Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 18

Baca Cersil Mandarin Online: Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 18
Cula Naga Pendekar Sakti  Bagian 18

Kemudian dengan langkah lebar Lo pi menghampiri gadis cantik itu dengan sikap mengancam, membuat semua orang yang ada di situ sangat kuatir buat keselamatan si gadis baju merah.

"Budak hina, rupanya kau mau mampus kuhajar, ya?! "memaki Lo Pi siap untuk memukul si gadis.

Gadis baju merah itu tetap berdiri tenang di tempatnya, sedikitpun tidak gentar oleh gertakan Lo Pi, malah mulutnya tetap tersenyum-senyum. "Masih kurang cuma dibanting seperti tadi dan minta tambah lagi?", tanyanya mengejek.

"Kalau kau menginginkan uangku. beritahukan saja tadi padaku, akan kuberikan. Tidak perlu kau rampas dengan sikap lancang kurang-ajar seperti tadi! Sekarang, biarpun kau menginginkan satu ci, tak akan kuberikan, walaupun kau berlutut sambil menangis air mata darah di kakiku!"

"Budak hina beritahukan namamu! "bentak Lo Pi. ..Sebelum mampus, dengarlah baik-baik siapa aku, agar nanti di depan Gam-lo-ong kau bisa memberitahukan siapa yang mengirim kau ke neraka! Aku si Kadal Tua Lo Pi adalah raja di kota ini, tak seorangpun berani membantah atau membangkang terhadgp setiap perintah dan keinginanku. Kau berani berlaku kurang ajar menantang di depanku- apakah sudah punya tiga kepala dan enam tangan?"

"Hemmm, melihat kelakuan buruk seperti kau ini jelas kau bukan manusia baik, setidak-tidaknya pasti kau manusia busuk yang jahat Apa yang kau ceritakan tadi bahwa anakmu sakit pasti cerita bohong saja. Justeru sekarang kau yang harus mendengar baik-baik namaku, agar nanti kau tidak penasaran Aku she Cu, namaku Bunga Kecil Cukup jelas? Cu Siauw Hoa! Nah, ingat baik baik nama itu kalau kelak kau ingin melakukan kejahatan lagi, agar lebih hati-hati tidak bertindak ceroboh seperti tadi"

Si Kadal Tua Lo Pi yang selalu kata-katanya ditanggapinya oleh gadis itu semakin gusar saja, tubuhnya menggigil menahan marah. Selama menjagoi di kota Yang-cu belum pernah ada orang yang berani memakinya, biasanya dia yang seenak perutnya memaki siapa saja yang tak disenanginya, atau kalau perlu dia akan menghajarnya dan menyiksa orang yang jadi korbannya.

Tapi sekarang gadis muda ini berani menantangnya, mengejeknya malah. Dia mendelik sambil melangkah maju, mulutnya mempedengarkan tertawa bergelak-gelak mengandung kekejaman dan ancaman yang menakutkan. Waktu sampai di depan si gadis, tangan kanannya di-ayun akan memukul muka yang putih mulus itu, tangan kirinya menjambak payudara si gadis, dada yang begitu membusung padat berisi, maksudnya ingin berlaku kurangajar.

Si Kadal Tua Lo Pi sekali ini keliru dengan tindakannya. Masih bagus kalau tadi dia tidak menyerang dengan tangan kirinya ke dada si gadis yang membusung padat berisi itu, cukup ingin menampar muka gadis itu, mungkin dia tak akan mengalami kecelakaan. Sekarang justeru jadi lain. Gadis ini mendongkol bukan main melihat keceriwisan si Kadal Tua. Tahu- tahu tubuh si gadis lenyap dari depan si Kadal Tua, karena loncatannya sangat gesit sukar dilihat jelas, hanya gumpalan merah saja. Tangan kanan Lo Pi yang memukul mukanya dielakkan, tangan kanan itu dibiarkan lewat disamping mukanya, kemudian cepat tangan kiri si Kadal Tua Lo Pi yang mau berbuat kurang ajar telah dicengkeram, terdengar suara "krakkkkk krakkkkk ..."* disusul oleh jerit kesakitan si Kadal Tua Lo Pi, bahkan kemudian tubuhnya terbang ke tengah udara, tak bisa ditahan lagi kebanting kuat di batu jalan raya, menggelepar-gelepar berkelojotan dengan mata mendelik lidah terjulur keluar seperti anjing yang kecapaian.

Matanya ber-kunang-kunang dan menjadi gelap tak bisa melihat apapun, ditambah menderita kesakitan akibat tulang siku tangannya yang kiri telah patah!

Gadis baju merah itu masih berdiri tenang di tempatnya, seperti tidak terjadi sesuatu di situ, hanya tangan kanannya dengan jari-jari yang lentik bentuknya serta runcirg mengebut-ngebut perlahan bajunya, yang mungkin ditempel debu. Perlahan-lahan dia menghampiri keledainya tidak perduli pada si Kadal Tua Lo Pi lagi, melompat naik ke atas keledainya.

Si Kadal Tua Lo Pi kesakitan dan penasaran, dia belum kapok. Kalau memang dia seorang yang mudah menyerah pada kesulitan, tentu tak mungkin bisa menempatkan dirinya jadi jagoan di kota Yang cu.

Biarpun matanya masih kunang-kunang gelap, tangannya sakit bukan main, dia masih memaksakan diri untuk bangun. Tubuhnya bergoyang-goyang akan jatuh, tapi mati-matian dia berusaha menahan dengan kuda-kuda ke dua kakinya agar tidak rubuh lagi. Semua orang yang berkumpul di sekitar tempat ini hanya menyaksikan berdiam diri, mereka takut untuk bersorak atau juga mengejek sang jagoan yang baru saja dipecundangi gadis cantik manis yang semula tak disangka orang memiliki ilmu yang sam at tinggi.

Si Kadal Tua Lo Pi berteriak nyaring. "Mengapa kalian diam saja, goblok ? Hayo-mampuskan budak hina itu! Cingcang tubuhnya hancur lumat jadi bubur !" Suara Lo Pi menggema di sekitar tempat itu, karena dia berteriak sekuat suaranya.

Menyusul itu belasan sosok bayangan melompat ke tengah jalan raya menghalang di depan keledai si gadis. Di tangan masing-masing mencekal berbagai senjata tajam, seperti pedang, golok, tongkat. ioya pendek ataupun trisula. Semuanya laki-laki bertubuh tinggi besar dan memiliki tampang muka bukan orang baik-baik.

Rupanya mereka anak buah Si Kadal Tua Lo Pi, yang sejak tadi cuma berdiri bengong melihat pemimpin mereka dipecundangi. Memang sebagai seorang jagoan Lo Pi mempunyai banyak sekali anak buah, yang selalu berkeliaran bersamanya, berada tak jauh dari Si Kadal Tua Lo Pi, Begitu dia berteriak menganjurkan untuk meT cingcang tubuh gadis cantik manis itu, segera anak buahnya yang sejak tadi sudah ada di situ berduyun-duyun lompat buat menghalangi kepergian gadis itu, yang tak lain Cu Siauw Hoa. adik kandung Cu Lie Seng, puteri kesayangan Cu-kongkong, yang kebetulan berada di Yang-cu karena ikut kakaknya, Cu Lie Seng, menginap di rumah Sam-cong-tok.



Jika Cu Lie Seng selalu sibuk mengurusi orang-orang Kangouw dengan para anak buahnya yang lihai-lihai, justeru Siauw,Hoa setiap hari menghabiskan waktunya untuk main-main, pergi ke tempat-tempat yang indah pemandangan alamnya, memetik bunga yang menarik hati atau juga melihat-lihat keadaan kota itu.

Siapa sangka, hari ini justeru ia dihalangi oleh si Kadal Tua Lo Pi, yang mau merampas kantong uangnya. Siauw Hoa pikir cukup memberi pelajaran pahit pada Lo Pi dengan membantingnya satu kali. Siapa tahu Lo Pi tidak kenal kapok dan terlalu nekad, malah ingin berbuat karang ajar untuk meremas dadanya yang membusung padat dengan tangan kirinya.

Naik darah Siauw Hoa, jadi marah campur benci, itulah sebabnya dia turun tangan langsung mematahkan tangan kiri si Kadal Tua Lo Pi. Tidak disangkanya, si Kadal Tua Lo Pi mempunyai anak buah banyak jumlahnya, sekarang saja belasan orang anak buah jagoan itu sudah mengurungnya dengan senjata siap tergenggam di tangan masing-masing untuk menyerangnya.

Siauw Hoa menahan keledainya, duduk di atas tunggangannya tenang sekali, matanya menyapu mengawasi satu persatu anak buah si Kadal Tua Lo Pi. Tak ada seorangpun di antara anak buah Lo Pi yang memiliki muka yang baik, semuanya tampang jahat dan bengis Juga sinar mata mereka rakus sekali seperti mau melahap bulat-bulat keindahan bentuk tubuh maupun kecantikan wajah Siauw Hoa.

Cuma saja tadi dia sudah menghajar Lo Pi, anak buah jagoan itu tidak berani ceroboh untuk berlaku kurang ajar padanya, Mengandalkan jumlah banyak anak buah Lo Pi yakin bisa menangkap hidup-hidup Siauw Hoa, yang nanti akan mereka giliran untuk memperkosanya. Mereka merasa sayang kalau harus membunuh wanita secantik Siauw Hoa.

Tenang sekali Siauw Hoa turun dari keledainya, dia kuatir kalau tetap duduk di keledainya orang-orang Lo Pi menyerangnya, sehingga melukai keledainya. Untuk dirinya memang tidak perlu gentar, karena yakin tak mungkin anak buah si Kadal Tua Lo Pi bisa melukainya, berapa banyakpun jumlah mereka. Yang dikuatirkan Siauw Hoa adalah keselamatan keledai tunggangannya.

"Apa lagi yang kalian ingini dariku?" tanya Siauw Hoa tenang dan sabar, sedikitpun tidak tampak rasa takut. "Jangan cari kesulitan untuk kalian. Bubarlah !"

Anak buah si Kadal Tua Lo Pi tampak saling melirik di antara kawannya dan tertawa-tawa. Mereka anggap perkataan si gadis lucu sekali, karena janganlah menghadapi belasan orang, melawan empat atau lima orang dari rombongan mereka si gadis oasti sudah dapat dibekuk.

Biarpun gadis ini memiliki kepandaian tinggi, tetap saja dia wanita, yang tenaganya terbatas. Dikeroyok demikian banyak orang, biarpun si gadis ditambah lagi sepasang tangan, tidak nanti bisa menghadapi rombongan mereka. Anak buah si Kadal Toa Lo Pi jadi semakin berani, sikap mereka mulai kurang ajar cengar-cengir di depan si gadis.

Si Kadal Tua Lo Pi sakit hati tangannya di patahkan Siauw Hoa, jadi gusar dan sangat marah melihat anak buahnya semua cengar-cengir seperti kuda yang diberi bawang. "Mengapa kalian tidak turun tangan hanya bengong seperti orang tolol ?" Teriak si Kadal Tua mendongkol, suaranya bengis menakutkan.

Anak buah Lo Pi kaget, semuanya seperti baru ingat tugas tugas mereka. Tidak buang waktu lagi karena telah dibentak bengis seperti itu oleh Lo Pi, mereka meloncat maju kedepan, menusuk, menikam, membacok, menotok dan memukul dengan toya-pedang, golok dan macam- macam senjata tajam lainnya yang menghujani Siauw Hoa.

Penduduk kota itu yang menyaksikan keadaan seperti ini jidi menjerit kaget, mereka sangat kuatir keselamatan gadis baja merah ini, juga merasa ngeri dan takut melihat senjata-senjata tajam itu sudah menyambar menghujani tubuh si gadis.

Mereka tak bisa membayangkan, entah bagaimana jadinya kalau senjata-senjata itu berhasil menyerang sasarannya, pasti tubuh si gadis benar benar hancur menjadi bubur dicingcang oleh senjata-senjata tersebut.

Gadis baju merah ini tenang-tenang di-tempatnya, dia menanti senjata-senjata lawan-lawannya datang dekat baru mau menghindarkan dan menangkisnya. Namun, belum lagi Siauw Hoa menangkis atau mengelakkan senjata lawan, tahu tahu berkelebat sesosok bayangan, disusul dengan suara berkerontangan karena senjata-senjata anak buah si Kadal Tua Lo Pi sudah pindah tangan dirampas oleh sosok bayangan yang baru datang.

Semuanya melompat mundur diiringi teriakan kaget campur marah, Mereka akhirnya melihat di tempat itu sudah tambah seorang pemuda berumur tidak lebih dari 20 tahun, mulanya tampan, di tangannya memegang belasan batang senjata mereka, yang tadi telah dirampasnya.

Siauw Hoa juga kaget dan heran, dia tidak kenal pemuda yang menolonginya. Di-awasinya dengan heran, tapi gadis ini jadi malu karena pemuda itupun sedang mengawasinya dan malah mengangguk waktu Siauw Hoa memandang kepadanya.

Entah mengapa mendadak saja hati Siauw Hoa jadi berdebar-debar. Dia tahu pemuda ini tentunya menolonginya karena melihat dia dikepung oleh belasan orang yang hendak mencelakainya, namun maksud baik pemuda ini sempat membuat hati si gadis berdebar-debar. Biasanya orang menghormatinya, apa yang dilakukan untuk bermuka-muka. Berbeda dengan yang dilakukan pemuda tak dikenal ini. sehingga membuat si gadis merasakan suatu debaran hati yang yang lain, apa lagi memang pemuda inipun tampak gagah.

"Bocah ingusan, kau berani kurang ajar pada kami dan mau mampus rupanya?!" Teriak beberapa orang anak buah si Kadal Tua Lo Pi, bengis mengandung ancaman untuk menyerang.

"Cincang dua-duanya !" Si Kadal Tua Lo Pi memberikan perintah, karena dilihatnya semua anak buahnya cuma bengong-bengong saja tidak segera menyerang.

Mendapat dorongan dari pemimpin mereka, anak buah si Kadal Tua Lo Pi tidak berani main lambat-lambatan lagi, mereka segera menyerbu kepada si pemuda tampan yang sudah merampas senjata mereka, sehingga pemuda itupun tidak sempat untuk bicara sepatah dua patah kata dengan Siauw Hoa, sebab dia diserbu belasan orang anak buah si Kadal Tua Lo Pi. Belasan batang senjata tajam yang tadi dirampasnya, telah dilemparkan ke samping, dibuang ko tepi jalan, sedangkan kedua tangannya yang sudah kosong dipergunakan untuk menjambak kesana - kemari cepat luar biasa, tahu-tahu tubuh- tubuh beterbangan.



Anak buah si Kadal Tua Lo Pi satu persatu dilemparkan ke tengah udara, jatuh terbanting di jalan raya tidak bisa bergerak lagi, pingsan tak sadarkan diri ! Singkat sekali waktu yang di pergunakan pemuda itu, karena belasan orang itu seketika telah dilamparkan semua, jatuh pingsan.

Yang masih bernasib bagus terbanting dan tidak pingsan, segera angkat kaki, kabur, biarpun Lo Pi , berteriak-teriak menganjurkan menyerang lagi.

Pemuda itu menoleh kepada Siauw Hoa, tersenyum penuh persahabatan. "Nona, kau tidak apa-apa ?"

Siauw Hoa waktu itu tengah berdiri keheranan melihat ketangkasan pemuda ini.

Melihat gerakannya yang sangat gesit dan tangannya yang lincah, pemuda ini pasti memiliki ilmu yang sangat tinggi. Tadi dia begitu mudah merampas belasan senjata dari belasan orang anak buah si Kadal Tua Lo Pi. sebagian besar sampai pingsan tak sadarkan diri.

Di dalam hati Siauw Hoa kagum sekali pada ketangkasan pemuda itu, juga mengakui bahwa kepandaiannya tidak sehebat pemuda ini. Mendadak pemuda itu menoleh padanya menanyakan keadaannya, muka si gadis jadi berobah merah, dia menggeleng sambil mengawasi dengan perasaan berterima kasih.

Sebetulnya dia memang tidak gentar menghadapi belasan orang anak buah si Kadal Tua Lo Pi, karena dia yakin bisa mengatasi mereka dengan mudah. Tidak urung pertolongan pemuda ini membuat dia berterima kasih. Apalagi tampaknya pemuda ini sangat menguatirkan keselamatannya, maka ia semakin berterima kasih.

Mengetahui gadis itu tidak mengalami kekurangan apa-apa. si pemuda jadi tersenyum senang. Tahu-tahu tubuhnya meloncat gesit sekali dan sudah berada di samping si Kadal Tua Lo Pi. Tidak bicara lagi pemuda itu sudah memukul dada Lo Pi, sehingga terpental keras terpelanting bergulingan di jalan raya dengan mata mendelik, mulut terbuka dan lidah terjulur keluar, reban tak bergerak lagi, pingsan tak sadarkan diri.

"Orang-orang jahat tidak tahu malu, hanya berani menghina wanita saja !" menggumam pemuda itu sambil memutar lubah tidak perduli lagi pada Lo Pi dari anak buahnya yang menggeletak pingsan tercecer di jalan raya, dia melangkah menghampiri Siauw Hoa. "Sayang aku tiba di tempat ini terlambat sehingga nona dikagetkan oleh orang-orang jahat tidak tahu malu ini. Apakah tidak ada sesuatu yang kurang, nona ?"

Siauw Hoa merangkapkan tangan memberi hormat pada pemuda itu. "Terima kasih atas pertolonganmu. Apakah boleh kuketahui tuan penolongku?" Polos dan lancar cara bicara maupun sikap Siauw Hoa, sikap seorang wanita yang biasa berkelana di dalam kalangan kangouw, tidak malu-malu atau canggung seperti wanita-wanita umumnya yang tak mempelajari ilmu silat.

"Aku Giok Han," memberitahukan pemuda itu, yang memang tak lain Giok Han, kebetulan dia lewat di kota Yang-cu setelah tak berhasil mencari si pengemis yang ternyata seorang gadis. Sedang melewati jalan raya itu dilihatnya ramai-ramai orang berkerumun, maka segera dihampirinya. Begitu melihat belasan orang mengurung seorang gadis, di tangan belasan orang iu juga masing-masing tergenggam senjata tajam yang siap dipergunakan.

Darah Giok Han seketika meluap, apalagi memang dilihatnya belasan orang itu yang semuanya bertampang bukan orang baik-baik, sudah meloncat maju untuk mencelakai gadis ysng sangat cantik manis itu. Tidak buang waktu lagi Giok Han meloncat untuk menolongi gadis itu. "Bolehkah aku mengerahui nama nona dan mengapa mereka hendak mengganggumu?"

"Aku Cu Siauw Hoa," menyahuti Siauw Hoa. "Aku sendiri tak tahu mengapa mereka hendak menggangguku. Tadinya, dia si Kadal Tua Lo Pi hendak merampas kantong uangku, tapi dia sudah kuhajar dan mungkin penasaran dia memanggil anak buahnya agar mencincang hancur tubuhku menjadi bubur! "

"Manusia jahat...." mengguman Giok Han mendongkol dan melirik pada si Kadal Tua Lo Pi yang masih menggeletak pingsan dengan mata mendelik dan lidah terjulur. Badannya diam tidak berkelojotan seperti tadi. Kemudian Giok Han baru menoleh lagi pada Siauw Hoa, diam-diam hatinya memuji kecantikan wajah gadis di depannya. Jarang ada gadis jang secantik Siauw Hoa. "Nona mau pergi kemana?"

"Aku sedang melihat-lihat keramaian kota. Untuk sementara aku memang tinggal di kota ini menumpang di rumah seorang sahabat ayahku. Kau sendiri mau pergi kemana?" balik bertanya Siauw Hoa, senang dia ber-cakap-cakap dengan pemuda yang sopan tapi jujur dan polos cara bicaranya, tidak bermuka-muka, bicara wajar dan sikapnya biasa saja.

"Aku baru tiba di kota ini dan kebetulan melihat kau ingin diganggu oleh orang-orang jahat itu, Cu-kouwnio..."

"Dan kau segera turun tangan menolongiku, Giok-kongcu?" memotong Siauw Hoa sambil teriawa. Giok Han juga tertawa. Walaupun mereka baru berkenalan, tapi mereka bisa bercakap cakap sangat akrab, seperti sahabat iama tak perduli orang-orang yang berkerumun tengah mengawasi mereka.

"Oya. tadi kau bilang baru tiba di kota ini dan belum lagi sempat kemana mana karena harus menolongiku, maka aku yakin kau pasti melupakan sesuatu!"

"Melupakan sesuatu? Apa maksud Cu-kouwnio?" Heran dan tidak mengerti pemuda ini atas perkataan Siaw Hoa.

"Kau tidak ingat? Coba pikir-pikir, apa yang sudah kau lupakan? Liharlah matahari suduh naik tinggi sekali ..."



GioK Han menengok ke atas, dia melihat matahari memang sudah tinggi, hari telah mendekati lohor. Tapi dia tidak mengerti apa maksud gadis ini dengan memberitahukan padanya tentang matahari yang sudah naik tinggi seperti itu. Apa yaag telah dilupakannya?

"Kau tidak ingat juga?" tanya Siauw Hoa sambil tertawa geli melihat muka Giok Han seperti kebingungan.

Giok Han menggeleng. "Benar. Aku tak tahu apa yang dimaksudkan Cu-kouwnio." jawabnya.

"Perutmu! Bukankah kau sekarang belum makan? Bukankah tadi kau bilang baru saja tiba di kota ini dan melihat aku ingin diganggu orang jahat, sehingga kau cepat-cepat turun tangan menolongiku. Pasti kau belum sempat mencari rumah penginapan, juga belum makan!"

Giok Han tertawa keras mendengar keterangan si gadis, benar-benar jenaka gadis ini. Tak salah dugaan gadis itu dia memang belum makan. "Tidak salah, Cu kounio. Aku memang belum makan," katanya polos. "Dan kau tentunya sudah lapar."

"Aku ingin mentraktir kau makan, karena tadi kau telah menolongiku."

"Terima kasih, jangan merepotkan nona."

"Jangan menolak ini sebagai pernyataan terima kasihku, juga untuk mengikat tali persahabatan. Kalau kau menolak kutraktir, berarti kau tak mau bersahabat denganku."

Giok Han tahu tak mungkin menolak, karena bisa menyinggung perasaan si gadis. Dia mengangguk "Baiklah, kita makan di mana ?"

"Ayo ikut denganku, akan kujamu kau dengan makanan yang terlezat di kota ini!" Siauw Hoa menuntun keledainya, Giok Han ikut di belakangnya dengan hati bimbang. Gadis ini baru dikenalnya, tapi ia demikian baik hati, sampai persoalan makan saja diperhatikannya. Sebetulnya Giok Han merasa agak canggung diktraktir gadis itu, diapun tak berdaya untuk menolaknya.

Siauw Hoa mengajak si pemuda ke rumah makan yang memasang merek "Fang hsiang-louw", sebuah ruman makan bertingkat dua dan ramai oleh pengunjungnya Di sana tampak banyak kuda yang ditambat pada depan rumah makan itu dengan seorang pelayan siap menyambut tamu.

Keledai Siauw Hoa telah disambut oleh pelayan itu, yang juga mempersilahkan mereka masuk. Gadis ini berpakaian mewah seperti puteri dan keluarga bangsawan, tak mengherankan kalau pelayan itu bersikap sangat menghormat.

Bukankah di dunia ini segalanya memang selalu dinilai untuk awalnya dari luar. Jika berpakaian mentereng dan mewah, tentu akan dilayani oleh setiap orang dengan hormat, baik pelayan rumah makan, rumah penginapan, ataupun pelayan-pelayan toko, pasti akan melayani mereka, yang lebih diutamakan dari mereka yang berpakaian sederhana ?

Ini sudah hukum dunia, cuma Giok Han merasa muak melihat sikap pelayan yang terlalu menghormat dengan dibuat-buat, demikian juga dua orang pelayan di ruang dalam yang menyambut mereka Giok Han berpakaian sederhana, tani ia berjalan dengan nona cantik berpakaian mentereng ini. iapun dihormat dengan sikap yang berlebihan dari pelayan-pelayan itu.

Di dalam ruang makan penuh oleh tamu, suara mereka juga berisik. Giok Han dnn Siauw Hoa dipersilahkan duduk di sebuah meja yang masih kosong. Si gadis segera memesan bermacam-macam makanan. Lidah eyam cah, kaki ayam tim kolesom, kodok goreng cara Souwciu, ikan gurame masak jamur..." banyak sekali makanan yang dipesan si gadis, semuanya merupakan makanan yang mahal-mahal dan belum pernah didengar Giok Han sebelumnya.

"Rupanya kau ahli makan Cukouwnio," kata Giok Han sambil tertawa setelah si pelayan pergi tergopoh-gopoh untuk mempersiapkan pesanannya yang serba istimewa ini.

"Kau seperti hafal dan kenal semua makanan yang istimewa, rupanya setiap hari memang kau bersantap dengan sayur-sayur seperti itu."

"Kau tahu tidah ayam cah merupakan makanan kegemaranku, sedangkan kodok goreng cara Souwcu makanan yang paling lezat di dunia, tak ada duanya. Nanti kau boleh buktikan." Siauw Hoa mengerling manis, tersenyum memikat dan bibirnya yang tipis kecil itu tersenyum menambah cantik gadis ini.

"Aku belum pernah mendengar nama-nama makanan yang kau pesan tadi, apa lagi memakannya. Karenanya, aku tak tahu bagaimana rasa makanan itu." Giok Han polos-mengakui. "Tapi kukira, semua makanan yang kau pesan itu pasti mahal sekali."

"Soal uang tak jadi soal, asal memang cocok dengan selera kita. Itu adalah pepatah yang biasa dipergunakan oleh para ahli makan. Ku kira memang tak salah kata-kata itu, setiapkali kita makan, tentu kita mau makan yang enak-enak, bukan?"

Giok Han tersenyum tak menyahuti. Gadis ini memang luar biasa. Sikapnya selalu lincah dan riang. Mereka baru berkenalan, tapi gadis ini tak canggung dan bersikap seakan mereka sudah bersahabat karib. Melihat dandanannya, tentu dia bukan gadis sembarangan, setidak-tidiknya dia puteri seorang kaya raya. Tapi mengapa dia berkeliaran seorang diri ? Juga, dia tampaknya memiliki ilmu silat yang tidak rendah, karena tadi waktu menghadapi Lo pi dia pun sanggup merubuhkan jagoan itu. Siapakah dia sebenarnya ? Siapa ayahnya? Apakah seorang hartawan atau seorang pembesar negeri ?

Makanan yang dipesan si gadis cepat sekali sudah disajikan, satu meja penuh. Giok Han merasa kenyang sebelum memakannya, melihat makanan demikian banyak, lenyap selera makannya, karena dia sendiri jadi bingung, tak tahu yang mana harus dimakan lebih dulu.


Siauw Hoa sudah mulai menyumpit jamur di masakan ikan gurame, mulutnya yang tipis bagus itu kecap-kecip tampaknya dia tengah merasakan apakah masakan ini cukup asam-garamnya. Kemudian meng-angguk-angguk. "Koki rumah makan ini cukup pandai, cuma sayangnya jamurnya terlalu lama digodok dalam masakan ini. Seharusnya dia memasukkannya 2 menit setelah ikan gurame ini hendak diangkat."



"Rupanya nonapun ahli memasak," memuji Giok Han. "Kau mengetahui masakan dengan baik, sampai hal yang sekecil-kecilnya kesalahan yang dilakukan koki, kau mengetahuinya."

"Aku memang senang memasak, jika di rumah aku sering memasakan untuk ayah. Ayah selalu memuji bahwa masakanku jauh lebih lezat dari makanan manapun," menyahuti si gadis bangga. "Oya, apakah ibumu tak pernah membuatkan masakan-masakan seperti ini ?"

Giok Han tertegun. Sejak kecil dia tak pernah lagi merasakan kasih sayang ayah ibunya, bahkan waktu kecil itu dia sudah terancam jiwanya oleh orang-orang Cu-kongkong.

Kedua orang tuanya dan juga keluarganya telah dibinasakan oleh kaki-tangan Cu-kong-kong. cuma dia seorang yang bisa diselamatkan jangankan mencicipi masakan ibunya, mendengar kata-kata yang manis memanjakan dari ibunya sudah tak pernah lagi setelah peristiwa menyedihkan hari itu.

Hidupnya selalu dikejar-kejar ketakutan, juga tertekan oleh kesedihan jika teringat pada peristiwa yang terjadi di keluarganya. Hidup di bawah bimbingan yang keras dan disiplin. Terlebih lagi setelah berdiam di Siauw Lim Si, di mana penghuninya semua pendeta-pendeta yang ciacai tak makan masakan berjiwa. Mereka selalu makan sayur-sayuran. Giok Han juga ikut makan sayur-sayuran saja.

Melihat Giok Han diam dengan muka berobah sedih, Siauw Hoa kaget- "Apakah.... apakah aku salah bicara ?" tanyanya ragu-ragu.

Giok Han menggeleng perlahan, sikapnya sedih.

"Kau beruntung masih mempunyai orang tua. Sejak kecil aku tak mempunyai ayah dan ibu." Menjelaskan Giok Han.

"Ooo. maafkan, aku telah menimbulkan kesedihanmu."

"Tak apa-apa. Aku sudah biasa hidup sederhana, karenanya aku belum pernah mendengar, apalagi memakannya, masakan-masakan seperti ini semua." Sambil berkata Giok Han menunjuk pada sayur-sayur yang ada di atas meja.

Sejak kecil Siauw Hoa berada ditengah-tengah keluarga bangsawan, ayahnya memiliki kedudukan tertinggi di daratan Tionggoan setelah Kaisar. Di istana ayahnya banyak sekali koki dan pelayan.

Setiap keinginannya selalu diperolehnya, tinggal memberikan perintah pada pelayan-pelayan maupun anak buah ayahnya. Tak pernah merasakan susah sejak kecil, hidup dalam kemewahan dan dimanja.

Tapi mendengar keterangan Giok Han yang nadanya seperti mengeluh, tak urung Siauw Hoa terharu juga.

Sudahlah, mari kita sikat habis makanan ini !" katanya gembira, untuk mengalihkan pembicaraan mereka. Giok Han juga sudah tertawa lagi, karena Siauw Hoa mengajaknya bicara dengan gembira tertawa-tawa membicarakan tentang cara memasak sayur-sayur yang mereka makan, bagaimana membuatnya bagaimana penyajiannya dan lain-lainya.

Cepat sekali Giok Han melupakan kesedihannya itu. Siauw Hoa juga bercerita dia mendatangi tempat-tempat yang memiliki pemandangan indah, banyak tempat-tempat yang telah dikunjunginya. Giok Han mendengarkan tertarik campur heran, karena demikian luas pengetahuan gadis ini.

Menarik sekali bercakap-cakap dengan gadis cantik manis juga sangat ramah dan riang seperti Siauw Hoa. Tanpa mereka sadari dua orang bertubuh tinggi besar, bermata biru langit, bibir yang lebar dan berewok yang memenuhi janggut, menghampiri meja Siauw Hoa dan Giok Han.

Kedua orang itu bukan orang Han. mereka tampaknya-seperti orang Persia. Kedua orang ini menekuk kaki mereka, memberi hormat pada Siauw Hoa.

"Siaow-kuncu, Siauw cukong memanggil segera pulang," kata salah seorang dari kedua orang Persia dengan sikap horrnat. "Kami menunggu perintah Siauw-kuncu"

Muka Siauw Hoa berobah, dingin dan tak acuh mengibaskan tangannya. "Kalian tunggu di luar, aku belum mau pulang."

"Tapi Siauw-kuncu ..."

"jangan rewel, keluar kalian jangan mengganggu kesenanganku !" bentak Siauw Hoa.

"Baik, baik," kedua orang Persia itu cepat-cepat meninggalkan ruang makan itu dengan sikap menghormat campur takut.

Giok Han menyaksikan peristiwa ini heran dan tak mengerti. Siapa sebenarnya gadis ini ? Melihat kedua orang Persia yang bersikap begitu hormat, juga panggilan "Siauw-kuncu", tentunya gadis ini puteri seorang pembesar negeri. Waktu itu mulai timbul keraguan di hati Giok Han.

Dia tak tahu apakah gadis ini bisa dijadikan sahabatnya atau tidak. Apakah ayah si gadis pembesar kerajaan yang bekerja, jadi kaki tangan Cu-kongkong atau bukan ? Giok Han jadi dingin sikapnya dan berdiam diri saja.

Kalau tadi Giok Han bercakap cakap dengan riang bersama si gadis, sekarang dia cuma menjawab satu dua perkataan saja. Selera makannya juga lenyap.

Siauw Hoa merasakan perobahan sikap Giok Han, bola matanya yang bening mengawasi Giok Han. "Orang-orangku itu memang tak tahu aturan, harap kau maafkan." Si gadis meletakkan sumpitnya. "Lebih baik kita pergi ke taman "Cing-ki-louw" yang ada di pintu barat kota ini. Di sana kita bisa mengobrol tanpa diganggu orang orangku. Pemandangan di sana sangat indah."

Giok Han tersenyum. "Maaf, aku sangat berterima kasih atas kebaikan nona yang telah menjamu makan padaku. Aku ingin melanjutkan perjalanan, nanti jika ada kesempatan kita bertemu lagi."

Muka si gadis berobah, wajah yang cantik jadi berobah sedih. "Kau marah?" tanyanya.

"Marah? Mengapa aku harus marah ? Nona tak berbuat salah apa-apa padaku. Aku yang seharusnya minta maaf, karena tak bisa mengiringi kegembiraan nona buat pergi ke-Cing-ki-louw."



"Kau mau pergi kemana ?"

"Mungkin mencari rumah penginapan, atau mungkin juga meneruskan perjalanan, karena hari belum lagi sore."

Siau Hoa menunduk sedih, suaranya perlahan waktu menggumam: "Aku benar-benar bernasib buruk. Baru saja gembira karena mendapat sahabat, sudah diganggu oleh orang-orang ayah. Sudahlah, kau mau pergi, pergilah. mungkin kau tak mau bersahabat denganku." waktu bilang begitu, dia menunduk tak menatap pada Giok Han, hati Giok Han tergerak. Dia terharu melihat kebaikan dan kesungguhan had gadis ini yang mau bersahabat dengannya, Tapi dia ragu kalau-kalau gadis ini puteri pembesar kerajaan. Sedangkan Giok Han memusuhi Kaisar dan Cu-kongkong, berarti juga musuh semua pembesar kerajaan.

Hal inilah yang membuat Giok Han merasa sulit bergaul dengan gadis ini, walaupun hatinya tertarik pada gadis yang cantik dan ramah ini. Sikapnya yang lincah dan akrab membuat Giok Han semula merasakan persahabatan yang intim. Tapi sekarang, di antara mereka berdua seperti dibendung selapis benda yang memisahkan mereka.

Mendadak di luar terdengar suara ribut-ribut. Bahkan Giok Han mendengar suara orang Persia yang tadi menemui Siau Hoa, yang membentak keras: "Kunyuk belang, kau mencari mampus ?" Dibarengi oleh suara "Serrrr..! Serrrrr! Desssss!"

Muka Siau Hoa berobah, dia melirik pada Giok Han, yang waktu itu sudah berdiri dan memandang ke luar.

"Entah mereka bentrok dengan siapa ?!" menggumam Siau Hoa sambil berdiri lesu." Mari kita lihat."

Ketika berada diluar, Giok Han kaget, karena dilihatnya kedua orang Persia itu mengeroyok seseorang yang dikenalnya. Orang itu berpakaian compang camping, dengan muka yang kotor mesum, karenanya tadi orang Persia itu menyebutnya sebagai kunyuk belang, pengemis tersebut tidak lain si pengemis yang telah meninggalkannya beberapa waktu yang lalu.

Tak buang waktu lagi Giok Han segera lompat sambit berseru: "Hentikan, dia sahabatku !" Dan tangan Giok Han menyampok kepalan tangan kiri orang Persia yang ada di-kanan.

Tenaga orang Persia itu kuat, tapi dia memiliki tenaga gwakang, tenaga luar dan kasar, cuma mengandalkan kekuaran badan saja, sedangkan Giok Han menangkis dengan mempergunakan tenaga lunak, tenaga pukulan orang Persia, yang kebetulan sedang mengancam dada si pengemis, seperti amblas kedalam lautan, lenyap. Orang Persia itu kaget dan melompat mundur, kawannya juga berhenti menyerang si pengemis.

"Sahabat," panggil Giok Han sambil menghampiri si pengemis. "Kau membuat aku pusing mencari carimu !"

Si pengemis melirik Giok Han seperti juga tak kenal padanya, dingin sekali. "Buat apa kau mencari-cariku?"

"Sahabat, kau... kau marah padaku? " tanya Giok Han.

"Cissss, buat apa marah padamu?" dan si pengemis melangkah pergi.

"Sahabat" panggil Giok Han mengejar.

Tapi pengemis itu tak mengacuhkannya dan berlari pergi. Giok Han jadi berdiri tertegun di tempatnya.

Siau Hoa yang menyaksikan Giok Han menangkis pukulan orang Persia dengan mudah dan kemudian memanggil-manggil si pengemis dengan sebutan "Sahabat", alisnya jadi mengkerut.

Apakah pengemis kotor mesum itu sahabat Giok Han ? Sedangkan kedua orang Persia itu memandang penasaran pada Giok-Han. Cuma saja mereka mengetahui Giok-Han kawan Siau-kuncu mereka, tak berani mereka bertindak sembarangan.

"Apa yang terjadi? Mengapa kalia berkelahi dengan pengemis kotor itu?" tanya Siau hoa pada kedua orang Persia.

"Tadi dia menghampiri kami dan minta sedekah. Kami bilang tak ada uang kecil untuknya, tahu-tahu muka kami digamparnya!"

"waktu memberi tahukan demikian, muka kedua orang Persia itu berobah merah.

Sebetulnya mereka orang-orang berkepandaian tinggi tapi tadi kcolongan digampar pengemis itu karena mereka tidak berwaspada selain tangan si pengemis memang menyambarnya begitu cepat.

"Apakah kalian tak kenal pengemis itu? " tanya Siau Hoa lagi, sebagai gadis cerdik, dia segera bisa menduga bahwa didalam urusan ini pasti ada sesuatu yang tidak beres. Bukankah Giok Han tadi memanggil-manggil si pengemis dengan sebutan "sahabat" ? Dan juga si pengemis seperti marah pada Giok Han tak melayani pemuda itu.

"Kami tak pernah bertemu dengan pengemis kotor itu sebelumnya, Siauw-kongcu. kami juga heran dia seperti sengaja mencari urusan dengan kami. Kalau saja tidak dihalangi... dihalangi dia..."

Tapi orang Persia itu tak meneruskan perkataannya, karena Siauw Hoa sudah mendeliki mata padanya. Yang dimaksudkan orang Persia dengan sebutan "dia" adalah Giok Han yang dimaksudkan kalau saja Giok Han tidak menghalanginya, tentu mereka bisa menghajar si pengemis yang sudah berlaku kurang ajar menampar mereka.

"Sudahlah kalian lain kali tak boleh mencari-cari urusan karena jika diketahui oleh ayahKU tentu mempersulit diriku juga, lain kali tentu aku tak diijinkan untuk keluyuran diluar."

Kedua orang Persia itu mengangguk, tapi mata mereka melirik Giok Han, seakan-akan masih penasaran karena tadi Giok Han sudah menghalangi mereka menghajar sipengemis.

Giok Han lesu menphampiri si gadis, merangkapkan kedua tangannya memberi hormat. "Cu-kounio. aku sebetulnya, masih ingin mengobrol dengan kau, tapi ada sesuatu yang perlu kuurus maka terpaksa kita harus berpisah."



"Ya, aku tahu engkau hendak melakukan sesuatu. Percuma jika memang kau mau pergi." menyahut Siauw Hoa, tawar. Dia menduga, tentu Giok Han hendak mengejar sipengemis sahabatnya itu. Melihat sikap Giok Han yang tak tenang, jelas Giok Han seperti lebih mementingkan si pengemis dari dirinya, diam-diam Siauw Hoa mendongkol.

Dia cantik jelita, selalu memperlakukan Giok Han dengan riang dan baik, sedangkan si pengemis compang camping dan kotor, tapi Giok Han lebih mementingkan "sahabat" nya itu. Dia jadi heran juga. Biasanya pemuda pemuda lain akan merasa beruntung jika bisa bercakap-cakap dengannya satu dua patah saja, tapi Giok Han ternyata lain, dia malah lebih mementingkan sahabatnya yang kotor mesum itu.

Bukankah kata-kata yang biasa dipergunakan orang ialah pemuda akan lupa sahabat jika sedang asyik mengobrol dengan wanita cantik?

Dugaan Siauw Hoa tidak keliru, karena dia sudah berlari ke arah tadi dimana si pengemis kotor itu pergi. Siauw Hoa mengawasi kepergian Giok Han sesaat lamanya, biarpun mukanya dingin tak memperlihatkan perasaan apa-apa, hatinya justeru tengah digeluti oleh perasaan yang tidak enak, yang aneh, yang selama ini belum pernah dirasakannya.

Dia juga menyesal, mengapa tak bisa lebih lama lagi mengobrol dengan pemuda yang menarik hati itu? Mengapa harus berpisah secepat itu ? Akhirnya Siauw Hoa menghela napas, mengajak orang Persia itu meninggalkan tempat tersebut.

ooo)0(ooo

Ruangan itu besar dan penuh oleh perabotan yang mewah, di sebelah kanan ruang itu tampak meja ukir dari kayu cendana. Di kursi yang ada di dekatnya duduk seorang bertubuh agak gemuk berjubah pendeta usianya limapulun tahun lebih.

Tubuhnya diam tak bergerak, tapi kedua tangannya bergerak-gerak perlahan sekali, cuma saja setiapkali tangan itu bergerak, lambat-lambat mengeluarkan suara "Wutttut . . . Wuttttt . . . !" yang santer dan kuat, membuat ruangan itu seperti bergoncang ada gempa.

Semakin lama tangan pendeta itu bergerak semakin lambat, tapi tenaga yang keluar dari kedua telapak tangannya semakin kua ruangan itu seperti dilanda angin topan yang keras.

Mendadak pendeta itu berhenti menggerakan tangannya, menoleh ke pintu ruangan. Matanya bersinar tajam. "Mengapa kau tak masuk?" tegurnya, parau suaranya.

Daun pintu terbuka, tampak Cu Lie Seng masuk dan memberi hormat. "Tecu mengganggu latihan suhu, ada sesuatu yang perlu tecu laporkan."

"Sudah kau dapat barang yang kuinginkan itu?" tanya pendeta tersebut yang tak lain dari Tang San Siansu.

"Tecu sudah berhasil menyelidiki dan mengetahui di mana adanya Liong kak-tung. Bahkan tecu sudah bertemu dengan seseorang yang memakai gelaran Liong kak-sin-hiap."

Alis Tang San Siansu bergerak-gerak, keningnya mengkerut, tanganya terkepal, tapi tak berkata apa-apa.

Cu Lie Seng meneruskan perkataannya: "Tecu menerima laporan bahwa Liong-kak-tung berada di tangan Toat-beng-sin-ciang. Dia pemilik terakhir Liong-kak-tung. Bersama-sama dengan Bwee-sim-mo li suhu, tecu sudah pergi kesana. Pak-mo, Tong-mo, See-mo dan Lam-mo juga ikut serta.

Toat-beng-sin-ciang mengandalkan racunnya, ia rupanya seorang yang benar-benar ahli mempergunakan racun. Waktu tecu sampai di sana, ada seorang pengemis berusia muda yang menghalangi tecu dan yang lainnya, mungkin dia murid Toat-beng-sin-ciang.

Tecu bermaksud menawannya, tapi gagal, karena waktu itu muncul orang yang mengaku sebagai Liong-kak-sin hiap dan menolongnya. Jika saja tecu berhasil menawan hidup-hidup pengemis iiu, niscaya tecu bisa mengorek keterangan dirinya."

"Sekarang di mana pengemis itu ?" tanya Tang San Siansu, dingin suaranya. Walaupun hatinya agak tegang mendengar barang yang selama ini dicari-carinya sudah diketahui berada di mana" wajahnya tetap dingin dan biasa saja.

"Dia melarikan diri, demikian juga pemuda yang menolonginya berhasil lolos. Tapi, tecu kira mereka melarikan diri tak jauh dari tempat ini kalau memang suhu mau mencari mereka, tentu tak begitu sulit, tecu sudah perintahkan Pak-mo berempat pergi menyelidiki dan mencari jejak pengemis itu dan pemuda yang bergelar Liong-kak-sin-hiap."

"Hemmm, bagaimana kepandaian pernuda yang bergelar Liong-kak-sin-hiap itu?"

"Ampunkan tecu suhu, karena tecu tak berhasil menangkapnya. Tapi tecu berjanji, jika suatu saat nanti tecu berhasil mencarinya, tentu tecu akan menangkapnya hidup-hidup, untuk mengorek keterangan. Kepandaiannya memang tinggi, tapi tecu bisa mengatur siasat sebaik-baiknya."

"Kecewa kau menjadi muridku, sudah cukup banyak kepandaian yang kuwariskan kepadamu. Tapi, mengapa kau membiarkan kedua orang itu lolos?" tegur Tang San Siansu.

Muka Cu Lie Seng berobah merah, dia malu. Memang gurunya sudah mewariskan bermacam-macam ilmu, biasanya Cu Lie Seng-pun bersikap congkak dan yakin bahwa dia sudah memiliki kepandaian tanpa tandingan.

Menurut gurunya, yang bisa menandingi Cu Lie Seng saat itu cuma beberapa orang saja, itupun tokoh-tokoh tua berkepandaian tinggi. Tapi sekarang, selain dia gagal menawan pengemis yang diduga nurid Toat - beng - sin-ciang, juga dia tak berhasil menangkap pemuda yang memakai gelaran Liong-kak-sin-hiap.

"Dalam waktu dekat tecu akan berusaha menangkap mereka," janji Cu Lie Seng menunduk.

"Dalam penyelidikanmu itu,apakah sudah dapat dipastikan bahwa Liong-kak- tung berada di tangan Toat-beng-sin-ciang? "menegaskan gurunya.



"Sembilan bagian memang dia pemilik terakhir tongkat Liong-kak-tung, tapi sejauh itu tecu belum berhasil bertemu dengannya. Kemarin waktu gagal menangkap pengemis itu. tecu sudah merusak tempat kediamannya, mungkin Toat beng-sin-ciang dalam waktu dekat memperlihatkan diri, di waktu itu pasti tecu lebih mudah untuk membekuknya dan memaksa dia menyerahkan tongkat Liong-kak tung.

Tang San Siansu menggeleng-geleng perlahan, gumamnya: "Toat-beng-sin-ciang bukan orang berkepandaian lemah, walaupun aku yakin kau bersama-sama Tong-mo, Pak-mo, See-mo, Lam mo dan Bwee-sim-mo-lie bisa menghadapi mereka, tapi agar urusan tak jadi berantakan, aku akan ikut buat membekuk Toat-beng-sin ciang. Sekarang pergilah kau selidiki, dimana dia berdiam, secepatnya beritahukan padaku setelah berhasil mengetahui beradanya Toat beng-sin-ciang. Demikian juga halnya dengan pengemis dan pemuda yang mengaku sebagai Liong-kak-sin-hiap kau selidiki di mana mereka berada. Jika sudah mengetahui, segera bersama-sama denganku pergi untuk membekuk mereka. "

"Baik suhu," Cu Lie Seng mengundurkan diri dari ruangan itu, untuk melaksanakan perintah gurunya.

Tang San Siansu duduk diam di kursinya, tak melatih kedua tangannya lagi. Kalau tadi dia tengah menyempurnakan latihan Liong-beng- kun". Sekarang dia sudah mencapai tingkat sangat tinggi, telah sampai pada titik penentuan dari latihannya. Itulah sebabnya selama seminggu ini dia selalu mengurung diri untuk melatih bagian terakhir ilmunya yang dahsyat itu.

Mungkin memerlukan waktu tiga hari lagi untuk merampungkan latihannya tersebut, sehingga dia benar-benar sangat tangguh dengan ilmunya yang terlatih sampai pada titik yang tertinggi, Cuma saja mendengar ada pemuda yang bergelar "Liong-kak-sin-hiap", dia jadi penasaran dan ingin cepat cepat menangkap pemuda itu. buat mengetahui siapa sebenarnya pemuda itu.

Hal ini disebabkan si pemuda memakai gelaran dari nama senjata yang paling ditakuti Tang San Siansu, senjata yang bisa memunahkah ilmu "Liong beng-kun" nya !

Tang San Siansu sekarang sudah mencapai tingkat latihan "Liong beng-kun" yang sangat tinggi. Dapat dikatakan jarang ada lawan yang bisa menandingi pendeta bekas murid Siauw Lim si ini. Memang ambisi Tang San Siansu ingin menguasai rimba persilatan terutama sekali untuk merampas kedudukan pimpinan atau Ciangbunjin Siauw Lim Si karena dia sakit hati pernah diusir dari Siauw Lim Si.

Yang membuatnya tak berani segera turun tangan, ia tahu Siauw Lim Si merupakan pintu perguruan yang memiliki murid-murid lihai. merupakan pintu perguruan besar yang disegani semua orang. Bekerja seorang din saja tak mungkin bisa menguasai Siauw Lim Si, akhirnya Tang San Siansu menghamba pada Cu-kongkong.

Ia bukan tak mempunyai maksud. Dengan menghamba pada kebiri yang paling berkuasa pada saat itu, niscaya ia bisa memanfaatkan kekuasaan Cu-kongkong untuk membantunya, memperalat pembesar kerajaan itu. meminjam tangan Cu-kongkong buat merampas Siauw Lim Si. Tapi tak disangkanya, justeru gurunya yang semula diduga sudah mati, ternyata masih hidup.

Karenanya setelah meninggalkan Siauw Lim Si, Tang San Siansu mati-matian melatih Liong beng kunnya lebih giat, ia mengurung diri dan hanya mendidik Cu Lie Seng. Luka di dalam tubuh yang disebabkan pukulan gurunya, memaksa dia harus menyembuhkannya dengan mengorbankan lwekangnya sebagian, setelah setahun barulah lwekangnya pulih.

Dendamnya pada Siauw Lim Si semakin hebat, dia bertekad walaupun bagaimana harus merampas kedudukan pimpinan Siauw Lim Si, jika perlu membumi hangus kan Siauw Lim Si.

Tentu saja jika jalan ini ditempuh, dia akan memanfaatkan kekuasaan Cu kongkong, meminjam tangannya untuk mengerahkan pasukan tentara untuk menghancurkan Siauw Lim Si, dengan tuduhan bahwa Siauw Lim Si ingin memberontak pada kerajaan, dan Kaisar menghukum pintu perguruan itu !

Siapa sangka sekarang justeru didengar-nya ada seorang pemuda berkepandaian tinggi yang memakai gelaran Liong-kak-sin-hiap membuat Tang San Siansu tak sabar ingin cepat-cepat menangkap nemuda itu, untuk dikorek keterangannya.

Entah murid siapa pemuda itu, tapi yang pasti ada tantangan dengannya, karena pemuda itu memakai gelaran Liong-kak-sin hiap, yang berhubungan dengan Liong-kak-tung, senjata yang paling ditakuti oleh Tang San Siansu, sebab Liong-kak-tung bisa menghancurkan sinkangnya dan latihan Liong beng-kunnya bisa buyar kalau terserang oleh totokan Liong-kak-tung pada beberapa jalan darah tertentu di tubuhnya.

Mati atau hidup pemuda itu harus ditangkap, juga pengemis yang diduga murid Toat-beng-sin ciang, harus ditangkap juga, buat mengetahui dimana bersembunyinya Toat-beng-sin-ciang yang menurut muridnya justeru merupakan pemilik terakhir Liong-kak-tung, senjata yang diinginkan benar oleh Tan San Siansu.

Kalau usaha mendapatkan Liong-kak-tung sudah berhasil, selanjutnya Tang San Siansu tak takut pada apapun juga, terhadap siapapun dia tak gentar lagi, karena Liong beng-kunnya sudah dilatih demikian hebat dan tinggi jarang ada orang yang bisa mengalahkan Tang San Siansu sekarang ini, apa lagi kalau Liong-kak-tung sudah berada di tangannya.

Tang San Siansu tak perlu kuatir lagi nanti seseorang mempergunakan senjata yang menakutkan baginya itu untuk menyerang dirinya. Mati-matian Tang San Siansu menyuruh muridnya mencari dan menyelidiki di mana adanya Liong-kak-tung.

Siapa tahu, sekarang muridnya sudah memperoleh kabar yang menggembirakan, yaitu Liong kak-tung berada di tengah Toat-beng-sin-ciang.

Tang San Siansu memang pernah mendengar perihal Toat-beng-sin-ciang, seorang jago tua yang berperangai aneh, tapi Tang San Siansu yakin ia bisa menghadapi Toat-beng-sin ciang dengan Liong-beng-kunnya. Berita yang dibawa muridnya menyenangkan, juga menggelisahkan Tang San Siansu.



Rasanya dia tak sabar lagi,ingin cepat-cepat mengetahui dimana adanya Toat-beng-sin ciang buat merampas Liong kak-tung. Semakin cepat semakin baik baginya.

ooo)0(ooo

Giok Han mencari-cari si pengemis, tapi tetap tak berhasil menemukan jejaknya, biarpun dia sudah berlari ke sana kemari cukup jauh. Karena sudah mengetahui bahwa pengemis itu seorang gadis, Giok Han bisa menduga-duga mungkin si pengemis marah melihat dia bersama-sama dengan Siauw Hoa di rumah makan dan pengemis itu jadi iak mau meladeni nya lagi, tak acuh.

Entah mengapa Giok Han merasa pengemis itu merupakan sahabatnya, biarpun mereka berkenaIan belum terlalu lama. Sikap dan kelakuan si pengemis yang selalu bicara blak-blakan dengannya, juga memang si pengemis pernah menjanjikan padanya untuk bantu menghadapi Siangkoan Giok Lin, rupanya pengemis itu menyimpan sesuatu rahasia.

Banyak yang ingin diketahui Giok Han, terutama sekali Toat-beng-sin ciang apakah mempunyai hubungan dengan si pengemis ?" Mengapa gadis ini berpakaian sebagai pengemis ? Padahal waktu kopiahnya terbuka sehingga rambutnya terurai, sekilas Giok Han bisa melihat pengemis ini yang cukup cantik, walaupun mukanya begitu kotor tak karuan.

Di samping itu Giok Han mengetahui bahwa pengemis itu terancam keselamatannya oleh Cu Lie Seng dan orang-orangnya, biar bagaimanapun sikap si pengemis terhadapnya, tetap dia bermaksud membantu pengemis itu.

Tapi setelah mencari-cari sekian lama tetap tak berhasil bertemu dengan pengemis itu, Giok Han jadi putus asa. Waktu itu dia berada didepan pintu kota sebelah selatan, terpisah kurang lebih lima lie. Di sana sepi, hanya banyak pohon-pohon yang rindang tumbuh dikedua tepi jalan tersebut.

Kemana harus dicarinya pengemis itu ? Kemana perginya pengemis yang memiliki kelakuan aneh dan juga penuh dengan rahasia itu ? Sedangkan Giok Han berdiri di situ mengawasi sekitarnya dengan putus asa karena tak berhasil mencari si pengemis mendadak dilihatnya ada sesosok tubuh dari balik sebatang pohon yang berputar-putar menghampiri padanya.

Giok Han mengawasi lebih tegas, ternyata orang itu berjalan bukan dengan kedua kakinya, melainkan jungkir balik, jalan dengan tangannya yang kiri tubuhnya berputar-putar seperti gangsing dan ringan menghampiri Giok Han.

Orang itu tak lain See-mo Uh Ma, iblis dari Barat yang bertubuh cebol seperti tinggi tubuh seorang anak berusia 12 tahun. See-mo tak kenal Giok Han lagi, karena dulu waktu dia pernah bertemu dengan Giok Han dan mengajarkan "Tok Pie Ginkang", pemuda ini masih kecil.

Sekarang See-mo cuma tahu bahwa Giok Han "Liong-kak-sin-hiap" yang pernah dikepung dia dan kawan-kawan-nya, tapi tak berhasil menundukkannya.

See-mo tengah menyelidiki keadaan di sekitar itu, mencari Giok Han dan si pengemis atas perintah Cu Lie Seng Demikian juga Pak-mo, Lam-mo dan Tong-mo, semuanya mencari Giok Han dan si pengemis ditempat berpencaran.

Tak disangkanya ia melihat Giok-Han tengah berlari lari mendatangi, dia mendekam diatas cabang pohon mengawasi gerak-gerik Giok Han. Melihat si pemuda berhenti berlari dan berdiri diam mengawasi sekitar tempat itu, See-mo yang tak bisa menahan diri lagi ingin cepat cepat menangkapnya segera lompat turun buat menangkap Li-ong-kak-sin-hiap ini.

Tentu Cu-cukongnya girang sekali. Dengan mempergunakan "Tok-Pie Ginkang", tubuhnya jumpalitan, kedua kakinya menjulang ke atas, kepala dibawah dan dia maju berputar seperti gangsing, di mana kelima jari tangannya yang bertenaga itu berputar seperti roda saja.

"Bocah, sekarang kau tak bisa pergi lagi!" Teriak See-mo waktu dia sudah dekat dengan Giok Han. "Kau harus baik-baik turut denganku menemui Siauw-cukongku!"

Dalam jengkelnya, Giok Han jadi ingin mempermainkan si cebol ini, timbul kegembiraannya. Dia tadi begitu kesal karena tak berhasil mencari si pengemis, tapi sekarang timbul keinginannya untuk coba-coba kepandaian See-mo, karena dulu ia pernah diajarkan ilmu "Tok Pie Gin kang". Tapi Giok Han tak tahu apa namanya ilmu tersebut, dia hanya tahu ilmu ini bisa di pergunakan untuk jalan dengan kepala dibawah dan hanya mempergunakan tangan kiri saja berputar seperti gangsing.

Mendadak tubuh Giok Han melompat ke-atas loncatannya tinggi, waktu tubuhnya meluncur turun, kepalanya lebih dulu, kemudian tangan kirinya menyangga tubuhnya, berputar-putar seperti yang dilakukan See mo.

"Ihhhhh! "Si cebol berseru kaget, dia mengenali Giok Han mempergunakan ilmu andalannya sendiri, dari mana pemuda ini memperoleh dan mempelajari ilmu andalannya tersebut ? Dia jadi mengawasi bengong sebentar, sedangkan tubuhnya sejenak berhenti berputar.

Dia tak mengerti mengapa Giok-Han bisa melakukan seperti yang dilakukannya, yaitu tubuh berjungkir balik seperti itu. "Ayo, mari kita main-main !" ajak Giok Han. "Bukankah kau senang main-main?"

"Hahaha... haha...!" tertawa See-mo setelah berkurang rasa kagetnya. "Kau mencuri dari mana ilmuku "Tok Pie Ginkang itu ?"

Tubuh Giok Han berputar-putar, sengaja tertawa. ingin mempermaiankan See-mo.

"Aku diajarkan olehmu, aku anak angkatmu, bukan ?" menjawab si pemuda.

"Apa ?" kembali See-mo kaget. "Kau... kau anak angkatku ? Aku mengajarkan kau Tok Pie Ginkang ?"

"Ya", menyahuti Giok Han. "Nah, ayolah kita main-main, mengapa bengong saja di situ ?"

See-mo seperti berpikir keras, lenyap kegembiraannya untuk men;alankan Tok Pie-Ginkang, yang sedang dipikirkannya siapakah pemuda di depannya ini, yang mengaku sebagai anak angkatnya dan juga mengaku pernah menerima pengajaran ilmu "Tok Pie Gin-kang" langsung dari dia.

"Siapa namamu ?" Tanya See-mo mengawasi tajam pada Giok Han, karena tetap saja dia tak ingat siapa pemuda ini, tak mengenalinya dan memang dia merasa baru satu kali bertemu dengan Giok Han yaitu ketika ia bersama Pak mo, Lam-mo danTong-mo serta yang lain-lannya mengeroyok Giok Han.

Tapi See-mo cuma tahu bahwa pemuda ini bergelar "Liong-kak-sin-hiap" dan mempunyai kepandaian yang tinggi tak bisa diremehkan. Tapi sekarang justru Giok Han membawakan jurus-jurus "Tok Pie Ginkang" jurus ilmu andalannya karuan saja dia jadi tercengang dan bingung.

"Aku Liong-kak-sinhiap. Bukankah kau dan teman-temanmu sudah mengetahui gelaranku itu ! ?" menyahuti Giok Han.

"Kau jangan bicara sembarangan mengatakan bahwa kau anak angkatku, nanti kurobek mulutmu ! Aku tidak punya anak angkat, kapan aku pernah angkat anak ?"

Melihat See-mo kebingungan seperti itu, geli hati Giok Han. Dia semakin ingin mempermainkannya. "Dengarlah See-mo, kau pernah mengangkat aku menjadi anak angkatmu sekarang kau membantahnya ! Kau juga telah mengajarkan aku ilmu andalanmu, yaitu jurus-jurus untuk berjalan dengan tangan kiri, sedangkan kedua kaki berada di tengah udara. Nah, lihatlah, bukankah aku mahir menjalankan jurus-jurus ilmu andalanmu itu?"

Memang See mo melihat bahwa Giok Han mahir sekali mempergunakan jurus-jurus Tok Pie Gink-angnya, tapi dia tak tahu dan tak ingat kapan pernah mengajarkan pemuda ini ?

"Sudah ! Sudan ! Aku pusing !" Teriak See mo yang kepusingan karena tak juga dia ingat di mana dia pernah bertemu dengan Giok Han, mengangkat jadi anaknya dan malah mewariskan jurus-jurus ilmu silat andalannya, Tok Pie Ginkang.

Dia tak sabar lagi, tubuhnya segera meloncat ke depan, kembali jungkir balik, tubuh itu berputar seperti gangting, dengan tangan kiri See-mo yang menyanggah berat tubuhnya tersebut. Tangan kanannya yang bisa digerakkan bebas menyambar-nyambar keselangkangan Giok Han, karena Giok Han juga dalam keadaan jungkir balik.

Giok Han cerdas, dia dapat melihat dan memakai jurus2 yang dipergunakan See mo.

Setelah menghindarkan jari jari tangan See mo yang mau mencengkeram selangkangannya, da mengikuti cara menyerang See mo, ingin mencengkeram selangkangan See-mo.

Kaget tak terkira See mo. Pemuda ini bisa memakai juga jurus jurus serangannya Padahal tadi dia mempergunakan jurus serangan yang jarang sekali di pakai, karena terlalu hebat akibatnya kalau seseorang terkena serangan itu. Tapi, pemuda ini justeru bisa balas menyerang dengan mempergunakan jurus yang sama, walaupun tenaga pukulannya tidak sekuat yang dilakukan See-mo tapi ini sudah membuat Sie-mo jadi tercengang.

Sampai dia meloncat berdiri memandang dengan mata terbuka lebar-lebar, mulut yang menganga dan lidah iler jatuh menetes. Benar-benar See-mo tak mengerti, mengapa pemuda ini bisa menjalankan jurus-jurus ilmu andalannya. Karena penasaran dan heran, kembali See-mo jungkir balik, tubuhnya berputar cepat dan tangan kanannya menyerang lagi, sekali ini paha Giok Han.

Giok Han waktu itu masih jungkir balik, dia mengelakkan pukulan itu, kemudian mencontoh gerakan yang dilakukan See-mo, buat balas menyerang. See-mo sekali ini biarpun saking heran, juga tambah penasaran, tidak dihentikan pukulannya. Beruntun dia memukul lima kali.

Keruan saja Giok Han jadi repot. Dia berdiri dengan tangan kirinya mempergunakan ilmu "Tok Pie Ginkang", yang dulu pernah diajarkan See mo. tapi tak pernah dilatihnya Sedangkan yang menyerangnya sekarang justeru pemilik ilmu itu sendiri, maka tidak leluasa gerak badan Giok Han. Waktu didesak sampai pukulan ketiga. Giok Han sudah kewalahan dan terpaksa lompat berdiri dengan kedua kakinya, barulah dia menghadapi See mo dengan lincah. Sisa dua serangan See-mo dihindarkan dengan gampang.

"Siutttt... ! Syuuuttt...!" Terus juga See-mo menghantam dengan dahsyat, mendesak Giok Han. Sekarang Giok Han dapat menghadapinya dengan baik, tangan kanan See-mo yang menyambar kearah tumitnya, dielakkan dengan mengangkat kaki kanannya dan menendang dengan dupakan kuat, mengincar leher See mo.

See-mo cepat-cepat menyelamatkan lehernya, tangan kanannya menyambar lagi. Tubuhnya terus berputar, sehingga sulit diduga arah mana yang diincar See-mo.

"Bocah, beritahukan dari mana kau curi belajar ilmuku?" bentaknya penasaran.

"Sudah kuberitahukan padamu hal yang sebenarnya, aku pernah diangkat jadi anak dan diajarkan ilmumu itu!"

"Jangan kau permainkan aku, nanti mulut mu kurobek lebar lebar!" Mengancam See-mo karena dia semakin penasaran. Bukan cuma mulutnya yang berkata melainkan tangan kanannya sudah menyambar kuat sekali, saling susul, karena dia ingin melihat sampai berapa jauh Giok Han bisa menghadapi ilmu andalannya.

Kemarin, waktu dikeroyok See-mo, Pak-Tong mo, dan Lam mo G ok Han tak gentar, bahkan bisa memberikan perlawanan yang baik. Sekarang hanya See-mo seorang diri, dia tak menemui banyak kesulitan. Cuma saja kini See-mo iam?aknya menyerang tidak tanggung-tanggung, jari-jari tangannya jadi kaku siap mencengkeram melebihi kekuatan baja, juga yang diincar See-mo adalah bagian bagian yang mematikan dianggota tubuh Giok Han. Bertubi-tubi tangannnya itu menyambar, berulang kali juga selalu gagal.

Setelah merasa cukup mempermainkan See-mo, Giok Han mempergunakan ilmunya untuk balas menyerang dan mendesak See-mo Dia mempergunakan Ginkangnya untuk lompat kesana kemari, tubuhnya berkelebat seperti bayangan dan ringan sekali tahu-tahu sudah ada disebelah kiri See-mo atau segera pindah ke sebelah kanan, hal ini membuat See-mo jadi repot mengelakkan, sekarang berbalik dia yang diserang gencar oleh Giok Han.



"See mo, tak perlu kuatir, kami membantumu!" Tiba-tiba terdengar suara orang berteriak nyaring, disusul munculnya beberapa orang yang tubuhnya melesat sangat lincah cepat sudah sampai di dekat tempat pertempuran kedua orang itu. Ternyata mereka Pak-mo, Tong-mo dan Lam-mo. Bahkan ketiga iblis ini, yang juga merupakan kaki tangan Cu Lie Seng, segera menerjang maju menyerang hebat pada Giok Han.

Dikeroyok berempat Giok Han sekarang tak leluasa seperti tadi, dia harus hati-hati. Biarpun dia tak gentar menghadapi keempat dedengkot iblis tersebut, setidak-tidaknya kepandaian mereka sangat tinggi dan tak boleh diremehkan. Apa lagi sekarang keempai dedengkot iblis itu menyerang dan mengepungnya dengan rapat, gencar sekali bergantian tangan mereka mendesak untuk mencari kelemahan Giok Han.

Biarpun ilmu yang dipergunakan Giok Han jurus pukulan Siauw Lim Si, tokoh keempat dedengkot iblis itupun merupakan orang-orang yang sulit dihadapi oleh orang yang kepandaiannya tanggung-tanggung. Justeru waktu itu Giok Han juga tahu, bahwa keempat orang ini berusaha untuk menangkapnya.

"Jangan biarkan dia lolos lagi. Tong mo! "Teriak Pak-mo nyaring. "Siauw-kongcu tentu menegur dan meremehkan kita kalau dia bisa lolos lagi!"

"Ya, Cu-kongkongpun mungkin bisa ikut memberikan teguran pada kita sebagai manusia-manusia tak punya guna! Hari ini, walaupun bagaimana pemuda ini harus ditangkap hidup-hidup....!" Begitulah keempat orang ini telan menerjang dengan pukulan-pukulan yang mematikan, Giok Han mati-matian memberikan perlawanan.

Mendadak, waktu Giok Han hendak mengganti jurus pukulan, tampak olehnya dua orang tengah berdiri di luar arena perkelahian, Kedua orang itu berdiri diam tak bersura. Giok Han kaget juga. Orang itu tak lam Cu Lie Seng dan Tang San Siansu, yang pernah dilihatnya juga satu kali waktu sipendeta bersama muridnya menyerbu ke Siauw Lim Si.

Hati Giok Han tercekat juga. Kaiau Cu Lie Seng dia tak gentar, tapi Tang San Siansu diketahuinya memiliki kepandaian tinggi dan sulit dijajaki. Guru nya sendiri berpesan, dia harus hati-hati kalau melayani Tan San Siansu.

Benar Giok Han hendak mencari jejak Tang San Siansu, tapi diapun hendak mempergunakan siasat guna mengatasi si pendeta. Kini justeru dia tengah dilibat oleh keempat dedengkot iblis, kalau Tang San Siansu ikut turun tangan dibantu Cu Lie Seng, sehingga mereka berenam ikut mengeroyoknya, niscaya dia lebih repot lagi.

Tang San Siansu mengibaskan sedikit lengan jubahnya, bahkan disusul bentakannya: "Sudahlah, bocah itu serahkan kepadaku!" Dan tubuh sipendeta meloncat ke depan mendekati Giok Han.

"See-mo, Pak-mo, Tong-mo dan Lam-mo meloncat mundur begitu mendengar kata-kata Tang San Siansu. Mereka berdiri di luar lingkaran arena pertempuran, meninggalkan Giok Han seorang diri. Sikap mereka tetap waspada, karena sewaktu-waktu mereka akan menerjang maju lagi buat mengepung Giok Han, kalau saja Tang San Siansu gagal untuk merubuhkan pemuda tersebut, yang kepandaiannya ternyata tinggi sekali dan tidak mudah untuk dirobohkan.

Tang San Siansu sudah berada di depan Giak Han, yang telah bersiap-siap dengan hati agak berdebar, karena yakin sipendeta akan menggunakan Liong-beng-kun yang diketahuinya sangat dahsyat.

Tapi Tang San Siansu tidak segera menyerangya, cuma mengawasi dengan sorot mata tajam, seakan mata selaksa golok ingin menusuk dari mata Giok Han ke hatinya.

"Siapa gurumu !" tegur Tang San Siansu. "Dan, siapa yang memberikan kau gelaran Liong-kak-sin hiap ?"

"Kau pasti kenal dengan guruku, karena kau memang pernah ada hubungan dengan guruku. Tapi waktu turun gunung, guruku pernah berpesan, kau tidak pantas lagi mendengar nama guruku. Gelaran yang kupakai bukan diberikan oleh orang lain, tapi oleh guruku sendiri!" Giok Han menyahut tawar dia tahu si pendeta lihai, dia berwaspada, matanya tetap mengawasi Tang San Siansu, terutama sekali tangannya.

Muka Tang San Siansu berobah, kuning kehijauan, urat-uratnya di kening dan pelipis tampak meringkel menonjol keluar. Menahan kegusarannya, sampai ruas-ruas jari tangannya pucat kehijauan, jari-jari tangannya itu terkepal kuat-kuat.

"Baik, aku akan memaksa kau memberitahukan siapa gurumu lewat ilmu silatmu !" kata Tang San Siansu, Dia bukan cuma bicara, tangan kanannya yang terkepal keras terangkat perlahan-lahan siap menyerang.

Giok Han tak berani meremehkan, diapun berwaspada mengerahkan tenaga dalamnya pada lengan, ia bersiap-siap menyambuti serangan Tang San Siansu, karena memang pendeta bekas tokoh Siauw Lim Si yang telah melupakan pintu perguruan dan berbuat murtad itu memiliki kepandaian yang sangat tinggi.

Tangan kanan Tang San Siansu sudah terangkat melewati kepalanya, waktu itulah jari-jari tangarnya terbuka, seperti cengkeraman, sikapnya angker, benar-benar seperti seekor naga yang siap menerjang mematikan lawan. Rupanya, Tang San Siansu sudah mempersiapkan Liong beng-kun untuk menyerang.

Hati Giok Han agak berdebar, dia mengawasi tangan Tang San Siansu melayang menyambar mengeluarkan suara keras menderu "syuuuutttt...." dan jari-jari tangan yang siap mencengkeram itu sudah menyambar ke arah kepala Giok Han, tapi belum lagi Giok Han menyambuti, jari-jari tangan itu sudah berobah arah sasaran, di mana tahu-tahu sudah berada di depan dada Giok Han.

Dari Tai Giok Siansu Giok Han pernah mempelajari Liong beng-kun, juga pernah melatihnya dengan giat. Dia tahu bahwa yang sedang dipergunakan Tang san Siansu adalah Liong sin-kong-ciang" (Tangan sinar Sakti Naga) Jurus ini memusatkan tenaga lengan seluruhnya pada ruas-ruas jari tangan, dan kelima jari tangan itu akan kuat sekali melebihi baja, terlebih lagi bagi mereka yang memiliki sinkang tinggi, pukulan dengan jurus ini bisa mematikan.



Yang luar biasa dan membuat Giok Han kaget, dari jari-jari tangan Tang San Siansu mengeluarkan uap tipis kebiru-biruan ini yang tak pernah diketahui Giok Han. Sebagai orang yang mempelajari dan mahir mempergunakan juga jurus-jurus Liong-beng kun, Giok Han tahu, jika jurus ini dipergunakan dengan mempergunakan tenaga berlebihan, bisa mencelakai dirinya sendiri dan tampaknya memang Tang San Siansu mempergunakan jurus itu dengan pemusatan tenaga dalam sepenuhnya, bahkan berlebihan, pada kelima jari tangan, sehingga mengeluarkan asap biru.

Cuma saja Tang San Siansu tak kekurangan suatu apapun, malah waktu menyerang angin pukulannya begitu tajam seperti ingin merobek badan Giok Han, biarpun kelima jari tangan itu belum Ingi menyentuh badannya.

Giok Han tak mengetahui bahwa Tang San Siansu sudah melatih Liong-heng-kun hampir pada puncak kesempurnaan juga memang untuk menambah lihainya Liong-beng-kun sengaja Tang San Siansu teiah merobah cara-cara pernapasannya, sehingga dapat memusatkan tenaga dalam sepenuhnya pada ke lima ruas jari-jari tangannya tanpa mencelakainya.

Tapi cara berlatih Tang San Sian su sudah menjurus ke jalan yang sesat, itulah sebabnya mengapa waktu dia memusatkan tenaga dalamnya pada kelima ruas jari-jari tangannya, keluar asap yang tipis, kebiru-biruan.

Tanpa membuang waktu Giok Han-menyambuti pukulan itu dengan mempergunakan tangan kirinya, tangan kanannya seperti seekor naga mencengkeram dada Tang San Siansu.

"Ihh...!" Tang San Siansu menjerit kaget, karena Giok Han mempergunakan jurus dari Liong-beng-kun. Dia bahkan melompat mundur dengan berputar, mengawasi Giok-Han dengan biji mata yang seperti mau meloncat keluar dari rongga mata.

"Siapa yang mengajarkan Lioug beng-kun padamu?" Bentaknya bengis.

Giok Han sudah berdiri tegak lagi, sengaja ia bersikap meremehkan Tang San Siansu, walaupun sebetulnya dia tetap waspada tak lengah sedikitpun juga.

"Sudah kukatakan, guruku cukup kau kenal, tapi sayangnya aku tak boleh memberitahukan nama guruku padamu, kau tak pantas mendengar nama guruku!"

Bagaikan seekor naga yang meraung murka, kedua tangan Tang San Siansu bergerak-gerak sehingga terdengar suara: "Syuutttt, kelebak... wuttttt, kelebuk..." disusul dengan suara tulang-tulang berkerotok di sekujur tubuh Tang San Siansu.

"Beritahukan nama gurumu, jika memang kau tak mau mati dengan tubuh hancur luluh seperti pasir!" Teriak Tang San Sjainu penasaran campur murka. Dia menduga-duga, apakah Giok Han murid gurunya. Tai Giok Siansu ?

Tapi tak mungkin. Usia Giok Han masih terlalu muda. Juga gurunya tak mungkin menerima murid baru. Apakah Giok Han murid pendeta-pendeta Siauw Lim Si? Juga tak mungkin. Murid-murid Tai Giok Siansu. cuma Tang San yang menerima warisan ilmu pukulan Liong beng-kun, karena itu, dia jadi bingung, siapa guru pemuda ini.

Melihat keringat mengucur deras dan kulit muka yang merah seperti kulit kepiting direbus, Giok Han tahu Tang San Siansu dalam keadaan murka dan akan menggunakan seluruh tenaga sakti dari pukulan Liong beng-kunnya, apa lagi suara kerotokan tulang-tulang di tubuh Tang San Siansu semakin lama semakin terdengar jelas.

Cu Lie Seng mengawasi dengan mata terbuka lebar, dia juga heran mengapa gurunya bisa murka begitu, sedangkan biasanya Tang San Siansu sangat tenang dan meremehkan lawan. Sekarang gurunyapun tampaknya mempergunakan serta mengerahkan sebagian terbesar tenaga dalamnya untuk menggunakan pukulan sakti Liong-beng-kun.

Segera Cu Lie Seng tahu akan terjadi pertempuran yang seru. Tidak urung diapun heran. Mengapa Giok Han bisa menggunakan jurus Liong-beng kun. Dia yang menerima warisan ilmu pukulan Liong-beng-kun dari Suhunya, baru memiliki kulitnya saja, belum berhasil menguasai semua jurus pukulan-pukulan sakti itu, mungkin tak akan sanggup menyambuti pukulan yang tadi dilakukan Suhunya.

Kenyataannya Giok Han berhasil memunahkan tenaga pukulan itu seningga Suhunya harus memusatkan pengerahan tenaga sakti pada lengannya bertambah besar.

Giok Han sendiri sudah memusatkan tenaga singkangnya, dia tahu sinkangnya belum bisa mengimbangi sinkang Tang San Siansu, tapi dia sudah diberitahukan oleh gurunya, bagaimana menghadapi Tang San Siansu.

Dia bersiap-siap dengan mata awas. Sengaja dia tak menjawab perkataan Tang San Siansu yang mendesak agar dia mum beri tahukan siapa gurunya, untuk memancing kemarahan Tang San Siansu.

Memang akhirnya Tang San Siansu tak bisa menahan kemarahan hatinya, kedua tangannya seperti kaki naga yang mengandung kekuatan mematikan menyerang Giok Han berulangkali.

Sekitar arena perkelahian tersebut seperti dikuasai oleh deru angin yang bisa mematikan, seperti jerit hantu dan iblis, yang bisa membikin telinga jadi tuli dan syaraf jadi rusak. Suara itu keluar dari kedua tangan Tang San Siansu, yang sudah menggunakan sebagian terbesar tenaga Liong-beng-kunnya.

Jika seseorang berkepandaian biasa-biasa saja, dalam waktu satu dua jurus saja pasti sudah akan, roboh dengan syaraf yang jadi rusak. Tapi Tang San Siansu mengalami kesulitan untuk menjatuhkan Giok Han, sebab tetap saja ia tak berhasil mendesak apa lagi merobohkan Giok Han.



Pukulan-pukulannya yang mematikan hanya mengenai tempat-tempat kosong. Jika tak tertangkis oleh tangan Giok Han, juga hanya mengenai bagian yang lunak seperti kapas, membuat tenaga pukulan Tang San Siansu tak berdaya menerobos keluar.

Butir-butir keringat membanjiri muka Tang San Siansu, dia kaget dan penasaran campur marah. Kaget karena melihat Giok Han seperti memiliki semacam ilmu pukulan yang setiap jurusnya bagaikan mengimbangi dan mengiringi Liong-beng-kun, sehingga setiap pukulan Liong-heng-kunnya seperti lenyap tak berarti apa-apa.

Juga, sinkang pemuda yang masih berusia sangat muda ini, tidak rendah. Ini yang mengherankan Tang San Siansu, Penasaran karena dia tak bisa mendesaknya dengan Ltong-beng-kun pada pemuda ini dan di saat itu sekali-sekali Giok Han malah bisa membuat Tang San Siansu harus menarik pulang tenaga pukulannya sebab tenaga pukulan Giok Han juga tak kalah mematikan dari sinkang yang dipergunakannya.

Tergoncang hati Tang San Siansu. Dia kuatir bukan main, kalau-kalau pemuda ini memiliki semacam ilmu yang merupakan tumbal dan penangkis Liong-beng-kunnya. Tapi, dia juga semakin bertekad hendak membinasakan Giok Han. Kalau pemuda ini tak dibunuhnya, kelak merupakan duri yang bisa mencelakai dirinya. Sekarang saja dalam usia demikian muda Giok Han bisa menerima dan menyambuti pukulan-pukulan Liong-beng-kunnya tanpa kurang suatu apapun juga, bahkan masih sempat balas menyerangnya, kalau sepuluh tahun lagi, niscaya Giok Han menjadi seorang yang bisa saja mengatasi Liong-beng-kun serta memiliki kepandaian yang lebih dahsyat dari Tang San Siansu.

Suara berkesiutan tenaga dalam dari kedua tangan Tang San Siansu memenuhi arena perkelahian tersebut, bumi bergoncang seperti ada gempa bumi, juga hawa udara jadi panas, karena dari kedua tangan Tang San Siansu memancarkan hawa panas, karena cepatnya berputar kedua tangan itu, hawa panas itu seperti memenuhi arena pertempuran tersebut.

Giok Han sendiri kaget dan kagum tidak terkira. Kaget melihat tingkat latihan Tang San Siansu sudah demikian tinggi. Kagum karena Liong-beng-kun benar-benar merupakan jurus pukulan yang dahsyat, setiap pukulannya mengandung maut.

Karena usianya yang masih muda, juga kalah pengalaman maupun latihan tenaga dalam, Giok Han merasa tertekan berat sekali menghadapi Liong-beng-kun lawan. Cuma saja, berkat petunjuk-petunjuk yang diberikan Tai Giok Siansu yang khusus harus dipergunakan kalau menghadapi Liong beng-kun, sejauh itu Giok Han masih sanggup menghadapi Tang San Siansu.

Kedua orang itu bertempur semakin lama meningkat pada keadaan yang menentukan. Kedua kaki Tang San Siansu sudah tak menggeser lagi, dia hanya berdiri tegak diam di tempatnya, kedua tangannya yang menyerang beruntun dan gencar sekali, dengan tekanan tenaga dalam yang semakin lama semakin ganas.

Telapak kakinya semakin lama semakin melesat masuk ke dalam setiap kuda-kuda kakinya sudah menggempur tanah, dan masuk ke dalam perlahan-lahan.

Giok Han sendiri, biarpun kalah lwekang, tapi karena dia memang sudah mempelajari jurus-jurus pukulan untuk memunahkan Liong-beng-kun, berhasil menghadapi terus, kakinya tak urung ikut melesat juga, sebab tenaga kuda-kuda kedua kakinya tak kalah dahsyatnya dari Tang San Siansu.

Semakin lama kedua orang itu berdiri semakin rendah, tenaga yang mereka pergunakan sangat menentukan sekali. Sedikit saja mereka kalah tenaga ataupun juga lengah menghindar, niscaya akan menemui kematian di saat itu juga.

"Pendeta busuk tak tahu malu!"

Tiba-tiba terdeagar suara nyaring yang disusul dengan tersiarnya bau harum yang menusuk hidung. Tang San Siansu dan Giok Han mencium harum semerbak itu, mereka merasakan kepala masing-masing pusing. Tang San Siansu kaget tak terkira. Dia sedang memusatkan delapan bagian tenaga dalamnya, jika menarik kembali tenaga dalamnya dengan tiba-tiba, dirinya bisa celaka, tenaga dalamnya akan berbalik mencelakai dirinya.

Tapi jika dia tak melompat mundur, harum semerbak itu semakin santer menerjang hidungnya, dia tahu itu adalah asap beracun, yang akan menyebabkan dia celaka juga.

Giok Han sendiri tak kurang kagetnya, karena merasakan kepalanya pusing, matanya berkunang kunang. Dirinya tengah dilibat oleh pukulan-pukulan Tang San Siansu. Dia berusaha untuk menahan napas, tapi hawa udara beracan telah sempat tersedot masuk hidungnya.

Dalam keadaan seperti itu, tampak rlua butir benda bulat menyambar ke muka Tang San Siansu, meledak di depan muka- pendeta itu. Tak ada pilihan lain buat Tang San Siansu, dia harus lompat menjauhi diri, karena ledakan itu mengandung asap beracun. Semula, kedua benda itu sebelum meledak, menyambar akan menghantam mukanya, tapi terhalang oleh kekuatan tenaga Liong-beng kun Tang San Siansu, mukanya seperti dilapisi oleh sebidang dinding yang tak tampak oleh penglihatan, dan seperti juga membentur sesuatu yang keras tapi tak terlihat, menyebabkan kedua benda itu meledak.

Cepat-cepat Tang San Siansu meloncat ke belakang, kedua tangannya telah ditarik mundur, Liong-beng-kunnya dipergunakan untuk menyerang ke tengah udara, menyalurkan tenaga dalam yang ditarik pulang itu agar tak berbalik menyerangnya, dibuang ke tengah udara.

Giok Han sendiri merasakan tubuhnya bergoyang-goyang hampir tak bisa mempertahankan diri berdiri terus menghadapi tenaga Liong beng-kun Tang San Siansu, tiba-tiba merasakan tenaga menekan yang semula begitu menyesakkan napas, telah lenyap. Tak buang waktu lagi dia loncat menjauhi diri dari Tang San Siansu. Tidak urung tubunnya terhuyung ketika kedua kakinya hinggap di tanah.



Di tempat tersebut sudah tambah seseorang. Tubuhnya kurus semampai, mukanya cantik, kunnya terbuat dari sutera ungu, dengan rambut yang disanggul rapi. Dia seorang gadis yang matanya sangat jeli dan berbulu mata lentik. Sikapnya gagah sekali.

"Pendeta jahat, ilmumu terlalu ganas dan sesat." Menggumam gadis itu dengan sikap seenaknya. "Coba kau terima lagi peluru-peluru asapku!"

Sambil berkata begitu tangan si gadis memang sudah bergerak melontarkan belasan butir benda bulat ke arah muka Tang San Siansu, sehingga si pendeta mengibaskan lengan jubahnya untuk menghalau benda-benda bulat itu, yang meledak setiap kali kena dikibas lengan jubah si pendeta, keluar asap yang tebal dan berbau harum semerbak: merupakan asap beracun.

Cu Lie Seng dan yang lainnya ke:ika melihat munculnya gadis itu yang demikian tiba-tiba mereka, segera bergerak hendak mengepung gadis itu. Tapi gadis cantik jelita tersebut sudah melepaskan belasan butir benda bulat itu, yang meledak dan mengeluarkan asap beracun yang sangat tebal. Untuk sejenak Cu Lie Seng tak berani menorobos gumpalan asap beracun itu, demikian juga halnya dengan Tong-mo dan yang lainnya.

Mendadak Giok Han merasa tangannya ditarik seseorang, dan mendengar gadis itu berbisik di dekatnya: "Ayo cepat menyingkir!" Dia juga merasakan ada sesuatu yang dimasukkan ke dalam mulutnya, sejuk sekali, dan lenyap perasaan pusing dan mualnya. Dia merasa tangannya itu ditarik terus, sehingga dia seperti terseret.

Rupanya mempergunakan kesempatan waktu asap beracun itu bergumpal tebal, si gadis berusaha menyelamatkan Giok Han yang ditariknya agar meninggalkan tempat tersebut. Giok Han yang pikirannya waktu itu melayang layang setengah sadar karena terpengaruh asap beracun, hanya ikut berlari saja.

Setelah beberapa saat lamanya, rupanya obat pulung yang sejuk yang tadi masuk ke dalam mulutnya mulai bekerja, dia baru bisa mengerahkan tenaga dalamnya, untuk berlari lebih cepat.

Tang San Siansu marah-marah mengibas-ngibaskan lengan jubahnya, guna membuyarkan gumpalan asap beracun. Dia batuk-batuk, berusaha menahan pernapasannya. Sempat juga Tang San Siansu memperingatkan murid dan kawan-kawannya; "Tahan pernapasan, asap ini beracun!"

Angin telah membuat asap itu semakin lama buyar semakin tipis, akhirnya tempat itu bersih dari pengaruh asap dan mereka bisa melihat lagi dengan jelas.

Namun di situ sudah tak tampak Giok Han maupun si gadis yang pandai melontarkan peluru berasap yang mengandung racun. Bukan kepalang marahnya Tang San Siansu.

"Kejar dan bekuk mereka!" Serunya. Dia juga jadi kuatir, merasakan hatinya dingin sekali, ada perasaan aneh yang menakutkan, kalau dia berpikir Giok Han bisa lolos dari tangannya. Dia tahu, ancaman sangat menakutkan kalau pemuda itu bisa lolos dari tangannya. Keringat dingin mengucur dari kening Tang San Siansu. Belum pernah dia merasa gentar seperti saat itu. Karena dia menyadari bahwa Giok Han menguasai semacam ilmu yang tampaknya untuk menindih dan mengatasi Liong-beng-kun !

Cu Lie Seng dan yang lainnya sudah berusaha mencari Giok Han dan gadis itu, tapi mereka tak berhasil menemui kedua orang itu. Orang yang mereka kejar seperti lenyap ke dalam perut bumi, tak kelihatan bayangannya lagi. Lama juga setengah harian Cu Lie Seng, Tong mo. Pak mo, Lam-mo dan See-mo mencari Giok Han dan gadis yang menolonginya, tapi usaha mereka gagal.

Dengan uring-uringan Tang San Siansu mengajak mereka pulang, tapi sepanjang perjalanan pendeta ini marah-marah tak sudah-nya, Cu Lie Seng dimaki terus menerus dengan keras, dan diperintahkan mencari jejak Giok Han dan gadis itu.

ooo)0(ooo

Setelah berlari cukup lama, kesadaran Giok Han pulih kembali. Pengaruh asap beracun yang tadi sempat terhisap olehnya kini sudah berkurang. Dia merasa malu tangannya digenggam oleh gadis cantik disebelahnya, yang mengajaknya berlari. Ditarik tangannya, tapi gadis itu menggenggam kuat.

Karena Giok Han menarik tangannya, gadis itu menghentikan larinya. "Kita sudah lolos dari mereka ! Tempat ini jarang didatangi manusia ! "Menjelaskan si gadis.

Giok Han menoleh kekiri kanan. Ternyata dia berada di sebuah lembah, yang memiliki pemandangan sangat indah. Sejenak Giok-Han terpukau oleh pemandangan yang ada di sekitar tempat itu. Tadi dia tak memperhatikan sekelilingnya, karena dia dalam keadaan terpengaruh astp beracun. Sekarang setelah pengaruh asap beracun itu lenyap, dia baru menyadari bahwa dirinya berada di suatu tempat yang demikian indah dan tertutup oleh tebing-tebing yang sangat tinggi menjulang ke langit.

"Telanlah pil penawar racun." kata gadis itu sambil mengulurkan tangannya memberikan dua butir pil pada Giok Han. "Tadi sudah kau telan dua butir pil sehingga kesehatanmu tak perlu dikuatirkan lagi, tak membahayakan asap beracun yang sudah kau hirup bersama dengan napasmu. Tapi, untuk membersihkan badanmu dari pengaruh racun itu, kau harus menelan lagi dua butir. Hayo, telanlah."

Giok Han menelan pil itu, tanpa ragu-ragu menelannya. Kemudian dia merangkapkas tangannya mengucapkan terima kasih. Hatinya waktu itu sedang coba mengmgat-ingat, karena rasanya dia sering mendengar suara sepeti si-gadis, suara yang sering didengarnya, nadanya maupun irama kata-katanya.

Dia juga seakan-akan merasa pernah bertemu dengan gadis ini, namun dia tak ingat entah di mana pernah bertemu dengan ; adis di depannya, yang demikian cantik, berpakaian mentereng dan mewah, manis senyumnya, tajam matanya berbulu lentik serta memiliki bentuk yang menarik.



Rambutnya yang hitam digelung dua merupakan sanggul yang sangat rapi. Bibir-nya yang tipis selalu tersenyum manis. Canggung buat Giok Han berhadapan dengaa gadis secantik ini, kulitnya begitu putih mulus dan seperti lapisan salju di musim dingin saja. Suara gadis itu merdu, tapi suara itu serasa dikenalnya, sering mendengarnya, tapi di mana ? Waktu dia memberi hormat, dia diam-diam memperhatikan wajah si gadis.

Gadis itu tersenyum. "Kau masih pusing?" tanyanya, halus.

"Terima kasih, nona. Pil penawar racun yang diberikan nona ternyata bekerja cepat sekali, sekarang rasa pusing dan mual sudah lenyap, tapi . . . mengapa nona menempuh bahaya menolongiku ?"

Gadis itu tersenyum. "Kau kira, hanya engkau yang bermusuhan dengan Tang San si pendeia jahat itu ? Kau tahu, dia merupakan musuh besarku. Kau mungkin saja memiliki dendam yang besar padanya, tapi justeru dendamku melebihi besarnya dari dendammu pada si pendeta jahat itu !"

Giok Han mengawasi gadis ini. Usianya masih muda. Cantik jelita. Biasanya wanita cantik paling pantang mempelajari ilmu silat. Giok Han tak percaya bahwa gadis semuda ini memiliki kepandaian tinggi, karena wanita paling kuatir kalau tangan dan kakinya berobah jadi berotot-otot besar dan kasar.

Kenyataannya justeru gadis ini memiliki kepandaian tinggi, ginkangnya juga cukup tinggi, karena waktu tadi dia menyeretnya, dia bisa membawanya lari begitu cepat, buat menyingkir dari Tang San Siansu dan anak buahnya. karenanya, diam-diam Giok Han merasa kagum pada gadis ini.

Sekali lagi kuucapkan terima kasih atas pertolongan nona Terlepas apakah nona juga menaruh dendam pada Tang San Siansu, aku telah menerima pertolongan nona sehingga terlepas dari kepungan mereka."

"Jangan selalu bilang terima kasih! Ka-lau memang tidak memiliki tujuan yang sama, yaitu sama-sama memusuhi Tang San si pendeta jahat apakah kau kira aku mau menempuh bahaya menolongi kau?" bilang gadis itu sungguh-sungguh. "Karena memiliki tujuan yang sama, maka aku bersedia bersahabat dengan kau."

"Baiklah nanti kita menghadapi Tang San Siansu bersama-sama. Dengan bekerja sama tentu kita bisa menghadapi Tang San Siansu dan orang-orangnya jauh lebih baik! Sebetulnya, bicara soal dendam, aku tak mem punyai dendam apa-apa padanya, cuma mempunyai tugas untuk membasmi dia karena sepak terjangnya yang ganas dan ini atas perintah guruku, sebab Tang San Siansu merupakan murid murtad dari salah seorang di antara murid murid guruku."

"Tapi kau juga mau membantuku untuk menghadapinya, bukan?"

"Tentu saja, sudah kuberitahukan bahwa aku juga mempunyai tugas yang diberikan guruku untuk membasminya. Kalau kau memang tak keberatan nona, bolehkah kuketahui namamu? "

"Aku she Cang. Ayahku Cang O Han." menjelaskan si gadis.

Giok Han jadi merasa lucu, karena ditanya nama kok malah memberi tahukan nama ayahnya. Mungkin gadis ini keberatan buat memberi tahukan namanya padanya. Dia tidak memaksa terus.

"Oya, kau belum lama yang lalu mempunyai sahabat, bukan?" tanya gadis ini sambil memperhatikan Giok Han yang tersenyum senyum mengawasinya. Giok Han jadi heran, lenyap senyumnya, "siapa sahabatku yang kau maksudkan?" tanyanya.

"Hemm" sigadis tersenyum sinis "Kau mengakui seseorang sebagai sahabatmu, tapi baru berpisah beberapa hari saja sudah kau lupakan!"

"Maaf nona Cang, kalau kau tak memberitahukan siapa sahabatku yang kau maksudkan, bagaimana mungkin aku mengetahui siapa yang kau maksudkan ?"

Gadis itu tak berkata apa-apa, dia memutar tubuhnya, memandang tebing yang tinggi menjulang ke langit, dia menggumam: "Benar. lidah tak bertulang dan manusia selalu bicara manis. Sahabat, sahabat, sahabat, tapi itu di mulut dan merupakan kata-kata basa-basi sebagai pemanis. Sesungguhnya, sulit sekali mencari sahabat sejati didalam dunia ini !"

Giok Han tambah heran menyaksikan kelakuan nona Cang, dia mengawasi dengan hati merasa tak enak, karena itu mungkin menyangka dia berpura-pura.

Tiba-tiba nona Cang memutar tubuhnya mengawasi tajam pada Giok Han. "Sekarang kau mempunyai sahabat berapa orang?" tanyanya.

"Tidak banyak. Hanya beberapa orang."

"Hanya beberapa orang ? Tapi yang belakangan ini orang yang menjadi sahahatmu itu ada beberapa orang ? Maksudku selama beberapa bulan terakhir ini ?"

Giok Han coba ingat-ingat. Kemudian: "Ada beberapa orang."

"Siapa-siapa ?" tanya gadis itu, wajahnya berobah.

"Sahabatku yang pertama adalah seorang yang sulit diketahui siapa dia sebenarnya, dia tak pernah mau memberitahukan namanya dia juga berpakaian kurang rapi, sebagai pengemis." menjelaskan Giok Han.

Si gadis memotong: "Seorang pengemis kotor mesum mengapa harus kau akui sebagai sahabat ? Apa lagi kau bilang dia berpakaian jorok dan tidak rapi, mesum sekali tentunya, mana pantas menjadi sahabatmu ?"

Giok Han cepat menggeleng. "Sahabat sejati tidak melihat kaya-miskin, biar dia berpakaian tidak rapi, tapi dia mempunyai pendirian dan sifat yang gagah yang patut dikagumi. Tapi... tapi akhirnya kuketahui dia seorang gadis...!"

Berkata sampai di situ, mendadak Giok-Han menepuk tangannya dan berjingkrak seperti kaget campur girang- "Ahhh. . Sekarang aku tahu ! Aku tahu !"



Gadis itu menatapnya heran, dia bertanya ragu-ragu :"Apa yang kau ketahui?"

"Aku sudah ketahui !" menyahut Giok-Han sambil mengawasi gadis di depannya sambil tersenyum-senyum. Kau adalah sahabatku itu ! Kaulah.. si pengemis itu" Tapi berkata begitu Giok Han menyesal sendirinya. Mana mungkin dia si pengemis merupakan nona secantik dan berpakaian demikian mewah? Tapi waktu menyebut si pengemis diketahui pada akhirnya adalah seorang wanita, dia jadi teringat akan suara si pengemis, yang nada dan suaranya sama dengan nada suara gadis didepannya.

Memang waktu pengemis itu melarikan diri ketika kopiahnya terpukul jatuh sehingga rambutnya turun beriap, Giok Han tak bisa melihan jelas. Justru merasa suara nona Cang sama dengan suara si pengemis, dia jadi menduga begitu, namun dia jadi menyesal serdiri. Tak mungkin gadis secantik nona Cang mau berpakaian sebagai pengemis yang kotor mesum seperti itu.

Gadis itu sudah memandangnya sambil tersenyum. "Kau bilang aku si pengemis sahabat itu!"

Giok Han memandang ragu-ragu, namun akhirnya dia bilang bimbang: "Nona jangan marah, tapi. .... suaramu sangat sama seperti sahabatku itu !"

"Coba kau perhatikan baik-baik, apakah aku mirip sahabatmu itu ?"

Giok Han memperhatikan si gadis. Diiihatnya pipi si gadis memerah malu, berwarna dadu, menambah mukanya semakin cantik saja. Dia ragu-ragu. Gadis ini demikian cantik jelita, tak mungkin menganut penghidupan sebagai pengemis. Pakaiannya demikian mewah dan mentereng, memakai perhiasan bermacam-macam berkilauan. Tapi, bentuk dan tinggi tubuhnya memang hampir sama dengan sipengemis. Dia jadi semakin ragu-ragu.

"Bagaimana? Miripkah aku dengan sahabatmu itu ?* tanya gadis itu lagi.

"Bentuk badan nona memang mirip dengan bentuk badannya, juga tinggi tubuh nona... suara nona juga sama, tapi.... mana mungkin sahabatku itu adalah kau... kalian merupakan langit dan bumi, satu dengan yang lainnya sangat berbeda. Sahabatku itu adalah pengemis yang berpakaian tak rapi, muka yang selalu kotor, sedangkan kau adalah gadis... gadis yang cantik jelita dan... dan berpakaian demikian bagus."

Pipi nona Cang berobah mendengar kata-kata Giok Han yang secara tak langsung memujinya. Dia sampai mendehem sambil menunduk. "Apakah sahabatmu itu... secantik... secantik aku ?" tanya nona Cang kemudian, suaranya perlahan.

"Aku tak melihat jelas mukanya, karena mukanya sangat kotor corang-coreng oleh debu dan diapun memakai kopiah. Waktu bertempur dengan orang-orang Cu Lie Seng, kopiahnya jatuh dan tampak rambutnya panjang, tapi aku tak keburu melihat jelas, dia sudah pergi meninggalkan aku. Sejak saat itu kami tak pernah bertemu lagi."

"Bagaimana kalau sahabatmu itu sekarang datang lagi, apakah setelah kau ketahui dia seorang gadis, maka masih tetap akan menganggapnya sebagai sahabatmu ?" tanya nona Cang sambil mengawasi Giok Han sungguh-sungguh.

Giok Han bukan seorang yang tolol. Dia bahkan seorang pemuda yang cerdas. Cuma saja, dia sering merasa kikuk kalau berhadapan dengan seorang gadis, apa lagi gadis yang cantik jelita. Dugaannya semakin keras bahwa gadis ini adalah si pengemis.

Cuma dia masih ragu ragu belum berani memastikannya. Dia mengawasi gadis ini tajam dan cermat, sampai akhirnya dia bilang: "Seorang sahabat sejati tentu tak melihat apakah dia kaya miskin atau dia pria dan wanita, yang terpenting adalah pengertian dan persahabatan yang murni, karenanya kalau memang sahabatku itu datang dan kami bertemu, tetap saja dia sahabatku."

Si gadis tersenyum. Manis senyum nona Cang, dia bilang: "Kalau begitu kita tetap bersahabat. Akulah si pengemis kotor mesum itu !"

Walaupun sejak tadi sudah memiliki dugaan bahwa gadis didepannya ini, yang mempunyai suara sama seperti suara si pengemis juga bentuk tubuhnya, adalah sahabatnya itu, tapi tak urung Giok Han jadi kaget juga. "Kau... kau benar sahabatku itu ?"

Si gadis tersenyum. "Kau tunggu di sini." Dia kemudian berlari-lari menyelinap ke balik sebungkah batu dipinggir tebing. Giok Han menunggu dengan hati bertanya-tanya entah apa yang hendak dilakukan nona Cang. Tak lama kemudian nona Cang telah keluar kembali, tapi sekarang keadaannya sudah berobah benar, karena yang muncul bukan nona Cang yang cantik jelita dan berpakaian mewah, melainkan seorang pengemis! Pengemis yang jadi sahabatnya, yang selama ini telah menghilang tak diketahui jejaknya.

Mukanya kotor, kopiahnya dibeleseki sampai menutupi keningnya, pakaiannya compang-comping. Dia berjalan berlenggang lenggok menghampiri Giok Han. "Nah, aku sahabat mu, bukan ?"

Giok Han mengawasi tertegun sejenak, tapi tertawa keras. Dia girang bisa bertemu lagi dengan sahabatnya ini, cuma yang tak disangkanya justeru sahabatnya itu adalah seorang gadis yang cantik jelita menawan hati yang disembunyikan di balik pakaian yang compang-camping dan muka yang kotor.

"Nona Cang, kau rupanya selama im mempermainkan aku !" kata Giok Han tertawa.

"Jangan memanggilku nona Cang, bukankah biasanya kau memanggilku dengan sebutan "sahabat"? Mengapa sekarang kau robah cara memanggilmu, apakah aku sudah tak menganggap aku sebagai sahabatmu lagi ?"

Pipi Giok Han merah, dia tertawa. "Kau jangan salah paham...aku...aku semula tak tahu siapa namamu, maka aku menyebutmu dengan "sahabat" selalu, sekarang setelah kuketahui namamu..."

"Sekarangpun kau belum mengetahui namaku." Memotong si gadis.

Giok Han tertegun, namun dia tertawa dan mengangguk.



"Benar, sampai sekarang aku belum mengetahui namamu. Tapi.... namaku tentu kau sudah tahu. Sekali lagi dalam kesempatan ini kuperkenalkan diri, namaku Giok Han."

"Namamu sudah kuketahui, berapa kali sudah kau beritahukan padaku ! Sampai bosan mendengarnya ! Dengan bicara seperti itu kau hendak memancingku, agar memberitahukan namaku. Kau jangan mimpi ! Aku tak mungkin dapat kau pancing dengan cara seperti itu."

"Nona manis, jangan bilang begitu. Tentu saja sebagai sahabat, aku harus mengetahui namamu." Kata Giok Han tertawa.

Pipi nona Cang berobah merah, dia menunduk malu mendengar Giok Han memanggilnya dengan sebutan nona manis. Apa lagi didengarnya Giok Han sudah bilang lagi:

"Kalau kau tak mau memberitahukan namamu, biarlah selanjutnya aku memanggilmu nona manis, Nona manis yang baik, kemana saja selama ini kau pergi, sampai aku mencari-carimu ke penjuru tempat bercapai lelah tanpa menemukan jejakmu."

"Ihhh, mulutmu ternyata ceriwis. Kalau kau tetap bersikap ceriwis, aku tak sudi bersahabat denganmu lagi !" kata si gadis seperti mengambek.

"Nah, kalau kau tak mau aku memanggilmu dengan sebutan nona manis, beritahukan dong namamu."

"Namaku jelek, nanti kau mentertawakan."

"Jelek atau bagus, tetap nama dari sahabatku. Kalau ada orang yang berani mengejek dan menghina nama sahabatku, pasti akan kuhajar orang itu agar kapok!" kata Giok Han bersemangat.

Pipi si gadis berobah merah, biarpun mukanya sudah dikotori oleh debu dan tanah tetap saja masih tampak kecantikannya. Dia melirik dan berkata malu: "Namaku .... In Bwee." Perlahan sekali suaranya, hampir tak terdengar.

Mendadak si nona Cang jadi kaget, karena Giok Han menjura berkali-kali padanya sambil berkata: "Terima kasih nona Cang... terima kasih, kau sudah mau memberitahukan namamu, itu tandanya kau memang mau bersahabat denganku !"

Cepat-cepat Cang In Bwee menyingkir ke samping tak mau menerima hormat Giok Han. "Jangan begitu akh, seperti anak nakal saja kau...!" Mulutnya cemberut, tapi hatinya senang sekali.

"Aku senang sekali mempunyai sahabat yang cantik seperti kau !" bilang Giok Han polos, namun pemuda ini cepat jadi menyesal, karena dia kuatir nanti kata-katanya yang diucapkan setulus hati itu bisa menyebabkan nona Cang salah paham dan menganggapnya dia seorang yaug ceriwis dan kurang ajar.

"Bohong !" kata nona Gang sambil geleng-kan kepala, "Aku tak percaya kau cuma bersahabat denganku. Buktinya, kau mempunyai sahabat lain, yang cantik manis, yang telah mentraktir kau makan minum, yang tampaknya... tampaknya begitu sayang padamu !"

Berkata sampai di situ muka si gadis berobah merah. Tampaknya malu dan sudah terlanjur berkata demikian. Cepat-cepat da meneruskan: "Perduli apa sahabatmu itu denganku... cuma aku ingin mengingatkan padamu, bahwa kau juga mempunyai sahabat-sahabat lain selain diriku."

"Maksudmu . . . nona Cu ?" tanya Giok Han.

"Ya, bukankah dia sangat cantik ? Sangat manis sikapnya padamu ?"

"Dia memang sangat baik, tapi aku kurang... kurang menyukainya."

"Mengapa ? Dia sangat baik dan manis budi, juga sangat cantik jelita."

"Dia she Cu, sama dengan she musuh besarku."

"Oooo ..." si gadis tak menggoda lebih jauh... Siapa musuh besarmu itu ?"

"Cu Bian Liat..." menyahuti Giok Han dengan sikap sengit, mukanya jadi bersungguh-sungguh dan keras, matanya bersinar tajam, karena waktu itu hatinya bergolak marah teringat keluarganya telah dibinasakan dan dimusnahkan oleh orang she Cu tersebut. "Oooo, Cu-kongkong itu ?" tanya Cang In Bwee kaget.

Giok Han mengangguk. Giginya berkeretekan, karena dia gegetun sekali, "Benar, dia musuh besarku. Dalam waktu dekat aku akan mengadakan perhitungan dengannya !"

"Mengapa kau bermusuhan dengan orang kepercayaan Kaisar ?" tanya Cang In Bwee tertarik.

Giok Han menghela napas, dia ragu-ragu, tapi kemudian menceritakan apa yang telah menimpah keluarganya. Cang In Bwee sekarang tak bersikap ugal-ugalan seperti tadi, karena dia sekarang memandang iba dan kasihan kepada Giok Han. Dia juga kaget mengetahui Giok Han adalah satu satunya keturunan Jenderal Giok Hu yang sangat terkenal dan telah menjadi korban fitnah itu.

"Kalau begitu kita senasib. Keluargaku juga telah dihancurkan tangan bengis seorang manusia sadis. Aku pun sudah yatim piatu sejak kecil." Muka nona Cang berubah muram dan sedih.

"Keluargamu juga dihancurkan seseorang ?" tanya Giok Han yang sekarang jadi kaget.

Cang In Bwe mengangguk. "Ya, keluargamu dihancurkan oleh Cu kongkong, keluargaku juga dihancurkan tapi oleh orang lain, yaitu Tang San si pendeta jahat itu ! Ayah ibuku dibinasakannya, beberapa orang saudara ku, dua kakak laki-laki dan tiga orang adik perempuanku telah dibinasakan juga. Cuma aku seorang yang berhasil lolos dari kematian, itupun berkat pertolongan guruku..."

"Keluargamu dihancurkan oleh Tang San Siansu?" tanya Giok Han menegasi.

"Ya. karenanya aku sekarang hendak membalas sakit hatiku padanya!" Mengangguk nona Cang. "Kau... kau tentu mau membantuku menghadapinya, bukan?"

Dengan bersemangat segera Giok Han menyahuti. "Tentu saja aku mau membantumu. Biarpun keluargamu dihancurkan Tang San-Siansu, tapi yang harus bertanggung jawab adalah Cu Bian Liat. Bukankah Tang San Siansu juga bekerja pada keluarga Cu itu, menghamba dan menjadi guru puteranya Cu Bian Liat, yaitu Cu Lie Seng."



Cang In Bwee berjingkrak dengan muka merah padam, dia berseru bersemangat. "Tang San si pendeta jahat dan Cu Bian Liat memang harus dibasmi, mereka berdua sama-sama manusia berhati iblis, yang selalu mencelakai orang lain!"

Kemudian dia menoleh pada Giok Han, katanya lagi: "Kalau begitu, kita akan bekerjasama untuk membasmi kedua orang itu."

Giok Han mengangguk bersemangat sekali menghampiri si gadis, menggenggam tangan Cang In Bwee. katanya dengan gagah: "Ya aku akan bekerjasama dengan kau untuk membasmi Tang San Siansu dan Cu Bian Liat."

Mendadak Giok Han ingat dia telah memegang tangan si gadis, mukanya jadi merah dan cepat-cepat melepaskan, Sedangkan Cang In Bwee waktu dipegang tangannya, pipinya terasa panas, dia malu bukan main, tapi tak ditariknya tangannya dibiarkan si pemuda memegangnya, sampai akhirnya si pemuda melepaskan genggamannya itu. Tangan yang sangat hangat sekali.

"Maaf," kata Giok Han sambil menunduk malu. "Aku terlalu lancang dan kurang ajar berbuat tak sopan."

Cang In Bwee menggeleng. "Kau adalah sahabatku," katanya menghibur. "Kau seorang sahabat yang baik, aku percaya kau tak mempunyai tujuan-tujuan yang buruk, sejak pertama kali kulihat segera kutahu kau adalah seorang yang baik hati seorang laki-laki jantan! Tapi aku menyesal telah mempermainkanmu, aku ingin minta maaf padamu."

"Mempermainkan aku? Kapan dan bagai mana kau mempermainkan aku?" tanya Giok Han heran.

"Aku pernah membuat kau pusing dan terheran-heran, karena pelayan rumah penginapan telah kuberikan sejumlah uang dan membayarkan semua makan dan menginapmu di rumah penginapan tersebut, dengan demikian selalu membuat kau heran karena selalu ada orang yang telah membayarkan makanmu."

"Oooooh kalau begitu yang selama ini mempermainkanku adalah kau!" berseru Giok Han. Meudadak dia tertawa dan menepuk jidatnya. "Benar-benar aku tolol!"

"Apa yang kau tertawakan?" tanya Cang In Bwee.

"Aku benar-benar tolol! Kalau siang-siang aku tahu yang membayarkan makanku dan juga mengaku sebagai calon... calon isteriku adalah kau, tentu aku tidak akan... tidak akan repot-repot menyelidiki, akan menerimanya dengan girang!"

Setelah berkata begitu Giok Han nyengir.

Muka Cang In Bwee berobah merah, dia melengos. "Kalau mulai ceriwis, kalau kau berani ceriwis lagi, aku tak akan meladenimu !"

"Tidak berani lagi, nona manis. Kau adalah sahabatku, bukankah wajar seorang sahabat membayarkan makan sahabatnya?" kata Giok Han cepat, karena dia tahu si gadis merasa malu dan canggung. "Aku berterima kasih sekali padamu karena telah membayarkan semua makanku. Sayangnya waktu itu aku tak mengetahui, sehingga tak bisa cepat-cepat mengucapkan terima kasih padamu."

"Sudah jangan menggodaku terus. Sekarang kita harus memikirkan dengan cara apa harus menghadapi Tang San si pendeta jahat. Dia memiliki ilmu yang sangat tinggi dan bukan lawan yang mudah dihadapi."

"Nanti akan kita rundingkan caranya yang terbaik. Sekarang kau ceritakan dulu mengapa keluargamu dicelakai Tang San Siansu?""

Muka si gadis berobah murung, namun dia menceritakan juga riwayatnya. Sambil bercerita, air matanya sudah berlinang membasahi pipinya dan jatuh tetes demi tetes.

Ternyata Cang Ing Bwee puteri Cang Ce Han, seorang tokoh persilatan yang sudah menyimpan pedang dan mengundurkan diri. Tetapi siapa tahu, pada malam malapetaka itu, muncul Tang San Siansu dengan anak buahnya membasmi keluarga Cang.

Sebagai seorang kiam-kek (ahli pedang) tentu saja Cang Ce Han tak mau berdiam diri begitu saja, segera memberikan perlawanan dan dia terbinasa di tangan Tang San Siansu. Sedangkan isterinya dan lima orang anaknya dibinasakan oleh anak buah Tang San-Siansu.

Dari keenam orang anaknya, hanya Cang Ing Bwee yang berhasil lolos, karena waktu terjadi keributan dan malapetaka yang menimpa keluarga Cang, kebetulan Toat-beng-sinciang berada di situ, dan segera melarikan Cang In Bwee, lolos dari tangan maut Tang-San Siansu.

Toat-beng-sin-ciang berada di rumah keluarga Cang karena sedang bertamu, dia sahabat Cang Ce Han. Dia rasa tak sanggup menghadapi Tang San Siansu, dia segera meloloskan diri bersama Cang In Bwee. Hal inilah yang seringkali disesalkan oleh Toat-beng-sin ciang karena dia menyesal tak bisa membantu temannya menghadapi rombongan Tang San Siansu yang begitu banyak dan semuanya memiliki kepandaian yang sangat tinggi.

Berhasilnya lolos Cang In Bwee menyebabkan keluarga Cang tak putus keturunan, dia dirawat oleh Toat-beng-sinciang, yang sejak terjadi peristiwa itu telah menyembunyikan diri dan tak muncul lagi dalam rimba persilatan, karena seluruh perhatian dicurahkan buat mendidik Cang In Bwee.

Dia juga telah menciptakan beberapa jurus pukulan baru, untuk muridnya ini. Waktu itu Cang In Bwee baru berusia 8 tahun, selama delapan tahun dia belajar di bawah gemblengan gurunya. Kemudian dia turun gunung, selama dua tahun dia menyelidiki jejak Tang San Siansu, akhirnya berhasil.

Dia seorang gadis yang nakal, dia sengaja berpakaian sebagai pengemis untuk mencegah kerewelan karena dia memiliki wajah sangat cantik dan bentuk tubuh sangat bangus. Gurunya yang perintahkan dia selama mengembara agar menyamar sebagai pengemis kotor dan mesum.



Dengan cara demikian memang Cang In Bwee tak pernah bertemu kerewelan. Sebagai pengemis kotor dan mesum tentu saja tak ada pemuda-pemuda atau laki-laki mata keranjang yang menggodanya.

Namun. kalau memang ada juga orang yang berbuat kurang ajar dan tak pantas padanya. Cang In Bwee sendiri tidak gentar, dia sudah memiliki kepandaian tinggi, baru jago-jago tanggung pasti dapat dirobonkannya. Apa lagi gurunya telah mengajarkan padanya berbagai cara mempergunakan racun, sehingga dia selamat tak pernah memperoleh kesulitan !

Justeru di saat dia mengendus dan mulai munemukan jejak Tang San Siansu. ia berkenalan dengan Giok Han, dengan cara perkenalan yang aneh, di mana Cang In Bwee mempermainkan Giok Han.

Senang si gadis melihat Giok Han kepusingan dan bingung mencari-cari orang yang telah mempermainkannya. Sampai akhirnya dia melihat Giok Han bentrok dengan Siangkoan Giok Lin, dia segera mengajak si pemuda untuk memberitahukan apa yang selama ini dilakukan Siangkoan, Giok Lin.

Siapa nyana belum lagi dia sempat menjelaskan, telah datang Cu Lie Seng dan anak buahnya yang semuanya berkepandaian tinggi, sampai akhirnya Cang In Bwee berpisah dengan Giok Han. Sekarang urusan telah jadi jelas dan terang, dia melihat juga Giok Han memang seorang yang baik dan jujur.

Dia sempat mengawasi secara diam-diam waktu Giok Han ditraktir makan oleh Cu Siauw Hoa. Hatinya mendongkol dan diam-diam merasa ada sesuatu perasaan aneh yang tak diketahuinya apa namanya padahal perasaan cemburu, yang sempat bersemayam di hatinya. Entah mengapa pemuda itu sangat mengusik hatinya, diam-diam dia menyukai Giok Han.

Justeru perasaan menyukai seperti itulah yang akhirnya timbul sifat-sifat kewanitaan Cang In Bwee. Setiap wanita tentu akan berusaha sekuat tenaga agar ia sangat cantik jelita dan menonjolkan kelebihan-kelebihannya di mata orang yang disukainya, dan demikian juga dengan Cang In Bwee.

Karenanya dia telah melepaskan pakaian yang selama ini dipakainya dalam menyamar sebagai pengemis, dia berpakaian rapi sebagai seorang gadis, yang memang cantik jelita dan muncul di depan Giok Han sebagai gadis jelita !

Sambil menyusut air matanya Cang In Bwee menyudahi ceritanya. Tentu saja dia tak menceritakan apa yang dirasakannya terhadap Giok Han, cerita tentang keluarganya itulah yang menimbulkan kesedihan hatinya Giok Han jadi sibuk menghiburnya. Tapi semakin dihibur oleh Giok Han, bukannya berhenti air mata si gadis, bahkan jadi semakin deras mengucur keluar, karena dia jadi semakin sedih menerima perlakuan yang sedemikian manis dari sahabatnya, pemuda yang disukainya.

Giok Han sampai bingung dan kelabakan sendiri, karena semakin dihiburnya gadis uu jadi semakin sedia saja tangisnya, karena bingungnya Giok Han sampai diam dan bengong saja, mengawasi si gadis menangis.

Justeru Giok Han bengong mengawasi dengan mata terbuka lebar-lebar karena kebingungan, mendadak Cang In Bwee mengangkat kepalanya dan tertawa, padahal air matanya masih mengucir keluar dan pipinya masih basah. Dia merasa lucu melihat sikap Giok Han.

"Kenapa kau bengong seperti patung saja ?!" tanya si gadis lucu campur mendongkol. Apakah ada yang aneh di tubuhku ? Atau ada yang tak lengkap di badanku ? Mataku mungkin picek sebelah, atau mulutku tak benar letaknya miring ke samping ?"

Giok Han kaget cepat-cepat menggeleng. "Bukan... bukan begitu. Aku bingung kau menangis terus menerus. Rasanya aku jadi ingin ikut menangis."

"Kalau kau mau ikut menangis, mengapa tak ikut menangis?"

"tanya sigadis bertambah lucu. "Ayo. menangislah!"

"Dan dia jadi tertawa sendirinya setelah mengajurkan begitu.

Giok Han juga tertawa "Air mataku tapi tak mau keluar." justeru karena tertawa geli terus menerus, malah air mata Giok Han sampai keluar !

Mereka jadi merasa dekat dan senasib, merekapun jadi akrab di waktu itu, karena, mereka segera tahu bahwa mereka mempunyai musuh yang sama yaitu Cu-kongkong Cu Bian Liat dan Tang San Siansu.

Mereka berdua sudah bertekad hendak bekerja sama untuk membasmi musuh guna membalas sakit hati mereka. Kemudian kedua muda-muda ini meninggalkan lembah itu sambil merencanakan apa yang hendak mereka lakukan terhadap musuh besar mereka...

ooo)0(ooo

Malam itu bulan bersinar cukup terang berkilauan, sinarnya seperti cahaya yang membias ke sekitar tempat itu, yaitu sebuah jalan raya yang cukup lebar ditengah-tengah kota, beberapa orang penduduk kota ada juga yang tengah duduk-duduk di halaman depan rumah masing-masing, untuk memperoleh hawa sejuk di malam yang kering tersebut. sambil menggoyangkan perlanan-lahan kipasnya dan ada juga yang menikmati keindahan bulan dan udara malam sambi! menghisap huncwenya.

Serombongan orang berkuda tampak menyusuri jalan itu, jumlah serombongan itu cukup banyak, mungkin lebih empat puluh, Dan pakaian mereka jelas semuanya tentara kerajaan. Tentu saja beberapa orang penduduk yang sedang berangin-angin di muka halaman rumahnya jadi kaget dan heran.

Mereka yang takut dan bernyali lemah segera cepat-cepat masuk ke dalam rumah, sedangkan beberapa orang yang agak berani, tetap di halaman rumahnya mengawasi bimbang entah apa yang hendak dilakukan rombongan tentara kerajaan tersebut.

Rombongan tentara kerajaan itu berhenti didepan sebuah rumah tak begitu besar, yang pintunya tertutup rapat-rapat. Salah seorang dari rombongan pasukan kerajaan itu meloncat turun, berbisik-bisik pada seorang bertubuh tinggi besar berpakaian sebagai perwira, orang itu mengangguk angguk dan kemudian orang yang tadi meloncat turun dari kudanya menghampiri pintu rumah. Menendang kuat-kuat pintu itu sambil berseru: "Buka pintu, kami pihak berwajib"

Pintu terbuka dan keluar seorang laki-Iaki tua berusia hampir enampuluh tahun dengan tubuh agak bungkuk dan kumis jenggot yang sudah memutih, sikapnya takut takut dan gugup, dia bertanya bingung: "Ada... ada apa, taijin ?"

Tentara kerajaan yang seorang itu tak menyahuti, cuma mendorong kuat-kuat daun pintu sampai orang tua itu ikut terdorong terhuyung hampir jatuh.

"Mana pemberontak itu? Kau jangan menyembunyikannya kalau tak mau celaka!" bentaknya.

"Pemberontak ? pemberontak apa taijin? Aku.... aku benar-benar tak tahu, taijin..." Tapi dia tak bisa meneruskan perkataannya, karena tangan tentara itu sudah menghajar mulutnya keras sekali sampai dia terhuyung. Tentara kerajaan tersebut melangkah masuk, tapi waktu itulah dia menjerit kuat-kuat, tubuhnya mundur beberapa langkah dengan mata terbuka lebar-lebar. Darah sudah menyembur dari perutnya yang tertembus sebatang pedang, kemudian dia terjungkel rubuh tak bernapas lagi.

Orang tua berjenggot dan kumis sudah memutih itu, yang tadi tampak lemah dan ketakutan, sekarang justeru sudah berdiri tegak di depan pintu dengan pedang tergenggam di tangannya, sikapnya gagah sekali.

Tentara kerajaan yang lain jadi kaget dan marah, mereka segera lompat turun dari kuda masing-masing menyerbu ke pada kakek tua tersebut, dengan senjata telanjang siap mengeroyok. Tapi waktu itu orang yang berpakaian sebagai perwira, yang tadi dibisiki oleh tentara kerajaan yang sudah menggeletak tak bernyawa karena perutya dilobangi oleh mata pedang kakek itu, sudah berseru:

"Biarkan aku yang menghadapinya!" Suaranya belum habis tubuhnya sudah melayang di tengah udara, dia bukan meloncat turun dari kudanya ke tanah, melainkan tubuhnya melambung dari punggung kudanya dan hinggap di tanah tepat di depan pintu rumah kakek itu, bahkan tangan kanannya menyambar dengan kecepatan luar biasa seperti cakar naga yang hendak merampas pedang ditangan kakek tersebut.

Kakek tua itu ternyata memiliki kepandaian yang tinggi, karena tadi dia cuma pura-pura ketakutan dan bingung, waktu tentara kerajaan yang seorang hendak memaksa masuk rumahnya, dia telah membarengi dengan tikaman pedang, pedangnya itu memang telah disimpannya di balik jubahnya ketika hendak membukakan pintu.

Sekarang melihat perwira kerajaan tersebut melompat menubruk ke arahnya sambil tangannya diulurkan untuk merampas pedangnya, dia tidak tinggal diam. Gesit sambaran tubuh perwira kerajaan tersebut tangannya juga sangat sebat.

Tapi pedang si kakek tua inipun sangat cepat. Dia segera menggeser kedudukan pedangnya yang diturunkan kebawah dengan pundak yang direndahkan mempergunakan jurus: "Seng Lo Ko Goan" atau "Bintang jatuh ditanah Tinggi", kemudian pedangnya ditegakkan dengan mata pedang menghadap keatas siap menerima perut si perwira kerajaan tersebut.

Tapi perwira kerajaan itu benar-benar sangat tangguh dan berkepandaian tinggi, karena dia tertawa dingin, kemudian cepat sekali tangannya yang batal menyerang itu di tarik pulang, tahu-tahu kaki kanannya menendang ke pergelangan tangan si kakek yang kena jitu sekali, tampai kakek tua itu terkejut merasakan tangannya tergetar keras, pedangnya seperti mau terlepas dari genggamannya.

Yang membuat kakek tua tersebut lebih kaget lagi justeru pada saat itu tampak tangan kiri lawannya sudah menyambar ke-arah dadanya. Dia tak bisa diam saja karena kagetnya, harus menyelamatkan dadanya yang hendak dicengkeram.

Maka dengan jurus "Yauw Cu Hoan Sin" atau "Elang Membalikkan Badan", dia segera menggeser sambil memutar badan bagian atas, untuk menghindarkan cengkeraman tangan lawan, Justeru apa yang dilakukannya itu melakukan kekeliruan yang tak disangkanya, karena begitu dia memiringkan tubuhnya kesamping, saat itulah tangan kanan lawannya bergerak lagi, tahu-tahu dia merasakan tenaga genggaman pada pedangnya jadi lenyap, entah bagaimana caranya perwira kerajaan itu sudah berhasil merampas pedangnya, yang pindah ke tangan si perwira tersebut.

Bahwa tangan kiri siperwira kerajaan itu tahu-tahu berobah arah menyambar kesamping maka tak ampun lagi dada kakek tua itu kena digempur keras, sampai dia terhenyak dan terpental dengan punggung menghantam tembok dan benturan itu sangat keras sekali!

Darah segera terpancur keluar dari mulutnya, muntah cukup banyak. Si perwira kerajaan yang berhasil merampas pedang kakek itu berdiri mengejek, dia tak meneruskan serangannya, membolang-balingkan pedang itu, kemudian "trskkknggg!" pedang itu dipatahkan menjadi dua potong dan membuangnya ke tanah. Dengan sinis dia berkata : "Apakah kau masih mau melindungi pemberontak itu ? Tidak mau cepat-cepat mengeluarkan pemberontak itu ?"

Kakek tua itu biarpun sudah tak bersenjata pedang, juga terluka cukup parah, dengan mulut berlumuran darah memaksakan diri mengempos seluruh sisa tenaga yang masih ada, dia tahu-tahu menubruk sangat cepat sekali, untuk menerjang kepada lawannya, dia bermaksud untuk mengadu jiwa.

Sepasang tangannya diulurkan untuk mencengkeram dada lawannya. Apa yang di lakukannya benar-benar merupakan tindakan yang sangat nekad, karena dia tidak mengadakan perlindungan dan penjagaan untuk dirinya, di mana dia rupanya memang bermaksud untuk mati bersama dengan lawannya.

Cara mengadu jiwa seperti yang dilakukan oleh kakek tua tersebut merupakan perbuatan yang sudah benar-benar nekad, karena dalam berbagai hal umumnya seseorang yang nekad, masih melakukan suatu gerak pukulan untuk melindungi juga tubuhnya dari kemungkinan serangan lawan.

Si perwira kerajaan tak gentar melihat kenekadan lawannya, karena dia hanya berdiri diam di tempatnya, kemudian dengan cepat dia mempergunakan tangan kanannya untuk menyentil waktu melihat serangan lawan sudah hampir tiba, di saat itulah terjadi suatu peristiwa yang benar-benar mengejutkan.

Kakek tua yang nekad dan hendak mengadu jiwa itu tak berhasil dengan serangannya, karena dia tak bisa mendekati lawannya, sentilan jari tangan perwira kerajaan tersebut membuat dia terjangkang rubuh, sebab yang disentil oleh perwira kerajaan tersebut adalah titik jalan darah yang berbahaya di pelipisnya !

Tidak ampun lagi tubuh kakek tua itu terjungkal rubuh terjengkang ke belakang, bersamaan dengan itu berkelojotan di lantai dengan mata mendelik terbuka lebar-lebar, dadanya bergerak-gerak keras, kemudian diam tak bergerak.



Si perwira kerajaan telah memberi isyarat kepada beberapa orang tentara kerajaan yang sedang berdiri menanti perintahnya. Tak ayal Iagi lima orang tentara kerajaan sudah menyerbu masuk ke dalam rumah dengan senjata terhunus, bersamaan dengan itu mereka menjerit, dua orang di antaranya terpental, karena dari dalam telah menerobos, keluar seorang laki laki bertubuh tinggi tegap dengan lumuran darah di beberapa tempat di anggota tubuhnya, menerjang keluar sambil mengayunkan goloknya ke kiri kanan. Goloknya itulah yang menyebabkan beberapa orang tentara terjungkel rubuh dan menjerit karena terluka pada lengannya.

Sisa tentara kerajaan yang lain, tiga orang, cepat-cepat menerjang dengan senjata masing masing. Tapi, orang bersenjata golok tersebut dapat menangkis dengan goloknya, sehingga pedang ketiga orang tentara kerajaan itu terpental keras, berbareng dengan itu golok orang tersebut telah menabas perut salah seorang tentara kerajaan yang ada di sebelah kanan, seketika terjungkel dan mati tak bergerak.

Dua orang tentara kerajaan yang lain segera meloncat ke samping. Orangbersenjati golok tersebut telah meloncat menerjang ke pintu hendak menerobos keluar.

Di saat itulah tahu-tahu ada tangan yang menyambar, dan golok ditangan orang itu kena dirampas dengan mudah. Bahkan, sebelum orang bersenjata golok tersebut tahu apa-apa, tubuhnya terpental karena dadanya terasa sakit kena digempur oleh tangan yang menyambar sangat kuat, dia terjengkang dan terlempar.

Orang bersenjata golok itu, walaupun sudah terampas goloknya dan dia sendiri kena dihajar terpental, cepat bukan main dia telah meloncat berdiri lagi, dengan gesit menerjang kalap kepada orang yang telah merubuhkannya tadi, yang tak lain adalah perwira kerajaan yang tadi sudah merobohkan si kakek.

"Cun Siang... lari... jangan layani. lari dari belakang ! "Kakek tua yang tadi telah dirobohkan si perwira kerajaan, masih sempat berseru dengan suara perlahan lemah menganjurkan kepada orang yang bersenjata golok itu agar melarikan diri.

Namun peringatannya itu sudah terlambat, sebab waktu itu tampak si perwira kerajaan sudah meloncat ke depan, ketika orang bersenjata golok itu henddk menerjang nekad, dia telah didahulukan oleh perwira tersebut, yang mencengkram pundak orang tersebut, golok rampasannya menabas lengan kanan orang itu yang seketika tertabas buntung sebatas siku, pundaknya memperdengarkan suara "krekkkkkk . . .krakkkkkkk... !" Tulang pipe (tulang selangkahnya) jadi hancur kena remasan tersebut, dan orang itu lunglai rubuh di lantai. Tapi tidak terdengar suara jeritannya, dia masih berusaha merangkak bangun untuk mengadu jiwa pada si perwira.

Tapi perwira itu tertawa keras. "Kau masih penasaran dan hendak mengadakan perlawaran ?" ejeknya. "Baik, aku ingin melihat sampai sejauh maca kenekadanmu.

"Berdirilah !" Setelah mengejek begitu, si perwira kerajaan itu berdiri menantikan orang tersebut, yang tadi dipanggil si kakek dengan sebutan Cun Siang.

Beberapa orang pasukan tentara kerajaan sudah ada yang masuk, mereka bersiap sedia. Tapi tanpa perintah dari perwiranya, mereka tak berani menyerbu untuk membekuk Cun Siang. Cuma berdiri diam mengawasi saja.

Sedangkan Cun Siang sudah merangkak berdiri, mukanya bengis penuh dendam, mukanya itu penuh luka-luka goresan senjata, banyak mengeluarkan darah, begitu juga luka dibeberapa anggota tubuh lainnya, ditambah oleh tangannya yang baru saja tertabas putus oleh goloknya sendiri yang dirampas oleh si perwira kerajaan itu. maka darah yang keluar terlalu banyak.

Biarpun hatinya tabah dan dia nekad sekali, akibat kekurangan daran tenaganya sudah tak ada, dia cuma bisa berdiri dengan kaki gemetar, mata seperti juga hendak meloncat keluar dari rongga matanya dan mulutnya digigit kuat-kuat untuk menam m ^isa tenaganya.

Tapi tanpa si perwira kerajaan turun tangan, dia sudah terjungkel rubuh kembali...

Si perwira kerajaan mendengus, dia mengibaskan tangannya dan beberapa orang tentara kerajaan telah meloncat maju untuk membekuk orang itu, yang diringkus kasar sekali.

Si perwira jalan berlenggang keluar dari rumah itu. Namun waktu melewati si kakek tua, mendadak kakek tua yang sudah payah keadaannya dan masih menyender di tembok, sudah menerjang dengan sisa tenaga terakhir dia ingin mencekik batang leher si perwira, tapi belum lagi kedua tangannya yang hendak mencekik itu mengenai leher si perwira saat itulah mata si kakek mendelik, mulutnya terbuka dan mukanya memperlihatkan kesakitan yang hebat, dia mengejang kaku dengan dengan kedua tangan terangkat tinggi-tinggi, kemudian rubuh terkulai.

Rupanya golok di tangan si perwira sudah menancap diperutnya... dia kalah cepat dengan si perwira, karena sebelum bisa mencekik, justeru golok lawannya sudah menghunjam perutnya. Napasnya seketika putus.

Si perwira melangkah keluar tanpa menoleh kepada kakek tua yang sudah jadi mayat, dia meloncat ke atas kudanya, sedangkan orang yang tadi bersenjata golok dan sekarang sudah jadi tawanan sudah digusur oleh beberapa orang tentara kerajaan, keluar dari rumah itu.

Orang itu, Cun Siang, masih berusaha memberikan perlawanan Tangannya yang tinggal satu masih berusaha memukul tentara yang menyeretnya, tapi tenaganya sudah habis, dia tidak bisa berbuat apa-apa. karena tubuhnya diseret terus keluar... darah mengucur keluar dari tangannya yang buntung... dan dia didorong terguling-guling di tanah.

"Ikat pinggangnya dan seret oleh kuda!" Perintah si perwira.

Dua orang tentara kerajaan segera meloncat ke dekat tawanan mereka, mengikat pinggang orang itu dengan seutas tambang yang sangat besar dan panjang, juga kedua tangan Cun Siang. Cuma kedua kaki Cun Siang yang dibiarkan tak terikat, karena dia mau diseret kuda dan harus berlari-lari mengikuti kuda yang akan menyeretnya.



Keadaan Cun siang sudah lemah terlalu banyak darah yang dikeluarkan. Hatinya pun sedih bukan main, karena melihat kakek tua pemilik rumah itu sudah jadi korban keganasan si perwira kerajaan, sehingga menemui kematian dengan cara yang begitu mengenaskan.

Dia sendiri memang dalam keadaan luka parah waktu minta menumpang di rumah kakek itu, untuk berobat. Tapi siapa tahu jejaknya sudah diendus oleh pasukan kerajaan yang memang hendak menangkapnya, berakhir dengan kematian kakek itu.

"Geledah rumah ini perintah perwira kerajaan itu sambil menghampiri kudanya dan meloncat naik kepelana kudanya, duduk di situ mengawasi kerja anak buahnya. Enam orang tentara kerajaan menyerbu ke dalam rumah untuk memeriksa. Akhirnya mereka keluar kembali sambil menyeret seorang wanita yang dalam keadaan terluka parah serta sudah tak bertenaga. Wanita itu baru berusia antara duapuluh empat atau duapuluh lima tahun, dia dicampakkan sampai terjerambab di tanah dengan tubuh berlumuran darah. Tapi, sedikitpun tak terlihat rasa takut di mukanya, karena wanita itu mengawasi si perwira dengan sorot mata penuh kebencian.

"Hemmmm, dua penjahat sudah berhasil ditangkap!" menggumam si perwira. "Pemberontak-pemberontak yang pasti menerima hukuman mati! Ikat dan seret juga wanita itu dengan seekor kuda!"

Perintah itu segera dilaksanakan, kedua tangan wanita itu diikat oleh seutas tambang, begitu juga pinggangnya yang diikat oleh seutas tambang lainnya. Cuma kedua kakinya yang dibiarkan tak terikat.

"Seret mereka!" perintah si perwira, kuda yang ditunggangi segera diputar untuk mengajak pasukannya meninggalkan tempat itu. Sedangkan di kejauhan satu dua orang penduduk menyaksikan dengan perasaan sedih dan takut melihat tindakan para tentara kerajaan yang demikian sadis dan ganas.

Cun Siang dan wanita itu, kedua-duanya dalam keadaan terluka cukup parah, diseret berlari-lari di belakang kuda yang menarik tambang yang mengikat tubuh mereka. Walau-pun sudah tak memiliki tenaga lagi, kedua orang itu masih tetap harus berlari lari, disamping itu kalau mereka sudah benar-benar tak kuat berlari, tubuh mereka terseret oleh lari kuda yang tidak perlahan.

Waktu itu, mendadak dari samping rumah seorang penduduk meloncat dua sosok tubuh yang menghadang di tengah jalan raya, menahan jalannya pasukan kerajaan. Kedua orang itu sepasang muda-mudi, mereka tak lain Giok Han berdua dengan Cang In Bwee.

Kebetulan mereka menyaksikan perbuatan kejam pasukan kerajaan terhadap kedua orang yang tengah diseret oleh dua ekor kuda, maka tak pikir panjang Giok Han segera hendak menolongi kedua orang itu. Cang Ing Bwee tak menghalangi, karena diapun gusar melihat keganasan pasukan kerajaan yang bertindak semena-mena.

Muka si perwira berobah melihat dua o-rang menghadang jalan maju dia dan pasukannya. Segera dia Keprak kudanya maju mendekati kedua orang itu.

"Menyingkir kalau tak mau ditabrak kuda !" Bentak perwira tersebut garang. Dia juga tak menghentikan kudanya, karena bermaksud sengaja menubruk kedua orang itu. Tapi, kedua kudanya menerjang maju, Giok-Han tak meloncat ke pinggir atau menyingkir, maiah dia menyambuti dada kuda dengan pukulan tangan kanannya. Kuat pukulan yang dilakukan disertai tenaga Lwexang, angin berkesiutan keras.

Si perwira kaget, tapi sudah terlambat buat menahan lari kudanya. Telak sekali sebelah depan leher kudanya itu kena dihantam telapak tangan Giok Han, seketika kuda itu kesakitan, meringkik liar mengangkat kedua kaki depannya. Kalau memang si-perwira tak memiliki ilmu yang tinggi tentu tubuhnya sudan terbanting jatuh dari punggung kudanya.

Untung saja dia gesit dan linear, begitu kudanya terpukul dan mengangkat kedua kakinya, dia sudah meloncat turun dari kuJanyu dengan tubuh yang ringan. Kudanya meringkik nyaring, kemudian lunslai roboh menggeletak di tanah tak bergerak lagi. Pukulan yang dilakukan Giok Han ternyata merupakan puKulan mematikan.

Mata si perwira tajam mengawasi Giok-Han dan Cang In Bwee bergantian, kemudian dengan garang karena marah berkata: "Sahabat, siapa kalian berdua ? Mengapa mencari urusan dengan kami pihak kerajaan ?" tegurnya. "Apakah kalian sudah bosan hidup?"

"Bebaskan kedua orang itu, mereka jangan disiksa seganas itu." Bilang Giok Han dengan suara tawar. "Kalau kalian membebaskan kedua orang itu, kami tak akan menghalangi lagi jalan kalian! "

Si perwira gusar bukan main sampai dia tertawa, menyeramkan suara tertawanya." Ooo, kalian kira Ban It Say dapat digertak begitu oleh kalian ? Walaupun kalian tambah empat pasang kaki dan tangan, tetap kalian juga harus ditangkap, karena kemungkinan besar kalian sahabat kedua pemberontak ini !" Setelah berkata begitu, tubuh Ban It Say menerjang maju.

Dia seorang berkepandaian tinggi, tangannya tangguh sekali, maka Ban It Say yakin dalam satu dua jurus bisa membekuk pemuda dan gadis ini. Karenanya dia tidak perintahkan anak buannya, melainkan dia turun tangan-sendiri.

Giok Han dan Cang In Bwee kaget mengetahui perwira kerajaan ini Ban It Say, yang sangat terkenal di kota raja sebagai congkoan Gi lim-kun, yang berkepandaian tinggi dan selalu bertindak semena-mena terhadap orang yang lemah tak berdaya.

Sedangkan Giok Han sendiri meluap kemarahannya dia masih ingat. Ban It Say adalah salah satu dari orang-orang yang menghancurkan keluarganya, yang dikirim Cu Bian Liat. Congkoan Gi-lim kun ini bersama Thio Yu Liang merupakan dua orang yang memimpin pasukan kerajaan untuk "menghukum" ayahnya, menghancurkan keluarganya.



Sekarang Siapa sangka bisa bertemu di sini, Giok Han girang campur gusar. Tak menunggu tangan Ban It Say tiba pada sasaran, dia sudah memapaki dengan loncatan yang cepat, tangannya diulurkan untuk menyambuti pukulan Ban It Say. Sekali turun tangan Giok Han lantas mempergunakan sinkangnya,dikerahkan pada jari-jari tangannya, karena mengetahui bahwa lawannya bukan orang lemah yang bisa dipandang remeh.

Ketika tangannya beradu dengan Congkoan Gi-lim-kun tercebur, terdengar bentrokan sangat nyaring, disusul dengan pengerahan tenaga yang kuat, karena Giok Han merasakan tenaga dalam Ban It Say seperti datang bergelombang semakin lama semakin kuat. Maka dia membendung tenaga lawan dengan memusatkan tenaga sinkangnya. Mereka mengadu kekuatan.

Ban ItSay bukan hanya mempergunakan sinkangnya saja, mengetahui lawannya yang masih muda tapi memiliki tenaga dalam yang kuat, segera membaiengi dengan tangan kirinya untuk mencengkeram pundak Giok Han.

Giok Han mana bisa diserang seperti itu, biarpun tangan kanannya sedang menahan tangan congkoan Gi-lim kun tersebut, dia juga bisa mengerahkan tenaga sinkang pada tangan kirinya. Ketika tangan lawan menyambar ke pundaknya, dia menurunkan pundaknya dengan menekuk kaki kirinya, kemudian menghantam pusar lawannya.

Kembali Ban It Say kaget campur heran, karena lawannva biarpun berusia masih muda tapi memiliki ilmu yang tinggi. Dia tak menyangka bahwa lawannya bisa melakukan tindakan demikian maka segera dia meloncat kebelakang menarik pulang kedua tanganya. Dia memandang tajam,

"Bocah, ternyata kau memang kawan pemberontak-pemberontak ini! Atas nama Kaisar aku menangkapmu juga!" Dan segera Ban It Say mengisyaratkan kepada pasukannya untuk menyerbu maju menangkap Giok Han dan Cang In Bwee.

Belasan orang tentara menyerbu maju lengkap dengan senjata tajam terhunus. Mereka menerjang untuk mengeroyok Giok Han dan In Bwee. Semuanya berpikir, dengan mengandalkan jumlah banyak tentu Giok Han dan In Bwee dapat dibikin tak berdaya dan akan mereka tangkap dengan mudah.

Namun tak mereka sangka-sangka, justeru waktu itu Giok Han sudah memukul telak sekali dada seorang tentara kerajaan yang paling depan sampai terpental dan dadanya melesak. karena kuatnya pukulan yang dilakukan Giok Han bahkan tentara kerajaan yang seorang itu terlambung ke tengah udara sambil menjerit, berkelojotan ketika terbanting di tunah dengan mulut berbusa, lidah terjulur keluar seperti anjing kepanasan dan matanya mendelik dengan hidung keluar darah!

Giok Han bukan hanya merobohkan seorang tentara kerajaan itu, karena begitu berhasil memukul terpental tentara kerajaan yang seorang kaki kanannya juga sudah melayang menendang selangkangan tentara kerajaan yang lainnya yang menyerbu dari arah samping kanan.

Tak ampun lagi tubuh tentara kerajaan itu terputar-putar menjerit kesakitan sambil memegangi selangkangan, tubuhnya berpusing berjingkrak-jingkrak karena rasa sakit yang serasa seperti menerobos sampai ke ubun-ubun kepalanya. Sakitnya bukan main, bahkan akhirnya dia roboh pingsan tidak ingat diri.

Teman temannya yang lain dari kedua tentara kerajaan itu jadi bimbang dan gentar melihat dalam waktu singkat Giok Han sudah berhasil memukul roboh dua orang teman mereka, maka sejenak mereka berhenti menyerbu.

Ban It Say mendongkol bukan main, apa lagi melihat pasukan tentaranya berdiam diri tak meneruskan serbuan mereka. Maka dibentaknya bengis. "Tangkap kedua pemberontak itu!"

Bentakan ini menyebabkan pasukan tentara kerajaan itu sadar apa yang di perintahkan atas mereka segera meloncat menerjang lagi sambil mengayunkan senjata masing-masing, untuk menyerang Giok Han maupun Cang In Bwee. waktu itu Giok Han pun tak sungkan sungkan lagi, dia segera menampar muka seorang tentara kerjaan yang ada di sebelah kiri, membuat tentara itu kelojotan sambil membuang senjata, memegangi mukanya, karena matanya dirasakan gelap,dan tulang mukanya seperti jadi hancur akibat pukulan tersebut, sakitnya sampai terasa diulu hati. Giok Han pun membarengi dengan pukulan lainnya pada tentara lainnya, yang mengalami nasib yang sama.

Cang In Bwee tidak tinggal diam, gadis ini memiliki kepandaian yang mengagumkan karena begitu tangan dan kakinya bergerak, dia sudah merobohkan tiga orang tentara kerajaan yang jungkir balik kesakitan.

Menyaksikan ini kemarahan Ban It Say meluap. Dia tahu, kedua orang ini orang-orang yang memiliki kepandaian tinggi, menyaksikan dalam waktu singkat, dia sudah melihat bahwa setiap pukulan Giok Han maupun In Bwe memiliki tenaga yang ampuh dan kuat sekali, tidak mungkin pasukannya itu bisa menghadapinya. Maka dia membentak keras

"Semua minggir, biasa aku yang menghadapi kedua pemberontak itu." Dengan langkah lebar dia maju ke tengah gelanggang.

Tentara kerajaan yang tidak terluka segera mengundurkan diri meninggalkan arena pertempuran sambil menggotong kawan mereka yang terluka. Memang mereka girang menerima perintah mudur, sebab hati mereka gentar dan jeri kepada kedua orang muda ini yang dalam satu dua gebrak sudah dapat merobohkan kawan-kawan mereka begitu mudah.

Maka mendengar Ban It Say perintahkan mereka mundur, girang bukan main hati tentara-tentara kerajaan itu yang tak ayal lagi segera meninggalkan Giok Han dan In Bwee.



Ban It Say sudah berada di depan sepasang orang muda itu, yang diawasi tajam tajam.

"Apakah kau juga orang-orang Thio Hong Can dan Giam cu." tegurnya dingin.

"Kalau ya kenapa, kalau tidak kenapa ?" menyahuti Cang In Bwee sebelum Giok Han menjawab pertanyaan congkoan Gi-lim-kun itu.

"Kalau memang kau benar orang-orang Giam cu atau Thio Hong Gan, kalian harus ditangkap, karena kalian bekerja untuk pemberontak, bermaksud memberontakan terhadap kekuasaan Kaisar yang ada, karenanya kalian harus menerima hukuman. Tapi kalau memang kalian bukan orang-orang Giamcu maupun Tho Hong Gun. aku masih memberi kesempatan kepada kalian untuk cepat-cepat angkat kaki. Aku akan meramkan mata dan tak akan mengganggu kalian."

"Hemmm, aku tidak mengharapkan belas kasihanmu !" kata In Bwee, yang sudah berkaia lagi mendahului Giok Han "Yang kami harapkan kau bebaskan kedua orang tawananmu itu, kalian boleh pergi tanpa kami ganggu!"

"Kalau aku menolak permintaan kalian?" tanya Ban It Say mengejek dan sinis, menahan kemarahan hati yang sudah meluap.

"Kami akan tetap merampas kedua tawanan itu!" menyahuti In Bwee tegas.

"Ya, kami akan mengambil kedua tawanan itu dari tangan kalian !" kata Giok Han ikut bicara.

"Baik, ambilah oleh kalian ! "Berbareng dengan kata-katanya itu, cepat bukan main kedua tangan Ban It Say sudah meluncur kepada Giok Han dan In Bwee jari-jari tangannya terpentang siap mencengkeram seperti jari-jari naga dan mengandung tenaga sinkang yang amat ampuh. Dia hendak mencengkeram batok kepala Giok Han dan In Bwee.

Dia seorang congkoan Gi-lim kun, yang kepandaiannya sudah mencapai tingkat tinggi serta di kotaraja terkenal sebagai salah seorang jago utama Kaisar. Sekarang dia diejek dan seperti tidak dipandang mata oleh la Bwee dan Giok Han, tentu saja jadi murka, dapat dibayangkan kekuatan singkang yang dipergunakannya.

Giok Han dan In Bwee walaupun tampak tidak memandang mata kepada congkoan Gi-lim kun ini diam diam di hati masing-masing sudah tahu, bahwa lawan mereka ini bukanlah orang sembarangan. Melihat lawan menyerang dahsyat seperti itu, mereka tidak berani menyambuti dengan kekerasan, cuma menghindar, masing-masing meloncat ke kiri dan kanan, terpisah agak jauh, membuat Ban It Say dalam waktu beberapa detik harus memutuskan apakah dia akan menyerang Giok Han atau kepada ln Bwee, karena keduanya berada di tempat yang bertolak kebelakang, di kiri dan kanan.

Tapi akhirnya Ban It Say memilih Giok Han sebagai sasaran dari tangan kanannya yang menyerang pada titik kematian di ulu hati Giok Han. Tangannya begitu cepat sulit diikuti oleh pandangan mata, juga memang gerakan tangannya adalah jurus yang aneh sulit ditentukan arah sasaran yang sebenarnya. Tak percuma Ban It Say sebagai congkoan Gi-lim-kun, karena kepandaiannya memang sangat tangguh.

Giok Han tertawa mengejek dan menghindar lagi. Tapi sekarang dia mengelak bukan berdiam diri seperti tadi, melainkan tangan kanannya tahu-tahu sudah nyelonong ke arah pelipis lawannya, tangan kirinya menyampok tangan Ban It Say.

Pukulan itu bukan pukulan sembarangan, karena itulah jurus kesembilan dari "Sin-beng-kun" yang khusus dipelajari Giok Han untuk menghadapi "Liong-heng-kun"-nya Tang San Siansu.

Tangannya panas seperti api membakar, seperti api yang siap menyambar membakar apapun yang berada di dekatnya.

Tidak kepalang kaget congkoan Gi-lim-kun tersebut, tangannya seperti terbakar oleh api yang panas luar biasa, juga urat nadi pusat di pergelangan tangannya berdenyut keras, seakan seluruh darah deras berkumpul di situ berdesak-desakan akan meletus! Tentu saja dia kaget tidak terkira, karena denyut urat pusat nadi di pergelangan tangan merupakan urat nadi yang terpenting, kalau sampai nadi pusat di pergelangan tangan meletus, biarpun dia memiliki kepandaian lima atau enam kali lipat lebih lihai dari sekarang, niscaya dirinya akan mati seketika begitu pembuluh darah itu meletus.

Tak pikir lagi tangannya segera ditarik pulang dan dia meloncat mundur, memandang Giok Han dengan terheran-heran. Usia orang ini masih muda, mengapa dia memiliki kepandaian demikian tinggi dan ampuh sekali ? Murid siapakah dia ?

Giok Han tertawa mengejek. "Ayo maju lagi, mengapa bengong di situ?" tantangnya. Dia, tahu Ban It Say kaget karena menerima salah satu jurus "Sin beng-kun" yang sangat ampuh itu, dan memang Giok Han sengaja mempergunakan jurus-jurus ampuh itu, dia ingin membekuk Bin It Say, karena congkoan Gi-lim-kun ini termasuk salah seorang musuhnya yang ikut menghancurkan keluarganya.

Ban It Say tidak bengong terlalu lama, walaupun bagaimana dia seorang lihai berkepandaian tinggi dan memiliki kedudukan terhormat di kotaraja sebagai congkoan Gi-lim-kun. Sekarang dia dibikin tercengang seakan tak berdaya terhadap lawannya yang masih muda belia ini, bahkan di depan anak buahnya, mereka menyaksikan apa yang terjadi.

Timbul penasaran dan kemarahan yang meluap sampai memukul ubun-ubun kepalanya. Tak buang waktu lagi tubuhnya loncat ke depan Giok Han dan sekarang dia menyerang dengan penuh perhitungan, mempergunakan ilmu andalannya.

Tangan kanannya berkesiutan mengeluarkan angin yang menderu-deru menerjang Giok Han. Jari-jari tangannya siap untuk merobek kulit tubuh dan mencopot daging tubuh lawan, mencengkeram mati jalan darah terpenting di tubuh lawan.



Giok Han tahu Ban It Say memang berkepandaian tinggi, kalau tadi dia berhasil membuat congkoan Gi-lim-kun itu kaget karena Ban It Say tak menyangka dia memiliki ilmu mujijat seperti Sin-beng-kun, memandang rendah padanya sehingga mempergunakan tenaga sinkangnya tak sepenuhnya, juga kurang waspada.

Tentu saja hal ini membuat Ban It Say menderita kerugian, pelajaran pahit tadi membuat Ban It Say sekarang hati-hati dan jauh lebih tangguh dari tadi. Angin pukulan kedua tangannya seperti juga ingin melepaskan baju yang melekat di tubuh Giok Han, karena menyambar-nyambar dahsyat membuat baju pemuda itu jadi beterbangan keras sekali.

Tak ayal lagi Giok Han mempergunakan jurus-jurus Sin-beng-kun untuk menghadapinya berulangkali Ban It Say terkejut menerima tangkisan Giok Han yang dahsyat dan aneh, tapi dia tidak sampai harus menghentikan serangan-serangannya, karena Ban It Say masih dapat bertahan.

Giok Han telah menduga bahwa congkoan Gi-lim-kun ini paling lama bisa bertahan cuma 10 jurus. Tidak lebih dari itu. Karena Sin beng-kun adalah pukulan mujijat yang diperuntukkan Giok Han menghadapi Tang San Siansu. Dan dugaan pemuda ini memang tepat. Sebab pada jurus ke enam saja Ban It Say mulai gugup dan panik, karena dia seperti terkurung suatu kekuatan yang menyesakkan napasnya, biarpun dia memusatkan sinkangnya pada kedua lengannya, namun tampaknya dia tidak berhasil untuk menghalau kekuatan Sin-heng kun pemuda tersebut.

Mati-matian Ban It Say mencurahkan seluruh kekuatan singkangnya, tetap saja dia terdesak. Masih untung buat Ban It Say karena usianya yang masih muda Giok Han kalah pengalaman dan latihan dibandingkan dengannya, kalau tidak dalam tiga jurus dengan Sin-beng-kunnya itu Gion Han pasti sudah dapat merobohkan Ban It Say.

Pada jurus kedelapan tangan Giok Han berputar-putar dan di sekitar kepala Ban It Say berkeliling sebuah bola api yang panas bukan main melingkar isi kepala serta otak nya, matanya juga pedas sekali. Ban It Say semakin kaget, tapi waktu dia mau meloncat mundur dan terpikir untuk perintahkan pasukannya buat mengeroyok Giok Han, keadaan sudah terlambat. Belum lagi dia meloncat menjauhi Giok Han, tahu-tahu tangan kanan Giok Han berhasil mencengkram lengan Ban It Say. Walau congkoan Gi lim-kun ini hendak melepaskan tangannya dari cengkeraman jari-jari tangan Giok Han yang begitu kuat dan sangat panas, tangan kiri Giok Han sudah menyambar lagi pada leher di bawah cuping daun telinga.

Bagian dari anggota tubuh di situ memang merupakan daerah paling lemah buat pertahanan seorang manusia, lehernya terkena pukulan begitu kuat seketika tubuh Ban It Say terhuyung, namun dia masih bisa mempertahankan kuda-kuda-nya sehingga tidak sampai mencium tanah.

Mukanya merah padam. Giok Han tak memberi kesempatan kepada musuhnya belum Ban It Say sempat memperbaiki posisi tubuhnya, pemuda ini tahu-tahu sudah berada di sampingnya dan tangannya menghantam iga kanan Ban It Say, sampai congkoan Gi lim-kun itu terhenyak kesakitan, mukanya meringis dan buyarlah kekuatan tenaga kuda-kuda kedua kakinya, dia jatuh terduduk dengan muka pucat, mulutnya tampak merah karena darah mengucur keluar.

"Orang she Ban, hari ini adalah hari kematianmu, untuk membayar hutang jiwa dari keluarga Jenderal Giok Hu!" Teriak Giok Han yang menghampiri dengan muka yang kaku dingin tak memancarkan perasaan, memandang tajam penuh dendam, karena yang terduduk tak berdaya ini adalah seorang musuhnya yang ikut menghancurkan keluarganya.

Muka Ban It Say masih pucat waku dia bertanya bingung: "Si.... siapa kau ? Dan . . . mengapa kau kait-kaitkan aku dengan persoalan Jenderal Giok Hu almarhum ?"

"Jangan pura pura tolol bertanya seperti itu ! Tentu kau sendiri sudah tahu mengapa kau harus mati hari ini, untuk menebus dosa-dosamu yang telah mencelakai keluarga jenderal Giok Hu. Kau juga termasuk salah satu yang mengambil bagian menghancurkan keluarga Jenderal Giok Hu."

Sekarang Ban It Say gentar terhadap pemuda di depannya, dia melihat kenandaian pemuda ini benar benar tangguh dan jurus-jurus silatnya mujijat sulit dihadapi. Dia jadi lemah dan lenyap keberanian maupun keangkuhannya.

"Tunggu dulu, dengar dulu penjelasanku!" Serak suara Ban It Say waktu bilang begitu, dia juga menggoyang-goyangkan tangannya mencegah Giok Han maju lebih dekat padanya. Beberapa orang pasukannya telah coba mengurung Giok Han, tapi tak seorangpun berani menyerbu untuk menyerang Giok Han.

Mereka menyaksikan betapa congkoan mereka sangat mudah dirubuhkan pemuda tangguh itu, aoalagi mereka, jika maju sama saja dengan mengantarkan jiwa. Semuaoya jadi berdiri diam, seakan menanti keputusan atau perintah congkoan mereka.

"Beritahukan dulu padaku, siapa kau sebenarnya agar aku mengetahui jelas duduk persoalannya !" Bilang Bin It Say gugup ketua melihat Giok Han tetap maju selangkah demi selangkah mendekati tanpa melayani permintaannya. Mata pemuda itu memancarkan sinar berkilauan seakan menusuk kedalam haci Ban It Say.

Melangkah maju menghampiri tiga langkah Giok Han akhirnya berhenti dan mukanya kaku tak berperasaan ketika bertanya: "Apa yang ingin kau jelaskan ? Duduk persoalan sudah jelas, kau salah seorang yang ikut menghancurkan rumah tangga dan keluarga Jenderal Giok Hu."

"Aku hanya seorang yang makan gaji negara, maka aku harus taat pada perintah. Aantara aku dengan Jenderal Giok Hu tak ada permusuhan, cuma melaksanakan perintah dari Cu-kong-kong untuk membasmi jenderal yang mau memberontak itu..."



"Bohong ! Mana mungkin jenderal setia itu ingin memberontak dan itu pasti fitnah belaka, alasan yang kalian cari cari untuk mencelakai keluarga jenderal Giok Hu !" bentak Giok Han dan suaranya penuh kemarahan.

"Tapi kami hanya mengiringi thaykam yang jadi utusan Hongsiang, untuk menghukum jenderal Giok Hu. Kami melaksanakan perintah, janganlah menimpahkan dendam itu kepadaku ssluruhnya, karena Thio Yu Ling, congkoan Kim-ie-wie juga ikut pada pengawalan thay kan yang hendak menghukum jenderal Giok Hu. Hukuman yang dijatuhkan pada diri Jenderal Giok Hu berasal dari firman Hongsiang, maka seluruhnya menjadi tanggung-jawab Hongsiang! Kami yang makan gaji negara cuma melaksanakan perintah dan tugas kewajiban belaka...!"

"Manusia pengecut," memaki Giok Han mendongkol. "Sekarang kau hendak pungkiri perbuatan kejam yang pernah kau lakukan bersama-sama dengan kawanmu itu. Walaupun demikian, tetap saja kau harus mati !"

"Tunggu . . .kau belum memberitahukan siapa dirimu dan masih ada hubungan apa antara kau dengan keluarga Jenderal Giok Hu?" Ban It Say bertanya seperti itu, sebab dia tak berhasil menduga siapa ini. Yang diketahuinya bahwa seluruh keluarga Giok Hu telah dibasmi bersama Thio Yu Ling.

Namun mendadak mukanya berobah, jadi pucat pias dan memandang Giok Han dengan sorot roata guram. Dia teringat sesuatu dan pundaknya jadi terasa dingin seperti ditempelkan batangan es. Dia ingat waktu terjadi pembasmian keluarga pemberontak Jen-deral Giok Hu, ada seorang anak Jenderal Giok Hu yang tak ditemukan, walaupun telah dicari disekitar tempat kediaman Jenderal Giok Hu, tetap saja anak Jenderal itu menghilang.

Waktu itu dia tak begitu memperhatikan keadaan tersebut, karena dianggapnya apa yang bisa dilakukan oleh anak jenderal tersebut. Siapa tahu, sekarang timbul urusan pembunuhan keluarga jendral Giok Hu, maka teringat pada lenyapnya anak Jenderal Giok Hu di saat pembasmian keluarga jenderal itu, seketika Ban It Say menduga bahwa pemuda di depannya ini apakah bukan anak jenderal tersebut?

Giok Han berkata sinis: "Kalau aku tak menjelaskan siapa diriku, tentu kau mati dengan mata tak meram serta penasaran. Baiklah, akulah anak jenderal Giok Hu yang sempat lolos dan tangan mautmu dan kawan-kawanmu ! Sudah dengar jelas ? Akulah Liong-kak-sin-hiap, anak jenderal Giok Hu yang akan mengadakan perhitungan dengan semua orang-orang yang pernah ikut ambil bagian mencelakai keluargaku !"

Ban It Say sudah berdiri dan otaknya berpikir keras. Dugaannya benar. Pemuda ini anak jenderal Giok Hu yang lenyap pada hari itu. Sekarang muncul lagi dengan kepandaian yang sangat tangguh. Dia tidak kaget lagi mendengar keterangan Giok Han, sebab dia sudah menduga. Otaknya bekerja keras untuk mencari jalan lolos dari tangan pemuda ini. Sekali saja dia bisa lolos, selanjutnya dia akan melakukan pengejaran ketat pada Giok Han.

Akan diajaknya pasukan Gi-lim-kun yang umumnya memiliki ilmu silat tinggi untuk mencari pemuda yang jadi cucu jenderal Giok Hu. Waktu itu diapun bisa memakai pahlawan istana lainnya, baik dari Kim-ie-wie maupun dari pasukan pribadi Kaisar, untuk membantunya mengadakan pengejaran pada Giok Han, dengan tuduhan pemuda itu bermaksud memberontak!

Cang In Bwee mengawasi Giok Han, namun dia jadi kaget karena tahu-tahu secara mendadak Ban It Say loncat menyerang untuk menyergapnya.

Ban It Say licik, dia tahu kepandaian Cang In Bwee jauh di bawah kepandaian Giok Han, karenanya dia memilih "pengemis" kotor ini sebagai sasaran tangannya, di mana dia hendak menangkap In Bwee, untuk dijadikan sandera. Sambil menyerang In Bwee dia juga berseru:

"Tangkap pemberontak itu mati atau hidup!" Serunya itu ditujukan buat pasukannya.

Sejak tadi semua pasukan Ban It Say cuma berdiri ragu ragu, tapi mendengar perintah congkoan mereka, tak berayal lagi mereka meluruk menyerang Giok Han untuk mengeroyok.

In Bwee coba menangkis cengkeraman tangan kanan kanan Ban It Say, tapi tangan kiri Ban It Say tahu-tahu menyambar sudah berada di depan mukanya. Ban It Say girang dia yakin bisa menawan pengemis kotor ini dan bisa memaksa Giok Han agar menyerah untuk ditawan olehnya. Tangannya cuma terpisah beberapa dim lagi dari muka In Bwee.

Tapi tak disangka-sangkanya, Ban It Say merasakan tangannya yang kiri dan tengah hendak mencengkeram muka In Bwee, sakit luar biasa, gatal gatal, seperti tertusuk sesuatu. Bahkan dia mendengar In Bwee tertawa sambil meloncat mundur. Tubuh Ban It Say juga mengejang, rasanya tak enak, tangannya sudah kejang sulit digerakkan, seperti tak memiliki tenaga lagi. Tubuhnya terhuyung ke belakang dengan muka berobah pucat dan mata memandang murka kepada In Bwee.

Apa yang terjadi dan mengapa Ban It Say mendadak menarik tangannya yang hampir mengenai muka In Bwee, bahkan dia merasakan tangannya jadi kejang kaku tak bertenaga sulit untuk digerakkan ?

Rupanya In Bwee menyadari juga bahaya yang mengancam dirinya, keselamatan jiwanya terancam oteh tangan maut Ban It Say, kalau saja mukanya kena dicengkeram, dan pasti dia akan ditawan oleh congkoan Gi-lim-kun tersebut. Dalam keadaan terancam bahaya seperti itu. In Bwee tidak tinggal diam, sebab cepat sekali tangannya terangkat ke atas, seperti menyambuti tangan Ban It Say.

Padahal dia mempergunakan jarum beracun untuk menyambuti pukulan Ban It Say, sehingga congkoan Gi-lim-kun itu kesakitan dan menarik tangannya membatalkan cengkeramannya.



In Bwee melakukan pembelaan diri seperti itu karena tahu kalau dia menangkis dengan kekerasan cengkraman Ban It Say, pasti dia kalah tenaga lwekang, dan akan jatuh ketangan musuh. Memang Ban It Say sengaja menyerang mencengkram muka In Bwee dengan harapan In Bwee coba menangkis tangannya.

Waktu itulah Ban It Say akau mencengkeram tangan In Bwee, batal menyerang mukanya, mencengkeram pa ia nadi jalan darah "cung koan-niat," nya, pasti akan membuat tubuh In Bwee jadi lumpuh tak bertenaga dan jatuh ke dalam tangan Ban It Say, untuk dijadikan sandera.

Ban It Say sudah memperhitungkan segalanya sebaik-baiknya,tapi siapa tahu juteru In Bwee juga sangat cerdik Dalam keadaan terjepit di- bawah ancaman lawan, dia masih bisa meloloskan diri dengan mempergunakan jarum beracun yang dipergunakan menyambuti tangan Ban tt Say. Setelah Ban It Say menjerit dan tertusuk jarumnya, In Bwee juga tidak tinggal diam, tubuhnya ringan meloncat ke belakang.

Dia mengejek sinis mentertawai ketololan lawannya, yang kena diselomoti seperti itu.

Ban It Say melihat keadaan tangan kiri nya. Ada titik hitam di tangannya, tanda bekas tertusuk sesuatu, yang di sekitarnya berwarna gelap kehitam-hitaman. Meluap darah Ban It Say, dia berjingkrak sambil meraung sengit, karena segera diketahui dirinya sudah dilukai dengan senjata yang beracun,

Matanya bengis mengawasi si pengemis, dia memusatkan seluruh tenaganya, untuk loncat menyerang. Tapi, sebelum dia meloncat, sempat ditelannya beberapa pil, untuk penawar racun. Pil, yang ditelannya adalah pil yang dibuat tabib istana, karena dia yakin pil itu bisa memunahkan racun yang di pergunakan si pengemis. Diiringi raungan bengis dia loncat menerjang si pengemis, sepasang tangannya bergerak-gerak dengan tenaga sinkang penuh pada lengannya. Dia bertekad hendak membunuh si pengemis.

Giok Han terkejut melihat kekalapan congkoan Gi lim-kun itu, sebab diketahuinya kepandaian In Bvvee berada dibawahnya, tentu agak sulit menghadapi congkoan Gi-lim-kun yang memang berkepandaian tinggi.

Tapi untuk menolongi In Bwee dan menghadapi Ban It Say diapun tak bisa, dirinya sedang dikeroyok oleh belasan orang tentara kerajaan yang mempergunakan berbagai macam senjata tajam.

Cang In Bwee cendiri menyadari bahwa dirinya sulit mengimbangi Ban It Say, dia memang masih setingkat di bawah sinkang congkoan Gi-lim-kun tersebut. Tapi kini mau tak mau dia harus menghadapi congkoan Gi-lim-kun tersebut, dia berharap bisa mempergunakan racun lagi, Waktu itu sepasang tangan Ban It Say sudah menyambar didepan mukanya, dan In Bwee tidak tinggal diam dia mengelakkan beberapa kali pukulan yang di lakukan congkoan Gi-lim-kun tersebut, bahkan dia telah coba balas menyerang.

Seluruh kepandaiannya dipergunakan, dia mengandalkan Ginkangnya untuk menghindari setiap sambaran tangan lawannya, dan setiap ada kesempatan In Bwee mempergunakan racunnya untuk menerima serangan, misalnya dengan mempergunakan jurus beracun atau peluru beracunnya.

Tapi Ban It Say dalam keadaan kalap benar-benar tangguh sekali, sebab setiap In Bwee melontarkan peluru beracunnya, congkoan Gi-lim-kun yang sudah berpe ngalaman tersebut tidak menyampok dengan tangannya, melainkan menyambuti peluru itu agar tak meledak, kemudian dia melontarkan kembali kepada In Bwee. Dengan demikian. In Bwee sering kecele melihat timpukannya gagal.

Ban It Say bukan hanya menggagalkan setiap timpukan peluru racun dan juga jarum beracun, In Bwee, melainkan dia sudah menyerang gencar sekali.

Masih tertolong In Bwee, memiliki ginkang yang aneh gerak-geriknya, juga tubuhnya kecil lincah, sehingga selama itu masih bisa menghadapi lawannya yang tangguh dan kalap ini.

Giok Han yang sedang dikeroyok belasan orang tentara kerajaan bekerja cepat, berulang kali sudah merobohkan lawan-lawannya Mungkin sudah delapan orang tentara kerajaan yang menggeletak terluka, sebagian tak bisa bergerak bangun, cuma mengerang-erang kesakitan.

Giok Han mau secepatnya merobohkan semua tentaia kerajaan itu, untuk dapat menghadapi Ban It Say dan menolongi In Bwe, dia kuatir bukan main pada keselamatan gadis itu, yang tengah terancam ditengah kekalapan congkoan Gi-lim-kun itu.

Tetapi setiap ada seorang tentara kerajaan yang dirobohkan, maka maju dua tiga orang tentara kerajaan yang lainnya, yang mengeroyok dan mengepung Giok Han semakin lama bukannya semakin sedikit malah jadi semakin banyak. Dengan demikian Giok Han tak berdaya untuk menggeser tubuhnya kedekat In Bwee.

Keadaan In Bwe semakin terancam, sebab biarpun dia memiliki kepandaian yang tinggi, namun menghadapi lawan kalap seperti Ban It Say benar-benar membuat dia jadi sering terdesak sampai tak bisa balas menyerang.

Kekalapan Ban It Say demikian besar dan dia menyerang tanpa memperdulikan keselamatan dirinya, seakan juga hendak mengadu jiwa. Sebab itu, In Bwee sering terdesak tanpa bisa balas menyerang. Menghadapi lawan yang kalap memang lebih sulit dari lawan yang biasa, apa lagi lawannya ini merupakan komandan pasukan yang khusus menjaga keselamatan kaisar, yang pasti mempunyai kepandaian tinggi.

Dalam keadaan seperti itu, In Bwee berulangkali berusaha menjauhi Ban It Say, tokh dia selalu gagal. Ban It Say selalu mendesaknya dan menyebabkan mereka bertempur jarak dekat, sebab Ban It Say melancarkan pukulan-pukulan kilat mengandung maut serta mematikan.

Suatu kali In Bwee sulit untuk menghindarkan lagi tangan kanan Ban It Say yang menyambar cepat sekali, dia sudah tidak keburu untuk loncat menjauhi diri. Terpaksa dia harus menangkis tangan kanan lawannya, biarpun dia tahu tenaga pukulan yang dilakukan lawannya itu sangat kuat sekali, sebab tenaga sinkangnya tampaknya sudah dipusatkan disitu.

Angin pukulan itu sampai berkesiutan keras, Dess:.... bukkk" Tangan In Bwee saling bentur dengan tangan Ban It Say. Akibatnya benar benar hebat untuk In Bwee, tubuhnya yang kecil langsing terpental seperti terdorong oleh suatu kekuatan yang tak terlihat, bagaikan sehelai daun kering dia melayang di tengah udara setinggi tiga tombak, dengan menderita kesakitan pada tulang tangannya yang tadi dipakai buat menangkis pukulan lawannya.



Untungsaja In Bwee mempunyai ginkang yang tinggi, dia berpoksai di tengah udara agar tubuhnya tak sampai terbanting di tanah. Tapi, begitu kedua kakinya hinggap di tanah, tangan Ban It Say sudah menyambar datang lagi. Lawannya tidak tidak memberikan kesempatan sedikitpun pada In Bwee untuk mengadakan persiapan.

Kaget In Bwee, hatinya mencelos. Bahaya maut sudah mengancam datang dari arah atas kepalanya. Dia baru saja hinggap, belum keburu mengerahkan tenaga sinkangnya pada tangan untuk menangkis.

Tapi sebagai seorang berkepandaian tinggi, tentu saja In Bwee tak mau begitu saja batok kepalanya dihantam pecah hancur berantakan, dia telah me-ngigoskan secepat kilat, tapi masih terlambat, pundaknya kena dihantam oleh serempetan tangan Ban It Say, nyerinya bukan main, sampai In Bwee meringis menahan sakit. Menyusul lagi tangan kiri nan It Say menyambar ke-dadanya.

In Bwee dalam kesakitan seperti itu masih berusa ia menghindarkan tangan kiri lawan dengan mendoyongkan tubuhnya kesamping kanan, tapi terlambat. Baju didada nya kena dijambret robek, malah dadanya kena dicengkeram keras sekali, untung saja terlepas dan cuma kulit dadanya yang terkelupas, darah segera mengucur keluar.

Sejenak Ban It Say tertegun melihat dada yang membulat montok padat dan putih mulus mencuat keluar dari robekan baju, diantara darah yang merah membasahi baju dan kulit dada In Bwee. In Bwee cepat-cepat menutupi dengan tangannya, agar dadanya tak terlihat olen Ban It Say.

"Hah-hah-hah-hah-hah !" Tertawa Ban-It Say nyaring sekali. "Tak tahunya kau budak hina siluman wanita !" Sambil berkata begitu, tubuhnya meloncat lagi, sekarang dia memukul kearah kepala la Bwe dengan mengerahkan sinkang sepenuhnya, yang semuanya berkumpul di kepalan tangan kanannya, dia mau menghantam pecah batok kepala In Bwee.

Maut benar benar mengancam In Bwee dia dalam keadaan kikuk melindungi dadanya agar tak terlihat orang, juga dia baru saja terluka, sekarang dia diserang begitu hebat. maka dia berada pada posisi yang terancam benar buat keselamatan jiwanya.

Biarpun Giok Han sibuk menghadapi pengeroyoknya yang berjumlah sangat banyak namun matanya tak pernah lepas mengawasi In Bwee.

Melihat In Bwee terluka, Giok Kan seperti kalap menerjang tiga orang lawannya yang dirobohkan dengan pukulan-pukulan yang dahsyat, dia ingin segera me-nolongi In Bwee. Tapi, tiga orang lawan iiu rubuh, maju enam orang lawan lainnya, yang tetap melibaikan Giok Han dengan serangan-serangan mematikan, terpaksa Giok Han harus melayani lagi, tak bisa mendekati In Bwee.

Hati Giok Han kuatir bukan main, apa lagi sekarang dilihatnya jiwa In Bwee terancam kematian, Ban It Say tengah meloncat melayang di udara dengan tangan kanan berkesiutan menghantam ke arah batok kepala In Bwee.

In Bwee sendiri mengeluh, tenaganya seperti lenyap, lukanya di dada tak ringan, selain kulit dadanya terkelupas, juga memang dia tergempur oleh tenaga pukulan Ban It Say.

Datangnya tangan mengandung maut hendak memukul kepalanya sulit untuk dihindarkan, untuk mengerahkan tenaga menerima serta menangkis pukulan Jtu, juga sudah tidak mungkin. Maka jalan satu-satunya mengadu jiwa dengan menyambuti pukulan itu sedapatnya dan sekuat sisa tenaganya. Hati In Bwee berdebar, dia menyadari bagitu tangannya bentrok di udara dengan tangan lawannya, maka habislah dia !

Tapi, waktu tangan Ban It Say terpisah tak jauh lagi, cuma setengah meter dari kepala In Bwee, mendadak congkoan Gi-lim-kun itu mengeluh, matanya dirasakan berkunang-kunang, tubuhnya seperti jadi kejang dan kepalanya seperti dihantam oleh palu yang berat dan keras. Tenaganya juga seperti lenyap. Dia tahu-tahu rubuh terjungkel, di tanah.

In Bwee kaget, tapi juga tak mau mensia-siakan kesempatan ini, sebab dia segera meloncat menjauhi Ban It Say, yang waktu itu sudah meloncat berdiri lagi, berdiri dengan tubuh bergoyang-goyang, dia rupanya sedang berusaha mengendalikan tubuhnya, memulihkan tenaganya.

Mengapa terjadi begitu?

Ternyata dia saat saat In Bwee menghadapi detik-detik menentukan, waktu Ban It Say hampir berhasil mencelakainya justru racun yang tadi dipergunakan In Bwee pada jarumnya yang melukai tangan Ban It Say, sudah bekerja ! Pil obat yang diminum Ban It Say hanya dapat bertahan sebentar saja, racun kemudian bekerja keras, sehingga mata Ban It Say gelap serta badannya jadi mengejang dan dia gagal untuk mencelakai lawannya.

Giok Han tadi mencelos hatinya, karena tahu mencelos hatinya, karena tahu sahabatnya akan celaka ditangan Ban It Say. Tapi dia jadi heran melihat Ban It Say roboh sendirinya sebelum serangannya itu tiba pada sasaran, sedangkan In Bwee sudah meloncat menjauhi diri dari congkoan GLiim-kun itu. Giok Han jadi agak tenang, walaupun dilipua tanda tanya mengapa Ban It Say bisa roboh sebelum serangannya tiba pada sasarannya.

Dia cuma menduga mungkin In Bwee yang sangat cerdik sudah berhasil mempergunakan senjata rahasia beracun.

Semangat Giok Han terbangun, dia memperhebat, pukulan-pukulannya pada pasukan tentara kerajaan, sehingga dua orang seketika terpental dengan dada terpukul rusak, karena tenaga pukulan yang kuat itu membuat tulang dada mereka patah dan jatuh terbanting di tanah berkelojotan dengan lidah terjulur dan mata melotot seperti bijimata mau keluar, kemudian pingsan tak sadarkan diri.



Menyusul Giok Han meloncat menghindarkan tabasan golok seorang lawannya di sebelah kanan, tangannya bekerja lagi. Sekali ini dia bernasil memukul muka tentara yang seorang itu sampai tulang pipinya remuk, waktu terjengkang ke belakang tentara kerajaan itu berkelojotan seperti seekor babi ingin dipotong, sakitnya bukan main, di samping pandangan matanya jadi gelap, dia menjerit jerit kesakitan dengan tubuh tak hentinya berkelojotan.

Tentara kerajaan yang lainnya jadi gentar menyaksikan kawan kawan mereka roboh dengan keadaan yang mengenaskan seperti itu karena hebatnya pukulan Giok Han, mereka jadi ragu-ragu untuk maju terus,bahkan beberapa orang segera meloncat mundur, kuatir jadi sasaran pukulan Giok Han.

Mempergunakan kesempatan tersebut Giok Han menyambar pundak seorang tentara yang ada didekatnya, dia memutar tubuh tentara itu, membuka jalan keluar dari keroyokan lawan-lawannya. tubuhnya kemudian meloncat kedekat In Bwee sambil melemparkan tubuh tentara yang tadi dicengkeram punduknya.

In Bwee menyambar tangan Giok Han. "Mari kita tolongi mereka dulu !"

Giok Han menurut, dia meloncat berdua In Bwee kedekat Cun Siang dan wanita yang jadi tawanan. Di situ berjaga tiga orang tentara kerajaan. Mudah saja Giok Han dan In Bwee merobohkan ketiga orang tentara kerajaan itu. Giok Han sekaligus menghantam dua orang roboh dengan dada rusak karena tulang patah dan pingsan, sedangkan In Bwee membereskan yang seorang, yang dihantam oleh peluru beracunnya, maka tidak sempat menjerit lagi tentara kerajaan yang seorang itu roboh di tanah pingsan tak sadarkan diri.

Giok Han berdua la Bwee bekerja cepat, mereka telah membuka ikatan tali pada pinggang Cun Siang dan wanita itu. ln Bwee menggotong wanita itu, sedangkan Giok Han menggendong Cun Siang, yang belum sempat dibuka ikatan pada tangannya.

Mereka segera menyingkir dari situ, sebelum Ban It Say berhasil menguasai keadaan dirinya. Dalam waktu singkat Giok Han sudah lenyap dari para pengejarnya, yaitu tentara-tentara kerajan yang berusaha mengejar mereka sambil berteriak-teriak: "Tangkap ! Tangkap pemberontak !"

Ban It Say ingih berdiri di tempatnya berusaha menguasai diri karena rasa sakit di kepalanya semakin hebat sehingga dia meringis menahan rasa sakit yang terlalu dahsyat, sampai tangannya yang merogoh saku bajunya gemetar, mengeluarkan botol pil obatnya, menelan lima butir.

Rasa sakit itu berangsur-angsur mulai berkurang, tapi itu memakan waktu cukup lama, mungkin lebih dari sepuluh menit. Butir-butir keringat mengucur deras dari sekujur tubuh Ban It Say, dia cepat cepat menghampiri kudanya meloncat ke punggung binatang tunggangannya tersebut.

"Ayo berangkat! Cepat ! Jangan kejar mereka !" Dia bermaksud akan pulang cepat cepat untuk mempergunakan singkang-nya dan mencari obat yang cocok untuk menawarkan racun yang sudah terlanjur mengendap di dalam badannya.

Sebagai seorang yang berpengalaman, Ban It Say menyadari tadi dia sudah melakukan kekeliruan. Dia terlalu kalap, sehingga darahnya beredar jauh lebih cepat dari wajarnya, racun ini terbawa arus darah lebih cepat.

Coba kalau dia tidak mengumbar amarahnya, mungkin racun tak bekerja sehebat itu, dua butir pil yang telah ditelannya bisa membendung sedikitnya buat beberapa hari.

Sekarang setelah dia mengalami kejadian yang sangat pahit, di mana kepalanya sakit luar biasa, tangannya lunglai tak bertenaga, barulah dia kaget. Untung dia masih memiliki simpanan pil obat penawar racun, yang segera ditelannya sekaligus lima butir, sehingga sakit di kepalanya berangsur-angsur berkurang dan dia sudah bisa menggerakkan tangan kakinya, tak mengejang lagi tubuhnya, itulah sebabnya dia mau cepat-cepat meninggalkan tempat itu tanpa memperdulikan Giok Han dan In Bwee yang sudah melarikan diri dengan membawa ke dua tawanannya. Yang terpenting, dia ingin oiengooati dulu dirinya ....

Tentara kerajaan yang semula pura-pura mengejar, karena mereka takut pada Ban It Say yang murka jika tawanan itu lolos, padahal hati mereka gentar buat mengejar sungguh-sungguh pada Giok Han dan In Bwee yang sangat lihai dan tangguh itu. Sekarang mendengar perintah Ban It say mereka jadi girang, segera menggotong kawan kawan mereka yang terluka dan berangkat meninggalkan tempat tersebut.

Dalam waktu singkat tempat itu jadi sepi lagi.... seperti tak. pernah terjadi sesuatu di tempat tersebut.

00000O00000

GIOK HAN berdua In Bwee berlari cepat sekali, tapi tak lama kemudian Giok Han terpaksa memperlambat larinya, karena dilihatnya In Bwee yang menggotong tawanan wanita yang mereka rampas sudah sempoyongan tak bisa berlari cepat.

Luka di dadanya tampaknya tidak ringan, di mana selain kulit dadanya terkelupas, juga ia terluka di dalam dari tenaga pukulan tangan Ban It Say, itulah sebabnya dia tidak bisa lari secepat semula. Semakin lama lukanya jadi semakin berat.

Karena kuatir Ban It Say dan pasukannya melakukan pengejaran terus. In Bwee masih memaksakan diri berlari terus. Tapi akhirnya dia tidak kuat lagi, segera menurunkan tawanan wanita yang digendongnya, dia sendiri roboh menggeletak di tanah.

Giok Han kaget, cepat-cepat menurunkan Cun Siang. Dia memeriksa keadaan ln Bwee. Ternyata keadaan gadis ini menguatirkan sekali, sekujur tubuh dan mukanya bercucuran keringat yang besar-besar seperti kacang hijau. Cepat-cepat Giok Han menotok beberapa jalan darah di tubuh si gadis, agar darah yang keluar terus menerus dari luka di dadanya berhenti.

Ambilkan... ambilkan... kantong obatku... di dalam sakuku..." Suara In Bwee lemah sekali. Dia sudah berada dalam keadaan setengah sadar setengah tidak, matanya mulai kabur gelap, apapun tak bisa di lihatnya dengan jelas.

Giok Han sudah mengesampingkan tata krama antara pria dan wanita, segera dirogoh saku baju si gadis mengeluarkan sebuah kantong yang terbuat dari kain warna merah, di. dalam penuh bermacam macam obat yang bermacam warna. Giok Han jadi bingung, obat yang mana harus diberikan kepada In-Bwee.

"Ambilkan tiga butir obat yang berwarna coklat..." suara In Bwee semakin lemah, Kata-kata selanjutnya sudah tak jelas terdengar lagi.

Tidak buang waktu segera Giok Han mengambil botol obat yang warnanya coklat, dan memasukkan tiga butir di mulut si gadis, yang menelannya mempergunakan bantuan air ludahnya. Sesudah meneIan obat itu, In-Bwee diam sejenak, napasnya semakin lama semakin teratur dan perlahan-lahan pandangan matanya pulih bisa melihat jelas lagi. Dengan tubuh masih lesu si gadis kemudian bangun duduk untuk memusatkan sinkangnya, guna memulihkan luka di dalam tubuhnya.

Cun Siang berdiri agak jauh, disamping kawannya, yaitu wanita yang bersama dia di tawan Ban It Say. Dia mmta wanita itu membuka tali yang mengikat tangannya. Biarpun tangan wanita itu diikat juga oleh tali yang besar, tapi dia bisa membuka tali yang mengikat tangan Cun Siang.

Setelah tangannya bebas dari ikatan tali, Cun Siang cepat-cepat membukakan tali yang mengikat tangan wanita itu.

Giok Han membiarkan In Bwee mengerahkan sinkangnya duduk bersemedi untuk melawan goncangan luka dalam tubuh, supaya tak terlalu membahayakan, setidak-tidaknya agar dia bisa memperingan luka didalam tubuhnya. Dia menghampiri Cun Siang dan wanita itu.

Cepat-cepat Cun Siang dan wanita itu berlutut didepan Giok Han. "Terima kasih atas pertolongan In-kong." Kata mereka berbareng.

Giok Han cepat cepat menyingkir ke-belakang ke samping tak mau menerima hormat kedua oraag itu. Dia juga mengeluarkan tangannya menyuruh mereka bangun. "Jangan banyak peradatan, kami memanj berkewajiban menolong siapa saja yang ditindas oleh manusia-manusia kejam seperti para tentara kerajaan itu! Siapakah kalian?"

"Aku Tio Cun Siang dan ini isteriku Ho Bin Nio. Kami telah dicelakai oleh pasukan kerajaan itu... menjelaskan Cun Siang.

"Mengapa pasukan kerajaan hendak mencelakai kalian?" tanya Giok Han ingin tahu.

Tapi Cun Siang tampak ragu ragu, dia melirik pada isterinya, kemudian isterinya setelah mengangguk, barulah CunSiang bilang: "Kalau di depan In-kong yang telah menyelamatkan jiwa kami berdua tidak bicara terus terang, bukanlah perbuatan yang pantas dan terpuji. Kami telah diselamatkan In kong karenanya kami harus memberikan penjelasan yang terang. Kami berdua adalah utusan Tio-Hong Gan taijin, untuk menyelidiki keadaan diselatan ini, karena belakangan ini kami sudah mendengar pihak kerajaan sedang mengerahkan jago-jagonya untuk pergi menghancurkan pasukan kami!"

Kaget dan girang Giok Han mendengar kedua orang ini anak buah Thio Hong Gan, pejuang yang semakin Iama sekarang semakin bergerak maju, sebab sudah bertambah beberapa kora yang berhasil direbutnya.

Segera Giok Han maju memegang tangan Cun Siang, membuat sepasang suami isteri itu kaget tak terkira, hampir saja Cun Siang menarik tangannya buat menyerang, untung Giok Han sambil tertawa sudah bilang: "Kalau begitu kita orang sendiri! Akupun sedang melakukan perjalanan untuk bergabung dengan Thio taijin."

Cun Siang dan isterinya mengawasi Giok Han ragu-ragu, mereka tak bisa mempercayai begitu saja apa yang dikatakan tuan penolong ini, sudah menyelamatkan jiwa mereka tokh tetap mereka harus bersikap waspada.

"Aku Giok Han, anak Jenderal Giok Hu yang dicelakai oleh kaisar lalim itu, guruku perintahkan bahwa sekarang saatnya aku menggabungkan diri dengan Thio-taijin." memberitahukan Giok Han.

Tak terkira kaget dan girangnya Cun Siang dan isterinya, bahkan Cun Siang tiba-tiba berlutut, diikuti oleh isterinya yang menganggukkan kepala sambil menangis.

"Thian rupanya memiliki mata! Kami berdua memang diperintahkan Thio-taijin untuk menyelidiki tentang anak Giok Hu Goanswe yang lolos dari tangan jahat orang-orangnya kaisar lalim itu. Siapa tahu kami bertamu dengan kongcu di sini."

"Kaget Giok Han. ..Benarkah itu ?" tanyanya kemudian.

"Tugas kami ialah menyelidiki tentang orang orang yang dihimpun Siangkoan Giok Lin. Orang she Siangkoan telah diberi kekuasaan oleh Kaisar lalim itu untuk menghimpun orang-orang kangouw. Rupanya sekarang raja lalim itu sudah menyadari bahwa kekuatan kita bukanlah hal yang bisa diremehkan, apa lagi sekarang Thio-tai jin sudah berhasil masuk Ciatkang, itulah sebabnya raja lalim itu ingin merangkul orang-orang kangouw, agar membantu pihak kerajaan memusuhi kita ! Daftar mereka ada di tangan Siangkoan Giok Lin, sebab kemarin malam orang kaisar lalim itu sudah datang untuk mengambil daftar orang-orang kangouw yang mau tunduk dan bekerja pada pemerintah!

Kalau hal itu terjadi, tentu menimbulkan banjir darah yang hebat diantara kita-kita sendiri diadu domba oleh raja lalim itu, karena kita orang-orang Han ingin diadu agar menjadi lemah kekuatan dan persatuan kita, kemudian raja lalim itu baru menggempur hancur, menggagalkan perjuangan suci kita!

Di samping tugas penting itu, kami diberi tugas yang tak kalah pentingnya, yaitu menyelidiki dan kalau bisa mencari kontak untuk bertemu dengan anak Giok Hu Goanswe, untuk dihubungi dan diajak menemui Thio taijin yang siang dan malam selalu menguatirkan keselamatan kongcu dan berduka sekali pada peristiwa yang menimpa Giok Hu Goanswe. Kalau saja peristiwa itu bisa digagalkan dan Giok Hu Goanswe bisa diajak berdiri di pihak kita, niscaya kerajaan ini akan kembali ke tangan kita orang-orang Han dalam waktu singkat!"



Cun Siang bicara sambil menangis, sebentar-sebentar menyusut air matanya. Giok Han terharu mendengar Thio Hong Gan begitu memperhatikan keselamatan dirinya. Dia merasa berterima kasih dan berduka ingat pada keluarganya yang telah dihancurkan oleh orang orang kaisar lalim itu.

Dia jadi ikut menangis, tapi cuma sebentar, cepat-cepat menghapus air matanya lagi, dia bilang: "Baiklah! Aku tak lama lagi akan menghubungi Thio-taijin, sekarang aku mau membereskan dulu beberapa orang yang mungkin bisa membahayakan usaha Thio-taijin. Usaha besar ini harus dapat dijaga jangan sampai gagal, karena rakyat selama ini sudah tertindas benar oleh kaisar yang lalim itu !"

"Benar Giok Kongcu, menurut Thio-taijin justeru semakin lama raja lalim itu semakin ganas, rakyat sudah semakin menderita, kaki tangan kaisar lalim itu bertindak semakin ganas dan sadis tanpa pandang bulu, sehingga menimbulkan kegelisahan di kalangan rakyat. Kami juga berhasil menghimpun rakyat yang ikut bergabung dengan kita, jumlahnya sudah melebihi dari empat ratus ribu orang...!"

Giok Han girang bukan main mendengar kemajuan yang dicapai oleh pasukan Thio Hong Gan dalam mengadakan pemberontakan untuk mengambil pulang negeri mereka dari tangan raja penjajah.

"Giok kongcu, balehkah kami mengetahui siapa-siapa saja orang yang hendak kongcu bereskan ?" tanya CJ Siang kemudian.

"Yang pertama-tama harus disingkirkan adalah Siangkoan Giok Lin, karena dengan matinya dia tentu usaha raja lalim itu buat mempengaruhi dan "membeli" orang-orang gagah kangouw lewat tangan kotor Siangkoan Giok-Lin bisa digagalkan. Orang lainnya adalah Tang San Siansu, ia sekarang menjadi tangan Cu Bian Liat, thaykam keparat itu ! Demikian pula Cu Bian Liat harus dilenyapkan, aku akan berusaha untuk membunuhnya. Kalau urusan ini berhasil tanpa rintangan, tentu berkurangnya rintangan buat usaha-besar Thio-taijin."

Cun Siang dan isterinya mengangguk-angguk kagum. Mereka sudah menyaksikan betapa tinggi kepandaian Giok Hu, mereka yakin Giok Hu pasti bisa membereskan Siangkoan Giok Lin dan yang lainnya. "Biarlah kami ikut membantui dulu kongcu, baru nanti kami kembali ke markas."

Giok Han menggeleng. "Kalian sudah terluka, tampaknya Tio hujin juga dalam keadaan terluka tidak ringan. Bawalah isterimu pulang ke markas, kirim salam kepada kawan kawan dan Thio-jin, beritahukan juga tak lama lagi pasti aku akan bergabung dengan mereka. Tentang daftar orang-orang gagah yang bersedia bekerja pada kerajaan bisa kuusahakan merampas dari tangan Siangkoan Giok Lin. Memang berbahaya kalau kita tak berhasil memperoleh daftar itu, sebab besok-besok kita akan kemasukan mata-mata musuh, bisa saja seorang kangouw yang kita kira sahabat tak tahunya berdiri dipihak kerajaan ! Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan daftar itu. Tenanglah Tio-suheng, ajaklah isterimu pulang untuk merawat lukanya."

Cu Siang mengangguk berterima kasih, dia yakin Giok Han pasti berhasil membunuh Siangkoan Giok Lin dan memperoleh daftar orang-orang kangouw yang bekerja pada pihak kerajaan. Kepandaian Giok Han beberapa tingkat di atasnya. Secara selintas dan cepat dia menceritakan bahwa di kota ini dia mempunyai dua orang kawan, anak buah Thio-Hong Gan juga yang bekerja untuk memata-matai pihak kerajaan, di samping itu menampung orang-orang Thio Hong Gan yang kebetulan datang di kota ini.

Kakek tua yang binasa di tangan Ban It Say salah seorang dari mata mata yang ditempatkan Thio Hong Gan. Dia sudah melaksanakan tugasnya dengan baik, selain merawat Tio Cun Siang dan isterinya yang terluka karena gagal menyerbu gedung slangkoan Giok Lin, tak berhasil merampas daftar orang-orang kangouw yang berhasil dibujuk orang she Siangkoan itu untuk bekerja di kaki Kaisar penjajah, juga memang mereka telah dilukai oleh orang-orang Siangkoan Giok Lin.

Beruntung suami isteri itu bisa meloloskan diri dan menumpang di rumah kakek tua A-nam, mata-mata Thio Hong Gan yang berjuang dengan sepenuh kemampuannya tanpa pamrih. Tapi siapa tahu, jejak sepasang suami isteri ini diendus oleh pihak Siangkoan Giok Lin, dengan munculnya Ban It Say dan juga matinya kakek tua itu. Kalau saja tak muncul Giok Han dan In Bwee, tentu celakalah Cun Siang dan isterinya.

Selama mendengarkan cerita Cun Siang, Giok Han sering melirik kepada In Bwee yang masih mengerahkan sinkangnya dengan duduk bersila buat menyembuhkan luka di dalam tubuhnya. Memang luka di dalam tubuh tak bisa disembuhkan dengan satu kali saja pemusatan tenaga sinkang, namun setidaknya bisamengurangi luka itu agar tak terlalu parah.

Lama juga ln Bwee mengerahkan pemusatan sinkangnya, sampai akhirnya dia menyudahi dan meloncat berdiri. Mukanya masih agak pucat.

Giok Han cepat-cepat menghampiri, muka si gadis berobah merah, cepat cepat menutupi dadanya dengan kedua tangannya, isteri Cun-Siang segera membuka buntalan bajunya yang cuma dua potong, dia berikan kepada In Bwee. Gadis itu cepat cepat memakainya, walaupun ukuran baju itu agak kebesaran tapi jauh lebih baik dari pada dadanya yang putih montok itu terlihat orang.

Giok Han menceritakan apa yang telah didengarnya dari Cun Siang, dia juga memperkenalkan Cun Siang suami isteri kepada In Bwee. Mereka segera merundingkan cara untuk membunuh Siangkoan Giok Lin. Akhirnya Giok Han bilang: "Tio-suheng percayalah, aku berdua Cang-kouwnio akan berusaha membunuh orang she Siangkoan itu. Sekarang pergilah kau kembali ke samping Thio-taijin, beritahukan pada Thio-taijin kalian sudah bertemu denganku, dalam waktu dekat aku akan berangkat bergabung. Tenaga kalian sangat diperlukan oleh Thio-taijin. Berangkatlah sekarang, kalau Ban-It Say, congkoan Gi-lim-kun tadi, menyusul mengejar kita sampai disitu, kami yang akan menghadapi, kalian bisa mempunyai waktu yang cukup buat meninggalkan tempat ini."



Tio Cun Siang dan isterinya bimbang, namun Giok Han mendesaknya terus, maka akhirnya dengan hati dan perasaan berat merekapun pamitan untuk berpisah dengan anak jenderal Giok Hu yang tampaknya memiliki kepandaian tinggi serta tangguh ini. Kenyatsan yang aangat menggembirakan, karena merekapun yakin Thio Hong Gan kalau menerima laporan ini pasti ikut gembira....

Setelah Tio Cun Siang dan isterinya pergi, Giok Han mengawasi In Bwee, dengaa sorot mata memancarkan kekuatiran yang sangat dia bertanya: "Bagaimana keadaan lukamu, nona Cang?"

"Tangan orang she Ban itu ternyata berbisa juga." bilang In Bwee dengan muka murung, "Mungkin aku memerlukan waktu satu bulan agar tenaga dalam pulih dan kesehatanku baik kembali."

"Baiklah kalau begitu, sementara ini kau beristirahat dulu, untuk menyembuhkan lukamu. Marl kita mencari tempat untuk berdiam sementara waktu. Dalam kesempatan itu aku akan pergi mencari Siangkoan Giok Lin, untuk membunuhnya kau dapat memusatkan sinkang untuk menyembuhkan lukamu."

In Bvves tiba-tiba teringat sesuatu. Dia memegang tangan Giok Han.

"Hampir aku lupa memberitahukan padamu! Dulu aku sudah menjanjikan kau akan memberitahukan rahasia Siangkoan Giok Lin. bukan ?"

Gok Han mengangguk, mengawasi si gadis dengan sikap berkuatir. "Ya. tapi bukan sekarang waktunya. Kini kau perlu mencurahkan seluruh perhatian untuk penyembuhan lukamu itu."

In Bwee sangat bsrsyukur dan berterima kasih atas sikap demikian baik dari Giok Han, yang memperhatikan dan menguatirkan kesehatannya. Dia menggeleng. "Dengan memberitahukan padamu rahasia Siangkoan Giok Lin tidak berarti aku harus mempergunakan caranya! Guruku pernah memberitahukan kepadaku bahwa kematian Siangkoan Giok Lin terletak pada... pada selangkangannya ! Dia memiliki ilmu kebal, sulit untuk menotoknya ataupun juga melumpuhkannya dengan menyerang anggota tubuhnya yang tain. Kau harus menyerang pada bagian yang mematikan, yaitu pada selangkangannya, tiga dim dari tepi kiri selangkangannya. Di jalan darah *Uh bian-hiat"nya."

Girang Giok Han mengetahui kelemahan orang she Siangkoan itu. Dia mengingatnya baik- baik. Kemudian dia minta agar In Bwee duduk bersila untuk mencurahkan sinkangnya dan coba menyembuhkan lagi luka di dalam tubuhnya.

Si gadis menggeleng.

Biarpun aku memerlukan waktu satu bulan untuk menyembuhkan lukaku ini agar menjadi sehat seperti semula, tapi bukan berarti keadaanku sekarang ini sangat menguatirkan. Sekarang aku sudah pulin sebagian besar, kau jangan terlalu kuatir."

Giok Han menggeleng.

"Tidak nona Gang, kau tak boleh terlalu memakai tenagamu pada saat-saat sekarang ini dan harus benar-benar beristirahat sambil memusatkan tenaga dalammu, agar kesehatanmu pulih benar. Peliharalah kesehatanmu baik-baik, urusan penting apapun bisa ditunda, sampai nanti setelah kau sembuh kita melakukannya bersama sama ! Sedangkan orang she Siangkoan iru biar aku sendiri yang menghadapinya. kukira tak ada kesulitan apa-apa, terlebih lagi jika kaki tangan kaisar lalim yang sebetulnya berada di gedung orang she Siangkoan itu sudah meninggalkan rumahnya dan pulang ke kota raja, tentu tak ada kesulitan apa-apa lagi buat membunuh Siangkoan Giok Lin !"

Si gadis sangat bersyukur, dia menatap si pemuda dangan sorot mata berterima kasih. Tanpa disadari tangannya masih memegangi tangan Giok Han, dan pemuda itupun balas menggenggam tangan si gadis. Mata mereka saling menatap, dan sinar mata mereka bicara lebih banyak dibandingkan kalau memakai mulut... seluruh isi hati mereka terpancar jelas-jelas dari sorot mata masing-masing... keduanya sudah maklumi apa yang mereka rasakan dan pikirkan.

Tiba-tiba Giok Han tersadar, dia segera menarik tangan si gadis diajak meninggalkan tempat itu, "Kita harus mencari tempat bersembunyi yang benar-benar aman, karena di saat kau sedang berobat menyembuhkan luka di dalam tubuhmu, tak boleh terganggu perhatianmu. Sedapat mungkin kita mencari tempat yang jarang didatangi manusia...!"

In Bwee menatap Gtok Han dengan pipi berobah merah, namun dia bertanya: "Kemana kita mencari tempat yang aman dari incaran orang-orang kaisar lima itu? Sekarang saja kaki tangan raja laim itu mungkin sedang melacak menyelidiki jejak kita !"

"Mari kita pergi melihat dulu keadaan didepan sana, mungkin bisa dipakai untuk berdiam sementara,"

"Tapi kita jangan menumpang di rumah penduduk, hal itu akan membahayakan. Kita tak bisa mengatakan pemilik rumah yang kita tumpangi akan berkhianat, tapi yang banyak terjadi memang begitu, ia melapor kepada yang berwajib."

Giok Han cuma mengangguk. Begitulah mereka melakukan perjalanan tanpa tahu harus pergi kemana. Tapi setelah berjalan setengah harian, mereka tiba di sebuah bukit yang agak terjal. Keadaan di situ sepi sekali tampak juga sebuah bongkahan batu besar.

"Aku akan menggeser batu besar itu. kau boleh bersemedi di belakang bongkahan batu itu, sehingga tak ada seorangpun yang bisa melihatmu !"



In Bwee masih tak mengerti apa yang dimaksudkan Giok Han, tapi pemuda itu sudah mulai bekerja Dia memusatkan sinkang pada kedua lengannya, kemudian mengangket bungkah batu yang berukuran besar, yang digeser hampir menempel pada bukit.

Kemudian dia mengumpulkan ranting dan cabang pohon yang telah kering, yang diletakkan di atas batu itu, ditimbuni oleh daun daun, sehingga tampaknya di atas bungkahan batu itu bertumbuhan pohon-pohon liar. Padahal di bawahnya terdapat ruang terpisah yang cukup lebar. Dengan cara demikian tentu orang tak akan mencurigakan bahwa di balik bongkahan batu itu ada orang.

In Bwee memuji kecerdikan Gtok Han, dia tak rewel ketika Giok Han minta dia duduk di balik bongkahan batu itu, bersemedi untuk memusatkan sinkangnya, agar luka di dalam tubuhnya bisa disembuhkan.

"Nah, di sini kau aman, biarlah aku akan kembali ke dalam kota, untuk mencari orang she Siangkoan itu ! Percayalah, aku akan mengurus orang she Siangkoan itu sebaik-baiknya, kau jangan kuatirkan apa-apa tentang diriku, karena kau perlu memusatkan seluruh perhatian pada pemusatan tenaga sinkangmu."

In Bwee mengangguk dan memejamkan matanya. Sedangkan Giok Han mempergunakan ginkangnya untuk kembali ke dalam kota, mendatangi rumah Siangkoan Giok Lin.

Dia bertekad walaupun bagaimana dia harus berhasil memperoleh daftar orang-orang kangouw yang ada di tangan Siangkoan Giok Lin. Jika tidak, tentu Thio Hong Gan banyak mendapat kesulitan. Sulit mengetahui orang-orang kangouw mana yang sudah menjadi anjingnya kaisar lalim itu, bisa jadi musuh dalam selimut buat Thio Hong Gan, berarti juga mengancam perjuangan suci Thio Hong Gan.

Karena mengetahui di kota banyak sekali berkumpul pahlawan kaisar, Giok Han bertindak hati-hati sekali. Dia sudah merencanakan, yang pertama-tama dilakukannya ialah menyelidiki dulu keadaan rumah Siangkoan Giok Lin, apakah orang-orang kaisar dari kota-raja masih berada di rumah orang she Siangkoan itu

00000O00000

PENGEMIS itu berjalan terpincang-pincang, dengan tongkat cukup panjang ditangan kiri, mengetuk-ngetuk jalanan, sambil- melangkah perlahan-lahan, rupanya dia buta tak bisa melihat. Di tangan kanannya memegang sebuah mangkok untuk tempat menerima derma yang diberikan orang padanya.

Kaki kanannya pincang, dia jalan terseok-seok, mukanya kotor, kumis jenggotnya tak keruan, topinya juga kotor sekali dibeleseki sampai menutup sebagian wajahnya. Usianya mungkin empat puluh tahun. Pengemis ini berjalan terus perlahan-lahan, akhirnya berhenti di sebuah rumah makan, minta sedekah.

Tak ada seorangpun yang memperhatikannya, termasuk pelayan-pelayan rumah makan itu tak mengacuhkannya. Tapi, biarpun buta, biji mata pengemis itu sering menatap bersinar ke dalam ruang rumah makan itu, kemudian dipejamkan lagi, sambil mulutnya komat-kamit minta belas kasihan kepada orang-orang yang lewat di dekatnya, agar memberi sedekah padanya.

Lama juga si pengemis berdiam di depan rumah makan, dia berjalan lagi terseok-seok menyusuri jalan tersebut, akhirnya masuk ke sebuah lorong yang cukup panjang. Dia berjalan terus dengan kepala tertunduk, sampai akhirnya berhenti di depan rumah yang megah dan mewah. Pengemis ini menggumam perlahan: "Tampaknya" sepi, apakah anjing-anjing kaisar lalim itu sudah tak berdiam di rumah ini ?"

Lama pengemis itu memperhatikan rumah tersebut, sedangkan gedung itu tetap sunyi, sepi, tak terlihat seorang manusiapun juga. Daun pintunya yang tebal lebar itu tertutup rapat-rapat. Perlahan-lahan si pengemis melangkah menghampiri pintu. Dia berdiri di situ memperhatikan keadaan di sekitarnya, rupanya dia cuma pura-pura buta sebab matanya bersinar tajam dan bisa melihat apapun juga di sekelilingnya.

Diangkat tongkat pada tangan kirinya, ujung tongkat diketukan cukup keras pada daun pintu. Setelah itu tongkatnya diturunkan lagi, menanti dengan kepala ditundukkan. Daun pintu terbuka, seorang berpakaian sebagai pelayan di rumah tersebut keluar dengan muka masam setelah melihat yang melihat yang mengetuk pintu seorang pengemis kotor dan buta.

"Sial ! Mengapa kau mengganggu ketenanganku ?" bentak si pelayan! "Hayo pergi! Menggelinding dari sini !" bentakan itu disusul dengan tangan kanannya diulurkan buat mendorong pundak si pengemis, sampai tubuh si pengemis terhuyung-huyung mundur ke belakang beberapa langkah, rupanya si pelayan mendorong dengan tenaga yang kuat.

"Toaya... bermurah hatilah memberi sedekah kepadaku si pengemis melarat... Kasihanilah, aku pengemis buta yang tak bisa melihat keindahan alam, tak bisa menikmati keindahan apapun lagi...!"

"Jangan rewel, ayo pergi ! Atau kau mau kulemparkan baru mau menggelinding pergi dari sini ?" si pelayan yang rupanya tadi sedang tertidur dan terbangun kaget karena ketukan tongkat si pengemis pada daun pintu. Semula dia menyangka yang mengetuk pintu sahabat majikannya, tak tahunya hanya seorang pengemis. Dia jadi uring-uringan dan galak.

"Apakah Toaya tak berkasihan padaku ?" tanya si pengemis. "Baiklah, kalau Toaya tak mau memberi derma dan sedekah kepadaku, jelas akupun tak bisa memaksa...!"

Si pelayan rupanya sebal melihat pengemis kotor ini, dia cuma "hemmm! "beberapakali dan menutup daun pintu. Cuma saja, si pelayan jadi kaget campur heran. Daun pintu tidak bisa ditutup rapat, biarpun dia mendorong kuat-kuat. Dia membuka lagi. Si pengemis sedang menurunkan tongkatnya. Tidak ada orang lain disekitar tempat itu. Si pelayan mendeliki si pengemis buta, dia membentak: "Kau masih belum menggelinding pergi, pengemis menyebalkan ?"



"Aku akan segera pergi Toaya, jangan galak-galak...! "kata si pengemis. Pelayan itu kembali mau menutup daun pintu, sama saja hasilnya dengan tadi, yaitu daun pintu tidak bisa ditutup rapat-rapat. Tentu saja dia semakin penasaran dan heran, tapi tidak segera membuka lebar daun pintu, cuma mengintai dari sela daun pintu. Rupanya semua ini akibat ulah si pengemis. Tongkatnya dilintangkan dan ujung tongkat menunjang daun pintu, sehingga pintu tak bisa ditutup.

Karena penasaran, si pelayan mendorong kuat-kuat agar daun pintu rapat. Dia pikir, berapa kuatnya sih tenaga seorang pengemis buta yang tampaknya kurang makan itu ?Tapi dia kecele, karena tetap saja daun pintu iiu tidak bisa didorong rapat biarpun sudah dikerahkan seluruh tenaganya.

Dengan murka dia membuka lebar-lebar daun pintu, sedangkan si pengemis buta sudah menurunkan tongkatnya dan bersiap-siap hendak berangkat meninggalkan tempat itu.

"Gembel busuk, kau harus dihajar.!" teriak si pelayan meloncat ke belakang si pengemis, tangan kanannya diulurkan menjambak punggung pengemis itu, maksudnya dia hendak menarik tubuh si pengemis untuk dibantingnya.

Tapi dia menyambar tempat kosong, jari-jari tangannya yang semula tampak sudah hampir berhasil menjambak baju di punggung si pengemis, cuma terpisah beberapa dim saja, telah menyambar tempat kosong karena tubuh si pengemis mendadak seperti bisa maju ke depan lebih cepat dari sebelumnya, seperti punggung si pengemis ada matanya bisa melihat sambaran tangan si pelayan.

Tidak kepalang marah dan penasaran si pelayan, dia membentak bengis sambil mengulangi jambakannya. Sekali ini dia menjambak dengan mempergunakan tenaga sepenuhnya.

Si pengemis mendadak menjerit : "Aduhhh ! Aduhhh . . . kakiku !" Dan dia memutar tubuhnya ke samping, membungkuk buat melihat kakinya, mungkin dia sudah kesandung batu dan sepatunya yang sudah tak keruan bentuknya itu menyebabkan ibu jari kakinya muncul tercuat keluar tak bisa melindungi lagi jari kakinya dari bongkahan batu yang terantuk itu, sehingga dia menderita kesakitan.

Karena si pengemis membungkuk menyingkir ke samping buat melihat kakinya, akibatnya jelek sekali buat si pelayan yang sedang mengerahkan seluruh tenaganya buat menjambak sambil setengah menghantam dengan tangannya ke punggung si pengemis.

Karena begitu tangannya diulurkan, mendadak lenyap sasarannya, bahkan waktu itu keseimbangan tubuhnya lenyap, tubuhnya terjerunuk mencium tanah sampai mukanya kotor oleh tanah dan abu !

Si pelayan menjerit marah sambil meloncat berdiri, mukanya kotor sekali, hidungnya juga sudah bocor mengeluarkan darah, karena tadi mencium jalanan. Dia loncat ke dekat si pengemis untuk memukul kuat-kuat pada si pengemis. Karena tadi dia sudah mendapat pengalaman pahit, sekali ini biarpun memukul sangat kuat si pelayan tak membabi buta, dia tidak ceroboh dan berhati-hati.

Si pengemis seperti tidak tahu beberapa kali hendak dipukul oleh si pelayan, dia mengayunkan tongkatnya ke belakang, untuk di kempit pada ketiaknya, karena tangannya hendak mengurut-urut ibu jari kakinya.

Ujung tongkatnya muncul di samping ketiak belakang, dan mungkin secara kebetulan saja ujung tongkat itu menyodok perut si pelayan. Sodokan ujung tongkat itu ternyata kuat sekali, sebab si pelayan merasakan perutnya seperti dihantam sesuatu yang beratnya ratusan kaki, membuat isi perutnya jungkir balik, tak bisa dipertahankan lagi badannya kejengkang ke belakang, bergulingan beberapakali sambil teraduh-aduh memegangi perutnya yang sakit sekali.

Si pengemis sudah menggerakkan tongkatnya untuk mulai melangkah pergi, jalannya terseok-seok karena kakinya memang pincang. Dia tetap membawa sikap seperti tidak tahu berulangkali dirinya telah gagal diserang oleh si pelayan.

Pelayan itu biarpun perutnya masih sakit, mukanya masih meringis, dengan kemarahan meluap sudah melompat bangun, meraung penasaran dan berlari mengejar si pengemis. "Akan kuhajar mampus kau! Akan kuhajar mampus kau !" Teriaknya mengancam. Dan memang dia bermaksud untuk menyiksa pegemis itu, yang dikiranya sudah mempermainkan dirinya.

Pengemis itu tetap berlenggang-Ienggok terseok-seok dengan langkah pincang, seperti tak mendengar teriakan si pelayan. Biarpun si pelayan berlari-lari buat menyusulnya, tetap saja jarak mereka terpisah satu depa lebih, pelayan itu tak berhasil mendekati si pengemis. Memang ini luar biasa.

Tampaknya si pengemis jalan terseokseok, namun tubuhnya itu meluncur ke depan ringan sekali, seperti melayang tak menginjak tanah sehingga biarpun si pelayan mengejarnya menggunakan seluruh tenaganya berlari di belakang pengemis itu, tetap saja dia tak berhasil mendekati pengemis yang luar biasa ini tanpa berapa si pelayan sudah mengejar si pengemis cukup jauh, tapi tetap saja dia tak berhasil mengejar pengemis itu, jarak mereka terpisah cukup jauh. Bukan main penasaran hatinya, dia mengejar mati-matian mengerahkan seluruh sisa tenaganya, tetap saja dia tak berhasil mencapai si pengemis.

Sampai akhirnya, napasnya seperti tersendat habis, memburu keras, kerongkongannya kering. Kalau semula dia memaki-maki sambil mengejar, sekarang cuma mengejar dengan mulut tertutup rapat-rapat !

Ketika mereka berada dilorong jalan yang sepi, mendadak pengemis itu berhenti melangkah. Dia berdiri tegak menghadapi pelayan yang sudah mengejarnya kehabisan tenaga.

"Akan kumampusi kau!" Serak suara si pelayan, tangannya diangkat untuk memukul. Disangkanya si pengemis sudah tak kuat berlari menghindar lagi darinya, biarpun dia sudah kehabisan tenaga, tapi dengan sisa-tenaganya dia ingin memukul pengemis itu.

Si pengemis tak berusaha mengelak, berdiri diam ditempatnya dengan bibir tersenyum. Waktu tangan si pelayan hampir mengenai mukanya, tahu-tahu tubuhnya sudah menyingkir ke samping, sehingga kepalan tangan pelayan itu lewat di samping mukanya.



Pada waktu itulah tongkat si pengemis menotok punggung pelayan tersebut, hebat kesudahannya. Tubuh pelayan itu seperti didorong oleh suatu kekuatan yang dahsyat, sehingga tubuhnya terjerunuk ke depan, mukanya kemudian menghantam tanah, hidungnya patah, darah mengucur keluar, giginyi juga rontok tiga, matanya berkunang-kunjug, gelap penglihatannya.

Si pengemis menggunakan ujung tongkatnya menyontek baju di punggung pelayan tersebut, dia menghentak perlahan, seperti tak memakai tenaga. Tapi kesudahannya benar benar mengejutkan, karena badan pelayan itu seperti sehelai daun kering yang ringan terlempar ke samping, punggungnya membentur keras pada dinding tembok rumah penduduk, sampai terdengar suara benturan yang nyaring, tubuh si pelayan meloso jatuh di bawah tembok dengan mata terbuka lebar-lebar dan mulut ternganga ketakutan, matanya itu biarpun terbuka lebar namun gelap tak ada yang bisa dilihat, berkunang-kunang.

Tenang sekali si pengemis menghampiri pelayan dan ujung tongkatnya mengetuk perlahan dagu si pelayan, segera kepala pelayan itu menengadah.. Dagunya seperti dipukul martil saja, sakitnya bukan main, suara rintihannya terdengar perlahan.

Pelayan yang semula, begitu garang dan bengis, sekarang jadi kuncup nyalinya, segera sadar bahwa dia keliru melihat lawan. Pengemis ini rupanya bukan pengemis sembarangan, dia ternyata memiliki tenaga yang kuat, tadi rupanya pengemis ini pura-pura saja tak melayaninya, namun sengaja memancingnya ke-lorong yang sepi dan tak ada orang lain di situ.

Diam-diam pelayan ini mengeluh, bila ia tidak terpancing dan ribut di depan rumah majikannya, pasti kawan-kawannya akan mengetahui keributan itu dan membantuinya, tidak seperti sekarang dia jadi mati kutu.

"Dengarlah baik baik," suara si pengemis tawar. "Aku ingin bertanya beberapa hal kepadamu, kau harus menjawabnya jujur, jangan sekali-sekali berpikir untuk berbohong, karena aku tak jamin lagi keselamatan jiwamu."

"Apa... apa yang ingin kau tanyakan?"

Si pelayan lemas tak bertenaga didukdi bawah tembok menderita kesakitan karena luka terbanting beberapakali, sikapnya sudah tak bengis dan galak seperti semula, suaranya juga serak gemetar ketakutan. Yang dikuatirkannya dirinya disiksa lagi oleh pengemis ini.

"Pertanyaanku yang pertama," kata si pengemis, perlahan-lahan dan suaranya tetap tawar. " Apa yang sedang dilakukan Siang koan-Giok Lin sekarang ini?"

Kaget dan heran sipelayan. Mau apa pengemis ini bertanya tentang majikannya. Segera dia menduga pasti pengemis ini musuh majikannya.

"Loya... loya sedang dikamar perpustakaannya menghitung... menghitung penghasilan kemarin yang baru disetor oleh perusahaan-perusahaannya," jawab si pelayan terpaksa.

"Pertanyaanku yang kedua: Apakah orang-orangnya dari kotaraja masih berada dirumahnya?" tanya sipengemis tak mengacuhkan sikap ketakutan sipelayan.

"Ooo, kawan-kawan loya?" tanya si pengemis. "Mereka... mereka masih berdiam dirumah loya, mungkin sore ini... mereka akan mengadakan pemeriksaan dikota ini." Si pelayan menyangka sipengemis ini jeri pada utusan kaisar dari kotaraja maka dia sengaja bilang begitu untuk menggertak. Tapi, hasilnya malah, membuat dia tambah pecah nyalinya, karena tahu-tahu tongkat si pengemis menyabet pipinya. Perlahan tampak pukulan gagang tongkat si pengemis, tapi pipi si pelayan segera bengkak besar dan dia kesakitan sampai rasanya menusuk-nusuk otak dan uluhatinya.

"Bicara yang jujur," suara si pengemis tambah tawar, "Aku tahu kau bicara tidak jujur, sekali lagi melakukan hal itu maka kepalamu akan ku hantam dengan tongkatku ini dan akibatnya kau tentu bisa membayangkan sendiri ....!"

"Ampun... ampun... aku tak berani berdusta lagi, Loya sekarang sedang mempersiapkan .... keberangkatannya kekota raja."

"Maksudmu majikanmu itu akan berangkat ke kotaraja?" menegasi pengemis ini tawar. "Bersama siapa dia berangkat ke kotaraja? Kapan berangkatnya?"

"Loya... berangkat malam ini, jam tiga. Kepergiannya dikawal oleh empat orang mereka semua dari kotaraja." pelayan itu kini patuh menjawab sebenarnya.

"Apakah keempat orang yang akan mengawal majikanmu ke kotaraja berada di rumah majikanmu ?"

"Dua orang berdiam di rumah loya, dua orang lagi berada di rumah Tihu, jam satu nanti mereka akan datang menggabungkan diri."

"Siapa dua orang yang sekarang berada di rumah loyamu itu ?" tanya pengemis itu lagi.

"Thio-taijin dan Cu kongcu," menyahusi si pelayan.

Yang kau maksudkan Thio-taijin itu apakah bukan Thio Yu Liang ? Dan yang kau sebut Cu-kongcu ita apakah bukan Cu Lie Seng ?" tanya si pengemis lagi.

"Be... benar," si pelayan tambah yakin bahwa pengemis ini bukan pengemis sembarangan, dia menyesal mengejar-ngejar pengemis ini tadi seperti mencari penggebuk saja.

"Lalu dua orang lainnya yang akan menjemput loyamu nanti, yang sekarang berdiam di rumah Tihu, siapa mereka?" tanya si pengemis lagi.



"Aku mendengarnya mereka adalah... Ban-taijin dan.... dan yang seorang lagi tak begitu jelas... entah siapa dia, aku tak. mengetahuinya..."

"Plakkkkk!" tahu-tahu tongkat si pengemis menepuk perlahan pipi si pelayan yang sebelah kiri, perlahan sampokan tongkat itu, tapi gigi si pelayan copot dua.

"Bicara yang benar dan jujur. Siapa yang seorang lagi?" bentak si pengemis. "Atau kau hendak kepalamu itu kuhajar pecah?"

Rasa sakit yang ditanggung pelayan itu bukan main menyiksanya, akibat terjerunuk. mukanya menubruk jalanan, terbanting membentur tembok rumah dan pipinya duakali dipukul oleh tongkat si pengemis benar-benar merupakan luka yang mendatangkan rasa sakit yang menyiksa benar, kepalanya pusing, matanya gelap, rasa sakit di sekujur punggungnya karena tulang punggungnya seperti patah atau sedikitnya retak akibat benturan kuat pada tembok, membuat dia hampir tak sanggup bicara lebih jauh.

Namun rasa takut yang hebat karena kuatir disiksa lebih jauh oleh pengemis ini, terpaksa dia menyariuii: "Sungguh... aku tak mengetahui siapa orang yang keempat itu... sungguh Toaya... aku tidak bicara bohong." Saking ketakutan dia memanggil si pengemis dengan sebutan Toaya, tuan besar.

"Bohong! Kau rupanya minta dihajar lagi, heh?" mengancam si pengemis.

Pelayan itu merintih dengan muka meringis ketakutan, dia hampir pingsan, menangis ketakutan setengah mati. "Jangan... jangan mempersakiti aku lagi, Toaya, aku sudah bicara yang jujur.... aku tak tahu siapa orang orang keempat itu yang akan mengawal Loya .... Sumpah mati apapun aku mau.... ampuni aku, Toaya.... jangan mempersakitiku lagi.... aku mempunyai lima orang anak dan isteriku juga tak bisa apa-apa, kalau aku mati siapa yang memberi makan pada mereka?"

"Hemmm. kau menyebut-nyebut tentaag isteri dan anak anakmu untuk minta dikasihani, bukan ?" tanya si pengemis dingin. "Tapi, kalau kau tak bicara jujur, sulit aku mengampuni jiwa anjingmu." Tongkatnya diangkat mengancam akan memukul pelayan itu lagi. Keruan saja si pelayan menjerit-jerit ketakutan sambil menutupi kepalanya dengan kedua tangannya, menghiba-hiba minta ampun, air matanya mengucur banyak sekali, tidak malu-malu dan lupa rasa sakit di tubuhnya, dia coba bergerak untuk berlutut.

Tapi, waktu itu tongkat si pengemis sudah turun, menotok jalan darah Yu-ci-hiat nya di tengkuk, seketika si pengemis pingsan tidak sadarkan diri.

"Kau beristirahatlah di situ," kata si pengemis tawar, sambil ngeloyor pergi meninggalkannya, tapi sekarang langkah kakinya tidak terseok-seok seperti tadi, melainkan ringan sekali berlari dengan ginkang yang sangat tinggi"!

oooo)0(oooo

"KITA harus membagi diri menjadi dua rombongan, dan kukira yang paling baik daftar itu dibawa oleh Cu kongcu!"

Orang yang berkata itu adalah seorang bertubuh tinggi besar. memiliki uiat-urat tangan yang kasar bertonjolan pada tangannya, mukanya bengis, dia bicara sambil mengangkat cawan araknya, meneguknya kemudian seakan menantikan jawaban yang lain-nya yang berkumpul di ruangan tersebut.

Orang ini tak lain Ban It Say, dan dia berkumpul di ruangan itu bersama Siangkoan Giok Lin, Thio Yu Liang, Cu Li Seng dan seorang berpakaian penuh tambalan, dilihat dari keadaannya yang kotor dan mesum, dialah seorang pengemis.

Usianya mungkin empat puluh tahun lebih, kumis jenggotnya di biarkan tumbuh kasar di mukanya, waktu Ban It Say bicara, dia cuma memutar-mutar cawan araknya di atas meja dengan tangan kanannya, seperti sedang berpikir keras.

"Apa yang dibilang Ban Toako memang tak salah," kata Siangkoan Giok Lin. "Kita harus membagi diri menjadi dua rombongan, untuk mengalihkan perhatian orang-orang yang mengincar daftar ini. Entah bagaimana pendapat Cu-kongcu ?"

Cu Lie Seng sejak tadi berdiam diri dengan muka yang dingin kaku, waktu Siang-koan Giok Lin minta pendapatnya dia tetap diam tak segera menyahuti, hanya matanya memandang kepada orang-orang yang berkumpul di situ satu persatu.

Kemudian dia baru menghela napas, katanya: "Siapa sih yang memiliki nyali begitu besar untuk menghadang kita dan merampas daftar itu ? Biarpun sudah makan sepuluh nyali macan rasanya sulit buat mereka mengambil daftar itu dari tangan kita ! Rasanya Ban taijin bicara terlalu berlebih-lebihan, kita tak usah kuatir terhadap siapapun juga."

Muka Ban It Say merah merasa malu, dia adalah congkoan Gi-lim-kun berkepandaian tinggi, berkata seperti itu Cu Lie Seng jelas ingin mengatakan bahwa dia seorang pengecut, yang kuatir berlebih-lebihan. Sebetulnya dia bermaksud mempermudah pengiriman daftar-daftar orang kangouw yang sekarang jadi rebutan dan banyak yang mengincar. Tapi, ia tak berani bicara lagi, biarpun hatinya mendongkol terhadap pemuda yang angkuh ini.

Cu Lie Seng tidak peduli sikap congkoan Gi-lim-kun tersebut, dia menoleh pada Thio Yu Liang, tanyanya: "Bagaimana pendapat Thio tai-jin ?"

Thio Yu Liang batuk-batuk, kemudian menyahuti hati-hati : "Kukira memang ada baiknya daftar itu bawa oleh Cu-kongcu. Dengan kepandaian Cu kongcu dan beberapa orang pengawalmu, niscaya daftar itu bisa sampai ditangan Cu-kong-kong dengan selamat. Tentang cara pengiriman itu lebih baik diatur oleh kongcu, kami cuma mematuhi perintah saja."



Senang tampaknya Cu Lie Seng, dia mengangguk-angguk tersenyum, walaupun senyumnya itu tetap tawar dan dingin. "Baiklah, kukira sudah dapat dipastikan sekarang bahwa aku yang akan membawa daftar itu. kalian ikut dalam rombonganku, untuk memperkuat kedudukan kita selama dalam perjalanan ! Kuakui orang-orang Thio Hong Gan dan pihak-pihak lain mengincar daftar ini, tapi kukira kita bisa menghadapi mereka tanpa perlu gentar."

Siangkoan Giok Lin mengangguk-angguk, dia tak berusaha menentang keputusan putera Cu kongkong, yang diketahuinya sangat berkuasa itu. Semua orang yang lainnya berdiam juga. Sedangkan Cu Lie Seng telab berkata lagi: "Yang ingin kujelaskan kepada kalian, baru beberapa hari ini guruku, Tang San Siansu, sudah tiba di sini, beliau yang akan mendamping aku pulang kekota raja."

Semua orang terkejut campur girang. Adanya Tang San Sianau jelas merupakan jaminan bahwa dalam perjalanan mereka tak akan menemui kesulitan berapa banyakpun orang tangguh berusaha menghadang mereka. Karenanya mereka segera tertawa riang.

"Sungguh beruntung kami jika bisa melakukan perjalanan dengan guru kongcu, ini merupakan kehormatan terbesar buat kami. Sekarang kami tak perlu bimbang dan kuatir lagi, rintangan apapun yang terjadi tentu bisa kita atasi!" kata Ban It Say untuk memulihkan suasana, ikut memuji Cu Lie Seng.

Pemuda itu mengangguk, kemudian menjelaskan rencana perjalanan mereka dengan suara perlahan. Semua orang itu menggeser duduk masmg-masing, untuk lebih dekat mendengarkan rencana perjalanan yang diuraikan Cu Lie Seng.

"Di manakah guru kongcu ? Mengapa tak mengajaknya kemari?" tanya Siangkoan Giok Lin. "Aku menyesal sekali tak bisa melayani guru Kongcu yang terkenal sebagai satu-satunya jago tanpa tanding jaman ini!"

Sebal Cu Lie Seng mendengar perkataan Siangkoan Giok Lin, dia tahu orang she Siangkoan ini cuma menjilat-jilat memuji untuk menyenangkan hatinya, sebab Siangkoan Giok Lin memang seorang yang pandai menepuk pantat untuk meraih keuntungan pribadi. Cuma saja mengingat bahwa orang ini diperlukan Hongsiang untuk menundukkan jago-jago kangouw, dia tersenyum.

"Guruku tak mau merepotkan Lopeh, karenanya sekarang dia berdiam di rumah Tihu."

Siangkoan Giok Lin mengangguk-angguk katanya: "Kongcu sendiri memiliki kepandaian demikian tangguh, entah bagaimana hebatnya kepandaian guru kongcu" pujinya lagi. Dia melambaikan tangan memanggil pelayan-pelayan wanitanya untuk menambahi arak dan mengganti makanan yang sudah dingin dengan makanan yang baru.

Ban It Say meremas pantat seorang pelayan dengan sikap ceriwis, dia memang paling tidak boleh melihat muka cantik. Pelayan-pelayan Siangkoan Giok Lin semuanya cantik-cantik dan montok, karenanya tangan Ban It Say jadi gatal. Dia meremas begitu sambil tertawa-tawa senang. Si pelayan tak berani mengelak, cuma senyum-senyum malu saja.

Siangkoan Giok Lin juga tersenyum-senyum, dia memang ingin menyenangkan tamu-tamunya, sengaja telah menampilkan pelayan-pelayan wanita ynng cantik cantik.

Thio Yu Liang, juga rupanya jadi gatal pula tangannya, dia menarik lengan seorang pelayan agar lebih dekat, harum semerbak pelayan itu, gadis berusia 19 atau 20 tahun, berwajah cantik dan montok. Dia melirik pada Siangkoan Giok Lin, katanya: "Kukira Siangkoan Kisu tak keberatan menghadiahkan dia untukku."

"Silahkan... silahkan...!" Tertawa Siangkoan Giok Lin. "jangankan hanya seorang, jika Taijin mau tiga atau empat orang menemanimu, itupun dapat saja Taijin ambil..."

Thio Yu Liang sudah berdiri, dia tertawa-tawa menyeret pelayan yang masih berusia muda dan cantik itu, "Maafkan, perutku sangat sakit dan ingin minta nona manis ini untuk memijitkannya dulu."

Pelayan itu masih gadis. Dia bekerja di gedung Siangkoan Giok Lin sejak berusia delapan rahun, Selama itu tak pernah disentuh laki laki, sekarang ada orang yang menyeretnya seperti itu dan bisa menduga apa yang acan dilakukan Thio Yu Liang, dia jadi ketakutan, mukanya pucat pias.

"Loya..." ratapnya sambil mengawasi Siangkoan Giok Lin.

Siangkoan Giok Lin mendelik, "Ayo temani Thio-taijin, awas jangan membuat Thio thaijin jadi gusar."

Thio Yu Liang tampaknya sudah tak sabar dia menyeret gadis pelayan tersebut menuju kekamarnya. Tentu saja pelayan ini, tambah ketakutan dan bingung, dia hendak meronta dari cekalan Thio Yu Liang, tapi tenaganya mana cukup untuk menghadapi kekuatan Thio Yu Liang? Seperti semut dengan gajah saja.

Bahkan terlalu takut dia menangis "Jangan aku, taijin .... aku . . . aku . . . tak bisa menemani taijin ..."

Thio Yu Liang tertawa-tawa, tak peduli dengan sikap si pelayan, ditariknya terus dan hatinya semakin senang saja. Justeru menjadi kegemarannya adalah gadis-gadis yang memberikan perlawanan seperti ini, untuk lebih menghangati darah dan tubuhnya. Justeru wanita yang menerima dan berdiam saja membuatnya sebal dan muak, membuatnya jadi tak terangsang.

"Thio-taijin, jam tiga kau sudah harus bersiap-siap kita berangkat jam empat!" Bilang Cu Lie Seng. Dia tawar saja menyaksikan ini sama sekali tak coba mencegah kelakuan dan perbuatan Thio Yu Liang, cuma dia mengingatkan agar Thio Yu Liang tidak lupa daratan sehingga lupa bahwa pagi ini mereka akan berangkat jam empat. Perbuatan-perbuatan seperti itu memang sudah jadi biasa di-kalangan mereka.

Thio Yu Liang tertawa. "Kongcu jangan kuatir, jam dua aku sudah siap dan selesai," Teriaknya dan masuk dalam kamarnya menyeret pelayan yang masih gadis itu.



Semua orang diruang itu tertawa, mereka asyik makan minum dan beberapa menit kemudian terdengar jerit yang cukup keras di kamar Thio Yu Liang, Siangkoan Giok Lin geleng-geleng kepala sambil tersenyum, katanya : "Akh. anak itu benar-benar tidak tahu diri, mengapa harus menjerit-jerit segala ? Bukankah Thio-taijin memberikan kesenangan kepadanya ? Oya, apakah Kongcu tak bermaksud istirahat dulu ?"

Cu Lie Seng mengangguk perlahan, dja berdiri untuk kembali ke kamarnya. Siangkoan Giok Lin segera sibuk mengirim beberapa orang pelayannya, yang semuanya masih muda dan cantik-cantik, untuk melayani putera Cu-kongkong ini. Tapi empat orang pelayan yang diutus Siangkoan Giok Lin di usir keluar oleh Cu Lie Seng, karena dia tak mau mensia-siakan latihan lwekangnya dengan main perempuan.

Ban It Say membawa dua orang pelayan yang dianggapnya paling cantik untuk menemaninya di kamar melewati waktu selama belum jam keberangkatan mereka.

Si pengemis tua yang sejak tadi berdiam diri saja, tanpa ikut bicara, cuma memandang semua yang terjadi dengan sorot mata mengiri. Setelah Cu Lie Seng, Ban It Say dan Thio Yu Liang menghilang di kamar masing-masing, si pengemis menoleh pada Siangkoan Giok Lin, yang duduk di sampingnya.

"Toako, semuanya berjalan lancar, mereka tampaknya menyukai aku dan ini sangat penting sekali, agar laporan pada Cu-kong-kong semua bernada baik." Ujar Siangkoan Giok Lin.

"Tentu saja, jasa-jasamu juga akan kulaporkan kepada Cu-kongkong kelak, untuk mendapat tempat yang layak untukmu."

Si pengemis tersenyum.

"Ya. kuharap saja kau tak melupakan aku, Siangkoan-ya," bilang si pengemis. Dia maklum, sebagai seorang yang senang bermuka-muka, seorang penjilat, niscaya Siangkoan Giok Lin selalu harus berusaha mencari jalan untuk menyenangkan orang-orang yang akan jadi "jembatan" nya untuk mencapai cita-citanya.

Siangkoan Giok Lin telah dihubungi Kaisar, diperintahkan untuk merangkul orang-orang kangouw, tentu saja Kai-sarpun sudah tahu dari laporan orang-orangnya bahwa Siangkoan Giok Lin paling pandai mengambil hati siapapun juga, ltulah sebabnya tugas ini diberikan kepada Siangkoan Giok Lin.

Namun, sebagai orang yang cerdik dan licik, Siangkoan Giok Lin tahu bahwa ia harus mendapat muka dari Cu kongkong, orang ke-biri yang paling berkuasa saat itu. Jika Cu-kongkong tak menyukainya, biarpun dia diperintahkan langsung oleh Kaisar, niscaya dirinya terancam bahaya tidak ringan, itulah sebabnya orang-orang Cu-kongkong dijamunya sebaik mungkin, berusaha menyenangkan hati mereka.

Apa lagi pada saat itu hadir Cu Lie Seng, anak Cu-kongkong, maka dia melayani, sedapat mungkin menyenangkan pemuda yang berkepandaian tinggi tersebut, agar kelak menyampaikan kata-kata yang baik tentang dirinya di hadapan Cu-kongkong. Karena itu, walaupun di rumahnya kini merupakan arena perbuatan maksiat, ia tak berusaha menghalangi, juga menyembunyikan perasaan tak senangnya. Jika bisa, dia malah ingin menganjurkan Cu Lie Seng melakukan apa saja disukainya.

Memang begitulah sifat manusia. Jika memerlukan sesuatu tentu akan berusaha menyenangkan orang yang bisa memungkinkan ia berhasil dalam mencapai cita-cita dan keperluannya. Apa pun akan dilakukan untuk menyenangkan orang yang, dianggap bisa menjadi "jembatan" untuk mencapai cita citanya. apa lagi seorang manusia hcik dan cerdik seperti Siangkoan Giok Lin, untuk mencapai cita-citanya ia tak segan-segan mengorbankan harga dirinya.

Sudah lupa apa yang disebut dosa. Sudah lupa apa yang disebut harga diri. Sudah lupa apa itu penderitaan dari korban-korban perbuatannya. Sudah lupa juga pada ancaman hukuman neraka kelak.

Yang terpenting bisa mencapai cita citanya, apapun akan dilakukannya. Dan dia bercita-cita menjadi satu-satunya orang kepercayaan Kaisar.

Sedangkan si pengemis bermuka kasar dan mesum itu tak lain dari Kiu cie Sinkay (pengemis sakti berjari sembilan) Ho Beng Su, di kaipang ia memiliki kedudukan tinggi, sebagai salah seorang Hiocu (pimpinan daerah), namun sifat tamak masih tetap bersemayam di hatinya, ia terbujuk oleh rayuan Siangkoan Giok Lin.

Karenanya juga, ia bersedia bekerjasama dengan Siangkoan Giok Lin, buat Kaisar dan kerajaan, sebab Siangkoan Giok Lin sudah membujuknya bahwa Ho Beng Su akan mendapat kedudukan sangat baik, harta dan pangkat yang akan dihadiahkan oleh Kaisar.

Manusia yang masih mengejar keduniawian, tak akan puas dengan kedudukan yang bagaimana tinggi sekalipun. Biarpun dalam kaipang Ho Beng Su memiliki kedudukan yang sudah tinggi, tapi sifat tamaknya menghendaki untuk mendapat yang lebih lagi.

la sebetulnya mempunyai cita-cita untuk merebut kedudukan Pangcu Kaipang, tapi sejauh itu usahanya tak pernah berhasil. Sebab itu dia akhirnya memutuskan untuk tunduk pada kerajaan dan nanti memanfaatkan kekuatan kerajaan untuk menggempur kaipang dan merampas kedudukan pangcu (ketua) kaipang.

Siangkoan Giok Liu yaag mengetahui cita-cita Ho Beng Su, mempergunakan kesempatan itu untuk membujuknya, menjanjikan kalau Ho Beng Su sudah memperlihatkan beberapa perbuatan yang berjasa kepada kerajaan, maka dijaminnya pihak kerajaan akan membantu dan mendukung Ho Beng Su sebagai pangcu kaipang.

Memang yang dijanjikan Siangkoan Giok Lin bukan janji kosong, kaisarpun lebih senang yang menjadi ketua berbagai perkumpulan dan pintu perguruan silat adalah orang-orang yang telah tunduk dan bekerja untuk kerajaan, sehingga tak ada kesulitan di waktu-waktu mendatang, seluruh perkembangan dalam kalangan kangouw dapat dikuasai dan dikendalikan dengan baik. Ho Beng Su memang akan didukung untuk menjadi pangcu Kaipang.



Ho Beng Su sendiri biarpun sudah mengkhianati pintu perguruannya sendiri, merasa bahwa ia tak keliru jalan, karena dia memang memiliki ambisi yang besar. Sekarang dia mengandalkan Siangkoan Giok Lin, agar dirinya bisa dekat dengan Kaisar, karena di ketahuinya Siangkoan Giok Lin belakangan ini menjadi orang kepercayaan raja untuk membujuk orang orang Kangouw.

Nanti, setelah dia bisa dekat Kaisar, Ho Beng Su akan merebut kedudukan itu, ia yang akan berusaha menjadi orang kepercayaan Kaisar. Selama itu, Ho Beng Su menyimpan saja cita cita dan rencananya, yaitu rencana untuk menjadi pangcu kaipang merangkap menjadi ketua orang-orang kangouw !

Memang demikianlah sifat-sifat orang yang memiliki jiwa dan hati kotor, selalu tak kenal puas dan jika memperoleh kesempatan pasti akan cakar-cakaran, untuk memperebutkan kedudukan, tanpa perduli lagi apakah harus mengorbankan kawan atau memang harus memusnahkan rekan-rekannya, pasti akan dilakukan apa yang dianggapnya bisa membuatnya lebih dekat dengan cita-citanya.

Kepandaian Kiu ci sin-kai sebetulnya tidak rendah, tapi sejauh itu dia tak mau memperlihatkan kepandaiannya di depan Cu Lie Seng, dia pikir pemuda angkuh itu pasti tak senang jika dia ikut-ikutan mengatur, dia membiarkan saja Cu Lie Seng mengatur dia dan reman-temannya.

Dia hanya mendengar dan memperhatikan saja, untuk ikut arus angin ke arah mana yang sekiranya bisa lebih menguntungkan kedudukannya.

Dia sebetulnya senang sekali main perempuan cantik, walaupun dalam kaipang memang terdapat peraturan keras sekali, setiap anggota kaipang dilarang mempermainkan wanita baik-baik, tapi Ho Beng Su sejak menjabat kedudukan Hio-cu kaipang, secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi seringkali mempermainkan anak isteri orang.

Pada dasarnya memang dia memiliki sifat-sifat yang tak baik dan buruk, namun orang kangouw sejauh itu belum melihat isi hati sebenarnya dari Hio-cu kaipang tersebut.

Cuma malam ini, dia mempunyai rencana lain. Yang lainnya menghabiskan waktu dengan pelayan-pelayan wanita Siangkoan Giok Lin yang cantik cantik, Ho Beng Su tidak mau mengikuti apa yang dilakukan rckan-rekannya, sebab dia ingin menyimpan tenaga.

Dia cuma berunding dengan Siangkoan Giok Lin, perihal rencana keberangkatan rombongan mereka. "Kita boleh tenang dan gembira, karena Tang San Siansu akan bersama rombongan kita!" Siangkoan Giok Lin tertawa bilang begitu pada kawannya. "Biarpun ada iblis dan jin dari neraka turun, tak mungkin ada yang sanggup mengambil daftar itu dari tangan kita, Tang San Siansu pasti tak akan meinbiarkan hal itu terjadi !"

"Ya, akupun sudah dengar kehebatan Tang San Siansu, dan sejauh ini aku belum pernah bertemu dengannya." Menyahuti Ho Beng Su dengan tawar.

Dia tidak percaya apa yang diceritakan oleh teman-temannya dalam kalangan kangouw bahwa Tang San Siansu merupakan jago nomor satu di jaman itu, biar bagaimana dia merasa itu cuma hanya cerita yang terlalu dilebih-lebihkan. Karenanya hatinya mendongkol melihat Siangkoan Giok Lin begitu kegirangan dan yakin dengan adanya Tang San-Siansu rombongan mereka tak akan menghadapi kesulitan apa-apa.

Sampai jauh malam kedua sahabat itu, bercakap-cakap, membicarakan rencana-rencana mereka selanjutnya setelah tiba dikota raja.

Tapi, tanpa mereka ketahui sepasang mata bersinar tajam tengah mengawasi mereka dari luar jendela, mengintai dengan sikap hati-hati. Sebagian dari percakapan mereka telah didengarnya, tapi sebagian lagi tak terdengar olehnya, karena tadi waktu Cu Lie Seng memberitahukan rencana perjalanan mereka kepada kawan-kawannya. suaranya perlahan sekali.

Setelah melihat Ho-Beng Su dan Siangkoan Giok Lin berdua yang tertinggal diruang tersebut, orang yang mengintai itu, yang berpakaian penuh tambalan, dengan langkah sangat ringan meninggalkan jendela, berindap-indap mencari kamar Cu Lie Seng!

Waktu melewati jendela, Ban It Say, di dengarnya suara isak tangis wanita diseling oleh suara tertawa senang Ban It Say dan juga bujuk rayunya, Orang itu yang tak lain pengemis tua yang tadi telah mempermainkan pelayan Siangkoan Giok Lin, merasa sebel dan tubuhnya ringan sekali menjauhi jendela itu, menghampiri jendela kamar yang lainnya.

Kembali didengar suara lenawa cekikikan dari Thio Yu Liang dan wanita yang tadi diseret masuk ke dalam kamar. Rupanya Thio Yu Liang pandai sekali membujuk gadis pelayan yang tadi begitu ketakutan dan menjerit ketika berada didalam kamar berdua Thio Yu Liang kini sudah jinak dan tertawa cekikikan berdua dengannya.

Pengemis tua itu tidak berhenti di jendela kamar Thio Yu Liang, ringan sekali langkah kakinya, tubuhnya meloncat ke dekat jendela kamar lainnya, dia mendekati jendela itu hati-hati, karena dia yakin inilah jendala dari kamar yang ditempati oleh Cu Lie Seng.

Tanpa menimbulkan sedikit suarapun dia merapatkan diri di dekat jendela mengintai ke dalam.

Dugaaannya tidak salah, itulah kamar Cu Lie Seng. Pemuda bangsawan itu tengah duduk bersemedhi di pembaringan, untuk mengatur pernapasannya. Matanya terpejamkan. Si pengemis mengerutkan alisnya, diam-diam dia kagum bahwa dalam usia semuda itu Cu Lie Seng dapat mengatasi diri tak terlibat dalam urusan wanita.

Hal ini memang memungkinkan Cu Lie Seng mencapai kemajuan yang lebih cepat dalam latihan tenaga dalamnya.

Mendadak terdengar suara tertawa dari arah sebelah kanan, cepat-cepat si pengemis tua melompat ke langkah wuwungan, bersembunyi di situ, Dua orang pelayan Siankoan Giok Lin muncul dari arah dapur sambil bercakap-cakap dan tertawa-tawa. Mereka tampaknya senang sekali, membicarakan perihal kelakuan tamu-tamu terhormat dari majikannya, yang ternyata hampir semuanya doyan wanita cantik.

Setelah kedua pelayan itu menjauh, si pengemis tua meloncat turun kembali ke tanah. Dia bermaksud hendak, mengintai lagi, Waktu itulah terdengar: "Sahabat, mengapa tidak masuk saja?"

Kaget pengemis tua ini, tak disangkanya Cu Lie Seng memiliki pendengaran begitu tajam dan sudah mengetahui kehadirannya. Dia cepat-cepat meloncat hendak menjauhi, tapi daun jendela sudah terbuka, disusul melesat keluar sesosok tubuh gesit sekali. ltulah Cu Lie Seng.

Kepandaian Cu Lie Seng cukup tinggi, dia murid tokoh tangguh seperti Tang San Siansu dan beberapa tokoh persilatan lainnya, karenanya pemuda ini tak kenal takut. Begitu dia mengetahui ada tamu tak diundang yang berkunjung di depan jendelanya, dia tak segera berteriak memanggil orang-orangnya ataupun Siangkoan Giok Lin, melainkan membuka daun jendela dan melompat keluar dari jendela kamarnya itu untuk menangkap sendiri tamu tak diundang tersebut.

Waktu Cu Lie Seng sudah berada di luar jendela kamarnya, dia melihat sesosok tubuh sedang melesat hendak pergi, maka dia meloncat lagi tinggi sekali sambil bentaknya: "Mau lari kemana kau ?" Tubuhnya seperti juga kilat cepatnya menubruk kearah bayangan itu. Namun orang yang ditubruknya juga memiliki kepandaian tinggi, karena tubrukan Cu Lie Seng mengenai tempat kosong.

"Kalau kau mempunyai nyali, ayo ikut denganku !" mengejek si pengemis tua itu untuk membakar hati dan perasaan Cu Lie Seng, dia juga sudah melesat pergi.

Cu Lie Seng cerdik bukan main, jika saja pengemis itu berlari terus tanpa menantangnya, niscaya ia akan mengejarnya untuk membekuk, tapi sekarang mendengar pengemis itu menantangnya, dia malah menahan kakinya berdiri di tempatnya. Hmmm, bukankah dia sedang melaksanakan tipu-daya "memancing harimau meninggalkan kandang" untuk memancingku !" pikirnya.

Maka dia tidak mengejar, berdiri di tempatnya mengawasi kepergian si pengemis.

Pengemis yang tadi mengintai sudah berdiri di atas genteng. Dia menoleh dan kecewa melihat Cu Lie Seng tak mengejarnya, bahkan berdiri di situ mengawasinya saja dengan sorot mata tajam. Pengemis ini segera menyadari bahwa dia sudah gagal memancing Cu Lie Seng untuk mengejarnya, namun dia tidak kehabisan akal maka tantangnya: "Kau ternyata manusia pengecut tak bernyali, jangan kuatir, tak mungkin kau dikeroyok oleh teman-temanku !" Ejeknya.

Cu Lie Seng panas hatinya, tapi dia tetap tidak bergerak dari tempatnya berada. "Siapa kau sahabat ?" tegurnya bengis dan dingin. "Turunlah, kalau kau punya urusan denganku, mari kita bicara di sini! "

"Hu, aku tak menyangka putera tunggal si kebiri yang sudah mau mampus itu adalah manusia paling pengecut di dunia ini, sama seperti bapak-moyangnya yang selalu bersembunyi ekor tapi mencelakai rakyat memakai tangan anak buahnya" mengejek pengemis itu lagi.

Merah mula Cu Lie Seng. Tapi dia sudah yakin pengemis ini hendak memancing-nya, maka dia tetap berdiri di tempatnya. Dengar suara dingin dia bilang: "Kalau kan ingin mengetahui lebih jelas tentang diriku, turunlah, aku akan perlihatkan kepadamu apakah aku ini manusia pengecut atau manusia yang tidak tahu malu seperti yang kau sebutkan ! Turunlah ! "

"Hemmm, sudah jelas kau manusia paling pengecut di dunia ini. Bukankah dengan berdiam terus di situ kau menghendaki nanti teman-temanmu, Ban It say si manusia yang punya tawa yang menyebalkan itu ! Atau kau mengharapkan juga bantuan orang she-Thio untuk bersama-sama mengeroyokku?"

"Aku jamin kau tidak akan dikeroyok! Itu jaminanku, siapa saja yang berani mengeroyokmu, akan kuhukum seberat-beratnya !" Menyahuti Cu Lie Seng tambah gusar.

"Kau tak usah banyak-banyak alasan, pulang saja ke pangkuan ibumu. menyusulah sepuas-puasmu!" mengejek pengemis itu lagi.

Habis kesabaran Cu Lie Seng. Walaupun menduga pengemis ini hendak memancingnya, tapi sekarang dia sulit mengendalikan diri. Dia jadi kalap diejek seperti itu. Walaupun bagaimana Cu Lie Seng masih berusia muda, perasaan yang lebih diutamakan. Dia juga yakin dirinya memiliki kepandaian tinggi, jarang orang bisa melukai dirinya, karenanya biarpun nanti ada teman-teman si pengemis yang tengah menanti di suatu tempat, dia tidak takut.

Tanpa bicara lagi badannya seperti anak panah terlepas dari busur, telah melesat menyambar ke pengemis.

Tapi pengemis itu yang tahu sudah berhasil memanas-manasi hati Cu Lie Seng, tak membuang waktu, sama cepat dan gesitnya dengan ginkangnya melesat pergi meninggalkan rumah Siangkoan Giok Lin. Kedua orang itu jadi saling mengejar. Karena terlalu cepat mereka berlari mempergunakan ginkang tinggi. badan mereka sudah tak bisa dilihat jelas, cuma tampak seperti kedua sosok bayangan yang berkelebat samar; kaki mereka seperti sudah tak menginjak bumi lagi.

Untung saja waktu itu tengah malam dan sepi, kalau saja ada penduduk kota yang melihat kedua sosok bayangan yang saling kejar seperti itu, jelas akan menyangka telah melihat dua setan yang sedang gentayangan di tengah kota !

Si pengemis memang memiliki ginkang tinggi, karena sejauh itu Cu Lie Seng tetap tak berhasil mengejarnya. Biarpun Cu Lie Seng penasaran dan mengerahkan ginkangnya untuk mengejar lebih dekat pada pengemis itu, tetap saja usahanya gagal. Bahkan ketika tiba di sebuah tikungan, ia kehilangan jejak si pengemis.

Bukan main mendongkol dan penasaran Cu Lie Seng, dia berpura-pura di tempat itu mencari si pengemis, yang diduga bersembunyi di sekitar tempat itu. Tapi usahanya tetap saja tak berhasil.

Waktu itulah mendadal dia teringat sesuatu, dia cepat-cepat berhenti mencari jejak si pengemis, malah secepat kilat tubuhnya sudah berlari lari kembali ke rumah Siangkoan Giok Lin. Keadaan di rumah Siangkoan Giok-Lin sepi-sepi saja, tak terjadi sesuatu. Cu Lie-Seng langsung kekamarnya dan melihat barang-barang di dalam kamarnya sudah tak teratur seperti semula, bahkan buntalannya dalam keadaan terbuka. Segera Cu Lie Seng memeriksa buntalannya, tak ada yang lenyap.



"Hemm, tentu dia mencari ini!" menggumam Cu Lie Seng sambil merogoh saku bajunya mengeluarkan segulung kertas." Daftar orang-orang kangouw inilah yang diincarnya !"

Dan dia tertawa dingin, memasukkan lagi gulungan kertas itu ke daiam sakunya. Menutup jendelanya dan pergi tidur!

ooo)0(ooo

Si pengemis tua yang semula jalan terseok-seok dan tampak lerrah yang pernah mempermainkan pelayan Siangkoan Gion Lin, ternyata tak ada apa-apa pada kakinya, dia cuma-pura pura terseok-seok, karena waktu dikejar oleh Cu Lie Seng dia bisa bergerak sangat gesit.

Dia berhasil memancing Cu Lie Seng sampai jauh dan kemudian menyelinap kembali ke-rumah Siangkoan Giok Lin. Segera dia memeriksa kamar Cu Lie Seng, sebab tadi didengarnya banwa daftar orang-orang kangouw yang bersedia tunduk dan bekerja pada kerajaan berada ditangan Cu Lie Seng.

Tetapi pengemis ini tak berhasil menemukannya. Rupanya Cu Lie Seng selalu membawa bawa daftar orang-orang kangouw itu didalam sakunya.

Si pengemis membanting-banting kaki, dia menyesal tadi tak ngadu kepandaian saja dengan Cu Lie Seng, dengan kemungkinan bisa mengambil daftar orang-orang kangkouw disaku pemuda she Cu tersebut.

Dia bersusah payah memancing Cu Lie Seng dengan harapan bisa memeriksa kamar si pemuda she Cu, tapi harapannya ternyata nihil. Barang yang dicarinya tak berhasil ditemukan.

Karena tahu tak lama lagi Cu Lie Seng akan pulang kekamarnya ini tak membuang waktu lagi pengemis meninggalkan kamar itu, cepat luar biasa dia keluar dari rumah Siang koan Giok Lin. Dan memang tak lama kemudian Cu lie Seng kembali kekamarnya, namun tak menemukan si pengemis.

Pengemis itu berlari cepat sekali keluar kota. Dan dia tiba disebuah tempat yang banyak terdapat batu-batu gunung berukuran besar, tubuhnya menyelinap kebelakang batu-batu gunung itu.

"Nona Cang !" panggil si pengemis. perlahan suaranya.

"Kau sudah kembali? "jawaban dari balik batu.

"Ya sudah kuselidiki keadaan dirumah Siangkoan Giok Lin, Dia bersama orang-orang raja lalim itu akan berangkat meninggalkan kota ini pada jam empat malam ini, menuju kekotaraja!" si pengemis duduk sambil meletakkan tongkatnya.

Oraug dibalik bongkahan batu itu, nona Cang berseru kaget. "Kau...kau..." karena dia melihat yang muncul seorang pengemis tua. bukan Giok Han, seperti yang disangkanya.

Si pengemis tertawa dia menarik kumis jenggotnya yang segera terlepas dan membuka baju luarnya, baju penuh tambalan. "A-ku telah menyamar sebagai pengemis, ternyata penyamaranku sangat baik, sampai kau ju ga tak mengenaliku."

Cang In Bwee tertawa geli, "Nakal kau!" katanya. "Aku jadi kaget, kukira pengemis mana yang mau cari urusan denganku ! Aku pernah menyamar sebagai pengemis, sekarang kau menyamar sebagai pengemis jelas kita orang segolongan, dari kalangan pengemis!" Giok Han tertawa. Dia menceritakan "tadi waktu pergi hendak hendak menyelidiki gedung Siangkoan Giok Lin, dia bertemu dengan seorang pengemis. Maka timbul pikiran untuk menyamar sebagai pengemis. Dia membujuk si pengemis agar menjual sepotong pakaian penuh tambalan kepadanya, kemudian diapun memakai kumis dan jenggot palsu, me ngotori mukanya, sehingga tak ada lagi orang yang mengenalinya.

Karena diberi uang cukup banyak oleh Giok Han, pengemis itu tak keberatan memberikan pakaiannya sepotong pada pemuda yang tak dikenalnya ini.

Kemudian Giok Han juga menceritakan pengalamannya menyelidiki gedung Siangkoan Giok Lin, Tentang rencana Stankoan Giok Lin serta rombongannya yang akan berangkat kekotaraja pada jam empat pagi ini.

"Hemmm, tampaknya kita tak mudah merampas daftar orang orang kangouw dari tangan Cu Lie Seng, Di sampingnya masih banyak yang lainnya, yang memiliki kepandaian tak rendah. Yang lebih berbahaya lagi Tang San Siansu akan bersama sama mereka. Ini sulitnya!" menggumam si gadis dengan muka murung.

Giok Han mengangguk.

"Sebetulnya ini menggembirakan," kata Giok Han. "Kita telah memperoleh kesempatan."

"Kesempatan apa yang menggembirakan?" tanya Cang In Bwee tak mengerti.

"Kau bermusuhan dengan Tang San Si-ansu, dia musuh besarmu juga orang yang harus dimusnahkan manurut perintah guruku. Maka kita bisa saja mampergunakan kesempatan ini untuk berurusan dengannya, memancingnya dan kita kemudian menghadapinya bersama-sama. Tak mungkin dia bisa merobohkan kita. Tetapi urusan daftar orang-orang kangouw mempunyai kepentingan yang lebih besar.

Walaupun bagaimana kita harus menyingkirkan dulu urusan pribadi, kita harus berusaha mengambil daftar orang-orang kangouw. Kalau tidak niscaya Thio Hong Gan akan mengalami kesulitan dalam usaha besarnya...!"

Cang In Bwee mengiyakan membenarkan perkataan Giok Han. Lalu mengangkat kepalanya mengawasi si pemuda. "Lalu apa rencanamu ?" tanyanya.

"Kita akan menguntit rombongan mereka, jika ada kesempatan barulah kita rampas daftar orang-orang kangouw dari tangan muridnya, Cu Lie Seng. Tetapi kita harus bekerja hati-hati, jika gagal habislah harapan kita bisa menghadiahkan daftar orang-orang kangouw itu pada Thio Hong Gan."

"Baik! Kita atur begitu saja "

"Tapi..." Giok Han tampak ragu-ragu, dia mengawasi bimbang si gadis.

"Kenapa ?" taaya In Bwee heran.

"Kesehatanmu belum pulih... bagaimana kita bisa menguntit mereka ?"



"Jangan kuatir," tertawa si gadis. "bukankah kita cuma meoguntit mereka, dan belum bermaksud turun tangan? Selama itu aku bisa mempergunakan kesempatan untuk menyembuhkan lukaku. Asal kita hati-hati, bukankah tidak ada kesulitan ?"

Giok Han mengangguk. Mereka bertekad walaupun bagaimana daftar orang-orang kangouw yang berada ditangan Cu Lie Seng harus mereka rampas, untuk diserahkan kepada Thio Hong Gan.

00000C00000

Enam orang gadis berpakaian serba putih dan semuanya cantik-cantik, bertubuh montok dan masih berusia muda, melangkah ringan memasuki sebuah pintu rembulan yang terukir indah sekali. Mereka masing-masing membawa sebuah nampan makanan. Dengan sikap hormat keenam gadis ini masuk ke ruang yang diatur sangat mewah, yang di sekelilingnya terdapat taman bunga yang tumbuh semerbak dengan warna-warnanya yang meriah. Tak jauh dari undakan anak tangga yang menuju ke ruang mewah tersebut, ada kolam yang airnya bening, diatur langat bagus sekali.

Keenam gadis berpakaian patih ita berlutut setelah menaiki undakan anak tangga. "SianIi (Dewi), kami telah menyelesaikan tugas kami," bilang keenam orang gadis itu dengan sikap hormat sekali.

"Hemmm, bagus! Masuklah kalian!" terdengar jawaban dari ruang dalam yang terhalang oleh tirai sutera yang halus dan indah. Dari dalam ruangan ini tersiar harum semerbak yang menyebabkan orang bisa merasakan, dirinya seperti berada di tempat yang sama indahnya di sorga.

Keenam gadis berpakaian serba putih itu mengiyakan, mereka bangkit dan membawa nampan masing-masing masuk ke ruang dalam.

Di dalam ruangan diatur sangat indah, juga luas. Di sudut kiri dari ruangan itu terdapat sebuah pembaringan, di atas pembaringan itu rebah seorang wanita yang cantik luar biasa. Sikapnya angkuh sekali, dia cuma melirik waktu keenam gadis berpakaian serba putih itu berlutut di samping ranjangnya.

"Bagaimana hasil tugas kalian?" tanya wanita cantik yang rebah di ranjang.

"Semuanya berjalan lancar tak ada ha-largan, sianli," menyahuti salah seorang dari keenam gadis berpakaian serba putih itu.

"Berkat doa Sianli, maka kami berhasil mengumpulkan beberapa pemuda yang kami anggap memenuhi persyaratan."

"Bagus. Tapi, apakah tak terjadi pertempuran dalam usaha kalian?" tanya Sianii itu dengan suara tawar.

"Tidak, Sianli. Bahkan lihatlah.... kami berhasil mengambil hadiah-hadiah menarik ini untuk Sianli."

Setelah berkata begitu, wanita berpakaian serba putih tersebut membuka tutup nampannya, ternyata di situ terdapat barang-barang permata yang berkilauan, seperti berlian, mutiara dan giok. Bermacam-roacam perhiasan.

Kelima orang kawannya juga membuka nampan masmg-masing, isinya bukan makanan, sama seperti nampan gadis yang pertama tadi, berisi permata mutu manikam yang nilainya sangat tinggi.

Sianli di atas pembaringan cuma melirik, tersenyum hangat.

"Bagus, simpanlah semuanya di tempat penyimpanan itu !" kata si Dewi sambil menunjuk kepada dinding yang ada di seberangnya.

Keenam gadis cantik berpakaian serba putih itu telah mengiyakan dan pergi ke dekat tembok. Salah seorang diantara mereka, yang rupanya jadi pemimpin dari kelima kawannya, telah menekan sebuah tombol dan dinding itu bisa terbuka.

Rupanya pada tembok itu dipasangi alat rahasia, sebagai tempat penyimpanan barang-barang berharga tersebut. Isi enam nampan itu dipindahkan ke dalam kotak penyimpanan di tembok.

"Sekarang," kata Sianli itu setelah keenam orang gadis berpakaian serba putih tersebut berlutut lagi di samping pembaringan, "kalian bawalah salah satu di antara calon-calon yang terbaik," dia berdiam sejenak, kemudian meneruskan, ,.yang termuda dan yang tergagah !"

"Baik, Sianli. Budak-budakmu akan melaksanakan perintah dengan sebaik-baiknya, agar Sianli tak kecewa !"

Keenam gadis berpakaian serba putih itu yang rupanya pelayan Sianii tersebut, segera mengundurkan diri. Sedangkan Sianli itu duduk di tepi pembaringan. Dia tersenyum. "Besok aku harus mendampingi bocah menyebalkan itu kembali ke kotaraja ! Hu ! Hu ! Kalau saja bukan murid Tang San si gundul, tidak akan kupedulikan permintaannya untuk mengawal keselamatannya !" Tampak-nya dia jadi kesal sekali.

Tak lama kemudian terdengar suara langkah kaki mendekat. Sianli itu menoleh ke pintu, dia melihat seorang pelayannya yang berpakaian serba putih sudah muncul diikuti oleh seorang pemuda berwajah putih halus dan bertubuh cukup gagah. Pemuda itu memandang bingung sekeliling ruangan dan juga pada Sianli itu, rupanya dia tak tahu mengapa dirinya dibawa ke situ.

"Sianli, tugas sudah dilaksanakan !" melapor pelayan itu dengan sikap hormat.

"Bagus A-hiang. Sekarang kau boleh mengundurkan diri, mengasolah ! Nanti kalau kubutuhkan kau, akan kupanggil !"

"Baik, Sianli." Si pelayan melirik pada si pemuda dan melangkah pergi, waktu lewat di sisi si pemuda dia masih sempat berpesan, suaranya perlahan sekali: "Layani Sianli baik-baik, jangan membuat Sianli gusar kalau sayang jiwamu !"

Pemuda itu diam saja, dia tengah kebingungan. Ketika Sianli itu melambaikan tangannya menyuruh dia maju mendekat ke pembaringan, si pemuda melangkah ragu-ragu.

"Siapa namamu?" tanya Sianli. halus suaranya, lirikan matanya genit sekali, bergairah.

"Aku Yao Can," menyahuti si pemuda, dia juga terheran-heran melihat di dunia ada wanita yang cantik luar biasa seperti yang ada di depannya, seperti seorang bidadari dari kahyangan. Entah apa yang diinginkan wanita cantik ini darinya ?



"Berapa umurmu ?" tanya Sianli itu lagi.

"Duapuluh tiga tahun."

"Usia yang masih muda sekali," menggumam Sianli. "Apakah kau sudah menikah ?"

"Belum..."

"Sayang ! Tentunya kau belum berpengalaman!" menggumam Sianli itu lagi, membuat si pemuda yang mengaku bernama Yao Cun bertambah heran dan tidak mengerti cuma mengawasi saja.

"Siapakah Sianli . . . ? Dan mengapa aku diajak kemari ?" tanya si pemuda.

"Tentang siapa diriku, tak perlu kau bertanya-tanya, cukup kau panggil aku dengan Sianli saja. Pertanyaanmu mengapa kau diajak kemari oleh pelayan-pelayanku, tentu kau bisa ketahui nanti. Sekarang aku ingin tanya kepadamu, apakah kau senang berada di sini ?"

Pemuda itu mengawasi keadaan ruangan yang sangat mewah tersebut, kemudian mengangguk. "Senang... tetapi ini tempat yang asing sekali untukku... terlalu mewah..." Sianli turun dari pembaringan, menghampiri pemuda itu, "Jangan pedulikan barang-barang yang tak berjiwa itu, Sekarang lihatlah padaku. Senangkah kau padaku?"

Pemuda itu tambah bingung, tapi melihat sinar mata yang liar dan memancarkan gairah, si pemuda tahu apa yang tengah dihadapinya, wanita yang penuh dengan pengaruh nafsu birahi, yang genit sekali, yang tampak cantik seperti bidadari.

Laki-laki manakah yang tak senang bercakap cakap dengan wanita secantik ini? Orang gila saja masih akan memandang terbengong-bengong pada kecantikan seorang wanita, apa lagi kecantikan yang luar biasa seperti wajah wanita ini yang ada dihadapannya. Maka pemuda itu mengangguk ragu-ragu.

"Tentu saja... aku senang, Tetapi aku tak tahu siap Sianli sebenarnya..."

Sianli melangkah mendekati pemuda itu, menarik tangannya sehingga si pemuda melangkah mendekatinya, diajak duduk di pinggir pembaringan. Pembaringan itu demikian empuk dan hangat.

"Aku menyukai kau, tapi janganlah kau membuatku jadi sebal dengan semua pertanyaanmu yang tetek bengek tak keruan itu. Sekarang aku menginginkan kau mendampingi ku dengan penuh kehangatan!" Waktu bicara tangan Sianli meraba-raba tangan pemuda itu yang diusap-usap lembut sekali.

Tubuh pemuda itu menggigil dia tampak mengalami tekanan batin yang hebat. Darahnya mendesir lebih cepat dari yang normal. Tubuhnya semakin lama menggigil semakin keras. Harum semerbak yang menerpa hidungnya membuat semangatnya seperti melayang-layang meninggalkan raganya, apalagi sekarang tangannya diusap-usap oleh jari-jari tangan lentik berkulit halus lembut sekali membuat dadanya berdegup keras.

"Apa... apa maksud Sianli?" tanya pemuda itu seperti orang tolol.

Sanli tersenyum, dia menarik tangan si pemuda sehingga tubuhnya berada dekat dengannya dan dia merebahkan kepala didada si pemuda.

"Peluklah aku....!" pinta Sianli dengan suara yang sengau serak perlahan, gemetar.

Pemuda itu tambah kebingungan, tapi tangannya tanpa disadari telah memeluk badan Sianli, yang montok padat. Tuburi pemuda ini gemetaran, giginya sampai bergemerutukan. Tapi dia berusaha mengembalikan gemetar tubuhnya, biarpun selalu gagal. Hangatnya tubuh wanita cantik dalam dekapannya membuat dia seperti terbang ke dunia lain.

"Jari-jari tanganmu dingin sekaii," bisik Sianli sambil nengusap perlahan-lahan dada pemuda ini. Dada yang berdegup keras dan cepat.

"Oooo - -" pemuda itu ingin melepaskan dekapannya, menarik tangannya, kaget sekali tampaknya. Tapi Sianli sudah memeluknya. "Biarpun tanganmu dingin, kukira tak apa-apa."

Memang, tangan pemuda itu dingin sekali karena perasaan yang bergolak di dalam hatinya. Dia tak kenal siapa wanita cantik yang genit dan hangat yang berada daiam pelukannya. Tetapi darahnya bergolak semakin lama semakin keras. Apa lagi tangan Sianli itu mulai berkeliaran kemana-mana, sehingga pakaian pemuda itu sudah tak keruan letaknya.

Lupalah pemuda itu terhadap segalanya, dia sudah tak berpikir apa-apa lagi, hanya satu yang diingatnya dan diinginkannya, yaitu tubuh yang montok dan hangat.

Kamar itu tak berpintu, tapi tak ada seorangpun di sekitar tempat itu. Sianli juga tak canggung-canggung bersikap mesra sekali pada pemuda tersebut. Matanya semakin lama semakin redup. Cuma, akhirnya dia kecewa setelah semuanya berlangsung, pemuda ini tak memberikan apa yang diharapkannya.

Tahu-tahu tangan kanannya menyampok dada pemuda itu. Perlahan saja kelihatannya, tapi badan pemuda itu terpental jauh, terbanting di lantai diiringi jerit kematian. Waktu tubuhnya terbanting di lantai, dia kelojotan beberapa kali, kemudian mengejang diam, karena kepalanya telah pecah!

"Hu! Cuma mengotori saja...!" menggerutu Sianli sambil menyambar bajunya dan mengenakannya dengan marah-marah. Kemudian dia menepuk tangan beberapa kali. A-hiang cepat muncul, Dia tak kaget melihat pemuda yang tadi diajak masuk olehnya ke ruang itu sudah menggeletak mati dengan kepala pecah dan tubuh telanjang bulat. Apa yang disaksikannya seperti juga pemandangan yang biasa saja. Dengan sikap hormat dia berlutut.

"Ada perintah lagi, Sianli?"

"Bawa yang kedua," perintah Sianli dengan muka yang masam "manusia apa yang kau bawa ini, apapun dia tak bisa, cuma mengotori tubuhku saja!"

Muka A-hiang jadi pucat, cepat cepat dia mengangguk-anggukkan kepalanya dalam keadaan berlutut. "Ampuni budakmu, Sianli... budakmu akan berusaha mempersembahkan yang diinginkan Sianli."



"Cepat laksanakan tugasmu!" perintah Sianli, tanpa berani berayal, A-hiang segera menggotong Yao Cun yang masih dalam keadaan telanjang bulat dan kepala yang telah pecah hancur menyebabkan kematiannya itu, keluar dari ruangan tersebut. Seorang pelayan lainnya kawan A hiang sudah datang membersihkan lantai dari noda darah.

Tak lama kemudian A-hiang muncul lagi, dia bersama seorang pemuda berpakaian sebagai pelajar, yang waktu masuk ke dalam ruangan dengan senyum-senyum ceriwis.

"Sianli, semoga dia tak mengecewakanmu" melapor A hiang. Sianli yang luar biasa ini, melambaikan tangannya agar si pemuda yang tampaknya ceriwis datang mendekatinya.

Pemuda itu melirik pada A-hiang, kemudian sambil tersenyum senyum menghampiri Sianli mulutnya juga ceriwis sekali. "Aduhhh, cantik luar biasa, sungguh membuat aku seperti bermimpi dan seperti sedang berada di sorga! "puji pemuda itu.

Sianli tersenyum senang mendengar pujian. Lenyap kemendongkolan hatinya. Tanyanya: "Siapa namamu?"

Cepat-cepat pemuda ini merangkapkan kedua tangannya dan menjura. "Hakseng bermana Thio Giam Keng. Siapakah nama nona?"

"Nanti akan kuberitahukan siapa diriku. Sekarang jawablah dulu pertanyaan-pertanyaanku." bilang Sianli.

"Silahkan, silahkan, dengan senang hati Hakseng akan menjawab dengan jujur dan sebenarnya setiap pertanyaan nona. Apa yang ingin nona tanyakan."

"Berapa umurmu?" tanya Sianli.

"Duapuluh tujuh tahun."

"Sudab menikah?"

Pemuda pelajar itu tersenyum ceriwis. "Apa artinya sebuah pernikahan ? Bagi seorang laki laki menikah atau tidak bukan suatu persoaIan ..."

"Maksudmu ?"

"Bukankah tanpa menikah seorang laki-laki tak terikat dan bebas bersenang-senang dengan wanita-wanita yang diinginkannya ?" balik tanya si pemuaa pelajar she Thio tersebut.

Sianli tersenyum. "Maksudmu kau sudah berpengalaman dalam urusan wanita?"

Thio Giam Keng tersenyum ceriwis. "Hakseng tak berani berkata begitu, tapi dari sekian banyak wanita yang pernah bersenang senang dengan Hak-seng tak ada seorangpun secantik nona. Hari ini benar-benar Hak seng sangat beruntung."

Sianli tersenyum penuh arti, dia menepuk tepi pembaringan, katanya: "Duduklah kau di sini."

Thio Giam Keng menghampiri, tapi dia tidak duduk di tepi pembaringan, melainkan tangannya ceriwis sekali mencolek pipi Sianli pujinya: "Betapa cantiknya nona... kalau tadi pelayanmu tak memberitahukan bahwa kau seorang manusia biasa, pasti aku akan menyangka bahwa kau seorang bidadari yang baru turun dari kahyangan."

Sianli menyambar menggenggam tangan Thio Giam Keng. menggenggam hangat dan tangannya yang lain mengusap-usap.

"Kau pemuda yang sangat menyenangkan!" Dan dia menarik tangan pemuda itu. Thio Giam Keng sengaja membiarkan tubuhnya terseret maju ke dekat Sianli dan malah kedua tangannya tahu-tahu merangkul tubuh yang padat berisi. Dia juga mencium pipi Sianli dengan napas yang mendengus hangat.

"Nona, kau cantik sekali, matipun aku rela jika bisa bersama kau satu malam saja!" bisik Thio Giam Keng merayu.

Sianli tertawa kegelian karena cuping telinganya dicium lagi oleh pemuda itu.

"Benarkah ?" rintih Sianli bergelinjang dalam rangkulan si pemuda, matanya liar dan basah berminyak.

"Benar.. di dunia kukira tak ada wanita yang bisa menandingi kecantikanmu... benar-benar mengherankan dan hampir membuatku tak percaya bahwa di dalam dunia ada wanita secantik kau !"

Sianli memeluk erat, hangat sekali. Kedua orang ini lupa segalanya. Keadaan di ruang itu menjadi panas sekali, biarpun hawa udara di luar ruang yang terbuka itu sangat dingin, tapi kedua orang ini seperti tak merasakannya.

Thio Giam Keng yang sehari-harinya seorang pemuda bedodoran pengganggu anak isteri penduduk, ternyata memang sangat pandai merayu. Tapi, setelah semuanya menjadi dingin, kembali Sianli kecewa. Dia mengambil jubah luarnya yang tipis, tubuhnya yang montok berbayang samar. Dia cemberut dengan muka masam.

"Mana kepandaianmu yang kau tonjol-tonjolkan tadi ? Bukankah kau mengatakan pandai sekali dalam urusan wanita ?" mengejek Sianli melirik pada Thio Giam Keng yang rebah lemas di pembaringan.

Pemuda pelajar ini menyeringai tertawa. "Nanti kita ulangi, akan kuperlihatkan kepadamu yang lebih luar biasa.. jangan kau menghinaku dulu, bukankah kita belum selesai sampai di sini ?"

"Hemmm, bicaramu terlalu besar, aku tak percaya lagi padamu. Tadi kau bilang rela mati jika dapat bersenang-senang denganku, walaupun hanya untuk satu hari saja, bukan?"

Muka Thio Giam Keng berobah pucat, sampai terlompat duduk memandang Sianli dengan mata terbuka lebar lebar.

"Aku... apakah aku tak berhasil menyenangkan hati... nona?" tanyanya gugup.

Tahu-tahu tangan Sianli menjambak rambut pemuda itu, menghentaknya. Dia sama sekali tak menjawab pertanyaan pemuda itu. Hentakannya itu menyebabkan tubuh si pemuda she Thio terlempar ke lantai dengan bantingan sangat keras, sampai dia menjerit kesakitan.

"Jawab pertanyaanku ! Bukankah tadi kau bicara seperti itu ?" bentak Sianli dengan suara dingin.

Thio Giam Keng meringis kesakitan, dia mengusap-usap pinggul dan meraba kepalanya, karena rambutnya tadi ditarik dan di-jambak keras sekali. "Be... benar... memang aku bicara begitu... tapi aku akan berusaha untuk menyenangkan kau, nona... percayalah, aku akan berusaha menyenangkan kau...!"



Muka Sianli dingin sekali, melangkah mendekati si pemuda dengan tindakan kaki perlahan-lahan. Sedikitpun tak tampak perasaan apa-apa di mukanya. Tiba-tiba dia bilang: "Kau juga pemuda tidak berguna, menyebalkan !"

Lemaslah tubuh Thio Giam Keng, tahulah dia apa yang akan menimpa dirinya. Tadi sudah diberitahukan oleh A hiang bahwa dia tak berhasil menyenangkan hati majikannya, celakalah dia. Cepat-cepat dia menggoyang-goyangkan tangannya. "Dengar dulu, nona... dengar dulu..." Tapi, baru bicara sampai di situ, dia menjerit sekuat suaranya, karena kepalanya dirasakan seperti di tancap cakar-cakar besi, kelima jari tangan Sianli sudah menoblos batok kepalanya, sampai berlobang dalam sekali. Mata Thio Giam Keng terbuka lebar-lebar seperti tak percaya apa yang terjadi, mulutnya terbuka, suara jeritannya berobah menjadi suara mengorok, tubuhnya berkelojotan dua kali, kemudian kejang, jiwanya sudah melayang Waktu Sianli mencabut kelima jari tangannya yang berlumuran darah campur otak dari kepala Thio-Gian Keng. pemuda pelajar itu sudah menggeletak tak bernapas lagi !

ooo)0(ooo

"Hemmm!" mendengus Sianli dengan wajah yang mengejek. "Bwee sim-mo-li hendak dipermainkan oleh kau ? Mana bisa ? Dengan sombong kau memiliki kepandaian yang tinggi dalam rayuan dan cumbuan pada wanita, nyatanya kau tak lebih dari seekor anjing keparat ! Sudah pantas dan cukup layak kau dihukum mati dengan cara demikian!"

Setelah berkata begitu, Sianli berteriak keras memanggil A hiang. Cepat sekali A-hiang muncul. Melihat tangan Sianli berlumuran darah cepat-cepat dia mempergunakan sewaskom air dan sepotong kain sutera mencucinya hati-hati.

"Kembali kau gagal menyerahkan orang yang benar-benar kuinginkan, A-hiang," bilang Sianli, yang ternyata tak lain dari Bwee-sim-mo li, iblis wanita yang paling ditakuti orang-orang kangouw. Tawar suaranya.

"Ya. Sianli. Budakmu akan berusaha mencari pemuda yang benar-benar bisa jadi idaman hati Sianli." Menyahuti A-hiang, sambil membersihkan hati-hati sekali kelima jari tangan Bwee-sim-mo-li.

"Kukira. sulit mendapatkan pria tambatan hati seperti yang kuinginkan. Telah lebih dari limapuluh orang pemuda yang gagal memenuhi keinginanku, dan mereka semuanya harus me.i:buang jiwa di ruang ini. Lama-lama aku jadi berpikir, apakah semua laki-laki memang tak memiliki kemampuan untuk menyenangkan diriku? Aku mulai kuatir tak ada pemuda yang bisa menyenangkan hatiku."

"Sianli jangan kuatir," A-hiang bicara hati-hati sekali. "Nanti suatu saat, jika sudah sampai waktunya, tentu budak-budakmu berhasil mencarikan kau pemuda yang benar-benar dapat menyenangkan hatimu!"

Sianli tertawa tawar. "Ya mudah-mudahan saja begitu," katanya. "Tapi. biarpun pemuda-pemuda itu bisa menyenangkan hatiku, sedikitnya mereka sudah memberikan kemajuan buat latihan lwekangku. Karena itu aku tak terlalu menyesali kau, A-hiang."

"Terima kasih Sianli" A-hiang selesai membersihkan jari-jari tangan Sianli. dia membawa pergi waskom yang berisi air merah bercampur darah. Kemudian kembali untuk memberikan wangi-wangian pada tangan Bwee-sim-mo li.

Bwee-sim mo-Ii rebah saja di pembaringan, seperti sedang berpikir sesuatu, sampai akhirnya ia menghela napas dalam-dalam.

"Apa yang Sianli pikirkan." tanya A-hiang. "Tak usah Sianli gelisah, budak-budakmu akan sekuat tenaga mencari pemuda yang Sianli inginkan."

"Aku sedang memikirkan, jika saja lima-puluh orang pemuda lagi gagal menyenangkan hatiku, berarti kekecewaan hatiku semakin besar, namun latihan Iwekangku sudah cukup kuat dengan diperoleh lebih dari seratus sari-hidup pemuda-pemuda itu. Namun aku masih kuatir, apakah sudah cukup dan sama kuatnya seperti yang dimiliki Tang San Siansu?"

"Tang San Siansu tak berarti apa-apa bagi Sianli, jika Sianli telah menyelesaikan latihan sinkangmu, tentu Tang San Siansu bisa Sianli atasi. Dia memang memiliki kepandaian tinggi, tapi mana bisa menandingi Sianli ?" A-hiang memuji dengan sikap sungguh-sungguh.

Senang hati Bwee-sim-mo-li. "Aku cuma kuatir, dari seratus sari-hidup pemuda-pemuda itu tidak semuanya murni. Mereka ada yang sudah pernah main perempuan-perempuan lain, tidak perjaka-murni."

"Kalau begitu, nanti budak-budakmu mencarikanmu pemuda pemuda yang benar-benar masih perjaka," berjanji A-hiang.

"Mana bisa?" menggumam Sianli dengan mata memandang kosong pada langit-langit kamar. "Apakah kau bisa tahu dan memastikan seorang pemuda masih perjaka tulen. Laki-laki biasanya pembohong, juga biarpun mereka belum menikah, sulit menjamin mereka masih perjaka asli."

Pipi A-hiang berobah merah, mengangguk. "Benar apa yang Sianli bilang, tapi budak budakmu nanti akan berusaha menyelidiki sebaik-baiknya sebelum menyeret pemuda manapun ke hadapan Sianli. Paling tidak, mereka masih belum menghambur-hamburkan terlalu banyak sari - hidupnya, baru satu dua kali saja dia bersenang-senang dengan wanita lain, itupun kalau benar tidak ada pemuda-pemuda yang masih perjaka."

Tiba-tiba Bwie-rim-mo-li bangun duduk dan tersenyum.

"A-hiang, kau benar-benar muridku yang setia dan patuh, yang selalu berusaha menyenangkan hatiku. Baiklah, jika kau berhasil mempersembahkan pemuda yang kuidam-idamkan, yaitu masih perjaka asli, akan kuwariskan kau pukulan maut, Eng-kut-kun" (Pukulan Tulang Elang)

A-hiang cepat-cepat berlutut. "Terima kasih atas budi kebaikan Sianli. Budakmu akan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan pemuda-pemuda yang Sianli inginkan."



"Baiklah, kukira jari-jari tanganku sekarang sudah bersih," kata Bwee-sim mo-li. "Bereskan mayat pemuda itu."

"Ya, Sianli," cepat-cepat A hiang membawa mayat Thio Giam Keng, kemudian datang kembali membersihkan lantai, sedangkan Bwee-sim-mo li rebah di pembaringan empuk mewah itu dengan pikian menerawang memikirkan sesuatu.

Mendadak Cun-hiang, salah seorang murid Bwee-sim mo-li lainnya muncul dan berlutut dengan sikap sanpat menghormat.

"Melapor pada Sianli, Tang San Siansu datang berkunjung dan sedang menanti di luar. Apakah boleh dibiarkan kemari?" bilang Cun- hiang.

Alis Bwee-sim-mo li mengkerut, tapi akhirnya dia mengangguk. "Suruh dia masuk," suaranya perlahan. Dia juga sudah merapikan pakaiannya.

Cun hiang mengundurkan diri. Waktu A-hiang ingin keluar meninggalkan ruangan setelah membersihkan lantai dari percikan nona darah, Bwee-sim mo-li memanggilnya: "Kamari kau, A hiang."

Cepat-cepat A-hiang mendekat, Bwe-sim-mo li mengawasi muridnya, dengan suara perlahan dia bilang: "Pergi kau selidiki, apa yang tengah dilakukan Cu Lie Seng dan yang lain lainnya dirumah Siangkoan Giok Lin, nanti berikan laporan kepadaku!"

"Baik, Sianli ...!" menyahuti A-hiang, dia mengundurkan diri.

Bwee-sim rao-li duduk terdiam di pinggir pembaringan. Otaknya tampak bekerja sedang mennkirkan sesuatu. la ingat, sekarang ini bekerja buat Cu-kongkong dan selalu diperintah perintah oleh Cu Lie Seng, putera Cu-kongkong, sebetulnya membuat hatinya tidak puas. Tapi dia jeri pada Tang San Siansu, guru Cu Lie Seng, karenanya juga sementara ini dia tidak memperlihatkan perasaan tidak puasnya tersebut, cuma saja diam-diam dia telah melatih dengan giat semacam ilmu tenaga dalam kelas satu, dengan bantuan dari sari-hidup pemuda untuk mencapai kesempurnaan, karena sinkang yang dilatihnya agak sesat.

Dia mempunyai rencana, kalau latihannya sudah dirasakan cukup, akan dipergunakan menghadapi Tang San Siansu, berusaha unruk merobonkannya.

Kalau berhasil, dia selanjutnya tak mau di-bawah perintah Cu Lie Seng. Dengan bantuan 12 orang murid-muridnya, dia mencari pemuda-pemuda yang dikehendakinya.

Waktu itu Cun hiang telah muncul kembali mengiringi seorang pendeta bertubuh kekar dan perkasa. Dialah Tang San Siansu, satu satunya orang yang berhasil menundukkan Bwee sim-mo-li, yang kepandaiannya lebih tinggi dari iblis wanita tersebut. Waktu memasuki ruangan, Tang San Siansu sudah tertawa dengan suara parau.

"Bie Lan Moay-moay, mengapa kau menjauhi diri dari rombongan kami?" tegur pendeta ini.

Bwee-sim-mo-li Liok Bie Lan cepat-cepat menyambut si pendeta dengan muka berseri-seri, ramai senyumnya. "Siapa sangka aku memperoleh kesempatan dan kehormatan dikunjungi Taisu. Sementara ini aku hendak beristirahat, sambil menunggu perintah Taisu, karena itu aku tak menggabungkan diri dengan muridmu itu, Cu Lie Seng."

"Kukira kau sudah mau memisahkan diri dari kami," kata Tang San Siansu, tawar. "Tapi mudah-mudahan saja dugaanku itu keliru."

"Mana berani aku memisahkan diri dari Taisu, justeru Taisulah satu-satunya orang yang kuandalkan untuk menghadapi semua orang kangouw."

Tang San Siansu tertawa bergelak-gelak. "Benarkah itu ? Kukira kau sendiri merupakan iblis-wanita yang sangat ditakuti oleh semua orang kangouw, bagaimana mungkin kau harus mengandalkan aku lagi sebagai tulang punggungmu ?"

"Taisu terlalu memuji," bilang Bwee-sim-mo-li. "Percayalah Taisu, kau satu satunya orang yang kukagumi. Jika aku menemui kesulitan tentu hanya kepadamu saja aku bisa meminta pertolongan. Bukankah begitu?"

Si pendeta tersenyum, mengawasi Bwee-simmo-li. Iblis-wanita ini semakin lama semakin cantik saja. Biarpun usianya sudah tidak muda lagi, namun Liok Bie Lan benar-benar merupakan wanita sangat cantik yang kemontokan tubuhnya tidak kalah dibandingkan dengan gadis-gadis muda remaja.

Bukan main kagumnya Tang San Siansu, karena kecantikan wajah Bwee-sim-mo- li memiliki daya tarik tersendiri yang sungguh menggairahkan, matanya yang bersinar memancarkan gairah seakan memiliki kekuatan magnit membetot sukma.

"Bie Lan Moay moay, kau semakin lama kian cantik saja." puji Tang San Siansu, karena goncangan hati yang dialaminya melihat kecantikan Bwee-sim-mo-li yang benar-benar mengagumkan. "Kukira, banyak sekali pria yang sudah bertekuk lutut di bawah kakimu, bukan ?"

"Jangan memujiku terus menerus, Taisu, lama lama aku tak kuat lagi menerima pujianmu dan nanti bisa jadi berkepala besar," merendah Liok Bie Lan. "Apakah memang aku masih cantik ?"

"Tentu... aku tak sangka bahwa semakin lama kau semakin cantik saja. Hari ini baru kulihat bahwa kau memang benar-benar sangat cantik."

Bwee sim- mo-li tertawa, menghampiri si pendeta, kemudian merangkul lehernya.

"Taisu, tertarikkah kau padaku ?" bisik Bwee sim-mo-li dengan sikap manja, matanya memandang dengan gairah, tubuhnya begitu hangat memeluk si pendeta dadanya yang padat membusung rapat menekan dada Si pendeta.

"Sudah berapa banyak pemuda yang kau korbankan, Bie Lan Moay-moay ?" balas tanya si pendeta.

Bwee-sim-mo li terkejut, dia merenggangkan pelukannya, menatap si pendeta seperti tidak mengerti apa yang ditanyakan si pendeta "Apa maksudmu, Taisu ?"



"Kudengar akhir-akhir ini murid-murid-mu rajin sekali menangkapi pemuda-pemuda muda sama seperti seorang pemburu menangkap kelinci-kelinci saja. Tentu semuanya itu atas perintahmu, bukan ?"

"Aku kesepian, Taisu," akhirnya Bwee-sim-mo-li bisa mengendalikan goncangan hatinya. Semula dia menyangka si pendeta mengetahui dia memanfaatkan sari-hidup pe-muda-nemudi itu untuk kepentingan latihan sinkangnya. Tapi, dia masih tak yakin bahwa Tang San Siansu mengetahui hal itu, maka dia beralasan bahwa dia kesepian.

"Tak ada seorangpun yang mau menemaniku. Pemuda-pemuda itu bodoh-bodoh semua tak ada yang bisa menyenangkan hatiku, maka aku mengganti-ganti mereka"

"Mengapa tidak memberitahukan kepada ku sejak dulu bahwa kau kesepian, Bie Lao Maay-moay ?" bilang si pendeta sambil tertawa dan memeluk Bwee sun-mo-li. "Jika saja kau mau berterus terang padaku, maka aku dapat menggembirakan hatimu. Benar usiaku tidak muda lagi, tapi kutira bicara soal pengalaman dalam urusan yang satu itu aku jauh lebih menang dibandingkan dengan pemuda manapun juga."

"Akh, Taisu mana mau padaku ? Aku manusia apa sehingga bisa menerima kehormatan dari Taisu ?" Sengaja Bwee-sim-mo li merendah, sedangkan hatiiya merasa lega, sebab si pendeta sudah tidak mendesaknya terus masalah pemuda-pemuda yang ditawan oleh murid-muridnya. Tampaknya si pendeta mau mempercayai keterangannya bahwa dia kesepian dan hendak ditemani dan dihangati oleh pemuda-pemuda itu...Taisu hanya bergurau saja."

Tang San Siansu merangkul Bwee sim-mo-li. dengar sungguh-sungguh dia bilang: "Siapa yang mengatakan aku main-main ? Apakah aku pernah bicara main-main dengan kau. Bie Lan Moay moay ? Aku telah bicara yang sejujurnya, bahwa aku hari ini baru menyadari kau sebenarnya seorang wanita yang memiliki kecantikan luar biasa, kedatanganku kemari sebetulnya hendak memberitahukan kepadamu, bahwa jam 4 pagi hari ini kita akan berangkat ke kotaraja, tapi siapa sangka justru aku melihat kau demikian cantik, marilah kita melewatkan sisa-sisa waktu kita berdua, untuk bersenang-senang."

Bwe sim-mo-li tertawa bergelinjang dalam pelukan si pendeta, liar sekali. Dan memang akhirnya dia harus mengakui Tang San Siansu bisa melebihi dari kemampuan pemuda-pemuda yang pernah coba menghangatinya dan pada akhirnya di bunuh-bunuhnya itu. Satu kemenangan Tang San Siansu dia memiliki sinkang yang sudah terlatih tinggi maka dia bisa memakai sinkangnya yang disalurkannya sekehendak hati untuk menyenangkan Bwee sim-mo li.

Ruangan yang semula dingin itu jadi hangat, Tang San Siansu sendiri seperti lupa, bahwa tak lama lagi, jam 4 pagi dia harus berangkat bersama rombongan muridnya untuk kembali ke kotaraja. Dia sibuk sekali dengan Bwee sim mo-li.

Dua orang manusia yang berbeda kelamin tapi memiliki tabiat dan watak sama buruk dan bejadnya, telah bertemu dan merasa sangat cocok satu dengan yang lainnya menyebabkan mereka berdua lupa pada segala sesuatu apapun juga.

Dua manusia yang sama kejamnya dan sama sesatnya ini, menghalalkan apapun yang mereka senangi. Karenanya juga, mereka sudah tak peduli lagi sekelilingnya, mereka terlalu sibuk untuk memperhatikan keadaan di sekitarnya.

Bwee-si m rno-li sendiri sebetulnya memiliki rencana yang cuma diketahui olehnya. Dia sengaja melayani Tang San Siansu dan berusaha menyenangkan hati si pendeta, jika bisa dia hendak menguasai pendeta ini dengan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Benar kepandaian Tang San Siansu lebih tinggi darinya, tapi Tang San Siansu tetap seorang laki-laki.

Bukankah ada kata-kata yang menyatakan bahwa laki-laki biasanya bertekuk lutut di bawah kaki wanita cantik? Dan Bwe sim mo-li ingin memanfaatkan kecantikan wajah maupun kemontokan badannya menaklukkan Tang San Siansu. dan rencana-rencananya itu sudah memenuhi otaknya, dia menghendaki juga kepandaian Tang San Siansu.

Bwee sim-mo li yakin, jika berhasil memakai kecantikannya menundukkan pendeta ini jelas akhirnya ia berhasil membujuk si pendeta untuk memberitahukan kouwhoat ( teori ) ilmu silat andalan sipendeta tersebut.

-OOOO

JAM empat pagi rombongan Cu Lie Seng meninggalkan gedung Siangkoan Giok Lin. Mereka terdiri dari orang-orang yang berkepandaian tinggi sekali. Bahkan diantara mereka tampak Tang San Siansu. Bwee-sim-mo li, Pak Mo Tang Mo, See Mo dan Lam Mo, Ban It Say, Thio Yu Liang dan si pengemis tua yang sudah mengkhianati kaipang yaitu Kiu ci-sin kai Ho Beng Su.

Siangkoan Giok Lin selalu jalan berendeng disamping Cu Lie Seng, dia berusaha bermuka-muka pada putera Cu kongkong ini.

Dengan jumlah mereka yang cukup banyak dan semuanya terdiri orang-orang berkepandaian tinggi, siapa yang berani untuk menghadang mereka buat merebut daftar orang-orang kangouw? Siapa yang memiliki nyali dan keberanian untuk berurusan dengan rombongan orang-orang yang semuanya sangat lihai dan ganas ini ?

Tang San Siansu sudah memberitahukan kepada semua orang dalam rombongannya, bahwa mereka melakukan perjalanan dengan berjalan kaki sampai dikota Ceng shia, dari sana barulah mempergunakan kuda. Alasannya agar tidak terlalu menarik perhatian orang.

Sedangkan pasukan tentara kerajaan yang semula dibawa Cu Lie Seng, diperintahkan pulang lebih dulu kekotaraja, karena Tang San Siansu bilang mereka tak diperlukan lagi. Dengan adanya dia dalam rombongan itu, di tambah oleh tokoh-tokoh persilatan yang semuanya lihai dan berkepandaian tinggi, tak ada yang perlu dikuatirkan lagi.



Rombongan Tang San Siansu tiba didepan lembah yang ada dikaki gunung Cu-san sebelah barat, pada sore itu, mereka bermaksud beristirahat disitu.

Tapi, waktu Tang San Siansu tengah mengatur rombongannya untuk mengambil posisi yang berpencar mendirikan tenda-tenda, mendadak terdengar suara langkah kaki kuda yang dilarikan cepat sekali. Mata Tang San Siansu berkilat tajam, menoleh menatap bengis kepada penunggang kuda yang tengah mendatangi.

Ternyata penunggang kuda itu seorang laki-laki tua berusia enam pulah tahun lebih, tubuhnya kurus mukanya pucat seperti orang penyakitan dan lemah.

Penunggang kuda itu melarikan terus tunggangannya tanpa menoleh. Ban It Say segera hendak mengejar, tapi ditahan Tang San Siansu. "Biarkan dia pergi. Tak mungkin dia mata-mata musuh. Siapa yang memiliki nyali untuk berurusan dengan kita?"

Ban It Say mengiyakan. dia juga melihat penunggang kuda itu pucat dan lemah seperti orang penyakitan, karenanya diapun yakin bahwa orang itu mata-mata musuh.

Mereka mendirikan tenda-tenda yang jaraknya terpisah cukup jauh, Maksud Tang-San Siansu jika ada rombongan musuh menyerang, mereka tidak terkepung disuatu tempat, ini bisa memungkinkan mereka memberikan perlawanan kepada musuh.

Tempat di mana rombongan Tang San-Siansu bermalam ternyata sangat sepi, tak terlihat seorang manusiapun lewat di jalan depan lembah tersebut sejak orang bermuka pucat dan lemah berpenyakitan itu, tak ada orang lain yang lewat di situ.

Magrib telah lewat, malam membuat tempat itu jadi gelap. Rombongan Tang San Siansu beristirahat. Sedangkan Tang San Siansu didalam tendanya bukan seorang diri, melainkan berdiam dengan Bwee-sim-mo-li ! Mereka tengah bermesra-mesraan untuk melenyapkan dinginnya hawa malam.

Tetapi, di luar dugaan penglihatan Tang-San Siansu dan rombongannya, justeru diantara semak belukar dikegelapan malam beberapa sosok tubuh bergerak hati-hati dan perlahan-lahan mendekati tenda-tenda tersebut, Jumlah sosok tubuh itu mungkin lebih dari sepuluh orang, semuanya berpakaian penuh tambal, tanda bahwa mereka adalah rombongan pengemis.

Dari sikap pengemis-pengemis yang mendekati tenda, jelas mereka bersikap hati-hati, agar orang-orang yang tengah beristirahat didalam tenda itu tak mengetahui kedatangan mereka. Lama juga rombongan pengemis itu mengintai tenda-tenda rombongan Tang San Siansu, sampai akhirnya waktu mendekati tengah malam, terdengar suara pekik kera, dan para pengemis itu mendekam di tanah.

Ternyata suara pekik kera itu adalah pekik pemimpin mereka, yang meniru pekik seekor kera. Rupanya waktu yang mereka nantikan telah tiba. Pengemis-pengemis itupun bukan hanya belasan orang saja, sebab di belakang mereka ada rombongan pengemis lainnya, yang jumlahnya cukup banyak, mungkin hampir duapuluh orang.

Mereka rupanya memecah diri menjadi dua rombongan dan perintah-perintah dikeluarkan oleh pemimpin mereka dengan meniru suara pekik kera. Perlahan-lahan mereka merangkak mendekati tenda-tenda rombongan Tang San Siansu.

Waktu terdengar lagi suara pekik kera, mendadak rombongan penjemis itu menyerbu salah sebuah tenda yang ada di sebelah kanan, kurang lebih delapan orang yang menyerbu masuk ke dalam tenda itu kepandaian mereka rata-rata tinggi, karena selain gesit,merekapun dapat melakukan penyerangan ke arah tempat yang mereka duga penghuni tenda rebah tidur.

Namun mereka kecewa. Tenda itu kosong, tidak ada seorang manusiapun juga. Cepat-cepat kedelapan pengemis itu menerobos keluar dari tenda, tapi sudah terlambat. Di situ tampak Cu Lie Seng berdua Thio Yu Liang menghadang jalan keluar pengemis-pengemis itu.

Tanpa banyak bicara pengemis-pencemis itu menerjang Thio Yu Liang dan Cu Lie Seng, tapi kedua orang tersebut masing-masing memiliki kepandaian tinggi, dua orang pengemis yang maju paling depan dibikin terpental oleh pukulan tangan Cu Lie Seng, sedangkan Thio Yu Liang membikin terbanting seorang pengemis lainnya.

Lima orang pengemis lainnya nekad menerjang terus, tapi dengan mudah merekapun dirubuhkan, Cu Lie Seng mempergunakan pukulan-pukulan "Liong-beng-kun" merobohkan lawan-lawannya karenanya para pengemis itu jadi tak berdaya, sedangkan Thio Yu Liang mempergunakan pedangnya untuk melukai lawan-lawannya.

Kedelapan pengemis yang terpelanting itu merangkak bangun. Cu Lie Seng maju hendak membekuk salah seorang di antara mereka, mendadak pengemis itu mengayunkan tangannya. Cu Lie Seng melihat lawannya menyerang mempergunakan senjata rahasia, mengibaskan tangannya untuk menghalau senjata-senjata rahasia lawan.

Tapi dia mengibas tempat kosong, karena tak ada senjata rahasia yang berhasil disampoknya. Rupanya si pengemis cuma menggertak dengan gerak-tangannya tersebut, begitu Cu Lie Seng mengibas, dia menubruk membenturkan kepala pada perut Cu Lie Seng.

Kaget pemuda che Cu, dia coba berkelit, tapi terlambat, samping pinggangnya masih kena diseruduk oleh pengemis itu. Sakit dan gusar Cu Lie Seng tak pikir dua kali, telapak tangannya menghantam dahsyat punggung pengemis itu, sampai terdengar suara "Dessss! Bukkkkkk!", disusul suara tertahan dari si pengemis. Tapi kemudian secepat kilat pengemis itu berlari menerobos keluar tenda, tangannya kembali bergerak.

Cu Lie Seng menubruk karena menyangka pengemis ini cuma ingin menggertaknya lagi. Tapi dadanya segera jadi panas, karena sesuatu benda meledak keras di depan dadanya, asap tebal mengepul di dalam tenda itu.



Pengemis-pengemis lainnya juga bersama-sama secara berbareng telah membanting sesuatu benda, yang meledak dan mengeluarkan gumpalan asap, sehingga di dalam tenda itu penuh oleh gumpalan asap.

Gumpalan asap itu membuat mata Cu Lie Seng dan Thio Yu Liang jadi pedih-pedih... mereka mengibas-ngibaskan lengan baju untuk membuyarkan gumpalan asap dan menerobos keluar. Setelah berada di luar tenda, mereka bisa bernapas lega.

Tapi pengemis-pengemis itu sudah lari cukup jauh.

"Kejar !" teriak Thio Yu Liang, Tapi lengannya dipegang Cu Lie Seng.

"Jangan biarkan mereka lolos, kongcu !"

Thio Yu Liang masih ngotot agar Cu Lie Seng bersama dia mengejar pengemis-pengemis itu. Tapi Cu Lie Seng tetap menahannya "Biarkan mereka pergi !"

Pengemis-pengemis yang lainnya, yang tadi menyerbu ke tenda lain, sudah berhasil melarikan diri juga setelah membanting cukup banyak bahan-bahan peledak yang menimbulkan gumpalan asap tebal.

Tadi Tang San Siansu berdua Bwee-sim-mo-li tengah asyik-masyuk hangat mesra, jadi terkejut ada beberapa pengemis yang menerjang masuk ke dalam tenda mereka. Tang San Siansu menghantam dengan telapak tangannya, dua orang pengemis terjengkang rubuh, tapi waktu Tang San Siansu hendak bangun, berdiri untuk menghajar pengemis pengemis yang lain, sudah terdengar suara ledakan yang ramai dan tenda itu sudah dipenuhi oleh asap tebal.

Rupanya pengemis-pengemis itu membanting beberapa bahan peledak yang menimbulkan gumpalan asap tebal di dalam tenda. Bukan main gusar Tang San Siansu dan Bwee-sim-mo-li, mereka berusaha mencari jalan keluar dari tenda, karena napas mereka sesak dan mata mereka pedih sampai mengeluarkan air mata.

Tetapi pengemis pengemis yang lain sudah melarikan diri.

Ban It Say, Pak-mo, Tong-mo, Lam-mo dan See-mo sudah keluar dari tenda mereka, tapi disambut oleh pengemis pengemis yang melemparkan bahan peledak yang mengeluarkan asap tebal, sekitar tempat itu jadi penuh oleh gumpalan asap yang tebal.

Begitu.juga ketika Ho Beng Su keluar dari tendanya, disambut oleh ledakan-ledakan yang menyebabkan keadaan disekitarnya penuh oleh gumpalan asap. Ho Beng Su memaki kalang kabutan sambil mengibas-ngibaskan lengan bajunya untuk menghalau gumpalan asap itu, sambil menyerang membabi buta dalam gumpalan asap kepada pengemis-pengemis tersebut.."

Gumpalan-gumpalan asap itu tidak terlalu lama sudah membuyar dan keadaan di depan lembah bisa terlihat jelas lagi. Tapi di situ sudah tak ada pengemis-pengemis yang tadi menyerang, mereka telah meninggalkan tempat itu.

"Kejar!" teriak Tang San Siansu. "Mereka tak mungkin bisa pergi jauh!"

Tapi Cu Lie Seng cepat-cepat menghampiri gurunya. "Suhu, biarkan mereka pergi, kita jangan memecah kekuatan dengan mengejar mereka ke berbagai jurusan Jika nanti mereka datang lagi, kita baru habisi mereka."

Tang San Siansu mendongkol bukan main, tapi dia anggap alasan yang dikemukakan muridnya memang benar. Kalau mereka mengejar pengemis-pengemis itu, jelas mereka harus membagi diri keempat penjuru, karena mereka tak mengetahui kemana perginya pengemis-pengemis itu, apakah ke jurusan Selatan, Barat, Utara atau Timur. Dia tidak memaksa lagi untuk mengejar pengemis-pengemis itu.

Cu Lie Seng merogoh sakunya, tiba-tiba mukanya berobah. Dia juga mengeluarkan seruan tertahan.

"Kenapa?" tanya Tang San Siansu dan yang lainnya hampir berbareng, hati mereka merasa tidak enak menduga sesuatu.

"Daftar itu dapat dicopet oleh salah seorang pengemis-pengemis itu yang membentur pinggangku dengan kepalanya," menyahuti Cu Lie Seng.

"Hah? Celaka!" Berseru Thio Yu Liang dan Siangkoan Giok Lin hampir bersamaan. Kita harus mengejar mereka..."

Cu Lie Seng sudah menggeleng, sikapnya sudah tenang kembali.

"Tenang..! Tenang...!" Dia memberi isyarat agar semua orang mendekat padanya. "Aku sudah menduga," katanya dengan suara perlahan, "banyak pihak yang akan menghadang perjalanan kita. Karenanya siang-siang sudah kusiapkan salinan daftar nama orang-orang kangouw itu.

Tentu saja yang kukantongi ini adalah daftar orang-orang kangouw yang keliru, bukan yang sebenarnya. Dengan cara demikian kita bisa membuat mereka saling mencurigai, karena mereka tak mengetahui siapa yang benar-benar telah bersedia untuk bekerja demi kerajaan! Aku menulis nama-nama mereka yang tak bersedia bekerja sama dengan kita!"

Muka orang-orang itu jadi berobah tenang, malah tersenyum-senyum. Siangkoan Giok Lin malah segera memuji: "Sungguh Cu-kongcu sangat cerdik. Dengan demikian mereka akan keliru memusuhi teman-temannya sendiri! Bagus! Selanjutnya kita, harus hati-hati, karena kukira masih ada rombongan iainnya yang mengincar daftar nama-nama itu! "

Cu Lie Seng mengangguk. "Ya aku telah membuat lagi daftar palsu, kalau mereka hendak mengambil daftar palsu itu, tentu kita tak perlu mati-matian mempertahankan, karena kita tak akan menderita kerugian apapun juga, bahkan mendapat keuntungan mereka jadi saling curiga mencurigai di antara sesama teman mereka!

Tang San Siansu menarik tangan muridnya. "Daftar nama-nama orang kangouw yang asli kau simpan di mana?"

-ooo0ooo-

BELASAN tahun yang lalu BOE BENG TJOE sangat terkenal sebagai penulis cerita silat nomor satu di Indonesia. Sangat banyak cerita silat yang ditulisnya dengan memikat, disadur dari buku-buku cerita silat terbitan Hongkong. Penulisan BOE BENG TJOE yang paling berhasil di antaranya: "SIA TIAUW ENGHIONG" (Kisah Memanah Rajawali), "SIN TIAUW HIAP LU" (Rajawali Sakti Dan PASANGAN PENDEKAR) dan "IE THIAN TO LIONG" (Kisah Membunuh Naga).

SEKARANG, untuk para pembaca kami persembahkan "LIONG KAK SIN HIAP" (Cula Naga Dan Pendekar Sakti), yang sama menariknya seperti "Sia Tiauw Enghiong", "Sin Tiauw Hiap Lu" maupun "le Thian To Liong", karya-karya BOE BENG TJOE yang belasan tahun lalu.

"LIONG KAK SIN HIAP" adalah karya pertama BOE BENG TJOE yang tahun 1979, merupakan satu-satunya cersil terbaik di tahun ini, juga merupakan kejutan menggembirakan dalam penerbitan cersil di Indonesia.

"Yang paling utama, kita harus berlaku lebih waspada. Biarpun yang akan kukantongi adalah daftar palsu. semuanya harus bersikap seakan-akan mati-matian melindungi benda ini, untuk melenyapkan kecurigaan mereka. Kalau kita terlalu mudah membiarkan mereka merampas daftar palsu, mereka juga akan berbalik pikir dan curiga."

Semua orang membenarkan perkataan Cu - Lie Seng. Waktu itu Tang San Siansu menoleh kepada Ho Beng Su. Katanya: "Ho-kisu, tampaknya mereka dari partaimu..."

Muka Kiu-ci-sin-kai berobah merah.

"Benar, mereka murid-murid kaipang." dia menyahuti. "Tadi juga kulihat beberapa orang hiocu yang telah berkumpul menjadi satu Melihat demikian kukira urusan ini sudah ditangani langsung oleh pangcu kai-pang..."

"Hemmm, jadi maksudmu sekarang ini para pengemis itu bergerak dibawah pimpinan pangcunya?" menegasi Tang San Siansu.

"Jika ada urusan penting, biasanya cuma diselesaikan lewat Tianglo. Tetapi kalau urusan demikian pentingnya, maka semua hiocu dari berbagai daerah dipanggil berkumpul dan yang berhak mengumpulkan hiocu adalah pangcu. Memang menurut perkiraanku sekarang ini yang memimpin mereka adalah pangcu..."

"Kalau begitu kita tunggu saja biar pangcu mereka menunjukkan dirinya sendiri !" kata Tang San Siansu tawar.

Semua orang baru menyadari sekarang mengapa pengemis-pengemis tadi demikian lihai dan gesit, sehingga dapat datang dan pergi begitu cepat. Mereka adalah orang-orang lihai tapi para pengemis itu bisa membuat mereka jadi kelabakan dan tak seorang pengemispun yang dapat mereka tawan.

Tak tahunya para pengemis itu merupakan ketua-ketua daerah cabang kaipang yang semuanya jelas memang memiliki kepandaian tinggi. Lolosnya semua pengemis itupun disebabkan faktor lain yaitu semuanya memakai bahan peledak yang mengeluarkan gumpalan asap menyakiti mata, kalau tidak. biarpun kepandaian pengemis-pengemis itu tinggi, tapi lak mungkin mereka bisa pergi segampang itu.

Cu Lie Seng telah menceritakan rencananya untuk menghadapi para pengemis dan kemungkinan serangan rombongan lain, Tang San Siansu sendiri memberikan petunjuk agar mereka bersikap seakan-akan tak terjadi sesuatu. Dengan sombong Tang San Siansu bilang:

"Jika nanti mereka memperlihatkan diri lagi, kita cuma harus hati-hati pada bahan peledak yang mengeluarkan asap, seterusnya kita harus menangkap satu-dua orang dari mereka. Kalau pangcu mereka sendiri yang memperlihatkan diri, biar aku yang membekuknya."


Merekapun kembali ke tenda masing-masing. tapi sekarang mereka berlaku hati-hati dan waspada, karena mereka kuatir di serang mendadak oleh musuh. Tampaknya bahwa rombongan mereka selama ini dibayangi musuh.

Malam semakin larut ....

OOi'OOOoi OOO

Suara burung kulik terdengar terbang di atas udara dengan suara kepak sayapnya yang memecah keheningan malam itu. Di kegelapan malam berkumpul belasan orang. Tempat itu terlindung oleh batu-batu gunung, dan juga sulit sekali dilihat oleh orang yang kebetulan lewat di tempat tersebut, itulah di sebelah barat dari lembah di kaki gunung Cu-san, tapi tempatnya yang melesak berada di balik batu-batu tebing yang tinggi, sehingga siapapun sulit mengetahui bahwa di situ terdapat tempat yang cukup luas.

Rupanya para pengemis yang tadi menyerang rombongan Tang San Siansu telah berkumpul di situ. Di tengah-tengah mereka duduk seorang pengemis tua dengan muka yang guram. Empat orang pengemis terluka akibat penyerangan tersebut inilah yang membuat muka pengemis tua yang jadi pemimpin mereka murung.

"Apakah luka-luka kalian tak membahayakan ?" tanyanya pada keempat orang pengemis yang duduk dengan muka pucat karena luka di dalam tubuh.

"Kami kira masih bisa menyembuhkannya, pangcu," menyahuti salah seorang dari keempat pengemis yang terluka. Sedangkan pengemis-pengemis lainnya cuma berdiam diri memandang dengan kuatir kepada ke empat kawan mereka.

"Yang terpenting usaha kita berhasil. Tadi aku berhasil menerjang Cu Lie Seng dan mencopet daftar nama orang orang kangouw dari sakunya..." Sambil berkata begitu, dia merogo sakunya, mengeluarkan sebuah lipatan kertas, menyerahkan kepada pemimpinnya.

Muka para pengemis yang berkumpul di situ tampak berseri-seri. Memang tujuan mereka adalah merampas daftar nama orang2 kangouw yang diketahui tersimpan di saku Cu Lie Seng, yang akan membawanya kekotaraja.

Mereka sebelumnya memang sudah bertekad hendak mengadu jiwa jika gapal merampas daftar namun orang-orang kangouw dari tangan Cu Lie Seng, sebab mereka mengetahui bahwa rombongan Cu Lie Seng terdiri orang-orang lihai, termasuk Tang San Siansu.

Mereka yakin, jika mereka berterang menghadapi rombongan Cu Lie Seng, kemungkinan gagal akan besar sekali. Karenanya mereka memikirkan cara yang paling baik dan aman, yaitu dengan mempergunakan bahan peledak yang mengeluarkan asap air mata, dan secara nekad akan merampas daftar nama orang-orang kangouw dari tangan Cu Lie Seng.



Dan pengemis yang berhasil mencopet daftar nama orang-orang kangouw dari saku Cu Lie Seng memang berlaku sangat nekad, membiarkan tubuhnya dihantam oleh Cu Lie Seng dengan "Liong-beng-kun" nya, asal dia bisa mencopet daftar nama orang-orang kangouw.

Dia cuma memasang punggungnya terhantam telak oleh tangan Cu-Lie Seng, tangannya bekerja merogoh saku pemuda itu, dan dia untung memilki lwekang yang tinggi sehingga punggungnya dilindungi oleh hawa murninya kalau tidak, kontan di-situ juga si pengemis akan mati.

"Giau-hio-cu, jasamu sangat besar sekali, tanpa perduli keselamatanmu telah berhasil melaksanakan tugas ini dengan sebaik-baiknya." menghibur pemimpinnya, setelah mendengar cerita Giau-hiocu cara dia bisa mencopet daftar nama orang-orang kangouw tersebut. "Ini memiliki arti yang sebesar-besarnya untuk kepentingan sahabat-sahabat kangouw lainnya, karena dengan daftar ini kita bisa mengetahui siapa-siapa saja yang berkhianat dan bekerja untuk raja lalim itu!"

Semua mata mengawasi pangcu kaipang, waktu pemimpin mereka membuka lipatan kertas yang berisikan nama-nama orang kangouw.

Lama pangcu kaipang itu membacanya mendadak mukanya berobah pucat, dia juga mengeluarkan seruan tertahan. Semua pengemis mengawasi dengan hati tak tenang. Pangcu kaipang itu menghela napas, sikapnya jadi lesu.

"Sia-sia pengorbanan kalian," menggumam pangcu kapang itu pada akhirnya, perlahan suaranya. Dia meremas daftar nama orang-orang kangouw dan katanya:"Inilah daftar nama palsu !"

Semua pengemis berseru tertahan, mereka gusar bukan main telah dipermainkan oleh Cu Lie Seng. Tapi merekapun heran, mengapa pangcu mereka bisa ketahui bahwa daftar nama itu adalah palsu?

Setelah terdiam sejenak dan kemarahannya berkurang, pangcu kaipang itu menyodorkan kertas daftar nama orang-orang kangouw kepada Giau hiocu, katanya: "Bacalah ....."

Giau-hiocu dan pengemis-pengemis lainnya segera melihat isi daftar nama orang-orang kangouw. Tapi mereka tak mengetahui dimana letak kepalsuan daftar itu. Pada barisan pertama terlihat nama Huan su-to-jin dari Kun lun-san, kemudian Cing Siang Hu, diri Ceng-sia pai. Ada ratusan nama orang-orang kangouw yang tercatat disitu.

Giou hiocu tidak membaca terus daftar nama itu. Dia menoleh kepada pangcunya, dengan kecewa dia bertanya. "Benarkah daftar ini daftar palsu pangcu?"

Pangcunya mengangguk.

"Ya, coba kau baca pada baris keenam belas." menyahuti pangcu itu dengan suara tawar.

Gihou-hiou segera membaca baris keenam belas. Dia jadi berseru kaget dan mukanya berobah merah padam, Di situ tertulis nama Toan Yok, dari kaipang.

Toan Yok adalah pangcu Kaipang ! Dan ini mana mungkin bisa terjadi?

Jelaslah kini bahwa daftar yang dipegangnya memang daftar palsu. Tak mungkin nama Toan Yok, tertulis disitu jika daftar iiu daftar nama yang asli. Sedangkan Toan Yok mati-matian berusaha merebut daftar nama-nama orang kangouw, untuk mengetahui siapa-siapa saja yang sudah jadi pengkhianat dan mau bekerja pada Kaisar penjajah.

"Sekarang kau sudah mengerti, bukan?" tanya pangcu kaipang, Toan Yok, dengan muka yang murung. "inilah liciknya pemuda she Cu itu. Dia telah membuat daftar palsu dan membiarkan daftar ini diambil oleh kita untuk mengadu domba satu dengan yang lainnya diantara sesama kita!

Dia rupanya tahu dalam perjalanan pulang ke kotaraja pasti akan mengalami rintangan yang tidak sedikit, maka dipersiapkan daftar palsu ini, Sia-sia penyelidikan yang kita lakukan selama ini. karena biarpun kita berhasil merampas daftar nama orang-orang kangouw, inilah daftar palsu!" Dan Toan Yok menghela napas dalam-dalam kecewa sekali. Tapi mendadak dia menepuk pahanya.

"Dengarlah!" katanya pada pengemis-pengemis lain yang duduk dengan murka, penasaran dan kecewa bercampur aduk menjadi satu. "Ada untungnya kita memperoleh- daftar nama ini! Biarpun Cu Lie Seng sangat licik, tapi dia sudah melakukan suatu kekeliruan ! Nama-nama yang tercatat di sini semuanya pasti bukan orang-orang yang bekerja untuk pihaknya, dia sengaja memfitnah orang kangouw yang tak mau tunduk padanya. Karenanya, sekarang kita sudah memiliki pegangan, bahwa orang-orang yang tertulis namanya di sini adalah sahabat kita dalam menghadapi kerajaan penjahat ! Sebab itu, daftar palsu inipun memiliki kegunaan yang cukup besar buat kita!"

Muka pengemis-pengemis lainnya juga jadi girang, mereka segera bisa tersenyum-senyum lagi. Jadi tidak terlalu sia-sia apa yang telah mereka lakukan belum lama itu dengan penuh kenekadan. sedikitnya mereka bisa memiliki pegangan bahwa orang-orang yang tercatat dalam daftar palsu ini adalah orang-orang yang tak mau bekerja pada pemerintah penjahat itu !

Toan Yok menghela napas.

"Tadi kalian sudah berjuang demikian gagah dan terhormat," kata Toan Yok kemudian. "Ini membuat aku terharu atas kesetiaan kalian. Kalian juga telah melarang aku sementara ini tidak memperlihatkan diri, karena kalian kuatirkan keselamatanku ! Melihat keadaan demikian tampaknya sulit aku berdiam diri saja, bagaimanapun aku harus tampil untuk mengurusnya."

"Tapi pangcu... mereka semuanya merupakan iblis-iblis tangguh, jumlah mereka banyak. Kalau cuma menghadapi Tang San si keparat, tentu kami akan menyetujui pangcu mengurusnya, sekarang keadaannya tidak cocok dan kurang bermanfaat jika pangcu sendiri yang mengurusnya.

Bukan berarti kami mengartikan bahwa kepandaian pangcu belum cukup mengatasi mereka, namun kita harus mempertimbangkan sebaik-baiknya, agar kerugian kita tidak terlalu besar. Kalau pangcu lerluka, tentu kami seperti si buta kehilangan tongkat. Keadaan demikian lebih berat dan berbahaya, sebab kami tak tahu lagi apa yang harus dilakukan tanpa memperoleh petunjuk pangcu," kata Giau-hiocu.



"Sebab itu pangcu, biarlah kami-kami saja dulu yang mengurusnya. Kalau keadaan sudah terlalu parah, barulah pangcu yang tampil."

Toan Yok seorang berilmu tinggi dan berpengalaman. Dia seorang tokoh persilatan ternama, dengan kaipangnya yang disegani semua orang kangouw. Tetapi diapun bisa memaklumi perasaan hiocu-hiocunya ini. lawan berjumlah sangat banyak, terdiri dari tokoh-tokoh hitam rimba persilatan, jika dia sendiri yang menghadapinya, ini sangat berbahaya.

Menghadapi Tang San Siansu seorang saja, belum tentu Toan Yok bisa merobohkan pendeta itu, biarpun Tang San Siansu belum tentu bisa mengalahkannya. Tapi ini merupakan resiko yang sangat besar, dimana dia harus menghadapi Tang San Siansu yang didampingi oleh Ban It Say, Cu Lie Seng, Thio Yu Liang. Bwee-sim-mo-li, Pak-mo, See mo dan yang lain-lainnya....

"Laporan buat pangcu," kata pengemis yang duduk disebelah kanan Toan Yok. "Tadi di antara orang-orangnya si pemuda she Cu ini terdapat Ho Beng Su."

Toan Yok mengangguk dengan muka muram.

"Ya, kitapun harus menangkapnya, untuk dihukum atas pengkhianatan yang dilakukannya," kata ketua Kaipang. "Dia berkhianat meninggalkan pintu perguruan kita serta kini menjadi budak raja lalim itu. Dosanya sangat besar. Walaupun bagaimana dia harus dapat kita tangkap, untuk dibawa pulang ke pusat dan menjatuhkan hukuman sesuai dengan dosanya itu"

"Apakah tak perlu dinasehati satu kali lagi padanya, pangcu?" tanya pengemis itu.

"Ciang-hiocu, sudah terbukti dia berkhianat dan menjadi budak raja lalim itu, melanggar pantangan terbesar dari partai kita. Jika iapun dalam keadaan terdesak nanti dan tak bisa mengadakan perlawanan, jatuh ketangan kita dan tahu akan menerima hukuman berat, kemudian menyatakan ia menyesal atas jalannya yang keliru itu, lalu apa yang hendak dipertimbangkan lagi ? Coba jika kita gagal nanti menangkapnya, jangan berharap dia bisa menyesali kesesatannya itu!"

Ciang hiocu, pengemis yang duduk di sebelan kanan itu mengangguk-angguk, demikian juga pengemis-pengemis yang lainnya.

"Sekarang," kata Toan Yok lebih jauh, "kita harus mengawasi terus rombongan Tang San si pendeta busuk, jika ada kesempatan kita akan turun tangan. Akupun akan perintahkan pada semua Tianglo berkumpul dan nanti membantu kita menghadapi pihak Tang San si pendeta jahat !"

Kemudian Toan Yok memberikan berbagai petunjuk kepada semua pengemis itu, apa yang harus mereka lakukan lebih jauh. Setelah selesai, penemuan tersebut bubar, mereka berpencar, tapi mempunyai tujuan satu, yaitu akan terus mengawasi rombongan Tang San Siansu, mereka tak akan turun tangan sebelum ada kesempatan baik.

Mereka menyadari, betapapun Tang San Siansu dan rombongannya merupakan tokoh lihai rimba persilatan, karenanya mereka tak dapat turun tangan secara ceroboh dan sembarangan. Ini bukan berarti mereka gentar berurusan dengan Tang San Siansu dan rombongannya, tapi mereka hendak mencegah jatuh korban dipihak kaipang, kalau bisa sedikit mungkin dan tujuan mereka tercapai, yaitu merampas daftar nama orang-orang kangouw yang asli.

oooo) )(oooo

SINAR matahari pagi mulai menghanga-ti sekitar lembah di kaki gunung Cu-san, burung-burung mulai berkicau. Tang San Siansu dan rombongannya bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan mereka.

Mereka selalu berwaspada terhadap kemungkinan adanya serangan mendadak dari pihak lawan. Mereka yakin, di samping pihak kaipang yang hendak mengganggu dan menyerang mereka, pasti banyak orang-orang kangouw berbagai aliran yang tengah mengincar mereka.

Karena itu, walaupun mereka tidak gentar menghadapi pihak mana pun yang hendak merampas daftar, tapi setidak-tidaknya rombongan Tang San Siansu bersikap waspada dan hati-hati. Inilah yang menyebabkan mengapa Tang San Siansu memilih perjalanan mereka dengan berjalan kaki, sebab menurut Tang San Siansu jika mereka mempergunakan kuda, tentu binatang itu bisa panik dan lari sembrawut sulit dikendalikan, yang akhirnya memisahkan mereka satu dengan yang lainnya pada jarak yang cukup jauh, jika di serangan mendadak dari pihak lawan.

Sedangkan melakukan perjalanan dengan jalan kaki menyebabkan mereka selalu bisa tetap bersama jika ada serangan lawan, sehingga kekuatan mereka tidak terpecahkan.

Melakukan perjalanan di lembah pada kaki gunung Cu-san ternyata tidak begitu mudah, karena selain cukup banyak tempat-tempat yang curam dan semak-belukar tumbuh liar sekali. Menjelang tengah hari, mereka berada disebelah lainnya dari lembah itu, tapi belum berhasil keluar dari lembah tersebut. Bwee sim-mo-li tampak jengkel dan sering menggerutu, tapi Tang San Siausu tak mengacuhkan sikap iblis-wanita ini.

"Kita istirahat disini," kata Tang San Siansu dan duduk disebongkah batu gunung, menghapus keringat yang mengucur deras di mukanya.

Yang lainnya segera mencari tempat yang sejuk dan teduh terhindar dari sinar matahari yang memancar begitu terik. Tapi, belum lagi mereka sempat membuka buntalan masing-untuk mengeluarkan bekal makanan, mendadak terdengar suara gemuruh yang deras sekali, berisik disertai jatuhnya batu-batu kerikil. Semua orang menoleh ke atas dan jadi kaget.

Sebungkah batu gunung berukiran besar menggelundung turun ke arah mereka. "Menyingkir!" Teriak Tang San Siansu, dia sendiri sudah melesat ketempat yang sekiranya aman dari sambaran batu yang tengah meluncur turun dengan cepat. Yang lainnya juga cepat cepat menyingkir.

Diiringi suara berisik, batu besar itu ambruk di bawah tebing, menyebabkan debu bertebaran kemana-mana, diiringi juga dengan batu-batu kerikil yang ikut berjatuhan akibat tebing kena benturan bongkahan batu tersebut.



Gusar bukan main Tang San Siansu menoleh ke atas, karena pendeta ini menduga pasti ada seseorang yang sengaja mendorong jatuh batu di atas tebing itu, untuk mencelakai rombongannya. Sedangkan Cu Lie Seng dan yang lainnya juga telah mengawasi ke atas.

Tebing itu cukup tinggi, mungkin hampir seratus tombak, di tepi tebing itu, berdiri sesosok tubuh, bahkan terdengar suara tertawa yang nyaring bergema di sekitar lembah tersebut.

Tidak kepalang marahnya Tang San siansu darahnya meluap. Dia mengibaskan tangannya, tubuhnya meloncat gesit dan ringan sekali, maksudnya hendak mendaki tebing itu buat mengejar orang yang telah menyerang rombongannya dengan bongkahan batu besar itu. Namun, dia membatalkan maksudnya, karena orang di atas tebing itu justru sambil terus tertawa tengah meluncur menuruni tebing !

Yang mengejutkan, orang itu tampaknya tak mengalami kesulitan apa-apa menuruni tebing itu, tubuhnya berlari-lari dengan telapak kaki setiap menginjak tebing seperti melekat sehingga tubuhnya tidak jatuh ke bawah.

Itulah ilmu yang sangat menakjubkan, karena tebing itu sendiri hampir berada dalam posisi tegak menjulang ke atas, walau pun ginkang seseorang sudah mahir, namun berlari-lari menuruni tebing yang posisinya maupun letak kedudukannya tegak ke atas seperti tebing ini, merupakan pekerjaan yang tidak mudah.

Namun kenyataannya orang itu dapat berlari dengan cepat, bahkan dalam waktu singkat telah sampai di bawah tebing di dalam lembah.

Sekarang Tang San Siansu dan yang lainnya baru bisa melihat jelas, dialah seorang nenek-nenek tua yang mungkin usianya sudah mencapai tujuh puluh tahun, karena badannyapun sudah agak membungkuk! Entah siapa nenek tua ini, Tang San Siansu dan yang lainnya jadi benanya-tanya, karena nenek tua ini tampaknya sudah makan nyali macan sehingga berani membentur rombongan pendeta tersebut.

"Kalian kaget, heh ?" tanya si nenek dengan suara nyaring, bergema disekitar lembah itu, sikapnya sinis sekali. "Aku tahu batu itu tak mungkin bisa mencelakai kalian, tapi yang kuinginkan kalian menjadi kaget. Nah, kalian tadi kaget, bukan?" Sambil bertanya begitu- si nenek tua tersebut memperlihatkan sikap serius sekali, matanya terbuka lebar-lebar, kemudian tertawa nyaring lagi, seakan juga apa yang telah dilakukannya menyebabkannya merasa Iucu.

Ban It Say sejak tadi sudah mendongkol apa lagi sekarang melihat kelakuan nenek tua seperti mengejek dan tidak memandang sebelah mata, sudah tak bisa menahan diri. Tahu-tahu dia meloncat ke depan, ke dekat si nenek tua, tangan kanannya menyambar ke pundak nenek tua tersebut, diiringi bentakannya- "Kau rupanya sudah tak sabar ingin pergi ke neraka, siluman tua!"

"Ih,ih,ih, ihi. ihi, jangan galak-galak begitu dong!" menyahuti nenek tua itu, tahu-tahu tubuhnya sudah melejit ke samping dia sudah terhindar dari sambaran tangan Ban-It Say.

Congkoan Gi-lim-kun bukan orang sembarangan, kepandaiannya tinggi, karena itu, dia tambah penasaran karena nenek tua tersebut bisa menghindari tangannya, apa lagi peristiwa ini disaksikan oleh Tang San Siansu dan kawan-kawannya yang lain, jelas ini menyebabkan dia menjadi malu kehilangan muka terang setengah kalap dia lompat lagi ke dekat nenek tua tersebut, sekali ini dia menyerang dahsyat dengan kedua tangannya.

Angin pukulan kedua tangannya menimbulkan suara kesiutan keras sekali. Sekaligus dia menyerang empat bagian mematikan dan berbahaya di tubuh nenek tua itu, dia juga tak tanggung-tanggung mempergunakan tenaga dalam pada kedua telapak tangannya.

Dalam gusarnya, dia tak peduli bahwa lawannya ini adalah seorang nenek tua yang karena sudah tuanya sampai badannya agak membungkuk. Dia menghendaki kematian si nenek.

Tapi nenek tua itu tetap tenang, bahkan sekali ini dia tak memperlihat usaha untuk menghindar, cuma berdiri di tempatnya dengan bibir tersenyum mengejek, tangan kanannya saja yang terangkat, jari telunjuk dengan ibu jarinya menjentik, meluncur benda putih berkilauan tertimpa matahari.

"Serrrr...!" kuat sekali benda putih kecil itu menyambar ke dada Ban It Say.

Ban It Say kaget sebagai orang berpengalaman dia menyadari benda ini tak boleh diremehkan. Tapi dia tak mau menghentikan sambaran tangan kanannya, yang tetap menyambar ke arah leher si nenek, sedangkan tangan kirinya menyampok benda putih itu.

Benda putih itu kena disampok oleh Ban It Say, tapi tidak terpental, melainkan meledak dan hancur tanpa bekas.

Kaget Ban It Say, dia menyangka bahwa si nenek sudah mempergunakan bahan peledak yang mungkin saja beracun. Tapi yang membuat Ban It Say lebih kaget lagi, tubuhnya menggigil, sampai tangan kanannya yang menyambar ke leher si nenek seperti tergetar keras, memaksa dia menarik pulang tangan kanannya itu membatalkan serangannya.

Cepat-cepat Ban It Say mengempos hawa murni tubuhnya, karena dirasakan pecahan benda putih itu mendatangkan hawa dingin luar biasa pada dirinya, yang membuat dia jadi menggigil. Dengan mengerahkan lwekangnya dia bermaksud mengusir hawa dingin tersebut, tapi gagal. Tubuhnya tetap menggigil, hawa dingin yang berasal dari ledakan benda putih sinenek begitu dingin, seakan menusuk ke tulang-tulang tubuhnya, bahkan kedua kakinya ikut menggigil.

Menyadari bahaya yang mengancam dirinya, Ban It Say tidak buang-buang waktu lagi segera meloncat ke belakang buat menjauhi si nenek. Dengan keadaan seperti itu, waktu tubuhnya menggigil kedinginan, si nenek bisa saja membarengi menyerang dirinya, itulah sebabnya Ban It Say meloncat mundur.

Semua orang yang menyaksikan kejadian ini jadi heran bukan main. Mereka melihat tangan kanan Ban It Say hampir mengenai sasarannya, yaitu leher si nenek, tapi mendadak mereka melihat Ban It Say menarik pulang tangan kanannya, bahkan kemudian berdiri menggigil, dibarengi lagi dengan loncat ke belakang menjauhi si nenek. Entah apa yang terjadi ?



"Siluman tua, kau gunakan ilmu siluman apa, heh?" Teriak Ban It Say bertambah kalap, dia sudah berusaha mengendalikan hawa dingin yang menyerang dirinya, dia berhasil hatinya dirasakan ulu hatinya jadi dingin sekali. "Kau harus membayar semua ini dengan jiwamu!"

Dengan gesit Ban It Say sudah meloncat lagi kepada si nenek bermaksud untuk membinasakan si nenek tua. Sekarang dia sudah bersiap-siap, dengan lwekang yang disalurkan melindungi sekujur tubuhnya, karena kuatir nenek tua itu mempergunakan benda putih yang bisa mendatangkan rasa dingin luar biasa itu.

Sekarang, biarpun si nenek mempergunakan lagi benda putihnya yang sangat dingin itu, jangan harap bisa membuat Ban It Say menggigil seperti tadi. Kalau tadi dia kena dibikin gemetar oleh si-nenek akibat hawa dingin dari benda putih itu, karena sebelumnya Ban It Say memandang rendah si nenek yang sudah tua ini, dia pikir satu atau duakali serangan sudah bisa merobohkan si nenek.

Sekarang Ban It Say tidak berani meremehkan lagi, dia mempergunakan delapan bagian tenaganya untuk menerjang si nenek.

Si nenek tua bungkuk itu tetap tenang, dia sama sekali tak bermaksud untuk menghindar dari terjangan Ban It Say, hanya tangannya menjentik dua kali. Kini dua butir benda putih berkilauan menyambar pada dada dan perut Ban It Say.

Karena tadi sudah mengalami akibat menyampok benda nutih itu tubuhnya jadi menggigil kedinginan, sekarang Ban It Say tidak pedulikan kedua benda putih itu, yang seperti kristal atau kaca bening, dia membiarkan saja benda itu menyambar ke dadanya dan perutnya, sedangkan kedua tangannya telah diulurkan untuk mencengkeram pundak dan dada si nenek tua.

Tubuh Ban It Say sendiri menyambar terapung dari tengah udara, sikapnya seperti seekor elang yang hendak menyambar arak kelinci.

"Tukkk . . . ! Tukkkk . .. . ! Dua benda putih yang dijentik si nenek mengenai dada dan perut Ban It Say. Bukan main akibatnya Ban It Say, congkoan Gi-lim-kun dari kota-raja yang berkepandaian tangguh, ternyata begitu kesambar dua benda kecil berwarna putih dan sebesar biji lengkeng itu, terpental keras sekali terbanting di tanah dengan tubuh menggigil keras.

Karena waktu dia kena disambar kedua benda tersebut, tubuhnya seperti diguyur air yang sangat dingin, dadanya seperti beku dan dinginnya bukan main, membuat tubuhnya menggigil dan tenaganya seperti lenyap.

Jauh lebih dingin dari yang pertama tadi, sehingga tak ampun lagi tubuhnya meluncur terbantihg ditanah! Semua kawan-kawannya jadi kaget, Tang San Siansu sudah meloncat ke depan si nenek untuk mencegah nenek itu mempergunakan kesempatan tersebut menyerang Ban It Say lebih jauh.

Sedangkan Thio Yu Liang berdua Cu Lie Seng loncat ke dekat Ban It Say, untuk memberikan pertolongan.

Muka Ban It Say pucat pias, dia rebah di tanah dengan badan menggigil keras, giginya sampai bercatrukan dan bibirnya gemetar tak bisa bicara !

"Ban-taijin, kenapa kau?" tanya Cu Lie Seng kuatir dan campur heran menyaksikan keadaan Ban It Say seperti itu.

Ban It Say menggigil keras tak sanggup bicara, dia cuma menunjuk kearah si nenek tua yang waktu itu tengah berhadapan dengan Tang San Siansu. Cepat-cepat Thio Yu Liang memeriksa keadaan kawannya, alisnya jadi mengkerut dalam-dalam.

Dia tidak menemukan kelainan pada peredaran darah kawannya ini, tak ada yang tertotok, atau juga tak ada tubuhnya yang terluka. Tapi mengapa Ban It Say menggigil keras seperti ini?

Untuk menolongi kawannya, Thio Yu Liang segera menotok jalan darah Ciu-ma-hiat dan Yui-si-hiat, untuk menenangkan Ban It Say. Tapi siapa sangka, begitu kedua jalan darah ini ditotok oleh Thio Yu Liang seketika Ban It Say menjerit-jerit: "Dingin...! Dingin..!" Tubuhnya menggigil semakin keras. "Aduhh... dingin sekali...!"

Thio Yu Liang terkesiap, mukanya pucat. Apakan dia telah melakukan sesuatu kekeliruan pada totokannya. Tapi setelah memeriksanya, totokannya tepat pada tempatnya. Ini memang untuk pertolongan pertama pada orang yang keseimbangan dirinya tak terkuasai lagi. Tapi mengapa begitu Ban It Say tertotok malah bukannya jadi lebih baik dan lebih tenang, seb-ahtnya jidi menjerit-jerit karena penderitaannya rupanya bertambah besar juga.

"Ban-toako... kenapa kau sebenarnya...?" Tanya Thio Yu Liang sambil menggoncang-goncang badan Ban It Say dengan kedua tangannya. "Bagian manamu yang terserang ?"

"Aduhhh...! Dingin... Dinginnn.... Sangat dinginnnn . . .!" merintih Ban It Say menggigil keras sekali, giginya tetap bercatrukan.

Ban It Say seorang berkepandaian tinggi di kotaraja dia merupakan salah seorang jago istana yang paling diandalkan oleh Kaisar. Tapi sekarang, tanpa melalui pertempuran seru dengan si nenek belum lagi berhasil menyerang nenek bungkuk itu, dia sudah rubuh dan keadaannya jadi seperti ini.

Thio Yu Liang berdua Cu Lie Seng benar-benar heran dan tidak mengerti, mereka sampai saling tatap keheranan, akhirnya Cu Lie Seng berkata sambil mengerutkan alisnya : "Entah ilmu siluman apa yang dipergunakan nenek tua itu ?"

Cepat-cepat Thio Yu Liang menotok beberapa jalan darah yang berhubungan dengan jantung yang bisa mendatangkan hawa hangat pada tubuh jika jalan darah itu ditotok.

Dan begitu Thio Yu Liang menotok kembali Ban It Say kelojotan menggigil keras kedinginan, disertai jeritan-jeritan nyaring. Thio Yu Liang tak peduli, dia menotok Iagi dua jalan darah, tetap saja dia gagal. Setiap kali ditotok bukannya lebih tenang dan lebih baik keadaannya. Ban It Say malah menjerit-jerit seperti babi hendak dipotong, selalu menyebut-nyebut "Dingin .... Aduhhh dingin... dingin sekali .... Aduhhh, dingin.



Thio Yu Liang mengerutkan alisnya. Dia berdiri dengan gusar, Katanya pada Cu Lie Seng. "Cu kongcu, kita harus membekuk siluman tua itu buat memaksanya agar menyembuhkan Ban toako. Entah ilmu siluman apa yang sudah dipergunakannya?!"

Dia segera memutar mbuhnya, tapi dilihatnya Tang San Sian-su tengah berhadapan dengan nenek tua bungkuk itu, sedang bicara. Maka Thio Yu Liang menahan langkah kakinya, dia berdiri diam saja karena Thio Yu Liang tahu kalau dia maju mencampuri urusan ini Tang San Sian su pasti menjadi tak senang dan tersinggung.

Tang San Siansu waktu itu sudah berhadapan dengan nenek bungkuk sedangkan nenek bungkuk iiu sama sekali tidak gentar.

"Siapa kau mengapa mengganggu kami?" tegur si pendeta dengan suara tawar.

Si nenek tertawa nyaring, kemudian mengawasi tajam Tang San Siansu. "Siapa aku? Huh-huh-huh apakah kau tak kenal lagi kepadaku ! Kita pernah ketemu, tak mungkin kau lupa padaku!"

Tang San Siansu mengawasi tajam si nenek tua, mengurutkan alisnya dan berpikir keras untuk mengingat-ingat siapa sebenarnya nenek bungkuk ini. tapi tetap saju gagal untuk mengingatnya.

"Jangan berbelit-belit, perkenalkan siapa dirimu, aku paling tak mau membunuh orang yang tak bernama...!"

"Kalau kau memang tak biasa membunuh orang yang tak mau memberitahukan namanya kepadamu, ya kau menggelinding pergi-saja tak usah berdiri didepanku, karena aku tak mungkin memberitahukan namaku padamu."

Muka Tang San Siansu jadi berobah, matanya bersinar tajam, dia gusar mendengar jawaban si nenek tua yang seakan mengejek dan meremehkannya, si nenek sama sekali tak memperlihatkan perasaan gentar dan malah menantang sekali.

Biasanya, jika seseorang berhadapan dengan Tang San Siansu, tentu akan gentar dan belum apa-apa sudah menjadi gugup. Tapi nenek tua ini bahkan seperti sengaja hendak memancing kemurkaan Tang San Siansu.

"Hemm. kalau kau tak mau memberitahukan namamu secara baik baik, biarlah aku yang akan memaksa engkau memberitahukan namamu !" Sambil berkata begitu Tang San Siansu menyampok dengan tangan kanannya ke dada si nenek tua, maksudnya hendak memaksa nenek tua itu meloncat mundur ke belakang dan nanti dia akan menyusuli dengan pukulan tangan kirinya pada si nenek tua, pukulan yang menutup jalan keluar si nenek dari jaring pengaruh lingkungan pukulannya tersebut. Biasanya, jika Tang San Siansu menyerang seperti itu, sulit buat lawannya menghindarkan.

Tapi nenek tua ini benar-benar berani di samping juga sangat lihai, sebab sama sekali dia tidak gentar menghadapi pukulan-pukulan yang dilakukan Tang San Siansu. Dia menghindarkan cepat sekali tangan kanan si pendeta, waktu tangan kiri Tang San Siansu menyambar menutup jalan keluar baginya, si nenek juga tidak jadi gugup, cuma jari telunjuknya menjentil dua kali.

Segera tampak dua butir benda putih masing masing sebesar biji lengkeng menyambar ke dada Tang San Siansu.

Tang San Siansu kaget, karena dia merasakan hawa dingin menyambar pada dada di jurusan ulu hati. Hawa dingin itu bukan hawa dingin biasa, karena dinginnya luar-biasa. "Ihhh . . . !" Tang San Siansu cepat-cepat meugempos sinkangnya, dia menutup semua jalan darahnya, menahan napasnya juga.

Dia tidak sampai roboh seperti Ban It Say, karena sinkangnya memang lebih tinggi dari Congkoan Gi lim kun itu, dia cuma tergetar duakali, kemudian bisa membendung hawa dingin yang menyerang dirinya. Kedua tangannya sudah menyerang lagi mempergunakan pukulan mematikan yang mengandung tenaga dalam yang dahsyat !

Muka si nenek berobah, rupanya dia kaget melihat ketangguhan Tang San Siansu, yang tidak roboh walaupun dihantam oleh dua butir peluru es yang dingin luar biasa.

Tadi, Ban It Say waktu menyampok hancur peluru esnya, congkoan Gi-lim-kun itu sudah menggigil sekujur badannya, dan waktu dihantam oleh dua butir peluru, dia roboh dengan menderita kedinginan yang dahsyat.

Tapi, Tang San Siansu yang menyambuti dua butir peluru esnya dengan badannya, ternyata tak menderita apa-apa, dia cuma merasa hawa dingin yang menyusup kedalam jantungnya, waktu dia mengempos sinkangnya si pendeta sudah bisa mengendalikan diri menghalau hawa dingin dan justru sekarang menyerang dengan kedua tangannya memakai ilmu pukulan "Liong beng-kun" yang dahsyat luar biasa !

Angin pukulan "Liong beng kun" menyambar ke arah badan si nenek kuat sekali, membuat bajunya berkibar. Tapi nenek ini juga lihai, dia tak percuma sudah dapat merobohkan Ban It Say dengan serangan peluru esnya. sebab tubuhnya juga bisa bergerak sangat gesit, dia tak mau membiarkan badannya dijadikan sasaran kedua tangan si pendeta, badannya seperti bayangan melesat ke samping, tapi kedua tangan Tang San Siansu seperti tumbuh mata yang bisa mengikuti gerak badan si-nenek, diiringi ejekannya: "Mau kemana kau? "

Kaget si nenek, karena pendeta ini benar-benar lihai sekali. Tangannya juga mengandung maut. Si nenek rupanya menyadari kalau dia tak bisa menghindarkan diri dari ke dua tangan si pendeta, dia akan mengalami luka yang tidak ringan, bahkan kemungkinan dia bisa terbinasa di waktu itu juga dengan badan melotot !

Tidak buang waktu lagi tangan si nenek bergerak, jari telunjuknya menjentik, badannya juga bergerak lincah untuk menjauhi lagi.

Tiga peluru esnya meluncur pesat menyambar dada Tang San Siansu.

Tapi tiga butir peluru es itu tak berhasil mencapai dada si pendeta, tenaga pukulan tangan si pendeta membuat peluru es itu seperti terbendung di tengah udara, bahkan meledak. Memancar hawa dingin yang luar biasa, bahkan Tang San Siansu merasakan hawa dingin menyusup kedalam pernapasannya.



Namun dia sudah mengerahkan sinkangnya, dia tidak gentar pada hawa dingin itu, yang tidak membuat dia sampai menggigil, biarpun badannya seperti dibungkus hawa dingin itu. Badannya seperti bayangan sudah melayang pula menyambar pada si nenek, disusul dengan pukulan "Liong-beng-kun" lagi.

Sekali ini si nenek tidak mengelak dari pukulan si pendeta, melainkan menangkis dengan tangan kanannya, maka terdengar suara

""Dessss... Dukkkkk!" Tangannya saling bentur dengan tangan si pendeta, keras dilawan keras, karena tenaga serangan si pendeta ditangkis oleh kekuatan yang tidak kalah kuatnya dari tangan si nenek. Cuma saja yang membuat si nenek harus kagum dan mengakui kelihaian Tang San Siansu. justeru dia merasakan tenaga mendesak dari Tang San Siansu mendadak saja berobah menjadi lunak, dari keras menjadi lembek seakan kekuatan itu lenyap dengan tiba-tiba dan berusaha menyelusup ke dalam badan si nenek dengan hawa sinkang yang mematikan!

Tak ayal lagi sinenek juga menarik tangan kanannya, dia mengibas, untuk menghalau tenaga lunak sinkang lawan, berbareng tangan kirinya melontarkan empat butir peluru esnya. Dia yakin sekuat-kuatnya sinkang Tang SanSiansu, tak mungkin sanggup menyambuti empat butir peiuru esnya sekaligus seperti itu.

Dua butir saja sudah bisa merobohkan Ban It Say, maka empat butir pasti jauh lebih dahsyat dari tadi.

Tang San Siansu benar-benar lihai dan tangguh, biarpun dia merasakan sambaran angin yang sangat dingin, luar biasa, dia tidak gentar pada peluru es lawannya, dia menyampok dengan tangannya dan tubuhnya mengejar lagi ke tempat si nenek.

Keempat butir peluru itu meledak, hawa dingin yang terpancar tersebar di sekitar tempat itu. Sekali ini hawa dingin itu seperti membungkus kepala dan tubuhnya, dinginnya menyusup sampai ketulang sumsum.

Badan Tang San Siansu menggigil kedinginan, sedangkan jago-jago lainnya yang berdiri cukup jauh menggigil juga terkena sambaran hawa dingin tersebut. Bisa dibayangkan betapa dahsyatnya daya perlawanan yang diberikan Tang San Siansu menghadapi hawa dingin yang terpancar dari enpat butir peluru yang meledak itu.

Tan San Siansu sebetulnya tidak memandang sebelah mata pada si nenek, tadi benturan tangannya dengan tangan nenek itu sudah membuat dia bisa menakar kekuatan sinkang si nenek bungkuk yang masih satu tingkat bawah sinkangnya.

Dia ingin cepat cepat membekuk nenek tua tersebut, tapi hawa dingin sekali ini benar-benar mengganggunya. Jika tadi dia menyampok pecah keempat butir peluru es, dikiranya paling tidak dia akan diserang hawa dingin seperti sebelumnya dan dia masih sanggup menghadapi dan membendung hawa dingin itu dengan kekuatan sinkangnya. Siapa tahu hawa dingin tersebut hebat sekali, sampai tubuhnya menggigil juga.

Sebagai orang yang berpengalaman Tang San Siansu tahu jika dia menderita kedinginan yang luar biasa dahsyatnya, setidak tidaknya sinkangnya akan terganggu, dia bisa terluka di dalam. Biarpun sangat penasaran dan mendongkol, tak urung Tang San Siansu membatalkan pukulan berikutnya si nenek, dia telah loncat ke belakang menjauhi diri, dan pada keningnya butir-butir keringat tampak mengucur deras!

Biarpun dia kedinginan, tapi hawa panas dari sinkangnya karena dikerahkan terlalu berlebihan, membuatnya berkeringat seperti itu! Dan inilah yang bisa membuatnya terluka di dalam jika Tang San Siansu masih bersikeras hendak menerobos si nenek dengan pukulannya disertai pengerahan tenaga sinkang berlebihan.

Semua orang yang menyaksikan peristiwa ini jadi memandang heran dengan hati bertanya-tanya, entah siapa nenek lihai ini?

Tang San Siansu merupakan satu-satunya orang yang paling lihai diantara mereka semua dan sekarang ternyata tidak sanggup untuk membekuk nenek tua itu, benar-benar mereka jadi heran dan kagum pada si nenek yang pasti memiliki kepandaian luar biasa.

Ban It Say sendiri yang berkepandaian tinggi paling tidak cuma setingkat dibawali Tang San Siansu, dapat dirobohkan mudah seperti itu oleh si nenek.

Semua orang yang berkumpul disitu adalah jago-jago kelas satu dan juga datuk-datuk iblis yang kejam dan ganas, karena itu, mereka jadi berpikir siapa nenek bungkuk ini, mengapa kepandaiannya begitu tinggi, sedangkan sebelumnya mereka belum pernah mendengar tentang nenek tua ini.

Tang San Siansu berdiri, dengan mata terbuka lebar-lebar karena gusar campur penasaran, dia sudah dapat menghalau hawa dingin yang tadi mempengaruhi dirinya, karena sekarang si pendeta terpisah cukup jauh. Dengan suara bengis dia menegur: "Bukankah kau Toat-beng-sin-ciang Khu Cian?"

Si nenek bungkuk tertawa dingin.

"Tadinya kukira otakmu sudah kering dan jadi pendeta tolol, karena tak kenal lagi padaku. Tak tahunya kau masih bisa mengenali siapa diriku ! Benar ! Aku Khu Cian. aku hendak memberitahukan kepadamu, kalau tak menyerahkan daftar nama orang orang kangouw kepadaku, jangan harap kau dan yang lainnya bisa meninggalkan tempat ini!"

Tang San bisa menduga nenek tua itu Toat beng-sin-ciang karena tadi waktu sinenek menghindar dari pukulannya dan jurus yang dipakai menangkis pukulannya. Dulu, diapun pernah menerima tangkisan seperti itu, waktu Liong-beng-kunnya belum mahir seperti sekarang, dan orang itu tak lain Toat-beng-sm-ciang Khu Cian yang pernah membantui keluarga Cang.

Dan akhirnya Toat-ben-sin-kiang Khu Cian menghilang dengan membawa lari puteri keluarga Cang. Dan ingatan ini membuat Tang San Siansu jadi heran campur kaget, sebab dia tidak menyangka si nenek tua bungkuk ini dalam sekian tahun saja sudah mendapat kemajuan yang sangat luar biasa pada kungfunya dibandingkan dulu waktu dia membantui keluarga Cang.



Yang tidak dimengerti Tang San Siansu, entah dari mana diperolehnya peluru-peluru es yang luar biasa itu, sehingga merupakan senjata rahasia yang ampuh.

Tang San Siansu tertawa dingin. "Jadi kau mengharapkan daftar nama orang-orang kangouw ? Kukira kau bermimpi, Toat-beng-sin-ciang ! Kau jangan harap bisa memperoleh apa yang kau inginkan !" Dan penasaran sekali pendeta tangguh ini sudah loncat menerjang pada nenek bungkuk itu lagi.

Si nenek sendiri tahu bahwa si pendeta sangat tangguh, kepandaiannya juga berada di atasnya, kalau memang mereka bertempur secara biasa, lama kelamaan si nenek pasti jatuh di bawah angin.

Hal inilah yang tidak diinginkan olehnya. Melihat si pendeta sudah menerjang padanya, dia menjentikkan jari telunjuknya, beruntun enam butir peluru es-nya menyambar Tang San Siansu.

Sekarang pendeta ini pintar, dia tidak mau menangkis atau menyampok peluru-peluru es itu, juga tak mau membiarkan peluru-peluru es itu mengenai tubuhnya, dia cuma berkelit mengelakkan sambaran dari enam butir peluru es itu, sehingga keenam peluru itu melesat terus lewat di sisi tubuhnya, masih menyebabkan Tang San Siansu merasakan napasnya dingin sekali, namun dia bisa loncat maju terus kepada si nenek, untuk didesak oleh pukulan-pukulan Liong-beng- kun, sekarang malah dia menyerang dengan jurus-jurus yang paling ampuh, membuat si nenek terdesak juga.

Berkali-kali nenek bungkuk itu mempergunakan berbagai kesempatan untuk menjentik peluru-peluru esnya, sehingga biarpun ia mulai terdesak oleh si pendeta, Tang San Siansu tak bisa terlalu menerjang dekat padanya. Semakin lama membuat si pendeta semakin penasaran.

Jika dia tengah merangsek, maka peluru es si nenek menyambar padanya, dan dia harus menghindarkannya, ini membuat dia terpaksa menunda desakannya dan dimanfaatkan si nenek untuk memperbaiki posisi dirinya.

Pertempuran itu berlangsung terus, sampai akhirnya Tang San Siansu karena murka tanpa bisa melampiaskannya, telah berjingkrak- jingkrak marah, pukulan-pukulan Liong-beng kunnya semakin dahsyat saja, dia telah mengempos sinkangnya. Angin pukulannya membuat daun-daun dari pohon jadi rontok dan batu-batu kerikil kecil beterbangan di sekitar pertempuran itu !

Diam-diam si nenek berpikir: "Si keledai gundul keparat ini ternyata sudah memperoleh kemajuan yang pesat dibandingkan dengan dulu ketika dia merusak keluarga Cang, kalau keadaan ini berlangsung terus tentu tak membawa keuntungan buat diriku!" Dan berpikir begitu, si nenek berulangkali menjentik lebih sering dengan peluru esnya, yang menyambar berbagai tubuh si pendeta.

Mendadak saja Tang San Siansu meraung dahsyat, mukanya merah hitam, dia rupanya sudah mengeluarkan ilmu andalannya, yaitu jurus "Liang-beng kun" yang paling dahsyat, yang tak akan dipergunakan jika menghadapi lawan yang kepandaiannya tak begitu tinggi.

Liong beng-kun terdiri 8 jurus, dan jurus ke delapan inilah yang paling dahsyat dan sekarang dipergunakan oleh Tang San Siansu untuk merobohkan si nenek.

Si nenek terkejut, peluru esnya sudak tak dipeduiikan Tang San Siansu, menyambar pada tubuhnya dan empat butir mengenai badannya tanpa si pendeta menggigil. Sepasang tangannya menyambar-nyambar gencar sekali diiringi kekuatan yang mematikan!

Nenek bungkuk itu jadi sibuk sekali mengelakkan diri dari kedua tangan Tang San Siansu. dia berusaha menjauhi diri tapi Tang San Siangsu sudah mendesaknya dengan perkelahian dari jarak dekat, dia tidak memberikan kesempatan kepada si nenek mempergunakan peluru esnya.

Jika tokh ada peluru es si nenek yang mengenai badan si pendeta, itupun tak membuat si pendeta menggigil, karena dia telah mengempos lwekang yang tertinggi, yang membuat tubuhnya seperti kebal terhadap serangan hawa dingin tersebut.

Itulah waktu yang sangat menentukan, sebab Tan San Siansu sudah memakai jurus pukulan yang paling dahsyat dan dia tidak mau membiarkan si nenek selalu main kucing-kucingan dengannya, sedangkan si nenek juga sudah memusatkan seluruh kekuatan sinkangnya pada kedua tangannya mengadakan perlawanan, dengan bergerak cepat berkelebat ke sana ke mari.

Tubuh kedua orang yang tengah bertempur itu berkelebat-kelebat seperti bayangan, sulit diikuti oleh pandangan mata biasa. Cu Lie Seng mengerutkan alisnya, dia menoleh kepada Pak-mo, bisiknya:

"Kita harus membekuk nenek bungkuk itu... siluman tua itu harus dapat ditangkap hidup-hidup. Kalian pergi berempat dengan See-mo, Lammo dan Tong-mo membantui guruku."

Pak-mo bimbang, dia bilang: "bagaimana kalau nanti Tang San Siansu tersinggung."

"Aku yang bertanggung jawab!" menyahuti Cu Lie Seng,"

"Yang terpenting siluman tua itu harus dibekuk."

Pak-mo mengangguk. Segera dia memberitahukan ketiga datuk iblis lainnya, Lammo, See-mo dan Tong-mo, kemudian berempat mereka tahu-tahu sudah meloncat ke tengah gelanggang. Mereka juga berseru: "Tang San Taisu, maafkan kami diperintahkan Cu-kongcu untuk membantumu membekuk siluman tua ini, agar dia tidak bisa melarikan diri!"

Sebetulnya sebagai jago nomor satu Tang San Siansu paling pantang menerima bantuan dari siapapun dalam setiap pertempuran, karena dia bisa tersinggung jika ada orang yang mau ikut campur dalam pertempurannya.

Tetapi sekarang biarpun dia telah mengempos sinkangnya dan juga mempergunakan jurus pukulan yang paling tangguh tapi belum bisa merobohkan nenek tua itu, maka diapun diam-diam girang menerima bantuan Tong-mo berempat, tapi untuk harga dirinya dia pura-pura tak mendengar dan membiarkan Tong mo berempat membantunya.

Si nenek mengeluh, karena menghadapi Tang San Siansu saja sudah payah dan kewalahan, apa lagi sekarang di tambah keem-pat datuk iblis tersebut, yang biarpun kepandaiannya tidak sehebat Tang San Siansu, tapi mereka merupakan datuk-datuk iblis yang tangguh dan kepandaiannya tidak bolen dipandang remeb.



Tapi, si nenek tidak memperlihatkan perasaan kagetnya, dia malah mengejek. "Bagus! Memang ada baiknya kalian maju semua ! Mengapa cuma berempat saja untuk menotongi si pendeta yang sudah mau mampus ini? Mengapa tidak semua saja turun tangan, agar si pendeta ini bisa diselamatkan".

"Jangan rewel !" Bentak Pak-mo. tangannya sudah menyerang ke pinggang si nenek, demikian juga Tong-mo, See-mo dan Lam-mo sudah ikut menyerang juga. Sekarang si nenek dikepung olen lima oiang lawan yang semua nya berkepandaian sangat tinggi, tapi dia sudah tak bisa mundur lagi, dia harus menghadapinya.

Mati-matian dia berusaha mempergunakan peluru-peluru esnya, tapi usahanya tetap gagal, setiapkali ia menjentik dengan jari telunjuknya, selalu lawannya yang disambar peluru esnya akan mengelak tanpa menyampok dan tak mau menyambuti sambaran peluru es itu, dengan demikian lawan-lawannya tak perlu menderita kedinginan seperti yang diharapkan.

Satu kali, si nenek berseru keras karena pundaknya kena diserempet oleh tangan kiri Tang San Siansu. Biarpun cuma keserempet saja, tapi akibatnya sudah cukup membuat si nenek bungkuk terhuyung dengan muka berobah pucat, karena dia sudah menderita lula tak ringan, luka akibat pukulan Liong beng-kun! "

Kesempatan itu dipergunakan oleh Pak-mo dan See mo buat menghamam si nenek bungkuk. Tapi Toat-beng-sin ciang masih sempat mengelakan pukulan tersebut, biarpun kakinya terserimpet dan hampir saja dia roboh terguling.

Tang San Siansu tak mau membuang kesempatan yang ada, dia tertawa dingin, badannya menerjang sambil melakukan serangan kedua tangannya berkesiutan dahsyat, angin pukulannya mengandung maut.

Si nenek bungkuk mengeluh, sekali ini, jiwanya benar-benar terancam bahaya maut, jika sampai terserang oleh Tang San-Siansu. Tadi saja cuma kena terserempet dia sudah terluka di dalam, apalagi kalau terpukul telak. Tapi sebagai orang yang berkepandaian tinggi, tentu saja Toat-beng sin-ciang tidak mau manda begitu saja, mati-matian dia masih mengelakkan dengan meloncat ke belakang.

Dia memang berhasil menjauhi Tang San Siansu, tapi punggungnya disambut oleh telapak tangan Lam-mo yang telak sekali menghantam pundaknya, sehingga mengeluarkan suara nyaring. Badan si nenek bungkuk bergoyang goyang seperti mau rubuh, dia memuntahkan darah segar, mukanya pucat.

"Sekali ini jangan harap kau lolos dari kematian, siluman tua!" Tang San Siansu mengejek sambil loncat menyerang lagi.

"Menyerahlah siluman tua !" mengejek Tong-mo ikut menyerang.

Mata si nenek berkunang-kunang, dia gusar dan penasaran. Mati matian dia mengempos seluruh sisa tenaganya, dia berusaha menangkis serangan Tang San Siansu dan Tong-mo. Waktu itu See-mo. Lam-mo dan Pak-mo juga tengah loncat menyerang kepadanya, ke-berbagai bagian di tubuhnya yang bisa mematikan.

Si nenek bungkuk benar benar kejepit, sulit buat dia menghindar. Dan benturan tangannya dengan tangan Tang San Siansu membuat badannya seperti diterjang angin topan sampai terbang sejauh dua tombak lebih. Belum lagi badannya turun ke tanah, Lam mo menyambuti tubuh si nenek bungkuk deman telapak tanyannya menghantam iganya, nyaring pukulan itu, dan tubuh si nenek bungkuk benar-benar rubuh terguling di tanah!

Tang San Sainsu tidak puas, dia loncat hendak menghantam lagi, tiba tiba terdengar orang mengejek dengan suara gusar: "Sungguh manusia-manusia tidak tahu malu dan hanya pandai main keroyok saja!"

Disusul berkelebat sesosok bayangan dan sambaran tongkat yang berkelebar ke sana kemari, diiringi kekuatan sinkang yang tangguh sekali, sehingga ujung tongkat itu mengandung tenaga yang bisa menghancurkan batu gunung, apa lagi kalau mengenai badan manusia tentu bisa mematikan!

Pak mo. See-mo. Lam-mo, Tong-mo maupun Tang San Siansu lompat mundur, untuk melihat orang yang baru muncul itu. Segera mereka mengenali, orang yang muncul dengan pakaian penuh tambalan tidak lain dari Toan Yok, pangcu Kaipang !

"Kiranya kau, anjing kudisan ?" Teriak Tang San Siansu gusar, karena dia anggap munculnya Toan Yok merupakan rintangan yang menjemukan dan menjengkelkan, tadi dia bersama Lam-mo berempat hampir berhasil untuk menjatuhkan pukulan yang sangat menentukan pada Toat beng-sin ciang siapa tahu muncul pemimpin pengemis ini, sehingga Toat-beng-sin-ciang waktu itu sudah dapat berdiri lagi biarpun dengan muka pucat, tapi dia sudah bisa menguasai posisi kuda2 kakinya.

Cuma saja, dia dalam keadaan terluka di dalam yang tidak ringan ini membuatnya biarpun dapat berdiri kembali mengatur posisi dirinya, tetap saja sulit buat dia melakukan pertempuran yang menentukan, dia sementara ini tak dapat mengerahkan terlalu besar kekuatan sinkangnya, karena bisa membahayakan kesalamatan dirinya.

Toan Yok tertawa mengejek, sikapnya menghina : "Tidak tahunya Tang San si pendeta gundul cuma pandai main keroyok ! Cissssss, aku tak pernah menyangka sebelumnya, sahabat-sahabat kangouw jika mengetahui hal ini pasti akan tertawa terbahak-bahak sampai mati!"

Muka Tang San Siansu merah padam karena gusar, tubuhnya melesat disusul tangannya menyambar hebat sekali pada Toan Yok karena dia mempergunakan "Liong beng-kun", ancamnya:

"Kau harus mampus, jembel busuk ! Jangan harap kau bisa meninggalkan tempat ini dalam keadaan bernapas."

Memang Tang San Siansu bermaksud membunuh pengemis ini, yang sempat menyaksikan dia bersama Lam-mo berempat mengeroyok Toat beng sin ciang. Apa yang dikatakan Toan Yok bahwa sahabat-sahabat kangouw akan tertawa dan mengejek Tang-San, hal ini tidak keliru, berarti Tang-San Siansu akan kehilangan muka terangnya.



Karena itu dia bertekad walaupun bagaimana Toan Yok harus dibinasakan, juga Toat-beng sin ciang, dia menyerang tak tanggung-tanggung.

Toan Yok tidak gentar, dia menghadapi serangan Tang San Siansu dengan tongkatnya, yang menyambar-nyambar cepat dan mengandung tenaga sinkang yang dahsyat dia bertempur melayani si pendeta dengan jarak terpisah cukup jauh.

Tentu saja hal ini membuat Tang San Siansu tambah murka ?sebab "Liong beng kun" ampuh kalau dipergunakan berkelahi jarak dekat, dan hilang sebagian keampuhannya jika bertempur jarak jauh. Beberapa kali dia berusaha merampas tongkat sipengemis, sebab tanpa tongkatnya Toan-Yok akan terpaksa melayani setiap pukulan si pendeta deigan kedua tangannya.

Lam-mo berempat dengan Pak mo, See-mo dsn-Toiig mo saling pandang, akhirnya mereka saling mengangguk dan kemudian menerjang maju untuk mengeroyok Toan-Yok.

Karena menginginkan kematian pengemis ini, maka sekali inipun Tang San Siansu sudah tak menghiraukan lagi tata krama pertempuran, sudah tak memperdulikan harga diri lagi, dia tak mencegah keempat orang kawannya ikut maju untuk mengepung Toan-Yok.

Toan Yok tertawa tergelak-gelak dikepung kelima orang lawannya yang semuanya tangguh dan tangannya mengandung maut. Sedikitpun dia tidak jeri, biarpun Toat-beng-sin-cisng sementara itu tengah duduk bersila mengatur pernapasannya dan tak bisa membantunya.

Sambil memutar tongkatnya, dia bersiul nyaring, terdengar suara teriakan ramai, dari beberapa penjuru tampak bermunculan puluhan orang pengemis, yang semuanya memakai baju dan celana penuh tambalan.

Puluhan orang pengemis itu menyerbu buat menyerang Tang San Siansu dan yang lainnya. Cu Lie Seng dan Bwee-sim-mo-li maupun Ho Beng Su harus turun tangan juga melayani pengemis-pengemis itu, sebab mereka diserang oleh enam orang pengemis.

Bahkan yang melayani Ho Beng Su adalah Giau-hiocu dan seorang kawannya, bengis Giau-biocu membentak: "Pengkhianat, apakah kau tidak mau menyerahkan diri secara baik-baik ?"

Ho Beng Su tertawa dingin. "Aku bukan murid Kaipang lagi, mengapa aku harus tunduk pada kalian ? Majulah, marilah kita buktikan siapa sebenarnya yang memiliki kepandaian!"

Dan dia menyerang bertubi-tubi dengan kedua tangannya. Giau hiocu tambah gusar, bersama temannya gencar sekali menyerang Ho Beng Su.

Cu Lie Seng menghadapi lima orang pengemis, dia tertawa dingin dan berulangkali tangannya menghantam mempergunakan "Liong-beng- kun". Biarpun tenaga dalam Cu Lie Seng belum setinggi Tang San Siansu, tapi jurus pukulan yang dilakukannya dahsyat sekali, juga memang pengemis-pengemis itu tak selihai Toan Yok, karenanya mereka selama itu tak bisa merangsek Cu Lie Seng.

Bwee-sim mo li terkikik genit, dia menjentikkan jari telunjuknya menyerang dengan jarum-jarum beracun, namun para pengemis itu rupanya mengetahui berbahayanya jarum beracun si iblis wanita ini, mereka selalu menghindarkannya.

Thio Yu Liang yang waktu itu sedang coba menolong Ban It Say, jadi agak panik juga. Dia tahu jumlah pengemis cukup banyak juga mereka adalah hiocu hiocu dari Kaipang yang kepandaiannya juga tidak rendah, karenanya mereka merupakan lawan yang tidak ringan.


Thio Yu Liang tidak jeri, dia telah menghunus pedangnya, kalau ada pengemis yang menyerangnya, dia akan menghadapi dengan pedangnya. Sedangkan Ban It Say sekarang sudah tidak menggigil keras seperti tadi, biarpun seluruh hawa dingin yang menguasai dirinya belum lenyap, dan juga tubuhnya menjadi lemas akibat menggigil kedinginan terus menerus. Napasnya masih lemah dengan demikian dia belum bisa untuk ikut bertempur.

Tidak kepalang besarnya penasaran Tang San Siansu, dia berulangkali berjingkrak murka sambil menyerang, tapi Toan Yok benar-benar lihai, dia bisa menghadapinya dengan sama baiknya, tanpa gentar sedikitpun juga.

Lam-mo berempat telah menghadapi belasan orang pengemis yang mengepung mereka. Benar kepandaian keempat datuk iblis ini sangat tangguh tapi penyerang mereka berjumlah banyak, biarpun para pengemis itu tak bisa merobohkan mereka, namun mereka pun sulit untuk merobohkan pengemis-pengemis itu.

Suara pertempuran jadi ramai sekali di-lembah tersebut, suaranya menggema. Juga ada satu dua orang pengemis yang terdesak oleh Bwee-sim-moli atau lawan lainnya, mempergunakan peluru asapnya yang meledak nyaring dan menebarkan asap yang tebal sekali.

Dengan cara demikian pengemis-pengemis itu selalu dapat meloloskan diri dari tekanan dan ancaman tangan maut lawannya.

Toan Yok berulangkali menghalau pukulan-pukulan tangan Tang San Siansu, sampai akhirnya dia juga balas menyerang dengan jurus jurus Kouw-kouw pang hoat" (ilmu tongkat penggebuk anjing) yang merupakan ilmu andalan Kaipang. Tongkat bambu hijau seperti juga menjema jadi seekor naga perkasa yang meliuk-liuk menyambar-nyambar bagian mematikan di tubuh lawan.

Hal ini membuat Tang San Siansu buat sementara waktu tak bisa mendesak Toan Yok. biarpun dia selalu coba menerjang dengan "Liong-beng-kun" nya.

Toat-beng-sin-ciang rupanya berhasil menguasai luka di dalam tubuhnya, tenaganya pulih sebagian. Dia tiba-tiba menjentikan jari telunjuknya, menyerang Cu Lie Seng dengan burir-butir puluru esnya.

Cu Lie Seng terkesiap, hawa dingin luar biasa menyambar ke tengkuk dan pinggangnya. Dia tahu lihainya butir-butir peluru es Toat beng-sin ciang, karena itu tak mau dia menyan.poknya, dia cuma berkelit.

Berulang-kali dia harus menghindar dari peluru es itu, sebab Toa-beng sin-ciang selalu menyerangnya dengan peluru es itu. ini sangat mengganggu perhatian Cu Lie Seng menghadapi pengemis-pengemis yang jadi lawannya.

Toan Yok rupanya mengetahui bahwa Toat beng-sinciang dalam keadaan terluka di dalam, dia kuatirkan kalau orang ini memakai tenaga dalam berlebihan sehingga si nenek bungkuk bisa terluka di dalam yang lebih parah, maka dia berteriak:

"Khu bungkuk, mengapa kau tak pergi angkat kaki ? Kami akan melindungimu, pergilah !"

Toat-beng-sin ciang tidak gusar biarpun dipanggil dengan sebutan Khu bungkuk, dia malah tertawa.

"Apakah aku manusia yang benar-benar tidak kenal budi, sehingga di saat orang Iain mati matian ingin menolongi diriku dan aku sendiri melarikan diri ?"

Jangan bicara lagi soal budi-kebaikan, cepat angkat kaki, kami bisa mengurus diri kami sendiri. Kau sudah terpukul jurus "Liong-bengkun" pendeta busuk ini, jika tidak cepat-cerat diobati, tentu kau menghadapi saat-saat sulit di waktu mendatang . . . sedikitnya kau akan cacad jika terlambat mengobati luka itu !"

Sebetulnya Toat-beng-sin-ciang sudah bertekad hendak mengadu jiwa, tapi mendengar kemungkinan dia bercacad kalau terlambat mengobati lukanya, di mana dia telah terpukul "Liong-bengkun"- nya Tang San Siansu, alisnya jadi mengkerut. Dia mendengar juga bahwa pengemis-pengemis ini mempunyai jalan sendiri untuk meninggalkan musuh dari tempat itu, maka dia jadi ragu-ragu.

Betapapun besar keinginannya untuk ambil bagian dalam pertempuran tersebut, namun dengan luka yang dideritanya cukup parah seperti itu, apa yang bisa dilakukannya.

"Ayo cepat .... jika terlambat, kukira biarpun datang obat dewa tak mungkin lukamu itu bisa disembuhkan !" Berseru Toan Yok, kuatir sekali, sebab dia melihat Toat-beng-sin ciang bimbang dan kalau membandel tak mau angkat kaki, mereka akan mengalami kesulitan lebih lama.

Benar mereka selama ini bisa menghadapi Tang San Siansu dan orang-orangnya, tapi lewat satu dua jam lagi pasti akan terdesak dan sulit buat rombongan pengemis ini merebut kemenangan, itulah sebabnya Toan Yok mendesak agar Toat-beng sin-ciang mau cepat cepat meninggalkan tempat itu lebih dulu.

Toat-beng sin-ciang akhirnya menyadari maksud baik para penolongnya ini, dia juga tahu jika dia cepat-cepat angkat kaki hanya akan menambahkan kesulitan para pengemis itu, maka keputusannya jadi bulat tanpa bilang apa-apadia memutar tubuhnya dan berlari cepat sekali meninggalkan tempat itu.

Tang San Siansu gusar bukan main, dia menjerit sambil menghantam Toan Yok. Bagaimanapun ia tak mau Toat-bengsin-ciang lolos dari tangannya. Tapi justeru dia dihalangi Toan Yok, yang selalu dapat memunahkan setiap pukulannya.

Serangannya sekali inipun dapat dipunahkan oleh pengemis tersebut, yang menghindar ke samping. Kesempatan ini dipergunakan Tang San Siansu buat meninggalkan Toan Yok untuk mengejar Toat-beng-sin-ci-ang,akan tetapi Toan Yok sudah melesat menghadang di depan sambil mengayun tongkatnya.

Bertambah penasaran saja Tang San Siansu, kalau dia tak pedulikan serangan tongkat si pengemis, niscaya akan membuat dia terluka, karena pukulan tongkat Toan Yok disertai tenaga sinkang yang dahsyat, berkesiutan nyaring memecah udara.

Terpaksa Tang San Siansu harus menghadapi tongkat si pengemis, karena itu Toat-beng-sin-ciang dilihatnya telah sempat berlari cukup jauh.

Bwee sim mo li, Cu Lie Seng maupun yang lainnya terkejut melihat Toat-beng-sin-ciang hendak meninggalkan lembah itu, tapi merekapun tak berdaya untuk mengejar, karena waktu itu justeru mereka telah dikepung oleh pengemis-pengemis yang jumlahnya sangat banyak dan kepandaiannyapun tidak lemah.

Toan Yok tertawa bergelak-gelak. "Pendeta busuk, hari ini kau ketemu batu sebetulnya hari ini adalah hari kematianmu, tapi tuan pengemismu ingin mengampuni dulu jiwa anjingmu pada badanmu ! Nah jika ada kesempatan tentu aku akan menagih jiwamu lagi!" Sambil berkata begitu Toan Yok memutar tongkatnya gencar sekali menyerang bertubi-tubi Tang San Siansu, sehingga si pendeta biarpun tengah kalap dan penasaran campur murka, tak urung harus melompat duakali menjauhi diri dari sambaran tongkat si pengemis.

Waktu itu Toan Yok mengayunkan tangan kirinya, menimpuk dengan beberapa peluru yang meledak di kaki Tang San Siansu dan mengeluarkan gumpalan asap yang sangat tebal. Menyusuli dengan itu, ketika Tang San Siansu mencak-mencak kalap Toan Yok sudah menimpukkan tiga butir peluru asapnya yang meledak menggelegar dan gumpalan asap ditempat itu semakin tebal saja.

Pengemis-pengemis lainnya juga sudah mengikuti perbuatan pemimpin mereka, masing-masing melemparkan peluru asap kepada lawan-Iawan mereka, seketika terdengar suara le dakan di sana-sini nyaring sekali, gumpalan asap tebal juga memenuhi lembah tersebut.

Tang San Siansu serabutan menyerang ditengah-tengah gumpalan asap dengan kedua tangannya, seperti kalap, dia benar-benar merasa hari ini pamornya runtuh bisa dipermainkan rombongan pengemis tersebut.

Tapi para pengemis itu sudah nyingkir dari lembah, karena tak lama kemudian setelah gumpalan asap itu menipis, di lempat itu sudah tak terlihat seorang pengemispun juga. Sedangkan Cu Lie Sang dan yang lainnya berdiri dengan muka merah padam karena gusar dan mata merah berair, akibat asap yang membuat mata mereka pedih dan keluarkan air mata !

"Terkutuk !" Teriak Tang San Siansu, "Pengemis busuk itu harus kucari dan ku-mampusi !"

Cu Lie Seng sambil menghapus air matanya, karena masih terasa matanya sangat pedih, menghampiri gurunya.

"Sudahlah suhu, bukankah mereka tak berhasil mendapatkan apapun dari kita ? Nantipun mereka akan memperlihatkan diri lagi untuk coba-coba mendapatkan daftar nama orang kangouw ini !" sambil bilang begitu Cu Lie Seng menepuk-nepuk sakunya.



Tang San Siansu tersadar, kemarahannya reda sebagian, tapi dia masih memaki bengis: "Kalau lain kesempatan bisa kutemukan pengemis busuk itu, akan kuhancurkan tubuhnya jadi ratusan potong ! Tak akan kubiarkan dia mati dengan enak !"

Tang San Siansu dengan rombongannya akhirnya meninggalkan lembah tersebut buat melanjutkan perjalanan mereka. Sikap mereka sekarang semakin hati-hati dan waspada.

oooo)0(oooo

DUA orang Persia tampak mengiringi seorang gadis tengah mendaki di sebuah bukit yang ada di sebelah pintu kota, daerah itu cukup lebat oleh pohon-pohon yang tumbuh tinggi, juga tidak begitu ramai, karena jarang orang mengambil jalan melewati bukit tersebut, yang disebut oleh para pedagang keliling sebagai bukit-iblis (Mo Gai) dan angker sekali.

Gadis itu berusia masih muda tapi sangat lincan, daoat mendaki bukit itu dengan mudah. Sedangkan kedua orang Persia itu bertubuh tinggi besar dan mukanya bengis. Tapi dari sikap mereka tampak jelas mereka menghormati gadis ini, mata mereka tidak menatap kedepan saja, sebab selalu memandang liar sekeliling, penuh waspada, kalau-kaiau ditempat itu ada bahaya yang bisa mengancam gadis yang tengah mereka kawal.

Sedangkan gadis didepan kedua laki laki Persia itu sama sekali tak kuatirkan sesuatu, dia seenaknya saja berlari-lari mendaki bukit riang sikap dan wajahnya, bahkan sebentar-sebentar dia meloncat cukup tinggi memetik bunga yang tumbuh di pohon liar yang dilewatinya.

Melihat cara berlari ketiga orang itu, jelas mereka memiliki ginkang dan ilmu silat yang cukup tinggi, biarpun kedua tubuh orang Persia itu besar kekar, namun mereka bisa berlari ringan sekali seperti juga kedua kaki mereka masing-masing tak menginjak tanah.

Siapakah gadis itu dan kedua orang Persia tersebut? Benar mereka tak lain dari Cu Siauw Hoa dan kedua orang pengawal pribadinya. la tengah melakukan perjalanan buat menyusul kakaknya, Cu Lie Seng, yang sudah melakukan perjalanan lebih dulu pulang ke-kotaraja.

Biarpun mendongkol ditinggal oleh kakaknya, tapi Cu Siauw Hoa seorang gadis periang, karena itu dalam setengah hari saja, kemendongkolannya hatinya sudah lenyap, dia bisa melakukan perjalanan dengan riang. Sebetulnya dia bersama kedua pengawalnya tadi mempergunakan kuda dalam perjalanan tersebut, ketika lewat dikaki bukit Mo-gai ini, dan turun dari kudanya mendaki bukit itu.

Tentu saja kedua pengawalnya terpaksa harus mengikuti nona majikan mereka kuatir kalau-kalau diatas bukit ada ancaman bahaya. Kuda mereka ditinggal di kaki bukit.

Siauw Hoa senang sekali melihat pohon-pohon yang tumbuh lebat, burung-burung yang terbang karena kaget atas kehadiran ketiga orang manusia ini. Siauw Hoa juga terkadang mengejar kupu-kupu, yang ditangkap dan kemudian dilepaskannya lagi. Tertawanya yang renyai seringkali bergema di bukit tersebut.

Mendadak, Siauw Hoa berhenti berlari. Tangan kirinya diangkat, mengisyaratkan agar kedua orang Persia itu juga berhenti dan jangan bersuara.

Apa yang dilihat Siauw Hoa. Terpisah kurang lebih duapuluh tombak lebih, di bawah sebatang pohon, dekat susunan bongkahan batu gunung, tampak duduk dua sosok tubuh. Siauw Hoa malah bisa mengenalinya dengan segera, yang seorang adalah pemuda yang pernah ditraktir makan olehnya, yaitu Giok Han !

Dan yang membuat darah Siauw Hoa mendidih marah, dia melihat Giok Han duduk berendeng mesra dengan seorang gadis cantik jelita !

Benar Siauw Hoa selalu bersikap yang kekanak-kanakan manja dan jail, tapi sejak pertemuan dengan Giok Han timbul perasaan aneh, ia menyukai pemuda itu, sampai pemuda tersebut akhirnya meninggalkan dia karena ingin menyusul "sahabat"-nya. yaitu si pengemis kotor mesum.

Sejak saat itu Siauw Hoa tergoda terus menerus perasaannya, sering kali dia teringat pada Giok Kan yang gagah dan tampan. Tapi dia tak tahu kemana harus mencari pemuda itu.

Sekarang dia kebetulan sekali bisa bertemu dengan pemuda itu, yang sebetulnya merupakan pertemuan yang menggembirakan tapi kenyataannya malah kebalikannya, pertemuan ini membuat Siauw Hoa menjadi marah campur duka !

Pemuda yang selama ini dikenang dan dipikiri siang dan malam, tak tahunya sedang asyik duduk berdua-duaan dengan seorang gadis cantik di tempat demikian sunyi sepi pada bukit Mo-gai !

Lama Siauw Hoa berdiri dengan muka merah padam, dan dia jadi tambah mendongkol mendengar si gadis cantik di sebelah Giok Han tengah bicara manja: "Giok Han Koko... sebetulnya aku sudah tahu, sejak pertemuan kita yang pertama, bahwa kau seorang yang baik !"

"Akupun begitu, karena aku segera merasakan bahwa kau adalah sahabatku yang terdekat, biarpun sebelumnya kita belum berkenalan !" menyahuti Giok Han.

"Sahabat ? Sampai sekarang kau masih menganggap aku sebagai sahabatmu?" tanya gadis itu, yang tidak lain Cang In Bwee.

Giok Han menggeleng.

"Tentu saja tidak. Aku sudah mengetahui isi hatimu. Akupun harus mengakuinya bahwa perasaanku sama dengan perasaanmu. Sebelumnya aku kuatir kau akan mentertawakan aku. karenanya aku maun membatasi diri dan tak pernah berani bersikap lebih manis padamu, nanti kau bilang aku ceriwis Bweemoay "



"Ihhh, siapa bilang kau pemuda alim ? Memang kau ceriwis! Sejak pertemuan kita yang pertama kali saja kau sudah tak mau berpisah denganku, Bukankah benar begitu ?"

Giok Han tertawa.

"Ya.. sampai sekarang akupun tak pernah mau berpisah dengan kau, Bwee-moay! Kalau kau meninggalkan aku pasti dunia ini lenyap keindahannya.."

"Ihhhhh. merayu nih ?" tertawa In Bwee, tapi dia menyenderkan kepala di dada Giok Han, pemuda itupun merangkulnya lembut.

Selanjutnya cuma terdengar suara bisik-bisik mereka saja, Siauw Hoa tidak bisa mendengar jelas lagi.

Semakin lama darah Siauw Hoa semakin mendidih, hatinya hancur berkeping-keping, Dia sudah terlanjur menyukai Giok Han, siapa tahu sekarang harus menyaksikan pemuda yang disenanginya itu tengah bermesra-mesraan dengan seorang gadis lain. Penasaran, sakit hati, cemburu dan marah bercampur jadi satu.

Karena dalam keadaan sedih dan marah, Siauw Hoa lupa bahwa dia sedang diam-diam mengintai Giok Han dan In Bwee, dia berdiri tanpa mempergunakan ginkangnya, sehingga sebuah ranting terinjak patah dan mengeluarkan suara nyaring.

Suara patahnya ranting ini membuat Giok Han dan Cang In Bwee yang sedang asyik masyuk pacaran, jadi kaget bukan main, mereka sampai meloncat berdiri dengan muka berobah merah, karena menyangka ada orang yang menyaksikan mereka tengah berkasih-kasihan.

Tetapi Giok Han tambah kaget campur heran, ketika mengenali orang yang berdiri terpisah tak terlalu jauh dannya tidak lain dari Cu Siauw Hoa, gadis yang pernah mentraktir makan padanya belum lama yang lalu In Bwee juga mengenali Siauw Hoa, gadis yang dulu pernah menbuatnya cemburu karena mentraktir Giok Han, yang membuat dia cari gara-gara pada kedua orang Persia yang menjadi pengawal itu, yang dianggap sebagai saingannya.

Siauw Hoa sebetulnya hendak memutar tubuhnya, untuk berlari sejauh mungkin, karena matanya sudah merah dan hampir saja air matanya menitik turun. Penasaran, sakit hati, cemburu dan marah campur aduk jadi satu, tapi Giok Han dan In Bwee berdua keburu melihatnya, maka dia cuma berdiri dengan muka yang cemberut masam dan mulut dimonyongkan. Justeru dengan keadaannya seperti itu wajah gadis ini tambah cantik saja.

"Nona Cu, kau di sini?" menyapa Giok Han yang kemudian jadi girang bertemu dengan orang yang pernah mentraktirnya, sedangkan In Bwee sebaliknya mengawasi Cu Siauw Hoa dengan mata mendelik dan muka yang cemberut memperlihatkan perasaan tak senang atas kehadiran gadis ini, yang pernah dianggap sebagai saingannya.

"Mari kuperkenalkan kau dengan .... dengan nona Cang !"

Tetapi Siauw Hoa mengawasi dengan sorot mata dingin, kemudian ketus dia bilang: "Aku tak perlu kenal dengan nona Cang-mu itu! Silahkan kalian meneruskan acara kalian, aku mau pergi...!" Dia memutar tubuhnya mau mengajak kedua pengawalnya untuk berlalu meninggalkan tempat itu.

Giok Han tertegun mendengar kata-kata Cu Siauw Hoa begitu ketus. Dulu, Siauw Hoa gadis yang manis dan ramah, yang sikapnya sangat menyenangkan sekali. Tapi mengapa sekarang jadi ketus demikian ?

Cang In Bwee lain lagi, jika tadi dia berdiam diri saja, sekarang ssulah mendengar perkataan Siauw Hoa, jadi meluap kemarahannya, dia bilang tanpa mengawasi Siauw Hoa, seakan-akan sedang mengawasi langit: "Hu! Hu ! Aku tak sangka di dunia ada gadis yang tak tahu malu yang kerjanya tukang ngintip."

Siauw Hoa tahu kata kata sendirian itu ditujukan kepadanya. kemarahan campur cemburu telah meledak membuat dia batal pergi, dengan galak dau mata melotot dia membentak: "Apa kau bilang?"

In Bwee tertawa tawar mengejek, dia tak menyahuti. Siauw Hoa tambah penasaran dia melangkah empat langkah menghampiri, bentaknya lagi galak, karena hatinya tengah sakit dan mendongkol betapa pria yang disukainya ternyata tengah berkasih-kasihan mesra dengan wanita lain, dan sekarang gadis saingannya itu ikut mengejeknya. "Coba kau ulangi lagi kata-katamu tadi !"

In Bwee tertawa tawar, sedikitpun tidak takut pada sikap Siauw Hoa yang galak. Memang, seorang wanita yang sedang jatuh cinta tentu tak akan takut mati biarpun menghadapi bahaya yang bagaimana besarpun juga, jika pria yang dicintainya itu diincar oleh wanita lain.

"Tadi kubilang benar-benar mengherankan di dunia ada gadis yang; tak tahu malu yang kerjanya tukang ngintip . . . ! Mengapa aku tak berani mengucapkannya ? Ada urusan apa dengan kau ?"

Muka Siauw Hoa merah padam dibakar marah, tahu-tahu tangan kanannya yang sejak tadi telah dialiri oleh tenaga dalamnya, terayun hendak memukul kepala In Bwee. Maksudnya sekali pukul hendak merubuhkan gadis yang dibencinya setengah mati ini, yang jadi saingannya.

Kalau bisa dia ingin membunuh In Bwee, sebab gadis inilah yang telah bermesraan deagan Giok Han, jika tidak ada gadis ini tentu Giok Han akan memperhatikannya dan membalas pancaran kasihnya.

In Bwee juga bukan gadis sembarangan, dia memiliki kepandaian tinggi, merupakan wanita gemblengan, melihat datangnya pukulan Siauw Hoa, sama sekali ia tidak berusaha menghindar, cuma mengawasi dengan sorot mata berkeredep tajam sekali, waktu pukulan Siauw Hoa hampir sampai dia baru menangkis dengan mempergunakan jari telunjuk dan jari tengah yang dijadikan satu untuk menyampok pergelangan tangan Siauw Hoa, sedangkan tangan kirinya sudah nyelonong masuk hendak menghantam dada Siauw Hoa. Angin pukulan itu bercuitan nyaring, menunjukkan tenaga pukulan In Bwee hebat sekali.



Siauw Hoa segera mengetahui gadis ini mempunyai kepandaian cukup berarti, pergelangan tangannya yang kena disampok oleh kedua jari tangan In Bwee terpental ke samping, karena sampokan kedua jari tangan In Bwee bukan sampokan biasa saja, walaupun cuma dua jari tangan namun mengandung tenaga Lwekang yang kuat. Dan sekarang malah tangan kiri In Bwee mengancam dadanya.

Siauw Hoa tentu saja tak mau tinggal diam menerima pukulan itu, sambit berseru nyaring tubuhnya tahu-tahu berputar ke samping, dibarengi oleh kedua tangannya yang menyambar berulangkali, selain memunahkan pukulan tangan kiri In Bwee, juga disusuli oleh serangan balasan yang dahsyat mematikan !

Turun tangannya sekali ini bukan cuma sekedar untuk suatu pertandingan saja bagi Siauw Hoa. dia tengah dibakar cemburu dan marah, maka dia bermaksud untuk membunuh saingannya ini. Setiap pukulan yang dilakukannya semuanya berbahaya, karena selain kuat juga mengandung tenaga sinkang yang dahsyat.

In Bwee diam-diam juga kaget, dia tidak menyangka gadis yang demikian cantik, yang pernah dilihatnya waktu Siau Hoa mentraktir Giok Han makan dan pernah membuat dia cemburu setengah mati, ternyata memiliki kepandaian yang tangguh. Maka selanjutnya In-Bwee semakin berhati-hati penuh kewaspadaan.

Dia menghadapi setiap pukulan-pukulan Siauw Hoa dengan tangkisan yang sama dahsyatnya, selalu disusul dengan balas menyerang pada tempat-tempat mematikan dianggota tubuh Siauw Hoa. Kedua gadis ini mati-matian mengerahkan seluruh kepandaian dan sinkang mereka untuk saling merobohkan, biarpun mereka baru bertempur, tapi sudah mempergunakan kepandaian masing-masing yang terhebat, jika sekali terpukul bisa membuat lawan mati atau sedikitnya terluka berat !

Yang jadi sibuk justeru Giok Han melihat kedua gadis yang dikenalnya dan juga In-Bwee yang dikasihinya, bertempur dengan pukulan-pukulan mematikan itu. Berulangkali dia tak kalah hebatnya menyerang dahsyat mendesak Siauw Hoa, keduanya seperti nekad dan kalap, bertempur tanpa memperdulikan keselamatan dirinya, mati matian berusaha untuk merobohkan lawannya, sehingga jalannya pertempuran itu seperti juga kedua gadis ini sedang mengadu jiwa!

Perkelahian yang membuat Giok Han semakin bingung, sampai dia maju ke-arah perkelahian, untuk memisahkan, sebab setelah berteriak-teriak puluhan kali meminta agar kedua gadis itu berhenti berkelahi tetap tak diladeni oleh kedua gadis itu.

"Berhenti... ayo berhenti!" Teriak Giok-Han sambil berusaha menyelip di tengah-tengah kedua gadis yang sedang bertempur. "Marilah kita bicara baik-baik..."

Tapi belum lagi selesai perkataannya, kepalan tangan Siauw Hoa telah singgah di dadanya, sakitnya bukan main, sebab pukulan itu bukan pukulan main-main, justru disertai oleh tenaga dalam yang kuat sekali, sampai tubuh Giok Han terhuyung mundur. Dia tidak menyangka akan terpukul seperti itu, di mana Siauw Hoa tak menahan kepalan tangannya ketika dia menyelinap di tengah-tengah kedua gadis itu.

Belum lagi lenyap rasa kaget dan kesakitan yang diderita Giok Han, perutnya jaga tertendang kuat sekali oleh kaki In Bwee, yang sebetulnya hendak menendang pinggang Siauw Hoa. Sebetulnya Giok Han bisa saja berkelit, kalau memang dalam keadaan biasa. Justeru disebabkan bingung kedua orang gadis yang sama menarik hatinya berkelahi nekad seperti itu, dia sama sekali tak terpikir bersiap-siap untuk menghadapi kemungkinan dirinya terserang.

Itulah sebabnya duakali beruntun dia telah terpukul dan tertendang oleh Siauw Hoa maupun In Bwee, bahkan tendangan dan pukulan itu dilakukan kedua gadis tersebut dengan tenaga yang hebat, tak mengherankan menyebabkan rasa sakit yang bukan main.

Karena dia terhuyung mundur beberapa langkah, Giok Han sudah berada di luar gelanggang karena perkelahian mereka tanpa memperdulikan Giok Hanyang berdiri dengan muka meringis. Kedua orang gadis itu semakin kalap dan berkelahi dengan semakin dahsyat, pukulan-pukulan mereka semakin kuat dan tangguh, sehingga menimbulkan kesiuran angin yang bercuitan keras, tubuh mereka juga seperti menjadi rapat satu dengan yang lain, tidak peduli apakah mereka sekali-sekali terserang oleh pihak lawan.

Rambut Siauw Hoa sudah tidak rapi seperti tadi, karena duakali terkena pukulan tangan In Bwee.

In Bwe juga tidak luput dari pukulan tangan Siauw Hoa, yang tigakali telah menghantam pundak, leher dan dadanya, ketiga pukulan itu sebetulnya kuat dan berbahaya, tapi dalam keadaan nekad In Bwee seperti tidak merasa sakit oleh pukulan Siauw Hoa dan selalu membalas menyerang dengan sama hebatnya, justeru terpukul oleh lawannya membuat In Bwee semakin kalap, pakaiannya sudah tidak rapi lagi, tapi tak dipedulikan.

Kedua orang Persia yang jadi pengawal Siauw Hoa berdiri di pinggir dengan sikap bersiap-siap, jika majikan mereka terdesak atau terancam, mereka akan menyerbu untuk membantui majikan mereka. Kedua orang Persia itu mengawasi tajam sekali.

Giok Han benar-benar bingung, dia selalu bersera nyaring: "Berhentilah ! Dengar

dulu kata kaiaku ! Oooo. kalian apa untungnya berkelahi seperti itu . . . ayo berhenti ! Aku mohon, berhentilah . . . !"

Tapi usaha Giok Han untuk menghentikan perkelahian di antara kedua gadis itu tetap saja gagal. Kedua gadis itu tidak mengacuhkannya, mereka tetap berkelahi dengan seru.

Suatu kali dengan menjerit gusar Siauw Hoa menghantam sekaligus mempergunakan kedua tangannya ke dada In Bwee. sedangkan In Bwee tak berusaha menangkis, malah balas membarengi dengan pukulan kedua tangannya pada leher dan pinggang Siauw Hoa tangan kanannya dengan sikap membacok memakai tepian telapak tangan memukul leher Siauw Hoa, sedangkan tangan kirinya telah menghantam pinggang Siauw Hoa.



"Dukkkk . . . ! Bukkkk . . . !

Siauw Hoa meloncat mundur, In Bwee juga terhuyung mundur. Mereka berdua sama-sama terserang oleh pukulan lawan, In Bwee terpukul dadanya, sedangkan Siauw Hoa terpukul leher dan pinggangnya, sehingga mereka terhuyung mundur akibat kuatnya pukulan tersebut.


Namun kedua gadis ini sama-sama wanita gemblengan sehingga mereka tidak roboh, cuma muka mereka berobah agak pucat dan merah bergantian karena marah dan sakit

Tidak membuang waktu lagi Giok Han mempergunakan kesempatan tersebut melompat menyelak ditengah-tengah kedua wanita tersebut sambil mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. "Berhenti . . . dengarkanlah dulu kata-kataku !"

Siauw Hoa mengawasi mendelik, pada pemuda yang pernah menarik hatinya, pemuda yang tampan dan sempat mencuri hatinya, yang selalu dipikirkannya, tapi sekarang entah mengapa dia melihat Giok Han dengan perasaan benci dan marah.

Dia tidak meladeni Giok Han, cuma mendengus dan meloncat mundur ke dekat kedua orang pengawalnya. "Tangkap kedua pemberontak itu !" perintahnya kepada kedua orang Persia itu sambil menunjuk Giok Han dan In Bwee.

Kedua orang Persia itu memiliki tubuh tinggi besar, mereka membentak bengis sambil meloncat kedepan Giok Han dan In Bwee tangan mereka juga bekerja, menghantam kepada In Bwee dan Giok Han. Masing-masing melakukan penyerangan yang bisa mematikan.

Giok Han mengerutkan alisnya, mendongkol melihat kedua orang Persia menyerangnya dan In Bwee dengan pukulan ganas dan mematikan. Dia berseru nyaring, tubuhnya tahu-tahu berkelebat ke samping kiri, dia sudah berada di belakang orang Persia yang ada di sebelah kiri, berbareng telapak tangannya menghantam pundak orang Persia itu.

Tapi, orang Persia ini tidak percuma jadi pengawal Siauw Hoa, karena kepandaiannya bukan sembarangan, dia mengetahui ancaman bahaya dari arah belakangnya, tangannya yang gagal menyerang Giok Han tidak ditarik pulang, melainkan disapukan ke belakang sambil berteriak, karena dia memakai tenaga yang jauh lebih besar dikerahkan kepada tangannya.

Hebat bukan main, angin pukulannya itu bercuitan nyaring, sehingga orang segera bisa mengetahui jika pukulan ini mengenai sasaran, niscaya akan menyebabkan Giok Han sedikitnya terluka parah !

Tapi Giok Han tidak membatalkan pukulannya biarpun melihat lawannya balas menyerang begini dahsyat padanya. Tangannya rurua terus dengan tenaga kuat dan beradu dengan tangan orang Persia tersebut. Terjadi benturan dahsyat, Giok Han terkejut juga, karena dirasakan pergelangan tangannya tergetar, rupanya tenaga pukulan orang Persia itu benar-benar kuat.

Sedangkan orang Persia itu tidah kurang kagetnya, tangannya jadi lumpuh tak bisa digerakkan sesaat lamanya, saking kagetnya dia sampai menjerit dan mukanya berobah memperlihatkan dia terheran-heran.

Orang Persia yang seorangnya lagi sudah meloncat kedekat In Bwee dan menyerang bertubi-iubi. Keduanya jadi bertempur sengit sekali, sebab In Bwee telah melayaninya dengan mempergunakan ginkangnya, sebentar-sebentar gadis ini meloncat ke sana-sini lincah bukan main, seperti mempermainkan orang Persia itu.

Tubuh orang Persia yang jadi lawannya tinggi besar, memiliki tenaga sangat kuat, karena itu In Bwee tidak mau melayaninya dengan kekerasan, dia bertempur dengan mengandalkan kelincahannya. Beberapakali hampir saja pukulan orang Persia itu mengenai dirinya, tapi dia bisa menyelamatkan dirinya.

Sebetulnya In Bwee hendak mempergunakan peluru asapnya, tapi akhirnya dia membatalkan keinginannya tersebut, sebab dia tahu jika mempergunakan peluru asapnya, biarpun dia berhasil merubuhkan lawannya, tentu Siauw Hoa akan mengejeknya.

Karena itu, dia ingin memperlihatkan kepandaiannya bahwa dia bisa merobohkan pengawal Siauw Hoa ini dengan mempergunakan ilmu silatnya, tanpa bantuan peluru asapnya. Beberapa kali setiap ada kesempatan dia balas menyerang, dengan pukulan-pukulan yang dahsyat.

Cuma saja, karena kuatnya tubuh lawan tersebut, sehingga biarpun beberapakali dadanya terkena pukulan tangan In Bwee yang terisi tenaga dalam yang kuat tetap saja dia tidak roboh

Orang Persia itu sendiri semakin lama semakin penasaran karena beberapa pukulannya selalu mengenai tempat kosong, dielakkan oleh In Bwee.

Dia yakin, kalau gadis itu coba menangkis pukulannya, tentu dia bisa merobohkan gadis ini. Tapi justeru In Bwee seperti main kucing-kucmgan, sehingga dia selama itu tidak bisa mendesak terlalu hebat kepada lawannya yang selalu melejit ke kiri maupun ke kanan.

Saking penasarannya, beberapakali orang Persia tersebut meloncat berjingkrak dan meraung sambil mendesak semakin hebat.

Untuk merobohkan orang Persia itu bukan kesulitan yang berarti buat Giok Han. Tapi dia sudah mengetahui kedua orang Persia ini adalah pengawal Siauw Hoa, karenanya dia sungkan turunkan tangan keras pada lawannya.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar