Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 20

Baca Cersil Mandarin Online: Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 20
Bagian 20

"Ya, Ayah" Siang Ji bangkit berdiri

Toan wie Kie dan adiknya segera mendekati Siang Ji dengan wajah berseri. Siang Ji pun segera memanggil. "Kakak,.."

"Adik" Toan wie Kie memegang bahunya sambil tersenyum.

" Engkau tidak akan senakal Pit Lian, kan?"

"Eh Kak," Toan pit Lian melotot, kemudian menggenggam tangan Siang Ji erat-erat. "Adik"

" Kakak" Siang Ji tersenyum dengan air mata bercucuran saking terharu.

"Nah Urusan ini telah beres," ujar Toan Hong Ya sambil memandang Tio Cie Hiong. "ohya, kenapa engkau tahu bahwa Siang Ji yang melakukan itu?"

Ketika aku memasuki kamar ini, aku melihat nadi di kening Siang Ji bergerak-gerak. Lagipula wajahnya agak kekuning-kuningan, maka aku sudah menduga dia yang memelihara ulat aneh itu." ujar Tio Cie Hiong menjelaskan.

"Ulat aneh?" Toan Hong Ya mengerutkan kening.

"Ulat aneh apa?"

"sebetulnya Ratu tidak menderita penyakit apa pun, tapi di dalam perutnya terdapat ulat aneh yang berasal dari daerah Miauw." Tio Cie Hiong memberitahukan.

"Ulat aneh itu hidup di dalam perut Ratu, menghisap sari makanan dan energi di dalam tubuh Ratu, maka tubuh Ratu menjadi kurus kering. setahun kemudian, ulat itu akan berkembang biak di dalam perut Ratu. setiap malam, tiba ulat-ulat itu akan merayap ke luar dari mulut Ratu lalu masuk ke dalam mulut orang lain. setelah itu, Ratu pasti mati secara mengerikan."

"Ha a a h?" Toan Hong Ya merinding, begitu pula yang lain. "Setelah Ratu mati, Siang Ji pun ikut mati." tambah Tio Cie Hiong. "sebab dia si pemelihara ulat aneh itu,tadi harus mati juga." "Aaakh..." Toan Hong Ya menghela nafas.

" Untung engkau keburu sampai di sini, kalau tidak..."

"Perut kita pasti berisi ulat aneh itu," sambung Toan pit Lian sambil tertawa. Tayli Kongcu girang karena kehadiran Tio Cie Hiong, lagipula pemuda itu telah menyelamatkan ibunya.

"cie Hiong" Toan Hong Ya menatapnya kagum.

"Dari mana engkau belajar ilmu pengobatan?"

"sok Beng Yok ong," jawab Tio Cie Hiong memberitahukan. "Dua tahun aku ikut beliau untuk belajar ilmu pengobatan." "Pantas..." Toan Hong Ya manggut-manggut.

"Semua ini memang sudah merupakan takdir," ujar Tio Cie Hiong.

" Kalau tidak memiliki semacam Iweekang, aku pun tidak akan sanggup menyembuhkan Ratu."

"saudara Tio, Iweekang apa yang kau miliki itu?" tanya Toan wie Kie mendadak.

"Pan Yok Hian Thian sin Kang," jawab Tio Cie Hiong jujur.

"Iweekang tersebut mengandung hawa yang (Panas) maka menggunakan Iweekang itulah aku memusnahkan ulat aneh di dalam perut Ratu."

"Oooh" Toan wie Kie manggut-manggut dan makin kagum terhadap Tio Cie Hiong. sedangkan Toan pit Lian terus meliriknya dengan mata berbinar-binar.

Itu tidak terlepas dari mata Lim Ceng Im, namun sungguh mengherankan, kali ini ia tidak merasa panas terhadap Tayli Kongcu, sebaliknya malah memakluminya. sebab gadis mana yang tidak akan tertarik pada Tio Cie Hiong yang begitu tampan, lemah lembut, mahir ilmu silat, ilmu sastra dan ilmu pengobatan. Diam-diam ia pun merasa bangga tapi merasa gelisah pula, karena kalau Tio Cie Hiong pemuda mata keranjang, kelak pasti punya istri banyak. Akan tetapi, ia yakin Tio Cie Hiong bukan pemuda semacam itu.

Hari ini, suasana di ruang dalam istana itu kelihatan agak lain. sebab para pengawal istana berbaris rapi di situ, tampak pula seorang rahib berdiri disisi Toan Hong Ya, hadir juga sang Ratu, Gouw sian Eng, Toan wie Kie dan adiknya.

Berselang beberapa saat kemudian, muncullah Tio Cie Hiong bersama Lim Ceng Im. suasana itu membuat mereka berdua tercengang. setelah memberi hormat kepada Toan Hong Ya dan sang Ratu, barulah mereka duduk,

"cie Hiong" ujar Toan Hong Ya sambil tertawa.

"Mari kuperkenalkan Rahib ini adalah Hian Teng Taysu. Beliau adalah Kek su (Guru silat) dalam istana."

Tio cie Hiong segera bangkit berdiri sekaligus memberi hormat pada rahib itu. "omitohud" ucap Hian Teng Taysu, kemudian menatap Tio Cie Hiong dalam-dalam. "Kita memang berjodoh bertemu di sini."

Tio Cie Hiong hanya tersenyum, namun merasa heran kenapa Toan Hong Ya mengundangnya datang di ruang itu.

"cie Hiong, aku suka sekali akan ilmu silat." ujar Toan Hong Ya memberitahukan.

"Maka hari ini aku mengadakan pertandingan persahabatan, yakni Hian Teng Taysu akan bertanding denganmu."

"Hong Ya" Tio Cie Hiong mengerutkan kening.

Lebih baik dibataskan pertandingan persahabatan ini." "Kenapa?" tanya Toan Hong Ya.

"Hong Ya, aku datang bukan ingin bertanding dengan Koksu di sini. Lagi pula aku pun tidak mau bertanding," ujar Tio Cie Hiong.

"omitohud" ucap Hian Teng Taysu.

"Aku dengar engkau berkepandaian tinggi, karena itu, aku ingin mohon petunjuk."

"Taysu..." Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.

"Untuk apa kita harus bertanding?"

"Untuk menambah pengetahuanku mengenai hal ilmu silat," sahut Hian Teng Taysu. "Maka kuharap engkau tidak akan mengecewa kanku" "Taysu..."

"saudara Tio" ujar Toan wie Kie sambil tersenyum.

"Aku memang ingin sekali menyaksikan kepandaianmu, maka janganlah engkau menolak"

"Itu hanya merupakan pertandingan persahabatan saja," sambung Toan Pit Lian sambil memandangnya .

"Kakak Hiong" bisik Lim Ceng Im. "Jangan mempermalukan Tionggoan"

"Adik Im" Tio Cie Hiong menatapnya.

"Engkau pun menghendaki aku bertanding dengan Taysu itu?"

"Ya." Lim Ceng Im mengangguk dan melanjutkan.

"Itu demi menjaga nama baik Tionggoan. Kalau engkau tidak bertanding, maka akan mempermalukan seluruh kaum pesilat Tionggoan."

"Aaakh..." Tio Cie Hiong menghela nafas, namun kemudian manggut-manggut.

"Baiklah" katanya.

"omitohud" Hian Teng Taysu tersenyum, lalu berjalan mantap ke tengah-tengah ruang tersebut, dan berdiri di situ sambil memandang Tio Cie Hiong.

Pemuda itu bersikap apa boleh buat melangkah ke situ, lalu berdiri di hadapan Hian Teng Taysu.

"Aku tuan rumah, engkau boleh menyerang duluan," ujar Hian Teng Taysu sambil menghimpun Iweekangnya.

"Maaf, Taysu" sahut Tio Cie Hiong sungguh-sungguh. "Aku tidak pernah menyerang duluan terhadap siapa pun." "omitohud Kalau begitu, aku akan menyerang duluan" "silakan, Taysu"

Hati- hati" Hian Teng Taysu memperingatkan Tio Cie Hiong kemudian badannya bergerak dan langsung menyerang.

sungguh dahsyat serangannya, Tio Cie Hiong tidak menangkis, melainkannya hanya berkelit menggunakan Ilmu Langkah Kilat, maka seketika ia menghilang dari hadapan Hian Teng Taysu, sehingga rahib itu menyerang tempat kosong.

Hian Teng Taysu terkejut. la tidak menyangka kalau Tio Cie Hiong memiliki ginkang yang begitu tinggi. sudah barang tentu membuatnya penasaran, dan tanpa melihat langsung menyerang ke belakang.

Tio Cie Hiong berkelit lagi, namun Hian Tong Taysu menyerangnya bertubi-tubi. Tak terasa pertandingan sudah melewati belasan jurus, tetapi Tio Cie Hiong sama sekali tidak menangkis atau balas menyerang, hanya berkelit saja.

"omitohud Kenapa engkau cuma berkelit? Tangkislah seranganku" ujar Hian Teng Taysu.

Tio Cie Hiong serba salah, sebab kalau ia merobohkan rahib itu, tentunya akan membuat rahib itu malu. Begitu banyak pengawal istana menyaksikan pertandingan itu, lagi pula kedudukan Hian Teng Taysu sebagai Kok su (Guru silat istana), jadi Tio Cie Hiong tidak ingin mempermalukannya. Mendadak timbul suatu ide dalam hatinya, dan seketika wajahnya pun berseri.

Ketika Hian Teng Taysu menyerangnya, ia menangkis dengan kibasan lengan bajunya. Daaar Terdengar suara benturan.

Hian Teng Taysu terhuyung-huyung beberapa depa ke belakang, dan di saat itu pula tampak Tio Cie Hiong terhuyung-huyung ke belakang. la sengaja berbuat begitu agar Hian Teng Taysu tidak mendapat malu.

"omitohud" ucap Hian Teng Taysu.

"Terima-kasih..."

Hian Teng Taysu tahu tentang itu, begitu pula Toan Hong Ya, kedua putra putrinya, Lim Ceng Im dan Gouw sian Eng. Namun para pengawal istana sama sekali tidak mengatahuinya. Mereka menganggap Tio Cie Hiong bertanding seri dengan Hian Teng Taysu.

"Taysu sungguh berkepandaian tinggi" ujar Tio Cie Hiong sambil memberi hormat dan tersenyum.

"omitohud Engkau memang berkepandaian tinggi dan bijaksana, aku kagum dan salut padamu," ucap Hian Teng Taysu setulus hati.

"sama-sama Taysu." Tio Cie Hiong tersenyum.

Usailah pertandingan itu, Toan Hong Ya makin bertambah kagum pada Tio Cie Hiong, begitu pula Toan Pit Lian.

Pagi ini di halaman istana Tayli, tampak beberapa orang sedang menikmati keindahan bunga-bunga yang beraneka warna dan baru memekar. Mereka adalah Tio Cie Hiong, Lim Ceng Im, Gouw sian Eng, Toan wie Kie dan adiknya.

"saudara Tio" ujar Toan wie Kie sambil tersenyum.

"Aku sungguh kagum akan kepandaianmu, sudikah engkau memberi sedikit petunjuk kepadaku?"

"saudara Kie, jangan terlampau merendah" Tio Cie Hiong tersenyum.

"Aku bicara sesungguhnya," tambah Toan wie Kie.

"saudara Tio, bagaimana kalau kita bertanding beberapa jurus?"

"Itu...." Tio Cie Hiong tampak ragu.

"Kakak Hiong, layanilah dia beberapa jurus" sela Gouw sian Eng.

"Kalau tidak, dia pasti penasaran sekali."

"Baiklah." Tio cie Hiong mengangguk.

"Terima kasih" Toan wie Kie girang bukan main.

"senjataku kipas, silakan saudara Tio mengeluarkan senjata"

"saudara Kie, aku akan melayanimu dengan tangan kosong saja," ujar Tio Cie Hiong.

"Baik," Toan wie Kie manggut-manggut.

"saudara Tio, hati-hati Aku akan mulai menyerang"

"Silakan" ucap Tio Cie Hiong.

Toan wie Kie mulai menyerangnya dengan kipas, itulah Bu Ceng san Hoat (Ilmu Kipas Tanpa Perasaan). Ilmu kipas tersebut terdiri dari dua belas jurus, merupakan ilmu andalan sin san Lojin, guru Toan wie Kie. Maka dapat dibayangkan betapa lihainya ilmu kipas itu.

Toan pit Lian agak terperanjat. la tidak menyangka kakaknya langsung menyerang Tio Cie Hiong dengan ilmu kipas itu. Akan tetapi, kemudian ia terbelalak karena melihat Tio Cie Hiong menangkis serangan itu dengan kibasan lengan baju, setelah itu ia melihat lagi jari telunjuknya menyentil, sehingga membuat kipas Toan wie Kie jadi miring.

Toan wie Kie penasaran sekali. la segera menutup kipasnya sekaligus menyerang Tio Cie Hiong dengan totokan.

Tio Cie Hiong tampak tersenyum dan segera memutarkan badannya, sehingga ujung kipas Toan wie Kie menotok tempat kosong. selain penasaran, Toan wie Kie bertambah kagum dan tidak habis pikir. Bagaimana Tio Cie Hiong bisa berkepandaian begitu tinggi, padahal usianya lebih muda dari usianya.

"Hiyaaat" Pekik Toan wie Kie sambil menyerang. Kali ini ia mengeluarkan jurus yang paling lihay dan ampuhi yaitu jurus Hai Lang soh Ngai (ombak Menyapu Daratan).

Bukan main dahsyatnya jurus tersebut. Bahkan gurunya pernah berpesan, apabila tidak dalam bahaya, tidak boleh mengeluarkan jurus tersebut.

Tapi Toan wie Kie justru mengeluarkan jurus itu lantaran saking penasaran.

"Kakak,.." seru Toan pit Lian kaget. Dia sama sekali tidak menyangka kalau kakaknya akan mengeluarkan jurus itu.

Tio Cie Hiong pun terkejut menyaksikan serangan maut tersebut, namun ia tetap berdiri diam di tempat. Ketika ujung kipas itu hampir menyentuh badannya, mendadak ia berkelit menggunakan Kiu Kiong san Tian Pou, sekaligus mengibaskan lengan bajunya. Melilit dan menyentak, tahu-tahu kipas itu telah berpindah ketangannya. Toan wie Kie berdiri mematung di tempat. Tio Cie Hiong tersenyum sambil mendekatinya.

"Maaf, saudara Kie" ucap Tio Cie dan mengembalikan kipas itu kepadanya.

Kepandaianmu sungguh tinggi" "Aaakh..." Toan wie Kie menghela nafas.

"Aku memang tak tahu diri, sudah tahu engkau berkepandaian luar biasa, tapi masih mengajakmu bertanding."

"saudara Kie" Tio Cie Hiong tersenyum lagi.

"jurus itu sangat ganas dan mematikan, maka kalau tidak dalam keadaan bahaya, janganlah engkau mengeluarkannya."

" Guruku telah berpesan demikian, tapi..." Toan wie Kie menggeleng-gelengkan kepala.

"Ha ha ha" Mendadak terdengar suara tawa, kemudian tampak sosok bayangan berkelebat ke situ.

"Guru" seru Toan wie Kie girang. "Guru..."

seorang tua berdiri di situ, tangannya memegang sebuah kipas baja, menatap Tio Cie Hiong dengan mata tak berkedip. usianya tujuh puluhan.

"Anak muda Apakah engkau Pek Ih sin Hiap?" tanya orang tua itu

"Julukan itu kosong belaka, cianpwee" sahut Tio Cie Hiong sambil memberi hormat.

"Ha ha Engkau jangan merendahkan diri Aku sudah tahu kalau engkau yang menyembuhkan Ratu dan mengalahkan Hian Teng Taysu." ujar orang tua itu dan tertawa lagi.

"saudara Tio" Toan wie Kie memperkenalkan.

"Beliau sin san Lojin (orang Tua Kipas sakli), guruku."

"oooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut.

"Pek Ih sin Hiap" sin san Lojin menatapnya lagi.

"Engkau sungguh hebat, hanya beberapa jurus kipas muridku telah pindah ke tanganmu Karena itu... tanganku menjadi gatal"

"cianpwee...." Tio Cie Hiong tahu, bahwa orang tua itu ingin mengajaknya bertanding.

"Hi hi Hi" Mendadak terdengar suara tertawa nyaring yang cekikikan, dan sosok bayangan berkelebat ke situ. Ternyata seorang nenek, yang dibadannya tampak melingkar sehelai selendang.

orang tua pikun Muridmu telah dipecundang orang, kenapa engkau masih berani bilang tanganmu gatal?"

"Ha ha ha" sin san Lojin tertawa gelak.

Kukira gadis mana yang muncul, tidak tahunya engkau, nenek peot"

orang tua pikun, pipimu ingin ditampar selendangku?" Nenek itu melotot. "Guru" panggil Toan Pit Lian sambil tersenyum.

Kapan guru ke mari?"

Gurumu memang genit, ke mana aku pergi dia pasti ikut." sahut sin san Lojin sambil menyengir kearah nenek itu.

Ternyata nenek itu Ang Kin sianli (Dewi selendang Merah), guru Toan Pit Lian.

"Huh" dengus Ang Kin sianli.

"siapa ikut engkau? Dasar tak tahu malu"

"Yang tak malu tuh siapa?" sahut sin san Lojin sambil tertawa gelak, kemudian memandang Tio Cie Hiong.

"Pek Ih sin Hiap aku mau bertanding."

"cianpwee...." Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.

"Pek Ih sin Hiap. orang tua pikun itu begitu tak tahu diri. Hajar saja dia sampai terka ing- kaing seperti anjing" ujar Ang Kin sianli.

"Biasanya yang terkaing- kaing itu anjing betina sedangkan aku lelaki, bagaimana mungkin terkaing- kaing?" ujar sin san Lojin dan menyengir lagi.

"Guru" Toan wie Kie menggeleng-gelengkan kepala. "sudahlah, jangan terus ribut dengan guru adikku" "Guru" ujar Toan pit Lian sambil tersenyum. "jangan ribut lagi"

"Hm" dengus Ang Kin sianii.

"Huh" sin san Lojin juga ikut mendengus, lalu memandang Tio Cie Hiong seraya berkata.

"Pek Ih sin Hiap. mari kita bertanding beberapa jurus Kalau engkau tidak mau, aku pasti akan mati penasaran"

"Pek Ih sin Hiap Bikin dia mampus saja" seru Ang Kin sianii.

"Nenek Peot Kalau aku mati, engkaulah yang paling berduka" sahut sin san Lojin, yang kemudian berkata kepada Tio Cie Hiong.

"Pek Ih sin Hiap. hati-hati Aku mau mulai menyerang"

"Cianpwee..."

Akan tetapi, sin san Lojin sudah mulai menyerangnya. Apa boleh buat Tio Cie Hiong terpaksa melayaninya. Ang Kin sianii menyaksikan pertandingan itu dengan penuh perhatian.

Walau di serang bertubi-tubi, Tio cie Hiong hanya berkelit dan sekali-kali mengibaskan lengan bajunya.

Bukan main penasarannya sin san Lojin, kemudian dia mengerahkan seluruh tenaganya menyerang Tio Cie Hiong. oleh karena itu, Tio Cie Hiong terpaksa balas menyerangnya.

Tak terasa pertandingan mereka sudah melewati puluhan jurus. Mendadak Sin san Lojin menyerang Tio cie Hiong dengan beberapa totokan. Tio cie Hiong tidak berkelit, sehingga ujung kipas itu berhasil menohoknya.

"Ha ha ha" sin san Lojin tertawa terbahak-bahaki sebab telah berhasil menotok jalan darah di pinggang Tio Cie Hiong. Menurut dugaannya, totokannya itu akan membuat Tio Cie Hiong lumpuh dan tak mampu bergerak lagi.

" Kepandaian cianpwee memang hebat sekali." ucap... Tio Cie Hiong sambil memberi hormat.

"Haaah..." Bukan main terkejutnya sin san Lojin, karena Tio Cie Hiong masih bisa bergerak. Ternyata Tio Cie Hiong mengerahkan Pan Yok Hian Thian sin Kang untuk melindungi bagian pinggangnya, maka totokan itu tidak membuatnya lumpuh.

"Hi h H i" Ang Kin sianii tertawa cekikikan. Meskipun ia sudah tua, tapi suara tawanya masih nyaring dan merdu seperti anak gadis.

"orang tua pikun, engkau sudah kalah"

sin san Lojin diam. sepasang matanya memandang Tio Cie Hiong lekat-lekat, lama sekali barulah membuka mulut.

"Engkau... engkau telah berhasil mencapai tingkat Kim Kong put Hoay Cih sin (Kebal Terhadap senjata Tajam Dan Totokan)?"

"Aku belum mencapai tingkat itu, Cianpwee." jawab Tio Cie Hiong jujur.

"Tapi kenapa...?" sin san Lojin terheran- heran.

"Aku mengarahkan Iweekangku untuk melindungi bagian pinggang, maka diriku tidak akan terjadi apa-apa walau tertotok." Tio Cie Hiong memberitahukan.

"Bukan main" sin san Lojin menggeleng-gelengkan kepala.

Engkau betul-betul Pendekar sakti" "Rasakan" Ang Kin sianli tertawa.

Cari penyakit sendiri"

"Hm" dengus sin san Lojin.

"Biar bagaimana pun, aku masih berani bertanding dengan dia sebaliknya engkau cuma berani tertawa Dasar nenek peot yang pengecut"

"Aku tidak sebodoh engkau, mau cari penyakit" sahut Ang Kin sianli dan tertawa lagi.

Nenek peot" sin san Lojin melotot.

Kenapa engkau terus-menerus tertawa? Jangan-jangan engkau sudah sinting" "Hi h i" Ang Kin sianli tertawa cekikikan.

orang tua pikun, lihatlah pakaianmu"

"Pakaianku kenapa?" sin san melihat pakaiannya. seketika juga wajahnya berubah pucat pias, karena pakaiannya terdapat tujuh buah lubang.

"Haah..."

"Maaf, Cianpwee" ucap Tio Cie Hiong. Ketika diserang bertubi-tubi oleh sin san Lojin, ia terpaksa mengeluarkan ilmu ciptaannya, yaitu Bit Ciat sin Ci (Jari sakti Pemusnah Kepan-daian). Namun Tio Cie Hiong mengendalikan Iweekangnya, agar tidak memutuskan urat penting di tubuh sin san Lojin, hanya melubangi pakaiannya saja.

"Pek Ih sin Hiap" sin san Lojin tertawa gelak sambil menjura.

"Aku mengaku kalah"

"Hi h i" Ang Kin sianli tertawa cekikikan lagi.

"Nan, sudah terkaing- kaing seperti anjing"

"Nenek Peot Kalau engkau berani, bertan-dinglah dengan dia" sahut sin san Lojin.

"Baik" Ang Kin sianli manggut-manggut.

Cianpwee.." Tio Cie Hiong mengerutkan kening. "Pek Ih sin Hiap" Ang Kin sianli tersenyum.

"Aku ingin memperlihatkan ilmu selendang ku, harap engkau sudi memberi sedikit petunjuk" "oooh" Tio cie Hiong menarik nafas lega.

"Maaf, bagaimana mungkin aku bisa memberi petunjuk kepada sianpwee?" "Nenekpeot" Mendadak sin san Lojin tertawa terkekeh.

"Engkau sudah tua, tidak pantas merayu anak muda Yang harus merayunya adalah muridmu yang cantik jelita itu, bukan engkau yang sudah peot"

"orang tua sialan" Bentak Ang Kin sianli.

"pakaianmu telah dilubangi Pek Ih sin Hiap. perlukah aku melubangi pakaianmu lagi?" "Jangan ah" sahut sin san Lojin menggodanya. "Nanti kelihatan lho"

"Engkau..." Ang Kin sianli melotot, namun wajahnya yang sudah keriput itu tampak kemerah-merahan. Berselang sesaat barulah ia mengarah pada Tio Cie Hiong dan berkata.

"Pek Ih sin Hiap. aku akan mempertunjukkan ilmu seledang-ku"

"cianpwee..." Tio Cie Hiong ingin mengatakan, bahwa ia tidak mampu memberi petunjuki namun Ang Kin sianii sudah mulai menggerakkan selendangnya. Gerakannya lemah gemulai tapi penuh mengandung tenaga lunak,

Tio Cie Hiong menyaksikannya dengan penuh perhatian, sedangkan sin san Lojin menyaksi-kannya dengan mulut ternganga lebar, sekali-sekali ia pun tampak tersenyum getir.

Hal itu tidak terlepas dari mata Tio Cie Hiong, maka timbul dugaan bahwa mereka berdua sebetulnya merupakan sepasang kekasih, hanya saja tidak mau saling mengalah, sehingga sering menimbulkan percekcokkan, akhirnya mereka berdua harus hidup merana. Dugaan Tio Cie Hiong memang tidak meleset, sin san Lojin dan Ang Kin sianii memang merupakan sepasang kekasih di masa muda, namun mereka berdua tidak mau saling mengalah dalam hal ilmu silat, maka sering ribut sehingga tidak terangkap menjadi suami isteri. Akan tetapi, mereka berdua tetap saling mencinta dalam hati.

sementara Ang Kin sianii terus mempertunjukkan ilmu selendangnya. Tio Cie Hiong manggut-manggut kagum dan kemudian mengeluarkan suling kumalanya.

Tak lama terdengarlah suara suling yang sangat merdu. Berselang sesaat, Ang Kin sianii bergerak mengikuti irama suling itu Ketika irama suling itu mengalun perlahan, gerakan Ang Kin sianii ikut perlahan dan lemah gemulai, bahwa wajahnya juga tampak berseri-seri.

sin san Lojin terbelalak menyaksikan wajah itu, membuatnya teringat akan masa puluhan tahun lampau, mereka berdua pernah berlatih bersama. Kenangan manis dan indah itu menyebabkannya mendekati Ang Kin sianii, lalu ikut bergerak pula menggunakan kipas bajanya.

Mendadak suara suling itu berubah menjadi irama percintaan. seketika itu juga sin san Lojin dan Ang Kin sianli bergerak bagaikan sepasang kekasih. Mereka berdua saling melirik dan tersenyum dengan penuh cinta kasih.

Lim Ceng Im, Gouw sian Eng, Toan wie Kie dan adiknya menyaksikan kejadian itu dengan mata terbelalak.

sementara irama suling itu makin menggetarkan kalbu. Tampak Sin San Lojin dan Ang Kin sianii bergerak sambil bergandeng tangan. Berselang beberapa saat kemudian, irama suling itu berubah meninggi.

Gerakan sin san Lojin dan Ang Kin sianii pun bertambah cepat. Namun sungguh mengherankan, karena gerakan mereka itu justru saling melindung dan menyerang seakan menghadapi musuh.

irama suling makin lama makin meninggi dan cepat. seketika itu juga hanya tampak bayangan sin san Lojin dan Ang Kin sianli berkelebatan. Bukan main hebatnya gerakan-gerakan mereka berdua, tak lama kemudian, irama suling berubah rendah dan perlahan.

sin san Lojin dan Ang Kin sianli juga ikut bergerak perlahan, bahkan kelihatan lemah gemulai.

Kemudian suara suling itu berubah lagi menggetarkan kalbu, ternyata berirama percintaan.

Tio Cie Hiong tersenyum, lalu mengerahkan beberapa bagian Pan Yok Hian Thian sin Kang, Seketika sin san Lojin dan Ang Kin sianli saling memandang dengan penuh kasih sayang sambil bergerak gemulai. Mereka berdua makin mendekat dan... saling memeluk dengan penuh cinta kasih.

Tio cie Hiong manggut-manggut sambil tersenyum, lalu berhenti meniup, sin san Lojin dan Ang Kin sianli tampak tersentak, kemudian cepat-cepat melepaskan pelukan, dan mereka tersenyum bahagia.

Perlahan-lahan mereka berdua menghampiri Tio Cie Hiong, kemudian menjura.

"Pek Ih sin Hiap Terima kasih karena engkau telah menyadarkan kami akan satu hal" ujar sin san Lojin dengan wajah cerah ceria.

"Kalau sudah sekian lama saling mencinta, kenapa masih harus menyia-nyiakan waktu? Nikmatilah sisa hidup yang ada" sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum.

"Benar." sin san Lojin manggut-manggut sambil memandang Ang Kin Sianli.

"sianli, mari kita pergi dulu"

Ang Kin sianli mengangguk malu-malu. Mereka berdua lalu melesat pergi. Toan wie Kie dan adiknya tertegun, setelah itu mereka berseru serentak.

"Guru Guru..."

"Mulai saat ini, guru-guru kalian akan melewati hari-hari yang indah dan bahagia, tetapi mereka pasti ke mari lagi menengok kalian." ujar Tio cie Hiong memberitahukan.

"oooh" Toan wie Kie manggut-manggut.

"saudara Tio, terima kasih Engkau telah membuat guruku hidup bahagia."

"cie Hiong" ucap Toan pit Lian dengan kepala tertunduk.

"Terima kasih..."

Ternyata suara suling itu telah menyadarkan sin san Lojin dan Ang Kin sianli akan kekeliruan mereka di masa lalu. Padahal mereka berdua saling mencinta, tapi kenapa sering ribut dan cekcok sehingga kedua-duanya telah menyia-nyiakan waktu puluhan tahun yang sangat berarti itu? setelah tersadar akan kekeliruan itu, mereka berdua ingin hidup bahagia sesuai dengan apa yang di ucapkan Tio Cie Hiong.

Kenapa suara suling itu tidak mempengaruhi Lim Ceng Im, Gouw sian Eng, Toan wie Kie dan adiknya? Ternyata Tio Cie Hiong telah mengendalikan suara sulingnya, agar hanya tertuju kepada sin san Lojin dan Ang Kin sianli, maka mereka tidak terpengaruh oleh

suara suling itu.

Toan Hong Ya dan sang Ratu duduk di kursi kebesaran mereka. Toan Hong Ya terus tertawa gembira, sedangkan sang Ratu tersenyum-senyum. Hadir pula Toan wie Kie, Toan Pit Lian dan Gouw sian Eng. Tak seberapa lama kemudian, muncullah Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im.

"Hong Ya" Tio Cie Hiong memberi hormat.

"Ada urusan apa Hong Ya memanggil kami?"

"HaHa ha" Toan Hong Ya tertawa. sungguh mengherankan, hari ini Toan Hong Ya kelihatan gembira sekali, sedangkan Toan pit Lian kelihatan malu-malu.

"Kalian duduklah"

Tio cie Hiong dan Lim Ceng Im duduk, sebetulnya hari ini Tio Cie Hiong juga ingin berpamitan, kebetulan Toan Hong Ya memanggilnya.

"Maaf" ucap Tio Cie Hiong.

"Apakah ada urusan penting sehingga Hong Ya memanggil kami menghadap?" "Memang ada urusan penting," sahut Toan Hong Ya dengan wajah berubah serius. "Begini, putriku sudah dewasa, namun hingga kini masih belum menikah..."

Begitu mendengar ucapan itu, Tio Cie Hiong sudah tahu apa maksud Toan Hong Ya. Tapi ia tidak memotong ucapannya, melainkan terus mendengarkan. Lim Ceng Im pun sudah menduga

juga apa kehendak Toan Hong Ya itu, maka diam-diam ia melirik Tio Cie Hiong ingin mengetahui ekspresi wajahnya, namun wajah pemuda itu tampak biasa-biasa saja.

"Ketika pergi ke Tionggoan untuk mengundang sok B eng Yok ong, putriku bertemu denganmu, kemudian dengan cara tak terpuji, ia mengundangmu ke mari." lanjut Toan Hong Ya sambil memandang Tio Cie Hiong.

"Ternyata putriku sangat tertarik padamu, dan hal tersebut telah diutarakannya kepada kami..."

Toan Hong Ya tertawa-tawa, sang Ratu manggut-manggut, sedangkan Toan pit Lian tersenyum malu-malu dan Toan wie Kie memandang Tio Cie Hiong dengan penuh harap.

"oleh karena itu..." tambah Toan Hong Ya.

"Kami sebagai orang tuanya telah bersepakat menjodohkannya denganmu. Tentunya engkau tidak akan menolak kan?"

"Terima kasih Hong Ya Itu berarti Hong Ya memandang tinggi diriku." ucap Tio Cie Hiong sambil memberi hormat.

"Ha ha ha" Toan Hong Ya tertawa gembira.

"Jadi engkau menerima perjodohan ini kan?"

"Maaf" ucap Tio Cie Hiong tegas. "Aku menolak."

Jawaban Tio Cie Hiong membuat Toan Hong Ya, sang Ratu dan Toan wie Kie tertegun, sedangkan wajah Toan pit Lian langsung berubah pucat. Lim Ceng Lim bergirang dalam hati, dan Gouw sian Eng memandang Tio Cie Hiong dengan tidak mengerti.

Kenapa engkau menolak?" tanya Toan Hong Ya dengan kening berkerut. "Beritahukan apa alasanmu"

"Hong Ya, aku sangat berTerima kasih kepada Hong Ya yang ingin menjodohkan Tayli Kong cu padaku, karena sesungguhnya itu merupakan suatu kebanggaan bagiku. Akan tetapi, aku mohon maaf dan mohon Hong Ya jangan tersinggung," ujar Tio Cie Hiong memberitahukan secara jujur.

"sebelum bertemu Tayli Kongcu, aku telah mencintai seorang gadis..." "siapa gadis itu?" tanya Toan pit Lian cepat dengan wajah yang masih pucat.

"Dia bernama Im Ceng, kakak Ceng Im." Tio Cie Hiong memberitahukan sambil tersenyum.

"Putri Lim Peng Hang, ketua Kay Pang."

"oh?" Toan pit Lian mengerutkan kening.

"Ceng Im" Toan Hong Ya menatapnya tajam. "Benarkah itu?"

"Benar Hong Ya," sahut Lim Ceng Im dan menambahkan.

" Kakakku pun sangat mencintainya . "

"cie Hiong" Toan Hong Ya menatapnya sambil mengerutkan kening.

"Jadi engkau menolak perjodohan ini?"

"Ya, Hong Ya." Tio Cie Hiong mengangguk,

"Aaakh..." Toan Hong Ya menghela nafas.

"Padahal sesungguhnya, putriku sangat mencintaimu. " "Terima kasih atas cintanya" ucap Tio Cie Hiong. "Namun aku tetap menolak."

"cie Hiong" ujar Toan Hong Ya sungguh-sungguh.

"Kalau engkau menikah dengan putriku, berarti engkau adalah Hu Man (Mantu Raja) negeri Tayli ini, engkau akan hidup senang dan penuh kehormatan di sini. Kenapa engkau menyia-nyiakan kesempatan emas ini?"

"Hong Ya, cinta yang suci murni dan kesetiaan jauh lebih berharga daripada segalanya," sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum.

"Apabila aku menerima perjodohan ini, berarti diriku sudah tiada kesetiaan dan cinta yang suci murni jadi Tayli Kongcu akan menerima cinta palsu dariku, selanjutnya pasti akan hidup menderita. sebab dia punya seorang suami yang tidak memiliki kesetiaan dan cinta kasih yang suci murni, karena aku sudah tidak memiliki kesetiaan, setelah menikahi sudah pasti akan menyeleweng. Apakah Hong Ya menghendaki itu?"

Toan Hong Ya terbungkam, Toan pit Lian menundukkan kepala, Toan wie Kie manggut-manggut akan kebenaran ucapan Tio Cie Hiong, Gouw sian Eng meliriknya, sedangkan Lim Ceng Im girang bukan main sehingga nyaris memeluknya.

"Hong Ya" lanjut Tio cie Hiong.

"Apakah Hong Ya menghendaki aku menjadi pemuda yang tidak setia terhadap cinta?" "Itu..." Toan Hong Ya menghela nafas.

"Pek Ih sin Hiap. engkau benar. Aku harus mengakui itu, bahkan aku pun salut sekali pada mu. Engkau selain sakti, juga memiliki kesetiaan dalam hal cinta."

"Hong Ya" ujar Tio Cie Hiong memberitahukan.

"sesungguhnya akupun ingin mohon pamit, karena sudah sekian lama aku tinggal di sini." "Engkau mau kembali ke Tionggoan?" Toan Hong Ya memandangnya. "Kapan?"

"Hari ini," sahut Tio Cie Hiong singkat.

"Begitu cepat?" Toan Hong Ya terbelalak.

" Ya." Tio cie Hiong mengangguk.

"Hong Ya, bolehkah aku berbicara sebentar dengan Tayli Kongcu?"

"silakan" Toan Hong Ya manggut-manggut.

Tio Cie Hiong menghampiri Toan pit Lian. la melihat mata putri Tayli itu telah bersimbah air.

"Kongcu" ujar Tio Im Ceng sambil tersenyum.

"Aku sangat berterima kasih atas cintamu, tapi aku sudah mencintai gadis lain, maka aku mohon engkau sudi memaafkan aku"

"Pek Ih sin Hiap..." Toan pit Lian terisak-isaki

"Kongcu" Tio cie Hiong tersenyum lembut. "Engkau adalah Tayli Kongcu yang cantik jelita, maka aku yakin engkau pasti akan bertemu pemuda yang jauh lebih baik dan tampan dariku. Percayalah"

"Kakak Cie Hiong?"" panggil Toan pit Lian dan mendadak ia mendekap di dada Tio Cie Hiong.

Pemuda itu pun membelainya dengan penuh kasih sayang bagaikan seorang kakak.

"Adik Lian, aku menyayangimu seperti adik sendiri Engkau begitu baik, maka tentunya akan mendapatkan calon suami yang baik pula. Percayalah"

"Ng" Toan pit Lian mengangguk dengan air mata bercucuran.

Bagaimana reaksi Lim Ceng Im menyaksikan itu? Apakah ia akan merasa cemburu dengan hati membara?Justru sungguh diluar dugaan, itu sama sekali tidak. sebaliknya ia malah merasa iba pada Toan pit Lian. Lagi pula ia pun tahu Toan pit Lian mendekap di dada Tio Cie Hiong di sebabkan emosional. sedangkan Tio Cie Hiong membelainya hanya terdorong oleh rasa kasih sayang sebagai seorang kakak terhadap adik, Karena itu, ia harus bermain lapang menyaksikannya tanpa disertai rasa cemburu.

"Kakak Cie Hiong..." Toan pit Lian melepaskan dekapannya.

"Engkau sudi menganggapku sebagai adik?"

"sejak bertemu denganmu, aku telah menganggapmu sebagai adik," jawab Tio Cie Hiong sambil tersenyum lembut.

"Terima kasih, Kakak Cie Hiong" ucap Toan pit Lian, kemudian menatapnya sekaligus tersenyum pula.

Engkau mau pulang ke Tionggoan hari ini?" "Ya." Tio cie Hiong mengangguk.

Kakak Hiong" Gouw sian Eng mendekatinya. "Aku..."

"Aku tahu, engkau masih ingin tinggal di sini kan?" Tio Cie Hiong memandang Gouw sian Eng dan Toan wie Kie sambil manggut-manggut.

"saudara Kie, kapan engkau akan mengantar Gouw sian Eng ke Tionggoan?"

"Mungkin... dua tiga bulan lagi," jawab Toan wie Kie.

"saudara Tio, tolong beritahukan kepada ayahnya sekaligus sampaikan salamku kepada ayah dan kakeknya"

"Baik." Tio Cie Hiong mengangguk. "Pasti kusampaikan." ,





Bab 29 Yap In Nio mengembara

Kedai itu cukup besar dan dipenuhi para tamu. Mereka makan minum sambil tertawa. Tanipak seorang gadis belia duduk seorang diri menikmati sop sapi, gadis itu cantik manis, berusia tujuh belasan.

Di saat ia sedang menikmati sop sapi, tiba-tiba muncul seorang pemuda tampan berpakaian mentereng memasuki kedai itu. setelah menengok ke sana ke mari, pemuda itu menghampiri gadis tersebut sambil tersenyum lembut.

"Maaf" ucapnya. "Nona, tempat lainp enuh semua, bolehkah aku duduk di sini?"

"Duduklah" sahut gadis itu.

"Terima kasih" Pemuda itu lalu duduk di hadapannya dengan wajah berseri, kemudian menatap gadis itu dengan mata berbinar- binar. "Nona seorang diri?"

"Ya." gadis itu mengangguk.

"Nona, bolehkah aku tahu namamu?" tanya pemuda itu mendadak.

"Namaku Yap In Nio." Ternyata gadis itu adalah Yap In Nio, Tio Cie Hiong pernah mengajarnya ilmu pedang. sungguh mengherankan, kenapa gadis tersebut berada di kota ini?

"Oh ya, namamu?"

"Ku Tek Cun." Ini pun di luar dugaan, karena pemuda tampan itu tidak lain Ku Tek Cun. "Nona berasal dari mana?"

"Kota An Wie." Yap In Nio memberitahukan.

"Oooh" Ku Tek Cun manggut-manggut.

"

ibuku sudah meninggal, maka aku mengembara..." Wajah Yap In Nio tampak murung. "Aku mau mencari seseorang."

"Engkau mau mencari siapa? Beritahukanlah Mungkin aku tahu," ujar Ku Tek Cun sambil menatapnya.

"oh?" Yap In Nio kelihatan girang. "Aku mencari kakak Hiong..."

Kakak Hiong?" Ku Tek Cun mengerutkan kening. "Nama lengkapnya?"

"Tio Cie Hiong." Yap In Nio memberitahukan secara jujur.

Begitu mendengar nama tersebut, wajah Ku Tek Cun langsung berubah. Berselang sesaat, ia pun tersenyum.

"Kenapa engkau ingin mencari dia?" tanya Ku Tek Cun ingin tahu.

"Dia baik sekali padaku, aku pun baik padanya. Kini ibuku sudah meninggal, maka aku mengembara untuk mencarinya," jawab Yap In Nio.

"Engkau kenal dia?"

"Engkau mencari karena mencintainya?" Ku Tek Cun balik bertanya.

"Ya." Yap In Nio mengangguk,

"Aku... aku sangat mencintainya."

Gadis itu justru tidak tahu, kalau ia sedang berhadapan dengan pemuda yang berhati jahat dan licik.

"oooh" Ku Tek Cun manggut-manggut dan timbul pula rencana busuknya.

"Ternyata engkau begitu mencintainya"

"Jadi..." Wajah Yap In Nio berseri-seri. "Engkau kenal dia?"

" Kenal." Ku Tek Cun mengangguk.

"Dia... dia berada di mana?" tanya Yap In Nio girang.

"Tolong beritahukan kepadaku"

"Aku memang kenal dia, tapi..." Ku Tek cun menggelengkan kepala.

"Aku tidak tahu dia berada di mana."

"Engkau bersedia bantuku, mencari dia?" tanya Yap In Nio dengan penuh harap.

"Aku..." Ku Tek Cun menggelengkan kepala.

"Tolonglah bantu aku mencari dia" desak Yap In Nio.

"Aku... aku sangat merindukannya . "

"Itu..." Ku Tek Cun bersikap seakan sedang berpikir keras, kemudian mengangguk. "Baiklah. Aku akan membantumu."

"Terima kasih Terima kasih..." ucap Yap In Nlo gembira.

"Engkau baik sekali."

"ohi ya?" Ku Tek Cun tertawa gelak.

"Tapi..."

Kenapa?"

Engkau harus ikut ke rumah penginapan, setelah itu barulah aku pergi mencarinya." "Ya." Yap In Nio mengangguk.

Ku Tek Cun membayar makanannya, lalu mengajak Yap In Nio ke rumah penginapan Yung Cun.

seorang pelayan menyambut mereka sambil membungkuk-bungkukkan badannya.

"selamat datang Tuan muda" ucapnya.

"Ng" sahut Ku Tek Cun dengan suara hidung.

"Tuan muda membutuhkan kamar?" tanya pelayan tua itu.

"Ya." Ku Tek Cun mengangguk,

"Mari ikut aku ke dalam, Tuan muda" ujar pelayan tua itu dan berjalan ke dalam, kemudian menunjuk kamar mewah.

"Bagaimana kamar ini, Tuan muda merasa cocok?"

Ku Tek Cun manggut-manggut lalu mendorong pintu kamar. la mengajak Yap In Nio ke dalam sekaligus menutup pintu.

Eng kau merasa cocok dengan kamar ini?" tanya Ku Tek Cun lembut.

Cocok," sahut Yap In Nio. "Terima kasih"

"Kalau begitu.." Ucapan Ku Tek Cun terputus karena ada suara ketukan di pintu.

"siapa?" tanya kemudian.

"Aku mengantar teh untuk Tuan muda." terdengar suara sahutan di luar.

"Masuk" ujar Ku Tek Cun.

Pintu kamar itu terbuka, pelayan tua lalu berjalan masuk dengan membawa sebuah teko dan dua buah cangkir. setelah menaruh teko dan cangkir di atas meja pelayan tua itu meninggalkan kamar tersebut. Ketika sampai di luar ia menggeleng-gelengkan kepala.

"Kalau begitu..." Lanjut Ku Tek Cun.

"Engkau tunggu di sini saja, aku akan pergi mencari Tio cie Hiong."

"Terima kasih" ucap Yap In Nio.

Engkau jangan ke mana-mana" pesan Ku Tek Cun dan memberitahukan. "Mungkin nanti malam dia akan ke mari menemuimu"

"oh?" Yap In Nio girang bukan main. "Terima kasih"

Hari sudah malam, Yap In Nio duduk di pinggir ranjang sambil menunggu dengan sabar. Ketika membayangkan Tio Cie Hiong, wajahnya tampak ceria. Di saat itulah mendadak ia mendengar suara ketukan dipintu Gadis itu segera bertanya dengan hati berdebar- debar, karena berharap yang mengetuk pintu itu Tio Cie Hiong.

"siapa?"

"In Nio Aku Tio Cie Hiong" Terdengar suara sahutan di luar.

Kakak Hiong" seru Yap In Nio girang dan langsung membuka pintu kamar. la melihat Tio Cie Hiong berdiri di situ sambil tersenyum lembut.

Kakak Hiong..."

"In Nio" panggil Tio cie Hiong. Padahat ada sedikit keganjilan, karena ketika mereka bersama, Tio Cie Hiong selalu memanggilnya "Adik In", namun kini hanya memanggil namanya saja. Akan tetapi Yap In Nio tidak menyadari hal tersebut.

"Kakak Hiong..." gadis itu mendekap di dadanya.

"In Nio" Tio Cie Hiong memeluknya erat-erat sambil tersenyum. Berselang beberapa saat kemudian, barulah Tlo Cie Hiong melepaskan pelukannya, lalu mengunci pintu kamar.

sedangkan Yap In Nio duduk kembali di pinggir ranjang. setelah mengunci pintu kamar, Tio Cie Hiong duduk di sisinya.

"In Nio" Tio Cie Hiong menatapnya.

"Kenapa engkau berada di kota ini?"

"Aku... aku..." Yap In Nio menundukkan kepala.

"Aku mengembara mencarimu, Kakak Hiong."

"oooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut.

"Kakak Hiong..." wajah Yap In Nio tampak berduka.

"Ibuku sudah meninggal."

"ohi ya?" tanya Tio Cie Hiong. "Kapan ibumu meninggal?"

"Sudah dua bulan. Ibuku sakit mendadaki lalu... meninggal." Yap In Nio memberitahukan.

"Aku tidak punya siapa-siapa lagi, maka aku mengembara mencarimu. Untung bertemu denganmu di sini"

"In Nio" Tio Cie Hiong memeluknya,

"janganlah engkau bersedih, kini aku sudah berada di sisimu" "Ya, Kakak Hiong." Yap In Nio mengangguk dengan wajah berseri.

"ohya, kakak Li Cu sudah menikah dengan Him Hay Beng. Mereka hidup bahagia sekali." "oh?" Tio Cie Hiong manggut-manggut.

"Apakah Kakak Hiong lupa?" Yap In Nio tersenyum.

Kakak Li Cu, putri guru silat Tan, kok sudah lupa sih?" "oh Dia..." Tio Cie Hiong tersenyum.

"Aku ingat Aku ingat..."

"Kakak Hiong..." tanya Yap In Nio malu-malu. " Engkau mencintaiku?" "In Nio" Tio Cie Hiong memeluknya erat-erat.

"Aku... cinta sekali padamu. setelah kita berpisah, aku merindukanmu siang dan malam." "Sungguh?" Hati Yap In Nio berbunga-bunga, lalu mendekap di dadanya.

"Kakak Hiong, mulai sekarang kita jangan berpisah lagi"

"Tentu Tentu" Tio Cie Hiong mengangguk, kemudian mengecup pipi gadis itu dengan mesra. "In Nio..."

"Ng?"

"In Nio, aku..." Tangan Tio Cie Hiong mulai meraba-rabanya. "Kakak Hiong..." Yap In Nio tersenyum sipu.

"Kakak Hiong mau..."

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk cepat. "In Nio, aku mau."

Kakak Hiong" Yap In N io tersenyum mesra.

"Aku... aku pasti memberikan kepadamu, tapi..."

" Kenapa?"

"Engkau harus bertanggung jawab Jangan setelah mendapatkan, engkau lalu meninggalkanku. .

. "

"In Nio, aku bersumpah, selamanya tidak akan meninggalkanmu." Tio Cie Hiong langsung membuka pakaian gadis itu.

"Kakak Hiong..." Yap In Nio tersenyum dengan penuh cinta kasih.

"Aku akan membuka sendiri, pakaianmu pun harus dilepaskan."

"Ya Ya..." Tio Cie Hiong segera melepaskan pakaiannya sendiri, sedangkan Yap In Nio pun telah menanggalkan pakaiannya .

"Kakak Hiong, malam ini aku menyerahkan diriku kepadamu. Engkau tidak boleh meninggalkan aku ya Dan juga... engkau harus bertanggung jawab"

"Ya. Aku bersumpah, apabila aku meninggalkanmu dan tidak bertanggung jawab atas perbuatanku ini, kelak aku pasti mati ditangan mu," ucap Tio Cie Hiong dan mulai menggerayangi sekujur tubuh Yap In Nio yang putih mulus itu, dan kemudian terjadilah hubungan intim di atas ranoang.

Tio Cie Hiong bangun, lalu mengenakan pakaiannya sambil tersenyum-senyum. Yap In Nio juga mengenakan pakaiannya dengan sikap malu-malu.

"Kakak Hiong, engkau harus ingat akan sumpahmu" Gadis itu mengingatkannya.

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk sambil tersenyum.

"Ohya, In Nio Aku harus pergi sekarang..."

"Kakak Hiong" Yap In Nio tersentak. "Engkau mau pergi ke mana?"

"In Nio" Tio Cie Hiong memegang bahunya.

"Aku harus pulang ke markas pusat Kay Pang..."

"Aku ikut"

"In Nio" Tio Cie Hiong tersenyum lembut.

"Engkau ke sana besok pagi -aja, aku menunggumu di sana."

"Kakak Hiong, kenapa aku tidak boleh ikut engkau ke sana sekarang?" tanya Yap In Nio heran.

"Sudah larut malam, tidak baik aku membawamu ke sana," sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum dan menambahkan.

"Pokoknya engkau kutunggu di markas pusat Kay Pang, sampai jumpa esok, In Nio" "Sampai jumpa, Kakak Hiong" sahut gadis itu sambil tersenyum mesra.

Bu Lim Jie Khie, Tui Hun Lojin, Gouw Han Tiong dan Lim Peng Hang ketua Kay Pang duduk di ruang tengah sambil membicarakan sesuatu. Kening mereka tampak berkerut-kerut, begitu pula Tok Sie sin wan yang terus minum arak

" Heran" gumam Tui Han Lojin. "Kenapa Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im belum pulang?"

"sudah begitu lama mereka ke Tayli, seharusnya mereka sudah pulang." sambung Gouw Han Tiong.

"Tenang saja," sahut sam Gan sin Kay. "Aku yakin tidak lama lagi mereka pasti pulang." "Tapi..." Gouw Han Tiong menggeleng-gelengkan kepala.

"Sudah sekian lama, namun mereka masih belum pulang. Apakah... telah terjadi sesuatu atas diri mereka?"

"Tidak mungkin," sahut Kim sia uw suseng.

"Percayalah, tidak lama lagi mereka pasti pulang"

Mendadak berlari ke dalam seorang pengemis berusia lima puluhan. setelah memberi hormat ia melapor.

"Pangcu, ada seseorang ingin bertemu Pek Ih sin Hiap Tio Cie Hiong."

"oh?" Lim Peng Hang mengerutkan kening.

"siapa orang itu?"

"Dia seorang gadis belia."

"Namanya?"

"Gadis belia itu bernama Yap In Nio."

"Yap In Nio?" Lim Peng Hang mengerutkan kening sambil memandang yang lain, "Kalian pernah mendengar nama itu?"

Tiada seorang pun yang mengangguk. Mereka hanya saling memandang, tetapi berselang sesaat, sam Gan sin Kay membuka mulut.

"Beritahukan kepada gadis itu, bahwa Pek Ih sin Hiap tidak berada di sini, suruh dia lain hari saja ke mari"

"Tetua, aku sudah memberitahukan, tapi...."

"Kenapa?"

"Gadis itu ngotot mengatakan Pek Ih sin Hiap berada di sini, bahkan dia bilang Pek Ih sin Hiap sedang menunggu kedatangannya."

"Hah?" sam Gan sin Kay tercengang.

"pengemis bau, suruh gadis itu masuk saja, biar kita bisa bertanya langsung padanya" ujar Kim siauw suseng.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar