Kepandaian lmu silat merekapun
tidak rendah, ilmu andalan sepasang tabib yang terkenal itu adalah
masing-masing sebatang pedang, mereka sanggup bekerja sama satu dengan yang
lainnya, seakan juga ilmu pedang mereka itu utara Im dengan Yang yang dapat
saling menutupi kelemahan mereka satu dengan yang lainnya. Tabib yang pria
bernama cukup aneh juga, yaitu Tung Yang, sedangkan terinya bernama Tung Im.
Namun, sepak terjang sepasang
tabib itu sulit diterka dan juga sangat susah mengetahui di mana mereka berada.
Karena teringat kepada
sepasang tabib luar biasa itu yang diduga oleh Khang Thiam Lu adalah sepasang
lelaki dan wanita yang berada di luar jendela kamarnya, ia jadi batal menutup
jendela kamarnya, dia mengawasi kedua orang itu ragu-ragu.
"Apakah jiewie Sepasang
Tabib Hutan?" Tanya Khang Thiam Lu akhirnya, masih tetap ragu.
Lelaki yang berpakaian seperti
pengemis menunda mengunyah, mementang matanya lebar-lebar, kemudian balik
bertanya: "Sepasang Tabib Hutan ? Ooooooo, sungguh keterlaluan sekali kau,
Tuan.... apakah kau beranggapan kami ini manusia hutan ?!"
Mendengar jawaban orang itu,
juga menyaksikan sikapnja, Khang Thiam Lu jadi semakin yakin kepada dugaannya,
dengan muka yang sejenak berseri, cepat-cepat merangkapkan sepasang tangannya
memberi hormat kepada kedua orang itu. "Maaf," katanya, "tadi
Siauwte terlalu lancang dan kurang ajar menyambut kedatangan jiewie. Jika
memang jiewie sudi untuk singgah ke tempat kami, betapa senangnya kami !"
Lelaki dan wanita itu saling
pandang sejenak lamanya, kemudian yang laki-laki mengulap-ulapkan tangannya.
"Tidak," katanya,
"tidak. kami tidak mau singgah. Hu, nanti kau menyangka bahwa kami
menginginkan makananmu. Kami sendiri masih mempunyai makanan, tidak kesudian
pada makananmu!" Setelah berkata begitu, lelaki itu mengeluarkan lagi
sekerat dendeng dari sakunya, mengunyahnya sambil sekali-sekali berkata dengan
mata yang meram melek : "Enak, enak sekali. Sungguh sedap..."
Khang Thiam Lu jadi bimbang
lagi. Apakah sepasang manusia yang tampaknya tidak beres pikirannya ini adalah
Sepasang Tabib Hutan yang terkenal itu ? Mungkinkah itu ? Melihat lagaknya
mereka selain sinting juga sangat jorok sekali, sampai seperti pengemis mana
mungkin mereka bisa memiliki ilmu pengobatan yang lihay dan juga tidak
kelihatan tanda-tanda orang itu memiliki ilmu silat yang berarti.
Wanita di samping si lelaki
berpakaian pengemis sudah merebut lagi dendeng di tangan temannya, sambil
katanya. "Kau tua bangka sungguh kikir, mengeluarkannya sekerat demi sekerat..."
dan ia mengunyah lagi.
Lelaki itu tersenyum dengan
sikap yang agak sinting, merogoh sakunya mengeluarkan sekerat daging dendeng
lagi. Khang Thiam Lu hanya mengawasi bengong saja. "Mau ?." Tanya
lelaki itu sambil menyodorkan daging itu kepada Khang Thiam Lu. "Sangat
gurih dan enak .... makanlah !"
Khang Thiam Lu menggelengkan
kepalanya perlahan-lahan diliputi keraguan dan putus asa. Tidak mungkin
sepasang manusia yang tampaknya sinting itu adalah Sepasang Tabib Hutan yang
sangat terkenal itu. Punah harapan yang tadi sempat muncul dihatinya. Dengan
lesu ia bermaksud menutup daun jendela kamar.
"Tolol ! Manusia dungu
!" Menggerutu lelaki berpakaian pengemis itu. karena maksud baiknya
ditolak Thiam Lu. "Nih, makan !" Perkataannya itu diakhir dengan
timpukan dendeng itu ke arah muka Khang Thiam Lu. Kaget Khang Thiam Lu, dia
coba memiringkan kepalanya ke kiri, tetapi mendadak wanita di sisi lelaki itu
pun sudah menimpuk dengan sisa daging dendengnya ke muka Khang Thiam Lu. itulah
timpukan yang disertai tenaga dalam, angin menyambar cukup keras.
"Kalian....?", belum
lagi habis perkataan Khang Thiam Lu, di saat mulutnya tengah terbuka begitu,
justeru menyambar sepotong daging lainnya. Karena lelaki berpakaian seperti
pengemis itu sudah menimpuk dengan sepotong daging lainnya. Tepat sekali
timpukan lelaki itu, tenaganya pun sudah diperhitungkan, sebab masuk ke dalam
mulut Khang Thiam Lu tanpa berakibat buruk.
Coba kalau tidak sedang
terluka didalam yang parah seperti itu, niscaya Khang Thiam Lu bisa
menghindarkan timpukan sepasang manusia itu. Hanya saja dia cuma berhasil
menghindar dari dua timpukan dan timpukan yang terakhir itu langsung masuk ke
dalam mulutnya. Memang lelaki itu tampaknya semula menimpuk untuk menggertak
belaka.
Waktu daging dendeng itu masuk
ke dalam mulut Khang Thiam Lu, seketika terasa olehnya hawa yang dingin bukan
main dari daging itu, seperti juga sepotong es masuk ke dalam mulutnya. Di
samping itu daging dendeng itu harum sekali, harum melebihi bunga bwee-tan
kaget Khang Thiam Lu, hatinya tergerak. Dan ia batal mengeluarkan daging itu
dari dalam mulutnya.
"Kunyah. Makan ! Kau mau
mati ?!" Teriak lelaki itu. "Ayo makan ! Jangan pikirkan soal
kematian, kalau belum saatnya tidak nantinya mati !"
Khang Thiam Lu yang sejak
beberapa hari terakhir sudah berputus asa oleh luka di dalam tubuhnya, dan
sekarang di waktu dalam keadaan sudah demikian lemah, sudah tidak memperdulikan
segala ancaman. la seketika jadi nekad. Pikirnya: "Biarlah aku makan
dendeng ini, kalau memang sepasang manusia ini bermaksud baik, dan mereka
Sepasang Tabib Hutan, aku tentu tertolong. Jika tidak, ya paling tidak aku
memang mati juga."
Karena berpikir begitu. Khang
Thiam Lu mengunyah. Bukan main harumnya daging itu, sehingga terasa olehnya
seperti bukan tengah makan daging, melainkan tengah mengunyah sekuntum bunga.
Malah terasa juga wangi arak dari daging yang dikunyah. Seketika, Khang Thiam
Lu tersadar.
Bukankah daging itu adalah
semacam daging obat, karena Sepasang Tabib Hutan memang sangat aneh dalam
memberikan pengobatan kepada orang-orang yang meminta pertolongan dari mereka ?
"Enak ?!" Tanya
lelaki asing itu ketika melihat Thiam Lu tengah mengunyah. "Buka mulutmu
.... Aku akan membagi lagi kepadamu !"
Selama mengunyah daging itu,
semangat Khang Thiam Lu seperti berangsur pulih dan ia merasa jauh lebih segar
dari sebelumnya. Semakin kuat dugaannya bahwa sepasang manusia di luar kamarnya
ini adalah Sepasang Tabib Hutan. Maka tanpa ragu-ragu ia membuka mulutnya Iebar-lebar,
sedangkan lelaki asing itu menjentik sesuatu, yang menyambar masuk ke dalam
mulut Khang Thiam Lu. itulah sebutir pil, yang juga menyiarkan harum semerbak
keras sekali. Begitu Khang Thiam Lu mengunyahnya, ia merasakan tubuhnya sangat
segar, kalau semula tubuhnya bergoyang-goyang tidak bertenaga seakan ingin
rubuh terguling, sekarang dia sudah bisa berdiri tegak di atas kedua kakinya.
Memang pengobatan yang sangat luar biasa serta menakjubkan sekali !
Waktu itu yang lelaki telah
menoleh kepada si wanita, katanya: "Jangan lama-lama di sini, bisa berabe,
jangan-jangan nanti dia minta dibagi lebih banyak, bisa-bisa aku jadi rudin
!" katanya sambil menuntun tangan si wanita. Wanita asing itu mengangguk
sambil mengikuti si lelaki asing untuk meninggalkan tempat tersebut.
Kiiang Thiam Lu yang merasakan
tubuhnya bertambah segar, tengah girang dan bersyukur, hanya bengorg takjub
saja. Namun melihat kedua orang itu ingin pergi, segera dia melompat keluar
dari jendela. Benar-benar menakjubkan, karena dia bisa melompat lincah keluar
dari kamar, berbeda dengan keadaannya pada sebelumnya yang begitu lemah dan
seakan sudah mendekati ajal.
Dia berlari mengejar kedua
orang itu, merangkapkan kedua tangannya memberi hormat sambil katanya:
"Terima kasih atas pertolongan jiewie," katanya dengan membungkukkan
tubuh dalam-dalam. "Terimalah hormat Siauwte Khang Thiam Lu. yang tidak akan
melupakan budi kebaikan Siauwte."
Tetapi, tidak disangka-sangka,
waktu tubuh Khang Thiam Lu membungkuk memberi hormat, tahu-tahu tangan kanan
lelaki itu terayun menghantam telak sekali punggung Khang Thiam Lu. Sartgat
kuat pukulan itu, sampai Khang Thiam Lu sulit mengelak dan juga terjerambab ke
depan. Dia kaget tidak terhingga. Jadi apa maksud kedua orang itu, apakah
mereka ingin menolongnya atau memang hendak mencelakainya ? Bukankah tadi
mereka memberikan obat yang sangat mujarab dan aneh kepadanya ?
Tetapi mengapa sekarang
justeru lelaki itu menghantam begitu kuat kepadanya ? Dan disusul kemudian
Khang Thiam Lu memuntahkan darah yang bergumpal hitam. Mukanya jadi pucat lagi.
"Apa itu budi kebaikan
?!", menggumam lelaki aneh itu, dia menuntun tangan wanita temannya.
"Mari Kie-moay, kita harus cepat-cepat pergi, bisa-bisa nanri dia minta
budi kebaikan yang lebih besar lagi !" kedua orang itupun melangkah sangat
cepat, sekejap saja sudah lenyap dari pandangan Khang Thiam Lu.
Lama Khang Thiam Lu duduk
bengong di atas tanah. Lam Sie melongok dari jendela. Tadi melihat Khang Thiam
Lu melompat keluar dari kamar, dia cepat-cepat menghampiri jendela, untuk
melihat apa yang terjadi. Hatinya kuatir bukan main. Tetapi dilihamya Khang
Thiam Lu tengah memberi hormat kepada kedua orang itu, keadaannya tampak jauh
lebih segar dari sebelumnya.
Hati Lam Sie jadi agak tenang.
Hanya saja baru saja hatinya mulai tenteram, dia melihat lelaki itu menghantam
dengan tangannya ke punggung Khang Thiam Lu, kuat sekali. membuat Khang Thiam
Lu terjerambab dan memuntahkan darah hitam bergumpal. Lam Sie menjerit kaget
dan cepat-cepat kembali ke pembaringan, memeluki majikan kecilnya dengan muka
pucat serta tubuh menggigil.
Dia kuatir kedua orang asing
itu masuk ke dalam kamar untuk membunuh Siauwyanya Jan dia. Bukankah Khang
Thiam Lu sudah dihantam terjerambab tanpa berdaya ? Mengingat lagi memang pada
waktu itu Lam Sie tahu benar Khang Thiam Lu tengah terluka di dalam yang sangat
parah, sehingga tidak mungkin bisa melindungi dia bersama majikan kecilnya.
"Oooh Thian, mengapa
tidak juga di beri jalan lolos untuk Siauwya .... ?!" Mengeluh Lam Sie
dengan air mata bercucuran.
Malam sangat sepi, kedua orang
aneh itu sudah pergi entah kemana. Khang Thiam Lu masih duduk bengong dengan
muka yang pucat. Lam Sie yang menunggu sesaat lamanya, keaadaan masih juga
sepi, tidak terjadi sesuatu, memberanikan diri mendekati jendela, justeru di
waktu itu la melihat Khang Thiam Lu tengah menampar kepalanya sendiri beberapa
kali sambil berteriak kegirangan.
Lam Sie jadi tertegun tidak
mengerti. Apakah Khang Thiam Lu sudah berobah ingatan ? Bukankah tadi dia
dihantam kuat-kuat oleh orang itu. namun mengapa sekarang dia malah memukuli
kepalanya sendiri sambil berteriak kegirangan ? Apakah hantaman orang aneh itu
menyebabkan Khang Thiam Lu tidak beres pikirannya ? Keringat dingin membanjir
di sekujur tubuh Lam Sie, yang mengawasi tambah kuatir saja.
Waktu itu Khang Thiam Lu sudah
berjingkrak kegirangan, menghampiri Lam Sie yang masin tertegun mengawasi
tingkah lakunya dengan hati yang kecut.
"Lam Lopeh aku yakin
kedua orang tadi Sepsang Tabib Hutan." kata Khang Thiam Lu. "Mereka
telah menolongi jiwaku, memberikan obat yang mujarab. Kini aku sudah sembuh
dari luka di dalam, hanya perlu untuk memelihara tenaga dalam dengan bersemedi
dalam beberapa hari mendatang, setelah itu aku akan sehat seperti semula,
berarti aku dapat melindungi kalian !"
"Oooh benarkah Tayjin
?" Tanya Lam Sie dengan suara tergetar karena terharu, air matanya sampai
menitik turun, Kemudian dia berjongkok, menghadap ke langit, gumamnya :
"Oooo Thian. sungguh besar berkahMU kepada kami !"
Khang Thiam Lu menepuk
perlahan pundak Lam Sie waktu ia sudah melompat masuk ke dalam kamar. Dia
tertawa. "Sekarang kita tidak perlu bingung, karena yang terpenting harus
tiba di tempat guruku, guna meminta petunjuk beliau bagaimana melindungi
Siauwya. Aku yakin, Yong Ceng pasti menyebar orang-orangnya untuk mencari
Siauwya kita, karena ia pasti tidak akan mau mengerti dengan menghilangnya
Siauwya."
"Ya, Tayjin,"
mengangguk Lam Sie. "Mudah-mudahan Thian selalu melindungi kita!"
Khang Thiam Lu mengangguk.
Katanya : "Pergilah tidur, Lam Lopeh. Aku yang akan berjaga malam ini.
Besok pagi kita perlu melanjutkan perjalanan."
Lam Sie tidak membantah, dia
memang terlalu lelah, selama berhari-hari ia selalu dikuasai oleh kekuatiran yang
sangat, juga memperhatikan keselamatan majikan kecilnya melakukan perjalanan
tanpa kenal lelah, seringkali dia menggendong Giok Han, kalau tampak sudah
lelah. Jika malam hari, iapun tidak bisa tidur, karena hatinya tidak tenang.
Sekarang, rebah sebentar saja dia sudah tertidur nyenyak di samping Giok Han.
Khang Thiam Lu menghela napas
dalam-dalam, duduk bersemedhi, unruk mengatur tenaga dalam dan pernapasannya.
Bagi seorang akhli silat kelas satu, jelas dengan duduk bersemedhi mengatur
pernapasannya, sudah bisa mempersegar dirinya, mengurangi rasa lelah. Namun.
waktu dia mengatur jalan pernapasannya, Khang Thiam Lu tercekat hatinya, karena
dirasakan adanya suatu kelainan pada pernapasannya. Seperti kacau, tidak
biasanya yang selalu teratur dengan baik. Thiam Lu sampai berhenti bersemedhi,
duduk termenung.
"Apakah kedua orang tadi
memang Sepasang Tabib Hutan ? Apakah memang mereka bermaksud menolongku, atau
memang kebalikannya ingin mencelakaiku?" Dengan hati diliputi was-was. ia
mulai bersemedhi untuk mengatur pernapasannya. Mulanya berlangsung wajar dan
lancar tetapi lewat seperempat jam, tiba-tiba darahnya seperti bergolak dan
sulit untuk dikendalikan lagi. Hati Thiam Lu tercekat lagi, untuk ke dua
kalinya ia menghentikan semedhinya.
"Pasti ada yang tidak
beres di dalam diriku!" Berpikir Thiam Lu. "Apakah memang kedua orang
itu setengah-setengah menolongku? Atau memang lukaku belum lagi sembuh benar?!
Tapi, sudahlah! Yang terpenting semenit aku bisa hidup, semenit aku akan
melindungi Siauwya !"
Dan dia tidak bersemedhi lagi,
duduk dengan mata menatap kosong kepada kegelapan malam. Hatinya pedih teringat
cara kematian Jenderal Giok Hu, seorang Jenderal yang sebetulnya sangat setia
dan jujur.
Kokok ayam terdengar. Lam Sie
sudah bangun, bersiap-siap untuk melanjutkan perjalanan. Giok Han dibangunkan.
Anak itu menatap heran : "Kita mau pergi kemana lagi, Paman Lam ?!"
Haii Lam Sie sedih bukan main,
setiap kali anak itu bertanya seperti itu, rasa dukanya jadi meluap. la memeluk
majikan kecilnya, air matanya menitik turun.
"Menemui Papa
Siauwya." jawabnya.
"Berapa jauh lagi kita
harus melakukan perjalanan, Paman Lam ?!"
"Beberapa hari
lagi," menyahuti Lam Sie.
Khang Thiam Lu mengajak mereka
tidak membuang-buang waktu, untuk segera melanjutkan perjalanan. Pagi itu hawa
udara sejuk seperti biasa, Giok Han berlari-lari kecil dengan gembira, sampai
akhirnya merasa letih, barulah ia digendong oleh Lam Sie.
Melakukan perjalanan kurang
lebih dua puluh lie, tiba-tiba Khang Thiam Lu yang berpengalaman melihat
sesuatu yang tidak beres. Di sebatang pohon menancap sebatang bendera kecil
berbentuk segi tiga dan warnanya hitam gelap.
Cepat-cepat Thiam Lu menghampiri
dan memperhatikan bendera itu. Hanya bendera warna hitam gelap. Tidak ada
gambar apa-apa pada bendera hitam itu, hanya di tengah-tengah bendera itu
terlihat bulatan kecil warna kuning. Lain dari itu tidak terlihat tanda
apa-apa. Alis Thiam Lu berkerut, dia menduga-duga, entah milik siapa bendera
itu ? Mendadak Thiam Lu teringat seseorang, jantungnya seperti berhenti
berdegup, mukanya pucat pias dan tubuhnya tergetar sedikit.
Cepat-cepat, dengan sikap agak
bingung ia mengajak Lam Sie dan Giok Han melanjutkan perjalanan. Lam Sie heran
melihat sikap Thiam Lu, tetapi ia tidak berani menanyakan apa-apa.
Dengan muka yang masih tetap
pucat, Thiam Lu berbisik kepada Lam Sie: "Kalau terjadi sesuatu kau tidak
usah memperdulikan aku, segera menyingkir dengan Siauwya."
"Tayjin ..."
"Jangan bertanya sesuatu,
ingat pesanku tadi. Ayo, kita harus melakukan perjalanan yang cepat,"
tampaknya Thiam Lu tengah diliputi kegelisahan yang sangat.
Lam Sie tidak berani terlalu
banyak bertanya kepada Thiam Lu, hanya menggendong Giok Han dan melakukan
perjalanan dengan cepat.
Melakukan perjalanan tidak
lebih dari tiga lie, tiba-tiba di sebatang pohon terlihat bendera yang serupa
dengan bendera hitam yang pernah mereka lihat tadi. Muka Thiam Lu semakin pucat
pias.
"Kita harus mengambil
jalan lain, tampaknya dia memang berada disekitar kita !" bisik Thiam Lu
dengan suara tergetar. la mengajak Lam Sie Giok Han menikung ke kanan dan mulai
melakukan perjalanan dengan cepat. Selama itu Thiam Lu tetap panik. Tetapi
berjalan dua lie lebih, kembali tampak sebatang bendera hitam yang serupa
dengan yang dua tadi. Sekali ini Thiam Lu berdiri mematung dengan wajah pucat.
"Tampaknya kita sulit
menghindar darinya," menggumam Thiam Lu dengan suara tergetar.
Lam Sie jadi kuatir bukan
main. "Ada apa sebenarnya, Tayjin ?!" tanyanya.
"Jangan bertanya-tanya
dulu, ingat pesanku tadi, apapun yang terjadi, kau jangan perdulikan aku dan
selamatkanlah Siauwya. Sekali ini kalau kita bisa lolos dari tangannya,
selamatlah kita !" Thiam Lu kemudian mengajak Lam Sie dan Giok Han
melakukan perjalanan lebih cepat.
Sepanjang perjalanan mereka
selalu melihat bendera hitam dengan lingkaran kuning kecil di tengahnya,
bendera-bendera yang serupa dengan yang sebelumnya. Dan selalu tiap tiga lie
mereka bisa melihat bendera itu, seakan-akan bendera aneh tersebut berada di
mana-mana.
Melihat Thiam Lu panik seperti
itu, Lam Sie tambah kuatir. Dia berlari-lari dengan menggendong Giok Han yang
didekapnya erat-erat.
Tengah hari setelah melalui hampir
tiga puluh lie, mereka bertemu sebuah perkampungan. Tetapi perkampungan ini
sangat sepi sekali. Thiam Lu mulai curiga dan tidak tenang begitu memasuki
perkampungan yang seperti tidak berpenghuni tersebut. la mengawasi sekitar
tempat itu. Sepi, tidak seorang manusiapun terlihat.
"Tempat apa ini, paman
Khang ?!" Tanya Giok Han digendongan Lam Sie.
Khang Thiam Lu tidak menjawab,
dia benar-benar tegang oleh suasana tersebut, sedangkan Lam Sie membujuk
majikan kecilnya: "Ini sebuah perkampungan kecil, Siauwya. kita akan
beristirahat di sini. Jangan banyak bertanya dulu Siauwya. nanti kalau ternyata
tidak ada penjahat barulah kita makan minum."
"Penjahat ? Paman Lim dan
paman Khang takut pada penjahat? Tangkap saja, masukkan ke dalam penjara!"
kata Giok Han dengan suara lantang.
"Sstttt," bisik Lam
Sie. "Diam-diamlah dulu Siauwya."
Thiam Lu waktu itu sudah
memperhatikan sekitar tempat itu. ia melambaikan tangannya memanggil Lam Sie
agar lebih mendekat.
"Aku merasakan ada yang
tidak beres di tempat ini, apakah lebih baik kita meneruskan perjalanan tanpa
perlu singgah disini ? Apakah Lam Lopeh masih kuat untuk melanjutkan
perjalanan?!"
Lam Sie mengangguk ragu-ragu.
"Ya, Tayjin, tampaknya
suasana kampung ini menimbulkan perasaan yang kurang enak mengapa demikian sepi
dan tampaknya tidak ada seorang manusiapun?!"
"
"Ya, tidak terlihat
seorang manusiapun juga. Bahkan suara ayam dan anjing tidak terdengar, Lam
Lopeh." menyahuti Khang Thiam Lu dengan suara agak tergetar.
Lam Sie merasakan tubuhnya
tergetar sedikit, dan dia baru menyadari memang bukan tidak tampak, seekor ayam
atau seekor anjing dan binatang lainnya tidak tampak, tidak juga terdengar
suara ayam atau salak anjing.
Ini memang luar biasa,
kesepian yang menakutkan. Lam Sie jadi memeluk Giok Han lebih erat.
Perkampungan apa ini yang demikian kosong sehingga tidak ada satupun makhluk
hidup yang tampak?
Melihat Khang Thiam Lu berdua
Lam Sie tegang ssperti itu, Giok Han berbisik di telinga Lam Sie: "Ada apa
sebenarnya, Paman Lam ?!"
"Tidak ada apa-apa,
Siauwya, kita hanya perlu barhati-hati, karena tampaknya ada penjahat disekitar
tempat ini." Membujuk Lam Sie.
"Paman Khang memiliki
ilmu silat yang tinggi dan gagah, mengapa kita harus takut ?" Bisik Giok
Han.
"Siauwya jangan banyak
bertanya dulu nanti akan paman jelaskan." kata Lam Sie.
Khang Thiam Lu meminta Lam Sie
berdua Giok Han berdiam di tempatnya, dia sendiri maju beberapa tombak
menghampiri perkampungan itu. Memang tidak seorang manusiapun dilihatnya.
Mukanya jadi semakin pucat. " Apakah dia yang datang ?!" Tampaknya
memang tidak ada makhluk bernapas yang dibiarkannya hidup."
Cepat-cepat Thiam Lu kembali
ke samping Lam Sie, kuatir ada sesuatu yang mengancam Lam Sie dan majikan
kecilnya
"Bagaimana Tayjin, apakah
kita meneruskan saja perjalanan tanpa perlu mampir di situ ?!" Tanya Lam
Sie dengan suara perlahan.
Khang Thiam Lu mengangguk
perlahan. mukanya masih pucat dan tegang. "Lam Lopeh, ingat pesanku.
Selamatkanlah Siauwya jika terjadi sesuatu,"
"bisiknya.
Lam Sie cuma mengangguk,
hatinya semakin tidak tenang. "Sebenarnya apa yang terjadi di perkampungan
itu, Tayjin ?"
"Kukira, seluruh
penduduk, berikut ayam anjing, bebek dan makhluk berjiwa lainnya, telah dibunuh
semuanya oleh dia!"
"Dia ? Dia siapa, Tayjin
?"
"Nanti akan kujelaskan
kalau kita berhasil lolos dari tempat ini !" Bisik Thiam Lu, suaranya
tergetar dan menarik tangan Lam Sie untuk menyingkir dari tempat tersebut.
Setelah meninggalkan
perkampungan itu dua lie lebih, mereka melihat lagi sebatang bendera kecil
bentuk segi tiga berwarna hitam. Lam Sie melihat tubuh Thiam Lu menggigil, muka
Khang Thiam Lu pun bertambah pucat. "Cepat Lam Lopeh, kita harus cepat
menyingkir dari tempat ini!" Berbisik Thiam Lu dengan suara serak dan
kering.
Lam Sie semakin kuatir dan
tegang, ia tidak berani banyak bertanya. Walaupun sudah lelah menggendong Giok
Han, ia setengah berlari melakukan perjalanan.
Baru melakukan perjalanan
belum satu lie, di depan mereka menggeletak dua sosok mayat, tidak bernapas.
Muka mereka biru gelap seperti mati keracunan. Di samping kedua orang itu,
terpisah kurang lebih belasan tombak, tampak bangkai seekor anjing yang juga
mati dengan tubuh hitam bagaikan keracunan.
Dengan ketegangan yang
meningkat, Thiam Lu menghampiri kedua mayat dan memeriksanya. Akhirnya dengan
suara serak kering dia mengguman : "Benar dia..."
Tidak buang waktu lagi segera
Khang Thiam Lu menarik tangan Lam Sie. diajaknya berlari. "Cepat .... terlambat
sedikit saja, celakalah kita!"
Lam Sie berlari-lari
menggendong Giok Han, yang mengawasi terheran-heran. Bocah itu tidak mengerti
mengapa kedua orang Paman itu demikian tegang. Berlari belum begitu jauh,
tiba-tiba terdengar suara Khim (harpa) yang dipetik lembut dan merdu dari arah
depan mereka, halus sekali suara musik itu, bagaikan musik dari Sorga.
Khang Thiam Lu seperti
terpantek ke dua kakinja di tanah, karena ia berhenti berlari dengan mendadak.
Hampir saja Lam Sie yang menggendong Giok Han terpelanting ke depan. Untung dia
masih sempat mencekal kuat-kuat tangan Khang Thiam Lu membuatnya hanya
terhuyung ke depan beberapa langkah.
"Kita terlambat !",
mengeluh Thiam Lu dengan bibir agak tergetar. Dengan muka pucat dia menoleh
kepada Lam Sie: "Ingat pesanku, janganlah perdulikan apa yang terjadi,
selamatkanlah Siauwya ! Pergilah sekarang ke kampung tadi .... cepat .... ayo
cepat Lam Lopeh .... sedetik saja terlambat, sulit kita melindungi Siauwya
..."
Lam Sie mengetahui bahwa Khang
Thiam Lu seorang gagah perkasa, pengawal pribadi dari Jenderal Giok Hu Tidak
pernah Thiam Lu bersikap seperti itu, karena menghadapi kematianpun dulu ia
tidak pernah gentar.
Sekarang ia panik dan tegang
seperti itu, pasti ada sesuatu yang benar-benar menakutkan. "Ayo cepat
Lopeh, oooooo, terlambat sedikit saja, habislah kita ..."
Lam Sie tidak bisa bertanya
apa-apa, karena tangannya telah digentak oleh Thiam Lu, agar dia berlari balik
dari arah mana tadi mereka datang. Sedangkan Thiam Lu berdiri tegang menantikan
datangnya orang yang memetik Khim dengan suara merdu itu, dengan tangan
menggenggam pedangnya. Tubuhnya agak menggigil.
Lam Sie berlari akan
meninggalkan Thiam Lu, tetapi Giok Han sudah berkata: "Paman Lam, jangan
tinggalkan Paman Khang!"
"Cepat! Ayo cepat pergi
!" Bentak Thiam Lu dengan sikap semakin tidak tenang, sedangkan suara Khim
itu semakin dekat dan sangat merdu.
"Oooo, betapa pengecutnya
Paman Lam kalau meninggalkan paman Khang ! Tampaknya ada sesuatu yang mengancam
keselamatan jiwa paman Khang!" Teriak Giok Han sambil meronta ingin turun
dari gendongan Lam Sie.
"Siauwya, kita harus
menyingkir dulu, paman Khang pasti bisa menghadapi apapun juga ..."
Membujuk Lam Sie, yang kebingungan dan tegang.
"Tidak mau!"
Menggeleng Giok Han. "Turunkan aku !"
"Siauwya !?"
"Turunkan aku !" Dan
Giok Han mengawasi Paman Lam dengan sorot mata yang bening. Bola mata yarg
tajam, bola mata bocah yang tentu saja masih bersih. Lam Sie jadi serba salah.
Belum pernah dia menolak setiap permintaan Giok Han, sebagai pengasuh yang
baik, ia selalu patuh terhadap keinginan Giok Han.
Tetapi sekarang tampaknya
memang ada bahaya yang menakutkan, maka Lam Sie jadi serba salah.
Khang Thiam Lu jadi panik
melihat Lam Sie masih belum meninggalkan tempat itu, dengan keringat dingin
sudah memenuhi muka dan sekujur tubuhnya, dia menoleh, bentaknya: "Lam Sie
apakah kau tidak mau mendengar perintahku lagi ? Ayo cepat bawa Siauwya
meninggalkan tempat ini ! Cepat !"
Dan dia membanting-banting
kakinya dengan jengkel kebingungan. Mukanya pun pucat pias. Suara Kim semakin
terdengar jelas mendekat.
"Paman Khang, aku tidak
mau pergi meninggalkan kau !" Teriak Giok Han nyaring. kemudian menoleh
kepada Lam Sie yang tengah kebingungan : "Paman Lam, turunkan aku !"
"Siaawya, keadaan.."
"Turunkan aku!" Giok
Han meronta "Apakah Paman Lam sudah tidak sayang aku lagi?"
Lam Sie terpaksa menurunkan
Giok Han dari gendongannya, ia kuatir majikan kecilnya itu jatuh sehingga
melukainya atau mempersakiti Giok Han.
Setelah diturunkan dari gendongan,
dengan sikap yang gagah dan dada membusung ke depan, hocah itu bilang :
"Paman Lam, betapa Paman tidak malu bersikap sepengecut itu ! Tidaklah
Paman Lam malu, melihat Paman Khang akan menghadapi bahaya, lalu ingin
melarikan diri menyelamatkan diri sendiri..."
Lam Sie menunduk dengan hati
susah. "Siauwya..."
"Paman Lam tidak perlu
beralasan apa pun juga, aku sudah menyaksikan betapa Paman terlalu mementingkan
diri sendiri! Seharusnya Paman Lam membantui Paman Khang menghadapi bahaya itu
sampai tetes darah terakhir!" kata Giok Han dengan suara nyaring dan
sikapnya yang dibuat-buat gagah jadi lucu tampaknya. "Kalau paman Lam
tidak mau membantui paman Khang, biarlah aku yang akan membantuinya."
Thiam Lu melihat Giok Han
berdua Lam Sie belum meninggalkan tempat itu, jadi membanting-banting kakinya
kebingungan, mulanya seperti orang ingin menangis karena terlalu tegang dan
bingung. "Aduhh, Lam Sie benar-benar kau tidak tahu bahaya tengah
mendatangi. Ayo cepat pergi... ayo cepat..." Berseru Thiam Lu.
Tetapi sudah terlambat.
Sekarangpun Lam Sie berdua Giok Han ingin pergi, sudah tidak akan keburu lagi,
sebab orang yang memetik Khim itu sudah muncul, tengah mendatangi ke arah
mereka dengan tindakan perlahan-lahan, di tangan kiri tercekal alat tetabuhan
berbentuk seperti labu, tangan kanannya memetik tali-tali Khim yang terbentuk
aneh itu.
"Benar dia,"
mengeluh Thiam Lu dengan bibir kering. Mukanya semakin pucat.
Orang yang baru muncul dengan
alat musik yang aneh bentuknya itu tidak lain seorang gadis cantik jelita,
rambutnya yang tumbuh panjang dibiarkan tergerai ujungnya sampai kebetis
kakinya. Wajahnya luar biasa cantik, matanya indah, hidungnya mancung kulitnya
putih seperti juga lapisan salju di gunung Thian San, bibirnya tampak terkatup
rapat, walaupun tidak tersenyum namun bibir yang tipis merah itu sangat bagus
sekali.
Jari-jari tangannya yang
memetik tali-tali alat musiknya lentik dan menarik, ia mengenakan baju panjang
terbuat dari sutera putih. Kalau melihat gadis itu di malam hari, tentu akan
disangka orang sebagai peri atau dewi.
Lam Sie melihat gadis itu pun
jadi tertegun ragu-ragu. Gadis inikah yang ditakuti oleh Thiam Lu ? Gadis
secantik itukah yang membuat Thiam Lu jadi tegang dan ketakutan, seakan tengah
menghadapi kehadiran seorang malaikat pencabut nyawa dari akherat ?
Sungguh tidak bisa diterima
akal sehat Lam Sie, bahwa gadis yang tampak cantik jelita, lemah lembut, juga
gemulai langkah kakinya, bisa membuat Thiam Lu ketakutan seperti itu. Dia
menghela napas dalam-dalam hati Lam Sie agak tenang. Kalau hanya gadis itu
saja, pasti Thiam Lu tidak perlu takut seperti tadi, sebab ia akan bisa
menghadapinya.
Giok Han melihat wanita itu, jadi
tersenyum dan menarik ujung tangan baju Lam Sie, bisiknya: "Paman Lam, dia
tampaknya Ciecie yang baik, mengapa kalian tadi harus ketakutan setengah mati ?
Bukankah malah menyenangkan bisa mendengarkan Ciecie itu memainkan alat
musiknya ? !"
Wanita cantik jelita yang baru
datang itu tiba-tiba menyentak salah satu tali alat musiknya, mendenting
nyaring sekali, menusuk anak telinga. Dia menyudahi memainkan lagunya, matanya
yang tampak sangat indah itu, tapi memancarkan sinar yang dingin, perlahan-lahan
merayap kearak Giok Han. Bibirnya yang terkatup tanpa senyum perlahan-lahan pun
terbuka, suaranya sangat merdu luar biasa waktu dia bilang: "Adik kecil,
apakah kau menyukai lagu yang ku-mainkan tadi ?"
Giok Han mengangguk sambil
tertawa. "Ciecie pandai sekali memainkan alat musik mu, suaranya sangat
merdu," sahutnya.
Thiam Lu sangat kebingungan
dan gugup berulang kali dia memberi isyarat kepada Lam Sie agar membawa Giok
Han pergi menyingkir.
Dengan tenang, wanita itu
menoleh kepada Thiam Lu : "Tayjin, tampaknya kau sudah melakukan
perjalanan sangat jauh. Lelah sekali. Maukah kau mendengar lagu lainnya ?
Siauwmoay bersedia memainkan beberapa lagu untukmu !"
Bibir Thiam Lu tergetar, dia
memaksakan diri buat tersenyum.
"Siocia, kau memang
pandai sekali memainkan alat musikmu itu..." Memuji Thiam Lu dengan suara
yang serak.
"Pranggggg !"
"tiba-tiba alat musik
ditangan wanita itu hancur berkeping-keping sebab wanita itu menghantamkan alat
musik tersebut ke sebongkah batu di dekatnya yang ada di jalan tersebut, Dengan
muka yang semakin dingin dia bilang: "Pandai memainkan alat musik ? Apa
itu saja ?!"
Muka Thiam Lu jadi pucat pias,
dia sampai mundur selangkah kebelakang. Sedangkan Giok Han dan Lam Sie pun
kaget tidak terkira waktu alat musik itu dihancurkan oleh wanita tersebut,
sehingga mereka memandang sayang pada alat musik yang telah hancur itu.
Giok Han mempergunakan kedua
tangannya menutupi telinganya, karena waktu alat musik itu dihantamkan pada
batu suaranya menyakiti anak telinga. Bocah itu pun mengawasi seakan akan
merasa sayang alat musik berbentuk aneh itu sudah hancur berkeping-keping, seakan
juga dia mengiler untuk memegang alat musik yang menarik hati itu.
"Maksudku...
maksudku...." Suara Thiam Lu tidak lancar.
"Katakan, apakah hanya
itu saja?" Suara wanita itu tidak keras, bukan membentak tetapi bernada
memerintah. Mukanya yang cantik jelita dingin sekali, tidak memperlihatkan
perasaan sedikitpun juga.
"Di samping pandai
bermain musik, Siocia adalah... adalah pembunuh nomer satu didunia !"
Akhirnya Thiam Lu menyahuti.
Bibir wanita itu tidak
tersenyum, tetap terkatup, wajahnya, pun dingin, tidak memperlihatkan
kemarahan. Cuma sinar matanya jadi semakin dingin, membuat Thiam Lu menggigil
seperti disambar oleh hawa dingin nya salju.
"Ya, akulah pembunuh
nomer satu di dunia, disamping pandai bermain musik," kata wanita itu.
"Dan kau tunggu apa lagi ?"
Thiam Lu menghela napas, dia
berusaha mengempos seluruh semangatnya. Walaupun ia tahu, wanita didepannya
adalah wanita pembunuh yang tiada taranya di dunia, namun iapun sebetulnya
bukanlah seorang pengecut yang gentar menghadapi kematian. Tadi, jika dia tampak
begitu tegang dan kuatir, hanya disebabkan ia kuatirkan keselamatan Giok Han,
putera dari majikannya, yaitu Jenderal Giok Hu. Meiihat keadaan sudah tidak
bisa dihindarkan lagi dan tidak ada jalan lain, maka Thiam Lu berusaha
mengumpulkan seluruh hawa murninya, dia bilang: "Siauwte Khang Thiam Lu
tidak takut walaupun harus menerima sepuluh kali kematian. Cuma sekarang aku
tengah memikul tugas yang berat sekali. Jika memang Siocia mempunyai urusan
denganku, baiklah aku akan menemui Siocia dua bulan mendatang. Beritahukan
saja, di mana aku harus menemui Siocia ?"
Wanita cantik itu tetap tidak
tersenyum juga tidak memperlihatkan perasaan marah di mukanya. Hanya dingin
sekali dia bilang: "Apakah kau masih tidak mau menyelesaikan sendiri?
Perlu aku turun tangan?"
Thiam Lu nyengir pahit,
wajahnya berduka sekali. "Siocia terlalu mendesak, aku terpaksa lancang
untuk minta petunjuk Sio-cia..."
Bibir yang semula terkatup
rapat tidak pernah tersenyum itu, mendadak merekah, membentuk seulas senyuman
tipis. Namun hanya sekejap saja sudah lenyap, terkatup lagi, rapat sekali.
"Baik, tampaknya kau
ingin mati dengan tubuh yang berkembang!" Belum lagi habis suara wanita
jelita itu, seperti juga suara tersebut mash mengambang di udara, tiba-tiba
berkelebat, sesosok bayangan putih, karena tubuh wanita itu gesit luar biasa
dan tidak terlihat cara bergeraknya, sudah berada di samping Thiam Lu.
"Nih kuhadiahkan bunga yang kau inginkan". Bisik wanita itu.
Thiam Lu mengendus harum
semerbak menerpah hidungnya, sebetulnya dia sudah bersiap siaga sejak tadi.
tetapi wanita jelita tersebut bergerak begitu cepat dan tahu-tahu sudah ada di
sampingnya. Dia melihat tangan wanita itu seperti mendorong sesuatu-dia tahu
tentu melepaskan senjata rahasia. Maka tidak pikir panjang dia mengibaskan
pedangnya sambil membuang diri kesamping pedangnya im akan menabas perut wanita
itu.
Giok Han menjerit kaget dan
takut melihat pedang menyambar perut wanita jelita tersebut, Lam Sie juga
kaget. Tetapi, sungguh luar biasa wanita itu. Mukanya tetap dingin, pinggulnya
digoyangkan, dengan gerak yang sulit diikuti oleh mata, tahu-tahu perutnya
seperti bisa menciut, dan pedang menyambar tempat kosong, hanya terpisah dua
dim dari baju sutera yang dikenakannya !
Thiam Lu sudah melompat
berdiri dengan keringat dingin membasahi tubuhnya. Dia melirik ke belakangnya,
benar apa yang di sangkanya. Lima batang jarum sudah menancap di batang pohon
yang ada di dekat situ. Dia berwaspada dengan pedang siap di tangannya, tergenggam
kuat-kuat.
"Lam Sie, bawa Siauwya
pergi... cepat !" Dia masih berteriak menganjurkan Lam Sie untuk segera
angkat kaki dari tempat itu. "Tidak ada seorang manusiapun bisa hidup
kalau bertemu siluman ini, cepat... ayo pergi... terlambat ssdetik saja,
celakalah Siauwya di tangannya yang beracun..."
Belum habis Thiam Lu berseru,
wanita itu sudah berkelebat lagi, sudah berada di dekat Thiam Lu. Wajahnya
tetap tidak berperasaan, tidak tersenyum, juga tidak memperlihatkan tanda tanda
marah. Dingin sekali tangannya berkelebat, duabelas batang jarum halus
menyambar lagi kepada Thiam Lu dari segala penjuru, atas tengah dan bawah.
Thiam Lu mencium bau harum
semerbak berbeda dengan jarum-jarum beracun lain yang menyiarkan bau anyir dan
amis, justeru jarum-jarum yang dilemparkan wanita itu, yang diduga oleh Thiam
Lu mengandung racun hebat, justeru menyiarkan harum semerbak, cepat-cepat dia
memutar pedangnya untuk melindungi dirinya dari sambaran jarum-jarum itu.
Terdengar suara "ting, ting" seperti suara air hujan yang jatuh di
atas seng, jarum-jarum itu terpental.
Tetapi mendadak sekali Thiam
Lu merasakan pergelangan tangannya nyelekit sakit dan gatal, semangatnya
terbang, hatinya tercekat. "Habislah aku !" Mengeluh Thiam Lu, sebab
dia tahu ada sebatang jarum yang mengenai pergelangan tangannya. Tubuh Thiam Lu
malah terhuyung mundur, dia merasa sekujur tubuhnya jadi panas, mukanya pucat
pias.
Rupanya, wanita cantik jelita
itu sangat lihay melemparkan jarum-jarumnya, yang di lepaskan dengan beruntun sambung
menyambung. Puluhan batang jarum yang tadi bisa dihindarkan Thiam Lu, tetapi
ada sebatang yang berhasil menancap di pergelangan tangannya. Pergelangan
tangan itu seketika menjadi hitam membengkak, tenaga Thiam Lu juga jadi seperti
lenyap, dia merasa lemas untuk mengangkat tangannya, memutar pedangnya.
Tangannya tidak mau menuruti keinginan hatinya lagi.
Lam Sie yang sejak tadi berdua
Giok Han berdiri di pinggir jalan, mengawasi semua kejidian itu. Mereka juga
melihat pohon tadi yang ditancapi kelima batang jarum wanita itu, yang telah
menjadi layu, batangnya menjadi kering, daun-daunnya rontok, rantingnya meroyot
mati.
Lam Sie kaget dan takut,
keringat dingin membanjir keluar sepasang lututnya jadi lemas. Dia baru
mengerti mengapa Thiam Lu begitu ketakutan pada wanita ini, rupanya dialah
seorang wanita akhli dalam penggunaan racun yang daya kerjanya sangat dahsyat.
Betapa berbahayanya wanita cantik jelita dan tampak lemah gemulai tersebut.
Waktu itu mata Thiam Lu
berkurang-kunang, ia terhuyung beberapa langkah seakan mau rubuh. Tetapi,
mati-matian dia berusaha mempertahankan dirinya, agar tidak rubuh. Dengan
seluruh sisa tenaga yang masih ada, walaupun lidahnya terasa kaku dan bibirnya
kering, Thiam Lu masih berteriak : "Lam... Sie... cepat pergi...
pergi...!"
Wanita jelita itu tidak
tersenyum juga tidak memperlihatkan kemarahan di mukanya dingin tidak
berperasaan. Hanya tubuhnya berputar-putar riang mengelilingi Thiam Lu. Baju
sutera putih yang dipakainya itu berkibar-kibar, dia seperti juga bayangan
putih yang berkelebat kesana kemari di sekitar Thiam Lu Malah, tangannya sudah
terayun lagi, lima batang jarum kecil-kecil menancap di dada Thiam Lu,
berbentuk bunga Bwee. Bukan main beracunnya jarum-jarum tersebut Pasti Thiam La
menemui kematiannya sekali ini di tangan wanita jelita itu.
Mata Thiam Lu semakin kabur,
apa yang dilihatnya seperti menjadi gelap dan tidak jelas lagi. la mengeluh,
tapi dalam saat-saat yang gawat seperti itu Thiam Lu masih ingat kepada majikan
kecilnya. dia berseru:
"Cepat tinggalkan ....
tempat ini ... *" Suaranya semakin serak dan perlahan, kemudian tidak ada
suara yang bisa keluar dari mulutnya, karena lidah dan bibirnya sudah kejang.
Wanita jelita itu masih
mengelilingi Thiam Lu dengan tubuh yang ringan berke-lebat-kelebat ke sana
kemari, tetapi mendadak sekali dia berseru: "lhhhhh!" Dan tubuhnya
berhenti tegak di tempatnya, mengawasi Thiam Lu dengan mata terbuka
lebar-lebar.
Pada mukanya yang sebelumnya
selalu dingin tidak terlihat perasaan apapun kini memancarkan perasaan heran
yang bukan main besarnya.
Thiam Lu sudah
terhuyung-huyung lemah bahkan sudah tidak kuat berdiri. Jatuh terduduk dengan
tubuh lemas tidak bertenaga-Dia tahu, tidak mungkin bisa hidup lebih lama lagi.
la sudah terkena jarum wanita jelita itu dalam jumlah yang tidak sedikit, dia
pasti mati. Tapi, dalam saat-saat seperti itu, Thiam Lu masih berusaha
mengempos hawa murni di dalam tubuhnya, karena dia ingin menganjurkan Lam Sic
dan Giok Han agar melarikan diri, meninggalkan tempat itu dan juga wanita si
pembunuh nomor satu di dunia tersebut.
Tapi tidak ada suara yang
keluar dari mulutnya, kepalanya dirasakan pusing seperti dikemplang oleh godam
yang ribuan kati, juga matanya sudah gelap, tidak ada sesuatu yang dilihat
selain kunang-kunang. Darahnya juga bergolak akibat dia mengerahkan sisa tenaga
dalamnya untuk mengatur pernapasannya. Sebetulnya diapun tahu, jika dia
mengempos pernapasannya, darahnya berjalan lebih cepat, berarti mempercepat
kematiannya, sebab racun akan lebih cepat tiba di jantung terbawa oleh darah
tubuhnya lemas tidak bertenaga, darahnya semakin lama semakin bergolak ....
sama seperti waktu dia bersemedhi kemarin malam, untuk mengatur jalan
pernapasannya darahnya bergolak.
Wanita cantik jelita yang
lemah gemulai itu masih terneran-heran mengawasi Thiam Lu, akhirnya mulanya
menjadi dingin tidak berperasaan lagi. Mulutnya terkatub rapat. Dia mendesis
dengan suara perlahan, tapi tetap merdu: "Di mana Sepasang Tabib Hutan
?!"
Walaupun keadaannya sudah
sekarat, namun Thiam Lu masih bisa mendengar pertanyaan wanita itu, pikirannya
tetap sadar. Dia tercengang, mengapa wanita inipun mengetahui dia pernah
bertemu dengan Sepasang Tabib Hutan, yang pernah menolongnya itu?"
Dia mau menjawab pertanyaan
wanita itu, tapi mulutnya tidak bisa bergerak buat bicara, tidak sepatah
perkataanpun yang ter-luncur dari mulutnya.
"Katakan, di mana
Sepasang Tabib Hutan itu ?!" Tanya wanita itu lagi.
Thiam Lu tetap tidak bisa
menjawab, dia hanya merasakan tubuhnya seperti melayang-layang di tengah
angkasa, matanya tetap gelap, tidak ada sesuatu yang bisa dilihatnya. Dan hanya
didengarnya lagi kata-kata wanita itu :"Walaupun kau dilindungi Sepasang
Tabib Hutan, jangan harap kau bisa menolak kematian dari tanganku !"
Giok Han waktu itu tengah
mengawasi semua kejadian dengan hati tidak tenteram. Dia semula melihat wanita
cantik itu sangat mengagumkan dan tampaknya juga sebagai Ciecie yang baik hati.
Karenanya dia yakin paman Khang maupun paman Lam tidak perlu takut pada
wanita-itu.
Tetapi melihat dalam waktu
sangat singkat paman Khangnya seperti tersiksa ditangan wanita itu, keadaannya
juga sangat mengenaskan, Giok Han tidak dapat menahan diri lagi, Ketika Lam
Sie, yang saat itu sudah memutuskan untuk mempergunakan kesempatan diwaktu
wanita pembunuh nomor satu didunia itu tidak melihat mereka, ingin melarikan
diri, maka Giok Han menyentak tangannya, dia malah berlari menghampiri wanita
pembunuh nomor satu didunia itu. Semangat Lam Sie serasa terbang meninggalkan
raganya, dia berusaha menjambret tangm majikan kecilnya: "Siauw
ya..!" panggilnya dengan suara serak.
Tapi Giok Han sudah
meninggalkan Lam Sie cukup jauh, dia sudah berada didekat wanita pembunuh nomor
satu didunia, yang tengah menghampiri Thiam Lu, dengan tangan kanan terangkat
perlahan-Iahan ingin menimpukkan sesuatu.
"Ciecie, mengapa kau
sejahat itu ?!" Teriak Giok Han nyaring.
Teriakan Giok Han menyebabkan
wanita pembunuh nomor satu didunia menunda gerakan tangannya dan menoleh.
Matanya sekejap berkelebat dengan tajam, tapi kemudian biasa kembali, tampak
indah dan tidak menakutkan, dia malah telah menurunkan tangan kirinya dan
tanyanya: "Aku jahat?"
Giok Han dengan muka merah
menyahuti: "Ya, mengapa kau begitu jahat menyiksa paman Kham ?!"
"Jadi kau meminta aku
mengampuninya ?" tanya wanita pembunuh nomor satu itu dengan suara tawar.
"Ya, tidak selayaknya kau
menyiksanya," menyahuti Giok Han, gagah sekali.
"Baik. aku tidak akan
menyiksanya. Tetapi sudah menjadi peraturanku, bahwa seseorang boleh diampuni
kalau ada penggantinya"
"Penggantinya ?"
"Ya... maukah kau jadi
penggantinya, mewakili paman Khangmu itu untuk menerima kematian?!" Tanya
wanita pembunuh nomor satu itu dengan suara dingin.
Giok Han tercengang. Lam Sie
sudah berlari menghampiri Giok Han, dipeluknya kuat-kuat, dia berlutut didepan
wanita pembunuh nomor satu didunia, ratapnya. "Nona. janganlah membunuh
Siauwya, kalau kau mau membunuh, bunuhlah aku!"
"Hmmm, aku tidak perlu
dengan kau tua bangka!" Dingin sekali suara wanita itu matanya tampak
bergerak-gerak dan sepasang alisnya mengkerut dalam-dalam. Lalu dia memandang
kearah Giok Han : "Bagaimana, apakah kau mau jadi penggantinya ?!"
Giok Han ragu-ragu sejenak,
kemudian dia membusungkan dada, katanya dengan suara mantap: "Baik, aku
yang akan mewakili paman Khang untuk disiksa oleh kau makluk jahat!"
"Apa yang kau
bilang?"
"Kau makluk jahat!"
"Coba kau ulangi sekali
lagi !"
Lam Sie merasakan semangatnya
melayang meninggalkan raganya, dia tahu kini sudah tidak ada jalan untuk
melindungi majikan kecilnya. Pasti makian Giok Han sudah membuat wanita
pembunuh nomor satu menjadi marah. Dia jadi menangis sesenggukan Memeluki Giok
Han erat-erat.
Dengan gagah Giok Han bilang:
"Paman Lam, kau jangan menangis. Seorang lelaki sejati tidak akan gentar
menghadapi kematian, karenanya tidak usah menangis. Malu. Biarkan saja dia
menyiksaku, karena memang sudah terbukti dia makhluk jahat !"
"Kau benar-benar berani
memakiku ?" Tanya wanita pembunuh nomor satu didunia sambit mementang
matanya.
Hati Giok Han tergetar
sedikit, goncang oleh tatapan tajam wanita itu, tetapi akhirnya dengan nekad
dia jawab: "Ya. memang kau makluk jahat, seperti iblis, mukamu sama
seperti juga pantat sapi, buruk mukamu buruk hatimu...!"
Tubuh wanita pembunuh nomor
satu di dunia tergetar. Dia mengayunkan tangannya. Tetapi, belum lagi dia
melepaskan jarum-jarumnya, tangannya diturunkan, dia batal sendirinya. Bocah
didepannya sangat berani sekali. Nekad benar.
Dulu, wanita pembunuh nomor satu
di dunia adalah seorang wanita yang berperasaan lembut. la mempunyai kekasih
yang memiliki adat sangat keras. Karena suatu pertengkaran, kekasihnya
meninggalkannya.
Sejak saat itulah wanita
tersebut menjadi pembunuh yang tiada taranya, mengumbar kemarahannya kepada
semua lelaki dan wanita. yang dianggapnya jauh lebih bahagia darinya. Diapun
jadi beku hatinya, dingin tidak berperasaan. Selama dua tahun siang malam dia
menangisi kepergian kekasihnya dan air matanya seperti menjadi kering.
Tetapi kini, melihat sikap
Giok Han yang nekad, hati wanita pembunuh nomor satu di dunia jadi tergoncang
keras, mukanya yang semula tidak memancarkan perasaan apa-apa jadi memerah
sejenak, jantungnya berdegup. Dia teringat, dulu terakhir kali kekasihnya ingin
meninggalkan dia, pernah berkata kasar: "Wajahmu yang cantik tidak sepadan
dengan hatimu yang busuk. Kau seharusnya menjadi wanita yang buruk, seburuk
hatimu!" Dan setelah memaki begitu, kekasihnya pergi meninggalkannya,
tidak pernah kembali lagi.
Dimaki oleh Giok Han
sebetulnya dia ingin membunuh Giok Han dengan jarum-jarum beracunnya tetapi
justeru akhirnya dia membatalkan sendiri maksudnya. Sikap bocah itu
mengingatkan dia pada kekasihnya. Tetapi semua itu hanya berlangsung beberapa
detik saja, kemudian mukanya sudah membeku tidak memiliki perasaan apapun juga.
Hatinya malah jadi dengki
melihat bocah di depannya, walaupun masih kecil, namun sangat cakap. Kulitnya
bersih, mukanya mungil dan rambutnya hitam. Sepasang alis tebal dan hitam
menambah cakapnya muka bocah itu. Dan diam-diam dia jadi menyukai Giok Han.
Itulah, beberapa detik tadi
dikuasai oleh perasaan menyayang kepada Giok Han. Namun hatinya membatu
kembali. Dengan dingin dia bilang: "Siapa namamu ?"
"Buat apa memberitahukan
nama kepada manusia tidak sopan dan tidak baik jiwanya seperti kau?"
Menyahut Giok Han. "Seorang wanita terhormat adalah yang hidup sebagai
nona baik-baik didalam rumah, yang pria pergi untuk berjuang, memiliki pangkat
dan membuat negara menjadi makmur. Kepada orang-orang seperti itulah aku
menghormati ..."
"Kepadaku apakah kau
tidak hormat ?!" Tanya wanita pembunuh nomor satu di dunia dingin sekali
suaranya.
Giok Han menggeleng.
"Tidak! Aku malah
benci!"
Lam Sie tambah ketakutan, dia
kuatir satu kali saja tangan wanita itu bergerak, habislah jiwa majikan
kecilnya, karenanya dia tidak mau berkisar dari tempatnya, dengan air mata
bercucuran karena takut, dia melukai majikan kecilnya tersebut.
"Berapa besar kebencianmu
terhadapku ?" Tanya wanita pembunuh itu.
"Aku sangat benci !
Selama kau tidak merobah kelakuanmu yang jahat dan kejam, yang senang menyiksa
orang lain, maka selama itu juga aku benci padamu ! Tidakkah kau pernah membaca
ujar-ujar Locu, yang berbunyi : Manusia yang dikuasai perasaan jahat, marah,
dengki dan iri hati adalah patung-patung yang akan terbakar, manusia yang sama
seperti sampah saja. Kukira, kau pun sama seperti sampah...!"
Walaupun hati wanita itu sudah
membeku sejak putus hubungan dengan kekasihnya dan selalu menjadi dingin tanpa
perasaan tetapi sekali ini mendengar perkataan Giok Han, si bocah yang berusia
masih sangat kecil tapi nekad, dia jadi tergoncang hatinya.
Dia ingat, setiap kali
bertengkar dengan kekasihnya yang sangat dicintainya, maka kekasihnya akan
berkata: "Kau wanita yang seperti sampah saja, dikuasai oleh nafsu ingin
menguasai dan mengendalikan orang lain ! Kau tidak layak untuk dihormati !"
Dan kata-kata Giok Han menusuk benar hati wanita itu. Tetapi, setelah dia
memejamkan matanya sekejap, dia bisa menguasai diri lagi.
"Baiklah, aku akan
mengampuni kau dan juga paman Khang-mu itu, kalau kau dapat menjawab dua
pertanyaanku!" kata wanita pembunuh nomor satu di dunia, dingin suaranya.
Girang Giok Han mendengar
janji wanita itu.
"Apa kedua pertanyaanmu
itu ?" tanyanya.
"KaIau aku membebaskan
paman Khang mu dari kematian, apakah kau masih membenciku ?" tanya wanita
itu.
Giok Han adalah seorang bocah
yang berperasaan halus, walaupun tabiatnya sangat keras. Dia semakin keras jika
ditentang keinginannya, dan Lam Sie sudah mengenal benar tabiat majikan
kecilnya ini. Semakin ditekan, semakin kuat perlawanan Giok Han dia bisa
menjadi nekad. Tetapi jika dilayani dengan lemah lembut, maka hati si bocah
akan runtuh, apapun yang diminta orang akan diberikan, kalau bisa kepalanyapun
akan di berikan buat orang Iain.
Sekarang mendengar suara
wanita itu, yang nadanya memelas, maka Giok Han tidak tega untuk memaki terus
wanita itu, terlebih lagi mendengar janji wanita tersebut yang akan mengampuni
paman Khangnya. Segera dia menggeleng. "Jika kau tidak menganiaya paman
Khang, maka kau seorang Ciecie yang cantik. Aku tidak membenci kau lagi."
"Benar ?"
"Ya, tetapi kau harus
janji tidak boleh berlaku galak pada siapapun, tadi aku jadi ketakutan karena
melihat kau terlalu galak !" menyahuti Giok Han.
Bibir wanita itu merekah
tersenyum. Baru sekali ini Giok Han dan Lam Sie melihat wanita itu tersenyum, sebab
sejak tadi mukanya selalu dingin.
"Baiklah, sekarang kau
jawab pertanyaan ku yang kedua. Kalau kau mau jawab dengan jujur, maka aku akan
menepati janjiku !" kata wanita itu.
"Katakanlah, kalau aku
tahu tentu akan kujawab pertanyaanmu, Ciecie !" kata Giok Han.
Sejenak hati wanita itu
tergoncang mendengar dia dia dipanggil Ciecie dengan nada suara yang lembut,
penuh persahabatan. Dia adalah wanita yang mengalami patah hati yang parah,
selalu dikejar-kejar oleh perasaan dendam belaka. Setiap pria dia menbencinya
setengah mati.
Tetapi sekarang bocah kecil
ini memanggilnya dengan sebutan Ciecie nada suaranya seperti manja dan juga
halus hatinya jadi tergoncang. Tapi cepat dia bisa mengendalikan hatinya,
mukanya dingin sekali waktu dia berkata: "Dimana sekarang ini berdiamnya
sepasang Tabib Hutan ??"
"Apa ?!" Tanya Giok
Han heran. "Sepasang Tabib Hutan ?!"
"Ya, dimana mereka
berada?"
"Akh, Ciecie hanya
bergurau saja!", kata Giok Han. "Mana ada Sepasang Tabib Hutan
?"
Muka wanita itu berobah.
"Jangan main-main,
katakan yang jujur! Atau memang aku akan meneruskan maksudku untuk membinasakan
paman Khangmu itu! Juga kau dengan tua bangka itu akan kubinasakan !"
"Aku tidak pernah
mendengar atau mengetahui tentang Sepasang Tabib Hutan. Kau percaya syukur,
tidak mau percayapun tidak apa-apa !"
"Benar-benar kau tidak
mengetahui tentang Sepasang Tabib Hutan?!", menegasi wanita itu.
Giok Han mengangguk.
"Sejik kecil Papa selalu
mendidikku agar tidak berbohong pada siapapun, karena kata Papa kalau berbohong
maka mulutnya akan jadi monyong dan bengkak. Bukankah seorang anak dengan mulut
yang bengkak dan monyong akibat berbohong akan tampak jelek sekali ?!" menyahuti
Giok Han.
Agak geli hati wanita pembunuh
nomor satu diduga itu mendengar jawaban Giok Han yang agak jenaka. Tetapi
hatinya mendadak jadi sedih. Dia menengadah, memandang kelangit, Mukanya
berduka, kemudian dingin kembali, Matanya juga dingin tidak bersinar seperti
tadi, Lesu sekali dia menggumam : "Berapa lamakah manusia hidup di dunia ?
Berapa lamakah manusia mereguk manisnya madu cinta ?" Dan, dia melangkah
perlahan lahan meninggalkan tempat itu.
"Hei, Ciecie, kau mau
kemana ?!" Teriak Giok Han melihat wanita itu melangkah pergi.
Tetapi wanita itu tidak
menjawab pertanyaan Giok Han, dia melangkah terus perlahan-lahan, dengan
tindakan kaki yang ringan. Baju sutera putih yang dipakainya berkibar-kibar
ringan tertiup oleh hembusan angin, dari jauh tampaknya sangat menarik.
Dia seperti seorang dewi yang
tengah dirundung kesedihan Samar samar masih terdengar gumamnya: "Berapa
lamakah manusia bisa hidup didunia ? Berana lamakah manusia bisa mereguk
manisnya madu cinta ?" Semakin lama semakin jauh dan kemudian lenyap dari
pandangan mata Giok Han dan Lam Sie.
Lam Sie menangis terisak-isak
memeluki majilan kecilnya, berulang kali dia bilang: "Oooh, terima kasih
pada Thian yang telah melindungi Siauwya ! Terima kasih Thian!: Terima kasih
!"
Giok Han menoleh kepada Lam
Sie "Paman Lam, siapa sebenarnya Ciecie yang adatnya aneh itu ?"
"Aku juga tidak tahu,
mungkin paman Khang bisa memberitahukannya kepada kita siapa wanita
itu...!". menyahuti Lam Sie dan mereka jadi teringat pada Khang Thiam Lu,
yang waktu itu sudah rebah lemas tidak berdaya, tapi tidak mati walaupun
napasnya satu-satu.
Cepat-ccpat Lam Sie mendekati
Khang Thiam Lu, waktu dia mau menggendongnya, Thiam Lu menggerakkan tangannya
perlahan sekali, mengisyaratkan agar Lam Sie tidak menyentuh tubuhnya.
Lam Sie baru teringat bahwa
Thiam Lu terkena jarum-jarum beracun, jika tubuh disentuh maka Lam Sie pun akan
keracunan. Tetapi melihat keadaan Khang Thiam Lu seperti itu Lam Sie semakin
bingung. Kalau Thiam Lu tidak segera ditolong, tentu ia akan semakin gawat
keadaannya.
Tetapi untuk membawanya
kekampung yang sepi itu, kepada siapa meminta pertolongan? Kampung tadi adalah
perkampungan yang kosong, mana ada tabib ?
"Paman Khang, bagaimana
keadaanmu?" Tanya Giok Han berjongkok didekat Thiam Lu.
Bibir Thiam Lu
bergoyang-goyang, tetapi tidak ada suara yang keluar dari mulutnya. Mukanya
sudah hitam seperti baja bakar karena keracunan. Tubuhnya lemah tidak
bertenaga, matanya seperti mau terbalik.
Menyaksikan keadaan paman
Khangnya itu, Giok Han pun menangis sambil memanggil-manggil: "Paman
Khang, apa yang harus kami lakukan untuk menolongmu?"
Tetapi menangis tidak lama,
Giok Han seperti teringat sesuatu. "Dia pasti belum pergi jauh !"
Gumamnya.
"Apa ?" Tanya Lam
Sie tidak mengerti.
Tetapi Giok Han tidak
menyahuti pertanyaan Lam Sie, dia segera melompat berdiri dan berlari menuju
kearah perginya wanita pembunuh nomor satu didunia. Dia berlari sekuat
tenaganya untuk mengejar wanita itu.
Lam Sie kaget tidak terkira,
dia mengejar Giok Han sambil berteriak-teriak: "Siauw-ya, kembali! Kembali
! Siauwya . . . ooooo, janganlah pergi mencari bahaya ! Siauwya, kembali ! Ayo
kembali !"
Tetapi Giok Han berlari terus
tanpa perdulikan Lam Sie, Pengasuh tua itu jadi kebingungan. Dia ragu sejenak,
karena kalau mengejar Giok Han berarti dia meninggalkan Thiam Lu yang
keadaannya sangat gawat dan tengah dalam sekarat itu. Tetapi walaupun bagaimana
diapun tidak bisa membiarkan majikan kecilnya pergi jauh-jauh darinya, demi
keselamatan majikan kecilnya-maka akhirnya dia mengambil keputusan-dia mengejar
Giok Han.
Berlari cukup jauh dan napas
Giok Han memburu keras akhirnya dia melihat di depannya wanita pembunuh nomor
satu tengah berjalan perlahan sekali, dengan sikap seperti orang hilang
ingatan.
"Ciecie ! Tunggu dulu,
Ciecie !" Giok Han memanggil sekuat suaranya.
Wanita itu mendengar panggilan
Giok Han, menahan langkah kakinya, menoleh dengan wajah yang dingin
Giok Han sudah menghampiri
lebih dekat.
"Kau mau apa lagi
?!" Dingin suara wanita itu, mukanya pun tidak berperasaan.
Lam Sie yang mengejar
dibelakang jadi mengeluarkan keringat dingin ketika menyaksikan Giok Han sudah
berhasil mengejar wanita itu dan tengah berdiri berhadapan. Dia kuatir
kalau-kalau wanita pembunuh nomor satu itu berobah pikiran dan turunkan tangan
jahat kepada Giok Han.
Giok Han nyengir, katanya:
"Ciecie yang baik, tadi kau sudah berjanji tidak akan membunuh paman
Khang, bukan ?"
Dengan mata yang tidak
berperasaan wanita itu mengangguk.
"Bukankah sudah kutepati
janji itu ?" dingin suaranya. "Paman Khangmu, kau dan tua bangka yang
bersamamu tidak kubunuh! Kau harus tahu bocah, baru sekali inilah aku melanggar
kebiasaanku, karena sebelumnya tidak terkecuali seorang manusia, seekor anjing,
seekor ayam ataupun seekor bebek yang boleh lepas di kematiannya ditangan-ku
!"
Waktu berkata begitu, suara
wanita itu walaupun tetap merdu, tapi didalamnya mengandung nada yang dingin
menyeramkan" Giok Han sampai menggidik ngeri. Tapi bocah ini benar-benar
tabah, dengan nekad dia bilang: "Sekarang paman Khang sudah tidak berdaya
sudah dilukai oleh kau, Cie-cie yang baik. Kalau kau tidak mengobatinya ataupun
membagi obat untuknya, bukan kah sama saja dengan kau membunuhnya. tampaknya
paman Khang hanya bisa bertahan beberapa saat lagi, lalu mati ! Bagaimana
Ciecie bisa bilang kau sudah menepati janjimu?"
Wanita itu tetap tidak
memperlihatkan perasaan apapun dimukanya, girang, marah atau bersedih. Tawar,
tanpa perasaan apapun. Suaranya juga tawar waktu dia bilang: "Paman
Khangmu tidak akan mati. Dia di bantu oleh Sepasang Tabib Hutan. Setelah
berkata begitu, tanpa perdulikan Giok Han, dia melesat pergi.
Tubuhnya seperti kapas,
melesat cepat luar biasa, dalam waktu beberapa detik dia sudah terpisah jauh,
hanya masih terdengar suaranya dari jarak terpisah jauh "Tidak terkecuali
manusia, anjing, ayam, bebek ataupun tumbuh-tumbuhan yang terkena jarum
Bwee-sim-tok (Racun Hati Bunga Bwee) yang bisa mempertahankan hidupnya lebih
dari 5 detik. Tetapi paman Khang-mu sudah terkena lebih dari enam batang jarum
Bwee-sim-tok, dia masih tidak mati. Di dalam tubuhnya sudah ada penawar racun
yang pasti diperolehnya dari Sepasang Tabib Hutan..." Suaranya semakin
lama semakin samar dan tidak jelas, dan wanita itupun suaah tidak terlihat
bayangannya lagi.
Giok Han berdiri tertegun di
tempatnya. Wanita itu sudah pergi meninggalkannya begitu cepat, mana mungkin
dia bisa mengejarnya ?
Lam Sie menubruk majikan
kecilnya, memeluknya erat-erat sambil menangis.
"Siauwya, oooh, Siauwya .
. . mari kita kembali melihat keadaan Khang Tayjin . . , mari
Siauwya"." Bujuknya.
Giok Han berdua Lam Sie
kembali ke tempat di mana Thiam Lu menggeletak. Ketika mereka tiba di sana,
suatu kemujijatan terjadi. Thiam Lu tampak tengah duduk ber-semedhi, walaupun
mukanya masih hitam kelabu, namun dia sudah bisa duduk dan ini berarti ia sudah
memperoleh kemajuan. la tengah bersemedhi mengatur pernapasannya.
"Oooo, kalau begitu
Ciecie aneh itu tidak membohongi aku!" Menggumam Giok Han waktu melihat
keadaan Thiam Lu. Lam Sie pun ikut girang dan bersyukur, saking terharunya dia
sampai menitikkan butir-butir air mata.
Sebetulnya, dulu Lam Sie tidak
pernah menangis, hanya sekarang disebabkan keluarga Jenderal Giok Hu,
majikannya, telah mengalami malapetaka yang begitu mengenaskan, menyebabkan air
mata Lam Sie cetek sekali dan dia mudah menangis. Apa lagi kalau dia memikirkan
nasib Giok Han, majikan kecilnya, yang sangat malang itu.
Sebagai anak yatim, tanpa
orang tua, tanpa sanak famili, hidup terlunta-lunta dalam pelarian. Seorang
putera dari Jenderal besar seperti Giok Hu, yang akhirnya harus jadi pelarian,
yang selalu dibayangi maut setiap saat. Harus hidup terlunta-lunta. Betapa
menyedihkan.
"Siauwya, kita jangan
mengganggu Khang Tayjin, ia sedang mengobati lukanya dengan tenaga
dalamnya," Lam Sie memberitahukan majikan kecilnya.
Giok Han mengangguk, dengan
sabar dia bersama Lam Sie duduk agak jauh dari Thiam Lu. Akhirnya Thiam Lu
membuka matanya, walaupun mukanya masih gelap kelabu, tapi dia sudah bisa
menggerakkan tangannya.
Giok Han berdua Lam Sie segera
menghampiri.
"Apakah keadaan paman
Khang kini lebih baik ?!" Tanya Giok Han penuh perhatian campur girang.
Murung sekali muka Thiam Lu,
dia mengangguk.
"Ya. Ini suatu
kemujijatan yang aneh luar biasa ! Biasanya, siapa yang terkena jarum
Bwee-sim-tok wanita itu, jangan harap bisa hidup ! Hanya lima detik atau
sepuluh detik jiwa korban jarum beracun itu akan melayang ! Dia adalah wanita
beracun yang sangat ganas, tidak pernah menaruh belas kasihan kapada siapapun
juga. Sampai bebek, anjing dan ayampun selalu menjadi sasaran jarumnya,
dibinasakan semua ! Dari anak-anak, orang tua, wanita laki-laki, semuanya
dibunuhnya, Tidak pernah ada yang lolos, baru sekali ini ada pengecualian, dia
tidak membunuh kita bertiga ..."
Thiam Lu menghela napas
dalam-dalam. "Siapakah sebenarnya Ciecie itu, paman Khang ?!" canya
Giok Han.
"Namanya Bie Lan. Dia
berasal dari keluarga Liok. Tetapi sekarang dia dikenal dengan sebutan Bwee Sim
Mo Lie (iblis Wanita Hati Bunga Bwee), dialah pembunuh nomor satu dalam
kalangan Kangouw (sungai telaga) di jaman ini. Benar-benar luar biasa, baik
kepandaiannya maupun racunnya, sulit ditandingi. Selama ini, jarang ada yang
bisa menghadapi keganasan iblis Wanita Hati Bunga Bwee itu !" menjelaskan
Thiam Lu.
"Mengapa dia berbuat
sejahat itu paman Khang ?! "Tanya Giok Han, ingin mengetahui benar.
"Dulu sebetulnya dia
seorang gadis yang lemah lembut, namun memiliki tabiat yang keras. Apa yang
diinginkannya harus diperolehnya. Siapa tahu, dia sempat jatuh cinta pada
seorang laki-laki yang sudah beristeri dan mempunyai anak. Sebelumnya mereka hanya
bersahabat saja, siapa tahu akhirnya tumbuh cinta kasih diantara mereka berdua,
Liok Bie Lan memaksa pria itu agar membunuh isteri dan anak-anaknya, kalau
memang isterinya tidak mau diceraikan. Tentu saja keinginan Bie Lan ditentang
oleh kekasihnya.
Akhirnya terjadi bentrokan di
antara mereka, mereka sering bertempur, karena kekasih Bie Lan pun seorang yang
memiliki kepandaian tinggi, pertengkaran demi pertengkaran menambah renggangnya
hubungan mereka, dan akhirnya mereka berpisah. Bie Lan sakit hati, entah
bagaimana caranya dia mencari guru, mempelajari ilmu racun.
Dia berhasil, dia muncul lagi
setelah menghilang hampir tiga tahun, dengan kepandaian yang semakin tinggi,
baik ilmu silat maupun ilmu penggunaan racun, Dia jadi iblis Wanita yang sangat
ganas, hampir tidak ada manusia anjing, bebek dan ayam yang lolos dari kematian
di tangannya, tanpa pengecualian.
Tidak perduli apakah korbannya
itu dari kalangan hitam atau golongan putih, juga tidak perduli apakah penduduk
yang tidak bersalah apa-apa, kalau bertemu dengan Bie Lan akan habislah jiwa
mereka, itulah akhirnya Bie Lan digelari sebagai Bwee Sim Mo Lie."
"Siapakah kekasih Ciecie
Bie Lan itu, paman Khang ?" Tanya Giok Han lebih jauh.