"Soal itu nanti akan
dibicarakan dsngan pimpinan kita ! Kalau perlu kita melapor kepada pangcu ! Ini
bukan soal kecil, Sute.... kita harus mempertimbangkan sebaik-baiknya. Kalau
kenyataannya kita berlaku nekad dan akhirnya semuanya kita ini binasa di tangan
si iblis laknat dan orang-orangnya, bukankah itu mengecewakan sekali ! Kita
bukan melarikan diri dari kenyataan, namun kita mundur penuh perhitungan untuk
kelak memperoleh kemenangan! Nah, kukira persoalan sudah jelas, kita harus kembali
ke Souwciu Nanti serahkan apa keputusan dari pimpinan kita ! Sayang kepandaian
kita masih terbatas, kalau saja saat ini kumpul beberapa orang Susiok kita,
niscaya persoalan bisa diselesaikan dengan segera !" Bicara sampai di situ
Thian Sin Cu menghela napas, mukanya murung.
Pengemis-pengemis lainnya pun
tampak murung. Mereka berdiam diri saja penuh rasa marah dan penasaran. Keadaan
di sekitar tempat itu sepi sekali.
Mendadak Thian Sin Cu melompat
berdiri, mukanya tegang. Pengemis-pengemis lain pun berdiri bersiap-siap untuk
menyambut sesuatu.
"Kudengar ada orang yang
sedang mendatangi...!" memberitahukan Thian Sin Cu. "Apakah... iblis
laknat itu yang mencari kita ?"
Pengemis-pengemis lain segera
menghunus senjata masing-masing, Thian Sin Cu menggenggam tongkat bambu
hijaunya erat-erat. Matanya yang bersinar tajam mengawasi sekitar tempat itu.
Dalam kegelapan malam, terpisah mungkin ratusan lombak, tampak sesosok tubuh
tengah mendatangi.
Langkah kakinya tampak berat,
dia berjalan susah dan di punggungnya menggemblok sesuatu. Melangkah beberapa
tindak lagi, sosok tubuh itu terguling, terdengar suara rintihan.
"Hati-hati, kita jangan
masuk perangkap. Mungkin iblis laknat itu hendak memperdaya kita !"
memperingatkan Thian sin Cu, dia sendiri mendahului melompat menghampiri ke
arah sosok tubuh yang terguling itu.
Beberapa pengemis lainnya
mengikuti Thian Sin Cu, sedangkan sisanya menanti di tempat mereka, untuk
bersiap-siap memberikan pertolongan kalau benar yang datang pihak musuh, mereka
jadi tidak masuk perangkap semuanya.
Thian Sin Cu mendengar suara
riniihan itu semakin jelas, dia sudah sampai di dekat sosok tubuh yang rebah di
tanah berumput.
"Saudara, siapa kau
?" Tegur Thian Sin Cu dengan alis berkerut, tongkatnya dilintangkan di
depan dadanya waspada siap menyambut serangan membokong dari arah manapun.
"Oooh, tolong... tolong
turunkan isteriku !" suara orang itu lemah, tergetar, tampaknya dia sudah
lelah benar.
Thian Sin Cu sudah semakin
dekat, dia baru bisa melihat jelas pakaian orang itu penuh noda darah, penuh
luka ditubuhnya. Yang dipanggulnya tidak lain sesosok tubuh manusia juga, sama
keadaannya, pakaiannya koyak-koyak berlumuran darah. Thian Sin Cu cepat-cspat
menghampiri lebih dekat. Dia menolongi orang itu menurunkan orang yang dipanggulnya.
Ketika merebahkan orang yang
tadi di panggul orang terluka itu, ternyata orang tersebut wanita berusia
lanjut, yang mukanya kebiru-biruan, matanya tertutup rapat dan napasnya sudah
tidak ada. Wanita itu, yang diakui sebagai istri orang yang terluka, telah mati
!
Kaget Thiin Sin Cu dan
beberapa orang pengemis yang ada didekatnya, betipa hebat luka ditubuh orang
itu dan istrinya yang sudah tidak bernyawa lagi. Cepat-cepat Thian bin Cu
mengeluarkan kantong airnya, meminumkan beberapa teguk kepada orang yang
terluka.
Waktu menolong orang itu minum
dengan menyanggah tengkuknya, Thian Sin Cu melihat jelas orang tersebut adalah
seorang laki-laki berusia lanjut, pakaiannya yang koyak-koyak itu mirip pakaian
pengemis, penuh tambalan, keadaannya lemah sekali, sama dengan keadaan istrinya
yang sudah tidak bernapas lagi, muka laki-laki tua inipun kebiru-biruan,
seperti keracunan.
Setelah meminum beberapa
teguk, laki-laki ini agak segar. Tapi dia terlalu lemah. terlalu banyak darah
yang sudah keluar dari tubuhnya. "Dimana kami... sekarang ini...? Tempat
apa... tempat apa ini?"
"Tenanglah, kau perlu
istirahat Siapa yang melukaimu?" Tanya Thian Sin Cu.
"Kami... kami telah
berusaha mempertahankan hidup, tapi gagal. Bagaimana istriku? tentu sudah
mendahuluiku, bukan?" Bertanya laki laki tua itu dengan air mata yang
membasahi matanya. Thian Sin Cu tidak menjawab, dia hanya mengangguk.
"Kami terkena racun... sayang racun itu begitu asing buat kami...
satu-satunya racun yang tidak kami ketahui sebelumnya... entah apa nama racun
itu... kami tidak berhasil untuk mengobati diri kami sendiri... aku tidak lama
lagi akan menyusul istriku..."
Bicara sampai disitu suaranya
makin lemah, kepalanya teklok, dia pingsan.
Hati-hati Thian Sin Cu
meletakkan tubuh sikakek tua keatas rumput, memeriksa keadaannya. Mungkin lebih
dari seratus luka tikaman pedang ditubuh laki-Iaki tua tersebut! itulah luka
yang berat sekali, tapi anehnya orang tua itu masih tetap hidup dengan luka
yang begitu parah !
Thian Sin Cu dengan
kawan-kawannya segera menduga, pasti orang tua ini seorang berkepandaian
tinggi, tokoh persilatan ternama, karena kepandaiannya pun tidak rendah
tentunya, mengingat luka-luka yang dideritanya seperti itu.
Thian Sin Cu berpaling ke-arah
seorang pengemis di dekatnya. "Entah siapa mereka ? Sepasang suami istri
tua ini tampaknya bukan orang sembarangan... tapi sayang, mereka mengalami
keadaan yang mengenaskan ini... menurut pengakuannya mereka dilukai oleh racun
yang asing baginya, sehingga gagal untuk memunahkannrya ..."
"Mereka tampaknya kuat
sekali... istri nya tentu meninggal belum lama, karena dia masih
dipanggul-panggul suaminya ! Mungkin baru meninggal satu dua jam yang
lalu!" menyahuti pengemis itu. "Entah siapa mereka berdua ?"
Berkata sampai di situ si
pengemis memberi isyarat kepada kawan-kawannya yang lain, yang sedang menunggu
di tempat mereka semula. Pengemis-pengemis lainnya segera menghampiri.
Merekapun heran dan kaget melihat kakek tua dan isterinya yang sudah mati.
"Keadaannya parah sekali,
dia pingsan ! Tampaknya sulit untuk menolongnya, paling tidak dia cuma bisa
bertahan satu dua jam saja... akan segera menyusul isterinya !"
"Siapa namanya ?"
Tanya pengemis lain.
Thian Sin Cu menghela napas
mengangkat bahu. "Tadi belum sempat kutanyakan pada mereka, tapi melihat
luka-luka yang dideritanya pasti mereka tokoh-tokoh rimba persilatan
berkepandaian tinggi yang bertemu dengan lawan Iiehay! Lihatlah, ratusan
tikaman pedang di tubuh mereka, tapi kakek ini masih sanggup bertahan tidak
segera mati ! Tadi malah masih sanggup menggendong istrinya ! Dia rubuh bukan
disebabkan tikaman-tikaman pedang, melainkan racun yang mengendap dan kerja di
dalam tubuhnya !"
Pengemis-pengemis itu
mengawasi dengan penuh tanda tanya kepada kakek tua yang masih rebah pingsan.
Mereka coba-coba ingat siapa didalam Kangouw yang mirip-mirip dengan sepasang
suami istri ini. Tapi mereka tidak berhasil menduga.
Pelupuk mata kakek tua itu
terbuka perlahan-lahan dan lemah, dia merintih perlahan. Thian Sin Cu
berjongkok di sampingnya. "Lojinke, siapa namamu ?" Tanya Thian Sin
Cu.
"Aku... Tung Yang... dan
istriku Tung Im . . . !" menyahuti kakek itu dengan suara yang lemah
parau, seperti di tenggorokannya sudah penuh riak kental, membuatnya sulit
bicara, di samping lidahnya yang mulai kaku. "Kalian... kalian tentu mau
menolongku..."
"Katakanlah...
beritahukanlah Lojinke apa yang harus kami lakukan untuk menolongmu ?"
tanya Thian Sin Cu cepat.
"Pergilah ke... Siauw Lim
Sie... beritahukan... beritahukan pada... Hongthio Siauw Lim... Sie... bahwa...
bahwa kini... telah muncul... Liong-kak... yang akan... akan... membuka...
mem..." Suaranya terhenti, kepalanya tidak bertenaga lagi, rebah miring,
napasnyapun telah berhenti, dia telah pergi menyusul isterinya.
Thian Sin Cu memandang bengong
kepada mayat Tung Yang, kemudian melirik pada Tung Im. la heran bukan main.
Sebelumnya memang pernah didengarnya perihal sepasang suami isteri lihay ini,
yang memiliki kepandaian luar biasa, merupakan tokoh tua yang disegani oleh
orang Kangouw dari jalan hitam maupun putih, sepasang pendekar yang memiliki
perangai aneh, yang digelari sebagai Sepasang Tabib Hutan.
Tapi, mengapa kini kedua orang
kakek nenek ini bisa ditemukannya dalam keadaan demikian mengenaskan ? Siapa
orang yang membunuh mereka? Bukankah Tung Im dan Tung Yang memiliki kepandaian
tinggi dan tidak sembarang orang bisa menandingi kepandaian mereka ? Sekarang,
bisa dipastikan musuh mereka sudah turunkan tangan maut itu jelas orang yang
memiliki kepandaian tidak rendah !
Kepandaian Tung Yang dan Tung
Im dalam pengobatan sangat terkenal, tapi sekarang mereka mati karena keracunan
di samping luka-luka tikaman yang ratusan jumlahnya di tubuh kedua Sepasang
Tabib Hutan. Tentu racun yang dipergunakan lawan mereka merupakan sejenis racun
yang sangat dahsyat daya kerjanya, sampai Sepasang Tabib Hutan tidak sanggup
memunahkan racun yang berada dalam tubuh mereka, menyeret mereka pada kematian
!
Lalu, apa maksud Tung Yang
yang minta tolong agar Thian Sin Cu pergi ke Siauw Lim Sie, menemui Hongthio
Siauw Lim Sie ?
Juga benda apa itu Liong-kak ?
Apa yang akan dibuka oleh Liong-kak ? Semuanya begitu membingungkan, penuh
teka-teki yang tidak bisa dijawab dan dipecahkan oleh Thian Sin Cu bersama
kawan-kawannya.
Mendadak seorang pengemis yang
berdiri di samping Thun Sin Cu, yang berada di sebelah Unannya. menjerit keras
dengan tubuh terjungkel ke depan, bergulingan sampai beberapa kali, Thia Sin Cu
dengan pengemis-pengemis lainnya kaget, dan si pengemis yang bergulingan sudah
merangkak bangun dengan muka pucat meringis seakan menahan sakit !
"Kenapa kau, sute?"
tegur Thian Sin Cu sambil lompat mendekatinya.
"Aku... punggungku
tiba-tiba...." Belum lagi pengemis itu menjelaskan, mendadak terdengar
lagi suara jeritan dari seorang pengemis lainnya di belakang Thian Sin Cu. tubuh
pengemis itu jumpalitan di tengah udara seperti dihantam oleh suatu kekuatan
yang sangat besar. Tidak buang waktu Thian Sin Cu melompat sambil menyambar
lengan pengemis tersebut, sehingga dia tidak sampai terbanting di tanah. Tapi,
tidak urung pengemis tersebut meringis menahan rasa sakit yang tak terkira.
"Ada... ada yang
membokong!" memberitahukan, pengemis itu. "Tadi... punggungku
dihantam seseorang...."
Muka Thian Sin Cu merah padam
karena mendongkol campur penasaran, tapi baru saja dia ingin menoleh ke
belakang untuk melihat sekitar tempat itu, terdengar suara tertawa nyaring
seperti raungan, keras dan menggetarkan tempat itu.
Dan suara tertawa inilah yang
disebut raungan singa pekik naga, sampai Thian Sin Cu kaget tak terkira.
Matanya pun segera melihat seseorang sudah berdiri terpisah tak jauh dari
tempat mereka berada.
Orang itu berpakaian jubah
hijau, kurus jangkung, dengan kopiah warna hijau juga. Mukanya pucat seperti
mayat. Usianya mungkin sudah limapuluh tahun. Suara tertawanya begitu panjang,
tapi anehnya mulutnya seperti tidak bergerak, muka yang kaku dan bengis.
seperti muka mayat.
Thian Sin Cu segera bisa
menduga yang menyerang menggelap kepada dua orang sutenya di lakukan orang
bermuka dingin kaku seperti mayat tersebut. Belum lagi Thian Sin Cu sempat
menegur, orang itu sudah melangkah kedepan menghampiri ke arah Thian Sin Cu.
Langkahnya lebar sekali.
Waktu lewat di dekat dua orang
pengemis, orang bermuka dingin itu mengibaskan kedua tangannya masing-masing
tangannya akan menyampok dada kedua pengemis itu.
Gusar campur kaget kedua
pengemis tersebut, mereka merasakan sambaran angin yang kuat sekali menuju ke
dada. Mereka hendak menangkis, yang di sebelah kiri orang bermuka dingin
mempergunakan jurus "Yauw Cu Hoan Sin" (Elang Membalik Badannya),
cepat bukan main dia berkelit, tangan kanannya menghantam buat balas menyerang
dengan "Tiang Hong Koan Jit" (Bianglala Menembus Matahari).
Tapi dia jadi kaget tidak
terkira, karena mendadak saja, dengan sikap seenaknya, orang bermuka dingin itu
memutar tangannya, dan "Cesssss," perlahan dada si pengemis kena
disentil. Tapi akibatnya benar-benar hebat, tubuh si pengemis terpental sampai
lebih tiga tombak terbanting di tanah dan berguling beberapa kali.
Waktu dia melompat berdiri,
mukanya pucat pias, karena dia terluka di dalam yang tidak ringan !
Lain lagi yang dialami oleh
pengemis yang di sebelah kanan Ketika tangan kanan orang bermuka dingin seperti
muka mayat itu menyambar ke dadanya, dia merasakan sambaran segumpal angin yang
menerjang kuat kuat sekali, tidak buang waktu segera berkelit dengan "Ku
Co Hoan Sin" (Anak Ayam Memutar Badan), sebat bukan main kaki kirinya
menyapu ke arah lambung lawan.
Namun, sama seperti yang
dialami oleh pengemis yang seorang tadi, dengan tangan yang bergerak lamban dan
sikap tenang sekali, tahu-tahu tangan lanannya menurun ke bawah, lalu masuk
menerobos ke dada si pengemis. Sentilan perlahan mengenai dada si pengemis
terjengkang berkelejatan, matanya mendelik, lidahnya terjulur dengan mulut
berbusa, lalu pingsan tidak sadarkan diri !
Semua itu berlangsung hanya
dalam beberapa detik saja, dan akibatnya sudah demikian hebat bagi pihak Thian
Sin Cu. Tentu saja selain kaget. Thian Sin Ci dengan saudara-saudara
seperguruannya jadi marah bukan main.
Orang bermuka kaku dingin
seperti tidak acuh kepada semua pengemis yang berada disitu, dengan mata yang
tajam seperti mata pisau dia menatap Thian Sin Cu. Suaranya tidak kalah
dinginnya dari mukanya waktu menegur: "Apakah kedua manusia tak punya guna
itu sudah mampus?"
Thian Sin Cu tidak bisa
menahan kemarahannya. Sudah dua orang saudara seperguruannya dijatuhi dengan
cara seperti tadi sekarang orang bermuka dingin seperti mayat bertanya seperti
kepada kacungnya saja.
"Maaf. bolehkah kami
mengetahui nama mu? Diantara kita tidak ada hubungan apa-apa, mengapa kau
menurunkan tangan seperti itu kepada saudara-saudara seperguruanku ?"
tegur Thian Sin Cu gusar, namun dia masih berusaha menahan diri.
Mata orang itu mencilak,
mukanya bertambah dingin, dari sikapnya jelas ia tidak memandang sebelah mata
kepada Thian Sin Cu.
"Kalian dari Kaypang,
bukan ?" tegurnya.
"Benar."
"Hemm, kukira pangcu
kalianpun tidak berani bersikap kurang ajar padaku !" dingin sekali suara
orang bermuka seperti mayat tersebut "Cepat jawab pertanyaanku tadi
!"
Naik darah Thian Sin Cu. Orang
ini memang tampaknya bukan sembarangan kepandaiannyapun tampaknya tidak rendah.
Tapi kalau dia bilang pangcu Kapjang tidak berani berkutik didepannya pasti
adalah orang itu terlalu besar bicaranya.
Dan Thian Sin Cu bersama
saudara-saudara seperguruannya bertambah gusar, karena merasa perkataan orang
bermuka seperti mayat adalah penghinaan untuk mereka.
"Baiklah, aku Thian Sin
Cu ingin meminta pengajaran dari kau !" kata Thian Sin Cu yang sudah tak
bisa menahan diri lagi, tangan kanannya cepat luar biasa ingin mencengkram
pundak orang itu dengan "Hui Po Liu Coan" (Air Tumpah Solokan
Mengalir), dia bergerak sebat, tenaga dalamnyapun terlatih baik, sekali ini
menyerang disaat tengah gusar, maka siapa yang kena dicengkram akan bahaya
keselamatan jiwanya" sedikitnya tulang Pie-peenya bisa hancur kena
dicengkram oleh tangan Thian Sin Cu.
Namun orang dengan muka
seperti mayat benar-benar luar biasa. Menghadapi ancaman bahaya yang tidak
ringan tersebut ia tetap tenang. Sedikitpun tubuhnya tidak bergerak berusaha
untuk berkelit, kedua kakinya tetap ditempat tidak bergeser, hanya tangan
kirinya mendadak terangkat, tahu-tahu dengan gerakan yang sulit diikuti oleh
Thian Sin Cu maupun siapa saja, tangan kanannya melancarkan pukulan, sedangkan
tangan kirinya seperti menahan tangan Thian Sin Cu.
Sebetulnya Thian Sin Cu dengan
beberapa orang sutenya ini bukan orang-orang lemah. Di Kaypang mereka merupakan
anggota yang bisa diandalkan, selalu bekerja dengan cemerlang. Jarang mereka
rubuh ditangan lawan. Baru-baru ini saja mereka rubuh justru terbentur dengan
Cu Lie Seng, pamor mereka seperti runtuh.
Mereka penasaran sekali. Dan
disaat penasaran mereka belum berkurang, sekarang bertemu dengan orang yang
mukanya dingin seperti mayat, yang tidak mau memberi tahukan nama maupun
gelarannya. Hal ini benar-benar membuat Thian Sin Cu jadi bertambah penasaran.
Karenanya, waktu tangan orang
yang mukanya seperti mayat itu menempel tangannya, dia mengempos semangatnya,
tapi tenaga mendorongnya terbendung kuat, tidak bergerak maju lagi, bagaikan
tangannya dibendung oleh selapis baja.
Kaget Thian Sin Cu, apalagi
waktu itu tangan kanan lawannya menyambar datang kuat sekali. Dia berusaha
menarik pulang tangannya, kembali hatinya mencelos kaget. Tangannya seperti
menempel lekat tidak bisa ditarik terlepas dari tempelan tangan kiri lawannya,
sedangkan tangan kanan lawan sudah menyambar dekat sekali.
Pada detik-detik yang
berbahaya seperti itu, tidak pikir dua kali lagi Thian Sin Cu berseru nyaring dan
mempergunakan "Lian Hoan- Tui" (Tendangan Berantai). kedua kakinya
bergerak gerak cepat bukan main menendang secara berantai kedada dan lambung
lawannya !
"Wutttttt! Dessssssss !
Bukkkkk !" Tubuh Thian Sin Cu tahu-tahu terpental, terguling ditanah dua kali,
walaupun cepat sekali dia melompat bangun namun mukanya pucat pias dan
kepalanya pusing.
Dia merasakan tenggorokannya
anyir amis, segera sipengemis tahu dia akan muntahkan darah, dia menahannya,
agar lawannya tak tahu dia sudah terluka didalam.
Akibat tendangan "Lian
Hoan Tui" yang dilakukan Thian Sin Cu, yang celaka adalah Thian Sin Cu
sendiri, sedangkan lawannya masih tetap berdiri tenang ditempatnya. Waktu kedua
kaki Thian Sin Cu tadi menendang berantai, tangan kanan orang yang mukanya
seperti mayat telah bergerak seperti titiran, dia lihay bukan main bisa menahan
dan menarik pulang tenaga serangannya, memutar tangannya, segera terbentur
dengan kedua kaki Thian Sin Cu berulangkali.
Benturan itulah yang membuat
Thian Sin Cu terpental. Justru dari tangan kiri lawan Thian Sin Cu keluar hawa
yang panas sekali, yang mendorong tangan Thian Sin Cu yang tadi ditempelnya,
tenaga dalam lawan yang disalurkan menggelap lewat tangan kirinya itulah yang
membuat Thian Sin Cu terluka didalam tidak ringan !
"Suheng...!" Berseru
beberapa pengemis melompat ke dekat Thian Sin Cu. "Kau tidak apa- apa
?"
Thian Sin Cu menggeleng tidak
berani menjawab, karena kalau dia bersuara, niscaya dia akan muntahkan darah
segar. Beberapa pengemis lainnya melompat mengurung orang bermuka seperti
mayat.
Orang yang mukanya dingin beku
seperti mayat itu sudah melangkah tenang seperti tidak melihat
pengemis-pengemis yang tengah mengepungnya, sekalipun dia tidak menoleh-kepada
Thian Sin Cu, sikapnya benar-benar tidak memandang sebelah mata pada Thian Sin
Cu.
Dia menghampiri Tung Yang dan
Tung Im yang rebah tidak bergerak. Kaki kanannya menendang membalikkan tubuh
Tung Yang, kemudian memperhatikan Tung Im. Bibirnya bergerak, ia tersenyum.
inilah senyumnya yang pertama kali sejak kedatangannya disitu.
Tidak urung senyumnya itu
merupakan senyuman yang bisa menggigilkan orang yang melihatnya, karena senyum
itu seperti mengandung maut!
Setelah yakin Tung Yang dan
Tung Im tidak bernapas lagi, dia memutar tubuh. Tajam sekali matanya mencilak:
"KaIian tidak usah usil pergi ke Siauw Lim Sie, mengurus diri sendiri saja
kalian belum tentu bisa, jangan mengurusi orang lain!" Dingin suara orang
bermuka mayat.
"Tadi kau tanya siapa
namaku, kalau memang nanti suatu saat kalian penasaran ingin mencariku untuk
mengukur tenaga, carilah aku dikaki gunung Heng-san sebelah barat. Aku Poan
Pian Thian (Si Setengahnya Langit) selalu akan memenuhi keinginan kalian
!"
Setelah berkata begitu
tubuhnya berkelebat, seringan sehelai daun kering, tidak bersuara dan terlalu
cepat sekali, telah jauh dan akhirnya lenyap dari pandangan mata. Ternyata Poan
Pian Thian mempergunakan "It Wie Touw Kiang" (Selembar Rumput
Menyeberangi Sungai), ilmu meringankan tubuh kalangan atas yang sangat terkenal
dikalangan Kangouw sebagai satu-satunya ilmu meringankan tubuh yang hanya bisa
dikuasai jika seseorang sudah memiliki ginkang pada puncaknya!
Thian Sin Cu menggidik waktu
mengetahui orang bermuka mayat itu tidak lain Poan Pian Thian, iblis yang
paling sadis didalam Kangouw. Kalau sejak mula dia tahu yang dihadapinya adalah
Poan Pian Thian, tentu dia tidak berani untuk mengadu kekuatan tenaga dalam,
yang pasti ia berada disebelah bawah siiblis!
Cuma dia bersyukur dirinya
tidak menerima tangan maut Poan Pian Thian, karena biasanya jika Poan Pian
Thian turun tangan, tidak ada korbannya yang dibiarkan hidup !
"Uwahhh !" Thian Sin
Cu memuntahkan darah segar yang sejak tadi ditahannya. Mukanya pucat pias.
Kaget pengemis-pengemis yang lainnya. "Jangan panik," kata Thian Sin
Cu dengan suara lemah. "Pergilah kalian pulang, beritahukan kepada Pangcu
apa yang terjadi. Juga beritahukan perihal Poan Pian Thian yang kini nampaknya
mulai muncul pula mengacau Kangouw. Aku akan berangkat berkunjung ke Siauw Lim
Sie untuk melihat perkembangan apa yang sesungguhnya tengah terjadi di Kangouw!
Tampaknya munculnya lagi Poan Pian Thian memiliki hubungan dengan pihak Siauw
Lim Sie."
"Tapi suheng..."
kata salah seorang diantara pengemis-pengemis itu. "Kau sedang
terluka..."
Muka Thian Sin Cu berobah guram,
"Ya, aku memang terluka cukup berat, hajaran Poan Pian Thian benar-benar
berbahaya! Tetapi, kukira aku masih bisa bertahan... Nah, berangkatlah kalian,
aku akan ke Siauw Lim Sie seorang diri saja !"
Pengemis-pengemis itu tidak
tidak bisa membantah perintah sang suheng, mereka mengangguk. "Baiklah
suheng," kata mereka hampir berbareng.
"Tapi suheng harus
baik-baik menjaga diri... janganlah terlalu memaksakan diri jika memang
kesehatan Suheng tidak mengijinkan untuk mendaki gunung ke Siau sit san."
Thian Sin Cu mengangguk.
"Ya, akupun ingin berpesan kepada kalian, jika sudah sampai beritahukan
pada Pangcu perihal pemuda she Cu itu, karena tampaknya Cu Lie Seng bisa
menimbulkan badai dan gelombang dahsyat dalam kangouw! Apa yang telah kita
ketahui dalam penyelidikan baru-baru ini, beritahukan dan laporkan kepada
Pangcu, agar Pangcu bisa memberikan petunjuk apa yang harus kita lakukan lebih
jauh di waktu mendatang...!"
Pengemis-pengemis itu
mengangguk. Mereka berpisah. Sebelumnya beberapa orang pengemis menggali tanah
mengubur mayat Tung Yang dan Tung Im. Sedangkan Thian Sin Cu berangkat seorang
diri menuju ke Siong-san. Siauw Lim Sie, ia ingin mengetahui jelas apa yang
tengah terjadi di dalam kalangan Kangouw.
Dihati kecilnya ia memiliki
dugaan bahwa munculnya Poan Pian Thian, empat dedengkot iblis See-mo, Tong-mo.
Pak-mo dan Lam-mo memiliki hubungan satu dengan yang lain, juga perihal si
pemuda Cu Lie Seng.
Karenanya, walaupun, dia
sedang terluka didalam tidak ringan, dia ingin memaksakan diri berangkat ke
Siauw Lim Sie untuk menyelidiki segalanya di samping memenuhi pesan terakhir
Tung Yang agar ia menemui Hongthio Siauw Lim Sie.
Tang Bun Siansu duduk dengan
muka tidak memperlihatkan perasaan apapun, matanya menatap ke depan lurus-lurus
kosong tidak bersinar, bibirnya perlahan bergerak-gerak, samar sekali terdengar
ia mengucapkan beberapa patah perkataan. "Liong-kak.... telah muncul
lagi... Liong-kak..."
"Omitohud !" Memuji
Tang Sin Siansu, kemudian menghela napas dalam-dalam dengan hati yang berduka.
la menoleh kepada Tang Lang Siansu dan Tang Lu Siansu yang berada di
sampingnya, kedua adik seperguruannya itupun menunduk dengan wajah sedih.
Mereka bertiiza merupakan pendeta-pendeta suci yang dihormati oleh seluruh
pendekar Kangouw, yang sudah memiliki pengalaman dan latihan tinggi sekali,
mereka selalu bisa mengendalikan perasaan agar tidak tampak pada muka
masing-masing.
Namun sekali ini muka mereka
memperlihatkan kemurungan yang sangat. Tang Bun Siansu, saudara seperguruan
mereka telah dicelakai oleh seseorang secara aneh sekali, ia tidak cidera
tubuhnya hanya seperti hilang ingatan dan selalu mengoceh tentang Liong-kak.
Tang Sin Siansu mengawasi Tang
Bun Siansu sejenak, lalu menghela napas lagi. "Tang Sute, bagaimana
pendapatmu ?" tanyanya. "Dan kau Tang Lu Sute, keadaan Tang Bun
tampaknya mengkuatirkan! Dia terkena pukulan sejenis "Liong Beng Kun"
(Pukulan Menembus), yang bisa menghancurkan syaraf ingatannya secara
perlahan-lahan jika tidak segera menerima pengobatan yang tepat! Semakin keras
dugaan Loheng bahwa DIA telah berhasil merampungkan ilmunya dan kini melanggar
sumpahnya !"
Tang Lu dan Tang Lang Siansu
mengangguk. "Tampaknya memang dugaan Suheng tidak salah. Kami pun menduga
yang melakukan huru-hara selama ini tidak lain DIA! Diusahakan agar Siauw Lim
Sie dengan Bu Tong Pay bentrok, coba menguasai Kangouw, dan menimbulkan
kerusuhan di berbaga tempat, dengan memperluas jaringan kejahatannya dengan
mengumpulkan pengikut-pengikutnya sebanyak mungkin! Tidak salah lagi, pasti DIA
yang melakukan semua ini !"
Tang Sin Siansu menghela napas
dengan muka murung, tampaknya pendeta alim ini sangat berduka.
"Siancai ! Tidak Loceng
sangka akan tiba juga hari yang Loceng kuatirkan ! Kalau benar DIA berhasil
merampungkan ilmunya, berat buat kita menghadapinya. Walaupun kita bergabung
bertiga, belum tentu dapat mengatasinya! Seluruh ilmu kita diketahui oleh DIA.
dan karenanya selama ini ada kekeliruan di mana kita tidak berusaha menciptakan
atau menggubnh semacam ilmu untuk mengatasi "Liong Beng Kun"
"Suheng!" kata Tang
Lu Siansu segera. "Jangan Suheng terlalu putus asa seperti itu"
Mustahil kita bertiga tidak bisa menghadapi DIA? Walaupun ilmu "Liong Beng
Kun"-nya sudah rampung, tidak mungkin dia bisa merubuhkan kita! Mungkin
benar kita sulit mengatasinya, tapi diapun tidak akan mudah merubuhkan kita !
Kita tunggu saja sampai dia muncul memperlihatkan diri, sementara ini kita
berusaha menyembuhkan luka Tang Bun Suheng !"
Tan Sin Siansu merangkapkan
kedua tangarnya dengan sikap agak bingung, dia memuji kebesaran Sang Buddha.
"Omitohud ! Tang Lu Sute, Kau rupanya lupa bahwa "Liong Ben Kun"
merupakan ilmu ilmu pukulan yang bisa menghancurkan syaraf dalam 365 hari.
jelasnya dalam satu tahun si korban bisa hancur mental dan akhirnya digerogoti
oleh lukanya itu sampai pada ajalnya secara perlahan sekali !
Untuk menyembuhkan luka
tersebut, kita harus mengorbankan latihan lwekang kita selama 10 tahun atau
mungkin juga lebih. Kalau di saat kita tengah berusaha menyembuhkan luka Tang
Bun Sute, lalu DIA muncul, bagaimana kita bisa menghadapinya di saat lwekang
kita telah dikorbankan sebagian umuk penyembuhan Tang Bun Sute! Omitohud !
Omintohud!"
Belum pernah Tang Sin Siansu
bingung seperti saat ini, di mana dia sulit mengambil keputusan. Sebetulnya
sebagai Hongthio Siauw Lim Sie, memang agak aneh jika ia bingung menghadapi
peristiwa yang menimpali Tang Bun Siansu.
Kepandaian Tang Sin Siansu
sudah mencapai tingkat yang tinggi, demikian pula Tang Lu Siansu dan Tang Lang
Siansu.
Jika mereka bertiga turun
tangan, siapa yang bisa menghadapi mereka lagi? Namun sekarang tampaknya ada
seseorang yang mereka segani, yang rupanya memiliki kepandaian yang tinggi
sekali, sehingga Hongthio Siauw Lim Sie tersebut ragu-ragu, apakah mereka
bertiga bisa merubuhkan si DIA itu !
Melihat Hongthio ini berduka,
Tang Lu Siansu dan Tang Lang Siansu tak berani banyak bicara, mereka hanya
menunduk dengan muka murung karena kedua pendeta alim Siauw Lim Sie inipun
bingung dan berduka.
"Semua ini adalah
kekeliruan kira berempat, Tang Lu Sute," kata Tang Sin Siunsu,
"Selama Suhu belum mangkat, telah berulangkali berpesan agar kita
bersiap-siap suatu saat menghadapi dan mengatasi DIA. Selama ini kita terlalu
percaya pada sumpahnya, maka kita tidak pernah berusaha menggubah semacam ilmu
yang bisa mengatasi ilmunya."
"Sekarang nasi sudah jadi
bubur, kita harus berusaha untuk mengatasinya! Hanya yang membuat hati Loceng
jadi berduka ia mengacau di dalam Kangouw, berarti banyak korban yang
berjatuhan dari berbagai kalangan !"
"Sudahlah Suheng, kita
tunggu sampai dia datang kemari, kita tegur padanya, jika dia tidak menerina
teguran kita, barulah kita menempuh jalan lain..." Kata Tang Lang Siansu
dengan suara perlahan.
"Siancai ! Siancai
!" Tang Sin Siansu menghela napas sambil menggeleng beberapa-kali.
"Itu cara yang tidak mungkin bisa diharapkan. Jika ia sudah muncul di
sini, yang ada di hatinya hanyalah keinginan untuk menghancurkan Siauw Lim Sie!
Dendamnya pada Suhu dan Siauw Lim Sie sangat besar, Suhu pernah mengusirnya dan
memaksanya bersumpah untuk seumur hidupnya dia tidak akan menginjak Kangouw dan
hidup mengasingkan diri di tepi pantai Huangho.
Jika memang kelakuannya tidak
seburuk itu. tentu dia yang akan menjabat kedudukan Hongthio Siauw Lim Sie,
karenanya dendamnya kepada Locengpun tentu sangat besar sekali. dianggap sudah
merampas kedudukannya !"
Tang Lu dan Tang Lang Siansu
menghela napas. Mereka benar-benar bingung, tidak tahu harus menghibur Suheng
mereka.
Siapakah DIA yang dibicarakan
Tang Sin Siansu bersama dengan kedua Sutenya ? Ternyata DIA yang dimaksud
ketiga pendeta alim itu tidak lain adalah Tang San Siansu. Toasuheng atau kakak
seperguruan tertua Tang Sin Siansu, Tang Bun, Tang Lang, dan Tan Lu Siansu.
Sebetulnya guru Tang Sin
Siansu, yaitu Tai Giok Siansu. mempunyai lima orang murid, yaitu Tang San
Siansu sebagai murid kepala, menyusul kemudian Tang Sin, Tang Bun, Tang Lang
dan Tang Lu Siansu. Kelima murid Tai Giok Siansu, yang waktu itu menjabat
sebagai Hongthio Siauw Lim Sie, merupakan pendeta-pendeta muda yang cepat
sekali terkenal karena memiliki kepandaian yang tinggi.
Terutama sekali Tang San
Siansu yang memiliki kecerdasan luar biasa. Tetapi sayangnya, Tang San Siansu
mempunyai tabiat yang kurang bersih walaupun dia sudah mencukur rambut dan
menjadi pendeta.
Semula Tai Giok Siansu tidak
menyadari tentang perangai buruk murid kepalanya, ia memang sudah mempersiapkan
Tang San Siansu sebagai calon penggantinya menjadi Hongthio, ini memang
peraturan Siauw Lim-Sie, di mana murid kepala yang harus menggantikan kedudukan
gurunya sebagai Hongthio.
Tetapi akhirnya Tai Giok
Siansu mendengar tentang tabiat buruk murid kepala ini, di mana Tang San Siansu
secara diam-diam ternyata seringkali turun gunung melakukan perbuatan tak
senonoh, memperkosa membunuh dan Iain-lain perbuatan tidak terpuji.
Bukan kepalang gusarnya Tai
Giok Siansu, ia merasa malu dan kecewa, pendeta alim ini merasa muka leluhur
Siauw Lim Sie dicorengkan oleh perbuatan Tang San Siansu.
Beruntung Tang San Siansu
belum diresmikan sebagai Hongthio Siauw Lim Sie kalau hal itu terjadi niscaya
keadaan bisa menjadi tambah merepotkan. Segera juga Tang Sin Siansu dipilih Tai
Giok Siansu sebagai calon penggantinya, bahkan seminggu kemudian diumumkan
perihal pengangkatan Tang Sin Siansu sebagai Hongthio Siauw Lim Sie yang baru.
Sejak mengetahui sepak-terjang
murid pertamanya yang tidak senonoh itu, Tai Giok Siansu walaupun gusar, tidak
menegurnya. la ingin menangkap basah. Karenanya Tang San Siansu tidak
mengetahui bahwa gurunya sudah mengendus perbuatan busuknya. Ketika mengetahui
jabatan Hongthio Siauw Lim Sie diserahi pada Tang Sin Siansu, adik
seperguruannya yang nomor dua, meledak kemarahan dan kecewa Tang San Siansu.
la penasaran bukan main, sebab
sebelumnya sudah yakin dirinya yang berhak menggantikan kedudukan gurunya
sebagai Hongthio Siauw Lim Sie.
Tentu saja marah kepada
gurunya tidak mungkin. Juga tidak mungkin menumpahkan kekecewaannya pada adik
seperguruannya. Maka akhirnya Tang San Siansu dalam keadaan penasaran serta
kecewa turun gunung, la mengumbar kekecewaan hatinya dengan memperkosa dua
orang wanita dan membunuh belasan orang ! Entah mengapa, mendadak saja ia
berubah seperti iblis yang paling sadis di dunia ini, dengan topeng sebagai
pendeta yang alim !
Waktu Tai Giok Siansu
mempersiapkan Tang San Siansu sebagai Calon Hongthio Siauw Lim Sie pada lima
tahun yang lalu, ia sudah mewarisi ilmu mujijat ciptaannya "Liong Beng
Kun" (Pukulan Naga Menembus) yang sebetulnya merupakan salah satu ilmu
paling dahsyat.
Sebagai calon Hongthio, tentu
saja Tang San Siansu harus dipersiapkan sebaik-baiknya, dengan mewarisi ilmu
silat terhebat Siauw Lim Sie. Selama lima tahun itu Tang San Siansu berlatih
giat sekali, ia sudah menyelesaikan delapan bagian dari ilmu pukulan
"Liong Beng Kun". Dua bagian lagi merupakan yang tersulit untuk
dipelajari, mungkin hams memakan waktu 10 tahun melatih sampai menguasai
benar-benar ilmu pukulan itu.
Hasil yang diperoleh Tang San
Siansu, walaupun baru delapan bagian menguasai "Liong Beng Kun",
sudah memuaskan Tai Giok Siansu, kini justru ia mengetahui sepak terjang Tang
San Siansu yang tercela. Sang guru kecewa serta menyesal ia sudah mewarisi ilmu
mujijat yang sangat dahsyat "Liong Beng Kun" kepada murid tertuanya.
Dalam keadaan kecewa. Tai Giok
Siansu menyerahkan kedudukan Hongthio kepada Tang Sin Siansu, ia tidak
menurunkan lagi ilmu pukulan "Liong Beng Kun" kepada Tang Sin Siansu,
hanya berpesan agar dalam berbagai kesempatan Tang Sin Siansu harus berlatih
diri sebaik mungkin dan berusaha menciptakan semacam ilmu untuk mengatasi
"Liong Beng Kun" Tang San Siansu.
Menurut Tai Giok Siansu,
selama ia masih hidup tentu Tang San Siansu tidak berani berbuat sesuatu,
memang gurunya masih bisa mengatasinya. Tapi jika ia sudah mangkat, jelas Tang
Sin Siansu bukan jadi tandingan Tang San Siansu, walaupun ia di warisi ilmu
pukulan "Liong Beng Kun."
Tang San Siansu sudah lima
tahun lebih dulu mempelajari ilmu itu, maka akan sia-sia saja kalau Tang Sin
Siansu mulai mempelajari ilmu yang sama, ia tetap akan tertinggal oleh sang
suheng. Tai Giok Siansu cuma memberitahukan kunci-kunci terpenting "Liong
Beng Kun" kemudian memerintahkan muridnya berusaha menciptakan semacam
ilmu silat baru untuk mengatasi "Liong Beng Kun "
Malam itu ketika Tang San
Siansu menumpahkan amarah dan kecewanya pada penduduk di kaki gunung, dua
wanita diperkosa dan belasan orang laki-laki menjadi korban tangan mautnya,
sesungguhnya Tai Giok Siansu tengah bersemedhi. Seorang pendeta muda Siauw Lim
Sie ysng selama ini diperintah Tai Giok Siansu untuk mengawasi gerak-gerik Tang
San Siansu, datang melapor bahwa Tang San Siansu tengah menyebar maut di kaki
gunung.
Tidak berayal lagi Tai Giok
Siansu berangkat turun gunung dengan hati berduka. iapun bisa menangkap basah
murid kepalanya ketika Tang San Siansu sedang menyiksa seorang korbannya yang
nantinya akan dibunuhnya juga. Bukan kepalang kagetnya Tang San Siansu, dia
berusaha untuk melarikan diri.
Tapi Tai Giok Siansu sudah
mencapai puncak tertinggi ilmu Siauw Lim Sie, muridnya mana bisa lepas dari
tangannya. la berhasil menangkap Tang San Siansu setelah sebelumnya melukai
sang murid dengan salah satu jurus ilmu pukulan "Liong Beng Kun"
Dalam keadaan terluka parah
Tang San Siansu dibawa pulang ke kuil, Tai Giok Siansu mengumpulkan murid-murid
Siauw Lim Sie dari berbagai tingkat, memberitahukan dosa-dosa yang dilakukan
Tang San Siansu, kemudian tangan kanan pendeta alim itu terangkat akan menenuk
kepala Tang San Siansu, ia ingin menghukum mati murid murtad tersebut didepan
murid-murid Siauw Lim Sie lainnya.
Tang Sin Siansu, Tang Bun. Tang
Lang, dan Tang Lu berempat cepat-cepat maju berlutut didepan guru mereka
memohonkan pengampunan buat Tang San Siansu, walaupun bagaimana mereka masih
memiliki ikatan persaudaraan dalam perguruan, yang selama belasan tahun
terpupuk, karenanya mereka tidak tega kalau Tang San Siansu harus menerima
kematian secara demikian.
Tangan Tai Giok Siansu yang
tengah meluncur jadi berhenti di tengah jalan, mukanya murung dan hatinya
sangat berduka. "Kalau Tang San mau bersumpah tidak akan melakukan
perbuatan tercela seumur hidupnya, ia kuampuni !"
Tang San Siansu semula yakin
jiwanya sulit dilindungi, tidak disangka dalam detik-detik menentukan itu
gurunya merobah keputusan. Dia segera menangis dan bersumpah selanjutnya tidak
akan melakukan perbuatan tercela.
"Baik," kata Tai
Giok Siansu. "Selanjutnya kau akan kutempatkan ditepi pantai Barat-daya
sungai Huangho, seumur hidupmu tidak boleh meninggalkan lembah kecil yang
terdapat disitu!"
Tangan Tai Giok Siansu
meluncur turun menepuk pundak Tang San Siansu, murid itu meringis menahan
kesakitan yang hebat, karena tepukan gurunya sudah memunahkan sebagian ilmu
silat dan tenaga dalamnya.
Memang maksud Tai Giok hendak
memusnahkan seluruh ilmu silat Tang San Siansu, agar selanjutnya ia menjadi
manusia bercacad tak berguna. Namun disaat tangannya hampir menepuk pundak sang
murid, dikepala Tai Giok Siansu berkelebat ingatan akan hubungan guru dan murid
yang selama ini ia sangat memanjakan murdnya tersebut. Maka hatinya tergoncang.
Tenaga tepukannya ditarik
pulang sebagian, dia memukul tidak sepenuh kekuatan, maka hanya dua bagian ilmu
silat Tang San Siansu yang musnah. Tai Giok Siansu didetik menentukan itu
merasa sayang kalau harus memusnahkan seluruh ilmu silat murid murtad ini, yang
selama ini bersusah payah telah dilatihnya.
Lagi pula, sebagai pendeta
alim yang welas asih, dia masih berharap muridnya yang seorang ini bisa
menepati sumpahnya dan merobah kelakuannya menjadi baik.
Waktu pundak Tang San Siansu
terpukul telapak tangan, gurunya, ia menjerit tertahan dengan muka menahan
kesakitan hebat dan pingsan tidak sadarkan diri.
"Dia akan pingsan selama
tiga hari, setelah siuman, sementara waktu dia tidak bisa melakukan sesuatu
yang berarti. Tang Bun, Tang Lu, kalian berdua bawa dia kelembah kecil ditepi
sungai Huangho, dihutan kecil bernama "Hie Lim" Rimba Bermain).
disana terdapat sebuah rumah, dimana dulu aku pernah mengasingkan diri selama
setahun. Tempatkan Tang San disana, buatkan rantai besi, kedua tangan dan
kakinya dirantai ! Jika selama sepuluh tahun ia benar-benar berkelakuan baik,
barulah rantai besi itu dilepaskan dan jika dua puluh tahun dia sudah insyaf
diperbolehkan kembali ke Siauw Lim Sie!"
Tai Giok Siansu selesai
berpesan begitu, melangkah pergi. Waktu tiba digerbang Siauw Lim Sie, mendadak
tangan kanannya bergerak keatas, dan ""ceppp" dua jari tangannya
jari telunjuk dan jari tengahnya telah "menancap" dalam sekali ke
matanya. mengorek kedua biji matanya, sendiri sehingga darah mengucur deras
dari matanya.
"Suhu...!" memekik
Tang Sin Siansu dan yang lainnya, mereka berlutut dan menangis. Guru mereka
berlaku nekad membutakan matanya sendiri itu disebabkan terlalu berduka dan
kecewa, disamping merasa malu karena gagal mendidik murid kepalanya, yang sepak
terjangnya berbeda dan bertentangan dari yang diharapkannya.
Kegagalannya ini menimbulkan
kedukaan yang tak terobati, karena Tai Giok Siansu merasa malu pada leluhur
Siauw Lim Sie. Tanpa menoleh dan tidak perduli pada murid-murid Siauw Lim Sie
yang menangis sambil berlutut.
Tai Giok Siansu melangkah pergi
dan akhirnya lenyap di balik tebing. Sejak saat itu tidak seorangpun murid
Siauw Lim Sie yang mengetahui di mana dan kemana perginya Tai Giok Siansu...
Sedangkan Tang San Siansu dua hari kemudian dibawa ke "Hie Lim" yang
ada di tepi pantai Huangho, sebuah rimba yang terkenal sekali keindahan maupun
keanehan letak kedudukannya.
Dua orang pendeta Siauw Lim
Sie ditempatkan di sana untuk melayani Tang San Siansu. Tetapi cuma dua tahun
Tang San Siansu terkekang kebebasannya seperti itu, karena pada suatu hari ia
berhasil memutuskan rantai besi yang mengekang kebebasan tangan maupun kedua
kakinya, bahkan dua orang murid Siauw Lim Sie dibunuhnya, kemudian menghilang
tanpa meninggalkan jejak.
Ketika Tang Sin Siansu
perintahkan seorang murid Siauw Lim Sie tingkat ketiga pergi menengoki
Toasusiokcouw, murid itu jadi kaget tak terkira menemukan dua saudara
seperguruannya menggeletak tak bernapas lagi dengan kepala yang
hancur.Sedangkan Tang San Siansu sudah menghilang. Cepat-cepat dia pulang
kekuil dan memberikan laporan kepada Hongthionya.
Peristiwa Tai Giok siansu
sudah menghukum murid kepalanya dan kemudian membutakan kedua matanya merupakan
kejadian hebat yang pernah terjadi di Siau Lim Sie, dimana Tai Giok Siansu
pergi meninggalkan kuil entah kemana tidak diketahui lagi.
Peristiwa tersebut
dirahasiakan ketat sekali, hanya murid-murid Siauw Lim Sie yang mengetahui, dan
itupun tidak pernah dibicarakan mereka. Menghilangnya Tang San Siansu dari
tempat ia menjalani hukumanku di "Hie Lim" membuat Tang Sin Siansu dan
yang lainnya jadi sibuk berusaha mencari si Toasuheng.
Tapi selama itu tidak juga
berhasil menemukan jejak Tang San Siansu, yang menghilang dan tidak ada kabar
beritanya. Entah dimana Tang San Siansu bersembunyi.
Sekarang melihat luka yang
diderita Tang Bun Siansu, maka Tang Sin Siansu tidak bisa menyangkal kenyataan
bahwa luka itu akibat pukulan "Liong Beng Kun" dan yang paham
"Liong Beng Kun" hanya Tang San Siansu, disamping guru mereka Tai
Giok Siansu !
Tenaga pukulannya pun sangat
mengejutkan, memperlihatkan latihan yang sudah tinggi sekali, mungkin Tang San
Siansu sudah merampungkan latihan "Liong Beng Kun" nya.
Tang Sin Siansu menghela napas
dalam-dalam. "Ya, sute, kita memang hanya menantikan kedatangannya, dimana
suatu saat kelak ia pasti muncul di hadapan kita !"
Tang Lang dan Tang Lu siansu
menghela napas, mengundurkan diri. Tang Sin Siansu berdiri dengan muka berduka,
mengawasi Tang Bun Siansu yang rebah di bantalan tikar di depannya, mulut Tang
Bun Siansu masih terus menggumam dengan ocehan tidak karuan: "Liong-kak...
Ya, Liong-kak telah muncul ..."
Tang Sin Siansu menunduk
berduka, ia bersusah hati. Mendadak di kepalanya berkelebat serupa ingatan,
mukanya sejenak menjadi terang, namun kemudian guram lagi dergan sepasang alis
mengkerut. Dihampiri pintu, memanggil seorang hwesio muda "panggil Giok
Han menghadap Loceng !" perintah Tang Sin Siansu.
Hwesio muda itu segera
melaksanakan perintah. Giok Han tidak berani berayal menghadap Susiokcouwnya.
Ketika sampai di kamar Susiokcouwnya, ia berdiri dengan sikap hormat. Tang Sin
Siansu tengah mengawasi Tang Bun Siansu yang masih terus mengoceh tidak karuan.
"Susiokcouw... apakah ada
perintah untukku?" tanya Giok Han dengan perasaan heran.
Tang Sin Siansu memutar
tubuhnya, menghela napas wajahnya memancarkan kedukaan mendalam, sehingga
tampaknya pendeta alim Hongthio Siauw Lim Sie ini bertambah tua melebihi dari
usia sebenarnya. Belum pernah Giok Han melihat muka Susiokcouwnya seperti itu,
karena biasanya berseri sehat dan memerah segar.
"Duduklah, Giok Han
!" Tang Sin Siansu menunjuk ke tikar yang ada di depannya, dia sendiri
duduk di tikar bersulam bunga teratai. "Ada yang ingin kubicarakan dengan
kau."
Hati Giok Han diliputi
tanda-tanya, tapi dia tidak berani rewel, cepat-cepat duduk di tikar yang
satunya, menunggu apa yang akan diperintahkan Susiokcouwnya.
Tang Sin Siansu mengawasi Giok
Han. Anak ini masih kanak-kanak, masih kecil sekali. Apa mungkin harapannya
bisa diletakkan pada pundak anak ini? Tapi, mengingat Giok Han sangat cerdas,
masih ada harapan yang bisa dijadikan pegangan dalam kesulitannya ini.
Diawasi oleh Susiokcuwnya
seperti itu, Giok Han jadi kikuk dan hatinya semakin tidak tenang. Belum pernah
Susiokcouwnya mengawasinya seperti sekali ini. Sinar mata Hongthio itupun
sangat tajam, sehingga Giok Han menunduk dengan hati agak menggigil-Sinar mata
itu seperti hendak menyusup ke dalam hati Giok Han.
"Sudah setahun kau
menjadi murid pintu perguruan ini," tiba-tiba Tang Sin Siansu memecahkan
kesunyian. "Selama itu tampak jelas kau tekun berlatih diri."
"Ya, Susiokcouw... berkat
petunjuk Susiokcouw dan Suhu..." menyahuti Giok Han ragu-ragu, katena dia
belum mengetahui apa maksud Susiokcouwnya memanggilnya menghadap.
"Apakah selama setahun
ini ksu sudah mempelajari cukup ilmu silat Siauw Lim ?" tanya Tang Sin
Siansu.
Tidak berayal lagi Giok Han
berlutut.
"Tecu mohon petunjuk
Susiokcouw mungkin selama ini Tecu melakukan suatu kesalahan!"
Tang Sin Siansu menghela
napas.
"Duduklah, Giok Han
!" sabar suaranya, mukanya tidak kaku seperti tadi. Setelah Giok Han duduk
kembali, Tang Sin Siansu melanjutkan perkataannya: "Sebagai murid Siauw
Lim Sie, tentu cita-citamu ingin mempelajari ilmu silat Siauw Lim Sie yang
tertinggi, bukan ?"
"Benar, Susiokcouw."
"Tetapi tahukah kau bahwa
Siauw Lim Sie memiliki 108 macam ilmu silat, yang setiap muridnya tidak mungkin
bisa mempelajari sekaligus ilmu-ilmu itu yang beraneka ragam. Paling banyak
hanya satu dua macam ilmu silat Siauw Lim Sie yang dipilih untuk diyakini dan
dilatih sampai sempurna, itupun sudah lebih dari cukup sehingga dalam kalangan
Kangouw sulit orang menandinginya. Jika kau bercita-cita mempelajari ilmu silat
Siauw Lim Sie yang tertinggi, berarti kau harus memilih satu dari 108 macam
ilmu silat Siauw Lim Sie. kemudian melatihnya sebaik mungkin, pasti kelak kau
bisa memperoleh kemahiran dan kesempurnaan untuk ilmu silatmu. Tapi jika kau
mempelajari bermacam-macam ilmu silat Siauw Lim, tidak satupun pada akhirnya
yang bisa kau yakini dengan mahir. Kau mengerti, Giok Hm ?"
"Mengerti, Susiokcouw."
"Sudah berapa jauh gurumu
mengnjrrkan ilmu silat Siauw Lim kepadamu?" tanya Tang Sin Siansu.
"Coba kau jalankan untuk Lo-ceng lihat. sampai dimana kemajuan yang sudah
kau peroleh !"
Giok Han tidak berani berayal,
dia memberi hormat kepada Susiolcouwnya, kemudian menjalankan ilmu pukulan
dasar Siauw Lim Sie yang bernama Cap Peh Lo Han Kun, setelah selesai menjalani
seluruh Jurus Cap Peh Lo Han Kun yang berjumlah 108 jurus ini, Giok Han
menyusuli dengan jurus-jurus Sin Wan Kun, kemudian disusul dengan Tat Mo Kun
hoat.
Tang Sin Siansu mengawasi
dengan cermat, mukanya tampak terang sejenak, karena dilihatnya walaupun masih
kecil, Giok Han sudah bisa menjalankan jurus-jurus Cap Peh Lo Han Kun, Sin Wan
Kun maupun Tat Mo Kunhoat dengan baik. Hanya yang kurang adalah tenaganya,
karena itu pukulan-pukulan yang dilakukan Giok Han seperti kembang-ilmu silat
Cap Peh Lo Han Kun, Sin Wan Kun maupun Tat Mo Kun-hoat. merupakan ilmu pukulan
yang hebat, tapi masih kosong di dalam karena tiaak disertai oleh kekuatan
berarti !
Setelah membawakan jurus-jurus
ilmu silat yang pernah dipelajarinya dari Wie Sin Siansu. Giok Han berlutut di
depan Tang Sin Siansu sambil menganggukkan kepalanya. "Harap Susiokcauw
mau memberikan petunjuk pada tecu...!"
"Ya, akan kupenuhi
keinginanmu !" kata Tang Sin Siansu sambil mengulurkan tangan kanannya.
"Kau sambuti tangan Loceng !"
Giok Han terkesiap kaget tak
terhingga, karena ia merasakan dari tangan Hongthio Siauw Lim Sie mengalir hawa
yang panas luar biasa kepundaknya.
Dia tengah berlutut, sekarang
pundaknya hendak ditepuk oleh Susiokcouw, dia kaget namun tidak berani
mengelak. Dia diam saja, cuma merasa heran apa sebetulnya yang diinginkan
Susiokcouw ini.
Melihat Giok Han tetap
berlutut tidak memberikan reaksi atas serangannya, Tang Sin Siansu menahan
tangannya. "Sambuti tangan Loceng !"
Giok Han ragu ragu, namun Tang
Sin Siansu sudah membentak, sekali ini suaranja keras: "Ayo pergunakan
ilmu silat yang telah kau pelajari !"
Kaget Giok Han dibentak
begitu, terlebih lagi Tang Sin Siansu sudah meneruskan tangannya meluncur
menyambar ke pundak Giok Han. Dia sampai merasakan kulit punggungnya seperti
terbakar api karena hawa pukulan itu terlalu panas.
Tidak buang waktu lagi Giok
Han menghindarkan pukulan tangan Tang Sin Siansu dengan memiringkan tubuh
bagian atas keki-ri dan kanan terayun. Dia dalam keadaan berlutut, maka
lututnya tetap dilantai, hanya bagian tubuh sebelah atas, mulai dari pinggang
keatas, bergerak-gerak berayun kekiri kanan dengan jurus "Cun Ma Pun Coan"
atau "Kuda Bagus Mengejar Mata Air", dia berusaha untuk mengelakkan.
Tapi, tahu tahu punggungnya panas bukan main, sampai dia menjerit karena
sakitnya luar biasa, disusul oleh tubuhnya terpental.
Sebelum tubuhnya terbanting,
Giok Han merasakan pinggulnya seperti disanggah oleh suatu kekuatan, kemudian
turun perlahan-lahan, sehingga tidak sampai menderita kesakitan lagi.
Tang Sin Siansu menghela napas
dengan muka muram, menggelengkan kepalanya berulang kali, "Tampaknya
keinginanku akan terbentur berbagai kesulitan..."
Giok Han bangkit sambil
meringis, kemudian maju berlutut didepan Susiokouwnya tersebut. ..Mohon Couwsu
memberikan petunjuk !" kepalanya dimanggutkan beberapa kali.
"Dasar ilmu silatmu masih
terlalu lemah. Mungkin berlatih tiga tahun lagi barulah bisa mempelajari ilmu
yang berarti. Tiga tahun terlalu lama untuk mengatasi kesulitan yang tengah
kami hadapi !" Tang Sin Siansu menghela napas dengan muka yang muram.
Giok Han tetap berlutut
mendengarkan terus tanpa berani bertanya.
"Giok Han," kata
Tang Sin Siansu lagi kemudian, suaranya terdengar jauh lebih sabar dari
sebelumnya, "Dengarkanlah baik-baik ! Kita tengah menghadapi kesulitan.
Kau belum mengetahui, bukan ? Pintu perguruan kita tengah menerima ancaman dari
seseorang, yang memiliki semacam ilmu silat yang sukar dihadapi. Selama belasan
tahun ini memang Loceng tengah mempersiapkan semacam ilmu silat, untuk
mengatasi ilmu silat orang yang hendak meruntuhkan Siauw Lim Sie, cuma Loceng
belum sempat merampungkannya. Sengaja Loceng menciptakan ilmu silat itu, untuk
dipelajari oleh orang lain, bukan oleh Loceng. Orang yang akan mengacau dan
memusuhi Siauw Lim Sie masih memiliki hubungan dekat dengan loceng, karenanya
tidak mungkin Loceng yang mempelajari ilmu itu, sebab sekali saja perasaan dan
hati tergoncang disaat pertempuran berlangsung, bisa membahayakan.
Disebabkan itu yang melatih
ilmu itu harus orang lain, tugasnya kelak menghadapi orang yang memusuhi Siauw
Lim Sie itu. Dia memiliki semacam ilmu silat yang diberi nama "Liong Beng
Kun", semacam ilmu yang terlalu dahsyat, jika disalah gunakan dengan
cara-cara menyeleweng, bisa tersesat dan berobah menjadi semacam ilmu yang
paling sadis didalam dunia ini.
Loceng sengaja telah
menciptakan semacam ilmu, yang Loceng beri nama "Sin Beng Kun" (Ilmu
Pu-kulan Malaikat). vang bisa dipelajari selama lima tahun. Dalam keadaan
mendesak seperti sekarang, sedapat mungkin hurus diyakini dalam tiga
tahun!"
Bercerita sampai disitu Tang
Sin Siansu berhenti sejenak, muram sekali mukanya. Tampaknya hati pendeta alim yang
sudah lanjut usia ini tertekan perasaannya oleh suatu masalah yang sangat
sulit. Giok Han tidak berani bertanya, cuma memasang kuping buat mendengarkan
terus cerita Hongthionya.
Dia makin bingung dan heran,
entah apa maksud Hongihionya dengan ceritanya tersebut? Juga ada hubungan apa
dirinya dengan peristiwa yang tengah terjadi dimana menurut Tang Sin Siansu
bahwa Siauw Lim Sie akan kedatangan seorang musuh ?
Mengapa Hongthio Siauw Lim Sie
ini menceritakan padanya perihal ia menciptakan semacam ilmu pukulan yang
diberi nama "Sin Beng Kun". sedangian G.ok Han masih terlalu kecil,
juga baru setahun menjadi murid Siauw Lim Sie ?
"Giok Han, sekarang
Loceng ingin bertanya kepadamu, kau harus menjawab yang jujur !" kata Tang
sin Siansu sambil mengawasi Giok Han.
"Ya, Susiokcouw,"
menyahuti Giok Han. "Tanyalah Susiokcouw."
"Kalau Siauw Lim Sie
terancam bahaya besar dan kami ingin minta kau menghadapi musuh, apakah kau
bersedia melaksanakan perintah itu ?"
Kaget Giok Han. Pertanyaan
seperti ini tidak pernah terpikir olehnya, Cepat-cepat dia berlutut.
"Susiokcouw, walaupun harus terjun kedalam minyak panas atau rimba golok,
tecu pasti melaksanakan perintah. Tapi, tecu... tecu merasa belum memiliki
kepandaian berani untuk melakukan sesuatu, apalagi harus menghadapi musuh...
masih banyak suheng-suheng lainnya yang lihay"
Tang Sin Siansu tersenyum,
tapi senyumnya itu kecut dan mengandung kedukaan, "Ya memang kalau diminta
sekarang kau menghadapi seorang musuh, tidak usah selihai musuh yang pasti akan
datang mengacau kemari, cukup musuh yang memiliki kepandaian biasa saja, tentu
kau tidak bisa menghadapinya ! Tetapi sekarang ini justeru kau akan Loceng
persiapkan selama tiga atau empat tahun, melatih ilmu pukulan yang baru Loceng
ciptakan, yaitu Sin Beng Kun, sehingga kelak jika sudah menguasai ilmu itu kau
bisa menghadapi musuh yang akan datang mengacau kemari...!"
Giok Han tetap berlutut sambil
memanggut-manggutkan kepalanya. "Perintah Susiok-couw tidak berani tecu
bantah... silahkan Susiokcovw peiintahkan saja !"
"Bagus ! Tahukah kau
mengapa Loceng memilih kau?" tanya Tang Sin Siansu.
Giok Han menggeleng sambil
mengawasi Susiokcouwnya.
Tang Sin Siansu menghela napas
dalam-dalam. "Persoalan yang sebenarnya nanti akan Loceng beritahukan jika
kau sudah selesai mempelajari Sin Beng Kun. Loceng memilih kau karena mengingat
kau memiliki kecerdasan yang cukup. Yang terpenting, kau baru setahun menjadi
murid kami, sehingga kau masih murni, baru memiliki dasar ilmu silat kami, Jika
kau sudah memilih salah satu macam ilmu silat Siauw Lim Sie dan sudah
meyakininya lima atau sepuluh tahun, sudah sulit untuk mendidikmu melatih Sin
Beng Kun! Memang terdapat kekurangan padamu, usiamu masih terlalu muda, belum
memiliki dasar Lwekang yang cukup! Namun Loceng akan berusaha menambal
kekurangan-kekurangan tersebut ! Nah, sekarang kau duduklah, dengarkan baik
pesan Loceng !"
Giok Han dudak di tempatnya
dan mendengar baik-baik pesan Susiokcouwnya.
"Mulai malam ini, setiap
kentongan kedua kau harus datang ke mari untuk menerima pelajaran langsung dan
Loceng. Tapi semua ini harus kau rahasiakan, gurumu pun jangan diberitahu !
Rahasia ini harus kau pegang biar teguh. jika ada yang mengetahui hal ini.
berarti jodoh kita habis sampai di situ dan Loceng tidak akan mengajarkan Sin
Beng Kun lebih jauh! Kau bisa melaksanakan perintah Loceng, agar memegang teguh
rahasia ini, Giok Han?"
"Bisa. Susiokcouw, Kalau
tecu membocorkan rahasia ini. biarlah tecu mati ditikam seribu mata pedang
!" menyahuti Giok Han, yang girang bukan main mengetahui Susiokcouwnya
akan mewarisi ilmu silat ciptaannya, inilah bermimpipun dia tidak berani
mengharapkannya.
Tang Sin Siansu tersenyum.
"Tidak usah bersumpah, cukup kalau kau berjanji tidak akan membocorkan
rahasia ini, itupun sudah lebih dari cukup." kata pendeta alim tersebut
"Loceng perlu menegaskan di sini bahwa mempelajari Sin Beng Kun harus
disertai ketekunan, tidak boleh main-main, harus bersungguh-sungguh. Memang
berat mempelajari Sin Beng Kun, apa lagi Locengpun akan menggembleng Lwekangmu,
karenanya mulai sskarang kau harus mencurahkan seluruh perhatian pada
pelajaranmu ..."
Giok Han berjanji. Dan menang
mulai malam itu ia banyak menerima petunjuk dari Tang Sin Siansu. Besok
malamnya, dia mulai menerima pelajaran Sin Beng Kun dari Tang Sin Siansu. Bahkan
bukan hanya Sin Beng Kun saja yang diajarkan Tang Sin Siansu, pendeta tua itu
menurunkan pelajaran lwekang Siauw Lim Sinkang yang tertinggi, ilmu tenaga
dalam tingkat atas.
Memang pada mulanya Tang Sin
Siansu memupuk dasar Giok Han agar kuat, baru lewat dua bulan dia mulai serius
dengan setiap jurus yang diturunkannya.
Setiap malam Giok Han datang
secara diam-diam ke kamar Tang Sin Siansu. Tidak seorangpun mengetahui hai
tersebut, sampai suheng-suhengnya pun tidak mengetahui.
Selama kepergian Wie Sin Siansu
dengan beberapa orang saudaranya seperguruannya, maka yang mengamati dan
mendidik Giok Han suheng-suhengnya. di samping sekali-sekali Tang Ling, Tang Lu
dan Tang Sin Siansu bertiga suka juga memberikan petunjuk.
Kini memang secara langsung
Tang Sin Siansu menangani menggembleng anak itu, kemajuan yang dicapai oleh
Giok Han pesat sekali. Selama itu ia tetap merahasiakan terhadap siapapun juga,
bahwa ia tengah mempelajari Sin Beng Kun dari Tang Sin Siansu.
Tang Sin Siansu sengaja
memilih Giok Han karena di samping anak itu sangat cerdas, juga ia belum
menerima pelajaran berani di pintu perguruan Siauw Lim Sie, masih kosong.
Dengan demikian lebih mudah untuk "diisi" oleh pelajaran Sin Beng
Kun, berarti anak ini bisa menghayati sepenuhnya pelajaran Sin Beng Kun
tersebut.
Dugaan Tang Sin Siansu tidak
meleset. Giok Han bisa menerima semua yang diajarkannya dengin baik, Bahkan
jauh lebih cepat dari dugaan semula. Dalam waktu tiga bulan lebih. Giok Han
sudah berhasil menghafal Kauw-koat (teori) Sin Beng Kun. Mungkin diperlukan
waktu lima tahun untuk Giok Han benar benar menguasai setiap jurus Sin Beng
Kun.
Memang cukup lama, tapi bagi
Tang Sin Siansu tampaknya tidak terlalu kesusu mendicik anak ini. Tang San
Simsu belum lagi kepastian kapan muncul di Siauw Lim Sie untuk mengacau, selama
Tang San Siansu belum muncul, selama itu pula Giok Han memiliki kesempatan
untuk menerima gemblengan Tang Sin Siansu memperdalam Sin Beng Kun.
Pagi itu Giok Han berlatih
diri di luar kuil. Tubuhnya melompat gesit kesana kemari. Lincah bukan main.
Dia berlatih seorang diri, dan akhirnya melatih Sin Beng Kun. Telah dipelajari
beberapa jurus Sin Beng Kun, dengan tekun setiap ada kesempatan Giok Han selalu
melatihnya.
Mendadak Giok Han merasakan
sambaran tangan yang kuat sekali pada lengannya. Dia tidak sempat mengelak dari
tangan orang itu, tahu-tahu tubuhnya dilemparkan ke tengah udara.
Hati Giok Han tercekat kaget,
pasti dia celaka kalau orang yang melemparkannya ke tengah udara itu musuh yang
mencelakakan nya. Tapi waktu Giok Han hendak ber-poksay (salto), terdengar
suara gelak tertawa yang Giok Han kenal benar suara tertawa itu.
"Suhu.. . !" Teriak
Giok Han ketika tubuhnya sedang meluncur turun.
Orang yang melemparkan Giok
Han ke tengah udara masih tertawa, tapi tangannya menyambuti tubuh Giok Han,
menurunkannya. Cepat-cepat Giok Han dengan girang berlutut memberi hormat
kepada gurunya, karena orang itu memang tidak lain dari Wie Sin Siansu, yang
sudah kembali ke Siauw Lim Sie setelah kepergiannya sekian lama.
Di samping Wie Sin Sansu
tampak Wie Khie Siansu, Wie Un Siansu dan yang lainnya, semuanya mengawasi Giok
Han sambil tersenyum. Giok Han tidak berayal memberi hormat kepada paman-paman
gurunya.
"Bagus ! Tampaknya kau
sudah memperoleh kemajuan pesat, Giok Han !" kata Wie Sin Siansu sambil
mengusap-usap kepala anak itu. "Coba kau perlihatkan lagi padaku, berapa
jauh kemajuan yang Sudan kau peroleh !"
Giok Han rnengiyakan dan
menjalankan ilmu silat yang telah dipelajari selama ini. Waktu menyaksikan
muridnya bersilat, muka Wie Sin Siansu berseri-seri terang namun ketika Giok
Han memperlihatkan jurus-jurus Sin Wan Kun, alia Wie Sin Siansu jadi mengkerut.
"Hentikan !"
perintahnya. Giok Han kaget dan heran, dia berhenti bersilat. Wie Sin Siansu
menghampiri. Muka pendeta ini tampak keheranan.
"Tadi kau membawakan
jurus "Sin Wan Tho Ko" (Kera Sakti Mencuri Buah) dari "Sin Wan
Kun", Tapi mengapa cara bergeraknya berobah dari yang kuajarkan ?"
Jika yang benar harus dari
kiri berputar setengah lingkaran sambil menggeser kaki kanan, tangan kiri
menyerang ke depan, ke dada lawan. Tapi kau melakukannya sebalik nya, mengapa
begitu"?"
Giok Han menunduk, belum
pernah dia melihat gurunya marah seperti itu. "Tecu memang telah merobah
gerakan jurus tersebut Suhu..."
"Kau yang merobahnya
?" tanya Wie Sin Siansu, alisnya tambah berkerut Jelas pendeta tua ini
merasa tidak senang.
Giok Han mengangguk.
"Benar Suhu, Susiokcouw yang memberikan petunjuk agar tecu merobah arah
gerakan jurus-jurus Sin Wan Kun, karena terdapat kelemahan pada setiap gerak
Sin Wan Kun yang perlu memperoleh perbaikan. Susiokcouw pun bilang bahwa
sebetulnya Sin Wan Kun bukan hanya 13 jurus, melainkan 20 jurus. 7 jurus
sisanya nanti akan diajarkan langsung olch Susiokcouw."
Wie Sin Siansu tampak semakin
keheranan. Dia mengawasi Wie Kie Siansu dan yang lainnya. Merekapun tampaknya
keheranan. "Apakah kau tidak berdusta ?" tanya Wie Sin S;ansu pada
Giok Han.
Giok Han cepat-cepat berlutut
di depan Wie Sin Siansu: "Mana berani tecu berbohong pada Suhu... apa yang
tecu jelaskan tadi memang yang sebenarnya, nanti Suhu bisa menanyakannya pada
Susiokcouw..!"
Wie Sin Siansu mengangguk,
wajahnya berobah sabar kembali. "Baiklah. mungkin Susiokcouwmu mempunyai
pertimbangan lain mengenai ilmu silat itu. Baiklah, mari kita pergi menemui
Hongthio." Mereka segera masuk kedalam kuil. Pendeta muda telah melaporkan
kepada Tang Sin Siansu perihal kembalinya Wie Sin Siansu dengan para sute nya,
segera Hongthio Siauw Lim Sie menyambut keluar, diruang utama kuil Siauw Lim
Sie.