"Ng" sam Gan sin Kay
manggut-manggut, lalu berkata kepada pengemis yang melapor itu "suruh
gadis itu masuk",
"Ya, Tetua" Pengemis
itu mengangguk, setelah memberi hormat, pengemis itu langsung pergi.
Bu Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin,
Tok Pie sin wan dan lainnya saling memandang dengan wajah penuh keheranan..
"Mungkinkah gadis itu
tidak waras?" gumam sam Gan sin Kay.
"sungguh
membingungkan" Kim siauw suseng menggeleng- gelengkan kepala.
"Mungkinkah... Tio Cie Hiong sudah pulang?" ujar Tok Pie Sin Wan
bergumam. "Tapi kalau dia sudah pulang..."
"Tidak mungkin,"
potong Lim Peng Hang sambil mengerutkan kening.
Kalau Cie Hiong dan Ceng Im
sudah pulang, mereka pasti ke mari."
Heran" sam Gan sin Kay
menggaruk-garuk kepala.
Kenapa muncul urusan yang
begini aneh?"
Tak seberapa lama kemudian,
mereka melihat seorang gadis belia berjalan ke dalam sambil menengok ke sana ke
mari, yang ternyata memang Yap In Nio.
"Kakek-kakek dan
paman-paman, apakah Kakak Hiong berada di sini?" tanya gadis itu sambil
tersenyum.
"Nona kecil" Lim
Peng Hang menatapnya.
"siapa engkau?"
"Namaku Yap In Nio. Aku
ke mari untuk menemui kakak Hiong," jawab Yap In Nio. "Kakak Hiong
berada di sini kan?"
"Duduklah!" ucap Lim
Peng Hang.
"Ya, Paman." Yap In
Nio duduk.
Sementara Bu Lim Ji Khie, Tui
Hun Lojin, Tok Pie Sin Wan dan Gouw Han Tiong terus menatap gadis itu dengan
penuh perhatian.
"Engkau ingin menemui
kakak Hiong, siapa kakak Hiong itu?" tanya Lim Peng Hang.
"Dia bernama Tio Cie
Hiong," sahut Yap In Nio sambil tersenyum malu-malu.
"Engkau kenal dia di
mana?" tanya Sam Gan Sin Kay.
"Di kota
kelahiranku," jawab Yap In Nio memberitahukan, "ibuku membawanya ke
rumah, maka kami berkenalan." "Nama kota kelahiranmu?" tanya Sam
Gan sin Kay lagi.
"Kota An Wie..."
jawab Yap In Nio dan menutur, kemudian menambahkan.
"Kakak Hiong pun
mengajarku ilmu pedang."
"Lalu kapan engkau
bertemu dia lagi?" tanya Lim Peng Hang. "Semalam," jawab Yap In
Nio dengan wajah agak kemerah-merahan. "Dia... dia... ke rumah penginapan
menemuiku." "Oh?" Lim Peng Hang mengerutkan kening.
"Nona kecil, apakah tidak
salah lihat orang?"
"Bagaimana mungkin aku
salah lihat orang?" Yap In Nio tersenyum sipu.
"Semalam dia pun... dia
pun menyatakan cinta padaku. Aku... girang sekali, sebab aku sudah jatuh cinta
padanya ketika pertama kali bertemu dengannya."
"oooh" Lim Peng Hang
terbelalak. la tidak menyangka kalau gadis itu akan bicara blak-blakan.
sementara Bu Lim Ji Khie dan
lainnya saling memandang dengan mimik aneh, sebab mereka tahu Tio Cie Hiong dan
Lim Ceng Im belum pulang. Namun gadis itu justru mengatakan bertemu Tio Cie
Hiong semalam, bukankah aneh sekali?
"Nona kecil" sam Gan
sin Kay menatapnya.
"Engkau tidak sinting
kan?"
" Kakek pengemis"
Yap In Nio tertawa geli.
"Aku bukan sinting.
semalam aku mau ikut dia ke mari, katanya sudah larut malam, lebih baik pagi
ini aku ke mari, dia menungguku di sini. Kakek pengemis, cepatlah suruh dia
keluar aku ingin menemuinya"
"Nona kecil" ujar
sam Gan sin Kay sungguh-sungguh.
"Tio Cie Hiong tidak
berada di sini, dia masih berada di Tayli."
" Kakek pengemis
bohong" YapIn Nio tidak percaya.
"Tio Cie Hiong memang
berada di Tayli, kami tidak membohongimu," ujar Kim siauw suseng.
"semalam kakak Hiong yang
menyuruhku ke -sini menemuinya, maka tidak mungkin dia tidak berada di
sini." sahut Yap In Nio dengan mulai bersimbah air.
"Kakak Hiong tidak akan
membohongi aku."
"Nona kecil" Lim
Peng Hang menatapnya tajam.
"Benarkah engkau sudah
bertemu Tio Cie Hiong semalam?"
"Benar, Paman." Yap
In Nio mengangguk.
"Begini saja" ujar
Lim Peng Hang.
"Engkau boleh tinggal di
sini menunggu Tio Cie Hiong, mungkin tidak lama lagi dia akan pulang."
"Dia... dia sudah pergi?"
Yap In Nio tampak kecewa.
"semalam dia telah
bersumpah padaku, bahwa dia tidak akan meninggalkanku. Kenapa hari ini dia
malah pergi?"
Lim Peng Hang tidak menyahut,
melainkan segera menyuruh seseorang pengemis untuk mengantar Yap In Nio ke
kamar.
"Kita yang telah gila
ataukah gadis itu yang tidak waras?" gumam sam Gan sin Kay sambil
menggaruk-garuk kepala.
"Ayah?" ujar Lim
Peng Hang.
"Bagaimana kalau aku
menyuruh beberapa orang pergi menyelidikinya? " "Lebih baik tunggu
cie Hiong dan ceng Im pulang saja" sahut sam Gan sin Kay.
"Gadis itu memang kenal
Tio Cie Hiong, tentunya dia tidak akan salah mengenali orang," ujar Kim
siauw suseng.
"Tapi yang jelas Cie
Hiong dan ceng Im belum pulang, kenapa bisa muncul Tio Cie Hiong? Lagipula...
ketika gadis itu mengatakan di rumah penginapan, kelihatannya malu-malu, sudah
pasti terjadi sesuatu atas dirinya di rumah penginapan itu."
"Benar." Tui Hun
Lojin manggut-manggut.
"Gadis itu pun tampak
tidak bohong, namun kok bisa muncul Tio Cie Hiong?" "Mungkinkah...
ada orang lain yang menyerupai Tio Cie Hiong?" tanya Tok Pie sin Wan.
"Tidak mungkin." Lim Peng Hang menggelengkan kepala.
"Gadis itu kelihatan
begitu mencintai Tio Cie Hiong, tentunya tidak akan salah mengenali orang yang
menyerupai Tio Cie Hiong."
Kalau begitu.." Tok Pie
sin wan menghela nafas.
Urusan ini sungguh aneh
sekali."
"Juga membingungkan,"
sambung sam Gan sin Kay sambil menggeleng-gelengkan kepala.
"Haaah..." seru Gouw
Han Tiong mendadak.
"Ada apa?" tanya Lim
Peng Hang.
"Lim Pangcu" jawab
Gouw Han Tiong.
"Mungkinkah belum lama
ini telah muncul seseorang yang mahir dalam hal tata rias wajah di rimba
persilatan?"
"Aku belum menerima
laporan tentang itu berarti tidak ada," sahut Lim Peng Hang.
Urusan ini memang aneh
sekali." sam Gan sin Kay menggeleng-gelengkan kepala.
Urusan di Tayli belum beres,
muncul lagi urusan lain."
"Aaakh..." Lim Peng
Hang menghela nafas.
"Entah harus bagaimana
Cie Hiong memberesi urusan aneh ini?"
"Kelihatannya gadis itu
tidak mempercayai kita, itulah yang merepotkan," ujar Kim siauw suseng
dengan kening berkerut.
"Kita sedang menunggu
kemunculan Bu Lim sam Mo, yang muncul malah urusan yang tak terduga". Tok
Pie sin wan menarik nafas panjang.
sementara Yap In Nio sudah
berada di dalam kamar. Gadis itu tidak habis pikir, kenapa Tio Cie Hiong tidak
menepati janji? setahunya Tio Cie Hiong bukan pemuda semacam itu Mungkinkah dia
disembunyikan oleh orang-orang di sini? Yap In Nio terus berpikir,
akhirnya dia mengambil
keputusan untuk menunggu. Akan tetapi, sudah dua hari ia menunggu di markas
pusat Kay Pang itu, Tio Cie Hiong masih belum muncul.
Mungkin karena kesal, maka Yap
In Nio pergi jalan-jalan. Tiada seorang pengemis pun yang menghadangnya, sebab
mereka tahu gadis itu adalah tamu di situ.
Yap In Nio terus berjalan.
Ketika dia sampai dijalan yang sepi, mendadak muncul seorang pemuda tampan,
dialah Ku Tek Cun.
"Hei" seru Yap In
Nio memanggilnya. Ternyata gadis itu, lelah lupa akan namanya.
"oh" Ku Tek Cun
tersenyum.
"Nona In Nio"
"Engkau bertemu Kakak
Hiong?" tanya Yap In Nio.
"Maksudmu Tio Cie
Hiong?" Ku Tek Cun terheran- heran.
"Aku sudah menyuruhnya ke
rumah penginapan itu menemuimu, dia tidak ke sana?"
"Dia memang sudah ke sana
menemuiku, bahkan menyuruhku ke markas pusat Kay Pang." Yap In Nio
memberitahukan.
"Aku ke markas Kay pang,
tapi orang-orang di sana bilang dia tidak di sana."
"oh?" Ku Tek Cun
mengerutkan kening.
"setahuku, dia memang
berada di situ, tidak mungkin tidak ada."
"Tapi..." Yap In Nio
menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku sudah menunggu dua
hari di markas pusat Kay Pang, tapi kakak Hiong masih belum muncul."
"Aaakh..." Ku Tek
Cun menarik nafas panjang-
"Eh?" Yap In Nio
heran. "Kenapa engkau menarik nafas?"
"Nona In Nio" Ku Tek
Cun menatapnya.
Engkau belum tahu, sebetulnya
orang-orang di sana, semuanya penjahat. Karena itu, mereka telah
membohongimu."
"Maksudmu Kakak Hiong
berada di sana, tapi " mereka membohong iku?" tanya Yap In Nio
terbelalak.
"Ya." Ku Tek Cun
mengangguk.
"ohya, malam itu Tio Cie
Hiong ke kamarmu?"
"Benar." Yap In Nio
manggut-manggut dengan wajah kemerah-merahan.
"Dia... dia telah berbuat
sesuatu atas dirimu?" tanya Ku Tek Cun berbisik dan menatapnya.
"Engkau harus berterus terang, karena aku harus membelamu"
"Ya."
"setelah berbuat, dia
bersumpah tidak?"
"Dia memang
bersumpah." Yap In Nio memberitahukan dengan suara rendah.
"Dia bersumpah, apabila
meninggalkanku dan tidak bertanggung jawab atas perbuatannya itu, dia akan mati
di tanganku."
"Ngmmm" Ku Tek Cun
manggut-manggut.
Kalau begitu, engkau harus
bersabar menunggunya. setelah itu, engkau bertanya kepadanya, apabila dia
menyangkal dan tidak mau bertanggung jawab, bunuh saja dia"
"Apa?" Yap In Nio
terbelalak. "Aku... aku harus membunuhnya?"
"Tentu." Ku Tek Cun
mengangguk.
"Dia tidak mau mengaku
berarti tidak mau bertanggung jawab, maka dia harus mati di tanganmu."
"Tapi..." Yap In Nio
menggeleng-gelengkan kepala.
"Bagaimana mungkin aku
tega membunuhnya? "
"Yap In Nio"
Mendadak Ku Tek Cun memanggil namanya.
"Ya." Gadis itu
mendongakkan kepala memandangnya.
"Yap In Nio, engkau harus
ingat" ujar Ku Tek Cun sambil menatapnya tajam.
"Kalau dia menyangkal dan
tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya, engkau harus membunuhnya Engkau
harus membunuhnya Engkau harus membunuhnya"
"Ya, ya." Yap In Nio
mengangguk. "Kalau dia menyangkal dan tidak mau bertanggung jawab, aku
pasti membunuhnya. Aku pasti bunuh dia. Aku pasti bunuh dia."
"Nah, sekarang engkau
harus kembali ke markas pusat Kay Pang, tunggu Tio Cie Hiong pulang" ujar
Ku Tek Cun dan tetap menatapnya tajam.
"Ya." Yap In Nio
mengangguk. lalu segera kembali ke markas pusat Kay Pang.
setelah Yap In Nio pergi, Ku
Tek Cun tertawa gelak lalu melesat pergi. Tiba-tiba muncul seorang pengemis
muda dari balik pohon. Pengemis muda itu terus mengerutkan kening, kemudian
menggeleng-gelengkan kepala sambil meninggalkan tempat itu.
Bab 30 Kejadian yang
mengejutkan
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im
dalam perjalanan pulang. Mereka memacukan kuda masing-masing menuju markas
pusat Kay Pang. Ketika hari mulai gelap. mereka berhenti, lalu duduk
beristirahat di bawah sebuah pohon. Tio Cie Hiong mengeluarkan makanan kering,
lalu diberikannya kepada Lim Ceng Im.
"Terimakasih, Kakak
Hiong" ucapnya lalu mulai menyantap makanan kering terseb it. "Adik
Im" Tio Cie Hiong tersenyum. "Mungkin besok sore kita akan
sampai."
"Tui Hun Lojin dan paman
Gouw pasti gembira sekali menerima kabar baik dari kita," sahut Lim Ceng
Im.
"Tentu gembira." Tio
Cie Hiong manggut-manggut. "sebab Pangeran Tayli telah jatuh cinta pada
sian Eng."
"Toan wie Kie seorang
pangeran yang baik, maka sian Eng pasti hidup bahagia." ujar Lim Ceng Im
sambil melirik Tio Cie Hiong.
Kakak Hiong, seandainya engkau
menerima perjodohan itu, aku pasti pulang seorang diri" "Adik
Im" sahut Tio Cie Hiong sungguh-sungguh. "engkau harus tahu akan satu
hal" "Tentang hal apa?" tanya Lim Ceng Im.
"Apa yang kuucapkan di
hadapan Toan Hong Ya, itu bukan karena engkau berada di situ." Tio Cie
Hiong menjelaskan.
Kalau pun engkau tidak hadir
di situ, aku pun pasti mengucapkan begitu." "oooh" Lim Ceng Im
manggut-manggut mengerti, dan bukan main girang hatinya.
Kalau kakakku tahu, dia pasti
senang."
"Adik Im, engkau harus
tahu" ujar Tio cie Hiong melanjutkan.
cinta itu memang indah, kalau
kita berlaku setia tidak akan luntur selama-lamanya. Tetapi, cinta itu akan
berubah menjadi momok dalam hati kita, apabila kita tidak setia, gampang
mengalihkannya dan cepat
luntur. Itu akan membuat orang lain menderita dan merusak diri sendiri
pula."
"oh?" Lim Ceng Im
menatapnya.
"Aku pernah menyatakan di
hadapanmu, bahwa aku sangat mencintai kakakmu. Ketika Toan Hong Ya menyatakan
ingin menjodohkan Tayli Kongcu padaku, seandainya aku gampang tergoda, bukankah
aku sudah tidak setia terhadap cinta yang pernah kunyatakan itu? Aku bisa
berbuat begitu terhadap kakakmu, tentunya juga bisa berbuat begitu pula
terhadap Tayli Kongcu. Nan, akhirnya siapa yang akan menderita dan rusak?"
"Kakak Hiong" Lim
Ceng Im tersenyum. "Aku tidak menyangka kalau engkau begitu memahami arti
cinta."
"Adik Im" ujar Tio
Cie Hiong sungguh-sungguh.
" Kalau engkau jatuh
cinta pada seseorang gadis kelak. engkau harus setia dan...."
"Kakak Hiong" sahut
Lim Ceng Im cepat.
"Aku tidak akan jatuh
cinta pada gadis yang mana pun."
"Lho?" Tio Cie Hiong
heran. " Kenapa?"
"Engkau akan
mengetahuinya kelak." Lim Ceng Im menundukkan kepala.
"ohya" Tio Cie Hiong
teringat sesuatu.
"Entah bagaimana keadaan
di markas pusat Kay Pang? Mungkinkah sam Mo Kauw sudah menyerbu ke sana?"
"Entahlah." Lim Ceng
Im menggelengkan kepala.
"Adik Im, kita harus
memburu waktu sampai di sana." Tio Cie Hiong bangkit berdiri "Mari
kita berangkat"
Lim Ceng Im mengangguk. Mereka
berdua lalu meloncat ke punggung kuda dan memacunya laksana kilat.
Ketika hari mulai senja, Tio
Cie Hiong dan Lim Ceng Im telah sampai di markas pusat Kay Pang.
Beberapa pengemis langsung
berlari ke dalam untuk melapor.
Di saat mereka memasuki
halaman markas itu, mendadak terdengar suara seruan seorang gadis.
"Kakak Hiong Kakak
Hiong"
"Heeh?" Tio Cie
Hiong terbelalak dan kemudian tersenyum.
"Engkau... adik In
Nio"
"Kakak Hiong" Yap In
Nio langsung mendekap di dadanya.
"Adik In Nio" Tio
Cie Hiong membelainya. "ohya, mari kuperkenalkan, ini adalah Lim Ceng Im,
putra Lim Peng Hang ketua Kay Pang."
"Kakak Lim" panggil
Yap In Nio sambil tersenyum.
Engkau Yap In Nio..." Lim
Ceng Im menatapnya.
Kakak Hiong pernah
memberitahukan kepadaku tentang dirimu."
"oh?" Yap In Nio
terbelalak, kemudian memandang Tio Cie Hiong seraya berkata.
"Kakak Hiong, engkau
jahat sekali"
"Apa?" Tio Cie Hiong
tersenyum. "Aku jahat?"
"Ya." Yap In Nio
mengangguk.
"Engkau memang jahat,
sudah berjanji tapi tidak menepatinya."
"Eh? Adik In, aku pernah
berjanji apa kepadamu?" Tio Cie Hiong bingung.
"Malam itu...,"
jawab Yap In Nio sambil menundukkan kepala.
Engkau ke kamar penginapan
menemuiku, lalu menyuruhku ke mari, tapi engkau malah tidak ada."
"Malam itu?" Tio Cie
Hiong mengerutkan kening, ia memandang Lim Ceng Im sejenak, kemudian bertanya
pada Yap In Nio.
"Malam kapan?"
"Beberapa malam yang
lalu," sahut Yap In Nio.
"Beberapa malam yang
lalu?" Tio Cie Hiong terbelalak.
"Adik In, beberapa malam
yang lalu, aku dan adik Im ini masih dalam perjalanan."
"Kakak Hiong..." Yap
In Nio menggeleng-gelengkan kepala.
"Kenapa kini engkau suka
berbohong?"
"Aku berbohong?" Tio
Cie Hiong betul-betul pusing dibuatnya.
"Beberapa malam yang
lalu, aku memang masih dalam perjalanan bersama adik Im ini. Kalau engkau tidak
percaya, tanyalah kepadanya"
"Benar, In Nio,"
ujar Lim Ceng Im.
"Beberapa malam yang
lalu, dia memang masih dalam perjalanan kemari bersamaku." " Kenapa
kalian semua membohongiku?" wajah Yap In Nio tampak muram.
Di saat bersamaan, muncullah
Bu Lim Ji Khie dan lainnya. Gouw Han Tiong tersentak dan cemas karena tidak melihat
Gouw sian Eng.
"cie Hiong, kenapa Gouw
sian Eng tidak ikut kalian? Apakah telah terjadi sesuatu atas dirinya?"
tanya Gouw Han Tiong dengan hati kebat-kebit.
"Tenang saja, Paman"
sahut Lim Ceng Im sambil tersenyum.
"Kami membawa kabar baik
untuk paman. "
"Kabar baik apa?"
tanya Gouw Han Tiong agak berlega hati.
"Mari kita bicara di
dalam" ujar sam Gan sin Kay sambil melirik Yap In Nio, kemudian
menambahkan.
"Cie Hiong, engkau juga
harus ikut ke dalam"
"Ya" Tio Cie Hiong
mengangguk.
"Kakak Hiong" seru
Yap In Nio.
"Aku tunggu di sini saja.
Engkau... jangan pergi lagi ya" "Ya." Tio Cie Hiong mengangguk
dan berjalan ke dalam.
Mereka semua duduk di ruang
depan. Walau begitu banyak orang, tapi hening sekali suasananya.
"Cie Hiong" Gouw Han
Tiong menatapnya. " Kalian sudah bertemu sian Eng?"
"Sudah, Paman." Tio
Cie Hiong mengangguk sambil tersenyum.
"Adik Eng belum mau
pulang, sebab dia masih betah tinggal di istana Tayli."
"Lho?" Tui Hun Lojin
mengerutkan kening. "Kenapa begitu?"
Karena sian Eng dan Toan wie
Kie sudah saling mencintai, maka sian Eng masih betah tinggal di sana,"
sahut Lim Ceng Im memberitahukan.
"Ceng Im" tanya Lim
Peng Hang. "siapa Toan wie Kie itu?"
"Dia Pangeran Tayli,
putra Toan Hong Ya," jawab Lim Ceng Im memberitahukan. "Mungkin dalam
waktu dua tiga bulan, Toan wie Kie akan mengantar sian Eng pulang."
"oh?" Gouw Han Tiong
berlega hati dan wajahnya mulai berseri. "cie Hiong, ceritakanlah tentang
semua itu"
"Ya, Paman." Tio Cie
Hiong mengangguk, lalu menceritakan semua itu dan menambahkan.
"Kemungkinan besar, Toan
wie Kie mengantar sian Eng pulang, maksudnya juga ingin melamarnya."
"Huaha ha ha" sam
Gan sin Kay tertawa terbahak setelah mendengar itu
"Setan tua, setelah sian
Eng menikah dengan Pangeran Tayli itu, engkaupun bisa ikut hidup senang di
istana Tayli dikelilingi para dayang"
"Pengemis bau" Tui
Hun Lojin tertawa. "Engkau ngiri ya?" "Ngiri sih tidak. hanya
saja..." sam Gan sin Kay tersenyum. " Kenapa?" tanya Tui Hun
Lojin.
"Tentunya aku pun boleh
nebeng di sana. Ya, kan?" sahut sam Gan sin Kay dan tertawa lagi.
Yang tidak bisa tertawa hanya
Lim Peng Hang. la terus memandang Tio Cie Hiong dengan kening berkerut-kerut.
"Ayah...." Lim Ceng
Im terheran- heran.
"Aaakh..." Lim Peng
Hang menarik nafas panjang, sehingga membuat semua orang bungkam, tapi kemudian
ketua Kay Pang itu melanjutkan.
"urusan di Tayli telah
beres, namun di sini malah muncul urusan yang membingungkan" "Tentang
Yap In Nio itu?" tanya Lim Ceng Im. "Ya." Lim Peng Hang
mengangguk.
"Aku juga masih
bingung...." Lim Ceng Im mengerutkan kening.
"Ayah, sebetulnya apa
gerangan yang telah terjadi?"
"Ayah pun
kebingungan..." Lim Peng tiang menggeleng-gelengkan kepala.
"Beberapa hari yang lalu,
muncul gadis itu ke mari dari mengatakan bahwa Cie Hiong telah menemuinya,
bahkan menyuruhnya ke mari. Bukankah itu aneh sekali?"
"BetuL Paman." Tio
Cie Hiong manggut-manggut.
"Tadi dia pun mengatakan
begitu kepadaku, sehingga aku menjadi bingung sekali."
"Bukan hanya engkau yang
bingung, bahkan semua pun kebingungan memikirkan hal itu," ujar sam Gan
sin Kay sambil menggeleng- geleng kepala.
"ohya, engkau kenal baik
gadis itu?"
"Memang aku kenal
baik..." Tio Cie Hiong menutur tentang ibu gadis itu membawanya ke rumah,
kemudian berkenalan dengan gadis itu dan lain sebagainya."
"Kalau begitu, gadis itu
tidak berdusta," ujar sam Gan sin Kay.
"Apa yang diceritakannya
persis seperti apa yang kau tuturkan barusan."
"Itu pertanda dia gadis
normal," sela Kim siauw suseng.
"Tapi kejadian
itu..."
"Kejadian apa, Paman
sastrawan?" tanya Tio Cie Hiong.
"Dia bilang engkau ke
kamar penginapan itu menemuinya..." sahut Kim siauw suseng memberitahukan.
"Aku melihat wajahnya
tampak kemerah-merahan, sudah pasti telah terjadi sesuatu di dalam kamar
itu."
"Maksud Paman
sastrawan..." Tio Cie Hiong mengerutkan kening.
"Ya." Kim siauw
suseng manggut-manggut.
"Memang itu yang
kumaksudkan, lagi pula dia begitu yakin bahwa yang datang itu dirimu."
"Tapi aku masih dalam perjalanan bersama adik Im," ujar Tio Cie
Hiong. "Kami tahu itu." Lim Peng Hang manggut-manggut.
"Maka urusan ini sungguh
aneh."
"Ayah, mungkinkah ada
orang tertentu menyamar sebagai Kakak Hiong karena ingin merusak nama baik
Kakak Hiong?" tanya Lim Ceng Im.
"Mungkin." Lim Peng
Hang mengangguk.
"Dalam rimba persilatan,
tidak ada orang yang begitu mahir dalam hal menyamar wajah orang lain."
sela Tui Hun Lojin dan melanjutkan.
"Kita harus tahu,
kelihatannya gadis itu sangat mencintai Cie Hiong, tentunya dia ingat benar
wajah Cie Hiong pula. Apabila
ada orang tertentu menyamar
sebagai Cie Hiong, gadis itu pasti tahu."
"Benar." sam Gan sin
Kay manggut-manggut.
"Mungkinkah dalam rimba
persilatan terdapat seseorang yang mirip Cie Hiong?"
"Itu tidak mungkin."
Kim siauw suseng menggeleng-gelengkan kemala dan menambahkan. "Lagi pula
kita semua tahu jelas bagaimana sifat Cie Hiong...." "Aaakh..."
sam Gan sin Kay memukul keningnya sendiri
"Aku jadi pusing sekali.
Usiaku sudah delapan puluh lebih, baru kali ini menghadapi urusan yang
sedemikian aneh."
"sama-sama," sahut
Kim siauw suseng, kemudian menghela nafas.
"Kini keadaan sangat
genting, kita harus siap menghadapi Bu Lim sam Mo, justru malah muncul urusan
yang tak terduga ini."
"Cie Hiong" sam Gan
sin Kay menatapnya.
"Hmms bagaimana engkau
membereskan urusan ini?" "Kakek pengemis "jawab Tio Cie Hiong
tenang. "Akan kubereskan secara baik dan damai."
"Cie Hiong..." Lim
Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala. "Kelihatannya tidak begitu gampang
membereskan urusan ini." "Kenapa?" tanya Tio Cie Hiong heran.
"Kalau tidak terjadi
sesuatu di dalam kamar itu, mungkin masih bisa di bereskan dengan baik dan
damai, tapi..." Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kemala lagi.
"Haah..." seru Tio
Cie Hiong mendadak.
"Ada apa, Kakak
Hiong?" tanya Lim Ceng Im terkejut.
Celaka" wajah Tio cie
Hiong berubah pucat. "Apa yang celaka?" tanya semua orang serentak.
Kalau... kalau..." kening
Tio cie Hiong terus berkerut-kerut. "Akh Ini betul-betul celaka"
"Kakak Hiong Apa yang
celaka?" tanya L^m Ceng Im gelisah.
"Kalau Im Ceng, kakakmu
itu tahu akan urusan ini, dia... dia pasti akan salah paham padaku. Akh
celaka..."
"Jangan khawatir Kakak
Hiong" ujar Lim Ceng Im.
"Aku adalah saksi utama
dalam urusan ini, engkau harus tenang"
"Ceng Im" sam Gan
sin Kay melotot.
" Engkau memang
keterlaluan"
"Kakek..." Lim Ceng
Im menundukkan kepala.
"Bagaimana kalau kita
suruh In Nio ke mari saja?" tanya Tio Cie Hiong.
"Aku ingin bertanya
langsung kepadanya di sini."
"Mungkin dia akan merasa
malu." Lim Peng Hang menggelengkan kepala.
"Tidak apa-apa,"
sahut Tio cie Hiong.
"sebab aku tidak akan
menyinggung mengenai masalah dalam kamar itu." "Baiklah."^ Lim
Peng Hang mengangguk, lalu berkata pada Lim Ceng Im. "Panggil dia ke
mari"
"Ya, Ayah." Lim Ceng
Im segera pergi memanggil Yap In Nio.
Tak seberapa lama kemudian,
Lim Ceng Im sudah kembali bersama Yap In Nio, yang wajahnya tampak berseri.
"Kakak Hiong Engkau
panggil aku ya?" tanya Yap In Nio sambil tersenyum manis.
Ya." Tio Cie Hiong
manggut-manggut dan tersenyum lembut. "Adik In Nio, duduklah"
Yap In Nio duduk. namun merasa
kikuk karena semua orang terus memandangnya. "Kakak Hong...."
"Tidak apa-apa." Tio
Cie Hiong tersenyum lagi. "Mereka orang jahat" ujar Yap In Nio.
"Aku ke mari mencarimu,
tapi mereka telah membohongiku. Padahal engkau berada di sini, tapi mereka
malah bilang engkau belum pulang...."
"Adik In, mereka bukan
orang jahat dan sama sekali tidak membohongimu. Aku memang belum pulang,"
sahut Tio Cie Hiong sambil memandangnya.
"Adik In, kenapa engkau
mengembara di rimba persilatan? Bagaimana keadaan ibumu?"
"Eeeh?" Yap In Nio terbelalak.
"Kok Kakak Hiong jadi
pelupa sekarang? Malam itu aku sudah beritahukan, bahwa ibuku telah meninggal
karena sakit mendadak."
"Apa?" Tio Cie Hiong
tertegun dan wajahnya berubah murung, " ibumu telah meninggal?"
"Ya." Yap In Nio
mengangguk. "Karena itu, aku mengembara mencarimu."
"oooh" Tio Cie Hiong
manggut-manggut.
"Adik In Nio, bagaimana
kabarnya Tan Li cu dan Lim Hay Beng?"
"Kakak Hiong..."
lagi Yap In Nio terbelalak .
"Malam itu aku pun telah
beritahukan, bahwa Li Cu dan Hay Beng sudah menikah, mereka hidup
bahagia."
"syukurlah" Tio Cie
Hiong tersenyum, kemudian wajahnya berubah serius.
"Adik In, benarkah malam
itu aku ke kamar penginapan menemuimu?"
"Memang benar." Yap
In Nio mengangguk dengan wajah agak kemerah-merahan, "Engkau yang ke sana,
kenapa malah bertanya demikian?" "Adik In" Tio Cie Hiong
menatapnya.
"Apa-kah engkau tidak
keliru mengenali orang?"
"Kakak Hiong, bagaimana
mungkin aku keliru?" Yap In Nio memandangnya.
"Malam itu, setelah
kita... kita...."
"Adik In, lanjutkanlah
Jangan merasa malu" ujar Tio Cie Hiong lembut.
"Ya, Kakak Hiong"
Yap In Nio melanjutkan.
"Malam itu setelah kita
melakukan itu engkau pun bersumpah, apabila meninggalkan aku dan tidak mau
bertanggung jawab, engkau pasti akan mati di tanganku. Kemudian engkau
menyuruhku ke mari, dan engkau akan menungguku di sini."
"Aaakh..." Tio Cie
Hiong menghela nafas.
"Adik In perhatikanlah
diriku baik-baik, benarkah aku adalah orang itu?"
Yap In Nio menatapnya, lama
sekali barulah ia mengangguk dan berkata dengan yakin sekali. "Tidak
salah. Kakak Hiong yang menemuiku malam itu." "Adik In" Tio Cie
Hiong tersenyum getir.
"sekarang
beristirahatlah, besok pagi kita bertemu lagi"
"Kakak Hiong tidak akan
pergi kan?" tanya Yap In Nio sambil memandangnya.
"Jangan khawatir, Adik
In" sahut Tio Cie Hiong.
"Aku tidak akan pergi,
percayalah padaku"
"Ya, Kakak Hiong."
Yap In Nio segera ke dalam.
"Aaakh..." Tio Cie
Hiong menarik nafas panjang dan menggeleng-gelengkan kepala.
"Yap In Nio seorang gadis
yang baik, tidak mungkin dia akan memfitnah diriku. Aku yakin, pasti ada orang
tertentu menyamar sebagai diriku, lalu berbuat begitu dengan Adik In. Tapi...
aku tidak mempunyai musuh lain, kenapa...."
"Mungkinkah itu perbuatan
sam Mo Kauw?" tanya Lim Ceng Im.
"Mungkin dan tidak,"
sahut sam Gan sin Kay.
"Tidak dan mungkini Itu
memang telah terjadi atas diri gadis itu, hanya saja kita tidak tahu siapa yang
begitu hebat bisa menyamar sebagai diriku."
"Kalau mengenai soal
menyamar, aku pun cukup mahir," ujar Tok Pie sin wan dan menambahkan.
"Namun dalam rimba
persilatan tidak ada yang mampu menyamar wajah orang lain sampai mirip
sekali."
"Kalau begitu.." Tio
Cie Hiong terus berpikir, kemudian mendadak ia berseru.
"Hah? Mungkinkah
begitu?"
"Maksud Kakak
Hiong?" tanya Lim Ceng Im cepat.
"Aku pernah bertarung
dengan seorang pendeta Ang Liansi (Biara Teratai Merah), di sebuah desa kecil.
Pendeta itu mahir ilmu sesat." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Dia mampu membuat
penglihatan kita terpengaruh oleh ilmu sesatnya, jadi kalau dia bilang dirinya
apa, kita pasti melihat dia seperti apa yang dia bilang itu."
"oh?" sam Gan sin
Kay terbelalak.
"Siapa pendeta itu?"
"Dia Im Yang Hoatsu
(Pendeta Banci)," jawab Tio Cie Hiong.
"Ngmmm" sam Gan sin
Kay manggut-manggut.
"Aku pernah dengar nama
itu, Im Yang Hoatsu memang mahir ilmu sesat."
Kakak Hiong tidak terpengaruh
oleh ilmu sesatnya itu?" tanya Lim Ceng Im mendadak. "Tidak."
Tio cie Hiong menggelengkan kepala.
"Kok tidak?" Lim
Ceng Im heran.
"sebab aku memiliki ilmu
Penakluk iblis." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Maka aku tidak
terpengaruh oleh ilmu sesat itu."
Kakak Hiong, maukah engkau
mengajarkan ilmu itu kepadaku?" tanya Lim Ceng Im. "Ceng Im" Lim
Peng Hang menggeleng-gelengkan kemala.
"Kau kira gampang belajar
ilmu Penakluk iblis itu? Kakekmu masih tidak mampu mempelajari ilmu itu, apa
lagi engkau."
"oh?" Lim Ceng Im
terbelalak, kemudian bertanya pada Tio Cie Hiong.
" Kakak Hiong, bagaimana
hasil pertarungan itu?"
"Im Yang Hoatsu tidak
kuat menghadapi aku, akhirnya dia kabur," jawab Tio Cie Hiong dan
menambahkan.
"Maka aku
curiga...."
"Engkau mencurigai orang
itu adalah Im Yang Hoatsu?" tanya Lim Ceng Im.
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk.
"cie Hiong" sam Gan
sin Kay manggut-manggut.
"Kecurigaanmu memang
beralasan. Mungkin Im Yang Hoatsu itu mendendam padamu, maka dilampiaskannya
terhadap Yap In Nio"
"Besok pagi aku akan
bertanya kepadanya," ujar Tio Cie Hiong. Kemudian dia memandang Lim Peng
Hang dengan wajah agak kemerah-merahan.
"Paman, apakah adik Ceng
sudah pulang?"
"Dia..." Lim Peng
Hang tidak tahu harus menjawab apa, sehingga membuatnya menjadi serba salah.
"Dia belum pulang?"
tanya Tio Cie Hiong kecewa dan bergumam.
"Kenapa dia pergi begitu
lama?"
"Cie Hiong" seia sam
Gan sin Kay.
"Kalau bertemu dia lagi,
engkau boleh menamparnya."
"Kakek pengemis..."
Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
"Kakek kok mengajar orang
yang bukan-bukan sih?" tegur Lim Ceng Im cemberut.
"siapa suruh engkau
begitu keterlaluan." sahut sam Gan sin Kay sambil melotot.
"Kakek pengemis, adik Im
jangan dipersalah-kan" ujar Tio Cie Hiong.
"Dia cukup pusing karena
kakaknya belum pulang." "Engkau masih membela dia?" sam Gan sin
Kay melotot lagi. "Seharusnya engkau menamparnya. "
"Kakek pengemis..."
Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala lagi.
"Kakek " Lim Ceng Im
juga melotot.
"Kok kakek jadi
bawel?"
"Ayah" ujar Lim Peng
Hang.
"Kita masih memusingkan
urusan ini, jangan terus bergurau"
"Wuah" sam Gan sin
Kay mencak-mencak.
"Dunia sudah terbalik,
anak berani menegur orang tua" "Ha ha ha" Kim Siauw Suseng
tertawa terbahak-tabahak. "Makanya jangan suka usil..."
Yap In Nio duduk di pinggir
ranjang, mendadak ia merasa hatinya tersentak. sehingga membuat pikirannya
melayang-layang. setelah itu, telinganya mendengung- dengung.
"Kalau dia menyangkal dan
tidak mau bertanggung jawab, bunuh saja dia Bunuh saja dia" Ternyata
ucapan ini mengiang di telinganya secara mendadak. kemudian ia pun bergumam.
"Apabila dia menyangkal
perbuatannya, aku pasti membunuhnya Aku pasti membunuhnya" usai bergumam,
Yap In Nio menyembunyikan sebilah belati di lengan bajunya. Di saat bersamaan,
terdengarlah suara ketukan di pintu kamar.
"Siapa?" tanyanya.
"Aku dan adik Ceng Im ke
mari ingin bercakap-cakap denganmu," sahut Tio Cie Hiong.
"Kakak Hiong" seru
Yap In Nio girang dan segera membuka pintu kamar.
"Masuklah"
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im
melangkah ke dalam, lalu duduk di kursi. Sedangkan Yap In Nio duduk di pinggir
ranjang.
"Adik In, bolehkah aku
mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu?" Tio Cie Hiong menatapnya lembut.
"Tentu saja boleh,"
sahut Yap In Nio sambil tersenyum.
"Adik In..." Tio Cie
Hiong menatapnya.
"Malam itu sebelum engkau
melihat aku ke kamarmu, apakah engkau bertemu seseorang?" "Ya."
Yap In Nio mengangguk.
"orang itu baik sekali.
Kalau aku tidak bertemu dia, aku pasti tidak tahu Kakak Hiong berada di
mana."
"orang itu masih muda
atau sudah berumur?" tanya Tio Cie Hiong.
"Masih muda dan
tampan." Yap In Nio memberitahukan.
"Dia mengajakku ke sebuah
rumah penginapan, kemudian menyuruhku menunggu di dalam sebuah kamar karena dia
mau pergi mencari Kakak Hiong. Dia pun bilang, mungkin malam hari kakak Hiong
akan menemuiku di kamar penginapan itu."
"Engkau tahu nama pemuda
tampan itu?" tanya Lim Ceng Im.
"Namanya...
namanya..." Yap In Nio tidak ingat lagi.
"Dia memberitahukan
namanya, tapi aku sudah lupa."
"Adik Im" ujar Tio
Cie Hiong.
"Kalau begitu, orang itu
bukan Im Yang Hoatsu."
"Kakak Hiong, engkau
pernah kenal pemuda tampan?" tanya Lim Ceng Im.
"Tidak." Tio cie
Hiong menggelengkan kepala. "Heran" gumam Lim Ceng Im dengan kening
berkerut. "Aku yakin pemuda tampan itu pasti kenal denganmu."
Tio Cie Hiong
menggeleng-gelengkan kemala. "Sungguh mengherankan sekali"
"Kakak Hiong" Yap In
Nio menatapnya, kemudian berkata sambil menundukkan kepala.
"Aku... aku telah
menyerahkan diriku kepadamu, engkau tidak boleh meninggaikan aku, engkau...
harus bertanggung jawab"
"Adik In" Tio Cie
Hiong menghela nafas.
"Terus terang, orang itu
bukan aku. Engkau telah terpedaya oleh orang jahat."
"Apa?" Yap In Nio
terbelalak. "Engkau bilang apa?" "Aku bilang orang itu bukan
aku," tegas Tio Cie Hiong. "Aku tidak pernah melakukan apa pun
terhadap dirimu...." "Kakak Hiong" wajah Yap In Nio mulai memucat.
"Engkau ingin mengelak
perbuatanmu itu?"
"Adik In, aku tidak
mengelak melainkan memang benar aku tidak melakukan apa-apa terhadap dirimu.
Lagi pula pada waktu itu, aku masih dalam perjalanan...."
"Kakak Hiong"
sepasang mata Yap In Nio berapi-api.
"Engkau... engkau tidak
mau bertanggung jawab? "
"Aaakh..." keluh Tio
Cie Hiong. "Adik In, aku harus bertanggung jawab apa?"
"Perbuatanmu itu"
sahut Yap In Nio sambil menudingnya.
"Engkau... engkau telah
berbuat, kenapa sekarang tidak mau bertanggung jawab?"
"Adik In, aku... aku
tidak berbuat...."
"Kakak Hiong, engkau...
engkau kejam Engkau... engkau menipu dan mempermainkan diriku Engkau begitu
tega..." Yap In Nio terisak-isak.
"Adik In" Tio Cie
Hiong menghela nafas.
"Kakak Hiong" Yap In
Nio mendekatinya.
"Benarkah engkau tidak
mau bertanggung jawab atas perbuatanmu itu?"
"Adik In" Tio cie
Hiong menggeleng-gelengkan kepala.
"Aku tidak berbuat,
bagaimana mungkin aku bertanggung jawab?"
"Kakak Hiong"
sepasang mata Yap In Nio berapi-api dan wajahnya tampak kehijau-hijauan.
"Jadi engkau tidak mau
bertanggung jawab?"
"Adik In..." Tio Cie
Hiong menghela nafas.
Kakak Hiong" Yap In Nio
menatapnya dingin.
Engkau sudah lupa akan sumpahmu
itu?" "Sumpah apa?"
"Kakak Hiong..."
Mendadak Yap In Nio tersenyum dan mendekatinya lagi.
"Akan kubisikkan"
"Adik In" Tio Cie
Hiong bangkit berdiri
"Engkau mau membisikkan
apa?"
"Kakak Hiong..."
sahut Yap In Nio dengan suara rendah dan lembut.
"Ketika pertama kali aku
melihatmu, aku... aku sudah merasa suka padamu."
"Adik In" Tio Cie
Hiong tersenyum.
"Akupun begitu, bahkan
menganggapmu sebagai adik sendiri"
"Pada waktu itu, engkau
begitu baik, memberi nasihat dan mengajarku ilmu pedang..." lanjut Yap In
Nio dengan mata mulai basah.
"Akan tetapi,
kini...."
"Kini aku tetap baik
terhadapmu," ujar Tio Cie Hiong lembut.
"Benar. engkau masih
tetap baik terhadapku, namun... kenapa engkau tidak mau bertanggung jawab?
sebaliknya malah bilang malam itu bukan engkau yang datang di kamar
penginapanku? "
"Adik In, malam itu yang
datang di kamarmu memang bukan aku." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Engkau..."
"Kakak Hiong" Yap In
Nio tersenyum. "Engkau tidak mau bertanggung jawab tidak apa-apa, mungkin
itu sudah nasibku. Kakak Hiong...."
Mendadak Yap In Nio mendekap
di dada Tio cie Hiong sambil menangis terisak-isak. Tio Cie Hiong membalainya,
sedangkan Lim Ceng Im cuma duduk diam dan menggeleng-gelengkan kepala, merasa
iba pada gadis itu.
Ketika Tio Cie Hiong membelai
Yap In Nio, sekonyong-konyong tangan gadis itu bergerak.
Casss sebilah belati telah
menancap di perut Tio cie Hiong.
Begitu cepat kejadian itu,
sehingga Tio cie Hiong terbelalak, begitu pula Lim Ceng Im. Perut Tio Cie Hiong
mulai mengucurkan darah, memerankan bajunya.
"Ha ha ha" Yap In
Nio tertawa dengan air mata berderai-derai.
"Kakak Hiong, setelah
engkau berbuat itu terhadap diriku, engkau pun bersumpah bahwa apabila engkau
menyangkal dan tidak mau bertanggung jawab, maka engkau akan mati di tanganku
Ha ha ha Aku telah menusuk perutmu Aku telah menusuk perutmu..."
Yap In Nio terus tertawa
seperti orang gila, kemudian mendadak berlari pergi meninggalkan kamar itu.
" Kakak Hiong..."
^erit Lim Ceng Im setelah hilang kagetnya.
Tio Cie Hiong diam saja.
Ternyata ia sedang mengerahkan Ku Pan Yok Hian Thian sin Kang-nya, agar
darahnya tidak terus mengucur.
Kakak Hiong..." wajah Lim
Ceng Im pucat pias. "Adik Im, ambilkan sehelai kain" ujar Tio Cie
Hiong.
Lim Ceng Im segera mengambil
sehelai kain untuk Tio Cie Hiong, sedangkan pemuda itu merogoh ke dalam bajunya
untuk mengeluarkan sebuah botol kecil yang berisi obat bubuk. setelah itu, ia
mencabut belati yang menancap diparutnya, lalu menaburkan obat bubuk itu pada lukanya.
"Kakak Hiong..." Lim
Ceng Im memandangnya dengan air mata bercucuran. "Adik Im, jangan
menangis" Tio Cie Hiong tersenyum sambil membalut lukanya. "Aku tidak
apa-apa."
"Gadis itu... sungguh
kejam"
"Dia tidak kejam..."
Tio Cie Hiong menghela nafas.
"Kasihan dia...."
"Dia telah melukaimu,
tapi... kenapa engkau masih merasa iba padanya?" tanya Lim Ceng Im
terisak-isak.
"Adik Im" Tio Cie
Hiong menggeleng-geleng-kan kepala.
"Engkau harus
memaafkannya, sebab sesungguhnya dia lebih menderita daripada diriku yang
mengalami luka ringan ini"
"Lukamu cukap parah tapi
engkau malah bilang luka ringan?" Lim Ceng Im memandangnya.
"Adik Im, dia masih tidak
tega..." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"seandainya dia tadi
tidak memiringkan sedikit belati itu, tentunya usus di dalam perutku telah
putus..."
"Kakak Hiong..." Lim
Ceng Im menggenggam tangannya erat-erat.
"Engkau... engkau merasa
sakit?"
"Lukaku telah diobati,
jadi tidak begitu sakit lagi." Tio cie Hiong tersenyum.
"Adik Im, engkau tidak
usah cemas"
"Apa yang terjadi? Apa
yang terjadi?" terdengar suara seruan Lim Peng Hang, ketua Kay Pay.
Ternyata ia dan lainnya
berhambur ke kamar itu.
"Ayah..." Lim Ceng
Im memberitahukan dengan air mata berlinang-linang.
"Perut kakak Hiong
terluka..."
"Siapa yang
melukainya?" tanya Lim Peng Hang.
"Yap In Nio" sahut
Lim Ceng Im.
"Akan ayah kejar gadis
itu" ujar Lim Peng Hang.
"Paman" cegah Tio
Cie Hiong.
"Biar dia pergi, tidak
usah dikejar"
"Ceng Im" sam Gan
sin Kay menatapnya.