Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 02

Baca Cersil Mandarin Online: Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 2
Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 2

Kepandaian lmu silat merekapun tidak rendah, ilmu andalan sepasang tabib yang terkenal itu adalah masing-masing sebatang pedang, mereka sanggup bekerja sama satu dengan yang lainnya, seakan juga ilmu pedang mereka itu utara Im dengan Yang yang dapat saling menutupi kelemahan mereka satu dengan yang lainnya. Tabib yang pria bernama cukup aneh juga, yaitu Tung Yang, sedangkan terinya bernama Tung Im.

Namun, sepak terjang sepasang tabib itu sulit diterka dan juga sangat susah mengetahui di mana mereka berada.

Karena teringat kepada sepasang tabib luar biasa itu yang diduga oleh Khang Thiam Lu adalah sepasang lelaki dan wanita yang berada di luar jendela kamarnya, ia jadi batal menutup jendela kamarnya, dia mengawasi kedua orang itu ragu-ragu.

"Apakah jiewie Sepasang Tabib Hutan?" Tanya Khang Thiam Lu akhirnya, masih tetap ragu.

Lelaki yang berpakaian seperti pengemis menunda mengunyah, mementang matanya lebar-lebar, kemudian balik bertanya: "Sepasang Tabib Hutan ? Ooooooo, sungguh keterlaluan sekali kau, Tuan.... apakah kau beranggapan kami ini manusia hutan ?!"

Mendengar jawaban orang itu, juga menyaksikan sikapnja, Khang Thiam Lu jadi semakin yakin kepada dugaannya, dengan muka yang sejenak berseri, cepat-cepat merangkapkan sepasang tangannya memberi hormat kepada kedua orang itu. "Maaf," katanya, "tadi Siauwte terlalu lancang dan kurang ajar menyambut kedatangan jiewie. Jika memang jiewie sudi untuk singgah ke tempat kami, betapa senangnya kami !"

Lelaki dan wanita itu saling pandang sejenak lamanya, kemudian yang laki-laki mengulap-ulapkan tangannya.

"Tidak," katanya, "tidak. kami tidak mau singgah. Hu, nanti kau menyangka bahwa kami menginginkan makananmu. Kami sendiri masih mempunyai makanan, tidak kesudian pada makananmu!" Setelah berkata begitu, lelaki itu mengeluarkan lagi sekerat dendeng dari sakunya, mengunyahnya sambil sekali-sekali berkata dengan mata yang meram melek : "Enak, enak sekali. Sungguh sedap..."

Khang Thiam Lu jadi bimbang lagi. Apakah sepasang manusia yang tampaknya tidak beres pikirannya ini adalah Sepasang Tabib Hutan yang terkenal itu ? Mungkinkah itu ? Melihat lagaknya mereka selain sinting juga sangat jorok sekali, sampai seperti pengemis mana mungkin mereka bisa memiliki ilmu pengobatan yang lihay dan juga tidak kelihatan tanda-tanda orang itu memiliki ilmu silat yang berarti.

Wanita di samping si lelaki berpakaian pengemis sudah merebut lagi dendeng di tangan temannya, sambil katanya. "Kau tua bangka sungguh kikir, mengeluarkannya sekerat demi sekerat..." dan ia mengunyah lagi.

Lelaki itu tersenyum dengan sikap yang agak sinting, merogoh sakunya mengeluarkan sekerat daging dendeng lagi. Khang Thiam Lu hanya mengawasi bengong saja. "Mau ?." Tanya lelaki itu sambil menyodorkan daging itu kepada Khang Thiam Lu. "Sangat gurih dan enak .... makanlah !"

Khang Thiam Lu menggelengkan kepalanya perlahan-lahan diliputi keraguan dan putus asa. Tidak mungkin sepasang manusia yang tampaknya sinting itu adalah Sepasang Tabib Hutan yang sangat terkenal itu. Punah harapan yang tadi sempat muncul dihatinya. Dengan lesu ia bermaksud menutup daun jendela kamar.

"Tolol ! Manusia dungu !" Menggerutu lelaki berpakaian pengemis itu. karena maksud baiknya ditolak Thiam Lu. "Nih, makan !" Perkataannya itu diakhir dengan timpukan dendeng itu ke arah muka Khang Thiam Lu. Kaget Khang Thiam Lu, dia coba memiringkan kepalanya ke kiri, tetapi mendadak wanita di sisi lelaki itu pun sudah menimpuk dengan sisa daging dendengnya ke muka Khang Thiam Lu. itulah timpukan yang disertai tenaga dalam, angin menyambar cukup keras.

"Kalian....?", belum lagi habis perkataan Khang Thiam Lu, di saat mulutnya tengah terbuka begitu, justeru menyambar sepotong daging lainnya. Karena lelaki berpakaian seperti pengemis itu sudah menimpuk dengan sepotong daging lainnya. Tepat sekali timpukan lelaki itu, tenaganya pun sudah diperhitungkan, sebab masuk ke dalam mulut Khang Thiam Lu tanpa berakibat buruk.

Coba kalau tidak sedang terluka didalam yang parah seperti itu, niscaya Khang Thiam Lu bisa menghindarkan timpukan sepasang manusia itu. Hanya saja dia cuma berhasil menghindar dari dua timpukan dan timpukan yang terakhir itu langsung masuk ke dalam mulutnya. Memang lelaki itu tampaknya semula menimpuk untuk menggertak belaka.

Waktu daging dendeng itu masuk ke dalam mulut Khang Thiam Lu, seketika terasa olehnya hawa yang dingin bukan main dari daging itu, seperti juga sepotong es masuk ke dalam mulutnya. Di samping itu daging dendeng itu harum sekali, harum melebihi bunga bwee-tan kaget Khang Thiam Lu, hatinya tergerak. Dan ia batal mengeluarkan daging itu dari dalam mulutnya.

"Kunyah. Makan ! Kau mau mati ?!" Teriak lelaki itu. "Ayo makan ! Jangan pikirkan soal kematian, kalau belum saatnya tidak nantinya mati !"

Khang Thiam Lu yang sejak beberapa hari terakhir sudah berputus asa oleh luka di dalam tubuhnya, dan sekarang di waktu dalam keadaan sudah demikian lemah, sudah tidak memperdulikan segala ancaman. la seketika jadi nekad. Pikirnya: "Biarlah aku makan dendeng ini, kalau memang sepasang manusia ini bermaksud baik, dan mereka Sepasang Tabib Hutan, aku tentu tertolong. Jika tidak, ya paling tidak aku memang mati juga."

Karena berpikir begitu. Khang Thiam Lu mengunyah. Bukan main harumnya daging itu, sehingga terasa olehnya seperti bukan tengah makan daging, melainkan tengah mengunyah sekuntum bunga. Malah terasa juga wangi arak dari daging yang dikunyah. Seketika, Khang Thiam Lu tersadar.

Bukankah daging itu adalah semacam daging obat, karena Sepasang Tabib Hutan memang sangat aneh dalam memberikan pengobatan kepada orang-orang yang meminta pertolongan dari mereka ?

"Enak ?!" Tanya lelaki asing itu ketika melihat Thiam Lu tengah mengunyah. "Buka mulutmu .... Aku akan membagi lagi kepadamu !"

Selama mengunyah daging itu, semangat Khang Thiam Lu seperti berangsur pulih dan ia merasa jauh lebih segar dari sebelumnya. Semakin kuat dugaannya bahwa sepasang manusia di luar kamarnya ini adalah Sepasang Tabib Hutan. Maka tanpa ragu-ragu ia membuka mulutnya Iebar-lebar, sedangkan lelaki asing itu menjentik sesuatu, yang menyambar masuk ke dalam mulut Khang Thiam Lu. itulah sebutir pil, yang juga menyiarkan harum semerbak keras sekali. Begitu Khang Thiam Lu mengunyahnya, ia merasakan tubuhnya sangat segar, kalau semula tubuhnya bergoyang-goyang tidak bertenaga seakan ingin rubuh terguling, sekarang dia sudah bisa berdiri tegak di atas kedua kakinya. Memang pengobatan yang sangat luar biasa serta menakjubkan sekali !

Waktu itu yang lelaki telah menoleh kepada si wanita, katanya: "Jangan lama-lama di sini, bisa berabe, jangan-jangan nanti dia minta dibagi lebih banyak, bisa-bisa aku jadi rudin !" katanya sambil menuntun tangan si wanita. Wanita asing itu mengangguk sambil mengikuti si lelaki asing untuk meninggalkan tempat tersebut.

Kiiang Thiam Lu yang merasakan tubuhnya bertambah segar, tengah girang dan bersyukur, hanya bengorg takjub saja. Namun melihat kedua orang itu ingin pergi, segera dia melompat keluar dari jendela. Benar-benar menakjubkan, karena dia bisa melompat lincah keluar dari kamar, berbeda dengan keadaannya pada sebelumnya yang begitu lemah dan seakan sudah mendekati ajal.

Dia berlari mengejar kedua orang itu, merangkapkan kedua tangannya memberi hormat sambil katanya: "Terima kasih atas pertolongan jiewie," katanya dengan membungkukkan tubuh dalam-dalam. "Terimalah hormat Siauwte Khang Thiam Lu. yang tidak akan melupakan budi kebaikan Siauwte."

Tetapi, tidak disangka-sangka, waktu tubuh Khang Thiam Lu membungkuk memberi hormat, tahu-tahu tangan kanan lelaki itu terayun menghantam telak sekali punggung Khang Thiam Lu. Sartgat kuat pukulan itu, sampai Khang Thiam Lu sulit mengelak dan juga terjerambab ke depan. Dia kaget tidak terhingga. Jadi apa maksud kedua orang itu, apakah mereka ingin menolongnya atau memang hendak mencelakainya ? Bukankah tadi mereka memberikan obat yang sangat mujarab dan aneh kepadanya ?

Tetapi mengapa sekarang justeru lelaki itu menghantam begitu kuat kepadanya ? Dan disusul kemudian Khang Thiam Lu memuntahkan darah yang bergumpal hitam. Mukanya jadi pucat lagi.

"Apa itu budi kebaikan ?!", menggumam lelaki aneh itu, dia menuntun tangan wanita temannya. "Mari Kie-moay, kita harus cepat-cepat pergi, bisa-bisa nanri dia minta budi kebaikan yang lebih besar lagi !" kedua orang itupun melangkah sangat cepat, sekejap saja sudah lenyap dari pandangan Khang Thiam Lu.

Lama Khang Thiam Lu duduk bengong di atas tanah. Lam Sie melongok dari jendela. Tadi melihat Khang Thiam Lu melompat keluar dari kamar, dia cepat-cepat menghampiri jendela, untuk melihat apa yang terjadi. Hatinya kuatir bukan main. Tetapi dilihamya Khang Thiam Lu tengah memberi hormat kepada kedua orang itu, keadaannya tampak jauh lebih segar dari sebelumnya.

Hati Lam Sie jadi agak tenang. Hanya saja baru saja hatinya mulai tenteram, dia melihat lelaki itu menghantam dengan tangannya ke punggung Khang Thiam Lu, kuat sekali. membuat Khang Thiam Lu terjerambab dan memuntahkan darah hitam bergumpal. Lam Sie menjerit kaget dan cepat-cepat kembali ke pembaringan, memeluki majikan kecilnya dengan muka pucat serta tubuh menggigil.

Dia kuatir kedua orang asing itu masuk ke dalam kamar untuk membunuh Siauwyanya Jan dia. Bukankah Khang Thiam Lu sudah dihantam terjerambab tanpa berdaya ? Mengingat lagi memang pada waktu itu Lam Sie tahu benar Khang Thiam Lu tengah terluka di dalam yang sangat parah, sehingga tidak mungkin bisa melindungi dia bersama majikan kecilnya.

"Oooh Thian, mengapa tidak juga di beri jalan lolos untuk Siauwya .... ?!" Mengeluh Lam Sie dengan air mata bercucuran.

Malam sangat sepi, kedua orang aneh itu sudah pergi entah kemana. Khang Thiam Lu masih duduk bengong dengan muka yang pucat. Lam Sie yang menunggu sesaat lamanya, keaadaan masih juga sepi, tidak terjadi sesuatu, memberanikan diri mendekati jendela, justeru di waktu itu la melihat Khang Thiam Lu tengah menampar kepalanya sendiri beberapa kali sambil berteriak kegirangan.

Lam Sie jadi tertegun tidak mengerti. Apakah Khang Thiam Lu sudah berobah ingatan ? Bukankah tadi dia dihantam kuat-kuat oleh orang itu. namun mengapa sekarang dia malah memukuli kepalanya sendiri sambil berteriak kegirangan ? Apakah hantaman orang aneh itu menyebabkan Khang Thiam Lu tidak beres pikirannya ? Keringat dingin membanjir di sekujur tubuh Lam Sie, yang mengawasi tambah kuatir saja.

Waktu itu Khang Thiam Lu sudah berjingkrak kegirangan, menghampiri Lam Sie yang masin tertegun mengawasi tingkah lakunya dengan hati yang kecut.

"Lam Lopeh aku yakin kedua orang tadi Sepsang Tabib Hutan." kata Khang Thiam Lu. "Mereka telah menolongi jiwaku, memberikan obat yang mujarab. Kini aku sudah sembuh dari luka di dalam, hanya perlu untuk memelihara tenaga dalam dengan bersemedi dalam beberapa hari mendatang, setelah itu aku akan sehat seperti semula, berarti aku dapat melindungi kalian !"

"Oooh benarkah Tayjin ?" Tanya Lam Sie dengan suara tergetar karena terharu, air matanya sampai menitik turun, Kemudian dia berjongkok, menghadap ke langit, gumamnya : "Oooo Thian. sungguh besar berkahMU kepada kami !"

Khang Thiam Lu menepuk perlahan pundak Lam Sie waktu ia sudah melompat masuk ke dalam kamar. Dia tertawa. "Sekarang kita tidak perlu bingung, karena yang terpenting harus tiba di tempat guruku, guna meminta petunjuk beliau bagaimana melindungi Siauwya. Aku yakin, Yong Ceng pasti menyebar orang-orangnya untuk mencari Siauwya kita, karena ia pasti tidak akan mau mengerti dengan menghilangnya Siauwya."

"Ya, Tayjin," mengangguk Lam Sie. "Mudah-mudahan Thian selalu melindungi kita!"

Khang Thiam Lu mengangguk. Katanya : "Pergilah tidur, Lam Lopeh. Aku yang akan berjaga malam ini. Besok pagi kita perlu melanjutkan perjalanan."

Lam Sie tidak membantah, dia memang terlalu lelah, selama berhari-hari ia selalu dikuasai oleh kekuatiran yang sangat, juga memperhatikan keselamatan majikan kecilnya melakukan perjalanan tanpa kenal lelah, seringkali dia menggendong Giok Han, kalau tampak sudah lelah. Jika malam hari, iapun tidak bisa tidur, karena hatinya tidak tenang. Sekarang, rebah sebentar saja dia sudah tertidur nyenyak di samping Giok Han.

Khang Thiam Lu menghela napas dalam-dalam, duduk bersemedhi, unruk mengatur tenaga dalam dan pernapasannya. Bagi seorang akhli silat kelas satu, jelas dengan duduk bersemedhi mengatur pernapasannya, sudah bisa mempersegar dirinya, mengurangi rasa lelah. Namun. waktu dia mengatur jalan pernapasannya, Khang Thiam Lu tercekat hatinya, karena dirasakan adanya suatu kelainan pada pernapasannya. Seperti kacau, tidak biasanya yang selalu teratur dengan baik. Thiam Lu sampai berhenti bersemedhi, duduk termenung.

"Apakah kedua orang tadi memang Sepasang Tabib Hutan ? Apakah memang mereka bermaksud menolongku, atau memang kebalikannya ingin mencelakaiku?" Dengan hati diliputi was-was. ia mulai bersemedhi untuk mengatur pernapasannya. Mulanya berlangsung wajar dan lancar tetapi lewat seperempat jam, tiba-tiba darahnya seperti bergolak dan sulit untuk dikendalikan lagi. Hati Thiam Lu tercekat lagi, untuk ke dua kalinya ia menghentikan semedhinya.

"Pasti ada yang tidak beres di dalam diriku!" Berpikir Thiam Lu. "Apakah memang kedua orang itu setengah-setengah menolongku? Atau memang lukaku belum lagi sembuh benar?! Tapi, sudahlah! Yang terpenting semenit aku bisa hidup, semenit aku akan melindungi Siauwya !"

Dan dia tidak bersemedhi lagi, duduk dengan mata menatap kosong kepada kegelapan malam. Hatinya pedih teringat cara kematian Jenderal Giok Hu, seorang Jenderal yang sebetulnya sangat setia dan jujur.

Kokok ayam terdengar. Lam Sie sudah bangun, bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan. Giok Han dibangunkan. Anak itu menatap heran : "Kita mau pergi kemana lagi, Paman Lam ?!"

Haii Lam Sie sedih bukan main, setiap kali anak itu bertanya seperti itu, rasa dukanya jadi meluap. la memeluk majikan kecilnya, air matanya menitik turun.

"Menemui Papa Siauwya." jawabnya.

"Berapa jauh lagi kita harus melakukan perjalanan, Paman Lam ?!"

"Beberapa hari lagi," menyahuti Lam Sie.

Khang Thiam Lu mengajak mereka tidak membuang-buang waktu, untuk segera melanjutkan perjalanan. Pagi itu hawa udara sejuk seperti biasa, Giok Han berlari-lari kecil dengan gembira, sampai akhirnya merasa letih, barulah ia digendong oleh Lam Sie.

Melakukan perjalanan kurang lebih dua puluh lie, tiba-tiba Khang Thiam Lu yang berpengalaman melihat sesuatu yang tidak beres. Di sebatang pohon menancap sebatang bendera kecil berbentuk segi tiga dan warnanya hitam gelap.

Cepat-cepat Thiam Lu menghampiri dan memperhatikan bendera itu. Hanya bendera warna hitam gelap. Tidak ada gambar apa-apa pada bendera hitam itu, hanya di tengah-tengah bendera itu terlihat bulatan kecil warna kuning. Lain dari itu tidak terlihat tanda apa-apa. Alis Thiam Lu berkerut, dia menduga-duga, entah milik siapa bendera itu ? Mendadak Thiam Lu teringat seseorang, jantungnya seperti berhenti berdegup, mukanya pucat pias dan tubuhnya tergetar sedikit.

Cepat-cepat, dengan sikap agak bingung ia mengajak Lam Sie dan Giok Han melanjutkan perjalanan. Lam Sie heran melihat sikap Thiam Lu, tetapi ia tidak berani menanyakan apa-apa.

Dengan muka yang masih tetap pucat, Thiam Lu berbisik kepada Lam Sie: "Kalau terjadi sesuatu kau tidak usah memperdulikan aku, segera menyingkir dengan Siauwya."

"Tayjin ..."

"Jangan bertanya sesuatu, ingat pesanku tadi. Ayo, kita harus melakukan perjalanan yang cepat," tampaknya Thiam Lu tengah diliputi kegelisahan yang sangat.

Lam Sie tidak berani terlalu banyak bertanya kepada Thiam Lu, hanya menggendong Giok Han dan melakukan perjalanan dengan cepat.

Melakukan perjalanan tidak lebih dari tiga lie, tiba-tiba di sebatang pohon terlihat bendera yang serupa dengan bendera hitam yang pernah mereka lihat tadi. Muka Thiam Lu semakin pucat pias.

"Kita harus mengambil jalan lain, tampaknya dia memang berada disekitar kita !" bisik Thiam Lu dengan suara tergetar. la mengajak Lam Sie Giok Han menikung ke kanan dan mulai melakukan perjalanan dengan cepat. Selama itu Thiam Lu tetap panik. Tetapi berjalan dua lie lebih, kembali tampak sebatang bendera hitam yang serupa dengan yang dua tadi. Sekali ini Thiam Lu berdiri mematung dengan wajah pucat.

"Tampaknya kita sulit menghindar darinya," menggumam Thiam Lu dengan suara tergetar.

Lam Sie jadi kuatir bukan main. "Ada apa sebenarnya, Tayjin ?!" tanyanya.

"Jangan bertanya-tanya dulu, ingat pesanku tadi, apapun yang terjadi, kau jangan perdulikan aku dan selamatkanlah Siauwya. Sekali ini kalau kita bisa lolos dari tangannya, selamatlah kita !" Thiam Lu kemudian mengajak Lam Sie dan Giok Han melakukan perjalanan lebih cepat.

Sepanjang perjalanan mereka selalu melihat bendera hitam dengan lingkaran kuning kecil di tengahnya, bendera-bendera yang serupa dengan yang sebelumnya. Dan selalu tiap tiga lie mereka bisa melihat bendera itu, seakan-akan bendera aneh tersebut berada di mana-mana.

Melihat Thiam Lu panik seperti itu, Lam Sie tambah kuatir. Dia berlari-lari dengan menggendong Giok Han yang didekapnya erat-erat.

Tengah hari setelah melalui hampir tiga puluh lie, mereka bertemu sebuah perkampungan. Tetapi perkampungan ini sangat sepi sekali. Thiam Lu mulai curiga dan tidak tenang begitu memasuki perkampungan yang seperti tidak berpenghuni tersebut. la mengawasi sekitar tempat itu. Sepi, tidak seorang manusiapun terlihat.

"Tempat apa ini, paman Khang ?!" Tanya Giok Han digendongan Lam Sie.

Khang Thiam Lu tidak menjawab, dia benar-benar tegang oleh suasana tersebut, sedangkan Lam Sie membujuk majikan kecilnya: "Ini sebuah perkampungan kecil, Siauwya. kita akan beristirahat di sini. Jangan banyak bertanya dulu Siauwya. nanti kalau ternyata tidak ada penjahat barulah kita makan minum."

"Penjahat ? Paman Lim dan paman Khang takut pada penjahat? Tangkap saja, masukkan ke dalam penjara!" kata Giok Han dengan suara lantang.

"Sstttt," bisik Lam Sie. "Diam-diamlah dulu Siauwya."

Thiam Lu waktu itu sudah memperhatikan sekitar tempat itu. ia melambaikan tangannya memanggil Lam Sie agar lebih mendekat.

"Aku merasakan ada yang tidak beres di tempat ini, apakah lebih baik kita meneruskan perjalanan tanpa perlu singgah disini ? Apakah Lam Lopeh masih kuat untuk melanjutkan perjalanan?!"

Lam Sie mengangguk ragu-ragu.

"Ya, Tayjin, tampaknya suasana kampung ini menimbulkan perasaan yang kurang enak mengapa demikian sepi dan tampaknya tidak ada seorang manusiapun?!"

"

"Ya, tidak terlihat seorang manusiapun juga. Bahkan suara ayam dan anjing tidak terdengar, Lam Lopeh." menyahuti Khang Thiam Lu dengan suara agak tergetar.

Lam Sie merasakan tubuhnya tergetar sedikit, dan dia baru menyadari memang bukan tidak tampak, seekor ayam atau seekor anjing dan binatang lainnya tidak tampak, tidak juga terdengar suara ayam atau salak anjing.

Ini memang luar biasa, kesepian yang menakutkan. Lam Sie jadi memeluk Giok Han lebih erat. Perkampungan apa ini yang demikian kosong sehingga tidak ada satupun makhluk hidup yang tampak?

Melihat Khang Thiam Lu berdua Lam Sie tegang ssperti itu, Giok Han berbisik di telinga Lam Sie: "Ada apa sebenarnya, Paman Lam ?!"

"Tidak ada apa-apa, Siauwya, kita hanya perlu barhati-hati, karena tampaknya ada penjahat disekitar tempat ini." Membujuk Lam Sie.

"Paman Khang memiliki ilmu silat yang tinggi dan gagah, mengapa kita harus takut ?" Bisik Giok Han.

"Siauwya jangan banyak bertanya dulu nanti akan paman jelaskan." kata Lam Sie.

Khang Thiam Lu meminta Lam Sie berdua Giok Han berdiam di tempatnya, dia sendiri maju beberapa tombak menghampiri perkampungan itu. Memang tidak seorang manusiapun dilihatnya. Mukanya jadi semakin pucat. " Apakah dia yang datang ?!" Tampaknya memang tidak ada makhluk bernapas yang dibiarkannya hidup."

Cepat-cepat Thiam Lu kembali ke samping Lam Sie, kuatir ada sesuatu yang mengancam Lam Sie dan majikan kecilnya

"Bagaimana Tayjin, apakah kita meneruskan saja perjalanan tanpa perlu mampir di situ ?!" Tanya Lam Sie dengan suara perlahan.

Khang Thiam Lu mengangguk perlahan. mukanya masih pucat dan tegang. "Lam Lopeh, ingat pesanku. Selamatkanlah Siauwya jika terjadi sesuatu,"

"bisiknya.

Lam Sie cuma mengangguk, hatinya semakin tidak tenang. "Sebenarnya apa yang terjadi di perkampungan itu, Tayjin ?"

"Kukira, seluruh penduduk, berikut ayam anjing, bebek dan makhluk berjiwa lainnya, telah dibunuh semuanya oleh dia!"

"Dia ? Dia siapa, Tayjin ?"

"Nanti akan kujelaskan kalau kita berhasil lolos dari tempat ini !" Bisik Thiam Lu, suaranya tergetar dan menarik tangan Lam Sie untuk menyingkir dari tempat tersebut.

Setelah meninggalkan perkampungan itu dua lie lebih, mereka melihat lagi sebatang bendera kecil bentuk segi tiga berwarna hitam. Lam Sie melihat tubuh Thiam Lu menggigil, muka Khang Thiam Lu pun bertambah pucat. "Cepat Lam Lopeh, kita harus cepat menyingkir dari tempat ini!" Berbisik Thiam Lu dengan suara serak dan kering.

Lam Sie semakin kuatir dan tegang, ia tidak berani banyak bertanya. Walaupun sudah lelah menggendong Giok Han, ia setengah berlari melakukan perjalanan.

Baru melakukan perjalanan belum satu lie, di depan mereka menggeletak dua sosok mayat, tidak bernapas. Muka mereka biru gelap seperti mati keracunan. Di samping kedua orang itu, terpisah kurang lebih belasan tombak, tampak bangkai seekor anjing yang juga mati dengan tubuh hitam bagaikan keracunan.

Dengan ketegangan yang meningkat, Thiam Lu menghampiri kedua mayat dan memeriksanya. Akhirnya dengan suara serak kering dia mengguman : "Benar dia..."

Tidak buang waktu lagi segera Khang Thiam Lu menarik tangan Lam Sie. diajaknya berlari. "Cepat .... terlambat sedikit saja, celakalah kita!"

Lam Sie berlari-lari menggendong Giok Han, yang mengawasi terheran-heran. Bocah itu tidak mengerti mengapa kedua orang Paman itu demikian tegang. Berlari belum begitu jauh, tiba-tiba terdengar suara Khim (harpa) yang dipetik lembut dan merdu dari arah depan mereka, halus sekali suara musik itu, bagaikan musik dari Sorga.

Khang Thiam Lu seperti terpantek ke dua kakinja di tanah, karena ia berhenti berlari dengan mendadak. Hampir saja Lam Sie yang menggendong Giok Han terpelanting ke depan. Untung dia masih sempat mencekal kuat-kuat tangan Khang Thiam Lu membuatnya hanya terhuyung ke depan beberapa langkah.

"Kita terlambat !", mengeluh Thiam Lu dengan bibir agak tergetar. Dengan muka pucat dia menoleh kepada Lam Sie: "Ingat pesanku, janganlah perdulikan apa yang terjadi, selamatkanlah Siauwya ! Pergilah sekarang ke kampung tadi .... cepat .... ayo cepat Lam Lopeh .... sedetik saja terlambat, sulit kita melindungi Siauwya ..."

Lam Sie mengetahui bahwa Khang Thiam Lu seorang gagah perkasa, pengawal pribadi dari Jenderal Giok Hu Tidak pernah Thiam Lu bersikap seperti itu, karena menghadapi kematianpun dulu ia tidak pernah gentar.

Sekarang ia panik dan tegang seperti itu, pasti ada sesuatu yang benar-benar menakutkan. "Ayo cepat Lopeh, oooooo, terlambat sedikit saja, habislah kita ..."

Lam Sie tidak bisa bertanya apa-apa, karena tangannya telah digentak oleh Thiam Lu, agar dia berlari balik dari arah mana tadi mereka datang. Sedangkan Thiam Lu berdiri tegang menantikan datangnya orang yang memetik Khim dengan suara merdu itu, dengan tangan menggenggam pedangnya. Tubuhnya agak menggigil.

Lam Sie berlari akan meninggalkan Thiam Lu, tetapi Giok Han sudah berkata: "Paman Lam, jangan tinggalkan Paman Khang!"

"Cepat! Ayo cepat pergi !" Bentak Thiam Lu dengan sikap semakin tidak tenang, sedangkan suara Khim itu semakin dekat dan sangat merdu.

"Oooo, betapa pengecutnya Paman Lam kalau meninggalkan paman Khang ! Tampaknya ada sesuatu yang mengancam keselamatan jiwa paman Khang!" Teriak Giok Han sambil meronta ingin turun dari gendongan Lam Sie.

"Siauwya, kita harus menyingkir dulu, paman Khang pasti bisa menghadapi apapun juga ..." Membujuk Lam Sie, yang kebingungan dan tegang.

"Tidak mau!" Menggeleng Giok Han. "Turunkan aku !"

"Siauwya !?"

"Turunkan aku !" Dan Giok Han mengawasi Paman Lam dengan sorot mata yang bening. Bola mata yarg tajam, bola mata bocah yang tentu saja masih bersih. Lam Sie jadi serba salah. Belum pernah dia menolak setiap permintaan Giok Han, sebagai pengasuh yang baik, ia selalu patuh terhadap keinginan Giok Han.

Tetapi sekarang tampaknya memang ada bahaya yang menakutkan, maka Lam Sie jadi serba salah.

Khang Thiam Lu jadi panik melihat Lam Sie masih belum meninggalkan tempat itu, dengan keringat dingin sudah memenuhi muka dan sekujur tubuhnya, dia menoleh, bentaknya: "Lam Sie apakah kau tidak mau mendengar perintahku lagi ? Ayo cepat bawa Siauwya meninggalkan tempat ini ! Cepat !"

Dan dia membanting-banting kakinya dengan jengkel kebingungan. Mukanya pun pucat pias. Suara Kim semakin terdengar jelas mendekat.

"Paman Khang, aku tidak mau pergi meninggalkan kau !" Teriak Giok Han nyaring. kemudian menoleh kepada Lam Sie yang tengah kebingungan : "Paman Lam, turunkan aku !"

"Siaawya, keadaan.."

"Turunkan aku!" Giok Han meronta "Apakah Paman Lam sudah tidak sayang aku lagi?"

Lam Sie terpaksa menurunkan Giok Han dari gendongannya, ia kuatir majikan kecilnya itu jatuh sehingga melukainya atau mempersakiti Giok Han.

Setelah diturunkan dari gendongan, dengan sikap yang gagah dan dada membusung ke depan, hocah itu bilang : "Paman Lam, betapa Paman tidak malu bersikap sepengecut itu ! Tidaklah Paman Lam malu, melihat Paman Khang akan menghadapi bahaya, lalu ingin melarikan diri menyelamatkan diri sendiri..."

Lam Sie menunduk dengan hati susah. "Siauwya..."

"Paman Lam tidak perlu beralasan apa pun juga, aku sudah menyaksikan betapa Paman terlalu mementingkan diri sendiri! Seharusnya Paman Lam membantui Paman Khang menghadapi bahaya itu sampai tetes darah terakhir!" kata Giok Han dengan suara nyaring dan sikapnya yang dibuat-buat gagah jadi lucu tampaknya. "Kalau paman Lam tidak mau membantui paman Khang, biarlah aku yang akan membantuinya."

Thiam Lu melihat Giok Han berdua Lam Sie belum meninggalkan tempat itu, jadi membanting-banting kakinya kebingungan, mulanya seperti orang ingin menangis karena terlalu tegang dan bingung. "Aduhh, Lam Sie benar-benar kau tidak tahu bahaya tengah mendatangi. Ayo cepat pergi... ayo cepat..." Berseru Thiam Lu.

Tetapi sudah terlambat. Sekarangpun Lam Sie berdua Giok Han ingin pergi, sudah tidak akan keburu lagi, sebab orang yang memetik Khim itu sudah muncul, tengah mendatangi ke arah mereka dengan tindakan perlahan-lahan, di tangan kiri tercekal alat tetabuhan berbentuk seperti labu, tangan kanannya memetik tali-tali Khim yang terbentuk aneh itu.

"Benar dia," mengeluh Thiam Lu dengan bibir kering. Mukanya semakin pucat.

Orang yang baru muncul dengan alat musik yang aneh bentuknya itu tidak lain seorang gadis cantik jelita, rambutnya yang tumbuh panjang dibiarkan tergerai ujungnya sampai kebetis kakinya. Wajahnya luar biasa cantik, matanya indah, hidungnya mancung kulitnya putih seperti juga lapisan salju di gunung Thian San, bibirnya tampak terkatup rapat, walaupun tidak tersenyum namun bibir yang tipis merah itu sangat bagus sekali.

Jari-jari tangannya yang memetik tali-tali alat musiknya lentik dan menarik, ia mengenakan baju panjang terbuat dari sutera putih. Kalau melihat gadis itu di malam hari, tentu akan disangka orang sebagai peri atau dewi.

Lam Sie melihat gadis itu pun jadi tertegun ragu-ragu. Gadis inikah yang ditakuti oleh Thiam Lu ? Gadis secantik itukah yang membuat Thiam Lu jadi tegang dan ketakutan, seakan tengah menghadapi kehadiran seorang malaikat pencabut nyawa dari akherat ?

Sungguh tidak bisa diterima akal sehat Lam Sie, bahwa gadis yang tampak cantik jelita, lemah lembut, juga gemulai langkah kakinya, bisa membuat Thiam Lu ketakutan seperti itu. Dia menghela napas dalam-dalam hati Lam Sie agak tenang. Kalau hanya gadis itu saja, pasti Thiam Lu tidak perlu takut seperti tadi, sebab ia akan bisa menghadapinya.

Giok Han melihat wanita itu, jadi tersenyum dan menarik ujung tangan baju Lam Sie, bisiknya: "Paman Lam, dia tampaknya Ciecie yang baik, mengapa kalian tadi harus ketakutan setengah mati ? Bukankah malah menyenangkan bisa mendengarkan Ciecie itu memainkan alat musiknya ? !"

Wanita cantik jelita yang baru datang itu tiba-tiba menyentak salah satu tali alat musiknya, mendenting nyaring sekali, menusuk anak telinga. Dia menyudahi memainkan lagunya, matanya yang tampak sangat indah itu, tapi memancarkan sinar yang dingin, perlahan-lahan merayap kearak Giok Han. Bibirnya yang terkatup tanpa senyum perlahan-lahan pun terbuka, suaranya sangat merdu luar biasa waktu dia bilang: "Adik kecil, apakah kau menyukai lagu yang ku-mainkan tadi ?"

Giok Han mengangguk sambil tertawa. "Ciecie pandai sekali memainkan alat musik mu, suaranya sangat merdu," sahutnya.

Thiam Lu sangat kebingungan dan gugup berulang kali dia memberi isyarat kepada Lam Sie agar membawa Giok Han pergi menyingkir.

Dengan tenang, wanita itu menoleh kepada Thiam Lu : "Tayjin, tampaknya kau sudah melakukan perjalanan sangat jauh. Lelah sekali. Maukah kau mendengar lagu lainnya ? Siauwmoay bersedia memainkan beberapa lagu untukmu !"

Bibir Thiam Lu tergetar, dia memaksakan diri buat tersenyum.

"Siocia, kau memang pandai sekali memainkan alat musikmu itu..." Memuji Thiam Lu dengan suara yang serak.

"Pranggggg !"

"tiba-tiba alat musik ditangan wanita itu hancur berkeping-keping sebab wanita itu menghantamkan alat musik tersebut ke sebongkah batu di dekatnya yang ada di jalan tersebut, Dengan muka yang semakin dingin dia bilang: "Pandai memainkan alat musik ? Apa itu saja ?!"

Muka Thiam Lu jadi pucat pias, dia sampai mundur selangkah kebelakang. Sedangkan Giok Han dan Lam Sie pun kaget tidak terkira waktu alat musik itu dihancurkan oleh wanita tersebut, sehingga mereka memandang sayang pada alat musik yang telah hancur itu.

Giok Han mempergunakan kedua tangannya menutupi telinganya, karena waktu alat musik itu dihantamkan pada batu suaranya menyakiti anak telinga. Bocah itu pun mengawasi seakan akan merasa sayang alat musik berbentuk aneh itu sudah hancur berkeping-keping, seakan juga dia mengiler untuk memegang alat musik yang menarik hati itu.

"Maksudku... maksudku...." Suara Thiam Lu tidak lancar.

"Katakan, apakah hanya itu saja?" Suara wanita itu tidak keras, bukan membentak tetapi bernada memerintah. Mukanya yang cantik jelita dingin sekali, tidak memperlihatkan perasaan sedikitpun juga.

"Di samping pandai bermain musik, Siocia adalah... adalah pembunuh nomer satu didunia !" Akhirnya Thiam Lu menyahuti.

Bibir wanita itu tidak tersenyum, tetap terkatup, wajahnya, pun dingin, tidak memperlihatkan kemarahan. Cuma sinar matanya jadi semakin dingin, membuat Thiam Lu menggigil seperti disambar oleh hawa dingin nya salju.

"Ya, akulah pembunuh nomer satu di dunia, disamping pandai bermain musik," kata wanita itu. "Dan kau tunggu apa lagi ?"

Thiam Lu menghela napas, dia berusaha mengempos seluruh semangatnya. Walaupun ia tahu, wanita didepannya adalah wanita pembunuh yang tiada taranya di dunia, namun iapun sebetulnya bukanlah seorang pengecut yang gentar menghadapi kematian. Tadi, jika dia tampak begitu tegang dan kuatir, hanya disebabkan ia kuatirkan keselamatan Giok Han, putera dari majikannya, yaitu Jenderal Giok Hu. Meiihat keadaan sudah tidak bisa dihindarkan lagi dan tidak ada jalan lain, maka Thiam Lu berusaha mengumpulkan seluruh hawa murninya, dia bilang: "Siauwte Khang Thiam Lu tidak takut walaupun harus menerima sepuluh kali kematian. Cuma sekarang aku tengah memikul tugas yang berat sekali. Jika memang Siocia mempunyai urusan denganku, baiklah aku akan menemui Siocia dua bulan mendatang. Beritahukan saja, di mana aku harus menemui Siocia ?"

Wanita cantik itu tetap tidak tersenyum juga tidak memperlihatkan perasaan marah di mukanya. Hanya dingin sekali dia bilang: "Apakah kau masih tidak mau menyelesaikan sendiri? Perlu aku turun tangan?"

Thiam Lu nyengir pahit, wajahnya berduka sekali. "Siocia terlalu mendesak, aku terpaksa lancang untuk minta petunjuk Sio-cia..."

Bibir yang semula terkatup rapat tidak pernah tersenyum itu, mendadak merekah, membentuk seulas senyuman tipis. Namun hanya sekejap saja sudah lenyap, terkatup lagi, rapat sekali.

"Baik, tampaknya kau ingin mati dengan tubuh yang berkembang!" Belum lagi habis suara wanita jelita itu, seperti juga suara tersebut mash mengambang di udara, tiba-tiba berkelebat, sesosok bayangan putih, karena tubuh wanita itu gesit luar biasa dan tidak terlihat cara bergeraknya, sudah berada di samping Thiam Lu. "Nih kuhadiahkan bunga yang kau inginkan". Bisik wanita itu.

Thiam Lu mengendus harum semerbak menerpah hidungnya, sebetulnya dia sudah bersiap siaga sejak tadi. tetapi wanita jelita tersebut bergerak begitu cepat dan tahu-tahu sudah ada di sampingnya. Dia melihat tangan wanita itu seperti mendorong sesuatu-dia tahu tentu melepaskan senjata rahasia. Maka tidak pikir panjang dia mengibaskan pedangnya sambil membuang diri kesamping pedangnya im akan menabas perut wanita itu.

Giok Han menjerit kaget dan takut melihat pedang menyambar perut wanita jelita tersebut, Lam Sie juga kaget. Tetapi, sungguh luar biasa wanita itu. Mukanya tetap dingin, pinggulnya digoyangkan, dengan gerak yang sulit diikuti oleh mata, tahu-tahu perutnya seperti bisa menciut, dan pedang menyambar tempat kosong, hanya terpisah dua dim dari baju sutera yang dikenakannya !

Thiam Lu sudah melompat berdiri dengan keringat dingin membasahi tubuhnya. Dia melirik ke belakangnya, benar apa yang di sangkanya. Lima batang jarum sudah menancap di batang pohon yang ada di dekat situ. Dia berwaspada dengan pedang siap di tangannya, tergenggam kuat-kuat.

"Lam Sie, bawa Siauwya pergi... cepat !" Dia masih berteriak menganjurkan Lam Sie untuk segera angkat kaki dari tempat itu. "Tidak ada seorang manusiapun bisa hidup kalau bertemu siluman ini, cepat... ayo pergi... terlambat ssdetik saja, celakalah Siauwya di tangannya yang beracun..."

Belum habis Thiam Lu berseru, wanita itu sudah berkelebat lagi, sudah berada di dekat Thiam Lu. Wajahnya tetap tidak berperasaan, tidak tersenyum, juga tidak memperlihatkan tanda tanda marah. Dingin sekali tangannya berkelebat, duabelas batang jarum halus menyambar lagi kepada Thiam Lu dari segala penjuru, atas tengah dan bawah.

Thiam Lu mencium bau harum semerbak berbeda dengan jarum-jarum beracun lain yang menyiarkan bau anyir dan amis, justeru jarum-jarum yang dilemparkan wanita itu, yang diduga oleh Thiam Lu mengandung racun hebat, justeru menyiarkan harum semerbak, cepat-cepat dia memutar pedangnya untuk melindungi dirinya dari sambaran jarum-jarum itu. Terdengar suara "ting, ting" seperti suara air hujan yang jatuh di atas seng, jarum-jarum itu terpental.

Tetapi mendadak sekali Thiam Lu merasakan pergelangan tangannya nyelekit sakit dan gatal, semangatnya terbang, hatinya tercekat. "Habislah aku !" Mengeluh Thiam Lu, sebab dia tahu ada sebatang jarum yang mengenai pergelangan tangannya. Tubuh Thiam Lu malah terhuyung mundur, dia merasa sekujur tubuhnya jadi panas, mukanya pucat pias.

Rupanya, wanita cantik jelita itu sangat lihay melemparkan jarum-jarumnya, yang di lepaskan dengan beruntun sambung menyambung. Puluhan batang jarum yang tadi bisa dihindarkan Thiam Lu, tetapi ada sebatang yang berhasil menancap di pergelangan tangannya. Pergelangan tangan itu seketika menjadi hitam membengkak, tenaga Thiam Lu juga jadi seperti lenyap, dia merasa lemas untuk mengangkat tangannya, memutar pedangnya. Tangannya tidak mau menuruti keinginan hatinya lagi.

Lam Sie yang sejak tadi berdua Giok Han berdiri di pinggir jalan, mengawasi semua kejidian itu. Mereka juga melihat pohon tadi yang ditancapi kelima batang jarum wanita itu, yang telah menjadi layu, batangnya menjadi kering, daun-daunnya rontok, rantingnya meroyot mati.

Lam Sie kaget dan takut, keringat dingin membanjir keluar sepasang lututnya jadi lemas. Dia baru mengerti mengapa Thiam Lu begitu ketakutan pada wanita ini, rupanya dialah seorang wanita akhli dalam penggunaan racun yang daya kerjanya sangat dahsyat. Betapa berbahayanya wanita cantik jelita dan tampak lemah gemulai tersebut.

Waktu itu mata Thiam Lu berkurang-kunang, ia terhuyung beberapa langkah seakan mau rubuh. Tetapi, mati-matian dia berusaha mempertahankan dirinya, agar tidak rubuh. Dengan seluruh sisa tenaga yang masih ada, walaupun lidahnya terasa kaku dan bibirnya kering, Thiam Lu masih berteriak : "Lam... Sie... cepat pergi... pergi...!"

Wanita jelita itu tidak tersenyum juga tidak memperlihatkan kemarahan di mukanya dingin tidak berperasaan. Hanya tubuhnya berputar-putar riang mengelilingi Thiam Lu. Baju sutera putih yang dipakainya itu berkibar-kibar, dia seperti juga bayangan putih yang berkelebat kesana kemari di sekitar Thiam Lu Malah, tangannya sudah terayun lagi, lima batang jarum kecil-kecil menancap di dada Thiam Lu, berbentuk bunga Bwee. Bukan main beracunnya jarum-jarum tersebut Pasti Thiam La menemui kematiannya sekali ini di tangan wanita jelita itu.

Mata Thiam Lu semakin kabur, apa yang dilihatnya seperti menjadi gelap dan tidak jelas lagi. la mengeluh, tapi dalam saat-saat yang gawat seperti itu Thiam Lu masih ingat kepada majikan kecilnya. dia berseru:

"Cepat tinggalkan .... tempat ini ... *" Suaranya semakin serak dan perlahan, kemudian tidak ada suara yang bisa keluar dari mulutnya, karena lidah dan bibirnya sudah kejang.

Wanita jelita itu masih mengelilingi Thiam Lu dengan tubuh yang ringan berke-lebat-kelebat ke sana kemari, tetapi mendadak sekali dia berseru: "lhhhhh!" Dan tubuhnya berhenti tegak di tempatnya, mengawasi Thiam Lu dengan mata terbuka lebar-lebar.

Pada mukanya yang sebelumnya selalu dingin tidak terlihat perasaan apapun kini memancarkan perasaan heran yang bukan main besarnya.

Thiam Lu sudah terhuyung-huyung lemah bahkan sudah tidak kuat berdiri. Jatuh terduduk dengan tubuh lemas tidak bertenaga-Dia tahu, tidak mungkin bisa hidup lebih lama lagi. la sudah terkena jarum wanita jelita itu dalam jumlah yang tidak sedikit, dia pasti mati. Tapi, dalam saat-saat seperti itu, Thiam Lu masih berusaha mengempos hawa murni di dalam tubuhnya, karena dia ingin menganjurkan Lam Sic dan Giok Han agar melarikan diri, meninggalkan tempat itu dan juga wanita si pembunuh nomor satu di dunia tersebut.

Tapi tidak ada suara yang keluar dari mulutnya, kepalanya dirasakan pusing seperti dikemplang oleh godam yang ribuan kati, juga matanya sudah gelap, tidak ada sesuatu yang dilihat selain kunang-kunang. Darahnya juga bergolak akibat dia mengerahkan sisa tenaga dalamnya untuk mengatur pernapasannya. Sebetulnya diapun tahu, jika dia mengempos pernapasannya, darahnya berjalan lebih cepat, berarti mempercepat kematiannya, sebab racun akan lebih cepat tiba di jantung terbawa oleh darah tubuhnya lemas tidak bertenaga, darahnya semakin lama semakin bergolak .... sama seperti waktu dia bersemedhi kemarin malam, untuk mengatur jalan pernapasannya darahnya bergolak.

Wanita cantik jelita yang lemah gemulai itu masih terneran-heran mengawasi Thiam Lu, akhirnya mulanya menjadi dingin tidak berperasaan lagi. Mulutnya terkatub rapat. Dia mendesis dengan suara perlahan, tapi tetap merdu: "Di mana Sepasang Tabib Hutan ?!"

Walaupun keadaannya sudah sekarat, namun Thiam Lu masih bisa mendengar pertanyaan wanita itu, pikirannya tetap sadar. Dia tercengang, mengapa wanita inipun mengetahui dia pernah bertemu dengan Sepasang Tabib Hutan, yang pernah menolongnya itu?"

Dia mau menjawab pertanyaan wanita itu, tapi mulutnya tidak bisa bergerak buat bicara, tidak sepatah perkataanpun yang ter-luncur dari mulutnya.

"Katakan, di mana Sepasang Tabib Hutan itu ?!" Tanya wanita itu lagi.

Thiam Lu tetap tidak bisa menjawab, dia hanya merasakan tubuhnya seperti melayang-layang di tengah angkasa, matanya tetap gelap, tidak ada sesuatu yang bisa dilihatnya. Dan hanya didengarnya lagi kata-kata wanita itu :"Walaupun kau dilindungi Sepasang Tabib Hutan, jangan harap kau bisa menolak kematian dari tanganku !"

Giok Han waktu itu tengah mengawasi semua kejadian dengan hati tidak tenteram. Dia semula melihat wanita cantik itu sangat mengagumkan dan tampaknya juga sebagai Ciecie yang baik hati. Karenanya dia yakin paman Khang maupun paman Lam tidak perlu takut pada wanita-itu.

Tetapi melihat dalam waktu sangat singkat paman Khangnya seperti tersiksa ditangan wanita itu, keadaannya juga sangat mengenaskan, Giok Han tidak dapat menahan diri lagi, Ketika Lam Sie, yang saat itu sudah memutuskan untuk mempergunakan kesempatan diwaktu wanita pembunuh nomor satu didunia itu tidak melihat mereka, ingin melarikan diri, maka Giok Han menyentak tangannya, dia malah berlari menghampiri wanita pembunuh nomor satu didunia itu. Semangat Lam Sie serasa terbang meninggalkan raganya, dia berusaha menjambret tangm majikan kecilnya: "Siauw ya..!" panggilnya dengan suara serak.

Tapi Giok Han sudah meninggalkan Lam Sie cukup jauh, dia sudah berada didekat wanita pembunuh nomor satu didunia, yang tengah menghampiri Thiam Lu, dengan tangan kanan terangkat perlahan-Iahan ingin menimpukkan sesuatu.

"Ciecie, mengapa kau sejahat itu ?!" Teriak Giok Han nyaring.

Teriakan Giok Han menyebabkan wanita pembunuh nomor satu didunia menunda gerakan tangannya dan menoleh. Matanya sekejap berkelebat dengan tajam, tapi kemudian biasa kembali, tampak indah dan tidak menakutkan, dia malah telah menurunkan tangan kirinya dan tanyanya: "Aku jahat?"

Giok Han dengan muka merah menyahuti: "Ya, mengapa kau begitu jahat menyiksa paman Kham ?!"

"Jadi kau meminta aku mengampuninya ?" tanya wanita pembunuh nomor satu itu dengan suara tawar.

"Ya, tidak selayaknya kau menyiksanya," menyahuti Giok Han, gagah sekali.

"Baik. aku tidak akan menyiksanya. Tetapi sudah menjadi peraturanku, bahwa seseorang boleh diampuni kalau ada penggantinya"

"Penggantinya ?"

"Ya... maukah kau jadi penggantinya, mewakili paman Khangmu itu untuk menerima kematian?!" Tanya wanita pembunuh nomor satu itu dengan suara dingin.

Giok Han tercengang. Lam Sie sudah berlari menghampiri Giok Han, dipeluknya kuat-kuat, dia berlutut didepan wanita pembunuh nomor satu didunia, ratapnya. "Nona. janganlah membunuh Siauwya, kalau kau mau membunuh, bunuhlah aku!"

"Hmmm, aku tidak perlu dengan kau tua bangka!" Dingin sekali suara wanita itu matanya tampak bergerak-gerak dan sepasang alisnya mengkerut dalam-dalam. Lalu dia memandang kearah Giok Han : "Bagaimana, apakah kau mau jadi penggantinya ?!"

Giok Han ragu-ragu sejenak, kemudian dia membusungkan dada, katanya dengan suara mantap: "Baik, aku yang akan mewakili paman Khang untuk disiksa oleh kau makluk jahat!"

"Apa yang kau bilang?"

"Kau makluk jahat!"

"Coba kau ulangi sekali lagi !"

Lam Sie merasakan semangatnya melayang meninggalkan raganya, dia tahu kini sudah tidak ada jalan untuk melindungi majikan kecilnya. Pasti makian Giok Han sudah membuat wanita pembunuh nomor satu menjadi marah. Dia jadi menangis sesenggukan Memeluki Giok Han erat-erat.

Dengan gagah Giok Han bilang: "Paman Lam, kau jangan menangis. Seorang lelaki sejati tidak akan gentar menghadapi kematian, karenanya tidak usah menangis. Malu. Biarkan saja dia menyiksaku, karena memang sudah terbukti dia makhluk jahat !"

"Kau benar-benar berani memakiku ?" Tanya wanita pembunuh nomor satu didunia sambit mementang matanya.

Hati Giok Han tergetar sedikit, goncang oleh tatapan tajam wanita itu, tetapi akhirnya dengan nekad dia jawab: "Ya. memang kau makluk jahat, seperti iblis, mukamu sama seperti juga pantat sapi, buruk mukamu buruk hatimu...!"

Tubuh wanita pembunuh nomor satu di dunia tergetar. Dia mengayunkan tangannya. Tetapi, belum lagi dia melepaskan jarum-jarumnya, tangannya diturunkan, dia batal sendirinya. Bocah didepannya sangat berani sekali. Nekad benar.

Dulu, wanita pembunuh nomor satu di dunia adalah seorang wanita yang berperasaan lembut. la mempunyai kekasih yang memiliki adat sangat keras. Karena suatu pertengkaran, kekasihnya meninggalkannya.

Sejak saat itulah wanita tersebut menjadi pembunuh yang tiada taranya, mengumbar kemarahannya kepada semua lelaki dan wanita. yang dianggapnya jauh lebih bahagia darinya. Diapun jadi beku hatinya, dingin tidak berperasaan. Selama dua tahun siang malam dia menangisi kepergian kekasihnya dan air matanya seperti menjadi kering.

Tetapi kini, melihat sikap Giok Han yang nekad, hati wanita pembunuh nomor satu di dunia jadi tergoncang keras, mukanya yang semula tidak memancarkan perasaan apa-apa jadi memerah sejenak, jantungnya berdegup. Dia teringat, dulu terakhir kali kekasihnya ingin meninggalkan dia, pernah berkata kasar: "Wajahmu yang cantik tidak sepadan dengan hatimu yang busuk. Kau seharusnya menjadi wanita yang buruk, seburuk hatimu!" Dan setelah memaki begitu, kekasihnya pergi meninggalkannya, tidak pernah kembali lagi.

Dimaki oleh Giok Han sebetulnya dia ingin membunuh Giok Han dengan jarum-jarum beracunnya tetapi justeru akhirnya dia membatalkan sendiri maksudnya. Sikap bocah itu mengingatkan dia pada kekasihnya. Tetapi semua itu hanya berlangsung beberapa detik saja, kemudian mukanya sudah membeku tidak memiliki perasaan apapun juga.

Hatinya malah jadi dengki melihat bocah di depannya, walaupun masih kecil, namun sangat cakap. Kulitnya bersih, mukanya mungil dan rambutnya hitam. Sepasang alis tebal dan hitam menambah cakapnya muka bocah itu. Dan diam-diam dia jadi menyukai Giok Han.

Itulah, beberapa detik tadi dikuasai oleh perasaan menyayang kepada Giok Han. Namun hatinya membatu kembali. Dengan dingin dia bilang: "Siapa namamu ?"

"Buat apa memberitahukan nama kepada manusia tidak sopan dan tidak baik jiwanya seperti kau?" Menyahut Giok Han. "Seorang wanita terhormat adalah yang hidup sebagai nona baik-baik didalam rumah, yang pria pergi untuk berjuang, memiliki pangkat dan membuat negara menjadi makmur. Kepada orang-orang seperti itulah aku menghormati ..."

"Kepadaku apakah kau tidak hormat ?!" Tanya wanita pembunuh nomor satu di dunia dingin sekali suaranya.

Giok Han menggeleng.

"Tidak! Aku malah benci!"

Lam Sie tambah ketakutan, dia kuatir satu kali saja tangan wanita itu bergerak, habislah jiwa majikan kecilnya, karenanya dia tidak mau berkisar dari tempatnya, dengan air mata bercucuran karena takut, dia melukai majikan kecilnya tersebut.

"Berapa besar kebencianmu terhadapku ?" Tanya wanita pembunuh itu.

"Aku sangat benci ! Selama kau tidak merobah kelakuanmu yang jahat dan kejam, yang senang menyiksa orang lain, maka selama itu juga aku benci padamu ! Tidakkah kau pernah membaca ujar-ujar Locu, yang berbunyi : Manusia yang dikuasai perasaan jahat, marah, dengki dan iri hati adalah patung-patung yang akan terbakar, manusia yang sama seperti sampah saja. Kukira, kau pun sama seperti sampah...!"

Walaupun hati wanita itu sudah membeku sejak putus hubungan dengan kekasihnya dan selalu menjadi dingin tanpa perasaan tetapi sekali ini mendengar perkataan Giok Han, si bocah yang berusia masih sangat kecil tapi nekad, dia jadi tergoncang hatinya.

Dia ingat, setiap kali bertengkar dengan kekasihnya yang sangat dicintainya, maka kekasihnya akan berkata: "Kau wanita yang seperti sampah saja, dikuasai oleh nafsu ingin menguasai dan mengendalikan orang lain ! Kau tidak layak untuk dihormati !" Dan kata-kata Giok Han menusuk benar hati wanita itu. Tetapi, setelah dia memejamkan matanya sekejap, dia bisa menguasai diri lagi.

"Baiklah, aku akan mengampuni kau dan juga paman Khang-mu itu, kalau kau dapat menjawab dua pertanyaanku!" kata wanita pembunuh nomor satu di dunia, dingin suaranya.

Girang Giok Han mendengar janji wanita itu.

"Apa kedua pertanyaanmu itu ?" tanyanya.

"KaIau aku membebaskan paman Khang mu dari kematian, apakah kau masih membenciku ?" tanya wanita itu.

Giok Han adalah seorang bocah yang berperasaan halus, walaupun tabiatnya sangat keras. Dia semakin keras jika ditentang keinginannya, dan Lam Sie sudah mengenal benar tabiat majikan kecilnya ini. Semakin ditekan, semakin kuat perlawanan Giok Han dia bisa menjadi nekad. Tetapi jika dilayani dengan lemah lembut, maka hati si bocah akan runtuh, apapun yang diminta orang akan diberikan, kalau bisa kepalanyapun akan di berikan buat orang Iain.

Sekarang mendengar suara wanita itu, yang nadanya memelas, maka Giok Han tidak tega untuk memaki terus wanita itu, terlebih lagi mendengar janji wanita tersebut yang akan mengampuni paman Khangnya. Segera dia menggeleng. "Jika kau tidak menganiaya paman Khang, maka kau seorang Ciecie yang cantik. Aku tidak membenci kau lagi."

"Benar ?"

"Ya, tetapi kau harus janji tidak boleh berlaku galak pada siapapun, tadi aku jadi ketakutan karena melihat kau terlalu galak !" menyahuti Giok Han.

Bibir wanita itu merekah tersenyum. Baru sekali ini Giok Han dan Lam Sie melihat wanita itu tersenyum, sebab sejak tadi mukanya selalu dingin.

"Baiklah, sekarang kau jawab pertanyaan ku yang kedua. Kalau kau mau jawab dengan jujur, maka aku akan menepati janjiku !" kata wanita itu.

"Katakanlah, kalau aku tahu tentu akan kujawab pertanyaanmu, Ciecie !" kata Giok Han.

Sejenak hati wanita itu tergoncang mendengar dia dia dipanggil Ciecie dengan nada suara yang lembut, penuh persahabatan. Dia adalah wanita yang mengalami patah hati yang parah, selalu dikejar-kejar oleh perasaan dendam belaka. Setiap pria dia menbencinya setengah mati.

Tetapi sekarang bocah kecil ini memanggilnya dengan sebutan Ciecie nada suaranya seperti manja dan juga halus hatinya jadi tergoncang. Tapi cepat dia bisa mengendalikan hatinya, mukanya dingin sekali waktu dia berkata: "Dimana sekarang ini berdiamnya sepasang Tabib Hutan ??"

"Apa ?!" Tanya Giok Han heran. "Sepasang Tabib Hutan ?!"

"Ya, dimana mereka berada?"

"Akh, Ciecie hanya bergurau saja!", kata Giok Han. "Mana ada Sepasang Tabib Hutan ?"

Muka wanita itu berobah.

"Jangan main-main, katakan yang jujur! Atau memang aku akan meneruskan maksudku untuk membinasakan paman Khangmu itu! Juga kau dengan tua bangka itu akan kubinasakan !"

"Aku tidak pernah mendengar atau mengetahui tentang Sepasang Tabib Hutan. Kau percaya syukur, tidak mau percayapun tidak apa-apa !"

"Benar-benar kau tidak mengetahui tentang Sepasang Tabib Hutan?!", menegasi wanita itu.

Giok Han mengangguk.

"Sejik kecil Papa selalu mendidikku agar tidak berbohong pada siapapun, karena kata Papa kalau berbohong maka mulutnya akan jadi monyong dan bengkak. Bukankah seorang anak dengan mulut yang bengkak dan monyong akibat berbohong akan tampak jelek sekali ?!" menyahuti Giok Han.

Agak geli hati wanita pembunuh nomor satu diduga itu mendengar jawaban Giok Han yang agak jenaka. Tetapi hatinya mendadak jadi sedih. Dia menengadah, memandang kelangit, Mukanya berduka, kemudian dingin kembali, Matanya juga dingin tidak bersinar seperti tadi, Lesu sekali dia menggumam : "Berapa lamakah manusia hidup di dunia ? Berapa lamakah manusia mereguk manisnya madu cinta ?" Dan, dia melangkah perlahan lahan meninggalkan tempat itu.

"Hei, Ciecie, kau mau kemana ?!" Teriak Giok Han melihat wanita itu melangkah pergi.

Tetapi wanita itu tidak menjawab pertanyaan Giok Han, dia melangkah terus perlahan-lahan, dengan tindakan kaki yang ringan. Baju sutera putih yang dipakainya berkibar-kibar ringan tertiup oleh hembusan angin, dari jauh tampaknya sangat menarik.

Dia seperti seorang dewi yang tengah dirundung kesedihan Samar samar masih terdengar gumamnya: "Berapa lamakah manusia bisa hidup didunia ? Berana lamakah manusia bisa mereguk manisnya madu cinta ?" Semakin lama semakin jauh dan kemudian lenyap dari pandangan mata Giok Han dan Lam Sie.

Lam Sie menangis terisak-isak memeluki majilan kecilnya, berulang kali dia bilang: "Oooh, terima kasih pada Thian yang telah melindungi Siauwya ! Terima kasih Thian!: Terima kasih !"

Giok Han menoleh kepada Lam Sie "Paman Lam, siapa sebenarnya Ciecie yang adatnya aneh itu ?"

"Aku juga tidak tahu, mungkin paman Khang bisa memberitahukannya kepada kita siapa wanita itu...!". menyahuti Lam Sie dan mereka jadi teringat pada Khang Thiam Lu, yang waktu itu sudah rebah lemas tidak berdaya, tapi tidak mati walaupun napasnya satu-satu.

Cepat-ccpat Lam Sie mendekati Khang Thiam Lu, waktu dia mau menggendongnya, Thiam Lu menggerakkan tangannya perlahan sekali, mengisyaratkan agar Lam Sie tidak menyentuh tubuhnya.

Lam Sie baru teringat bahwa Thiam Lu terkena jarum-jarum beracun, jika tubuh disentuh maka Lam Sie pun akan keracunan. Tetapi melihat keadaan Khang Thiam Lu seperti itu Lam Sie semakin bingung. Kalau Thiam Lu tidak segera ditolong, tentu ia akan semakin gawat keadaannya.

Tetapi untuk membawanya kekampung yang sepi itu, kepada siapa meminta pertolongan? Kampung tadi adalah perkampungan yang kosong, mana ada tabib ?

"Paman Khang, bagaimana keadaanmu?" Tanya Giok Han berjongkok didekat Thiam Lu.

Bibir Thiam Lu bergoyang-goyang, tetapi tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Mukanya sudah hitam seperti baja bakar karena keracunan. Tubuhnya lemah tidak bertenaga, matanya seperti mau terbalik.

Menyaksikan keadaan paman Khangnya itu, Giok Han pun menangis sambil memanggil-manggil: "Paman Khang, apa yang harus kami lakukan untuk menolongmu?"

Tetapi menangis tidak lama, Giok Han seperti teringat sesuatu. "Dia pasti belum pergi jauh !" Gumamnya.

"Apa ?" Tanya Lam Sie tidak mengerti.

Tetapi Giok Han tidak menyahuti pertanyaan Lam Sie, dia segera melompat berdiri dan berlari menuju kearah perginya wanita pembunuh nomor satu didunia. Dia berlari sekuat tenaganya untuk mengejar wanita itu.

Lam Sie kaget tidak terkira, dia mengejar Giok Han sambil berteriak-teriak: "Siauw-ya, kembali! Kembali ! Siauwya . . . ooooo, janganlah pergi mencari bahaya ! Siauwya, kembali ! Ayo kembali !"

Tetapi Giok Han berlari terus tanpa perdulikan Lam Sie, Pengasuh tua itu jadi kebingungan. Dia ragu sejenak, karena kalau mengejar Giok Han berarti dia meninggalkan Thiam Lu yang keadaannya sangat gawat dan tengah dalam sekarat itu. Tetapi walaupun bagaimana diapun tidak bisa membiarkan majikan kecilnya pergi jauh-jauh darinya, demi keselamatan majikan kecilnya-maka akhirnya dia mengambil keputusan-dia mengejar Giok Han.

Berlari cukup jauh dan napas Giok Han memburu keras akhirnya dia melihat di depannya wanita pembunuh nomor satu tengah berjalan perlahan sekali, dengan sikap seperti orang hilang ingatan.

"Ciecie ! Tunggu dulu, Ciecie !" Giok Han memanggil sekuat suaranya.

Wanita itu mendengar panggilan Giok Han, menahan langkah kakinya, menoleh dengan wajah yang dingin

Giok Han sudah menghampiri lebih dekat.

"Kau mau apa lagi ?!" Dingin suara wanita itu, mukanya pun tidak berperasaan.

Lam Sie yang mengejar dibelakang jadi mengeluarkan keringat dingin ketika menyaksikan Giok Han sudah berhasil mengejar wanita itu dan tengah berdiri berhadapan. Dia kuatir kalau-kalau wanita pembunuh nomor satu itu berobah pikiran dan turunkan tangan jahat kepada Giok Han.

Giok Han nyengir, katanya: "Ciecie yang baik, tadi kau sudah berjanji tidak akan membunuh paman Khang, bukan ?"

Dengan mata yang tidak berperasaan wanita itu mengangguk.

"Bukankah sudah kutepati janji itu ?" dingin suaranya. "Paman Khangmu, kau dan tua bangka yang bersamamu tidak kubunuh! Kau harus tahu bocah, baru sekali inilah aku melanggar kebiasaanku, karena sebelumnya tidak terkecuali seorang manusia, seekor anjing, seekor ayam ataupun seekor bebek yang boleh lepas di kematiannya ditangan-ku !"

Waktu berkata begitu, suara wanita itu walaupun tetap merdu, tapi didalamnya mengandung nada yang dingin menyeramkan" Giok Han sampai menggidik ngeri. Tapi bocah ini benar-benar tabah, dengan nekad dia bilang: "Sekarang paman Khang sudah tidak berdaya sudah dilukai oleh kau, Cie-cie yang baik. Kalau kau tidak mengobatinya ataupun membagi obat untuknya, bukan kah sama saja dengan kau membunuhnya. tampaknya paman Khang hanya bisa bertahan beberapa saat lagi, lalu mati ! Bagaimana Ciecie bisa bilang kau sudah menepati janjimu?"

Wanita itu tetap tidak memperlihatkan perasaan apapun dimukanya, girang, marah atau bersedih. Tawar, tanpa perasaan apapun. Suaranya juga tawar waktu dia bilang: "Paman Khangmu tidak akan mati. Dia di bantu oleh Sepasang Tabib Hutan. Setelah berkata begitu, tanpa perdulikan Giok Han, dia melesat pergi.

Tubuhnya seperti kapas, melesat cepat luar biasa, dalam waktu beberapa detik dia sudah terpisah jauh, hanya masih terdengar suaranya dari jarak terpisah jauh "Tidak terkecuali manusia, anjing, ayam, bebek ataupun tumbuh-tumbuhan yang terkena jarum Bwee-sim-tok (Racun Hati Bunga Bwee) yang bisa mempertahankan hidupnya lebih dari 5 detik. Tetapi paman Khang-mu sudah terkena lebih dari enam batang jarum Bwee-sim-tok, dia masih tidak mati. Di dalam tubuhnya sudah ada penawar racun yang pasti diperolehnya dari Sepasang Tabib Hutan..." Suaranya semakin lama semakin samar dan tidak jelas, dan wanita itupun suaah tidak terlihat bayangannya lagi.

Giok Han berdiri tertegun di tempatnya. Wanita itu sudah pergi meninggalkannya begitu cepat, mana mungkin dia bisa mengejarnya ?

Lam Sie menubruk majikan kecilnya, memeluknya erat-erat sambil menangis.

"Siauwya, oooh, Siauwya . . . mari kita kembali melihat keadaan Khang Tayjin . . , mari Siauwya"." Bujuknya.

Giok Han berdua Lam Sie kembali ke tempat di mana Thiam Lu menggeletak. Ketika mereka tiba di sana, suatu kemujijatan terjadi. Thiam Lu tampak tengah duduk ber-semedhi, walaupun mukanya masih hitam kelabu, namun dia sudah bisa duduk dan ini berarti ia sudah memperoleh kemajuan. la tengah bersemedhi mengatur pernapasannya.

"Oooo, kalau begitu Ciecie aneh itu tidak membohongi aku!" Menggumam Giok Han waktu melihat keadaan Thiam Lu. Lam Sie pun ikut girang dan bersyukur, saking terharunya dia sampai menitikkan butir-butir air mata.

Sebetulnya, dulu Lam Sie tidak pernah menangis, hanya sekarang disebabkan keluarga Jenderal Giok Hu, majikannya, telah mengalami malapetaka yang begitu mengenaskan, menyebabkan air mata Lam Sie cetek sekali dan dia mudah menangis. Apa lagi kalau dia memikirkan nasib Giok Han, majikan kecilnya, yang sangat malang itu.

Sebagai anak yatim, tanpa orang tua, tanpa sanak famili, hidup terlunta-lunta dalam pelarian. Seorang putera dari Jenderal besar seperti Giok Hu, yang akhirnya harus jadi pelarian, yang selalu dibayangi maut setiap saat. Harus hidup terlunta-lunta. Betapa menyedihkan.

"Siauwya, kita jangan mengganggu Khang Tayjin, ia sedang mengobati lukanya dengan tenaga dalamnya," Lam Sie memberitahukan majikan kecilnya.

Giok Han mengangguk, dengan sabar dia bersama Lam Sie duduk agak jauh dari Thiam Lu. Akhirnya Thiam Lu membuka matanya, walaupun mukanya masih gelap kelabu, tapi dia sudah bisa menggerakkan tangannya.

Giok Han berdua Lam Sie segera menghampiri.

"Apakah keadaan paman Khang kini lebih baik ?!" Tanya Giok Han penuh perhatian campur girang.

Murung sekali muka Thiam Lu, dia mengangguk.

"Ya. Ini suatu kemujijatan yang aneh luar biasa ! Biasanya, siapa yang terkena jarum Bwee-sim-tok wanita itu, jangan harap bisa hidup ! Hanya lima detik atau sepuluh detik jiwa korban jarum beracun itu akan melayang ! Dia adalah wanita beracun yang sangat ganas, tidak pernah menaruh belas kasihan kapada siapapun juga. Sampai bebek, anjing dan ayampun selalu menjadi sasaran jarumnya, dibinasakan semua ! Dari anak-anak, orang tua, wanita laki-laki, semuanya dibunuhnya, Tidak pernah ada yang lolos, baru sekali ini ada pengecualian, dia tidak membunuh kita bertiga ..."

Thiam Lu menghela napas dalam-dalam. "Siapakah sebenarnya Ciecie itu, paman Khang ?!" canya Giok Han.

"Namanya Bie Lan. Dia berasal dari keluarga Liok. Tetapi sekarang dia dikenal dengan sebutan Bwee Sim Mo Lie (iblis Wanita Hati Bunga Bwee), dialah pembunuh nomor satu dalam kalangan Kangouw (sungai telaga) di jaman ini. Benar-benar luar biasa, baik kepandaiannya maupun racunnya, sulit ditandingi. Selama ini, jarang ada yang bisa menghadapi keganasan iblis Wanita Hati Bunga Bwee itu !" menjelaskan Thiam Lu.

"Mengapa dia berbuat sejahat itu paman Khang ?! "Tanya Giok Han, ingin mengetahui benar.

"Dulu sebetulnya dia seorang gadis yang lemah lembut, namun memiliki tabiat yang keras. Apa yang diinginkannya harus diperolehnya. Siapa tahu, dia sempat jatuh cinta pada seorang laki-laki yang sudah beristeri dan mempunyai anak. Sebelumnya mereka hanya bersahabat saja, siapa tahu akhirnya tumbuh cinta kasih diantara mereka berdua, Liok Bie Lan memaksa pria itu agar membunuh isteri dan anak-anaknya, kalau memang isterinya tidak mau diceraikan. Tentu saja keinginan Bie Lan ditentang oleh kekasihnya.

Akhirnya terjadi bentrokan di antara mereka, mereka sering bertempur, karena kekasih Bie Lan pun seorang yang memiliki kepandaian tinggi, pertengkaran demi pertengkaran menambah renggangnya hubungan mereka, dan akhirnya mereka berpisah. Bie Lan sakit hati, entah bagaimana caranya dia mencari guru, mempelajari ilmu racun.

Dia berhasil, dia muncul lagi setelah menghilang hampir tiga tahun, dengan kepandaian yang semakin tinggi, baik ilmu silat maupun ilmu penggunaan racun, Dia jadi iblis Wanita yang sangat ganas, hampir tidak ada manusia anjing, bebek dan ayam yang lolos dari kematian di tangannya, tanpa pengecualian.

Tidak perduli apakah korbannya itu dari kalangan hitam atau golongan putih, juga tidak perduli apakah penduduk yang tidak bersalah apa-apa, kalau bertemu dengan Bie Lan akan habislah jiwa mereka, itulah akhirnya Bie Lan digelari sebagai Bwee Sim Mo Lie."

"Siapakah kekasih Ciecie Bie Lan itu, paman Khang ?" Tanya Giok Han lebih jauh.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar