Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 21

Baca Cersil Mandarin Online: Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 21
Bagian 21

"Ng" sam Gan sin Kay manggut-manggut, lalu berkata kepada pengemis yang melapor itu "suruh gadis itu masuk",

"Ya, Tetua" Pengemis itu mengangguk, setelah memberi hormat, pengemis itu langsung pergi.

Bu Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin, Tok Pie sin wan dan lainnya saling memandang dengan wajah penuh keheranan..

"Mungkinkah gadis itu tidak waras?" gumam sam Gan sin Kay.

"sungguh membingungkan" Kim siauw suseng menggeleng- gelengkan kepala. "Mungkinkah... Tio Cie Hiong sudah pulang?" ujar Tok Pie Sin Wan bergumam. "Tapi kalau dia sudah pulang..."

"Tidak mungkin," potong Lim Peng Hang sambil mengerutkan kening.

Kalau Cie Hiong dan Ceng Im sudah pulang, mereka pasti ke mari."

Heran" sam Gan sin Kay menggaruk-garuk kepala.

Kenapa muncul urusan yang begini aneh?"

Tak seberapa lama kemudian, mereka melihat seorang gadis belia berjalan ke dalam sambil menengok ke sana ke mari, yang ternyata memang Yap In Nio.

"Kakek-kakek dan paman-paman, apakah Kakak Hiong berada di sini?" tanya gadis itu sambil tersenyum.

"Nona kecil" Lim Peng Hang menatapnya.

"siapa engkau?"

"Namaku Yap In Nio. Aku ke mari untuk menemui kakak Hiong," jawab Yap In Nio. "Kakak Hiong berada di sini kan?"

"Duduklah!" ucap Lim Peng Hang.

"Ya, Paman." Yap In Nio duduk.

Sementara Bu Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin, Tok Pie Sin Wan dan Gouw Han Tiong terus menatap gadis itu dengan penuh perhatian.

"Engkau ingin menemui kakak Hiong, siapa kakak Hiong itu?" tanya Lim Peng Hang.

"Dia bernama Tio Cie Hiong," sahut Yap In Nio sambil tersenyum malu-malu.

"Engkau kenal dia di mana?" tanya Sam Gan Sin Kay.

"Di kota kelahiranku," jawab Yap In Nio memberitahukan, "ibuku membawanya ke rumah, maka kami berkenalan." "Nama kota kelahiranmu?" tanya Sam Gan sin Kay lagi.

"Kota An Wie..." jawab Yap In Nio dan menutur, kemudian menambahkan.

"Kakak Hiong pun mengajarku ilmu pedang."

"Lalu kapan engkau bertemu dia lagi?" tanya Lim Peng Hang. "Semalam," jawab Yap In Nio dengan wajah agak kemerah-merahan. "Dia... dia... ke rumah penginapan menemuiku." "Oh?" Lim Peng Hang mengerutkan kening.

"Nona kecil, apakah tidak salah lihat orang?"

"Bagaimana mungkin aku salah lihat orang?" Yap In Nio tersenyum sipu.

"Semalam dia pun... dia pun menyatakan cinta padaku. Aku... girang sekali, sebab aku sudah jatuh cinta padanya ketika pertama kali bertemu dengannya."

"oooh" Lim Peng Hang terbelalak. la tidak menyangka kalau gadis itu akan bicara blak-blakan.

sementara Bu Lim Ji Khie dan lainnya saling memandang dengan mimik aneh, sebab mereka tahu Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im belum pulang. Namun gadis itu justru mengatakan bertemu Tio Cie Hiong semalam, bukankah aneh sekali?

"Nona kecil" sam Gan sin Kay menatapnya.

"Engkau tidak sinting kan?"

" Kakek pengemis" Yap In Nio tertawa geli.

"Aku bukan sinting. semalam aku mau ikut dia ke mari, katanya sudah larut malam, lebih baik pagi ini aku ke mari, dia menungguku di sini. Kakek pengemis, cepatlah suruh dia keluar aku ingin menemuinya"

"Nona kecil" ujar sam Gan sin Kay sungguh-sungguh.

"Tio Cie Hiong tidak berada di sini, dia masih berada di Tayli."

" Kakek pengemis bohong" YapIn Nio tidak percaya.

"Tio Cie Hiong memang berada di Tayli, kami tidak membohongimu," ujar Kim siauw suseng.

"semalam kakak Hiong yang menyuruhku ke -sini menemuinya, maka tidak mungkin dia tidak berada di sini." sahut Yap In Nio dengan mulai bersimbah air.

"Kakak Hiong tidak akan membohongi aku."

"Nona kecil" Lim Peng Hang menatapnya tajam.

"Benarkah engkau sudah bertemu Tio Cie Hiong semalam?"

"Benar, Paman." Yap In Nio mengangguk.

"Begini saja" ujar Lim Peng Hang.

"Engkau boleh tinggal di sini menunggu Tio Cie Hiong, mungkin tidak lama lagi dia akan pulang."

"Dia... dia sudah pergi?" Yap In Nio tampak kecewa.

"semalam dia telah bersumpah padaku, bahwa dia tidak akan meninggalkanku. Kenapa hari ini dia malah pergi?"

Lim Peng Hang tidak menyahut, melainkan segera menyuruh seseorang pengemis untuk mengantar Yap In Nio ke kamar.

"Kita yang telah gila ataukah gadis itu yang tidak waras?" gumam sam Gan sin Kay sambil menggaruk-garuk kepala.

"Ayah?" ujar Lim Peng Hang.

"Bagaimana kalau aku menyuruh beberapa orang pergi menyelidikinya? " "Lebih baik tunggu cie Hiong dan ceng Im pulang saja" sahut sam Gan sin Kay.

"Gadis itu memang kenal Tio Cie Hiong, tentunya dia tidak akan salah mengenali orang," ujar Kim siauw suseng.

"Tapi yang jelas Cie Hiong dan ceng Im belum pulang, kenapa bisa muncul Tio Cie Hiong? Lagipula... ketika gadis itu mengatakan di rumah penginapan, kelihatannya malu-malu, sudah pasti terjadi sesuatu atas dirinya di rumah penginapan itu."

"Benar." Tui Hun Lojin manggut-manggut.

"Gadis itu pun tampak tidak bohong, namun kok bisa muncul Tio Cie Hiong?" "Mungkinkah... ada orang lain yang menyerupai Tio Cie Hiong?" tanya Tok Pie sin Wan. "Tidak mungkin." Lim Peng Hang menggelengkan kepala.

"Gadis itu kelihatan begitu mencintai Tio Cie Hiong, tentunya tidak akan salah mengenali orang yang menyerupai Tio Cie Hiong."

Kalau begitu.." Tok Pie sin wan menghela nafas.

Urusan ini sungguh aneh sekali."

"Juga membingungkan," sambung sam Gan sin Kay sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Haaah..." seru Gouw Han Tiong mendadak.

"Ada apa?" tanya Lim Peng Hang.

"Lim Pangcu" jawab Gouw Han Tiong.

"Mungkinkah belum lama ini telah muncul seseorang yang mahir dalam hal tata rias wajah di rimba persilatan?"

"Aku belum menerima laporan tentang itu berarti tidak ada," sahut Lim Peng Hang.

Urusan ini memang aneh sekali." sam Gan sin Kay menggeleng-gelengkan kepala.

Urusan di Tayli belum beres, muncul lagi urusan lain."

"Aaakh..." Lim Peng Hang menghela nafas.

"Entah harus bagaimana Cie Hiong memberesi urusan aneh ini?"

"Kelihatannya gadis itu tidak mempercayai kita, itulah yang merepotkan," ujar Kim siauw suseng dengan kening berkerut.

"Kita sedang menunggu kemunculan Bu Lim sam Mo, yang muncul malah urusan yang tak terduga". Tok Pie sin wan menarik nafas panjang.

sementara Yap In Nio sudah berada di dalam kamar. Gadis itu tidak habis pikir, kenapa Tio Cie Hiong tidak menepati janji? setahunya Tio Cie Hiong bukan pemuda semacam itu Mungkinkah dia disembunyikan oleh orang-orang di sini? Yap In Nio terus berpikir,

akhirnya dia mengambil keputusan untuk menunggu. Akan tetapi, sudah dua hari ia menunggu di markas pusat Kay Pang itu, Tio Cie Hiong masih belum muncul.

Mungkin karena kesal, maka Yap In Nio pergi jalan-jalan. Tiada seorang pengemis pun yang menghadangnya, sebab mereka tahu gadis itu adalah tamu di situ.

Yap In Nio terus berjalan. Ketika dia sampai dijalan yang sepi, mendadak muncul seorang pemuda tampan, dialah Ku Tek Cun.

"Hei" seru Yap In Nio memanggilnya. Ternyata gadis itu, lelah lupa akan namanya.

"oh" Ku Tek Cun tersenyum.

"Nona In Nio"

"Engkau bertemu Kakak Hiong?" tanya Yap In Nio.

"Maksudmu Tio Cie Hiong?" Ku Tek Cun terheran- heran.

"Aku sudah menyuruhnya ke rumah penginapan itu menemuimu, dia tidak ke sana?"

"Dia memang sudah ke sana menemuiku, bahkan menyuruhku ke markas pusat Kay Pang." Yap In Nio memberitahukan.

"Aku ke markas Kay pang, tapi orang-orang di sana bilang dia tidak di sana."

"oh?" Ku Tek Cun mengerutkan kening.

"setahuku, dia memang berada di situ, tidak mungkin tidak ada."

"Tapi..." Yap In Nio menggeleng-gelengkan kepala.

"Aku sudah menunggu dua hari di markas pusat Kay Pang, tapi kakak Hiong masih belum muncul."

"Aaakh..." Ku Tek Cun menarik nafas panjang-

"Eh?" Yap In Nio heran. "Kenapa engkau menarik nafas?"

"Nona In Nio" Ku Tek Cun menatapnya.

Engkau belum tahu, sebetulnya orang-orang di sana, semuanya penjahat. Karena itu, mereka telah membohongimu."

"Maksudmu Kakak Hiong berada di sana, tapi " mereka membohong iku?" tanya Yap In Nio terbelalak.

"Ya." Ku Tek Cun mengangguk.

"ohya, malam itu Tio Cie Hiong ke kamarmu?"

"Benar." Yap In Nio manggut-manggut dengan wajah kemerah-merahan.

"Dia... dia telah berbuat sesuatu atas dirimu?" tanya Ku Tek Cun berbisik dan menatapnya. "Engkau harus berterus terang, karena aku harus membelamu" "Ya."

"setelah berbuat, dia bersumpah tidak?"

"Dia memang bersumpah." Yap In Nio memberitahukan dengan suara rendah.

"Dia bersumpah, apabila meninggalkanku dan tidak bertanggung jawab atas perbuatannya itu, dia akan mati di tanganku."

"Ngmmm" Ku Tek Cun manggut-manggut.

Kalau begitu, engkau harus bersabar menunggunya. setelah itu, engkau bertanya kepadanya, apabila dia menyangkal dan tidak mau bertanggung jawab, bunuh saja dia"

"Apa?" Yap In Nio terbelalak. "Aku... aku harus membunuhnya?"

"Tentu." Ku Tek Cun mengangguk.

"Dia tidak mau mengaku berarti tidak mau bertanggung jawab, maka dia harus mati di tanganmu."

"Tapi..." Yap In Nio menggeleng-gelengkan kepala.

"Bagaimana mungkin aku tega membunuhnya? "

"Yap In Nio" Mendadak Ku Tek Cun memanggil namanya.

"Ya." Gadis itu mendongakkan kepala memandangnya.

"Yap In Nio, engkau harus ingat" ujar Ku Tek Cun sambil menatapnya tajam.

"Kalau dia menyangkal dan tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya, engkau harus membunuhnya Engkau harus membunuhnya Engkau harus membunuhnya"

"Ya, ya." Yap In Nio mengangguk. "Kalau dia menyangkal dan tidak mau bertanggung jawab, aku pasti membunuhnya. Aku pasti bunuh dia. Aku pasti bunuh dia."

"Nah, sekarang engkau harus kembali ke markas pusat Kay Pang, tunggu Tio Cie Hiong pulang" ujar Ku Tek Cun dan tetap menatapnya tajam.

"Ya." Yap In Nio mengangguk. lalu segera kembali ke markas pusat Kay Pang.

setelah Yap In Nio pergi, Ku Tek Cun tertawa gelak lalu melesat pergi. Tiba-tiba muncul seorang pengemis muda dari balik pohon. Pengemis muda itu terus mengerutkan kening, kemudian menggeleng-gelengkan kepala sambil meninggalkan tempat itu.

Bab 30 Kejadian yang mengejutkan

Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im dalam perjalanan pulang. Mereka memacukan kuda masing-masing menuju markas pusat Kay Pang. Ketika hari mulai gelap. mereka berhenti, lalu duduk beristirahat di bawah sebuah pohon. Tio Cie Hiong mengeluarkan makanan kering, lalu diberikannya kepada Lim Ceng Im.

"Terimakasih, Kakak Hiong" ucapnya lalu mulai menyantap makanan kering terseb it. "Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum. "Mungkin besok sore kita akan sampai."

"Tui Hun Lojin dan paman Gouw pasti gembira sekali menerima kabar baik dari kita," sahut Lim Ceng Im.

"Tentu gembira." Tio Cie Hiong manggut-manggut. "sebab Pangeran Tayli telah jatuh cinta pada sian Eng."

"Toan wie Kie seorang pangeran yang baik, maka sian Eng pasti hidup bahagia." ujar Lim Ceng Im sambil melirik Tio Cie Hiong.

Kakak Hiong, seandainya engkau menerima perjodohan itu, aku pasti pulang seorang diri" "Adik Im" sahut Tio Cie Hiong sungguh-sungguh. "engkau harus tahu akan satu hal" "Tentang hal apa?" tanya Lim Ceng Im.

"Apa yang kuucapkan di hadapan Toan Hong Ya, itu bukan karena engkau berada di situ." Tio Cie Hiong menjelaskan.

Kalau pun engkau tidak hadir di situ, aku pun pasti mengucapkan begitu." "oooh" Lim Ceng Im manggut-manggut mengerti, dan bukan main girang hatinya.

Kalau kakakku tahu, dia pasti senang."

"Adik Im, engkau harus tahu" ujar Tio cie Hiong melanjutkan.

cinta itu memang indah, kalau kita berlaku setia tidak akan luntur selama-lamanya. Tetapi, cinta itu akan berubah menjadi momok dalam hati kita, apabila kita tidak setia, gampang

mengalihkannya dan cepat luntur. Itu akan membuat orang lain menderita dan merusak diri sendiri pula."

"oh?" Lim Ceng Im menatapnya.

"Aku pernah menyatakan di hadapanmu, bahwa aku sangat mencintai kakakmu. Ketika Toan Hong Ya menyatakan ingin menjodohkan Tayli Kongcu padaku, seandainya aku gampang tergoda, bukankah aku sudah tidak setia terhadap cinta yang pernah kunyatakan itu? Aku bisa berbuat begitu terhadap kakakmu, tentunya juga bisa berbuat begitu pula terhadap Tayli Kongcu. Nan, akhirnya siapa yang akan menderita dan rusak?"

"Kakak Hiong" Lim Ceng Im tersenyum. "Aku tidak menyangka kalau engkau begitu memahami arti cinta."

"Adik Im" ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.

" Kalau engkau jatuh cinta pada seseorang gadis kelak. engkau harus setia dan...."

"Kakak Hiong" sahut Lim Ceng Im cepat.

"Aku tidak akan jatuh cinta pada gadis yang mana pun."

"Lho?" Tio Cie Hiong heran. " Kenapa?"

"Engkau akan mengetahuinya kelak." Lim Ceng Im menundukkan kepala.

"ohya" Tio Cie Hiong teringat sesuatu.

"Entah bagaimana keadaan di markas pusat Kay Pang? Mungkinkah sam Mo Kauw sudah menyerbu ke sana?"

"Entahlah." Lim Ceng Im menggelengkan kepala.

"Adik Im, kita harus memburu waktu sampai di sana." Tio Cie Hiong bangkit berdiri "Mari kita berangkat"

Lim Ceng Im mengangguk. Mereka berdua lalu meloncat ke punggung kuda dan memacunya laksana kilat.

Ketika hari mulai senja, Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im telah sampai di markas pusat Kay Pang.

Beberapa pengemis langsung berlari ke dalam untuk melapor.

Di saat mereka memasuki halaman markas itu, mendadak terdengar suara seruan seorang gadis.

"Kakak Hiong Kakak Hiong"

"Heeh?" Tio Cie Hiong terbelalak dan kemudian tersenyum.

"Engkau... adik In Nio"

"Kakak Hiong" Yap In Nio langsung mendekap di dadanya.

"Adik In Nio" Tio Cie Hiong membelainya. "ohya, mari kuperkenalkan, ini adalah Lim Ceng Im, putra Lim Peng Hang ketua Kay Pang."

"Kakak Lim" panggil Yap In Nio sambil tersenyum.

Engkau Yap In Nio..." Lim Ceng Im menatapnya.

Kakak Hiong pernah memberitahukan kepadaku tentang dirimu."

"oh?" Yap In Nio terbelalak, kemudian memandang Tio Cie Hiong seraya berkata.

"Kakak Hiong, engkau jahat sekali"

"Apa?" Tio Cie Hiong tersenyum. "Aku jahat?"

"Ya." Yap In Nio mengangguk.

"Engkau memang jahat, sudah berjanji tapi tidak menepatinya."

"Eh? Adik In, aku pernah berjanji apa kepadamu?" Tio Cie Hiong bingung.

"Malam itu...," jawab Yap In Nio sambil menundukkan kepala.

Engkau ke kamar penginapan menemuiku, lalu menyuruhku ke mari, tapi engkau malah tidak ada."

"Malam itu?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening, ia memandang Lim Ceng Im sejenak, kemudian bertanya pada Yap In Nio.

"Malam kapan?"

"Beberapa malam yang lalu," sahut Yap In Nio.

"Beberapa malam yang lalu?" Tio Cie Hiong terbelalak.

"Adik In, beberapa malam yang lalu, aku dan adik Im ini masih dalam perjalanan."

"Kakak Hiong..." Yap In Nio menggeleng-gelengkan kepala.

"Kenapa kini engkau suka berbohong?"

"Aku berbohong?" Tio Cie Hiong betul-betul pusing dibuatnya.

"Beberapa malam yang lalu, aku memang masih dalam perjalanan bersama adik Im ini. Kalau engkau tidak percaya, tanyalah kepadanya"

"Benar, In Nio," ujar Lim Ceng Im.

"Beberapa malam yang lalu, dia memang masih dalam perjalanan kemari bersamaku." " Kenapa kalian semua membohongiku?" wajah Yap In Nio tampak muram.

Di saat bersamaan, muncullah Bu Lim Ji Khie dan lainnya. Gouw Han Tiong tersentak dan cemas karena tidak melihat Gouw sian Eng.

"cie Hiong, kenapa Gouw sian Eng tidak ikut kalian? Apakah telah terjadi sesuatu atas dirinya?" tanya Gouw Han Tiong dengan hati kebat-kebit.

"Tenang saja, Paman" sahut Lim Ceng Im sambil tersenyum.

"Kami membawa kabar baik untuk paman. "

"Kabar baik apa?" tanya Gouw Han Tiong agak berlega hati.

"Mari kita bicara di dalam" ujar sam Gan sin Kay sambil melirik Yap In Nio, kemudian menambahkan.

"Cie Hiong, engkau juga harus ikut ke dalam"

"Ya" Tio Cie Hiong mengangguk.

"Kakak Hiong" seru Yap In Nio.

"Aku tunggu di sini saja. Engkau... jangan pergi lagi ya" "Ya." Tio Cie Hiong mengangguk dan berjalan ke dalam.

Mereka semua duduk di ruang depan. Walau begitu banyak orang, tapi hening sekali suasananya.

"Cie Hiong" Gouw Han Tiong menatapnya. " Kalian sudah bertemu sian Eng?"

"Sudah, Paman." Tio Cie Hiong mengangguk sambil tersenyum.

"Adik Eng belum mau pulang, sebab dia masih betah tinggal di istana Tayli."

"Lho?" Tui Hun Lojin mengerutkan kening. "Kenapa begitu?"

Karena sian Eng dan Toan wie Kie sudah saling mencintai, maka sian Eng masih betah tinggal di sana," sahut Lim Ceng Im memberitahukan.

"Ceng Im" tanya Lim Peng Hang. "siapa Toan wie Kie itu?"

"Dia Pangeran Tayli, putra Toan Hong Ya," jawab Lim Ceng Im memberitahukan. "Mungkin dalam waktu dua tiga bulan, Toan wie Kie akan mengantar sian Eng pulang."

"oh?" Gouw Han Tiong berlega hati dan wajahnya mulai berseri. "cie Hiong, ceritakanlah tentang semua itu"

"Ya, Paman." Tio Cie Hiong mengangguk, lalu menceritakan semua itu dan menambahkan.

"Kemungkinan besar, Toan wie Kie mengantar sian Eng pulang, maksudnya juga ingin melamarnya."

"Huaha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa terbahak setelah mendengar itu

"Setan tua, setelah sian Eng menikah dengan Pangeran Tayli itu, engkaupun bisa ikut hidup senang di istana Tayli dikelilingi para dayang"

"Pengemis bau" Tui Hun Lojin tertawa. "Engkau ngiri ya?" "Ngiri sih tidak. hanya saja..." sam Gan sin Kay tersenyum. " Kenapa?" tanya Tui Hun Lojin.

"Tentunya aku pun boleh nebeng di sana. Ya, kan?" sahut sam Gan sin Kay dan tertawa lagi.

Yang tidak bisa tertawa hanya Lim Peng Hang. la terus memandang Tio Cie Hiong dengan kening berkerut-kerut.

"Ayah...." Lim Ceng Im terheran- heran.

"Aaakh..." Lim Peng Hang menarik nafas panjang, sehingga membuat semua orang bungkam, tapi kemudian ketua Kay Pang itu melanjutkan.

"urusan di Tayli telah beres, namun di sini malah muncul urusan yang membingungkan" "Tentang Yap In Nio itu?" tanya Lim Ceng Im. "Ya." Lim Peng Hang mengangguk.

"Aku juga masih bingung...." Lim Ceng Im mengerutkan kening.

"Ayah, sebetulnya apa gerangan yang telah terjadi?"

"Ayah pun kebingungan..." Lim Peng tiang menggeleng-gelengkan kepala.

"Beberapa hari yang lalu, muncul gadis itu ke mari dari mengatakan bahwa Cie Hiong telah menemuinya, bahkan menyuruhnya ke mari. Bukankah itu aneh sekali?"

"BetuL Paman." Tio Cie Hiong manggut-manggut.

"Tadi dia pun mengatakan begitu kepadaku, sehingga aku menjadi bingung sekali."

"Bukan hanya engkau yang bingung, bahkan semua pun kebingungan memikirkan hal itu," ujar sam Gan sin Kay sambil menggeleng- geleng kepala.

"ohya, engkau kenal baik gadis itu?"

"Memang aku kenal baik..." Tio Cie Hiong menutur tentang ibu gadis itu membawanya ke rumah, kemudian berkenalan dengan gadis itu dan lain sebagainya."

"Kalau begitu, gadis itu tidak berdusta," ujar sam Gan sin Kay.

"Apa yang diceritakannya persis seperti apa yang kau tuturkan barusan."

"Itu pertanda dia gadis normal," sela Kim siauw suseng.

"Tapi kejadian itu..."

"Kejadian apa, Paman sastrawan?" tanya Tio Cie Hiong.

"Dia bilang engkau ke kamar penginapan itu menemuinya..." sahut Kim siauw suseng memberitahukan.

"Aku melihat wajahnya tampak kemerah-merahan, sudah pasti telah terjadi sesuatu di dalam kamar itu."

"Maksud Paman sastrawan..." Tio Cie Hiong mengerutkan kening.

"Ya." Kim siauw suseng manggut-manggut.

"Memang itu yang kumaksudkan, lagi pula dia begitu yakin bahwa yang datang itu dirimu." "Tapi aku masih dalam perjalanan bersama adik Im," ujar Tio Cie Hiong. "Kami tahu itu." Lim Peng Hang manggut-manggut.

"Maka urusan ini sungguh aneh."

"Ayah, mungkinkah ada orang tertentu menyamar sebagai Kakak Hiong karena ingin merusak nama baik Kakak Hiong?" tanya Lim Ceng Im.

"Mungkin." Lim Peng Hang mengangguk.

"Dalam rimba persilatan, tidak ada orang yang begitu mahir dalam hal menyamar wajah orang lain." sela Tui Hun Lojin dan melanjutkan.

"Kita harus tahu, kelihatannya gadis itu sangat mencintai Cie Hiong, tentunya dia ingat benar wajah Cie Hiong pula. Apabila

ada orang tertentu menyamar sebagai Cie Hiong, gadis itu pasti tahu."

"Benar." sam Gan sin Kay manggut-manggut.

"Mungkinkah dalam rimba persilatan terdapat seseorang yang mirip Cie Hiong?"

"Itu tidak mungkin." Kim siauw suseng menggeleng-gelengkan kemala dan menambahkan. "Lagi pula kita semua tahu jelas bagaimana sifat Cie Hiong...." "Aaakh..." sam Gan sin Kay memukul keningnya sendiri

"Aku jadi pusing sekali. Usiaku sudah delapan puluh lebih, baru kali ini menghadapi urusan yang sedemikian aneh."

"sama-sama," sahut Kim siauw suseng, kemudian menghela nafas.

"Kini keadaan sangat genting, kita harus siap menghadapi Bu Lim sam Mo, justru malah muncul urusan yang tak terduga ini."

"Cie Hiong" sam Gan sin Kay menatapnya.

"Hmms bagaimana engkau membereskan urusan ini?" "Kakek pengemis "jawab Tio Cie Hiong tenang. "Akan kubereskan secara baik dan damai."

"Cie Hiong..." Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala. "Kelihatannya tidak begitu gampang membereskan urusan ini." "Kenapa?" tanya Tio Cie Hiong heran.

"Kalau tidak terjadi sesuatu di dalam kamar itu, mungkin masih bisa di bereskan dengan baik dan damai, tapi..." Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kemala lagi.

"Haah..." seru Tio Cie Hiong mendadak.

"Ada apa, Kakak Hiong?" tanya Lim Ceng Im terkejut.

Celaka" wajah Tio cie Hiong berubah pucat. "Apa yang celaka?" tanya semua orang serentak.

Kalau... kalau..." kening Tio cie Hiong terus berkerut-kerut. "Akh Ini betul-betul celaka"

"Kakak Hiong Apa yang celaka?" tanya L^m Ceng Im gelisah.

"Kalau Im Ceng, kakakmu itu tahu akan urusan ini, dia... dia pasti akan salah paham padaku. Akh celaka..."

"Jangan khawatir Kakak Hiong" ujar Lim Ceng Im.

"Aku adalah saksi utama dalam urusan ini, engkau harus tenang"

"Ceng Im" sam Gan sin Kay melotot.

" Engkau memang keterlaluan"

"Kakek..." Lim Ceng Im menundukkan kepala.

"Bagaimana kalau kita suruh In Nio ke mari saja?" tanya Tio Cie Hiong.

"Aku ingin bertanya langsung kepadanya di sini."

"Mungkin dia akan merasa malu." Lim Peng Hang menggelengkan kepala.

"Tidak apa-apa," sahut Tio cie Hiong.

"sebab aku tidak akan menyinggung mengenai masalah dalam kamar itu." "Baiklah."^ Lim Peng Hang mengangguk, lalu berkata pada Lim Ceng Im. "Panggil dia ke mari"

"Ya, Ayah." Lim Ceng Im segera pergi memanggil Yap In Nio.

Tak seberapa lama kemudian, Lim Ceng Im sudah kembali bersama Yap In Nio, yang wajahnya tampak berseri.

"Kakak Hiong Engkau panggil aku ya?" tanya Yap In Nio sambil tersenyum manis.

Ya." Tio Cie Hiong manggut-manggut dan tersenyum lembut. "Adik In Nio, duduklah"

Yap In Nio duduk. namun merasa kikuk karena semua orang terus memandangnya. "Kakak Hong...."

"Tidak apa-apa." Tio Cie Hiong tersenyum lagi. "Mereka orang jahat" ujar Yap In Nio.

"Aku ke mari mencarimu, tapi mereka telah membohongiku. Padahal engkau berada di sini, tapi mereka malah bilang engkau belum pulang...."

"Adik In, mereka bukan orang jahat dan sama sekali tidak membohongimu. Aku memang belum pulang," sahut Tio Cie Hiong sambil memandangnya.

"Adik In, kenapa engkau mengembara di rimba persilatan? Bagaimana keadaan ibumu?" "Eeeh?" Yap In Nio terbelalak.

"Kok Kakak Hiong jadi pelupa sekarang? Malam itu aku sudah beritahukan, bahwa ibuku telah meninggal karena sakit mendadak."

"Apa?" Tio Cie Hiong tertegun dan wajahnya berubah murung, " ibumu telah meninggal?"

"Ya." Yap In Nio mengangguk. "Karena itu, aku mengembara mencarimu."

"oooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut.

"Adik In Nio, bagaimana kabarnya Tan Li cu dan Lim Hay Beng?"

"Kakak Hiong..." lagi Yap In Nio terbelalak .

"Malam itu aku pun telah beritahukan, bahwa Li Cu dan Hay Beng sudah menikah, mereka hidup bahagia."

"syukurlah" Tio Cie Hiong tersenyum, kemudian wajahnya berubah serius.

"Adik In, benarkah malam itu aku ke kamar penginapan menemuimu?"

"Memang benar." Yap In Nio mengangguk dengan wajah agak kemerah-merahan, "Engkau yang ke sana, kenapa malah bertanya demikian?" "Adik In" Tio Cie Hiong menatapnya.

"Apa-kah engkau tidak keliru mengenali orang?"

"Kakak Hiong, bagaimana mungkin aku keliru?" Yap In Nio memandangnya.

"Malam itu, setelah kita... kita...."

"Adik In, lanjutkanlah Jangan merasa malu" ujar Tio Cie Hiong lembut.

"Ya, Kakak Hiong" Yap In Nio melanjutkan.

"Malam itu setelah kita melakukan itu engkau pun bersumpah, apabila meninggalkan aku dan tidak mau bertanggung jawab, engkau pasti akan mati di tanganku. Kemudian engkau menyuruhku ke mari, dan engkau akan menungguku di sini."

"Aaakh..." Tio Cie Hiong menghela nafas.

"Adik In perhatikanlah diriku baik-baik, benarkah aku adalah orang itu?"

Yap In Nio menatapnya, lama sekali barulah ia mengangguk dan berkata dengan yakin sekali. "Tidak salah. Kakak Hiong yang menemuiku malam itu." "Adik In" Tio Cie Hiong tersenyum getir.

"sekarang beristirahatlah, besok pagi kita bertemu lagi"

"Kakak Hiong tidak akan pergi kan?" tanya Yap In Nio sambil memandangnya.

"Jangan khawatir, Adik In" sahut Tio Cie Hiong.

"Aku tidak akan pergi, percayalah padaku"

"Ya, Kakak Hiong." Yap In Nio segera ke dalam.

"Aaakh..." Tio Cie Hiong menarik nafas panjang dan menggeleng-gelengkan kepala.

"Yap In Nio seorang gadis yang baik, tidak mungkin dia akan memfitnah diriku. Aku yakin, pasti ada orang tertentu menyamar sebagai diriku, lalu berbuat begitu dengan Adik In. Tapi... aku tidak mempunyai musuh lain, kenapa...."

"Mungkinkah itu perbuatan sam Mo Kauw?" tanya Lim Ceng Im.

"Mungkin dan tidak," sahut sam Gan sin Kay.

"Tidak dan mungkini Itu memang telah terjadi atas diri gadis itu, hanya saja kita tidak tahu siapa yang begitu hebat bisa menyamar sebagai diriku."

"Kalau mengenai soal menyamar, aku pun cukup mahir," ujar Tok Pie sin wan dan menambahkan.

"Namun dalam rimba persilatan tidak ada yang mampu menyamar wajah orang lain sampai mirip sekali."

"Kalau begitu.." Tio Cie Hiong terus berpikir, kemudian mendadak ia berseru.

"Hah? Mungkinkah begitu?"

"Maksud Kakak Hiong?" tanya Lim Ceng Im cepat.

"Aku pernah bertarung dengan seorang pendeta Ang Liansi (Biara Teratai Merah), di sebuah desa kecil. Pendeta itu mahir ilmu sesat." Tio Cie Hiong memberitahukan.

"Dia mampu membuat penglihatan kita terpengaruh oleh ilmu sesatnya, jadi kalau dia bilang dirinya apa, kita pasti melihat dia seperti apa yang dia bilang itu."

"oh?" sam Gan sin Kay terbelalak.

"Siapa pendeta itu?"

"Dia Im Yang Hoatsu (Pendeta Banci)," jawab Tio Cie Hiong.

"Ngmmm" sam Gan sin Kay manggut-manggut.

"Aku pernah dengar nama itu, Im Yang Hoatsu memang mahir ilmu sesat."

Kakak Hiong tidak terpengaruh oleh ilmu sesatnya itu?" tanya Lim Ceng Im mendadak. "Tidak." Tio cie Hiong menggelengkan kepala.

"Kok tidak?" Lim Ceng Im heran.

"sebab aku memiliki ilmu Penakluk iblis." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Maka aku tidak terpengaruh oleh ilmu sesat itu."

Kakak Hiong, maukah engkau mengajarkan ilmu itu kepadaku?" tanya Lim Ceng Im. "Ceng Im" Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kemala.

"Kau kira gampang belajar ilmu Penakluk iblis itu? Kakekmu masih tidak mampu mempelajari ilmu itu, apa lagi engkau."

"oh?" Lim Ceng Im terbelalak, kemudian bertanya pada Tio Cie Hiong.

" Kakak Hiong, bagaimana hasil pertarungan itu?"

"Im Yang Hoatsu tidak kuat menghadapi aku, akhirnya dia kabur," jawab Tio Cie Hiong dan menambahkan.

"Maka aku curiga...."

"Engkau mencurigai orang itu adalah Im Yang Hoatsu?" tanya Lim Ceng Im.

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.

"cie Hiong" sam Gan sin Kay manggut-manggut.

"Kecurigaanmu memang beralasan. Mungkin Im Yang Hoatsu itu mendendam padamu, maka dilampiaskannya terhadap Yap In Nio"

"Besok pagi aku akan bertanya kepadanya," ujar Tio Cie Hiong. Kemudian dia memandang Lim Peng Hang dengan wajah agak kemerah-merahan.

"Paman, apakah adik Ceng sudah pulang?"

"Dia..." Lim Peng Hang tidak tahu harus menjawab apa, sehingga membuatnya menjadi serba salah.

"Dia belum pulang?" tanya Tio Cie Hiong kecewa dan bergumam.

"Kenapa dia pergi begitu lama?"

"Cie Hiong" seia sam Gan sin Kay.

"Kalau bertemu dia lagi, engkau boleh menamparnya."

"Kakek pengemis..." Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.

"Kakek kok mengajar orang yang bukan-bukan sih?" tegur Lim Ceng Im cemberut.

"siapa suruh engkau begitu keterlaluan." sahut sam Gan sin Kay sambil melotot.

"Kakek pengemis, adik Im jangan dipersalah-kan" ujar Tio Cie Hiong.

"Dia cukup pusing karena kakaknya belum pulang." "Engkau masih membela dia?" sam Gan sin Kay melotot lagi. "Seharusnya engkau menamparnya. "

"Kakek pengemis..." Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala lagi.

"Kakek " Lim Ceng Im juga melotot.

"Kok kakek jadi bawel?"

"Ayah" ujar Lim Peng Hang.

"Kita masih memusingkan urusan ini, jangan terus bergurau"

"Wuah" sam Gan sin Kay mencak-mencak.

"Dunia sudah terbalik, anak berani menegur orang tua" "Ha ha ha" Kim Siauw Suseng tertawa terbahak-tabahak. "Makanya jangan suka usil..."

Yap In Nio duduk di pinggir ranjang, mendadak ia merasa hatinya tersentak. sehingga membuat pikirannya melayang-layang. setelah itu, telinganya mendengung- dengung.

"Kalau dia menyangkal dan tidak mau bertanggung jawab, bunuh saja dia Bunuh saja dia" Ternyata ucapan ini mengiang di telinganya secara mendadak. kemudian ia pun bergumam.

"Apabila dia menyangkal perbuatannya, aku pasti membunuhnya Aku pasti membunuhnya" usai bergumam, Yap In Nio menyembunyikan sebilah belati di lengan bajunya. Di saat bersamaan, terdengarlah suara ketukan di pintu kamar.

"Siapa?" tanyanya.

"Aku dan adik Ceng Im ke mari ingin bercakap-cakap denganmu," sahut Tio Cie Hiong.

"Kakak Hiong" seru Yap In Nio girang dan segera membuka pintu kamar.

"Masuklah"

Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im melangkah ke dalam, lalu duduk di kursi. Sedangkan Yap In Nio duduk di pinggir ranjang.

"Adik In, bolehkah aku mengajukan beberapa pertanyaan kepadamu?" Tio Cie Hiong menatapnya lembut.

"Tentu saja boleh," sahut Yap In Nio sambil tersenyum.

"Adik In..." Tio Cie Hiong menatapnya.

"Malam itu sebelum engkau melihat aku ke kamarmu, apakah engkau bertemu seseorang?" "Ya." Yap In Nio mengangguk.

"orang itu baik sekali. Kalau aku tidak bertemu dia, aku pasti tidak tahu Kakak Hiong berada di mana."

"orang itu masih muda atau sudah berumur?" tanya Tio Cie Hiong.

"Masih muda dan tampan." Yap In Nio memberitahukan.

"Dia mengajakku ke sebuah rumah penginapan, kemudian menyuruhku menunggu di dalam sebuah kamar karena dia mau pergi mencari Kakak Hiong. Dia pun bilang, mungkin malam hari kakak Hiong akan menemuiku di kamar penginapan itu."

"Engkau tahu nama pemuda tampan itu?" tanya Lim Ceng Im.

"Namanya... namanya..." Yap In Nio tidak ingat lagi.

"Dia memberitahukan namanya, tapi aku sudah lupa."

"Adik Im" ujar Tio Cie Hiong.

"Kalau begitu, orang itu bukan Im Yang Hoatsu."

"Kakak Hiong, engkau pernah kenal pemuda tampan?" tanya Lim Ceng Im.

"Tidak." Tio cie Hiong menggelengkan kepala. "Heran" gumam Lim Ceng Im dengan kening berkerut. "Aku yakin pemuda tampan itu pasti kenal denganmu."

Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kemala. "Sungguh mengherankan sekali"

"Kakak Hiong" Yap In Nio menatapnya, kemudian berkata sambil menundukkan kepala.

"Aku... aku telah menyerahkan diriku kepadamu, engkau tidak boleh meninggaikan aku, engkau... harus bertanggung jawab"

"Adik In" Tio Cie Hiong menghela nafas.

"Terus terang, orang itu bukan aku. Engkau telah terpedaya oleh orang jahat."

"Apa?" Yap In Nio terbelalak. "Engkau bilang apa?" "Aku bilang orang itu bukan aku," tegas Tio Cie Hiong. "Aku tidak pernah melakukan apa pun terhadap dirimu...." "Kakak Hiong" wajah Yap In Nio mulai memucat.

"Engkau ingin mengelak perbuatanmu itu?"

"Adik In, aku tidak mengelak melainkan memang benar aku tidak melakukan apa-apa terhadap dirimu. Lagi pula pada waktu itu, aku masih dalam perjalanan...."

"Kakak Hiong" sepasang mata Yap In Nio berapi-api.

"Engkau... engkau tidak mau bertanggung jawab? "

"Aaakh..." keluh Tio Cie Hiong. "Adik In, aku harus bertanggung jawab apa?"

"Perbuatanmu itu" sahut Yap In Nio sambil menudingnya.

"Engkau... engkau telah berbuat, kenapa sekarang tidak mau bertanggung jawab?"

"Adik In, aku... aku tidak berbuat...."

"Kakak Hiong, engkau... engkau kejam Engkau... engkau menipu dan mempermainkan diriku Engkau begitu tega..." Yap In Nio terisak-isak.

"Adik In" Tio Cie Hiong menghela nafas.

"Kakak Hiong" Yap In Nio mendekatinya.

"Benarkah engkau tidak mau bertanggung jawab atas perbuatanmu itu?"

"Adik In" Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.

"Aku tidak berbuat, bagaimana mungkin aku bertanggung jawab?"

"Kakak Hiong" sepasang mata Yap In Nio berapi-api dan wajahnya tampak kehijau-hijauan.

"Jadi engkau tidak mau bertanggung jawab?"

"Adik In..." Tio Cie Hiong menghela nafas.

Kakak Hiong" Yap In Nio menatapnya dingin.

Engkau sudah lupa akan sumpahmu itu?" "Sumpah apa?"

"Kakak Hiong..." Mendadak Yap In Nio tersenyum dan mendekatinya lagi.

"Akan kubisikkan"

"Adik In" Tio Cie Hiong bangkit berdiri

"Engkau mau membisikkan apa?"

"Kakak Hiong..." sahut Yap In Nio dengan suara rendah dan lembut.

"Ketika pertama kali aku melihatmu, aku... aku sudah merasa suka padamu."

"Adik In" Tio Cie Hiong tersenyum.

"Akupun begitu, bahkan menganggapmu sebagai adik sendiri"

"Pada waktu itu, engkau begitu baik, memberi nasihat dan mengajarku ilmu pedang..." lanjut Yap In Nio dengan mata mulai basah.

"Akan tetapi, kini...."

"Kini aku tetap baik terhadapmu," ujar Tio Cie Hiong lembut.

"Benar. engkau masih tetap baik terhadapku, namun... kenapa engkau tidak mau bertanggung jawab? sebaliknya malah bilang malam itu bukan engkau yang datang di kamar penginapanku? "

"Adik In, malam itu yang datang di kamarmu memang bukan aku." Tio Cie Hiong memberitahukan.

"Engkau..."

"Kakak Hiong" Yap In Nio tersenyum. "Engkau tidak mau bertanggung jawab tidak apa-apa, mungkin itu sudah nasibku. Kakak Hiong...."

Mendadak Yap In Nio mendekap di dada Tio cie Hiong sambil menangis terisak-isak. Tio Cie Hiong membalainya, sedangkan Lim Ceng Im cuma duduk diam dan menggeleng-gelengkan kepala, merasa iba pada gadis itu.

Ketika Tio Cie Hiong membelai Yap In Nio, sekonyong-konyong tangan gadis itu bergerak.

Casss sebilah belati telah menancap di perut Tio cie Hiong.

Begitu cepat kejadian itu, sehingga Tio cie Hiong terbelalak, begitu pula Lim Ceng Im. Perut Tio Cie Hiong mulai mengucurkan darah, memerankan bajunya.

"Ha ha ha" Yap In Nio tertawa dengan air mata berderai-derai.

"Kakak Hiong, setelah engkau berbuat itu terhadap diriku, engkau pun bersumpah bahwa apabila engkau menyangkal dan tidak mau bertanggung jawab, maka engkau akan mati di tanganku Ha ha ha Aku telah menusuk perutmu Aku telah menusuk perutmu..."

Yap In Nio terus tertawa seperti orang gila, kemudian mendadak berlari pergi meninggalkan kamar itu.

" Kakak Hiong..." ^erit Lim Ceng Im setelah hilang kagetnya.

Tio Cie Hiong diam saja. Ternyata ia sedang mengerahkan Ku Pan Yok Hian Thian sin Kang-nya, agar darahnya tidak terus mengucur.

Kakak Hiong..." wajah Lim Ceng Im pucat pias. "Adik Im, ambilkan sehelai kain" ujar Tio Cie Hiong.

Lim Ceng Im segera mengambil sehelai kain untuk Tio Cie Hiong, sedangkan pemuda itu merogoh ke dalam bajunya untuk mengeluarkan sebuah botol kecil yang berisi obat bubuk. setelah itu, ia mencabut belati yang menancap diparutnya, lalu menaburkan obat bubuk itu pada lukanya.

"Kakak Hiong..." Lim Ceng Im memandangnya dengan air mata bercucuran. "Adik Im, jangan menangis" Tio Cie Hiong tersenyum sambil membalut lukanya. "Aku tidak apa-apa."

"Gadis itu... sungguh kejam"

"Dia tidak kejam..." Tio Cie Hiong menghela nafas.

"Kasihan dia...."

"Dia telah melukaimu, tapi... kenapa engkau masih merasa iba padanya?" tanya Lim Ceng Im terisak-isak.

"Adik Im" Tio Cie Hiong menggeleng-geleng-kan kepala.

"Engkau harus memaafkannya, sebab sesungguhnya dia lebih menderita daripada diriku yang mengalami luka ringan ini"

"Lukamu cukap parah tapi engkau malah bilang luka ringan?" Lim Ceng Im memandangnya.

"Adik Im, dia masih tidak tega..." Tio Cie Hiong memberitahukan.

"seandainya dia tadi tidak memiringkan sedikit belati itu, tentunya usus di dalam perutku telah putus..."

"Kakak Hiong..." Lim Ceng Im menggenggam tangannya erat-erat.

"Engkau... engkau merasa sakit?"

"Lukaku telah diobati, jadi tidak begitu sakit lagi." Tio cie Hiong tersenyum.

"Adik Im, engkau tidak usah cemas"

"Apa yang terjadi? Apa yang terjadi?" terdengar suara seruan Lim Peng Hang, ketua Kay Pay.

Ternyata ia dan lainnya berhambur ke kamar itu.

"Ayah..." Lim Ceng Im memberitahukan dengan air mata berlinang-linang.

"Perut kakak Hiong terluka..."

"Siapa yang melukainya?" tanya Lim Peng Hang.

"Yap In Nio" sahut Lim Ceng Im.

"Akan ayah kejar gadis itu" ujar Lim Peng Hang.

"Paman" cegah Tio Cie Hiong.

"Biar dia pergi, tidak usah dikejar"

"Ceng Im" sam Gan sin Kay menatapnya.
DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar