"Apa?" It sim sin Ni
terbelalak. "Engkau akan pergi ke markas Bu Tek Pay?"
"Ya." Tayli Lo Ceng
mengangguk. "Aku yakin, Bu Lim sam Mo pasti akan melepaskan mereka,
apabila aku ke sana."
"Lo Ceng..." It sim
sin Ni menatapnya. "Bagaimana kalau Bu Lim sam Mo dan Thian Kwan Gwa siang
Koay serta Lak Kui mengeroyokmu?"
"Ha ha ha"Tayli Lo
Ceng tertawa. "Aku terpaksa melawan. Namun aku yakin tidak akan terjadi
hal itu."
"Lo Ceng..." It sim
sin Ni menghela nafas panjang. "Aku telah bersumpah tidak akan mencampuri
urusan rimba persilatan. Kalau tidak. aku pasti mengikutimu ke markas Bu Tek
Pay."
"Terimakasih, sin
Ni" ucap Tayli Lo Ceng sambil tersenyum. "Baiklah. Aku harus pergi,
sampai jumpa"
Salah seorang anggota Bu Tek
Pay yang menjaga di luar markas segera masuk untuk melapor kepada Bu Lim sam
Mo, bahwa Tayli Lo Ceng berkunjung.
"Cepat undang beliau
masuk" sahut Tang Hai Lo Mo.
“Tayli Lo Ceng?" Kwan Gwa
siang Koay dan Lak Kui tampak terkejut. "Kenapa padri tua itu ke
mari?"
"Tentu ada hubungan
dengan orang-orang yang kita tahan di sini." sahut Thian Mo.
"Benar." Te Mo manggut-manggut dan mengerutkan kening. "Lalu
kita harus bagaimana?" "Kita lihat saja bagaimana sikap padri tua
itu" sahut Tang Hai Lo Mo.
"Ingat Kita tidak boleh
bertindak sembarangan" ujar siluman Kurus dan menambahkan. "Sebab
padri tua itu kenal almarhum guru kami."
"Lo Ceng itu pun kenal
almarhum guru kami." Lak Kui memberitahukan.
"Omitohud..." Tayli
Lo Ceng sudah berjalan ke dalam sambil tertawa. "Maaf, kedatanganku telah
menganggu kalian semua"
"Selamat datang, Lo
Ceng" ucap Bu Lim sam Mo sambil bangkit berdiri, begitu pula Kwan Gwa
siang Koay dan Lak Kui.
"Selamat bertemu"
sahut Tayli Lo Ceng.
"Silakan duduk, Lo
Ceng" ucap Tang Hai Lo Mo.
"Terimakasih" Tayli
Lo Ceng duduk.
"Maaf Ada urusan apa Lo
Ceng ke mari?" tanya Thian Mo.
"Omitohud" sahut
Tayli Lo Ceng. "Aku yakin kalian sudah tahu apa tujuanku ke mari,
bukan?" "Tentunya berkaitan denganpara tamu kami yang datang dari
Tayli." Tang Hai LoMo tertawa. "Betul." Tayli Lo Ceng juga
tertawa. "Oleh karena itu, aku ke mari untuk menengok mereka."
"Mereka baik-baik
saja," ujar Kwan Gwa siang Koay dan menambahkan. "Kami memperlakukan
mereka sebagai tamu terhormat."
"Terimakasih"
"Ang Bin sat sin"
Perintah Tang Hai Lo Mo. "Cepat undang para tamu kita itu ke mari"
"Ya, Ketua." Ang Bin sat sin memberi hormat, kemudian berjalan ke
dalam.
Berselang beberapa saat, Ang
Bin sat sin sudah kembali ke situ bersama Toan wie Kie dan lainnya.
"Lo Ceng..." Toan
wie Kie, Gouw sian Eng, Lam Kiong Bie Liong dan Toan pit Lian langsung bersujud
dihadapan padri tua itu. sin san Lojin, Ang Kin sianii dan Lam Kiong hujin juga
segera memberi hormat.
"Omitohud Kalian
bangunlah" Tayli Lo Ceng Icrsenyum.
Toan wie Kie dan lainnya
bangkit berdiri, sedangkan Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. "Ha ha ha Kami
tidak bohong kan, Lo Ceng? Mereka baik-baik saja." "Terimakasih"
ucap Tayli Lo Ceng. "omi-tohud..."
"Lo Ceng" ucap Kwan
Gwa siang Koay.
"Kami tahu tujuan Lo Ceng
dan tidak akan menghalangi."
"Terimakasih"
"Tapi..." Kwan Gwa
siang Koay tertawa. "Kami harap Lo Ceng sudi mengabulkan satu permintaan
kami"
"Omitohud Apa permintaan
kalian?"
"Lo Ceng boleh membawa
mereka pergi, namun harus menyuruh mereka segera kembali ke Tayli." ujar
Kwan Gwa siang Koay sungguh-sungguh. "Dan juga selanjutnya Lo Ceng jangan
mencampuri urusan kami."
"Omitohud. Aku memang
tidak mau mencampuri urusan rimba persilatan, hanya saja karena aku Tayli Lo
Ceng, maka terpaksa harus mencampuri urusan Tayli."
"Kami mengerti."
Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Kami tidak akan menghalangi Lo
ceng."
"Terimakasih" ucap
Tayli Lo Ceng. "Kami mohon pamit"
"Silakan Lo Ceng"
sahut Kwan Gwa siang Koay.
"Ayoh, kita pergi"
ajak Tayli Lo Ceng sambil melangkah pergi. Toan wie Kie dan lainnya segera
mengikutinya setelah berada di luar goa, barulah Tayli Lo Ceng menarik nafas
lega, kemudian memandang mereka sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Lain kali kalian harus
berpikir panjang sebelum melakukan sesuatu, jangan ceroboh lagi"
"Ya, Lo Ceng." Toan
wie Kie mengangguk. "Sebetulnya kami..."
"Aku tahu apa tujuan
kalian ke Tionggoan. Nah, katakan saja Dia sudah sembuh dan kepandaiannya juga
sudah pulih."
"Oh?" Toan wie Kie
dan lainnya girang bukan main. "Lo Ceng, kapan kami bisa bertemu
dia?" "Sekarang kalian harus kembali ke Tayli, jadi kalian tunggu
saja di sana" sahut Tayli Lo Ceng.
"Ya, Lo Ceng." Toan
Wie Kie dan lainnya tidak berani membantah. "Kami akan kembali ke Tayli
sekarang juga."
"Omitohud Cepatlah kalian
berangkat"
"Ya, Lo Ceng." Toan
wie Kie mengangguk.
Tiba-tiba tampak beberapa
anggota Bu Tek Pay menuntun empat ekor kuda kehadapan mereka, lalu memberi
hormat dan berkata. "Ini adalah kuda-kuda kalian."
"Terimakasih" ucap
Toan Wie Kie girang.
Mereka langsung meloncat ke
atas punggung kuda, kemudian meninggalkan tempat itu.
"Omitohud" Tayli Lo
Ceng juga melesat pergi. sedangkan beberapa anggota Bu Tek Pay itu segera masuk
untuk melapar kepada Bu Lim sam Mo.
"Aku tidak
menyangka..." siluman Kurus menggeleng-gelengkan kepala. "Tayli Lo
Ceng masih hidup,"
"Kalau padri tua itu
turut campur urusan kita...," sambung siluman Gemuk. " Repot juga
kita."
"Kita telah melepaskan
mereka, maka Tayli Lo Ceng pasti tidak akan mencampuri urusan kita," ujar
Tang Hai Lo Mo. la telah menerima laporan dari anggota Bu Tek Pay yang membawa
kuda untuk Toan wie Kie. "Kini mereka sudah berangkat ke Tayli, berarti
kita mengurangi satu lawan tangguh"
"Ha ha ha" Kwan Gwa
Siang Koay tertawa gelak. "Untung tempo hari kita menahan mereka, maka
muncul Tayli Lo Ceng..."
"Kalau tidak. kita tidak
tahu bahwa padri tua itu masih hidup," sahut Lak Kui sambil tertawa.
"Kini..." ujar Thian
Mo mendadak. "Yang menjadi masalah adalah lelaki yang membawa monyet itu.
Kita harus mencari akal untuk melenyapkannya."
"Betul." Tang Hai Lo
Mo manggut-manggut. "Bahkan kita juga harus mengutus beberapa orang yang
berkepandaian tinggi untuk menangkap Tui Beng Li, Thian Liong Kiam Khek dan
pemilik Hong Hoang Leng itu"
Malam ini, Lim Ceng Im duduk
di ruang tengah markas cusat Kay Pang dengan wajah agak murung, sedangkan yang
lain tampak serius.
"Kakak Hiong..." Lim
Ceng Im menatapnya dengan mata basah. "Engkau akan pergi esok pagi?"
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk. "Aku harus pergi mencari mereka."
"Nak" ujar Lim Peng
Hang. "Engkau jangan mencegahnya, sebab itu penting sekali"
"Aku tahu, Ayah."
Lim Ceng Im menundukkan kepala. "Tapi bukankah aku akan berpisah lagi
dengan Kakak Hiong?"
"Adik Im" Tio Cie
Hiong menatapnya lembut. "Setelah bertemu mereka, aku pasti kembali, jadi
aku pergi tidak lama."
"Aaakh..." Lim Ceng
Im menghela nafas panjang. "Ini merupakan takdir atau nasib yang
mempermainkan kita, maka kita harus selalu berpisah. Aku sungguh tidak
mengerti"
"Ceng Im" ujar sam
Gan sin Kay menasehatinya. "Engkau harus tenang dan sabar percayalah.
Engkau pasti hidup bahagia di sisi Cie Hiong."
"Tapi..." ketika Lim
Ceng Im baru mau mengatakan sesuatu, namun mendadak sosok bayangan berkelebat
di hadapan mereka. Dapat dibayangkan, betapa terkejutnya mereka.
"Omitohud Ha ha
ha..." sosok bayangan itu ternyata Tayli Lo Ceng.
"Lo Ceng" seru Tio
Cie Hiong girang.
"Haaah?" Bu Lim Ji
Khie dan lainnya tersentak. "Tayli Lo Ceng..."
"Omitohud" Tayli Lo
Ceng memandang Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Kepandaianmu telah pulih,
syukurlah"
"Kauw heng yang merawat
ku. Kalau tidak. aku pasti cacat seumur hidup." Tio Cie Hiong
memberitahukan.
"Monyet sakti" Tayli
Lo Ceng tertawa. "Engkau sungguh hebat"
Monyet bulu putih
bercuit-cuit, kemudian manggut-manggut.
"Selamat datang, Lo
Ceng" ucap Bu LimJi Khie dan lainnya serentak. "Silakan duduk"
"Terimakasih" sahut
Tayli Lo Ceng sambil duduk dan memandang Tio Cie Hiong lagi. "Bagus engkau
memakai kedok kulit, jadi pihak Bu Tek Pay tidak mengenalimu"
"Apakah Lo Ceng sudah
tahu tentang Toan wie Kie..." tanya Tio Cie Hiong.
"Ha ha ha" Tayli Lo Ceng
tertawa. "Aku justru dari markas Bu Tek Pay. Bu Lim sam Mo telah
membebaskan mereka."
Tio Cie Hiong menarik nafas
lega. "Di mana mereka sekarang?"
"Sudah kembali ke
Tayli," sahut Tayli Lo Ceng dan memberitahukan. "Oh ya, pihak Hong
Hoang To sudah ke Hong Lay san menemui It sim sin Ni. Kebetulan aku juga ke
sana."
"Jadi mereka tinggal di
Hong Lay san?"
"Mereka telah
meninggalkan Hong Lay san, ingin mencarimu." Tayli Lo Ceng
menggeleng-gelengkan kepala. "Tetapi kenapa mereka belum sampai di sini?
Mungkin telah terjadi sesuatu?"
"Tui Beng Li dan Thian
Liong Kiam Khek juga belum sampai di sini, aku justru sedang menunggu
mereka," ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Ternyata Lie Man chiu
adalah murid Lo Ceng."
"Apakah engkau sudah
bertemu dia?"
"Ya, dia bersama Tui Beng
Li."
Tayli Lo Ceng manggut-manggut,
kemudian wajahnya tampak serius. "Cie Hiong, aku ke mari membawa kabar
gembira untukmu."
"Kabar apa?" tanya
Tio Cie Hiong.
"Engkau telah menolong Tio
Lo Toa dan Tio Hong Hoa, bahkan juga bertemu seorang tua di kedai, bukan?"
"Ya, Lo Ceng."
"Orang tua itu bernama
Tio Tay seng, majikan pulau Hong Hoang To."
"Oh?"
"Mereka bermarga Tio,
engkau juga bermarga Tio. Namun engkau tidak akan menyangka, bahwa mereka
mempunyai hubungan famili denganmu."
"Apa?" Tio Cie Hiong
tertegun. "Mereka familiku? Bagaimana mungkin?"
"Cie Hiong" Tayli Lo
Ceng tersenyum. "Tio Tay seng, majikan pulau Hong Hoang To adalah pamanmu.
Tio Hong Hoa adalah kakakmu lho"
"Lo Ceng..." Tio Cie
Hiong terbelalak, begitu pula yang lain.
"Lo Ceng tidak
bohong?" tanya Lim Ceng Im.
"Omitohud" sahut
Tayli Lo Ceng. " untuk apa aku membohongi Cie Hiong?"
"Maaf, Lo Ceng" ucap
Lim Ceng Im sambil menundukkan kepala.
"Lo Ceng..." Tio Cie
Hiong tercengang. "Padahal aku sudah bertemu Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa,
tetapi kenapa mereka tidak memberitahukan tentang itu?"
"Karena mereka tidak
mengenalmu, lagi pula engkau tidak menyebut namamu." Tayli Lo Ceng
tersenyum. "Ada satu hal lagi yang engkau tidak akan menduganya."
"Hal apa?"
"It sim sin Ni adalah
nenekmu."
"Hah? Apa?" Mulut
Tio Cie Hiong ternganga lebar. "Bagaimana mungkin?"
"Memang benar It sim sin
Ni adalah nenekmu," ujar Tayli Lo Ceng kemudian menutur tentang semua
kejadian lampau itu.
Tio Cie Hiong manggut-manggut
dan girang buka main. "Sungguh di luar dugaan" katanya.
"Cie Hiong, engkau harus
pergi mencari Tui Beng Li, Tio Tay seng dan muridku, setelah itu, kalian semua
harus pergi ke Gunung Hong Lay san" pesan Tayli Lo Ceng.
"Lo Ceng, kenapa mereka
harus pergi ke sana? Bukankah lebih baik ke mari saja?" tanya Lim Ceng Im.
"Ha ha ha" Tayli Lo
Ceng tertawa. "Aku tahu engkau merasa berat berpisah dengan jantung hatimu
ini, bukan?"
"Lo Ceng..." Wajah
Lim Ceng Im langsung memerah.
"Gadis kecil" Tayli
Lo Ceng tersenyum. "Kalian cuma berpisah untuk sementara waktu saja. Tidak
lama Cie Hiong pasti kembali."
"Lo Ceng, bolehkah aku
ikut Kakak Hiong?" tanya Lim Ceng Im mendadak.
"Kalau engkau ikut dia,
sama juga ingin mencelakainya," sahut Tayli Lo Ceng. "Engkau tidak
boleh meninggalkan markas pusat Kay Pang ini, sebab kalau engkau meninggalkan
tempat ini, akan menimbulkan kecurigaan pihak Bu Tek Pay."
"Kalau begitu, sebaiknya
mereka yang ke mari," ujar Lim Ceng Im penuh harap.
"Apabila itu baik, tentu
aku tidak akan menyuruh mereka ke Gunung Hong Lay san," sahut Tayli Lo
Ceng. "Engkau harus tahu, bahwa pihak Bu Tek Pay tahu tempat ini, namun
tidak tahu tentang Gunung Hong Lay san. Demi keamanan mereka, maka mereka harus
tinggal di sana."
"Kakak Hiong juga harus
tinggal di sana?" Mata Lim Ceng Im mulai basah.
"Tentu tidak." Tayli
Lo Ceng tersenyum. "setelah usai berunding di sana, jantung hatimu itu
pasti kembali ke sini."
"Itu pasti lama
sekali." tukas Lim Ceng Im dan nyaris menangis terisak-isak.
"Adik Im" Tio Cie
Hiong menatapnya lembut. "Aku akan berusaha secepat mungkin kembali ke
sini."
"Kakak Hiong..." Air
mata Lim Ceng Im mulai meleleh.
"Gadis kecil" Tayli
Lo Ceng menatapnya tajam. "Engkau harus ingat, jangan meninggalkan tempat
ini"
"Ya, Lo Ceng." Lim
Ceng Im mengangguk.
"Aku tahu bagaimana
perasaanmu, namun kalian memang harus berpisah untuk sementara waktu. Setelah
urusan ini selesai, kalian pasti tidak akan berpisah lagi. selamanya pasti
saling mendampingi, asal jangan merasa bosan saja," ujar Tayli Lo Ceng
sambil tersenyum.
"Lo Ceng Aku dan Kakak
Hiong pasti akan hidup saling mencinta selama-lamanya," ujar Lim Ceng Im
dan menambahkan. "Kami tidak akan bertengkar, aku selalu menurut
kepadanya."
"Bagus Bagus" Tayli
Lo Ceng tertawa. "Menjadi suami isteri memang harus begitu, kalau mau
bertengkar atau ribut, lebih baik jangan menjadi suami istri."
"Lo Ceng, kapal yang
berlayar di laut yang luas pun kadang-kadang masih bisa bertabrakan. Apa lagi
suami istri yang tinggal satu rumah, sewaktu-waktu pasti bisa tabrakan
pula," ujar Tio Cie Hiong.
"Omitohud Itu memang
benar." sahut Tayli Lo Ceng. "Kapal yang berlayar di laut bisa
bertabrakan, karena pengemudinya kurang berhati- hati. Kalau pengemudinya
berhati-hati, tentu tidak akan terjadi tabrakan. Begitu pula suami istri yang
tinggal satu rumah, apabila mereka mau
saling mengalah dan sabar,
serta rasa cinta mereka tidak luntur, sudah barang tentu tidak akan terjadi
suatu tabrakan. Kalian harus ingat itu"
"Ya, Lo ceng." Tio
cie Hiong dan Lim ceng Im mengangguk.
"Baiklah." Tayli Lo
ceng bangkit berdiri. "cie Hiong, aku tunggu engkau di Gunung Hong Lay
San. Sampai jumpa"
Tayli Lo ceng melesat pergi.
Tio cie Hiong dan Lim ceng Im saling memandang, sedangkan Bu Lim Ji Khie
menghela nafas panjang.
"cie Hiong" ucap Sam
Gan Sin Kay kemudian. "Aku memberi selamat kepadamu"
"Terimakasih, Kakek
pengemis" sahut Tio cie Hiong.
"Ha ha ha" Kim Siauw
Suseng tertawa gembira. "Sungguh tak disangka, cie Hiong masih mempunyai
nenek, paman dan kakak"
"Ha ha ha" Tui Hun
Lojin juga tertawa. "Malam ini kita harus bersulang sampai pagi"
"Benar." sela Gouw
Han Tiong. "Sebab cie Hiong akan pergi esok pagi."
"Kakak Hiong tidak boleh
bersulang di sini." ujar Lim ceng Im mendadak. "Dia harus menemaniku
di halaman belakang sampai pagi, dan kami tidak mau diganggu."
"Ha ha ha" Sam Gan
Sin Kay tertawa terbahak-bahak. "Baiklah. Malam ini aku tidak akan
menganggu kalian. cepatlah kalian ke halaman belakang"
Tio cie Hiong dan Lim ceng Im
menuju halaman belakang, kemudian berdua duduk berdampingan di bawah sebuah
pohon.
Ketika hari mulai terang, Tio
cie Hiong ber-pamit lalu pergi. Seketika juga Lim ceng Im menangis
terisak-isak.
Betapa gembiranya Toan Hong Ya
dan isterinya, ketika menerima laporan bahwa Toan Wie Kie dan lainnya sudah
pulang. Tak lama muncullah mereka menghadap Toan Hong Ya di ruang tengah, maka
hati Toan Hong Ya dan istrinya jadi lega. "Duduklah" ucap Toan Hong
Ya.
Mereka segera duduk. Toan Hong
Ya memandang Toan Wie Kie, Gouw sian Eng, Lam Kiong Bie Liong dan Toan Pit
Lian.
"seharusnya ayah
menghukum kalian, tapi... sudahlah" ujar Toan Hong Ya dan menambahkan.
"Lain kali kalian jangan berbuat begitu lagi, sebab mencemaskan ayah dan
ibu kalian"
"Ya, Ayah." sahut
mereka berempat serentak.
Kenapa bisa begitu lama kalian
baru pulang?" tanya Toan Hong Ya sambil memandang sin san Lojin, Ang Kin
sianli dan Lam Kiong hujin.
"Kami menyusul mereka
sampai di Tionggoan." jawab sin san Lojin memberitahukan. "
Kemudian muncul Kwan Gwa siang
Koay..."
"oh?" Toan Hong Ya
mengerutkan kening. "Lalu bagaimana?"
"Mereka berdua menangkap
kami dengan alasan mengundang kami ke markas Bu Tek Pay,"
sahut sin san Lojin
melanjutkan. "Kami ditahan di sana beberapa hari."
"setelah itu
bagaimana?"
"Mendadak muncul Tayli Lo
Ceng, maka Bu Lim sam Mo membebaskan kami." Ang Kin sianli memberitahukan.
"oh syukurlah" ucap
Toan Hong Ya, kemudian bertanya. "Bagaimana? Kalian sudah memperoleh kabar
tentang cie Hiong?"
"Tayli Lo Ceng
memberitahukan, bahwa kepandaian cie Hiong telah pulih," jawab sin san
Lojin. "Namun kami belum bertemu dia, karena Tayli Lo Ceng menyuruh agar
kami segera kembali."
"Kami disuruh menunggu di
Tayli saja," sambung Ang Kin sianli.
"Kalau begitu..."
Toan Hong Ya manggut-manggut dengan wajah ceria. "Kepandaian Cie Hiong
pasti sudah pulih. Kalau tidak. bagaimana mungkin Lo Ceng itu mengatakan
begitu?"
"Kami juga yakin akan apa
yang dikatakan Tayli Lo Ceng, karena itu kami segera pulang." ujar sin san
Lojin dan menambahkan. "Lo Ceng itu memang berwibawa sekali. Bu Lim sam
Mo, Kwan Gwa siang Koay dan Lak Kui tampak segan serta hormat kepadanya."
Untung sekali" Toan Hong
Ya menghela nafas lega. " Kalian tidak tahu tentang Cie Hiong. Kalau tahu,
Cie Hiong pasti celaka di tangan kalian."
Kenapa?" tanya Toan Wie
Kie heran.
"Pikirlah" sahut
Toan Hong Ya.
Toan Wie Kie berpikir, setelah
itu mendadak wajahnya berubah pucat lalu berkata.
"Benar, Ayah. Kalau kami
tahu tentang Cie Hiong, Bu Lim sam Mo pasti menggunakan kami untuk mengancam
Cie Hiong. syukurlah kami sudah pulang..."
"Aaak..." Toan Pit
Lian menghela nafas. " Ketika mau ke Tionggoan, kami sama sekali tidak
memikirkan hal itu. Kami... kami betul-betul bersalah."
Untung Lo Ceng bertindak tepat
pergi membebaskan kalian. Kalau tidak..." Toan Hong Ya menggeleng-gelengkan
kepala. "secara tidak langsung kalian akan mencelakai cie Hiong, kejadian
dua tahun lalu pasti terulang kembali."
"Ayah, maafkanlah
kami" ucap Toan wie Kie dan Toan pit Lian serentak. "Kami memang
tidak berpikir panjang . "
"Ayah telah memaafkan
kalian," sahut Toan Hong Ya sambil tertawa. "Nah, mulai sekarang
kalian harus menunggu kedatangan cie Hiong dengan sabar Dan yang terpenting,
ayah dan ibu kalian sudah ingin sekali menggendong cucu, janganlah kalian
mengecewakan kami Ha ha ha..."
Bab 72 Berjodoh pasti ketemu
Lie Man chiu dan Tan Li cu
berjalan perlahan di tempat sepi sambil bercakap-cakap. dan se-sekali Tan Li cu
menghela nafas panjang.
"Tui Beng Li, kenapa
engkau?" tanya Lie Man chiu sambil memandangnya. "Apa yang terganjel
dalam benakmu?"
"Aku sedang berpikir,
kapan baru bisa membunuh Liu siauw Kun," sahut Tan Li cu. "Aku selalu
merasa penasaran."
"Tui Beng Li" ujar
Lie Man chiu. "Jangan terus memikirkan itu Percayalah engkau pasti dapat
membalas dendammu"
"Tapi..." Tan Li cu
menggeleng-gelengkan kepala. "Bagaimana mungkin Liu Siauw Kun akan muncul
lagi?"
"Ha ha ha" Terdengar
suara tawa. "Dia tidak muncul, kami yang muncul."
Tan Li cu dan Cie Man chiu
mengerutkan kening, karena di hadapan mereka telah berdiri belasan anggota Bu
Tek Pay yang berkepandaian tinggi. Mereka anggota handal dalam partai tersebut.
Maka Bu Lim sam Mo mengutus mereka untuk menangkap Tui Beng Li, Thian Cieng
Kiam Khek dan memiliki Hong Hoang Leng.
"Bagus" sahut Lie
Man chiu. " Kalian memang ingin cari mati"
"Ha ha ha Kalianlah yang
akan mati hari ini"
"Hm" Dengus Lie Man
Chiu dingin sambjl menghunus Thian Cieng Pokiam, sedangkan Tan Li Cu juga
mengeluarkan Loan Kang Pokiam.
"Serang mereka"
terdengar suara seruan, dan seketika tampak belasan senjata mengarah ke Tan Li
cu dan Cie Man chiu.
Terjadilah pertarungan yang
sangat seru. Di saat bersamaan, tampak tiga sosok bayangan berkelebat ke tempat
itu, yang tidak lain Tio Tay seng, Tio Lo Toa dan Tio Hong Hoa.
"Eeeh?" Tio Tay seng
terbelalak ketika melihat pedang yang di tangan Lie Man chiu. "Itu pedang
pusaka Thian Cieng Pokiam. Dia pasti murid Tayli Lo Ceng." "Wanita
itu adalah Tui Beng Li, murid nenek." ujar Tio Hong Hoa.
"Hoa ji" Tio Tay
seng tersenyum. "Pemuda itu tampan sekali, bahkan berkepandaian tinggi.
Bagaimana? Engkau tertarik kepadanya?"
"Ayah..." Tio Hong
Hoa cemberut. Gadis itu memang tertarik kepada Lie Man chiu.
"Hoa ji" ujar Tio
Tay seng. "Cepat bantu dia Gunakan Hong Hoang Pokiam"
"Ya, Ayah." Tio Hong
Hoa mengangguk sambil menghunus pedang pusakanya, lalu melesat ke sisi Lie Man
chiu. "Murid Tayli Lo Ceng, aku akan membantumu"
"Nona..." Lie Man
chiu terbelalak ketika melihat pedang yang di tangan gadis itu. "Hong
Hoang Pokiam"
"Ya." Tio Hong Hoa
mengangguk malu-malu.
"Aku adalah Thian Cieng
Kiam Khek, pemilik Thian Cieng Pokiam." Cie Man chiu cepat-cepat
memperkenalkan diri.
Sementara belasan anggota Bu
Tek Pay terus berdiri di tempat, mereka tampak terkejut akan kemunculan Tio
Hong Hoa.
"Lo Toa, engkau pergi
membantu Tui Beng Li." ujar Tio Tay seng.
"Ya, Tocu," Tio Lo
Toa segera melesat ke sisi Tan Li cu. "Tui Beng Li, aku akan membantumu.
" "Terimakasih" ucap Tan Li cu.
"Serang mereka"
bentak salah seorang anggota Bu Tek Pay.
Kemudian terjadi lagi
pertarungan sengit. Tio Tay seng menyaksikan pertarungan itu dengan penuh
perhatian. Thian Cieng Kiam Hoat dan Hong Hoang Kim Hoat memang merupakan ilmu
pedang yang mempunyai hubungan erat. Kalau Thian Cieng Pokiam menyerang, Hong
Hoang Pokiam pasti melindungi. Betapa gembiranya Tio Tay seng menyaksikan itu,
sebab putrinya dan pemuda itu merupakan pasangan yang serasi.
Tak seberapa lama kemudian,
belasan anggota Bu Tek Pay itu terkapar tak bernyawa lagi.
"Terima kasih atas
bantuan Nona" ucap Lie Man chiu sambil memberi hormat.
"Sama-sama," sahut
Tio Hong Hoa sekaligus balas memberi hormat, lalu mendekati Tan Li Cu sambil
tersenyum. "Engkau pasti Li Cu."
"Kok engkau mengenalku?"
tanya Tan Li cu heran.
"Engkau murid It sim sin
Ni." Tio Hong Hoa memberitahukan. "Tapi engkau tidak menduga, kalau
gurumu itu nenekku, bukan?"
"oh?" Tan Li cu
terbelalak. "Kalau begitu, engkau adalah..."
"Namaku Tio Hong
Hoa," sahut gadis itu lalu memperkenalkan. "itu ayahku, dan yang itu
pembantu setia ayahku."
Tan Li cu segera memberi
hormat kepada Tio Tay seng dan Tio Lo Toa, begitu pula Lie Man chiu.
"Kok Nona tahu aku murid
Tayli Lo Ceng?" tanya Cie Man chiu kemudian.
"Kami telah bertemu guru
kalian di Gunung Hong Lay san" Tio Hong Hoa memberitahukan.
"Oooh" Lie Man chiu
manggut-manggut.
"Hahaha"TioTay seng
tertawa gembira. "Anak muda, engkau bernama Lie Man chiu, kan?"
"Betul, cianpwee." Pemuda itu mengangguk.
"Gurumu memberitahukan,
bahwa Thian Cieng Pokiam telah diberikannya kepadamu. Aku pun telah memberikan
Hong Hoang Pokiam kepada putriku," ujar Tio Tay seng dan tertawa lagi.
"Thian Cieng Pokiam dan Hong Hoang Pokiam merupakan..."
"Ayah" potong Tio
Hong Hoa dengan wajah memerah.
"Ha ha ha" Tio Tay
Seng tertawa terbahak-bahak. "ohya, mari kita tinggalkan tempat ini"
Mereka berlima lalu melesat
pergi. Tak lama hari mulai gelap. maka mereka terpaksa singgah di sebuah rumah
petani, dan bermalam di rumah itu.
Tio Hong Hoa dan Lie Man chiu
duduk di bawah sebuah pohon, Tan Li cu duduk seorang diri bersandar pada sebuah
batu besar, sedangkan Tio Tay seng dan Tio LoToa duduk di dalam rumah itu
sambil minum. "LoToa, bagaimana menurutmu mengenai pemuda itu?" tanya
Tio Tay seng mendadak.
Kelihatannya dia memang pemuda
baik, cocok dan serasi dengan Hoa ji," jawab Tio Lo Toa sambil tersenyum.
"Mereka berdua saling tertarik."
"Lo Toa" Tio Tay
seng tertawa. "Kok engkau tahu mereka saling tertarik?"
"Dari sorotan mata mereka
sudah bisa ditebak. Mungkin tidak lama lagi mereka akan saling mencinta"
Tio Tay seng manggut-manggut.
"Kini legalah hatiku, karena Hoa ji telah bertemu dengan pemuda yang cocok
dengannya."
"Tocu" Tio Lo Toa
tersenyum lagi. "saat ini, mungkin mereka berdua sedang mencurahkan
perasaan dan isi hati masing-masing."
"Bagus Bagus Ha ha
ha..." Tio Tay seng tertawa gembira. "Itu yang kuharapkan"
Apa yang dikatakan Tio Lo Toa
memang tidak salah, Lie Man chiu dan Tio Hong Hoa sedang mencurahkan perasaan
masing-masing.
"Hong Hoa..." ujar
Cie Man chiu dengan suara rendah. "Sungguh tak disangka, kita bertemu di
tempat itu."
"Apakah engkau merasa
gembira bertemu denganku?"
"Gembira sekali.
Bagaimana engkau?"
"juga gembira
sekali."
"Hoang Hoa menurut guruku
Thian Cieng Pokiam pasti berpapasan dengan Hong Hoang Pokiam, jadi kita
pun...."
"Berjodoh, kan?"
"Benar" Lie Man chiu
mengangguk. "Tapi..."
"Kenapa?" Tio Hong
Hoa menatapnya.
"Entah engkau menyukaiku
apa tidak? sebab aku anak yatim piatu." ujar Lie Man chiu sambil menghela
nafas panjang.
"Tidak menjadi
masalah." Tio Hong Hoa menundukkan kepala. "Kakak Chiu, apakah engkau
suka kepadaku?"
"Ketika melihat
kemunculanmu, aku sudah merasa suka kepadamu," jawab Lie Man chiu terus
terang. "Namun apakah engkau juga menyukaiku?"
Tio Hong Hoa mengangguk.
"Adik Hoa..." Tanpa
sadar Lie Man chiu menggenggam tangan gadis itu erat-erat.
"Kakak Chiu..." Tio
Hong Hoa juga menggenggam tangannya erat-erat. Kini mereka telah terkena panah
asmara. Kemudian Tio Hong Hoa menaruh kepalanya di bahu Lie Man chiu.
"Adik Hoa" bisik Lie
Man chiu sambil membelai rambutnya. "Aku gembira sekali."
"Aku pun merasa
begitu," sahut Tio Hong Hoa dengan suara rendah, lalu bertanya.
"Kakak chiu, tahukah engkau tentang riwayat hidup Tan Li cu?"
"Tahu." Lie Man chiu
mengangguk. "Kasihan dia, nasibnya sungguh malang. Rumah tangganya hancur
karena perbuatan Liu siauw Kun."
"Benar." Tio Hong
Hoa menghela nafas panjang. " Gurumu yang membawanya ke gunung Hong Lay
san."
"ohya" Cie Man chiu
memberitahukan. " Kami pernah bertarung dengan Ang Bin sat sin dan Liu
siauw Kun. sebetulnya Li Cu dapat membunuh Liu siauw Kun, tapi mereka
menggunakan asap beracun."
"oh? Lalu
bagaimana?"
"Untung segera muncul
lelaki berusia empat puluhan menolong kami. Kalau tidak- kami pasti
celaka."
"Siapa lelaki itu?"
"Dia tidak mau menyebut
namanya, namun di bahunya terdapat seekor monyet bulu putih"
"Dia adikku, namanya Tio
Cie Hiong."
"Apa?" Lie Man chiu
terbelalak. "Bagaimana mungkin? sebab orang itu berusia empat
puluhan."
"Kakak Chiu" Tio
Hong Hoa tersenyum. "Dia memakai kedok kulit, maka tampak begitu."
"ooooh" Lie Man chiu
manggut-manggut. "Eh? Kenapa engkau bilang dia adikmu? Aku jadi
bingung."
"Dia bukan adik
kandungku, melainkan anak almarhum pamanku, "jawab Tio Hong Hoa, kemudian
menutur tentang semua itu.
"Jadi Cie Hiong masih
belum tahu tentang itu?" tanya Lie Man chiu.
"Dia belum tahu."
"Guruku pernah bilang,
kepandaian cie Hiong tinggi sekali. Terus terang, aku tidak begitu
percaya."
"Kakak Chiu" Tio
Hong Hoa tersenyum. "Engkau harus percaya"
"Kenapa?"
"Maaf Kakak Chiu Bolehkah
aku bertanya kepadamu?"
"Tanyalah" Lie Man
chiu tersenyum. "Kenapa harus minta maaf? Aku jadi bingung."
"Aku khawatir engkau akan
tersinggung oleh pertanyaanku, maka sebelumnya aku minta maaf"
"Adik Hoa, aku bukan
pemuda yang cepat tersinggung, percayalah"
"Aku percaya." Tio
Hong Hoa tersenyum manis lalu bertanya "Apakah engkau mampu melawan Kwan
Gwa Lak Kui?"
"Kalau satu lawan satu,
aku masih bisa bertahan," jawab Lie Man Chiu jujur dan melanjutkan.
"Tapi apabila mereka maju berenam, aku pasti mati."
"Nah, itu."
"Eh? Kenapa?"
"Aku dan Paman Lo Toa
pernah bertarung dengan Kwan Gwa Lak Kui." Tio Hong Hoa memberitahukan.
"Kalau lelaki yang punya monyet bulu putih itu tidak muncul menolong kami,
tentu kami berdua sudah mati."
"Oh?" Lie Man chiu
terperanjat. "Lelaki itu pasti bertarung mati-matian dengan Kwan Gwa Lak
Kui."
"Tidak," sahut Tio
Hong Hoa. "Ketika dia muncul, Kwan Gwa Lak Kui langsung menyerangnya .
"
"Lalu apa yang
terjadi?"
Lelaki itu cuma mengibaskan
lengan bajunya, tapi dapat membuat Kwan Gwa Lak Kui terdorong mundur beberapa
langkah. Kemudian lelaki itu segera menyambar sekaligus membawa kami pergi.
"
"oh?" Lie Man chiu
terbelalak. "Begitu tinggi kepandaian lelaki itu?"
"Pada waktu itu, kami
sama sekali tidak tahu bahwa lelaki itu Tio Cie Hiong. setelah kami pergi ke
gunung Hong Lay san, kebetulan gurumu juga muncul, barulah kami tahu bahwa
lelaki itu Tio Cie Hiong. Gurumu yang memberitahukan."
Kalau begitu..." Lie Man
Chiu manggut-manggut. "Tio Cie Hiong sungguh berkepandaian tinggi. Kalau
bertemu dia, aku ingin mohon petunjuk."
"Sama." Tio Hong Hoa
tersenyum. "Aku juga ingin minta kepadanya mengajarku semacam ilmu
silat."
"Oh ya, aku merasa heran.
Kenapa dia memakai kedok kulit?"
"Itu agar tidak
menyusahkan pihak Kay Pang. Karena dua tahun lalu, pihak Kay pang menyiarkan
berita bahwa Cie Hiong telah mati."
"Oooh" Lie Man chiu
mengangguk. "Aku ingat sekarang. Guruku pun pernah memberitahukan padaku.
"
"Kakak Chiu, Li cu tampak
murung sekali. Dia duduk seorang diri. Mari kita ke sana menghiburnya "
"Baik"
Mereka berdua mendekati Tan Li
cu, lalu duduk di hadapannya, tapi Tan Li cu cuma tersenyum getir.
"Tui Beng Li" Lie
Man chiu menghela nafas panjang. " Kejadian itu telah berlalu, jangan
terus dipikirkan"
"Thian Cieng Kiam Khek.
aku adalah seorang ibu. Bagaimana perasaan seorang ibu yang telah kehilangan
suami dan anak?" ujar Tan Li cu dengan mata bersimbah air. "Kalau
mereka mati secara wajar, aku masih bisa menerima. Tapi mereka mati terbunuh,
termasuk ayahku pula."
"Li Cu" Tio Hong Hoa
memegang tangannya. " Kami pasti membantumu membunuh Liu siauw Kun."
"Terimakasih" ucap
Tan Li cu. "Tapi lebih baik aku membunuhnya dengan tanganku sendiri"
"ohya, Li Cu" Tio
Hong Hoa memberitahukan. "Tentunya engkau tidak tahu, bahwa lelaki yang
menolong kalian itu adalah... Tio Cie Hiong."
"Apa?" Tan Li cu
tersentak. "Dia... dia Cie Hiong?"
"Ya."
"Kenapa dia..."
"Dia memakai kedok kulit,
maka engkau tidak mengenalinya."
"Pantas..." Tan Li
cu manggut-manggut. "Aku merasa kenal kepadanya. Ternyata dia Cie Hiong.
syukurlah Kepandaiannya telah pulih, aku gembira sekali."
"Li Cu" Lie Man chiu
menatap iba kepadanya. "Udara di sini dingin sekali, lebih baik engkau
masuk"
"Tidak apa-apa,"
sahut Tan Li cu. "ohya, kalian berdua merupakan pasangan yang serasi, maka
kalian harus saling mencinta"
"Li Cu..." Wajah Tio
Hong Hoa kemerah-merahan. "Kami..."
"Aku tahu, kalian sudah
saling mencurahkan perasaan. itu membuktikan bahwa kalian telah
saling mencinta Jangan
mengelak itu" ujar Tan Li cu sambil tersenyum, kemudian menghela nafas
panjang. "Aku tidak menyangka kalau nasibku sungguh malang."
Keesokan harinya. Tan Li cu
sudah tidak berada di tempat itu. Ternyata ia telah pergi. Tio Tay seng, Tio Lo
Toa, Tio Hong Hoa dan Lie Man chiu terkejut bukan main. Mereka berempat sama
sekali tidak menyangka, kalau Tan Li cu akan pergi. "Aaakh..." Tio
Tay seng menghela nafas panjang. "sungguh kasihan dia"
"Ayah, kenapa dia pergi tanpa
pamit?" tanya Tio Hong Hoa.
"Kalau dia berpamit
kepada kita, tentu kita akan mencegahnya," sahut Tio Tay seng dan
menambahkan. "Kelihatannya dia tidak mau mengganggu kalian berdua."
"Lho?" Tio Hong Hoa
heran. " Kenapa?"
"Kalau dia masih berada
di tengah-tengah kalian, tentu akan menimbulkan salah paham. Dia tidak
menghendaki itu, maka pergi tanpa pamit," jawab Tio Tay seng menjelaskan.
"Lagi pula dia juga merasa tiada artinya terus bersama kita."
"Dia..." Tio Hong Hoa
menggeleng-gelengkan kepala.
"Paman Bagaimana kalau
aku pergi mencarinya?" tanya Cie Man chiu.
"Percuma." Tio Tay
seng tersenyum getir. "Kalaupun engkau berhasil menyusulnya, dia pasti
tidak akan kembali ke sini."
"Tapi..." Lie Man
chiu mengerutkan kening. "Dia pergi seorang diri, itu sangat
membahayakannya."
"Aku tahu." Tio Tay
seng manggut-manggut. "Kita akan bersama-sama pergi cari dia."
Ketika mereka baru mau
berangkat, mendadak melayang turun seseorang. Tampak pula seekor monyet bulu
putih duduk di bahunya. Dia adalah Tio Cie Hiong.
"Haaah Adik Cie
Hiong..." seru Tio Hong Hoa terkejut girang.
"Kak" panggil Tio
Cie Hiong, kemudian memberi hormat kepada Tio Tay seng dan Tio Lo Toa.
"Paman Paman Lo Toa"
"Nak" Tio Tay seng
tertawa gembira. "Engkau sudah tahu tentang hubungan ini?"
"Ya, Paman." Tio Cie
Hiong mengangguk. "Tayli Lo Ceng pergi ke markas pusat Kay Pang
memberitahukan kepadaku."
"oooh" Tio Tay seng
manggut-manggut.
"Saudara Tio" Lie
Man chiu memberi hormat sambil tersenyum. "Kita bertemu lagi"
"Saudara Lie, aku tidak
menyangka kalau, engkau sudah bertemu paman dan kakakku." sahut Tio Cie
Hiong sekaligus balas memberi hormat kepadanya.
"Guruku pergi ke markas
pusat Kay Pang?"
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk. kemudian memberitahukan. "Tayli Lo Ceng berpesan, bahwa kita
semua harus pergi ke gunung Hong Lay san, beliau menunggu di sana."
"Kalau begitu, mari kita
berangkat sekarang" ajak Tio Tay seng.
"Eh?" Tio Cie Hiong
menengok ke sana ke mari. "Di mana Li Cu? Kok tidak kelihatan?"
"Dia sudah pergi tanpa pamit." Tio Hong Hoa memberitahukan dengan
wajah muram.
"Apa?" Tio Cie Hiong
terperanjat. "Itu akan membahayakan dirinya."
"Begini saja sekarang
kita pergi ke gunung Hong Lay san dulu, setelah itu, barulah berusaha
mencarinya." ujar Tio Tay seng. "Kita tidak boleh melalaikan pesan
Tayli Lo Ceng."
"Baiklah." Tio Cie
Hiong mengangguk.
Mereka sudah tiba di Gunung
Hong Lay san, dan Tio Cie Hiong langsung bersujud di hadapan It sim sin Ni.
"Nenek..."
panggilnya dengan suara agak gemetar saking gembiranya. "
"Cucuku" It sim sin
Ni tersenyum lembut sambil membelainya. "Tidak disangka sama sekali,
ternyata engkau cucuku"
"Nenek..." Tio cie
Hiong terisak-isak. "Aku tidak sebatang kara lagi, sebab kini aku punya
nenek. paman dan kakak."
"omitohud" Tayli Lo
Ceng tertawa gembira. "Isak tangis yang mengharukan, sekaligus
menggembirakan pula . "
"Tapi...," ujar Tio
Cie Hiong memberitahukan. "Tan Li cu tidak bersama paman, dia... entah ke
mana?"
"Kasihan dia" It sim
sin Ni menghela nafas panjang. "ohya, cucuku Bukalah kedok kulitmu, agar
pamanmu dan lainnya dapat menyaksikan wajah aslimu"
"Ya, Nek." Tio Cie
Hiong mengangguk. lalu membuka kedok kulitnya.
"Haah...?" Tio Hong
Hoa berseru tak tertahan. "Adik Cie Hiong, engkau sungguh tampan"
"Ha ha ha" Tio Tay
seng tertawa gembira. "Aku tidak menyangka, keponakanku begitu
tampan."
"omitohud" Tayli Lo
Ceng tersenyum. "Dia memang tampan dan bagus hatinya."
"Saudara Tio" Lie
Man chiu menatapnya kagum. "Engkau sangat tampan dan masih muda, namun
kepandaianmu begitu tinggi."
"Saudara Lie,
kepandaianku biasa-biasa saja," sahut Tio Cie Hiong merendah.
"Engkau terlampau
merendah." Lie Man chiu tersenyum. "ohya, aku..."
"Adik Cie Hiong, dia
ingin mohon petunjuk kepadamu" sela Tio Hong Hoa memberitahukan.
"Itu..." Tio cie Hiong
menggeleng-gelengkan kepala.
"Omitohud" Tayli Lo
Ceng tersenyum lagi. "Cie Hiong, berilah dia petunjuk Kalau tidak, dia
pasti penasaran. "
"Lo Ceng..." Tio Cie
Hiong ragu-ragu.
"Cucuku" It sim sin
Ni menatapnya lembut. "Jangan ragu, berilah petunjuk kepada Man Chiu"
"Ya, Nek." Tio Cie Hiong mengangguk.
"Ha ha ha" Tio Tay
seng tertawa gelak. "Kalau begitu, mari kita ke halaman depan"
Mereka semua segera menuju
halaman depan. setelah itu Tio Cie Hiong berkata kepada Cie Man chiu.
"Saudara Lie,
tunjukkanlah ilmu pedangmu"
"Baik." Lie Man chiu
mengangguk sambil menghunus pedang pusaka Thian Cieng Pokiam, kemudian mulailah
mempertunjukkan ilmu pedang Thian Cieng Kiam Hoat yang sangat hebat dan lihay
itu.
Tio Cie Hiong terus memperhatikan
sambil manggut-manggut, kelihatannya sangat kagum akan kehebatan ilmu pedang
tersebut. Berselang beberapa saat, barulah Lie Man chiu berhenti.
"Bagaimana ilmu pedangku
itu, saudara Tio?" tanyanya.
"Sungguh hebat dan
lihay," sahut Tio Cie Hiong, lalu memandang Tio Hong Hoa seraya berkata.
"Kak. tunjukkanlah ilmu pedangmu"
Tio Hong Hoa tersenyum,
kemudian mempertunjukkan ilmu pedang Hong Hoang Kiam Hoat. Bukan main indah dan
hebatnya ilmu pedang tersebut. Tio Cie Hiong terus memperhatikan sambil
manggut-manggut. sementara Tay-li Lo Ceng, it sim sin Ni dan Tio Tay seng juga
memperhatikan gerak-gerik Tio Cie Hiong. Mereka ingin tahu, bagaimana cara Tio
Cie Hiong memberi petunjuk kepada Lie Man chiu dan Tio Hong Hoa. Berselang
beberapa saat, Tio Hong Hoa berhenti.
"Bagaimana ilmu pedangku,
adik Cie Hiong?" tanyanya sambil tersenyum. ilmu pedang itu sungguh indah,
hebat dan lihay," sahut Tio Cie Hiong sambil berjalan ke tengah-tengah
halaman, lalu duduk bersila di situ dengan mata terpejamkan.
Tayli Lo Ceng, it sim sin Ni
dan Tio Tay seng saling memandang dengan penuh rasa heran, mereka tidak tahu
apa yang akan dilakukan Tio Cie Hiong.
Sementara Tio Cie Hiong
setelah duduk bersila, kemudian ia mengangkat tangan kanannya sekaligus
digerak-gerakkan, menyusul tangan kirinya pun terangkat dan mulai bergerak.
Berselang sesaat, Tio Cie
Hiong membuka matanya dan bangkit berdiri sambil tersenyum, la
mendekati Lie Man chiu dan Tio
Hong Hoa untuk meminjam pedang pusaka mereka. setelah itu, ia kembali ke
tengah-tengah halaman lagi.
Tangan kanannya memegang
pedang pusaka Thian Cieng Pokiam, dan tangan kirinya memegang pedang pusaka
Hong Hoang Pokiam. Mendadak ia menggerakan Thian Cieng Pokiam, mulai memainkan
Thian Cieng Kiam Hoat. Di saat bersamaan. Hong Hoang Pokiam yang di tangan
kirinya juga mulai bergerak. Itulah Hong Hoang Kiam Hoat.
"Omitohud" ucap
Tayli Lo Ceng dengan mata terbelalak. "Bukan main Dia mampu memainkan dua
macam ilmu pedang sekaligus"
"Lo Ceng" it sim sin
Ni menghela nafas panjang. "Sungguh di luar dugaan"
"Cie Hiong...,"
gumam Tio Tay seng. "Dia sungguh luar biasa Kalau kedua orang tuanya masih
hidup, pasti girang sekali"
"Omitohud" Tayli Lo
Ceng menarik nafas dalam-dalam. " Kalau Cie Hiong berhati jahat, entah apa
jadinya rimba persilatan"
"Lo Ceng" it sim sin
Ni tersenyum. "Engkau mampu memainkan kedua macam ilmu pedang itu
sekaligus?"
"Tidak." Tayli Lo
Ceng menggelengkan kepala. "cie Hiong memang pendekar sakti di kolong langit."
Bagaimana Tio Lo Toa, Tio Hong
Hoa dan Lie Man chiu menyaksikan itu? Mereka terbelalak dengan mulut ternganga
lebar. Lie Man chiu menghela nafas panjang seraya berkata.
"Adik Hoa, adikmu itu
sungguh luar biasa. Aku kagum sekali padanya."
"Akupun tidak menyangka
kalau dia begitu hebat." Tio Hong Hoa menggeleng-gelengkan kepala.
"Hanya sekali pandang, dia sudah menghafal semua jurus-jurus ilmu pedang
kita."
Berselang beberapa saat
kemudian, barulah Tio Cie Hiong berhenti dan memandang Lie Man chiu seraya
berkata.
"Ilmu pedang Thian Cieng
Kiam Hoat harus bersatu dengan ilmu pedang Hong Hoang Kiam Hoat. sebab kedua
macam ilmu pedang itu punya hubungan erat, maka boleh disebut Cieng Hong Hap It
Kiam Hoat (Ilmu Pedang Naga Phoenix Bersatu Padu). oleh karena itu, kalian
berdua pun harus bersatu hati"
"Eh? Adik,.." Wajah
Tio Hong Hoa ke merah-merahan.
"Kak. aku berkata
sesungguhnya, bukan menggoda kalian," ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.
"Nah, kalian perhatikan baik-baik. aku akan memberi petunjuk pada
kalian"
Lie Man chiu dan Tio Hong Hoa
segera memusatkan perhatian, sedangkan Tio Cie Hiong mulai memainkan kedua
macam ilmu pedang itu. Berselang beberapa saat kemudian, Tio Cie Hiong
berhenti.
"Bagaimana? Apakah kalian
sudah mengerti?" tanyanya.
"Belum," sahut
mereka berdua serentak.
"Kalau begitu, akan
kuulangi lagi," ujar Tio Cie Hiong lalu mengulanginya lagi.
Cie Man chiu dan Tio Hong Hoa
terus memperhatikan, sedangkan Tayli Lo Ceng, it Sim sin Ni dan Tio Tay seng
manggut-manggut kagum.
"Aku tidak
menyangka," ujar it sim sin Ni. "cucuku bisa merangkapkan kedua macam
ilmu pedang itu."
"ibu, aku merasa heran."
Tio Tay seng menggeleng-gelengkan kepala. "Kenapa Cie Hiong begitu luar
biasa dan istimewa?"
"omitohud" ucap
Tayli Lo Ceng. "Itu merupakan anugerah dari Yang Maha Kuasa.
omitohud" Tio cie Hiong sudah berhenti, lalu bertanya lagi kepada Lie Man
chiu dan Tio Hong Hoa. "Kalian sudah mengerti?"
"Ya." Mereka berdua
mengangguk.
"Kalau begitu..."
Tio cie Hiong melangkah ke pinggir. "Cobalah kalian berlatih bersama"
Lie Man chiu dan Tio Hong Hoa
mengangguk. kemudian mereka berdua menuju ke tengah-tengah halaman, dan mulai
berlatih bersama.
Tio Cie Hiong memperhatikannya
dengan seksama. Apabila mereka melakukan kesalahan, ia segera memberi petunjuk.
"Bagaimana, saudara
Tio?" tanya Cie Man Chiu seusai berlatih bersama Tio Hong Hoa, "Sudah
lumayan," sahut Tio Cie Hiong. "Kalian berdua masih harus terus
berlatih." "Ya." Cie Man Chiu mengangguk, "saudara Tio,
terima kasih" "Sama-sama." Tio Cie Hiong tersenyum.
"Adik Cie Hiong"
tanya Tio Hong Hoa mendadak. "setetah kami menguasai Cieng Hong Hap It
Kiam Hoat, bisakah kami mengalahkan Kwan Gwa Lak Kui?"
"Kalau kalian berdua
melawan satu, sudah pasti menang," jawab Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.
"Dua lawan dua akan seimbang, dua lawan tiga hanya bisa bertahan, dua
lawan empat jelas kalah."
"Kalau begitu..."
Tio Hong Hoa tampak kecewa.
"Kakak" Tio cie
Hiong tersenyum. "Kalian kalah dalam hal lweekang, maka kalau boleh kalian
harus tukar-menukar ilmu lweekang."
"Lho? Kenapa?" Tio
Hong Hoa tercengang.
"Seharusnya Kiu Yang sin
Kang dimiliki kaum lelaki, sedangkan Hud Bun Pan Yok sin Kang dimiliki kaum
wanita."
"Benar." Tayli Lo
Ceng manggut-manggut. "Karena itu, mulai hari ini kalian berdua harus
saling mengajar ilmu lweekang itu"
"Ya, Guru."
"Ayah..." Tio Hong
Hoa memandang Tio Tay seng.
"Ayah mengijinkan,"
sahut Tio Tay seng sambil tersenyum, kemudian memandang Tayli Lo Ceng. "Lo
Ceng, mungkin sudah saatnya..."
"omitohud" Tayli Lo
Ceng manggut-manggut, lalu memandang It sim sin Ni seraya berkata,
"Bagaimana menurut, sin Ni?"
Kalau mereka berdua saling
mencinta, apa salahnya kita menjodohkan mereka," ujar it sim sin Ni sambil
tersenyum.
omitohud" Tayli Lo Ceng
tertawa terbahak-bahak. "Muridku, kemarilah" serunya.
"Ya, Guru." Cie Man
chiu segera mendekati Tayli Lo Ceng.
"Guru ingin bertanya,
engkau harus jawab sejujurnya" ujar Tayli Lo Ceng serius.
"Ya, Guru." Cie Man
chiu mengangguk.
"Muridku, apakah engkau
mencintai Tio Hong Hoa?" tanya Tayli Lo Ceng sambil menatapnya.
"Guru, aku memang mencintai Adik Hoa." "Dengan sungguh-sungguh
dan segenap hati?" "Betul, Guru."
"Bagus Bagus Ha ha
ha" Tayli Lo Ceng tertawa gembira dan berkata kepada Tio Tay seng.
"Tio Tocu, kini giliranmu bertanya kepada putrimu."
"Baik." Tio Tay seng
mengangguk sambil berseru. "Hoa ji"
"Ya, Ayah." Tio Hong
Hoa mendekati Tio Tay seng dengan wajah kemerah-merahan, karena tanya jawab
Tayli Lo Ceng dengan Cie Man chiu telah didengarnya.
"Hoa ji" Tio Tay
seng menatapnya. "Betulkah engkau mencintai Lie Man chiu dengan
sungguh-sungguh dan segenap hati?"
"Betul, Ayah." Tio
Hong Hoa mengangguk malu-malu.
"Bagus Bagus" Tio
Tay seng tertawa gembira. "Berhubung kalian telah saling mencinta, maka
ayah, Tayli Lo Ceng dan nenekmu akan menjodohkan kalian."
"Terimakasih Ayah,
Nenek" ucap Tio Hong Hoa.
"Terimakasih Guru"
ucap Lie Man chiu.
"omitohud Kalian memang
telah kamijodohkan, namun masih harus menunggu." Tayli Lo Ceng
memberitahukan. "Maka kalian berdua harus sabar."
"Ya, Guru." Lie Man
Chiu mengangguk. Pe-muda itu tahu apa yang dimaksudkan gurunya. "Murid
mengerti."
"omitohud" Tayli Lo
Ceng tersenyum.
"Selamat selamat"
ucap Tio Cie Hiong menghampiri Tio Hong Hoa. "Kak. aku memberi selamat
padamu"
"Terima kasih, Adik Cie
Hiong" Tio Hong Hoa tersenyum.
"Saudara Lie" Tio
Cie Hiong menghampiri pemuda itu. "Aku memberi selamat pada mu"
"Terima kasih, saudara
Tio" ucap Lie Man Chiu. "Terimakasih..."
"Nenek, Paman Kini urusan
di sini telah beres, aku harus segera pergi cari Tan Li cu, kemudian ke markas
pusat Kay Pang, setelah itu aku akan ke mari lagi." ujar Tio cie Hiong.
"Kalau bertemu dia, suruh
dia pulang" pesan It sim sin Ni.
"Ya, Nek." Tio cie
Hiong mengangguk.
"cie Hiong" sela Tio
Tay seng. "Lebih baik engkau berangkat esok pagi saja."
"Ya, Paman." Tio Cie
Hiong mengangguk lagi.
Keesokan harinya, setelah
berpamit barulah Tio Cie Hiong berangkat pergi mencari Tan Licu.
Bab 73 Kou Hun Bi jin (Wanita
Cantik Pembetot sukma)
Sementara itu, Bu Lim sam Mo
tampak marah sekali, karena mereka telah menerima laporan tentang terbunuhnya
belasan anggota Bu Tek Pay yang mereka utus itu. Bahkan saking marahnya Tang
Hai Lo Mo memukul meja. "Aku harus bunuh mereka" geramnya dengan
wajah merah padam.
"Tenang" ujar Thian
Mo. "Belum waktunya kita turun tangan. Kalau sudah waktunya, barulah kita
turun tangan membunuh mereka."
"Kita masih harus
bersabar," sambung Te Mo. "Kita sudah mulai mencurigai pihak Kay
Pang, oleh karena itu..."
"Alangkah baiknya kita
mengutus seseorang untuk menyamar sebagai anggota Kay Pang," ujar Thian
Mo. "Apabila terbukti Kay Pang punya hubungan dengan Tui Beng Li, Thian
Cieng Kiam Khek dan pemilik Hong Hoang Leng, kita harus membasmi mereka semua."
"Betul." Tang Hai Lo
Mo manggut-manggut. "Aku akan mengutus seseorang menyamar sebagai anggota
Kay Pang untuk membaurkan diri di sana. Ha ha ha"