"cie Hiong, jadi saat
meniup suling, telingamu masih dapat menangkap suara di sekitar sini?"
"Paman sastrawan" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Apakah paman sastrawan
telah lupa apa yang pernah diucapkan padaku?"
"Aku pernah mengucapkan
apa padamu?" tanya Kim siauw suseng tak mengerti.
"Aku cuma meniup suling,
jadi tidak mendengarkan suaranya," jawab Tio cie Hiong.
"Karena itu, telingaku
masih dapat menangkap suara apa pun yang di sekitar sini"
"Eeeh?" Kim siauw
suseng melongo.
"Itu memang
ucapanku"
"Nah, begitulah."
ujar Tio Cie Hiong tersenyum.
"Bukan main" Kim
siauw suseng menggeleng-geleng kemala.
sam Gan sin Kay memandangnya
dengan mula menyengir.
"Kini engkau sudah senang
kan bisa bertemu dengan Im Ceng itu"
Tio cie Hiong mengangguk
dengan wajah memerah.
"He he he..." sam
Gan sin Kay tertawa gelak.
"Padahal sesungguhnya,
dirimu sering bersamanya"
"Aku sering
bersamanya?" Tio Cie Hiong tertegun.
"Kakek Pengemis harus
tahu, baru dua kali aku bertemu dia."
sam Gan sin Kay tertawa
terbahak-bahak.
"Aku pikun, tapi engkau
bodoh sekali Ha ha"
Esok paginya, setelah bangun,
Tio cie Hiong segera pergi ke halaman belakang.
Hatinya berharap akan bertemu
Im Ceng di situ. Namun gadis pujaan hatinya tidak muncul, melainkan Lim Ceng Im
yang datang di hadapannya.
"selamat pagi, Kakak
Hiong" sapanya lembut. "selamat pagi" sahut Tio Cie Hiong
memandanginya. "Adik Im, kakakmu belum bangun ya?"
"Dia sudah pergi."
ujar Lim Ceng Im memberitahukan. "Haah? Apa?" Tio Cie Hiong terkejut
mendengarnya. "Dia sudah pergi? Kenapa dia pergi? Dia pergi ke mana?"
"Ada urusan yang harus
dia selesaikan. se-helum pergi dia ke kamar menemuiku..." ujar Lim Ceng Im
sambit memandangnya.
"Dia... dia bilang apa
padamu?" tanya Tio Cie Hiong, tidak sabaran.
"Dia bilang...," Lim
Ceng Im sengaja berhenti, Tio Cie Hiong langsung menggenggam tangannya
erat-erat.
"Adik Im,
beritahukanlah"
"Dia bilang...,"
wajah Lim Ceng Im kemerah-merahan karena Tio Cie Hiong menggenggam tangannya.
"Dia bilang engkau harus
sabar, dia juga titip salam untukmu."
"oooh" Tio cie Hiong
berlega hati.
"Kira-kira kapan dia
pulang?"
"Kalau urusannya selesai,
dia akan segera pulang." Lim Ceng Im tertawa geli dalam hati.
"Sebetulnya ada urusan
apa? Kenapa semalam dia tidak beritahukan padaku? Kalau memberitahukan mungkin
aku bisa membantunya." ujar Tio Cie Hiong sambil menggeleng-geleng kemala.
Ketika mereka sedang
bercakap-cakap. di depan rumah tiba-tiba datang seorang tamu.
Bu Lim Ji Khie dan Lim Peng
Hang menyambut tamu itu dengan gembira, bahkan Kim siauw suseng langsung
tertawa gelak.
"Hei Lutung gila Bukankah
engkau sudah bersembunyi di dalam hutan, kenapa masih berkeliaran?" tanya
Kim siauw suseng sambil menatapnya.
"sastrawan sialan"
Tamu itu menjawabnya sambil tertawa. Dia ternyata Tok Pie sin wan (Lutung sakti
Lengan Tunggal).
Engkau boleh makan tidur
gratis di sini, kenapa aku tidak?" "Huaha ha ha" sam Gan sin Kay
tertawa terbahak-bahaki
"Lutung gila Di sini
tempat berkumpulnya para pengemis, mana ada makanan enak?" "Tidak
apa-apa" sahut Tok Pie sin Wan sambil tertawa.
"Lim Pangcu, engkau tidak
menyuruhku duduki apakah tidak senang akan kedatanganku?" "Cianpwee,
silakan duduki ucap Lim Peng Hang cepat.
Tok Pie sin wan segera duduki
sedangkan Bu Lim Ji Khie terus memandangnya dengan penuh keheranan.
"Eeeh? Kenapa kalian
berdua memandangku sedemikian rupa? Aku belum berubah jadi lutung sungguhan,
kan?"
"Aku heran" gumam
sam Gan sin Kay.
"Tiada hujan tiada angin
engkau datang, apakah ada kepentingan?"
"Aku baru mulai
berkecimpung lagi dalam rimba persilatan, kini muncul sam Mo Kauw. Maka aku
datang karena ingin bergabung, agar bisa makan tidur gratis," ujar Tok Pie
sin Wan.
"Mungkinkah engkau
dikejar-kejar para anggota sam Mo Kauw, sehingga kabur kemari?" tanya sam
Gan sin Kay sambil tersenyum.
"Bukan para anggota Sam
Mo Kauw mengejar aku, melainkan aku yang mengejar mereka" Tok Pie sin Wan
tertawa.
"Terus terang, aku datang
untuk bertemu Pek Ih sin Hiap Tio cie Hiong"
"oooh" Lim Peng Hang
manggut-manggut.
"Dia berada di
sini?"
"Dia memang berada di
sini," jawab sam Gan sin Kay.
"Ada urusan apa engkau
ingin menemuinya? "
"Ehi Pen gem is bau
Engkau harus tahu, dia cucu Ku Tok Lojin, kawan akrabku. Kenapa aku tidak boleh
menemuinya?" Tok Pie sin wan melotot.
Lutung gila" sam Gan sin
Kay juga melotot. "Yang bilang tidak boleh menemuinya tuh siapa?"
"siapa, ya?" Tok Pie sin wan menggaruk-garuk kepala. "Dasar
lutung" sam Gan sin Kay tertawa.
"suka menggaruk."
"Pengemis bau" Tok
Pie sin Wan menghela nafas.
Kalau tiada dia, aku masih
meringkuk di dalam goa." "oooh" sam Gan sin Kay manggut-manggut.
"jadi sekarang engkau
sudah mulai merangkak keluar"
"Dasar Pengemis Baur Tok
Pie sin wan melotot, kemudian menggeleng-geleng kemala.
"Aku tidak menyangka
rimba persilatan telah berubah kacau begitu, beberapa partai besar telah takluk
pada sam Mo Kauw."
"Lutung gila Engkau tahu
kini nama It Ceng dan Ji Khie telah berada di bawah nama sam Mo?" ujar sam
Gan sin Kay.
"Oh?" Tok Pie sin
wan mengerutkan kening.
"Kalau begitu.."
"sam Mo telah berhasil
mempelajari ilmu silat peninggalan Pak Kek siang ong." Kim siauw suseng
memberitahukan.
"Kalau begitu, siapa yang
mampu menghadapi sam Mo" tanya Tok Pie sin Wan dengan air muka berubah.
"Hanya ada satu orang
yang mampu menghadapi sam Mo" sahut sam Gan sin Kay memberitahukan dengan
wajah berseri.
"siapa orang itu?"
desak Tok Pie sin wan yang ingin mengetahuinya.
"Dia adalah... Pek Ih sin
Hiap Tio Cie Hiong, cucu Ku Tok Lojin teman akrabmu .Juga adalah putra teman
baik Lim Peng Hang" sam Gan sin Kay tersenyum-senyum.
"oh? Yang benar?"
Tok Pie sin Wan kurang percaya.
"Pengemis bau, cepat
panggil dia ke mari, jangan disembunyikan"
Lim Peng Hang sebera menyuruh
salah seorang pengemis pergi memanggil Tio Cie Hiong.
Tak lama Tio Cie Hiong keluar
bersama Lim Ceng Im.
"Paman" seru Tio Cie
Hiong girang melihat tamu itu.
"Nak" Tok Pie sin
wan tertawa gembira.
"Engkau sungguh hebat dan
tampan sekali, kalau aku punya cucu perempuan, pasti kujodohkan padamu."
"Letung gila, kini kau
sudah terlambat" sam Gan sin Kay tertawa gelak.
"Cie Hiong sudah punya
kekasih."
"siapa kekasihnya?"
tanya Tok Pie sin wan.
"Cucu perempuanku"
jawab sam Gan sin Kay sambil tertawa.
Cucu perempuanmu?" gumam
Tok Pie Sin Wan, menatap Lim Ceng Im. "Dia?"
"Bukan dia" sahut
sam Gan sin Kay membuat pusing Tok Pie sin Wan.
"Dia bernama Ceng Im,
cucu perempuanku itu bernama Im Ceng, dia adalah kakaknya." "Ceng
Im... Im Ceng...?" gumam Tok Pie sin wan sambil menggaruk-garuk kepala.
"setahuku..."
"Cianpwee tidak
tahu" sambar Lim Peng Hang sambil tersenyum dan segera mengalihkan
pembicaraan.
"Aku dengar yang
mengobati Cian-pwee adalah Cie Hiong. Benar, ya?" "Memang benar Maka
kuhadiahi dia suling Kumala." tutur Tok Pie sin wan.
"Dia juga mahir meniup
suling, sastrawan sialan. suara sulingmu masih kaiah jauh dibandingkan dengan
suara su-lingnya."
"Benar" Kim siauw
suseng mengangguk.
"Itu adalah suling Kumala
pusaka, aku tidak berjodoh dengan suling itu, namun bergembira karena Cie Hiong
yang memilikinya" "Lutung gila" ujar sam Gan sin Kay.
"Engkau lapar
belum?"
"sudah lapar
sekali," jawab Tok Pie sin wan dan menambahkan.
"Pengemis bau, aku memang
ingin bergabung di sini untuk melawan sam Mo Kauw, engkau menerima kehadiranku
di sini?"
"Tentu, tentu" sahut
sam Gan Sin Kay sambil tertawa.
"Nah, sekarang kita makan
dulu"
-ooo00000ooo-
sementara itu di Ekspedisi
Harimau Terbang, tampak Cit Pou TUi Hun-Gouw Han Tiong sedang duduk melamun di
ruang dalam. Ternyata ia sangat rindu pada Gouw sian Eng putrinya. Namun kini
baru lewat tiga bulan, jadi masih harus menunggu beberapa bulan
lagi putrinya baru pulang.
Di saat ia sedang melamun,
mendadak berkelebat ke dalam sosok bayangan dan terdengar pula suara seruan.
"Ayah Ayah Aku sudah
pulang..."
"Haah?" Gouw Han
Tiong langsung bangkit berdiri, seorang gadis berdiri di hadapannya. Dia tak
lain Gouw sian Eng yang dirindukannya.
"sian Eng sian
Eng..." panggil Gouw Han Tiong dengan suara bergemetar saking gembira.
"Ayah" Gouw sian Eng
langsung mendekap di dada Gouw Han Tiong.
"Ayahi..,"
"sian Eng..." Gouw
Han Tiong membelainya dengan penuh kasih sayang, kemudian ujarnya.
"Duduklah"
Gouw sian Eng duduki sementara
Gouw Han Tiong memandangnya dengan wajah berseri-seri.
orang tua itu merasa bangga
karena putrinya sudah besar dan sangat cantik pula.
"sian Eng, kenapa engkau
sudah pulang? Bukankah masih beberapa bulan lagi?" tanya Gouw Han Tiong.
"Aku sudah berhasil
mempelajari ilmu seng Li sin Kang dan seng Li Kiam Hoat, maka guruku
memperbolehkan aku pulang." tutur Gouw sian Eng.
"oooh" Gouw Han Tiong
manggut-manggut.
"Tentunya engkau sudah
tahu, Pek sim seng Li adalah bibinya Tio Cie Hiong."
"Aku sudah tahu, Kakak
Hiong yang mengantar surat ke mari untuk Ayah kan?" Gouw sian Eng
tersenyum.
"Ya." Gouw Han Tiong
mengangguk dan menambahkan.
"Kini dia telah
berkepandaian tinggi sehingga memperoleh julukan Pek Ih sin Hiap."
Guruku telah memberitahukan
tentang itu." Gouw sian Eng tersenyum lagi. "Bahkan kini dia sudah
besar dan tampan sekali"
"Benar. Tapi...,"
Gouw Han Tiong mengerutkan kening.
"Kini engkau pun telah
besar, bagaimana perasaanmu terhadap dia?" "Tetap seperti dulur ujar
Gouw sian Eng tenang.
"Dulu aku sangat
menyukainya, sekarang pun begitu. Namun...,"
Kenapa?"
"Pek sim seng Li bukan
cuma mengajar aku ilmu silat, tapijuga membimbingku dengan beberapa hal agar
aku mengerti, terutama dalam hal percintaan"
"oh?"
"Jadi aku pun mengerti,
cinta itu tidak bisa dipaksa. Aku memang suka dan cinta pada Cie Hiong, namun
kalau kelihatan dia tidak cinta padaku, aku pun tidak akan memaksa diri untuk
mencintainya."
"Bagus" Gouw Han
Tiong tertawa gembira.
"Tidak percuma Pek sim
seng Li membimbingmu, ayah... girang sekali."
"Ayah, di mana
kakek?" tanya Gouw sian Eng mendadak.
"sudah setengah tahun
lebih kakekmu pergi..." Gouw Han Tiong meng geleng- meng geleng-kan kepala
.
"Pergi ke mana?"
tanya Gouw sian Eng.
"Kakekmu pergi mencarimu,
hingga kini masih belum pulang." Gouw Han Tiong menghela nafas.
"Ayah khawatir telah
terjadi sesuatu atas diri kakekmu. sebab kini sam Mo Kauw mulai merajalela, bahkan
membantai kaum pesilat golongan lurus pula."
"Ayahi tidak mungkin akan
terjadi sesuatu atas diri kakek" ujar Gouw sian Eng menghibur ayahnya.
"Mudah-mudahan"
sahut Gouw Han Tiong dan menghela nafas lagi.
"ohya, Ayah tahu Cie
Hiong berada di mana?" tanya Gouw sian Eng sambil memandang ayahnya.
"Mungkin dia berada di
markas pusat Kay Pang." Gouw Han Tiong memberitahukan.
"Kalau begitu, aku akan
menyusul ke sana," ujar Gouw sian Eng.
"Sian Eng" Gouw Han
Tiong menatapnya dalam-dalam seraya bertanya. "Kapan engkau akan berangkat
ke markas pusat Kay Pang?" "Sekarang," sahut Gouw sian Eng
singkat. "Sekarang?" Gouw Han Tiong terbelalak.
"Engkau... baru
pulang"
"Tidak apa-apa,
kan?" Gouw sian Eng tersenyum. "Lagi pula siapa tahu aku akan bertemu
kakek di sana."
"Sian Eng..." Gouw
Han Tiong meng geleng- geleng kan kepala.
"Ayah tidak mengijinkan
aku ke markas pusat Kay Pang?" tanya Gouw sian Eng kecewa. "Bukan
tidak mengijinkan, melainkan..." Gouw Han Tiong meng eleng- geleng kan
kepala lagi. "Sian Eng, engkau baru pulang, kok sudah maupergi lagi?"
"Setelah aku bertemu Cie
Hiong, aku pasti segera pulang." ujar Gouw sian Eng berjanji.
"Baiklah. Tapi engkau
harus berhati-hati" pesan Gouw Han Tiong dan menambahkan.
"Ayah akan menunggu
kakekmu beberapa hari, kalau kakekmu masih belum pulang, ayah akan menyusulmu
ke markas pusat Kay Pang."
"oh?" Gouw sian Eng
girang.
"Kalau begitu, aku
berangkat sekarang."
"Hati-hati, sian
Eng" pesan Gouw Han Tiong lagi.
"Ya, Ayah." Gouw
sian Eng mengangguki lalu berangkat ke markas pusat Kay Pang. Gadis itu memang
sudah rindu sekali pada Tio Cie Hiong, maka ia ingin lekas-lekas menemuinya.
Dua hari kemudian, ketika Gouw
sian Eng memasuki sebuah lembah, mendadak muncul beberapa orang berpakaian
hitam menghadangnya. Gouw sian Eng mengerutkan kening sambil memandang mereka
dengan dingin. sedangkan orang-orang berpakaian hitam itu menatapnya dengan
penuh hawa nafsu birahi.
"Siapa kalian? Kenapa
menghadangku?" bentak Gouw sian Eng.
"Kami anggota sam Mo
Kauw, tentunya Nona sudah dengar," sahut salah seorang dari mereka.
"Hm sam Mo Kauw"
dengus Gouw sian Eng tak gentar sama sekali.
"Kalian telah banyak
melakukan kejahatan, maka hari ini aku harus membasmi kalian" "Ha ha
ha" Para anggota sam Mo Kauw tertawa gelak. "Nona mau membasmi
kami?"
"Ya" sahut Gouw sian
Eng sambil menghunus pedangnya.
"Nona" ujar pemimpin
itu.
"Lebih baik kita
bersenang-senang"
"Benar" sambung yang
lain.
" Nona pasti puas"
"Kalian memang harus
mampus" bentak Gouw sian Eng dan langsung menyerang pemimpin itu dengan
seng Li Kiam Hoat. Gerakannya tampak begitu lemah gemulai, tapi sangat lihay
dan dahsyat.
Pemimpin itu terkejut bukan
main, dan segera meloncat ke belakang sambil berseru memberi aba-aba kepada
anak buahnya.
"serang dia"
seketika tampak beberapa orang
langsung menyerang Gouw Sian Eng. sedangkan pemimpin itu terus memperhatikannya
dan secara diam-diam ia merogoh sesuatu dari dalam bajunya.
Kepandaian Gouw sian Eng
memang sudah tinggi, maka tidak heran kalau beberapa anggota sam Mo Kauw itu
mulai terdesak.
Pemimpin itu mendekati Gouw
sian Eng perlahan-lahan, kemudian membentak sambil mengayunkan tangannya.
Tampak semacam bubuk putih mengarah kepada gadis itu. Betapa terkejutnya Gouw
sian Eng. la ingin berkelit, tapi sudah terlambat, sebab hidungnya telah
mencium bau aneh. Tak lama ia terkulai dalam keadaan pingsan.
"Ha ha ha" Pemimpin
orang-orang berbaju hitam itu tertawa terbahak- bahak.
"Tidak di sangka hari ini
aku akan menikmati tubuh gadis yang begitu menggiurkan Kalian dengar semua,
harus aku duluan, setelah itu barulah giliran kalian"
Mereka bersorak girang
sedangkan pemimpin itu telah mendekati Gouw sian Eng yang terkapar pingsan.
Ketika ia baru mau melepaskan pakaian gadis itu, mendadak melayang ke arahnya
suatu yang sangat lemas, yang ternyata sebuah selendang.
Plaak Ujung selendang itu
menghantam kepalanya.
"Aaaakh..." Pemimpin
itu menjerit sambil memegang kepalanya, kemudian jatuh gedebuk dan nyawa pun
putus seketika.
Di saat bersamaan, melayang
turun tiga sosok bayangan, yaitu dua lelaki berusia lima puluhan dan seorang
gadis belia yang cantik jelita. Mereka tidak lain Tayli Kongcu dan kedua
pengawalnya.
"Gadis liar" bentak
beberapa anggota sam Mo Kauw.
"Engkau berani membunuh
pemimpin kami?"
"Hm" dengus Tayli
Kongcu dingin. Mendadak selendangnya melayang ke arah orang itu
"Aaakh..." jerit
orang tersebut karena ujung selendang telah menghantam dadanya, sehingga orang
itu menyemburkan darah segar, lalu terkulai lemas dan nafasnya pun berhenti
seketika.
Sisa beberapa anggota itu
bergemetaran, dan hanya saling memandang. Tayli Kongcu tahu bahwa mereka ingin
kabur, maka ia segera memberi isyarat kepada kedua pengawalnya dan berbisik,
" Habiskan mereka
semua"
Kedua pengawal itu mengangguki
lalu mendadak melesat ke arah sisa anggota sam Mo Kauw. seketika terdengarlahr
jeritan-jeritan yang menyayatkan hati, ternyata sisa anggota sam Mo Kauw itu
telah roboh tak bernyawa.
"Periksa gadis itu"
perintah Tayli Kongcu pada kedua pengawalnya.
"Ya, Kongcu." Kedua
pengawal itu mendekati Gouw sian Eng yang masih pingsan. salah satu pengawal
memeriksanya lalu melapor.
Kongcu, gadis ini terkena
semacam obat bius." "sadarkan dia" sahut Tayli Kongcu.
Pengawal itu mengangguki
kemudian menggeledah para anggota sam Mo Kauw yang telah menjadi mayat. la
berhasil menemukan sebuah botol kecil dari dalam baju si pemimpin. setelah
diperiksa dengan seksama barulah pengawal itu menempelkan mulut botol tersebut
ke hidung Gouw sian Eng. Berselang sesaat, gadis itu tersadar langsung meloncat
bangun siap menyerang pengawal tersebut.
Akan tetapi, ketika
menyaksikan mayat-mayat itu, Gouw sian Eng tertegun dan kemudian ia pun paham,
maka langsung memberi hormat kepada pengawal itu.
"Terimakasih, Tuan telah
menyelamatkan jiwaku"
"Bukan aku yang menyelamatkan
Nona, melainkan.. " Pengawal itu menunjuk Tayli Kongcu. " Kongcu yang
menyelamatkan Nona."
Gouw sian Eng mendekati Tayli
Kongcu, lalu memberi hormat seraya berkata dengan ramah. "Aku mengucapkan
terima kasih kepada Kongcu yang telah menyelamatkan jiwaku"
"Itu urusan kecil. Engkau
tidak usah berterimakasih padaku," sahut Tayli Kongcu lembut.
"Maaf" Gouw sian Eng
memandangnya.
"Bolehkah aku tahu engkau
Kongcu apa?"
"Aku Tayli Kongcu, namaku
Toan pit Lian." Tayli Kongcu memberitahukan sambit tersenyum.
"Maaf aku berlaku kurang
hormat terhadap Kongcu" ucap Gouw sian Eng.
"Tidak apa-apa."
Tayli Kongcu memandangnya.
"Engkau siapa? Kenapa
bertempur denganpara penjahat itu?" "Namaku Gouw sian Eng."
Gadis itu memberitahukan dengan jujur.
"Mereka adalah anggota
sam Mo Kauw. Aku sedang menuju ke markas pusat Kay Pang, mendadak mereka
menghadangku di sini"
"oooh" Tayli Kongcu
manggut-manggut.
"Mau apa engkau ke markas
cusat Kay Pang?"
"Menemui Tio cie
Hiong." jawab Gouw sian Eng.
"Tio cie Hiong?" Air
muka Tayli Kongcu tampak berubah, namun Gouw sian Eng tidak melihatnya.
"Julukannya Pek Ih sin
Hiap. kan?" "Betul Kok Kongcu tahu?" Gouw sian Eng tercengang.
"Aaaakh..." Mendadak
Tayli Kongcu menghela nafas. Ternyata ia sudah mempunyai suatu rencana.
Kenapa Kongcu menghela
nafas?" Gouw sian Eng cemas. "Apakah telah terjadi sesuatu atas diri
Tio cie Hiong ?"
"Apakah engkau dan dia
merupakan sepasang kekasih?" Tayli Kongcu balik bertanya sambil menatapnya
dalam-dalam.
"Bukan." Gouw sian
Eng memberitahukan.
"sudah lama kami tidak
bertemu. Kongcu, beritahukanlah kepadaku, apa yang telah terjadi atas
dirinya?"
"Terus terang..."
Tayli Kongcu menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku justru dari markas
pusat Kay Pang."
sementara kedua pengawal itu
hanya mendengarkan. Kening mereka tampak berkerut-kerut, namun tidak berani
berbicara.
"Ada perlu apa ke markas
Kay Pang?" tanya Gouw sian Eng.
"Untuk menyampaikan
sesuatu kepada Lim Peng Hang, ketua Kay Pang," sahut Tayli Kongcu.
"Menyampaikan apa?"
Gouw sian Eng mulai cemas lagi.
"Menyampaikan kepada Lim
Peng Hang, bahwa..." Tayli Kongcu menghela nafas panjang dan melanjutkan.
"Tio Cie Hiong berada di
istana Tayli."
"oh?" Gouw sian Eng
terbelalak.
"Kenapa dia berada di
istana Tayli?"
"Merawat lukanya."
Tayli Kongcu memberitahukan sambil menggeleng-gelengkan kemala. "Dia
terluka, hingga kini masih belum sadar." "Haahi..?" Mata Gouw
sian Eng bersimbah air.
"Dia... dia...."
"Tidak apa-apa. Tabib
istana terus menerus mengobatinya," ujar Tayli Kongcu dan tampak begitu
sungguh-sungguh, maka tidak heran kalau Gouw sian Eng mempercayainya.
"Kongcu..." Gouw
sian Eng memandangnya.
"Bolehkah aku ikut Kongcu
ke istana Tayli menjenguknya? "
Memang ini yang diinginkan
Tayli Kongcu, namun ia justru bersikap ragu akan permintaan Gouw sian Eng,
sehingga membuat gadis itu jadi gelisah.
"Kongcu..."
"Baiklah" Tayli
Kongcu manggut-manggut.
" Engkau boleh ikut aku
ke istana Tayli"
"Terima kasih,
Kongcu" Gouw sian Eng ingin berlutut di hadapannya, tapi Tayli Kongcu
cepat-cepat mencegahnya.
"Engkau tidak perlu
berlutut." Tayli Kongcu tersenyum.
"Kini kita sudah menjadi
teman, kalau ada salah apa-apa kelak diantara kita, maka kita pun harus saling
memaafkan."
"Ya, Kongcu." Gouw
sian Eng mengangguk.
"Terimakasih..."
sudah dua hari Gouw Han Tiong
menunggu TUi HUn Lojin, ayahnya, namun Tui Hun Lojin masih belum pulang, itulah
sebabnya Gouw Han Tiong mengambil keputusan, apabila Tui Hun Lojin masih belum
pulang besoki ia akan berangkat ke markas pusat Kay Pang untuk menyusul Gouw sian
Eng, putrinya.
Akan tetapi, di saat itu pula
mendadak muncul Tui Hun Lojin dengan wajah muram dan kusut.
"Ayah" panggil Gouw
Han Tiong girang.
"Aaakh..." Tui Hun
Lojin menyahut dengan helaan nafas.
"Aku belum berhasil
mencari Gouw sian Eng."
"Ayah" Gouw Han
Tiong memberitahukan dengan wajah berseri.
Kemarin dulu Gouw sian Eng
sudah pulang." "oh?" Tui Hun Lojin tertawa girang.
"Mana dia?"
"Dia sudah berangkat ke
markas pusat Kay Pang, karena ingin menemui Tio Cie Hiong." "Kapan
dia berangkat ke sana?"
"Hari itu juga. ohya,
kini Tio Cie Hiong sudah berkepandaian tinggi." "Aku sudah tahu
itu." Tui Hun Lojin manggut-manggut sambil tertawa. "Bahkan dia pun
memperoleh julukan Pek Ih sin Hiap."
"Benar." Gouw Han
Tiong mengangguki
"ohya, Ayah sudah tahu
tentang kemunculan Sam Mo Kauw?" "sudah." Tui Hun Lojin
menggeleng-gelengkan kemala.
"Para anggota sam Mou
Kauw merajalela dalam rimba persilatan. Kalau Bu Lim sam Mo muncul, rimba
persilatan pasti semakin kacau."
"Ayah, bagaimana kalau
kita berangkat ke markas pusat Kay Pang sekarang?" tanya Gouw Han Tiong.
"Baiki" Tui Hun
Lojin mengangguk sambil tersenyum.
"Aku sudah rindu sekali
pada sian Eng..."
Tui Hun Lojin dan Gouw Han
Tiong berangkat ke markas pusat Kau Pang, kedatangan mereka berdua tentunya sangat
menggembirakan Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang, Tok Pie sin Wan dan Tio Cie
Hiong.
"Ha ha ha" sam Gan
sin Kay tertawa gelak.
"Setan tua Mau apa engkau
ke mari? Mau makan tidur gratis di tempat yang melarat ini?"
"Kira-kira
begitulah," sahut Tui Hun Lojin sambil tertawa, kemudian memandang Kim
siauw suseng dan Tok Pie sin Wan.
"Wuah sastrawan sialan
makin bertambah muda, sedangkan Lutung gila makin menyerupai lutung..."
"Setan tua" sahut
Kim siauw suseng sambil tersenyum.
"Engkau ke mari membawa kentut
ya? Pantas tempat ini menjadi bau"
"Tempat ini tentu bau,
karena telah berkumpul ratusan pengemis busuk di sini," sahut Tui Hun
Lojin dan tertawa gelak.
"Eh?" sepasang mata
sam Gan sin Kay mendelik.
"Perlukah aku mengusirmu
dari sini?"
"Aku justru tidak mau
pergi." Tui Hun Lojin tertawa lagi.
"Tui Hun Lojin, Lim Pang
cu, silakan duduk" ucap Lim Peng Hang.
Mereka duduk semua. sam Gan
sin Kay terus memandang Tui Hun Lojin dengan kening berkerut-kerut.
"Eh?" Tui Hun Lojin
terheran- heran.
"Pengemis bau, kenapa
engkau terus menerus memandangku? "
"Aku merasa heran, kenapa
engkau dan putramu mau ke mari," sahut sam Gan sin Kay.
"Tentunya ada suatu yang
penting, kan?"
"Ya." Tui Hun Lojin
tertawa lalu memandang Tio Cie Hiong.
"Kini engkau sudah berkepandaian
tinggi, itu memang telah kami duga sebelumnya. oh ya, apakah engkau bisa
merobohkan Bu Lim Ji Khie?"
"Kakek..." Wajah Tio
Cie Hiong memerah.
"Setan tua" sela sam
Gan sin Kay.
"Aku yakin engkau tidak
bisa bertahan sampai sepuluh jurus menghadapi Cie Hiong." "oh?"
Tui Hun Lojin mengerutkan kening.
"Aku akan mencobanya
nanti." sementara Gouw Han Tiong terus menengok ke sana ke mari, tapi
hanya tampak Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im, sedangkan Gouw sian Eng tidak
berada di situ, sudah barang tentu Gouw Han Tiong terheran- heran.
"Eeeh?" serunya tak
tertahan dengan penuh keheranan.
"Han Tiong, kenapa
engkau?" tanya sam Gan sin Kay terbelalak.
Engkau cari apa? Di sini tidak
ada janda cantik untukmu."
Heran" gumam Gouw Han
Tiong.
"Kenapa tidak tampak
putriku?"
"Putrimu?" Lim Peng
Hang kebingungan.
"Ya." Gouw Han Tiong
mengangguki
"Putrimu tidak berada di
sini." Lim Peng Hang memberitahukan.
"Apa?" Terkejut Gouw
Han Tiong.
"Bagai-mana mungkin dia
tidak berada di sini?"
Han Tiong" sam Gan sin Kay
melotot. "Maksudmu kami menyembunyikan putrimu?"
"Aku tidak bermaksud
begitu, tapi..." Gouw Han Tiong mengerutkan kening dengan wajah cemas.
"Dia... dia bilang mau ke
mari."
"Paman" Tio Cie
Hiong tercengang.
"Apakah sian Eng sudah
pulang?"
"Ya." Gouw Han Tiong
mengangguki
"Kemarin dulu dia sudah
pulang, namun hari itu juga dia ke mari untuk menemuimu."
"Oh?" Tio Cie Hiong
mengerutkan kening.
"Tapi dia belum sampai di
sini."
"Dia berangkat lebih awal
dua hari dari kami." ujar Gouw Han Tiong.
"Bagaimana mungkin belum
sampai di sini?"
"Paman" sela Lim
Ceng Im.
"Mungkinkah dia mampir di
tempat lain?"
"Tidak mungkin."
Gouw Han Tiong menggelengkan kepala, kemudian bergumam dengan wajah pucat pias.
"Mungkinkah... telah
terjadi sesuatu atas dirinya?"
"Tidak mungkin,"
sahut Tio Cie Hiong.
"sebab kepandaiannya
sudah tinggi sekali."
"Tapi para anggota sam Mo
Kauw pun berkepandaian tinggi," ujar Gouw Han Tiong dan melanjutkan.
"Mungkinkah dia ditangkap
oleh pihak sam Mou Kauw?"
"saudara Gouw" Lim Peng
Hang menatapnya.
"Perlukah aku mengutus
beberapa orang untuk menyelidikinya? "
"Terimakasih, Lim
Pangcu" ucap Gouw Han Tiong.
" Kupikir itu memang
perlu..."
Mendadak muncul seorang
pengemis dengan tergopoh-gopoh, lalu memberi hormat kepada Lim Peng Hang dan
melapor.
"Pangcu, ada seseorang
menitip sepucuk surat untuk Pek Ih sin Hiap."
"Mana surat itu?"
tanya Lim Peng Hang.
Pengemis itu segera
menyerahkan sepucuk surat kepada Lim Peng Hang. Lim Peng Hang menerima surat
tersebut lalu diberikan pada Tio Cie Hiong.
"Bacalah surat itu"
ujarnya.
"Ya." Tio Cie Hiong
langsung menyobek pinggiran amplop, lalu mengeluarkan surat tersebut dan
sekaligus dibacanya. Setelah usai membaca, air mukanya tampak berubah.
"Surat dari siapa dan
bagaimana bunyinya?" tanya Lim Peng Hang.
"Paman, bacalah" Tio
Cie Hiong menyerahkan surat itu kepada Gouw Han Tiong.
Lim Peng Hang menerima surat
itu, lalu membacanya dengan suara lantang, agar terdengar oleh semua orang yang
di situ.
"Pek Ih Sin Hiap Tio Cie
Hiong Kini Gouw Sian Eng, putri Cit Pou Tui Hun Gouw Han Tiong telah berada di
tanganku, engkau harus segera berangkat ke Tayli Engkau jangan mengajak siapa
pun kecuali pengemis dekil itu Kalau engkau tidak datang, maka Gouw Sian Eng...
Tertanda Tayli Kongcu."
Seusai membaca surat itu Lim
Peng tampak termangu, begitu pula Bu LimJi Khie dan Tok Pie Sin Wan. sedangkan
Gouw Han Tiong dan Tui Hun Lojin kelihatan cemas sekali.
"Kami harus segera
berangkat ke Tayli," ujar Gouw Han Tiong.
"Jangan" Sam Gan Sin
Kay menggelengkan kepala.
"Kalau engkau dan Tui Hun
Lojin yang ke sana, mungkin akan menimbulkan kejadian yang di luar
dugaan."
"Heran" gumam Kim
Siauw Suseng.
"Sudah ratusan tahun
pihak Tayli tidak pernah memasuki daerah Tionggoan, kenapa mendadak..."
Itu pasti ulah Tayli Kongcu
yang genit," sela Lim Ceng im sengit. "Kalau bertemu dia pasti
kutampar mukanya sampai bengkak memar"
"Toan Hong Ya (Raja
Tayli) sangat bijaksana, tapi kenapa putrinya malah membuat masalah dengan
kita?"
Kim siauw suseng
menggeleng-gelengkan kepala.
"Hmm" dengus Lim
Ceng Im.
"Tayli Kongcu pasti telah
jatuh... jatuh mampus pada Kakak Hiong, maka dia menghendaki kakak Hiong ke
Tayli menemuinya."
Kalau dia telah jatuh mampus,
bagaimana mungkin dia membuat masalah dengan kita lagi?" ujar sam Gan sin
Kay sambil tersenyum.
"Bilang saja jatuh
cinta"
"Pengemis bau" tegur
Tui Hun Lojin tidak senang.
"Kami berdua sedang
pusing, engkau malah bercanda dan tersenyum pula cucuku disandera oleh Tayli
Kongcu, engkau senang ya?"
"setan tua" sam Gan
sin Kay tertawa gelak.
"Engkau tidak perlu
begitu cemas percayalah, cucumu tidak akan terjadi apa-apa"
"Buktinya dia telah
berada di tangan Tayli Kongcu. Kalau Tio cie Hiong tidak ke sana, mungkin Tayli
Kongcu akan membunuhnya." sahut Tui Hun Lojin.
"cie Hiong" Lim Peng
Hang menatapnya.
"Bagaimana
keputusanmu?"
"Paman, aku memang harus
berangkat ke Tayli, tapi bagaimana kalau Bu Lim sam Mo muncul?" "Itu
urusan kami di sini," sahut Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong serentak.
"Benar," sambung Tok Pie sin wan.
"Cie Hiong, lebih baik
engkau berangkat ke Tayli."
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk.
"Aku ikut" ujar Lim
Ceng im.
"Adik Im..." Tio Cie
Hiong menggelengkan kepala.
"Kakak Hiong, bukankah di
dalam surat itu, engkau disuruh mengajakku? Nah, aku harus ikut."
Kakek Pengemis, Paman..."
Tio Cie Hiong memandang sam Gan sin Kay dan Lim Peng Hang. "Biar dia
menyertaimu" ujar Lim Peng Hang.
"Kalau Tidak, aku yang
akan pUsing."
"Tentunya dia harus
menyertaimu..." sela sam Gan sin Kay sambil tertawa gelak. "Bagaimana
mungkin dia akan berpisah denganmu?"
Kakek pengemis..." Tio
Cie Hiong tidak mengerti akan maksud ucapannya.
Kakek" Lim Ceng im
langsung melotot.
"Kok kakek jadi banyak
mulut?"
"Ha ha ha" sam Gan
sin Kay masih tertawa.
"cie Hiong, kalau dia
nakal, hajar saja"
Kakek pengemis Aku mana berani
menghajarnya..." Tio Cie Hiong menggelengkan kepala. "Lho?
Kenapa?" tanya sam Goan sin Kay heran.
"sebab dia... adik Im
Ceng," sahut Tio Cie Hiong dengan wajah agak kemerah-merahan.
"oooh" sam Gan sin Kay manggut-manggut.
"Paman Kalau Im Ceng
sudah pulang, tolong...," ujar Tio Cie Hiong tersendat-sendat lantaran
merasa malu,
"sampaikan salamku
padanya"
"Tentu Tentu" Lim
Peng Hang mengangguk sambil melototi Lim Ceng Im.
"Pengemis bau" Tui
Hun Lojin terbengang- bengong.
"Apa yang terjadi di
sini? Kok ada Ceng im dan im ceng?"
"Setan tua" sahut
sam Gan sin Kay.
"ini urusan pribadi di
sini, engkau tidak perlu tahu."
"setahuku Ceng im
adalah..."
"setan tua Diam"
tegur sam Gan sin Kay.
"Tutup mulutmu Kalau Tidak,
aku akan menyuruh Cie Hiong membatalkan keputusannya untuk berangkat ke
Tayli"
"Ya Ya" Tui Hun
Lojin mengangguk dengan mata terbelalak.
Kakak Hiong," ujar Lim
Ceng im sambil tersenyum.
Kapan kita berangkat ke
Tayli?"
"Sekarang," jawab
Tio Cie Hiong singkat.
"Baiklah." Lim Ceng
Im mengangguk.
"cie Hiong." ujar
Lim Peng Hang sambil memandangnya.
"Aku akan menyiapkan dua
kuda jempolan, agar kalian bisa lebih lekas sampai di Tayli."
"Terima kasih,
Paman" ucap Tio Cie Hiong.
"cie Hiong," pesan
Lim Peng Hang.
"Engkau harus baik-baik
menjaga Ceng im, kalau dia nakal, engkau harus berani menghajarnya."
"Ya, Paman." Tio Cie
Hiong mengangguk, lalu memandang Lim Ceng im seraya berkata.
"Paman sudah berpesan
begitu, maka kuharap engkau tidak nakal dalam perjalanan menuju Tayli Kalau
engkau nakal, aku... aku..."
"Engkau akan menghajarku
kan?" Lim Ceng Im tersenyum.
"Ya." Tio Cie Hiong
manggut-manggut.
"Kakak Hiong, kalau aku
nakal, engkau boleh menghajarku." ujar Lim Ceng Im sungguh-sungguh .
"ingat akan omonganmu
ini" tegas Tio Cie Hiong.
"Cie Hiong" ujar sam
Gan sin Kay mendadak,
"ingat, engkau tidak
boleh mandi telanjang lagi di sungai Kalau terlihat Ceng Im, dia pasti
pingsan."
"Kakek" Lim Ceng Im
melotot, sedangkan Tio Cie Hiong cuma tersenyum dengan wajah kemerah-merahan.
Bab 27 Tayli Thaycu (Pangeran
Tayli)
sementara itu Tayli Kongcu,
Gouw sian Eng dan kedua pengawal itu telah tiba di istana Tayli. Toan Pit Lian,
putri Tayli membawa Gouw sian Eng ke sebuah kamar mewahi sedangkan kedua pengawal
itu langsung pergi melapor kepada Toan Hong Ya (Raja Tayli).
"Kongcu, di mana Cie
Hiong?" tanya Gouw sian Eng.
"Tenang saja" Tayli
Kongcu tersenyum.
"Aku harus mentaati di
siplin istana, maka terlebih dulu aku harus menghadap ayah dan ibu, setelah itu
aku akan kembali ke mari lagi."
Terima kasih, Kongcu"
ucap Gouw sian Eng.
"sian Eng, engkau harus
tetap di dalam kamar ini, jangan ke mana-mana" pesan Tayli Kongcu.
"Ya." Gouw sian Eng
mengangguk.
Tayli Kongcu segera pergi
menghadap ayahnya, tapi berpapasan dengan pangeran, Tayli kakaknya.
"Kak" panggil Toan
Pit Lian sambil tersenyum.
"Adik..." Pangeran
Tayli yang bernama Toan Wie Kie menggeleng-gelengkan kepala.
Engkau telah membuat ayah
marah besar. Kenapa engkau menimbulkan masalah di Tionggoan?"
"Kak, aku... aku tidak
menimbulkan masalah apa pun di Tionggoan," sahut Toan pit Lian dengan
kepala tertunduk.
"Adik, cepatlah engkau
menghadap ayah dan sekaligus mohon ampun Katau Tidak, ayah pasti
menghukummu," ujar Toan wie Kie sambil menghela nafas. "Kedua
pengawal itu melapor kepada ayah?" tanya Toan pit Lian tidak senang.
"Itu tugas mereka, engkau
jangan menyalahkan mereka" Toan wie Kie memberitahukan.
"Ya." Toan pit Lian
mengangguk, lalu segera pergi menghadap Toan Hong Ya yang berada di dalam
kamar.
Toan pit Lian berjalan
perlahan-lahan dengan kepala tertunduk ke hadapan Toan Hong Ya yang duduk
dengan wajah merah padam saking gusarnya. Di ranjang mewah tampak sosok tubuh
kurus kering berbaring. Ternyata sang Ratu yang sedang menderita penyakit aneh.
"Ayah..." Toan Pit
Lian terisak-isaki
"Ampunilah aku..."
"Engkau...
engkau..." Toan Hong Ya menatapnya dengan mata basahi "ibumu sudah
sekarat, namun engkau..."
Toan pit Lian diam saja, dan
masih tetap berlutut di hadapan Toan Hong Ya. sedangkan Toan Hong Ya terus
menatapnya, kemudian menarik nafas panjang seraya berkata.
" Engkau telah melakukan
kesalahan," ujarnya menegaskan.
"oleh karena itu, engkau
harus dihukum penjara selama tiga tahun."
"Ayah..." Wajah Toan
pit Lian pucat pias.
"Ayah" Mendadak
muncul Toan wie Kie pangeran Tayli, yang langsung berlutut di hadapan Toan wie
Kie.
"Ayah, ampunilah Pit
Lian"
"Tidak bisa." Toan
Hong Ya menggelengkan kepala.
"Ayah, aku bersedia
dihukum, asai adik dibebaskan dari hukuman itu," ujar Toan wie Kie karena
ia sangat sayang terhadap adiknya itu.
"Engkau tidak bersalah,
kenapa harus dihukum?" ujar Toan Hong Ya.
"Adikmu yang bersalah,
maka dia yang harus dihukum"
"Ayah..." Toan wie
Kie menghela nafas.
"Pit Lian adalah putri
ayah, ampunilah dia"
"Walau dia putriku, namun
tetap harus dihukum karena telah bersalah." tegas Toan Hong Ya.
"Ayah..." Toan Wie
Kie mulai terisaki tapi Toan Hong Ya sama sekali tidak menghiraukannya .
"Pengawal" seru Toan
Hong Ya.
Akan tetapi, di saat bersamaan
badan sang Ratu yang kurus kering itu bergerak, dan sepasang matanya yang redup
memandang Toan Hong Ya.
"Hong Ya, jangan
menghukum Pit Lian..." ujar sang Ratu dengan suara lemah.
"Tapi.." Toan Hong
Ya mengerutkan kening.
"Hong Ya ingin... ingin
menyaksikan aku mati penasaran?" tanya sang Ratu dengan air mata meleleh.
"Ba... baik Aku... aku
tidak akan menghukum Pit Lian." Toan Hong Ya menghela nafas.
"Terima kasih, Hong
Ya" ucap sang Ratu sambil tersenyum.
"Wie Kie, Pit Lian,
kalian bangunlah" Toan Hong Ya mengibaskan tangannya.
"Terima kasih, Ayah"
ucap Toan wie Kie dan Toan pit Lian serentak, lalu bangkit berdiri
"Ibu..." panggil Toan pit Lian sambil menghampiri sang Ratu dengan
air mata bercucuran. "Nak" sang Ratu tersenyum lembut.
"lbu dengar engkau
membawa seorang gadis ke mari, benarkah itu?"
"Benar" Toan pit
Lian mengangguk,
"Nak, perlakukanlah dia
baik-baik, pesan sang Ratu
"ohya, perkenalkan kepada
kakakmu"
"Ya, ibu." Toan pit
Lian mengangguk lagi.
"Pit Lian, ke mari"
panggil Toan Hong Ya.
"Ya, Ayah." Toan pit
Lian segera menghampirinya.
"Duduklah" ujar Toan
Hong Ya.
Toan pit Lian duduk dengan
kepala tertunduk. sedangkan Toan Hong Ya terus menatapnya dengan tajam.
"Benarkah engkau sangat
tertarik pada seorang pemuda Tionggoan yang bernama Tio Cie Hiong?" tanya
Toan Hong Ya mendadak.
"Ya, Ayah," jawab
Toan pit Lian dengan suara rendah.
"Engkau sudah dewasa,
maka wajar kalau tertarik pada kaum pemuda," ujar Toan Hong Ya, kemudian
menggeleng-gelengkan kepala.
"Tapi caramu itu
salah."
"Maksud Ayah?" Toan
pit Lian tidak mengerti.
"Tidak seharusnya engkau
membohongi gadis itu ke mari, tujuanmu agar Tio Cie Hiong ke mari kan?"
"Ya."
itu tidak benar," Toan
Hong Ya menghela nafas.
"Bukankah engkau boleh
undang Cie Hiong berkunjung ke mari?"
"Ayah" Toan pit Lian
memberitahukan.
"Kalau aku undang dia
berkunjung kemari, belum tentu dia mau, maka..."
Engkau menggunakan cara itu,
justru akan menimbulkan sUatu kesalah pahaman di antara kalian."