Tidak kepalang heran Giok Han.
Siapa wanita itu? Mengapa dia begitu lancang mengakui dirinya sebagai calon
suaminya ?
"Maaf, kongcu. Aku harus
melayani tamu-tamu Iain..." dan si pelayan keluar meninggalkan Giok Han
yang masih berdiri mematung karena benar-benar tak mengerti
Atas kejadian yang berlangsung
demikian aneh dan penuh teka-teki. Apakah wanita itu salah mata ? Tapi hal itu
tak mungin. Tapi mengapa wanita itu tak memperlihatkan diri ?
Banyak tanda-tanya yang
berkumpul di hati Giok Han dan tak terjawab. Perutnya berbunyi lapar, dia
segera memakan Yan-oh yang dicampur dengan anggur, enak sekali santapan itu dan
memang makanan tersebut tidak mengandung racun. Giok Han kemudian keluar dari
kamarnya, dilihatnya pelayan tua tadi tengah duduk di dekat pintu gerbang rumah
penginapan dengan kepala melenggut, rupanya dia mengantuk.
Giok Han menghampiri.
Dibangunkan pelayan itu, yang segera sibuk bertanya. "Apakah kongcu mau
mencoba jubah biru itu? Apakah kongcu mau keluar jalan-jalan melihat keramaian
kota? Kalau memang kongcu ingin perintahkan sesuatu padaku, jangan
sungkan-sungkan, perintahkan saja..."
"Lo-tiamhoa, apakah
wanita yang telah membayarkan sewa kamar dan makanan untukku itu bukan penduduk
kota ini ?" tanya Giok Han.
"Aku tak mengenalnya,
kongcu, tapi melihat pakaiannya yang mewah mentereng, tampaknya dia seorang
putri bangsawan atau hartawan kaya. Sungguh beruntung kongcu mempunyai calon
isteri seperti itu, cantik, kaya dan sangat memperhatikan kepentingan
kongcu..."
Sedang pelayan itu mengoceh
terus. Giok Han justru melihat di luar rumah penginapan seseorang tengah
mengamat-amatinya. Dia segera mengenali si pengemis muda yang kemarin bertemu
dengannya. "Hei tunggu kawan !"panggil Giok Han meninggalkan si
pelayan dan berlari menghampiri si pengemis Si pelayan menandang heran,
mulutnya yang semula mengoceh jadi terbuka saja.
Pengemis muda itu melihat Giok
Han menghampirinya, segera berlari. Cepat larinya, tapi Giok Han mengejarnya
terus. Waktu ini jalan cukup ramai orang-orang heran melihat si pengemis saling
kejar cepat dengan Giok Han, yang membuat mereka lebih heran ke-dua orang itu
berlari seperti terbang saja !
Giok Han menduga pengemis ini
pasti bisa memberikan keterangan sesuatu padanya, sikapnya mencurigakan.
Kemarin ia mengikutinya terus menerus, sekarang pun tampaknya tengah
mengamat-amati tempat di mana ia menginap.
la mengejar terus, sampai
akhirnya si pengemis melompat masuk ke dalam sebuah kuil dengan cara meloncati
tembok kuil. Giok Han mengikuti cara si pengemis. Kuil itu ternyata tak
berpenghuni sudah rusak di sana-sini. Si pengemis tampak tengah duduk tenang di
bangku batu, mengawasi Giok Han dengan mulut tertawa nyengir.
"Hemmm, sekarang sudah
terbukti, bukan aku yang mengikutimu ! Lihatlah, justeru kau yang telah
mengikutiku!" kata si pengemis masih tetap tertawa nyengir.
"Kemarin pun kau yang
ikut ke tempat istirahatku, tapi mulutmu ceriwis dan bilang aku yang
mengikutimu ! Hemmm, ayo bilang, kau mengikuti aku atau aku yang mengikuti
kau?"
Giok Han tercengang sejenak,
tapi akhirnya tersenyum. "Sahabat, mari kita bicara terus terang, aku Giok
Han ingin meminta petunjukmu..."
"Meminta petunjukku ?
Petunjuk apa ?" tanya pengemis itu pura-pura tak mengerti. "Bicara
terang? Sekarang sudah menjadi terang urusannya, kau yang selalu mengikuti aku,
bukan aku yang mengikuti kau !"
"Baiklah kalau kau bilang
begitu, aku mengakui. Memang dua kali aku yang ikuti kau ! Tapi.
beritahukanlah, siapa kau sebenarnya ?!"
"Aku pengemis kotor dan
miskin, apa gunanya memberitahukan namaku padamu, karena kau tentu tak akan
memandang sebelah mata juga !"
Giok Han tersenyum.
"Jangan berkata begitu, sahabat. Walaupun bagaimana kita sama-sama orang
kangouw, tentu urusan uang bukanlah urusan yang terlalu penting buat kita.
Miskin kaya tidak menjadi persoalan, asal jiwa kita bersih..."
"Hemm, kau bicara dengan
lagak seperti seorang pendekar besar !" mengejek si pengemis. "Apakah
kau kira dalam kangouw cuma kau saja yang memiliki jiwa bersih dan yang lainnya
berjiwa kotor ?"
"Bukan, aku tidak bilang
begitu..."
"Hemmm, tidak usah kau
putar-balik persoalan, kenyataannya sudah berulangkali kau mengikutiku, tapi
sebelumnya kau tak mengakui ! Apakah dengan demikian kau bisa menepuk dada dan
mengatakan jiwamu benar-benar bersih ?"
"Sahabat, baiklah aku
mengaku salah. Tapi, janganlah kau mempermainkan aku lebih jauh !" kata
Giok Han mengalah.
"Cisss, siapa yang mau
mempermainkan kau ?" bentak si pengemis sambil berdiri-marah menentang
mata Giok Han, matanya bersinar bening dan kalau saja mukanya tidak kotor mesum
seperti itu, tentu pengemis ini memiliki muka yang cakap. "Kau menuduhku
bahwa selama ini aku mempermainkanmu ?"
"Bukan begitu, yang
kumaksudkan kita tidak perlu saling salah menyalahi. Aku seorang pendatang di
kota ini, segala apa tidak kuketahui. Tentu kau bisa memberikan petunjuk
kepadaku tentang sesuatu hal..."
"Tentang hal apa ?"
"Baru-baru ini aku
mengalami suatu kejadian yang benar-benar aneh..."
Si pengemis memperhatikan Giok
Han tampaknya dia jadi tertarik, tanyanya : "Aneh bagaimana ?"
"Semalam aku menginap di
rumah penginapan yang tadi, siapa tahu, pagi ini waktu pelayan mengantarkan
santapan untukku, ia bilang seluruh harga makanan dan sewa kamarku telah
dibayarkan seseorang...."
"Aduhhhh ! Aduhhhh . . .
! Enak sekali. Kalau aku bernasib baik seperti kau, tentu aku ucapkan ribuan
kali terima kasih kepada Thian !" Berseru si pengemis nyaring. Tapi
mendadak mukanya jadi muram, dia menunduk, menggumam perlahan dengan suara
sedih:
"Ya, kau memang bernasib
baik, tapi aku . . . ? Aku anak celaka bernasib sangat buruk ..."
Giok Han heran melihat
kelakuan si pengemis, yang bisa bersikap riang serta nakal, tapi juga mendadak
bisa bersedih hati seperti itu. Sedang Giok Han mengawasi heran, si pengemis
mengangkat kepalanya, tertawa lebar. "Ayo teruskan ceritamu... ku kira itu
cerita yang cukup menarik."
"Aku menanyakan pada si
pelayan, siapa orang yang telah membayar semua itu, tapi ia bilang tidak kenal
orang tersebut..."
"Lalu bagaimana ?"
"Pelayan itu cuma bilang
yang minta padanya untuk melayani aku baik-baik adalah seorang nona ..."
"Aha... luar biasa !
Tentunya kau mempunyai hubungan yang erat dengan wanita itu, sehingga dia
demikian memperhatikan semua keperluanmu..."
"Justeru hal ini yang
membuatku heran" kata Giok Han, pipinya berobah merah. "Aku pendatang
baru di kota ini, baru kemarin aku sampai di sini, juga aku tidak mempunyai
sanak famili maupun sahabat..."
"Hu, sejak kemarin kau
selalu memanggilku dengan "sahabat, sahabat, tapi sekarang kau bilang
tidak punya sahabat ! Sungguh mulutmu itu keterlaluan sekali, selain ceriwis
juga selalu berbohong !"
"Jangan salah paham, kau
tidak termasuk dalam ceritaku ini. Memang kuakui, biar pun kita baru
berkenalan, tapi kau sudah ku anggap satu-sutunya sahabatku di kota ini!"
Merah pipi si pengemis, dia
membuang pandang kesamping, tapi jelas dia senang mendengar kata-kata Giok Han
yang terakhir.
"Menurut pelayan."
Giok Han melanjutkan ceritanya "Nona itu... nona itu sangat cantik dan
berpakaian mewah setidak-tidaknya dia puteri hartawan atau anak pembesar negeri
! Yang membuat aku bingung, dia memberitahukan pada pelayan bahwa aku... bahwa
aku... adalah... calan suami nya !"
"Cepat kau berterima
kasih kepada Thian!" Berseru si pengemis. "Memperoleh keberuntungan
seperti itu tidak mudah terjadi pada sembarang orang, kau benar-benar memiliki
nasib sangat bagus !"
"Tunggu dulu, dengar
ceritaku belum habis," kata Giok Han lagi. "Aku sendiri tidak merasa
punya calon isteri di kota ini... maka kuyakin dia salah mata !"
"Hemmm, di kota ini kau
bilang tidak punya calon isteri?" tanya si pengemis
"Ya," Giok Han
mengangguk. "Aku tidak mempunyai sanak famili, apa lagi calon isteri di
kota ini !"
"Hemmmm, kalau di
kota-kora lain tentu banyak calon-calon isterimu ?" tanya si pengemis
dengan mulut dimonyongkan.
Pipi Giok Han merah.
"Kawan, jangan bergurau. Aku bicara sejujurnya, sampai saat ini aku belum
mempunyai calon isteri, di kota manapun juga !"
"Cissss ! Perduli apa
denganku!? Kau memiliki sepuluh calon isteri atau seratus calon isteri, apa
perduliku?" pengemis itu menunduk, mukanya muram dan kembali ia tampak
bersedih hati "Aku benar-benar bernasib buruk... tidak ada seorangpun yang
memperhatikan diriku... dari kecil sampai sekarang aku tak pernah memperoleh
perhatian siapapun juga, tidak bernasib bagus seperti kau..." Dan air
matanya mengalir panjang dikedua pipinya.
Giok Han kaget.
"Kawan kenapa kau ?"
tanyanya.
Si pengemis tiba-tiba
mengangkat kepalanya tertawa. Padahal air mata masih membasahi mukanya.
"Ayo teruskan ceritamu, bukankah kau bilang, bahwa urusan sangat aneh ?
Kulihat tidak ada keanehannya ! Wajar kalau calon isteri menyambut kedatangan
calon suaminya dengan penuh perhatian..."
"Kau keliru! Bukankah
tadi sudah kujelaskan bahwa aku tidak memiliki sanak famili dan apa Iagi caIon
isteri ! Karena itu, urusan demikian aneh, aku ingin mengetahui siapa wanita
itu yang mengaku sebagai calon isteriku ! Aku ingin minta bantuan, sahabat,
kalau kau tidak keberatan membantuku, selidikilah siapa wanita itu sebenarnya.
Sebagai penduduk lama di kota ini tentu kau bisa melakukan pekerjaan itu dengan
mudah..."
"Ehhh, enak saja kau
perintahkan aku menjadi pesuruhmu, selidik kesana selidik kemari ! Kau berani
membayarku berapa ?" Kata si pengemis.
Giok Han nyengir pahit.
"Tentu saja aku tidak mempunyai maksud jelek seperti itu, aku cuma minta
bantuanmu untuk menolongku memecahkan teka-teki yang membingungkan ! Tentu kau
bersedia membantuku, bukan ?"
"Teka-teki membingungkan
? Kalau kau mau mendengar kata-kataku, janganlah bingung-bingung lagi. Mulai
sekarang kau tenang-tenang saja di kamar hotelmu, bukankah peruntungan sangat
bagus kalau tidak lama lagi kau bertemu dengan calon isterimu itu? Jangan suka
menentang jodoh, nanti kalau Thian marah, jodohmu jadi macet dan seumur hidup
tidak kebagian jodoh lagi !"
"Ah, sahabat, kau jangan
bergurau ! Aku sungguh-sungguh..." kata Giok Han.
"Siapa bilang aku
bergurau ? Aku juga sungguh-sungguh !" menyahuti si pengemis aseran.
Giok Han menarik napas
dalam-dalam, susah mengajak bicara pengemis yang sifatnya seperti angin-anginan
ini. Biarpun sudah dijelaskan sedemikian rupa, pengemis, itu tetap saja
ugal-ugalan dan aseran.
Tampaknya sulit untuk meminta
bantuan pengemis ini. karena untuk diajak bicara saja sudah sulit, apa lagi
untuk memintanya melakukan sesuatu penyelidikan atas peristiwa aneh yang
dialami Giok Han.
Pengemis itu berdiri, dia
menjebi. "Huh, meminta tolong kok dengan muka cemberut masam begitu ? Mau
dengan cara paksa ? Aku tidak bisa membantumu menyelidiki siapa orang yang
telah membayarkan semua makanan dan keperluanmu yang lainnya, dan kau tidak
bisa memaksaku untuk memenuhi keinginanmu dengan muka asam cemberut seperti
itu."
Giok Han nyengir pahit.
"Jangai salah paham, sahabat Aku tidak memaksa. Kalau memang kau mau
menolongku, aku tentu berterima kasih. Tapi kalau kau..."
"KaIau aku keberatan menolongmu,"
memotong pengemis itu, "kau akan marah?"
"Juga tidak, Tapi
sayangnya aku masih asing dikota ini, semula kukira sebagai orang yang telah
lama berdiam di kota ini, kau pasti lebih mudah buat membuka tabir rahasia atas
kejadian yang mengherankan itu. kalau toh kau tidak mau membantuku, aku pun
tidak bisa memaksanya."
"Kau tidai gembira
mengalami urusan yang menyenangkan ini, calon isterimu menyambut kedatanganmu
dengan sikap begitu manis ?" menegasi si pengemis.
"Menyesal sekali, aku
sungguh-sungguh tak mengerti dan merasa tak pernah mempunyai calon isteri di
kota ini."
"KaIau begitu kau tolak
saja semua kebaikannya itu ! bisa saja kau tidak memakan semua santapan yang
disediakan untukmu, pindah ke rumah penginapan lain dan tidak peduli atas semua
kebaikan! Mengapa harus repot-repot hendak menyelidiki dan membuka tabir itu ?
Kalau kau mau dan tidak berpura-pura, mudah saja kau mengetahui siapa orang
yang baik hati itu."
"Bagaimana caranya
?"
"Kau berani membayarku
berapa untuk keteranganku ?" Mata pengemis itu gemerlap terang mengawasi
Giok Han.
Giok Han geleng geleng kepala.
"Menyesal aku tidak
mempunyai uang."
"Tidak mempunyai uang
?"
"Ya, aku memang tidak
membawa perbekalan yang cukup, uangku telah habis dalam perjalanan."
"Huh ! Huh! Sudah tak
mempunyai uang tapi masih bertingkah dan pura-pura menolak kebaikan orang lain
! Katakan saja terus terang, kau bukan hendak menyelidiki untuk mengetahui
orang yang baik hati itu sekedar untuk melihat orangnya, tapi kalau sudah
bertemu dengannya malah ingin minta uang lebih banyak darinya! Bukankah
begitu"?"
Pipi Giok Han merah. Dia
menggeleng-geleng kepala.
"Tidak, jangan menuduhku
serendah itu. Aku benar-benar sulit menerima kebaikan orang yang tak kukenal
iiu. Benar aku tak mempunyai uang, tapi..."
"Tapi apa ?"
"Aku bisa bekerja dan
menerima upah."
"Orang seperti kau ini
benar-benar aneh !" menggumam si pengemis. "Diberi enak, malah mau
cari susah bekerja! Kau bisa bekerja apa sih ? Apakah kalau kau kerja, bisa
menghasilkan uang yang ribuan tail perak dalam satu hari ? Jangan pura-pura
seharusnya kau berterima kasih, di saat tak mempunyai uang, sekarang ada orang
yang baik hati membayarkan semua keperluanmu !"
Giok Han diam. Berabe bicara
dengan pengemis ini, yang selalu tidak mau percaya padanya. Dia bangun berdiri,
katanya.
"Baiklah, kukira sudah
cukup lama mengganggumu, aku ingin kembali ke rumah penginapan. Sampai bertemu
lagi" Setelah berkata begitu Giok Han memutar tubuhnya untuk meninggalkan
kuil tersebut.
Si pengemis tertawa.
"Untuk menantikan calon
isterimu, bukan ?"
Muka Giok Han merah lagi, ia
mendongkol, tapi tak mau berdebat pula dengan pengemis itu. Dia -ngeloyor
pergi.
Tapi, waktu ingin melompati
tembok kuil, tiba-tiba si pengemis menyusul dan melewati sampingnya kemudian
mendahului melompat ke tembok kuil. Berdiri di situ.
Giok Han menengadah,
dilihatnya pengemis itu tengah tersenyum-senyum.
"Aku mau membantumu, tapi
ada syaratnya."
"Syarat apa ?"
"Aku akan memberitahukan
kepadamu siapa orang yang telah berbaik hati padamu tapi kau harus memenuhi dulu
satu syarat."
"Sebutkan syaratmu
itu?"
"Kau ikut denganku,
dengan syarat tidak boleh bicara sepatah katapun juga, biar menyaksikan
kejadian yang sangat aneh sekalipun, kau mau berjanji ?"
Syarat yang lucu. Benar-benar
pengemis ini aneh sekali. la mengawasi ragu-ragu. Dia akan diajak si pengemis
ke suatu tempat, tapi tidak boleh bertanya satu patahpun juga, biarpun
menyaksikan kejadian yang aneh. Sungpuh lucu syaratnya. Lagi pula, kemana dia
mau diajak ?
"Baiklah,"
mengangguk Giok Han. "Aku mau memenuhi syaratmu."
"Jangan begitu mudah
menyanggupi syaratku itu ! Kalau nanti kau melanggar janjimu, berarti aku batal
memberitahukan padamu tentang orang yang hendak kau temukan itu !"
Giok Han mengangguk. Terlanjur
ia sudah meminta keterangan dari pengemis ini, juga memang ia merasa heran
melihat sepak terjang si pengemis. Karenanya ia segera menyanggupi. "Nah,
mana kau ingin mengajakku ?"
"Kau tidak usah bertanya
! Bukankah tadi kau sudah menyanggupi untuk tak bertanya apa-apa ? Mengapa
sekarang belum lagi pergi dari kuil ini sudah bertanya tetek-bengek ?"
Giok Han mengangkat bahunya.
Benar juga, dia sudah berjanji tidak akan bertanya apa-apa, sekarang belum lagi
pengemis itu mengajaknya pergi, dia sudah melanggar janjinya.
"Ayo kau ikut aku,"
mengajak si pengemis, tubuhnya melesat turun dari tembok kuil di sebelah luar,
berkelebat berlari gesit sekali. Giok Han mengikutinya. Ginkang pengemis itu
memang tinggi, karena dia bisa berlari sangat cepat. Giok Han mengikuti sambil
bertanya-tanya pada dirinya sendiri, mau diajak kemana dia ?
Apa sebabnya ia tidak boleh
bertanya apa-apa pada si pengemis ? Siapa sebenarnya pengemis yang perangai dan
tabiatnya demikian aneh? Juga dia heran melihat ilmu silat pengemis ini tidak
rendah, menunjukkan bahwa pengemis ini bukanlah pengemis sembarangan. Dari
pintu perguruan manakah pengemis ini ? Siapa gurunya ? Dari Kaypangkah ?
Sedang Giok Han berlari
mengikuti si pengemis, tak terasa ia telah dibawa si pengemis ke sebuah tempat,
yang membuat dia memandang lebih heran. Tempat itu penuh dengan pohon-pohon
bunga beraneka warna, indah sekali, sunyi, tak ada sebuah rumahpun.
Tak ada seorang manusiapun,
keadaan di sekitar itu diterangi cahaya matahari senja, karena sudah mendekati
magrib. Si pengemis sudah berhenti, duduk di bawah sebatang pohon yang daunnya
rimbun.
"Sahabat .... tempat
apakah ini ?" Tanya Giok Han yang masih heran melihat si pengemis
mengajaknya ke tempat yang mirip-mirip taman bunga.
Si pengemis mendelik, bola
matanya tampak bulat memandang tajam pada Giok Han. Segera Giok Han teringat
bahwa ia tak boleh bertanya-tanya apapun pada si pengemis. Dia bungkam. Duduk
tidak jauh dari tempat duduk si pengemis. Hatinya kembali diliputi tanda-tanya.
Apa yang ingin dilakukan
pengemis ini mengajaknya ke sini ? Tempat apakah ini ? Siapa pemilik tempat ini
? Melihat bunga-bunga yang tumbuh terawat dan teratur dengan baik, jelas ini
bukan daerah liar yang ditumbuhi pohon-pohon bunga liar, pasti ada pemiliknya.
Lama juga Giok Han cuma
mengawasi si pengemis duduk bengong tak mengucapkan sesuatu. Hari semakin
gelap, karena magrib telah tiba.
Waktu itu si pengemis memberi
isyarat padanya, agar ikut dengannya. Giok Han diajak melewati dua baris bunga
Huang-she, yang bunganya berwarna kuning terang cemerlang indah-sekali tumbuh
dalam ketinggian sepinggang manusia. Giok Han mengikuti saja, sekarang biarpun
hatinya masih diliputi tanda-tanya, dia tidak banyak bertanya. Cuma, matanya
mengawasi tajam dan waspada, kuatir jika pengemis ini bermaksud sesuatu yang
sekiranya bisa membahayakan dirinya.
Tidak jauh pengemis itu
mengajak Giok Han berjalan, sampai akhirnya dia berhenti dan menarik lengan
Giok Han agar lebih dekat dengannya. "Kau lihat asap itu ?" tanya si
pengemis.
Giok Han mengangguk.
"Asap apa itu ?"
tanya Giok Han heran, melihat dari sebatang pohon, di mana pada bagian pucuk
atas pohon itu keluar semacam asap tipis. Batang pohon itu rupanya dilobangi,
cukup besar, dari situlah keluar asap yang tipis tersebut.
"Sekali lagi kau rewel,
aku membatalkan janjiku. Selanjutnya kau-boleh pulang saja ke rumah
penginapanmu!" bisik si pengemis tapi suaranya ketus.
Giok Han tersenyum sambil
angkat bahunya, karena dia ingat kembali telah melanggar janjinya untuk tak
bertanya-tanya, walaupun melihat segala yang aneh.
Pengemis itu merogo sakunya,
mengeluarkan semacam botol, memberikan dua butir pil pada Giok Han. "TeIan
ini."
"Apa ini ?"
"Telan ? Kembali kau
melangar janjimu! Ayo telan!" desis si pengemis.
Giok Han ragu-ragu.
"Ayo telan !" bentak
si pengemis, perlahan suaranya, ketika melihat Giok Han hanya memainkan dua
butir pil ditangannya tanpa mau menelannya.
Giok Han memasukkan kedua pil
itu ke dalam mulutnya. Harum sekali kedua pil itu terasa nyaman pada mulutnya.
Giok Han yakin, tentunya ini semacam pil yang tak beracun. Maka dia mengunyah
dan menelannya.
"Sekarang kau terbebas
dari pengaruh racun yang bisa mematikan !" bisik pengemis itu lagi.
"Racun yang mematikan
?"
"Jangan bertanya"
bentak pengemis itu perlahan. "Dengarkan saja keteranganku !"
"ingat, ini terakhir
kali, kalau kau masih rewel bertanya, aku tak akan meladenimu lagi !"
Giok Han mengangguk,
benar-benar aneh tabiat pengemis ini. Entah racua apa yang dimaksudnya. Kedua
pil obat yang diberikan padanya tentunya sebagai penangkal racun. "Asap
tipis yang keluar dari puncak batang pohon adalah asap beracun. Tidak ada
manusia atau binatang apa saja yang bisa mendekati garis lingkaran satu li pada
tempat itu.
Jika sekali saja menghirup
udara yang mengandung asap beracun, seseorang akan segera mati, karena
pernapasannya tertutup, tubuhnya segera keracunan dan membusuk menjadi rusak,
sampai tinggal hanya tulang tengkoraknya saja!"
Giok Han ksget. Begitu
hebatkan racun dari asap tipis yang keluar dari batang pohon itu ? Tapi dia
diam saja, dia ingat janjinya tak akan bertanya apa-apa. Kalau dia membandel
dan bertanya lagi, pasti pengemis itu akan membuktikan ancamannya, yaitu tidak
akan meladeninya dan tidak akan memberitahukan apa yang akan mereka lakukan
saat itu.
"Sekarang kau telah
memakan dua butir pil PERAMPAS ARWAH dariku, maka kau tidak akan terpengaruh
oleh asap beracun itu, walaupun kau berada di samping pohon yang mengeluarkan
asap tipis itu, kau tak akan celaka. Dirimu sudah kebal terhadap racun itu."
Giok Han hanya mengangguk.
Si pengemis menunjuk ke arah
kanan.
"Lihat ular itu ...
"
Giok Han melihat seekor ular
tengah beringsut menuju ke batang pohon. Binatang melata itu meluncur
perlahan-lahan dan akhirnya tubuhnya melingkar. Seperti ada sesuatu yang hendak
diserangnya. Kepala ular terangkat naik, siap menanti serangan musuh.
Namun, tak lama kepala ular
tersebut terangkat, karena kepala binatang melata itu lunglai lemas, jatuh
rebah di tanah. Tubuh ular itu diam tak bergerak.
"Ular itu sudah
mati," bisik pengemis itu lagi. "Terkena asap beracun yang mengandung
pada udara. Lihat, dia mati sebelum bisa melewati terlalu jauh dari garis
lingkar satu lie pada batang pohon itu.Manusiapun akan mati,seperti itu."
Giok Han menggidik. Apa lagi
tak lama kemudian dia melihat ular itu sudah hancur luluh tubuhnya, mencair
seperti membusuk-Bukan main dahsyatnya racun yang keluar dari batang pohon
tersebut. Racun apakah sehebat itu, yang dikeluarkan oleh pohon tersebut ?
Juga pohon beracun apakah yang
bisa mengeluarkan racun sehebat itu ? Walaupun hatinya diliputi tanda-tanya
yang membingungkan, Giok Han tidak berani bertanya, karena kini dia ingat akan
janjinya yang tak boleh dilanggarnya lagi, yaitu tak boleh bertanya apapun
juga, biarpun menyaksikan sesuatu kejadian yang paling aneh sekalipun.
Pengemis itu sudah menarik
tangan Giok Han. "Mari kita mendekati batang pohon itu."
Giok Han menurut saja, dia
mendekati batang pohon yang cukup besar, di sisi si pengemis. Diawasinya batang
pohon itu. Hanya batang pohon biasa, asap tipis masih tetap keluar dari lobang
di puncak batang pohon tersebut. Tercium semerbak yang keras pada penciuman
Giok Han.
Bingung Giok Han melihat
kelakuan pengemis ini, entah apa yang ingin dilakukannya di situ. la hanya
mengawasi saja. Pengemis tersebut mengajak Giok Han menempatkan diri mereka di
balik pohon-pohon bunga yang bergerombol. Lama mereka berdiam di situ, membuat
Giok Han tak sabar.
Rupanya si pengemis mengetahui
perasaan Giok Han, dia mendekati mulutnya pada telinga Giok Han. "Jika
terjadi sesuatu, apapun yang terjadi, tak boleh sepatah katapun kau ucapkan.
ingat pesanku ini. Sekali saja kau bertanya dan bersuara, kita berdua bisa
celaka !"
Perkataan si pengemis membuat
Giok Han tambah heran dan tidak mengerti. Entah apa yang tengah mereka naniikan
di situ, dan apa yang ingin diperbuat oleh si pengemis. Juga, mengapa mereka
bisa celaka kalau ia bertanya sesuatu kepada pengemis tersebut.
Tengah pikiran Giok Han
dipenuhi tanda-tanya yang tak terjawab, mendadak tangannya ditarik perlahan
oleh si pengemis. Mulutnya dimonyongkan ke arah sebelah kanannya. Giok Han
melihat ke arah yang ditunjuk oleh isyarat pengemis ini.
Tampak seorang penunggang kuda
yang berhenti di luar gerombolan pohon-pohon bunga, terpisah 1 lie lebih dari
batang pohon, tempat di mana Giok Han dan si pengemis menempatkan diri mereka.
Walaupun malam sudah tiba dan keadaan di tempat itu mulai gelap, namun Giok Han
masih bisa melihat cukup jelas, matanya memang sudah terlatih untuk melihat di
tempat gelap, apa lagi saat itu dibantu oleh sinar bulan yang remang-remang.
Melihat bentuk tubuh orang
yang turun dari kuda tunggangannya, rupanya dia seorang bertubuh tinggi besar, kasar
dan juga memiliki ginkang yang tinggi, karena cara dia turun dari kudanya,
nampak dengan melompat ringan tanpa mengeluarkan suara sedikitpun, padahal
disekitar tempat itu bertaburan banyak sekali daun-daun kering yang berguguran
dari pohon-pohon bunga.
Orang itu tampak memandang
sekeliling-nya. sikapnya seperti ragu-ragu, kemudian terdengar suaranya:
"Toat-beng-sin-ciang ! Aku Lui Pek Sam ingin bertemu denganmu, ada pesan
dari Hongsiang !"
Kaget Giok Han. Siapakah orang
ini, yang mengaku membawa pesan dari Hongsiang (kaisar)? Apakah dia pahlawan
raja? Di-perhatikan lebih cermat, dalam keremangan malam, pakaian orang itu
terlihat sama-samar, tapi Giok Han yakin orang itu bukan memakai baju kebesaran
sebagai pembesar negeri ataupun pahlawan istana Kaisar. Pakaiannya justru tidak
beda bahan pakaian orang Kangauw umumnya, yang dari potongannya tampak ia
seperti orang Selatan.
Giok Han melirik pada si
pengemis di sampingnya, si pengemis mengetahui rasa heran pada Giok Han, dia
geleng-geleng memberi isyarat agar Giok Han tidak bertanya atau mengeluarkan
suara. Kemudian si pengemis memusatkan seluruh perhatiannya pada orang yang
mengaku bernama Lui Pek Sam.
Lui Pek Sam berdiri diam
sejenak dengan sikap agak gelisah, ia rupanya menantikan jawaban dari orang
yang diduga berada didalam taman bunga itu. Giok Han sendiri bertanya-tanya,
entah siapa orang yang bergelar Toa-beng-sin ciang (Tangan Sakti Pencabut Nyawa)
itu ? Menngapa gelarannya itu demikian menyeramkan ?
Keadaan di sekitar tempat itu
tetap sunyi, tak terdengar suara apapun jnga, selain suara daun-daun
pohon-pohon bunga yang berkeresekan terhembus angin.
Lui Pek Sam rupanya semakin
tak sabar.
la meropo sakunya dan
mengacungkan sesuatu yang berkilauan di malam gelap terkena sinar bulan.
"Toat-beng-sin-ciang..!
Lihatlah, aku membawa Kim-pai (papan emas) Hongsiang !"
Tambah kaget Giok Han. Da tehu
apa artinya seseorang dengan membawa Kim-pai, yang sama saja berarti orang itu
mewakili Kaisar yang memiliki kekuasaan sepenuhnya, sama saja seperti Kaisar
yang datang sendiri dan siapa saja harus menyambutnya maupun memperlakukannya
sama seperti tengah berhadapan dengan Kaisar.
Kim-pai (papan emas) Kaisar
adalah sepotong pai yang berukiran empat huruf yang berbunyi :
"Jie-tim-cin-Ieng" (Seperti juga Kami datang sendiri), karenanya
siapapun yang membawa Kim-pai itu, berarti sama saja dia dengan Kaisar, yang
harus diperlakukan dengan segala hormat, setiap perintahnya harus dedengar dan
dilaksanakan sebaik baiknya.
Sekarang orang itu, yang
mengaku bernama Lui Pek Sam membawa Kim-pai. tanda kebesaran dan kekuasaan
Kaisar, jelas dia bukan orang sembarangan. Setidak-tidaknya dia orang
kepercayaan Kaisar.
Tetap sunyi di sekitar tempat
itu. Lui Pek Sam sudah tak sabar. "Dengarlah Toat-beng-sin-ciang, jika kau
tak mau keluar memperlihatkan diri, biarlah aku yang akan lancang masuk ke
daerah larangan milikmu ini ! Maaf, jangan kau nanti menyesali aku sebagai tamu
tak menghormati tuan rumah."
Tetap sunyi, tak ada jawaban.
Lui Pek Sam melangkah maju, ia memasuki taman bunga dengan langkah penuh
kewaspadaan, kemudian dia berhenti setelah melangkah lagi belasan tindak, waktu
mencium sesuatu yang harum, Terdengar dengus mengejek, kemudian gumamnya:
"Toat-beng-sin-ciang.
kukira segala macam racun-racunmu hanya bisa mematikan semut-semut, mana
mungkin bita mencelakai aku, Lui Pek Sam ? Hah-hah-hah-, sungguh seorang tuan
rumah yang terlalu angkuh dan kurang ajar, tak mau menerima Kim-pai Hongsiang
!" la menghabisi perkataannya dengan kakinya melangkah lebih jauh, ingin
mendekati batang pohon yang mengeluarkan asap tipis menyiarkan harum semerbak.
Giok Han mengerutkan alis
melirik pada si pengemis. Lui Pek Sam jelas orang Kaisar dan berarti orang she
Lui itu lawannya. Jika memang Lui Pek Sam ingin mengganggu orang yang bergelar
Toat-beng-sin-ciang, walaupun Giok Han sendiri belum lagi melihat orangnya dan
belum mengetahui siapa orang yang bergelar seseram itu, ia sudah memutuskan
untuk membantu Toat-beng-sin-ciang, kalau tokh Lui Pek Sam hendak
mencelakainya. Tangannya mengepal keras.
"Jangan bersuara..
." bisik si pengemis perlahan sekali suaranya.
Lui Pek Sam merandek diam
sejenak, seakan dia mendengar samar suara sesuatu. Dia memasang telinganya
untuk memperhatikan sekelilingnya, memperhatikan lebih cermat dan berusaha
untuk mendengar kalau-kalau memang ada seseorang yang bicara, Tadi samar-samar
dia seperti mendengar orang yang berkata-kata, tentunya disekitar tempat ini
ada orang, yang diduganya pasti Toat-beng-sin-ciang.
"Hah hah hah ! Toat-beng
sin-ciang . . tidak kusangka sekarang kau menjadi manusia paling pengecut yang
cuma bisa menyembunyikan ekor ! Keluarlah ! Untuk apa hanya bisik bisik seperti
itu? Apakah memang kau tak berani untuk menyambut Kim-pai Hong-siang?"
Kaget Giok Han. Luar biasa
tajam pendengaran Lui Pek Sam Sebetulnya jarak orang she Lui dengan tempat di
mana Giok Han dan si pengemis menempatkan diri masih terpisah satu lie, namun
suara bisikan si pengemis yang begitu perlahan masih juga terdengar oleh Lui
Pek Sam, hal ini membuktikan bahwa kepandaian orang she Lui tersebut memang
sangat tinggi.
Apa lagi mengingat orang she
Lui itu adalah orang kepercayaan kaisar, tentu merupakan orang yang
berkepandaian sangat diandalkan, di mana ia membawa Kim-pai hanya seorang diri.
Padahal menurut kebiasaan yang ada, Kim-pai dibawa oleh seorang thaikam
diiringi oleh sepasukan tentara dan beberapa pahlawan kaisar, juga dikeluarkan
Kim-pai jika Kaisar hendak menghukum seseorang, baik pembesar kerajaan yang
dianggap berkhianat dan berdosa, ataupun terhadap orang-orang yang tak disukai
Kaisar.
Tapi, Lui Pek Sam justeru
hanya seorang diri datang di tempat ini, entah apa yang ingin dilakukannya
dengan membawa Kim-pai kaisar ? Benar-benar merupakan tanda tanya yang tak habis-habisnya
dan tak terjawab bagi Giok Han. Cuma saja, dia ingat pesan si pengeinis agar
dia tidak boleh bertanya sepatah perkataan walau menyaksikan kejadian yang
paling aneh sekalipun, maka Giok Han berdiam diri saja, cuma matanya mengawasi
deugan tajam ingin mengetahui apa yang akan dilakukan Lui Pek Sam selanjutnya.
Tubuh Lui Pek Sam dengan
meloncat mendekati batang pohon yang mengeluarkan asap tipis harum itu. dengan
beberapakali loncatan ia sudah melalui hampir seratus meter. Tapi, mendadak ia
berhenti, mengawasi dengan sikap tegang, pada mukanya tampak keragu-raguan.
la mengendus-endus beberapa
kali, kemudian mengambil sesuatu dari sakunya, menelan beberapa butir pil obat
! Rupanya ia tahu, asap harum itu sangat beracun dan ia memakan obat yang bisa
menangkalkan racun yang disiarkan oleh asap tipis itu. Baru kemudian dengan
hati-hati ia maju selangkah demi selangkah.
"Toat-beng-sin-ciang,
apakah kau benar-benar tak mau memperlihatkan diri menerima Kim-pai
Hongsiang?" Suaranya menggema di sekitar tempat itu, rupanya ia sudah tak
sabar lagi, diliputi kemendongkolan yang sangat.
Giok Han tengah memperhatikan
dengan hati ketarik, ia tahu, kalau Lui Pek Sam tiba di dekat batang pohon,
niscaya akan terlihat olehnya si pengemis dan dirinya. la bersiap siap untuk
menghadapi orang kepercayaan kaisar itu. Tapi pengemis di sampingnya mengambil
sesuatu dari sakunya, Giok Han melirik, dilihatnya si pengemis mengeluarkan
sebuah botol berbentuk sangat kecil dan membuka tutupnya.
Segera tersiar harum yang aneh
sekali, sangat keras, terbawa oleh angin. Di waktu itulah harum yang terpancar
dari dalam botol, telah tercium oleh Lui Pek Sam, karena mukanya seketika
berobah jadi tegang, ia coba melangkah maju lagi, namun mendadak mulutnya
berseru heran, tubuhnya bergoyang, kemudian dia seperti orang kebingungan
menggaruk beberapa bagian tubuhnya, semakin lama semakin cepat, akhirnya dia
telah mundur dengan mulut mencaci-maki kasar sekali.
Heran Giok Han melihat itu,
hatinya juga terkejut. Waktu itu timbul perkiraan di hatinya, apakah pengemis
di sampingnya ini yang bergelar Toat-beng-sin-ciang ? Tapi usianya masih begitu
muda, tidak mungkin pengemis bermuka cakap dan muda usia seperti itu bergelar
seseram itu.
Hanya saja, mengapa dia yang
mempergunakan hawa beracun dari botolnya untuk menyerang Lui Pek Sam ? Banyak
tanda-tanya memenuhi hati Giok Han, sejauh itu tetap saja ia tidak memperoleh
jawabannya Dengan masih terheran-heran tak mengerti, ia cuma mengawasi- si
pengemis.
Si pengemis telah menutup
kembali botolnya, kemudian berkata dingin: "Orang she Lui, jika kau
membandel meneruskan langkahmu memasuki tempatku, berani kau mencari kematianmu
sendiri, jangan sesalkan aku turunkan tangan terlalu berat padamu ! Tadipun kau
telah menghirup udara mengandung racun kim-hong (tawon emas), dalam waktu lima
hari jika tidak memperoleh penawarnya, tubuhmu akan membusuk menemui kematian
dengan cara sangat menyedihkan ! Selama lima hari ini tubuhmu akan gatal-gatal,
pergilah kau baik-baik merawat diri, mungkin bisa bertahan selama dua bulan
kalau memperoleh perawatan yang baik!"
Kini tak ragu lagi Giok Han
bahwa orang bergelar Toat beng-sin-ciang pasti si pengemis di sampingnya. Dia,
jadi tak mengerti orang muda ini bisa bergelar demikian seram dan juga pandai
sekali menggunakan racun. Besar dugaan Giok Han, bahwa taman bunga ini milik si
pengemis.
Namun, mengapa si pengemis
sebagai seorang yang berkepandaian tidak rendah dan pandai sekali menggunakan
racun, malah berpakaian sebagai pengemis ?
Lui Pek Sam masih
menggaruk-garuk sekujur tubuhnya, rupanya ia menderita gatal yang cukup berat.
"Toat-beng-sin ciang, kau sudah berani menolak Kim-pai Hongsiang dan
sekarang mencelakai aku, Kong Hong istana semacam pangkat lebih tinggi dari
Sie-wie, pengawal istana). Baiklah. dosa-do-samu semakin besar saja. Akan
kusampaikan pada Hongsiang, hukuman apa sekiranya yang tepat untukmu!"
"Pergilah kau baik-baik
merawat diri, jika terlambat jiwamu sulit untuk dilindungi Iagi." dingin
sekali suara si pengemis
Liu Pek Sam tidak menjawab,
hanya tangannya menyalakan bibit api, dia bermaksud membakar taman bunga itu.
Tapi waktu api pertama dilempar pada gerombolan pohon, si pengemis telah
menimpukkan sesuatu padanya, segera Kong Hong istana kaisar itu melompat mundur
dengan muka yang berobah pucat, cepat-cepat memutar tubuhnya, naik keatas
kudanya yang dilarikan dengan cepat meninggalkan tempat tersebut.
Rupanya barang yang
ditimpukkan si pengemis tak lain sebutir pil yang menyiarkan bau yang busuk
sekali, sehingga Liu Pek Sam cepat menduga bahwa pil itu adalah semacam pil
beracun yang sangat dahsyat cara kerjanya, yang membuat dia cepat-cepat
menjauhi diri meninggalkan tempat tersebut.
Si pengemis menghela napas
sambil tertawa. "Manusia dungu tak tahu selatan!" menggumam perlahan
menoleh pada Giok Han.
"Kau lihat, dia tak
mungkin dapat memasuki daerah ini sekehendak hatinya. Bukan dia saja, siapapun
orangnya."
"Tapi... kalau kebetulan
ia datang di saat kau tak ada di sini ?" tanya Giok-Han.
"Hemmmm, siapapun tak
akan dapat masuk kemari!" jawab si pengemis. Bola matanya main mengawasi
Giok Han. "Dan, syaratku masih tetap berlaku, kau tak boleh bertanya
apapun juga !"
Giok Han tersenyum. "Aku
tak menyangka dalam usia semuda ini ternyata kau sangat lihai memainkan racun !
Gelaran-mupun cukup membuat orang mendengarnya jadi menggidik."
"Hemmmm, jangan
rewel!" bentak si pengemis sambil mendeliki matanya.
"Racun apa yang kau pakai
tadi mengusir Kong Hong istana ?" tanya Giok Han tersenyum.
"Kau ini benar-benar
kepala batu, sudah kupesan jangan bertanya apa apa, tapi kau terialu revel dan
cerewat! Atau, memang kita batalkan saja perjanjian kita".
Giok Han angkat bahunya sambil
tersenyum. "Baik, baik, aku tidaK akan cerewet lagi, sahabatku yang
menyeramkan," katanya bergurau.
Si pengemis ingin tertawa,
tapi ia menahan tawanya itu dan pura-pura sibuk merapikan bajunya yang tadi
agak terangkat keatas akibat dia berjongkok.
"Kita mau kemana
lagi" tanya Giok Han.
"Nan, kau sudah mulai
cerewet lagi banyak bertanya," menggerutu si pengemis.
"Tapi mana mungkin aku
harus jadi orang gagu terus menerus, sedangkan kau tidak menjelaskan apa yang
akan kita lakukan ?" jawab Giok Han.
"Kita akan berdiam terus
di sini sampai pagi. Aku sedang menunggu seseorang, yang bisa memberitahukan
padamu nanti tentang Siang-koan Giok Lin."
"Siangkon Giok Lin?"
"Ya.... bukankah kalian
bermusuhan?"
"Apa saja yang kau
ketahui tentang Siangkoan Giok Lin?"
"Sudah kuberi tahukan
kepada mu, tak lama lagi akan datang ?seseorang yang bisa menceritakan segala
sesuatunya tentang Siangkoan Giok Lin."
"Lalu apa hubungannya
antara Siang-koan Giok Lin dan Liu Pek Sam, Kong Hong dari istana kaisar?"
"Hemm, memang ada
hubungannya antara mereka berdua. Tapi. kuperingatkan padamu,sekarang kau sudah
terlampau banyak bertanya!"
"Oya. Aku lupa
lagi."
"Mulai sekarang, kau
benar-benar harus tutup mulut, sepatah kata pun tak boleh kau ucapkan. Jika kau
melanggar pesanku ini, ke selamatan jiwamu tak kujamin lagi!"
"Apakah begitu
berbahayanya jika aku bertanya sesuatu kepadamu?"
"Terserah padamu, mau
mendengarka'n baik-baik dan menuruti pesanku itu, atau memang kau mau membawa
caramu sendiri, tapi aku tak bisa menjamin lagi keselamatanmu! Akupun tak bisa
membiarkan kau berada disini pula"
Giok Han meleletkan lidahnya,
kemudian diam tak membuka mulut lagi. Melihat lagak Giok Han, diam-diam
sipengemis menahan tertawa.
Giok Han duduk diam melamun.
Pikirannya jadi melayang-layang teringat pada gurunya, saat-saat ia akan turun
gunung dan diberi wejangan pada gurunya, yahu Tai Giok Siansu. Harus
diingatnya, gurunya pernah berpesan agar ia harus berusaha membantu perjuangan para
pecinta negeri, di samping berusaha mencari Tang San Siansu dan menghukumnya,
walaupun Tang San Siansu memiliki ilmu andalan yang sangat dahsyat, namun Giok
Han harus mengalahkannya. Untuk menghadapi Liong-beng-kunnya Tang San Siansu
telah diajarnya berbagai ilmu tingkat tinggi oleh gurunya. Satu pesan guru yang
di rasa benar, yang berpesan agar Giok Han sudah turun gunung, ia harus memakai
julukan "Liong-kak-sin-hiap yang menyebabkan Giok Han selalu
memperkenalkan diri pada siapapun sebagai Liong-kak-sinhiap ( Pendekar sakti
Cula Naga ), guna memancing Tang San Siansu dari tempatnya bersembunyi.
Waktu perpisahan, Tai Giok
Siarru telah berpesan untuk terakhir kali pada cucu murid merangkap murid
tersebut: "Han-jie, Liong-kak adalah semacam senjata yang pernah dibuat
oleh seorang ahli ternama pada 2000 tahun yang lalu. Senjata yang bentuknya
seperti tanduk itu, memiiiki khasiat yang luar biasa. Setiap orang yang
memiliki ilmu kebal Tiat po-san maupan Kim-Cong To, tak akan sanggup menghadapi
senjata Liong-kak, karena begitu tersentuh akan lenyap kekebalannya dan orang
tersebut akan terbinasa. Karenanya, setelah ku renungkan mengapa Tang Bun
selalu mengoceh tentang Liong kak, jelas yang dimaksudkannya adalah Liong kak
tung (Tongkat Cula Naga ), yang telah diketahuinya akan dapat menghadapi
"Liong beng kun". Hal ini ku cari setelah sekian bulan merenungkan.
Memang dulu Liong-kak-tung
merupakan senjata pusaka yang diperebutkan oleh seluruh tokoh-tokoh kangouw,
siapa saja ingin memiliki pusaka tersebut. Dulu, senjata tersebut pernah
menjadi milik Ciangbunjin Heng san pai, kemudian lenyap tak diketahui kemana.
Semua orang gagah mencarinya, tapi selalu gagal, tentang Liong kak tung
akhirnya dilupakan orang. Siapa tahu urusan Liong kak tung ini seperti muncul kembali..
rupanya Tang Bun sudah mendengar tentang Liong kak tung, dalam penyelidikannya
ia mengetahui dimana adanya Liong kak-tung yang bisa memusnahkan "Liong
beng kun"nya Tang San, murid murtad itu. Hanya sayang ia keburu dicelakai
oleh Tang San.
Kau harus pergi menghubungi
seorang yang memiliki pergaulan yang sangat luas, yang selama ini hanya
mengurung diri dan tak mau mencampuri urusan rimba persilatan. Dia bernama Li
Pian, si serba bisa. Yang sulit tak diketahui dimana ia berada, karena tempat menetapnya
tak menentu, memiliki perangai yang sangat aneh serta luar biasa.
Jika ia mau membantumu
menyelidiki tentang Liong-kak-tung, tentu bisa diharapkan untuk mendengar lebih
jelas perihal senjata pusaka tersebut. Dulu waktu mudanya Li Pian seorang tokoh
kaypang. hanya bentrok dengan pangcunya berselisih pendapat, ia keluar dari
kaypang- Walaupun demikian kesenangannya untuk tetap berpakaian sebagai seorang
pengemis tak juga hilang, ia selalu berpakaian compang-camping sama halnya
seperti pengemis kaypang umumnya.
Menurut yang kudengar, ia kini
berada didaerah Selatan, jika kau bernasib beruntung tentu bisa mencari dan
bertemu dengannya. Aku sudah terlalu tua, juga tawar melihat kekotoran demikian
mempengaruhi dunia, disamping kecewa terhadap murid-murtad itu. Kukira, sudah
saatnya aku kembali kepada Yang Mencipta.
Keesokan paginya, waktu Giok
Han selesai memasakkan santapan pagi untuk gurunya dan ingin memanggilnya
keluar dari dalam kamar, ia jadi tertegun. Gurunya duduk bersila dengan wajah
yang bening bersih, tapi napasnya sudah tak ada. Rupanya Tai Giok Siansu sudah
menutup mata dengan cara yang sangat tenang sekali.
Dengan hati sangat berduka
Giok Han mengubur jenazah gurunya dan tiga hari kemudian turun gunung, untuk
melaksanakan pesan merangkap perintah gurunya yang menghendaki dia menghukum
murid murtad Tang-San.
Memang Tai Giok Siansu pernah
memberitahukan juga kepada Giok Han, menghukum Tang San Siansu bukan berarti
harus membunuhnya, cukup dengan memusnahkan seluruh kepandaian Tang San Siansu,
dan itupun berarti sudah cukup menghukumnya Tang San selalu melakukan kejahatan
dengan mengandalkan kepandaiannya, jika ilmu silatnya bisa dimusnahkan Giok
Han, tentu ia menjadi manusia yang tak berbahaya lagi, juga tidak membahayakan
keselamatan orang-orang kang ouw pada umumnya.
Teringat akan semua pesan
gurunya Giok-Han menghela napas dalam-dalam, ia merasa sedih kalau ingat
sekarang benar-benar dirinya yatim piatu tak ada orang yang dekat lagi
dengannya. Namun. teringat bahwa ia ditugaskan gurunya untuk membantu para
orang gagah pecinta negeri, semangatnya jadi terbangun, perjuangan untuk
mengusir penjajah merupakan perjuangan sangat mulia walaupun harus mengorbankan
jiwa dan segalanya, merupakan perjuangan yang sangat membanggakan hati.
Karenanya, lenyap kesedihannya, timbul kegembiraan ditambah semangat yang
menyala nyala.
"Kau ini sungguh aneh,
sebentar sedih meringis kemudian tersenyum-senyum seorang diri, seakan akan
orang yang sudah terganggu pikirannya!" Giok Han dikagetkan oleh teguran
sipengemis disampingnya. "Apasih yang kau pikirkan sampai bengong-bengong
begitu?"
"Aku teringat pada
mendiang guruku..." menyahuti Giok Han sambil tersenyum. "Memang.
tertawa-tawa sendiri, lalu menangis, sama seperti orang yang telah kehilangan
akal sehatnya."
Muka si pengemis berobah
merah, pipinya merah. "Kau menyindirkan, ya ? Mengejeklah ya ?"
"Oooooooh, tidak, mana
berani ?" menyahuti Giok Han cepat sambil geleng-geleng kepala dan menanan
tawanya. "Aku tadi meringis-ringis seperri mau menangis, kcmudiaa
tersenyum-senyum sendiri, bukankah perbuatan itu sama seperti orang yang kurang
waras !"
"Tapi aku tahu kau
mengejek dan ingin menghinaku !" si pengemis tetap bersikeras dan mukanya
tetap cemberut.
Kewalahan juga Giok Han
menghadapi kelakuan pengemis ini, yang seperti gadis manja. "Aneh, lagak
dan tingkahnya seperti wanita saja, sering ngambek dan kepala batu." pikir
Giok Han. Namun akiiirnya dia jadi geli sendiri, tersenyum-senyum, mana mungkin
si pengemis ini seorang wanita, atau mungkin saja kalau banci ! Bukahkah dia
berpakaian sebagai seorang pengemis muda bermuka kotor dan mesum ? Mana ada
seorang gadis yang mau mesum-mesum sepeti itu ?
"Apa yang kau tertawakan
? Aku lucu ya ?" bentak si pengemis ketika melihat Giok Han
tersenyum-senyum sambil mengawasinya. Muka si pengemis tetap cemberut.
"SudahIah, sahabat, untuk
apa kita ribut mulut. Aku hanya mentertawakan diriku sendiri, yang seperti
manusia tolol berdiam di sini bersamamu tanpa tahu apa yang ingin dilakukan..
" Tapi bicara sampai di situ, Giok Han berhenti bicara, dia mengawasi ke
depan pada kegelapan malam, karena seperti melihat sesuatu.
Si pengemis juga mengikuti
pandang mata Giok Han, dan memang tampak berkelebat beberapa sosok tubuh
terpisah cukup jauh, mungkin dua lie, di luar dari taman bunga tersebut.
Sosok-sosok tubuh itu bergerak
lincah sekali sekali lihat saja Giok Han tahu mereka semuanya tentu orang-orang
yang memiliki kepandaian tinggi, terbukti dan ginkang mereka yang membuat
masing-masing bisa lari seperti terbang saja.
Si pengemis menarik tangan
Giok Han agar mereka berjongkok bersembunyi pula di balik pohon-pohon bunga
yang bergerombol, mengawasi orane-orang yang tengah berlari mendatangi itu.
Cepat sekali orang-orang itu sudah tiba di dekat tempat tersebut, hanya terpisah
salu lie.
"Kita jangan sembarang
masuk," terdengar salah seorang di antara pendatang itu berbisik kepada
kawannya. "Kita harus memancing dia keluar dari sarangnya..!"
Semuanya berjumlah lima orang.
Bentuk tubuh mereka macam-macam, ada yang jangkung, ada yang pendek cebol
cebol, ada pula yang bertubuh tegap.
Setelah memperhatikan sejenak,
hampir saja Giok Han berseru heran, karena ia segera mengenali salah seorang
dari para pendatang itu. Orang itu bertubuh cebol pendek, dan Giok Han ingat
orang itulah yang pernah mengajarkan dia berjalan dengan tangan tunggal saja,
berputar seperti gangsing, disertai pengerahan tenaga Tan-tian. Orang cebol
itulah yang sempat mengajarkannya di Siauw-sit-san ilmu ginkang dan juga
khikang yaitu "Tok Pie Ginkang".
"Orang yang bertubuh
cebol pendek itu See mo Uh Ma," berbisik Giok Han di pinggir telinga si
pengemis. Alis pengemis itu bergerak perlahan, tampaknya dia heran dan kaget.
"Kau kenal padanya ?" tanyanya. Giok Han mengangguk.
"Mau apa mereka datang
kemari ?" tanya si pengemis lagi melihat Giok Han tengah memperhatikan
kedatangan orang-orang itu.
"Entahlah. Tapi See-mo Uh
Ma pernah mengajarkan aku ilmu "Tok Pie Ginkang", sejenis ilmu
meringankan tubuh merangkap latihan khikang, dimana seseorang mempergunakan
tangan tunggal saja untuk berputar seperti gangsing dan bergerak lincah!"
"Kalau begitu masih ada
hubungan murid dan guru antara kau dengan dia?"
"Tidak... akupun tidak
mengetahui jelas tentang dirinya, pertemuan kami hanya kebetulan saja. "
"Siapa yang lainnya,
teman-teman si cebol itu ?"
"Aku tak
mengenalnya."
"Tampaknya kepandaian
mereka sama tingginya, sama lihainya," bisik si pengemis lagi.
Giok Han mengangguk.
Memperhatikan dengan seksama kepada orang orang itu, yang waktu itu telah
membagi diri daIam barisan sejajar, menghadap kepada taman bunga.
Empat orang teman See-mo Uh Ma
merupakan orang-orang tua yang pakaiannya aneh-aneh, ada yang seperti pengemis
Kay-pang, ada juga yang berpakaian sastrawan. Justeru yang berpakaian sastrawan
masih berusia muda remaja, mukanya cakap berkulit putih, alisnya tebal dan
matanya terang, selain pakaiannja sangat mewah sekali.
Lagak dan sikapnya agung,
angkuh dan seperti juga empat orang yang bersama dengannya hanyalah orang-orang
sebawahannya. Empat orang yang bersama pemuda itu, berikut See-mo Uh Ma,
merupakan orang-orang berusia lanjut di atas 50 tahun!
Pemuda yang berpakaian mewah
itu tampak mengamat-amati keadaan di sekitar tempat itu, akhirnya ia bilang
dengan suara perlahan, dengan sikap yang congkak dan angkuh sekali:
"Kalian harus hati-hati, taman bunga ini diperlengkapi dengan perangkap
dan racun yang sangat berbisa. Kalau sampai kita menghirup udara yang
mengandung racun, niscaya sulit untuk menyeret dia keluar dari sarangnya!"
Keempat orang lainnya, yang
dari sikapnya seperti laku orang bawahan, mengangguk mengiyakan. Mereka berlima
berdiam diri beberapa saat, rupanya tengah memperhatikan dan mempelajari
siiuasi dan kondisi tempat itu.
Pengemis di samping Giok Han
berbisik perlahan: "Siapa pemuda menjemukan itu ?"
"Aku pernah melihatnya
ketika ia datang bersama anak buahnya ke kuil Siauw Lim Sie, dia kabarnya anak
Cu Bian Liat, orang ke-biri kepercayaan kaisar. Kalau tidak salah nama pemuda
itu Cu Lie Seng . . . . ! Oooohhh . . , . ! Aku baru ingat, keempat orang itu
adalah orang-orang andalannya, See mo, Pak-mo, Tong ma dan Lam mo !"
"Ihhh," si pengemis
mengeluarkan seruan tertahan, beruntung ia cepat menutup mulut dengan
tangannya, kalau tidak tentu suaranya terdengar oleh kelima orang itu. Pengemis
ini tampaknya heran dan kaget mendengar disebutnya empat tokoh rimba persilatan
yang terkenal akan kelihaian ilmunya.
Yang membuat dia heran,
mengapa keempat tokoh rimba persilatan itu bisa bekerja di bawan kekuasaan
anaknya Cu Ban Liat, kebiri yang berkuasa besar setelah Kaisar? Alis pengemis
ini mengkerut, tapi akhirnya dia mendengus perlahan, rupanya hatinya mendongkol
sekali.
"Kalau begitu pemuda
menjemukan itu harus diberi pelajaran."
"Hati-hati, dulu saja dia
sudah memiliki kepandaian yang tinggi, apa lagi setelah lewat beberapa tahun,
tentu dia semakin lihai."
Pengemis itu tak bisa
menyahuti bisikan Giok Han, karena waktu itu Cu Lie Seng sudah bicara pada
keempat orang anak buahnya: "Apa saja yang dialami Liu-lopeh ? Beratkah
lukanya ?"
"Liu Pek Sam terkena
racun yang cukup dahsyat bekerjanya, tubuhnya gatal-gatal dan tersiksa rasa
sakit yang tak hentinya, membuatnya menggaruk terus menerus. Katanya, kalau ia
tak berhasil mengatasi reaksi racun di dalam tubuhnya, tak berhasil memperoleh
obat penawarnya, lewat dua bulan tubuhnya bisa membusuk dan akhirnya menemui
kematian dengan mengerikan." See-mo, si cebol menjelaskan.
"Uhhhhhh, yang melukainya
Toat-beng-sin-ciang ini ?" tanya Cu Lie Seng, dingin suaranya, tak
mengandung perasaan dan emosi, sama seperti wajahnya yang sama sekali tak
memperlihatkan perasaan apapun.
See-mo Uh Ma mengangguk.
"Benar, justeru sekarang kita harus bisa memaksanya keluar dari sarangnya,
lalu kita bekuk dan memaksanya pengeluarkan obat penawar untuk Liu Pek sam.
"
Cu Lie Seng mengangguk-angguk
perlahan dengan muka yang kaku, dia kemudian mengibaskan tangannya.
"Kalian berempat cari tempat persembunyian, biarkan aku yang menghadapi
dan memancing dia keluar dari sarangnya," Yang dimaksudkan Cu Lie Seng
dengan "dia" adalah Toat-beng-sin ciang.
Cepat sekali keempat tokoh
persilatan itu berpencar membagi posisi dalam mencari persembunyian di empat
tempat. Mereka bersiap-siap dengan berdiam diri, mengawasi Cu Lie Seng
melangkah maju lebih ke depan di taman bunga.
"Toat-beng-sin
ciang," kata Cu Lie Seng dengan suara yang disertai lwekang, karena waktu
itu tempat tersebut tergetar seperti juga pohon-pohon di situ tergetar dan
tanah bergoncang. "Aku Cu Lie Seng ingin berkenalan dengan kau dan
membicarakan beberapa persoalan. Harap kau keluar menyambutku, jangan sampai
aku lancang memasuki tempatmu. Kukira, tak ada baiknya jika kita dua pihak
saling bentrok, karena hal itu tidak akan menguntungkan pihakmu !"
Sunyi tak ada jawaban.
Setelah menunggu sejenak tak
ada jawaban Cu Lie Seng melanjutkan perkataannya lagi:
"Toat-beng-sin-ciang, kau sudah berdosa, karena melukai utusan Hongsiang !
Disamping itu tersiar kau hendak memberontak membantu para pemberontak,
karenanya jika kau tak mau menemui aku sekarang, bagaimana mungkin di waktu
mendatang bisa kau cuci bersih nama baikmu ? Aku memberikan kesempatan baik
kepadamu agar menjelaskan duduk persoalan kepadaku, mungkin nanti bisa
kupertimbangkan dan membicarakan pada Hongsiang agar kau diampuni, kita bisa
bersahabat. Tapi, kalau memang kau tak bersedia bertemu denganku, urusan akan
lain lagi dan lebih ruwet yang bisa membahayakan dirimu! Orang-orang Hongsiang
akan datang kemari untuk membekuk dirimu, waktu itu biarpun kau menyesal tentu
sudah terlambat!""
Tetap sunyi keadaan di sekitar
tempat itu, hanya terdengar suara Cu Lie Seng yang menggema. Giok Han berdua
pengemis hanya berdiam saja, tangannya dicekal si pengemis, agar dia tidak
melakukan gerakan. Tangan si-pengemis terasa dingin, jari-jari tangannyapun
dingin.
Giok Han merasakan ujung-ujung
jari tangan sipengemis tergetar, dia melirik. Akhir-nya dia mendekati bibirnya
pada telinga sipengemis, bisiknya: "Sahabat, kau jangan kuatir ! Biarpun
dia berlima berkepandaian tinggi, aku akan membelamu, aku jamin mereka tak
mungkin bisa mencelakaimu !"
Giok Han merasakan satu kali
lagi jari-jari tangan si pengemis tergetar, pipinya berobah merah dan matanya
mengawasi dengan sorot mata mengandung rasa terima kasih.
Giok Han tersenyum dan
mengangguk. "Jangan kuatir," bisiknya lagi untuk memberi semangat
kepada si pengemis, "Aku akan membelamu sekuat tenagaku!"
Waktu itu Cu Lie Seng rupanya
sudah habis kesabarannya, dia berseru lagi :"Toat-beng sin-ciang, jika sehirupan
teh tetap tak mau memperlihatkan diri untukmenerima kunjunganku, tak ada jalan
lain lagi..."
Baru saja dia bicara sampai
disitu, mendadak dari dalam gerombolan pohon bunga meluncur sebuar benda kecil
yang jatuh didekatnya. Benda kecil itu tidak meledak, hanya memberebes
mengeluarkan asap yang harum semerbak. Alis Cu Lie Seng mengerut, dia mundur
dua langkah dan memperhatikan.
"Hemmm,kau hendak
mempergunakan asap beracunmu untuk mencelakaiku ? Kau keliru dan bermimpi,
Toat-beng-sin-ciang ! Aku tak mungkin gentar terhadap racun-racunmu, karena
orang-orang ayahku yang ahli dalam meramu racun, telah membekaliku penangkal
racun yang hebat sehingga racun apapun tak mungkin bisa mencelakaiku !"
Sambil berkata begitu, tanpa
memperdulikan benda kecil bulat yang masih mengeluarkan asap, dia telah
melangkah memasuki taman bunga dengan langkah lebar, memang ia tak terpengaruh
apa-apa oleh asap beracun dan juga asap tipis yang tersiar dari lobang di
batang pohon.
Alis si pengemis
bergerak-gerak, sedang-Giok Han bersiap sedia unruk menghadapi putera thaykam
yang paling berkuasa di saat ini dalam kerajaan. Tapi tangan Giok Han dicekal
keras oleh kawannya yang membisikkannya juga. "Jangan melakukan gerakan
apapun. Diam saja."
Giok Han tak mengerti atas
sikap sahabatnya, namun dia menuruti dan berdiam tanpa melakukan suatu gerakan
apapun, biar Cu Lie Seng sudah melangkah maju mendekati batang pohon.
Mendadak terdengar suara yang
nyaring, batang pohon dimana keluar asap tipis telah rubuh, akan menimpa Cu Lie
Seng. Hanya saja, sejak tadi Cu Lie Seng sudah berlaku waspada, maka dia
meloncat kesamping, gesit gerakkannya, mudah sekali ia menghindarkan diri dari
timpahan pohon, dan ketika batang pohon itu kembali berdiri tegak, seketika Cu
Lie Seng yang cerdik ini mengetahui bahwa pada batang pohon itu dipasang alat
rahasia yang bisa menggerakkan batang pohon tersebut. Mata Cu Lie Seng bersinar
berkeredep mengawasi kebatang pohon, malah terdengar suara tertawanya.
"Hah-hah-hah,"
tertawa Cu Lie Seng di teruskan oleh kata katanya: "Sungguh perbuatan
pengecut! Keluarlah Toat bengsin ciang, mari kita bicara!" Waktu bicara
seperti itu, sikap Cu Lie Seng angkuh bukan main, dia mengawasi tajam penuh
waspada pada sekelilingnya, karena berjaga-jaga kalau saja ada serangan
mendadak.
Mendadak tanah di samping
kanan batang pohon itu mengeluarkan asap yang cukup tebal. Cu Lie Seng hanya
mundur beberapa langkah ke belakang tanpa merasa gentar memang dia tidak takut
terkena racun yang bagaimanapun jenisnya. Asap yang keluar dari tanah di
samping batang pohon itu cukup tebal, namun akhirnya menipis setelah terhembus
oleh angin, keadaan di tempat itu tetap sunyi.
"Toat-beog-sin-ciang,
apakah tetap tak mau tampakkan dirimu ? Atau memang kau menginginkan aku
menghancurkan tempatmu yang demikian indah?"