Waktu itulah mendadak lompat
keluar sesosok tubuh gesit sekali dari balik gerombolan pohon-pohon bunga,
kakinya hinggap di tanah tanpa bersuara, bahkan tangannya sudah diayun dan dua
titik sinar kuning terang menyamber ke muka Cu Lie Seng, disusul oleh
kata-katanya: "Pemuda congkak, kau terimalah hadiah dariku agar mulutmu
tak terlalu lebar kalau bicara."
Ternyata dua titik sinar
terang yang dilontarkan oleh sosok bayangan itu adalah dua senjata rahasia
terbuat dari emas dan berbentuk bunga. Orang yang baru muncul tidak lain si
pengemis, yang berdiri bertolak pinggang.
Cu Lie Seng benar-benar lihai,
biarpun dia sama saja dibokong dengan serangan yang mendadak, namun dia tidak
kaget dan gugup, malah dia bisa menghindarkan mukanya dari samberan kedua
senjata rahasia dengan memiringkan pundak kanan dan memiringkan juga kepalanya,
kemudian tubuhnya meloncat ke sebelah samping.
Dengan cara menghindar seperti
itu, dia telah menempatkan diri pada posisi yang baik, agar tidak didahului dan
dibarengi pihak musuh untuk menyusuli dengan serangan berikutnya.
Si pengemis mengawasi Cu Lie
Seng dengan tajam, katanya: "Kalau kau masih sayang jiwamu, cepat ajak
anak buahmu meninggalkan tempat ini, sebelum aku turun tangan .. . ! Keputusan
ini mudah berobah, dan kalau aku sudah merobah keputusan ini, berarti untuk keluar
lagi dari tempat ini saja tak mungkin untuk kau dan teman-temanmu!"
Cu Lie Seng sudah melihat
jelas penyerangannya, dia bersikap tenang, dingin mengejek. Sudut bibirnya
terungkit sedikit seulas senyuman mengejek.
"Kukira siapa yang berani
kurang ajar terhadapku! Tak tahunya hanyalah pengemis busuk seperti kau, yang
tubuhmu saja bisa membuat orang muntah-muntah selama seminggu! Beritahukan pada
Toat beng-sin-ciang agar keluar menyambutku!"
"Menyambutmu? Oooooh, kau
bermimpi! Kau kira dirimu ini apa? Mana harganya ditemui Toat beng sin ciang
!?" mengejek sipengemis.
Muka Cu LieSeng berobah merah,
dia mengawasi dengan mata semakin tajam pada pengemis itu. Kakinya melangkah
dua tindak mendekati, tahu tahu tangannya meluncur akan mencengkeram dada
sipengemis disusuli dengan kata-katanya: "Mulutmu terlalu lancang dan
perlu dihajar agar lain waktu bisa berlaku lebih sopan!" Jari jari
tangannya seperti cakar naga yang menyambar hendak mencengkeram, dia yakin
pengemis itu bisa dicengkeram dadanya dengan mudah, kesudahannya dia jadi
kecele waktu mencengkeram tempat kosong, bahkan tahu tahu tulang iganya
berkesiuran angin dingin, menunjukkan adanya se rangan di tempat itu.
Tanpa menarik pulang
tangannya. tanpa menoleh juga, tahu tahu Cu Lie Seng menekuk tangannya dengan
jurus. "Hun Kang Toan Liu" (Membendung Sungai Memutuskan Aliran),
sikunya hendak menotok pergelangan tangan penyerangnya. Memang yang menyerang
iganya adalah sipengemis, dia bermaksud akan meremukkan tulang iga Cu Lie Seng dengan
pukulan tangannya, namun melihat ancaman siku tangan Cu Lie Seng terpaksa dia
menarik pulang tangannya, dibarengi melompat mundur, sebab telapak tangan Cu
Lie Seng sudah menyusul lagi membabat ke samping dengan mempergunakan tepi
telapak tangannya sebagai penggantinya pedang!
Si pengemis diam-diam
terkejut. Tak salah apa yang diberitahukan Giok Han bahwa Cu Lie Seng memang
sangat lihai, karena dalam segebrakan ini saja dia sudah menyaksikan sendiri
bahwa ilmu silat orang she Cu ini benar-benar harus dihadapi dengan hati-hati kalau
tidak mau celaka.
"Katakan, siapa kau dan
masih ada hubungan apa antara kau dan Toat beng-sin-ciang ?" tegur Cu Lia
Seng, suaranya tak keras, namun tajam dan dingin.
"Manusia macam kau mana
pantas mendengar namaku ? Tak ada harganya kau mengetahui namaku! Nah,
terimalah lagi!" Sambil berkata begitu, si pengemis membarengi dengan
pukulan "Sun Cm Kian Yo" atau Pukulan Menuntun Kambing",
tangannya lincah sekali menyambar dua sasaran, muka dan perut, inilah serangan
yang biasanya sulit dihindarkan, karena memang pertama sulit untuk melincungi
diri sekaligus dari dua serangan yang berbeda jauh sekali,juga dilakukan oleh
pengemis yang memiliki kepandaian tak rendah, pukulannya memantulkan tenaga
dalam yang kuat, sampai mengeluarkan suara "tyuuuuuttt ! wuuuuutttt !
wuuuuutttt ! Shiuuuut . . . ." tak hentinya, dingin dan tajam sekali angin
pukulannya, mengincar dengan cara yang sulit untuk dihindarkan oleh orang-orang
yang berkepandaian tanggung-tanggung.
Cuma saja Cu Lie Seng bukan
lawan sembarangan, ia gesit dan lihai, dapat bergerak dengan lincah untuk
menghindarkan setiap ancaman, juga dapat balas menyerang, seperti yang tampak,
waktu dia bisa menghindarkan pukulan di bagian perutnya dengan menyedot
perutnya dalam-dalam memiringkan mukanya, tanpa merobah kedudukan kedua
kakinya, tahu-tahu tangan kanannya menyambar hendak menotok kedua biji mata si
pengemis dengan jurus yang mematikan "Cun Ma Pun Coan" atau
"Kuda indah Me-ngejar Mata Air".
"Ihhhhhh ....!" si
pengemis menjerit kaget dan cepat-cepat melompat ke belakang, Kembali dia
kaget, ketika kedua kakinya hinggap di tanah, tahu-tahu tangan Cu Lie Seng
telah menyusul juga dengan serangan berikutnya. Tanpa buang waktu si pengemis
mempergunakan jurus "Yauw Cu Hoan Sin" atau "Elang Membalikkan
Badannya", dia berusaha membuang diri dengan loncatan yang kuat, ke
sampingnya.
"Siuuuuuutttt ....
!" dua jari tangan Cu Li Seng lewat di sisi pipinya, hanya terpisah
beberapa dim. Si pengemis mengeluarkan keringat dingin. Benar-benar tangguh Cu
Lie Seng, kalau tadi dia terlambat sedikit saja dalam gerakannya menghindar,
niccaya kedua biji matanya menjadi korban totokan kedua jari tangan Cu Lie
Seng, berarti selanjutnya dia menjadi manusia buta tak bermata!
Biar kaget, si pengemis
rupanya pemuda gemblengan, dia tak gentar. Dia cepat merobah posisinya dengan
membarengi menghantam memakai telapak tangannya pada dengkul Cu Lie Seng dengan
jurus "Tiang Hong Koan Jit" atau" Pelangi Menembus Matahari",
hantamannya ini disertai oleh tujuh bagian tenaga dalamnya, jangankan lutut
seorang manusia, sedangkan batu gunung yang keras sekalipun kalau terkena
pukulan seperti ini, pasti akan pecah hancur menjadi tepung.
Cu Lie Seng memperdengarkan
tertawa dingin, dia berhasil meloncat menghindar. Pertempuran berlangsung terus
semakin lama semakin seru, tapi si pengemis tidak jarang agak terdesak oleh
pukulan-pukulan balasan pemuda she Cu tersebut.
Giok Han yang menyaksikan
jalan pertem puran dari tempat persembunyiannya mengawasi agak tegang
menguatirkan keselamatan sahabatnya. Pengemis itu memang lihai, tapi setelah
pertempuran tersebut berlangsung beberapa puluh jurus, Giok Kan mendapat kesan
kepandaian si pengemis masih berada di-bawah satu tingkat dari Cu Lie Seng, Karenanya
pemuda ini memasang mata dan bersiap-siap jika kawannya itu terancam bahaya, ia
akan keluar untuk membantu.
Bukan hanya Giok Han yang
menyaksikan jalan pertandingan itu, karena See-mo Uh-Ma. Pak mo. Lam-mo maupun
Tong mo berempat menyaksikan jalan perkelahian tersebut dengan penuh perhatian.
Semula mereka menyangka si pengemis adalah Toat-beng-sin-ciang yang tengah
mereka cari.
Tapi setelah melihat jelas
muka si pengemis yang masih berusia muda, mereka kecewa. Pengemis itu jelas
bukan orang yang tengah mereka cari. Tapi menyaksikan beberapakali pengemis itu
mempergunakan jurus-jurus yang dahsyat dan setiap pukulannya sangat tangguh
mematikan, mereka jadi memperhatikan penuh minat.
Kalau sampai Cu Lie Seng tak
bisa menghadapinya, mereka akan keluar, buat membekuk pengemis tersebut.
Setelah lewat sekian jurus, mereka jadi senang, karena Cu Lie Seng tampaknya
menang di atas angin dan jika perkelahian itu berlangsung lebih dari seratus
jurus, tentu pengemis muda tersebut akan berhasil dirubuhkan Cu Lie Seng.
Keempat tokoh rimba persilatan
itu jadi memperhatikan keadaan di sekitar tempat tersebut, kalau-kalau ada
orang lain yang bersembunyi di situ, selain si pengemis.
Tapi tak terlihat orang lain,
hanya asap putih tipis yang harum semerbak masih keluar dari lobang di puncak
pohon, juga pohon-pohon bunga yang menyiarkan berbagai macam harum aneh dan
kurang enak untuk penciuman di hidung.
Cu Lie Seng waktu itu berhasil
menghindarkan pukulan tangan kanan si pengemis, tahu-tahu ia menepuk kedua
tangannya, mendadak pula tubuhnya berputar setengah lingkaran dengan gerak yang
aneh membuat si pengemis sekejap bingung kehilangan pegangan kemana bergerak
lawannya. Di waktu itulah dia menerima hantaman dahsyat dari Cu Lie-Seng.
Terkesiap hati Giok Han
menyaksikan cara menyerang Cu Lie Seng. Sampai dia berseru tertahan. Ia
mengenali ilmu silat yang di- pergunakan Cu Lie Seng tak lain
"Liong-beng-kun" ! Untung saja waktu itu dari kedus tangan Cu Lie
Seng mengeluarkan angin yang bcrkesiutan keras, menyebabkan pohon-pohoa bunga
bergerak berkeresekan ramai, suara seruan Giok Han tak sampai terdengar Cu
Lie-Seng maupun keempat tokoh persilatan yang tengah bersembunyi, karena
keempat tokoh persilatan itu tengah memperhatikan penuh minat pada ilmu silat
yang dipergunakan Cu-Lie Seng.
Memang selama beberapa tahun
terakhir ini Cu Lie Seng belajar dibawah gemblengan Tang San Siansu, yang telah
mewarisi "Liong-beng-kun" kepada muridnya yang istimewa ini. Walaupun
Cu Lie Seng belum bisa menguasai sepenuhnya ilmu silat yang tangguh luar biasa
itu, tokh sedikitnya dia sudah berhasil melatih lima bagian, serangannya
mengandung maut yang menakutkan !
Sekarang setelah lewat sekian
puluh jurus dan ternyata tak berhasil merobohkan lawannya, darahnya jadi naik,
dia penasaran dan dipergunakannya "Liong beng-kun"-nya, dengan
harapan bisa secepatnya merobohkan si pengemis dengan satu dua jurus serangan
saja.
Memang kesudahannya sangat
hebat, sebab si pengemis menjerit kaget dan berusaha menjauhi diri dari tangan
Cu Lie Seng, dia mendorong dengan pukulan "Swat Koat Liok Cut" atau
"Kembang Salju Berhamburan Enam Penjuru", kemudian tubuhnya meloncat
ke belakang dengan gerakan "Liu Seng Kan Goat" atau "Bintang
Sapu Mengejar Rembulan".
Cepat gerakan tubuh si
pengemis, namun lebih cepat lagi tangan Cu Lie Seng. Dia mempergunakan jurus
dari ilmu yang sangat dahsyat, walaupun si pengemis sudah membalas dengan
pukulan yang bisa membahayakan dirinya, lalu melompat ke belakang dengan
loncatan tubuh yang begitu lincah tetap saja Cu Lie Seng berhasil untuk berada
di dekat si pengemis, kedua telapak tangannya yang merah seperti darah
berkumpul di situ meluncur turun akan menepuk pundak si pengemis.
Kaget bukan main pengemis itu,
keringat dingin mengucur keluar. Dia melihat tak ada kesempatan untuk
meloloskan diri dari tangan maut Cu Lie Seng. Tak ada kesempatan untuk meloncat
ke tempat lain, hawa amis yang menerjang mukanya terasa santer sekali. Maut
sudah berada di atas kepalanya.
Giok Han tak bisa menahan
diri, dia ingin melompat keluar untuk membantui si pengemis. Tak boleh dia
membiarkan si pengemis terluka oleh pukulan "Liong-beng-kun", sebab
untuk selanjutnya si pengemis akan terluka parah, menjadi lumpuh dan lupa
ingatan, seperti yang telah dialami oleh Tang Bun Siansu dari Siauw Lim Sie !
Benar Cu Lie Seng belum begitu sempurna menguasai "Liong-beng-kun,"
seperti halnya pada latihan yang dicapai Tang San Siansu, namun tetap saja pukulan
yang dilakukan Cu Lie Seng mengandung maut yang mengerikan sebab kepandaian si
pengemis pun belum setinggi Tang Bun Siansu!Kalau terkena tangan maut itu,
niscaya habislah masa depan si pengemis.
Belum lagi Giok Han menjejak
kakinya, tiba-tiba terdengar seruan kaget perlahan, disusul tubuh Cu Lie Seng
"terbang" ke belakang, mukanya pucat pias ketika kedua kakinya telah
hinggap di atas tanah, tangan kirinya memegangi tangan kanannya. Matanya
memandang dengan sinar tajam memancarkan kemarahan yang tak kepalang. Sedangkan
si pengemis berdiri di tempatnya dengan muka tersenyum-senyum, tidak kurang
suatu apapun juga.
"Enak ditusuk
jarum?" mengejek si pengemis dengan sikap meremehkan Cu Lie seng.
Rupanya waktu melihat tak ada
jalan keluar dari tangan maut Cu Lie Seng, cepat luar biasa si pengemis telah
mempergunakan sebatang jarum unmk menyambuti telapak tangan Cu Lie Seng.
Telapak tangan Cu Lie Seng seperti juga menghantam mata jarum itu, yang
menembus cukup dalam, membuatnya tadi menjerit perlahan dan ia lompat ke
belakang kaget dan kesakitan ! Apa lagi jarum yang dipergunakan si pengemis
ternyata beracun, telapak tangan Cu Lie Seng dalam waktu hanya beberapa detik
saja telah membengkak!
Darah Cu Lie Seng meluap
sampai terasa meledak di ubun-ubun kepalanya, dia melangkah maju dengan mata
melotot mengancam. untuk menyerang si pengemis lebih hebat dari sebelumnya,
selangkah demi selangkah menghampiri tanpa memperdulikan telapak tangan
kanannya membengkak cukup besar.
Belum lagi Cu Lie Seng
menyerang kembali pada si pengemis. Tong-mo Kwang Cu Pu sudah lompat ke
sampingnya. Dia memegang lengan Cu Lie Seng dan agak kuatir berkata:
"Kongcu. pengemis ini rupanya perlu dihajar! Untuk menghajar manusia kotor
mesum seperti itu tak layak mempergunakan tangan Kongcu, biarkan aku yang
mewakilinya."
Kemudian dengan suara berbisik
ia bilang lagi: "Kongcu harus mengendalikan diri, racun itu cukup kuat
kerjanya." Tersadar Cu Lie Seng bahwa tangannya sudah keracunan,
membengkak cukup besar dan merah, dia segera berusaha mengurangi kemarahan dan
mengendalikan diri, karena kalau di turuti kemarahan hatinya, di mana darah
beredar lebih cepat ke jantung, dirinya bisa celaka, jantung bisa bekerja lebih
cepat lagi. la harus memakan obat penawar racun, rupanya Tong-mo Kwang Cu Pu
memang sengaja menginginkan ia mundur untuk mengurusi lukanya itu.
Maka tanpa bicara apa-apa dia
melompat mundur membiarkan Tong-mo Kwang Cu Pu menghadapi si pengemis cuma mata
Cu Lie Seng yang masih melototi si pengemis waktu ia melompat mundur.
Pak-mo cepat-cepat menyerahkan
obat pulung yang khusus memunahkan racun, yang diterima oleh Cu Lie seng.
Tong-mo sudah, berhadapan dengan si pengemis.
"Pengemis busuk, kau
benar benar tak kenal tingginya langit dan dalamnya bumi, sehingga berani
kurang-ajar pada Cukongcu. Kau mau pulang ke neraka rupanya !" Bentak
Tong-mo dengan suara meremehkan, tapi bengis mengandung ancaman.
"Pendeta busuk,"
balas maki si pengemis, karena dilihatnya Tong-mo berpakaian seperti pendeta
"Kau rupanya mau cepat cepat pulaug-ke neraka !" Sengaja dia mengikuti
cara memaki Tong-mo untuk membangkitkan kemarahan Tong-mo.
Tadi melihat cara meloncat
Tong-mo, si pengemis segera tahu banhwa Tong-mo memiliki ilmu yang tinggi,
kakinya begitu ringan. Maka untuk membangkitkan kemarahan Tong-mo ia sengaja
mengikuti cari memaki Tong mo, jika ia marah tentu sulit mengerahkan seluruh
konsentrasinya dun akan lebih mudah dihadapi, Tak tak disangkanya, Tong-mo
malah tertawa bergelak-gelak.
"Heh-heh-heh. kau
benar-benar setan jelek yang sudah bosan hidup!" Sambil tertawa disusul
makiannya itu, tubuh Tong-mo sudah melompat ke depan, tangannya sudah menyambar
dan karena tenaga pukulannya sangat kuat, mengeluarkan suara angin berkesiutan.
Si pengemis tahu bahwa
lawannya lihai, ia tak mau membuang waktu. Belum tangan Tong-mo sampai, tubuh
si pengemis sudah berkelebat mengelak, sambil dibarengi serangan membalas, yang
tenaga pukulannya pun tak kalah kuatnya.
Melihat pukulannya yang
pertama gagal, Tong-mo menyusuli dengan tiga pukulannya. la tahu bahwa pengemis
muda yang kotor mesum ini memiliki kepandaian yang tinggi, tadi dia sempat
menyaksikan waktu si pengemis berkelahi dengan cukongnya. Sekarang dia turun
tangan tidak tanggung-tanggung, sekaligus mempergunakan pukulan-pakulan yang
ampuh dan mengandung maut !
Si pengemis juga tidak manda
diserang begitu, berulangkali ia menghindar, diselingi oleh pukulan balasan
yang juga bisa mematikan lawan. Mereka berloncatan ke sana kemari cepat sekali
sehingga seperti bayangan belaka, angin pukulan mereka menyebabkan pohon-pohon
bergoyang dan daun-daun ranting berjatuhan. Sebentar saja sudah lebih dari
sepuluh jurus.
Giok Han menyaksikan tokoh
persilatan itu berkumpul di sini, jadi heran. Entah apa yang ingin mereka
lakukan di tempat ini ? Juga Cu Lie Seng bersikeras hendak bertemu dengan
Toat-beng-sinciang, entah apa yang diinginkannya.
Berkumpulnya mereka di tempat
ini, jelas alamat yang kurang bagus bagi orang-orang rimba persilatan, karena
ancaman buat mereka yang tidak mau tunduk pada anaknya Cu-kongkong ini dan para
pengikutnya. Juga, adanya Cu Lie Seng di sini pasti Tang San Siansu juga berada
di sekitar tempat ini.
Hati Giok Han jadi berdebar,
ia mengawasi betapa Tong-mo berusaha mendesak si pengemis, tapi pengemis itu
selalu dapat memunahkan setiap serangan lawannya. Waktu itulah Pak-mo, Lam-mo
dan See-mo ikut melompat maju buat membantu Tong-mo.
Keempat tokoh persilatan ini,
yang masing-masing memiliki ilmuyang tinggi, sudah berbareng menyerang dan
mengeroyok si pengemis.
Tidak puas Giok Han melihat
pengeroyokan ini, tak mungkin dia bersembunyi terus, sedangkan si pengemis
tengah terancam bahaya maut dibawah pengeroyokan lawan-la-wannya itu, Tanpa
pikir dua kali lagi Giok Han segera lompat sambil berseru: "Manusia-manusia
rendah tak tahu malu main keroyokan, terimalah seranganku !" Dan memang
bentakan Giok Han disusul oleh pukulannya yang saling susul.
See-mo Uh Ma yang berada
raling dekat dari arah munculnya Giok Han merasakan sambaran angin yang kuat,
ia segera menangkis tanpa menoleh. Malah mengoceh: "Uh-uh-uh, kiranya dia
ada kawannya..."
"Dessss! Bukkkkk !
"Suara benturan tangan See mo Uh Ma dengan tangan Giok Han sangat keras
dan kuat sekali, bahkan Uh Ma jadi kaget tak terkira. Semula dia menyangka yang
muncul anak buah sipengemis. yang kepandaiannya berada di bawah si pengemis,
Siapa tahu justeru waktu tangan mereka membentur, tubuh See Mo
bergoyang-goyang. Untung saja dia seorang tokoh persilatan yang berpengalaman
dan memiliki ilmu yang tinggi. cepat dia bisa mengendalikan tubuhnya dan tangan
kirinya menyerang untuk mencegah lawan menyusuli dengan pukulan berikutnya.
Giok Han tidak tahu. dia malah
menyambuti lagi tangan kiri Ui Ma dengan tangan kanan, tangan kirinya bekerja
menyambar baju dipundak lawan, Begitu terdengar bentakan Giok Han, segera tubuh
Uh Ma terpental ketengah udara, karena waktu Giok Han bisa menjambak baju di
pundak lawan, segera melemparkannya...
Uh Ma tidak menyangka lawannya
demikian gesit dan cepat tangannya maka tubuhnya kena dilemparkan. Untung saja
dia masih bisa mengendalikan tubuhnya tidak sampai terbanting ditanah, cuma
jatuh berdiri dengan kedua kaki lebih dulu, dia tidak pernah menderita malu
yang terlalu hebat.
Alis Cu Lie seng
bergerak-gerak melihat munculnya Giok Han dan salah seorang anak buahnya
berhasil dilemparkan seperti itu, Tangannya yang tadi membengkak sekarang sudah
kempis kembali, hanya masih tersisa warna merah.
Racun sudah di punahkan,
karena ia memakan obat mujarab yang dibikin ramuannya oleh tabib-tabib istana,
la menduga-duga entah siapa pemuda yang baru muncul ini, yang ilmu silatnya
kelihatan lebin tinggi dari si pengemis.
Giok Han bekerja cepat,
setelah berhasil melemparkan See mo, ia segera menghantam punggung Pak-mo,
pukulannya sama kuat seperti yang tadi dilakukan pada See mo. Pak-mo sudah
menyaksikan bahwa pemuda yang baru muncul ini tak boleh dibuat main, segera
menghindar dia batal meneruskan pukulannya pada si pengemis, melainkan tangan
itu dipergunakan untuk memukul dada Giok Han.
Dahsyat sekali tenaga
pukulannya, dia seorang tokok persilatan yang lwekangnya sudah mencapai tingkat
tinggi, jika pukulan itu mengenai sasaran, tentu kurban pukulannya tak akan ada
harapan, hidup. Batu karang saja jika dipukul oleh Pak mo dengan tenaga
sedahsyat itu, niscaya akan hancur lebur menjadi tepung!
Giok Han tidak takut, dia
tidak mengelak dan malah tangan kanannya menangkis. Keras lawan keras.
Terdengar dua tenaga membentur ditengah udara. Menyusul dengan itu, tangan kiri
Giok Han menyambar lagi, dan telak sekali pundak Pak-mo kena dupikul sampai dia
terhuyung beberapa langkah kebelakang.
Bukan main kagetnya Pak-mo
melihat sepak terjang si pemuda yang ternyata sangat tangguh malah belum dia
sempat berpikir,Giok Han sudah berada didepannya lagi. "Manusia tak tahu
malu, kau pantas di beri hajaran!" Tangan Giok Han sudah berada didepan
matanya, mengincar jalan darah "Tu-cie-hiat yang berada diantara ujung
dalam kedua alisnya.
Jika jalan darah ini tertotok,
maka akan celaka Pak-mo, karena "tu-cie-hiat" merupakan titik jalan
darah yang sangat penting, jika tertotok dengan dengan tenaga yang cukup kuat
pasti bisa menyebabkan kematian. Tak ayal lagi Pak-mo menghindari pukulan itu.
Namun kembali dia kaget.
Waktu tubuhnya meloncat
kebelakang, saat itulah kaki Giok Han menyambar menendang selangkangannya.
Pak-mo jadi sibuk menghindar, sekali ini dia agak terlambat. Memang ia bisa
menyelamatkan jalan darah "tu-cie-hiat" dipangkal hidungnya dari
totokan jari tangan Giok Han, namun sekali ini biarpun tak tepat pada
selangkangannya, tapi pangkal pahanya kena di tendang oleh Giok Han.
Hal ini disebabkan
mati-matian. Pak-mo berusaha menghindar, alat vitalnya bisa diselamatkan, tapi
akibat tertendang pangkal pahanya, tubuh Pak- mo terpental hampir terguling di
tanah. Dia berhasil mengerahkan tenaga dalam pada kedua kaki dan kuda-kudanya, sehingga
tak perlu terguling, tak urung dia berdiri dengan muka yang merah dan pucat
bergantian.
Marah karena malu campur
mendongkol, pucat akibat kaget yang tak terkira. Selama dia berkelana dalam
kang-ouw, setelah dia sekian puluh tahun menyembunyikan diri di tempat
menyepinya, baru sekali ini dia mendalami kejadian seperti sekarang.
Setelah rasa kagetnya
berkurang bagaikan suara geledek dia melompat untuk menerkam Giok Han.
Giok Han setelah berhasil
menendang pangkal paha Pak-mo, cepat-cepat menyusulkan pukulan pada Lam mo
karena waktu itu si pengemis tengah dilibat oleh Tong-mo dengan pukulan pukulan
yang mematikan sehingga tak keburu untuk menangkis pukulan yang dilakukan Lam
mo.
Si-pengemis tengah
mempergunakan kedua tangannya menyanggah tangan kanan Tong-mo, karena Tong-mo
menyerang dengan tenaga yang kuat seribu kati. Saat itulah dipergunakan Lam-mo
buat menghantam tengkuk si pengemis dengan dua jari tangannya.
Serangan ini memang tampak
ringan, tapi kalau sampai mengenai sasarannya bisa membikin si pengemis
seketika menemui kematian, sebab yang diincar adalah titik jalan darah
Yu-hiat-to yang ada di tulang punduk.
Seperti diketahui, tulang
pundak yang menyambung terus dengan tulang punggung merupakan bagian yang
sangat penting bagi manusia. Seseorang bisa lumpuh atau tak sehat karena tulang
punggung yang tak bagus dan tak sehat, dimana urat-urat syaraf besar berkumpul
disitu.
Sekarang sipengemis dihantam
oleh kepretan jari-jari tangan mengandung maut, kalau kepretan itu menotok tepat
niscaya sulit untuk menjamin si pengemis bisa mengadakan perlawanan terus.
Kemungkinan iapun akan lumpuh jika terserang begitu.
Melihat ancaman maut yang
datang pada si pengemis membuat Giok Han tidak melompat kepada Pak-mo yang
berhasil ditendangnya, melainkan cepat-cepat menghantam Lam-mo, berusaha
mencegah dia meneruskan pukulannya pada tengkuk si pengemis.
Memang Lam-mo merasakan
sambaran angin yang dahsyat, berkesiuran mengancam tulang iganya. Dia tidak
berani meremehkan pukulan Giok Han, walaupun tadi sedang berkelahi, dia sempat
melihat Pak-mo dan See-mo dibikin repot dan terserang oleh pukulan-pukulnn yang
dilakukan Giok Han. Tidak buang waktu dia membatalkan pukulannya pada si
pengemis, melainkan cepat-cepat menarik tenaga pukulan, yang lalu dipergunakan
untuk menghantam Giok Han.
Tak ampun lagi dua kekuatan
tenaga dalam bertemu. Giok Han kaget karena dadanya dirasakan bergetar,
menunjukkan kuatnya tenaga dalam Lam-mo. Tapi Lam-mo juga tidak kurang
kagetnya, karena waktu itu dia merasakan siku tangannya sakit, berbunyi dan
seakan bonggolan siku tangannya ingin terlepas.
Yang lebih hebat dadanya
seperti menjadi sempit menyebabkan dia sesak bernapas! Tak buang waktu lagi
Lam-mo melompat mundur menjauhi Giok Han.
Tong-mo yang tengah ditangkis
tangannya oleh si pengemis, menarik tangannya dan melompat mundur, dia tidak
mendesak terus si pengemis. Dia tengah heran melihat dalam beberapa detik dan
waktu begitu singkat Giok Han bisa memukul mundur tiga orang kawannya ! Dia
penasaran, tapi sebagai orang yang cerdik tentu saja Tong mo tak mau ceroboh
untuk menerkam Giok Han.
Si pengemis tersenyum
mengejek, sedangkan Giok Han berdiri disampingnya. "Hebat ilmu silatmu,
membuat tua bangka yang sudah mau pada mampus itu kelabakan !"
Giok Han tidak menghiraukan
gurau si-pengemis, dia mengawasi tajam pada Cu Lie-Seng. "Orang she Cu,
tadi kau mempergunakan Liong-beng-kun sangat jelek sekali, banyak kesalahan
yang kau lakukan!"
Kaget Cu Lie Seng diejek
seperti itu oleh Giok Han. Dia kaget bukan disebabkan tiga orang dari empat
orang anak buahnya berhasil dipukul mundur begitu mudah oleh Giok Han.
Sekarang, malah Giok Han
menyebut nama jurus ilmu andalannya, yang dikatakannya telah dilatih oleh Cu
Lie Seng secara buruk ! Siapakah pemuda ini ? Apakah masih mempunyai hubungan
perguruan dengan gurunya. Tang-San Siansu ? Hati Cu Lie Seng jadi penuh oleh
pertanyaan-pertanyaan yang membingungkannya.
Di samping itu, ia juga
penasaran campur marah. Dengan muka dingin dia mendekati Giok Han, matanya
tajam seperti ingin menembus mata Giok Han terus kehatinya.
"Siapa kau ? Apakah kau
murid Toat-beng-sin ci-ang juga seperti pengemis mesum itu?"
Giok Han menggeleng. Sebagai
orang yang jujur ia tak bisa berbohong. "Bukan, aku tak kenal siapa
Toat-beng-sin-ciang yaag kau tanyakan itu. Sedangkan dia ini sahabatku, aku tak
ingin melihat kau sewenang-wenang melakukan pengeroyokan padanya secara tidak
tahu malu !"
Cu Lie Seng tertawa dingin
tidak memperlihatkan perasaan apapun pada mukanya yang tampan tapi beku.
"Kedatangan kami kemari," katanya, "untuk bertemu dengan
Toat-beng-si i ciang. Tapi dia tak mau menemui kami, bahkan pengemis mesum ini
yang telah banyak tingkah coba menghalangi kami mencari Toat-beng sin-ciang.
Apakah kami tak pantas untuk memberikan hajaran padanya ?"
Si pengemis yang sejak tadi
diam saja sambil tersenyum-senyum mengejek, sekarang berteriak marah :
"Sudan menjadi peraturan buat siapa saja, bagi yang berani lancang masuk
ke daerah ini berarti harus menerima imbalannya, yaitu mati ! Kalian berlima telah
lancang memaksa untuk masuk kemari, bagian kalian yang paling setimpal ialah
kematian. Kau tak usah banyak bicara untuk masuk memang mudah tapi untuk keluar
dari sini jangan harap, kalian harus mati ! Ini sudah peraturan yang tak bisa
di tawar-tawar, karenanya kau tak usah bicara terkebur lagi. Bersiap-siaplah
kalian, karena kematian sudah dekat"
Cu Lie Seng melirik dingin
menghina kepada si pengemis, kemudian menoleh kepada Giok Han. Kau mengenali
ilmu "Liong-beng-kun" ku. apakah kau ada hubungan dengan guruku
?"
Hemm. pasti gurumu Tang San
Sian-su," kata Giok Han tawar. "Di mana sekarang dia berada ? Apakah
tidak datang bersama kalian ?"
Cu Lie Seng seorang pemuda
yang cerdas, otaknya sangat pintar dan licin. Sekali melihat saja cara Giok Han
bicara dan menyebut temang gurunya, segera dia mengetahui bahwa Giok Han
seperti memandang rendah gurunya, maka segera dia bisa menarik kesimpulan bahwa
Giok Han pasti bukan sahabat gurunya, bahkan sebaliknya. Cuma yang membuat Cu
Lie Seng ragu-ragu turun tangan, justeru dia sempat menyaksikan tadi betapa
gagah perkasa pemuda yang tak dikenalnya ini.
"Guruku akan datang
kemari, kau tentu bisa bertemu dengannya" jawab Cu Lie Seng maksudnya
ingin menggertak Giok Han. "Siapa namamu ?"
"Aku ? Cukup kau sebut aku
Liong-kak-sin-hiap!" menyahuti Giok Han tawar.
Muka Cu Lie Seng berobah,
seperti mendengar sesuatu yang hebat, tubuhnya sampai menggigil di samping
mukanya yang jadi pucat kehijau-hijauan. Dia pernah diberitahukan oleh gurunya,
Liong-beng-kun merupakan ilmu yang tangguh dan sangat dahsyat, jarang orang
bisa melayani ilmu itu, apa lagi kalau Cu Lie Seng sudah berlatih dengan
sempurna, tentu jarang ada tokoh persilatan yang sanggup melayaninya.
Cuma gurunya berpesan,
Liong-beng-kun memiliki satu kelemahan, yaitu akan hancur punah kalau
berhadapan dengan tongkat Liong-kak-tung. Pemuda ini bergelar
Liong-kak-sin-hiap (Pendekar Sakti Cula Naga), apakah mempunyai hubungan dengan
Liong-kak-tung?
Apakah pemuda ini memiliki
tongkat Liong-kak-tung yang pernah disebut-sebut oleh gurunya ? Tapi tak
mungkin, bantah Cu Lie Seng sendiri dalam hati, Liong-kak-tung menurut gurunya
sudah lenyap selama ratusan tahun, selama itu tak ada orang yang sempat menyaksikan
tongkat pusaka itu. Mana mungkin pemuda ini bisa memiliki tongkat itu. Mungkin
Giok Han hanya ingin menggertaknya saja.
"Baru pertamakali
kudengar tentang dirimu, apakah kau belum lama berkelana dalam kalangan Kangouw
?" tanya Cu Lie Seng Sengaja dia bertanya seperti itu, seakan ia
meremehkan dan memandang rendah kepada Giok Han. ..Siapa gurumu?"
"Nanti kalau aku bertemu
denpan gurumu, kau akan mengetahui jelas siapa aku sebenarnya," rnenyahuti
Giok Han tawar. "Kau pun pernah bertemu denganku, tapi itu dulu... mungkin
kau sudah lupa."
Cu Lie Seng mengingat-ingat,
tapi tetap saja tak diingatnya ia pernah bertemu Giok Han di mana. "Di
mana kita pernah bertemu ?" tanya Cu Lie Seng akhirnya.
Giok Han mengawasi Cu Lie Seng
sejenak, kemudian baru menyahuti: "Sudah kukatakan, nanti semuanya menjadi
jelas untukmu kalau aku sudah bertemu dengan gurumu. Sekarang dimana aku bisa
bertemu dengannya?"
"Tidak lama lagi kau akan
bertemu dengan guruku," jawab Cu Lie Seng dengan sikap congkak. "Dan
kawanmu itu, pengemis mesum yang menyebalkan akan ikut bersama untuk menemui
guruku." Setelah berkata begitu Cu Lie Seng bersiul nyaring. Pak-mo,
See-mo, Lam-mo dan Tong-mo berempat waktu itu bersiap-siap untuk menyerbu pada
Giok Han, mereka penasaran karena tadi mereka telah diberi "pelajaran
pahit" olen pemuda yang semula tak dipandang sebelah mata tapi
kenyataannya memiliki ilmu yang sangat tinggi. Mendengar Cu Lie Se-ng bersiul,
mereka batal untuk melompat menyerang, hanya berdiri mengawasi.
Diluar taman bunga itu
terdengar suara sangat ramai, bermunculan banyak sekali tentara negeri yang
lengkap masing masing bersenjata tombak atau golok. Ternyata tempat itu telah
dikepung olah tentara negeri yang sengaja dibawa oleh Cu Lie Seng, cuma mereka
semua bersembunyi diluar taman bunga.
Mendengar isyarat dari Cu Lie
Seng barulih mereka memperlihatkan diri. Tentara kerajaan itu dipimpin oleh Lui
Pek Sam. Ramai suara tentara kerajaan, mereka terdiri dari beberapa
lapis,sehingga jangankan manusia, seekor lalatpun tak akan lolos keluar dari kepungan
tentara kerajaan tersebut.
Barisan lapis ketiga dari
tentara kerajaan itu bersenjatakan panah, siap untuk dilepaskan anak panahnya
kalau ada musuh yang hendak melarikan diri. Ketat sekali pengepungan ini. yang
diatur sangat sempurna.
Alis Giok Han mengkerut
menyaksikan ini, hatinya agak kaget juga. Benar-dia lihai dan juga si pengemis
memiliki ilmu yang tidak rendah. Namun kalau dikepung demikian banyak tentara
perajaan, ditambah lagi oleh empat orang tokoh persilatan seperti Tong-mo,
Pak-mo See mo dan Lam-mo. kemudian adanya Cu Lie Seng dan Lui Pek Sam, maka
keadaan mereka sulit untuk bisa melepaskan diri atas pengepungan yang ada.
Si pengemis melirik dan
tersenyum melihat Giok Han tengah memperhatikan sekelilingnya dengan alis yang
mengkerut. "Kau takut?" bisiknya.
Giok Han seperti baru tersadar
dari tidurnya, cepat-cepat dia menggeleng. "Tidak," jawabnya.
"Kita akan menghadapi mereka bersama-sama, kukira tidak terlalu sulit
untuk melepaskan diri dari pengepungan mereka."
"Tapi kalau kita
menghadapi mereka dengan cara biasa, tentu kita akan terkepung lama dan
akhirnya kehabisan tenaga, diwaktu itu berbahaya, empat iblis itu pasti akan
memanfaatkan kesempatan tersebut untuk membekuk kita. Aku ada jalan untuk
menghadapi mereka, jangan kuatir."
"Ya, memang kita harus
secepatnya menyingkir, karena tak ada gunanya menghadapi mereka berlama-lama.
Sebetulnya aku mempunyai urusan umuk mencari guru pemuda she Cu itu, tapi itu
bisa dilakukan nanti saja, jika kita sudah meninggalkan tempat ini."
"Siapa guru pemuda
congkak itu ?" tanya si pengemis, tetap berbisik. "Dan, ada urusan
ana antara kau dengan guru dia ? Permusuhan dan menaruh dendam padanya?"
Giok Han menggeleng.
"Bukan," jawabnya. "Bukan dendam, tapi gurunya seorang yang
sangat berbahaya untuk ketenteraman rimba persilatan. Gurunya sebetulnya masih
merupakan saudara seperguanku. tapi dia sudah dipecat dan diusir dari perguruan
kami, sekarang tak ada hubungan apa antara aku dengan dia. Tapi ilmunya sangat
tinggi, jiwanya kotor dan hatinya sangat kejam, jika dia tak disingkirkan atau
dimusnahkan ilmu silatnya, tentu akan membahayakan sekali. Apa lagi kudengar
belakangan ini ia membantu pihak penjajah, menjadi kaki tangan Kaisar lalim.
Jika hal ini dibiarkan tentu mengganggu sekali perjuangan para pencinta negeri,
ilmunya harus dimusnahkan, itulah perintah guruku."
"Masih ada hubungan apa
antara kau dengan dia dalam perguruan kalian ? Kau menyebutnya apa ?"
tanya si penpemis yang jadi tertarik untuk mendengar lebih jauh cerita Giok
Han.
"Nanti akan kujelaskan
lebih terang kalau kita sudah meninggalkan tempat ini" menyahuti Giok Han.
"Sekarang kita harus mencurahkan seluruh perhatian kepada manusia-manusia
rendah tampaknya kejam-kejam ini."
Si pengemis mengangguk
beberapa kali, dia tidak mendesak terus. Sedangkan Cu Lie Seng melihat Giok Han
berbisik bisik dengan pengemis itu memperlihatkan tertawa yang sinis.
"Biarpun kalian ditambahi
sepasang sayap, tak mungkin kalian bisa meloloskan diri meninggalkan tempat
ini!" Katanya dengan suara yang mengejek. "Lebih bagus kalau kalian
menyerahkan diri, sehingga tak perlu dipergunakan kekerasan, jangan sampai
tubuh kalian hancur lebur baru mau menyerah. Liharlah. seekor lalatpun sudah
tak mungkin lolos dari tempat ini. Serahkanlah baik-baik diri kalian buat kami
tangkap dan nanti akan kupertemukan kau dengan guruku?"
Sambil berkata begitu Cu Lie
Seng mengibas tangan dan Pak-mo berempat dengan See-mo, Lam-mo dan
Tong-mo-sudah bersiap-siap maju dengan langkah satu-satu mendekati Giok Han dan
si pengemis.
"Menyerahlah baik-baik,
jangan memberikan perlawanan jika kalian tidak mau nanti tersiksa," kata
See-mo dengan sikap mengejek. "Aku biasanya jadi kasihan pada orang yang
mau menyerah dan tahu diri bisa melihat gelagat; tapi bagi yang berkepala batu
akan kuperlihatkan bagaimana hukuman yang harus diterimanya."
Giok Han melirik si pengemis,
karena waktu itu si pengemis berbisik padanya: "Kita hadapi mereka, jika
ada kesempatan akan kurubuhkan tentara kerajaan itu dengan asap racunku, kita
bisa melarikan diri dari tempat ini."
"Tapi bagaimana dengan
Toat-beng-sin-ciang? Apakah kita tinggalkan tempatnya begitu saja bagaimana
kalau nanti pemuda she Cu itu perintahkan anak buahnya untuk merusak dan
menghancurkan tempat ini?"
"Biarlah, kalau mereka
mau menghancurkannya, biarkan mereka hancurkan tempat ini. Toat-beng-sin ciang
kebetulan tidak berada di sini, kita tak perlu menguatirkannya."
"Bagus, mari kita terobos
kepungan mereka!" Sambil berkata begitu tangan Giok Han meraba
pinggangnya, sekejap mata ia sudah menggenggam sebatang pedang. Si pengemis
tersenyum melihat pedang di tangan Giok Han yang berkilauan terang, menunjukkan
pedang yang bagus. Dia sendiri mengeluarkan sebatang tongkat berukuran pendek,
yang terbikin dari bambu kuning, terraut halus dan mengkilap.
Tongkat ini berbeda dan
tongkat-tongkat pengemis pada umumnya? yang berukuran panjang, justru tongkat
yang di tangan pengemis ini pendek cuma panjangnya tak melebihi dari empat
puluh senti meter, di ujung yang dekat genggaman tercatat gagang yang menonjol
panjangnya tidak lebih dari sepuluh senti meter, mungkin untuk menyanggah
setiap sambaran senjata tajam yang mengarah ke tangan.
Tongkat pendek ini
diputar-putar dan siap dipergunakan untuk menghadapi musuh. Sedikit juga si
pengemis tidak takut menghadapi musuh-musuh tangguh demikian banyak jumlahnya,
tidak seimbang dengan pihaknya yang cuma berdua dengan Giok Han.
Pak-mo berempat tak membuang
waktu, mereka menyerbu mengepung Giok Han berdua pengemis, mereka juga berlaku
hati-hati karena tadi sudah merasai tangan Giok Han yang lihai.
Mereka berempat memiliki
kepandaian yang tinggi, justeru salahnya mereka meremehkan Giok Han, sehingga
tadi hampir saja mereka cslaka di tangan pemuda ini.Sekarang, mereka berlaku
hati-hati dan penuh kesungguhan, tentu saja mereka merupakan lawan-lawan yang
sangat berat buat Giok Han maupun pengemis itu.
Diserbu berempat begitu, Giok
Han segera memutar redangnya, sedangkan pengemis mempergunakan tongkatnya untuk
mengetuk dan menotok pada jalan darah lawan-lawannya.
Tetapi Lam-mo, Pak-mo, Tong-mo
dan See-mo berempatpun tak bertangan kosong, mereka berempat sudah mengeluarkan
senjata masing-masing.
Lam-mo mempergunakan ikat
pinggangnya, setiap dilecutkan terdengar suara memecah udara yang bagaikan
dirobek-robek: "Tarrrr...! Taarrrr...!!" menyakiti kuping yang
mendengarnya. Kalau ikat pinggang yang cukup panjang dan dijadikan pengganti
senjata itu jauh lebih dahsyat dari senjata logam, karena kalau angkin itu
melecut batang pohon, maka kulit pohon akan terkelupas disambar ujung angkin
yang sudah mengandung tenaga dalam kuat dan ampuh. Jika menyambar batu segera
batu itu hancur menjadi berkeping-keping !
Tong-mo juga sudah
mengeluarkan senjatanya, yaitu mangkok untuk minta sedekah dan kayu bokkie,
yaitu kayu untuk sembahyang diketukkan perlahan-lahan, tapi kini berobah
menjadi senjata yang ampuh. Mangkok untuk minta sedekahnya terbuat dari baja
murni, yang jika dikeprukkan ke kepala lawan, niscaya kepala lawan remuk hancur
berserakan.
Sedangkan kayu bokkienya
berguna untuk dua cara, yaitu mengetuk hancur sesuatu yang dipukulnya atau
ujungnya bisa dipergunakan untuk menotok titik jalan darah. Bisa dibayangkan
dahsyatnya kedua senjata istimewa ini, karena yang mempergunakannya seorang
lihai seperti Tong-mo.
Pak-mo juga sudah mengeluarkan
senjatanya, sebatang pedang pendek bergigi-gigi, mirip gaetan. Pedang itu bisa
dipergunakan untuk menikam, tapi perut korban akan robek lebar kalau pedang
ditarik keluar. Setiap korban yang tertikam pedang Pak-mo jangan harap bisa
hidup lagi, langsung mati.
Pertama, tertikam mata pedang,
kedua waktu pedang itu ditarik dari badan korban, gaetannya merobek badan si
korban. Dengan demikian tak ada tawaran lain untuk si korban yang pasti harus
mati seketika itu juga!
Senjata yang dipergunakan
See-mo Iain lagi. Dia bersenjatakan dua bola besi yang memiliki rantai cukup
panjang. Bola bulat berukuran seperti buah apel itu licin rata, terbuat dari
baja dan sangat berat. Apa lagi ditimpuk oleh orang lihai seperti See-mo, yang
menyerang dengan mempergunakan tenaga yang tangguh, maka korban yang kena
sambaran bola maut ini akan segera mati dengan kepala yang hancur.
Yang jadi incaran See-mo
selalu kepala lawannya, jantung dan selangkangan lawan juga menjadi incaran.
Jika dada lawan terpukul bola maut itu, tulang rusuk akan patah hancur serta
jantungnya pecah seketika. Selangkangan jika kena terpukul sambaran bola maut
ini, juga akan hancur mematikan.
Lam-mo yang membuka pukulan
pertama dengan angkinnya, ia melecut-lecutkan ang-kinnya sambil menyerbu maju.
Disusul oleh Tong mo yang memakai kayu bokhie untuk mengancam berbagai titik
jalan darah di badan Giok Han dan pengemis, sekali-sekali jika mempunyai
kesempatan untuk menutup kepala Giok Han dan si pengemis dengan mangkok sedekah
baja di tangan kiri.
See-mo menyusul dengan bola
baja mautnya yang menyambar-nyambar mengandung ancaman hebat pada kedua orang
lawannya, karena memiliki rantai yang panjang bola itu bisa menyambar-nyambar
cukup leluasa dari jarak yang cukup jauh.
Ancaman bola maut yang
berjumlah dua buah ini jauh lebih hebat dari yang lainnya, karena bisa
menyambar dengan tiba-tiba ke atas tengkorak kepala di luar dugaan,
menyerangnya pun dari tempat cukup jauh sehingga tak diduga-duga.
Ancaman senjata pedang bergigi
Pak-mo juga tak kalah dahsyatnya, setiap saat pedang itu mengancam
bergulung-gulung sinarnya.
Sulit diterka arah yang
diserangnya, dan menyambarnya sangat cepat, menyilaukan mata. Empat macam
senjata yang aneb-aneh dan juga semuanya mengandung maut yang mematikan,
menyambar-nyambar mengancam Giok Han dan si pengemis.
Tidak percuma Giok Han
digembleng oleh Siauw lim-si, karena biarpun dikepung oleh tokoh-tokoh iblis
yang ganas dan mempergunakan senjata-senjata aneh, ia bisa menghadapinya dengan
baik, tubuhnya berkelebat ke sana kemari sambil memutar pedangnya yang
bergulung-gulung melindungi tubuhnya dari setiap ancaman senjata lawan juga
sekali-sekali kalau si pengemis terancam bahaya dia masih bisa melindungi
dengan bantu menangkis dan menghadapi lawan si pengemis.
Tapi, biarpun Giok Han dan si
pengemis berusaha menghadapi keempat lawannya itu, tetap saja mereka tidak
berhasil untuk menerobos keluar dari kepungan itu, jangankan untuk menyingkir
dari tempat itu, sedangkan untuk melonggarkan kepungan tersebut, tetap saja tak
berhasil.
Bahkan garis lingkaran
kepungan keempat lawannya itu semakin kecil dan sempit. Namun Giok Han dan si
pengemis tak gentar, mereka tetap memberikan perlawanan, bersemangat.
Cu Lie Seng mengawasi penuh
perhatian, dia ingin mengetahui dari pintu perguruan mana Giok Han, tapi sejauh
itu dia masih tak bisa mengenali ilmu silat Giok Han. Hanya sekali-sekali dia
merasa seperti juga ilmu silat yang dipergunakan Giok Han berasal dari
Siauw-lim-si.
"Ilmu silatnya campur
aduk, tak mungkin dia murid Siauw-lim-si. Diapun bukan pendeta... tapi dari
pintu perguruan manakah babi kecil ini ? Ada urusan apa antara dia dan guruku
?" Sambil memperhatikan jalan pertempuran yang tengah berlangsung, Cu Lie
Seng memperhatikan cermat sekali setiap jurus yang dipergunakan Giok Han, dia
cerdas dan sangat tajam ingatannya, dia bisa mengingat setiap jurus ilmu silat
yang dipergunakan Giok Han.
Waktu itu di arena pertempuran
telah berobah. Giok Han yang melihat keadaan tidak menguntungkan pihaknya,
segera merobah cara bersilatnya Jika sebelumnya dia cuma memakai jurus-jurus
ilmu pedangnya untuk menghalau setiap serangan lawan dan sekali-sekali balas
mengancam dengan tikaman-tikaman maupun tabasan pedangnya sekarang dia menambah
dengan pukulan-pukulan telapak tangan kirinya.
Pukulan telapak rangan kirinya
ini menimbulkan hawa panas luar biasa, seperti juga membakar dan membuat tubuh
jadi mandi keringat, mengejutkan Pak-mo berempat. Semakin lama hawa panas
membakar yang keluar dan telapak tangan kiri Giok Han semakin dahsyat,
menyesakkan napas.
Rupanya lwekang yang di pakai
Giok Han setahap demi setahap semakin kuat juga, memaksa keempat orang lawannya
mengepung dia dan si pengemis dari jarak yang semakin jauh tak kuat untuk
berada terlalu dekat dengan Giok Han dan si pengemis.
Kalau tidak mereka menyerang
dengan desakan-desakan yang memperkecil garis lingkaran kepungan mereka,
sekarang arena pertempuran itu sudah terbuka semakin lebar.
Yang kasihan adalah si
pengemis di samping Giok Han, dia merasakan tubuhnya seperti terbakar, mandi
keringat, biarpun bukan dia yang diserang Giok Han, "api ilmu pukulan
telapak tangan " Liong-ho-kun" (Pukulan Naga Api) yang dipergunakan
Giok Han benar-benar terlalu dahsyat, membuat sekitar tempat itu menjadi panas
bagaikan terbakar oleh kobaran api.
Lam-mo, See-mo, Pak-mo dan
Tong-mo berempat jadi heran. Mereka tidak mengerti dalam usia begitu muda Giok
Han sudah memiliki ilmu yang demikian dahsyat dan sangat ampuh, sehingga
biarpun sinkang mereka sudah terlatih tinggi, namun tetap saja mereka terdesak
mundur oleh hawa panas yang bagaikan ingin membakar jantung mereka.
Mati-matian keempat tokoh
iblis itu memusatkan sinkang mereka, namun tetap saja mereka gagal buat berada
terlalu dekat dengan Giok Han sebab setiap kali mereka nekad memaksakan diri
untuk maju lebih dekat menyerang Giok-Han maka seketika dada mereka sesak dan
jantung,mereka seperti hendak pecah akibat udara panas yang ditimbulkan dari
pukulan telapak tangan kiri Giok Han.
Akhirnya mereka menyerang dari
jarak yang cukup jauh dan sekali-sekali kalau memang ada kesempatan.
Giok Han seperti berobah
menjadi naga yang mengamuk bcrgulung-gulung dengan pedangnya dan
pukulan-pukulan "Liong-ho-kun-nya. Cu Lie Seng menyaksikan perobahan yang
terjadi di arena pertempuran jadi mengerutkan alisnya. Dia mengangkat tangan
kanannya, Lui Pek Sam segera menghampiri, dibisiki beberapa patah oleh Cu Lie
Seng,segera dia pergi ke pasukan tentara kerajaan, tak lama-kemudian kembali
dengan beberapa o-rang pemanah. Semuanya siap dengan panah mereka untuk
menyerang.
Kaget Giok Han dan si pengemis
melihat keadaan yang sangat mengancam. Biarpun mereka lihai, tapi menghadapi
barisan pemanah tentu saja repot. Apalagi pengemis im masih berada di bawah
tingkat kepandaian Giok-Han.
Satu-satunya jalan Giok Han
dan si-pengemis memperhebat terjangan untuk menerobos keluar dari kepungan
Pak-mo berempat, tapi selalu gagal. Biarpun Tong-mo berempat tak tahan oleh
hawa panas, akibat pukulan-pukuIan "Liong-ho-kun" yang dipergunakan
Giok Han, namun mereka tokoh--tokoh ternama dalam rimba persilatan, kepandaian mereka
sangat tinggi.
Mereka memang tak bisa
mendekati, namun untuk menerobos keluar dari kepungan merekapun tidak mudah,
karena Giok Han dan pengemis itu teiap terkepung didalam lingkaran keempat
iblis itu.
Cu Lie Seng sangat cerdik, dia
tahu kalau Giok Han dan pengemis itu dikepung terus oleh Tong-mo berempat,
mereka akan lelah dan nanti setelah kedua orang ini kecapaian, mereka akan
dihujani anak panah. Cu Lie Seng yakin tak mungkin Giok Han dan pengemis itu
bisa meloloskan diri dari tangannya.
Pertempuran semakin seru, tapi
disaat ramainya suara sambaran berbagai senjata dan juga angin pukulan telapak
tangan yang mengandung tenaga dalam ampuh berisi maut, mendadak terdengar suara
tertawa yang melengking di kejauhan, disusul kemudian mengalun suara suling.
Tak lama kemudian suara suling
sudah terdengar dekat. Giok Han dan si pengemis kaget, karena ini menunjukkan
bahwa orang yarg meniup suling itu memiliki ginkang (ilmu berlari cepat) yang
sangat tinggi, dalam waktu begitu singkat dari tempat yang sangat jauh sudah
bisa berada didekat tempat ini.
Giok Han jadi gelisah juga,
bertambahnya seorang musuh yang tangguh tentu membuat dia dan si pengemis jadi
tambah repot, Sekarang saja mereka tetap terkurung oleh Tong-mo berempat tanpa
bisa menerobos keluar dari kepungan.Cu Lie Seng waktu mendengar suara suling
hanya mengkerutkan alisnya, tapi dia tidak memperlihatkan perasaan apapun di
mukanya. Sampai akhirnya muncul sesosok bayangan putih yang melangkah lemah
gemulai menghampiri Cu Lie Seng.
"Lie Seng, kembali kau
menimbulkan kerusuhan lagi!" menggumam orang yang baru datang itu,
ternyata tidak lain seorang wanita sangat cantik, berpakaian serba putih dan
langkahnya sangat ringan sehingga selintas lihat ada seperti melangkah tanpa
menginjak tanah.
Di tangan kanannya tampak
memegang suling yang berukuran cukup panjang, sedangkan tangan kirinya memeluk
sebuah harpa yang berukuran kecil.
"Suhu mereka harus
ditangkap, keduanya pemberontak yang ingin membangkang terhadap
kerrijadn!" memberitahukan Cu Lie Seng tanpa menoleh. Biarpun dia
memanggil wanita cantik itu dengan sebutan guru, dia tak memberi hormat dan
sikapnya tak menghormat sedikitpun juga.
Giok Han sempat melirik
melihat orang yang baru datang ini waktu dia sudah menghindarkan sambaran
bandulan baja Se-mo, Dia jadi heran dan kaget, karena rasa-nya-dia kenal wanita
cantik yang baru datang ini, tapi dia lupa entah di mana pernah bertemu dengan
wanita ini.
Giok Han tak bisa berpikir
terlalu lama, ujung angkin Lam-mo sudah menyambar dengan mengeluarkan suara
melecut yang nyaring, karena ujung angkin sudah penuh olch tenaga dalam yang
tersalur di situ. Cepat-cepat pedang di tangan kanannya menabas untuK memotong
buntung angkin itu.
Hanya usaha Giok Han tak
berhasil, sebab tabasan pedangnya seperti memotong sesuatu yang empuk. Kain
angkin itu jadi lunak dan tak bisa tertabas oleh pedangnya.
Saat itu ujung angkin sudah
melilit pedang Giok Han dan ketika Lam-mo menghentak, pedang tergetar, karena
Lam-mo memang ingin merampas pedang si pemuda, cuma saja tenaga dalam Giok Han
tidak lemah, dia bisa mempertahankan pedangnya yang digenggam kuat, terjadi
tarik menarik di antara mereka.
"Cringgs . . . !
Creeennnggg . . . !" Ter-d-mgar suara nyaring tinggi memekakkan anak
telinga, tajam sekali, karena wanita cantik yang baru datang itu telah
menyimpan sulingnya pada ikat pinggangnya, kemudian memetik tali-tali harpanya.
Suara harpa itu yang menggema
di udara dan nyaring menyakitkan anak telinga. Seketika Giok Han teringat
seseorang, yang membuat dia tambah kaget.
Bwee-sim-mo-li (iblis Wanita
Hati Bu-nga Bwre) Liok Bie Lan. Ya, Giok Han sekarang ingat, memang wanita
cantik itu tidak lain dari wanita-iblis yang sangat di takuti oleh orang-orang
Kangouw. Waktu Giok Han masih kecil dan dalam perjalanan bersama Lam Sie dan
Khang Thiam Lu yang hendak menyelamatkannya, dalam perjalanan mereka bertemu
dengan Bwee-sim-mo-li ini.
Bahkan Bwee-sim-mo-li pernah
bermaksud membasmi dan membunuh keluarga Yang Bu In, guru Khang Thiam Lu. Sudah
beberapa-kali Giok Han bertemu wanita iblis ini, tak heran kalau tadi dia
merasa kenal dan pernah lihat wanita cantik ini. Setelah mendengar suara khim
(harpa) wanita cantik itu, barulah dia ingat bahwa wanita cantik itu tak lain
Bwee-sim-mo-li.
Suara harpa Bwee sim-mo-li
bukan sembarangan, karena begitu suara harpa mengalun dengan dentingan tajam,
seketika Giok Han dan si pengemis merasa dada mereka tergoncang, jantung mereka
berdegup lebib cepat dan yang wajar. Semakin lama suara harpa itu semakin
mengganggu konsentrasi mereka berdua.
Anehnya, suara harpa itu
biarpun dipetik di tempat itu, namun Pak-mo, Tong-mo, Lam-mo maupun See-mo tak
terganggu oleh suara harpa tersebut. Hal ini bukan disebabkan lwekang Giok Han
dan si pengemis berada di bawah tingkat keempat tokoh iblis tersebut, tetapi
disebabkan suara harpa itu memang ditujukan kepada Giok Han dan si pengemis.
Ini menunjukkan bahwa lwekang Bwe-sim-mo-li sudah semakin maju, dibandingkan
beberapa tahun lalu.
Cepat-cepat Giok Han dan si
pengemis memusatkan tenaga dalam untuk membendung gangguan suara harpa
Bwee-sim-mo-li.
Giok Han segera bisa mengatasi
ketenangannya dan suara harpa itu tak mengganggunya lebih jauh. Namun, si
pengemis yang lwekangnya di bawah tingkat Giok Han jadi kelabakan, sejauh itu
dia gagal untuk menguasai diri gangguan bunyi harpa Bwee-sim mo-li. Bahkan,
sekarang cara bersilatnya mulai kacau.
Hal ini membuat Giok- Han
gelisah dan bingung, berkuatir untuk keselamatan si pengemis, karena kalau
semakin terganggu perhatiannya oleh bunyi harpa, niscaya akhirnya si pengemis
mudah dirubuhkan Tong-mo berempat.
Tapi, diapun sedang dilibat
terus oleh pukulan-pukulan berantai Tong-mo dan Pak-mo. Kayu Bokkie di tangan
Tong-mo selalu mengincar berbagai titik jalan darah Giok Han sedangkan Pak-mo
dengan pedang bergigi menikam berulangkali, membuat Giok Han sibuk harus
mengelak kesana kemari tak hentinya.
di samping mangkok baja
sedekah Tong-mo yang sekali-sekali mengincar kepalanya, Dengan begitu sulit
buat Giok Han memecah permainan untuk, menolongi si pengemis.
Tapi rupanya pengemis itu
cerdik sekali. Dia tahu dirinya terancam. Mendadak tangan kirinya merogo saku
bajunya, dia melontarkan sesuatu, yang jatuh di tanah mengeluarkan suara
letusan dan gumpaIan asap yang harum tersebar di sekitar tempat itu. See mo dan
Lam-mo yang tengah mendesaknya kaget cepat-cepat mereka melompat mundur,
demikian juga dengan Pak-mo dan Tong-mo, mereka menjauh.
Rupanya asap yang keluar dari
benda yang ditimpukkan si pengemis dan menimbulkan ledakan itu adalah asap
beracun.
Maksud si pengemis agar semua
orang di tempat itu termasuk Cu Lie Seng dan Bwee-sim mo-lie agar menyingkir
oleh asap beracunnya. Dia girang melinat Lam-mo dan See-mo mundur mengepungnya,
ini merupakan kesempatan baginya untuk bernapas dan memperbaiki kuda-kudanya
Namu, dia jadi kaget lagi ketika diketahuinya suara harpa yang sangat
mengganggu pendengarannya itu tetap terdengar, bahkan tampak Bwee-sim-mo-li
sudah lompat ke dekatnya, menggantikan Lam-mo dan See mo.
Sedikitpun Bwee-sim-mo-li tak
gentar pada asap beracun itu. Harpanva tetap dipetiknya, tapi bukan dengan
jari-jari tangannya melainkan mempergunakan ujung sulingnya. Sulingnya yang
tadi diselipkan di pinggangnya, telah dicabut dan ujung suling itulah yang
telah memetik tali-tali harpa dan suara harpa itu mendengung-dengung semakin
hebat, ditambah oleh suara aneh akibat benturan ujung suling pada tali-tali
harpa itu.
"Cringggg . . . .!
Crengggg . .. ,! Ngungggg
Rasanya si pengemis mau
menjerit karena telinganya semakin tak enak dan hatinya berdebar keras, seperti
juga jantung didalam dadanya akan meloncat ke luar akibat kuatnya pengaruh
suara harpa tersebut. Dia gagal untuk mengatasi diri dengan memusatkan tenaga
dalamnya, sebab bukannya jadi tenang, bahkan semakin menggila godaan yang duimbulkan
oleh suara harpa yang dipetik oleh ujung suling Bwee-sim mo-li.
Dia juga semakin tak tahan
ingin menjerit sejadi-jadinya atau berteriak sekuat suaranya, untuk mengurangi
tekanan gangguan suara harpa.
Giok Han juga kaget, hatinya
berdebar sebentar kemudian tenang lagi, karena dia bisa memusatkan lwekangnya
menindih tekanan suara suling luar biasa itu. Tapi, yang membuatnya kaget
adalah kemajuan yang dicapai Bwee-sim-mo-li.
Walaupun beberapa tahun yang
silam Bwee-sim mo-li merupakan iblis yang sangat menakutkan, sampai Khang Thian
Lu begitu gemetar mendengar suara harpanya saja, Kini ternyata jauh lebih lihai
dari dulu-dulu. Apa lagi Giok Han melihat si pengemis terhuyung-huyung
badannya, kuda kuda kedua kaki sipengemis sudah goyah dan tubuhnya seperti
orang mabok diganggu oleh suara harpa yang luar biasa itu. Keadaannya sangat
gawat, kalau tak cepat-cepat ditolong, tentu sipengemis bisa terluka didalam
yang tidak enteng.
Bwee-sim-mo li tetap memetik
tali-tali harpanya dengan mempergunakan ujung suling, tapi tubuhnya tak tinggal
diam, sudah melesat ringan berada di samping si pengemis. Seperti kita ketahui,
Bwee-sim-mo li sangat ahli mempergunakan racun, maka ia tak memandang mata pada
racun yang digunakan si pengemis.
Bukannya mundur malah dia maju
mendekati si pengemis menerjang gumpulan asap beracun yang berasal dari ledakan
benda yang tadi ditimpukkan si pengemis. Waktu itu si pengemis seperti orang
lupa diri, tak mengetanui dirinya terancam bahaya, semakin dekat Bwee-sim-mo li
dengan tempatnya berada, semakin kuat pengaruh suara harpa menggodanya.
Mendadak dia merasakan di atas
kepalanya berkesiuran angin yang sangat panas, dia menoleh, saat itulah biarpun
pikirannya seperti melayang-layang dia masih ingat bahaya maut yang sedang
menyambar datang dan berusaha untuk menggelakkan. Kepalanya ditengadahkan dan
tubuhnya di doyongkan ke belakang dengan gaya "Tiat-pian-ko (Jembaian
Besi) la bisa menyelamatkan kepalanya dari cengkeraman tangan Bwee-sim-mo-li
tapi ikat kepalanya kena di tarik oieh jari jari tangan Bwee-sim-mo-li, segera
rambut si pengemis terurai panjang, menutupi pundaknya.
"Ihhh, kau wanita?"
teriak Bwee sim-mo-li kaget campur heran, sehingga untuk sejenak dia lupa
meneruskan serangannya dan juga memetik tali-tali harpanya dengan ujung suling.
Lenyapnya suara yang sangat mengganggu itu menyebabkan si pengemis memperoleh
kesempatan untuk bernapas, dia menjerit nyaring dan tubuhnya meloncat cepat ke
belakang, menyusul lagi dengan lompatan berikutnya, sebentar saja si pengemis
telah lenyap cari tempat itu.
"Sahabat, mau kemana kau
?" Giok Han melompat mengejar sambil berteriak, sedangkan Bwee- sim- mo-
li tak mengejar, cuma tertawa sambil memetik tali-tali harpa dengan main
sulingnya. Cu Lie Seng menghampiri dengan muka cemberut.
"Suhu mengapa kau tidak
menangkapnya agar kita bisa menggiringnya pulang, buat memancing Toat-beng
sin-ciang keluar dari tempat persembunyiannya ?" tanya Cu Lie Seng dengan
sikap tidak senang karena Bwee-sim-mo li tak mengejar atau berusaha menangkap
si pengemis dan Giok Han. sehingga kedua orang itu meninggalkan tempat
tersebut.
"Tenang saja, anak manis
Mengapa harus repot seperti kebakaran jenggot dan kehilangan hidup ? Biarkan
saja mereka pergi tokh mereda tidak bisa pergi jauh dari tempat ini. nantipun
kita bisa menangkap mereka !"
Tawar suara Bwee-sim mo li dan
tanpa menoleh pada Cu Lie Seng dia melangkah sambil memetik lagi tali-tali
harpanya dengan ujung sulingnya, seningga terdengar suara ..Cringggg . . . . !
Crenggggg . . . . ! Ngggungggg . . .
Muka Cu-Lie Seng merah padam
berdiri diam di tempatnya mengawasi Bwee-sim mo-li pergi meninggalkannya.
Memang selalu Bwee-sim-mo-li membawa adat sendiri tak pernah tunduk padanya.
Kalau saja dia tak ingat bahwa perempuan iblis itu guru adiknya perempuan Siauw
Hoa. Tentu dia berusaha untuk menundukkan iblis itu. Setelah berdiam diri
sejenak, akhirnya Cu Lie seng melampiaskan kemendongkolan hatinya dengan
memerintahkan Tong mo berempat dibantu oleh Lui-Pek Sam dan tentara kerajaan
untuk merusak porak porandakan tempat itu, taman bunga dirusak dan dihancurkan,
kemudian barulah mengajak orang-orangnya untuk berlalu.
-ooOoo-
Giok Han melompat cepat keluar
dari tempat ini, taman bunga yang penuh teka-teki. Disekitar tempat itu sudah
gelap karena malam telah larut. Dia bermaksud menyusul si pengemis, tapi
jangankan si pengemis, sedangkan bayangannya saja tidak kelihatan.
Dia mempercepat larinya, tetap
tak berhasil mencari pengemis itu.
"Kemana dia pergi?"
pikir Giok Han kuatir dan bingung, dia tetap tak berhasil mencari si pengemis
walaupun sudah berlari cukup jauh. "Oh", semuanya penuh teka-teki,
entah saat dia berpakaian sebagai pengemis, tapi sebenarnya dia seorang gadis.
Mengapa dia menyamar sebagai
pengemis? Apa yang hendak dilakukan ditempat itu, seakan juga dia sudah tahu
bahwa Cu Lie Seng dan orang orangnya akan datang ke situ. Lalu, siapa Toat
beng-sin-ciang?"
Semuanya penuh oleh kabut yang
sulit untuk ditembus, teka teki yang sulit untuk-diketahui dengan jelas. Giok
Han tetap berusaha mencari si pengemis, tapi tetap saja tak berhasil biarpun
matahari fajar sudah mulai menampakkan diri di ufuk Timur. Si pengemis seperti
lenyap kedalam bumi berikut bayangannya.
Keteplak keteplok, keteplak,
keteplok,
Si binal berkeliaran di taman
bunga,
Bertepuk-tangan girang sambil
memetik bunga,
Warna-warni bunga yang
disenangi,
Tapi tertawanya diganti tangis
menyedihkan,
Tangannya tertusuk duri,
Tak bisa memetik bunga,
Tak bisa bertepuk tangan lagi
..."
Suara nyanyian itu melengking
nyaring tapi merdu, suara seorang gadis yang bernyanyi dengan riang dan sedang
menunggang keledai kecil tapi gemuk dan dihias bagus sekali.
Sambil bernyanyi tak jarang
gadis yang berpakaian baju serba merah dengan kombinasi renda kuning itu,
bertepuk tangan dengan gembira. Keledainya dijalankan perlahan-lahan di jalan
raya di kota Yang-cu. Banyak orang mengarahkan matanya mengawasi tingkah-laku
gadis itu, yang usianya mungkin sudah duapuluh tahun lebih. Bukan pakaiannya
ysng merah menyolok menarik perhatian, juga bukan disebabkan suara nyanyian
gadis itu yang nyaring merdu, tapi yang menarik perhatian adalah mukanya yang
cantik manis, bernyanyi-nyanyi sambil tersenyum-senyum riang. Jika dia
memandang kearah kiri kanannya dan melihat beberapa orang laki-laki, tak
perduli tua dan muda, dibalas oleh orang-orang itu dengan sikap hormat, biarpun
mata memandang lantang bersinar tajam melahap kecantikan muka gadis tersebut.
Semua orang tahu gadis ini
puteri bangsawan, anak pembesar negeri yang tinggi pangkatnya. Sudah, dua bulan
lebih gadis ini berkeliaran di kota Yang cu dan kehadirannya di tengah-tengah
keramaian kota itu selalu menarik perhatian. Yang membuat para pemuda di kota
itu atau laki-laki tua lainnya, tak berani menggoda atau mengganggunya, sebab
mereka tahu selama berada di Yang cu gadis itu tingal dirumah Sam cong-tok.
Siapa yang berani main gila
pada gadis itu kalau memang tidak mau nanti leher dipancung sehingga kepala
terpisah dari leher ? Biarpun banyak pemuda-pemuda berandal yang biasanya
paling senang menggoda gadts-gadis cantik yang mereka temukan di jalan raya,
namun terhadap gadis baju merah ini mereka jadi ciut nyalinya dan tidak sampai terlalu
nekad untuk menggodanya.
Kalau gadis itu kebetulan
mengangguk, pemuda-pemuda berandal itu baru balas mengangguk dengan sikap
hormat tapi mata memandang penuh rasa kagum pada kecantikan muka gadis itu,
yang seperti cantiknya seorang dewi dari kahyangan !
"KetepIak, keteplok keteplak,
keteplok,
Si binal berkeliaran di taman
bunga,
Bertepuk tangan girang sambil
memetik bunga,
Warna-warni bunga yang
disarungi..
Gadis itu terus juga bernyanyi
duduk di atas keledainya, seperti tidak acuh pada pandang mata yang rakus dari
laki-laki dijalan raya itu melahap kecantikan mukanya, dta tetap riang gembira.
Sampai akhirnya dia menahan jalan keledainya, melompat turun ringan sekali di
depa si penjual sikua (semangka).
Buah semangka yang didagangkan
hijau tua sudah matang, sebagian telah dipotong sehingga terlihat isinya yang
merah menggiurkan, ditaruh di atas tumpukan buah semangka lainnya. Gadis itu
mengawasi sejenak pada semangka yang telah dipotong, kemudian menoleh pada
penjual semangka itu, laki- laki tua mungkin sudah berumur limapuluh tahun
lebih, tapi matanya masih "galak" mengawasi dan melahap muka si gadis
yang demikian cantik, mulutnya setengah terbuka sehingga sikapnya seperti orang
toloI atau sedang menyesal mengapa dia sudah tua baru melihat wanita secantik
bidadari ini.
"Lopeh, berapa harga
sebuah semangkamu ?" tanya sigadis itu dengan suara yang merdu dan seperti
menunjukkan kemanjaan.
"Ehhhh, eh ... . tidak
mahal kouwnio (nona). Cuma dua setengah ci." tergagap penjual semangka itu
waktu menyahuti, matanya memandang pada buah-buah semangkanya karena tak kuat
buat menentang sorot mata gadis itu yang tajam luar biasa seperti bisa menembus
sampai ke jantungnya.
"Coba tolong kau
potongkan sikua yang ini menjadi beberapa potong. Aku ingin memakannya di
sini," menunjuk si gadis kepada salah sebuah semangka yang tampaknya hijau
mengkilap sebagai semangka yang telah masak.
Tidak ayal lagi penjual
semangka itu memotong menjadi delapan potong, gadis itu tak canggung mengambil
sepotong dan memakannya di situ. Si penjual semangka sampai bengong, juga
orang-orang lainnya di sekitar tempat itu, hampir semuanya mengawasi si gadis
dengan terheran-heran.
Gadis cantik berpakaian mewah
seperti puteri bangsawan, tapi makan semangka di tengah jalan tanpa perduli
sekitarnya. Asyik sekali dan nikmat cara makan semangka, cepat sekali dua
potong telah dihabiskan. Waktu itu lewat seorang pengemis kecil berumur mungkin
9 atau 10 tahun, yang mengawasi heran-tapi tak berani minta sedekah. Gadis ith
mengambil sepotong semangkanya, disodorkan keiada pengemis itu. "Mau
?"
Biasanya pengemis kecil paling
"galak" menerima dermaan dari siapa saja, yang akan disambutnya
dengan senang. Tapi sekarang entah kenapa dia jadi bengong saja tak mau
menerima semangka yang disodorkan gadis itu.
"Tidak doyan ?"
tanya si gadis itu lagi. "Atau kau merasa sepotong ini masih kurang dan
ingin satu buah semangka ? Nahhh . . . . ambillah ini" Si gadis telah
menaruh sepotong semangka yang tadi disodorkan kepada pengemis kecil itu, dia
mengambil sebuah semangka yang masih bulat utuh, disodorkan kepada pengemis
itu.
Tetap si pengemis tidak berani
menerima pemberian ini, dia cuma berdiri mengawasi bengong kepada gadis ini. Si
gadis tersenyum, dia menaruh semangka itu di tangan si pengemis. "Ayo
ambil, jangan malu-malu, tampaknya kau mengiler melihat semangka-semangka yang
telah masak ini."
Si pengemis cilik seperti baru
bangun dari mimpinya, dia berlutut memanggut-manggutkan kepalanya tetap
memeluki semangka yang cukup besar itu. "Terima kasih siocia. Terinta
kasih, siocia." Berulangkali pengemis kecil itu mengucapkan terima kasih,
kemudian bangun dan memutar tubuhnya lari pergi dari tempat itu.
Semua orang yang menyaksikan
kejadian ini cuma mengawasi heran dan merasa iri pada pengemis kecil itu.
Bstapa senangnya pengemis kecil itu menerima hadiah semangka dari seorang gadis
secantik itu, menerima langsung dari pemberian jari-jari tangan yang lentik
bagus bentuknya, diiringi dengan senyum yang penuh persahabatan.
Gadis itu cuma tersenyum
melihat kepergian pengemis kecil itu, kemudian membayar lima ci pada penjual
semangka, naik ke keledainya yang dijalankan lagi perlahan-lahan.
Kouwnio . . . ! Kouwnio - . -
!" memanggil-manggil penjual semangka itu. Si gadis menoleh. "Sisa
beberapa potong seniangkamu apakah tak mau dibawa, kouwnio ?"
Gadis iiu menggeleng tersenyum.
"Tidak lopeh, berikan saja kepada mereka yang mau." Kemudian gadis
itu menjalankan keledainya tanpa menoleh lagi, dia bernyanyi lagi dengan sikap
yang riang, suara plakkkk ploookkk . . . plakkk .... plokkk kaki keledai yang
tengah jalan perlahan-lahan di jalan raya seperti ganti musik mengiringi
nyanyian si gadis baju merah tersebut.
Belum jauh gadis itu
menjalankan keledainya. mendadak lompat seseorang ke tengah jalan menghalangi
jalan maju keledai si gadis, kedua tangannya memegang tali les keledai. Oang
itu bertubuh tinggi besar, mukanya brewok lebat, matanya memancarkan kekejaman
hatinya.
"Anak manis, tampaknya
kau memiliki banyak uang, aku Si Kadal Tua Lo Pi sedang kesulitan uang, anakku
sedang sakit dan harap nona berbaik hati untuk membagi uang kepadaku."
Dia bicara dengan suara yang
kaku dan nyengir-nyengir mengancam, matanya yang menunjukkan kekejaman
hatinyapun memandang dengan sikap yang sangat kurangajar sekali.
Si gadis baju merah duduk di
atas keledainya tenang-tenang, sejak tadi dia bersikap gembira dan riang, baru
sekarang alisnya mengkerut sedikit. Dia tidak senang atas sikap lancang si
Kadal Tua Lo Pi, tapi dia tak marah.
"Berapa usia anakmu,
paman Lo Pi ? Sudan dibawa ke tabib?" tanyanya sabar.
"Belum. Aku tidak punya
uang. Tadi kulihat kau membeli semangka tanpa tawar dan kemudian menghadiahkan
sebuah semangka buat pengemis busuk cilik itu, maka kupikir nona tentu banyak
uang dan aku minta agar kau mau membagi uang kepadaku. Tentunya nona manis tak
keberatan, bukan?"
Si Kadal Tua Lo Pi sebetulnya
buaya darat di kota itu, dia jagoan di kota tersebut karena memiliki sedikit
ilmu silat. Setiap hari malang melintang di kota itu memeras pemilik-pemilik
toko dan orang orang kaya.
Sedangkan pihak kepolisian
tidak berdaya berurusan dengannya, karena memang si Kadal tua Lo Pi mempunyai
anak buah sangat banyak jumlahnya, jika dia ditangkap para anak buahnya selalu
menimbulkan kerusuhan di kota tersebut. Memang sebelumnya si Kadal Tua Lo Pi
pernah ditahan polisi. tapi berakibatnya pengacauan yang menimbulkan kerusuhan
buat penduduk kora Yang-cu, banyak warga kota itu yang terluka oleh sepak
terjang anak buah si Kadal Tua Lo Pi, maka akhirnya pihak yang berwajib
melepaskan Lo Pi dari tahanan.
Semakin lama memang Lo Pi
semakin berani dan kurang ajar. sehingga banyak penduduk kota itu yang menjadi
korban pemerasannya yang semakin terang-terangan. Kebetulan tadi dia berada di
situ dan menyaksikan apa yang dilakukan gadis itu, maka pikirnya gadis cantik
ini pasti korban yarg empuk sekali untuk diperas. Banyak perhiasan yang dipakai
gadis itu yang nilainya tentu lebih dari ribuan tail perak.
"Kasihan, sudah berapa
hari anakmu itu sakit, Lopeh?" tanya gadis itu sambil mero-go kantong
uangnya.
"Sudah . . .
seminggu," jawab si Kadal Tua Lo Pi, m-itanya melirik ke arah kantong uang
gadis itu, isinya tentu padat dan penuh karena tampaknya kantong uang itu cukup
berat, Tangannya jadi gatal, mendadak dia menyambar merampas kantong uang itu.
Si gadis tak menyangka memandang heran pada Lo Pi, yang waktu itu sudah
berhasil mengambil kantong uang si gadis dan melihat isi nya.
Benar saja, isinya penuh
sekali dengan uang uang logam emas dan perak. Muka si Kadal Tua jadi
berseri-seri kegirangan. "Kukira sudah cukup uang ini, nona cantik. Semoga
kau tambah cantik." Dia memasukkan kantong uang itu ke dalam sakunya.
Alis si gadis naik, dia
mendongkol untuk kelancangan si Kadal Tua. Tadi dia tak menyangka si Kadal Tua
Lo Pi akan bertindak seperti itu maka kantong uangnya kena dirampas.
Dilihatnya Lo Pi melangkih
meninggalkannya sambil tertawa bergelak-gelak kegirangan. Orang-orang yang ada
di tepi jalan raya yang menyaksikan kejadian tersebut tak seorangpun berani
maju untuk menegur si Kadal Tua Lo Pi, mereka diam saja karena tahu penyakit
kalau berurusan deugan si Kadal Tua yang memang menjagoi kota itu dengan ilmu
silatnya.
"Hei, mau kau bawa kemana
uangku?" bentak gadis itu, tubuhnya ringan turun dari keledainya.
Tangannya tahu-tahu diulur menjambak pundak Lo Pi. Keras cengkeram jari-jari
tangannya, sebab Lo Pi tahu-tahu merasakan pundaknya sangat sakit, membuat dia
meringis. Belum lagi Lo Pi menyadari apa yang terjadi, tubuhnya tiba-tiba
melayang di tengah udara dan terbanting keras sekali di jalan raya sampai debu
mengepul tinggi, Lo Pi berkelojotan kesakitan pinggulnya menghantam batu jalan,
matanya sampai mendelik seperti biji matanya itu mau meloncat keluar sakitnya
bukan main terbanting seperti itu, pinggangnya juga seperti mau patah.
Tapi dia satu jagoan, dia
cepat bisa bangun berdiri biarpun mukanya meringis menahan sakit, mengawasi
bengis kepada si gadis. Mendadak dia bengong heran, karena si gadis dilihatnya
berdiri tenang di tempatnya, sama sekali tidak berusaha untuk melarikan diri.
Mulutnya tersenyum-senyum dan mengawasi si kadal Tua seakan anak-anak yang
merasa senang serta bangga karena menang main kelereng.
Ditangannya tampak kantong
uang nya yang dilempar-lempar rendah dan ditangkap berulang kali.
Peristiwa itu terjadi hanya
beberapa detik saja, tadi gadis itu selain bisa membanting tubuh si Kadal Tua
yang tinggi besar dan sangat berat, juga tangannya begitu cepat bisa mengambil
kembali kantong uang nya dari saku baju si Kadal Tua, dalam sekejap mata
kantong uang itu sudah pindah tangan lagi tanpa ada seorangpun yang bisa
menyaksikan dengan cara bagaimana gadis itu merogoh saku baju si Kadal Tua
mengambil kantong uangnya.
Orang-orang yang berkumpul
disitu lupa dan bersorak ramai, tapi waktu Lo Pi mengawasi sekeliling dengan
maia mendelik kelam, seketika suara sorak-sorai itu lenyap, sunyi senyap,
kuncup hati orang-orang yang berkerumun di tepi jalan menyaksikan keadaan itu.