Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 16

Baca Cersil Mandarin Online: Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 16
Bagian 16

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguki

"Tapi... dia telah mati di tangan penjahat."

Engkau pun telah makan buah Kiu Yap Ling che?" tanya Kim siauw Suseng dengan mata terbelalak lebar.

"Ya."

"Pantas lweekangmu begitu tinggi" Kim siauw suseng manggut-manggut.

"ohya" Tio cie Hiong memberitahukan.

"Aku juga bertemu Thian Thay siansu, bahkan setengah tahun aku tinggal bersamanya." "Haaah? Apa" Mulut Bu Lim Ji Khie ternganga lebar.

"engkau tinggal bersama Thian Thay siansu yang dianggap Budha hidup itu?"

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguki

"sungguh beruntung engkau" sam Gan sin Kay menghela nafas.

"Puluhan tahun lampau, aku ingin bertemu siansu itu, namun aku tidak berjodoh maka tidak berhasil menemuinya."

"ohya" Mendadak Tio Cie Hiong mengeluarkan suling kumala dan diperlihatkan pada Kim siauw suseng.

"Paman sastrawan kenal suling kumala ini?"

"Haah?" Kim siauw suseng terperangah ketika melihat suling kumala tersebut.

"Itu... itu suling kumala pusaka, tidak mempan dibacok. sudah puluhan tahun aku mencari suling itu, tapi tidak berhasil menemukannya. sungguh tak disangka, kini malah berada di tanganmu. Engkau memperoleh suling kumala pusaka itu dari mana?"

"Hadiah dari TOk Pie sin wan." Tio Cie Hiong memberitahukan.

"Aku berhasil mengobati penyakit anehnya, maka dia menghadiahkan suling kumala ini kepadaku,"

"ooh" Kim siauw suseng manggut-manggut.

"Dan mana dia memperoleh suling kumala itu?"

"Belasan tahun lalu, dia menemukan suling kumala ini di dalam Goa Angin puyuh, kemudian dia tinggal di Goa itu."

Engkau memang berjodoh dengan suling kumala itu." "Paman sastrawan" Tio Cie Hiong tersenyum.

"Kalau Paman sastrawan menyukai suling kumala ini, akan kuhadiahkan kepada Paman sastrawan saja."

"Terima kasih" ucap Kim siauw suseng, lalu menggelengkan kepala.

"Nak, aku tidak berjodoh dengan suling kumala itu Lagi pula aku sudah memiliki suling emas, jadi tidak membutuhkan suling kumala itu. simpanlah baik-baik suling kumala itu, jangan sampai hilang"

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguki

"ohya" sam Gan sin Kay teringat sesuatu.

"Cie Hiong, engkau harus segera ke siauw Lim dan Butong untuk menolong Hui Khong Taysu dan it Hian Tejin, sebab ketua itu menderita luka parah."

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk dan bertanya.

"Kakek pengemis, bagaimana dengan partai lain?"

"Hm" dengus sam Gan sin Kay dingin.

"Partai-partai lain langsung menyerah tanpa mengadakan perlawanan. "

"Kakek" ujar Lim Ceng Im memberitahukan.

"Aku ikut Kakak Hiong."

" Tapi.... "sam Gan sin Kay mengerutkan kening.

"Ayahku telah memperbolehkan aku berkelana." Lim Ceng im tersenyum.

"Kakek tidak perlu khawatir"

"Kalau begitu, kami berdua akan ke markas pusat saja." sam Gan sin Kay memberitahukan.

Kakek pengemis Kalau tidak salahi Im Ceng telah ke markas pusat Kay Pang. Kalau Kakek pengemis bertemu dia, tolong sampaikan salamku padanya" pesan Tio Cie Hiong dengan wajah agak kemerah-merahan.

"oh?" sepasang bola mata sam Gan sin Kay berputar-putar, kemudian bertanya sambit tersenyum.

"Bukankah engkau boleh titip langsung salammu pada Ceng im?"

"Ceng im tidak kembali ke markas pusat Kay Pang...."

"sama saja," sahut sam Gan sin Kay sambil tertawa.

"Kakek pengemis tidak sudi menyampaikan salamku kepada Im Ceng?" Tio Cie Hiong tampak kecewa.

"Baik Baik" sam Gan sin Kay manggut-manggut.

" Aku pasti menyampaikan salammu kepadanya."

"Terimakasih, Kakek pengemis" ucap Tio cie Hiong dengan wajah berseri.

"Ceng Im" sam Gan sin Kay melototinya.

" Engkau sungguh keterlaluan"

"Pengemis bau" Kim siauw suseng tersenyum.

"Itu pasti ada sebabnya."

"Benar." sam Gan Sin Kay manggut-manggut.

"Pasti ada sebabnya, namun tetap keterlaluan."

Tio Cie Hiong terbengong- bengong, sama sekali tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Ketika itu ia mendadak teringat sesuatu.

"Kakek pengemis" tanyanya.

"Tahukan Kakek pengemis siapa yang mengubur kedua orang tuaku di Pek In Tia?"

"Mereka adalah Hui Khong Taysu, It Hian TOjin dan Tai Hun Lojin." sam Gan sin Kay memberitahukan.

"oooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut.

"Baiklahi" ujar sam Gan sin Kay.

"Aku dan sastrawan sialan harus segera ke markas pusat Kay Pang."

"Kakek pengemis, jangan lupa sampaikan salamku kepada Im Ceng" pesan Tio Cie Hiong.

"Pasti kusampaikan," sahut sam Gan sin Kay sambil tertawa g elaki lalu bersama Kim siauw suseng melesat pergi. sayup,sayup masih terdengar suara seruannya.

"Ceng Im... Im Ceng...."

seruan itu seakan menyadarkan Tio Cie Hiong, bahwa Ceng Im adalah Im Ceng, tapi Tio cie Hiong tidak berpikir ke situ.

"Herah" gumam Tio Cie Hiong.

"Kakekmu kelihatannya tidak bisa membedakan kalian kakak beradik,"

"Kakek sudah pikun," sahut Lim Ceng im sambil tersenyum.

"Pikun?" Tio Cie Hiong menggeleng- gelengkan kemala dan menambahkan, "Mudah-mudahan kakekmu tidak akan lupa menyampaikan salamku pada Im Ceng"

Kalau dia lupa, aku pasti menyampaikan kepadanya." Lim ceng Im tersenyum lagi. "ohya, Kakak Hiong Kita ke mana dulu? Ke siauw Lim atau Bu Tong?"

"siauw Lim"

Kalau begitu mari kita berangkat"

-ooo00000ooo-

Keempat Dhalai Lhama pulang ke istana Thian Mo dengan menderita luka parahi mereka berempat duduk dengan wajah meringis-ringis. Tak lama muncullah Bu Lim sam Mo, mereka bertiga menatap Empat Dhalai Lhama itu dengan kening berkerut-kerut.

"Bu Lim Ji Khie berhasil melukai kalian?" tanya Tang Hai Lo Mo. "Bukan Bu Lim Ji Khie." Dhalai Lhama jubah merah memberitahukan. "Padahal Bu Lim Ji Khie telah terluka, tapi...." "Kenapa?" tanya Thian Mo.

"Mendadak muncul Pek Ih Sin Hiap" sahut Dhalai Lhama jubah kuning.

"Kepandaiannya sungguh tinggi...."

"Dia berhasil melukai kalian berempat?" tanya Tang Hai Lo Mo seakan tidak percaya.

"Ya." Dhalai Lhama jubah hijau mengangguk.

"Dia berhasil melukai kami."

"oh?" Tang Hai Lo Mo mengerutkan kening.

"Benarkah kepandaiannya begitu tinggi?"

"Benar." Dhalai Lhama jubah merah memberitahukan.

"Dia hanya mengibaskan lengan bajunya...."

"oh?" Thian Mo tampak terkejut.

"Hanya dengan kibasan lengan baju sudah melukai kalian berempat hingga sedemikian parah?" "Ya."Dhalai Lhama jubah merah mengangguk dan memberitahukan. "Lweekangnya sangat tinggi, begitu pula ginkangnya."

"Heran" gumam Tang Hai Lo Mo.

"Dia sebetulnya murid siapa? Tidak mungkin murid Lam Hai Sin ceng."

"Itu memang tidak mungkin." ujar Te Mo.

"Sebab kepandaiannya masih di atas Bu Lim Ji Khie, lagipula sudah sekian lama Lam Hai sin Ceng tiada kabar beritanya."

"Lam Hai sin Ceng pun tidak akan menerima murid," sela Thian Mo.

"Kini muncul Pek ih sin Hiap yang berkepandaian begitu tinggi, sudah barang tentu merupakan rintangan kita."

"Benar." Tang Hai Lo Mo manggut-manggut.

"Maka dia harus segera dilenyapkan."

"Perlukah kita bertiga turun tangan?" tanya Thian Mo.

"Belum waktunya untuk kita bertiga turun tangan," sahut Tang Hai Lo Mo, kemudian memandang Ku Tek cun yang duduk diam dari tadi.

Engkau sudah berhasil mempelajari ilmu hitam itu?" "sudan, guru," sahut Ku Tek Cun.

"Kalau begitu, sudah waktunya pula engkau pergi melenyapkan Pek Ih Sin Hiap itu," ujar Tang Hai Lo Mo.

"Ya, guru." Ku Tek Cun mengangguk.

"ingat" pesan Thian Mo.

"Kali ini engkau tidak boleh gagal lagi, jangan mempermalukan kami bertiga"

"Ya, guru." Ku Tek cun mengangguk lagi.

"Tek cun" Tang Hai Lo Mo menatapnya tajam.

"Engkau boleh melenyapkannya dengan akal busuk apa pun."

"Ya, guru." Ku Tek Cun tersenyum.

"Murid pasti membunuhnya."

"Kalian berempat...," ujar Tang Hai LoMopada keempat Dhalai Lhama.

"Harus membutuhkan waktu berapa lama menyembuhkan luka dalam kalian itu?"

"Kira-kira dua tiga bulan," sahut Dhalai Lhama jubah merah.

"Kalau begitu, mulai sekarang kalian berempat boleh beristirahat untuk mengobati luka kalian itu," ujar Tang Hai Lo Mo.

"Terima kasih, Kauwcu" ucap keempat Dhalai Lhama dan mengundurkan diri dari situ.

"Tek Cun" panggil Tang Hai Lo Mo.

"Ya, Guru," sahut Ku Tek Cun cepat.

Engkau harus ingat, biar bagaimana pun engkau harus dapat melenyapkan Pek Ih sin Hiap itu" pesan Tang Hai Lo Mo.

"Ya, Guru." Ku Tek Cun mengangguk.

"Nah Engkau boleh pergi melaksanakan tugasmu itu," ujar Tang Hai Lo Mo.

"Ya, guru." Ku Tek Cun memberHormat, lalu melangkah pergi meninggalkan istana Thian yang kini merupakan markas sam Mo Kauw.

Tio cie Hiong dan Lim Ceng im telah tiba di Biara siauw Lim. Beberapa hweeshio menyambut kedatangan mereka dengan sikap was-was.

"Maaf" ucap Tio Cie Hiong sambil menjura.

" Kedatangan kami telah mengganggu kalian"

"omitohud" salah seorang hweeshio berusia hampir setengah abad mendekati Tio Cie Hiong. "Kalian datang mau menemui siapa?"

"Kami ingin bertemu Hui Khong Taysu," jawab Tio Cie Hiong.

"Maaf Ketua kami sedang beristirahat." Hweeshio itu memberitahukan.

"Jadi tidak bisa menemui siapa pun."

"Hweeshio tua" Lim Ceng im tidak sabaran, kemudian memperkenalkan diri "Ayahku adalah Lim Peng Hang ketua Kay Pang, sam Gan sin Kay adalah kakekku." "omitohud" Hweeshio itu terkejut.

"Pemuda ini...?"

"Namaku Tio Cie Hiong...."

"Dia adalah Pek Ih sin Hiap." Lim Ceng Im memberitahukan.

omitohud" Hweeshio itu terbelalak.

Hweeshio tua, kakekku yang menyuruh kami ke mari untuk mengobati Hui Khong Taysu." ujar Lim Ceng Im.

Cepatlah antar kami menemui beliau"

omitohud Harap kalian berdua tunggu sebentar, aku harus melapor dulu."

Hweeshio itu memberitahukan lalu segera ke dalam, sedangkan beberapa hweeshio lain masih berdiri menghadang ke depan.

"Huh" dengus Lim Ceng Im.

"Bertingkah amat para hweeshio di sini, kalau tidak ingat kakek yang menyuruh ke mari, aku pasti mengajakmu pergi saja."

"Adik Im" Tio Cie Hiong tersenyum.

"Menghadapi segala apa pun, haruslah bersabar. Lagi pula kita pun harus mentaati peraturan di sini."

"Kakak Hiong, aku... aku menurut." Lim Ceng im tersenyum.

"Nah, barulah adikku yang baik," Tio Cie Hiong tertawa kecil.

Berselang beberapa saat, hweeshio itu sudah keluar dengan wajah berseri dan berkata. " omitohud Mari ikut aku ke dalam"

"terima kasih" ucap Tio cie Hiong. Mereka berdua lalu mengikutHweeshio itu ke dalam. sungguh luas biara siauw Lim itu, entah berapa kali menikung dan membelok, barulah sampai di ruang semadi.

Lapor pada ketua" ujar hweeshio itu di pintu ruangan. "Mereka sudah datang."

"Silakan masuk" Terdengar suara sahutan dari dalam ruangan itu, namun suara itu terdengar lemah sekali.

"Masuklah" ujar hweeshio itu

"Terima kasih" ucap Tio Cie Hiong lalu berjalan ke dalam. Lim Ceng im mengikutinya dari belakang. seorang hweeshio tua duduk bersila di dalam ruangan. wajahnya tampak pucat pias, dan sekali-sekali meringis pula.

"Taysu..." panggil Tio Cie Hiong.

"Kalian duduklah" ujar Hui Khong Taysu dengan suara lemah.

Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im duduk dHadapan ketua siauw Lim itu. Tio Cie Hiong terus memandangnya dengan penuh perhatian.

"sam Gan Sin Kay menyuruh kalian ke mari untuk mengobatiku?" tanya Hui Khong Taysu sambil memandang mereka.

"Ya." sahut Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im serentak. kemudian Lim Ceng Im menunjuk Tio Cie Hiong dan menambahkan.

"Dia yang akan mengobati Taysu."

"oh?" Hui Khong Taysu menatap Tio Cie Hiong ragu.

"Taysu" Lim Ceng im tersenyum.

"Dia Tio Cie Hiong...."

"ooh" Hui Khong Taysu manggut-manggut.

"Julukannya Pek Ih sin Hiap kan?"

"Benar." Tio Cie Hiong mengangguk.

"Itu hanya julukan kosong."

"omitohud" Hui Khong Taysu tersenyum.

"Mau merendah berarti berisi, berisi memang harus merendah."

"Terima kasih atas nasehat Taysu" ucap Tio Cie Hiong.

"Taysu, bolehkah aku memeriksa Taysu?"

"omitohud silakan" Hui Khong Taysu mengangguk.

Tio Cie Hiong mulai memeriksa ketua siauw Lim. setelah beberapa saat kemudian barulah ia membuka mulut.

"Tidak apa-apa." Tio Cie Hiong tersenyum dan sekaligus mengambil dua butir obat, lalu diberikan kepada Hui Khong Taysu.

"Makanlah obat ini, dalam waktu tiga hari Taysu pasti sembuh"

"oh?" Hui Khong Taysu masih tampak ragu.

"Taysu jangan ragu" Lim Ceng Im memberitahukan. "Dia belajar ilmu pengobatan pada sok Beng Yok ong."

"omitohud" Hui Khong Taysu segera memasukkan kedua butir obat itu ke dalam mulutnya, dan tanpa dengan air ditelannya kedua butir obat tersebut.

"Taysu harus menghimpun lweekang," ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan.

"Aku akan membantu Taysu dengan lweekang ku."

"omitohud" Hui Khong Taysu mulai menghimpun lweekangnya untuk mengobati luka dalamnya. Tio Cie Hiong menggeserkan, badannya ke belakang Hui Khong Taysu, lalu sepasang telapak tangannya ditempelkan pada punggung hweeshio tua itu, sekaligus mengerahkan Pan Yok Hian Thian sin Kang.

Hui Khong Taysu terkejut, karena merasakan adanya hawa hangat mengalir ke dalam tubuhnya. Namun ia pun bergirang dalam hati, sebab hawa hangat itu justru akan membantunya menyembuhkan luka dalamnya.

Berselang beberapa saat kemudian, Tio Cie Hiong melepaskan tangannya. Hui Khong Taysu pun berhenti menghimpun lweekangnya sambil membuka matanya.

"omitohud" Wajah Hui Khong Taysu sudah tidak begitu pucat lagi.

"Terima kasih Lweekang- mu sungguh tinggi sekali"

"Seharusnya aku yang berterima kasih kepada Taysu," ujar Tio Cie Hiong.

"Kenapa?" Hui Khong Taysu tercengang.

"Karena Taysu yang mengubur kedua orang tuaku di Pek In Tia." Tio cie Hiong memberitahukan.

"omitohud" Hui Khong Taysu memandangnya lembut.

"Ternyata engkau putra almarhum Hui Kiam Bu Tek dan almarhumah sin Pian Bi jin" "Betul, Taysu." Tio Cie Hiong mengangguk. "Tapi kakakku pun telah mati."

"siapa kakakmu?" tanya Hui Khong Taysu.

"Pek Ih Mo Li." Tio cie Hiong memberitahukan.

"Kakakku pun mati di tangan Empat Dhalai Lhama Tibet."

"omitohud Dhalai Lhama jubah kuning yang melukaiku. Kalau ketiga paman guruku tidak muncul, mungkin aku telah mati. oh y a...."

Hui Khong Taysu ingin minta tolong kepada Tio Cie Hiong untuk mengobati ketiga paman gurunya, tapi merasa tidak enak membuka mulut.

"Taysu" Tio Cie Hiong tersenyum.

"Bukankah siauw Lim sam Tianglo juga terluka?"

"Ya." Hui Khong Taysu mengangguk.

"Maukah Taysu mengantar kami menemui sam Tiang lo?" tanya Tio Cie Hiong dengan maksud mengobati ketiga Tetua siauw Lim.

omitohud Baiklah" Hui Khong Taysu bergirang dalam hati, lalu mengajak Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im ke ruang dalam. sesampainya di pintu ruang dalam, Hui Khong Taysu tidak langsung masuk. melainkan melongok ke dalam. Begitu pula Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im.

Mereka melihat tiga hweeshio berusia lanjut sedang duduk bersila, tangan saling menempel, ternyata ketiga Hweeshio berusia lanjut itu saling membantu mengobati luka dalam masing-masing dengan lweekang.

"Taysu" ujar Tio Cie Hiong.

"Aku akan membantu ketiga tetua itu."

" omitohud" Hui Khong Taysu manggut-manggut.

Tio Cie Hiong berjalan masuk. lalu duduk di belakang salah seorang tetua, dan menempelkan sepasang telapak tangannya pada punggung tetua itu.

Berselang beberapa saat kemudian, barulah ia melepaskan tangannya. Begitu pula ketiga tetua itu, bahkan mereka lalu membuka matanya.

omitohud" siauw Lim sam Tiang lo tampak terkejut ketika melihat Tio Cie Hiong duduk di situ. "Engkau yang membantu kami tadi?"

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.

omitohud" siauw Lim sam Tiang lo memandangnya kagum.

Lweekang apa yang kau pergunakan tadi?"

"Pan Yok Hian Thian sin Kang." Tio Cie Hiong memberitahukan.

omitohud" siauw Lim sam Tiang lo manggut-manggut.

Hanya engkau yang mampu menghadapi Bu Lim sam Mo." "Paman guru" Hui Khong berjalan masuk dengan wajah berseri. "Dia adalah Pek Ih sin Hiap, namanya Tio Cie Hiong."

omitohud Hui Khong, engkau juga sudah sembuh?"

"Ya, Paman guru."

"omitohud Dengan munculnya Pek Ih sin Hiap, maka rimba persilatan pun akan selamat."

"Maaf, Tetua Aku mau mohon diri" ucap Tio Cie Hiong karena tidak mau mengganggu ketenangan ketiga tetua itu.

"Engkau memiliki ilmu Penakluk iblis, siapa yang mengajarmu?" tanya siauw Lim sam Tiang lo mendadak.

"Thian Thay siansu," jawab Tio Cie Hiong jujur.

" omitohud omitohud...."

"Maaf, Tetua Aku mohon diri" ucap Tio cie Hiong.

" omitohud" siauw Lim Tiang lo manggut-manggut.

Hui Khong Taysu, Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im meninggalkan ruang dalam itu, kemudian Tio Cie Hiong berpamit.

"Maaf, Taysu Kami mau mohon diri karena masih harus ke Gunung Butong."

" omitohud" Hui Khong Taysu manggut-manggut.

Tio cie Hiong dan Lim Ceng im segera berangkat ke Gunung Butong. Bebetapa hari kemudian mereka sudah tiba di gunung itu Bisa begitu cepat tiba karena mereka menggunakan ginkang.

Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im berdiri di depan sam Cing Koan. Tak berapa lama kemudian, beberapa tosu dengan pedang di tangan menghampiri mereka.

"Maaf" ucap salah seorang dari mereka.

"Ada urusan apa kalian berdua datang ke mari?"

"Namaku Lim Ceng Im, ayahku adalah ketua Kay Pang, kakekku adalah sam Gan Sin Kay." Lim Ceng Im memperkenalkan diri

"Kakek yang menyuruh kami datang ke mari untuk mengobati It Hian Tojin." "oooh" Tosu itu manggut-manggut, kemudian memandang Tio Cie Hiong. "Pemuda ini...."

"Dia Pek Ih sin Hiap," sahut Lim Ceng Im.

"oh?" Tosu itu tampak terkejut.

"Maaf, maaf Mari ikut aku ke dalam"

Tosu itu berjalan ke dalam. Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im mengikutinya dari belakang. Tak lama mereka sudah sampai di sebuah ruangan, yang di situ tampak seorang Tosu tua duduk dengan wajah pucat pias.

"Lapor pada Ketua" Tosu itu memberitahukan.

"Cucu sam Gan Sin Kay dan Pek Ih sin Hiap berkunjung." "oh?" It Hian Tojin memandang mereka berdua. "Silakan duduk"

Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im duduk dHadapan it Hian Tojin. setelah mereka duduk, It Hian Tojin menghela nafas panjang.

"Kalau sam Gan Sin Kay dan Kim siauw suseng terlambat datang, mungkin Partai Butong telah musnah."

"Kakekku dan kakek sastrawan bertempur dengan Empat Dhalai Lhama, mereka berdua terluka...."Lim Ceng Im memberitahukan.

"oh?" It Hian Tojin terkejut bukan main.

"Bagaimana keadaanBu Lim Ji Khie?"

"Tidak apa-apa," sahut Lim Ceng Im sambil melirik Tio Cie Hiong.

"Dia yang menolong kakekku dan kakek sastrawan."

"oh?" It Hian Tojin.

"siapa pendekar muda ini?"

"Dia Pek Ih sin Hiap, namanya Tio Cie Hiong." Lim Ceng Im memperkenalkan.

"ooooh" It Hian Tojin manggut-manggut, kemudian menghela nafas.

" Aku telah terluka dalam...."

Kakek menyuruh kami ke mari untuk mengobati Tojin" Lim Ceng Im memberitahukan.

Engkau mahir ilmu pengobatan?" tanya It Hian Tojin kurang percaya.

"Dia." Lim Ceng Im menunjuk Tio Cie Hiong.

"Pek Ih sin Hiap" It Hian Tojin menatapnya seraya bertanya.

"Engkau mahir ilmu pengobatan?"

Hanya mahir sedikit." Tio Cie Hiong tersenyum, lalu memeriksa It Hian Tojin dan kemudian manggut-manggut.

"Tidak apa-apa."

It Hian Tojin diam. Kelihatannya dia masih ragu akan ilmu pengobatan Tio Cie Hiong. oleh karena itu Ceng Im sebera memberitahukan.

"Dua tahun lebih dia belajar ilmu pengobatan kepada sokBeng Yok ong."

"oh?" It Hian Tojin terkejut.

"Memang benar." Tio Cie Hiong mengangguk dan kemudian memberikannya sebutir obat.

"Luka dalam Tojin tidak begitu parah, makanlah obat ini, dalam waktu beberapa hari Tojin pasti sembuh."

"terima kasih" ucap It Hian Tojin dan langsung makan obat tersebut.

"Tojin tidak usah berterima kasih padaku, sebaliknya aku malah harus berterima kasih kepada Tojin," ujar Tio cie Hiong.

"Lho?" It Hian Tojin tercengang.

" Kenapa?"

"Bukankah Tojin telah mengubur kedua orang tuaku di Pek In Tia?" Tio Cie Hiong memberitahukan.

"Jadi engkau putra almarhum Hui Kiam Bu Tek dan almarhumah sin Pian Bijin?" It Hian Tojin terbelalak.

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk dan menambahkan.

"Pek Ih Mo Li adalah kakakku, tapi... dia telah mati di tangan Empat Dhalai Lhama." "Aaakh" It Hian Tojin menghela nafas.

"Kini rimba persilatan sudah mulai kacau, sebab muncul sam Mo Kauw."

"Kauwcunya adalah Bu Lim sam Mo." ujar Lim Ceng Im.

"Ya." It Hian Tojin manggut-manggut.

Ke-lihatannya Bu Lim sam Mo ingin menguasai rimba persilatan." "Jangan khawatir, Tojin" Lim Ceng Im tersenyum.

"Kakak Hiong dapat menghadapi Bu Lim sam Mo." "oh?" It Hian Tojin menatap Tio Cie Hiong dalam-dalam. "Benarkah itu?"

"Mudah-mudahan" jawab Tio Cie Hiong. "Syukurlah" ucap It Hian Tojin.

"Maaf" ucap Tio Cie Hiong sambil bangkit berdiri

"Kami mau mohon diri"

It Hian Tojin manggut-manggut lalu mengantar Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im sampai di depan sam Cing Koan.

Bab 25 Tayli Kongcu (Puteri Tayli)

Kini Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im mulai melakukan perjalanan kembali ke markas pusat Kay Pang. Dalam perjalanan ini, Tio Cie Hiong sering melamun.

"Kakak Hiong...." Lim Ceng Im tersenyum.

"Kenapa engkau sering melamun?"

"Aku... aku...." Tio Cie Hiong menghela nafas.

"Kakak Hiong, mari kita duduk beristirahat sejenak di bawah pohon" ajak Lim Ceng Im.

Tio cie Hiong mengangguk. Mereka berdua lalu duduk beristirahat di bawah sebuah pohon rindang. setelah duduk- Tio Cie Hiong terus memandang lurus ke depan.

"Kakak Hiong" Lim Ceng Im tersenyum geli.

"Engkau sedang merindukan kakakku ya?"

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.

"Kenapa engkau begitu merindukannya?" tanya Lim Ceng Im sambil memandangnya dengan mata berbinar-binar.

"Aku... aku...." Tio Cie Hiong menundukkan kepala.

"Jangan begitu, Kakak Hiong" Lim Ceng Im tersenyum. "Aku khawatir engkau akan menderita sakit rindu." "Adik Im" Tio Cie Hiong mengerutkan kening. "Bagaimana menurut pendapatmu?"

"Maksudmu mengenai apa?" Lim Ceng Im terheran- heran karena pertanyaan Tio Cie Hiong tiada ujung pangkalnya.

"Apakah...." Wajah Tio Cie Hiong tampak kemerah-merahan.

"Dia telah menerima salamku?"

" Kakak ku pasti sudah menerima salam mu."

"Adik Im, apakah... dia juga sedang merindukanku?" "Percayalah" sahut Lim Ceng Im sambil tersenyum. "Dia pasti rindu pada mu juga."

"Kok engkau begitu yakin?" Tio cie Hiong menatapnya.

"Aku adiknya, tentu tahu bagaimana sifatnya." Lim Ceng Im tersenyum lagi dan menambahkan.

Kalau tidak menyukaimu, tidak mungkin dia mau bercakap-cakap denganmu, kan?" "Ng" Tio Cie Hiong manggut-manggut.

"Tapi... kenapa dia tidak berpamit kepadaku ketika mau pergi?"

"Mungkin... dia merasa malu," sahut Lim Ceng Im dengan hati berbunga-bunga karena Tio Cie Hiong begitu merindukan Im Ceng dirinya juga.

Ketika mau pergi, dia menitip salam kepadaku untukmu." "oh?" Wajah Tio Cie Hiong berseri.

" Kalau begitu... dia pasti juga jatuh hati padaku."

"Benar." Lim Ceng Im mengangguk, namun mendadak ia mengerutkan kening sambil memandang ke depan. Ternyata ia melihat seorang pemuda tampan menghampiri mereka. siapa pemuda tampan itu? Tidak lain Ku Tek Cun.

la mendekati Tio Cie Hiong sambil tersenyum-senyum, sedangkan Lim Ceng Im terus menatapnya.

"saudara Tio" panggilnya.

"oh, saudara Ku" Tio Cie Hiong sebera bangkit berdiri "Apa kabar?"

"Baik,baik saja," sahut Ku Tek Cun sambil tertawa gembira. "Tidak disangka kita akan bertemu di sini ohya, siapa saudara ini?"

"Dia Ceng Im, putera Lim Peng Hang, ketua Kay Pang." Tio Cie Hiong memperkenalkan.

"ooohl" Ku Tek Cun segera menjura.

"selamat bertemu, saudara Lim"

Lim Ceng Im balas menjura, namun tidak mengucapkan sepatah kata pun, melainkan terus menatapnya dengan kening berkerut.

sebetulnya Ku Tek Cun ingin mengerahkan ilmu hitamnya terhadap Tio Cie Hiong, namun ia tahu Lim Ceng Im terus-menerus mengawasinya, maka ia tidak berani melaksanakan niatnya. la pun ingin melancarkan serangan mendadak terhadap Tio Cie Hiong, namun khawatir Lim Ceng Im akan menyerangnya pula. Karena itu, ia terpaksa menunggu kesempatan lain.

"Maaf, saudara Tio Aku harus pamit" ucapnya sambil tersenyum.

"Kok cepat? Kita masih belum mengobrol," sahut Tio Cie Hiong heran.

"Aku masih ada urusan lain, sampai jumpa" Ku Tek Cun segera meninggalkan mereka.

Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im duduk kembali, namun kening Lim Ceng Im terus berkerut.

Eh?" Tio Cie Hiong heran.

Kenapa engkau?"

"Kakak Hiong Engkau punya suatu dendam dengan orang itu?" Lim Ceng Im balik bertanya.

"Tidak." Tio cie Hiong menggelengkan kepala.

Kakak Hiong" Lim Ceng Im menatapnya.

Engkau kenal dia di mana?"

"Dia putra almarhum Hong Lui Kiam Khek...." Tio Cie Hiong memberitahukan, sekaligus menutur

tentang dirinya pernah bekerja di Puri Angin Halilintar.

"Pada waktu itu engkau masih kecil." ujar Lim Ceng Im seusai mendengar penuturan itu.

"Phang Ling Hang menganggapmu sebagai adik, lagi pula dia telah mencintai Ku Tek Cun dan kini Phang Ling Hang sudah tiada. Tapi kenapa dia...."

"Memangnya ada apa?" tanya Tio Cie Hiong heran.

Kakak Hiong, engkau tidak memperhatikan sorot mata dan gerak-geriknya?" tanya Lim Ceng

Im.

"Tidak."

"sorot matanya penuh hawa membunuh, sedangkan gerak-geriknya seakan ingin menyerangmu secara mendadak." Lim Ceng Im memberitahukan

"Maka aku terus-menerus meng awasinya . "

"Ha ha ha" Tio Cie Hiong tertawa.

"Kakak Hiong" Lim Ceng Im mengerutkan kening.

"Aku serius nih Jangan tertawa"

"Adik Im, tidak baik terlampau banyak curiga," ujar Tio Cie Hiong sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Kakak Hiong" Lim Ceng Im menghela nafas.

Engkau sangat jujur dan hatimu polos, maka tidak tahu akan kelicikan orang." "Adik Im" Tio Cie Hiong memandangnya.

"Aku tidak punya dendam apa pun dengan dia, kenapa dia ingin membunuhku?"

"sorot mata dan gerak-geriknya memang begitu, apa sebabnya dia ingin membunuhmu, aku pun tidak habis pikir," sahut Lim Ceng Im menambahkan.

Kakak Hiong, apabila engkau bertemu dia lagi, haruslah hati-hati" "Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.

Kakak Hiong" Lim Ceng Im mengalihkan pembicaraan.

Ketika engkau bertempur dengan para anggota sam Mo Kauw dan Empat Dhalai Lhama, engkau bergerak begitu cepat. sebetulnya gerakan apa itu?"

"itu adalah Kiu Kiong san Tian Pou (Ilmu Langkah Kilat)," sahut Tio Cie Hiong lalu berpikir sejenak.

"Adik Im...."

"Ya."

"Kepandaianmu masih belum begitu tinggi. Ketika melawan para anggota sam Mo Kauw, engkau kewalahan. oleh karena itu, aku ingin mengajarmu Kiu Kiong san Tian Pou."

"Terima kasih, Kakak Hiong"

"Setelah engkau menguasai Ilmu Langkah Kilat, engkau pasti bisa meloloskan diri kalau bertemu lawan berkepandaian tinggi. Tapi engkau harus ingat satu hal."

"Hal apa?"

"Aku ingin mengajarmu Ilmu Langkah Kilat, bukan karena engkau adik Im Ceng," ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh.

"Kalaupun engkau bukan adiknya, aku tetap mengajarmu."

"Kenapa?"

"Karena sejak pertama kali kita bertemu, aku sudah menyayangimu seperti adik sendiri Jadi engkau jangan salah paham, aku mau mengajarmu Ilmu Langkah Kilat itu bukan lantaran engkau adalah adik Im Ceng" Tio Cie Hiong menjelaskan.

"Terima kasih, Kakak Hiong" Lim Ceng Im tersenyum.

"Nan, perhatikan baik-baik gerakanku" Tio Cie Hiong bangkit berdiri dan berjalan ke depan beberapa depa, kemudian badannya mulai bergerak.

Lim Ceng Im pusing menyaksikannya, maka bagaimana mungkin ia dapat mengikuti gerakan-gerakan itu?

Kakak Hiong Aku tidak bisa melihat jelas gerakan-gerakanmu" serunya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

Tio Cie Hiong tidak menyahut, bahkan masih terus bergerak. Berselang sesaat barulah ia berhenti, lalu mendekati Lim Ceng Im. "Engkau sudah menyaksikan gerakan-ge-rakanku bukan?"

"Ya. Tapi... aku tidak bisa melihat secara jelas."

"Aku tahu itu." Tio Cie Hiong tersenyum.

Lihatlah permukaan tanah itu, aku telah meninggalkan bekas kakiku di situ." Lim Ceng Im memandang ke permukaan tanah itu. Dilihatnya ratusan jejak kaki.

ikuti jejak kakiku itu" ujar Tio Cie Hiong.

"Aku akan memberi petunjuk kepadamu."

"Ya." Lim Ceng Im berjalan ke sana, kemudian bergerak mengikuti jejak-jejak kaki tersebut.

Kalau Lim Ceng Im melakukan kekeliruan, Tio Cie Hiong langsung memberi petunjuk.

"Adik Im Kau mundur dulu, baru maju."

Lim Ceng Im menurut. Kemudian Tio Cie Hiong manggut-manggut.

"sekarang engkau harus ke kiri, baru ke depan dan harus mundur." Tio Cie Hiong memberi petunjuk lagi.

Berselang beberapa saat kemudian, barulah Lim Ceng Im dapat bergerak tanpa melakukan kekeliruan lagi.

"Bagus" seru Tio cie Hiong sambil tersenyum.

"Apakah engkau sudah hafal gerakan-gerakan itu?"

"Ya." Lim Ceng Im mengangguk, lalu mendekati Tio Cie Hiong.

"Bagaimana? Apakah sudah lumayan?"

"Memang sudah lumayan." Tio Cie Hiong manggut-manggut, kemudian menghapus jejak-jejak kakinya itu, dan setelah itu mendadak bergerak lagi.

Kakak Hiong" Lim Ceng Im terbelalak.

Gerakan- gerakan itu masih ada kelanjutannya?"

"Ya." sahut Tio Cie Hiong, lalu menghentikan gerakannya.

"Adik Im, ikutilah lagi jejak-jejak kakiku"

"Ya." Lim Ceng Im mulai bergerak lagi mengikuti jejak-jejak kaki Tio cie Hiong.

Apabila Lim Ceng Im melakukan gerakan yang salah, Tio Cie Hiong segera memberi petunjuk. Berselang beberapa saat kemudian, Lim Ceng Im sudah mengusai semua gerakan itu walau masih agak lamban.

"terima kasih, Kakak Hiong" ucap Lim Ceng Im sambil duduk beristirahat di bawah pohon. Tio Cie Hiong hanya tersenyum. Mendadak Lim Ceng Im memandangnya seraya berkata.

Ketika bertempur dengan mereka, engkau hanya mengibaskan lengan baju. Apakah tidak ada jurus-gurus lain?"

"Tidak ada." Tio cie Hiong menggeleng-ge-lengkan kepala.

"Jadi engkau hanya bisa mengibaskan lengan baju?" Lim Ceng Im terbelalak. Kelihatan ia masih kurang percaya.

"Ya." Tio Cie Hiong mengangguk.

Kalau begitu...." Wajah Lim Ceng Im berseri.

Engkau harus menciptakan semacam ilmu." "oh?" Tio Cie Hiong tampak tertarik.

"Kalau tidak. bagaimana engkau menghadapi Bu Lim sam Mo kelak?" Lim Ceng Im memandangnya .

"Benar juga." Tio Cie Hiong manggut-manggut.

"Tapi aku tidak mempunyai senjata...."

Kakak Hiong" Lim Ceng Im memberitahukan. "Bukankah suling kumala itu senjatamu" "Benar." Tio Cie Hiong tersenyum.

Kenapa aku lupa?"

"Nan engkau boleh menciptakan ilmu suling kumala," ujar Lim Ceng Im serius.

"Ng" Tio Cie Hiong mengangguk. lalu duduk bersila dan memejamkan matanya.

Tak seberapa lama kemudian, di depan mata Tio Cie Hiong mulai muncul berbagai macam jurus ilmu pedang, yakni ilmu Pedang Hong Lui Kiam Kun Hoat (Ilmu Pedang Angin Halilintar), Tu Hun Kiam Hoat (Ilmu Pedang Pengejar Roh), Toat Beng Kiam Hoat (Ilmu Pedang Pencabut Nyawa), sam Ciat Kun Hoat (Tiga Jurus Tongkat Maut) dan Tah Kauw Hoat (Ilmu Tongkat Pe-mukul Anjing). Terakhir muncul gerakan-gerakan aneh, yakni gerakan-gerakan monyet putih dari puncak gunung Thian san.

Makin lama gerakan-gerakan itu makin nyata, sehingga sepasang tangan Tio Cie Hiong ikut bergerak.

Lim Ceng Im terbelalak ketika menyaksikan gerakan-gerakan tangan Tio cie Hiong, sebab gerakan-gerakannya sangat aneh. Namun ia diam saja, sama sekali tidak berani mengganggu.

sementara sepasang tangan Tio Cie Hiong masih terus bergerak. Berselang beberapa saat kemudian, barulah ia berhenti dan membuka matanya.

"Adik Im" ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum.

"Aku teiah berhasil menciptakan semacam ilmu yang menggunakan suling kumala."

"oh?" Wajah Lim Ceng Im berseri.

" Cobalah perlihatkan kepadaku"

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar