Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 31

Baca Cersil Mandarin Online: Kesatria Baju Putih (Pek In Sin Hiap) Bagian 31
Bagian 31
"Pek Ih Hong Li..." seru Lim Ceng Im tak tertahan.

"Yap In Nio?" sentak Tio Cie Hiong yang tertegun melihat sesosok bayangan berkelebat.

"Hi hi hi Hi hi hi..." Sosok bayangan melayang turun di hadapan lm Sie Hong Mo atau Ku Tek cun.

"Adik In" seru Tio cie Hiong. "Adik In..."

Pek Ih Hong Li tak memperdulikan seruan Tio Cie Hiong. Matanya menatap tajam Ku Tek Cun sambil tertawa cekikikan nyaring.

"Hi hi hi Aku harus cincang engkau Aku harus cincang engkau...."

secepat kilat Pek Ih Hong Li mengibaskan pedangnya, hingga berkelebatan cepat ke arah tubuh Ku Tek Cun. Merencah dan membabat dengan bengis sekali. "Aaakh..." Ku Tek Cun mengeluarkanjeritan yang menyayat hati.

"Hi h Hi" Pek Ih Hong Li terus tertawa melengking- lengking.

Ketika pedangnya berhenti bergerak, Ku Tek Cun pun telah mati dengan tubuh tidak utuh. Pek Ih Hong Li betul-betul mencincangnya

Lim Ceng Im membuang muka tidak berani melihat. Tio Cie Hiong menggeleng-geleng kepala. sementara Bu Lim Ji Khie, Tok Pie sin wan, dan Lim Peng Hang saling memandang, sedangkan para ketua tujuh partai membisu dengan mata terbelalak ngeri.

"omitohud..." suara Hui Khong TaysU. "Yang jahat akhirnya mendapat ganjaran"

"Hi h H i" Pek Ih Hong Li tertawa melengking, kemudian menangis meraung-raung. " Kakak Hiong Kakak Hiong Aku telah bunuh Ku Tek Cun Kakak Hiong, maafkanlah aku karena menusukmu dengan belati Kakak Hiong..."

"Adik In inilah diriku, Kakak Hiongmu" ujar Tio Cie Hiong sambil mendekatinya.

"Apa?" sentak Pek Ih Hong Li dengan mata terbelalak kaget. "Engkau adalah Kakak Hiong?"

Tio Cie Hiong mengangguk. "Akulah Kakak Hiong..."

"Bohong" bentak Pek Ih Hong Li. "Kakak Hiong sudah mati, aku tusuk dia Kakak Hiong Kakak Hiong..."

Mendadak Pek Ih Hong Li melesat pergi sambil tertawa melengking- lengking. la sama sekali tidak mengenali Tio cie Hiong lagi.

"Hi hi hi Hi hi hi Aku telah cincang dia Aku telah cincang dia..,"

Tio Cie Hiong menghela nafas panjang sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Kakak Hiong, kenapa engkau tidak mengejarnya?" tanya Lim Ceng Im merasa iba kepada Yap In Nio.

"Percuma" Tio Cie Hiong menggeleng kepala. "Kita harus menunggu waktu yang tepat untuk melumpuhkannya. setelah itu, barulah aku coba mengobatinya."

"Kasihan dia" gumam Lim Ceng Im, menghela nafas.

sementara Lim Peng Hang telah memerintahkan beberapa anggota Kay Pang untuk mengubur mayat Ku Tek Cun yang hancur tidak karuan itu.

sesudah itu, mereka masuk ke markas dan duduk. Tak henti-hentinya Bu Lim Ji Khie menarik nafas.

"Kalian berdua merasa kasihan pada Im sie Hong Mo?" tanya Tok Pie sin wan heran.

"Im sie Hong Mo memang pantas mati" sahut sam Gan sin Kay. "Kami menghela nafas karena merasa kasihan pada Yap In Nio."

"ooooh" Tok Pie sin Wan manggut-manggut.

"omitohud" ucap Hul Khong Taysu. "Im Sie Hong Mo telah dibasmi, kini dunia persilatan akan aman kembali."

"Benar," sahut It Hian Tejin sambil memandang Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im. "Aku ingin bertanya, kapan kalian akan melangsungkan pernikahan?"

"Aku sudah punya rencana," ujar Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Kami berdua akan ke Tayli dulu, pulang dari sana melaksanakan rencana pernikahan kami...."

"Omitohud" Hui Khong Tays u tersenyum lembut. "Jangan lupa undang kami, pokoknya kami akan hadir."

"Terima kasih, Taysu," ucap Tio Cie Hiong.

"ohya" sela It Hian Tejin. "Kini im sie Hong Mo telah mati, kami pun tidak akan terus mengganggu di sini, kami mau mohon pamit"

Hidung kerbau" sam Gan sin Kay tertawa. "siapa yang bilang kalian mengganggu di sini?" "Maaf, sin Kay" It Hian Tejin menggeleng-gelengkan kepala.

omitohud Memang sudah waktunya kami mohon pamit" sambung Hui Khong Taysu sambil bangkit berdiri, begitu pula para ketua partai lain. Mereka memberi hormat, lalu meninggalkan markas pusat Kay Pang.

"Ha ha ha" sam Gan sin Kay tertawa gembira, kemudian memandang Tio Cie Hiong.

Kenapa tidak segera melangsungkan pernikahan saja?"

Karena kami telah berjanji pada Lam Kiong Bie Liong dan Toan wie Kic, bahwa kami akan mengunjungi mereka." Tio Cie Hiong memberitahukan.

"oooh" Sam Gan Sin Kay manggut-manggut. "Jadi kalian pun ingin mengundang mereka menghadiri pesta pernikahan kalian. Ya, kan?" Tio Cie Hiong mengangguk dan tersenyum.

"Kalau begitu...," ujar Kim siauw suseng sambil tertawa. "Aku masih harus makan tidur gratis di sini untuk menunggu mereka pulang."

"Aku pun begitu," timpal Tok Pie sin wan.

"Lutung gila" Kim siauw suseng melotot. "Kenapa engkau ikut-ikutan?"

"sastrawan sialan" bentak Tok Pie sin wan. "Tidak boleh, ya?"

"siapa bilang tidak boleh?" sahut Kim siauw suseng sambil tertawa. "Engkau sudah terbiasa di sini, bagaimana mungkin kembali ke hutan dan bergantung dipohon lagi?"

"sastrawan sialan" Tok Pie sin wan melotot. "Engkau tidak pernah ditampar orang, ya?" "ingin merasakannya," sahut Kim siauw su-seng dan tertawa gelak.

"Baiklah," ujar sam Gan sin Kay. "Terus terang, aku merasa senang sekali kalian masih bersedia tinggal di sini."

"Kapan kalian akan berangkat ke Tayli?" tanya Lim Peng Hang memandangi wajah Tio Cie Hiong.

"Besok pagi" jawab Tio cie Hiong.

"Mau menggunakan dua ekor kuda atau cukup seekor saja?" tanya Lim Peng Hang sungguh-sungguh .

Ketika Tio cie Hiong baru mau menjawab, sam Gan sin Kay sudah mendahuluinya menyahut. "Tentu menggunakan seekor kuda, jadi mereka berdua bisa senggol-senggolan Iho"

"Kakek..." Wajah Lim Ceng Im memerah. "Konyol amat sih?"

"siapa yang konyol?" sahut sam Gan sin Kay sambil tertawa terbahak-bahak. " Kakek bicara sesungguhnya."

"Pengemis bau" tegur Kim siauw suseng. "Mereka berdua mau senggol-senggolan atau mau cubit-cubitan adalah urusan mereka berdua. Engkau sudah janganlah usil seperti itu... padahal engkau sudah berbau tanah dan api"

"Eh?" sam Gan sin Kay melotot. "Kenapa engkau katakan tanah dan api? Katakan saja diriku berbau tanah"

"Pengemis bau" sahut Kim siauw suseng. " Kalau matimu dikubur berarti berbau tanah, tapi kalau dibakar berarti berbau api"

"Benar juga" sam Gan sin Kay manggut-manggut.

"ohya" ujar Kim siauw suseng.

"setelah Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im melangsungkan pernikahan, aku akan meninggalkan markas miskin ini" sambung Tok Pie sin Wan.

"Dasar Lutung gila" Kim siauw suseng. " Ikut- ikutan terus"

Bab 47 Tayli Lo Ceng (Padri Tua Tayli)

Tio cie Hiong dan Lim Ceng Im telah berangkat ke Tayli dengan seekor kuda jempolan.

Perjalanan yang sangat menyenangkan, mereka menuju ke Tayli dengan perasaan berbahagia.

sepanjang jalan mereka bercanda ria.

Dua minggu kemudian, mereka telah tiba di Tayli. Betapa gembiranya Lam Kiong Bie Liong, Toan pit Lian, Toan wie Kic, Gouw sian Eng, serta Toan Hong Ya, dan permaisurinya, menyambut kedatangan mereka.

Toan Hong Ya langsung mengadakan perjamuan menyambut kedatangan kedua muda mudi itu.

suasana pun bertambah semarak.

Toan Hong Ya menghampiri Tio Cie Hiong. "Jadi engkau telah berhasil menundukkan Im sie Hong Mo?" tanyanya.

"Ya" Tio Cie Hiong mengangguk dan memberitahukan. "Tapi beberapa bulan lalu, aku justru terluka berat oleh pedangnya. Kalau Pek Ih Hong Li tidak muncul saat itu, mungkin aku sudah mati."

"oh?" Terbelalak Toan Hong Ya mendengarnya. "Tapi bagaimana kejadiannya hingga kemudian engkau yang dapat menundukkannya?" ^

"Aku ke Thian san...," Tio Cie Hiong lalu menuturkan dengan singkat dan jelas.

"oooh" Toan Hong Ya manggut-manggut. "Kalau begitu, Ilmu Kan Kun Taylo cian hoat dan ilmu Kan Kun Taylo Kiam Hoat itu hebat sekali."

Tio Cie Hiong mengangguk. lalu menjelaskan lagi. Kan kun Taylo sin Kang bersifat membendung dan menggempur balik lweekang lawan, sedangkan ilmu pukulan dan ilmu pedang hanya menangkis serangan lawan. Walau cuma menangkis, ilmu itu mampu menggempur balik serangan-serangan lawan.

"Wuah" gumam Toan Hong Ya kagum. "Bukan main itu Aku jadi ingin menyaksikannya"

Tio Cie Hiong menggeleng kepala. "Tidak mungkin, Hong Ya."

"Kenapa?" tanya Toan Hong Ya, merasa heran.

"Sebab apabila aku bertarung lalu menangkis dengan Kan Kun Taylo Ciang Hoat atau Kiam Hoat, berarti harus mengerahkan Kan Kun Taylo sin Kang Jadi, sangat berbahaya bagi si penyerang."

"oooh" Toan Hong Ya manggut-manggut.

"Apakah engkau yang membunuh Im sie Hong Mo itu?" tanya Lam Kiong Bie Liong menyerah.

"Tidak" Tio cie Hiong menggeleng kepala. "Walau dia telah membunuh Pek Sim seng Li, bibiku, tapi aku tetap melepaskannya."

"Apa?" Gouw sian Eng terperanjat mendengar hal itu. "Guru... guruku dibunuh Im sie Hong Mo?"

Tio Cie Hiong menghela nafas panjang. "Be-gitulah."

Kalau begitu, kenapa kakak Hiong melepaskannya?" tanya Gouw sian Eng dengan air mata bercucuran.

"Aku tak pernah ingin membunuh orang,"juwab Tio cie Hiong menjelaskan. "Aku tidak mau berbuat dosa, sebab siapa yang berbuat dosa, pasti akan mendapat ganjarannya atau suatu karma. Aku tidak menghendaki itu."

Toan Hong Ya dan permaisuri manggut-manggut mendengar itu, sedangkan Lam Kiong Bie Liong dan Toan Wie Kie saling memandang.

"Tapi...," lanjut Tio cie Hiong sambil menggeleng-gelengkan kepala. "Ketika lm sie Hong Mo sedang pergi dengan sempoyongan, tiba-tiba muncul Pek Ih Hong Li...."

"Lalu bagaimana?" tanya Gouw sian Eng, tampak penasaran sekali.

"Pek Ih Hong Li mencincangnya hingga tubuhnya hancur tidak karuan" jawab Tio Cie Hiong sambil menghela nafas.

"Ganjaran" gumam Lam Kiong Bie Liong. "Itu ganjarannya, Adik Hiong. Engkau tidak membunuhnya, tapi orang lain yang melakukannya"

"Yaa... itu memang merupakan karmanya," ujar Tio Cic Hiong. "sebab dia pernah menodai Pek Ih Hong Li, maka Pek Ih Hong Li mencincangnya."

"Kalau begitu.." Wajah Lam Kiong Bie Liong berseri. "Rimba persilatan pasti akan aman, tenang dan damai."

"Para ketua tujuh partai juga telah pulang ke tempat masing-masing," ujar Tio Cie Hiong.

"Syukurlah" ucap Toan wie Kie. "ohya, saudara Tio, kapan engkau dan ceng Im akan melangsungkan pernikahan? "

"Setelah pulang nanti," jawab Tio Cie Hiong sambil tersenyum. "Aku harap kalian hadir" "Itu sudah pasti" sahut Toan wie Kie sambil tertawa.

"Eeeh?" Tio Cie Hiong menengok ke sana ke mari. "Aku tidak melihat Tui Hun Lojin, paman Gouw, dan Lam Kiong Hujin."

"Belasan hari lalu, ibuku dan Tui Hun Lojin serta Paman Gouw telah kembali ke Tionggoan.

Kalian tidak bertemu mereka?" jawab Lam Kiong Bie Liong.

"Tidak" Tio cie Hiong menggelengkan kepala.

"Mungkin mereka mengambil jalan lain," tukas Lim Ceng Im sambil tersenyum. "Maka kami tidak bertemu mereka"

"Ngmmm" Lam Kiong Bie Liong manggut-manggut.

Mendadak seorang pengawal istana berlari tergopoh-gopoh ke dalam, ia memberi hormat dan melapor.

"Hong Ya Lo Ceng (Padri Tua) datang"

Toan Hong Ya terkejut girang. "Mari kita sambut padri tua itu"

Toan Hong Ya dan permaisurinya bergegas melangkah ke luar. Yang lain mengikuti dari belakang.

"Mengherankan... kenapa mendadak padri tua itu kemari?" gumam Toan Wie Kie.

"Mungkin ada sesuatu yang penting." jawab Tio cie Hiong dengan suara rendah.

"Akupun berpikir begitu," sambung Lam Kiong Bie Liong. "Bukankah engkau pernah bilang, padri tua itu juga mahir meramal?"

"Ya" Toan Wie Kie mengangguk. "Mungkin beliau telah meramalkan sesuatu, hingga memerlukan datang ke istana...."

Begitu sampai di luar, mereka melihat seorang lelaki tua telah berdiri.Jenggotnya putih, memanjang sampai dada. Wajahnya bersih dan berwibawa dengan kepala botak mengkilap.

Toan Hong Ya dan permaisuri langsung bersujud. Yang lain pun ikut bersujud di hadapan Tayli Lo Ceng itu.

" omitohud" ucap padri tua itu sambil tersenyum. "Bangunlah kalian semua"

"Terima kasih, Lo Ceng," ujar Toan Hong Ya lalu segera bangkit berdiri Begitu pula yang lain.

Tayli Lo Ceng tertawa, kemudian menatap wajah Tio Cie Hiong sambil manggut-manggut, "Bagus Bagus"

Tio Cie Hiong terheran-heran, kenapa Tayli Lo Ceng memandangnya sambil berkata begitu. "Lo Ceng mari kita masuk" ujar Toan Hong Ya, mempersilahkan lelaki tua berjenggot " omitohud" Tayli Lo Ceng manggut-manggut.

Mereka semua menuju ke ruang dalam. setelah duduk, Tayli Lo Ceng tertawa sambil memandang lagi Tio Cie Hiong.

Kakak Hiong," bisik Lim Ceng Im. " Kenapa padri tua itu terus memandangmu?" "Entahlah" Tio cie Hiong menggeleng kepala.

"Kedatangan Lo Ceng ke mari merupakan kehormatan bagiku," ujar Toan Hong Ya penuh hormat. "Apakah Lo Ceng ingin memberitahukan sesuatu yang penting?"

"omitohud" sahut Tayli Lo Ceng sambil tertawa. "Tiada suatu yang penting. Aku datang hanya ingin bertemu pemuda itu"

seketika juga Tio cie Hiong tersentak karena lelaki tua itu menunjuk dirinya. "Terima kasih, Lo Ceng," ucap Tio Cie Hiong. "Aku mohon petunjuk. Lo Ceng."

"Bagus Bagus" Tayli Lo Ceng manggut-manggut. "Engkau berbudi luhur. Di dalam hatimu terdapat Budha. Tapi engkau tidak berjodoh jadi rahib, sebab engkau ditakdirkan harus punya isteri dan anak. omitohud"

"Terima kasih atas petunjuk Lo Ceng," ucap Tio Cie Hiong sambil menunduk hormat.

Engkau berkepandaian tinggi, tapi selalu merendah. Kau memang seorang pendekar sejati, tidak heran dirimu memperoleh julukan Pek Ih sin Hiap" ujar Tayli Lo Ceng, menatap Tio Cie Hiong. "sejak berkecimpung di dalam rimba persilatan, hingga saat ini engkau tidak pernah membunuh orang, walau kedua orang tuamu, kakakmu dan bibimu dibunuh orang Itu pertanda engkau memiliki belas kasihan terhadap sesama. Hanya engkau yang dapat menyelamatkan rimba persilatan, ingatlah, apapun yang akan terjadi kelak, hadapilah dengan tabah dan tenang."

Tio cie Hiong mengangguk. "Terima kasih, Lo Ceng"

"sekarang mari kita duduk di lantai" Tayli Lo Ceng bangkit dari duduknya, lalu duduk di lantai. Tio cie Hiong segera duduk di lantai, begitu pula yang lain, termasuk Toan Hong Ya dan permaisurinya.

"Duduklah di hadapanku" ujar Tayli Lo Ceng pada Tio cie Hiong, karena pemuda itu duduk di sisinya.

Tio cie Hiong segera bergeser duduk di hadapan Tayli Lo Ceng, sedangkan Lim Ceng lm duduk di sisi Tio cie Hiong.

"Ngmm" Tayli Lo Ceng manggut-manggut, kemudian mengeluarkan selembar gambar, dan dipaparkan di lantai.

Memandang gambar itu kening Tio Cie Hiong langsung berkerut. Tayli Lo Ceng tersenyum dan mengeluarkan sebuah kotak kecil. Dibukanya kotak itu, ternyata berisi biji-biji tasbih.

"Mari kita main formasi" ujar Tayli Lo Ceng sambil menunjuk gambar yang memiliki banyak titik dan bergaris-garis itu.

"Lo ceng...,"

"Jangan merendah diri Aku tahu engkau mahir berbagai formasi," ujar Tayli Lo Ceng sambil menaruh lima biji tasbih di atas gambar. "Nah, kini giliranmu menaruh satu biji tasbih"

"Ya, Lo Ceng." Tio cie Hiong mengangguk. "Diambilnya satu biji tasbih dari dalam kotak, lalu ditaruh di tengah-tengah kelima biji tasbih yang lain.

"Bagus" Tayli Lo Ceng tertawa. Padri tua itu menggeserkan dua biji tasbihnya, kemudian menambah tiga biji lagi.

Tio Cie Hiong mengerutkan kening, memandang biji-biji tasbih di atas gambar itu.

"Lo Ceng sungguh mahir formasi Ngo Heng dan Pat Kwa," ujar Tio Cie Hiong sambil menggeserkan biji tasbihnya ke arah kiri

Lim Ceng Im yang menyaksikan itu mulai berkunang-kunang pada matanya. Begitu pula Toan Hong Ya dan lainnya. Mereka tahu, Tayli Lo Ceng sedang menyusun suatu formasi. Dan tugas Tio Cie Hiong untuk memecahkan formasi tersebut.

Engkau pun mahir sekali," puji Tayli Lo Ceng sambil tersenyum. sesudah itu menambah lagi satu biji tasbih, jadi semuanya milik Lo Ceng berjumlah sembilan biji di atas gambar itu.

Tio cie Hiong berpikir sejenak, kemudian menggeserkan biji tasbihnya ke atas. Cepat-cepat Tayli Lo Ceng menggeserkan dua biji tasbih ke atas pula.

Tio cie Hiong tersenyum, ia mengangkat biji tasbihnya, dan meletaknya ke kiri.

Kelika Tayli Lo Ceng hendak menggeser biji tasbihnya, mendadak Tio cie Hiong menggeserkan biji tasbih ke kanan.

Tayli Lo Ceng tampak berpikir keras, setelah itu menggeserkan tiga biji tasbihnya ke kanan.

Tio Cie Hiong tersenyum lagi. Biji tasbihnya digeser ke bawah menerobos biji-biji tasbih Tayli Lo Ceng, akhirnya keluar dari gambar itu.

omitohud" ucap Tayli Lo Ceng sambil tertawa. " Engkau memang hebat, mampu memecahkan formasi biji tasbihku. Ha ha ha..."

"Kalau Lo Ceng tidak mengalah, biji tasbihku itu pasti tidak keluar dari kepungan biji-biji tasbih Lo ceng"

"Aduuuh" jerit Lama Kiong Bie Liong dan Toan wie Kie serentak. "Pusing sekali"

Ternyata mereka terlampau mencurahkan perhatiannya pada biji-biji tasbih yang dimainkan oleh kedua orang itu Hal itu tampaknya membuat mereka berdua jadi pusing. Mereka sama memandang kagum kepada Tio Cie Hiong.

"Ha ha ha"TayliLo Ceng tertawa. "Belum berhadapan langsung dengan formasi ini, kalian sudah pusing tujuh keliling"

Wajah Lam Kiong Bie Liong dan Toan wie Kie memerah, mereka merasa malu sekali.

Jangan merasa malu" ujar Tayli Lo Ceng. "Jarang ada kaum rimba persilatan yang mampu memecahkan formasiku ini."

"Lo Ceng, apakah Cie Hiong berhasil memecahkan formasi itu?" tanya Toan wie Kie.

"Justru dia telah memecahkan formasi ini," sahut Tayli Lo Ceng sambil tertawa. "Dia cerdas dan memang mahir berbagai macam formasi."

Toan Wie Kie manggut-manggut. sementara Tayli Lo Ceng menoleh ke arah Tio Cie Hiong.

"Pek Ih sin Hiap" Tayli Lo Ceng menatap dalam-dalam. "Aku ingin menguji Iwee kangmu, engkau tidak berkeberatan kan?"

"Lo ceng..."

"Jangan tolak" Tayli Lo Ceng tersenyum. "Kita sama-sama duduk bersila di lantai sambit mengerahkan Iwee kang. Badan siapa yang melambung ke atas lebih tinggi berarti unggul"

Tio Cie Hiong tampak menjadi serba salah. Namun Lo Ceng terus mendesaknya.

"Ha ha ha"TayliLo Ceng tertawa. "Jangan merendah, aku tahu engkau memiliki Iwee kang yang sangat tinggi."

Tio Cie Hiong akhirnya mengangguk juga. "Baiklah..."

Tio Cie Hiong dan Tayli Lo Ceng bergeser mundur, kemudian saling memandang sambil mengerahkan Iwee kang.

Beberapa saat kemudian, badan Tayli Lo Ceng mulai melambung ke atas, begitu pula badan Tio cie Hiong.

semua yang menyaksikan jadi terbelalak dengan mulut ternganga lebar. Mereka tahu Iwee kang kedua orang itu sudah pada tingkat tinggi sekali.

Tubuh keduanya terus melambung, hingga menyentuh langit-langit di ruang itu. Maka tidak tahu siapa yang lebih unggul. setelah itu, keduanya sama melayang turun dan tetap dalam posisi bersilat.

"omitohud" Tayli Lo Ceng manggut-manggut setelah duduk di lantai. "Iwee kang mu sungguh tinggi." pujinya kepada Tio Cie Hiong.

"Lo Ceng yang unggul" sahut Tio Cie Hiong merendah. Tayli Lo Ceng tertawa. "sekarang mari kita mengadu cukulan"

"Lo Ceng...," Tio Cie Hiong terkejut bukan main mendengar tantangan itu.

"Caranya gampang" Tayli Lo Ceng memberitahukan. "Aku akan mengibaskan lengan jubahku kc arahmu, engkau boleh menangkis dengan lengan bajumu"

"Tapi...," Tio Cie Hiong tampak ragu.

"Jangan ragu" Tayli Lo Ceng tersenyum. "Bersiap-siaplah"

Tayli Lo Ceng mulai mengerahkan Iweekang-nya. Begitu pula Tio Cie Hiong, ia mengerahkan Pan Yok Hian Thian sin Kang dan Kan Kun Taylo sin Kang.

"Hati-hati" ujar Tayli Lo Ceng sambil mengibaskan lengan jubahnya ke arah Tio Cie Hiong.

Tio cie Hiong tak bergeming hal itu cukup mengejutkan Tayli Lo Ceng. karena tidak menyangka Tio Cie Hiong diam saja. Namun mendadak Tayli Lo Ceng tampak kaget, dan cepat-cepat menarik kembali Iwee kangnya.

omitohud" Tayli Lo Ceng menatapnya dengan mata terbelalak. "Ternyata engkau memiliki Kan Kun Taylo sin Kang, juga memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang pelindung diri Luar biasa sekali"

"Lo Ceng tahu tentang Kan Kun Taylo sin Kang?" tanya Tio Cie Hiong heran.

"Tahu" Tayli Lo Ceng mengangguk. "Kan Kun Taylo sin Kang dapat membendung dan sekaligus menggempur balik Iwee kang lawan, karena itu, aku segera menarik kembali Iweekangku tadi Kalau tidak, aku pasti celaka Ha ha ha"

"Lo Ceng terlalu merendah..." ujar Tio Cte Hiong sambil tersenyum.

"sungguh di luar dugaan, engkau berhasil memiliki ilmu peninggalan Bu Beng siansu. Dirimu memang berjodoh dengan siansu itu"

"Lo Ceng tahu tentang Bu seng siansu?" Tio cie Hiong terkejut.

"Ha ha ha Aku pernah dengar dari guruku" ujar Tayli Lo Ceng sambil tertawa. "Tiga ratus tahun silam, Tio sam Hong menciptakan Ilmu Pukulan Thai Kek (Taichi) yang membuat nama partai Butong melambung tinggi menyamai partai siauw Lim. Pada masa itu muncul pula BEngkauw. Ketua BEngkauw mempelajari Ilmu Kan Kun Taylo Ih. Akan tetapi, akhirnya malah menderita lumpuh karena tersesat oleh ilmu tersebut. sebetulnya Ilmu Kan Kun Taylo Ih itu berasal dari Persia. setelah itu memang berdatangan orang-orang Persia. Mereka membawa seng Hwee Leng (Tanda suci Agama). Ternyata BEngkauw juga berasal dari Persia. Jadi orang-orang Persia itu ingin mengambil alih kekuasaan BEngkauw diTionggoan. salah seorang Persia tidak setuju. secara diam-diam dia mencuri sebuah kitab, yaitu kitab Kan Kun Taylo Ih cin Keng, lalu kabur ke gunung Thian san. sejak itu tiada kabar beritanya lagi. Yang berhasil mempelajari ilmu Kan Kun Taylo Ih adalah Tio Kauwcu atau Tio Bu Ki..."

"Lo ceng kok tahu begitu jelas tentang itu?" tanya Tio cie Hiong merasa heran.

"Sebab guruku masih ada hubungannya dengan Tio Bu Kie," jawab Tayli Lo ceng melanjutkan. "Tiga ratus tahun silam, Biara Siauw Lim kehilangan beberapa buah kitab pusaka, yakni Kiu Yang cin Keng, Pan Yok Hian Thian cin Keng, Hian Bun Kui Goan Kang Khi cin Keng dan Hud Bun Pan Yok cin Keng. Guruku memperoleh kitab Hud Bun Pan Yok cin Keng. Sehingga aku pun memiliki Iwee kang Hud Bun Pan Yok Sin Kang."

"Oooh" Tio cie Hiong manggut-manggut. "Siapa yang memperoleh Kiu Yang cin Keng dan Hian Bun Kui Goan Kang Khi cin Keng?"

"Tio Bu Ki diperoleh Kui Yang cin Keng, maka memiliki Kiu Yang Sin Kang yang sangat dahsyat Tapi kitab Kiu Yang cin Keng itu entah disimpan di mana. Sedangkan Hian Bun Kui Goan Kang Khu Keng jatuh ke tangan seorang rahib sakti."

"Lo ceng, bagaimana kekuatan Hian Bun Kui Goan Kang Khi itu?" tanya Tio cie Hiong.

"Sebanding dengan Pan Yok Hian Thian Sin Kang dan Hun Bun Pan Yok sin Kang yang kumiliki." Tayli Lo ceng memberitahukan. "Tapi, hingga kini masih belum muncul ilmu Hian Bun Kui Goan Kang Khi itu Kalau orang jahat yang memiliki ilmu itu, tentu akan menimbulkan bencana dalam rimba persilatan. omitohud..."

"Jadi... Bu Beng siansu itu orang Persia?" Tayli Lo ceng mengangguk dan tersenyum. "Ketika aku mengibaskan lengan jubahku menyerang dengan Hud Bun Pan Yok sin Kang, aku merasa ada gempuran balik, sehingga aku tahu engkau memiliki Kan Kun Taylo sin Kang yang berasal dari Persia. Ilmu tersebut memang sangat istimewa, dapat membendung dan menggempur balik lweekang lawan. engkau memang beruntung berhasil mempelajari ilmu itu, sebab tidak gampang mempelajarinya. Itu pun karena engkau memiliki Pan Yok Hian Thian sin Kang, bahkan pernah juga makan buah Kiu Yap Ling ceh. Kalau tidak. engkau pasti tersesat oleh ilmu itu."

Tio Cie Hiong manggut-manggut. "Lo Ceng, mungkinkah ilmu Hian Bun Kui Goan Kang Khi dan Kiu Yang sin Kang akan muncul dalam rimba persilatan?" tanyanya kemudian.

"omitohud" sahut Tayli Cie Hiong. "semua itu sudah merupakan takdir, walau aku mahir meramal, tapi juga tidak berani terlampau membuka tabir takdir."

"Bagaimana menurut Lo Ceng mengenai rimba persilatan Tionggoan? Apakah selanjutnya akan aman dan damai?"

"Kini Im sie Hong Mo telah mati, seharusnya rimba persilatan Tionggoan sudah aman, tenang dan damai. Akan tetapi, kejahatan tidak akan sirna dalam dunia...." Tayli Lo Ceng menghela nafas,

kemudian mengeluarkan sebuah kantong kain bersulam Naga dan Phonix. Diserahkannya pada Tio Cie Hiong seraya berpesan, "ingat baik-baik Apa-bila engkau mengalami sesuatu yang membuatmu merasa duka sekali dan putus asa, bukalah kantong kain ini dan baca suara yang di dalamnya Janganlah engkau buka sebelum mengalami hal itu"

Tio Cie Hiong mengangguk sambil menerima kantong kain itu, sekaligus disimpannya ke dalam baju. "Terima kasih, Lo Ceng"

"omitohud Ha ha ha"TayliLo Ceng tertawa. "Kita memang ada persamaan. sejak aku menguasai kemampuan cukup, aku pun tidak pernah membunuh orang. Hanya aku ditakdirkan harus menjadi rahib, sedangkan engkau ditakdirkan harus punya istri dan anak. Kita berjodoh, maka aku datang ke mari menemui dirimu. Mudah-mudahan kita akan berjumpa lagi"

Tayli Lo Ceng bangkit berdiri Tio Cie Hiong dan lainnya juga ikut berdiri Kemudian Tayli Lo Ceng berkata pada Toan Hong Ya.

"Kalau waktu itu Pek Ih sin Hiap tidak ke mari,. Toan Hong Ya hujin dan seisi istana ini pasti mati semua. secara tidak langsung pit Lian yang menyelamatkan kalian semua, maka dia punya suami yang baik Ha ha ha..."

Tayli Lo Ceng berjalan keluar. semua mata yang melihat terbelalak heran dan takjub. Kali ini kaki orang tua itu sama sekali tidak menyentuh lantai, pertanda ginkangnya sudah tinggi sekali.

Tio Cie Hiong kagum sekali. Buru-buru ia pun mengerahkan ginkangnya berjalan seperti Tayli Lo Ceng.

"Ha ha ha" Tayli Lo Ceng tertawa. " Engkau memang hebat Ketika aku seusia mu, kepandaianku masih rendah..."

"Lo Ceng membuat aku merasa malu." Tio Cie Hiong tersenyum.

"Hahaha"TayliLo Ceng tampak gembira sekali. "setelah kita sampai di luar, mari kita mengadu ginkang"

"Baik" Tio Cie Hiong mengangguk, ia tidak menolak karena ingin tahu bagaimana tingginya ginkang padri tua itu.

sampai di luar, Tayli Lo Ceng segera menghimpun lwekangnya. seketika badannya melambung ke atas. Tio Cie Hiong tersenyum, menyaksikannya. segera dia menghimpun lwekangnya, maka badannya melesat ke atas.

"Bagus" ujar Tayli Lo Ceng sambil tertawa, lalu mengibaskan lengan jubahnya kc bawah, sehingga membuat badannya melambung ke alas lagi.

Tio Cie Hiong menarik nafas sambil berjungkir balik, seketika badannya melesat, ke atas menyusul Tayli Lo Ceng.

"Luar biasa" Tayli Lo Ceng manggut-manggut lalu mengibaskan lengan jubahnya. sambil melambungkan tubuhnya ke atas.

Tio cie Hiong berjungkir balik ke atas menyusulnya. Maka saat itu keduanya berada pada belasan depa di atas tanah.

Bukan main kagumnya Toan Hong Ya dan lainnya menyaksikan kejadian itu Tanpa berkedip mereka memperhatikan kedua tokoh berilmu tinggi yang sedang mempertunjukkan kepandaian mereka masing-masing.

"Ha ha ha"Tayli Lo Ceng tertawa, kemudian mengibaskan lengan jubahnya. Kali ini badannya tidak melambung ke atas, melainkan melesat pergi sambil berseru. "Pek Ih sin Hiap. kita akan berjumpa lagi kelak Thian Thay siansu adalah teman baikku..."

"Lo Ceng Lo Ceng..." panggil Tio cie Hiong, tak mengira orang tua itu akan pergi.

"sampaijumpa" sahut Tayli Lo Ceng. Tak lama padri tua itu pun tak terlihat lagi.

sedangkan tubuh Tio Cie Hiong mulai melayang turun. saat itu pula timbul sifat kekanak-kanakannya. la mengeluarkan suling kumalanya, lalu menarik nafas dalam-dalam agar tubuhnya yang begitu cepat melayang ke bawah. setelah itu, ia pun mulai meniupnya.

Toan Hong Ya dan sang permaisuri memandang dengan mulut ternganga lebar. Sebab saat itu, Tio Cie Hiong lebih mirip seorang Dewa yang tengah turun dari khayangan, ketimbang sebagai seorang pemuda berpakain putih.

"Bukan main..." seru Lam Kiong Bie Liong seraya menggeleng-geleng kagum.

"Kakak Hiong..." Lim Ceng Im yang sangat kagum memandangnya dengan mata berbinar.

sesaat kemudian sepasang kaki Tio Cie Hiong menyentuh tanah. Toan Hong Ya segera menghampirinya, lalu menepuk-nepuk bahunya sambil tertawa gembira.

"Ha ha ha Cie Hiong, engkau memang luar biasa" ujar Toan Hong Ya.

"Maaf, Hong Ya" Tio Cie Hiong merasa malu. "Aku... bukan bermaksud memamerkan kepandaian, melainkan..."

"Aku tahu Aku tahu..." Toan Hong Ya tersenyum. "Ketika engkau melayang turun, aku melihat jelas kepolosan dan sifat kekanak-kanakanmu, itu memang wajar."

"Aku...," Tio Cie Hiong menundukkan kepala.

"Ha ha" Toan Hong Ya tertawa. "Kalian mengobrollah di sini, kami ke dalam."

Toan Hong Ya dan permaisurinya berjalan masuk ke istana. sementara Lam Kiong Bie Liong terus menatap Tio Cie Hiong dengan mata tak berkedip.

"Eh, kakak Liong..." Tio Cie Hiong tercengang karena Lam Kiong Bie Liong menatapnya dengan cara begitu.

"Kenapa...?"

"Adik Hiong, aku sedang berpikir...,"

"Pikirkan apa?"

"Kalau aku bisa memperoleh seperempat kepandaianmu, aku... aku sudah merasa puas sekali."

Tio Cie Hiong tersenyum mendengar apa yang dikatakan Lam Kiong Bie Liong. Namun mendadak saja terdengar suara tawa terbahak-bahak. Bersama dengan itu berkelebat sesosok tubuh melayang turun menuju tempat itu.

"Guru" Toan wie Kie berseru kaget.

"Guru" seru Toan pit lian.

Yang datang sin san Lojin dan Ang Kin sian Li, mereka berdua memandang Tio Cie Hiong sambil tertawa gembira.

"Cianpwee" panggil Tio Cie Hiong dan langsung menjura hormat.

"Ha ha ha Cie Hiong, engkau sudah datang kemari berarti telah berhasil menumpas Im sie Hong Mo. Ya, kan?" tanya sin san Lojin. Tio Cie Hiong mengangguk.

"Kalau begitu...," Ang Kinsian Li menatapnya kagum. "Kepandaianmu pasti mengalami kemajuan pesat"

"Tidak juga," ujar Tio Cie Hiong sambil menyunggingkan senyum.

"Cie Hiong" sin san Lojin manggut-manggut. "Engkau benar-benar Pek Ih sin Hiap berkepandaian sangat tinggi. Namun selalu merendah. Aku kagum dan salut padamu."

"Cianpwee terlampau memujiku," tukas Tio Cie Hiong tersenyum lagi. "Padahal..."

"Cie Hiong" Ang Kin sian Li menatapnya lagi seraya bertanya. "Engkau membunuh Im sie Hong MO?"

Tio cie Hiong menggeleng kepala.

Kakak Hiong melepaskannya" Lim Ceng Im yang menyahut. "Padahal Im Sie Hong Mo membunuh bibinya, namun kakak Hiong tidak mau membunuhnya."

"Hen?" sin san Lojin terbelalak mendengarnya. "Dia begitu jahat, tapi Cie Hiong masih melepaskannya?" Lim Ceng Im mengangguk.

"Tapi..."

"Aku memang melepaskannya, tapi mendadak muncul Pek Ih Hong Li...," sambung Tio Cie Hiong. "Pek Ih Hong Li yang membunuhnya dengan cara mencincang tubuhnya."

"Pek Ih Hong LI?" sin san Lojin tertegun mendengar nama itu.

"Ya" Tio Cie Hiong mengangguk.

"Im sie Hong Mo memang pantas mati" ujar Ang Kin sian Li. "Kelika kami berangkat pulang, di tengah jalan muncul Im sie Hong Mo...,"

"oh?" Tio Cie Hiong tampak tertegun. " Kakak Hiong tidak menceritakan padaku."

"Belum sempat aku menceritakannya" ujar Lam Kiong Bie Liong.

"Bagaimana kemudian?" tanya Tio Cie Hiong.

"Kalau di saat itu tidak muncul Pek Ih Hong Li, sudah pasti kami semua menjadi mayat" sahut sin san Lojin.

"oooh" Tio Cie Hiong manggut-manggut.

Kelihatannya secara tidak sengaja dia menolong kami, mungkin dia sedang mengejar Im sie Hong Mo," ujar Ang Kin sian Li. "sebab Pek Ih Hong Li terus berteriak. "Aku harus cincang engkau Aku harus cincang engkau", Pek Ih hong Li benar-benar berhasil mencincangnya . "

"Kalau begitu.." sambung Sin San Lojin. "Kini rimba persilatan Tionggoan tentunya sudah aman dan tenang."

"Mudah-mudahan begitu," sahut Tio Cie Hiong.

"ohya" sin san Lojin tertawa. "Kami dengar Tayli Lo Ceng datang kemari. Padri tua itu menemuimu?"

"Ya" Tio Cie Hiong mengangguk.

"Bukan main" sin san Lojin menghela nafas. "Padri tua itu adalah Tayli Lo Ceng yang amat sakti, tidak disangka beliau berseri datang menemuimu."

"Guru" Toan wie Kie memberitahukan. "Lo Ceng itu mengadu formasi, Iweekang dan ginkang dengan cie Hiong."

"Guru sudah tahu itu," sin san Lojin manggut-manggut sambil memandang Tio Cie Hiong dengan kagum. "Engkau memang hebat, dapat mengimbangi Lo Ceng itu"

"Kalau Lo Ceng itu tidak mengalah, aku pasti sudah dipecundanginya," ujar Tio Cie Hiong.

"Cie Hiong...," sin san Lojin menatapnya sambil manarik nafas dalam-dalam. "Engkau memang memiliki sifat yang suka merendah, pantas Tayli Lo Ceng begitu kagum padamu."

"Cie Hiong" Ang Kin sian Li^ tersenyum. "Yang mengalah bukan Lo Ceng itu, melainkan engkau sendiri"

"Benar Benar" sin san Lojin manggut-manggut.

" cianpwee...," Tio cie Hiong menggeleng-geleng kepala.

"ohya" sin san Lojin teringat sesuatu. la memandang Tio Cie Hiong seraya bertanya, "Kapan engkau dan Ceng Im akan melangsungkan pernikahan?"

"Setelah kami pulang dari sini," jawab Tio Cie Hiong lalu menambahkan, "Kami undang Cianpwee berdua hadir."

"Ha ha ha" sin san Lojin tertawa. "Kami berdua pasti hadir"

"Terima kasih, cianpwee" ucap Tio cie Hiong.

"Baiklah" sin san Lojin manggut-manggut. "Kami berdua mau pergi dulu, sampai jumpa"

sin san Lojin dan Ang Kin sian Li melesat pergi. Toan Wie Kie dan adiknya saling memandang.

Mereka menyesal karena belum sempat hercakap-cakap dtngan sang guru.

"Adik Liong, kami pasti menghadiri pesta pernikahan kalian" ujar Lam Kiong Bie Liong. "setelah kalian kembali ke Tionggoan, kami semua pasti menyusul."

"Terima kasih, kakak Liong," ucap Tio Cie Hiong.

Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im yang berada di Tayli tentu tidak mengetahui kalau saat itu Bu Lim sam Mo telah berhasil mempelajari Hian Bun sam Ciong.

setelah itu, mereka bertiga berangkat ke istana Te Mo yang berada di dalam goa. Di tengah jalan, mereka berpapasan dengan Tui Hun Lojin, Gouw Han Tiong dan Lam Kiong hujin.

Betapa terkejutnya Tui Hun Lojin, Gouw Han Tiong dan Lam Kiong hujin ketika melihat Bu Lim sam Mo.

"Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa gelak. "Kalian tidak sangka kan? Kepandaian kami telah pulih"

"He h e h e" Thian Mo tertawa terkekeh-kekeh. "Lo Mo, mari kita tangkap mereka Bagaimana?" "Baik" Tang Hai Lo Mo mengangguk.

Bu Lim sam Mo segera bergerak. Tui Hun Lojin, Gouw Han Tiong dan Lam Kiong hujin berusaha melawan. Akan tetapi, perlawanan mereka tak berarti sama sekali. Dalam waktu sekejap mereka bertiga teiah tertangkap.

"Ha ha ha" Tang Hai Lo Mo tertawa. "Kita kurung mereka di dalam istana Te Mo"

"Bagus" Te Mo tertawa terkekeh. "setelah itu, kita pun harus membunuh Lam Hai sin ceng He he he..."

Bab 48 Kejadian yang mencemaskan

Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im berpamit pada Toan Hong Ya, permaisuri dan lain-lainnya.

Berangkatlah mereka kembali ke Tionggoan dengan hati yang riang gembira.

Mereka melakukan perjalanan dengan tidak tergesa-gesa, bahkan sambil pesiar ke tempat-tempat yang indah.

Kakak Hiong" Lim Ceng Im memandangnya sambil tersenyum manis dan bertanya. "setelah kita sampai, benarkah kita akan melangsungkan pernikahan?"

"Tentu," jawab Tio Cie Hiong. Dibelainya rambut gadis itu.

Mereka duduk di pinggir sebuah telaga. Panorama di sekitar tempat itu sungguh indah menakjubkan.

Kakak Hiong, kita harus menunggu mereka hadir sebelum mengadakan pesta Bagaimana?" "Itu memang lebih baik,"

"ohya" Lim Ceng Im teringat sesuatu. "Tayli Lo Ceng memberikanmu sebuah kantong kain, bolehkah aku melihat isinya?"

Tio Cie Hiong menggeleng kepala. "Jangan, Adik Im"

" Kenapa?" Lim Ceng Im cemberut.

Tio Cie Hiong memandangnya sambil tersenyum lembut. "Aku harus mentaati pesan Lo Ceng itu Jadi... aku harap engkau jangan menyuruhku melanggarnya, itu tidak baik."

"Baiklah"

"Adik Im," ujar Tio Cie Hiong sungguh-sungguh. "setelah kita melangsungkan pernikahan, kita tinggal di Gunung Thian san saja. Bagaimana menurutmu?"

"Aku setuju saja. Tapi, bukankah engkau pernah bilang, aku tidak tahan dingin Bagaimana mungkin aku bisa tinggal di Gunung Thian san?"

"Adik Im, mulai sekarang aku akan mengajar engkau Pan Yok Hian Thian sin Kang, agar engkau dapat bertahan dingin kelak. juga guna memperdalam Iweekang mu."

"Terima kasih, Kakak Hiong," sahut Lim Ceng Im merasa girang bukan main.

Engkau harus tahu" Tio Cie Hiong memberitahukan. "Tidak gampang mempelajari ilmu tersebut. sebab, engkau harus sering duduk bersemadi"

"Itu tidak jadi masalah. Aku pasti dapat melakukannya."

"Bagus" Tio Cie Hiong manggut-manggut. Mulailah dia mengajarkan Pan Yok Hian Thian sin Kang.

Lim Ceng Im langsung duduk bersila, kemudian mulai mengatur pernafasannya sesuai dengan petunjuk Tio Cie Hiong. Tak berapa lama kemudian gadis itu membuka matanya dan tersenyum.

Kakak Hiong, setelah aku mengatur pernafasan berdasarkan petunjukmu, dadaku terasa lega sekali," ujarnya dengan gembira.

"Bagus Jadi mulai sekarang, engkau harus sering bersemadi. Itu adalah pelajaran dasar Pan Yok Hian Thian sin Kang."

"Baik"

Mereka lalu melanjutkan perjalanan lagi dengan riang gembira. Ketika berada dijalan sepi, mendadak Tio cie Hiong menghentikan kudanya. Keningnya berkerut tajam. seperti ada sesuatu yang mencurigakan.

"Ada apa, Kakak Hiong?" tanya Lim Ceng Im dengan suara rendah.

"Aku mendengar suara di dalam hutan," sahut Tio Cie Hiong sambil memandang ke arah hutan di pinggir jalan.

"Mungkin suara binatang liar."

"Bukan Itu suara langkah orang dalam keadaan luka parah. Kini telah berhenti, berarti orang itu telah roboh"

"Kalau begitu, mari kita ke sana"

"Ng" Tio Cie Hiong mengangguk lalu meloncat turun. Lim Ceng Im mengikutinya.

Tio Cie Hiong menarik Lim Ceng Im ke dalam hutan. Tak seberapa lama kemudian, mereka melihat seseorang berpakaian putih menelungkup di tanah. Pakaian putih itu telah berubah merah oleh darah.

"Siapa orang itu?" bisik Lim Ceng Im.

Tio cie Hiong tidak menyahut. Keningnya berkerut-kerut ketika mendekati orang itu. "Haah..." Lim Ceng Im menjerit tertahan. "Pek Ih Hong Li..."

sosok itu ternyata Yap In Nio. Pakaian putihnya telah berlumuran darah.

"Adik In...," panggil Tio Cie Hiong sambil membalikkan badannya. Wajah Pek Ih Hong Li pucat pias. sementara mulutnya masih mengalirkan darah. Tio Cie Hiong segera memeriksanya. sesaat kemudian dia menggeleng-gelengkan kepala dengan mata basah.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Lim Ceng Im cemas.

"Tidak bisa ditolong lagi, seisi perutnya telah hancur. Dia dalam keadaan pingsan," jawab Tio Cie Hiong dengan air mata meleleh.

"Kakak Hiong, cobalah sadarkan dia"

Tio Cie Hiong mengangguk. lalu dipegangnya lengan pek Ih Hong Li, sekaligus menyalurkan Lweekangnya ke dalam tubuh gadis itu.

Tak lama kemudian Pek Ih Hong Li membuka matanya perlahan-lahan, lalu memandang Tio Cie Hiong dengan mata redup. "Kakak Hiong...," panggilnya lemah.

"Adik In" sahut Tio Cie Hiong agak terisak. "siapa yang melukaimu?"

Pek Ih Hong Li tidak menyahut, melainkan berkata lemah.

"Kakak Hiong, aku..., aku bahagia.... Bahagia sekali bisa mati dalam pelukanmu. Kakak Hiong...,

peluklah aku..."

Tio cie Hiong menoleh memandang Lim Ceng Im. Gadis itu menganggukkan kepala pertanda menyetujui. Maka Tio cie Hiong segera memeluk tubuh Pek Ih Hong Li.

"Terima kasih... Kakak Hiong... engkau dan Kakak Im memang... memang merupakan pasangan... yang serasi. Aku... aku ikut gembira...."

"Adik In, siapa yang melukaimu?"

"Kakak Hiong..., aku... aku berbahagia sekali... ternyata aku takut... engkau tidak mati. Aku... aku bersalah padamu... aku tusuk engkau dengan belati.... Ku Tek Cun... dia... dia yang menodai diriku... aku telah cincang dia...." Suara Pek Ih Hong Li makin lemah.

"Adik In, siapa yang melukaimu, katakanlah" desak Tio Cie Hiong karena tahu waktu Pek Ih Hong Li sudah tidak banyak lagi.

"Kakak Hiong... aku.... aku bahagia mati dalam pelukanmu...." "Periahan-lahan Pek Ih Hong Li

memejamkan matanya.

"Adik In beritahukan siapa yang melukaimu" teriak Tio Cie Hiong.

"Sam... Sam..." Mendadak kepala Pek Ih Hong Li terkulai dan nafasnya putus seketika. "Adik In Adik In..." Tio cie Hiong menangis terisak-isak. "Adik In..."

Lim Ceng Im turut menangis pilur Sungguh malang nasib Yap In Nio. Masih begitu muda, mati secara mengenaskan. Begitu pikirnya.

"Adik In...," Air mata Tio Cie Hiong berderai-derai.

"Kakak Hiong...," Lim Ceng Im memegang bahunya. "Dia tampak tenang karena mati dalam pelukanmu"

Tio Cie Hiong masih terisak-isak. "Kakakku mati dalam pelukanku, kini Adik In...."

"Kakak Hiong, jangan teriampau berduka" ujar Lim Ceng Im dengan suara rendah. "Mari kita kubur dia"

Tio Cie Hiong mengangguk.

setelah mengubur Pek Ih Hong Li, Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im berdiri di hadapan kuburan itu dengan air mata bercucuran.

" Kakak Hiong, mari kita pergi" bisik Lim Ceng Im.

"Aaaakh..." keluh Tio Cie Hiong. " Kenapa sesama manusia harus saling membunuh? Kenapa begitu banyak penjahat dalam rimba persilatan?"

Tio Cie Hiong dan Lim Ceng Im melanjutkan perjalanan lagi. Namun kini mereka tidak begitu gembira, karena masih ingat akan kematian Yap In Nio. "Adik Im, aku yang bersalah...."

Kenapa engkau berkata begitu?"

Kalau aku tidak mengajarkan ilmu pedang padanya, belum tentu dia akan berkecimpung di rimba persilatan."

"Itu bukan salahmu, Kakak Hiong. seandainya dia tidak berkecimpung di rimba persilatan, mungkin kita dan lainnya telah mati di tangan Im sie Hong Mo. Ya, kan?"

"Aaaakh...," keluh Tio Cie Hiong sambil bergumam. "Mungkin itu sudah merupakan takdirnya."

"Begitulah...." Lim Ceng Im mengangguk. "Adik Im, aku teringat sesuatu...."

"Teringat apa?"

"Nanti kita mengambil arah barat, kita ke Gunung Pek In san"

"oooh Maksudmu kita mampir di Pek In Nia untuk menyembayangi makam kedua orang tuamu?"

"Ya"

"Itu memang harus"

Mereka berdua lalu mengambil arah barat menuju ke Gunung Pek In san. Dua hari kemudian keduanya sudah tiba di Pek In Nia. Tio Cie Hiong dan ceng Im berlutut di hadapan makam Hui Kiam Bu Tek dan sin Pian Bijin.

Cukup lama hal itu mereka lakukan. Kemudian keduanya bangkit berdiri Mata Tio Cie Hiong tampak basah.

"Adik Im, setiap manusia memang harus mati. Tapi jangan mati penasaran. Alangkah baiknya kalau mati dalam usia tua...," ujar Tio Cie Hiong sambil menghela nafas. "Kita hidup di dunia ini tidak akan lama. Namun aku sering merasa heran dan tidak habis pikir, kenapa begitu banyak manusia tidak mau melakukan perbuatan baik selama hidupnya. Kenapa mereka lebih senang melakukan kejahatan?"

Kakak Hiong" Lim Ceng Im tersenyum getir. " Kalau semua orang seperti dirimu, dunia pasti aman, tenang dan penuh kedamaian. Tapi... di mana ada kebaikan, di situ pasti ada kejahatan pula. Mungkin itu sudah merupakan kodrat alam" Tio cie Hiong menggeleng-gelengkan kepala.

Engkau bisa menerka siapa yang melukai Yap In Nio?" tanya Lim Ceng Im tiba-tiba. "sebelum menarik nafas penghabisan, dia mengucapkan "sam" (Tiga), entah apa maksudnya?"


"Itu merupakan bilangan" ujar Lim Ceng Im dan menambahkan. "Mungkinkah sam Mo (Tiga iblis)?"

DONASI VIA TRAKTEER Bagi para cianpwe yang mau donasi untuk biaya operasional Cerita Silat IndoMandarin dipersilahkan klik tombol hati merah disamping :)

Posting Komentar