Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 07

Baca Cersil Mandarin Online: Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 7
Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 7

"Baiklah Suheng, aku terima perintah. Secepatnya aku akan berangkat ke Bu Tong San."

Tang Sin Siansu menoleh pada Wie Sin Siansu, menunjuk Giok Han tanyanya : "Wie Sin, siapakah engko kecil itu ?"

Wie Sin Siansu baru ingat Giok Han. Cepat-cepat ia menarik tangan Giok Han. "Hanjie berlututlah memberi hormat kepada Hongthio..."

Giok Han mengawasi sejenak Tang Sin Siansu, dia tidak berlutut, hanya kedua tangannya kemudian dirangkapkan, membungkuk memberi hormat. Dengan suara lantang ia bilang : "Siauw-tee Giok Han menanyakan kesehatan Lohweshio (pendeta tua) apakah baik-baik saja?

Tercekat Wie Sin Siansu dan Bun An Taysu sudah melompat ke dekat Giok Han, katanya gugup: "Hanjie. kau harus memanggil... Siansu..!"

Melihat kelakuan si bocah Tang Sin Siansu tidak marah, bahkan tersenyum. la melihat jiwa anak ini keras sekali, karena ia tidak bersedia berlutut dan malah memberi hormat dengan tingkah seakan-akan ia sudah dewasa.

Waktu berkata menanyakan kesehatan Tang Sin iapun bersikap gagah sekali. Matanya bersinar tajam, tidak takut-takut menatap pada Tang Sin. Diam-diam hati Tang Sin Siansu heran, entah siapa anak yang luar biasa ini. la mengibaskan sedikit lengan jubahnya perintahkan Bun An Taysu mundur, dengan suara penuh kasih Tang Sin Siansu bertanya:

"Siancay ! Siancay ! Hormatmu telah Loceng terima. Giok Siauwko (engko kecil Giok), tampaknya kau harus beristirahat karena kesehatanmu tidak begitu baik."

Kaget Giok Han. Bukan main tajamnya mata pendeta suci itu, yang sekali lihat saja mengetahui bahwa Giok Han tengah terluka di dalam. Tang Sin Siansu tidak perdulikan sikap Giok Han, hanya menoleh pada Wie Sin Sian Su: "Giok Siauwko tampaknya perlu perawatan di Im Giok Tong dan juga titik jalan darah Wai-sie, Seng-sie dan Cie-kang yang tertotok harus segera dibebaskan. Jika ketiga jalan darah itu tertotok dalam waktu berlarna-lama bisa memberikan akibat sampingan yang tidak menyenangkan. Segeralah rawat Giok Siauwko, dan malam ini kau menemuiku di Kim-ih-tong untuk membicarakan beberapa hal."

Setelah berkata begitu, Tang Sin Siansu menoleh lagi pada Giok Han, sabar suaranya. "Giok Siauwko, istirahatlah dengan tenang, sementara ini. kesehatan kau perlu perawatan yang sebaik-baiknya. Hai, bar, entah siapa yang turunkan tangan begitu telegas kepadamu yang masih demikian muda?"

Tanpa menantikan jawaban Tang Sin Siansu memberi tanda agar yang lain boleh mengundurkan diri, sedangkan Hong-thio Siauw Lim Sie itupun sudah memutar tubuh. Wie Sin Siansu tidak ayal lagi membawa Giok Han ke Im Giok Tong, untuk memberikan pengobatan pada si bocah.

Giok Han kagum pada Tang Sin Siansu. Pendeta tua yang alim itu selain mengetahui ia terluka berat, juga sekali lihat mengetahui tiga jalan darahnya dalam keadaan tertotok. Segera lahir perasaan menghormat yang sangat besar terhadap Hongthio Siau Lim Sie itu.

Wie Sin Siansu perintahkan Bun An Taysu mengurus keperluan buat Giok Han yang waktu itu telah rebah telentang di pembaringan Im Giok, sebuah pembaringan yang terbuat dari batu Giok berwarna merah darah, dan dari Im Giok menyiarkan hawa yang dinginnya melebihi dinginnya es.

Walaupun tubuhnya menggigil, Giok Han tidak berani membantah waktu Wie Sin Siansu perintahkan ia rebah disitu. Gigi si bocah sampai bercatrukan.

Selesai mengatur segalanya. Wie Sin Siansu memberitahukan Giok Han bahwa ia harus pergi menghadap Hongthio, karena pasti Hongthionya ingin minta keterangan tentang Giok Han. "Kau harus rebah disini tiga hari tiga malam, Hanjie," menjelaskan Wie Sin Siansu sebelum meninggalkan Im Giok Tong.

Kaget Giok Han. "Taysu", katanya, ia tetap memanggil Wie Sin Taysu dengan sebutan Taysu disamakan seperti ia memanggil Bun An Taysu, tapi Wie Sin Siansu pun tidak keberatan atas panggilan seperti itu.

"Aku bisa mati kedinginan jika harus rebah terus disini.."

Wie Sin Piansu tirsenyum. "Tidak ada orang yang mati jika rebah di Im Giok, bahkan bisa menambah kekuatan dan kesegaran tubuh!"

Giok Han masih mau bertanya, tapi pendeta itu sudah memutar tubuh dan meninggalkannya. Bun An Taysu yang melayani Giok Han, untuk makan minum sibocah semua diatur dengan sebaik-baiknya, setiap tiga jam sekali diberikan semangkok bubur sarang burung Yan-oh yang telah dicampur obat, demikian pula untuk minum Giok Han pun sudah dicampur semacam obat.

Rebah setengah harian, setelah makan dan minum dua kali, Giok Han tidak merasa kedinginan lagi. Malah bocah itu merssakan tubuhnya seperti mengeluarkan uap yang panas sekali, keringat yang banyak, ranjang Im Giok pun tidak dingin, hanya sejuk, tidak menyiksa lagi.

Bun An Taysu yang diam-diam memperhatikan tingkah Giok Han, jadi heran juga. Dia melihat bocah ini sangat keras hati. Jangankan seorang bocah seperti dia, sedangkan Bun An Taysu sendiri disuruh rebah di pembaringan im Giok sebelum makan Yan-oh dicampur obat dan minum air obat lainnya, tidak akan sanggup menahan dinginnya pembaringan batu giok merah tersebut.

Tetapi Giok Han justeru tadi biarpun sangat kedinginan, hanya bertanya apakah dia tidak akan mati kedinginan pada Wie Sin Siansu, setelah melihat Wie Sin Siansu tidak begitu mengacuhkannya, bocah inipun tidak rewel lagi, hanya gigit giginya rapat-rapat dan tidak membuka mulut lagi, biarpun dinginnya luar biasa disekujur tubuh. Muka bocah itu sampai hijau pucat menahan dingin, tubuhnya juga bergoncang hebat. Menyaksikan hal demikian Bun An Taysu jidi berpikir: "Bocah luar biasa! Tidak kecewa dia keturunan Jenderal besar Giok Hu."

Dalam perjalanan ke Siauw Lim Sie. Bun An Taysu pun sudah melihat bahwa Giok Han tidak seperti anak-anak sebaya lainnya. Giok Han memiliki sikap yang berani sekali, terkadang mendekati kenekadan. Keras hati dan otaknya sangat cerdas.

Setiap pertanyaannya selalu pada hal-hal yang penting. Sejak saat itu saja sebetulnya sudah muncul rasa sayang dihati Bun An Taysu, karenanya melihat Giok Han menggigil keras seperti itu, tidak ayal ia memberikan Yan-oh campur obat agar sibocah bisa menahan rasa dingin ranjang lm Giok.

Wie Sie Siansu sendiri tahu, setiap orang, apa lagi seorang yang tidak mengerti ilmu silat, rebah diranjang lm Giok akan diserang dingin luar biasa. Tapi pendeta suci itu mengeraskan hatinya, agar Giok Han tetap rebah di ranjang itu, pura-pura tidak mengetahui si bocah menderita kedinginan hebat.

Pertama, dengan cara demikian bisa membekukan sebagian racun yang mengendap di dalam tulang sumsum pada pundak Giok Han, kedua lebih cepat proses penghisapan racun yang dilakukan oleh ranjang lm Giok.

Wie Sin Siansu pun punya alasan lainnya, ia ingin mendidik Giok Han agar keras dan lebih tabah, seperti yang selama ini di perlakukan terhadap semua murid-murid Siauw Lim Sie, ditanam kedisiplinan yang kuat. Bukankah di waktu mendatang bocah ini harus diasuhnya, dididik, seperti permintaan Tung Yang beberapa waktu lalu yang telah diluluskannya ?

Tapi maksud Wie Sin Siansu justeru keliru diterima oleh Giok Han. Waktu pertamakali ia rebah di pembaringan lm Giok, menderita kedinginan hebat dan Wie Sin Siansu meninggalkannya dengan sikap biasa saja seperti tidak melihat penderitaannya, si bocah justeru berpikir sedih: "Biar, memang aku anak yatim yang tidak punya orang tua lagi, siapapun boleh memperlakukan aku semau-maunya ! Aku tidak boleh memperlihatkan kelemahanku pada pendeta tua kurus itu biar mati aku harus tetap rebah di ranjang ini. Aku tidak boleh membiarkan dia nanti menghinaku sebagai anak tidak berguna !"

Dan Giok Han gigit giginya kuat-kuat, bibirnya kehitam-hitaman menuruni dingin luar biasa, tubuhnya mengigil keras. la nekad biar harus mati, dia tidak akan meninggalkan ranjang Im Giok! Hanya rasa sedih sering menyelinap ke dasar hatinya, ia jadi teringat lagi keadaannya sebatangkara, tidak ada orang tua, tidak ada sanak famili, hidup seorang diri, dan tidak ada orang yang melindunginya lagi.

Walaupun Wie Sin Sian-su dan Bun An Taysu sepanjang perjalanan ke Siauw Lim Sie memperlakukannya sangat manis dan baik, tokh sekarang ia disiksa rebah kedinginan hebat di ranjang Im Giok! la jadi membanding-bandingkan dengan paman Lam Sie-nya, yang benar-benar mengasihinya, sangat sayang.

Teringat pada paman Lam Sie nya, hati Giok Han jadi sedih, matanya merah dan air matanya hampir mengucur keluar. Mendadak ia berpikir; "Tidak ! Tidak! Aku tidak boleh menangis. Kalau pendeta itu melihat aku menangis, dia tentu menyangka aku menangis disebabkan tak tahan dingin ! Aku tidak boleh menangis !" Mati.matian Giok Han menahan agar air matanya tidak mengucur keluar.

Setelah beberapakali makan Yan-oh dan minum air yang diberikan Bun An Taysu, rasa dingin itu berkurang, bahkan akhirnya hilang. Ranjang Im Giok terasa sejuk saja. Giok Han jadi girang. "Hemmmm, lihat, Sekarang aku sudah terbiasa di ranjang ini. bisa melawan hawa dingin itu. Tentu si pendeta kurus itu akan kecewa melihat aku tidak kedinginan lagi !" Pikir si bocah. Mimpipun dia tidak bahwa sebetulnya yang membuatnya tahan melawan hawa dingin itu disebabkan ia makan Yan-oh dan minum air yang telah dicampur obat, yang diberikan oleh Bun An Taysu atas perintah Wie Sin Taysu sejauh itu. walaupun Giok Han menerima perlakuan yang manis dari Wie Sin Siansu dan pendeta-perdeta lainnya, tokh dia masih selalu bercuriga, sulit mempercayai sepenuhnya pendeta-pendeta itu, tidak seperti dia terhadap paman Lam Sie-nya, yang memang dipercayai sepenuhnya...

Wajah Tang Sin Siansu muram mendengar cerita Wie Sin Siansu tentang malapetaka yang menimpa keluarga Jenderal Besar Giok Hu. "Ya. di dunia segalanya tak ada yang sempurna. Yang sempurna sesungguhnya tidak sempurna, yang baik sesungguhnya buruk, yang buruk sesungguhnya baik ! Kaisar yang penuh gemerlap kemewahan dan kekuasaan, sesungguhnya lebih buruk akhlaknya dari seorang pengemis ! Selama manusia di dunia mengejar kemuliaan, hidupnya akan bertarung dengan berbagai kesulitan. Selama manusia mencapai kedudukan tinggi, semakin berat penderitaan dan kesengsaraan yang akan dterimanya di dunia ini. Omitohud...."

Wie Sin Siansu pun menghela napas. Dengan hati-hati ia memandang pada Hongthionya. "Kalau memang Hongthio tidak keberatan, tecu ingin mengajukan suatu permohonan ..." katanya.

"Bilanglah, Wie Sin," Tang Sin Siansu mengawasi Wie Sin Siansu, sehingga Wie Sin Siansu tidak berani menatap lebih lama dan menunduk. "Bukankah kau ingin anak yang malang nasibnya itu diperkenankan tinggal di sini ?"

"Benar, Hongthio." hati-hati sekali Wie Sin Siansu menyahuti. "Seperti yang sudah tecu ceritakan tadi bahwa tecu sudah menyanggupi permintaan Tung Yang Hiapsu untuk merawat anak itu. Kalau memang Hongthio mengijinkan..."

Tapi, apakah anak ini mau dirawat dengan lingkungan di sini ? Maukah dia kelak dicukur rambut ? Maukah dia menerima kehidupan sebagai Hwesio ?"

"Dia masih kecil, Hongthio. Jika memang dirawat dengan baik tentu ia pun akan mengerti maksud baik kita."

"Baiklah kau rawatlah baik-baik anak itu. Jika kelak setelah dewasa ia keberatan untuk masuk dalam dunia HOED kita tidak perlu memaksa. Di dasar hati anak itu bersemayam dendam yang besar, yang akan bertambah besar jika kelak setelah ia dewasa, Karena itu, akan sia-sialah kalau tokh kita kelak memaksa ia memasuki jalan HOED (BUDDHA).

la masih kecil, tapi sudah dilibat oleh jaring kehidupan, sehingga jaring-jaring itu sulit dilepaskan kembali sebelum ia mengalami kehidupan yang sebenarnya. Biarpun demikian, anak ini harus dididik dengan sebaik-baiknya tanpa perbedaan. Yang harus kau perhatikan Wie Sin. juga menjadi tugasmu, usahakanlah agar dendam yang membakar hatinya itu dapat dikurangi sedikit demi sedikit.

Mustahil untuk melenyapkan, tapi jika dapat DIKURANGI, niscaya anak itu tidak akan mengalami kesengsaraan yang lebih berat jika sudah dewasa karena terbakar terus menerus oleh dendamnya."

"Petunjuk Hongthio akan Tecu laksanakan sebaik-baiknya, terima kasih untuk kemurahan hati Hongthio," kata Wie Sin Siansu dengan sikap hormat.

Tang Sin Siansu memberi isyarat Wie Sin Siansu boleh mengundurkan diri. Sepeninggal Wie Sin Siansu, Hongthio Siauw Lim Sie itu duduk termenung dengan wajah murung, la seorang pendeta saleh, seorang pendeta alim, yang sangat mulia hatinya dan sudah mencapai tingkat yang tinggi dalam kependetaannya. la selalu dapat menguasai diri dari segala kegembiraan yang berlebihan, kesedihan. kebingungan atau kegelisahan. la tidak gampang marah, juga tidak gampang gembira, semuanya selalu berlangsung dengan wajar.

Tetapi persoalan Giok Han, justeru di dasar hatinya timbul perasaan kuatir Kekuatiran yang menggelisahkan. la melihat anak itu walaupun masih kecil, tapi di dirinya terdapat sesuatu yang rasanya tidak di miliki oleh anak-anak sebaya dengannya. Seperti waktu memberi hormat kepadanya di mana Giok Han tidak mau berlutut, hanya memberi hormat seperti lazimnya orang-orang dewasa.

la pun berkata-kata dengan mantap dan terang. Justeru dalam kesempatan itu Tang Sin Siansu sempat melihat sinar mata si bocah yang tajam luar biasa, seperti lautan yang dalam, yang mengandung berjuta-juta rahasia. Hongthio Siau Lim Sie yang bijaksana inipun tidak mengetahui, mengapa mendadak saja di saat itu timbul kekuatiran waktu ia mengetahui dari Wie Sin bahwa bocah itu adalah satu-satunya keturunan Jendcral Bcsar Giok Hu yang telah dianiaya oleh orang-orang Kaisar.

Terlebih lagi setelah mendengar cerita Wie Sin Siansu tentang sikap-sikap Giok Han selama dalam perjalanan menuju pulang ke Siauw Lim Sie, hati Tang Sin Siansu semakin ragu-ragu, tidakkah bocah yang masih kecil itu, yang tampak tidak berdaya, kelak setelah menerima gemblengan dari Siauw Lim Sie, akan menimbulkan ledakan dahsyat ?

Jika memang dapat dikendalikan sehingga ledakan itu tidak menimbulkan kesulitan kesulitan, adalah hal yang sangat baik. Tetapi dapatkah ? Bukankah Giok Han tampak seorang yang terlalu keras hati, perasa dan cerdas sekali ? Apakah api dendam yang tumbuh di dasar jiwa anak itu kelak tidak akan ikut membakar Siauw Lim Sie ?

Dan semalaman itu Tang Sin Siansu jadi mempertimbangkan persoalan Giok Han, walaupun pada Wie Sin telah di ijinkannya untuk menerima Giok Han sebagai muridnya, mendidik dan merawatnya ! itupun sebetulnya sudah melanggar dari kebiasaan Siauw Lim Sie selama ribuan tahun menerima seorang murid, yang harus dari tingkat termuda, dan seharusnya yang diperintahkan menjadi guru Giok Han adalah pendeta Siauw Lim Sie tingkat ke 9, bukan Wie Sin Siansu, pendeta tingkat 2 !

Giok Han masih rebah di pembaringan Im Giok waktu Wie Sin Siansu kembali ke lm Giok Tong. Bun An Taysu melaporkan tahwa kini daya tahan Giok Han mulai membaik, setelah beberapa kali makan Yan-oh yang dicampur obat dan minum air obat yang diberikannya. Win Sin Siansu hanya mengangguk, langsung mendekati pembaringan.

Giok Han melirik Wie Sin Siansu tanpa bilang apa-apa, sipendeta tersenyum. "Kesehatanmu mulai membaik, Hanjie. Dan dalam beberapa hari mendatang kau akan dapat disembuhkan, racun di dalam tulangmu akan bisa terhisap habis dan bersih oleh Im Giok I"

Lalu Giok Han diperintahkan duduk. Di dalam hati si bocah berpikir; "Hm. Hm kau pura-pura tidak heran melihat aku bisa bertahan terus di pembaringan ini?"

Walaupun hatinya agak mendongkol, namun dia tidak berani mengutarakan perasaannya.

Wie Sin Siansu tidak bilang apa-apa, hanya mulai memijiti sekujur tubuh Giok Han. Lalu meminta Giok Han rebah lagi-Tampak Wie Sin Siansu puas. "Siancay ! Siancay ! Akhirnya kesulitan itu bisa teratasi juga. Nanti jika sudah tiba saatnya, Loceng akan minta pada Hongthio agar membebaskan seluruh jalan darahmu dari sisa-sisa racun dengan desakan Tat Mo Sinkang. Dengan kemurahan hati Hongthio, niscaya seluruh sisa racun itu bisa dipunahkan."

"Hu, kemurahan hati ! Sejak tadi aku disiksa seperti ini masih disebut kemurahan hati !" Pikir Giok Han mendongkol.

Wie Sin Siansu mengawasi si bocah. "Setelah kau sembuh, kau harus mengikuti semua petunjuk Loceng, karena selanjutnya kau akan Loceng rawat sebagai murid Loceng.

Upacara pengangkatan murid, guru kelak di selenggarakan dan dipimpin oleh Hongthio."

"Aku menjadi muridmu, Taysu?" tanya Giok Han, ingin bangun duduk, tapi pundak-nya ditekan sedikit oleh Wie Sin Siansu, dia jadi rebah terus.

"Aku... aku ingin kembali ke rumah Encie Yang Lan."

"Nanti kalian bisa bertemu, kau akan kumpul kembali dengan orang-orang yang kau cintai. "Tapi untuk kepentingan dan kebaikanmu, kau harus menerima pendidikan dari Loceng, seperti permintaan Tung Hiapsu."

"Aku . . . aku tidak kenal siapa Tung Hiapsu itu, Taysu... dia tidak berhak untuk menyuruh aku berguru pada Taysu."

"Nak kau akan bertemu dengan Tung Hiapsu, sekarang kau harus menuruti apa yang diinginkannya, semua ini untuk kebaikanmu juga. Hanjie,"

"Tapi aku tidak mau baca Liamkheng. Untuk apa belajar Liamkheng!" Teriak Giok Han sambil berontak bangun, duduk sambil mementang matanya lebar-lebar.

Wie Sin Siansu tersenyum. "Siancay ! Apakah kau akan belajar ilmu kependetaan? Membaca Liamkheng ?" tanya si pendeta, sabar. "Tidak Hanjie, kau akan mempelajari ilmu silat Siauw Lim kami."

"Sulit ?" Giok Han tampak murung. Sebagai seorang bocah ia tidak tahu apa itu Siauw Lim, karena ia selama ini kagum pada Khang Thiam Lu, yang diketahuinya sebagai pembantu ayahnya yang memiliki kepandaian tinggi sekali, la juga kagum kepada Yang Bu In, guru Khang Thiam Lu. yang diduga i pasti memiliki kepandaian lebih tinggi dari Khang Thiam Lu sendiri. Juga Giok Han kagum pada Yang Lan, gadis yang lincah dan cantik, yang pandai sekali menggerakkan pedangnya.

Tapi pendeta tua ini yang kurus dan seperti tidak mempunyai tenaga, apakah bisa mengajarkan ilmu silat? Mungkin untuk menggerakkan pedang saja pendeta yang sudah sangat tua dan kurus ini sudah tidak kuat. Karena itu Giok Han mengawasi Wie Sin Siansu ragu-ragu.

Wie Sin Siansu mengusap-usap kepala si bocah. "Sekarang rebahlah kembali tenang-tenang di sini. Jangan berpikir apa-apa, karena itu bisa memperlambat kesembuhanmu, Hanjie. Loceng akan datang kemari besok pagi. Suhengmu, Bun An, akan merawatmu."

Giok Han masih diam saja, dia benar-benar ragu. Dia sudah dengar dari Khang Thiam Lu mengenai malapetaka yang menimpa keluarganya. Dia pernah minta pada Yang Bu In, guru Khang Thiam Lu, agar ia diterima menjadi muridnya, agar kelak bisa memiliki kepandaian seperti Khang Thiam Lu.

Tapi, sekarang pendeta ini yang akan mengangkat dia jadi murid. Bisa apa pendeta setua iyu ? Paling tidak ia hanya diajarkan membaca Liamkeng. Dan Giok Han tambah mendongkol saja.

"Tidak, aku tidak mau jadi keledai gundul seperti dia !" pikirnya. "sekarang biar saja, dia mau bicara apapun boleh, tapi jika ada kesempatan aku akan melarikan diri dari tempat ini."

Sedang Giok Han bengong, Bun An Tay-su menghampiri. "Kionghie. Sute,"

"katanya sambil tersenyum. "Tidak kusangka kau memiliki rejeki demikian bagus bisa langsung menjadi suteku.."

"Rejeki bagus kentut !" pikir Giok Han tambah mendongkol. "Siapa sudi jadi keledai gundul seperti kau!" Karena mendongkol Giok Han diam saja. Dia jadi semakin bimbang. Dia kalau menjadi murid Wie Sin Siansu berarti jadi Sute (adik seperguruan) Bun An Taysu. Sedangkan Bun An Taysu seorang Hwesio, berarti dia juga harus jadi Hwesio.

Mencukur rambut, makan hanya makan sayuran tanpa barang berjiwa, yaitu cia-cai. Membaca Liamkheng setiap hari. Oooo, semakin dipikirkan, Giok Han semakin sebal. la jadi ingin cepat-cepat bisa meninggalkan kuil ini. agar bisa cepat-cepat kumpul dengan Khang Thiam Lu dan yang lain-Iainnya.

Bcberapa hari telah lewat lagi, kesehatan Giok Han mengalami kemajuan pesat.

Setelah tujuh hari rebah di pembaringan Im Giok, yang sudah tidak menyiksa Giok Han dengan hawa dinginnya, malam hari ke delapan Hongthio Siauw Lim Sie datang ke Im Giok Tong, meletakan telapak tangan di punggung Giok Han dan segumpal hawa panas seperti menerobos masuk lewat kulitnya, tersalur ke seluruh tubuhnya, membuat Giok Han merasakan tubuhnya bagaikan terbakar hawa panas itu.

Keringat membanjir membasahi sekujur tubuhnya. Sepatah katapun tidak diucapkan Tang Sin Siansu. begitu pula setelah selesai menyalurkan Tat Mo Sinkang Hongthio Siauw Lim Sie meninggalkam Im Giok Tong tanpa mengucapkan sepatah perkataan.

Giok Han memang sedang mendongkol jadi semakin mendongkol. "Hu, sombongnya ! Jangan takut, keledai gundul, nanti kalau ada kesempatan aku pun akan meninggalkan tempat ini, sehingga kau tidak ngambek, seperti itu harus menanggung makan tidurku."

Dua hari Wie Sin Siansu melakukan pengurutan tubuh Giok Han. si bocah juga merasakan pundaknya tidak nyeri lagi. Akhirnya Wie Sin Siansu bilang: "Sekarang kau sudah sembuh keseluruhannya. Tadi Hongthio berpesan, besok pagi akan diselenggarakan upacara pengangkatan guru-murid. Kau jangan bersikap ugal-ugalan, jangan membikin malu Loceng. "

Giok Han cuma mengangguk. Otaknya bekerja keras, semakin dekat saat upacara pengangkatan guru-murid, dia semakin keras ingin melarikan diri.

Malam telah larut. Dilihatnya Bun An Taysu telah meninggalkan Im Giok Tong untuk istirahat. Memang belakangan ini Bun An Taysu tidak perlu menunggui Giok Han seharian penuh, sebab si bocah telah sembuh tidak kurang suatu apapun.

Dengan berindap-indap Giok Han turun dari pembaringan Im Giok, menuju ke pintu. Tidak dikunci, dia keluar. Keadaan di luar ruangan terang oleh sinar rembulan, harumnya asap hio dan samar-samar suara pendeta-pedeta yang tengah membaca Liamkheng serta ketukan berirama kayu Bokkhie.

Giok Han bingung, pintu mana untuk keluar. Tembok-tembok kuil tinggi dan tidak mungkin melarikan diri lewat tembok-tembok kuil tersebut. Dia mencari-cari pintu gerbang kuil tapi Siauw Lim Sie demikian luas. Namun Giok Han bertekad bulat, ia harus melarikan diri.

Sedang Giok Han berindap-indap dengan sikap hati-hati mencari pintu gerbang, ia berusaha tidak dilihat oleh pendeta-pendeta Siauw Lim Sie, mendadak dilihatnya dua orang murid Siauw Lim Sie dari tingkatan muda tengah jalan menghampiri, di tangan dua orang Hwesio muda itu membawa baki berisi mangkok. Mungkin mereka baru-selesai melayani guru mereka.

Giok Han cepat-cepat menyembunyikan diri dibelakang batu gunung-gunungan kecil di sebelah kanan, menunggu sampai kedua

Hweshio muda itu cukup jauh, ia bermaksud keluar dari tempat persembunyiannya. Tiba-liba Giok Han kaget, karena pundaknya ditepuk seseorang. Cepat ia menoleh. Wie Sin Siansu berdiri dengan bibir tersenyum berdiri tidak jauh dari tempat Giok Han dan dengan suara yang sabar sekali pendeta itu bilang:

"Kau baru sembuh Hanjie, malampun telah larut. Ayo kembali ke tempatmu! - Bukankah besok pagi-pagi kau sudah harus bangun, untuk menjalani upacara pengangkatan guru-murid ?"

Giok Han tertegun sejenak, tapi akhirnya ngoloyor untuk kembali ke kamarnya-Dalam hatinya dia mengutuki dirinya sendiri. "Tolol, beritahukan saja kau tidak mau jadi muridnya, urusan jadi beres. Tapi.. marahkah dia? Ayo, katakan saja...!"

Begitulah batinnya bertentangan. Akhirnya setelah melangkah beberapa tombak, Giok Han menahan langkahnya, memutar tubuhnya. Wie Sin Siansu masih berdiri di tempatnya, tetap dengan senyum yang sabar.

"Taysu..." Giok Han ragu-ragu, suaranya perlahan.

"Ada yang ingin kau katakan, Hanjie ?"

"Taysu ... sebetulnya aku ingin memberitahukan kepidamu, Taysu. Aku ... aku tidak mau menjadi muridmu. Bukankah kau sudah berjanji setelah aku sembuh, akan akan mengantarkan aku ke rumah Encie Yang Lan ?"

Wie Sin Siansu tersenyum. Dia seorang pendeta yang waspada. sejak semula ia sudah menyadari adanya pertentangan dan perasaan tidak menyukai dihati bocah itu terhadap lingkungan maupun dirinya. Tadipun pendeta ini tahu Giok Han nekad hendak melarikan diri. Hanya sengaja hal itu tidak di tegurnya, ia pura-pura tidak tahu maksud si bocah.

Sekarang Giok Han bilang begitu, ia semakin yakin Giok Han memang tengah mengalami pertentangan dihatinya. "Benar apa yang Hongthio beritahukan, anak ini mempunyai hati yang keras, suka nekad dan juga kepala batu. la harus ditundukkan dulu, menyadarkannya agar ia tahu semua itu untuk kepentingannya."

Berpikir begitu Wie Sin Siansu merangkapkan kedua tangannya, "Siancay," katanya. "tentu saja Loceng tidak akan memaksa kau menjadi murid Loceng. Tetapi dengarlah Hanjie, betapapun Loceng hanya ingin melaksanakan kewajiban, memenuhi janji Loceng pada Tung Hiapsu. Kami sama berusaha memikirkan masa depanmu. Kini kau sudah yatim piatu, kami berkasihan..."

Mata Giok Han tiba-tiba terbuka lebar-lebar "Tetapi aku tidak pernah minta kepada Taysu untuk berkasihan kepadaku" Katanya keras. "Juga aku tidak pernah minta dikasihani dari orang yang disebut Tung Hiapsu itu! Walaupun aku anak yatim, aku tidak mengemis belas kasihan dari siapapun !"

"Siancay! Siancay ! jangan kau salah menafsirkan perkataan Loceng. Justru yang kami lakukan semua ini untuk, menghormat mendiang ayahmu, keluargamu yang telah di dimusnahkan oleh Kaisar yang lalim itu. Jika kini kau meninggalkan Siauw Lim Sie, lalu ada orang Kaisar lalim ini yang mengetahui. kau pasti dicelakai mereka. Loceng ingin agar kau baik-balk belajar di sini, nanti setelah dewasa kau boleh meninggalkan tempat ini, kemana saja kau mau,"

"Hu, keledai tua ini mau menakut-nakuti aku," pikir Giok Han. Segera dia menyahuti: "Biarlah, Taysu tidak usah repot-repot memikirkan keselamatanku. Jika memang aku tertangkap oleh orang-orang Kaisar lalim itu, namanya sudah nasib. Aku pasrah saja." -

Tiba-tiba lenyap senyum Wie Sin Siansu. sikapnya serius dan wajahnya jadi angker. Melihat perobahan sikap si pendeta. Giok Han juga kaget. Mata si pendeta bersinar-seakan di matanya itu ada sinar yang kuat sekali, sangat terang dalam kegelapan malam.

"Han jie, kecewa kau sebagai putera Giok Goanswee ! Kami mengetahui Giok Goanswee seorang Jenderal besar yang jujur dan berani, tapi keberaniannya itu untuk membela negara! Tapi kau? Kau lebih rela mati teraniaya ditangan orang-orang rendah kaki tangan kaisar lalim itu !Dimana kegagahanmu? Mana usahamu agar kelak bisa jadi seorang yang berguna untuk bangsa seperti yang dirintis oleh ayahmu ?"

Ditegur dengan suara keras seperti itu. Giok Han jadi tertunduk. Dia kaget dan hatinya bimbang. Apa yang diucapkan pendeta suci Siauw Lim itu sangat mendera dihatinya. Ya, Thia-thia sudah tiada, apakah sebagai anak Thia-thia aku tidak berusaha untuk menjadi seorang manusia berguna untuk bangsa? Walaupun pendeta-pendeta ini belum tentu bisa mendidikku dengan ilmu yang berarti, tapi apa salahnya? Dia tokh bermaksud baik.? Nanti masih bisa dipertimbangkan lagi kalau ternyata dia tidak bisa mendidik dengan ilmu yang tinggi. . ."

Disebut-sebut tentang ayahnya, Giok Han juga jadi sedih.

Wie Sin Siansu menghela napas dalam-dalam, kemudian menghampiri Giok Han, di usap-usap kepala sibocah.

"Hanjie," suara Wie Sin Siansu berobah sabar, penuh kasih sayang. "Loceng harap kau mau memenuhi satu permintaan Loceng. Terimalah keinginan Loceng, kau menjadi murid Loceng. Nanti setelah tamat pelajaran mu, kau boleh pergi kemana kau suka. Loceng tidak akan melarang, inilah janji Loceng."

"Luar biasa!" Pendeta suci Siauw Lim Sie tingkat kedua sampai meminta dan berharap bisa mengambil Giok Han sebagai muridnya-agar Giok Han mau mengangkatnya sebagai guru sibocah ! inilah urusan yang baru pertama kali terjadi dalam rimba persilatan!

Orang lain, walaupun bersembah sujud sambil menangis tujuh hari tujuh malam, memohon agar di terima menjadi murid Siauw Lim Sie, merupakan urusan yang sulit sekali! Tetapi Giok Han kini yang didesak oleh Wie Sin Siansu, pendeta suci Siauw Lim Sie tingkat dua, agar mau menjadi muridnya!

Kepalanya diusap-usap seperti itu oleh Wie Sin Siansu, juga mendengar suara sipendeta yang lembut, hati Giok Han jadi lunak lagi.

"Bagaimana ?" Tanya Wie Sin Siansu ketika melihat Giok Han menengadah tanpa berkata apa-apa, mata sibocah memancarkan keraguan.

"Baiklah, Taysu..." perlahan suara Giok Han.

"Siancay ! Omitohud ! Sekarang kembalilah kau ke Im Giok Tong. Ini adalah malam terakhir kau tidur disitu, saat-saat terakhir untuk membersihkan tubuh dari racun-racun yang pernah mengendap didalam tulangmu."

Giok Han tidak bilang apa-apa, ngeloyor kembali kedalam Im Giok Tong. Wie Sin Siansu berdiri disitu dibawah siraman sinar rembulan, menghela napas lega. Tampaknya Giok Han mulai mengerti akan maksud baiknya. Wie Sin Siansu mempunyai alasan sendiri mengapa ia demikian memaksa agar Giok Han menjadi muridnya.

Pertama-tama ia ingat bahwa Giok Han seorang bocah yang jelas sifatnya masih kekanak-kanakan Hal itu dimaklumi oleh Wie Sin Siansu. Ke-dua, ia merupakan putera satu-satunya dari Jenderal besar Giok Hu, yang sekeluarga telah dianiaya dan musnah oleh tangan kejam Kaisar lalim yang tengah berkuasa.

Wie Sin Siansu seperti rakyat lainnya, sangat menghormati Jenderal yang jujur dan setia pada negeri. Rasa hormat itulah menimbulkan rasa sayang kalau Giok Han sebagai keturunan Giok Goanswee satu-satunya yang masih hidup, harus terlantar dan tersia-sia.

Jika anak itu kelak memperoleh seorang guru yang biasa saja, bukankah arwah Giok Goan-Svvee tidak akan meram? Belum lagi kemungkinan kalau terjadi sibocah jatuh ketangan orang-orang golongan hitam. Karena itulah Wie Sin Siansu berusaha agar sibocah bisa ditundukkannya dan mau menjadi muridnya!

Itu pula sebabnya mengapa Wie Sin Siansu akan mendidik langsung bocah itu, tidak diserahkan kepada muridnya ataupun cucu muridnya, agar menjadi guru sibocah.

Masih ada alasan lainnya yang terpenting buat Wie Sin Siansu, la melihat Giok Han memiliki bakat yang sangat baik, ditambah kecerdasannya yang memang terpuji, bahwa bocah itu memiliki otak yang terang. Hal ini telah dibicarakan Wie Sin Siansu dengan Tang Sin Siansu, Hongthionya.

Kekuatiran terbesar jika dengan semua keadaan seperti itu, dimana bakat, kecerdasan dan juga api dendam yang terpendam didasar hati sibocah, jatuh ketangan orang tidak bertanggung jawab, nicaya bisa disalah gunakan ! Memang kemungkinan Giok Han kelak menjadi seorang yang tanguh dan cerdas, bisa saja terjadi.

Tanpa pengarahan yang tepat, apa jadinya pada bocah itu kelak ? Apakah bocah itu akan dibiarkan tanpa pengarahan dan kelak menjelma jadi seorang dedengkot iblis?

Alasan-alasan itulah mengapa Tang-Sin Siansu dan juga Wie Sin Siansu memilih lebih baik bocah itu dirawat dan dididik dalam lingkungan Siauw Lim Sie, dengan harapan agar bocah itu kelak tumbuh dalam lingkungan baik, bisa menjelmakan jiwa dan perasaannya pada arah yang baik pula.

Wie Sin Siansu menghela napas dalam-dalam, rembulan bersinar terang, akhirnya pendeta suci tersebut kembali kekamarnya.

Keesokan paginya tampak kesibukan di ruang Tat Mo Tong, belasan murid Siauw Lim Sie tengah mempersiapkan suatu upacara sembahyang. Tidak lama lagi akan diselenggarakan upacara sembahyang pengangkatan guru-murid antara Giok Han terhadap Wie Sin Siansu. Hanya bedanya sekarang, tidak terdapat alat-alat pemangkas rambut, seperti yang biasa terjadi pada upacara-upacara yang sama di waktu-waktu sebelumnya, karena sekali ini memang terdapat pengecualiannya dimana Giok Han tidak akan dicukur rambutnya, tidak menjadi murid Siauw Lim Sie yang harus menjadi Hweshio.

Sejak pagi tadi Giok Han sudah diajak Bun An Taysu untuk salin pakaian, dengan seperangkat pakaian yang rapi dan bersih. Kemudian diajak ke Tat Mo Tong, dimana sudah berkumpul banyak sekali murid-murid Siauw Lim Sie. Giok Han di dudukkan di-sebuah tikar anyaman bergamparkan patkwa.

Suasana hening sekali. Waktu Wie Sin Siansu melangkah masuk dalam ruangan, semua murid yang berkumpul di ruang itu, yang semuanya terdiri dari tingkat ke 9, 8, 7, 6, 5, dan 4, berdiri menjurah memberi hormat, Murid murid Siauw Lim tingkat 3, dan duduk di sebelah atas undakan ruang itu ikut berdiri memberi hormat kepada Wie Sin Siansu. Setelah Wie Sin Siansu mengambil tempat duduk tidak jauh dari Giok Han, beralaskan selembar tikar bergambar patkwa juga, menyusul masuk Hongthio Siauw Lim Sie Tang Sin siansu.

Didahului oleh suara genta yang dibunyikan berturut-turut sebanyak 10 kali, suara genta menggema di seluruh tempat itu seputaran kuil Siauw Lim Sie. Di belakang Tang Sin Siansu tampak murid-murid Siauw Lim Sie tingkat ke 1, sute dari Tang Sin Siansu. Mereka terdiri dari Tang Lang Siansu, Tang Lu Siansu dan Tang Bun Siansu.

Untuk keperluan menghadiri upacara pengangkatan murid baru Siauw Lim Sie, Tang Lun Siansu yang menerima perintah Suhengnya untuk pergi ke Bu Tong Pay, sudah menangguhkan keberangkatannya. Ini memang merupakan peraturan Siauw Lim Sie. dimana untuk pengangkatan seorang murid baru Siauw Lim Sie, selain harus dipimpin oleh Hongthio Siauw Lim Sie, juga disaksikan oleh tiga tetua lainnya. Tang Bun Siansu Tang Lang Siansu dan Tang Lu Siansu, dengan demikian resmilah sang murid menjadi murid Siauw Lim Sie.

Ketika keempat pendeta suci Siauw Lim Sie memasuki ruang Tat Mo Tong, semua pendeta yang berkumpul di ruangan itu berdiri. Murid-murid Siauw Lim mulai dari tingkat ke 4 sampai tingkat ke 9 berlutut menyambut kedatangan ketua mereka.

Tang Sin Siansu berempat dengan ketiga orang sutenya mengambil tempat duduk. Sikap mereka angker sekali, masing-masing mengenakan jubah merah darah bersulamkan benang emas kuning gemerlapan. Inilah jubah resmi pemimpin-pemimpin Siauw Lim Sie.

Keadaan di dalam ruangan itu hening sekali "Murid-murid dan cucu murid yang berkumpul hari ini," berkata Tang Sin Siansu dengan suara yang jelas dan sabar, tapi berwibawa, "semua untuk menyambut kehadiran seorang saudara seperguruan kalian. Hari ini adalah hari pengangkatan resmi seorang murid baru dari pintu perguruan kita. Calon murid itu bernama Giok Han, berusia 7 tahun tiga bulan, putera dari tuan Giok Hu, yang pernah menjabat pangkat Goanswee. Setelah mempertimbangkan dalam beberapa hal yang berhubungan dengan anggaran dasar pintu perguruan kita, calon murid Giok Han akan diterima menjadi murid Siauw Lim Sie perawatan dan pendidikannya akan dipercayakan kepada Wie Sin Siansu, murid Siauw Lim Sie tingkat ke 2..."

Berkata sampai di situ, Tang Sin Siansu tidak bisa meneruskan kata-katanya, karena seketika di dalam ruangan itu ramai oleh suara bisik-bisik di antara para pendeta. Ini merupakan kejadian yang tidak pernah terjadi dalam pintu perguruan Siauw Lim Sie, seorang anak berusia 7 tahun yang akan diterima menjadi murid Siauw Lim Sie bisa langsung dirawat dan dididik oleh murid tingkat ke 2, merupakan urusan yang janggal bagi semua pendeta yang berkumpul di situ, sebabnya, dengan menjadi murid Wie Sin Siansu, status Giok Han resmi menjadi murid tingkat ke 3, setingkat dengan Bun An Taysu dan beberapa murid-murid Wie Sin Siansu lainnya.

Juga Giok Han seketika menjadi Susiok (paman guru) dan Susiokcouw (kakek paman guru) dari murid Siauw Lim Sie tingkat 4, 5, 6,7,8, dan 9. Murid-murid Bun An Taysu dan yang lainnya otomatis menjadi keponakan murid Giok Han ! Urusan demikian luar biasa, karenanya murid-murid Siauw Lim Sie itu saling berbisik.

Tang Sin Siansu mengangkat lengan jubahnya, mendehem, kemudian berkata angker: "Loceng harap semua tenang. Dengarkan baik-baik. semua keputusan yang diambil bukan berdasarkan keputusan seketika. Hal ini telah dirundingkan di antara tetua-tetua dan pimpinan-pimpinan kita. Ada beberapa faktor dan alasan mengapa kami harus mengambil keputusan seperti itu, yang rasanya agak panjang kalau harus dikemukan di sini sekarang, apakah ada pertanyaan ?"

Sepi ruangan itu. Tidak ada yang bertanya. "Omitohud," memuji Tang Sin Siansu atas kebesaran Sang Buddha "Kita bisa segera memulai upacara sembahyang pengangkatan guru-murid."

Segera beberapa orang pendeta yang memang bertugas mengurus jalannya upacara sembahyang pengangkatan guru-murid itu menghampiri Giok Han, yang sejak tadi duduk diam saja dengan hati bertanya-tanya, mengapa pendeta-pendeta yang berkumpul di ruangan tersebut memandangi dengan sikap tidak puas.

Giok Han dipimpin jalan kehadapan Tang Sin Siansu, ia diajarkan berlutut dan memanggil Tang Sin Siansu dengan dengan sebutan "Sucouw" (kakek guru) tiga kali. Tang Sin Siansu meletakkan telapak tangan di pundak si bocah, sabar dan halus suaranya ketika ia bilang: "Bangunlah."

Menyusul kemudian baru Giok Han memberi hormat dengan berlutut kepada Tang Bun Siansu, Tang Lang Siansu dan Tang Lu Sian Su yang masing-masing dipanggil dengan sebutan "Susiokcouw." Upacara berikutnya Giok Han melakukan sembahyang terhadap meja abu Tat MO COUWSU pendiri pintu perguruan Siauw Lim Sie, leluhur pertama yang membangun kuil Siauw Lim Sie. Oi meja abu itu terdapat gambar lukisan seorang Hweshio bertubuh tinggi besar dan tegap, dengan berewok yang tebal, tampaknya bukan seperti orang Han.

Angker dan berwibawa sekali. Hidup lukisan tersebut, sehingga mata pendeta dalam gambar itu seakan memancarkan sinar berpengaruh. Giok Han memasang hio tujuh batang, berlutut di depan meja abu mengangguk tujuh kali. Waktu itu Tang Sin Siansu pun sudah berdiri di samping Giok Han, dengan tangan mencekal beberapa batang hio menyala, berucap dengan suara nyaring : "Tecu Tang Sin Siansu menghadap Couwsuya menghunjuk hormat. Bersama Tecu ikut serta murid tingkat ketiga, Giok Han, menghadap pada Couwsuya. Ber-kah dan bimbingan Couwsuya diharapkan benar oleh Giok Han." la berlutut dan menganggukkan kepalanya tiga kali. Menancapkan hio di tempatnya, menjurah lagi.

Kemudian, Tang Sin Siansu memutar tubuhnya Tang Bun Siansu, Tang Lang Siansu dan Tang Lu Siansu pun setelah memberi hormat kepada meja abu Tat Mo Couwsu, berdiri di belakang Tang Sin Siansu. Giok Han masih berlutut.

"Giok Han !" suara Tang Sin Siansu angker sekali. Giok Han terkejut mengangkat kepalanya, tapi seorang pendeta pengatur upacara sembahyang yang ada disamping Giok Han berbisik: "Menunduk, jangan angkat kepala. Menjawablah panggilan Hongthio."

"Ya Hongthio . . ?"

"menyahuti Giok Han perlahan sambil menundukan kepalanya lagi.

Sepasang alis Tang Sin Siansu dan juga Tang Bun. Tang Lang maupun Tang Lu Siansu, jadi mengkerut. Pendeta pengatur upacara sembahyang itu sibuk membisikan Giok Han: "Jangan memanggiI dengan sebutan Hongthio. Kau harus memanggil dengan Sucouw."

"Ya.. Sucouw ?! Giok Han mengulangi jawabannya, tapi hatinya jadi tambah tidak senang. Demikian bertele-tele dan rumit upacara pengangkatan guru-murid. Dia jadi sebal.

"Dengarkanlah baik-baik Giok Han !" kata Tang Sin Siansu lagi. "Mulai hari ini kau diterima menjadi salah seorang murid Siau Lim Sie. Karena yang akan mendidik dan merawat kau murid-murid Siauw Lim Sie tingkat ke dua, dengan sendirinya kau sebagai murid Siauw Lim Sie tingkat ke 3. Berkat doa dan restu Couwsuya, ijin dari leluhur-leluhur kita yang lainnya, upacara sembahyang pengangkatan guru murid berlangsung dengan lancar. Mengingat akan usiamu yang masih terlalu kecil, kami tidak akan memaksa kau mengambil jalan HOED, karenanya kau adalah satu-satunya murid Siauw Lim Sie yang tidak cukur rambut, kaupun tidak perlu mempergunakan gelar kependetaan, cukup mempergunakan namamu yang semula.

Kelak jika kau sudah dewasa dan bermaksud menempuh jalan HOED, hal itu baru akan dipertimbangkan kembali, barulah Kami tetua-tetuamu akan mencarikan gelaran mulia untukmu. Mulai sekarang, kau terikat oleh peraturan-peraturan Sauw Lim Sie yang harus kau patuhi sebaik-baiknya. Dengarkanlah baik-baik!"

"Ya, Sucouw ..." Menyahuti Giok Han

Walaupun sebal tapi hatinya gentar melihat keangkeran Tang Sm Siansu dan tiga pendeta Suci Siauw Lim lainnya yang berdiri di belakang Hongthio tersebut, sehingga ia tidak berani rewel.

"Peraturan yang pertama," bilang Tang Sin Siansu lagi, "bunyinya : Setiap murid Siauw Lim Sie harus patuh pada gurunya seperti kepada orang tuanya, menghormati guru maupun pintu perguruannya. Harus patuh kepada saudara seperguruan yang tingkatannya lebih tinggi darinya, harus memperhatikan kesejahteraan saudara-saudara seperguruan, demikian juga terhadap saudara-saudara seperguruannya yang tingkatannya lebih bawah. Tidak boleh mempelajari ilmu silat dari perguruan lain, terlebih lagi ilmu sesat."

Giok Han hanya mendengarkan, sepatah perkataanpun tidak diperhatikan, masuk telinga kiri keluar telinga kanan, Sebal sekali sibocah dengan upacara-upacara yang demikian rumit dan bertele-tele.

"Bunyi peraturan kedua: Setiap murid Siauw Lim Sie harus menjunjung tinggi kebenaran, keadilan dan welas asih. Tidak boleh mempergunakan kepandaiannya buat melakukan perbuatan tercela atau tindakan yang bisa mendatangkan malu terhadap pintu perguruan. Tidak boleh mempergunakan kepandaiannya untuk menindas yang lemah. Peraturan yang ketiga : Setiap murid Siauw Lim Sie ..." Hongthio Siauw Lim Sie itu membacakan terus peraturan-peraturan Siauw Lim Sie, yang harus dipatuhi oleh setiap murid Siauw Lim Sie, yang keseluruhannya berjumlah 30 peraturan. Sampai akhirnya setelah selesai membacakan ketiga puluh peraturan tersebut, Tang Sin Siansu bilang: "Dan bagi setiap murid Siauw Lim Sie yang melanggar salah satu dari peraturan yang telah diberitahukan kepadanya di hadapan Couwsuya, akan menerima hukuman yang setimpal dengan dosa-dosanya !"

Tang Sin Siansu mengibaskan lengan jubahnya, Wie Sin Siansu maju, duduk di sebuah kursi yang ada disamping Hongthio Siau Lim Sie, kemudian Giok Han maju berlutut di depan Wie Sin Siansu, memanggil "Suhu !" tiga kali sambil memanggutkan kepala tujuh kali.

Wie Sin Siansu menepuk-nepuk pundak Giok Han sambil tersenyum. "Bangunlah muridku . . . mulai sekarang kau harus rajin-rajin-belajar apa yang akan kuajarkan kepadamu."

"Ya Suhu," dan Giok Han berdiri di samping gurunya. Murid-murid Siauw Lim Sie mulai dari tingkatan ke sembilan maju memberikan ucapan selamat kepada Giok Han. Memang agak lucu juga peristiwa pengangkatan guru murid sekali ini, karena pada waktu ini murid-murid tingkat 9, 8. 7 dan seterusnya memanggil Giok Han dengan panggilan "Susiokcouw"

"Susiok" dan Iain-lain, panggilan tingkat yang lebih muda kepada tingkat yang lebih tinggi.

Sedangkan murid-murid Siauw Lim Sie tingkat 2 dan 3 yang memberikan ucapan selamat kepada Giok Han sambil menyertai nasehat-nasenat mereka, agar Giok Han rajin-rajin belajar.

Pendeta tingkat 2, saudara-saudara seperguruan yang sama tingkat dengan Wie Sin Siansu, memanggil Giok Han dengan sebutan Sutit, keponakan murid. Pendeta dan tingkat 3 memanggil Giok Han "Sute " adik seperguruan. Bun An Taysu sendiri sambil tertawa berkata kepada sute bungsunya ini: "Sute, aku akan senang sekali nanti latihan bersama-sama kau!"

Tetapi 8 murid Wie Sin Siansu lainnya, tampaknya tidak begitu gembira dengan memperoleh seorang sute kecil seperti Giok Han, mereka tampak tidak puas. Seorang bocah seperti Giok Han mendadak saja bisa mencapai kedudukan yang sama tingkat dengan mereka.

Upacara pengangkatan guru-murid itupun dilanjutkan dengan minum teh, dan akhirnya bubar. Giok Han memperoleh kamar yang terletak pada kuil sebelah timur, tempat untuk murid-murid Siauw Lim Sie tingkat 2 dan 3. kamarnya bersih, ia sekamar dengan Bun An Taysu, si Toasuheng (kakak seperguruan tertua), karena Wie Sin Siansu memerintahkan Bun An Taysu mendampingi si Sute bungsu ini sambil membimbingnya.

Memang benar Wie Sin Siansu yang akan mendidik langsung murid bungsunya. namun Bun An Taysupun harus sering-sering memberikan petunjuk kenada Giok Han. agar si adik seperguruan bungsu itu tidak mengalami kesulitan untuk menerima semua pelajaran dari Wie Sin Siansu.

Wie Sin Siansu mulai mendidik Giok Han dari ilmu dasar, yaitu ilmu pukulan delapan belas arhad, Cap Peh Lo Han Kun. Ilmu pukulan ini terbagi dalam 18 jurus dan setiap jurus terbagi dalam 6 gerakan, sehing ga keseluruhannya berjumlah 108 gerakan.

Ini merupakan langkah pertama bagi murid SiauwLim Sie melatih ilmu pukulan, jika sudah menguasai Cap Peh Lo Han Kun, barulah akan ditingkatkan kepada ilmu pukulan lainnya. Walaupun disebut sebagai ilmu dasar, Cap Peh Lo Han kun dari Siauw Lim Sie ini bukanlah ilmu sembarangan.

Seorang ahli dari Siauw Lim Sie, dengan mempergunakan ilmu pukulan tersebut pasti tidak akan rubuh ditangan musuh berjumlah lebih dari 70 orang! Terlebih lagi kalau ilmu pukulan Cap Peh Lo Han Kun disertai dengan tenaga Sinkang akan menjelma sebagai ilmu pukulan yang tiada lawannya!

Setelah sebulan lebih berlatih, Giok Han mulai senang. Kegembiraannya pulih. Ternyata para pendeta-pendeta itu tidak mengajarkannya membaca Liamkheng seperti yang ditakutinya. Hanya Bun An Tavsu suka juga mengajarkan Giok Han membaca maupun menulis, yang sama sekali tidak ada sangkut paut dengan kependetaan. Membaca syair-syair kuno, menulis dan juga mengenal makna huruf-huruf dari jaman kuno sampai huruf yang sekarang dipergunakan.

Karena sekamar dengan Giok Han, Bun An Taysu pun di waktu-waktu senggang suka bercerita pada si bocah tentang pengalamannya di dunia Ka-ngouw. Memberitahukan juga cara hidup orang-orang Kangouw, tokoh-tokoh Kangouw yang terkenal. Jika mendengarkan cerita Bun An Taysu tentang tokoh-tokoh Kangouw maupun kejadian-kejadian di rimba persilatan Giok Han senang sekali. Sebagaimana seorang anak kecil lainnya, diapun senang di dongengi, hanya bedanya bocah ini menginginkan dongeng dari kisah kenyataan para pendekar dijaman silam, bukan dongengan yang tidak masuk dalam akal.

Otak Giok Han memang encer dan mudah menerima semua pelajaran yang diberikan Wie Sin Siansu maupun Bun An Taysu. Tidak pernah si bocah mengalami kesulitan dalam mempelajari Cap Peh Lo Han Kun.

Wie Sin Siansu sendiri merasa heran campur girang. la tidak menyangka Giok Han bisa menerima semua pelajaran dengan mudah. Dengan sendirinya, semuanya berlangsung lancar tanpa kesulitan. Sebelumnya Wie Sin Siansu merencanakan untuk mengajarkan ke setiap jurus dari Cap Peh Lo Han Kun pada Giok Han selama seminggu. Jurus pertama sudah dilatih seminggu baru akan diajarkan jurus yang kedua dan begitu seterusnya.

Tetapi ketika hari pertama Wie Sin Siansu mengajarkan jurus pertama Cap Peh Lo Han kun, Giok Han sudah segera bisa menangkap apa yang diajarkan kepadanya. Tidak sampai setengah hari tangan dan kuda-kucla kedua kakinya sudah mantap, dan menjelang sore hari ia sudah menguasai jurus pertama ilmu pukulan delapan belas arhad tersebut !

Mulanya Wie Sin Siansu tercengang, takjub, tidak mempercayai apa yang disaksikannya. Namun akhirnya pendeta alim Siauw Lim Sie itu harus mengakui kelebihan-kelebihan Giok Han dari bocah-bocah sebaya dengannya, baik bakat maupun kecerdasannya. "Tidak kecewa ia keturunan seorang besar seperti Giok Hu Goanswee !" Berpikir Wie Sin Siansu saat itu.

Keesokan paginya Wie Sin Siansu perintahkan Giok Han mengulangi jurus pertama yang kemarin dipelajarinya. Si bocah bisa menjalankan jurus itu dengan baik tanpa kesalahan sedikitpun. Kuda-kuda kedua kakinya pun tepat. Wie Sin Siansu jadi memutuskan mengajarkan jurus kedua. Jurus ini lebih rumit dan sulit, dengan enam gerakan juga seperti jurus pertama.

Tapi setiap gerakan memiliki perobahan-perobahan yang mendadak. Dia menyangka Giok Han memerlukan waktu empat atau lima hari untuk mempelajari dan menguasainya, walaupun otak si bocah sangat encer. Tapi si pendeta tua itu kecele lagi. Giok Han bisa mempelajaiinya malah lebih cepat dari jurus pertama ! Jurus kedua dari ilmu pukulan delapan belas arhad itu telah dikuasai waktu matahari tepat bersinar di tengah-tengah, menjelang tengah hari ! Tidak ada alasan lagi buat Wie Sin Siansu menunda-nunda jurus lainnya, yang siang itu diajarkan kepada Giok Han.

Sebagai pendeta yang sakti, Wie Sin Siansu pun akhirnya mengetahui mengapa jurus pertama yang lebih mudah dari jurus ke dua malah dilatih lebih lama oleh Giok Han.

Jurus pertama dilatih satu harian, sedangkan jurus kedua yang lebih sulit hanya setengah hari saja. Hal itu disebabkan jurus pertama adalah saat-saat pertama kali Giok Han melatih ilmu silat Cap Peh Lo Han Kun, memerlukan persesuaian keadaan tubuh dan lain-lainnya. Jurus kedua dilatihnya justeru ketika ia sudah bisa menyesuaikan diri, karenanya jauh lebih cepat !

Jurus ketiga, ke empat dan seterusnya dilatih pada hari ke dua itu, mulai tengah hari sampai sore! Waktu akan kembali ke tempatnya, Wie Sin Siansu sudah menurunkan seluruh ke delapan belas jurus Cap Peh Lo Han Kun ! Memang suatu kejadian luar biasa, dalam dua hari Giok Han sudah menguasai kedelapan belas jurus Cap Peh Lo Han K.un, lengkap dengan setiap 6 perobahan gerakan dari setiap jurus, yang dapat dikuasainya dengan baik tanpa ada kesalahanpun juga !

Malam iiu Wie Sin Siansu segera melaporkan hal itu kepada Tang Sin Siansu. Dengan muka berseri-seri penuh rasa girang dan takjub, Wie Sin Siansu menceritakan bagaimana mulai jurus ke 2 sampai jurus ke 18, dilatih oleh Giok Han hanya dalam waktu 1 hari saja !

Mendapat keterangan seperti itu muka Tang Sin Siansu malah jadi murung, tampaknya ia bersusah hati. Wic Sin Siansu kaget, ia menyangka dirinya melakukan suatu kesalahan. Apalagi dilihatnya Hongthionya berdiam diri saja.

"Hongthio," kata Wie Sin Siansu hati-hati. "Apakah... apakah ada sesuatu yang tidak benar ?"

Tang Sin Siansu menghela napas dalam-dalam. "Tampaknya apa yang Loceng kuatirkan akan menjadi kenyataan. Jika anak itu tidak dipelihara dengan pengarahan sebaik-baiknya, bisa menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit."

Wie Sin Siansu tidak mengerti, hanya mengawasi Hongthionya.

"Wie Sin, kau sudah melihat betapa cerdasnya anak itu, bukan?" Tanya Tang Sin Siansu sambil mengawasi Wie Sin Siansu, Cepat cepat Wie Sin Siansu mengiyakan. "Nah, dari semua itu saja sudah bisa kita pastikan, bahwa Giok Han dapat mempelajari sebagian besar ilmu silat Siauw Lim Sie tidak lebih dari dua atau tiga tahun! Ilmu perguruan kita tidak akan rampung hanya di latih dua puluh tahun, sedikitnya memerlukan tigapuluh tahun, itupun belum pasti bisa dilatih keseluruhannya. Kalau sekarang ilmu pintu perguruan kita yang harus dilatih oleh seorang murid selama tigapuluh tahun lebih, dapat dilatih oleh seseorang hanya dalam waktu dua atau tiga tahun, apa yang akan terjadi ?"

Wie Sin Siansu tercekat, mukanya jadi pucat. Seketika ia baru tersadar. "Maksud Hongthio... Giok Han..."

"Bocah itu tampaknya luar biasa sekali, berbeda dengan anak-anak sebaya lainnya. Buktinya? Cap Peh Lo Han Kun biasanya bisa dikuasai oleh seorang murid baru setelah ia berlatih dengan tekun selama satu tahun. Terkadang lebih. Tapi, Giok Han bisa menguasainya dalam dua hari, seperti dalam laporanmu tadi ! Benar-benar kejadian yang sulit diterima oleh akal kita. Sesuatu yang sangat mustahil, tapi sudah menjadi kenyataan.

Melihat kenyataan seperti itu, Loceng berani memastikan anak itu bisa mempelajiri sebagian ilmu silat kita dalam waktu dua tiga tahun. Tidak lebih dari itu!"

Wie Sin Siansu jadi berpikir keras. Apa yang dikatakan Hongthionya ini tidak keliru. Melihat kecerdasan yang dimiliki Giok Han, tampaknya memang bukan mustahil ia bisa mempelajari sebagian ilmu silat Siauw Lim Sie dalam waktu yang sangat singkat.

"Hongthio," kata Wie Sin Siansu kemudian, "apakah hal ini bukan terjadi hanya kebetulan saja, mungkin nanti melatih ilmu lainnya ia tidak akan secepat itu? Atau..."

Tang Sin Siansu tersenyum sabar, ia mengulapkan tangannya. "Omitohud! Siancay! Kau tentu ingin bilang bahwa Giok Han kebetulan bisa mempelajari Cap Peh Lo Han Kun begitu cepat dan mungkin jika mempelajari ilmu lain ia tidak secepat itu? Loceng kira malah sebaliknya ! ia akan lebih cepat dan lebih mudah menguasai ilmu lainnya, karena semakin banyak ilmu yang telah diserap, bukakah ia akan lebih cepat memahami sesuatu jurus dari setiap ilmu pukulan, yang bagaimana sulit sekalipun?

Boleh saja kita menduga bahwa dulu waktu ayahnya masih hidup, ia sudah mulai mempelajari ilmu silat dibawah bimbingan ayahnya atau panglima-panglima kepercayaan ayahnya. Kemungkinan seperti itu bisa saja terjadi mengingat ayahnya seorang Jenderal besar, Tapi, masuk akalkah jika Cap Peh Lo Han Kun dipelajari dan dikuasai oleh seorang anak seperti Giok Han hanya dalam dua hari? Sedangkan murid tingkat sembilan, yang sudah bertahun-tahun berdiam disini, jika kita perintahkan membawakan Cap Peh Lo Han Kun, belum tentu bisa membawakannya dengan sempurna, kesalahan kesalahan kecil pasti dibuatnya. Sedangkan menurut laporan kau Wie Sin, waktu itu Giok Han sudah menguasai kedelapan belas jurus Cap Pen Lo Han Kun, kau perintahkan kepadanya membawakan dari mulai jurus-jurus ilmu pukulan itu dan tidak ada kesalahan kecilpun yang dilakukannya! Yang Loceng kuatirkan, kalau memang anak itu bisa dibawa dalam pengarahan yang baik, tentu merupakan anugerah HODCOUW (Sang Budha), tapi kalau sebaliknya ? Siapa yang bisa mengendalikannya kelak kalau ia sudah dewasa dan menguasai ilmu silat Siauw Lim ?"

Wie Sin Siansu menggidik mendengar perkataan Tang Sin Siansu terakhir itu. "Kalau demikian, apakah harus ada pembatasan-pembatasan dulu dalam menurunkan pelajaran kepada anak itu. Hongthio?" tanya Wie Sin Siansu.

Tang Sin Siansu menggeleng. "Siancay, hal itu tidak baik. Tidak pernah perbuatan seperti itu kita lakukan terhadap murid yang manapun. IImu Siauw Lim yang manapun berhak dipelajari oleh seluruh murid-murid Siauw Lim Sie, tanpa pengecualian, tergantung dari kemampuan dan bakat mereka. Hanya Giok Han tampaknya memiliki keluar-biasaan yang harus dipertimbangkan sebaik-baiknya, bagaimana caranya membawa anak itu pada suasana lingkungan jiwa yang baik, agar perkembangan jiwanya lurus dan bersih."

"Kita tak berhak menghambatnya dengan membatasi ilmu untuknya, tapi perlu sekali pengamatan terhadap semua sepak terjangnya, dengan demikian kita bisa mengetahui secepatnya bagaimana jiwa dan watak anak itu, agar tidak terjadi penyesalan setelah terlambat. Jika terlihat tanda-tanda kurang baik dalam sepak terjangnya, kita harus segera menghentikan pengajaran padanya. Kita akan rundingkan lagi hal itu, apakah perlu diambil langkah-langkah seperlunya, misalnya anak itu dikeluarkan dari Siauw Lim Sie dengan alasan tertentu dan dipercayakan kepada pintu perguruan lainnya."

Wie Sin Siansu mengangguk. "Tecu akan memperhatikannya sebaik mungkin. Mudah-mudahan apa yang kita kuatirkan tidak terjadi, dan sepak terjang anak itupun semoga saja tida sesat."

"Omitohod." Tang Sin Siansu merangkapkan tangannya memuji kebesaran Sang Buddha. "Besok adalah hari ketiga kau mendidik Giok Han, ilmu apa yang akan kau ajarkan lagi padanya ?"

"Semula Tecu bermaksud akan mengajarkan Sin Wan Kun, tapi setelah menerima petunjuk-petunjuk Hongthio, biarlah anak itu akan tecu perintahkan melatih dulu sebulan jurus-jurus Cap Pen Lo Han Kun, agar ia lebih mahir."

Tang Sin Siansu mengangguk, menyetujui rencana Wie Sin Siansu. "Besok jika ia sedang berlatih Loceng akan pergi melihatnya," kata Hongthio tersebut.

Wie Sin Siansu pamitan mengundurkan diri dari hadapan Hongthionya, di kamarnya ia duduk bersemedi. Tapi pikirannya tidak bisa tentram. Sebagai seorang yang sejak kecil melatih ilmu silat dan hidup sebagai seorang pendeta alim, ia sangat menomor satukan ilmu silat, semakin tinggi kepandaiannya, semakin besar penghargaannya terhadap ilmu silat yang lebih sulit.

Juga akan merasa gembira jika bisa mendidik murid-muridnya memperoleh kemajuan, sekarang Giok Han menjadi muridnya, bocah itu memiliki bakat dan kecerdasan yang luar biasa tentu saja di samping kekuatiran terhadap pesan-pesan Hongthionya, ia pun merasa bersyukur, di mana Giok Han bisa mengharapkan menerima semua ilmunya dengan baik.

Walaupun sebagai pendeta alim, Wie Sin Siansu tetap saja seorang manusia, yang masih belum keseluruhannya sanggup melepaskan diri dari perasaan girangnya. Sebab itu ia merasa sayang kalau bakat yang demikian bagus pada diri si bocah tersia-sia. Hanya saja Wie Sin Siansu pun berpikir, kalau sampai apa yang dikuatirkan oleh Hongthio Siauw Lim Sie terjadi, di mana Giok Han berhasil melatih seluruh ilmu Siauw Lim Sie dalam wakta singkat, kemudian berpaling dari jalan yang lurus, siapa yang bisa menguasainya ?

Wie Sin Siansu jadi gelisah ia bcrsemedhi umuk menenangkan pikirannya, sampai akhirnya selesai bersemedhi, si pendeta alim yang biasanya tidak pernah bingung menghadapi persoalan bagaimana rumitpun, memutuskan bahwa ia akan mengulur waktu dulu sementara ini, agar bisa memperhatikan sepak terjang Giok Han, adakah jiwa dan watak si bocah bersih dan lurus atau kebalikannya, Jika memang terbukti bocah itu memiliki sifat yang baik dan terpuji, ia tidak akan ragu-ragu lagi meneruskan pendidikan pada bocah itu.

Keesokan harinya, waktu Wie Sin Liancu Perintahkan Giok Han melatih kedelapan belas jurus, Cap Peh Lo Han Kun, secara diam-diam Tang Sin Siansu memperhatikan. Dia ia semakin yakin dengan dugaannya bahwa Giok Han merupakan seorang bocah luar biasa, yang memiliki banyak kelebihan dari bocah-bocah sebaya lainnya Delapan belas jurus Cap Peh Lo Han Kun, dengan setiap jurus ada 6 perobahan gerak, dapat dilakukan Giok Han dengan baik, tanpa melakukan satu kesalahanpun juga, walaupun ia baru 3 hari mempelajari ilmu Cap Peh Lo Han Kun tersebut. Keputusan Tang Sin Siansu semakin bulat, bahwa Wie Sin Siansu harus membatasi dulu dan mengulur waktu dalam mewarisi kepandaiannya pada si bocah.

Hal itupun disampaikan kepada Wie Sin Siansu. "Kita perhatikan dulu selama tiga bulan, jika selama ini Giok Han berkelakuan baik, barulah diwarisi secara wajar." perintah Tang Sin Siansu pada Wie Sin Siansu.

Karena keputusan Tang Sin Siansu, akhirnya selama sebulan lebih itu Giok Han hanya melatih semacam ilmu saja, yaitu Cap Poh Lo Han Kun. la melihat delapan belas jurus, jurus ke satu sampai jurus ke delapan belas, kemudian kembali ke jurus pertama.

Memang membosankan, pernah Giok Han menanyakan kepada Wie Sin Siansu, apakah tidak ada ilmu lainnya yang bisa dipelajarinya, selain Cap Peh Lo Han Kun, Giok Han juga memperlihatkan bahwa ia benar-benar sudah menguasai kedelapan belas jurus ilmu pukulan Arhad tersebut.

Tapi Wie Sin Siansu selalu bilang. "Kau harus berlatih sampai benar-benar menguasai ke delapan belas jurus itu, muridku. Masih banyak kelemahan dan kekurangan yang kau lakukan. Jika sudah tiba waktunya aku akan mengajarkan lagi ilmu lainnya !"

Karena rasa bosannya harus terus menerus melatih Cap Peh Lo Han Kun, akhirnya Giok Han lebih sering memperhatikan Bun An Taysu yang tengah berlatih, Giok Han duduk dan mengawasi saja latihan yang dilakukan Bun An Taysu. Kalau malam hari, Giok Han pun sering meniru-niru Bun An Taysu duduk bersemedi, banyak bertanya kepada Toasuhengnya ini apa yang harus dilakukan melatih ilmu pernapasan.

Karena Bun An Taysu menyukai sute kecilnya ini, akhirnya ia suka juga memberitahukan cara-cara melatih ilmu pernapasan. la menyangka Giok Han hanya iseng-iseng meniru setiap gerak-gerik yang dilakukannya, ikut duduk bersemedhi. Tetapi siapa tahu, Giok Han benar-benar melatih dengan penuh kesungguhan.

Rasa isengnya malah membuat si bocah lebih tertarik untuk mendengarkan Toasuhengnya menceritakan berbagai ilmu-ilmu silat Siauw Lim Sie, yang telah dikuasai Toasuhengnya tersebut. "Nanti jika kau sudah memperoleh dasar yang cukup kuat, Suhu tentu akan mengajarkan kau ilmu-ilmu itu,"

Bun An Taysu selalu berkata begitu jika Giok Han terlalu rewel bertanya sesuatu yang berhubungan dengan ilmu silat yang diceritakan oleh Bun An Taysu.

Pada suatu malam, ketika mereka ingin tidur, Giok Han menggoyangkan lengan Toa suhengnya.

"Ada apa, Sute ?" tanya Bun An Taysu sambil bangkit duduk.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar