Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 13

Baca Cersil Mandarin Online: Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 13
Cula Naga Pendekar Sakti Bagian 13

"Ooooo, kau menipuku, bocah !" teriak Uh Ma, dia tidak marah, malah tertawa terkikik, tubuhnya mendadak melompat ke tengah udara, kedua batu pertama gagal mengenai sasaran, dan tubuhnya kembali jatuh dengan tangan kiri yang menunjang, kemudian lincah sekali tubuhnya menghindari dua batu lainnya.

Kecele Giok Han, karena dia gagal lagi. Uh Ma tertawa, menganjurkan : "Ayo timpuk lagi, aku tidak sesali kau, bukankah tadi sudah kubilang boleh kau pergunakan cara apa saja untuk menimpukku !"

Giok Han tambah penasaran. Semakin sulit persoalan yang dihadapinya, semakin keras Giok Han berusaha bisa mengatasi kesulitan itu. Sudah empat batu dipergunakan, tinggal enam batu lagi yang berhak ditimpukkan pada Uh Ma.

Dia memasang mata, mengawasi dengan cermat, memperhatikan setiap gerakan Uh Ma. Sejauh itu dia tetap tidak menimpuk. Akhirnya Giok Han berlari mengelilingi Uh Ma, dia mempergunakan cara berlari Sin Beng Kun. Maksudnya begitu ada kesempatan, segera akan menimpuk lagi.

Uh Ma tertawa. "Ayo timpuk, jangan berputar-putar terus begitu!" teriaknya. Dia diam di tempatnya "berdiri" di tangan kirinya tanpa ikut berputar, karena dia memang memiliki pendengaran tajam, tanpa ikut berputar dan tanpa melihat, asal Giok Han, menimpuk pasti dia bisa mendengar sambaran angin dari timpukan batu tersebut dan bisa segera menghindarinya.

Giok Han tetap berputar-putar sambil berlari, dia sebetulnya ingin membuat Uh Ma jadi pusing. Tapi maksudnya tak kesampaian. Otaknya berputar keras terus, sampai akhirnya ia ingat kata-kata Tang Sin Siansu waktu memberikan latihan padanya: "Dengan "Sin Beng Kun" kau bisa mempergunakan kekerasan di samping kelunakan. Yang terang terpisah dari yang gelap, yang panas terpisah dari yang dingin... jika kau mempergunakan salah satu secara terpisah dengan sebaik-sebaiknya niscaya apapun bisa kau lakukan terhadap lawanmu..!"

Muka Giok Han mendadak berseri-seri. Dia cerdas sekali, dan di saat itu dia sudah berhasil menemukan kunci rahasia "Sin Beng Kun" yang selama setengah tahun gelap baginya, di mana dia selalu gagal untuk memecahkan persoalan itu ! Tidak disangka-sangkanya, waktu bermain main dengan Uh Ma inilah dia baru mengerti sepenuhnya maksud perkataan Tang Sin Hongthio.

Saking gembira Giok Han sampai melompat berjingkrak disertai seruan girang. Uh Ma tertegun heran menyaksikan lagak Giok Han, dia tidak mengerti mengapa tiba-tiba si bocah jadi begitu girang ? Tapi Uh Ma tetap tersenyum mengawasi tenang-tenang pada si bocah, dia yakin cara apapun yang dipergunakan Giok Han, tak nantinya si bocah bisa menimpukkan batu kena dirinya.

"Ayo timpuk, mengapa berlari-lari terus seperti itu?" menantang Uh Ma, setelah melihat Giok Han masih belum menimpuk lagi.

"Ya, aku akan segera menimpuk !" Segera Giok Han mengempos semangat, dia tiba-tiba mengayunkan tangan kanannya, menimpukkan sebutir batu. Batu itu meluncur cepat sekali. Waktu itu otak Giok Han tengah berpikir: "Yang panas dan dingin, yang gelap dan terang, yang keras dan lunak... yang kosong tapi berisi...!"

Dan belum lagi batu yang pertama itu menyambar sampai pada Uh Ma, tangan Giok Han menimpuk batu kedua. Menyusuli yang ketiga. Tapi tenaga timpukan ketiga batu itu berbeda-beda. Yang pertama memang disertai tenaga menimpuk yang kuat, yang kedua kosong tak disertai tenaga dan yang ketiga melesat lebih cepat dari yang pertama! Justeru Giok Han mempergunakan siasat "yang kosong tapi berisi dan yang berisi namun kosong".

Uh Ma seperti sebelumnya, menghindarkan batu yang pertama, tapi ketika dia menghindarkan batu kedua, dia kaget. Batu itu datangnya lebih lambat dari yang diduga, karena tidak disertai oleh tenaga timpukan.

Tubuhnya sudah doyong, batu itu baru akan sampai, dan waktu tubuhnya kembali pada posisi semula, batu itu tiba ! Kaget Uh Ma tapi dia lihai, cepat bukan main tubuhnya berputar, batu itu seperti didorong oleh suatu kekuatan tak tampak, berobah arah menyambarnya, menceng ke samping kanan ! Batu ketiga tiba dan dielakkan lagi oleh Uh Ma. Dia tertawa bergelak-gelak. "Licik kau, bocah !" gumamnya.

Giok Han kecele lagi. Usahanya gagal. Tapi sekarang dia mulai menemukan cara untuk mengatasi kelincahan Uh Ma. Di tangannya masih ada tiga batu. dan sekarang Giok Han tidak buang waktu. Sebutir batu ditimpukkan lagi, tapi cara menimpuknya sekali ini berbeda dengan yang sebelumnya, karena dia menimpuk tanpa melontarkan batu.

Batu itu tetap berada di tangannya, hanya angin pukulan yang meluncur, dia mempergunakan salah satu jurus "Sin Beng Kun" Benar dia baru bisa menguasai dasar ilmu "Sin Beng Kun", tapi sambaran angin dari tangannya cukup santer. Uh Ma mengira angin itu adalab sambaran batu, dia mendoyongkan tubuhnya untuk mengelak, kesempatan ini dipergunakan Giok Han, batu di tangannya dilepaskan tanpa bertenaga kearah punggung Uh Ma. Batu itu mengenai tengkuk Uh Ma. Saking girang Giok Han jadi berjingkrak dan membuang sisa dua batu di tangannya.

"Kau kalah !" Berseru Giok Han. "Kau harus mengajarkan aku cara jalan dengan tangan tunggal seperii itu !"

Uh Ma mendongkol, dia merasa tertipu Giok Han. Segera dia melompat berdiri di atas kedua kakinya, membanting-banting kaki kanannya.

"Tidak bisa ! Kau curang !" teriak Uh Ma. "Kau menimpuk dengan cara menipu seperti itu ! Tadi kau tidak menimpuk, baru kemudian menyusuli dengan timpukan tak bertenaga. Mana boleh itu disebut sebagai satu timpukan ?!"

Giok Han tertawa. "Kau ingin ingkar janjimu?" Tanyanya. "Bukankah tadi kau menantang aku boleh mempergunakan cara apa saja untuk menimpukmu ?"

Uh Ma mengawasi penasaran pada Giok Han, tapi akhirnya dia menggerutu dengan suara tidak jelas. Tangannya menepuk keningnya. "Aku yang dogol dipermainkan bocah seperti kau ! Tapi sudahlah ! Ayo. kemari kau ! Akan kuajarkan kau jalan dengan tangan tunggal !"

Girang Giok Han, segera dia mendengarkan Uh Ma memberikan petunjuk bagaimana cara berjalan dengan tangan tunggal. Bahkan Giok.Han mencoba berkali-kali cara berjalan seperti itu dan Uh Ma memberikan petunjuknya. Sedikitpun Giok Han tidak menyangka bahwa cara berjalan dengan tangan tunggal, yang dianggapnya sebagai cara bermain-main yang menggembirakan, adalah semacam ilmu meringankan tubuh yang dahsyat bernama "TokPie Ginkang" andalan See-mo, dedengkot iblis rimba persilatan ! "Tok Pie Ginkang" pun merupakan cara membangkit tenaga khikang yang dahsyat, waktu jungkir balik begitu, Giok Han diajari cara bernapas, mengerahkan tenaga Tan-tian (pusar)nya.

Setelah selesai memberikan petunjuknya, Uh Ma memaksa Giok Han untuk main timpuk-timpukan lagi. Tiga kali Giok Han kalah, karena Uh Ma tidak bisa diakali dengan cara "yang kosong tapi berisi", dan tiga kali Giok Han harus menggendong Uh Ma.

Sedang Giok Han menggendong Uh Ma untuk ketiga kalinya, mendadak terdengar suara tepukan tangan dari kejauhan. Uh Ma mendadak lompat turun dari pundak Giok Han. "Kawan-kawanku sudah datang, aku harus pergi !" Katanya. "Besok pagi kiia bertemu lagi di sini !" Setelah berkata begitu, tubuhnya yang cebol seperti bayangan saja berkelebat lenyap dari depan Giok Han.

Diam-diam Giok Han kagum. Uh Ma tampaknya bukan orang sembarangan dan dia girang sudah diajarkan cara bermain jalan dengan tangan tunggal.

Setelah Uh Ma pergi, Giok Han mencoba berkali-kali jalan dengan tangan kirinya, sekali-sekali diselingi dengan tubuh berputar dengan tangan kiri menyanggahnya, berputar seperti gangsing, disertai pengerahan tenaga Tan-tian ! Tanpa disadari G'ok Han tengah melatih "Tok Pie Ginkang", juga melatih sekaligus khikangnya !

Mengapa See-mo Uh Ma bisa berada di Siauw Sit San ? Apa yang ingin dilakukannya ? Ternyata See-mo tidak berdusta pada Giok Han, ia sedang menunggu kedatangan tiga orang temannya, yaitu Lam-mo, Pak-mo dan Tong-mo. tiga dedengkot iblis lainnya.

Sebetulnya antara See-mo dengan tiga dedengkot iblis itu saling cakar-cakaran dan tidak pernah mau mengalah satu dengan yang lain. Baru akhir-akhir ini ada seorang yang bisa menundukkan keempat dedengkot iblis tersebut, memaksa mereka selalu bekerja sama dalam melakukan perintah-perintah orang yang telah menundukkan keempat dedengkot iblis itu.

Dari keempat dedengkot iblis tersebut, dedengkot iblis Barat inilah yang memiliki sifat seperti kanak-kanak. Tubuhnya yang cebol disebabkan waktu kecil dia diserang semacam penyakit panas, membuat perkembangan badannya terhambat, dia jadi pendek biar pun usianya telah tua.

Juga sifatnya jadi kekanak-kanakan. senang sekali mengajak anak-anak bermain dengannya. Tapi jika ada sesuatu yang tidak disenanginya, maka ia berobah menjadi iblis yang paling mengerikan, bertindak sadis luar biasa.

Waktu menerima perintah dari orang yang berhasil menundukkannya. See-mo berangkat lebih dulu ke Siauw Sit San, bertemu dengan Giok Han. Dia menyaksikan Giok Han sedang berlatih dliri, timbul kegembiraannya untuk main-main dengan si bocah, sampai akhirnya dia terpaksa mengajarkan Giok Han ilmu andalannya, yaitu "Tok Pie Ginkang."

Selama puluhan tahun See-mo malang melintang menjagoi daerah Barat, "Tok Pie Ginkang"nya sulit sekali dilawan oleh siapapun, Dia sudah melatihnya dengan baik, banyak jago-jago ternama roboh di tangannya karena "Tok Pie Ginkang"nya.

Cepat sekali See-mo sudah sampai di depan bukit kecil, di mana Pak-mo, Lam-mo dang Tong-mo sudah berkumpul. Sebelum tiba di sini, mereka memang sudah berjanji akan saling memberi isyarat dengan tepukan tangan, itulah sebabnya See-mo mengetahui kedatangan ketiga orang kawannya.

"Cebol sialan," memaki Lam-mo jengkel. "Mengapa kau datang terlambat ? Tentu sudah kumat sintingmu, untuk putar-putar tidak karuan di gunung ini... kalau kau terlihat oleh pendeta Siauw Lim Sie dan urusan jadi gagal, tentu kau akan disesali oleh Cukong (majikan) !"

"Kau tidak perlu rewel seperti itu, tua kerempeng berpenyakitan !" menyahuti See-mo mengejek. "Aku justeru menyesal kalian tiba begitu cepat, kalau tidak tentu aku masih bisa bersenang-senang dengan si bocah dogol!"

"Si bocah dogol? Siapa dia ?" tanya Pak-mo, tangannya mengambil cupu arak berwarna merah dan meneguknya.

"Akh, kau pengemis butut mau tahu saja urusan orang lain!" menyahuti See-mo. "Dia bocah yang menyenangkan diajak bermain !"

Tong-mo tertawa. "Kau masih seperti bocah-bocah gentong nasi yang senang bermain-main dengan bocah tidak keruan !" katanya.

"Kau sendiri apa, pendeta bejat ? Sudah jangan rewel, apakah kita mulai bekerja sekarang saja? !" kata See-mo.

"Tidak ! Kita harus menunggu Cukong dulu !" kata Lam-mo.

"Kapan Cukong tiba di sini ?" tanya See-mo.

"Tidak lama lagi !" menyahuti Lam-mo. "Apakah selama kau sampai di sini tidak pernah bertemu dengan pendeta-pendeta Siauw Lim Sie ?

See-mo cuma menggeleng. Dla memutar tubuhnya dan menggerendeng. "Hu. benar-benar kita berempat manusia-manusia dungu! Sebetulnya aku kecewa harus tunduk pada DIA ! Seharusnya, biar mati aku tak boleh tunduk padanya..."

"Huh ! Kalau Cukong dengar perkataanmu, apakah jiwamu masih bisa jadi milikmu?"

"bentak Lam-mo.

See-mo cuma tertawa dingin.

"Apa yang dia bisa lakukan ? Aku cuma jeri pada gurunya... kalau tidak ada gurunya, biar ada sepuluh DIA, aku tidak akan memberi kesempatan meaghinaku seperti sekarang, aku diperlakukan seperti anjing-anjing pengawalnya !"

Lam-mo tertawa mengejek. "Kalau memang kau sudah bosan hidup, mengapa kau harus menggerutu disini ? Nanti kalau Cukong sudah datang, katakan saja terus terang padanya isi hatimu !"

See-mo menggerutu dengan suara tak jelas, pak-mo sudah menggantung buli - buli araknya dipinggang, dia tertawa. "Aku sependapat dengan See-mo! Dia bicara dari hal yang tepat, kukira tidak seharusnya kita mau diperbudak oleh DIA. Kalau kita berempat mau menghadapi gurunya, niscaya kebebasan kita selanjutnya tidak terkekang lagi !"

Lam-mo menggeleng sambil menghela napas, mukanya murung. "Apakah kau kira aku girang diperbudak seperti anjing oleh DIA ? Tapi, percuma saja kita coba menentang gurunya, mustahil kita bisa menghadapinya, walaupun maju berempat ! "

Tong-mo tertawa terkekeh, tapi tidak bilang apa-apa. Keempat dedengkot iblis itu jadi berdiam diri, masing-masing bungkam. Dalam sejarah persilatan baru sekali ini terjadi empat dedengkot iblis yang ditakuti oleh orang-orang rimba persilatan, bisa berkumpul tanpa bertengkar dan tanpa saling cakar-cakaran !

Bahkan mereka saling mengeluhi keadaan diri masing-masing ! Biasanya, mereka merupakan dedengkot-dengkot iblis yang paling angkuh, yang tidak pernah gentar walaupun harus menghadapi seribu kali kematian!

Lama juga mereka berdiam dibukit kecil itu, matahari sudah menggeser ke barat, sudah mendekati senja. Akhirnya orang yang mereka tunggu telah datang, Dia tidak lain Cu Lie Seng, putra Cu Thaykam. Mukanya dingin tak memperlihatkan perasaan apapun juga.

"Apakah kerbau-kerbau gundul Siauw Lim Sie mengetahui kehadiran kalian ?" tegur Cu Lie Seng, cukong berusia muda tersebut.

Keempat dedengkot iblis itu menggeleng. "Tidak, sejak tadi kami berdiam disini dan tidak pernah bertemu dengan seorang pendeta. Apakah kita akan bekerja sore ini cukong?"

Cu Lie Seng menggeleng, dia mengawasi sekitar tempat itu, barulah jawabnya: "Tidak. Guruku akan sampai disini menjelang kentongan kedua. Kita tunggu saja disini ! Urusan ini harus selesai malam ini, kalau memang kerbau-kerbau gundul Siauw Lim Sie tidak mau memenuhi tuntutan guruku, maka kalian harus buka telaga darah digunung ini!"

Yang dimaksudkan Cu Lie Seng dengan telaga darah adalah membunuh secara besar-besaran.

Lam-mo berempat mengangguk, tanpa buka suara lagi. Matahari semakin tenggelam diufuk barat...

ooooo)0(ooooo

Tang Sin Siansu bertiga dengan Tang Lang dan Tang Lu Siansu tengah berada di kamar semedhi. Mereka bertiga tengah berusaha melakukan pengurutan pada Tang Bun Siansu dengan memusatkan tenaga lwekang masing-masing. Walaupun bagaimana Tang Bun Siansu harus dipulihkan kesadarannya. Sejauh itu Tang Bun Siansu tetap seperti linglung tak ingat diri, hanya menyebut-nyebut

Sejak peristiwa kedatangan Poan Pian Thian, mereka selalu diliputi kegelisahan. Tang Sin Siansu bertiga yakin, suatu saat Tang Sin Siansu pasti muncul di Siauw Lim Sie buat mengacau, Hal inilah yang membuat ketiga hweshio pimpinan Siauw Lim Sie itu jadi tak tenang, biarpun mereka masing-masing memiliki ilmu yang tinggi.

Sebelumnya Tang Sin Siansu ragu-ragu untuk melakukan pengurutan dengan kedua Sutenya pada Tang Bun Siansu, karena pengurutan itu menelan tenaga lwekang mereka dalam ukuran yang tidak sedikit, dan bisa membahayakan mereka kalau saat itu muncul Tang San Siansu.

Namun lewat beberapa hari Tang Sin Siansu memutuskan bahwa bagaimanapun Tang Bun Siansu harus diobati, agar sembuh. Biarpun tidak sembuh keseluruhan jika bisa dipulihkan kesadarannya, sehingga ia bisa menceritakan apa yang telah dialaminya, pasti itupun sangat penting bagi mereka dalam menentukan langkah-langkah apa yang akan diambil waktu menghadapi Tang San Siansu, kalau bekas Toasuheng mereka muncul juga pada akhirnya, Dengan selalu ngelindur menyebut-nyebut perihal Liong-kak, pasti Tang Bun Siansu menyimpan suatu rahasia yang sangat penting, itulah Tang Sin Siansu mengajak kedua sutenya untuk melakukan pengobatan pada Tang Bun Siansu dengan cara memusatkan lwekang mereka bertiga secara bersama-sama coba mengembalikan kesadaran Tang Bun Siansu.

Usaha untuk memulihkan kesadaran Tang Bun Siansu, yang waktu itu sudah berobah seperti pendeta tolol dan hanya mengoceh perihal Liong-kak, tidaklah semudah apa yang diduga oleh Tang Sin Siansu bertiga.

Sudah sebulan lebih mereka melakukan pengurutan bersama, sejauh itu tetap saja tidak ada tanda-tanda kesadaran Tang Bun Siansu membaik.

Sore ini Tang Sin Siansu bertiga melakukan lagi pengurutan pada Tang Bun Siansu-. Dari telapak tangan Tang Sin Siansu bertiga keluar hawa panas menerobos berbagai bagian di tubuh Tang Bun Siansu.

Tapi setiap-kali hawa murni ketiga hweshio pimpinan Siauw Lim Sie itu hendak menerobos masuk ke dalam tubuh Tang Bun Siansu, acapkali pula gagal. Seperti ada perintang kuat, yang menolak masuknya tenaga dari luar.

Butir-butir keringat sudah membasahi muka dan tubuh Tang Sin Siansu bertiga Berbagai cara lain telah pula dicoba, misalnya dengan menotok beberapa jalan darah terpenting di tubuh Tang Bun Siansu Seperti ditotoknya jalan darah Kiat-hiat, Yuan-hiat, Tai-yin-hiat dan lain-lainnya, tetap saja Tang Bun Siansu dalam keadaan seperti ngelindur, hanva menyebut-nyebut perihal Liong-kak.

Akhirnya Tang Sin Siansu menghentikan usaha untuk memulihkan kesadaran Tang Bun Siansu dengan hati sangat kecewa dan berduka. Tampaknya tak ada harapan Tang Bun Siansu bisa dipulihkan kesadarannya. Akibat pukulan maut yang dilakukan seseorang menyebabkan kerusakan parah pada jaringan syaraf Tang Bun Siansu.

"Omitohud ! Tampaknya Tang Bun Sute memerlukan pengobatan yang lama guna memulihkan kesadarannya," kata Tang Sin Sian-su sambil menghambus keringat di mukanya. Tang Lang dan Tang Lu Siansu duduk berdiam diri saja muka merekapun murung penuh kegelisahan.

"Suheng, apakah kita perlu mohon bantuan Tai Hong Susiok dan Tai Kim Susiok ?" tanya Tang Lang Siansu ragu-ragu.

Muka Tang Sin Siansu dan Tang Lu Siansu berobah, bahkan Tang Sin Siansu sudah mengulap-ulapkan tangannya sambil menghela napas dalam-dalam

"Siancai ! Tai Kim dan Tai Hong Susiok tidak boleh diganggu, bagaimana pentingnya sekalipun persoalan kita ! Mereka berdua tengah mencapai tingkat yang terpenting dalam latihan mereka ! Tahun ini merupakan tahun terakhir mereka menyelesaikan latihan tersebut, dan sedikitpun perhatian mereka tidak boleh terpecah, bisa membahayakan keselamatan jiwa mereka !"

Tai Hong Hweshio dan Tai Kim Hweshio adalah dua orang sute Tai Giok Siansu. Tahun ini usia kedua hweshio itu sudah lanjut sekali, sembilan puluh dua tahun usia Tai Hong dan delapanpuluh delapan tahun pada Tai Kim Hweshio.

Sejak muda kedua hweshio ini memang keranjingan ilmu silat, setiap hari waktu mereka-habis dipergunakan untuk melatih ilmu silat Siauw Lim Sie yang jumlahnya 108 macam Dari ilmu silat yang paling rendah sampai ilmu silat ciptaan Tat-mo Couwsu ( Pendiri Siauw Lim Sie ) yang terhebat, mereka ingin pelajari semua, itulah sebabnya mereka tidak mempunyai perhatian pada kedudukan Hongthio.

Waktu Tai Giok Siansu meninggalkan Siauw Lim Sie, kedua sutenya tidak mengetahui, karena tidak diberitahukan hal itu. Mereka tengah mengurung diri di ruang bahwa htana yang khusus dibuat untuk mereka. Sudah lebih tigapuluh tahun kedua hweshio tersebut tidak meninggalkan tempatnya, mereka tekun meyakini berbagai ilmu silat warisan Tat-mo Couwsu.

Menurut peraturan Rimba Persilatan, dalam setiap partai, di atas Ciangbun masih terdapat Tianglo (pemimpin, penasehat) partai itu. Dalam urusan-urusan penting, Ciangbun harus mendengar pendapat Tianglo. Kedudukan Tianglo hampir sama dengan Thay-siang Ciangbun (ketua kehormatan ), hanya ia tidak mencampuri segala urusan kecil.

Pada jaman itu, Tai Hong Hweshio dan Tai Kim Hweshio berdua adalah para Tianglo dari partai Siauw Lim Sie. Setelah Tai Giok Siansu meninggalkan Siauw Lim Sie, tawar hati Tai Hong Hweshio dan Tai Kim Hweshio untuk mencampuri segala urusan pintu perguruan, mereka mengurung diri dan meyakinkan ilmu selat lebih mendalam.

Memang pada mulanya merekan sudah keranjingan ilmu silat dan tidak ada perhatian pada urusan lain dari ilmu silat, setelah Tai Giok Siansu pergi dari Siauw Lim Sie dan diduga sudah mati karena usia tua, maka mereka semakin tenggelam dalam latihan ilmu silat. Ciangbun bisa diganti-ganti, tapi seorang Tianglo menduduki kursi kehormatan itu sehingga ia meninggal dunia.

Seorang Tianglo bisa diangkat oleh rapat anggota partai atau ditujuk oleh Tianglo yang ingin mengundurkan diri. Tapi, karena kedudukan Tianglo hanya boleh ditempati oleh seorang yang berkepandaian sangat tinggi dan dihormati oleh seluruh Rimba Persilatan, maka sering kejadian bahwa sesudah Tianglo lama meninggal dunia, tidak diangkat lagi Tianglo yang baru. Dalam suatu partai yang tidak mempunyai Tanglo, maka orang yang paling tinggi kedudukannya adalah Ciangbun.

Tapi menurut peraturan Rimba Persilatan, Thay-siang Ciangbun yang baru belum boleh diangkat secara resmi sebelum yang lama meninggal dunia, itulah sebabnya, walaupun sekali ini Siauw Lim Sie tampaknya akan menghadapi peristiwa hebat. Tang Sin Siansu masih ragu-ragu untuk melaporkan semua itu pada kedua Tianglo Siauw Lim Sie, memohon bantuan Tai Kim Hweshio dan Tai Hong Hweshio,

Alasannya. pertama belum bisa dipastikan apakah Tai Kim dan Tai Hong Hweshio bersedia keluar dari tempat mereka mengurung diri untuk melibatkan diri dengan persoalan tersebut, alasan kedua justeru kedua Tianglo Siauw Lim Sie itu tengah mencapai puncak latihan dari ilmu mereka, jelas tidak boleh diganggu ketenangan dan pencurahan perhatian mereka pada latihan tersebut.

Tapi, ancaman Tang San Siansu, Toasu-heng dari Hongthio Siauw Lim Sie, bukanlah urusan yang main-main. Apalagi Tang Sin Siansu dan yang lainnya menyadari Toasuheng mereka itu memiliki ilmu yang melebihi mereka, mengingat memang Tang San Siansu pernah menerima warisan ilmu "Liong Beng Kun" (Pukulan Naga Menembus) dari guru mereka.

Sedang Tang Sin Siansu bertiga berunding, mendadak masuk seorang Totong (pendeta kecil) yang memberi laporan di luar datang tamu dalam jumlah cukup banyak. "Pemimpinnya seorang pemuda bermuka putih cakap, hanya bilang ingin bertemu dengan Hong-thio." menambahkan Totong itu.

Alis Tang Sin Siansu mengkerut, demikian pula dengan Tang Lang dan TangLu Siansu, mereka menduga-duga entah siapa para tamu yang menurut Totong itu jumlahnya belasan orang. Segera Tang Sin Siansu mengibaskan lengan jubahnya, ia perintahkan Totong ini mengundang tamu ke Lian-bu-thia kuil Siauw Lim Sie yang luas.

Waktu Tang Sin Siansu bertiga dengan kedua sutenya keluar buat menyambut tamu, dilihatnya tamu-tamunya itu agak luar biasa, karena di antara mereka See-mo, Tong-mo, Pak-mo dan Lam-mo, empat dedengkot manusia iblis dari empat daerah.

"Omitohud !" menggumam perlahan Tang Sin Siansu dengan hati yang terguncang, cepat dia bisa menguasai diri dan sikapnya wajar seperti biasa lagi, Dia sadar, ancaman bahaya sudah di depan mata, Dengan langkah tenang ia maju mendekati para tamunya, merangkapkan kedua tangannya sambil menyebut kebesaran Sang Buddha.

"Omitohud ! Tampaknya kiesu sekalian mempunyai urusan penting yang ingin disampaikan pada Loceng ?" tanya Tang Sin Siansu.

Dari rombongan tamu maju seorang pemuda, dialah Cu Lie Seng. Tadi melihat Hongthio Siauw Lim Sie keluar, langkah kakinya yang tenang mantap, mukanya yang angker berwibawa dan sinar mata setajam pisau, membuat hati Cu Lie Seng tergetar.

Tapi pemuda itu cepat tenang kembali. Dia merangkapkan kedua tangannya memberi hormat. "Siauwte Cu Lie Seng memberi hormat pada Hongthio, kedatangan Siauwte membawa pesan guruku yang mulia, untuk disampaikan pada Hongthio..."

Tang Sin Siansu mengawasi pemuda itu sabar sekali. "Katakanlah kiesu, pesan apakah untuk Loceng ?"

"Seperti Hongthio sudah ketahui, guru Siauwte adalah Tang San Siansu, masih Toa-suheng Hongthio," kata Cu Lie Seng lagi. "Dan guruku berpesan, agar Hongthio mau memandang tali percaudaraan dengannya untuk bicara baik-baik dengannya..."

"Omhohud !" Tang Sin Siansu merangkapkan kedua tangannya. "Tentu Loceng senang bicara baik-baik dengannya, dia adalah Toasuheng Loceng yang layak dihormati ! Di manakah sekarang guru Siauw kiesu berada ?"

"Tidak lama lagi dia akan datang," jawab Cu Lie Seng. "Tapi sebelumnya guruku juga berpesan, agar Hongtnio mau memberi muka kepadanya, supaya menyerahkan kedudukan Hongthio Siauw Lim Sie ke tangan guruku, sebab menurut guruku, kedudukan itu menjadi haknya dan..." Cu Lie Seng tidak bisa meneruskan perkataannya, Tang Lu Siansu tidak bisa menahan diri sudah melompat ke depan mengibaskan lengan jubahnya.

Tubuh Cu Lie Seng terhuyung mundur dua langkah hampir terjengkang karena biarpun kibasan lengan jubah itu perlahan tampaknya, namun angin yang menyambar sangat dahsyat. Untung See-mo cepat melompat maju dan meletakkan telapak tangannya pada punggung Cu Lie Seng, sehingga pemuda itu tidak sampai terguling.

Biarpun demikian hati Cu Lie Seng tergetar kaget dan kagum atas kehebatan tenaga dalam Tang Lu Siansu.

"Jangan bicara ngawur disini !" bentak Tang Lu Siansu gusar. "Memang benar Tang San Hweshio pernah menjadi Toasuheng kami, tapi ia murid murtad dan sudah di.."

"Sute, biarkan dia bicara dulu !" sabar suara Tang Sin Siansu. "Mundurlah, sute . .!"

Tang Lu Siansu masih mendongkol, tapi dia tak berani menentang perintah suhengnya. Dia mundur kembali, biarpun matanya masih melotot mengawasi Cu Lie Seng, yang dianggap menghina keterlaluan terhadap Hongthionya.

"Silahkan Siauw kiesu meneruskan bicaramu !" kata Tang Sin Siansu tetap sabar.

Muka Cu Lie Seng masih pucat, tapi dia sengaja tertawa mengejek. "Tidak Siauwte sangka pendeta-pendeta Siauw Lim Sie pandai menekan simuda..."

Tang Lu Siansu dan Tang Lang Siansu gusar tapi Tang Sin Siansu dengan berwibawa sudah bilang: "Siau-kiesu, bukankah kiesu ingin menyampaikan pesan-pesan gurumu ?"

"Benar !" menyahuti Cu Lie Seng angkuh, tapi dia tidak berani terlalu dekat dengan Tang Sin Sian-su "Guruku bilang, kalau memang Hongthio mau memberi muka padanya, menyerahkan kedudukan Ciangbun padanya, tentu guruku tidak akan mengecewakan kalian, tetap saja yang akan memimpin Siauw Lim Sie adalah kalian bertiga, karena guruku sendiri memiliki kesibukan lain dan tidak mungkin berdiam di kuil ini..."

Tang Sin Siansu mengawasi orang-orang yang jadi tamu tak diundang itu. Tong-mo, See-mo, Lam-mo dan Pak-mo berempat sudah merupakan lawan yang tidak ringan, belum lagi yang lainnya tentu masing-masing memiliki kepandaian tidak rendah. Lalu kalau nanti muncul Tang San Siansu, berarti pihak lawan semakin kuat. Dalam waktu singkat seperti itulah akhirnya Tang Sin Siansu mengambil keputusan: "Sekarang Siauw-kiesu kembali, beritahukan kepada gurumu bahwa Loceng ingin bertemu dengannya, persoalan yang tadi Siauw-kiesu sampaikan akan kami bicarakan langsung dengannya."

Cu Lie Seng tertawa. "Memang guruku tak lama lagi akan datang..." Baru saja-dia berkata begitu, mendadak terdengar suara berisik diluar pintu kuil. Waktu dua orang Totong keluar, mereka jadi berdiri kesima, mata mereka melotot, ternyata patung singa-singaan dikiri kanan dekat undakan di depan pintu gerbang kuil sudah hancur bagian kepala, menjadi Bubuk yang bertumpuk ditanah !

Tampak seorang pendeta kurus tengah melangkah lebar masuk kedalam. Sedang kedua Totong itu bengong, justeru si pendeta kurus sudah tiba didekat mereka. "Kau yang menyambutku ?" tanya si pendeta kurus, tangannya diulur dan kedua Totong itu sudah dicengkeram dan ditenteng masuk. Semua mata memandang kepada hweshio kurus tersebut, Cu Lie Seng berseru girang : "Suhu!"

Pendeta kurus itu mendorong kedua Totong itu kearah Tang Sin Siansu. "Tang Sin," katanya, dalam suaranya. "Apakah kau anggap cukup menghormat menyambut Toasu-hengmu dengan dua Totong seperti ini ?" kedua pendeta muda itu terhuyung kearah Tang Sin Siansu.

Hongthio Siauw Lim Sie menyambuti, tapi mata kedua Totong itu mendelik dengan napas yang berhenti, dada mereka sudah remuk. Muka Tang Sin Siansu berobah

"Toasuheng, apakah dengan cara demikian Toasuheng ingin duduk sebagai Ciangbun-jin Siauw Lim Sie ?" tanyanya tawar.

"Tepat!" menyahuti pendeta kurus itu dingin, "Kau tentu bersedia mundur bukan dan menyerahkan kedudukan Ciangbun kepadaku ?"

Tang Sin Siansu merangkapkan kedua tangannya setelah menyerahkan mayat kedua totong itu pada hweshio lainnya.

"Omitohud. Sebetulnya, dulu kami yang sudah memohonkan pengampunan pada suhu, apakah sekarang Toa suheng memang melupakan budi kebaikan Suhu dan ingin menimbulkan kerusuhan di Siauw Lim Sie ini ?"

Hwesio kurus itu, yang tidak lain Tang San Siansu, tertawa bergelak-gelak. "Jangan rewel," katanya kemudian bengis. "Kau mau mundur menyerahkan kedudukan Ciangbun padaku tidak ?"

"Tidak !" menyahuti Tang Lu Siansu mewakili Tang Sin Siansu. "Kami akan mempertahankan diri dari penghianatanmu, murid murtad !"

Mata Tang San Siansu mencilak. "Tang Lu, ooooh, kau sudah berani kurang ajar padaku? Tidak ingatkah kau betapa dulu banyak menerima petunjuk dariku ?"

Tang Lu Siansu yang sudah tak bisa menahan kemarahannya, melompat ke depan. Tang Sin Siansu hendak mencegah tapi terlambat. "Apakah kau yang melukai Tang Bun Suheng ?" bentak Tang Lu Siansu sambil mengawasi tajam pada Tang San Siansu.

"Tak salah ! Dia sudah kuberi jalan ke sorga, tapi dia memilih jalan neraka ! Sudah kuberitahukan agar dia ikut di pihakku, tapi dia menolak. Itulah ganjarannya ! "bilang Tang San Siansu mengejek.

Meledak kemarahan Tang Lu Siansu, tangannya menyambar dengan lengan jubahnya mengeluarkan angin berbunyi "wwuuuuttt!" keras sekali.

Tang San Siansu tenang saja, dia tidak berusaha menghindari pukulan Tang Lu Siansu. "Sute hati-hati !" Tan Sin Siansu memperingati dengan kuatir.

Tapi terlambat, Tangan Tang Lu Siansu yang mengandung tenaga lwekang kuat sekali, singgah di dada Tang San Siansu. Tapi tangannya seperti menghantam kapas, dan mendadak dia merasakan napasnya sesak, matanya berkunang-kunang, tangannya seperti copot, pundaknya ditepuk Tang San Siansu.

Segera dia berdiri diam mematung dengan mata kosong tak bersinar ! Keadaannya sama seperti Tang Bun Siansu ! Rupanya dia telah dihantam dengan "Liong Beng Kun"-nya Tang San Siansu !

Tang Sin Siansu menerjang ke depan mengibaskan lengan jubahnya, dihindarkan Tang San Siansu. Terhadap sutenya yang satu ini memang Tang San Siansu tak berani meremehkan, dia tahu di antara ketiga sutenya, Tang Sin Siansu yang tertinggi ilmunya.

Tang Lang Siansu yang kaget sejenak, kemudian melompat maju ikut menyerang Tang San Siansu.

Tang San Siansu memperdengarkan tertawa bergelak-gelak, tampaknya dia memiliki keyakinan kedua sutenya tak mungkin bisa menghadapinya, dia meremehkan. "Kalian mencari susah sendiri !" gumamnya mengejek. Waktu itu Tang Sin Siansu sudah menerjang lagi, tangannya bergerak sedemikian rupa, seperti menyambar dari atas, tapi juga seperti menerobos dari bawah, sukar diterka arah sasaran yang sebenarnya.

Tang San Siansu terdesak dan tak mungkin berkelit lagi. Dia menyambuti tangan sutenya, hatinya mencelos kaget, karena tenaga lwekang Tang Sin Siansu sudah mencapai kemajuan yang pesat sekali dibandingkan dulu, dia merasa tergempur hebat.

Dalam keadaan begitu Tang San Siansu menghantam dengan tangan kirinya dada Tang Sin Siansu. Kedua pendeta itu mundur, muka mereka dua-duanya pucat.

Tang Sin Siansu berhasil menggempur kuda-kuda kedua kaki Tang San Siansu, tapi sebagai imbalannya dadanya kena pukulan tangan Toasuhengnya itu. membuatnya terluka di dalam. Kalau dia tidak rubuh, itulah disebabkan lwekangnya memang sudah melebihi dari kedua sutenya ! Cuma darahnya yang bergolak ketika tangan Tang San Siansu mengenai dadanya !

Tang Lang Siansu menerjang kalap, dia pikir hendak adu jiwa dengan bekas Toasu-hengnya yang murtad ini. Tang San garuk-garuk lehernya sambil menghindar.

"Apakah kau ingin mengalami nasib seperti Tang Bun dan Tang Lu ?" ejek Tang San Siansu sambil melesat kesamping.

Tang Lang Siansu tak perduli ejekan bekas Toasuhengnya, dia beruntun menyerang lima kali. Pendeta-pendeta Siauw Lim Sie lainnya jadi memandang dengan hati kecut, mereka tahu Tang Lang Siansu lihay, namun tampaknya Tang San Siansu melebihi jauh kelihaiannya !

Ketika tangan Tang Lang Siansu keenam kali menyambar pada Tang San Siansu, mendadak tubuh Tang San Siansu tak bergeming ditempatnya. Dia menyambuti tangan Tang Lang, dibarengi tangan kanannya menyambar akan menepuk dada Tang Lang Siansu.

Mencelos hati Tang Sin Siansu menyaksikan hal itu, nasib Tang Lang Siansu pasti akan sama buruknya seperti Tang Bun dan Tang Lu Siansu, Untuk lompat menolongi jelas sudah tidak keburu, disamping ia dalam keadaan terluka didalam, juga jaraknya terpisah cukup jauh.

Tang Lang Siancu bukannya tidak tahu ancaman bahaya untuk dirinya. Namun dia nekad, tidak diperdulikan tangan Tang San Siansu, dia mengepos seluruh lwekangnya, maksudnya untuk adu jiwa dengan Toasuheng yang murtad tersebut.

Dalam saat berbahaya seperti itulah, disaat See-mo, Tong-mo, Pak-mo, Lam-mo dan Cu Lie Seng bersama kawan-kawannya tengah girang melihat Tang San Siansu akan Berhasil sekali lagi merubuhkan tokoh Siauw Lim Sie yang satu ini, terdengar suara yang parau dalam: "Tang San, murid murtad tak tahu diuntung !" Dan berbareng dengan itu, menyambar sehelai kain yang melibat tangan Tang San Siarsu, sehingga tangan Tang San Siansu tak bisa menyambar terus pada sasaran, bahkan tubuhnya terhuyung mundur tertarik kuat oleh kain yang melibat tangannya.

Saat itulah tangan Tang Lang Siansu yang penuh dengan lwekangnya, singgah didadanya ! Tubuh Tang San Siansu terjungkal !

Mengapa terjadi begitu? Ternyata waktu tangan Tang San Siansu menyambar datang, dia dikagetkan oleh suara yang sangat dikenalnya, waktu dia tertegun, sehingga tangannya seperti terhenti menyambar, telah dililit oleh sehelai kain, membarengi waktu kagetnya belum lenyap, tubuhnya terasa dibetot oleh kekuatan lewat kain yang melilit tangannya. Juga saat itulah serangan Tang Lang Siansu tiba!

Cepat dia melompat, mukanya pucat.

Benar-benar Tang San Siansu kuat, biarpun terserang dahsyat oleh tangan Tang Lang Siansu, dia tampaknya tidak kurang suatu apa. "Suhu . . .?" suaranya tergetar.

Ditempat itu ternyata telah bertambah seorang pendeta tua. Kedua matanya tampak puiih tak bergerak, dia pendeia buta yang sudah lanjut usia dan tidak lain dari Tay Giok Siansu !

Tang Sin Siansu dan Tang Lang Siansu kaget campur girang melihat guru mereka, keduanya segera berlutut: "Suhu...!" panggil mereka. Tang Lu berdiri diam dengan mata tak bersinar, dia sudah jadi korban pukulan "Liong Beng Kun -nya Tang San Siancu, sehingga mirip orang lupa diri.

Kumis jenggot Tay Giok Siansu yang memutih tampak bergerak-gerak berdiri saking murkanya mengawasi Tang San Siansu. "Kemari kau!" bentaknya. Biarpun kedua matanya sudah buta, tapi seperti memancarkan kekuatan yang membuat Tang San Siansu menggigil gentar.


"Suhu, sehat-sehatkah kau ?" tanya Tang San Siansu, tapi selangkahpun dia tidak maju menghampiri gurunya, bahkan mundur dua langkah.

"Murid murtad, sudah luber dari takaran dosa-dosamu! Kemari kau!" dingin suara Tay Giok Siansu.

Mendadak Tang San Siansu memutar tubuhnya dia melompat dan angkat kaki. Tapi Tay Giok Siansu gesit sekali, tubuhnya seperti bayangan kuning, berkelebat sudah ada dibelakang Tang San Siansu, tangannya meluncur. Tang San Siansu merasakan samberan angin pukulan itu, dia tidak berani menangkis dan membuang diri menggelinding ditanah.

Tapi Tay Giok Siansu melompat lagi kedekatnya, menyerang pula. Tujuannya hendak menghantam mati murid murtad itu, setidak-ticaknya memusnahkan seluruh ilmu silatnya, termasuk "Liong Beng Kun" -nya.

Dalam keadaan terjepit seperti itu Tang San Siansu Tidak bisa memilih lain lagi, dia mengempos seluruh kekuatannya, mendorong dengan kedua tangannya ke depan, mengerahkan seluruh kedahsyatan "Liong Bong Kun"" nya.

"Brakkkkkkk, bukkkkk!" tangan Tang San Siansu bertemu dengan tangan Tai Giok Siansu, tubuh Tai Giok Siansu bergoyang-goyang, namun tidak sampai terpelanting. Yang hebat akibatnya adalah Tang San Siansu, seperti daun kering tubuhnya terpental diiringi jeritannya yang mengenaskan, lalu ambruk di tanah, tapi cepat dia melesat bangun dan melompati tembok kuil, berlari sekuat tenaganya ! Dalam sekejap mata dia telah lenyap.

Tai Giok Siansu menghela napas dengan muka muram. "Sayang ! Sayang !" Gumamnya.

Cu Lie Seng melihat gurunya sudah angkat kaki dengan keadaan mengenaskan seperti itu, tidak berani buang waktu lagi, cepat-cepat berlari meninggalkan kuil Siauw Lim Sie. Tang Lang Siansu hendak merintangi, karena gusarnya belum lagi berkurang, tapi Tang Sin Siansu yang berada di sampingnya menahan.

"Biarkan mereka pergi...!"

See-mo, Tong-mo dan yang lannya merasa tak ada gunanya mereka berdiam terus di situ, merekapun segera memutar tubuh meninggalkan Siauw Lim Sie. Di hati mereka diam-diam tergetar melihat tadi dalam beberapa detik dua kekuatan lwekang luar biasa telah saling bentur, dimana lwekang pendeta tua itu dahsyat sekali!

Tang Sin Siansu dan Tang Lang Siansu menghampiri guru mereka, berlutut lagi. Pendeta-pendeta Siauw Lim Sie lainnya juga berlutut.

"Suhu... kami tertolong dari tindasan Toasuheng... apakah selama ini keadaan suhu baik-baik saja ?" tanya Tang Sin Siansu.

Tai Giok Siansu menghela napas dalam-dalam.

"Tang Sin, sudah kuduga sewaktu waktu Tang San si murid murtad pasti datang mengacau kemari ! Berdirilah ! Aku menyesal, mengapa dulu tidak memusnahkan semua ilmu silatnya sehingga tidak perlu terjadi urusan hari ini ?"

Dia menghela napas dalam-dalam, baru kemudian melanjutkan perkataannya. "Tapi. tadi dia sudah terkena tanganku, dia pasti terluka di dalam yaug tidak ringan. Sedikitnya dia memerlukan waktu 5 tahun 6 tahun untuk memulihkan sinkangnya. Undang Tai Kim dan Tai Hong, aku ingin bicara dengan mereka."

Tang Sin Siansu ingin pergi ke dalam, tapi Tang Lang Siansu sudah mendahului untuk mengundang kedua Tianglo mereka. Tak lama kemudian Tai Kim dan Tai Hong Hweshio sudah keluar, mereka memberi hormat kepada Tai Giok Siansu.

"Suheng, kemana saja kau pergi selama ini ?" tanya Tai Hong Hweshio.

"Aku sudah tawar melihat kekotoran di dunia ini, dan betapa memalukan aku gagal mendidik murid dan keliru memilih bibit! Selama ini memang aku tak pernah melarang kalian mencurahkan seluruh perhatian untuk melatih ilmu silat, tapi Sute, kuharap mulai hari ini urusan-urusan penting Siauw Lim Sie harus ditangani olehmu, membantu Tang Sin ! Dan kau juga Tai Kim Sute, luangkanlah waktumu untuk melindungi nama terang Siauw Lim Sie kita, jangan sampai apa yang telah dibangun Sucouw hancur berantakan ditangan murid Tang San !"

"Omitohud," memuji Tai Kin dan Tai Hong Hweshio berbareng. "Kalau memang itu harapan suheng, kami tentu tak akan mengecewakan suheng.."

"Murid murid Tang San sudah terluka oleh pukulanku, mungkin dalam 5 sampai 6 tahun dia tidak berani menyatroni kemari lagi. Apa lagi memang dia tahu aku masih hidup, maka tentu dia akan menahan diri! Selewatnya itu, kemungkinan besar dia akan mengacau lagi. Karenanya kumohon pada kalian Tai Kim dan Tai Hong Sute, berikanlah petunjuk kalian pada Tang Sin dan lain-lainnya, agar mereka bisa melatih lebih sempurna ilmu yang sudah mereka miliki!

Aku sendiri akan kembali ke tempat pengasinganku. Hanya, aku ingin membawa seorang murid Siauw Lim Sie yang sekiranya memiliki bakat baik, untuk kudidik selama 5 atau 6 tahun ! Kukira waktu selama itu cukup untuk menggemblengnya menjadi manusia yang berkepandaian tinggi ! Tang Sin, siapakah di antara murid-murid Siauw Lim Sie yang kau anggap layak kuajak pergi ?"

Tang Sin Siansu segera teringat pada Giok Han. Segera dia memberitahukan pada gurunya perihal Giok Han dan juga menceritakan riwayat anak itu. Tai Giok Siansu mengerutkan alisnya yang sudah putih dan matanya yang hanya tampak putihnya belaka berkilat dengan sinar yang tajam.

"Dia memiliki bakat yang sangat baik, Suhu !" kata Tang sin Siansu. "Bahkan Tecu semula bermaksud mendidik dia dengan ilmu "Sin Beng Kun", agar kelak dia bisa menghadapi Liong Beng Kun-nya Toasuheng !"

"Hemmmm, kau sudah menurunkan seluruh ilmu Sin Beng Kun ciptaanmu itu ?" tanya Tai Giok Siansu.

"Seluruh Kauwhoatnya sudah tecu ajarkan, tinggal melatihnya, saja, suhu!" jawab Tang Sin Siansu.

"Bagus ! Panggil anak itu !" perintah Tai Giok Siansu.

Segera Giok Han dipanggil, dan diperintahkan memberi hoimat kepada Tai Giok Siansu, sucownya.

Waktu Giok Han berlutut, Tai Giok Siansu meraba-raba tubuhnya. Sekilas muka Tai Giok Siansu jadi terang berseri-seri, kemudian mengangguk-angguk.

"Omitohud !" kata Tai Giok Siansu, "Giok Han akan ikut denganku ! Persoalan Tang San si murid murtad itu bukan hanya menyangkut persoalan Siauw Lim Sie, tapi memiliki ancaman lain yang lebih hebat, karena ia sudah memperbudak dirinya menjadi anjingnya raja penjajah Yong Ceng !

Dengan "Liong Beng Kun,"nya dia sangat berbahaya, dan Giok Han memang harus digembleng untuk menghadapinya, bukan sekedar menghadapi "Liong Beng Kun" nya, tapi juga untuk melenyapkan ancaman bahaya yang lebih dahsyat terhadap para pencinta negeri !

Akhir akhir ini Yong Ceng telah mengumbar orang-orangnya membunuhi setiap orang yang dicurigai tak setia padanya. Menteri-Menteri jujur dan baik banyak yang jadi korban keganasan Yong Ceng, yang semuanya diatur oleh Cu Bian Liat, Thaykam yang melebihi iblis kejamnya ! Sekarang Giam Cu dengan para pencinta negeri sudah bangkit angkat senjata, mungkin Giok Han kelak bisa membantunya!" Tai Giok- Siansu menghela napas.

Kemudian diiringi Tang Sin Siansu dan yang lainnya, Tai Giok Siansu melihat keadaan Tang Bun Siansu. Muka Tai Giok Siansu muram. "Tang Bun memang terkena pukulan Liong Beng Kun !" menjelaskan Tai Giok Siansu setelah memeriksa keadaan Tang Bun Siansu. Tai Kim Sute dan kau Tai Hong Sute, pergunakan Tat-mo Khikang untuk mengurutnya setiap hari, dalam dua tahun kesehatannya akan pulih, memang ilmu silatnya akan lenyap sebagian besar, namun setelah melatihnya lagi 10 tahun, kemungkinan Tang Bun bica mempertahankan sebagian kepandaiannya."

Tai Kim dan Tai Hong Tianglo mengiyakan, walaupun hati mereka merasa berat harus melibatkan diri dalam urusan ini, tapi merekapun tak mau mengecewakan harapan suheng mereka.

Dengan disaksikan Tang Sin Siansu dan pendeta-pendeta Siauw Lim Sie lainnya, Tai Giok Siansu membawa pergi Giok Han. Wie Sin Siansu mengawasi kepergian muridnya dengan berulangkali mengucap: "Siancai, Siancai, Omitohud !", ia yakin Giok Han pasti tergembleng luar biasa di tangan Sucouwnya itu !

Giok Han dibawa Tai Giok Siansu ke sebuah lembah yang letaknya tersembunyi di sebelah barat tebing Siau sit-san. Di situ ada sebuah rumah yang dibangun sederhana, yang dipergunakan Tai Giok Siansu untuk menyepi. Sejak hari itulah Giok Han memperoleh gemblengan Tai Giok Siansu.

"Untuk mempelajari ilmu silat Siauw Lim Sie diperlukan keuletan dan kesungguhan. Tanpa menderita, jangan harap dapat menguasai sebaik-baiknya ilmu Siauw Lim Sie, walaupun hanya satu jurus!" Menasehati Tai Giok Siansu sebelum menurunkan ilmunya pada Giok Han.

"Semakin berat penderitaan? semakin baik pula kesempatan untu; bisa, menguasai ilmu Siauw Lim Sie. Kaumengerti?"

"Mengerti, Sucouw!" menyahuti Giok Han berlutut memanggutkan kepalanya.

Memang selama digembleng oleh Tai Giok Siansu ada perobahan pada Giok Han. Dia bukan sekedar melatih ilmu silat, tapi juga melatih fisik tubuhnya. la harus berlatih siang malam dengan giat, tanpa kenal lelah.

Harus melatih lwekang di bawah curahan air terjun membelah kayu dalam jumlah sangat banyak. Tidak jarang tangan Giok Han terasa pegal seakan copot engsel tulangnya, namun harus terus mengampak. Banyak lagi kewajiban yang harus dilakukan oleh Giok Han dalam bentuk pekerjaan-pekerjaan berat dan melelahkan. Memang seluruh harapan Tai Giok Siansu tercurah pada Giok Han, maka ia menggemblengnya tanpa kenal lelah.

Giok Han tidak pernah mengeluh walaupun harus melakukan pekerjaan yang bagaimana berat sekalipun. la pernah diperintahkan memikul dua tahang air berukuran besar, di mana ia harus berlari-lari membawa dua tahang air itu dari tebing yang satu ke tebing lainnya.

Di luar kesadaran Giok Han, kemajuan yang diperolehnya sangat pesat. Diam-diam Tai Giok Siansu pun girang melihat kecerdasan Giok Han ditambah bakat yang baik, membuat anak itu cepat sekali menguasai setiap ilmu yang diajarkan kepadanya. Hari-hari dilewatkan terus oleh Giok Han dengan berbagai latihan ...

oooo)0(oooo

Enam tahun sejak Tang San Siansu dengan Cu Lie Seng dan anak buahnya mengacau di Siauw Lim Sie...

Di luar kota Leng-an tampak seekor kuda sedang berlari cukup cepat. Pagi itu masih remang-remang, penunggang kuda seorang bertubuh jangkung kurus, dengan baju yang sing-sat, tampaknya ia tergesa gesa melakukan perjalanan.

Tunggangannya adalah kuda pilihan yang larinya cepat sekali dan kira-kira tengah-hari ia sudah melalui seratus li lebih. Sesudah melewati Sung-kie, lalu-lintas tidak begitu ramai lagi dan ia dapat melarikan tunggangannya tanpa banyak rintangan.

Waktu si jangkung kurus yang mungkin berusia tiga puluh lima tahun melarikan kudanya, ia mendapat kenyataan bahwa dibelakangnya mengikuti seorang lain. Dilihat dari dandanannya, orang itu adalah seorang saudagar. la menunggang seekor kuda belang dan pada pelana tergantung dua tas kulit yang tidak terlalu besar.Semula si jangkung tidak memperhatikannya dan menduga bahwa orang itu adalah seorang saudagar biasa.

Diwaktu magrib, ia tiba disuatu kota kecil, yaitu kota Ma-ho-sie. yang terpisah dua ratus lima puluh li lebih dari Leng-an.

Sesudah sijangkung masuk kedalam kota dan berhenti didepan sebuah rumah penginapan, secara tidak sengaja ia menoleh kebelakang dan melihat saudagar itu sedang mengikuti dari sebelah kejauhan.

Sijangkung terkejut. Cara bagaimana, tunggangan saudagar itu, yang kelihatan seperti kuda pasaran, dapat menyusul ia ? Ketika masuk kedalam hotel, ia sangat berwaspada, tapi segera juga ia tertawa sendiri oleh karena saudagar itu mengambil penginapan lain.

Si jangkung tampaknya adalah seorang yang sudah kawakan dalam dunia Kang-ouw. Walaupun saudagar itu tidak terlalu mencurigakan, akan tetapi, pikirnya lebih berhati-hati ada lebih baik. Memikir begitu, sesudah mencuci muka, ia bersemedhi untuk memelihara semangat dan kemudian tidur dengan menggunakan golok Bian-to nya sebagai bantal kepala. Besoknya, sebelum jam lima pagi ia sudah bangun, bayar uang sewa kamar dan lalu berangkat.

Pada jaman itu terdapat satu nasehat untuk mereka yang melakukan perjalanan: "SEBELUM MALAM MENGASOH Dl RUMAH PENGINAPAN, SESUDAH TERANG TANAH BARULAH BERJALAN. Maka itu sipelayan merasa agak heran melihat sijangkung yang memiliki ketinggian tubuh melebihi tinggi tubuh manusia normal, sudah berangkat sebelum fajar menyingsing.

Sekeluarnya dari kota kecil itu sijangkung mendongak. Bulan sabit dan beberapa bintang masih memancarkan sinarnya yang remang-remang, sedang kawanan burung masih tidur nyenyak dalam sarangnya. la mesem dan lalu kaburkan tunggangannya.

Kira-kira tengah hari, ia sudah berada ditempat yang terpisah kurang-lebih seratus lima puluh li dari Ma-ho-sie. la menahan kucanya dan menengok kebelakang. la kaget oleh karena saudagar itu ternyata sedang mengikuti dari jauh.

"Apakah ia sengaja menguntit aku ?" si jangkung menanya pada diri sendiri. Muka orang itu agak berminyak, kepalanya memakai topi kulit, sedang dipunggungnya menggemblok sebentuk tudung. Dilihat dari mukanya dan dipandang dari kudanya, ia hanyalah seorang saudagar biasa. Sijangkung sangat bersangsi. Siapakah orang itu dan apa maunya?

Sesudah melirik lagi sekali, ia menyabet kudanya dan binatang itu lantas saja kabur sekeras-kerasnya, Si saudagar tenang-tenang saja, sama sekali tidak menunjukkan keinginan untuk sengaja menyusul si jangkung. Dalam sekejap, saudagar itu sudah tidak kelihatan bayang-bayangannya lagi dan si jangkung menjadi lega hatinya.

Si jangkung she Yap bernama Cu Siang adalah seorang yang sangat berhati-hati. la dua hari yang lalu baru saja bentrok dengan orang-orang Congtok (gubernur) di Leng-an, gagal untuk mengambil sesuatu dari tangan Congtok di Leng-an, sebab banyak pahlawan Kaisar yang waktu itu mengiringi Kim-ce (utusan Kaisar) yang tengah datang ke Leng-an.

Karena kegagalannya itulah membuat Yap Cu Siang harus menjauhkan diri dari Leng-an, pasti orang-orang Congtok dan para pahlawan Gie-lim-kun yang ikut Kim-ce itu mencari jejaknya. Kalau ia sampai terbekuk, niscaya usahanya yang tengah dilakukan akan gagal sama sekali.

Sekarang ia bermaksud pergi ke Hong-cauw. untuk menemui Giam Cu, atasannya. Sesudah larikan lagi kudanya beberapa lama. Cu Siang membelok kesuatu jalan kecil dan diwaktu magrib tibalah ia dikota Su-kwan yang terletak seratus li lebih disebelah timur kota Ting-an.

Dalam kota itu, yang terlebih kecil dari pada Ma-bo-sie, hanya terdapat sebuah rumah penginapan. Sesudah mendapat kamar dan bersantap malam, ia merasa pasti si saudagar tidak akan mengikutinya kekota kecil itu.

Tapi, tak dinyana baru saja ia memikir begitu, diluar sudah terdengar berbengernya kuda dan saudagar itu sudah berada di depan pintu hotel.

Sekarang benar-benar ia kaget. Sudah tak dapat disangsikan lagi, orang iiu sedang menguntit ia. Sebelum orang itu masuk, dengan cepat ia masuk ke dalam kamarnya, di mana ia mendengar saudagar itu memesan makanan dan meminta air cuci muka, tiada beda dengan seorang pelancong biasa. Sesudah makan saudagar itu masuk ke kamarnya yang berhadapan dengan kamar Yap Cu Siang.

Cu Siang merasa sangat tidak enak hatinya, ia bersamadhi sembari mencekal golok. Tapi sesudah menungkuli setengah malam, sama sekali tidak terjadi kejadian luar biasa. "Jika orang itu mempunyai niatan kurang baik, dalam dua hari ia tentu sudah menyerang," pikirnya.

"Jika maksudnya baik, siang-siang tentu ia sudah menegur aku. Tapi kenapa, tanpa menyerang atau menegur, ia menguntit terus menerus ? Apa kawan, apa lawan ?"

Jam tiga sudah lewat, tapi tetap Lak ada perobahan luar biasa. Mendadak Cu Siang ingin kencing dan sembari menenteng golok, ia pergi kekakus yang terletak dipojok pekarangan hotel. Selagi kencing, dari sela-sela pintu kakus, ia melihat satu bayangan manusia mendekam diatas genteng. Begitu ia keluar dari kamar kecil, bayangan itu menghilang dengan gerakan cepat luar biasa.

"Sahabat dari mana disitu ?" membentak Cu Siang dengan suara perlahan. "Lekas keluar"

la menimpuk dengan sebutir batu kecil, tapi bayangan itu tetap tak muncul lagi.

Dengan penuh kecurigaan, cepat-cepat Cu Siang kembali ke kamarnya dan membesarkan api lampu, perobahan besar tak ada, tapi toh ia terkejut, oleh karena buntalannya yang tadi berada di tengah-tengah meja, sekarang sudah berkisar ke kiri dan bentuk ikatan buntalan pun sudah berobah. Sebagai seorang yang biasa berkelana di kalangan Kang-ouw, ia selalu berhati-hati dan semua barangnya ditaroh di tempat tertentu, malah ada juga yang diberi tanda, sehingga tergeser sedikit saja, ia pasa akan mengetahuinya.

la yakin, bahwa dalam waktu yang sangat pendek, yaitu selagi ia pergi ke kakus, buntalannya sudah dibuka orang. Buru-buru ia membuka buntalan itu dan ternyata beberapa stel pakaiannya tidak tidak diganggu.

Setelah menimbang-nimbang beberapa saat. Yap Cu Siang mengambil keputusan buat kabur secepat mungkin. la meninggalkan sepotong perak di atas meja sebagai pembayaran sewa kamar dan kemudian cemplak kudanya yang lantas saja dikaburkan sekeras-kerasnya.

Sesudah berjalan kurang-lebih setengah jam, di sebelah depan kelihatan hutan yang melintang menutup jalan. la loncat turun dari tunggangannya dan masuk ke dalam hutan dengan menuntun kudanya.

Belum berapa lama ia berjalan, ketika tiba-tiba di sebelah belakangnya terdengar suara berbengernya seekor kuda. Ternyata si saudagar sudah mengubar sampai di situ dan tanpa menghiraukan larangan Kang-ouw yang berbunyi : "BERTEMU HUTAN, JANGANLAH MASUK", dikepraknyalah kudanya yang lantas menerobos masuk ke dalam hutan.

Melihat orang itu tidak berkawan, hati Yap Cu Siang tadi mantap. la memutar badan dan sambil mencekal goloknya keras-keras, ia menanya: "Kenapa tuan terus-menerus menguntit aku?"

Orang itu tertawa dingin. Dengan sekali menggoyangkan tangan kirinya, ia menyalakan bahan api yang lantas dilemparkan ke-rumput kering sehingga rumput itu lantas jadi terbakar. Sesudah menyapu dengan matanya kekiri kanan, barulah ia berkata: "Kau jalan dijalanmu, akupun jalan dijalanku sendiri. Kenapa tuan menjadi curiga ?"

Yap Cu Siang mengetahui orang itu membakar rumput lantaran kuatir adanya musuh yang bersembunyi. Dari sini dapat diketahui, bahwa orang itu benar-benar sudah kawakan dalam kalangan Kang-ouw dan dapat memikir begitu cepat dalam waktu yang sangat singkat

Sambil melintangkan goloknya, Yap Cu Siang lantas saja tertawa terbahak-bahak.

"Bahwa tuan meneruskan perjalanan ditengah malam buia adalah suatu kejadian yang sungguh-sungguh mengherankan aku !" katanya dengan suara nyaring.

Orang ilu turut tertawa berkakakan seraya berkata: "Kalau begitu apakah kelakuan tuan yang juga kaburkan kuda ditengah malam buta rata, tidak sama mengherankan?"

"Sekarang lebih baik kita bicara terus terang saja." berkata Yap Cu Siang. "Aku adalah seorang pelarian. Siapa adanya kau?"

"Kau pelarian, aku adalah orang yang menguntit pelarian !" jawab si saudagar seenaknya.

Jika begitu, kau tentunya orang dari Congtok di Leng-an atau orang dari istana yang ikut dengan Kim-ce yang tengah berada di Leng-an," kata Yap Cu Siang sembari tertawa tawar. "Baiklah ! Aku siap sedia untuk melayani kau !"

"Bukan aku, tapi kau yang berkata begitu," kata orang itu. "Siapa yang mau berkelahi denganmu ? Jika kau pelarian, kenapa tidak cepat-cepat kabur ?"

Yap Cu Siang terkejut. "Siapa sebenarnya kau ?" ia membentak.

"Di hadapan kesatria orang tidak berdusta," kata si saudagar.

"Dan kau. siapa sebenarnya?"

"Bukankah aku sudah memberitahukan" jawab Yap Cu Siang.

"Lantaran apa kau menjadi pelarian ?" menanya pula orang itu. Kedosaan apakah yang sudah kau lakukan ?"

"Aku menyatroni Congtok untuk mengambil sesuatu sekalian membunuh Congtok !" jawab Yap Cu Sung berani.

"Siapa yang perintahkan kau melakukan hal itu ?" orang itu menanya lagi.

"Aku sudah bicara terus-terang, sekarang adalah giliranmu. Siapa kau?" tanya Yap Cu Siang dengan perasaan mendongkol, karena orang itu terus menerus mencecer dengan pertanyaan-pertanyaan, tanpa ia sendiri mau berterus-terang.

"Aku adalah seorang secara diam-diam sudah melindungi kau," jawabnya. "Kita semua adalah sahabat-sahabat dari satu jalan. Aku ingin sekali bertemu dengan Gi-su (pendekar) yang memberikan perintah kepadamu untuk menbunuh Congtok di Leng-an dan dengan memandang persahabatan, aku mohon kau suka mengantarkan aku kepada orang itu !"

Biji mata Yap Cu Siang bergerak beberapa kali, hatinya sungguh merasa sangsi. "Dilihat dari gerak-geriknya, ia bukan mau menangkap aku," pikirnya didalam hati. "Tapi. kenapa ia begitu ingin menemui orang yang perintahkan aku membunuh Congtok di Leng-an ? Mengapa dia tahu aku melakukan semua ini atas perintah orang lain ?"

"Apakah kau masih merasa sangsi ?" tanya orang itu. "Cobalah pikir, jika aku orang pemerintah, masakah sesudah menguntit dua hari dua malam, aku belum juga turun tangan ?"

Yap Cu Siang tak menyahut! tapi lantas mendekati kuda orang itu yang sedang makan rumput. Melihat seorang asing datang mendekatinya, hewan itu mengangkat kepalanya dan berbenger keras.

"Macam tunggangan tuan tidak terlalu garang, tapi sungguh cepat larinya," memuji Yap Cu Siang sembari mengangsurkan sebelah tangannya dan membetot les.

"Mau apa kau ?" bentak orang itu.

Begitu dibetot, kuda itu berjingkrak dan menendang. Yap Cu Siang berjongkok dan menangkap satu kakinya. Sekali melirik saja ia sudah melihat bahwa pada besi kaki kuda tercetak empat huruf: "Toa-lwee Gie-ma" (Kuda istana Kaisar). Hampir berbareng, ia menggulingkan diri dan molos di antara kaki kuda itu.

"Ha-ha-ha !" Yap Cu Siang tertawa berkakakan. "Sekarang aku tahu siapa adanya tuan !"

Sebagaimana diketahui, ia adalah seorang yang sangat berhati-hati. Dengan matanya yang sangat jeli, ia menduga bahwa kuda itu sudah mendapat latihan istimewa. la mengetahui bahwa semua kuda istana diberi tanda pada besi kakinya. Maka itu, ia segera mengambil putusan untuk mencoba dan benar saja percobaannya berhasil.

Orang itu adalah pahlawan istana yang dengan menyamar sudah menguntit Yap Cu Siang. la tidak lantas turun tangan oleh karena menduga bahwa Yap Cu Siang melakukan perbuatan nekadnya hendak membunuh Congtok di Leng-an pasti diperintah seseorang.

Dan dari Yap Cu Siang ia mengharap akan mendapatkan keterangan yang diingininya, supaya dengan sekali menyapu, ia bisa membinasakan kedua-duanya.

la bukan Wie su (pahlawan) biasa dan setelah kedoknya dilucuti, sebaliknya dari ketakutan, ia tertawa terbahak-bahak. "Hmm tuan sungguh awas sekali !" katanya. "Dari ini saja, tuan sudah cukup berharga untuk menjadi sahabatku." la berhenti sejenak dan kemudian membentak: "Apakah kau pernah mendengar nama Thio Yu Liang ? Jika kau ingin aku berlaku murah hati, lekas antarkan aku kepada pemimpinmu !"

Yap Cu Siang terkesiap. Pada jaman itu, kiam-kek (ahli pedang) yang kesohor di wilayah Tiongkok adalah: "Di Selatan Kim le, di Utara Tan Su Liang, di Barat Thio Yu Liang, sedang di Timur siangkoan Jie Su.

Kim le dan Tan Su Liang sudah lama mengundurkan diri dari pergaulan umum, Siang koan Jie Su kabur ke sebrang laut sebagai pelarian, karena tidak mau menakluk pada Kaisar penjajah dan hanya Thio Yu Liang yang masih malang melintang di daerah Barat daya, di mana ia sudah melakukan banyak perbuatan terkutuk.

Sepanjang warta, ia adalah jago Kun-lun-pay, tapi para tetua Partai itu ternyata tak sanggup mengendalikan Iagi tingkah lakunya. Dengan ilmu pedang Pek-lui-kiam (Pedang Kilat) ia malang-melintang seenak isi perutnya.

Dengan menunggang seekor kuda Toa-lwee Gie-ma. sudah terang sekarang ia menjadi kaki-tangan Kaisar dan "Thio Taijin" yang disebut-sebut oleh para Wie-su ketika Yap Cu Siang menyatroni gedungnya Congtok, tentulah ia adanya.

Yap Cu Siang menyedot napas dalam-dalam untuk menentramkan hatinya. "Baiklah!" katanya. "Aku akan mengantar kau !" la maju setindak dan sekali membalik tangan, golok Bianto sudah menyambar.

Bacokan yang dilakukan secara tidak diduga-duga. cepat luar biasa, tapi Thio Yu Liang tidak kalah cepatnya. Sembari tertawa dingin ia mementil dengan kedua jerijinya. Beratnya sabetan Yap Cu Siang ada beberapa ratus kati, tapi begitu terpentil, golok itu mental ! Dan pada saat itu, Thio Yu Liang sudah menghunus pedangnya seraya membentak: "Rasakan pedangku !"

Yap Cu Siang yang sudah kenyang menghadapi lawan-lawan berat, lalu melancarkan serangan berantai, dengan tendangan, sabetan tangan dan bacokan yang semua merupakan serangan mati-matian. Thio Yu Liang kembali tertawa dingin dan berkelit sembari menikam:

"Breeettt!" pundak Yap Cu Siang tergores pedang! Dengan tikaman itu, Thio Yu Liang sudah berlaku murah hati lantaran ia ingin sekali membekuk Yap Cu Siang hidup-hidup guna mengorek keterangan dari mulutnya. Jika mau, dengan mudah ia dapat menobloskan tulang pundak musuh.

Thio Yu Liang adalah Congkoan Kim-ie-wie (pengurus pasukan yang berjubah sulam emas), dengan Pek- lui-kiam ( Pedang Kilat ) nya entah sudah berapa banyak jago-jago kenamaan yang runtuh di tangannya.

Dia pula yang bersama Bat It Say, Congkoan Gie-lim-kun, membasmi keluarga Jenderal Giok Hu beberapa tahun silam, atas perintah Cu Biau Liat.

Sedangkan ilmu golok Yap Cu Siang memiliki kedudukan yang tinggi, hanya ia kurang matang latihannya. Dengan mewarisi ilmu Silat turunan, ia mempunyai kepandaian yang cukup tinggi. Begitu pundaknya tergores, ia meloncat mundur dan selagi Thio Yu Liang mau menikam pula, tiba-tiba ia membentak keras sambil membacok dan menendang.

Pukulan ini sangat tersohor dan dinamakan pukulan "Houw Wie Kak Tiong Ma To"" (Tendangan buntut harimau. Bacokan kuda kabur). Orang yang bisa mengelit bacokannya, tak nanti rnampu mengegosi tendangannya. Akan tetapi Thio Yu Liang bukan lawan biasa dan dengan meloncat mundur, ia dapat menyingkir dari dua serangan itu.

Di lain pihak, sembari membacok dan menendang Yap Cu Siang terus menubruk ke depan dan menerobos keluar dari kurungan api. Selagi meloncat, ia menyamber dua batang pohon yang berkobar-kobar untuk menimpuk musuhnya.

Thio Yu Liang mengebas dengan tangannya dan kedua batang itu jatuh di tempat yang terpisah kira-kira tujuh kaki dari badannya. Akan tetapi, per buatnn Yap Cu Siang ini ada hasilnya juga, yaitu sudah membikin binal kuda Thio Yu Liang. Ketika akhirnya hewan itu dapat dibikin jinak, Yap Cu Siang sudah lari agak jauh.

Sebagai seorang yang berkepandaian tinggi, Thio Yu Liang bernyali besar dan ia lantas saja mengejar.

"Kawan ! Ayo keluar membantu !" berseru Yap Cu Siang.

"Keluar! Aku tak takut !"

"Berteriak Thio Yu Siang dengan suara mengejek.

Sekonyong-konyong di luar hutan terdengar suara berbengernya kuda. Thio Yu Liang mengeluarkan suara "Hemm !" dan menduga Yap Cu Siang benar-benar mempunyai kawan. la mengempos semangat dan mengejar seperti kilat cepatnya, dengan tujuan lebih dulu membinasakan Yap Cu Siang dan kemudian baru melayani musuh yang masih berada di luar hutan.

Dengan menggunakan siasat "main petak" dan lari membiluk-biluk di antara pohon-pohon. Yap Cu Siang dapat menyelamatkan diri. Beberapa kali, lantaran terdesak, ia terpaksa melawan sejurus dua jurus, dan kemudian kabur lagi. Meskipun ilmu silat Thio Yu Liang jauh lebih tinggi, ia tak akan dapat merobohkan Yap Cu Siang dalam hanya dua atau tiga jurus.

Bukan main gusarnya Thio Yu Liang. Dengan mata merah, ia mengudak terus sembari mengeluarkan seraup Thie-lian-cie (biji teratai besi) yang lantas di timpukkan ke arah duabelas jalan darah musuh.

Dengan Iari berbelit-belit, Yap Cu Siang dapat menyingkir dari sejumlah senjata rahasia itu. Tiba-tiba sambil membentak: "Kena ! !". Thio Yu Liang menendang rubuh sebatang pohon kecil. Begitu pohon itu yang merupakan tameng bagi badan Yap Cu Siang rubuh, ia menimpuk dengan beruntun dan sebutir Thie-lian-cie tepat mengenakan jalan darah Thian-hian-biat, di punggung Yap Cu Siang.

Yap Cu Siang berteriak kesakitan sembari meloncat dan menyampok Thie-Iian-cie lain dengan goloknya, Ketika itu, ia sudah sampai di tengah-tengah hutan lebih yang penuh dengan pohon-ponon berduri. Dengan nekad ia menerobos terus dan membuka jalan Bian-tonya.

Thio Yu Liang mengejar terus, sering pakaiannya tercangkol duri. Lantaran pedangnya tidak setajam Bian-to, ia harus menggunakan lebih banyak waktu untuk membabat pohon-ponon duri itu, sehingga semakin lama ia jadi ketinggalan semakin jauh.

Selain itu, sebab gelap gulita ia sekarang tak dapat melihat lagi di mana adanya Yap Cu Siang. Dengan gusar ia menyalakan bahan api yang lantas dilemparkan dan begitu mengenakan cabang-cabang kering. api lantas berkobar-kobar. Sesudah itu dengan menggunakan ilmu mengentengkan badan Teng-peng-ouw-sui (Menginjak Rumput Menyebrang Sungai), ia mengejar dengan berlari-lari di atas pohon-pohon berduri, tanpa memperdulikan pakaian dan kakinya yang tertusuk duri. Saban kali keadaan sudah terlalu gelap, ia lalu membakar hutan lagi, sehingga tidak lama kemudian di beberapa belas tempat sudah terbit kebakaran.

Semakin lama Thio Yu Liang sudah semakin dekat pada korbannya Sementara itu, beberapakali terdengar suara berbengernya kuda diluar hutan. Secara mati-matian, akhirnya Yap Cu Siang dapat juga menerobos keluar dari hutan itu yang panjangnya kira-kira tiga li. Melihat musuhnya sudah berada di tempat terbuka, Thio Yu Liang tertawa bergelak-gelak, "Sekarang mau lari kemana kau?" ia berseru sembari menimpuk dengan tiga butir Thie-lian-cie.

Yap Cu Siang menyampok jatuh peluru pertama dengan goloknya dan berkelit dari peluru kedua yang menyambar tenggorokannya, tapi Thie-lian-cie yang ketiga tak dapat dielakkan lagi dan tepat mengenai lututnya, sehingga ia jatuh berlutut seketika itu juga.

Ketika itu dengan adanya sinar api dan sinar bulan, keadaan di situ menjadi cukup terang. Thio Yu Liang bergirang hati dan kembali ia tertawa besar, kemudian menghampiri korbannya untuk ditelikung.

Sekonyong-konyong dari jauh terdengar suara tindakan kuda yang berlari cepat sekali.. Thio Yu Liang terkesiap dan mengawasi kejurusan itu. Bagaikan kilat sesosok bayangan putih melesat mendatangi dan dalam sekejap mata, seekor kuda berbulu putih sudah berada di hadapannya, dan penunggangnya seorang pemuda berbaju putih, segera meloncat turun.

Dilihat dari mukanya yang sangat cakap, pemuda itu baru berusia kurang lebih tujuhbelas tahun, badannya langsing kecil, sehmgga jika dipandang sekelebatan seolah-olah ia hanya seorang bocah yang baru keluar dari rumah sekolah.

Pemuda itu melirik dan berkata: "Ah ! Tak tahunya Thio Toa-congkoan, Thio Tai-jin ! Untuk apa kau mengubar-ubar ia ?"

Thio Yu Liang terkejut, sebab sekali membuka mulut, si bocah sudah melocoti kedoknya.

"Siapa kau?" bentaknya sembari menuding dengan pedangnya. "Jangan mencampuri urusan orang lain ?"

Si pemuda mesem tawar dan menjawab :

"Urusan dalam dunia harus diurus oleh manusia yang hidup dalam dunia. Siauw-ya-mu (Siauw ya-Tuan Kecil) paling senang mencampuri urusan ganjil !"

Thio Yu Liang mendongkol tercampur geli mendengar kata-kata itu. "Urusan ganjil apa ?" ia menanya sembari tertawa.

"Yang besar menindas yang kecil, kau sudah menghinakan orang !"" jawabnya.

Perkataan si bocah yang belum hilang bau pupuknya itu sudah mengilik-ngilik hati Thio Yu Liang. la lantas meladeni terus dan sama sekali tidak kuatir Yap Cu Siang yang sudah kena Thie-lian-cie akan melarikan diri.

"Ah ! Perkataanmu tak masuk di akal!" katanya sembari tertawa geli. "Dia sudah cukup besar dan bukan seperti kau yang masih bau daun doringo. Tak dapat kau mengatakan: "Yang besar menindas yang kecil !"

Si pemuda baju putih tertawa tawar.

"Sebagai kiam-kek kenamaan dan seorang yang bergelar Taijin, kau sudah melukakan seorang piauwkek biasa dengan senjata rahasia," katanya dengan suara mengejek. "Apakah ini bukan yang kuat menghina yang lemah, yang besar menindih yang kecil ? Sesudah dilihat olehku, urusan ganjil ini tak dapat aku tak mencampuri !"

Sembari menggosok-gosok lututnya dan mengempos semangat untuk membuka jalan darahnya, Yap Cu Siang mendapat kenyataan bahwa si bajuputih adalah pemuda yang sangat berani sekali, juga senang bergurau. Dia merasa malu bukan main dirinya dinamakan sebagai "piauw-kek biasa".

Hati Thio Yu Liang jadi seperti semakin dikilik-kilik. "Jika aku sampai turun tangan terhadapmu, bukankah soal "YANG BESAR MENINDAS YANG KECIL jadi terulang pula ?" katanya sembari tertawa berkakakan.

"Sebagai kiamkek kenamaan, kau sungguh mengecewakan aku," kata si baju putih. "Sungguh aku tak nyana, otakmu kosong melompong !"

"Apa ?" menegasi Thio Yu Liang.

"Apa gunanya mempunyai badan seperti kerbau atau kuda besarnya ?." kata pula pemuda baju putih itu. "Apakah kuat dan lemah besar atau kecil, diukur dengan ukuran usia? Aku sekarang bicara terus terang kepadamu : "Jika kau bukannya seorang Toa-congkoan (pengurus besar dalam istana Kaisar), masih sungkan aku mengadu tanganku dengan cecongormu !"

Mendengar omongan yang temberang itu yang menyebut-nyebut juga soal tingkatan, Thio Yu Liang jadi Iebih-lebih sungkan bertempur dengan sibocah. Harus diketahui, bahwa dalam Rimba Persilatan, soal tingkatan diperhatikan benar-benar.

Jika sebagai seorang yang mempunyai tingkatan tinggi, ia sampai mengukur dengan satu bocah, semua orang gagah dalam Rimba Persilatan tentu akan mentertawakannya.

"Ayo !" membentak sipemuda baju putih sembari menghunus sebatang pedang pendek. Begitu dihunus, pedang itu mengeluarkan sinar yang menyilaukan, sehingga Thio Yu Liang jadi terkesiap. Jika tidak melihat dengan mata sendiri, sungguh ia tak percaya, bahwa bocah yang belum hilang bau pupuk-nya itu mempunyai kuda dan pedang mustika !

Tapi biar bagaimanapun juga, ia tentu tak memandang sebelah mata sibocah itu. "Benar-benar kau mau turut campur urusan ini ?" ia menanya.

"Jangan bawel !" sibaju putih membentak. "Ayo, seranglah sesukamu !"

"Bocah !" kata Thio Yu Liang yang sudah mulai mendongkol. "Pergilah pulang kepada gurumu dan belajar lagi beberapa tahun. Seorang yang seperti aku sebenarnya tidak harus mempunyai pandangan seperti kau bocah cilik !"

"Eh, kau mau menyerang atau tidak ?" mendesak pemuda baju putih itu. "Kalau kau tetap tidak bergerak, aku tak akan berlaku sungkan lagi !"

"Coba kau bersilat sejurus, aku rnau lihat siapa gurumu !" kata Thio Yu Liang akhirnya.

"Baik, awas !" berseru pemuda itu sambil menikam. Dengan tenang Thio Yu Liang mengangkat 2 jerijinya untuk mementil senjata yang sedang menyambar. Tak dinyana, tikaman itu yang kelihatannya seperti tikaman biasa, aneh sekali perobahannya.

Di tengah jalan. pedang pendek itu mendadak berobah arahnya dari menikam jadi membabat dan jika kedua jeriji Thio Yu Liang tidak ditarik kembali. sudah pasti dua-dua akan terbabat putus.

Tak malu Thio Yu Liang dikenal sebagai kiamkek kawakan didaerah Barat. Pada saat pedang itu hanya tinggal terpisah lima dim dari jerijinya, ia masih keburu membalik tangannya dan dengan gerakan "Liong Heng Coan Ciang" (Gerakan Naga Menembus Tangan), ia coba merampas pedang pendek lawan.

Hampir pada detik itu juga, pedang si pemuda baju putih lewat dipinggir kuping Thio Yu Liang, sedang tangan Thio Yu Liang menyambar lengan sibaju putih. Dalam pertempuran jago melawan jago, menang kalah hanya berdasarkan perbedaan bagai rambut sehelai dibelah tujuh.

Pada detik itu, dari berada dibawah angin, Thio Yu Liang jadi berbalik berada diatas angin, sehingga dengan sekali menyodok, lengan sibaju putih akan dapat dirusaknya.

Yap Cu Siang terkesiap dan berteriak. "Celaka!" Tanpa memperdulikan lututnya yang masih lemas, ia menepuk tanah dengan kedua tangannya dan badannya lantas melesat kedalam gelanggang pertempuran.

Tapi sedang badan Yap Cu Siang masih berada ditengah udara, tiba-tiba Thio Yu Liang berteriak: "Ihhh !", ternyata pada detik itu sipemuda baju putih sudah menarik pulang tangannya dan menggunakan gagang pedang untuk menotok lengan lawannya. Jika Thio Yu Liang tidak menghentikan pukulannya, lengan kedua belah pihak tentu akan patah bersama-sama. Cepat bagaikan kilat Thio Yu Liang loncat minggir dan kedua lawan itu sama-sama terlolos dari bahaya. Sesaat itu Yap Cu Siang hinggap diatas tanah dengan napas lega.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar