Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 09

Baca Cersil Mandarin Online: Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 09
Bagian 09

Mendadak Tio cie Hiong mendengar suara ringkikkan kudanya, la segera menoleh, dilihatnya kudanya sedang melawan orang yang mendekatinya. orang itu ingin membawa kabur kuda Tio Cie Hiong, namun kuda itu mengadakan perlawanan sengit, orang itu gusar bukan main dan langsung menusuk dan membacok kuda itu.

"Haah..." Tio cie Hiong terbelalak dan melesat ke arah kudanya menggunakan Kiu Kiong san Tian Pou.

Kudanya telah roboh bermandi darah sambil meringkik lemah. Dua pasang kakinya masih tampak bergerak-gerak-

"Ma heng Ma heng—" teriak Tio Cie Hiong dengan air mata bercucuran. "Ma heng—- "

sepasang mata kuda itu memandangnya, kemudian mulutnya mengeluarkan suara ringkikan rendah, seakan mengucapkan "selamat berpisah" pada Tio Cie Hiong.

"Ma heng...." Tio Cie Hiong merangkul kepala kuda itu.

"Tak terduga sama sekali, engkau akan mati di tempat ini."

Kuda itu meringkik perlahan dan memandang Tio Cie Hiong dengan mata basah- sementara oey san sam Hiong saling berpandangan, lalu per-lahan-lahan mendekati Tio Cie Hiong.

"Ma heng-,-" Tio cie Hiong terisak-isak- la tidak tahu kalau oey san sam Hiong sedang mendekatinya dengan golok terangkat siap membacoknya. Tio Cie Hiong masih merangkul kepala kudanya dengan badan membungkuk, air matanya pun terus mengucur. Kuda itu meringkik lemah, kemudian diam dan dua pasang kakinya tak bergerak lagi, pertanda kuda itu telah mati. "Ma heng--

.."

Pada saat bersamaan, oey san sam Hiong mengayunkan golok mereka ke punggung Tio Cie Hiong. Pemuda itu merasakan adanya sambaran angin di belakangnya, maka secara reflek ia mengibaskan lengan bajunya.

"Aaakh—" Terdengar suara jeritan. Tampak oey san sam Hiong terpental bagaikan layang-layang putus.

Ternyata ketika Tio Cie Hiong mengibaskan lengan bajunya, tanpa sengaja mengerahkan Pan yok Hian Thian sin Kang pada lengannya, maka oey san sam Hiong terpental tergempur oleh Iwekang itu. Mereka bertiga terpental belasan depa jauhnya lalu jatuh dengan mulut mengeluarkan darah segar.

Tio Cie Hiong sama sekali tidak mengetahui kejadian itu, sebab ia terus-menerus membelai kudanya yang telah mati itu.

"Ma heng..." Tio Cie Hiong terisak-isak-

"Engkau begitu baik dan setia kawan, tapi aku justru tak mampu menolongmu- Ma heng, Maafkan aku"

Entah berapa lama kemudian, barulah Tio Cie Hiong berdiri tegak dan sekaligus menoleh ke belakang, namun oey san sam Hiong sudah tidak kelihatan lagi.

Tio Cie Hiong memandang sedih kudanya yang telah mati itu. Berselang sesaat barulah menguburkannya.

la duduk di sisi gundukan tanah yang baru diurugnya. Wajahnya tampak begitu berduka sekali.

"Kenapa begitu banyak penjahat dalam rimba persilatan? Kuda yang tak bersalah apa-apa juga dibunuh dengan tak berperasaan sama sekali." gumam Tio Cie Hiong sambil menghela nafas.

"Setelah bertemu Thian Thay siansu, aku tidak akan mau mengembara dalam rimba persilatan lagi...."

Belasan hari kemudian, Tio Cie Hiong telah sampai di gunung Thian Thay San. Pemandangan di gunung itu indah sekali. Pepohon menghijau dan bunga liar indah menakjubkan. sayup,sayup terdengar pula suara air terjun bagaikan irama musik. gunung Thian Thay san memang amat terkenal, konon merupakan tempat tinggal para buddha dan dewa. oleh karena itu banyak sekali kaum hweeshio, biarawati dan pendeta Taosme bertapa di gunung tersebut.

Berselang beberapa saat kemudian, Tio Cie Hiong telah tiba di depan sebuah biara tua yang sangat besar, la berjalan ke dalam halaman biara itu, lalu berdiri di depan pintu biara yang tertutup rapat.

Tio cie Hiong termangu sejenak, setelah itu barulah ia mengetuk pintu biara tersebut.

Tak seberapa lama kemudian, pintu biara itu terbuka dan tampak dua h wees hio berdiri di situ sambil memandangnya.

"Maaf" ucap Tio Cie Hiong cepat.

"Aku telah mengganggu ketenangan biara ini"

"omitohud" kedua hweeshio itu menatapnya.

"Mau apa engkau ke mari?"

"Aku ke mari mau menemui Thian Thay sian-cu,"jawab Tio Cie Hiang memberitahukan.

"omitohud" ucap salah seorang hweeshio itu.

"Thian Thay siansu tidak mau menemui siapapun. Lebih baik engkau pergi saja-"

Setelah berkata begitu, kedua hweeshio itu menutup pintu biara. Tio cie Hiong diam saja- la masih ingat akan pesan Lam Hai sin Ceng, kalau ingin menemui Thian Thay siansu, haruslah bersabar.

oleh karena itu, segeralah ia berlutut di depan pintu biara. Tanpa setahunya, kedua hweeshio itu mengintip ke luar melalui sebuah lubang kecil, setelah itu, barulah kedua hweeshio itu melangkah ke dalam.

Udara di situ dingin sekali, namun Tio cie Hiong tetap berlutut tanpa bergerak sama sekali-Tak terasa hari sudah mulai malam- Tio Cie Hiong tetap berlutut di depan pintu biara-

Keesokan harinya, pintu biara itu terbuka- Tampak beberapa hweeshio berjalan ke luar dengan membawa sapu- Mereka melihat Tio Cie Hiong berlutut di situ, tapi tidak menghiraukannya-sedangkan Tio Cie Hiong pun tidak bersuara maupun bergerak, tetap berlutut dengan kepala tertunduk-

seusai menyapu di halaman, para hweeshio itu kembali masuk ke biara, dan pintu pun ditutup kembali-

Tio cie Hiong tetap tak bergerak- sementara sang waktu terus berlalu, tak terasa sudah tiga hari tiga malam pemuda itu berlutut di situ tanpa makan dan minum maupun bergerak-

Pada hari keempat di pagi hari, pintu biara itu terbuka, tampak dua hweeshio mendekatinya sambil tersenyum ramah dan lembut-

"Mari ikut kami ke dalam" ujar hweeshio itu

"Terima kasih" ucap Tio Cie Hiong.

Kedua hweeshio itu ingin memapahnya, tapi Tio Cie Hiong telah bangkit berdiri membuat kedua hweeshio tersebut tercengang. Padahal pemuda itu lelah berlutut tiga hari tiga malam di situ tanpa makan dan minum maupun bergeraki namun wajahnya masih tampak begitu seaar dan cerah bukan main kagumnya kedua hweeshio itu. Mereka melangkah ke dalam, dan Tio cie Hiong mengikuti mereka dari belakang.

Tak seberapa lama mereka sudah sampai di sebuah ruang besar. Tampak seorang hweeshio tua berjenggot putih panjang duduk bersila di situ. Tio cie Hiong, yakin bahwa hweeshio tua itu adalah Thian Thay siansu, maka ia cepat-cepat berlutut di hadapannya.

"omitohud" Hweeshio tua itu tersenyum.

Engkau sudah berlutut tiga hari tiga malam di luar, maka kini engkau tidak perlu berlutut lagi. Bangunlah"

"Terima kasih, siansu" Tio Cie Hiong duduk.

"Engkau berlutut selama tiga hari tiga malam di luar, tentunya ingin bermohon sesuatu kepadaku, bukan?" tanya hweeshio tua yang tidak lain memang Thian Thay siansu yang telah berusia seratus tiga puluhan tahun.

"Betul, siansu" Tio cie Hiong mengangguk-

"Engkau ingin memohon apa kepadaku?" Thian Thay siansu menatapnya lembut.

Tio Cie Hiong segera mengeluarkan sebuah kitab pemberian kakaknya, lalu disodorkan ke hadapan hweeshio tua seraya berkata.

"Aku bermohon sudilah kiranya siansu menterjemahkan kitab ini."

Thian Thay siansu menerima kitab itu. setelah melihat, hweeshio tua itu tersenyum.

"Ini adalah Hok Mo Cin Keng (Kitab Suci Penakluk iblis) dari Thian Tok (India)." Thian Thay siansu memberitahukan.

"Padahal sesungguhnya, kitab ini kepunyaanku, yang telah kuberikan kepada seorang hweeshio di Thian Tok- Bagaimana caramu memperoleh kitab ini?"

"Dari kakakku sebelum dia mati. gurunya yang memberikan kitab ini kepadanya," jawab Tio cie Hiong.

"Kalau begitu...." Thian Thay siansu tersenyum lagi.

"Pasti hweeshio Thian Tok itu yang memberikan kepada guru kakakmu.Jadi engkau ingin belajar Hok Mo Cin Keng?"

"ya, siansu," Tio Cie Hiong mengangguk-

"omitohud" Thian Thay siansu manggut-manggut-

" Aku pasti mengajarmu"

"Terima kasih, siansu» ucap Tio Cie Hiong girang.

Engkau berlutut tiga hari tiga malam di luar tanpa makan, minum dan bergerak- Namun wajahmu tetap terang dan cerah pertanda engkau memiliki semacam Iweekang yang sangat tinggi. Pernahkah engkau belajar ilmu silat?"

"siansu, aku memang telah berhasil mempelajari Pan yok Hian Tiiian sin Kang, tapi aku tidak pernah belajar ilmu silat." Tio Cie Hiong memberitahukan.

"omitohud" Thian Thay siansu tersenyum,

"Itu merupakan berkah bagimu- Bolehkah aku memeriksa sejenak tubuhmu?"

"silahkan siansu» Tio Cie Hiong mengangguk-

Thian Thay siansu menjulurkan tangannya untuk memegang urat nadi Tio Cie Hiong. setelah

menyentuh urat nadinya, hweeshio tua itu manggut-manggut sambil tersenyum lembut penuh rasa kasih.

"omitohud sungguh luar biasa" ucapnya perlahan.

"Tentunya engkau pun pernah makan semacam buah yang langka kan?"

ya." Tio Cie Hiong mengangguk dan memberitahukan.

Aku pernah makan Kiu yap Ling Che yang tumbuh di Thian san."

"omitohud Lima ratus tahun Kiu yap Ling che berbuah sekali, engkau telah makan buah itu, sungguh merupakan berkah bagi dirimu." Thian Thay siansu memandangnya.

"Sebelum aku mengajarmu Hok Mo Cin Keng, terlebih dahulu engkau harus menceritakan riwayat hidupmu."

"ya, siansu." Tio cie Hiong segera menceritakan riwayat hidupnya, termasuk apa yang dialaminya tanpa merahasiakan sesuatu.

"omitohud" ucap Thian Thay siansu seusai mendengar ucapannya.

"Kedua orang tuamu mati di tangan Bu Lim sam Mo, kakakmu mati di tangan Dhalai Lhama Tibet. Walau begitu, engkau tetap tidak mau belajar ilmu silat untuk menuntut balas?"

"Siansu" Balas-membalas dan bunuh-membunuh, hingga kapan baru bisa habis?" sahut Tio Cie Hiong.

"omitohud" Thian Thay siansu tersenyum dan manggut-manggut. "Baiklah- Besok aku akan mulai mengajarmu Hok Mo Cin Keng." "Terima kasih, siansu" ucap Tio Cie Hiong.

"Tahukah engkau, apa gunanya engkau belajar Hok Mo Cin Keng?" tanya Thian Thay siansu mendadak.

"Maaf, siansu Aku sama sekali tidak tahu." Tio Cie Hiong menggelengkan kepala-

"Setelah berhasil mempelajari Hok Mo Cin Keng, engkau akan mampu melawan ilmu sesat, ilmu hitam maupun ilmu sihir-" Thian Thay siansu memberitahukan sambil tersenyum-

"Kini engkau telah memiliki ilmu Iweekang, ilmu pengobatan dan tubuhmu pun kebal terhadap segala macam racun, maka memang harus ditambah lagi dengan ilmu Penakluk iblis."

"Terima kasih, siansu" ucap Tio Cie Hiong.

"Mulai sekarang, engkau boleh bersemadi di ruang ini," ujar Thian Thay siansu.

"ya." Tio cie Hiong mengangguk-

Di ruang tengah markas pusat Kay Pang, tampak Bu Lim Ji Khie sedang berbicara serius dengan Lim Peng Hang, si Tongkat Maut ketua Partai Pengemis, hadir pula Lim Ceng Im di situ sebagai pendengar, la masih mengenakan pakaian pengemis, dan wajahnya tetap dekil.

sesungguhnya Lim Ceng Im adalah gadis yang cantik jelita, tapi terikat oleh peraturan Kay Pang yang turun temurun, maka ia harus berpakaian pengemis dan membikin dekii wajahnya, bahkan juga harus menyamar sebagai anak lelaki- oleh karena itu, Tio Cie Hiong sama sekali tidak tahu bahwa Lim Ceng Im adalah anak gadis-

"Peng Hang" sam Gan sin Kay menatapnya-

"Apakah sudah ada tanda-tanda kemunculan Bu Lim sam Mo?"

"Ayah"jawab Lim Peng Hang-

"Aku telah mengutus beberapa pengemis handal untuk menyelidiki tentang itu, namun mereka tidak memperoleh berita atau tanda-tanda."

"Oh?" sam cian sin Kay mengerutkan kening.

"Mungkinkah firasat padri keparat itu meleset?"

"Kukira tidak" sahut Kim Siauw suseng.

"Mungkin belum waktunya Bu Lim Sam Mo muncul."

"Ayah Tapi aku telah menerima dua berita yang sangat mengejutkan." Lim Peng Hang memberitahukan.

"Dua berita apa?" tanya sam Gan sin Kay dan Kim siauw suseng serentak.

"Berita pertama yakni Hong Lui Po (Puri Angin Halilintar) telah musnah dalam waktu semalam," jawab Lim Peng Hang sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Hong Lui Kiam Khek Ku Tiok Beng dan para pelayan terbunuh semua."

"Haah—" sam Gan sin Kay dan Kim siauw suseng terbelalak, kemudian sam Gan sin Kay bertanya, "siapa yang membunuh mereka?"

"penduduk di situ memberitahukan, malam itu mereka melihat segerombolan orang berpakaian hitam dengan kepala ditutup dengan kain hitam, orang-orang berpakaian hitam itu menuju Hong Lui Po. Keesokan harinya, penduduk setempat melihat Hong Lui Po itu telah porak-poranda dan mayat pun bergelimpangan."

"siapa orang-orang berpakaian hitam itu?" Kim siauw suseng mengerutkan kening.

"Mungkinkah para anak buah Bu Lim sam Mo?"

"Itu memang mungkin," sam Gan sin Kay manggut-manggut.

"Aaakh Rimba persilatan mulai digenangi darah"

"Lim Pangcu Apa berita kedua?" tanya Kim siauw suseng.

"Berita kedua juga sangat mengejutkan,"jawab Lim Peng Hang memberitahukan dengan wajah agak berubah-

"Empat Dhalai Lhama Tibet telah muncul dalam rimba persilatan Tionggoan."

" Ha a a h?" sam Gan sin Kay dan Kim siauw suseng tampak terkejut bukan main.

"Keempat Dhalai Lhama itu sangat kejam dan berkepandaian amat tinggi," ujar Lim Peng Hang. "Aaakh—" sam Gan sin Kay menghela nafas-

"Rimba persilatan Tionggoan pasti akan dilanda banjir darah- Bu Lim sam Mo belum muncul, malah empat Dhalai Lhama Tibet muncul duluan."

"Itu sungguh mengherankan" Kim siauw suseng mengerutkan kening.

"Padahal selama puluhan tahun, Dhalai Lhama Tibet tidak pernah memasuki Tionggoan. Kenapa kini Empat Dhalai Lhama muncul di Tionggoan? Apa tujuan mereka?"

"Memang mengherankan" sahut sam Gan sin Kauj.

"Apakah telah terjadi sesuatu di Tibet?"

"Empat Dhalai Lhama itu pun mulai membunuh para murid Tujuh Partai besar-" Lim Peng Hang memberitahukan.

"oh?" sam Gan sin Kay terbelalak-

"sastrawan sialan Kelihatannya kita sudah tidak boleh makan tidur di sini lagi-"

"Benar." Kim siauw suseng mengangguk-

"sudah cukup kita memperdalam kepandaian kita dua tahun lebih di sini, kini sudah waktunya kita muncul dalam rimba persilatan."

"Ayah" Lim Peng Hang mengerutkan kening.

"Bagaimana kepandaian ayah dan cian-pwee dibandingkan dengan kepandaian Dhalai Lhama itu?"

"Kalau satu lawan satu, aku pasti menang." sahut sam Gan sin Kay sungguh-sungguh dan melanjutkan.

"Tapi kalau mereka berempat mengeroyok kami berdua, mungkin kami berdua di bawah angin." "Ayah kok tahu itu?" Lim Peng Hang heran.

"Sekitar lima puluh tahun lampau, aku pernah berkunjung ke Tibet." sam Gan sin Kay memberitahukan.

"Kebetulan bertemu dengan beberapa Dhalai Lhama di sana. Karena aku usil menggoda mereka, maka terjadilah pertarungan. Aku memang satu lawan satu, namun ketika aku dikeroyok berdua,

aku jadi kewalahan. Di saat itulah muncul seorang Dhalai Lhama tua, kami pun berhenti bertarung. Ternyata Dhalai Lhama tua itu adalah guru keempat Dhalai Lhama itu. Mereka berempat mengenakan jubah cerah kuning, hijau dan putih,—"

"Ayah" sela Lim Peng Hang.

"Keempat Dhalai Lhama yang baru muncul itu pun mengenakan jubah warna tersebut." "Oh?" sam Gan sin Kay mengerutkan kening.

"Kalau begitu pasti mereka berempat. Tapi Dhalai Lhama tua itu tampak pengasih, kenapa keempat muridnya...."

"Pengemis busuki ujar Kim siauw suseng.

"Kupikir mungkin Dhalai Lhama tua itu telah meninggal, maka keempat Dhalai Lhama itu sekarang bertingkah di rimba persilatan Tionggoan."

"Mungkin," sam Gan sin Kay manggut-manggut, kemudian memandang Lim Ceng Im yang duduk diam.

"Cucu Bagaimana dengan engkau?"

"Aku... aku...." Lim Ceng Im tersentak-

"Aku baik-baik saja."

"Maksudku engkau sudah memperoleh berita tentang Tio cie Hiong apa belum?" tanya sam Gan sin Kay.

"Aku sudah mengutus beberapa pengemis untuk mencarinya, tapi...." Wajah Lim Ceng Im

tampak murung.

"sama sekali tiada kabar beritanya."

"Cucu" sam Gan sin Kay tertawa.

"Engkau tidak usah cemas, aku dan Kim siauw suseng akan mencarinya, sementara ini engkau jangan berkeluyuran dulu, sebab rimba persilatan mulai kacau."

"Ya." Lim Ceng Im mengangguk-

Heran?" gumam Lim Peng Hang. "Sebetulnya anak itu berada di mana?" -ooo00000ooo-

setengah tahun kemudian, Tio cie Hiong telah berhasil mempelajari Hok Mo cin Keng di bawah bimbingan Thian Thay siansu, sudah barang tentu hweeshio itu merasa gembira sekali.

"Cie Hiong" ujar Thian Thay siansu ketika mereka berdua sedang duduk di halaman.

"Kini engkau telah berhasil menguasai ilmu Penakluk iblis, maka engkaupun boleh meninggalkan biara ini."

"Siansu" Tio Cie Hiong memandang hweeshio tua itu. "Aku sudah betah di sini, maka aku tidak mau pergi." "Omitohud" ucap Thian Thay siansu.

"Cie Hiong, dalam hatimu terdapat sang Budha. Tapi engkau tidak berjodoh tinggal di dalam biara-"

"Kenapa?" tanya Tio Cie Hiong heran.

"Sebab engkau memikul suatu tugas, lagi pula engkau ditakdirkan harus mempunyai isteri, anak dan cucu."

Thian Thay siansu memberitahukan.

"Siansu" Tio Cie Hiong bingung.

"Aku memikul suatu tugas apa?"

"Menolong sesama manusia dengan ilmu pengobatanmu, dan menyelamatkan rimba persilatan." Thian Thay siansu menberitahukan.

"Menolong sesama manusia dengan ilmu pengobatan memang harus, tapi menyelamatkan rimba persilatan bukanlah tugasku," ujar Tio Cie Hiong.

"Tapi engkau telah memiliki Pan yok Hian Thian sin Kang, itu berarti engkau harus menyelamatkan rimba persilatan." Thian Thay siansu menjelaskan.

"Pan yok Hian Thian sin Kang hanya untuk menyehatkan tubuh, bukan untuk menyelamatkan rimba persilatan. Lagi pula aku tidak pernah belajar ilmu silat."

"omitohud" Thian Thay siansu tersenyum. "Bukankah engkau pernah belajar semacam gerakkan dari monyet putih?"

"Benar- Tapi pada waktu itu aku hanya iseng," sahut Tio cie Hiong. "Itu sudah merupakan takdir-" Thian Thay Siansu menatapnya. "Maka engkau harus menyelamatkan rimba persilatan." "Tapi aku tidak mau membunuhi" tegas Tio Cie Hiong.

"Kedua orang tuamu mati di tangan Bu Lim sam Mo, sedangkan kakakmu mati di tangan Empat Dhalai Lhama. Apakah engkau mau diam saja?" tanya Thian Thay siansu.

Kedua orang tuaku mati karena sebuah kotak pusaka, kakakku mati lantaran melawan keempat Dhalai Lhama itu," jawab Tio Cie Hiong seakan menjelaskan.

"Lalu kenapa engkau terpukul oleh Hek Pek siang Keay?" tanya Thian Thay siansu mendadak.

"Mereka menghendaki aku menjadi pelayan mereka, tapi aku tidak mau karena harus pergi mencari Ku Tok Lojin. oleh karena itu, Hek Pek siang Koay melukaiku dengan pukulan Ngo Tok Gang," jawab Tio cie Hiong.

"Bukan hanya melukai, bahkan mereka ingin membunuhmu. Kalau engkau tidak memiliki Pan yok Hian Thian sin Kang, bukankah engkau sudah mati di tangan mereka?" ujar Thian Thay siansu sambil menatapnya lembut.

Tio Cie Hiong diam saja-

"sok Beng yok ong selalu menolong orang, tapi akhirnya malah dibunuh oleh penjahat-Kudamu tidak bersalah apa-apa, tapi dibunuh oleh oey san sam Hiong Jadi engkau tetap akan membiarkan penjahat merajarela?" lanjut Thian Thay siansu-

"satu penjahat bisa membunuh puluhan orang, kalau engkau membunuh satu penjahat, itu berarti engkau telah menyelamatkan puluhan nyawa orang."

"siansu, bukankah membunuh itu dosa?" tanya Tio Cie Hiong.

"Membunuh memang dosa,tapi membunuh penjahat demi menolong orang banyaki itu bukanlah dosa." jawab Thian Thay siansu.

"Bukankah para Budha juga harus membunuh para setan iblis?"

"siansu" Tio Cie Hiong menundukkan kepala.

"Aku...tidak mau membunuh-"

"Engkau boleh tidak membunuh, cukup memusnahkan kepandaian para penjahat saja- Maka mereka tidak bisa melakukan kejahatan lagi-" Thian Thay siansu memberi petunjuk.

"Terima kasih atas petunjuk siansu" ucap Tio Cie Hiong-

"Kini engkau sudah mengerti?" tanya Thian Thay siansu sambil tersenyum.

"Aku sudah mengerti, siansu-" Tio cie Hiong mengangguk-

"Bagus" Thian Thay siansu tersenyum lagi.

"Maka aku akan menggunakan waktu tiga hari untuk memberi petunjuk kepadamu mengenai Pan yok Hian Thian sin Kang dan lain sebagainya."

"Terima kasih, siansu" ucap Tio Cie Hiong dengan mata agak terbelalak.

"siansu mengerti tentang ilmu Iweekang?"

"seratus tahun lebih aku membaca berbagai macam kitab, maka aku mengerti ilmu Iwekang" jawab Thian Thay siansu memberitahukan.

"Bahkan aku pun akan mengajarmu tulisan Thian Tok dan tulisan Han (Cina) kuno"

"Terima kasih, siansu" ucap Tio Cie Hiong kagum.

"omitohud" Thian Thay siansu tersenyum.

"Nah, sekarang engkau boleh mencoba mengerahkan Pan yok Hian Thian sin Kang." "ya." Tio cie Hiong sebera mengerahkan Iwekang tersebut. "Ngmmm" Thian Thay siansu manggut-manggut.

"Engkau masih belum bisa menghimpun dan menyalurkan Iwekang itu, bukan?"

"ya, siansu." Tio Cie Hiong mengangguk.

"Menghimpun harus dengan cara...." Thian Thay siansu mulai memberi petunjuk kepada Tio Cie

Hiong bagaimana caranya menghimpun dan menyalurkan Iwekang tersebut.

"Engkau sudah mengerti?"

"Aku sudah mengerti, siansu," ucap Tio Cie Hiong girang.

"Sekarang engkau harus memperlihatkan gerakan-gerakan monyet putih itu," ujar Thian Thay siansu.

Tio Cie Hiong segera memperlihatkan Kui Kiong san Tian Pou (Ilmu Langkah Kilat).

"Luar biasa" ujar Thian Thay siansu setelah Tio Cie Hiong berhenti,

"gerakkan itu berdasarkan unsur Ngo Heng, Pat Kwa dan Kiu Kiong. Apabila engkau diserang, pergunakanlah ilmu langkah ini"

Tio Cie Hiong mengangguk- Tiba-tiba ia teringat sesuatu dan berkata.

"siansu, aku pun pernah meniru semacam gerakan monyet putih itu, tapi tidak bisa sempurna." "oh? Cobalah engkau perlihatkan" sahut Thian Thay siansu.

Tio cie Hiong segera meloncat ke atas setinggi lima depa, kemudian menarik nafas dalam-dalam sambil berjungkir balik. Badannya melayang turun dengan ringan sekali.

"siansu Monyet putih itu berjungkir balik, tapi badannya melambung ke atas. Kenapa badanku malah melayang ke bawah?" tanya Tio Cie Hiong.

"omitohud" Thian Thay siansu tersenyum.

"Itu adalah ginkang tingkat tinggi, tngkau menarik nafas dalam-dalam sekaligus berjungkir balik, itu memang benar. Hanya saja engkau tidak tahu caranya"

"Mohon petunjuki siansu"

"Ketika engkau menarik nafas dalam-dalam, Iwekangmupun harus dihimpun, lalu sepasang tanganmu menekan ke bawah di saat engkau berjungkir balik, maka badanmu akan melambung ke atas"

"oh?" Tio Cie Hiong kurang percaya, namun ia cepat-cepat mencobanya.

la meloncat ke atas, kemudian mengikuti petunjuk hweeshiotua itu. seketika juga badannya melambung ke atas. Bukan main girangnya Tio Cie Hiong. la berjungkir balik lagi sesuai dengan petunjuk itu, badannya melambung ke atas lagi lima enam depa tingginya.

" Cukup, seru Thian Thay siansu sambil tertawa.

"Apakah engkau ingin terus-menerus berjungkir balik seperti sun Hgo Kong (Kera sakti yang mengawal Padri Tong sam Cong ke barat) hingga ke sorga?"

Tio Cie Hiong sebera melayang turun dengan ringan sekali. Thian Thay siansu menatapnya sambil tersenyum.

"Kini engkau telah berhasil menguasai ilmu ginkang itu," ujar hweeshio tua itu.

"Tapi engkau tidak bisa menyerang, jadi—""

Thian Thay siansu berpikir lama sekali, kemudian wajahnya tampak berseri-

"Engkau bisa mengibaskan lengan bajumu, tapi harus mengerahkan tweekang pada lengan bajumu itu." katanya memberi petunjuk-

Tio Cie Hiong mengerahkan Iweekang pada lengan bajunya, lalu dikibarkan ke arah sebuah pohon yang berjarak sekitar enam depa-Braaak Pohon itu langsung tumbang.

Tio Cie Hiong terbelalak menyaksikannya, sedangkan Thian Thay siansu manggut-manggut.

"Engkau mengerahkan berapa bagian Iwekangmu?" tanya hweeshio tua itu.

"Cuma lima bagian,"jawab Tio Cie Hiong memberitahukan.

"Bagus" Thian Thay Siansu tersenyum.

"Kini engkau pasti sudah tahu, berapa tingginya Iweekang mu."

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk-

"Di dalam tubuh kita terdapat tiga ratus lebih titik Hiat to {Jalan Darah), Hiat to kematian, lumpuh dan lain sebagainya." Thian Thay siansu menjelaskan.

"Maka ada semacam ilmu khusus menotokjalan darah orang. Tapi engkau tidak usah takut, sebab engkau telah memiliki Pan yok Hian Thian sin Kang, yang membuat tubuhmu tidak mempan ditotok- Namun sebaliknya engkau malah mampu menotok jalan darah orang dari jarak jauhi—"

Thian Thay siansu memberi petunjuk kepada Tio Cie Hiong mengenai ilmu totok jalan darah, dan pemuda itu mendengarkan dengan penuh perhatian.

"Karena engkau tidak mau membunuhi maka engkau harus memutuskan salah satu nadi di dalam tubuh mereka," ujar Thian Thay siansu memberi petunjuk lagi.

"Jadi kepandaian mereka pasti musnah, tentunya mereka tidak bisa melakukan kejahatan lagi. Engkau jangan memusnahkan kepandaian mereka dengan cara menotok Jalan darah mereka, sebab ada semacam ilmu dapat membuka totokan."

"ya." Tio Cie Hiong mengangguk.

"Mulai hari ini aku akan mengajarkan kepadamu beberapa bahasa dan tulisan, termasuk tulisan Han kuno," ujar Thian Thay siansu memberitahukan.

"Terima kasih, siansu" ucap Tio Cie Hiong dengan wajah berseri dan memandang Thian Thay siansu dengan kagum sekali-

"Sungguh luas pengetahuan siansu"

"cie Hiong" Thian Thay siansu menatapnya lembut sambil tersenyum-

"Ayahku adalah orang Han, ibuku orang Thian Tok- sejak kecil aku tinggal di Thian Tok- Ketika berusia lima tahun, aku sudah menjadi hweeshio, sekaligus belajar berbagai bahasa dan tulisan, setelah itu, aku pergi merantau tapi tidak lupa membaca berbagai macam kitab- Aku mencurahkan perhatianku pada ilmu pengetahuan, maka tidak belajar ilmu silat. Namun aku mengerti tentang ilmu Iweekang. &ngkau masih mengerti ilmu pengobatan, aku malah tidak, oleh karena itu, engkau harus mengembangkan semua ilmu itu untuk menolong sesama manusia, sekaligus menyelamatkan rimba persilatan yang akan dilanda banjir darah"

"Ya, siansu" Tio Cie Hiong mengangguk,-

"omitohud" ucap Thian Thay siansu sambil tersenyum, kemudian menatap Tio Cie Hiong dalam-dalam seraya berkata-

"Walau kelak engkau akan menghadapi suatu bahaya, tapi engkau tetap akan selamat—"

"siansu" Tio Cie Hiong mengerutkan kening.

"Aku akan mengalami bahaya apa kelak?"

"Engkau tidak perlu cemas, sebab engkau pasti selamat," ucap Thian Thay siansu. "Omitohud Itu adalah rahasia langit, maka aku tidak boleh memberitahukan, omitohud—-" -ooo00000ooo-

Bab 17 Menolong seorang Hartawan

Tampak seorang pemuda berpakaian putih meninggalkan biara tua yang di gunung Thian Thay san. Pemuda itu adalah Tio Cie Hiong yang telah menguasai beberapa ilmu.

Mendadak ia teringat pada Paman Tam di Hong Lui Po- sudah hampir empat tahun ia berpisah dengan orang tua itu- Kini timbullah rasa rindunya pada orang tua tersebut, maka ia berangkat menuju Vuri Angin Halilintar..

Dalam perjalanan, Tio Cie Hiong selalu menolong orang sakit tanpa menerima upah. la sungguh-suhgguh mengamalkan ilmu pengobatannya.

Tiba-tiba ia pun teringat Tok Pie sin Wan (Lutung sakti Lengan Tunggal) yang keliru melatih semacam ilmu, sehingga membuat dirinya takut akan sinar matahari, dan harus menghisap darah ayam.

Dalam perjalanan ini, ia memang harus melewati Cing san. Maka ia mengambil keputusan untuk singgah di goa Angin Puyuh, tempat tinggal Tok Pie sin wan.

Beberapa hari kemudian, Tio Cie Hiong tiba di gunung cing san, langsung menuju goa tersebut, setibanya di goa itu, hari sudah malam,

"cianpwee cianpwee" serunya di depan goa-

Tiba-tiba berkelebat sosok bayangan, yang ternyata Tok Pie sin Wan. orang tua itu menatap Tio Cie Hiong dengan mata terbelalak-

"Engkau? Cie Hiong?" seru Tok Pie sin wan girang, "cianpwee, aku memang Tio Cie Hiong," sahut pemuda itu.

"Ayohi masuk" Tok Pie sin wan mengajaknya ke dalam goa. Mereka lalu duduk berhadapan. "wah engkau sudah besar sekarang Bagaimana? Apakah engkau sudah bertemu Ku Tok Lojin?"

"Belum. Tapi aku malah sudah bertemu dengan kakak kandungku,"jawab Tio Cie Hiong memberitahukan.

"Tapi... dia mati dalam pelukanku."

"oh?" Tok Pie sin wan terkejut.

"Siapa yang membunuhnya?"

"Empat Dhalai Lhama Tibet."

Wajah Tok Pie sin wan berubah hebat

"Empat Dhalai Lhama Tibet?"

"ya." Tio Cie Hiong mengangguki

"Cianpwee kenal mereka?"

"Tidaki tapi aku pernah mendengar dari almarhum guruku." Tok Pie sin wan memberitahukan.

"Mereka berempat adalah murid seorang Dhalai Lhama tua Tibet. Tapi- kenapa mereka memasuki Tionggoan?"

Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala- Tok Pie sin Wan menatapnya seraya bertanya. "Engkau sudah tahu siapa kedua orang tuamu?"

"sudah." Tio Cie Hiong mengangguk dengan wajah murung.

"Ayahku adalah Hui Kiam Bu Tek-Tio H seng, sedangkan ibuku adalah sin Pian Bijin-Lie Hui Hong. Tapi kedua orang tuaku telah dibunuh oleh Bu Lim sam Mo belasan tahun lampau."

"Haah?" Tok Pie sin wan terbelalak-

"Kalau begitu. Ku Tok Lojin adalah kakek ibumu"

"Oh?" Tio cie Hiong tertegun.

"Bukankah aku pernah menceritakan tentang Ku Tok Lojin?" ujar Tok Pie sin wan.

"Ya." Tio Cie Hiong baru ingat akan apa yang pernah diceritakan Tok Pie sin wan kepadanya.

"Aaakh—" Tok Pie sin wan menghela nafas.

"Bu Lim sam Mo yang membunuh kedua orang tuamu, itu...."

"Dikarenakan sebuah kotak pusaka," ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Aku harus mencari mereka untuk memusnahkan kepandaian mereka bertiga."

"Cie Hiong...." Tok Pie sin wan mengerutkan kening.

"Kepandaian Bu Lim sam Mo sangat tinggi, bagaimana mungkin...."

"Cianpwee, ternyata aku memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang...." Tio Cie Hiong memberitahukan tentang semua itu.

Tok Pie Sin Wan mendengarkan dengan mulut ternganga lebar, dan memandang Tio Cie Hiong dengan mata tak berkedip-

"Luar biasa Itu sungguh luar biasa" ujar Tok Pie sin wan seusai Tio Cie Hiong memberitahukan. "Jadi engkau pun telah bertemu Thian Thay siansu?" "ya-" Tio cie Hiong mengangguk-

"siansu itulah yang memberi petunjuk kepadaku mengenai Iweekang dan lain sebagainya." "Itu sungguh di luar dugaan" gumam Tok Pie sin wan.

"Aku pernah mendengar dari almarhum guruku, bahwa Thian Thay siansu telah mencapai tingkat kesempurnaan. engkau dapat bertemu siansu itu, boleh dikatakan berjodoh-"

"ohya, Cianpwee Aku ingin memeriksa nadi Cianpwee," ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Mudah-mudahan aku dapat mengobati Cianpwee"

"Engkau boleh dikatakan murid sok Beng yok ong, tentunya dapat menyembuhkanku," sahut Tok Pie sin Wan sambil tertawa gembira-

"Mudah-mudahan, cianpwee" ucap Tio Cie Hiong dan mulai memeriksa nadi Tok Pie sin Wan, dan setelah itu ia berkata-

"Cianpwee pernah melatih semacam ilmu yang mengandung racun, dan karena kurang berhati-hati maka racun itu malah menyerang diri Cianpwee, bukan?"

"ya." Tok Pie sin Wan mengangguki

"Aku pernah melatih Pek Kut Ciang (Ilmu Pukulan Tulang putih), namun akhirnya diriku malah menjadi begini-"

"Tidak apa-apa," ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum-

"Aku akan membersihkan racun dalam tubuh Cianpwee dengan Iweekang ku. Harap cianpwee duduk bersila"

Tok Pie Sin Wan menurut. Setelah orang tua itu duduk bersila, Tio Cie Hiong pun duduk bersila di belakangnya, kemudian menempelkan sepasang telapak tangannya pada punggung orang tua itu.

seketika juga Tok Pie sin wan merasa ada hawa hangat mengalir ke dalam tubuhnya, dan makin lama ia merasa makin nyaman. Berselang beberapa saat kemudian, barulah Tio Cie Hiong melepaskan tangannya seraya berkata.

"Racun di dalam tubuh Cianpwee telah bersih, tapi Cianpwee masih harus makan obat. Mulai besok pagi, Cianpwee sudah tidak takut sinar matahari dan tak perlu menghisap darah ayam lagi."

Tio Cie Hiong mengeluarkan sebutir pil, lalu diberikannya kepada Tok Pie sin wan. Betapa gembira dan terharunya orang tua itu.

"Terima kasih, Cie Hiong" ucap Tok Pie sin wan sesudah makan pil tersebut.

"Cianpwee" Tio Cie Hiong tersenyum.

"Menolong orang memang sudah merupakan kewajibanku, sebab aku mengerti ilmu pengobatan."

"Engkau sungguh berbudi luhur"Tok Pie sin Wan memandangnya kagum.

"ohya, engkau bisa meniup suling?"

"sejak kecil aku sudah meniup suling," jawab Tio Cie Hiong.

"Memangnya kenapa?"

"Ha ha ha" Tok Pie sin wan tertawa girang.

"Ini sungguh kebetulan. Ketika baru menghuni goa ini, aku menemukan suling kumala. Karena engkau bisa meniup suling, maka akan kuhadiahkan padamu."

Tok Pie sin Wan segera mengambil suling kumala tersebut, lalu diberikan kepada Tio cie Hiong.

"Terima kasih, Cianpwee" ucap Tio Cie Hiong gembira.

"Sungguh indah suling kumala ini"

"Cie Hiong, cobalah tiup suling kumala itu sebentar" ujar Tok Pie sin wan.

"ya." Tio Cie Hiong segera meniup suling kumala itu. Bukan main merdu dan nyaringnya suara suling tersebut. Kemudian Tio Cie Hiong pun mengerahkan Pan yok Hian Thian sin Kang, sehingga seketika itu juga Tok Pie sin wan terbelalak dan diam tak bergerak-

Berselang sesaat, barulah Tio Cie Hiong berhenti- Ketika menyaksikan Tok Pie sin wan tak bergeraki ia pun terheran-heran.

"Cianpwee Cianpwee" panggil Tio Cie Hiong.

Tok Pie sin wan tersentak kaget.

"Aku... aku berada di mana?"

"Eeeh?" Tio cie Hiong terperangah-

"Bukan-kah cianpwee berada di dalam goa? Kok lupa?"

"Aku— aku—-" Mendadak Tok Pie sin wan berseru.

"Bukan main suara suling kumala itu, aku terpengaruh sehingga melupakan diri Ha ha ha Bu Lim Ji Khie Kim siauw suseng masih tidak bisa dibandingkan denganmu Dia memiliki suling emas, engkau memiliki suling kumala Ha ha ha—"

"Cianpwee" ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh-

"Lain kali di saat meniup suling kumala ini, aku tidak berani mengerahkan Pan yok Hian Thian sin Kang lagi. sebab akan mempengaruhi orang yang mendengarnya. Aku akan meniup tanpa mengerahkan Iweekang itu."

"Oh?" Tok Pie sin wan terbelalaki lalu tertawa terbahak-bahaki

"Sungguh tak terduga, ternyata suling kumala itu termasuk benda pusaka"

"Benar-" Tio Cie Hiong mengangguki

"Kim Siauw Suseng terkenal akan Toh Hun Mi Im (suara Pembetot Sukma), suara sulingmu itu..."

"Khong sim Mi Im (suara mengosongkan Hati)," sambung Tio Cie Hiong sambil tertawa kecil.

"Tepat sekali," sahut Tok Pie sin wan sambil tertawa gembira.

"Cianpwee, kini penyakit Cianpwee boleh dikatakan telah sembuh, maka aku mohon pamit." "Tapi--, sudah malam." Tok Pie sin wan ingin menahannya.

"Itu tidak apa-apa," sahut Tio Cie Hiong. Kemudian ia melesat pergi menggunakan ginkang, dan seketika juga telah hilang dari pandangan Tok Pie sin wan. orang tua itu terbelalak dengan mulut ternganga lebar, lama sekali barulah bergumam.

"Sungguh luar biasa sekali ginkang apa itu?"

-ooo0000ooo-

Tio Cie Hiong terus melakukan perjalanan menuju Hong Lui Po- Ketika sampai di sebuah jalan yang sepi, tiba-tiba ia melihat belasan orang sedang bertempur. Tampak beberapa ekor kuda dan sebuah kereta mewah di pinggir jalan itu, dua orang berpakaian piauws u (Pengawal) terkapar berlumuran darah, dan tiga orang piauws u sedang bertempur mati-matian.

setelah menyaksikan, Tio Cie Hiong yakin bahwa para penyerang itu adalah perampok-segeralah ia melesat ke sana menggunakan ginkang sambil membentak keras-

"Berhenti" suara bentakannya disertai Iwee-kang, maka sangat mengejutkan orang-orang yang sedang bertempur itu, sehingga mereka berhenti bertempur.

Tio Cie Hiong melayang turun. Pada waktu bersamaan, seorang tua berpakaian indah mengintip ke luar dari dalam kereta mewah itu Ter-belalaklah orang tua tersebut ketika melihat Tio Cie Hiong melayang turun.

setelah sepasang kakinya menginjak tanah, Tio Cie Hiong menatap para perampok itu dengan dingin-

"Cepatlah kalian pergi, jangan sampai aku turun tangan terhadap kalian" ujar Tio Cie Hiong.

semula para perampok tersebut memang terkejut sekali mendengar suara bentakan keras itu, sebab telinga mereka terasa sakit sekali. Tapi setelah melihat yang melayang turun itu seorang pemuda, tertawalah mereka.

"Hei Anak muda Lebih baik engkau jangan ikut campur cepatlah tinggalkan tempat ini Kalau tidak-—"

"Kalian ingin membunuhku?" sahut Tio Cie Hiong sambil mengerutkan kening.

"ya." sahut kepala perampoki lalu memberi isyarat kepada para anak buahnya untuk menyerang Tio cie Hiong.

Tampak tujuh orang mendekati Tio Cie Hiong sambil mengangkat senjata masing-masing. Tio Cie Hiong tetap berdiri di tempat tak bergerak sama sekali. Ketika melihat tujuh orang itu menyerangnya, ia cuma menggeleng-gelengkan kepala. Di saat senjata-senjata itu mengarah ke dirinya, Tio Cie Hiong mengibaskan lengan bajunya.

Bukan main kibasan lengan bajunya Tampak orang-orang itu terpental belasan depa jauhnya, bahkan senjata-senjata mereka pun telah patah semua. "Aaaakh..." jerit mereka ketika jatuh terkapar-

Kepala perampok terbelalak seakan melihat hantu di siang hah bolong. Begitu pula para piauwsu, mulut mereka ternganga lebar, sedang-kan orang tua yang ada didalam kereta mewah itu mengucek mata, seakan tidak percaya apa yang dilihatnya didepannya.

"Kalian sudah sering merampoki maka hari ini aku terpaksa turun tangan terhadap kalian semua" ujar Tio Cie Hiong dan mendadak badannya berkelebat ke sana ke mari laksana kilat.

Dalam waktu sekejap, kepala perampok beserta anak buahnya telah roboh semua sambil merintih-rintih-

"Mulai sekarang kalian sudah tidak bisa melakukan kejahatan lagi, maka selanjutnya baik-baiklah menjadi orang" ujar Tio cie Hiong.

"siauw hiap" salah seorang piauwsu mendekatinya sambil menjura.

"Terima kasih atas pertolongan siauw Hiap Tapi para perampok itu harus dibunuh- Kalau tidaki mereka pasti akan merampok lagi."

"Tidak perlu membunuh mereka," sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum.

"Kenapa?" Piauwsu itu tercengang.

"sebab aku telah memusnahkan kepandaian mereka, maka kini mereka telah berubah seperti orang biasa." Tio cie Hiong memberitahukan.

"oooh" Piauwsu manggut-manggut dan kagum sekali pada Tio Cie Hiong.

"Kepandaian siauw Hiap sungguh tinggi"

"Kepandaianku hanya biasa-biasa saja," sahut Tio Cie Hiong merendah-"Kini sudah aman, kalian boleh melanjutkan perjalanan."

"Siauw Hiap orang tua berpakaian indah berjalan mendekati Tio Cie Hiong.

"siauw Hiap.."

"Ada apa. Tuan?" tanya Tio Cie Hiong.

"siauw Hiap telah menyelamatkan nyawaku, maka aku harus mengucapkan terima kasih pada siauw Hiap." ujar orang tua itu.

"Tuan tidak usah mengucapkan terima kasih kepadaku" Tio cie Hiong tersenyum.

"Berterima-kasihlah pada Thian (Tuhan), sebab kebetulan aku lewat dijalan ini, tentunya merupakan kehendak Thian."

orang tua itu melongo mendengar ucapan itu, kemudian manggut-manggut meraya berkata.

"Mungkin aku sering berbuat amal, maka di saat nyawaku terancam, muncul siauw Hiap menolongku. Tapi-—" Mendadak orang tua itu menarik nafas panjang.

Tio cie Hiong tahu bahwa hati orang tua itu terganjel sesuatu, tapi karena orang tua itu tidak memberitahukan, maka ia tidak mau bertanya.

"Tuan dari mana?" tanya Tio Cie Hiong kemudian sambit memandangnya.

"siauw Hiap jangan memanggilku tuan, panggil saja Paman"" ujar orang tua itu.

"Baik Tapi Paman juga jangan memanggilku siauw hiap- Namaku Tio Cie Hiong, maka Paman cukup memanggil namaku saja," ujar pemuda itu.

"Ng" orang tua itu mengangguk dan memperkenalkan dirinya-

"cie Hiong, aku adalah hartawan Lie bertempat tinggal di kota Pie Hong. cie Hiong, aku mengundangmu ke rumahku."

"Paman...." Tio Cie Hiong menggelengkan kepala.

"cie Hiong, engkau tidak mau memberi sedikit muka padaku?" tanya hartawan Lie sambil menghela nafas.

Tio cie Hiong berpikir sejeNak, kemudian mengangguki sebab ia memang harus melewati kota itu.

"Baiklahi paman"

"Terima kasih" ucap hartawan Lie tanpa sadar saking girang.

"Kok Paman yang berterima kasih kepadaku?" Tio Cie Hiong tersenyum.

"seharusnya aku yang berterima kasih kepada Paman" "sama-sama." Hartawan Lie tertawa dengan wajah agak memerah-"Ayohi kita masuk ke kereta"

"Tunggu, Paman"sahut Tio Cie Hiong memberitahukan.

"Aku harus mengobati piauwsu-piauwsu yang terluka."

Tio cie Hiong segera mengobati beberapa piauwsu yang terluka, setelah itu barulah ia masuk ke dalam kereta dan duduk di sisi hartawan Lie.

Tak lama berangkatlah mereka menuju Kota Pie Hong. sementara hartawan Lie tak henti-hentinya memandang Tio Cie Hiong dengan kagum. Kini usia pemuda itu sudah hampir delapan belas. gerak- geriknya halus, sopan dan sangat tampan pula, sehingga hartawan Lie menaruh perhatian kepadanya. "Sebetulnya Paman dari mana?" tanya Tio Cie Hiong.

"Pulang sembahyang dari biara Ceng Tek Bio-"jawab hartawan Lie memberitahukan.

"Di tengah jalan muncul perampok-perampok itu. Para piauwsu yang kusewa untuk mengawalku itu tidak becus sama sekali."

"Mereka bukan tidak becus, melainkan para perampok itu berkepandaian tinggi." Tio Cie Hiong tersenyum.

"Jadi para piauwsu kewalahan melawan mereka, namun mereka telah melawan secara mati-matian karena harus melindungi Paman. oleh karena itu, Paman harus menambah uang imbalan mereka."

"Ngram" Hartawan Lie manggut-manggut dan semakin kagum, sebab Tio Cie Hiong begitu bijaksana.

"ohya, kenapa Paman pergi sembahyang ke biara itu?" tanya Tio Cie Hiong heran.

"Aaakh—" Hartawan Lie menghela nafas.

"sudah seminggu isteriku menderita sakit, semua tabib di kota tak mampu mengobatinya, karena itu aku pergi sembahyang."

"isteri Paman menderita sakit apa?"

"Entahlah" Hartawan Lie menggelengkan kepala dan menghela nafas lagi.

Kadang-kadang menggigil kedinginan, kemudian badannya panas dan mengoceh tidak karuan. Maka ada beberapa tabib mengatakan bahwa isteriku terganggu oleh arwah gentayangan Karena itu, kemarin dulu aku pun mengundang seorang tosu (Pendeta Taosme) ke rumah untuk mengusir arwah gentayangan itu. Dia minta dua ribu tael perak. katanya uang itu untuk berbagai keperluan. Tapi--, isteriku tetap tidak sembuh, sehingga tosu itu kusuruh pergi. Pagi ini atas saran seorang temanku, berangkatlah aku ke biara Ceng Tek Bio untuk sembahyang di sana."

"Paman" Tio Cie Hiong tersenyum.

"Aku mengerti sedikit ilmu pengobatan, aku akan coba mengobati isteri Paman."

"oh?" Hartawan Lie terbelalak-

"Engkau masih begitu muda tapi mengerti ilmu pengobatan?"

"Cuma mengerti sedikit," jawab Tio Cie Hiong merendah.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar