Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 16

Baca Cersil Mandarin Online: Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 16
Cula Naga Pendekar Sakti  Bagian 16

Tidak kepalang heran Giok Han. Siapa wanita itu? Mengapa dia begitu lancang mengakui dirinya sebagai calon suaminya ?

"Maaf, kongcu. Aku harus melayani tamu-tamu Iain..." dan si pelayan keluar meninggalkan Giok Han yang masih berdiri mematung karena benar-benar tak mengerti

Atas kejadian yang berlangsung demikian aneh dan penuh teka-teki. Apakah wanita itu salah mata ? Tapi hal itu tak mungin. Tapi mengapa wanita itu tak memperlihatkan diri ?

Banyak tanda-tanya yang berkumpul di hati Giok Han dan tak terjawab. Perutnya berbunyi lapar, dia segera memakan Yan-oh yang dicampur dengan anggur, enak sekali santapan itu dan memang makanan tersebut tidak mengandung racun. Giok Han kemudian keluar dari kamarnya, dilihatnya pelayan tua tadi tengah duduk di dekat pintu gerbang rumah penginapan dengan kepala melenggut, rupanya dia mengantuk.

Giok Han menghampiri. Dibangunkan pelayan itu, yang segera sibuk bertanya. "Apakah kongcu mau mencoba jubah biru itu? Apakah kongcu mau keluar jalan-jalan melihat keramaian kota? Kalau memang kongcu ingin perintahkan sesuatu padaku, jangan sungkan-sungkan, perintahkan saja..."

"Lo-tiamhoa, apakah wanita yang telah membayarkan sewa kamar dan makanan untukku itu bukan penduduk kota ini ?" tanya Giok Han.

"Aku tak mengenalnya, kongcu, tapi melihat pakaiannya yang mewah mentereng, tampaknya dia seorang putri bangsawan atau hartawan kaya. Sungguh beruntung kongcu mempunyai calon isteri seperti itu, cantik, kaya dan sangat memperhatikan kepentingan kongcu..."
Sedang pelayan itu mengoceh terus. Giok Han justru melihat di luar rumah penginapan seseorang tengah mengamat-amatinya. Dia segera mengenali si pengemis muda yang kemarin bertemu dengannya. "Hei tunggu kawan !"panggil Giok Han meninggalkan si pelayan dan berlari menghampiri si pengemis Si pelayan menandang heran, mulutnya yang semula mengoceh jadi terbuka saja.

Pengemis muda itu melihat Giok Han menghampirinya, segera berlari. Cepat larinya, tapi Giok Han mengejarnya terus. Waktu ini jalan cukup ramai orang-orang heran melihat si pengemis saling kejar cepat dengan Giok Han, yang membuat mereka lebih heran ke-dua orang itu berlari seperti terbang saja !

Giok Han menduga pengemis ini pasti bisa memberikan keterangan sesuatu padanya, sikapnya mencurigakan. Kemarin ia mengikutinya terus menerus, sekarang pun tampaknya tengah mengamat-amati tempat di mana ia menginap.

la mengejar terus, sampai akhirnya si pengemis melompat masuk ke dalam sebuah kuil dengan cara meloncati tembok kuil. Giok Han mengikuti cara si pengemis. Kuil itu ternyata tak berpenghuni sudah rusak di sana-sini. Si pengemis tampak tengah duduk tenang di bangku batu, mengawasi Giok Han dengan mulut tertawa nyengir.

"Hemmm, sekarang sudah terbukti, bukan aku yang mengikutimu ! Lihatlah, justeru kau yang telah mengikutiku!" kata si pengemis masih tetap tertawa nyengir.

"Kemarin pun kau yang ikut ke tempat istirahatku, tapi mulutmu ceriwis dan bilang aku yang mengikutimu ! Hemmm, ayo bilang, kau mengikuti aku atau aku yang mengikuti kau?"

Giok Han tercengang sejenak, tapi akhirnya tersenyum. "Sahabat, mari kita bicara terus terang, aku Giok Han ingin meminta petunjukmu..."

"Meminta petunjukku ? Petunjuk apa ?" tanya pengemis itu pura-pura tak mengerti. "Bicara terang? Sekarang sudah menjadi terang urusannya, kau yang selalu mengikuti aku, bukan aku yang mengikuti kau !"

"Baiklah kalau kau bilang begitu, aku mengakui. Memang dua kali aku yang ikuti kau ! Tapi. beritahukanlah, siapa kau sebenarnya ?!"

"Aku pengemis kotor dan miskin, apa gunanya memberitahukan namaku padamu, karena kau tentu tak akan memandang sebelah mata juga !"

Giok Han tersenyum. "Jangan berkata begitu, sahabat. Walaupun bagaimana kita sama-sama orang kangouw, tentu urusan uang bukanlah urusan yang terlalu penting buat kita. Miskin kaya tidak menjadi persoalan, asal jiwa kita bersih..."

"Hemm, kau bicara dengan lagak seperti seorang pendekar besar !" mengejek si pengemis. "Apakah kau kira dalam kangouw cuma kau saja yang memiliki jiwa bersih dan yang lainnya berjiwa kotor ?"

"Bukan, aku tidak bilang begitu..."

"Hemmm, tidak usah kau putar-balik persoalan, kenyataannya sudah berulangkali kau mengikutiku, tapi sebelumnya kau tak mengakui ! Apakah dengan demikian kau bisa menepuk dada dan mengatakan jiwamu benar-benar bersih ?"

"Sahabat, baiklah aku mengaku salah. Tapi, janganlah kau mempermainkan aku lebih jauh !" kata Giok Han mengalah.

"Cisss, siapa yang mau mempermainkan kau ?" bentak si pengemis sambil berdiri-marah menentang mata Giok Han, matanya bersinar bening dan kalau saja mukanya tidak kotor mesum seperti itu, tentu pengemis ini memiliki muka yang cakap. "Kau menuduhku bahwa selama ini aku mempermainkanmu ?"

"Bukan begitu, yang kumaksudkan kita tidak perlu saling salah menyalahi. Aku seorang pendatang di kota ini, segala apa tidak kuketahui. Tentu kau bisa memberikan petunjuk kepadaku tentang sesuatu hal..."

"Tentang hal apa ?"

"Baru-baru ini aku mengalami suatu kejadian yang benar-benar aneh..."

Si pengemis memperhatikan Giok Han tampaknya dia jadi tertarik, tanyanya : "Aneh bagaimana ?"

"Semalam aku menginap di rumah penginapan yang tadi, siapa tahu, pagi ini waktu pelayan mengantarkan santapan untukku, ia bilang seluruh harga makanan dan sewa kamarku telah dibayarkan seseorang...."

"Aduhhhh ! Aduhhhh . . . ! Enak sekali. Kalau aku bernasib baik seperti kau, tentu aku ucapkan ribuan kali terima kasih kepada Thian !" Berseru si pengemis nyaring. Tapi mendadak mukanya jadi muram, dia menunduk, menggumam perlahan dengan suara sedih:

"Ya, kau memang bernasib baik, tapi aku . . . ? Aku anak celaka bernasib sangat buruk ..."

Giok Han heran melihat kelakuan si pengemis, yang bisa bersikap riang serta nakal, tapi juga mendadak bisa bersedih hati seperti itu. Sedang Giok Han mengawasi heran, si pengemis mengangkat kepalanya, tertawa lebar. "Ayo teruskan ceritamu... ku kira itu cerita yang cukup menarik."

"Aku menanyakan pada si pelayan, siapa orang yang telah membayar semua itu, tapi ia bilang tidak kenal orang tersebut..."

"Lalu bagaimana ?"

"Pelayan itu cuma bilang yang minta padanya untuk melayani aku baik-baik adalah seorang nona ..."

"Aha... luar biasa ! Tentunya kau mempunyai hubungan yang erat dengan wanita itu, sehingga dia demikian memperhatikan semua keperluanmu..."

"Justeru hal ini yang membuatku heran" kata Giok Han, pipinya berobah merah. "Aku pendatang baru di kota ini, baru kemarin aku sampai di sini, juga aku tidak mempunyai sanak famili maupun sahabat..."

"Hu, sejak kemarin kau selalu memanggilku dengan "sahabat, sahabat, tapi sekarang kau bilang tidak punya sahabat ! Sungguh mulutmu itu keterlaluan sekali, selain ceriwis juga selalu berbohong !"

"Jangan salah paham, kau tidak termasuk dalam ceritaku ini. Memang kuakui, biar pun kita baru berkenalan, tapi kau sudah ku anggap satu-sutunya sahabatku di kota ini!"

Merah pipi si pengemis, dia membuang pandang kesamping, tapi jelas dia senang mendengar kata-kata Giok Han yang terakhir.

"Menurut pelayan." Giok Han melanjutkan ceritanya "Nona itu... nona itu sangat cantik dan berpakaian mewah setidak-tidaknya dia puteri hartawan atau anak pembesar negeri ! Yang membuat aku bingung, dia memberitahukan pada pelayan bahwa aku... bahwa aku... adalah... calan suami nya !"

"Cepat kau berterima kasih kepada Thian!" Berseru si pengemis. "Memperoleh keberuntungan seperti itu tidak mudah terjadi pada sembarang orang, kau benar-benar memiliki nasib sangat bagus !"

"Tunggu dulu, dengar ceritaku belum habis," kata Giok Han lagi. "Aku sendiri tidak merasa punya calon isteri di kota ini... maka kuyakin dia salah mata !"

"Hemmm, di kota ini kau bilang tidak punya calon isteri?" tanya si pengemis

"Ya," Giok Han mengangguk. "Aku tidak mempunyai sanak famili, apa lagi calon isteri di kota ini !"

"Hemmmm, kalau di kota-kora lain tentu banyak calon-calon isterimu ?" tanya si pengemis dengan mulut dimonyongkan.

Pipi Giok Han merah. "Kawan, jangan bergurau. Aku bicara sejujurnya, sampai saat ini aku belum mempunyai calon isteri, di kota manapun juga !"

"Cissss ! Perduli apa denganku!? Kau memiliki sepuluh calon isteri atau seratus calon isteri, apa perduliku?" pengemis itu menunduk, mukanya muram dan kembali ia tampak bersedih hati "Aku benar-benar bernasib buruk... tidak ada seorangpun yang memperhatikan diriku... dari kecil sampai sekarang aku tak pernah memperoleh perhatian siapapun juga, tidak bernasib bagus seperti kau..." Dan air matanya mengalir panjang dikedua pipinya.

Giok Han kaget.

"Kawan kenapa kau ?" tanyanya.

Si pengemis tiba-tiba mengangkat kepalanya tertawa. Padahal air mata masih membasahi mukanya. "Ayo teruskan ceritamu, bukankah kau bilang, bahwa urusan sangat aneh ? Kulihat tidak ada keanehannya ! Wajar kalau calon isteri menyambut kedatangan calon suaminya dengan penuh perhatian..."

"Kau keliru! Bukankah tadi sudah kujelaskan bahwa aku tidak memiliki sanak famili dan apa Iagi caIon isteri ! Karena itu, urusan demikian aneh, aku ingin mengetahui siapa wanita itu yang mengaku sebagai calon isteriku ! Aku ingin minta bantuan, sahabat, kalau kau tidak keberatan membantuku, selidikilah siapa wanita itu sebenarnya. Sebagai penduduk lama di kota ini tentu kau bisa melakukan pekerjaan itu dengan mudah..."

"Ehhh, enak saja kau perintahkan aku menjadi pesuruhmu, selidik kesana selidik kemari ! Kau berani membayarku berapa ?" Kata si pengemis.

Giok Han nyengir pahit. "Tentu saja aku tidak mempunyai maksud jelek seperti itu, aku cuma minta bantuanmu untuk menolongku memecahkan teka-teki yang membingungkan ! Tentu kau bersedia membantuku, bukan ?"

"Teka-teki membingungkan ? Kalau kau mau mendengar kata-kataku, janganlah bingung-bingung lagi. Mulai sekarang kau tenang-tenang saja di kamar hotelmu, bukankah peruntungan sangat bagus kalau tidak lama lagi kau bertemu dengan calon isterimu itu? Jangan suka menentang jodoh, nanti kalau Thian marah, jodohmu jadi macet dan seumur hidup tidak kebagian jodoh lagi !"

"Ah, sahabat, kau jangan bergurau ! Aku sungguh-sungguh..." kata Giok Han.

"Siapa bilang aku bergurau ? Aku juga sungguh-sungguh !" menyahuti si pengemis aseran.

Giok Han menarik napas dalam-dalam, susah mengajak bicara pengemis yang sifatnya seperti angin-anginan ini. Biarpun sudah dijelaskan sedemikian rupa, pengemis, itu tetap saja ugal-ugalan dan aseran.

Tampaknya sulit untuk meminta bantuan pengemis ini. karena untuk diajak bicara saja sudah sulit, apa lagi untuk memintanya melakukan sesuatu penyelidikan atas peristiwa aneh yang dialami Giok Han.

Pengemis itu berdiri, dia menjebi. "Huh, meminta tolong kok dengan muka cemberut masam begitu ? Mau dengan cara paksa ? Aku tidak bisa membantumu menyelidiki siapa orang yang telah membayarkan semua makanan dan keperluanmu yang lainnya, dan kau tidak bisa memaksaku untuk memenuhi keinginanmu dengan muka asam cemberut seperti itu."

Giok Han nyengir pahit. "Jangai salah paham, sahabat Aku tidak memaksa. Kalau memang kau mau menolongku, aku tentu berterima kasih. Tapi kalau kau..."

"KaIau aku keberatan menolongmu," memotong pengemis itu, "kau akan marah?"

"Juga tidak, Tapi sayangnya aku masih asing dikota ini, semula kukira sebagai orang yang telah lama berdiam di kota ini, kau pasti lebih mudah buat membuka tabir rahasia atas kejadian yang mengherankan itu. kalau toh kau tidak mau membantuku, aku pun tidak bisa memaksanya."

"Kau tidai gembira mengalami urusan yang menyenangkan ini, calon isterimu menyambut kedatanganmu dengan sikap begitu manis ?" menegasi si pengemis.

"Menyesal sekali, aku sungguh-sungguh tak mengerti dan merasa tak pernah mempunyai calon isteri di kota ini."

"KaIau begitu kau tolak saja semua kebaikannya itu ! bisa saja kau tidak memakan semua santapan yang disediakan untukmu, pindah ke rumah penginapan lain dan tidak peduli atas semua kebaikan! Mengapa harus repot-repot hendak menyelidiki dan membuka tabir itu ? Kalau kau mau dan tidak berpura-pura, mudah saja kau mengetahui siapa orang yang baik hati itu."

"Bagaimana caranya ?"

"Kau berani membayarku berapa untuk keteranganku ?" Mata pengemis itu gemerlap terang mengawasi Giok Han.

Giok Han geleng geleng kepala.

"Menyesal aku tidak mempunyai uang."

"Tidak mempunyai uang ?"

"Ya, aku memang tidak membawa perbekalan yang cukup, uangku telah habis dalam perjalanan."

"Huh ! Huh! Sudah tak mempunyai uang tapi masih bertingkah dan pura-pura menolak kebaikan orang lain ! Katakan saja terus terang, kau bukan hendak menyelidiki untuk mengetahui orang yang baik hati itu sekedar untuk melihat orangnya, tapi kalau sudah bertemu dengannya malah ingin minta uang lebih banyak darinya! Bukankah begitu"?"

Pipi Giok Han merah. Dia menggeleng-geleng kepala.

"Tidak, jangan menuduhku serendah itu. Aku benar-benar sulit menerima kebaikan orang yang tak kukenal iiu. Benar aku tak mempunyai uang, tapi..."

"Tapi apa ?"

"Aku bisa bekerja dan menerima upah."

"Orang seperti kau ini benar-benar aneh !" menggumam si pengemis. "Diberi enak, malah mau cari susah bekerja! Kau bisa bekerja apa sih ? Apakah kalau kau kerja, bisa menghasilkan uang yang ribuan tail perak dalam satu hari ? Jangan pura-pura seharusnya kau berterima kasih, di saat tak mempunyai uang, sekarang ada orang yang baik hati membayarkan semua keperluanmu !"

Giok Han diam. Berabe bicara dengan pengemis ini, yang selalu tidak mau percaya padanya. Dia bangun berdiri, katanya.

"Baiklah, kukira sudah cukup lama mengganggumu, aku ingin kembali ke rumah penginapan. Sampai bertemu lagi" Setelah berkata begitu Giok Han memutar tubuhnya untuk meninggalkan kuil tersebut.

Si pengemis tertawa.

"Untuk menantikan calon isterimu, bukan ?"

Muka Giok Han merah lagi, ia mendongkol, tapi tak mau berdebat pula dengan pengemis itu. Dia -ngeloyor pergi.

Tapi, waktu ingin melompati tembok kuil, tiba-tiba si pengemis menyusul dan melewati sampingnya kemudian mendahului melompat ke tembok kuil. Berdiri di situ.

Giok Han menengadah, dilihatnya pengemis itu tengah tersenyum-senyum.

"Aku mau membantumu, tapi ada syaratnya."

"Syarat apa ?"

"Aku akan memberitahukan kepadamu siapa orang yang telah berbaik hati padamu tapi kau harus memenuhi dulu satu syarat."

"Sebutkan syaratmu itu?"

"Kau ikut denganku, dengan syarat tidak boleh bicara sepatah katapun juga, biar menyaksikan kejadian yang sangat aneh sekalipun, kau mau berjanji ?"

Syarat yang lucu. Benar-benar pengemis ini aneh sekali. la mengawasi ragu-ragu. Dia akan diajak si pengemis ke suatu tempat, tapi tidak boleh bertanya satu patahpun juga, biarpun menyaksikan kejadian yang aneh. Sungpuh lucu syaratnya. Lagi pula, kemana dia mau diajak ?

"Baiklah," mengangguk Giok Han. "Aku mau memenuhi syaratmu."

"Jangan begitu mudah menyanggupi syaratku itu ! Kalau nanti kau melanggar janjimu, berarti aku batal memberitahukan padamu tentang orang yang hendak kau temukan itu !"

Giok Han mengangguk. Terlanjur ia sudah meminta keterangan dari pengemis ini, juga memang ia merasa heran melihat sepak terjang si pengemis. Karenanya ia segera menyanggupi. "Nah, mana kau ingin mengajakku ?"

"Kau tidak usah bertanya ! Bukankah tadi kau sudah menyanggupi untuk tak bertanya apa-apa ? Mengapa sekarang belum lagi pergi dari kuil ini sudah bertanya tetek-bengek ?"

Giok Han mengangkat bahunya. Benar juga, dia sudah berjanji tidak akan bertanya apa-apa, sekarang belum lagi pengemis itu mengajaknya pergi, dia sudah melanggar janjinya.

"Ayo kau ikut aku," mengajak si pengemis, tubuhnya melesat turun dari tembok kuil di sebelah luar, berkelebat berlari gesit sekali. Giok Han mengikutinya. Ginkang pengemis itu memang tinggi, karena dia bisa berlari sangat cepat. Giok Han mengikuti sambil bertanya-tanya pada dirinya sendiri, mau diajak kemana dia ?

Apa sebabnya ia tidak boleh bertanya apa-apa pada si pengemis ? Siapa sebenarnya pengemis yang perangai dan tabiatnya demikian aneh? Juga dia heran melihat ilmu silat pengemis ini tidak rendah, menunjukkan bahwa pengemis ini bukanlah pengemis sembarangan. Dari pintu perguruan manakah pengemis ini ? Siapa gurunya ? Dari Kaypangkah ?

Sedang Giok Han berlari mengikuti si pengemis, tak terasa ia telah dibawa si pengemis ke sebuah tempat, yang membuat dia memandang lebih heran. Tempat itu penuh dengan pohon-pohon bunga beraneka warna, indah sekali, sunyi, tak ada sebuah rumahpun.

Tak ada seorang manusiapun, keadaan di sekitar itu diterangi cahaya matahari senja, karena sudah mendekati magrib. Si pengemis sudah berhenti, duduk di bawah sebatang pohon yang daunnya rimbun.

"Sahabat .... tempat apakah ini ?" Tanya Giok Han yang masih heran melihat si pengemis mengajaknya ke tempat yang mirip-mirip taman bunga.

Si pengemis mendelik, bola matanya tampak bulat memandang tajam pada Giok Han. Segera Giok Han teringat bahwa ia tak boleh bertanya-tanya apapun pada si pengemis. Dia bungkam. Duduk tidak jauh dari tempat duduk si pengemis. Hatinya kembali diliputi tanda-tanya.

Apa yang ingin dilakukan pengemis ini mengajaknya ke sini ? Tempat apakah ini ? Siapa pemilik tempat ini ? Melihat bunga-bunga yang tumbuh terawat dan teratur dengan baik, jelas ini bukan daerah liar yang ditumbuhi pohon-pohon bunga liar, pasti ada pemiliknya.

Lama juga Giok Han cuma mengawasi si pengemis duduk bengong tak mengucapkan sesuatu. Hari semakin gelap, karena magrib telah tiba.

Waktu itu si pengemis memberi isyarat padanya, agar ikut dengannya. Giok Han diajak melewati dua baris bunga Huang-she, yang bunganya berwarna kuning terang cemerlang indah-sekali tumbuh dalam ketinggian sepinggang manusia. Giok Han mengikuti saja, sekarang biarpun hatinya masih diliputi tanda-tanya, dia tidak banyak bertanya. Cuma, matanya mengawasi tajam dan waspada, kuatir jika pengemis ini bermaksud sesuatu yang sekiranya bisa membahayakan dirinya.

Tidak jauh pengemis itu mengajak Giok Han berjalan, sampai akhirnya dia berhenti dan menarik lengan Giok Han agar lebih dekat dengannya. "Kau lihat asap itu ?" tanya si pengemis.

Giok Han mengangguk.

"Asap apa itu ?" tanya Giok Han heran, melihat dari sebatang pohon, di mana pada bagian pucuk atas pohon itu keluar semacam asap tipis. Batang pohon itu rupanya dilobangi, cukup besar, dari situlah keluar asap yang tipis tersebut.

"Sekali lagi kau rewel, aku membatalkan janjiku. Selanjutnya kau-boleh pulang saja ke rumah penginapanmu!" bisik si pengemis tapi suaranya ketus.

Giok Han tersenyum sambil angkat bahunya, karena dia ingat kembali telah melanggar janjinya untuk tak bertanya-tanya, walaupun melihat segala yang aneh.

Pengemis itu merogo sakunya, mengeluarkan semacam botol, memberikan dua butir pil pada Giok Han. "TeIan ini."

"Apa ini ?"

"Telan ? Kembali kau melangar janjimu! Ayo telan!" desis si pengemis.

Giok Han ragu-ragu.

"Ayo telan !" bentak si pengemis, perlahan suaranya, ketika melihat Giok Han hanya memainkan dua butir pil ditangannya tanpa mau menelannya.

Giok Han memasukkan kedua pil itu ke dalam mulutnya. Harum sekali kedua pil itu terasa nyaman pada mulutnya. Giok Han yakin, tentunya ini semacam pil yang tak beracun. Maka dia mengunyah dan menelannya.

"Sekarang kau terbebas dari pengaruh racun yang bisa mematikan !" bisik pengemis itu lagi.

"Racun yang mematikan ?"

"Jangan bertanya" bentak pengemis itu perlahan. "Dengarkan saja keteranganku !"

"ingat, ini terakhir kali, kalau kau masih rewel bertanya, aku tak akan meladenimu lagi !"

Giok Han mengangguk, benar-benar aneh tabiat pengemis ini. Entah racua apa yang dimaksudnya. Kedua pil obat yang diberikan padanya tentunya sebagai penangkal racun. "Asap tipis yang keluar dari puncak batang pohon adalah asap beracun. Tidak ada manusia atau binatang apa saja yang bisa mendekati garis lingkaran satu li pada tempat itu.

Jika sekali saja menghirup udara yang mengandung asap beracun, seseorang akan segera mati, karena pernapasannya tertutup, tubuhnya segera keracunan dan membusuk menjadi rusak, sampai tinggal hanya tulang tengkoraknya saja!"

Giok Han ksget. Begitu hebatkan racun dari asap tipis yang keluar dari batang pohon itu ? Tapi dia diam saja, dia ingat janjinya tak akan bertanya apa-apa. Kalau dia membandel dan bertanya lagi, pasti pengemis itu akan membuktikan ancamannya, yaitu tidak akan meladeninya dan tidak akan memberitahukan apa yang akan mereka lakukan saat itu.

"Sekarang kau telah memakan dua butir pil PERAMPAS ARWAH dariku, maka kau tidak akan terpengaruh oleh asap beracun itu, walaupun kau berada di samping pohon yang mengeluarkan asap tipis itu, kau tak akan celaka. Dirimu sudah kebal terhadap racun itu."

Giok Han hanya mengangguk.

Si pengemis menunjuk ke arah kanan.

"Lihat ular itu ... "

Giok Han melihat seekor ular tengah beringsut menuju ke batang pohon. Binatang melata itu meluncur perlahan-lahan dan akhirnya tubuhnya melingkar. Seperti ada sesuatu yang hendak diserangnya. Kepala ular terangkat naik, siap menanti serangan musuh.

Namun, tak lama kepala ular tersebut terangkat, karena kepala binatang melata itu lunglai lemas, jatuh rebah di tanah. Tubuh ular itu diam tak bergerak.

"Ular itu sudah mati," bisik pengemis itu lagi. "Terkena asap beracun yang mengandung pada udara. Lihat, dia mati sebelum bisa melewati terlalu jauh dari garis lingkar satu lie pada batang pohon itu.Manusiapun akan mati,seperti itu."

Giok Han menggidik. Apa lagi tak lama kemudian dia melihat ular itu sudah hancur luluh tubuhnya, mencair seperti membusuk-Bukan main dahsyatnya racun yang keluar dari batang pohon tersebut. Racun apakah sehebat itu, yang dikeluarkan oleh pohon tersebut ?

Juga pohon beracun apakah yang bisa mengeluarkan racun sehebat itu ? Walaupun hatinya diliputi tanda-tanya yang membingungkan, Giok Han tidak berani bertanya, karena kini dia ingat akan janjinya yang tak boleh dilanggarnya lagi, yaitu tak boleh bertanya apapun juga, biarpun menyaksikan sesuatu kejadian yang paling aneh sekalipun.

Pengemis itu sudah menarik tangan Giok Han. "Mari kita mendekati batang pohon itu."

Giok Han menurut saja, dia mendekati batang pohon yang cukup besar, di sisi si pengemis. Diawasinya batang pohon itu. Hanya batang pohon biasa, asap tipis masih tetap keluar dari lobang di puncak batang pohon tersebut. Tercium semerbak yang keras pada penciuman Giok Han.

Bingung Giok Han melihat kelakuan pengemis ini, entah apa yang ingin dilakukannya di situ. la hanya mengawasi saja. Pengemis tersebut mengajak Giok Han menempatkan diri mereka di balik pohon-pohon bunga yang bergerombol. Lama mereka berdiam di situ, membuat Giok Han tak sabar.

Rupanya si pengemis mengetahui perasaan Giok Han, dia mendekati mulutnya pada telinga Giok Han. "Jika terjadi sesuatu, apapun yang terjadi, tak boleh sepatah katapun kau ucapkan. ingat pesanku ini. Sekali saja kau bertanya dan bersuara, kita berdua bisa celaka !"

Perkataan si pengemis membuat Giok Han tambah heran dan tidak mengerti. Entah apa yang tengah mereka naniikan di situ, dan apa yang ingin diperbuat oleh si pengemis. Juga, mengapa mereka bisa celaka kalau ia bertanya sesuatu kepada pengemis tersebut.

Tengah pikiran Giok Han dipenuhi tanda-tanya yang tak terjawab, mendadak tangannya ditarik perlahan oleh si pengemis. Mulutnya dimonyongkan ke arah sebelah kanannya. Giok Han melihat ke arah yang ditunjuk oleh isyarat pengemis ini.

Tampak seorang penunggang kuda yang berhenti di luar gerombolan pohon-pohon bunga, terpisah 1 lie lebih dari batang pohon, tempat di mana Giok Han dan si pengemis menempatkan diri mereka. Walaupun malam sudah tiba dan keadaan di tempat itu mulai gelap, namun Giok Han masih bisa melihat cukup jelas, matanya memang sudah terlatih untuk melihat di tempat gelap, apa lagi saat itu dibantu oleh sinar bulan yang remang-remang.

Melihat bentuk tubuh orang yang turun dari kuda tunggangannya, rupanya dia seorang bertubuh tinggi besar, kasar dan juga memiliki ginkang yang tinggi, karena cara dia turun dari kudanya, nampak dengan melompat ringan tanpa mengeluarkan suara sedikitpun, padahal disekitar tempat itu bertaburan banyak sekali daun-daun kering yang berguguran dari pohon-pohon bunga.

Orang itu tampak memandang sekeliling-nya. sikapnya seperti ragu-ragu, kemudian terdengar suaranya: "Toat-beng-sin-ciang ! Aku Lui Pek Sam ingin bertemu denganmu, ada pesan dari Hongsiang !"

Kaget Giok Han. Siapakah orang ini, yang mengaku membawa pesan dari Hongsiang (kaisar)? Apakah dia pahlawan raja? Di-perhatikan lebih cermat, dalam keremangan malam, pakaian orang itu terlihat sama-samar, tapi Giok Han yakin orang itu bukan memakai baju kebesaran sebagai pembesar negeri ataupun pahlawan istana Kaisar. Pakaiannya justru tidak beda bahan pakaian orang Kangauw umumnya, yang dari potongannya tampak ia seperti orang Selatan.

Giok Han melirik pada si pengemis di sampingnya, si pengemis mengetahui rasa heran pada Giok Han, dia geleng-geleng memberi isyarat agar Giok Han tidak bertanya atau mengeluarkan suara. Kemudian si pengemis memusatkan seluruh perhatiannya pada orang yang mengaku bernama Lui Pek Sam.

Lui Pek Sam berdiri diam sejenak dengan sikap agak gelisah, ia rupanya menantikan jawaban dari orang yang diduga berada didalam taman bunga itu. Giok Han sendiri bertanya-tanya, entah siapa orang yang bergelar Toa-beng-sin ciang (Tangan Sakti Pencabut Nyawa) itu ? Menngapa gelarannya itu demikian menyeramkan ?

Keadaan di sekitar tempat itu tetap sunyi, tak terdengar suara apapun jnga, selain suara daun-daun pohon-pohon bunga yang berkeresekan terhembus angin.

Lui Pek Sam rupanya semakin tak sabar.

la meropo sakunya dan mengacungkan sesuatu yang berkilauan di malam gelap terkena sinar bulan.

"Toat-beng-sin-ciang..! Lihatlah, aku membawa Kim-pai (papan emas) Hongsiang !"

Tambah kaget Giok Han. Da tehu apa artinya seseorang dengan membawa Kim-pai, yang sama saja berarti orang itu mewakili Kaisar yang memiliki kekuasaan sepenuhnya, sama saja seperti Kaisar yang datang sendiri dan siapa saja harus menyambutnya maupun memperlakukannya sama seperti tengah berhadapan dengan Kaisar.

Kim-pai (papan emas) Kaisar adalah sepotong pai yang berukiran empat huruf yang berbunyi : "Jie-tim-cin-Ieng" (Seperti juga Kami datang sendiri), karenanya siapapun yang membawa Kim-pai itu, berarti sama saja dia dengan Kaisar, yang harus diperlakukan dengan segala hormat, setiap perintahnya harus dedengar dan dilaksanakan sebaik baiknya.

Sekarang orang itu, yang mengaku bernama Lui Pek Sam membawa Kim-pai. tanda kebesaran dan kekuasaan Kaisar, jelas dia bukan orang sembarangan. Setidak-tidaknya dia orang kepercayaan Kaisar.

Tetap sunyi di sekitar tempat itu. Lui Pek Sam sudah tak sabar. "Dengarlah Toat-beng-sin-ciang, jika kau tak mau keluar memperlihatkan diri, biarlah aku yang akan lancang masuk ke daerah larangan milikmu ini ! Maaf, jangan kau nanti menyesali aku sebagai tamu tak menghormati tuan rumah."

Tetap sunyi, tak ada jawaban. Lui Pek Sam melangkah maju, ia memasuki taman bunga dengan langkah penuh kewaspadaan, kemudian dia berhenti setelah melangkah lagi belasan tindak, waktu mencium sesuatu yang harum, Terdengar dengus mengejek, kemudian gumamnya:

"Toat-beng-sin-ciang. kukira segala macam racun-racunmu hanya bisa mematikan semut-semut, mana mungkin bita mencelakai aku, Lui Pek Sam ? Hah-hah-hah-, sungguh seorang tuan rumah yang terlalu angkuh dan kurang ajar, tak mau menerima Kim-pai Hongsiang !" la menghabisi perkataannya dengan kakinya melangkah lebih jauh, ingin mendekati batang pohon yang mengeluarkan asap tipis menyiarkan harum semerbak.

Giok Han mengerutkan alis melirik pada si pengemis. Lui Pek Sam jelas orang Kaisar dan berarti orang she Lui itu lawannya. Jika memang Lui Pek Sam ingin mengganggu orang yang bergelar Toat-beng-sin-ciang, walaupun Giok Han sendiri belum lagi melihat orangnya dan belum mengetahui siapa orang yang bergelar seseram itu, ia sudah memutuskan untuk membantu Toat-beng-sin-ciang, kalau tokh Lui Pek Sam hendak mencelakainya. Tangannya mengepal keras.

"Jangan bersuara.. ." bisik si pengemis perlahan sekali suaranya.

Lui Pek Sam merandek diam sejenak, seakan dia mendengar samar suara sesuatu. Dia memasang telinganya untuk memperhatikan sekelilingnya, memperhatikan lebih cermat dan berusaha untuk mendengar kalau-kalau memang ada seseorang yang bicara, Tadi samar-samar dia seperti mendengar orang yang berkata-kata, tentunya disekitar tempat ini ada orang, yang diduganya pasti Toat-beng-sin-ciang.

"Hah hah hah ! Toat-beng sin-ciang . . tidak kusangka sekarang kau menjadi manusia paling pengecut yang cuma bisa menyembunyikan ekor ! Keluarlah ! Untuk apa hanya bisik bisik seperti itu? Apakah memang kau tak berani untuk menyambut Kim-pai Hong-siang?"

Kaget Giok Han. Luar biasa tajam pendengaran Lui Pek Sam Sebetulnya jarak orang she Lui dengan tempat di mana Giok Han dan si pengemis menempatkan diri masih terpisah satu lie, namun suara bisikan si pengemis yang begitu perlahan masih juga terdengar oleh Lui Pek Sam, hal ini membuktikan bahwa kepandaian orang she Lui tersebut memang sangat tinggi.

Apa lagi mengingat orang she Lui itu adalah orang kepercayaan kaisar, tentu merupakan orang yang berkepandaian sangat diandalkan, di mana ia membawa Kim-pai hanya seorang diri. Padahal menurut kebiasaan yang ada, Kim-pai dibawa oleh seorang thaikam diiringi oleh sepasukan tentara dan beberapa pahlawan kaisar, juga dikeluarkan Kim-pai jika Kaisar hendak menghukum seseorang, baik pembesar kerajaan yang dianggap berkhianat dan berdosa, ataupun terhadap orang-orang yang tak disukai Kaisar.

Tapi, Lui Pek Sam justeru hanya seorang diri datang di tempat ini, entah apa yang ingin dilakukannya dengan membawa Kim-pai kaisar ? Benar-benar merupakan tanda tanya yang tak habis-habisnya dan tak terjawab bagi Giok Han. Cuma saja, dia ingat pesan si pengeinis agar dia tidak boleh bertanya sepatah perkataan walau menyaksikan kejadian yang paling aneh sekalipun, maka Giok Han berdiam diri saja, cuma matanya mengawasi deugan tajam ingin mengetahui apa yang akan dilakukan Lui Pek Sam selanjutnya.

Tubuh Lui Pek Sam dengan meloncat mendekati batang pohon yang mengeluarkan asap tipis harum itu. dengan beberapakali loncatan ia sudah melalui hampir seratus meter. Tapi, mendadak ia berhenti, mengawasi dengan sikap tegang, pada mukanya tampak keragu-raguan.

la mengendus-endus beberapa kali, kemudian mengambil sesuatu dari sakunya, menelan beberapa butir pil obat ! Rupanya ia tahu, asap harum itu sangat beracun dan ia memakan obat yang bisa menangkalkan racun yang disiarkan oleh asap tipis itu. Baru kemudian dengan hati-hati ia maju selangkah demi selangkah.

"Toat-beng-sin-ciang, apakah kau benar-benar tak mau memperlihatkan diri menerima Kim-pai Hongsiang?" Suaranya menggema di sekitar tempat itu, rupanya ia sudah tak sabar lagi, diliputi kemendongkolan yang sangat.

Giok Han tengah memperhatikan dengan hati ketarik, ia tahu, kalau Lui Pek Sam tiba di dekat batang pohon, niscaya akan terlihat olehnya si pengemis dan dirinya. la bersiap siap untuk menghadapi orang kepercayaan kaisar itu. Tapi pengemis di sampingnya mengambil sesuatu dari sakunya, Giok Han melirik, dilihatnya si pengemis mengeluarkan sebuah botol berbentuk sangat kecil dan membuka tutupnya.

Segera tersiar harum yang aneh sekali, sangat keras, terbawa oleh angin. Di waktu itulah harum yang terpancar dari dalam botol, telah tercium oleh Lui Pek Sam, karena mukanya seketika berobah jadi tegang, ia coba melangkah maju lagi, namun mendadak mulutnya berseru heran, tubuhnya bergoyang, kemudian dia seperti orang kebingungan menggaruk beberapa bagian tubuhnya, semakin lama semakin cepat, akhirnya dia telah mundur dengan mulut mencaci-maki kasar sekali.

Heran Giok Han melihat itu, hatinya juga terkejut. Waktu itu timbul perkiraan di hatinya, apakah pengemis di sampingnya ini yang bergelar Toat-beng-sin-ciang ? Tapi usianya masih begitu muda, tidak mungkin pengemis bermuka cakap dan muda usia seperti itu bergelar seseram itu.

Hanya saja, mengapa dia yang mempergunakan hawa beracun dari botolnya untuk menyerang Lui Pek Sam ? Banyak tanda-tanya memenuhi hati Giok Han, sejauh itu tetap saja ia tidak memperoleh jawabannya Dengan masih terheran-heran tak mengerti, ia cuma mengawasi- si pengemis.

Si pengemis telah menutup kembali botolnya, kemudian berkata dingin: "Orang she Lui, jika kau membandel meneruskan langkahmu memasuki tempatku, berani kau mencari kematianmu sendiri, jangan sesalkan aku turunkan tangan terlalu berat padamu ! Tadipun kau telah menghirup udara mengandung racun kim-hong (tawon emas), dalam waktu lima hari jika tidak memperoleh penawarnya, tubuhmu akan membusuk menemui kematian dengan cara sangat menyedihkan ! Selama lima hari ini tubuhmu akan gatal-gatal, pergilah kau baik-baik merawat diri, mungkin bisa bertahan selama dua bulan kalau memperoleh perawatan yang baik!"

Kini tak ragu lagi Giok Han bahwa orang bergelar Toat beng-sin-ciang pasti si pengemis di sampingnya. Dia, jadi tak mengerti orang muda ini bisa bergelar demikian seram dan juga pandai sekali menggunakan racun. Besar dugaan Giok Han, bahwa taman bunga ini milik si pengemis.

Namun, mengapa si pengemis sebagai seorang yang berkepandaian tidak rendah dan pandai sekali menggunakan racun, malah berpakaian sebagai pengemis ?

Lui Pek Sam masih menggaruk-garuk sekujur tubuhnya, rupanya ia menderita gatal yang cukup berat. "Toat-beng-sin ciang, kau sudah berani menolak Kim-pai Hongsiang dan sekarang mencelakai aku, Kong Hong istana semacam pangkat lebih tinggi dari Sie-wie, pengawal istana). Baiklah. dosa-do-samu semakin besar saja. Akan kusampaikan pada Hongsiang, hukuman apa sekiranya yang tepat untukmu!"

"Pergilah kau baik-baik merawat diri, jika terlambat jiwamu sulit untuk dilindungi Iagi." dingin sekali suara si pengemis

Liu Pek Sam tidak menjawab, hanya tangannya menyalakan bibit api, dia bermaksud membakar taman bunga itu. Tapi waktu api pertama dilempar pada gerombolan pohon, si pengemis telah menimpukkan sesuatu padanya, segera Kong Hong istana kaisar itu melompat mundur dengan muka yang berobah pucat, cepat-cepat memutar tubuhnya, naik keatas kudanya yang dilarikan dengan cepat meninggalkan tempat tersebut.

Rupanya barang yang ditimpukkan si pengemis tak lain sebutir pil yang menyiarkan bau yang busuk sekali, sehingga Liu Pek Sam cepat menduga bahwa pil itu adalah semacam pil beracun yang sangat dahsyat cara kerjanya, yang membuat dia cepat-cepat menjauhi diri meninggalkan tempat tersebut.

Si pengemis menghela napas sambil tertawa. "Manusia dungu tak tahu selatan!" menggumam perlahan menoleh pada Giok Han.

"Kau lihat, dia tak mungkin dapat memasuki daerah ini sekehendak hatinya. Bukan dia saja, siapapun orangnya."

"Tapi... kalau kebetulan ia datang di saat kau tak ada di sini ?" tanya Giok-Han.

"Hemmmm, siapapun tak akan dapat masuk kemari!" jawab si pengemis. Bola matanya main mengawasi Giok Han. "Dan, syaratku masih tetap berlaku, kau tak boleh bertanya apapun juga !"

Giok Han tersenyum. "Aku tak menyangka dalam usia semuda ini ternyata kau sangat lihai memainkan racun ! Gelaran-mupun cukup membuat orang mendengarnya jadi menggidik."

"Hemmmm, jangan rewel!" bentak si pengemis sambil mendeliki matanya.

"Racun apa yang kau pakai tadi mengusir Kong Hong istana ?" tanya Giok Han tersenyum.

"Kau ini benar-benar kepala batu, sudah kupesan jangan bertanya apa apa, tapi kau terialu revel dan cerewat! Atau, memang kita batalkan saja perjanjian kita".

Giok Han angkat bahunya sambil tersenyum. "Baik, baik, aku tidaK akan cerewet lagi, sahabatku yang menyeramkan," katanya bergurau.

Si pengemis ingin tertawa, tapi ia menahan tawanya itu dan pura-pura sibuk merapikan bajunya yang tadi agak terangkat keatas akibat dia berjongkok.

"Kita mau kemana lagi" tanya Giok Han.

"Nan, kau sudah mulai cerewet lagi banyak bertanya," menggerutu si pengemis.

"Tapi mana mungkin aku harus jadi orang gagu terus menerus, sedangkan kau tidak menjelaskan apa yang akan kita lakukan ?" jawab Giok Han.

"Kita akan berdiam terus di sini sampai pagi. Aku sedang menunggu seseorang, yang bisa memberitahukan padamu nanti tentang Siang-koan Giok Lin."

"Siangkon Giok Lin?"

"Ya.... bukankah kalian bermusuhan?"

"Apa saja yang kau ketahui tentang Siangkoan Giok Lin?"

"Sudah kuberi tahukan kepada mu, tak lama lagi akan datang ?seseorang yang bisa menceritakan segala sesuatunya tentang Siangkoan Giok Lin."

"Lalu apa hubungannya antara Siang-koan Giok Lin dan Liu Pek Sam, Kong Hong dari istana kaisar?"

"Hemm, memang ada hubungannya antara mereka berdua. Tapi. kuperingatkan padamu,sekarang kau sudah terlampau banyak bertanya!"

"Oya. Aku lupa lagi."

"Mulai sekarang, kau benar-benar harus tutup mulut, sepatah kata pun tak boleh kau ucapkan. Jika kau melanggar pesanku ini, ke selamatan jiwamu tak kujamin lagi!"

"Apakah begitu berbahayanya jika aku bertanya sesuatu kepadamu?"

"Terserah padamu, mau mendengarka'n baik-baik dan menuruti pesanku itu, atau memang kau mau membawa caramu sendiri, tapi aku tak bisa menjamin lagi keselamatanmu! Akupun tak bisa membiarkan kau berada disini pula"

Giok Han meleletkan lidahnya, kemudian diam tak membuka mulut lagi. Melihat lagak Giok Han, diam-diam sipengemis menahan tertawa.

Giok Han duduk diam melamun. Pikirannya jadi melayang-layang teringat pada gurunya, saat-saat ia akan turun gunung dan diberi wejangan pada gurunya, yahu Tai Giok Siansu. Harus diingatnya, gurunya pernah berpesan agar ia harus berusaha membantu perjuangan para pecinta negeri, di samping berusaha mencari Tang San Siansu dan menghukumnya, walaupun Tang San Siansu memiliki ilmu andalan yang sangat dahsyat, namun Giok Han harus mengalahkannya. Untuk menghadapi Liong-beng-kunnya Tang San Siansu telah diajarnya berbagai ilmu tingkat tinggi oleh gurunya. Satu pesan guru yang di rasa benar, yang berpesan agar Giok Han sudah turun gunung, ia harus memakai julukan "Liong-kak-sin-hiap yang menyebabkan Giok Han selalu memperkenalkan diri pada siapapun sebagai Liong-kak-sinhiap ( Pendekar sakti Cula Naga ), guna memancing Tang San Siansu dari tempatnya bersembunyi.

Waktu perpisahan, Tai Giok Siarru telah berpesan untuk terakhir kali pada cucu murid merangkap murid tersebut: "Han-jie, Liong-kak adalah semacam senjata yang pernah dibuat oleh seorang ahli ternama pada 2000 tahun yang lalu. Senjata yang bentuknya seperti tanduk itu, memiiiki khasiat yang luar biasa. Setiap orang yang memiliki ilmu kebal Tiat po-san maupan Kim-Cong To, tak akan sanggup menghadapi senjata Liong-kak, karena begitu tersentuh akan lenyap kekebalannya dan orang tersebut akan terbinasa. Karenanya, setelah ku renungkan mengapa Tang Bun selalu mengoceh tentang Liong kak, jelas yang dimaksudkannya adalah Liong kak tung (Tongkat Cula Naga ), yang telah diketahuinya akan dapat menghadapi "Liong beng kun". Hal ini ku cari setelah sekian bulan merenungkan.

Memang dulu Liong-kak-tung merupakan senjata pusaka yang diperebutkan oleh seluruh tokoh-tokoh kangouw, siapa saja ingin memiliki pusaka tersebut. Dulu, senjata tersebut pernah menjadi milik Ciangbunjin Heng san pai, kemudian lenyap tak diketahui kemana. Semua orang gagah mencarinya, tapi selalu gagal, tentang Liong kak tung akhirnya dilupakan orang. Siapa tahu urusan Liong kak tung ini seperti muncul kembali.. rupanya Tang Bun sudah mendengar tentang Liong kak tung, dalam penyelidikannya ia mengetahui dimana adanya Liong kak-tung yang bisa memusnahkan "Liong beng kun"nya Tang San, murid murtad itu. Hanya sayang ia keburu dicelakai oleh Tang San.

Kau harus pergi menghubungi seorang yang memiliki pergaulan yang sangat luas, yang selama ini hanya mengurung diri dan tak mau mencampuri urusan rimba persilatan. Dia bernama Li Pian, si serba bisa. Yang sulit tak diketahui dimana ia berada, karena tempat menetapnya tak menentu, memiliki perangai yang sangat aneh serta luar biasa.

Jika ia mau membantumu menyelidiki tentang Liong-kak-tung, tentu bisa diharapkan untuk mendengar lebih jelas perihal senjata pusaka tersebut. Dulu waktu mudanya Li Pian seorang tokoh kaypang. hanya bentrok dengan pangcunya berselisih pendapat, ia keluar dari kaypang- Walaupun demikian kesenangannya untuk tetap berpakaian sebagai seorang pengemis tak juga hilang, ia selalu berpakaian compang-camping sama halnya seperti pengemis kaypang umumnya.

Menurut yang kudengar, ia kini berada didaerah Selatan, jika kau bernasib beruntung tentu bisa mencari dan bertemu dengannya. Aku sudah terlalu tua, juga tawar melihat kekotoran demikian mempengaruhi dunia, disamping kecewa terhadap murid-murtad itu. Kukira, sudah saatnya aku kembali kepada Yang Mencipta.

Keesokan paginya, waktu Giok Han selesai memasakkan santapan pagi untuk gurunya dan ingin memanggilnya keluar dari dalam kamar, ia jadi tertegun. Gurunya duduk bersila dengan wajah yang bening bersih, tapi napasnya sudah tak ada. Rupanya Tai Giok Siansu sudah menutup mata dengan cara yang sangat tenang sekali.

Dengan hati sangat berduka Giok Han mengubur jenazah gurunya dan tiga hari kemudian turun gunung, untuk melaksanakan pesan merangkap perintah gurunya yang menghendaki dia menghukum murid murtad Tang-San.

Memang Tai Giok Siansu pernah memberitahukan juga kepada Giok Han, menghukum Tang San Siansu bukan berarti harus membunuhnya, cukup dengan memusnahkan seluruh kepandaian Tang San Siansu, dan itupun berarti sudah cukup menghukumnya Tang San selalu melakukan kejahatan dengan mengandalkan kepandaiannya, jika ilmu silatnya bisa dimusnahkan Giok Han, tentu ia menjadi manusia yang tak berbahaya lagi, juga tidak membahayakan keselamatan orang-orang kang ouw pada umumnya.

Teringat akan semua pesan gurunya Giok-Han menghela napas dalam-dalam, ia merasa sedih kalau ingat sekarang benar-benar dirinya yatim piatu tak ada orang yang dekat lagi dengannya. Namun. teringat bahwa ia ditugaskan gurunya untuk membantu para orang gagah pecinta negeri, semangatnya jadi terbangun, perjuangan untuk mengusir penjajah merupakan perjuangan sangat mulia walaupun harus mengorbankan jiwa dan segalanya, merupakan perjuangan yang sangat membanggakan hati. Karenanya, lenyap kesedihannya, timbul kegembiraan ditambah semangat yang menyala nyala.

"Kau ini sungguh aneh, sebentar sedih meringis kemudian tersenyum-senyum seorang diri, seakan akan orang yang sudah terganggu pikirannya!" Giok Han dikagetkan oleh teguran sipengemis disampingnya. "Apasih yang kau pikirkan sampai bengong-bengong begitu?"

"Aku teringat pada mendiang guruku..." menyahuti Giok Han sambil tersenyum. "Memang. tertawa-tawa sendiri, lalu menangis, sama seperti orang yang telah kehilangan akal sehatnya."

Muka si pengemis berobah merah, pipinya merah. "Kau menyindirkan, ya ? Mengejeklah ya ?"

"Oooooooh, tidak, mana berani ?" menyahuti Giok Han cepat sambil geleng-geleng kepala dan menanan tawanya. "Aku tadi meringis-ringis seperri mau menangis, kcmudiaa tersenyum-senyum sendiri, bukankah perbuatan itu sama seperti orang yang kurang waras !"

"Tapi aku tahu kau mengejek dan ingin menghinaku !" si pengemis tetap bersikeras dan mukanya tetap cemberut.

Kewalahan juga Giok Han menghadapi kelakuan pengemis ini, yang seperti gadis manja. "Aneh, lagak dan tingkahnya seperti wanita saja, sering ngambek dan kepala batu." pikir Giok Han. Namun akiiirnya dia jadi geli sendiri, tersenyum-senyum, mana mungkin si pengemis ini seorang wanita, atau mungkin saja kalau banci ! Bukahkah dia berpakaian sebagai seorang pengemis muda bermuka kotor dan mesum ? Mana ada seorang gadis yang mau mesum-mesum sepeti itu ?

"Apa yang kau tertawakan ? Aku lucu ya ?" bentak si pengemis ketika melihat Giok Han tersenyum-senyum sambil mengawasinya. Muka si pengemis tetap cemberut.

"SudahIah, sahabat, untuk apa kita ribut mulut. Aku hanya mentertawakan diriku sendiri, yang seperti manusia tolol berdiam di sini bersamamu tanpa tahu apa yang ingin dilakukan.. " Tapi bicara sampai di situ, Giok Han berhenti bicara, dia mengawasi ke depan pada kegelapan malam, karena seperti melihat sesuatu.

Si pengemis juga mengikuti pandang mata Giok Han, dan memang tampak berkelebat beberapa sosok tubuh terpisah cukup jauh, mungkin dua lie, di luar dari taman bunga tersebut.

Sosok-sosok tubuh itu bergerak lincah sekali sekali lihat saja Giok Han tahu mereka semuanya tentu orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi, terbukti dan ginkang mereka yang membuat masing-masing bisa lari seperti terbang saja.

Si pengemis menarik tangan Giok Han agar mereka berjongkok bersembunyi pula di balik pohon-pohon bunga yang bergerombol, mengawasi orane-orang yang tengah berlari mendatangi itu. Cepat sekali orang-orang itu sudah tiba di dekat tempat tersebut, hanya terpisah salu lie.

"Kita jangan sembarang masuk," terdengar salah seorang di antara pendatang itu berbisik kepada kawannya. "Kita harus memancing dia keluar dari sarangnya..!"

Semuanya berjumlah lima orang. Bentuk tubuh mereka macam-macam, ada yang jangkung, ada yang pendek cebol cebol, ada pula yang bertubuh tegap.

Setelah memperhatikan sejenak, hampir saja Giok Han berseru heran, karena ia segera mengenali salah seorang dari para pendatang itu. Orang itu bertubuh cebol pendek, dan Giok Han ingat orang itulah yang pernah mengajarkan dia berjalan dengan tangan tunggal saja, berputar seperti gangsing, disertai pengerahan tenaga Tan-tian. Orang cebol itulah yang sempat mengajarkannya di Siauw-sit-san ilmu ginkang dan juga khikang yaitu "Tok Pie Ginkang".

"Orang yang bertubuh cebol pendek itu See mo Uh Ma," berbisik Giok Han di pinggir telinga si pengemis. Alis pengemis itu bergerak perlahan, tampaknya dia heran dan kaget. "Kau kenal padanya ?" tanyanya. Giok Han mengangguk.

"Mau apa mereka datang kemari ?" tanya si pengemis lagi melihat Giok Han tengah memperhatikan kedatangan orang-orang itu.

"Entahlah. Tapi See-mo Uh Ma pernah mengajarkan aku ilmu "Tok Pie Ginkang", sejenis ilmu meringankan tubuh merangkap latihan khikang, dimana seseorang mempergunakan tangan tunggal saja untuk berputar seperti gangsing dan bergerak lincah!"

"Kalau begitu masih ada hubungan murid dan guru antara kau dengan dia?"

"Tidak... akupun tidak mengetahui jelas tentang dirinya, pertemuan kami hanya kebetulan saja. "

"Siapa yang lainnya, teman-teman si cebol itu ?"

"Aku tak mengenalnya."

"Tampaknya kepandaian mereka sama tingginya, sama lihainya," bisik si pengemis lagi.

Giok Han mengangguk. Memperhatikan dengan seksama kepada orang orang itu, yang waktu itu telah membagi diri daIam barisan sejajar, menghadap kepada taman bunga.

Empat orang teman See-mo Uh Ma merupakan orang-orang tua yang pakaiannya aneh-aneh, ada yang seperti pengemis Kay-pang, ada juga yang berpakaian sastrawan. Justeru yang berpakaian sastrawan masih berusia muda remaja, mukanya cakap berkulit putih, alisnya tebal dan matanya terang, selain pakaiannja sangat mewah sekali.

Lagak dan sikapnya agung, angkuh dan seperti juga empat orang yang bersama dengannya hanyalah orang-orang sebawahannya. Empat orang yang bersama pemuda itu, berikut See-mo Uh Ma, merupakan orang-orang berusia lanjut di atas 50 tahun!

Pemuda yang berpakaian mewah itu tampak mengamat-amati keadaan di sekitar tempat itu, akhirnya ia bilang dengan suara perlahan, dengan sikap yang congkak dan angkuh sekali: "Kalian harus hati-hati, taman bunga ini diperlengkapi dengan perangkap dan racun yang sangat berbisa. Kalau sampai kita menghirup udara yang mengandung racun, niscaya sulit untuk menyeret dia keluar dari sarangnya!"

Keempat orang lainnya, yang dari sikapnya seperti laku orang bawahan, mengangguk mengiyakan. Mereka berlima berdiam diri beberapa saat, rupanya tengah memperhatikan dan mempelajari siiuasi dan kondisi tempat itu.

Pengemis di samping Giok Han berbisik perlahan: "Siapa pemuda menjemukan itu ?"

"Aku pernah melihatnya ketika ia datang bersama anak buahnya ke kuil Siauw Lim Sie, dia kabarnya anak Cu Bian Liat, orang ke-biri kepercayaan kaisar. Kalau tidak salah nama pemuda itu Cu Lie Seng . . . . ! Oooohhh . . , . ! Aku baru ingat, keempat orang itu adalah orang-orang andalannya, See mo, Pak-mo, Tong ma dan Lam mo !"

"Ihhh," si pengemis mengeluarkan seruan tertahan, beruntung ia cepat menutup mulut dengan tangannya, kalau tidak tentu suaranya terdengar oleh kelima orang itu. Pengemis ini tampaknya heran dan kaget mendengar disebutnya empat tokoh rimba persilatan yang terkenal akan kelihaian ilmunya.

Yang membuat dia heran, mengapa keempat tokoh rimba persilatan itu bisa bekerja di bawan kekuasaan anaknya Cu Ban Liat, kebiri yang berkuasa besar setelah Kaisar? Alis pengemis ini mengkerut, tapi akhirnya dia mendengus perlahan, rupanya hatinya mendongkol sekali.

"Kalau begitu pemuda menjemukan itu harus diberi pelajaran."

"Hati-hati, dulu saja dia sudah memiliki kepandaian yang tinggi, apa lagi setelah lewat beberapa tahun, tentu dia semakin lihai."

Pengemis itu tak bisa menyahuti bisikan Giok Han, karena waktu itu Cu Lie Seng sudah bicara pada keempat orang anak buahnya: "Apa saja yang dialami Liu-lopeh ? Beratkah lukanya ?"

"Liu Pek Sam terkena racun yang cukup dahsyat bekerjanya, tubuhnya gatal-gatal dan tersiksa rasa sakit yang tak hentinya, membuatnya menggaruk terus menerus. Katanya, kalau ia tak berhasil mengatasi reaksi racun di dalam tubuhnya, tak berhasil memperoleh obat penawarnya, lewat dua bulan tubuhnya bisa membusuk dan akhirnya menemui kematian dengan mengerikan." See-mo, si cebol menjelaskan.

"Uhhhhhh, yang melukainya Toat-beng-sin-ciang ini ?" tanya Cu Lie Seng, dingin suaranya, tak mengandung perasaan dan emosi, sama seperti wajahnya yang sama sekali tak memperlihatkan perasaan apapun.

See-mo Uh Ma mengangguk. "Benar, justeru sekarang kita harus bisa memaksanya keluar dari sarangnya, lalu kita bekuk dan memaksanya pengeluarkan obat penawar untuk Liu Pek sam. "

Cu Lie Seng mengangguk-angguk perlahan dengan muka yang kaku, dia kemudian mengibaskan tangannya. "Kalian berempat cari tempat persembunyian, biarkan aku yang menghadapi dan memancing dia keluar dari sarangnya," Yang dimaksudkan Cu Lie Seng dengan "dia" adalah Toat-beng-sin ciang.

Cepat sekali keempat tokoh persilatan itu berpencar membagi posisi dalam mencari persembunyian di empat tempat. Mereka bersiap-siap dengan berdiam diri, mengawasi Cu Lie Seng melangkah maju lebih ke depan di taman bunga.

"Toat-beng-sin ciang," kata Cu Lie Seng dengan suara yang disertai lwekang, karena waktu itu tempat tersebut tergetar seperti juga pohon-pohon di situ tergetar dan tanah bergoncang. "Aku Cu Lie Seng ingin berkenalan dengan kau dan membicarakan beberapa persoalan. Harap kau keluar menyambutku, jangan sampai aku lancang memasuki tempatmu. Kukira, tak ada baiknya jika kita dua pihak saling bentrok, karena hal itu tidak akan menguntungkan pihakmu !"

Sunyi tak ada jawaban.

Setelah menunggu sejenak tak ada jawaban Cu Lie Seng melanjutkan perkataannya lagi: "Toat-beng-sin-ciang, kau sudah berdosa, karena melukai utusan Hongsiang ! Disamping itu tersiar kau hendak memberontak membantu para pemberontak, karenanya jika kau tak mau menemui aku sekarang, bagaimana mungkin di waktu mendatang bisa kau cuci bersih nama baikmu ? Aku memberikan kesempatan baik kepadamu agar menjelaskan duduk persoalan kepadaku, mungkin nanti bisa kupertimbangkan dan membicarakan pada Hongsiang agar kau diampuni, kita bisa bersahabat. Tapi, kalau memang kau tak bersedia bertemu denganku, urusan akan lain lagi dan lebih ruwet yang bisa membahayakan dirimu! Orang-orang Hongsiang akan datang kemari untuk membekuk dirimu, waktu itu biarpun kau menyesal tentu sudah terlambat!""

Tetap sunyi keadaan di sekitar tempat itu, hanya terdengar suara Cu Lie Seng yang menggema. Giok Han berdua pengemis hanya berdiam saja, tangannya dicekal si pengemis, agar dia tidak melakukan gerakan. Tangan si-pengemis terasa dingin, jari-jari tangannyapun dingin.

Giok Han merasakan ujung-ujung jari tangan sipengemis tergetar, dia melirik. Akhir-nya dia mendekati bibirnya pada telinga sipengemis, bisiknya: "Sahabat, kau jangan kuatir ! Biarpun dia berlima berkepandaian tinggi, aku akan membelamu, aku jamin mereka tak mungkin bisa mencelakaimu !"

Giok Han merasakan satu kali lagi jari-jari tangan si pengemis tergetar, pipinya berobah merah dan matanya mengawasi dengan sorot mata mengandung rasa terima kasih.

Giok Han tersenyum dan mengangguk. "Jangan kuatir," bisiknya lagi untuk memberi semangat kepada si pengemis, "Aku akan membelamu sekuat tenagaku!"

Waktu itu Cu Lie Seng rupanya sudah habis kesabarannya, dia berseru lagi :"Toat-beng sin-ciang, jika sehirupan teh tetap tak mau memperlihatkan diri untukmenerima kunjunganku, tak ada jalan lain lagi..."

Baru saja dia bicara sampai disitu, mendadak dari dalam gerombolan pohon bunga meluncur sebuar benda kecil yang jatuh didekatnya. Benda kecil itu tidak meledak, hanya memberebes mengeluarkan asap yang harum semerbak. Alis Cu Lie Seng mengerut, dia mundur dua langkah dan memperhatikan.

"Hemmm,kau hendak mempergunakan asap beracunmu untuk mencelakaiku ? Kau keliru dan bermimpi, Toat-beng-sin-ciang ! Aku tak mungkin gentar terhadap racun-racunmu, karena orang-orang ayahku yang ahli dalam meramu racun, telah membekaliku penangkal racun yang hebat sehingga racun apapun tak mungkin bisa mencelakaiku !"

Sambil berkata begitu, tanpa memperdulikan benda kecil bulat yang masih mengeluarkan asap, dia telah melangkah memasuki taman bunga dengan langkah lebar, memang ia tak terpengaruh apa-apa oleh asap beracun dan juga asap tipis yang tersiar dari lobang di batang pohon.

Alis si pengemis bergerak-gerak, sedang-Giok Han bersiap sedia unruk menghadapi putera thaykam yang paling berkuasa di saat ini dalam kerajaan. Tapi tangan Giok Han dicekal keras oleh kawannya yang membisikkannya juga. "Jangan melakukan gerakan apapun. Diam saja."

Giok Han tak mengerti atas sikap sahabatnya, namun dia menuruti dan berdiam tanpa melakukan suatu gerakan apapun, biar Cu Lie Seng sudah melangkah maju mendekati batang pohon.

Mendadak terdengar suara yang nyaring, batang pohon dimana keluar asap tipis telah rubuh, akan menimpa Cu Lie Seng. Hanya saja, sejak tadi Cu Lie Seng sudah berlaku waspada, maka dia meloncat kesamping, gesit gerakkannya, mudah sekali ia menghindarkan diri dari timpahan pohon, dan ketika batang pohon itu kembali berdiri tegak, seketika Cu Lie Seng yang cerdik ini mengetahui bahwa pada batang pohon itu dipasang alat rahasia yang bisa menggerakkan batang pohon tersebut. Mata Cu Lie Seng bersinar berkeredep mengawasi kebatang pohon, malah terdengar suara tertawanya.

"Hah-hah-hah," tertawa Cu Lie Seng di teruskan oleh kata katanya: "Sungguh perbuatan pengecut! Keluarlah Toat bengsin ciang, mari kita bicara!" Waktu bicara seperti itu, sikap Cu Lie Seng angkuh bukan main, dia mengawasi tajam penuh waspada pada sekelilingnya, karena berjaga-jaga kalau saja ada serangan mendadak.

Mendadak tanah di samping kanan batang pohon itu mengeluarkan asap yang cukup tebal. Cu Lie Seng hanya mundur beberapa langkah ke belakang tanpa merasa gentar memang dia tidak takut terkena racun yang bagaimanapun jenisnya. Asap yang keluar dari tanah di samping batang pohon itu cukup tebal, namun akhirnya menipis setelah terhembus oleh angin, keadaan di tempat itu tetap sunyi.

"Toat-beog-sin-ciang, apakah tetap tak mau tampakkan dirimu ? Atau memang kau menginginkan aku menghancurkan tempatmu yang demikian indah?"
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar