Tapi, setelah orang Persia itu
mendesak semakin kalap, di samping itu Giok Han melihat In Bwee juga didesak
oleh rangsekan hebat orang Persia yang satunya, maka akhirnya Giok Han
memutuskan untuk merobohkan dulu kedua orang Persia itu.
"Sahabat, jika kau tak
mau berhenti menyerang untuk membiarkan majikanmu mendengarkan keteranganku,
akan merugikan dirimu sendiri!" bilang Giok Han dengan suara yang nyaring.
Orang Persia itu tidak peduli
dengan ancaman Giok Han, karena badannya sudah meloncat ke depan lebih dekat
pada Giok Han, dibarengi teriakannya yang bengis kedua tangannya diulurkan
hendak mencekik lerer Giok Han.
Habislah kesabaran Giok Han.
Dia tidak bergerak lebih jauh untuk mengelakkan kedua tangan lawannya, dia
menunggu sampai kedua tangan lawannya sudah dekat, barulah dia membentak
diiringi kedua tangannya menyelusup naik ke atas di antara sela-sela kedua
tangan orang Persia itu, kemudian Giok Han membentangkan kedua tangannya,
sehingga kedua tangan orang Persia itu tertolak ke kiri-kanan, dadanya jadi
lowong terbuka tanpa penjagaan.
Kesempatan ini tak
disia-siakan oleh Giok Han, tahu tahu tangannya sudah menjadi satu, menghantam
kedepan, ke ulu hati orang Persia itu "Dukkkkkk .... !"
"tangan Giok Han telah
menghantam ulu hati orang Persia itu, badan yang tinggi besar itu terhuyung ke
belakang dengan diiringi teriakan kesakitan, mvkanya juga pucat.
Giok Han bertindak cepat, dia
meloncat ke dekat In Bwee, tangannya juga bekerja mencengkeram baju dipundak
orang Persia yang jadi lawan si gadis. Berbareng dengan itu ia memusatkan
tenaga dalamnya, membentak nyaring, melontarkan tubuh yang tinggi besar itu.
Orang Persia yang satu
tersebut, yang sedang mendesak In Bwee, kaget ketika baju dipunggungnya
dicengkeram Giok Han, bahkan tahu-tahu tubuhnya sudah terbang di tengah udara,
mati-matian dia berusaha untuk mengendalikan tubuhnya supaya tidak terbanting
ditanah, dia berusaha mengimbangi badannya. Tapi usahanya itu gagal, sebab
badannya terbanting jatuh di tanah, kepalanya pusing bukan main.
Tidak kepalang marah dan
mendongkol Siauw Hoa menyaksikan peristiwa ini, karena dua orarg pengawalnya
dirobohkan oleh Giok Han. Dia menjerit nyaring, tubuhnya meloncat kedepan
sambil tangannya merabah pinggangnya.
"Sreengggg...!"
tahu-tahu berkelebat sinar yang berkilauan putih gemerlapan, ditangan Siauw Hoa
sudah tercekal sebatang pedang, yang menikam lurus ke leher Giok-Han!
Giok Han menghindari tikaman
itu, dia-heran mengapa Siauw Hoa yang sebelumnya begitu ramah dan baik hati,
sekarang tampak jadi demikian telengas, pedangnya meluncur dengan
tikaman-tikaman yang mematikan tanpa memberikan kesempatan kepada Giok Han
untuk balas menyerang.
In Bwee mendongkol melihat
Siauw Hoa menyerang Giok Han dengan gencar dia ce-pat-cepat berseru.
"Perempuan tidak tahu malu, akulah lawanmu ! Mari kita bertanding 10 jurus
lagi!"
Memang Siauw Hoa membenci In
Bwee setengah mati, karena menganggap In Bwee sebagai saingannya. Sekarang
mendengar tantangan In Bwee tidak perlu sampai dua kali, pedangnya tahu-tahu
berobah arah, sasarannya jadi diganti, bukan Giok Han lagi, melainkan In Bwee.
Pedang menyambar-nyambar
dengan ujungnya yang bergetar, sehingga tampaknya pedang itu bisa berobah
menjadi belasan mata pedang yang memusingkan kepala.
In Bwee juga tidak tinggal
diam, cepat luar biasa tangannya menghunus senjata, sebatang pedang pendek, dia
menghadapi serangan Siauw Hoa dengan tak hentinya mengejek.
"Perempuan tidak tahu
malu mengapa engkau seperti perempuan sinting yang tidak hujan tidak angin
menyerang kami? Hmmm, apa kekuasaanmu sehingga menyebut kami berdua sebagai
pemberontak?"
Siauw Hoa mendengus, dia tidak
melayani ejekan In Bwee melainkan pedangnya seperti hujan telah menikam dan
menabas In-Bwee, sedetik juga dia tidak memberikan kesempatan pada ln Bwee
untuk balas menyerang padanya. Yang luar biasa justeru cara menyerangnya itu
selalu datang beruntun seperti sambung menyambung tidak berkeputusan.
Benar Cang ln Bwee memiliki
kepandaian tinggi merupakan wanita gemblengan namun menghadapi serangan pedang
yang datangnya seperti kalap dan nekad, membuat dia harus main mundur dan
selalu berusaha mengelakkan dulu tanpa memperoleh kesempatan untuk balas
menikam pada lawannya.
Pedang pendeknya
berkelebat-kelebat dan terkadang diputar unluk menutupi dirinya dengan sinar
pedangnya tersebut, sehingga semua serangan Siauw Hoa dapat dibendung-nya
dengan baik.
Waktu itu Giok Han tambah
bingung. Jika sebelumnya Siauw Hoa dan In Bwee bertempur dengan tangan kosong,
tapi sekarang memakai pedang. Perkelahian dengan senjata tajam sangat berbahaya,
sedikit saja lengah tentu salah seorang, diantara mereka akan terluka atau
terbinasa.
Karena itu berulangkali Giok
Han berseru agar kedua gadis itu berhenti bertanding. Sampai akhirnya setelah
berseru-seru terus tanpa diladeni oleh kedua gadis tersebut, Giok Han tidak
sabar lagi, apa lagi melihat serangan-serangan kedua gadis itu dalam
perkelahian dengan pedang berlangsung semakin cepat dan mematikan.
Dengan cepat Giok Han meloncat
ke tengah gelanggang. Sekarang dia bersiap-siap untuk menghadapi segala
kemungkinan. Tubuhnya menyelinap diantara kedua pedang yang sedang
rnenyambar-nyambar itu, kedua tangannya bergerak dan dengan gerakan sangat
manis dia berhasil menjepit pedang Siauw Hoa maupun pedang pendek In Bwee.
Kedua pedang itu terjepit kuat
sekali, sehingga tak bisa bergerak lebih jiuh. Sungguh kepandaian yang sangat
mengagumkan, karena sekaligus Giok Han bisa menjepit kedua pedang itu, apa yang
dilakukannya sebenarnya sangat berbahaya karena jika dia melakukan suatu
kekeliruan, bagaimana kecilnya sekalipun, niscaya jari tangannya buntung
terbabat oleh pedang. Begitu juga kalau sinkangnya kurang kuat, niscaya
berbahaya sekali melakukan tindakan seperti itu.
In Bwee dan Siauw Hoa terkejut
karena tahu-tahu pedang mereka terjepit di kedua tangan Giok Han dan tidak bisa
digerakkan lebih jauh. Kalau In Bwee berdiam diri dan tidak berusaha menarik
pedangnya dari jepitan Giok Han, lain dengan Siauw Hoa yang mati-matian
mengerahkan tenaga dalamnya buat menarik terlepas pedangnya dari jepitan tangan
Giok Han. Namun usahanya itu tidak berhasil, jepitan Giok Han kuat sekali.
"Nona, sabar, tenanglah,
dengarkan dulu keteranganku...!" Giok Han coba membujuk.
Muka Siauw Hoa merah padam,
dia marah dan penasaran bukan main. "Laki-laki mata keranjang, genit dan
tidak tahu malu!" Teriak Siauw Hoa sambil menarik sekuat tenaga pedangnya
agar terlepas dari jepitan tangan Giok Han. Dimaki seperti itu tentu saja Giok
Han jadi bengong.
Dia mata keranjang ? Genit ?
Tidak tahu malu ? Kenapa ? Benar-benar membuat Giok Han tidak mengerti.
Waktu dia bengong seperti
itulah tenaga menjepit jari tangannya pada pedang Siauw Hoa jadi mengendur
tanpa disadarinya, Siauw Hoa telah menarik pedangnya sekuat tenaga sehingga
pedang lolos dari jepitan jari tangan.
Dia malah membarengi dengan
menikam dan tangan kirinya menghantam sekuat tenaga pakai telapak tangan pada
dada Giok Han, angin pukulan itu menderu deru menerbangkan baju Giok Han yang
jadi berkibar-kibar. Rupanya Siauw Hoa benar-benar telah kalap dan hendak
menyerang untuk mematikan Giok Han maupun In Bwee.
Giok Han cepat sadar, dia
berseru nyaring, kedua tangannya tampak menyambar lagi hendak menjepit pedang
Siauw Hoa. Namun sekali ini Siauw Hoa benar-benar telah waspada, tadi pedangnya
telah terjepit oleh jari tangan Giok Han. merupakan pelajaran pahit untuknya,
membuat dia berhati-hati waktu menyerang.
Kini, melihat jari tangan Giok
Han hendak menjepit pedangnya lagi, dia segera menggetarkan pedangnya, mau tak
mau Giok Han harus membatalkan maksudnya mejjepit pedang lawan, menarik pulang
tangannya dengan segera, sebab jika dia meneruskan usahanya untuk menjepit
pedang gadis ini, pasti jari tangannya terbabat putus oleh pedang itu !
"Nona !" berseru
Giok Han sambil mengelakkan pukulan tangan kiri Siauw Hoa. "Apakah
benar-benar kau tidak bisa diajak bicara baik-baik ?"
Siauw Hoa gagal dengan dua
serangannya itu, tikaman pedang dan pukulan telapak tangan kirinya, dia tidak
melanjutkan penyerangan lainnya, badannya ringan meloncat ke belakang, mukanya
merah padam dan pucat bergantian, mendelik pada Giok Han dan In Bwee
berganti-gantian.
"Ingatlah, kemanapun
kalian pergi, aku akan tetap mengejar kalian, kalian akan menerima pembalasan
yang jauh lebih hebat dari penghinaan yang kalian lakukan padaku hari ini
!" mengancam Siauw Hoa dengan suara tersendat-sendat, karena gadis ini
berusaha menahan isak tangisnya, dia tidak mau menangis di depan Giok Han dan
In Bwee, gadis yang jadi saingannya itu.
Heran dan tertegun Giok Han
mendengar ancaman Siauw Hoa. Penghinaan apa yang telah dilakukannya terhadap
Siauw Hoa ? Mengapa gadis ini tampaknya demikian membenci dan sakit hati begitu
besar padanya dan In Bwee.
"Dengar dulu Siauw Hoa
kau keliru dan salah paham...!" Giok Han hendak menjelaskan.
Tapi Siauw Hoa sudah memutar
tubuhnya dengan pedang masih tercekal di tangannya, dia memberi isyarat kepada
kedua orang Persia yang tengah merangkak bangun untuk pergi meninggalkan tempat
itu. Tangan kirinya memperbaiki baju di pundaknya yang robek, agar kulit
pundaknya yang putih itu tidak kelihatan.
Luka baju bisa ditambal, tapi
luka di hati mana bisa ditambal ? Pukulan-pukulan yang tadi jatuh ditubuhnya
waktu bertempur dengan In Bwee tidak dirasakan sakit, karena yang sakit adalah
hatinya. Dia penasaran sekali mengetahui pemuda yang dipikirkannya siang malam
ini ternyata mencintai gadis lain, musnah harapannya yang semula telah tumbuh
semakin lama semakin subur. Seperti pohon yang mendadak disiram oleh guyuran
air panas, sehingga seketika pohon yang baru mau tumbuh itu jadi mati !
Cinta dan Benci sebetulnya
terpisah tidak terlalu jauh," tidak lebih dari selembar rambut dibelah
tujuh. Perbatasan yang ada di antara dua perasaan itu memang sangat tipis
sekali. Seseorang yang gagal dalam cinta, bisa mendadak jadi membenci kepada
orang yang pernah dicintainya.Bahkan bencinya itu hebat sekali, perasaan benci
yang seperti merasuk tulang maupun daging di sekujur tubuhnya.
Demikian juga halnya dengan
Siauw Hoa dia pergi dengan menahan isak tangisnya dan menenteng pedangnya,
meninggalkan tempat tersebut, meninggalkan Giok Han yang berdiri tertegun
karena bingung disamping In Bwee.
Sedangkan In Bwee tersenyum
mengejek, senang hatinya bisa melayani Siauw Hoa, sehingga wanita itu akhirnya
pergi sendirinya. Yang membuat In Bwee puas dia tidak sampai roboh di tangan
Siauw Hoa.
Benar kepandaian In Bwee
tinggi dan dia merupakan wanita gemblengan namun ilmu pedang Siauw Hoa
tampaknya merupakan ilmu pukulan dan pedang yang lihai, karena setiap jurusnya
mengandung hawa pukulan dan tikaman yang mematikan!
Setelah bertempur dengan Siauw
Hoa sekian banyak jurus, In Bwee di dalam hati harus mengakui bahwa sebenarnya
kepandaian Siauw Hoa lebih tinggi satu tingkat darinya. Cuma yang membuat In
Bwee heran, mengapa gadis secantik dan sehalus Siauw Hoa bisa memiliki
kepandaian begiiu tinggi dan aneh pula perangainya.
Dia tahu bahwa Siauw Hoa juga
menaruh hati pada Giok Han, tapi adatnya yang angkuh dan sombong membuat Siauw
Hoa tidak bisa diajak bicara baik-baik, malah tadi saja dia memperlihatkan
kebencian yang berlebih-lebihan kepada Giok Han dan In Bwee.
Sikapnya itu seperti sikap
seorang pembesar kerajaan yang perintahnya tidak diindahkan, atau maksud
hatinya ditentang
Sambil memasukkan pedang
pendek ke dalam sarungnya. In Bwee tertawa.
"Giok Han koko . . . dia
sangat mencintaimu!" katanya dengan suara halus.
Muka Giok Han berobah merah,
dia tersadar dari tertegunnya menoleh mengawasi In Bwee, yang waktu itu juga
sedang memandanginya dengan pipi yang merah dan bibir tersenyum.
"Kau jangan bergurau,
Bwee-moay... kau telah mengetahui isi hatiku, jangan menggodaku !" kata
Giok Han hati-hati, karena dia kuatir nanti timbul salah paham lagi antara dia
dengan In Bwee.
Senang mendengar perkataan
Giok Han seperti itu, la Bwee maju mendekati, memegang tangan Giok Han. Matanya
memandang terang sekali kepada orang muda yang jadi pujaan hatinya ini,
"Benarkah Han koko . . ? Apakah nanti kau tidak akan mengkhianatiku ?
Mengkhianati cinta kita?" tanyanya dengan suara tergetar, walaupun dia
merasa malu untuk bertanya begitu, namun kata-kata itu meluncur sendirinya dari
mulutnya. Cuma saja, setelah bertanya seperti itu dia akhirnya menunduk malu
dengan pipi yang berobah merah.
Giok Han tersenyum, dia
memegang dagu In Bwee, mengangkat dagu si gadis sehingga kepalanya menengadah,
mata mereka jadi bertemu.
"In Bwee. kau adalah
gadis yang membuat hidupku jadi terang benderang, membuat hidupku menjadi ada
artinya !" bilang Giok Han. "Bagaimana mungkin aku bisa mengkhianati
cinta kita ?"
"Benarkah, Han ko ?"
lirih sekali suara In Bwee, dia bertanya sambil melirik.
Giok Han mengangguk dan si
gadis menjatuhkan kepalanya di dada si pemuda, menjatuhkan dirinya dalam
pelukan Giok Han.
000)^0(000
Cinta memang seringkali
membuat seseorang berada dalam keadaan yang lain dari sebelumnya. Begitu juga
halnya dengan Siauw-Hoa. Gadis yang memang semula begitu polos dan periang,
sekarang sejak jatuh hati pada Giok Han, setelah berhari-hari memikirkan pemuda
itu, membayangkan wajahnya penuh kerinduan, sampai akhirnya harus menerima
kenyataan yang begitu pahit bahwa pemuda yang dipujanya itu mencintai gadis
lain, telah menghancurkan sifat sifatnya yang semula.
Jika sebelumnya dia begitu
periang dan polos, sekarang justeru hatinya dibakar oleh dendam dan sakit hati
yang dalam. Cintanya terasa dicampakkan dan hancur jadi puing-puing. Rasa
bencinya membakar hati dan semakin membesar juga.
Memang, jika seseorang yang
mengejar cinta, waktu-waktunya dirasakan sangat manis. Tapi begitu mengetahui
bahwa dia hanya bertepuk sebelah tangan saja, niscaya timbul kekecewaan yang
sangat besar, bahkan kekecewaan itu bisa membakar jiwanya, dari cinta menjadi
benci yang besar dan dahsyat.
Sambil berlari-lari menenteng
pedangnya, di belakangnya mengikuti kedua orang pengawalnya, Siauw Hoa menahan
isak tangisnya, air matanya bercucuran membasahi pipinya, dia seperti hendak
menjerit sekuat suaranya, untuk melampiaskan tekanan yang terasa begitu berat
membebani hatinya maupun perasaannya.
Sebelumnya Siauw Hoa senang
sekali menyaksikan panorama yang indah, pemandangan alam yang menarik hati,
tapi sekarang sedikitpun dia tidak memiliki selera untuk melihat pemandangan
alam di sekelilingnya.
Setelah berlari sekian lama,
akhirnya gadis ini berhenti, memasukkan pedang kedalam sarung, berdiri tegak,
tangannya menghapus matanya, menyusut air mata.
Kedua pengawalnya juga ikut
berhenti, mereka saling pandang dan tak tahu bagaimana harus menghibur majikan
mereka. Padahal mereka tahu Siauw Hoa sebetulnya jatuh hati dan mencintai Giok
Han, dan kejadian tadi membuat majikan mereka jadi patah hati.
Tapi mereka tidak berani
sembarangan bicara, hanya berdiam diri terpisah cukup jauh dan prajurit tidak
memperhatikan kelakuan majikan mereka..
Siauw Hoa berdiri tegak cukup
lama, mukanya jadi keras dan akhirnya terdengar gumamnya yang perlahan:
"Tunggulah Giok Han.... nanti kau akan tahu siapa aku... aku mau lihat
jika sudah sampai saatnya, apa yang akan kau lakukan terhadapku, apakah kau
akan mengemis-ngemis pengampunan dariku atau tetap mencintai kambing jelek itu?!"
Dia sudah bertekad, untuk
memounuh Giok Han dan In Bwee. Ya, membunuh kedua orang yang telah melukai
perasaan dan hatinya. Merusak jiwanya. Menbuat dia menderita kesedihan dan
ikian berat. Dia sebagai puteri Cu-kongkong, sekarang serasa menerima penghinaan
yang sangat besar.
Biasanya dia dimanjakan dan
setiap keinginannya di turuti, baik oleh ayahnya maupun oleh yang lain-lainnya.
Tapi sekarang di saat dia jatuh cinta, cintanya itu telah terbentur
kegagalan... dia jadi patah hati.
Timbul tekadnya, bagaimanapun
juga dia akan membuat kedua orang itu merangkak-rangkak di bawah kakinya,
menghiba-hiba pengampunan darinya. Dia tersenyum sinis dan bibirnya itu
memperlihatkan betapa hatinya sangat membenci kedua orang itu. Dan tekadnya itu
sudah bulat, bagaimanapun juga memang dia ingin membunuh Giok Han dan In Bwee.
Jika nanti Giok Han memohon
pengampunan darinya dan menyatakan bahwa ia sebelumnya mencintai Siauw Hoa,
tetap gadis ini tak akan melayani lagi. Hatinya telah luka, dia benci, benci
sekali pada Giok Han. Ya. benci sekali juga pada In Bwee, gadis saingannya itu,
tidak kepalang bencinya!
Tetapi, setelah hatinya
dibakar oleh rasa panas dan marah yang seperti itu, dia jadi mengucurkan air
mata menangis lagi. Mengapa nasibnya demikian buruk. Dia yakin dirinya lebih
cantik dari ln Bwee. Jauh lebih kaya dari ln Bwee, segala apa dia punya,
ayahnya orang kedua yang paling berkuasa di seluruh kerajaan.
Tapi mengapa justeru Giok Han
memilih ln Bwee. Justeru dia juga telah memperlakukan Giok Han dengan manis, tapi
tokh pemuda itu masih menyatakan cintanya pada ln Bwee. Bahkan ia mendengar
sendiri dengan kedua telinganya pernyataan cinta Giok Han pada In Bwee. Benar
benar melukai hatinya, menyayat perasaannya.
Setelah menangis cukup lama,
Siauw Hoa akhirnya berlari lagi dengan cepat, seperti orang kalap. Kedua
pengawalnya kaget dan cepat-cepat menyusul. Siauw Hoa bertekad hendak
cepat-cepat pulang ke kotaraja, kemudian mengatur rencananya untuk mencelakai
Giok Han dan In Bwe. Dia akan mengerahkan orang-orang ayahnya yang semuanya
berkepandaian tinggi, untuk menyeret Giok Han dan In Bwee ke depan kakinya, dia
mau lihat nanti apa yang akan dilakukan dan dikatakan Giok Han...
Rasanya Siauw Hoa tidak sabar
ingin sampai di kota raja. Semula dia tak mau ikut kakaknya, Cu Lie Seng,
pulang ke kota raja, karena dia hendak mengambil jalan sendiri, melakukan
perjalanan sambil menikmati pemandangan alam yang indah serta menarik hati,
justeru sekarang dia tidak sabar ingin cepat cepat bertemu dengan kakaknya itu.
Untuk menceritakan padanya
bahwa ada dua orang pemberontak, yang masing-masing bernama Giok Han dan Cang
In Bwee.... Berbagai cara dia akan pergunakan, untuk memberikan hajaran kepada
Giok Han dan In Bwee yang telah melukai perasaan maupun hatinya, kalau kedua
orang itu sudah merangkak-rangkak di depan kakinya seperti dua ekor anjing,
barulah hati Siauw Hoa puas.
Dan hati gadis yang puteri
bangsawan ini sudah semakin keras membatu, tekadnya telah berkarat di hatinya!
oooo)0(oooo
Burung kulik memperdengarkan
suaranya yang panjang dan kepak sayapnya juga seringkali terdengar.
"Kelepak... kelepak...." di antara suaranya angin yang mempermainkan
daun-daun dari pohon-pohon yang bertumbuhan di hutan kecil itu.
Bunyi dari suara
binatang-binatang hutan itu merupakan keadaan yang tetap setiap hari di hutan
tersebut. Manusia boleh tua dan mati, pohon boleh tua dan mati, burung dan
binatang lainnya boleh mati, tapi keadaan di hutan itu tak akan berobah. Selalu
diisi oleh suara binatang penghuni hutan tersebut.
Tapi di antara suara-suara
binatang penghuni hutan tersebut, justeru sore itu ditambah juga oleh suara
desah manusia yang memburu keras. Rupanya, di dalam hutan kecil itu, dibalik
pohon-pohon yang rimbun dan tersembunyi, duduk seorang manusia.
Dia seorang nenek tua yang mukanya
pucat dan tubuhnya menggigil, napasnya memburu keras sekali, tampaknya tengah
menderita sesuatu yang kurang beres puda tubuhnya. Beberap kali nenek tua itu
berusaha mengempos semangat dan tenaga dalamnya untuk bertahan agar tidak
menggigil seperti itu, namun usahanya gagal.
Tubuhnya menggigil semakin
keras, mukanya yang pucat memperlihatkan dia sangat menderita, meringis seperti
sedang menahan rasi sakit yang hebat.
Nenek tua itu tidak lain dari
Toat Beng Sin ciang Khu Cian. Dia waktu melarikan diri dari lembah dalam
keadaan terluka parah, akibat tangan maut Tang San Siansu yang mempergunakan
pukulan "Liong beng-kun"nya.
Sebetulnya, kalau waktu itu
Toat-beng-sin-ciang memperoleh kesempatan untuk beristirahat dan mempergunakan
tenaga dalamnya untuk menyembuhkan diri, lukanya tidak terlalu parah,
setidak-tidaknya dia bisa mengendalikan tubuhnya tidak menderita rasa sakit di
dalam tubuh yang hebat seperti sekarang, di mana seluruh isi perutnya seakan
terbalik-balik dan sangat menyiksanya.
Tapi justeru tadi Toan Yok
telah minta agar dia meloloskan diri lebih dulu, dengan terpaksa dia menuruti
permintaan Toan Yok, dia berlari-lari dengan mempergunakan ginkangnya untuk
menjauhi lembah dan mencari tempat persembunyian.
Setelah berlari-lari sekian
lama, dia sampai di hutan kecil ini. Sebetulnya Toat-beng sin-ciang masih
hendak menyingkir lebih jauh, tapi mendadak napasnya sesak, tenggorokannya
kering, napasnya seperti tertutup dan sesak sekali dadanya.
Seluruh isi perutnya seperti
jungkir balik berantakan, mendatangkan rasa sakit tidak terkira. Karenanya, dia
membatalkan keinginannya untuk menyingkir lebih jauh, dia duduk di bawah
sebatang pohon di balik kerimbunan pohon, sehingga dia tersembunyi dari
pandangan orang yang lewat di hutan kecil tersebut.
Cepat-cepat dia memusatkan
tenaga dalamnya dan menghirup hawa udara dalam-dalam. Hatinya tercekat.
Dia merasakan jantungnya sakit
dan perih sekali, seperti disiram oleh cuka disusul kemudian seluruh isi
perutnya seperti jungkir balik, membuat dia mandi keringat dingin menahan rasa
sakit yang tak terkira.
Saat itulah Toat-beng-sin
ciang Khu-Ci an menyadari dirinya sudah terluka parah oleh "Liong
beng-kun''nya Tang San Siansu. Hatinya jadi dingin. Biasanya, jika seseorang
jadi korban pukulan "Liong beng-kun" Tang San Siansu, tipis harapan
bisa hidup terus. Yang membuat Toat-beng-sin-ciang penasaran justeru dia
kemungkinan tak memiliki kesempatan untuk membalas sakit hatinya ini.
Ada lagi yang memberatkan
hatinya, muridnya sekarang tidak berada didekatnya, jika dia harus mati di
tempat ini, tentu muridnya tak mengetahui. Yang terpenting muridnya juga tak
mengetahui bahwa yang menyebabkan kematiannya adalah Tang San Siansu sehingga
muridnya itu tak bisa membalaskan sakit hatinya.
Mati-matian Toat-beng-sin-ciang
mengerahkan tenaga dalamnya, dia juga sudah menelan beberapa pil obat, Kemudian
duduk bersemedhi guna mencurahkan seluruh konsentrasi pengerahan sinkangnya.
Perlahan-lahan rasa sakit di perutnya dan dijantungnya berkurang walaupun masih
tetap terasa sakit menyiksa.
Cuma napas Toat beng-sinciang
yang sekarang jadi memburu keras serta panas sekali.
Seharian dia berusaha
mengerahkan sinkangnya untuk mengalahkan siksaan lukanya itu. Tapi dia gagal.
Perasaan sakit pada perutnya tak bisa juga dilenyapkan.
Sebetulnya Toat-beng-sin-ciang
pun boleh bersyukur, sebab dia terpukul tidak terlalu telak, tidak terduga
sepenuhnya! Kalau saja dia terserang telak oleh pukulan
"Liong-beng-kun" biarpun dia mempunyai obat dewa dan tenaga sinkang
yang sempurna, jangan harap dia bisa hidup dengan keadaan utuh!
Seseorang yang jadi korban
pukulan Li-ong beng-kun tentu akan rusak isi perut dan syarafnya, akan menjadi
manusia patung yang lupa seluruh daya ingatnya syaraf-saraf otaknya banyak yang
putus dan orang itu akan jadi seperti orang tolol, apapun tidak diingatnya
lagi.
Beberapa organ isi tubuhnya
juga rusak, termasuk beberapa macam isi perutnya, usus, ginjal dan jantung.
Semuanya mengalami kerusakan perlahan-lahan tapi pasti, sehingga setelah
melewatkan waktu satu tahun, korban pukulan Liong beng-kun tersebut, jadi mati
sendirinya!
Toat-beng-sm ciang bukan tidak
mengetahui hal itu. Dia telah mendengar kehebatan Liong-beng-kun dari Tang San
Siansu. Namun sejauh itu dia masih yakin bahwa dirinya bisa menghadapi Tang San
Siansu. Namun siapa sangka, justeru sekarang dia terluka ditangan Tang San
Siansu, kemungkinan dirinya akan jadi lumpuh dan ingatannya lenyap, dia akan
hidup sebagai manusia tanpa ingatan seperti patung, tapi bernapas dan hidup.
Kelak setelah setahun barulah
dia mati . . . , , !
Menggidik Toatbeng sin ciang
berpikir hal itu disebabkan dia takut mati! Sebagai wanita gemblengan, seorang
pedekar wanita yang sejak kecilnya sudah memiliki jiwa gagah dan kesatria, apa
lagi sekarang usianya sudah demikian lanjut, dia tidak pernah gentar menghadapi
kematian !
Diapun bahkan senang dan
bahagia kalau bisa mati secara gagah dalam pertempuran dengan lawan tangguh !
Tapi sekarang yang membuat dia jadi penasaran dan menggidik ngeri, sebab dia
akan mati meroyot perlahan-lahan, karena anggota dalam tubuhnya mengalami
kerusakan secara perlahan-lahan, namun pasti, sampai akhirnya dia mati !
Inilah cara kematian yang hina
! Cara kematian yang memalukan dan membuat dia kecewa! Seorang pendekar harus
mati dengan penuh kegagahan! Mati karena suatu pertempuran dan mempertahankan
hidupnya sampai pada titik akhir darahnya, tetap melayani musuhnya sampai
napasnya yang terakhir !
Tapi sekarang ? Dia telah
melarikan diri dalam keadaan terluka ! Dia juga sekarang menderita luka yang
sangat parah, perlahan-lahan anggora dalam tubuhnya akan mengalami kerusakan
dan pada akhirnya dia mati juga !
Terpikir seperti itu, dia
menyesal bukan main ! Dia kecewa karena tadi tidak berusaha mengadu jiwa saja
dengan Tang San Siansu agar mereka mati bersama-sama !
Sekarang biarpun dia bisa
meloloskan diri dari Tang San Siansu dan orang-orangnya, apa gunanya? Tak ada
artinya, karena tokh dia akan mati juga oleh lukanya yang parah ini !
Lama Toat beng-sin ciang
mengerahkan sinkangnya, dan akhirnya dia menghela napas selelah merasakan isi
perutnya masih mendatangkan rasa sakit yang hebat, seperti terbalik-balik.
jantungnya juga masih dingin seperti direndam di dalam salju.
"Akan kucari Tang San
Siansu si gundul untuk mengajaknya mengadu jiwa!" pikir Toat-beng-sin
ciang jadi nekad. Hemm, dia bisa membunuhku, tapi dia juga harus mati
bersamaku!"
Karena berpikir begitu, Toat
beng sin-ciang meloncat berdiri, dia ingin kembali ke lembah, untuk mengadu
jiwa dengan Tang San Siansu atau anak buahnya. Jika dia gagal membunuh Tang San
Siansu, tapi kalau bisa merobohkan beberapa orang anak buah si pendeta, itupun
sudah jauh lebih terhormat mati dengan membunuh lawan lawannya.
Sedangkan mati dengan keadaan
seperti sekarang, melarikan diri tapi lukanya tetap ? membuat dia akan mati,
membuat Toat-beng-sin-ciang benar-benar penasaran.
Akan tetapi, begitu
Toat-beng-sin ciang berdiri segera dia merasakan dunia seperti berputar keras
sekali, tubuhnya seperti melayang-layang melambung kecengah udara, juga
perutnya melilit sakit bukan main, keringat dingin telah mengucur keluar dari
sekujur tubuhnya, Matanya berkunang-kunang dan biji matanya seperti mau
meloncat keluar, kepalanya berdenyut-denyut seperti hendak meledak pecah,
seluruh syarafnya seperti hendak putus.
Toat-beng-sin-ciang mengeluh
perlahan dan tubuhnya terguling di atas tanah, di atas tumpukan daun-daun
kering, dunia seperti berputar, pinggangnya seperti mau patah, seluruh
otot-otot disekujur tubuhnya seperti mengejang.
Benar-benar penderitaan yang
luar biasa. Sebagai wanita gemblengan Khu Cian atau yang dikenal oleh orang
kangouw dengan gelaran Toat-beng-sin ciang, sejak muda tidak pernah takut pada
penderitaan.
Dia tidak akan berkedip
menghadapi penderitaan maupun kematian. Tapi sekarang justeru rasa sakit yang
dideritanya demikian dahsyat, sehingga rasanya tidak tertanggung lagi, tanpa
dikehendaki dia menggeliat di atas tanah pada tumpukan daun-daun kering dan
mengeluh ....
Cuma dua kali
Toat-beng-sing-ciang menggeliat dan mengeluh, karena tubuhnya kemudian diam
tidak bergerak lagi, tidak terdengar pula keluhannya, karena dia pingsan tidak
sadarkan diri.
Burung kulik terbang di atas
hutan kecil itu memperdengarkan suaranya diiringi kepak sayapnya. Selanjutnya
cuma terdengar suara binatang-binatang yang jadi penghuni hutan tersebut,
mengisi kesunyian di tempat itu, bergurau dengan angin .....
00000O00000
Kesepian sangat dibenci oleh
Bwee-sim-mo-li Liok Bi Lan. Sejak dia berobah menjadi iblis yang paling
ditakuti orang-orang kangouw, sepak terjangnya selalu menuju pada
kesenangan-kesenangan yang sadis dan kejam. Dia selalu hendak mengisi
waktu-waktu sepinya dengan perbuatan-perbuatan cabul, yang akhirnya pasti
selesai dengan lumuran darah! Banyak pria-pria yang mati di tangan iblis ini,
terutama para orang mudanya.
Tak ada yang ditakuti
Bwee-sim-mo-li Liok Bi Lan, dia selalu melakukan apa yang hendak dilakukannya.
Tapi sekarang, justeru dia terpaksa sekali mesti tunduk pada Cu Lie Seng, murid
Tang San Siansu.
Yang membuat takut Bwee-sim-mo
li Liok Bi Lan bukanlah Cu Lie Seng. atau ayahnya, Cu Bian Liat, orang kedua
yang paling berkuasa di kerajaan pada saat sekarang, setelah Kaisar.
Justeru yang membuat
Bwee-sim-mo-li gentar adalah Tang San Siansu, pendeta itu terlalu lihai,
terutama sekali Liong beng-kunnya. Dalam suatu pertempuran dua tahun yang lalu,
Bwee-sim-mo-li pernah dirubuhkan dan hampir saja dia dihajar dengan
Liong-beng-kun si pendeta.
Sebagai seorang berpengalaman
dan malang melintang dalam dunia kangouw dengan kekejamannya, Bwee-sim-mo li
tahu akan kekejaman Tang San Siansu, juga dia tahu Liong-beng-kun merupakan
jurus pukulan yang bisa membuat orang mati dengan sangat menderita.
Sebab itu, tanpa peduli lagi
akan harga dirinya, dia mengakui kalah dan selanjutnya akan patuh pada setiap
perintah Tang San Siansu. Dengan pengakuannya itu, Tang San Siansu tak
mendesaknya lebih jauh dan bahkan minta agar Bwee-sim-mo-li mendampingi
muridnya, membantu usaha muridnya.
Biar-pun gusar, tapi
Bwee-sim-mo-li tak mau memperlihatkan perasaannya itu pada Tang San Siansu, dia
mematuhi perintah tersebut, cuma di dalam hatinya dia bertekad akan melatih
ilmunya lebih hebat lagi dan suatu saat kelak akan dipergunakan untuk
merobohkan Liong-beng-kunnya Tang San Siansu.
Sekarang dia tengah berada
dalam perjalanan bersama dengan Tang San Siansu maupun yang lain-lainnya,
termasuk Cu Lie Seng, selama itu memang Tang San Siansu telah
"memakai"-nya untuk mengisi kesepian pendeta tersebut, menemaninya
dengan segala kemesraan.
Tapi, dia biarpun tampaknya
senang bermesraan dengan pendeta ini, hatinya selalu diliputi kebencian dan
mengutuk habis-habisan pada pendeta yang seorang ini, yang kepandaiannya memang
tangguh dan berada diatas kepandaiannya sendiri.
Sebetulnya Bwee-sim-mo li
mengincar Cu Lie Seng. Pemuda itu sudah mewarisi kepandaian Tang San Siansu,
berusia muda dan tampan, juga putera dari orang yang sangat berkuasa di seluruh
kerajaan setelah Kaisar.
Maka Cu Lie Seng merupakan
satu-satunya orang muda yang paling menarik hati Bwee-sim-mo-li Tapi Tang San
Siansu seringkali berpesan padanya, agar dia tidak mengganggu dari hidup
muridnya, jangan coba-coba mencumbunya, karena Tang San Siansu menghendaki Cu
Lie Seng benar-benar mewarisi seluruh kepandaiannya dan kelak menjadi orang
tanpa tanding, satu-satunya orang yang berkepandaian tertinggi.
Cu Lie Seng merupakan
satu-satunya harapan Tang San Siansu untuk memperlihatkan kepada seluruh dunia
kangouw bahwa muridnya bisa menjadi orang tergagah.
Karena pesan Tang San Siansu
itulah Bwee-sim-mo-li tak pernah berani mengganggu pemuda bangsawan tersebut.
Setiap kali menemani Tang San Siansu bermesra-mesraan Bwee-sim- mo-li selalu
merasa muak. Pendeta ini memang memiliki kepandaian tinggi, tapi dia memiliki
wajah yang memuakkan, sudah tua dan juga tubuhnya yang gemuk membuat si pendeta
sering kesulitan napas di saat mereka bermesraan ....
Melakukan perjalanan mengawal
Cu Lie Seng yang membawa daftar nama para pendekar yang bersedia bekerja pada
kerajaan sebetulnya merupakan pekerjaan yang tidak disenangi Bwe-sim.mo li. Dia
memiliki beberapa orang dayang yang siap melayaninya dengan penuh hormat dan
Bwe sim-mo li juga selalu diperlakukan sebagai dewi yang agung.
Sekarang dia harus menempuh
perjalanan yang melelahkan, menjemukan dan penuh kesepian, jika biasanya dia bisa
memanfaatkan para pemuda untuk mengisi kesepian hatinya, sekarang tidak, Paling
tidak Tang San Siansu saja yang menghangatkan tubuhnya dan ini menjemukan
selain membosankan.
Karenanya tak mengherankan
selama dalam perjalanan Bwe-sim-mo-li lebih banyak termenung saja, berdiam
diri, dia jadi alim sekali dan jarang bicara jika tidak perlu. Hanya
sekali-sekali saja melirik kepada Cu Lie Seng, pemuda bangsawan yang tampan
itu. Akh, betapa mengasyikkan jika dia bisa mempengaruhi Cu Lie Seng, selain
tampan dan angkuh.
Hanya adanya Tang San Siansu
membuat Bwee-sim-mo-li selama itu tak berani berterang memperlihatkan perasaan
sukanya pada pemuda bangsawan tersebut. Dia masih bisa menahan diri.
Setelah melakukan perjalanan
lebih dari setengah bulan, hatinya mulai berontak karena kesepian yang sangat.
Selama dalam perjalanan hatinya jadi gersang dilanda kesepian, selain
pertempuran demi pertempuran dengan orang-orang yang berusaha menghadang
rombongan mereka, tidak pernah ada sesuatu yang menarik hatinya.
Rasanya Bwee-sim-mo-li sudah
ingin cepat-cepat meninggalkan rombongannya tersebut, untuk ber-senang-senang
kembali dilayani oleh para dayangnya, pelayan-pelayannya yang cantik dan tahu
akan selera dewinya ini.
Malam itu, hawa udara dingin
sekali. Rombongan Cu Lie Seng berkemah diluar pimu kampung Yuan-ci. Malam ini
Tang San Siansu tidak seperti saat-saat sebelumnya, dia lebih serius tidak
banyak bicara, pendiam dan juga tak mau bertemu dengan siapapun juga. Dia
berdiam di dalam kemahnya seorang diri dan tak ada yang mengetahui apa yang
sedang dilakukan oleh pendeta yang sakti ini.
Cu Lie Seng berada di dalam
kemahnya dan tidak bisa tidur, hatinya gelisah sekali. sebab dia merasakan
malam ini seakan-akan ada ancaman untuk rombongannya. Perasaan hati kecilnya menyatakan
kemungkinan adanya penyerbuan dari para pendekar yang hendak memperebutkan
daftar nama orang-orang gagah.
Karena itu. biarpun malam
sudah larut dan dingin Cu Lie Seng tetap tidak tidur, pakaiannya tetap tak
dibuka, dia dalam keadaan siap untuk menghadapi segala kemungkinan, kalau ada
penyerbuan dari pihak lawan.
Memang selama dalam perjalanan
ke kota raja, banyak kesulitan yang dialami rombongannya, sebab banyak sekali
orang-orang kangouw dan berbagai kalangan, yang secara berganti-gantian menyerbu
rombongannya, berusaha meminta atau merampas daftar nama orang-orang gagah.
Sejauh itu, dia dan gurunya
maupun para pembantunya, berhasil menghalau penyerbu-penyerbu ini. Memang ada
juga yang terluka, tapi tak berarti.
Seperti Pak-mo terluka pada lengannya
karena dikeroyok oleh dua puluh orang pengeroyok waktu terjadi penyerbuan lebih
dari seratus orang yang tak diketahui dari aliran atau pintu perguruan mana,
karena semuanya mengenakan topeng yang terbuat dari kain hitam, menutupi
seluruh wajah mereka, hanya mempunyai dua lobang untuk mata mereka.
Cu Lie Seng tidik gentar
menghadapi siapapun yang menghadang rombongannya, dia yakin bisa menghadapinya,
terutama sekali di-samping ada para pahlawan istana Kaisar, juga ada
pembantu-pembantunya yang berkepandaian tinggi, seperti See mo, Pak-mo, Tong-mo
can Lam mo.
Kepandaian Bwee-sim-mo-li juga
tidak rendah. Karena itu, tak pernah Cu-Lie Seng berkuatir sebab merasa
pihaknya sangat kuat, dan yang benar-benar jadi andalannya adalah Tang San
Siansu, sang guru yang kepandaiannya hebat sekali, hampir tak ada tandingan !
Memang sebelumnya Kaisar juga
telah menduga bahwa pengiriman daftar nama-nama orang gagah yang bersedia
bekerja pada kerajaan pasti akan mengalami kesulitan. Itulah sebabnya mengapa
diperintahkan congkoan Gi-lim-kun dan Congkoan Kim-ie-wie untuk mengawal Cu Lie
Seng.
Tapi yang tidak disangka oleh
Cu Lie Seng, justeru yang berusaha merampas daftar nama orang-orang gagah itu
demikian banyaknya.
Sebagai pemuda yang cerdik,
dia berpikir sebetulnya cukup Siangkoan Giok Lin ikut dengannya ke kotaraja, di
sana dia bisa menuliskan daftar nama-nama orang gagah itu. Sekarang Siangkoan
Giok Lin ikut serta dengannya, sedangkan tentang daftar nama orang-orang gagah
telah tersiar luas dalam dunia kangouw, dengan demikian jelas memancing
keinginan para orang-orang gagah kangouw untuk merampas daftar itu.
Hal ini pernah diberitahukan
kepada Tang San Siansu, tadinya lebih sempurna rencana mereka kalau hanya
sekedar mengundang Siangkoan Giok Lin ke kotaraja, disana barulah Siangkoan
Giok Lin menuliskan nama orang-orang yang tersedia bekerja untuk kerajaan,
sehingga tidak menimbulkan kericuhan yang demikian berbelit dan rintangan yang
demikian banyak selama dalam perjalanan ke kotaraja.
Tetapi Tang San Siansu tidak
memperhatikan apa yang diberitahukan muridnya, dengan angkuh dia bilang:
"Sekarang siapa yang berani mati mencoba untuk merampas daftar itu? Mereka
hanya manusia-manusia tak berharga untuk dipikirkan. Siapa yang bisa merampas
daftar mana itu? Kukira, tak ada seorangpun yang bisa merampas daftar itu
selama aku berada di sini !"
Perjalanan yang dilakukan
ronbongan ini berlangsung penuh kewaspadaan. Dan justeru malam itu setelah
berkemah, waktu Cu Lie Seng dan yang lainnya berada di dalam kemah masing-masing,
Bwee sim-mo-li keluardari tendanya.
Perkemahan yang didirikan oleh
mereka terdiri dari tenda-tenda berukuran tak begitu besar, hanya bisa
ditempati oleh beberapa orang saja. Bwee sim-mo-li sendiri memperoleh kemah
untuk seorang diri.
Cuma Tang San Siansu pada
malam-malam sebelumnya suka datang ke tenda Bwee-sim mo-li, atau sebaliknya
Bwee-sim-mo-li juga dipanggil menemani Tang San Siansu di tendanya.
Malam ini benar-benar
Bwee-sim-mo-li gelisah karena kesepian yang sangat menyiksanya. Jika sebelumnya
dia masih berusaha untuk menahan diri tak melakukan sesuatu dalam kesepiannya
itu,inilah disebabkan dia masih gentar untuk berurusan dengan Tang San Siansu.
Tapi sekarang setelah
melakukan perjalanan berhari-hari lamanya, kesepiannya semakin bergolak. Dan
dia tak tahan lagi, dia keluar dari kemahnya. Maksudnya hendak mencari sasaran
untuk mengurangi kesepiannya, mencari calon korbannya.
Sekarang mereka berada diluar
pintu kampung Yuan-ci, jarak ke dalam perkampungan tersebut tidak terlalu jauh,
dan Bwe sim-mo-li yakin bahwa didalam perkampungan itu pasti ada satu dua orang
pemuda yang bisa menambal kesepian hatinya.
Baju yang robek mudah ditambal
dan di jahit, tapi hati yang kesepian sulit untuk ditambal dengan apapun,
dengan gelak tawa sekalipun, Bila dengan tambalan seorang pria yang menghangati
tubuhnya!
Hati-hati Bwee sim-mo-li
keluar dari tendanya, dia melihat ada beberapa orang Kim-ie-wie yang telah
melakukan penjagaan, keadaan sepi sekali. Para penjaga itupun melihat
Bwee-sim-mo- li, tapi mereka mengenali iblis wanita ini, mereka hanya memberi
hormat, dan menyapa dengan suara sangat menghormat, mereka tak berani
banyak-banyak bertanya, karena Bwee sim-mo-li cuma Hm mendengar begitu saja dan
melangkah terus.
"Aku hendak
berangin-angin dulu!" gumam Bwee-sim-mo li kemudian.
Sudah bulat tekad Bwee-sim-mo
li, dia akan mencari korbannya didalam perkampungan Yuan ci. Sebetulnya dia
bisa saja mengambil satu atau dua orang pengawal Kim-ie-wie, tapi ia kuatir
nanti mereka banyak mulut sehingga Tang San Siansu mendengar perbuatannya dan
ini pasti menimbulkan hal yang kurang menggembirakan.
Sebab itulah Bwee-sim-mo li
memilih jalan lain, yaitu akan mencari korbannya di dalam perkampungan Yuan-ci.
Setelah meninggalkan perkemahan cukup jauh, barulah Bwee-sim-mo-li
mempergunakan ginkangnya untuk berlari dengan cepat menghilang dalam kegelapan,
pergi memasuki perkampungan Yuan ci.
-00O00-
Hawa malam cukup dingin, tapi
didepan warung arak, "Hian - louw " semuanya masih tampak berkumpul
beberapa orang.
Mereka adalah pemuda-pemuda
kampung itu yang senang sekali menghabisi waktu-waktu di malam hari dengan
mengobrol, sambil menghangati tubuh mereka dengan arak.
Memang warung arak "Hian
louw" ini buka sampai larut malam, mendekati fajar barulah ditutup.
Diantara para pemuda itu, yang
jumlahnya enam orang, terdapat Su Nan Su, seorang pemuda yang pandai sekali
bercerita. Walau-pun usianya baru duapuluh tiga tahun, tapi orang muda ini
selalu bercerita menarik dan membuat para pendengarnya tertarik.
Tidak mengherankan kalau
kawan-kawannya seringkali minta padanya untuk bercerita, mereka mentraktir
pemuda itu minum arak. Semakin larut malam, semakin banyak arak yang diminumnya
dan membuat dia mulai mabuk, cerita Su Nan Su semakin menarik juga
"Sebetulnya," bercerita
Su Nan Su pada malam itu. "Tidaklah terlalu menakutkan sekali, jika saja
Thang mau melihat kenyataan bahwa hantu yang muncul di depannya adalah wanita
cantik jelita, dia pasti bisa menghadapinya lebih tenang. Namun, Thang seperti
orang-orang lainnya, sudah terpengaruh sejak kecil pada cerita-cerita hantu
yang menakutkan, sehingga begitu hantu itu memperlihatkan diri, dia sudah
gemetar ketakutan, bahkan kemudian pingsan...!"
Kawan-kawannya tertawa. Memang
yang biasa diceritakan Su Nan Su umumnya cerita-cerita tentang hantu yang
menyeramkan tapi sangat menarik hati.
"Su-laoko, jika kebetulan
kau yang berhadapan dengan hantu yang cantik itu, apakah kau juga akan
ketakutan terkencing-kencing dan pingsan seperti yang dialami oleh Thang
?" Tanya salah seorang kawannya yang memiliki potongan tubuh kurus
jangkung seperti orang berpenyakit paru-paru.
Su Nan Su tersenyum dan
menggeleng. "Mengapa harus takut? Bukankah tadi sudah kukatakan,
seharusnya Thang tidak perlu takut, karena yang muncul di hadapannya bukanlah
hantu yang menakutkan, dengan muka yang bengis atau bertaring, justeru yang
muncul di depannya adalah hantu cantik jelita, yang menarik hati, mempunyai
potongan tubuh sangat menggiurkan.
Mengapa harus takut? Bukankan
dengan hantu itu Thang bisa bersenang-senang ? Biarpun hantu tapi tokh dia
sangat cantik dan kita tidak rugi apa-apa bermesraan dengannya, bahkan kita
seharusnya merasa beruntung, karena jarang sekali manusia bisa mendapat
kesempatan untut bermesra-mesra dengan hantu cantik !"
Kawan-kawannya tertawa. Memang
mereka senang sekali mendengar cerita Su Nan Su, yang acapkali sangat menarik
hati, tegang tapi juga menyenangkan untuk mengisi waktu-waktu luang mereka di
malam hari yang dingin ini.
"Tapi Su-Iaoko, bagaimana
kalau waktu kalian bermesra-mesraan dan hantu itu memperlihatkan ujudnya yang
asli, dengan dada berlobang dan menyiarkan bau busuk, atau dengan muka
bertaring menakutkan, bisa juga dalam bentuk tengkorak yang menakutkan. Inhhh,
aku takut... biarpun dibayar seratus tail perak untuk bermesraan dengan hantu
bagaimana cantiknya dia, tetap saja aku tidak berani !" bilang salah
seorang kawannya yang lain yang memiliki bentuk kepala agak gepeng, sehingga
dagunya turun ke bawah panjang sekali, tidak normal seperti dagu-dagu lainnya yang
wajar.
Su Han Su mengangkat cawan
araknya, tenang sekali sikapnya, kemudian setelah meneguk arak didalam
cawannya, baru dia menyahuti: "A-puy kau keliru! jangankan memperlihatkan
bentuknya atau ujutnya yang menyeramkan sedangkan yang sudah diperlihatkan
begitu cantik jelita, Bagaimana mungkin hantu itu bisa memperlihatkan ujud yang
lain dan menakutkan!? Jika pertama kalinya ia muncul dan sudah memperlihatkan
ujud-nya yang cantik jelita montok menarik hati tak mungkin ujudnya bisa
berobah, paling tidak dia hanya menghilang! Akh, kau ini ada-ada saja, A puy,
jika memang dibayar mengapa harus takut? Tidak dibayar saja aku mau, apa lagi
bertaruh dan dibayar 100 tail perak ! Kalau memang terjadi hal seperti itu,
biarlah nanti uang yang 100 tail itu ku-pergunakan seluruhnya untuk mentraktir
kalian minum arak sampai sinting!"
Mendengar perkataan Su Nan Su
seperti itu, kawannya tertawa ramai. Sedangkan kakek Sie bungkuk, pemilik
warung arak, tengah duduk melenggut di sudut ruangan di atas kursi yang sudah
tidak bagus lagi karena sudah hampir rusak, jadi terbangun dari tidurnya,
dengan mata masih menguntuk dia menoleh keluar karena suara tartawa para pemuda
yang berkumpul di ruang depan warung araknya itu telah mengejutkannya. Kemudian
tak acuh dia menunduk lagi, melenggut pula, ingin meneruskan tidurnya.
"Ayo cerita lagi,
Su-lao-ko... bagaimana dengan Thang yang tolol itu? Setelah dia pingsan, apa
yang dilakukan hantu cantik itu padanya ?" tanya salah seorang kawannya.
"Hantu cantik itu
berusaha menyadarkan Thang, tapi Thang benar-benar manusia pengecut. Begitu dia
siuman dari pingsannya dan melihat hantu cantik masih tetap berada di depannya,
dia jadi kelojotan ketakutan setengah mati, lalu pingsan lagi !"
Kawan-kawan Su Nan Su tertawa
terping-kal-pingkal lagi. "Benar-benar pengecut Thang seperti anak kecil
saja !" gumam A-puy.
"Hu. sia-sia dia jadi
laki laki kalau memang pengecut seperti itu !" Gumam pemuda yang tubuhnya
kurus seperti menderita sakit paru-paru.
"Benar," mengangguk
Su Nan Su, "sudah kubilang tadi, seharusnya dia tidak perlu ketakutan
hebat seperti itu ! Dia pingsan jika memang hantu itu mau mencekiknya tokh akan
dicekiknya juga. Mengapa harus pingsan ? Apakah dengan pingsan hantu itu akan
pergi ? Tentu tidak ! Karenanya, benar benar tolol si Thang, seharusnya dia
lebih tenang dan tabah, jika memang dia tabah tak ada hantu yang menang dari
manusia!"
Su Nan Su mengambil cawan
araknya dan meneguknya lagi, tapi waktu Su Nan Su hendak menaruh cawan araknya
dan siap meneruskan ceritanya, mendadak A-puy jadi pucat, tangannya dingin
sekali mencekal tangan Su Nan Su, tubuhnya gemetar dan suaranya tergetar.
"Su-laoko... Su-laoko.... coba kau lihat ke situ...!" Dia mengawasi
keluar warung arak.
Su Nan Su dan yang lainnya
jadi heran, mereka menoleh ke arah yang diawasi A-puy. Muka mereka semuanya
seketika berobah jadi pucat dan jantung mereka berdegup jauh lebih cepat. Su
Nan Su sendiri hampir tak mempercayai matanya.
Terpisah cukup jauh dari ruang
depan warung arak, di bawah sebatang pohon yang tumbuh di pinggir jalan depan
warung arak tersebut, berdiri sesosok tubuh dengan pakaian serba putih bersih.
Yang mengejutkan justru orang
itu adalah wanita yang sangat cantik. Biarpun terpisah cukup jauh, mereka bisa
melihat jelas wanita cantik itu beidiri tenang-tenang di bawah pohon sambil
tersenyum manis sekali.
"Hantu cantik . . ."
Suara A puy semakin gemetar.
"Tenang...!" Su Nan
Su berusaha menenangkan teman-temannya, karena yang lainnya pun sudah gemetar
ketakutan. "Tabah, kita harus tabah."
"Dia pasti tentu. . di
malam selarut ini mana mungkin ada wanita yang keluyuran di jalan, apa lagi
seorang wanita cantik jelita seperti dia...!" gumam orang yang bertubuh
kurus seperti sakit paru-paru. Suaranya gemetar, mukanya pucat, jelas dia
ketakutan sekali.
"Apalagi pula dia wanita
asing, bukan penduduk kampung kita," gumam tiga orang lainnya, suaranya
gemetar keras sampai giginya bercatrukan menahan perasaan ngeri dan takut.
"Dia .... dia pasti
hantu...!" matanya juga mengawasi kepada wanita di bawah pohon itu,
seperti juga biji matanya mau meloncat keluar dari rongga matanya.
Su Nin Su juga ketakutan, tapi
dia berusaha menahan rasa takutnya agar tetap tenang, karena selama ini di
depan kawan-kawannya dia bersikap seakan-akan dirinya pemberani dan tak akan
gentar terhadap hantu.
"Tenang .... kita tunggu
saja, kita lihat apa yang akan dilakukan hantu itu ....!" katanya sambil
cepat-cepat mengambil cawan araknya dan meneguknya, karena lehernya dirasakan
telah kering.
Sie bungkuk, pemilik warung
arak tersebut, terbangun dari tidurnya. Dengan mata yang masih mengantuk dia
mengawasi ke arah wanita cantik itu berada. Hatinya jadi berdebar ketakutan,
apa lagi mendengar kata-kata para pemuda itu bahwa wanita yang berada di luar
warungnya itu adalah hantu cantik.
Biarpun usia Sie bungkuk sudah
tua, namun dia seorang pengecut, Sekujur tubuhnya jadi menggigil keras, bajunya
sudah basah sebab dari sekujur tubuhnya mengalir keringat dingin, mukanya pucat
pias, dia sampai mengigil sambil terkencing-kencing, kemudian dengan memaksakan
diri dan lutut gemetar keras serta lemas tak bertenaga, setengah merangkak dia
pergi ke kolong meja dagangannya, untuk bersembunyi di situ. Cuma saja, giginya
bercatrukan keras, sehingga tetap terdengar suara bercatrukan giginya tersebut.
Wanita cantik yang tadi
berdiri di bawah pohon yang tumbuh di tepi jalan di depan warung arak, sekarang
telah melangkah menghampiri warung arak tersebut dengan langkah kaki yang
sangat ringan, sikapnya tenang sekali, mukanya luar biasa cantiknya.
Sekarang para pemuda itu
semakin yakin bahwa wanita ini adalah hantu cantik, karena tak mungkin ada
wanita secantik itu. Bibirnya yang tersenyum manis sebetulnya sangat menarik
hati, tapi sekarang di mata para orang muda itu malah merupakan senyum yang
sangat menakutkan, mengerikan sekali, membuat tubuh mereka semakin menggigil
keras dengan semakin mendekatnya wanita cantik itu dengan mereka.
Tapi, hidung mereka kembang
kempis coba mengendus-endus mencium sesuatu, tak ada bau busuk, tak ada harum
semerbak, sebab setiap cerita hantu yang mereka dengar, jika hantu yang muncul
pasti menimbulkan hawa yang bau busuk atau sebaliknya harum semerbak.
Tetapi setelah wanita cantik
itu berada semakin dekat dengan mereka, mendadak hati mereka seperti mau copot,
terbawa oleh siliran angin tercium harum semerbak yang memabukkan kepala,
jantung mereka seperti mau berhenti berdenyut, semangat mereka serasa terbang
meninggalkan raga semuanya diliputi ketegangan, tubuh mereka mengigil keras dan
kalau mereka tidak malu tentu masing-masing akan berusaha lari meninggalkan
warung arak ini.
Cuma sayangnya, tenaga mereka
seperti lenyap dan kedua lutut mereka seperti tidak menuruti kata hati lagi,
lemas tidak bisa lari atau digerakkan, sehingga mereka duduk saja di tempat
masing-masing dengan perasaan takut yang semakin hebat menyerang mereka.
Wanita cantik itu mengawasi
mereka sambil tersenyum manis. Kemudian waktu bicara, suaranya sangat merdu
sekali. "Sungguh cerita yang menarik tentang hantu cantik itu.... maukah
kau bercerita lagi dan membiarkan aku ikut mendengarkan ceritamu??"
Kata-kata itu ditujukan kepada Su Nan Su.
"Matilah kau !"
bisik A-puy dengan suara perlahan sekali di samping Su Nan Su dengan suara
gemetar "Dia pasti hantu cantik yang kau ceritakan tadi telah mengganggu
si Thang, dia tentu tak senang dan marah...!"
Su Nan Su menelan ludah,
tenggorokannya terasa kering sekali Sebetulnya diapun merasa takut, tapi dia
malu jika kawan-kawannya mengetahui dia merasa takut. Akhirnya dengan
memaksakan diri dia menoleh dan tersenyum kepada wanita itu.
"Siapakah kouwnio...
mengapa malam selarut ini masih berada di luar rumah ? Apakah kouwnio tidak
kuatir nanti diganggu orang jahat ?" Suara Su Nan Su gemetar dan serak,
tapi dia berhasil menindih sebagian rasa takutnya karena malu kalau dia
memperlihatkan perasaan takutnya di depan teman-temannya,
"Aku memang sangat takut
diganggu orang jahat," menyahuti wanita cantik itu. "Kedatanganku ke
kampung Yuan-ci ini untuk menjenguk sanak-familiku yang tinggal di sini, tapi
aku tiba terlambat sudah selarut maiam ini... beruntung tak ada penjahat yang
menggangguku!"
Hati Su Nan Su jadi lebih
tenang waktu mendengar jawaban wanita cantik ini, dia melirik kepada
teman-temannya, kemudian kembali mengawasi wanita cantik ini. Di dalam hati dia
berpikir: "Tak mungkin dia hantu... mungkin benar keterangannya itu bahwa
dia kemalaman tiba di kampung ini, dia bermaksud menengoki sanak
familinya..."
"Kalau kami boleh tahu,
siapakah sanak famili kouwnio yang tinggal di sini ?" tanya Su Nan Su, suaranya
tidak gemetar seperti tadi, malah matanya kini sempat menikmati seraut wajah
yang benar-benar cantik, sulit bertemu dengan wanita secantik ini di dunia.
"Nanti akan kuberitahukan
! Tapi sekarang aku tertarik untuk mendengar cerita tentang hantu tadi...!"
menyahuti wanita itu. "Lagi pula, kalau aku datang kerumah sanak familiku
itu di malam selarut ini tentu kurang pantas, akan mengejutkan mereka. Boleh
aku duduk bersama kalian ?"
Su Nan Su bimbang sejenak,
tapi akhirnya mengangguk. "Silahkan!" katanya.
Wanita itu duduk di kursi yang
kosong, dan A puy bersama kawan-kawannya kembang-kempis hidungnya, karena
mereka mencium harum semerbak berasal dari tubuh wanita cantik ini.
Sedangkan Su Nan Su kini
semakin tenang, karena dia sudah memperhatikan muka dan keadaan tubuh wanita
cantik itu tak ada tanda-tandanya dia sebagai hantu.
"Ceritaku sudah habis,
kalau memang kouwnio mau, besok boleh kuceritakan tentang hantu...! Sekarang
sudah larut malam lebih baik nona pergi ke rumah sanak-familimu itu, mereka
tentu tak gusar atas kedatanganmu, bahkan mereka akan membenarkan tindakan
nona, sebab di malam selarut ini berkeliaran seorang diri, sungguh tidak pantas
untuk seorang wanita... apa lagi secantik kouwnio !"
Wanita itu tersenyum, tahu
tahu tangannya diulurkan menggenggam tangan Su Nan Su yang ada diatas meja,
membuat semangat Su Nan Su seperti mau terbang dari tubuhnya karena kaget.
Dia mau menarik tangannya dari
cekatan tangan wanita cantik itu, tapi tidak bisa, karena cekalannya kuat. Juga
jari-jari tangan halus itu sudah mengusap dengan lembut, sehingga hati Su Nan
Su tergoncang oleh berbagai perasaan.
Merasakan ucapan jari-jari
tangan wanita ini, yang demikian halus Su Nan Su semakin yakin bahwa wanita
cantik ini bukanlah hantu, sebab hantu tak bisa memegang seperti itu, juga tak
mungkin berani memperlihatkan diri di tempat yang ramai seperti saat itu, di
mana Su Nan Su berkumpul dengan beberapa orang temannya, juga dibawah terangnya
api pelita. Dia jadi diam saja pada akhirnya, membiarkan tangannya dipegang
wanita cantik itu.
"Kau sangat baik hati,
terima kasih atas perhatianmu," kata wanita itu, "Aku sangat
berterima kasih benar kepadamu dan tak akan melupakan budimu. Maukah kau
mengantarkan aku ke rumah sanak familiku ? Tidak jauh, Letaknya berada di
tengah-tengah perkampungan ini."
Su Nan Su mengeluh. Dia memang
sudah tidak setakut seperti tadi, tapi untuk mengantar wanita cantik ini tentu
saja dia jadi pikir dua kali. Betapa tidak, bagaimana kalau nanti ternyata
wanita cantik ini adalah hantu yang menakutkan ?"
"Bagaimana?" tanya
wanita itu. "Aku Liok Bi Lan tentu tak akan melupakan budi
kebaikanmu."
Betapa indah dan enak didengar
nama wanita ini, Liok Bin Lan. Apakah hantu bisa mempunyai nama sebagus ini ?
Hantu biasanya akan mengganggu orang jika korbannya sedang sendirian. Tidak
seperti sekarang, ditengah teman-temannya dia muncul, maka Liok Bi Lan pasti
bukan hantu. Tapi untuk pergi mengantarkan sendirian, Su Nan Su masih
ragu-ragu, maka akhirnya dia bilang: "Baik, kami akan mengantarkan kau ke
rumah sanak familimu, aku dengan beberapa orang kawanku akan mengantarkan kau
ke sana !" Setelah berkata begitu, Su Nan Su membusungkan dadanya, lenyap
perasaan takutnya, dia bilang kepada kawan-kawannya:
"Sahabat, mari kita pergi
mengantarkan nona Liok ke rumah sanak familinya."
Tapi A-puy dan pemuda lainnya
menggeleng, mereka tetap takut dan tak mau terlibat dalam urusan ini. Mereka
tetap kuatir kalau-kalau wanita cantik ini hantu.
"Ayolah... tidakkah
kalian kasihan pada nona Liok jika dia pergi sendirian ke rumah sanak
familinya, sedangkan malam sudah demikian larut?" membujuk Su Nan Su
jengkel melihat semua kawannya menggeleng saja tak mau ikut.
"Ya, aku takut...
tolonglah antarkan aku," mohon Liok Bi Lian sambil memperlihatkan sikap
memelas dan minta dikasihani.
"Pergilah kau antarkan,
Su-laoko... nanti selesai mengantarkan, kau kembali kemari, kami akan
mentraktir kau lima kati arak!" kata A-puy.
"Ya, pergilah kau
antarkan Su-laoko... kukira memang tepat kau yang mengantarkannya!"
menganjurkan pemuda yang kurus berdada tipis seperti menderita sakit paru-paru.
Su Nan Su sebetulnya tadi
sudah setengah mabuk, karena sudah banyak sekali arak yang diminum. Tapi tadi
ketika wanita cantik ini muncul, karena rasa kagetnya yang tak terhingga,
membuat mabuknya lenyap. Dia mendongkol mendengar kata-kata teman2nya, yang
jelas-jelas mengejeknya, disindirnya, agar dia membuktikan keberaniannya, sebab
selama ini Su Nan Su memang mengaku tak akan takut pada hantu yang bagaimanapun
juga.
Dia jadi salah tingkah. Namun
karena tak mau menjadi malu didepan teman-temannya, juga memang dia yakin
wanita ini adalah manusia bukan hantu, dia memberanikan diri." Baiklah.
mari kouwnio kuantarkan kau !" Sambil bilang begitu dia bangkit berdiri.
"Kalian jangan kemana-mana ya, aku akan segera kembali....!"
Kawan-kawannya cuma mengangguk
saja, sedangkan Liok Bi Lan sudah bangkit dan melangkah dengan langkahnya yang
membuat semua teman-teman Su Nan Su, termasuk A-puy, jadi memandang kepergian
gadis itu berdua Su Nan Su dengan menelan air ludah.
"Kalau memang wanita itu
bukan hantu, beruntunglah nasib Su Nan Su," menggumam A-puy waktu kedua
orang itu sudah lenyap dalam kegelapan.
"Kalau aku tak mau
mempertaruhkan diri seperti itu, aku yakin wanita itu pasti hantu cantik seperti
yang tadi diceritakan Su Nan Su, tak mungkin tidak wanita itu pasti hantu ! Aku
yakin hal ini, mana mungkin seorang wanita secantik itu bisa keluyuran di
tengah malam, seorang diri lagi !" menggumam katanya.
Demikianlah, mereka jadi
membicarakan tentang wanita itu yang kecantikannya luar biasa, tapi juga mereka
merasa takut dan ngeri kalau ingat bahwa kemungkinan wanita cantik itu adalah
hantu.
Kini marilah kita melihat Su
Nan Su dan Liok Bi Lan. Tentu anda sudah dapat menerka siapa adanya wanita sangat
cantik jelita yang bernama Liok Bi Lan itu, bukan. Benar! dia tak lain dari
Bwee sim-mo-li Liok Bi Lan !
Hatinya girang dapat memancing
Su Nan Su, tampaknya pemuda ini masih muda dan juga bertubuh tegap gagah,
walaupun sekali melihat saja Bwee-sim-mo-li tahu bahwa orang muda ini
sedikitpun tidak mengerti ilmu kungfu.
Namun hal itu tak menjadi
persoalan lagi, sebab yang terpenting buat Bwa-sim-mo li bagaimana mengisi
kesepiannya, yang sudah berhari-hari dalam kegersangan.
"Di mana rumah sanak familimu?"
tanya Su Nan Su sambil melirik mengawasi Bwee-sim-mo-li yang cantik jelita ini,
yang sejak tadi berdiam diri saja.
"Masih jauhkah?"
"Aku sendiri tidak begitu
jelas letak rumahnya dia hanya memberitahukan padaku bahwa rumahnya berada
ditengah-tengah kampung, kalau kutanyakan pada penduduk tentu akan banyak yang
kenal akan keluarga itu,"
Alis Su Nan Su mengkerut,
sulit mencari rumah seseorang tanpa mengetahui alamatnya yang tepat. Tanyanya
kemudian: "Siapa nama sanak familimu itu?"
"Dia She Yang bernama Cie
Siong," menjelaskan Bwee-sim-mo-li seenaknya. "Dia mempunyai dua
orang anak yang kini mungkin berusia lima dan enam tahun. Isterinya bernama
Hiau Kee Niang."
"Aku tak pernah dengar
nama itu di kampung ini," menggumam Su Nan Su "Apakah kau tak keliru
rumahnya ada dikampung ini?"
Bwee sim-mo-li sengaja
memperlihatkan perasaan bingung, dia bilang: "Justeru inilah yang
membingungkan mencari orang di malam hari, kalau besok pagi tentu aku bisa
bertanya-tanya kepada penduduk kampung ini dan mereka bisa memberitahukan
dimana rumah pamanku itu..."
"Kalau begitu sudahlah,
kita kembali saja ke kedai arak dulu, kau tunggu sampai pagi hari baru mencari
rumah familimu itu!" menyarankan Su Nan Su.
Bwee-sim-mo li sengaja
memperlihatkan sikap bimbang, sampai akhirnya dia mengangguk. "Baiklah...
memang sejak semula sudah kurasakan kurang sopan datang ke rumah orang di malam
selarut ini ! Biarlah aku menunggu sang fajar di kedai arak itu bersama kau dan
teman-teman !"
Girang bukan main hati Su Nan
Su, karena segera dia menduga dengan penuh keyakinan bahwa wanita cantik ini
benar-benar seorang manusia, bukan hantu seperti yang dikuatirkannya. Karena
wanita cantik ini lebih senang menunggu di kedai arak, bukan mengajaknya ke
tempat sepi!
"Mari kita kembali ke
kedai arak!" ajak Su Nan Su tak sabar, hatinya semakin besar dan tenang,
sekarang dia sudah tidak curiga bahwa Liok Bi Lan hantu yang bisa
mencelakainya.
"Baik, tapi aku tadi
meninggalkan pauw-hokku dipintu perkampungan, aku hendak mengambilnya dulu..!"
kata Liok Bi Lan
Kaget hati Su Nan Su, dia
memandang curiga lagi pada Liok Bi Lan, dia benar-benar bimbang.
Bwee sim moli rupanya
mengetahui hal ini, sengaja dia bilang: "Biar aku yang pergi mengambilnya
sendiri, kau boleh kembali ke kedai arak, nanti aku menyusul ke sana !"
Mendengar perkataan Liok Bi
Lan seperti itu, kesangsian Su Nan Su semakin besar. Dia bukan sangsi bahwa
wanita ini hantu, tapi kuatir wanita ini nanti tak kembali lagi ke kedai arak,
melainkan pergi entah kemana !"
"Apakah kau tidak kuatir
diganggu orang jahat jika pergi mengambil pauwhokmu seorang diri ? Biar
kuantarkan !" bilang Su Nan Su.
Bwee-sim-mo-Ii cuma
mengangguk. Dia sudah melangkah menuju ke pintu perkampungan tersebut, diikuti
oleh Su Nan Su, yang jadi bawel dan cerewet sekali bertanya ini dan itu tentang
keluarga gadis yang cantik ini.
Bwee-sim-mo-li memberikan
keterangan bohong seenaknya, dia menceritakan bahwa ayahnya seorang hartawan,
tapi dia hendak di kawinkan dengan seorang pemuda yang tak dicintainya, maka
dia melarikan diri. Karena tak tahu mau pergi kemana, maka tujuannya akhirnya
pada familinya di kampung ini untuk menumpang sementara waktu.
Tetapi ketika sampai di luar
pintu perkampungan, Bwee-sim-mo-li tidak berhenti melangkah. Tak ada barang di
gerbang pintu kampung tersebut. Su Nan Su mulai curiga ketika melihat wanita
yang mengaku bernama Liok Bi Lan ini masih terus berjalan. Dia mulai ingat lagi
akan dugaan-dugaan teman-temannya, A puy dan lain-lainnya, bahwa wanita cantik
ini adalah hantu.
Dia jadi takut dan tubuhnya
mulai menggigil dengan jantung berdegup keras. Keadaan di situ gelap dan sepi
sekali tidak ada seorang manusiapun juga.
"Di.. di... dimana kau .
. . taruh pauwhokmu?" tanya Su Nan Su akhirnya, terpaksa, dengan suara
gemetar, karena Bwee-sim mo-Ii masuh terus juga melangkah meninggalkan
perkampungan tersebut.
"Tidak jauh lagi, di
sana..." menunjuk Bwee-sim-mo-li sambil tertawa melirik manis sekali pada
Su Nan Su.
Entah mengapa Su Nan Su sekali
ini melihat senyum Bwee-sim-mo-li tanpa tertarik sedikitpun juga, bahkan
tubuhnya menggigil, rasa takutnya semakin besar. Dia mendadak berhenti
melangkah, bahkan kalau bisa memutar tubuhnya untuk lari meninggalkan tempat
itu, meninggalkan perempuan ini karena dia segera mulai menduga-duga lagi bahwa
Liok Bin Lan ini adalah hantu .... bukankah Liok Bin Lan tengah memancingnya
untuk pergi ketempat sepi dan gelap? Tapi sayang kedua kakinya jadi lemas tak
bertenaga karena rasa takutnya, dia berdiri dengan lutut menggigil.
Liok Bi Lan tertawa,
menghampiri dan memegang tangan Su Nan Su, memijat jalan darah "koai-hiat,
lemaslah benar-benar seluruh tubuh Su Nan Su, sedikitpun tidak bertenaga,
sehingga waktu tangannya ditarik dia terseret mengikuti Liok Bi Lan tanpa ada
perlawanan sedikitpun, hanya menurut saja, meninggalkan perkampungan Yuan ci
semakin jauh.
Keringat dingin membanjiri
tubuh Su Nan Su, dia ketakutan setengah mati. Di luar keinginannya, dia
mengikuti saja diseret oleh wanita cantik tersebut, benar-benar tidak berdaya
untuk memberikan perlawanan. Untuk memberontak saja dia tidak sanggup, bahkan
tenaganya semua seperti telah lenyap sehingga sedikitpun dia tidak bisa
menggerakkan tangannya yang dicekal oleh wanita cantik ini.
Yang membuat dia tambah
ketakutan, Liok Bi Lan telah menyeretnya ke tempat yang gelap dan rimbun oleh
pohon-pohon.
Liok Bi Lan menyeret Su Nan Su
seperti terbang karena dia telah mempergunakan ginkangnya yang sangat tinggi,
sedikitpun tidak ada kesulitan buat dia menyeret tubuh Su Nan Su yang
sebetulnya tidak enteng itu.
Hal ini malah membuat Su Nan
Su tambah ketakutan, bayangkan saja di kedua sisi telinganya berkesiuran angin
yang kencang, dirinya seperti tergantung di tengah udara di tenteng, diseret
dengan cepat sekali, seperti tengah diajak terbang.
Tentu saja dia jadi menduga
bahwa Liok Bi Lan benar-benar hantu yang bisa terbang ! Dugaannya semakin kuat,
karena waku itu dia merasakan kakinya tidak menginjak tanah, terseret seperti
terbang saja, seperti kapas, yang dibawa lari oleh wanita itu secepat kilat.
Pohon-pohon dan barang barang
lainnya yang berkelebat tidak bisa dilihatnya dengan jelas, bahkan kepalanya
seketika jadi pusing,dan akhirnya dengan perasaan ngeri sekali dia memejamkan
matanya rapat-rapat.
Dia ingin menangis saja
layaknya untuk merengek agar hantu cantik ini mengampuni-nya. Tapi tidak ada
suara yang meluncur keluar dari mulutnya, cuma bibirnya saja yang gemetaran,
karena menahan rasa takut.