Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 10

Baca Cersil Mandarin Online: Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 10
Bagian 10

Hartawan Lie tidak percaya Tio Cie Hiong dapat mengobati isterinya. Para tabib yang terkenal pun sudah angkat tangan, apa lagi Tio Cie Hiong yang masih begitu muda. Maka tidak heran hartawan Lie agak ragu, tapi juga berharap pemuda itu dapat menyembuhkan penyakit isterinya.

Ketika hari mulai gelap, barulah mereka memasuki kota Pie Hong, langsung menuju ke rumah hartawan Lie.

Bukan main besar, indah dan mewahnya rumah hartawan itu. Halaman yang luas dihiasi sebuah taman bunga, kolam ikan dan lain sebagainya. Hartawan Lie mengajak Tio Cie Hiong turun.

Terpesona juga pemuda itu ketika menyaksikan keindahan halaman tersebut.

"Mari kita ke dalam" ajak hartawan Lie.

"Terima kasih" ucap Tio Cie Hiong.

Hartawan Lie berjalan di depan, Tio Cie Hiong mengikutinya dari belakang. Para pelayan memandang Tio Cie Hiong dengan mata terbelalaki karena merasa heran majikan mereka pulang bersama seorang pemuda yang begitu tampan.

"Tuan Besar Tuan besar..." seru seorang pelayan wanita sambil menghampiri hartawan Lie dengan wajah pucat pias.

"Nyonya besar...."

"Nyonya besar kenapa?" tanya hartawan Lie cemas.

"Hari ini pingsan beberapa kali, tadi— tadi terus menggigil kedinginan." teriak wanita itu memberitahukan.

"Nona terus-menerus menangis—"

"Cie Hiong Mari ikut aku ke kamar" ajak hartawan Lie- harapannya ditumpahkan pada pemuda itu.

Tio Cie Hiong mengangguk- Hartawan Lie bergegas-gegas menuju kekamar dengan hati tercekam.

Beberapa pelayan berdiri di sisi tempat tidur. Tampak seorang gadis menangis sambil memegang tangan seorang wanita tua yang berbaring di tempat tidur itu. gadis itu cantik sekali, tapi wajahnya pucat pias-

"Ayah,"" berunya ketika melihat hartawan Lie. Namun kemudian ia tertegun melihat seorang pemuda mengikuti ayahnya ke dalam.

Tio Cie Hiong tidak memperhatikan gadis itu, sebab matanya tertuju pada wanita tua yang terbaring di tempat tidur- Walau diselimuti, tapi tubuh wanita tua itu masih menggigil.

"isteriku, ba— bagaimana keadaanmu?" tanya hartawan Lie dengan suara bergemetar. "sua— suamiku...." Wanita tua itu memandangnya dengan mata redup,

"Cie Hiong, tolonglah isteriku" ujar hartawan Lie dan nyaris berlutut di hadapannya.

"Tenang, Paman" Tio Cie Hiong segera mendekati tempat tidur itu, sekaligus memegang nadi yang di tangan wanita tua. seketika juga kening Tio cie Hiong berkerut. Kemudian ce-pat-cepat ia mengerahkan Pan yok Hian Thian sin Kang.

Berselang beberapa saat kemudian, wanita tua itu sudah tidak menggigil, bahkan wajahnya pun tidak begitu pucat lagi.

Hartawan Lie menarik nafas lega- la juga merasa heran karena Tio cie Hiong hanya memegang nadi isterinya, tapi membuat isterinya tidak menggigil lagi-

gadis yang berdiri di sisi hartawan Lie memandang Tio Cie Hiong dengan mata terbelalak. Diam-diam ia tertarik sekali padanya-

Tio cie Hiong melepaskan tangannya, kemudian tersenyum sambil berkata kepada hartawan Lie-"Untung kita cepat sampai, kalau terlambat satu jam saja bibi pasti tidak tertolong."

"oh?" Hartawan Lie terperanjat-

"Syukurlah kita tidak terlambat—."

"Paman" Tio Cie Hiong memberitahukan secara jujur.

"Kalau aku tidak memiliki semacam Iwekang, mungkin juga bibi tidak akan tertolong." "oh?" Hartawan Lie memandangnya dengan kagum sekali-"Apa hubungan penyakit isteriku dengan Iweekang mu?"

"Sebab bibi boleh dikatakan sudah sekarat, maka aku harus mengerahkan Iweekang ku untuk melindungi jantungnya, agar tidak berhenti mendadak-" Tio Cie Hiong menjelaskan sambil tersenyum-

"Terima kasih, Cie Hiong" ucap hartawan Lie-

"Kalau tidak bertemu engkau, nyawaku dan nyawa isteriku pasti tak tertolong."

"Paman" Tio cie Hiong tersenyum lagi.

"Ber-Terima kasihlah pada Thian"

"cie Hiong" ujar hartawan Lie sungguh-sung-guh-

"Aku pasti mengeluarkan seperempat ke-kayaanku untuk menolong fakir miskin-"

"Paman berbuat amal, itu pasti ada pahalanya," ujar Tio Cie Hiong. Kemudian ia mengambil sebutir pil, lalu diberikan kepada hartawan Lie seraya berkata.

"Tolong berikan kepada bibi"

Hartawan Lie menerima pil itu, sekaligus menyuruh salah seorang pelayan wanita untuk mengambil secangkir air minum, setelah itu, barulah ia berikan pil tersebut kepada isterinya.

Tak seberapa lama setelah makan obat itu, nyonya Lie sudah bisa bangun duduk-"isteriku" panggil hartawan Lie girang.

"Suamiku" sahut Nyonya Lie dan wajahnya tampak agak cerah-"siapa pemuda itu?"

"Dia bernama Tio Cie Hiong. Dia telah menyelamatkan hidup kita berdua," ujar hartawan Lie dan menutur tentang kejadiannya di tengah perjalanan. "oh?" nyonya Lie terbelalak. "Nak, terima-kasih"

"Bibi" Tio Cie Hiong tersenyum.

"Jangan berTerima kasih kepadaku, berterima kasih la h kepada Thian"

Nyonya Lie manggut-manggut. gadis yang berdiri diam itu semakin tertarik pada Tio Cie Hiong, bahkan boleh dikatakan telah jatuh hati padanya. "Ayah Ibu, sui sien mau ke kamar." ujar gadis itu.

Hartawan Lie dan isterinya mengangguk- gadis itu lalu melangkah pergi, tapi masih sempat melirik ke arah Tio Cie Hiong- Akan tetapi, pemuda itu sama sekali tidak memperhatikannya-

"Paman Aku harus membuka resep untuk bibi" Tio Cie Hiong memberitahukan.

"Baik" Hartawan Lie mengangguk dan segera menyuruh seorang pelayan menyiapkan kertas, tinta hitam dan pit (Potlot Cina kuno).

Tio cie Hiong segera membuka sebuah resep, kemudian diberikan kepada hartawan Lie-"Kalau toko obat masih buka, beli saja obat sekarang" ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan.

cukup tiga bungkus saja- obat itu untuk tiga hari, tiga hari kemudian, bibi pasti sudah pulih seperti sediakala."

"ya." Hartawan Lie mengangguki Ketika melihat tulisan Tio Cie Hiong, ia terbelalak karena tulisan itu sungguh indah-

"cie Hiong, tulisanmu indah sekali"

"sejak kecil aku sudah belajar menulis-" Tio Cie Hiong memberitahukan sambil tersenyum-

"oh?" Hartawan Lie menatapnya dengan mata tak berkedip- Tio Cie Hiong masih begitu muda, namun sudah memahami ilmu pengobatan dan lain sebagainya, sehingga membuat hartawan Lie tidak habis pikir-

"cie Hiong, tentunya engkau sudah lapar- Bagaimana kalau kita makan dulu?"

"Terima kasih, Paman" Tio Cie Hiong mengangguk-

"Aku memang sudah lapar."

"Kalau begitu...." Hartawan Lie tersenyum karena Tio Cie Hiong tidak berpura-pura sungkan.

"Mari kita makan"

-ooo00000ooo-

Pada pagi yang cerahi tampak putri hartawan Lie dan pelayan pribadinya sedang berjalan-jalan di halaman samping, pelayan yang bernama siauw Cing itu terus-menerus memandang gadis itu.

"Nona Kenapa dari tadi Nona berjalan mondar-mandir saja?" tanya siauw Cing.

"Siauw Cing, aku...." Lie sui sien menundukkan kepala-

"oooh" siauw Cing tertawa kecil-

"Aku tahu kenapa Nona terus-menerus berjalan mondar- mandir. "

"Engkau tahu apa?" tanya Lie sui sien.

"gara-gara itu tuh" siauw Cing tersenyum, kelihatannya ia memang sengaja menggoda gadis itu-

"gara-gara apa? Ayohi beritahukan"

"Pemuda yang tampan itu," sahut siauw Cing.

"Aku tahu. Nona sudah jatuh hati padanya-"

"siauw Cing" Lie sui sien dengan wajah kemerah-kemerah-"Jangan omong sembarangan" "Nona" siauw Cing tampak serius.

"Pemuda itu memang tampan, mahir ilmu pengobatan dan ilmu silatnya pun sangat tinggi. Aku mendengar dari seorang piauwsu, pemuda itu telah merobohkan belasan perampok, sehingga nyawa para piauwsu dan nyawa tuan besar tertolong, setelah itu, dia pun menyembuhkan penyakit nyonya besar-"

"Aku sudah tahu itu," ujar Lie sui Sien.

"Wajar Nona jatuh hati kepadanya, sebab dia-—"

"Siauw Cing jangan banyak omong" wajah Lie sui sien memerah lagi-"ohya, siauw Cing Ambilkan aku kertas dan peralatan, aku mau melukis"

"ya."siauw Cing segera pergi mengambil apa yang dipesankan Lie sui sien. Tak lama, ia sudah kembali dengan membawa segulung kertas putih dan peralatan melukis-

Setelah Siauw Cing menaruh kertas itu di atas meja batu, mulailah Lie Sui sien melukis pemandangan gunung, namun sebelum usai, gadis itu sudah berhenti melukis, kemudian duduk melamun.

"Eh?" siauw Cing heran.

"Nona kenapa?"

"Tidak apa-apa," sahut Lie sui sien sambil menghela nafas.

"Aku tahu...." siauw Cing yang cerewet itu manggut-manggut.

"Nona pasti sedang memikirkan pemuda tampan itu."

"siauw Cing" wajah Lie sui sien memerahi sebab perkataan siauw Cing memang jitu. "Mau tidak sih engkau diam"

"Nona, pemuda itu...." siauw Cing masih nyerocos.

"siauw Cing &ngkau kok masih belum mau diam sih?" Lie sui sien mengerutkan kening. "Maaf, Nona" ucap siauw Cing sambil menundukkan kepala, "siauw Cing" Lie sui sien memandangnya,

"ya. Nona," siauw Cing mendongakkan kepalanya.

"Tolong ambilkan kecapi"

siauw cing mengangguk dan seaera pergi mengambil alat musik tersebut. Berselang beberapa saat, ia sudah kembali dengan membawa kecapi sekaligus ditaruh di hadapan Lie sui sien.

Tak seberapa lama kemudian, terdengarlah suara kecapi yang sangat merdu menyedapkan pendengaran.

siauw Cing berdiri di sisinya. Mendadak ia terbelalaki karena mendengar suara suling yang merdu mengiringi suara kecapi. Tak lama muncullah seorang pemuda sambil meniup suling. Pemuda itu adalah Tio Cie Hiong.

Ketika ia sedang menghirup udara segar di halaman samping, mendadak ia mendengar suara kecapi. Karena tertarik, maka ia mengeluarkan suling kumalanya lalu ditiupnya sambil berjalan ke arah suara kecapi.

Terjadilah perpaduan suara yang sangat merdu dan serasi, siauw Cing mendengarkan dengan mulut ternganga lebar.

Berselang beberapa saat kemudian, barulah suara kecapi dan suling itu berhenti- Tio Cie Hiong mendekati Lie sui sien, lalu menjura seraya berkata dengan sopan.

"Maaf Aku telah berlaku lancang mengganggu Nona"

"Ti... tidak apa-apa," sahut Lie sui sien sambil menundukkan kepala.

"Tuan sungguh pandai meniup suling, aku kagum sekali."

"Nona pun mahir sekali memainkan kecapi. Karena tertarik, maka aku lalu meniup sulingku untuk mengiringi suara kecapi Nona," ujar Tio cie Hiong sambil tersenyum.

"ohya Aku mengucapkan terima kasih kepada Tuan, karena Tuan telah menyelamatkan nyawa kedua orang tuaku," ucap Lie sui Sien mendadak.

"Nona tidak usah mengucapkan Terima kasih kepadaku, berterima kasihlah pada...."

"Thian" sambung Lie sui sien dengan cepat.

"ya, kan?"

"Betul." Tio cie Hiong tersenyum lagi.

"Bagaimana sih?" sela siauw Cing mendadak sarnbh memandang mereka. Yang satu memanggil Nona, Yang satu memanggil "Tuan". Lebih baik saling memanggil nama saja"

"Eh? Siauw Cing, engkau kok banyak omong?" tegur Lie Sui sien dengan wajah kemerah-me-rahan, namun bergirang dalam hati.

"Apa yang dikatakannya memang benar" ujar Tio Cie Hiong.

"Nona, namaku Tio Cie Hiong."

"Aku sudah tahu." Lie sui sien tersenyum manis.

"Namaku... Lie sui sien, panggil saja namaku"

"ohya, berapa usiamu?" tanya Tio Cie Hiong mendadak-

"Tujuh belas," sahut Lie sui sien sambil menundukkan wajahnya dalam- dalam. "Usiaku sudah hampir delapan belas-" Tio Cie Hiong memberitahukan. "Bagaimana kalau aku memanggilmu Adik sien?"

Kalau engkau memanggilku Adik sien, aku pun harus memanggilmu Kakak Hiong, bukan?" "Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.

Kakak Hiong" panggil Lie sui sien dengan suara rendah-

"Maukah engkau meniup suling lagi?"

"Baiklah" Tio Cie Hiong mengangguk dan mulai meniup suling kumalanya-

Lie sui sien dan siauw Cing mendengar dengan mulut ternganga, karena suara suling itu sangat menggetarkan kalbu. Kemudian jari tangan Lie sui sien pun mulai bergerak memetik tali senar kecapinya, sehingga terdengarlah suara kecapi mengiringi suara suling.

Tanpa mereka tahu, hartawan Lie dan isterinya berdiri dekat pintu samping, sambil memandang mereka dengan wajah berseri-seri, lalu saling memandang dan manggut-manggut.

Berselang beberapa saat, barulah Tio Cie Hiong berhenti meniup suling, dan suara kecapi itu pun ikut berhenti.

"Wah Luar biasa sekali" seru Siauw Cing sambil bertepuk-tepuk tangan,

"itu merupakan perpaduan suara yang amat cocok dan serasi Begitu pula...."

"Siauw Cing" Wajah Lie Sui Sien langsung memerah. Jangan omong stmharangan Tahu sopan dikit"

"Hi hi" Siauw Cing tertawa geli.

"Eeh?" Tio Cie Hiong memandang ke arah lukisan yang belum selesai itu.

"Adik Sien, engkau bisa melukis juga?"

"Ya." Lie Sui Sien mengangguk.

"Kenapa tidak diselesaikan?" tanya Tio Cie Hiong heran. "Karena mendadak aku ingin main kecapi," sahut Lie Sui Sien. "Maka aku tidak menyelesaikan lukisan itu"

"oooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut, lalu mendekati lukisan yang di atas meja batu itu.

Karena tertarik, mencoba melukis menyelesaikan lukisan tersebut.

Lie Sui Sien dan Siauw Cing terbelalak menyaksikannya. Mereka berdua sama sekali tidak menyangka kalau Tio Cie Hiong mahir seni lukis. Mendadak mulut mereka berdua ternganga lebar, karena Tio Cie Hiong menambahkan beberapa bait syair di sisi kanan lukisan itu. Bukan main indahnya tulisan Tio Cie Hiong, dan bunyi syair itupun sangat mengesankan.

Ha a a h—?" Mulut siauw Cing ternganga semakin lebar.

Kakak Hiong..." seru Lie sui Sien dengan penuh kekaguman. "Engkau mahir seni lukis dan sastra Itu sungguh di luar dugaan" "Adik Sien" Tio Cie Hiong memberitahukan.

"sejak kecil aku belajar membaca, menulis, melukis, meniup suling dan ilmu sastra."

"oh?" Lie sui Sien kagum bukan main.

"Wah" seru siauw Cing yang cerewet itu.

Itu sih bukan Bun-Bu Coan Cat (Mahir Ilmu sastra dan ilmu silat) lagi, sebab Tuan muda juga mahir ilmu pengobatan, seni lukis dan seni musik. Wah sungguh luar biasa"

"Kenapa engkau wah-wahan dari tadi?" tanya Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Karena kagum. Tuan muda," sahut siauw Cing dan menambahkan. "Nonapun pasti kagum sekali pada Tuan muda."

"siauw cing...." Lie sui sien segera menundukkan wajahnya dalam-dalam.

Pada saat bersamaan, muncul seorang pelayan wanita menghampiri mereka sambil tersenyum-senyum.

"Nona Tuan muda" Lapor pelayan wanita itu.

"Tuan besar dan nyonya besar sudah menunggu di ruang makan."

Kakak Hiong, mari kita makan dulu" ajak Lie sui sien. Tio Cie Hiong mengangguk. Mereka lalu berjalan ke dalam menuju ruang makan. Wajah

gadis itu terus berseri-seri-

Tiga hari kemudian, nyonya Lie sudah sembuh dari sakitnya, karena itu Tio cie Hiong memohon pamit kepada hartawan Lie, namun hartawan Lie terus menahannya.

"cie Hiong jangan buru-buru pergi, tinggal di sini lagi beberapa hari"

"Paman.,.."

"Berilah sedikit muka pada paman" Karena hartawan Lie terus mendesak, akhirnya Tio Cie Hiong terpaksa mengabulkannya. Betapa gembiranya hartawan Lie dan isterinya, terutama Lie sui Sien yang cantik jelita itu.

"Paman", para piauwsu yang terluka itu sudah sembuh?" tanya Tio Cie Hiong mendadak-"Mereka sudah sembuh semua" sahut hartawan Lie sambil tersenyum-

Kepala piauwsu sudah ke mari, maksudnya ingin mengucapkan terima-kasih padamu- Tapi kubilang, berterima kasih lah kepada Thian."

"Benar, Paman"" Tio Cie Hiong manggut-manggut.

"Bagaimana tingkah laku kepala piauwsu beserta anak buahnya?"

"Kepala piauwsu itu sangat baik terhadap para penduduk di sini, jadi mereka pun boleh dikatakan sebagai keamanan kota ini." Hartawan Lie memberitahukan.

" Kalau begitu..." ujar Tio Cie Hiong setelah berpikir sejenak-

"T0long Paman undang kepala piauwsu itu ke mari, aku ingin berbincang-bincang dengannya-"

"Baik" Hartawan Lie langsung menyuruh seorang pelayan lelaki untuk pergi mengundang kepala piauwsu itu tanpa bertanya apa pun.

"Nak" Nyonya Lie menatapnya heran.

"Engkau ingin berbincang-bincang apa dengan piauwsu itu?"

"isteriku" sahut hartawan Lie.

"Jangan banyak bertanya, sudah pasti cie Hiong mempunyai maksud tertentu"

"Benar Bibi" sambung Tio Cie Hiong.

"Karena para anak buah tidak dapat melawan para perampok tempo hari, maka... aku ingin mengetahui bagaimana kepandaian kepala piauwsu itu."

"ooh" Nyonya Lie manggut-manggut.

Berselang beberapa saat kemudian, pelayan lelaki itu telah muncul bersama seorang lelaki gagah berusia empat puluhan.

"Tuan memanggilku ke mari, apakah ada sesuatu yang penting?" tanya kepala piauwsu sambit menjura memberi hormat.

"Ini...." Hartawan Lie memandang ke arah Tio Cie Hiong.

"Maaf" ucap Tio Cie Hiong.

"Sesungguhnya aku yang mengundang cong piauwtau (Kepala Piauwsu) ke mari."

"oh?" Kepala piauwsu itu menatap Tio Cie Hiong. Kalau bukan para anak buah yang telah menutur tentang kejadian tempo hari itu, tentunya ia tidak akan percaya bahwa Tio Cie Hiong yang masih muda itu mampu merobohkan belasan perampok-

"Apakah saudara adalah Tio siauw hiap?"

"Cong Piauwtau" Tio Cie Hiong tersenyum.

"Jangan memanggilku siauw hiap, namaku Cie Hiong, panggil saja namaku"

"Itu mana boleh" Kepala piauwsu itu tertawa.

"Lebih baik aku memanggilmu saudara Tio saja."

"Tidak apa-apa." Tio Cie Hiong menatapnya.

"Cong piauwtou berasal dari perguruan mana?"

"Kun Lun." Kepala piauwsu memberitahukan dan bertanya.

"sauara Tio menyuruhku ke mari, sebetulnya ada urusan apa?"

"Maaf" ucap Tio Cie Hiong.

"Aku ingin melihat ilmu silatmu."

"oh?" kepala piauwsu itu tertegun.

"Cong piauwsu, maukah engkau memperlihatkan ilmu andalanmu?" tanya Tio Cie Hiong mendadak-

"Boleh, namun...." Kepala piauwsu itu memandangnya.

"Akupun ingin menyaksikan kepandaian saudara Tio- Tentunya saudara Tio tidak berkeberatan kan?"

"Tentu." Tio Cie Hiong mengangguk sambi tersenyum-

"Kalau begitu, mari kita ke halaman saja" ajak kepala piauwsu itu.

"Baiklah" Tio Cie Hiong manggut-manggut-

Mereka berdua berjalan ke halaman depan, hartawan Lie dan isterinya juga ikut ke sana, Lie sui Sien dan siauw Cing pun tidak mau ketinggalan.

"Maaf, saudara Tio Bolehkah aku mohon petunjuk kepadamu beberapa jurus?" tanya kepala piauwsu.

"Boleh-" Tio Cie Hiong mengangguk-

"Maaf" ucap kepala piauwsu, kemudian menghunus pedangnya, dan langsung menyerang Cie Hiong. Mendadak badan Tio cie Hiong bergerak- seketika juga kepala piauwsu itu melongo. karena pemuda itu telah lenyap dari hadapannya.

Ternyata Tio cie Hiong sudah berada di belakangnya, siauw cing yang cerewet itu seoera berseru.

"Cong piauwtau Tuan muda berada di belakangmu"

Kepala Piauwsu segera membalikkan badannya, tapi di saat bersamaan Tio Cie Hiang bergerak sehingga tetap berada di belakang kepala piauwsu.

Kepala piauwsu itu melongo lagi, sebab Tio cie Hiong tetap tidak kelihatan, sehingga siauw cing tertawa geli, lalu berseru.

"Cong piauwtou, tuan muda tetap berada di belakangmu"

"Haah?" terkejutlah kepala piauwsu.

"saudara Tio, jangan terus berkelit"

"Baiklah-" Tio Cie Hiong langsung muncul di hadapannya- Ternyata pemuda itu menggunakan Kiu Kiong san Tian Pou-

"saudara Tio, cobalah tangkis seranganku" ujar kepala piauwsu penasaran.

"Baik," Tio Cie Hiong mengangguk-

"Hiyaaat" Kepala piauwsu berteriak keras sambil menyerang.

Tio Cie Hiong tetap berdiri di tempat, kemudian mendadak mengibaskan lengan bajunya. "Trang" Pedang di tangan kepala piauwsu patah jadi beberapa potong, sedang kan tubuh orang itu terhuyung-huyung beberapa depa, lalu jatuh gedebuk.

"Aduuh" Yang menjerit malah siauw Cing, pelayan pribadi Lie sui sien. la menjerit gara-garanya terkejut melihat kepala piauwsu jatuh gedebuk- Kepala piauwsu bangkit berdiri, lalu menghampiri Tio Cie Hiong sambil menjura-

"Saudara Tio, engkau memang hebat sekali," ujarnya dan menambahkan.

"Pantas para perampok itu tak berkutik terhadapmu."

"Kepandaianku biasa-biasa saja." sahut Tio Cie Hiong merendah.

"Cong piauwtou, sudikah engkau perlihatkan ilmu silatmu?"

"ya." Kepala piauwsu tergirang dalam hati, la yakin tahwa Tio Cie Hiong akan memberi petunjuk kepadanya, maka segeralah ia memperlihatkan ilmu pedang andalannya. Berselang sesaat, tarulah ia terhenti-

"Saudara Tio, tagaimana? Mohon petunjuk"

"Cong piauwtou, kepandaianmu baru mampu menghadapi perampok biasa. Kalau menghadapi perampok yang berkepandaian tinggi, engkau pasti roboh- Karena itu, aku ingin menamtah beberapa jurus dalam ilmu pedangmu, agar engkau dapat menghadapi perampok berkepandaian tinggi,"

"Terima kasih, saudara Tio" Kepala piauwsu girang tukan main.

Tio cie Hiong memberi petunjuk kepadanya. Kepala piauwsu mendengarkan dengan penuh perhatian.

"Nan Cobalah engkau terlatih sekarang" ujar Tio Cie Hiong.

Kepala piauwsu segera terlatih- setelah terlatih beberapa kali, giranglah kepala piauwsu, setat ilmu pedangnya sudah tertamtah lihay. "Terima kasih, saudara Tio" ucap kepala piauwsu sambil menjura.

"Cong piauwtou" sahut Tio Cie Hiong sungguh-sungguh-

"Kini engkau tidak usah cemas lagi menghadapi perampok berkepandaian tinggi"

"saudara Tio, engkau sungguh luar biasa" Kepala piauwsu itu kagum sekali pada Tio Cie Hiong, lalu bermohon pamit.

"Nak" Nyonya Lie menatapnya lembut.

"Ilmu silatmu sungguh tinggi sekali"

"Bibi" Tio Cie Hiong tersenyum.

"Aku hanya memiliki ilmu silat yang biasa saja."

"Yang biasa sudah begitu hebat, apa lagi yang luar biasa." sela siauw Cing mendadak.

"Tuan muda pasti bisa terbang."

"Siauw Cing" tegur Lie sui sien.

"Engkau kok banyak omong?"

"Tidak apa-apa," ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum, lantaran siauw Cing berkata, sehingga menimbulkan sifat kanak Tio Cie Hiong.

"siauw Cing, engkau mau melihat aku terbang?"

"Mau," sahut siauw Cing cepat.

"Kakak Hiong...." Lie sui sien memandangnya bingung.

"engkau bisa terbang ya?"

Tio Cie Hiong tersenyum, lalu mendadak badannya melesat ke atas tujuh delapan depa tingginya, setelah itu berjungkir balik di udara dan badannya melambung ke atas lagi tujuh delapan depa, kemudian berjungkir balik lagi sehingga badannya makin melambung ke atas. Hartawan Lie dan isterinya menyaksikan itu dengan mulut ternganga lebar, begitu pula Lie sui sien dan siauw Cing.

setelah itu, Tio Cie Hiong melayang turun perlahan-lahan. Ternyata ia mengerahkan Pan yok Hian Thian sin Kang ketika badannya merosot turun, agar badannya melayang turun dengan ringan dan perlahan. sesungguhnya Tio Cie Hiong tidak bermaksud memamerkan kepandaiannya, hanya saja perkataan siauw Cing tadi telah menimbulkan sifat kekanak-kanakannya. Di saat badannya melayang turun, ia mengeluarkan suling kumala, sekaligus meniupnya mengiringi gerak badannya. Betapa menakjubkan, suara suling mengalun merdu, sedang pakaiannya berkibar-kibar terhembus angin. Be-berapa pelayan lain yang menyaksikannya, tanpa sadar langsung menjatuhkan diri berlutut karena menganggapnya sebagai sang dewa yang turun dari khayangan-

Hartawan Lie dan isterinya mematung, sedangkan Lie sui sien dan siauw Cing memandang dengan mata tak berkedip-

setelah melayang ke bawah, barulah Tio Cie Hiong menyimpan suling kumalanya ke dalam bajunya, la tertegun, sebab hartawan Lie, nyonya Lie, Lie sui sien dan siauw Cing masih berdiri tak bergerak-

"Paman Bibi—" panggil Tio Cie Hiong.

"cie Hiong...." Hartawan Lie menatapnya terbelalak.

"Sebetulnya siapa engkau?"

"Paman" Tio Cie Hiong tercengang.

"Aku Tio Cie Hiong, kenapa Paman bertanya begitu?" "Engkau... engkau kok bisa terbang?" tanya hartawan Lie

"sebetulnya aku tidak bisa terbang,"jawab Tio Cie Hiong sambil tersenyum-senyum. "Itu adalah ginkang."

"oooh" Hartawan Lie manggut-manggut. Ke-kagumannya terhadap Tio Cie Hiong sudah tidak bisa dilukiskan lagi.

"Tuan Muda...." siauw Cing memandangnya dengan bola mata berputar-putar.

Kalau Tuan muda terus berjungkir balik, bukankah akan sampai di sorga?" "Tentu tidak-" Tio cie Hiong tersenyum lagi.

"Jangan-jangan...." siauw Cing teringat sesuatu.

"Tuan muda jelmaan sun go Kong (Kera sakti yang pernah mengacau di sorga, kemudian ditangkap oleh sang Budha dalam dongeng Perjalanan ke Barat)"

"Siauw Cing" Tio Cie Hiong tertawa kecil.

"Sun go Kong begitu nakal, sedangkan aku sama sekali tidak nakal, bagaimana mungkin aku jelmaan sun go Kong?"

"Kakak Hiong...." Lie sui sien menatapnya dengan mata berbinar-binar. Terkejutlah Tio cie

Hiong, dan seketika juga ia tahu bahwa gadis itu telah jatuh hati kepadanya.

"Ada apa. Adik sien?" tanyanya.

Lie sui sien tidak menyahut, hanya menundukkan wajahnya dalam-dalam.

"Lho?" goda siauw Cing yang cerewet itu.

"Kok Nona jadi malu-malu kucing?"

"Ha ha ha" Hartawan Lie tertawa terbahak-bahak-

Bab 18 Ang Lian si (Biara Teratai Merah)

Pagi ini seusai makan, hartawan Lie, Nyonya Lie dan Tio Cie Hiong duduk di ruang depan.

Namun sungguh mengherankan, Tio Cie Hiong tampak termenung.

"cie Hiong" Hartawan Lie memandangnya.

"Engkau sedang memikirkan apa?"

"Aku sedang memikirkan para tabib di kota ini," jawab Tio Cie Hiong.

"Itu kenapa?" Hartawan Lie heran.

"Padahal waktu itu Bibi hanya menderita sakit radang usus, kenapa tiada seorang tabib pun mengetahuinya?" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.

"Mungkin ilmu pengobatan mereka masih rendah," sahut nyonya Lie.

"ya." Tio Cie Hiong manggut-manggut.

"Karena itu, aku harap Paman bersedia mengundang mereka ke mari."

"Baik-" Hartawan Lie langsung menyuruh beberapa pelayan lelaki untuk pergi mengundang para tabib di kota tersebut.

Hartawan Lie sangat terkenal di kota Pie Hong, sudah barang tentu tiada seorang tabib pun berani menolak undangannya.

Berselang beberapa saat kemudian, para tabib itu telah berkumpul di ruang depan di rumah hartawan Lie- sebelum mereka hadir, Tio Cie Hiong telah menyuruh seorang pelayan untuk menyediakan selembar kertas putih yang lebar berikut tinta hitam dan sebatang pit (Potlot Cina Kuno).

Hartawan Lie dan isterinya, bahkan Lie siu sien dan siauw Cing juga ikut serta di ruang itu.

"Hartawan Lie, sebetulnya ada urusan apa kami diundang ke mari?" tanya seorang tabib berusia lima puluhan. Mereka semua sudah tahu Tio Cie Hiong berhasil menyembuhkan penyakit Nyonya Lie- Karena Tio Cie Hiong masih begitu muda, maka para tabib menganggap itu hanya kebetulan saja.

"sesungguhnya..." jawab hartawan Lie sambil tersenyum. "yang mengundang kalian ke mari adalah Tio siauw hiap ini-"

Para tabib itu langsung memandang Tio Cie Hiong, dan mereka tampak tercengang.

"Ada apa gerangannya Tio siauw hiap mengundang kami ke mari?" tanya tabib berusia puluhan itu dengan kening berkerut.

"Maaf" ucap Tio Cie Hiong dan melanjutkan.

"Aku mengundang Paman-paman ke mari untuk membahas ilmu pengobatan."

"oh?" Para tabib itu saling memandang.

"Tio siauw hiap" ujar tabib berusia lima puluhan dengan wajah tidak senang.

"engkau jangan mengira telah berhasil menyembuhkan Nyonya Lie, maka ingin berbangga diri di hadapan kami"

"Sesungguhnya aku tidak berbangga diri, sebaliknya malah ingin merendah diri," sahut Tio cie Hiong sambil tersenyum,

"sekarang aku ingin bertanya,"

"sebetulnya Nyonya Lie menderita sakit apa?"

Para tabib diam. Berselang sesaat, tabib berusia lima puluhan itu membuka mulut. "Sebetulnya itu bukan penyakit, tapi Nyonya Lie terganggu oleh arwah penasaran." "oh?" Tio Cie Hiong tersenyum.

"Maaf, bolehkah aku tahu nama tabib?"

"Aku dipanggil Tabib Lim," sahut tabib itu.

"Tabib Lim" Tio Cie Hiong menatapnya.

"Apakah Tabib Lim mengerti penyakit dalam?"

"Tentu mengerti."

"Kalau mengerti, kenapa Tabib Lim tidak tahu penyakit apa yang diderita nyonya Lie?"

"Sudah kukatakan tadi bahwa Nyonya Lie terganggu oleh arwah penasaran."

"Tabib Lim" Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "Kalau begitu berarti aku si Penangkap Arwah Penasaran?" "Hi hi" siauw Cing tertawa geli mendengar ucapan itu. "Diam siauw cing" bisik Lie siu sien. "Kira-kira begitulah" sahut Tabib Lim tak mau kalah-

"Tio siauw hiap berhasil menyembuhkan penyakit Nyonya Lie, itu hanya kebetulan saja"

"Tabib Lim Penyakit yang diderita Nyonya Lie waktu itu semacam penyakit dalam." Tio cie Hiong memberitahukan.

ya itu penyakit radang usus, maka membuat Nyonya Lie menggigil kedinginan, kemudian badannya panas seperti terbakar, oleh karena itu. Nyonya Lie mengoceh tidak karuan sebab suhu badannya sangat tinggi"

Tabib-tabib lain saling memandang, sedangkan Tabib Lim masih tetap meremehkan pengobatan Tio Cie Hiong.

"Tio siauw hiap, itu hanya omong kosong." sahutnya agak sinis.

"sendirinya tidak becus malah berani mengatai orang lain" siauw cing menyela mendadak karena merasa tidak senang melihat Tabib Lim menyahut sinis.

"Dasar tak tahu diri"

"Diamlah siauw Cing" bisik Lie siu Sien.

siauw Cing segera diam, tapi tirus mencibir ke arah Tabib Lim, namun sebaliknya Tio Cie Hiong malah tersenyum.

"Tabib Lim tidak percaya tidak jadi masalah" ujar Tio Cie Hiong.

"Namun aku tetap akan menguraikan beberapa macam penyakit dalam."

Tio Cie Hiong mengambil gulungan kertas putih yang di atas meja, lalu ditempelkannya pada dinding.

sebetulnya Tabib Lim mau pergi, tapi ia tahu tindakannya akan menyinggung perasaan hartawan Lie, maka terpaksa diam saja. setelah menempelkan kertas itu pada dinding, Tio Cie Hiong menggambar sesosok tubuh manusia, kemudian memberikan puluhan titik dan belasan lingkaran kecil pada sosok tubuh manusia itu.

"Titik-titik itu merupakan pusat jalan darah manusia, jadi ada beberapa macam penyakit dapat disembuhkan dengan cara tusuk jarum...." Tio Cie Hiong memberi penjelasan tentang ilmu tusuk

jarum.

Para tabib saling memandang, mereka tercengang karena tidak menyangka Tio Cie Hiong yang masih muda itu mahir ilmu tusuk jarum, mulailah mereka mendengarkan dengan penuh perhatian. Makin mendengarkan mereka mulai kagum, sementara tabib yang semula acuh tak acuh itu pun mulai mendengarkan dengan penuh perhatian.

"Ilmu tusuk jarum mementingkan peredaran darah manusia, juga harus menggunakan jarum perak-..-" Tio cie Hiong juga memberitahukan mengenai ukuran jarum perak tersebut-

"Nah, apakah Paman sekalian sudah mengerti?"

Para tabib itu manggut-manggut bagaikan murid sekolah, sehingga membuat siauw Cing tertawa geli-

"sekarang aku akan menguraikan mengenai penyakit dalam—." Tio Cie Hiong mulai menguraikan tentang berbagai macam penyakit dalam. Tentunya sangat menggirangkan para tabib itu, termasuk Tabib Lim. Kini ia tidak berani memandang rendah Tio cie Hiong lagi, sebaliknya malah sangat mengaguminya.

"paman-Paman" ujar Tio Cie Hiong.

"Aku mahir ilmu pengobatan, maka kujelaskan tentang ilmu tusuk jarum dan penyakit dalam manusia. Karena itu, aku pun harus memberitahukan mengenai obatnya"

Para tabib itu mendengarkan dengan penuh perhatian, ketika Tio Cie Hiong memberitahukan tentang obat-obat tersebut.

"Paman-paman sudah ingat?" tanya Tio Cie Hiong.

"sudah," sahut para tabib itu serentak-

"Maaf" ucap Tio Cie Hiong dan melanjutkan.

"Aku harap Paman-paman jangan membedakan pasien, orang miskin pun harus diperiksa sebagaimana mestinya.Jangan cuma memandang uang, sebab seorang tabib harus memiliki hati luhur."

Ucapan Tio Cie Hiong itu membuat wajah para tabib memerah seketika. Hartawan Lie dan isterinya manggut-manggut, sebab apa yang diucapkan Tio Cie Hiong memang mengenai sasaran.

"selama ini..." ujar Tabib Lim.

"Kami memang hanya memandang uang, tapi mulai sekarang kami pasti berubah seperti apa yang dikatakan Tio siauw hiap- Dan juga akupun mohon maaf pada Tio siauw hiap karena tadi telah berlaku kurang ajar...."

"Bisa menyadarai suatu kesalahan, itu memang baik sekali." Tio Cie Hiong tersenyum, kemudian bertanya.

"Di antara Paman-paman ada yang mahir dalam hal racun?"

"Cuma mengerti racun yang biasa saja," sahut Tabib Lim tidak malu-malu lagi.

"Kalau begitu, aku akan menjelaskan berbagai macam racun dan apa obatnya." ujar Tio Cie Hiong, lalu mulai menjelaskah tentang berbagai macam racun, dan obat pemunahnya.

Bukan main kagumnya para tabib itu, begitu pula hartawan Lie dan isterinya. Mereka suami isteri sama sekali tidak tahu bahwa Tio Cie Hiong juga mahir dalam hal racun.

"Paman-Paman sudah ingat tentang racun-racun itu dan obatpemunahnya?" tanya Tio Cie Hiong.

Para tabib itu mengangguk- Tio Cie Hiong tersenyum sambil memandang mereka.

"Paman-paman pergunakanlah ilmu pengobatan untuk menolong orang Terhadap orang yang mampu boleh menerima pembayaran mahal, namun jangan menerima pembayaran dari orang tak mampu Apabila perlu, bantulah mereka dengan sedikit uang agar mereka bisa membeli obat"

"Ya." Para tabib itu mengangguk,-

"Maaf" ucap Tio Cie Hiong.

"Hari ini aku telah mengganggu waktu Paman-paman"

"Terima kasih, Tio siauw hiap" ucap para tabib itu serentak, kemudian memohon pamit. Tabib Lim mendekati Tio Cie Hiong, dan memandangnya dengan mata terbelalak-

"Tio siauw hiap" ujarnya kagum-

"Engkau masih sangat muda, namun ilmu pengobatanmu sungguh luar biasa-"

"Biasa-biasa saja" Tio Cie Hiong tersenyum-

"sampaijumpa, Tio siauw hiap" ucap Tabib Lim, sekaligus berpamit kepada hartawan Lie dan isterinya.

"Waaah" seru siauw cing setelah para tabib itu pergi.

"siauw Cing" Tio Cie Hiong tersenyum.

"Kenapa engkau berseru "Waah"?"

"Kini para tabib itu baru tahu harus bagaimana jadi tabib yang baik," ujar siauw Cing sambil tertawa kecil.

"Biasanya mereka hanya memandang uang. Kalau orang kaya yang memanggil, langsung datang. Tapi kalau orang miskin yang memanggil pasti ada alasan ini itu lantaran tidak mau mengobati orang miskin- Mudah-mudahan mulai sekarang mereka akan menyadari kesalahan itu."

"Mereka telah menyadari itu," sahut Tio cie Hiong sambil tersenyum.

-ooo00000ooo-

Walau sudah malam, hartawan Lie dan isterinya masih belum tidur. Mereka duduk berhadapan di dalam kamar sambil merundingkan sesuatu. Wajah mereka tampak serius sekali.

"isteriku Bagaimana menurutmu?" tanya hartawan Lie dengan suara rendah-"setuju." Nyonya Lie mengangguk-

"Memang baik sekali putri kita dijodohkan dengan Cie Hiong"

"Tapi-—" Hartawan Lie mengerutkan kening.

"Ada apa, suamiku?" tanya Nyonya Lie heran.

"Aku khawatir.... cie Hiong akan menolak,"jawab hartawan Lie sambil menghela nafas.

"Itu bagaimana mungkin?" Nyonya Lie tersenyum.

"Putri kita begitu cantik jelita, cocok dan serasi dijodohkan dengannya."

"Aku tahu...." Hartawan Lie tersenyum.

"Putri kita telah jatuh cinta kepadanya, dia pasti senang sekali kalau kita menjodohkannya dengan cie Hiong"

"Jadi kapan kita akan membicarakan ini kepada cie Hiong?" tanya Nyonya Lie-

"Besok pagi," jawab hartawan Lie-

Justru sungguh di luar dugaan mereka, karena keesokan harinya Tio Cie Hiong mohon pamtt. "Apa?" Hartawan Lie terbelalak- "Engkau— engkau mau pergi?" "Ya, paman" Tio Cie Hiong mengangguk.

"Sudah belasan hari aku tinggal di sini, maka sekarang aku mohon pamit."

"Tapi—." Hartawan Lie mengerutkan kening, sebetulnya ia ingin membicarakan tentang perjodohan itu, namun sulit mencetuskannya.

"Nak" ujar Nyonya Lie sambil tersenyum lembut.

"Sebetulnya kami ingin menjodohkan puteri kami denganmu, tapi... engkau malah mau pergi." "Terima kasih. Bibi" ucap Tio Cie Hiong.

"Itu berarti Paman dan Bibi sangat memandang tinggi diriku. Namun... aku terpaksa menolak-" "Kenapa?" tanya hartawan Lie kecewa-

"sebab masih banyak urusan yang harus kuselesaikan."

"Apakah itu hanya merupakan suatu alasan?" tanya hartawan Lie sambil memandangnya.

"Bukan" jawab Tio Cie Hiong.

"sebelum Bibi menyatakan itu, aku sudah mohon pamit duluan, bukan?"

"Nak" Nyonya Lie menghela nafas.

"Siu sien kelihatan sangat suka kepadamu."

"Aku tahu." Tio Cie Hiong mengangguk-

"Maka aku harus menemuinya- paman danBibi tidak berkeberatan kan?"

"Tentu-" Nyonya Lie mengangguk-

"Aku akan ke dalam memanggilnya-"

"Bibi" ujar Tio Cie Hiong.

"Aku akan menunggu di halaman depan."

Kemudian Tio Cie Hiong berjalan keluar, sedangkan Nyonya Lie masuk ke dalam untuk memanggil putrinya. Hartawan Lie menghela nafas ia tahu tidak bisa menahan kepergian Tio Cie Hiong, maka ia ke kamar menyiapkan bekal untuk pemuda itu.

Tio Cie Hiong berdiri di dekat taman bunga. Tak lama kemudian, ia mendengar suara langkah-Ternyata Lie siu sien sedang mendekatinya dengan wajah murung bahkan sepasang matanya yang indah tampak basah-

"Kakak Hiong..." panggilnya agak terisak.

"Adik Sien" Tio Cie Hiong tersenyum.

"Engkau mau pergi kan?" tanya Lie Siu Sien dengan suara rendah.

"Ya." Tio Cie T tiong mengangguk.

"Sudah belasan hari aku tinggal di sini, jadi hari ini aku mau pamit." "Kakak Hiong...." Lie Siu Sien menatapnya dengan mata bersimbah air.

"Bukankah kedua orang tuaku ingin...."

"Menjodohkan kita," sambung Tio Cie Hiong.

"Aku. sangat berterima kasih kepada kedua orang tuamu yang memandang tinggi diriku. Tapi___"

"Kakak Hiong, apakah engkau sudah mempunyai tunangan?"" tanya Lie Siu Sien.

"Tidak." jawab Tio Cie Hiong sambil tersenyum.

"Aku tidak bertunangan dengan gadis yang mana pun."

"Kalau begitu, kenapa engkau menolak itu?" Wajah Lie Siu Sien tampak sedih.

"Apakah engkau merasa diriku tidak serasi dengan dirimu?"

"Adik Sien Engkau cantik jelita, mahir seni lukis dan musik, siapa yang dapat mempersuntingmu, pasti hidup bahagia," ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan.

"Namun aku masih mempunyai banyak urusan yang harus kuselesaikan, maka...."

"Kakak Hiong Bukankah kita boleh... boleh...." Lie siu Sien menundukkan kepala.

"Bertunangan dulu?"

"Adik Sien Itu akan membuat dirimu terikat. Engkau harus tahu, bahwa hidupku boleh dikatakan btfaeia di ujung senjata taiam." Tio Cie Hiong memberitahukan,

"Itu hanya alasan saja."

"Itu bukan alasan." Tio Cie Hiong menghela nafas.

"engkau harus tahu, bahwa kedua orang tuaku dibunuh oleh Bu Lim sam Mo, kakakku mati di tangan empat Dhalai Lhama Tibet. Karena itu aku harus mencari mereka, sedangkan kepandaian mereka sangat tinggi. Bagaimana perjalanan hidupku kelak, aku sendiri tidak mengetahuinya.

Apabila kita bertunangan, akan membuatmu hidup menderita."

" Kakak Hiong Itu tidak jadi masalah," tegas Lie siu sien.

"Tapi merupakan suatu masalah bagiku," ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh-

"Aku tahu engkau suka padaku, selama belasan hari ini, akupun tahu engkau adalah gadis yang baik. oleh karena itu, aku tidak mau membuatmu menderita, sehingga hatiku tercekam rasa dosa."

Kakak Hiong...." Lie siu Sien mulai terisak-isak-"Adik sien" Tio cie Hiong tersenyum.

"Apabila kita berjodoh, kelak kita pasti akan berjumpa kembali."

Kakak Hiong...." Air mata Lie siu sien sudah meleleh.

"Adik sien, percayalah Kita akan berjumpa kelak" ujar Tio Cie Hiong seakan berjanji-" Kakak Hiong tidak bohong?" tanya Lie siu Sien.

"Au tidak bohong. Hanya saja...." Tlo Cie Hiong mengerutkan kening.

"Aku tidak berani berjanji kapan akan datang menjumpaimu."

"Aaakh..." keluh Lie siu Sien.

"Itu berarti engkau tidak akan ke mari, sebab engkau tidak berani berjanji waktunya, siapa tahu engkau ke mari aku sudah mati"

"Adik sien jangan berkata begitu" Men-dadak Tio Cie Hiong menggenggam tangannya "Aku yakin engkau pasti panjang umur."

"Kakak Hiong...." Lie Siu Sien menatapnya, kemudian tersenyum seraya berkata.

"Terima kasih, karena engkau mau menggenggam tanganku...."

"Adik sien, aku selalu ingat padamu. Engkau gadis baik, tentunya engkau akan hidup bahagia." "Aaakh—" Lie siu sien menarik nafas panjang.

"engkau sudah mau meninggalkan aku, bagaimana mungkin aku akan hidup bahagia?"

"Adik sien siapa tahu kelak engkau akan bertemu pemuda lain yang jauh lebih baik dariku," hibur Tio cie Hiong.

"Itu tidak mungkin...." Lie siu sien meng- geleng- gelengkan kepala.

Kakak Hiong, aku pasti menunggu kedatanganmu." "Adik sien" Diam-diam Tio Cie Hiong berkeluh dalam hati.

"Engkau tidak boleh mengambil keputusan ini, ingat Masih ada pemuda lain...." "Kakak Hiong...." Lie siu Sien terisak-isak lagi.

"Adik sien, aku sudah harus pergi." ujar Tio Cie Hiong sambil melepaskan genggamannya di tangan gadis itu.

"Cie Hiong, tunggu" Hartawan Lie dan isterinya berlari lari menghampirinya. Tangan hartawan Lie membawa sebuah buntalan.

"Aku telah menyediakan bekal ini untukmu, terimalah"

"Paman...."

"Cie Hiong, biar bagaimanapun engkau harus menerima. Kalau tidak, aku pasti marah," ujar hartawan Lie sungguh-sungguh.

"Nak, terimalah bekal ini" desak Nyonya Lie.

"Terima kasih, Paman dan Bibi" ucap Tio Cie Hiong setelah menerima buntalan tersebut. "Kok berat sekali?"

"cie Hiong" Hartawan Lie tersenyum.

"Aku hanya menyediakan beberapa stel pakaian putih untukmu. Aku tahu engkau suka pakaian putih."

"Tapi..-" Tio Cie Hiong mengerutkan kening.

"Itu hanya ratusan tael perak saja," ujar Nyonya Lie-

"Paman, Bibi Aku mohon diri" ucap Tio Cie Hiong, kemudian memandang Lie siu sien. "Adik sien, jaga dirimu baik-baik sampai jumpa"

Mendadak badan Tio cie Hiong bergerak, seketika itu juga telah lenyap dari hadapan mereka.

Kakak Hiong...." Lie siu sien menangis terisak-isak-"Nak" Nyonya Lie memeluknya-

Kalau engkau berjodoh dengannya, kelak kalian pasti berjumpa kembali- Percayalah" "Ibu" Air mata Lie siu sien berderai-derai-

"Dia pun mengatakan demikian Tapi— bagaimana mungkin kami akan berjumpa lagi?" "Aaaakh—" Hartawan Lie menghela nafas.

"Sayang sekali...."

"Ibu...." Lie siu sien terisak-isak-"Rasanya aku sudah tiada gairah hidup-—" "Nak" Nyonya Lie membelainya-

"Jangan berkata demikian Kalau dia mencintaimu, dia pasti datang lagi setelah menyelesaikan urusannya-"

"Ibu—" Lie siu sien masuk ke rumah dengan kepala tertunduk, kelihatan telah patah hati.

setelah melanjutkan perjalanan beberapa hari, Tio Cie Hiong memasuki sebuah desa-Desa itu cukup besar, dan banyak terdapat rumah penduduk- Namun sungguh mengherankan, desa itu tampak agak sepi, padahal hari baru mulai senja-

Itulah Peng An Cung (Desa Aman). Tetapi kini desa tersebut tidak aman lagi, sebab telah terjadi sesuatu, itulah sebabnya desa itu sepi.

Tio Cie Hiong terus berjalan sambil menengok ke sana ke mari- Kebetulan ia melihat laki-laki berusia lima puluhan sedang mengangkati jemuran. Tio Cie Hiong menjadi heran, sebab sebenarnya pekerjaan itu adalah pekerjaan kaum wanita-

oleh karena itu, Tio cie Hiong segera menghampiri orang tua itu. Ketika melihat ada seorang

pemuda asing berpakaian putih berjalan menghampirinya, orang tua itu langsung berlari ke dalam rumah, bahkan sekaligus menutup pintu. Bukan main herannya Tio Cie Hiong, kenapa orang tua itu tampak ketakutan ketika melihatnya?

Tio Cie Hiong penasaran, lalu mendekati rumah itu. Ketika ia baru mau mengetuk pintu, terdengarlah suara di dalam rumah-

"Ayah Ada apa?"

"Jangan bersuara"

"Lho? Kenapa?"

"Di luar ada seorang pemuda asing berpakaian putih, jangan-jangan dia adalah—-"

"Itu tidak mungkin, sekarang baru senja, tidak mungkin begitu cepat muncul, ayah""

Mendengar ucapan itu, Tio Cie Hiong semakin merasa heran, dan yakin, di desa itu telah terjadi sesuatu. Kemudian ia mengetuk pintu seraya berkata.

"Paman" Tolong buka pintu Aku adalah orang yang kebetulan lewat di sini." Tiada sahutan. Tio Cie Hiong tahu, orang tua itu tidak berani membukakan pintu "Paman", aku bukan orang jahat, aku seorang pelancong," ujar Tio Cie Hiong lagi.

Kreeeek Pintu itu terbuka, orang tua tersebut memandang Tio Cie Hiong dengan ketakutan.

"Paman Tio Cie Hiong tersenyum.

"Percayalah, aku bukan orang jahat"

"Anak muda, masuklah" ujar orang tua itu.

Tio Cie Hiong masuk ke dalam, orang tua itu cepat-cepat menutup kembali pintu rumahnya. Ketika Tio Cie Hiong berjalan ke dalam, melihat seorang gadis berusia dua puluhan berdiri di sudut ruangan.

"Duduklah, Anak muda" ucap orang tua itu.

"Terima kasih" Tio Cie Hiong duduk-

"Ling Ling Cepat suguhkan teh untuk tamu" seru orang tua itu.

"ya. Ayah," sahut gadis yang berdiri di sudut, lalu menyuguhkan secangkir teh untuk Tio Cie Hiong.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar