Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 04

Baca Cersil Mandarin Online: Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 04
Bagian 04

Mereka berdua sudah sampai di halaman tengah. Tampak sebilah pedang di situ, tetapi Tio Cie Hiong malah mengambil sebatang ranting, kemudian diberikan pada Gouw

Sian Eng.

"Adik Eng, lebih baik engkau berlatih dengan ranting saja. Kalau menggunakan pedang, itu akan membahayakan dirimu."

"Ya, kakak Hiong." Gouw Sian Eng mengangguk sambil menerima ranting itu. "Ohya, malam ini kebetulan bulan purnama, jadi halaman ini cukup terang benderang."

Di saat mereka sedang bercakap-cakap, mendadak muncul Sam Gan Sin Kay. Tio Cie Hiong dan Gouw Sian Eng tidak mengetahuinya. Sedangkan Pengemis Sakti Mata Tiga itu

tahu kalau Gouw Sian Eng ingin berlatih ilmu pedang yang diajarkannya. Ia ingin tahu bagaimana kemajuan anak gadis itu, maka ia bersembunyi di balik pohon untuk mengintip.

"Kakak Hiong, aku mulai ya!" ujar Gouw Sian Eng.

Tio Cie Hiong mengangguk.

Gouw Sian Eng mulai memainkan Toat Beng Kiam Hoat. Tampak ranting ditangan gadis itu berkelebatan.

Tio Cie Hiong memperhatikan dengan seksama, sedangkan Sam Gan Sin Kay yang mengintip itu manggut-manggut puas, karena Gouw Sian Eng sudah ada kemajuan.

"Hiyaaat!" Gouw Sian Eng berteriak keras, kemudian ranting itu meluncur ke arah sebuah pohon. Itulah jurus Laksaan Pedang Kembali Ke Asal.

Taaak! ranting itu patah membentur batang pohon.

"Bagaimana Kakak Hiong?" tanya Gouw Sian Eng dengan wajah berseri. "Apakah aku sudah ada kemajuan?"

"Memang ada" sahut Tio Cie Hiong, yang kemudian menggeleng-gelengkan kepala. "Namun masih banyak kesalahan yang kau lakukan."

Gouw Sian Eng tersenyum. "Kalau begitu, Kakak Hiong harus memberi petunjuk padaku!"

Sam Gan Sin Kay yang mengintip itu terbelalak ketika mendengar apa yang dikatakan Tio Cie Hiong. Sebab sedari tadi ia terus mengikuti semua gerakan Gouw Sian Eng,

tiada kesalahan yang dilihatnya, tapi Tio Cie Hiong justru mengatakan ada. Itu sungguh mengherankan Pengemis Sakti Mata Tiga. Ia pun merasa geli, karena Gouw Sian Eng minta petunjuk pada anak lelaki itu.

Perlu diketahui, Pan Yok Hian Thian Sin Kang adalah ilmu Iweekang yang amat langka, lagi pula di dalam kitab tipis itu terdapat uraian-uraian mengenai pokok dasar

pukulan, tendangan, gerakan pedang dan lain sebagainya. Karena itu, secara tidak langsung Tio Cie Hiong yang otaknya encer dapat melihat letak kesalahan-kesalahan

gerakan Gouw Sian Eng.

"Engkau telah melakukan sedikit kesalahan pada jurus Ribuan Pedang Menyapu Ombak." Tio Cie Hiong memberitahu kan. "Ketika Kakek Pengemis memainkan jurus itu,

sabetan pedangnya agak turun naik. Tapi tadi gerakanmu tidak begitu, maka lain kali engkau harus belajar lebih bersungguh-sungguh!"

"Ya." Gouw Sian Eng mengangguk.

Mulut Sam Gan Sin Kay ternganga lebar, sebab tadi ia sama sekali tidak memperhatikan tentang itu, tapi Tio Cie Hiong dapat melihat kesalahan yang dilakukan Gouw Sian Eng.

"Dan juga..." tambah Tio Cie Hiong. "gerakan badanmu kurang cepat ketika mengeluarkan jurus Bayangan Pedang Meretakkan Bumi, sehingga menyebabkan gerakan pedangmu

jadi lamban. Engkau harus tahu, jurus itu mengandalkan pada kecepatan untuk merobohkan lawan. Kalau gerakanmu lamban, sebaliknya malah akan terserang lawan, engkau

harus ingat baik-baik itu, bukan hal itu sudah dijelaskan oleh kakek pengemis!" "Ya." Gouw Sian Eng mengangguk, lalu terus mendengar dengan penuh perhatian.

"Gerakanmu sungguh menakjubkan ketika mengeluarkan jurus Laksaan Pedang Kembali Ke Asal, hanya saja..." Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.

"Apakah ada kesalahan yang kulakukan pada jurus terakhir itu?" tanya Gouw Sian Eng. "Bukankah barusan engkau memuji gerakanku itu?"

"Tiada kesalahan yang engkau lakukan pada jurus itu, namun engkau telah melupakan satu hal."

"Hal apa?" tanya Gouw Sian Eng.

Sam Gan Sin Kay mendengarkan dengan penuh perhatian, sebab ia yakin gerakan Gouw Sian Eng sudah sempurna sekali pada jurus terakhir itu. Tapi Tio Cie Hiong

mengatakannya telah melupakan satu hal, maka Pengemis Sakti Mata Tiga ingin tahu hal apa yang telah dilupakan anak gadis itu.

"Sebelum meluncurkan ranting itu, engkau lupa menarik nafas untuk menghimpun tenagamu, maka ranting itu patah membentur batang pohon." Tio Cie Hiong memberitahukan.

Mendengar itu, Sam Gan Sin Kay terkejut bukan main. Ia sama sekali tidak mengetahui akan hal itu, tapi anak lelaki itu malah mengetahuinya.

"Kalau begitu..." Gouw Sian Eng tersenyum. "Aku akan mengulang dan melatih jurus Laksaan Pedang Kembali Ke Asal itu yaaa...."

Gouw Sian Eng mulai bergerak melatih jurus tersebut, kemudian berteriak sambil menghimpun Iweekangnya. Tampak ranting di tangannya meluncur ke arch sebuah pohon.

Taaak! Ranting itu tidak patah.

"Nah!" ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Kini engkau telah mahir menggunakan jurus itu, sebab ranting itu tidak patah, dan percayalah batang pohon itu pasti lecet oleh ujung ranting itu."

Sam Gan Sin Kay terbelalak, dan segera menengok ke arah batang pohong itu. Memang benar batang pohon itu telah lecet, membuat mulut Pengemis Sakti Mata Tiga

ternganga lebar.

"Kakak Hiong, bagaimana menurutmu mengenai Toat Beng Kiam Hoat ini?" tanya Gouw Sian Eng mendadak.

"Mengenai apa?" Tio Cie Hiong balik bertanya.

"Maksudku ilmu pedang itu terdapat kelemahan tidak?" sahut Gouw Sian Eng.

"Adik Eng!" Tio Cie Hiong tersenyum. "Aku tak pernah belajar ilmu silat apa pun, bagaimana mungkin aku mengetahuinya?"

"Aku yakin Kakak Hiong tahu, sebab Kakak Hiong sangat cerdas," ujar Gouw Sian Eng mendesaknya. "Beritahukanlah!"

"Terus terang saja, ilmu pedang itu memang terdapat kelemahan." Tio Cie Hiong memberitahukan.

Sam Gan Sin Kay tertegun, sebab ketika ia menggunakan ilmu pedangnya, selama itu tidak ada seorang pun mampu mengalahkannya. Namun kini Tio Cie Hiong mengatakan

bahwa ilmu pedang itu terdapat kelemahan, itu sungguh membuatnya penasaran sekali.

"Kakak Hiong, di mana letak kelemahan itu?" tanya Gouw Sian Eng.

"Sulit kujelaskan..." Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.

"Kakak Hiong!" Gouw Sian Eng membanting-banting kaki. "Kakak Hiong jahat, tidak mau menjelaskan padaku!"

"Adik Eng..."

"Jelaskanlah!" desak Gouw Sian Eng.

Tio Cie Hiong mengerutkan kening, kemudian mengambil sebatang ranting dan diberikan kepada anak gadis itu.

"Adik Eng!" ujar Tio Cie Hiong. "Sebetulnya tidak baik aku mencela ilmu pedang ini, sebab Kalau Kakek Pengemis tahu, pasti akan tersinggung."

"Kakek Pengemis tidak berada di sini, engkau takut apa? Kalaupun Kakek Pengemis tahu, dia pasti kagum padamu." ujar Gouw Sian Eng sambil tersenyum.

"Baiklah kalau begitu!" Tio Cie Hiong berdiri di hadapan gadis cilik itu. "Engkau boleh menyerangku dengan jurus-jurus ilmu pedang itu. Kalau aku menyuruhmu berhenti, engkau harus berhenti diam di tempat, jangan bergerak sama sekali."

"Ya." Gouw Sian Eng mengangguk.

Sam Gan Sin Kay yang bersembunyi itu memandang dengan mata tak berkedip. Ia ingin tahu dengan cara bagaimana Tio Cie Hiong mengelak serangan-serangan Gouw Sian Eng.

"Kakak Hiong, bolehkan aku mulai menyerangmu?" tanya Gouw Sian Eng.

"Boleh." Tio Cie Hiong mengangguk.

Gouw Sian Eng langsung menggerakkan ranting yang dipegangnya menyerang Tio Cie Hiong. Anak gadis itu menyerang dengan sungguh-sungguh, sehingga membuat Sam Gan Sin Kay terkejut bukan main.

Jurus Pedang Menggetarkan Jagat dikeluarkan untuk menyerang Tio Cie Hiong, sedangkan anak lelaki itu masih berdiri diam di tempat.

Betapa terkejutnya Sam Gan Sin Kay, karena ujung ranting itu telah mengarah ke leher Tio Cie Hiong. Ia ingin berteriak menyuruh Gouw Sian Eng berhenti, tapi begitu

hendak bertindak ia tercengang melihat Cie Hiong bergerak.

Ternyata Tio Cie Hiong sudah memiringkan kepalanya, kemudian maju selangkah sambil menjulurkan tangannya yang kanan dan berseru. "Berhenti!"

Gouw Sian Eng langsung berhenti diam di tempat, sehingga mereka berdua seperti patung.

Mendadak wajah Sam Gan Sin Kay berubah pucat pias, karena ia melihat jari tangan Tio Cie Hiong sudah mengarah ke dada Gouw Sian Eng.

"Adik Eng, perhatikanlah!" ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum.

"Kakak Hiong..." Gouw Sian Eng tertawa gembira. "Engkau memang hebat sekali, begitu gampang mengelak seranganku. Rantingku berada di sisi lehermu, sedangkan jari tanganmu berada di dadaku. Itu berarti aku sudah tertotok olehmu."

"Nah! Engkau sudah melihat kelemahan jurus ini?" tanya Tio Cie Hiong.

"Belum." Gouw Sian Eng menggelengkan kepala.

"Begini adik Eng... di saat engkau menyerang dengan jurus ini, tangan kananmu jangan kau angkat terlampau tinggi, dan ujung jari kakimu harus tetap menyentuh

tanah." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Tanganmu yang menggenggam ranting, juga jangan terlampau diluruskan ke depan, harus ditekuk sedikit. Jadi apabila engkau bertemu lawan dia pasti memiringkan kepalanya, sekaligus menyerang dadamu. Persis seperti gerakanku ini."

Gouw Sian Eng memperhatikan posisi Tio Cie Hiong, kemudian manggut-manggut.

"Aku harus bagaimana mengelak tanganmu?" tanyanya.

"Tarik kaki depanmu, dan sabetkan rantingmu ke kiri, leherku pasti tersabet rantingmu itu."

Gouw Sian Eng mengangguk. "Bagaimana kalau kita ulang lagi?"

"Baik." Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Engkau menyerangku dengan jurus itu, aku akan mengelak dan menyerangmu dengan cara yang sama, namun engkau harus mengelak sesuai yang kuberitahukan barusan!"

"Ya." Gouw Sian Eng mengangguk dan langsung menyerang Tio Cie Hiong dengan jurus tersebut.

Tio Cie Hiong memiringkan kepalanya, pada waktu bersamaan, Gouw Sian Eng menarik kakinya yang di depan, sekaligus menyabetkan rantingnya ke kiri.

Plak! Leher Tio Cie Hiong tersabet ranting itu.

"Kakak Hiong..." seru Gouw Sian Eng kaget. "Sakitkah lehermu?"

"Tidak apa-apa," sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum.

Sam Gan Sin Kay yang menyaksikan itu, nyaris jatuh pingsan seketika saking terkejutnya.

"Kakak Hiong! Aku sangat kagum padamu, berikan aku petunjuk lagi!" desak Gouw Sian Eng.

Tio Cie Hiong mengangguk dan mulai memberi petunjuk lagi kepada anak gadis itu. Sedangkan Sam Gan Sin Kay terus memperhatikan.

"Nah! Sekarang engkau sudah mengerti kan?" Tio Cie Hiong memandang Gouw Sian Eng sambil tersenyum.

"Terimakasih atas semua petunjuk Kakak Hiong!" ucap Gouw Sian Eng dan menatapnya dengan mata berbinar-binar.

"Ohya! Beberapa hari lalu, aku mendapat sebatang bambu yang amat bagus di halaman belakang sana, maka kubikin sebatang seruling." ujar Tio Cie Hiong melanjutkan.

"Kebetulan malam ini bulan purnama, aku akan meniup suling untuk mengiringi jurus-jurus ilmu pedang itu."

"Bagus!" sorak Gouw Sian Eng sambil tertawa gembira.

Tio Cie Hiong mengeluarkan sebatang suling dari dalam bajunya, lalu memandang anak gadis itu seraya berkata.

"Engkau boleh mulai berlatih, aku akan mengiringi dengan suara suling."

"Ya." Gouw Sian Eng mengangguk dan mulai menggerakkan ranting yang di tangannya.

Pada waktu bersamaan, terdengarlah alunan suara suling yang amat merdu. Tak seberapa lama kemudian, Gouw Sian Eng kelihatan sudah terpengaruh oleh alunan suara suling. Gerakannya akan bertambah cepat apabila suara suling itu bernada tinggi, akan berubah lamban apabila suara suling itu bernada rendah.

Sam Gan Sin Kay terpesona dan terpukau oleh gerakan Gouw Sian Eng, bahkan tangannya pun bergerak-gerak. Berselang sesaat, Pengemis Sakti Mata Tiga kelihatan tersentak kaget, ternyata ia pun telah terpengaruh oleh suara suling itu. Kenapa bisa begitu? Tidak lain dikarenakan secara otomatis Tio Cie Hiong mengerahkan Pan Yok Hian Thian Sin Kang untuk meniup suling bambunya.

Betapa terkejutnya Sam Gan Sin Kay, sehingga keringat dinginnya mengucur. Padahal ia salah seorang Bu Lim Ji Khie yang amat tersohor dalam rimba persilatan, tapi justru masih terpengaruh oleh alunan suara suling bambu Tio Cie Hiong.

Tak seberapa lama kemudian, Tio Cie Hiong berhenti meniup sulingnya. Gouw Sian Eng pun berhenti menggerakkan ranting di tangannya. Anak gadis itu tampak terengah-engah.

"Kakak Hiong, engkau pandai sekali meniup suling. Sejak kapan engkau belajar meniup suling?"

"Sejak aku masih kecil, ya... usia lima tahun-an lah." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Adik Eng, sudah malam, engkau harus pergi tidur."

"Ya." Gouw Sian Eng mengangguk. "Kakak Hiong, esok pagi kita bertemu lagi..."

Tio Cie Hiong tersenyum, sedangkan anak gadis itu berjalan pergi. Setelah itu Tio Cie Hiong pun kembali ke kamarnya.

Sam Gan Sin Kay masih tetap berada di balik pohon. Ia tidak habis pikir mengenai Tio Cie Hiong. Walau sudah larut malam, Pengemis Sakti Mata Tiga masih tetap berdiri termangu-mangu di balik pohon. Kemudian mendadak ia meloncat ke atas bangunan belakang. Setelah itu, dengan hati-hati sekali ia membuka sedikit genteng di situ. Ternyata ia ingin mengintip Tio Cie Hiong.

Sam Gan Sin Kay melihat Tio Cie Hiong duduk di atas ranjang dengan mata terpejam. Di saat bersamaan, mendadak Tio Cie Hiong membuka sepasang matanya, lalu mendongakkan kepala memandang ke atas, tempat Sam Gan Sin Kay mengintip.

Sam Gan Sin Kay masih tetap berada di balik pohon. Ia tidak habis pikir mengenai Tio Cie Hiong. Walau sudah larut malam, Pengemis Sakti Mata Tiga masih tetap berdiri termangu-mangu di balik pohon. Kemudian mendadak ia meloncat ke atas bangunan belakang. Setelah itu, dengan hati-hati sekali ia membuka sedikit genteng di situ. Ternyata ia ingin mengintip Tio Cie Hiong.

Sam Gan Sin Kay melihat Tio Cie Hiong duduk di atas ranjang dengan mata terpejam. Di saat bersamaan, mendadak Tio Cie Hiong membuka sepasang matanya, lalu mendongakkan kepala memandang ke atas, tempat Sam Gan Sin Kay mengintip.

Bukan main terkejutnya Pengemis tua itu. Segera ia menggerakan kepalanya kebelakang. Apakah Tio Cie Hiong telah mendengar suara langkahnya? Pikir Sam Gan Sin Kay. Padahal tadi ia telah menggunakan ilmu ginkang tingkat tinggi, bagaimana mungkin Tio Cie Hiong mendengar suara langkahnya? Sam Gan Sin Kay sungguh tidak habis pikir, akhirnya dengan isi kepala penuh kebingungan ia meninggalkan tempat itu.

Sam Gan Sin Kay berjalan mondar-mandir di ruang tengah, bahkan mulutnya terus bergumam. "Heran! Sungguh mengherankan! Kenapa bisa begitu? Itu sungguh mengherankan sekali! Dia betul-betul Sin Tong (Anak Sakti)..."

"Eh?" Mendadak muncul Tui Hun Lojin sambil memandangnya dengan mata terbelalak. "Pengemis busuk! Masih pagi kok engkau sudah bangun? Engkau sedang gerak jalan ya? Dan kenapa terus menerus bergumam seperti orang gila?"

"Setan tua!" sahut Sam Gan Sin Kay. "Mungkin aku sudah hampir gila gara-gara terus menerus berpikir."

"Apa yang kau pikirkan?" Tui Hun Lojin tercengang.

"Sungguh luar biasa!" sahut Sam Gan Sin Kay bergumam lagi. "Dia betul-betul luar biasa, sungguh merupakan anak sakti!"

"Siapa yang kau maksudkan Pengemis busuk?" tanya Tui Hun Lojin tertegun.

"Anak itu."

"Siapa?"

"Tio Cie Hiong."

"Lho? Kenapa dia?"

"Mari kita duduk, akan kuberitahukan!" ujar Sam Gan Sin Kay sambil duduk. Tui Hun Lojin pun duduk dengan wajah penuh keheranan.

"Pengemis busuk! Sebetulnya apa gerangan yang telah terjadi?" tanya Tui Hun Lojin.

"Setan tua! Engkau sama sekali tidak tahu? Padahal di tempatmu ini telah muncul seorang anak sakti." sahut Sam Gan Sin Kay.

"Pengemis busuk, jangan membingungkan aku, jelaskanlah!" ujar Tui Hun Lojin dengan kening berkerut-kerut.

"Tio Cie Hiong itu anak sakti." sahut Sam Gan Sin Kay, lalu menutur kejadian semalam. "Apa?" Tui Hun Lojin terbelalak. "Engkau tidak bohong?" "Setan tua, pernah aku berbohong?"

"Anak itu..." Mulut Tui Hun Lojin ternganga lebar. "Be... benarkah itu?"

"Aku telah menyaksikannya dengan mata kepala sendiri, bahkan suara suling itu dapat mempengaruhi diriku pula."

"Kalau begitu, kita harus bertanya pada Sian Eng." ujar Tui Hun Lojin. Kebetulan Gouw Han Tiong muncul menghampiri mereka, maka langsung saja Tui Hun Lojin berseru. "Han Tiong, cepat panggil putrimu ke mari!"

"Ada apa, ayah?" Gouw Han Tiong heran. "Cepat panggil dia ke mari!" sahut Tui Hun Lojin.

"Ya." Gouw Han Tiong cepat-cepat ke dalam, dan tak lama ia sudah kembali bersama Gouw Sian Eng.

"Kakek panggil aku ya?" tanya anak gadis itu sambil mendekati Tui Hun Lojin.

"Cucuku..." Tui Hun Lojin menatapnya dalam-dalam. "Kakek dengar, engkau sering datang ke kamar Cie Hiong. Benarkah itu?"

"Benar, Kek." Gouw Sian Eng mengangguk.

"Apa yang kalian perbuat di dalam kamar Cie Hiong?" tanya Tui Hun Lojin.

"Kami tidak berbuat apa-apa... Dia hanya mengajariku ilmu sastra." Gouw Sian Eng memberitahukan.

"Apa?" Tui Hun Lojin terbelalak. "Dia... dia mengerti ilmu sastra?"

"Dia pandai sekali ilmu sastra." jawab Gouw Sian Eng sambil tersenyum. "Dia bilang sejak kecil sudah belajar ilmu sastra."

"Apakah ia bisa ilmu silat?" tanya Sam Gan Sin Kay.

"Dia tidak berniat belajar ilmu silat, bagaimana mungkin dia bisa ilmu silat? Bukankah Kakek ingin mengajarnya ilmu silat, tapi dia menolak?"

"Sian Eng!" Tui Hun Lojin menatapnya tajam. "Engkau tidak boleh membohongi kakek, harus memberitahukan dengan jujur!"

"Aku tidak bohong, Kek!"

"Pernah dia memberi petunjuk kepadamu mengenai ilmu pedang Pengejar Roh yang kakek ajarkan?" tanya Tui Hun Lojin mendadak.

"Pernah." Gouw Sian Eng mengangguk.

Thian Tek mengerutkan kening. "Apa katanya mengenai ilmu pedang itu?"

"Dia bilang terdapat kelemahan, maka aku mohon petunjuk padanya," jawab Gouw Sian Eng jujur.

"Han Tiong, berikan dia pedang!" ujar Tui Hun Lojin.

"Ya." Gouw Han Tiong segera memberikan sebilah pedang kepada putrinya, kemudian memandang Tui Hun Lojin dengan penuh keheranan.

"Sian Eng! Perlihatkan Tui Hun Kiam Hoat pada kami!" ujar Tui Hun Lojin.

"Ya." Gouw Sian Eng mulai menggerakkan pedang itu, dan seketika tampak pedang itu berkelebatan.

Berselang beberapa saat kemudian, barulah Gouw Sian Eng berhenti dengan wajah berseri-seri. Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong saling memandang setelah menyaksikannya, sebab ilmu pedang itu telah mengalami perubahan yang di luar dugaan mereka, jauh lebih lihay dari ilmu pedang yang aslinya.

"Bagaimana?" tanya Sam Gan Sin Kay.

"Terdapat banyak perubahan," sahut Tui Hun Lojin.

"Berubah lihay atau berantakan?" tanya Sam Gan Sin Kay lagi.

"Bertambah lihay, itu sungguh diluar dugaan!" Tui Hun Lojin menarik nafas. Kemudian bertanya pada Gouw Sian Eng. "Benarkah dia yang memberi petunjuk kepadamu?"

"Benar Kek." jawab Gouw Sian Eng dengan wajah berseri. "Karena Tui Hun Kiam Hoat terdapat kelemahan, maka kakak Hiong menciptakan beberapa gerakan untuk menutup kelemahan itu."

"Dia... dia yang menciptakan gerakan-gerakan itu?" wajah Tui Hun Lojin tampak memucat karena terkejut, begitu pula Gouw Han Tiong, putranya.

"Huaha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa gelak. "Semalam aku pun seperti kalian. Betul kan? Dia anak sakti."

"Itu... bukan main!" gumam Tui Hun Lojin. "Aku... aku sendiri kiranya tidak mampu menciptakan gerakan-gerakan seperti itu."

"Sama." sahut Sam Gan Sin Kay. "Dia pun mengisi beberapa gerakan dalam jurus-jurus Toat Beng Kiam Hoat yang kuajarkan pada Sian Eng."

"Kakak Hiong memang pintar sekali," ujar Gouw Sian Eng dan menambahkan. "Dia pun pandai sekali meniup suling."

"Aku sudah mendengar suara sulingnya." sahut Sam Gan Sin Kay.

"Setan tua!" ujar Sam Gan Sin Kay pada Tui Hun Lojin. "Kelak akan kujodohkan cucuku dengannya."

"Kakek pengemis! Cucu kakek Pengemis anak perempuan ya?" tanya Gouw Sian Eng mendadak. "Ya." sahut Sam Gan Sin Kay sambil tertawa gelak. "Cucuku itu harus menikah dengannya."

"Maksud Kakek Pengemis Kakak Hiong?" tanya Gouw Sian Eng lagi.

"Ya." Sam Gan Sin Kay mengangguk. Mendadak wajah Gouw Sian Eng berubah murung, kemudian menundukkan kepalanya dalam-dalam. Itu tidak terlepas dari mata Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong, sehingga mereka berdua saling memandang. Namun Sam Gan Sin Kay tidak mengetahuinya, sebaliknya malah terus tertawa gelak.

"Sian Eng panggilah Cie Hiong ke mari!" ujar Tui Hun Lojin.

"Ya." Gouw Sian Eng mengangguk lalu segera berlari ke luar.

"Kita harus bertanya pada Cie Hiong, agar kita tidak bingung memikirkannya," ujar Tui Hun Lojin.

"Benar!" Sam Gan Sin Kay manggut-manggut. "Kita memang harus bertanya kepadanya." Gouw Sian Eng sudah kembali bersama Tio Cie Hiong, dengan wajah berseri-seri, tak murung lagi.

"Kakek memanggilku ya?" tanya Tio Cie Hiong kepada Tui Hun Lojin.

"Cie Hiong!" Tui Hun Lojin menatapnya tajam. "Aku sudah tua, maka engkau tidak boleh membohongiku."

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.

"Cie Hiong, betulkah engkau tidak pernah belajar ilmu silat?" tanya Tui Hun Lojin.

"Betul, Kakek. Aku tidak bohong," jawab Tio Cie Hiong.

"Kalau engkau tidak pernah belajar ilmu silat, kenapa engkau bisa memberi petunjuk tentang ilmu pedang kepada Sian Eng?" tanya Tui Hun Lojin lagi.

"Maaf, kakek!" jawab Tio Cie Hiong jujur. "Aku sendiri pun tidak tahu apa sebabnya, hanya saja setelah aku menyaksikan latihan Adik Eng, semua gerakannya seakan sudah berada dalam otakku."

Tui Hun Lojin mengerutkan kening.

"Cie Hiong!" Sam Gan Sin Kay menatapnya tajam. "Kami berdua sudah tua dan sudah berbau tanah, jadi engkau tidak boleh membohongi kami! Aku harap engkau berterus terang!"

"Dalam hal apa aku berbohong?" tanya Tio Cie Hiong kebingungan.

"Cie Hiong, aku telah menyaksikannya, engkau tidur dalam keadaan bersemadi, tentunya engkau melatih semacam ilmu bukan?" sahut Sam Gan Sin Kay memberitahukan.

"Ooooh!" Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Jadi semalam yang berada di atap rumah adalah Kakek Pengemis!" ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan. "Aku malah mengira pencuri."

"Haaah...?" Sam Gan Sin Kay terkejut bukan main. "Engkau... engkau mendengar suara langkahku?"

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.

"Setan tua!" ujar Sam Gan Sin Kay pada Tui Hun Lojin. "Itu bukan main kan? Aku menggunakan ginkang khasku, dalam rimba persilatan yang bisa mendengar suara langkahku dapat dihitung dengan jari, tapi anak itu..."

"Betul-betul luar biasa!" Tui Hun Lojin juga terkejut. "Cie Hiong, kami berdua penasaran sekali. Karena itu alangkah baiknya kalau engkau berterus terang."

"Kakek, aku harus berterus terang mengenai apa?" tanya Tio Cie Hiong sambil memandang Tui Hun Lojin.

"Pernahkah engkau belajar semacam ilmu silat atau ilmu yang lainnya?"tanya Tui Hun Lojin.

Tio Cie Hiong diam, memang tidak baik membohongi kedua orang tua itu, lagi pula mereka berdua sangat baik terhadapnya. Pikir Tio Cie Hiong, akhirnya ia berterus terang juga.

"Ada seorang tua memberikan aku sebuah kitab tipis. Katanya kalau aku mempelajari kitab tipis itu, tubuhku akan bertambah sehat. Karena itu, aku mempelajari cara bernapas dan menghimpun tenaga dan yang lain-lainya sesuai yang tertera di dalam kitab itu." Tio Cie Hiong memberitahukan, namun tetap merahasiakan nama kitab tipis itu, dan juga tidak menyebut Paman Tan yang di Puri Angin Halilintar, sesuai dengan pesan Paman Tan.

"Engkau bersemadi menuruti petunjuk dalam kitab tipis itu?" tanya Sam Gan Sin Kay.

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.

"Di mana kitab tipis itu?" tanya Tui Hun Lojin mendadak.

"Sudah dibakar oleh orang tua itu setelah aku menghafal isinya!" Tio Cie Hiong memberitahukan.

Tui Hun Lojin manggut-manggut, kemudian bertanya lagi. "Sejak kapan engkau belajar meniup suling?"

"Sejak aku berumur lima tahun," jawab Tio Cie Hiong jujur.

"Pantas engkau begitu pandai meniup suling!" ujar Sam Gan Sin Kay sambil tertawa gelak dan menambahkan, "Pikiranku terhanyut oleh suara sulingmu."

"Kakek Pengemis pernah mendengar aku meniup suling?" tanya Tio Cie Hiong.

"Ya." Sam Gan Sin Kay manggut-manggut. "Semalam aku mengintip dari balik pohon, jadi aku pun tahu engkau memberi petunjuk pada Sian Eng mengenai ilmu pedang itu."

"Kakek Pengemis, aku minta maaf!" ucap Tio Cie Hiong. "Karena aku telah lancang memberi petunjuk kepada adik Eng, aku harap Kakek Pengemis jangan tersinggung."

"Ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa gelak lagi. "Bagaimana mungkin aku akan tersinggung? Sebaliknya aku malah merasa girang dan kagum padamu."

"Terimakasih, Kakek Pengemis!" ucap Tio Cie Hiong.

"Sejak Kakak Hiong bekerja di sini, aku sudah tahu dia sangat pintar," sela Gouw Sian Eng dengan wajah cerah ceria. "Maka aku berani minta petunjuk kepadanya."

"Dasar anak kecil!" tegur Tui Hun Lojin sambil tersenyum.

Sementara Sam Gan Sin Kay terus menatap Tio Cie Hiong, mendadak timbul suatu niat dalam hatinya, yakni ingin menurunkan beberapa jurus ilmu silat kepadanya, karena itu ia tertawa seraya berkata.

"Cie Hiong, aku akan memperlihatkan beberapa jurus ilmu tongkatku. Cobalah engkau lihat, apakah ilmu tongkatku itu terdapat kelemahan?"

"Kakek Pengemis, aku... aku tidak berani." Tio Cie Hiong menggelengkan kepala.

"Kenapa tidak berani?" tanya Sam Gan Sin Kay tidak senang.

"Kakek Pengemis adalah Pengemis Sakti, bagaimana mungkin aku..."

"Itu tidak menjadi masalah," potong Sam Gan Sin Kay sambil bangkit berdiri, kemudian berjalan ke tengah-tengah ruang itu. "Nah, engkau harus perhatikan dengan baik-baik, aku akan mulai."

Sam Gan Sin Kay mulai menggerakkan tongkat bambunya, dan seketika juga terdengar suara menderu-deru. Gouw Sian Eng segera mundur, sedangkan Tio Cie Hiong masih tetap berdiri di tempat memperhatikan gerakan-gerakan tongkat bambu itu.

Ketika Sam Gan Sin Kay menggerakkan tongkat bambunya, kening Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong tampak berkerut, sebab Sam Gan Sin Kay mengeluarkan Sam Ciat Kun Hoat (Tiga Jurus Tongkat Maut). Itu adalah ilmu tongkat rahasia Sam Gan Sin Kay, termasuk Tah Kauw Kun Hoat (Ilmu Tongkat Pemukul Anjing). Kedua ilmu tongkat tersebut hanya boleh diturunkan pada ketua Kay Pang. Kalau tidak dalam keadaan bahaya, kedua ilmu tersebut tidak akan dikeluarkan. Oleh karena itu, dapat dibayangkan betapa lihay dan hebatnya kedua ilmu tongkat itu.

Kini Sam Gan Sin Kay mengeluarkan salah satu dari ilmu tongkat rahasianya itu, tentunya amat mengherankan Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong. Setahu mereka, dalam ilmu tongkat tersebut sama sekali tidak terdapat kelemahan.

Sam Ciat Kun Hoat (Tiga Jurus Tongkat Maut) terdiri dari tiga jurus, yakni Membalikkan Langit Memetik Bulan, Pelangi Di Ujung Langit dan jurus ketiga adalah Memecahkan Gunung Memindahkan Laut.

Berselang sesaat, barulah Sam Gan Sin Kay berhenti. Ia tertawa sambil memandang Tio Cie Hiong dan bertanya.

"Bagaimana? Apakah ilmu tongkat itu terdapat kelemahan?"

"Ilmu tongkat Kakek Pengemis sungguh lihay dan hebat," sahut Tio Cie Hiong serius. "Sama sekali tiada kelemahannya. Hanya saia..."

"Kenapa?" tanya Sam Gan Sin Kay cepat.

"Ilmu tongkat Kakek Pengemis terdiri dari tiga jurus, yang setiap jurusnya memiliki keistimewaan sendiri, terutama jurus ketiga itu, sungguh lihay bukan main," jawab Tio Cie Hiong dan menambahkan, "Tapi... Kakek Pengemis bergerak agak ayal-ayalan, seakan meremehkan pihak yang diserang, itu akan mencelakai diri Kakek Pengemis"

"Haah?" Sam Gan Sin Kay terbelalak, sebab apa yang dikatakan Tio Cie Hiong memang benar adanya, sehingga sangat mengejutkannya, kemudian tertawa gelak. "Ha ha! Engkau memang anak Sakti!"

"Maafkanlah kelancanganku yang telah mengkritik Kakek Pengemis!" ucap Tio Cie Hiong.

"Engkau benar, aku telah berlaku ayal-ayalan dalam jurus-jurus itu." Sam Gan Sin Kay tertawa lagi. "Ohya, setelah engkau menyaksikan ilmu Sam Ciat Kun Hoatku, apakah engkau dapat memecahkannya?"

Sementara Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong terus saling memandang dengan wajah penuh keheranan, karena ketika mereka berdua menyaksikan ilmu tongkat itu, sama sekali tidak melihat gerakan yang ayal-ayalan. Namun, Tio Cie Hiong yang baru berusia empat belas dan tak pernah belajar ilmu silat, malah dapat melihatnya, tentunya sangat mengejutkan mereka berdua.

"Kakek Pengemis!" sahut Tio Cie Hiong. "Bagaimana mungkin aku dapat memecahkan ilmu tongkat itu?"

"Bukankah engkau dapat memecahkan ilmu pedang Pencabut Nyawa? Nah, tentunya engkau pun dapat memecahkan ilmu tongkatku ini." ujar Sam Gan Sin Kay mendesak.

"Kakek Pengemis..." Tio Cie Hiong tampak ragu.

"Engkau jangan ragu, aku cuma ingin menguji kecerdasanmu" ujar Sam Gan Sin Kay mendesak.

"Tapi..." Tio Cie Hiong tetap ragu.

"Kakak Hiong!" sela Gouw Sian Eng. "Kakek Pengemis selalu berbangga diri karena ilmu tongkatnya tak terkalahkan. Cobalah kau pecahkan ilmu tongkat itu, agar Kakek Pengemis tidak berani berbangga diri lagi!"

"Sian Eng!" bentak Gouw Han Tiong. "Jangan kurang ajar!"

"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa gelak. "Selama ini aku memang merasa bangga, karena dalam rimba persilatan, tiada seorang pun yang dapat memecahkan ilmu tongkat Sam Ciat Kun Hoat dan Tah Kauw Kun Hoat."

"Kakek Pengemis, tidak baik berbangga diri," ujar Tio Cie Hiong. "Itu akan menyebabkan diri kita menjadi sombong, dan kesombongan itu akan meruntuhkan diri kita sendiri."

"Apa?" Sam Gan Sin Kay terbelalak. "Kalau begitu, engkau harus mencoba memecahkan ilmu tongkatku, kalau tidak, aku tetap akan berbangga diri."

Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong saling memandang. Mereka berdua nyaris tertawa geli ketika mendengar teguran yang dicetuskan Tio Cie Hiong.

"Ayoh Kakak Hiong, jangan mempermalukan aku" ujar Gouw Sian Eng mendadak. "Aku yakin engkau pasti bisa memecahkan ilmu tongkat itu."

"Adik Eng, itu tidak baik," Tio Cie Hiong menggelengkan kepala.

"Ayohlah!" desak Gouw Sian Eng. "Kalau engkau tidak mau mencoba memecahkan ilmu tongkat itu, aku... aku benar-benar akan merasa malu."

"Adik Eng?" Tio Cie Hiong heran. "Kenapa engkau merasa malu?"

"Selama ini aku sangat kagum kepadamu, bahkan amat mempercayaimu pula. Maka kalau engkau tidak mau mencoba memecahkan ilmu tongkat itu, aku... aku merasa kecewa sekali."

"Adik Eng..." Tio Cie Hiong mengerutkan kening.

Gouw Han Tiong ingin menegur putrinya, namun Tui Hun Lojin memberi isyarat padanya, sebab orang tua ini ingin tahu bagaimana cara Tio Cie Hiong memecahkan ilmu tongkat itu. Iapun mengakui dalam hati, sama sekali tidak mampu memecahkan ilmu tongkat tersebut.

"Benar! Benar!" ujar Sam Gan Sin Kay sambil tertawa terbahak. "Kalau engkau tidak mau mencoba memecahkan ilmu tongkatku, itu berarti telah mempermalukan Sian Eng."

"Baiklah... jika kakek pengemis memaksa." Tio Cie Hiong mengangguk. Tio Cie Hiong kemudian memejamkan matanya. Sedangkan Sam Gan Sin Kay, Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong saling memandang. Mereka bertiga tentu saja yakin, Tio Cie Hiong tidak dapat memecahkan ilmu tongkat tersebut. Berselang sesaat, mendadak sepasang tangan Tio Cie Hiong bergerak-gerak. Sungguh aneh gerakan sepasang tangannya itu, sehingga membuat Sam Gan Sin Kay, Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong bingung.

Ternyata dalam gerakan tangan itu, tercampur jurus-jurus ilmu pedang yang pernah dipelajari Siau Eng dan juga jurus-jurus Sam Ciat Kun Hoat, tentunya sangat mengejutkan Sam Gan Sin Kay.

Tak seberapa lama kemudian, Tio Cie Hiong membuka matanya sambil bangkit berdiri, dan segeralah Sam Gan Sin Kay bertanya.

"Bagaimana? Dapatkah engkau memecahkan ilmu tongkatku?"

"Dapat," sahut Tio Cie Hiong.

Sam Gan Sin Kay tertegun, lalu tertawa terbahak-bahak. "Kalau engkau dapat memecahkan ilmu tongkatku, apa saja permintaanmu pasti kukabulkan."

"Aku tidak akan mengajukan permintaan apapun." Tio Cie Hiong tersenyum. "Sekarang aku harap Kakek Pengemis memperlihatkan satu jurus ilmu tongkat itu, lalu aku pun akan memperlihatkan gerakanku untuk memecahkan jurus itu."

"Baik." Sam Gan Sin Kay tertawa gelak. Setelah itu ia pun langsung mengeluarkan jurus Memecahkan Gunung Memindahkan Laut, yaitu jurus ketiga. Kenapa Sam Gan Sin Kay mengeluarkan jurus ketiga? Tidak lain ingin membuat Tio Cie Hiong kacau pikirannya karena itu adalah jurus yang paling kuat dan tiada kelemahan menurutnya.

"Nah, itulah salah satu jurus ilmu tongkatku, bagaimana cara engkau memecahkannya?"

Tio Cie Hiong segera menggerakkan sepasang kakinya berputar, kemudian sepasang tangannya pun tampak bergerak ke samping kiri dan kanan, lalu berhenti.

"Dengan gerakan ini aku memecahkan jurus ilmu tongkat itu," ujar Tio Cie Hiong.

Sam Gan Sin Kay tidak menyahut, tapi wajahnya telah memucat bagaikan kertas putih. Karena gerakan Tio Cie Hiong tadi memang tepat untuk memecahkan jurus ilmu tongkatnya itu. Betapa terkejutnya Sam Gan Sin Kay menyaksikan itu. Sedangkan Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong cuma saling memandang. Mereka berdua tidak melihat jelas jurus yang dikeluarkan Sam Gan Sin Kay, maka tidak tahu gerakan Tio Cie Hiong dapat memecahkan jurus tersebut atau tidak?.

"Pengemis busuk!" ujar Tui Hun Lojin. "Kenapa engkau seperti kehilangan sukma?"

"Setan tua!" sahut Sam Gan Sin Kay. "Itu... itu sungguh di luar dugaan sekali!"

"Gerakan yang amat sederhana itu dapat memecahkan jurus tongkatmu itu?" tanya Tui Hun Lojin heran.

"Benar." Sam Gan Sin Kay mengangguk. "Gerakan itu memang tampak sederhana sekali, namun justru dapat memecahkan jurus tongkatku itu.

Tui Hun Lojin terbelalak.

"Cie Hiong!" Sam Gan Sin Kay memandang tajam dan kagum. "Aku akan memainkan sisa dua jurus ilmu tongkat itu, cobalah kau pecahkan lagi!"

"Ya, Kakek Pengemis." Tio Cie Hiong mengangguk.

Sam Gan Sin Kay menarik nafas dalam-dalam, kemudian menggerakkan tongkat bambunya secepat kilat, sehingga menyilaukan mata semua orang.

"Nah!" ujar Sam Gan Sin Kay setelah selesai memainkan jurusnya. "Cobalah kau pecahkan!"

Tio Cie Hiong mengangguk, lalu menggerakkan kaki dan tangannya. Menyaksikan gerakan itu, wajah Sam Gan Sin Kay memucat lagi. Ternyata gerakan-gerakan Tio Cie Hiong dapat memecahkan kedua jurus ilmu tongkat tersebut.

"Kakek Pengemis!" ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Gerakan-gerakanku itu dapat memecahkan kedua jurus ilmu tongkat Kakek Pengemis bukan?."

"Cie Hiong..." Mulut Sam Gan Sin Kay ternganga lebar. "Kenapa engkau begitu luar biasa?"

"Kakek Pengemis..." Tio Cie Hiong menundukkan kepala, karena merasa tidak enak telah memecahkan Sam Ciat Kun Hoat (Tiga Jurus i1mu Tongkat Maut) itu. Ia khawatir Sam Gan Sin Kay akan tersinggung.

"Cie Hiong, aku harap engkau menjawab sejujurnya!" Sam Gan Sin Kay menatapnya dalam-dalam. "Seandainya aku langsung menyerangmu, bisakah engkau langsung memecahkan jurus-jurus ilmu tongkatku itu?"

"Tentu saja tidak bisa," jawab Tio Cie Hiong jujur.

"Kenapa?" tanya Sam Gan Sin Kay.

"Karena aku belum melihat jurus-jurus ilmu tongkat itu. Kecuali aku sudah lebih dulu untuk menyaksikannya. Setelah itu, barulah aku bisa memecahkan ilmu tongkat itu," jawab Tio Cie Hiong sungguh-sungguh. "Disamping itu juga semua gerakan itu hanya ada dalam pikiranku saja, jadi kalau kakek pengemis langsung menyerang tentu saja aku tidak bisa menghindar."

"Cie Hiong, kenapa otakmu begitu luar biasa?" Sam Gan Sin Kay menatapnya dengan penuh keheranan.

"Kakek Pengemis, aku berterus terang saja. Di dalam kitab tipis yang telah kupelajari itu, juga menguraikan banyak jenis-jenis dan bentuk-bentuk pukulan, tendangan, ilmu pedang dan lain sebagainya. Maka setelah aku menyaksikan ilmu tongkat kakek pengemis, diotakku terbayang gerakannya dan gerakan selanjutnya yang harus aku lakukan, maka aku bisa memecahkannya." ujar Tio Cie Hiong memberitahukan.

"Cie Hiong!" Sam Gan Sin Kay menatapnya seraya bertanya sungguh-sungguh. "Kalau aku bertemu dengan orang yang menggunakan gerakan-gerakan sepertimu tadi, yang memecahkan jurus-jurus tongkatku, lalu aku harus bagaimana?"

"Kakek Pengemis..." Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "Aku..."

"Cie Hiong!" desak Sam Gan Sin Kay. "Anggaplah aku mohon petunjuk padamu!"

"Kakek Pengemis aku anak kecil, bagaimana mungkin berani memberi petunjuk kepada Kakek Pengemis?" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala lagi.

"Anggaplah aku lebih kecil darimu, beres kan?" ujar Sam Gan Sin Kay terus mendesaknya untuk memberikan petunjuk.

"Kalau begitu..." sela Gouw Sian Eng sambil tertawa geli. "Kakek pengemis harus memanggil Kakak Hiong, Kakak besar!"

"Ha ha ha!" Sam Gan Sin Kay tertawa geli. "Itu tidak apa-apa."

"Sian Eng!" Gouw Han Tiong melototi putrinya. "Jangan kurang ajar!"

Gouw Sian Eng langsung diam dengan wajah merengut, sedangkan Tio Cie Hiong masih tetap berdiri ragu di tempat.

"Ayohlah... Kakak besar!" desak Sam Gan Sin Kay. "Apakah aku perlu berlutut di hadapanmu?"

"Kakek Pengemis... jangan main-main, aku tentu saja akan membantu..." Tio Cie Hiong terkejut, kemudian berkata, "Jurus pertama tongkat bambu itu jangan diangkat terlampau tinggi, dan kaki kanan yang di depan harus ditekut sedikit. Apabila ada serangan balasan yang mendadak, maka jurus itu bisa langsung berubah menjadi jurus ketiga, dan lawan pun tidak bisa berkutik."

"Oh?" Sam Gan Sin Kay segera bergerak sesuai dengan petunjuk Tio Cie Hiong, dan seketika itu juga ia tertawa terbahak-bahak. "Secara langsung engkau telah memperbaiki jurus pertama ini. Bagaimana dengan jurus kedua dan ketiga?"

Kembali Tio Cie Hiong menjelaskan, Sam Gan Sin Kay bergerak menuruti petunjuk Tio Cie Hiong, sampai berulang-ulang bertanya dan di jelaskan oleh Tio Cie Hiong.

Setelah itu, ia menatap Tio Cie Hiong dengan mata terbeliak lebar.

"Saudara kecil! Perlukah aku memanggilmu guru?" tanyanya mendadak, bahkan ia sudah memanggil Tio Cie Hiong sebagai saudara kecil pula.

"Kakek Pengemis, jangan bergurau!" Tio Cie Hiong tersenyum.

"Pengemis busuk!" ujar Tui Hun Lojin sambil tertawa. "Sam Ciat Kun Hoatmu itu apakah sudah bertambah lihay dan hebat."

"Benar." Sam Gan Sin Kay manggut-manggut. "Itu berkat petunjuk dari saudara kecil."

"Kakak Hiong!" ujar Gouw Sian Eng girang. "Engkau memang hebat, luar biasa sekali."

"Adik Eng, aku cuma anak biasa saja. Engkau tidak usah terus menerus memuji diriku," sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum malu.

"Ohya!" Mendadak Gouw Sian Eng memandang Sam Gan Sin Kay. "Kakek Pengemis harus menepati janji lho!"

"Janji apa?" Sam Gan Sin Kay heran.

"Tuh! Sudah lupa kan?" Gouw Sian Eng mengingatkannya. "Kakek Pengemis telah berjanji tadi, kalau Kakak Hiong bisa memecahkan ilmu tongkat itu..."

"Oooh!" Sam Gan Sin Kay tertawa sambil manggut-manggut. "Cie Hiong, apa permintaanmu kepadaku?"

"Aku tidak meminta apa pun," jawab Tio Cie Hiong.

"Biar bagaimana pun, engkau harus mengajukan sebuah permintaan kepadaku! Kalau tidak, anak gadis itu pasti mengatakan aku tidak menepati janji."

"Tapi..."

"Kakak Hiong! Ajukan saja sebuah permintaan, itu tidak apa-apa." ujar Gouw Sian Eng sambil tersenyum.

"Itu..." Tio Cie Hiong berpikir sejenak, kemudian berkata pada Sam Gan Sin Kay. "Aku akan mengajukan sebuah pertanyaan."

"Tanyalah!" sahut Sam Gan Sin Kay sambil tertawa "Jangankan hanya sebuah pertanyaan, seratus pertanyaan pun pasti akan kujawab."

"Kakek Pengemis, aku ingin bertanya, tahukah Kakek Pengemis Ku Tok Lojin berada di mana?" tanyata TO Cie Hiong mengajukan pertanyaan itu.

"Haah...!' Sam Gan Sin Kay tertegun. "Aku... aku tidak tahu. Kenapa engkau menanyakan dia?"

"Karena Ku Tok Lojin tahu siapa sebenarnya kedua orang tuaku." jawab Tio Cie Hiong memberitahukan. "Sebelum pamanku meninggal, dia berpesan ke padaku harus mencari Ku Tok Lojin di Heng San. Aku sudah datang ke sana, tapi dia tidak ada di sana. Kata penduduk di sana, beberapa tahun yang lalu Ku Tok Lojin telah meninggalkan tempat itu."

"Ku Tok Lojin..." gumam Sam Gan Sin Kay, kemudian memandang Tui Hun Lojin. "Setan tua, tahukah engkau di mana Ku Tok Lojin itu?"

"Tidak tahu." Tui Hun Lojin menggelengkan kepala. "Aku tidak pernah mendengar nama tersebut."

"Cie Hiong!" Sam Gan Sin Kay menarik nafas. "Aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu itu sekarang."

"Tidak apa-apa." ujar Tio Cie Hiong.

"Tapi, aku akan berusaha mencarinya... tenang saja saudara-saudaraku banyak menyebar dimana-mana."kata Sam Gan Sin Kay menambahkan lagi.

"Sian Eng!" ujar Tui Hun Lojin kepada cucunya. "Sekarang engkau boleh mengajak Cie Hiong pergi."

"Ya, Kakek." Gouw Sian Eng mengangguk, lalu mengajak Tio Cie Hiong pergi.

Tui Hun Lojin menarik nafas panjang setelah Gouw Sian Eng dan Tio Cie Hiong pergi.

"Setan tua!" Sam Gan Sin Kay tercengang. "Kenapa engkau menarik nafas? Apa yang terganjel dalam hatimu?"

"Anak itu..." Tui Hun Lojin menggeleng-gelengkan kepala.

"Maksudmu Cie Hiong?" Sam Gan Sin Kay menatapnya.

"Ya." Tui Hun Lojin mengangguk. "Kenapa dia?" Sam Gan Sin Kay heran. "Dia betul-betul luar biasa. Tapi..." Tui Hun Lojin menarik nafas sambil melanjutkan. "Apabila kelak dia berubah jahat, celakalah rimba persilatan..."

"Setan tua!" Sam Gan Sin Kay tertawa terbahak-bahak. "Kalau itu, aku berani jamin dia tidak akan berubah jahat.

"Syukurlah kalau memang begitu!" ucap Tui Hun Lojin. "Ohya, dia tadi bilang kitab tipis. Mungkinkah kitab tipis itu adalah kitab pusaka peninggalan Pak Kek Siang Ong di dalam kotak pusaka yang jadi rebutan itu?"

"Tidak mungkin." Sam Gan Sin Kay menggelengkan kepala.

"Pengemis busuk, kenapa engkau mengatakan tidak mungkin?" Tui Hun Lojin menatapnya.

"Itu bagaimana mungkin?" sahut Sam Gan Sin Kay. "Kotak pusaka itu telah jatuh ke tangan Sam Mo (Tiga Iblis), jadi aku berkesimpulan bahwa kitab tipis itu bukan kitab pusaka peninggalan Pak Kek Siang Ong."

Tui Hun Lojin manggut-manggut. "Masuk akal juga..."

"Setan tua! Sudah belasan hari aku makan tidur di sini, sekarang aku Sudah mau pamit." ujar

Sam Gan Sin Kay sambil bangkit berdiri, lalu berpesan pula. "Apabila Pek Ih Mo Li (Wanita Iblis Baju Putih) datang, aku harap engkau bersedia memberitahukan padaku!"

Tui Hun Lojin mengangguk.

Sam Gan Sin Kay berjalan ke luar, kemudian melesat pergi sambil tertawa gelak. Terdengar pula suara seruannya yang parau.

"Sampai jumpa!"

Di dalam rimba itu, tampak sebuah bangunan tua mirip biara. Itulah markas pusat Partai Pengemis. Di luar bangunan itu, tampak para pengemis duduk sambil bercakap-cakap. Mendadak berkelebat sosok bayangan, yang ternyata Sam Gan Sin Kay.

"Tetua pulang! Tetua pulang!" sorak para pengemis itu dan memberi hormat.

Sam Gan Sin Kay manggut-manggut, sambil berjalan ke dalam bangunan itu. Seorang pengemis berusia lima puluhan menghambur ke luar menyambutnya.

"Ayah!" panggil pengemis itu, yang tidak lain Lim Peng Hang, Si Tongkat Maut ketua Kay Pang.

"Peng Hang! Di mana Ceng Im si Binal itu?" tanya Sam Gan Sin Kay.

"Biasa." sahut Lim Peng Hang. "Entah keluyuran ke mana?"

"Dia benar-benar tidak betah di markas ini." Sam Gan Sin Kay menggeleng-gelengkan kepala, kemudian bergumam. "Sungguh luar biasa, itu betul-betul luar biasa sekali."

"Ayah..." Lim Peng Hang, ketua Kay Pang itu terheran-heran. "Apa yang luar biasa?"

"Anak lelaki itu," sahut Sam Gan Sin Kay.

"Anak lelaki yang mana?" tanya Lim Peng Hang.

"Peng Hang?!" Sam Gan Sin Kay tidak menyahut, melainkan balik bertanya. "Tahukan engkau, kenapa engkau dijuluki si Tongkat Maut?"

"Karena ilmu tongkatku sangat lihay," jawab Lim Peng Hang dan menambahkan. "Ayah tahu kan? Selama ini ilmu tongkat kita tak terkalahkan."

"Maksudmu Sam Ciat Kun Hoat dan Tah Kauw Kun Hoat kan?"

"Ya."

"Tapi..." Sam Gan Sin Kay menarik nafas panjang. "Ada seseorang yang dapat memecahkan Sam Ciat Kun Hoat dengan gampang sekali."

"Apa?" Lim Peng Hang terperanjat. "Siapa orang itu? Lam Hai Sin Ceng (Padri Sakti Laut Selatan) atau Kim Siauw Suseng (Sastrawan Suling Emas)?"

"Huh!" dengus Sam Gan Sin Kay. "Padri keparat dan Sastrawan sialan itu mana mampu memecahkan kedua ilmu tongkat kita?"

"Kalau begitu, siapa orang itu?" tanya Lim Peng Hang dengan kening berkerut-kerut.

"Dia lah anak lelaki itu..." jawab Sam Gan Sin Kay dan sekaligus menutur tentang kejadian yang menimpanya itu.

"Apa?" Lim Peng Hang terbelalak. "Itu... itu bagaimana mungkin? Anak lelaki baru berumur empat belas tahun.... Ayah jangan bergurau...??"

"Pernahkah aku bergurau?" bentak Sam Gan Sin Kay. "Kalau engkau tidak percaya, sekarang juga engkau boleh serang aku dengan Sam Ciat Kun Hoat!"

Lim Peng Hang tertegun, karena kurang percaya akan apa yang dikatakan ayahnya, maka ia pun langsung menyerang ayahnya dengan jurus Membalikkan Langit Memetik Bulan.

Sam Gan Sin Kay segera bergerak, seketika itu juga Lim Peng Hang terpental jatuh.

"Ayah..." Bukan main terkejutnya Lim Peng Hang.

"Nah!" Sam Gan Sin Kay tertawa. "Anak lelaki itu memecahkan jurus ini dengan gerakan yang kulakukan barusan. Coba engkau bayangkan, luar biasa tidak anak lelaki itu."

"Lu... luar biasa." Mulut Lim Peng Hang ternganga lebar. "Apakah dia juga dapat memecahkan dua jurus lainnya?"

"Ya." Sam Gan Sin Kay mengangguk dan memberitahukan. "Karena itu, aku pun minta petunjuk kepadanya."

"Ayah minta petunjuk kepada anak lelaki itu?" Lim Peng Hang terbelalak.

"Benar. Sekarang seranglah aku lagi dengan kedua jurus itu, agar engkau tidak merasa penasaran."

"Baik." Lim Peng Hang langsung menyerang dengan jurus Pelangi Di Ujung Langit.

Sam Gan Sin Kay bergerak, tahu-tahu tongkat bambu yang di tangan Lim Peng Hang telah terpental.

"Haaah?" Lim Peng Hang berdiri mematung di tempat.

"Ambit tongkat itu, dan serang aku lagi dengan jurus ketiga!" ujar Sam Gan Sin Kay.

Lim Peng Hang segera mengambil tongkat itu, kemudian menyerang Sam Gan Sin Kay dengan jurus Memndahkan Gu nung Memindahkan Laut. Kali ini Lim Peng Hang menyerang dengan sepenuh tenaga. Namun mendadak ia merasa pergelangan tangannya telah dicengkeram, bahkan merasa ada sebuah telapak tangan melekat di dadanya. "Peng Hang! Kalau aku mengerahkan tenaga dalam, bagaimana engkau?" tanya Sam Gan Sin Kay.

"Ayah..." Wajah Lim Peng Hang pucat pias. "Aku... aku pasti mati."

"Nah! Dapat engkau bayangkan, betapa luar biasanya anak lelaki itu, maka kusebut dia sebagai anak sakti." ujar Sam Gan Sin Kay.

"Ayah, kalau begitu Sam Ciat Kun Hoat..."

"Jangan khawatir!" Sam Gan Sin Kay tersenyum. "Aku akan memperlihatkan Sam Ciat Kun Hoat yang telah disempurnakan oleh anak sakti itu."

Sam Gan Sin Kay segera memainkan Sam Ciat Kun Hoat tersebut. Terbelalak Lim Peng Hang menyaksikannya, bahkan mulutnya pun ternganga lebar.

"Ayah! Itu bukan main!" ujar Lim Peng Hang setelah Sam Gan Sin Kay berhenti.

"Sam Ciat Kun Hoat kita bertambah lihay sekali."

"Tidak salah." Sam Gan Sin Kay tertawa. "Peng Hang, aku ingin menjodohkan Ceng Im dengannya kelak."

"Ayah!" Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala. "Urusan Jodoh lebih baik terserah pada Ceng Im saja. Sebab... dia tidak bisa dipaksa."

"Kalau dia tidak dijodohkan dengan anak lelaki itu, betul-betul sayang sekali." Sam Gan Sin Kay menghela nafas.

"Ohya, Peng Hang! Apakah sudah ada kabar tentang Pek Ih Mo Li?"

"Belum."

"Aku curiga dia adalah putri almarhum Hui Kiam Bu Tek-Tio It Seng."

"Ayah! Aku pun bercuriga begitu," ujar Lim Peng Hang dan menambahkan. "Ada suatu kabar yang cukup mengejutkan."

"Kabar apa?"

"Tujuh partai besar bersepakat bergabung untuk melawan Pek Ih Mo Li, namun masih ditentang oleh Hui Khong Taysu, ketua partai Siauw Lim dan It Hian Tojin ketua Bu Tong. Kedua ketua itu

mengatakan bahwa Pek Ih Mo Li hanya melukai murid-murid beberapa partai besar,jadi tujuh partai besar tidak perlu bergabung untuk melawannya."

"Hm!" dengus Sam Gan Sin Kay. "Kepala keledai (Cacian bagi para Hweeshio) dan hidung kerbau (Cacian untuk para pendeta Taosme) itu masih punya perasaan. Kalau tujuh partai bergabung, maka kita pun harus turun tangan mendamaikan mereka, agar peristiwa di Tebing Awan Putih belasan tahun lalu tidak terulang lagi!"

"Ya, Ayah." Lim Peng Hang mengangguk.

Walau sudah larut malam, namun masih tampak terang, sebab malam ini bulan bersinar dengan terang sekali. Mendadak tampak sosok bayangan berkelebat memasuki halam Ekspedisi Harimau Terbang, lalu berhenti. Salah seorang piauwsu (Pengawal Ekspedisi) melihatnya dan segera menghampirinya.

"Maaf! Ada urusan apa Nona datang di tengah malam?" tanya piauwsu itu sambil memberi hormat.

"Aku mau bertemu Tui Hun Lojin, cepatlah engkau suruh dia keluar!" sahut pendatang itu, yang ternyata seorang gadis berbaju putih.

"Tuan besar sudah tidur..."

"Cepat masuk ke dalam melapor!" bentak gadis berbaju putih.

Piauwsu merasa aneh tapi terus saja mengangguk, lalu segera masuk ke dalam untuk melapor kepada Cit Pou Tui Hun-Gouw Han Tiong. Berselang sesaat, piauwsu itu sudah keluar bersama Gouw Han Tiong.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar