"Siapa namanya ?" Tanya pengemis lain.

Thian Sin Cu menghela napas mengangkat bahu. "Tadi belum sempat kutanyakan pada mereka, tapi melihat luka-luka yang dideritanya pasti mereka tokoh-tokoh rimba persilatan berkepandaian tinggi yang bertemu dengan lawan Iiehay! Lihatlah, ratusan tikaman pedang di tubuh mereka, tapi kakek ini masih sanggup bertahan tidak segera mati ! Tadi malah masih sanggup menggendong istrinya ! Dia rubuh bukan disebabkan tikaman-tikaman pedang, melainkan racun yang mengendap dan kerja di dalam tubuhnya !"

Pengemis-pengemis itu mengawasi dengan penuh tanda tanya kepada kakek tua yang masih rebah pingsan. Mereka coba-coba ingat siapa didalam Kangouw yang mirip-mirip dengan sepasang suami istri ini. Tapi mereka tidak berhasil menduga.

Pelupuk mata kakek tua itu terbuka perlahan-lahan dan lemah, dia merintih perlahan. Thian Sin Cu berjongkok di sampingnya. "Lojinke, siapa namamu ?" Tanya Thian Sin Cu.

"Aku... Tung Yang... dan istriku Tung Im . . . !" menyahuti kakek itu dengan suara yang lemah parau, seperti di tenggorokannya sudah penuh riak kental, membuatnya sulit bicara, di samping lidahnya yang mulai kaku. "Kalian... kalian tentu mau menolongku..."

"Katakanlah... beritahukanlah Lojinke apa yang harus kami lakukan untuk menolongmu ?" tanya Thian Sin Cu cepat.

"Pergilah ke... Siauw Lim Sie... beritahukan... beritahukan pada... Hongthio Siauw Lim... Sie... bahwa... bahwa kini... telah muncul... Liong-kak... yang akan... akan... membuka... mem..." Suaranya terhenti, kepalanya tidak bertenaga lagi, rebah miring, napasnyapun telah berhenti, dia telah pergi menyusul isterinya.

Thian Sin Cu memandang bengong kepada mayat Tung Yang, kemudian melirik pada Tung Im. la heran bukan main. Sebelumnya memang pernah didengarnya perihal sepasang suami isteri lihay ini, yang memiliki kepandaian luar biasa, merupakan tokoh tua yang disegani oleh orang Kangouw dari jalan hitam maupun putih, sepasang pendekar yang memiliki perangai aneh, yang digelari sebagai Sepasang Tabib Hutan.

Tapi, mengapa kini kedua orang kakek nenek ini bisa ditemukannya dalam keadaan demikian mengenaskan ? Siapa orang yang membunuh mereka? Bukankah Tung Im dan Tung Yang memiliki kepandaian tinggi dan tidak sembarang orang bisa menandingi kepandaian mereka ? Sekarang, bisa dipastikan musuh mereka sudah turunkan tangan maut itu jelas orang yang memiliki kepandaian tidak rendah !

Kepandaian Tung Yang dan Tung Im dalam pengobatan sangat terkenal, tapi sekarang mereka mati karena keracunan di samping luka-luka tikaman yang ratusan jumlahnya di tubuh kedua Sepasang Tabib Hutan. Tentu racun yang dipergunakan lawan mereka merupakan sejenis racun yang sangat dahsyat daya kerjanya, sampai Sepasang Tabib Hutan tidak sanggup memunahkan racun yang berada dalam tubuh mereka, menyeret mereka pada kematian !

Lalu, apa maksud Tung Yang yang minta tolong agar Thian Sin Cu pergi ke Siauw Lim Sie, menemui Hongthio Siauw Lim Sie ?

Juga benda apa itu Liong-kak ? Apa yang akan dibuka oleh Liong-kak ? Semuanya begitu membingungkan, penuh teka-teki yang tidak bisa dijawab dan dipecahkan oleh Thian Sin Cu bersama kawan-kawannya.

Mendadak seorang pengemis yang berdiri di samping Thun Sin Cu, yang berada di sebelah Unannya. menjerit keras dengan tubuh terjungkel ke depan, bergulingan sampai beberapa kali, Thia Sin Cu dengan pengemis-pengemis lainnya kaget, dan si pengemis yang bergulingan sudah merangkak bangun dengan muka pucat meringis seakan menahan sakit !

"Kenapa kau, sute?" tegur Thian Sin Cu sambil lompat mendekatinya.

"Aku... punggungku tiba-tiba...." Belum lagi pengemis itu menjelaskan, mendadak terdengar lagi suara jeritan dari seorang pengemis lainnya di belakang Thian Sin Cu. tubuh pengemis itu jumpalitan di tengah udara seperti dihantam oleh suatu kekuatan yang sangat besar. Tidak buang waktu Thian Sin Cu melompat sambil menyambar lengan pengemis tersebut, sehingga dia tidak sampai terbanting di tanah. Tapi, tidak urung pengemis tersebut meringis menahan rasa sakit yang tak terkira.

"Ada... ada yang membokong!" memberitahukan, pengemis itu. "Tadi... punggungku dihantam seseorang...."

Muka Thian Sin Cu merah padam karena mendongkol campur penasaran, tapi baru saja dia ingin menoleh ke belakang untuk melihat sekitar tempat itu, terdengar suara tertawa nyaring seperti raungan, keras dan menggetarkan tempat itu.

Dan suara tertawa inilah yang disebut raungan singa pekik naga, sampai Thian Sin Cu kaget tak terkira. Matanya pun segera melihat seseorang sudah berdiri terpisah tak jauh dari tempat mereka berada.

Orang itu berpakaian jubah hijau, kurus jangkung, dengan kopiah warna hijau juga. Mukanya pucat seperti mayat. Usianya mungkin sudah limapuluh tahun. Suara tertawanya begitu panjang, tapi anehnya mulutnya seperti tidak bergerak, muka yang kaku dan bengis. seperti muka mayat.

Thian Sin Cu segera bisa menduga yang menyerang menggelap kepada dua orang sutenya di lakukan orang bermuka dingin kaku seperti mayat tersebut. Belum lagi Thian Sin Cu sempat menegur, orang itu sudah melangkah kedepan menghampiri ke arah Thian Sin Cu. Langkahnya lebar sekali.

Waktu lewat di dekat dua orang pengemis, orang bermuka dingin itu mengibaskan kedua tangannya masing-masing tangannya akan menyampok dada kedua pengemis itu.

Gusar campur kaget kedua pengemis tersebut, mereka merasakan sambaran angin yang kuat sekali menuju ke dada. Mereka hendak menangkis, yang di sebelah kiri orang bermuka dingin mempergunakan jurus "Yauw Cu Hoan Sin" (Elang Membalik Badannya), cepat bukan main dia berkelit, tangan kanannya menghantam buat balas menyerang dengan "Tiang Hong Koan Jit" (Bianglala Menembus Matahari).

Tapi dia jadi kaget tidak terkira, karena mendadak saja, dengan sikap seenaknya, orang bermuka dingin itu memutar tangannya, dan "Cesssss," perlahan dada si pengemis kena disentil. Tapi akibatnya benar-benar hebat, tubuh si pengemis terpental sampai lebih tiga tombak terbanting di tanah dan berguling beberapa kali.

Waktu dia melompat berdiri, mukanya pucat pias, karena dia terluka di dalam yang tidak ringan !

Lain lagi yang dialami oleh pengemis yang di sebelah kanan Ketika tangan kanan orang bermuka dingin seperti muka mayat itu menyambar ke dadanya, dia merasakan sambaran segumpal angin yang menerjang kuat kuat sekali, tidak buang waktu segera berkelit dengan "Ku Co Hoan Sin" (Anak Ayam Memutar Badan), sebat bukan main kaki kirinya menyapu ke arah lambung lawan.

Namun, sama seperti yang dialami oleh pengemis yang seorang tadi, dengan tangan yang bergerak lamban dan sikap tenang sekali, tahu-tahu tangan lanannya menurun ke bawah, lalu masuk menerobos ke dada si pengemis. Sentilan perlahan mengenai dada si pengemis terjengkang berkelejatan, matanya mendelik, lidahnya terjulur dengan mulut berbusa, lalu pingsan tidak sadarkan diri !

Semua itu berlangsung hanya dalam beberapa detik saja, dan akibatnya sudah demikian hebat bagi pihak Thian Sin Cu. Tentu saja selain kaget. Thian Sin Ci dengan saudara-saudara seperguruannya jadi marah bukan main.

Orang bermuka kaku dingin seperti tidak acuh kepada semua pengemis yang berada disitu, dengan mata yang tajam seperti mata pisau dia menatap Thian Sin Cu. Suaranya tidak kalah dinginnya dari mukanya waktu menegur: "Apakah kedua manusia tak punya guna itu sudah mampus?"

Thian Sin Cu tidak bisa menahan kemarahannya. Sudah dua orang saudara seperguruannya dijatuhi dengan cara seperti tadi sekarang orang bermuka dingin seperti mayat bertanya seperti kepada kacungnya saja.

"Maaf. bolehkah kami mengetahui nama mu? Diantara kita tidak ada hubungan apa-apa, mengapa kau menurunkan tangan seperti itu kepada saudara-saudara seperguruanku ?" tegur Thian Sin Cu gusar, namun dia masih berusaha menahan diri.

Mata orang itu mencilak, mukanya bertambah dingin, dari sikapnya jelas ia tidak memandang sebelah mata kepada Thian Sin Cu.

"Kalian dari Kaypang, bukan ?" tegurnya.

"Benar."

"Hemm, kukira pangcu kalianpun tidak berani bersikap kurang ajar padaku !" dingin sekali suara orang bermuka seperti mayat tersebut "Cepat jawab pertanyaanku tadi !"

Naik darah Thian Sin Cu. Orang ini memang tampaknya bukan sembarangan kepandaiannyapun tampaknya tidak rendah. Tapi kalau dia bilang pangcu Kapjang tidak berani berkutik didepannya pasti adalah orang itu terlalu besar bicaranya.

Dan Thian Sin Cu bersama saudara-saudara seperguruannya bertambah gusar, karena merasa perkataan orang bermuka seperti mayat adalah penghinaan untuk mereka.

"Baiklah, aku Thian Sin Cu ingin meminta pengajaran dari kau !" kata Thian Sin Cu yang sudah tak bisa menahan diri lagi, tangan kanannya cepat luar biasa ingin mencengkram pundak orang itu dengan "Hui Po Liu Coan" (Air Tumpah Solokan Mengalir), dia bergerak sebat, tenaga dalamnyapun terlatih baik, sekali ini menyerang disaat tengah gusar, maka siapa yang kena dicengkram akan bahaya keselamatan jiwanya" sedikitnya tulang Pie-peenya bisa hancur kena dicengkram oleh tangan Thian Sin Cu.

Namun orang dengan muka seperti mayat benar-benar luar biasa. Menghadapi ancaman bahaya yang tidak ringan tersebut ia tetap tenang. Sedikitpun tubuhnya tidak bergerak berusaha untuk berkelit, kedua kakinya tetap ditempat tidak bergeser, hanya tangan kirinya mendadak terangkat, tahu-tahu dengan gerakan yang sulit diikuti oleh Thian Sin Cu maupun siapa saja, tangan kanannya melancarkan pukulan, sedangkan tangan kirinya seperti menahan tangan Thian Sin Cu.

Sebetulnya Thian Sin Cu dengan beberapa orang sutenya ini bukan orang-orang lemah. Di Kaypang mereka merupakan anggota yang bisa diandalkan, selalu bekerja dengan cemerlang. Jarang mereka rubuh ditangan lawan. Baru-baru ini saja mereka rubuh justru terbentur dengan Cu Lie Seng, pamor mereka seperti runtuh.

Mereka penasaran sekali. Dan disaat penasaran mereka belum berkurang, sekarang bertemu dengan orang yang mukanya dingin seperti mayat, yang tidak mau memberi tahukan nama maupun gelarannya. Hal ini benar-benar membuat Thian Sin Cu jadi bertambah penasaran.

Karenanya, waktu tangan orang yang mukanya seperti mayat itu menempel tangannya, dia mengempos semangatnya, tapi tenaga mendorongnya terbendung kuat, tidak bergerak maju lagi, bagaikan tangannya dibendung oleh selapis baja.

Kaget Thian Sin Cu, apalagi waktu itu tangan kanan lawannya menyambar datang kuat sekali. Dia berusaha menarik pulang tangannya, kembali hatinya mencelos kaget. Tangannya seperti menempel lekat tidak bisa ditarik terlepas dari tempelan tangan kiri lawannya, sedangkan tangan kanan lawan sudah menyambar dekat sekali.

Pada detik-detik yang berbahaya seperti itu, tidak pikir dua kali lagi Thian Sin Cu berseru nyaring dan mempergunakan "Lian Hoan- Tui" (Tendangan Berantai). kedua kakinya bergerak gerak cepat bukan main menendang secara berantai kedada dan lambung lawannya !

"Wutttttt! Dessssssss ! Bukkkkk !" Tubuh Thian Sin Cu tahu-tahu terpental, terguling ditanah dua kali, walaupun cepat sekali dia melompat bangun namun mukanya pucat pias dan kepalanya pusing.

Dia merasakan tenggorokannya anyir amis, segera sipengemis tahu dia akan muntahkan darah, dia menahannya, agar lawannya tak tahu dia sudah terluka didalam.

Akibat tendangan "Lian Hoan Tui" yang dilakukan Thian Sin Cu, yang celaka adalah Thian Sin Cu sendiri, sedangkan lawannya masih tetap berdiri tenang ditempatnya. Waktu kedua kaki Thian Sin Cu tadi menendang berantai, tangan kanan orang yang mukanya seperti mayat telah bergerak seperti titiran, dia lihay bukan main bisa menahan dan menarik pulang tenaga serangannya, memutar tangannya, segera terbentur dengan kedua kaki Thian Sin Cu berulangkali.

Benturan itulah yang membuat Thian Sin Cu terpental. Justru dari tangan kiri lawan Thian Sin Cu keluar hawa yang panas sekali, yang mendorong tangan Thian Sin Cu yang tadi ditempelnya, tenaga dalam lawan yang disalurkan menggelap lewat tangan kirinya itulah yang membuat Thian Sin Cu terluka didalam tidak ringan !

"Suheng...!" Berseru beberapa pengemis melompat ke dekat Thian Sin Cu. "Kau tidak apa- apa ?"

Thian Sin Cu menggeleng tidak berani menjawab, karena kalau dia bersuara, niscaya dia akan muntahkan darah segar. Beberapa pengemis lainnya melompat mengurung orang bermuka seperti mayat.

Orang yang mukanya dingin beku seperti mayat itu sudah melangkah tenang seperti tidak melihat pengemis-pengemis yang tengah mengepungnya, sekalipun dia tidak menoleh-kepada Thian Sin Cu, sikapnya benar-benar tidak memandang sebelah mata pada Thian Sin Cu.


Dia menghampiri Tung Yang dan Tung Im yang rebah tidak bergerak. Kaki kanannya menendang membalikkan tubuh Tung Yang, kemudian memperhatikan Tung Im. Bibirnya bergerak, ia tersenyum. inilah senyumnya yang pertama kali sejak kedatangannya disitu.

Tidak urung senyumnya itu merupakan senyuman yang bisa menggigilkan orang yang melihatnya, karena senyum itu seperti mengandung maut!

Setelah yakin Tung Yang dan Tung Im tidak bernapas lagi, dia memutar tubuh. Tajam sekali matanya mencilak: "KaIian tidak usah usil pergi ke Siauw Lim Sie, mengurus diri sendiri saja kalian belum tentu bisa, jangan mengurusi orang lain!" Dingin suara orang bermuka mayat.

"Tadi kau tanya siapa namaku, kalau memang nanti suatu saat kalian penasaran ingin mencariku untuk mengukur tenaga, carilah aku dikaki gunung Heng-san sebelah barat. Aku Poan Pian Thian (Si Setengahnya Langit) selalu akan memenuhi keinginan kalian !"

Setelah berkata begitu tubuhnya berkelebat, seringan sehelai daun kering, tidak bersuara dan terlalu cepat sekali, telah jauh dan akhirnya lenyap dari pandangan mata. Ternyata Poan Pian Thian mempergunakan "It Wie Touw Kiang" (Selembar Rumput Menyeberangi Sungai), ilmu meringankan tubuh kalangan atas yang sangat terkenal dikalangan Kangouw sebagai satu-satunya ilmu meringankan tubuh yang hanya bisa dikuasai jika seseorang sudah memiliki ginkang pada puncaknya!

Thian Sin Cu menggidik waktu mengetahui orang bermuka mayat itu tidak lain Poan Pian Thian, iblis yang paling sadis didalam Kangouw. Kalau sejak mula dia tahu yang dihadapinya adalah Poan Pian Thian, tentu dia tidak berani untuk mengadu kekuatan tenaga dalam, yang pasti ia berada disebelah bawah siiblis!

Cuma dia bersyukur dirinya tidak menerima tangan maut Poan Pian Thian, karena biasanya jika Poan Pian Thian turun tangan, tidak ada korbannya yang dibiarkan hidup !

"Uwahhh !" Thian Sin Cu memuntahkan darah segar yang sejak tadi ditahannya. Mukanya pucat pias. Kaget pengemis-pengemis yang lainnya. "Jangan panik," kata Thian Sin Cu dengan suara lemah. "Pergilah kalian pulang, beritahukan kepada Pangcu apa yang terjadi. Juga beritahukan perihal Poan Pian Thian yang kini nampaknya mulai muncul pula mengacau Kangouw. Aku akan berangkat berkunjung ke Siauw Lim Sie untuk melihat perkembangan apa yang sesungguhnya tengah terjadi di Kangouw! Tampaknya munculnya lagi Poan Pian Thian memiliki hubungan dengan pihak Siauw Lim Sie."

"Tapi suheng..." kata salah seorang diantara pengemis-pengemis itu. "Kau sedang terluka..."

Muka Thian Sin Cu berobah guram, "Ya, aku memang terluka cukup berat, hajaran Poan Pian Thian benar-benar berbahaya! Tetapi, kukira aku masih bisa bertahan... Nah, berangkatlah kalian, aku akan ke Siauw Lim Sie seorang diri saja !"

Pengemis-pengemis itu tidak tidak bisa membantah perintah sang suheng, mereka mengangguk. "Baiklah suheng," kata mereka hampir berbareng.

"Tapi suheng harus baik-baik menjaga diri... janganlah terlalu memaksakan diri jika memang kesehatan Suheng tidak mengijinkan untuk mendaki gunung ke Siau sit san."

Thian Sin Cu mengangguk. "Ya, akupun ingin berpesan kepada kalian, jika sudah sampai beritahukan pada Pangcu perihal pemuda she Cu itu, karena tampaknya Cu Lie Seng bisa menimbulkan badai dan gelombang dahsyat dalam kangouw! Apa yang telah kita ketahui dalam penyelidikan baru-baru ini, beritahukan dan laporkan kepada Pangcu, agar Pangcu bisa memberikan petunjuk apa yang harus kita lakukan lebih jauh di waktu mendatang...!"

Pengemis-pengemis itu mengangguk. Mereka berpisah. Sebelumnya beberapa orang pengemis menggali tanah mengubur mayat Tung Yang dan Tung Im. Sedangkan Thian Sin Cu berangkat seorang diri menuju ke Siong-san. Siauw Lim Sie, ia ingin mengetahui jelas apa yang tengah terjadi di dalam kalangan Kangouw.

Dihati kecilnya ia memiliki dugaan bahwa munculnya Poan Pian Thian, empat dedengkot iblis See-mo, Tong-mo. Pak-mo dan Lam-mo memiliki hubungan satu dengan yang lain, juga perihal si pemuda Cu Lie Seng.

Karenanya, walaupun, dia sedang terluka didalam tidak ringan, dia ingin memaksakan diri berangkat ke Siauw Lim Sie untuk menyelidiki segalanya di samping memenuhi pesan terakhir Tung Yang agar ia menemui Hongthio Siauw Lim Sie.

Tang Bun Siansu duduk dengan muka tidak memperlihatkan perasaan apapun, matanya menatap ke depan lurus-lurus kosong tidak bersinar, bibirnya perlahan bergerak-gerak, samar sekali terdengar ia mengucapkan beberapa patah perkataan. "Liong-kak.... telah muncul lagi... Liong-kak..."

"Omitohud !" Memuji Tang Sin Siansu, kemudian menghela napas dalam-dalam dengan hati yang berduka. la menoleh kepada Tang Lang Siansu dan Tang Lu Siansu yang berada di sampingnya, kedua adik seperguruannya itupun menunduk dengan wajah sedih. Mereka bertiiza merupakan pendeta-pendeta suci yang dihormati oleh seluruh pendekar Kangouw, yang sudah memiliki pengalaman dan latihan tinggi sekali, mereka selalu bisa mengendalikan perasaan agar tidak tampak pada muka masing-masing.

Namun sekali ini muka mereka memperlihatkan kemurungan yang sangat. Tang Bun Siansu, saudara seperguruan mereka telah dicelakai oleh seseorang secara aneh sekali, ia tidak cidera tubuhnya hanya seperti hilang ingatan dan selalu mengoceh tentang Liong-kak.


Tang Sin Siansu mengawasi Tang Bun Siansu sejenak, lalu menghela napas lagi. "Tang Sute, bagaimana pendapatmu ?" tanyanya. "Dan kau Tang Lu Sute, keadaan Tang Bun tampaknya mengkuatirkan! Dia terkena pukulan sejenis "Liong Beng Kun" (Pukulan Menembus), yang bisa menghancurkan syaraf ingatannya secara perlahan-lahan jika tidak segera menerima pengobatan yang tepat! Semakin keras dugaan Loheng bahwa DIA telah berhasil merampungkan ilmunya dan kini melanggar sumpahnya !"

Tang Lu dan Tang Lang Siansu mengangguk. "Tampaknya memang dugaan Suheng tidak salah. Kami pun menduga yang melakukan huru-hara selama ini tidak lain DIA! Diusahakan agar Siauw Lim Sie dengan Bu Tong Pay bentrok, coba menguasai Kangouw, dan menimbulkan kerusuhan di berbaga tempat, dengan memperluas jaringan kejahatannya dengan mengumpulkan pengikut-pengikutnya sebanyak mungkin! Tidak salah lagi, pasti DIA yang melakukan semua ini !"

Tang Sin Siansu menghela napas dengan muka murung, tampaknya pendeta alim ini sangat berduka.

"Siancai ! Tidak Loceng sangka akan tiba juga hari yang Loceng kuatirkan ! Kalau benar DIA berhasil merampungkan ilmunya, berat buat kita menghadapinya. Walaupun kita bergabung bertiga, belum tentu dapat mengatasinya! Seluruh ilmu kita diketahui oleh DIA. dan karenanya selama ini ada kekeliruan di mana kita tidak berusaha menciptakan atau menggubnh semacam ilmu untuk mengatasi "Liong Beng Kun"

"Suheng!" kata Tang Lu Siansu segera. "Jangan Suheng terlalu putus asa seperti itu" Mustahil kita bertiga tidak bisa menghadapi DIA? Walaupun ilmu "Liong Beng Kun"-nya sudah rampung, tidak mungkin dia bisa merubuhkan kita! Mungkin benar kita sulit mengatasinya, tapi diapun tidak akan mudah merubuhkan kita ! Kita tunggu saja sampai dia muncul memperlihatkan diri, sementara ini kita berusaha menyembuhkan luka Tang Bun Suheng !"

Tan Sin Siansu merangkapkan kedua tangarnya dengan sikap agak bingung, dia memuji kebesaran Sang Buddha. "Omitohud ! Tang Lu Sute, Kau rupanya lupa bahwa "Liong Ben Kun" merupakan ilmu ilmu pukulan yang bisa menghancurkan syaraf dalam 365 hari. jelasnya dalam satu tahun si korban bisa hancur mental dan akhirnya digerogoti oleh lukanya itu sampai pada ajalnya secara perlahan sekali !

Untuk menyembuhkan luka tersebut, kita harus mengorbankan latihan lwekang kita selama 10 tahun atau mungkin juga lebih. Kalau di saat kita tengah berusaha menyembuhkan luka Tang Bun Sute, lalu DIA muncul, bagaimana kita bisa menghadapinya di saat lwekang kita telah dikorbankan sebagian umuk penyembuhan Tang Bun Sute! Omitohud ! Omintohud!"

Belum pernah Tang Sin Siansu bingung seperti saat ini, di mana dia sulit mengambil keputusan. Sebetulnya sebagai Hongthio Siauw Lim Sie, memang agak aneh jika ia bingung menghadapi peristiwa yang menimpali Tang Bun Siansu.

Kepandaian Tang Sin Siansu sudah mencapai tingkat yang tinggi, demikian pula Tang Lu Siansu dan Tang Lang Siansu.

Jika mereka bertiga turun tangan, siapa yang bisa menghadapi mereka lagi? Namun sekarang tampaknya ada seseorang yang mereka segani, yang rupanya memiliki kepandaian yang tinggi sekali, sehingga Hongthio Siauw Lim Sie tersebut ragu-ragu, apakah mereka bertiga bisa merubuhkan si DIA itu !

Melihat Hongthio ini berduka, Tang Lu Siansu dan Tang Lang Siansu tak berani banyak bicara, mereka hanya menunduk dengan muka murung karena kedua pendeta alim Siauw Lim Sie inipun bingung dan berduka.

"Semua ini adalah kekeliruan kira berempat, Tang Lu Sute," kata Tang Sin Siunsu, "Selama Suhu belum mangkat, telah berulangkali berpesan agar kita bersiap-siap suatu saat menghadapi dan mengatasi DIA. Selama ini kita terlalu percaya pada sumpahnya, maka kita tidak pernah berusaha menggubah semacam ilmu yang bisa mengatasi ilmunya."

"Sekarang nasi sudah jadi bubur, kita harus berusaha untuk mengatasinya! Hanya yang membuat hati Loceng jadi berduka ia mengacau di dalam Kangouw, berarti banyak korban yang berjatuhan dari berbagai kalangan !"

"Sudahlah Suheng, kita tunggu sampai dia datang kemari, kita tegur padanya, jika dia tidak menerina teguran kita, barulah kita menempuh jalan lain..." Kata Tang Lang Siansu dengan suara perlahan.

"Siancai ! Siancai !" Tang Sin Siansu menghela napas sambil menggeleng beberapa-kali. "Itu cara yang tidak mungkin bisa diharapkan. Jika ia sudah muncul di sini, yang ada di hatinya hanyalah keinginan untuk menghancurkan Siauw Lim Sie! Dendamnya pada Suhu dan Siauw Lim Sie sangat besar, Suhu pernah mengusirnya dan memaksanya bersumpah untuk seumur hidupnya dia tidak akan menginjak Kangouw dan hidup mengasingkan diri di tepi pantai Huangho.

Jika memang kelakuannya tidak seburuk itu. tentu dia yang akan menjabat kedudukan Hongthio Siauw Lim Sie, karenanya dendamnya kepada Locengpun tentu sangat besar sekali. dianggap sudah merampas kedudukannya !"

Tang Lu dan Tang Lang Siansu menghela napas. Mereka benar-benar bingung, tidak tahu harus menghibur Suheng mereka.

Siapakah DIA yang dibicarakan Tang Sin Siansu bersama dengan kedua Sutenya ? Ternyata DIA yang dimaksud ketiga pendeta alim itu tidak lain adalah Tang San Siansu. Toasuheng atau kakak seperguruan tertua Tang Sin Siansu, Tang Bun, Tang Lang, dan Tan Lu Siansu.

Sebetulnya guru Tang Sin Siansu, yaitu Tai Giok Siansu. mempunyai lima orang murid, yaitu Tang San Siansu sebagai murid kepala, menyusul kemudian Tang Sin, Tang Bun, Tang Lang dan Tang Lu Siansu. Kelima murid Tai Giok Siansu, yang waktu itu menjabat sebagai Hongthio Siauw Lim Sie, merupakan pendeta-pendeta muda yang cepat sekali terkenal karena memiliki kepandaian yang tinggi.

Terutama sekali Tang San Siansu yang memiliki kecerdasan luar biasa. Tetapi sayangnya, Tang San Siansu mempunyai tabiat yang kurang bersih walaupun dia sudah mencukur rambut dan menjadi pendeta.

Semula Tai Giok Siansu tidak menyadari tentang perangai buruk murid kepalanya, ia memang sudah mempersiapkan Tang San Siansu sebagai calon penggantinya menjadi Hongthio, ini memang peraturan Siauw Lim-Sie, di mana murid kepala yang harus menggantikan kedudukan gurunya sebagai Hongthio.

Tetapi akhirnya Tai Giok Siansu mendengar tentang tabiat buruk murid kepala ini, di mana Tang San Siansu secara diam-diam ternyata seringkali turun gunung melakukan perbuatan tak senonoh, memperkosa membunuh dan Iain-lain perbuatan tidak terpuji.

Bukan kepalang gusarnya Tai Giok Siansu, ia merasa malu dan kecewa, pendeta alim ini merasa muka leluhur Siauw Lim Sie dicorengkan oleh perbuatan Tang San Siansu.

Beruntung Tang San Siansu belum diresmikan sebagai Hongthio Siauw Lim Sie kalau hal itu terjadi niscaya keadaan bisa menjadi tambah merepotkan. Segera juga Tang Sin Siansu dipilih Tai Giok Siansu sebagai calon penggantinya, bahkan seminggu kemudian diumumkan perihal pengangkatan Tang Sin Siansu sebagai Hongthio Siauw Lim Sie yang baru.

Sejak mengetahui sepak-terjang murid pertamanya yang tidak senonoh itu, Tai Giok Siansu walaupun gusar, tidak menegurnya. la ingin menangkap basah. Karenanya Tang San Siansu tidak mengetahui bahwa gurunya sudah mengendus perbuatan busuknya. Ketika mengetahui jabatan Hongthio Siauw Lim Sie diserahi pada Tang Sin Siansu, adik seperguruannya yang nomor dua, meledak kemarahan dan kecewa Tang San Siansu.

la penasaran bukan main, sebab sebelumnya sudah yakin dirinya yang berhak menggantikan kedudukan gurunya sebagai Hongthio Siauw Lim Sie.

Tentu saja marah kepada gurunya tidak mungkin. Juga tidak mungkin menumpahkan kekecewaannya pada adik seperguruannya. Maka akhirnya Tang San Siansu dalam keadaan penasaran serta kecewa turun gunung, la mengumbar kekecewaan hatinya dengan memperkosa dua orang wanita dan membunuh belasan orang ! Entah mengapa, mendadak saja ia berubah seperti iblis yang paling sadis di dunia ini, dengan topeng sebagai pendeta yang alim !

Waktu Tai Giok Siansu mempersiapkan Tang San Siansu sebagai Calon Hongthio Siauw Lim Sie pada lima tahun yang lalu, ia sudah mewarisi ilmu mujijat ciptaannya "Liong Beng Kun" (Pukulan Naga Menembus) yang sebetulnya merupakan salah satu ilmu paling dahsyat.

Sebagai calon Hongthio, tentu saja Tang San Siansu harus dipersiapkan sebaik-baiknya, dengan mewarisi ilmu silat terhebat Siauw Lim Sie. Selama lima tahun itu Tang San Siansu berlatih giat sekali, ia sudah menyelesaikan delapan bagian dari ilmu pukulan "Liong Beng Kun". Dua bagian lagi merupakan yang tersulit untuk dipelajari, mungkin hams memakan waktu 10 tahun melatih sampai menguasai benar-benar ilmu pukulan itu.

Hasil yang diperoleh Tang San Siansu, walaupun baru delapan bagian menguasai "Liong Beng Kun", sudah memuaskan Tai Giok Siansu, kini justru ia mengetahui sepak terjang Tang San Siansu yang tercela. Sang guru kecewa serta menyesal ia sudah mewarisi ilmu mujijat yang sangat dahsyat "Liong Beng Kun" kepada murid tertuanya.

Dalam keadaan kecewa. Tai Giok Siansu menyerahkan kedudukan Hongthio kepada Tang Sin Siansu, ia tidak menurunkan lagi ilmu pukulan "Liong Beng Kun" kepada Tang Sin Siansu, hanya berpesan agar dalam berbagai kesempatan Tang Sin Siansu harus berlatih diri sebaik mungkin dan berusaha menciptakan semacam ilmu untuk mengatasi "Liong Beng Kun" Tang San Siansu.

Menurut Tai Giok Siansu, selama ia masih hidup tentu Tang San Siansu tidak berani berbuat sesuatu, memang gurunya masih bisa mengatasinya. Tapi jika ia sudah mangkat, jelas Tang Sin Siansu bukan jadi tandingan Tang San Siansu, walaupun ia di warisi ilmu pukulan "Liong Beng Kun."

Tang San Siansu sudah lima tahun lebih dulu mempelajari ilmu itu, maka akan sia-sia saja kalau Tang Sin Siansu mulai mempelajari ilmu yang sama, ia tetap akan tertinggal oleh sang suheng. Tai Giok Siansu cuma memberitahukan kunci-kunci terpenting "Liong Beng Kun" kemudian memerintahkan muridnya berusaha menciptakan semacam ilmu silat baru untuk mengatasi "Liong Beng Kun "

Malam itu ketika Tang San Siansu menumpahkan amarah dan kecewanya pada penduduk di kaki gunung, dua wanita diperkosa dan belasan orang laki-laki menjadi korban tangan mautnya, sesungguhnya Tai Giok Siansu tengah bersemedhi. Seorang pendeta muda Siauw Lim Sie ysng selama ini diperintah Tai Giok Siansu untuk mengawasi gerak-gerik Tang San Siansu, datang melapor bahwa Tang San Siansu tengah menyebar maut di kaki gunung.

Tidak berayal lagi Tai Giok Siansu berangkat turun gunung dengan hati berduka. iapun bisa menangkap basah murid kepalanya ketika Tang San Siansu sedang menyiksa seorang korbannya yang nantinya akan dibunuhnya juga. Bukan kepalang kagetnya Tang San Siansu, dia berusaha untuk melarikan diri.

Tapi Tai Giok Siansu sudah mencapai puncak tertinggi ilmu Siauw Lim Sie, muridnya mana bisa lepas dari tangannya. la berhasil menangkap Tang San Siansu setelah sebelumnya melukai sang murid dengan salah satu jurus ilmu pukulan "Liong Beng Kun"

Dalam keadaan terluka parah Tang San Siansu dibawa pulang ke kuil, Tai Giok Siansu mengumpulkan murid-murid Siauw Lim Sie dari berbagai tingkat, memberitahukan dosa-dosa yang dilakukan Tang San Siansu, kemudian tangan kanan pendeta alim itu terangkat akan menenuk kepala Tang San Siansu, ia ingin menghukum mati murid murtad tersebut didepan murid-murid Siauw Lim Sie lainnya.

Tang Sin Siansu, Tang Bun. Tang Lang, dan Tang Lu berempat cepat-cepat maju berlutut didepan guru mereka memohonkan pengampunan buat Tang San Siansu, walaupun bagaimana mereka masih memiliki ikatan persaudaraan dalam perguruan, yang selama belasan tahun terpupuk, karenanya mereka tidak tega kalau Tang San Siansu harus menerima kematian secara demikian.

Tangan Tai Giok Siansu yang tengah meluncur jadi berhenti di tengah jalan, mukanya murung dan hatinya sangat berduka. "Kalau Tang San mau bersumpah tidak akan melakukan perbuatan tercela seumur hidupnya, ia kuampuni !"

Tang San Siansu semula yakin jiwanya sulit dilindungi, tidak disangka dalam detik-detik menentukan itu gurunya merobah keputusan. Dia segera menangis dan bersumpah selanjutnya tidak akan melakukan perbuatan tercela.

"Baik," kata Tai Giok Siansu. "Selanjutnya kau akan kutempatkan ditepi pantai Barat-daya sungai Huangho, seumur hidupmu tidak boleh meninggalkan lembah kecil yang terdapat disitu!"

Tangan Tai Giok Siansu meluncur turun menepuk pundak Tang San Siansu, murid itu meringis menahan kesakitan yang hebat, karena tepukan gurunya sudah memunahkan sebagian ilmu silat dan tenaga dalamnya.

Memang maksud Tai Giok hendak memusnahkan seluruh ilmu silat Tang San Siansu, agar selanjutnya ia menjadi manusia bercacad tak berguna. Namun disaat tangannya hampir menepuk pundak sang murid, dikepala Tai Giok Siansu berkelebat ingatan akan hubungan guru dan murid yang selama ini ia sangat memanjakan murdnya tersebut. Maka hatinya tergoncang.

Tenaga tepukannya ditarik pulang sebagian, dia memukul tidak sepenuh kekuatan, maka hanya dua bagian ilmu silat Tang San Siansu yang musnah. Tai Giok Siansu didetik menentukan itu merasa sayang kalau harus memusnahkan seluruh ilmu silat murid murtad ini, yang selama ini bersusah payah telah dilatihnya.

Lagi pula, sebagai pendeta alim yang welas asih, dia masih berharap muridnya yang seorang ini bisa menepati sumpahnya dan merobah kelakuannya menjadi baik.

Waktu pundak Tang San Siansu terpukul telapak tangan, gurunya, ia menjerit tertahan dengan muka menahan kesakitan hebat dan pingsan tidak sadarkan diri.

"Dia akan pingsan selama tiga hari, setelah siuman, sementara waktu dia tidak bisa melakukan sesuatu yang berarti. Tang Bun, Tang Lu, kalian berdua bawa dia kelembah kecil ditepi sungai Huangho, dihutan kecil bernama "Hie Lim" Rimba Bermain). disana terdapat sebuah rumah, dimana dulu aku pernah mengasingkan diri selama setahun. Tempatkan Tang San disana, buatkan rantai besi, kedua tangan dan kakinya dirantai ! Jika selama sepuluh tahun ia benar-benar berkelakuan baik, barulah rantai besi itu dilepaskan dan jika dua puluh tahun dia sudah insyaf diperbolehkan kembali ke Siauw Lim Sie!"

Tai Giok Siansu selesai berpesan begitu, melangkah pergi. Waktu tiba digerbang Siauw Lim Sie, mendadak tangan kanannya bergerak keatas, dan ""ceppp" dua jari tangannya jari telunjuk dan jari tengahnya telah "menancap" dalam sekali ke matanya. mengorek kedua biji matanya, sendiri sehingga darah mengucur deras dari matanya.

"Suhu...!" memekik Tang Sin Siansu dan yang lainnya, mereka berlutut dan menangis. Guru mereka berlaku nekad membutakan matanya sendiri itu disebabkan terlalu berduka dan kecewa, disamping merasa malu karena gagal mendidik murid kepalanya, yang sepak terjangnya berbeda dan bertentangan dari yang diharapkannya.

Kegagalannya ini menimbulkan kedukaan yang tak terobati, karena Tai Giok Siansu merasa malu pada leluhur Siauw Lim Sie. Tanpa menoleh dan tidak perduli pada murid-murid Siauw Lim Sie yang menangis sambil berlutut.

Tai Giok Siansu melangkah pergi dan akhirnya lenyap di balik tebing. Sejak saat itu tidak seorangpun murid Siauw Lim Sie yang mengetahui di mana dan kemana perginya Tai Giok Siansu... Sedangkan Tang San Siansu dua hari kemudian dibawa ke "Hie Lim" yang ada di tepi pantai Huangho, sebuah rimba yang terkenal sekali keindahan maupun keanehan letak kedudukannya.

Dua orang pendeta Siauw Lim Sie ditempatkan di sana untuk melayani Tang San Siansu. Tetapi cuma dua tahun Tang San Siansu terkekang kebebasannya seperti itu, karena pada suatu hari ia berhasil memutuskan rantai besi yang mengekang kebebasan tangan maupun kedua kakinya, bahkan dua orang murid Siauw Lim Sie dibunuhnya, kemudian menghilang tanpa meninggalkan jejak.

Ketika Tang Sin Siansu perintahkan seorang murid Siauw Lim Sie tingkat ketiga pergi menengoki Toasusiokcouw, murid itu jadi kaget tak terkira menemukan dua saudara seperguruannya menggeletak tak bernapas lagi dengan kepala yang hancur.Sedangkan Tang San Siansu sudah menghilang. Cepat-cepat dia pulang kekuil dan memberikan laporan kepada Hongthionya.

Peristiwa Tai Giok siansu sudah menghukum murid kepalanya dan kemudian membutakan kedua matanya merupakan kejadian hebat yang pernah terjadi di Siau Lim Sie, dimana Tai Giok Siansu pergi meninggalkan kuil entah kemana tidak diketahui lagi.

Peristiwa tersebut dirahasiakan ketat sekali, hanya murid-murid Siauw Lim Sie yang mengetahui, dan itupun tidak pernah dibicarakan mereka. Menghilangnya Tang San Siansu dari tempat ia menjalani hukumanku di "Hie Lim" membuat Tang Sin Siansu dan yang lainnya jadi sibuk berusaha mencari si Toasuheng.

Tapi selama itu tidak juga berhasil menemukan jejak Tang San Siansu, yang menghilang dan tidak ada kabar beritanya. Entah dimana Tang San Siansu bersembunyi.

Sekarang melihat luka yang diderita Tang Bun Siansu, maka Tang Sin Siansu tidak bisa menyangkal kenyataan bahwa luka itu akibat pukulan "Liong Beng Kun" dan yang paham "Liong Beng Kun" hanya Tang San Siansu, disamping guru mereka Tai Giok Siansu !

Tenaga pukulannya pun sangat mengejutkan, memperlihatkan latihan yang sudah tinggi sekali, mungkin Tang San Siansu sudah merampungkan latihan "Liong Beng Kun" nya.

Tang Sin Siansu menghela napas dalam-dalam. "Ya, sute, kita memang hanya menantikan kedatangannya, dimana suatu saat kelak ia pasti muncul di hadapan kita !"

Tang Lang dan Tang Lu siansu menghela napas, mengundurkan diri. Tang Sin Siansu berdiri dengan muka berduka, mengawasi Tang Bun Siansu yang rebah di bantalan tikar di depannya, mulut Tang Bun Siansu masih terus menggumam dengan ocehan tidak karuan: "Liong-kak... Ya, Liong-kak telah muncul ..."

Tang Sin Siansu menunduk berduka, ia bersusah hati. Mendadak di kepalanya berkelebat serupa ingatan, mukanya sejenak menjadi terang, namun kemudian guram lagi dergan sepasang alis mengkerut. Dihampiri pintu, memanggil seorang hwesio muda "panggil Giok Han menghadap Loceng !" perintah Tang Sin Siansu.

Hwesio muda itu segera melaksanakan perintah. Giok Han tidak berani berayal menghadap Susiokcouwnya. Ketika sampai di kamar Susiokcouwnya, ia berdiri dengan sikap hormat. Tang Sin Siansu tengah mengawasi Tang Bun Siansu yang masih terus mengoceh tidak karuan.

"Susiokcouw... apakah ada perintah untukku?" tanya Giok Han dengan perasaan heran.

Tang Sin Siansu memutar tubuhnya, menghela napas wajahnya memancarkan kedukaan mendalam, sehingga tampaknya pendeta alim Hongthio Siauw Lim Sie ini bertambah tua melebihi dari usia sebenarnya. Belum pernah Giok Han melihat muka Susiokcouwnya seperti itu, karena biasanya berseri sehat dan memerah segar.

"Duduklah, Giok Han !" Tang Sin Siansu menunjuk ke tikar yang ada di depannya, dia sendiri duduk di tikar bersulam bunga teratai. "Ada yang ingin kubicarakan dengan kau."

Hati Giok Han diliputi tanda-tanya, tapi dia tidak berani rewel, cepat-cepat duduk di tikar yang satunya, menunggu apa yang akan diperintahkan Susiokcouwnya.

Tang Sin Siansu mengawasi Giok Han. Anak ini masih kanak-kanak, masih kecil sekali. Apa mungkin harapannya bisa diletakkan pada pundak anak ini? Tapi, mengingat Giok Han sangat cerdas, masih ada harapan yang bisa dijadikan pegangan dalam kesulitannya ini.


Diawasi oleh Susiokcuwnya seperti itu, Giok Han jadi kikuk dan hatinya semakin tidak tenang. Belum pernah Susiokcouwnya mengawasinya seperti sekali ini. Sinar mata Hongthio itupun sangat tajam, sehingga Giok Han menunduk dengan hati agak menggigil-Sinar mata itu seperti hendak menyusup ke dalam hati Giok Han.

"Sudah setahun kau menjadi murid pintu perguruan ini," tiba-tiba Tang Sin Siansu memecahkan kesunyian. "Selama itu tampak jelas kau tekun berlatih diri."

"Ya, Susiokcouw... berkat petunjuk Susiokcouw dan Suhu..." menyahuti Giok Han ragu-ragu, katena dia belum mengetahui apa maksud Susiokcouwnya memanggilnya menghadap.

"Apakah selama setahun ini ksu sudah mempelajari cukup ilmu silat Siauw Lim ?" tanya Tang Sin Siansu.

Tidak berayal lagi Giok Han berlutut.

"Tecu mohon petunjuk Susiokcouw mungkin selama ini Tecu melakukan suatu kesalahan!"

Tang Sin Siansu menghela napas.

"Duduklah, Giok Han !" sabar suaranya, mukanya tidak kaku seperti tadi. Setelah Giok Han duduk kembali, Tang Sin Siansu melanjutkan perkataannya: "Sebagai murid Siauw Lim Sie, tentu cita-citamu ingin mempelajari ilmu silat Siauw Lim Sie yang tertinggi, bukan ?"

"Benar, Susiokcouw."

"Tetapi tahukah kau bahwa Siauw Lim Sie memiliki 108 macam ilmu silat, yang setiap muridnya tidak mungkin bisa mempelajari sekaligus ilmu-ilmu itu yang beraneka ragam. Paling banyak hanya satu dua macam ilmu silat Siauw Lim Sie yang dipilih untuk diyakini dan dilatih sampai sempurna, itupun sudah lebih dari cukup sehingga dalam kalangan Kangouw sulit orang menandinginya. Jika kau bercita-cita mempelajari ilmu silat Siauw Lim Sie yang tertinggi, berarti kau harus memilih satu dari 108 macam ilmu silat Siauw Lim Sie. kemudian melatihnya sebaik mungkin, pasti kelak kau bisa memperoleh kemahiran dan kesempurnaan untuk ilmu silatmu. Tapi jika kau mempelajari bermacam-macam ilmu silat Siauw Lim, tidak satupun pada akhirnya yang bisa kau yakini dengan mahir. Kau mengerti, Giok Hm ?"

"Mengerti, Susiokcouw."

"Sudah berapa jauh gurumu mengnjrrkan ilmu silat Siauw Lim kepadamu?" tanya Tang Sin Siansu. "Coba kau jalankan untuk Lo-ceng lihat. sampai dimana kemajuan yang sudah kau peroleh !"

Giok Han tidak berani berayal, dia memberi hormat kepada Susiolcouwnya, kemudian menjalankan ilmu pukulan dasar Siauw Lim Sie yang bernama Cap Peh Lo Han Kun, setelah selesai menjalani seluruh Jurus Cap Peh Lo Han Kun yang berjumlah 108 jurus ini, Giok Han menyusuli dengan jurus-jurus Sin Wan Kun, kemudian disusul dengan Tat Mo Kun hoat.

Tang Sin Siansu mengawasi dengan cermat, mukanya tampak terang sejenak, karena dilihatnya walaupun masih kecil, Giok Han sudah bisa menjalankan jurus-jurus Cap Peh Lo Han Kun, Sin Wan Kun maupun Tat Mo Kunhoat dengan baik. Hanya yang kurang adalah tenaganya, karena itu pukulan-pukulan yang dilakukan Giok Han seperti kembang-ilmu silat Cap Peh Lo Han Kun, Sin Wan Kun maupun Tat Mo Kun-hoat. merupakan ilmu pukulan yang hebat, tapi masih kosong di dalam karena tiaak disertai oleh kekuatan berarti !

Setelah membawakan jurus-jurus ilmu silat yang pernah dipelajarinya dari Wie Sin Siansu. Giok Han berlutut di depan Tang Sin Siansu sambil menganggukkan kepalanya. "Harap Susiokcauw mau memberikan petunjuk pada tecu...!"

"Ya, akan kupenuhi keinginanmu !" kata Tang Sin Siansu sambil mengulurkan tangan kanannya. "Kau sambuti tangan Loceng !"

Giok Han terkesiap kaget tak terhingga, karena ia merasakan dari tangan Hongthio Siauw Lim Sie mengalir hawa yang panas luar biasa kepundaknya.

Dia tengah berlutut, sekarang pundaknya hendak ditepuk oleh Susiokcouw, dia kaget namun tidak berani mengelak. Dia diam saja, cuma merasa heran apa sebetulnya yang diinginkan Susiokcouw ini.

Melihat Giok Han tetap berlutut tidak memberikan reaksi atas serangannya, Tang Sin Siansu menahan tangannya. "Sambuti tangan Loceng !"

Giok Han ragu ragu, namun Tang Sin Siansu sudah membentak, sekali ini suaranja keras: "Ayo pergunakan ilmu silat yang telah kau pelajari !"

Kaget Giok Han dibentak begitu, terlebih lagi Tang Sin Siansu sudah meneruskan tangannya meluncur menyambar ke pundak Giok Han. Dia sampai merasakan kulit punggungnya seperti terbakar api karena hawa pukulan itu terlalu panas.

Tidak buang waktu lagi Giok Han menghindarkan pukulan tangan Tang Sin Siansu dengan memiringkan tubuh bagian atas keki-ri dan kanan terayun. Dia dalam keadaan berlutut, maka lututnya tetap dilantai, hanya bagian tubuh sebelah atas, mulai dari pinggang keatas, bergerak-gerak berayun kekiri kanan dengan jurus "Cun Ma Pun Coan" atau "Kuda Bagus Mengejar Mata Air", dia berusaha untuk mengelakkan. Tapi, tahu tahu punggungnya panas bukan main, sampai dia menjerit karena sakitnya luar biasa, disusul oleh tubuhnya terpental.

Sebelum tubuhnya terbanting, Giok Han merasakan pinggulnya seperti disanggah oleh suatu kekuatan, kemudian turun perlahan-lahan, sehingga tidak sampai menderita kesakitan lagi.

Tang Sin Siansu menghela napas dengan muka muram, menggelengkan kepalanya berulang kali, "Tampaknya keinginanku akan terbentur berbagai kesulitan..."

Giok Han bangkit sambil meringis, kemudian maju berlutut didepan Susiokouwnya tersebut. ..Mohon Couwsu memberikan petunjuk !" kepalanya dimanggutkan beberapa kali.

"Dasar ilmu silatmu masih terlalu lemah. Mungkin berlatih tiga tahun lagi barulah bisa mempelajari ilmu yang berarti. Tiga tahun terlalu lama untuk mengatasi kesulitan yang tengah kami hadapi !" Tang Sin Siansu menghela napas dengan muka yang muram.

Giok Han tetap berlutut mendengarkan terus tanpa berani bertanya.

"Giok Han," kata Tang Sin Siansu lagi kemudian, suaranya terdengar jauh lebih sabar dari sebelumnya, "Dengarkanlah baik-baik ! Kita tengah menghadapi kesulitan. Kau belum mengetahui, bukan ? Pintu perguruan kita tengah menerima ancaman dari seseorang, yang memiliki semacam ilmu silat yang sukar dihadapi. Selama belasan tahun ini memang Loceng tengah mempersiapkan semacam ilmu silat, untuk mengatasi ilmu silat orang yang hendak meruntuhkan Siauw Lim Sie, cuma Loceng belum sempat merampungkannya. Sengaja Loceng menciptakan ilmu silat itu, untuk dipelajari oleh orang lain, bukan oleh Loceng. Orang yang akan mengacau dan memusuhi Siauw Lim Sie masih memiliki hubungan dekat dengan loceng, karenanya tidak mungkin Loceng yang mempelajari ilmu itu, sebab sekali saja perasaan dan hati tergoncang disaat pertempuran berlangsung, bisa membahayakan.

Disebabkan itu yang melatih ilmu itu harus orang lain, tugasnya kelak menghadapi orang yang memusuhi Siauw Lim Sie itu. Dia memiliki semacam ilmu silat yang diberi nama "Liong Beng Kun", semacam ilmu yang terlalu dahsyat, jika disalah gunakan dengan cara-cara menyeleweng, bisa tersesat dan berobah menjadi semacam ilmu yang paling sadis didalam dunia ini.

Loceng sengaja telah menciptakan semacam ilmu, yang Loceng beri nama "Sin Beng Kun" (Ilmu Pu-kulan Malaikat). vang bisa dipelajari selama lima tahun. Dalam keadaan mendesak seperti sekarang, sedapat mungkin hurus diyakini dalam tiga tahun!"

Bercerita sampai disitu Tang Sin Siansu berhenti sejenak, muram sekali mukanya. Tampaknya hati pendeta alim yang sudah lanjut usia ini tertekan perasaannya oleh suatu masalah yang sangat sulit. Giok Han tidak berani bertanya, cuma memasang kuping buat mendengarkan terus cerita Hongthionya.

Dia makin bingung dan heran, entah apa maksud Hongihionya dengan ceritanya tersebut? Juga ada hubungan apa dirinya dengan peristiwa yang tengah terjadi dimana menurut Tang Sin Siansu bahwa Siauw Lim Sie akan kedatangan seorang musuh ?

Mengapa Hongthio Siauw Lim Sie ini menceritakan padanya perihal ia menciptakan semacam ilmu pukulan yang diberi nama "Sin Beng Kun". sedangian G.ok Han masih terlalu kecil, juga baru setahun menjadi murid Siauw Lim Sie ?

"Giok Han, sekarang Loceng ingin bertanya kepadamu, kau harus menjawab yang jujur !" kata Tang sin Siansu sambil mengawasi Giok Han.

"Ya, Susiokcouw," menyahuti Giok Han. "Tanyalah Susiokcouw."

"Kalau Siauw Lim Sie terancam bahaya besar dan kami ingin minta kau menghadapi musuh, apakah kau bersedia melaksanakan perintah itu ?"

Kaget Giok Han. Pertanyaan seperti ini tidak pernah terpikir olehnya, Cepat-cepat dia berlutut. "Susiokcouw, walaupun harus terjun kedalam minyak panas atau rimba golok, tecu pasti melaksanakan perintah. Tapi, tecu... tecu merasa belum memiliki kepandaian berani untuk melakukan sesuatu, apalagi harus menghadapi musuh... masih banyak suheng-suheng lainnya yang lihay"

Tang Sin Siansu tersenyum, tapi senyumnya itu kecut dan mengandung kedukaan, "Ya memang kalau diminta sekarang kau menghadapi seorang musuh, tidak usah selihai musuh yang pasti akan datang mengacau kemari, cukup musuh yang memiliki kepandaian biasa saja, tentu kau tidak bisa menghadapinya ! Tetapi sekarang ini justeru kau akan Loceng persiapkan selama tiga atau empat tahun, melatih ilmu pukulan yang baru Loceng ciptakan, yaitu Sin Beng Kun, sehingga kelak jika sudah menguasai ilmu itu kau bisa menghadapi musuh yang akan datang mengacau kemari...!"

Giok Han tetap berlutut sambil memanggut-manggutkan kepalanya. "Perintah Susiok-couw tidak berani tecu bantah... silahkan Susiokcovw peiintahkan saja !"

"Bagus ! Tahukah kau mengapa Loceng memilih kau?" tanya Tang Sin Siansu.

Giok Han menggeleng sambil mengawasi Susiokcouwnya.

Tang Sin Siansu menghela napas dalam-dalam. "Persoalan yang sebenarnya nanti akan Loceng beritahukan jika kau sudah selesai mempelajari Sin Beng Kun. Loceng memilih kau karena mengingat kau memiliki kecerdasan yang cukup. Yang terpenting, kau baru setahun menjadi murid kami, sehingga kau masih murni, baru memiliki dasar ilmu silat kami, Jika kau sudah memilih salah satu macam ilmu silat Siauw Lim Sie dan sudah meyakininya lima atau sepuluh tahun, sudah sulit untuk mendidikmu melatih Sin Beng Kun! Memang terdapat kekurangan padamu, usiamu masih terlalu muda, belum memiliki dasar Lwekang yang cukup! Namun Loceng akan berusaha menambal kekurangan-kekurangan tersebut ! Nah, sekarang kau duduklah, dengarkan baik pesan Loceng !"

Giok Han dudak di tempatnya dan mendengar baik-baik pesan Susiokcouwnya.

"Mulai malam ini, setiap kentongan kedua kau harus datang ke mari untuk menerima pelajaran langsung dan Loceng. Tapi semua ini harus kau rahasiakan, gurumu pun jangan diberitahu ! Rahasia ini harus kau pegang biar teguh. jika ada yang mengetahui hal ini. berarti jodoh kita habis sampai di situ dan Loceng tidak akan mengajarkan Sin Beng Kun lebih jauh! Kau bisa melaksanakan perintah Loceng, agar memegang teguh rahasia ini, Giok Han?"

"Bisa. Susiokcouw, Kalau tecu membocorkan rahasia ini. biarlah tecu mati ditikam seribu mata pedang !" menyahuti Giok Han, yang girang bukan main mengetahui Susiokcouwnya akan mewarisi ilmu silat ciptaannya, inilah bermimpipun dia tidak berani mengharapkannya.

Tang Sin Siansu tersenyum. "Tidak usah bersumpah, cukup kalau kau berjanji tidak akan membocorkan rahasia ini, itupun sudah lebih dari cukup." kata pendeta alim tersebut "Loceng perlu menegaskan di sini bahwa mempelajari Sin Beng Kun harus disertai ketekunan, tidak boleh main-main, harus bersungguh-sungguh. Memang berat mempelajari Sin Beng Kun, apa lagi Locengpun akan menggembleng Lwekangmu, karenanya mulai sskarang kau harus mencurahkan seluruh perhatian pada pelajaranmu ..."

Giok Han berjanji. Dan menang mulai malam itu ia banyak menerima petunjuk dari Tang Sin Siansu. Besok malamnya, dia mulai menerima pelajaran Sin Beng Kun dari Tang Sin Siansu. Bahkan bukan hanya Sin Beng Kun saja yang diajarkan Tang Sin Siansu, pendeta tua itu menurunkan pelajaran lwekang Siauw Lim Sinkang yang tertinggi, ilmu tenaga dalam tingkat atas.

Memang pada mulanya Tang Sin Siansu memupuk dasar Giok Han agar kuat, baru lewat dua bulan dia mulai serius dengan setiap jurus yang diturunkannya.

Setiap malam Giok Han datang secara diam-diam ke kamar Tang Sin Siansu. Tidak seorangpun mengetahui hai tersebut, sampai suheng-suhengnya pun tidak mengetahui.

Selama kepergian Wie Sin Siansu dengan beberapa orang saudaranya seperguruannya, maka yang mengamati dan mendidik Giok Han suheng-suhengnya. di samping sekali-sekali Tang Ling, Tang Lu dan Tang Sin Siansu bertiga suka juga memberikan petunjuk.

Kini memang secara langsung Tang Sin Siansu menangani menggembleng anak itu, kemajuan yang dicapai oleh Giok Han pesat sekali. Selama itu ia tetap merahasiakan terhadap siapapun juga, bahwa ia tengah mempelajari Sin Beng Kun dari Tang Sin Siansu.

Tang Sin Siansu sengaja memilih Giok Han karena di samping anak itu sangat cerdas, juga ia belum menerima pelajaran berani di pintu perguruan Siauw Lim Sie, masih kosong. Dengan demikian lebih mudah untuk "diisi" oleh pelajaran Sin Beng Kun, berarti anak ini bisa menghayati sepenuhnya pelajaran Sin Beng Kun tersebut.

Dugaan Tang Sin Siansu tidak meleset. Giok Han bisa menerima semua yang diajarkannya dengin baik, Bahkan jauh lebih cepat dari dugaan semula. Dalam waktu tiga bulan lebih. Giok Han sudah berhasil menghafal Kauw-koat (teori) Sin Beng Kun. Mungkin diperlukan waktu lima tahun untuk Giok Han benar benar menguasai setiap jurus Sin Beng Kun.

Memang cukup lama, tapi bagi Tang Sin Siansu tampaknya tidak terlalu kesusu mendicik anak ini. Tang San Simsu belum lagi kepastian kapan muncul di Siauw Lim Sie untuk mengacau, selama Tang San Siansu belum muncul, selama itu pula Giok Han memiliki kesempatan untuk menerima gemblengan Tang Sin Siansu memperdalam Sin Beng Kun.

Pagi itu Giok Han berlatih diri di luar kuil. Tubuhnya melompat gesit kesana kemari. Lincah bukan main. Dia berlatih seorang diri, dan akhirnya melatih Sin Beng Kun. Telah dipelajari beberapa jurus Sin Beng Kun, dengan tekun setiap ada kesempatan Giok Han selalu melatihnya.

Mendadak Giok Han merasakan sambaran tangan yang kuat sekali pada lengannya. Dia tidak sempat mengelak dari tangan orang itu, tahu-tahu tubuhnya dilemparkan ke tengah udara.

Hati Giok Han tercekat kaget, pasti dia celaka kalau orang yang melemparkannya ke tengah udara itu musuh yang mencelakakan nya. Tapi waktu Giok Han hendak ber-poksay (salto), terdengar suara gelak tertawa yang Giok Han kenal benar suara tertawa itu.

"Suhu.. . !" Teriak Giok Han ketika tubuhnya sedang meluncur turun.

Orang yang melemparkan Giok Han ke tengah udara masih tertawa, tapi tangannya menyambuti tubuh Giok Han, menurunkannya. Cepat-cepat Giok Han dengan girang berlutut memberi hormat kepada gurunya, karena orang itu memang tidak lain dari Wie Sin Siansu, yang sudah kembali ke Siauw Lim Sie setelah kepergiannya sekian lama.

Di samping Wie Sin Sansu tampak Wie Khie Siansu, Wie Un Siansu dan yang lainnya, semuanya mengawasi Giok Han sambil tersenyum. Giok Han tidak berayal memberi hormat kepada paman-paman gurunya.

"Bagus ! Tampaknya kau sudah memperoleh kemajuan pesat, Giok Han !" kata Wie Sin Siansu sambil mengusap-usap kepala anak itu. "Coba kau perlihatkan lagi padaku, berapa jauh kemajuan yang Sudan kau peroleh !"

Giok Han rnengiyakan dan menjalankan ilmu silat yang telah dipelajari selama ini. Waktu menyaksikan muridnya bersilat, muka Wie Sin Siansu berseri-seri terang namun ketika Giok Han memperlihatkan jurus-jurus Sin Wan Kun, alia Wie Sin Siansu jadi mengkerut.

"Hentikan !" perintahnya. Giok Han kaget dan heran, dia berhenti bersilat. Wie Sin Siansu menghampiri. Muka pendeta ini tampak keheranan.

"Tadi kau membawakan jurus "Sin Wan Tho Ko" (Kera Sakti Mencuri Buah) dari "Sin Wan Kun", Tapi mengapa cara bergeraknya berobah dari yang kuajarkan ?"

Jika yang benar harus dari kiri berputar setengah lingkaran sambil menggeser kaki kanan, tangan kiri menyerang ke depan, ke dada lawan. Tapi kau melakukannya sebalik nya, mengapa begitu"?"

Giok Han menunduk, belum pernah dia melihat gurunya marah seperti itu. "Tecu memang telah merobah gerakan jurus tersebut Suhu..."

"Kau yang merobahnya ?" tanya Wie Sin Siansu, alisnya tambah berkerut Jelas pendeta tua ini merasa tidak senang.

Giok Han mengangguk. "Benar Suhu, Susiokcouw yang memberikan petunjuk agar tecu merobah arah gerakan jurus-jurus Sin Wan Kun, karena terdapat kelemahan pada setiap gerak Sin Wan Kun yang perlu memperoleh perbaikan. Susiokcouw pun bilang bahwa sebetulnya Sin Wan Kun bukan hanya 13 jurus, melainkan 20 jurus. 7 jurus sisanya nanti akan diajarkan langsung olch Susiokcouw."

Wie Sin Siansu tampak semakin keheranan. Dia mengawasi Wie Kie Siansu dan yang lainnya. Merekapun tampaknya keheranan. "Apakah kau tidak berdusta ?" tanya Wie Sin S;ansu pada Giok Han.

Giok Han cepat-cepat berlutut di depan Wie Sin Siansu: "Mana berani tecu berbohong pada Suhu... apa yang tecu jelaskan tadi memang yang sebenarnya, nanti Suhu bisa menanyakannya pada Susiokcouw..!"

Wie Sin Siansu mengangguk, wajahnya berobah sabar kembali. "Baiklah. mungkin Susiokcouwmu mempunyai pertimbangan lain mengenai ilmu silat itu. Baiklah, mari kita pergi menemui Hongthio." Mereka segera masuk kedalam kuil. Pendeta muda telah melaporkan kepada Tang Sin Siansu perihal kembalinya Wie Sin Siansu dengan para sute nya, segera Hongthio Siauw Lim Sie menyambut keluar, diruang utama kuil Siauw Lim Sie.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar