Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 17

Baca Cersil Mandarin Online: Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 17
Cula Naga Pendekar Sakti  Bagian 17

Waktu itulah mendadak lompat keluar sesosok tubuh gesit sekali dari balik gerombolan pohon-pohon bunga, kakinya hinggap di tanah tanpa bersuara, bahkan tangannya sudah diayun dan dua titik sinar kuning terang menyamber ke muka Cu Lie Seng, disusul oleh kata-katanya: "Pemuda congkak, kau terimalah hadiah dariku agar mulutmu tak terlalu lebar kalau bicara."

Ternyata dua titik sinar terang yang dilontarkan oleh sosok bayangan itu adalah dua senjata rahasia terbuat dari emas dan berbentuk bunga. Orang yang baru muncul tidak lain si pengemis, yang berdiri bertolak pinggang.

Cu Lie Seng benar-benar lihai, biarpun dia sama saja dibokong dengan serangan yang mendadak, namun dia tidak kaget dan gugup, malah dia bisa menghindarkan mukanya dari samberan kedua senjata rahasia dengan memiringkan pundak kanan dan memiringkan juga kepalanya, kemudian tubuhnya meloncat ke sebelah samping.

Dengan cara menghindar seperti itu, dia telah menempatkan diri pada posisi yang baik, agar tidak didahului dan dibarengi pihak musuh untuk menyusuli dengan serangan berikutnya.

Si pengemis mengawasi Cu Lie Seng dengan tajam, katanya: "Kalau kau masih sayang jiwamu, cepat ajak anak buahmu meninggalkan tempat ini, sebelum aku turun tangan .. . ! Keputusan ini mudah berobah, dan kalau aku sudah merobah keputusan ini, berarti untuk keluar lagi dari tempat ini saja tak mungkin untuk kau dan teman-temanmu!"

Cu Lie Seng sudah melihat jelas penyerangannya, dia bersikap tenang, dingin mengejek. Sudut bibirnya terungkit sedikit seulas senyuman mengejek.

"Kukira siapa yang berani kurang ajar terhadapku! Tak tahunya hanyalah pengemis busuk seperti kau, yang tubuhmu saja bisa membuat orang muntah-muntah selama seminggu! Beritahukan pada Toat beng-sin-ciang agar keluar menyambutku!"

"Menyambutmu? Oooooh, kau bermimpi! Kau kira dirimu ini apa? Mana harganya ditemui Toat beng sin ciang !?" mengejek sipengemis.

Muka Cu LieSeng berobah merah, dia mengawasi dengan mata semakin tajam pada pengemis itu. Kakinya melangkah dua tindak mendekati, tahu tahu tangannya meluncur akan mencengkeram dada sipengemis disusuli dengan kata-katanya: "Mulutmu terlalu lancang dan perlu dihajar agar lain waktu bisa berlaku lebih sopan!" Jari jari tangannya seperti cakar naga yang menyambar hendak mencengkeram, dia yakin pengemis itu bisa dicengkeram dadanya dengan mudah, kesudahannya dia jadi kecele waktu mencengkeram tempat kosong, bahkan tahu tahu tulang iganya berkesiuran angin dingin, menunjukkan adanya se rangan di tempat itu.

Tanpa menarik pulang tangannya. tanpa menoleh juga, tahu tahu Cu Lie Seng menekuk tangannya dengan jurus. "Hun Kang Toan Liu" (Membendung Sungai Memutuskan Aliran), sikunya hendak menotok pergelangan tangan penyerangnya. Memang yang menyerang iganya adalah sipengemis, dia bermaksud akan meremukkan tulang iga Cu Lie Seng dengan pukulan tangannya, namun melihat ancaman siku tangan Cu Lie Seng terpaksa dia menarik pulang tangannya, dibarengi melompat mundur, sebab telapak tangan Cu Lie Seng sudah menyusul lagi membabat ke samping dengan mempergunakan tepi telapak tangannya sebagai penggantinya pedang!

Si pengemis diam-diam terkejut. Tak salah apa yang diberitahukan Giok Han bahwa Cu Lie Seng memang sangat lihai, karena dalam segebrakan ini saja dia sudah menyaksikan sendiri bahwa ilmu silat orang she Cu ini benar-benar harus dihadapi dengan hati-hati kalau tidak mau celaka.

"Katakan, siapa kau dan masih ada hubungan apa antara kau dan Toat beng-sin-ciang ?" tegur Cu Lia Seng, suaranya tak keras, namun tajam dan dingin.

"Manusia macam kau mana pantas mendengar namaku ? Tak ada harganya kau mengetahui namaku! Nah, terimalah lagi!" Sambil berkata begitu, si pengemis membarengi dengan pukulan "Sun Cm Kian Yo" atau Pukulan Menuntun Kambing", tangannya lincah sekali menyambar dua sasaran, muka dan perut, inilah serangan yang biasanya sulit dihindarkan, karena memang pertama sulit untuk melincungi diri sekaligus dari dua serangan yang berbeda jauh sekali,juga dilakukan oleh pengemis yang memiliki kepandaian tak rendah, pukulannya memantulkan tenaga dalam yang kuat, sampai mengeluarkan suara "tyuuuuuttt ! wuuuuutttt ! wuuuuutttt ! Shiuuuut . . . ." tak hentinya, dingin dan tajam sekali angin pukulannya, mengincar dengan cara yang sulit untuk dihindarkan oleh orang-orang yang berkepandaian tanggung-tanggung.

Cuma saja Cu Lie Seng bukan lawan sembarangan, ia gesit dan lihai, dapat bergerak dengan lincah untuk menghindarkan setiap ancaman, juga dapat balas menyerang, seperti yang tampak, waktu dia bisa menghindarkan pukulan di bagian perutnya dengan menyedot perutnya dalam-dalam memiringkan mukanya, tanpa merobah kedudukan kedua kakinya, tahu-tahu tangan kanannya menyambar hendak menotok kedua biji mata si pengemis dengan jurus yang mematikan "Cun Ma Pun Coan" atau "Kuda indah Me-ngejar Mata Air".

"Ihhhhhh ....!" si pengemis menjerit kaget dan cepat-cepat melompat ke belakang, Kembali dia kaget, ketika kedua kakinya hinggap di tanah, tahu-tahu tangan Cu Lie Seng telah menyusul juga dengan serangan berikutnya. Tanpa buang waktu si pengemis mempergunakan jurus "Yauw Cu Hoan Sin" atau "Elang Membalikkan Badannya", dia berusaha membuang diri dengan loncatan yang kuat, ke sampingnya.

"Siuuuuuutttt .... !" dua jari tangan Cu Li Seng lewat di sisi pipinya, hanya terpisah beberapa dim. Si pengemis mengeluarkan keringat dingin. Benar-benar tangguh Cu Lie Seng, kalau tadi dia terlambat sedikit saja dalam gerakannya menghindar, niccaya kedua biji matanya menjadi korban totokan kedua jari tangan Cu Lie Seng, berarti selanjutnya dia menjadi manusia buta tak bermata!

Biar kaget, si pengemis rupanya pemuda gemblengan, dia tak gentar. Dia cepat merobah posisinya dengan membarengi menghantam memakai telapak tangannya pada dengkul Cu Lie Seng dengan jurus "Tiang Hong Koan Jit" atau" Pelangi Menembus Matahari", hantamannya ini disertai oleh tujuh bagian tenaga dalamnya, jangankan lutut seorang manusia, sedangkan batu gunung yang keras sekalipun kalau terkena pukulan seperti ini, pasti akan pecah hancur menjadi tepung.

Cu Lie Seng memperdengarkan tertawa dingin, dia berhasil meloncat menghindar. Pertempuran berlangsung terus semakin lama semakin seru, tapi si pengemis tidak jarang agak terdesak oleh pukulan-pukulan balasan pemuda she Cu tersebut.

Giok Han yang menyaksikan jalan pertem puran dari tempat persembunyiannya mengawasi agak tegang menguatirkan keselamatan sahabatnya. Pengemis itu memang lihai, tapi setelah pertempuran tersebut berlangsung beberapa puluh jurus, Giok Kan mendapat kesan kepandaian si pengemis masih berada di-bawah satu tingkat dari Cu Lie Seng, Karenanya pemuda ini memasang mata dan bersiap-siap jika kawannya itu terancam bahaya, ia akan keluar untuk membantu.

Bukan hanya Giok Han yang menyaksikan jalan pertandingan itu, karena See-mo Uh-Ma. Pak mo. Lam-mo maupun Tong mo berempat menyaksikan jalan perkelahian tersebut dengan penuh perhatian. Semula mereka menyangka si pengemis adalah Toat-beng-sin-ciang yang tengah mereka cari.

Tapi setelah melihat jelas muka si pengemis yang masih berusia muda, mereka kecewa. Pengemis itu jelas bukan orang yang tengah mereka cari. Tapi menyaksikan beberapakali pengemis itu mempergunakan jurus-jurus yang dahsyat dan setiap pukulannya sangat tangguh mematikan, mereka jadi memperhatikan penuh minat.

Kalau sampai Cu Lie Seng tak bisa menghadapinya, mereka akan keluar, buat membekuk pengemis tersebut. Setelah lewat sekian jurus, mereka jadi senang, karena Cu Lie Seng tampaknya menang di atas angin dan jika perkelahian itu berlangsung lebih dari seratus jurus, tentu pengemis muda tersebut akan berhasil dirubuhkan Cu Lie Seng.

Keempat tokoh rimba persilatan itu jadi memperhatikan keadaan di sekitar tempat tersebut, kalau-kalau ada orang lain yang bersembunyi di situ, selain si pengemis.

Tapi tak terlihat orang lain, hanya asap putih tipis yang harum semerbak masih keluar dari lobang di puncak pohon, juga pohon-pohon bunga yang menyiarkan berbagai macam harum aneh dan kurang enak untuk penciuman di hidung.

Cu Lie Seng waktu itu berhasil menghindarkan pukulan tangan kanan si pengemis, tahu-tahu ia menepuk kedua tangannya, mendadak pula tubuhnya berputar setengah lingkaran dengan gerak yang aneh membuat si pengemis sekejap bingung kehilangan pegangan kemana bergerak lawannya. Di waktu itulah dia menerima hantaman dahsyat dari Cu Lie-Seng.

Terkesiap hati Giok Han menyaksikan cara menyerang Cu Lie Seng. Sampai dia berseru tertahan. Ia mengenali ilmu silat yang di- pergunakan Cu Lie Seng tak lain "Liong-beng-kun" ! Untung saja waktu itu dari kedus tangan Cu Lie Seng mengeluarkan angin yang bcrkesiutan keras, menyebabkan pohon-pohoa bunga bergerak berkeresekan ramai, suara seruan Giok Han tak sampai terdengar Cu Lie-Seng maupun keempat tokoh persilatan yang tengah bersembunyi, karena keempat tokoh persilatan itu tengah memperhatikan penuh minat pada ilmu silat yang dipergunakan Cu-Lie Seng.

Memang selama beberapa tahun terakhir ini Cu Lie Seng belajar dibawah gemblengan Tang San Siansu, yang telah mewarisi "Liong-beng-kun" kepada muridnya yang istimewa ini. Walaupun Cu Lie Seng belum bisa menguasai sepenuhnya ilmu silat yang tangguh luar biasa itu, tokh sedikitnya dia sudah berhasil melatih lima bagian, serangannya mengandung maut yang menakutkan !

Sekarang setelah lewat sekian puluh jurus dan ternyata tak berhasil merobohkan lawannya, darahnya jadi naik, dia penasaran dan dipergunakannya "Liong beng-kun"-nya, dengan harapan bisa secepatnya merobohkan si pengemis dengan satu dua jurus serangan saja.


Memang kesudahannya sangat hebat, sebab si pengemis menjerit kaget dan berusaha menjauhi diri dari tangan Cu Lie Seng, dia mendorong dengan pukulan "Swat Koat Liok Cut" atau "Kembang Salju Berhamburan Enam Penjuru", kemudian tubuhnya meloncat ke belakang dengan gerakan "Liu Seng Kan Goat" atau "Bintang Sapu Mengejar Rembulan".

Cepat gerakan tubuh si pengemis, namun lebih cepat lagi tangan Cu Lie Seng. Dia mempergunakan jurus dari ilmu yang sangat dahsyat, walaupun si pengemis sudah membalas dengan pukulan yang bisa membahayakan dirinya, lalu melompat ke belakang dengan loncatan tubuh yang begitu lincah tetap saja Cu Lie Seng berhasil untuk berada di dekat si pengemis, kedua telapak tangannya yang merah seperti darah berkumpul di situ meluncur turun akan menepuk pundak si pengemis.

Kaget bukan main pengemis itu, keringat dingin mengucur keluar. Dia melihat tak ada kesempatan untuk meloloskan diri dari tangan maut Cu Lie Seng. Tak ada kesempatan untuk meloncat ke tempat lain, hawa amis yang menerjang mukanya terasa santer sekali. Maut sudah berada di atas kepalanya.

Giok Han tak bisa menahan diri, dia ingin melompat keluar untuk membantui si pengemis. Tak boleh dia membiarkan si pengemis terluka oleh pukulan "Liong-beng-kun", sebab untuk selanjutnya si pengemis akan terluka parah, menjadi lumpuh dan lupa ingatan, seperti yang telah dialami oleh Tang Bun Siansu dari Siauw Lim Sie ! Benar Cu Lie Seng belum begitu sempurna menguasai "Liong-beng-kun," seperti halnya pada latihan yang dicapai Tang San Siansu, namun tetap saja pukulan yang dilakukan Cu Lie Seng mengandung maut yang mengerikan sebab kepandaian si pengemis pun belum setinggi Tang Bun Siansu!Kalau terkena tangan maut itu, niscaya habislah masa depan si pengemis.

Belum lagi Giok Han menjejak kakinya, tiba-tiba terdengar seruan kaget perlahan, disusul tubuh Cu Lie Seng "terbang" ke belakang, mukanya pucat pias ketika kedua kakinya telah hinggap di atas tanah, tangan kirinya memegangi tangan kanannya. Matanya memandang dengan sinar tajam memancarkan kemarahan yang tak kepalang. Sedangkan si pengemis berdiri di tempatnya dengan muka tersenyum-senyum, tidak kurang suatu apapun juga.

"Enak ditusuk jarum?" mengejek si pengemis dengan sikap meremehkan Cu Lie seng.

Rupanya waktu melihat tak ada jalan keluar dari tangan maut Cu Lie Seng, cepat luar biasa si pengemis telah mempergunakan sebatang jarum unmk menyambuti telapak tangan Cu Lie Seng. Telapak tangan Cu Lie Seng seperti juga menghantam mata jarum itu, yang menembus cukup dalam, membuatnya tadi menjerit perlahan dan ia lompat ke belakang kaget dan kesakitan ! Apa lagi jarum yang dipergunakan si pengemis ternyata beracun, telapak tangan Cu Lie Seng dalam waktu hanya beberapa detik saja telah membengkak!

Darah Cu Lie Seng meluap sampai terasa meledak di ubun-ubun kepalanya, dia melangkah maju dengan mata melotot mengancam. untuk menyerang si pengemis lebih hebat dari sebelumnya, selangkah demi selangkah menghampiri tanpa memperdulikan telapak tangan kanannya membengkak cukup besar.

Belum lagi Cu Lie Seng menyerang kembali pada si pengemis. Tong-mo Kwang Cu Pu sudah lompat ke sampingnya. Dia memegang lengan Cu Lie Seng dan agak kuatir berkata: "Kongcu. pengemis ini rupanya perlu dihajar! Untuk menghajar manusia kotor mesum seperti itu tak layak mempergunakan tangan Kongcu, biarkan aku yang mewakilinya."

Kemudian dengan suara berbisik ia bilang lagi: "Kongcu harus mengendalikan diri, racun itu cukup kuat kerjanya." Tersadar Cu Lie Seng bahwa tangannya sudah keracunan, membengkak cukup besar dan merah, dia segera berusaha mengurangi kemarahan dan mengendalikan diri, karena kalau di turuti kemarahan hatinya, di mana darah beredar lebih cepat ke jantung, dirinya bisa celaka, jantung bisa bekerja lebih cepat lagi. la harus memakan obat penawar racun, rupanya Tong-mo Kwang Cu Pu memang sengaja menginginkan ia mundur untuk mengurusi lukanya itu.

Maka tanpa bicara apa-apa dia melompat mundur membiarkan Tong-mo Kwang Cu Pu menghadapi si pengemis cuma mata Cu Lie Seng yang masih melototi si pengemis waktu ia melompat mundur.

Pak-mo cepat-cepat menyerahkan obat pulung yang khusus memunahkan racun, yang diterima oleh Cu Lie seng. Tong-mo sudah, berhadapan dengan si pengemis.

"Pengemis busuk, kau benar benar tak kenal tingginya langit dan dalamnya bumi, sehingga berani kurang-ajar pada Cukongcu. Kau mau pulang ke neraka rupanya !" Bentak Tong-mo dengan suara meremehkan, tapi bengis mengandung ancaman.

"Pendeta busuk," balas maki si pengemis, karena dilihatnya Tong-mo berpakaian seperti pendeta "Kau rupanya mau cepat cepat pulaug-ke neraka !" Sengaja dia mengikuti cara memaki Tong-mo untuk membangkitkan kemarahan Tong-mo.

Tadi melihat cara meloncat Tong-mo, si pengemis segera tahu banhwa Tong-mo memiliki ilmu yang tinggi, kakinya begitu ringan. Maka untuk membangkitkan kemarahan Tong-mo ia sengaja mengikuti cari memaki Tong mo, jika ia marah tentu sulit mengerahkan seluruh konsentrasinya dun akan lebih mudah dihadapi, Tak tak disangkanya, Tong-mo malah tertawa bergelak-gelak.

"Heh-heh-heh. kau benar-benar setan jelek yang sudah bosan hidup!" Sambil tertawa disusul makiannya itu, tubuh Tong-mo sudah melompat ke depan, tangannya sudah menyambar dan karena tenaga pukulannya sangat kuat, mengeluarkan suara angin berkesiutan.

Si pengemis tahu bahwa lawannya lihai, ia tak mau membuang waktu. Belum tangan Tong-mo sampai, tubuh si pengemis sudah berkelebat mengelak, sambil dibarengi serangan membalas, yang tenaga pukulannya pun tak kalah kuatnya.

Melihat pukulannya yang pertama gagal, Tong-mo menyusuli dengan tiga pukulannya. la tahu bahwa pengemis muda yang kotor mesum ini memiliki kepandaian yang tinggi, tadi dia sempat menyaksikan waktu si pengemis berkelahi dengan cukongnya. Sekarang dia turun tangan tidak tanggung-tanggung, sekaligus mempergunakan pukulan-pakulan yang ampuh dan mengandung maut !

Si pengemis juga tidak manda diserang begitu, berulangkali ia menghindar, diselingi oleh pukulan balasan yang juga bisa mematikan lawan. Mereka berloncatan ke sana kemari cepat sekali sehingga seperti bayangan belaka, angin pukulan mereka menyebabkan pohon-pohon bergoyang dan daun-daun ranting berjatuhan. Sebentar saja sudah lebih dari sepuluh jurus.

Giok Han menyaksikan tokoh persilatan itu berkumpul di sini, jadi heran. Entah apa yang ingin mereka lakukan di tempat ini ? Juga Cu Lie Seng bersikeras hendak bertemu dengan Toat-beng-sinciang, entah apa yang diinginkannya.

Berkumpulnya mereka di tempat ini, jelas alamat yang kurang bagus bagi orang-orang rimba persilatan, karena ancaman buat mereka yang tidak mau tunduk pada anaknya Cu-kongkong ini dan para pengikutnya. Juga, adanya Cu Lie Seng di sini pasti Tang San Siansu juga berada di sekitar tempat ini.

Hati Giok Han jadi berdebar, ia mengawasi betapa Tong-mo berusaha mendesak si pengemis, tapi pengemis itu selalu dapat memunahkan setiap serangan lawannya. Waktu itulah Pak-mo, Lam-mo dan See-mo ikut melompat maju buat membantu Tong-mo.

Keempat tokoh persilatan ini, yang masing-masing memiliki ilmuyang tinggi, sudah berbareng menyerang dan mengeroyok si pengemis.

Tidak puas Giok Han melihat pengeroyokan ini, tak mungkin dia bersembunyi terus, sedangkan si pengemis tengah terancam bahaya maut dibawah pengeroyokan lawan-la-wannya itu, Tanpa pikir dua kali lagi Giok Han segera lompat sambil berseru: "Manusia-manusia rendah tak tahu malu main keroyokan, terimalah seranganku !" Dan memang bentakan Giok Han disusul oleh pukulannya yang saling susul.

See-mo Uh Ma yang berada raling dekat dari arah munculnya Giok Han merasakan sambaran angin yang kuat, ia segera menangkis tanpa menoleh. Malah mengoceh: "Uh-uh-uh, kiranya dia ada kawannya..."

"Dessss! Bukkkkk ! "Suara benturan tangan See mo Uh Ma dengan tangan Giok Han sangat keras dan kuat sekali, bahkan Uh Ma jadi kaget tak terkira. Semula dia menyangka yang muncul anak buah sipengemis. yang kepandaiannya berada di bawah si pengemis, Siapa tahu justeru waktu tangan mereka membentur, tubuh See Mo bergoyang-goyang. Untung saja dia seorang tokoh persilatan yang berpengalaman dan memiliki ilmu yang tinggi. cepat dia bisa mengendalikan tubuhnya dan tangan kirinya menyerang untuk mencegah lawan menyusuli dengan pukulan berikutnya.

Giok Han tidak tahu. dia malah menyambuti lagi tangan kiri Ui Ma dengan tangan kanan, tangan kirinya bekerja menyambar baju dipundak lawan, Begitu terdengar bentakan Giok Han, segera tubuh Uh Ma terpental ketengah udara, karena waktu Giok Han bisa menjambak baju di pundak lawan, segera melemparkannya...

Uh Ma tidak menyangka lawannya demikian gesit dan cepat tangannya maka tubuhnya kena dilemparkan. Untung saja dia masih bisa mengendalikan tubuhnya tidak sampai terbanting ditanah, cuma jatuh berdiri dengan kedua kaki lebih dulu, dia tidak pernah menderita malu yang terlalu hebat.

Alis Cu Lie seng bergerak-gerak melihat munculnya Giok Han dan salah seorang anak buahnya berhasil dilemparkan seperti itu, Tangannya yang tadi membengkak sekarang sudah kempis kembali, hanya masih tersisa warna merah.

Racun sudah di punahkan, karena ia memakan obat mujarab yang dibikin ramuannya oleh tabib-tabib istana, la menduga-duga entah siapa pemuda yang baru muncul ini, yang ilmu silatnya kelihatan lebin tinggi dari si pengemis.

Giok Han bekerja cepat, setelah berhasil melemparkan See mo, ia segera menghantam punggung Pak-mo, pukulannya sama kuat seperti yang tadi dilakukan pada See mo. Pak-mo sudah menyaksikan bahwa pemuda yang baru muncul ini tak boleh dibuat main, segera menghindar dia batal meneruskan pukulannya pada si pengemis, melainkan tangan itu dipergunakan untuk memukul dada Giok Han.

Dahsyat sekali tenaga pukulannya, dia seorang tokok persilatan yang lwekangnya sudah mencapai tingkat tinggi, jika pukulan itu mengenai sasaran, tentu kurban pukulannya tak akan ada harapan, hidup. Batu karang saja jika dipukul oleh Pak mo dengan tenaga sedahsyat itu, niscaya akan hancur lebur menjadi tepung!

Giok Han tidak takut, dia tidak mengelak dan malah tangan kanannya menangkis. Keras lawan keras. Terdengar dua tenaga membentur ditengah udara. Menyusul dengan itu, tangan kiri Giok Han menyambar lagi, dan telak sekali pundak Pak-mo kena dupikul sampai dia terhuyung beberapa langkah kebelakang.

Bukan main kagetnya Pak-mo melihat sepak terjang si pemuda yang ternyata sangat tangguh malah belum dia sempat berpikir,Giok Han sudah berada didepannya lagi. "Manusia tak tahu malu, kau pantas di beri hajaran!" Tangan Giok Han sudah berada didepan matanya, mengincar jalan darah "Tu-cie-hiat yang berada diantara ujung dalam kedua alisnya.

Jika jalan darah ini tertotok, maka akan celaka Pak-mo, karena "tu-cie-hiat" merupakan titik jalan darah yang sangat penting, jika tertotok dengan dengan tenaga yang cukup kuat pasti bisa menyebabkan kematian. Tak ayal lagi Pak-mo menghindari pukulan itu. Namun kembali dia kaget.

Waktu tubuhnya meloncat kebelakang, saat itulah kaki Giok Han menyambar menendang selangkangannya. Pak-mo jadi sibuk menghindar, sekali ini dia agak terlambat. Memang ia bisa menyelamatkan jalan darah "tu-cie-hiat" dipangkal hidungnya dari totokan jari tangan Giok Han, namun sekali ini biarpun tak tepat pada selangkangannya, tapi pangkal pahanya kena di tendang oleh Giok Han.

Hal ini disebabkan mati-matian. Pak-mo berusaha menghindar, alat vitalnya bisa diselamatkan, tapi akibat tertendang pangkal pahanya, tubuh Pak- mo terpental hampir terguling di tanah. Dia berhasil mengerahkan tenaga dalam pada kedua kaki dan kuda-kudanya, sehingga tak perlu terguling, tak urung dia berdiri dengan muka yang merah dan pucat bergantian.

Marah karena malu campur mendongkol, pucat akibat kaget yang tak terkira. Selama dia berkelana dalam kang-ouw, setelah dia sekian puluh tahun menyembunyikan diri di tempat menyepinya, baru sekali ini dia mendalami kejadian seperti sekarang.

Setelah rasa kagetnya berkurang bagaikan suara geledek dia melompat untuk menerkam Giok Han.

Giok Han setelah berhasil menendang pangkal paha Pak-mo, cepat-cepat menyusulkan pukulan pada Lam mo karena waktu itu si pengemis tengah dilibat oleh Tong-mo dengan pukulan pukulan yang mematikan sehingga tak keburu untuk menangkis pukulan yang dilakukan Lam mo.

Si-pengemis tengah mempergunakan kedua tangannya menyanggah tangan kanan Tong-mo, karena Tong-mo menyerang dengan tenaga yang kuat seribu kati. Saat itulah dipergunakan Lam-mo buat menghantam tengkuk si pengemis dengan dua jari tangannya.

Serangan ini memang tampak ringan, tapi kalau sampai mengenai sasarannya bisa membikin si pengemis seketika menemui kematian, sebab yang diincar adalah titik jalan darah Yu-hiat-to yang ada di tulang punduk.

Seperti diketahui, tulang pundak yang menyambung terus dengan tulang punggung merupakan bagian yang sangat penting bagi manusia. Seseorang bisa lumpuh atau tak sehat karena tulang punggung yang tak bagus dan tak sehat, dimana urat-urat syaraf besar berkumpul disitu.

Sekarang sipengemis dihantam oleh kepretan jari-jari tangan mengandung maut, kalau kepretan itu menotok tepat niscaya sulit untuk menjamin si pengemis bisa mengadakan perlawanan terus. Kemungkinan iapun akan lumpuh jika terserang begitu.

Melihat ancaman maut yang datang pada si pengemis membuat Giok Han tidak melompat kepada Pak-mo yang berhasil ditendangnya, melainkan cepat-cepat menghantam Lam-mo, berusaha mencegah dia meneruskan pukulannya pada tengkuk si pengemis.

Memang Lam-mo merasakan sambaran angin yang dahsyat, berkesiuran mengancam tulang iganya. Dia tidak berani meremehkan pukulan Giok Han, walaupun tadi sedang berkelahi, dia sempat melihat Pak-mo dan See-mo dibikin repot dan terserang oleh pukulan-pukulnn yang dilakukan Giok Han. Tidak buang waktu dia membatalkan pukulannya pada si pengemis, melainkan cepat-cepat menarik tenaga pukulan, yang lalu dipergunakan untuk menghantam Giok Han.

Tak ampun lagi dua kekuatan tenaga dalam bertemu. Giok Han kaget karena dadanya dirasakan bergetar, menunjukkan kuatnya tenaga dalam Lam-mo. Tapi Lam-mo juga tidak kurang kagetnya, karena waktu itu dia merasakan siku tangannya sakit, berbunyi dan seakan bonggolan siku tangannya ingin terlepas.

Yang lebih hebat dadanya seperti menjadi sempit menyebabkan dia sesak bernapas! Tak buang waktu lagi Lam-mo melompat mundur menjauhi Giok Han.

Tong-mo yang tengah ditangkis tangannya oleh si pengemis, menarik tangannya dan melompat mundur, dia tidak mendesak terus si pengemis. Dia tengah heran melihat dalam beberapa detik dan waktu begitu singkat Giok Han bisa memukul mundur tiga orang kawannya ! Dia penasaran, tapi sebagai orang yang cerdik tentu saja Tong mo tak mau ceroboh untuk menerkam Giok Han.

Si pengemis tersenyum mengejek, sedangkan Giok Han berdiri disampingnya. "Hebat ilmu silatmu, membuat tua bangka yang sudah mau pada mampus itu kelabakan !"

Giok Han tidak menghiraukan gurau si-pengemis, dia mengawasi tajam pada Cu Lie-Seng. "Orang she Cu, tadi kau mempergunakan Liong-beng-kun sangat jelek sekali, banyak kesalahan yang kau lakukan!"

Kaget Cu Lie Seng diejek seperti itu oleh Giok Han. Dia kaget bukan disebabkan tiga orang dari empat orang anak buahnya berhasil dipukul mundur begitu mudah oleh Giok Han.

Sekarang, malah Giok Han menyebut nama jurus ilmu andalannya, yang dikatakannya telah dilatih oleh Cu Lie Seng secara buruk ! Siapakah pemuda ini ? Apakah masih mempunyai hubungan perguruan dengan gurunya. Tang-San Siansu ? Hati Cu Lie Seng jadi penuh oleh pertanyaan-pertanyaan yang membingungkannya.

Di samping itu, ia juga penasaran campur marah. Dengan muka dingin dia mendekati Giok Han, matanya tajam seperti ingin menembus mata Giok Han terus kehatinya.

"Siapa kau ? Apakah kau murid Toat-beng-sin ci-ang juga seperti pengemis mesum itu?"

Giok Han menggeleng. Sebagai orang yang jujur ia tak bisa berbohong. "Bukan, aku tak kenal siapa Toat-beng-sin-ciang yaag kau tanyakan itu. Sedangkan dia ini sahabatku, aku tak ingin melihat kau sewenang-wenang melakukan pengeroyokan padanya secara tidak tahu malu !"

Cu Lie Seng tertawa dingin tidak memperlihatkan perasaan apapun pada mukanya yang tampan tapi beku. "Kedatangan kami kemari," katanya, "untuk bertemu dengan Toat-beng-si i ciang. Tapi dia tak mau menemui kami, bahkan pengemis mesum ini yang telah banyak tingkah coba menghalangi kami mencari Toat-beng sin-ciang. Apakah kami tak pantas untuk memberikan hajaran padanya ?"

Si pengemis yang sejak tadi diam saja sambil tersenyum-senyum mengejek, sekarang berteriak marah : "Sudan menjadi peraturan buat siapa saja, bagi yang berani lancang masuk ke daerah ini berarti harus menerima imbalannya, yaitu mati ! Kalian berlima telah lancang memaksa untuk masuk kemari, bagian kalian yang paling setimpal ialah kematian. Kau tak usah banyak bicara untuk masuk memang mudah tapi untuk keluar dari sini jangan harap, kalian harus mati ! Ini sudah peraturan yang tak bisa di tawar-tawar, karenanya kau tak usah bicara terkebur lagi. Bersiap-siaplah kalian, karena kematian sudah dekat"

Cu Lie Seng melirik dingin menghina kepada si pengemis, kemudian menoleh kepada Giok Han. Kau mengenali ilmu "Liong-beng-kun" ku. apakah kau ada hubungan dengan guruku ?"

Hemm. pasti gurumu Tang San Sian-su," kata Giok Han tawar. "Di mana sekarang dia berada ? Apakah tidak datang bersama kalian ?"

Cu Lie Seng seorang pemuda yang cerdas, otaknya sangat pintar dan licin. Sekali melihat saja cara Giok Han bicara dan menyebut temang gurunya, segera dia mengetahui bahwa Giok Han seperti memandang rendah gurunya, maka segera dia bisa menarik kesimpulan bahwa Giok Han pasti bukan sahabat gurunya, bahkan sebaliknya. Cuma yang membuat Cu Lie Seng ragu-ragu turun tangan, justeru dia sempat menyaksikan tadi betapa gagah perkasa pemuda yang tak dikenalnya ini.

"Guruku akan datang kemari, kau tentu bisa bertemu dengannya" jawab Cu Lie Seng maksudnya ingin menggertak Giok Han. "Siapa namamu ?"

"Aku ? Cukup kau sebut aku Liong-kak-sin-hiap!" menyahuti Giok Han tawar.

Muka Cu Lie Seng berobah, seperti mendengar sesuatu yang hebat, tubuhnya sampai menggigil di samping mukanya yang jadi pucat kehijau-hijauan. Dia pernah diberitahukan oleh gurunya, Liong-beng-kun merupakan ilmu yang tangguh dan sangat dahsyat, jarang orang bisa melayani ilmu itu, apa lagi kalau Cu Lie Seng sudah berlatih dengan sempurna, tentu jarang ada tokoh persilatan yang sanggup melayaninya.

Cuma gurunya berpesan, Liong-beng-kun memiliki satu kelemahan, yaitu akan hancur punah kalau berhadapan dengan tongkat Liong-kak-tung. Pemuda ini bergelar Liong-kak-sin-hiap (Pendekar Sakti Cula Naga), apakah mempunyai hubungan dengan Liong-kak-tung?

Apakah pemuda ini memiliki tongkat Liong-kak-tung yang pernah disebut-sebut oleh gurunya ? Tapi tak mungkin, bantah Cu Lie Seng sendiri dalam hati, Liong-kak-tung menurut gurunya sudah lenyap selama ratusan tahun, selama itu tak ada orang yang sempat menyaksikan tongkat pusaka itu. Mana mungkin pemuda ini bisa memiliki tongkat itu. Mungkin Giok Han hanya ingin menggertaknya saja.

"Baru pertamakali kudengar tentang dirimu, apakah kau belum lama berkelana dalam kalangan Kangouw ?" tanya Cu Lie Seng Sengaja dia bertanya seperti itu, seakan ia meremehkan dan memandang rendah kepada Giok Han. ..Siapa gurumu?"

"Nanti kalau aku bertemu denpan gurumu, kau akan mengetahui jelas siapa aku sebenarnya," rnenyahuti Giok Han tawar. "Kau pun pernah bertemu denganku, tapi itu dulu... mungkin kau sudah lupa."

Cu Lie Seng mengingat-ingat, tapi tetap saja tak diingatnya ia pernah bertemu Giok Han di mana. "Di mana kita pernah bertemu ?" tanya Cu Lie Seng akhirnya.

Giok Han mengawasi Cu Lie Seng sejenak, kemudian baru menyahuti: "Sudah kukatakan, nanti semuanya menjadi jelas untukmu kalau aku sudah bertemu dengan gurumu. Sekarang dimana aku bisa bertemu dengannya?"

"Tidak lama lagi kau akan bertemu dengan guruku," jawab Cu Lie Seng dengan sikap congkak. "Dan kawanmu itu, pengemis mesum yang menyebalkan akan ikut bersama untuk menemui guruku." Setelah berkata begitu Cu Lie Seng bersiul nyaring. Pak-mo, See-mo, Lam-mo dan Tong-mo berempat waktu itu bersiap-siap untuk menyerbu pada Giok Han, mereka penasaran karena tadi mereka telah diberi "pelajaran pahit" olen pemuda yang semula tak dipandang sebelah mata tapi kenyataannya memiliki ilmu yang sangat tinggi. Mendengar Cu Lie Se-ng bersiul, mereka batal untuk melompat menyerang, hanya berdiri mengawasi.

Diluar taman bunga itu terdengar suara sangat ramai, bermunculan banyak sekali tentara negeri yang lengkap masing masing bersenjata tombak atau golok. Ternyata tempat itu telah dikepung olah tentara negeri yang sengaja dibawa oleh Cu Lie Seng, cuma mereka semua bersembunyi diluar taman bunga.

Mendengar isyarat dari Cu Lie Seng barulih mereka memperlihatkan diri. Tentara kerajaan itu dipimpin oleh Lui Pek Sam. Ramai suara tentara kerajaan, mereka terdiri dari beberapa lapis,sehingga jangankan manusia, seekor lalatpun tak akan lolos keluar dari kepungan tentara kerajaan tersebut.

Barisan lapis ketiga dari tentara kerajaan itu bersenjatakan panah, siap untuk dilepaskan anak panahnya kalau ada musuh yang hendak melarikan diri. Ketat sekali pengepungan ini. yang diatur sangat sempurna.

Alis Giok Han mengkerut menyaksikan ini, hatinya agak kaget juga. Benar-dia lihai dan juga si pengemis memiliki ilmu yang tidak rendah. Namun kalau dikepung demikian banyak tentara perajaan, ditambah lagi oleh empat orang tokoh persilatan seperti Tong-mo, Pak-mo See mo dan Lam-mo. kemudian adanya Cu Lie Seng dan Lui Pek Sam, maka keadaan mereka sulit untuk bisa melepaskan diri atas pengepungan yang ada.

Si pengemis melirik dan tersenyum melihat Giok Han tengah memperhatikan sekelilingnya dengan alis yang mengkerut. "Kau takut?" bisiknya.

Giok Han seperti baru tersadar dari tidurnya, cepat-cepat dia menggeleng. "Tidak," jawabnya. "Kita akan menghadapi mereka bersama-sama, kukira tidak terlalu sulit untuk melepaskan diri dari pengepungan mereka."

"Tapi kalau kita menghadapi mereka dengan cara biasa, tentu kita akan terkepung lama dan akhirnya kehabisan tenaga, diwaktu itu berbahaya, empat iblis itu pasti akan memanfaatkan kesempatan tersebut untuk membekuk kita. Aku ada jalan untuk menghadapi mereka, jangan kuatir."

"Ya, memang kita harus secepatnya menyingkir, karena tak ada gunanya menghadapi mereka berlama-lama. Sebetulnya aku mempunyai urusan umuk mencari guru pemuda she Cu itu, tapi itu bisa dilakukan nanti saja, jika kita sudah meninggalkan tempat ini."

"Siapa guru pemuda congkak itu ?" tanya si pengemis, tetap berbisik. "Dan, ada urusan ana antara kau dengan guru dia ? Permusuhan dan menaruh dendam padanya?"

Giok Han menggeleng. "Bukan," jawabnya. "Bukan dendam, tapi gurunya seorang yang sangat berbahaya untuk ketenteraman rimba persilatan. Gurunya sebetulnya masih merupakan saudara seperguanku. tapi dia sudah dipecat dan diusir dari perguruan kami, sekarang tak ada hubungan apa antara aku dengan dia. Tapi ilmunya sangat tinggi, jiwanya kotor dan hatinya sangat kejam, jika dia tak disingkirkan atau dimusnahkan ilmu silatnya, tentu akan membahayakan sekali. Apa lagi kudengar belakangan ini ia membantu pihak penjajah, menjadi kaki tangan Kaisar lalim. Jika hal ini dibiarkan tentu mengganggu sekali perjuangan para pencinta negeri, ilmunya harus dimusnahkan, itulah perintah guruku."

"Masih ada hubungan apa antara kau dengan dia dalam perguruan kalian ? Kau menyebutnya apa ?" tanya si penpemis yang jadi tertarik untuk mendengar lebih jauh cerita Giok Han.

"Nanti akan kujelaskan lebih terang kalau kita sudah meninggalkan tempat ini" menyahuti Giok Han. "Sekarang kita harus mencurahkan seluruh perhatian kepada manusia-manusia rendah tampaknya kejam-kejam ini."

Si pengemis mengangguk beberapa kali, dia tidak mendesak terus. Sedangkan Cu Lie Seng melihat Giok Han berbisik bisik dengan pengemis itu memperlihatkan tertawa yang sinis.

"Biarpun kalian ditambahi sepasang sayap, tak mungkin kalian bisa meloloskan diri meninggalkan tempat ini!" Katanya dengan suara yang mengejek. "Lebih bagus kalau kalian menyerahkan diri, sehingga tak perlu dipergunakan kekerasan, jangan sampai tubuh kalian hancur lebur baru mau menyerah. Liharlah. seekor lalatpun sudah tak mungkin lolos dari tempat ini. Serahkanlah baik-baik diri kalian buat kami tangkap dan nanti akan kupertemukan kau dengan guruku?"

Sambil berkata begitu Cu Lie Seng mengibas tangan dan Pak-mo berempat dengan See-mo, Lam-mo dan Tong-mo-sudah bersiap-siap maju dengan langkah satu-satu mendekati Giok Han dan si pengemis.

"Menyerahlah baik-baik, jangan memberikan perlawanan jika kalian tidak mau nanti tersiksa," kata See-mo dengan sikap mengejek. "Aku biasanya jadi kasihan pada orang yang mau menyerah dan tahu diri bisa melihat gelagat; tapi bagi yang berkepala batu akan kuperlihatkan bagaimana hukuman yang harus diterimanya."

Giok Han melirik si pengemis, karena waktu itu si pengemis berbisik padanya: "Kita hadapi mereka, jika ada kesempatan akan kurubuhkan tentara kerajaan itu dengan asap racunku, kita bisa melarikan diri dari tempat ini."

"Tapi bagaimana dengan Toat-beng-sin-ciang? Apakah kita tinggalkan tempatnya begitu saja bagaimana kalau nanti pemuda she Cu itu perintahkan anak buahnya untuk merusak dan menghancurkan tempat ini?"

"Biarlah, kalau mereka mau menghancurkannya, biarkan mereka hancurkan tempat ini. Toat-beng-sin ciang kebetulan tidak berada di sini, kita tak perlu menguatirkannya."

"Bagus, mari kita terobos kepungan mereka!" Sambil berkata begitu tangan Giok Han meraba pinggangnya, sekejap mata ia sudah menggenggam sebatang pedang. Si pengemis tersenyum melihat pedang di tangan Giok Han yang berkilauan terang, menunjukkan pedang yang bagus. Dia sendiri mengeluarkan sebatang tongkat berukuran pendek, yang terbikin dari bambu kuning, terraut halus dan mengkilap.

Tongkat ini berbeda dan tongkat-tongkat pengemis pada umumnya? yang berukuran panjang, justru tongkat yang di tangan pengemis ini pendek cuma panjangnya tak melebihi dari empat puluh senti meter, di ujung yang dekat genggaman tercatat gagang yang menonjol panjangnya tidak lebih dari sepuluh senti meter, mungkin untuk menyanggah setiap sambaran senjata tajam yang mengarah ke tangan.

Tongkat pendek ini diputar-putar dan siap dipergunakan untuk menghadapi musuh. Sedikit juga si pengemis tidak takut menghadapi musuh-musuh tangguh demikian banyak jumlahnya, tidak seimbang dengan pihaknya yang cuma berdua dengan Giok Han.

Pak-mo berempat tak membuang waktu, mereka menyerbu mengepung Giok Han berdua pengemis, mereka juga berlaku hati-hati karena tadi sudah merasai tangan Giok Han yang lihai.

Mereka berempat memiliki kepandaian yang tinggi, justeru salahnya mereka meremehkan Giok Han, sehingga tadi hampir saja mereka cslaka di tangan pemuda ini.Sekarang, mereka berlaku hati-hati dan penuh kesungguhan, tentu saja mereka merupakan lawan-lawan yang sangat berat buat Giok Han maupun pengemis itu.

Diserbu berempat begitu, Giok Han segera memutar redangnya, sedangkan pengemis mempergunakan tongkatnya untuk mengetuk dan menotok pada jalan darah lawan-lawannya.

Tetapi Lam-mo, Pak-mo, Tong-mo dan See-mo berempatpun tak bertangan kosong, mereka berempat sudah mengeluarkan senjata masing-masing.

Lam-mo mempergunakan ikat pinggangnya, setiap dilecutkan terdengar suara memecah udara yang bagaikan dirobek-robek: "Tarrrr...! Taarrrr...!!" menyakiti kuping yang mendengarnya. Kalau ikat pinggang yang cukup panjang dan dijadikan pengganti senjata itu jauh lebih dahsyat dari senjata logam, karena kalau angkin itu melecut batang pohon, maka kulit pohon akan terkelupas disambar ujung angkin yang sudah mengandung tenaga dalam kuat dan ampuh. Jika menyambar batu segera batu itu hancur menjadi berkeping-keping !

Tong-mo juga sudah mengeluarkan senjatanya, yaitu mangkok untuk minta sedekah dan kayu bokkie, yaitu kayu untuk sembahyang diketukkan perlahan-lahan, tapi kini berobah menjadi senjata yang ampuh. Mangkok untuk minta sedekahnya terbuat dari baja murni, yang jika dikeprukkan ke kepala lawan, niscaya kepala lawan remuk hancur berserakan.

Sedangkan kayu bokkienya berguna untuk dua cara, yaitu mengetuk hancur sesuatu yang dipukulnya atau ujungnya bisa dipergunakan untuk menotok titik jalan darah. Bisa dibayangkan dahsyatnya kedua senjata istimewa ini, karena yang mempergunakannya seorang lihai seperti Tong-mo.

Pak-mo juga sudah mengeluarkan senjatanya, sebatang pedang pendek bergigi-gigi, mirip gaetan. Pedang itu bisa dipergunakan untuk menikam, tapi perut korban akan robek lebar kalau pedang ditarik keluar. Setiap korban yang tertikam pedang Pak-mo jangan harap bisa hidup lagi, langsung mati.

Pertama, tertikam mata pedang, kedua waktu pedang itu ditarik dari badan korban, gaetannya merobek badan si korban. Dengan demikian tak ada tawaran lain untuk si korban yang pasti harus mati seketika itu juga!

Senjata yang dipergunakan See-mo Iain lagi. Dia bersenjatakan dua bola besi yang memiliki rantai cukup panjang. Bola bulat berukuran seperti buah apel itu licin rata, terbuat dari baja dan sangat berat. Apa lagi ditimpuk oleh orang lihai seperti See-mo, yang menyerang dengan mempergunakan tenaga yang tangguh, maka korban yang kena sambaran bola maut ini akan segera mati dengan kepala yang hancur.

Yang jadi incaran See-mo selalu kepala lawannya, jantung dan selangkangan lawan juga menjadi incaran. Jika dada lawan terpukul bola maut itu, tulang rusuk akan patah hancur serta jantungnya pecah seketika. Selangkangan jika kena terpukul sambaran bola maut ini, juga akan hancur mematikan.

Lam-mo yang membuka pukulan pertama dengan angkinnya, ia melecut-lecutkan ang-kinnya sambil menyerbu maju. Disusul oleh Tong mo yang memakai kayu bokhie untuk mengancam berbagai titik jalan darah di badan Giok Han dan pengemis, sekali-sekali jika mempunyai kesempatan untuk menutup kepala Giok Han dan si pengemis dengan mangkok sedekah baja di tangan kiri.

See-mo menyusul dengan bola baja mautnya yang menyambar-nyambar mengandung ancaman hebat pada kedua orang lawannya, karena memiliki rantai yang panjang bola itu bisa menyambar-nyambar cukup leluasa dari jarak yang cukup jauh.

Ancaman bola maut yang berjumlah dua buah ini jauh lebih hebat dari yang lainnya, karena bisa menyambar dengan tiba-tiba ke atas tengkorak kepala di luar dugaan, menyerangnya pun dari tempat cukup jauh sehingga tak diduga-duga.

Ancaman senjata pedang bergigi Pak-mo juga tak kalah dahsyatnya, setiap saat pedang itu mengancam bergulung-gulung sinarnya.

Sulit diterka arah yang diserangnya, dan menyambarnya sangat cepat, menyilaukan mata. Empat macam senjata yang aneb-aneh dan juga semuanya mengandung maut yang mematikan, menyambar-nyambar mengancam Giok Han dan si pengemis.

Tidak percuma Giok Han digembleng oleh Siauw lim-si, karena biarpun dikepung oleh tokoh-tokoh iblis yang ganas dan mempergunakan senjata-senjata aneh, ia bisa menghadapinya dengan baik, tubuhnya berkelebat ke sana kemari sambil memutar pedangnya yang bergulung-gulung melindungi tubuhnya dari setiap ancaman senjata lawan juga sekali-sekali kalau si pengemis terancam bahaya dia masih bisa melindungi dengan bantu menangkis dan menghadapi lawan si pengemis.

Tapi, biarpun Giok Han dan si pengemis berusaha menghadapi keempat lawannya itu, tetap saja mereka tidak berhasil untuk menerobos keluar dari kepungan itu, jangankan untuk menyingkir dari tempat itu, sedangkan untuk melonggarkan kepungan tersebut, tetap saja tak berhasil.

Bahkan garis lingkaran kepungan keempat lawannya itu semakin kecil dan sempit. Namun Giok Han dan si pengemis tak gentar, mereka tetap memberikan perlawanan, bersemangat.

Cu Lie Seng mengawasi penuh perhatian, dia ingin mengetahui dari pintu perguruan mana Giok Han, tapi sejauh itu dia masih tak bisa mengenali ilmu silat Giok Han. Hanya sekali-sekali dia merasa seperti juga ilmu silat yang dipergunakan Giok Han berasal dari Siauw-lim-si.

"Ilmu silatnya campur aduk, tak mungkin dia murid Siauw-lim-si. Diapun bukan pendeta... tapi dari pintu perguruan manakah babi kecil ini ? Ada urusan apa antara dia dan guruku ?" Sambil memperhatikan jalan pertempuran yang tengah berlangsung, Cu Lie Seng memperhatikan cermat sekali setiap jurus yang dipergunakan Giok Han, dia cerdas dan sangat tajam ingatannya, dia bisa mengingat setiap jurus ilmu silat yang dipergunakan Giok Han.

Waktu itu di arena pertempuran telah berobah. Giok Han yang melihat keadaan tidak menguntungkan pihaknya, segera merobah cara bersilatnya Jika sebelumnya dia cuma memakai jurus-jurus ilmu pedangnya untuk menghalau setiap serangan lawan dan sekali-sekali balas mengancam dengan tikaman-tikaman maupun tabasan pedangnya sekarang dia menambah dengan pukulan-pukulan telapak tangan kirinya.

Pukulan telapak rangan kirinya ini menimbulkan hawa panas luar biasa, seperti juga membakar dan membuat tubuh jadi mandi keringat, mengejutkan Pak-mo berempat. Semakin lama hawa panas membakar yang keluar dan telapak tangan kiri Giok Han semakin dahsyat, menyesakkan napas.

Rupanya lwekang yang di pakai Giok Han setahap demi setahap semakin kuat juga, memaksa keempat orang lawannya mengepung dia dan si pengemis dari jarak yang semakin jauh tak kuat untuk berada terlalu dekat dengan Giok Han dan si pengemis.

Kalau tidak mereka menyerang dengan desakan-desakan yang memperkecil garis lingkaran kepungan mereka, sekarang arena pertempuran itu sudah terbuka semakin lebar.

Yang kasihan adalah si pengemis di samping Giok Han, dia merasakan tubuhnya seperti terbakar, mandi keringat, biarpun bukan dia yang diserang Giok Han, "api ilmu pukulan telapak tangan " Liong-ho-kun" (Pukulan Naga Api) yang dipergunakan Giok Han benar-benar terlalu dahsyat, membuat sekitar tempat itu menjadi panas bagaikan terbakar oleh kobaran api.

Lam-mo, See-mo, Pak-mo dan Tong-mo berempat jadi heran. Mereka tidak mengerti dalam usia begitu muda Giok Han sudah memiliki ilmu yang demikian dahsyat dan sangat ampuh, sehingga biarpun sinkang mereka sudah terlatih tinggi, namun tetap saja mereka terdesak mundur oleh hawa panas yang bagaikan ingin membakar jantung mereka.

Mati-matian keempat tokoh iblis itu memusatkan sinkang mereka, namun tetap saja mereka gagal buat berada terlalu dekat dengan Giok Han sebab setiap kali mereka nekad memaksakan diri untuk maju lebih dekat menyerang Giok-Han maka seketika dada mereka sesak dan jantung,mereka seperti hendak pecah akibat udara panas yang ditimbulkan dari pukulan telapak tangan kiri Giok Han.

Akhirnya mereka menyerang dari jarak yang cukup jauh dan sekali-sekali kalau memang ada kesempatan.

Giok Han seperti berobah menjadi naga yang mengamuk bcrgulung-gulung dengan pedangnya dan pukulan-pukulan "Liong-ho-kun-nya. Cu Lie Seng menyaksikan perobahan yang terjadi di arena pertempuran jadi mengerutkan alisnya. Dia mengangkat tangan kanannya, Lui Pek Sam segera menghampiri, dibisiki beberapa patah oleh Cu Lie Seng,segera dia pergi ke pasukan tentara kerajaan, tak lama-kemudian kembali dengan beberapa o-rang pemanah. Semuanya siap dengan panah mereka untuk menyerang.

Kaget Giok Han dan si pengemis melihat keadaan yang sangat mengancam. Biarpun mereka lihai, tapi menghadapi barisan pemanah tentu saja repot. Apalagi pengemis im masih berada di bawah tingkat kepandaian Giok-Han.

Satu-satunya jalan Giok Han dan si-pengemis memperhebat terjangan untuk menerobos keluar dari kepungan Pak-mo berempat, tapi selalu gagal. Biarpun Tong-mo berempat tak tahan oleh hawa panas, akibat pukulan-pukuIan "Liong-ho-kun" yang dipergunakan Giok Han, namun mereka tokoh--tokoh ternama dalam rimba persilatan, kepandaian mereka sangat tinggi.

Mereka memang tak bisa mendekati, namun untuk menerobos keluar dari kepungan merekapun tidak mudah, karena Giok Han dan pengemis itu teiap terkepung didalam lingkaran keempat iblis itu.

Cu Lie Seng sangat cerdik, dia tahu kalau Giok Han dan pengemis itu dikepung terus oleh Tong-mo berempat, mereka akan lelah dan nanti setelah kedua orang ini kecapaian, mereka akan dihujani anak panah. Cu Lie Seng yakin tak mungkin Giok Han dan pengemis itu bisa meloloskan diri dari tangannya.

Pertempuran semakin seru, tapi disaat ramainya suara sambaran berbagai senjata dan juga angin pukulan telapak tangan yang mengandung tenaga dalam ampuh berisi maut, mendadak terdengar suara tertawa yang melengking di kejauhan, disusul kemudian mengalun suara suling.

Tak lama kemudian suara suling sudah terdengar dekat. Giok Han dan si pengemis kaget, karena ini menunjukkan bahwa orang yarg meniup suling itu memiliki ginkang (ilmu berlari cepat) yang sangat tinggi, dalam waktu begitu singkat dari tempat yang sangat jauh sudah bisa berada didekat tempat ini.

Giok Han jadi gelisah juga, bertambahnya seorang musuh yang tangguh tentu membuat dia dan si pengemis jadi tambah repot, Sekarang saja mereka tetap terkurung oleh Tong-mo berempat tanpa bisa menerobos keluar dari kepungan.Cu Lie Seng waktu mendengar suara suling hanya mengkerutkan alisnya, tapi dia tidak memperlihatkan perasaan apapun di mukanya. Sampai akhirnya muncul sesosok bayangan putih yang melangkah lemah gemulai menghampiri Cu Lie Seng.

"Lie Seng, kembali kau menimbulkan kerusuhan lagi!" menggumam orang yang baru datang itu, ternyata tidak lain seorang wanita sangat cantik, berpakaian serba putih dan langkahnya sangat ringan sehingga selintas lihat ada seperti melangkah tanpa menginjak tanah.

Di tangan kanannya tampak memegang suling yang berukuran cukup panjang, sedangkan tangan kirinya memeluk sebuah harpa yang berukuran kecil.

"Suhu mereka harus ditangkap, keduanya pemberontak yang ingin membangkang terhadap kerrijadn!" memberitahukan Cu Lie Seng tanpa menoleh. Biarpun dia memanggil wanita cantik itu dengan sebutan guru, dia tak memberi hormat dan sikapnya tak menghormat sedikitpun juga.

Giok Han sempat melirik melihat orang yang baru datang ini waktu dia sudah menghindarkan sambaran bandulan baja Se-mo, Dia jadi heran dan kaget, karena rasa-nya-dia kenal wanita cantik yang baru datang ini, tapi dia lupa entah di mana pernah bertemu dengan wanita ini.

Giok Han tak bisa berpikir terlalu lama, ujung angkin Lam-mo sudah menyambar dengan mengeluarkan suara melecut yang nyaring, karena ujung angkin sudah penuh olch tenaga dalam yang tersalur di situ. Cepat-cepat pedang di tangan kanannya menabas untuK memotong buntung angkin itu.

Hanya usaha Giok Han tak berhasil, sebab tabasan pedangnya seperti memotong sesuatu yang empuk. Kain angkin itu jadi lunak dan tak bisa tertabas oleh pedangnya.

Saat itu ujung angkin sudah melilit pedang Giok Han dan ketika Lam-mo menghentak, pedang tergetar, karena Lam-mo memang ingin merampas pedang si pemuda, cuma saja tenaga dalam Giok Han tidak lemah, dia bisa mempertahankan pedangnya yang digenggam kuat, terjadi tarik menarik di antara mereka.

"Cringgs . . . ! Creeennnggg . . . !" Ter-d-mgar suara nyaring tinggi memekakkan anak telinga, tajam sekali, karena wanita cantik yang baru datang itu telah menyimpan sulingnya pada ikat pinggangnya, kemudian memetik tali-tali harpanya.

Suara harpa itu yang menggema di udara dan nyaring menyakitkan anak telinga. Seketika Giok Han teringat seseorang, yang membuat dia tambah kaget.

Bwee-sim-mo-li (iblis Wanita Hati Bu-nga Bwre) Liok Bie Lan. Ya, Giok Han sekarang ingat, memang wanita cantik itu tidak lain dari wanita-iblis yang sangat di takuti oleh orang-orang Kangouw. Waktu Giok Han masih kecil dan dalam perjalanan bersama Lam Sie dan Khang Thiam Lu yang hendak menyelamatkannya, dalam perjalanan mereka bertemu dengan Bwee-sim-mo-li ini.

Bahkan Bwee-sim-mo-li pernah bermaksud membasmi dan membunuh keluarga Yang Bu In, guru Khang Thiam Lu. Sudah beberapa-kali Giok Han bertemu wanita iblis ini, tak heran kalau tadi dia merasa kenal dan pernah lihat wanita cantik ini. Setelah mendengar suara khim (harpa) wanita cantik itu, barulah dia ingat bahwa wanita cantik itu tak lain Bwee-sim-mo-li.

Suara harpa Bwee sim-mo-li bukan sembarangan, karena begitu suara harpa mengalun dengan dentingan tajam, seketika Giok Han dan si pengemis merasa dada mereka tergoncang, jantung mereka berdegup lebib cepat dan yang wajar. Semakin lama suara harpa itu semakin mengganggu konsentrasi mereka berdua.

Anehnya, suara harpa itu biarpun dipetik di tempat itu, namun Pak-mo, Tong-mo, Lam-mo maupun See-mo tak terganggu oleh suara harpa tersebut. Hal ini bukan disebabkan lwekang Giok Han dan si pengemis berada di bawah tingkat keempat tokoh iblis tersebut, tetapi disebabkan suara harpa itu memang ditujukan kepada Giok Han dan si pengemis. Ini menunjukkan bahwa lwekang Bwe-sim-mo-li sudah semakin maju, dibandingkan beberapa tahun lalu.

Cepat-cepat Giok Han dan si pengemis memusatkan tenaga dalam untuk membendung gangguan suara harpa Bwee-sim-mo-li.

Giok Han segera bisa mengatasi ketenangannya dan suara harpa itu tak mengganggunya lebih jauh. Namun, si pengemis yang lwekangnya di bawah tingkat Giok Han jadi kelabakan, sejauh itu dia gagal untuk menguasai diri gangguan bunyi harpa Bwee-sim mo-li. Bahkan, sekarang cara bersilatnya mulai kacau.

Hal ini membuat Giok- Han gelisah dan bingung, berkuatir untuk keselamatan si pengemis, karena kalau semakin terganggu perhatiannya oleh bunyi harpa, niscaya akhirnya si pengemis mudah dirubuhkan Tong-mo berempat.

Tapi, diapun sedang dilibat terus oleh pukulan-pukulan berantai Tong-mo dan Pak-mo. Kayu Bokkie di tangan Tong-mo selalu mengincar berbagai titik jalan darah Giok Han sedangkan Pak-mo dengan pedang bergigi menikam berulangkali, membuat Giok Han sibuk harus mengelak kesana kemari tak hentinya.

di samping mangkok baja sedekah Tong-mo yang sekali-sekali mengincar kepalanya, Dengan begitu sulit buat Giok Han memecah permainan untuk, menolongi si pengemis.

Tapi rupanya pengemis itu cerdik sekali. Dia tahu dirinya terancam. Mendadak tangan kirinya merogo saku bajunya, dia melontarkan sesuatu, yang jatuh di tanah mengeluarkan suara letusan dan gumpaIan asap yang harum tersebar di sekitar tempat itu. See mo dan Lam-mo yang tengah mendesaknya kaget cepat-cepat mereka melompat mundur, demikian juga dengan Pak-mo dan Tong-mo, mereka menjauh.

Rupanya asap yang keluar dari benda yang ditimpukkan si pengemis dan menimbulkan ledakan itu adalah asap beracun.

Maksud si pengemis agar semua orang di tempat itu termasuk Cu Lie Seng dan Bwee-sim mo-lie agar menyingkir oleh asap beracunnya. Dia girang melinat Lam-mo dan See-mo mundur mengepungnya, ini merupakan kesempatan baginya untuk bernapas dan memperbaiki kuda-kudanya Namu, dia jadi kaget lagi ketika diketahuinya suara harpa yang sangat mengganggu pendengarannya itu tetap terdengar, bahkan tampak Bwee-sim-mo-li sudah lompat ke dekatnya, menggantikan Lam-mo dan See mo.

Sedikitpun Bwee-sim-mo-li tak gentar pada asap beracun itu. Harpanva tetap dipetiknya, tapi bukan dengan jari-jari tangannya melainkan mempergunakan ujung sulingnya. Sulingnya yang tadi diselipkan di pinggangnya, telah dicabut dan ujung suling itulah yang telah memetik tali-tali harpa dan suara harpa itu mendengung-dengung semakin hebat, ditambah oleh suara aneh akibat benturan ujung suling pada tali-tali harpa itu.

"Cringggg . . . .! Crengggg . .. ,! Ngungggg

Rasanya si pengemis mau menjerit karena telinganya semakin tak enak dan hatinya berdebar keras, seperti juga jantung didalam dadanya akan meloncat ke luar akibat kuatnya pengaruh suara harpa tersebut. Dia gagal untuk mengatasi diri dengan memusatkan tenaga dalamnya, sebab bukannya jadi tenang, bahkan semakin menggila godaan yang duimbulkan oleh suara harpa yang dipetik oleh ujung suling Bwee-sim mo-li.

Dia juga semakin tak tahan ingin menjerit sejadi-jadinya atau berteriak sekuat suaranya, untuk mengurangi tekanan gangguan suara harpa.

Giok Han juga kaget, hatinya berdebar sebentar kemudian tenang lagi, karena dia bisa memusatkan lwekangnya menindih tekanan suara suling luar biasa itu. Tapi, yang membuatnya kaget adalah kemajuan yang dicapai Bwee-sim-mo-li.

Walaupun beberapa tahun yang silam Bwee-sim mo-li merupakan iblis yang sangat menakutkan, sampai Khang Thian Lu begitu gemetar mendengar suara harpanya saja, Kini ternyata jauh lebih lihai dari dulu-dulu. Apa lagi Giok Han melihat si pengemis terhuyung-huyung badannya, kuda kuda kedua kaki sipengemis sudah goyah dan tubuhnya seperti orang mabok diganggu oleh suara harpa yang luar biasa itu. Keadaannya sangat gawat, kalau tak cepat-cepat ditolong, tentu sipengemis bisa terluka didalam yang tidak enteng.

Bwee-sim-mo li tetap memetik tali-tali harpanya dengan mempergunakan ujung suling, tapi tubuhnya tak tinggal diam, sudah melesat ringan berada di samping si pengemis. Seperti kita ketahui, Bwee-sim-mo li sangat ahli mempergunakan racun, maka ia tak memandang mata pada racun yang digunakan si pengemis.

Bukannya mundur malah dia maju mendekati si pengemis menerjang gumpulan asap beracun yang berasal dari ledakan benda yang tadi ditimpukkan si pengemis. Waktu itu si pengemis seperti orang lupa diri, tak mengetanui dirinya terancam bahaya, semakin dekat Bwee-sim-mo li dengan tempatnya berada, semakin kuat pengaruh suara harpa menggodanya.

Mendadak dia merasakan di atas kepalanya berkesiuran angin yang sangat panas, dia menoleh, saat itulah biarpun pikirannya seperti melayang-layang dia masih ingat bahaya maut yang sedang menyambar datang dan berusaha untuk menggelakkan. Kepalanya ditengadahkan dan tubuhnya di doyongkan ke belakang dengan gaya "Tiat-pian-ko (Jembaian Besi) la bisa menyelamatkan kepalanya dari cengkeraman tangan Bwee-sim-mo-li tapi ikat kepalanya kena di tarik oieh jari jari tangan Bwee-sim-mo-li, segera rambut si pengemis terurai panjang, menutupi pundaknya.

"Ihhh, kau wanita?" teriak Bwee sim-mo-li kaget campur heran, sehingga untuk sejenak dia lupa meneruskan serangannya dan juga memetik tali-tali harpanya dengan ujung suling. Lenyapnya suara yang sangat mengganggu itu menyebabkan si pengemis memperoleh kesempatan untuk bernapas, dia menjerit nyaring dan tubuhnya meloncat cepat ke belakang, menyusul lagi dengan lompatan berikutnya, sebentar saja si pengemis telah lenyap cari tempat itu.

"Sahabat, mau kemana kau ?" Giok Han melompat mengejar sambil berteriak, sedangkan Bwee- sim- mo- li tak mengejar, cuma tertawa sambil memetik tali-tali harpa dengan main sulingnya. Cu Lie Seng menghampiri dengan muka cemberut.

"Suhu mengapa kau tidak menangkapnya agar kita bisa menggiringnya pulang, buat memancing Toat-beng sin-ciang keluar dari tempat persembunyiannya ?" tanya Cu Lie Seng dengan sikap tidak senang karena Bwee-sim-mo li tak mengejar atau berusaha menangkap si pengemis dan Giok Han. sehingga kedua orang itu meninggalkan tempat tersebut.

"Tenang saja, anak manis Mengapa harus repot seperti kebakaran jenggot dan kehilangan hidup ? Biarkan saja mereka pergi tokh mereda tidak bisa pergi jauh dari tempat ini. nantipun kita bisa menangkap mereka !"

Tawar suara Bwee-sim mo li dan tanpa menoleh pada Cu Lie Seng dia melangkah sambil memetik lagi tali-tali harpanya dengan ujung sulingnya, seningga terdengar suara ..Cringggg . . . . ! Crenggggg . . . . ! Ngggungggg . . .

Muka Cu-Lie Seng merah padam berdiri diam di tempatnya mengawasi Bwee-sim mo-li pergi meninggalkannya. Memang selalu Bwee-sim-mo-li membawa adat sendiri tak pernah tunduk padanya. Kalau saja dia tak ingat bahwa perempuan iblis itu guru adiknya perempuan Siauw Hoa. Tentu dia berusaha untuk menundukkan iblis itu. Setelah berdiam diri sejenak, akhirnya Cu Lie seng melampiaskan kemendongkolan hatinya dengan memerintahkan Tong mo berempat dibantu oleh Lui-Pek Sam dan tentara kerajaan untuk merusak porak porandakan tempat itu, taman bunga dirusak dan dihancurkan, kemudian barulah mengajak orang-orangnya untuk berlalu.

-ooOoo-

Giok Han melompat cepat keluar dari tempat ini, taman bunga yang penuh teka-teki. Disekitar tempat itu sudah gelap karena malam telah larut. Dia bermaksud menyusul si pengemis, tapi jangankan si pengemis, sedangkan bayangannya saja tidak kelihatan.

Dia mempercepat larinya, tetap tak berhasil mencari pengemis itu.

"Kemana dia pergi?" pikir Giok Han kuatir dan bingung, dia tetap tak berhasil mencari si pengemis walaupun sudah berlari cukup jauh. "Oh", semuanya penuh teka-teki, entah saat dia berpakaian sebagai pengemis, tapi sebenarnya dia seorang gadis.

Mengapa dia menyamar sebagai pengemis? Apa yang hendak dilakukan ditempat itu, seakan juga dia sudah tahu bahwa Cu Lie Seng dan orang orangnya akan datang ke situ. Lalu, siapa Toat beng-sin-ciang?"

Semuanya penuh oleh kabut yang sulit untuk ditembus, teka teki yang sulit untuk-diketahui dengan jelas. Giok Han tetap berusaha mencari si pengemis, tapi tetap saja tak berhasil biarpun matahari fajar sudah mulai menampakkan diri di ufuk Timur. Si pengemis seperti lenyap kedalam bumi berikut bayangannya.

Keteplak keteplok, keteplak, keteplok,

Si binal berkeliaran di taman bunga,

Bertepuk-tangan girang sambil memetik bunga,

Warna-warni bunga yang disenangi,

Tapi tertawanya diganti tangis menyedihkan,

Tangannya tertusuk duri,

Tak bisa memetik bunga,

Tak bisa bertepuk tangan lagi ..."

Suara nyanyian itu melengking nyaring tapi merdu, suara seorang gadis yang bernyanyi dengan riang dan sedang menunggang keledai kecil tapi gemuk dan dihias bagus sekali.

Sambil bernyanyi tak jarang gadis yang berpakaian baju serba merah dengan kombinasi renda kuning itu, bertepuk tangan dengan gembira. Keledainya dijalankan perlahan-lahan di jalan raya di kota Yang-cu. Banyak orang mengarahkan matanya mengawasi tingkah-laku gadis itu, yang usianya mungkin sudah duapuluh tahun lebih. Bukan pakaiannya ysng merah menyolok menarik perhatian, juga bukan disebabkan suara nyanyian gadis itu yang nyaring merdu, tapi yang menarik perhatian adalah mukanya yang cantik manis, bernyanyi-nyanyi sambil tersenyum-senyum riang. Jika dia memandang kearah kiri kanannya dan melihat beberapa orang laki-laki, tak perduli tua dan muda, dibalas oleh orang-orang itu dengan sikap hormat, biarpun mata memandang lantang bersinar tajam melahap kecantikan muka gadis tersebut.

Semua orang tahu gadis ini puteri bangsawan, anak pembesar negeri yang tinggi pangkatnya. Sudah, dua bulan lebih gadis ini berkeliaran di kota Yang cu dan kehadirannya di tengah-tengah keramaian kota itu selalu menarik perhatian. Yang membuat para pemuda di kota itu atau laki-laki tua lainnya, tak berani menggoda atau mengganggunya, sebab mereka tahu selama berada di Yang cu gadis itu tingal dirumah Sam cong-tok.

Siapa yang berani main gila pada gadis itu kalau memang tidak mau nanti leher dipancung sehingga kepala terpisah dari leher ? Biarpun banyak pemuda-pemuda berandal yang biasanya paling senang menggoda gadts-gadis cantik yang mereka temukan di jalan raya, namun terhadap gadis baju merah ini mereka jadi ciut nyalinya dan tidak sampai terlalu nekad untuk menggodanya.

Kalau gadis itu kebetulan mengangguk, pemuda-pemuda berandal itu baru balas mengangguk dengan sikap hormat tapi mata memandang penuh rasa kagum pada kecantikan muka gadis itu, yang seperti cantiknya seorang dewi dari kahyangan !

"KetepIak, keteplok keteplak, keteplok,

Si binal berkeliaran di taman bunga,

Bertepuk tangan girang sambil memetik bunga,

Warna-warni bunga yang disarungi..

Gadis itu terus juga bernyanyi duduk di atas keledainya, seperti tidak acuh pada pandang mata yang rakus dari laki-laki dijalan raya itu melahap kecantikan mukanya, dta tetap riang gembira. Sampai akhirnya dia menahan jalan keledainya, melompat turun ringan sekali di depa si penjual sikua (semangka).

Buah semangka yang didagangkan hijau tua sudah matang, sebagian telah dipotong sehingga terlihat isinya yang merah menggiurkan, ditaruh di atas tumpukan buah semangka lainnya. Gadis itu mengawasi sejenak pada semangka yang telah dipotong, kemudian menoleh pada penjual semangka itu, laki- laki tua mungkin sudah berumur limapuluh tahun lebih, tapi matanya masih "galak" mengawasi dan melahap muka si gadis yang demikian cantik, mulutnya setengah terbuka sehingga sikapnya seperti orang toloI atau sedang menyesal mengapa dia sudah tua baru melihat wanita secantik bidadari ini.

"Lopeh, berapa harga sebuah semangkamu ?" tanya sigadis itu dengan suara yang merdu dan seperti menunjukkan kemanjaan.

"Ehhhh, eh ... . tidak mahal kouwnio (nona). Cuma dua setengah ci." tergagap penjual semangka itu waktu menyahuti, matanya memandang pada buah-buah semangkanya karena tak kuat buat menentang sorot mata gadis itu yang tajam luar biasa seperti bisa menembus sampai ke jantungnya.

"Coba tolong kau potongkan sikua yang ini menjadi beberapa potong. Aku ingin memakannya di sini," menunjuk si gadis kepada salah sebuah semangka yang tampaknya hijau mengkilap sebagai semangka yang telah masak.

Tidak ayal lagi penjual semangka itu memotong menjadi delapan potong, gadis itu tak canggung mengambil sepotong dan memakannya di situ. Si penjual semangka sampai bengong, juga orang-orang lainnya di sekitar tempat itu, hampir semuanya mengawasi si gadis dengan terheran-heran.

Gadis cantik berpakaian mewah seperti puteri bangsawan, tapi makan semangka di tengah jalan tanpa perduli sekitarnya. Asyik sekali dan nikmat cara makan semangka, cepat sekali dua potong telah dihabiskan. Waktu itu lewat seorang pengemis kecil berumur mungkin 9 atau 10 tahun, yang mengawasi heran-tapi tak berani minta sedekah. Gadis ith mengambil sepotong semangkanya, disodorkan keiada pengemis itu. "Mau ?"

Biasanya pengemis kecil paling "galak" menerima dermaan dari siapa saja, yang akan disambutnya dengan senang. Tapi sekarang entah kenapa dia jadi bengong saja tak mau menerima semangka yang disodorkan gadis itu.

"Tidak doyan ?" tanya si gadis itu lagi. "Atau kau merasa sepotong ini masih kurang dan ingin satu buah semangka ? Nahhh . . . . ambillah ini" Si gadis telah menaruh sepotong semangka yang tadi disodorkan kepada pengemis kecil itu, dia mengambil sebuah semangka yang masih bulat utuh, disodorkan kepada pengemis itu.

Tetap si pengemis tidak berani menerima pemberian ini, dia cuma berdiri mengawasi bengong kepada gadis ini. Si gadis tersenyum, dia menaruh semangka itu di tangan si pengemis. "Ayo ambil, jangan malu-malu, tampaknya kau mengiler melihat semangka-semangka yang telah masak ini."

Si pengemis cilik seperti baru bangun dari mimpinya, dia berlutut memanggut-manggutkan kepalanya tetap memeluki semangka yang cukup besar itu. "Terima kasih siocia. Terinta kasih, siocia." Berulangkali pengemis kecil itu mengucapkan terima kasih, kemudian bangun dan memutar tubuhnya lari pergi dari tempat itu.

Semua orang yang menyaksikan kejadian ini cuma mengawasi heran dan merasa iri pada pengemis kecil itu. Bstapa senangnya pengemis kecil itu menerima hadiah semangka dari seorang gadis secantik itu, menerima langsung dari pemberian jari-jari tangan yang lentik bagus bentuknya, diiringi dengan senyum yang penuh persahabatan.

Gadis itu cuma tersenyum melihat kepergian pengemis kecil itu, kemudian membayar lima ci pada penjual semangka, naik ke keledainya yang dijalankan lagi perlahan-lahan.

Kouwnio . . . ! Kouwnio - . - !" memanggil-manggil penjual semangka itu. Si gadis menoleh. "Sisa beberapa potong seniangkamu apakah tak mau dibawa, kouwnio ?"

Gadis iiu menggeleng tersenyum. "Tidak lopeh, berikan saja kepada mereka yang mau." Kemudian gadis itu menjalankan keledainya tanpa menoleh lagi, dia bernyanyi lagi dengan sikap yang riang, suara plakkkk ploookkk . . . plakkk .... plokkk kaki keledai yang tengah jalan perlahan-lahan di jalan raya seperti ganti musik mengiringi nyanyian si gadis baju merah tersebut.

Belum jauh gadis itu menjalankan keledainya. mendadak lompat seseorang ke tengah jalan menghalangi jalan maju keledai si gadis, kedua tangannya memegang tali les keledai. Oang itu bertubuh tinggi besar, mukanya brewok lebat, matanya memancarkan kekejaman hatinya.

"Anak manis, tampaknya kau memiliki banyak uang, aku Si Kadal Tua Lo Pi sedang kesulitan uang, anakku sedang sakit dan harap nona berbaik hati untuk membagi uang kepadaku."

Dia bicara dengan suara yang kaku dan nyengir-nyengir mengancam, matanya yang menunjukkan kekejaman hatinyapun memandang dengan sikap yang sangat kurangajar sekali.

Si gadis baju merah duduk di atas keledainya tenang-tenang, sejak tadi dia bersikap gembira dan riang, baru sekarang alisnya mengkerut sedikit. Dia tidak senang atas sikap lancang si Kadal Tua Lo Pi, tapi dia tak marah.

"Berapa usia anakmu, paman Lo Pi ? Sudan dibawa ke tabib?" tanyanya sabar.

"Belum. Aku tidak punya uang. Tadi kulihat kau membeli semangka tanpa tawar dan kemudian menghadiahkan sebuah semangka buat pengemis busuk cilik itu, maka kupikir nona tentu banyak uang dan aku minta agar kau mau membagi uang kepadaku. Tentunya nona manis tak keberatan, bukan?"

Si Kadal Tua Lo Pi sebetulnya buaya darat di kota itu, dia jagoan di kota tersebut karena memiliki sedikit ilmu silat. Setiap hari malang melintang di kota itu memeras pemilik-pemilik toko dan orang orang kaya.

Sedangkan pihak kepolisian tidak berdaya berurusan dengannya, karena memang si Kadal tua Lo Pi mempunyai anak buah sangat banyak jumlahnya, jika dia ditangkap para anak buahnya selalu menimbulkan kerusuhan di kota tersebut. Memang sebelumnya si Kadal Tua Lo Pi pernah ditahan polisi. tapi berakibatnya pengacauan yang menimbulkan kerusuhan buat penduduk kora Yang-cu, banyak warga kota itu yang terluka oleh sepak terjang anak buah si Kadal Tua Lo Pi, maka akhirnya pihak yang berwajib melepaskan Lo Pi dari tahanan.

Semakin lama memang Lo Pi semakin berani dan kurang ajar. sehingga banyak penduduk kota itu yang menjadi korban pemerasannya yang semakin terang-terangan. Kebetulan tadi dia berada di situ dan menyaksikan apa yang dilakukan gadis itu, maka pikirnya gadis cantik ini pasti korban yarg empuk sekali untuk diperas. Banyak perhiasan yang dipakai gadis itu yang nilainya tentu lebih dari ribuan tail perak.

"Kasihan, sudah berapa hari anakmu itu sakit, Lopeh?" tanya gadis itu sambil mero-go kantong uangnya.

"Sudah . . . seminggu," jawab si Kadal Tua Lo Pi, m-itanya melirik ke arah kantong uang gadis itu, isinya tentu padat dan penuh karena tampaknya kantong uang itu cukup berat, Tangannya jadi gatal, mendadak dia menyambar merampas kantong uang itu. Si gadis tak menyangka memandang heran pada Lo Pi, yang waktu itu sudah berhasil mengambil kantong uang si gadis dan melihat isi nya.

Benar saja, isinya penuh sekali dengan uang uang logam emas dan perak. Muka si Kadal Tua jadi berseri-seri kegirangan. "Kukira sudah cukup uang ini, nona cantik. Semoga kau tambah cantik." Dia memasukkan kantong uang itu ke dalam sakunya.

Alis si gadis naik, dia mendongkol untuk kelancangan si Kadal Tua. Tadi dia tak menyangka si Kadal Tua Lo Pi akan bertindak seperti itu maka kantong uangnya kena dirampas.

Dilihatnya Lo Pi melangkih meninggalkannya sambil tertawa bergelak-gelak kegirangan. Orang-orang yang ada di tepi jalan raya yang menyaksikan kejadian tersebut tak seorangpun berani maju untuk menegur si Kadal Tua Lo Pi, mereka diam saja karena tahu penyakit kalau berurusan deugan si Kadal Tua yang memang menjagoi kota itu dengan ilmu silatnya.

"Hei, mau kau bawa kemana uangku?" bentak gadis itu, tubuhnya ringan turun dari keledainya. Tangannya tahu-tahu diulur menjambak pundak Lo Pi. Keras cengkeram jari-jari tangannya, sebab Lo Pi tahu-tahu merasakan pundaknya sangat sakit, membuat dia meringis. Belum lagi Lo Pi menyadari apa yang terjadi, tubuhnya tiba-tiba melayang di tengah udara dan terbanting keras sekali di jalan raya sampai debu mengepul tinggi, Lo Pi berkelojotan kesakitan pinggulnya menghantam batu jalan, matanya sampai mendelik seperti biji matanya itu mau meloncat keluar sakitnya bukan main terbanting seperti itu, pinggangnya juga seperti mau patah.

Tapi dia satu jagoan, dia cepat bisa bangun berdiri biarpun mukanya meringis menahan sakit, mengawasi bengis kepada si gadis. Mendadak dia bengong heran, karena si gadis dilihatnya berdiri tenang di tempatnya, sama sekali tidak berusaha untuk melarikan diri. Mulutnya tersenyum-senyum dan mengawasi si kadal Tua seakan anak-anak yang merasa senang serta bangga karena menang main kelereng.

Ditangannya tampak kantong uang nya yang dilempar-lempar rendah dan ditangkap berulang kali.

Peristiwa itu terjadi hanya beberapa detik saja, tadi gadis itu selain bisa membanting tubuh si Kadal Tua yang tinggi besar dan sangat berat, juga tangannya begitu cepat bisa mengambil kembali kantong uang nya dari saku baju si Kadal Tua, dalam sekejap mata kantong uang itu sudah pindah tangan lagi tanpa ada seorangpun yang bisa menyaksikan dengan cara bagaimana gadis itu merogoh saku baju si Kadal Tua mengambil kantong uangnya.

Orang-orang yang berkumpul disitu lupa dan bersorak ramai, tapi waktu Lo Pi mengawasi sekeliling dengan maia mendelik kelam, seketika suara sorak-sorai itu lenyap, sunyi senyap, kuncup hati orang-orang yang berkerumun di tepi jalan menyaksikan keadaan itu.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar