"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguki
"Tapi... dia telah mati
di tangan penjahat."
Engkau pun telah makan buah
Kiu Yap Ling che?" tanya Kim siauw Suseng dengan mata terbelalak lebar.
"Ya."
"Pantas lweekangmu begitu
tinggi" Kim siauw suseng manggut-manggut.
"ohya" Tio cie Hiong
memberitahukan.
"Aku juga bertemu Thian
Thay siansu, bahkan setengah tahun aku tinggal bersamanya." "Haaah?
Apa" Mulut Bu Lim Ji Khie ternganga lebar.
"engkau tinggal bersama
Thian Thay siansu yang dianggap Budha hidup itu?"
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguki
"sungguh beruntung
engkau" sam Gan sin Kay menghela nafas.
"Puluhan tahun lampau,
aku ingin bertemu siansu itu, namun aku tidak berjodoh maka tidak berhasil
menemuinya."
"ohya" Mendadak Tio
Cie Hiong mengeluarkan suling kumala dan diperlihatkan pada Kim siauw suseng.
"Paman sastrawan kenal
suling kumala ini?"
"Haah?" Kim siauw
suseng terperangah ketika melihat suling kumala tersebut.
"Itu... itu suling kumala
pusaka, tidak mempan dibacok. sudah puluhan tahun aku mencari suling itu, tapi
tidak berhasil menemukannya. sungguh tak disangka, kini malah berada di
tanganmu. Engkau memperoleh suling kumala pusaka itu dari mana?"
"Hadiah dari TOk Pie sin
wan." Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Aku berhasil mengobati
penyakit anehnya, maka dia menghadiahkan suling kumala ini kepadaku,"
"ooh" Kim siauw
suseng manggut-manggut.
"Dan mana dia memperoleh
suling kumala itu?"
"Belasan tahun lalu, dia
menemukan suling kumala ini di dalam Goa Angin puyuh, kemudian dia tinggal di
Goa itu."
Engkau memang berjodoh dengan
suling kumala itu." "Paman sastrawan" Tio Cie Hiong tersenyum.
"Kalau Paman sastrawan
menyukai suling kumala ini, akan kuhadiahkan kepada Paman sastrawan saja."
"Terima kasih" ucap
Kim siauw suseng, lalu menggelengkan kepala.
"Nak, aku tidak berjodoh
dengan suling kumala itu Lagi pula aku sudah memiliki suling emas, jadi tidak
membutuhkan suling kumala itu. simpanlah baik-baik suling kumala itu, jangan
sampai hilang"
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguki
"ohya" sam Gan sin
Kay teringat sesuatu.
"Cie Hiong, engkau harus
segera ke siauw Lim dan Butong untuk menolong Hui Khong Taysu dan it Hian
Tejin, sebab ketua itu menderita luka parah."
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk dan bertanya.
"Kakek pengemis,
bagaimana dengan partai lain?"
"Hm" dengus sam Gan
sin Kay dingin.
"Partai-partai lain
langsung menyerah tanpa mengadakan perlawanan. "
"Kakek" ujar Lim
Ceng Im memberitahukan.
"Aku ikut Kakak
Hiong."
" Tapi.... "sam Gan
sin Kay mengerutkan kening.
"Ayahku telah
memperbolehkan aku berkelana." Lim Ceng im tersenyum.
"Kakek tidak perlu
khawatir"
"Kalau begitu, kami
berdua akan ke markas pusat saja." sam Gan sin Kay memberitahukan.
Kakek pengemis Kalau tidak
salahi Im Ceng telah ke markas pusat Kay Pang. Kalau Kakek pengemis bertemu
dia, tolong sampaikan salamku padanya" pesan Tio Cie Hiong dengan wajah
agak kemerah-merahan.
"oh?" sepasang bola
mata sam Gan sin Kay berputar-putar, kemudian bertanya sambit tersenyum.
"Bukankah engkau boleh
titip langsung salammu pada Ceng im?"
"Ceng im tidak kembali ke
markas pusat Kay Pang...."
"sama saja," sahut
sam Gan sin Kay sambil tertawa.
"Kakek pengemis tidak
sudi menyampaikan salamku kepada Im Ceng?" Tio Cie Hiong tampak kecewa.
"Baik Baik" sam Gan
sin Kay manggut-manggut.
" Aku pasti menyampaikan
salammu kepadanya."
"Terimakasih, Kakek
pengemis" ucap Tio cie Hiong dengan wajah berseri.
"Ceng Im" sam Gan
sin Kay melototinya.
" Engkau sungguh
keterlaluan"
"Pengemis bau" Kim
siauw suseng tersenyum.
"Itu pasti ada
sebabnya."
"Benar." sam Gan Sin
Kay manggut-manggut.
"Pasti ada sebabnya,
namun tetap keterlaluan."
Tio Cie Hiong terbengong-
bengong, sama sekali tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Ketika itu ia
mendadak teringat sesuatu.
"Kakek pengemis"
tanyanya.
"Tahukan Kakek pengemis
siapa yang mengubur kedua orang tuaku di Pek In Tia?"
"Mereka adalah Hui Khong
Taysu, It Hian TOjin dan Tai Hun Lojin." sam Gan sin Kay memberitahukan.
"oooh" Tio Cie Hiong
manggut-manggut.
"Baiklahi" ujar sam
Gan sin Kay.
"Aku dan sastrawan sialan
harus segera ke markas pusat Kay Pang."
"Kakek pengemis, jangan
lupa sampaikan salamku kepada Im Ceng" pesan Tio Cie Hiong.
"Pasti kusampaikan,"
sahut sam Gan sin Kay sambil tertawa g elaki lalu bersama Kim siauw suseng
melesat pergi. sayup,sayup masih terdengar suara seruannya.
"Ceng Im... Im Ceng...."
seruan itu seakan menyadarkan
Tio Cie Hiong, bahwa Ceng Im adalah Im Ceng, tapi Tio cie Hiong tidak berpikir
ke situ.
"Herah" gumam Tio
Cie Hiong.
"Kakekmu kelihatannya
tidak bisa membedakan kalian kakak beradik,"
"Kakek sudah pikun,"
sahut Lim Ceng im sambil tersenyum.
"Pikun?" Tio Cie
Hiong menggeleng- gelengkan kemala dan menambahkan, "Mudah-mudahan kakekmu
tidak akan lupa menyampaikan salamku pada Im Ceng"
Kalau dia lupa, aku pasti
menyampaikan kepadanya." Lim ceng Im tersenyum lagi. "ohya, Kakak
Hiong Kita ke mana dulu? Ke siauw Lim atau Bu Tong?"
"siauw Lim"
Kalau begitu mari kita
berangkat"
-ooo00000ooo-
Keempat Dhalai Lhama pulang ke
istana Thian Mo dengan menderita luka parahi mereka berempat duduk dengan wajah
meringis-ringis. Tak lama muncullah Bu Lim sam Mo, mereka bertiga menatap Empat
Dhalai Lhama itu dengan kening berkerut-kerut.
"Bu Lim Ji Khie berhasil
melukai kalian?" tanya Tang Hai Lo Mo. "Bukan Bu Lim Ji Khie."
Dhalai Lhama jubah merah memberitahukan. "Padahal Bu Lim Ji Khie telah
terluka, tapi...." "Kenapa?" tanya Thian Mo.
"Mendadak muncul Pek Ih
Sin Hiap" sahut Dhalai Lhama jubah kuning.
"Kepandaiannya sungguh
tinggi...."
"Dia berhasil melukai
kalian berempat?" tanya Tang Hai Lo Mo seakan tidak percaya.
"Ya." Dhalai Lhama
jubah hijau mengangguk.
"Dia berhasil melukai
kami."
"oh?" Tang Hai Lo Mo
mengerutkan kening.
"Benarkah kepandaiannya
begitu tinggi?"
"Benar." Dhalai
Lhama jubah merah memberitahukan.
"Dia hanya mengibaskan
lengan bajunya...."
"oh?" Thian Mo
tampak terkejut.
"Hanya dengan kibasan
lengan baju sudah melukai kalian berempat hingga sedemikian parah?"
"Ya."Dhalai Lhama jubah merah mengangguk dan memberitahukan.
"Lweekangnya sangat tinggi, begitu pula ginkangnya."
"Heran" gumam Tang
Hai Lo Mo.
"Dia sebetulnya murid
siapa? Tidak mungkin murid Lam Hai Sin ceng."
"Itu memang tidak
mungkin." ujar Te Mo.
"Sebab kepandaiannya
masih di atas Bu Lim Ji Khie, lagipula sudah sekian lama Lam Hai sin Ceng tiada
kabar beritanya."
"Lam Hai sin Ceng pun
tidak akan menerima murid," sela Thian Mo.
"Kini muncul Pek ih sin
Hiap yang berkepandaian begitu tinggi, sudah barang tentu merupakan rintangan
kita."
"Benar." Tang Hai Lo
Mo manggut-manggut.
"Maka dia harus segera
dilenyapkan."
"Perlukah kita bertiga
turun tangan?" tanya Thian Mo.
"Belum waktunya untuk
kita bertiga turun tangan," sahut Tang Hai Lo Mo, kemudian memandang Ku
Tek cun yang duduk diam dari tadi.
Engkau sudah berhasil
mempelajari ilmu hitam itu?" "sudan, guru," sahut Ku Tek Cun.
"Kalau begitu, sudah
waktunya pula engkau pergi melenyapkan Pek Ih Sin Hiap itu," ujar Tang Hai
Lo Mo.
"Ya, guru." Ku Tek
Cun mengangguk.
"ingat" pesan Thian
Mo.
"Kali ini engkau tidak
boleh gagal lagi, jangan mempermalukan kami bertiga"
"Ya, guru." Ku Tek
cun mengangguk lagi.
"Tek cun" Tang Hai
Lo Mo menatapnya tajam.
"Engkau boleh
melenyapkannya dengan akal busuk apa pun."
"Ya, guru." Ku Tek
Cun tersenyum.
"Murid pasti
membunuhnya."
"Kalian
berempat...," ujar Tang Hai LoMopada keempat Dhalai Lhama.
"Harus membutuhkan waktu
berapa lama menyembuhkan luka dalam kalian itu?"
"Kira-kira dua tiga
bulan," sahut Dhalai Lhama jubah merah.
"Kalau begitu, mulai
sekarang kalian berempat boleh beristirahat untuk mengobati luka kalian
itu," ujar Tang Hai Lo Mo.
"Terima kasih,
Kauwcu" ucap keempat Dhalai Lhama dan mengundurkan diri dari situ.
"Tek Cun" panggil
Tang Hai Lo Mo.
"Ya, Guru," sahut Ku
Tek Cun cepat.
Engkau harus ingat, biar
bagaimana pun engkau harus dapat melenyapkan Pek Ih sin Hiap itu" pesan
Tang Hai Lo Mo.
"Ya, Guru." Ku Tek
Cun mengangguk.
"Nah Engkau boleh pergi
melaksanakan tugasmu itu," ujar Tang Hai Lo Mo.
"Ya, guru." Ku Tek
Cun memberHormat, lalu melangkah pergi meninggalkan istana Thian yang kini
merupakan markas sam Mo Kauw.
Tio cie Hiong dan Lim Ceng im
telah tiba di Biara siauw Lim. Beberapa hweeshio menyambut kedatangan mereka
dengan sikap was-was.
"Maaf" ucap Tio Cie
Hiong sambil menjura.
" Kedatangan kami telah
mengganggu kalian"
"omitohud" salah
seorang hweeshio berusia hampir setengah abad mendekati Tio Cie Hiong.
"Kalian datang mau menemui siapa?"
"Kami ingin bertemu Hui
Khong Taysu," jawab Tio Cie Hiong.
"Maaf Ketua kami sedang
beristirahat." Hweeshio itu memberitahukan.
"Jadi tidak bisa menemui
siapa pun."
"Hweeshio tua" Lim
Ceng im tidak sabaran, kemudian memperkenalkan diri "Ayahku adalah Lim
Peng Hang ketua Kay Pang, sam Gan sin Kay adalah kakekku."
"omitohud" Hweeshio itu terkejut.
"Pemuda ini...?"
"Namaku Tio Cie
Hiong...."
"Dia adalah Pek Ih sin
Hiap." Lim Ceng Im memberitahukan.
omitohud" Hweeshio itu
terbelalak.
Hweeshio tua, kakekku yang
menyuruh kami ke mari untuk mengobati Hui Khong Taysu." ujar Lim Ceng Im.
Cepatlah antar kami menemui
beliau"
omitohud Harap kalian berdua
tunggu sebentar, aku harus melapor dulu."
Hweeshio itu memberitahukan
lalu segera ke dalam, sedangkan beberapa hweeshio lain masih berdiri menghadang
ke depan.
"Huh" dengus Lim
Ceng Im.
"Bertingkah amat para
hweeshio di sini, kalau tidak ingat kakek yang menyuruh ke mari, aku pasti
mengajakmu pergi saja."
"Adik Im" Tio Cie
Hiong tersenyum.
"Menghadapi segala apa
pun, haruslah bersabar. Lagi pula kita pun harus mentaati peraturan di
sini."
"Kakak Hiong, aku... aku
menurut." Lim Ceng im tersenyum.
"Nah, barulah adikku yang
baik," Tio Cie Hiong tertawa kecil.
Berselang beberapa saat,
hweeshio itu sudah keluar dengan wajah berseri dan berkata. " omitohud
Mari ikut aku ke dalam"
"terima kasih" ucap
Tio cie Hiong. Mereka berdua lalu mengikutHweeshio itu ke dalam. sungguh luas
biara siauw Lim itu, entah berapa kali menikung dan membelok, barulah sampai di
ruang semadi.
Lapor pada ketua" ujar
hweeshio itu di pintu ruangan. "Mereka sudah datang."
"Silakan masuk"
Terdengar suara sahutan dari dalam ruangan itu, namun suara itu terdengar lemah
sekali.
"Masuklah" ujar
hweeshio itu
"Terima kasih" ucap
Tio Cie Hiong lalu berjalan ke dalam. Lim Ceng im mengikutinya dari belakang.
seorang hweeshio tua duduk bersila di dalam ruangan. wajahnya tampak pucat
pias, dan sekali-sekali meringis pula.
"Taysu..." panggil
Tio Cie Hiong.
"Kalian duduklah"
ujar Hui Khong Taysu dengan suara lemah.
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im
duduk dHadapan ketua siauw Lim itu. Tio Cie Hiong terus memandangnya dengan
penuh perhatian.
"sam Gan Sin Kay menyuruh
kalian ke mari untuk mengobatiku?" tanya Hui Khong Taysu sambil memandang
mereka.
"Ya." sahut Tio Cie
Hiong dan Lim Ceng Im serentak. kemudian Lim Ceng Im menunjuk Tio Cie Hiong dan
menambahkan.
"Dia yang akan mengobati
Taysu."
"oh?" Hui Khong
Taysu menatap Tio Cie Hiong ragu.
"Taysu" Lim Ceng im
tersenyum.
"Dia Tio Cie
Hiong...."
"ooh" Hui Khong
Taysu manggut-manggut.
"Julukannya Pek Ih sin
Hiap kan?"
"Benar." Tio Cie
Hiong mengangguk.
"Itu hanya julukan
kosong."
"omitohud" Hui Khong
Taysu tersenyum.
"Mau merendah berarti
berisi, berisi memang harus merendah."
"Terima kasih atas
nasehat Taysu" ucap Tio Cie Hiong.
"Taysu, bolehkah aku
memeriksa Taysu?"
"omitohud silakan"
Hui Khong Taysu mengangguk.
Tio Cie Hiong mulai memeriksa
ketua siauw Lim. setelah beberapa saat kemudian barulah ia membuka mulut.
"Tidak apa-apa." Tio
Cie Hiong tersenyum dan sekaligus mengambil dua butir obat, lalu diberikan
kepada Hui Khong Taysu.
"Makanlah obat ini, dalam
waktu tiga hari Taysu pasti sembuh"
"oh?" Hui Khong
Taysu masih tampak ragu.
"Taysu jangan ragu"
Lim Ceng Im memberitahukan. "Dia belajar ilmu pengobatan pada sok Beng Yok
ong."
"omitohud" Hui Khong
Taysu segera memasukkan kedua butir obat itu ke dalam mulutnya, dan tanpa
dengan air ditelannya kedua butir obat tersebut.
"Taysu harus menghimpun
lweekang," ujar Tio Cie Hiong dan menambahkan.
"Aku akan membantu Taysu
dengan lweekang ku."
"omitohud" Hui Khong
Taysu mulai menghimpun lweekangnya untuk mengobati luka dalamnya. Tio Cie Hiong
menggeserkan, badannya ke belakang Hui Khong Taysu, lalu sepasang telapak
tangannya ditempelkan pada punggung hweeshio tua itu, sekaligus mengerahkan Pan
Yok Hian Thian sin Kang.
Hui Khong Taysu terkejut,
karena merasakan adanya hawa hangat mengalir ke dalam tubuhnya. Namun ia pun
bergirang dalam hati, sebab hawa hangat itu justru akan membantunya
menyembuhkan luka dalamnya.
Berselang beberapa saat
kemudian, Tio Cie Hiong melepaskan tangannya. Hui Khong Taysu pun berhenti
menghimpun lweekangnya sambil membuka matanya.
"omitohud" Wajah Hui
Khong Taysu sudah tidak begitu pucat lagi.
"Terima kasih Lweekang-
mu sungguh tinggi sekali"
"Seharusnya aku yang
berterima kasih kepada Taysu," ujar Tio Cie Hiong.
"Kenapa?" Hui Khong
Taysu tercengang.
"Karena Taysu yang
mengubur kedua orang tuaku di Pek In Tia." Tio cie Hiong memberitahukan.
"omitohud" Hui Khong
Taysu memandangnya lembut.
"Ternyata engkau putra
almarhum Hui Kiam Bu Tek dan almarhumah sin Pian Bi jin" "Betul,
Taysu." Tio Cie Hiong mengangguk. "Tapi kakakku pun telah mati."
"siapa kakakmu?"
tanya Hui Khong Taysu.
"Pek Ih Mo Li." Tio
cie Hiong memberitahukan.
"Kakakku pun mati di
tangan Empat Dhalai Lhama Tibet."
"omitohud Dhalai Lhama
jubah kuning yang melukaiku. Kalau ketiga paman guruku tidak muncul, mungkin
aku telah mati. oh y a...."
Hui Khong Taysu ingin minta
tolong kepada Tio Cie Hiong untuk mengobati ketiga paman gurunya, tapi merasa
tidak enak membuka mulut.
"Taysu" Tio Cie
Hiong tersenyum.
"Bukankah siauw Lim sam
Tianglo juga terluka?"
"Ya." Hui Khong
Taysu mengangguk.
"Maukah Taysu mengantar
kami menemui sam Tiang lo?" tanya Tio Cie Hiong dengan maksud mengobati
ketiga Tetua siauw Lim.
omitohud Baiklah" Hui
Khong Taysu bergirang dalam hati, lalu mengajak Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im
ke ruang dalam. sesampainya di pintu ruang dalam, Hui Khong Taysu tidak
langsung masuk. melainkan melongok ke dalam. Begitu pula Tio Cie Hiong dan Lim
Ceng Im.
Mereka melihat tiga hweeshio
berusia lanjut sedang duduk bersila, tangan saling menempel, ternyata ketiga
Hweeshio berusia lanjut itu saling membantu mengobati luka dalam masing-masing
dengan lweekang.
"Taysu" ujar Tio Cie
Hiong.
"Aku akan membantu ketiga
tetua itu."
" omitohud" Hui
Khong Taysu manggut-manggut.
Tio Cie Hiong berjalan masuk.
lalu duduk di belakang salah seorang tetua, dan menempelkan sepasang telapak
tangannya pada punggung tetua itu.
Berselang beberapa saat
kemudian, barulah ia melepaskan tangannya. Begitu pula ketiga tetua itu, bahkan
mereka lalu membuka matanya.
omitohud" siauw Lim sam
Tiang lo tampak terkejut ketika melihat Tio Cie Hiong duduk di situ.
"Engkau yang membantu kami tadi?"
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk.
omitohud" siauw Lim sam
Tiang lo memandangnya kagum.
Lweekang apa yang kau
pergunakan tadi?"
"Pan Yok Hian Thian sin
Kang." Tio Cie Hiong memberitahukan.
omitohud" siauw Lim sam
Tiang lo manggut-manggut.
Hanya engkau yang mampu
menghadapi Bu Lim sam Mo." "Paman guru" Hui Khong berjalan masuk
dengan wajah berseri. "Dia adalah Pek Ih sin Hiap, namanya Tio Cie
Hiong."
omitohud Hui Khong, engkau
juga sudah sembuh?"
"Ya, Paman guru."
"omitohud Dengan
munculnya Pek Ih sin Hiap, maka rimba persilatan pun akan selamat."
"Maaf, Tetua Aku mau
mohon diri" ucap Tio Cie Hiong karena tidak mau mengganggu ketenangan
ketiga tetua itu.
"Engkau memiliki ilmu
Penakluk iblis, siapa yang mengajarmu?" tanya siauw Lim sam Tiang lo
mendadak.
"Thian Thay siansu,"
jawab Tio Cie Hiong jujur.
" omitohud
omitohud...."
"Maaf, Tetua Aku mohon
diri" ucap Tio cie Hiong.
" omitohud" siauw
Lim Tiang lo manggut-manggut.
Hui Khong Taysu, Tio Cie Hiong
dan Lim Ceng Im meninggalkan ruang dalam itu, kemudian Tio Cie Hiong berpamit.
"Maaf, Taysu Kami mau
mohon diri karena masih harus ke Gunung Butong."
" omitohud" Hui
Khong Taysu manggut-manggut.
Tio cie Hiong dan Lim Ceng im
segera berangkat ke Gunung Butong. Bebetapa hari kemudian mereka sudah tiba di
gunung itu Bisa begitu cepat tiba karena mereka menggunakan ginkang.
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im
berdiri di depan sam Cing Koan. Tak berapa lama kemudian, beberapa tosu dengan
pedang di tangan menghampiri mereka.
"Maaf" ucap salah
seorang dari mereka.
"Ada urusan apa kalian
berdua datang ke mari?"
"Namaku Lim Ceng Im,
ayahku adalah ketua Kay Pang, kakekku adalah sam Gan Sin Kay." Lim Ceng Im
memperkenalkan diri
"Kakek yang menyuruh kami
datang ke mari untuk mengobati It Hian Tojin." "oooh" Tosu itu
manggut-manggut, kemudian memandang Tio Cie Hiong. "Pemuda ini...."
"Dia Pek Ih sin
Hiap," sahut Lim Ceng Im.
"oh?" Tosu itu
tampak terkejut.
"Maaf, maaf Mari ikut aku
ke dalam"
Tosu itu berjalan ke dalam.
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng im mengikutinya dari belakang. Tak lama mereka sudah
sampai di sebuah ruangan, yang di situ tampak seorang Tosu tua duduk dengan
wajah pucat pias.
"Lapor pada Ketua"
Tosu itu memberitahukan.
"Cucu sam Gan Sin Kay dan
Pek Ih sin Hiap berkunjung." "oh?" It Hian Tojin memandang
mereka berdua. "Silakan duduk"
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im
duduk dHadapan it Hian Tojin. setelah mereka duduk, It Hian Tojin menghela
nafas panjang.
"Kalau sam Gan Sin Kay
dan Kim siauw suseng terlambat datang, mungkin Partai Butong telah
musnah."
"Kakekku dan kakek
sastrawan bertempur dengan Empat Dhalai Lhama, mereka berdua
terluka...."Lim Ceng Im memberitahukan.
"oh?" It Hian Tojin
terkejut bukan main.
"Bagaimana keadaanBu Lim
Ji Khie?"
"Tidak apa-apa,"
sahut Lim Ceng Im sambil melirik Tio Cie Hiong.
"Dia yang menolong
kakekku dan kakek sastrawan."
"oh?" It Hian Tojin.
"siapa pendekar muda
ini?"
"Dia Pek Ih sin Hiap,
namanya Tio Cie Hiong." Lim Ceng Im memperkenalkan.
"ooooh" It Hian
Tojin manggut-manggut, kemudian menghela nafas.
" Aku telah terluka
dalam...."
Kakek menyuruh kami ke mari
untuk mengobati Tojin" Lim Ceng Im memberitahukan.
Engkau mahir ilmu
pengobatan?" tanya It Hian Tojin kurang percaya.
"Dia." Lim Ceng Im
menunjuk Tio Cie Hiong.
"Pek Ih sin Hiap" It
Hian Tojin menatapnya seraya bertanya.
"Engkau mahir ilmu
pengobatan?"
Hanya mahir sedikit." Tio
Cie Hiong tersenyum, lalu memeriksa It Hian Tojin dan kemudian manggut-manggut.
"Tidak apa-apa."
It Hian Tojin diam.
Kelihatannya dia masih ragu akan ilmu pengobatan Tio Cie Hiong. oleh karena itu
Ceng Im sebera memberitahukan.
"Dua tahun lebih dia
belajar ilmu pengobatan kepada sokBeng Yok ong."
"oh?" It Hian Tojin
terkejut.
"Memang benar." Tio
Cie Hiong mengangguk dan kemudian memberikannya sebutir obat.
"Luka dalam Tojin tidak
begitu parah, makanlah obat ini, dalam waktu beberapa hari Tojin pasti
sembuh."
"terima kasih" ucap
It Hian Tojin dan langsung makan obat tersebut.
"Tojin tidak usah
berterima kasih padaku, sebaliknya aku malah harus berterima kasih kepada
Tojin," ujar Tio cie Hiong.
"Lho?" It Hian Tojin
tercengang.
" Kenapa?"
"Bukankah Tojin telah
mengubur kedua orang tuaku di Pek In Tia?" Tio Cie Hiong memberitahukan.
"Jadi engkau putra
almarhum Hui Kiam Bu Tek dan almarhumah sin Pian Bijin?" It Hian Tojin
terbelalak.
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk dan menambahkan.
"Pek Ih Mo Li adalah
kakakku, tapi... dia telah mati di tangan Empat Dhalai Lhama."
"Aaakh" It Hian Tojin menghela nafas.
"Kini rimba persilatan
sudah mulai kacau, sebab muncul sam Mo Kauw."
"Kauwcunya adalah Bu Lim
sam Mo." ujar Lim Ceng Im.
"Ya." It Hian Tojin
manggut-manggut.
Ke-lihatannya Bu Lim sam Mo
ingin menguasai rimba persilatan." "Jangan khawatir, Tojin" Lim
Ceng Im tersenyum.
"Kakak Hiong dapat
menghadapi Bu Lim sam Mo." "oh?" It Hian Tojin menatap Tio Cie
Hiong dalam-dalam. "Benarkah itu?"
"Mudah-mudahan"
jawab Tio Cie Hiong. "Syukurlah" ucap It Hian Tojin.
"Maaf" ucap Tio Cie
Hiong sambil bangkit berdiri
"Kami mau mohon
diri"
It Hian Tojin manggut-manggut
lalu mengantar Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im sampai di depan sam Cing Koan.
Bab 25 Tayli Kongcu (Puteri
Tayli)
Kini Tio Cie Hiong dan Lim
Ceng Im mulai melakukan perjalanan kembali ke markas pusat Kay Pang. Dalam
perjalanan ini, Tio Cie Hiong sering melamun.
"Kakak Hiong...."
Lim Ceng Im tersenyum.
"Kenapa engkau sering
melamun?"
"Aku... aku...." Tio
Cie Hiong menghela nafas.
"Kakak Hiong, mari kita
duduk beristirahat sejenak di bawah pohon" ajak Lim Ceng Im.
Tio cie Hiong mengangguk.
Mereka berdua lalu duduk beristirahat di bawah sebuah pohon rindang. setelah
duduk- Tio Cie Hiong terus memandang lurus ke depan.
"Kakak Hiong" Lim
Ceng Im tersenyum geli.
"Engkau sedang merindukan
kakakku ya?"
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk.
"Kenapa engkau begitu
merindukannya?" tanya Lim Ceng Im sambil memandangnya dengan mata
berbinar-binar.
"Aku... aku...." Tio
Cie Hiong menundukkan kepala.
"Jangan begitu, Kakak
Hiong" Lim Ceng Im tersenyum. "Aku khawatir engkau akan menderita
sakit rindu." "Adik Im" Tio Cie Hiong mengerutkan kening.
"Bagaimana menurut pendapatmu?"
"Maksudmu mengenai apa?"
Lim Ceng Im terheran- heran karena pertanyaan Tio Cie Hiong tiada ujung
pangkalnya.
"Apakah...." Wajah
Tio Cie Hiong tampak kemerah-merahan.
"Dia telah menerima
salamku?"
" Kakak ku pasti sudah
menerima salam mu."
"Adik Im, apakah... dia
juga sedang merindukanku?" "Percayalah" sahut Lim Ceng Im sambil
tersenyum. "Dia pasti rindu pada mu juga."
"Kok engkau begitu
yakin?" Tio cie Hiong menatapnya.
"Aku adiknya, tentu tahu
bagaimana sifatnya." Lim Ceng Im tersenyum lagi dan menambahkan.
Kalau tidak menyukaimu, tidak
mungkin dia mau bercakap-cakap denganmu, kan?" "Ng" Tio Cie
Hiong manggut-manggut.
"Tapi... kenapa dia tidak
berpamit kepadaku ketika mau pergi?"
"Mungkin... dia merasa
malu," sahut Lim Ceng Im dengan hati berbunga-bunga karena Tio Cie Hiong
begitu merindukan Im Ceng dirinya juga.
Ketika mau pergi, dia menitip
salam kepadaku untukmu." "oh?" Wajah Tio Cie Hiong berseri.
" Kalau begitu... dia
pasti juga jatuh hati padaku."
"Benar." Lim Ceng Im
mengangguk, namun mendadak ia mengerutkan kening sambil memandang ke depan.
Ternyata ia melihat seorang pemuda tampan menghampiri mereka. siapa pemuda
tampan itu? Tidak lain Ku Tek Cun.
la mendekati Tio Cie Hiong
sambil tersenyum-senyum, sedangkan Lim Ceng Im terus menatapnya.
"saudara Tio"
panggilnya.
"oh, saudara Ku" Tio
Cie Hiong sebera bangkit berdiri "Apa kabar?"
"Baik,baik saja,"
sahut Ku Tek Cun sambil tertawa gembira. "Tidak disangka kita akan bertemu
di sini ohya, siapa saudara ini?"
"Dia Ceng Im, putera Lim
Peng Hang, ketua Kay Pang." Tio Cie Hiong memperkenalkan.
"ooohl" Ku Tek Cun
segera menjura.
"selamat bertemu, saudara
Lim"
Lim Ceng Im balas menjura,
namun tidak mengucapkan sepatah kata pun, melainkan terus menatapnya dengan
kening berkerut.
sebetulnya Ku Tek Cun ingin
mengerahkan ilmu hitamnya terhadap Tio Cie Hiong, namun ia tahu Lim Ceng Im
terus-menerus mengawasinya, maka ia tidak berani melaksanakan niatnya. la pun
ingin melancarkan serangan mendadak terhadap Tio Cie Hiong, namun khawatir Lim
Ceng Im akan menyerangnya pula. Karena itu, ia terpaksa menunggu kesempatan
lain.
"Maaf, saudara Tio Aku
harus pamit" ucapnya sambil tersenyum.
"Kok cepat? Kita masih
belum mengobrol," sahut Tio Cie Hiong heran.
"Aku masih ada urusan
lain, sampai jumpa" Ku Tek Cun segera meninggalkan mereka.
Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im
duduk kembali, namun kening Lim Ceng Im terus berkerut.
Eh?" Tio Cie Hiong heran.
Kenapa engkau?"
"Kakak Hiong Engkau punya
suatu dendam dengan orang itu?" Lim Ceng Im balik bertanya.
"Tidak." Tio cie
Hiong menggelengkan kepala.
Kakak Hiong" Lim Ceng Im
menatapnya.
Engkau kenal dia di
mana?"
"Dia putra almarhum Hong
Lui Kiam Khek...." Tio Cie Hiong memberitahukan, sekaligus menutur
tentang dirinya pernah bekerja
di Puri Angin Halilintar.
"Pada waktu itu engkau
masih kecil." ujar Lim Ceng Im seusai mendengar penuturan itu.
"Phang Ling Hang
menganggapmu sebagai adik, lagi pula dia telah mencintai Ku Tek Cun dan kini
Phang Ling Hang sudah tiada. Tapi kenapa dia...."
"Memangnya ada apa?"
tanya Tio Cie Hiong heran.
Kakak Hiong, engkau tidak
memperhatikan sorot mata dan gerak-geriknya?" tanya Lim Ceng
Im.
"Tidak."
"sorot matanya penuh hawa
membunuh, sedangkan gerak-geriknya seakan ingin menyerangmu secara
mendadak." Lim Ceng Im memberitahukan
"Maka aku terus-menerus
meng awasinya . "
"Ha ha ha" Tio Cie
Hiong tertawa.
"Kakak Hiong" Lim
Ceng Im mengerutkan kening.
"Aku serius nih Jangan
tertawa"
"Adik Im, tidak baik
terlampau banyak curiga," ujar Tio Cie Hiong sambil menggeleng-gelengkan
kepala.
Kakak Hiong" Lim Ceng Im
menghela nafas.
Engkau sangat jujur dan hatimu
polos, maka tidak tahu akan kelicikan orang." "Adik Im" Tio Cie
Hiong memandangnya.
"Aku tidak punya dendam
apa pun dengan dia, kenapa dia ingin membunuhku?"
"sorot mata dan
gerak-geriknya memang begitu, apa sebabnya dia ingin membunuhmu, aku pun tidak
habis pikir," sahut Lim Ceng Im menambahkan.
Kakak Hiong, apabila engkau
bertemu dia lagi, haruslah hati-hati" "Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk.
Kakak Hiong" Lim Ceng Im
mengalihkan pembicaraan.
Ketika engkau bertempur dengan
para anggota sam Mo Kauw dan Empat Dhalai Lhama, engkau bergerak begitu cepat.
sebetulnya gerakan apa itu?"
"itu adalah Kiu Kiong san
Tian Pou (Ilmu Langkah Kilat)," sahut Tio Cie Hiong lalu berpikir sejenak.
"Adik Im...."
"Ya."
"Kepandaianmu masih belum
begitu tinggi. Ketika melawan para anggota sam Mo Kauw, engkau kewalahan. oleh
karena itu, aku ingin mengajarmu Kiu Kiong san Tian Pou."
"Terima kasih, Kakak
Hiong"
"Setelah engkau menguasai
Ilmu Langkah Kilat, engkau pasti bisa meloloskan diri kalau bertemu lawan
berkepandaian tinggi. Tapi engkau harus ingat satu hal."
"Hal apa?"
"Aku ingin mengajarmu
Ilmu Langkah Kilat, bukan karena engkau adik Im Ceng," ujar Tio Cie Hiong
sungguh-sungguh.
"Kalaupun engkau bukan adiknya,
aku tetap mengajarmu."
"Kenapa?"
"Karena sejak pertama
kali kita bertemu, aku sudah menyayangimu seperti adik sendiri Jadi engkau
jangan salah paham, aku mau mengajarmu Ilmu Langkah Kilat itu bukan lantaran
engkau adalah adik Im Ceng" Tio Cie Hiong menjelaskan.
"Terima kasih, Kakak
Hiong" Lim Ceng Im tersenyum.
"Nan, perhatikan
baik-baik gerakanku" Tio Cie Hiong bangkit berdiri dan berjalan ke depan
beberapa depa, kemudian badannya mulai bergerak.
Lim Ceng Im pusing
menyaksikannya, maka bagaimana mungkin ia dapat mengikuti gerakan-gerakan itu?
Kakak Hiong Aku tidak bisa
melihat jelas gerakan-gerakanmu" serunya sambil menggeleng-gelengkan
kepala.
Tio Cie Hiong tidak menyahut,
bahkan masih terus bergerak. Berselang sesaat barulah ia berhenti, lalu
mendekati Lim Ceng Im. "Engkau sudah menyaksikan gerakan-ge-rakanku
bukan?"
"Ya. Tapi... aku tidak
bisa melihat secara jelas."
"Aku tahu itu." Tio
Cie Hiong tersenyum.
Lihatlah permukaan tanah itu,
aku telah meninggalkan bekas kakiku di situ." Lim Ceng Im memandang ke
permukaan tanah itu. Dilihatnya ratusan jejak kaki.
ikuti jejak kakiku itu"
ujar Tio Cie Hiong.
"Aku akan memberi
petunjuk kepadamu."
"Ya." Lim Ceng Im
berjalan ke sana, kemudian bergerak mengikuti jejak-jejak kaki tersebut.
Kalau Lim Ceng Im melakukan
kekeliruan, Tio Cie Hiong langsung memberi petunjuk.
"Adik Im Kau mundur dulu,
baru maju."
Lim Ceng Im menurut. Kemudian
Tio Cie Hiong manggut-manggut.
"sekarang engkau harus ke
kiri, baru ke depan dan harus mundur." Tio Cie Hiong memberi petunjuk
lagi.
Berselang beberapa saat
kemudian, barulah Lim Ceng Im dapat bergerak tanpa melakukan kekeliruan lagi.
"Bagus" seru Tio cie
Hiong sambil tersenyum.
"Apakah engkau sudah
hafal gerakan-gerakan itu?"
"Ya." Lim Ceng Im
mengangguk, lalu mendekati Tio Cie Hiong.
"Bagaimana? Apakah sudah
lumayan?"
"Memang sudah
lumayan." Tio Cie Hiong manggut-manggut, kemudian menghapus jejak-jejak
kakinya itu, dan setelah itu mendadak bergerak lagi.
Kakak Hiong" Lim Ceng Im
terbelalak.
Gerakan- gerakan itu masih ada
kelanjutannya?"
"Ya." sahut Tio Cie
Hiong, lalu menghentikan gerakannya.
"Adik Im, ikutilah lagi
jejak-jejak kakiku"
"Ya." Lim Ceng Im
mulai bergerak lagi mengikuti jejak-jejak kaki Tio cie Hiong.
Apabila Lim Ceng Im melakukan
gerakan yang salah, Tio Cie Hiong segera memberi petunjuk. Berselang beberapa
saat kemudian, Lim Ceng Im sudah mengusai semua gerakan itu walau masih agak
lamban.
"terima kasih, Kakak
Hiong" ucap Lim Ceng Im sambil duduk beristirahat di bawah pohon. Tio Cie
Hiong hanya tersenyum. Mendadak Lim Ceng Im memandangnya seraya berkata.
Ketika bertempur dengan
mereka, engkau hanya mengibaskan lengan baju. Apakah tidak ada jurus-gurus
lain?"
"Tidak ada." Tio cie
Hiong menggeleng-ge-lengkan kepala.
"Jadi engkau hanya bisa
mengibaskan lengan baju?" Lim Ceng Im terbelalak. Kelihatan ia masih
kurang percaya.
"Ya." Tio Cie Hiong
mengangguk.
Kalau begitu...." Wajah
Lim Ceng Im berseri.
Engkau harus menciptakan
semacam ilmu." "oh?" Tio Cie Hiong tampak tertarik.
"Kalau tidak. bagaimana
engkau menghadapi Bu Lim sam Mo kelak?" Lim Ceng Im memandangnya .
"Benar juga." Tio
Cie Hiong manggut-manggut.
"Tapi aku tidak mempunyai
senjata...."
Kakak Hiong" Lim Ceng Im
memberitahukan. "Bukankah suling kumala itu senjatamu"
"Benar." Tio Cie Hiong tersenyum.
Kenapa aku lupa?"
"Nan engkau boleh
menciptakan ilmu suling kumala," ujar Lim Ceng Im serius.
"Ng" Tio Cie Hiong
mengangguk. lalu duduk bersila dan memejamkan matanya.
Tak seberapa lama kemudian, di
depan mata Tio Cie Hiong mulai muncul berbagai macam jurus ilmu pedang, yakni
ilmu Pedang Hong Lui Kiam Kun Hoat (Ilmu Pedang Angin Halilintar), Tu Hun Kiam
Hoat (Ilmu Pedang Pengejar Roh), Toat Beng Kiam Hoat (Ilmu Pedang Pencabut
Nyawa), sam Ciat Kun Hoat (Tiga Jurus Tongkat Maut) dan Tah Kauw Hoat (Ilmu
Tongkat Pe-mukul Anjing). Terakhir muncul gerakan-gerakan aneh, yakni
gerakan-gerakan monyet putih dari puncak gunung Thian san.
Makin lama gerakan-gerakan itu
makin nyata, sehingga sepasang tangan Tio Cie Hiong ikut bergerak.
Lim Ceng Im terbelalak ketika
menyaksikan gerakan-gerakan tangan Tio cie Hiong, sebab gerakan-gerakannya
sangat aneh. Namun ia diam saja, sama sekali tidak berani mengganggu.
sementara sepasang tangan Tio
Cie Hiong masih terus bergerak. Berselang beberapa saat kemudian, barulah ia
berhenti dan membuka matanya.
"Adik Im" ujar Tio
Cie Hiong sambil tersenyum.
"Aku teiah berhasil
menciptakan semacam ilmu yang menggunakan suling kumala."
"oh?" Wajah Lim Ceng
Im berseri.
" Cobalah perlihatkan kepadaku"