Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 17

Baca Cersil Mandarin Online: Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 17
Bagian 17

"Baik,"Tio Cie Hiong mengangguk lalu bangkit berdiri "Adik Im, berdiri agak jauh"

Lim Ceng Im segera mundur beberapa depa. sedangkan Tio Cie Hiong sudah mengeluarkan suling kumalanya, lalu mulai bergerak laksana kilat. Tampak suling kumaianya berkelebat ke sana ke mari, bahkan mengeluarkan suara ngung-ngungan pula.

Dengan mulut ternganga lebar Lim Ceng Im menyaksikannya, sebab ia sama sekali tidak menyangka kalau Tio Cie Hiong mampu menciptakan ilmu suling kumala yang begitu lihay dan hebat.

setelah Tio Cie Hiong berhenti, Lim Ceng im segera bertepuk tangan sambil menghampirinya .

" Kakak Hiong" ucap Lim Ceng im dengan wajah ceria.

"Aku mengucapkan selamat pada mu. sebab engkau telah berhasil menciptakan semacam ilmu yang tanpa tanding."

"Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum.

"Jangan mengatakan tanpa tanding, aku malu mendengarnya . "

"Kakak Hiong, engkau sudah memilih nama yang tepat untuk ilmu itu?" tanya Ceng Im mendadak.

"Belum." sahut Tio Cie Hiong.

"Pikirlah nama yang tepat untuk ilmu itu" desak Lim Ceng Im.

Tio Cie Hiong berpikir, lama sekali barulah ia membuka mulut sambil tertawa gembira.

"Akan kunamai... Gouw Siauw Bit Ciat Kang Hoat (Ilmu Suling Kumala Pemusnah Kepandaian)."

"Kok aneh sekali kedengarannya?" Lim Ceng Im terbelalak.

"Ilmu suling Kumala yang kuciptakan ini terdiri dari tujuh jurus, dan setiap jurusnya pasti dapat memusnahkan kepandaian pihak lain." Tio Cie Hiong menjelaskan.

"Maka kunamai Tujuh Jurus Ilmu suling Kumala Pemusnah Kepandaian."

"ooh" Lim Ceng Im manggut-manggut.

"Nama jurus-jurus itu?"

"Belum ada." Tio Cie Hiong memberitahukan.

"Kalau begitu...." Lim Ceng Im memandangnya.

"Engkau perlihatkan sejurus demi sejurus, biar aku yang memberikan nama Bagaimana?"

"terima kasih" ucap Tio Cie Hiong, kemudian mempertunjukkan jurus pertama, setelah itu ia bertanya.

"Harus menamai apa jurus ini?"

"Ketika engkau mempertunjukkan jurus itu, terdengar suara ngung-ngungan, maka jurus itu harus dinamai... San Pang Te Liat (Gunung Runtuh Bumi Retak) bagaimana?"

"Bagus," sahut Tio Cie Hiong.

"sekarang jurus kedua."

Tio Cie Hiong mempertunjukkan jurus kedua dan Lim Ceng Im menyaksikannya dengan mata terbelalak.

"Bagaimana?" tanya Tio Cie Hiong setelah berhenti.

" Harus dinamai apa jurus kedua itu?"

"Hai Lang Thau Thau (ombak Laut Menderu-deru)," sahut Lim Ceng Im.

Tepat." Tio Cie Hiong tertawa gembira, kemudian mempertunjukkan jurus ketiga. "Cian Im Giok siauw (Ribuan Bayangan guling Kumala)" seru Lim Ceng Im.

Tio Cie Hiong tersenyum dan mempertunjukkan jurus keempat, Lim Ceng Im pun berseru. "Hoan Thian Coan Te (Membalikkan Langit Memutarkan Bumi)"

Berselang beberapa saat kemudian, Tio Cie Hiong telah usai mempertunjukkan ketujuh jurus Ilmu suling Kumala Pemusnah Kepandaian, dan Lim Ceng Im pun telah memberi nama jurus-jurus tersebut.

Kakak Hiong" Lim Ceng Im menatapnya kagum. "Bukan main hebat dan lihaynya Ilmu suling Kumala mu"

"Itu atas usulmu," sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum lembut.

Kakak Hiong, itu merupakan ilmu menggunakan senjata, jadi engkau masih belum memiliki ilmu pukulan tangan kosong," ujar Lim Ceng Im memberitahukan.

"Alangkah baiknya engkau menciptakan ilmu pukulan juga, sebab selama ini engkau hanya mengibaskan lengan baju."

"Ngmm" Tio Cie Hiong mengangguk, lalu kembali duduk bersila sekaligus memejamkan matanya. Berselang sesaat, ia membuka matanya sambil tersenyum dan berkata.

"Adik Im, aku telah berhasil menciptakan beberapa gerakan tangan kosong, tapi...."

" Kenapa?"

"Itu menggunakan jari telunjuk."

"oh?"

"Adik Im, aku akan kuperlihatkan," ujar Tio Cie Hiong. Wajah Lim Ceng Im langsung berseri dan segera mundur beberapa depa.

Tio Cie Hiong mulai bergerak berdasarkan Kiu Kiong san Tian Pou, kemudian mengibaskan lengan bajunya, dan menyentil dengan jari telunjuknya.

Lim Ceng Im menyaksikan gerakan-gerakan itu dengan mulut ternganga lebar karena kagum.

Berselang beberapa saat kemudian, barulah Tio cie Hiong berhenti sambil tersenyum.

"Wuah" seru Lim Ceng Im.

" Hebat sekali"

"Adik Im" Tio Cie Hiong memberitahukan.

"Ilmu tangan kosong itu akan kunamai Bit ciat sin ci."

"Bit ciat sin ci (Jari sakti Pemusnah Kepandaian)?" Lim Ceng Im tampak melongo.

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.

"Sebab aku menggunakan jari."

"Ngmm" Lim Ceng Im manggut-manggut.

Kalau begitu, aku yang menamai jurus jurus itu." "Bagus." Tio Cie Hiong tertawa gembira.

"Akan kuperlihatkan sejurus demi sejurus."

Lim Ceng Im mengangguk. Kemudian Tio Cie Hiong mulai bergerak dan tampak jari telunjuknya berkelebatan ke sana ke mari.

"Man Thian sing sing (Bintang-Bintang Bertaburan Di Langit)" seru Lim Ceng Im.

Tio Cie Hiong melanjutkan jurus kedua, kemudian Lim Ceng Im pun berseru lagi sambil bertepuk tangan.

"Hong siau Yun Hang (Angin Berhembus Awan Bergerak)"

Tio Cie Hiong memperlihatkan jurus ketiga, keempat sampaijurus ketujuh dan Lim Ceng Im terus berseru memberi nama kepada jurus-jurus itu.

"Jit Goat siang Tui (Matahari Dan Bulan saling Berkejaran)"

"cian ci soh Te (Ribuan Jari Menyapu Bumi)"

"...." seru Lim Ceng Im dan berkata setelah Tio Cie Hiong usai mempertunjukkan jurus-jurus

tersebut.

Kakak Hiong, engkau memang hebat sekali Calon seorang maha guru, kelak engkau pasti bisa mendirikan sebuah perguruan."

"Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum sambil duduk di bawah pohon.

"Aku sama sekali tidak berniat itu"

Kakak Hiong, Bit Ciat sin ci itu berjumlah berapa jurus?" tanya Lim Ceng im mendadak. "Adik Im...." Tio Cie Hiong menatapnya heran.

"engkau tidak menghitung tadi?"

"Tidak." Lim Ceng im menggelengkan kepala.

"Bit Ciat sin ci berjumlah tujuh jurus." Tio Cie Hiong menjelaskan.

Namun kakiku bergerak sesuai dengan Kiu Kiong san Tian Pou."

"ooh" Lim Ceng Im mengangguk.

"Pantas gerakanmu secepat kilat Kakak Hiong, aku yakin engkau tiada tanding di kolong langit kelak"

"Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum sambil memberitahukan.

"seteiah membuat perhitungan dengan Empat Dhalai Lhama dan Bu Lim sam Mo, aku ingin hidup tenang dan damai di suatu tempat terpencil."

"Kenapa?"

"Aku sudah jemu akan rimba persilatan."

"Bagaimana dengan kakakku?"

"Tentunya..." sahut Tio Cie Hiong dengan wajah agak kemerah-merahan.

"Kalau dia mencintaiku, tentunya dia akan ikut aku hidup tenang di tempat terpencil." "Tentu Tentu...." Lim Ceng Im menundukkan kepala karena keterlepasan omong. "Maksudku dia tentu mau ikut Kakak Hiong tinggal di tempat terpencil."

"Adik Im" Tio Cie Hiong menghela nafas.

"Engkau bukan dia, dan dia bukan engkau. Jadi engkau jangan memastikan itu"

"Kakak Hiong...." Lim Ceng Im menatapnya mesra, tapi Tio Cie Hiong tidak memperhatikannya .

"Adik Im" ujar Tio Cie Hiong.

"Aku ingin meniup suling."

"Bagus Bagus" Wajah Lim Ceng Im berseri.

Tio Cie Hiong meniup suling kumalanya, dan seketika terdengarlah alunan suara suling yang sangat merdu, menggetarkan kalbu dan menyentuh hati.

Lim Ceng Im terus mendengarkan. Wajahnya tersirat cinta kasih yang sangat dalam, sehingga tanpa sadar ia menaruh kepalanya di bahu Tio Cie Hiong.

sedangkan suara suling mengalun makin menggetarkan kalbu. Ternyata Tio Cie Hiong mencurahkan seluruh rasa cintanya terhadap Im Ceng melalui suling kumalanya.

Pada waktu bersamaan, mendadak muncul tiga orang. Salah seorang dari mereka seorang gadis berwajah cantik, Namun dandanan mereka agak aneh, maka dapat diketahui bahwa mereka bertiga bukan orang Tionggoan. Tampak pula sehelai selendang panjang melingkar di leher dan di badan gadis itu

Mereka bertiga lalu berdiri dHadapan Tio cie Hiong dan Lim Ceng Im, maka segeralah Lim Ceng im menggeserkan kepalanya dari bahu Tio Cie Hiong.

Tio Cie Hiong melihat kehadiran mereka di situ, tapi ia masih terus meniup sulingnya. sedangkan gadis itu terus memandangnya dengan mata berbinar-binar dan wajah berseri-seri.

Berselang beberapa saat kemudian, barulah Tio Cie Hiong berhenti meniup sulingnya. Ketika ia memasukkan suling itu ke dalam bajunya, mendadak terdengar suara tepukan tangan. Ternyata gadis itu yang bertepuk tangan. Dua lelaki berusia lima puluhan itu juga memandang kagum pada Tio Cie Hiong.

"sungguh menyentuh hati suara sulingmu Aku kagum sekali," ujar gadis itu sambil tersenyum manis.

Begitu menyaksikan senyuman manis gadis itu, Lim Ceng Im langsung membuang muka, namun kemudian memandang Tio Cie Hiong. Kelihatannya ia ingin tahu bagaimana ekspresi wajahnya. la berlega hati, sebab wajah Tio Cie Hiong tidak memperlihatkan ekspresi apa pun.

"suara sulingku kedengaran biasa-biasa saja," sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum.

" Engkau merendah," gadis itu juga tersenyum.

"Aku ke mari justru karena mendengar suara sulingmu. Terus terang, suara sulingmu sungguh menggetarkan kalbu. Itu pertanda engkau mahir sekali meniup suling."

"terima kasih atas pujian Nona" ucap Tio Cie Hiong. Gadis itu memang cantik sekali, tapi Tio Cie Hiong kelihatan tidak tertarik, namun tetap berlaku sopan dan ramah.

"Padahal di tempatku juga terdapat peniup suling yang ulung, namun masih kalah jauh dibandingkan denganmu," ujar gadis itu sambil tersenyum lagi.

"Maaf, karena aku sangat tertarik dan kagum akan kemahiranmu meniup suling, maka aku mohon sudilah kiranya engkau meniup sekali lagi"

"Tidak boleh" sahut Lim Ceng Im cepat.

"Eh?" Gadis itu memandang Lim Ceng Im sambil tersenyum. "Aku bertanya kepadanya, kenapa engkau yang menyahut?"

"Dia Kakak Hiong ku Kenapa aku tidak boleh menyahut?" Lim Ceng Im melotot.

Engkau pengemis dekil, tapi kenapa begitu galak?" Gadis itu tertawa.

Walau aku pengemis dekil, ayahku ketua Kay Pang" Lim Ceng Im memberitahukan sambil bertolak pinggang .

"oooh" Gadis itu manggut-manggut.

"Ternyata aku sedang berhadapan dengan putra ketua Kay Pang Aku tahu, Kay Pang di Tionggoan sangat tersohor"

" Engkau siapa?" tanya Lim Ceng Im.

"Aku Putri Tayli, namaku Toan Pit Lian," sahut gadis itu "Bolehkah aku tahu nama kalian berdua?."

Lim Ceng Im dan Tio Cie Hiong sama sekali tidak menyangka kalau gadis itu Tayli Kong cu. Tayli merupakan sebuah negeri kecil di luar Tionggoan, namun negeri itu sangat makmur dan rakyatnya senantiasa hidup tenang, damai dan sejahtera, karena raja Tayli merupakan raja yang bijaksana, juga berkepandaian tinggi.

"Namaku Lim Ceng Im," sahutnya sambil menjura.

"Dia...." Tayli Kongcu melirik Tio Cie Hiong seraya bertanya.

"Adalah kakakmu?"

"Dia bernama Tio Cie Hiong, kami... memang kakak adik," jawab Lim Ceng im.

Engkau marga Lim, dia marga Tio." Tayli Kongcu mengerutkan kening. "Kok bisa jadi kakak beradik?"

"Almarhum ayahku teman baik ayahnya, maka kami boleh dikatakan kakak adik, Tio Cie Hiong memberitahukan, namun ia sama sekali tidak memberi Hormat pada Tayli Kongcu itu.

Tayli Kongcu Toan pit Lian tersenyum-senyum.

"oh ya, sudikah engkau meniup suling sekali lagi?"

"pokoknya tidak boleh" sahut Lim Ceng im cepat.

"Lho?" Tayli Kongcu terheran- heran.

Kenapa dari tadi engkau melarang dia meniup suling untukku?" "Kenapa dia harus meniup suling untukmu?" Lim Ceng Im melotot.

"Karena aku sangat tertarik dengan suara suling itu" ujar Tayli Kongcu sambil tersenyum lagi.

"Tertarik akan suara sulingnya atau ketampanannya?" tanya Lim Ceng Im mendadak dengan wajah tidak senang.

"Eeh...?" Wajah Tayli Kongcu memerah.

"Adik Im" tegur Tio Cie Hiong halus,

"Jangan berlaku kurang ajar, dia berasal dari Negeri Tayli, jadi engkau jangan merendahkan adat istiadat Tionggoan. Lagipula secara

tidak langsung akan mempermalukan Kay Pang."

Lim Ceng Im tampak cemberut setelah mendengar teguran Tio Cie Hiong.

"Lho?" Tayli Kongcu menggumam.

"Kok anak lelaki juga bisa cemberut?"

"Ada urusan apa dengan engkau?" tegur Lim Ceng Im ketus.

"Adik Im" Tio Cie Hiong menjelaskan dengan sabar,

"mereka datang dari Negeri Tayli yang begitu jauh, maka aku harus mengabulkan permintaannya. Karena kita ini orang Tionggoan, boleh dikatakan sebagai tuan rumah."

Akhirnya Lim Ceng Im mengangguk setelah mendengar ucapan Tio Cie Hiong.

"Terima kasih," ucap Toan Pit Lian.

Tio Cie Hiong mulai meniup, Toan pit Lian mendengar dengan penuh perhatian, begitu pula Lim Ceng Im dan kedua lelaki itu.

suara suling itu mengalun merdu, halus, dan menggetarkan kalbu. sehingga, tanpa sadar Tayli Kongcu melepaskan selendangnya, lalu mulai menari mengiringi suara suling itu.

Tayli Kongcu menari lemah gemulai. selendang di tangannya juga meliuk-liuk lemas, menambah indahnya tarian itu.

Tio Cie Hiong menyaksikannya dengan kagum. Begitu pula Lim Ceng Im, meski merasa panas pula dalam hati, sebab Tio Cie Hiong terus memandang Tayli Kongcu sedangkan Tayli Kongcu pun mengerling ke arahnya.

Beberapa saat kemudian, barulah Tio Cie Hiong menghentikan tiupan sulingnya.

Engkau memang pandai sekali meniup suling, membuat perasaanku terhanyut entah ke mana," ujar Tayli Kongcu sambil tersenyum.

"tarian Kongcu juga sungguh indah," cuji Tio Cie Hiong.

"Hm Hm Hmmm" Lim Ceng Im mendehem beberapa kali.

Adikmu itu agak aneh sifatnya," tukas Tayli Kongcu sambil tertawa kecil. "Kelihatannya dia tidak begitu senang akan kehadiranku di sini."

"sifatnya memang begitu," ujar Tio cie Hiong tersenyum. "Tapi Hatinya baik sekali...."

"Kakak Hiong," potong Lim Ceng im cepat. "Mari kita pergi"

"Tunggu" Tayli Kongcu menahan mereka.

Kenapa engkau menahan kami?" tanya Lim Ceng im tidak senang.

"ingin menanyakan sesuatu," ujar Toan pit Lian, lalu memandang Tio cie Hiong.

Engkau mahir meniup suling, karena itu aku pun yakin engkau berkepandaian tinggi. Ya, kan?" "Ya." jawab Lim Ceng Im cepat.

"Kepandaian-nya memang tinggi sekali, maka memperoleh julukan Pek Ih sin Hiap." "Pek Ih sin Hiap?" Tayli Kongcu manggut-manggut.

" Engkau memang pantas memperoleh julukan Pek Ih sin Hiap."

"Hh... itu hanya julukan kosong," gumam Tio Cie Hiong sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Karena engkau berkepandaian tinggi, aku ingin bertanding denganmu..." ujar Tayli Kongcu mendadak. matanya menatap pada wajah Tio Cie Hiong.

" Kongcu" salah seorang lelaki itu tampak terkejut.

"sebelum berangkat ke Tionggoan, Baginda sudah berpesan pada kami untuk menjaga Kongcu, agar tidak membuat onar di Tionggoan"

"Aku tidak membuat onar, hanya ingin bertanding dengan Pek Ih sin Hiap ituJadi kalian berdua tidak usah kuatir" kilah Tayli Kongcu.

"Kongcu, sebaiknya jangan"

"Kalian berani melarangku?"

"Hamba tidak berani" jawab kedua orang lelaki itu yang ternyata para pengawal istana Tayli.

"Tio Cie Hiong" Tayli Kongcu menatapnya dalam-dalam.

"Tentunya engkau sudi bertanding dengan aku, kan?"

Tio Cie Hiong tersenyum. "Kita tidak usah bertanding, aku mengaku kalah saja," ujarnya kemudian.

"Kakak Hiong" tegur Urn ceng Im tampak tidak senang.

"Kenapa engkau harus mengaku kalah? Hajar saja Kongcu tak tahu diri itu"

"Adik Im...," Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.

"Bagaimana?" tanya Tayli Kongcu.

"Engkau takut bertanding dengan aku?"

"Kongcu" Tio Cie Hiong menghela nafas.

"Kita tidak bermusuhan, kenapa harus bertanding?"

"Pertandingan persahabatan, bukan untuk saling membunuh," sahut Tayli Kongcu sambil tersenyum lembut.

"sebab aku ingin menjajal berapa tinggi kepandaian Pek Ih sin Hiap."

"Kakak Hiong, tidak perlu berbasa-basi dengan dia, hajar saja" desak Lim Ceng Im, merasa panas ketika menyaksikan senyuman lembut itu diarahkan pada Tio Cie Hiong.

"Eh?" dengus Tayli Kongcu.

"Pengemis dekil, kenapa engkau begitu galak seperti perempuan cerewet"

"Hm" dengus Lim Ceng Im.

Kalau engkau menantangku, aku akan menghajarmu sampai lari terbirit-birit ke negeri Tayli" "oh, ya?" Tayli Kongcu tersenyum lagi, lalu memandang Tio cie Hiong.

Kalau tidak berani bertanding dengan aku, berarti engkau telah mempermalukan kaum pesilat Tionggoan"

Tio Cie Hiong berpikir sejenak. dan kemudian perlahan menganggukkan kepala.

"Baik, mari kita bertanding"

"Senjataku adalah selendang ini, mana senjatamu?" tanya Tayli Kongcu. "Aku akan melayanimu dengan tangan kosong," ujar Tio cie Hiong. "silakan Kongcu menyerang"

"Baiklah" Tayli Kongcu manggut-manggut sambil tersenyum.

"Hati-hati, aku akan mulai menyerang"

Tayli Kongcu mengebutkan tangan dengan cepat. seketika selendangnya melayang lemas ke arah tubuh Tio cie Hiong.

Tio cie Hiong tidak berani memandang rendah pada Tayli Kongcu, sebab ia tahu orang itu memiliki Iweekang tinggi. Kalau tidak, mana mungkin Tayli Kongcu menggunakan selendang itu sebagai senjatanya? sepertinya selendang itu dibuat dari bahan khusus, tidak akan putus terbacok senjata tajam apa pun.

Ketika ujung selendang hampir menyentuh badan Tio Cie Hiong, seketika pemuda ini bergerak menggunakan "Ilmu Langkah Kilat" untuk menghindar. Akan tetapi sungguh di luar dugaan, selendang itu pun mengikuti bayangannya. Karena itu, Tio Cie Hiong terpaksa melesat ke atas, kemudian berjungkir balik di udara.

Tio cie Hiong melayang turun dengan ringan. Tayli Kongcu sempat memandangnya dengan kagum, namun ia tidak melanjutkan serangannya.

Kenapa engkau cuma berkelit?" tanya Tayli Kongcu. "Takut akan melukaiku...?"

"Huh Dasar tak tahu malu" dengus Lim Ceng Im yang menyaksikan pertarungan itu. Tayli Kongcu mengerutkan kening, tapi kemudian tersenyum seraya berkata.

"Pengemis dekil, jagalah mulutmu Itu akan merendahkan nama baik Kay Pang, lho"

"Adik Im" tegur Tio Cie Hiong halus.

"Tidak baik berlaku kurang ajar."

"Hm" dengus Lim Ceng Im sambil membanting-banting kaki.

"Eh?" Tayli Kongcu keheranan menyaksikannya.

"Pek Ih sin Hiap, adikmu itu sungguh aneh, bisa membanting-banting kaki, seperti perempuan saja"

"Dia memang begitu." Tio cie Hiong tersenyum geli.

"Bahkan wajahnya pun sering memerah."

"oh?" Tayli Kongcu tercengang, lalu berkata pada Tio Cie Hiong.

Engkau harus menyambut seranganku, jangan cuma berkelit saja" "Kakak Hiong" teriak Lim Ceng Im.

"serang dia dengan Bit Ciat sin Ci"

Tio Cie Hiong menggeleng kepala.

"Kita tidak punya dendam apa pun dengan dia, kenapa aku harus menyerangnya dengan Biat Ciat Sin Ci (Jari Sakti Pemusnah Kepandaian)?"

"Dia... dia genit sekali" seru Lim Ceng Im.

"Apa?" Mulut Tayli Kongcu ternganga lebar.

"Aku genit sekali?"

"Engkau memang genit terhadap kakak Hiong, dasar Putri Tayli tak tahu diri"

"Maaf" salah seorang pengawal menyela.

"Engkau tidak boleh menghina Kongcu kami, Kongcu kami sangat dimuliakan di Negeri Tayli."

"Tapi di sini Tionggoan" sahut Lim Ceng Im sambil tersenyum dingin. Pengawal itu tampak tersinggung. Wajah mereka berubah memerah.

"Kalian diam saja" tegur Tayli Kongcu.

"Ya, Kongcu." Pengawal itu langsung diam.

"Bagaimana?" Tayli Kongcu menatap Tio Cie Hiong.

"Beranikah engkau menyambut seranganku?"

"Baiklah" Tio Cie Hiong mengangguk

"Hati-hati" Tayli Kongcu tersenyum, lalu mendadak mengebutkan selendangnya.

Selendang itu meliuk-liuk dan meluncur cepat ke arah Tio Cie Hiong. Pemuda itu berdiri diam di tempat. Ketika ujung selendang sudah mendekat, dengan cepat dikibaskan lengan bajunya hingga melilit ujung selendang itu, lalu disentakkan sambil mengerahkan

lweekang.

Tayli Kongcu terperanjat bukan main, sebab mendadak dirasakan badannya tersentak maju. Namun kemudian ia malah tersenyum, ketika badannya bergerak ke arah Tio Cie Hiong. Dengan cepat direntangkan kedua tangannya lebar-lebar.

Tio Cie Hiong tertegun, sebab tidak tahu kalau Tayli Kongcu mengeluarkan jurus apa untuk menyerangnya. Namun saat itu, badan Tayli Kongcu sudah mendekat. seketika Tio Cie Hiong melesat dengan "Ilmu Langkah Kilat", maka langsung menghilang.

Tayli Kongcu merapatkan kedua tangannya, namun Tio Cie Hlong sudah tidak kelihatan. Ternyata tadi ia tidak mengeluarkan jurus apa pun, melainkan jurus jaman sekarang, yakni merentangkan sepasang tangan untuk memeluk. Namun hasilnya Tayli Kongcu justru memeluk angin.

semula Lim Ceng Im juga terkejut melihat jurus aneh itu, tapi kemudian menyadari bahwa Tayli Kongcu memanfaatkan kesempatan untuk memeluk Tio Cie Hiong. Dapat dibayangkan, betapa panas hatinya saat itu.

"Huh Dasar tak tahu malu" dengusnya menyindir.

"Maksud hati memeluk pemuda tampan, tapi hasilnya hanya memeluk angin"

Mendengar sindiran itu, wajah Tayli Kongcu langsung memerah. Namun ia tahu akan satu hal, yaitu Tio Cie Hiong berkepandaian sangat tinggi, itu membuatnya makin kagum.

"Pek Ih sin Hiap" seru Tayli Kongcu sambil memandang Tio Cie Hiong yang berdiri di belakangnya.

"Kepandaianmu memang tinggi sekali. Aku mengaku kalah"

"sesungguhnya ilmu selendang Kongcu juga sangat hebat dan mengagumkan" sahut Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.

Kalau aku tidak memiliki Iweekang yang tinggi, mungkin sulit bagiku mengalahkan Kongcu."

Engkau terlampau merendah." tukas Tayli Kongcu sambil tersenyum lembut.

Kongcu, kita harus secepat mungkin sampai di tempat tujuan, jangan membuang waktu di sini" ujar salah satu pengawal itu mengingatkannya.

Tayli Kongcu mengangguk.

"Pek Ih sin Hiap, Pengemis dekil Kelak kita akan bertemu lagi, sampai jumpa."

Tayli Kongcu melesat pergi dan diikuti kedua pengawalnya. Tio Cie Hiong menggeleng-geleng kepala menatapi kepergian mereka.

"Jatuh hati pada Tayli Kongcu itu ya?" tanya Lim Ceng Im dingin.

"Adik Im" ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.

Hatiku telah berisi Im Ceng, kakakmu itu.Jadi, aku tidak akan jatuh hati pada gadis lain, baik sekarang maupun kelak atau selama-lamanya . "

Kakak Hiong...," Lim Ceng Im tersenyum manis, namun kemudian cemberut seraya berkata. "Tayli Kongcu itu...."

"Kenapa dia?"

"Dia genit sekali, sering melirikmu sambil tersenyum-senyum," ujar Lim Ceng Im. "Itu urusannya, tiada sangkut-pautnya dengan diriku," tukas Tio Cie Hiong. "Kalau engkau berani...," Lim Ceng Im menundukkan kepala sambil melanjutkan. "Aku akan memberitahukan pada kakakku."

"Adik Im, beritahukan padanya yang sesungguhnya, tapi jangan sampai memfitnah diriku." pesan Tio cie Hiong.

"Aahi.., wajahnya muncul lagi di pelupuk mataku"

Wajah kakakku atau wajah Tayli Kongcu itu? tanya Lim Ceng Im sambil menatapnya dalam-dalam.

Wajah kakakmu," jawab Tio Cie Hiong.

"Adik Im, kita jangan membuang-buang waktu lagi, harus sampai di markas pusat Kay Pang selekasnya."

Ingin lekas-lekas menemui kakakku, kan?" goda Lim Ceng Im seraya tersenyum. Tio cie Hiong mengangguki

"Mari kita berangkat sekarang"

Lim Ceng Im manggut-manggut. Mereka berdua lalu melanjutkan perjalanan menuju ke markas Kay Pang.

Beberapa hari kemudian, Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im sudah sampai di markas pusat tersebut. Bu Lim Ji Khie dan Lim Peng Hang, ketua Kay Pang, menyambut kedatangan mereka sambil tertawa gembira.

"Bagaimana?" tanya sam Gan sin Kay.

"Cie Hiong, engkau sudah mengobati Hui Khong Taysu dan It Hian Tojin?"

"sudah, Kakek Pengemis," jawab Tio cie Hiong sambil menoleh ke sana ke mari seakan sedang mencari sesuatu.

Lim Peng Hang tercengang melihatnya.

"Eng-kau cari apa, Cie Hiong?"

"Aku...," Wajah Tio Cie Hiong memerah, kemudian memandang sam Gan sin Kay seraya berkata.

" Kakek Pengemis, salamku itu..,"

"salam apa?" sam Gan sin Kay tampak tertegun.

Ketika Kakek Pengemis akan berangkat ke mari, bukankah aku berpesan padamu untuk menyampaikan salamku. ... "

"oh, itu" sam Gan sin Kay tertawa gelak.

"sudah kusampaikan."

"Terima kasih, Kakek Pengemis," ucap Tio Cie Hiong dengan wajah berseri.

"Bagaimana dia setelah menerima salamku?" tanyanya kemudian.

"Lebih baik kau tanyakan pada Ceng Im saja Dia lebih tahu itu" ujar sam Gan Sin Kay.

"Dia... dia bersamaku, bagaimana bisa tahu tanggapan kakaknya setelah menerima salamku?" Tio Cie Hiong menggeleng-geleng kepala. Wajah-nya pun berubah murung.

"Jangan-jangan Im Ceng tidak senang menerima salamku itu" gumamnya perlahan.

"cie Hiong... dia memang gadis nakal, tak tahu diri dan suka mempermainkan orang." ujar sam Gan sin Kay.

"Apa?" Wajah Tio Cie Hiong berubah pucat.

"Dia... dia suka mempermainkan orang?"

"Jangan dengarkan omongan kakek" sela Lim Ceng Im sambil membanting kaki.

"Kakek jahat sekali"

Karena engkau sudah keterlaluan," tukas Sam Gan sin Kay sambil tertawa gelak. "cie Hiong," Lim Peng Hang memandangnya lembut.

"Aku tidak menyangka ternyata dirimu adalah putra mendiang Hui KiamBu Tek teman baikku itu."

"Paman, terimalah hormatku" Tio Cie Hiong ingin berlutut, tapi cepat dicegah oleh Lim Peng Hang.

"Tidak perlu adat seperti ini, Nak." ujar Lim Peng Hang sambil tersenyum.

"ohya, mari kita duduk kita bercakap-cakap"

Mereka duduk. Beberapa pengemis segera menyuguhkan minuman. Akan tetapi, Tio Cie Hiong masih terus menengok ke sana ke mari.

"cie Hiong, engkau mencari apa?" tanya Lim Peng Hang yang merasa heran. "Maaf" ucap Tio Cie Hiong dan bertanya dengan wajah agak kemerah- merahan. "Di mana putri Paman?"

"Dia..." Lim Peng Hang langsung menunjuk ke arah Lim Ceng Im.

"Dia putra Paman, yang kutanyakan Im Ceng putri Paman itu" ujar Tio Cie Hiong merasa penasaran.

"Aku... aku ingin menemuinya." Lim Peng Hang menatap Lim Ceng Im.

"Kakak Hiong, tenang saja." ujar Lim Ceng Im tersenyum.

"Engkau pasti akan bertemu dia."

Tio Cie Hiong mengangguki sedangkan Lim Ceng Im mulai menyerocos tak henti-hentinya.

"Ketika kami menuju ke mari, di tengah jalan kami bertemu Tayli Kongcu bersama dua lelaki. Tayli Kongcu itu cantik sekali. Kakak Hiong meniup suling, dia menari. setelah itu, mereka berdua pun bertanding. Tayli Kongcu memang tak tahu malu, dia mengeluarkan jurus memeluk. Untung Kakak Hiong cepat berkelit, kalau tidak, Kakak Hiong pasti dipeluknya...."

Mendengar tentang Tayli Kongcu semua orang tercengang.

"Kenapa Tayli Kongcu memasuki Tionggoan?" tanya Lim Peng Hang setengah bergumam.

"Memang mengherankan," timpal sam Gan sin Kay.

"Padahal sudah ratusan tahun pihak Tayli tidak pernah memasuki Tionggoan, kenapa kini mendadak Tayli Kongcu datang di

Tionggoan?"

"Mungkinkah berhubungan dengan sam Mo Kauw?" tanya Lim Peng Hang.

"Tidak mungkin" jawab Kim siauw suseng menggelengkan kepala.

"Selama ratusan tahun, Negeri Tayli tidak pernah berhubungan dengan golongan hitam di Tionggoan."

sam Gan sin Kay manggut-manggut. "Tapi, kemunculan Tayli Kongcu di Tionggoan, mungkin untuk menyelesaikan suatu urusan."

" Kakek" sela Lim Ceng Im.

"salah seorang lelaki itu bilang pada Tayli Kongcu...."

"Lelaki itu bilang apa?" tanya sam Gan sin Kay.

"Dia bilang..., jangan membuang waktu di situ, harus segera tiba di tempat tujuan." "Tempat tujuan?" sam Gan sin Kay mengerutkan kening. "Tempat apa yang mereka tuju?"

"Ayah, perlukah aku mengutus beberapa orang pergi menyelidikinya?" tanya Lim Peng Hang.

"Tidak perlu." sam Gan sin Kay menggeleng kepala.

" Kenapa?" tanya Lim Peng Hang, keheranan.

"Agar tidak terjadi salah paham." sam Gan sin Kay memberitahukan.

"Lagipula yang muncul itu Tayli Kongcu, tentunya punya urusan penting. Kalau tidak, mana mungkin Tayli Kongcu akan memasuki Tionggoan?"

"Benar." Lim Peng Hang manggut-manggut, kemudian memandang Tio Cie Hiong seraya berkata,

"Nak, aku tidak menyangka kepandaianmu sudah begitu tinggi." "Wuah" seru Lim Ceng Im mendadak dengan wajah berseri-seri.

"Kepandaian Kakak Hiong memang tinggi bukan main, bahkan dia pun telah menciptakan dua macam ilmu silat yang sangat hebat."

"oh?" gumam Bu Lim Ji Khie, merasa tertarik.

"cie Hiong, ilmu silat apa itu?"

"Giok siauw Bit ciat Kang Hoat (Ilmu suling Kumala Pemusnah Kepandaian) dan Bit ciat sin ci (Jari sakti Pemusnah Kepandaian)" Tio Cie Hiong memberitahukan.

"Jadi khususnya untuk memusnahkan kepandaian orang?" tanya sam Gan sin Kay heran. Tio Cie Hiong mengangguki

"Aku tidak mau membunuhi cuma memusnahkan kepandaian para penjahat."

"Ngmm..." sam Gan sin Kay manggut-manggut.

"Cie Hiong, perlihatkanlah kedua ilmu ciptaanmu itu"

Tio Cie Hiong tidak bisa menolak. la langsung bangkit berdiri, berjalan ke tengah-tengah ruang itu sambil mengeluarkan sulingnya. setelah itu, mulailah ia mempertunjukkan "Tujuh Jurus llmu suling Kumala Pemusnah Kepandaian".

Bukan main kagumnya Bu Lim Ji Khie dan Lim Peng Hang menyaksikannya. Bahkan karena begitu kagumnya mata mereka membelalak dengan mulut ternganga lebar.

"Cie Hiong" ujar sam Gan sin Kay setelah Tio Cie Hiong usai mempertunjukkan jurus-jurus itu. "Bagaimana kau mampu menciptakan ilmu itu? Dirimu benar-benar seorang calon maha guru" "cie Hiong, perlihatkan lagi Bit Ciat sin ci" kali ini Kim siauw suseng meminta.

Tio Cie Hiong mengangguki dan mulai mempertunjukkan ilmu"Jari sakti Pemusnah Kepandaian".

"Huaha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gelak ketika menyaksikan ilmu itu.

"Bukan main sungguh lihai dan hebat sekali"

"Pengemis bau" ujar Kim siauw suseng setelah menghela nafas.

"Bu Lim Ji Khie sudah tiada apa-apanya lagi." "sastrawan sialan" sahut sam Gan sin Kay mendadak. "Engkau mampu menangkis jurus-jurus itu?" "Bagaimana engkau?" Kim siauw suseng balik bertanya. "Yaah" sam Gan sin Kay menarik nafas panjang.

"Meskipun kita maju berdua, mungkin hanya mampu bertahan beberapa jurus saja" "Benar." Kim siauw suseng mengangguk.

"Hanya dia yang dapat menghadapi Bu Lim sam Mo"

sementara Tio Cie Hiong sudah kembali ke tempat duduknya, sementara Lim Ceng Im terus memandangnya dengan mata berbinar-binar.

"oh, ya" ujar Lim Peng Hang.

"cie Hiong, aku akan menyuruh salah seorang pengemis mengantarmu ke kamar"

"Terima kasihi Paman," ucap Tio Cie Hiong.

Tak lama muncul seorang pengemis, memberi hormat pada Bu Lim Ji Khie dan Lim Peng Hang.

"Antar Pek Ih sin Hiap ke kamar" perintah Lim Peng Hang pada pengemis itu.

"Ya, Pangcu" Pengemis itu segera mengantar Tio cie Hiong ke dalam.

Lim Ceng Im ingin ikut, namun Lim Peng Hang mencegahnya. Tentu saja hal itu membuat tercengang Lim Ceng Im.

"Ayah, kenapa aku tidak ikut ke dalam?"

"Bukan tidak boleh, ayah ingin bicara denganmu..." ujar Lim Peng Hang menatap putrinya.

"Ayah mau bicara apa?" tanya Lim Ceng Im tak mengerti.

Lim Peng Hang mengerutkan kening.

" Kenapa engkau begitu keterlaluan, ceng Im?"

"Apa? Aku..., aku keterlaluan? Maksud Ayah?" Lim Ceng Im tampak keheranan.

"Engkau telah mempermainkan cie Hiong, bukankah itu keterlaluan sekali?" Lim Peng Hang tampak tidak senang.

"Kapan aku mempermainkan Kakak Hiong?"

"Bukankah engkau telah menemuinya dengan dandanan seorang gadis? Kenapa engkau masih terus menyamar sebagai pemuda? sedangkan dia...," Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala.

Lim Ceng Im tersenyum.

"Ayah..., itu karena aku ingin tahu bagaimana isi hatinya."

"oh? Kini engkau sudah tahu isi hatinya?" tanya Lim Peng Hang.

"Ng" Lim Peng Hang mengangguk.

"Aku sudah tahu...,"

Cucuku yang brengsek" sela sam Gan sin Kay sambil tertawa. "Bagaimana isi hatinya?"

"Dia...," Wajah Lim Ceng Im kemerah-me-rahan.

"Dia sangat mencintaiku"

"Engkau membual" tukas sam Gan sin Kay tidak percaya. "Benar, Kakek. Dia..., sangat mencintaiku" kata Lim Ceng Im. "Aku sama sekali tidak membual"

"Yang dia cintai adalah Im Ceng, kakakmu itu Bukan dirimu lho," ujar sam Gan sin Kay sambil tertawa terbahak-bahak.

"Kakek" Lim Ceng Im cemberut.

"Im Ceng adalah aku, kakakku itujuga aku Kalau mencintai Im Ceng sama juga mencintaiku" "Huh" goda sam Gan sin Kay.

" Engkau pengemis dekil, lagi pula engkau seorang anak lelaki, jadi...."

Kakek jahat" rungut Lim Ceng Im sambil membanting-banting kaki. "Yang jahat kakek atau engkau?" sam Gan sin Kay melotot. "Engkau begitu tega..., kalau dia sakit rindu, baru tahu rasa"

Kakek" Lim Ceng Im tersenyum.

Kalau sudah waktunya, aku...,"

Lim Peng Hang menggeleng-gelengkan kepala.

"Ceng Im... bagaimanapun engkau harus menemuinya" ujarnya kepada gadis itu. Lim Ceng Im tertawa geli.

"Bukankah setiap saat aku bersama dia?"

"Eh? Maksud Ayah...," Lim Peng Hang juga tertawa.

"Baiki Ayah. Malam ini aku akan menemuinya di halaman belakang." ujar Lim Ceng Im.

"Nah, sekarang aku boleh ke dalam?"

"Ng" Lam Hai sin ceng mengangguki

Lim Ceng Im berjalan ke dalam. Lim Peng Hang menggeleng-geleng kepala, sedangkan Bu Lim Ji Khie tertawa gelak.

"Pengemis bau Nanti malam ada tontonan yang menarik," ujar Kim siauw suseng sambil tertawa.

"Benar, benar" sambut sam Gan sin Kay sambil manggut-manggut seperti anak kecil. "Mari kita mengintip mereka Peng Hang, engkau mau ikut mengintip?" "Ayah...," Lim Peng Hang cuma menggeleng-geleng kepala.

Bab 26 Timbul suatu urusan

Tio Cie Hiong berjalan mondar-mandir di halaman belakang. Hatinya berdebar-debar tebang menunggu kedatangan Im Ceng. Ternyata tadi sore Lim Ceng Im memberitahukan padanya, bahwa malam ini kakaknya akan menemui Tio Cie Hiong di halaman belakang, maka pemuda itu menunggu dengan wajah berseri, tapi hati berdebar-debar tidak karuan.

Beberapa saat kemudian, Tio Cie Hiong mendengar suara langkah ringan. segera ia menoleh ke arah suara itu, seketika bibirnya tersenyum merekah saat melihat Im Ceng yang cantik jelita sedang menghampirinya.

"Adik ceng..." panggil Tio cie Hiong.

"Kakak Hiong...," sambut Im Ceng dengan menundukkan kepala.

"Adik Ceng...," Tio Cie Hiong memandangnya dengan mata berbinar-binar.

"Kita... kita sudah bertemu"

Engkau... merasa gembira?" tanya Im Ceng lembut. "Ya, ya, gembira sekali" sahut Tio cie Hiong cepat. "Ayolah Mari kita duduk" ajak Im Ceng.

Tio Cie Hiong mengangguki Keduanya lalu duduk berdampingan. wajah Tio Cie Hiong tampak begitu ceria.

"Adikku bilang...," ujar Im Ceng dengan suara rendah.

"Engkau rindu sekali padaku, benarkah itu?" "Benar, benar" Tio cie Hiong terus mengangguk. "Bahkan wajahmu sering muncul di pe-lupuk mataku" "Yang benar?" Im Ceng tersenyum. "Benar." Tio Cie Hiong mengangguk lagi.

"Bukankah engkau bertemu Tayli Kongcu? Kata adikku Tayli Kongcu sangat cantik jelita, bahkan dia sering melirikmu. Tentunya dia tertarik padamu, bukankah itu kesempatanmu. "

"Adik Ceng, aku... aku tidak akan tertarik pada gadis yang mana pun, termasuk Tayli Kongcu" ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.

"Aku... aku hanya...,"

Tio Cie Hiong tidak melanjutkan, melainkan menundukkan wajahnya dalam-dalam.

"Lanjutkanlah" desak Im Ceng.

"Aku... aku hanya tertarik padamu" sambung Tio Cie Hiong dengan suara rendah.

"oh?" Im Ceng tersenyum.

"Adikku memberitahukan, bahwa di dalam hatimu cuma terdapat diriku. Apakah benar?" "Benar." Tio Cie Hiong mengangguk.

"Engkau... mencintaiku?" tanya Im Ceng mendadak.

"Ya" Tio cie Hiong mengangguk cepat.

"Aku... aku memang mencintaimu. Aku... aku tidak bohong, hanya dirimu yang kucintai" Im Ceng tertawa geli.

"Jangan-jangan ini hanya rayuan gombal?"

"Aku... aku tidak bisa merayu, aku berkata sesungguhnya." Tio Cie Hiong menatapnya dengan penuh cinta kasih.

"Adik Ceng, engkau... engkau juga mencintaiku?"

"Belum waktunya kuberitahukan," ujar Im Ceng.

"Aaaakh..." Tio Cie Hiong menghela nafas.

"Kakak Hiong, aku belum tahu bagaimana kesetiaanmu terhadapku, maka aku belum berani menjawab pertanyaanmu barusan. setelah kutahu kesetiaanmu, aku akan menjawabnya."

"Adik Ceng, aku pasti akan setia padamu," ujar Tio Cie Hiong berjanji.

"Adikmu akan menjadi saksimu." Im Ceng tersenyum lagi.

"Oh ya Adik Ceng, bolehkah aku meniup suling untukmu?" tanya Tio Cie Hiong menawarkan.

"Aku senang sekali, tapi... aku tidak bisa menari seperti Tayli Kongcu. Engkau pasti kecewa sekali," ujar Im Ceng.

"Aku lebih senang engkau duduk di sisiku sambil mendengar suara sulingku."

Tio cie Hiong mengeluarkan sulingnya, lalu mulai meniup dengan lembut. Maka terdengarlah suara suling yang sangat merdu. Tio Cie Hiong mencurahkan seluruh cinta kasihnya melalui suling kumala itu, sehingga alunan suara suling itu pun sangat menggetarkan kalbu Im Ceng. Tanpa sadar ia menaruh kepalanya di bahu Tio Cie Hiong.

Di saat bersamaan, berkelebat tiga sosok bayangan ke balik pohon. Ketiganya ternyata Bu Lim Ji Khie dan Lim Peng Hang. setelah berada di balik pohon, mereka bertiga pun mengintip seperti anak kecil.

Beberapa saat kemudian, barulah Tio Cie Hiong berhenti meniup sulingnya. Dia membelai rambut Im Ceng yang bersandar padanya.

"Eeeh?" Im Ceng tersentak.

"Maaf, maaf...," ucap Tio Cie Hiong.

"Aku..."

"Engkau sering membelai gadis lain, ya?" tanya Im Ceng mendadak.

"Tidak pernah," jawab Tio Cie Hiong.

Kalau tidak pernah, kenapa barusan engkau membelaiku?" tanya Im Ceng lagi sambil menatapnya. sesungguhnya ia bahagia sekali dalam hati karena Tio Cie Hiong membelainya.

"Aku... aku..." Tergagap Tio Cie Hiong.

"Aku membelaimu karena terdorong oleh rasa cinta kasih. Tapi aku tidak pernah membelai gadis lain, sumpah"

"Aku percaya." Im Ceng menggumam.

oh ya, sudah malam. Aku harus kembali ke kamar, tidak baik lama-lama di sini." "Adik Ceng, kapan kita akan bertemu lagi?"

"Kalau kita berjodoh, di ujung langit pun pasti bertemu"

"Adik Ceng...," Tio Cie Hiong ingin mengatakan sesuatu, namun dibatalkannya. "Kakak Hiong, sampai jumpa" ucap Im Ceng.

"sampai jumpa, Adik Ceng" sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum.

Im Ceng melangkah pergi. setelah gadis itu tldak kelihatan, Tio Cie Hiong berseru.

"Kakek Pengemis, Paman dan Paman sastrawan Jangan terus menerus bersembunyi di balik pohon, aku sudah tahu kehadiran kalian"

seketika Bu Lim Ji Khie dan Lim Peng Hang melesat keluar kehadapan Tio Cie Hiong. sam Gan sin Kay dan Lim Peng Hang tersenyum malu, sedangkan Kim siauw suseng menatapnya dengan mata terbelalak.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar