Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 30

Baca Cersil Mandarin Online: Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 30
Bagian 30
"Betul" sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Mudah-mudahan dia akan berjaga di sini sampai Cie Hiong pulang"

"Kasihan gadis itu kalau terus begitu...." Kim siauw suseng menghela nafas panjang.

sementara Lim Ceng Im dan Pek Ih Hong Li sudah sampai di depan kamar mandi. Lim Ceng Im menunjuk kamar mandi. "In Nio, mandilah di dalam"

Pek Ih Hong Li masuk bahkan juga menutup pintu kamar mandi. Tak lama terdengarlah siraman air, kemudian diiringi pula bunyi senandung.

Lim Ceng im menggeleng-geleng kepala. la semakin kasihanpada Yap In Nio. Berselang beberapa saat, pintu kamar mandi terbuka sedikit, Pek Ih Hong Li menjulurkan kepalanya.

"Hei Ada pakaian baru?" tanyanya.

"Ada" Lim Ceng Im mengangguk dan bertanya. "Engkau mau pakaian warna apa?"

"Putih"

"Baiklah, akan kuambilkan."

Lim Ceng Im melangkah pergi, sedangkan Pek Ih Hong Li menutup kembali pintu kamar. Tak lama kemudian, Lim Ceng im sudah datang lagi. "In Nio" panggilnya perlahan.

Pintu kamar mandi terbuka sedikit, Pek Ih Hong Li menjulurkan kepalanya. "Mana pakaian baru?"

"Nih" Lim Ceng Im memberikannya, sambil memandang ke dalam.

"Hi hi hi" Pek Ih Hong Li tertawa geli. "Engkau lihat apa? sama-sama punya kok masih melihat? Dasar gila"

Wajah Lim Ceng Im langsung memerah. Pek Ih Hong Li tertawa lagi, lalu menutup pintu kamar mandi. Tak lama pintu kamar mandi itu terbuka lagi, Pek Ih Hong Li keluar.

"Hei, orang gila Engkau baik sekali terhadapku, mudah-mudahan kelak hidup bahagia bersama suamimu"

Pek Ih Hong Li berjalan ke depan. Bu Lim Ji Khie, Tok Pie sin wan, Lim Peng Hang, danpara ketua tujuh partai memandang padanya.

"Kenapa kalian terus memandang aku?" Pek Ih Hong Li tertawa. "Aku cantik sekali, kan?" "Omitohud" ucap Hui Khong Taysu.

"Mulut menyebut omitohud, belum tentu hati bersih Huh Dasar kepala gundul" ujar Pek.iH Hong Li sambil berjalan pergi, Lim Ceng Im terus mengikutinya.

"Huaha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa terbahak-bahak. "kepala gundul, engkau tidak tersinggung, ya?"

omitohud" sahut Hui Khong Taysu. "Apa yang dikatakan Pek Ih Hong Li memang benar. Banyak sekali hwecshio menyebut " omitohud", tapi belum tentu hatinya bersih. Aku mengakui itu."

sementara Pek Ih Hong Li sudah duduk di bawah pohon, bersama Lim Ceng im yang duduk di sisinya.

"Hi h H i" Pek Ih Hong Li tertawa cekikikan. " engkau memang sudah gila, kenapa terus mengikuti aku?"

"Aku senang bergaul denganmu," jawab Lim Ceng im sambil tersenyum.

"Tapi aku tidak mau bergaul dengan orang gila" ujar Pek Ih Hong Li. "engkau gila tapi baik, aku... aku senang sekali"

"Namaku Ceng im...."

"Hi hi hi" Pek Ih Hong Li tertawa geli. "orang gila tahu namanya, aku yang waras saja tidak tahu siapa diriku."

"Engkau adalah Yap In Nio," ujar Lim Ceng Im.

"Aku bukan Yap In Nio, aku Pek Ih Hong Li" sambarnya dan mendadak wajahnya berubah bengis. "Aku harus membunuh Im sie Hong Mo, aku harus cincang Ku Tek Cun Harus cincang Ku Tek Cun..."

Bab 45 Kepiluan yang memuncak

Beberapa bulan kemudian, Tio Cie Hiong telah berhasil mempelajari Kan Kun Taylo sin Kang (Tenaga sakti Alam semesta). Memang suatu kebetulan sekali, Tio Cie Hiong memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang, dan pernah makan buah Kiu Yap Ling che. oleh karena itu, tidak sulit baginya mempelajari ilmu tersebut.

"Kauw heng" Tio Cie Hiong memberitahukan. "Aku telah berhasil mempelajari Kan Kun Taylo sin Kan."

Monyet putih itu mencicit- cicit, seakan mengucapkan selamat pada Tio Cie Hiong, lalu berjungkir balik dan berloncat- loncat dengan gembira.

"Kauw heng Mulai hari ini aku akan mempelajari Kan Kun Taylo ciang Hoat (Umu Pukulan Alam semesta) dan Kan Kun Taylo Kiam Hoat (Ilmu Pedang Alam semesta)"

Monyet putih itu mencicit- cicit sambil manggut-manggut. Tio Cie Hiong tersenyum, kemudian memperhatikan gerakan-gerakan yang diukir pada dinding goa.

Hanya dua minggu Tio Cie Hiong telah berhasil menguasai Tiga Jurus Ilmu Pukulan Kan Kun Taylo ciang Hoat dan TigaJurus Ilmu Pedang Taylo Kan Kun Kiam Hoat.

Pagi ini Tio Cie Hiong tampak melamun di dalam goa, sedangkan monyet bulu putih itu terus memandangnya, kemudian bercuit-cuitan seakan bertanya pada Tio Cie Hiong kenapa melamun?

"Kauw heng" Tio Cie Hiong menghela nafas panjang. "Wajahku telah rusak begini. Aku merasa malu berhadapan dengan Adik Im, sebab dia sangat cantik."

Mendadak monyet putih itu meloncat merangkul leher Tio Cie Hiong, lalu meraba-raba wajahnya yang rusak tidak karuan.

setelah itu, monyet bulu putih meloncat turun dan berjalan mondar-mandir, seperti sedang memikirkan sesuatu.

Tio Cie Hiong terheran-heran. "Apa yang sedang engkau pikirkan?" tanyanya kemudian.

Monyet putih itu terus berjalan mondar mandir. Tingkahnya seperti orang sedang menghadapi suatu masalah yang tak terpecahkan. Mendadak monyet putih berloncat- loncat dan bercuit-cuitan, memperlihatkan kegembiraan.

"Kauw heng..." Tio Cie Hiong tercengang melihat monyet.

Tiba-tiba monyet bulu putih itu melesat pergi. Gerakannya yang secepat kilat itu membuat Tio Cie Hiong bertambah tercengang. "Kauw heng..."

Monyet putih itu sudah tidak kelihatan. Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala, lalu duduk bersandar di dinding goa sambil berpikir. la mengambil keputusan apabila monyet putih kembali, segera akan meninggalkan goa itu. Biar bagaimanapun, ia harus berpamit pada monyet putih .

Tio Cie Hiong terus menunggu, walau sudah lewat beberapa jam. Namun monyet putih itu belum kembali. Karena itu, ia bangkit berdiri saat yang bersamaan melesat ke dalam sosok bayangan putih disertai suara cuit-cuitan.

Ternyata monyet putih telah kembali. Tangannya menggenggam beberapa kuntum bunga yang berbentuk aneh. Monyet itu bercuit-cuitan sambil memberikan bunga pada Tio Cie Hiong.

Tio Cie Hiong menerima bunga-bunga itu dengan perasaan heran. "Untuk apa engkau memberikan aku bunga-bunga ini? Apakah engkau tahu aku mau meninggalkan goa ini, hingga kau memberikan aku bunga-bunga ini?" tanyanya, belum mengerti.

Monyet bulu putih menggeleng-gelengkan kepala sambil bercuit-cuitan, kemudian menunjuk bunga-bunga itu dan menunjuk wajah Tio Cie Hiong.

"Apa?" Tio Cie Hiong tersentak. "Bunga-bunga ini dapat menyembuhkan wajahku?"

Monyet bulu putih manggut-manggut dan bercuit-cuitan, bahkan juga bertepuk-tepuk tangan.

Tio Cie Hiong memperhatikan bunga-bunga yang di tangannya, lalu diciumnya. Tidak berbau apapun, namun bunga-bunga itu sangat dingin.

sementara monyet bulu putih terus bercuit-cuitan, tangannya juga bergerak seakan menumbuk.

Menyaksikan tingkah monyet itu, Tio Cie Hiong mengerti akan maksudnya.

"Ooooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut. " Engkau suruh aku menumbuk bunga-bunga ini, lalu dipoleskan pada wajah dan sekujur badanku?"

Monyet bulu putih mengangguk dan menunjuk sebuah batu yang mirip tumbukan di sudut kiri. Tio Cie Hiong menoleh ke sana. Monyet bulu putih pun menariknya ke sana. Kemudian mendadak menyambar bunga-bunga yang di tangan Tio Cie Hiong, dan langsung ditaruh ke dalam batu itu.

Tio Cie Hiong tersenyum dan mulai menumbuk. tak seberapa lama kemudian, bunga-bunga itu jadi halus dan mengeluarkan cairan yang agak berlendir.

"Kauw heng Benarkah bunga-bunga itu merupakan semacam obat yang dapat menyembuhkan wajahku?" tanya Tio Cie Hiong ragu.

Monyet putih manggut-manggut, karena itu Tio Cie Hiong pun membuka baju. la mulai memolesi mukanya dengan cairan berlendir itu, kemudian dilanjutkan ke sekujur badan. setelah itu, ia duduk bersila.

Tiga hari kemudian, Tio Cie Hiong coba melihat bekas tusukan dan sabetan di badannya. Betapa kaget dan herannya dia ternyata bekas luka-luka itu telah lenyap.

Perlahan-lahan ia menjulurkan tangan ke wajahnya. Dengan agak bergemetar tangannya meraba wajahnya. Begitu tangannya menyentuh kulit wajah, ia pun terkejut girang, sebab wajahnya sudah berubah halus.

"Kauw heng" seru Tio cie Hiong dengan hati berdebar-debar. "Apakah wajahku telah sembuh?"

Monyet bulu putih memandang wajahnya. Kemudian bercuit-cuitan dan berloncat- loncatan dengan penuh kegembiraan. setelah itu, monyet bulu putih melesat ke dalam. Dan sebentar kemudian telah kembali. Ternyata monyet bulu putih itu membawa sebuah lempengan tembaga yang mirip kaca, disodorkannya ke hadapan Tio Cie Hiong.

Tio Cie Hiong sebera memandang lempengan tembaga itu. seketika ia berseru dengan girang sekali, karena wajahnya telah pulih seperti sediakala. Bahkan karena saking girangnya dia langsung merangkul monyet putih. "Kauw heng, terima kasih Terima kasih..."

Monyet bulu putih terus menerus mengelus wajah Tio Cie Hiong yang telah berubah halus sambil mulutnya tak henti-henti mencicit- cicit. "Kauw heng, aku sungguh berhutang budi padamu"

Monyet putih menyengir. cengiran itu membuat Tio cie Hiong tertawa geli. Monyet bulu putih pun bercuit-cuitan lagi.

Tio Cie Hiong memandangnya. "Aku terpaksa berpamit, karena masih ada urusan yang harus kuselesaikan."

Monyet bulu putih langsung diam, sepertinya merasa sedih. Tio Cie Hiong membelainya.

"setelah urusanku selesai, aku pasti datang lagi bersama Adik Im" Tio Cie Hiong memberitahukan. "Aku akan tinggal di sini, tidak ingin pusing dengan urusan rimba persilatan lagi"

Monyet bulu putih bercuit-cuitan perlahan saat Tio Cie Hiong membelainya lagi.

"Kauw heng, selamat tinggal" Tio Cie Hiong melepaskan monyet bulu putih ke bawah. "Kauw heng, sampai jumpa"

Tio Cie Hiong melangkah. Tampak monyet bulu putih mengikutinya dari belakang dengan wajah murung. Ketika sampai di luar goa, Tio Cie Hiong memandang monyet bulu putih.

"Kauw heng, jangan bersedih Kelak kita akan berjumpa lagi, selamat tinggal" Tio Cie Hiong melesat pergi, sedangkan monyet bulu putih bercuit-cuitan sedih.

Tio Cie Hiong terus mengerahkan ginkangnya. Kini kepandaiannya bertambah tinggi, begitu pula Iwee kang dan ginkangnya. la harus memburu waktu agar cepat sampai di markas pusat Kay Pang. sama sekali tak diketahui bagaimana situasi di markas pusat Kay Pang, apakah Im sie Hong Mo masih muncul di sana atau tidak.

siang hari ini ketika memasuki sebuah lembah, mendadak ia terbelalak memandang lembah itu.

la teringat kalau lembah itu tempat tinggal seng Li Tong (Goa Wanita suci) berada.

segeralah ia melesat menuju sebuah goa. la heran melihat pintu goa itu terbuka lebar.

Tio Cie Hiong mengerutkan kening kemudian melesat ke dalam. la melihat formasi bunga bwee hancur berantakan. Hal itu sungguh mengejutkannya. Dengan sebera ia mengerahkan ginkang melewati kolam menuju ke tempat tinggal Pek sim seng Li, bibinya.

Begitu kakinya menginjak tempat itu, wajahnya pun berubah pucat pias, karena melihat tiga sosok mayat yang sudah mulai membusuk. "Bibi Bibi..." jeritnya dengan air mata berderai-derai.

Ternyata salah satu sosok mayat itu adalah Pek sim seng Li, bibinya. Tio Cie Hiong membungkukkan badan memperhatikan mayat bibinya. Di sisi tangan bibinya terdapat sebaris tulisan. Begitu membaca, darah Tio Cie Hiong mendidih. "Im sie Hong Mo" bunyi tulisan itu, pertanda yang membunuh bibinya adalah Ku Tek Cun. Dua sosok mayat lain adalah siauw Loan dan siauw Ing, pelayan setia bibinya.

"Bibi Bibi..." jerit Tio Cie Hiong sambil menangis gerung-gerungan. Kini ia telah kehilangan bibi satu satunya. "Im sie Hong Mo Kenapa engkau membunuh bibiku? Kenapa?"

Tio Cie Hiong terus menangis sedih, dan tak henti-hentinya ia menggumam penuh kegeraman.

"Ku Tek Cun Kenapa engkau membunuh bibiku? Kenapa engkau begitu tega? Kenapa engkau membunuh bibiku? Kenapa...?"

Tio Cie Hiong masih terus menangis dengan wajah pucat pias. Kemudian dirasakan matanya berkunang-kunang dan gelap. hingga akhirnya jatuh pingsan di sisi mayat Pek sim seng Li bibinya.

sementara itu, di dalam sebuah goa di laut Timur, terdengar suara tawa terbahak-bahak. suara tertawa milik Bu Lim sam Mo.

"Ha ha ha Kini kita telah berhasil mempelajari Ilmu Hian Bun Kui Goan Kang Khi, urat kita yang cutus telah tersambung" ujar Tang Hai Lo Mo bergembira. "Sehingga lweekang kita mengalami kemajuan pesat, begitu pula Pak Kek sin Kang kita Ha ha ha..."

"Lo Mo" Thian Mo memandangnya. "Ini memang di luar dugaan kita, jadi mulai hari ini kita akan mempelajari Tiga jurus Hian Bun sin ciang."

"Ya" Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Setelah itu, kita akan kembali ke rimba persilatan, menuntut balas pada Tio Cie Hiong."

"Dia memusnahkan kepandaian kita," ujar Te Mo dengan mata berapi-api. "Maka kita harus mencabut nyawanya"

"Benar" Tang Hai Lo Mo mengangguk. "ohya, entah bagaimana Ku Tek Cun murid kita itu?"

"Akan kita cari dia nanti," sahut Tang Hai Lo Mo. "setelah kita berhasil membunuh Tio Cie Hiong, berarti sudah waktunya kita menguasai rimba persilatan Ha ha ha"

"Tio Cie Hiong pasti tidak tahu kepandaian kita bertambah tinggi. Karena itu, lebih baik kita muncul di rimba persilatan secara diam-diam saja," ujar Thian Mo. "Kita akan membuat kejutan di rimba persilatan"

"Tidak salah" Te Mo tertawa gelak. "ohya, nanti kalian berdua bersamaku tinggal di istanaku saja"

Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Itu memang bagus, sebab istanamu berada di dalam sebuah goa yang sangat rahasia. siapa pun tidak tahu tentang goa itu"

"Lo Mo" ujar Te Mo seakan mengusulkan. "Begitu muncul di rimba persilatan, pertama-tama kita harus berusaha mencari Lam Hai sin ceng. Kita harus membunuhnya"

"Benar Benar" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. "setelah itu, kita tangkap para ketua tujuh partai. Kita pasti menggemparkan rimba persilatan. Ha ha ha" "Lo Mo Perlukah membangun kembali sam Mo Kauw?" tanya Thian Mo.

"Kita akan bergerak secara gelap nanti. Kalau kita membangun kembali sam Mo Kauw, tentunya kaum persilatan akan mengetahui tentang diri kita" jawab Tang Hai Lo Mo. "Maka lebih baik kita mendirikan.... Bu Tek Pay (Partai Tanpa Tanding) saja Bagaimana menurut kalian?"

"Setuju" sahut Thian Mo dan Te Mo serentak sambil tertawa gembira. "Kaum rimba persilatan tidak akan tahu, siapa sebenarnya ketua Bu Tek Pay Ha ha ha"

"Kemunculan kita kelak, sudah pasti akan menguasai rimba persilatan." ujar Tang Hai Lo Mo sambil tertawa-tawa. "Kita bertiga harus membuat sejarah baru di rimba persilatan. Nanti dalam rimba persilatan tidak akan terdengar lagi Bu Lim It Ceng dan Ji Khie, hanya ada Bu Tek Pay yang kita dirikan itu Aku ketua satu, Thian Mo ketua dua dan Te Mo ketua tiga Kalian berdua setuju?"

"Tentu setuju" sahut Thian Mo dan Te Mo serentak. "Pokoknya kita bertiga harus bersatu selama-lamanya Ha ha ha..."

Di Tayli, Tui Hun Lojin, Gouw Han Tiong, dan Lam Kiong Hujin sudah berkali-kali berpamit pada Toan Hong Ya, namun Toan Hong Ya selalu menahan mereka.

"Tinggal di sini beberapa bulan, barulah kalian kembali ke Tionggoan" ujar Toan Hong

"Tapi...," Tui Hun Lojin menghela nafas panjang. "sudah sekian bulan kami tinggal di sini, lagi pula Cie Hiong belum ke mari. Aku khawatir...."

"Justru karena itu aku melarang kalian kembali ke Tiong goan, karena akan menambah beban cie Hiong."

"Benar juga." Lam Kiong Hujin manggut-manggut. "Daripada kita jadi bebannya, memang lebih baik tinggal di sini dulu."

"Kalau begitu...," Gouw Han Tiong menggeleng-gelengkan kepala. "Bukankah diri kita akan dicap sebagai orang yang tiada rasa setia kawan?"

"Tidak mungkin" sahu Toan Hong Ya sung-guh-sungguh. "Begini saja, apabila dalam waktu dua tiga bulan mereka belum datang, kalian boleh kembali ke Tiong goan."

"Baiklah, Hong Ya." Tui Hun Lojin mengangguk.

Toan Hong Ya memandang ke arah Lam Kiong Hujin. "Berhubung suasana di rimba persilatan Tiong goan masih belum aman, maka nanti putramu dan pit Lian tidak boleh ikut ke Tionggoan."

"Aku mengerti itu. Hong ya." Lam Kiong Hujin manggut-manggut.

"Terima kasih," ucap Toan Hong Ya.

"sama-sama" sahut Lam Kiong Hujin sambil tersenyum. "Memang lebih aman putraku tinggal di sini dulu. setelah keadaan di rimba persilatan Tionggoan aman, barulah mereka ke Tionggoan."

"Benar" Toan Hong Ya manggut-manggut. "sebetuinya aku ingin mohon bantuan pada seseorang, tapi...."

"Maksud Hong Ya?" tanya Tui Hun Lo^in.

"Di Tayli ini terdapat seorang padri tua yang dipanggil Tayli Lo Ceng. Usia beliau sudah hampir seratus tiga puluh. Namun, beliau hidup menyendiri, sama sekali tidak mau mencampuri urusan apa pun. Karena itu, belum tentu aku bisa mengundangnya keluar."

"Hmm...?" Tui Hun Lojin menggumam. "Apakah padri tua itu berkepandaian tinggi?"

"Sulit diukur lagi kepandaiannya, mungkin sudah mencapai kesempurnaan," jawab Toan Hong Ya memberitahukan. "Tapi padri tua itu tidak pernah mempertunjukkan kepandaiannya. Aku yakin beliau mampu mengatasi Im sie Hong Mo"

"Tayli Lo Ceng (Padri Tua Tayli)...?" gumam Gouw Han Tiong. Kemudian dia bertanya, "pernahkah padri tua itu mengunjungi Tionggoan?"

"Pernah" Toan Hong Ya mengangguk. "Bah-kan juga pernah ke Thian Tok (India), Persia, Nepal, dan Tibet"

" Heran" Tui Hun Lojin mengerutkan kening.

"Aku tidak pernah mendengar nama Tayli Lo Ceng."

"Itu karena padri tua tidak pernah mempertunjukkan kepandaiannya, maka kaum rimba persilatan Tiong goan tidak mengetahuinya," ujar Toan Hong Ya menjelaskan. " Yang jelas kepandaiannya sudah tidak bisa diukur."

"Padri tua itu tidak punya murid?" tanya Lam Kiong Hujin.

"Aku kurang jelas tentang itu." Toan Hong Ya menggeleng kepala, kemudian memberitahukan. "Beliau sangat dihormati dan diagungkan di sini, aku pun masih harus bersujud di hadapannya."

"Sayang sekali kami tidak bisa bertemu padri tua itu..." gumam Tui Hun Lojin.

Sementara itu, tampak dua pasang suami isteri sedang bercakap-cakap di halaman, mereka adalah Lam Kiong Bie Liong, Toan Pit Lian, Toan Wie Kie, dan Gouw sian Eng.

"Heran" Lam Kiong Bie Liong menggeleng-gelengkan kepala. "Sudah sekian bulan, Adik Hiong dan ceng Im belum ke mari. Mungkinkah...."

"Maksudmu telah terjadi sesuatu atas diri cie Hiong?" tanya Toan Wie Kie.

"Ya." Lam Kiong Bie Liong mengangguk. "Itu membuatku cemas sekali"

"Belum tentu" ujar Toan Pit Lian. "Kalau terjadi sesuatu atas dirinya, sudah pasti ada orang ke mari mengabarkan. Ya, kan?"

"Ng" Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut.

"Kakak Kie" Gouw sian Eng menatapnya. "Kenapa Hong Ya terus menahan kakek, ayah, dan Lam Kiong Hujin?"

"Adik sian Eng" Toan Wie Kie tersenyum. "Terus terang, ayahku bermaksud baik"

"Bermaksud baik?" gumam Gouw Sian Eng.

"Tentunya engkau tahu, betapa tingginya kepandaian Im Sie Hong Mo.Jadi kalau mereka kembali ke Tionggoan, tentu akan membahayakan bagi keselamatan. oleh karena itu, ayahku terus menahan mereka."

"OOOh"

"Apa jadinya kalau Adik Hiong tidak dapat mengalahkan Im sie Hong Mo?" Lam Kiong Bie Liong mengerutkan kening.

"Percayalah" ujar Toan Pit Lian. "cie Hiong berhati bajik, jadi dia pasti selamat."

Mendadak Lam Kiong Bie Liong tampak serius. "Hian Teng Taysu, Sin san Lojin, Ang Kin sian Li, dan kita semua bukan lawan Im sie Hong Mo. Bagaimana seandainya dia ke mari?"

"Maksudmu Im sie Hong Mo datang ke Tayli ini?" Toan Wie Kie menatapnya.

"Ya" Lam Kiong Bie Liong mengangguk.

"seandainya dia ke mari, kita tidak perlu takut" Toan Wie Kie tersenyum-senyum.

" Kakak Kie, kenapa engkau bilang begitu?" tanya Gouw sian Eng.

"sebab...," Toan Wie Kie memberitahukan. "Di Tayli ini ada seorang padri tua yang berusia hampir seratus tiga puluh."

"Haaah...?" Mulut Gouw sian Eng ternganga lebar. "Be... begitu tua?"

Walau sudah sangat tua, tapi padri itu masih tampak sehat," ujar Toan Wie Kie.

Karena padri tua itu memiliki kepandaian yang sangat tinggi sekali, sulit diukur berapa tinggi kepandaiannya."

"oh?" Lam Kiong Bie Liong tertarik. "Apabila padri tua itu bersedia membantu Adik Hiong...."

"Itu tidak mungkin." Toan Wie Kie menggeleng kepala. "Ayah pernah bermohon padanya, agar menerima aku dan Pit Lian sebagai murid, namun padri tua itu menolak."

" Kenapa?" tanya Gouw sian Eng heran.

"Beliau itu memang tidak mau menerima murid," jawab Toan Wie Kie, memberitahukan sambil menghela nafas. "Mungkin aku dan Pit Lian tidak berjodoh dengan padri tua itu."

"Kakak Kie, ayahmu adalah raja Tayli, kenapa padri tua itu berani menolak?" tanya Gouw sian Eng heran.

"Adik sian Eng" Toan Wie Kie tersenyum.

"Engkau harus tahu, kedudukan Tayli Lo Ceng itu sangat tinggi, ayahku saja harus bersujud di hadapannya."

"oooh" Gouw sian Eng manggut-manggut.

"Kalau begitu..." ujar Lam Kiong Bie Liong. "Kepandaian padri tua itu pasti di atas Im sie Hong Mo."

"Aku yakin itu," sahut Toan Wie Kie.

"Hm... pernahkah padri tua itu melancong ke Tionggoan?" tanya Gouw sian Eng.

"Pernah." Toan Wie Kie mengangguk. "Bahkan juga pernah ke India, Pers ia, Tibet, dan Nepal."

"Beliau berasal dari Tayli ini?" tanya Lam Kiong Bie Liong.

"Ya" Toan Wie Kie mengangguk.

"Di mana tempat tinggal padri tua itu?"

"Tidak menentu." Toan Wie Kie memberitahukan. "Padri tua itu pun mahir meramal."

"oh?" Lam Kiong Bie Liong tertarik. " Kalian pernah diramalnya?"

"Tidak pernah" Toan Wie Kie menggeleng kepala. "Namun kalau ada apa-apa biasanya beliau akan muncul sendiri."

Hebat sekali padri tua itu" ujar Gouw sian Eng kagum. "Alangkah baiknya jika Kakak Hiong bisa bertemu padri tua itu"

Kalau Cie Hiong berjodoh dengan padri tua itu, tentunya akan bertemu." Toan Wie Kie tersenyum dan menambahkan. "siapa tahu padri tua itu sudah berangkat keTionggoan membantu Cie Hiong"

"Mudah-mudahan begitu" ucap Lam Kiong Bie Liong.

Bab 46 Dicincang-cincang

Di halaman markas pusat Kay Pang, masih tampak Pek Ih Hong Li duduk di bawah pohon. Walau Lim Ceng Im terus menerus berupaya menyadarkan Pek Ih Hong Li dengan cara menggali ingatannya, tapi tidak berhasil sama sekali.

"In Nio, engkau sudah ingat siapa aku?" tanya Lim Ceng Im lembut.

Engkau memang orang gila" sahut Pek Ih Hong Li sambil tertawa cekikikan. " Kenapa aku harus ingat siapa engkau?"

"Engkau adalah Yap In Nio"

"Aku tidak kenal Yap In Nio, jadi aku bukan Yap In Nio, Jangan-jangan engkaulah yang Yap In Nio, karena sudah gila, maka engkau lupa siapa dirimu"

"In Nio...," Lim Ceng Im menggeleng-geleng kepala.

"TUh" Pek Ih Hong Li tertawa nyaring. "Penyakit gilamu kumat lagi. sungguh lucu sekali" Lim Ceng Im menghela nafas panjang.

"Ei Gadis gila" bentak Pek Ih Hong Li. "Tidak baik menghela nafas panjang, akan cepat tua lho." Lim Ceng Im menggeleng-geleng kepala.

Mendadak mulut Pek Ih Hong Li berhembus-hembus seakan kegerahan, kemudian berkata. "Aku mau mandi Aku mau mandi"

"Mari ikut aku ke dalam" Lim Ceng Im menggandengnya, membuat Pek Ih Hong Li tertawa geli. "Hi hi hi Aku bukan anak kecil, tidak perlu digandeng."

"Anggaplah engkau masih kecil" sahut Lim Ceng Im sambil tersenyum.

"Dasar gadis gila" Pek Ih Hong Li menggeleng-geleng kepala sambil mengikuti Lim Ceng Im ke dalam.

Di saat Pek Ih Hong Li sedang mandi, mendadak Lim Ceng Im mendengar suara tawa seram di luar. seketika wajahnya berubah pucat.

"Im sie Hong Mo...?" Braaak Pintu kamar mandi terbuka, Pek Ih Hong Li melesat keluar, ia sudah berpakaian.

Itu memang suara tawa Im sie Hong Mo. Bu Lim Ji Khie, TOk Pie Sin Wan, Lim Peng Hang, dan para ketua tujuh partai langsung berhambur keluar.

"He he he He he he" Im sie Hong Mo berdiri di halaman. "Hari ini kalian semua harus mampus"

"Aku harus mencincang tubuhmu Aku harus cincang engkau" Berkelebat sosok bayangan putih ke hadapan Im sie Hong Mo. "Jangan kabur Aku akan mencincang tubuhmu..."

"Haah?" Im sie Hong Mo tampak terkejut. Dia langsung melesat pergi sambil tertawa seram.

"Mau kabur ke mana? Akan kucincang tubuhmu Aku cincang engkau..." Pek Ih Hong Li mengejarnya.

Bu Lim Ji Khie dan lainnya saling memandang, Lim Ceng Im pun berhambur keluar.

"Ayah, di mana Yap In Nio?" tanyanya.

"Dia pergi mengejar Im sie Hong Mo"

"Mudah-mudahan Pek Ih Hong Li berhasil membunuh Im sie Hong Mo itu" ucap Tok Pie Sin Wan.

"Itu tidak mungkin" Kim siauw suseng menghela nafas. "Kepandaian mereka seimbang."

Ucapan Kim siauw suseng terhenti mendadak, ternyata ia melihat sosok bayangan putih berkelebat- kelebat laksana kilat.

"Pek Ih Hong Li kembali" serunya.

"Tidak disangka dia begitu cepat kembali" sahut sam Gan sin Kay. "Itu berarti dia tidak berhasil mengejar Im Sie Hong Mo"

sosok bayangan putih itu melayang turun. Terbrlalaklah mereka semua ketika melihat jelas sosok bayangan putih itu, terutama Lim Ceng Im. sebab, sosok bayangan putih itu bukan Pek Ih Hong Li, melainkan Pek Ih Sin Hiap Tio Cie Hiong Mereka terbelalak menyaksikan wajah Tio Cie Hiong telah berubah mulus seperti dulu, tampan dan mempesonakan.

Kakak Hiong Kakak Hiong..." Lim Ceng Im berlari-lari mendekatinya. "Adik Im" sahut Tio Cie Hiong girang.

"Kakak Hiong" Lim Ceng Im langsung mendekap di dadanya. "Kakak Hiong...." "Adik Im" Tio Cie Hiong membelainya sambil tersenyum lembut.

"Hua ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Asyiiik saling peluk memeluk sehingga melupakan kami"

Lim Ceng Im segera melepaskan dekapannya, lalu memandang sam Gan sin Kay dengan mata melotot.

"Kakek usil ah" Gadis itu cemberut.

"Aku usil atau engkau lupa akan keberadaan kami di sini?" sahut sam Gan sin Kay dan tertawa gelak lagi.

"Eeeh?" Tio cie Hiong menengok ke sana ke mari. "semua berkumpul di sini? Tahu aku akan pulang hari ini?"

"Tadi Im sie Hong Mo datang...."

"Ceng Im Mari bicara di dalam saja" seru Lim Peng Hang. "Jangan menceritakan sepotong-sepotong "

" Kakak Hiong Mari kita ke dalam" Lim Ceng Im menggandengnya masuk.

sam Gan sin Kay yang usil itu terus menggoda Lim Ceng Im lagi sambil berjalan ke dalam. "Bergandengan tangan, persis seperti sepasang pengantin hendak masuk ke kamar" "Kakek...." Wajah Lim Ceng Im memerah, lalu membanting-banting kaki. "Ayah, kakek tuh" "Iho?" Lim Peng Hang tersenyum. " Kakekmu kenapa?"

" Kakek terus menerus menggoda aku, sebal deh" gerutu Lim Ceng Im, cemberut.

"Memang persis seperti sepasang pengantin," ujar Kim siauw suseng sambil tertawa terkekeh-kekeh. "Menuju ke kamar, hendak tidur"

"Kakek sastrawan" Lim Ceng Im melotot.

"omitohud Ini merupakan berkah" ucap Hui Khong Taysu. "Harus disambut dengan rasa syukur"

"Taysu?" Lim Ceng Im menoleh. "Hweeshio boleh menggoda orang, ya?"

"Bukan menggoda, memang merupakan suatu berkah," sahut Hui Khong Taysu sambil tersenyum lembut. "Wajah cie Hiong telah pulih seperti sedia kala. omitohud..."

Mereka semua duduk di ruang depan. setelah duduk Tio cie Hiong menghela nafas panjang.

Wajahnya tampak murung sekali.

"Pek sim seng Li, bibiku itu telah mati," ujar Tio Cie Hiong memberitahukan.

"Apa?" sam Gan sin Kay terkejut. "Bibimu itu telah mati?"

"omitohud" ucap Hui Khong Taysu. "Pek sim seng Li telah terlepas dari segala penderitaan."

"Dasar kepala gundul" tukas sam Gan sin Kay. "Kalau begitu, kenapa engkau tidak mati saja agar terlepas dari segala penderitaan?"

"Apabila ajalku telah tiba, pasti kusambut dengan tersenyum," sahut Hui Khong Taysu.

Kalau begitu, kenapa engkau mengucurkan air mata ketika siauw Lim sam Tiang li mati?" tanya Kim siauw suseng.

Ketiga pamanku dibunuh secara mengenaskan, aku mengucurkan air mata karena kematian yang menyedihkan..." jawab Hui Khong Taysu. "omitohud"

"Cie Hiong Dari mana kau tahu bibimu telah mati?" tanya Lim Peng Hang heran.

"Kebetulan aku melewati lembah itu...," ujar Tio Cie Hiong menuturkan. "Bibiku, siauw Loan dan siauw Ing mati dibunuh Im sie Hong Mo."

"Ha h?" Terkejut semua orang mendengarnya. " omitohud..."

"Kepala gundul Kini engkau harus bilang apa?" tanya Sam Gan sin Kay mendadak.

"semoga Pek sim seng Li masuk ke sorga" jawab Hui Khong Taysu.

"Dasar kepala gundul" dengus sam Gan sin Kay. "Tadi bilang Pek sim seng Li telah terlepas dari segala penderitaan, sekarang bilang semoga dia masuk ke sorga Kalau engkau mati, harus bilang apa?"

"semoga aku masuk neraka, agar bisa menolong arwah-arwah yang tersiksa di sana," jawab Hui Khong Taysu.

"Kalau begitu, engkau harus menghadapi Im sie Hong Mo" sambar Kim siauw suseng.

"omitohud Kalau itu merupakan takdirku," ujar Hui Khong Taysu sambil tersenyum.

"Putar sana putar sini, alasanmu" tukas Kim siauw suseng tampak kesal.

"Cie Hiong," Lim Peng Hang menatapnya. "Engkau telah berhasil mempelajari apa yang diukir di dinding goa itu?"

"Telah berhasil." Tio cie Hiong mengangguk.

"syukurlah" ucap Lim Peng Hang.

omitohud" ucap sam Gan sin Kay mendahului Hui Khong Taysu, membuat semua orang tertawa.

"Bagus Bagus" Hui Khong Taysu tersenyum. "siapa yang menyebut " omitohud" berarti berjodoh dengan sang Budha"

"oh, ya?" sam Gan sin Kay tertawa.

" Kakak Hiong, ilmu apa yang engkau pelajari di dalam goa itu?" tanya Lim Ceng Im.

"Kan Kun Taylo sin Kang," jawab Tio Cie Hiong memberitahukan. "Kan Kun Taylo ciang Hoat dan Kan Kun Taylo Kiam Hoat."

"Ilmu itu dapat mengalahkan Im sie Hong Mo?"

"Mudah-mudahan" ucap Tio Cie Hiong dan bertanya. "ohya, tadi engkau bilang Im sie Hong Mo ke mari, lalu bagaimana?"

"Pek Ih Hong Li mengejarnya," jawab Lim Ceng Im.

"cie Hiong" Lim Peng Hang memberitahukan. "setelah engkau berangkat ke Thian san, mendadak muncul Im sie Hong Mo. Untung muncul juga Pek Ih Hong Li yang membuat Im sie Hong Mo langsung kabur"

"oooh" Tio Cie Hiong tampak le^a. "Setelah itu bagaimana?"

"Justru sungguh mengherankan," sahut Lim Peng Hang sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Tak lama kemudian, Pek Ih Hong Li muncul lagi lalu duduk di bawah pohon."

"Mau apa dia duduk di bawah pohon?"

Kakak Hiong" Lim Ceng Im tersenyum. "Dia berjaga di situ. Aku berupaya menyadarkannya dengan cara menggali ingatannya."

"Dia berjaga di situ?" gumam Tio Cie Hiong. " Kalau begitu, dia masih memiliki rasa setia kawan."

"Benar, Kakak Hiong"

"Adik Im, bagaimana hasilnya engkau berupaya menyadarkannya?"

"Sia-sia," sahut Lim Ceng Im sambil menghela nafas. "Dia sama sekali tidak ingat siapa dirinya, tapi masih ingat telah menusuk engkau dengan belati, bahkan mengira engkau telah mati."

"Kasihan dia" Tio cie Hiong menggeleng-geleng kepala.

"Dia tahu siapa yang menodai dirinya, itulah sebabnya terus menerus mengejar Im sie Hong Mo"

"ohya Engkau bertanya padanya dari mana dia memperoleh kepandaian itu?"

"Dia memberitahukan padaku...." Tutur Lim Ceng Im.

"Kalau begitu, yang dipanggilnya bibi itu pasti adik seperguruan Im sie Hong Jin," ujar Tio Cie Hiong.

"Kami pun menduga begitu," timpal Lim Peng Hang.

"ohya" Tio Cie Hiong tampak sungguh-sung-guh. "Aku akan coba mengobati Yap In Nio"

Lim Ceng Im tersenyum. "Aku pun berpikir begitu, sebetulnya dia gadis yang baik, Tapi...."

"Cie Hiong, biar bagaimanapun engkau harus hati-hati mendekatinya," pesan Lim Peng Hang.

Tio cie Hiong mengangguk.

"Memang lucu sekali." Mendadak Lim Ceng Im tertawa geli. "Dia malah bilang aku gila."

"oh?" Tio cie Hiong menghela nafas dan bertanya. "Dia terus berjaga di bawah pohon selama aku berada di Thian san?"

"Ya" Lim Ceng Im memberitahukan. "Aku yang mengantarkan makanan dan minuman padanya, juga mengantarnya ke kamar mandi. Walau dia telah gila, namun masih ingat akan kesopanan dan rasa malu. Ketika mandi, dia menutup pintu kamar mandi, aku melongok ke dalam, dia langsung menegurnya."

"Ha ha ha" Mendadak sam Gan sin Kay tertawa. "Kenapa engkau melongok ke dalam? Mau lihat apa? sama-sama punya kok."

"Kakek...." Wajah Lim Ceng Im langsung kemerah-merahan, tapi kemudian malah tertawa geli.

"Eh?" Tercengang sam Gan sin Kay. "Kenapa engkau tertawa geli?"

"Jangan-jangan Kakek pun sudah mulai gila sebab apa yang Kakek katakan barusan, juga merupakan kata katanya padaku."

"oh?" sam Gan sin Kay dan tertawa. "Tidak salah Jangan-jangan aku juga sudah mulai gila" "Pengemis bau" ujar Kim siauw suseng sambil tertawa. "Dari dulu dirimu memang sudah gila." " Kalau begitu, engkau pun pasti sudah sinting dari dulu. Ya, kan?" sahut Sam Gan Sin Kay.

"Kira-kira begitulah" Kim siauw suseng tertawa lagi. "Kalau tidak, bagaimana mungkin kita berdua disebut Bu Lim Ji Khie?"

"Betul Betul" sam Gan sin Kay tertawa gelak.

" Kakak Hiong," bisik Lim Ceng Im. "Bagai-mana wajahmu bisa pulih seperti ini?"

"semua ini karena jasa monyet putih yang di Gunung Thian san." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Entah dari mana dia mengambil bunga-bunga aneh itu, kemudian dia menyuruhku menumbuknya untuk dipoleskan pada wajahku. Aku menurut dan inilah hasilnya."

Lim Ceng Im tertawa geli. "Monyet itu mengerti bahasa orang ya?"

Tio Cie Hiong manggut-manggut.

"Cucuku" sam Gan sin Kay memberitahukan. "Di sini pun ada lutung yang bisa mengerti bahasa orang."

Mendengar itu, Lim Ceng Im tertawa geli, ia tahu kakeknya menggoda Tok Pie sin wan.

"Pengemis bau" ujar Tok Pie sin wan melotot. "Kalau kepandaianku tidak di bawah kepandaianmu, sudah aku gantung dirimu di pohon"

"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa terbahak-bahak. "Yang bergantung dipohon adalah lutung, monyet dan sejenisnya."

"Kakek pengemis" Tio cie Hiong menyela kedua orang tua itu. "Monyet bulu putih yang di Thian san tidak pernah bergantung dipohon."

"Ya... itu kan monyet putih" sahut sam Gan sin Kay. "Yang kumaksudkan adalah monyet bulu hitam yang mirip...."

"Pengemis bau" bentak Tok Pie sin wan.

omitohud" ucap Hui Khong Taysu. "Tidak baik bergurau dengan memperolok-olok. itu akan merusak suasana dan persahabatan. omitohud..."

"Eh?" sam Gan sin Kay mendelik, "Kepala gundul, ini kan urusan dunia, kenapa engkau turut campur?"

"omitohud" sahut Hui Khong Taysu. "omitohud..."

setelah Tio Cie Hiong kembali, suasana di markas pusat Kay Pang berubah jadi tenang. Yang paling gembira adalah Lim Ceng Im. Di mana pun Tio Cie Hiong berada, gadis itu pasti berada di situ. Pendek kata, Lim Ceng Im mendampinginya setiap saat.

"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak, ternyata ia memergoki Lim Ceng Im berada dalam pelukan Tio Cie Hiong. "Wah Bukan main mesranya..."

"Kakek" Wajah Lim Ceng Im memerah. "Kenapa Kakek begitu usil sih? Tidak boleh orang senang"

"Kakek justru ikut senang Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gembira. "ohya. Kalau Im sie Hong Mo sudah dibasmi, kalian berdua lebih baik segera melangsungkan...."

Ucapan sam Gan sin Ka terhenti karena mendadak saja terdengar suara tawa bergema dari luar. "Im sie Hong Mo..." seru Lim Ceng Im tak tertahan. "Im sie Hong Mo sudah datang" "Adik Im, jangan panik, tenanglah..." ujar Tio Cie Hiong seraya memegang bahu gadis itu.

"Cie Hiong, mari kita keluar" ajak sam Gan sin Kay.

"Ya" Tio Cie Hiong mengangguk.

Mereka berdua melangkah keluar. Lim Ceng Im mengikuti mereka dari belakang dengan hati kebat-kebit, karena khawatir Tio Cie Hiong tidak dapat mengalahkan Im sie Hong Mo. sementara itu di luar masih terdengar suara tawa menyeramkan yang terus bergema.

Kim siauw suseng, Tok Pie sin wan, Lim Peng Hang, dan para ketua tujuh partai sudah berdiri di halaman.

Di saat sam Gan sin Kay, Tio Cie Hiong, dan Lim Ceng Im sampai di luar, tampak berkelebat sesosok bayangan, turun ke halaman. so-sok bayangan itu tak lain Im sie Hong Mo.

"He he he" Im sie Hong Mo terus tertawa menyeramkan              "Hari ini kalian semua harus mati"

"Belum tentu" sahut Tio Cie Hiong. Dia melangkah mendekatinya, sambil memberi isyarat pada yang lain agar mundur.

Bu Lim Ji Khie dan lainnya segera mundur. Meskipun mereka tahu Tio Cie Hiong telah mempelajari Kan Kun Taylo sin Kang, namun tetap mengkhawatirkan.

"Hai... Kau Tio Cie Hiong" Im sie Hong Mo menudingnya dengan mata memancarkan cahaya yang kehijau-hijauan. "Hari ini engkau harus mati"

"Ku Tek Cun" Tio Cie Hiong menatapnya dingin. " Kenapa engkau membunuh Pek sim seng Li dan kedua pelayannya?"

"He he he Aku senang. Kalian juga semua harus mati hari ini"

"Ku Tek Cun...."

"Diam" bentak Im sie Hong Mo lalu melesat melakukan serangan cepat dengan pedang.

Tio Cie Hiong berkelit dengan melompat sambil mengeluarkan suling kumalanya, bahkan juga mengerahkan Pan Yok Hian Thian sin Kang.

Im sie Hong Mo terus menyerang Tio Cie Hiong dengan "Ilmu Pedang Kacau Balau". sementara pemuda itu terus melayaninya dengan "Ilmu suling Kumala Pemusnah Kepandaian"

Pertarungan sengit antara kedua tokoh berilmu tinggi ini berjalan seru. Lim Ceng Im menyaksikannya dengan hati berdebar-debar tegang. Tak berkedip matanya menyaksikan pertarungan itu.

"Pengemis bau," bisik Kim siauw suseng. "Apa-kah Tio Cie Hiong akan mampu mengatasinya? "

"Mudah-mudahan" sahut sam Gan sin Kay yang juga merasa tegang. "Kalau Tio Cie Hiong tidak dapat mengatasinya, kita semua akan mati."

omitohud segala itu tergantung pada takdir," ujar Hui Khong Taysu. "Jadi kita harus tenang."

Kelihatannya Cie Hiong belum mengeluarkan Kan Kun Taylo Kiam Hoat," sela It Hian Tejin ketua partai Butong.

"Ng" sam Gan sin Kay manggut-manggut.

"Tapi..., Im sie Hong Mo juga belum mengeluarkan jurus-jurus andalannya. Mungkin karena itu, cie Hiong tidak mau mengeluarkan ilmu Kan Kun Taylo sin Kang."

"Bcnar" sahut Kim siauw suseng sambil terus memperhatikan. "sebab itu merupakan penentuan antara kalah dan menang. Rupanya Cie Hiong harus berhati-hati."

"Apakah Kakak Hiong akan menang?" tanya Lim Ceng Im.

"Dia kelihatan begitu tenang. Agaknya sudah punya suatu perhitungan untuk menundukkan Im sie Hong Mo," sahut sam Gan sin Kay. "Jadi engkau harus berusaha tenang, jangan menjerit karena bisa memecah perhatiannya"

Lim Ceng Im mengangguk, menuruti saran orang tua itu.

sementara pertarungan semakin seru. Tak henti-hentinya Im sie Hong Mo menyerang Tio Cie Hiong, yang masih tetap menggunakan Ilmu Giok siauw Bit Ciat Kang Hoat ciptaannya. "Hiaaa..."

Tiba-tiba Im sie Hong Mo memekik keras, kemudian mengeluarkan suara tawa menyeramkan sambil terus melakukan serangan gencar. Ternyata lelaki bengis ini mulai mengeluarkan jurus-jurus andalannya.

Pedangnya berkelebat ke sana ke mari secara kacau balau dan tidak karuan. Menyaksikan itu, wajah Lim Ceng Im mulai pucat, diliputi kecemasan yang hebat.

"Im sie Hong Mo mulai mengeluarkan jurus-jurus andalannya" ujar sam Gan sin Kay.

"Benar" Kim siauw suseng mengangguk.

Tiba-tiba Tio Cie Hiong bersiul panjang sambil menggerakkan suling kumalanya dengan pengerahan ilmu Kan Kun Taylo sin Kang. Tampak suling kumala itu berkelebatan cepat sekali. Dan benturan keras terjadi ketika suling kumala itu dapat menangkis pedang Im sie Hong Mo.

Ternyata Tio Cie Hiong mengeluarkan jurus Kan Kun Taylo Bu Pien (Alam semesta Tiada Batas)

.Jurus tersebut digunakan untuk bertahan dan memapak serangan lawan. Ilmu ini sungguh hebat luar biasa. sebab mampu menggempur balik serangan-serangan yang dilancarkan Im sie Hong Mo. Perlu diketahui, Tio Cie Hiong memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang, suatu Iweekang yang mampu melindungi dirinya. sementara Kan Kun Taylo sin Kang bersifat membendung dan menggempur balik Iweekang lawan.

Pengerahan Kan Kun Taylo Kiam Hoat, sebenarnya mengandung Kan Kun Taylo sin Kang. sehingga setiap kali ditangkiskan, Im sie Hong Mo tampak tergempur mundur oleh Iweekangnya sendiri

Ketika pertama kali Tio cie Hiong bentrok dengan tokoh gila ini, semakin bertarung Im sie Hong Mo semakin kuat, bertambah hebat dan dahsyat.

Akan tetapi, kali ini tidak terjadi. setiap kali Im sie Hong Mo menyerang, selalu terpental beberapa langkah, bahkan kekuatannya makin lemah.

"Bukan main" seru sam Gan sin Kay berdecak kagum. "sama sekali tidak menyangka Kan Kun Taylo sin Kang yang dimiliki Tio Cie Hiong begitu hebat Kali ini Im sie Hong Mo pasti tamat riwayatnya"

"Benar" Kim siauw suseng manggut-manggut.

Lim Ceng Im berlega hati. Begitu pula Lim Peng Hang, Tok Pie sin wan, dan para ketua tujuh partai.

" omitohud" ucap Hui Khong Taysu. "omi-tohud..."

sementara gerakan Im sie Hong Mo mulai lamban, namun wajahnya bertambah seram. Tiba-tiba ia memekik keras sekali, seraya mengerahkan Im sie Hong Kang sampai pada puncaknya. Lalu menyerang Tio Cie Hiong bertubi-tubi dengan Hong Loan Kiam Hoat. Dapat dibayangkan, betapa dahsyatnya serangan-serangan itu.

Tio Cie Hiong bersiul nyaring. Tampak suling kumala di tangannya berkelebatan cepat sekali. Dia terus menyambut serangan-serangan Im sie Hong Mo dengan jurus Kan Kun Taylo Hap It (segala-galanya Menyatu Di Alam semesta).

Trang Trang Trang... Terdengar suara benturan yang memekakkan telinga.

Tio cie Hiong berdiri tegak di tempat, sedangkan Im sie Hong Mo terpental sejauh dua depa. Ternyata ia telah tergempur oleh Iwee kangnya sendiri

Im sie Hong Mo menggeram, kemudian menyerang lagi dengan dahsyat. Dengan cepat badan Tio Cie Hiong berputar-putar. suling kumalanya pun berkelebatan ke sana ke mari menangkis pedang Im sie Hong Mo, dengan mengerahkan jurus Kan Kun Taylo Kwi Cong (segala-galanya Kembali Ke Alam semesta).

Trang Trang... Pedang Im sie Hong Mo termental entah ke mana. sementara tubuh lelaki itu terpental lima depa jauh sedangkan Tio Cie Hiong terdorong mundur beberapa langkah.

"Uakkkh..." Im sie Hong Mo memuntahkan darah segar, lalu terkulai. Kelihaiannya ia sudah tak bertenaga lagi.

Im sie Hong Mo tergempur oleh Iwee kangnya sendiri, sehingga membual peredaran darah kembali seperti biasa. Hal itu telah membuat kepandaian yang dimilikinya lenyap seketika. Tio cie Hiong mendekati selangkah demi selangkah sambil menatap penuh kewaspadaan.

"Ku Tek Cun" bentak Tio Cie Hiong. "Eng-kau benar-benar biadab Bibiku sudah hidup mengasingkan diri, engkau masih datang dan membunuhnya Aku... aku harus membunuhmu sa-yang, aku tetap tidak mau membunuh orang Nah, kau boleh pergi sekarang" Ku Tek Cun diam saja.

"Kakak Hiong..." seru Lim Ceng Im yang terkejut karena Tio Cie Hiong menyuruh Ku Tek Cun pergi.

"Adik Im" Tio Cie Hiong menghela nafas. "Janganlah engkau menyuruhku berbuat dosa"

"Tapi...."

"Kini kepandaiannya telah musnah lagi, sama sekali tidak bisa belajar ilmu silat. Dia telah tergempur oleh Iwee kangnya sendiri"

"Ceng Im" Lim Peng Hang menepuk bahunya. "Apa yang dikatakan cie Hiong memang benar, jangan suruh dia berbuat dosa"

Lim Ceng Im hanya mengangguk.

"Ku Tek Cun" Tio Cie Hiong menatapnya dingin. "Cepatlah engkau enyah dari sini"

Ku Tek Cun bangkit berdiri, ia memandang Tio Cie Hiong dengan penuh dendam, lalu melangkah pergi sempoyongan.

Tio Cie Hiong memandang punggungnya sambil menghela nafas. Bu Lim Ji Khie dan lainnya sama terdiam menatap kepergian Ku Tek Cun.

setelah Ku Tek Cun berjalan belasan langkah, mendadak terdengar suara tawa nyaring yang melengking-lengking.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar