Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 32

Baca Cersil Mandarin Online: Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 32
Bagian 32

"Maksudmu Bu Lim sam Mo?"

"Ah, mana mungkin?" Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "Kelandaian Bu Lim sam Mo telah kumusnahkan, bagaimana mungkin...?"

Kakak Hiong, buktinya Ku Tek Cun itu Bukankah kepandaiannya bisa pulih dan bahkan bertambah tinggi. Karena itu..."

"Adik Im, sudah sekian lama tiada kabar beritanya mengenai Bu Lim sam Mo, jadi tidak mungkin yang membunuh Yap In Nio adalah Bu Lim sam Mo"

"sayang sekali...," Lim Ceng Im menghela nafas. "Dia cuma menyebut kata "sam". Kalau dia bisa bertahan sesaat."

"Itu sudah tidak mungkin." Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "ohya, mari kita ke dasar jurang yang tak jauh dari sini"

"Mau apa ke sana?" tanya Lim Ceng Im dengan kening bcrkerenyit karena heran. "Menemui Lam Hai sin ceng."

"Jadi selama ini Lam Hai Sin ceng berada di dasar jurang itu?" tanya Ceng Im kaget. Tio Cie Hiong mengangguk. "Lam Hai sin Ceng mendampingi makam Ciat Lun sin Ni...,"

"Ciat Lun sin Ni?" gumam Lim Ceng Im. "Apakah sin Ni itu mantan kekasih Lam Hai sin Ceng?"

"Dugaanmu tidak meleset, Adik Im," jawab Tio Cie Hiong, lalu memberitahukan. "sin Ni itu juga guru kakakku."

Lim Ceng Im manggut-manggut. "Baiklah, mari kita ke sana"

Mereka berdua sudah sampai di dasar jurang itu Lalu mencari ke sana ke mari, hingga akhirnya menemukan sebuah goa.

"Adik Im, mungkin goa ini," ujar Tio Cie Hiong, kemudian berseru. "Sin Ceng, cie Hiong dan ceng Im datang berkunjung"

suara seruan Tio Cie Hiong berkumandang ke dalam goa, tapi tidak ada sahutan sama sekali.

"Kakak Hiong, kenapa tiada sahutan dari dalam? Mungkin bukan goa ini," ujar Lim Ceng Im.

"Tapi di tempat ini tak ada goa lain lagi" Tio Cie Hiong mengerutkan kening. " Heran, kenapa tiada sahutan?"

"Bagaimana kalau kita masuk saja?"

"Baiklah"

Keduanya melangkah memasuki goa itu. se-telah belasan langkah, akhirnya melihat seorang padri tua duduk bersila di sisi sebuah makam.

"Itu adalah Lam Hat sin ceng" bisik Tio Cie Hiong.

"oh?" Lim Ceng Im mengerutkan kening. " Kenapa dia diam saja?"

"Mari kita dekati" Tio Cie Hiong mengajak Lim Ceng Im mendekati Lam Hai sin ceng yang duduk diam. setelah dekat, ia pun memberi hormat seraya berkata. "sin Ceng, kami ke mari...."

Kakak Hiong...." Ceng Im terbelalak saat melihat wajah Lam Hai sin ceng pucat pias. "Jangan-jangan...,"

Tio Cie Hiong segera memperhatikan wajah Lam Hai sin Ceng, seketika juga ia berseru tak tertahan.

"Ha a h? sin ceng telah meninggal...."

" Kakak Hiong, sebelah tangannya menjulur ke tanah"

Tio Cie Hiong memperhatikan tangan Lam Hai sin ceng. Ternyata di sisi jari tangannya terdapat tulisan, berbunyi "sam".

"sam?" Tio Cie Hiong mengerutkan kening.

Kakak Hiong, aku yakin Lam Hai sin ceng dibunuh orang yang bernama sam" ujar Lim Ceng Im. Kemudian gadis ini teringat,

"Bukankah Pek Ih Hong Li juga menyebut "sam"?"

"Aaakh...." Tio Cie Hiong menghela nafas panjang. "Tak disangka sama sekali, dalam rimba

persilatan telah muncul seorang pembunuh berkepandaian tinggi Tapi kita tidak tahu siapa orang itu, kini rimba persilatan pasti dilanda bencana lagi"

"sam...," gumam urn Ceng Im. " Lam Hai sin Ceng mati di tangannya, begitu pula Pek Ih Hong Li. Itu pertanda orang itu berkepandaian tinggi sekali, di atas kepandaian Im sie Hong Mo"

"Menurutku...," Tio cie Hiong menengok ke sana ke mari sambil berkata. " Kepandaian orang itu jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Im sie Hong Mo"

"oh? Kenapa Kakak Hiong mengatakan begitu?"

Karena Lam Haisin Ceng tak mampu mengadakan perlawanan, lihatlah goa ini juga di luar sana, tidak porak poranda."

Lim Ceng Im mengangguk-anggukkan kemala mengerti.

"Itu berarti Lam Hai sin Ceng tak mampu melawan orang itu Heran? siapa orang itu? sam artinya tiga, mungkinkah... tiga orang?"

" Kalau tiga orang, aku yakin mereka adalah Bu Lim sam Mo"

Tio Cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala. "Aku jadi pusing memikirkan kejadian ini."

"sudahlah, Kakak Hiong Jangan terus menerus memikirkannya Lebih baik kita kubur jasad Lam Hai sin ceng."

"Baiklah"

Mereka menggali sebuah lubang di sisi makam Ciat Lun sin Ni, lalu mengubur jasad Lam Hai sin ceng di situ. Kemudian mereka berdua berlutut di hadapan kedua makam itu. Namun mendadak Tio Cie Hiong meloncat bangun seraya berseru.

" Celaka"

"Ada apa, Kakak Hiong?" sentak Lim Ceng Im yang merasa kaget bukan main.

"Adik Im, kita harus segera kembali ke markas pusat Kay Pang Aku khawatir telah terjadi sesuatu di sana."

"Haah...?" Wajah Lim Ceng Im langsung memucat. " Kakak Hiong, mari kita berangkat..." Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im melakukan perjalanan siang malam. Tujuh delapan hari kemudian, sampailah mereka di markas pusat Kay Pang. Para anggota Kay Pang segera

memberi hormat pada mereka dengan wajah muram.

"Apakah telah terjadi sesuatu di sini?" tanya Lim Ceng Im penasaran.

"Ya" jawab salah seorang pengemis peringkat lima. "Bu Lim Ji Khie, Tok Pie sin wan dan ketua hilang entah ke mana"

"Apa?" Wajah Lim Ceng Im berubah pucat pias. "Apa yang telah terjadi?"

"Beberapa hari lalu, kami semua berada di sini," tutur pengemis itu. " Tiba-tiba kami mencium bau aneh, kemudian kami pun pingsan...."

"Lalu bagaimana?" tanya Lim Ceng Im tak sabaran.

"setelah kami siuman, kami segera berlari ke dalam markas. Tapi, Bu Lim Ji Khie, Tok Pie sin Wan dan ketua sudah tidak kami temukan."

"Aaaakh..." keluh Lim Ceng Im dengan mata basah. "Kalian semua tidak tahu siapa yang datang ke sini?"

"Kami sudah pingsan, sehingga tidak mengetahui." Pengemis itu menundukkan kepala dalam-daiam.

"Di mana Kiu Ci Cui Kay?" tanya Lim Ceng Im.

"Ada di dalam markas," sahut pengemis itu.

Lim Ceng Im dan Tio cie Hiong langsung melesat ke sana. Begitu berada di dalam markas, muncullah Kiu Ci Cui Kay.

"Nona Im, Pek Ih sin Hiap" Kiu Ci Cui Kay segera memberi hormat.

"Cui Kay" Lim Ceng Im menatapnya. "Engkau tahu kakek- ayah dan lainnya hilang ke mana?" "Tidak tahu, Nona" Kiu ci cui Kay menggeleng kepala. "Engkau juga ikut pingsan saat itu?" tanya Lim Ceng Im.

"Pada saat kejadian, aku tidak berada di markas ini," jawab Kiu ci cui Kay. "Karena ketua menugaskan aku ke markas cabang, aku baru pulang kemarin."

"Aaakh...," Lim Ceng Im menghela nafas lalu menghempaskan tubuh ke kursi. "Siapa yang melakukan itu?"

Tio Cie Hiong duduk di sisinya. "Tenanglah sebentar" ujarnya.

Lim Ceng Im mulai terisak-isak. "Bagaimana mungkin aku bisa tenang, kakek dan ayah...."

"Aku telah memeriksa seluruh markas, sama sekali tidak menemukan sesuatu yang mencurigakan. Kelihatannya tidak terjadi pertarungan di sini," ujar Kiu Ci Cui Kay memberitahukan.

"Yang datang itu pasti menggunakan semacam racun yang dapat membuat orang pingsan. Jadi Bu Lim Ji Khie, Paman Lim dan Tok Nie sin Wan pasti ditangkap."

"Aku tidak habis pikir...," Kiu Ci Cui Kay menggeleng-gclengkan kepala. "Padahal Bu Lim Ji Khie memiliki Iwee kang yang sangat tinggi, tentunya tidak gampang terkena racun itu. sebelum pingsan, seharusnya mereka mengadakan perlawanan."

"Jangan-jangan ini juga perbuatan si sam itu" tukas Tio Cie Hiong dengan wajah berubah.

"siapa orang itu?" tanya Kiu Ci Cui Kay.

"Kamipun tidak tahu." Tio Cie Hiong menggeleng kepala. "Pek Ih Hong Li dan Lam Hai sin Ceng sudah mati."

"Apa?" Kiu Ci Cui Kay terbelalak. "siapa yang membunuh mereka?"

"Pek Ih Hong Li cuma sempat menyebut "sam", sedangkan Lam Hai sin ceng meninggalkan tulisan "sam" juga," sahut Tio Cie Hiong sambil mengerutkan kening. "Maka aku menyimpulkan bahwa kejadian di sini bisa jadi berkaitan dengan si sam itu." Kiu Ci Cui Kay manggut-manggut.

Kakak Hiong, kita harus bagaimana?" tanya Lim Ceng Im dengan air mata meleleh. "Tentunya kita harus berusaha cari mereka," sahut Tio Cie Hiong.

"sebetulnya aku telah mengutus puluhan pengemis untuk mencari jejak Bu Lim Ji Khie dan ketua. Tapi... sia-sia"

"Tiada jejak yang mereka tinggalkan?" tanya Tio Cie Hiong.

Kiu Ci Cui Kay mengangguk. "Mungkinkah yang disebut "sam" itu adalah semacam perkumpulan? "

"Tidak mungkin" Tio Cie Hiong menggeleng kepala. "sam mungkin merupakan nama atau berarti tiga orang"

"Tiga orang?" Kiu ci Cui Kay terkejut. "Tentunya bukan Bu Lim sam Mo, kan?"

"Aku justru menduga kalau mereka Bu Lim sam Mo," ujar Lim Ceng Im. "Tapi kepandaian Bu Lim sam Mo telah musnah, bagaimana mungkin?"

"Buktinya Ku Tek Cun itu Kepandaiannya lelah musnah, tapi setahun kemudian, kepandaian berkembang sangat tinggi dan menamai dirinya Im sie Hong Mo oleh karena itu, si sam tersebut kemungkinan besar adalah Bu Lim sam Mo"

Kalau begitu...," Kiu Ci Cui Kay menggeleng-gelengkan kepala. "Bu Lim Ji Khie dan ketua serta lainnya pasti akan celaka di tangan Bu Lim sam Mo."

"Itu belum tentu," ujar Tio Cie Hiong. " Kalau si sam ingin membunuh mereka, tentunya mereka sudahjadi mayat di markas ini."

"Benar" Kiu Ci Cui Kay mengangguk. "Berarti mereka ditangkap dan dikurung di suatu tempat"

"Tidak salah." Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Besok kami akan pergi cari mereka, engkau tetap di markas ini saja"

"Baik kalau begitu."

"sebarkan para anggota kita untuk terus cari kakek dan ayahku" perintah Lim Ceng Im kepada Kiu ci cui Kay.

"Ya, Nona" Kiu Ci Cui Kay mengundurkan diri dari situ

Lim Ceng Im duduk tercenung dengan wajah murung. Tio Cie Hiong memegang bahunya seraya berkata.

"Adik Im, jangan terlampau memikirkan itu Besok kita pergi mencari mereka." Lim Ceng Im menghela nafas. "Bisakah kita menemukan mereka?"

"Mudah-mudahan" sahut Tio Cie Hiong.

"ohya, Kakak Hiong" Lim Ceng Im teringat sesuatu. "Tui Hun Lojin, Paman Gouw, dan Lam Kiong hujin juga belum sampai. Mungkin mereka juga sudah ditangkap"

"Bisa jadi begitu." Tio Cie Hiong manggut-manggut dan bergumam. "Benarkah Bu Lim sam Mo yang melakukan semua itu...?"

Bab 49 Ban Tok shia Cun (si sesat selaksa Racun)

Di istana Te Mo yang terletak di dalam goa, terdengarlah suara tawa terbahak-bahak. Yang tertawa itu ternyata Bu Lim sam Mo, mereka bertiga tampak gembira sekali.

"Ha ha ha Kita telah menangkap Tui Hun Lojin, Lam Kiong hujin, Gouw Han Tiong, Bu Lim Ji Khie, Tok Pie sin Wan dan para ketua tujuh partai besar Aku yakin rimba persilatan pasti sudah menjadi gempar sekali Ha ha ha"

"Ini memang menjadi suatu kejutan bagi rimba persilatan," sahut Thian Mo sambil tertawa gelak.

"siapapun tidak akan menduga kita yang melakukan semua ini" sambung Te Mo sambil tertawa terkekeh-kekeh.

"Tapi ada satu kejadian yang sangat mengejutkan belum lama ini," ujar Tang Hai Lo Mo. "Ku Tek Cun murid kita itu, sungguh di luar dugaan telah berhasil mempelajari ilmu silat peninggalan Im sie HongJin, maka menamai dirinya Im sie Hong Mo"

"sayang sekali dia roboh di tangan Tio Cie Hiong" Thian Mo menggeleng-geleng kepala dan menambahkan. "Bahkan kemudian dicincang- cin- cang oleh Pek Ih Hong Li."

"Tapi kita pun telah melukai Pek Ih Hong Li. Aku yakin wanita gila itu tidak bisa hidup," ujar Te Mo.

"Itu sudah pasti" Tang Hai Lo Mo tertawa terkekeh. "seisi perutnya telah hancur oleh pukulan gabungan kita bertiga, bagaimana mungkin dia bisa hidup?"

"Aku justru merasa heran...," ujar Thian Mo dengan kening berkejut. "Beberapa bulan lalu, Ku Tek Cun berhasil melukai Tio Cie Hiong. Tapi kemudian Ku Tek Cun malah roboh di tangan pemuda itu. Ini suatu pertanda kepandaian Tio cie Hiong telah mengalami kemajuan pesat. Bagaimana dia memperdalam kepandaiannya itu?"

"Memang mengherankan" Tang Hai Lo Mo mengerutkan kening. "oleh karena itu, untuk sementara ini lebih baik kita bergerak secara gelap saja. Itu akan membuatnya pusing"

"Benar" Thian Mo manggut-manggut. "Pokoknya kita membuatnya tidak bisa tenang."

"Aku punya usul," ujar Te Mo mendadak dengan wajah serius.

"Apa usulmu?"

"Bagaimana jika kita meracuni Lim Ceng Im kekasihnya itu?" ujar Te Mo.

"Bagus" Tang Hai La Mo tertawa. "Kalau kita berhasil meracuni Lim Ceog Im, tentu pikiran Tio Cie Hiong akan tercekam oleh rasa kekacauan, siapa tahu dia akanjadi gila karenanya"

"Benar" Thian Mo tertawa gelak.

"Tapi-," Te Mo menggeleng-geleng kepala. "Kita harus menyuruh siapa meracuni gadisitu?"

Tang Hai Lo Mo berpikir, lama sekali sebelum berseru denganpenuh kegirangan. "Ban TOk shia Cun. (si sesat selaksa Racun)"

"oh? Dia?" Te Mo terkejut.

"Memang dia" Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Dia ahli sekali dalam hal racun, maka memperoleh julukan Ban Tok shia Cun"

Thian Mo menggeleng-geleng kepala. "Tapi bagaimana mungkin Si Sesat itu mau membantu kita?"

"Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa. "Dia pasti mau"

"Kenapa?" tanya Thian Mo dan Te Mo.

"Sebab dia berhutang budi padaku. Hingga saat ini dia belum membalas budiku itu" Tang Hai Lo Mo memberitahukan. "Karena itu, aku yakin dia mau membantu kita"

"Kalau begitu, kita bertiga harus pergi menemuinya?" tanya Thian Mo.

"Cukup aku seorang diri saja." sahut Tang Hai Lo Mo. "Kalian berdua harus membuat perangkap di luar goa. Setetah itu kita pun harus menghimpun kekuatan baru untuk mendirikan Bu Tek Pay (Partai Tanpa Tanding)"

"Kita lihat saja nanti" sahut Tang Hai Lo Mo. "Yang penting keberadaan kita harus dirahasiakan Karena kita harus membuat Tio Cie Hiong kebingungan, dia tidak akan mengira kita bertiga adalah ketua Bu Tek Pay itu"

"Ha ha ha" Te Mo tertawa terbahak-bahak. "Apabila Ban Tok Shia Cun berhasil meracuni Lim Ceng Im, Tio Cie Hiong pasti cemas setengah mati"

"Betul Ha ha ha" Thian Mo juga tertawa gelak.

"Kalau Lam Kiong Bie Liong, Toan Wie Kie, Toan Pit Lian dan Gouw Sian Eng muncul di Tionggoan, kita pun harus segera tangkap mereka" ujar Tang Hai Lo Mo dan melanjutkan sambil tertawa. "Tio Cie Hiong pernah memusnahkan kepandaian kita, maka kita harus membalasnya dengan cara membuatnya kehilangan gairah hidup"

"Benar Benar" Thian Mo dan Te Mo manggut-manggut sambil tertawa terkekeh-kekeh. "He he he He he he he..."

-ooo)00000(ooo-

Di sebuah lembah yang sepi, tampak seorang tua sedang berjalan sambil bersenandung. orang tua itu sudah berusia delapan puluhan, tapi masih kelihatan gagah. Mendadak mata orang tua itu terbelalak. melihat di hadapannya berdiri seorang tua pula. "Haaah...?"

"Ha ha ha Ban Tok shia Cun, engkau masih kenal aku?" tanya orang itu yang tak lain Tang Hai Lo Mo.

"Tang... Tang Hai Lo Mo?" Ban Tok shia Cun terkejut bukan main. "Engkau... engkau...?"

"Aku kemari menemuimu, engkau tidak berkeberatan, kan?"

"Tentu tidak"

"Aku ingin minta bantuanmu. Kuharap engkau takkan menolaknya" Tang Hai Lo Mo menatapnya tajam.

"Apa yang dapat kubantu?" tanya Ban Tok shia Cun.

"Aku hanya ingin menyuruhmu melakukan sedikit pekerjaan" ujar Tang Hai Lo Mo menjelaskan maksudnya. "Pekerjaan yang sangat gampang"

"Pekerjaan apa?"

"Meracuni seseorang"

"Meracuni seseorang?" Ban Tok shia Cun menghela nafas. "Lo Mo, sudah dua puluh tahun lebih aku mengundurkan diri dari rimba persilatan."

"Engkau tidak bersedia membantuku?" Wajah Tang Hai Lo Mo langsung berubah. Ban Tok shia Cun menghela nafas lagi.

"Engkau pernah berhutang budi padaku, jadi engkau tidak mau membalas budiku itu?" Tang Hai Lo Mo menatapnya dengan kening berkerut-kerut.

"Aaakh...." Ban Tok shia Cun manggut-manggut. "Baiklah siapa yang harus kuracuni?"

"Dia seorang gadis cantik, namanya Lim Ceng Im putri Lim Peng Hang ketua Kay Pang"

Ban Tok shia Cun tampak tersentak. "Kalau begitu, gadis itu adalah cucu sam Can sin Kay?"

"Betul"

"Bagaimana mungkin aku...."

"Jangan khawatir" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. "Bu Lim Ji Khie telah kami tangkap Lam Hai sin ceng pun telah kami bunuh Ha ha ha"

"Apa?" Ban Tok shia Cun terperanjat.

"Aku pernah dengar, engkau memiliki semacam racun aneh yang disebut Pek Jit Mi Hun Tok (Racun Pelenyap sukma seratus Ha n) Ya, kan?" Tanya Tang Hai Lo Mo mendadak.

"Ya" Ban Tok shia Cun mengangguk. "Tapi aku tidak punya obat pemusnahnya"

"Itu tidak penting" Tang Hai Lo Mo tertawa. "Jadi engkau harus meracuni Lim Ceng Im dengan racun itu"

"Baiklah Tapi..."

"Kenapa?"

"Aku tidak mengenal gadis itu, bagaimana mungkin meracuninya?"

"Tidak sulit mengenali gadis cantik itu," ujar Tang Hai Lo Mo memberitahukan. "Dalam waktu beberapa hari ini, dia bersama Pek lh sin Hiap akan tiba di kota Kiu Ling. Nah, racunilah gadis itu"

"Ya" Ban Tok shia Cun mengangguk.

"Ban Tok shia Cun" Mendadak Tang Hai Lo Mo menatapnya tajam dan mengancam. "Apabila engkau tidak berhasil meracuni gadis itu, kepala mu berpisah dengan badanmu"

"Haaah...?" Bart Tok shia Cun terkejut bukan main, ia tahu itu bukan sebuah ancaman kosong.

Tang Hai Lo Mo telah kembali ke istana Te Mbi setelah duduk ia tertawa gelak.

"Aku telah bertemu Ban Tok shia Cun" ujarnya penuh rasa gembira sekali.

"Bagaimana?" tanya Thian Mo sambil memandangnya. "Dia bersedia membantu kita untuk meracuni Lim Ceng Im?"

"Dia tak berani tolak," sahut Tang Hai Lo Mo memberitahukan. "Aku suruh dia meracuni gadis itu dengan racun pek Jit Mi Hun Tok Ha ha ha..."

"Kalau dia berhasil meracuni Lim Ceng Im, Tio Cie Hiong pasti cemas sekali dan mungkin akan jadi gila karenanya." ujar Thian Mo sambil tertawa gembira, namun kemudian wajahnya tampak berubah.

"Tapi... Tio Cie Hiong mahir ilmu pengobatan, dia pasti dapat memusnahkan racun itu"

"Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa. "Racun itu tiada obat pemusnahnya. Walau Tio Cie Hiong mahir ilmu pengobatan, tapi dia juga tidak bisa berbuat apa-apa."

"Bagus Bagus" ujar Te Mo dan tertawa Justru dia mahir ilmu pengobatan. Maka dia akan membuatnya putus asa Ha ha ha..."

sementara itu, Tio Cie Hiong dan Lim, Ceng Im sudah sampai di kota Kiu Ling. Mereka berdua berupaya mencarijejak Bu Lim Ji Khie dan lainnya, namun tiada berhasil.

Mereka mampir di sebuah kedai teh untuk melepaskan lelah dan dahaga. Begitu duduk, pelayan segera menyuguhkan dua cangkir teh hangat. "Terima kasih." ucap Tio Cie Hiong.

Ketika mereka berdua mengangkat cangkir itu, mata Tio Cie Hiong tampak terbelalak. Mendadak dia melihat Bulong Ngo Hiap (Lima Pendekar Bulong) memasuki kedai itu.

Bulong Ngo Hiap agaknya juga melihat Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im. sebab mereka berlima segera menghampirinya.

"selamat bertemu Pek lh sin Hiap dan Nona Lim" ucap Butong Ngo Hiap sambil memberi hot mat.

"selamat bertemu" sahut Tio Cie Hiong, membalas hormat mereka. "sungguh kebetulan kita bertemu di sini, silakan duduk"

Butong Ngo Hiap duduk. In siauw Houw menghela nafas panjang sambil memandang Tio Cie Hiong.

"Tahukah saudara Tio, belum lama ini telah terjadi sesuatu yang menggemparkan rimba persilatan?"

"Apakah tentang hilangnya Bu Lim Ji Khie, Tok Pie sin Wan dan ketua Kay Pang?" Tio Cie Hiong balik bertanya.

"Apa?" Butong Ngo Hiap terkejut. "Mereka juga telah hilang?"

"Ya" Tio Cie Hiong mengangguk.

"Aaakh" In siauw Houw menggeleng-geleng kepala. "Para ketua tujuh partai pun telah hilang lenyap tak ketahuan rimbanya" Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im terkejut mendengar kabar itu.

"Bahkan, kami pun mendengar desas-desus, bahwa Tui Hun Lojin, Lam Kiong hujin dan Gouw Han Tiong juga hilang dalam perjalanan pulang dari Tayli." In siauw Houw memberitahukan.

"Apa?" Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im terbelalak.

"Kami berlima justru sedang mencari guru kami It Hian Tojin," ujar In siauw Houw, kemudian menghela nafas. "sudah belasan hari kami mencari tanpa hasil."

"Kalian tahu perbuatan siapa itu?" tanya Tio Cie Hiong.

"Tidak tahu" Butong Ngo Hiap sama menggeleng.

"Ketika It Hian Tejin hilang, kalian berlima berada di mana?" Tio Cie Hiong memandang mereka.

"Pada waktu itu...," tutur In siauw Houw. "Kami berlima sedang meronda, tiba-tiba kami mencium bau aneh, lalu pingsan. setelah siuman kami pun segera berlari ke dalam sam cing Koan (Tempat Tinggal Para Pendeta Taosme Di Gunung Butong), tapi guru kami sudah kehilangan jejak."

"Kejadian itu persis seperti yang di markas pusat Kay pang." gumam Tio Cie Hiong.

"Para anggota Kay Pang juga mencium bau aneh lalu pingsan. Bu Lim Ji Khie, Tok Pie sin Wan dan ketua Kay Pang pun hilang tanpa jejak."

"Pada waktu ilu saudara Tio dan Nona Lim berada di mana?" tanya In siauw Houw sambil memandang mereka.

"Kami dalam perjalanan pulang dari Tayli," sahut Lim Ceng Im.

In siauw Houw menghela nafas panjang. "setelah Im sie Hong Mo mati, kami kira rimba persilatan akan aman dan tenang, ternyata malah bertambah kacau"

"saudara In, apakah belum lama ini dalam rimba persilatan telah muncul suatu partai atau perkumpulan baru yang misterius?" tanya Tio Cie Hiong.

"Hm... kami tak pernah mendengar itu." In siauw Houw menggeleng kepala.

"Sungguh mengherankan" Tio Cie Hiong menghela nafas. "Ohya, apakah kalian sudah tahu bahwa Pek Ih Hong Li sudah mati?"

"Apa?" sentak Butong Nao Hiap. "Pek Ih Hong Li telah mati?" Tio Cie Hiong mengangguk.

"siapa yang membunuhnya?" tanya In siauw Houw.

"Tidak jelas Tapi Pek Ih Hong Li justru mati dalam pelukanku" tutur Tio Cie Hiong.

"Dia menyebut "sam"?" tanya In siauw Houw sambil mengerutkan kening.

Tio Cie Hiong mengangguk lalu ujarnya perlahan, " Lam Hai sin ceng juga telah mati. Dia meninggalkan sebuah kata "sam" juga"

"Apa? Lam Hai sin Ceng telah mati?" semakin terkejut Butong Ngo Hiap mendengar itu. "juga dibunuh oleh si sam itu?" tanyanya.

Tio cie Hiong manggut-manggut membenarkan. sekali dia menghela nafas dalam.

"sam..." gumam In siauw Houw. "It Ceng, Ji Khie, sam Mo Mungkinkah mereka itu sam Mo?"

" Kami pun menduga begitu"

"Tapi...," In siauw Houw menggeleng-geleng kepala. "Bukankah kepandaian Bu Lim sam Mo telah musnah? Bagaimana mungkin mereka yang melakukan itu?"

"Memang membingungkan," ujar Tio Cie Hiong mengerutkan kening.

"Baiklah" Butong Ngo Hiap bangkit berdiri. "Kami mohon diri. Kalau kami memperoleh kabar berita tentang Bu Lim Ji Khie dan lainnya, pastikan kami beritahukanpada kalian."

"Terima kasih," ucap Tio Cie Hiong.

"sampai jumpa" Butong Ngo Hiap lalu beranjak pergi dari kedai teh.

Tio cie Hiong dan Lim Ceng fm saling memandang, kemudian menggeleng-geleng kepala.

"Para ketua tujuh partai telah hilang lenyap tanpa jejak," ujar Lim Ceng fm sambil menghela nafas.

"Aku yakin, dalam rimba persilatan telah muncul suatu perkumpulan misterius. Perkumpulan tersebutlah yang menculik mereka dengan menggunakan racun, maka tiada perlawanan sama sekali"

Kakak Hiong, mungkin pemimpin perkumpulan tersebut adalah sam Mo?" "Mungkin"

"Kita harus hati-hati. sebab, pihak musuh bertindak secara diam-diam, sedangkan kita secara terang-terangan mencari jejak kakek. ayah dan lainnya."

Tio Cie Hiong mengangguk. "ohya, hari sudah mulai malam. Kita bermalam di kota ini saja." "Baiklah." Lim Ceng Im manggut-manggut.

Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im duduk berhadapan di dalam kamar penginapan. Kening mereka berkerut-kerut sepertinya sedang memikirkan sesuatu. Cukup lama keduanya saling membisu,

hingga akhirnya Lim Ceng Im membuka mulut. " Kakak Hiong, mungkinkah kakek, ayah dan lainnya telah dibunuh?"

"Tidak mungkin sebab mereka menculik dengan maksud tertentu. Jadi kalau mereka mau membunuh, tentunya kakek dan ayahmu telah menjadi mayat."

"Kalau begitu.. kakek ayah dan lainnya pasti dikurung di suatu tempat."

"Kira-kira begitulah."

Kakak Hiong, kalau benar semua itu perbuatan Bu Lim sam Mo, berarti kepandaian mereka telah maju pesat. Pek Ih Hong Li dan Lam Hai sin ceng yang berkepandaian begitu tinggi saja terbunuh oleh mereka. Bisakah Kakak Hiong mengalahkan mereka?"

"Mudah-mudaha saja" Tio Cie Hiong tersenyum getir. "ohya, Adik Im, aku minta maaf padamu."

"Lho?" Lim Ceng Im tercengang. " Kenapa Kakak Hiong minta maaf padaku?"

Tio cie Hiong menggeleng-geleng kepala. "seharusnya kita sudah melangsungkan pernikahan, tapi tertunda oleh kejadian ini. Aku, aku merasa tidak enak terhadapmu."

"Jangan berkata begitu, Kakak Hiong" Lim

Ceng Im tersenyum dengan penuh pengertian. "Aku sama sekali tidak mempersalahkanmu. setelah urusan ini selesai tentu kita akan melangsungkan pernikahan."

Tio cie Hiong menggeleng-geleng kepala. "Padahal, aku paling tidak suka banyak urusan, tapi justru berbagai macam urusan muncul menimpa diriku. Ini sungguh membuatku tidak habis pikir."

" Hidup memang begitu" gumam gadis itu

"oleh karena itu, setelah menikah nanti, lebih baik kita hidup di puncak Gunung Thian san Jangan mencampuri urusan rimba persilatan lagi"

"Aku memang sudah jemu berkecimpung di dalam rimba persilatan" Tio Cie Hiong mengerutkan kening. "Kini aku masih mencemaskan satu hal."

"Hal apa?"

"Lam Kiong Bie Liong, Toan pit Lian, Toan wie Kie dan Gouw sian Eng mungkin sudah berangkat. Aku khawatir terjadi sesuatu atas diri mereka."

"Mudah-mudahan mereka belum berangkat Kalau sudah berangkat, mungkin mereka akan mengalami kejadian seperti yang lain."

"itulah yang kucemaskan...." Ucapan Tio cie Hiong terhenti, karena mendadak ada orang

mengetuk pintu. "Siapa?"

"Aku pelayan, mengantar teh ke mari"

"Masuklah"

Pintu terbuka. Tampak seorang pelayan masuk dengan membawa sebuah teko dan dua cangkir.

Setelah menaruh ke atas meja, pelayan itu pun pergi.

"Kebetulan" Lim ceng Im tersenyum. "Aku memang sudah haus."

Tio cie Hiong tersenyum, ia menuang secangkir teh untuk gadis itu, lalu menuang lagi ke cangkirnya.

"Mari kita minum dulu" ajaknya.

Mereka mulai meneguk teh itu. Lim ceng Im bahkan menambah lagi seraya berkata, "Kalau sedang haus, teh biasa pun terasa wangi"

"Teh ini memang wangi sekali," ujar Tio cie Hiong tersenyum.

Mereka mulai mengobrol lagi. Tak lama kemudian, Lim ceng Im merasa matanya berat sekali.

"Kakak Hiong, aku sudah mengantuk."

"Tidurlah kalau begitu"

Lim ceng Im naik ke tempat tidur lalu berbaring. Tio cie Hiong segera menarik selimut menutupi badannya. setelah itu ia duduk bersila di lantai.

Bab 50 Terkena racun aneh

Ketika hari mulai terang, Tio Cie Hiong membuka matanya. Lalu dia bangkit berdiri Dipandanginya sejenak Lim Ceng Im. Ternyata gadis itu masih pulas dengan badan menelungkup.

"Adik Im Adik Im..." panggil Tio Cie Hiong sambil tersenyum, sama sekali tidak menyangka kekasihnya itu begitu pulas.

Tio Cie Hiong memanggilnya berulang kali, tapi Lim Ceng Im tetap diam. Hal itu tentu saja mengherankan hati Tio Cie Hiong.

segeralah ia mendekatinya, lalu menjulurkan tangan memegang bahu gadis itu. Begitu tangannya menyentuh bahu Lim Ceng Im, tersentaklah Tio Cie Hiong karena bahunya dingin sekali.

Buru-buru dibalikkan badan Lim Ceng Im. Tio Cie Hiong bertambah terkejut melihat wajah gadis itu pucat pias.

"Mungkinkah Adik Im sakit?" gumamnya lalu segera memeriksa nadi Lim Ceng Im.

Nadi gadis itu berdenyut biasa. sama sekali tiada tanda-tanda terserang penyakit. Hal ini membingungkan Tio cie Hiong. Kemudian ia memeriksa pula pernafasannya. Kening Cie Hiong berkerenyit dalam mendapati tak ada tanda-tanda sakit pada diri kekasihnya.

Heran? Kenapa bisa begitu?" Tio Cie Hiong terus mengerutkan kening dan coba memanggilnya lagi. "Adik Im Adik Im..."

Lim Ceng Im tetap diam, membuat Tio Cie Hiong mulai cemas. Mungkinkah Lim Ceng Im pingsan? Pikirnya, lalu memegang Lim Ceng Im seraya mengerahkan Iweekangnya untuk disalurkan ke dalam tubuh gadis itu.

Akan tetapi, Lim Ceng Im tetap diam dengan wajah pucat pias dan sekujur badannya tetap dingin.

Tio Cie Hiong berjalan mondar-mandir dengan kening berkerut, seakan sedang berpikir keras. Namun mendadak saja dia tercengang dengan wajah memucat. sebab saat itu dia teringat apa yang pernah dikatakan sok Bcng Yok ong, bahwa di kolong langit ini terdapat racun aneh. siapa yang terkena racun tersebut akan terus tidur selama seratus hari. Namanya Pek Jit Mi Hun Tok (Racun Pelenyap sukma seratus Hari). seratus hari kemudian akan siuman sejenak lalu mati dengan tubuh membusuk. Racun itu hanya dapat dipunahkan dengan cin cu Ko (Buah Mutiara). sok Beng Yok ong juga memberitahukan, ia sama sekali tidak tahu Buah Mutiara tersebut tumbuh di mana

"Aaaakh" teriak Tio Cie Hiong. "Adik Im Adik Im"

la merangkul tubuh kekasihnya erat-erat dengan air mata berderai. Namun menjadi tersentak mendadak karena teringat sesuatu.

"Teh Ini pasti teh yang diantar pelayan semalam?" Tio Cie Hiong berhambur keluar. Kebetulan dia langsung bertemu pelayan tersebut.

"Selamat pagi, Tuan" sapa pelayan itu.

" Engkau, engkau..." Tio cie Hiong menudingnya.

"Ada apa, Tuan?" tanya pelayan keheranan. "Apa gerangan yang terjadi?"

"siapa yang menyuruhmu mengantarkan teh semalam?"

"Tidak ada yang suruh, itu memang sudah menjadi tugasku. Memangnya kenapa?"

"Aaakh... sudahlah" Tio cie Hiong menggeleng-geleng kepala. Dia tahu pelayan itu tiada kaitannya dengan kejadian tersebut.

"ohya, di kota ini ada yang menyewakan kereta kuda?"

"Ada Tuan mau menyewa kereta kuda?"

"Ya"

Pelayan itu langsung pergi, namun tak lama kemudian telah kembali dengan nafas tersengal-sengal.

"Tuan, kereta kuda sudah berada di depan. Berbicaralah langsung pada kusirnya saja"

"Terima kasih" ucap Tio Cie Hiong sambil mengeluarkan beberapa tail perak. diberikan pada pelayan itu

untuk membayar penginapan, sisanya untukmu" ujarnya. "Terima kasih, Tuan" Pelayan itu girang bukan main

Tio Cie Hiong berlari ke kamar. Digendongnya Lim Ceng Im keluar. sesampainya di depan penginapan, langsung saja dibaringkan gadis itu di dalam kereta. sedangkan ia pun duduk di sisinya.

"Tuan hendak ke mana?" tanya sang kusir.

"Ke markas pusat Kay Pang" sahut Tio Cie Hiong sambil memberitahukan jalan-jalan yang harus ditempuh. "jalanan kita harus siang malam"

"Tapi ongkosnya?"

"Berapa?"

"Lima puluh tail perak?"

"Berangkat" seru Tio Cie Hiong. "Aku bayar"

"Tapi...,"

Tio Cie Hiong nyaring gusar, namun dapat mengendalikan diri Kemudian ia menyerahkan lima puluh tail perak pada kusir itu.

"Terima kasih" ucap sang kusir lalu menyentak tali kekang kuda di tangannya. seketika terdengarlah suara ringkikan kuda saat kereta mulai meluncur.

Dua hari kemudian sampailah mereka di wilayah markas pusat Kay Pang. Tio Cie Hiong menyuruh kusir itu berhenti.

"Baik, Tuan" sahut kusir sambil menghela tali kudanya.

Tio Cie Hiong menggendong Lim Ceng Im, lalu melesat pergi menuju ke markas pusat Kay Pang.

Para anggota Kay Pang yang menyambutnya terbelalak kaget, tapi tiada seorang pun berani bertanya.

"Pek Ih sin Hiap" Kiu ci Cui Kay menyambutnya dengan air muka berubah. "Apa yang terjadi dengan Nona Im?"

"Dia terkena suatu racun," sahut Tio Cie Hiong sambil terus menggendong Lim Ceng Im ke dalam kamar. Kiu Ci Cui Kay mengikutinya dari belakang dengan wajah memucat.

"Nona Im terkena racun apa?" tanya Kiu Ci Cui Kay setelah Tio Cie Hiong membaringkan gadis itu ke tempat tidur.

"Pek Jit Mi Hun Tok."

"Racun Pelenyap sukma seratus Hari? Racun apa itu?"

"siapa yang terkena racun tersebut akan tidur seratus hari, setelah itu akan mati dengan tubuh membusuk."

"Hah Apakah ada obat pemusnahnya?"

"Boleh dikatakan tidak ada."

Kiu Ci Cui Kay tercengang mendengarnya. Dengan hati cemas dia memandangi Lim Ceng Im.

"Aku pikir markas ini sudah tidak aman. Apakah ada tempat lain yang lebih aman?" tanyanya kemudian.

Kiu Ci Cui Kay berpikir sejenak. lalu mengangguk.

"Ada sebuah rumah kosong, aku sering ke sana. Tempat itu boleh dikatakan aman sekali." "Baiklah, mari kita ke sana" ajak Tio Cie Hiong lalu menggendong tubuh Lim Ceng Im.

Rumah tersebut memang kosong, lagi pula tiada rumah lain di sekitarnya. Di dalamnya terdapat sebuah ranjang kayu dan dua buah kursi. Dengan hati-hati sekali Tio cie Hiong membaringkan Lim Ceng Im ke atas ranjang itu. sedangkan gadis itu tetap diam, seperti dalam keadaan pulas. wajahnya pucat pias dengan tubuh dingin sekali.

"Adik Im...," Tio Cie Hiong memandangnya dengan air mata bercucuran.

"selanjutnya harus bagaimana?" tanya Kiu Ci Cui Kay cemas.

Tio Cie Hiong menghela nafas. "Aku mahir ilmu pengobatan, tapi tidak mampu mengobati Adik Im."

"Benarkah tiada obat pemunahnya?"

"Memang ada, tapi...,"

"Kenapa?"

"Hanya Buah Mutiara yang dapat memunahkan racun Pek Jit Mi Hun Tok. sedangkan aku tidak tahu Cin Cu Ko itu tumbuh di mana?"

" Kalau begitu, Nona Im tidak tertolong lagi?"

"Kira-kira begitulah" Tio cie Hiong duduk di tepi ranjang kayu, lalu membelai rambut Lim Ceng Im dengan air mata berderai-derai. "Adik Im, seratus hari kemudian kalau engkau mati, aku pun tidak akan hidup,"

Diam-diam Kiu ci Cui Kay menghela nafas, tidak tahu harus bagaimana menghiburnya.

"siapa yang meracuninya?" tanya Kiu Ci Cui Kay.

Entahlah" Tio Cie Hiong menggeleng kepala. "Malam itu pelayan penginapan mengantarkan teh. Kami berdua minum, tapi tak lama Adik Im merasa mengantuk dan langsung tidur."

Kiu Ci Cui Kay menatapnya heran. "Kenapa engkau tidak apa-apa?"

"Aku pernah makan buah Kiu Yap Ling che, yang membuat tubuhku kebal terhadap racun apa pun."

"Kalau begitu, buah Kiu Yap Ling che pasti dapat memunahkan racun itu."

"Benar Tapi," Tio Cie Hiong tersenyum getir. "Lima ratus tahun hanya berbuah sekali Kiu Yap Ling che itu. Kalau tidak berjodoh, tidak bisa memperolehnya." Kiu ci cui Kay menggeleng-geleng kepala.

Tio cie Hiong mulai terisak-isak. "Kenapa nasibmu jadi begini malang? Padahal kita berdua tidak pernah berbuat dosa, kenapa malah tertimpa musibah"

"Hidup memang penuh cobaan," ujar Kiu Ci Cui Kay sambil menghela nafas panjang. "Karena itu, engkau harus tabah dan menghadapi kejadian ini dengan tenang."

"Tabah dan tenang?" Tio Cie Hiong tersenyum getir. "Adik Im adalah segala-galanya bagiku. Kini dia terkena racun Bagaimana mungkin aku bisa tenang?"

Air mata Tio Cie Hiong berderai. Perlahan dibelai-belainya rambut Lim Ceng Im sambil terisak-isak.

"Adik Im, apabila engkau mati nanti, aku pasti ikut mati. Adik Im, engkau dengar apa yang kukatakan? senyumlah"

"Jangan terlampau berduka Engkau tidak pernah berbuat dosa, maka aku yakin Thian (Tuhan) pasti melindungi kalian," ujar Kiu Ci Cui Kay sungguh-sungguh.

"Hhh..." Tio Cie Hiong menghela nafas sambil menggeleng-geleng kepala. "Adik Im, kita belum melewati hari-hari yang indah dan bahagia. Kenapa seratus hari lagi engkau harus mati? Adik Im, agar engkau tidak kesepian di sana, aku pasti akan menyertaimu."

selama tiga hari itu Tio Cie Hiong sama sekali tidak makan, minum dan tidur, sehingga wajahnya tampak pucat sekali. la terus duduk di pinggir ranjang menemani Lim Ceng Im. Kiu Ci Cui Kay duduk di kursi sambil memandangnya dengan iba.

"Adik Im sudah lewat tiga hari," gumam Tio Cie Hiong menangis terisak-isak dengan air mata bercucuran. "Kenapa engkau tidak bangun? Adik Im...."

Tio cie Hiong betul-betul berduka dan tampak putus asa pula. la terus membelai rambut Lim Ceng Im. Menangis dan menangis dia. Hati-nya sedih dan bingung.

"Adik Im Adik Im..." teriaknya serak. "Bangunlah Kenapa engkau diam saja? Adik Im, bicaralah Engkau dengar suaraku?"

Kiu ci cui Kay terkejut. Dia khawatir kalau Tio cie Hiong terlampau berduka, kemungkinan besar akan merusak hawa murninya. Ini berbahaya sekali.

Kiu Ci Cui Kay mendekatinya, kemudian memegang bahu Tio Cie Hiong seraya berkata. "Biar bagaimana pun, engkau harus tenang."

"Tenang? Adik Im sedang menunggu ajal, bagaimana mungkin aku bisa tenang?" sahut Tio Cie Hiong lalu mulai menangis lagi. "Adik Im Adik Im Adik Im..."

"Jangan terlampau berduka, itu akan merusak hawa murni di dalam tubuh mu.Jangan putus asa" Kiu Ci Cui Kay mengingatkannya.

"Jangan putus asa. Jangan terlampau berduka, jangan putus asa," gumam Tio Cie Hiong.

Namun mendadak saja dia tersentak karena teringat suatu pesan dari Tayli Lo Ceng. Apabila dirinya mengalami sesuatu yang membuatnya berduka sekali dan putus asa, maka ia harus me ngeluarkan isi kantong kain pemberian Tayli Lo Ceng dan membacanya.

Teringat akan itu, Tio cie Hiong segera mengeluarkan kantong kain pemberian Tayli Lo Ceng. Isi kantong itu ternyata berupa secarik kertas. segeralah Tio cie Hiong membacanya.

"Engkau harus segera berangkat ke Gunung Hong Lay san menemui It sim sin Ni (Biarawati sakti Hati satu). sin ni itu akan memberi petunjuk padamu. Cepatlah engkau berangkat ke sana, jangan membuang waktu

Tayli Lo ceng"

setelah membaca, Tio Cie Hiong pun memandang Kiu Ci Cui Kay. sedangkan pengemis itu sudah tampak kebingungan ketika menyaksikan tingkah laku Tio Cie Hiong.

"Aku harus berangkat ke Gunung Hong Lay san" ujar Tio Cie Hiong. Tolong jaga Ceng Im baik-baik" pesannya kemudian kepada pengemis itu. Kiu Ci Cui Kay mengangguk.

"Kapan engkau akan berangkat ke Gunung Hong Lay san?"

"Sekarang. Aku harus memburu waktu"

"Baik. Hati-hatilah"

"Kiu Ci Cui Kay" Tio Cie Hiong menatapnya dalam-dalam. "Jagalah Ceng Im baik-baik"

Kiu Ci Cui Kay mengangguk. "Akan kujaga dia .Jangan khawatir"

Tio Cie Hiong langsung berangkat menggunakan ginkang. Dia melakukan perjalanan siang malam tanpa beristirahat, bahkan juga tidak makan.

Kira-kira tujuh hari kemudian, Tio Cie Hiong sudah tiba di Gunung Hong Lay san. Dia mengerahkan ginkang menuju ke puncak. sesampainya di puncak. la memang melihat sebuah biara tua.

Ketika ia hendak mengetuk pintu biara itu, mendadak pintu terbuka. Tampak dua biarawati berusia enam puluhan berdiri di ambang pintu menatapnya.

"siapa engkau? Mau apa ke mari?" tanya salah seorang biarawati itu.

"Maaf, aku ingin bertemu It sim sin Ni," ujar Tio Cie Hiong sambil memberi hormat.

"oh?" Kedua biarawati itu tampak tertegun, kemudian memberitahukan. "sudah lama guru kami menutup diri, lebih baik engkau pergi saja"

"Aku... aku punya urusan penting, tolong beritahukanpada sin ni" ujar Tio Cie Hiong memohon. "Maaf, guru kami tidak mau diganggu"

"Biar bagaimanapun aku harus bertemu sin ni"

"Engkau ingin menggunakan kekerasan?"

"Aku... aku terpaksa"

Kalau begitu, langkahi dulu mayat kami Masuklah jika kau mampu membunuh kami" tantang kedua wanita itu.

"Hh..." keluh Tio Cie Hiong. Mendadak ia teringat sesuatu dan cepat-cepat mengeluarkan kantong kain pemberian Tayli Lo Ceng. "Tolong perlihatkan ini pada sin Ni setelah sin Ni melihat kantong kain ini dan tetap tidak mau menemuiku, aku akan pergi"

Tio Cie Hiong memberikan kantong kain itu pada salah seorang biarawati. Kedua biarawati saling memandang, tak lama kemudian salah seorang menerima kantong kain tersebut, lalu masuk.

Yang satu lagi tetap berdiri menghadang di depan pintu. sedangkan Tio cie Hiong berdiri termangu-mangu di depan biara.

Beberapa saat kemudian, biarawati yang masuk itu sudah kembali.

"Mari ikut kami ke dalam"

"Terima kasih"

Tio Cie Hiong mengikuti mereka ke dalam. Tak lama kemudian biarawati berhenti di depan pintu sebuah ruangan.

"Guru, tamu sudah kami ajak ke mari"

"Persilakan dia masuk" Terdengar sahutan dari dalam, halus namun jelas sekali.

"Silakan masuk" perintah salah seorang biarawati pada Tio Cie Hiong.

"Terima kasih" Tio Cie Hiong melangkah ke dalam. Dia melihat seorang biarawati tua duduk bersila di lantai. Cepat- cepatlah Tio cie Hiong bersujud.

"Duduklah" Biarawati itu tersenyum lembut. "Aku It sim sin Ni, siapa engkau, Anak muda?"

"Namaku Tio Cie Hiong"

"Bagaimana engkau bertemu Tayli Lo Ceng?"

"Kami bertemu di istana Tayli...," tutur Tio Cie Hiong menjelaskan dengan singkat. "Lo Ceng yang memberikan kantong kain ini padaku" lanjutnya.

"Dia masih ingat akan janjiku padanya." It sim sin Ni tersenyum. "Ketika memberikan kantong kain ini padanya, aku pun berjanji bahwa apabila aku melihat kantong kain ini lagi, maka aku harus memberi bantuan pada yang membawanya."

"Terima kasih, sin Ni" ucap Tio Cie Hiong.

"Anak muda" It sim sin Ni menatapnya tajam. "Apa yang bisa kubantu?"

"sin ni, aku datang untuk memohon petunjukmu."

"Tentang apa?"

Calon isteriku bernama Lim Ceng Im, terkena racun Pek Jit Mi Hun Tok. Aku harus ke mana mencari Cin cu Ko untuk memunahkan racun itu?"

"Dasar tua bangka" It Sim Sin Ni menghela nafas panjang. "Sungguh hebat dan jitu ramalannya Aku harus mengaku kalah padanya."

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar