Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 18

Baca Cersil Mandarin Online: Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 18
Bagian 18

"cie Hiong, jadi saat meniup suling, telingamu masih dapat menangkap suara di sekitar sini?" "Paman sastrawan" Tio Cie Hiong tersenyum.

"Apakah paman sastrawan telah lupa apa yang pernah diucapkan padaku?"

"Aku pernah mengucapkan apa padamu?" tanya Kim siauw suseng tak mengerti.

"Aku cuma meniup suling, jadi tidak mendengarkan suaranya," jawab Tio cie Hiong.

"Karena itu, telingaku masih dapat menangkap suara apa pun yang di sekitar sini"

"Eeeh?" Kim siauw suseng melongo.

"Itu memang ucapanku"

"Nah, begitulah." ujar Tio Cie Hiong tersenyum.

"Bukan main" Kim siauw suseng menggeleng-geleng kemala.

sam Gan sin Kay memandangnya dengan mula menyengir.

"Kini engkau sudah senang kan bisa bertemu dengan Im Ceng itu"

Tio cie Hiong mengangguk dengan wajah memerah.

"He he he..." sam Gan sin Kay tertawa gelak.

"Padahal sesungguhnya, dirimu sering bersamanya"

"Aku sering bersamanya?" Tio Cie Hiong tertegun.

"Kakek Pengemis harus tahu, baru dua kali aku bertemu dia."

sam Gan sin Kay tertawa terbahak-bahak.

"Aku pikun, tapi engkau bodoh sekali Ha ha"

Esok paginya, setelah bangun, Tio cie Hiong segera pergi ke halaman belakang.

Hatinya berharap akan bertemu Im Ceng di situ. Namun gadis pujaan hatinya tidak muncul, melainkan Lim Ceng Im yang datang di hadapannya.

"selamat pagi, Kakak Hiong" sapanya lembut. "selamat pagi" sahut Tio Cie Hiong memandanginya. "Adik Im, kakakmu belum bangun ya?"

"Dia sudah pergi." ujar Lim Ceng Im memberitahukan. "Haah? Apa?" Tio Cie Hiong terkejut mendengarnya. "Dia sudah pergi? Kenapa dia pergi? Dia pergi ke mana?"

"Ada urusan yang harus dia selesaikan. se-helum pergi dia ke kamar menemuiku..." ujar Lim Ceng Im sambit memandangnya.

"Dia... dia bilang apa padamu?" tanya Tio Cie Hiong, tidak sabaran.

"Dia bilang...," Lim Ceng Im sengaja berhenti, Tio Cie Hiong langsung menggenggam tangannya erat-erat.

"Adik Im, beritahukanlah"

"Dia bilang...," wajah Lim Ceng Im kemerah-merahan karena Tio Cie Hiong menggenggam tangannya.

"Dia bilang engkau harus sabar, dia juga titip salam untukmu."

"oooh" Tio cie Hiong berlega hati.

"Kira-kira kapan dia pulang?"

"Kalau urusannya selesai, dia akan segera pulang." Lim Ceng Im tertawa geli dalam hati.

"Sebetulnya ada urusan apa? Kenapa semalam dia tidak beritahukan padaku? Kalau memberitahukan mungkin aku bisa membantunya." ujar Tio Cie Hiong sambil menggeleng-geleng kemala.

Ketika mereka sedang bercakap-cakap. di depan rumah tiba-tiba datang seorang tamu.

Bu Lim Ji Khie dan Lim Peng Hang menyambut tamu itu dengan gembira, bahkan Kim siauw suseng langsung tertawa gelak.

"Hei Lutung gila Bukankah engkau sudah bersembunyi di dalam hutan, kenapa masih berkeliaran?" tanya Kim siauw suseng sambil menatapnya.

"sastrawan sialan" Tamu itu menjawabnya sambil tertawa. Dia ternyata Tok Pie sin wan (Lutung sakti Lengan Tunggal).

Engkau boleh makan tidur gratis di sini, kenapa aku tidak?" "Huaha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa terbahak-bahaki

"Lutung gila Di sini tempat berkumpulnya para pengemis, mana ada makanan enak?" "Tidak apa-apa" sahut Tok Pie sin Wan sambil tertawa.

"Lim Pangcu, engkau tidak menyuruhku duduki apakah tidak senang akan kedatanganku?" "Cianpwee, silakan duduki ucap Lim Peng Hang cepat.

Tok Pie sin wan segera duduki sedangkan Bu Lim Ji Khie terus memandangnya dengan penuh keheranan.

"Eeeh? Kenapa kalian berdua memandangku sedemikian rupa? Aku belum berubah jadi lutung sungguhan, kan?"

"Aku heran" gumam sam Gan sin Kay.

"Tiada hujan tiada angin engkau datang, apakah ada kepentingan?"

"Aku baru mulai berkecimpung lagi dalam rimba persilatan, kini muncul sam Mo Kauw. Maka aku datang karena ingin bergabung, agar bisa makan tidur gratis," ujar Tok Pie sin Wan.

"Mungkinkah engkau dikejar-kejar para anggota sam Mo Kauw, sehingga kabur kemari?" tanya sam Gan sin Kay sambil tersenyum.

"Bukan para anggota Sam Mo Kauw mengejar aku, melainkan aku yang mengejar mereka" Tok Pie sin Wan tertawa.

"Terus terang, aku datang untuk bertemu Pek Ih sin Hiap Tio cie Hiong"

"oooh" Lim Peng Hang manggut-manggut.

"Dia berada di sini?"

"Dia memang berada di sini," jawab sam Gan sin Kay.

"Ada urusan apa engkau ingin menemuinya? "

"Ehi Pen gem is bau Engkau harus tahu, dia cucu Ku Tok Lojin, kawan akrabku. Kenapa aku tidak boleh menemuinya?" Tok Pie sin wan melotot.

Lutung gila" sam Gan sin Kay juga melotot. "Yang bilang tidak boleh menemuinya tuh siapa?" "siapa, ya?" Tok Pie sin wan menggaruk-garuk kepala. "Dasar lutung" sam Gan sin Kay tertawa.

"suka menggaruk."

"Pengemis bau" Tok Pie sin Wan menghela nafas.

Kalau tiada dia, aku masih meringkuk di dalam goa." "oooh" sam Gan sin Kay manggut-manggut.

"jadi sekarang engkau sudah mulai merangkak keluar"

"Dasar Pengemis Baur Tok Pie sin wan melotot, kemudian menggeleng-geleng kemala.

"Aku tidak menyangka rimba persilatan telah berubah kacau begitu, beberapa partai besar telah takluk pada sam Mo Kauw."

"Lutung gila Engkau tahu kini nama It Ceng dan Ji Khie telah berada di bawah nama sam Mo?" ujar sam Gan sin Kay.

"Oh?" Tok Pie sin wan mengerutkan kening.

"Kalau begitu.."

"sam Mo telah berhasil mempelajari ilmu silat peninggalan Pak Kek siang ong." Kim siauw suseng memberitahukan.

"Kalau begitu, siapa yang mampu menghadapi sam Mo" tanya Tok Pie sin Wan dengan air muka berubah.

"Hanya ada satu orang yang mampu menghadapi sam Mo" sahut sam Gan sin Kay memberitahukan dengan wajah berseri.

"siapa orang itu?" desak Tok Pie sin wan yang ingin mengetahuinya.

"Dia adalah... Pek Ih sin Hiap Tio Cie Hiong, cucu Ku Tok Lojin teman akrabmu .Juga adalah putra teman baik Lim Peng Hang" sam Gan sin Kay tersenyum-senyum.

"oh? Yang benar?" Tok Pie sin Wan kurang percaya.

"Pengemis bau, cepat panggil dia ke mari, jangan disembunyikan"

Lim Peng Hang sebera menyuruh salah seorang pengemis pergi memanggil Tio Cie Hiong.

Tak lama Tio Cie Hiong keluar bersama Lim Ceng Im.

"Paman" seru Tio Cie Hiong girang melihat tamu itu.

"Nak" Tok Pie sin wan tertawa gembira.

"Engkau sungguh hebat dan tampan sekali, kalau aku punya cucu perempuan, pasti kujodohkan padamu."

"Letung gila, kini kau sudah terlambat" sam Gan sin Kay tertawa gelak.

"Cie Hiong sudah punya kekasih."

"siapa kekasihnya?" tanya Tok Pie sin wan.

"Cucu perempuanku" jawab sam Gan sin Kay sambil tertawa.

Cucu perempuanmu?" gumam Tok Pie Sin Wan, menatap Lim Ceng Im. "Dia?"

"Bukan dia" sahut sam Gan sin Kay membuat pusing Tok Pie sin Wan.

"Dia bernama Ceng Im, cucu perempuanku itu bernama Im Ceng, dia adalah kakaknya." "Ceng Im... Im Ceng...?" gumam Tok Pie sin wan sambil menggaruk-garuk kepala. "setahuku..."

"Cianpwee tidak tahu" sambar Lim Peng Hang sambil tersenyum dan segera mengalihkan pembicaraan.

"Aku dengar yang mengobati Cian-pwee adalah Cie Hiong. Benar, ya?" "Memang benar Maka kuhadiahi dia suling Kumala." tutur Tok Pie sin wan.

"Dia juga mahir meniup suling, sastrawan sialan. suara sulingmu masih kaiah jauh dibandingkan dengan suara su-lingnya."

"Benar" Kim siauw suseng mengangguk.

"Itu adalah suling Kumala pusaka, aku tidak berjodoh dengan suling itu, namun bergembira karena Cie Hiong yang memilikinya" "Lutung gila" ujar sam Gan sin Kay.

"Engkau lapar belum?"

"sudah lapar sekali," jawab Tok Pie sin wan dan menambahkan.

"Pengemis bau, aku memang ingin bergabung di sini untuk melawan sam Mo Kauw, engkau menerima kehadiranku di sini?"

"Tentu, tentu" sahut sam Gan Sin Kay sambil tertawa.

"Nah, sekarang kita makan dulu"

-ooo00000ooo-

sementara itu di Ekspedisi Harimau Terbang, tampak Cit Pou TUi Hun-Gouw Han Tiong sedang duduk melamun di ruang dalam. Ternyata ia sangat rindu pada Gouw sian Eng putrinya. Namun kini baru lewat tiga bulan, jadi masih harus menunggu beberapa bulan

lagi putrinya baru pulang.

Di saat ia sedang melamun, mendadak berkelebat ke dalam sosok bayangan dan terdengar pula suara seruan.

"Ayah Ayah Aku sudah pulang..."

"Haah?" Gouw Han Tiong langsung bangkit berdiri, seorang gadis berdiri di hadapannya. Dia tak lain Gouw sian Eng yang dirindukannya.

"sian Eng sian Eng..." panggil Gouw Han Tiong dengan suara bergemetar saking gembira.

"Ayah" Gouw sian Eng langsung mendekap di dada Gouw Han Tiong.

"Ayahi..,"

"sian Eng..." Gouw Han Tiong membelainya dengan penuh kasih sayang, kemudian ujarnya. "Duduklah"

Gouw sian Eng duduki sementara Gouw Han Tiong memandangnya dengan wajah berseri-seri.

orang tua itu merasa bangga karena putrinya sudah besar dan sangat cantik pula.

"sian Eng, kenapa engkau sudah pulang? Bukankah masih beberapa bulan lagi?" tanya Gouw Han Tiong.

"Aku sudah berhasil mempelajari ilmu seng Li sin Kang dan seng Li Kiam Hoat, maka guruku memperbolehkan aku pulang." tutur Gouw sian Eng.

"oooh" Gouw Han Tiong manggut-manggut.

"Tentunya engkau sudah tahu, Pek sim seng Li adalah bibinya Tio Cie Hiong."

"Aku sudah tahu, Kakak Hiong yang mengantar surat ke mari untuk Ayah kan?" Gouw sian Eng tersenyum.

"Ya." Gouw Han Tiong mengangguk dan menambahkan.

"Kini dia telah berkepandaian tinggi sehingga memperoleh julukan Pek Ih sin Hiap."

Guruku telah memberitahukan tentang itu." Gouw sian Eng tersenyum lagi. "Bahkan kini dia sudah besar dan tampan sekali"

"Benar. Tapi...," Gouw Han Tiong mengerutkan kening.

"Kini engkau pun telah besar, bagaimana perasaanmu terhadap dia?" "Tetap seperti dulur ujar Gouw sian Eng tenang.

"Dulu aku sangat menyukainya, sekarang pun begitu. Namun...,"

Kenapa?"

"Pek sim seng Li bukan cuma mengajar aku ilmu silat, tapijuga membimbingku dengan beberapa hal agar aku mengerti, terutama dalam hal percintaan"

"oh?"

"Jadi aku pun mengerti, cinta itu tidak bisa dipaksa. Aku memang suka dan cinta pada Cie Hiong, namun kalau kelihatan dia tidak cinta padaku, aku pun tidak akan memaksa diri untuk mencintainya."

"Bagus" Gouw Han Tiong tertawa gembira.

"Tidak percuma Pek sim seng Li membimbingmu, ayah... girang sekali."

"Ayah, di mana kakek?" tanya Gouw sian Eng mendadak.

"sudah setengah tahun lebih kakekmu pergi..." Gouw Han Tiong meng geleng- meng geleng-kan kepala .

"Pergi ke mana?" tanya Gouw sian Eng.

"Kakekmu pergi mencarimu, hingga kini masih belum pulang." Gouw Han Tiong menghela nafas.

"Ayah khawatir telah terjadi sesuatu atas diri kakekmu. sebab kini sam Mo Kauw mulai merajalela, bahkan membantai kaum pesilat golongan lurus pula."

"Ayahi tidak mungkin akan terjadi sesuatu atas diri kakek" ujar Gouw sian Eng menghibur ayahnya.

"Mudah-mudahan" sahut Gouw Han Tiong dan menghela nafas lagi.

"ohya, Ayah tahu Cie Hiong berada di mana?" tanya Gouw sian Eng sambil memandang ayahnya.

"Mungkin dia berada di markas pusat Kay Pang." Gouw Han Tiong memberitahukan.

"Kalau begitu, aku akan menyusul ke sana," ujar Gouw sian Eng.

"Sian Eng" Gouw Han Tiong menatapnya dalam-dalam seraya bertanya. "Kapan engkau akan berangkat ke markas pusat Kay Pang?" "Sekarang," sahut Gouw sian Eng singkat. "Sekarang?" Gouw Han Tiong terbelalak.

"Engkau... baru pulang"

"Tidak apa-apa, kan?" Gouw sian Eng tersenyum. "Lagi pula siapa tahu aku akan bertemu kakek di sana."

"Sian Eng..." Gouw Han Tiong meng geleng- geleng kan kepala.

"Ayah tidak mengijinkan aku ke markas pusat Kay Pang?" tanya Gouw sian Eng kecewa. "Bukan tidak mengijinkan, melainkan..." Gouw Han Tiong meng eleng- geleng kan kepala lagi. "Sian Eng, engkau baru pulang, kok sudah maupergi lagi?"

"Setelah aku bertemu Cie Hiong, aku pasti segera pulang." ujar Gouw sian Eng berjanji.

"Baiklah. Tapi engkau harus berhati-hati" pesan Gouw Han Tiong dan menambahkan.

"Ayah akan menunggu kakekmu beberapa hari, kalau kakekmu masih belum pulang, ayah akan menyusulmu ke markas pusat Kay Pang."

"oh?" Gouw sian Eng girang.

"Kalau begitu, aku berangkat sekarang."

"Hati-hati, sian Eng" pesan Gouw Han Tiong lagi.

"Ya, Ayah." Gouw sian Eng mengangguki lalu berangkat ke markas pusat Kay Pang. Gadis itu memang sudah rindu sekali pada Tio Cie Hiong, maka ia ingin lekas-lekas menemuinya.

Dua hari kemudian, ketika Gouw sian Eng memasuki sebuah lembah, mendadak muncul beberapa orang berpakaian hitam menghadangnya. Gouw sian Eng mengerutkan kening sambil memandang mereka dengan dingin. sedangkan orang-orang berpakaian hitam itu menatapnya dengan penuh hawa nafsu birahi.

"Siapa kalian? Kenapa menghadangku?" bentak Gouw sian Eng.

"Kami anggota sam Mo Kauw, tentunya Nona sudah dengar," sahut salah seorang dari mereka.

"Hm sam Mo Kauw" dengus Gouw sian Eng tak gentar sama sekali.

"Kalian telah banyak melakukan kejahatan, maka hari ini aku harus membasmi kalian" "Ha ha ha" Para anggota sam Mo Kauw tertawa gelak. "Nona mau membasmi kami?"

"Ya" sahut Gouw sian Eng sambil menghunus pedangnya.

"Nona" ujar pemimpin itu.

"Lebih baik kita bersenang-senang"

"Benar" sambung yang lain.

" Nona pasti puas"

"Kalian memang harus mampus" bentak Gouw sian Eng dan langsung menyerang pemimpin itu dengan seng Li Kiam Hoat. Gerakannya tampak begitu lemah gemulai, tapi sangat lihay dan dahsyat.

Pemimpin itu terkejut bukan main, dan segera meloncat ke belakang sambil berseru memberi aba-aba kepada anak buahnya.

"serang dia"

seketika tampak beberapa orang langsung menyerang Gouw Sian Eng. sedangkan pemimpin itu terus memperhatikannya dan secara diam-diam ia merogoh sesuatu dari dalam bajunya.

Kepandaian Gouw sian Eng memang sudah tinggi, maka tidak heran kalau beberapa anggota sam Mo Kauw itu mulai terdesak.

Pemimpin itu mendekati Gouw sian Eng perlahan-lahan, kemudian membentak sambil mengayunkan tangannya. Tampak semacam bubuk putih mengarah kepada gadis itu. Betapa terkejutnya Gouw sian Eng. la ingin berkelit, tapi sudah terlambat, sebab hidungnya telah mencium bau aneh. Tak lama ia terkulai dalam keadaan pingsan.

"Ha ha ha" Pemimpin orang-orang berbaju hitam itu tertawa terbahak- bahak.

"Tidak di sangka hari ini aku akan menikmati tubuh gadis yang begitu menggiurkan Kalian dengar semua, harus aku duluan, setelah itu barulah giliran kalian"

Mereka bersorak girang sedangkan pemimpin itu telah mendekati Gouw sian Eng yang terkapar pingsan. Ketika ia baru mau melepaskan pakaian gadis itu, mendadak melayang ke arahnya suatu yang sangat lemas, yang ternyata sebuah selendang.

Plaak Ujung selendang itu menghantam kepalanya.

"Aaaakh..." Pemimpin itu menjerit sambil memegang kepalanya, kemudian jatuh gedebuk dan nyawa pun putus seketika.

Di saat bersamaan, melayang turun tiga sosok bayangan, yaitu dua lelaki berusia lima puluhan dan seorang gadis belia yang cantik jelita. Mereka tidak lain Tayli Kongcu dan kedua pengawalnya.

"Gadis liar" bentak beberapa anggota sam Mo Kauw.

"Engkau berani membunuh pemimpin kami?"

"Hm" dengus Tayli Kongcu dingin. Mendadak selendangnya melayang ke arah orang itu

"Aaakh..." jerit orang tersebut karena ujung selendang telah menghantam dadanya, sehingga orang itu menyemburkan darah segar, lalu terkulai lemas dan nafasnya pun berhenti seketika.

Sisa beberapa anggota itu bergemetaran, dan hanya saling memandang. Tayli Kongcu tahu bahwa mereka ingin kabur, maka ia segera memberi isyarat kepada kedua pengawalnya dan berbisik,

" Habiskan mereka semua"

Kedua pengawal itu mengangguki lalu mendadak melesat ke arah sisa anggota sam Mo Kauw. seketika terdengarlahr jeritan-jeritan yang menyayatkan hati, ternyata sisa anggota sam Mo Kauw itu telah roboh tak bernyawa.

"Periksa gadis itu" perintah Tayli Kongcu pada kedua pengawalnya.

"Ya, Kongcu." Kedua pengawal itu mendekati Gouw sian Eng yang masih pingsan. salah satu pengawal memeriksanya lalu melapor.

Kongcu, gadis ini terkena semacam obat bius." "sadarkan dia" sahut Tayli Kongcu.

Pengawal itu mengangguki kemudian menggeledah para anggota sam Mo Kauw yang telah menjadi mayat. la berhasil menemukan sebuah botol kecil dari dalam baju si pemimpin. setelah diperiksa dengan seksama barulah pengawal itu menempelkan mulut botol tersebut ke hidung Gouw sian Eng. Berselang sesaat, gadis itu tersadar langsung meloncat bangun siap menyerang pengawal tersebut.

Akan tetapi, ketika menyaksikan mayat-mayat itu, Gouw sian Eng tertegun dan kemudian ia pun paham, maka langsung memberi hormat kepada pengawal itu.

"Terimakasih, Tuan telah menyelamatkan jiwaku"

"Bukan aku yang menyelamatkan Nona, melainkan.. " Pengawal itu menunjuk Tayli Kongcu. " Kongcu yang menyelamatkan Nona."

Gouw sian Eng mendekati Tayli Kongcu, lalu memberi hormat seraya berkata dengan ramah. "Aku mengucapkan terima kasih kepada Kongcu yang telah menyelamatkan jiwaku"

"Itu urusan kecil. Engkau tidak usah berterimakasih padaku," sahut Tayli Kongcu lembut.

"Maaf" Gouw sian Eng memandangnya.

"Bolehkah aku tahu engkau Kongcu apa?"

"Aku Tayli Kongcu, namaku Toan pit Lian." Tayli Kongcu memberitahukan sambit tersenyum.

"Maaf aku berlaku kurang hormat terhadap Kongcu" ucap Gouw sian Eng.

"Tidak apa-apa." Tayli Kongcu memandangnya.

"Engkau siapa? Kenapa bertempur denganpara penjahat itu?" "Namaku Gouw sian Eng." Gadis itu memberitahukan dengan jujur.

"Mereka adalah anggota sam Mo Kauw. Aku sedang menuju ke markas pusat Kay Pang, mendadak mereka menghadangku di sini"

"oooh" Tayli Kongcu manggut-manggut.

"Mau apa engkau ke markas cusat Kay Pang?"

"Menemui Tio cie Hiong." jawab Gouw sian Eng.

"Tio cie Hiong?" Air muka Tayli Kongcu tampak berubah, namun Gouw sian Eng tidak melihatnya.

"Julukannya Pek Ih sin Hiap. kan?" "Betul Kok Kongcu tahu?" Gouw sian Eng tercengang.

"Aaaakh..." Mendadak Tayli Kongcu menghela nafas. Ternyata ia sudah mempunyai suatu rencana.

Kenapa Kongcu menghela nafas?" Gouw sian Eng cemas. "Apakah telah terjadi sesuatu atas diri Tio cie Hiong ?"

"Apakah engkau dan dia merupakan sepasang kekasih?" Tayli Kongcu balik bertanya sambil menatapnya dalam-dalam.

"Bukan." Gouw sian Eng memberitahukan.

"sudah lama kami tidak bertemu. Kongcu, beritahukanlah kepadaku, apa yang telah terjadi atas dirinya?"

"Terus terang..." Tayli Kongcu menggeleng-gelengkan kepala.

"Aku justru dari markas pusat Kay Pang."

sementara kedua pengawal itu hanya mendengarkan. Kening mereka tampak berkerut-kerut, namun tidak berani berbicara.

"Ada perlu apa ke markas Kay Pang?" tanya Gouw sian Eng.

"Untuk menyampaikan sesuatu kepada Lim Peng Hang, ketua Kay Pang," sahut Tayli Kongcu.

"Menyampaikan apa?" Gouw sian Eng mulai cemas lagi.

"Menyampaikan kepada Lim Peng Hang, bahwa..." Tayli Kongcu menghela nafas panjang dan melanjutkan.

"Tio Cie Hiong berada di istana Tayli."

"oh?" Gouw sian Eng terbelalak.

"Kenapa dia berada di istana Tayli?"

"Merawat lukanya." Tayli Kongcu memberitahukan sambil menggeleng-gelengkan kemala. "Dia terluka, hingga kini masih belum sadar." "Haahi..?" Mata Gouw sian Eng bersimbah air.

"Dia... dia...."

"Tidak apa-apa. Tabib istana terus menerus mengobatinya," ujar Tayli Kongcu dan tampak begitu sungguh-sungguh, maka tidak heran kalau Gouw sian Eng mempercayainya.

"Kongcu..." Gouw sian Eng memandangnya.

"Bolehkah aku ikut Kongcu ke istana Tayli menjenguknya? "

Memang ini yang diinginkan Tayli Kongcu, namun ia justru bersikap ragu akan permintaan Gouw sian Eng, sehingga membuat gadis itu jadi gelisah.

"Kongcu..."

"Baiklah" Tayli Kongcu manggut-manggut.

" Engkau boleh ikut aku ke istana Tayli"

"Terima kasih, Kongcu" Gouw sian Eng ingin berlutut di hadapannya, tapi Tayli Kongcu cepat-cepat mencegahnya.

"Engkau tidak perlu berlutut." Tayli Kongcu tersenyum.

"Kini kita sudah menjadi teman, kalau ada salah apa-apa kelak diantara kita, maka kita pun harus saling memaafkan."

"Ya, Kongcu." Gouw sian Eng mengangguk.

"Terimakasih..."

sudah dua hari Gouw Han Tiong menunggu TUi HUn Lojin, ayahnya, namun Tui Hun Lojin masih belum pulang, itulah sebabnya Gouw Han Tiong mengambil keputusan, apabila Tui Hun Lojin masih belum pulang besoki ia akan berangkat ke markas pusat Kay Pang untuk menyusul Gouw sian Eng, putrinya.

Akan tetapi, di saat itu pula mendadak muncul Tui Hun Lojin dengan wajah muram dan kusut.

"Ayah" panggil Gouw Han Tiong girang.

"Aaakh..." Tui Hun Lojin menyahut dengan helaan nafas.

"Aku belum berhasil mencari Gouw sian Eng."

"Ayah" Gouw Han Tiong memberitahukan dengan wajah berseri.

Kemarin dulu Gouw sian Eng sudah pulang." "oh?" Tui Hun Lojin tertawa girang.

"Mana dia?"

"Dia sudah berangkat ke markas pusat Kay Pang, karena ingin menemui Tio Cie Hiong." "Kapan dia berangkat ke sana?"

"Hari itu juga. ohya, kini Tio Cie Hiong sudah berkepandaian tinggi." "Aku sudah tahu itu." Tui Hun Lojin manggut-manggut sambil tertawa. "Bahkan dia pun memperoleh julukan Pek Ih sin Hiap."

"Benar." Gouw Han Tiong mengangguki

"ohya, Ayah sudah tahu tentang kemunculan Sam Mo Kauw?" "sudah." Tui Hun Lojin menggeleng-gelengkan kemala.

"Para anggota sam Mou Kauw merajalela dalam rimba persilatan. Kalau Bu Lim sam Mo muncul, rimba persilatan pasti semakin kacau."

"Ayah, bagaimana kalau kita berangkat ke markas pusat Kay Pang sekarang?" tanya Gouw Han Tiong.

"Baiki" Tui Hun Lojin mengangguk sambil tersenyum.

"Aku sudah rindu sekali pada sian Eng..."

Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong berangkat ke markas pusat Kau Pang, kedatangan mereka berdua tentunya sangat menggembirakan Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang, Tok Pie sin Wan dan Tio Cie Hiong.

"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak.

"Setan tua Mau apa engkau ke mari? Mau makan tidur gratis di tempat yang melarat ini?"

"Kira-kira begitulah," sahut Tui Hun Lojin sambil tertawa, kemudian memandang Kim siauw suseng dan Tok Pie sin Wan.

"Wuah sastrawan sialan makin bertambah muda, sedangkan Lutung gila makin menyerupai lutung..."

"Setan tua" sahut Kim siauw suseng sambil tersenyum.

"Engkau ke mari membawa kentut ya? Pantas tempat ini menjadi bau"

"Tempat ini tentu bau, karena telah berkumpul ratusan pengemis busuk di sini," sahut Tui Hun Lojin dan tertawa gelak.

"Eh?" sepasang mata sam Gan sin Kay mendelik.

"Perlukah aku mengusirmu dari sini?"

"Aku justru tidak mau pergi." Tui Hun Lojin tertawa lagi.

"Tui Hun Lojin, Lim Pang cu, silakan duduk" ucap Lim Peng Hang.

Mereka duduk semua. sam Gan sin Kay terus memandang Tui Hun Lojin dengan kening berkerut-kerut.

"Eh?" Tui Hun Lojin terheran- heran.

"Pengemis bau, kenapa engkau terus menerus memandangku? "

"Aku merasa heran, kenapa engkau dan putramu mau ke mari," sahut sam Gan sin Kay.

"Tentunya ada suatu yang penting, kan?"

"Ya." Tui Hun Lojin tertawa lalu memandang Tio Cie Hiong.

"Kini engkau sudah berkepandaian tinggi, itu memang telah kami duga sebelumnya. oh ya, apakah engkau bisa merobohkan Bu Lim Ji Khie?"

"Kakek..." Wajah Tio Cie Hiong memerah.

"Setan tua" sela sam Gan sin Kay.

"Aku yakin engkau tidak bisa bertahan sampai sepuluh jurus menghadapi Cie Hiong." "oh?" Tui Hun Lojin mengerutkan kening.

"Aku akan mencobanya nanti." sementara Gouw Han Tiong terus menengok ke sana ke mari, tapi hanya tampak Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im, sedangkan Gouw sian Eng tidak berada di situ, sudah barang tentu Gouw Han Tiong terheran- heran.

"Eeeh?" serunya tak tertahan dengan penuh keheranan.

"Han Tiong, kenapa engkau?" tanya sam Gan sin Kay terbelalak.

Engkau cari apa? Di sini tidak ada janda cantik untukmu."

Heran" gumam Gouw Han Tiong.

"Kenapa tidak tampak putriku?"

"Putrimu?" Lim Peng Hang kebingungan.

"Ya." Gouw Han Tiong mengangguki

"Putrimu tidak berada di sini." Lim Peng Hang memberitahukan.

"Apa?" Terkejut Gouw Han Tiong.

"Bagai-mana mungkin dia tidak berada di sini?"

Han Tiong" sam Gan sin Kay melotot. "Maksudmu kami menyembunyikan putrimu?"

"Aku tidak bermaksud begitu, tapi..." Gouw Han Tiong mengerutkan kening dengan wajah cemas.

"Dia... dia bilang mau ke mari."

"Paman" Tio Cie Hiong tercengang.

"Apakah sian Eng sudah pulang?"

"Ya." Gouw Han Tiong mengangguki

"Kemarin dulu dia sudah pulang, namun hari itu juga dia ke mari untuk menemuimu."

"Oh?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening.

"Tapi dia belum sampai di sini."

"Dia berangkat lebih awal dua hari dari kami." ujar Gouw Han Tiong.

"Bagaimana mungkin belum sampai di sini?"

"Paman" sela Lim Ceng Im.

"Mungkinkah dia mampir di tempat lain?"

"Tidak mungkin." Gouw Han Tiong menggelengkan kepala, kemudian bergumam dengan wajah pucat pias.

"Mungkinkah... telah terjadi sesuatu atas dirinya?"

"Tidak mungkin," sahut Tio Cie Hiong.

"sebab kepandaiannya sudah tinggi sekali."

"Tapi para anggota sam Mo Kauw pun berkepandaian tinggi," ujar Gouw Han Tiong dan melanjutkan.

"Mungkinkah dia ditangkap oleh pihak sam Mou Kauw?"

"saudara Gouw" Lim Peng Hang menatapnya.

"Perlukah aku mengutus beberapa orang untuk menyelidikinya? "

"Terimakasih, Lim Pangcu" ucap Gouw Han Tiong.

" Kupikir itu memang perlu..."

Mendadak muncul seorang pengemis dengan tergopoh-gopoh, lalu memberi hormat kepada Lim Peng Hang dan melapor.

"Pangcu, ada seseorang menitip sepucuk surat untuk Pek Ih sin Hiap."

"Mana surat itu?" tanya Lim Peng Hang.

Pengemis itu segera menyerahkan sepucuk surat kepada Lim Peng Hang. Lim Peng Hang menerima surat tersebut lalu diberikan pada Tio Cie Hiong.

"Bacalah surat itu" ujarnya.

"Ya." Tio Cie Hiong langsung menyobek pinggiran amplop, lalu mengeluarkan surat tersebut dan sekaligus dibacanya. Setelah usai membaca, air mukanya tampak berubah.

"Surat dari siapa dan bagaimana bunyinya?" tanya Lim Peng Hang.

"Paman, bacalah" Tio Cie Hiong menyerahkan surat itu kepada Gouw Han Tiong.

Lim Peng Hang menerima surat itu, lalu membacanya dengan suara lantang, agar terdengar oleh semua orang yang di situ.

"Pek Ih Sin Hiap Tio Cie Hiong Kini Gouw Sian Eng, putri Cit Pou Tui Hun Gouw Han Tiong telah berada di tanganku, engkau harus segera berangkat ke Tayli Engkau jangan mengajak siapa pun kecuali pengemis dekil itu Kalau engkau tidak datang, maka Gouw Sian Eng...

Tertanda Tayli Kongcu."

Seusai membaca surat itu Lim Peng tampak termangu, begitu pula Bu LimJi Khie dan Tok Pie Sin Wan. sedangkan Gouw Han Tiong dan Tui Hun Lojin kelihatan cemas sekali.

"Kami harus segera berangkat ke Tayli," ujar Gouw Han Tiong.

"Jangan" Sam Gan Sin Kay menggelengkan kepala.

"Kalau engkau dan Tui Hun Lojin yang ke sana, mungkin akan menimbulkan kejadian yang di luar dugaan."

"Heran" gumam Kim Siauw Suseng.

"Sudah ratusan tahun pihak Tayli tidak pernah memasuki daerah Tionggoan, kenapa mendadak..."

Itu pasti ulah Tayli Kongcu yang genit," sela Lim Ceng im sengit. "Kalau bertemu dia pasti kutampar mukanya sampai bengkak memar"

"Toan Hong Ya (Raja Tayli) sangat bijaksana, tapi kenapa putrinya malah membuat masalah dengan kita?"

Kim siauw suseng menggeleng-gelengkan kepala.

"Hmm" dengus Lim Ceng Im.

"Tayli Kongcu pasti telah jatuh... jatuh mampus pada Kakak Hiong, maka dia menghendaki kakak Hiong ke Tayli menemuinya."

Kalau dia telah jatuh mampus, bagaimana mungkin dia membuat masalah dengan kita lagi?" ujar sam Gan sin Kay sambil tersenyum.

"Bilang saja jatuh cinta"

"Pengemis bau" tegur Tui Hun Lojin tidak senang.

"Kami berdua sedang pusing, engkau malah bercanda dan tersenyum pula cucuku disandera oleh Tayli Kongcu, engkau senang ya?"

"setan tua" sam Gan sin Kay tertawa gelak.

"Engkau tidak perlu begitu cemas percayalah, cucumu tidak akan terjadi apa-apa"

"Buktinya dia telah berada di tangan Tayli Kongcu. Kalau Tio cie Hiong tidak ke sana, mungkin Tayli Kongcu akan membunuhnya." sahut Tui Hun Lojin.

"cie Hiong" Lim Peng Hang menatapnya.

"Bagaimana keputusanmu?"

"Paman, aku memang harus berangkat ke Tayli, tapi bagaimana kalau Bu Lim sam Mo muncul?" "Itu urusan kami di sini," sahut Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong serentak. "Benar," sambung Tok Pie sin wan.

"Cie Hiong, lebih baik engkau berangkat ke Tayli."

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.

"Aku ikut" ujar Lim Ceng im.

"Adik Im..." Tio Cie Hiong menggelengkan kepala.

"Kakak Hiong, bukankah di dalam surat itu, engkau disuruh mengajakku? Nah, aku harus ikut."

Kakek Pengemis, Paman..." Tio Cie Hiong memandang sam Gan sin Kay dan Lim Peng Hang. "Biar dia menyertaimu" ujar Lim Peng Hang.

"Kalau Tidak, aku yang akan pUsing."

"Tentunya dia harus menyertaimu..." sela sam Gan sin Kay sambil tertawa gelak. "Bagaimana mungkin dia akan berpisah denganmu?"

Kakek pengemis..." Tio Cie Hiong tidak mengerti akan maksud ucapannya.

Kakek" Lim Ceng im langsung melotot.

"Kok kakek jadi banyak mulut?"

"Ha ha ha" sam Gan sin Kay masih tertawa.

"cie Hiong, kalau dia nakal, hajar saja"

Kakek pengemis Aku mana berani menghajarnya..." Tio Cie Hiong menggelengkan kepala. "Lho? Kenapa?" tanya sam Goan sin Kay heran.

"sebab dia... adik Im Ceng," sahut Tio Cie Hiong dengan wajah agak kemerah-merahan. "oooh" sam Gan sin Kay manggut-manggut.

"Paman Kalau Im Ceng sudah pulang, tolong...," ujar Tio Cie Hiong tersendat-sendat lantaran merasa malu,

"sampaikan salamku padanya"

"Tentu Tentu" Lim Peng Hang mengangguk sambil melototi Lim Ceng Im.

"Pengemis bau" Tui Hun Lojin terbengang- bengong.

"Apa yang terjadi di sini? Kok ada Ceng im dan im ceng?"

"Setan tua" sahut sam Gan sin Kay.

"ini urusan pribadi di sini, engkau tidak perlu tahu."

"setahuku Ceng im adalah..."

"setan tua Diam" tegur sam Gan sin Kay.

"Tutup mulutmu Kalau Tidak, aku akan menyuruh Cie Hiong membatalkan keputusannya untuk berangkat ke Tayli"

"Ya Ya" Tui Hun Lojin mengangguk dengan mata terbelalak.

Kakak Hiong," ujar Lim Ceng im sambil tersenyum.

Kapan kita berangkat ke Tayli?"

"Sekarang," jawab Tio Cie Hiong singkat.

"Baiklah." Lim Ceng Im mengangguk.

"cie Hiong." ujar Lim Peng Hang sambil memandangnya.

"Aku akan menyiapkan dua kuda jempolan, agar kalian bisa lebih lekas sampai di Tayli."

"Terima kasih, Paman" ucap Tio Cie Hiong.

"cie Hiong," pesan Lim Peng Hang.

"Engkau harus baik-baik menjaga Ceng im, kalau dia nakal, engkau harus berani menghajarnya."

"Ya, Paman." Tio Cie Hiong mengangguk, lalu memandang Lim Ceng im seraya berkata.

"Paman sudah berpesan begitu, maka kuharap engkau tidak nakal dalam perjalanan menuju Tayli Kalau engkau nakal, aku... aku..."

"Engkau akan menghajarku kan?" Lim Ceng Im tersenyum.

"Ya." Tio Cie Hiong manggut-manggut.

"Kakak Hiong, kalau aku nakal, engkau boleh menghajarku." ujar Lim Ceng Im sungguh-sungguh .

"ingat akan omonganmu ini" tegas Tio Cie Hiong.

"Cie Hiong" ujar sam Gan sin Kay mendadak,

"ingat, engkau tidak boleh mandi telanjang lagi di sungai Kalau terlihat Ceng Im, dia pasti pingsan."

"Kakek" Lim Ceng Im melotot, sedangkan Tio Cie Hiong cuma tersenyum dengan wajah kemerah-merahan.

Bab 27 Tayli Thaycu (Pangeran Tayli)

sementara itu Tayli Kongcu, Gouw sian Eng dan kedua pengawal itu telah tiba di istana Tayli. Toan Pit Lian, putri Tayli membawa Gouw sian Eng ke sebuah kamar mewahi sedangkan kedua pengawal itu langsung pergi melapor kepada Toan Hong Ya (Raja Tayli).

"Kongcu, di mana Cie Hiong?" tanya Gouw sian Eng.

"Tenang saja" Tayli Kongcu tersenyum.

"Aku harus mentaati di siplin istana, maka terlebih dulu aku harus menghadap ayah dan ibu, setelah itu aku akan kembali ke mari lagi."

Terima kasih, Kongcu" ucap Gouw sian Eng.

"sian Eng, engkau harus tetap di dalam kamar ini, jangan ke mana-mana" pesan Tayli Kongcu.

"Ya." Gouw sian Eng mengangguk.

Tayli Kongcu segera pergi menghadap ayahnya, tapi berpapasan dengan pangeran, Tayli kakaknya.

"Kak" panggil Toan Pit Lian sambil tersenyum.

"Adik..." Pangeran Tayli yang bernama Toan Wie Kie menggeleng-gelengkan kepala.

Engkau telah membuat ayah marah besar. Kenapa engkau menimbulkan masalah di Tionggoan?"

"Kak, aku... aku tidak menimbulkan masalah apa pun di Tionggoan," sahut Toan pit Lian dengan kepala tertunduk.

"Adik, cepatlah engkau menghadap ayah dan sekaligus mohon ampun Katau Tidak, ayah pasti menghukummu," ujar Toan wie Kie sambil menghela nafas. "Kedua pengawal itu melapor kepada ayah?" tanya Toan pit Lian tidak senang.

"Itu tugas mereka, engkau jangan menyalahkan mereka" Toan wie Kie memberitahukan.

"Ya." Toan pit Lian mengangguk, lalu segera pergi menghadap Toan Hong Ya yang berada di dalam kamar.

Toan pit Lian berjalan perlahan-lahan dengan kepala tertunduk ke hadapan Toan Hong Ya yang duduk dengan wajah merah padam saking gusarnya. Di ranjang mewah tampak sosok tubuh kurus kering berbaring. Ternyata sang Ratu yang sedang menderita penyakit aneh.

"Ayah..." Toan Pit Lian terisak-isaki

"Ampunilah aku..."

"Engkau... engkau..." Toan Hong Ya menatapnya dengan mata basahi "ibumu sudah sekarat, namun engkau..."

Toan pit Lian diam saja, dan masih tetap berlutut di hadapan Toan Hong Ya. sedangkan Toan Hong Ya terus menatapnya, kemudian menarik nafas panjang seraya berkata.

" Engkau telah melakukan kesalahan," ujarnya menegaskan.

"oleh karena itu, engkau harus dihukum penjara selama tiga tahun."

"Ayah..." Wajah Toan pit Lian pucat pias.

"Ayah" Mendadak muncul Toan wie Kie pangeran Tayli, yang langsung berlutut di hadapan Toan wie Kie.

"Ayah, ampunilah Pit Lian"

"Tidak bisa." Toan Hong Ya menggelengkan kepala.

"Ayah, aku bersedia dihukum, asai adik dibebaskan dari hukuman itu," ujar Toan wie Kie karena ia sangat sayang terhadap adiknya itu.

"Engkau tidak bersalah, kenapa harus dihukum?" ujar Toan Hong Ya.

"Adikmu yang bersalah, maka dia yang harus dihukum"

"Ayah..." Toan wie Kie menghela nafas.

"Pit Lian adalah putri ayah, ampunilah dia"

"Walau dia putriku, namun tetap harus dihukum karena telah bersalah." tegas Toan Hong Ya.

"Ayah..." Toan Wie Kie mulai terisaki tapi Toan Hong Ya sama sekali tidak menghiraukannya .

"Pengawal" seru Toan Hong Ya.

Akan tetapi, di saat bersamaan badan sang Ratu yang kurus kering itu bergerak, dan sepasang matanya yang redup memandang Toan Hong Ya.

"Hong Ya, jangan menghukum Pit Lian..." ujar sang Ratu dengan suara lemah.

"Tapi.." Toan Hong Ya mengerutkan kening.

"Hong Ya ingin... ingin menyaksikan aku mati penasaran?" tanya sang Ratu dengan air mata meleleh.

"Ba... baik Aku... aku tidak akan menghukum Pit Lian." Toan Hong Ya menghela nafas.

"Terima kasih, Hong Ya" ucap sang Ratu sambil tersenyum.

"Wie Kie, Pit Lian, kalian bangunlah" Toan Hong Ya mengibaskan tangannya.

"Terima kasih, Ayah" ucap Toan wie Kie dan Toan pit Lian serentak, lalu bangkit berdiri "Ibu..." panggil Toan pit Lian sambil menghampiri sang Ratu dengan air mata bercucuran. "Nak" sang Ratu tersenyum lembut.

"lbu dengar engkau membawa seorang gadis ke mari, benarkah itu?"

"Benar" Toan pit Lian mengangguk,

"Nak, perlakukanlah dia baik-baik, pesan sang Ratu

"ohya, perkenalkan kepada kakakmu"

"Ya, ibu." Toan pit Lian mengangguk lagi.

"Pit Lian, ke mari" panggil Toan Hong Ya.

"Ya, Ayah." Toan pit Lian segera menghampirinya.

"Duduklah" ujar Toan Hong Ya.

Toan pit Lian duduk dengan kepala tertunduk. sedangkan Toan Hong Ya terus menatapnya dengan tajam.

"Benarkah engkau sangat tertarik pada seorang pemuda Tionggoan yang bernama Tio Cie Hiong?" tanya Toan Hong Ya mendadak.

"Ya, Ayah," jawab Toan pit Lian dengan suara rendah.

"Engkau sudah dewasa, maka wajar kalau tertarik pada kaum pemuda," ujar Toan Hong Ya, kemudian menggeleng-gelengkan kepala.

"Tapi caramu itu salah."

"Maksud Ayah?" Toan pit Lian tidak mengerti.

"Tidak seharusnya engkau membohongi gadis itu ke mari, tujuanmu agar Tio Cie Hiong ke mari kan?"

"Ya."

itu tidak benar," Toan Hong Ya menghela nafas.

"Bukankah engkau boleh undang Cie Hiong berkunjung ke mari?"

"Ayah" Toan pit Lian memberitahukan.

"Kalau aku undang dia berkunjung kemari, belum tentu dia mau, maka..."

Engkau menggunakan cara itu, justru akan menimbulkan sUatu kesalah pahaman di antara kalian."

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar