Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 34

Baca Cersil Mandarin Online: Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 34
Bagian 34

"Daun obat apa?" tanya kepala suku Miauw.

Tio Cie Hiong memberitahukan. Kepala suku Miauw berpikir sejenak. kemudian tersenyum. "Ada."

"syukurlah"

Kakak" ujar Putri Miauw Cok mendadak. "Aku tahu bahwa engkau berkepandaian tinggi. Maukah engkau mempertunjukkannya?"

"Adik kecil...." Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.

"Ayolah" desak Putri Miauw Cok. "Aku suka ilmu silat, maka kalau engkau tidak mempertunjukkannya, aku pasti kecewa sampai beberapa tahun lho"

"Haaah...." Tio Cie Hiong terbelalak.

"Ha ha ha" sesepuh dan kepala suku Miauw tertawa gelak. "Ha ha ha"

" Kenapa tertawa?" Putri Miauw Cok melotot. "Aku berkata sesungguhnya, tidak bohong."

"Nan, Anak muda" sesepuh Miauw menatapnya. "Engkau sudah mendengar, kan? Kalau engkau tidak mempertunjukkan kepandaianmu, dia akan kecewa sampai beberapa tahun. Apakah engkau tega?"

"Adik kecil...." Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kemala. "Engkau ingin menyaksikan ilmu

pedang atau ilmu pukulan?"

"Ilmu pedang," sahut Putri Miauw Cok girang.

"Baiklah." Tio Cie Hiong manggut-manggut, lalu mendadak memandang putri Miauw Cok itu dengan mata tak berkedip.

Tentunya sangat mengherankan sesepuh dan kepala suku Miauw. Begitu pula Putri Miauw Cok itu, ia pun terbelalak sambil menatap Tio Cie Hiong, kemudian wajahnya kemerah-merahan.

Tio Cie Hiong terus memandang putri Miauw Cok itu, lama sekali barulah manggut-manggut sambil berjalan ke depan. sesepuh dan kepala suku Miauw serta putrinya juga ikut ke depan.

Ternyata Tio Cie Hiong berjalan ke halaman, kemudian meminjam sebilah pedang pada salah seorang pengawal. setelah itu, ia mendekati sebuah pohon yang berukuran cukup besar.

"Adik kecil saksikanlah ilmu pedangku" seru Tio Cie Hiong.

"Terima kasih, Kak" sahut Putri Miauw Cok dengan wajah berseri.

Mendadak badan Tio Cie Hiong bergerak laksana kilal, dan di saat bersamaan pedang yang ada di tangannya berkelebatan. serrt Cass serrrt Ranting dan dahan pohon itu berjatuhan.

sesepuh dan kepala suku Miauw tercengang, sedangkan Putri Miauw Cok bersorak-sorai sambil bertepuk-tepuk tangan, karena saat itu hanya tampak sinar pedang berkelebatan, sama sekali tidak tampak badan Tio Cie Hiong.

Berselang beberapa saat kemudian, barulah Tio Cie Hiong berhenti, dan badannya melayang turun sambil tersenyum-senyum.

seketika suasana di tempat berubah menjadi hening, karena semua orang terbelalak dengan mulut ternganga lebar. Ternyata pohon itu telah berubah menjadi sebuah patung. Bahkan yang menakjubkan patung itu sangat menyerupai Putri Miauw Cok.

"Kakak Kakak" seru Putri Miauw Cok sambil bertepuk-tepuk tangan. Para pengawal yang ada di situ pun turun bersorak-sorai, maka terdengarlah suara yang riuh gemuruh.

Tio Cie Hiong menghampiri Putri Miauw Cok. sementara sesepuh dan kepala suku Miauw menatap Tio cie Hiong dengan mata tak berkedip.

"Adik kecil, bagaimana ilmu pedangku?" tanya Tio Cie Hiong sambil tersenyum lembut.

Kakak" Putri Miauw Cok memandangnya dengan mata berbinar-binar. "sebetulnya engkau manusia atau dewa sih?"

"Aku manusia seperti engkau," sahut Tio Cie Hiong sambil membelainya.

Kakak, bolehkah...." Putri Miauw Cok menundukkan kepala.

Engkau ingin belajar ilmu pedang, kan?"

"Betul," sahut Putri Miauw Cok manggut-manggut. "Bersediakah Kakak mengajarku ilmu pedang?"

"Baiklah." Tio Cie Hiong mengangguk. "Aku akan mempergunakan waktu yang ada untuk mengajarmu."

"Terima kasih, Kak" Putri Miauw Cok langsung memeluk kemudian menciumnya.

"Eeeeh...." Wajah Tio Cie Hiong langsung memerah.

"Ha ha ha" sesepuh dan kepala suku Miauw tertawa terbahak-bahak. kemudian kepala suku Miauw berbisik kepadanya. " Kalau dia belum mempunyai calon isteri, aku pasti menjodohkan putriku kepadanya."

"sayang sekali" sesepuh Miauw menggeleng-gelengkan kepala. "Dia sudah mampunyai calon isteri"

Kakak" ujar putri Miauw Cok mendadak. "Bisakah engkau meloncat tinggi?" "Meloncat tinggi?" Tio Cie Hiong tersenyum. "Maksudmu ginkang?"

"Ya." Putri Miauw Cok mengangguk. " Kakak. perlihatkanlah ginkang mu, aku ingin menyaksikannya "

"Baik." Tio Cie Hiong mengangguk. ternyata timbul pula sifat kekanak-kanakannya. la berjalan ke tengah-tengah halaman, lalu menghimpun lweekangnya sekaligus melesat ke atas tujuh delapan depa.

Terbelalak mereka yang menyaksikannya, terutama Putri Miauw Kok, ia tertawa gembira sambil bertepuk-tepuk tangan. " Kakak, keatas lagi" serunya.

Mendadak Tio cie Hiong berjungkir balik dan badannya melesat ke atas tujuh delapan depa. "Wuah" Putri Miauw Cok berseru girang. " Kakak, ke atas lagi"

Tio cie Hiong berjungkir balik lagi sehingga badannya melesat ke atas tujuh delapan depa.

sesepuh dan kepala suku Miauw menyaksikannya dengan mulut ternganga lebar. sedangkan

Putri Miauw Cok terus bertepuk-tepuk tangan sambil tertawa gembira. "Ke atas lagi, Kak" serunya.

Tio Cie Hiong berjungkir balik lagi melesat ke atas, setelah itu badannya mulai melayang turun perlahan-lahan dan lemah gemulai. Di saat bersamaan, ia mengeluarkan suling kumala, dan kemudian terdengarlah alunan suara suling yang menyedapkan telinga.

"Bukan main" sesepuh Miauw menghela nafas karena kagum.

"Sungguh luar biasa" Kepala suku Miauw menggeleng-gelengkan kepala. "seandainya dia bersedia kawin dengan putriku...."

"Jangan berpikir yang bukan-bukan" tandas sesepuh Miauw. "Dia masih harus pergi mencari calon isterinya"

"sayang sekali" Kepala suku Miauw menarik nafas panjang.

" Kakak" seru Putri Miauw Cok. "Tiupkan lagu percintaan"

irama suling itu berubah. Putri Miauw Cok mendengarkan dengan wajah kemerah-merahan.

Ternyata ia berkhayal sedang terbang bersama Tio Cie Hiong.

Celaka" bisik kepala suku Miauw. "Putriku telah jatuh cinta kepadanya."

Kalau begitu, laksanakan adat kita" bisik sesepuh. "Atur putrimu tidur tiga malam dengan dia" "Itu...." Kepala suku Miauw mengerutkan kening.

ingat" sesepuh itu tertawa. "Apakah adat itu telah kau hapuskan?"

Hapus sih tidak. tapi itu akan merendahkan nama putriku," ujar kepala suku Miauw.

"Kalau begitu, janganlah berpikir yang bukan-bukan" ujar sesepuh itu sungguh-sungguh.

"Ya." Kepala suku Miauw manggut-manggut.

Ketika Tio Cie Hiong sudah melayang turun, putri Miauw Cok langsung berlari menghampirinya .

"Kakak hebat sekali Aku...." Putri Miauw Cok menundukkan kepala.

"Adik kecil" Tio Cie Hiong membelai rambutnya. " Engkau masih kecil, jangan berpikir yang bukan-bukan sekarang aku akan mulai mengajarimu ilmu pedang."

"Terima kasih, Kak" Putri Miauw Cok gembira sekali.

Tio Cie Hiong mulai mengajarnya ilmu pedang, sedangkan sesepuh dan kepala suku Miauw terus tertawa gembira, kemudian menyuruh para pelayan menyuguhkan minuman dan berbagai macam makanan untuk Tio Cie Hiong dan putrinya.

Bab 53 sepasang Pendekar dari Jepang

Pagi ini Tio Cie Hiong berpamit kepada sesepuh, kepala suku Miauw dan putrinya. Kepala suku Miauw menghela nafas panjang, karena merasa berat atas kepergian Tio Cie Hiong.

"Kapan engkau sempat, jangan melupakan daerah ini" pesan kepala suku Miauw. "Pintu daerah ini selalu terbuka untukmu"

" Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.

"Kakak...." Putri Miauw Cok terisak-isak dan air matanya berlinang-linang. "Kapan Kakak ke mari

lagi?"

" Kalau urusanku sudah beres,, aku akan ke mari menengokmu." Tio Cie Hiong membelainya. "

Engkau harus giat berlatih ilmu pedang yang kuajarkan itu"

"Ya, Kak."

"Dan...." Tio Cie Hiong menatapnya dengan penuh kasih sayang. "Engkau pun tidak boleh nakal"

Putri Miauw Cok mengangguk, lalu memandang Tio Cie Hiong dengan air mata bercucuran.

"Kalau Kakak sudah berhasil mencari calon isterimu, ajaklah dia ke mari ya Aku ingin berkenalan dengannya." katanya.

"Baiklah." Tio cie Hiong tersenyum dan membelainya lagi, lalu memberi hormat kepada sesepuh dan kepala suku Miauw. "sampai jumpa"

"selamat jalan" sahut sesepuh dan kepala suku Miauw serentak.

Tio Cie Hiong meloncat ke punggung kudanya, lalu memandang putri Miauw Cok sejenak, dan setelah itu barulah memacu kudanya.

" Kakak" teriak Putri Miauw Cok.

Tio Cie Hiong melambai-lambaikan tangannya, sedangkan Putri Miauw Cok masih berteriak-teriak.

"Nak" Kepala suku Miauw menghiburnya. "Kelak dia pasti ke mari menengokmu, jangan berduka"

"Ayah, apakah dia akan ke mari lagi?" tanya Putri Miauw Cok terisak.

"Tentu." Kepala suku Miauw membelainya, kemudian menatapnya seraya bertanya sungguh-sungguh. "Nak. apakah engkau mencintainya?" "Aku memang mencintainya."

"Tapi dia sudah mempunyai calon isteri."

Kalau dia belum mempunyai calon isteri, aku pasti akan menikah dengannya. Tapi dia sudah punya calon isteri, maka aku mencintainya seperti seorang adik mencintai kakak."

"syukurlah engkau bisa berpikir begitu." Kepala suku Miauw berlega hati. " Engkau memang anak baik, ingat Mulai sekarang engkau tidak boleh nakal lagi"

"Aku pasti menuruti kata-katanya," ujar Putri Miauw Cok sungguh-sungguh. "Mulai sekarang aku tidak akan nakal lagi."

"Bagus Bagus" Kepala suku Miauw membelainya lagi sambil tertawa gembira.

sementara itu, Tio Cie Hiong terus memacu kudanya. Dalam perjalanan pulang ke Tionggoan, ia terus berpikir. siapa orang-orang yang bercerita bohong itu? Kenapa mereka bercerita bohong agar dirinya berangkat ke daerah Miauw? Tio cie Hiong terus berpikir,

tapi tidak dapat memecahkan teka-teki itu.

sepuluh hari kemudian, ia telah berada di daerah Tionggoan. Ketika memasuki sebuah rimba, sayup,sayup terdengar suara bentrokan senjata. segeralah ia menghentikan kudanya, lalu melesat ke arah suara itu. Kemudian ia berjungkir balik meloncat ke atas pohon dan berdiri di situ.

la melihat seorang pemuda dan seorang gadis berpakaian aneh sedang bertarung melawan belasan orang. Pemuda itu bersenjata sebilah pedang panjang yang bergagang panjang pula, sedangkan si gadis bersenjata sebuah suling. Kelihatannya mereka berdua bukan orang Tionggoan.

Walau dikeroyok belasan orang, pemuda dan gadis itu tampak tidak keteter, bahkan keduanya bertarung dengan santai.

Kagum juga Tio Cie Hiong menyaksikan kepandaian mereka. Namun ilmu pedang pemuda itu agak aneh, bukan berasal dari aliran Tionggoan begitu pula gerakan-gerakan suling gadis itu.

Tio Cie Hiong terus memperhatikan, kemudian memandang orang berpakaian merah, yang berdiri di situ menyaksikan pertarungan. Mendadak kening Tio Cie Hiong berkerut. Ternyata ia teringat kepada orang tersebut, tidak lain adalah salah seorang yang bercerita bohong di kedai teh.

setelah mengenali orang itu, ia bersiul panjang sambil melayang turun ke arah mereka.

"Berhenti" bentaknya.

Belasan orang yang sedang bertarung itu langsung berhenti, karena dikejutkan oleh suara siulan dan bentakan Tio Cie Hiong.

"Haah Pek Ih Sin Hiap" teriak belasan orang itu sambil mundur ke sisi orang berpakaian merah.

Sementara pemuda dan gadis itu memandang Tio Cie Hiong dengan penuh rasa heran. Namun setelah melihat jelas, wajah gadis itu tampak kemerah-merahan.

"Adik" bisik pemuda itu entah dengan bahasa apa. "Orang yang baru muncul itu berkepandaian tinggi sekali."

"Dan juga sangat tampan," sahut gadis itu sambil tersenyum.

"Adik" Pemuda itu menatapnya. "Engkau tertarik padanya?"

"Ya." Gadis itu mengangguk. "Kenapa? Kakak tidak setuju kalau aku tertarik kepadanya?"

"Aku tidak melarang, tapi jangan lupa akan tujuan kita datang ke Tionggoan ini"

"Aku ingat," sahut gadis itu dan terus memandang Tio Cie Hiong.

Sementara Tio Cie Hiong menghampiri orang berpakaian merah dengan tatapan dingin, lalu menudingnya sambil membentak^

"Siapa kau? Kenapa engkau mengarang cerita bohong di kedai teh?"

"Pek Ih Sin Hiap Aku bernama Tan Kok Yauw, kepala regu bendera merah Bu Tek Pay Engkau memang mujur, tidak mati di daerah Miauw" sahut orang berpakaian merah.

"Bu Tek Pay?" Tio Cie Hiong tertegun, karena saat ini baru mendengar nama partai tersebut.

"Ya." Tan Kok Yauw mengangguk.

"siapa ketua Bu Tek Pay?" tanya Tio Cie Hiong sambil menatapnya tajam.

"Aku tidak tahu." Tan Kok Yauw menggelengkan kepala dan menambahkan. "Kami mengarang cerita bohong itu atas perintah ketua, bukan atas kemauan kami, harap engkau maklum"

"Hm" dengus Tio Cie Hiong dingin. " Kenapa kalian mengeroyok dua orang itu?"

Gerak-gerik mereka mencurigakan dan mereka tidak mau memberitahukan ketika kami tanya asal-usul mereka. oleh karena itu mereka kami tangkap," sahut Tan Kok Yauw.

Kalian berhak apa menangkap mereka?"

"Ha ha" Tan Kok Yauw tertawa. "Mulai saat ini, Bu Tek Pay yang berkuasa di rimba persilatan siapa berani menentang, harus dibunuh"

Tio Cie Hiong tertawa dingin. "Aku justru ingin menentang Bu Tek Pay Cobalah kalian bunuh aku"

"Baik" Tan Kok Yauw manggut-manggut dan mendadak berseru. "Serang dia"

Belasan orang itu langsung mendekati Tio Cie Hiong. Namun begitu Tio Cie Hiong menatap mereka, seketika mereka mundur kembali.

"Hihihi" gadis itu tertawa geli.

"Ayoh" bentak Tan Kok Yauw. " Cepat serang dia"

"Kami...." Belasan orang itu menundukkan kepala. Tio cie Hiong tersenyum.

Karena kalian masih belum melakukan suatu kesalahan di hadapanku, maka kalian kulepaskan cepatlah kalian enyah dari sini" katanya.

"Baik" Tan Kok Yauw mengangguk.

"Beritahukan kepada ketua kalian, apabila Bu Tek Pay berani berbuat sewenang-wenang di rimba persilatan, aku pasti bertindak" pesan Tio Cie Hiong.

"Ya" Tan Kok Yauw lalu mengajak para anak buahnya meninggalkan tempat itu.

Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala, la melepaskan mereka karena tidak mau banyak urusan. Namun ia tidak habis pikir, siapa ketua Bu Tek Pay itu?

Pemuda dan gadis berpakaian aneh itu mendekati Tio Cie Hiong, kemudian membungkukkan badannya dalam-dalam.

Tio Cie Hiong tercengang, dan cepat-cepat menjura. Tanpa sengaja, ia pun membungkukkan badannya. "Hi h H i" Gadis itu tertawa geli.

"Maaf" Tio Cie Hiong memandang mereka. "sebetulnya siapa kalian berdua dan berasal dari mana?" tanyanya.

"Kami berdua kakak beradik. "Namaku Yasuki Nichiba, adikku bernama Michiko, kami datang dari Jepang." jawab pemuda itu.

"Apa?" Tio Cie Hiong terbelalak. " Kalian berdua datang dari Jepang?"

"Ya" Yasuki Nichiba mengangguk.

Kenapa engkau begitu fasih berbahasa Han?" tanya Tio Cie Hiong keheranan.

Karena sejak kecil kami berdua sudah belajar bahasa Han." Yasuki Nichiba tersenyum. "ohya, bolehkah kami tahu namamu?"

"Namaku Tio Cie Hiong."

"Tio Cie Hiong" sela Michiko mendadak. " Engkau tampan sekali, aku tertarik padamu."

"Nona Michiko...." Wajah Tio Cie Hiong langsung memerah. la tidak menyangka kalau gadis itu

begitu blak-blakan.

"Iiih? Kok masih malu-malu? Hi hi" Michiko tertawa geli. "Kami gadis Jepang, selalu berterus terang."

Tlo Cie Hiong manggut-manggut.

"Tio Cie Hiong" Yasuki Nichiba menatapnya dalam-dalam. "Aku yakin, kepandaianmu pasti tinggi sekali. Buktinya penjahat-penjahat itu sangat takut kepadamu. Ketika melihat engkau muncul, wajah mereka langsung berubah pucat."

"saudara Yasuki, kepandaianku tidak begitu tinggi." ujar Tlo Cie Hiong merendah. "Aku telah menyaksikan pertarungan kalian, ilmu pedangmu lihay sekali."

"Kakakku diJepang dijuluki si Pedang Kilat. Tentunya ilmu pedangnya sangat cepat dan lihay." ujar Michiko.

Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Ohya, Nona Michiko dijuluki apa diJepang?"

"Dia dijuluki si Dewi suling." Yasuki Nichiba memberitahukan. "Banyak pemuda di Jepang berusaha merebut hatinya, tapi dia tidak pernah tertarik kepada mereka. Begitu sampai di Tionggoan ini, malah tertarik kepadamu. Ha ha"

"Benar." Michiko mengangguk. "Tlo Cie Hiong, aku memang sangat tertarik olehmu" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala, kemudian memandang Yasuki Nichiba. " Kenapa kalian bertarung dengan mereka?" tanyanya.

"Ketika kami berdua sedang duduk di sini, mereka muncul dan langsung menggoda adikku. Namun kami tetap bersabar karena tidak mau bermusuhan dengan kaum pesilat di Tionggoan. setelah itu mereka membentak-bentak bertanya asal-usul kami. Karena kami tidak mau beritahukan, mereka langsung menyerang kami. Bahkan mereka bilang, kami harus takluk kepada Bu Tek Pay Maka terpaksa kami layani. Apakah engkau kenal mereka?"

"Tidak." Tio cie Hiong menggeleng kepala. "Baru sekarang aku mendengar tentang Bu Tek Pay." "Mereka berseru menyebut Pek Ih sin Hiap. apakah itu julukanmu?" tanya Yasuki Nichiba. " Kesatria Baju Putih" Michiko memandangnya dengan mata tak berkedip lalu tersenyum. "

Engkau memang berpakaian putih dan sangat tampan, tapi entah sakti atau tidak?"

Mendadak Michiko mengayunkan sulingnya menyerang Tio Cie Hiong. Namun Tio Cie Hiong bergerak cepat dengan Kiu Kiong san Tian Pou. Maka seketika Tio Cie Hiong menghilang dari hadapan gadisJepang itu

"Eeeh?" Michiko terperangah. "Kok hilang?"

"Adik, dia berada di belakangmu." Yasuki Nichiba memberitahukan.

Michiko sebera mengayunkan gulingnya ke belakang menyerang Tio Cie Hiong namun Tio cie Hiong sudah tidak berada di situ, melainkan di depan gadis Jepang itu. "Hebat Hebat" seru Yasuki Nichiba. "sungguh cepat gerakanmu"

Tio Cie Hiong tersenyum. Michiko membalikkan badannya dan tampak cemberut seperti anak kecil.

"Engkau jahat Engkau jahat" Mendadak Michiko menyerangnya lagi dengan sulingnya.

Kali ini Tio Cie Hiong tidak berkelit, melainkan tetap berdiri di tempat sambil tersenyum-senyum.

Michiko terkejut. la ingin menarik serangannya, tetapi sudah terlambat. sedangkan Yasuki Nichiba berteriak kaget.

TUk TUk TUk ujung suling itu menotok badan Tio Cie Hiong beberapa kali. "Auuuh Jerit Michiko terkejut, sebab sulingnya sudah terlepas dari tangannya.

"Maaf" ucap Tio Cie Hiong, lalu memungut suling itu, untuk dikembalikan kepada gadis Jepang itu.

"Terima kasih" ucap Michiko sambil membungkukkan badannya.

"sama-sama." Tio Cie Hiong juga membungkukkan badannya.

"Ha ha ha" Yasuki Nichiba tertawa gelak. "Rasakan Engkau terlampau nakal, sembarangan menyerang"

"Tio Cie Hiong" Michiko menatapnya dengan mata berbinar-binar. "Engkau memang hebat, aku semakin tertarik kepadamu."

"Maaf, Nona Michiko" ucap Tio Cie Hiong.

"Tidak apa-apa." Michiko tersenyum, "Jangan kaupanggil aku nona, lebih baik panggil saja Adik Michiko"

"Baik, Adik Michiko"

"Jadi...." Michiko tersenyum manis. "Aku harus memanggilmu Kakak Tio."

"Ha ha ha" Yasuki Nichiba tertawa gembira. "Tidak disangka kami sudah punya kawan Terima kasih"

"Aku senang berkawan dengan kalian." Tio Cie Hiong juga tertawa gembira.

"Lebih baik kita duduk-duduk di bawah pohon" ajak Yasuki Nichiba. Mereka lalu duduk di bawah sebuah pohon.

"Kenapa kalian datang di Tionggoan?" tanya Tio Cie Hiong kepada Yasuki Nichiba.

"Terus terang, kami sedang memburu beberapa penjahat yang kabur ke Tionggoan." Yasuki Nichiba memberitahukan. "Mereka berlima dari aliran Ninja diJepang, telah banyak melakukan kejahatan. Maka guru kami ingin membunuh mereka, tapi mereka cepat kabur dengan kapal layar ke Tionggoan. Karena itu, guru kami menugaskan kami untuk memburunya."

Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Bagaimana kepandaian mereka?"

"sangat tinggi," jawab Michiko "Tapi biar bagaimana pun, kami harus menangkap mereka hidup atau mati."

"Aliran Ninja memiliki semacam ilmu yang istimewa," sambung Yasuki Nichiba memberitahukan. "Yaitu ilmu menelusup ke dalam tanah, bahkan bisa bergerak cepat di dalam tanah."

Tio Cie Hiong tertegun dan bertanya sungguh-sungguh. "Apakah kalian mamcu mengalahkan mereka?"

"Belum tentu," sahut Yasuki Nichiba. "Tapi bagi kami para pendekar Jepang, lebih baik mati daripada menyerah."

"Bagus" Tio Cie Hiong manggut-manggut. " itulah pendekar sejati"

"Guru kami pernah memberitahukan, bahwa di Tionggoan ini terdapat beberapa partai besar, yaitu partai siauw Lim, Butong, Kun Lun dan partai lainnya. Engkau berasal dari partai mana?"

"Aku tiada hubungan dengan partai-partai itu, sebab aku belajar ilmu silat dari sebuah kitab."

Yasuki Nichiba manggut-manggut dan melanjutkan. "Guru kami juga memberitahukan, bahwa diTionggoan ini terdapat golongan hitam dan putih, juga terdapat pendekar pembela kebenaran. Engkau tentunya pendekar pembela kebenaran."

"Yaaah..." Tio Cie Hiong menghela nafas panjang. "Kini rimba persilatan Tionggoan dilanda bencana. Para ketua tujuh partai telah ditangkap oleh seorang berkepandaian tinggi. Aku justru sedang mencari mereka."

"Kalau begitu...." Yasuki Nichiba menggeleng-gelengkan kepala. "Rimba persilatan di sini sama

seperti rimba persilatan Jepang. Ketua aliran Ninja selalu menimbulkan bencana, karena itu, guru kami terpaksa bertindak."

"Bagaimana kepandaian ketua aliran Ninja?"

"Tinggi sekali. Guru kami memburunya, dan kami ditugaskan untuk memburu kelima Ninja yang kabur ke Tionggoan."

"ohya, kalian mau tinggal di mana?"

"Di penginapan. "

"Aku sekarang sedang menuju markas pusat Kay Pang, bagaimana kalau kalian ikut aku ke sana?"

"Apakah tidak merepotkanmu?"

"Tentu tidak."

"Kay Pang itu partai apa?" tanya Michiko.

"Kay Pang adalah partai Pengemis. Para anggotanya harus berpakaian compang-camping." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Tetua dan ketua Kay Pang juga telah hilang."

"Kenapa bisa hilang?" Michiko bingung. "Apakah mereka punya ilmu menghilang?"

"Maksudku...." Tio cie Hiong tersenyum, karena gadis Jepang itu salah tanggap. "Maksudku

mereka telah ditangkap orang."

"Oh?" Yasuki Nichiba menatapnya. "Apakah engkau punya hubungan dengan partai Pengemis?"

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk. "Bagaimana kalau kita berangkat sekarang?"

"Baiklah." Yasuki Nichiba manggut-manggut.

"Michiko naik kuda, kita berdua berjalan kaki," ujar Tio Cie Hiong. "Nanti sampai di desa, barulah kita membeli dua ekor kuda lagi."

"Lebih baik kuda itu dituntun, sebab aku lebih senang berjalan kaki bersamamu," ujar Michiko sambil menatapnya dengan mata berbinar-binar.

Diam-diam Tio Cie Hiong menghela nafas. Gadis Jepang itu memang cantik sekali, tapi ia tidak akan tertarik kepadanya, sebab cintanya hanya untuk Lim Ceng Im. Maka ia mengambil keputusan, harus berterus terang kepadanya.

Tio Cie Hiong sudah tiba di markas pusat Kay Pang. Para anggota Kay Pang menyambutnya dengan penuh kegirangan. Namun mereka juga merasa heran karena Tio Cie Hiong datang bersama dua orang asing.

"Aku perkenalkan Dua orang ini adalah Yasuki Nichiba dan Michiko dariJepang" seru Tio Cie Hiong.

"Selamat datang" seru para anggota Kay Pang serentak.

"Selamat bertemu kawan-kawan" sahut Yasuki Nichiba sambil tersenyum. "Aku gembira sekali bertemu dengan kalian"

"Mari kita masuk" Tio Cie Hiong mengajak mereka masuk.

Tampak seorang pengemis tua berhambur ke luar menyambut kedatangan Tio Cie Hiong. la tertegun ketika melihat kedua orang asing itu.

"Pek Ih sin Hiap. siapakah mereka?" tanyanya.

"Mereka adalah Yasuki Nichiba dan Michiko." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Pendekar dari Jepang."

"Selamat datang" sai Pi Lo Kay (Pengemis Tua Hidung singa), anggota Kay Pang peringkat ketujuh itu segera menjura memberi hormat.

"Selamat bertemu" sahut Yasuki Nichiba dan Michiko serentak sambil membungkukkan badan.

"Silakan duduk" ucap sai Pi Lo Kay.

Tio Cie Hiong, Yasuki Nichiba dan Michiko lalu duduk. Kemudian seorang pengemis segera menyuguhkan minuman.

"Lo Kay sementara ini mereka tinggal di sini, jadi mereka tamu kita." ujar Tio Cie Hiong.

"Ya." Sai Pi Lo Kay mengangguk. kemudian wajahnya tampak murung. "Kiu Ci Cui Kay telah mati."

"Aku tahu itu...." Tio Cie Hiong menghela nafas, lalu menutur tentang kejadian itu.

"syukurlah engkau bisa kembali dengan selamat Padahal suku Miauw sangat membenci orang Tionggoan," ujar sai Pi Lo Kay dan melanjutkan. "Terus terang, kami belum memperoleh berita mengenai Bu Lim Ji Khie, Tok Pje sin wan dan ketua."

"Menurutku, Lim Ceng Im pasti diculik oleh penculik yang sama. Hanya saja kita tidak tahu apa tujuannya menculik mereka."

"Belum lama ini telah muncul Bu Tek Pay, siapa yang berani menentang, pasti dibunuh." ujar sai Pi Lo Kay.

"Aku telah bertemu dengan para anggota Bu Tek Pay..." tutur Tio Cie Hiong lalu bertanya. "Lo Kay tahu siapa ketua Bu Tek Pay itu?"

"Tidak tahu." sai Pi Lo Kay menggelengkan kepala. "Tapi kemungkinan besar ketua partai itu yang melakukan penculikan."

"Dugaan Lo Kay memang masuk akal." Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Apakah Lo Kay tahu di mana markas Bu Tek Pay?"

"Tidak tahu." sai Pi Lo Kay menggelengkan kepala lagi. "Aku akan menyuruh beberapa orang menyelidikinya."

"Oh ya Tugaskan juga beberapa orang untuk menyelidiki lima Ninja dari Jepang Mereka penjahat yang kabur ke Tionggoan." ujar Tio Cie Hiong.

"Ninja? Apa itu Ninja?" tanya sai Pi Lo Kay.

"Aliran yang sangat terkenal diJepang." Yasuki Nichiba memberitahukan. "Mereka berpakaian serba hitam dan kepalanya ditutup dengan kain hitam pula."

"Baiklah." sai Pi Lo Kay mengangguk. "Aku akan menyuruh beberapa orang untuk menyelidiki Ninja Jepang itu"

"Terima kasih" ucap Yasuki Nichiba. "Kalian sangat baik terhadap kami."

"sama-sama," sahut sai Pi Lo Kay sambil tersenyum.

Malam harinya, Tio Cie Hiong, Yasuki Nichiba dan Michiko duduk-duduk di halaman. sesaat kemudian, Michiko mengeluarkan sulingnya, sekaligus meniupnya.

Tio Cie Hiong mendengarkan dengan penuh perhatian. Michiko meniup sulingnya sambil menatap Tio Cie Hiong dengan mata berbinar, ternyata gadis Jepang itu meniup sebuah lagu percintaan Jepang .

Berselang beberapa saat, barulah Michiko berhenti meniup sulingnya lalu tersenyum pada Tio cie Hiong.

"Aku tidak menyangka kalau engkau mahir meniup suling. sungguh merdu dan sedap didengar" ujar Tio cie Hiong sambil tersenyum.

"Terima kasih atas pujianmu" ucap Michiko girang karena Tio Cie Hiong memujinya, sehingga hatinya berbunga-bunga.

"Apakah engkau bisa meniup suling?" tanya Yasuki Nichiba.

Tio Cie Hiong mengangguk, kemudian mengeluarkan suling kumalanya, dan mulailah ia meniup meniru irama suling Michiko tadi.

seketika gadis Jepang itu terbelalak. sebab suara suling Tio cie Hiong lebih merdu dan lebih sedap didengar. Begitu pula Yasuki Nichiba, sama sekali tidak menyangka kalau Tio Cie Hiong begitu mahir meniup suling.

Tak seberapa lama kemudian, Tio Cie Hiong berhenti meniup sulingnya.

"Jangan mentertawakan aku, karena aku masih kurang bisa meniup dengan irama itu" ujarnya kemudian sambil tersenyum.

Kakak Tio...." Michiko menatapnya dengan penuh rasa cinta. " Engkau memang pemuda istimewa"

"Aku tidak memiliki keistimewaan apa pun." Tio cie Hiong tersenyum. "Senjataku adalah suling. Apakah senjatamu juga suling itu?" tanya Michiko

"Boleh dikatakan begitu, sebab aku bisa menggunakan senjata apa pun," sahut Tio Cie Hiong.

Michiko semakin kagum. "Aku tahu engkau berkepandaian tinggi Bersediakah engkau memberi petunjuk kepadaku? " Tio cie Hiong tampak ragu.

"Berilah dia petunjuk" desak Yasuki Nichiba sambil tertawa. "Kalau tidak, dia pasti kecewa." Tio cie Hiong berpikir sejenak, kemudian berkata sungguh-sungguh. "Kalau begitu, perlihatkaniah ilmu sulingmu"

"Baik," Michiko bangkit berdiri, lalu menggerakkan sulingnya.

Tio Cie Hiong terus memperhatikan gerakan-gerakan suling itu Gerakannya memang cukup hebat dan lihay, namun masih terdapat kekurangan. Karena itu, Tio Cie Hiong mulai meniup suling kumalanya.

Michiko tampak tertegun ketika mendengar suara suling Tio cie Hiong. la lalu menggerak-gerakkan sulingnya mengikuti irama suara suling kumala Tio Cie Hiong, sehingga tampak indah sekali.

Yasuki Nichiba terbelalak menyaksikannya, sebab gerakan-gerakan suling Michiko berubah begitu lemas tapi lihay sekali. Pemuda Jepang itu pun tahu, bahwa Tio cie Hiong sedang memberi petunjuk kepada adiknya melalui irama suara suling.

Berselang beberapa saat kemudian, barulah Tio cie Hiong berhenti, dan Michiko pun berhenti. Gadis Jepang itu menghampiri Tio Cie Hiong dengan tatapan mesra, lalu membungkukkan badannya memberi hormat.

"Terima kasih" ucapnya lembut.

"sama-sama," sahut Tio Cie Hiong.

"Ha ha ha" Yasuki Nichiba tertawa gembira. "Kalian berdua memang merupakan pasangan yang serasi"

"Aku...." Diam-diam Tio Cie Hiong menghela nafas.

"Tio Cie Hiong" Yasuki Nichiba memandangnya. "Aku juga ingin mohon petunjuk."

Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.

Engkau tidak sudi memberi petunjuk kepadaku? Wah Aku jadi ngiri Engkau memberi petunjuk kepada adikku, tapi tidak mau memberi petunjuk kepadaku. Itu tidak bijaksana."

"Yasuki...."

"Berilah aku petunjuk" desak pemuda Jepang itu sambil berjalan ke tengah-tengah halaman, talu mempertunjukkan ilmu pedangnya.

Tio Cie Hiong menyaksikannya dengan penuh perhatian.

"Bagaimana menurutmu mengenai ilmu pedang kakakku?" bisik gadisJepang itu sambil meliriknya.

"Lihay dan hebat. Tapi...."

" Kenapa?"

"Ada kekurangannya." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Gerakan pedangnya terlampau banyak memancing musuh, sedangkan kalau musuh terpancing, maka dia akan menggunakan pedang pendek yang di pinggangnya."

" Engkau kok tahu kakakku akan menggunakan pedang pendeknya itu?" tanya Michiko heran.

"Itu berkaitan dengan ilmu pedangnya." Tio Cie Hiong tersenyum. "Aku akan memperlihatkan gerakan sulingku, dan engkau harus perhatikan baik-baik"

"Ya." Michiko mengangguk.

Tio Cie Hiong mendekati Yasuki Nichiba. Begitu melihat Tio Cie Hiong mendekatinya, Yasuki Nichiba tersenyum. "Awas seranganku Hiyaaat" serunya.

Yasuki Nichiba benar-benar menyerang Tio Cie Hiong. Tio Cie Hiong tersenyum, sambil mengayunkan suling kumalanya untuk menangkis, lalu balas menyerang.

Yasuki Nichiba langsung mundur dua langkah, kemudian kembali maju menyerang lagi dengan gerak tipu.

Tio Cie Hiong sudah tahu, maka diam saja. Ketika pedang Yasuki Nichiba mengarah ke pinggangnya, barulah ia menggerakkan suling kumalanya. Di saat bersamaan mendadak tangan kiri Yasuki Nichiba mencabut pedang pendek yang terselip di pinggangnya, lalu digerakkan dengan cepat untuk menyerang Tio cie Hiong.

Akan tetapi, Tio Cie Hiong bergerak lebih cepat sehingga tampak suling kumalanya berkelebat, itulah jurus Cian In Giok siauw (Ribuan Bayangan suling Kumala).

"Trang Trang" serangan Yasuki Nichiba tertangkis, bahkan ujung suling kumala Tio Cie Hiong telah menyentuh dada Yasuki Nichiba.

Hal tersebut membuat pendekar Jepang berdiri mematung, sebab gurunya pernah bilang, siapa yang mampu mematahkan serangannya itu, berarti kepandaian orang itu telah mencapai tingkat yang sangat tinggi.

"Maaf" ucap Tio Cie Hiong sambil menurunkan suling kumalanya.

"Engkau memang hebat luar biasa" Yasuki Nichiba menghela nafas. "Ilmu pedangku tak berarti apa-apa bagimu."

"Jangan terlampau merendah, sesungguhnya ilmu pedang mu sangat hebat dan lihay. Hanya saja...." Tio Cie Hiong tersenyum dan melanjutkan. "Mungkin selama ini engkau tidak pernah

menghadapi musuh tangguh, maka timbul pula rasa kesombonganmu."

"Benar." Yasuki Nichiba mengangguk.

"Itu tidak baik." Tio Cie Hiong menasehatinya. "sebab kesombongan adalah musuh berat dalam diri kita, yang akan membuat diri kita jatuh."

"Ya." Yasuki Nichiba mengangguk lagi. "Aku pasti ingat akan nasihatmu, terima kasih"

"Kakak Tio...." Michiko memandangnya dengan wajah berseri-seri. "Engkau adalah pemuda

idaman hatiku."

"Adik Michiko...." Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.

"Kenapa, Kakak Tio?" Tanya Michiko lembut. "Apakah engkau tidak tertarik kepadaku?"

"sesungguhnya aku sangat tertarik kepadamu...," jawab Tio Cie Hiong agar tidak menyinggung perasaan gadis Jepang itu. "Tapi aku sudah mempunyai calon isterl."

Michiko tampak kecewa, kemudian tanyanya. "siapa calon isterimu?"

"Dia bernama Lim Ceng Im, putri ketua Kay Pang ini." Tio Cie Hiong memberitahukan. "Tapi...."

"Apakah dia juga diculik oleh penjahat itu?" tanya Michiko menduga.

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk dengan wajah murung. "Aku terus menerus mencarinya."

"Kakak Tio...." Michiko tersenyum. "Karena dia tidak ada, bukankah kita boleh bersenang-

senang? "

"Adik Michiko" Tio cie Hiong tersenyum getir sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Itu tidak baik, lagipula aku tidak mau menyeleweng di belakangnya. Engkau gadis Jepang yang baik, maka harus bisa menjaga diri dan menjaga jarak terhadap kaum lelaki."

"Kakak Tio...." Michiko menundukkan kepala dan matanya tampak basah.

"Adik" Yasuki Nichiba memegang bahunya. "Apa yang dia katakan memang benar, janganlah engkau merusak martabat gadis Jepang"

"Ya." Michiko mengangguk perlahan.

"Adik Michiko" Tio Cie Hiong tersenyum lembut. "Percayalah, kelak engkau pasti bertemu lelaki idaman hatimu"

Gadis Jepang itu diam. Hatinya berduka sekali dan nyaris menangis di hadapan Tio Cie Hiong. Yasuki Nichiba menggeleng-gelengkan kepala. Diam-diam ia pun merasa iba terhadap adiknya, namun tidak bisa berbuat apa-apa.

Bab 54 Lima Ninja dari Jepang

Wajah Bu Lim sam Mo tampak bengis sekali. Mereka bertiga menatap Tan Kok Yauw dengan penuh kegusaran.

Engkau memang gentong nasi" bentak Tang Hai Lo Mo. "Masa tidak mamcu menundukkan dua orang Jepang itu Kalian telah mempermalukan Bu Tek Pay, maka kalian harus dihukum"

"Ampun, Ketua" ucap Tan Kok Yauw, kemudian memberitahukan. "sesungguhnya kami dapat menundukkan mereka berdua, tapi...."

Kenapa?" tanya Th ia n Mo marah.

Karena mendadak muncul Pek Ih sin Hiap. maka kami segera meninggalkan tempat itu." "Apa?" Bu Lim sam Mo tampak tersentak. "Muncul Pek Ih sin Hiap?"

"Ya." Tan Kok Yauw mengangguk.

"Hmm" dengus Tang Hai Lo Mo. "Dia memang mujur, tidak mati di daerah Miauw" (

"Lo Mo" Thian Mo sambil mengerutkan kening. "Tio cie Hiong betul-betul merupakan duri dalam mata kita. Kalau kita tidak membunuhnya, dia pasti akan merintangi tujuan kita."

"Ha ha ha" Te Mo tertawa gelak. "Kita tidak perlu khawatir, sebab jantung hatinya telah berada di tangan kita. Kalau dia berani macam-macam, kita bunuh saja jantung hatinya itu."

"Guru Sebelum gadis itu dibunuh, berikan saja dulu kepadaku, biar aku bersenang-senang dengannya" ujar salah seorang pemuda yang berdiri di samping Te Mo.

"Engkau jangan cuma memikirkan itu, cobalah giat melatih ilmu-ilmu yang kami turunkan kepadamu" sahut Tang Hai Lo Mo.

"Ya, Guru." Pemuda itu mengangguk.

Siapa pemuda itu? Dia ternyata Liu Siauw Kun. Ketika kepandaiannya dimusnahkan Tio cie Hiong, setengah tahun kemudian ayahnya meninggal. Kebetulan pada waktu itu muncul seorang tokoh tua dari golongan hitam di kota An Wie, yaitu Ang Bin Sat Sin (Algojo Muka Merah).

Liu Siauw Kun mengundangnya ke rumah. Undangan itu sangat menggembirakan Ang Bin Sat Sin, yang lalu tinggal di situ dengan hidup senang, bahkan menerima Liu Siauw Kun sebagai murid. Setiap malam tokoh tua golongan hitam itu menyalurkan lweekangnya ke

tubuh pemuda itu, agar urat yang putus pemuda itu tersambung kembali.

Memang di luar dugaan, ternyata Ang Bin sat sin adalah kawan Bu Lim sam Mo. oleh karena itu, ia pun bergabung dengan Bu Lim sam Mo. Akhirnya Liu siauw Kun juga diterima sebagai murid, dan sejak itu Bu Lim sam Mo mengajar Liu siauw Kun Hian Bun Kui Goan Kang Khi, maka urat Liu siauw Kun yang putus itu tersambung kembali. Bu Lim sam Mo juga menurunkan ilmu-ilmu tingkat tinggi kepadanya. setelah itu, Liu siauw Kun pergi membunuh Lim Hay Beng, suami Tan Li Cu.

"Tan Kok Yauw" bentak Tang Hai Lo Mo. "sekarang engkau boleh kembali ke tempatmu" "Terima kasih, Ketua" Tan Kok Yauw segera meninggalkan ruang itu sambil menarik nafas lega.

Pada saat bersamaan, muncul Lie Kiat Houw kepala regu bendera Kuning. Ia memberi hormat dan melapor.

Lapor kepada Ketua, Lam Kiong Bie Liong, Toan pit Lian, Toan wie Kie dan Gouw sian Eng telah memasuki Tionggoan."

Tang Hai Lo Mo mengerutkan kening, lalu memandang Thian Mo dan Te Mo. "Bagaimana menurut kalian, kita harus mengambil tindakan apa?"

"Tangkap mereka" sahut Thian Mo dan Te Mo serentak.

"Ngmm" Tang Hai LoMo manggut-manggut, lalu memberi perintah kepada Lie Kiat Houw. "

Kalian harus dapat menangkap mereka"

"Ketua" Lie Kiat Houw menundukkan kepala. "Kepandaian mereka masih di atas kami."

"Ang Bin sat sin, engkau dan Liu siauw Kun menyertai mereka untuk menangkap orang-orang itu" ujar Tang Hai Lo Mo. " Gunakan bom asap beracun agar mereka pingsan, jadi tidak perlu membuang-buang waktu"

"Ya," sahut Ang Bin sat sin sambil memberi hormat, lalu mengajak Liu siauw Kun. setelah mereka berangkat, Tang Hai Lo Mo tertawa terbahak-bahak.

"Ha ha ha setelah kita menangkap mereka, barulah cari akal untuk menghadapi Tio Cie Hiong"

"Lo Mo" ujar Thian Mo. "Bukankah lebih baik kita langsung menghadapinya?"

"Kalau kita langsung menghadapinya, kita akan rugi," sahut Tang Hai Lo Mo memberitahukan.

"Sebab kepandaiannya sudah begitu tinggi, maka seandainya kita dapat mengalahkannya, diri kita pun tidak akan terluput dari luka."

"Benar." Te Mo manggut-manggut. "Maka kita harus menghadapinya dengan akal." "Apa akal kita?" tanya Thian Mo.

"Nanti kita pikirkan bersama. Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. Di saat bersamaan muncul pula Kwee Tiong seng, kepala regu bendera hijau.

"Lapor kepada Ketua" Kwee Tiong seng memberi hormat. "Ada lima Ninja dari Jepang ingin bertemu Ketua."

"Ninja dari Jepang?" Tang Hai Lo Mo mengerutkan kening. "Mau apa Ninja- ninja itu datang di Tionggoan?"

"Lo Mo Engkau tahu tentang Ninja itu?" tanya Thian Mo.

"Tahu." Tang Hai Lo Mo memberitahukan. "Ninja tergolong aliran sesat di Jepang, namun mereka berkepandaian tinggi dan memiliki semacam ilmu yang istimewa."

"Ilmu istimewa yang bagaimana?" tanya Te Mo tertarik.

"Ninja-ninja itu dapat menelusup ke dalam tanah, bahkan juga bisa menghilang dalam waktu sekejap." jawab Tang Hai Lo Mo. "Tapi sungguh mengherankan, kenapa mereka muncul di Tionggoan dan ingin bertemu kita?"

"Bagaimana kalau kita suruh mereka menghadap kita?" tanya Thian Mo.

Tang Hai LoMo manggut-manggut dan memberi perintah kepada KweeTiong seng. " undang mereka masuk"

"Ya, Ketua." Kwee Tiong seng memberi hormat, lalu berjalan ke luar. sesaat kemudian ia sudah kembali bersama lima orang berpakaian hitam dan memakai tutup kepala yang juga berwarna hitam.

"Kami lima Ninja dari Jepang memberi hormat pada ketua Bu Tek Pay" ucap kelima Ninja itu serentak.

"Kami terima hormat kalian," sahut Tang Hai Lo Mo.

"Terima kasih" ucap mereka berlima.

"Buka kain penutup kepala kalian" ujar Thian Mo.

"Maaf" sahut salah seorang dari mereka. "Kami ke mari ingin bergabung, maka kami akan membuka kain penutup kepala kami setelah kami diterima." Bu Lim sam Mo saling memandang, kemudian mereka bertiga manggut-manggut.

"Baik," ujar Tang Hai Lo Mo. "Kalian kami terima."

"Terima kasih" ucap kelima Ninja itu, lalu masing-masing membuka kain penutup kepalanya.

Ternyata kelima Ninja itu masih muda. Bu Lim Sam Mo menatap mereka dengan tajam sekali.

" Kenapa kalian mau bergabung dengan kami? tanya Thian Mo.

"sebab aliran kami di Jepang telah terdesak. maka guru kami menyuruh kami berangkat ke Tionggoan." salah seorang Ninja memberitahukan.

" Kenapa guru kalian tidak datang bersama kalian?" tanya Te Mo.

"Guru kami sedang berupaya menghindari seorang pendekar tua di Jepang, mungkin guru -kami akan memperdalam ilmunya di suatu tempat. Karena itu, kami segera berangkat ke Tionggoan," jawab salah seorang Ninja.

"Cara bagaimana kalian tahu tentang Bu Tek Pay?" Tanya Tang Hai Lo Mo.

"Kami berlima bertemu Kwee Tiong seng. Dia menanyakan asal-usul kami. Kami berterus terang, dia mengajak kami bergabung dengan Bu Tek Pay. Kami tertarik, maka dia bawa kami ke mari. Tapi...."

" Kenapa?"

"Dia bilang kepandaian kalian bertiga sangat tinggi, jadi...."

" Kalian ingin menyaksikan kepandaian kami" tanya Tang Hai Lo Mo sambil tertawa gelak.

"Ya." Kelima Ninja itu mengangguk. "Kalau tidak. bagaimana mungkin kami akan merasa takluk?"

"Baik." Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Thian Mo, perlihatkan kepandaianmu kepada mereka"

Ya." Thian Mo mengangguk. lalu berjalan ke tengah-tengah ruangan. " Kalian berlima boleh menyerangku dengan senjata apa pun."

Kelima Ninja saling memandang, kemudian mereka berteriak keras sambil menyerang Thian Mo dengan pukulan.

Thian Mo tidak berkelit, namun mendadak mengibaskan lengan jubahnya. Seketika kelima Ninja terpental beberapa langkah.

Mereka terkejut, saling memandang dan mendadak menyerang Thian Mo dengan berbagai senjata rahasia.

Thian Mo tertawa panjang, lalu mengibaskan lengan jubahnya sekaligus menggulungnya. semua senjata rahasia itu tergulung ke dalam lengan jubahnya. Bukan main terkejutnya kelima Ninja itu. Thian Mo lalu menggerakkan lengan jubahnya ke atas, maka semua senjata itu meluncur ke atas dan menancap di langit-langit ruangan.

Kelima Ninja itu terbelalak menyaksikannya, dan kini mereka berlima baru yakin akan kepandaian Bu Lim sam Mo. Maka cepat- cepatlah mereka membungkukkan badannya memberi hormat kepada Thian Mo.

"Kami berlima takluk." ucap mereka.

"Ha ha ha" Thian Mo tertawa sambil kembali ke tempat duduknya.

Tang Hai Lo Mo menatap mereka seraya bertanya. "Kalian kenal sepasang pendekar dari Jepang?"

"Sepasang pendekar dari Jepang?" Kelima Ninja itu tampak terkejut. "Seorang pemuda dan seorang gadis? Pemuda itu menggunakan pedang samurai, gadis itu menggunakan suling?"

"Ya," sahut Tang Hai Lo Mo. "Apakah mereka berdua kawan kalian?"

"Bukan. Mereka berdua musuh kami." Salah seorang Ninja memberitahukan. "Ternyata mereka sudah tiba di Tionggoan juga"

"siapa sebetulnya mereka itu?" tanya Te Mo.

"Mereka berdua kakak beradik, Yasuki Nichiba dan Michiko. Mereka memburu kami."

"Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa. " Kalian berlima takut kepada mereka?"

"Kami justru ingin membunuh mereka," sahut salah seorang Ninja. "Maaf, apakah Ketua tahu mereka berada di mana? Kami akan ke sana membunuh mereka."

"Mereka pasti berada di markas pusat Kay Pang," ujar Tang Hai Lo Mo dan menambahkan. "Aku akan menyuruh seseorang untuk mengantar kalian ke sana."

"Terima kasih"

Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "sekarang kalian boleh ke kamar untuk beristirahat dulu."

"Terima kasih"

"Kwee Tiong seng" seru Thian Mo.

"Ya, Ketua." Kwee Tiong segera menghadap

Bu Lim sam Mo lalu memberi hormat. "Aku siap terima perintah."

"Antar kelima Ninja itu ke kamar" perintah Thian Mo.

"Ya, Ketua." Kwee Tiong seng segera mengantar kelima Ninja itu ke kamar.

"Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. "Tio cie Hiong pasti berada di markas pusat Kay Pang, dan sepasang pendekar Jepang itu pun pasti berada di sana. suruh seseorang untuk mengantar kelima Ninja itu ke sana Tentunya Tio Cie Hiong akan turut campur, maka sudah barang tentu menanamkan permusuhan dengan guru kelima Ninja itu Ha ha ha"

"Benar." Thian Mo dan Te Mo juga tertawa gelak.

Ketika hari mulai senja, Tio Cie Hiong mengajak Yasuki Nichiba dan Michiko ke halaman. Mereka bertiga lalu duduk-duduk di bawah pohon sambil bercakap-cakap.

Beberapa anggota Kay Pang telah menyelidiki Ninja-ninja itu, tapi tidak menemukan jejak. Tio Cie Hiong mengerutkan kening. "Mungkinkah mereka belum tiba di Tionggoan?"

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar