"Betul" sam Gan sin
Kay manggut-manggut. "Mudah-mudahan dia akan berjaga di sini sampai Cie
Hiong pulang"
"Kasihan gadis itu kalau
terus begitu...." Kim siauw suseng menghela nafas panjang.
sementara Lim Ceng Im dan Pek
Ih Hong Li sudah sampai di depan kamar mandi. Lim Ceng Im menunjuk kamar mandi.
"In Nio, mandilah di dalam"
Pek Ih Hong Li masuk bahkan
juga menutup pintu kamar mandi. Tak lama terdengarlah siraman air, kemudian
diiringi pula bunyi senandung.
Lim Ceng im menggeleng-geleng
kepala. la semakin kasihanpada Yap In Nio. Berselang beberapa saat, pintu kamar
mandi terbuka sedikit, Pek Ih Hong Li menjulurkan kepalanya.
"Hei Ada pakaian
baru?" tanyanya.
"Ada" Lim Ceng Im
mengangguk dan bertanya. "Engkau mau pakaian warna apa?"
"Putih"
"Baiklah, akan
kuambilkan."
Lim Ceng Im melangkah pergi,
sedangkan Pek Ih Hong Li menutup kembali pintu kamar. Tak lama kemudian, Lim
Ceng im sudah datang lagi. "In Nio" panggilnya perlahan.
Pintu kamar mandi terbuka
sedikit, Pek Ih Hong Li menjulurkan kepalanya. "Mana pakaian baru?"
"Nih" Lim Ceng Im
memberikannya, sambil memandang ke dalam.
"Hi hi hi" Pek Ih
Hong Li tertawa geli. "Engkau lihat apa? sama-sama punya kok masih
melihat? Dasar gila"
Wajah Lim Ceng Im langsung
memerah. Pek Ih Hong Li tertawa lagi, lalu menutup pintu kamar mandi. Tak lama
pintu kamar mandi itu terbuka lagi, Pek Ih Hong Li keluar.
"Hei, orang gila Engkau
baik sekali terhadapku, mudah-mudahan kelak hidup bahagia bersama suamimu"
Pek Ih Hong Li berjalan ke
depan. Bu Lim Ji Khie, Tok Pie sin wan, Lim Peng Hang, danpara ketua tujuh
partai memandang padanya.
"Kenapa kalian terus
memandang aku?" Pek Ih Hong Li tertawa. "Aku cantik sekali,
kan?" "Omitohud" ucap Hui Khong Taysu.
"Mulut menyebut omitohud,
belum tentu hati bersih Huh Dasar kepala gundul" ujar Pek.iH Hong Li
sambil berjalan pergi, Lim Ceng Im terus mengikutinya.
"Huaha ha ha" sam
Gan sin Kay tertawa terbahak-bahak. "kepala gundul, engkau tidak
tersinggung, ya?"
omitohud" sahut Hui Khong
Taysu. "Apa yang dikatakan Pek Ih Hong Li memang benar. Banyak sekali
hwecshio menyebut " omitohud", tapi belum tentu hatinya bersih. Aku
mengakui itu."
sementara Pek Ih Hong Li sudah
duduk di bawah pohon, bersama Lim Ceng im yang duduk di sisinya.
"Hi h H i" Pek Ih
Hong Li tertawa cekikikan. " engkau memang sudah gila, kenapa terus
mengikuti aku?"
"Aku senang bergaul
denganmu," jawab Lim Ceng im sambil tersenyum.
"Tapi aku tidak mau
bergaul dengan orang gila" ujar Pek Ih Hong Li. "engkau gila tapi
baik, aku... aku senang sekali"
"Namaku Ceng im...."
"Hi hi hi" Pek Ih
Hong Li tertawa geli. "orang gila tahu namanya, aku yang waras saja tidak
tahu siapa diriku."
"Engkau adalah Yap In
Nio," ujar Lim Ceng Im.
"Aku bukan Yap In Nio,
aku Pek Ih Hong Li" sambarnya dan mendadak wajahnya berubah bengis.
"Aku harus membunuh Im sie Hong Mo, aku harus cincang Ku Tek Cun Harus
cincang Ku Tek Cun..."
Bab 45 Kepiluan yang memuncak
Beberapa bulan kemudian, Tio
Cie Hiong telah berhasil mempelajari Kan Kun Taylo sin Kang (Tenaga sakti Alam
semesta). Memang suatu kebetulan sekali, Tio Cie Hiong memiliki Pan Yok Hian
Thian sin Kang, dan pernah makan buah Kiu Yap Ling che. oleh karena itu, tidak
sulit baginya mempelajari ilmu tersebut.
"Kauw heng" Tio Cie
Hiong memberitahukan. "Aku telah berhasil mempelajari Kan Kun Taylo sin
Kan."
Monyet putih itu mencicit-
cicit, seakan mengucapkan selamat pada Tio Cie Hiong, lalu berjungkir balik dan
berloncat- loncat dengan gembira.
"Kauw heng Mulai hari ini
aku akan mempelajari Kan Kun Taylo ciang Hoat (Umu Pukulan Alam semesta) dan
Kan Kun Taylo Kiam Hoat (Ilmu Pedang Alam semesta)"
Monyet putih itu mencicit-
cicit sambil manggut-manggut. Tio Cie Hiong tersenyum, kemudian memperhatikan
gerakan-gerakan yang diukir pada dinding goa.
Hanya dua minggu Tio Cie Hiong
telah berhasil menguasai Tiga Jurus Ilmu Pukulan Kan Kun Taylo ciang Hoat dan
TigaJurus Ilmu Pedang Taylo Kan Kun Kiam Hoat.
Pagi ini Tio Cie Hiong tampak
melamun di dalam goa, sedangkan monyet bulu putih itu terus memandangnya,
kemudian bercuit-cuitan seakan bertanya pada Tio Cie Hiong kenapa melamun?
"Kauw heng" Tio Cie
Hiong menghela nafas panjang. "Wajahku telah rusak begini. Aku merasa malu
berhadapan dengan Adik Im, sebab dia sangat cantik."
Mendadak monyet putih itu
meloncat merangkul leher Tio Cie Hiong, lalu meraba-raba wajahnya yang rusak tidak
karuan.
setelah itu, monyet bulu putih
meloncat turun dan berjalan mondar-mandir, seperti sedang memikirkan sesuatu.
Tio Cie Hiong terheran-heran.
"Apa yang sedang engkau pikirkan?" tanyanya kemudian.
Monyet putih itu terus
berjalan mondar mandir. Tingkahnya seperti orang sedang menghadapi suatu
masalah yang tak terpecahkan. Mendadak monyet putih berloncat- loncat dan
bercuit-cuitan, memperlihatkan kegembiraan.
"Kauw heng..." Tio
Cie Hiong tercengang melihat monyet.
Tiba-tiba monyet bulu putih
itu melesat pergi. Gerakannya yang secepat kilat itu membuat Tio Cie Hiong
bertambah tercengang. "Kauw heng..."
Monyet putih itu sudah tidak
kelihatan. Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala, lalu duduk bersandar di
dinding goa sambil berpikir. la mengambil keputusan apabila monyet putih
kembali, segera akan meninggalkan goa itu. Biar bagaimanapun, ia harus berpamit
pada monyet putih .
Tio Cie Hiong terus menunggu,
walau sudah lewat beberapa jam. Namun monyet putih itu belum kembali. Karena
itu, ia bangkit berdiri saat yang bersamaan melesat ke dalam sosok bayangan
putih disertai suara cuit-cuitan.
Ternyata monyet putih telah
kembali. Tangannya menggenggam beberapa kuntum bunga yang berbentuk aneh.
Monyet itu bercuit-cuitan sambil memberikan bunga pada Tio Cie Hiong.
Tio Cie Hiong menerima
bunga-bunga itu dengan perasaan heran. "Untuk apa engkau memberikan aku
bunga-bunga ini? Apakah engkau tahu aku mau meninggalkan goa ini, hingga kau
memberikan aku bunga-bunga ini?" tanyanya, belum mengerti.
Monyet bulu putih
menggeleng-gelengkan kepala sambil bercuit-cuitan, kemudian menunjuk
bunga-bunga itu dan menunjuk wajah Tio Cie Hiong.
"Apa?" Tio Cie Hiong
tersentak. "Bunga-bunga ini dapat menyembuhkan wajahku?"
Monyet bulu putih
manggut-manggut dan bercuit-cuitan, bahkan juga bertepuk-tepuk tangan.
Tio Cie Hiong memperhatikan
bunga-bunga yang di tangannya, lalu diciumnya. Tidak berbau apapun, namun
bunga-bunga itu sangat dingin.
sementara monyet bulu putih
terus bercuit-cuitan, tangannya juga bergerak seakan menumbuk.
Menyaksikan tingkah monyet
itu, Tio Cie Hiong mengerti akan maksudnya.
"Ooooh" Tio Cie
Hiong manggut-manggut. " Engkau suruh aku menumbuk bunga-bunga ini, lalu
dipoleskan pada wajah dan sekujur badanku?"
Monyet bulu putih mengangguk
dan menunjuk sebuah batu yang mirip tumbukan di sudut kiri. Tio Cie Hiong
menoleh ke sana. Monyet bulu putih pun menariknya ke sana. Kemudian mendadak
menyambar bunga-bunga yang di tangan Tio Cie Hiong, dan langsung ditaruh ke
dalam batu itu.
Tio Cie Hiong tersenyum dan
mulai menumbuk. tak seberapa lama kemudian, bunga-bunga itu jadi halus dan
mengeluarkan cairan yang agak berlendir.
"Kauw heng Benarkah
bunga-bunga itu merupakan semacam obat yang dapat menyembuhkan wajahku?"
tanya Tio Cie Hiong ragu.
Monyet putih manggut-manggut,
karena itu Tio Cie Hiong pun membuka baju. la mulai memolesi mukanya dengan
cairan berlendir itu, kemudian dilanjutkan ke sekujur badan. setelah itu, ia
duduk bersila.
Tiga hari kemudian, Tio Cie
Hiong coba melihat bekas tusukan dan sabetan di badannya. Betapa kaget dan
herannya dia ternyata bekas luka-luka itu telah lenyap.
Perlahan-lahan ia menjulurkan
tangan ke wajahnya. Dengan agak bergemetar tangannya meraba wajahnya. Begitu
tangannya menyentuh kulit wajah, ia pun terkejut girang, sebab wajahnya sudah
berubah halus.
"Kauw heng" seru Tio
cie Hiong dengan hati berdebar-debar. "Apakah wajahku telah sembuh?"
Monyet bulu putih memandang
wajahnya. Kemudian bercuit-cuitan dan berloncat- loncatan dengan penuh
kegembiraan. setelah itu, monyet bulu putih melesat ke dalam. Dan sebentar
kemudian telah kembali. Ternyata monyet bulu putih itu membawa sebuah lempengan
tembaga yang mirip kaca, disodorkannya ke hadapan Tio Cie Hiong.
Tio Cie Hiong sebera memandang
lempengan tembaga itu. seketika ia berseru dengan girang sekali, karena
wajahnya telah pulih seperti sediakala. Bahkan karena saking girangnya dia
langsung merangkul monyet putih. "Kauw heng, terima kasih Terima
kasih..."
Monyet bulu putih terus
menerus mengelus wajah Tio Cie Hiong yang telah berubah halus sambil mulutnya
tak henti-henti mencicit- cicit. "Kauw heng, aku sungguh berhutang budi
padamu"
Monyet putih menyengir.
cengiran itu membuat Tio cie Hiong tertawa geli. Monyet bulu putih pun
bercuit-cuitan lagi.
Tio Cie Hiong memandangnya.
"Aku terpaksa berpamit, karena masih ada urusan yang harus
kuselesaikan."
Monyet bulu putih langsung
diam, sepertinya merasa sedih. Tio Cie Hiong membelainya.
"setelah urusanku
selesai, aku pasti datang lagi bersama Adik Im" Tio Cie Hiong
memberitahukan. "Aku akan tinggal di sini, tidak ingin pusing dengan
urusan rimba persilatan lagi"
Monyet bulu putih
bercuit-cuitan perlahan saat Tio Cie Hiong membelainya lagi.
"Kauw heng, selamat
tinggal" Tio Cie Hiong melepaskan monyet bulu putih ke bawah. "Kauw
heng, sampai jumpa"
Tio Cie Hiong melangkah.
Tampak monyet bulu putih mengikutinya dari belakang dengan wajah murung. Ketika
sampai di luar goa, Tio Cie Hiong memandang monyet bulu putih.
"Kauw heng, jangan
bersedih Kelak kita akan berjumpa lagi, selamat tinggal" Tio Cie Hiong
melesat pergi, sedangkan monyet bulu putih bercuit-cuitan sedih.
Tio Cie Hiong terus
mengerahkan ginkangnya. Kini kepandaiannya bertambah tinggi, begitu pula Iwee
kang dan ginkangnya. la harus memburu waktu agar cepat sampai di markas pusat
Kay Pang. sama sekali tak diketahui bagaimana situasi di markas pusat Kay Pang,
apakah Im sie Hong Mo masih muncul di sana atau tidak.
siang hari ini ketika memasuki
sebuah lembah, mendadak ia terbelalak memandang lembah itu.
la teringat kalau lembah itu
tempat tinggal seng Li Tong (Goa Wanita suci) berada.
segeralah ia melesat menuju
sebuah goa. la heran melihat pintu goa itu terbuka lebar.
Tio Cie Hiong mengerutkan
kening kemudian melesat ke dalam. la melihat formasi bunga bwee hancur
berantakan. Hal itu sungguh mengejutkannya. Dengan sebera ia mengerahkan
ginkang melewati kolam menuju ke tempat tinggal Pek sim seng Li, bibinya.
Begitu kakinya menginjak
tempat itu, wajahnya pun berubah pucat pias, karena melihat tiga sosok mayat
yang sudah mulai membusuk. "Bibi Bibi..." jeritnya dengan air mata
berderai-derai.
Ternyata salah satu sosok
mayat itu adalah Pek sim seng Li, bibinya. Tio Cie Hiong membungkukkan badan
memperhatikan mayat bibinya. Di sisi tangan bibinya terdapat sebaris tulisan.
Begitu membaca, darah Tio Cie Hiong mendidih. "Im sie Hong Mo" bunyi tulisan
itu, pertanda yang membunuh bibinya adalah Ku Tek Cun. Dua sosok mayat lain
adalah siauw Loan dan siauw Ing, pelayan setia bibinya.
"Bibi Bibi..." jerit
Tio Cie Hiong sambil menangis gerung-gerungan. Kini ia telah kehilangan bibi
satu satunya. "Im sie Hong Mo Kenapa engkau membunuh bibiku? Kenapa?"
Tio Cie Hiong terus menangis
sedih, dan tak henti-hentinya ia menggumam penuh kegeraman.
"Ku Tek Cun Kenapa engkau
membunuh bibiku? Kenapa engkau begitu tega? Kenapa engkau membunuh bibiku?
Kenapa...?"
Tio Cie Hiong masih terus
menangis dengan wajah pucat pias. Kemudian dirasakan matanya berkunang-kunang
dan gelap. hingga akhirnya jatuh pingsan di sisi mayat Pek sim seng Li bibinya.
sementara itu, di dalam sebuah
goa di laut Timur, terdengar suara tawa terbahak-bahak. suara tertawa milik Bu
Lim sam Mo.
"Ha ha ha Kini kita telah
berhasil mempelajari Ilmu Hian Bun Kui Goan Kang Khi, urat kita yang cutus
telah tersambung" ujar Tang Hai Lo Mo bergembira. "Sehingga lweekang
kita mengalami kemajuan pesat, begitu pula Pak Kek sin Kang kita Ha ha
ha..."
"Lo Mo" Thian Mo
memandangnya. "Ini memang di luar dugaan kita, jadi mulai hari ini kita
akan mempelajari Tiga jurus Hian Bun sin ciang."
"Ya" Tang Hai Lo Mo
manggut-manggut. "Setelah itu, kita akan kembali ke rimba persilatan,
menuntut balas pada Tio Cie Hiong."
"Dia memusnahkan
kepandaian kita," ujar Te Mo dengan mata berapi-api. "Maka kita harus
mencabut nyawanya"
"Benar" Tang Hai Lo
Mo mengangguk. "ohya, entah bagaimana Ku Tek Cun murid kita itu?"
"Akan kita cari dia
nanti," sahut Tang Hai Lo Mo. "setelah kita berhasil membunuh Tio Cie
Hiong, berarti sudah waktunya kita menguasai rimba persilatan Ha ha ha"
"Tio Cie Hiong pasti
tidak tahu kepandaian kita bertambah tinggi. Karena itu, lebih baik kita muncul
di rimba persilatan secara diam-diam saja," ujar Thian Mo. "Kita akan
membuat kejutan di rimba persilatan"
"Tidak salah" Te Mo
tertawa gelak. "ohya, nanti kalian berdua bersamaku tinggal di istanaku
saja"
Tang Hai Lo Mo
manggut-manggut. "Itu memang bagus, sebab istanamu berada di dalam sebuah
goa yang sangat rahasia. siapa pun tidak tahu tentang goa itu"
"Lo Mo" ujar Te Mo
seakan mengusulkan. "Begitu muncul di rimba persilatan, pertama-tama kita
harus berusaha mencari Lam Hai sin ceng. Kita harus membunuhnya"
"Benar Benar" Tang
Hai Lo Mo tertawa gelak. "setelah itu, kita tangkap para ketua tujuh
partai. Kita pasti menggemparkan rimba persilatan. Ha ha ha" "Lo Mo
Perlukah membangun kembali sam Mo Kauw?" tanya Thian Mo.
"Kita akan bergerak
secara gelap nanti. Kalau kita membangun kembali sam Mo Kauw, tentunya kaum
persilatan akan mengetahui tentang diri kita" jawab Tang Hai Lo Mo.
"Maka lebih baik kita mendirikan.... Bu Tek Pay (Partai Tanpa Tanding)
saja Bagaimana menurut kalian?"
"Setuju" sahut Thian
Mo dan Te Mo serentak sambil tertawa gembira. "Kaum rimba persilatan tidak
akan tahu, siapa sebenarnya ketua Bu Tek Pay Ha ha ha"
"Kemunculan kita kelak,
sudah pasti akan menguasai rimba persilatan." ujar Tang Hai Lo Mo sambil
tertawa-tawa. "Kita bertiga harus membuat sejarah baru di rimba
persilatan. Nanti dalam rimba persilatan tidak akan terdengar lagi Bu Lim It
Ceng dan Ji Khie, hanya ada Bu Tek Pay yang kita dirikan itu Aku ketua satu,
Thian Mo ketua dua dan Te Mo ketua tiga Kalian berdua setuju?"
"Tentu setuju" sahut
Thian Mo dan Te Mo serentak. "Pokoknya kita bertiga harus bersatu
selama-lamanya Ha ha ha..."
Di Tayli, Tui Hun Lojin, Gouw
Han Tiong, dan Lam Kiong Hujin sudah berkali-kali berpamit pada Toan Hong Ya,
namun Toan Hong Ya selalu menahan mereka.
"Tinggal di sini beberapa
bulan, barulah kalian kembali ke Tionggoan" ujar Toan Hong
"Tapi...," Tui Hun
Lojin menghela nafas panjang. "sudah sekian bulan kami tinggal di sini,
lagi pula Cie Hiong belum ke mari. Aku khawatir...."
"Justru karena itu aku
melarang kalian kembali ke Tiong goan, karena akan menambah beban cie
Hiong."
"Benar juga." Lam
Kiong Hujin manggut-manggut. "Daripada kita jadi bebannya, memang lebih
baik tinggal di sini dulu."
"Kalau begitu...,"
Gouw Han Tiong menggeleng-gelengkan kepala. "Bukankah diri kita akan dicap
sebagai orang yang tiada rasa setia kawan?"
"Tidak mungkin" sahu
Toan Hong Ya sung-guh-sungguh. "Begini saja, apabila dalam waktu dua tiga
bulan mereka belum datang, kalian boleh kembali ke Tiong goan."
"Baiklah, Hong Ya."
Tui Hun Lojin mengangguk.
Toan Hong Ya memandang ke arah
Lam Kiong Hujin. "Berhubung suasana di rimba persilatan Tiong goan masih
belum aman, maka nanti putramu dan pit Lian tidak boleh ikut ke
Tionggoan."
"Aku mengerti itu. Hong
ya." Lam Kiong Hujin manggut-manggut.
"Terima kasih," ucap
Toan Hong Ya.
"sama-sama" sahut
Lam Kiong Hujin sambil tersenyum. "Memang lebih aman putraku tinggal di
sini dulu. setelah keadaan di rimba persilatan Tionggoan aman, barulah mereka
ke Tionggoan."
"Benar" Toan Hong Ya
manggut-manggut. "sebetuinya aku ingin mohon bantuan pada seseorang,
tapi...."
"Maksud Hong Ya?"
tanya Tui Hun Lo^in.
"Di Tayli ini terdapat
seorang padri tua yang dipanggil Tayli Lo Ceng. Usia beliau sudah hampir
seratus tiga puluh. Namun, beliau hidup menyendiri, sama sekali tidak mau
mencampuri urusan apa pun. Karena itu, belum tentu aku bisa mengundangnya
keluar."
"Hmm...?" Tui Hun
Lojin menggumam. "Apakah padri tua itu berkepandaian tinggi?"
"Sulit diukur lagi
kepandaiannya, mungkin sudah mencapai kesempurnaan," jawab Toan Hong Ya
memberitahukan. "Tapi padri tua itu tidak pernah mempertunjukkan
kepandaiannya. Aku yakin beliau mampu mengatasi Im sie Hong Mo"
"Tayli Lo Ceng (Padri Tua
Tayli)...?" gumam Gouw Han Tiong. Kemudian dia bertanya, "pernahkah
padri tua itu mengunjungi Tionggoan?"
"Pernah" Toan Hong
Ya mengangguk. "Bah-kan juga pernah ke Thian Tok (India), Persia, Nepal,
dan Tibet"
" Heran" Tui Hun
Lojin mengerutkan kening.
"Aku tidak pernah
mendengar nama Tayli Lo Ceng."
"Itu karena padri tua
tidak pernah mempertunjukkan kepandaiannya, maka kaum rimba persilatan Tiong
goan tidak mengetahuinya," ujar Toan Hong Ya menjelaskan. " Yang
jelas kepandaiannya sudah tidak bisa diukur."
"Padri tua itu tidak
punya murid?" tanya Lam Kiong Hujin.
"Aku kurang jelas tentang
itu." Toan Hong Ya menggeleng kepala, kemudian memberitahukan.
"Beliau sangat dihormati dan diagungkan di sini, aku pun masih harus
bersujud di hadapannya."
"Sayang sekali kami tidak
bisa bertemu padri tua itu..." gumam Tui Hun Lojin.
Sementara itu, tampak dua
pasang suami isteri sedang bercakap-cakap di halaman, mereka adalah Lam Kiong
Bie Liong, Toan Pit Lian, Toan Wie Kie, dan Gouw sian Eng.
"Heran" Lam Kiong
Bie Liong menggeleng-gelengkan kepala. "Sudah sekian bulan, Adik Hiong dan
ceng Im belum ke mari. Mungkinkah...."
"Maksudmu telah terjadi
sesuatu atas diri cie Hiong?" tanya Toan Wie Kie.
"Ya." Lam Kiong Bie
Liong mengangguk. "Itu membuatku cemas sekali"
"Belum tentu" ujar
Toan Pit Lian. "Kalau terjadi sesuatu atas dirinya, sudah pasti ada orang
ke mari mengabarkan. Ya, kan?"
"Ng" Lam Kiong Bie
Liong manggut-manggut.
"Kakak Kie" Gouw
sian Eng menatapnya. "Kenapa Hong Ya terus menahan kakek, ayah, dan Lam
Kiong Hujin?"
"Adik sian Eng" Toan
Wie Kie tersenyum. "Terus terang, ayahku bermaksud baik"
"Bermaksud baik?"
gumam Gouw Sian Eng.
"Tentunya engkau tahu,
betapa tingginya kepandaian Im Sie Hong Mo.Jadi kalau mereka kembali ke
Tionggoan, tentu akan membahayakan bagi keselamatan. oleh karena itu, ayahku
terus menahan mereka."
"OOOh"
"Apa jadinya kalau Adik
Hiong tidak dapat mengalahkan Im sie Hong Mo?" Lam Kiong Bie Liong
mengerutkan kening.
"Percayalah" ujar
Toan Pit Lian. "cie Hiong berhati bajik, jadi dia pasti selamat."
Mendadak Lam Kiong Bie Liong
tampak serius. "Hian Teng Taysu, Sin san Lojin, Ang Kin sian Li, dan kita
semua bukan lawan Im sie Hong Mo. Bagaimana seandainya dia ke mari?"
"Maksudmu Im sie Hong Mo
datang ke Tayli ini?" Toan Wie Kie menatapnya.
"Ya" Lam Kiong Bie
Liong mengangguk.
"seandainya dia ke mari,
kita tidak perlu takut" Toan Wie Kie tersenyum-senyum.
" Kakak Kie, kenapa
engkau bilang begitu?" tanya Gouw sian Eng.
"sebab...," Toan Wie
Kie memberitahukan. "Di Tayli ini ada seorang padri tua yang berusia
hampir seratus tiga puluh."
"Haaah...?" Mulut
Gouw sian Eng ternganga lebar. "Be... begitu tua?"
Walau sudah sangat tua, tapi
padri itu masih tampak sehat," ujar Toan Wie Kie.
Karena padri tua itu memiliki
kepandaian yang sangat tinggi sekali, sulit diukur berapa tinggi
kepandaiannya."
"oh?" Lam Kiong Bie
Liong tertarik. "Apabila padri tua itu bersedia membantu Adik
Hiong...."
"Itu tidak mungkin."
Toan Wie Kie menggeleng kepala. "Ayah pernah bermohon padanya, agar
menerima aku dan Pit Lian sebagai murid, namun padri tua itu menolak."
" Kenapa?" tanya
Gouw sian Eng heran.
"Beliau itu memang tidak
mau menerima murid," jawab Toan Wie Kie, memberitahukan sambil menghela
nafas. "Mungkin aku dan Pit Lian tidak berjodoh dengan padri tua
itu."
"Kakak Kie, ayahmu adalah
raja Tayli, kenapa padri tua itu berani menolak?" tanya Gouw sian Eng
heran.
"Adik sian Eng" Toan
Wie Kie tersenyum.
"Engkau harus tahu,
kedudukan Tayli Lo Ceng itu sangat tinggi, ayahku saja harus bersujud di
hadapannya."
"oooh" Gouw sian Eng
manggut-manggut.
"Kalau begitu..."
ujar Lam Kiong Bie Liong. "Kepandaian padri tua itu pasti di atas Im sie
Hong Mo."
"Aku yakin itu,"
sahut Toan Wie Kie.
"Hm... pernahkah padri
tua itu melancong ke Tionggoan?" tanya Gouw sian Eng.
"Pernah." Toan Wie
Kie mengangguk. "Bahkan juga pernah ke India, Pers ia, Tibet, dan
Nepal."
"Beliau berasal dari
Tayli ini?" tanya Lam Kiong Bie Liong.
"Ya" Toan Wie Kie
mengangguk.
"Di mana tempat tinggal
padri tua itu?"
"Tidak menentu."
Toan Wie Kie memberitahukan. "Padri tua itu pun mahir meramal."
"oh?" Lam Kiong Bie
Liong tertarik. " Kalian pernah diramalnya?"
"Tidak pernah" Toan
Wie Kie menggeleng kepala. "Namun kalau ada apa-apa biasanya beliau akan
muncul sendiri."
Hebat sekali padri tua
itu" ujar Gouw sian Eng kagum. "Alangkah baiknya jika Kakak Hiong
bisa bertemu padri tua itu"
Kalau Cie Hiong berjodoh
dengan padri tua itu, tentunya akan bertemu." Toan Wie Kie tersenyum dan
menambahkan. "siapa tahu padri tua itu sudah berangkat keTionggoan
membantu Cie Hiong"
"Mudah-mudahan
begitu" ucap Lam Kiong Bie Liong.
Bab 46 Dicincang-cincang
Di halaman markas pusat Kay
Pang, masih tampak Pek Ih Hong Li duduk di bawah pohon. Walau Lim Ceng Im terus
menerus berupaya menyadarkan Pek Ih Hong Li dengan cara menggali ingatannya,
tapi tidak berhasil sama sekali.
"In Nio, engkau sudah
ingat siapa aku?" tanya Lim Ceng Im lembut.
Engkau memang orang gila"
sahut Pek Ih Hong Li sambil tertawa cekikikan. " Kenapa aku harus ingat
siapa engkau?"
"Engkau adalah Yap In
Nio"
"Aku tidak kenal Yap In
Nio, jadi aku bukan Yap In Nio, Jangan-jangan engkaulah yang Yap In Nio, karena
sudah gila, maka engkau lupa siapa dirimu"
"In Nio...," Lim
Ceng Im menggeleng-geleng kepala.
"TUh" Pek Ih Hong Li
tertawa nyaring. "Penyakit gilamu kumat lagi. sungguh lucu sekali"
Lim Ceng Im menghela nafas panjang.
"Ei Gadis gila"
bentak Pek Ih Hong Li. "Tidak baik menghela nafas panjang, akan cepat tua
lho." Lim Ceng Im menggeleng-geleng kepala.
Mendadak mulut Pek Ih Hong Li
berhembus-hembus seakan kegerahan, kemudian berkata. "Aku mau mandi Aku
mau mandi"
"Mari ikut aku ke
dalam" Lim Ceng Im menggandengnya, membuat Pek Ih Hong Li tertawa geli.
"Hi hi hi Aku bukan anak kecil, tidak perlu digandeng."
"Anggaplah engkau masih
kecil" sahut Lim Ceng Im sambil tersenyum.
"Dasar gadis gila"
Pek Ih Hong Li menggeleng-geleng kepala sambil mengikuti Lim Ceng Im ke dalam.
Di saat Pek Ih Hong Li sedang
mandi, mendadak Lim Ceng Im mendengar suara tawa seram di luar. seketika
wajahnya berubah pucat.
"Im sie Hong Mo...?"
Braaak Pintu kamar mandi terbuka, Pek Ih Hong Li melesat keluar, ia sudah
berpakaian.
Itu memang suara tawa Im sie
Hong Mo. Bu Lim Ji Khie, TOk Pie Sin Wan, Lim Peng Hang, dan para ketua tujuh
partai langsung berhambur keluar.
"He he he He he he"
Im sie Hong Mo berdiri di halaman. "Hari ini kalian semua harus
mampus"
"Aku harus mencincang
tubuhmu Aku harus cincang engkau" Berkelebat sosok bayangan putih ke
hadapan Im sie Hong Mo. "Jangan kabur Aku akan mencincang tubuhmu..."
"Haah?" Im sie Hong
Mo tampak terkejut. Dia langsung melesat pergi sambil tertawa seram.
"Mau kabur ke mana? Akan
kucincang tubuhmu Aku cincang engkau..." Pek Ih Hong Li mengejarnya.
Bu Lim Ji Khie dan lainnya
saling memandang, Lim Ceng Im pun berhambur keluar.
"Ayah, di mana Yap In
Nio?" tanyanya.
"Dia pergi mengejar Im
sie Hong Mo"
"Mudah-mudahan Pek Ih
Hong Li berhasil membunuh Im sie Hong Mo itu" ucap Tok Pie Sin Wan.
"Itu tidak mungkin"
Kim siauw suseng menghela nafas. "Kepandaian mereka seimbang."
Ucapan Kim siauw suseng
terhenti mendadak, ternyata ia melihat sosok bayangan putih berkelebat- kelebat
laksana kilat.
"Pek Ih Hong Li
kembali" serunya.
"Tidak disangka dia
begitu cepat kembali" sahut sam Gan sin Kay. "Itu berarti dia tidak
berhasil mengejar Im Sie Hong Mo"
sosok bayangan putih itu
melayang turun. Terbrlalaklah mereka semua ketika melihat jelas sosok bayangan
putih itu, terutama Lim Ceng Im. sebab, sosok bayangan putih itu bukan Pek Ih
Hong Li, melainkan Pek Ih Sin Hiap Tio Cie Hiong Mereka terbelalak menyaksikan
wajah Tio Cie Hiong telah berubah mulus seperti dulu, tampan dan mempesonakan.
Kakak Hiong Kakak Hiong..."
Lim Ceng Im berlari-lari mendekatinya. "Adik Im" sahut Tio Cie Hiong
girang.
"Kakak Hiong" Lim
Ceng Im langsung mendekap di dadanya. "Kakak Hiong...." "Adik
Im" Tio Cie Hiong membelainya sambil tersenyum lembut.
"Hua ha ha" sam Gan
sin Kay tertawa gelak. "Asyiiik saling peluk memeluk sehingga melupakan
kami"
Lim Ceng Im segera melepaskan
dekapannya, lalu memandang sam Gan sin Kay dengan mata melotot.
"Kakek usil ah"
Gadis itu cemberut.
"Aku usil atau engkau
lupa akan keberadaan kami di sini?" sahut sam Gan sin Kay dan tertawa
gelak lagi.
"Eeeh?" Tio cie
Hiong menengok ke sana ke mari. "semua berkumpul di sini? Tahu aku akan
pulang hari ini?"
"Tadi Im sie Hong Mo
datang...."
"Ceng Im Mari bicara di
dalam saja" seru Lim Peng Hang. "Jangan menceritakan
sepotong-sepotong "
" Kakak Hiong Mari kita
ke dalam" Lim Ceng Im menggandengnya masuk.
sam Gan sin Kay yang usil itu
terus menggoda Lim Ceng Im lagi sambil berjalan ke dalam. "Bergandengan
tangan, persis seperti sepasang pengantin hendak masuk ke kamar"
"Kakek...." Wajah Lim Ceng Im memerah, lalu membanting-banting kaki.
"Ayah, kakek tuh" "Iho?" Lim Peng Hang tersenyum. "
Kakekmu kenapa?"
" Kakek terus menerus
menggoda aku, sebal deh" gerutu Lim Ceng Im, cemberut.
"Memang persis seperti
sepasang pengantin," ujar Kim siauw suseng sambil tertawa terkekeh-kekeh.
"Menuju ke kamar, hendak tidur"
"Kakek sastrawan"
Lim Ceng Im melotot.
"omitohud Ini merupakan
berkah" ucap Hui Khong Taysu. "Harus disambut dengan rasa
syukur"
"Taysu?" Lim Ceng Im
menoleh. "Hweeshio boleh menggoda orang, ya?"
"Bukan menggoda, memang
merupakan suatu berkah," sahut Hui Khong Taysu sambil tersenyum lembut.
"Wajah cie Hiong telah pulih seperti sedia kala. omitohud..."
Mereka semua duduk di ruang
depan. setelah duduk Tio cie Hiong menghela nafas panjang.
Wajahnya tampak murung sekali.
"Pek sim seng Li, bibiku
itu telah mati," ujar Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Apa?" sam Gan sin
Kay terkejut. "Bibimu itu telah mati?"
"omitohud" ucap Hui
Khong Taysu. "Pek sim seng Li telah terlepas dari segala
penderitaan."
"Dasar kepala
gundul" tukas sam Gan sin Kay. "Kalau begitu, kenapa engkau tidak
mati saja agar terlepas dari segala penderitaan?"
"Apabila ajalku telah
tiba, pasti kusambut dengan tersenyum," sahut Hui Khong Taysu.
Kalau begitu, kenapa engkau
mengucurkan air mata ketika siauw Lim sam Tiang li mati?" tanya Kim siauw
suseng.
Ketiga pamanku dibunuh secara
mengenaskan, aku mengucurkan air mata karena kematian yang menyedihkan..."
jawab Hui Khong Taysu. "omitohud"
"Cie Hiong Dari mana kau
tahu bibimu telah mati?" tanya Lim Peng Hang heran.
"Kebetulan aku melewati
lembah itu...," ujar Tio Cie Hiong menuturkan. "Bibiku, siauw Loan
dan siauw Ing mati dibunuh Im sie Hong Mo."
"Ha h?" Terkejut
semua orang mendengarnya. " omitohud..."
"Kepala gundul Kini
engkau harus bilang apa?" tanya Sam Gan sin Kay mendadak.
"semoga Pek sim seng Li
masuk ke sorga" jawab Hui Khong Taysu.
"Dasar kepala
gundul" dengus sam Gan sin Kay. "Tadi bilang Pek sim seng Li telah
terlepas dari segala penderitaan, sekarang bilang semoga dia masuk ke sorga
Kalau engkau mati, harus bilang apa?"
"semoga aku masuk neraka,
agar bisa menolong arwah-arwah yang tersiksa di sana," jawab Hui Khong
Taysu.
"Kalau begitu, engkau
harus menghadapi Im sie Hong Mo" sambar Kim siauw suseng.
"omitohud Kalau itu
merupakan takdirku," ujar Hui Khong Taysu sambil tersenyum.
"Putar sana putar sini,
alasanmu" tukas Kim siauw suseng tampak kesal.
"Cie Hiong," Lim
Peng Hang menatapnya. "Engkau telah berhasil mempelajari apa yang diukir
di dinding goa itu?"
"Telah berhasil."
Tio cie Hiong mengangguk.
"syukurlah" ucap Lim
Peng Hang.
omitohud" ucap sam Gan
sin Kay mendahului Hui Khong Taysu, membuat semua orang tertawa.
"Bagus Bagus" Hui
Khong Taysu tersenyum. "siapa yang menyebut " omitohud" berarti
berjodoh dengan sang Budha"
"oh, ya?" sam Gan
sin Kay tertawa.
" Kakak Hiong, ilmu apa
yang engkau pelajari di dalam goa itu?" tanya Lim Ceng Im.
"Kan Kun Taylo sin
Kang," jawab Tio Cie Hiong memberitahukan. "Kan Kun Taylo ciang Hoat
dan Kan Kun Taylo Kiam Hoat."
"Ilmu itu dapat
mengalahkan Im sie Hong Mo?"
"Mudah-mudahan" ucap
Tio Cie Hiong dan bertanya. "ohya, tadi engkau bilang Im sie Hong Mo ke
mari, lalu bagaimana?"
"Pek Ih Hong Li
mengejarnya," jawab Lim Ceng Im.
"cie Hiong" Lim Peng
Hang memberitahukan. "setelah engkau berangkat ke Thian san, mendadak
muncul Im sie Hong Mo. Untung muncul juga Pek Ih Hong Li yang membuat Im sie
Hong Mo langsung kabur"
"oooh" Tio Cie Hiong
tampak le^a. "Setelah itu bagaimana?"
"Justru sungguh
mengherankan," sahut Lim Peng Hang sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Tak lama kemudian, Pek Ih Hong Li muncul lagi lalu duduk di bawah
pohon."
"Mau apa dia duduk di
bawah pohon?"
Kakak Hiong" Lim Ceng Im
tersenyum. "Dia berjaga di situ. Aku berupaya menyadarkannya dengan cara
menggali ingatannya."
"Dia berjaga di
situ?" gumam Tio Cie Hiong. " Kalau begitu, dia masih memiliki rasa
setia kawan."
"Benar, Kakak Hiong"
"Adik Im, bagaimana
hasilnya engkau berupaya menyadarkannya?"
"Sia-sia," sahut Lim
Ceng Im sambil menghela nafas. "Dia sama sekali tidak ingat siapa dirinya,
tapi masih ingat telah menusuk engkau dengan belati, bahkan mengira engkau
telah mati."
"Kasihan dia" Tio
cie Hiong menggeleng-geleng kepala.
"Dia tahu siapa yang
menodai dirinya, itulah sebabnya terus menerus mengejar Im sie Hong Mo"
"ohya Engkau bertanya
padanya dari mana dia memperoleh kepandaian itu?"
"Dia memberitahukan
padaku...." Tutur Lim Ceng Im.
"Kalau begitu, yang
dipanggilnya bibi itu pasti adik seperguruan Im sie Hong Jin," ujar Tio
Cie Hiong.
"Kami pun menduga
begitu," timpal Lim Peng Hang.
"ohya" Tio Cie Hiong
tampak sungguh-sung-guh. "Aku akan coba mengobati Yap In Nio"
Lim Ceng Im tersenyum.
"Aku pun berpikir begitu, sebetulnya dia gadis yang baik, Tapi...."
"Cie Hiong, biar
bagaimanapun engkau harus hati-hati mendekatinya," pesan Lim Peng Hang.
Tio cie Hiong mengangguk.
"Memang lucu
sekali." Mendadak Lim Ceng Im tertawa geli. "Dia malah bilang aku
gila."
"oh?" Tio cie Hiong
menghela nafas dan bertanya. "Dia terus berjaga di bawah pohon selama aku
berada di Thian san?"
"Ya" Lim Ceng Im
memberitahukan. "Aku yang mengantarkan makanan dan minuman padanya, juga
mengantarnya ke kamar mandi. Walau dia telah gila, namun masih ingat akan
kesopanan dan rasa malu. Ketika mandi, dia menutup pintu kamar mandi, aku melongok
ke dalam, dia langsung menegurnya."
"Ha ha ha" Mendadak
sam Gan sin Kay tertawa. "Kenapa engkau melongok ke dalam? Mau lihat apa?
sama-sama punya kok."
"Kakek...." Wajah
Lim Ceng Im langsung kemerah-merahan, tapi kemudian malah tertawa geli.
"Eh?" Tercengang sam
Gan sin Kay. "Kenapa engkau tertawa geli?"
"Jangan-jangan Kakek pun
sudah mulai gila sebab apa yang Kakek katakan barusan, juga merupakan kata
katanya padaku."
"oh?" sam Gan sin
Kay dan tertawa. "Tidak salah Jangan-jangan aku juga sudah mulai gila"
"Pengemis bau" ujar Kim siauw suseng sambil tertawa. "Dari dulu
dirimu memang sudah gila." " Kalau begitu, engkau pun pasti sudah
sinting dari dulu. Ya, kan?" sahut Sam Gan Sin Kay.
"Kira-kira
begitulah" Kim siauw suseng tertawa lagi. "Kalau tidak, bagaimana
mungkin kita berdua disebut Bu Lim Ji Khie?"
"Betul Betul" sam
Gan sin Kay tertawa gelak.
" Kakak Hiong,"
bisik Lim Ceng Im. "Bagai-mana wajahmu bisa pulih seperti ini?"
"semua ini karena jasa
monyet putih yang di Gunung Thian san." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Entah dari mana dia mengambil bunga-bunga aneh itu, kemudian dia
menyuruhku menumbuknya untuk dipoleskan pada wajahku. Aku menurut dan inilah
hasilnya."
Lim Ceng Im tertawa geli.
"Monyet itu mengerti bahasa orang ya?"
Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"Cucuku" sam Gan sin
Kay memberitahukan. "Di sini pun ada lutung yang bisa mengerti bahasa
orang."
Mendengar itu, Lim Ceng Im
tertawa geli, ia tahu kakeknya menggoda Tok Pie sin wan.
"Pengemis bau" ujar
Tok Pie sin wan melotot. "Kalau kepandaianku tidak di bawah kepandaianmu,
sudah aku gantung dirimu di pohon"
"Ha ha ha" sam Gan
sin Kay tertawa terbahak-bahak. "Yang bergantung dipohon adalah lutung,
monyet dan sejenisnya."
"Kakek pengemis" Tio
cie Hiong menyela kedua orang tua itu. "Monyet bulu putih yang di Thian
san tidak pernah bergantung dipohon."
"Ya... itu kan monyet
putih" sahut sam Gan sin Kay. "Yang kumaksudkan adalah monyet bulu
hitam yang mirip...."
"Pengemis bau"
bentak Tok Pie sin wan.
omitohud" ucap Hui Khong
Taysu. "Tidak baik bergurau dengan memperolok-olok. itu akan merusak
suasana dan persahabatan. omitohud..."
"Eh?" sam Gan sin
Kay mendelik, "Kepala gundul, ini kan urusan dunia, kenapa engkau turut
campur?"
"omitohud" sahut Hui
Khong Taysu. "omitohud..."
setelah Tio Cie Hiong kembali,
suasana di markas pusat Kay Pang berubah jadi tenang. Yang paling gembira
adalah Lim Ceng Im. Di mana pun Tio Cie Hiong berada, gadis itu pasti berada di
situ. Pendek kata, Lim Ceng Im mendampinginya setiap saat.
"Ha ha ha" sam Gan
sin Kay tertawa gelak, ternyata ia memergoki Lim Ceng Im berada dalam pelukan
Tio Cie Hiong. "Wah Bukan main mesranya..."
"Kakek" Wajah Lim
Ceng Im memerah. "Kenapa Kakek begitu usil sih? Tidak boleh orang
senang"
"Kakek justru ikut senang
Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gembira. "ohya. Kalau Im sie Hong
Mo sudah dibasmi, kalian berdua lebih baik segera melangsungkan...."
Ucapan sam Gan sin Ka terhenti
karena mendadak saja terdengar suara tawa bergema dari luar. "Im sie Hong
Mo..." seru Lim Ceng Im tak tertahan. "Im sie Hong Mo sudah
datang" "Adik Im, jangan panik, tenanglah..." ujar Tio Cie Hiong
seraya memegang bahu gadis itu.
"Cie Hiong, mari kita
keluar" ajak sam Gan sin Kay.
"Ya" Tio Cie Hiong
mengangguk.
Mereka berdua melangkah
keluar. Lim Ceng Im mengikuti mereka dari belakang dengan hati kebat-kebit,
karena khawatir Tio Cie Hiong tidak dapat mengalahkan Im sie Hong Mo. sementara
itu di luar masih terdengar suara tawa menyeramkan yang terus bergema.
Kim siauw suseng, Tok Pie sin
wan, Lim Peng Hang, dan para ketua tujuh partai sudah berdiri di halaman.
Di saat sam Gan sin Kay, Tio
Cie Hiong, dan Lim Ceng Im sampai di luar, tampak berkelebat sesosok bayangan,
turun ke halaman. so-sok bayangan itu tak lain Im sie Hong Mo.
"He he he" Im sie
Hong Mo terus tertawa menyeramkan
"Hari ini kalian semua harus mati"
"Belum tentu" sahut
Tio Cie Hiong. Dia melangkah mendekatinya, sambil memberi isyarat pada yang
lain agar mundur.
Bu Lim Ji Khie dan lainnya
segera mundur. Meskipun mereka tahu Tio Cie Hiong telah mempelajari Kan Kun
Taylo sin Kang, namun tetap mengkhawatirkan.
"Hai... Kau Tio Cie
Hiong" Im sie Hong Mo menudingnya dengan mata memancarkan cahaya yang
kehijau-hijauan. "Hari ini engkau harus mati"
"Ku Tek Cun" Tio Cie
Hiong menatapnya dingin. " Kenapa engkau membunuh Pek sim seng Li dan
kedua pelayannya?"
"He he he Aku senang.
Kalian juga semua harus mati hari ini"
"Ku Tek Cun...."
"Diam" bentak Im sie
Hong Mo lalu melesat melakukan serangan cepat dengan pedang.
Tio Cie Hiong berkelit dengan
melompat sambil mengeluarkan suling kumalanya, bahkan juga mengerahkan Pan Yok
Hian Thian sin Kang.
Im sie Hong Mo terus menyerang
Tio Cie Hiong dengan "Ilmu Pedang Kacau Balau". sementara pemuda itu
terus melayaninya dengan "Ilmu suling Kumala Pemusnah Kepandaian"
Pertarungan sengit antara
kedua tokoh berilmu tinggi ini berjalan seru. Lim Ceng Im menyaksikannya dengan
hati berdebar-debar tegang. Tak berkedip matanya menyaksikan pertarungan itu.
"Pengemis bau,"
bisik Kim siauw suseng. "Apa-kah Tio Cie Hiong akan mampu mengatasinya?
"
"Mudah-mudahan"
sahut sam Gan sin Kay yang juga merasa tegang. "Kalau Tio Cie Hiong tidak
dapat mengatasinya, kita semua akan mati."
omitohud segala itu tergantung
pada takdir," ujar Hui Khong Taysu. "Jadi kita harus tenang."
Kelihatannya Cie Hiong belum
mengeluarkan Kan Kun Taylo Kiam Hoat," sela It Hian Tejin ketua partai
Butong.
"Ng" sam Gan sin Kay
manggut-manggut.
"Tapi..., Im sie Hong Mo
juga belum mengeluarkan jurus-jurus andalannya. Mungkin karena itu, cie Hiong
tidak mau mengeluarkan ilmu Kan Kun Taylo sin Kang."
"Bcnar" sahut Kim
siauw suseng sambil terus memperhatikan. "sebab itu merupakan penentuan
antara kalah dan menang. Rupanya Cie Hiong harus berhati-hati."
"Apakah Kakak Hiong akan
menang?" tanya Lim Ceng Im.
"Dia kelihatan begitu
tenang. Agaknya sudah punya suatu perhitungan untuk menundukkan Im sie Hong
Mo," sahut sam Gan sin Kay. "Jadi engkau harus berusaha tenang,
jangan menjerit karena bisa memecah perhatiannya"
Lim Ceng Im mengangguk,
menuruti saran orang tua itu.
sementara pertarungan semakin
seru. Tak henti-hentinya Im sie Hong Mo menyerang Tio Cie Hiong, yang masih
tetap menggunakan Ilmu Giok siauw Bit Ciat Kang Hoat ciptaannya.
"Hiaaa..."
Tiba-tiba Im sie Hong Mo
memekik keras, kemudian mengeluarkan suara tawa menyeramkan sambil terus
melakukan serangan gencar. Ternyata lelaki bengis ini mulai mengeluarkan
jurus-jurus andalannya.
Pedangnya berkelebat ke sana
ke mari secara kacau balau dan tidak karuan. Menyaksikan itu, wajah Lim Ceng Im
mulai pucat, diliputi kecemasan yang hebat.
"Im sie Hong Mo mulai
mengeluarkan jurus-jurus andalannya" ujar sam Gan sin Kay.
"Benar" Kim siauw
suseng mengangguk.
Tiba-tiba Tio Cie Hiong
bersiul panjang sambil menggerakkan suling kumalanya dengan pengerahan ilmu Kan
Kun Taylo sin Kang. Tampak suling kumala itu berkelebatan cepat sekali. Dan
benturan keras terjadi ketika suling kumala itu dapat menangkis pedang Im sie
Hong Mo.
Ternyata Tio Cie Hiong
mengeluarkan jurus Kan Kun Taylo Bu Pien (Alam semesta Tiada Batas)
.Jurus tersebut digunakan
untuk bertahan dan memapak serangan lawan. Ilmu ini sungguh hebat luar biasa.
sebab mampu menggempur balik serangan-serangan yang dilancarkan Im sie Hong Mo.
Perlu diketahui, Tio Cie Hiong memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang, suatu
Iweekang yang mampu melindungi dirinya. sementara Kan Kun Taylo sin Kang
bersifat membendung dan menggempur balik Iweekang lawan.
Pengerahan Kan Kun Taylo Kiam
Hoat, sebenarnya mengandung Kan Kun Taylo sin Kang. sehingga setiap kali
ditangkiskan, Im sie Hong Mo tampak tergempur mundur oleh Iweekangnya sendiri
Ketika pertama kali Tio cie
Hiong bentrok dengan tokoh gila ini, semakin bertarung Im sie Hong Mo semakin
kuat, bertambah hebat dan dahsyat.
Akan tetapi, kali ini tidak
terjadi. setiap kali Im sie Hong Mo menyerang, selalu terpental beberapa
langkah, bahkan kekuatannya makin lemah.
"Bukan main" seru
sam Gan sin Kay berdecak kagum. "sama sekali tidak menyangka Kan Kun Taylo
sin Kang yang dimiliki Tio Cie Hiong begitu hebat Kali ini Im sie Hong Mo pasti
tamat riwayatnya"
"Benar" Kim siauw
suseng manggut-manggut.
Lim Ceng Im berlega hati.
Begitu pula Lim Peng Hang, Tok Pie sin wan, dan para ketua tujuh partai.
" omitohud" ucap Hui
Khong Taysu. "omi-tohud..."
sementara gerakan Im sie Hong
Mo mulai lamban, namun wajahnya bertambah seram. Tiba-tiba ia memekik keras
sekali, seraya mengerahkan Im sie Hong Kang sampai pada puncaknya. Lalu
menyerang Tio Cie Hiong bertubi-tubi dengan Hong Loan Kiam Hoat. Dapat
dibayangkan, betapa dahsyatnya serangan-serangan itu.
Tio Cie Hiong bersiul nyaring.
Tampak suling kumala di tangannya berkelebatan cepat sekali. Dia terus
menyambut serangan-serangan Im sie Hong Mo dengan jurus Kan Kun Taylo Hap It
(segala-galanya Menyatu Di Alam semesta).
Trang Trang Trang... Terdengar
suara benturan yang memekakkan telinga.
Tio cie Hiong berdiri tegak di
tempat, sedangkan Im sie Hong Mo terpental sejauh dua depa. Ternyata ia telah
tergempur oleh Iwee kangnya sendiri
Im sie Hong Mo menggeram,
kemudian menyerang lagi dengan dahsyat. Dengan cepat badan Tio Cie Hiong
berputar-putar. suling kumalanya pun berkelebatan ke sana ke mari menangkis
pedang Im sie Hong Mo, dengan mengerahkan jurus Kan Kun Taylo Kwi Cong
(segala-galanya Kembali Ke Alam semesta).
Trang Trang... Pedang Im sie
Hong Mo termental entah ke mana. sementara tubuh lelaki itu terpental lima depa
jauh sedangkan Tio Cie Hiong terdorong mundur beberapa langkah.
"Uakkkh..." Im sie
Hong Mo memuntahkan darah segar, lalu terkulai. Kelihaiannya ia sudah tak
bertenaga lagi.
Im sie Hong Mo tergempur oleh
Iwee kangnya sendiri, sehingga membual peredaran darah kembali seperti biasa.
Hal itu telah membuat kepandaian yang dimilikinya lenyap seketika. Tio cie
Hiong mendekati selangkah demi selangkah sambil menatap penuh kewaspadaan.
"Ku Tek Cun" bentak
Tio Cie Hiong. "Eng-kau benar-benar biadab Bibiku sudah hidup mengasingkan
diri, engkau masih datang dan membunuhnya Aku... aku harus membunuhmu sa-yang,
aku tetap tidak mau membunuh orang Nah, kau boleh pergi sekarang" Ku Tek
Cun diam saja.
"Kakak Hiong..."
seru Lim Ceng Im yang terkejut karena Tio Cie Hiong menyuruh Ku Tek Cun pergi.
"Adik Im" Tio Cie
Hiong menghela nafas. "Janganlah engkau menyuruhku berbuat dosa"
"Tapi...."
"Kini kepandaiannya telah
musnah lagi, sama sekali tidak bisa belajar ilmu silat. Dia telah tergempur
oleh Iwee kangnya sendiri"
"Ceng Im" Lim Peng
Hang menepuk bahunya. "Apa yang dikatakan cie Hiong memang benar, jangan
suruh dia berbuat dosa"
Lim Ceng Im hanya mengangguk.
"Ku Tek Cun" Tio Cie
Hiong menatapnya dingin. "Cepatlah engkau enyah dari sini"
Ku Tek Cun bangkit berdiri, ia
memandang Tio Cie Hiong dengan penuh dendam, lalu melangkah pergi sempoyongan.
Tio Cie Hiong memandang
punggungnya sambil menghela nafas. Bu Lim Ji Khie dan lainnya sama terdiam
menatap kepergian Ku Tek Cun.
setelah Ku Tek Cun berjalan
belasan langkah, mendadak terdengar suara tawa nyaring yang
melengking-lengking.