Kemudian dengan langkah lebar
Lo pi menghampiri gadis cantik itu dengan sikap mengancam, membuat semua orang
yang ada di situ sangat kuatir buat keselamatan si gadis baju merah.
"Budak hina, rupanya kau
mau mampus kuhajar, ya?! "memaki Lo Pi siap untuk memukul si gadis.
Gadis baju merah itu tetap
berdiri tenang di tempatnya, sedikitpun tidak gentar oleh gertakan Lo Pi, malah
mulutnya tetap tersenyum-senyum. "Masih kurang cuma dibanting seperti tadi
dan minta tambah lagi?", tanyanya mengejek.
"Kalau kau menginginkan
uangku. beritahukan saja tadi padaku, akan kuberikan. Tidak perlu kau rampas
dengan sikap lancang kurang-ajar seperti tadi! Sekarang, biarpun kau
menginginkan satu ci, tak akan kuberikan, walaupun kau berlutut sambil menangis
air mata darah di kakiku!"
"Budak hina beritahukan
namamu! "bentak Lo Pi. ..Sebelum mampus, dengarlah baik-baik siapa aku,
agar nanti di depan Gam-lo-ong kau bisa memberitahukan siapa yang mengirim kau
ke neraka! Aku si Kadal Tua Lo Pi adalah raja di kota ini, tak seorangpun
berani membantah atau membangkang terhadgp setiap perintah dan keinginanku. Kau
berani berlaku kurang ajar menantang di depanku- apakah sudah punya tiga kepala
dan enam tangan?"
"Hemmm, melihat kelakuan
buruk seperti kau ini jelas kau bukan manusia baik, setidak-tidaknya pasti kau
manusia busuk yang jahat Apa yang kau ceritakan tadi bahwa anakmu sakit pasti
cerita bohong saja. Justeru sekarang kau yang harus mendengar baik-baik namaku,
agar nanti kau tidak penasaran Aku she Cu, namaku Bunga Kecil Cukup jelas? Cu
Siauw Hoa! Nah, ingat baik baik nama itu kalau kelak kau ingin melakukan
kejahatan lagi, agar lebih hati-hati tidak bertindak ceroboh seperti tadi"
Si Kadal Tua Lo Pi yang selalu
kata-katanya ditanggapinya oleh gadis itu semakin gusar saja, tubuhnya
menggigil menahan marah. Selama menjagoi di kota Yang-cu belum pernah ada orang
yang berani memakinya, biasanya dia yang seenak perutnya memaki siapa saja yang
tak disenanginya, atau kalau perlu dia akan menghajarnya dan menyiksa orang
yang jadi korbannya.
Tapi sekarang gadis muda ini
berani menantangnya, mengejeknya malah. Dia mendelik sambil melangkah maju,
mulutnya mempedengarkan tertawa bergelak-gelak mengandung kekejaman dan ancaman
yang menakutkan. Waktu sampai di depan si gadis, tangan kanannya di-ayun akan
memukul muka yang putih mulus itu, tangan kirinya menjambak payudara si gadis,
dada yang begitu membusung padat berisi, maksudnya ingin berlaku kurangajar.
Si Kadal Tua Lo Pi sekali ini
keliru dengan tindakannya. Masih bagus kalau tadi dia tidak menyerang dengan
tangan kirinya ke dada si gadis yang membusung padat berisi itu, cukup ingin
menampar muka gadis itu, mungkin dia tak akan mengalami kecelakaan. Sekarang
justeru jadi lain. Gadis ini mendongkol bukan main melihat keceriwisan si Kadal
Tua. Tahu- tahu tubuh si gadis lenyap dari depan si Kadal Tua, karena
loncatannya sangat gesit sukar dilihat jelas, hanya gumpalan merah saja. Tangan
kanan Lo Pi yang memukul mukanya dielakkan, tangan kanan itu dibiarkan lewat
disamping mukanya, kemudian cepat tangan kiri si Kadal Tua Lo Pi yang mau
berbuat kurang ajar telah dicengkeram, terdengar suara "krakkkkk krakkkkk
..."* disusul oleh jerit kesakitan si Kadal Tua Lo Pi, bahkan kemudian
tubuhnya terbang ke tengah udara, tak bisa ditahan lagi kebanting kuat di batu
jalan raya, menggelepar-gelepar berkelojotan dengan mata mendelik lidah
terjulur keluar seperti anjing yang kecapaian.
Matanya ber-kunang-kunang dan
menjadi gelap tak bisa melihat apapun, ditambah menderita kesakitan akibat
tulang siku tangannya yang kiri telah patah!
Gadis baju merah itu masih
berdiri tenang di tempatnya, seperti tidak terjadi sesuatu di situ, hanya
tangan kanannya dengan jari-jari yang lentik bentuknya serta runcirg
mengebut-ngebut perlahan bajunya, yang mungkin ditempel debu. Perlahan-lahan
dia menghampiri keledainya tidak perduli pada si Kadal Tua Lo Pi lagi, melompat
naik ke atas keledainya.
Si Kadal Tua Lo Pi kesakitan
dan penasaran, dia belum kapok. Kalau memang dia seorang yang mudah menyerah
pada kesulitan, tentu tak mungkin bisa menempatkan dirinya jadi jagoan di kota
Yang cu.
Biarpun matanya masih
kunang-kunang gelap, tangannya sakit bukan main, dia masih memaksakan diri
untuk bangun. Tubuhnya bergoyang-goyang akan jatuh, tapi mati-matian dia
berusaha menahan dengan kuda-kuda ke dua kakinya agar tidak rubuh lagi. Semua
orang yang berkumpul di sekitar tempat ini hanya menyaksikan berdiam diri,
mereka takut untuk bersorak atau juga mengejek sang jagoan yang baru saja
dipecundangi gadis cantik manis yang semula tak disangka orang memiliki ilmu
yang sam at tinggi.
Si Kadal Tua Lo Pi berteriak
nyaring. "Mengapa kalian diam saja, goblok ? Hayo-mampuskan budak hina
itu! Cingcang tubuhnya hancur lumat jadi bubur !" Suara Lo Pi menggema di
sekitar tempat itu, karena dia berteriak sekuat suaranya.
Menyusul itu belasan sosok
bayangan melompat ke tengah jalan raya menghalang di depan keledai si gadis. Di
tangan masing-masing mencekal berbagai senjata tajam, seperti pedang, golok,
tongkat. ioya pendek ataupun trisula. Semuanya laki-laki bertubuh tinggi besar
dan memiliki tampang muka bukan orang baik-baik.
Rupanya mereka anak buah Si
Kadal Tua Lo Pi, yang sejak tadi cuma berdiri bengong melihat pemimpin mereka
dipecundangi. Memang sebagai seorang jagoan Lo Pi mempunyai banyak sekali anak
buah, yang selalu berkeliaran bersamanya, berada tak jauh dari Si Kadal Tua Lo
Pi, Begitu dia berteriak menganjurkan untuk meT cingcang tubuh gadis cantik
manis itu, segera anak buahnya yang sejak tadi sudah ada di situ berduyun-duyun
lompat buat menghalangi kepergian gadis itu, yang tak lain Cu Siauw Hoa. adik
kandung Cu Lie Seng, puteri kesayangan Cu-kongkong, yang kebetulan berada di
Yang-cu karena ikut kakaknya, Cu Lie Seng, menginap di rumah Sam-cong-tok.
Jika Cu Lie Seng selalu sibuk
mengurusi orang-orang Kangouw dengan para anak buahnya yang lihai-lihai,
justeru Siauw,Hoa setiap hari menghabiskan waktunya untuk main-main, pergi ke
tempat-tempat yang indah pemandangan alamnya, memetik bunga yang menarik hati
atau juga melihat-lihat keadaan kota itu.
Siapa sangka, hari ini justeru
ia dihalangi oleh si Kadal Tua Lo Pi, yang mau merampas kantong uangnya. Siauw
Hoa pikir cukup memberi pelajaran pahit pada Lo Pi dengan membantingnya satu
kali. Siapa tahu Lo Pi tidak kenal kapok dan terlalu nekad, malah ingin berbuat
karang ajar untuk meremas dadanya yang membusung padat dengan tangan kirinya.
Naik darah Siauw Hoa, jadi
marah campur benci, itulah sebabnya dia turun tangan langsung mematahkan tangan
kiri si Kadal Tua Lo Pi. Tidak disangkanya, si Kadal Tua Lo Pi mempunyai anak
buah banyak jumlahnya, sekarang saja belasan orang anak buah jagoan itu sudah
mengurungnya dengan senjata siap tergenggam di tangan masing-masing untuk
menyerangnya.
Siauw Hoa menahan keledainya,
duduk di atas tunggangannya tenang sekali, matanya menyapu mengawasi satu
persatu anak buah si Kadal Tua Lo Pi. Tak ada seorangpun di antara anak buah Lo
Pi yang memiliki muka yang baik, semuanya tampang jahat dan bengis Juga sinar
mata mereka rakus sekali seperti mau melahap bulat-bulat keindahan bentuk tubuh
maupun kecantikan wajah Siauw Hoa.
Cuma saja tadi dia sudah
menghajar Lo Pi, anak buah jagoan itu tidak berani ceroboh untuk berlaku kurang
ajar padanya, Mengandalkan jumlah banyak anak buah Lo Pi yakin bisa menangkap
hidup-hidup Siauw Hoa, yang nanti akan mereka giliran untuk memperkosanya.
Mereka merasa sayang kalau harus membunuh wanita secantik Siauw Hoa.
Tenang sekali Siauw Hoa turun
dari keledainya, dia kuatir kalau tetap duduk di keledainya orang-orang Lo Pi
menyerangnya, sehingga melukai keledainya. Untuk dirinya memang tidak perlu
gentar, karena yakin tak mungkin anak buah si Kadal Tua Lo Pi bisa melukainya,
berapa banyakpun jumlah mereka. Yang dikuatirkan Siauw Hoa adalah keselamatan
keledai tunggangannya.
"Apa lagi yang kalian
ingini dariku?" tanya Siauw Hoa tenang dan sabar, sedikitpun tidak tampak
rasa takut. "Jangan cari kesulitan untuk kalian. Bubarlah !"
Anak buah si Kadal Tua Lo Pi
tampak saling melirik di antara kawannya dan tertawa-tawa. Mereka anggap perkataan
si gadis lucu sekali, karena janganlah menghadapi belasan orang, melawan empat
atau lima orang dari rombongan mereka si gadis oasti sudah dapat dibekuk.
Biarpun gadis ini memiliki
kepandaian tinggi, tetap saja dia wanita, yang tenaganya terbatas. Dikeroyok
demikian banyak orang, biarpun si gadis ditambah lagi sepasang tangan, tidak
nanti bisa menghadapi rombongan mereka. Anak buah si Kadal Toa Lo Pi jadi
semakin berani, sikap mereka mulai kurang ajar cengar-cengir di depan si gadis.
Si Kadal Tua Lo Pi sakit hati
tangannya di patahkan Siauw Hoa, jadi gusar dan sangat marah melihat anak
buahnya semua cengar-cengir seperti kuda yang diberi bawang. "Mengapa
kalian tidak turun tangan hanya bengong seperti orang tolol ?" Teriak si
Kadal Tua mendongkol, suaranya bengis menakutkan.
Anak buah Lo Pi kaget,
semuanya seperti baru ingat tugas tugas mereka. Tidak buang waktu lagi karena
telah dibentak bengis seperti itu oleh Lo Pi, mereka meloncat maju kedepan,
menusuk, menikam, membacok, menotok dan memukul dengan toya-pedang, golok dan
macam- macam senjata tajam lainnya yang menghujani Siauw Hoa.
Penduduk kota itu yang
menyaksikan keadaan seperti ini jidi menjerit kaget, mereka sangat kuatir
keselamatan gadis baja merah ini, juga merasa ngeri dan takut melihat senjata-senjata
tajam itu sudah menyambar menghujani tubuh si gadis.
Mereka tak bisa membayangkan,
entah bagaimana jadinya kalau senjata-senjata itu berhasil menyerang
sasarannya, pasti tubuh si gadis benar benar hancur menjadi bubur dicingcang
oleh senjata-senjata tersebut.
Gadis baju merah ini
tenang-tenang di-tempatnya, dia menanti senjata-senjata lawan-lawannya datang
dekat baru mau menghindarkan dan menangkisnya. Namun, belum lagi Siauw Hoa
menangkis atau mengelakkan senjata lawan, tahu tahu berkelebat sesosok
bayangan, disusul dengan suara berkerontangan karena senjata-senjata anak buah
si Kadal Tua Lo Pi sudah pindah tangan dirampas oleh sosok bayangan yang baru
datang.
Semuanya melompat mundur
diiringi teriakan kaget campur marah, Mereka akhirnya melihat di tempat itu
sudah tambah seorang pemuda berumur tidak lebih dari 20 tahun, mulanya tampan,
di tangannya memegang belasan batang senjata mereka, yang tadi telah
dirampasnya.
Siauw Hoa juga kaget dan
heran, dia tidak kenal pemuda yang menolonginya. Di-awasinya dengan heran, tapi
gadis ini jadi malu karena pemuda itupun sedang mengawasinya dan malah
mengangguk waktu Siauw Hoa memandang kepadanya.
Entah mengapa mendadak saja
hati Siauw Hoa jadi berdebar-debar. Dia tahu pemuda ini tentunya menolonginya
karena melihat dia dikepung oleh belasan orang yang hendak mencelakainya, namun
maksud baik pemuda ini sempat membuat hati si gadis berdebar-debar. Biasanya
orang menghormatinya, apa yang dilakukan untuk bermuka-muka. Berbeda dengan
yang dilakukan pemuda tak dikenal ini. sehingga membuat si gadis merasakan
suatu debaran hati yang yang lain, apa lagi memang pemuda inipun tampak gagah.
"Bocah ingusan, kau
berani kurang ajar pada kami dan mau mampus rupanya?!" Teriak beberapa
orang anak buah si Kadal Tua Lo Pi, bengis mengandung ancaman untuk menyerang.
"Cincang dua-duanya
!" Si Kadal Tua Lo Pi memberikan perintah, karena dilihatnya semua anak
buahnya cuma bengong-bengong saja tidak segera menyerang.
Mendapat dorongan dari
pemimpin mereka, anak buah si Kadal Tua Lo Pi tidak berani main lambat-lambatan
lagi, mereka segera menyerbu kepada si pemuda tampan yang sudah merampas
senjata mereka, sehingga pemuda itupun tidak sempat untuk bicara sepatah dua
patah kata dengan Siauw Hoa, sebab dia diserbu belasan orang anak buah si Kadal
Tua Lo Pi. Belasan batang senjata tajam yang tadi dirampasnya, telah
dilemparkan ke samping, dibuang ko tepi jalan, sedangkan kedua tangannya yang
sudah kosong dipergunakan untuk menjambak kesana - kemari cepat luar biasa,
tahu-tahu tubuh- tubuh beterbangan.
Anak buah si Kadal Tua Lo Pi
satu persatu dilemparkan ke tengah udara, jatuh terbanting di jalan raya tidak
bisa bergerak lagi, pingsan tak sadarkan diri ! Singkat sekali waktu yang di
pergunakan pemuda itu, karena belasan orang itu seketika telah dilamparkan
semua, jatuh pingsan.
Yang masih bernasib bagus
terbanting dan tidak pingsan, segera angkat kaki, kabur, biarpun Lo Pi ,
berteriak-teriak menganjurkan menyerang lagi.
Pemuda itu menoleh kepada
Siauw Hoa, tersenyum penuh persahabatan. "Nona, kau tidak apa-apa ?"
Siauw Hoa waktu itu tengah
berdiri keheranan melihat ketangkasan pemuda ini.
Melihat gerakannya yang sangat
gesit dan tangannya yang lincah, pemuda ini pasti memiliki ilmu yang sangat
tinggi. Tadi dia begitu mudah merampas belasan senjata dari belasan orang anak
buah si Kadal Tua Lo Pi. sebagian besar sampai pingsan tak sadarkan diri.
Di dalam hati Siauw Hoa kagum
sekali pada ketangkasan pemuda itu, juga mengakui bahwa kepandaiannya tidak
sehebat pemuda ini. Mendadak pemuda itu menoleh padanya menanyakan keadaannya,
muka si gadis jadi berobah merah, dia menggeleng sambil mengawasi dengan
perasaan berterima kasih.
Sebetulnya dia memang tidak
gentar menghadapi belasan orang anak buah si Kadal Tua Lo Pi, karena dia yakin
bisa mengatasi mereka dengan mudah. Tidak urung pertolongan pemuda ini membuat
dia berterima kasih. Apalagi tampaknya pemuda ini sangat menguatirkan
keselamatannya, maka ia semakin berterima kasih.
Mengetahui gadis itu tidak
mengalami kekurangan apa-apa. si pemuda jadi tersenyum senang. Tahu-tahu
tubuhnya meloncat gesit sekali dan sudah berada di samping si Kadal Tua Lo Pi.
Tidak bicara lagi pemuda itu sudah memukul dada Lo Pi, sehingga terpental keras
terpelanting bergulingan di jalan raya dengan mata mendelik, mulut terbuka dan
lidah terjulur keluar, reban tak bergerak lagi, pingsan tak sadarkan diri.
"Orang-orang jahat tidak
tahu malu, hanya berani menghina wanita saja !" menggumam pemuda itu
sambil memutar lubah tidak perduli lagi pada Lo Pi dari anak buahnya yang
menggeletak pingsan tercecer di jalan raya, dia melangkah menghampiri Siauw
Hoa. "Sayang aku tiba di tempat ini terlambat sehingga nona dikagetkan
oleh orang-orang jahat tidak tahu malu ini. Apakah tidak ada sesuatu yang
kurang, nona ?"
Siauw Hoa merangkapkan tangan
memberi hormat pada pemuda itu. "Terima kasih atas pertolonganmu. Apakah
boleh kuketahui tuan penolongku?" Polos dan lancar cara bicara maupun
sikap Siauw Hoa, sikap seorang wanita yang biasa berkelana di dalam kalangan
kangouw, tidak malu-malu atau canggung seperti wanita-wanita umumnya yang tak
mempelajari ilmu silat.
"Aku Giok Han,"
memberitahukan pemuda itu, yang memang tak lain Giok Han, kebetulan dia lewat
di kota Yang-cu setelah tak berhasil mencari si pengemis yang ternyata seorang
gadis. Sedang melewati jalan raya itu dilihatnya ramai-ramai orang berkerumun,
maka segera dihampirinya. Begitu melihat belasan orang mengurung seorang gadis,
di tangan belasan orang iu juga masing-masing tergenggam senjata tajam yang
siap dipergunakan.
Darah Giok Han seketika
meluap, apalagi memang dilihatnya belasan orang itu yang semuanya bertampang
bukan orang baik-baik, sudah meloncat maju untuk mencelakai gadis ysng sangat
cantik manis itu. Tidak buang waktu lagi Giok Han meloncat untuk menolongi
gadis itu. "Bolehkah aku mengerahui nama nona dan mengapa mereka hendak
mengganggumu?"
"Aku Cu Siauw Hoa,"
menyahuti Siauw Hoa. "Aku sendiri tak tahu mengapa mereka hendak
menggangguku. Tadinya, dia si Kadal Tua Lo Pi hendak merampas kantong uangku,
tapi dia sudah kuhajar dan mungkin penasaran dia memanggil anak buahnya agar
mencincang hancur tubuhku menjadi bubur! "
"Manusia jahat...."
mengguman Giok Han mendongkol dan melirik pada si Kadal Tua Lo Pi yang masih
menggeletak pingsan dengan mata mendelik dan lidah terjulur. Badannya diam
tidak berkelojotan seperti tadi. Kemudian Giok Han baru menoleh lagi pada Siauw
Hoa, diam-diam hatinya memuji kecantikan wajah gadis di depannya. Jarang ada
gadis jang secantik Siauw Hoa. "Nona mau pergi kemana?"
"Aku sedang melihat-lihat
keramaian kota. Untuk sementara aku memang tinggal di kota ini menumpang di
rumah seorang sahabat ayahku. Kau sendiri mau pergi kemana?" balik
bertanya Siauw Hoa, senang dia ber-cakap-cakap dengan pemuda yang sopan tapi
jujur dan polos cara bicaranya, tidak bermuka-muka, bicara wajar dan sikapnya
biasa saja.
"Aku baru tiba di kota
ini dan kebetulan melihat kau ingin diganggu oleh orang-orang jahat itu,
Cu-kouwnio..."
"Dan kau segera turun
tangan menolongiku, Giok-kongcu?" memotong Siauw Hoa sambil teriawa. Giok
Han juga tertawa. Walaupun mereka baru berkenalan, tapi mereka bisa bercakap
cakap sangat akrab, seperti sahabat iama tak perduli orang-orang yang
berkerumun tengah mengawasi mereka.
"Oya. tadi kau bilang
baru tiba di kota ini dan belum lagi sempat kemana mana karena harus
menolongiku, maka aku yakin kau pasti melupakan sesuatu!"
"Melupakan sesuatu? Apa
maksud Cu-kouwnio?" Heran dan tidak mengerti pemuda ini atas perkataan
Siaw Hoa.
"Kau tidak ingat? Coba
pikir-pikir, apa yang sudah kau lupakan? Liharlah matahari suduh naik tinggi
sekali ..."
GioK Han menengok ke atas, dia
melihat matahari memang sudah tinggi, hari telah mendekati lohor. Tapi dia
tidak mengerti apa maksud gadis ini dengan memberitahukan padanya tentang
matahari yang sudah naik tinggi seperti itu. Apa yaag telah dilupakannya?
"Kau tidak ingat
juga?" tanya Siauw Hoa sambil tertawa geli melihat muka Giok Han seperti
kebingungan.
Giok Han menggeleng.
"Benar. Aku tak tahu apa yang dimaksudkan Cu-kouwnio." jawabnya.
"Perutmu! Bukankah kau
sekarang belum makan? Bukankah tadi kau bilang baru saja tiba di kota ini dan
melihat aku ingin diganggu orang jahat, sehingga kau cepat-cepat turun tangan
menolongiku. Pasti kau belum sempat mencari rumah penginapan, juga belum
makan!"
Giok Han tertawa keras
mendengar keterangan si gadis, benar-benar jenaka gadis ini. Tak salah dugaan
gadis itu dia memang belum makan. "Tidak salah, Cu kounio. Aku memang
belum makan," katanya polos. "Dan kau tentunya sudah lapar."
"Aku ingin mentraktir kau
makan, karena tadi kau telah menolongiku."
"Terima kasih, jangan
merepotkan nona."
"Jangan menolak ini
sebagai pernyataan terima kasihku, juga untuk mengikat tali persahabatan. Kalau
kau menolak kutraktir, berarti kau tak mau bersahabat denganku."
Giok Han tahu tak mungkin
menolak, karena bisa menyinggung perasaan si gadis. Dia mengangguk
"Baiklah, kita makan di mana ?"
"Ayo ikut denganku, akan
kujamu kau dengan makanan yang terlezat di kota ini!" Siauw Hoa menuntun
keledainya, Giok Han ikut di belakangnya dengan hati bimbang. Gadis ini baru
dikenalnya, tapi ia demikian baik hati, sampai persoalan makan saja
diperhatikannya. Sebetulnya Giok Han merasa agak canggung diktraktir gadis itu,
diapun tak berdaya untuk menolaknya.
Siauw Hoa mengajak si pemuda
ke rumah makan yang memasang merek "Fang hsiang-louw", sebuah ruman
makan bertingkat dua dan ramai oleh pengunjungnya Di sana tampak banyak kuda
yang ditambat pada depan rumah makan itu dengan seorang pelayan siap menyambut
tamu.
Keledai Siauw Hoa telah
disambut oleh pelayan itu, yang juga mempersilahkan mereka masuk. Gadis ini
berpakaian mewah seperti puteri dan keluarga bangsawan, tak mengherankan kalau
pelayan itu bersikap sangat menghormat.
Bukankah di dunia ini
segalanya memang selalu dinilai untuk awalnya dari luar. Jika berpakaian
mentereng dan mewah, tentu akan dilayani oleh setiap orang dengan hormat, baik
pelayan rumah makan, rumah penginapan, ataupun pelayan-pelayan toko, pasti akan
melayani mereka, yang lebih diutamakan dari mereka yang berpakaian sederhana ?
Ini sudah hukum dunia, cuma
Giok Han merasa muak melihat sikap pelayan yang terlalu menghormat dengan
dibuat-buat, demikian juga dua orang pelayan di ruang dalam yang menyambut
mereka Giok Han berpakaian sederhana, tani ia berjalan dengan nona cantik
berpakaian mentereng ini. iapun dihormat dengan sikap yang berlebihan dari
pelayan-pelayan itu.
Di dalam ruang makan penuh
oleh tamu, suara mereka juga berisik. Giok Han dnn Siauw Hoa dipersilahkan
duduk di sebuah meja yang masih kosong. Si gadis segera memesan bermacam-macam
makanan. Lidah eyam cah, kaki ayam tim kolesom, kodok goreng cara Souwciu, ikan
gurame masak jamur..." banyak sekali makanan yang dipesan si gadis,
semuanya merupakan makanan yang mahal-mahal dan belum pernah didengar Giok Han
sebelumnya.
"Rupanya kau ahli makan
Cukouwnio," kata Giok Han sambil tertawa setelah si pelayan pergi
tergopoh-gopoh untuk mempersiapkan pesanannya yang serba istimewa ini.
"Kau seperti hafal dan
kenal semua makanan yang istimewa, rupanya setiap hari memang kau bersantap
dengan sayur-sayur seperti itu."
"Kau tahu tidah ayam cah
merupakan makanan kegemaranku, sedangkan kodok goreng cara Souwcu makanan yang
paling lezat di dunia, tak ada duanya. Nanti kau boleh buktikan." Siauw
Hoa mengerling manis, tersenyum memikat dan bibirnya yang tipis kecil itu
tersenyum menambah cantik gadis ini.
"Aku belum pernah
mendengar nama-nama makanan yang kau pesan tadi, apa lagi memakannya.
Karenanya, aku tak tahu bagaimana rasa makanan itu." Giok Han
polos-mengakui. "Tapi kukira, semua makanan yang kau pesan itu pasti mahal
sekali."
"Soal uang tak jadi soal,
asal memang cocok dengan selera kita. Itu adalah pepatah yang biasa
dipergunakan oleh para ahli makan. Ku kira memang tak salah kata-kata itu,
setiapkali kita makan, tentu kita mau makan yang enak-enak, bukan?"
Giok Han tersenyum tak
menyahuti. Gadis ini memang luar biasa. Sikapnya selalu lincah dan riang.
Mereka baru berkenalan, tapi gadis ini tak canggung dan bersikap seakan mereka
sudah bersahabat karib. Melihat dandanannya, tentu dia bukan gadis sembarangan,
setidak-tidiknya dia puteri seorang kaya raya. Tapi mengapa dia berkeliaran
seorang diri ? Juga, dia tampaknya memiliki ilmu silat yang tidak rendah,
karena tadi waktu menghadapi Lo pi dia pun sanggup merubuhkan jagoan itu.
Siapakah dia sebenarnya ? Siapa ayahnya? Apakah seorang hartawan atau seorang
pembesar negeri ?
Makanan yang dipesan si gadis
cepat sekali sudah disajikan, satu meja penuh. Giok Han merasa kenyang sebelum
memakannya, melihat makanan demikian banyak, lenyap selera makannya, karena dia
sendiri jadi bingung, tak tahu yang mana harus dimakan lebih dulu.
Siauw Hoa sudah mulai
menyumpit jamur di masakan ikan gurame, mulutnya yang tipis bagus itu
kecap-kecip tampaknya dia tengah merasakan apakah masakan ini cukup
asam-garamnya. Kemudian meng-angguk-angguk. "Koki rumah makan ini cukup
pandai, cuma sayangnya jamurnya terlalu lama digodok dalam masakan ini.
Seharusnya dia memasukkannya 2 menit setelah ikan gurame ini hendak
diangkat."
"Rupanya nonapun ahli
memasak," memuji Giok Han. "Kau mengetahui masakan dengan baik,
sampai hal yang sekecil-kecilnya kesalahan yang dilakukan koki, kau
mengetahuinya."
"Aku memang senang
memasak, jika di rumah aku sering memasakan untuk ayah. Ayah selalu memuji
bahwa masakanku jauh lebih lezat dari makanan manapun," menyahuti si gadis
bangga. "Oya, apakah ibumu tak pernah membuatkan masakan-masakan seperti
ini ?"
Giok Han tertegun. Sejak kecil
dia tak pernah lagi merasakan kasih sayang ayah ibunya, bahkan waktu kecil itu
dia sudah terancam jiwanya oleh orang-orang Cu-kongkong.
Kedua orang tuanya dan juga
keluarganya telah dibinasakan oleh kaki-tangan Cu-kong-kong. cuma dia seorang
yang bisa diselamatkan jangankan mencicipi masakan ibunya, mendengar kata-kata
yang manis memanjakan dari ibunya sudah tak pernah lagi setelah peristiwa
menyedihkan hari itu.
Hidupnya selalu dikejar-kejar
ketakutan, juga tertekan oleh kesedihan jika teringat pada peristiwa yang
terjadi di keluarganya. Hidup di bawah bimbingan yang keras dan disiplin.
Terlebih lagi setelah berdiam di Siauw Lim Si, di mana penghuninya semua
pendeta-pendeta yang ciacai tak makan masakan berjiwa. Mereka selalu makan
sayur-sayuran. Giok Han juga ikut makan sayur-sayuran saja.
Melihat Giok Han diam dengan
muka berobah sedih, Siauw Hoa kaget- "Apakah.... apakah aku salah bicara
?" tanyanya ragu-ragu.
Giok Han menggeleng perlahan,
sikapnya sedih.
"Kau beruntung masih
mempunyai orang tua. Sejak kecil aku tak mempunyai ayah dan ibu."
Menjelaskan Giok Han.
"Ooo. maafkan, aku telah
menimbulkan kesedihanmu."
"Tak apa-apa. Aku sudah
biasa hidup sederhana, karenanya aku belum pernah mendengar, apalagi
memakannya, masakan-masakan seperti ini semua." Sambil berkata Giok Han
menunjuk pada sayur-sayur yang ada di atas meja.
Sejak kecil Siauw Hoa berada
ditengah-tengah keluarga bangsawan, ayahnya memiliki kedudukan tertinggi di
daratan Tionggoan setelah Kaisar. Di istana ayahnya banyak sekali koki dan
pelayan.
Setiap keinginannya selalu diperolehnya,
tinggal memberikan perintah pada pelayan-pelayan maupun anak buah ayahnya. Tak
pernah merasakan susah sejak kecil, hidup dalam kemewahan dan dimanja.
Tapi mendengar keterangan Giok
Han yang nadanya seperti mengeluh, tak urung Siauw Hoa terharu juga.
Sudahlah, mari kita sikat
habis makanan ini !" katanya gembira, untuk mengalihkan pembicaraan
mereka. Giok Han juga sudah tertawa lagi, karena Siauw Hoa mengajaknya bicara
dengan gembira tertawa-tawa membicarakan tentang cara memasak sayur-sayur yang
mereka makan, bagaimana membuatnya bagaimana penyajiannya dan lain-lainya.
Cepat sekali Giok Han
melupakan kesedihannya itu. Siauw Hoa juga bercerita dia mendatangi
tempat-tempat yang memiliki pemandangan indah, banyak tempat-tempat yang telah
dikunjunginya. Giok Han mendengarkan tertarik campur heran, karena demikian
luas pengetahuan gadis ini.
Menarik sekali bercakap-cakap
dengan gadis cantik manis juga sangat ramah dan riang seperti Siauw Hoa. Tanpa
mereka sadari dua orang bertubuh tinggi besar, bermata biru langit, bibir yang
lebar dan berewok yang memenuhi janggut, menghampiri meja Siauw Hoa dan Giok
Han.
Kedua orang itu bukan orang
Han. mereka tampaknya-seperti orang Persia. Kedua orang ini menekuk kaki
mereka, memberi hormat pada Siauw Hoa.
"Siaow-kuncu, Siauw
cukong memanggil segera pulang," kata salah seorang dari kedua orang
Persia dengan sikap horrnat. "Kami menunggu perintah Siauw-kuncu"
Muka Siauw Hoa berobah, dingin
dan tak acuh mengibaskan tangannya. "Kalian tunggu di luar, aku belum mau
pulang."
"Tapi Siauw-kuncu
..."
"jangan rewel, keluar
kalian jangan mengganggu kesenanganku !" bentak Siauw Hoa.
"Baik, baik," kedua
orang Persia itu cepat-cepat meninggalkan ruang makan itu dengan sikap
menghormat campur takut.
Giok Han menyaksikan peristiwa
ini heran dan tak mengerti. Siapa sebenarnya gadis ini ? Melihat kedua orang
Persia yang bersikap begitu hormat, juga panggilan "Siauw-kuncu",
tentunya gadis ini puteri seorang pembesar negeri. Waktu itu mulai timbul
keraguan di hati Giok Han.
Dia tak tahu apakah gadis ini
bisa dijadikan sahabatnya atau tidak. Apakah ayah si gadis pembesar kerajaan
yang bekerja, jadi kaki tangan Cu-kongkong atau bukan ? Giok Han jadi dingin
sikapnya dan berdiam diri saja.
Kalau tadi Giok Han bercakap
cakap dengan riang bersama si gadis, sekarang dia cuma menjawab satu dua
perkataan saja. Selera makannya juga lenyap.
Siauw Hoa merasakan perobahan
sikap Giok Han, bola matanya yang bening mengawasi Giok Han.
"Orang-orangku itu memang tak tahu aturan, harap kau maafkan." Si
gadis meletakkan sumpitnya. "Lebih baik kita pergi ke taman
"Cing-ki-louw" yang ada di pintu barat kota ini. Di sana kita bisa
mengobrol tanpa diganggu orang orangku. Pemandangan di sana sangat indah."
Giok Han tersenyum.
"Maaf, aku sangat berterima kasih atas kebaikan nona yang telah menjamu
makan padaku. Aku ingin melanjutkan perjalanan, nanti jika ada kesempatan kita
bertemu lagi."
Muka si gadis berobah, wajah
yang cantik jadi berobah sedih. "Kau marah?" tanyanya.
"Marah? Mengapa aku harus
marah ? Nona tak berbuat salah apa-apa padaku. Aku yang seharusnya minta maaf,
karena tak bisa mengiringi kegembiraan nona buat pergi ke-Cing-ki-louw."
"Kau mau pergi kemana
?"
"Mungkin mencari rumah
penginapan, atau mungkin juga meneruskan perjalanan, karena hari belum lagi
sore."
Siau Hoa menunduk sedih,
suaranya perlahan waktu menggumam: "Aku benar-benar bernasib buruk. Baru
saja gembira karena mendapat sahabat, sudah diganggu oleh orang-orang ayah.
Sudahlah, kau mau pergi, pergilah. mungkin kau tak mau bersahabat
denganku." waktu bilang begitu, dia menunduk tak menatap pada Giok Han,
hati Giok Han tergerak. Dia terharu melihat kebaikan dan kesungguhan had gadis
ini yang mau bersahabat dengannya, Tapi dia ragu kalau-kalau gadis ini puteri pembesar
kerajaan. Sedangkan Giok Han memusuhi Kaisar dan Cu-kongkong, berarti juga
musuh semua pembesar kerajaan.
Hal inilah yang membuat Giok
Han merasa sulit bergaul dengan gadis ini, walaupun hatinya tertarik pada gadis
yang cantik dan ramah ini. Sikapnya yang lincah dan akrab membuat Giok Han
semula merasakan persahabatan yang intim. Tapi sekarang, di antara mereka
berdua seperti dibendung selapis benda yang memisahkan mereka.
Mendadak di luar terdengar
suara ribut-ribut. Bahkan Giok Han mendengar suara orang Persia yang tadi
menemui Siau Hoa, yang membentak keras: "Kunyuk belang, kau mencari mampus
?" Dibarengi oleh suara "Serrrr..! Serrrrr! Desssss!"
Muka Siau Hoa berobah, dia
melirik pada Giok Han, yang waktu itu sudah berdiri dan memandang ke luar.
"Entah mereka bentrok
dengan siapa ?!" menggumam Siau Hoa sambil berdiri lesu." Mari kita
lihat."
Ketika berada diluar, Giok Han
kaget, karena dilihatnya kedua orang Persia itu mengeroyok seseorang yang
dikenalnya. Orang itu berpakaian compang camping, dengan muka yang kotor mesum,
karenanya tadi orang Persia itu menyebutnya sebagai kunyuk belang, pengemis
tersebut tidak lain si pengemis yang telah meninggalkannya beberapa waktu yang
lalu.
Tak buang waktu lagi Giok Han
segera lompat sambit berseru: "Hentikan, dia sahabatku !" Dan tangan
Giok Han menyampok kepalan tangan kiri orang Persia yang ada di-kanan.
Tenaga orang Persia itu kuat,
tapi dia memiliki tenaga gwakang, tenaga luar dan kasar, cuma mengandalkan
kekuaran badan saja, sedangkan Giok Han menangkis dengan mempergunakan tenaga
lunak, tenaga pukulan orang Persia, yang kebetulan sedang mengancam dada si
pengemis, seperti amblas kedalam lautan, lenyap. Orang Persia itu kaget dan
melompat mundur, kawannya juga berhenti menyerang si pengemis.
"Sahabat," panggil
Giok Han sambil menghampiri si pengemis. "Kau membuat aku pusing mencari
carimu !"
Si pengemis melirik Giok Han
seperti juga tak kenal padanya, dingin sekali. "Buat apa kau
mencari-cariku?"
"Sahabat, kau... kau
marah padaku? " tanya Giok Han.
"Cissss, buat apa marah
padamu?" dan si pengemis melangkah pergi.
"Sahabat" panggil
Giok Han mengejar.
Tapi pengemis itu tak
mengacuhkannya dan berlari pergi. Giok Han jadi berdiri tertegun di tempatnya.
Siau Hoa yang menyaksikan Giok
Han menangkis pukulan orang Persia dengan mudah dan kemudian memanggil-manggil
si pengemis dengan sebutan "Sahabat", alisnya jadi mengkerut.
Apakah pengemis kotor mesum
itu sahabat Giok Han ? Sedangkan kedua orang Persia itu memandang penasaran
pada Giok-Han. Cuma saja mereka mengetahui Giok-Han kawan Siau-kuncu mereka,
tak berani mereka bertindak sembarangan.
"Apa yang terjadi?
Mengapa kalia berkelahi dengan pengemis kotor itu?" tanya Siau hoa pada
kedua orang Persia.
"Tadi dia menghampiri
kami dan minta sedekah. Kami bilang tak ada uang kecil untuknya, tahu-tahu muka
kami digamparnya!"
"waktu memberi tahukan
demikian, muka kedua orang Persia itu berobah merah.
Sebetulnya mereka orang-orang
berkepandaian tinggi tapi tadi kcolongan digampar pengemis itu karena mereka
tidak berwaspada selain tangan si pengemis memang menyambarnya begitu cepat.
"Apakah kalian tak kenal
pengemis itu? " tanya Siau Hoa lagi, sebagai gadis cerdik, dia segera bisa
menduga bahwa didalam urusan ini pasti ada sesuatu yang tidak beres. Bukankah
Giok Han tadi memanggil-manggil si pengemis dengan sebutan "sahabat"
? Dan juga si pengemis seperti marah pada Giok Han tak melayani pemuda itu.
"Kami tak pernah bertemu
dengan pengemis kotor itu sebelumnya, Siauw-kongcu. kami juga heran dia seperti
sengaja mencari urusan dengan kami. Kalau saja tidak dihalangi... dihalangi
dia..."
Tapi orang Persia itu tak
meneruskan perkataannya, karena Siauw Hoa sudah mendeliki mata padanya. Yang
dimaksudkan orang Persia dengan sebutan "dia" adalah Giok Han yang
dimaksudkan kalau saja Giok Han tidak menghalanginya, tentu mereka bisa
menghajar si pengemis yang sudah berlaku kurang ajar menampar mereka.
"Sudahlah kalian lain
kali tak boleh mencari-cari urusan karena jika diketahui oleh ayahKU tentu
mempersulit diriku juga, lain kali tentu aku tak diijinkan untuk keluyuran
diluar."
Kedua orang Persia itu
mengangguk, tapi mata mereka melirik Giok Han, seakan-akan masih penasaran
karena tadi Giok Han sudah menghalangi mereka menghajar sipengemis.
Giok Han lesu menphampiri si
gadis, merangkapkan kedua tangannya memberi hormat. "Cu-kounio. aku
sebetulnya, masih ingin mengobrol dengan kau, tapi ada sesuatu yang perlu
kuurus maka terpaksa kita harus berpisah."
"Ya, aku tahu engkau
hendak melakukan sesuatu. Percuma jika memang kau mau pergi." menyahut
Siauw Hoa, tawar. Dia menduga, tentu Giok Han hendak mengejar sipengemis
sahabatnya itu. Melihat sikap Giok Han yang tak tenang, jelas Giok Han seperti
lebih mementingkan si pengemis dari dirinya, diam-diam Siauw Hoa mendongkol.
Dia cantik jelita, selalu
memperlakukan Giok Han dengan riang dan baik, sedangkan si pengemis compang
camping dan kotor, tapi Giok Han lebih mementingkan "sahabat" nya
itu. Dia jadi heran juga. Biasanya pemuda pemuda lain akan merasa beruntung
jika bisa bercakap-cakap dengannya satu dua patah saja, tapi Giok Han ternyata
lain, dia malah lebih mementingkan sahabatnya yang kotor mesum itu.
Bukankah kata-kata yang biasa
dipergunakan orang ialah pemuda akan lupa sahabat jika sedang asyik mengobrol
dengan wanita cantik?
Dugaan Siauw Hoa tidak keliru,
karena dia sudah berlari ke arah tadi dimana si pengemis kotor itu pergi. Siauw
Hoa mengawasi kepergian Giok Han sesaat lamanya, biarpun mukanya dingin tak
memperlihatkan perasaan apa-apa, hatinya justeru tengah digeluti oleh perasaan
yang tidak enak, yang aneh, yang selama ini belum pernah dirasakannya.
Dia juga menyesal, mengapa tak
bisa lebih lama lagi mengobrol dengan pemuda yang menarik hati itu? Mengapa
harus berpisah secepat itu ? Akhirnya Siauw Hoa menghela napas, mengajak orang
Persia itu meninggalkan tempat tersebut.
ooo)0(ooo
Ruangan itu besar dan penuh
oleh perabotan yang mewah, di sebelah kanan ruang itu tampak meja ukir dari
kayu cendana. Di kursi yang ada di dekatnya duduk seorang bertubuh agak gemuk
berjubah pendeta usianya limapulun tahun lebih.
Tubuhnya diam tak bergerak,
tapi kedua tangannya bergerak-gerak perlahan sekali, cuma saja setiapkali
tangan itu bergerak, lambat-lambat mengeluarkan suara "Wutttut . . .
Wuttttt . . . !" yang santer dan kuat, membuat ruangan itu seperti
bergoncang ada gempa.
Semakin lama tangan pendeta
itu bergerak semakin lambat, tapi tenaga yang keluar dari kedua telapak
tangannya semakin kua ruangan itu seperti dilanda angin topan yang keras.
Mendadak pendeta itu berhenti
menggerakan tangannya, menoleh ke pintu ruangan. Matanya bersinar tajam.
"Mengapa kau tak masuk?" tegurnya, parau suaranya.
Daun pintu terbuka, tampak Cu
Lie Seng masuk dan memberi hormat. "Tecu mengganggu latihan suhu, ada
sesuatu yang perlu tecu laporkan."
"Sudah kau dapat barang
yang kuinginkan itu?" tanya pendeta tersebut yang tak lain dari Tang San
Siansu.
"Tecu sudah berhasil
menyelidiki dan mengetahui di mana adanya Liong kak-tung. Bahkan tecu sudah
bertemu dengan seseorang yang memakai gelaran Liong kak-sin-hiap."
Alis Tang San Siansu
bergerak-gerak, keningnya mengkerut, tanganya terkepal, tapi tak berkata
apa-apa.
Cu Lie Seng meneruskan
perkataannya: "Tecu menerima laporan bahwa Liong-kak-tung berada di tangan
Toat-beng-sin-ciang. Dia pemilik terakhir Liong-kak-tung. Bersama-sama dengan
Bwee-sim-mo li suhu, tecu sudah pergi kesana. Pak-mo, Tong-mo, See-mo dan
Lam-mo juga ikut serta.
Toat-beng-sin-ciang
mengandalkan racunnya, ia rupanya seorang yang benar-benar ahli mempergunakan
racun. Waktu tecu sampai di sana, ada seorang pengemis berusia muda yang
menghalangi tecu dan yang lainnya, mungkin dia murid Toat-beng-sin-ciang.
Tecu bermaksud menawannya,
tapi gagal, karena waktu itu muncul orang yang mengaku sebagai Liong-kak-sin hiap
dan menolongnya. Jika saja tecu berhasil menawan hidup-hidup pengemis iiu,
niscaya tecu bisa mengorek keterangan dirinya."
"Sekarang di mana
pengemis itu ?" tanya Tang San Siansu, dingin suaranya. Walaupun hatinya
agak tegang mendengar barang yang selama ini dicari-carinya sudah diketahui
berada di mana" wajahnya tetap dingin dan biasa saja.
"Dia melarikan diri,
demikian juga pemuda yang menolonginya berhasil lolos. Tapi, tecu kira mereka
melarikan diri tak jauh dari tempat ini kalau memang suhu mau mencari mereka,
tentu tak begitu sulit, tecu sudah perintahkan Pak-mo berempat pergi
menyelidiki dan mencari jejak pengemis itu dan pemuda yang bergelar
Liong-kak-sin-hiap."
"Hemmm, bagaimana
kepandaian pernuda yang bergelar Liong-kak-sin-hiap itu?"
"Ampunkan tecu suhu,
karena tecu tak berhasil menangkapnya. Tapi tecu berjanji, jika suatu saat
nanti tecu berhasil mencarinya, tentu tecu akan menangkapnya hidup-hidup, untuk
mengorek keterangan. Kepandaiannya memang tinggi, tapi tecu bisa mengatur
siasat sebaik-baiknya."
"Kecewa kau menjadi
muridku, sudah cukup banyak kepandaian yang kuwariskan kepadamu. Tapi, mengapa
kau membiarkan kedua orang itu lolos?" tegur Tang San Siansu.
Muka Cu Lie Seng berobah
merah, dia malu. Memang gurunya sudah mewariskan bermacam-macam ilmu, biasanya
Cu Lie Seng-pun bersikap congkak dan yakin bahwa dia sudah memiliki kepandaian
tanpa tandingan.
Menurut gurunya, yang bisa
menandingi Cu Lie Seng saat itu cuma beberapa orang saja, itupun tokoh-tokoh
tua berkepandaian tinggi. Tapi sekarang, selain dia gagal menawan pengemis yang
diduga nurid Toat - beng - sin-ciang, juga dia tak berhasil menangkap pemuda
yang memakai gelaran Liong-kak-sin-hiap.
"Dalam waktu dekat tecu
akan berusaha menangkap mereka," janji Cu Lie Seng menunduk.
"Dalam penyelidikanmu
itu,apakah sudah dapat dipastikan bahwa Liong-kak- tung berada di tangan
Toat-beng-sin-ciang? "menegaskan gurunya.
"Sembilan bagian memang
dia pemilik terakhir tongkat Liong-kak-tung, tapi sejauh itu tecu belum
berhasil bertemu dengannya. Kemarin waktu gagal menangkap pengemis itu. tecu
sudah merusak tempat kediamannya, mungkin Toat beng-sin-ciang dalam waktu dekat
memperlihatkan diri, di waktu itu pasti tecu lebih mudah untuk membekuknya dan
memaksa dia menyerahkan tongkat Liong-kak tung.
Tang San Siansu
menggeleng-geleng perlahan, gumamnya: "Toat-beng-sin-ciang bukan orang
berkepandaian lemah, walaupun aku yakin kau bersama-sama Tong-mo, Pak-mo,
See-mo, Lam mo dan Bwee-sim-mo-lie bisa menghadapi mereka, tapi agar urusan tak
jadi berantakan, aku akan ikut buat membekuk Toat-beng-sin ciang. Sekarang
pergilah kau selidiki, dimana dia berdiam, secepatnya beritahukan padaku
setelah berhasil mengetahui beradanya Toat beng-sin-ciang. Demikian juga halnya
dengan pengemis dan pemuda yang mengaku sebagai Liong-kak-sin-hiap kau selidiki
di mana mereka berada. Jika sudah mengetahui, segera bersama-sama denganku
pergi untuk membekuk mereka. "
"Baik suhu," Cu Lie
Seng mengundurkan diri dari ruangan itu, untuk melaksanakan perintah gurunya.
Tang San Siansu duduk diam di
kursinya, tak melatih kedua tangannya lagi. Kalau tadi dia tengah
menyempurnakan latihan Liong-beng- kun". Sekarang dia sudah mencapai
tingkat sangat tinggi, telah sampai pada titik penentuan dari latihannya.
Itulah sebabnya selama seminggu ini dia selalu mengurung diri untuk melatih
bagian terakhir ilmunya yang dahsyat itu.
Mungkin memerlukan waktu tiga
hari lagi untuk merampungkan latihannya tersebut, sehingga dia benar-benar
sangat tangguh dengan ilmunya yang terlatih sampai pada titik yang tertinggi,
Cuma saja mendengar ada pemuda yang bergelar "Liong-kak-sin-hiap",
dia jadi penasaran dan ingin cepat cepat menangkap pemuda itu. buat mengetahui
siapa sebenarnya pemuda itu.
Hal ini disebabkan si pemuda
memakai gelaran dari nama senjata yang paling ditakuti Tang San Siansu, senjata
yang bisa memunahkah ilmu "Liong beng-kun" nya !
Tang San Siansu sekarang sudah
mencapai tingkat latihan "Liong beng-kun" yang sangat tinggi. Dapat
dikatakan jarang ada lawan yang bisa menandingi pendeta bekas murid Siauw Lim
si ini. Memang ambisi Tang San Siansu ingin menguasai rimba persilatan terutama
sekali untuk merampas kedudukan pimpinan atau Ciangbunjin Siauw Lim Si karena
dia sakit hati pernah diusir dari Siauw Lim Si.
Yang membuatnya tak berani
segera turun tangan, ia tahu Siauw Lim Si merupakan pintu perguruan yang
memiliki murid-murid lihai. merupakan pintu perguruan besar yang disegani semua
orang. Bekerja seorang din saja tak mungkin bisa menguasai Siauw Lim Si,
akhirnya Tang San Siansu menghamba pada Cu-kongkong.
Ia bukan tak mempunyai maksud.
Dengan menghamba pada kebiri yang paling berkuasa pada saat itu, niscaya ia
bisa memanfaatkan kekuasaan Cu-kongkong untuk membantunya, memperalat pembesar
kerajaan itu. meminjam tangan Cu-kongkong buat merampas Siauw Lim Si. Tapi tak
disangkanya, justeru gurunya yang semula diduga sudah mati, ternyata masih
hidup.
Karenanya setelah meninggalkan
Siauw Lim Si, Tang San Siansu mati-matian melatih Liong beng kunnya lebih giat,
ia mengurung diri dan hanya mendidik Cu Lie Seng. Luka di dalam tubuh yang
disebabkan pukulan gurunya, memaksa dia harus menyembuhkannya dengan
mengorbankan lwekangnya sebagian, setelah setahun barulah lwekangnya pulih.
Dendamnya pada Siauw Lim Si
semakin hebat, dia bertekad walaupun bagaimana harus merampas kedudukan
pimpinan Siauw Lim Si, jika perlu membumi hangus kan Siauw Lim Si.
Tentu saja jika jalan ini
ditempuh, dia akan memanfaatkan kekuasaan Cu kongkong, meminjam tangannya untuk
mengerahkan pasukan tentara untuk menghancurkan Siauw Lim Si, dengan tuduhan
bahwa Siauw Lim Si ingin memberontak pada kerajaan, dan Kaisar menghukum pintu
perguruan itu !
Siapa sangka sekarang justeru
didengar-nya ada seorang pemuda berkepandaian tinggi yang memakai gelaran
Liong-kak-sin-hiap membuat Tang San Siansu tak sabar ingin cepat-cepat
menangkap nemuda itu, untuk dikorek keterangannya.
Entah murid siapa pemuda itu,
tapi yang pasti ada tantangan dengannya, karena pemuda itu memakai gelaran
Liong-kak-sin hiap, yang berhubungan dengan Liong-kak-tung, senjata yang paling
ditakuti oleh Tang San Siansu, sebab Liong-kak-tung bisa menghancurkan sinkangnya
dan latihan Liong beng-kunnya bisa buyar kalau terserang oleh totokan
Liong-kak-tung pada beberapa jalan darah tertentu di tubuhnya.
Mati atau hidup pemuda itu
harus ditangkap, juga pengemis yang diduga murid Toat-beng-sin ciang, harus
ditangkap juga, buat mengetahui dimana bersembunyinya Toat-beng-sin-ciang yang
menurut muridnya justeru merupakan pemilik terakhir Liong-kak-tung, senjata
yang diinginkan benar oleh Tan San Siansu.
Kalau usaha mendapatkan
Liong-kak-tung sudah berhasil, selanjutnya Tang San Siansu tak takut pada
apapun juga, terhadap siapapun dia tak gentar lagi, karena Liong beng-kunnya
sudah dilatih demikian hebat dan tinggi jarang ada orang yang bisa mengalahkan
Tang San Siansu sekarang ini, apa lagi kalau Liong-kak-tung sudah berada di
tangannya.
Tang San Siansu tak perlu
kuatir lagi nanti seseorang mempergunakan senjata yang menakutkan baginya itu
untuk menyerang dirinya. Mati-matian Tang San Siansu menyuruh muridnya mencari
dan menyelidiki di mana adanya Liong-kak-tung.
Siapa tahu, sekarang muridnya
sudah memperoleh kabar yang menggembirakan, yaitu Liong kak-tung berada di
tengah Toat-beng-sin-ciang.
Tang San Siansu memang pernah
mendengar perihal Toat-beng-sin-ciang, seorang jago tua yang berperangai aneh,
tapi Tang San Siansu yakin ia bisa menghadapi Toat-beng-sin ciang dengan
Liong-beng-kunnya. Berita yang dibawa muridnya menyenangkan, juga
menggelisahkan Tang San Siansu.
Rasanya dia tak sabar
lagi,ingin cepat-cepat mengetahui dimana adanya Toat-beng-sin ciang buat merampas
Liong kak-tung. Semakin cepat semakin baik baginya.
ooo)0(ooo
Giok Han mencari-cari si
pengemis, tapi tetap tak berhasil menemukan jejaknya, biarpun dia sudah berlari
ke sana kemari cukup jauh. Karena sudah mengetahui bahwa pengemis itu seorang
gadis, Giok Han bisa menduga-duga mungkin si pengemis marah melihat dia
bersama-sama dengan Siauw Hoa di rumah makan dan pengemis itu jadi iak mau
meladeni nya lagi, tak acuh.
Entah mengapa Giok Han merasa
pengemis itu merupakan sahabatnya, biarpun mereka berkenaIan belum terlalu
lama. Sikap dan kelakuan si pengemis yang selalu bicara blak-blakan dengannya,
juga memang si pengemis pernah menjanjikan padanya untuk bantu menghadapi
Siangkoan Giok Lin, rupanya pengemis itu menyimpan sesuatu rahasia.
Banyak yang ingin diketahui
Giok Han, terutama sekali Toat-beng-sin ciang apakah mempunyai hubungan dengan
si pengemis ?" Mengapa gadis ini berpakaian sebagai pengemis ? Padahal
waktu kopiahnya terbuka sehingga rambutnya terurai, sekilas Giok Han bisa
melihat pengemis ini yang cukup cantik, walaupun mukanya begitu kotor tak
karuan.
Di samping itu Giok Han
mengetahui bahwa pengemis itu terancam keselamatannya oleh Cu Lie Seng dan
orang-orangnya, biar bagaimanapun sikap si pengemis terhadapnya, tetap dia
bermaksud membantu pengemis itu.
Tapi setelah mencari-cari
sekian lama tetap tak berhasil bertemu dengan pengemis itu, Giok Han jadi putus
asa. Waktu itu dia berada didepan pintu kota sebelah selatan, terpisah kurang
lebih lima lie. Di sana sepi, hanya banyak pohon-pohon yang rindang tumbuh
dikedua tepi jalan tersebut.
Kemana harus dicarinya
pengemis itu ? Kemana perginya pengemis yang memiliki kelakuan aneh dan juga
penuh dengan rahasia itu ? Sedangkan Giok Han berdiri di situ mengawasi
sekitarnya dengan putus asa karena tak berhasil mencari si pengemis mendadak
dilihatnya ada sesosok tubuh dari balik sebatang pohon yang berputar-putar
menghampiri padanya.
Giok Han mengawasi lebih
tegas, ternyata orang itu berjalan bukan dengan kedua kakinya, melainkan
jungkir balik, jalan dengan tangannya yang kiri tubuhnya berputar-putar seperti
gangsing dan ringan menghampiri Giok Han.
Orang itu tak lain See-mo Uh
Ma, iblis dari Barat yang bertubuh cebol seperti tinggi tubuh seorang anak
berusia 12 tahun. See-mo tak kenal Giok Han lagi, karena dulu waktu dia pernah
bertemu dengan Giok Han dan mengajarkan "Tok Pie Ginkang", pemuda ini
masih kecil.
Sekarang See-mo cuma tahu
bahwa Giok Han "Liong-kak-sin-hiap" yang pernah dikepung dia dan
kawan-kawan-nya, tapi tak berhasil menundukkannya.
See-mo tengah menyelidiki
keadaan di sekitar itu, mencari Giok Han dan si pengemis atas perintah Cu Lie
Seng Demikian juga Pak-mo, Lam-mo dan Tong-mo, semuanya mencari Giok Han dan si
pengemis ditempat berpencaran.
Tak disangkanya ia melihat
Giok-Han tengah berlari lari mendatangi, dia mendekam diatas cabang pohon
mengawasi gerak-gerik Giok Han. Melihat si pemuda berhenti berlari dan berdiri
diam mengawasi sekitar tempat itu, See-mo yang tak bisa menahan diri lagi ingin
cepat cepat menangkapnya segera lompat turun buat menangkap Li-ong-kak-sin-hiap
ini.
Tentu Cu-cukongnya girang
sekali. Dengan mempergunakan "Tok-Pie Ginkang", tubuhnya jumpalitan,
kedua kakinya menjulang ke atas, kepala dibawah dan dia maju berputar seperti
gangsing, di mana kelima jari tangannya yang bertenaga itu berputar seperti
roda saja.
"Bocah, sekarang kau tak
bisa pergi lagi!" Teriak See-mo waktu dia sudah dekat dengan Giok Han.
"Kau harus baik-baik turut denganku menemui Siauw-cukongku!"
Dalam jengkelnya, Giok Han
jadi ingin mempermainkan si cebol ini, timbul kegembiraannya. Dia tadi begitu
kesal karena tak berhasil mencari si pengemis, tapi sekarang timbul
keinginannya untuk coba-coba kepandaian See-mo, karena dulu ia pernah diajarkan
ilmu "Tok Pie Gin kang". Tapi Giok Han tak tahu apa namanya ilmu
tersebut, dia hanya tahu ilmu ini bisa di pergunakan untuk jalan dengan kepala
dibawah dan hanya mempergunakan tangan kiri saja berputar seperti gangsing.
Mendadak tubuh Giok Han
melompat ke-atas loncatannya tinggi, waktu tubuhnya meluncur turun, kepalanya
lebih dulu, kemudian tangan kirinya menyangga tubuhnya, berputar-putar seperti
yang dilakukan See mo.
"Ihhhhh! "Si cebol
berseru kaget, dia mengenali Giok Han mempergunakan ilmu andalannya sendiri,
dari mana pemuda ini memperoleh dan mempelajari ilmu andalannya tersebut ? Dia
jadi mengawasi bengong sebentar, sedangkan tubuhnya sejenak berhenti berputar.
Dia tak mengerti mengapa
Giok-Han bisa melakukan seperti yang dilakukannya, yaitu tubuh berjungkir balik
seperti itu. "Ayo, mari kita main-main !" ajak Giok Han.
"Bukankah kau senang main-main?"
"Hahaha... haha...!"
tertawa See-mo setelah berkurang rasa kagetnya. "Kau mencuri dari mana
ilmuku "Tok Pie Ginkang itu ?"
Tubuh Giok Han berputar-putar,
sengaja tertawa. ingin mempermaiankan See-mo.
"Aku diajarkan olehmu,
aku anak angkatmu, bukan ?" menjawab si pemuda.
"Apa ?" kembali
See-mo kaget. "Kau... kau anak angkatku ? Aku mengajarkan kau Tok Pie
Ginkang ?"
"Ya", menyahuti Giok
Han. "Nah, ayolah kita main-main, mengapa bengong saja di situ ?"
See-mo seperti berpikir keras,
lenyap kegembiraannya untuk men;alankan Tok Pie-Ginkang, yang sedang
dipikirkannya siapakah pemuda di depannya ini, yang mengaku sebagai anak
angkatnya dan juga mengaku pernah menerima pengajaran ilmu "Tok Pie
Gin-kang" langsung dari dia.
"Siapa namamu ?"
Tanya See-mo mengawasi tajam pada Giok Han, karena tetap saja dia tak ingat
siapa pemuda ini, tak mengenalinya dan memang dia merasa baru satu kali bertemu
dengan Giok Han yaitu ketika ia bersama Pak mo, Lam-mo danTong-mo serta yang
lain-lannya mengeroyok Giok Han.
Tapi See-mo cuma tahu bahwa
pemuda ini bergelar "Liong-kak-sin-hiap" dan mempunyai kepandaian
yang tinggi tak bisa diremehkan. Tapi sekarang justru Giok Han membawakan
jurus-jurus "Tok Pie Ginkang" jurus ilmu andalannya karuan saja dia
jadi tercengang dan bingung.
"Aku Liong-kak-sinhiap.
Bukankah kau dan teman-temanmu sudah mengetahui gelaranku itu ! ?"
menyahuti Giok Han.
"Kau jangan bicara
sembarangan mengatakan bahwa kau anak angkatku, nanti kurobek mulutmu ! Aku
tidak punya anak angkat, kapan aku pernah angkat anak ?"
Melihat See-mo kebingungan
seperti itu, geli hati Giok Han. Dia semakin ingin mempermainkannya.
"Dengarlah See-mo, kau pernah mengangkat aku menjadi anak angkatmu sekarang
kau membantahnya ! Kau juga telah mengajarkan aku ilmu andalanmu, yaitu
jurus-jurus untuk berjalan dengan tangan kiri, sedangkan kedua kaki berada di
tengah udara. Nah, lihatlah, bukankah aku mahir menjalankan jurus-jurus ilmu
andalanmu itu?"
Memang See mo melihat bahwa
Giok Han mahir sekali mempergunakan jurus-jurus Tok Pie Gink-angnya, tapi dia
tak tahu dan tak ingat kapan pernah mengajarkan pemuda ini ?
"Sudah ! Sudan ! Aku
pusing !" Teriak See mo yang kepusingan karena tak juga dia ingat di mana
dia pernah bertemu dengan Giok Han, mengangkat jadi anaknya dan malah
mewariskan jurus-jurus ilmu silat andalannya, Tok Pie Ginkang.
Dia tak sabar lagi, tubuhnya
segera meloncat ke depan, kembali jungkir balik, tubuh itu berputar seperti
gangting, dengan tangan kiri See-mo yang menyanggah berat tubuhnya tersebut.
Tangan kanannya yang bisa digerakkan bebas menyambar-nyambar keselangkangan
Giok Han, karena Giok Han juga dalam keadaan jungkir balik.
Giok Han cerdas, dia dapat
melihat dan memakai jurus2 yang dipergunakan See mo.
Setelah menghindarkan jari
jari tangan See mo yang mau mencengkeram selangkangannya, da mengikuti cara
menyerang See mo, ingin mencengkeram selangkangan See-mo.
Kaget tak terkira See mo.
Pemuda ini bisa memakai juga jurus jurus serangannya Padahal tadi dia
mempergunakan jurus serangan yang jarang sekali di pakai, karena terlalu hebat
akibatnya kalau seseorang terkena serangan itu. Tapi, pemuda ini justeru bisa
balas menyerang dengan mempergunakan jurus yang sama, walaupun tenaga pukulannya
tidak sekuat yang dilakukan See-mo tapi ini sudah membuat Sie-mo jadi
tercengang.
Sampai dia meloncat berdiri
memandang dengan mata terbuka lebar-lebar, mulut yang menganga dan lidah iler
jatuh menetes. Benar-benar See-mo tak mengerti, mengapa pemuda ini bisa
menjalankan jurus-jurus ilmu andalannya. Karena penasaran dan heran, kembali
See-mo jungkir balik, tubuhnya berputar cepat dan tangan kanannya menyerang
lagi, sekali ini paha Giok Han.
Giok Han waktu itu masih
jungkir balik, dia mengelakkan pukulan itu, kemudian mencontoh gerakan yang
dilakukan See-mo, buat balas menyerang. See-mo sekali ini biarpun saking heran,
juga tambah penasaran, tidak dihentikan pukulannya. Beruntun dia memukul lima
kali.
Keruan saja Giok Han jadi
repot. Dia berdiri dengan tangan kirinya mempergunakan ilmu "Tok Pie
Ginkang", yang dulu pernah diajarkan See mo. tapi tak pernah dilatihnya
Sedangkan yang menyerangnya sekarang justeru pemilik ilmu itu sendiri, maka
tidak leluasa gerak badan Giok Han. Waktu didesak sampai pukulan ketiga. Giok
Han sudah kewalahan dan terpaksa lompat berdiri dengan kedua kakinya, barulah
dia menghadapi See mo dengan lincah. Sisa dua serangan See-mo dihindarkan
dengan gampang.
"Siutttt... !
Syuuuttt...!" Terus juga See-mo menghantam dengan dahsyat, mendesak Giok
Han. Sekarang Giok Han dapat menghadapinya dengan baik, tangan kanan See-mo
yang menyambar kearah tumitnya, dielakkan dengan mengangkat kaki kanannya dan
menendang dengan dupakan kuat, mengincar leher See mo.
See-mo cepat-cepat menyelamatkan
lehernya, tangan kanannya menyambar lagi. Tubuhnya terus berputar, sehingga
sulit diduga arah mana yang diincar See-mo.
"Bocah, beritahukan dari
mana kau curi belajar ilmuku?" bentaknya penasaran.
"Sudah kuberitahukan
padamu hal yang sebenarnya, aku pernah diangkat jadi anak dan diajarkan ilmumu
itu!"
"Jangan kau permainkan
aku, nanti mulut mu kurobek lebar lebar!" Mengancam See-mo karena dia
semakin penasaran. Bukan cuma mulutnya yang berkata melainkan tangan kanannya
sudah menyambar kuat sekali, saling susul, karena dia ingin melihat sampai
berapa jauh Giok Han bisa menghadapi ilmu andalannya.
Kemarin, waktu dikeroyok
See-mo, Pak-Tong mo, dan Lam mo G ok Han tak gentar, bahkan bisa memberikan
perlawanan yang baik. Sekarang hanya See-mo seorang diri, dia tak menemui
banyak kesulitan. Cuma saja kini See-mo iam?aknya menyerang tidak
tanggung-tanggung, jari-jari tangannya jadi kaku siap mencengkeram melebihi
kekuatan baja, juga yang diincar See-mo adalah bagian bagian yang mematikan
dianggota tubuh Giok Han. Bertubi-tubi tangannnya itu menyambar, berulang kali
juga selalu gagal.
Setelah merasa cukup
mempermainkan See-mo, Giok Han mempergunakan ilmunya untuk balas menyerang dan
mendesak See-mo Dia mempergunakan Ginkangnya untuk lompat kesana kemari, tubuhnya
berkelebat seperti bayangan dan ringan sekali tahu-tahu sudah ada disebelah
kiri See-mo atau segera pindah ke sebelah kanan, hal ini membuat See-mo jadi
repot mengelakkan, sekarang berbalik dia yang diserang gencar oleh Giok Han.
"See mo, tak perlu
kuatir, kami membantumu!" Tiba-tiba terdengar suara orang berteriak
nyaring, disusul munculnya beberapa orang yang tubuhnya melesat sangat lincah
cepat sudah sampai di dekat tempat pertempuran kedua orang itu. Ternyata mereka
Pak-mo, Tong-mo dan Lam-mo. Bahkan ketiga iblis ini, yang juga merupakan kaki
tangan Cu Lie Seng, segera menerjang maju menyerang hebat pada Giok Han.
Dikeroyok berempat Giok Han
sekarang tak leluasa seperti tadi, dia harus hati-hati. Biarpun dia tak gentar
menghadapi keempat dedengkot iblis tersebut, setidak-tidaknya kepandaian mereka
sangat tinggi dan tak boleh diremehkan. Apa lagi sekarang keempai dedengkot
iblis itu menyerang dan mengepungnya dengan rapat, gencar sekali bergantian
tangan mereka mendesak untuk mencari kelemahan Giok Han.
Biarpun ilmu yang dipergunakan
Giok Han jurus pukulan Siauw Lim Si, tokoh keempat dedengkot iblis itupun
merupakan orang-orang yang sulit dihadapi oleh orang yang kepandaiannya
tanggung-tanggung. Justeru waktu itu Giok Han juga tahu, bahwa keempat orang
ini berusaha untuk menangkapnya.
"Jangan biarkan dia lolos
lagi. Tong mo! "Teriak Pak-mo nyaring. "Siauw-kongcu tentu menegur
dan meremehkan kita kalau dia bisa lolos lagi!"
"Ya, Cu-kongkongpun
mungkin bisa ikut memberikan teguran pada kita sebagai manusia-manusia tak
punya guna! Hari ini, walaupun bagaimana pemuda ini harus ditangkap
hidup-hidup....!" Begitulah keempat orang ini telan menerjang dengan
pukulan-pukulan yang mematikan, Giok Han mati-matian memberikan perlawanan.
Mendadak, waktu Giok Han
hendak mengganti jurus pukulan, tampak olehnya dua orang tengah berdiri di luar
arena perkelahian, Kedua orang itu berdiri diam tak bersura. Giok Han kaget
juga. Orang itu tak lam Cu Lie Seng dan Tang San Siansu, yang pernah dilihatnya
juga satu kali waktu sipendeta bersama muridnya menyerbu ke Siauw Lim Si.
Hati Giok Han tercekat juga.
Kaiau Cu Lie Seng dia tak gentar, tapi Tang San Siansu diketahuinya memiliki
kepandaian tinggi dan sulit dijajaki. Guru nya sendiri berpesan, dia harus
hati-hati kalau melayani Tan San Siansu.
Benar Giok Han hendak mencari
jejak Tang San Siansu, tapi diapun hendak mempergunakan siasat guna mengatasi
si pendeta. Kini justeru dia tengah dilibat oleh keempat dedengkot iblis, kalau
Tang San Siansu ikut turun tangan dibantu Cu Lie Seng, sehingga mereka berenam
ikut mengeroyoknya, niscaya dia lebih repot lagi.
Tang San Siansu mengibaskan
sedikit lengan jubahnya, bahkan disusul bentakannya: "Sudahlah, bocah itu
serahkan kepadaku!" Dan tubuh sipendeta meloncat ke depan mendekati Giok
Han.
"See-mo, Pak-mo, Tong-mo
dan Lam-mo meloncat mundur begitu mendengar kata-kata Tang San Siansu. Mereka
berdiri di luar lingkaran arena pertempuran, meninggalkan Giok Han seorang
diri. Sikap mereka tetap waspada, karena sewaktu-waktu mereka akan menerjang
maju lagi buat mengepung Giok Han, kalau saja Tang San Siansu gagal untuk
merubuhkan pemuda tersebut, yang kepandaiannya ternyata tinggi sekali dan tidak
mudah untuk dirobohkan.
Tang San Siansu sudah berada
di depan Giak Han, yang telah bersiap-siap dengan hati agak berdebar, karena
yakin sipendeta akan menggunakan Liong-beng-kun yang diketahuinya sangat
dahsyat.
Tapi Tang San Siansu tidak
segera menyerangya, cuma mengawasi dengan sorot mata tajam, seakan mata selaksa
golok ingin menusuk dari mata Giok Han ke hatinya.
"Siapa gurumu !"
tegur Tang San Siansu. "Dan, siapa yang memberikan kau gelaran
Liong-kak-sin hiap ?"
"Kau pasti kenal dengan
guruku, karena kau memang pernah ada hubungan dengan guruku. Tapi waktu turun
gunung, guruku pernah berpesan, kau tidak pantas lagi mendengar nama guruku.
Gelaran yang kupakai bukan diberikan oleh orang lain, tapi oleh guruku
sendiri!" Giok Han menyahut tawar dia tahu si pendeta lihai, dia
berwaspada, matanya tetap mengawasi Tang San Siansu, terutama sekali tangannya.
Muka Tang San Siansu berobah,
kuning kehijauan, urat-uratnya di kening dan pelipis tampak meringkel menonjol
keluar. Menahan kegusarannya, sampai ruas-ruas jari tangannya pucat kehijauan,
jari-jari tangannya itu terkepal kuat-kuat.
"Baik, aku akan memaksa
kau memberitahukan siapa gurumu lewat ilmu silatmu !" kata Tang San
Siansu, Dia bukan cuma bicara, tangan kanannya yang terkepal keras terangkat
perlahan-lahan siap menyerang.
Giok Han tak berani
meremehkan, diapun berwaspada mengerahkan tenaga dalamnya pada lengan, ia
bersiap-siap menyambuti serangan Tang San Siansu, karena memang pendeta bekas
tokoh Siauw Lim Si yang telah melupakan pintu perguruan dan berbuat murtad itu
memiliki kepandaian yang sangat tinggi.
Tangan kanan Tang San Siansu
sudah terangkat melewati kepalanya, waktu itulah jari-jari tangarnya terbuka,
seperti cengkeraman, sikapnya angker, benar-benar seperti seekor naga yang siap
menerjang mematikan lawan. Rupanya, Tang San Siansu sudah mempersiapkan Liong
beng-kun untuk menyerang.
Hati Giok Han agak berdebar,
dia mengawasi tangan Tang San Siansu melayang menyambar mengeluarkan suara
keras menderu "syuuuutttt...." dan jari-jari tangan yang siap
mencengkeram itu sudah menyambar ke arah kepala Giok Han, tapi belum lagi Giok
Han menyambuti, jari-jari tangan itu sudah berobah arah sasaran, di mana
tahu-tahu sudah berada di depan dada Giok Han.
Dari Tai Giok Siansu Giok Han
pernah mempelajari Liong beng-kun, juga pernah melatihnya dengan giat. Dia tahu
bahwa yang sedang dipergunakan Tang san Siansu adalah Liong
sin-kong-ciang" (Tangan sinar Sakti Naga) Jurus ini memusatkan tenaga
lengan seluruhnya pada ruas-ruas jari tangan, dan kelima jari tangan itu akan
kuat sekali melebihi baja, terlebih lagi bagi mereka yang memiliki sinkang
tinggi, pukulan dengan jurus ini bisa mematikan.
Yang luar biasa dan membuat
Giok Han kaget, dari jari-jari tangan Tang San Siansu mengeluarkan uap tipis
kebiru-biruan ini yang tak pernah diketahui Giok Han. Sebagai orang yang
mempelajari dan mahir mempergunakan juga jurus-jurus Liong-beng kun, Giok Han
tahu, jika jurus ini dipergunakan dengan mempergunakan tenaga berlebihan, bisa
mencelakai dirinya sendiri dan tampaknya memang Tang San Siansu mempergunakan
jurus itu dengan pemusatan tenaga dalam sepenuhnya, bahkan berlebihan, pada
kelima jari tangan, sehingga mengeluarkan asap biru.
Cuma saja Tang San Siansu tak
kekurangan suatu apapun, malah waktu menyerang angin pukulannya begitu tajam
seperti ingin merobek badan Giok Han, biarpun kelima jari tangan itu belum Ingi
menyentuh badannya.
Giok Han tak mengetahui bahwa
Tang San Siansu sudah melatih Liong-heng-kun hampir pada puncak kesempurnaan
juga memang untuk menambah lihainya Liong-beng-kun sengaja Tang San Siansu
teiah merobah cara-cara pernapasannya, sehingga dapat memusatkan tenaga dalam
sepenuhnya pada ke lima ruas jari-jari tangannya tanpa mencelakainya.
Tapi cara berlatih Tang San
Sian su sudah menjurus ke jalan yang sesat, itulah sebabnya mengapa waktu dia
memusatkan tenaga dalamnya pada kelima ruas jari-jari tangannya, keluar asap
yang tipis, kebiru-biruan.
Tanpa membuang waktu Giok
Han-menyambuti pukulan itu dengan mempergunakan tangan kirinya, tangan kanannya
seperti seekor naga mencengkeram dada Tang San Siansu.
"Ihh...!" Tang San
Siansu menjerit kaget, karena Giok Han mempergunakan jurus dari Liong-beng-kun.
Dia bahkan melompat mundur dengan berputar, mengawasi Giok-Han dengan biji mata
yang seperti mau meloncat keluar dari rongga mata.
"Siapa yang mengajarkan
Lioug beng-kun padamu?" Bentaknya bengis.
Giok Han sudah berdiri tegak
lagi, sengaja ia bersikap meremehkan Tang San Siansu, walaupun sebetulnya dia
tetap waspada tak lengah sedikitpun juga.
"Sudah kukatakan, guruku
cukup kau kenal, tapi sayangnya aku tak boleh memberitahukan nama guruku
padamu, kau tak pantas mendengar nama guruku!"
Bagaikan seekor naga yang
meraung murka, kedua tangan Tang San Siansu bergerak-gerak sehingga terdengar
suara: "Syuutttt, kelebak... wuttttt, kelebuk..." disusul dengan
suara tulang-tulang berkerotok di sekujur tubuh Tang San Siansu.
"Beritahukan nama gurumu,
jika memang kau tak mau mati dengan tubuh hancur luluh seperti pasir!"
Teriak Tang San Sjainu penasaran campur murka. Dia menduga-duga, apakah Giok
Han murid gurunya. Tai Giok Siansu ?
Tapi tak mungkin. Usia Giok
Han masih terlalu muda. Juga gurunya tak mungkin menerima murid baru. Apakah
Giok Han murid pendeta-pendeta Siauw Lim Si? Juga tak mungkin. Murid-murid Tai
Giok Siansu. cuma Tang San yang menerima warisan ilmu pukulan Liong beng-kun,
karena itu, dia jadi bingung, siapa guru pemuda ini.
Melihat keringat mengucur
deras dan kulit muka yang merah seperti kulit kepiting direbus, Giok Han tahu
Tang San Siansu dalam keadaan murka dan akan menggunakan seluruh tenaga sakti
dari pukulan Liong beng-kunnya, apa lagi suara kerotokan tulang-tulang di tubuh
Tang San Siansu semakin lama semakin terdengar jelas.
Cu Lie Seng mengawasi dengan
mata terbuka lebar, dia juga heran mengapa gurunya bisa murka begitu, sedangkan
biasanya Tang San Siansu sangat tenang dan meremehkan lawan. Sekarang
gurunyapun tampaknya mempergunakan serta mengerahkan sebagian terbesar tenaga
dalamnya untuk menggunakan pukulan sakti Liong-beng-kun.
Segera Cu Lie Seng tahu akan
terjadi pertempuran yang seru. Tidak urung diapun heran. Mengapa Giok Han bisa
menggunakan jurus Liong-beng kun. Dia yang menerima warisan ilmu pukulan
Liong-beng-kun dari Suhunya, baru memiliki kulitnya saja, belum berhasil
menguasai semua jurus pukulan-pukulan sakti itu, mungkin tak akan sanggup menyambuti
pukulan yang tadi dilakukan Suhunya.
Kenyataannya Giok Han berhasil
memunahkan tenaga pukulan itu seningga Suhunya harus memusatkan pengerahan
tenaga sakti pada lengannya bertambah besar.
Giok Han sendiri sudah
memusatkan tenaga singkangnya, dia tahu sinkangnya belum bisa mengimbangi
sinkang Tang San Siansu, tapi dia sudah diberitahukan oleh gurunya, bagaimana
menghadapi Tang San Siansu.
Dia bersiap-siap dengan mata
awas. Sengaja dia tak menjawab perkataan Tang San Siansu yang mendesak agar dia
mum beri tahukan siapa gurunya, untuk memancing kemarahan Tang San Siansu.
Memang akhirnya Tang San
Siansu tak bisa menahan kemarahan hatinya, kedua tangannya seperti kaki naga
yang mengandung kekuatan mematikan menyerang Giok Han berulangkali.
Sekitar arena perkelahian
tersebut seperti dikuasai oleh deru angin yang bisa mematikan, seperti jerit
hantu dan iblis, yang bisa membikin telinga jadi tuli dan syaraf jadi rusak.
Suara itu keluar dari kedua tangan Tang San Siansu, yang sudah menggunakan
sebagian terbesar tenaga Liong-beng-kunnya.
Jika seseorang berkepandaian
biasa-biasa saja, dalam waktu satu dua jurus saja pasti sudah akan, roboh
dengan syaraf yang jadi rusak. Tapi Tang San Siansu mengalami kesulitan untuk
menjatuhkan Giok Han, sebab tetap saja ia tak berhasil mendesak apa lagi
merobohkan Giok Han.
Pukulan-pukulannya yang
mematikan hanya mengenai tempat-tempat kosong. Jika tak tertangkis oleh tangan
Giok Han, juga hanya mengenai bagian yang lunak seperti kapas, membuat tenaga
pukulan Tang San Siansu tak berdaya menerobos keluar.
Butir-butir keringat
membanjiri muka Tang San Siansu, dia kaget dan penasaran campur marah. Kaget
karena melihat Giok Han seperti memiliki semacam ilmu pukulan yang setiap
jurusnya bagaikan mengimbangi dan mengiringi Liong-beng-kun, sehingga setiap
pukulan Liong-heng-kunnya seperti lenyap tak berarti apa-apa.
Juga, sinkang pemuda yang
masih berusia sangat muda ini, tidak rendah. Ini yang mengherankan Tang San
Siansu, Penasaran karena dia tak bisa mendesaknya dengan Ltong-beng-kun pada
pemuda ini dan di saat itu sekali-sekali Giok Han malah bisa membuat Tang San
Siansu harus menarik pulang tenaga pukulannya sebab tenaga pukulan Giok Han
juga tak kalah mematikan dari sinkang yang dipergunakannya.
Tergoncang hati Tang San
Siansu. Dia kuatir bukan main, kalau-kalau pemuda ini memiliki semacam ilmu
yang merupakan tumbal dan penangkis Liong-beng-kunnya. Tapi, dia juga semakin
bertekad hendak membinasakan Giok Han. Kalau pemuda ini tak dibunuhnya, kelak
merupakan duri yang bisa mencelakai dirinya. Sekarang saja dalam usia demikian
muda Giok Han bisa menerima dan menyambuti pukulan-pukulan Liong-beng-kunnya
tanpa kurang suatu apapun juga, bahkan masih sempat balas menyerangnya, kalau
sepuluh tahun lagi, niscaya Giok Han menjadi seorang yang bisa saja mengatasi
Liong-beng-kun serta memiliki kepandaian yang lebih dahsyat dari Tang San
Siansu.
Suara berkesiutan tenaga dalam
dari kedua tangan Tang San Siansu memenuhi arena perkelahian tersebut, bumi
bergoncang seperti ada gempa bumi, juga hawa udara jadi panas, karena dari
kedua tangan Tang San Siansu memancarkan hawa panas, karena cepatnya berputar
kedua tangan itu, hawa panas itu seperti memenuhi arena pertempuran tersebut.
Giok Han sendiri kaget dan
kagum tidak terkira. Kaget melihat tingkat latihan Tang San Siansu sudah
demikian tinggi. Kagum karena Liong-beng-kun benar-benar merupakan jurus
pukulan yang dahsyat, setiap pukulannya mengandung maut.
Karena usianya yang masih
muda, juga kalah pengalaman maupun latihan tenaga dalam, Giok Han merasa
tertekan berat sekali menghadapi Liong-beng-kun lawan. Cuma saja, berkat
petunjuk-petunjuk yang diberikan Tai Giok Siansu yang khusus harus dipergunakan
kalau menghadapi Liong beng-kun, sejauh itu Giok Han masih sanggup menghadapi
Tang San Siansu.
Kedua orang itu bertempur
semakin lama meningkat pada keadaan yang menentukan. Kedua kaki Tang San Siansu
sudah tak menggeser lagi, dia hanya berdiri tegak diam di tempatnya, kedua
tangannya yang menyerang beruntun dan gencar sekali, dengan tekanan tenaga
dalam yang semakin lama semakin ganas.
Telapak kakinya semakin lama
semakin melesat masuk ke dalam setiap kuda-kuda kakinya sudah menggempur tanah,
dan masuk ke dalam perlahan-lahan.
Giok Han sendiri, biarpun
kalah lwekang, tapi karena dia memang sudah mempelajari jurus-jurus pukulan
untuk memunahkan Liong-beng-kun, berhasil menghadapi terus, kakinya tak urung
ikut melesat juga, sebab tenaga kuda-kuda kedua kakinya tak kalah dahsyatnya
dari Tang San Siansu.
Semakin lama kedua orang itu
berdiri semakin rendah, tenaga yang mereka pergunakan sangat menentukan sekali.
Sedikit saja mereka kalah tenaga ataupun juga lengah menghindar, niscaya akan
menemui kematian di saat itu juga.
"Pendeta busuk tak tahu
malu!"
Tiba-tiba terdeagar suara
nyaring yang disusul dengan tersiarnya bau harum yang menusuk hidung. Tang San
Siansu dan Giok Han mencium harum semerbak itu, mereka merasakan kepala
masing-masing pusing. Tang San Siansu kaget tak terkira. Dia sedang memusatkan
delapan bagian tenaga dalamnya, jika menarik kembali tenaga dalamnya dengan
tiba-tiba, dirinya bisa celaka, tenaga dalamnya akan berbalik mencelakai
dirinya.
Tapi jika dia tak melompat
mundur, harum semerbak itu semakin santer menerjang hidungnya, dia tahu itu
adalah asap beracun, yang akan menyebabkan dia celaka juga.
Giok Han sendiri tak kurang
kagetnya, karena merasakan kepalanya pusing, matanya berkunang kunang. Dirinya
tengah dilibat oleh pukulan-pukulan Tang San Siansu. Dia berusaha untuk menahan
napas, tapi hawa udara beracan telah sempat tersedot masuk hidungnya.
Dalam keadaan seperti itu,
tampak rlua butir benda bulat menyambar ke muka Tang San Siansu, meledak di
depan muka- pendeta itu. Tak ada pilihan lain buat Tang San Siansu, dia harus
lompat menjauhi diri, karena ledakan itu mengandung asap beracun. Semula, kedua
benda itu sebelum meledak, menyambar akan menghantam mukanya, tapi terhalang
oleh kekuatan tenaga Liong-beng kun Tang San Siansu, mukanya seperti dilapisi
oleh sebidang dinding yang tak tampak oleh penglihatan, dan seperti juga
membentur sesuatu yang keras tapi tak terlihat, menyebabkan kedua benda itu
meledak.
Cepat-cepat Tang San Siansu
meloncat ke belakang, kedua tangannya telah ditarik mundur, Liong-beng-kunnya
dipergunakan untuk menyerang ke tengah udara, menyalurkan tenaga dalam yang
ditarik pulang itu agar tak berbalik menyerangnya, dibuang ke tengah udara.
Giok Han sendiri merasakan
tubuhnya bergoyang-goyang hampir tak bisa mempertahankan diri berdiri terus
menghadapi tenaga Liong beng-kun Tang San Siansu, tiba-tiba merasakan tenaga
menekan yang semula begitu menyesakkan napas, telah lenyap. Tak buang waktu
lagi dia loncat menjauhi diri dari Tang San Siansu. Tidak urung tubunnya
terhuyung ketika kedua kakinya hinggap di tanah.
Di tempat tersebut sudah tambah
seseorang. Tubuhnya kurus semampai, mukanya cantik, kunnya terbuat dari sutera
ungu, dengan rambut yang disanggul rapi. Dia seorang gadis yang matanya sangat
jeli dan berbulu mata lentik. Sikapnya gagah sekali.
"Pendeta jahat, ilmumu
terlalu ganas dan sesat." Menggumam gadis itu dengan sikap seenaknya.
"Coba kau terima lagi peluru-peluru asapku!"
Sambil berkata begitu tangan
si gadis memang sudah bergerak melontarkan belasan butir benda bulat ke arah
muka Tang San Siansu, sehingga si pendeta mengibaskan lengan jubahnya untuk
menghalau benda-benda bulat itu, yang meledak setiap kali kena dikibas lengan
jubah si pendeta, keluar asap yang tebal dan berbau harum semerbak: merupakan
asap beracun.
Cu Lie Seng dan yang lainnya
ke:ika melihat munculnya gadis itu yang demikian tiba-tiba mereka, segera
bergerak hendak mengepung gadis itu. Tapi gadis cantik jelita tersebut sudah
melepaskan belasan butir benda bulat itu, yang meledak dan mengeluarkan asap
beracun yang sangat tebal. Untuk sejenak Cu Lie Seng tak berani menorobos
gumpalan asap beracun itu, demikian juga halnya dengan Tong-mo dan yang
lainnya.
Mendadak Giok Han merasa
tangannya ditarik seseorang, dan mendengar gadis itu berbisik di dekatnya:
"Ayo cepat menyingkir!" Dia juga merasakan ada sesuatu yang dimasukkan
ke dalam mulutnya, sejuk sekali, dan lenyap perasaan pusing dan mualnya. Dia
merasa tangannya itu ditarik terus, sehingga dia seperti terseret.
Rupanya mempergunakan
kesempatan waktu asap beracun itu bergumpal tebal, si gadis berusaha menyelamatkan
Giok Han yang ditariknya agar meninggalkan tempat tersebut. Giok Han yang
pikirannya waktu itu melayang layang setengah sadar karena terpengaruh asap
beracun, hanya ikut berlari saja.
Setelah beberapa saat lamanya,
rupanya obat pulung yang sejuk yang tadi masuk ke dalam mulutnya mulai bekerja,
dia baru bisa mengerahkan tenaga dalamnya, untuk berlari lebih cepat.
Tang San Siansu marah-marah
mengibas-ngibaskan lengan jubahnya, guna membuyarkan gumpalan asap beracun. Dia
batuk-batuk, berusaha menahan pernapasannya. Sempat juga Tang San Siansu
memperingatkan murid dan kawan-kawannya; "Tahan pernapasan, asap ini
beracun!"
Angin telah membuat asap itu
semakin lama buyar semakin tipis, akhirnya tempat itu bersih dari pengaruh asap
dan mereka bisa melihat lagi dengan jelas.
Namun di situ sudah tak tampak
Giok Han maupun si gadis yang pandai melontarkan peluru berasap yang mengandung
racun. Bukan kepalang marahnya Tang San Siansu.
"Kejar dan bekuk
mereka!" Serunya. Dia juga jadi kuatir, merasakan hatinya dingin sekali,
ada perasaan aneh yang menakutkan, kalau dia berpikir Giok Han bisa lolos dari
tangannya. Dia tahu, ancaman sangat menakutkan kalau pemuda itu bisa lolos dari
tangannya. Keringat dingin mengucur dari kening Tang San Siansu. Belum pernah
dia merasa gentar seperti saat itu. Karena dia menyadari bahwa Giok Han
menguasai semacam ilmu yang tampaknya untuk menindih dan mengatasi
Liong-beng-kun !
Cu Lie Seng dan yang lainnya
sudah berusaha mencari Giok Han dan gadis itu, tapi mereka tak berhasil menemui
kedua orang itu. Orang yang mereka kejar seperti lenyap ke dalam perut bumi,
tak kelihatan bayangannya lagi. Lama juga setengah harian Cu Lie Seng, Tong mo.
Pak mo, Lam-mo dan See-mo mencari Giok Han dan gadis yang menolonginya, tapi
usaha mereka gagal.
Dengan uring-uringan Tang San
Siansu mengajak mereka pulang, tapi sepanjang perjalanan pendeta ini
marah-marah tak sudah-nya, Cu Lie Seng dimaki terus menerus dengan keras, dan
diperintahkan mencari jejak Giok Han dan gadis itu.
ooo)0(ooo
Setelah berlari cukup lama,
kesadaran Giok Han pulih kembali. Pengaruh asap beracun yang tadi sempat
terhisap olehnya kini sudah berkurang. Dia merasa malu tangannya digenggam oleh
gadis cantik disebelahnya, yang mengajaknya berlari. Ditarik tangannya, tapi
gadis itu menggenggam kuat.
Karena Giok Han menarik
tangannya, gadis itu menghentikan larinya. "Kita sudah lolos dari mereka !
Tempat ini jarang didatangi manusia ! "Menjelaskan si gadis.
Giok Han menoleh kekiri kanan.
Ternyata dia berada di sebuah lembah, yang memiliki pemandangan sangat indah.
Sejenak Giok-Han terpukau oleh pemandangan yang ada di sekitar tempat itu. Tadi
dia tak memperhatikan sekelilingnya, karena dia dalam keadaan terpengaruh astp
beracun. Sekarang setelah pengaruh asap beracun itu lenyap, dia baru menyadari
bahwa dirinya berada di suatu tempat yang demikian indah dan tertutup oleh
tebing-tebing yang sangat tinggi menjulang ke langit.
"Telanlah pil penawar
racun." kata gadis itu sambil mengulurkan tangannya memberikan dua butir
pil pada Giok Han. "Tadi sudah kau telan dua butir pil sehingga
kesehatanmu tak perlu dikuatirkan lagi, tak membahayakan asap beracun yang
sudah kau hirup bersama dengan napasmu. Tapi, untuk membersihkan badanmu dari
pengaruh racun itu, kau harus menelan lagi dua butir. Hayo, telanlah."
Giok Han menelan pil itu,
tanpa ragu-ragu menelannya. Kemudian dia merangkapkas tangannya mengucapkan
terima kasih. Hatinya waktu itu sedang coba mengmgat-ingat, karena rasanya dia
sering mendengar suara sepeti si-gadis, suara yang sering didengarnya, nadanya
maupun irama kata-katanya.
Dia juga seakan-akan merasa
pernah bertemu dengan gadis ini, namun dia tak ingat entah di mana pernah
bertemu dengan ; adis di depannya, yang demikian cantik, berpakaian mentereng
dan mewah, manis senyumnya, tajam matanya berbulu lentik serta memiliki bentuk
yang menarik.
Rambutnya yang hitam digelung
dua merupakan sanggul yang sangat rapi. Bibir-nya yang tipis selalu tersenyum
manis. Canggung buat Giok Han berhadapan dengaa gadis secantik ini, kulitnya
begitu putih mulus dan seperti lapisan salju di musim dingin saja. Suara gadis
itu merdu, tapi suara itu serasa dikenalnya, sering mendengarnya, tapi di mana
? Waktu dia memberi hormat, dia diam-diam memperhatikan wajah si gadis.
Gadis itu tersenyum. "Kau
masih pusing?" tanyanya, halus.
"Terima kasih, nona. Pil
penawar racun yang diberikan nona ternyata bekerja cepat sekali, sekarang rasa
pusing dan mual sudah lenyap, tapi . . . mengapa nona menempuh bahaya
menolongiku ?"
Gadis itu tersenyum. "Kau
kira, hanya engkau yang bermusuhan dengan Tang San si pendeia jahat itu ? Kau
tahu, dia merupakan musuh besarku. Kau mungkin saja memiliki dendam yang besar
padanya, tapi justeru dendamku melebihi besarnya dari dendammu pada si pendeta
jahat itu !"
Giok Han mengawasi gadis ini.
Usianya masih muda. Cantik jelita. Biasanya wanita cantik paling pantang
mempelajari ilmu silat. Giok Han tak percaya bahwa gadis semuda ini memiliki
kepandaian tinggi, karena wanita paling kuatir kalau tangan dan kakinya berobah
jadi berotot-otot besar dan kasar.
Kenyataannya justeru gadis ini
memiliki kepandaian tinggi, ginkangnya juga cukup tinggi, karena waktu tadi dia
menyeretnya, dia bisa membawanya lari begitu cepat, buat menyingkir dari Tang
San Siansu dan anak buahnya. karenanya, diam-diam Giok Han merasa kagum pada
gadis ini.
Sekali lagi kuucapkan terima
kasih atas pertolongan nona Terlepas apakah nona juga menaruh dendam pada Tang
San Siansu, aku telah menerima pertolongan nona sehingga terlepas dari kepungan
mereka."
"Jangan selalu bilang
terima kasih! Ka-lau memang tidak memiliki tujuan yang sama, yaitu sama-sama
memusuhi Tang San si pendeta jahat apakah kau kira aku mau menempuh bahaya
menolongi kau?" bilang gadis itu sungguh-sungguh. "Karena memiliki
tujuan yang sama, maka aku bersedia bersahabat dengan kau."
"Baiklah nanti kita
menghadapi Tang San Siansu bersama-sama. Dengan bekerja sama tentu kita bisa
menghadapi Tang San Siansu dan orang-orangnya jauh lebih baik! Sebetulnya,
bicara soal dendam, aku tak mem punyai dendam apa-apa padanya, cuma mempunyai
tugas untuk membasmi dia karena sepak terjangnya yang ganas dan ini atas
perintah guruku, sebab Tang San Siansu merupakan murid murtad dari salah
seorang di antara murid murid guruku."
"Tapi kau juga mau
membantuku untuk menghadapinya, bukan?"
"Tentu saja, sudah
kuberitahukan bahwa aku juga mempunyai tugas yang diberikan guruku untuk
membasminya. Kalau kau memang tak keberatan nona, bolehkah kuketahui namamu?
"
"Aku she Cang. Ayahku
Cang O Han." menjelaskan si gadis.
Giok Han jadi merasa lucu,
karena ditanya nama kok malah memberi tahukan nama ayahnya. Mungkin gadis ini
keberatan buat memberi tahukan namanya padanya. Dia tidak memaksa terus.
"Oya, kau belum lama yang
lalu mempunyai sahabat, bukan?" tanya gadis ini sambil memperhatikan Giok
Han yang tersenyum senyum mengawasinya. Giok Han jadi heran, lenyap senyumnya,
"siapa sahabatku yang kau maksudkan?" tanyanya.
"Hemm" sigadis
tersenyum sinis "Kau mengakui seseorang sebagai sahabatmu, tapi baru
berpisah beberapa hari saja sudah kau lupakan!"
"Maaf nona Cang, kalau
kau tak memberitahukan siapa sahabatku yang kau maksudkan, bagaimana mungkin
aku mengetahui siapa yang kau maksudkan ?"
Gadis itu tak berkata apa-apa,
dia memutar tubuhnya, memandang tebing yang tinggi menjulang ke langit, dia
menggumam: "Benar. lidah tak bertulang dan manusia selalu bicara manis.
Sahabat, sahabat, sahabat, tapi itu di mulut dan merupakan kata-kata basa-basi
sebagai pemanis. Sesungguhnya, sulit sekali mencari sahabat sejati didalam dunia
ini !"
Giok Han tambah heran
menyaksikan kelakuan nona Cang, dia mengawasi dengan hati merasa tak enak,
karena itu mungkin menyangka dia berpura-pura.
Tiba-tiba nona Cang memutar
tubuhnya mengawasi tajam pada Giok Han. "Sekarang kau mempunyai sahabat
berapa orang?" tanyanya.
"Tidak banyak. Hanya
beberapa orang."
"Hanya beberapa orang ?
Tapi yang belakangan ini orang yang menjadi sahahatmu itu ada beberapa orang ?
Maksudku selama beberapa bulan terakhir ini ?"
Giok Han coba ingat-ingat.
Kemudian: "Ada beberapa orang."
"Siapa-siapa ?"
tanya gadis itu, wajahnya berobah.
"Sahabatku yang pertama
adalah seorang yang sulit diketahui siapa dia sebenarnya, dia tak pernah mau
memberitahukan namanya dia juga berpakaian kurang rapi, sebagai pengemis."
menjelaskan Giok Han.
Si gadis memotong:
"Seorang pengemis kotor mesum mengapa harus kau akui sebagai sahabat ? Apa
lagi kau bilang dia berpakaian jorok dan tidak rapi, mesum sekali tentunya,
mana pantas menjadi sahabatmu ?"
Giok Han cepat menggeleng.
"Sahabat sejati tidak melihat kaya-miskin, biar dia berpakaian tidak rapi,
tapi dia mempunyai pendirian dan sifat yang gagah yang patut dikagumi. Tapi...
tapi akhirnya kuketahui dia seorang gadis...!"
Berkata sampai di situ,
mendadak Giok-Han menepuk tangannya dan berjingkrak seperti kaget campur
girang- "Ahhh. . Sekarang aku tahu ! Aku tahu !"
Gadis itu menatapnya heran,
dia bertanya ragu-ragu :"Apa yang kau ketahui?"
"Aku sudah ketahui
!" menyahut Giok-Han sambil mengawasi gadis di depannya sambil
tersenyum-senyum. Kau adalah sahabatku itu ! Kaulah.. si pengemis itu"
Tapi berkata begitu Giok Han menyesal sendirinya. Mana mungkin dia si pengemis
merupakan nona secantik dan berpakaian demikian mewah? Tapi waktu menyebut si
pengemis diketahui pada akhirnya adalah seorang wanita, dia jadi teringat akan
suara si pengemis, yang nada dan suaranya sama dengan nada suara gadis
didepannya.
Memang waktu pengemis itu
melarikan diri ketika kopiahnya terpukul jatuh sehingga rambutnya turun beriap,
Giok Han tak bisa melihan jelas. Justru merasa suara nona Cang sama dengan
suara si pengemis, dia jadi menduga begitu, namun dia jadi menyesal serdiri.
Tak mungkin gadis secantik nona Cang mau berpakaian sebagai pengemis yang kotor
mesum seperti itu.
Gadis itu sudah memandangnya
sambil tersenyum. "Kau bilang aku si pengemis sahabat itu!"
Giok Han memandang ragu-ragu,
namun akhirnya dia bilang bimbang: "Nona jangan marah, tapi. .... suaramu
sangat sama seperti sahabatku itu !"
"Coba kau perhatikan
baik-baik, apakah aku mirip sahabatmu itu ?"
Giok Han memperhatikan si
gadis. Diiihatnya pipi si gadis memerah malu, berwarna dadu, menambah mukanya
semakin cantik saja. Dia ragu-ragu. Gadis ini demikian cantik jelita, tak
mungkin menganut penghidupan sebagai pengemis. Pakaiannya demikian mewah dan
mentereng, memakai perhiasan bermacam-macam berkilauan. Tapi, bentuk dan tinggi
tubuhnya memang hampir sama dengan sipengemis. Dia jadi semakin ragu-ragu.
"Bagaimana? Miripkah aku
dengan sahabatmu itu ?* tanya gadis itu lagi.
"Bentuk badan nona memang
mirip dengan bentuk badannya, juga tinggi tubuh nona... suara nona juga sama,
tapi.... mana mungkin sahabatku itu adalah kau... kalian merupakan langit dan
bumi, satu dengan yang lainnya sangat berbeda. Sahabatku itu adalah pengemis
yang berpakaian tak rapi, muka yang selalu kotor, sedangkan kau adalah gadis...
gadis yang cantik jelita dan... dan berpakaian demikian bagus."
Pipi nona Cang berobah
mendengar kata-kata Giok Han yang secara tak langsung memujinya. Dia sampai
mendehem sambil menunduk. "Apakah sahabatmu itu... secantik... secantik
aku ?" tanya nona Cang kemudian, suaranya perlahan.
"Aku tak melihat jelas
mukanya, karena mukanya sangat kotor corang-coreng oleh debu dan diapun memakai
kopiah. Waktu bertempur dengan orang-orang Cu Lie Seng, kopiahnya jatuh dan
tampak rambutnya panjang, tapi aku tak keburu melihat jelas, dia sudah pergi
meninggalkan aku. Sejak saat itu kami tak pernah bertemu lagi."
"Bagaimana kalau
sahabatmu itu sekarang datang lagi, apakah setelah kau ketahui dia seorang
gadis, maka masih tetap akan menganggapnya sebagai sahabatmu ?" tanya nona
Cang sambil mengawasi Giok Han sungguh-sungguh.
Giok Han bukan seorang yang
tolol. Dia bahkan seorang pemuda yang cerdas. Cuma saja, dia sering merasa
kikuk kalau berhadapan dengan seorang gadis, apa lagi gadis yang cantik jelita.
Dugaannya semakin keras bahwa gadis ini adalah si pengemis.
Cuma dia masih ragu ragu belum
berani memastikannya. Dia mengawasi gadis ini tajam dan cermat, sampai akhirnya
dia bilang: "Seorang sahabat sejati tentu tak melihat apakah dia kaya
miskin atau dia pria dan wanita, yang terpenting adalah pengertian dan
persahabatan yang murni, karenanya kalau memang sahabatku itu datang dan kami
bertemu, tetap saja dia sahabatku."
Si gadis tersenyum. Manis
senyum nona Cang, dia bilang: "Kalau begitu kita tetap bersahabat. Akulah
si pengemis kotor mesum itu !"
Walaupun sejak tadi sudah
memiliki dugaan bahwa gadis didepannya ini, yang mempunyai suara sama seperti
suara si pengemis juga bentuk tubuhnya, adalah sahabatnya itu, tapi tak urung
Giok Han jadi kaget juga. "Kau... kau benar sahabatku itu ?"
Si gadis tersenyum. "Kau
tunggu di sini." Dia kemudian berlari-lari menyelinap ke balik sebungkah
batu dipinggir tebing. Giok Han menunggu dengan hati bertanya-tanya entah apa
yang hendak dilakukan nona Cang. Tak lama kemudian nona Cang telah keluar
kembali, tapi sekarang keadaannya sudah berobah benar, karena yang muncul bukan
nona Cang yang cantik jelita dan berpakaian mewah, melainkan seorang pengemis!
Pengemis yang jadi sahabatnya, yang selama ini telah menghilang tak diketahui
jejaknya.
Mukanya kotor, kopiahnya
dibeleseki sampai menutupi keningnya, pakaiannya compang-comping. Dia berjalan
berlenggang lenggok menghampiri Giok Han. "Nah, aku sahabat mu, bukan
?"
Giok Han mengawasi tertegun
sejenak, tapi tertawa keras. Dia girang bisa bertemu lagi dengan sahabatnya
ini, cuma yang tak disangkanya justeru sahabatnya itu adalah seorang gadis yang
cantik jelita menawan hati yang disembunyikan di balik pakaian yang compang-camping
dan muka yang kotor.
"Nona Cang, kau rupanya
selama im mempermainkan aku !" kata Giok Han tertawa.
"Jangan memanggilku nona
Cang, bukankah biasanya kau memanggilku dengan sebutan "sahabat"?
Mengapa sekarang kau robah cara memanggilmu, apakah aku sudah tak menganggap
aku sebagai sahabatmu lagi ?"
Pipi Giok Han merah, dia
tertawa. "Kau jangan salah paham...aku...aku semula tak tahu siapa namamu,
maka aku menyebutmu dengan "sahabat" selalu, sekarang setelah
kuketahui namamu..."
"Sekarangpun kau belum mengetahui
namaku." Memotong si gadis.
Giok Han tertegun, namun dia
tertawa dan mengangguk.
"Benar, sampai sekarang
aku belum mengetahui namamu. Tapi.... namaku tentu kau sudah tahu. Sekali lagi
dalam kesempatan ini kuperkenalkan diri, namaku Giok Han."
"Namamu sudah kuketahui,
berapa kali sudah kau beritahukan padaku ! Sampai bosan mendengarnya ! Dengan
bicara seperti itu kau hendak memancingku, agar memberitahukan namaku. Kau
jangan mimpi ! Aku tak mungkin dapat kau pancing dengan cara seperti itu."
"Nona manis, jangan
bilang begitu. Tentu saja sebagai sahabat, aku harus mengetahui namamu."
Kata Giok Han tertawa.
Pipi nona Cang berobah merah,
dia menunduk malu mendengar Giok Han memanggilnya dengan sebutan nona manis.
Apa lagi didengarnya Giok Han sudah bilang lagi:
"Kalau kau tak mau
memberitahukan namamu, biarlah selanjutnya aku memanggilmu nona manis, Nona
manis yang baik, kemana saja selama ini kau pergi, sampai aku mencari-carimu ke
penjuru tempat bercapai lelah tanpa menemukan jejakmu."
"Ihhh, mulutmu ternyata
ceriwis. Kalau kau tetap bersikap ceriwis, aku tak sudi bersahabat denganmu
lagi !" kata si gadis seperti mengambek.
"Nah, kalau kau tak mau
aku memanggilmu dengan sebutan nona manis, beritahukan dong namamu."
"Namaku jelek, nanti kau mentertawakan."
"Jelek atau bagus, tetap
nama dari sahabatku. Kalau ada orang yang berani mengejek dan menghina nama
sahabatku, pasti akan kuhajar orang itu agar kapok!" kata Giok Han
bersemangat.
Pipi si gadis berobah merah,
biarpun mukanya sudah dikotori oleh debu dan tanah tetap saja masih tampak
kecantikannya. Dia melirik dan berkata malu: "Namaku .... In Bwee."
Perlahan sekali suaranya, hampir tak terdengar.
Mendadak si nona Cang jadi
kaget, karena Giok Han menjura berkali-kali padanya sambil berkata:
"Terima kasih nona Cang... terima kasih, kau sudah mau memberitahukan
namamu, itu tandanya kau memang mau bersahabat denganku !"
Cepat-cepat Cang In Bwee
menyingkir ke samping tak mau menerima hormat Giok Han. "Jangan begitu
akh, seperti anak nakal saja kau...!" Mulutnya cemberut, tapi hatinya
senang sekali.
"Aku senang sekali
mempunyai sahabat yang cantik seperti kau !" bilang Giok Han polos, namun
pemuda ini cepat jadi menyesal, karena dia kuatir nanti kata-katanya yang
diucapkan setulus hati itu bisa menyebabkan nona Cang salah paham dan
menganggapnya dia seorang yaug ceriwis dan kurang ajar.
"Bohong !" kata nona
Gang sambil geleng-kan kepala, "Aku tak percaya kau cuma bersahabat
denganku. Buktinya, kau mempunyai sahabat lain, yang cantik manis, yang telah
mentraktir kau makan minum, yang tampaknya... tampaknya begitu sayang padamu
!"
Berkata sampai di situ muka si
gadis berobah merah. Tampaknya malu dan sudah terlanjur berkata demikian.
Cepat-cepat da meneruskan: "Perduli apa sahabatmu itu denganku... cuma aku
ingin mengingatkan padamu, bahwa kau juga mempunyai sahabat-sahabat lain selain
diriku."
"Maksudmu . . . nona Cu
?" tanya Giok Han.
"Ya, bukankah dia sangat
cantik ? Sangat manis sikapnya padamu ?"
"Dia memang sangat baik,
tapi aku kurang... kurang menyukainya."
"Mengapa ? Dia sangat
baik dan manis budi, juga sangat cantik jelita."
"Dia she Cu, sama dengan
she musuh besarku."
"Oooo ..." si gadis
tak menggoda lebih jauh... Siapa musuh besarmu itu ?"
"Cu Bian Liat..."
menyahuti Giok Han dengan sikap sengit, mukanya jadi bersungguh-sungguh dan
keras, matanya bersinar tajam, karena waktu itu hatinya bergolak marah teringat
keluarganya telah dibinasakan dan dimusnahkan oleh orang she Cu tersebut.
"Oooo, Cu-kongkong itu ?" tanya Cang In Bwee kaget.
Giok Han mengangguk. Giginya
berkeretekan, karena dia gegetun sekali, "Benar, dia musuh besarku. Dalam
waktu dekat aku akan mengadakan perhitungan dengannya !"
"Mengapa kau bermusuhan
dengan orang kepercayaan Kaisar ?" tanya Cang In Bwee tertarik.
Giok Han menghela napas, dia
ragu-ragu, tapi kemudian menceritakan apa yang telah menimpah keluarganya. Cang
In Bwee sekarang tak bersikap ugal-ugalan seperti tadi, karena dia sekarang
memandang iba dan kasihan kepada Giok Han. Dia juga kaget mengetahui Giok Han
adalah satu satunya keturunan Jenderal Giok Hu yang sangat terkenal dan telah
menjadi korban fitnah itu.
"Kalau begitu kita
senasib. Keluargaku juga telah dihancurkan tangan bengis seorang manusia sadis.
Aku pun sudah yatim piatu sejak kecil." Muka nona Cang berubah muram dan
sedih.
"Keluargamu juga
dihancurkan seseorang ?" tanya Giok Han yang sekarang jadi kaget.
Cang In Bwe mengangguk.
"Ya, keluargamu dihancurkan oleh Cu kongkong, keluargaku juga dihancurkan
tapi oleh orang lain, yaitu Tang San si pendeta jahat itu ! Ayah ibuku
dibinasakannya, beberapa orang saudara ku, dua kakak laki-laki dan tiga orang
adik perempuanku telah dibinasakan juga. Cuma aku seorang yang berhasil lolos
dari kematian, itupun berkat pertolongan guruku..."
"Keluargamu dihancurkan
oleh Tang San Siansu?" tanya Giok Han menegasi.
"Ya. karenanya aku
sekarang hendak membalas sakit hatiku padanya!" Mengangguk nona Cang.
"Kau... kau tentu mau membantuku menghadapinya, bukan?"
Dengan bersemangat segera Giok
Han menyahuti. "Tentu saja aku mau membantumu. Biarpun keluargamu
dihancurkan Tang San-Siansu, tapi yang harus bertanggung jawab adalah Cu Bian
Liat. Bukankah Tang San Siansu juga bekerja pada keluarga Cu itu, menghamba dan
menjadi guru puteranya Cu Bian Liat, yaitu Cu Lie Seng."
Cang In Bwee berjingkrak
dengan muka merah padam, dia berseru bersemangat. "Tang San si pendeta
jahat dan Cu Bian Liat memang harus dibasmi, mereka berdua sama-sama manusia
berhati iblis, yang selalu mencelakai orang lain!"
Kemudian dia menoleh pada Giok
Han, katanya lagi: "Kalau begitu, kita akan bekerjasama untuk membasmi
kedua orang itu."
Giok Han mengangguk
bersemangat sekali menghampiri si gadis, menggenggam tangan Cang In Bwee.
katanya dengan gagah: "Ya aku akan bekerjasama dengan kau untuk membasmi
Tang San Siansu dan Cu Bian Liat."
Mendadak Giok Han ingat dia
telah memegang tangan si gadis, mukanya jadi merah dan cepat-cepat melepaskan,
Sedangkan Cang In Bwee waktu dipegang tangannya, pipinya terasa panas, dia malu
bukan main, tapi tak ditariknya tangannya dibiarkan si pemuda memegangnya,
sampai akhirnya si pemuda melepaskan genggamannya itu. Tangan yang sangat
hangat sekali.
"Maaf," kata Giok
Han sambil menunduk malu. "Aku terlalu lancang dan kurang ajar berbuat tak
sopan."
Cang In Bwee menggeleng.
"Kau adalah sahabatku," katanya menghibur. "Kau seorang sahabat
yang baik, aku percaya kau tak mempunyai tujuan-tujuan yang buruk, sejak
pertama kali kulihat segera kutahu kau adalah seorang yang baik hati seorang
laki-laki jantan! Tapi aku menyesal telah mempermainkanmu, aku ingin minta maaf
padamu."
"Mempermainkan aku? Kapan
dan bagai mana kau mempermainkan aku?" tanya Giok Han heran.
"Aku pernah membuat kau
pusing dan terheran-heran, karena pelayan rumah penginapan telah kuberikan sejumlah
uang dan membayarkan semua makan dan menginapmu di rumah penginapan tersebut,
dengan demikian selalu membuat kau heran karena selalu ada orang yang telah
membayarkan makanmu."
"Oooooh kalau begitu yang
selama ini mempermainkanku adalah kau!" berseru Giok Han. Meudadak dia
tertawa dan menepuk jidatnya. "Benar-benar aku tolol!"
"Apa yang kau
tertawakan?" tanya Cang In Bwee.
"Aku benar-benar tolol!
Kalau siang-siang aku tahu yang membayarkan makanku dan juga mengaku sebagai
calon... calon isteriku adalah kau, tentu aku tidak akan... tidak akan
repot-repot menyelidiki, akan menerimanya dengan girang!"
Setelah berkata begitu Giok
Han nyengir.
Muka Cang In Bwee berobah
merah, dia melengos. "Kalau mulai ceriwis, kalau kau berani ceriwis lagi,
aku tak akan meladenimu !"
"Tidak berani lagi, nona
manis. Kau adalah sahabatku, bukankah wajar seorang sahabat membayarkan makan
sahabatnya?" kata Giok Han cepat, karena dia tahu si gadis merasa malu dan
canggung. "Aku berterima kasih sekali padamu karena telah membayarkan
semua makanku. Sayangnya waktu itu aku tak mengetahui, sehingga tak bisa
cepat-cepat mengucapkan terima kasih padamu."
"Sudah jangan menggodaku
terus. Sekarang kita harus memikirkan dengan cara apa harus menghadapi Tang San
si pendeta jahat. Dia memiliki ilmu yang sangat tinggi dan bukan lawan yang
mudah dihadapi."
"Nanti akan kita
rundingkan caranya yang terbaik. Sekarang kau ceritakan dulu mengapa keluargamu
dicelakai Tang San Siansu?""
Muka si gadis berobah murung,
namun dia menceritakan juga riwayatnya. Sambil bercerita, air matanya sudah
berlinang membasahi pipinya dan jatuh tetes demi tetes.
Ternyata Cang Ing Bwee puteri
Cang Ce Han, seorang tokoh persilatan yang sudah menyimpan pedang dan
mengundurkan diri. Tetapi siapa tahu, pada malam malapetaka itu, muncul Tang
San Siansu dengan anak buahnya membasmi keluarga Cang.
Sebagai seorang kiam-kek (ahli
pedang) tentu saja Cang Ce Han tak mau berdiam diri begitu saja, segera
memberikan perlawanan dan dia terbinasa di tangan Tang San Siansu. Sedangkan
isterinya dan lima orang anaknya dibinasakan oleh anak buah Tang San-Siansu.
Dari keenam orang anaknya,
hanya Cang Ing Bwee yang berhasil lolos, karena waktu terjadi keributan dan
malapetaka yang menimpa keluarga Cang, kebetulan Toat-beng-sinciang berada di
situ, dan segera melarikan Cang In Bwee, lolos dari tangan maut Tang-San
Siansu.
Toat-beng-sin-ciang berada di
rumah keluarga Cang karena sedang bertamu, dia sahabat Cang Ce Han. Dia rasa
tak sanggup menghadapi Tang San Siansu, dia segera meloloskan diri bersama Cang
In Bwee. Hal inilah yang seringkali disesalkan oleh Toat-beng-sin ciang karena
dia menyesal tak bisa membantu temannya menghadapi rombongan Tang San Siansu
yang begitu banyak dan semuanya memiliki kepandaian yang sangat tinggi.
Berhasilnya lolos Cang In Bwee
menyebabkan keluarga Cang tak putus keturunan, dia dirawat oleh
Toat-beng-sinciang, yang sejak terjadi peristiwa itu telah menyembunyikan diri
dan tak muncul lagi dalam rimba persilatan, karena seluruh perhatian dicurahkan
buat mendidik Cang In Bwee.
Dia juga telah menciptakan
beberapa jurus pukulan baru, untuk muridnya ini. Waktu itu Cang In Bwee baru
berusia 8 tahun, selama delapan tahun dia belajar di bawah gemblengan gurunya.
Kemudian dia turun gunung, selama dua tahun dia menyelidiki jejak Tang San
Siansu, akhirnya berhasil.
Dia seorang gadis yang nakal,
dia sengaja berpakaian sebagai pengemis untuk mencegah kerewelan karena dia
memiliki wajah sangat cantik dan bentuk tubuh sangat bangus. Gurunya yang
perintahkan dia selama mengembara agar menyamar sebagai pengemis kotor dan
mesum.
Dengan cara demikian memang
Cang In Bwee tak pernah bertemu kerewelan. Sebagai pengemis kotor dan mesum
tentu saja tak ada pemuda-pemuda atau laki-laki mata keranjang yang
menggodanya.
Namun. kalau memang ada juga
orang yang berbuat kurang ajar dan tak pantas padanya. Cang In Bwee sendiri
tidak gentar, dia sudah memiliki kepandaian tinggi, baru jago-jago tanggung
pasti dapat dirobonkannya. Apa lagi gurunya telah mengajarkan padanya berbagai
cara mempergunakan racun, sehingga dia selamat tak pernah memperoleh kesulitan
!
Justeru di saat dia mengendus
dan mulai munemukan jejak Tang San Siansu. ia berkenalan dengan Giok Han,
dengan cara perkenalan yang aneh, di mana Cang In Bwee mempermainkan Giok Han.
Senang si gadis melihat Giok
Han kepusingan dan bingung mencari-cari orang yang telah mempermainkannya.
Sampai akhirnya dia melihat Giok Han bentrok dengan Siangkoan Giok Lin, dia
segera mengajak si pemuda untuk memberitahukan apa yang selama ini dilakukan
Siangkoan, Giok Lin.
Siapa nyana belum lagi dia
sempat menjelaskan, telah datang Cu Lie Seng dan anak buahnya yang semuanya
berkepandaian tinggi, sampai akhirnya Cang In Bwee berpisah dengan Giok Han.
Sekarang urusan telah jadi jelas dan terang, dia melihat juga Giok Han memang
seorang yang baik dan jujur.
Dia sempat mengawasi secara
diam-diam waktu Giok Han ditraktir makan oleh Cu Siauw Hoa. Hatinya mendongkol
dan diam-diam merasa ada sesuatu perasaan aneh yang tak diketahuinya apa
namanya padahal perasaan cemburu, yang sempat bersemayam di hatinya. Entah
mengapa pemuda itu sangat mengusik hatinya, diam-diam dia menyukai Giok Han.
Justeru perasaan menyukai
seperti itulah yang akhirnya timbul sifat-sifat kewanitaan Cang In Bwee. Setiap
wanita tentu akan berusaha sekuat tenaga agar ia sangat cantik jelita dan
menonjolkan kelebihan-kelebihannya di mata orang yang disukainya, dan demikian
juga dengan Cang In Bwee.
Karenanya dia telah melepaskan
pakaian yang selama ini dipakainya dalam menyamar sebagai pengemis, dia
berpakaian rapi sebagai seorang gadis, yang memang cantik jelita dan muncul di
depan Giok Han sebagai gadis jelita !
Sambil menyusut air matanya
Cang In Bwee menyudahi ceritanya. Tentu saja dia tak menceritakan apa yang
dirasakannya terhadap Giok Han, cerita tentang keluarganya itulah yang
menimbulkan kesedihan hatinya Giok Han jadi sibuk menghiburnya. Tapi semakin
dihibur oleh Giok Han, bukannya berhenti air mata si gadis, bahkan jadi semakin
deras mengucur keluar, karena dia jadi semakin sedih menerima perlakuan yang
sedemikian manis dari sahabatnya, pemuda yang disukainya.
Giok Han sampai bingung dan
kelabakan sendiri, karena semakin dihiburnya gadis uu jadi semakin sedia saja
tangisnya, karena bingungnya Giok Han sampai diam dan bengong saja, mengawasi
si gadis menangis.
Justeru Giok Han bengong
mengawasi dengan mata terbuka lebar-lebar karena kebingungan, mendadak Cang In
Bwee mengangkat kepalanya dan tertawa, padahal air matanya masih mengucir
keluar dan pipinya masih basah. Dia merasa lucu melihat sikap Giok Han.
"Kenapa kau bengong
seperti patung saja ?!" tanya si gadis lucu campur mendongkol. Apakah ada
yang aneh di tubuhku ? Atau ada yang tak lengkap di badanku ? Mataku mungkin
picek sebelah, atau mulutku tak benar letaknya miring ke samping ?"
Giok Han kaget cepat-cepat
menggeleng. "Bukan... bukan begitu. Aku bingung kau menangis terus
menerus. Rasanya aku jadi ingin ikut menangis."
"Kalau kau mau ikut
menangis, mengapa tak ikut menangis?"
"tanya sigadis bertambah
lucu. "Ayo. menangislah!"
"Dan dia jadi tertawa
sendirinya setelah mengajurkan begitu.
Giok Han juga tertawa
"Air mataku tapi tak mau keluar." justeru karena tertawa geli terus
menerus, malah air mata Giok Han sampai keluar !
Mereka jadi merasa dekat dan
senasib, merekapun jadi akrab di waktu itu, karena, mereka segera tahu bahwa
mereka mempunyai musuh yang sama yaitu Cu-kongkong Cu Bian Liat dan Tang San
Siansu.
Mereka berdua sudah bertekad
hendak bekerja sama untuk membasmi musuh guna membalas sakit hati mereka.
Kemudian kedua muda-muda ini meninggalkan lembah itu sambil merencanakan apa
yang hendak mereka lakukan terhadap musuh besar mereka...
ooo)0(ooo
Malam itu bulan bersinar cukup
terang berkilauan, sinarnya seperti cahaya yang membias ke sekitar tempat itu,
yaitu sebuah jalan raya yang cukup lebar ditengah-tengah kota, beberapa orang
penduduk kota ada juga yang tengah duduk-duduk di halaman depan rumah
masing-masing, untuk memperoleh hawa sejuk di malam yang kering tersebut.
sambil menggoyangkan perlanan-lahan kipasnya dan ada juga yang menikmati
keindahan bulan dan udara malam sambi! menghisap huncwenya.
Serombongan orang berkuda
tampak menyusuri jalan itu, jumlah serombongan itu cukup banyak, mungkin lebih
empat puluh, Dan pakaian mereka jelas semuanya tentara kerajaan. Tentu saja
beberapa orang penduduk yang sedang berangin-angin di muka halaman rumahnya
jadi kaget dan heran.
Mereka yang takut dan bernyali
lemah segera cepat-cepat masuk ke dalam rumah, sedangkan beberapa orang yang
agak berani, tetap di halaman rumahnya mengawasi bimbang entah apa yang hendak
dilakukan rombongan tentara kerajaan tersebut.
Rombongan tentara kerajaan itu
berhenti didepan sebuah rumah tak begitu besar, yang pintunya tertutup
rapat-rapat. Salah seorang dari rombongan pasukan kerajaan itu meloncat turun,
berbisik-bisik pada seorang bertubuh tinggi besar berpakaian sebagai perwira,
orang itu mengangguk angguk dan kemudian orang yang tadi meloncat turun dari
kudanya menghampiri pintu rumah. Menendang kuat-kuat pintu itu sambil berseru:
"Buka pintu, kami pihak berwajib"
Pintu terbuka dan keluar
seorang laki-Iaki tua berusia hampir enampuluh tahun dengan tubuh agak bungkuk
dan kumis jenggot yang sudah memutih, sikapnya takut takut dan gugup, dia
bertanya bingung: "Ada... ada apa, taijin ?"
Tentara kerajaan yang seorang
itu tak menyahuti, cuma mendorong kuat-kuat daun pintu sampai orang tua itu
ikut terdorong terhuyung hampir jatuh.
"Mana pemberontak itu?
Kau jangan menyembunyikannya kalau tak mau celaka!" bentaknya.
"Pemberontak ?
pemberontak apa taijin? Aku.... aku benar-benar tak tahu, taijin..." Tapi
dia tak bisa meneruskan perkataannya, karena tangan tentara itu sudah menghajar
mulutnya keras sekali sampai dia terhuyung. Tentara kerajaan tersebut melangkah
masuk, tapi waktu itulah dia menjerit kuat-kuat, tubuhnya mundur beberapa
langkah dengan mata terbuka lebar-lebar. Darah sudah menyembur dari perutnya
yang tertembus sebatang pedang, kemudian dia terjungkel rubuh tak bernapas
lagi.
Orang tua berjenggot dan kumis
sudah memutih itu, yang tadi tampak lemah dan ketakutan, sekarang justeru sudah
berdiri tegak di depan pintu dengan pedang tergenggam di tangannya, sikapnya
gagah sekali.
Tentara kerajaan yang lain
jadi kaget dan marah, mereka segera lompat turun dari kuda masing-masing
menyerbu ke pada kakek tua tersebut, dengan senjata telanjang siap mengeroyok.
Tapi waktu itu orang yang berpakaian sebagai perwira, yang tadi dibisiki oleh
tentara kerajaan yang sudah menggeletak tak bernyawa karena perutya dilobangi
oleh mata pedang kakek itu, sudah berseru:
"Biarkan aku yang
menghadapinya!" Suaranya belum habis tubuhnya sudah melayang di tengah
udara, dia bukan meloncat turun dari kudanya ke tanah, melainkan tubuhnya
melambung dari punggung kudanya dan hinggap di tanah tepat di depan pintu rumah
kakek itu, bahkan tangan kanannya menyambar dengan kecepatan luar biasa seperti
cakar naga yang hendak merampas pedang ditangan kakek tersebut.
Kakek tua itu ternyata
memiliki kepandaian yang tinggi, karena tadi dia cuma pura-pura ketakutan dan
bingung, waktu tentara kerajaan yang seorang hendak memaksa masuk rumahnya, dia
telah membarengi dengan tikaman pedang, pedangnya itu memang telah disimpannya
di balik jubahnya ketika hendak membukakan pintu.
Sekarang melihat perwira
kerajaan tersebut melompat menubruk ke arahnya sambil tangannya diulurkan untuk
merampas pedangnya, dia tidak tinggal diam. Gesit sambaran tubuh perwira
kerajaan tersebut tangannya juga sangat sebat.
Tapi pedang si kakek tua
inipun sangat cepat. Dia segera menggeser kedudukan pedangnya yang diturunkan
kebawah dengan pundak yang direndahkan mempergunakan jurus: "Seng Lo Ko
Goan" atau "Bintang jatuh ditanah Tinggi", kemudian pedangnya
ditegakkan dengan mata pedang menghadap keatas siap menerima perut si perwira
kerajaan tersebut.
Tapi perwira kerajaan itu
benar-benar sangat tangguh dan berkepandaian tinggi, karena dia tertawa dingin,
kemudian cepat sekali tangannya yang batal menyerang itu di tarik pulang,
tahu-tahu kaki kanannya menendang ke pergelangan tangan si kakek yang kena jitu
sekali, tampai kakek tua itu terkejut merasakan tangannya tergetar keras,
pedangnya seperti mau terlepas dari genggamannya.
Yang membuat kakek tua
tersebut lebih kaget lagi justeru pada saat itu tampak tangan kiri lawannya
sudah menyambar ke-arah dadanya. Dia tak bisa diam saja karena kagetnya, harus
menyelamatkan dadanya yang hendak dicengkeram.
Maka dengan jurus "Yauw
Cu Hoan Sin" atau "Elang Membalikkan Badan", dia segera
menggeser sambil memutar badan bagian atas, untuk menghindarkan cengkeraman
tangan lawan, Justeru apa yang dilakukannya itu melakukan kekeliruan yang tak
disangkanya, karena begitu dia memiringkan tubuhnya kesamping, saat itulah
tangan kanan lawannya bergerak lagi, tahu-tahu dia merasakan tenaga genggaman
pada pedangnya jadi lenyap, entah bagaimana caranya perwira kerajaan itu sudah
berhasil merampas pedangnya, yang pindah ke tangan si perwira tersebut.
Bahwa tangan kiri siperwira
kerajaan itu tahu-tahu berobah arah menyambar kesamping maka tak ampun lagi
dada kakek tua itu kena digempur keras, sampai dia terhenyak dan terpental
dengan punggung menghantam tembok dan benturan itu sangat keras sekali!
Darah segera terpancur keluar
dari mulutnya, muntah cukup banyak. Si perwira kerajaan yang berhasil merampas
pedang kakek itu berdiri mengejek, dia tak meneruskan serangannya,
membolang-balingkan pedang itu, kemudian "trskkknggg!" pedang itu
dipatahkan menjadi dua potong dan membuangnya ke tanah. Dengan sinis dia
berkata : "Apakah kau masih mau melindungi pemberontak itu ? Tidak mau
cepat-cepat mengeluarkan pemberontak itu ?"
Kakek tua itu biarpun sudah
tak bersenjata pedang, juga terluka cukup parah, dengan mulut berlumuran darah
memaksakan diri mengempos seluruh sisa tenaga yang masih ada, dia tahu-tahu
menubruk sangat cepat sekali, untuk menerjang kepada lawannya, dia bermaksud
untuk mengadu jiwa.
Sepasang tangannya diulurkan
untuk mencengkeram dada lawannya. Apa yang di lakukannya benar-benar merupakan
tindakan yang sangat nekad, karena dia tidak mengadakan perlindungan dan
penjagaan untuk dirinya, di mana dia rupanya memang bermaksud untuk mati
bersama dengan lawannya.
Cara mengadu jiwa seperti yang
dilakukan oleh kakek tua tersebut merupakan perbuatan yang sudah benar-benar
nekad, karena dalam berbagai hal umumnya seseorang yang nekad, masih melakukan
suatu gerak pukulan untuk melindungi juga tubuhnya dari kemungkinan serangan
lawan.
Si perwira kerajaan tak gentar
melihat kenekadan lawannya, karena dia hanya berdiri diam di tempatnya,
kemudian dengan cepat dia mempergunakan tangan kanannya untuk menyentil waktu
melihat serangan lawan sudah hampir tiba, di saat itulah terjadi suatu
peristiwa yang benar-benar mengejutkan.
Kakek tua yang nekad dan
hendak mengadu jiwa itu tak berhasil dengan serangannya, karena dia tak bisa
mendekati lawannya, sentilan jari tangan perwira kerajaan tersebut membuat dia
terjangkang rubuh, sebab yang disentil oleh perwira kerajaan tersebut adalah
titik jalan darah yang berbahaya di pelipisnya !
Tidak ampun lagi tubuh kakek
tua itu terjungkal rubuh terjengkang ke belakang, bersamaan dengan itu
berkelojotan di lantai dengan mata mendelik terbuka lebar-lebar, dadanya
bergerak-gerak keras, kemudian diam tak bergerak.
Si perwira kerajaan telah
memberi isyarat kepada beberapa orang tentara kerajaan yang sedang berdiri
menanti perintahnya. Tak ayal Iagi lima orang tentara kerajaan sudah menyerbu
masuk ke dalam rumah dengan senjata terhunus, bersamaan dengan itu mereka
menjerit, dua orang di antaranya terpental, karena dari dalam telah menerobos, keluar
seorang laki laki bertubuh tinggi tegap dengan lumuran darah di beberapa tempat
di anggota tubuhnya, menerjang keluar sambil mengayunkan goloknya ke kiri
kanan. Goloknya itulah yang menyebabkan beberapa orang tentara terjungkel rubuh
dan menjerit karena terluka pada lengannya.
Sisa tentara kerajaan yang
lain, tiga orang, cepat-cepat menerjang dengan senjata masing masing. Tapi,
orang bersenjata golok tersebut dapat menangkis dengan goloknya, sehingga
pedang ketiga orang tentara kerajaan itu terpental keras, berbareng dengan itu
golok orang tersebut telah menabas perut salah seorang tentara kerajaan yang
ada di sebelah kanan, seketika terjungkel dan mati tak bergerak.
Dua orang tentara kerajaan
yang lain segera meloncat ke samping. Orangbersenjati golok tersebut telah
meloncat menerjang ke pintu hendak menerobos keluar.
Di saat itulah tahu-tahu ada
tangan yang menyambar, dan golok ditangan orang itu kena dirampas dengan mudah.
Bahkan, sebelum orang bersenjata golok tersebut tahu apa-apa, tubuhnya terpental
karena dadanya terasa sakit kena digempur oleh tangan yang menyambar sangat
kuat, dia terjengkang dan terlempar.
Orang bersenjata golok itu,
walaupun sudah terampas goloknya dan dia sendiri kena dihajar terpental, cepat
bukan main dia telah meloncat berdiri lagi, dengan gesit menerjang kalap kepada
orang yang telah merubuhkannya tadi, yang tak lain adalah perwira kerajaan yang
tadi sudah merobohkan si kakek.
"Cun Siang... lari...
jangan layani. lari dari belakang ! "Kakek tua yang tadi telah dirobohkan
si perwira kerajaan, masih sempat berseru dengan suara perlahan lemah
menganjurkan kepada orang yang bersenjata golok itu agar melarikan diri.
Namun peringatannya itu sudah
terlambat, sebab waktu itu tampak si perwira kerajaan sudah meloncat ke depan, ketika
orang bersenjata golok itu henddk menerjang nekad, dia telah didahulukan oleh
perwira tersebut, yang mencengkram pundak orang tersebut, golok rampasannya
menabas lengan kanan orang itu yang seketika tertabas buntung sebatas siku,
pundaknya memperdengarkan suara "krekkkkkk . . .krakkkkkkk... !"
Tulang pipe (tulang selangkahnya) jadi hancur kena remasan tersebut, dan orang
itu lunglai rubuh di lantai. Tapi tidak terdengar suara jeritannya, dia masih
berusaha merangkak bangun untuk mengadu jiwa pada si perwira.
Tapi perwira itu tertawa
keras. "Kau masih penasaran dan hendak mengadakan perlawaran ?"
ejeknya. "Baik, aku ingin melihat sampai sejauh maca kenekadanmu.
"Berdirilah !"
Setelah mengejek begitu, si perwira kerajaan itu berdiri menantikan orang tersebut,
yang tadi dipanggil si kakek dengan sebutan Cun Siang.
Beberapa orang pasukan tentara
kerajaan sudah ada yang masuk, mereka bersiap sedia. Tapi tanpa perintah dari
perwiranya, mereka tak berani menyerbu untuk membekuk Cun Siang. Cuma berdiri
diam mengawasi saja.
Sedangkan Cun Siang sudah
merangkak berdiri, mukanya bengis penuh dendam, mukanya itu penuh luka-luka
goresan senjata, banyak mengeluarkan darah, begitu juga luka dibeberapa anggota
tubuh lainnya, ditambah oleh tangannya yang baru saja tertabas putus oleh
goloknya sendiri yang dirampas oleh si perwira kerajaan itu. maka darah yang
keluar terlalu banyak.
Biarpun hatinya tabah dan dia
nekad sekali, akibat kekurangan daran tenaganya sudah tak ada, dia cuma bisa
berdiri dengan kaki gemetar, mata seperti juga hendak meloncat keluar dari
rongga matanya dan mulutnya digigit kuat-kuat untuk menam m ^isa tenaganya.
Tapi tanpa si perwira kerajaan
turun tangan, dia sudah terjungkel rubuh kembali...
Si perwira kerajaan mendengus,
dia mengibaskan tangannya dan beberapa orang tentara kerajaan telah meloncat
maju untuk membekuk orang itu, yang diringkus kasar sekali.
Si perwira jalan berlenggang
keluar dari rumah itu. Namun waktu melewati si kakek tua, mendadak kakek tua
yang sudah payah keadaannya dan masih menyender di tembok, sudah menerjang
dengan sisa tenaga terakhir dia ingin mencekik batang leher si perwira, tapi
belum lagi kedua tangannya yang hendak mencekik itu mengenai leher si perwira
saat itulah mata si kakek mendelik, mulutnya terbuka dan mukanya memperlihatkan
kesakitan yang hebat, dia mengejang kaku dengan dengan kedua tangan terangkat
tinggi-tinggi, kemudian rubuh terkulai.
Rupanya golok di tangan si
perwira sudah menancap diperutnya... dia kalah cepat dengan si perwira, karena
sebelum bisa mencekik, justeru golok lawannya sudah menghunjam perutnya.
Napasnya seketika putus.
Si perwira melangkah keluar
tanpa menoleh kepada kakek tua yang sudah jadi mayat, dia meloncat ke atas
kudanya, sedangkan orang yang tadi bersenjata golok dan sekarang sudah jadi
tawanan sudah digusur oleh beberapa orang tentara kerajaan, keluar dari rumah
itu.
Orang itu, Cun Siang, masih
berusaha memberikan perlawanan Tangannya yang tinggal satu masih berusaha
memukul tentara yang menyeretnya, tapi tenaganya sudah habis, dia tidak bisa
berbuat apa-apa. karena tubuhnya diseret terus keluar... darah mengucur keluar
dari tangannya yang buntung... dan dia didorong terguling-guling di tanah.
"Ikat pinggangnya dan
seret oleh kuda!" Perintah si perwira.
Dua orang tentara kerajaan
segera meloncat ke dekat tawanan mereka, mengikat pinggang orang itu dengan
seutas tambang yang sangat besar dan panjang, juga kedua tangan Cun Siang. Cuma
kedua kaki Cun Siang yang dibiarkan tak terikat, karena dia mau diseret kuda
dan harus berlari-lari mengikuti kuda yang akan menyeretnya.
Keadaan Cun siang sudah lemah
terlalu banyak darah yang dikeluarkan. Hatinya pun sedih bukan main, karena
melihat kakek tua pemilik rumah itu sudah jadi korban keganasan si perwira
kerajaan, sehingga menemui kematian dengan cara yang begitu mengenaskan.
Dia sendiri memang dalam
keadaan luka parah waktu minta menumpang di rumah kakek itu, untuk berobat.
Tapi siapa tahu jejaknya sudah diendus oleh pasukan kerajaan yang memang hendak
menangkapnya, berakhir dengan kematian kakek itu.
"Geledah rumah ini
perintah perwira kerajaan itu sambil menghampiri kudanya dan meloncat naik
kepelana kudanya, duduk di situ mengawasi kerja anak buahnya. Enam orang
tentara kerajaan menyerbu ke dalam rumah untuk memeriksa. Akhirnya mereka
keluar kembali sambil menyeret seorang wanita yang dalam keadaan terluka parah
serta sudah tak bertenaga. Wanita itu baru berusia antara duapuluh empat atau
duapuluh lima tahun, dia dicampakkan sampai terjerambab di tanah dengan tubuh
berlumuran darah. Tapi, sedikitpun tak terlihat rasa takut di mukanya, karena
wanita itu mengawasi si perwira dengan sorot mata penuh kebencian.
"Hemmmm, dua penjahat
sudah berhasil ditangkap!" menggumam si perwira.
"Pemberontak-pemberontak yang pasti menerima hukuman mati! Ikat dan seret
juga wanita itu dengan seekor kuda!"
Perintah itu segera
dilaksanakan, kedua tangan wanita itu diikat oleh seutas tambang, begitu juga
pinggangnya yang diikat oleh seutas tambang lainnya. Cuma kedua kakinya yang
dibiarkan tak terikat.
"Seret mereka!"
perintah si perwira, kuda yang ditunggangi segera diputar untuk mengajak
pasukannya meninggalkan tempat itu. Sedangkan di kejauhan satu dua orang
penduduk menyaksikan dengan perasaan sedih dan takut melihat tindakan para
tentara kerajaan yang demikian sadis dan ganas.
Cun Siang dan wanita itu,
kedua-duanya dalam keadaan terluka cukup parah, diseret berlari-lari di
belakang kuda yang menarik tambang yang mengikat tubuh mereka. Walau-pun sudah
tak memiliki tenaga lagi, kedua orang itu masih tetap harus berlari lari,
disamping itu kalau mereka sudah benar-benar tak kuat berlari, tubuh mereka
terseret oleh lari kuda yang tidak perlahan.
Waktu itu, mendadak dari
samping rumah seorang penduduk meloncat dua sosok tubuh yang menghadang di tengah
jalan raya, menahan jalannya pasukan kerajaan. Kedua orang itu sepasang
muda-mudi, mereka tak lain Giok Han berdua dengan Cang In Bwee.
Kebetulan mereka menyaksikan
perbuatan kejam pasukan kerajaan terhadap kedua orang yang tengah diseret oleh
dua ekor kuda, maka tak pikir panjang Giok Han segera hendak menolongi kedua
orang itu. Cang Ing Bwee tak menghalangi, karena diapun gusar melihat keganasan
pasukan kerajaan yang bertindak semena-mena.
Muka si perwira berobah
melihat dua o-rang menghadang jalan maju dia dan pasukannya. Segera dia Keprak
kudanya maju mendekati kedua orang itu.
"Menyingkir kalau tak mau
ditabrak kuda !" Bentak perwira tersebut garang. Dia juga tak menghentikan
kudanya, karena bermaksud sengaja menubruk kedua orang itu. Tapi, kedua kudanya
menerjang maju, Giok-Han tak meloncat ke pinggir atau menyingkir, maiah dia
menyambuti dada kuda dengan pukulan tangan kanannya. Kuat pukulan yang
dilakukan disertai tenaga Lwexang, angin berkesiutan keras.
Si perwira kaget, tapi sudah
terlambat buat menahan lari kudanya. Telak sekali sebelah depan leher kudanya
itu kena dihantam telapak tangan Giok Han, seketika kuda itu kesakitan,
meringkik liar mengangkat kedua kaki depannya. Kalau memang si-perwira tak
memiliki ilmu yang tinggi tentu tubuhnya sudan terbanting jatuh dari punggung
kudanya.
Untung saja dia gesit dan
linear, begitu kudanya terpukul dan mengangkat kedua kakinya, dia sudah
meloncat turun dari kuJanyu dengan tubuh yang ringan. Kudanya meringkik
nyaring, kemudian lunslai roboh menggeletak di tanah tak bergerak lagi. Pukulan
yang dilakukan Giok Han ternyata merupakan puKulan mematikan.
Mata si perwira tajam
mengawasi Giok-Han dan Cang In Bwee bergantian, kemudian dengan garang karena
marah berkata: "Sahabat, siapa kalian berdua ? Mengapa mencari urusan
dengan kami pihak kerajaan ?" tegurnya. "Apakah kalian sudah bosan
hidup?"
"Bebaskan kedua orang
itu, mereka jangan disiksa seganas itu." Bilang Giok Han dengan suara
tawar. "Kalau kalian membebaskan kedua orang itu, kami tak akan menghalangi
lagi jalan kalian! "
Si perwira gusar bukan main
sampai dia tertawa, menyeramkan suara tertawanya." Ooo, kalian kira Ban It
Say dapat digertak begitu oleh kalian ? Walaupun kalian tambah empat pasang
kaki dan tangan, tetap kalian juga harus ditangkap, karena kemungkinan besar
kalian sahabat kedua pemberontak ini !" Setelah berkata begitu, tubuh Ban
It Say menerjang maju.
Dia seorang berkepandaian
tinggi, tangannya tangguh sekali, maka Ban It Say yakin dalam satu dua jurus
bisa membekuk pemuda dan gadis ini. Karenanya dia tidak perintahkan anak
buannya, melainkan dia turun tangan-sendiri.
Giok Han dan Cang In Bwee
kaget mengetahui perwira kerajaan ini Ban It Say, yang sangat terkenal di kota
raja sebagai congkoan Gi lim-kun, yang berkepandaian tinggi dan selalu
bertindak semena-mena terhadap orang yang lemah tak berdaya.
Sedangkan Giok Han sendiri
meluap kemarahannya dia masih ingat. Ban It Say adalah salah satu dari
orang-orang yang menghancurkan keluarganya, yang dikirim Cu Bian Liat. Congkoan
Gi-lim kun ini bersama Thio Yu Liang merupakan dua orang yang memimpin pasukan
kerajaan untuk "menghukum" ayahnya, menghancurkan keluarganya.
Sekarang Siapa sangka bisa
bertemu di sini, Giok Han girang campur gusar. Tak menunggu tangan Ban It Say
tiba pada sasaran, dia sudah memapaki dengan loncatan yang cepat, tangannya
diulurkan untuk menyambuti pukulan Ban It Say. Sekali turun tangan Giok Han
lantas mempergunakan sinkangnya,dikerahkan pada jari-jari tangannya, karena
mengetahui bahwa lawannya bukan orang lemah yang bisa dipandang remeh.
Ketika tangannya beradu dengan
Congkoan Gi-lim-kun tercebur, terdengar bentrokan sangat nyaring, disusul
dengan pengerahan tenaga yang kuat, karena Giok Han merasakan tenaga dalam Ban
It Say seperti datang bergelombang semakin lama semakin kuat. Maka dia
membendung tenaga lawan dengan memusatkan tenaga sinkangnya. Mereka mengadu
kekuatan.
Ban ItSay bukan hanya
mempergunakan sinkangnya saja, mengetahui lawannya yang masih muda tapi
memiliki tenaga dalam yang kuat, segera membaiengi dengan tangan kirinya untuk
mencengkeram pundak Giok Han.
Giok Han mana bisa diserang
seperti itu, biarpun tangan kanannya sedang menahan tangan congkoan Gi-lim kun
tersebut, dia juga bisa mengerahkan tenaga sinkang pada tangan kirinya. Ketika
tangan lawan menyambar ke pundaknya, dia menurunkan pundaknya dengan menekuk
kaki kirinya, kemudian menghantam pusar lawannya.
Kembali Ban It Say kaget
campur heran, karena lawannva biarpun berusia masih muda tapi memiliki ilmu
yang tinggi. Dia tak menyangka bahwa lawannya bisa melakukan tindakan demikian
maka segera dia meloncat kebelakang menarik pulang kedua tanganya. Dia
memandang tajam,
"Bocah, ternyata kau
memang kawan pemberontak-pemberontak ini! Atas nama Kaisar aku menangkapmu
juga!" Dan segera Ban It Say mengisyaratkan kepada pasukannya untuk
menyerbu maju menangkap Giok Han dan Cang In Bwee.
Belasan orang tentara menyerbu
maju lengkap dengan senjata tajam terhunus. Mereka menerjang untuk mengeroyok
Giok Han dan In Bwee. Semuanya berpikir, dengan mengandalkan jumlah banyak
tentu Giok Han dan In Bwee dapat dibikin tak berdaya dan akan mereka tangkap
dengan mudah.
Namun tak mereka
sangka-sangka, justeru waktu itu Giok Han sudah memukul telak sekali dada
seorang tentara kerajaan yang paling depan sampai terpental dan dadanya
melesak. karena kuatnya pukulan yang dilakukan Giok Han bahkan tentara kerajaan
yang seorang itu terlambung ke tengah udara sambil menjerit, berkelojotan
ketika terbanting di tunah dengan mulut berbusa, lidah terjulur keluar seperti
anjing kepanasan dan matanya mendelik dengan hidung keluar darah!
Giok Han bukan hanya
merobohkan seorang tentara kerajaan itu, karena begitu berhasil memukul
terpental tentara kerajaan yang seorang kaki kanannya juga sudah melayang
menendang selangkangan tentara kerajaan yang lainnya yang menyerbu dari arah
samping kanan.
Tak ampun lagi tubuh tentara
kerajaan itu terputar-putar menjerit kesakitan sambil memegangi selangkangan,
tubuhnya berpusing berjingkrak-jingkrak karena rasa sakit yang serasa seperti
menerobos sampai ke ubun-ubun kepalanya. Sakitnya bukan main, bahkan akhirnya
dia roboh pingsan tidak ingat diri.
Teman temannya yang lain dari
kedua tentara kerajaan itu jadi bimbang dan gentar melihat dalam waktu singkat
Giok Han sudah berhasil memukul roboh dua orang teman mereka, maka sejenak
mereka berhenti menyerbu.
Ban It Say mendongkol bukan
main, apa lagi melihat pasukan tentaranya berdiam diri tak meneruskan serbuan
mereka. Maka dibentaknya bengis. "Tangkap kedua pemberontak itu!"
Bentakan ini menyebabkan
pasukan tentara kerajaan itu sadar apa yang di perintahkan atas mereka segera
meloncat menerjang lagi sambil mengayunkan senjata masing-masing, untuk
menyerang Giok Han maupun Cang In Bwee. waktu itu Giok Han pun tak sungkan
sungkan lagi, dia segera menampar muka seorang tentara kerjaan yang ada di
sebelah kiri, membuat tentara itu kelojotan sambil membuang senjata, memegangi
mukanya, karena matanya dirasakan gelap,dan tulang mukanya seperti jadi hancur
akibat pukulan tersebut, sakitnya sampai terasa diulu hati. Giok Han pun
membarengi dengan pukulan lainnya pada tentara lainnya, yang mengalami nasib
yang sama.
Cang In Bwee tidak tinggal
diam, gadis ini memiliki kepandaian yang mengagumkan karena begitu tangan dan
kakinya bergerak, dia sudah merobohkan tiga orang tentara kerajaan yang jungkir
balik kesakitan.
Menyaksikan ini kemarahan Ban
It Say meluap. Dia tahu, kedua orang ini orang-orang yang memiliki kepandaian
tinggi, menyaksikan dalam waktu singkat, dia sudah melihat bahwa setiap pukulan
Giok Han maupun In Bwe memiliki tenaga yang ampuh dan kuat sekali, tidak
mungkin pasukannya itu bisa menghadapinya. Maka dia membentak keras
"Semua minggir, biasa aku
yang menghadapi kedua pemberontak itu." Dengan langkah lebar dia maju ke
tengah gelanggang.
Tentara kerajaan yang tidak
terluka segera mengundurkan diri meninggalkan arena pertempuran sambil
menggotong kawan mereka yang terluka. Memang mereka girang menerima perintah
mudur, sebab hati mereka gentar dan jeri kepada kedua orang muda ini yang dalam
satu dua gebrak sudah dapat merobohkan kawan-kawan mereka begitu mudah.
Maka mendengar Ban It Say
perintahkan mereka mundur, girang bukan main hati tentara-tentara kerajaan itu
yang tak ayal lagi segera meninggalkan Giok Han dan In Bwee.
Ban It Say sudah berada di
depan sepasang orang muda itu, yang diawasi tajam tajam.
"Apakah kau juga
orang-orang Thio Hong Can dan Giam cu." tegurnya dingin.
"Kalau ya kenapa, kalau
tidak kenapa ?" menyahuti Cang In Bwee sebelum Giok Han menjawab pertanyaan
congkoan Gi-lim-kun itu.
"Kalau memang kau benar
orang-orang Giam cu atau Thio Hong Gan, kalian harus ditangkap, karena kalian
bekerja untuk pemberontak, bermaksud memberontakan terhadap kekuasaan Kaisar
yang ada, karenanya kalian harus menerima hukuman. Tapi kalau memang kalian
bukan orang-orang Giamcu maupun Tho Hong Gun. aku masih memberi kesempatan
kepada kalian untuk cepat-cepat angkat kaki. Aku akan meramkan mata dan tak
akan mengganggu kalian."
"Hemmm, aku tidak
mengharapkan belas kasihanmu !" kata In Bwee, yang sudah berkaia lagi
mendahului Giok Han "Yang kami harapkan kau bebaskan kedua orang tawananmu
itu, kalian boleh pergi tanpa kami ganggu!"
"Kalau aku menolak
permintaan kalian?" tanya Ban It Say mengejek dan sinis, menahan kemarahan
hati yang sudah meluap.
"Kami akan tetap merampas
kedua tawanan itu!" menyahuti In Bwee tegas.
"Ya, kami akan mengambil
kedua tawanan itu dari tangan kalian !" kata Giok Han ikut bicara.
"Baik, ambilah oleh
kalian ! "Berbareng dengan kata-katanya itu, cepat bukan main kedua tangan
Ban It Say sudah meluncur kepada Giok Han dan In Bwee jari-jari tangannya
terpentang siap mencengkeram seperti jari-jari naga dan mengandung tenaga
sinkang yang amat ampuh. Dia hendak mencengkeram batok kepala Giok Han dan In Bwee.
Dia seorang congkoan Gi-lim
kun, yang kepandaiannya sudah mencapai tingkat tinggi serta di kotaraja
terkenal sebagai salah seorang jago utama Kaisar. Sekarang dia diejek dan
seperti tidak dipandang mata oleh la Bwee dan Giok Han, tentu saja jadi murka,
dapat dibayangkan kekuatan singkang yang dipergunakannya.
Giok Han dan In Bwee walaupun
tampak tidak memandang mata kepada congkoan Gi-lim kun ini diam diam di hati
masing-masing sudah tahu, bahwa lawan mereka ini bukanlah orang sembarangan.
Melihat lawan menyerang dahsyat seperti itu, mereka tidak berani menyambuti
dengan kekerasan, cuma menghindar, masing-masing meloncat ke kiri dan kanan,
terpisah agak jauh, membuat Ban It Say dalam waktu beberapa detik harus
memutuskan apakah dia akan menyerang Giok Han atau kepada ln Bwee, karena
keduanya berada di tempat yang bertolak kebelakang, di kiri dan kanan.
Tapi akhirnya Ban It Say
memilih Giok Han sebagai sasaran dari tangan kanannya yang menyerang pada titik
kematian di ulu hati Giok Han. Tangannya begitu cepat sulit diikuti oleh
pandangan mata, juga memang gerakan tangannya adalah jurus yang aneh sulit
ditentukan arah sasaran yang sebenarnya. Tak percuma Ban It Say sebagai
congkoan Gi-lim-kun, karena kepandaiannya memang sangat tangguh.
Giok Han tertawa mengejek dan
menghindar lagi. Tapi sekarang dia mengelak bukan berdiam diri seperti tadi,
melainkan tangan kanannya tahu-tahu sudah nyelonong ke arah pelipis lawannya,
tangan kirinya menyampok tangan Ban It Say.
Pukulan itu bukan pukulan
sembarangan, karena itulah jurus kesembilan dari "Sin-beng-kun" yang
khusus dipelajari Giok Han untuk menghadapi "Liong-heng-kun"-nya Tang
San Siansu.
Tangannya panas seperti api
membakar, seperti api yang siap menyambar membakar apapun yang berada di
dekatnya.
Tidak kepalang kaget congkoan
Gi-lim-kun tersebut, tangannya seperti terbakar oleh api yang panas luar biasa,
juga urat nadi pusat di pergelangan tangannya berdenyut keras, seakan seluruh
darah deras berkumpul di situ berdesak-desakan akan meletus! Tentu saja dia kaget
tidak terkira, karena denyut urat pusat nadi di pergelangan tangan merupakan
urat nadi yang terpenting, kalau sampai nadi pusat di pergelangan tangan
meletus, biarpun dia memiliki kepandaian lima atau enam kali lipat lebih lihai
dari sekarang, niscaya dirinya akan mati seketika begitu pembuluh darah itu
meletus.
Tak pikir lagi tangannya
segera ditarik pulang dan dia meloncat mundur, memandang Giok Han dengan
terheran-heran. Usia orang ini masih muda, mengapa dia memiliki kepandaian
demikian tinggi dan ampuh sekali ? Murid siapakah dia ?
Giok Han tertawa mengejek.
"Ayo maju lagi, mengapa bengong di situ?" tantangnya. Dia, tahu Ban
It Say kaget karena menerima salah satu jurus "Sin beng-kun" yang
sangat ampuh itu, dan memang Giok Han sengaja mempergunakan jurus-jurus ampuh
itu, dia ingin membekuk Bin It Say, karena congkoan Gi-lim-kun ini termasuk
salah seorang musuhnya yang ikut menghancurkan keluarganya.
Ban It Say tidak bengong
terlalu lama, walaupun bagaimana dia seorang lihai berkepandaian tinggi dan
memiliki kedudukan terhormat di kotaraja sebagai congkoan Gi-lim-kun. Sekarang
dia dibikin tercengang seakan tak berdaya terhadap lawannya yang masih muda
belia ini, bahkan di depan anak buahnya, mereka menyaksikan apa yang terjadi.
Timbul penasaran dan kemarahan
yang meluap sampai memukul ubun-ubun kepalanya. Tak buang waktu lagi tubuhnya
loncat ke depan Giok Han dan sekarang dia menyerang dengan penuh perhitungan,
mempergunakan ilmu andalannya.
Tangan kanannya berkesiutan
mengeluarkan angin yang menderu-deru menerjang Giok Han. Jari-jari tangannya
siap untuk merobek kulit tubuh dan mencopot daging tubuh lawan, mencengkeram
mati jalan darah terpenting di tubuh lawan.
Giok Han tahu Ban It Say
memang berkepandaian tinggi, kalau tadi dia berhasil membuat congkoan
Gi-lim-kun itu kaget karena Ban It Say tak menyangka dia memiliki ilmu mujijat
seperti Sin-beng-kun, memandang rendah padanya sehingga mempergunakan tenaga
sinkangnya tak sepenuhnya, juga kurang waspada.
Tentu saja hal ini membuat Ban
It Say menderita kerugian, pelajaran pahit tadi membuat Ban It Say sekarang
hati-hati dan jauh lebih tangguh dari tadi. Angin pukulan kedua tangannya
seperti juga ingin melepaskan baju yang melekat di tubuh Giok Han, karena
menyambar-nyambar dahsyat membuat baju pemuda itu jadi beterbangan keras
sekali.
Tak ayal lagi Giok Han
mempergunakan jurus-jurus Sin-beng-kun untuk menghadapinya berulangkali Ban It
Say terkejut menerima tangkisan Giok Han yang dahsyat dan aneh, tapi dia tidak
sampai harus menghentikan serangan-serangannya, karena Ban It Say masih dapat
bertahan.
Giok Han telah menduga bahwa
congkoan Gi-lim-kun ini paling lama bisa bertahan cuma 10 jurus. Tidak lebih
dari itu. Karena Sin beng-kun adalah pukulan mujijat yang diperuntukkan Giok
Han menghadapi Tang San Siansu. Dan dugaan pemuda ini memang tepat. Sebab pada
jurus ke enam saja Ban It Say mulai gugup dan panik, karena dia seperti
terkurung suatu kekuatan yang menyesakkan napasnya, biarpun dia memusatkan
sinkangnya pada kedua lengannya, namun tampaknya dia tidak berhasil untuk
menghalau kekuatan Sin-heng kun pemuda tersebut.
Mati-matian Ban It Say
mencurahkan seluruh kekuatan singkangnya, tetap saja dia terdesak. Masih untung
buat Ban It Say karena usianya yang masih muda Giok Han kalah pengalaman dan
latihan dibandingkan dengannya, kalau tidak dalam tiga jurus dengan
Sin-beng-kunnya itu Gion Han pasti sudah dapat merobohkan Ban It Say.
Pada jurus kedelapan tangan
Giok Han berputar-putar dan di sekitar kepala Ban It Say berkeliling sebuah
bola api yang panas bukan main melingkar isi kepala serta otak nya, matanya
juga pedas sekali. Ban It Say semakin kaget, tapi waktu dia mau meloncat mundur
dan terpikir untuk perintahkan pasukannya buat mengeroyok Giok Han, keadaan
sudah terlambat. Belum lagi dia meloncat menjauhi Giok Han, tahu-tahu tangan
kanan Giok Han berhasil mencengkram lengan Ban It Say. Walau congkoan Gi
lim-kun ini hendak melepaskan tangannya dari cengkeraman jari-jari tangan Giok
Han yang begitu kuat dan sangat panas, tangan kiri Giok Han sudah menyambar
lagi pada leher di bawah cuping daun telinga.
Bagian dari anggota tubuh di
situ memang merupakan daerah paling lemah buat pertahanan seorang manusia,
lehernya terkena pukulan begitu kuat seketika tubuh Ban It Say terhuyung, namun
dia masih bisa mempertahankan kuda-kuda-nya sehingga tidak sampai mencium
tanah.
Mukanya merah padam. Giok Han
tak memberi kesempatan kepada musuhnya belum Ban It Say sempat memperbaiki
posisi tubuhnya, pemuda ini tahu-tahu sudah berada di sampingnya dan tangannya menghantam
iga kanan Ban It Say, sampai congkoan Gi lim-kun itu terhenyak kesakitan,
mukanya meringis dan buyarlah kekuatan tenaga kuda-kuda kedua kakinya, dia
jatuh terduduk dengan muka pucat, mulutnya tampak merah karena darah mengucur
keluar.
"Orang she Ban, hari ini
adalah hari kematianmu, untuk membayar hutang jiwa dari keluarga Jenderal Giok
Hu!" Teriak Giok Han yang menghampiri dengan muka yang kaku dingin tak
memancarkan perasaan, memandang tajam penuh dendam, karena yang terduduk tak
berdaya ini adalah seorang musuhnya yang ikut menghancurkan keluarganya.
Muka Ban It Say masih pucat
waku dia bertanya bingung: "Si.... siapa kau ? Dan . . . mengapa kau
kait-kaitkan aku dengan persoalan Jenderal Giok Hu almarhum ?"
"Jangan pura pura tolol
bertanya seperti itu ! Tentu kau sendiri sudah tahu mengapa kau harus mati hari
ini, untuk menebus dosa-dosamu yang telah mencelakai keluarga jenderal Giok Hu.
Kau juga termasuk salah satu yang mengambil bagian menghancurkan keluarga
Jenderal Giok Hu."
Sekarang Ban It Say gentar
terhadap pemuda di depannya, dia melihat kenandaian pemuda ini benar benar
tangguh dan jurus-jurus silatnya mujijat sulit dihadapi. Dia jadi lemah dan
lenyap keberanian maupun keangkuhannya.
"Tunggu dulu, dengar dulu
penjelasanku!" Serak suara Ban It Say waktu bilang begitu, dia juga
menggoyang-goyangkan tangannya mencegah Giok Han maju lebih dekat padanya.
Beberapa orang pasukannya telah coba mengurung Giok Han, tapi tak seorangpun
berani menyerbu untuk menyerang Giok Han.
Mereka menyaksikan betapa
congkoan mereka sangat mudah dirubuhkan pemuda tangguh itu, aoalagi mereka,
jika maju sama saja dengan mengantarkan jiwa. Semuaoya jadi berdiri diam,
seakan menanti keputusan atau perintah congkoan mereka.
"Beritahukan dulu padaku,
siapa kau sebenarnya agar aku mengetahui jelas duduk persoalannya !"
Bilang Bin It Say gugup ketua melihat Giok Han tetap maju selangkah demi
selangkah mendekati tanpa melayani permintaannya. Mata pemuda itu memancarkan
sinar berkilauan seakan menusuk kedalam haci Ban It Say.
Melangkah maju menghampiri
tiga langkah Giok Han akhirnya berhenti dan mukanya kaku tak berperasaan ketika
bertanya: "Apa yang ingin kau jelaskan ? Duduk persoalan sudah jelas, kau
salah seorang yang ikut menghancurkan rumah tangga dan keluarga Jenderal Giok
Hu."
"Aku hanya seorang yang
makan gaji negara, maka aku harus taat pada perintah. Aantara aku dengan
Jenderal Giok Hu tak ada permusuhan, cuma melaksanakan perintah dari
Cu-kong-kong untuk membasmi jenderal yang mau memberontak itu..."
"Bohong ! Mana mungkin
jenderal setia itu ingin memberontak dan itu pasti fitnah belaka, alasan yang
kalian cari cari untuk mencelakai keluarga jenderal Giok Hu !" bentak Giok
Han dan suaranya penuh kemarahan.
"Tapi kami hanya
mengiringi thaykam yang jadi utusan Hongsiang, untuk menghukum jenderal Giok
Hu. Kami melaksanakan perintah, janganlah menimpahkan dendam itu kepadaku
ssluruhnya, karena Thio Yu Ling, congkoan Kim-ie-wie juga ikut pada pengawalan
thay kan yang hendak menghukum jenderal Giok Hu. Hukuman yang dijatuhkan pada
diri Jenderal Giok Hu berasal dari firman Hongsiang, maka seluruhnya menjadi
tanggung-jawab Hongsiang! Kami yang makan gaji negara cuma melaksanakan
perintah dan tugas kewajiban belaka...!"
"Manusia pengecut,"
memaki Giok Han mendongkol. "Sekarang kau hendak pungkiri perbuatan kejam
yang pernah kau lakukan bersama-sama dengan kawanmu itu. Walaupun demikian,
tetap saja kau harus mati !"
"Tunggu . . .kau belum
memberitahukan siapa dirimu dan masih ada hubungan apa antara kau dengan keluarga
Jenderal Giok Hu?" Ban It Say bertanya seperti itu, sebab dia tak berhasil
menduga siapa ini. Yang diketahuinya bahwa seluruh keluarga Giok Hu telah
dibasmi bersama Thio Yu Ling.
Namun mendadak mukanya
berobah, jadi pucat pias dan memandang Giok Han dengan sorot roata guram. Dia
teringat sesuatu dan pundaknya jadi terasa dingin seperti ditempelkan batangan
es. Dia ingat waktu terjadi pembasmian keluarga pemberontak Jen-deral Giok Hu,
ada seorang anak Jenderal Giok Hu yang tak ditemukan, walaupun telah dicari
disekitar tempat kediaman Jenderal Giok Hu, tetap saja anak Jenderal itu
menghilang.
Waktu itu dia tak begitu
memperhatikan keadaan tersebut, karena dianggapnya apa yang bisa dilakukan oleh
anak jenderal tersebut. Siapa tahu, sekarang timbul urusan pembunuhan keluarga
jendral Giok Hu, maka teringat pada lenyapnya anak Jenderal Giok Hu di saat
pembasmian keluarga jenderal itu, seketika Ban It Say menduga bahwa pemuda di
depannya ini apakah bukan anak jenderal tersebut?
Giok Han berkata sinis:
"Kalau aku tak menjelaskan siapa diriku, tentu kau mati dengan mata tak
meram serta penasaran. Baiklah, akulah anak jenderal Giok Hu yang sempat lolos
dan tangan mautmu dan kawan-kawanmu ! Sudah dengar jelas ? Akulah
Liong-kak-sin-hiap, anak jenderal Giok Hu yang akan mengadakan perhitungan
dengan semua orang-orang yang pernah ikut ambil bagian mencelakai keluargaku
!"
Ban It Say sudah berdiri dan
otaknya berpikir keras. Dugaannya benar. Pemuda ini anak jenderal Giok Hu yang
lenyap pada hari itu. Sekarang muncul lagi dengan kepandaian yang sangat
tangguh. Dia tidak kaget lagi mendengar keterangan Giok Han, sebab dia sudah
menduga. Otaknya bekerja keras untuk mencari jalan lolos dari tangan pemuda
ini. Sekali saja dia bisa lolos, selanjutnya dia akan melakukan pengejaran
ketat pada Giok Han.
Akan diajaknya pasukan
Gi-lim-kun yang umumnya memiliki ilmu silat tinggi untuk mencari pemuda yang
jadi cucu jenderal Giok Hu. Waktu itu diapun bisa memakai pahlawan istana
lainnya, baik dari Kim-ie-wie maupun dari pasukan pribadi Kaisar, untuk
membantunya mengadakan pengejaran pada Giok Han, dengan tuduhan pemuda itu
bermaksud memberontak!
Cang In Bwee mengawasi Giok
Han, namun dia jadi kaget karena tahu-tahu secara mendadak Ban It Say loncat
menyerang untuk menyergapnya.
Ban It Say licik, dia tahu
kepandaian Cang In Bwee jauh di bawah kepandaian Giok Han, karenanya dia
memilih "pengemis" kotor ini sebagai sasaran tangannya, di mana dia
hendak menangkap In Bwee, untuk dijadikan sandera. Sambil menyerang In Bwee dia
juga berseru:
"Tangkap pemberontak itu
mati atau hidup!" Serunya itu ditujukan buat pasukannya.
Sejak tadi semua pasukan Ban
It Say cuma berdiri ragu ragu, tapi mendengar perintah congkoan mereka, tak
berayal lagi mereka meluruk menyerang Giok Han untuk mengeroyok.
In Bwee coba menangkis
cengkeraman tangan kanan kanan Ban It Say, tapi tangan kiri Ban It Say
tahu-tahu menyambar sudah berada di depan mukanya. Ban It Say girang dia yakin
bisa menawan pengemis kotor ini dan bisa memaksa Giok Han agar menyerah untuk
ditawan olehnya. Tangannya cuma terpisah beberapa dim lagi dari muka In Bwee.
Tapi tak disangka-sangkanya,
Ban It Say merasakan tangannya yang kiri dan tengah hendak mencengkeram muka In
Bwee, sakit luar biasa, gatal gatal, seperti tertusuk sesuatu. Bahkan dia
mendengar In Bwee tertawa sambil meloncat mundur. Tubuh Ban It Say juga
mengejang, rasanya tak enak, tangannya sudah kejang sulit digerakkan, seperti
tak memiliki tenaga lagi. Tubuhnya terhuyung ke belakang dengan muka berobah
pucat dan mata memandang murka kepada In Bwee.
Apa yang terjadi dan mengapa
Ban It Say mendadak menarik tangannya yang hampir mengenai muka In Bwee, bahkan
dia merasakan tangannya jadi kejang kaku tak bertenaga sulit untuk digerakkan ?
Rupanya In Bwee menyadari juga
bahaya yang mengancam dirinya, keselamatan jiwanya terancam oteh tangan maut
Ban It Say, kalau saja mukanya kena dicengkeram, dan pasti dia akan ditawan
oleh congkoan Gi-lim-kun tersebut. Dalam keadaan terancam bahaya seperti itu.
In Bwee tidak tinggal diam, sebab cepat sekali tangannya terangkat ke atas,
seperti menyambuti tangan Ban It Say.
Padahal dia mempergunakan
jarum beracun untuk menyambuti pukulan Ban It Say, sehingga congkoan Gi-lim-kun
itu kesakitan dan menarik tangannya membatalkan cengkeramannya.
In Bwee melakukan pembelaan
diri seperti itu karena tahu kalau dia menangkis dengan kekerasan cengkraman
Ban It Say, pasti dia kalah tenaga lwekang, dan akan jatuh ketangan musuh.
Memang Ban It Say sengaja menyerang mencengkram muka In Bwee dengan harapan In
Bwee coba menangkis tangannya.
Waktu itulah Ban It Say akau
mencengkeram tangan In Bwee, batal menyerang mukanya, mencengkeram pa ia nadi
jalan darah "cung koan-niat," nya, pasti akan membuat tubuh In Bwee
jadi lumpuh tak bertenaga dan jatuh ke dalam tangan Ban It Say, untuk dijadikan
sandera.
Ban It Say sudah
memperhitungkan segalanya sebaik-baiknya,tapi siapa tahu juteru In Bwee juga
sangat cerdik Dalam keadaan terjepit di- bawah ancaman lawan, dia masih bisa
meloloskan diri dengan mempergunakan jarum beracun yang dipergunakan menyambuti
tangan Ban tt Say. Setelah Ban It Say menjerit dan tertusuk jarumnya, In Bwee
juga tidak tinggal diam, tubuhnya ringan meloncat ke belakang.
Dia mengejek sinis mentertawai
ketololan lawannya, yang kena diselomoti seperti itu.
Ban It Say melihat keadaan
tangan kiri nya. Ada titik hitam di tangannya, tanda bekas tertusuk sesuatu,
yang di sekitarnya berwarna gelap kehitam-hitaman. Meluap darah Ban It Say, dia
berjingkrak sambil meraung sengit, karena segera diketahui dirinya sudah
dilukai dengan senjata yang beracun,
Matanya bengis mengawasi si
pengemis, dia memusatkan seluruh tenaganya, untuk loncat menyerang. Tapi,
sebelum dia meloncat, sempat ditelannya beberapa pil, untuk penawar racun. Pil,
yang ditelannya adalah pil yang dibuat tabib istana, karena dia yakin pil itu
bisa memunahkan racun yang di pergunakan si pengemis. Diiringi raungan bengis
dia loncat menerjang si pengemis, sepasang tangannya bergerak-gerak dengan
tenaga sinkang penuh pada lengannya. Dia bertekad hendak membunuh si pengemis.
Giok Han terkejut melihat
kekalapan congkoan Gi lim-kun itu, sebab diketahuinya kepandaian In Bvvee
berada dibawahnya, tentu agak sulit menghadapi congkoan Gi-lim-kun yang memang
berkepandaian tinggi.
Tapi untuk menolongi In Bwee
dan menghadapi Ban It Say diapun tak bisa, dirinya sedang dikeroyok oleh
belasan orang tentara kerajaan yang mempergunakan berbagai macam senjata tajam.
Cang In Bwee cendiri menyadari
bahwa dirinya sulit mengimbangi Ban It Say, dia memang masih setingkat di bawah
sinkang congkoan Gi-lim-kun tersebut. Tapi kini mau tak mau dia harus
menghadapi congkoan Gi-lim-kun tersebut, dia berharap bisa mempergunakan racun
lagi, Waktu itu sepasang tangan Ban It Say sudah menyambar didepan mukanya, dan
In Bwee tidak tinggal diam dia mengelakkan beberapa kali pukulan yang di
lakukan congkoan Gi-lim-kun tersebut, bahkan dia telah coba balas menyerang.
Seluruh kepandaiannya
dipergunakan, dia mengandalkan Ginkangnya untuk menghindari setiap sambaran
tangan lawannya, dan setiap ada kesempatan In Bwee mempergunakan racunnya untuk
menerima serangan, misalnya dengan mempergunakan jurus beracun atau peluru
beracunnya.
Tapi Ban It Say dalam keadaan
kalap benar-benar tangguh sekali, sebab setiap In Bwee melontarkan peluru
beracunnya, congkoan Gi-lim-kun yang sudah berpe ngalaman tersebut tidak
menyampok dengan tangannya, melainkan menyambuti peluru itu agar tak meledak,
kemudian dia melontarkan kembali kepada In Bwee. Dengan demikian. In Bwee
sering kecele melihat timpukannya gagal.
Ban It Say bukan hanya
menggagalkan setiap timpukan peluru racun dan juga jarum beracun, In Bwee,
melainkan dia sudah menyerang gencar sekali.
Masih tertolong In Bwee,
memiliki ginkang yang aneh gerak-geriknya, juga tubuhnya kecil lincah, sehingga
selama itu masih bisa menghadapi lawannya yang tangguh dan kalap ini.
Giok Han yang sedang dikeroyok
belasan orang tentara kerajaan bekerja cepat, berulang kali sudah merobohkan
lawan-lawannya Mungkin sudah delapan orang tentara kerajaan yang menggeletak
terluka, sebagian tak bisa bergerak bangun, cuma mengerang-erang kesakitan.
Giok Han mau secepatnya
merobohkan semua tentaia kerajaan itu, untuk dapat menghadapi Ban It Say dan
menolongi In Bwe, dia kuatir bukan main pada keselamatan gadis itu, yang tengah
terancam ditengah kekalapan congkoan Gi-lim-kun itu.
Tetapi setiap ada seorang
tentara kerajaan yang dirobohkan, maka maju dua tiga orang tentara kerajaan
yang lainnya, yang mengeroyok dan mengepung Giok Han semakin lama bukannya
semakin sedikit malah jadi semakin banyak. Dengan demikian Giok Han tak berdaya
untuk menggeser tubuhnya kedekat In Bwee.
Keadaan In Bwe semakin
terancam, sebab biarpun dia memiliki kepandaian yang tinggi, namun menghadapi
lawan kalap seperti Ban It Say benar-benar membuat dia jadi sering terdesak
sampai tak bisa balas menyerang.
Kekalapan Ban It Say demikian
besar dan dia menyerang tanpa memperdulikan keselamatan dirinya, seakan juga
hendak mengadu jiwa. Sebab itu, In Bwee sering terdesak tanpa bisa balas
menyerang. Menghadapi lawan yang kalap memang lebih sulit dari lawan yang
biasa, apa lagi lawannya ini merupakan komandan pasukan yang khusus menjaga
keselamatan kaisar, yang pasti mempunyai kepandaian tinggi.
Dalam keadaan seperti itu, In
Bwee berulangkali berusaha menjauhi Ban It Say, tokh dia selalu gagal. Ban It
Say selalu mendesaknya dan menyebabkan mereka bertempur jarak dekat, sebab Ban
It Say melancarkan pukulan-pukulan kilat mengandung maut serta mematikan.
Suatu kali In Bwee sulit untuk
menghindarkan lagi tangan kanan Ban It Say yang menyambar cepat sekali, dia
sudah tidak keburu untuk loncat menjauhi diri. Terpaksa dia harus menangkis
tangan kanan lawannya, biarpun dia tahu tenaga pukulan yang dilakukan lawannya
itu sangat kuat sekali, sebab tenaga sinkangnya tampaknya sudah dipusatkan
disitu.
Angin pukulan itu sampai
berkesiutan keras, Dess:.... bukkk" Tangan In Bwee saling bentur dengan
tangan Ban It Say. Akibatnya benar benar hebat untuk In Bwee, tubuhnya yang
kecil langsing terpental seperti terdorong oleh suatu kekuatan yang tak
terlihat, bagaikan sehelai daun kering dia melayang di tengah udara setinggi
tiga tombak, dengan menderita kesakitan pada tulang tangannya yang tadi dipakai
buat menangkis pukulan lawannya.
Untungsaja In Bwee mempunyai
ginkang yang tinggi, dia berpoksai di tengah udara agar tubuhnya tak sampai
terbanting di tanah. Tapi, begitu kedua kakinya hinggap di tanah, tangan Ban It
Say sudah menyambar datang lagi. Lawannya tidak tidak memberikan kesempatan
sedikitpun pada In Bwee untuk mengadakan persiapan.
Kaget In Bwee, hatinya
mencelos. Bahaya maut sudah mengancam datang dari arah atas kepalanya. Dia baru
saja hinggap, belum keburu mengerahkan tenaga sinkangnya pada tangan untuk
menangkis.
Tapi sebagai seorang
berkepandaian tinggi, tentu saja In Bwee tak mau begitu saja batok kepalanya
dihantam pecah hancur berantakan, dia telah me-ngigoskan secepat kilat, tapi
masih terlambat, pundaknya kena dihantam oleh serempetan tangan Ban It Say,
nyerinya bukan main, sampai In Bwee meringis menahan sakit. Menyusul lagi
tangan kiri nan It Say menyambar ke-dadanya.
In Bwee dalam kesakitan
seperti itu masih berusa ia menghindarkan tangan kiri lawan dengan mendoyongkan
tubuhnya kesamping kanan, tapi terlambat. Baju didada nya kena dijambret robek,
malah dadanya kena dicengkeram keras sekali, untung saja terlepas dan cuma
kulit dadanya yang terkelupas, darah segera mengucur keluar.
Sejenak Ban It Say tertegun
melihat dada yang membulat montok padat dan putih mulus mencuat keluar dari
robekan baju, diantara darah yang merah membasahi baju dan kulit dada In Bwee.
In Bwee cepat-cepat menutupi dengan tangannya, agar dadanya tak terlihat olen
Ban It Say.
"Hah-hah-hah-hah-hah
!" Tertawa Ban-It Say nyaring sekali. "Tak tahunya kau budak hina
siluman wanita !" Sambil berkata begitu, tubuhnya meloncat lagi, sekarang
dia memukul kearah kepala la Bwe dengan mengerahkan sinkang sepenuhnya, yang
semuanya berkumpul di kepalan tangan kanannya, dia mau menghantam pecah batok
kepala In Bwee.
Maut benar benar mengancam In
Bwee dia dalam keadaan kikuk melindungi dadanya agar tak terlihat orang, juga
dia baru saja terluka, sekarang dia diserang begitu hebat. maka dia berada pada
posisi yang terancam benar buat keselamatan jiwanya.
Biarpun Giok Han sibuk
menghadapi pengeroyoknya yang berjumlah sangat banyak namun matanya tak pernah
lepas mengawasi In Bwee.
Melihat In Bwee terluka, Giok
Kan seperti kalap menerjang tiga orang lawannya yang dirobohkan dengan
pukulan-pukulan yang dahsyat, dia ingin segera me-nolongi In Bwee. Tapi, tiga
orang lawan iiu rubuh, maju enam orang lawan lainnya, yang tetap melibaikan
Giok Han dengan serangan-serangan mematikan, terpaksa Giok Han harus melayani
lagi, tak bisa mendekati In Bwee.
Hati Giok Han kuatir bukan
main, apa lagi sekarang dilihatnya jiwa In Bwee terancam kematian, Ban It Say
tengah meloncat melayang di udara dengan tangan kanan berkesiutan menghantam ke
arah batok kepala In Bwee.
In Bwee sendiri mengeluh,
tenaganya seperti lenyap, lukanya di dada tak ringan, selain kulit dadanya
terkelupas, juga memang dia tergempur oleh tenaga pukulan Ban It Say.
Datangnya tangan mengandung
maut hendak memukul kepalanya sulit untuk dihindarkan, untuk mengerahkan tenaga
menerima serta menangkis pukulan Jtu, juga sudah tidak mungkin. Maka jalan satu-satunya
mengadu jiwa dengan menyambuti pukulan itu sedapatnya dan sekuat sisa
tenaganya. Hati In Bwee berdebar, dia menyadari bagitu tangannya bentrok di
udara dengan tangan lawannya, maka habislah dia !
Tapi, waktu tangan Ban It Say
terpisah tak jauh lagi, cuma setengah meter dari kepala In Bwee, mendadak
congkoan Gi-lim-kun itu mengeluh, matanya dirasakan berkunang-kunang, tubuhnya
seperti jadi kejang dan kepalanya seperti dihantam oleh palu yang berat dan
keras. Tenaganya juga seperti lenyap. Dia tahu-tahu rubuh terjungkel, di tanah.
In Bwee kaget, tapi juga tak
mau mensia-siakan kesempatan ini, sebab dia segera meloncat menjauhi Ban It
Say, yang waktu itu sudah meloncat berdiri lagi, berdiri dengan tubuh
bergoyang-goyang, dia rupanya sedang berusaha mengendalikan tubuhnya,
memulihkan tenaganya.
Mengapa terjadi begitu?
Ternyata dia saat saat In Bwee
menghadapi detik-detik menentukan, waktu Ban It Say hampir berhasil
mencelakainya justru racun yang tadi dipergunakan In Bwee pada jarumnya yang melukai
tangan Ban It Say, sudah bekerja ! Pil obat yang diminum Ban It Say hanya dapat
bertahan sebentar saja, racun kemudian bekerja keras, sehingga mata Ban It Say
gelap serta badannya jadi mengejang dan dia gagal untuk mencelakai lawannya.
Giok Han tadi mencelos
hatinya, karena tahu mencelos hatinya, karena tahu sahabatnya akan celaka
ditangan Ban It Say. Tapi dia jadi heran melihat Ban It Say roboh sendirinya
sebelum serangannya itu tiba pada sasaran, sedangkan In Bwee sudah meloncat
menjauhi diri dari congkoan GLiim-kun itu. Giok Han jadi agak tenang, walaupun
dilipua tanda tanya mengapa Ban It Say bisa roboh sebelum serangannya tiba pada
sasarannya.
Dia cuma menduga mungkin In
Bwee yang sangat cerdik sudah berhasil mempergunakan senjata rahasia beracun.
Semangat Giok Han terbangun,
dia memperhebat, pukulan-pukulannya pada pasukan tentara kerajaan, sehingga dua
orang seketika terpental dengan dada terpukul rusak, karena tenaga pukulan yang
kuat itu membuat tulang dada mereka patah dan jatuh terbanting di tanah
berkelojotan dengan lidah terjulur dan mata melotot seperti bijimata mau
keluar, kemudian pingsan tak sadarkan diri.
Menyusul Giok Han meloncat
menghindarkan tabasan golok seorang lawannya di sebelah kanan, tangannya
bekerja lagi. Sekali ini dia bernasil memukul muka tentara yang seorang itu
sampai tulang pipinya remuk, waktu terjengkang ke belakang tentara kerajaan itu
berkelojotan seperti seekor babi ingin dipotong, sakitnya bukan main, di
samping pandangan matanya jadi gelap, dia menjerit jerit kesakitan dengan tubuh
tak hentinya berkelojotan.
Tentara kerajaan yang lainnya
jadi gentar menyaksikan kawan kawan mereka roboh dengan keadaan yang
mengenaskan seperti itu karena hebatnya pukulan Giok Han, mereka jadi ragu-ragu
untuk maju terus,bahkan beberapa orang segera meloncat mundur, kuatir jadi
sasaran pukulan Giok Han.
Mempergunakan kesempatan
tersebut Giok Han menyambar pundak seorang tentara yang ada didekatnya, dia
memutar tubuh tentara itu, membuka jalan keluar dari keroyokan lawan-lawannya.
tubuhnya kemudian meloncat kedekat In Bwee sambil melemparkan tubuh tentara
yang tadi dicengkeram punduknya.
In Bwee menyambar tangan Giok
Han. "Mari kita tolongi mereka dulu !"
Giok Han menurut, dia meloncat
berdua In Bwee kedekat Cun Siang dan wanita yang jadi tawanan. Di situ berjaga
tiga orang tentara kerajaan. Mudah saja Giok Han dan In Bwee merobohkan ketiga
orang tentara kerajaan itu. Giok Han sekaligus menghantam dua orang roboh
dengan dada rusak karena tulang patah dan pingsan, sedangkan In Bwee
membereskan yang seorang, yang dihantam oleh peluru beracunnya, maka tidak
sempat menjerit lagi tentara kerajaan yang seorang itu roboh di tanah pingsan
tak sadarkan diri.
Giok Han berdua la Bwee
bekerja cepat, mereka telah membuka ikatan tali pada pinggang Cun Siang dan
wanita itu. ln Bwee menggotong wanita itu, sedangkan Giok Han menggendong Cun
Siang, yang belum sempat dibuka ikatan pada tangannya.
Mereka segera menyingkir dari
situ, sebelum Ban It Say berhasil menguasai keadaan dirinya. Dalam waktu
singkat Giok Han sudah lenyap dari para pengejarnya, yaitu tentara-tentara
kerajan yang berusaha mengejar mereka sambil berteriak-teriak: "Tangkap !
Tangkap pemberontak !"
Ban It Say ingih berdiri di
tempatnya berusaha menguasai diri karena rasa sakit di kepalanya semakin hebat
sehingga dia meringis menahan rasa sakit yang terlalu dahsyat, sampai tangannya
yang merogoh saku bajunya gemetar, mengeluarkan botol pil obatnya, menelan lima
butir.
Rasa sakit itu
berangsur-angsur mulai berkurang, tapi itu memakan waktu cukup lama, mungkin
lebih dari sepuluh menit. Butir-butir keringat mengucur deras dari sekujur
tubuh Ban It Say, dia cepat cepat menghampiri kudanya meloncat ke punggung
binatang tunggangannya tersebut.
"Ayo berangkat! Cepat !
Jangan kejar mereka !" Dia bermaksud akan pulang cepat cepat untuk
mempergunakan singkang-nya dan mencari obat yang cocok untuk menawarkan racun
yang sudah terlanjur mengendap di dalam badannya.
Sebagai seorang yang
berpengalaman, Ban It Say menyadari tadi dia sudah melakukan kekeliruan. Dia
terlalu kalap, sehingga darahnya beredar jauh lebih cepat dari wajarnya, racun
ini terbawa arus darah lebih cepat.
Coba kalau dia tidak mengumbar
amarahnya, mungkin racun tak bekerja sehebat itu, dua butir pil yang telah
ditelannya bisa membendung sedikitnya buat beberapa hari.
Sekarang setelah dia mengalami
kejadian yang sangat pahit, di mana kepalanya sakit luar biasa, tangannya
lunglai tak bertenaga, barulah dia kaget. Untung dia masih memiliki simpanan
pil obat penawar racun, yang segera ditelannya sekaligus lima butir, sehingga
sakit di kepalanya berangsur-angsur berkurang dan dia sudah bisa menggerakkan
tangan kakinya, tak mengejang lagi tubuhnya, itulah sebabnya dia mau
cepat-cepat meninggalkan tempat itu tanpa memperdulikan Giok Han dan In Bwee
yang sudah melarikan diri dengan membawa ke dua tawanannya. Yang terpenting,
dia ingin oiengooati dulu dirinya ....
Tentara kerajaan yang semula
pura-pura mengejar, karena mereka takut pada Ban It Say yang murka jika tawanan
itu lolos, padahal hati mereka gentar buat mengejar sungguh-sungguh pada Giok
Han dan In Bwee yang sangat lihai dan tangguh itu. Sekarang mendengar perintah
Ban It say mereka jadi girang, segera menggotong kawan kawan mereka yang
terluka dan berangkat meninggalkan tempat tersebut.
Dalam waktu singkat tempat itu
jadi sepi lagi.... seperti tak. pernah terjadi sesuatu di tempat tersebut.
00000O00000
GIOK HAN berdua In Bwee
berlari cepat sekali, tapi tak lama kemudian Giok Han terpaksa memperlambat
larinya, karena dilihatnya In Bwee yang menggotong tawanan wanita yang mereka
rampas sudah sempoyongan tak bisa berlari cepat.
Luka di dadanya tampaknya
tidak ringan, di mana selain kulit dadanya terkelupas, juga ia terluka di dalam
dari tenaga pukulan tangan Ban It Say, itulah sebabnya dia tidak bisa lari
secepat semula. Semakin lama lukanya jadi semakin berat.
Karena kuatir Ban It Say dan
pasukannya melakukan pengejaran terus. In Bwee masih memaksakan diri berlari
terus. Tapi akhirnya dia tidak kuat lagi, segera menurunkan tawanan wanita yang
digendongnya, dia sendiri roboh menggeletak di tanah.
Giok Han kaget, cepat-cepat
menurunkan Cun Siang. Dia memeriksa keadaan ln Bwee. Ternyata keadaan gadis ini
menguatirkan sekali, sekujur tubuh dan mukanya bercucuran keringat yang
besar-besar seperti kacang hijau. Cepat-cepat Giok Han menotok beberapa jalan
darah di tubuh si gadis, agar darah yang keluar terus menerus dari luka di
dadanya berhenti.
Ambilkan... ambilkan...
kantong obatku... di dalam sakuku..." Suara In Bwee lemah sekali. Dia
sudah berada dalam keadaan setengah sadar setengah tidak, matanya mulai kabur
gelap, apapun tak bisa di lihatnya dengan jelas.
Giok Han sudah mengesampingkan
tata krama antara pria dan wanita, segera dirogoh saku baju si gadis
mengeluarkan sebuah kantong yang terbuat dari kain warna merah, di. dalam penuh
bermacam macam obat yang bermacam warna. Giok Han jadi bingung, obat yang mana
harus diberikan kepada In-Bwee.
"Ambilkan tiga butir obat
yang berwarna coklat..." suara In Bwee semakin lemah, Kata-kata
selanjutnya sudah tak jelas terdengar lagi.
Tidak buang waktu segera Giok
Han mengambil botol obat yang warnanya coklat, dan memasukkan tiga butir di
mulut si gadis, yang menelannya mempergunakan bantuan air ludahnya. Sesudah
meneIan obat itu, In-Bwee diam sejenak, napasnya semakin lama semakin teratur
dan perlahan-lahan pandangan matanya pulih bisa melihat jelas lagi. Dengan
tubuh masih lesu si gadis kemudian bangun duduk untuk memusatkan sinkangnya,
guna memulihkan luka di dalam tubuhnya.
Cun Siang berdiri agak jauh,
disamping kawannya, yaitu wanita yang bersama dia di tawan Ban It Say. Dia mmta
wanita itu membuka tali yang mengikat tangannya. Biarpun tangan wanita itu
diikat juga oleh tali yang besar, tapi dia bisa membuka tali yang mengikat tangan
Cun Siang.
Setelah tangannya bebas dari
ikatan tali, Cun Siang cepat-cepat membukakan tali yang mengikat tangan wanita
itu.
Giok Han membiarkan In Bwee
mengerahkan sinkangnya duduk bersemedi untuk melawan goncangan luka dalam
tubuh, supaya tak terlalu membahayakan, setidak-tidaknya agar dia bisa
memperingan luka didalam tubuhnya. Dia menghampiri Cun Siang dan wanita itu.
Cepat-cepat Cun Siang dan
wanita itu berlutut didepan Giok Han. "Terima kasih atas pertolongan
In-kong." Kata mereka berbareng.
Giok Han cepat cepat
menyingkir ke-belakang ke samping tak mau menerima hormat kedua oraag itu. Dia
juga mengeluarkan tangannya menyuruh mereka bangun. "Jangan banyak
peradatan, kami memanj berkewajiban menolong siapa saja yang ditindas oleh
manusia-manusia kejam seperti para tentara kerajaan itu! Siapakah kalian?"
"Aku Tio Cun Siang dan
ini isteriku Ho Bin Nio. Kami telah dicelakai oleh pasukan kerajaan itu...
menjelaskan Cun Siang.
"Mengapa pasukan kerajaan
hendak mencelakai kalian?" tanya Giok Han ingin tahu.
Tapi Cun Siang tampak ragu
ragu, dia melirik pada isterinya, kemudian isterinya setelah mengangguk,
barulah CunSiang bilang: "Kalau di depan In-kong yang telah menyelamatkan
jiwa kami berdua tidak bicara terus terang, bukanlah perbuatan yang pantas dan
terpuji. Kami telah diselamatkan In kong karenanya kami harus memberikan
penjelasan yang terang. Kami berdua adalah utusan Tio-Hong Gan taijin, untuk
menyelidiki keadaan diselatan ini, karena belakangan ini kami sudah mendengar
pihak kerajaan sedang mengerahkan jago-jagonya untuk pergi menghancurkan
pasukan kami!"
Kaget dan girang Giok Han
mendengar kedua orang ini anak buah Thio Hong Gan, pejuang yang semakin Iama
sekarang semakin bergerak maju, sebab sudah bertambah beberapa kora yang
berhasil direbutnya.
Segera Giok Han maju memegang
tangan Cun Siang, membuat sepasang suami isteri itu kaget tak terkira, hampir
saja Cun Siang menarik tangannya buat menyerang, untung Giok Han sambil tertawa
sudah bilang: "Kalau begitu kita orang sendiri! Akupun sedang melakukan
perjalanan untuk bergabung dengan Thio taijin."
Cun Siang dan isterinya
mengawasi Giok Han ragu-ragu, mereka tak bisa mempercayai begitu saja apa yang
dikatakan tuan penolong ini, sudah menyelamatkan jiwa mereka tokh tetap mereka
harus bersikap waspada.
"Aku Giok Han, anak
Jenderal Giok Hu yang dicelakai oleh kaisar lalim itu, guruku perintahkan bahwa
sekarang saatnya aku menggabungkan diri dengan Thio-taijin."
memberitahukan Giok Han.
Tak terkira kaget dan
girangnya Cun Siang dan isterinya, bahkan Cun Siang tiba-tiba berlutut, diikuti
oleh isterinya yang menganggukkan kepala sambil menangis.
"Thian rupanya memiliki
mata! Kami berdua memang diperintahkan Thio-taijin untuk menyelidiki tentang
anak Giok Hu Goanswe yang lolos dari tangan jahat orang-orangnya kaisar lalim
itu. Siapa tahu kami bertamu dengan kongcu di sini."
"Kaget Giok Han.
..Benarkah itu ?" tanyanya kemudian.
"Tugas kami ialah
menyelidiki tentang orang orang yang dihimpun Siangkoan Giok Lin. Orang she
Siangkoan telah diberi kekuasaan oleh Kaisar lalim itu untuk menghimpun
orang-orang kangouw. Rupanya sekarang raja lalim itu sudah menyadari bahwa
kekuatan kita bukanlah hal yang bisa diremehkan, apa lagi sekarang Thio-tai jin
sudah berhasil masuk Ciatkang, itulah sebabnya raja lalim itu ingin merangkul
orang-orang kangouw, agar membantu pihak kerajaan memusuhi kita ! Daftar mereka
ada di tangan Siangkoan Giok Lin, sebab kemarin malam orang kaisar lalim itu
sudah datang untuk mengambil daftar orang-orang kangouw yang mau tunduk dan
bekerja pada pemerintah!
Kalau hal itu terjadi, tentu
menimbulkan banjir darah yang hebat diantara kita-kita sendiri diadu domba oleh
raja lalim itu, karena kita orang-orang Han ingin diadu agar menjadi lemah
kekuatan dan persatuan kita, kemudian raja lalim itu baru menggempur hancur,
menggagalkan perjuangan suci kita!
Di samping tugas penting itu,
kami diberi tugas yang tak kalah pentingnya, yaitu menyelidiki dan kalau bisa
mencari kontak untuk bertemu dengan anak Giok Hu Goanswe, untuk dihubungi dan
diajak menemui Thio taijin yang siang dan malam selalu menguatirkan keselamatan
kongcu dan berduka sekali pada peristiwa yang menimpa Giok Hu Goanswe. Kalau
saja peristiwa itu bisa digagalkan dan Giok Hu Goanswe bisa diajak berdiri di
pihak kita, niscaya kerajaan ini akan kembali ke tangan kita orang-orang Han
dalam waktu singkat!"
Cun Siang bicara sambil
menangis, sebentar-sebentar menyusut air matanya. Giok Han terharu mendengar
Thio Hong Gan begitu memperhatikan keselamatan dirinya. Dia merasa berterima
kasih dan berduka ingat pada keluarganya yang telah dihancurkan oleh orang
orang kaisar lalim itu.
Dia jadi ikut menangis, tapi
cuma sebentar, cepat-cepat menghapus air matanya lagi, dia bilang:
"Baiklah! Aku tak lama lagi akan menghubungi Thio-taijin, sekarang aku mau
membereskan dulu beberapa orang yang mungkin bisa membahayakan usaha
Thio-taijin. Usaha besar ini harus dapat dijaga jangan sampai gagal, karena
rakyat selama ini sudah tertindas benar oleh kaisar yang lalim itu !"
"Benar Giok Kongcu, menurut
Thio-taijin justeru semakin lama raja lalim itu semakin ganas, rakyat sudah
semakin menderita, kaki tangan kaisar lalim itu bertindak semakin ganas dan
sadis tanpa pandang bulu, sehingga menimbulkan kegelisahan di kalangan rakyat.
Kami juga berhasil menghimpun rakyat yang ikut bergabung dengan kita, jumlahnya
sudah melebihi dari empat ratus ribu orang...!"
Giok Han girang bukan main
mendengar kemajuan yang dicapai oleh pasukan Thio Hong Gan dalam mengadakan
pemberontakan untuk mengambil pulang negeri mereka dari tangan raja penjajah.
"Giok kongcu, balehkah
kami mengetahui siapa-siapa saja orang yang hendak kongcu bereskan ?"
tanya CJ Siang kemudian.
"Yang pertama-tama harus
disingkirkan adalah Siangkoan Giok Lin, karena dengan matinya dia tentu usaha
raja lalim itu buat mempengaruhi dan "membeli" orang-orang gagah
kangouw lewat tangan kotor Siangkoan Giok-Lin bisa digagalkan. Orang lainnya
adalah Tang San Siansu, ia sekarang menjadi tangan Cu Bian Liat, thaykam
keparat itu ! Demikian pula Cu Bian Liat harus dilenyapkan, aku akan berusaha
untuk membunuhnya. Kalau urusan ini berhasil tanpa rintangan, tentu
berkurangnya rintangan buat usaha-besar Thio-taijin."
Cun Siang dan isterinya
mengangguk-angguk kagum. Mereka sudah menyaksikan betapa tinggi kepandaian Giok
Hu, mereka yakin Giok Hu pasti bisa membereskan Siangkoan Giok Lin dan yang
lainnya. "Biarlah kami ikut membantui dulu kongcu, baru nanti kami kembali
ke markas."
Giok Han menggeleng.
"Kalian sudah terluka, tampaknya Tio hujin juga dalam keadaan terluka
tidak ringan. Bawalah isterimu pulang ke markas, kirim salam kepada kawan kawan
dan Thio-jin, beritahukan juga tak lama lagi pasti aku akan bergabung dengan
mereka. Tentang daftar orang-orang gagah yang bersedia bekerja pada kerajaan
bisa kuusahakan merampas dari tangan Siangkoan Giok Lin. Memang berbahaya kalau
kita tak berhasil memperoleh daftar itu, sebab besok-besok kita akan kemasukan
mata-mata musuh, bisa saja seorang kangouw yang kita kira sahabat tak tahunya
berdiri dipihak kerajaan ! Aku akan berusaha sekuat tenaga untuk mendapatkan
daftar itu. Tenanglah Tio-suheng, ajaklah isterimu pulang untuk merawat
lukanya."
Cu Siang mengangguk berterima
kasih, dia yakin Giok Han pasti berhasil membunuh Siangkoan Giok Lin dan
memperoleh daftar orang-orang kangouw yang bekerja pada pihak kerajaan.
Kepandaian Giok Han beberapa tingkat di atasnya. Secara selintas dan cepat dia
menceritakan bahwa di kota ini dia mempunyai dua orang kawan, anak buah
Thio-Hong Gan juga yang bekerja untuk memata-matai pihak kerajaan, di samping
itu menampung orang-orang Thio Hong Gan yang kebetulan datang di kota ini.
Kakek tua yang binasa di
tangan Ban It Say salah seorang dari mata mata yang ditempatkan Thio Hong Gan.
Dia sudah melaksanakan tugasnya dengan baik, selain merawat Tio Cun Siang dan
isterinya yang terluka karena gagal menyerbu gedung slangkoan Giok Lin, tak
berhasil merampas daftar orang-orang kangouw yang berhasil dibujuk orang she
Siangkoan itu untuk bekerja di kaki Kaisar penjajah, juga memang mereka telah
dilukai oleh orang-orang Siangkoan Giok Lin.
Beruntung suami isteri itu
bisa meloloskan diri dan menumpang di rumah kakek tua A-nam, mata-mata Thio
Hong Gan yang berjuang dengan sepenuh kemampuannya tanpa pamrih. Tapi siapa
tahu, jejak sepasang suami isteri ini diendus oleh pihak Siangkoan Giok Lin,
dengan munculnya Ban It Say dan juga matinya kakek tua itu. Kalau saja tak
muncul Giok Han dan In Bwee, tentu celakalah Cun Siang dan isterinya.
Selama mendengarkan cerita Cun
Siang, Giok Han sering melirik kepada In Bwee yang masih mengerahkan sinkangnya
dengan duduk bersila buat menyembuhkan luka di dalam tubuhnya. Memang luka di
dalam tubuh tak bisa disembuhkan dengan satu kali saja pemusatan tenaga
sinkang, namun setidaknya bisamengurangi luka itu agar tak terlalu parah.
Lama juga ln Bwee mengerahkan
pemusatan sinkangnya, sampai akhirnya dia menyudahi dan meloncat berdiri.
Mukanya masih agak pucat.
Giok Han cepat-cepat
menghampiri, muka si gadis berobah merah, cepat cepat menutupi dadanya dengan
kedua tangannya, isteri Cun-Siang segera membuka buntalan bajunya yang cuma dua
potong, dia berikan kepada In Bwee. Gadis itu cepat cepat memakainya, walaupun
ukuran baju itu agak kebesaran tapi jauh lebih baik dari pada dadanya yang
putih montok itu terlihat orang.
Giok Han menceritakan apa yang
telah didengarnya dari Cun Siang, dia juga memperkenalkan Cun Siang suami
isteri kepada In Bwee. Mereka segera merundingkan cara untuk membunuh Siangkoan
Giok Lin. Akhirnya Giok Han bilang: "Tio-suheng percayalah, aku berdua Cang-kouwnio
akan berusaha membunuh orang she Siangkoan itu. Sekarang pergilah kau kembali
ke samping Thio-taijin, beritahukan pada Thio-taijin kalian sudah bertemu
denganku, dalam waktu dekat aku akan berangkat bergabung. Tenaga kalian sangat
diperlukan oleh Thio-taijin. Berangkatlah sekarang, kalau Ban-It Say, congkoan
Gi-lim-kun tadi, menyusul mengejar kita sampai disitu, kami yang akan
menghadapi, kalian bisa mempunyai waktu yang cukup buat meninggalkan tempat
ini."
Tio Cun Siang dan isterinya
bimbang, namun Giok Han mendesaknya terus, maka akhirnya dengan hati dan
perasaan berat merekapun pamitan untuk berpisah dengan anak jenderal Giok Hu
yang tampaknya memiliki kepandaian tinggi serta tangguh ini. Kenyatsan yang
aangat menggembirakan, karena merekapun yakin Thio Hong Gan kalau menerima
laporan ini pasti ikut gembira....
Setelah Tio Cun Siang dan
isterinya pergi, Giok Han mengawasi In Bwee, dengaa sorot mata memancarkan
kekuatiran yang sangat dia bertanya: "Bagaimana keadaan lukamu, nona
Cang?"
"Tangan orang she Ban itu
ternyata berbisa juga." bilang In Bwee dengan muka murung, "Mungkin
aku memerlukan waktu satu bulan agar tenaga dalam pulih dan kesehatanku baik
kembali."
"Baiklah kalau begitu,
sementara ini kau beristirahat dulu, untuk menyembuhkan lukamu. Marl kita
mencari tempat untuk berdiam sementara waktu. Dalam kesempatan itu aku akan
pergi mencari Siangkoan Giok Lin, untuk membunuhnya kau dapat memusatkan
sinkang untuk menyembuhkan lukamu."
In Bvves tiba-tiba teringat
sesuatu. Dia memegang tangan Giok Han.
"Hampir aku lupa
memberitahukan padamu! Dulu aku sudah menjanjikan kau akan memberitahukan
rahasia Siangkoan Giok Lin. bukan ?"
Gok Han mengangguk, mengawasi
si gadis dengan sikap berkuatir. "Ya. tapi bukan sekarang waktunya. Kini
kau perlu mencurahkan seluruh perhatian untuk penyembuhan lukamu itu."
In Bwee sangat bsrsyukur dan
berterima kasih atas sikap demikian baik dari Giok Han, yang memperhatikan dan
menguatirkan kesehatannya. Dia menggeleng. "Dengan memberitahukan padamu
rahasia Siangkoan Giok Lin tidak berarti aku harus mempergunakan caranya!
Guruku pernah memberitahukan kepadaku bahwa kematian Siangkoan Giok Lin
terletak pada... pada selangkangannya ! Dia memiliki ilmu kebal, sulit untuk
menotoknya ataupun juga melumpuhkannya dengan menyerang anggota tubuhnya yang
tain. Kau harus menyerang pada bagian yang mematikan, yaitu pada
selangkangannya, tiga dim dari tepi kiri selangkangannya. Di jalan darah *Uh
bian-hiat"nya."
Girang Giok Han mengetahui
kelemahan orang she Siangkoan itu. Dia mengingatnya baik- baik. Kemudian dia
minta agar In Bwee duduk bersila untuk mencurahkan sinkangnya dan coba
menyembuhkan lagi luka di dalam tubuhnya.
Si gadis menggeleng.
Biarpun aku memerlukan waktu
satu bulan untuk menyembuhkan lukaku ini agar menjadi sehat seperti semula,
tapi bukan berarti keadaanku sekarang ini sangat menguatirkan. Sekarang aku
sudah pulin sebagian besar, kau jangan terlalu kuatir."
Giok Han menggeleng.
"Tidak nona Gang, kau tak
boleh terlalu memakai tenagamu pada saat-saat sekarang ini dan harus
benar-benar beristirahat sambil memusatkan tenaga dalammu, agar kesehatanmu
pulih benar. Peliharalah kesehatanmu baik-baik, urusan penting apapun bisa
ditunda, sampai nanti setelah kau sembuh kita melakukannya bersama sama ! Sedangkan
orang she Siangkoan iru biar aku sendiri yang menghadapinya. kukira tak ada
kesulitan apa-apa, terlebih lagi jika kaki tangan kaisar lalim yang sebetulnya
berada di gedung orang she Siangkoan itu sudah meninggalkan rumahnya dan pulang
ke kota raja, tentu tak ada kesulitan apa-apa lagi buat membunuh Siangkoan Giok
Lin !"
Si gadis sangat bersyukur, dia
menatap si pemuda dangan sorot mata berterima kasih. Tanpa disadari tangannya
masih memegangi tangan Giok Han, dan pemuda itupun balas menggenggam tangan si
gadis. Mata mereka saling menatap, dan sinar mata mereka bicara lebih banyak
dibandingkan kalau memakai mulut... seluruh isi hati mereka terpancar
jelas-jelas dari sorot mata masing-masing... keduanya sudah maklumi apa yang
mereka rasakan dan pikirkan.
Tiba-tiba Giok Han tersadar,
dia segera menarik tangan si gadis diajak meninggalkan tempat itu, "Kita
harus mencari tempat bersembunyi yang benar-benar aman, karena di saat kau
sedang berobat menyembuhkan luka di dalam tubuhmu, tak boleh terganggu perhatianmu.
Sedapat mungkin kita mencari tempat yang jarang didatangi manusia...!"
In Bwee menatap Gtok Han
dengan pipi berobah merah, namun dia bertanya: "Kemana kita mencari tempat
yang aman dari incaran orang-orang kaisar lima itu? Sekarang saja kaki tangan raja
laim itu mungkin sedang melacak menyelidiki jejak kita !"
"Mari kita pergi melihat
dulu keadaan didepan sana, mungkin bisa dipakai untuk berdiam sementara,"
"Tapi kita jangan
menumpang di rumah penduduk, hal itu akan membahayakan. Kita tak bisa mengatakan
pemilik rumah yang kita tumpangi akan berkhianat, tapi yang banyak terjadi
memang begitu, ia melapor kepada yang berwajib."
Giok Han cuma mengangguk.
Begitulah mereka melakukan perjalanan tanpa tahu harus pergi kemana. Tapi
setelah berjalan setengah harian, mereka tiba di sebuah bukit yang agak terjal.
Keadaan di situ sepi sekali tampak juga sebuah bongkahan batu besar.
"Aku akan menggeser batu
besar itu. kau boleh bersemedi di belakang bongkahan batu itu, sehingga tak ada
seorangpun yang bisa melihatmu !"
In Bwee masih tak mengerti apa
yang dimaksudkan Giok Han, tapi pemuda itu sudah mulai bekerja Dia memusatkan
sinkang pada kedua lengannya, kemudian mengangket bungkah batu yang berukuran
besar, yang digeser hampir menempel pada bukit.
Kemudian dia mengumpulkan
ranting dan cabang pohon yang telah kering, yang diletakkan di atas batu itu,
ditimbuni oleh daun daun, sehingga tampaknya di atas bungkahan batu itu
bertumbuhan pohon-pohon liar. Padahal di bawahnya terdapat ruang terpisah yang
cukup lebar. Dengan cara demikian tentu orang tak akan mencurigakan bahwa di
balik bongkahan batu itu ada orang.
In Bwee memuji kecerdikan Gtok
Han, dia tak rewel ketika Giok Han minta dia duduk di balik bongkahan batu itu,
bersemedi untuk memusatkan sinkangnya, agar luka di dalam tubuhnya bisa
disembuhkan.
"Nah, di sini kau aman,
biarlah aku akan kembali ke dalam kota, untuk mencari orang she Siangkoan itu !
Percayalah, aku akan mengurus orang she Siangkoan itu sebaik-baiknya, kau
jangan kuatirkan apa-apa tentang diriku, karena kau perlu memusatkan seluruh
perhatian pada pemusatan tenaga sinkangmu."
In Bwee mengangguk dan
memejamkan matanya. Sedangkan Giok Han mempergunakan ginkangnya untuk kembali
ke dalam kota, mendatangi rumah Siangkoan Giok Lin.
Dia bertekad walaupun
bagaimana dia harus berhasil memperoleh daftar orang-orang kangouw yang ada di
tangan Siangkoan Giok Lin. Jika tidak, tentu Thio Hong Gan banyak mendapat
kesulitan. Sulit mengetahui orang-orang kangouw mana yang sudah menjadi
anjingnya kaisar lalim itu, bisa jadi musuh dalam selimut buat Thio Hong Gan,
berarti juga mengancam perjuangan suci Thio Hong Gan.
Karena mengetahui di kota
banyak sekali berkumpul pahlawan kaisar, Giok Han bertindak hati-hati sekali.
Dia sudah merencanakan, yang pertama-tama dilakukannya ialah menyelidiki dulu
keadaan rumah Siangkoan Giok Lin, apakah orang-orang kaisar dari kota-raja
masih berada di rumah orang she Siangkoan itu
00000O00000
PENGEMIS itu berjalan
terpincang-pincang, dengan tongkat cukup panjang ditangan kiri, mengetuk-ngetuk
jalanan, sambil- melangkah perlahan-lahan, rupanya dia buta tak bisa melihat.
Di tangan kanannya memegang sebuah mangkok untuk tempat menerima derma yang
diberikan orang padanya.
Kaki kanannya pincang, dia
jalan terseok-seok, mukanya kotor, kumis jenggotnya tak keruan, topinya juga
kotor sekali dibeleseki sampai menutup sebagian wajahnya. Usianya mungkin empat
puluh tahun. Pengemis ini berjalan terus perlahan-lahan, akhirnya berhenti di
sebuah rumah makan, minta sedekah.
Tak ada seorangpun yang
memperhatikannya, termasuk pelayan-pelayan rumah makan itu tak mengacuhkannya.
Tapi, biarpun buta, biji mata pengemis itu sering menatap bersinar ke dalam
ruang rumah makan itu, kemudian dipejamkan lagi, sambil mulutnya komat-kamit
minta belas kasihan kepada orang-orang yang lewat di dekatnya, agar memberi
sedekah padanya.
Lama juga si pengemis berdiam
di depan rumah makan, dia berjalan lagi terseok-seok menyusuri jalan tersebut,
akhirnya masuk ke sebuah lorong yang cukup panjang. Dia berjalan terus dengan
kepala tertunduk, sampai akhirnya berhenti di depan rumah yang megah dan mewah.
Pengemis ini menggumam perlahan: "Tampaknya" sepi, apakah
anjing-anjing kaisar lalim itu sudah tak berdiam di rumah ini ?"
Lama pengemis itu
memperhatikan rumah tersebut, sedangkan gedung itu tetap sunyi, sepi, tak
terlihat seorang manusiapun juga. Daun pintunya yang tebal lebar itu tertutup
rapat-rapat. Perlahan-lahan si pengemis melangkah menghampiri pintu. Dia
berdiri di situ memperhatikan keadaan di sekitarnya, rupanya dia cuma pura-pura
buta sebab matanya bersinar tajam dan bisa melihat apapun juga di
sekelilingnya.
Diangkat tongkat pada tangan
kirinya, ujung tongkat diketukan cukup keras pada daun pintu. Setelah itu
tongkatnya diturunkan lagi, menanti dengan kepala ditundukkan. Daun pintu
terbuka, seorang berpakaian sebagai pelayan di rumah tersebut keluar dengan
muka masam setelah melihat yang melihat yang mengetuk pintu seorang pengemis
kotor dan buta.
"Sial ! Mengapa kau
mengganggu ketenanganku ?" bentak si pelayan! "Hayo pergi!
Menggelinding dari sini !" bentakan itu disusul dengan tangan kanannya
diulurkan buat mendorong pundak si pengemis, sampai tubuh si pengemis
terhuyung-huyung mundur ke belakang beberapa langkah, rupanya si pelayan
mendorong dengan tenaga yang kuat.
"Toaya... bermurah
hatilah memberi sedekah kepadaku si pengemis melarat... Kasihanilah, aku
pengemis buta yang tak bisa melihat keindahan alam, tak bisa menikmati
keindahan apapun lagi...!"
"Jangan rewel, ayo pergi
! Atau kau mau kulemparkan baru mau menggelinding pergi dari sini ?" si
pelayan yang rupanya tadi sedang tertidur dan terbangun kaget karena ketukan
tongkat si pengemis pada daun pintu. Semula dia menyangka yang mengetuk pintu
sahabat majikannya, tak tahunya hanya seorang pengemis. Dia jadi uring-uringan
dan galak.
"Apakah Toaya tak
berkasihan padaku ?" tanya si pengemis. "Baiklah, kalau Toaya tak mau
memberi derma dan sedekah kepadaku, jelas akupun tak bisa memaksa...!"
Si pelayan rupanya sebal
melihat pengemis kotor ini, dia cuma "hemmm! "beberapakali dan
menutup daun pintu. Cuma saja, si pelayan jadi kaget campur heran. Daun pintu
tidak bisa ditutup rapat, biarpun dia mendorong kuat-kuat. Dia membuka lagi. Si
pengemis sedang menurunkan tongkatnya. Tidak ada orang lain disekitar tempat
itu. Si pelayan mendeliki si pengemis buta, dia membentak: "Kau masih
belum menggelinding pergi, pengemis menyebalkan ?"
"Aku akan segera pergi
Toaya, jangan galak-galak...! "kata si pengemis. Pelayan itu kembali mau
menutup daun pintu, sama saja hasilnya dengan tadi, yaitu daun pintu tidak bisa
ditutup rapat-rapat. Tentu saja dia semakin penasaran dan heran, tapi tidak
segera membuka lebar daun pintu, cuma mengintai dari sela daun pintu. Rupanya
semua ini akibat ulah si pengemis. Tongkatnya dilintangkan dan ujung tongkat
menunjang daun pintu, sehingga pintu tak bisa ditutup.
Karena penasaran, si pelayan
mendorong kuat-kuat agar daun pintu rapat. Dia pikir, berapa kuatnya sih tenaga
seorang pengemis buta yang tampaknya kurang makan itu ?Tapi dia kecele, karena
tetap saja daun pintu iiu tidak bisa didorong rapat biarpun sudah dikerahkan
seluruh tenaganya.
Dengan murka dia membuka
lebar-lebar daun pintu, sedangkan si pengemis buta sudah menurunkan tongkatnya
dan bersiap-siap hendak berangkat meninggalkan tempat itu.
"Gembel busuk, kau harus
dihajar.!" teriak si pelayan meloncat ke belakang si pengemis, tangan
kanannya diulurkan menjambak punggung pengemis itu, maksudnya dia hendak
menarik tubuh si pengemis untuk dibantingnya.
Tapi dia menyambar tempat
kosong, jari-jari tangannya yang semula tampak sudah hampir berhasil menjambak
baju di punggung si pengemis, cuma terpisah beberapa dim saja, telah menyambar
tempat kosong karena tubuh si pengemis mendadak seperti bisa maju ke depan
lebih cepat dari sebelumnya, seperti punggung si pengemis ada matanya bisa
melihat sambaran tangan si pelayan.
Tidak kepalang marah dan
penasaran si pelayan, dia membentak bengis sambil mengulangi jambakannya.
Sekali ini dia menjambak dengan mempergunakan tenaga sepenuhnya.
Si pengemis mendadak menjerit
: "Aduhhh ! Aduhhh . . . kakiku !" Dan dia memutar tubuhnya ke
samping, membungkuk buat melihat kakinya, mungkin dia sudah kesandung batu dan
sepatunya yang sudah tak keruan bentuknya itu menyebabkan ibu jari kakinya
muncul tercuat keluar tak bisa melindungi lagi jari kakinya dari bongkahan batu
yang terantuk itu, sehingga dia menderita kesakitan.
Karena si pengemis membungkuk
menyingkir ke samping buat melihat kakinya, akibatnya jelek sekali buat si
pelayan yang sedang mengerahkan seluruh tenaganya buat menjambak sambil
setengah menghantam dengan tangannya ke punggung si pengemis.
Karena begitu tangannya
diulurkan, mendadak lenyap sasarannya, bahkan waktu itu keseimbangan tubuhnya
lenyap, tubuhnya terjerunuk mencium tanah sampai mukanya kotor oleh tanah dan
abu !
Si pelayan menjerit marah
sambil meloncat berdiri, mukanya kotor sekali, hidungnya juga sudah bocor
mengeluarkan darah, karena tadi mencium jalanan. Dia loncat ke dekat si
pengemis untuk memukul kuat-kuat pada si pengemis. Karena tadi dia sudah
mendapat pengalaman pahit, sekali ini biarpun memukul sangat kuat si pelayan
tak membabi buta, dia tidak ceroboh dan berhati-hati.
Si pengemis seperti tidak tahu
beberapa kali hendak dipukul oleh si pelayan, dia mengayunkan tongkatnya ke
belakang, untuk di kempit pada ketiaknya, karena tangannya hendak mengurut-urut
ibu jari kakinya.
Ujung tongkatnya muncul di
samping ketiak belakang, dan mungkin secara kebetulan saja ujung tongkat itu
menyodok perut si pelayan. Sodokan ujung tongkat itu ternyata kuat sekali,
sebab si pelayan merasakan perutnya seperti dihantam sesuatu yang beratnya
ratusan kaki, membuat isi perutnya jungkir balik, tak bisa dipertahankan lagi
badannya kejengkang ke belakang, bergulingan beberapakali sambil teraduh-aduh
memegangi perutnya yang sakit sekali.
Si pengemis sudah menggerakkan
tongkatnya untuk mulai melangkah pergi, jalannya terseok-seok karena kakinya
memang pincang. Dia tetap membawa sikap seperti tidak tahu berulangkali dirinya
telah gagal diserang oleh si pelayan.
Pelayan itu biarpun perutnya
masih sakit, mukanya masih meringis, dengan kemarahan meluap sudah melompat
bangun, meraung penasaran dan berlari mengejar si pengemis. "Akan kuhajar
mampus kau! Akan kuhajar mampus kau !" Teriaknya mengancam. Dan memang dia
bermaksud untuk menyiksa pegemis itu, yang dikiranya sudah mempermainkan
dirinya.
Pengemis itu tetap
berlenggang-Ienggok terseok-seok dengan langkah pincang, seperti tak mendengar
teriakan si pelayan. Biarpun si pelayan berlari-lari buat menyusulnya, tetap
saja jarak mereka terpisah satu depa lebih, pelayan itu tak berhasil mendekati
si pengemis. Memang ini luar biasa.
Tampaknya si pengemis jalan
terseokseok, namun tubuhnya itu meluncur ke depan ringan sekali, seperti melayang
tak menginjak tanah sehingga biarpun si pelayan mengejarnya menggunakan seluruh
tenaganya berlari di belakang pengemis itu, tetap saja dia tak berhasil
mendekati pengemis yang luar biasa ini tanpa berapa si pelayan sudah mengejar
si pengemis cukup jauh, tapi tetap saja dia tak berhasil mengejar pengemis itu,
jarak mereka terpisah cukup jauh. Bukan main penasaran hatinya, dia mengejar
mati-matian mengerahkan seluruh sisa tenaganya, tetap saja dia tak berhasil
mencapai si pengemis.
Sampai akhirnya, napasnya
seperti tersendat habis, memburu keras, kerongkongannya kering. Kalau semula
dia memaki-maki sambil mengejar, sekarang cuma mengejar dengan mulut tertutup
rapat-rapat !
Ketika mereka berada dilorong
jalan yang sepi, mendadak pengemis itu berhenti melangkah. Dia berdiri tegak
menghadapi pelayan yang sudah mengejarnya kehabisan tenaga.
"Akan kumampusi
kau!" Serak suara si pelayan, tangannya diangkat untuk memukul.
Disangkanya si pengemis sudah tak kuat berlari menghindar lagi darinya, biarpun
dia sudah kehabisan tenaga, tapi dengan sisa-tenaganya dia ingin memukul
pengemis itu.
Si pengemis tak berusaha
mengelak, berdiri diam ditempatnya dengan bibir tersenyum. Waktu tangan si
pelayan hampir mengenai mukanya, tahu-tahu tubuhnya sudah menyingkir ke samping,
sehingga kepalan tangan pelayan itu lewat di samping mukanya.
Pada waktu itulah tongkat si
pengemis menotok punggung pelayan tersebut, hebat kesudahannya. Tubuh pelayan
itu seperti didorong oleh suatu kekuatan yang dahsyat, sehingga tubuhnya terjerunuk
ke depan, mukanya kemudian menghantam tanah, hidungnya patah, darah mengucur
keluar, giginyi juga rontok tiga, matanya berkunang-kunjug, gelap
penglihatannya.
Si pengemis menggunakan ujung
tongkatnya menyontek baju di punggung pelayan tersebut, dia menghentak
perlahan, seperti tak memakai tenaga. Tapi kesudahannya benar benar
mengejutkan, karena badan pelayan itu seperti sehelai daun kering yang ringan
terlempar ke samping, punggungnya membentur keras pada dinding tembok rumah
penduduk, sampai terdengar suara benturan yang nyaring, tubuh si pelayan meloso
jatuh di bawah tembok dengan mata terbuka lebar-lebar dan mulut ternganga
ketakutan, matanya itu biarpun terbuka lebar namun gelap tak ada yang bisa
dilihat, berkunang-kunang.
Tenang sekali si pengemis
menghampiri pelayan dan ujung tongkatnya mengetuk perlahan dagu si pelayan,
segera kepala pelayan itu menengadah.. Dagunya seperti dipukul martil saja,
sakitnya bukan main, suara rintihannya terdengar perlahan.
Pelayan yang semula, begitu
garang dan bengis, sekarang jadi kuncup nyalinya, segera sadar bahwa dia keliru
melihat lawan. Pengemis ini rupanya bukan pengemis sembarangan, dia ternyata
memiliki tenaga yang kuat, tadi rupanya pengemis ini pura-pura saja tak
melayaninya, namun sengaja memancingnya ke-lorong yang sepi dan tak ada orang
lain di situ.
Diam-diam pelayan ini
mengeluh, bila ia tidak terpancing dan ribut di depan rumah majikannya, pasti
kawan-kawannya akan mengetahui keributan itu dan membantuinya, tidak seperti
sekarang dia jadi mati kutu.
"Dengarlah baik
baik," suara si pengemis tawar. "Aku ingin bertanya beberapa hal
kepadamu, kau harus menjawabnya jujur, jangan sekali-sekali berpikir untuk
berbohong, karena aku tak jamin lagi keselamatan jiwamu."
"Apa... apa yang ingin
kau tanyakan?"
Si pelayan lemas tak bertenaga
didukdi bawah tembok menderita kesakitan karena luka terbanting beberapakali,
sikapnya sudah tak bengis dan galak seperti semula, suaranya juga serak gemetar
ketakutan. Yang dikuatirkannya dirinya disiksa lagi oleh pengemis ini.
"Pertanyaanku yang
pertama," kata si pengemis, perlahan-lahan dan suaranya tetap tawar.
" Apa yang sedang dilakukan Siang koan-Giok Lin sekarang ini?"
Kaget dan heran sipelayan. Mau
apa pengemis ini bertanya tentang majikannya. Segera dia menduga pasti pengemis
ini musuh majikannya.
"Loya... loya sedang
dikamar perpustakaannya menghitung... menghitung penghasilan kemarin yang baru
disetor oleh perusahaan-perusahaannya," jawab si pelayan terpaksa.
"Pertanyaanku yang kedua:
Apakah orang-orangnya dari kotaraja masih berada dirumahnya?" tanya
sipengemis tak mengacuhkan sikap ketakutan sipelayan.
"Ooo, kawan-kawan
loya?" tanya si pengemis. "Mereka... mereka masih berdiam dirumah
loya, mungkin sore ini... mereka akan mengadakan pemeriksaan dikota ini."
Si pelayan menyangka sipengemis ini jeri pada utusan kaisar dari kotaraja maka
dia sengaja bilang begitu untuk menggertak. Tapi, hasilnya malah, membuat dia
tambah pecah nyalinya, karena tahu-tahu tongkat si pengemis menyabet pipinya.
Perlahan tampak pukulan gagang tongkat si pengemis, tapi pipi si pelayan segera
bengkak besar dan dia kesakitan sampai rasanya menusuk-nusuk otak dan
uluhatinya.
"Bicara yang jujur,"
suara si pengemis tambah tawar, "Aku tahu kau bicara tidak jujur, sekali
lagi melakukan hal itu maka kepalamu akan ku hantam dengan tongkatku ini dan
akibatnya kau tentu bisa membayangkan sendiri ....!"
"Ampun... ampun... aku
tak berani berdusta lagi, Loya sekarang sedang mempersiapkan ....
keberangkatannya kekota raja."
"Maksudmu majikanmu itu
akan berangkat ke kotaraja?" menegasi pengemis ini tawar. "Bersama
siapa dia berangkat ke kotaraja? Kapan berangkatnya?"
"Loya... berangkat malam
ini, jam tiga. Kepergiannya dikawal oleh empat orang mereka semua dari
kotaraja." pelayan itu kini patuh menjawab sebenarnya.
"Apakah keempat orang
yang akan mengawal majikanmu ke kotaraja berada di rumah majikanmu ?"
"Dua orang berdiam di
rumah loya, dua orang lagi berada di rumah Tihu, jam satu nanti mereka akan
datang menggabungkan diri."
"Siapa dua orang yang
sekarang berada di rumah loyamu itu ?" tanya pengemis itu lagi.
"Thio-taijin dan Cu
kongcu," menyahusi si pelayan.
Yang kau maksudkan Thio-taijin
itu apakah bukan Thio Yu Liang ? Dan yang kau sebut Cu-kongcu ita apakah bukan
Cu Lie Seng ?" tanya si pengemis lagi.
"Be... benar," si
pelayan tambah yakin bahwa pengemis ini bukan pengemis sembarangan, dia
menyesal mengejar-ngejar pengemis ini tadi seperti mencari penggebuk saja.
"Lalu dua orang lainnya
yang akan menjemput loyamu nanti, yang sekarang berdiam di rumah Tihu, siapa
mereka?" tanya si pengemis lagi.
"Aku mendengarnya mereka
adalah... Ban-taijin dan.... dan yang seorang lagi tak begitu jelas... entah
siapa dia, aku tak. mengetahuinya..."
"Plakkkkk!"
tahu-tahu tongkat si pengemis menepuk perlahan pipi si pelayan yang sebelah
kiri, perlahan sampokan tongkat itu, tapi gigi si pelayan copot dua.
"Bicara yang benar dan
jujur. Siapa yang seorang lagi?" bentak si pengemis. "Atau kau hendak
kepalamu itu kuhajar pecah?"
Rasa sakit yang ditanggung
pelayan itu bukan main menyiksanya, akibat terjerunuk. mukanya menubruk
jalanan, terbanting membentur tembok rumah dan pipinya duakali dipukul oleh
tongkat si pengemis benar-benar merupakan luka yang mendatangkan rasa sakit
yang menyiksa benar, kepalanya pusing, matanya gelap, rasa sakit di sekujur
punggungnya karena tulang punggungnya seperti patah atau sedikitnya retak
akibat benturan kuat pada tembok, membuat dia hampir tak sanggup bicara lebih
jauh.
Namun rasa takut yang hebat
karena kuatir disiksa lebih jauh oleh pengemis ini, terpaksa dia menyariuii:
"Sungguh... aku tak mengetahui siapa orang yang keempat itu... sungguh
Toaya... aku tidak bicara bohong." Saking ketakutan dia memanggil si
pengemis dengan sebutan Toaya, tuan besar.
"Bohong! Kau rupanya
minta dihajar lagi, heh?" mengancam si pengemis.
Pelayan itu merintih dengan
muka meringis ketakutan, dia hampir pingsan, menangis ketakutan setengah mati.
"Jangan... jangan mempersakiti aku lagi, Toaya, aku sudah bicara yang
jujur.... aku tak tahu siapa orang orang keempat itu yang akan mengawal Loya
.... Sumpah mati apapun aku mau.... ampuni aku, Toaya.... jangan mempersakitiku
lagi.... aku mempunyai lima orang anak dan isteriku juga tak bisa apa-apa,
kalau aku mati siapa yang memberi makan pada mereka?"
"Hemmm. kau
menyebut-nyebut tentaag isteri dan anak anakmu untuk minta dikasihani, bukan
?" tanya si pengemis dingin. "Tapi, kalau kau tak bicara jujur, sulit
aku mengampuni jiwa anjingmu." Tongkatnya diangkat mengancam akan memukul
pelayan itu lagi. Keruan saja si pelayan menjerit-jerit ketakutan sambil
menutupi kepalanya dengan kedua tangannya, menghiba-hiba minta ampun, air
matanya mengucur banyak sekali, tidak malu-malu dan lupa rasa sakit di
tubuhnya, dia coba bergerak untuk berlutut.
Tapi, waktu itu tongkat si
pengemis sudah turun, menotok jalan darah Yu-ci-hiat nya di tengkuk, seketika
si pengemis pingsan tidak sadarkan diri.
"Kau beristirahatlah di
situ," kata si pengemis tawar, sambil ngeloyor pergi meninggalkannya, tapi
sekarang langkah kakinya tidak terseok-seok seperti tadi, melainkan ringan
sekali berlari dengan ginkang yang sangat tinggi"!
oooo)0(oooo
"KITA harus membagi diri
menjadi dua rombongan, dan kukira yang paling baik daftar itu dibawa oleh Cu
kongcu!"
Orang yang berkata itu adalah
seorang bertubuh tinggi besar. memiliki uiat-urat tangan yang kasar bertonjolan
pada tangannya, mukanya bengis, dia bicara sambil mengangkat cawan araknya,
meneguknya kemudian seakan menantikan jawaban yang lain-nya yang berkumpul di
ruangan tersebut.
Orang ini tak lain Ban It Say,
dan dia berkumpul di ruangan itu bersama Siangkoan Giok Lin, Thio Yu Liang, Cu
Li Seng dan seorang berpakaian penuh tambalan, dilihat dari keadaannya yang
kotor dan mesum, dialah seorang pengemis.
Usianya mungkin empat puluh
tahun lebih, kumis jenggotnya di biarkan tumbuh kasar di mukanya, waktu Ban It
Say bicara, dia cuma memutar-mutar cawan araknya di atas meja dengan tangan
kanannya, seperti sedang berpikir keras.
"Apa yang dibilang Ban
Toako memang tak salah," kata Siangkoan Giok Lin. "Kita harus membagi
diri menjadi dua rombongan, untuk mengalihkan perhatian orang-orang yang
mengincar daftar ini. Entah bagaimana pendapat Cu-kongcu ?"
Cu Lie Seng sejak tadi berdiam
diri dengan muka yang dingin kaku, waktu Siang-koan Giok Lin minta pendapatnya
dia tetap diam tak segera menyahuti, hanya matanya memandang kepada orang-orang
yang berkumpul di situ satu persatu.
Kemudian dia baru menghela
napas, katanya: "Siapa sih yang memiliki nyali begitu besar untuk menghadang
kita dan merampas daftar itu ? Biarpun sudah makan sepuluh nyali macan rasanya
sulit buat mereka mengambil daftar itu dari tangan kita ! Rasanya Ban taijin
bicara terlalu berlebih-lebihan, kita tak usah kuatir terhadap siapapun
juga."
Muka Ban It Say merah merasa
malu, dia adalah congkoan Gi-lim-kun berkepandaian tinggi, berkata seperti itu
Cu Lie Seng jelas ingin mengatakan bahwa dia seorang pengecut, yang kuatir
berlebih-lebihan. Sebetulnya dia bermaksud mempermudah pengiriman daftar-daftar
orang kangouw yang sekarang jadi rebutan dan banyak yang mengincar. Tapi, ia
tak berani bicara lagi, biarpun hatinya mendongkol terhadap pemuda yang angkuh
ini.
Cu Lie Seng tidak peduli sikap
congkoan Gi-lim-kun tersebut, dia menoleh pada Thio Yu Liang, tanyanya: "Bagaimana
pendapat Thio tai-jin ?"
Thio Yu Liang batuk-batuk,
kemudian menyahuti hati-hati : "Kukira memang ada baiknya daftar itu bawa
oleh Cu-kongcu. Dengan kepandaian Cu kongcu dan beberapa orang pengawalmu,
niscaya daftar itu bisa sampai ditangan Cu-kong-kong dengan selamat. Tentang
cara pengiriman itu lebih baik diatur oleh kongcu, kami cuma mematuhi perintah
saja."
Senang tampaknya Cu Lie Seng,
dia mengangguk-angguk tersenyum, walaupun senyumnya itu tetap tawar dan dingin.
"Baiklah, kukira sudah dapat dipastikan sekarang bahwa aku yang akan
membawa daftar itu. kalian ikut dalam rombonganku, untuk memperkuat kedudukan
kita selama dalam perjalanan ! Kuakui orang-orang Thio Hong Gan dan pihak-pihak
lain mengincar daftar ini, tapi kukira kita bisa menghadapi mereka tanpa perlu
gentar."
Siangkoan Giok Lin
mengangguk-angguk, dia tak berusaha menentang keputusan putera Cu kongkong,
yang diketahuinya sangat berkuasa itu. Semua orang yang lainnya berdiam juga.
Sedangkan Cu Lie Seng telab berkata lagi: "Yang ingin kujelaskan kepada
kalian, baru beberapa hari ini guruku, Tang San Siansu, sudah tiba di sini,
beliau yang akan mendamping aku pulang kekota raja."
Semua orang terkejut campur
girang. Adanya Tang San Sianau jelas merupakan jaminan bahwa dalam perjalanan
mereka tak akan menemui kesulitan berapa banyakpun orang tangguh berusaha
menghadang mereka. Karenanya mereka segera tertawa riang.
"Sungguh beruntung kami
jika bisa melakukan perjalanan dengan guru kongcu, ini merupakan kehormatan
terbesar buat kami. Sekarang kami tak perlu bimbang dan kuatir lagi, rintangan
apapun yang terjadi tentu bisa kita atasi!" kata Ban It Say untuk
memulihkan suasana, ikut memuji Cu Lie Seng.
Pemuda itu mengangguk,
kemudian menjelaskan rencana perjalanan mereka dengan suara perlahan. Semua
orang itu menggeser duduk masmg-masing, untuk lebih dekat mendengarkan rencana
perjalanan yang diuraikan Cu Lie Seng.
"Di manakah guru kongcu ?
Mengapa tak mengajaknya kemari?" tanya Siangkoan Giok Lin. "Aku
menyesal sekali tak bisa melayani guru Kongcu yang terkenal sebagai
satu-satunya jago tanpa tanding jaman ini!"
Sebal Cu Lie Seng mendengar
perkataan Siangkoan Giok Lin, dia tahu orang she Siangkoan ini cuma
menjilat-jilat memuji untuk menyenangkan hatinya, sebab Siangkoan Giok Lin memang
seorang yang pandai menepuk pantat untuk meraih keuntungan pribadi. Cuma saja
mengingat bahwa orang ini diperlukan Hongsiang untuk menundukkan jago-jago
kangouw, dia tersenyum.
"Guruku tak mau
merepotkan Lopeh, karenanya sekarang dia berdiam di rumah Tihu."
Siangkoan Giok Lin
mengangguk-angguk katanya: "Kongcu sendiri memiliki kepandaian demikian
tangguh, entah bagaimana hebatnya kepandaian guru kongcu" pujinya lagi.
Dia melambaikan tangan memanggil pelayan-pelayan wanitanya untuk menambahi arak
dan mengganti makanan yang sudah dingin dengan makanan yang baru.
Ban It Say meremas pantat
seorang pelayan dengan sikap ceriwis, dia memang paling tidak boleh melihat
muka cantik. Pelayan-pelayan Siangkoan Giok Lin semuanya cantik-cantik dan
montok, karenanya tangan Ban It Say jadi gatal. Dia meremas begitu sambil
tertawa-tawa senang. Si pelayan tak berani mengelak, cuma senyum-senyum malu
saja.
Siangkoan Giok Lin juga
tersenyum-senyum, dia memang ingin menyenangkan tamu-tamunya, sengaja telah
menampilkan pelayan-pelayan wanita ynng cantik cantik.
Thio Yu Liang, juga rupanya
jadi gatal pula tangannya, dia menarik lengan seorang pelayan agar lebih dekat,
harum semerbak pelayan itu, gadis berusia 19 atau 20 tahun, berwajah cantik dan
montok. Dia melirik pada Siangkoan Giok Lin, katanya: "Kukira Siangkoan
Kisu tak keberatan menghadiahkan dia untukku."
"Silahkan...
silahkan...!" Tertawa Siangkoan Giok Lin. "jangankan hanya seorang,
jika Taijin mau tiga atau empat orang menemanimu, itupun dapat saja Taijin
ambil..."
Thio Yu Liang sudah berdiri,
dia tertawa-tawa menyeret pelayan yang masih berusia muda dan cantik itu,
"Maafkan, perutku sangat sakit dan ingin minta nona manis ini untuk
memijitkannya dulu."
Pelayan itu masih gadis. Dia
bekerja di gedung Siangkoan Giok Lin sejak berusia delapan rahun, Selama itu
tak pernah disentuh laki laki, sekarang ada orang yang menyeretnya seperti itu
dan bisa menduga apa yang acan dilakukan Thio Yu Liang, dia jadi ketakutan,
mukanya pucat pias.
"Loya..." ratapnya
sambil mengawasi Siangkoan Giok Lin.
Siangkoan Giok Lin mendelik,
"Ayo temani Thio-taijin, awas jangan membuat Thio thaijin jadi
gusar."
Thio Yu Liang tampaknya sudah
tak sabar dia menyeret gadis pelayan tersebut menuju kekamarnya. Tentu saja
pelayan ini, tambah ketakutan dan bingung, dia hendak meronta dari cekalan Thio
Yu Liang, tapi tenaganya mana cukup untuk menghadapi kekuatan Thio Yu Liang?
Seperti semut dengan gajah saja.
Bahkan terlalu takut dia
menangis "Jangan aku, taijin .... aku . . . aku . . . tak bisa menemani
taijin ..."
Thio Yu Liang tertawa-tawa,
tak peduli dengan sikap si pelayan, ditariknya terus dan hatinya semakin senang
saja. Justeru menjadi kegemarannya adalah gadis-gadis yang memberikan
perlawanan seperti ini, untuk lebih menghangati darah dan tubuhnya. Justeru
wanita yang menerima dan berdiam saja membuatnya sebal dan muak, membuatnya
jadi tak terangsang.
"Thio-taijin, jam tiga
kau sudah harus bersiap-siap kita berangkat jam empat!" Bilang Cu Lie
Seng. Dia tawar saja menyaksikan ini sama sekali tak coba mencegah kelakuan dan
perbuatan Thio Yu Liang, cuma dia mengingatkan agar Thio Yu Liang tidak lupa
daratan sehingga lupa bahwa pagi ini mereka akan berangkat jam empat.
Perbuatan-perbuatan seperti itu memang sudah jadi biasa di-kalangan mereka.
Thio Yu Liang tertawa.
"Kongcu jangan kuatir, jam dua aku sudah siap dan selesai," Teriaknya
dan masuk dalam kamarnya menyeret pelayan yang masih gadis itu.
Semua orang diruang itu
tertawa, mereka asyik makan minum dan beberapa menit kemudian terdengar jerit
yang cukup keras di kamar Thio Yu Liang, Siangkoan Giok Lin geleng-geleng
kepala sambil tersenyum, katanya : "Akh. anak itu benar-benar tidak tahu
diri, mengapa harus menjerit-jerit segala ? Bukankah Thio-taijin memberikan
kesenangan kepadanya ? Oya, apakah Kongcu tak bermaksud istirahat dulu ?"
Cu Lie Seng mengangguk
perlahan, dja berdiri untuk kembali ke kamarnya. Siangkoan Giok Lin segera
sibuk mengirim beberapa orang pelayannya, yang semuanya masih muda dan
cantik-cantik, untuk melayani putera Cu-kongkong ini. Tapi empat orang pelayan
yang diutus Siangkoan Giok Lin di usir keluar oleh Cu Lie Seng, karena dia tak
mau mensia-siakan latihan lwekangnya dengan main perempuan.
Ban It Say membawa dua orang
pelayan yang dianggapnya paling cantik untuk menemaninya di kamar melewati
waktu selama belum jam keberangkatan mereka.
Si pengemis tua yang sejak
tadi berdiam diri saja, tanpa ikut bicara, cuma memandang semua yang terjadi
dengan sorot mata mengiri. Setelah Cu Lie Seng, Ban It Say dan Thio Yu Liang
menghilang di kamar masing-masing, si pengemis menoleh pada Siangkoan Giok Lin,
yang duduk di sampingnya.
"Toako, semuanya berjalan
lancar, mereka tampaknya menyukai aku dan ini sangat penting sekali, agar
laporan pada Cu-kong-kong semua bernada baik." Ujar Siangkoan Giok Lin.
"Tentu saja, jasa-jasamu
juga akan kulaporkan kepada Cu-kongkong kelak, untuk mendapat tempat yang layak
untukmu."
Si pengemis tersenyum.
"Ya. kuharap saja kau tak
melupakan aku, Siangkoan-ya," bilang si pengemis. Dia maklum, sebagai
seorang yang senang bermuka-muka, seorang penjilat, niscaya Siangkoan Giok Lin
selalu harus berusaha mencari jalan untuk menyenangkan orang-orang yang akan
jadi "jembatan" nya untuk mencapai cita-citanya.
Siangkoan Giok Lin telah
dihubungi Kaisar, diperintahkan untuk merangkul orang-orang kangouw, tentu saja
Kai-sarpun sudah tahu dari laporan orang-orangnya bahwa Siangkoan Giok Lin
paling pandai mengambil hati siapapun juga, ltulah sebabnya tugas ini diberikan
kepada Siangkoan Giok Lin.
Namun, sebagai orang yang
cerdik dan licik, Siangkoan Giok Lin tahu bahwa ia harus mendapat muka dari Cu
kongkong, orang ke-biri yang paling berkuasa saat itu. Jika Cu-kongkong tak
menyukainya, biarpun dia diperintahkan langsung oleh Kaisar, niscaya dirinya terancam
bahaya tidak ringan, itulah sebabnya orang-orang Cu-kongkong dijamunya sebaik
mungkin, berusaha menyenangkan hati mereka.
Apa lagi pada saat itu hadir
Cu Lie Seng, anak Cu-kongkong, maka dia melayani, sedapat mungkin menyenangkan
pemuda yang berkepandaian tinggi tersebut, agar kelak menyampaikan kata-kata
yang baik tentang dirinya di hadapan Cu-kongkong. Karena itu, walaupun di
rumahnya kini merupakan arena perbuatan maksiat, ia tak berusaha menghalangi,
juga menyembunyikan perasaan tak senangnya. Jika bisa, dia malah ingin
menganjurkan Cu Lie Seng melakukan apa saja disukainya.
Memang begitulah sifat
manusia. Jika memerlukan sesuatu tentu akan berusaha menyenangkan orang yang
bisa memungkinkan ia berhasil dalam mencapai cita-cita dan keperluannya. Apa
pun akan dilakukan untuk menyenangkan orang yang, dianggap bisa menjadi
"jembatan" untuk mencapai cita citanya. apa lagi seorang manusia hcik
dan cerdik seperti Siangkoan Giok Lin, untuk mencapai cita-citanya ia tak
segan-segan mengorbankan harga dirinya.
Sudah lupa apa yang disebut
dosa. Sudah lupa apa yang disebut harga diri. Sudah lupa apa itu penderitaan
dari korban-korban perbuatannya. Sudah lupa juga pada ancaman hukuman neraka
kelak.
Yang terpenting bisa mencapai
cita citanya, apapun akan dilakukannya. Dan dia bercita-cita menjadi
satu-satunya orang kepercayaan Kaisar.
Sedangkan si pengemis bermuka
kasar dan mesum itu tak lain dari Kiu cie Sinkay (pengemis sakti berjari
sembilan) Ho Beng Su, di kaipang ia memiliki kedudukan tinggi, sebagai salah
seorang Hiocu (pimpinan daerah), namun sifat tamak masih tetap bersemayam di
hatinya, ia terbujuk oleh rayuan Siangkoan Giok Lin.
Karenanya juga, ia bersedia
bekerjasama dengan Siangkoan Giok Lin, buat Kaisar dan kerajaan, sebab
Siangkoan Giok Lin sudah membujuknya bahwa Ho Beng Su akan mendapat kedudukan
sangat baik, harta dan pangkat yang akan dihadiahkan oleh Kaisar.
Manusia yang masih mengejar
keduniawian, tak akan puas dengan kedudukan yang bagaimana tinggi sekalipun.
Biarpun dalam kaipang Ho Beng Su memiliki kedudukan yang sudah tinggi, tapi
sifat tamaknya menghendaki untuk mendapat yang lebih lagi.
la sebetulnya mempunyai
cita-cita untuk merebut kedudukan Pangcu Kaipang, tapi sejauh itu usahanya tak
pernah berhasil. Sebab itu dia akhirnya memutuskan untuk tunduk pada kerajaan
dan nanti memanfaatkan kekuatan kerajaan untuk menggempur kaipang dan merampas
kedudukan pangcu (ketua) kaipang.
Siangkoan Giok Liu yaag
mengetahui cita-cita Ho Beng Su, mempergunakan kesempatan itu untuk
membujuknya, menjanjikan kalau Ho Beng Su sudah memperlihatkan beberapa
perbuatan yang berjasa kepada kerajaan, maka dijaminnya pihak kerajaan akan
membantu dan mendukung Ho Beng Su sebagai pangcu kaipang.
Memang yang dijanjikan
Siangkoan Giok Lin bukan janji kosong, kaisarpun lebih senang yang menjadi
ketua berbagai perkumpulan dan pintu perguruan silat adalah orang-orang yang
telah tunduk dan bekerja untuk kerajaan, sehingga tak ada kesulitan di
waktu-waktu mendatang, seluruh perkembangan dalam kalangan kangouw dapat dikuasai
dan dikendalikan dengan baik. Ho Beng Su memang akan didukung untuk menjadi
pangcu Kaipang.
Ho Beng Su sendiri biarpun
sudah mengkhianati pintu perguruannya sendiri, merasa bahwa ia tak keliru
jalan, karena dia memang memiliki ambisi yang besar. Sekarang dia mengandalkan
Siangkoan Giok Lin, agar dirinya bisa dekat dengan Kaisar, karena di ketahuinya
Siangkoan Giok Lin belakangan ini menjadi orang kepercayaan raja untuk membujuk
orang orang Kangouw.
Nanti, setelah dia bisa dekat
Kaisar, Ho Beng Su akan merebut kedudukan itu, ia yang akan berusaha menjadi
orang kepercayaan Kaisar. Selama itu, Ho Beng Su menyimpan saja cita cita dan
rencananya, yaitu rencana untuk menjadi pangcu kaipang merangkap menjadi ketua
orang-orang kangouw !
Memang demikianlah sifat-sifat
orang yang memiliki jiwa dan hati kotor, selalu tak kenal puas dan jika
memperoleh kesempatan pasti akan cakar-cakaran, untuk memperebutkan kedudukan,
tanpa perduli lagi apakah harus mengorbankan kawan atau memang harus
memusnahkan rekan-rekannya, pasti akan dilakukan apa yang dianggapnya bisa
membuatnya lebih dekat dengan cita-citanya.
Kepandaian Kiu ci sin-kai
sebetulnya tidak rendah, tapi sejauh itu dia tak mau memperlihatkan
kepandaiannya di depan Cu Lie Seng, dia pikir pemuda angkuh itu pasti tak
senang jika dia ikut-ikutan mengatur, dia membiarkan saja Cu Lie Seng mengatur
dia dan reman-temannya.
Dia hanya mendengar dan
memperhatikan saja, untuk ikut arus angin ke arah mana yang sekiranya bisa
lebih menguntungkan kedudukannya.
Dia sebetulnya senang sekali
main perempuan cantik, walaupun dalam kaipang memang terdapat peraturan keras
sekali, setiap anggota kaipang dilarang mempermainkan wanita baik-baik, tapi Ho
Beng Su sejak menjabat kedudukan Hio-cu kaipang, secara diam-diam dan sembunyi-sembunyi
seringkali mempermainkan anak isteri orang.
Pada dasarnya memang dia
memiliki sifat-sifat yang tak baik dan buruk, namun orang kangouw sejauh itu
belum melihat isi hati sebenarnya dari Hio-cu kaipang tersebut.
Cuma malam ini, dia mempunyai rencana
lain. Yang lainnya menghabiskan waktu dengan pelayan-pelayan wanita Siangkoan
Giok Lin yang cantik cantik, Ho Beng Su tidak mau mengikuti apa yang dilakukan
rckan-rekannya, sebab dia ingin menyimpan tenaga.
Dia cuma berunding dengan
Siangkoan Giok Lin, perihal rencana keberangkatan rombongan mereka. "Kita
boleh tenang dan gembira, karena Tang San Siansu akan bersama rombongan
kita!" Siangkoan Giok Lin tertawa bilang begitu pada kawannya.
"Biarpun ada iblis dan jin dari neraka turun, tak mungkin ada yang sanggup
mengambil daftar itu dari tangan kita, Tang San Siansu pasti tak akan
meinbiarkan hal itu terjadi !"
"Ya, akupun sudah dengar
kehebatan Tang San Siansu, dan sejauh ini aku belum pernah bertemu
dengannya." Menyahuti Ho Beng Su dengan tawar.
Dia tidak percaya apa yang
diceritakan oleh teman-temannya dalam kalangan kangouw bahwa Tang San Siansu
merupakan jago nomor satu di jaman itu, biar bagaimana dia merasa itu cuma
hanya cerita yang terlalu dilebih-lebihkan. Karenanya hatinya mendongkol melihat
Siangkoan Giok Lin begitu kegirangan dan yakin dengan adanya Tang San-Siansu
rombongan mereka tak akan menghadapi kesulitan apa-apa.
Sampai jauh malam kedua
sahabat itu, bercakap-cakap, membicarakan rencana-rencana mereka selanjutnya
setelah tiba dikota raja.
Tapi, tanpa mereka ketahui
sepasang mata bersinar tajam tengah mengawasi mereka dari luar jendela,
mengintai dengan sikap hati-hati. Sebagian dari percakapan mereka telah
didengarnya, tapi sebagian lagi tak terdengar olehnya, karena tadi waktu Cu Lie
Seng memberitahukan rencana perjalanan mereka kepada kawan-kawannya. suaranya
perlahan sekali.
Setelah melihat Ho-Beng Su dan
Siangkoan Giok Lin berdua yang tertinggal diruang tersebut, orang yang
mengintai itu, yang berpakaian penuh tambalan, dengan langkah sangat ringan
meninggalkan jendela, berindap-indap mencari kamar Cu Lie Seng!
Waktu melewati jendela, Ban It
Say, di dengarnya suara isak tangis wanita diseling oleh suara tertawa senang
Ban It Say dan juga bujuk rayunya, Orang itu yang tak lain pengemis tua yang
tadi telah mempermainkan pelayan Siangkoan Giok Lin, merasa sebel dan tubuhnya
ringan sekali menjauhi jendela itu, menghampiri jendela kamar yang lainnya.
Kembali didengar suara lenawa
cekikikan dari Thio Yu Liang dan wanita yang tadi diseret masuk ke dalam kamar.
Rupanya Thio Yu Liang pandai sekali membujuk gadis pelayan yang tadi begitu
ketakutan dan menjerit ketika berada didalam kamar berdua Thio Yu Liang kini
sudah jinak dan tertawa cekikikan berdua dengannya.
Pengemis tua itu tidak
berhenti di jendela kamar Thio Yu Liang, ringan sekali langkah kakinya,
tubuhnya meloncat ke dekat jendela kamar lainnya, dia mendekati jendela itu
hati-hati, karena dia yakin inilah jendala dari kamar yang ditempati oleh Cu
Lie Seng.
Tanpa menimbulkan sedikit
suarapun dia merapatkan diri di dekat jendela mengintai ke dalam.
Dugaaannya tidak salah, itulah
kamar Cu Lie Seng. Pemuda bangsawan itu tengah duduk bersemedhi di pembaringan,
untuk mengatur pernapasannya. Matanya terpejamkan. Si pengemis mengerutkan
alisnya, diam-diam dia kagum bahwa dalam usia semuda itu Cu Lie Seng dapat
mengatasi diri tak terlibat dalam urusan wanita.
Hal ini memang memungkinkan Cu
Lie Seng mencapai kemajuan yang lebih cepat dalam latihan tenaga dalamnya.
Mendadak terdengar suara
tertawa dari arah sebelah kanan, cepat-cepat si pengemis tua melompat ke
langkah wuwungan, bersembunyi di situ, Dua orang pelayan Siankoan Giok Lin
muncul dari arah dapur sambil bercakap-cakap dan tertawa-tawa. Mereka tampaknya
senang sekali, membicarakan perihal kelakuan tamu-tamu terhormat dari
majikannya, yang ternyata hampir semuanya doyan wanita cantik.
Setelah kedua pelayan itu
menjauh, si pengemis tua meloncat turun kembali ke tanah. Dia bermaksud hendak,
mengintai lagi, Waktu itulah terdengar: "Sahabat, mengapa tidak masuk
saja?"
Kaget pengemis tua ini, tak
disangkanya Cu Lie Seng memiliki pendengaran begitu tajam dan sudah mengetahui
kehadirannya. Dia cepat-cepat meloncat hendak menjauhi, tapi daun jendela sudah
terbuka, disusul melesat keluar sesosok tubuh gesit sekali. ltulah Cu Lie Seng.
Kepandaian Cu Lie Seng cukup
tinggi, dia murid tokoh tangguh seperti Tang San Siansu dan beberapa tokoh
persilatan lainnya, karenanya pemuda ini tak kenal takut. Begitu dia mengetahui
ada tamu tak diundang yang berkunjung di depan jendelanya, dia tak segera
berteriak memanggil orang-orangnya ataupun Siangkoan Giok Lin, melainkan
membuka daun jendela dan melompat keluar dari jendela kamarnya itu untuk
menangkap sendiri tamu tak diundang tersebut.
Waktu Cu Lie Seng sudah berada
di luar jendela kamarnya, dia melihat sesosok tubuh sedang melesat hendak
pergi, maka dia meloncat lagi tinggi sekali sambil bentaknya: "Mau lari
kemana kau ?" Tubuhnya seperti juga kilat cepatnya menubruk kearah
bayangan itu. Namun orang yang ditubruknya juga memiliki kepandaian tinggi,
karena tubrukan Cu Lie Seng mengenai tempat kosong.
"Kalau kau mempunyai
nyali, ayo ikut denganku !" mengejek si pengemis tua itu untuk membakar
hati dan perasaan Cu Lie Seng, dia juga sudah melesat pergi.
Cu Lie Seng cerdik bukan main,
jika saja pengemis itu berlari terus tanpa menantangnya, niscaya ia akan
mengejarnya untuk membekuk, tapi sekarang mendengar pengemis itu menantangnya,
dia malah menahan kakinya berdiri di tempatnya. Hmmm, bukankah dia sedang
melaksanakan tipu-daya "memancing harimau meninggalkan kandang" untuk
memancingku !" pikirnya.
Maka dia tidak mengejar,
berdiri di tempatnya mengawasi kepergian si pengemis.
Pengemis yang tadi mengintai
sudah berdiri di atas genteng. Dia menoleh dan kecewa melihat Cu Lie Seng tak
mengejarnya, bahkan berdiri di situ mengawasinya saja dengan sorot mata tajam.
Pengemis ini segera menyadari bahwa dia sudah gagal memancing Cu Lie Seng untuk
mengejarnya, namun dia tidak kehabisan akal maka tantangnya: "Kau ternyata
manusia pengecut tak bernyali, jangan kuatir, tak mungkin kau dikeroyok oleh
teman-temanku !" Ejeknya.
Cu Lie Seng panas hatinya,
tapi dia tetap tidak bergerak dari tempatnya berada. "Siapa kau sahabat
?" tegurnya bengis dan dingin. "Turunlah, kalau kau punya urusan
denganku, mari kita bicara di sini! "
"Hu, aku tak menyangka
putera tunggal si kebiri yang sudah mau mampus itu adalah manusia paling
pengecut di dunia ini, sama seperti bapak-moyangnya yang selalu bersembunyi
ekor tapi mencelakai rakyat memakai tangan anak buahnya" mengejek pengemis
itu lagi.
Merah mula Cu Lie Seng. Tapi
dia sudah yakin pengemis ini hendak memancing-nya, maka dia tetap berdiri di
tempatnya. Dengar suara dingin dia bilang: "Kalau kan ingin mengetahui
lebih jelas tentang diriku, turunlah, aku akan perlihatkan kepadamu apakah aku
ini manusia pengecut atau manusia yang tidak tahu malu seperti yang kau
sebutkan ! Turunlah ! "
"Hemmm, sudah jelas kau
manusia paling pengecut di dunia ini. Bukankah dengan berdiam terus di situ kau
menghendaki nanti teman-temanmu, Ban It say si manusia yang punya tawa yang
menyebalkan itu ! Atau kau mengharapkan juga bantuan orang she-Thio untuk
bersama-sama mengeroyokku?"
"Aku jamin kau tidak akan
dikeroyok! Itu jaminanku, siapa saja yang berani mengeroyokmu, akan kuhukum
seberat-beratnya !" Menyahuti Cu Lie Seng tambah gusar.
"Kau tak usah
banyak-banyak alasan, pulang saja ke pangkuan ibumu. menyusulah
sepuas-puasmu!" mengejek pengemis itu lagi.
Habis kesabaran Cu Lie Seng.
Walaupun menduga pengemis ini hendak memancingnya, tapi sekarang dia sulit
mengendalikan diri. Dia jadi kalap diejek seperti itu. Walaupun bagaimana Cu
Lie Seng masih berusia muda, perasaan yang lebih diutamakan. Dia juga yakin
dirinya memiliki kepandaian tinggi, jarang orang bisa melukai dirinya,
karenanya biarpun nanti ada teman-teman si pengemis yang tengah menanti di
suatu tempat, dia tidak takut.
Tanpa bicara lagi badannya
seperti anak panah terlepas dari busur, telah melesat menyambar ke pengemis.
Tapi pengemis itu yang tahu
sudah berhasil memanas-manasi hati Cu Lie Seng, tak membuang waktu, sama cepat
dan gesitnya dengan ginkangnya melesat pergi meninggalkan rumah Siangkoan Giok
Lin. Kedua orang itu jadi saling mengejar. Karena terlalu cepat mereka berlari
mempergunakan ginkang tinggi. badan mereka sudah tak bisa dilihat jelas, cuma
tampak seperti kedua sosok bayangan yang berkelebat samar; kaki mereka seperti
sudah tak menginjak bumi lagi.
Untung saja waktu itu tengah
malam dan sepi, kalau saja ada penduduk kota yang melihat kedua sosok bayangan
yang saling kejar seperti itu, jelas akan menyangka telah melihat dua setan
yang sedang gentayangan di tengah kota !
Si pengemis memang memiliki
ginkang tinggi, karena sejauh itu Cu Lie Seng tetap tak berhasil mengejarnya.
Biarpun Cu Lie Seng penasaran dan mengerahkan ginkangnya untuk mengejar lebih
dekat pada pengemis itu, tetap saja usahanya gagal. Bahkan ketika tiba di
sebuah tikungan, ia kehilangan jejak si pengemis.
Bukan main mendongkol dan
penasaran Cu Lie Seng, dia berpura-pura di tempat itu mencari si pengemis, yang
diduga bersembunyi di sekitar tempat itu. Tapi usahanya tetap saja tak
berhasil.
Waktu itulah mendadal dia
teringat sesuatu, dia cepat-cepat berhenti mencari jejak si pengemis, malah
secepat kilat tubuhnya sudah berlari lari kembali ke rumah Siangkoan Giok Lin.
Keadaan di rumah Siangkoan Giok-Lin sepi-sepi saja, tak terjadi sesuatu. Cu
Lie-Seng langsung kekamarnya dan melihat barang-barang di dalam kamarnya sudah
tak teratur seperti semula, bahkan buntalannya dalam keadaan terbuka. Segera Cu
Lie Seng memeriksa buntalannya, tak ada yang lenyap.
"Hemm, tentu dia mencari
ini!" menggumam Cu Lie Seng sambil merogoh saku bajunya mengeluarkan
segulung kertas." Daftar orang-orang kangouw inilah yang diincarnya
!"
Dan dia tertawa dingin,
memasukkan lagi gulungan kertas itu ke daiam sakunya. Menutup jendelanya dan
pergi tidur!
ooo)0(ooo
Si pengemis tua yang semula
jalan terseok-seok dan tampak lerrah yang pernah mempermainkan pelayan
Siangkoan Gion Lin, ternyata tak ada apa-apa pada kakinya, dia cuma-pura pura
terseok-seok, karena waktu dikejar oleh Cu Lie Seng dia bisa bergerak sangat
gesit.
Dia berhasil memancing Cu Lie
Seng sampai jauh dan kemudian menyelinap kembali ke-rumah Siangkoan Giok Lin.
Segera dia memeriksa kamar Cu Lie Seng, sebab tadi didengarnya banwa daftar
orang-orang kangouw yang bersedia tunduk dan bekerja pada kerajaan berada
ditangan Cu Lie Seng.
Tetapi pengemis ini tak
berhasil menemukannya. Rupanya Cu Lie Seng selalu membawa bawa daftar
orang-orang kangouw itu didalam sakunya.
Si pengemis membanting-banting
kaki, dia menyesal tadi tak ngadu kepandaian saja dengan Cu Lie Seng, dengan
kemungkinan bisa mengambil daftar orang-orang kangkouw disaku pemuda she Cu
tersebut.
Dia bersusah payah memancing
Cu Lie Seng dengan harapan bisa memeriksa kamar si pemuda she Cu, tapi
harapannya ternyata nihil. Barang yang dicarinya tak berhasil ditemukan.
Karena tahu tak lama lagi Cu
Lie Seng akan pulang kekamarnya ini tak membuang waktu lagi pengemis
meninggalkan kamar itu, cepat luar biasa dia keluar dari rumah Siang koan Giok
Lin. Dan memang tak lama kemudian Cu lie Seng kembali kekamarnya, namun tak
menemukan si pengemis.
Pengemis itu berlari cepat
sekali keluar kota. Dan dia tiba disebuah tempat yang banyak terdapat batu-batu
gunung berukuran besar, tubuhnya menyelinap kebelakang batu-batu gunung itu.
"Nona Cang !"
panggil si pengemis. perlahan suaranya.
"Kau sudah kembali?
"jawaban dari balik batu.
"Ya sudah kuselidiki
keadaan dirumah Siangkoan Giok Lin, Dia bersama orang-orang raja lalim itu akan
berangkat meninggalkan kota ini pada jam empat malam ini, menuju
kekotaraja!" si pengemis duduk sambil meletakkan tongkatnya.
Oraug dibalik bongkahan batu
itu, nona Cang berseru kaget. "Kau...kau..." karena dia melihat yang
muncul seorang pengemis tua. bukan Giok Han, seperti yang disangkanya.
Si pengemis tertawa dia
menarik kumis jenggotnya yang segera terlepas dan membuka baju luarnya, baju
penuh tambalan. "A-ku telah menyamar sebagai pengemis, ternyata
penyamaranku sangat baik, sampai kau ju ga tak mengenaliku."
Cang In Bwee tertawa geli,
"Nakal kau!" katanya. "Aku jadi kaget, kukira pengemis mana yang
mau cari urusan denganku ! Aku pernah menyamar sebagai pengemis, sekarang kau
menyamar sebagai pengemis jelas kita orang segolongan, dari kalangan
pengemis!" Giok Han tertawa. Dia menceritakan "tadi waktu pergi
hendak hendak menyelidiki gedung Siangkoan Giok Lin, dia bertemu dengan seorang
pengemis. Maka timbul pikiran untuk menyamar sebagai pengemis. Dia membujuk si
pengemis agar menjual sepotong pakaian penuh tambalan kepadanya, kemudian
diapun memakai kumis dan jenggot palsu, me ngotori mukanya, sehingga tak ada
lagi orang yang mengenalinya.
Karena diberi uang cukup
banyak oleh Giok Han, pengemis itu tak keberatan memberikan pakaiannya sepotong
pada pemuda yang tak dikenalnya ini.
Kemudian Giok Han juga
menceritakan pengalamannya menyelidiki gedung Siangkoan Giok Lin, Tentang
rencana Stankoan Giok Lin serta rombongannya yang akan berangkat kekotaraja
pada jam empat pagi ini.
"Hemmm, tampaknya kita
tak mudah merampas daftar orang orang kangouw dari tangan Cu Lie Seng, Di
sampingnya masih banyak yang lainnya, yang memiliki kepandaian tak rendah. Yang
lebih berbahaya lagi Tang San Siansu akan bersama sama mereka. Ini
sulitnya!" menggumam si gadis dengan muka murung.
Giok Han mengangguk.
"Sebetulnya ini
menggembirakan," kata Giok Han. "Kita telah memperoleh
kesempatan."
"Kesempatan apa yang
menggembirakan?" tanya Cang In Bwee tak mengerti.
"Kau bermusuhan dengan
Tang San Si-ansu, dia musuh besarmu juga orang yang harus dimusnahkan manurut
perintah guruku. Maka kita bisa saja mampergunakan kesempatan ini untuk
berurusan dengannya, memancingnya dan kita kemudian menghadapinya bersama-sama.
Tak mungkin dia bisa merobohkan kita. Tetapi urusan daftar orang-orang kangouw
mempunyai kepentingan yang lebih besar.
Walaupun bagaimana kita harus
menyingkirkan dulu urusan pribadi, kita harus berusaha mengambil daftar
orang-orang kangouw. Kalau tidak niscaya Thio Hong Gan akan mengalami kesulitan
dalam usaha besarnya...!"
Cang In Bwee mengiyakan
membenarkan perkataan Giok Han. Lalu mengangkat kepalanya mengawasi si pemuda.
"Lalu apa rencanamu ?" tanyanya.
"Kita akan menguntit
rombongan mereka, jika ada kesempatan barulah kita rampas daftar orang-orang
kangouw dari tangan muridnya, Cu Lie Seng. Tetapi kita harus bekerja hati-hati,
jika gagal habislah harapan kita bisa menghadiahkan daftar orang-orang kangouw
itu pada Thio Hong Gan."
"Baik! Kita atur begitu
saja "
"Tapi..." Giok Han
tampak ragu-ragu, dia mengawasi bimbang si gadis.
"Kenapa ?" taaya In
Bwee heran.
"Kesehatanmu belum
pulih... bagaimana kita bisa menguntit mereka ?"
"Jangan kuatir,"
tertawa si gadis. "bukankah kita cuma meoguntit mereka, dan belum
bermaksud turun tangan? Selama itu aku bisa mempergunakan kesempatan untuk
menyembuhkan lukaku. Asal kita hati-hati, bukankah tidak ada kesulitan ?"
Giok Han mengangguk. Mereka
bertekad walaupun bagaimana daftar orang-orang kangouw yang berada ditangan Cu
Lie Seng harus mereka rampas, untuk diserahkan kepada Thio Hong Gan.
00000C00000
Enam orang gadis berpakaian
serba putih dan semuanya cantik-cantik, bertubuh montok dan masih berusia muda,
melangkah ringan memasuki sebuah pintu rembulan yang terukir indah sekali.
Mereka masing-masing membawa sebuah nampan makanan. Dengan sikap hormat keenam
gadis ini masuk ke ruang yang diatur sangat mewah, yang di sekelilingnya
terdapat taman bunga yang tumbuh semerbak dengan warna-warnanya yang meriah. Tak
jauh dari undakan anak tangga yang menuju ke ruang mewah tersebut, ada kolam
yang airnya bening, diatur langat bagus sekali.
Keenam gadis berpakaian patih
ita berlutut setelah menaiki undakan anak tangga. "SianIi (Dewi), kami
telah menyelesaikan tugas kami," bilang keenam orang gadis itu dengan
sikap hormat sekali.
"Hemmm, bagus! Masuklah
kalian!" terdengar jawaban dari ruang dalam yang terhalang oleh tirai
sutera yang halus dan indah. Dari dalam ruangan ini tersiar harum semerbak yang
menyebabkan orang bisa merasakan, dirinya seperti berada di tempat yang sama
indahnya di sorga.
Keenam gadis berpakaian serba
putih itu mengiyakan, mereka bangkit dan membawa nampan masing-masing masuk ke
ruang dalam.
Di dalam ruangan diatur sangat
indah, juga luas. Di sudut kiri dari ruangan itu terdapat sebuah pembaringan,
di atas pembaringan itu rebah seorang wanita yang cantik luar biasa. Sikapnya
angkuh sekali, dia cuma melirik waktu keenam gadis berpakaian serba putih itu
berlutut di samping ranjangnya.
"Bagaimana hasil tugas
kalian?" tanya wanita cantik yang rebah di ranjang.
"Semuanya berjalan lancar
tak ada ha-largan, sianli," menyahuti salah seorang dari keenam gadis
berpakaian serba putih itu.
"Berkat doa Sianli, maka
kami berhasil mengumpulkan beberapa pemuda yang kami anggap memenuhi
persyaratan."
"Bagus. Tapi, apakah tak
terjadi pertempuran dalam usaha kalian?" tanya Sianii itu dengan suara
tawar.
"Tidak, Sianli. Bahkan
lihatlah.... kami berhasil mengambil hadiah-hadiah menarik ini untuk
Sianli."
Setelah berkata begitu, wanita
berpakaian serba putih tersebut membuka tutup nampannya, ternyata di situ
terdapat barang-barang permata yang berkilauan, seperti berlian, mutiara dan
giok. Bermacam-roacam perhiasan.
Kelima orang kawannya juga
membuka nampan masmg-masing, isinya bukan makanan, sama seperti nampan gadis
yang pertama tadi, berisi permata mutu manikam yang nilainya sangat tinggi.
Sianli di atas pembaringan
cuma melirik, tersenyum hangat.
"Bagus, simpanlah
semuanya di tempat penyimpanan itu !" kata si Dewi sambil menunjuk kepada
dinding yang ada di seberangnya.
Keenam gadis cantik berpakaian
serba putih itu telah mengiyakan dan pergi ke dekat tembok. Salah seorang
diantara mereka, yang rupanya jadi pemimpin dari kelima kawannya, telah menekan
sebuah tombol dan dinding itu bisa terbuka.
Rupanya pada tembok itu
dipasangi alat rahasia, sebagai tempat penyimpanan barang-barang berharga
tersebut. Isi enam nampan itu dipindahkan ke dalam kotak penyimpanan di tembok.
"Sekarang," kata
Sianli itu setelah keenam orang gadis berpakaian serba putih tersebut berlutut
lagi di samping pembaringan, "kalian bawalah salah satu di antara
calon-calon yang terbaik," dia berdiam sejenak, kemudian meneruskan,
,.yang termuda dan yang tergagah !"
"Baik, Sianli.
Budak-budakmu akan melaksanakan perintah dengan sebaik-baiknya, agar Sianli tak
kecewa !"
Keenam gadis berpakaian serba
putih itu yang rupanya pelayan Sianii tersebut, segera mengundurkan diri.
Sedangkan Sianli itu duduk di tepi pembaringan. Dia tersenyum. "Besok aku
harus mendampingi bocah menyebalkan itu kembali ke kotaraja ! Hu ! Hu ! Kalau
saja bukan murid Tang San si gundul, tidak akan kupedulikan permintaannya untuk
mengawal keselamatannya !" Tampak-nya dia jadi kesal sekali.
Tak lama kemudian terdengar
suara langkah kaki mendekat. Sianli itu menoleh ke pintu, dia melihat seorang
pelayannya yang berpakaian serba putih sudah muncul diikuti oleh seorang pemuda
berwajah putih halus dan bertubuh cukup gagah. Pemuda itu memandang bingung
sekeliling ruangan dan juga pada Sianli itu, rupanya dia tak tahu mengapa
dirinya dibawa ke situ.
"Sianli, tugas sudah
dilaksanakan !" melapor pelayan itu dengan sikap hormat.
"Bagus A-hiang. Sekarang
kau boleh mengundurkan diri, mengasolah ! Nanti kalau kubutuhkan kau, akan
kupanggil !"
"Baik, Sianli." Si
pelayan melirik pada si pemuda dan melangkah pergi, waktu lewat di sisi si
pemuda dia masih sempat berpesan, suaranya perlahan sekali: "Layani Sianli
baik-baik, jangan membuat Sianli gusar kalau sayang jiwamu !"
Pemuda itu diam saja, dia
tengah kebingungan. Ketika Sianli itu melambaikan tangannya menyuruh dia maju
mendekat ke pembaringan, si pemuda melangkah ragu-ragu.
"Siapa namamu?"
tanya Sianli. halus suaranya, lirikan matanya genit sekali, bergairah.
"Aku Yao Can,"
menyahuti si pemuda, dia juga terheran-heran melihat di dunia ada wanita yang
cantik luar biasa seperti yang ada di depannya, seperti seorang bidadari dari
kahyangan. Entah apa yang diinginkan wanita cantik ini darinya ?
"Berapa umurmu ?"
tanya Sianli itu lagi.
"Duapuluh tiga
tahun."
"Usia yang masih muda
sekali," menggumam Sianli. "Apakah kau sudah menikah ?"
"Belum..."
"Sayang ! Tentunya kau
belum berpengalaman!" menggumam Sianli itu lagi, membuat si pemuda yang
mengaku bernama Yao Cun bertambah heran dan tidak mengerti cuma mengawasi saja.
"Siapakah Sianli . . . ?
Dan mengapa aku diajak kemari ?" tanya si pemuda.
"Tentang siapa diriku,
tak perlu kau bertanya-tanya, cukup kau panggil aku dengan Sianli saja.
Pertanyaanmu mengapa kau diajak kemari oleh pelayan-pelayanku, tentu kau bisa
ketahui nanti. Sekarang aku ingin tanya kepadamu, apakah kau senang berada di
sini ?"
Pemuda itu mengawasi keadaan
ruangan yang sangat mewah tersebut, kemudian mengangguk. "Senang... tetapi
ini tempat yang asing sekali untukku... terlalu mewah..." Sianli turun
dari pembaringan, menghampiri pemuda itu, "Jangan pedulikan barang-barang
yang tak berjiwa itu, Sekarang lihatlah padaku. Senangkah kau padaku?"
Pemuda itu tambah bingung,
tapi melihat sinar mata yang liar dan memancarkan gairah, si pemuda tahu apa
yang tengah dihadapinya, wanita yang penuh dengan pengaruh nafsu birahi, yang
genit sekali, yang tampak cantik seperti bidadari.
Laki-laki manakah yang tak
senang bercakap cakap dengan wanita secantik ini? Orang gila saja masih akan
memandang terbengong-bengong pada kecantikan seorang wanita, apa lagi
kecantikan yang luar biasa seperti wajah wanita ini yang ada dihadapannya. Maka
pemuda itu mengangguk ragu-ragu.
"Tentu saja... aku
senang, Tetapi aku tak tahu siap Sianli sebenarnya..."
Sianli melangkah mendekati
pemuda itu, menarik tangannya sehingga si pemuda melangkah mendekatinya, diajak
duduk di pinggir pembaringan. Pembaringan itu demikian empuk dan hangat.
"Aku menyukai kau, tapi
janganlah kau membuatku jadi sebal dengan semua pertanyaanmu yang tetek bengek
tak keruan itu. Sekarang aku menginginkan kau mendampingi ku dengan penuh
kehangatan!" Waktu bicara tangan Sianli meraba-raba tangan pemuda itu yang
diusap-usap lembut sekali.
Tubuh pemuda itu menggigil dia
tampak mengalami tekanan batin yang hebat. Darahnya mendesir lebih cepat dari
yang normal. Tubuhnya semakin lama menggigil semakin keras. Harum semerbak yang
menerpa hidungnya membuat semangatnya seperti melayang-layang meninggalkan
raganya, apalagi sekarang tangannya diusap-usap oleh jari-jari tangan lentik
berkulit halus lembut sekali membuat dadanya berdegup keras.
"Apa... apa maksud
Sianli?" tanya pemuda itu seperti orang tolol.
Sanli tersenyum, dia menarik
tangan si pemuda sehingga tubuhnya berada dekat dengannya dan dia merebahkan
kepala didada si pemuda.
"Peluklah aku....!"
pinta Sianli dengan suara yang sengau serak perlahan, gemetar.
Pemuda itu tambah kebingungan,
tapi tangannya tanpa disadari telah memeluk badan Sianli, yang montok padat.
Tuburi pemuda ini gemetaran, giginya sampai bergemerutukan. Tapi dia berusaha
mengembalikan gemetar tubuhnya, biarpun selalu gagal. Hangatnya tubuh wanita
cantik dalam dekapannya membuat dia seperti terbang ke dunia lain.
"Jari-jari tanganmu
dingin sekaii," bisik Sianli sambil nengusap perlahan-lahan dada pemuda
ini. Dada yang berdegup keras dan cepat.
"Oooo - -" pemuda
itu ingin melepaskan dekapannya, menarik tangannya, kaget sekali tampaknya.
Tapi Sianli sudah memeluknya. "Biarpun tanganmu dingin, kukira tak apa-apa."
Memang, tangan pemuda itu
dingin sekali karena perasaan yang bergolak di dalam hatinya. Dia tak kenal
siapa wanita cantik yang genit dan hangat yang berada daiam pelukannya. Tetapi
darahnya bergolak semakin lama semakin keras. Apa lagi tangan Sianli itu mulai
berkeliaran kemana-mana, sehingga pakaian pemuda itu sudah tak keruan letaknya.
Lupalah pemuda itu terhadap
segalanya, dia sudah tak berpikir apa-apa lagi, hanya satu yang diingatnya dan
diinginkannya, yaitu tubuh yang montok dan hangat.
Kamar itu tak berpintu, tapi
tak ada seorangpun di sekitar tempat itu. Sianli juga tak canggung-canggung
bersikap mesra sekali pada pemuda tersebut. Matanya semakin lama semakin redup.
Cuma, akhirnya dia kecewa setelah semuanya berlangsung, pemuda ini tak memberikan
apa yang diharapkannya.
Tahu-tahu tangan kanannya
menyampok dada pemuda itu. Perlahan saja kelihatannya, tapi badan pemuda itu
terpental jauh, terbanting di lantai diiringi jerit kematian. Waktu tubuhnya
terbanting di lantai, dia kelojotan beberapa kali, kemudian mengejang diam,
karena kepalanya telah pecah!
"Hu! Cuma mengotori
saja...!" menggerutu Sianli sambil menyambar bajunya dan mengenakannya
dengan marah-marah. Kemudian dia menepuk tangan beberapa kali. A-hiang cepat
muncul, Dia tak kaget melihat pemuda yang tadi diajak masuk olehnya ke ruang
itu sudah menggeletak mati dengan kepala pecah dan tubuh telanjang bulat. Apa
yang disaksikannya seperti juga pemandangan yang biasa saja. Dengan sikap
hormat dia berlutut.
"Ada perintah lagi,
Sianli?"
"Bawa yang kedua,"
perintah Sianli dengan muka yang masam "manusia apa yang kau bawa ini,
apapun dia tak bisa, cuma mengotori tubuhku saja!"
Muka A-hiang jadi pucat, cepat
cepat dia mengangguk-anggukkan kepalanya dalam keadaan berlutut. "Ampuni
budakmu, Sianli... budakmu akan berusaha mempersembahkan yang diinginkan
Sianli."
"Cepat laksanakan
tugasmu!" perintah Sianli, tanpa berani berayal, A-hiang segera menggotong
Yao Cun yang masih dalam keadaan telanjang bulat dan kepala yang telah pecah
hancur menyebabkan kematiannya itu, keluar dari ruangan tersebut. Seorang
pelayan lainnya kawan A hiang sudah datang membersihkan lantai dari noda darah.
Tak lama kemudian A-hiang
muncul lagi, dia bersama seorang pemuda berpakaian sebagai pelajar, yang waktu
masuk ke dalam ruangan dengan senyum-senyum ceriwis.
"Sianli, semoga dia tak
mengecewakanmu" melapor A hiang. Sianli yang luar biasa ini, melambaikan
tangannya agar si pemuda yang tampaknya ceriwis datang mendekatinya.
Pemuda itu melirik pada
A-hiang, kemudian sambil tersenyum senyum menghampiri Sianli mulutnya juga
ceriwis sekali. "Aduhhh, cantik luar biasa, sungguh membuat aku seperti
bermimpi dan seperti sedang berada di sorga! "puji pemuda itu.
Sianli tersenyum senang
mendengar pujian. Lenyap kemendongkolan hatinya. Tanyanya: "Siapa
namamu?"
Cepat-cepat pemuda ini
merangkapkan kedua tangannya dan menjura. "Hakseng bermana Thio Giam Keng.
Siapakah nama nona?"
"Nanti akan kuberitahukan
siapa diriku. Sekarang jawablah dulu pertanyaan-pertanyaanku." bilang
Sianli.
"Silahkan, silahkan,
dengan senang hati Hakseng akan menjawab dengan jujur dan sebenarnya setiap
pertanyaan nona. Apa yang ingin nona tanyakan."
"Berapa umurmu?"
tanya Sianli.
"Duapuluh tujuh
tahun."
"Sudab menikah?"
Pemuda pelajar itu tersenyum
ceriwis. "Apa artinya sebuah pernikahan ? Bagi seorang laki laki menikah
atau tidak bukan suatu persoaIan ..."
"Maksudmu ?"
"Bukankah tanpa menikah
seorang laki-laki tak terikat dan bebas bersenang-senang dengan wanita-wanita
yang diinginkannya ?" balik tanya si pemuaa pelajar she Thio tersebut.
Sianli tersenyum.
"Maksudmu kau sudah berpengalaman dalam urusan wanita?"
Thio Giam Keng tersenyum
ceriwis. "Hakseng tak berani berkata begitu, tapi dari sekian banyak
wanita yang pernah bersenang senang dengan Hak-seng tak ada seorangpun secantik
nona. Hari ini benar-benar Hak seng sangat beruntung."
Sianli tersenyum penuh arti,
dia menepuk tepi pembaringan, katanya: "Duduklah kau di sini."
Thio Giam Keng menghampiri,
tapi dia tidak duduk di tepi pembaringan, melainkan tangannya ceriwis sekali
mencolek pipi Sianli pujinya: "Betapa cantiknya nona... kalau tadi
pelayanmu tak memberitahukan bahwa kau seorang manusia biasa, pasti aku akan
menyangka bahwa kau seorang bidadari yang baru turun dari kahyangan."
Sianli menyambar menggenggam
tangan Thio Giam Keng. menggenggam hangat dan tangannya yang lain
mengusap-usap.
"Kau pemuda yang sangat
menyenangkan!" Dan dia menarik tangan pemuda itu. Thio Giam Keng sengaja
membiarkan tubuhnya terseret maju ke dekat Sianli dan malah kedua tangannya
tahu-tahu merangkul tubuh yang padat berisi. Dia juga mencium pipi Sianli
dengan napas yang mendengus hangat.
"Nona, kau cantik sekali,
matipun aku rela jika bisa bersama kau satu malam saja!" bisik Thio Giam
Keng merayu.
Sianli tertawa kegelian karena
cuping telinganya dicium lagi oleh pemuda itu.
"Benarkah ?" rintih
Sianli bergelinjang dalam rangkulan si pemuda, matanya liar dan basah
berminyak.
"Benar.. di dunia kukira
tak ada wanita yang bisa menandingi kecantikanmu... benar-benar mengherankan
dan hampir membuatku tak percaya bahwa di dalam dunia ada wanita secantik kau
!"
Sianli memeluk erat, hangat
sekali. Kedua orang ini lupa segalanya. Keadaan di ruang itu menjadi panas
sekali, biarpun hawa udara di luar ruang yang terbuka itu sangat dingin, tapi
kedua orang ini seperti tak merasakannya.
Thio Giam Keng yang
sehari-harinya seorang pemuda bedodoran pengganggu anak isteri penduduk,
ternyata memang sangat pandai merayu. Tapi, setelah semuanya menjadi dingin,
kembali Sianli kecewa. Dia mengambil jubah luarnya yang tipis, tubuhnya yang
montok berbayang samar. Dia cemberut dengan muka masam.
"Mana kepandaianmu yang
kau tonjol-tonjolkan tadi ? Bukankah kau mengatakan pandai sekali dalam urusan
wanita ?" mengejek Sianli melirik pada Thio Giam Keng yang rebah lemas di
pembaringan.
Pemuda pelajar ini menyeringai
tertawa. "Nanti kita ulangi, akan kuperlihatkan kepadamu yang lebih luar
biasa.. jangan kau menghinaku dulu, bukankah kita belum selesai sampai di sini
?"
"Hemmm, bicaramu terlalu
besar, aku tak percaya lagi padamu. Tadi kau bilang rela mati jika dapat
bersenang-senang denganku, walaupun hanya untuk satu hari saja, bukan?"
Muka Thio Giam Keng berobah
pucat, sampai terlompat duduk memandang Sianli dengan mata terbuka lebar lebar.
"Aku... apakah aku tak
berhasil menyenangkan hati... nona?" tanyanya gugup.
Tahu-tahu tangan Sianli
menjambak rambut pemuda itu, menghentaknya. Dia sama sekali tak menjawab
pertanyaan pemuda itu. Hentakannya itu menyebabkan tubuh si pemuda she Thio
terlempar ke lantai dengan bantingan sangat keras, sampai dia menjerit
kesakitan.
"Jawab pertanyaanku !
Bukankah tadi kau bicara seperti itu ?" bentak Sianli dengan suara dingin.
Thio Giam Keng meringis
kesakitan, dia mengusap-usap pinggul dan meraba kepalanya, karena rambutnya
tadi ditarik dan di-jambak keras sekali. "Be... benar... memang aku bicara
begitu... tapi aku akan berusaha untuk menyenangkan kau, nona... percayalah,
aku akan berusaha menyenangkan kau...!"
Muka Sianli dingin sekali,
melangkah mendekati si pemuda dengan tindakan kaki perlahan-lahan. Sedikitpun
tak tampak perasaan apa-apa di mukanya. Tiba-tiba dia bilang: "Kau juga
pemuda tidak berguna, menyebalkan !"
Lemaslah tubuh Thio Giam Keng,
tahulah dia apa yang akan menimpa dirinya. Tadi sudah diberitahukan oleh A
hiang bahwa dia tak berhasil menyenangkan hati majikannya, celakalah dia.
Cepat-cepat dia menggoyang-goyangkan tangannya. "Dengar dulu, nona...
dengar dulu..." Tapi, baru bicara sampai di situ, dia menjerit sekuat suaranya,
karena kepalanya dirasakan seperti di tancap cakar-cakar besi, kelima jari
tangan Sianli sudah menoblos batok kepalanya, sampai berlobang dalam sekali.
Mata Thio Giam Keng terbuka lebar-lebar seperti tak percaya apa yang terjadi,
mulutnya terbuka, suara jeritannya berobah menjadi suara mengorok, tubuhnya
berkelojotan dua kali, kemudian kejang, jiwanya sudah melayang Waktu Sianli
mencabut kelima jari tangannya yang berlumuran darah campur otak dari kepala
Thio-Gian Keng. pemuda pelajar itu sudah menggeletak tak bernapas lagi !
ooo)0(ooo
"Hemmm!" mendengus
Sianli dengan wajah yang mengejek. "Bwee sim-mo-li hendak dipermainkan
oleh kau ? Mana bisa ? Dengan sombong kau memiliki kepandaian yang tinggi dalam
rayuan dan cumbuan pada wanita, nyatanya kau tak lebih dari seekor anjing
keparat ! Sudah pantas dan cukup layak kau dihukum mati dengan cara
demikian!"
Setelah berkata begitu, Sianli
berteriak keras memanggil A hiang. Cepat sekali A-hiang muncul. Melihat tangan
Sianli berlumuran darah cepat-cepat dia mempergunakan sewaskom air dan sepotong
kain sutera mencucinya hati-hati.
"Kembali kau gagal
menyerahkan orang yang benar-benar kuinginkan, A-hiang," bilang Sianli,
yang ternyata tak lain dari Bwee-sim-mo li, iblis wanita yang paling ditakuti
orang-orang kangouw. Tawar suaranya.
"Ya. Sianli. Budakmu akan
berusaha mencari pemuda yang benar-benar bisa jadi idaman hati Sianli."
Menyahuti A-hiang, sambil membersihkan hati-hati sekali kelima jari tangan
Bwee-sim-mo-li.
"Kukira. sulit
mendapatkan pria tambatan hati seperti yang kuinginkan. Telah lebih dari
limapuluh orang pemuda yang gagal memenuhi keinginanku, dan mereka semuanya
harus me.i:buang jiwa di ruang ini. Lama-lama aku jadi berpikir, apakah semua
laki-laki memang tak memiliki kemampuan untuk menyenangkan diriku? Aku mulai
kuatir tak ada pemuda yang bisa menyenangkan hatiku."
"Sianli jangan
kuatir," A-hiang bicara hati-hati sekali. "Nanti suatu saat, jika
sudah sampai waktunya, tentu budak-budakmu berhasil mencarikan kau pemuda yang
benar-benar dapat menyenangkan hatimu!"
Sianli tertawa tawar. "Ya
mudah-mudahan saja begitu," katanya. "Tapi. biarpun pemuda-pemuda itu
bisa menyenangkan hatiku, sedikitnya mereka sudah memberikan kemajuan buat
latihan lwekangku. Karena itu aku tak terlalu menyesali kau, A-hiang."
"Terima kasih
Sianli" A-hiang selesai membersihkan jari-jari tangan Sianli. dia membawa
pergi waskom yang berisi air merah bercampur darah. Kemudian kembali untuk
memberikan wangi-wangian pada tangan Bwee-sim-mo li.
Bwee-sim mo-Ii rebah saja di
pembaringan, seperti sedang berpikir sesuatu, sampai akhirnya ia menghela napas
dalam-dalam.
"Apa yang Sianli
pikirkan." tanya A-hiang. "Tak usah Sianli gelisah, budak-budakmu
akan sekuat tenaga mencari pemuda yang Sianli inginkan."
"Aku sedang memikirkan,
jika saja lima-puluh orang pemuda lagi gagal menyenangkan hatiku, berarti
kekecewaan hatiku semakin besar, namun latihan Iwekangku sudah cukup kuat
dengan diperoleh lebih dari seratus sari-hidup pemuda-pemuda itu. Namun aku
masih kuatir, apakah sudah cukup dan sama kuatnya seperti yang dimiliki Tang
San Siansu?"
"Tang San Siansu tak
berarti apa-apa bagi Sianli, jika Sianli telah menyelesaikan latihan sinkangmu,
tentu Tang San Siansu bisa Sianli atasi. Dia memang memiliki kepandaian tinggi,
tapi mana bisa menandingi Sianli ?" A-hiang memuji dengan sikap
sungguh-sungguh.
Senang hati Bwee-sim-mo-li.
"Aku cuma kuatir, dari seratus sari-hidup pemuda-pemuda itu tidak semuanya
murni. Mereka ada yang sudah pernah main perempuan-perempuan lain, tidak perjaka-murni."
"Kalau begitu, nanti
budak-budakmu mencarikanmu pemuda pemuda yang benar-benar masih perjaka,"
berjanji A-hiang.
"Mana bisa?"
menggumam Sianli dengan mata memandang kosong pada langit-langit kamar.
"Apakah kau bisa tahu dan memastikan seorang pemuda masih perjaka tulen.
Laki-laki biasanya pembohong, juga biarpun mereka belum menikah, sulit menjamin
mereka masih perjaka asli."
Pipi A-hiang berobah merah,
mengangguk. "Benar apa yang Sianli bilang, tapi budak budakmu nanti akan
berusaha menyelidiki sebaik-baiknya sebelum menyeret pemuda manapun ke hadapan
Sianli. Paling tidak, mereka masih belum menghambur-hamburkan terlalu banyak
sari - hidupnya, baru satu dua kali saja dia bersenang-senang dengan wanita
lain, itupun kalau benar tidak ada pemuda-pemuda yang masih perjaka."
Tiba-tiba Bwie-rim-mo-li
bangun duduk dan tersenyum.
"A-hiang, kau benar-benar
muridku yang setia dan patuh, yang selalu berusaha menyenangkan hatiku.
Baiklah, jika kau berhasil mempersembahkan pemuda yang kuidam-idamkan, yaitu
masih perjaka asli, akan kuwariskan kau pukulan maut, Eng-kut-kun"
(Pukulan Tulang Elang)
A-hiang cepat-cepat berlutut.
"Terima kasih atas budi kebaikan Sianli. Budakmu akan berusaha sekuat
tenaga untuk mendapatkan pemuda-pemuda yang Sianli inginkan."
"Baiklah, kukira
jari-jari tanganku sekarang sudah bersih," kata Bwee-sim mo-li.
"Bereskan mayat pemuda itu."
"Ya, Sianli,"
cepat-cepat A hiang membawa mayat Thio Giam Keng, kemudian datang kembali
membersihkan lantai, sedangkan Bwee-sim-mo li rebah di pembaringan empuk mewah
itu dengan pikian menerawang memikirkan sesuatu.
Mendadak Cun-hiang, salah
seorang murid Bwee-sim mo-li lainnya muncul dan berlutut dengan sikap sanpat
menghormat.
"Melapor pada Sianli,
Tang San Siansu datang berkunjung dan sedang menanti di luar. Apakah boleh
dibiarkan kemari?" bilang Cun- hiang.
Alis Bwee-sim-mo li mengkerut,
tapi akhirnya dia mengangguk. "Suruh dia masuk," suaranya perlahan.
Dia juga sudah merapikan pakaiannya.
Cun hiang mengundurkan diri.
Waktu A-hiang ingin keluar meninggalkan ruangan setelah membersihkan lantai
dari percikan nona darah, Bwee-sim mo-li memanggilnya: "Kamari kau, A
hiang."
Cepat-cepat A-hiang mendekat,
Bwe-sim-mo li mengawasi muridnya, dengan suara perlahan dia bilang: "Pergi
kau selidiki, apa yang tengah dilakukan Cu Lie Seng dan yang lain lainnya
dirumah Siangkoan Giok Lin, nanti berikan laporan kepadaku!"
"Baik, Sianli ...!"
menyahuti A-hiang, dia mengundurkan diri.
Bwee-sim rao-li duduk terdiam
di pinggir pembaringan. Otaknya tampak bekerja sedang mennkirkan sesuatu. la
ingat, sekarang ini bekerja buat Cu-kongkong dan selalu diperintah perintah
oleh Cu Lie Seng, putera Cu-kongkong, sebetulnya membuat hatinya tidak puas.
Tapi dia jeri pada Tang San Siansu, guru Cu Lie Seng, karenanya juga sementara
ini dia tidak memperlihatkan perasaan tidak puasnya tersebut, cuma saja
diam-diam dia telah melatih dengan giat semacam ilmu tenaga dalam kelas satu,
dengan bantuan dari sari-hidup pemuda untuk mencapai kesempurnaan, karena
sinkang yang dilatihnya agak sesat.
Dia mempunyai rencana, kalau
latihannya sudah dirasakan cukup, akan dipergunakan menghadapi Tang San Siansu,
berusaha unruk merobonkannya.
Kalau berhasil, dia
selanjutnya tak mau di-bawah perintah Cu Lie Seng. Dengan bantuan 12 orang murid-muridnya,
dia mencari pemuda-pemuda yang dikehendakinya.
Waktu itu Cun hiang telah
muncul kembali mengiringi seorang pendeta bertubuh kekar dan perkasa. Dialah
Tang San Siansu, satu satunya orang yang berhasil menundukkan Bwee sim-mo-li,
yang kepandaiannya lebih tinggi dari iblis wanita tersebut. Waktu memasuki
ruangan, Tang San Siansu sudah tertawa dengan suara parau.
"Bie Lan Moay-moay,
mengapa kau menjauhi diri dari rombongan kami?" tegur pendeta ini.
Bwee-sim-mo-li Liok Bie Lan
cepat-cepat menyambut si pendeta dengan muka berseri-seri, ramai senyumnya.
"Siapa sangka aku memperoleh kesempatan dan kehormatan dikunjungi Taisu.
Sementara ini aku hendak beristirahat, sambil menunggu perintah Taisu, karena
itu aku tak menggabungkan diri dengan muridmu itu, Cu Lie Seng."
"Kukira kau sudah mau
memisahkan diri dari kami," kata Tang San Siansu, tawar. "Tapi
mudah-mudahan saja dugaanku itu keliru."
"Mana berani aku
memisahkan diri dari Taisu, justeru Taisulah satu-satunya orang yang kuandalkan
untuk menghadapi semua orang kangouw."
Tang San Siansu tertawa
bergelak-gelak. "Benarkah itu ? Kukira kau sendiri merupakan iblis-wanita
yang sangat ditakuti oleh semua orang kangouw, bagaimana mungkin kau harus
mengandalkan aku lagi sebagai tulang punggungmu ?"
"Taisu terlalu
memuji," bilang Bwee-sim-mo-li. "Percayalah Taisu, kau satu satunya
orang yang kukagumi. Jika aku menemui kesulitan tentu hanya kepadamu saja aku
bisa meminta pertolongan. Bukankah begitu?"
Si pendeta tersenyum,
mengawasi Bwee-simmo-li. Iblis-wanita ini semakin lama semakin cantik saja.
Biarpun usianya sudah tidak muda lagi, namun Liok Bie Lan benar-benar merupakan
wanita sangat cantik yang kemontokan tubuhnya tidak kalah dibandingkan dengan
gadis-gadis muda remaja.
Bukan main kagumnya Tang San
Siansu, karena kecantikan wajah Bwee-sim-mo- li memiliki daya tarik tersendiri
yang sungguh menggairahkan, matanya yang bersinar memancarkan gairah seakan
memiliki kekuatan magnit membetot sukma.
"Bie Lan Moay moay, kau
semakin lama kian cantik saja." puji Tang San Siansu, karena goncangan
hati yang dialaminya melihat kecantikan Bwee-sim-mo-li yang benar-benar
mengagumkan. "Kukira, banyak sekali pria yang sudah bertekuk lutut di
bawah kakimu, bukan ?"
"Jangan memujiku terus
menerus, Taisu, lama lama aku tak kuat lagi menerima pujianmu dan nanti bisa
jadi berkepala besar," merendah Liok Bie Lan. "Apakah memang aku
masih cantik ?"
"Tentu... aku tak sangka
bahwa semakin lama kau semakin cantik saja. Hari ini baru kulihat bahwa kau
memang benar-benar sangat cantik."
Bwee sim- mo-li tertawa,
menghampiri si pendeta, kemudian merangkul lehernya.
"Taisu, tertarikkah kau
padaku ?" bisik Bwee sim-mo-li dengan sikap manja, matanya memandang
dengan gairah, tubuhnya begitu hangat memeluk si pendeta dadanya yang padat
membusung rapat menekan dada Si pendeta.
"Sudah berapa banyak
pemuda yang kau korbankan, Bie Lan Moay-moay ?" balas tanya si pendeta.
Bwee-sim-mo li terkejut, dia
merenggangkan pelukannya, menatap si pendeta seperti tidak mengerti apa yang ditanyakan
si pendeta "Apa maksudmu, Taisu ?"
"Kudengar akhir-akhir ini
murid-murid-mu rajin sekali menangkapi pemuda-pemuda muda sama seperti seorang
pemburu menangkap kelinci-kelinci saja. Tentu semuanya itu atas perintahmu,
bukan ?"
"Aku kesepian, Taisu,"
akhirnya Bwee-sim-mo-li bisa mengendalikan goncangan hatinya. Semula dia
menyangka si pendeta mengetahui dia memanfaatkan sari-hidup pe-muda-nemudi itu
untuk kepentingan latihan sinkangnya. Tapi, dia masih tak yakin bahwa Tang San
Siansu mengetahui hal itu, maka dia beralasan bahwa dia kesepian.
"Tak ada seorangpun yang
mau menemaniku. Pemuda-pemuda itu bodoh-bodoh semua tak ada yang bisa
menyenangkan hatiku, maka aku mengganti-ganti mereka"
"Mengapa tidak
memberitahukan kepada ku sejak dulu bahwa kau kesepian, Bie Lao Maay-moay
?" bilang si pendeta sambil tertawa dan memeluk Bwee sun-mo-li. "Jika
saja kau mau berterus terang padaku, maka aku dapat menggembirakan hatimu.
Benar usiaku tidak muda lagi, tapi kutira bicara soal pengalaman dalam urusan yang
satu itu aku jauh lebih menang dibandingkan dengan pemuda manapun juga."
"Akh, Taisu mana mau
padaku ? Aku manusia apa sehingga bisa menerima kehormatan dari Taisu ?"
Sengaja Bwee-sim-mo li merendah, sedangkan hatiiya merasa lega, sebab si
pendeta sudah tidak mendesaknya terus masalah pemuda-pemuda yang ditawan oleh
murid-muridnya. Tampaknya si pendeta mau mempercayai keterangannya bahwa dia
kesepian dan hendak ditemani dan dihangati oleh pemuda-pemuda itu...Taisu hanya
bergurau saja."
Tang San Siansu merangkul Bwee
sim-mo-li. dengar sungguh-sungguh dia bilang: "Siapa yang mengatakan aku
main-main ? Apakah aku pernah bicara main-main dengan kau. Bie Lan Moay moay ?
Aku telah bicara yang sejujurnya, bahwa aku hari ini baru menyadari kau
sebenarnya seorang wanita yang memiliki kecantikan luar biasa, kedatanganku
kemari sebetulnya hendak memberitahukan kepadamu, bahwa jam 4 pagi hari ini
kita akan berangkat ke kotaraja, tapi siapa sangka justru aku melihat kau
demikian cantik, marilah kita melewatkan sisa-sisa waktu kita berdua, untuk
bersenang-senang."
Bwe sim-mo-li tertawa
bergelinjang dalam pelukan si pendeta, liar sekali. Dan memang akhirnya dia
harus mengakui Tang San Siansu bisa melebihi dari kemampuan pemuda-pemuda yang
pernah coba menghangatinya dan pada akhirnya di bunuh-bunuhnya itu. Satu
kemenangan Tang San Siansu dia memiliki sinkang yang sudah terlatih tinggi maka
dia bisa memakai sinkangnya yang disalurkannya sekehendak hati untuk
menyenangkan Bwee sim-mo li.
Ruangan yang semula dingin itu
jadi hangat, Tang San Siansu sendiri seperti lupa, bahwa tak lama lagi, jam 4
pagi dia harus berangkat bersama rombongan muridnya untuk kembali ke kotaraja.
Dia sibuk sekali dengan Bwee sim mo-li.
Dua orang manusia yang berbeda
kelamin tapi memiliki tabiat dan watak sama buruk dan bejadnya, telah bertemu
dan merasa sangat cocok satu dengan yang lainnya menyebabkan mereka berdua lupa
pada segala sesuatu apapun juga.
Dua manusia yang sama kejamnya
dan sama sesatnya ini, menghalalkan apapun yang mereka senangi. Karenanya juga,
mereka sudah tak peduli lagi sekelilingnya, mereka terlalu sibuk untuk
memperhatikan keadaan di sekitarnya.
Bwee-si m rno-li sendiri
sebetulnya memiliki rencana yang cuma diketahui olehnya. Dia sengaja melayani
Tang San Siansu dan berusaha menyenangkan hati si pendeta, jika bisa dia hendak
menguasai pendeta ini dengan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya. Benar
kepandaian Tang San Siansu lebih tinggi darinya, tapi Tang San Siansu tetap
seorang laki-laki.
Bukankah ada kata-kata yang menyatakan
bahwa laki-laki biasanya bertekuk lutut di bawah kaki wanita cantik? Dan Bwe
sim mo-li ingin memanfaatkan kecantikan wajah maupun kemontokan badannya
menaklukkan Tang San Siansu. dan rencana-rencananya itu sudah memenuhi otaknya,
dia menghendaki juga kepandaian Tang San Siansu.
Bwee sim-mo li yakin, jika
berhasil memakai kecantikannya menundukkan pendeta ini jelas akhirnya ia
berhasil membujuk si pendeta untuk memberitahukan kouwhoat ( teori ) ilmu silat
andalan sipendeta tersebut.
-OOOO
JAM empat pagi rombongan Cu
Lie Seng meninggalkan gedung Siangkoan Giok Lin. Mereka terdiri dari
orang-orang yang berkepandaian tinggi sekali. Bahkan diantara mereka tampak
Tang San Siansu. Bwee-sim-mo li, Pak Mo Tang Mo, See Mo dan Lam Mo, Ban It Say,
Thio Yu Liang dan si pengemis tua yang sudah mengkhianati kaipang yaitu Kiu
ci-sin kai Ho Beng Su.
Siangkoan Giok Lin selalu
jalan berendeng disamping Cu Lie Seng, dia berusaha bermuka-muka pada putera Cu
kongkong ini.
Dengan jumlah mereka yang
cukup banyak dan semuanya terdiri orang-orang berkepandaian tinggi, siapa yang
berani untuk menghadang mereka buat merebut daftar orang-orang kangouw? Siapa
yang memiliki nyali dan keberanian untuk berurusan dengan rombongan orang-orang
yang semuanya sangat lihai dan ganas ini ?
Tang San Siansu sudah
memberitahukan kepada semua orang dalam rombongannya, bahwa mereka melakukan
perjalanan dengan berjalan kaki sampai dikota Ceng shia, dari sana barulah
mempergunakan kuda. Alasannya agar tidak terlalu menarik perhatian orang.
Sedangkan pasukan tentara
kerajaan yang semula dibawa Cu Lie Seng, diperintahkan pulang lebih dulu
kekotaraja, karena Tang San Siansu bilang mereka tak diperlukan lagi. Dengan
adanya dia dalam rombongan itu, di tambah oleh tokoh-tokoh persilatan yang semuanya
lihai dan berkepandaian tinggi, tak ada yang perlu dikuatirkan lagi.
Rombongan Tang San Siansu tiba
didepan lembah yang ada dikaki gunung Cu-san sebelah barat, pada sore itu,
mereka bermaksud beristirahat disitu.
Tapi, waktu Tang San Siansu
tengah mengatur rombongannya untuk mengambil posisi yang berpencar mendirikan
tenda-tenda, mendadak terdengar suara langkah kaki kuda yang dilarikan cepat
sekali. Mata Tang San Siansu berkilat tajam, menoleh menatap bengis kepada
penunggang kuda yang tengah mendatangi.
Ternyata penunggang kuda itu
seorang laki-laki tua berusia enam pulah tahun lebih, tubuhnya kurus mukanya
pucat seperti orang penyakitan dan lemah.
Penunggang kuda itu melarikan
terus tunggangannya tanpa menoleh. Ban It Say segera hendak mengejar, tapi
ditahan Tang San Siansu. "Biarkan dia pergi. Tak mungkin dia mata-mata
musuh. Siapa yang memiliki nyali untuk berurusan dengan kita?"
Ban It Say mengiyakan. dia
juga melihat penunggang kuda itu pucat dan lemah seperti orang penyakitan,
karenanya diapun yakin bahwa orang itu mata-mata musuh.
Mereka mendirikan tenda-tenda
yang jaraknya terpisah cukup jauh, Maksud Tang-San Siansu jika ada rombongan
musuh menyerang, mereka tidak terkepung disuatu tempat, ini bisa memungkinkan
mereka memberikan perlawanan kepada musuh.
Tempat di mana rombongan Tang
San-Siansu bermalam ternyata sangat sepi, tak terlihat seorang manusiapun lewat
di jalan depan lembah tersebut sejak orang bermuka pucat dan lemah
berpenyakitan itu, tak ada orang lain yang lewat di situ.
Magrib telah lewat, malam
membuat tempat itu jadi gelap. Rombongan Tang San Siansu beristirahat.
Sedangkan Tang San Siansu didalam tendanya bukan seorang diri, melainkan
berdiam dengan Bwee-sim-mo-li ! Mereka tengah bermesra-mesraan untuk
melenyapkan dinginnya hawa malam.
Tetapi, di luar dugaan
penglihatan Tang-San Siansu dan rombongannya, justeru diantara semak belukar
dikegelapan malam beberapa sosok tubuh bergerak hati-hati dan perlahan-lahan
mendekati tenda-tenda tersebut, Jumlah sosok tubuh itu mungkin lebih dari
sepuluh orang, semuanya berpakaian penuh tambal, tanda bahwa mereka adalah
rombongan pengemis.
Dari sikap pengemis-pengemis
yang mendekati tenda, jelas mereka bersikap hati-hati, agar orang-orang yang
tengah beristirahat didalam tenda itu tak mengetahui kedatangan mereka. Lama
juga rombongan pengemis itu mengintai tenda-tenda rombongan Tang San Siansu,
sampai akhirnya waktu mendekati tengah malam, terdengar suara pekik kera, dan
para pengemis itu mendekam di tanah.
Ternyata suara pekik kera itu
adalah pekik pemimpin mereka, yang meniru pekik seekor kera. Rupanya waktu yang
mereka nantikan telah tiba. Pengemis-pengemis itupun bukan hanya belasan orang
saja, sebab di belakang mereka ada rombongan pengemis lainnya, yang jumlahnya
cukup banyak, mungkin hampir duapuluh orang.
Mereka rupanya memecah diri
menjadi dua rombongan dan perintah-perintah dikeluarkan oleh pemimpin mereka
dengan meniru suara pekik kera. Perlahan-lahan mereka merangkak mendekati
tenda-tenda rombongan Tang San Siansu.
Waktu terdengar lagi suara
pekik kera, mendadak rombongan penjemis itu menyerbu salah sebuah tenda yang
ada di sebelah kanan, kurang lebih delapan orang yang menyerbu masuk ke dalam
tenda itu kepandaian mereka rata-rata tinggi, karena selain gesit,merekapun
dapat melakukan penyerangan ke arah tempat yang mereka duga penghuni tenda
rebah tidur.
Namun mereka kecewa. Tenda itu
kosong, tidak ada seorang manusiapun juga. Cepat-cepat kedelapan pengemis itu
menerobos keluar dari tenda, tapi sudah terlambat. Di situ tampak Cu Lie Seng
berdua Thio Yu Liang menghadang jalan keluar pengemis-pengemis itu.
Tanpa banyak bicara
pengemis-pencemis itu menerjang Thio Yu Liang dan Cu Lie Seng, tapi kedua orang
tersebut masing-masing memiliki kepandaian tinggi, dua orang pengemis yang maju
paling depan dibikin terpental oleh pukulan tangan Cu Lie Seng, sedangkan Thio
Yu Liang membikin terbanting seorang pengemis lainnya.
Lima orang pengemis lainnya
nekad menerjang terus, tapi dengan mudah merekapun dirubuhkan, Cu Lie Seng mempergunakan
pukulan-pukulan "Liong-beng-kun" merobohkan lawan-lawannya karenanya
para pengemis itu jadi tak berdaya, sedangkan Thio Yu Liang mempergunakan
pedangnya untuk melukai lawan-lawannya.
Kedelapan pengemis yang
terpelanting itu merangkak bangun. Cu Lie Seng maju hendak membekuk salah
seorang di antara mereka, mendadak pengemis itu mengayunkan tangannya. Cu Lie
Seng melihat lawannya menyerang mempergunakan senjata rahasia, mengibaskan
tangannya untuk menghalau senjata-senjata rahasia lawan.
Tapi dia mengibas tempat
kosong, karena tak ada senjata rahasia yang berhasil disampoknya. Rupanya si
pengemis cuma menggertak dengan gerak-tangannya tersebut, begitu Cu Lie Seng
mengibas, dia menubruk membenturkan kepala pada perut Cu Lie Seng.
Kaget pemuda che Cu, dia coba
berkelit, tapi terlambat, samping pinggangnya masih kena diseruduk oleh
pengemis itu. Sakit dan gusar Cu Lie Seng tak pikir dua kali, telapak tangannya
menghantam dahsyat punggung pengemis itu, sampai terdengar suara "Dessss!
Bukkkkkk!", disusul suara tertahan dari si pengemis. Tapi kemudian secepat
kilat pengemis itu berlari menerobos keluar tenda, tangannya kembali bergerak.
Cu Lie Seng menubruk karena
menyangka pengemis ini cuma ingin menggertaknya lagi. Tapi dadanya segera jadi
panas, karena sesuatu benda meledak keras di depan dadanya, asap tebal mengepul
di dalam tenda itu.
Pengemis-pengemis lainnya juga
bersama-sama secara berbareng telah membanting sesuatu benda, yang meledak dan
mengeluarkan gumpalan asap, sehingga di dalam tenda itu penuh oleh gumpalan
asap.
Gumpalan asap itu membuat mata
Cu Lie Seng dan Thio Yu Liang jadi pedih-pedih... mereka mengibas-ngibaskan
lengan baju untuk membuyarkan gumpalan asap dan menerobos keluar. Setelah
berada di luar tenda, mereka bisa bernapas lega.
Tapi pengemis-pengemis itu
sudah lari cukup jauh.
"Kejar !" teriak
Thio Yu Liang, Tapi lengannya dipegang Cu Lie Seng.
"Jangan biarkan mereka
lolos, kongcu !"
Thio Yu Liang masih ngotot
agar Cu Lie Seng bersama dia mengejar pengemis-pengemis itu. Tapi Cu Lie Seng
tetap menahannya "Biarkan mereka pergi !"
Pengemis-pengemis yang
lainnya, yang tadi menyerbu ke tenda lain, sudah berhasil melarikan diri juga
setelah membanting cukup banyak bahan-bahan peledak yang menimbulkan gumpalan
asap tebal.
Tadi Tang San Siansu berdua
Bwee-sim-mo-li tengah asyik-masyuk hangat mesra, jadi terkejut ada beberapa
pengemis yang menerjang masuk ke dalam tenda mereka. Tang San Siansu menghantam
dengan telapak tangannya, dua orang pengemis terjengkang rubuh, tapi waktu Tang
San Siansu hendak bangun, berdiri untuk menghajar pengemis pengemis yang lain,
sudah terdengar suara ledakan yang ramai dan tenda itu sudah dipenuhi oleh asap
tebal.
Rupanya pengemis-pengemis itu
membanting beberapa bahan peledak yang menimbulkan gumpalan asap tebal di dalam
tenda. Bukan main gusar Tang San Siansu dan Bwee-sim-mo-li, mereka berusaha
mencari jalan keluar dari tenda, karena napas mereka sesak dan mata mereka
pedih sampai mengeluarkan air mata.
Tetapi pengemis pengemis yang
lain sudah melarikan diri.
Ban It Say, Pak-mo, Tong-mo,
Lam-mo dan See-mo sudah keluar dari tenda mereka, tapi disambut oleh pengemis
pengemis yang melemparkan bahan peledak yang mengeluarkan asap tebal, sekitar
tempat itu jadi penuh oleh gumpalan asap yang tebal.
Begitu.juga ketika Ho Beng Su
keluar dari tendanya, disambut oleh ledakan-ledakan yang menyebabkan keadaan
disekitarnya penuh oleh gumpalan asap. Ho Beng Su memaki kalang kabutan sambil
mengibas-ngibaskan lengan bajunya untuk menghalau gumpalan asap itu, sambil
menyerang membabi buta dalam gumpalan asap kepada pengemis-pengemis
tersebut.."
Gumpalan-gumpalan asap itu
tidak terlalu lama sudah membuyar dan keadaan di depan lembah bisa terlihat
jelas lagi. Tapi di situ sudah tak ada pengemis-pengemis yang tadi menyerang,
mereka telah meninggalkan tempat itu.
"Kejar!" teriak Tang
San Siansu. "Mereka tak mungkin bisa pergi jauh!"
Tapi Cu Lie Seng cepat-cepat
menghampiri gurunya. "Suhu, biarkan mereka pergi, kita jangan memecah
kekuatan dengan mengejar mereka ke berbagai jurusan Jika nanti mereka datang
lagi, kita baru habisi mereka."
Tang San Siansu mendongkol
bukan main, tapi dia anggap alasan yang dikemukakan muridnya memang benar.
Kalau mereka mengejar pengemis-pengemis itu, jelas mereka harus membagi diri
keempat penjuru, karena mereka tak mengetahui kemana perginya pengemis-pengemis
itu, apakah ke jurusan Selatan, Barat, Utara atau Timur. Dia tidak memaksa lagi
untuk mengejar pengemis-pengemis itu.
Cu Lie Seng merogoh sakunya,
tiba-tiba mukanya berobah. Dia juga mengeluarkan seruan tertahan.
"Kenapa?" tanya Tang
San Siansu dan yang lainnya hampir berbareng, hati mereka merasa tidak enak
menduga sesuatu.
"Daftar itu dapat dicopet
oleh salah seorang pengemis-pengemis itu yang membentur pinggangku dengan
kepalanya," menyahuti Cu Lie Seng.
"Hah? Celaka!"
Berseru Thio Yu Liang dan Siangkoan Giok Lin hampir bersamaan. Kita harus
mengejar mereka..."
Cu Lie Seng sudah menggeleng,
sikapnya sudah tenang kembali.
"Tenang..!
Tenang...!" Dia memberi isyarat agar semua orang mendekat padanya.
"Aku sudah menduga," katanya dengan suara perlahan, "banyak
pihak yang akan menghadang perjalanan kita. Karenanya siang-siang sudah
kusiapkan salinan daftar nama orang-orang kangouw itu.
Tentu saja yang kukantongi ini
adalah daftar orang-orang kangouw yang keliru, bukan yang sebenarnya. Dengan
cara demikian kita bisa membuat mereka saling mencurigai, karena mereka tak
mengetahui siapa yang benar-benar telah bersedia untuk bekerja demi kerajaan!
Aku menulis nama-nama mereka yang tak bersedia bekerja sama dengan kita!"
Muka orang-orang itu jadi
berobah tenang, malah tersenyum-senyum. Siangkoan Giok Lin malah segera memuji:
"Sungguh Cu-kongcu sangat cerdik. Dengan demikian mereka akan keliru
memusuhi teman-temannya sendiri! Bagus! Selanjutnya kita, harus hati-hati,
karena kukira masih ada rombongan iainnya yang mengincar daftar nama-nama itu!
"
Cu Lie Seng mengangguk.
"Ya aku telah membuat lagi daftar palsu, kalau mereka hendak mengambil
daftar palsu itu, tentu kita tak perlu mati-matian mempertahankan, karena kita
tak akan menderita kerugian apapun juga, bahkan mendapat keuntungan mereka jadi
saling curiga mencurigai di antara sesama teman mereka!
Tang San Siansu menarik tangan
muridnya. "Daftar nama-nama orang kangouw yang asli kau simpan di
mana?"
-ooo0ooo-
BELASAN tahun yang lalu BOE
BENG TJOE sangat terkenal sebagai penulis cerita silat nomor satu di Indonesia.
Sangat banyak cerita silat yang ditulisnya dengan memikat, disadur dari
buku-buku cerita silat terbitan Hongkong. Penulisan BOE BENG TJOE yang paling
berhasil di antaranya: "SIA TIAUW ENGHIONG" (Kisah Memanah Rajawali),
"SIN TIAUW HIAP LU" (Rajawali Sakti Dan PASANGAN PENDEKAR) dan
"IE THIAN TO LIONG" (Kisah Membunuh Naga).
SEKARANG, untuk para pembaca
kami persembahkan "LIONG KAK SIN HIAP" (Cula Naga Dan Pendekar
Sakti), yang sama menariknya seperti "Sia Tiauw Enghiong", "Sin
Tiauw Hiap Lu" maupun "le Thian To Liong", karya-karya BOE BENG
TJOE yang belasan tahun lalu.
"LIONG KAK SIN HIAP"
adalah karya pertama BOE BENG TJOE yang tahun 1979, merupakan satu-satunya
cersil terbaik di tahun ini, juga merupakan kejutan menggembirakan dalam
penerbitan cersil di Indonesia.
"Yang paling utama, kita
harus berlaku lebih waspada. Biarpun yang akan kukantongi adalah daftar palsu.
semuanya harus bersikap seakan-akan mati-matian melindungi benda ini, untuk
melenyapkan kecurigaan mereka. Kalau kita terlalu mudah membiarkan mereka
merampas daftar palsu, mereka juga akan berbalik pikir dan curiga."
Semua orang membenarkan
perkataan Cu - Lie Seng. Waktu itu Tang San Siansu menoleh kepada Ho Beng Su.
Katanya: "Ho-kisu, tampaknya mereka dari partaimu..."
Muka Kiu-ci-sin-kai berobah
merah.
"Benar, mereka
murid-murid kaipang." dia menyahuti. "Tadi juga kulihat beberapa
orang hiocu yang telah berkumpul menjadi satu Melihat demikian kukira urusan
ini sudah ditangani langsung oleh pangcu kai-pang..."
"Hemmm, jadi maksudmu
sekarang ini para pengemis itu bergerak dibawah pimpinan pangcunya?"
menegasi Tang San Siansu.
"Jika ada urusan penting,
biasanya cuma diselesaikan lewat Tianglo. Tetapi kalau urusan demikian
pentingnya, maka semua hiocu dari berbagai daerah dipanggil berkumpul dan yang
berhak mengumpulkan hiocu adalah pangcu. Memang menurut perkiraanku sekarang
ini yang memimpin mereka adalah pangcu..."
"Kalau begitu kita tunggu
saja biar pangcu mereka menunjukkan dirinya sendiri !" kata Tang San
Siansu tawar.
Semua orang baru menyadari
sekarang mengapa pengemis-pengemis tadi demikian lihai dan gesit, sehingga
dapat datang dan pergi begitu cepat. Mereka adalah orang-orang lihai tapi para
pengemis itu bisa membuat mereka jadi kelabakan dan tak seorang pengemispun
yang dapat mereka tawan.
Tak tahunya para pengemis itu
merupakan ketua-ketua daerah cabang kaipang yang semuanya jelas memang memiliki
kepandaian tinggi. Lolosnya semua pengemis itupun disebabkan faktor lain yaitu
semuanya memakai bahan peledak yang mengeluarkan gumpalan asap menyakiti mata,
kalau tidak. biarpun kepandaian pengemis-pengemis itu tinggi, tapi lak mungkin
mereka bisa pergi segampang itu.
Cu Lie Seng telah menceritakan
rencananya untuk menghadapi para pengemis dan kemungkinan serangan rombongan
lain, Tang San Siansu sendiri memberikan petunjuk agar mereka bersikap
seakan-akan tak terjadi sesuatu. Dengan sombong Tang San Siansu bilang:
"Jika nanti mereka
memperlihatkan diri lagi, kita cuma harus hati-hati pada bahan peledak yang
mengeluarkan asap, seterusnya kita harus menangkap satu-dua orang dari mereka.
Kalau pangcu mereka sendiri yang memperlihatkan diri, biar aku yang
membekuknya."
Merekapun kembali ke tenda
masing-masing. tapi sekarang mereka berlaku hati-hati dan waspada, karena
mereka kuatir di serang mendadak oleh musuh. Tampaknya bahwa rombongan mereka
selama ini dibayangi musuh.
Malam semakin larut ....
OOi'OOOoi OOO
Suara burung kulik terdengar
terbang di atas udara dengan suara kepak sayapnya yang memecah keheningan malam
itu. Di kegelapan malam berkumpul belasan orang. Tempat itu terlindung oleh
batu-batu gunung, dan juga sulit sekali dilihat oleh orang yang kebetulan lewat
di tempat tersebut, itulah di sebelah barat dari lembah di kaki gunung Cu-san,
tapi tempatnya yang melesak berada di balik batu-batu tebing yang tinggi,
sehingga siapapun sulit mengetahui bahwa di situ terdapat tempat yang cukup luas.
Rupanya para pengemis yang
tadi menyerang rombongan Tang San Siansu telah berkumpul di situ. Di
tengah-tengah mereka duduk seorang pengemis tua dengan muka yang guram. Empat
orang pengemis terluka akibat penyerangan tersebut inilah yang membuat muka pengemis
tua yang jadi pemimpin mereka murung.
"Apakah luka-luka kalian
tak membahayakan ?" tanyanya pada keempat orang pengemis yang duduk dengan
muka pucat karena luka di dalam tubuh.
"Kami kira masih bisa
menyembuhkannya, pangcu," menyahuti salah seorang dari keempat pengemis
yang terluka. Sedangkan pengemis-pengemis lainnya cuma berdiam diri memandang
dengan kuatir kepada ke empat kawan mereka.
"Yang terpenting usaha
kita berhasil. Tadi aku berhasil menerjang Cu Lie Seng dan mencopet daftar nama
orang orang kangouw dari sakunya..." Sambil berkata begitu, dia merogo
sakunya, mengeluarkan sebuah lipatan kertas, menyerahkan kepada pemimpinnya.
Muka para pengemis yang
berkumpul di situ tampak berseri-seri. Memang tujuan mereka adalah merampas
daftar nama orang2 kangouw yang diketahui tersimpan di saku Cu Lie Seng, yang
akan membawanya kekotaraja.
Mereka sebelumnya memang sudah
bertekad hendak mengadu jiwa jika gapal merampas daftar namun orang-orang
kangouw dari tangan Cu Lie Seng, sebab mereka mengetahui bahwa rombongan Cu Lie
Seng terdiri orang-orang lihai, termasuk Tang San Siansu.
Mereka yakin, jika mereka
berterang menghadapi rombongan Cu Lie Seng, kemungkinan gagal akan besar
sekali. Karenanya mereka memikirkan cara yang paling baik dan aman, yaitu dengan
mempergunakan bahan peledak yang mengeluarkan asap air mata, dan secara nekad
akan merampas daftar nama orang-orang kangouw dari tangan Cu Lie Seng.
Dan pengemis yang berhasil
mencopet daftar nama orang-orang kangouw dari saku Cu Lie Seng memang berlaku
sangat nekad, membiarkan tubuhnya dihantam oleh Cu Lie Seng dengan
"Liong-beng-kun" nya, asal dia bisa mencopet daftar nama orang-orang
kangouw.
Dia cuma memasang punggungnya
terhantam telak oleh tangan Cu-Lie Seng, tangannya bekerja merogoh saku pemuda
itu, dan dia untung memilki lwekang yang tinggi sehingga punggungnya dilindungi
oleh hawa murninya kalau tidak, kontan di-situ juga si pengemis akan mati.
"Giau-hio-cu, jasamu
sangat besar sekali, tanpa perduli keselamatanmu telah berhasil melaksanakan
tugas ini dengan sebaik-baiknya." menghibur pemimpinnya, setelah mendengar
cerita Giau-hiocu cara dia bisa mencopet daftar nama orang-orang kangouw
tersebut. "Ini memiliki arti yang sebesar-besarnya untuk kepentingan
sahabat-sahabat kangouw lainnya, karena dengan daftar ini kita bisa mengetahui
siapa-siapa saja yang berkhianat dan bekerja untuk raja lalim itu!"
Semua mata mengawasi pangcu
kaipang, waktu pemimpin mereka membuka lipatan kertas yang berisikan nama-nama
orang kangouw.
Lama pangcu kaipang itu
membacanya mendadak mukanya berobah pucat, dia juga mengeluarkan seruan
tertahan. Semua pengemis mengawasi dengan hati tak tenang. Pangcu kaipang itu
menghela napas, sikapnya jadi lesu.
"Sia-sia pengorbanan
kalian," menggumam pangcu kapang itu pada akhirnya, perlahan suaranya. Dia
meremas daftar nama orang-orang kangouw dan katanya:"Inilah daftar nama
palsu !"
Semua pengemis berseru
tertahan, mereka gusar bukan main telah dipermainkan oleh Cu Lie Seng. Tapi
merekapun heran, mengapa pangcu mereka bisa ketahui bahwa daftar nama itu
adalah palsu?
Setelah terdiam sejenak dan
kemarahannya berkurang, pangcu kaipang itu menyodorkan kertas daftar nama
orang-orang kangouw kepada Giau hiocu, katanya: "Bacalah ....."
Giau-hiocu dan
pengemis-pengemis lainnya segera melihat isi daftar nama orang-orang kangouw.
Tapi mereka tak mengetahui dimana letak kepalsuan daftar itu. Pada barisan
pertama terlihat nama Huan su-to-jin dari Kun lun-san, kemudian Cing Siang Hu,
diri Ceng-sia pai. Ada ratusan nama orang-orang kangouw yang tercatat disitu.
Giou hiocu tidak membaca terus
daftar nama itu. Dia menoleh kepada pangcunya, dengan kecewa dia bertanya.
"Benarkah daftar ini daftar palsu pangcu?"
Pangcunya mengangguk.
"Ya, coba kau baca pada
baris keenam belas." menyahuti pangcu itu dengan suara tawar.
Gihou-hiou segera membaca
baris keenam belas. Dia jadi berseru kaget dan mukanya berobah merah padam, Di
situ tertulis nama Toan Yok, dari kaipang.
Toan Yok adalah pangcu Kaipang
! Dan ini mana mungkin bisa terjadi?
Jelaslah kini bahwa daftar
yang dipegangnya memang daftar palsu. Tak mungkin nama Toan Yok, tertulis
disitu jika daftar iiu daftar nama yang asli. Sedangkan Toan Yok mati-matian
berusaha merebut daftar nama-nama orang kangouw, untuk mengetahui siapa-siapa saja
yang sudah jadi pengkhianat dan mau bekerja pada Kaisar penjajah.
"Sekarang kau sudah
mengerti, bukan?" tanya pangcu kaipang, Toan Yok, dengan muka yang murung.
"inilah liciknya pemuda she Cu itu. Dia telah membuat daftar palsu dan
membiarkan daftar ini diambil oleh kita untuk mengadu domba satu dengan yang
lainnya diantara sesama kita!
Dia rupanya tahu dalam
perjalanan pulang ke kotaraja pasti akan mengalami rintangan yang tidak
sedikit, maka dipersiapkan daftar palsu ini, Sia-sia penyelidikan yang kita
lakukan selama ini. karena biarpun kita berhasil merampas daftar nama
orang-orang kangouw, inilah daftar palsu!" Dan Toan Yok menghela napas
dalam-dalam kecewa sekali. Tapi mendadak dia menepuk pahanya.
"Dengarlah!" katanya
pada pengemis-pengemis lain yang duduk dengan murka, penasaran dan kecewa
bercampur aduk menjadi satu. "Ada untungnya kita memperoleh- daftar nama
ini! Biarpun Cu Lie Seng sangat licik, tapi dia sudah melakukan suatu
kekeliruan ! Nama-nama yang tercatat di sini semuanya pasti bukan orang-orang
yang bekerja untuk pihaknya, dia sengaja memfitnah orang kangouw yang tak mau
tunduk padanya. Karenanya, sekarang kita sudah memiliki pegangan, bahwa
orang-orang yang tertulis namanya di sini adalah sahabat kita dalam menghadapi
kerajaan penjahat ! Sebab itu, daftar palsu inipun memiliki kegunaan yang cukup
besar buat kita!"
Muka pengemis-pengemis lainnya
juga jadi girang, mereka segera bisa tersenyum-senyum lagi. Jadi tidak terlalu
sia-sia apa yang telah mereka lakukan belum lama itu dengan penuh kenekadan.
sedikitnya mereka bisa memiliki pegangan bahwa orang-orang yang tercatat dalam
daftar palsu ini adalah orang-orang yang tak mau bekerja pada pemerintah
penjahat itu !
Toan Yok menghela napas.
"Tadi kalian sudah
berjuang demikian gagah dan terhormat," kata Toan Yok kemudian. "Ini
membuat aku terharu atas kesetiaan kalian. Kalian juga telah melarang aku
sementara ini tidak memperlihatkan diri, karena kalian kuatirkan keselamatanku
! Melihat keadaan demikian tampaknya sulit aku berdiam diri saja, bagaimanapun
aku harus tampil untuk mengurusnya."
"Tapi pangcu... mereka
semuanya merupakan iblis-iblis tangguh, jumlah mereka banyak. Kalau cuma
menghadapi Tang San si keparat, tentu kami akan menyetujui pangcu mengurusnya,
sekarang keadaannya tidak cocok dan kurang bermanfaat jika pangcu sendiri yang
mengurusnya.
Bukan berarti kami mengartikan
bahwa kepandaian pangcu belum cukup mengatasi mereka, namun kita harus
mempertimbangkan sebaik-baiknya, agar kerugian kita tidak terlalu besar. Kalau
pangcu lerluka, tentu kami seperti si buta kehilangan tongkat. Keadaan demikian
lebih berat dan berbahaya, sebab kami tak tahu lagi apa yang harus dilakukan
tanpa memperoleh petunjuk pangcu," kata Giau-hiocu.
"Sebab itu pangcu,
biarlah kami-kami saja dulu yang mengurusnya. Kalau keadaan sudah terlalu
parah, barulah pangcu yang tampil."
Toan Yok seorang berilmu
tinggi dan berpengalaman. Dia seorang tokoh persilatan ternama, dengan
kaipangnya yang disegani semua orang kangouw. Tetapi diapun bisa memaklumi
perasaan hiocu-hiocunya ini. lawan berjumlah sangat banyak, terdiri dari
tokoh-tokoh hitam rimba persilatan, jika dia sendiri yang menghadapinya, ini
sangat berbahaya.
Menghadapi Tang San Siansu
seorang saja, belum tentu Toan Yok bisa merobohkan pendeta itu, biarpun Tang
San Siansu belum tentu bisa mengalahkannya. Tapi ini merupakan resiko yang
sangat besar, dimana dia harus menghadapi Tang San Siansu yang didampingi oleh
Ban It Say, Cu Lie Seng, Thio Yu Liang. Bwee-sim-mo-li, Pak-mo, See mo dan yang
lain-lainnya....
"Laporan buat
pangcu," kata pengemis yang duduk disebelah kanan Toan Yok. "Tadi di
antara orang-orangnya si pemuda she Cu ini terdapat Ho Beng Su."
Toan Yok mengangguk dengan
muka muram.
"Ya, kitapun harus
menangkapnya, untuk dihukum atas pengkhianatan yang dilakukannya," kata
ketua Kaipang. "Dia berkhianat meninggalkan pintu perguruan kita serta
kini menjadi budak raja lalim itu. Dosanya sangat besar. Walaupun bagaimana dia
harus dapat kita tangkap, untuk dibawa pulang ke pusat dan menjatuhkan hukuman
sesuai dengan dosanya itu"
"Apakah tak perlu
dinasehati satu kali lagi padanya, pangcu?" tanya pengemis itu.
"Ciang-hiocu, sudah
terbukti dia berkhianat dan menjadi budak raja lalim itu, melanggar pantangan
terbesar dari partai kita. Jika iapun dalam keadaan terdesak nanti dan tak bisa
mengadakan perlawanan, jatuh ketangan kita dan tahu akan menerima hukuman
berat, kemudian menyatakan ia menyesal atas jalannya yang keliru itu, lalu apa
yang hendak dipertimbangkan lagi ? Coba jika kita gagal nanti menangkapnya,
jangan berharap dia bisa menyesali kesesatannya itu!"
Ciang hiocu, pengemis yang
duduk di sebelan kanan itu mengangguk-angguk, demikian juga pengemis-pengemis
yang lainnya.
"Sekarang," kata
Toan Yok lebih jauh, "kita harus mengawasi terus rombongan Tang San si
pendeta busuk, jika ada kesempatan kita akan turun tangan. Akupun akan
perintahkan pada semua Tianglo berkumpul dan nanti membantu kita menghadapi
pihak Tang San si pendeta jahat !"
Kemudian Toan Yok memberikan
berbagai petunjuk kepada semua pengemis itu, apa yang harus mereka lakukan
lebih jauh. Setelah selesai, penemuan tersebut bubar, mereka berpencar, tapi
mempunyai tujuan satu, yaitu akan terus mengawasi rombongan Tang San Siansu,
mereka tak akan turun tangan sebelum ada kesempatan baik.
Mereka menyadari, betapapun
Tang San Siansu dan rombongannya merupakan tokoh lihai rimba persilatan,
karenanya mereka tak dapat turun tangan secara ceroboh dan sembarangan. Ini
bukan berarti mereka gentar berurusan dengan Tang San Siansu dan rombongannya,
tapi mereka hendak mencegah jatuh korban dipihak kaipang, kalau bisa sedikit
mungkin dan tujuan mereka tercapai, yaitu merampas daftar nama orang-orang
kangouw yang asli.
oooo) )(oooo
SINAR matahari pagi mulai
menghanga-ti sekitar lembah di kaki gunung Cu-san, burung-burung mulai
berkicau. Tang San Siansu dan rombongannya bersiap-siap untuk melanjutkan
perjalanan mereka.
Mereka selalu berwaspada
terhadap kemungkinan adanya serangan mendadak dari pihak lawan. Mereka yakin,
di samping pihak kaipang yang hendak mengganggu dan menyerang mereka, pasti
banyak orang-orang kangouw berbagai aliran yang tengah mengincar mereka.
Karena itu, walaupun mereka
tidak gentar menghadapi pihak mana pun yang hendak merampas daftar, tapi
setidak-tidaknya rombongan Tang San Siansu bersikap waspada dan hati-hati.
Inilah yang menyebabkan mengapa Tang San Siansu memilih perjalanan mereka
dengan berjalan kaki, sebab menurut Tang San Siansu jika mereka mempergunakan
kuda, tentu binatang itu bisa panik dan lari sembrawut sulit dikendalikan, yang
akhirnya memisahkan mereka satu dengan yang lainnya pada jarak yang cukup jauh,
jika di serangan mendadak dari pihak lawan.
Sedangkan melakukan perjalanan
dengan jalan kaki menyebabkan mereka selalu bisa tetap bersama jika ada serangan
lawan, sehingga kekuatan mereka tidak terpecahkan.
Melakukan perjalanan di lembah
pada kaki gunung Cu-san ternyata tidak begitu mudah, karena selain cukup banyak
tempat-tempat yang curam dan semak-belukar tumbuh liar sekali. Menjelang tengah
hari, mereka berada disebelah lainnya dari lembah itu, tapi belum berhasil
keluar dari lembah tersebut. Bwee sim-mo-li tampak jengkel dan sering
menggerutu, tapi Tang San Siausu tak mengacuhkan sikap iblis-wanita ini.
"Kita istirahat
disini," kata Tang San Siansu dan duduk disebongkah batu gunung, menghapus
keringat yang mengucur deras di mukanya.
Yang lainnya segera mencari
tempat yang sejuk dan teduh terhindar dari sinar matahari yang memancar begitu
terik. Tapi, belum lagi mereka sempat membuka buntalan masing-untuk
mengeluarkan bekal makanan, mendadak terdengar suara gemuruh yang deras sekali,
berisik disertai jatuhnya batu-batu kerikil. Semua orang menoleh ke atas dan
jadi kaget.
Sebungkah batu gunung
berukiran besar menggelundung turun ke arah mereka. "Menyingkir!"
Teriak Tang San Siansu, dia sendiri sudah melesat ketempat yang sekiranya aman
dari sambaran batu yang tengah meluncur turun dengan cepat. Yang lainnya juga
cepat cepat menyingkir.
Diiringi suara berisik, batu
besar itu ambruk di bawah tebing, menyebabkan debu bertebaran kemana-mana,
diiringi juga dengan batu-batu kerikil yang ikut berjatuhan akibat tebing kena
benturan bongkahan batu tersebut.
Gusar bukan main Tang San
Siansu menoleh ke atas, karena pendeta ini menduga pasti ada seseorang yang
sengaja mendorong jatuh batu di atas tebing itu, untuk mencelakai rombongannya.
Sedangkan Cu Lie Seng dan yang lainnya juga telah mengawasi ke atas.
Tebing itu cukup tinggi,
mungkin hampir seratus tombak, di tepi tebing itu, berdiri sesosok tubuh,
bahkan terdengar suara tertawa yang nyaring bergema di sekitar lembah tersebut.
Tidak kepalang marahnya Tang
San siansu darahnya meluap. Dia mengibaskan tangannya, tubuhnya meloncat gesit
dan ringan sekali, maksudnya hendak mendaki tebing itu buat mengejar orang yang
telah menyerang rombongannya dengan bongkahan batu besar itu. Namun, dia
membatalkan maksudnya, karena orang di atas tebing itu justru sambil terus
tertawa tengah meluncur menuruni tebing !
Yang mengejutkan, orang itu
tampaknya tak mengalami kesulitan apa-apa menuruni tebing itu, tubuhnya
berlari-lari dengan telapak kaki setiap menginjak tebing seperti melekat
sehingga tubuhnya tidak jatuh ke bawah.
Itulah ilmu yang sangat
menakjubkan, karena tebing itu sendiri hampir berada dalam posisi tegak
menjulang ke atas, walau pun ginkang seseorang sudah mahir, namun berlari-lari
menuruni tebing yang posisinya maupun letak kedudukannya tegak ke atas seperti
tebing ini, merupakan pekerjaan yang tidak mudah.
Namun kenyataannya orang itu
dapat berlari dengan cepat, bahkan dalam waktu singkat telah sampai di bawah
tebing di dalam lembah.
Sekarang Tang San Siansu dan
yang lainnya baru bisa melihat jelas, dialah seorang nenek-nenek tua yang
mungkin usianya sudah mencapai tujuh puluh tahun, karena badannyapun sudah agak
membungkuk! Entah siapa nenek tua ini, Tang San Siansu dan yang lainnya jadi
benanya-tanya, karena nenek tua ini tampaknya sudah makan nyali macan sehingga
berani membentur rombongan pendeta tersebut.
"Kalian kaget, heh
?" tanya si nenek dengan suara nyaring, bergema disekitar lembah itu,
sikapnya sinis sekali. "Aku tahu batu itu tak mungkin bisa mencelakai
kalian, tapi yang kuinginkan kalian menjadi kaget. Nah, kalian tadi kaget,
bukan?" Sambil bertanya begitu- si nenek tua tersebut memperlihatkan sikap
serius sekali, matanya terbuka lebar-lebar, kemudian tertawa nyaring lagi,
seakan juga apa yang telah dilakukannya menyebabkannya merasa Iucu.
Ban It Say sejak tadi sudah
mendongkol apa lagi sekarang melihat kelakuan nenek tua seperti mengejek dan
tidak memandang sebelah mata, sudah tak bisa menahan diri. Tahu-tahu dia
meloncat ke depan, ke dekat si nenek tua, tangan kanannya menyambar ke pundak
nenek tua tersebut, diiringi bentakannya- "Kau rupanya sudah tak sabar
ingin pergi ke neraka, siluman tua!"
"Ih,ih,ih, ihi. ihi,
jangan galak-galak begitu dong!" menyahuti nenek tua itu, tahu-tahu
tubuhnya sudah melejit ke samping dia sudah terhindar dari sambaran tangan
Ban-It Say.
Congkoan Gi-lim-kun bukan
orang sembarangan, kepandaiannya tinggi, karena itu, dia tambah penasaran
karena nenek tua tersebut bisa menghindari tangannya, apa lagi peristiwa ini
disaksikan oleh Tang San Siansu dan kawan-kawannya yang lain, jelas ini
menyebabkan dia menjadi malu kehilangan muka terang setengah kalap dia lompat
lagi ke dekat nenek tua tersebut, sekali ini dia menyerang dahsyat dengan kedua
tangannya.
Angin pukulan kedua tangannya
menimbulkan suara kesiutan keras sekali. Sekaligus dia menyerang empat bagian
mematikan dan berbahaya di tubuh nenek tua itu, dia juga tak tanggung-tanggung
mempergunakan tenaga dalam pada kedua telapak tangannya.
Dalam gusarnya, dia tak peduli
bahwa lawannya ini adalah seorang nenek tua yang karena sudah tuanya sampai
badannya agak membungkuk. Dia menghendaki kematian si nenek.
Tapi nenek tua itu tetap
tenang, bahkan sekali ini dia tak memperlihat usaha untuk menghindar, cuma
berdiri di tempatnya dengan bibir tersenyum mengejek, tangan kanannya saja yang
terangkat, jari telunjuk dengan ibu jarinya menjentik, meluncur benda putih berkilauan
tertimpa matahari.
"Serrrr...!" kuat
sekali benda putih kecil itu menyambar ke dada Ban It Say.
Ban It Say kaget sebagai orang
berpengalaman dia menyadari benda ini tak boleh diremehkan. Tapi dia tak mau
menghentikan sambaran tangan kanannya, yang tetap menyambar ke arah leher si
nenek, sedangkan tangan kirinya menyampok benda putih itu.
Benda putih itu kena disampok
oleh Ban It Say, tapi tidak terpental, melainkan meledak dan hancur tanpa
bekas.
Kaget Ban It Say, dia
menyangka bahwa si nenek sudah mempergunakan bahan peledak yang mungkin saja
beracun. Tapi yang membuat Ban It Say lebih kaget lagi, tubuhnya menggigil,
sampai tangan kanannya yang menyambar ke leher si nenek seperti tergetar keras,
memaksa dia menarik pulang tangan kanannya itu membatalkan serangannya.
Cepat-cepat Ban It Say
mengempos hawa murni tubuhnya, karena dirasakan pecahan benda putih itu
mendatangkan hawa dingin luar biasa pada dirinya, yang membuat dia jadi
menggigil. Dengan mengerahkan lwekangnya dia bermaksud mengusir hawa dingin
tersebut, tapi gagal. Tubuhnya tetap menggigil, hawa dingin yang berasal dari
ledakan benda putih sinenek begitu dingin, seakan menusuk ke tulang-tulang
tubuhnya, bahkan kedua kakinya ikut menggigil.
Menyadari bahaya yang
mengancam dirinya, Ban It Say tidak buang-buang waktu lagi segera meloncat ke
belakang buat menjauhi si nenek. Dengan keadaan seperti itu, waktu tubuhnya
menggigil kedinginan, si nenek bisa saja membarengi menyerang dirinya, itulah
sebabnya Ban It Say meloncat mundur.
Semua orang yang menyaksikan
kejadian ini jadi heran bukan main. Mereka melihat tangan kanan Ban It Say
hampir mengenai sasarannya, yaitu leher si nenek, tapi mendadak mereka melihat
Ban It Say menarik pulang tangan kanannya, bahkan kemudian berdiri menggigil, dibarengi
lagi dengan loncat ke belakang menjauhi si nenek. Entah apa yang terjadi ?
"Siluman tua, kau gunakan
ilmu siluman apa, heh?" Teriak Ban It Say bertambah kalap, dia sudah
berusaha mengendalikan hawa dingin yang menyerang dirinya, dia berhasil hatinya
dirasakan ulu hatinya jadi dingin sekali. "Kau harus membayar semua ini
dengan jiwamu!"
Dengan gesit Ban It Say sudah
meloncat lagi kepada si nenek bermaksud untuk membinasakan si nenek tua.
Sekarang dia sudah bersiap-siap, dengan lwekang yang disalurkan melindungi
sekujur tubuhnya, karena kuatir nenek tua itu mempergunakan benda putih yang
bisa mendatangkan rasa dingin luar biasa itu.
Sekarang, biarpun si nenek
mempergunakan lagi benda putihnya yang sangat dingin itu, jangan harap bisa
membuat Ban It Say menggigil seperti tadi. Kalau tadi dia kena dibikin gemetar
oleh si-nenek akibat hawa dingin dari benda putih itu, karena sebelumnya Ban It
Say memandang rendah si nenek yang sudah tua ini, dia pikir satu atau duakali
serangan sudah bisa merobohkan si nenek.
Sekarang Ban It Say tidak
berani meremehkan lagi, dia mempergunakan delapan bagian tenaganya untuk
menerjang si nenek.
Si nenek tua bungkuk itu tetap
tenang, dia sama sekali tak bermaksud untuk menghindar dari terjangan Ban It
Say, hanya tangannya menjentik dua kali. Kini dua butir benda putih berkilauan
menyambar pada dada dan perut Ban It Say.
Karena tadi sudah mengalami
akibat menyampok benda nutih itu tubuhnya jadi menggigil kedinginan, sekarang
Ban It Say tidak pedulikan kedua benda putih itu, yang seperti kristal atau
kaca bening, dia membiarkan saja benda itu menyambar ke dadanya dan perutnya,
sedangkan kedua tangannya telah diulurkan untuk mencengkeram pundak dan dada si
nenek tua.
Tubuh Ban It Say sendiri
menyambar terapung dari tengah udara, sikapnya seperti seekor elang yang hendak
menyambar arak kelinci.
"Tukkk . . . ! Tukkkk .
.. . ! Dua benda putih yang dijentik si nenek mengenai dada dan perut Ban It
Say. Bukan main akibatnya Ban It Say, congkoan Gi-lim-kun dari kota-raja yang
berkepandaian tangguh, ternyata begitu kesambar dua benda kecil berwarna putih
dan sebesar biji lengkeng itu, terpental keras sekali terbanting di tanah
dengan tubuh menggigil keras.
Karena waktu dia kena disambar
kedua benda tersebut, tubuhnya seperti diguyur air yang sangat dingin, dadanya
seperti beku dan dinginnya bukan main, membuat tubuhnya menggigil dan tenaganya
seperti lenyap.
Jauh lebih dingin dari yang
pertama tadi, sehingga tak ampun lagi tubuhnya meluncur terbantihg ditanah!
Semua kawan-kawannya jadi kaget, Tang San Siansu sudah meloncat ke depan si
nenek untuk mencegah nenek itu mempergunakan kesempatan tersebut menyerang Ban
It Say lebih jauh.
Sedangkan Thio Yu Liang berdua
Cu Lie Seng loncat ke dekat Ban It Say, untuk memberikan pertolongan.
Muka Ban It Say pucat pias,
dia rebah di tanah dengan badan menggigil keras, giginya sampai bercatrukan dan
bibirnya gemetar tak bisa bicara !
"Ban-taijin, kenapa
kau?" tanya Cu Lie Seng kuatir dan campur heran menyaksikan keadaan Ban It
Say seperti itu.
Ban It Say menggigil keras tak
sanggup bicara, dia cuma menunjuk kearah si nenek tua yang waktu itu tengah
berhadapan dengan Tang San Siansu. Cepat-cepat Thio Yu Liang memeriksa keadaan
kawannya, alisnya jadi mengkerut dalam-dalam.
Dia tidak menemukan kelainan
pada peredaran darah kawannya ini, tak ada yang tertotok, atau juga tak ada
tubuhnya yang terluka. Tapi mengapa Ban It Say menggigil keras seperti ini?
Untuk menolongi kawannya, Thio
Yu Liang segera menotok jalan darah Ciu-ma-hiat dan Yui-si-hiat, untuk
menenangkan Ban It Say. Tapi siapa sangka, begitu kedua jalan darah ini ditotok
oleh Thio Yu Liang seketika Ban It Say menjerit-jerit: "Dingin...!
Dingin..!" Tubuhnya menggigil semakin keras. "Aduhh... dingin
sekali...!"
Thio Yu Liang terkesiap,
mukanya pucat. Apakan dia telah melakukan sesuatu kekeliruan pada totokannya.
Tapi setelah memeriksanya, totokannya tepat pada tempatnya. Ini memang untuk
pertolongan pertama pada orang yang keseimbangan dirinya tak terkuasai lagi.
Tapi mengapa begitu Ban It Say tertotok malah bukannya jadi lebih baik dan
lebih tenang, seb-ahtnya jidi menjerit-jerit karena penderitaannya rupanya
bertambah besar juga.
"Ban-toako... kenapa kau
sebenarnya...?" Tanya Thio Yu Liang sambil menggoncang-goncang badan Ban
It Say dengan kedua tangannya. "Bagian manamu yang terserang ?"
"Aduhhh...! Dingin...
Dinginnn.... Sangat dinginnnn . . .!" merintih Ban It Say menggigil keras
sekali, giginya tetap bercatrukan.
Ban It Say seorang
berkepandaian tinggi di kotaraja dia merupakan salah seorang jago istana yang
paling diandalkan oleh Kaisar. Tapi sekarang, tanpa melalui pertempuran seru
dengan si nenek belum lagi berhasil menyerang nenek bungkuk itu, dia sudah
rubuh dan keadaannya jadi seperti ini.
Thio Yu Liang berdua Cu Lie
Seng benar-benar heran dan tidak mengerti, mereka sampai saling tatap
keheranan, akhirnya Cu Lie Seng berkata sambil mengerutkan alisnya :
"Entah ilmu siluman apa yang dipergunakan nenek tua itu ?"
Cepat-cepat Thio Yu Liang
menotok beberapa jalan darah yang berhubungan dengan jantung yang bisa
mendatangkan hawa hangat pada tubuh jika jalan darah itu ditotok.
Dan begitu Thio Yu Liang
menotok kembali Ban It Say kelojotan menggigil keras kedinginan, disertai
jeritan-jeritan nyaring. Thio Yu Liang tak peduli, dia menotok Iagi dua jalan
darah, tetap saja dia gagal. Setiap kali ditotok bukannya lebih tenang dan
lebih baik keadaannya. Ban It Say malah menjerit-jerit seperti babi hendak
dipotong, selalu menyebut-nyebut "Dingin .... Aduhhh dingin... dingin
sekali .... Aduhhh, dingin.
Thio Yu Liang mengerutkan
alisnya. Dia berdiri dengan gusar, Katanya pada Cu Lie Seng. "Cu kongcu,
kita harus membekuk siluman tua itu buat memaksanya agar menyembuhkan Ban
toako. Entah ilmu siluman apa yang sudah dipergunakannya?!"
Dia segera memutar mbuhnya,
tapi dilihatnya Tang San Sian-su tengah berhadapan dengan nenek tua bungkuk
itu, sedang bicara. Maka Thio Yu Liang menahan langkah kakinya, dia berdiri
diam saja karena Thio Yu Liang tahu kalau dia maju mencampuri urusan ini Tang
San Sian su pasti menjadi tak senang dan tersinggung.
Tang San Siansu waktu itu
sudah berhadapan dengan nenek bungkuk sedangkan nenek bungkuk iiu sama sekali
tidak gentar.
"Siapa kau mengapa
mengganggu kami?" tegur si pendeta dengan suara tawar.
Si nenek tertawa nyaring,
kemudian mengawasi tajam Tang San Siansu. "Siapa aku? Huh-huh-huh apakah
kau tak kenal lagi kepadaku ! Kita pernah ketemu, tak mungkin kau lupa
padaku!"
Tang San Siansu mengawasi
tajam si nenek tua, mengurutkan alisnya dan berpikir keras untuk
mengingat-ingat siapa sebenarnya nenek bungkuk ini. tapi tetap saju gagal untuk
mengingatnya.
"Jangan berbelit-belit,
perkenalkan siapa dirimu, aku paling tak mau membunuh orang yang tak
bernama...!"
"Kalau kau memang tak
biasa membunuh orang yang tak mau memberitahukan namanya kepadamu, ya kau
menggelinding pergi-saja tak usah berdiri didepanku, karena aku tak mungkin
memberitahukan namaku padamu."
Muka Tang San Siansu jadi
berobah, matanya bersinar tajam, dia gusar mendengar jawaban si nenek tua yang
seakan mengejek dan meremehkannya, si nenek sama sekali tak memperlihatkan
perasaan gentar dan malah menantang sekali.
Biasanya, jika seseorang
berhadapan dengan Tang San Siansu, tentu akan gentar dan belum apa-apa sudah
menjadi gugup. Tapi nenek tua ini bahkan seperti sengaja hendak memancing
kemurkaan Tang San Siansu.
"Hemm. kalau kau tak mau
memberitahukan namamu secara baik baik, biarlah aku yang akan memaksa engkau
memberitahukan namamu !" Sambil berkata begitu Tang San Siansu menyampok
dengan tangan kanannya ke dada si nenek tua, maksudnya hendak memaksa nenek tua
itu meloncat mundur ke belakang dan nanti dia akan menyusuli dengan pukulan
tangan kirinya pada si nenek tua, pukulan yang menutup jalan keluar si nenek
dari jaring pengaruh lingkungan pukulannya tersebut. Biasanya, jika Tang San
Siansu menyerang seperti itu, sulit buat lawannya menghindarkan.
Tapi nenek tua ini benar-benar
berani di samping juga sangat lihai, sebab sama sekali dia tidak gentar
menghadapi pukulan-pukulan yang dilakukan Tang San Siansu. Dia menghindarkan
cepat sekali tangan kanan si pendeta, waktu tangan kiri Tang San Siansu
menyambar menutup jalan keluar baginya, si nenek juga tidak jadi gugup, cuma
jari telunjuknya menjentil dua kali.
Segera tampak dua butir benda
putih masing masing sebesar biji lengkeng menyambar ke dada Tang San Siansu.
Tang San Siansu kaget, karena
dia merasakan hawa dingin menyambar pada dada di jurusan ulu hati. Hawa dingin
itu bukan hawa dingin biasa, karena dinginnya luar-biasa. "Ihhh . . .
!" Tang San Siansu cepat-cepat meugempos sinkangnya, dia menutup semua
jalan darahnya, menahan napasnya juga.
Dia tidak sampai roboh seperti
Ban It Say, karena sinkangnya memang lebih tinggi dari Congkoan Gi lim kun itu,
dia cuma tergetar duakali, kemudian bisa membendung hawa dingin yang menyerang
dirinya. Kedua tangannya sudah menyerang lagi mempergunakan pukulan mematikan
yang mengandung tenaga dalam yang dahsyat !
Muka si nenek berobah, rupanya
dia kaget melihat ketangguhan Tang San Siansu, yang tidak roboh walaupun
dihantam oleh dua butir peluru es yang dingin luar biasa.
Tadi, Ban It Say waktu
menyampok hancur peluru esnya, congkoan Gi-lim-kun itu sudah menggigil sekujur
badannya, dan waktu dihantam oleh dua butir peluru, dia roboh dengan menderita
kedinginan yang dahsyat.
Tapi, Tang San Siansu yang
menyambuti dua butir peluru esnya dengan badannya, ternyata tak menderita
apa-apa, dia cuma merasa hawa dingin yang menyusup kedalam jantungnya, waktu
dia mengempos sinkangnya si pendeta sudah bisa mengendalikan diri menghalau
hawa dingin dan justru sekarang menyerang dengan kedua tangannya memakai ilmu
pukulan "Liong beng-kun" yang dahsyat luar biasa !
Angin pukulan "Liong beng
kun" menyambar ke arah badan si nenek kuat sekali, membuat bajunya
berkibar. Tapi nenek ini juga lihai, dia tak percuma sudah dapat merobohkan Ban
It Say dengan serangan peluru esnya. sebab tubuhnya juga bisa bergerak sangat
gesit, dia tak mau membiarkan badannya dijadikan sasaran kedua tangan si
pendeta, badannya seperti bayangan melesat ke samping, tapi kedua tangan Tang
San Siansu seperti tumbuh mata yang bisa mengikuti gerak badan si-nenek,
diiringi ejekannya: "Mau kemana kau? "
Kaget si nenek, karena pendeta
ini benar-benar lihai sekali. Tangannya juga mengandung maut. Si nenek rupanya
menyadari kalau dia tak bisa menghindarkan diri dari ke dua tangan si pendeta,
dia akan mengalami luka yang tidak ringan, bahkan kemungkinan dia bisa
terbinasa di waktu itu juga dengan badan melotot !
Tidak buang waktu lagi tangan si
nenek bergerak, jari telunjuknya menjentik, badannya juga bergerak lincah untuk
menjauhi lagi.
Tiga peluru esnya meluncur
pesat menyambar dada Tang San Siansu.
Tapi tiga butir peluru es itu
tak berhasil mencapai dada si pendeta, tenaga pukulan tangan si pendeta membuat
peluru es itu seperti terbendung di tengah udara, bahkan meledak. Memancar hawa
dingin yang luar biasa, bahkan Tang San Siansu merasakan hawa dingin menyusup
kedalam pernapasannya.
Namun dia sudah mengerahkan
sinkangnya, dia tidak gentar pada hawa dingin itu, yang tidak membuat dia
sampai menggigil, biarpun badannya seperti dibungkus hawa dingin itu. Badannya
seperti bayangan sudah melayang pula menyambar pada si nenek, disusul dengan
pukulan "Liong-beng-kun" lagi.
Sekali ini si nenek tidak
mengelak dari pukulan si pendeta, melainkan menangkis dengan tangan kanannya,
maka terdengar suara
""Dessss...
Dukkkkk!" Tangannya saling bentur dengan tangan si pendeta, keras dilawan
keras, karena tenaga serangan si pendeta ditangkis oleh kekuatan yang tidak
kalah kuatnya dari tangan si nenek. Cuma saja yang membuat si nenek harus kagum
dan mengakui kelihaian Tang San Siansu. justeru dia merasakan tenaga mendesak
dari Tang San Siansu mendadak saja berobah menjadi lunak, dari keras menjadi
lembek seakan kekuatan itu lenyap dengan tiba-tiba dan berusaha menyelusup ke
dalam badan si nenek dengan hawa sinkang yang mematikan!
Tak ayal lagi sinenek juga
menarik tangan kanannya, dia mengibas, untuk menghalau tenaga lunak sinkang
lawan, berbareng tangan kirinya melontarkan empat butir peluru esnya. Dia yakin
sekuat-kuatnya sinkang Tang SanSiansu, tak mungkin sanggup menyambuti empat
butir peiuru esnya sekaligus seperti itu.
Dua butir saja sudah bisa
merobohkan Ban It Say, maka empat butir pasti jauh lebih dahsyat dari tadi.
Tang San Siansu benar-benar
lihai dan tangguh, biarpun dia merasakan sambaran angin yang sangat dingin,
luar biasa, dia tidak gentar pada peluru es lawannya, dia menyampok dengan
tangannya dan tubuhnya mengejar lagi ke tempat si nenek.
Keempat butir peluru itu
meledak, hawa dingin yang terpancar tersebar di sekitar tempat itu. Sekali ini
hawa dingin itu seperti membungkus kepala dan tubuhnya, dinginnya menyusup
sampai ketulang sumsum.
Badan Tang San Siansu
menggigil kedinginan, sedangkan jago-jago lainnya yang berdiri cukup jauh
menggigil juga terkena sambaran hawa dingin tersebut. Bisa dibayangkan betapa
dahsyatnya daya perlawanan yang diberikan Tang San Siansu menghadapi hawa
dingin yang terpancar dari enpat butir peluru yang meledak itu.
Tan San Siansu sebetulnya
tidak memandang sebelah mata pada si nenek, tadi benturan tangannya dengan
tangan nenek itu sudah membuat dia bisa menakar kekuatan sinkang si nenek
bungkuk yang masih satu tingkat bawah sinkangnya.
Dia ingin cepat cepat membekuk
nenek tua tersebut, tapi hawa dingin sekali ini benar-benar mengganggunya. Jika
tadi dia menyampok pecah keempat butir peluru es, dikiranya paling tidak dia
akan diserang hawa dingin seperti sebelumnya dan dia masih sanggup menghadapi
dan membendung hawa dingin itu dengan kekuatan sinkangnya. Siapa tahu hawa
dingin tersebut hebat sekali, sampai tubuhnya menggigil juga.
Sebagai orang yang
berpengalaman Tang San Siansu tahu jika dia menderita kedinginan yang luar
biasa dahsyatnya, setidak tidaknya sinkangnya akan terganggu, dia bisa terluka
di dalam. Biarpun sangat penasaran dan mendongkol, tak urung Tang San Siansu
membatalkan pukulan berikutnya si nenek, dia telah loncat ke belakang menjauhi
diri, dan pada keningnya butir-butir keringat tampak mengucur deras!
Biarpun dia kedinginan, tapi
hawa panas dari sinkangnya karena dikerahkan terlalu berlebihan, membuatnya
berkeringat seperti itu! Dan inilah yang bisa membuatnya terluka di dalam jika
Tang San Siansu masih bersikeras hendak menerobos si nenek dengan pukulannya
disertai pengerahan tenaga sinkang berlebihan.
Semua orang yang menyaksikan
peristiwa ini jadi memandang heran dengan hati bertanya-tanya, entah siapa
nenek lihai ini?
Tang San Siansu merupakan
satu-satunya orang yang paling lihai diantara mereka semua dan sekarang
ternyata tidak sanggup untuk membekuk nenek tua itu, benar-benar mereka jadi
heran dan kagum pada si nenek yang pasti memiliki kepandaian luar biasa.
Ban It Say sendiri yang
berkepandaian tinggi paling tidak cuma setingkat dibawali Tang San Siansu,
dapat dirobohkan mudah seperti itu oleh si nenek.
Semua orang yang berkumpul
disitu adalah jago-jago kelas satu dan juga datuk-datuk iblis yang kejam dan
ganas, karena itu, mereka jadi berpikir siapa nenek bungkuk ini, mengapa
kepandaiannya begitu tinggi, sedangkan sebelumnya mereka belum pernah mendengar
tentang nenek tua ini.
Tang San Siansu berdiri,
dengan mata terbuka lebar-lebar karena gusar campur penasaran, dia sudah dapat
menghalau hawa dingin yang tadi mempengaruhi dirinya, karena sekarang si
pendeta terpisah cukup jauh. Dengan suara bengis dia menegur: "Bukankah
kau Toat-beng-sin-ciang Khu Cian?"
Si nenek bungkuk tertawa
dingin.
"Tadinya kukira otakmu
sudah kering dan jadi pendeta tolol, karena tak kenal lagi padaku. Tak tahunya
kau masih bisa mengenali siapa diriku ! Benar ! Aku Khu Cian. aku hendak
memberitahukan kepadamu, kalau tak menyerahkan daftar nama orang orang kangouw
kepadaku, jangan harap kau dan yang lainnya bisa meninggalkan tempat ini!"
Tang San bisa menduga nenek
tua itu Toat beng-sin-ciang karena tadi waktu sinenek menghindar dari
pukulannya dan jurus yang dipakai menangkis pukulannya. Dulu, diapun pernah
menerima tangkisan seperti itu, waktu Liong-beng-kunnya belum mahir seperti sekarang,
dan orang itu tak lain Toat-beng-sm-ciang Khu Cian yang pernah membantui
keluarga Cang.
Dan akhirnya
Toat-ben-sin-kiang Khu Cian menghilang dengan membawa lari puteri keluarga
Cang. Dan ingatan ini membuat Tang San Siansu jadi heran campur kaget, sebab
dia tidak menyangka si nenek tua bungkuk ini dalam sekian tahun saja sudah
mendapat kemajuan yang sangat luar biasa pada kungfunya dibandingkan dulu waktu
dia membantui keluarga Cang.
Yang tidak dimengerti Tang San
Siansu, entah dari mana diperolehnya peluru-peluru es yang luar biasa itu,
sehingga merupakan senjata rahasia yang ampuh.
Tang San Siansu tertawa
dingin. "Jadi kau mengharapkan daftar nama orang-orang kangouw ? Kukira
kau bermimpi, Toat-beng-sin-ciang ! Kau jangan harap bisa memperoleh apa yang
kau inginkan !" Dan penasaran sekali pendeta tangguh ini sudah loncat
menerjang pada nenek bungkuk itu lagi.
Si nenek sendiri tahu bahwa si
pendeta sangat tangguh, kepandaiannya juga berada di atasnya, kalau memang
mereka bertempur secara biasa, lama kelamaan si nenek pasti jatuh di bawah
angin.
Hal inilah yang tidak
diinginkan olehnya. Melihat si pendeta sudah menerjang padanya, dia
menjentikkan jari telunjuknya, beruntun enam butir peluru es-nya menyambar Tang
San Siansu.
Sekarang pendeta ini pintar,
dia tidak mau menangkis atau menyampok peluru-peluru es itu, juga tak mau
membiarkan peluru-peluru es itu mengenai tubuhnya, dia cuma berkelit
mengelakkan sambaran dari enam butir peluru es itu, sehingga keenam peluru itu
melesat terus lewat di sisi tubuhnya, masih menyebabkan Tang San Siansu
merasakan napasnya dingin sekali, namun dia bisa loncat maju terus kepada si
nenek, untuk didesak oleh pukulan-pukulan Liong-beng- kun, sekarang malah dia
menyerang dengan jurus-jurus yang paling ampuh, membuat si nenek terdesak juga.
Berkali-kali nenek bungkuk itu
mempergunakan berbagai kesempatan untuk menjentik peluru-peluru esnya, sehingga
biarpun ia mulai terdesak oleh si pendeta, Tang San Siansu tak bisa terlalu
menerjang dekat padanya. Semakin lama membuat si pendeta semakin penasaran.
Jika dia tengah merangsek,
maka peluru es si nenek menyambar padanya, dan dia harus menghindarkannya, ini
membuat dia terpaksa menunda desakannya dan dimanfaatkan si nenek untuk
memperbaiki posisi dirinya.
Pertempuran itu berlangsung
terus, sampai akhirnya Tang San Siansu karena murka tanpa bisa melampiaskannya,
telah berjingkrak- jingkrak marah, pukulan-pukulan Liong-beng kunnya semakin
dahsyat saja, dia telah mengempos sinkangnya. Angin pukulannya membuat
daun-daun dari pohon jadi rontok dan batu-batu kerikil kecil beterbangan di
sekitar pertempuran itu !
Diam-diam si nenek berpikir:
"Si keledai gundul keparat ini ternyata sudah memperoleh kemajuan yang
pesat dibandingkan dengan dulu ketika dia merusak keluarga Cang, kalau keadaan
ini berlangsung terus tentu tak membawa keuntungan buat diriku!" Dan
berpikir begitu, si nenek berulangkali menjentik lebih sering dengan peluru
esnya, yang menyambar berbagai tubuh si pendeta.
Mendadak saja Tang San Siansu
meraung dahsyat, mukanya merah hitam, dia rupanya sudah mengeluarkan ilmu
andalannya, yaitu jurus "Liang-beng kun" yang paling dahsyat, yang
tak akan dipergunakan jika menghadapi lawan yang kepandaiannya tak begitu
tinggi.
Liong beng-kun terdiri 8
jurus, dan jurus ke delapan inilah yang paling dahsyat dan sekarang
dipergunakan oleh Tang San Siansu untuk merobohkan si nenek.
Si nenek terkejut, peluru
esnya sudak tak dipeduiikan Tang San Siansu, menyambar pada tubuhnya dan empat
butir mengenai badannya tanpa si pendeta menggigil. Sepasang tangannya
menyambar-nyambar gencar sekali diiringi kekuatan yang mematikan!
Nenek bungkuk itu jadi sibuk
sekali mengelakkan diri dari kedua tangan Tang San Siansu. dia berusaha
menjauhi diri tapi Tang San Siangsu sudah mendesaknya dengan perkelahian dari
jarak dekat, dia tidak memberikan kesempatan kepada si nenek mempergunakan
peluru esnya.
Jika tokh ada peluru es si
nenek yang mengenai badan si pendeta, itupun tak membuat si pendeta menggigil,
karena dia telah mengempos lwekang yang tertinggi, yang membuat tubuhnya
seperti kebal terhadap serangan hawa dingin tersebut.
Itulah waktu yang sangat
menentukan, sebab Tan San Siansu sudah memakai jurus pukulan yang paling
dahsyat dan dia tidak mau membiarkan si nenek selalu main kucing-kucingan dengannya,
sedangkan si nenek juga sudah memusatkan seluruh kekuatan sinkangnya pada kedua
tangannya mengadakan perlawanan, dengan bergerak cepat berkelebat ke sana ke
mari.
Tubuh kedua orang yang tengah
bertempur itu berkelebat-kelebat seperti bayangan, sulit diikuti oleh pandangan
mata biasa. Cu Lie Seng mengerutkan alisnya, dia menoleh kepada Pak-mo,
bisiknya:
"Kita harus membekuk
nenek bungkuk itu... siluman tua itu harus dapat ditangkap hidup-hidup. Kalian
pergi berempat dengan See-mo, Lammo dan Tong-mo membantui guruku."
Pak-mo bimbang, dia bilang:
"bagaimana kalau nanti Tang San Siansu tersinggung."
"Aku yang bertanggung
jawab!" menyahuti Cu Lie Seng,"
"Yang terpenting siluman
tua itu harus dibekuk."
Pak-mo mengangguk. Segera dia
memberitahukan ketiga datuk iblis lainnya, Lammo, See-mo dan Tong-mo, kemudian
berempat mereka tahu-tahu sudah meloncat ke tengah gelanggang. Mereka juga
berseru: "Tang San Taisu, maafkan kami diperintahkan Cu-kongcu untuk
membantumu membekuk siluman tua ini, agar dia tidak bisa melarikan diri!"
Sebetulnya sebagai jago nomor
satu Tang San Siansu paling pantang menerima bantuan dari siapapun dalam setiap
pertempuran, karena dia bisa tersinggung jika ada orang yang mau ikut campur
dalam pertempurannya.
Tetapi sekarang biarpun dia
telah mengempos sinkangnya dan juga mempergunakan jurus pukulan yang paling
tangguh tapi belum bisa merobohkan nenek tua itu, maka diapun diam-diam girang
menerima bantuan Tong-mo berempat, tapi untuk harga dirinya dia pura-pura tak
mendengar dan membiarkan Tong mo berempat membantunya.
Si nenek mengeluh, karena
menghadapi Tang San Siansu saja sudah payah dan kewalahan, apa lagi sekarang di
tambah keem-pat datuk iblis tersebut, yang biarpun kepandaiannya tidak sehebat
Tang San Siansu, tapi mereka merupakan datuk-datuk iblis yang tangguh dan
kepandaiannya tidak bolen dipandang remeb.
Tapi, si nenek tidak
memperlihatkan perasaan kagetnya, dia malah mengejek. "Bagus! Memang ada
baiknya kalian maju semua ! Mengapa cuma berempat saja untuk menotongi si
pendeta yang sudah mau mampus ini? Mengapa tidak semua saja turun tangan, agar
si pendeta ini bisa diselamatkan".
"Jangan rewel !"
Bentak Pak-mo. tangannya sudah menyerang ke pinggang si nenek, demikian juga
Tong-mo, See-mo dan Lam-mo sudah ikut menyerang juga. Sekarang si nenek
dikepung olen lima oiang lawan yang semua nya berkepandaian sangat tinggi, tapi
dia sudah tak bisa mundur lagi, dia harus menghadapinya.
Mati-matian dia berusaha
mempergunakan peluru-peluru esnya, tapi usahanya tetap gagal, setiapkali ia
menjentik dengan jari telunjuknya, selalu lawannya yang disambar peluru esnya
akan mengelak tanpa menyampok dan tak mau menyambuti sambaran peluru es itu,
dengan demikian lawan-lawannya tak perlu menderita kedinginan seperti yang
diharapkan.
Satu kali, si nenek berseru
keras karena pundaknya kena diserempet oleh tangan kiri Tang San Siansu.
Biarpun cuma keserempet saja, tapi akibatnya sudah cukup membuat si nenek
bungkuk terhuyung dengan muka berobah pucat, karena dia sudah menderita lula
tak ringan, luka akibat pukulan Liong beng-kun! "
Kesempatan itu dipergunakan
oleh Pak-mo dan See mo buat menghamam si nenek bungkuk. Tapi Toat-beng-sin
ciang masih sempat mengelakan pukulan tersebut, biarpun kakinya terserimpet dan
hampir saja dia roboh terguling.
Tang San Siansu tak mau
membuang kesempatan yang ada, dia tertawa dingin, badannya menerjang sambil
melakukan serangan kedua tangannya berkesiutan dahsyat, angin pukulannya
mengandung maut.
Si nenek bungkuk mengeluh,
sekali ini, jiwanya benar-benar terancam bahaya maut, jika sampai terserang
oleh Tang San-Siansu. Tadi saja cuma kena terserempet dia sudah terluka di
dalam, apalagi kalau terpukul telak. Tapi sebagai orang yang berkepandaian
tinggi, tentu saja Toat-beng sin-ciang tidak mau manda begitu saja, mati-matian
dia masih mengelakkan dengan meloncat ke belakang.
Dia memang berhasil menjauhi
Tang San Siansu, tapi punggungnya disambut oleh telapak tangan Lam-mo yang
telak sekali menghantam pundaknya, sehingga mengeluarkan suara nyaring. Badan
si nenek bungkuk bergoyang goyang seperti mau rubuh, dia memuntahkan darah
segar, mukanya pucat.
"Sekali ini jangan harap
kau lolos dari kematian, siluman tua!" Tang San Siansu mengejek sambil
loncat menyerang lagi.
"Menyerahlah siluman tua
!" mengejek Tong-mo ikut menyerang.
Mata si nenek
berkunang-kunang, dia gusar dan penasaran. Mati matian dia mengempos seluruh
sisa tenaganya, dia berusaha menangkis serangan Tang San Siansu dan Tong-mo.
Waktu itu See-mo. Lam-mo dan Pak-mo juga tengah loncat menyerang kepadanya,
ke-berbagai bagian di tubuhnya yang bisa mematikan.
Si nenek bungkuk benar benar
kejepit, sulit buat dia menghindar. Dan benturan tangannya dengan tangan Tang
San Siansu membuat badannya seperti diterjang angin topan sampai terbang sejauh
dua tombak lebih. Belum lagi badannya turun ke tanah, Lam mo menyambuti tubuh
si nenek bungkuk deman telapak tanyannya menghantam iganya, nyaring pukulan
itu, dan tubuh si nenek bungkuk benar-benar rubuh terguling di tanah!
Tang San Sainsu tidak puas,
dia loncat hendak menghantam lagi, tiba tiba terdengar orang mengejek dengan
suara gusar: "Sungguh manusia-manusia tidak tahu malu dan hanya pandai
main keroyok saja!"
Disusul berkelebat sesosok
bayangan dan sambaran tongkat yang berkelebar ke sana kemari, diiringi kekuatan
sinkang yang tangguh sekali, sehingga ujung tongkat itu mengandung tenaga yang
bisa menghancurkan batu gunung, apa lagi kalau mengenai badan manusia tentu
bisa mematikan!
Pak mo. See-mo. Lam-mo,
Tong-mo maupun Tang San Siansu lompat mundur, untuk melihat orang yang baru
muncul itu. Segera mereka mengenali, orang yang muncul dengan pakaian penuh
tambalan tidak lain dari Toan Yok, pangcu Kaipang !
"Kiranya kau, anjing
kudisan ?" Teriak Tang San Siansu gusar, karena dia anggap munculnya Toan
Yok merupakan rintangan yang menjemukan dan menjengkelkan, tadi dia bersama
Lam-mo berempat hampir berhasil untuk menjatuhkan pukulan yang sangat
menentukan pada Toat beng-sin ciang siapa tahu muncul pemimpin pengemis ini,
sehingga Toat-beng-sin-ciang waktu itu sudah dapat berdiri lagi biarpun dengan
muka pucat, tapi dia sudah bisa menguasai posisi kuda2 kakinya.
Cuma saja, dia dalam keadaan
terluka di dalam yang tidak ringan ini membuatnya biarpun dapat berdiri kembali
mengatur posisi dirinya, tetap saja sulit buat dia melakukan pertempuran yang
menentukan, dia sementara ini tak dapat mengerahkan terlalu besar kekuatan
sinkangnya, karena bisa membahayakan kesalamatan dirinya.
Toan Yok tertawa mengejek,
sikapnya menghina : "Tidak tahunya Tang San si pendeta gundul cuma pandai
main keroyok ! Cissssss, aku tak pernah menyangka sebelumnya, sahabat-sahabat
kangouw jika mengetahui hal ini pasti akan tertawa terbahak-bahak sampai
mati!"
Muka Tang San Siansu merah
padam karena gusar, tubuhnya melesat disusul tangannya menyambar hebat sekali
pada Toan Yok karena dia mempergunakan "Liong beng-kun", ancamnya:
"Kau harus mampus, jembel
busuk ! Jangan harap kau bisa meninggalkan tempat ini dalam keadaan
bernapas."
Memang Tang San Siansu
bermaksud membunuh pengemis ini, yang sempat menyaksikan dia bersama Lam-mo
berempat mengeroyok Toat beng sin ciang. Apa yang dikatakan Toan Yok bahwa
sahabat-sahabat kangouw akan tertawa dan mengejek Tang-San, hal ini tidak
keliru, berarti Tang-San Siansu akan kehilangan muka terangnya.
Karena itu dia bertekad
walaupun bagaimana Toan Yok harus dibinasakan, juga Toat-beng sin ciang, dia
menyerang tak tanggung-tanggung.
Toan Yok tidak gentar, dia
menghadapi serangan Tang San Siansu dengan tongkatnya, yang menyambar-nyambar
cepat dan mengandung tenaga sinkang yang dahsyat dia bertempur melayani si
pendeta dengan jarak terpisah cukup jauh.
Tentu saja hal ini membuat
Tang San Siansu tambah murka ?sebab "Liong beng kun" ampuh kalau
dipergunakan berkelahi jarak dekat, dan hilang sebagian keampuhannya jika
bertempur jarak jauh. Beberapa kali dia berusaha merampas tongkat sipengemis,
sebab tanpa tongkatnya Toan-Yok akan terpaksa melayani setiap pukulan si
pendeta deigan kedua tangannya.
Lam-mo berempat dengan Pak mo,
See-mo dsn-Toiig mo saling pandang, akhirnya mereka saling mengangguk dan
kemudian menerjang maju untuk mengeroyok Toan-Yok.
Karena menginginkan kematian
pengemis ini, maka sekali inipun Tang San Siansu sudah tak menghiraukan lagi
tata krama pertempuran, sudah tak memperdulikan harga diri lagi, dia tak
mencegah keempat orang kawannya ikut maju untuk mengepung Toan-Yok.
Toan Yok tertawa
tergelak-gelak dikepung kelima orang lawannya yang semuanya tangguh dan
tangannya mengandung maut. Sedikitpun dia tidak jeri, biarpun Toat-beng-sin-cisng
sementara itu tengah duduk bersila mengatur pernapasannya dan tak bisa
membantunya.
Sambil memutar tongkatnya, dia
bersiul nyaring, terdengar suara teriakan ramai, dari beberapa penjuru tampak
bermunculan puluhan orang pengemis, yang semuanya memakai baju dan celana penuh
tambalan.
Puluhan orang pengemis itu
menyerbu buat menyerang Tang San Siansu dan yang lainnya. Cu Lie Seng dan
Bwee-sim-mo-li maupun Ho Beng Su harus turun tangan juga melayani
pengemis-pengemis itu, sebab mereka diserang oleh enam orang pengemis.
Bahkan yang melayani Ho Beng
Su adalah Giau-hiocu dan seorang kawannya, bengis Giau-biocu membentak:
"Pengkhianat, apakah kau tidak mau menyerahkan diri secara baik-baik
?"
Ho Beng Su tertawa dingin.
"Aku bukan murid Kaipang lagi, mengapa aku harus tunduk pada kalian ?
Majulah, marilah kita buktikan siapa sebenarnya yang memiliki kepandaian!"
Dan dia menyerang bertubi-tubi
dengan kedua tangannya. Giau hiocu tambah gusar, bersama temannya gencar sekali
menyerang Ho Beng Su.
Cu Lie Seng menghadapi lima
orang pengemis, dia tertawa dingin dan berulangkali tangannya menghantam
mempergunakan "Liong-beng- kun". Biarpun tenaga dalam Cu Lie Seng
belum setinggi Tang San Siansu, tapi jurus pukulan yang dilakukannya dahsyat
sekali, juga memang pengemis-pengemis itu tak selihai Toan Yok, karenanya
mereka selama itu tak bisa merangsek Cu Lie Seng.
Bwee-sim mo li terkikik genit,
dia menjentikkan jari telunjuknya menyerang dengan jarum-jarum beracun, namun
para pengemis itu rupanya mengetahui berbahayanya jarum beracun si iblis wanita
ini, mereka selalu menghindarkannya.
Thio Yu Liang yang waktu itu
sedang coba menolong Ban It Say, jadi agak panik juga. Dia tahu jumlah pengemis
cukup banyak juga mereka adalah hiocu hiocu dari Kaipang yang kepandaiannya
juga tidak rendah, karenanya mereka merupakan lawan yang tidak ringan.
Thio Yu Liang tidak jeri, dia
telah menghunus pedangnya, kalau ada pengemis yang menyerangnya, dia akan
menghadapi dengan pedangnya. Sedangkan Ban It Say sekarang sudah tidak
menggigil keras seperti tadi, biarpun seluruh hawa dingin yang menguasai
dirinya belum lenyap, dan juga tubuhnya menjadi lemas akibat menggigil
kedinginan terus menerus. Napasnya masih lemah dengan demikian dia belum bisa
untuk ikut bertempur.
Tidak kepalang besarnya
penasaran Tang San Siansu, dia berulangkali berjingkrak murka sambil menyerang,
tapi Toan Yok benar-benar lihai, dia bisa menghadapinya dengan sama baiknya,
tanpa gentar sedikitpun juga.
Lam-mo berempat telah
menghadapi belasan orang pengemis yang mengepung mereka. Benar kepandaian
keempat datuk iblis ini sangat tangguh tapi penyerang mereka berjumlah banyak,
biarpun para pengemis itu tak bisa merobohkan mereka, namun mereka pun sulit
untuk merobohkan pengemis-pengemis itu.
Suara pertempuran jadi ramai
sekali di-lembah tersebut, suaranya menggema. Juga ada satu dua orang pengemis
yang terdesak oleh Bwee-sim-moli atau lawan lainnya, mempergunakan peluru
asapnya yang meledak nyaring dan menebarkan asap yang tebal sekali.
Dengan cara demikian
pengemis-pengemis itu selalu dapat meloloskan diri dari tekanan dan ancaman
tangan maut lawannya.
Toan Yok berulangkali
menghalau pukulan-pukulan tangan Tang San Siansu, sampai akhirnya dia juga
balas menyerang dengan jurus jurus Kouw-kouw pang hoat" (ilmu tongkat
penggebuk anjing) yang merupakan ilmu andalan Kaipang. Tongkat bambu hijau
seperti juga menjema jadi seekor naga perkasa yang meliuk-liuk
menyambar-nyambar bagian mematikan di tubuh lawan.
Hal ini membuat Tang San
Siansu buat sementara waktu tak bisa mendesak Toan Yok. biarpun dia selalu coba
menerjang dengan "Liong-beng-kun" nya.
Toat-beng-sin-ciang rupanya
berhasil menguasai luka di dalam tubuhnya, tenaganya pulih sebagian. Dia
tiba-tiba menjentikan jari telunjuknya, menyerang Cu Lie Seng dengan
burir-butir puluru esnya.
Cu Lie Seng terkesiap, hawa
dingin luar biasa menyambar ke tengkuk dan pinggangnya. Dia tahu lihainya
butir-butir peluru es Toat beng-sin ciang, karena itu tak mau dia
menyan.poknya, dia cuma berkelit.
Berulang-kali dia harus
menghindar dari peluru es itu, sebab Toa-beng sin-ciang selalu menyerangnya
dengan peluru es itu. ini sangat mengganggu perhatian Cu Lie Seng menghadapi
pengemis-pengemis yang jadi lawannya.
Toan Yok rupanya mengetahui
bahwa Toat beng-sinciang dalam keadaan terluka di dalam, dia kuatirkan kalau
orang ini memakai tenaga dalam berlebihan sehingga si nenek bungkuk bisa
terluka di dalam yang lebih parah, maka dia berteriak:
"Khu bungkuk, mengapa kau
tak pergi angkat kaki ? Kami akan melindungimu, pergilah !"
Toat-beng-sin ciang tidak
gusar biarpun dipanggil dengan sebutan Khu bungkuk, dia malah tertawa.
"Apakah aku manusia yang
benar-benar tidak kenal budi, sehingga di saat orang Iain mati matian ingin
menolongi diriku dan aku sendiri melarikan diri ?"
Jangan bicara lagi soal
budi-kebaikan, cepat angkat kaki, kami bisa mengurus diri kami sendiri. Kau
sudah terpukul jurus "Liong-bengkun" pendeta busuk ini, jika tidak
cepat-cerat diobati, tentu kau menghadapi saat-saat sulit di waktu mendatang .
. . sedikitnya kau akan cacad jika terlambat mengobati luka itu !"
Sebetulnya Toat-beng-sin-ciang
sudah bertekad hendak mengadu jiwa, tapi mendengar kemungkinan dia bercacad
kalau terlambat mengobati lukanya, di mana dia telah terpukul
"Liong-bengkun"- nya Tang San Siansu, alisnya jadi mengkerut. Dia
mendengar juga bahwa pengemis-pengemis ini mempunyai jalan sendiri untuk
meninggalkan musuh dari tempat itu, maka dia jadi ragu-ragu.
Betapapun besar keinginannya
untuk ambil bagian dalam pertempuran tersebut, namun dengan luka yang
dideritanya cukup parah seperti itu, apa yang bisa dilakukannya.
"Ayo cepat .... jika
terlambat, kukira biarpun datang obat dewa tak mungkin lukamu itu bisa
disembuhkan !" Berseru Toan Yok, kuatir sekali, sebab dia melihat
Toat-beng-sin ciang bimbang dan kalau membandel tak mau angkat kaki, mereka
akan mengalami kesulitan lebih lama.
Benar mereka selama ini bisa
menghadapi Tang San Siansu dan orang-orangnya, tapi lewat satu dua jam lagi
pasti akan terdesak dan sulit buat rombongan pengemis ini merebut kemenangan,
itulah sebabnya Toan Yok mendesak agar Toat-beng sin-ciang mau cepat cepat
meninggalkan tempat itu lebih dulu.
Toat-beng sin-ciang akhirnya
menyadari maksud baik para penolongnya ini, dia juga tahu jika dia cepat-cepat
angkat kaki hanya akan menambahkan kesulitan para pengemis itu, maka
keputusannya jadi bulat tanpa bilang apa-apadia memutar tubuhnya dan berlari
cepat sekali meninggalkan tempat itu.
Tang San Siansu gusar bukan
main, dia menjerit sambil menghantam Toan Yok. Bagaimanapun ia tak mau
Toat-bengsin-ciang lolos dari tangannya. Tapi justeru dia dihalangi Toan Yok,
yang selalu dapat memunahkan setiap pukulannya.
Serangannya sekali inipun
dapat dipunahkan oleh pengemis tersebut, yang menghindar ke samping. Kesempatan
ini dipergunakan Tang San Siansu buat meninggalkan Toan Yok untuk mengejar
Toat-beng-sin-ci-ang,akan tetapi Toan Yok sudah melesat menghadang di depan
sambil mengayun tongkatnya.
Bertambah penasaran saja Tang
San Siansu, kalau dia tak pedulikan serangan tongkat si pengemis, niscaya akan
membuat dia terluka, karena pukulan tongkat Toan Yok disertai tenaga sinkang
yang dahsyat, berkesiutan nyaring memecah udara.
Terpaksa Tang San Siansu harus
menghadapi tongkat si pengemis, karena itu Toat-beng-sin-ciang dilihatnya telah
sempat berlari cukup jauh.
Bwee sim mo li, Cu Lie Seng
maupun yang lainnya terkejut melihat Toat-beng-sin-ciang hendak meninggalkan
lembah itu, tapi merekapun tak berdaya untuk mengejar, karena waktu itu justeru
mereka telah dikepung oleh pengemis-pengemis yang jumlahnya sangat banyak dan
kepandaiannyapun tidak lemah.
Toan Yok tertawa
bergelak-gelak. "Pendeta busuk, hari ini kau ketemu batu sebetulnya hari
ini adalah hari kematianmu, tapi tuan pengemismu ingin mengampuni dulu jiwa
anjingmu pada badanmu ! Nah jika ada kesempatan tentu aku akan menagih jiwamu
lagi!" Sambil berkata begitu Toan Yok memutar tongkatnya gencar sekali
menyerang bertubi-tubi Tang San Siansu, sehingga si pendeta biarpun tengah
kalap dan penasaran campur murka, tak urung harus melompat duakali menjauhi
diri dari sambaran tongkat si pengemis.
Waktu itu Toan Yok mengayunkan
tangan kirinya, menimpuk dengan beberapa peluru yang meledak di kaki Tang San
Siansu dan mengeluarkan gumpalan asap yang sangat tebal. Menyusuli dengan itu,
ketika Tang San Siansu mencak-mencak kalap Toan Yok sudah menimpukkan tiga
butir peluru asapnya yang meledak menggelegar dan gumpalan asap ditempat itu
semakin tebal saja.
Pengemis-pengemis lainnya juga
sudah mengikuti perbuatan pemimpin mereka, masing-masing melemparkan peluru
asap kepada lawan-Iawan mereka, seketika terdengar suara le dakan di sana-sini
nyaring sekali, gumpalan asap tebal juga memenuhi lembah tersebut.
Tang San Siansu serabutan
menyerang ditengah-tengah gumpalan asap dengan kedua tangannya, seperti kalap,
dia benar-benar merasa hari ini pamornya runtuh bisa dipermainkan rombongan
pengemis tersebut.
Tapi para pengemis itu sudah
nyingkir dari lembah, karena tak lama kemudian setelah gumpalan asap itu
menipis, di lempat itu sudah tak terlihat seorang pengemispun juga. Sedangkan
Cu Lie Sang dan yang lainnya berdiri dengan muka merah padam karena gusar dan
mata merah berair, akibat asap yang membuat mata mereka pedih dan keluarkan air
mata !
"Terkutuk !" Teriak
Tang San Siansu, "Pengemis busuk itu harus kucari dan ku-mampusi !"
Cu Lie Seng sambil menghapus
air matanya, karena masih terasa matanya sangat pedih, menghampiri gurunya.
"Sudahlah suhu, bukankah
mereka tak berhasil mendapatkan apapun dari kita ? Nantipun mereka akan memperlihatkan
diri lagi untuk coba-coba mendapatkan daftar nama orang kangouw ini !"
sambil bilang begitu Cu Lie Seng menepuk-nepuk sakunya.
Tang San Siansu tersadar,
kemarahannya reda sebagian, tapi dia masih memaki bengis: "Kalau lain
kesempatan bisa kutemukan pengemis busuk itu, akan kuhancurkan tubuhnya jadi
ratusan potong ! Tak akan kubiarkan dia mati dengan enak !"
Tang San Siansu dengan
rombongannya akhirnya meninggalkan lembah tersebut buat melanjutkan perjalanan
mereka. Sikap mereka sekarang semakin hati-hati dan waspada.
oooo)0(oooo
DUA orang Persia tampak
mengiringi seorang gadis tengah mendaki di sebuah bukit yang ada di sebelah
pintu kota, daerah itu cukup lebat oleh pohon-pohon yang tumbuh tinggi, juga
tidak begitu ramai, karena jarang orang mengambil jalan melewati bukit
tersebut, yang disebut oleh para pedagang keliling sebagai bukit-iblis (Mo Gai)
dan angker sekali.
Gadis itu berusia masih muda
tapi sangat lincan, daoat mendaki bukit itu dengan mudah. Sedangkan kedua orang
Persia itu bertubuh tinggi besar dan mukanya bengis. Tapi dari sikap mereka
tampak jelas mereka menghormati gadis ini, mata mereka tidak menatap kedepan
saja, sebab selalu memandang liar sekeliling, penuh waspada, kalau-kaiau
ditempat itu ada bahaya yang bisa mengancam gadis yang tengah mereka kawal.
Sedangkan gadis didepan kedua
laki laki Persia itu sama sekali tak kuatirkan sesuatu, dia seenaknya saja
berlari-lari mendaki bukit riang sikap dan wajahnya, bahkan sebentar-sebentar
dia meloncat cukup tinggi memetik bunga yang tumbuh di pohon liar yang
dilewatinya.
Melihat cara berlari ketiga
orang itu, jelas mereka memiliki ginkang dan ilmu silat yang cukup tinggi,
biarpun kedua tubuh orang Persia itu besar kekar, namun mereka bisa berlari
ringan sekali seperti juga kedua kaki mereka masing-masing tak menginjak tanah.
Siapakah gadis itu dan kedua
orang Persia tersebut? Benar mereka tak lain dari Cu Siauw Hoa dan kedua orang
pengawal pribadinya. la tengah melakukan perjalanan buat menyusul kakaknya, Cu
Lie Seng, yang sudah melakukan perjalanan lebih dulu pulang ke-kotaraja.
Biarpun mendongkol ditinggal
oleh kakaknya, tapi Cu Siauw Hoa seorang gadis periang, karena itu dalam
setengah hari saja, kemendongkolannya hatinya sudah lenyap, dia bisa melakukan
perjalanan dengan riang. Sebetulnya dia bersama kedua pengawalnya tadi
mempergunakan kuda dalam perjalanan tersebut, ketika lewat dikaki bukit Mo-gai
ini, dan turun dari kudanya mendaki bukit itu.
Tentu saja kedua pengawalnya
terpaksa harus mengikuti nona majikan mereka kuatir kalau-kalau diatas bukit
ada ancaman bahaya. Kuda mereka ditinggal di kaki bukit.
Siauw Hoa senang sekali
melihat pohon-pohon yang tumbuh lebat, burung-burung yang terbang karena kaget
atas kehadiran ketiga orang manusia ini. Siauw Hoa juga terkadang mengejar
kupu-kupu, yang ditangkap dan kemudian dilepaskannya lagi. Tertawanya yang
renyai seringkali bergema di bukit tersebut.
Mendadak, Siauw Hoa berhenti
berlari. Tangan kirinya diangkat, mengisyaratkan agar kedua orang Persia itu
juga berhenti dan jangan bersuara.
Apa yang dilihat Siauw Hoa.
Terpisah kurang lebih duapuluh tombak lebih, di bawah sebatang pohon, dekat
susunan bongkahan batu gunung, tampak duduk dua sosok tubuh. Siauw Hoa malah
bisa mengenalinya dengan segera, yang seorang adalah pemuda yang pernah
ditraktir makan olehnya, yaitu Giok Han !
Dan yang membuat darah Siauw
Hoa mendidih marah, dia melihat Giok Han duduk berendeng mesra dengan seorang
gadis cantik jelita !
Benar Siauw Hoa selalu
bersikap yang kekanak-kanakan manja dan jail, tapi sejak pertemuan dengan Giok
Han timbul perasaan aneh, ia menyukai pemuda itu, sampai pemuda tersebut
akhirnya meninggalkan dia karena ingin menyusul "sahabat"-nya. yaitu
si pengemis kotor mesum.
Sejak saat itu Siauw Hoa
tergoda terus menerus perasaannya, sering kali dia teringat pada Giok Kan yang
gagah dan tampan. Tapi dia tak tahu kemana harus mencari pemuda itu.
Sekarang dia kebetulan sekali
bisa bertemu dengan pemuda itu, yang sebetulnya merupakan pertemuan yang
menggembirakan tapi kenyataannya malah kebalikannya, pertemuan ini membuat
Siauw Hoa menjadi marah campur duka !
Pemuda yang selama ini
dikenang dan dipikiri siang dan malam, tak tahunya sedang asyik duduk
berdua-duaan dengan seorang gadis cantik di tempat demikian sunyi sepi pada
bukit Mo-gai !
Lama Siauw Hoa berdiri dengan
muka merah padam, dan dia jadi tambah mendongkol mendengar si gadis cantik di
sebelah Giok Han tengah bicara manja: "Giok Han Koko... sebetulnya aku
sudah tahu, sejak pertemuan kita yang pertama, bahwa kau seorang yang baik
!"
"Akupun begitu, karena
aku segera merasakan bahwa kau adalah sahabatku yang terdekat, biarpun
sebelumnya kita belum berkenalan !" menyahuti Giok Han.
"Sahabat ? Sampai
sekarang kau masih menganggap aku sebagai sahabatmu?" tanya gadis itu, yang
tidak lain Cang In Bwee.
Giok Han menggeleng.
"Tentu saja tidak. Aku
sudah mengetahui isi hatimu. Akupun harus mengakuinya bahwa perasaanku sama
dengan perasaanmu. Sebelumnya aku kuatir kau akan mentertawakan aku. karenanya
aku maun membatasi diri dan tak pernah berani bersikap lebih manis padamu,
nanti kau bilang aku ceriwis Bweemoay "
"Ihhh, siapa bilang kau
pemuda alim ? Memang kau ceriwis! Sejak pertemuan kita yang pertama kali saja
kau sudah tak mau berpisah denganku, Bukankah benar begitu ?"
Giok Han tertawa.
"Ya.. sampai sekarang
akupun tak pernah mau berpisah dengan kau, Bwee-moay! Kalau kau meninggalkan
aku pasti dunia ini lenyap keindahannya.."
"Ihhhhh. merayu nih
?" tertawa In Bwee, tapi dia menyenderkan kepala di dada Giok Han, pemuda
itupun merangkulnya lembut.
Selanjutnya cuma terdengar
suara bisik-bisik mereka saja, Siauw Hoa tidak bisa mendengar jelas lagi.
Semakin lama darah Siauw Hoa
semakin mendidih, hatinya hancur berkeping-keping, Dia sudah terlanjur menyukai
Giok Han, siapa tahu sekarang harus menyaksikan pemuda yang disenanginya itu
tengah bermesra-mesraan dengan seorang gadis lain. Penasaran, sakit hati,
cemburu dan marah bercampur jadi satu.
Karena dalam keadaan sedih dan
marah, Siauw Hoa lupa bahwa dia sedang diam-diam mengintai Giok Han dan In
Bwee, dia berdiri tanpa mempergunakan ginkangnya, sehingga sebuah ranting
terinjak patah dan mengeluarkan suara nyaring.
Suara patahnya ranting ini
membuat Giok Han dan Cang In Bwee yang sedang asyik masyuk pacaran, jadi kaget
bukan main, mereka sampai meloncat berdiri dengan muka berobah merah, karena
menyangka ada orang yang menyaksikan mereka tengah berkasih-kasihan.
Tetapi Giok Han tambah kaget
campur heran, ketika mengenali orang yang berdiri terpisah tak terlalu jauh
dannya tidak lain dari Cu Siauw Hoa, gadis yang pernah mentraktir makan padanya
belum lama yang lalu In Bwee juga mengenali Siauw Hoa, gadis yang dulu pernah
menbuatnya cemburu karena mentraktir Giok Han, yang membuat dia cari gara-gara
pada kedua orang Persia yang menjadi pengawal itu, yang dianggap sebagai
saingannya.
Siauw Hoa sebetulnya hendak
memutar tubuhnya, untuk berlari sejauh mungkin, karena matanya sudah merah dan
hampir saja air matanya menitik turun. Penasaran, sakit hati, cemburu dan marah
campur aduk jadi satu, tapi Giok Han dan In Bwee berdua keburu melihatnya, maka
dia cuma berdiri dengan muka yang cemberut masam dan mulut dimonyongkan.
Justeru dengan keadaannya seperti itu wajah gadis ini tambah cantik saja.
"Nona Cu, kau di
sini?" menyapa Giok Han yang kemudian jadi girang bertemu dengan orang
yang pernah mentraktirnya, sedangkan In Bwee sebaliknya mengawasi Cu Siauw Hoa
dengan mata mendelik dan muka yang cemberut memperlihatkan perasaan tak senang
atas kehadiran gadis ini, yang pernah dianggap sebagai saingannya.
"Mari kuperkenalkan kau
dengan .... dengan nona Cang !"
Tetapi Siauw Hoa mengawasi
dengan sorot mata dingin, kemudian ketus dia bilang: "Aku tak perlu kenal
dengan nona Cang-mu itu! Silahkan kalian meneruskan acara kalian, aku mau pergi...!"
Dia memutar tubuhnya mau mengajak kedua pengawalnya untuk berlalu meninggalkan
tempat itu.
Giok Han tertegun mendengar
kata-kata Cu Siauw Hoa begitu ketus. Dulu, Siauw Hoa gadis yang manis dan
ramah, yang sikapnya sangat menyenangkan sekali. Tapi mengapa sekarang jadi
ketus demikian ?
Cang In Bwee lain lagi, jika
tadi dia berdiam diri saja, sekarang ssulah mendengar perkataan Siauw Hoa, jadi
meluap kemarahannya, dia bilang tanpa mengawasi Siauw Hoa, seakan-akan sedang
mengawasi langit: "Hu! Hu ! Aku tak sangka di dunia ada gadis yang tak
tahu malu yang kerjanya tukang ngintip."
Siauw Hoa tahu kata kata
sendirian itu ditujukan kepadanya. kemarahan campur cemburu telah meledak
membuat dia batal pergi, dengan galak dau mata melotot dia membentak: "Apa
kau bilang?"
In Bwee tertawa tawar
mengejek, dia tak menyahuti. Siauw Hoa tambah penasaran dia melangkah empat
langkah menghampiri, bentaknya lagi galak, karena hatinya tengah sakit dan
mendongkol betapa pria yang disukainya ternyata tengah berkasih-kasihan mesra
dengan wanita lain, dan sekarang gadis saingannya itu ikut mengejeknya.
"Coba kau ulangi lagi kata-katamu tadi !"
In Bwee tertawa tawar,
sedikitpun tidak takut pada sikap Siauw Hoa yang galak. Memang, seorang wanita
yang sedang jatuh cinta tentu tak akan takut mati biarpun menghadapi bahaya
yang bagaimana besarpun juga, jika pria yang dicintainya itu diincar oleh
wanita lain.
"Tadi kubilang
benar-benar mengherankan di dunia ada gadis yang; tak tahu malu yang kerjanya
tukang ngintip . . . ! Mengapa aku tak berani mengucapkannya ? Ada urusan apa
dengan kau ?"
Muka Siauw Hoa merah padam
dibakar marah, tahu-tahu tangan kanannya yang sejak tadi telah dialiri oleh
tenaga dalamnya, terayun hendak memukul kepala In Bwee. Maksudnya sekali pukul
hendak merubuhkan gadis yang dibencinya setengah mati ini, yang jadi
saingannya.
Kalau bisa dia ingin membunuh
In Bwee, sebab gadis inilah yang telah bermesraan deagan Giok Han, jika tidak
ada gadis ini tentu Giok Han akan memperhatikannya dan membalas pancaran kasihnya.
In Bwee juga bukan gadis
sembarangan, dia memiliki kepandaian tinggi, merupakan wanita gemblengan,
melihat datangnya pukulan Siauw Hoa, sama sekali ia tidak berusaha menghindar,
cuma mengawasi dengan sorot mata berkeredep tajam sekali, waktu pukulan Siauw
Hoa hampir sampai dia baru menangkis dengan mempergunakan jari telunjuk dan
jari tengah yang dijadikan satu untuk menyampok pergelangan tangan Siauw Hoa,
sedangkan tangan kirinya sudah nyelonong masuk hendak menghantam dada Siauw
Hoa. Angin pukulan itu bercuitan nyaring, menunjukkan tenaga pukulan In Bwee
hebat sekali.
Siauw Hoa segera mengetahui
gadis ini mempunyai kepandaian cukup berarti, pergelangan tangannya yang kena
disampok oleh kedua jari tangan In Bwee terpental ke samping, karena sampokan
kedua jari tangan In Bwee bukan sampokan biasa saja, walaupun cuma dua jari
tangan namun mengandung tenaga Lwekang yang kuat. Dan sekarang malah tangan
kiri In Bwee mengancam dadanya.
Siauw Hoa tentu saja tak mau
tinggal diam menerima pukulan itu, sambit berseru nyaring tubuhnya tahu-tahu
berputar ke samping, dibarengi oleh kedua tangannya yang menyambar
berulangkali, selain memunahkan pukulan tangan kiri In Bwee, juga disusuli oleh
serangan balasan yang dahsyat mematikan !
Turun tangannya sekali ini
bukan cuma sekedar untuk suatu pertandingan saja bagi Siauw Hoa. dia tengah
dibakar cemburu dan marah, maka dia bermaksud untuk membunuh saingannya ini.
Setiap pukulan yang dilakukannya semuanya berbahaya, karena selain kuat juga
mengandung tenaga sinkang yang dahsyat.
In Bwee diam-diam juga kaget,
dia tidak menyangka gadis yang demikian cantik, yang pernah dilihatnya waktu
Siau Hoa mentraktir Giok Han makan dan pernah membuat dia cemburu setengah
mati, ternyata memiliki kepandaian yang tangguh. Maka selanjutnya In-Bwee
semakin berhati-hati penuh kewaspadaan.
Dia menghadapi setiap
pukulan-pukulan Siauw Hoa dengan tangkisan yang sama dahsyatnya, selalu disusul
dengan balas menyerang pada tempat-tempat mematikan dianggota tubuh Siauw Hoa.
Kedua gadis ini mati-matian mengerahkan seluruh kepandaian dan sinkang mereka
untuk saling merobohkan, biarpun mereka baru bertempur, tapi sudah
mempergunakan kepandaian masing-masing yang terhebat, jika sekali terpukul bisa
membuat lawan mati atau sedikitnya terluka berat !
Yang jadi sibuk justeru Giok
Han melihat kedua gadis yang dikenalnya dan juga In-Bwee yang dikasihinya,
bertempur dengan pukulan-pukulan mematikan itu. Berulangkali dia tak kalah
hebatnya menyerang dahsyat mendesak Siauw Hoa, keduanya seperti nekad dan
kalap, bertempur tanpa memperdulikan keselamatan dirinya, mati matian berusaha
untuk merobohkan lawannya, sehingga jalannya pertempuran itu seperti juga kedua
gadis ini sedang mengadu jiwa!
Perkelahian yang membuat Giok
Han semakin bingung, sampai dia maju ke-arah perkelahian, untuk memisahkan,
sebab setelah berteriak-teriak puluhan kali meminta agar kedua gadis itu
berhenti berkelahi tetap tak diladeni oleh kedua gadis itu.
"Berhenti... ayo
berhenti!" Teriak Giok-Han sambil berusaha menyelip di tengah-tengah kedua
gadis yang sedang bertempur. "Marilah kita bicara baik-baik..."
Tapi belum lagi selesai
perkataannya, kepalan tangan Siauw Hoa telah singgah di dadanya, sakitnya bukan
main, sebab pukulan itu bukan pukulan main-main, justru disertai oleh tenaga
dalam yang kuat sekali, sampai tubuh Giok Han terhuyung mundur. Dia tidak
menyangka akan terpukul seperti itu, di mana Siauw Hoa tak menahan kepalan
tangannya ketika dia menyelinap di tengah-tengah kedua gadis itu.
Belum lagi lenyap rasa kaget
dan kesakitan yang diderita Giok Han, perutnya jaga tertendang kuat sekali oleh
kaki In Bwee, yang sebetulnya hendak menendang pinggang Siauw Hoa. Sebetulnya
Giok Han bisa saja berkelit, kalau memang dalam keadaan biasa. Justeru
disebabkan bingung kedua orang gadis yang sama menarik hatinya berkelahi nekad
seperti itu, dia sama sekali tak terpikir bersiap-siap untuk menghadapi
kemungkinan dirinya terserang.
Itulah sebabnya duakali
beruntun dia telah terpukul dan tertendang oleh Siauw Hoa maupun In Bwee,
bahkan tendangan dan pukulan itu dilakukan kedua gadis tersebut dengan tenaga
yang hebat, tak mengherankan menyebabkan rasa sakit yang bukan main.
Karena dia terhuyung mundur
beberapa langkah, Giok Han sudah berada di luar gelanggang karena perkelahian
mereka tanpa memperdulikan Giok Hanyang berdiri dengan muka meringis. Kedua
orang gadis itu semakin kalap dan berkelahi dengan semakin dahsyat,
pukulan-pukulan mereka semakin kuat dan tangguh, sehingga menimbulkan kesiuran
angin yang bercuitan keras, tubuh mereka juga seperti menjadi rapat satu dengan
yang lain, tidak peduli apakah mereka sekali-sekali terserang oleh pihak lawan.
Rambut Siauw Hoa sudah tidak
rapi seperti tadi, karena duakali terkena pukulan tangan In Bwee.
In Bwe juga tidak luput dari
pukulan tangan Siauw Hoa, yang tigakali telah menghantam pundak, leher dan
dadanya, ketiga pukulan itu sebetulnya kuat dan berbahaya, tapi dalam keadaan
nekad In Bwee seperti tidak merasa sakit oleh pukulan Siauw Hoa dan selalu
membalas menyerang dengan sama hebatnya, justeru terpukul oleh lawannya membuat
In Bwee semakin kalap, pakaiannya sudah tidak rapi lagi, tapi tak dipedulikan.
Kedua orang Persia yang jadi
pengawal Siauw Hoa berdiri di pinggir dengan sikap bersiap-siap, jika majikan
mereka terdesak atau terancam, mereka akan menyerbu untuk membantui majikan
mereka. Kedua orang Persia itu mengawasi tajam sekali.
Giok Han benar-benar bingung,
dia selalu bersera nyaring: "Berhentilah ! Dengar
dulu kata kaiaku ! Oooo.
kalian apa untungnya berkelahi seperti itu . . . ayo berhenti ! Aku mohon,
berhentilah . . . !"
Tapi usaha Giok Han untuk
menghentikan perkelahian di antara kedua gadis itu tetap saja gagal. Kedua
gadis itu tidak mengacuhkannya, mereka tetap berkelahi dengan seru.
Suatu kali dengan menjerit
gusar Siauw Hoa menghantam sekaligus mempergunakan kedua tangannya ke dada In
Bwee. sedangkan In Bwee tak berusaha menangkis, malah balas membarengi dengan
pukulan kedua tangannya pada leher dan pinggang Siauw Hoa tangan kanannya
dengan sikap membacok memakai tepian telapak tangan memukul leher Siauw Hoa,
sedangkan tangan kirinya telah menghantam pinggang Siauw Hoa.
"Dukkkk . . . ! Bukkkk .
. . !
Siauw Hoa meloncat mundur, In
Bwee juga terhuyung mundur. Mereka berdua sama-sama terserang oleh pukulan
lawan, In Bwee terpukul dadanya, sedangkan Siauw Hoa terpukul leher dan
pinggangnya, sehingga mereka terhuyung mundur akibat kuatnya pukulan tersebut.
Namun kedua gadis ini
sama-sama wanita gemblengan sehingga mereka tidak roboh, cuma muka mereka
berobah agak pucat dan merah bergantian karena marah dan sakit
Tidak membuang waktu lagi Giok
Han mempergunakan kesempatan tersebut melompat menyelak ditengah-tengah kedua
wanita tersebut sambil mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi. "Berhenti
. . . dengarkanlah dulu kata-kataku !"
Siauw Hoa mengawasi mendelik,
pada pemuda yang pernah menarik hatinya, pemuda yang tampan dan sempat mencuri
hatinya, yang selalu dipikirkannya, tapi sekarang entah mengapa dia melihat
Giok Han dengan perasaan benci dan marah.
Dia tidak meladeni Giok Han,
cuma mendengus dan meloncat mundur ke dekat kedua orang pengawalnya.
"Tangkap kedua pemberontak itu !" perintahnya kepada kedua orang
Persia itu sambil menunjuk Giok Han dan In Bwee.
Kedua orang Persia itu
memiliki tubuh tinggi besar, mereka membentak bengis sambil meloncat kedepan
Giok Han dan In Bwee tangan mereka juga bekerja, menghantam kepada In Bwee dan
Giok Han. Masing-masing melakukan penyerangan yang bisa mematikan.
Giok Han mengerutkan alisnya,
mendongkol melihat kedua orang Persia menyerangnya dan In Bwee dengan pukulan
ganas dan mematikan. Dia berseru nyaring, tubuhnya tahu-tahu berkelebat ke
samping kiri, dia sudah berada di belakang orang Persia yang ada di sebelah
kiri, berbareng telapak tangannya menghantam pundak orang Persia itu.
Tapi, orang Persia ini tidak
percuma jadi pengawal Siauw Hoa, karena kepandaiannya bukan sembarangan, dia
mengetahui ancaman bahaya dari arah belakangnya, tangannya yang gagal menyerang
Giok Han tidak ditarik pulang, melainkan disapukan ke belakang sambil
berteriak, karena dia memakai tenaga yang jauh lebih besar dikerahkan kepada
tangannya.
Hebat bukan main, angin
pukulannya itu bercuitan nyaring, sehingga orang segera bisa mengetahui jika
pukulan ini mengenai sasaran, niscaya akan menyebabkan Giok Han sedikitnya
terluka parah !
Tapi Giok Han tidak
membatalkan pukulannya biarpun melihat lawannya balas menyerang begini dahsyat
padanya. Tangannya rurua terus dengan tenaga kuat dan beradu dengan tangan orang
Persia tersebut. Terjadi benturan dahsyat, Giok Han terkejut juga, karena
dirasakan pergelangan tangannya tergetar, rupanya tenaga pukulan orang Persia
itu benar-benar kuat.
Sedangkan orang Persia itu
tidah kurang kagetnya, tangannya jadi lumpuh tak bisa digerakkan sesaat
lamanya, saking kagetnya dia sampai menjerit dan mukanya berobah memperlihatkan
dia terheran-heran.
Orang Persia yang seorangnya
lagi sudah meloncat kedekat In Bwee dan menyerang bertubi-iubi. Keduanya jadi
bertempur sengit sekali, sebab In Bwee telah melayaninya dengan mempergunakan
ginkangnya, sebentar-sebentar gadis ini meloncat ke sana-sini lincah bukan
main, seperti mempermainkan orang Persia itu.
Tubuh orang Persia yang jadi
lawannya tinggi besar, memiliki tenaga sangat kuat, karena itu In Bwee tidak
mau melayaninya dengan kekerasan, dia bertempur dengan mengandalkan
kelincahannya. Beberapakali hampir saja pukulan orang Persia itu mengenai
dirinya, tapi dia bisa menyelamatkan dirinya.
Sebetulnya In Bwee hendak
mempergunakan peluru asapnya, tapi akhirnya dia membatalkan keinginannya
tersebut, sebab dia tahu jika mempergunakan peluru asapnya, biarpun dia
berhasil merubuhkan lawannya, tentu Siauw Hoa akan mengejeknya.
Karena itu, dia ingin
memperlihatkan kepandaiannya bahwa dia bisa merobohkan pengawal Siauw Hoa ini
dengan mempergunakan ilmu silatnya, tanpa bantuan peluru asapnya. Beberapa kali
setiap ada kesempatan dia balas menyerang, dengan pukulan-pukulan yang dahsyat.
Cuma saja, karena kuatnya
tubuh lawan tersebut, sehingga biarpun beberapakali dadanya terkena pukulan
tangan In Bwee yang terisi tenaga dalam yang kuat tetap saja dia tidak roboh
Orang Persia itu sendiri
semakin lama semakin penasaran karena beberapa pukulannya selalu mengenai
tempat kosong, dielakkan oleh In Bwee.
Dia yakin, kalau gadis itu
coba menangkis pukulannya, tentu dia bisa merobohkan gadis ini. Tapi justeru In
Bwee seperti main kucing-kucmgan, sehingga dia selama itu tidak bisa mendesak
terlalu hebat kepada lawannya yang selalu melejit ke kiri maupun ke kanan.
Saking penasarannya,
beberapakali orang Persia tersebut meloncat berjingkrak dan meraung sambil
mendesak semakin hebat.
Untuk merobohkan orang Persia
itu bukan kesulitan yang berarti buat Giok Han. Tapi dia sudah mengetahui kedua
orang Persia ini adalah pengawal Siauw Hoa, karenanya dia sungkan turunkan
tangan keras pada lawannya.