Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 22

Baca Cersil Mandarin Online: Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 22
Bagian 22

"Engkau juga berada di dalam kamar ini, kenapa tidak bisa menghalanginya?"

"Kakek..." Lim Ceng Im menutur kejadian itu dan menambahkan.

Kakak Hiong masih membelainya dengan penuh kasih sayang, gadis itu... gadis itu malah menusuknya dengan belati."

"cie Hiong" tanya Kim siauw suseng.

"Bagaimana lukamu?"

"Tidak apa-apa," jawab Tio Cie Hiong.

"Telah kuobati."

"syukurlah engkau tidak apa-apa" ucap Tok Pie sin wan sambil menarik nafas lega.

"Ceng Im" ujar Lim Peng Hang.

"Papah-lah Cie Hiong ke kamarnya untuk beristirahat"

"Ya, Ayah." Lim Ceng Im mengangguk. lalu memapah Tio Cie Hiong ke kamar, kemudian membaringkannya ke tempat tidur.

Tiba-tiba Lirn Peng Hang menariknya ke hadapan sam Gan sin Kay, sudah barang tentu membuat Lim Ceng Im tercengang.

"Ayah..."

"Ceng Im" ujar Lim Peng Hang dengan suara rendah.

"Kini sudah saatnya engkau memberitahukan kepada Cie Hiong tentang dirimu. Dan juga...

engkau harus baik-baik mengurusinya "

Engkau pun harus menyuapinya makan dan minum," tambah sam Gan sin Kay. "sebab dia masih tidak boleh bergerak"

"Ya." Lim Ceng Im mengangguk.

Kakek pengemis, Paman" ujar Tio Cie Hiong.

"Jangan mempersalahkan adik Im, sebab dia sama sekali tidak bersalah dalam hal itu" "Cie Hiong" sahut Lim Peng Hang.

"Engkau harus beristirahat, jangan bergerak dulu"

"Paman" Tio Cie Hiong tersenyum.

"Dalam waktu dua tiga hari, aku pasti sembuh."

"Cie Hiong, engkau harus beristirahat" ujar Lim Peng Hang. "Paman..." tanya Tio Cie Hiong. "Im Ceng sudah pulang?" "Dia sudah pulang," sahut Lim Peng Hang memberitahukan. "sebentar lagi dia akan ke mari menjengukmu." "oh?" Wajah Tio cie Hiong langsung berseri-seri.

Tio Cie Hiong berbaring di tempat tidur. Mendadak pintu kamar terbuka, maka segeralah ia menoleh ke pintu kamar itu. Tampak seorang gadis cantik jelita berdiri di situ, yang tidak lain Im Ceng.

"Adik Ceng" seru Tio Cie Hiong dengan suara bergemetar saking girangnya.

"Kakak Hiong" sahut gadis itu sambil mendekati Tio Cie Hiong yang berbaring di tempat tidur.

"Adik Ceng..." Tio cie Hiong menatapnya lembut, ketika ia mau bangun, gadis itu mencegahnya.

"Kakak Hiong, jangan bangun berbaring saja" Gadis itu terus memandangnya dengan penuh cinta kasih, lalu duduk di pinggir ranjang.

"Adik Ceng..." ujar Tio cie Hiong setengah berbisik.

"Aku... aku rindu sekali padamu."

"Aku tahu." Gadis itu manggut-manggut.

"Adikmu yang memberitahukan?" tanya Tio Cie Hiong.

Gadis itu tidak menyahut, melainkan cuma tersenyum lembut.

"Kakak Hiong, kenapa engkau menolak perjodohan itu?" tanyanya.

"Perjodohan apa?" Tio Cie Hiong bingung.

"Apakah engkau sudah lupa?" Gadis itu tersenyum.

"Bukankah Toan Hong Ya ingin menjodohkan putrinya denganmu? "

"oh, itu" Tio Cie Hiong manggut-manggut.

"Toan Hong Ya memang ingin menjodohkan Tayli Kongcu denganku, namun aku menolak karena cintaku hanya untukmu."

"Kakak Hiong..." Gadis itu menggenggam tangannya.

"Aku tahu, engkau sangat setia kepadaku."

"Adik Ceng" Tio Cie Hiong memandangnya.

"Aku harap. mulai sekarang engkau jangan meninggalkan aku lagi"

"Ng" Gadis itu mengangguk.

"Terimakasih, adik Ceng" ucap Tio Cie Hiong gembira.

oh ya, di mana adik Im?" Gadis itu tidak menyahut, cuma tersenyum-senyum. "Adik ceng" Tio cie Hiong heran.

Kenapa engkau diam saja? Apakah adik Im tidak berada di sini?"

Kakak Hiong, dia berada di sini." Gadis itu menundukkan kepala.

Kakak Hiong, engkau harus tahu, bahwa selama ini aku... aku tidak pernah meninggalkanmu." "Oh?" Tio Cie Hiong menatapnya bingung.

"Kakak Hiong..." Wajah gadis itu tampak kemerah-merahan.

"sejak pertama kali kita bertemu, aku... aku sudah jatuh cinta kepadamu." "oh?" Tio Cie Hiong girang bukan main.

"Di rumah hartawan itu kan?"

"Bukan." Gadis itu menggelengkan kepala.

"Kok bukan?" Tio Cie Hiong menatapnya tidak mengerti.

"Pertama kali kita bertemu..." ujar gadis itu memberitahukan dengan sikap malu-malu. "Beberapa tahun lalu, ketika engkau mandi di sungai...."

"Itu adikmu," sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum.

"Pada waktu itu aku telanjang bulat, karena mau mandi di sungai. Kebetulan adikmu muncul. sejak itu la h kami pun jadi teman. Bertemu kedua kalinya, aku pun telanjang bulat mandi di sungai."

"Kakak Hiong..." Wajah gadis itu memerah.

"Kini aku ingin memberitahukan kepadamu"

"Engkau ingin memberitahukan apa kepadaku?" tanya Tio Cie Hiong heran.

"Sebetulnya... aku Ceng Im." Gadis itu memberitahukan dengan suara rendah.

"Adik Ceng" Tio Cie Hiong tersenyum.

"Kok hari ini engkau bergurau denganku?"

"Kakak Hiong, engkau sangat lugu sehingga tidak mencurigai diriku." Gadis itu menghela nafas.

"Ceng Im... Im Ceng adalah satu orang, hanya saja Ceng Im menyamar sebagai anak lelaki, sedangkan Im Ceng berpakaian wanita...."

"Adik Ceng, be... benarkah begitu?" Tio cie Hiong terbelalak.

"Benar." Gadis itu mengangguk.

"Aku tidak membohongimu."

"Engkau..." Tio cie Hiong teringat kembali akan gerak-gerik Lim Ceng Im selama bersamanya kemudian mendadak ia tertawa terbahak-bahak.

"Memang benar, engkau adalah adik Im Kenapa aku begitu goblok...?" "Kakak Hiong, maafkan aku ya" ucap Lim Ceng Im dengan kepala tertunduk. "Adik Im" Tio Cie Hiong menggenggam tangannya erat-erat.

"Engkau kok begitu nakal mempermainkan aku? Pantas kakek dan ayahmu mengatakan engkau keterlaluan, ternyata karena ini"

Kakak Hiong, aku terus menyamar sebagai anak lelaki, karena aku ingin tahu bagaimana isi hatimu.-"

"Aku tahu. Aku tahu..." Tio cie Hiong tertawa gembira.

"ohya" Lim Ceng Im memandangnya sambil tersenyum.

"selanjutnya aku harus berdandan begini atau... tetap menyamar sebagai anak lelaki?" "Itu..." Tio Cie Hiong berpikir sejenak.

"Menurutku lebih baik engkau tetap menyamar sebagai pengemis dekil saja."

"Aku sih setuju, tapi...."

"Kenapa?"

Kakak Hiong" Lim Ceng Im memberitahukan dengan sungguh-sungguh.

Kalau aku tetap menyamar sebagai pengemis dekil, tentu akan menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan lagi."

"Maksudmu?"

"Aku menyamar sebagai pengemis dekil bersamamu, apabila bertemu para anak gadis, mereka pasti jatuh hati kepadamu. seandainya aku berdandan seperti ini, tentu para anak gadis akan mundur teratur, jadi tidak akan menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan lagi. Ya, kan?"

"Benar." Tio Cie Hiong tertawa, lalu mendadak memeluk Lim Ceng Im erat-erat.

Kakak Hiong..." Lim Ceng Im pun mendekap ke dadanya. Tio Cie Hiong membelainya dengan penuh cinta kasih.

Bab 31 Markas cabang Kay Pang mulai diserang

Yap In Nio berlari ke mana? Ternyata menuju rumah penginapan. la terus berlari sambil bergumam.

"Aku sudah menusuk Kakak Hiong Aku sudah menusuk Kakak Hiong Aaakh.... Kakak Hiong"

Air mata gadis itu terus berderai-derai dan wajahnya masih tampak pucat pias.

la merasa sakit hati sekali karena Tio Cie Hiong tidak mau bertanggung jawab atas perbuatannya. Setelah menusuk Tio Cie Hiong, timbul pula rasa menyesal di dalam hatinya.

"Kakak Hiong, aku cinta kepadamu Tapi... aaakh Aku telah menusuknya Kakak Hiong...."

Yap In Nio sudah sampai di rumah penginapan. Pelayan tua menyambutnya dengan kening berkerut-kerut, namun menatapnya dengan lembut.

"Nona...."

"Paman tua...." Tatapan pelayan tua itu membuat hati Yap In Nio makin sedih, dan langsung

mendekap ke dadanya.

"Nak" Pelayan tua membelainya. "Apa yang telah terjadi, janganlah diingat tagi Anggaplah sebagai mimpi buruk saja"

"Paman tua...." Yap In Nio terus menangis.

"Mari kuantar kau ke kamar" ujar pelayan tua lalu mengantar gadis itu ke kamar tempat ia berhubungan intim dengan Tio cie IHiong.

"Duduklah Nona"

Yap In Nio duduk sambil menangis terisak-isak. Pelayan tua juga duduk dan menatapnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Paman tua, hidupku telah hancur." Yap In Nio memberitahukan.

"Nak" Pelayan tua tersenyum lembut. "Tuturkanlah apa yang telah ter jadi atas dirimu"

"Aku...." Yap In Nio menutur tentang Kejadian itu dan menambahkan. "Kutusuk dia dengan

belati...."

"Nak" Pelayan tua menggeleng-gelengkan kepala. "Engkau telah salah menusuk orang." "Paman tua...." Yap In Nio tertegun.

"Nak" Pelayan tua memandangnya sambil menggeleng-gelengkan kepala lagi. "Tahukah engkau siapa pemuda yang membawamu ke mari?"

"Aku sudah iupa namanya, kami berkenalan di kedai." Yap In Nio memberitahukan. "Memang-nya kenapa?"

"Dia bernama Ku Tek Cun." Pelayan tua menghela nafas.

"Dia pemuda berhati jahat dan licik."

"Tapi dia sangat baik terhadapku, dialah yang menyuruh Kakak Hiong ke mari," ujar Yap In Nio.

"Engkau datang bersama dia, kemudian dia pergi. Ya, kan?" pelayan tua menatapnya dalam-dalam.

"Ya." Yap In Nio mengangguk. "Dia bilang mau pergi mencari Kakak Hiong, maka dia menyuruhku menunggu di dalam kamar. Malam harinya... muncul Kakak Hiong ke mari dan...."

Kalian berhubungan intim?" Pelayan tua mengerutkan kening, "Ya." Yap In Nio menundukkan kepala.

"Aku telah melihat pemuda itu datang di malam hari, lalu mengetuk pintu kamar ini. "Dia Kakak Hiong." Yap In Nio memberitahukan.

"Dia bukan Kakak Hiong yang engkau cintai itu, melainkan Ku Tek Cun," ujar pelayan tua sambil menghela nafas.

"Paman tua salah lihat, pemuda itu adalah Kakak Hiong."

"Nak" Pelayan tua tersenyum getir. "Engkau telah terkena ilmu sesatnya, sehingga penglihatanmu terpengaruh."

"Bagaimana mungkin?" Yap In Nio mengerutkan kening.

"Nak, usiaku sudah enam puluh lebih, tak mungkin aku akan membohongimu. Pemuda itu telah menggunakan ilmu sesat untuk mempengaruhi penglihatanmu." Pelayan tua memberitahukan lagi.

"Paman tua, aku tidak percaya." Yap In Nio menggeleng-gelengkan kepala.

"Itu memang benar." Pelayan tua manggut-manggut. "Nak. aku mengerti sedikit mengenai ilmu sesat."

"oh?" Yap In Nio menatapnya heran.

"Begini saja" ujar pelayan tua dan melanjutkan. "Malam itu engkau duduk di mana?"

"Duduk di pinggir ranjang."

"Kalau begitu, duduklah kau di pinggir ranjang"

"Paman tua...."

"Menurutlah, nanti engkau akan mengetahuinya" Wajah pelayan tua tampak serius.

Yap In Nio menurut, lalu duduk di pinggir ranjang. Pelayan itu menatapnya tajam, lama sekali barulah membuka mulut.

"Ketika engkau mendengar suara ketukan, engkau menyahut apa?"

"Aku bertanya siapa?"

"sahutan di luar?"

"Menyahut.... Tio cie Hiong"

"Di saat engkau mendengar suara sahutan itu, engkau pasti membayangkan Tio Cie Hiong, kan?"

"Ya." Yap In Nio mengangguk dan memberitahukan. "Aku segera membuka pintu kamar, memang Kakak Hiong berdiri di situ."

"Ketika dia menyahut dengan nama itu, engkau pun langsung membayangkan Kakak Hiong mu, otomatis engkau telah terkena ilmu sesatnya." Pelayan tua menjelaskan.

"Maka ketika engkau membuka pintu kamar ini, yang engkau lihat adalah Kakak Hiong yang engkau cintai."

"Oh?" Yap In Nio terbelalak.

"Nah, sekarang begini" Pelayan tua memberi petunjuk.

"Pejamkan matamu, kemudian bayangkan kembali Kejadian malam itu, mulai dari suara ketukan pintu"

"Ya." Yap In Nio mengangguk lalu memejamkan matanya, sekaligus membayangkan Kejadian malam itu.

Gadis itu seakan mendengar suara ketukan pintu. la pun merasa bertanya dan kemudian membuka pintu kamar. la melihat Tio Cie Hiong berdiri di situ sambil tersenyum-senyum.

"Kakak Hiong..." panggilnya tanpa sadar.

setelah itu, ia pun melihat Tio Cie Hiong melangkah ke dalam kamar. Di saat itulah ia mendengar suara pelayan tua. "Perhatikan wajahnya"

Yap In Nio segera memperhatikan wajah Tio Cie Hiong yang ada di dalam bayangannya. Mendadak ia melihat wajah itu berubah menjadi wajah Ku Tek Cun, lalu berubah menjadi wajah Tio Cie Hiong lagi.

"Haah?" serunya kaget.

"Perhatikan ucapan dan gerak-geriknya" suara pelayan tua. "Apakah terdapat keganjilan?" Yap In Nio menurut, berselang beberapa saat kemudian, wajahnya tampak berubah pucat. "Cukup sekarang engkau boleh membuka mata," ujar pelayan tua. "Paman tua" panggil Yap in Nio setelah membuka matanya.

"Kini engkau sudah tahukan?" Pelayan tua menatapnya sambil menghela nafas dan menggeleng-gelengkan kepala.

"Apakah terdapat keganjilan?"

"Ya." Yap In Nio mengangguk. "Pertama kali aku bertemu kakak Hiong, dia memanggilku Adik In. Kami bertemu di markas pusat Kay Pang, dia pun memanggilku Adik In. Tapi Kakak Hiong yang itu...."

"Dia memanggilmu apa?"

"Dia hanya memanggil namaku saja."

"Nah, itu pun sudah berbeda."

"Dan juga..." wajah Yap In Nio makin pucat.

"Kakak Hiong selalu mengenakan pakaian putih, tetapi Kakak Hiong yang memasuki kamar ini mengenakan pakaian biru."

"Terdapat perbedaan lagi." ujar pelayan tua sambil menghela nafas.

"Kakak Hiong Kakak Hiong" jerit Yap in Nio mendadak.

"Aku... aku telah menusuknya Aku telah menusuknya Ku Tek Cun Aku bersumpah akan mencincangmu Ku Tek Cun.ini.."

"Nak" Pelayan tua menatapnya iba.

"Malam itu aku ingin menolongmu, tapi... pemuda itu berkepandaian tinggi, aku pasti dibunuhnya. Lagi-pula ilmu sesatnya sudah tinggi, aku tak kuat melawannya, sedangkan aku masih punya empat cucu yang yatim piatu. Kalau aku mati, bagaimana dengan mereka? Karena itu, aku tidak berani menolongmu...."

Apa yang diucapkan pelayan tua, Yap In Nio sama sekali tidak mendengarnya karena ia terus bergumam.

"Kakak Hiong, maafkan aku Ku Tek Cun, aku pasti mencincangmu Ku Tek Cun, aku pasti mencincangmu" Mendadak Yap In Nio berlari ke luar.

"Nona" Pelayan tua ingin mencegahnya, tapi terlambat dan sayup,sayup ia mendengar suara tawa Yap In Nio terkekeh-kekeh.

sementara Yap In Nio terus berlari tiada arah tujuan, bahkan terus tertawa terkekeh-kekeh lalu menangis meraung-raung, akhirnya ia memasuki sebuah lembah yang banyak batu curam.

Pelayan tua rumah penginapan tak henti-hentinya menghela nafas, lalu meninggalkan kamar itu dengan kepala tertunduk. sehingga nyaris menubruk seseorang yang di hadapannya.

"Maaf" ucapnya sambil mendongakkan kepala, dan seketika itu juga ia terbelalak. "Lim Pangcu...."

Ternyata orang itu Lim Peng Hang, ketua Partai Pengemis, yang datang di rumah penginapan tersebut untuk menyelidiki Kejadian Yap In Nio dan siapa yang menyamar sebagai Tio cie Hiong.

"Lo sam" Lim Peng Hang menatapnya. "Beberapa hari yang lalu, apakah ada seorang gadis menginap di sini? "

"Ada." Pelayan tua yang dipanggil Lo sam itu mengangguk.

"siapa yang membawanya ke mari?" tanya Lim Peng Hang lagi.

"Seorang pemuda."

"Engkau kenal pemuda itu?"

"Dia Ku Tek Cun"

"Ku Tek Cun?" Lim Peng Hang mengerutkan kening. "Lo sam, tentunya engkau tahu jelas mengenai Kejadian itu, bukan?"

"Ya." Lo sam mengangguk.

"Tuturkanlah bagaimana Kejadian itu" ujar Lim Peng Hang bernada mendesaknya.

"Lim Pangcu...." Lo sam menghela nafas, lalu menutur tentang Kejadian itu sambil menggeleng-

gelengkan kepala.

"Oh?" Lim Peng Hang mengerutkan kening.

"sekarang berada di mana gadis itu?"

"Dia terus lari." Lo sam memberitahukan dan menggeleng-gelengkan kepala.

"Kelihatannya dia sudah tidak waras."

"Lo sam, terima kasih atas keteranganmu Sampai jumpa" ucap Lim Peng Hang lalu meninggalkan rumah penginapan itu.

sesampainya di markas pusat, Lim Peng Hang langsung ke kamar Tio Cie Hiong. Dilihatnya putrinya sedang duduk di pinggir ranjang.

"Ayah" panggil Lim Ceng im.

"Sudah berhasilkah Ayah menyelidiki itu?"

"Aaakh..." Lim Peng Hang menghela nafas.

"Ternyata biang keroknya adalah Ku Tek Cun"

"Apa?" Tio Cie Hiong terbelalak.

"Ku Tek Cun?"

"Engkau kenal dia?" tanya Lim Peng Hang.

"Kenal." Tio Cie Hiong mengangguk.

"Dia putra almarhum Hong Lui Kiam Khek."

"cie Hiong" Lim Peng Hang menatapnya. " Engkau mempunyai dendam dengannya?" "sama sekali tidak." Tio cie Hiong menggelengkan kepala.

"Ku Tek Cun...." Mendadak Lim Ceng im berseru. "Aku ingat...."

"Ceng Im, engkau ingat apa?" tanya Lim Peng Hang sambil memandang putrinya dengan heran.

"Ayah, aku dan Kakak Hiong pernah bertemu dia." Lim Ceng im memberitahukan sambil mengerutkan kening.

"Pada waktu itu, aku sudah berpesan kepada Kakak Hiong harus berhati-hati padanya." " Kenapa engkau berpesan begitu?" Lim Peng Hang makin heran.

"sebab gerak-geriknya sungguh mencurigakan, kelihatannya dia ingin menyerang Kakak Hiong secara mendadak, tetapi karena aku terus mengawasinya, maka dia tidak berani turun tangan."

"cie Hiong, kenapa dia begitu mendendam kepadamu?" tanya Lim Peng Hang dan tidak habis pikir.

"Paman, aku sendiri juga tidak tahu." Tio cie Hiong menggelengkan kepala.

"Ayah" Lim Ceng Im memberitahukan. " Kakak Hiong pernah tinggal di Hong Li Po, Phang Ling Hiang sangat baik terhadap Kakak Hiong, mungkin karena itu."

"Tidak mungkin." Tio Cie Hiong menggelengkan kepala.

"sebab Hong Li Po telah musnah, dan Phang Ling Hiang yang dicintainya juga telah mati, bagaimana mungkin dia mendendamku karena itu?"

Heran? sungguh mengherankan" gumam Lim Peng Hang. "Kasihan Adik In...." Tio Cie Hiong menghela nafas.

"Ku Tek Cun menodainya agar dia membunuhku. oh ya, Paman Adik In berada di mana sekarang?"

"Entahlah" Lim Peng Hang menggelengkan kepala. "Cie Hiong, bagaimana keadaanmu? Sudah membaik?"

"Paman" Tio cie Hiong mengangguk. "sebetulnya lukaku tidak begitu parah, jadi tidak usah merepotkan Adik Im."

"Cie Hiong" Lim Peng Hang tersenyum. "Seharusnya engkau pura-pura luka parah" " Kenapa?" Tio Cie Hiong bingung.

"Agar... Ceng Im terus menemanimu," sahut Lim Peng Hang sambil tertawa lalu meninggalkan kamar itu

"Ayah" Lim Ceng im menundukkan wajahnya dalam-dalam. sedangkan Tio Cie Hiong terus tertawa sambil menatapnya. Kemudian Lim Ceng im menegurnya.

" Kenapa engkau terus tertawa?"

"Adik Im, apa yang ayahmu katakan memang benar," sahut Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Aku harus berpura-pura terluka parah, agar engkau terus menerus menyuapi aku makan." "Ciss" Wajah Lim Ceng im memerah. "Dasar tak tahu malu"

"Adik Im" Tio Cie Hiong menatapnya lembut. "Engkau sungguh baik terhadapku"

"Kakak Hiong, karena engkau sangat mencintaiku, maka aku pun harus mencintaimu dan baik terhadapmu...."

"juga harus menyuapi aku makan dan minum," sambung Tio Cie Hiong sambil tertawa-tawa.

"ciss Dasar...." Lim Ceng Im langsung mendekap di dada Tio cie Hiong.

"Ha ha ha" Bu Lim sam Mo terus tertawa gelak setelah mendengar apa yang diceritakan Ku Tek Cun. Kemudian Tang Hai Lo Mo manggut-manggut seraya berkata.

Ku Tek Cun, tidak percuma engkau menjadi murid kami. Engkau memang cerdik dan banyak akal. Gadis itu pasti terus berusaha membunuh Tio Cie Hiong."

"sayang" Thian Mo menggeleng-gelengkan kemala. "Tusukan belati itu tidak menghabiskan nyawa Tio Cie Hiong."

"Tapi Tio Cie Hiong telah terluka. Itu cukup memuaskan kita," ujar Te Mo sambil tertawa.

"Kauwcu" ujar Dhalai Lhama jubah merah. " Kapan kita akan menyerang markas pusat Kay Pang?"

Kalian berempat sudah pulih?" tanya Tang Hai Lo Mo. "Sudah, Kauwcu." sahut Dhalai Lhama jubah merah.

"Ngmmm" Tang Hai Lo Mo manggut-mang-gut. " Kalau begitu...." "Guru" sela Ku Tek Cun. "Percuma kita menyerang ke sana."

"Lho?" Tang Hai Lo Mo heran. " Kenapa percuma? Apakah engkau mempunyai rencana yang bagus?"

"Ya, Guru." Ku Tek Cun mengangguk.

Kalau kita menyerang ke sana, tentu para anggota kita juga akan berkorban. Maka alangkah baiknya biar mereka yang menyerang ke mari, karena di dalam istana ini telah dipasang berbagai macamjebakan. Kalau mereka menyerang ke mari, pasti akan mati semua, kita tidak perlu capek-capek menyerang ke sana"

"Benar." Tang Hai Lo Mo manggut-manggut. "Tapi... bagaimana mungkin mereka akan menyerang ke mari?"

Hancurkan markas cabang Kay Pang, maka mereka pasti menyerang ke man" sahut Ku Tek

Cun.

"Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa gembira.

"Benar. Kalau kita telah menghancurkan markas cabang mereka, tentu Bu Lim Ji Khie dan lainnya akan menyerang ke mari, dan mereka pasti akan mati semua di dalam jebakan."

"siauw Kauwcu (Ketua Muda) memang cerdik." Puji Empat Dhalai Lhama.

" Kalau begitu, tugas menghancurkan markas cabang Kay Pang serahkan saja kepada kami"

"Baik" Tang Hai Lo Mo mengangguk. "Kalian berempat bawa seratus orang pergi menyerang markas cabang Kay Pang setelah markas cabang itu musnah, sam Gan sin Kay pasti mencak-mencak. Ha ha ha"

"Kauwcu, kami berangkat" ujar Dhalai Lhama jubah merah sambil menjura, lalu pergi.

"Tek Cun" Thian Mo menatapnya. "Engkau masih harus belajar ilmu sesat pada Im Yang Hoatsu, dan juga harus terus berlatih Pak Kek sin Kang."

"Ya, Guru." Ku Tek Cun mengangguk. kemudian menuju ke kamar Im Yang Hoatsu sambil tersenyum-senyum.

Begitu memasuki kamar itu, ia terbelalak karena melihat Im Yang Hoatsu berdandan bagaikan gadis berusia dua puluhan, mengenakan pakaian tipis dan berbaring di tempat tidur.

"Jantung hatiku, ke marilah" ujar Im Yang Hoatsu sambil tersenyum manis.

"Oh, buah hatiku" sahut Ku Tek Cun dan mendekatinya dengan wajah berseri-seri. "Hari ini engkau tampak cantik sekali."

"Oh, ya?" suara Im Yang Hoatsu mengalun lembut. "Duduklah"

Ku Tek Cun duduk dipinggir ranjang. im Yang Hoatsu bangun sekaligus membelai-belai bahunya.

"Buah hatiku...." Ku Tek Cun memeluknya.

"Aku tahu." Im Yang Hoatsu tersenyum.

" Engkau ke mari menemuiku karena ingin menambah ilmu sesat lagi, kan?"

"Ya." Ku Tek Cun mengangguk. "Tentunya engkau tidak akan pelit mengajarku bukan?" "Tentu." Im Yang Hoatsu menggerayang tubuh Ku Tek Cun.

"Asal engkau mau bersenang-senang denganku, ilmu sesat apa pun pasti kuajarkan kepadamu."

"Terimakasih" Ku Tek Cun juga mulai menggerayanginya, sehingga membuat Im Yang Hoatsu tertawa cekikikan.

"Hi h i Auuuh" Nafas Im Yang Hoatsu mulai mendesah.

"Jantung hatiku, kalau hari ini engkau bisa memuaskan aku, akan kuhadiahkan sesuatu kepadamu."

"Hadiah apa?" tanya Ku- Tek Cun sambil mengecup pipinya.

"Sebuah kitab peninggalan guruku." Im Yang Hoatsu memberitahukan.

"Kitab apa itu?" tanya Ku Tek Cun tertarik.

"Kitab Cih Hun Tay Hoat (Ilmu Pengendalian Pikiran)," jawab im Yang Hoatsu menjelaskan.

"Yaitu ilmu sesat yang sangat tinggi, kalau berhasil mempelajari ilmu tersebut, maka dapat mengendalikan pikiran orang lain, bahkan dapat membangkitkan mayat yang belum lewat tujuh hari."

"Oh? Kalau begitu, engkau sudah berhasil mempelajari ilmu sesat itu?" tanya Ku Tek Cun.

"Aku tidak berhasil." Im Yang Hoatsu menggelengkan kepala.

"Kenapa?" Ku Tek Cun heran.

"Begitu aku mulai mempelajari ilmu itu, kepalaku menjadi pusing dan merasa seakan mau pecah, maka aku tidak berani mempelajarinya lagi. Tapi siapa tahu engkau berjodoh dengan ilmu sesat itu." ujar Im Yang Hoatsu memberitahukan

"Kalau engkau berhasil, orang yang berkepandaian tinggi bagaimanapun, masih dapat kau kendalikan pikirannya. Apa yang engkau perintahkan, orang itu pasti melakukannya."

"oh?" Ku Tek Cun tampak girang sekali. "Lalu apa gunanya membangkitkan mayat?"

Engkau bisa perintah mayat untuk membunuh siapa pun, sebab mayat itu tidak akan mati." Im Yang Hoatsu menjelaskan.

Walau kepalanya hilang tersabet golok, tapi badan, tangan dan kakinya masih bisa berderak membunuh orang."

Hebat sekali ilmu sesat itu" Ku Tek Cun makin tertarik.

"Benarkah engkau akan menghadiahkan kitab itu kepada ku?,

"Benar. Asal hari ini engkau bersedia menemani aku bersenang-senang," sahut Im Yang Hoatsu sungguh-sungguh.

"Baik," Ku Tek Cun manggut-manggut.

Kalau begitu, mari kita mulai bersenang-senang" Terdengarlah suara tawa cekikikan, yang disusul oleh suara desahan nafas. Im Yang Hoatsu memang merasa puas sekali hari ini. Karena itu, ia menepati janjiny a, yakni menghadiahkan kitab ilmu sesat itu kepada Ku Tek Cun.

setelah menerima kitab tersebut, Ku Tek Cun mulai mempelajarinya. Akan tetapi, sesuai dengan apa yang dikatakan im Yang Hoatsu, begitu dia mulai mempelajari ilmu sesat itu, kepala langsung pusing dan merasa mau pecah pula.

Ku Tek Cun penasaran dan mencoba lagi, namun tetap begitu sehingga membuatnya tidak berani mempelajarinya lagi. Kitab itu disimpannya dengan hati-hati sekali dan berharap suatu hari nanti ia akan berhasil mempelajarinya.

Betapa gusarnya Lim Peng Hang, ketua Kay Pang begitu menerima laporan-laporan dari beberapa pemimpin markas cabang Kay pang, bahwa markas-markas cabang Kay Pang telah dihancurkan sam Mo Kauw.

oleh karena itu, segeralah ia mengadakan perundingan dengan Bu Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin, Tok Pie sin Wan, Gouw Han Tiong dan Tio cie Hiong.

"Hm" dengus sam Gan sin Kay. " Kalau begitu, mari kita serbu markas mereka"

"Aku setuju," sahut Tok Pie sin Wan, begitu pula yang lain.

Akan tetapi, Tio Cie Hiong diam saja dengan kening berkerut-kerut seakan sedang memikirkan sesuatu.

Kakak Hiong" bisik Lim Ceng im. " Engkau sedang memikirkan apa?" "Masalah ini," sahut Tio Cie Hiong.

"cie Hiong" Lim Peng Hang memandangnya seraya bertanya. "Bagaimana menurutmu, kalau kita menyerbu markas sam Mo Kauw?" "Paman"jawab Tio Cie Hiong serius.

"Menurut pendapatku, lebih baik jangan."

"Jangan?" Lim Peng Hang tertegun. "Apa alasanmu mengatakan demikian?"

"Paman, seharusnya sam Mo Kauw menyerbu ke mari, tapi mereka malah menyerbu ke markas cabang. itu pertanda mereka mempunyai suatu rencana tertentu," ujar Tio Cie Hiong menjelaskan.

"Tujuan Bu Lim sam Mo justru menghendaki kita menyerbu ke markas mereka."

"Cie Hiong" sam Gan sin Kay menatapnya. "Kenapa engkau berpendapat begitu?"

"Sebab kalau kita menyerbu ke sana, tentu kita semua akan mati sia-sia. inilah tujuan sam Mo Kauw, karena di markas pasti sudah dipasang berbagai jebakan," jawab Tio Cie Hiong menjelaskan.

"Mereka tidak mau menyerbu ke mari, lantaran tidak menghendaki para anggotanya menjadi korban di sini. oleh karena itu, kita pun harus diam."

"Diam?" Lim Peng Hang mengerutkan kening. "Aku ketua Kay Pang, apakah harus diam membiarkan beberapa markas cabang itu hancur begitu saja? Engkau harus tahu, hampir seratus pengemis telah dibantai sam Mo Kauw"

"Paman, apakah pihak sam Mo Kauw tiada seorang pun yang mati?" tanya Tio Cie Hiong mendadak.

"Ada." Lim Peng Hang mengangguk. "Kurang lebih tiga puluh orang."

"Nah Pihak sam Mo Kauw juga ada yang mati, berarti penyerbuan mereka tidak menghasilkan kemenangan yang gemilang, sebab masih ada perlawanan dari markas cabang Kay Pang," ujar Tio cie Hiong dan melanjutkan.

"Tapi apabila kita menyerbu ke markas sam Mo Kauw, yang akan kita hadapi adalah jebakan-jebakan maut, sehingga kita akan mati sia-sia"

di sana. Kita sudah tahu itu, kenapa masih mau ke sana mencari mati? Bukankah lebih baik kita menunggu dan melihat perkembangan selanjutnya?"

"Apa yang dikatakan cie Hiong memang masuk akal." Kim siauw suseng manggut-manggut dan menambahkan. "Pihak sam Mo Kauw menggunakan rencana, kita harus menggunakan taktik"

"Ngmm" sam Gansin Kay juga manggut-manggut. "Lebih baik sisa anggota di markas cabang ditarik ke mari untuk memperkuat markas pusat ini."

"Ayah" ujar Lim Peng Hang sambil mengerutkan kening.

"Bukankah kaum rimba persilatan akan mentertawakan kita sebagai pengecut?"

"Peng Hang" sam Gan sin Kay menatapnya tajam. "Kaum rimba persilatan mana yang berani mentertawakan kita? Engkau harus ingat, kini Kay Pang merupakan beriteng bagi rimba persilatan. Apabila Kay Pang roboh, rimba persilatan pasti dikuasai sam Mo Kauw."

"Benar." Tui Hun Lojin mengangguk.

"Maka kita semua harus membela mati-matian markas pusat ini."

Mendadak berjalan ke dalam seorang pengemis peringkat kedua, yang kemudian memberi hormat dan melapor.

Lapor pada Tetua dan Pangcu, beberapa ketua partai ingin bertemu." "oh?" Lim Peng Hang tercengang. " Undang mereka masuk"

"Ya, Pangcu." Pengemis itu segera pergi.

Berselang beberapa saat, tampak beberapa orang berjalan ke dalam. Mereka adalah Hui Khong Taysu ketua partai siauw Lim, It Hian Tojin ketua partai Butong, Hui Liong sin Kiam ketua partai Hwa san dan wie Hian cinjin ketua partai Kun Lun. para ketua partai itu memberi hormat pada Bu Lim Ji Khie, Tui Hun Lojin, Tok Pie Sin Wan dan Lim Peng Hang.

"Eeeh?" Sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Kalian ke mari ingin makan gratis di sini ya?"

"omitohud" ucap Hui Khong Taysu. "Sin Kay, kami telah menerima berita bahwa markas cabang Kay Pang telah diserbu, mungkin tidak lama lagi pihak Sam Mo Kauw akan menyerbu ke mari. oleh karena itu kami ke mari untuk bergabung melawan Sam Mo Kauw."

"Terimakasih" ucap Lim Peng Hang. "Silakan duduk"

Para ketua itu duduk. Hui Liong sin Kiam dan Wie Hian Cinjin terus memandang Tio Cie Hiong. Kedua ketua itu telah mendengar tentang kehebatan Pek Ih Sin Hiap, namun timbul pula keraguan mereka karena Tio Cie Hiong masih begitu muda.

"Eeeh?" Sam Gan sin Kay tertawa gelak. "Kalian meragukan kehebatan Pek Ih Sin Hiap ya?" "Cianpwee, kami...." Wajah Hui Liong Sin Kiam memerah, begitu pula Wie Hian Cinjin. "Kami tidak menyangka Pek Ih Sin Hiap masih begitu muda."

"Muda tapi berisi, tidak seperti kalian yang telah menyerah pada Sam Mo Kauw," sahut Sam Gan Sin Kay sambil tertawa gelak.

"Cianpwee" ujar Wie Hian cinjin dengan wajah agak memerah lantaran merasa malu. "Kami menyerah bukan karena, takut mati, melainkan tidak menghendaki pertumpahan darah dan mengorbankan para murid, di samping itu, kami pun menunggu kesempatan...."

"Terimakasih atas kesediaan kalian bergabung dengan Kay Pang" ucap Sam Gan sin Kay. "Se-hingga markas pusat Kay Pang ini bertambah kuat"

"Cianpwee, bagaimana kalau kita menyerbu ke markas Sam Mo Kauw?" tanya Hui Liong Sin Kiam, ketua partai Hwa san mendadak.

Justru kami sedang merundingkan hal ini," sahut Lim Peng Hang memberitahukan. "Namun kami menunda penyerbuan ke sana."

"Kenapa?" Hui Liong sin Kiam heran.

"sebab...." Lim Peng Hang membeberkan apa yang dikatakan Tio cie Hiong tadi, sehingga

membuat ketua partai Hwa san dan Kun Lun saling memandang.

"omitohud Daya pikir Pek Ih sin Hiap memang hebat. Kita memang harus menunggu sesuai dengan apa yang dikatakan Lim Pangcu," ujar Hui Khong Taysu. "omitohud...."

sementara di dalam markas sam Mo Kauw, terdengar suara tawa gelak. yaitu suara tertawanya Bu Lim sam Mo.

"Beberapa markas cabang Kay Pang telah hancur, maka sam Gan sin Kay pasti mencak-mencak tidak karuan," ujar Tang Hai Lo Mo.

"Aku yakin tidak lama lagi mereka pasti akan menyerbu ke mari."

"Itu berarti kematian bagi mereka," sahut Thian Mo sambil tertawa gelak.

"sam Mo Kauw yang akan berkuasa dalam rimba persilatan," sambung Te Mo dan seketika juga terdengar tepuk sorak para anggota sam Mo Kauw dengan penuh semangat. "Hidup sam Mo Kauw Hidup sam Mo Kauw"

Bagaimana keadaan Yap in Nio yang sudah tidak begitu waras? Gadis yang bernasib malang itu terus berlari di lembah. Pakaiannya sudah tersobek sana sini, bahkan kaki dan tangannya pun lecet-lecet.

Sudah dua hari dua malam ia tidak makan, tapi perutnya tidak merasa lapar sama sekali. Kadang-kadang ia tertawa melengking, kemudian menangis meraung-raung, sehingga mengejutkan burung-burung yang ada di dalam lembah itu.

Ketika ia sampai di sebuah tebing, mendadak kakinya tergelincir sehingga tubuhnya terperosok ke bawah dan masuk ke dalam sebuah lubang besar.

sungguh di luar dugaan, lubang itu ternyata sebuah terowongan. Begitu keras badan Yap In Nio membentur dinding terowongan, tapi gadis itu tidak menjerit kesakitan, melainkan malah tertawa cekikikan.

"Hi hi hi Gelap sekali. Mungkin aku sudah berada di dalam neraka. Hi hi..."

Yap In Nio bangkit berdiri Terowongan itu agak gelap, namun gadis itu melangkah ke dalam juga sambil bernyanyi-nyanyi kecil.

Makin ke dalam terowongan itu makin besar, akhirnya Yap in Nio sampai di tempat yang cukup luas dan terang. Ternyata ada sebuah mutiara menempel di dinding terowongan, dan mutiara itu memancarkan cahaya yang cukup terang.

Mendadak Yap In Nio terbelalak karena melihat seorang wanita berusia lima puluhan duduk di tengah-tengah goa. Di hadapannya terdapat sebuah batu berbentuk segi empat. Tampak sebuah kitab, dan beberapa tulisan terukir di atas batu itu.

"Hei, Bibi" seru Yap In Nio sambil tertawa geli. " Kenapa Bibi duduk mematung di situ?"

Yap In Nlo mendekatinya. Karena merasa iseng ia menepuk bahu wanita itu, dan seketika juga baju wanita itu hancur. Yap in Nio terbelalak, kemudian menyentuh ujung pakaian wanita itu yang melebar di tanah.

"Eeeh?" Mulut Yap In Nio ternganga lebar. Ternyata ujung pakaian itu pun langsung hancur. Bahkan yang lebih mengherankan, wanita itu tidak mempunyai kaki. " Kok Bibi tidak punya kaki? Pantas tidak bisa berdiri"

Yap In Nio tertawa-tawa, lalu duduk di sisi wanita itu. Gadis tersebut sama sekali tidak tahu, bahwa wanita itu sudah mati, tapi tubuhnya masih utuh karena tidak membusuk.

"Kok ada tulisan di atas batu?" gumam Yap In Nio, kemudian sambil tertawa-tawa ia membacanya.

Aku bernama siang Kuan Giok Lan, adik perempuan seperguruan im sie HongJin (orang Gila Alam Baka). Im sie HongJin meracuni guru dan mencuri Kitab Im sie Cin Keng (Kitab Pusaka Alam Baka). Kitab Pusaka itu berisi Im sie Hong Kang (Tenaga sakti Abnormal Alam Baka) dan im sie Kiam Hoat (Ilmu Pedang Alam Baka).

Karena aku memergokinya mencuri Kitab Pusaka itu, maka aku ditangkap dan disekap di dalam goa ini, bahkan dia pun memotong kedua kakiku.

siapa yang berjodoh memasuki goa ini, harus menjadi muridku. Perguruanku memiliki semacam Iweekang aneh, yakni mati dtngan tubuh tidak membusuk, juga tetap memiliki Iweekang. Engkau harus memeluk tubuhku, agar iweekang yang masih kumiliki dapat kusalurkan ke tubuhmu.

Engkau pun harus tahu, siapa yang mempelajari Im sie Cin Keng, akan berubah menjadi orang gila. Namun kalau sudah mencapai tingkat kesempurnaan, akan normal kembali. Kitab Pusaka itu berada di tangan im sie Hong jin.

Akan tetapi, Im Sie HongJin sama sekali tidak tahu, ketika guru mendekati ajal karena keracunan, secara diam-diam guru memberiku sebuah Kitab Pusaka lain, yakni yang berada di atas batu ini.

Alangkah baiknya yang memasuki goa ini adalah seorang gadis yang kurang waras, jadi agak gampang mempelajari ilmu yang ada di dalam Kitab Pusaka ini. ingat setelah berhasil mempelajari ilmu yang ada didalam Kitab Pusaka ini, engkau harus pergi mencari Im sie HongJin, kalau dia sudah mati, carilah muridnya atau turunannya, engkau harus membunuh mereka. Yang Meninggalkan Pesan.

siang Kuan Giok Lan.

seusai membaca, Yap In Nio malah tertawa-tawa dan memandang tubuh wanita yang tak bergerak itu.

"Iiih Kenapa aku harus memelukmu? Engkau bukan Kakak Hiong...." Bergumam sampai di sini,

wajah Yap In Nio berubah murung. "Aku telah bersalah terhadap Kakak Hiong, aku telah menusuknya, aku... aku tidak punya muka bertemu dia lagi. Itu.... KuTek CunAku harus

mencincangnya Aku harus mencincangnya"

Yap In Nio tertawa seram dengan mata berapi-api, kemudian memandang tubuh yang kaku itu.

"Bibi yang baik, aku telah bersalah terhadap Kakak Hiong. Dia... dia akan memaafkan aku? Bibi, jawablah Jangan diam saja" Yap in Nio terus mengoceh seakan mengajak sosok itu bercakap-cakap.

"Bibi, ibuku telah meninggal, bibi...."

Yap In Nio menangis sedih, lalu mendadak ia memeluk sosok itu erat-erat, dan seketika badannya tampak tergetar- getar seperti kena strom.

"Hi hi" Gadis itu tertawa geli. "Bibi bercanda denganku...."

Berselang sesaat, Yap in Nio jatuh pingsan, sedangkan tubuh wanita itu telah hancur, hanya tersisa tulang belulang....

Bab 32 Di jadikan sandera

Tampak tiga ekor kuda berlari tidak begitu kencang, terdengar pula suara tawa riang gembira.

Penunggangnya adalah seorang pemuda tampan dan dua orang gadis cantik jelita.

Ternyata mereka Toan wie Kie, Toan pit Lian dan Gouw sian Eng. Toan wie Kie mengantar Gouw sian Eng pulang ke Tionggoan. Karena adiknya memaksa untuk ikut, maka Toan Hong Ya mengijinkannya.

Mereka bertiga telah memasuki daerah Tionggoan, dan langsung menuju markas pusat Kay Pang. Dalam perjalanan, mereka bertiga kelihatan gembira sekali, terutama Toan wie Kie yang begitu takjub dan terpesona akan keindahan panorama di Tionggoan.

" Kakak" seru Toan pit Lian. "mari kita beristirahat sejenak di bawah pohon itu"

"Bagaimana, Adik sian Eng?" tanya Toan wie Kie pada gadis pujaan hatinya. Gouw sian Eng mengangguk. Mereka bertiga menghentikan kuda masing-masing dekat pohon itu, lalu meloncat turun.

"sungguh sejuk dan segar udara di daerah ini" ujar Toan wie Kie sambil duduk.

"Pemandangan pun indah sekali," sambung Gouw sian Eng dan duduk di sisinya.

sedangkan Toan pit Lian masih berdiri sambil menengok ke sana ke mari. Toan wie Kie menatapnya seraya bertanya.

"Adik, kenapa engkau tidak mau duduk?"

"Aku sedang melihat apakah ada kelinci liar di sekitar tempat ini. Kalau ada, aku ingin menangkap untuk dipanggang," sahut Toan pit Lian.

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar