Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 19

Baca Cersil Mandarin Online: Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 19
Bagian 19

"Ayah, setelah dia ke mari, aku akan menjelaskan, dan minta maaf kepadanya," ujar Toan pit Lian sungguh-sungguh.

sementara Toan wie Kie duduk di pinggir ranjang menemani ibunya, sudah barang tentu mendengar juga pembicaraan itu.

"Nak, Toan Hong Ya menatapnya dalam-dalam.

"Engkau tertarik padanya, belum tentu dia akan tertarik pada mu. Apabila dia tidak tertarik pada mu, janganlah engkau memaksanya"

"Ya, Ayah" Toan pit Lian mengangguk.

"sekarang engkau harus menjelaskan kepada gadis itu, dan..." Toan Hong Ya memandang Toan wie Kie seraya melanjutkan.

"Perkenalkan gadis itu kepada kakakmu itu, siapa tahu mereka berjodoh."

"Ya." Toan pit Lian tersenyum.

"Setelah itu, bawa gadis itu ke ruang khusus untuk menemuiku" pesan Toan Hong Ya. "Ya, Ayah." Toan pit Lian mengangguk,

"sekarang kalian boleh pergi menemani gadis ilu," ujar Toan Hong Ya. Toan pit Lian mengangguk lagi, lalu mengajak Toan wie Kie pergi menemui Gouw sian Eng.

Betapa herannya Gouw sian Eng ketika melihat Tayli Kongcu datang bersama seorang pemuda tampan yang berpakaian mewah.

"Kongcu..." panggil Gouw sian Eng.

"sian Eng" Tayli Kongcu duduk, kemudian memperkenalkan kakaknya.

"Dia adalah Tayli Thaycu, kakakku."

"oh?" Gouw sian Eng terkejut dan cepat-cepat memberi hormat.

"Thaycu, terimalah hormatku"

Toan Wie Kie atau Pangeran Tayli itu segera balas memberi hormat sambil tersenyum lembut.

senyuman itu begitu mempesona dan menawan hati, sehingga membuat hati, Gouw sian Eng berdebar-debar.

"Namaku Toan wie Kie. Kau cukup memanggil namaku, jangan memanggilku Taycu" ujar Pangeran Tayli dengan mata berbinar-binar. Kelihatannya hatinya sangat tertarik pada gadis itu.

"Mana boleh?" Gouw sian Eng menundukkan kepala.

"Tentu saja boleh," sahut Toan pit Lian sambil tersenyum. Tayli Kongcu itu tahu bahwa hati mereka berdua sudah saling tertarik.

"Kalau begitu, aku... aku panggil Kakak Kie saja," ujar Gouw sian Eng dengan wajah agak kemerah-merahan.

"Bagus" Toan Wie Kie tertawa gembira.

"Jadi akupun harus memanggilmu... Adik Eng."

"Memang harus begitu" sela Toan Pit Lian sambil tersenyum dan menambahkan.

"Engkau pun harus memanggilku Kakak Lian"

"Ya." Gouw sian Eng mengangguk,

"ohya, bolehkah aku pergi menjenguk Cie Hiong?" tanyanya. "Sian Eng, aku harus minta maaf kepadamu," ujar Toan Pit Lian. "sebab..."

"Kenapa Kakak Lian minta maaf kepadaku?" Gouw sian Eng tercengang.

"Apakah Cie Hiong tidak berada di sini?"

"Dia memang tidak berada di sini," sahut Toan wie Kie sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Karena itu adikku minta maaf kepadamu."

"Kenapa..." Gouw sian Eng mengerutkan kening.

"Kakak Lian membohongiku?" "Sian Eng" Wajah Toan pit Lian ke merah-merahan.

"Terus terang, aku memang pernah bertemu Tio Cie Hiong bersama seorang pengemis dekil. Dia mahir meniup suling dan kepandaiannya sangat tinggi. Aku kalah bertanding dengannya. Ketika aku dan kedua pengawalku pulang ke mari, kebetulan melihat engkau bertempur dengan orang-orang berpakaian hitam. setelah menolongmu, barulah aku tahu, bahwa engkau mau ke markas pusat Kay Pang untuk menemui Tio Cie Hiong, karena itu.."

"oooh" Gouw sian Eng manggut-manggut.

"Kakak Lian membohong iku ke mari dengan tujuan agar cie Hiong ke mari, bukan?" "Ya." Toan pit Lian mengangguk tersipu.

"Kalau begitu..." Gouw Sian Eng menatapnya dalam-dalam.

"Jangan-jangan kakak Lian telah jatuh hati padanya"

"Adikku memang telah jatuh hati pada Tio Cie Hiong," sahut Toan wie Kie sambil tersenyum.

"Kakak,.." Toan pit Lian cemberut.

"Aku tahu, Kakak pun telah jatuh pada sian Eng. Tadi kakak memandangnya dengan mata berbinar-binar, bukan?"

"Eh?" wajah Toan wie Kie bersemu merah.

"Engkau berani menggoda kakakmu?"

"Kenapa tidak mengaku saja?" Toan pit Lian tersenyum geli.

"Aku..." Toan wie Kie tergagap. kemudian memandang Gouw sian Eng seraya bertanya, "Engkau ingin sekali menemui Tio Cie Hiong, apakah engkau rindu sekali padanya?" "Memang rindu sekali," jawab Gouw sian Eng jujur.

"sudah sekian tahun kami berpisah, tentunya aku merindukannya."

"Apakah engkau suka padanya?" tanya Toan wie Kie tegang, karena khawatir gadis itu akan menjawab "Ya".

"Aku memang suka padanya." Gouw sian Eng mengangguk,

"Pada waktu itu kami masih kecil, kini dia dan aku telah dewasa, lagi pula belum bertemu..." "Aaakh..." Mendadak Toan wie Kie menghela nafas. "Kecewa nih" goda Toan pit Lian.

"Adik,.." Toan wie Kie menggeleng- gelengkan kepala.

"Terus terang," ujar Gouw sian Eng sungguh-sungguh.

"Pada waktu itu, dia pun suka sekali padaku. Namun ayahku bilang, dia cuma menganggapku sebagai adiknya sendiri Lagi pula pada waktu itu, aku hanya merasa suka..."

"Jadi..." Toan wie Kie mulai berlega hati.

"Bukan mencintainya?"

"Pada waktu itu aku masih kecil, bagaimana mungkin..." wajah Gouw sian Eng tampak ke-merah-merahan.

"Mengerti soal cinta?"

"sian Eng," Toan pit Lian tertawa.

Kalau begitu, kakakku punya harapan" "Harapan apa?" tanya Gouw sian Eng heran.

"Cinta..." sahut Toan pit Lian, namun keburu diputuskan oleh Toan wie Kie yang wajahnya telah semerah kepiting rebus.

"Adik, jangan omong sembarangan"

"Sian Eng" Toan pit Lian memberitahukan.

"Kakakku telah... jatuh hati padamu lho"

"Adik" tegur Toan wie Kie.

"Kok engkau tidak bisa diam dan dari tadi menyerocos terus?"

"Tidak apa-apa." Gouw sian Eng tersenyum.

"ohya, Kakak Lian, kenapa engkau dan kedua pengawalmu ke Tionggoan?"

"Ayah mengutus kami pergi untuk mengundang sok Beng Yok ong ke mari, tapi..." Toan Pit Lian menggeleng-gelengkan kepala dan wajahnya tampak murung.

"sungguh di luar dugaan, sok Beng Yok ong telah meninggal."

"Untuk apa sok Beng Yok ong diundang ke mari?" Gouw sian Eng tercengang.

"ibu kami menderita penyakit aneh," jawab Toan wie Kie sambil menghela nafas panjang.

"Tabib istana bilang, ibu kami hanya dapat disembuhkan oleh sok Beng Yok ong yang di Tionggoan, maka ayah mengutus adikku dan kedua pengawal itu ke sana."

"oh? Kalau begitu, kini harus bagaimana karena sok Beng Yok ong telah meninggal?" "Entahlah." Toan wie Kie menggeleng-ge-lengkan kepala. "Mungkin ibuku tidak bisa sembuh lagi."

"Aaakh.." Gouw sian Eng menarik nafas panjang. Ternyata gadis itu tidak tahu kalau Tio Cie Hiong mengerti tentang ilmu pengobatan, bahkan boleh dikatakan sok Beng Yok ong adalah gurunya.

"ohya" Toan pit Lian teringat sesuatu.

"Ayah menyuruh kami membawamu pergi menemuinya"

"oh?" Gouw sian Eng tercengang. Kenapa Toan Hong Ya ingin menemuinya? Karena itu ia bertanya.

" Kenapa Hong Ya (Raja) ingin bertemu denganku?"

"Tentunya ingin membicarakan sesuatu," sahut Toan Pit Lian sambil tersenyum-senyum. "Mari ikut kami ke ruang khusus menemui ayah kami"

Gouw sian Eng mengangguk, lalu mengikuti mereka ke ruang khusus. sungguh di luar dugaan, ternyata Toan Hong Ya telah duduk di situ.

"Hong Ya" ucap Gouw sian Eng sambil memberi hormat.

"Terimalah hormatku"

"Ha ha" Toan Hong Ya tertawa gembira. Begitu melihat Gouw sian Eng, ia sudah merasa suka padanya.

"Duduklah"

"Terima kasih, Hong Ya" Gouw sian Eng duduk, begitu pula Toan wie Kie dan adiknya.

"Terlebih dahulu kuucapkan maaf kepadamu" ujar Toan Hong Ya.

"Sebab Pit Lian telah membohongimu. "

"Itu tidak apa-apa." Gouw Sian Eng menundukkan kepala, karena Toan Hong Ya terus menatapnya.

"Engkau sudah berkenalan dengan wie Kie, putraku?" tanya Toan Hong Ya mendadak.

"sudah." Gouw sian Eng mengangguk.

"Dia putraku yang baik, tapi..." Toan Hong Ya menghela nafas,

hingga kini masih tidak mau menikah, alasannya belum bertemu gadis yang cocok." Wajah Toan wie Kie langsung memerah.

Karena itu..." Lanjut Toan Hong Ya sambil memandang Gouw sian Eng.

"Aku jadi pusing memikirkannya. Lagi pula ibunya sedang sakit, namun dia masih belum bertemu gadis idaman hatinya."

"Ayah" sela Toan pit Lian sambil tersenyum.

"Kakak sudah bertemu gadis idaman hatinya."

"oh? siapa gadis itu?" tanya Toan Hong Ya cepat.

"Gadis itu adalah sian Eng." Toan pit Lian memberitahukan. Tadi "ketika aku memperkenalkan mereka..."

"Adik, jangan omong sembarangan di hadapan ayah" tegur Toan wie Kie.

"Ha ha" Toan Hong Ya tertawa.

"Di hadapan ayah memang tidak boleh omong sembarangan. pit Lian, engkau sedang omong sembarangan atau omong sesungguhnya?"

"Ayah, aku omong sesungguhnya." Toan pit Lian melirik kakaknya sambil tersenyum-senyum.

"Bagus Bagus" Toan Hong Ya manggut-manggut.

"Tapi untuk sementara ini aku belum bisa berbuat apa-apa, sebab kedua belah pihak masih harus saling mengerti, dan itu membutuhkan waktu."

"Ayah..." Wajah Toan wie Kie memerah, begitu pula wajah Gouw sian Eng. Namun mereka berdua bergirang dalam hati.

"ohya" Toan Hong Ya menatap putrinya.

Engkau harus ingat akan nasihatku, cinta jangan dipaksa Kalau Tio Cie Hiong sudah ke mari, dan ternyata dia tidak menaruh hati padamu, janganlah engkau kecewa atau timbul rasa benci terhadapnya"

"Ya, Ayah" Toan pit Lian mengangguk,

"Nah, sekarang kalian boleh beristirahat," ujar Toan Hong Ya.

Toan wie Kie, Toan pit Lian dan Gouw sian Eng segera memberi hormat, lalu bersama-sama meninggalkan ruang khusus itu. sedangkan Toan Hong Ya menuju kamarnya, sekaligus memberitahukan kepada istrinya tentang Gouw sian Eng.

"Kalau begitu..." wajah sang Ratu, tampak agak berseri,

mumpung aku masih hidup. cepat- cepatlah menikahkan mereka" "sabar" ujar Toan Hong Ya.

"Mereka berdua baru saling jatuh hati, belum sating jatuh cinta. Maka masih membutuhkan sedikit waktu..."

"Aaakh..." sang Ratu menghela nafas.

"Aku keburu mati" ujarnya.

"Engkau tidak akan mati, percayalah" ujar Toan Hong Ya menghibur.

"Aaaakh..." sang Ratu menghela nafas lagi.

"Penyakitku ini..."

Di halaman istana Tayli yang indah itu, tampak dua orang sedang menikmati bunga-bunga beraneka warna yang memekar segar. Mereka berdua adalah Toan wie Kie dan Gouw sian Eng. wajah masing-masing kelihatan cerah ceria.

"Adik Eng" Toan wie Kie menatapnya lembut.

"Sudah beberapa hari engkau berada di sini, bagaimana kesanmu terhadapku?" tanyanya.

"Baik sekali," sahut Gouw sian Eng sambil menundukkan kepala.

"oh?" Toan wie Kie tampak girang, kemudian bertanya lagi.

"Adik Eng, bagaimana perasaanmu terhadapku?"

"Bagaimana perasaanmu terhadapku, itulah perasaanku juga," jawab Gouw sian Eng dengan suara rendah.

"Adik Eng, benarkah itu?" tanya Toan wie Kie sambil menggenggam tangannya erat-erat.

"Ng" Gouw sian Eng mengangguk, perlahan.

"Terima kasih, adik Eng" ucap Toan wie Kie.

Mendadak terdengarlah suara tawa cekikikan, dan kemudian muncul Toan pit Lian memandang mereka dengan menyengir.

"Asyiiik" godanya.

"Begitu mesra kalian, cuma beberapa hari sudah saling mencurahkan isi hati masing-masing" "Adik Kok engkau begitu nakal?" tegur Toan wie Kie sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Bagaimana mungkin Tio cie Hiong akan jatuh hati padamu?" Toan pit Lian langsung cemberut.

Kakak Kie" ujar Gouw sian Eng sambil tersenyum geli.

Kakak Lian sudah cemberut, nanti dia menangis lho" "Eh?" Toan pit Lian melotot.

"Engkau sudah berani menggodaku?"

"siapa suruh engkau menggoda kami duluan?" sahut Toan wie Kie. "Wuaah" Toan pit Lian tertawa.

"Belum apa-apa sudah membela dia, kini sudah punya sian Eng, tidak menyayangi adik sendiri lagi"

"Adik,.." Toan wie Kie menggeleng-gelengkan kepala.

"Cuma bergurau, Kak" Toan pit Lian tersenyum, lalu memandang Gouw sian Eng seraya berkata sungguh-sungguh.

"Kini kalian berdua sudah saling mencinta, maka apabila Tio Cie Hiong ke mari, engkau jangan ikut dia pulang, tetap tinggal di sini saja"

"Tapi,.." Gouw sian Eng kelihatan ragu.

"Cie Hiong akan memberitahukan pada ayah dan kakekmu," ujar Toan wie Kie dan melanjutkan. "Jadi mereka bisa tenang, dan engkaupun bisa tenang tinggal di sini."

"Aku...." Gouw sian Eng menundukkan kepala.

"Adik Eng" Toan wie Kie menatapnya lembut.

"Engkau boleh memperdalam kepandaianmu di sini, aku akan mohon kepada guruku."

"oh?" Gouw sian Eng tampak tertarik.

" Kakak Kie, bolehkah aku tahu siapa gurumu?"

"Guruku adalah sin san Lojin (orang Tua Kipas sakti)." Toan wie Kie memberitahukan.

"oooh" Gouw sian Eng manggut-manggut.

"Pantas engkau selalu membawa sebuah kipas, ternyata adalah senjata andalanmu" Toan wie Kie tersenyum.

"Aku sudah biasa memegang kipas, maka kalau tidak memegang kipas rasanya tidak enak." katanya.

"Kakak Lian" tanya Gouw sian Eng.

"Bolehkah aku tahu siapa gurumu?"

" Guruku adalah Ang Kin sianli (Dewi selendang Merah)," jawab Toan pit Lian memberitahukan.

"Pantas ada sehelai selendang melingkar di badanmu" Gouw Sian Eng tersenyum dan menambahkan.

"Hati-hati, jangan sampai selendang itu melilit leher Cie Hiong"

"Bagaimana mungkin selendangku mampu melilit lehernya?" sahut Toan Pit Lian sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Dia berkepandaian sangat tinggi..."

"Kalau dia ke mari, aku ingin berkenalan dengannya. Mungkin juga aku ingin menjajal kepandaiannya," ujar Toan Wie Kie tertarik.

"Dia memperoleh julukan Pek Ih Sin Hiap, tentunya bukan hanya julukan kosong."

"Kakak Kie, terus terang, dia memang luar biasa. Ketika masih kecil, dia sudah memberi petunjuk kepadaku mengenai ilmu pedang," ujar Gouw Sian Eng.

"oh?" Toan Wie Kie kurang percaya.

"Benarkah itu?"

"Benar." Gouw Sian Eng mengangguk,

"Sian Eng, cara bagaimana engkau bertemu dia?" tanya Toan Pit Lian mendadak.

"Dia pernah bekerja di rumahku..." jawab Gouw Sian Eng dan menutur tentang Tio Cie Hiong.

"Jadi ketika masih kecil, dia sudah dicap sebagai anak sakti?" Toan Pit Lian terbelalak.

"Ya." Gouw sian Eng mengangguk.

"Maka kini dia berkepandaian tinggi, itu tidak mengherankan." "Aku menjadi penasaran," ujar Toan Wie Kie sambil tersenyum, "ingin tahu berapa tinggi kepandaiannya."

"Paling juga terjungkal ditangannya." sahut Toan Pit Lian.

"Itu justru akan membuatku tidak merasa penasaran lagi," ujar Toan Wie Kie sambil tersenyum.

"ohya." Tiba-tiba Toan Pit Lian berseru girang.

"Bagaimana kalau kita berlatih bersama?"

Toan Wie Kie dan Gouw Sian Eng mengangguk. Mereka bertiga lalu berlatih bersama sambil tertawa riang gembira.

Bab 28 Ulat aneh

Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im sudah tiba dinegeri Tayli yang makmur, damai dan indah panoramanya. Akan tetapi, mereka berdua sama sekali tidak menikmati keindahan panorama tersebut, melainkan terus memacu kuda masing-masing menuju istana Tayli. Berselang beberapa saat kemudian, mereka sudah sampai di depan istana Tayli yang sangat megah dan indah.

Begitu mendengar nama Pek Ih Sin Hiap Tio Cie Hiong, salah seorang pengawal langsung masuk ke dalam untuk melapor. Tak seberapa lama kemudian, pengawal itu sudah kembali lalu mengantar Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im ke dalam menuju ruang khusus.

"Silakan masuk" ucap pengawal istana itu.

"Terima kasih" Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im berjalan ke dalam. Mereka melihat seorang lelaki berusia lima puluhan duduk di kursi kebesaran, mengenakan jubah kuning emas bersulam sepasang naga, juga memakai topi emas.

Sudah bisa diduga, lelaki itu adalah Toan Hong Ya, maka Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im segera memberi hormat.

"Tio cie Hiong dari Tionggoan memberi hormat pada Hong Ya" ucap pemuda itu.

Toan Hong Ya menatap Tio Cie Hiong dengan penuh perhatian. Begitu tampan pemuda Tionggoan ilu, pantas Toan Pit Lian jatuh hati padanya Pikirnya dan kemudian tertawa-tertawa .

" Kalian berdua duduklah" ucapnya.

Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im duduk, Toan Hong Ya memandang Lim Ceng Im dan berkata.

Engkau pasti putra Ketua Kay Pang yang di Tionggoan. Ya, kan?" "Benar, Hong Ya." Lim Ceng Im mengangguk.

"Maaf Hong Ya, kedatangan kami...." sebelum Tio Cie Hiong menyelesaikan ucapannya, Toan

Hong Ya sudah menyela.

"sebelumnya aku harus minta maaf, sebab putriku telah menimbulkan suatu urusan di Tionggoan"

"Tidak salah," sahut Lim Ceng Im.

"Dia telah menyandera Gouw sian Eng, maka kami ke mari minta kebijaksanaan Hong Ya" "sebetulnya dia tidak menyandera gadis itu" Toan Hong Ya tersenyum. "cuma mengajaknya mengunjungi negeri Tayli yang kecil ini."

"Tapi dia telah meninggalkan sepucuk surat ancaman." Lim Ceng Im memberitahukan.

"se-sungguhnya itu bukan surat ancaman, melainkan surat undangan yang tak resmi." Toan Hong Ya menjelaskan.

"Dia khawatir Tio Cie Hiong tidak mau ke mari, sehingga terpaksa menggunakan akal yang tak terpuji itu."

"sekarang Gouw sian Eng berada di mana?" tanya Lim Ceng Im.

"Tenang" Toan Hong Ya tersenyum.

"sebentar lagi dia akan ke mari bersama-sama putra dan putriku."

"Hong Ya" ujar Tio cie Hiong mendadak.

"Maafkanlah akan kekasaran adikku ini, sifatnya memang begitu"

"Tidak apa-apa." Toan Hong Ya tertawa.

"sifat putrikupun begitu, karena aku terlampau memanjakannya . " "Hong Ya, bolehkah kami bertemu sian Eng?" tanya Tio Cie Hiong sopan.

"Tentu saja boleh. Aku sudah bilang barusan, dia akan ke mari bersama putra dan putriku," jawab Toan Hong Ya sambil tertawa lagi.

"sungguh di luar dugaan, kedatangan gadis itu justru membuat semarak suasana di istana ini." "oh?" Tio cie Hiong tercengang.

Kenapa begitu?"

Karena dia dan putraku sudah saling mencinta." Toan Hong Ya memberitahukan. "syukurlah" ucap Lim Ceng Im dengan wajah berseri.

Kalau begitu, kami harus mengucapkan selamat kepada Hong Ya."

"Terima kasih Terima kasih..." sahut Toan Hong Ya sambil tertawa gembira. "ohya Bolehkah aku bertanya sesuatu kepada Hong Ya?" tanya Tio Cie Hiong. "Boleh." Toan Hong Ya mengangguk,

Engkau ingin bertanya apa, tanyalah Aku pasti menjawab."

Kenapa Hong Ya mengutus Tayli Kongcu ke Tionggoan?" Ternyata ini yang ditanyakan Tio Cie Hiong.

Untuk mengundang seorang tabib di Tionggoan, tapi tabib itu sudah meninggal." Toan Hong Ya menghela nafas.

"Justru ada satu yang di luar dugaan."

"Hal apa?" tanya Lim Ceng Im.

"Putriku bertemu dia." Toan Hong Ta memandang Tio cie Hiong.

"Dia sangat tertarik padanya. Ketika menuju pulang ke mari, tanpa sengaja malah menyelamatkan Gouw sian Eng. Disaat itulah timbul akal busuknya..."

"Tayli Kongcu menyelamatkan sian Eng?" tanya Tio Cie Hiong heran.

"Ya." Toan Hong Ya mengangguk dan menutur tentang kejadian itu sesuai dengan apa yang diceritakan putrinya.

"oooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut.

"Setelah gadis itu sampai di istana, barulah putriku menjelaskan, kemudian dia pun memperkenalkan gadis itu kepada kakaknya," ujar Toan Hong Ya memberitahukan.

"Tak terduga, putraku dan gadis itu malah saling jatuh hati."

"Hong Ya" tanya Tio Cie Hiong.

"siapa yang menderita sakit di dalam istana ini?" "istriku," jawab Toan Hong Ya sambil menghela nafas. "Sudah setengah tahun lebih istriku menderita penyakit aneh." "Penyakit aneh?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening. "Bagaimana keanehan penyakit itu?"

"Aaakh..." Toan Hong Ya menghela nafas lagi.

"Kalau lapar, tubuh istriku pasti menggeliat-geliat. seusai makan lalu tidur, makannya banyak sekali, tapi tubuhnya justru makin kurus."

"oh?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening lagi.

"Tabib istana terus-menerus memeriksanya dengan cermat..." lanjut Toan Hong Ya.

"Namun tidak mampu mengobatinya, bahkan tidak berani sembarangan memberikan obat. setelah itu, tabib istana pun bilang, hanya seorang tabib di Tionggoan yang mampu mengobati istriku. Karena itu, aku mengutus putriku bersama dua pengawal istana ke Tionggoan untuk mengundang tabib itu ke mari, tapi tabib itu telah meninggal..."

"Hong Ya siapa tabib di Tionggoan itu?" tanya Tio Cie Hiong.

"Tabib itu sok Beng Yok ong." sahut Toan Hong Ya memberitahukan.

Lim Ceng Im langsung memandang Tio Cie Hiong. sedangkan Tio Cie Hiong hanya manggut-manggut setelah mendengar nama tabib itu.

"Hong Ya" ujar Tio Cie Hiong kemudian.

"Aku juga mengerti sedikit tentang ilmu pengobatan, bolehkah aku memeriksa sang Ratu?"

"oh?" Toan Hong Ya menatapnya dalam-dalam. Namun ia tidak percaya kalau Tio Cie Hiong mampu mengobati istrinya.

Pada saat bersamaan, muncullah Tayli Kongcu bersama Tayli Thaycu dan Gouw sian Eng. Ketika melihat Tio Cie Hiong, terbelalaklah Gouw sian Eng.

"Engkau... kakak Hiong?" seru gadis itu girang.

"Adik sian Eng" panggil Tio Cie Hiong girang.

"Kakak Hiong" Gouw sian Eng berlari menghampirinya.

"Kakak Hiong...."

"Adik sian Eng" Tio Cie Hiong tersenyum.

"Engkau sudah besar, bahkan kini sudah mempunyai kekasih." "Kakak Hiong..." wajah Gouw sian Eng langsung memerah. "Adik sian Eng" Tio Cie Hiong tersenyum lagi.

"Aku turut gembira karena engkau sudah mempunyai kekasih"

Kakak Hiong" wajah Gouw sian Eng memerah lagi, kemudian memperkenalkan Toan wie Kie. "ini Pangeran Tayli, namanya Toan wie Kie."

"selamat bertemu, Pangeran" ucap Tio Cie Hiong sambil menjura. "Ha ha" Toan wie Kie tertawa gembira.

"saudara Tio, jangan memanggilku Pangeran, panggil saja namaku" "Baiklah." Tio Cie Hiong mengangguk.

"Ngmm" Toan wie Kie manggut-manggut setelah memperhatikan Tio Cie Hiong.

"Pantas adikku tertarik padamu, ternyata engkau begitu tampan dan lembut pula" katanya.

Kakak" wajah Toan pit Lian langsung memerah.

Jangan menggodaku"

"Engkau sendiri yang mengaku, kok sekarang malah diam saja?" goda Toan wie Kie sambil tersenyum.

sementara Lim Ceng Im diam saja, tapi hatinya panas bukan main. Karena Toan Hong Ya berada di situ, maka ia tidak berani mencaci Tayli Kongcu.

"Adik sian Eng" ujar Tio Cie Hiong memberitahukan.

"Ayah dan kakekmu sangat mencemas kanmu, maka, mari ikut kami pulang keTionggoan" "saudara Tio" sahut Toan wie Kie memberitahukan.

"Dia belum mau pulang ke Tionggoan, sebab ingin memperdalam kepandaiannya di sini." "Oh?" Tio Cie Hiong memandang Gouw sian Eng. "Adik sian Eng, benarkah begitu?"

"Ng" Gouw sian Eng mengangguk malu-malu.

Kakak Hiong, kalau begitu, mari kita pulang saja" ajak Lim Ceng Im mendadak. "Pengemis dekil" sahut Toan pit Lian.

"jangan begitu cepat mengajak kakakmu pulang"

Kenapa?" Lim Ceng Im melotot.

Engkau berani melarangnya culang ke Tionggoan?"

"Adik Im, jangan kurang ajar" tegur Tio Cie Hiong.

"Hm" dengus Lim Ceng Im.

"Kakak Hiong" tanya Gouw sian Eng heran.

"siapa dia?"

"Engkau tidak kenal?" tanya Tio cie Hiong heran. Gouw sian Eng menggelengkan kepala.

"Dia bernama Lim Ceng Im, putra Lim Peng Hang ketua Kay Pang" ujar Tio Cie Hiong.

" Kakak Hiong" Gouw sian Eng tertegun.

"Aku pernah dengar dari ayah, bahwa ketua Kay Pang punya seorang putri...."

"Dia kakakku," sahut Lim Ceng Im cepat.

"ooh" Gouw sian Eng manggut-manggut.

"Aku pernah bertemu kakaknya," sambung Tio Cie Hiong.

Kakaknya lemah lembut, tidak seperti dia."

Kakak Hiong, mari kita pulang ke Tionggoan" ajak Lim Ceng Im lagi. "saudara Lim" Toan wie Kie tersenyum.

"Jangan cepat-cepat pulang ke Tionggoan, menginap beberapa malam dulu di sini" "Adik Im" ujar Tio Cie Hiong.

"Aku masih harus memeriksa penyakit sang Ratu." "oh?" Lim Ceng Im mengerutkan kening.

"saudara Tio" Toan wie Kie tampak girang tapi ragu. "Engkau mengerti ilmu pengobatan?"

"Mengerti sedikit," jawab Tio Cie Hiong merendah. "Kakak Hiong" ujar Gouw Sian Eng.

"Kalau begitu, coba obatilah sang Ratu" "baik," Tio Cie Hiong manggut-manggut.

Di saat bersamaan, tampak dua dayang berlari-lari menghampiri mereka, kemudian berlutut di hadapan Toan Hong Ya.

"Hong Ya" Lapor kedua dayang itu.

"Sang Ratu kumat lagi..."

"Haaah?" Toan Hong Ya mengerutkan kening dan segera lari ke kamar sang Ratu.

"Saudara Tio, mari ikut kami" ajak Toan Wie Kie.

Tio Cie Hiong mengangguk, lalu bersama Lim Ceng Im mengikuti Toan Wie Kie menuju kamar Toan Hong Ya.

Ketika memasuki kamar tersebut, Tio Cie Hiong melihat beberapa dayang di dalam. Tiba-tiba kening Tio Cie Hiong berkerut sambil menatap salah seorang dayang.

Sedangkan Toan Hong Ya sibuk merangkul istrinya yang menggeliat-geliat di lantai. Toan Wie Kie dan adiknya hanya saling memandang, tidak tahu harus berbuat apa.

"Kakak Hiong" tanya Gouw sian Eng.

"Bisa-kah engkau menyembuhkan sang Ratu?"

"Mudah-mudahan" sahut Tio Cie Hiong sambil memperhatikan sang Ratu. Ternyata sang Ratu terus-menerus menggeliat-geliat. Mulutnya terbuka lebar dan mengeluarkan lendir. Wajahnya kekuning-kuningan, tubuhnya kurus kering dan rambutnya agak jarang karena sering rontok.

"Kakak Hiong" bisik Lim Ceng Im merinding.

"Sang Ratu mengidap penyakit apa?"

"Akan kujelaskan nanti" sahut Tio Cie Hiong.

sementara tampak dua dayang telah menyiapkan berbagai macam makanan. sang Ratu langsung bersantap. dan tak lama semua makanan itu telah habis di santap beberapa orang, namun sang Ratu bisa menyantapnya sampai habis.

setelah itu, sang Ratu kelihatan mengantuk. Toan Hong Ya menggendong ke tempat tidur, sekaligus membaringkannya.

"Aaakh..." keluh Toan Hong Ya.

"cie Hiong, begitulah penyakit yang diderita istriku. sang-gupkah engkau mengobatinya?" "Hong Ya" jawab Tio Cie Hiong.

"Aku sudah tahu penyakit apa yang diderita sang Ratu."

"oh?" Toan Hong Ya terbelalak.

Engkau belum memeriksanya, kok sudah tahu penyakit apa yang diderita istriku?" "Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.

"Dari gerjala-gejala penyakitnya itu aku sudah mengetahuinya . " "Kalau begitu..." tanya Toan Hong Ya penuh harap.

"Engkau sanggup mengobatinya?" "Mudah-mudahan, Hong Ya," jawab Tio Cie Hiong. "saudara Tio" ujar Toan wie Kie.

"Tolonglah obati ibuku"

"Pek Ih sin Hiap" Toan pit Lian menatapnya.

"Aku... aku mohon sudilah engkau mengobati ibuku"

"Aku mengerti ilmu pengobatan, tentunya harus menolong siapa pun," ujar Tio Cie Hiong sambil mendekati sang Ratu yang terbaring di tempat tidur. Tio Cie Hiong terus memperhatikannya, kemudian manggut-manggut.

"Bagaimana, Cie Hiong?" tanya Toan Hong Ya.

"Apakah engkau bisa menyembuhkannya?"

"Mudah-mudahan" Tio Cie Hiong mengangguk.

Kalau aku terlambat datang beberapa hari, sang Ratu pasti tidak akan tertolong lagi, akan mengalami kematian yang sangat mengerikan. seandainya sok Beng Yok ong berada di sini, juga tidak bisa menolong sang Ratu."

Kenapa?" tanya Toan Hong Ya heran.

"sebab untuk meramu obat, membutuhkan waktu belasan hari." Tio cie Hiong memberitahukan.

"sedangkan sang Ratu hanya dapat bertahan beberapa hari, maka tidak punya waktu untuk menolongnya."

"cie Hiong..." Toan Hong Ya memandangnya. "Kalau begitu, engkau bisa menyembuhkan istriku?"

"Kalau tidak kebetulan memiliki semacam Iweekang, tentunya aku tidak bisa menolong sang Ratu," sahut Tio Cie Hiong dan melanjutkan.

"saudara Kie, tolong turunkan ibumu ke bawah"

"Ya." Toan wie Kie menurut, lalu segera menggendong sang Ratu ke lantai.

"Tolong didudukkan" ujar Tio Cie Hiong.

Toan wie Kie menurut lagi. setelah sang Ratu didudukkan di lantai, Tio Cie Hiong pun duduk bersila di belakang sang Ratu, lalu sepasang telapak tangannya di tempelkan di punggung sang Ratu, sekaligus mengerahkan Pan Yok Hian Thian sin Kangnya.

Toan Hong Ya dan lain menyaksikannya dengan perasaan tegang, terutama Lim Ceng im, yang khawatir Tio Cie Hiong tidak dapat menyembuhkan sang Ratu. Bukankah itu akan mempermalukan mereka berdua.

Beberapa saat kemudian, sepasang telapak tangan Tio Cie Hiong mulai mengeluarkan kabut putih bagaikan uap air mendidih, sedangkan badan sang Ratu terus bergetar- getar.

Entah berapa lama kemudian, wajah sang Ratu yang kekuning-kuningan itu kelihatan mulai segar, dan pakaian sang Ratu telah basah oleh keringat.

sementara Toan Hong Ya dan lainnya menyaksikan itu dengan mata terbelalak, tapi mereka semua sudah mulai berlega hati.

Perlahan-lahan Tio Cie Hiong melepaskan sepasang telapak tangan dari punggung sang Ratu, lalu bangkit berdiri sambil tersenyum.

"sang Ratu sudah sembuh," ujarnya memberitahukan. "Apa?" Toan Hong Ya kelihatan tidak percaya. "Begitu cepat?"

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.

Pada saat bersamaan, sang Ratu pun bangkit berdiri dengan wajah segar dan berseri "Ibu" seru Toan wie Kie dan adiknya sambil mendekati sang Ratu. "Nak..." saking girang sang Ratu pun terisak-isak.

"Ibu... ibu telah merasa nyaman dan segar."

"lbu..." "Toan pit Lian langsung mendekap di dada sang Ratu.

"Nak" sang Ratu tersenyum lembut sambil membelainya.

sementara Toan Hong Ya terus memandang Tio Cie Hiong dengan kagum. Diam-diam iapun mengambil keputusan akan menjodohkan putrinya dengan Tio cie Hiong.

Gouw sian Eng pun kagum sekali pada Tio Cie Hiong, sedangkan Lim Ceng Im memandang Tio Cie Hiong dengan penuh cinta kasih.

"Terima kasih, Cie Hiong" ucap Toan Hong Ya sambil memegang bahu Tio Cie Hiong "Aku tidak menyangka engkau masih belia tapi ilmu pengobatanmu sungguh luar biasa." "Hong Ya" Tio Cie Hiong tetap merendah.

"Ilmu pengobatanku tidak luar biasa, aku hanya mengerti sedikit."

"Cie Hiong" Toan Hong Ya tersenyum-se-nyum.

"Aku kagum sekali kepadamu."

"Terima kasih atas pujian Hong Ya" ucap Tio Cie Hiong dan mendadak badannya bergerak ke arah salah seorang dayang. sudah barang tentu mengejutkan Toan Hong Ya dan lainnya.

Tio Cie Hiong memegang lengan dayang itu, kemudian menariknya duduk di lantai. la pun duduk bersila di belakang dayang itu.

"Kakak Hiong..." Lim Ceng Im tercengang.

"Apa yang hendak kau lakukan terhadap dayang itu?"

Tio Cie Hiong tidak menyahut, melainkan segera menempelkan sepasang telapak tangannya dicunggung dayang itu dan mengerahkan Pan Yok Hian Thian sin Kangnya.

semua orang yang berada di situ terbelalak. Mereka sama sekali tidak tahu kenapa Tio Cie Hiong berbuat begitu?

Berselang beberapa saat kemudian, barulah Tio Cie Hiong melepaskan sepasang telapak tangannya daricunggung dayang, lalu bangkit berdiri sambil memandang dayang itu dengan tajam.

"Kenapa engkau mengorbankan dirimu untuk itu?" tanya Tio Cie Hiong sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Padahal engkau gadis yang lembut, namun hatimu kok begitu jahat?"

Semua orang terheran- heran akan pertanyaan Tio Cie Hiong. Kemudian mereka memandang dayang itu dengan penuh tanda tanya.

"Hong Ya" Dayang itu berlutut di hadapan sang Raja.

"Aku tidak berhasil, bunuhlah aku?"

"Apa?" Bukan main herannya Toan Hong Ya. la menatap dayang itu lalu memandang Tio Cie Hiong.

"Hong Ya" Tio Cie Hiong memberitahukan.

"Dialah pelakunya."

"Pelakunya?" Toan Hong Ya bingung.

"Maksudmu?"

"Dia yang menyebarkan penyakit itu pada sang Ratu," ujar Tio Cie Hiong sambit menggeleng-gelengkan kepala.

"Apabila aku terlambat datang, seisi istana ini akan ketularan penyakit itu. " "Haah?" Bukan main terkejutnya Toan Hong Ya dan putra putrinya. "Penyakit itu bisa menular?"

"Ya" Tio Cie Hiong mengangguk dan menghela nafas.

"Tapi dayang itu pun pasti mati."

"siangji" Toan pit Lian menghampiri dayang yang masih berlutut itu dengan wajah dingin.

"Aku begitu baik dan sayang kepadamu, tapi kenapa engkau tega melakukan itu terhadap ibuku?"

"Kongcu" Dayang itu terisak-isak dengan air mata meleleh.

"Bunuhlah aku"

Toan pit Lian menatapnya dingin, lalu per-lahan-lahan mengangkat sebelah tangannya siap membunuh dayang tersebut.

jangan bunuh dia" seru Tio cie Hiong mencegah.

Kenapa?" tanya Toan Pit Lian.

"Dia melakukan itu sudah pasti ada sebab musababnya. Tanyalah dia dan cukup menghukumnya saja" sahut Tio Cie Hiong.

"siangji Kenapa engkau begitu jahat ingin membunuh ibuku?" tanya Toan Pit Lian.

Mendadak dayang itu mendongakkan kepala menatap Toan Hong Ya dengan penuh dendam, kemudian ujarnya sepatah demi sepatah.

"Beberapa tahun lalu, Hong Ya pernah menghukum mati seorang pemuda. Hong Ya masih ingat itu?"

"Beberapa tahun lalu aku pernah menghukum mati seorang pemuda?" gumam Toan Hong Ya sambil mengerutkan kening.

"siapa pemuda itu?"

"Pemuda itu saudara kandungku." jawab dayang itu dengar air mata berderai-derai.

"sejak kecil kami sudah yatim piatu. saudaraku itu sangat menyayangiku, dia... dia selalu berkorban demi diriku pula. Beberapa tahun lalu, aku menderita sakit keras. Karena tidak punya uang membeli obat, maka saudaraku itu terpaksa mencuri. Tapi tertangkap. Hong Ya begitu kejam menjatuhkan hukuman mati kepadanya..."

"Apa?" Toan Hong Ya terbelalak.

"jadi engkau adik kandung pemuda itu?"

" Ya." Dayang itu mengangguk.

"Aku pun nyaris mati, untung muncul seorang tua menolongku, kemudian orang tua itu membawaku ke daerah Miauw. setelah itu aku kembali lagi di Tayli, lalu melamar menjadi dayang di istana ini."

"Aaakh..." Toan Hong Ya menghela nafas panjang.

"Aku menyesal sekali telah menghukum mati saudara kandungmu"

"Menyesal?" Dayang itu tertawa dingin.

"Dia... dia saudara kandungku satu-satunya Dia meng-urusiku dengan penuh kasih sayang Dia mencuri uang dikarenakan demi diriku pula Tapi akhirnya dia malah dihukum mati, maka aku harus balas dendam"

"siangji" Toan pit Lian terbelalak.

"Ternyata engkau adiknya. Ayahku memang menyesal sekali. Pada waktu itu, ada yang melapor bahwa saudaramu itujuga memperkosa, maka...."

"Kakakku tidak memperkosa Itu fitnah" teriak dayang itu.

"Setelah menghukum mati kakakmu, barulah kami tahu kakakmu telah difitnah orang." ujar Toan pit Lian sambil menatapnya iba.

"Ayahku segera menyuruh beberapa pengawal istana menangkap orang itu, tapi orang itu telah kabur."

"Orang itu berbadan gemuk kan?" tanya dayang itu mendadak.

"Ya." Toan Hong Ya mengangguk,

"Dia... dia ingin memperistriku, tapi aku dan kakakku menolak. Pada suatu malam, dia datang ingin memperkosa ku, tapi kepergok oleh kakakku, maka kakakku memukulnya hingga babak belur...." Dayang itu memberitahukan.

"Mungkin karena itu...." Toan Hong Ya menggeleng-gelengkan kepala.

" orang itu memfitnah kakakmu"

"Hong Ya" Dayang itu menundukkan kepala.

"Kini aku telah tertangkap, Hong Ya boleh menghukum mati diriku."

"Maaf, Hong Ya" ujar Tio Cie Hiong mendadak.

"Bolehkah aku turut bicara sebentar?"

"silakan" sahut Toan Hong Ya cepat.

Tio Cie Hiong mendekati dayang itu. Dayang tersebut mendongakkan kepalanya. Tio Cie Hiong menatapnya dengan lembut sambil tersenyum. Tatapan yang lembut itu membuat dayang tersebut seakan bertemu kembali dengan kakaknya

"Engkau bernama Siang Ji kan?" tanya Tio Cie Hiong.

"Ya." Siang Ji mengangguk.

"Aku menolong mu justru menghendakimu hidup, kenapa engkau malah ingin dihukum mati?" tanya Tio Cie Hiong lembut.

"Sudah ketahuan aku yang melakukan itu, tentunya Hong Ya tidak akan mengampuniku," Siang Ji menghela nafas.

"Percayalah" Tio Cie Hiong tersenyum.

"Hong Ya tidak akan menghukum mati dirimu."

"Benar." sahut Toan Hong Ya.

"Oh?" Siang Ji tercengang.

"Siang Ji" Toan Pit Lian tersenyum,

"ibuku sudah sembuh, tentunya ayahku tidak akan menghukummu. "

"Terima kasih, Hong Ya" ucap Siang Ji.

"Terima kasih, Kongcu"

"Siang Ji" Toan Pit Lian tersenyum lagi.

"Seharusnya engkau berterima kasih pada.... Cie Hiong."

"Terima kasih kakak Cie Hiong" ucap Siang Ji terisak. "Engkau... engkau sangat baik dan selembut kakakku."

"Kalau begitu...." Tio Cie Hiong menatapnya lembut dan penuh kasih sayang.

"Anggaplah aku kakakmu"

"Kakak...." Mendadak Siang Ji bangkit berdiri, kemudian mendekap di dada Tio Cie Hiong sambil

menangis terisak-isak.

"Adik yang baik" Tio Cie Hiong membelainya bagai seorang kakak.

"jangan menangis, senyumlah"

Toan Hong Ya, sang Ratu dan lainnya menyaksikan itu dengan penuh rasa haru, begitu pula Lim Ceng Im dan Toan Pit Lian. Mereka tidak menyangka Tio Cie Hiong memiliki kasih sayang terhadap sesama.

"Siang Ji" ujar Toan Hong Ya mendadak.

Karena aku pernah melakukan kesalahan terhadapmu, maka mulai hari ini engkau kuangkat sebagai putriku dengan gelar Siang Ji Kongcu."

"Haahi..?" Siang Ji terperangah.

"Siang Ji" bisik Tio cie Hiong.

" cepatlah engkau berlutut mengucapkan terima kasih kepada Hong Ya dan Ratu"

Siang Ji mengangguk, lalu segera berlutut di hadapan Toan Hong Ya dan sang Ratu.

"Terima kasih Hong Ya Terima kasih Ratu" ucapnya terisak-isak saking gembira. Toan Hong Ya tersenyum.

"Kok masih memanggil Hong Ya dan Ratu? Harus panggil Ayah dan Ibu"

"Ayah Ibu..." panggil Siang Ji.

"Bangunlah Nak" Toan Hong Ya tertawa gembira.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar