"Paman guru Paman
guru...." panggil Tang Hai Lo Mo.
Thian Gwa sin Mo diam.
Ternyata nafasnya memang sudah berhenti. sam Mo saling memandang, kemudian
Thian Mo bertanya. "Benarkah Paman gurumu telah meninggal?"
"Benar." Tang Hai Lo
Mo mengangguk.
"Kalau begitu.."
ujar Thian Mo. "Mari kita kubur jasadnya. Apakah boleh?"
"Tentu saja boleh,"
sahut Tang Hai Lo Mo.
Mereka bertiga lalu mengubur
jasad Thian Gwa sin Mo di dalam goa. setelah itu, Tang Hai Lo Mo mengambil
kotak yang di sudut, lalu dibukanya dengan hati-hati sekali. Tidak salah, di
dalam kotak itu terdapat sebuah kitab, yakni kitab Hian Bun Kui Goan Kang Khi.
Betapa girangnya Bu Lim sam Mo. Mereka saling memandang sejenak. lalu tertawa
gelak.
"Ini sungguh tak
disangka" ujar Tang Hai Lo Mo. "Kita malah memperoleh kitab
pusaka"
"setelah kepandaian kita
pulih, sudah barang tentu Iweekang kita pun bertambah tinggi. Pada waktu
itu...." Thian Mo tertawa gembira. Mereka bertiga telah melupakan pesan
yang dicetuskan
Thian Gwa sin Mo.
Tang Hai Lo Mo membalik-
balikkan kitab pusaka tersebut, lalu mendadak terbelalak.
"Ada apa?" tanya
Thian Mo dan Te Mo heran. "Lihatlah" sahut Tang Hai Lo Mo.
Thian Mo dan Te Mo segera
melihat. Teryata di halaman terakhir kitab itu terdapat tiga buah gambar
manusia dengan tiga macam gerakan, dan di sisi gambar itu terdapat keterangan.
setelah membaca keterangan itu, mereka bertiga berseru girang.
"Hah? Hian Bun sam Ciang
(Tiga Jurus Pukulan Maha sakti)"
"Ini memang tak terduga
sama sekali," ujar Tang Hai Lo Mo. "Setelah kita berhasil mempelajari
Ilmu Hian Bun Kui Goan Kang Khi dan tiga jurus pukulan itu, kita pun harus
pergi mencari Tio Cie Hiong untuk membuat perhitungan)
"Benar, benar" Thian
Mo manggut-manggut. "Kita pun bisa menguasai rimba persilatan."
Bab 37 Berangkat ke Tibet
sang waktu terus berlalu, luka
dalam yang diderita Tio Cie Hiong pun makin membaik, sedangkan Lim Ceng Im
terus menemaninya, sehingga membuat Tio Cie Hiong makin mencintainya, dan
merasa gembira serta bahagia.
Kakak Hiong...." Lim Ceng
Im menatapnya dengan penuh perhatian. " wajah mu mulai segar dan cerah,
mungkin engkau sudah mulai pulih."
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk dan memberitahukan. "Mungkin dua bulan lagi aku akan pulih
seperti sedia kala."
"oh?" Lim Ceng Im
girang bukan main. "Tapi...."
"Kenapa?" Tio Cie
Hiong menatapnya.
"Kenapa engkau masih
harus terus bersemadi? Bukankah boleh jalan-jalan sejenak?" sahut Lim Ceng
Im.
"Kalau aku tidak terus
bersemadi menghimpun pan Yok Hian Thian sin Kang, lukaku tidak bisa cepat
sembuh." Tio cie Hiong memberitahukan
"oooh" Lim Ceng Im
manggut-manggut, kemudian mendadak ia tersenyum, sehingga membuat Tio Cie Hiong
terheran-heran.
"Eh?" Tio Cie Hlong
menatapnya. "Kenapa engkau tersenyum?"
"Betah amat Lam Kiong Bie
Liong dan Gouw sian Eng di Tayli sudah setengah tahun lebih mereka masih belum
pulang," ujar Lim Ceng Im.
"Tayli sangat aman,
tenang dan damai, maka mereka betah tinggal di sana." Tio Cie Hiong
tersenyum. "Lagipula masing-masing punya kekasih di sana, jelas mereka
betah."
Kakak Hiong" Lim Ceng Im
menatapnya lembut. "setelah engkau sembuh, bagaimana kalau kita pesiar ke
Tayli?"
"Boleh." Tio cie
Hiong mengangguk.
Tiba-tiba terdengar suara
tawa. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im sebera menoleh ke pintu, tampak Bu Lim Ji
Khie, Lim Peng Hang dan Tbk Pie sin wan berjalan ke dalam sambil
tersenyum-senyum.
"Cie Hiong Bagaimana
keadaanmu? sudah mulai pulih?" tanya sam Gan sin Kay sambil memandangnya .
"Dua bulan lagi Kakak
Hiong akan pulih seperti sedia kala," sahut Lim Ceng Im memberitahukan.
"Eh?" sam Gan sin
Kay tertawa. "Aku bertanya kepada Cie Hiong, kenapa engkau yang
menjawab?"
"Kakek...." Lim Ceng
Im langsung cemberut.
"Heran" gumam Kim
siauw suseng. "Lam Kiong Bie Liong dan Gouw sian Eng masih belum pulang,
mereka begitu betah di Tayli?"
"Itu sudah tentu."
Tok Pie sin wan tertawa. "Lam Kiong Bie Liong menemani Toan pit Lian,
sedangkan Gouw sian Eng ditemani Toan wie Kie. Maka bagaimana mungkin mereka
ingat akan pulang? Lagipula kemungkinan besar, mereka sudah bersiap-siap
melangsungkan pernikahan."
"Benar." sam Gan sin
Kay tertawa gelak. "Tidak lama lagi, cucuku pun akan menikah dengan cie
Hiong. Ha ha ha"
"Kakek...." Lim Ceng
Im membanting-banting kaki. "Ayah Kakek tuh"
"Lho?" Lim Peng Hang
tersenyum. "Memang benar kok. setelah Cie Hiong sembuh, engkau harus
menikah dengannya karena sudah waktunya kalian melangsungkan pernikahan."
"Ayah...." Wajah Lim
Ceng Im memerah.
"Kalau begitu..."
ujar Kim siauw suseng. "Aku harus minum arak kebahagiaan dulu baru
pergi." "sama," sambung Tok Gie sin Wan sambil tertawa.
"Begini ," ujar Tio
Cie Hiong sungguh-sungguh. "setelah aku menikah dengan Adik Im, kami ingin
hidup di tempat terpencil yang tenang, tidak mau mencampuri urusan persilatan
lagi."
"Ngmm" sam Gan sin
Kay manggut-manggut. Namun Lim Peng Hang malah menggeleng-gelengkan kepala.
"Tapi...."
" Kenapa, Ayah?"
tanya Lim Ceng Im.
"siapa yang akan
menggantikan kedudukanku?" sahut Lim Peng Hang sambil menghela nafas.
"Ayah, dari tempo hari
aku sudah bilang," sahut Lim Ceng Im. "Aku sama sekali tidak berminat
menjadi Kay pang pa ngcu."
"Tapi...."
"Sudahlah" tandas
sam Gan sin Kay. "Kalau dia tidak rfiau, jangan dipaksa terus. sebab dia
ingin hidup tenang bersama cie Hiong."
"Ayah" ujar Lim Ceng
Im. "Mana ada sih wanita yang menjadi Kay Pang Pangcu?"
"Ada," sahut sam Gan
sin Kay. "Dalam sejarah Kay Pang, pernah sekali wanita menjadi
Pangcu." "Kakek bohong" Lim Ceng Im tidak percaya.
"Itu memang benar."
sam Gan sin Kay mang-gut-manggut. "Beberapa ratus tahun lampau, ketua
Partai Pengemis adalah seorang wanita yang amat cerdik, dia adalah oey Yong,
isteri pendekar besar Kwee Ceng."
"oh?" Lim Ceng Im
terbelalak.
"Karena itu...,"
sambung Lim Peng Hang. "Alangkah baiknya...."
"Ayah, lebih baik aku
hidup tenang bersama Kakak Hiong saja. sebab Kakak Hiong tidak mau mencampuri
urusan rimba persilatan, maka aku pun harus begitu." tegas Lim Ceng Im.
"Baik." Lim Peng
Hang manggut-manggut. "Memang tidak bisa dipaksa dalam hal ini."
"Jadi...." Kim sia
uw suseng menatap Lim Ceng Im. "Engkau dan cie Hiong sudah bersepakat,
apabila dia pulih, kalian
pasti melangsungkan pernikahan?"
"Ya." Lim Ceng Im
mengangguk malu-malu.
Kalau begitu, setelah kalian
menikah, barulah aku pergi," ujar Kim sia uw suseng sambil tertawa.
"Akupun begitu," Tok
Pie sin Wan menyambung kemudian tertawa gelak.
Kini Tio Cie Hiong sudah
hampir pulih, tentu hatinya sangat gembira. Akan tetapi, ada satu hal yang amat
membingungkannya, karena sudah tiga hari Lim Ceng Im tidak muncul menemaninya.
oleh karena itu ketika Lim Peng Hang ke dalam kamarnya, ia langsung bertanya.
"Paman, Adik Im kok tidak
kelihatan? Dia ke mana?"
"Dia pergi mengurusi
sesuatu, yang mungkin membutuhkan waktu satu bulan," jawab Lim Peng Hang
memberitahukan.
"oh?" Tio Cie Hiong
tercengang. "Kenapa dia tidak memberitahukan kepadaku? seharusnya
dia...."
Karena berangkat terburu-buru,
maka dia tidak punya waktu untuk memberitahukan kepadamu." Lim Peng Hang
menepuk bahunya.
"ohya, kapan engkau bisa
pulih seperti sedia kala?"
"Mungkin dua puluh hari
lagi," sahut Tio Cie Hiong.
"syukurlah" ucap Lim
Peng Hang. "Kalau begitu, setelah engkaupulih, engkau boleh pergi
menyusulnya."
"Ya." Tio cie Hiong
mengangguk.
Dua puluh hari kemudian, Tio
Cie Hiong telah sembuh dari lukanya. la telah pulih seperti sedia kala, maka ia
berjalan ke luar. sesampainya di aula depan, ia melihatBu Lim Ji Khie. Lim Peng
Hang dan Tok Pie sin Wan sedang membicarakan sesuatu dengan sangat serius. Hal
itu tampak dari air muka mereka.
Kakek. Paman sastrawan,
Paman" panggil Tio Cie Hiong. "oh, Cie Hiong" sahut sam Gan sin
Kay. "Duduklah"
Tio Cie Hiong lalu duduk dan
merasa suasana agak mencekam. oleh karena itu ia bertanya lagi.
"Paman" Tio Cie
Hiong memandang Lim Peng Hang. "Apakah telah terjadi sesuatu dalam markas
pusat Kay Pang ini?"
"Tidak..., "jawab
Lim Peng Hang sambil menghela nafas. "Hanya saja...."
"Ada apa?" tanya Tio
Cie Hiong dengan kening berkerut. "Paman, beritahukanlah Apakah berkaitan
dengan kepergian Adik Im?"
"Cie Hiong" sam Gan
sin Kay menatapnya. "Benarkah engkau telah pulih seperti sedia kala?"
"Benar." Tio Cie Hiong mengangguk.
"Kalau begitu, akan
kututurkan," ujar sam Gan sin Kay dengan wajah serius. "Kira-kira dua
puluh hari yang lalu, Ceng Im pergi belanja, tapi dia tidak pulang...."
"Kenapa?" Tio Cie
Hiong terkejut.
"Sehari kemudian, salah
seorang pengemis peringkat ketiga datang melapor, bahwa ada dua Dhalai Lhama
Tibet menitip sepucuk surat untukmu, dan kami pun membaca surat itu...."
sam Gan sin Kay memberitahukan.
"Bagaimana isi surat
itu?" tanya Tio Cie Hiong tegang.
"Ternyata surat dari
Dhalai Lhama tua Tibet, memberitahukan bahwa Lim Ceng Im telah ditangkap. dan
dibawa ke Tibet. Dhalai Lhama tua itu menghendakimu ke Tibet menemuinya. Kalau
tidak...." sam Gan sin Kay menggeleng-gelengkan kepala.
"Dhalai Lhama tua itu
akan berbuat apa terhadap Adik Im?" tanya Tio Cie Hiong cemas.
"Dia akan memusnahkan
kepandaian ceng Im," sahut Lim Peng Hang sambil menarik nafas panjang.
"Kalau begitu..,"
ujar Tio cie Hiong. "Aku harus segera berangkat ke Tibet. ohya, apakah Dhalai
Lhama tua itu memberi batas waktu?"
"Dia memberi waktu dua
bulan, kalau engkau tidak ke sana, dia akan memusnahkan kepandaian ceng
Im," jawab sam Gan sin Kay.
"Aku harus berangkat
sekarang." Tio cie Hiong bangkit berdiri
"Cie Hiong" Kim
siauw suseng menatapnya dalam-dalam. "Kalau engkau belum pulih, lebih baik
jangan berangkat sekarang. sebab kepandaian Dhalai Lhama tua itu tinggi
sekali."
"Paman sastrawan, aku
sudah pulih. Kalau tidak. aku pun tidak meninggalkan kamar." Tio Cie Hiong
memberitahukan.
"Baiklah." sam Gan
sin Kay manggut-manggut. "Engkau boleh berangkat sekarang." "Aku
akan menyiapkan seekor kuda jempolan untukmu." ujar Lim Peng Hang.
"Terimakasih, Paman"
ucap Tio Cie Hiong dan menambahkan. "selama ini aku tidak pernah membunuh
orang, tapi kalau Adik Im terjadi sesuatu, para Dhalai Lhama di Tibet pasti
kuhabiskan semua"
"Cie Hiong ...." sam
Gan sin Kay terkejut, sebab ia melihat sepasang mata Tio Cie Hiong
memancarkan sinar berapi-api,
pertanda ia akan melaksanakan apa yang telah diucapkannya .
"Aku tidak habis pikir
dan tidak mengerti. Padahal aku tidak pernah mencari masalah, tidak pernah
berbuat jahat, bahkan selalu mengampuni orang lain, namun kenapa orang lain
malah menghendaki kematianku? Aaaakh..." gumam Tio cie Hiong sambil
menarik nafas panjang. "Lebih gampang menjadi orang jahat dari pada
menjadi orang baik, sebab orang baik harus menghadapi berbagai macam
percobaan."
Tio cie Hiong melakukan
perjalanan siang malam menuju Tibet. Kira-kira belasan hari kemudian, ia tetah
memasuki daerah itu.
Tibet merupakan sebuah negeri
kecil, namun cukup padat penduduknya. Yang berkuasa di Tibet adalah kepala
Dhalai Lhama bernama Pa-toho, yang sangat dihormati dan diagungkan rakyat.
Setelah tiba di Tibet, Tio cie
Hiong langsung menuju sebuah biara yang sangat besar dan megah.
Para Dhalai Lhama di biara itu
menyambut kedatangannya dengan hormat, sebab Tio cie Hiong berasal dari
Tionggoan. Ketika Tio cie Hiong memperkenalkan namanya, para Dhalai Lhama
tampak terkejut, dan segera ke dalam untuk melapor.
Berselang beberapa saat, Tio
cie Hiong dipersilahkan masuk ke ruang tamu. Ketika ia baru saja duduk,
muncullah seorang Dhalai Lhama tua.
"Selamat datang"
ucap Dhalai Lhama tua itu. "Aku kepala Dhalai Lhama di sini, namaku
Patoho."
"Dhalai Lhama Patoho"
Tio Cie Hiong memberi hormat. "Kedatanganku...."
"Aku tahu...."
Dhalai Lhama Patoho manggut-manggut, lalu mengibaskan tangannya agar para
Dhalai Lhama yang berada di
situ masuk ke dalam.
setelah tinggal mereka berdua,
barulah kepala Dhalai Lhama itu berkata. "Maaf, aku yang ke
Tionggoan...."
"Jadi engkau yang
menangkap Lim Ceng Im?" tanya Tio Cie Hiong bernada gusar.
"Ya." Dhalai Lhama
tua mengangguk. "sekali lagi aku mohon maaf atas tindakanku itu Aku
terpaksa melakukannya demi kewibawaanku," ujar Dhalai Lhama tua
memberitahukan.
"Di mana Lim Ceng Im
sekarang?" kening Tio Cie Hiong berkerut.
"Tenang" Dhalai
Lhama tua tersenyum, lalu bertepuk tangan tiga kali.
sesaat kemudian, tampak Lim
Ceng Im berjalan ke luar. Begitu melihat Tio Cie Hiong, ia langsung berlari ke
arahnya, lalu mendekap di dadanya. "Kakak Hiong...."
"Adik Im" Tio Cie
Hiong membelainya. "Bagaimana para Dhalai Lhama di sini memperlakukanmu?
"
"sangat sopan dan
baik,"juwab Lim Ceng Im jujur.
"syukurlah" ucap Tio
Cie Hiong, kemudian memandang Dhalai Lhama tua seraya berkata.
Kalau tidak salah, engkau
ingin membuat perhitungan denganku karena aku telah memusnahkan kepandaian
empat Dhalai Lhama itu, bukan?"
"Aku paman guru mereka,
maka kuharap engkau mengerti dan maklum adanya" sahut Dhalai Lhama tua
Patoho.
"Jadi...." Tio Cie
Hiong mengerutkan kening.
"Tentunya aku harus
bertanding denganmu" sahut Dhalai Lhama tua Patoho. "Sebab menyangkut
kewibawaanku"
"Oh?" Tio Cie Hiong
menatapnya tajam, kemudian memandang Lim Ceng Im dan bertanya. "Adik Im,
apakah engkau tidak menceritakan kepada Dhalai Lhama tua tentang sepak terjang
keempat Dhalai Lhama itu di Tionggoan?"
"Sudah kuceritakan,"
jawab Lim Ceng Im.
"Dhalai Lhama tua"
ujar Tio Cie Hiong. "Dia telah menceritakan itu, kenapa engkau masih ingin
menuntut balas kepadaku?"
Kalau dia tidak menceritakan,
bagaimana mungkin aku memperlakukannya begitu baik?" sahut Dhalai Lhama
tua. "Tapi biar bagaimana pun, aku tetap paman guru mereka...."
"Hmm" dengus Tio Cie
Hiong. "seharusnya engkau bersyukur, karena aku tidak membunuh mereka
berempat."
"Maksudmu?" Dhalai
Lhama tua Patoho menatapnya heran.
"Mereka berempat membunuh
kakak kandungku, tapi aku hanya memusnahkan kepandaian mereka, apakah aku masih
kurang bijaksana?" sahut Tio Cie Hiong.
"Apa?" Dhalai Lhama
tua terbelalak. "Benarkah itu?"
"Benar, Dhalai Lhama
tua." sahut Lim Ceng Im. "Aku lupa memberitahukan."
"Aaakh..." Dhalai
Lhama tua menarik nafas panjang. " Kalau begitu, aku mohon maaf kepada
kalian Aku tak menyangka kalau mereka berempat begitu jahat...."
"Engkaulah yang bersalah,"
tegas Tio Cie Hiong.
"Kok aku?" Dhalai
Lhama tua heran.
"sebab engkau yang
mengutus mereka keTionggoan untuk membantu Bu Lim sam Mo. Kalau engkau tidak
mengutus mereka ke sana, tentunya hal itu tidak akan terjadi," sahut Tio
cie Hiong.
"Aaakh..." Dhalai
Lhama tua menghela nafas. "Aku terpaksa."
Kenapa terpaksa?" tanya
Tio Cie Hiong heran.
Karena aku pernah berhutang
budi kepada Thian Gwa sin Mo. Bu Lim sam Mo mengutus seseorang ke mari untuk
minta bantuanku atas nama Thian Gwa sin Mo, sehingga aku terpaksa menyuruh
keempat Dhalai Lhama itu ke Tionggoan untuk membantu Bu Lim sam Mo."
"Thian Gwa sin Mo?"
Tio Cie Hiong tercengang. "siapa Thian Gwa sin Mo itu?"
"Dia paman guru Bu Lim
sam Mo." Dhalai Lhama tua memberitahukan. " Kira- kira tujuh puluh
tahun lampau, Thian Gwa sin Mo pernah menyelamatkan nyawaku. Akan tetapi setelah
itu dia kehilangan jejak...."
"oooh" Tio Cie Hiong
manggut-manggut.
"setelah kakak
seperguruanku meninggal, aku mengambil alih kekuasaan di sini." tutur
Dhalai Lhama tua sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Pada waktu itu,
banyak Dhalai Lhama di sini menentang, sebab aku tergolong Dhalai Lhama jahat.
Namun setelah aku berkuasa, sejak itu aku pun berubah...."
"Berubah baik, kan?"
tanya Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
"Betul." Dhalai
Lhama tua mengangguk. "Aku bersungguh-sungguh memimpin para Dhalai Lhama
di sini. Di samping itu, aku pun menjaga kesejahteraan rakyat. sejak itu para
Dhalai Lhama di sini tidak menentangku lagi, sebaliknya malah sangat
menghormatiku. Kemudian aku juga membangun sebuah biara yang amat besar. Namun
karena kekurangan dana, maka aku minta bantuan Toan Hong Ya di Tayli."
"oooh," Tio Cie
Hiong manggut-manggut. "ohya, di mana keempat Dhalai Lhama itu
sekarang?"
"Beristirahat di ruang
dalam," jawab Dhalai Lhama tua dan menambahkan. "Berdasarkan
peraturan yang berlaku di sini, aku harus menghukum mereka."
"Tidak perlu dengan
hukuman berat, sebab mereka telah kehilangan kepandaian," ujar Tio Cie
Hiong.
"Engkau sungguh berhati
bajik" Dhalai Lhama tua makin kagum terhadap Tio Cie Hiong.
" Urusan ini telah usai,
maka kami mau mohon diri kembali ke Tionggoan," ucap Tio Cie Hiong.
"Ngmm" Dhalai Lhama
tua manggut-manggut. " Kudengar engkau berkepandaian tinggi sekali, oleh
karena itu...."
"Mau bertanding dengan
aku, kan?" tanya Tio Cie Hiong sambil tersenyum.
Kira- kira begitulah,"
jawab Dhalai Lhama tua. "Tentunya engkau tidak akan mengecewakan aku,
kan?"
"Dhalai Lhama
tua...." Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala dan melanjutkan.
"Pada-hal
usiamu telah mencapai seratus
tahun, kenapa masih...."
"Terus terang."
Dhalai Lhama tua tersenyum. "Aku masih penasaran, bagaimana mungkin
kepandaianmu begitu tinggi? Karena usiamu masih muda, maka aku ingin menguji
kepandaianmu. "
"Dhalai Lhama
tua...." Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala lagi.
"Kita hanya bertanding
tiga jurus saja. Engkau tidak akan menolak. kan?" Dhalai Lhama tua
menatapnya.
"Baiklah." Tio Cie
Hiong mengangguk.
Dhalai Lhama tua berjalan ke
tengah-tengah ruang tamu. Tio Cie Hiong mengikutinya, kemudian mereka berdiri
berhadapan. Betapa gembiranya Lim Ceng Im, sebab ia akan menyaksikan
pertandingan yang seru.
" Hati- hati" seru
Dhalai Lhama tua. "Jurus pertama"
Dhalai Lhama tua mulai
menyerang Tio Cie Hiong dengan pukulan. Tio Cie Hiong segera berkelit dengan
Kiu Kiong san Tian Pou.
"Bagus" seru Dhalai
Lhama tua. "Ini jurus kedua, hati-hatilah"
Kali ini Dhalai Lhama tua
menyerang Tio Cie Hiong dengan jurus yang sangat dahsyat dan lihay. Badannya
berputar-putar mengitari Tio Cie Hiong, sekaligus mengibaskan lengan jubahnya,
yang menimbulkan suara yang menderu-deru. itulah jurus andalan Thian suan Te Coan
(Langit Bergoyang Bumi Berputar) .
Tio Cie Hiong tidak tinggal
diam. la pun berputar-putar dan mendadak mengibaskan lengan bajunya menangkis
serangan itu. Daaar Terdengar suara benturan dahsyat.
Tio cie Hiong tetap berdiri di
tempat, tetapi Dhalai Lhama tua terhuyung-huyung ke belakang beberapa langkah.
setelah berdiri tenang, barulah ia menatap Tio cie Hiong dengan mata
terbelalak.
"sungguh hebat
sekali" ujarnya lalu menghela nafas. "Aku mengaku kalah."
Kepandaian Dhalai Lhama tua
sangat tinggi sekali, terima kasih atas kemurahan hatimu, Dhalai Lhama
tua" ucap Tio Cie Hiong.
Engkau terlampau
merendah." Dhalai Lhama lua tertawa. "Memang pantas engkau memperoleh
julukan Pek Ih sin Hiap. aku kagum dan salut kepadamu."
"Dhalai Lhama tua, kami
mohon diri" ucap Tio Cie Hiong.
"Baiklah." Dhalai
Lhama tua manggut-manggut. "Terima kasih atas kunjunganmu, mudah-mudahan
engkau akan ke mari lagi kelak"
"Mudah-mudahan"
sahut Tio Cie Hiong sekaligus memberi hormat, lalu mengajak Lim Ceng Im pergi.
Mereka berdua tidak tahu,
bahwa di saat mereka berdua meninggalkan Tibet, di saat itu pula terjadi
sesuatu yang sangat mengejutkan dalam rimba persilatan Tionggoan....
Bab 38 Im sie Hong Mo (iblis
Gila Alam Baka)
Dengan penuh keheranan Hui
Khong Taysu, ketua partai siauw Lim menghadap ketiga paman gurunya di ruang
semedi. Ternyata siauw Lim sam Tiang lo menyuruh seorang hweeshio kecil
memanggilnya menghadap.
"Paman guru...." Hui
Khong Taysu memberi hormat.
"Duduklah" sahut
Tiga Tetua siauw Lim.
"Paman guru memanggilku
menghadap. ada apa gerangannya?" tanya Hui Khong Taysu.
"Hui Khong, beberapa hari
ini kami bertiga tidak bisa bersemadi dengan tenang, maka kami berfirasat akan
terjadi sesuatu."
"oh?" Hui Khong
Taysu terkejut. "Kira-kira apa yang akan terjadi, Paman guru?"
"Aaaakh..." salah
seorang Tetua menarik nafas panjang. "omitohud Kejahatan memang sulit
ditumpas. Tiap kali ditumpas, tetapi selalu tumbuh kembali seperti jamur."
"Maksud Paman guru?"
Hui Khong Taysu tersentak mendengar ucapan itu
"Rimba persilatan akan
dilanda banjir darah lagi," sahut Tetua itu sambil menggeleng-gelengkan
kepala. "Akan muncul seorang iblis ganas menghancurkan tujuh partai besar
rimba persilatan, termasuk Kay Pang."
"Paman guru...." Hui
Khong Taysu kurang percaya.
"iblis ganas itu muncul,
berarti ajal kami telah tiba." Tiga Tetua memberitahukan. "omitohud
Itu memang sudah merupakan takdir...."
"Benarkah itu, Paman
guru?"
"Benar."Ji Tiang lo
(Tetua Kedua) manggut-manggut. "oleh karena itu, engkau harus segera
berangkat ke markas pusat Kay Pang untuk memberitahukan kepada Bu Lim Ji Khie
tentang firasat kami agar mereka bisa bersiap-siap."
"Ya, Paman guru."
Hui Khong Taysu mengangguk.
"setelah itu, engkau
harus segera pulang" pesan Tiga Tetua itu.
"Ya, Paman guru."
Hui Khong Taysu mengangguk lagi. setelah memberi hormat, Hui Khong Taysu
berangkat ke markas pusat Kay Pang.
Beberapa hari kemudian,
sampailah dia di markas pusat Kay Pang. Bu Lim Ji Khie, Tok Pie sin Wan dan Lim
Peng Hang menyambut kedatangan ketua siauw Lim itu dengan penuh keheranan.
"Ha ha ha" sam Gan
sin Kay tertawa gelak. " Kepala gundul, angin apa yang membawamu ke
mari?"
"Mungkin angin
badai," sahut Hui Khong Taysu dan memberitahukan. "Paman guru yang
mengutusku ke mari."
"oh?" sam Gan sin
Kay mengerutkan kening. "silakan duduk"
"Terimakasih" Hui
Khong Taysu duduk.
Kepala gundul" sam Gan
sin Kay menatapnya. " Kenapa paman gurumu mengutusmu kc mari?"
"omitohud" ucap Hui
Khong Taysu, kemudian menghela nafas panjang. " Ketiga paman guruku
berfirasat buruk...."
" Ketiga tua bangka itu
berfirasat buruk apa?" tanya Kim siauw suseng.
"omitohud" Hui Khong
Taysu menengok kc sana ke mari. "Kok tidak kelihatan Tio Cie Hiong? Ke
mana dia?"
"Aaaakh..." Lim Peng
Hang menarik nafas. "Dia sedang ke Tibet."
"oh?" Hui Khong
Taysu heran. " Kenapa ke Tibet? Apakah telah terjadi sesuatu di
sini?"
"Ya." Lim Peng Hang
mengangguk. "Dhalai Lhama tua Tibet...."
Lim Peng Hang memberitahukan
tentang peristiwa yang menimpa Lim Ceng Im sampai kel^ergian Tlo cie Hiong ke
Tibet. Hui Khong Taysu mendengarkan dengan mata terbelalak.
"omitohud" Hui Khong
Taysu menggeleng-gelengkan kepala. "Mungkinkah itu merupakan firasat
ketiga paman guruku?"
"Ketiga paman gurumu
berfirasat apa?" tanya Lim Peng Hang tegang.
Ketiga paman guruku
memberitahukan, bahwa beberapa hari lalu mereka bertiga tidak bisa bersemadi
dengan tenang, sehingga timbul suatu firasat...." Hui Khong Taysu menghela
nafas.
"Lanjutkan" ujar sam
Gan sin Kay tidak sabaran.
Ketiga paman guruku
berfirasat, bahwa akan muncul seorang iblis ganas dalam rimba persilatan, maka
rimba persilatan akan dilanda banjir darah lagi, iblis ganas itu muncul,
berarti ajal ketiga paman guruku pun tiba." Hui Khong Taysu
memberitahukan.
"oh?" sam Gan sin
Kay tersentak. "Mungkinkah itu?"
Kalau begitu...," ujar
Lim Peng Hang. "Tentunya tiada kaitannya dengan kepergian cie Hiong ke
Tibet."
"Menurutkupun
begitu," sambung Kim siauw suseng.
"firasat ketiga paman
guruku tidak pernah meleset, maka mengutusku ke mari memberitahukan, agar
partai Kay Pang bersiap-siap." ujar Hui Khong Taysu.
"Heran" gumam sam
Gan sin Kay sambil menggaruk-garuk kepala. "Kepandaian Bu Lim sam Mo telah
musnah, sedangkan Ku Tek Cun, murid mereka itu telah terjun kcjurang. Lalu...
iblis ganas mana yang akan muncul?"
"Mungkin kali ini firasat
ketiga Tetua siauw Lim akan meleset," ujar Lim Peng Hang.
"Menurut pendapatku,
firasat ketiga Tetua siauw Lim tidak akan meleset," sahut Tok Pie sin Wan.
"Maka ada baiknya kalau kita mempersiapkan diri untuk menghadapi segala
kemungkinan. "
"Ngmm" sam Gan sin
Kay manggut-manggut.
"omitohud" Hui Khong
Taysu bangkit berdiri. "Aku mau mohon diri, karena ketiga paman guruku
telah berpesan kepadaku harus segera pulang setelah memberitahukan tentang
itu"
"Baiklah," ucap sam
Gan sin Kay dan berpesan. "Tolong sampaikan salam kami kepada siauw Lim
sam Tiang lo"
"omitohud," Hui
Khong Taysu mengangguk, lalu melangkah pergi. Lim Peng Hang mengantarnya sampai
di depan markas pusat, setelah itu, barulah kembali ke dalam.
"Harus kita tanggapi
dengan serius firasat siauw Lim sam Tiang lo itu" ujar Kim siauw suseng
dengan kening berkerut-kerut.
"Tapi...." sam Gan
sin Kay menggeleng-gelengkan kepala. "Kira-kira siapa iblis ganas yang
akan
muncul itu?"
"Bagaimana mungkin kita
tahu," sahut Tok Pie sin wan.
"Haaah..." seru Lim
Peng Hang kaget. "Mungkinkah iblis ganas itu adalah...."
"siapa?" tanya sam
Gan sin Kay cepat.
"Tio Cie Hiong,"
jawab Lim Peng Hang dengan wajah pucat pias.
"Kok engkau jadi
ngawur?" bentak sam Gan sin Kay. "Bagaimana mungkin Tio Cie Hiong
akan berubah menjadi iblis ganas?"
"Aku berani menjamin
dengan kepalaku," sela Kim siauw suseng. " Kalau Tio Cie Hiong
berubah menjadi iblis ganas, akan kupersembahkan kepalaku kepadanya."
"Peng Hang" Sam Gan
Sin Kay menatapnya tajam. " Kenapa engkau berpikir begitu? Apa
alasanmu?"
"ceng Im terjadi sesuatu,
itu dapat membuat Cie Hiong berubah menjadi jahat," sahut Lim Peng Hang.
Kalau benar begitu, tentunya
Cie Hiong akan membantai kaum penjahat dan golongan hitam," ujar sam Gan
sin Kay dan melanjutkan. "Tapi siauw Lim sam Tiang lo berfirasat, bahwa
tujuh partai besar akan hancur, termasuk Kay Pang Jadi tidak mungkin Cie Hiong
yang berubah menjadi iblis ganas."
"Ngmmm" Kim siauw
suseng manggut-mang-gut. "Pasti orang lain, hanya saja kita tidak tahu
siapa orangnya."
"Mudah-mudahan Cie Hiong
cepat pulang" ujar Tok Sie sin Wan. "Kita bisa berunding
bersama."
"Yaah" Lim Peng Hang
menghela nafas. "Tidak mungkin Cie Hiong dan Ceng Im akan begitu cepat
pulang, sebab mereka pasti pesiar ke sana ke mari."
"Benar." sam Gan sin
Kay manggut-manggut dan menambahkan. "Sudahlah Kenapa kita harus
memusingkan sesuatu yang belum terjadi? Yang penting kita harus
bcrsiap-siap."
"Lim Pangcu" pesan
Kim siauw suseng serius. "Markas pusat ini harus dijaga ketat, kita tidak
boleh lengah"
"Ya." Lim Peng Hang
mengangguk. lalu menurunkan perintah kepada para pengemis peringkat menengah
untuk memperketat penjagaan.
Pada suatu malam yang hening,
terdengarlah suara doa di dalam biara Siauw Lim. Pada saat bersamaan, mendadak
terdengar suara tawa yang menyeramkan, sehingga suara doa itu berhenti.
"Ha ha ha Hehehe..."
suara tawa yang menyeramkan itu terus bergema. Cap Pwee Lo Han
(Delapan Belas Arhat)
berhambur ke luar, kemudian disusul oleh Hui Khong Taysu dan siauw Lim sam
Tiang io. "He h e h e" suara tawa itu masih bergema, dan tiba-tiba
melayang turun sosok bayangan.
"siapa engkau?"
bentak Cap Pwee Lo Han. Kemudian dengan tangan memegang toya, Delapan Belas
Arhat itu mengurung sosok yang baru melayang turun.
"Aku Im sie Hong Mo
(iblis Gila Alam Baka)" sahut orang itu Dia berpakaian kumal dan rambutnya
yang panjang awut-awutan, sehingga mukanya tidak tampak jelas karena tertutup
oleh rambutnya.
"Mau apa engkau ke
mari?" bentak Cap Pwee Lo Han.
"He he he" Im sie
Hong Mo tertawa terkekeh-kekeh. "Malam ini siauw Lim harus musnah, aku akan
membunuh kalian"
"Serang" seru kepala
Cap Pwee Lo Han.
seketika tampak belasan toya
berkelebatan menyerang Im sie Hong Mo. Pada waktu bersamaan, terlihat pula
sinar pedang berkelebat ke sana ke mari, disusul oleh suara jeritan yang
menyayat hati. "Aaaakh Aaaaakh Aaaakh..."
Cap Pwee Lo Han telah terkulai
bermandi darah. Ternyata mereka telah mati dengan tubuh tak berbentuk, karena
sekujur tubuh mereka tertusuk dan terbacok tidak karuan.
"omitohud" siauw Lim
sam Tiang lo mendekati Im sie Hong Mo.
"Ha ha ha He he he"
Im sie Hong Mo tertawa seram. "siauw Lim sam Tiang lo, ajat kalian telah
tiba malam ini"
"omitohud" ucap
siauw Lim sam Tiang lo sekaligus mengurung Im sie Hong Mo.
"He he he Kalian bertiga
harus mati" teriak Im sie Hong Mo. Mendadak pedang di tangannya berderak
begitu cepat menyerang siauw Lim sam Tiang lo.
"omitohud." siauw
Lim sam Tianglo sebera menangkis dengan kibasan lengan jubah. Breeet Lengan
jubah siauw Lim sam Tianglo putus oleh sabetan pedang Im sie Hong Mo.
Bukan main terkejutnya siauw
Lim sam Tianglo, begitu pula Hui Khong Taysu yang menyaksikannya .
"He he he He he
he"Im sie Hong Mo terus tertawa terkekeh, kemudian mendadak menyerang
lagi. sungguh aneh dan cepat gerakan pedangnya, bahkan tampak kacau tidak
karuan.
siauw Lim sam Tianglo
menangkis dan balas menyerang. Delapan jurus kemudian, gerakan pedang Im sie
Hong Mo makin kacau tidak karuan, sehingga membuat siauw Lim sam Tianglo
kewalahan menghadapinya. Sekonyong-konyong Im sie Hong Mo membentak aneh, dan
tampak pedangnya berkelebat ke sana ke mari. Gerakannya sangat cepat, aneh dan
kacau balau tidak karuan, sehingga tidak dapat diikuti dengan pandangan mata.
setelah itu, Im sie Hong Mo
berdiri diam di tempat. siauw Lim sam Tianglojuga berdiri tegak, namun bagian
pinggang mereka telah berlumuran darah. Berselang sesaat,robohlah tiga tetua
siauw Lim itu.
"Haaah?" Hui Khong
Taysu terkejut dan wajahnya pucat pias. "omitohud...."
Ternyata yang roboh bagian
atas tubuh, bagian bawah dari pinggang sampai ke kaki tetap berdiri. Betapa
mengenaskan kematian siauw Lim sam Tianglo itu, tubuh mereka terkutung jadi
dua.
"He he he He he
he...." Im sie Hong Mo tertawa seram.
"Paman guru Paman
guru...." Mata Hui Khong Taysu telah basah. "omitohud
omitohud...."
"He he he" Im sie
Hong Mo tertawa ter-kekeh-kekeh. "Apakah 'omitohud' dapat melindungimu,
hweeshio tua?"
"Engkau iblis...."
Hui Khong Taysu melangkah maju.
"Jangan bergerak"
bentak Im sie Hong Mo, dan mendadak sepasang matanya memancarkan cahaya hijau.
Hut Khong Taysu langsung diam
di tempat, bahkan tampak seakan kehilangan sukma.
"Hui Khong Taysu" Im
sie Hong Mo menatapnya.
"Ya," sahut ketua
siauw Lim itu.
"Mulai sekarang dan
selanjutnya, engkau harus patuh kepada perintahku" ujar Im sie Hong Mo
sepatah demi sepatah.
"Ya." Hui Khong
Taysu mengangguk.
"Ha ha ha He he he"
Im sie Hong Mo tertawa gelak. "Engkau harus ikut aku"
Im sie Hong Mo melesat pergi,
dan Hui Khong Taysu mengikutinya dari belakang. sayup,sayup masih terdengar
suara tawa seram Im sie Hong Mo.
Kejadian di Biara siauw Lim
sangat menggemparkan, dan mengejutkan rimba persilatan. Kaum persilatan mana
yang tidak akan terkejut ketika mendengar siauw Lim sam Tianglo mati secara
mengenaskan? Lagipula Hui
Khong Taysu hilang entah kc mana. siapa Im sie Hong Mo, tiada seorang pun yang
mengetahuinya.
Partai-partai lain pun mulai
tercekam, terutama partai Butong. Malam ini It Hian Tojin berbicara serius
dengan lima muridnya, yakni Bu-tong Nao Hiap (Lima Pendekar Butong).
Kalian berlima dengar
baik-baik" ujar It Hian Tojin sambil memandang mereka. "Kini partai
siauw Lim boleh dikatakan telah musnah, mungkin tidak lama lagi akan giliran
kita. oleh karena itu, apabila Im sie Hong Mo muncul, kalian berlima harus
bersembunyi di ruang bawah tanah. Apa pun yang terjadi atas diriku, kalian
berlima tidak boleh keluar."
"Guru...."
"Ingat Kalian berlima
harus selamat agar partai Butong masih bisa berdiri kelak. Jangan sampai partai
kita lenyap dari rimba persilatan." ujar It Hian Tojin sambil menghela
nafas panjang. "Kalau diriku terjadi sesuatu, kalian berlima harus segera
ke markas pusat Kay Pang menemui Bu Lim Ji Khie"
"Ya, Guru."
"Im sie Hong Mo muncul
mengganas, namun Pek Ih sin Hiap malah tenggelam entah ke mana?" It Hian
Tojin menggeleng-gelengkan kepala.
"Guru" In Siauw Houw
memberitahukan. "Pek Ih Sin Hiap sedang pergi ke Tibet, dan hingga saat
ini masih belum pulang."
"Di saat rimba persilatan
dilanda banjir darah, dia malah tidak ada." It Hian Tojin menghela nafas
lagi.
"Mungkin Pek Ih sin Hiap
sudah dalam perjalanan pulang," ujar The Cok Peng.
"Itu cun sudah
terlambat." It Hian Tojin menggeleng-gelengkan kepala lagi. "sungguh
tak disangka, setelah Bu Lim sam Mo, Empat Dhalai Lhama dan Ku Tek Cun ditumpas
oleh Pek Ih sin Hiap. kini malah muncul Im sie Hong Mo yang begitu ganas dan
kejam...."
sekonyong-konyong terdengarlah
suara tawa menyeramkan di luar. seketika wajah It Hian Tojin berubah pucat
pias.
"Im sie Hong Mo telah
datang, cepatlah kalian berlima bersembunyi di ruang bawah tanah Cepat"
ujar It Hian Tojin dengan suara gemetar.
"Guru...."
"Kalian tidak usah
menghiraukan diriku, cepatlah kalian masuk ke dalam"
"Ya, Guru" Butong
Nao Hiap segera berlari ke dalam, sedangkan It Hian Tojin berhambur ke luar.
la melihat puluhan murid
Butong telah terkapar menjadi mayat di halaman, sementara suara tawa seram itu
masih terus bergema.
"iblis Cepat perlihatkan
dirimu" bentak It Hian Tojin.
"He he he" Mendadak
muncul sosok bayangan, yang tidak lain Im sie Hong Mo. "Im sie Hong
Mo...."
"Diam" bentak Im sie
Hong Mo sambil menatapnya dengan mata memancarkan cahaya hijau.
It Hian Tojin langsung diam,
seperti telah kehilangan sukma. Im sie Hong Mo tertawa seram lagi, kemudian
membentak. "It Hian Tojin"
"Mulai sekarang engkau
harus patuh kepada perintahku"
"Ya"
"Mari ikut aku"
"Ya"
Im sie Hong Mo melesat pergi,
dan It Hian Tojin segera melesat mengikutinya.
setelah partai Butong runtuh,
menyusul partai Hwa san, Kun Lun, GoBie, Khong Tong dan partai swat san. Bahkan
Lam Kiong hujin, Tui Hun Lojin dan Gouw Han Tiong pun hilang entah ke mana.
Kini hanya tersisa Kay Pang. Penjagaan di markas pusat Kay Pang pun diperketat.
sedangkan Bu Lim Ji Khie, Tok Pie sin wan dan Lim Peng Hang telah bersiap
dengan perasaan tercekam.
Mereka semua duduk di aula
depan dengan kening berkerut-kerut. Mendadak mereka mendengar suara seruan di
luar, yang saling menyusul.
"Butong Ngo Hiap
berkunjung Butong Ngo Hiap berkunjung...."
Berselang beberapa saat
kemudian, muncullah Butong Ngo Hiap dengan wajah muram. Mereka berlima memberi
hormat.
"Silakan duduk" ucap
Lim Peng Hang.
"Terima kasih, Lim Pang
cu" ucap Butong Ngo Hiap lalu duduk.
"Apakah sudah ada kabar
berita tentang It Hian Tojin?" tanya sam Gan sin Kay sambil memandang
mereka.
"Belum." Butong Nao
Hiap menggeleng-gelengkan kepala.
Heran?" gumam Lim Peng
Hang. "Para ketua tujuh partai itu hilang ke mana? Kok tiada jejaknya sama
sekali?"
"Kami yakin, mereka telah
ditangkap oleh Im sie Hong Mo," ujar In siauw Houw, salah seorang Butong
Ngo Hiap.
"Tui Hun Lojin, Gouw Han
Tiong dan Lam Kiong hujin juga telah hilang," sambung Lie say Meng
memberitahukan.
"Apa?" sam Gan sin
Kay terbelalak. "Mereka juga telah hilang?"
"Ya." In siauw Houw
mengangguk. "Aku pun yakin, mereka pasti ditangkap oleh Im sie Hong
Mo."
"Tujuh partai besar telah
runtuh, Tui Hun Lojin, Gouw Han Tiong dan Lam Kiong hujin pun telah hilang.
Kini... pasti giliran kita," ujar Lim Peng Hang sambil mengerutkan kening.
"Tidak salah." Kim
siauw suseng manggut-manggut. "Maka kita harus siap bertarung
mati-matian."
"Heran" sam Gan sin
Kay menggeleng-ge-lengkan kepala. "siapa sebetulnya Im sie Hong Mo itu?
Kok kepandaiannya begitu tinggi?"
"Pengemis bau" Kim
Siauw Suseng tertawa. "Siauw Lim Sam Tianglo mati di tangan Im sie Hong
Mo, apakah kita juga akan menyusul?"
"Engkau takut mati ya,
sastrawan sialan?" tanya sam Gan sin Kay menyindir.
"Takut mati sih tidak-
hanya saja kemungkinan besar kita akan mati penasaran," sahut Kim siauw
suseng.
"Benar." Tok Pie sin
wan manggut-manggut. " Karena kita akan mati tanpa tahu siapa Im sie Hong
Mo itu"
"Aaaakh..." Lim Peng
Hang menghela nafas. " Kenapa Cie Hiong dan ceng Im masih belum
pulang?"
Lebih baik mereka belum
pulang," sahut sam Gan sin Kay.
Kenapa?" Lim Peng Hang
heran.
"Agar mereka tidak usah
menjadi korban di sini," ujar sam Gan sin Kay. "Tentunya kalian tahu,
betapa tingginya kepandaian siauw Lim sam Tianglo, tapi mereka hanya dapat
bertahan belasan jurus, kemudian mati secara mengenaskan."
"Pengemis bau" Kim
siauw suseng menatapnya. "Menurutmu, Cie Hiong masih tidak mampu
menghadapi Im sie Hong Mo?"
"Entahlah." sam Gan
sin Kay menggelengkan kepala.
Pada waktu bersamaan,
terdengarlah suara tawa yang menyeramkan, wajah Butong Nao Hiap langsung
berubah.
"Im sie Hong Mo
datang" seru mereka dengan suara bergemetar.
"Bagus" sam Gan sin
Kay tertawa gelak. "Mari kita hadapi dia"
Mereka semua berhambur ke
luar. Tampak seorang berdiri di halaman markas pusat Kay Pang dan puluhan mayat
bergelimpangan di situ pula.
"Ha ha ha He he he"
Im sie Hong Mo tertawa. "Akan kuhabiskan semua orang di sini He he
he...."
"Im sie Hong Mo" sam
Gan sin Kay menatapnya. "Siapakah kau? Ada permusuhan apa engkau dengan
Kay Pang?"
"He he he" Im sie
Hong Mo terus tertawa. "Pokoknya aku harus menghabiskan nyawa kalian Di
mana Tio Cie Hiong? Akan kucincang dia Akan kuhisap darahnya Di mana Tio Cie
Hiong? Cepat suruh dia keluar"
"Dia tidak ada,"
sahut urnPeng Hang. "Engkau punya dendam dengannya?"
"Pokoknya kalian semua
harus mati Tio Cie Hiong harus mati juga He he he...." Im sie Hong Mo
tertawa gila. "siapa yang
berada di sini, harus mati"
"Im sie Hong Mo" Kim
siauw suseng tertawa dingin. "Belum tentu engkau dapat membunuh kami"
"Ha ha ha Kalian pasti
mati" Im sie Hong Mo mulai menghunus pedangnya. "Akan kucincang
kalian semua"
"Bagus" sam Gan sin
Kay tertawa gelak. "Mari kita bertarung Engkau tidak perlu omong besar di
sini"
sam Gan sin Kay sudah memegang
tongkat bambu, Kim siauw suseng menggenggam suling emasnya, Lim Peng Hang
memegang tongkat bambu, sedangkan Tok Pie sin wan mengeluarkan goloknya.
"He he he He he he"
Mendadak pedang Im Sie Hong Mo bergerak menyerang mereka berempat.
Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang
dan Tok Pie Sin Wan langsung menangkis dengan senjata ma-sing-masing. Akan
tetapi, sekonyong-konyong Im Sie Hong Mo melesat ke atas, kemudian badannya
berputar-putar bagaikan angin puyuh dan pedangnya berkelebatan ke sana ke mari.
Berrrt Pakaian Sam Gan Sin Kay dan Kim Siauw Suseng telah sobek tersabet
pedang.
Mereka berdua segera meloncat
ke belakang, begitu pula Lim Peng Hang dan Tok Pie Sin Wan.
Sungguh di luar dugaan,
ternyata bahu kedua orang itu telah teriuka dan mengucurkan darah.
"Hati-hati" ujar Sam
Gan Sin Kay. "Ilmu pedang Im Sie Hong Mo sangat aneh dan lihay"
"He he he" Im Sie
Hong Mo tertawa. "Kalian semua harus mati Pokoknya harus mati"
Mendadak ia menyerang lagi. Bu
Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie Sin Wan terkejut bukan main, sebab
gerakan pedang Im Sie Hong Mo cepat laksana kilat, bahkan kacau balau tapi
lihay sekali.
Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang
dan Tok Pie sin Wan terpaksa menangkis, maka terjadilah pertarungan hebat.
Belasan jurus kemudian, Bu Lim
Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie Sin Wan mulai terdesak. Im Sie Hong Mo
tertawa seram, dan gerakan pedangnya juga bertambah aneh dan kacau balau.
"Serrt Berrrt Cess" Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie Sin Wan
sudah bermandi darah. Sedangkan Im sie Hong Mo terus tertawa seram dan
pedangnya pun terus bergerak laksana kilat.
Kelihatannya Bu Lim Ji Khie,
Lim Peng Hang dan Tok Pie sin wan akan mati di bawah pedang Im sie Hong Mo,
sebab mereka berempat telah terluka. Di saat nyawa mereka berempat berada di
ujung pedang itu, mendadak
terdengar suara tawa yang sangat nyaring dan melengking- lengking. "Hi hi
hi Hi hi hi"
Im sie Hong Mo tampak tertegun
ketika mendengar suara tawa itu, sehingga ia berhenti menyerang. seketika Bu
Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie sin wan meloncat ke belakang, sebab
sekujur badan mereka telah berlumuran darah.
"Hi hi hi" suara
tawa yang nyaring dan melengking- lengking itu masih bergema, disusul oleh
suara yang penuh mengandung dendam.
"Aku pasti mencincangmu
Aku pasti mencincangmu"
Tampak melayang turun sosok
bayangan putih di hadapan Im sie Hong Mo. Wajahnya tidak tampak jelas, sebab
tertutup oleh rambutnya yang panjang tergerai. Namun pakaiannya bersih sekali
dan serba putih.
"He he he" Im sie
Hong Mo tertawa. "Mau apa kau?"
"Aku harus mencincangmu
Aku harus mencincangmu" sahut wanita berbaju putih, lalu mendadak
menyerang Im sie Hong Mo dengan pedang Justru sungguh membingungkan, karena
gerakan pedangnya juga kacau balau tidak karuan.
"He he he" Im sie
Hong Mo tertawa dan sambil menangkis.
Terjadilah pertarungan sengit,
tapi mereka berdua bertarung sambil tertawa. Gerakan pedang mereka sama cepat
laksana kilat, bahkan juga kacau balau.
Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang
dan Tok Pie sin wan menyaksikan pertarungan itu denga mata terbelalak. Padahal
mereka berempat telah terluka, namun pertarungan itu membuat mereka lupa akan
lukanya.
"Hi hi hi" Wanita
berbaju putih tertawa nyaring dan melengking-lengking sambil menyerang Im sie
Hong Mo. "Aku harus mencincangmu Aku harus mencincangmu"
sungguh mengherankan, Im sie
Hong Mo kelihatan agak takut kepada wanita berbaju putih itu. la bertarung
sambil mundur, bahkan kemudian melesat pergi. Namun wanita berbaju putih tidak
membiarkannya.
Engkau mau kabur ke mana? Aku
pasti mencincangmu Aku pasti mencincangmu" serunya sambil mengejar.
setelah mereka berdua melesat
pergi, Bu Lim Ji Khie, Lim Peng Hang dan Tok Pie sin Wan sating memandang.
Untung wanita berbaju putih
itu segera datang. Kalau tidak..." sam Gan sin Kay menggeleng-gelengkan
kemala.
"Pengemis bau" Kim
siauw suseng tertawa. " Kelihatannya kita sudah harus pensiun."
"Ha ha ha" sam Gan
sin Kay tertawa gelak. "Benar. sudah waktunya kita pensiun dari rimba
persilatan."
Heran" gumam Tok Pie sin
Wan. "siapa Im sie Hong Mo dan siapa pula wanita berbaju putih
itu?"
"Kita sama sekali tidak
bisa melihat jelas wajah mereka." sam Gan sin Kay menggeleng-gelengkan
kepala. "Wajah mereka sama-sama tertutup rambut."
"Mari kita ke dalam
berobat dulu" ujar Lim Peng Hang.
"Aduuuh" Tok Pie sin
Wan mengaduh- aduh kesakitan.
Eh?" sam Gan sin Kay
terbelalak. " Kenapa baru sekarang engkau menjerit kesakitan?"
"Baru sekarang aku merasa sakit." sahut Tok Pie sin wan dengan wajah
meringis. "Aduuuh" Kim siauw suseng juga menjerit kesakitan.
"Ha ha ha Kalian berdua...."
Mendadak sam Gan sin Kay juga menjerit kesakitan. Mereka
berempat lalu berjalan ke
dalam.
setelah mengobati dan membalut
luka-luka di tubuh masing-masing, barulah mereka duduk sambil menarik nafas
lega.